KAJIAN TERHADAP HADIS INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN FÎ AL-FARASI WA AL WA AL...

101
KAJIAN TERHADAP HADIS INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN FÎ AL-FARASI WA AL MAR’ATI WA AL-DÂR(STUDI MA’ÂNI AL-HADÎTS) Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag) Oleh: Nida Asiah NIM: 1113034000013 PROGRAM STUDI ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1439 H./2018 M.

Transcript of KAJIAN TERHADAP HADIS INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN FÎ AL-FARASI WA AL WA AL...

Page 1: KAJIAN TERHADAP HADIS INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN FÎ AL-FARASI WA AL WA AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39357... · 2018-04-19 · PROGRAM STUDI

KAJIAN TERHADAP HADIS

“INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN FÎ AL-FARASI WA AL MAR’ATI

WA AL-DÂR”

(STUDI MA’ÂNI AL-HADÎTS)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh:

Nida Asiah

NIM: 1113034000013

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1439 H./2018 M.

Page 2: KAJIAN TERHADAP HADIS INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN FÎ AL-FARASI WA AL WA AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39357... · 2018-04-19 · PROGRAM STUDI
Page 3: KAJIAN TERHADAP HADIS INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN FÎ AL-FARASI WA AL WA AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39357... · 2018-04-19 · PROGRAM STUDI
Page 4: KAJIAN TERHADAP HADIS INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN FÎ AL-FARASI WA AL WA AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39357... · 2018-04-19 · PROGRAM STUDI
Page 5: KAJIAN TERHADAP HADIS INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN FÎ AL-FARASI WA AL WA AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39357... · 2018-04-19 · PROGRAM STUDI

ii

ABSTRAK

Nida Asiah

Kajian Terhadap Hadis Innamâ al-Syu’mu fî Tsalâtsatin fi al-Farasi Wa al-

Mar’ati Wa al-Dâr (Studi Ma’ânî al-Hadîts)”.

Menganggap sial sesuatu baik berupa tempat, waktu, seseorang atau pun

lainnya merupakan perbuatan yang diharamkan dalam syari’at Islam dan termasuk

dalam kategori perbuatan syirik. Adanya hadis Nabi Saw yang mengatakan

Innamâ al-Syu’mu fî Tsalâtsatin fî al-Farasi Wa al-Mar’ati Wa al-Dâr jika

dipahami secara tekstual maka akan menimbulkan pemahaman secara sepintas

bahwa ketiga hal tersebut dapat membawa kesialan. Mengapa hanya ketiga hal

tersebut yang dapat membawa kesialan? Mengapa tidak dengan hal yang lainnya?

Padahal pada zaman dahulu hewan mempunyai peran yang sangat penting dalam

kehidupan sehari-hari, seperti dijadikan alat transportasi, untuk berperang dan

lainnya. Begitu juga dengan perempuan, Islam begitu memuliakannya,

memandang bahwa perempuan adalah karunia Allah Swt, sedangkan tempat

tinggal menjadi sumber kedamaian dan ketenangan bagi pemiliknya. Hadis ini

pun nampaknya bertentangan dengan al-Qur’an surah al-Hadîd ayat 22 yang

berbunyi “Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan tidak pula pada

dirimu sendiri melainkan telah tertulis di kitab (lauhul mahfuz) sebelum Kami

menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu mudah bagi Allah. Hal ini

menjadi pertanyaan besar, bagaimana pemaknaan hadis tentang Innamâ al-Syu’mu

fî Tsalâtsatin fi al-Farasi Wa al-Mar’ati Wa al-Dâr? Dan bagaimana relevansi

hadis tentang kesialan ada pada tiga hal?

Penelitian ini menggunakan kajian ma’ânî al-hadîs. Bagaimana hadis

tersebut bisa dimaknai secara tekstual atau kontekstual sehingga dapat

memperoleh pemahaman yang tepat, proporsional dan komprehensif. Dengan

analisis historis, generalisasi, linguistik, tematik-komprehensif dan konfirmatif

dengan petunjuk-petunjuk al-Qur’an dan berbagai pendekatan lainnya, maka akan

diperoleh pemahaman yang akan lebih mendekati kebenaran tentang hadis

Innamâ al-Syu’mu fî Tsalâtsatin fî al-Farasi Wa al-Mar’ati Wa al-Dâr.

Setelah diteliti, makna al-Syu’mu yang dimaksud dalam hadis adalah

ketidakberuntungan, apabila hewan tunggangan lambat jalannya, tidak dapat

dimanfaatkan dan semata-mata untuk kesombongan. Perempuan (isteri) tidak

dapat melahirkan, panjang lidah (suka ngomel) dan tempat tinggal yang sempit,

atau bertetangga dengan orang-orang yang suka berbuat kejahatan dan

merduhakakan Allah. Hal ini terjadi bukan karena naluri atau fitrah yang melekat

kepada ketiga hal tersebut, melainkan karena apa yang Allah takdirkan pada

benda tersebut berupa kebaikan dan keburukan. Hadis kesialan ada pada tiga hal

ini tidak relevan karena ketiga hal tersebut tidak selalu mempengaruhi perilaku

manusia untuk merasa sial. Akan tetapi ketiga hal tersebut terkadang dapat

membawa keberuntungan dan kebahagiaan dalam hidup seseorang.

Page 6: KAJIAN TERHADAP HADIS INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN FÎ AL-FARASI WA AL WA AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39357... · 2018-04-19 · PROGRAM STUDI

iii

KATA PENGANTAR

Bismillâhirrahmânirrahîm

Segala puji bagi Allah yang telah memberikan berbagai macam nikmat

kepada penulis, serta rahmat dan karunia-Nya, dan kemudahan serta kesabaran

dalam menghadapi berbagai macam kesulitan yang penulis hadapi. Berkat

pertolongan dan rida-Nya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Salawat

serta salam semoga tercurahkan kepada baginda Nabi Muhamad Saw, beserta

keluarga, sahabat dan para pengikut setianya. Semoga kita mendapatkan syafa’at

beliau di akhirat nanti, aamiin.

Skripsi ini tentunya terasa sulit bagi penulis jikalau tanpa bantuan,

dukungan dan semangat dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak

langsung dalam membantu mempermudah kesulitan-kesulitan yang penulis alami.

Skripsi ini masih banyak kekurangan, walaupun penulis telah berusaha

semaksimal mungkin mencurahkan semua tenaga dan pikiran untuk dapat

dipersembahkan dengan penuh kualitas. Meskipun demikian, skripsi sederhana ini

tidak akan rampung tanpa bantuan dan kerjasama dari berbagai pihak. Oleh

karena itu, penulis ucapkan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada semua

pihak yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini:

1. Segenap civitas akademika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta; Prof. Dr.

Dede Rosyada, MA selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta

seluruh jajarannya.

Page 7: KAJIAN TERHADAP HADIS INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN FÎ AL-FARASI WA AL WA AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39357... · 2018-04-19 · PROGRAM STUDI

iv

2. Prof. Masri Mansoer, M.Ag selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah menyediakan seluruh fasilitas yang

dibutuhkan.

3. Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA selaku Ketua Program Studi Ilmu al-Qur’an

dan Tafsir dan Dra. Banun Binaningrum, M.Pd selaku Sekretaris Jurusan

Program Studi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir beserta jajarannya yang selalu

menyempatkan waktunya dalam menyiapkan berbagai kebutuhan yang

diperlukan penulis.

4. Dr. Muhammad Zuhdi Zaini, MA selaku dosen pembimbing skripsi yang

telah memberikan banyak arahan yang sangat membantu penulis dalam

menyelesaikan penelitian.

5. Dr. Ahzami Sami’un Jazuli, MA selaku dosen penasehat akademik yang

telah memberikan masukan dan arahan sepanjang perkuliahan.

6. Seluruh dosen Fakultas Ushuluddin khususnya prodi Ilmu al-Qur’an dan

Tafsir dan prodi Ilmu Hadis yang telah memberikan pengajaran serta

pemahaman yang baru bagi penulis.

7. Terimakasih kepada Team Ujian Skripsi, Ibu Dr. Lilik Ummi Kaltsum,

MA (Ketua Sidang), Ibu Dra. Banun Bina Ningrum, M.Pd (Sekretaris

Sidang), Bpk. Dr. M. Isa H.A Salam, M.Ag (Ketua Sidang I), Bpk. Dr.

Ahmad Fudhaili, M.Ag (Ketua Sidang II), yang telah memberikan koreksi

dan masukan terhadap skripsi penulis supaya menjadi lebih baik dan

memberikan pengalaman yang akan selalu penulis ingat pada hari itu.

8. Segenap pimpinan dan karyawan, Perpustakaan Utama dan Perpustakaan

Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah

Page 8: KAJIAN TERHADAP HADIS INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN FÎ AL-FARASI WA AL WA AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39357... · 2018-04-19 · PROGRAM STUDI

v

melayani dan meberikan buku-buku yang dapat membantu penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

9. Kedua orang tua H. Adjid dan Hj. Muslihah yang tidak ada henti-hentinya

memberikan do’a, serta dukungan moril maupun materil kepada penulis,

dari awal kuliah sampai selesainya penulis menyelesaikan skripsi ini.

Semoga Allah Swt memberikan kesehatan, dan menghadiahkan surga

untuknya kelak, aamiin.

10. Pimpinan pondok Pesantren al-Qur’an al-Falah Cicalengka-Nagreg alm

KH. Q. Ahmad Syahid, KH. Cecep Abdullah Syahid, dan para Asatidz

Asatidzah, yang telah memberikan banyak ilmu sehingga penulis bisa

melanjutkan study di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

11. Seluruh teman-teman seperjuangan TH angkatan 2013, keluarga ATHA

2013, Salman al-Farisi, Muslih Muhaimin, alm Afif Hasan Naufal, Faris

Maulana, Iqbal Firdaus, Rino Ardiansyah, Gisda Aryah Putri, Ira Nur

Azizah, Bekti Rahmasari serta teman-teman lain yang tidak bisa penulis

sebutkan namanya satu persatu, terimakasih selama 4 tahun sudah menjadi

teman yang setia, dan memberikan kebahagiaan dalam hidup penulis.

12. Team CAPCINS (Aini Zahra, Armenia Septiarini, Rizqa Faurina, Kiki

Saraswati, Evi Nurdiana, Yuni Fitriani, Aulia Tiara) yang telah menemani

berjuang disaat susah dan senang selama kuliah. Semoga kita semua selalu

berada dalam lindungan Allah Swt dan tetap dalam ikatan silaturrahmi dan

jalinan persahabatan yang indah.

13. Aini Zahra teman seperjuangan penulis dari maba hingga saat ini, yang

selalu bareng mulai dari pulang pergi kampus, proposalan, skripsian,

Page 9: KAJIAN TERHADAP HADIS INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN FÎ AL-FARASI WA AL WA AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39357... · 2018-04-19 · PROGRAM STUDI

vi

kompre, satu dosen pembimbing hingga sama-sama merasakan pahit

manisnya selama kuliah dan menjadi anak PP (Pulang Pergi). Semoga

kebersamaan ini selalu di ridhai oleh Allah Swt.

14. Teman-teman KKN PEMANAH 178 (Jihad, Arsy, Dzaki, Nizar, Ageng,

Dyah, Lisa, Syarah, Cici, Fitri) terimakasih atas kebersamaan dan warna

warni kehidupan selama satu bulan dalam pengabdian di masyarakat.

Semoga perjuangan kita tidak berhenti hanya di KKN saja, tetapi berlanjut

untuk masa yang akan datang.

15. Pak Najib, S.Th.I yang telah memberikan solusi dan pencerahan kepada

penulis disaat mengalami kebuntuan dalam berfikir, juga kepada kak Hani

Hilyati, S.Th.I yang telah membantu dan mempermudah penulis untuk

menyelesaikan tahapan-tahapan dalam skripsi.

16. Sahabat-sahabati keluarga besar PMII Komfuspertum yang menjadi

tempat penulis berproses dan mengenal politik.

17. Badminton Ushuluddin 2016 (Iman, Imam, Syifa Dzihni, Iqbal Hafiz)

serta teman-teman lain yang tidak bisa penulis sebutkan namanya satu

persatu). Terimakasih atas pengalaman yang diberikan selama ini semoga

ukhuwah kita tetap terjalin sampai kapanpun.

18. Dimas Satrio Wibowo yang telah setia menemani penulis dalam mencari

buku, memberikan support, memberikan pencerahan sampai

mendengarkan keluh kesah penulis selama skripsian.

Semoga semua kebaikan dan pengorbanan yang kalian lakukan untuk

membantu menyelesaikan skripsi ini, Allah Swt membalas dengan kebaikan yang

Page 10: KAJIAN TERHADAP HADIS INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN FÎ AL-FARASI WA AL WA AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39357... · 2018-04-19 · PROGRAM STUDI

vii

lebih besar. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberi manfaat

khususnya bagi penulis dan pembaca pada umumnya.

Page 11: KAJIAN TERHADAP HADIS INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN FÎ AL-FARASI WA AL WA AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39357... · 2018-04-19 · PROGRAM STUDI

viii

PEDOMAN TRANSLITERASI

Transliterasi Arab-Latin yang digunakan dalam skripsi ini berpedoman

pada buku pedoman penulisan skripsi yang terdapat dalam buku Pedoman

Akademik Program Strata 1 tahun 2013-2014 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

a. Padanan Aksara

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

tidak dilambangkan ا

b be ب

t te ت

ts te dan es ث

j je ج

h ha dengan garis di bawah ح

kh ka dan ha خ

d de د

dz de dan zet ذ

r er ر

z zet ز

s es س

sy es dan ye ش

s es dengan garis di bawah ص

d de dengan garis di bawah ض

t te dengan garis di bawah ط

z zet dengan garis di bawah ظ

koma terbalik di atas hadap kanan ´ ع

gh ge dan ha غ

f ef ف

q ki ق

k ka ك

l el ل

m em م

Page 12: KAJIAN TERHADAP HADIS INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN FÎ AL-FARASI WA AL WA AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39357... · 2018-04-19 · PROGRAM STUDI

ix

n en ن

w We و

h Ha ه

Apostrof ء

y Ye ي

b. Vokal

Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal dalam bahasa Indonesia,

terdiri dari vocal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau

diftong. Untuk vocal tunggal, ketentuan alihaksaranya adalah sebagai

berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

A Fathah

I Kasrah

U Dammah

Ada pun untuk vokal rangkap, ketentuan alihaksaranya adalah

sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

ي Ai a dan i

و Au a dan u

Vokal Panjang

Ketentuan alihaksara vokal panjang (madd), yang dalam bahasa

Arab dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:

TandaVokal Arab TandaVokal Latin Keterangan

â a dengantopi di atas ى ا

î i dengantopi di atas ى ي

Page 13: KAJIAN TERHADAP HADIS INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN FÎ AL-FARASI WA AL WA AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39357... · 2018-04-19 · PROGRAM STUDI

x

û u dengantopi di atas ىو

Kata Sandang

Kata sandang, yang dalam system aksara Arab dilambangkan

dengan huruf, yaitu ال, dialihaksarakan menjadi hurup /l/, baik diikuti

huruf syamsiyyah maupun huruf qamariyyah. Contoh: al-rijâl bukan ar-

rijâl, al-diwân bukan ad-diwân.

Syaddah(Tasydîd)

Syaddah atau tasydîd yang dalam system tulisan Arab

dilambangkan dengan sebuah tanda ( ), dalam alihaksara ini

dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan menggandakan huruf yang

diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku jika huruf yang

menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh

huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya, kata رورة tidak ditulis ad-darûrah الض

melainkan al-darûrah, demikian seterusnya.

Ta Marbûtah

Berkaitan dengan alihaksara ini, jika huruf ta marbûtah terdapat

pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan

menjadi huruf /h/ (lihat contoh 1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku

jika ta marbûtah tersebut diikuti oleh kata sifat (na’t) (lihat contoh 2).

Namun, jika huruf ta marbûtah tersebut diikuti kata benda (ism), maka

huruf tersebut dialihaksarakan menja dihuruf /t/ (lihat contoh 3).

Contoh:

No TandaVokal Latin Keterangan

Tarîqah طريقة 1

Page 14: KAJIAN TERHADAP HADIS INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN FÎ AL-FARASI WA AL WA AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39357... · 2018-04-19 · PROGRAM STUDI

xi

al-Jâmi’ah al-Islâmiyyah اجلامعة اإلسالمية 2

Wahdat al-wujûd وحدة الوجود 3

Huruf Kapital

Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal,

dalam alihaksara ini huruf kapital tersebut juga digunakan, dengan

mengikuti ketentuan yang berlaku dalam Ejaan Yang Disempurnakan

(EYD) bahasa Indonesia, antara lain untuk menuliskan permulaan kalimat,

huruf awal, nama tempat, nama bulan, nama diri, dan lain-lain. Penting

diperhatikan, jika nama diri didahului oleh kata sandang, maka yang

ditulis dengan huruf capital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan

huruf awal atau kata sandangnya. (Contoh: Abû Hâmid al-Ghazâlî bukan

Abû Hâmid Al-Ghazâlî, al-Kindi bukan Al-Kindi).

Beberapa ketentuan lain dalam EYD sebetulnya juga dapat

diterapkan dalam alihaksara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak

miring (italic) atau cetak tebal (bold). Jika menurut EYD, judul buku itu

ditulis dengan cetak miring, maka demikian halnya dalam alihaksaranya.

Demikian seterusnya.

Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang

berasal dari dunia Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan

meskipun akar katanya berasal dari bahasa Arab. Misalnya ditulis

Abdussamad al-Palimbani, tidak ‘Abd al-Samad al-Palimbânî; Nuruddin

al-Raniri, tidak Nûr al-Dîn al-Rânirî.

Page 15: KAJIAN TERHADAP HADIS INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN FÎ AL-FARASI WA AL WA AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39357... · 2018-04-19 · PROGRAM STUDI

xii

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ............................................................. 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah........................... 9

C. Tujuan Penelitian ....................................................... 10

D. Manfaat Penelitian ..................................................... 10

E. Kajian Pustaka ............................................................ 11

F. Metodologi Penelitian ................................................ 13

G. Sistematika Penulisan ................................................ 15

BAB II KAIDAH PEMAKNAAN HADIS SERTA

PANDANGAN UMUM TENTANG INNAMÂ AL-

SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN: FÎ AL-FARASI, WA AL-

MAR’ATI WA AL-DÂR

A. Kaidah Pemaknaan Hadis. ......................................... 17

B. Definisi al-Syu’mu. .................................................... 21

C. Definisi al-Faras, al-Mar’ah dan al-Dâr .................. 26

BAB III PEMAKNAAN HADIS TENTANG INNAMÂ AL-

SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN: FÎ AL-FARASI, WA AL-

MAR’AH WA AL-DÂR

A. Hadis Tentang Kesialan ............................................. 36

B. Kritik Sanad .............................................................. 45

C. Metodologi Ma’anil Hadis ......................................... 47

1) Analisis Matan ..................................................... 48

2) Analisis Historis ................................................... 58

3) Analisis Generalisasi ............................................ 61

BAB IV PENDAPAT ULAMA SERTA RELEVANSI HADIS

INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN: FÎ AL-

FARASI, WA AL-MAR’ATI WA AL-DÂR DALAM

REALITAS KEHIDUPAN MASYARAKAT

MODERN

A. Pendapat Ulama Tentang Hadis Kesialan .................. 64

Page 16: KAJIAN TERHADAP HADIS INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN FÎ AL-FARASI WA AL WA AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39357... · 2018-04-19 · PROGRAM STUDI

xiii

B. Kontekstualisasi dan Relevansi Hadis dalam

Kehidupan Masyarakat Modern ................................ 72

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................ 78

B. Saran ........................................................................... 79

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 80

Page 17: KAJIAN TERHADAP HADIS INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN FÎ AL-FARASI WA AL WA AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39357... · 2018-04-19 · PROGRAM STUDI

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Pendahuluan

Islam mempunyai dua sumber hukum yaitu al-Qur‟an dan al-Sunnah,

keduanya merupakan referensi tertinggi bagi setiap muslim dalam memahami

hukum Islam. Dalam memahami keduanya, kita dituntut untuk menggali makna-

makna yang terkandung di dalamnya secara menyeluruh, tanpa meninggalkan

aspek-aspek penting di dalamnya. Kendati setiap orang mempunyai kemampuan

berbeda dalam menangkap dan memahami lafal-lafal dan ungkapan-ungkapan

yang terdapat dalam al-Qur‟an dan Hadis, karena keduanya mengandung nilai-

nilai yang bersifat zahir dan batin.1

Dalam memahami kedua sumber itu, jika dibandingkan jauh lebih berat

mengembangkan pemikiran terhadap Sunnah dari pada al-Qur‟an. Karena dalam

pemahaman dan penafsiran al-Qur‟an tidak akan mengurangi otoritas al-Qur‟an

sebagai wahyu dan pegangan hidup juga sebagai sumber utama ajaran Islam. Di

samping itu Allah sendiri telah menjamin ketidakberubahan esensi misi al-Qur‟an.

Sedangkan hadis sendiri, bagi umat Islam menduduki peringkat kedua setelah

al-Qur‟an, yang mana berfungsi sebagai penjelas ungkapan al-Qur‟an yang

mujmal, mutlaq, khas dan sebagainya.2

Memahami hadis atau sunnah merupakan pekerjaan yang rumit, karena

harus meneropong segala sesuatu yang dinisbatkan pada Nabi Muhammad Saw,

1 Hasbi ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis (Jakarta: Bulan Bintang,

1974), h. 15. 2 Achwan Baharuddin, “Visi–Misi Ma‟anil Hadis dalam Wacana Studi Hadis,” Tafaqquh

vol. 2, no. 2 (Desember, 2014), h. 2.

Page 18: KAJIAN TERHADAP HADIS INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN FÎ AL-FARASI WA AL WA AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39357... · 2018-04-19 · PROGRAM STUDI

2

baik ucapan, perbuatan maupun ketetapannya. Upaya itu bagi generasi muslim

awal (sahabat) tidak banyak menemui hambatan, sebab mereka hidup sezaman

dengan Rasulullah Saw, sehingga bila ada permasalahan yang terkait dengan

agama dan khususnya sosial kemasyarakatan mereka bisa merujuk kepada

Rasulullah Saw, di samping itu tingkat kerumitan persoalan dunia yang relatif

sederhana, sehingga problem yang mereka hadapi pun lebih sederhana dibanding

dengan zaman modern saat ini.3

Komaruddin Hidayat di dalam bukunya menguraikan bahwa setiap teks

lahir dalam sebuah wacana yang memiliki variabel, antara lain suasana politis,

ekonomi, psikologis dan lain sebagainya sehingga ketika wacana yang bersifat

spontan dan dialogis dituliskan dalam teks, maka sangat potensial akan

melahirkan salah paham di kalangan pembacanya. Atau setidaknya pengetahuan

yang diperoleh melalui sebuah wacana lisan akan berbeda dengan pengetahuan

yang didapat hanya melalui bacaan.4

Demikian halnya dengan teks-teks hadis. Problem understanding dan

meaning terhadap matan sebuah hadis merupakan sesuatu yang sangat signifikan

di kalangan umat Islam, terutama dalam wacana pemikiran Islam kontemporer.

Hal ini didasari pada suatu asumsi, bahwa teks atau matan hadis bukanlah sebuah

narasi yang berbicara dalam ruang hampa sejarah (vacum histories)5 melainkan,

dibalik sebuah teks atau matan, sesungguhnya terdapat banyak variabel serta

3 Liliek Channa AW, “Memahami Makna Hadis Secara Tekstual dan Kontekstual,”

Ulumuna vol. XV, no. 2 (Desember 2011), h. 3. 4 Komaruddin Hidayat, Memahami Bahasa Agama: Sebuah Kajian Hermeneutik (Jakarta:

Paramadina, 1996), 17. 5 Pernyataan vacum historis ini di inspirasi pada pernyataan gadamer yang menyatakan

bahwa, setiap pemahaman selalu merupukan sesuatu yang bersifat historis dialektik dan sekaligus

merupakan peristiwa kebahasaan. Sebagai hal yang bersifat historis, pemahaman sangat terkait

dengan sejarah, dengan pengertian bahwa pemahaman itu merupakan fusi dari masa lalu dengan

masa kini. Lihat Lukman S. Thahir, “Memahami Matan Hadis Lewat pendekatan Hermeneutik”

dalam Hermenia: Jurnal Kajian Islam Interdisipliner, Vol. 1 No. 1 Januari-Juni 2002, h. 27.

Page 19: KAJIAN TERHADAP HADIS INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN FÎ AL-FARASI WA AL WA AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39357... · 2018-04-19 · PROGRAM STUDI

3

gagasan yang tersembunyi yang harus dipertimbangkan ketika seseorang ingin

memahami dan merekonstruksi makna sebuah hadis. Tanpa memahami berbagai

variabel dan situasi dibalik teks, misalnya suasana historis, sosiologis, psikolgis

dan sebagainya. Maka akan sangat potensial melahirkan kesalah pahaman

penafsiran.6

Dalam pemaknaan hadis diperlukan kejelasan apakah suatu hadis akan

dimaknai tekstual ataukah kontekstual. Pemahaman terhadap kandungan hadis

apakah suatu hadis termasuk kategori temporal, lokal, atau universal. Serta apakah

konteks tersebut berkaitan dengan pribadi pengucapnya saja, atau mencakup pula

mitra bicara dan kondisi sosial ketika teks itu muncul.7

Pemaknaan hadis menjadi sebuah kebutuhan yang mendesak ketika teks-

teks keagamaan yang lahir banyak mengutip literatur-literatur hadis yang pada

gilirannya mempengaruhi pola pikiran dan tingkah laku masyarakat. Sebagai salah

satu contoh tentang upaya memahami hadis secara lebih tepat dengan

menggunakan metode pemaknaan hadis adalah bagaimana memahmi hadis

tentang kesialan ada pada tiga hal: hewan tunggangan, perempuan (isteri) dan

tempat tinggal.

Identifikasi awal adalah apa makna kesialan yang terdapat dalam hadis

tersebut. Mengambil pengertian dari Mahmud Yunus, bahwa yang dimaksud

dengan syu‟mu (kesialan) adalah kemalangan, rasa pesimis.8

Dahulu orang-orang Arab jahiliyah mempercayai adanya hal-hal kejadian

tertentu yang dapat menyebabkan atau mengundang sial, yang biasa disebut

6 Syaikhudin, “Perempuan yang Membatalkan Sholat,” Musawa vol. 10, no. 1 (Januari

2011), h. 12. 7 M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur‟an (Bandung: Mizan, 1999), h. 124.

8 Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia (Ciputat: Mahmud Yunus Wa Dzurriyah,

2010), h. 188.

Page 20: KAJIAN TERHADAP HADIS INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN FÎ AL-FARASI WA AL WA AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39357... · 2018-04-19 · PROGRAM STUDI

4

dengan tatayyur. Apabila salah seorang dari mereka keluar untuk suatu urusan,

jika dia melihat burung terbang ke arah kanan, maka dia merasa optimis dan

meneruskan urusannya. Dan jika dia melihat burung terbang ke arah kiri, maka

dia merasa pesimis dan mengurungkan niatnya. Terkadang salah seorang dari

mereka mengusik burung yang sedang hinggap agar terbang untuk dijadikan

pegangan dalam melakukan sesuatu atau tidak.9

Mayoritas pra-Islam melakukan tatayyur dan berpegang kepadanya.

Terkadang petunjuk burung itu menjadi kenyataan, karena dihiasi syetan, dan itu

termasuk syirik karena dia bergantung kepada selain Allah dengan keyakinan

mendapat bahaya dari makhluk yang tidak mempunyai manfaat atau madarat

untuk dirinya sendiri, karena pada hakikatnya burung itu tidak berbicara dan tidak

pula mengetahui baik dan buruk sehingga perbuatannya dapat dijadikan

petunjuk.10

Kemudian tradisi tersebut mengalami perkembangan, yang asalnya mereka

mengambil i‟tibâr hanya dari seekor burung kemudian mereka mengambil i‟tibâr

dari selain burung dengan menggunakan apapun yang dilihat, didengar dan

diketahui. Sebagai contoh mereka percaya dengan adanya hari baik dan sial pada

hari-hari tertentu, bahkan mereka menganggap beberapa hewan, rumah dan wanita

sebagai pembawa sial dan sebagainya.11

Hal ini berkaitan dengan hadis yang

diriwayatkan oleh al-Bukhârî:

9 „Abdurrahman Hasan Balfas, Hukum Keyakinan Sial Terhadap Sesuatu (T.tp.: Pustaka

Ibnu „Umar, 2016), h. 26. Lihat Ibnu al-Qayyim al-Jauziyyah, Miftâh Dâris Sa‟adah (T.tp.: Dâr

Ibnu „Affan, 1416). Jilid 3, h. 268-269. 10

Ibnu Hajar al-„Asqalâni, Fath al-Bâri bi Syarh Sahîh al-Bukhâri (Jakarta, Pustaka

Azzam, 2008), jilid. 28, h. 350. 11

Indana Zulfa, “Pandangan Hadis Terhadap Tatayyur (Studi Kasus Tradisi Pemilihan

Pasangan dan Hari Pernikahan dengan Perhitungan Jawa di Desa Dukuh Kembar Kecamatan

Dukun Kabupaten Gresik),” (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri Jakarta,

Page 21: KAJIAN TERHADAP HADIS INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN FÎ AL-FARASI WA AL WA AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39357... · 2018-04-19 · PROGRAM STUDI

5

، قال: أخب رني سالم بن عبد الله، أ ث نا أبو اليمان، أخب رنا شعيب، عن الزهري ن حدؤم في ثلثة هما، قال: سمعت النبي ي قول: " إنما الش عبد الله بن عمر رضي الله عن

ار في ال 12"فرس والمرأة والد“Telah menceritakan kepada kami Abu al-Yaman, telah mengabarkan

kepada kami Syu‟aib dari Zuhri berkata: Telah mengabarkan kepada ku

Salim bin „Abdillah bahwasanya „Abdallah ibn „Umar ra berkata:

Sesungguhnya kesialan itu ada dalam tiga hal: kuda, wanita dan rumah.”

Pertama, penulis menelaah sebuah pendapat yang dikatakan Norlayla

sebagaimana ia mengutip Imam Khomaeni yang mengatakan bahwa perempuan

sebagai cobaan karena sifat mereka yang lemah, menjadi beban keluarga,

pembawa sial dan sebagai penggoda. Memiliki anak perempuan adalah ujian

hidup dan itu tidak mudah karena biasanya anak perempuan itu adalah ujian hidup

yang harus dijalani dengan penuh kesabaran, ketulusan, keikhlasan, dan kebesaran

hati. Anggapan Khomaeni, perempuan diciptakan untuk menguji hamba-

hambanya agar mengetahui hamba-hambanya yang sabar. Allah menguji dan

mencoba manusia karena dua anugerah yaitu bahagia dan sengsara. Anak

perempuan adalah amanat Tuhan yang harus dijaga dengan baik, dididik dengan

pendidikan yang baik, jasmani, maupun rohani.13

Pendapat Khomaeni tersebut

tidak lantas dibenarkan, karena pernyataanya itu dianggap menyimpang.

Kedua, ada anggapan suatu kepercayaan masyarakat di Jawa bahwa

apabila keliru dalam memilih tempat, bahan yang digunakan dan keliru dalam

memilih waktu mendirikannya diyakini akan membawa kesialan atau

2015), h. 5. Lihat juga Muhammad al-Sewed, “Awal Mula Terjadinya Kesyirikan di Jazirah

Arab,” Majalah Salafy, Edisi Perdana Sya‟ban 1995, h. 34-35 12

Abî „Abdillâh Muhammad bin Ismâ‟îl bin Ibrahim, Jami‟ Sahîh al-Bukhâri (Kairo:

Majlis al-a‟la Lisunil al-Islamiyyah, 1410 ), h. 729. 13

Norlayla, “Hadis tentang Ujian Hidup dengan Anak Perempuan: Kajian Fiqh Al-

Hadits”, (Skripsi Fakultas Ushuluddin dan Humaniora UIN Antasari Banjarmasin, 2015), h. 5.

Atau lihat Imam Khomaeni , 40 Hadis, Khazanah Ilmu-Ilmu Islam, terj. Zainal Abidin dkk.,

(Bandung :Mizan, 1993 ), h. 70.

Page 22: KAJIAN TERHADAP HADIS INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN FÎ AL-FARASI WA AL WA AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39357... · 2018-04-19 · PROGRAM STUDI

6

menyebabkan ketidakharmonisan bagi pemiliknya. Kesialan atau

ketidakharmonisan bagi pemiliknya. Kesialan atau ketidakharmonisan tersebut

dapat berbentuk, seperti anggota keluarga sering sakit-sakitan, sering mendapat

musibah, sering bertengkar antar keluarga bahkan sampai pada sulitnya mencari

rejeki.14

Hadis di atas, jika dipahami secara tekstual maka akan melahirkan

pemahaman sepintas bahwa kesialan melingkupi ketiga hal tersebut: al-faras, al-

Mar‟ah dan al-Dâr. Dan memahami secara tekstual hadis tersebut tidak cukup

dijadikan sebagai dasar hukum. Perlu kiranya penulis menemukan pemaknaan

yang tepat. Dengan demikian problem yang paling urgen adalah bahwa secara

sekilas hadis tersebut nampak bertentangan dengan ayat al-Qur‟an sûrah al-Hadîd

ayat 22:

“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada

dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh)

sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah

mudah bagi Allah.” (QS. Al-Hadîd/57: 22)

Mengutip ayat di atas bahwa Ahmad Syakir menjelaskan terkait tentang

ketetapan Allah yang telah mendahului para makhluk-Nya sebelum Dia

menciptakan makhluk. Artinya, bahwasanya segala musibah yang menimpa

14

Joko Budiwiyanto, “Rumah Tradisional Jawa Dalam Sudut Pandang Religi”, Jurnal

Ornamen, Vol. 10, No. 1, Januari 2013, h. 4. Atau Heinz Frick, Pola Struktur dan Teknik

Bangunan di Indonesia: Suatu pendekatan arsitektur Indonesia melalui pattern language secara

Konstruktif dengan Contoh Arsitektur Jawa Tengah, (Yogyakarta: Kanisius, 1997), h. 94.

Page 23: KAJIAN TERHADAP HADIS INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN FÎ AL-FARASI WA AL WA AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39357... · 2018-04-19 · PROGRAM STUDI

7

manusia dan yang terjadi di dunia ini tidak lain telah dituliskan oleh Allah

sebelumnya.15

Ayat ini pun menunjukkan bahwa misi para Nabi adalah sama dalam hal

mengahapuskan pengaruh-pengaruh keyakinan yang menjurus ke arah

kemusyrikan dan mengajak manusia kepada keyakinan mentauhidkan Allah.

Menyandarkan sesuatu, baik buruk, kepada selain Allah adalah fenomena

kemusyrikkan.16

Islam yang dibawa oleh Rasulullah Saw datang untuk

menegakkan tauhid dan menghapus semua praktek-praktek jahiliyah dalam

beraqidah, karena perilaku masyarakat jahiliyah dalam beraqidah lebih bersifat

syirik, menyekutukan Allah dengan selain-Nya.

Dari pernyataan di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa keliru apabila

sebagian pendapat mengatakan bahwa al-faras membawa kesialan. Padahal

hewan sejak zaman dahulu sangat berperan penting dalam kehidupan sehari-hari,

seperti berperang, dijadikan hewan tunggangan, dan lain-lain. Begitu juga dengan

perempuan (al-Mar‟ah), Islam begitu memuliakan perempuan, memandang

bahwa perempuan adalah karunia Allah. Bersamanya kaum laki-laki akan

mendapat ketenangan, lahir maupun batinnya. Darinya akan muncul energi positif

yang sangat bermanfaat berupa rasa cinta, kasih sayang dan motivasi hidup. Laki-

laki dan perempuan menjadi satu entitas dalam bingkai rumah tangga. Keduanya

saling membantu dalam mewujudkan hidup yang nyaman dan penuh kebahagiaan,

mendidik dan membimbing generasi manusia yang akan datang. Sebagaimana

Allah swt berfirman:

15

Syaikh Ahmad Syakir, Mukhtasar Tafsir Ibnu Katsir (Jakarta: Darus Sunnah, 2014),

jilid 6, h. 352. 16

Ahmad Fudhaili, Perempuan di Lembaran Suci (Jakarta: Transpustaka, 2013), h. 208.

Page 24: KAJIAN TERHADAP HADIS INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN FÎ AL-FARASI WA AL WA AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39357... · 2018-04-19 · PROGRAM STUDI

8

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan

untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan

merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih

dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat

tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS. al-Rûm/30: 21)

“Mereka (istri-istri) adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah

pakaian bagi mereka.” (QS. Al-Baqarah/2: 187).

Salah satu fungsi pakaian adalah menutup aurat atau hal yang rawan serta

kekurangan-kekurangan. Ini berarti masing-masing memiliki kekurangan yang

tidak dapat ditutupi kecuali dengan bantuan lawan jenisnya. Tidak dapat

dipungkiri bahwa mengabaikan perempuan berarti mengabaikan setengah dari

potensi masyarakat, dan melecehkan mereka berarti melecehkan seluruh manusia

karena tidak seorang manusia pun kecuali Adam dan Hawa yang tidak lahir

melalui seorang perempuan.17

Sedangkan (al-Dâr) tempat tinggal merupakan tempat seluruh anggota

keluarga berkumpul dan melakukan aktivitas yang menjadi rutinitas sehari-hari.

Sehingga rumah bisa menjadi sumber kedamaian, ketenangan bagi pemiliknya.

Jadi, tidak logis apabila ketiga hal tersebut menjadi penyebab kesialan dalam

kehidupan manusia. Dalam redaksi hadis tersebut pun, mengapa hanya hewan

tunggangan, perempuan dan tempat tinggal yang dapat menyebabkan kesialan.

Mengapa hal ini dikhususkan kepada tiga hal tersebut saja, apa sebenarnya

17

M. Qurais Shihab, Perempuan; dari Cinta sampai Seks dari Nikah Mut‟ah sampai

Nikah Sunnah dari Bias Lama sampai Bias Baru (Jakarta: Lentera Hati, 2005), h. 33.

Page 25: KAJIAN TERHADAP HADIS INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN FÎ AL-FARASI WA AL WA AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39357... · 2018-04-19 · PROGRAM STUDI

9

variabel yang terkandung di balik teks tersebut. Sehingga perlu adanya penjelasan

bahwa hadis ini memang benar-benar valid.

Berangkat dari latar belakang masalah yang dipaparkan di atas maka

dalam penelitian ini, penulis bermaksud meneliti dan mengkaji pemaknaan dan

pemahaman yang tepat terhadap matan hadis Innamâ al-Syu‟mu fî Tsalâtsatin fi

al-Farasi wa al-Mar‟ati waddâri. Oleh karena itu penulis dalam penelitian ini

mengambil judul Skripsi, “Kajian Terhadap Hadis Innamâ al-Syu’mu fî

Tsalâtsatin fi al-Farasi wa al-Mar’ati wa al-Dâr (Studi Ma’âni al-Hadîts)”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Melihat beberapa argumen di atas, penulis memiliki beberapa

permasalahan yang timbul dan perlu adanya penelusuran lebih lanjut mengenai

hadis kesialan yang dikeluarkan oleh Nabi Saw, di antaranya:

a. Ada berapa hadis yang diriwayatkan dari Nabi Saw tentang kesialan?

b. Bagaimana pendapat para muhaddisin tentang hadis kesialan?

c. Apa makna sebenarnya dari hadis Innamâ al-Syu‟mu fî Tsalâtsatin fi al-

Farasi wa al-Mar‟ati wa al-Dâr?

d. Bagaimana kontekstualisasi dan relevansi hadis-hadis tentang Innamâ

al-Syu‟mu fî Tsalâtsatin fi al-Farasi wa al-Mar‟ati wa al-Dâr dengan

realitas kekinian?

2. Pembatasan Masalah

Dari latar belakang yang telah dijelaskan di atas, untuk menghindari

pembahasan yang tidak mengarah kepada maksud dan tujuan dari penulisan

Page 26: KAJIAN TERHADAP HADIS INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN FÎ AL-FARASI WA AL WA AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39357... · 2018-04-19 · PROGRAM STUDI

10

skripsi ini, maka penulis perlu membatasi pembahasan yang akan dibahas, yaitu

penulis lebih memfokuskan dan menitik-beratkan kepada makna hadis tentang

Innamâ al-Syu‟mu fî Tsalâtsatin fi al-Farasi wa al-Mar‟ati wa al-dâr. Adapun

hadis-hadis di atas penulis batasi pada riwayat Imam al-Bukhârî.

3. Perumusan Masalah

Dari batasan masalah tersebut, maka dengan demikian penulis

merumuskan permasalahan utama dalam skripsi ini, yaitu:

1. Apa makna hadis tentang “Innamâ al-Syu‟mu fî Tsalâtsatin fi al-

Farasi wa al-Mar‟ati wa al-dâr” yang sebenarnya?

2. Bagaimana kontekstualisasi dan relevansi hadis-hadis tentang Innamâ

al-Syu‟mu fî Tsalâtsatin fi al-Farasi wa al-Mar‟ati wa al-dâr dengan

realitas kekinian?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang hendak dicapai dari penulisan skripsi ini adalah

sebagai berikut:

1. Untuk merenungkan dan menangkap pemaknaan atau interpretasi

mengenai hadis-hadis tentang kesialan ada pada tiga hal.

2. Untuk mengetahui kontekstualisasi dan relevansi pemaknaan hadis

tentang kesialan ada pada tiga hal dengan realitas kekinian.

D. Manfaat Penelitian

1. Kegunaan Teoritis

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan penjelasan mengenai hadis

Nabi Saw tentang Innamâ al-Syu‟mu fî Tsalâtsatin fi al-Farasi wa al-Mar‟ati wa

al-dâr, baik dari segi sanad maupun matan-nya. Selain itu peneliti ini diharapkan

Page 27: KAJIAN TERHADAP HADIS INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN FÎ AL-FARASI WA AL WA AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39357... · 2018-04-19 · PROGRAM STUDI

11

bisa menambah ilmu pengetahuan dalam kajian hadis, terutama yang berkaitan

mengenai hadis Innamâ al-Syu‟mu fî Tsalâtsatin fi al-Farasi wa al-Mar‟ati wa al-

Dâr.

2. Kegunaan Praktis

Penelitian ini mempunyai kegunaan praktis yakni untuk memberikan

sebuah bahan pertimbangan untuk melakukan pengkajian secara mendalam

terhadap hadis yang diterima dengan melakukan pemaknaan matan hadis, agar

ditemukan sebuah kesimpulan yang komrpehensif. Penelitian ini juga diharapkan

mampu memberikan pengetahuan kepada masyarakat bahwa kesialan tidak hanya

terjadi pada perempuan, kuda dan rumah. Dan juga diharapkan penelitian ini bisa

menambah database perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai bahan

pertimbangan untuk mahasiswa yang akan mengambil tema yang sama.

E. Kajian Pustaka

Kajian pustaka pembahasan ini adalah banyak merujuk kepada literatur-

literatur review, artikel dan jurnal atau berasal dari skripsi, di antaranya:

Indana Zulfa yang berjudul Pandangan Hadis Terhadap Tatayyur (Studi

Kasus Tradisi Pemilihan Pasangan dan Hari Pernikahan dengan Perhitungan Jawa

di Desa Dukuh Kembar Kecamatan Dukun Kabupaten Gresik) tahun 2015 yang

membahas tentang menganggap sial hari tertentu sebagai hari pernikahan dalam

pandangan hadis.

Moh. Istikromul Umamik yang berjudul Studi Mukhtalif al-Hadîth

Tentang Tiyarah dalam Sunan al-Nasâ‟i Nomor Indeks 3568 dan Musnad Ahmad

Nomor Indeks 4171 membahas tentang hadis yang bertentangan antara

dibolehkannya tiyarah dengan hadis yang menganggap tiyarah adalah syirik.

Page 28: KAJIAN TERHADAP HADIS INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN FÎ AL-FARASI WA AL WA AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39357... · 2018-04-19 · PROGRAM STUDI

12

Achmad Zainul Arifin yang berjudul Pamali dalam Perspektif al-Sunnah

(Kajian Tematik dalam Kutub al-Tis‟ah) tahun 2014 yang membahas hadis

tentang pamali dengan mengumpulkan hadis-hadis yang setema.

Selain itu penulis juga merujuk beberapa buku dan jurnal yang dapat

dijadikan sumber rujukan dalam skripsi ini, di antaranya:

Hukum Keyakinan Sial Terhadap Sesuatu karya Abdurrahman Hasan

Balfas yang berisi tentang macam-macam kesialan, Rahasia Tawakkal dan Sebab

Akibat karya Abdullah bin Umar al-Dumaiji yang berisi tentang pendapat ulama

tentang kesialan, Perempuan di Lembaran Suci karya Ahmad Fudhaili yang

membahas tentang kesialan dari segi misoginis, Fathul Bâri bi Syarh Sahîh al-

âBukhâri karya Ibn Hajar Al-„Asqalâni secara jelas menjelaskan tentang

pemahaman hadis kesialan. Syarh Sahîh Muslim karya Imam al-Nawawi

menjelaskan makna al-Syu‟mu secara singkat kemudian menjelaskan maksud

hadis tentang kesialan secara keseluruhan. Tidak jauh berbeda dengan Syarh

Sahîh Muslim, Syarh Sunan Abî Dâwud dan juga Syarh Sunan al-Tirmidzi

menjelaskan secara singkat makna dari kata al-Syu‟mu dan menjelaskan maksud

hadis tentang kesialan secara keseluruhan.

Dari kajian buku dan literatur yang membahas tentang kesialan ada pada

tiga hal belum ada yang membahas secara rinci dan lengkap dari segi makna. Oleh

karena itu, penulis berupaya meneliti dan mengkaji hadis Innamâ al-Syu‟mu fî

Tsalâtsatin fi al-Farasi wa al-Mar‟ati wa al-dâr dalam kandungan hadis dengan

metode ma‟âni al-hadîs. Sepengetahuan penulis judul ini belum ada yang

membahas dalam segi makna dan penting untuk diteliti agar tidak menimbulkan

Page 29: KAJIAN TERHADAP HADIS INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN FÎ AL-FARASI WA AL WA AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39357... · 2018-04-19 · PROGRAM STUDI

13

permasalahan di kalangan masyarakat serta memberikan pemahaman yang lebih

jelas.

F. Metodologi Penelitian

Yang dimaksud dengan metodologi penelitian adalah suatu cara atau jalan

yang ditempuh dalam mencari, menggali, mengolah dan membahas data dalam

suatu penelitian, untuk memperoleh kembali pemecahan tehadap permasalahan.18

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menggunakan jenis penelitian

kepustakaan (Library Research) dalam arti objek utama dari penelitian ini adalah

literatur-literatur atau bahan-bahan pustaka yang berkaitan dengan topik

permasalahan yang akan dibahas.

Adapun sifat penelitian adalah analisis deskriptif, yaitu sebuah metode

yang bertujuan untuk memecahkan permasalahan yang ada dengan teknik

deskriptif yaitu dengan mengumpulkan data-data yang ada, menafsirkan dan

mengadakan analisa yang interpretatif19

Untuk penelitian ini penulis mengedepankan fiqh al-hadîs atau sering

dikenal dengan ma‟âni al-hadîs. Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai

berikut:

1. Metode Pengumpulan Data

Karena penelitian ini merupakan kepustakaan (Library Research), maka

metode pengumpulan data yang digunakan adalah dengan menelusuri buku-buku

atau tulisan lain yang menjadi rujukan utama, yakni Sahîh Bukhâri, Sahîh Muslim,

Sunan al-Tirmidzi, Sunan Ibn Mâjah, Sunan Abî Dâwud Sunan al-Nasâ‟i dan

Musnad Ahmad ibn Hanbal yang informasinya penulis peroleh dengan bantuan

18

Joko Subgyo, Metodologi PenelItian dalam Teori dan Praktek (Jakarta: PT. Rineka

Cipta, 1994), h. 2. 19

Winarno Surahmad, Pengantar Penelitian Ilmiah (Bandung: Tarsito, 1994), h. 138.

Page 30: KAJIAN TERHADAP HADIS INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN FÎ AL-FARASI WA AL WA AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39357... · 2018-04-19 · PROGRAM STUDI

14

penelusuran melalui Al-Mu‟jam al-Mufahras li Alfâz al-Hadîs al-Nabawi dengan

menggunakan kata kunci al-Syu‟mu serta buku-buku atau tulisan-tulisan yang

mendukung pendalaman dan ketajaman analisis, seperti kitab-kitab syarah, kamus

bahasa Arab, artikel-artikel atau buku-buku yang menunjang penelitian ini.

2. Metode Analisis Data

Adapun metode untuk menganalisis matan hadis yang digunakan dalam

penelitian ini adalah metode fiqh al-hadîts atau sering dikenal dengan pemaknaan

hadis/ ma‟anil hadis yang ditawarkan oleh Musahadi HAM,20

yang secara ringkas

telah mencakup metode-metode yang ditawarkan oleh para pakar studi hadis.

Adapun langkah-langkahya sebagai berikut:

a. Kritik historis, yaitu dengan menentukan validitas dan otentisitas hadis

dengan menggunakan kaedah kesahihan hadis, yang meliputi

persambungan sanad, seluruh periwayat bersifat adil, seluruh periwayat

bersifat dabit, dan tidak adanya syaz dan „illat.

b. Kritik eiditis, yaitu menjelaskan makna hadis setelah menentukan

otentitas hadis langkah ini memuat tiga langkah utama yaitu sebagai

berikut:

1. Analisis isi, yakni pemahaman terhadap muatan makna hadis melalui

beberapa kajian, yaitu kajian linguistik,21

kajian tematis-

komprehensif, dan kajian konfirmatif yakni dengan melakukan

konfirmasi makna yang diperoleh dengan petunjuk al-Qur‟an.

20

Menurut pandangan penulis, metode yang ditawarkan oleh Musahadi HAM merupakan

metode yang mudah dipahami karena melalui tahapan-tahapan yang rinci. Musahadi HAM,

Evolusi Konsep Sunnah: Impilkasi Pada Perkembangan Hukum Islam (Semarang: Aneka Ilmu,

2000), h. 155-162. 21

Disini menggunakan prosedur-prosedur gramatikal bahasa Arab mutlak yang

diperlukan, karena setiap teks hadis harus ditafsirkan dalam bahasa aslinya yakni bahasa Arab.

Page 31: KAJIAN TERHADAP HADIS INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN FÎ AL-FARASI WA AL WA AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39357... · 2018-04-19 · PROGRAM STUDI

15

2. Analisis realitas historis, dalam tahapan ini makna atau arti suatu

pernyataan dipahami dengan melakukan kajian atas realitas, situasi

atau problem historis di mana pernyataan sebuah hadis muncul, baik

situasi makro maupun mikro.

3. Analisis generalisasi, yaitu menangkap makna universal yang

tercakup dalam hadis yakni inti dan esensi makna dari sebuah hadis.

4. Kritik praktis, yaitu perubahan makna hadis yang diperoleh dari

proses generalisasi ke dalam realitas kehidupan kekinian, sehingga

memiliki makna praktis bagi problematika hukum dan

kemasyarakatan saat ini.

G. Sistematika Penulisan

Untuk mendapatkan pembahasan yang utuh maka diperlukan adanya

sistematika penulisan. Dalam sistematika penulisan ini, dibagi menjadi lima bab,

dan masing-masing bab memiliki sub pokok bahasan.

Bab pertama adalah pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah,

batasan masalah dan rumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian,

kajian pustaka dan sistematika penulisan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui

bagaimana latar belakang masalah tentang judul yang penulis ambil dan

metodologi penulisan yang digunakan untuk meneruskan penelitian skripsi ini.

Bab kedua memaparkan penjelasan kaidah pemaknaan hadis serta tinjauan

umum tentang hadis Innamâ al-Syu‟mu fî Tsalâtsatin fi al-Farasi wa al-Mar‟ati

wa al-Dâr.

Bab ketiga adalah pemaknaan hadis tentang Innamâ al-Syu‟mu fî

Tsalâtsatin fi al-Farasi wa al-Mar‟ati wa al-Dâr. Yang meliputi kritik sanad,

Page 32: KAJIAN TERHADAP HADIS INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN FÎ AL-FARASI WA AL WA AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39357... · 2018-04-19 · PROGRAM STUDI

16

metodologi Ma‟âni al-Hadîts yang terdiri dari analisis matan, kajian linguistik,

analisis historis, dan analisis generalisasi.

Bab keempat merupakan pendapat ulama serta kontekstualisasi dan

relevansi hadis Innamâ al-Syu‟mu fî Tsalâtsatin fi al-Farasi wa al-Mar‟ati wa al-

Dâr dalam kehidupan modern.

Bab kelima adalah kesimpulan dari seluruh uraian yang telah

dikemukakan jawaban atas permasalahan yang diteliti disertai dengan saran-saran

yang dapat disumbangkan sebagai rekomendasi untuk kajian lebih lanjut dari

penelitian ini, sekaligus merupakan penutup rangkaian dari pembahasan ini.

Page 33: KAJIAN TERHADAP HADIS INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN FÎ AL-FARASI WA AL WA AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39357... · 2018-04-19 · PROGRAM STUDI

17

17

BAB II

KAIDAH PEMAKNAAN HADIS SERTA PANDANGAN UMUM

TENTANG INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALATSATIN: FÎ AL-FARASI, WA

AL-MAR’AH WA AL-DÂR

Bab ini menguraikan pandangan umum tentang kesialan, perlunya untuk

mengetahui macam-macam kesialan selain kesialan pada tiga hal. Karena

pemahaman masyarakat pada umumnya sangat beragam. Selain itu, kesialan

dalam wujud kehidupan menjadi sebuah kepercayaan dan sangat diyakini

keberadaannya.

A. Kaidah Pemaknaan Hadis

Bagi umat Islam pada umumnya, memahami hadis Nabi adalah hal yang

penting. Namun tidak banyak orang yang dapat memahami sumber hukum Islam

kedua tersebut. Kurangnya pedoman dan wawasan yang memadai menjadi salah

satu penyebabnya.

Problematika memahami hadis sebenarnya telah diupayakan solusinya

oleh para cendikiawan muslim baik dari kelompok mutaqaddimin maupun

mutaakhkhirin melalui gagasan-gagasan dan pikiran-pikiran yang mereka dalam

kitab-kitab sharh maupun yang lain. Walaupun demikian, masih banyak hal yang

harus dikaji kembali mengingat adanya kemungkinan faktor-faktor yang belum

dipikirkan dan perlu dipikir ulang dalam wilayah yang melingkupi pemahaman

teks Hadis.1

1 Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis Nabi; Perspektif Muhammad al-

Ghazali dan Yusuf al-Qardhawi (Yogyakarta: Teras, 2008), h. 5.

Page 34: KAJIAN TERHADAP HADIS INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN FÎ AL-FARASI WA AL WA AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39357... · 2018-04-19 · PROGRAM STUDI

18

Menurut Yusuf al-Qardhawi, ada beberapa petunjuk dan ketentuan umum

untuk memahami hadis dengan baik agar mendapat pemahaman yang benar, jauh

dari penyimpangan, pamalsuan dan penafsiran yang tidak sesuai, di antara

petunjuk-petunjuk umum tersebut adalah:

1. Memahami hadis sesuai petunjuk al-Qur‟an.

2. Menghimpun hadis-hadis yang terjalin dalam tema yang sama.

3. Mengkompromikan (al-jam„u) atau menguatkan (al-tarjih) pada salah satu

hadis yang tampak bertentangan.

4. Memahami hadis dengan mempertimbangkan latar belakangnya, situasi

dan kondisi ketika diucapkan, serta tujuannya.

5. Membedakan antara sarana yang berubah-ubah dan tujuan yang tetap.

6. Membedakan antara ungkapan yang bermakna sebenarnya dan yang

bersifat majaz dalam memahami hadis.

7. Membedakan antara alam ghaib dan alam kasat mata.

8. Memastikan makna dan konotasi kata-kata dalam hadis.2

Sedangkan menurut Bustamin dan M. Isa, langkah-langkah yang ditempuh

dalam memahami hadis antara lain:

1. Dengan menghimpun hadis-hadis yang terjalin dengan tema yang sama.

2. Memahami hadis dengan bantuan hadis sahih.

3. Memahami kandungan hadis dengan pendekatan al-Qur‟an.

4. Memahami makna hadis dengan pendekatan kebahasaan.

5. Memahami makna hadis dengan pendekatan sejarah (teori asbâb al-wurud

hadis).3

2 Yusuf Qardhawi, Bagaimana Memahami Hadis Nabi, Penerjemah Muhammad al-

Baqir, (Bandung: Karisma, 1993), 92.

Page 35: KAJIAN TERHADAP HADIS INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN FÎ AL-FARASI WA AL WA AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39357... · 2018-04-19 · PROGRAM STUDI

19

Untuk memahami hadis dengan sebaik-baiknya, memastikan makna

konotasi kata-kata yang digunakan sangat penting sekali. Sebab, konotasi kata-

kata tertentu adakalanya berubah dari suatu masa ke masa lainnya, dan dari suatu

lingkungan ke lingkungan lainnya.

Musahadi HAM juga mempunyai rumusan tersendiri dalam rangka

memahami hadis Nabi Saw. Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:4

a. Kritik historis adalah kritik dengan menentukan validitas dan otentisitas

hadis dengan menggunakan kaidah ke-sahîh-an hadis, yang meliputi

persambungan sanad, seluruh periwayatan bersifat „adil, seluruh periwayat

bersifat dabit, dan tidak adanya syaz dan „illat. Selain itu, untuk

mengetahui keotentikan hadis, selanjutnya menggunakan langkah-langkah

yang seperti diterapkan oleh para ulama hadis sebagai berikut:

1. Takhrij hadis yaitu menunjukkan hadis-hadis pada sumber aslinya,

yang mana hadis tersebut telah diriwayatkan dengan aslinya.

2. I‟tibar yaitu menyertakan sanad-sanad yang lain dengan tujuan agar

terlihat jelas seluruh jalur sanad yang diteliti, nama-nama periwayat

dan metode yang digunalan oleh masing-masing periwayat yang

bersangkutan.

b. Kritik eiditis yaitu kritik yang bertujuan memperoleh makna yang tekstual

dan kontekstual yang ditempuh dengan beberapa langkah, yaitu:

1. Analisis isi yaitu pemahaman terhadap hadis dengan melalui beberapa

kajian, antara lain:

3 Bustamin dan M Isa H. A. Salam, Metodologi Kritik Hadis (Jakarta: Rajagrafindo

Persada, 2004), h. 64. 4 Musahadi HAM, Evolusi Konsep Sunnah: Implikasinya pada Hukum Islam. (Semarang:

Aneka Ilmu, 2000), h. 155-162.

Page 36: KAJIAN TERHADAP HADIS INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN FÎ AL-FARASI WA AL WA AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39357... · 2018-04-19 · PROGRAM STUDI

20

a) Kajian linguistik adalah kajian yang menggunakan prosedur-

prosedur gramatikal bahasa Arab yang meliputi pembentukan asal

kata dan analisis kaedah nahwu. Kajian ini perlu dilakukan karena

teks hadis harus ditafsirkan kedalam bahasa aslinya yaitu bahasa

Arab.

b) Kajian tematis-komprehensif adalah kajian hadis yang

mempertimbangkan teks-teks yang lain memiliki tema yang sama

dengan hadis yang bersangkutan dengan rangka memperoleh

pemahaman yang lebih komprehensif.

c) Kajian konfirmatif yang dimaksud disini adalah dengan al-Qur‟an.

Kajian ini dilakukan dengan mengkonfirmasikan makna hadis

dengan al-Qur‟an.

2. Analisis realitas historis yaitu dengan menelusuri sebab-sebab

munculnya suatu hadis. Dalam tahap ini, makna atau suatu pernyataan

dipahami dengan menggunakan kajian terhadap realitas, situasi atau

problem historis dimana hadis itu muncul.

3. Analisis generalisasi yaitu menangkap makna universal yang tertuang

dalam sebuah hadis.

4. Kritik praktis adalah perubahan makna hadis yang diperoleh dari

proses generalisasi kedalam realita kekinian sehinggi memiliki makna

praktis bagi problematika hukum dan kemasyarakatan kekinian.5

Metode yang ditawarkan Musahadi HAM inilah yang akan penulis

gunakan dalam mengkaji hadis-hadis tentang syu‟mu (kesialan).

5 Musahadi HAM, Evolusi Konsep Sunnah: Implikasinya pada Hukum Islam (Semarang:

Aneka Ilmu, 2000), h. 155-162.

Page 37: KAJIAN TERHADAP HADIS INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN FÎ AL-FARASI WA AL WA AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39357... · 2018-04-19 · PROGRAM STUDI

21

B. Pengertian al-Syu’mu

Kata al-syu‟mu ( ؤم memiliki arti kesialan (الش6 berasal dari akar kata

sya‟ama (شأم) yang mempunyai arti kiri, lawan kata dari kata „al-Yumni‟ (الي مه)

yang berarti nasib baik. Dikatakan “tasya‟amtu bikadza” (aku sial dengan hal ini),

dan “tayammantu bikadza” (aku bernasib baik dengan hal ini).7 Contoh ungkapan

yang menggunakan kata tersebut adalah:

تشأم الرجل إذاأخذ نحوشمالو “Laki-laki tersebut mengambil jalan ke arah kiri”

8

Kiri mengandung suatu kesan yang negatif, kotor dan buruk. Makan

diperintahkan dengan menggunakan tangan kanan, beristinja‟ diperintahkan

menggunakan tangan kiri. Masuk masjid diperintahkan mendahulukan kaki kanan,

memasuki kamar mandi mendahulukan kaki kiri. Sedangkan dalam Kamus Besar

Bahasa Indonesia, kesialan berasal dari kata sial yang mempuyai arti tidak mujur,

segala usahanya selalu tidak berhasil, menghilangkan segala apa yang

menyebabkan sial, malang, celaka dan buruk nasibnya. Adapun arti dari kesialan

itu sendiri adalah keadaan sial, ketidakmujuran, kemalangan, dan kecelakaan.9

Penggunaan kata syu‟mu ( ؤم yang pada awalnya berarti kiri (الش

mengandung pengertian kepada sesuatu yang tidak menguntungkan (sial).

Pengertian ini mempunyai padanan kata dengan pengertian yang sama, yaitu al-

Tiyarah (الطيرة). al-Tiyarah sendiri memiliki pengertian keyakinan sial terhadap

6 Ahmad Warson Munawwir, al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya: Pustaka

Progressif, 1997), h. 687. 7 Ibnu Hajar al-„Asqalâni, Fathul Bâri bi Syarh Sahîh al-Bukhâri (Jakarta, Pustaka

Azzam, 2008), jilid. 25, h. 122. 8 Abi al-Fadl Jamâluddin bin Muhammad bin Mukrim Ibnu Manzur al-Ifrâqi al-Masri,

Lisan al-„Arab (Beirut: Dār al-Fikr, 1968), jilid. 12, h. 315.

9 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta:

Balai Pustaka, 1999), h. 934.

Page 38: KAJIAN TERHADAP HADIS INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN FÎ AL-FARASI WA AL WA AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39357... · 2018-04-19 · PROGRAM STUDI

22

sesuatu. Oleh karena itu, al-Hafiz Ibnu Hajar berpendapat bahwa “al-Tiyarah”

dan “Syu‟mu” adalah satu arti yaitu kesialan yang dihubungkan dengan sesuatu.

Pada hakikatnya pengertian al-Tiyarah dan al-Syu‟mu mempunyai perbedaan

dalam praktiknya walaupun mempunyai kesamaan dalam pendefinisian.10

Al-Tiyarah adalah praktik pengundian untuk menentukan nasib seseorang

melalui binatang atau benda-benda lainnya yang dapat diramalkan tentang nasib

seseorang di masa depan. Apabila benda tersebut menunjukkan ke arah kanan

maka benda tersebut atau pekerjaannya akan mendatangkan keberuntungan atau

keberkahan. Sebaliknya apabila benda tersebut menunjukkan ke arah kiri maka

orang tersebut atau pekerjaannya akan mendatangkan kerugian atau kesialan.

Sedangkan al-Syu‟mu (sial) adalah hasil dari praktik al-Tiyarah yang

menunjukkan ke arah kiri, atau sesuatu yang dianggap membawa kerugian (sial).11

Menganggap sial sesuatu baik berupa tempat, waktu, seseorang atau

hayalan mistis lainnya sangat laku dan akan senantiasa laku di tengah berbagai

kelompok masyarakat maupun individu-individunya. Pada zaman dahulu umat

Nabi Salih „alaihissalam berkata kepadanya,

“Mereka menjawab: "Kami mendapat nasib yang malang, disebabkan

kamu dan orang-orang yang besertamu". Sālih berkata: "Nasibmu ada

pada sisi Allah, (Bukan Kami yang menjadi sebab), tetapi kamu kaum

yang diuji" (QS. Al-Naml/27: 47)

10

„Abdullâh bin „Umar al-Dumaiji, Rahasia Tawakkal dan Sebab Akibat (Jakarta:

Pustaka Azzam, 2000), h. 197. 11

Ahmad Fudhaili, Perempuan di Lembaran Suci (Jakarta: Transpustaka, 2013), h. 207.

Page 39: KAJIAN TERHADAP HADIS INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN FÎ AL-FARASI WA AL WA AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39357... · 2018-04-19 · PROGRAM STUDI

23

Para mufassir mengartikan kesialan dengan amal berikut balasannya.

Allah menjelaskan bahwa kesialan mereka merupakan ketetapan Allah dan itu

terjadi karena mereka sendiri. Menimpa mereka karena amal dan balasannya yang

telah ditetapkan atas mereka.”12

Menurut Rasyid Rida, Allah menyandarkan segala sesuatu yang baik. Dia

yang telah menciptakan materi-materinya dan yang membuat hukum-hukum

sebab akibat. Akan tetapi, jika Allah menyandarkan sesuatu yang baik atau yang

buruk kepada sesuatu, itu terdapat kasb (upaya) dan usaha ikhtiar manusia yang

sudah diketahui orang. Pengertian ini telah dikuatkan pula oleh nas-nas al-Qur‟an

dan Sunnah. Misalnya Firman Allah Swt:

“Barangsiapa membawa amal yang baik, Maka baginya (pahala) sepuluh

kali lipat amalnya; dan Barangsiapa yang membawa perbuatan jahat

Maka Dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan

kejahatannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan).” (QS.

al-An‟am/6: 160)

Berkenaan dengan hal ini, ada orang yang memperoleh kebaikan dikatakan

berkat karunia Allah secara mutlak, sedangkan orang yang menimpa keburukan

dikatakan karena ulah manusia itu sendiri secara mutlak. Menurut Rasyid Rida

sebagaimana yang dikutip oleh Athaillah, pernyataan Allah pada ayat di atas

memang benar dan pertanyaan tersebut juga benar. Masing-masing pada

tempatnya. Ayat di atas menjelaskan dua hal:

Pertama, untuk menafikan dan mengikis kepercayaan sial (al-Syu‟mu) dan

ramalan buruk (al-Tatayyur). Dengan demikan, orang akan mengetahui keburukan

12

Ibn Taimiyyah, Baik dan Buruk: al-Hasanah wa al-Sayyi‟ah. Penerjemah Fauzi Faisal

Bahreisy (Jakarta: PT Serambi Ilmu semesta, t.t.), h. 58.

Page 40: KAJIAN TERHADAP HADIS INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN FÎ AL-FARASI WA AL WA AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39357... · 2018-04-19 · PROGRAM STUDI

24

yang menimpa mereka, bukanlah karena adanya kesialan yang melekat pada diri

seseorang di antara mereka.13

Pada masa jahiliyah masyarakat mempercayai adanya kesialan dan

ramalan buruk itu. Kepercayaan tersebut masih terdapat di kalangan orang-orang

bodoh dari semua bangsa, padahal kepercayaan itu termasuk khurafat yang tidak

dapat diterima akal sehat dan sudah dikikis oleh agama Islam.14

Allah telah

menyatakan hal itu dalam surah al-A‟raf/7: 131:

“Kemudian apabila datang kepada mereka kemakmuran, mereka berkata:

"Itu adalah karena (usaha) kami". dan jika mereka ditimpa kesusahan,

mereka lemparkan sebab kesialan itu kepada Musa dan orang-orang yang

besertanya. Ketahuilah, Sesungguhnya kesialan mereka itu adalah

ketetapan dari Allah, akan tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.”

(QS. al-A‟raf/7: 131)

Al-Hâfiz Ibn Katsîr menjelaskan di dalam kitab tafsirnya “Kemudian

apabila datang kepada mereka kemakmuran, ini disebabkan (usaha) kami, yaitu

kemakmuran, kesuburan dan rezeki yang mereka dapatkan”. Ini adalah sesuatu

yang kami berhak mendapatkannya karena usaha kami. Dan jika mereka ditimpa

kesusahan, mereka lemparkan sebab kesialan itu kepada Musa dan orang-orang

yang bersamanya. Yaitu mereka ditimpa kekeringan dan kesulitan dan ini

disebabkan Musa dan para pengikutnya serta ajaran yang mereka bawa.15

Seperti yang dikutip oleh „Abdurrahman Hasan Balfas bahwa al-Syaikh

Sâlih al-Fauzan menjelaskan, makna ayat ini adalah bahwasanya Fir‟aun dan

13

Athaillah, Rasyid Rida; Konsep Teologi Rasional dalam Tafsir Al-Manâr (T.tp.:

Erlangga, t.t.), h. 175. 14

Athaillah, Rasyid Rida; Konsep Teologi Rasional dalam Tafsir Al-Manâr, h. 175. 15

Ibn Katsīr, Tafsir al-Qur‟ân al-„Azîm (Beirut: Dār Taibah, 2008), jilid. 3, h. 416.

Page 41: KAJIAN TERHADAP HADIS INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN FÎ AL-FARASI WA AL WA AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39357... · 2018-04-19 · PROGRAM STUDI

25

kaumnya ketika mereka ditimpa musibah berupa keringanan dan kesulitan,

mereka berkata “Musibah ini menimpa kita disebabkan Musa dan para

pengikutnya dengan sebab kesialan mereka. Maka Allah Swt membantah

perkataan mereka bahwasanya apa yang menimpa mereka adalah takdir dan

ketetapan Allah disebabkan kekafiran mereka, kemudian Allah Ta‟ala mensifati

mereka dengan kebodohan dan tidak memiliki ilmu, kalau seandainya mereka

mau berfikir maka mereka akan mengetahui bahwasanya Musa tidaklah datang

kecuali membawa kebaikan, keberkahan dan keberuntungan.16

Kedua, orang yang ditimpa keburukan seharusnya mencari dan meneliti

sebab terjadinya keburukan itu pada dirinya sendiri dan tidak mencarinya pada

orang lain yang pernah melakukannya, sebab keburukan yang menimpa seseorang

adalah karena kelalaiannya atau ketidaktahuannya dalam memilih sunnatullah

yang mengantarkannya kepada kebaikan dan menghindarkannya dari keburukan.17

Tatayyur dan Syu‟mu adalah salah satu fenomena penyandaran nasib

manusia atau ketergantungan manusia kepada selain Allah yang menunjukkan

gejala perbuatan musyrik. Islam memandang tiyarah sebagai perbuatan syirk

asghar (syirik kecil) yaitu menyekutukan Allah Swt. Nabi Saw bersabda:

د بن كثير أخب رنا سفيان عن سلمة ث نا محم بن كهيل عن عيسى بن عاصم عن زر حدبن حب يش عن عبد اللو بن مسعود عن رسول اللو صلى اللو عليو وسلم قال الطي رة

ل شرك الطي رة شرك ثلثا وما منا إل ولكن اللو يذىبو وك بالت Muhammad ibn Katsir menceritakan kepada kami, ia berkata: Sufyan telah

menginformasikan kepada kami dari Kuhail dari „Isa ibn „Ashim dari Zirr

ibn Hubaisy dari „Abdillah bin Mas‟ud dari Rasulullah Saw, bersabda: “al-

Tiyarah adalah musyrik, al-Tiyarah adalah musyrik, al-Tiyarah adalah

16

„Abdurrahman Hasan Balfas, Hukum Keyakinan Sial Terhadap Sesuatu (T.tp.: Pustaka

Ibnu „Umar, 2016), h. 26. 17

„Aṭaillah, Rasyid Ridha: Konsep Teologi Rasional dalam Tafsir Al-Manâr (T.tp.:

Erlangga, t.t.), h. 176.

Page 42: KAJIAN TERHADAP HADIS INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN FÎ AL-FARASI WA AL WA AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39357... · 2018-04-19 · PROGRAM STUDI

26

musyrik. Kita pasti mengalami (kesialan dan keburuntungan), akan tetapi

Allah menghilangkannya dengan cara tawakkal (menyerahkan semua

keputusan kepada Allah)."18

Hadis ini dengan sangat jelas menunjukkan bahwa tiyarah atau

beranggapan sial termasuk bentuk syirik. Kesyirikan dalam masalah tiyarah ini

bisa dirinci menjadi dua: Pertama, jika mengangap bahwa yang mendatangkan

manfaat dan mudharat adalah makhluk, ini syirik besar. Seperti menyembah batu,

berhala, pohon, menyembelih kepada selain Allah, meminta kepada orang yang

sudah mati dan lain-lain. Kedua, jika menganggap bahwa yang beri manfaat atau

mudharat hanyalah Allah, namun makhluk hanyalah sebagai sebab, ini termasuk

syirik kecil. Seperti bersumpah dengan nama selain Allah, menganggap sial

terhadap sesuatu, riya‟ dan lain-lain.19

C. Pengertian al-Faras, al-Mar’ah dan al-Dâr

1. Definisi al-Faras

adalah seekor kuda baik yang berjenis kelamin laki-laki ataupun الفرس

perempuan, pada hal demikian ada kesamaan. Jama‟nya adalah افراس atau وس ف ر

adalah suatu kiasan untuk رهان كفرسي .dua hal yang sama kedudukannya ه ما

Dipukul keduanya bergegas atau menuju kepada tujuan, maka keduanya

mempunyai kesamaan.20

Selain menggunakan kata al-Farâs, di dalam hadis yang

penulis cantumkan ada juga yang menggunakan kata الدابت artinya adalah setiap

sesuatu yang melata di muka bumi, dan sungguh berlaku atau berguna untuk

ditunggangi dari jenis hewan, baik yang berjenis kelamin laki-laki ataupun

18

Abû Dâwud, Sunan Abû Dâwud, jilid. 3, h. 400, hadis nomor: 3910. 19

„Abdurrahman Hasan Balfas, Hukum Keyakinan Sial Terhadap Sesuatu (T.tp.: Pustaka

Ibnu „Umar, 2016), h. 16. 20

Syauqi Dhaif, al-Mu‟jam al-Wasît (Mesir: Maktabah al-Syurûq al-Dauliyyah, 2004),

cetakan ke-4, h. 711.

Page 43: KAJIAN TERHADAP HADIS INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN FÎ AL-FARASI WA AL WA AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39357... · 2018-04-19 · PROGRAM STUDI

27

perempuan. Jama‟nya adalah دواب dan tasgirnya adalah 21ويبت. د Dengan demikian

baik al-Faras maupun al-Dabbah memiliki pengertian yang sama, yaitu hewan

yang dapat ditunggangi untuk dimanfaatkan sebagai keperluan, tujuan dan

sebagainya. Termasuk salah satunya yaitu kuda, akan tetapi hal ini tidak hanya

terbatas kepada kuda, melainkan kepada semua yang memiliki pengertian hewan

yang dapat ditunggangi seperti keledai, unta dan lain sebagainya.

Pada zaman Nabi Saw unta biasanya digunakan sebagai kendaraan,

termasuk perang. Tenaganya yang kuat dengan berjalan di tengah gurun pasir

menjadi nilai positif dari hewan tersebut. Meskipun demikian, hewan tersebut

tidak bisa berlari kencang seperti kuda. Namun, pada saat itu alat transportasi

utama antar kampung dan kota adalah kuda, unta keledai dan kereta kuda.22

Kuda disebut dalam al-Qur‟an secara spesifik sebanyak lima kali, namun

secara tersurat hewan ini disebut lebih banyak dari jumlah itu. Ayat-ayat yang

berbicara secara spesifik mengenai kuda diantaranya mengaitkan hewan ini

dengan kejantanan, kecepatan, dan keberanian. Dalam sûrah al-Nahl/16: 8, al-

Qur‟an berbicara mengenai pemanfaatan kuda, begal, keledai, dan hewan lain

sebagai pengangkut beban. Khusus untuk ketiga jenis hewan ini, selain untuk

keperluan itu, ketiganya juga dipelihara karena keindahannya dan hal-hal lain

yang bermanfaat untuk kehidupan manusia.

21

Syauqi Dhaif, al-Mu‟jam al-Wasît (Mesir: Maktabah al-Syurûq al-Dauliyyah, 2004),

cetakan ke-4, h. 298. 22

Niamatus Sholikha, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Jasa Transportasi Online Go-Jek

Berdasarkan Contract Drafting Dengan Akad Musharakah Yang Diterapkan Oleh PT Go-Jek

Indonesia Cabang Tidar Surabaya. (Thesis, S2 UIN Sunan Ampel Surabaya, 2016), h. 18.

Page 44: KAJIAN TERHADAP HADIS INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN FÎ AL-FARASI WA AL WA AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39357... · 2018-04-19 · PROGRAM STUDI

28

“Dan (dia telah menciptakan) kuda, bagal dan keledai, agar kamu

menungganginya dan (menjadikannya) perhiasan. dan Allah menciptakan

apa yang kamu tidak mengetahuinya.” (QS. al-Nahl/16: 8)

Allah menciptakan hewan-hewan itu untuk ditunggangi dan sebagai

perhiasan. Barangsiapa menggunakannya untuk keperluan tersebut maka dia telah

menggunakannya untuk hal-hal yang diperbolehkan. Jika perbuatannya ini disertai

maksud untuk melakukan ketaatan maka akan naik ke tingkat mandub

(dianjurkan). Sedangkan jika dimaksudkan untuk kemaksiatan maka justru akan

mendatangkan dosa baginya.23

Orang yang memelihara kuda tidak lepas dari dua maksud, yaitu untuk

dinaiki (dijadikan kendaraan) atau diperdagangkan. Masing-masing maksud itu

mungkin disertai ketaatan kepada Allah maka masuk bagian pertama, atau disertai

kemaksiatan maka masuk bagian yang terakhir, atau tidak disertai apapun maka

masuk bagian yang kedua.24

Begitu pula dengan keledai, unta dan lainnya.

Penulis memasukkan sedikit penjelasan tentang kuda yang sangat menarik.

Bahwa pada zaman dahulu, kuda merupakan kendaraan bagus yang dengan

mudah dapat digunakan oleh orang-orang, dan bisa menambah kekuatan yang

tidak dimiliki oleh orang yang berperang sambil berjalan kaki.25

Secara tidak langsung kuda, unta dan keledai sangat berperan penting

dalam kehidupan manusia. Ketiganya berjasa membantu manusia dalam

menunaikan tugas sehari-hari, seperti menjadi hewan tunggangan, mengangkut

beban hingga untuk berbagai kepentingan pertanian. Ketiga hewan tersebut juga

23

Ibn Hajar al-„Asqallânî, Fath al-Bâri bi Syarh Sahîh al-Bukhâri (Jakarta, Pustaka

Azzam, 2008), jilid. 16, h. 192. 24

Ibn Hajar al-„Asqallânî, Fath al-Bâri bi Syarh Sahîh al-Bukhâri, jilid 16, h. 192. 25

Yusuf Qardawi, Fiqih Jihad; Sebuah Karya Monumental terlengkap Tentang Jihad

menurut al-Qur‟an dan Sunnah. Penerjemah Irfan Maulana Hakim, dkk. (Bandung: PT Mizan

Publika, 2010), h. 486.

Page 45: KAJIAN TERHADAP HADIS INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN FÎ AL-FARASI WA AL WA AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39357... · 2018-04-19 · PROGRAM STUDI

29

tercatat sejak lama digunakan sebagai tunggangan dalam banyak peperangan.

Meski peran ketiga hewan tersebut dalam perang semakin terpinggirkan seiring

majunya proses mekanisasi dalam ranah ini, namun dalam beberapa hal salah satu

hewan tunggangan seperti kuda masih digunakan, misalnya, dalam perang di

lanskap yang bergunung atau sulit dicapai oleh kendaraan bermotor karena

nihilnya jalur transportasi, seperti yang dilakukan tentara Afghanistan saat

melawan pasukan Rusia26

Terbukti pada zaman dahulu hewan sangat berperan penting dalam

kehidupan manusia, baik untuk peperangan maupun sebagai alat transportasi.

hewan sangat diperhatikan karena ia merupakan kendaraan pada zaman tersebut,

zaman sekarang kendaraan yang digunakan untuk peperangan adalah tank,

kendaraan lapis baja, dan masih banyak kendaraan lainnya Sedangkan kendaraan

yang digunakan oleh manusia untuk bekerja atau beraktifitas pada zaman

sekarang adalah motor, mobil, kereta, dan lain-lain.

2. Definisi al-Mar’ah

Dalam kamus bahasa Arab, al-Mar‟ah )المرأة( atau imra‟ah امرأة berasal

dari kata mara‟a (مرا) yang berarti baik dan bermanfaat.27

al-Mar‟ah sebagai

bentuk muannats dari kata al-mar‟u yang mempunyai arti kedewasaan dan

kematangan. Dari akar kata mara‟ah ini juga menjadi al-mar‟u yang bermakna

seseorang (laki-laki). Sehingga kata al-mar‟ah sebagai bentuk mu‟annats dari al-

mar‟u berarti perempuan. Kata al-mar‟ah yang berarti perempuan sehingga tidak

masuk di dalamnya anak perempuan sebab yang dimaksudkan adalah perempuan

26

Kementrian Agama RI, Hewan dalam Perspektif al-Qur‟an dan Sains (Jakarta: Lajnah

Pentashihan Mushaf al-Qur‟an, 2012), h. 142. 27

Ahmad Warson Munawwir, al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya: Pustaka

Progressif, 1997), h. 1417.

Page 46: KAJIAN TERHADAP HADIS INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN FÎ AL-FARASI WA AL WA AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39357... · 2018-04-19 · PROGRAM STUDI

30

dewasa. Sementara dalam bahasa Arab untuk anak perempuan itu adalah al-bint.28

Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, perempuan memiliki arti

perempuan atau isteri/bini.29

Sedangkan Kata al-mar‟ah berpasangan dengan kata

al-mar‟u dapat dipahami sebagai berikut:

a) Makna dari kata tersebut yaitu kesegaran dan kenyamanan. Dalam

penggunannya, kata al-mar‟u berlaku umum yang berarti seorang laki-laki

atau perempuan. Akan tetapi kata al-mar‟ah secara khusus terpakai dalam

makna isteri kecuali dalam dua ayat pada QS. an-Nisa‟/4: 12 dan QS. an-

Naml/27: 23. Dari sini terlihat bahwa makna ini berkonotasi fungsional.

Dalam hal ini setiap orang baik laki-laki maupun perempuan, bertugas

memberi ketenangan dan kenyamanan. Dengan kata lain, mereka harus

saling memberikan kebahagaian kegembiraan satu sama lain.

b) Kedua kata tersebut menggunakan bentuk dasar yang sama, hanya saja

kata kedua (al-mar‟ah) memperoleh imbuhan mu‟annats sehingga berarti

perempuan.30

Kebanyakan dalam al-Qur‟an ketika yang dimaksudkan adalah perempuan

sebagai istri, maka digunakan kata imra‟ah. Sementara dalam hadis Nabi Saw

untuk pengertian istri adakalanya digunakan kata al-mar‟ah dan adakalanya pula

digunakan kata imra‟ah. Dari pengertian yang telah dipaparkan di atas dapat

dipahami bahwa al-mar‟ah adalah seorang perempuan dewasa baik itu sudah

menikah maupun belum menikah yang diharapkan mampu memberi manfaat baik

28

Fatira Wahidah, “al-Mar‟ah dalam Hadis Nabi SAW” (Sekolah Tinggi Agama Islam

Negeri Sultan Qaimuddin Kendari), h. 54.

29

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta:

Balai Pustaka, 1999), h. 753. 30

Zaitunah Subhan, Al-Qur‟an dan Perempuan; Menuju Kesetaraan Gender dalam

Penafsiran, h. 27.

Page 47: KAJIAN TERHADAP HADIS INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN FÎ AL-FARASI WA AL WA AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39357... · 2018-04-19 · PROGRAM STUDI

31

untuk dirinya maupun untuk orang lain dan untuk segala sesuatu. Adapun skripsi

ini menggunakan lafadz al-mar‟ah yang memiliki arti perempuan dewasa yang

sudah menikah (istri).

3. Definisi al-Dâr

al-Dâr adalah sebuah tempat yang berbentuk bangunan dan halaman atau

tempat tinggal, atau sebuah negeri, qabilah, darussalam yakni negeri orang-orang

muslim yaitu surga, sebagaimana Allah Swt berfirman السالم دار Jama‟nya .له م

adalah adwurun, diyârun, atau diyâratun atau durun. Diyârah adalah jama‟nya

diyâratun.31

Selain menggunakan kata al-dâr di dalam hadis tersebut

menggunakan kata maskan yang memiliki arti rumah, tempat tinggal. Jama‟nya

adalah مساك ه.32

Jadi ,itu jama‟ masakin artinya adalah isim makan مسك ه atau مسكه

seperi rumah, tempat tinggal, atau tempat untuk mendirikan sebuah bangunan.

Tempat untuk bersantai atau tidak untuk berburu-buru.33

Dengan demikian kata al-Maskan dan al-Dâr dalam hadis memiliki

pengertian yang sama yaitu sebuah tempat tinggal yang berbentuk bangunan,

seperti rumah, apartemen dan lainnya. Tidak jauh berbeda dengan kamus bahasa

Arab, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia rumah memiliki arti yang sama yaitu

bangunan untuk tempat tinggal.34

Rumah adalah fitrah setiap makhluk untuk membangun tempat tinggal

yang dijadikan sebagai tempat beristirahat dan melindungi diri, walaupun bentuk

31

Syauqi Dhaif, al-Mu‟jam al-Wasît (Mesir: Maktabah al-Syurûq al-Dauliyyah, 2004),

cetakan ke-4, h. 333-334. 32

Achmad Warson Munawwir dan Muhammad Fairuz, al-Munawwir Kamus Indonesia-

Arab (Surabaya: Pustaka Progressif, 2007), h. 646. 33

Aplikasi al-Ma‟ânî „Arabî „Arabî

34 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta:

Balai Pustaka, 1999), h. 851.

Page 48: KAJIAN TERHADAP HADIS INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN FÎ AL-FARASI WA AL WA AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39357... · 2018-04-19 · PROGRAM STUDI

32

dan ukuran yang berbeda-beda sesuai kemampuan dan kebutuhan setiap makhluk

itu sendiri.

Al-Qur‟an memperkenalkan dua istilah untuk menyebut tempat tinggal

atau rumah. Pertama disebut dengan bait, Kedua disebut dengan maskan. Dalam

skripsi yang penulis teliti hadis yang didalamnya terdapat kata maskan dan dâr.

Dalam Sûrah al-Taubah/9: 72 Allah Swt berfirman dengan menggunakan kata

maskan:

“Allah menjanjikan kepada orang-orang mukmin, lelaki dan perempuan,

(akan mendapat) surga yang dibawahnya mengalir sungai-sungai, kekal

mereka di dalamnya, dan (mendapat) tempat-tempat yang bagus di surga

'Adn. dan keridhaan Allah adalah lebih besar; itu adalah keberuntungan

yang besar.” (QS. al-Taubah/9: 72)

Kata maskan berasal dari kata sakana yang berarti tenang, tenteram dan

bahagia. Oleh karena itu, rumah bukan hanya berfungsi sebagai tempat bermalam,

tempat istirahat atau tempat berlindung. Tetapi lebih jauh, rumah berfungsi

sebagai tempat mencari ketenangan dan kebahagiaan batin. Di dalam rumah

(maskan) inilah manusia membangun keluarga sakinah yaitu tatanan keluarga

yang membawa kebahagiaan dan ketenangan hati.35

Memiliki tempat tinggal adalah impian semua orang. Tempat tinggal juga

merupakan kebutuhan primer yang paling urgent disamping kebutuhan-kebutuhan

35

http://syofyanhadi.blogspot.co.id/2008/06/rumah-menurut-al-quran.html diakses pada

24 agustus 2017, pukul 13.00.

Page 49: KAJIAN TERHADAP HADIS INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN FÎ AL-FARASI WA AL WA AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39357... · 2018-04-19 · PROGRAM STUDI

33

yang lain. Tempat tinggal yang luas akan menghadirkan rasa tenang, lapang dan

nyaman. Hal ini berdasarkan hadis Rasulullah Saw:

ث نا وكيع عن سفيان عن ثني جميل أخب رنا ومجاىد عن حد حبيب بن أبي ثابت حدنافع بن عبد الحارث قال قال رسول اللو صلى اللو عليو وسلم من سعادة المرء

36الجار الصالح والمركب الهنيء والمسكن Telah menceritakan kepada kami Waki' dari Sufyan dari Habib bin Abi

Tsabit telah menceritakan kepadaku Jamil telah mengabarkan kepada kami

Mujahid dari Nafi' bin Abdul Harits berkata; Rasulullah

Shallallahu'alaihiwasallam bersabda: "Termasuk kebahagiaan seseorang

adalah tetangga yang baik, kendaraan yang menyenangkan dan tempat

tinggal yang luas."

Tempat tinggal yang luas, yaitu yang banyak manfaatnya bagi

penghuninya. Jadi, keluasannya tentu berbeda sesuai dengan perbedaan orangnya.

Sebab, terkadang luas bagi seseorang, namun sempit bagi yang lain atau

sebaliknya.

Tempat tinggal yang ideal dan menjadi idaman orang-orang yang beriman

adalah rumah yang di bangun diatas pondasi ketaqwaan kepada Allah. Rumah

yang pilar-pilarnya selalu mengikuti al-Qur‟an dan al-Sunnah serta berhukum

kepada dua sumber itu dengan ikhlas menerima segala keputusan-Nya dengan

lapang dada. Allah Swt berfirman dalam Sûrah al-Nisâ‟/4: 59:

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya),

dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat

tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan

36

Al-Imâm al-Hâfiz Abî „Abdullah Ahmad ibn Hanbal, Musnad al-Imâm Ahmad ibn

Hanbal (Riyadh: Bait al-Afkâr al-Dauliyah, 1997), h. 1073.

Page 50: KAJIAN TERHADAP HADIS INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN FÎ AL-FARASI WA AL WA AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39357... · 2018-04-19 · PROGRAM STUDI

34

Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari

kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik

akibatnya.” (QS. al-Nisâ‟/4: 59)

Rumah idaman adalah rumah yang terarah dalam semua tindakannya dan

terpenuhi dalam segala aspeknya, spiritual maupun material yang tidak

melampaui batas. Salah satu cara menjadikan rumah sebagai tempat memperoleh

ketenangan atau menjadikan rumah sebagai tempat yang menyenangkan dan

membawa keberkahan yaitu dengan membaca al-Qur‟an sebagaimana dalam

sebuah hadis dari Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh al-Darimi bab keutamaan

membaca al-Qur‟an:

ثني ث نا يحيى ىو ابن أبي كثير، حد اد، حد ث نا حرب بن شد ث نا معاذ بن ىانئ، حد حد، أن أبا ىري رة، كان ي قول: الب يت ليتسع على أىلو إن »حفص بن عنان الحنفي

ره أن ي قرأ فيو القرآن، وإن الب يت ياطين، ويكث ر خي وتحضره الملئكة وت هجره الشياطين، ويقل ره أن ل ي قرأ فيو ليضيق على أىلو وت هجره الملئكة، وتحضره الش خي

37«القرآن

“Telah menceritakan kepada kami Mu'adz bin Hani` telah menceritakan

kepada kami Harb bin Syaddad telah menceritakan kepada kami Yahya -

yaitu Ibn Abi Katsir telah menceritakan kepadaku Hafsh bin 'Inan Al

Hanafi bahwa Abu Hurairah pernah berkata, "Sesungguhnya rumah akan

terasa luas bagi penghuninya, para malaikat akan mendatanginya, setan-

setan akan menjauhi dan kebaikannya akan bertambah jika al-Qur'an

dibaca di dalamnya. Dan rumah akan terasa sempit bagi penghuninya, para

malaikat menjauhinya, setan-setan datang dan kebaikannya berkurang jika

di dalamnya tidak dibacakan al-Qur'an."

Tidak diragukan bahwa rumah yang luas yaitu rumah yang penuh dengan

keberkahan, keluasan, dan ketaqwaan kepada Allah. Serta kebaikan, rasa cinta,

kasih dan sayang, juga pendidikan yang islami akan berpengaruh terhadap

kehidupan seseorang. Dengan izin Allah seseorang yang hidup dalam lingkungan

rumah seperti itu akan senantiasa mendapatkan ketenangan, kenyamanan, serta

37

Abu Muhammad „Abdullâh bin „Abd al-Rahman ibn al-Fadl ibn Bahrâm ibn „Abd al-

Samad al-Darimî, Musnad al-Darimi (T.tp.: Dâr al-Mughni, 2000), jilid 4, h. 2085.

Page 51: KAJIAN TERHADAP HADIS INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN FÎ AL-FARASI WA AL WA AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39357... · 2018-04-19 · PROGRAM STUDI

35

taufik dari Allah dalam setiap urusannya, sukses dalam pekerjaan yang

ditempuhnya, baik dalam menuntut ilmu, perdagangan atau pekerjaan-pekerjaan

yang lain.38

38

Muhammad al-Sayyim, Rumah Penuh Cahaya (Yogyakarta: Tiga Lentera Utama

(L3U) Press, 2000), h. 41.

Page 52: KAJIAN TERHADAP HADIS INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN FÎ AL-FARASI WA AL WA AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39357... · 2018-04-19 · PROGRAM STUDI

36

36

BAB III

PEMAKNAAN HADIS TENTANG INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ

TSALATSATIN: FÎ AL-FARAS, AL-MAR’AH WA AL-DÂR

Bab ini berbeda dengan bab sebelumnya yang hanya menjelaskan langkah-

langkah dalam pemaknaan hadis. Sedangkan dalam bab ini penulis menerapkan

kaidah dari pemaknaan hadis yang telah dicantumkan di bab sebelumnya. Bab ini

melacak hadis-hadis tentang Innamâ al-Syu’mu fî Tsalatsatin: fî al-Faras, al-

Mar’ah wa al-Dâr dengan kata kunci ؤ م الش sebagai redaksi inti pada pembahasan

bab ini. Pembahasan ini perlu dilakukan untuk membuktikan sejauh mana redaksi

hadis itu sebagai upaya berbeda dalam memahami makna hadis tersebut.

A. Hadis Tentang Kesialan

Untuk mengetahui secara lengkap sanad dan matannya mengenai hadis-

hadis yang membahas tentang kesialan ( ؤم penulis menelusurinya dengan (الش

metode takhrij hadis.1 Bagi seorang peneliti hadis, kegiatan takhrijul hadis sangat

penting. Tanpa dilakukan takhrij hadis terlebih dahulu, maka akan sulit diketahui

asal-usul riwayat hadis yang akan diteliti, berbagai riwayat yang telah

meriwayatkan hadis itu, dan ada atau tidaknya syahid atau mutabi dalam sanad

hadis yang ditelitinya. Ada tiga hal yang menyebabkan pentingnya kegiatan

takhrij hadis,2 yaitu:

1. Untuk mengetahui asal-usul riwayat hadis yang akan diteliti.

1 Menurut bahasa takhrij artinya mengeluarkan, menampakkan, dan menjelaskan.

Sementara menurut istilah, takhrij berarti mencari atau mengeluarkan hadis dari

persembunyiannya yang terdapat dalam kitab induk hadis. Sementara menurut istilah, takhrij

berarti mencari atau mengeluarkan hadis dari persembunyiannya yang terdapat dalam kitab induk

hadis. Lihat Bustamin, Dasar-Dasar Ilmu Hadis (Jakarta: Ushul Press, 2009), h. 180. 2 M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi (Jakarta: Bulan Bintang, 2007),

h. 42.

Page 53: KAJIAN TERHADAP HADIS INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN FÎ AL-FARASI WA AL WA AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39357... · 2018-04-19 · PROGRAM STUDI

37

37

2. Untuk mengetahui seluruh riwayat bagi hadis yang akan diteliti.

3. Untuk mengetahui ada atau tidak adanya syahid dan mutabi’ pada

sanad yang diteliti.

Ada empat metode dalam melakukan kegiatan takhrij, yaitu: Pertama,

takhrij hadis melalui kata/lafal pada matan hadis. Kedua, melalui tema. Ketiga,

melalui awal matan hadis, dan Keempat, melalui shahabat Nabi atau periwayat

pertama.3 Namun penulis di sini hanya menggunakan satu metode dari empat

yang dipaparkan tersebut, yaitu dengan menggunakan metode kata atau lafal pada

matan hadis.

Dalam melakukan kegiatan takhrij penulis menggunakan metode yang

pertama yaitu melalui kata atau lafal pada matan. Dengan menelusuri lafadz hadis

yang terdapat pada matan فىثالثتفىالفرسو ؤم ارإنماالش المرأة،والد dengan penggalan

kata yang ditelusuri adalah lafal شأم. Setelah mencari menggunakan kitab kamus

hadis Mu’jam al-Mufahras li Alfâz al-Hadîs al-Nabawî karangan A.J. Wensick,

penulis menemukan hadis tersebut memiliki sumber yang cukup banyak, 4yakni:

1. Hadis Sahîh al-Bukhâri kitab Jihad bab ke 47, kitab Nikah bab ke 17, Kitab

Tib bab ke 43 dan 45.

2. Hadis Sahîh Muslim kitab Salam hadis ke 115-120

3. Hadis Sunan Abî Dâwud kitab Tib bab ke 24

4. Hadis Sunan al-Tirmidzî kitab Adab bab ke 57

5. Hadis Sunan al-Nasâ‟î kitab Khoil bab ke 5

6. Hadis Sunan Ibnu Mâjah kitab Nikah bab 55

7. Hadis Muwatha Malik, kitab Istidzan bab 22

3 Bustamin, Dasar-Dasar Ilmu Hadis (Jakarta: Ushul Press, 2009), h. 184.

4 A.J. Wensick, Mu’jam al-Mufahras li alfâz al-Hadis al-Nabawî (Breil: Leiden, 1936),

jilid 3, h. 54.

Page 54: KAJIAN TERHADAP HADIS INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN FÎ AL-FARASI WA AL WA AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39357... · 2018-04-19 · PROGRAM STUDI

38

38

8. Hadis Musnad Ahmad ibn Hanbal juz 2 halaman 8, 26, 115 dan 126

Untuk mengetahui dengan jelas susunan sanad dan matan hadis, berikut

redaksi hadis-hadis tentang kesialan ada pada tiga berdasarkan term dan kitab-

kitab yang meriwayatkannya:

1) Sahîh al-Bukhâri kitab Jihad bab ke 47

ث نا عبد أن اللو عبد بن سالم أخب رني قال الزىري عن شعيب أخب رنا اليمان أبو حدهما اللو رضي عمر بن اللو إنما ي قول وسلم عليو اللو صلى النبي سمعت قال عن

والدار والمرأة الفرس في ثلثة في الشؤم Telah bercerita kepada kami Abu al-Yaman telah mengabarkan kepada

kami Syu'aib dari Al-Zuhri berkata telah bercerita kepadaku Salim ibn

'Abdullah bahwa Abdullah ibn 'Umar radiallahu „anhuma berkata aku

mendengar Nabi sallallâhu 'alaihi wasallam bersabda; "Sesungguhnya

kesialan ada pada tiga hal, pada kuda, perempuan dan tempat tinggal”

ث نا عبد اللو بن مسلمة، عن مالك، عن أبي حازم بن دينار، عن سهل بن سعد حدإن كان في »الساعدي رضي اللو عنو: أن رسول اللو صلى اهلل عليو وسلم قال:

5«، ففي المرأة، والفرس، والمسكن شيء Telah bercerita kepada kami 'Abdullah ibn Maslamah dari Malik dari Abu

Hazim ibn Dinar dari Sahal ibn Sa'ad as-Sa'idiy radiallâhu 'anhu

bahwasanya Rasulullah sallallâhu 'alaihi wasallam bersabda: "Kalau ada

kesialan pada sesuatu, maka ada pada perempuan, kuda dan tempat

tinggal".

Hadis ketiga dari Bukhari kitab Nikah bab ke 17

ثني مالك، عن ابن شهاب، عن حمزة، وسالم، اب ني عبد ث نا إسماعيل، قال: حد حدهما: أن رسول اللو صلى اهلل عليو اللو بن عمر، عن عبد اللو بن عمر رضي اللو عن

ار، والفرس الشؤم في المرأة »ال: وسلم ق 6«، والد

Telah menceritakan kepada kami Isma'il ia berkata; Telah menceritakan

kepadaku Malik dari Ibnu Syihab dari Hamzah dan Salim keduanya adalah

5 Muhammad ibn Ismâ‟îl Abu „Abdillâh al-Bukhâri al-Ja‟fi, Sahîh Bukhâri (Beirut: Dār

al-Fikr, t.t.), h. 699. 6 Muhammad ibn Ismâ‟îl Abu „Abdillâh al-Bukhâri al-Ja‟fi, Sahîh Bukhâri, h. 1309.

Page 55: KAJIAN TERHADAP HADIS INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN FÎ AL-FARASI WA AL WA AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39357... · 2018-04-19 · PROGRAM STUDI

39

39

anak Abdullah ibn Umar, dari Abdullah ibn Umar radiallâhu 'anhuma,

bahwasanya Rasulullah sallallâhu'alaihi wasallam bersabda: "Adakalanya

kesialan itu ada pada perempuan, rumah dan juga kuda."

ث نا عمر بن محمد العسقل ث نا يزيد بن زريع، حد هال، حد ث نا محمد بن من ني، عن حدأبيو، عن ابن عمر، قال: ذكروا الشؤم عند النبي صلى اهلل عليو وسلم، ف قال النبي

ار، والمرأة، والفرس إن كان الشؤم »صلى اهلل عليو وسلم: «في شيء ففي الدTelah menceritakan kepada kami Muhammad ibn Minhal Telah

menceritakan kepada kami Yazid ibn Zurai' Telah menceritakan kepada

kami Umar ibn Muhammad Al Asyqalani dari bapaknya dari Ibnu Umar ia

berkata; Mereka membicarakan kesialan di sisi Nabi sallallâhu'alaihi

wasallam, maka Nabi sallallâhu'alaihi wasallam pun bersabda: "Sekiranya

kesialan itu ada pada sesuatu, maka niscaya akan terdapat pada rumah,

perempuan dan kuda".

ث نا عبد اللو بن يوسف، أخب رنا مالك، عن أبي حاز م، عن سهل بن سعد: أن حد، ففي الفرس والمرأة إن كان في شيء »رسول اللو صلى اهلل عليو وسلم قال:

7«والمسكن Telah menceritakan kepada kami Abudllah ibn Yusuf Telah mengabarkan

kepada kami Malik dari Abu Hazim dari Sahl ibn Sa'dari bahwa

Rasulullâh shallallâhu 'alaihi wasallam bersabda: "Sekiranya kesialan itu

ada pada sesuatu, maka niscaya akan terdapat kuda, perempuan dan

rumah”.

Kitab Tib bab ke 43

ث نا يونس، عن الزىري ، عن ث نا عثمان بن عمر، حد ثني عبد اللو بن محمد، حد حدهما: أن رسول اللو صلى اهلل عليو وسلم قال: " ال سالم، عن ابن عمر، رضي اللو عن

ابة ، والشؤم في ثلث: في المر ي رة عدوى وال ط ار، والد 8"أة، والدTelah menceritakan kepadaku Abdullah ibn Muhammad telah

menceritakan kepada kami Utsman ibn Umar telah menceritakan kepada

kami Yunus dari Az Zuhri dari Salim dari Ibnu Umar radiallâhu 'anhuma

bahwa Rasulullah sallallâhu'alaihi wasallam bersabda: "Tidak ada 'adwa

(keyakinan adanya penularan penyakit) tidak ada ṭiyarah (menganggap sial

sesuatu hingga tidak jadi beramal), dan adakalanya kesialan itu terdapat

pada tiga hal, yaitu; isteri, tempat tinggal dan kendaraan."

7 Muhammad ibn Ismā‟īl Abu „Abdillâh al-Bukhâri al-Ja‟fi, Sahîh Bukhâri (Beirut: Dār

al-Fikr, t.t.), h. 1309. 8 Muhammad ibn Ismâ‟īl Abu „Abdillâh al-Bukhâri al-Ja‟fi, Sahîh Bukhâri, h. 1469.

Page 56: KAJIAN TERHADAP HADIS INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN FÎ AL-FARASI WA AL WA AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39357... · 2018-04-19 · PROGRAM STUDI

40

40

2) Sahîh Muslim kitab Salam bab ke 34

ث نا يحيى بن يحيى، ث نا مالك بن أنس، وحد ث نا عبد اهلل بن مسلمة بن ق عنب، حد وحدحمزة، وسالم، اب ني عبد اهلل بن عمر، قال: ق رأت على مالك، عن ابن شهاب، عن

، الشؤم في الدار »عن عبد اهلل بن عمر، أن رسول اهلل صلى اهلل عليو وسلم قال: 9«والمرأة، والفرس

Dan telah menceritakan kepada kami 'Abdullah ibn Maslamah ibn Qa'nab;

Telah menceritakan kepada kami Malik ibn Anas; Demikian juga

diriwayatkan dari jalur lainnya, Dan telah menceritakan kepada kami

Yahya ibn Yahya dia berkata; Aku membaca atas Malik dari Ibnu Syihab

dari Hamzah dan Salim Ibnu 'Abdullah ibn 'Umar dari 'Abdullah ibn 'Umar

bahwa Rasulullah sallallâhu'alaihi wasallam bersabda: Terkadang kesialan

itu terdapat pada tiga perkara: "Di dalam rumah, dalam diri perempuan,

dan pada kuda."

ث نا أبو الطاىر، وحرملة بن يحيى، قاال: أخب رنا ابن وىب، أخب رني يونس، عن وحدابن شهاب، عن حمزة، وسالم، اب ني عبد اهلل بن عمر، عن عبد اهلل بن عمر، أن

وإنما الشؤم في ثلثة: ال عدوى وال طي رة سلم قال: "رسول اهلل صلى اهلل عليو و ار" 10المرأة، والفرس، والد

Dan telah menceritakan kepada kami Abu al-Thahir dan Harmalah ibn

Yahya keduanya berkata; Telah mengabarkan kepada kami Ibnu Wahb;

Telah mengabarkan kepadaku Yunus dari Ibnu Syihab dari Hamzah dan

Salim -kedua anak- 'Abdullah ibn 'Umar bahwa Rasulullah sallallâhu

'alaihi wasallam bersabda: "Tidak ada penyakit yang menular secara

sendirian, tidak ada pengaruh atau alamat jahat pada suara burung. Dan

adakalanya kesialan itu terdapat pada tiga perkara: “Dalam diri

perempuan, pada kuda, dan dalam rumah.”

ث نا شعبة، عن عمر حد و ث نا محمد بن جعفر، حد ث نا أحمد بن عبد اهلل بن الحكم، حدبن محمد بن زيد، أنو سمع أباه، يحد ث عن ابن عمر، عن النبي صلى اهلل عليو

11«شيء حق، ففي الفرس، والمرأة، والدار إن يكن من الشؤم »قال: وسلم أنو Dan telah menceritakan kepada kami Ahmad ibn 'Abdullah ibn Al Hakam;

Telah menceritakan kepada kami Muhammad ibn Ja'far; Telah

menceritakan kepada kami Syu'bah dari 'Umar ibn Muhammad ibn Zaid

9 Al-Imam al-Hafiz Abi al-Husain Muslim ibn Hajjâj al-Qusyairî al-Naisâbûrî, Sahîh

Muslim, (Beirut: Dâr al-Fikr, 2003), h. 1115. 10

Sahîh Muslim, nomor hadis 116, h. 1115. 11

Sahîh Muslim, nomor hadis 117, h. 1115.

Page 57: KAJIAN TERHADAP HADIS INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN FÎ AL-FARASI WA AL WA AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39357... · 2018-04-19 · PROGRAM STUDI

41

41

bahwa dia mendengar Bapaknya bercerita; dari Ibnu Umar dari Nabi

sallallâhu'alaihi wasallam beliau bersabda: "Kalau memang kesialan benar

maka yang pasti hal itu kadang terjadi pada pada kuda, dalam diri

perempuan dan dalam rumah."

ث نا ابن أبي مريم، أخب رنا ثني أبو بكر بن إسحاق، حد ثني وحد سليمان بن بلل، حدعتبة بن مسلم، عن حمزة بن عبد اهلل بن عمر، عن أبيو، أن رسول اهلل صلى اهلل عليو

12«في شيء ففي الفرس، والمسكن، والمرأة إن كان الشؤم »وسلم قال: Dan telah menceritakan kepadaku Abu Bakr ibn Ishaq; Telah

menceritakan kepada kami Ibnu Abu Maryam; Telah mengabarkan kepada

kami Sulaiman ibn Bilal; Telah menceritakan kepadaku 'Utbah ibn Muslim

dari Hamzah ibn 'Abdullah ibn 'Umar dari Bapaknya bahwa Rasulullah

sallallâhu'alaihi wasallam bersabda: "Kalau memang kesialan benar maka

hal itu terjadi pada kuda, dalam diri perempuan dan dalam rumah."

ث نا عبد اهلل بن مسلمة بن ق عن ث نا مالك، عن أبي حازم، عن سهل بن وحد ب، حد، ففي المرأة والفرس إن كان »سعد، قال: قال رسول اهلل صلى اهلل عليو وسلم:

13ي عني الشؤم « والمسكن Dan telah menceritakan kepada kami 'Abdullah ibn Maslamah ibn Qa'nab;

Telah menceritakan kepada kami Malik dari Abu Hazim dari Sahl ibn Sa'd

dia berkata; Rasulullah sallallâhu'alaihi wasallam bersabda: "Kalau

memang kesialan ada maka terjadi pada diri perempuan, pada kuda dan

dalam rumah."

3) Sunan Abî Dâwud kitab Tib bab ke 24

ث نا مالك، عن ابن شهاب، عن حمزة، وسالم، اب ني عبد اللو بن ، حد ث نا القعنبي حدفي الشؤم »صلى اهلل عليو وسلم قال: عمر، عن عبد اللو بن عمر، أن رسول اللو

ار، والمرأة، والفرس 14«الدTelah menceritakan kepada kami Al Qa'nabi telah menceritakan kepada

kami Malik dari Ibnu Syihab dari Hamzah dan Salim keduanya adalah

anak Abdullah ibn Umar, dari Abdullah ibn Umar bahwa Rasulullah

sallallâhu'alaihi wasallam bersabda: "Kesialan ada pada rumah, perempuan

dan kuda."

12

Al-Imam al-Hafiz Abi al-Husain Muslim ibn Hajjâj al-Qusyairî al-Naisâbûrî, Sahîh

Muslim, (Beirut: Dâr al-Fikr, 2003), nomor hadis 118, h. 1116. 13

Sahîh Muslim, nomor hadis 119, h. 1116. 14

Abî Dâwud Sulaimân ibn al-Asy‟ats Al-Sijistâni, Sunan Abî Dâwud, (Riyadh: Bait al-

Afkâr al-Dauliyyah, 1994), h. 429.

Page 58: KAJIAN TERHADAP HADIS INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN FÎ AL-FARASI WA AL WA AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39357... · 2018-04-19 · PROGRAM STUDI

42

42

4) Sunan al-Tirmidzî kitab Adab bab ke 57

ث نا سفيان، عن الزىري ، عن سالم، وحمزة، اب ني عبد ث نا ابن أبي عمر، قال: حد حد، في الشؤم في ثلثة اهلل بن عمر عن أبيهما، أن رسول اهلل صلى اللو عليو وسلم قال:

ابة المرأة 15، والمسكن، والدTelah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Umar telah menceritakan

kepada kami Sufyan dari Az Zuhri dari Salim dan Hamzah -dua putra

Abdullah ibn Umar, dari Ayahnya bahwa Rasulullah sallallâhu'alaihi

wasallam bersabda: "kesialan itu ada pada tiga hal, yaitu; perempuan,

tempat tinggal dan binatang tunggangan (kendaraan).”

5) Sunan al-Nasâ’î kitab Khoil bab ke 5

ث نا سفيان، عن أخب رنا ق ت يبة بن سعيد، ومحمد بن منصور واللفظ لو قاال: حد: الشؤم في ثلثة ي ، عن سالم، عن أبيو، عن النبي صلى اهلل عليو وسلم، قال: "الزىر

ار" 16المرأة، والفرس، والد

Telah mengabarkan kepada kami Qutaibah ibn Sa'id dan Muhammad ibn

Manshur dan ini adalah lafadz Muhammad ibn Manshur, berkata; telah

menceritakan kepada kami Sufyan dari Az Zuhri dari Salim dari ayahnya

dari Nabi sallallâhu'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Kesialan ada dalam

tiga hal: perempuan, kuda, dan rumah."

ث نا مالك، والحارث بن ث نا معن، قال: حد أخب رني ىارون بن عبد اللو، قال: حدث نا مالك، عن مسكين، قراءة عليو وأنا أسمع واللفظ لو، عن ابن الق اسم، قال: حد

ابن شهاب، عن حمزة، وسالم، اب ني عبد اللو بن عمر، عن عبد اللو بن عمر، رضي هما: أن رسول اللو صلى اهلل عليو وسلم، قال: ار والمرأة الد الشؤم في»اللو عن

17«والفرس

Telah mengabarkan kepada kami Harun ibn Abdullah berkata; telah

menceritakan kepada kami Ma'n berkata; telah menceritakan kepada kami

Malik dan al Harits ibn Miskin dengan membacakan riwayat dan aku

mendengar, lafazhnya adalah lafazh al-Harits ibn Miskin, dari al-Qasim

berkata; telah menceritakan kepada kami Malik dari Ibnu Syihab dari

Hamzah dan Salim keduanya adalah anak Abdullah ibn Umar, dari

15

Muhammad ibn „Îsâ ibn Saurah al-Tirmidzî, Sunan al-Tirmidzî (Riyadh: Bait al-Afkâr

al-Dauliyyah, 297),h. 452. 16

Sunan al-Tirmidzî, nomor hadis 3568, h. 452. 17

Abu „Abd al-Rahman Ahmad ibn Syu‟aib ibn „Alî al-Khurâsânî, Sunan al-Nasâ‟î

(Beirut: Dâr al-Fikr, 2005), h. 865.

Page 59: KAJIAN TERHADAP HADIS INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN FÎ AL-FARASI WA AL WA AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39357... · 2018-04-19 · PROGRAM STUDI

43

43

Abdullah ibn Umar radiallahu 'anhuma, bahwa Rasulullah sallallâhu'alaihi

wasallam bersabda: "Kesialan ada dalam rumah, perempuan dan kuda."

6) Sunan Ibn Mâjah kitab Nikah bab ke 55

ثني سليمان بن سليم ث نا إسماعيل بن عياش قال: حد ث نا ىشام بن عمار قال: حد حدو مخمر بن معاوية، قال: الكلبي، عن يحيى بن جابر، عن حكيم بن معاوي ة، عن عم

في ال شؤم، وقد يكون اليمن سمعت رسول اللو صلى اهلل عليو وسلم، ي قول: " ار" 18ثلثة: في المرأة، والفرس، والد

Telah menceritakan kepada kami Hisyam bin Ammar berkata, telah

menceritakan kepada kami Isma'il ibn 'Ayyasy berkata, telah menceritakan

kepadaku Sulaiman ibn Sulaim al-Kalbi dari Yahya bin Jabir dari Hakim

ibn Mu'awiyah dari pamannya Mikhmar ibn Mu'awiyah ia berkata, "Aku

mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidak ada

istilah sial, dan terkadang keberkahan itu ada pada tiga hal; isteri, kuda dan

rumah."

ث نا عبد اللو بن ن ث نا عبد السلم بن عاصم قال: حد ث نا مالك بن حد افع، قال: حدأنس، عن أبي حازم، عن سهل بن سعد، أن رسول اللو صلى اهلل عليو وسلم، قال:

19، ي عني الشؤم « ففي الفرس، والمرأة، والمسكن إن كان »

Telah menceritakan kepada kami Abdus Salam ibn Ashim berkata, telah

menceritakan kepada kami Abdullah ibn Nafi' berkata; telah menceritakan

kepada kami Malik ibn Anas dari Abu Hazim dari Sahl ibn Sa'd bahwa

Rasulullah sallallâhu'alaihi wasallam bersabda: "Kalau memang kesialan

itu ada, maka ada pada tiga hal; kuda, isteri dan tempat tinggal".

ث نا بشر بن المفضل عن عبد الرحمن بن إسحق ث نا يحيى بن خلف أبو سلمة حد حدالشؤم في رسول اللو صلى اللو عليو وسلم قال عن الزىري عن سالم عن أبيو أن

ار ثلث 20في الفرس والمرأة والدTelah menceritakan kepada kami Yahya ibn Khalaf Abu Salamah berkata,

telah menceritakan kepada kami Bisyr Ibnul Mufaddal dari 'Abdurrahman

ibn Ishaq dari Az Zuhri dari Salim dari Bapaknya bahwa Rasulullah

sallallâhu'alaihi wasallam bersabda: "Kesialan itu ada pada tiga hal; kuda,

perempuan dan rumah."

18

Al-Hâfiz Abi „Abdillâh Muhammad ibn Yazîd, Sunan Ibnu Mâjah (Riyadh: Bait al-

Afkâr al-Dauliyyah, t.t.), h. 216. 19

Sunan Ibnu Mâjah, nomor hadis 1994, h. 216. 20

Sunan Ibnu Mâjah, nomor hadis 1995, h. 216.

Page 60: KAJIAN TERHADAP HADIS INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN FÎ AL-FARASI WA AL WA AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39357... · 2018-04-19 · PROGRAM STUDI

44

44

7) Muwatha Malik, kitab Istidzan bab ke 22

ثني مالك عن ابن شهاب عن حمزة وسالم اب ني عبد اللو بن عمر عن عبد اللو وحدار والمرأة والفرس الشؤم بن عمر أن رسول اللو صلى اللو عليو وسلم قال 21في الد

Telah menceritakan kepadaku Malik dari Ibnu Syihab dari Hamzah dan

Salim anak Abdullah ibn 'Umar, dari Abdullah ibn Umar bahwa

Rasulullah sallallâhu'alaihi wasallam bersabda: "Kesialan itu terdapat pada

tempat tinggal, perempuan, dan kuda."

8) Musnad Ahmad ibn Hanbal juz 2

ث نا سفيان، عن الزىري ، عن سالم، عن أبيو، أن النبي صلى اهلل عليو وسلم قال: " حدار " قال سفيان إنما نحفظو، عن سالم ي عني الشؤم في ثلث الفرس، والمرأة، والد

22الشؤم Telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Az Zuhri dari Salim dari

Ayahnya, bahwa Nabi sallallâhu'alaihi wasallam bersabda: "Kesialan itu

ada pada tiga hal; Kuda, wanita dan rumah. Sufyan berkata, "Kami

menghafalnya dari Salim yakni kesialan"

ث نا رباح، عن معمر، عن الزىري ، عن حمزة بن عبد اهلل، ث نا إب راىيم بن خالد، حد حدرس، والمرأة، : الف الشؤم في ثلث صلى اهلل عليو وسلم قال: "عن أبيو، أن رسول اهلل

23"والدارTelah menceritakan kepada kami Ibrahim ibn Khalid telah menceritakan

kepada kami Rayah dari al-Zuhri dari Hamzah ibn Abdillah dari Bapaknya

bahwa Rasulullah sallallâhu'alaihi wasallam bersabda: "Kesialan itu ada

pada tiga hal; kuda, perempuan dan rumah."

ث نا شعبة، عن عمر بن محمد بن زيد، أنو سمع أباه، د بن جعفر، حد ث نا محم حد إن يك من الشؤم يحد ث، عن ابن عمر، عن النبي صلى اهلل عليو وسلم أنو قال: "

24في المرأة والفرس والدارشيء حق ف

21

Mâlik ibn Anas ibn Mâlik ibn Amir al-Asbahî al-Madînî, al-Muwatta (Beirut:

Muassasah al-Risâlah, 1412), h. 972. 22

Al-Imâm al-Hâfiz Abî „Abdullah Ahmad ibn Hanbal, Musnad al-Imâm Ahmad ibn

Hanbal (Riyadh: Bait al-Afkâr al-Dauliyah, 1997), h. 378. 23

Ahmad ibn Hanbal, Musnad al-Imâm Ahmad ibn Hanbal h. 399. 24

Ahmad ibn Hanbal, Musnad al- Imâm Ahmad ibn Hanbal, h. 436.

Page 61: KAJIAN TERHADAP HADIS INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN FÎ AL-FARASI WA AL WA AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39357... · 2018-04-19 · PROGRAM STUDI

45

45

Telah menceritakan kepada kami Muhammad ibn Ja'far telah menceritakan

kepada kami Syu'bah dari Umar ibn Muhammad ibn Zaid dia mendengar

bapaknya menceritakan dari Ibnu Umar dari Nabi sallallâhu'alaihi

wasallam bahwasanya beliau bersabda: "Jika kesialan itu ada, maka

terdapat pada wanita, kuda dan rumah."

ث نا إسحاق بن عيسى، أخب رنا مالك، عن الزىري ، عن سالم، وحمزة، اب ني عبد حدار، الشؤم فيقال: قال رسول اهلل صلى اهلل عليو وسلم: "اهلل بن عمر، عن أبيهما الد

25والمرأة، والفرس"Telah menceritakan kepada kami Ishaq ibn Isa telah mengabarkan kepada

kami Malik dari Zuhri dari Salim dan Hamzah, keduanya putera Abdullah

ibn Umar, keduanya mendengar dari bapaknya, dia berkata; Rasulullah

sallallâhu'alaihi wasallam bersabda: "Kesialan itu ada pada rumah, wanita

dan kuda."

ث نا أبو أويس، عن الزىري ، أن ث نا إب راىيم بن أبي العباس، حد سالم بن عبد اهلل، حدث هما أنو سمع رسول اهلل ثاه، عن أبيهما، أنو حد وحمزة بن عبد اهلل بن عمر، حد

ار، والمرأة في الف الشؤم صلى اهلل عليو وسلم ي قول: " 26"رس، والدTelah menceritakan kepada kami Ibrahim ibn Abil Abbas telah

menceritakan kepada kami Abu Uwais dari Zuhri bahwa Salim ibn

Abdillah dan Hamzah ibn Abdillah ibn Umar telah menceritakan

kepadanya dari bapak keduanya, bahwa dia (Abdullah ibn Umar) telah

menceritakan kepada keduanya (yakni Salim dan Hamzah), dia mendengar

Rasulullah sallallâhu'alaihi wasallam bersabda: "Kesialan itu terdapat pada

kuda, tempat tinggal dan wanita."

B. Kritik Sanad

Ada beberapa faktor yang menjadikan penelitian hadis berkedudukan

sangat penting yaitu: Pertama, hadis Nabi Saw sebagai salah satu sumber ajaran

Islam. Kedua, tidak seluruh hadis tertulis pada zaman Nabi Saw. Ketiga, telah

timbul berbagai pemalsuan hadis. Keempat, proses penghimpunan hadis yang

memakan waktu lama. Kelima, jumlah kitab hadis yang banyak dengan metode

penyusunan yang berbeda-beda. Keenam, telah terjadi periwayatan hadis secara

25

Ahmad ibn Hanbal, Musnad al- Imâm Ahmad ibn Hanbal, h. 467. 26

Ahmad ibn Hanbal, Musnad al- Imâm Ahmad ibn Hanbal, h. 473.

Page 62: KAJIAN TERHADAP HADIS INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN FÎ AL-FARASI WA AL WA AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39357... · 2018-04-19 · PROGRAM STUDI

46

46

makna.27

Oleh karena itu, sebelum lebih jauh melangkah pada pemaknaan hadis

dengan metode ma‟anil hadis, diperlukan penelitian tingkat kesahihan sanad

hadis, karena hadis yang akan diteliti minimal harus berstatus hasan.28

Melihat data-data di atas, hadis yang penulis teliti memiliki banyak sanad.

Di dalam kutub al-tis’ah hadis tentang kesialan terdapat 48 buah kecuali al-

Darimi. Akan tetapi, yang penulis cantumkan hanya 24 buah yang setema dengan

hadis tersebut dan sesuai dengan kitab takhrij hadis yaitu mu’jam mufahras.

Namun penulis menelaah kualitas sanad dan maknanya hanya dari hadis al-

Bukhârî saja, yaitu hadis tentang kesialan yang terdapat pada kitab Jihad pada bab

Mâyudzkaru Min Syu’mi al-Farasi, kitab Nikah bab Mâyuttaqâ Min Syu’mi al-

Mar’ati dan kitab Tiyarah.

Imam al-Bukhârî mencantumkan hadis tentang kesialan ada pada tiga hal:

kuda, perempuan dan rumah dengan diulang sebanyak enam kali, dengan bab

yang berbeda, lafaz yang berbeda serta dengan jalur sanad yang berbeda. Sanad

pertama, Bukhari menerimanya dari Abu al-Yaman dari Syu'aib dari al-Zuhrî dari

Salim ibn 'Abdullah dari Abdullah ibn 'Umar radiallahu „dari Rasulullah sallallâhu

„alaihi wasallam.

Sanad kedua, al-Bukhârî menerima dari 'Abdullah ibn Maslamah dari

Malik dari Abu Hazim ibn Dinar dari Sahal ibn Sa'ad al-Sa'idi radiallâhu 'anhu

dari Rasulullah sallallâhu „alaihi wasallam.

Sanad ketiga al-Bukhârî menerima hadis dari Isma'il dari Malik dari Ibn

Syihab dari Hamzah dan Salim dari „Abdullah ibn Umar radiallâhu 'anhuma, dari

Rasulullah sallallâhu'alaihi wasallam.

27

M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), h. 7. 28

M. Syuhudi Ismail, Hadis Nabi yang Tekstual dan Kontekstual Telaah Ma’anil Hadis

Tentang Ajaran Islam yang Universal, Temporal dan Lokal (Jakarta: Bulan Bintang, 2009), h. 89.

Page 63: KAJIAN TERHADAP HADIS INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN FÎ AL-FARASI WA AL WA AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39357... · 2018-04-19 · PROGRAM STUDI

47

47

Sanad ke empat Bukhâri meriwayatkan hadis dari Muhammad ibn Minhal

dari Yazid ibn Zurai' dari „Umar ibn Muhammad al-„Asyqalâni dari bapaknya

(Muhammad ibn Zaid) dari Ibnu Umar dari Rasulullah sallallâhu'alaihi wasallam.

Sanad kelima al-Bukhârî menerima dari „Abudllah ibn Yusuf dari Malik

dari Abu Hazim dari Sahl ibn Sa'd dari Rasulullah sallallâhu 'alaihi wasallam.

Sanad ke enam al-Bukhârî menerima hadis dari „Abdullah ibn Muhammad

dari „Utsman ibn „Umar dari Yunus dari al-Zuhri dari Salim dari Ibnu „Umar

radiallâhu 'anhuma dari Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam.

Dengan demikian, semua hadis diatas bersandar kepada Nabi Saw artinya

semua berkategori marfu’ dan merupakan hadis ahad29

. Ditinjau dari jumlah

perawi yang meriwayatkan hadis tersebut, terdapat dua sahabat yaitu Ibn „Umar

dan Sahal. Sedangkan dari kalangan tabi’ tabi’in diriwayatkan oleh dua perawi,

maka hadis ini tergolong ‘aziz.30

Keadaan perawi dalam jalur sanad hadis yang penulis teliti tersebut

semuanya tsiqah dan dapat dijadikan hujjah. Sanad pada hadis ini bersambung

dari awal sampai akhir, sighat tahammul wa al-ada’ yang digunakan adalah

/ حدثنا/حدثني /اخبرنيأخبرنا bahkan banyak juga yang menggunakan عن yang telah

disepakati oleh para ulama bahwa sanadnya bersambung dan menduduki

peringkat yang tinggi dalam lafal penerimaan hadis. Maka penulis menyimpulkan

sanad hadis pertama hingga ke enam dari al-Bukhârî bersambung dan memenuhi

kriteria hadis sahîh secara sanad.

C. Metodologi Ma’âni al-Hadîs

29

Hadis yang tidak terkumpul syarat-syarat hadis mutawatir. 30

Hadis yang perawinya berjumlah tidak kurang dari dua orang di seluruh tingkatan

(tabaqat) sanadnya.

Page 64: KAJIAN TERHADAP HADIS INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN FÎ AL-FARASI WA AL WA AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39357... · 2018-04-19 · PROGRAM STUDI

48

48

Setelah mengetahui sanad dan redaksi matan hadis-hadis tentang kesialan

ada pada tiga hal maka langkah selanjutnya adalah memaparkan dan menjelaskan

pemaknaan hadis secara tepat, proporsional dan komprehensif. Pemahaman

makna suatu hadis tidak dapat dipisahkan dari penelitian tentang kajian matan,

yaitu dengan melakukan analisis terhadap matan dengan beberapa pendekatan

agar pemahaman terhadap hadis tersebut tidak menyalahi arah dan tujuannya.

Pendekatan yang dimaksud adalah suatu acuan yang dapat dijadikan

pegangan untuk melihat, meneliti dan menangkap sesuatu yang berkaitan dengan

hadis, salah satu contohnya adalah melalui pendekatan linguistik. Pendekatan

linguistik ini dilakukan dengan cara melihat bentuk-bentuk kebahasaan yang

terdapat dalam matan hadis, selain itu juga bisa melalui pendekatan historis.31

1. Analisi Matan

Sebuah hadis tidak terlepas dari sanad maupun matan, banyak matan hadis

yang semakna dengan sanad yang sama-sam sahihnya tersusun dengan lafal yang

berbeda. Salah satu sebab terjadinya perbedaan lafal pada matan hadis yang

semakna adalah karena telah terjadi periwayatan secara makna (al-riwayah bi al-

makna).

Adanya periwayatan secara makna telah menyebabkan penelitian matan

dengan pendekatan semantik tidak mudah dilakukan. Kesulitan itu terjadi karena

matan hadis yang sampai ke tangan mukharrij-nya masing-masing terlebih dahulu

beredar pada sejumlah periwayat yang berbeda generasi dan tidak jarang terjadi

juga berbeda latar belakang budaya dan kecerdasan mereka.32

31

Hasan Asy‟ari Ulamai, Melacak Hadis Nabi Saw Cara Cepat Mencari Hadis Dari

Manual Hingga Digital (Semarang: RaSAIL, 2006), h. 73. 32

M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi (Jakarta: Bulan Bintang, 2007),

h. 25.

Page 65: KAJIAN TERHADAP HADIS INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN FÎ AL-FARASI WA AL WA AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39357... · 2018-04-19 · PROGRAM STUDI

49

49

Perbedaan generasi dan budaya dapat menyebabkan timbulnya perbedaan

penggunaan dan pemahaman suatu kata atau istilah. Sedangkan kecerdasan dapat

menyebabkan pemahaman terhadap matan hadis yang meriwayatkan berbeda.

Selanjutnya dalam menganalisis matan hadis-hadis tentang innamâ al-

syu’mu fî tsalatsatin: fî al-faras, al-mar’ah wa al-dâr penulis melakukan dengan

beberapa kajian, yakni kajian bahasa (linguistik), tematik komprehensif, dan

konfirmasi makna yang didapatkan dari petunjuk-petunjuk al-Qur‟an.

1) Kajian Linguistik

Jika dilihat hadis tentang kesialan ada pada tiga hal disebutkan di atas

terdapat redaksi yang berbeda-beda, akan tetapi memiliki substansi yang sama.

Oleh karena itu, dibutuhkan pendekatan bahasa dalam usaha memahami dan

mengetahui perbedaan-perbedaan lafal yang terdapat dalam hadis-hadis tentang

kesialan tersebut.

Dalam memaparkan hadis-hadis tentang kesialan ada pada tiga hal dengan

kata kunci al-syu’mu, al-Bukhârî mengeluarkan 6 buah hadis. Redaksi hadis-hadis

tersebut berbeda-beda. Term yang digunakan dalam hadis-hadis tersebut

menggunakan kata innama, inkâna, inyakun dan lâ ‘adwa walâ tiyarah.

Dalam sebagian riwayat terdapat redaksi hadis yang menggunakan kata

innama yang berindikasi pada penetapan atau kepastian, maka hal ini merupakan

sebuah bentuk ringkasan dan perubahan dari sebagian riwayat.33

Adapun redaksi yang menggunakan kata inyaku dan inkana sama-sama

masing memiliki arti “jikalau terjadi kepada sesuatu” yang berarti sebuah

pengandaian yang belum tentu akan terjadi, dalam hadis ini kata tersebut

33

„Abdullâh bin „Umar al-Dumaiji, Rahasia Tawakkal dan Sebab Akibat (Jakarta:

Pustaka Azzam, 2000), h. 206.

Page 66: KAJIAN TERHADAP HADIS INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN FÎ AL-FARASI WA AL WA AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39357... · 2018-04-19 · PROGRAM STUDI

50

50

berindikasi tidak adanya penetapan dan kepastian dalam kesialan yang terdapat

pada tiga hal.34

Selain menggunakan redaksi innama, inkana dan inyaku hadis yang

diriwayatkan oleh al-Bukhârî dan mukharrij lainnya juga memakai redaksi la

‘adwa (tidak ada penyakit) keyakinan bahwa penyakit itu menular dengan

sendirinya tanpa kekuasaan Allah. Walâ tiyarah (dan tidak pula tiyarah) yaitu

sikap pesimis yang menghalangi seseorang untuk melakukan suatu perbuatan.35

Sikap Ibnu „Umar mengumpulkan antara kedua hadis فيثالث ؤم العدوىوالطيرة،والشmenunjukkan bahwa dia menguatkan salah satu kemungkinan daripada makna

syu’mu (kesialan).36

Hadis ini menggunakan kalimat jazm (statemen pasti), dan

kalimat syarath (kalimat yang mengandung syarat).37

Maksudnya ialah bahwa

tidak ada penyakit dan tidak ada sikap pesimis yang terjadi kepada seseorang,

kemungkinan jika terjadi kesialan itu kepada tiga hal: hewan, perempuan dan

tempat tinggal.

Imam Nawawi di dalam kitabnya Sahih Muslim bi Syarh al-Nawawi

memaknai lafazh ؤم sebagai ketidaksesuaian dengan apa yang (kesialan) الش

diinginkan seseorang.”38

Dalam kitab Tuhfatul Ahwadzi bahwa ؤم bermakna الش

did al-Yumni yakni antonim dari keberuntungan (al-Yumni) lawannya

keberuntungan adalah kesialan. Tidak berbeda jauh dengan yang dikatakan Imam

al-Nawawi yang dimaksud kesialan disini adalah ketidaksesuaian atau

34

Ibnu Hajar al-„Asqalāni, Fath al-Bâri bi Syarh Sahîh al-Bukhâri (Jakarta: Pustaka

Azzam, 2008), jilid. 16, h. 182. 35

Ibn Hajar al-Asqalani, Fath al-Bâri bi Syarh Sahîh al-Bukhâri, jilid. 16, h. 181. 36

Ibn Hajar al-Asqalani, Fath al-Bâri bi Syarh Sahîh al-Bukhâri, jilid. 28, h. 450. 37

Ibn Qayyim al-Jauziyyah, Kesesatan Ramalan Bintang (Jakarta: Akbar Media Eka

Sarana, 2004), h. 185. 38

Imam al-Nawawi, Syarah Sahîh Muslim. Penerjemah Fathoni Muhammad, dkk.

(Jakarta: Darus Sunnah Press, 2014), h. 543.

Page 67: KAJIAN TERHADAP HADIS INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN FÎ AL-FARASI WA AL WA AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39357... · 2018-04-19 · PROGRAM STUDI

51

51

ketidakcocokkan.39

Dalam kamus al-Jam’u al-Wasit ؤم الشر memiliki pengertian الش

yaitu kejelekan atau kerusakan. Jama‟ nya adalah syurûrun, dikatakan laki-laki itu

jelek, artinya yang mempunyai kejelekan jama‟nya asyrârun atau syirârun,

dikatakan itu adalah kejelekan seorang manusia, yakni kejelekan mereka semua.40

adalah seekor kuda baik yang berjenis kelamin laki-laki ataupun الفرس

perempuan, pada hal demikian ada kesamaan. Dipukul keduanya bergegas atau

menuju kepada tujuan, maka keduanya mempunyai kesamaan.41

Selain

menggunakan kata kuda, di dalam hadis juga ada yang menggunakan kata الدابت

artinya adalah setiap sesuatu yang melata di muka bumi, dan sungguh berlaku

atau berguna untuk ditunggangi dari jenis hewan, baik yang berjenis kelamin laki-

laki ataupun perempuan.42

Dengan demikian, baik al-Faras maupun al-Dâr

memiliki pengertian yang sama yaitu hewan yang dapat ditunggangi untuk suatu

keperluan. Seperti kuda, keledai, unta dan lainnya.

al-Mar’ah )المرأة( atau imra’ah امرأة berasal dari kata mara’a (مرا) yang

berarti baik dan bermanfaat.43

al-Mar’ah sebagai bentuk muannats dari kata al-

mar’u yang mempunyai arti kedewasaan dan kematangan. Dari akar kata mara’ah

ini juga menjadi al-mar’u yang bermakna seseorang (laki-laki). Sehingga kata al-

mar’ah sebagai bentuk mu’annats dari al-mar’u berarti perempuan. Kata al-

mar’ah yang berarti perempuan sehingga tidak masuk di dalamnya anak

perempuan sebab yang dimaksudkan adalah perempuan dewasa. Sementara dalam

39

Abu al-„Ula Muhammad Abd al-Rahmân ibn „Abd al-Rahîm, Tuhfatul Ahwadzi Syarh

Jâmi’ al-Tirmidzi (Riyadh: Bait al-Afkâr al-Dauliyyah, t.t.), h. 2114. 40

Syauqi Dhaif, al-Mu’jam al-Wasît (Mesir: Maktabah al-Syurûq al-Dauliyyah, 2004),

cetakan ke-4, h. 508. 41

Syauqi Dhaif, al-Mu’jam al-Wasît, h. 711. 42

Syauqi Dhaif, al-Mu’jam al-Wasît , h. 298. 43

Ahmad Warson Munawwir, al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya: Pustaka

Progressif, 1997), h. 1417.

Page 68: KAJIAN TERHADAP HADIS INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN FÎ AL-FARASI WA AL WA AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39357... · 2018-04-19 · PROGRAM STUDI

52

52

bahasa Arab untuk anak perempuan itu adalah al-bint.44

Dari pengertian yang

telah dipaparkan di atas dapat dipahami bahwa hadis ini menggunakan lafadz al-

mar’ah yang memiliki arti perempuan dewasa yang sudah menikah (istri).

Kemudian kata المسكن memiliki arti rumah, tempat tinggal. Jama‟nya

adalah مساكن.45

Jadi مسكن atau مسكن itu jama‟ masakin artinya adalah isim makan,

seperti rumah, tempat tinggal, atau tempat untuk mendirikan sebuah bangunan.

Tempat untuk bersantai atau tidak untuk berburu-buru.46

Selain menggunakan

kata maskan di dalam hadis tersebut menggunakan kata al-Dâr yaitu sebuah

tempat yang berbentuk bangunan dan halaman atau tempat tinggal.47

Dengan demikian pengertian al-Maskan atau al-Dâr di dalam hadis

merupakan suatu tempat tinggal yang berbentuk bangunan. Contohnya seperti

rumah, negara atau lainnya.

Telah berkata Imam Sanadi di dalam kitab Sunan al-Nasa’i terkait hadis

ثالثت في ؤم yang dimaksud kesialan disini adalah diperbolehkan, apabila الش

seseorang tersebut meyakini di dalam hatinya bahwa kesialan ada pada tiga

perkara tersebut, dan seseorang tersebut mengetahui inti dari kesialan itu. Beliau

berpendapat bahwa para ulama sepakat terhadap keyakinan yang memberikan

dampak kesialan seperti tatayyur datangnya bukan dari Allah, itu merupakan

kerusakan. Allah lah yang mengatur sebab-sebab atau dampak yang terjadi.48

44

Fatira Wahidah, “al-Mar’ah dalam Hadis Nabi SAW” (Sekolah Tinggi Agama Islam

Negeri Sultan Qaimuddin Kendari), h. 54. 45

Achmad Warson Munawwir dan Muhammad Fairuz, al-Munawwir Kamus Indonesia-

Arab (Surabaya: Pustaka Progressif, 2007), h. 646. 46

Aplikasi al-Ma‟ânî „Arabî „Arabî 47

Syauqi Dhaif, al-Mu’jam al-Wasît (Mesir: Maktabah al-Syurûq al-Dauliyyah, 2004),

cetakan ke-4, h. 333-334. 48

Sunan al-Nasâ’î bi Syarh al-Hâfidz Jalâluddin al-Suyûti (Beirut: Dâr al-Fikr, t.t.), jilid

3, h. 221.

Page 69: KAJIAN TERHADAP HADIS INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN FÎ AL-FARASI WA AL WA AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39357... · 2018-04-19 · PROGRAM STUDI

53

53

Kemudian makna ثالثت .maksudnya ada pada tiga perkara ,(pada tiga) في

Ibnu al-„Arabi berkata sebagaimana yang terdapat di dalam kitab Fath al-Bâri,

pembatasan disini dinisbatkan kepada kebiasaan bukan kepada fitrah atau naluri.49

Imam Tirmidzi berkata في ؤم الش ثالثت إنما memiliki makna sesungguhnya

kesialan terhadap tempat atau rumah karena sempitnya dan buruknya tetangga.

Sialnya perempuan karena tidak dapat melahirkan, dan sialnya kuda tidak dapat

digunakan berperang.50

Al-Khattabi dan ulama lainnya berkata, “Maknanya adalah pengecualian

dari merasa sial terhadap sesuatu. Jadi, merasa sial terhadap sesuatu adalah

perkara yang dilarang, kecuali jika seseorang memiliki rumah yang dia tidak suka

menetap di sana, atau seorang perempuan yang dia tidak suka bersama dengannya,

atau seekor kuda yang tidak disukainya. Maka hendaknya orang tersebut

meninggalkan itu semua dengan cara menjualnya dan yang sejenisnya, atau

menceraikan perempuan itu.51

Ibnu Qayyim berkata di dalam kitab Fathul Majid bahwa “Pemberitahuan

Nabi Saw tentang kesialan terdapat pada tiga perkara ini bukan penetapan

(pembolehan) ramalan tentang sesuatu yang buruk (tatayyur) yang dinafikan

Allah swt, akan tetapi maksudnya adalah bahwa bisa jadi Allah menciptakan

darinya beberapa hal yang membawa berkah, di mana orang yang mendekatinya

tidak akan terkena kesialan atau keburukan.52

49

Ibn Hajar al-„Asqalâni, Fath al-Bâri bi Syarh Sahîh al-Bukhâri, jilid. 16, h. 181. 50

Abi al-Tayyib Muhammad Syamsul Haq, ‘Aunul Ma’bud Syarh Sunan Abî Daud

(Beirut: Dâr al-Fikr, t.t.), jilid. 10, h. 1675. 51

Imam al-Nawawi, Syarah Sahîh Muslim (Jakarta: Darus Sunnah Press, 2014), h. 543. 52

Syaikh Abdurrahman ibn Hasan Alu al-Syaikh, Fathul Majid Syarh Kitab al-Tandib.

Penerjemah Izzudin Karimi, dkk. (Jakarta: Darul Haq, 2015), h. 733.

Page 70: KAJIAN TERHADAP HADIS INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN FÎ AL-FARASI WA AL WA AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39357... · 2018-04-19 · PROGRAM STUDI

54

54

Dari pemaparan di atas dapat dipahami bahwa maksud hadis tersebut

adalah kemungkinan jika terjadinya kesialan, itu ada pada tiga hal: hewan

tunggangan, perempuan (isteri) dan tempat tinggal. Adanya syarat tersebut, tidak

serta merta membenarkan atau memastikan kesialan pada ketiga hal tersebut.

Karena tidak ada yang mustahil jika keberadaannya saling berkaitan sekalipun

hal-hal itu berlawanan.

2) Kajian Tematik Komprehensif

Untuk dapat memahami al-sunnah termasuk hadis Nabi Saw, tentang

syu’mu secara tepat, diperlukan kajian tematik-komprehensif, yakni menghimpun

semua hadis sahîh dan atau minimal hasan yang berkaitan dengan tema tersebut.

Selanjutnya mengembalikan kandungannya yang mutasyabih kepada yang

muhkam, mengaitkan yang mutlaq dengan yang muqayyad dan menafsirkan yang

‘amm dengan yang khas.53

Metode ini dianggap cukup urgen, sebab teks-teks hadis tidak bisa

dipahami sebagai teks yang berdiri sendiri, melainkan sebagai satu kesatuan yang

integral, sehingga dalam penafsiran suatu hadis kita harus mempertimbangkan

hadis-hadis lain yang memiliki tema yang relevan agar makna yang dihasilkan

lebih komprehensif.54

Diantara hadis yang memiliki tema yang berkaitan dengan hadis tersebut

adalah:

53

Yusuf Qardhawi, Bagaimana Memahami Hadis Nabi. Penerjemah Muhammad al-

Baqir, (Bandung: Karisma, 1993), 106. 54

Musahadi HAM, Evolusi Konsep Sunnah: Impilkasi Pada Perkembangan Hukum Islam

(Semarang: Aneka Ilmu, 2000), h. 153.

Page 71: KAJIAN TERHADAP HADIS INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN FÎ AL-FARASI WA AL WA AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39357... · 2018-04-19 · PROGRAM STUDI

55

55

ث نا عمر بن محمد العسقلني، عن ث نا يزيد بن زريع، حد هال، حد ث نا محمد بن من حدذكروا الشؤم عند النبي صلى اهلل عليو وسلم، ف قال النبي أبيو، عن ابن عمر، قال:

ار، والمرأة، والفرس إن كان الشؤم »صلى اهلل عليو وسلم: «في شيء ففي الدTelah menceritakan kepada kami Muhammad ibn Minhal Telah

menceritakan kepada kami Yazid ibn Zurai' Telah menceritakan kepada

kami Umar ibn Muhammad Al Asyqalani dari bapaknya dari Ibnu Umar ia

berkata; Mereka membicarakan kesialan di sisi Nabi sallallâhu'alaihi

wasallam, maka Nabi sallallâhu'alaihi wasallam pun bersabda: "Sekiranya

kesialan itu ada pada sesuatu, maka terdapat pada rumah, perempuan dan

kuda."55

ث نا يحيى بن يحيى، ث نا مالك بن أنس، وحد ث نا عبد اهلل بن مسلمة بن ق عنب، حد وحدعن ابن شهاب، عن حمزة، وسالم، اب ني عبد اهلل بن عمر، قال: ق رأت على مالك،

، الشؤم في الدار »عن عبد اهلل بن عمر، أن رسول اهلل صلى اهلل عليو وسلم قال: «والمرأة، والفرس

Dan telah menceritakan kepada kami 'Abdullah ibn Maslamah ibn Qa'nab;

Telah menceritakan kepada kami Malik ibn Anas; Demikian juga

diriwayatkan dari jalur lainnya, Dan telah menceritakan kepada kami

Yahya ibn Yahya dia berkata; Aku membaca atas Malik dari Ibnu Syihab

dari Hamzah dan Salim Ibnu 'Abdullah ibn 'Umar dari 'Abdullah ibn 'Umar

bahwa Rasulullah sallallâhu'alaihi wasallam bersabda: Terkadang kesialan

itu terdapat pada tiga perkara: "Di dalam rumah, dalam diri perempuan,

dan pada kuda."56

ث نا أبو أويس، عن الزىري ، أن سالم بن عبد اهلل ث نا إب راىيم بن أبي العباس، حد ، حدث هما أنو سمع رسول اهلل ثاه، عن أبيهما، أنو حد وحمزة بن عبد اهلل بن عمر، حد

ار، والمرأة " الشؤم اهلل عليو وسلم ي قول: " صلى 57في الفرس، والدTelah menceritakan kepada kami Ibrahim ibn Abil Abbas telah

menceritakan kepada kami Abu Uwais dari Zuhri bahwa Salim ibn

Abdillah dan Hamzah ibn Abdillah ibn Umar telah menceritakan

kepadanya dari bapak keduanya, bahwa dia (Abdullah ibn Umar) telah

menceritakan kepada keduanya (yakni Salim dan Hamzah), dia mendengar

55

Muhammad ibn Ismâ‟îl Abu „Abdillâh al-Bukhâri al-Ja‟fi, Sahîh Bukhâri (Beirut: Dār

al-Fikr, t.t.), h. 1309. 56

Al-Imam al-Hafiz Abi al-Husain Muslim ibn Hajjâj al-Qusyairî al-Naisâbûrî, Sahîh

Muslim, (Beirut: Dâr al-Fikr, 2003), h. 1115. 57

Al-Imâm al-Hâfiz Abî „Abdullah Ahmad ibn Hanbal, Musnad al-Imâm Ahmad ibn

Hanbal (Riyadh: Bait al-Afkâr al-Dauliyah, 1997), h. 473.

Page 72: KAJIAN TERHADAP HADIS INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN FÎ AL-FARASI WA AL WA AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39357... · 2018-04-19 · PROGRAM STUDI

56

56

Rasulullah sallallâhu'alaihi wasallam bersabda: "Kesialan itu terdapat pada

kuda, tempat tinggal dan wanita."

ثني سليمان بن سليم الكلبي عن ث نا إسمعيل بن عياش حد ث نا ىشام بن عمار حد حدو مخمر بن معاوية قال سمعت رسول يحيى بن جابر عن حكيم بن معاوية عن عم

لى اللو عليو وسلم ي قول ال شؤم وقد يكون اليمن في ثلثة في المرأة والفرس اللو ص والدار

Telah menceritakan kepada kami Hisyam bin Ammar berkata, telah

menceritakan kepada kami Isma'il bin 'Ayyasy berkata, telah menceritakan

kepadaku Sulaiman bin Sulaim Al Kalbi dari Yahya bin Jabir dari Hakim

bin Mu'awiyah dari pamannya Mikhmar bin Mu'awiyah ia berkata, "Aku

mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidak ada

istilah sial, dan terkadang keberkahan itu ada pada tiga hal; isteri, kuda dan

rumah."58

Dari masing-masing hadis tersebut mempunyai maksud bahwa ketiga hal

yang disebutkan tidak hanya mempunyai pembahasan semata-mata menyatakan

adanya kesialan saja. Akan tetapi dalam hadis yang lain memuat adanya bahwa

ketiga hal tersebut dapat membawa keberuntungan atau keberkahan.

3) Kajian Konfirmatif

Salah satu metode pemahaman hadis yang ditawarkan pada ulama ahli

hadis adalah metode konfirmatif, yaitu memahami hadis atau al-sunnah dalam

kerangka bimbingan dan petunjuk al-Qur‟an. Metode ini cukup dianggapai

prinsipil dengan asumsi bahwa al-Qur‟an sebagai sumber pokok ajaran Islam, dan

karenanya petunjuk dan ajarannya tidak boleh bertentangan dengan al-Qur‟an

yang berisi keterangan-keterangan yang jelas dan pasti, bahkan senantiasa

menjadi penguat dan penjelas al-Qur‟an. Disamping itu agara diperoleh

58

Al-Hâfiz Abi „Abdillâh Muhammad ibn Yazîd, Sunan Ibnu Mâjah (Riyadh: Bait al-

Afkâr al-Dauliyyah, t.t.), h. 216.

Page 73: KAJIAN TERHADAP HADIS INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN FÎ AL-FARASI WA AL WA AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39357... · 2018-04-19 · PROGRAM STUDI

57

57

pemahaman yang tepat jauh dari pemalsuan, penyimpangan dan penafsiran yang

deduktif.59

Menurut penulis, hadis tentang kesialan yang memiliki pengertian bahwa

terdapat kesialan pada tiga hal: hewan, perempuan (isteri) dan tempat tinggal ini

kontradiksi dengan kandungan ayat 22 dari surah al-Hadîd yang menyatakan

bahwa tidak ada suatu bencanapun yang menimpa seseorang di muka bumi

melainkan sudah ditetapkan oleh Allah dalam lauhul mahfudz. Allah Swt

berfirman:

“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada

dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh)

sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah

mudah bagi Allah.” (QS. Al-Hadîd/57: 22)

“Kemudian apabila datang kepada mereka kemakmuran, mereka berkata:

"Itu adalah karena (usaha) kami". dan jika mereka ditimpa kesusahan,

mereka lemparkan sebab kesialan itu kepada Musa dan orang-orang yang

besertanya. ketahuilah, Sesungguhnya kesialan mereka itu adalah

ketetapan dari Allah, akan tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.”

(QS. Al-A‟raf/7: 131)

59

Yusuf Qardhawi, Bagaimana Memahami Hadis Nabi. Penerjemah Muhammad al-

Baqir, (Bandung: Karisma, 1993), h. 92.

Page 74: KAJIAN TERHADAP HADIS INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN FÎ AL-FARASI WA AL WA AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39357... · 2018-04-19 · PROGRAM STUDI

58

58

Mereka menjawab: "Sesungguhnya Kami bernasib malang karena kamu,

Sesungguhnya jika kamu tidak berhenti (menyeru kami), niscaya Kami

akan merajam kamu dan kamu pasti akan mendapat siksa yang pedih dari

kami. Utusan-utusan itu berkata: "Kemalangan kamu adalah karena kamu

sendiri. Apakah jika kamu diberi peringatan (kamu bernasib malang)?

sebenarnya kamu adalah kaum yang melampui batas". (QS. Yâsîn/36: 22)

Ke tiga ayat ini menjelaskan sekaligus menegaskan bahwa kesialan atau

kejadian apapun yang menimpa mereka adalah takdir dan ketetapan dari Allah,

maksudnya adalah segala kebaikan dan segala keburukan yang telah ditetapkan

kepada mereka berasal dari sisi Allah Swt.60

Begitu juga dengan kesialan pada

tiga hal yang disebutkan dalam hadis tidaklah mutlak dapat mendatangkan

kesialan atau musibah. Bahwa suatu kesialan atau musibah adalah suatu peristiwa

yang telah ditetapkan oleh Allah Swt dan bukan karena disebabkan oleh orang

lain yang membawa kesialan.

2. Analisis Historis

Setelah memahami hadis tentang kesialan melalui tinjauan matan dari

sudut kebahasaan, maka selanjutnya dilakukan pemahaman hadis melalui

pendekatan historis. Pendekatan historis adalah pendekatan dalam memahami

hadis dengan cara mempertimbangkan kondisi historis-empiris pada saat hadis itu

60

Syaikh Imam al-Qurtubi, Tafsir al-Qurtubi. Penerjemah Sudi Rosadi, dkk. (Jakarta:

Pustaka Azzam, 2008), Jilid. 7, h. 647.

Page 75: KAJIAN TERHADAP HADIS INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN FÎ AL-FARASI WA AL WA AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39357... · 2018-04-19 · PROGRAM STUDI

59

59

disampaikan Nabi Saw.61

Analisis historis sangat penting mengingat apa yang kita

sebut sebagai teks keagamaan, termasuk koleksi hadis adalah bagian dari realitas

tradisi keislaman yang dibangun oleh Nabi Muhammad Saw, dan para sahabatnya

dalam lingkup situasi sosialnya. Bila kita memahami hadis hanya secara tekstual

yang dipisahkan dari asumsi-asumsi sosialnya, maka sangat mungkin akan terjadi

distorsi informasi atau bahkan salah faham.62

Dalam sahih al-Bukhârî yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar disebutkan,

bahwa para sahabat menyebut-nyebut soal kemalangan di depan Nabi Saw. Maka

beliau menjelaskan: “Jika kemalangan itu menimpa sesuatu, maka ia terdapat pada

tiga hal, yaitu: kuda, isteri dan rumah”. Kesialan disini artinya sebagai lawan dari

nasib baik. Kuda yang sulit dikendalikan ketika ia berlari kencang sehingga tidak

dapat dimanfaatkan, bila ditambatkan semata-mata untuk kebanggan dan

kesombongan. Isteri (perempuan) yang tidak dapat melahirkan (mandul), panjang

lidah (suka ngomel), dan memiliki akhlak yang buruk. Rumah yang sempit, atau

bertetangga dengan orang-orang yang suka berbuat kejahatan dan mendurhakakan

Allah.63

Menurut Ibnu Qutaibah latarbelakang hadis ini adalah orang-orang Arab

jahiliyah selalu melakukan tatayyur, kemudian Nabi Saw melarang mereka, akan

tetapi orang-orang Arab jahiliyah tidak sepenuhnya mentaati larangan Nabi,

sehingga tersisa tiga hal yang disebutkan dalam hadis.64

61

Said Agil Husin Munawwar, Asbabul Wurud: Studi Kritis Hadis Pendekatan Sosio-

Historis-Kontekstual (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), h. 26. 62

Komaruddin Hidayat, Memahami Bahasa Agama; Sebuah Kajian Hermeneutik

(Jakarta: Paramadina, 1996), h. 23. 63

Ibnu Hamzah al-Husaini al-Hanafi al-Damsyiqi, Asbabul Wurud II: Latar Belakang

Historis Timbulnya Hadis-Hadis Rasul (Jakarta: Kalam Mulia, 2004), h. 104. 64

Ibnu Hajar al-„Asqalâni, Fath al-Bâri (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), jilid 16, h. 182.

Page 76: KAJIAN TERHADAP HADIS INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN FÎ AL-FARASI WA AL WA AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39357... · 2018-04-19 · PROGRAM STUDI

60

60

Keadaan orang-orang Arab jahiliyah sebelum datangnya Nabi Saw tidak

lagi mampu mewujudkan sikap tauhid yang telah diserukan Nabi Saw

sebelumnya. Budaya syirik telah mengakar dalam segala aspek kehidupan

mereka. Meskipun maju dalam bidang sastra dan perdagangan, mereka amat

merosot dalam bidang akidah. Budaya syirik begitu subur pada waktu itu, mereka

begitu percaya pada ramalan-ramalan, percaya bahwa sesuatu bisa mendatangkan

kesialan atau keberuntungan serta masih banyak tradisi dan kebiasaan syirik

lainnya.

Imam al-Qurṭubi berpendapat seperti yang dikutip oleh Ibnu Hajar al-

„Asqallânî dalam kitabnya Fath al-Bâri, hal ini tidak boleh dipahami sebagaimana

keyakinan orang-orang Arab jahiliyah bahwa yang demikian itu dapat

mendatangkan mudarat dan manfaat dengan sendirinya, karena pemahaman

seperti ini tidak benar. Namun yang dimaksud adalah ketiga hal tersebut

merupakan hal yang paling banyak dijadikan manusia untuk melakukan

tatayyur.65

Secara historis dapat diketahui bahwa Nabi Saw dalam menyampaikan

hadis ini karena merespon orang-orang Arab jahiliyah yang menyangka adanya

penyebab kesialan yang terdapat pada diri seseorang atau ada kesialan karena

mendengar atau melihat sesuatu. Begitu kuat kepercayaan terhadap tatatyyur yang

mereka yakini sehingga dapat mengurungkan niat mereka untuk melakukan

aktifitas, sampai-sampai mereka tidak menghiraukan atau tidak menggubris

larangan Nabi Saw untuk tidak mempercayai hal yang tidak rasional dan tidak

pula dibenarkan Islam.

65

Ibnu Hajar al-„Asqalâni, Fath al-Bâri (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), jilid 16, h. 182.

Page 77: KAJIAN TERHADAP HADIS INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN FÎ AL-FARASI WA AL WA AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39357... · 2018-04-19 · PROGRAM STUDI

61

61

Jika melihat dari sosial kultural masyarakat Arab jahiliyah pada waktu itu.

Budaya syirik dan kepercayaan kepada ramalan-ramalan yang begitu kuat

mengakar, kemerosotan moral dan akidah yang begitu merajalela, kemelaratan

yang menjepit watak keras masyarakat sangat sulit memasukkan kesadaran Islami

dan merubah pola pikir serta menghapus kepercayaan mereka secara spontan.66

Untuk menurunkan tensi kepercayaan mereka terhadap tatayyur, Nabi Saw

tidak serta merta menghapus kepercayaan mereka sekaligus, namun juga tidak

membiarkan kepercayaan tersebut terus melekat pada masyarakat. Pada

tahapannya Nabi menafikan kesialan itu secara umum sebagaimana halnya

penularan penyakit atau kesialan disebabkan sesuatu dari yang mereka lihat atau

mereka dengar. Kemudian setelah menekankan sisi ini, lalu Nabi Saw

menyebutkan kalau pun ada kesialan maka terletak pada tiga hal, yakni kuda,

perempuan dan rumah.67

3. Analisi Generalisasi

Dengan beberapa kajian yang ada, pemahaman secara generalisasi dapat

diketahui bahwa ketika menyabdakan hadis ini Nabi Saw mengawali dengan

penafian ramalan nasib buruk dan penularan penyakit, baru kemudian beliau

memberitahukan bahwa kemalangan ada pada tiga hal. Dan ini adalah untuk

menghilangkan anggapan bahwa kesialan sama sekali tidak terjadi pada tiga hal

itu. Maka, beliau mengatakan bahwa tidak ada penularan penyakit, nasib buruk

dan kesialan kecuali pada tiga hal. Di situ beliau mendahulukan berita baik,

tentang tidak adanya penularan penyakit dan tidak benarnya ramalan nasib buruk

66

Syaikh Shafiyyur Rahman al-Mubarakfury, Sirah Nabawiyah (Jakarta: Pustaka Al-

Kautsar, 2008), h. 29. 67

Ibnu Hajar al-„Asqalâni, Fath al-Bâri bi Syarh Sahîh al-Bukhâri (Jakarta: Pustaka

Azzam, 2008), jilid 28, h. 352.

Page 78: KAJIAN TERHADAP HADIS INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN FÎ AL-FARASI WA AL WA AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39357... · 2018-04-19 · PROGRAM STUDI

62

62

dalam perkataan beliau bahwa kesialan itu pada tiga hal. Akan tetapi, kesialannya

bukan pada zat benda tersebut memiliki pengaruh, melainkan karena apa yang

Allah takdirkan pada benda tersebut berupa kebaikan dan keburukan.

Pemberitahuan Nabi Saw bahwa kesialan ada pada tiga hal itu tidak berarti

membenarkan tiyarah (nasib buruk) yang telah beliau nafikan. Akan tetapi,

tujuannya untuk menjelaskan bahwa Allah Swt terkadang menciptakan kesialan

atau kemalangan pada tiga hal itu bagi orang yang mendekati atau menempatinya.

Terkadang Allah Swt juga menciptakan keberkahan pada tiga hal tersebut,

sehingga orang yang mendekatinya tidak terkena kesialan atau keburukan.68

Pemahaman tentang adanya kesialan yang terdapat pada tiga hal: hewan,

perempuan (isteri) dan tempat tinggal bukan sesuatu ketetapan yang pasti dan

terus menerus melekat pada ketiga objek tersebut. Dari beberapa teks hadis di atas

bisa diketahui, bahwa kesialan atau suatu hal yang dapat menjadi sebab bencana

itu tidak ada. Bahkan hadis Nabi Saw menegaskan bahwa meyakini adanya

kesialan yang berasal dari sesuatu adalah termasuk perbuatan syirik dan syirik

termasuk dari dosa besar yang tidak diampuni, sehingga anggapan kesialan itu

tidak dibenarkan dalam Islam.

Bahkan di dalam al-Qur‟an surah Ali-„Imrân Allah Swt berfirman:

68

Ibn Qayyim al-Jauziyyah, Kesesatan Ramalan Bintang (Jakarta: Akbar Media Eka

Sarana, 2004), h. 188.

Page 79: KAJIAN TERHADAP HADIS INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN FÎ AL-FARASI WA AL WA AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39357... · 2018-04-19 · PROGRAM STUDI

63

63

“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa

yang diingini, Yaitu: perempuan-perempuan, anak-anak, harta yang

banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan

sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah

tempat kembali yang baik (surga).” (QS. Ali-„Imrân/03: 14)

Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah Swt mengabarkan dari apa yang

telah Dia jadikan indah pada pandangan manusia di kehidupan dunia ini, dari

macam-macam kenikmatan berupa enam macam yang didalamnya terdapat

perempuan dan hewan (kuda) sebagai kesenangan atau keindahan hidup.

Perempuan dan hewan (kuda) tidak selalu dinisbatkan dengan kesialan, karena

dua hal ini bisa menjadi kesenangan dan kebahagiaan seseorang dalam

hidupnya.69

69

Syaikh Ahmad Syakir, Mukhtasar Tafsir Ibnu Katsir. Penerjemah Agus Ma‟mun, dkk.

(Jakarta: Darus Sunnah Press, 2014), jilid. 1, h. 845

Page 80: KAJIAN TERHADAP HADIS INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN FÎ AL-FARASI WA AL WA AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39357... · 2018-04-19 · PROGRAM STUDI

64

64

BAB IV

PENDAPAT ULAMA TENTANG HADIS KESIALAN ADA PADA TIGA

HAL DAN RELEVANSI TERHADAP REALITAS KEHIDUPAN

MASYARAKAT MODERN

A. Pendapat Ulama Tentang Hadis Kesialan

Pembahasan ini mendiskusikan beberapa ulama berbeda pendapat

mengenai hadis ini, sebagian ada yang menetapkan adanya syu‟mu (kesialan),

adapula yang melarang dan adapula yang menafikan. Secara garis besar pendapat

para ulama tersebut dapat dibagi menjadi lima kelompok:

Pertama, ulama yang berpatokan kepada segi lahiriyah hadis-hadis

tersebut, dan mereka berpendapat kemungkinan adanya kesialan pada ketiga hal

dan mengharamkan tatayyur secara umum, sehingga hanya terbatas kepada ketiga

hal tersebut. Di antara para ulama yang berpendapat seperti ini adalah Imam

Malik, Ibnu Qutaibah dan al-Syaukani.1

Imam Malik memahami hadis ini berdasarkan teksnya. Sesungguhnya

rumah itu telah Allah jadikan tempat tinggal sebagai sebab terjadinya kesusahan

dan kehancuran. Begitu juga kesialan terhadap perempuan tidak dapat melahirkan

atau kuda atau pembantu yang terkadang menjadi kehancuran (kesialan) bagi

seseorang dengan kehendak Allah Swt. Dan maknanya terkadang kesialan terjadi

pada tiga perkara tersebut.2

1 Abdullah bin Umar ad-Dumaiji, Rahasia Tawakal dan Sebab Akibat (Jakarta: Pustaka

Azzam, 2000), h. 198. 2 Abu al-„Ula Muhammad Abd al-Rahmân ibn „Abd al-Rahîm, Tuhfatul Ahwadzi Syarh

Jâmi‟ al-Tirmidzi (Riyadh: Bait al-Afkâr al-Dauliyyah, t.t.), h. 2114.

Page 81: KAJIAN TERHADAP HADIS INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN FÎ AL-FARASI WA AL WA AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39357... · 2018-04-19 · PROGRAM STUDI

65

Sedangkan Ibnu Qutaibah mengatakan: bahwa kebiasaan masyarakat

jahiliyah adalah melakukan tatayyur, maka Nabi Saw melarang mereka untuk

melakukannya seraya mengajarkan bahwa sesungguhnya tiyarah itu tidak ada.

Namun, ketika mereka enggan meninggalkan kebiasaan itu, maka tersisa tiga hal

di atas. Beliau memahami hadis tersebut berdasarkan makna lahiriahnya.

Pernyataan ini berkonsekuensi bahwa seseorang yang menganggap sial dengan

salah satu dari tiga hal tersebut maka mereka akan ditimpa sesuatu yang tidak

diinginkan.3

Al-Syaukani mengatakan seperti yang dikutip oleh ad-Dumaji bahwa

Hadis mengenai kesialan menjadi mukhasis (pengkhusus) dari lafaz umum dalam

hadis “Tidak ada adwa dan tidak pula tiyarah, dan sesungguhnya kesialan itu ada

pada tiga hal.”4

Kedua, kelompok yang menyatakan bahwa hadis yang menetapkan

adanya kemalangan/kesialan itu menjadi mansukh. Kelompok ini diwakili oleh

Ibnu Hajar.

Menurut Ibnu Hajar, mengutip pendapat Ibnu „Abdil Barr, bahwa hadis Ini

diucapkan Nabi Saw pada awal mula Islam, dan setelah itu dinasakh oleh firman

Allah Swt: “Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan tidak pula pada

dirimu sendiri melainkan telah tertulis di kitab (lauhul mahfudz) sebelum Kami

menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu mudah bagi Allah”. (QS. al-

Hadîd/57: 22). Akan tetapi penghapusan suatu dalil tidak dapat ditetapkan

berdasarkan kemungkinan. Terutama apabila dua dalil yang nampak bertentangan

3 Ibnu Hajar al-„Asqalāni, Fathul Bâri bi Syarh Sahîh al-Bukhâri (Jakarta: Pustaka

Azzam, 2008), jilid. 16, h. 181. 4 Abdullah bin Umar ad-Dumaiji, Rahasia Tawakkal dan Sebab Akibat (Jakarta: Pustaka

Azzam, 2000), h. 199.

Page 82: KAJIAN TERHADAP HADIS INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN FÎ AL-FARASI WA AL WA AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39357... · 2018-04-19 · PROGRAM STUDI

66

dapat dikompromikan. Terlebih lagi dalam riwayat ini telah disebutkan penafian

tatayyur, kemudian ditetapkannya pada hal-hal yang telah disebutkan.5

Ketiga, kelompok yang mentakwilkan hadis tentang kesialan dalam

berbagai versi penafsiran. Tetapi penulis tidak menemukan nama-nama ulama

dalam kelompok ini siapa saja. Diantara penafsirannya yaitu:

1. Bahwa Nabi menyebutkan hal itu dalam rangka menjelaskan keyakinan

manusia dalam perkara tersebut. Dengan kata lain tidak dalam rangka

menetapkan hal itu. Namun, redaksi hadis-hadis sahih yang telah

disebutkan tidak menerima penakwilan ini. Ibnu al-„Arabi berkata:

“Pernyataan ini tidak dapat diterima, karena Nabi Saw tidak diutus untuk

mengabarkan keyakinan manusia masa lalu atau yang sedang berlangsung,

bahkan beliau diutus untuk mengajarkan mereka apa yang harus

diyakini.”6

2. Sebagian adapula yang menafsirkan bahwa kesialan ini jika mengenai istri

(perempuan) ialah tidak dapat melahirkan kemudian kekurangan ajaran,

tingkah lakunya, dan pertentangannya. Sialanya kuda yaitu tidak pernah

dibawa ke medan perang atau tidak bisa dimanfaatkan. Dan jika mengenai

rumah ialah apabila memiliki tetangga yang jahat.7 Pengertian semacam

ini di dasarkan pada hadis Sa‟ad bin Abi Waqas. Rasulullah Saw

mengatakan:

“Di antara yang membahagiakan manusia ada tiga macam dan yang

mencelakakannya tiga macam juga. Yang membahagiakan ialah istri yang

shalehah, kendaraan yang baik dan rumah yang nyaman. Sedangkan yang

5 Ibn Hajar al-Asqalani, Fathul al-Bâri bi Syarh al-Bukhâri, jilid 16, h. 187.

6 Abdullah bin Umar ad-Dumaiji, Rahasia Tawakkal dan Sebab Akibat, (Jakarta: Pustaka

Azzam, 2000), h. 200. 7 Abu al-„Ula Muhammad Abd al-Rahmân ibn „Abd al-Rahîm, Tuhfatul Ahwadzi Syarh

Jâmi‟ al-Tirmidzi (Riyadh: Bait al-Afkâr al-Dauliyyah, t.t.), h. 2114.

Page 83: KAJIAN TERHADAP HADIS INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN FÎ AL-FARASI WA AL WA AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39357... · 2018-04-19 · PROGRAM STUDI

67

mencelakakan ialah istri yang jahat, kendaraan yang buruk, rumah yang

buruk.”8

3. Seseorang harus menghindari perkara-perkara ini, jika dalam hatinya

terdapat kebencian terhadapnya. Hal ini untuk menjaga aqidah agar tidak

terjerumus dalam kebatilan dan mencegah hal-hal yang membahayakan.

Karena dikhawatirkan akibat kebencian yang berlebihan terhadapnya,

mendorong seseorang untuk meyakini bahwa tempat itu benar-benar

mendatangkan kesialan kemudian terjerumus dalam hal yang haram.

Pendapat ini didasarkan pada hadis Farwah bin Musaik. Ia mengatakan,

Saya berkata kepada Rasulullah:

“Ya Rasulullah tanah milik kami ini disebut tanah “abin”, yakni tanah

yang subur dan memberikan kami makanan namun saat ini terkena hama.

Bahkan hamanya sangat ganas. Nabi mengatakan, “Tinggalkan karena itu

akan menyebabkan penyakit dan bahaya”.9

4. Ada juga pendapat lain yang menyatakan bahwa maksud hadis ini adalah

bahwa ketiga perkara tersebut sering menyakitkan hati dikarenakan rasa

benci dari diri seseorang. Meskipun terkadang manusia menampik terdapat

kesialan didalamnya. Maka hadis ini memerintahkan untuk menghindar

dari ketiga perkara tersebut agar siksaan yang diakibatkan olehnya hilang.

Arti dari kesialan disini adalah dalam bentuk kebencian bukan siksaan

dalam arti yang sesungguhnya.10

5. Arti hadis ini adalah pemberitahuan Nabi tentang sebab-sebab yang

banyak mempengaruhi dilakukannya tatayyur, yakni ketiga perkara

tersebut dengan tujuan agar kita berhati-hati terhadapnya. Dengan kata

8 Hadis riwayat Ahmad ibn Hanbal, nomor hadis 1445, jilid. 3, h. 55.

9 Ibnu Hajar al-„Asqalâni, Fathul Bâri bi Syarh Sahîh al-Bukhâri (Jakarta: Pustaka

Azzam, 2008), jilid. 16, h. 181. 10

Abdullah bin Umar ad-Dumaiji, Rahasia Tawakkal dan Sebab Akibat, (Jakarta: Pustaka

Azzam, 2000), h. 201.

Page 84: KAJIAN TERHADAP HADIS INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN FÎ AL-FARASI WA AL WA AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39357... · 2018-04-19 · PROGRAM STUDI

68

lain, peristiwa-peristiwa dan musibah-musibah yang sering terjadi karena

perkara tersebut lah yang menyebabkan manusia merasa sial. Dan ketika

keyakinan itu memuncak, maka akan menimbulkan kembali kepercayaan

pada zaman jahiliyah terhadap tatayyur yang dilarang Nabi.11

6. Sasaran pembicaraan hadis ini adalah mereka yang biasa melakukan

tatayyur dan tidak dapat melepaskan diri dari kungkungannya, sehingga

Nabi Saw mengatakan: “Kesialan itu biasanya menimpa dalam perkara-

perkara di atas” dan jika yang demikian menimpamu, maka tinggalkanlah

dan jangan menyiksa diri sendiri”. Di antara yang mendukung penafsiran

ini adalah pelarangan Nabi terhadap tatayyur yang akan menimpa.

Dasarnya adalah hadis: “Dilarang meramal mengenai nasib buruk.

Kalaupun ada ramalan mengenai hal itu maka itu mengenai istri, tempat

tinggal, dan kendaraan.”12

Tentang hal ini Ibnu Qayyim berkomentar, sekelompok yang lain

mengatakan “Kesialan dalam tiga perkara ini sebenarnya akan menimpa mereka

yang pesimis dan meramalkan keburukannya sehingga akhirnya benar-benar

tertimpa. Namun mereka yang bertawakkal kepada Allah dan tidak pesimis dan

tidak pula meramalkannya maka tidak akan tertimpa.13

Keempat, kelompok yang mengingkari hadis ini dan menentang

keberadaannya. Di antara riwayat-riwayat yang menentangnya ialah:

11

Abdullah bin Umar ad-Dumaiji, Rahasia Tawakkal dan Sebab Akibat, (Jakarta: Pustaka

Azzam, 2000), h. 201. 12

Abdullah bin Umar ad-Dumaiji, Rahasia Tawakkal dan Sebab Akibat, h. 201. Lihat

juga Miftah Dârus Sa‟adah, h. 613. 13

Syaikh Abdurrahman bin Hasan Alu al-Syaikh, Fathul Majid Syarh Kitab al-Tandib.

Penerjemah Izzudin Karimi, dkk. (Jakarta: Darul Haq, 2015), h. 733.

Page 85: KAJIAN TERHADAP HADIS INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN FÎ AL-FARASI WA AL WA AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39357... · 2018-04-19 · PROGRAM STUDI

69

1. Riwayat Ahmad, Ibnu Huzaimah dan Al-Hakim dari Qatadah melalui Abu

Hassan:

“Sesungguhnya dua orang laki-laki dari Bani Amir mendatangi Aisyah

radiyallâhu anhu dan mengatakan, Abu Hurairah mengatakan bahwa

Rasulullah Saw telah bersabda: “Kesialan itu terdapat pada kuda, wanita

dan tempat tinggal”. Mendengar hal ini Aisyah sangat marah dan

mengatakan: “Rasulullah tidak pernah mengatakannya. Yang

dikatakannya ialah sesungguhnya orang-orang jahiliyah biasa merasa

pesimis karena perkara-perkara tersebut”.14

Dalam riwayat lain disebutkan bahwa Aisyah mengingkari hadis ini dan

mengatakan:15

“Demi Allah yang telah menurunkan furqan (Qur‟an) kepada Abu Qasim

(Muhammad), siapa yang meriwayatkan mengenai hal ini maka ia telah

berdusta. Yang dikatakan oleh Rasulullah ialah:

“Orang-orang jahiliyah mengatakan: ramalan tentang nasib buruk itu

dalam hal istri, rumah dan kendaraan. Kemudian Aisyah membaca: “Tiada

suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu

sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum

Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah

bagi Allah”. (QS. al-Hadîd/57: 22)

2. Abu Daud al-Tayalisi meriwayatkan dalam musnad nya dari Muhammad

bin Rasyid dari Makhul, dia berkata, dikatakan kepada Aisyah

radiyallâhu‟anhu Sesungguhnya Abu Hurairah RA berkata Rasulullah

Saw bersabda: “Kesialan ada pada tiga tempat: rumah, perempuan dan

kuda”. Aisyah menjawab: Abu Hurairah tidak sempurna meriwayatkan

hadis itu, hanya saja Abu Hurairah masuk ketika Rasulullah Saw sedang

bersabda: “Semoga Allah membinasakan orang-orang Yahudi yang

mengatakan kesialan terdapat pada tiga hal: rumah, perempuan dan

14

Ibnu Hajar al-„Asqalâni, Fathul Bâri bi Syarh Sahîh al-Bukhâri (Jakarta: Pustaka

Azzam, 2008), jilid. 16, h. 183. 15

Ibnu Hajar al-„Asqalâni, Fathul Bâri bi Syarh Sahîh al-Bukhâri. Jilid. 16, h. 181.

Page 86: KAJIAN TERHADAP HADIS INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN FÎ AL-FARASI WA AL WA AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39357... · 2018-04-19 · PROGRAM STUDI

70

kuda. Abu Hurairah mendengar akhir hadis tersebut, tapi tidak mendengar

awalnya.16

Status hadis ini dinilai munqathi‟17

karena salah seorang perawinya, yaitu

Makhul tidak mendengar langsung riwayat ini dari Aisyah dan diragukan pernah

bertemu Aisyah, maka ada perantara antara Makhul dengan Aisyah yang tidak

dicantumkan dalam riwayat tersebut.18

Al-Zarkasyi mengatakan, “Sebagian para

ulama hadis mengatakan bahwa riwayat Aisyah mengenai masalah ini, Insya

Allah benar adanya karena kesesuaian dengan larangan Nabi Saw terhadap

kesialan dalam bentuk larangan menyeluruh dan kebencian terhadapnya serta

kesenangan apabila hal itu ditinggalkan.19

Kelima, kelompok yang mengatakan bahwa hadis “Kesialan dalam tiga

hal” sama sekali tidak menunjukkan pada penetapan kesialan yang dilarang oleh

Allah, tapi ia merupakan bentuk pernyataan sebab akibat. Siapa yang menganggap

sial dan bersikap pesimistis maka Allah akan menjadikan perbuatannya itu

sebagai sebab terjadinya sesuatu yang mereka tidak senangi. Sebaliknya, siapa

yang bertawakkal kepada Allah tidak bersikap pesimis, dan tidak menganggap sial

sesuatu maka mereka akan terhindar dari sesuatu yang tidak disenangi dan akan

mendapatkan manfaat.20

Mengenai hadis ini para perawi berselisih dalam redaksinya. Diantara

mereka ada yang meriwayatkan sebagaimana dalam terjemah. Sebagian lagi

memberi tambahan pada bagian awal dari redaksinya sehingga terkesan

menunjukkan tidak adanya ramalan mengenai tiyarah ataupun kesialan.

16

Ibn Hajar al-Asqalani, Fathul al-Bâri bi Syarh al-Bukhâri, jilid 16, h. 183. 17

Hadis yang sanadanya tidak bersambung, dari sisi manapun terputusnya. 18

Ahmad Fudhaili, Perempuan di Lembaran Suci (Jakarta: Transpustaka, 2013), h. 218. 19

Abdullah bin Umar ad-Dumaiji, Rahasia Tawakkal dan Sebab Akibat, h. 205. 20

Abdullah bin Umar ad-Dumaiji, Rahasia Tawakkal dan Sebab Akibat, h. 206.

Page 87: KAJIAN TERHADAP HADIS INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN FÎ AL-FARASI WA AL WA AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39357... · 2018-04-19 · PROGRAM STUDI

71

Penulis menyimpulkan bahwa penulis sependapat dengan ulama yang

mengingkari hadis ini dan menentang keberadaannya. Melalui riwayat Imam

Ahmad yang meriwayatkan dari jalur lain:

، دخل على ان العرج، أن رجلي ث نا سعيد، عن ق تادة، عن أب حس ث نا روح، حد حدث أن نب اهلل صلى اهلل عليه وسلم، كان ي قول: " إ ا عائشة ف قال: إن أبا هري رة يد ن

ة ف ال ماء، وشق ها ف الس ة من ار " قال: فطارت شق ابة، والد رض، الطي رة ف المرأة، والد ف قالت: والذي أن زل القرآن على أب القاسم ما هكذا كان ي قول، ولكن نب اهلل صلى اهلل

ار والد ابة " ث عليه وسلم كان ي قول: " كان أهل الاهلية ي قولون: الطي رة ف المرأة والدق رأت عائشة: }ما أصاب من مصيبة ف الرض ول ف أن فسكم إل ف كتاب{ ]احلديد:

21[ إل آخر الية 22

“Telah menceritakan kepada kami Rauh telah menceritakan kepada kami

Sa'id dari Qatadah dari Abu Hassan Al A'raj bahwa ada dua orang lelaki

masuk menemuinya, keduanya berkata; Sesungguhnya Abu Hurairah

menceritakan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah bersabda:

"Sesungguhnya bagian dari thiyarah (kesialan) ada pada wanita, kuda, dan

rumah." Dia berkata; "Sebagiannya terbang ke langit dan sebagiannya di

bumi." Aisyah berkata; "Demi Yang menurunkan Al Qur'an kepada Abi Al

Qasim (Muhammad), tidak seperti ini yang dikatakan beliau. Akan tetapi,

Nabi Allah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Orang-orang jahiliyah

mengatakan; 'Athiyarah adalah pada wanita, rumah, dan kuda." Kemudian

Aisyah membacakan: Tidaklah suatu musibah yang menimpa bumi dan

diri kalian kecuali telah ditetapkan --sampai pada akhir ayat--

Hadis ini kedudukannya lebih rendah dibandingkan hadis al-Bukhari dan

Muslim, akan tetapi matan hadis riwayat „Aisyah yang di kutip oleh Imam Ahmad

sangat relevan dengan hadis riwayat al-Bukhari dan Muslim yang terkesan

misoginis. Kritikan „Aisyah menggunakan ayat al-Qur‟an terhadap periwayatan

Abu Hurairah menjadikan hadis tersebut “tandingan yang seimbang” terhadap

riwayat al-Bukhari dan Muslim melalui jalur Ibnu Umar, dengan melihat materi

21

Al-Imâm al-Hâfiz Abî „Abdullah Ahmad ibn Hanbal, Musnad al-Imâm Ahmad ibn

Hanbal (Riyadh: Bait al-Afkâr al-Dauliyah, 1997), h. 197.

Page 88: KAJIAN TERHADAP HADIS INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN FÎ AL-FARASI WA AL WA AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39357... · 2018-04-19 · PROGRAM STUDI

72

kritikan (matan hadis), yaitu surah al-Hadîd/57: 22. Perbandingan ini menjadikan

sebagian ulama ada yang berpendapat bahwa riwayat „Aisyah telah mendekati

kebenaran, Insya Allah, karena lebih sesuai dengan larangan Nabi secara umum

tentang tatayyur, dan sesuai dengan ayat al-Qur‟an, surah al-Hadîd/57: 22.

B. Kontekstualisasi dan Relevansinya

Hadis harus dipahami secara kontekstual artinya sesuai dengan mengikuti

konteks yang ada pada masa itu, baik sosial, budaya dan ilmu pengetahuan yang

berkembang ketika itu. Maka ketika konteks kehidupan umat berubah dan

berkembang, maka tentunya pesan yang terkandung di dalam hadis, demikian juga

cara memahaminya harus disesuaikan pula dengan konteks kehidupan yang

berkembang tersebut.22

Penjelasan para ulama hadis tentang pengecualian terhadap tiga hal yang

disebutkan dalam hadis, lebih mengarah kepada konteks sosial yang terjadi pada

saat hadis tersebut diungkapkan. Imam al-Qurtubi menggunakan kata aktsar mâ

-Imam Hattabi menggunakan kata ghâlib al ,(kebanyakan yang terjadi / اكثرما)

ahwâl (غالب االحوال) / kebiasaannya), Ibn al-„Arabi menggunakan kata al-„addah

Maka hadis ini berkenaan dengan orang orang Arab .(adat, kebudayaan / عدة)

jahiliyah yang amat sangat percaya akan adanya kesialan karena sesuatu yang

mereka lihat dan mereka dengar. Oleh karena itu, hadis tersebut tidak dapat

dijadikan legitimasi terhadap suatu kebiasaan atau adat di daerah dan waktu

tertentu.23

22

Nawer Yuslem, “Kontekstualisasi Pemahaman Hadis”, MIQOT Vol. XXXIV No. 1

Januari-Juni 2010, h. 18. 23

Abdullah bin Umar ad-Dumaiji, Rahasia Tawakkal dan Sebab Akibat (Jakarta: Pustaka

Azzam, 2000), h. 212.

Page 89: KAJIAN TERHADAP HADIS INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN FÎ AL-FARASI WA AL WA AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39357... · 2018-04-19 · PROGRAM STUDI

73

Meski sebuah hadis sudah dikatakan sahîh, bukan berarti kita bisa

sembunyi dibalik kesahîhannya, namun dalam proses memahami dan

mengamalkan hadis harusnya disertai dialog dengan ilmu-ilmu yang berkembang

saat ini, sehingga proses fiqh al-hadis atau living hadis terasa sesuai dengan

konteks kekinian.24

Perempuan yang tidak dapat memberikan keturunan dianggap membawa

sial, maka laki-laki juga dapat membawa sial. Keturunan (anak) adalah hasil

pembuahan antara sel telur yang dimiliki istri dan sel sperma yang dimiliki suami

yang terjadi di dalam rahim. Maka keduanya mempunyai potensi yang sama

dalam pembuahan dan mempunyai potensi kegagalan yang sama atau salah satu

alat alat reproduksi suami istri tidak berfungsi. Alasan mandul pada istri adalah

alasan yang sangat misoginis.25

Seorang suami dapat menikahi perempuan lain (poligami) ketika istrinya

tidak dapat memberikan keturunan dan alasan ini dibenarkan, akan tetapi apabila

seorang suami yang mengalami mandul (potensi tidak dapat memberikan

keturunan) maka istri tidak dapat melakukan poliandri, yang dapat dilakukan

adalah khuluk (gugagatan cerai). Alasan mandul untuk menjelaskan hadis tersebut

tidak dapat menghilangkan kehilangan kesan misoginis. Akan tetapi mengalami

potensi mengalami kemandulan dapat dialami oleh suami dan istri, maka

keduanya laki-laki dan perempuan, mempunyai potensi pula untuk mendatangkan

kesialan bagi orang lain, bukan hanya perempuan.26

24

Muhammad Rikza Muqtada, “Kritik Nalar Hadis Misoginis”, Musawa, Vol. 13, No. 2,

(Desember 2014): h. 11 25

Ahmad Fudhaili, Perempuan di Lembaran Suci (Jakarta: Transpustaka, 2013), h. 224. 26

Ahmad Fudhaili, Perempuan di Lembaran Suci (Jakarta: Transpustaka, 2013), h. 224.

Page 90: KAJIAN TERHADAP HADIS INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN FÎ AL-FARASI WA AL WA AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39357... · 2018-04-19 · PROGRAM STUDI

74

Bahkan asumsi terhadap perempuan sebagai pembawa sial termasuk dari

pernyataan pesimis atas berprasangka buruk kepada Allah Swt dan itu dilarang.

Nabi sendiri menganjurkan seseorang untuk mempunyai prasangka yang baik atau

rasa optimis, karena itu adalah prasangka yang baik atau husnuzan terhadap apa

yang ditetapkan oleh Allah Swt kepada makhluknya. Ini hanya bertepatan dengan

qada dan qadar tanpa menyatakan bahwa kebaikan ataupun keburukan tidak ada

yang dapat mendatangkannya kecuali Allah Swt.27

Kesialan pada kuda terjadi karena lambat jalannya sehingga tidak dapat

dimanfaatkan. Melihat perkembangan zaman yang sangat pesat, maka nikmat

Allah yang diberikan kepada manusia begitu banyak sehingga manusia bisa

membuat berbagai macam kendaraan. Dahulu hanya mengendarai binatang-

binatang berupa keledai, kuda dan lainnya.

Kemudian di zaman sekarang kendaraan diwujudkan dalam bentuk yang

lebih bagus, kuat, lebih indah, dan lebih cepat. Sehingga anggapan kuda atau

kendaraan dapat membawa sial tidak berlaku lagi. Karena zaman sekarang semua

orang beraktifitas tidak lagi menggunakan kuda, akan tetapi menggunakan motor,

mobil atau kendaraan yang lainnya. Jika kendaraan itu mengalami masalah seperti

mogok, kendaraannya rusak atau yang lainnya maka bisa dibawa ke bengkel

untuk diperiksa dan dibetulkan kendaraannya. Sehingga kesialan pada kuda atau

sekarang dapat dikatakan dengan kendaraan itu tidak ada.

Kesialan yang terjadi pada rumah apabila rumah yang kita miliki sempit,

dan tetangganya buruk. Faktanya kebanyakan orang sebelum memiliki rumah ia

terlebih dahulu mencari rumah yang letaknya strategis, luas dan nyaman. Agar

27

Ibnu Hajar al-„Asqalâni, Fathul Bâri bi Syarh Sahîh al-Bukhâri (Jakarta: Pustaka

Azzam, 2008), jilid. 25, h. 124.

Page 91: KAJIAN TERHADAP HADIS INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN FÎ AL-FARASI WA AL WA AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39357... · 2018-04-19 · PROGRAM STUDI

75

pada saat menempati rumah itu seseorang bisa tinggal dengan tenang dan aman.

Keluasan rumah tergantung kepada keluasan hati seseorang. Jika ia bersyukur

dengan rumah yang dimilikinya, bagaimanapun ukurannya, maka ia selalu

merasakan kelapangan, ketenangan dan kebahagiaan. Seperti hadis Nabi Saw,

yang artinya:

"Sesungguhnya rumah akan terasa luas bagi penghuninya, para malaikat akan

mendatanginya, setan-setan akan menjauhi dan kebaikannya akan bertambah jika

al-Qur'an dibaca di dalamnya. Dan rumah akan terasa sempit bagi penghuninya,

para malaikat menjauhinya, setan-setan datang dan kebaikannya berkurang jika di

dalamnya tidak dibacakan al-Qur'an."28

Dapat dipahami bahwa rumah yang luas yaitu rumah yang penuh dengan

keberkahan, keluasan, dan ketaqwaan kepada Allah Swt. Sedangkan rumah yang

sempit yaitu yang tidak digunakan untuk ketaqwaan kepada Allah Swt sehingga

keburukan yang akan ada di dalamnya.

Hendaknya seorang muslim pandai memilih tetangga yang akan menjadi

pendamping bagi kehidupannya. Tetangga di zaman ini punya pengaruh yang luar

biasa bagi tetangga lainnya akibat berdempetannya rumah dan perkampungan

serta munculnya berbagai ragam perumahan. Jika ia baik, maka tetangga bisa

baik. Namun jika ia buruk, maka kita sebagai tetangga jangan membalasnya

dengan keburukan pula. Bila memperhatikan realita di zaman kini, keburukan

tersebar di banyak tempat. Oleh karena itu, harus berhati-hati dalam mencari

rumah dan tetangga.

Tiga hal yang disebutkan Nabi (kuda, perempuan dan rumah) adalah

sesuatu yang sangat akrab dengan kehidupan manusia, apabila ketiga hal ini tidak

ada, maka akan terasa kurang dan mencari untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

28

Abu Muhammad „Abdullâh bin „Abd al-Rahman ibn al-Fadl ibn Bahrâm ibn „Abd al-

Samad al-Darimî, Musnad al-Darimi (T.tp.: Dâr al-Mughni, 2000), jilid 4, h. 2085.

Page 92: KAJIAN TERHADAP HADIS INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN FÎ AL-FARASI WA AL WA AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39357... · 2018-04-19 · PROGRAM STUDI

76

Perkembangan zaman mempengaruhi pemahaman kepada tiga hal tersebut,

materinya dapat berubah, tapi esensinya tetap sama. Kebutuhan pada tiga hal

tersebut sangat mempengaruhi perilaku manusia, maka tidak boleh ada kesalahan

pada tiga hal tersebut sebagai pelarian, karena itulah yang terdekat dengan

kehidupan manusia.29

Jika ketiga hal tersebut tidak dapat menyebabkan madarat sedikitpun, baik

secara umum maupun khusus. Maka itu tidak perlu di anggap, bahkan syariat

mengingkarinya. Jika diyakini itulah tiyarah (ramalan nasib sial atau pesimis).

Dan tiyarah merupakan perbuatan diharamkan dan mengandung unsur

kemusyrikan.

Allah Swt menjadikan prasangka buruk dan rasa pesimis itu sebagai sebab

munculnya hal-hal yang tidak dikehendaki, sebagaimana Dia menjadikan rasa

percaya, tawakkal, dan hanya takut kepada-Nya, sebagai sebab yang menolak

kemalangan itu menjadi sasaran panah kemalangan dan bencana. Panah itu

sedemikian cepat membinasakannya karena ia tidak dibentengi oleh tauhid dan

tawakkal kepada Allah Swt.30

Siapa yang takut kepada selain Allah Swt, maka apa yang ia takutkan itu

akan menimpanya. Sebagaimana orang yang mencintai selain Allah Swt, maka ia

akan disiksa cintanya itu. Demikian juga dengan orang yang bergantung pada

selain Allah Swt, maka ia akan menemui kekecewaan. Ini adalah hal-hal yang

telah dibuktikan oleh pengalaman dan tidak lagi memerlukan bukti tambahan.

Jiwa memang terkadang melakukan rabaan dan ramalan, namun seorang mukmin

yang kuat imannya akan menolak ramalan itu dengan bertawakkal kepada Allah

29

Ahmad Fudhaili, Perempuan di Lembaran Suci (Jakarta: Transpustaka, 2013), h. 227. 30

Ibn Qayyim al-Jauziyyah, Kesesatan Ramalan Bintang (Jakarta: Akbar Media Eka

Sarana, 2004), h. 187.

Page 93: KAJIAN TERHADAP HADIS INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN FÎ AL-FARASI WA AL WA AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39357... · 2018-04-19 · PROGRAM STUDI

77

Swt. Karena sesungguhnya orang yang bertawakkal kepada Allah Swt, ia akan

dicukupkan dari yang lain.31

Dengan demikian hadis ini tidak dapat dipahami secara tekstual bahwa

kesialan terdapat pada tiga hal: kuda, perempuan dan rumah. Jika melihat dari

asbabul wurud yang diturunkan bahwa Nabi Saw menyampaikan bukan dalam

bentuk penegasan, akan tetapi menggunakan kalimat pengandaian yang mana

sesuatu yang dikatakan belum tentu akan terjadi. Bahwa tidak ada sesuatu yang

dapat membawa kesialan, di dalam hadis dikatakan kalaupun ada hal yang

menyebabkan kesialan, itu terdapat pada tiga hal tersebut, namun tidak bersifat

mutlak. Artinya, tiga hal tersebut akan membawa kesialan jika memiliki kriteria

yang bersifat negatif. Sedangkan jika memiliki kriteria yang positif, maka tidak

akan menyebabkan kesialan. Dengan demikian hal yang dapat menyebabkan

kesialan tidak hanya terbatas kepada tiga hal tersebut, melainkan akan berlaku

pula bagi segala sesuatu yang mempunyai sifat-sifat negatif dan akan menimpa

kepada siapapun yang meyakini bahwa sesuatu dapat menyebabkan kesialan.

Karena pada hakikatnya tiga hal ini tidak akan bisa memberikan manfaat dan

mudarat kecuali dengan izin Allah semata.

31

Ibn Qayyim al-Jauziyyah, Kesesatan Ramalan Bintang (Jakarta: Akbar Media Eka

Sarana, 2004), h. 187.

Page 94: KAJIAN TERHADAP HADIS INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN FÎ AL-FARASI WA AL WA AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39357... · 2018-04-19 · PROGRAM STUDI

78

78

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian yang telah penulis paparkan dalam bab-bab

sebelumnya mengenai kesialan ada pada tiga hal: hewan tunggangan, perempuan

(isteri) dan tempat tinggal dengan menggunakan metode ma’âni al-hadîs, dapat

disimpulkan sebagai berikut:

1. Makna al-Syu’mu (kesialan) yang terdapat dalam hadis adalah

ketidaksesuaian terhadap apa yang diinginkan seseorang atau merasa tidak

beruntung sehingga menimbulkan perasaan merasa sial. Al-Faras dan al-

Dabbah mempunyai makna yang tidak jauh berbeda, yaitu hewan yang

dapat ditunggangi, kemudian al-Mar’ah yaitu perempuan yang sudah

dewasa atau isteri. Al-Maskan dan al-Dâr memiliki pengertian yang sama

yaitu tempat tinggal. Ketiga hal yang disebutkan dalam hadis berupa

hewan tunggangan, perempuan (isteri) dan tempat tinggal, dianggap

membawa kesialan bukan dalam pengertian yang sebenarnya dan juga

bukan sebagai penyebab kesialan, akan tetapi ada beberapa faktor yang

melekat pada tiga hal tersebut. Seperti hewan tunggangan dikatakan

membawa sial yaitu apabila lambat jalannya, tidak bisa dimanfaatkan

untuk berperang. Perempuan (isteri) yang tidak bisa melahirkan (mandul),

panjang lidah (suka ngomel). Kemudian kesialan pada tempat tinggal

apabila seseorang memiliki rumah yang sempit dan tetangga yang buruk.

Hal ini terjadi bukan karena naluri atau fitrah yang melekat kepada ketiga

Page 95: KAJIAN TERHADAP HADIS INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN FÎ AL-FARASI WA AL WA AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39357... · 2018-04-19 · PROGRAM STUDI

79

79

hal tersebut, melainkan karena apa yang Allah takdirkan pada ketiga hal

tersebut berupa kebaikan dan keburukan. Hadis ini bertentangan dengan

al-Qur’an surah al-Hadîd ayat 22 yang mengatakan bahwa segala musibah

atau bencana yang terjadi di bumi dan manusia itu sudah ditetapkan oleh

Allah dan sudah tertulis di Lauhul Mahfuz.

2. Hadis kesialan ada pada tiga hal: hewan tunggangan, perempuan (isteri)

dan tempat tinggal tidak relevan dengan konteks sekarang, karena makna

kesialan tersebut berkembang pada zaman masyarakat Arab jahiliyah,

yang mana berarti pada zaman sekarang kesialan itu tidak ada. Tetapi

dalam perjalanannya, ketiga hal tersebut bisa saja ditakdirkan bersifat baik

atau buruk, dan bagaimana masing-masing individu memaknai musibah

yang terjadi itu sebagai bentuk kesialan atau bukan. Kebutuhan kepada

tiga hal tersebut tidak selalu mempengaruhi perilaku manusia bahkan

ketiga hal tersebut terkadang dapat membawa keberuntungan dan

kebahagiaan.

B. Saran

Hendaklah seseorang tidak merasa sial atau meyakini bahwa sesuatu dapat

mendatangkan kesialan, karena itu termasuk perbuatan syirik. Sebagai muslim

kita diperintahkan untuk beriman kepada Allah. Bahwa jika terjadi suatu musibah

atau kesialan yang terjadi menimpa kita, itu tidak lain telah ditetapkan oleh Allah

dan telah menjadi takdir Allah, bukan karena suatu benda atau seseorang yang

dapat mendatangkan kesialan.

Page 96: KAJIAN TERHADAP HADIS INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN FÎ AL-FARASI WA AL WA AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39357... · 2018-04-19 · PROGRAM STUDI

80

80

DAFTAR PUSTAKA

‘Abd al-Rahîm, ibn Abu al-‘Ula Muhammad Abd al-Rahmân, Tuhfatul Ahwadzi

Syarh Jâmi’ al-Tirmidzi. Riyadh: Bait al-Afkâr al-Dauliyyah, t.t.

Al-‘Asqalâni, Ibnu Hajar, Fathul Bâri bi Syarh Sahîh al-Bukhâri. Jakarta: Pustaka

Azzam, 2008.

Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis. Jakarta:

Bina Aksara, 1989.

Ash-Shiddieqy, Hasbi, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis. Jakarta: Bulan

Bintang, 1974.

Athaillah, Rasyid Rida; Konsep Teologi Rasional dalam Tafsir Al-Manâr, T.tp.:

Erlangga, t.t.

Baharuddin, Achwan, Visi–Misi Ma’anil Hadis dalam Wacana Studi Hadis.

Tafaqquh vol. 2, no. 2. Desember, 2014.

Balfas, ‘Abdurrahman Hasan, Hukum Keyakinan Sial Terhadap Sesuatu, T.tp.:

Pustaka Ibnu ‘Umar, 2016.

Budiwiyanto, Joko, Rumah Tradisional Jawa Dalam Sudut Pandang Religi.

Jurnal Ornamen, vol. 10, no. 1. Januari 2013.

Bustamin, Dasar-Dasar Ilmu Hadis. Jakarta: Ushul Press, 2009.

_____, & Isa H. A. Salam, Metodologi Kritik Hadis. Jakarta: Rajagrafindo

Persada, 2004.

Channa AW, Liliek, Memahami Makna Hadis Secara Tekstual dan Kontekstual.

Ulumuna vol. XV, no. 2. Desember 2011.

Al-Damsyiqi, Ibnu Hamzah al-Husaini al-Hanafi, Asbabul Wurud II: Latar

Belakang Historis Timbulnya Hadis-Hadis Rasul (Jakarta: Kalam Mulia,

2004.

Page 97: KAJIAN TERHADAP HADIS INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN FÎ AL-FARASI WA AL WA AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39357... · 2018-04-19 · PROGRAM STUDI

81

81

Al-Darimî, Abu Muhammad ‘Abdullâh bin ‘Abd al-Rahman ibn al-Fadl ibn

Bahrâm ibn ‘Abd al-Samad, Musnad al-Darimi, Jilid 4. T.tp.: Dâr al-

Mughni, 2000.

Dhaif, Syauqi al-Mu’jam al-Wasît. Mesir: Maktabah al-Syurûq al-Dauliyyah,

2004. cetakan ke-4.

Al-Dumaiji, ‘Abdullâh bin ‘Umar, Rahasia Tawakkal dan Sebab Akibat. Jakarta:

Pustaka Azzam, 2000.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Jakarta: Balai Pustaka, 1999.

Fudhaili, Ahmad, Perempuan di Lembaran Suci. Jakarta: Transpustaka, 2013.

HAM, Musahadi, Evolusi Konsep Sunnah: Impilkasi Pada Perkembangan Hukum

Islam. Semarang: Aneka Ilmu, 2000.

Hanbal, ibn Al-Imâm al-Hâfiz Abî ‘Abdullah Ahmad. Musnad al-Imâm Ahmad

ibn Hanbal. Riyadh: Bait al-Afkâr al-Dauliyah, 1997.

Haq, Abi al-Tayyib Muhammad Syamsul, ‘Aunul Ma’bud Syarh Sunan Abî Daud,

Jilid 10. Beirut: Dâr al-Fikr, t.t.

Hidayat, Komaruddin, Memahami Bahasa Agama: Sebuah Kajian Hermeneutik.

Jakarta: Paramadina, 1996.

Ibrahim, ibn Abî ‘Abdillâh Muhammad bin Ismâ’îl, Jami’ Sahîh al-Bukhâri.

Kairo: Majlis al-a’la Lisunil al-Islamiyyah, 1410.

Ismail, M. Syuhudi, Metodologi Penelitian Hadis. Jakarta: Bulan Bintang, 1992.

_____, Hadis Nabi yang Tekstual dan Kontekstual Telaah Ma’anil Hadis Tentang

Ajaran Islam yang Universal, Temporal dan Lokal. Jakarta: Bulan

Bintang, 2009.

Al-Ja’fi, Muhammad ibn Ismâ’îl Abu ‘Abdillâh al-Bukhâri, Sahîh Bukhâri.

Beirut: Dār al-Fikr, t.t.

Page 98: KAJIAN TERHADAP HADIS INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN FÎ AL-FARASI WA AL WA AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39357... · 2018-04-19 · PROGRAM STUDI

82

82

Katsîr, Ibnu, Tafsir al-Qur’an al-‘Adzim, jilid 3. Beirut: Dâr Taibah, 2008.

Kementrian Agama RI, Hewan dalam Perspektif al-Qur’an dan Sains, Jakarta:

Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an, 2012.

Al-Khurâsânî, Abu ‘Abd al-Rahman Ahmad ibn Syu’aib ibn ‘Alî, Sunan al-

Nasâ’î. Beirut: Dâr al-Fikr, 2005.

Al-Madînî, Mâlik ibn Anas ibn Mâlik ibn Amir al-Asbahî. al-Muwatta, Beirut:

Muassasah al-Risâlah, 1412.

Al-Masri, Abi al-Fadl Jamâluddin bin Muhammad bin Mukrim Ibnu Manzur al-

Ifrâqi, Lisan al-‘Arab, Jilid 12. Beirut: Dâr al-Fikr, 1968.

Muhammad al-Sayyim, Rumah Penuh Cahaya, Yogyakarta: Tiga Lentera Utama

(L3U) Press, 2000.

Muhammad ibn Hibban ibn Ahmad ibn Hibban, al-Ihsân fî Taqrîb Sahîh Ibn

Hibban, Jilid 18. Beirut: Muassasah al-Risalah, 1988.

Munawwar, Said Agil Husin, Asbabul Wurud: Studi Kritis Hadis Pendekatan

Sosio-Historis-Kontekstual. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001.

Munawwir, Ahmad Warson, al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia. Surabaya:

Pustaka Progressif, 1997.

Muqtada, Muhammad Rikza, Kritik Nalar Hadis Misoginis, Musawa, Vol. 13,

No. 2. Desember 2014.

Al-Naisâbûrî, Al-Imam al-Hafiz Abi al-Husain Muslim ibn Hajjâj al-Qusyairî,

Sahîh Muslim, (Beirut: Dâr al-Fikr, 2003), h. 1115.

Al-Nawawi, Imam, Syarah Sahîh Muslim. Jakarta: Darus Sunnah Press, 2014.

Norlayla, Hadis tentang Ujian Hidup dengan Anak Perempuan: Kajian Fiqh Al-

Hadits. Skripsi Fakultas Ushuluddin dan Humaniora UIN Antasari

Banjarmasin, 2015.

Page 99: KAJIAN TERHADAP HADIS INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN FÎ AL-FARASI WA AL WA AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39357... · 2018-04-19 · PROGRAM STUDI

83

83

Qardhawi, Yusuf, Bagaimana Memahami Hadis Nabi, Penerjemah Muhammad

al-Baqir. Bandung: Karisma, 1993.

_____, Yusuf, Fiqih Jihad; Sebuah Karya Monumental terlengkap Tentang Jihad

menurut al-Qur’an dan Sunnah. Bandung: PT Mizan Publika, 2010.

Al-Qurtubi, Syaikh Imam, Tafsir al-Qurtubi, Jilid 7. Penerjemah Sudi Rosadi,

dkk. Jakarta: Pustaka Azzam, 2008.

Shafiyyur, Syaikh Rahman al-Mubarakfury, Sirah Nabawiyah. Jakarta: Pustaka

Al-Kautsar, 2008.

Shihab, M. Quraish, Membumikan al-Qur’an. Bandung: Mizan, 1999.

_____, Perempuan; dari Cinta sampai Seks dari Nikah Mut’ah sampai Nikah

Sunnah dari Bias Lama sampai Bias Baru. Jakarta: Lentera Hati, 2005.

Al-Sijistâni, Abî Dâud Sulaimân ibn al-Asy’ats, Sunan Abî Dâud. Riyadh: Bait al-

Afkâr al-Dauliyyah, 1994.

Sholikha, Niamatus “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Jasa Transportasi Online

Go-Jek Berdasarkan Contract Drafting Dengan Akad Musharakah Yang

Diterapkan Oleh PT Go-Jek Indonesia Cabang Tidar Surabaya. Thesis S2

UIN Sunan Ampel Surabaya, 2016.

Syaikhudin, Perempuan yang Membatalkan Sholat, Musawa, vol. 10, no. 1.

Januari 2011.

Syakir, Syaikh Ahmad, Mukhtasar Tafsir Ibnu Katsir. Jakarta: Darus Sunnah,

2014.

Subgyo, Joko, Metodologi PenelItian, Dalam Teori dan Praktek. Jakarta: PT.

Rineka Cipta, 1994.

Subhan, Zaitunah, Al-Qur’an dan Perempuan; Menuju Kesetaraan Gender dalam

Penafsiran. Prenadamedia Grup, 2015.

Page 100: KAJIAN TERHADAP HADIS INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN FÎ AL-FARASI WA AL WA AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39357... · 2018-04-19 · PROGRAM STUDI

84

84

Surahmad, Winarno, Pengantar Penelitian Ilmiah. Bandung: Tarsito, 1994.

Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis Nabi; Perspektif Muhammad al-

Ghazali dan Yusuf al-Qardhawi, Yogyakarta: Teras, 2008.

Al-Syaikh, Syaikh Abdurrahman ibn Hasan Alu, Fathul Majid Syarh Kitab al-

Tandib. Penerjemah Izzudin Karimi, dkk. Jakarta: Darul Haq, 2015.

Syaikh Ahmad Syakir, Mukhtasar Tafsir Ibnu Katsir, jilid 1. Penerjemah Agus

Ma’mun, dkk. Jakarta: Darus Sunnah Press, 2014.

Al-Suyûti, al-Hâfidz Jalâluddin, Sunan al-Nasâ’î bi Syarh Jalâluddin al- Suyûti,

Jilid 3. Beirut: Dâr al-Fikr, t.t.

Taimiyyah, Ibnu, Baik dan Buruk: al-Hasanah wa al-Sayyi’ah. Penerjemah Fauzi

Faisal Bahreisy. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, t.t.

Al-Tirmizî, Muhammad ibn ‘Îsâ ibn Saurah, Sunan al-Tirmidzî. Riyadh: Bait al-

Afkâr al-Dauliyyah, 297.

Ulamai, Hasan Asy’ari, Melacak Hadis Nabi Saw Cara Cepat Mencari Hadis

Dari Manual Hingga Digital. Semarang: RaSAIL, 2006.

Wahidah, Fatira, Al-Mar’ah dalam Hadis Nabi SAW. Sekolah Tinggi Agama

Islam Negeri Sultan Qaimuddin Kendari.

Wensick, A.J, Mu’jam al-Mufahharas li alfâz al-Hadis al-Nabawî, jilid 3. Breil:

Leiden, 1936.

Yazîd, ibn Al-Hâfiz Abi ‘Abdillâh Muhammad, Sunan Ibnu Mâjah. Riyadh: Bait

al-Afkâr al-Dauliyyah, t.t.

Yunus, Mahmud, Kamus Arab Indonesia. Ciputat: Mahmud Yunus Wa

Dzurriyah, 2010.

Zulfa, Indana, Pandangan Hadis Terhadap Tatayyur (Studi Kasus Tradisi

Pemilihan Pasangan dan Hari Pernikahan dengan Perhitungan Jawa di

Page 101: KAJIAN TERHADAP HADIS INNAMÂ AL-SYU’MU FÎ TSALÂTSATIN FÎ AL-FARASI WA AL WA AL ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39357... · 2018-04-19 · PROGRAM STUDI

85

85

Desa Dukuh Kembar Kecamatan Dukun Kabupaten Gresik). Skripsi S1

Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2015.