Kajian Teknis Kecepatan Kapal Jukung Di UR Pulau Maluku ... · Kecil Barat, cakupan wilayah...

24
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Perairan dan Perikanan di Tempat Penelitian Laut dipandang sebagai pemersatu gugusan kepulauan dan juga menjadi media integrasi determinan pembangunan secara utuh, baik sosio ekonomi, sosio politik, institusional dan lingkungan, serta hukum. Rangkaian dasar pikir dan kenyataan yang diuraikan di atas menjadi fenomena umum untuk Maluku. Secara geografis Kabupaten Maluku Tenggara terletak pada koordinat 131 o – 133 o 5’ Bujur Timur dan 5 o – 6,5 o 00’ Lintang Selatan, dengan batasannya Sebelah Utara dengan Papua Bagian Selatan,Sebelah Selatan Berbatasan dengan Laut Arafura, Sebelah barat berbatasan dengan Laut Banda dan bagian Utara Kepulauan Tanimbar, Sebelah Timur berbatasan dengan Kepulauan Aru. Secara administrasi pemerintahan Ur Pulau terletak wilayah Kecamatan Kei Kecil Barat, cakupan wilayah dibatasi pada titik koorninat 5 0 5'45'' Bujur Timur dan 132032'30'' Lintang Selatan, sedangkan secara geografis di sebelah utara berbetasan dengan pulau-pulau Sepuluh (10) sebelah timur berbatasan dengan Pulau Warbal, sebelah Selatan berbatasan dengan Pulau Nuhuta. Kedalaman perairan antara 2 sampai 20 meter, dasar perairan berpasir terutama dibagian dekat pantai. 2.2 Kapal Perikanan Menurut Nomura dan Yamazaki (1977), yang dimaksud dengan kapal perikanan adalah kapal yang digunakan dalam dunia usaha perikanan yang pelaksaannya atau kegiatannya dalam usaha penangkapan atau mengumpulkan sumberdaya perairan, pengengelolaan usaha budidaya perairan serta penggunaan dalam beberapa kegiatan (seperti untuk research, traning, dan inspeksi sumberdaya perairan). Kapal merupakan suatu bangunan atau konstruksi terapung yang berfungsi sebagai wadah, tempat bekerja (working area) dan sarana transportasi, dimana kapal ikan termasuk didalamnya (Iskandar & Novita 1997). Ayodhyoa (1972) mengartikan bahwa kapal perikanan merupakan kapal yang digunakan pada usaha penangkapan

Transcript of Kajian Teknis Kecepatan Kapal Jukung Di UR Pulau Maluku ... · Kecil Barat, cakupan wilayah...

7 7

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kondisi Perairan dan Perikanan di Tempat Penelitian

Laut dipandang sebagai pemersatu gugusan kepulauan dan juga menjadi

media integrasi determinan pembangunan secara utuh, baik sosio ekonomi, sosio

politik, institusional dan lingkungan, serta hukum. Rangkaian dasar pikir dan

kenyataan yang diuraikan di atas menjadi fenomena umum untuk Maluku. Secara

geografis Kabupaten Maluku Tenggara terletak pada koordinat 131o – 133o5’ Bujur

Timur dan 5o – 6,5o00’ Lintang Selatan, dengan batasannya Sebelah Utara dengan

Papua Bagian Selatan,Sebelah Selatan Berbatasan dengan Laut Arafura, Sebelah

barat berbatasan dengan Laut Banda dan bagian Utara Kepulauan Tanimbar, Sebelah

Timur berbatasan dengan Kepulauan Aru.

Secara administrasi pemerintahan Ur Pulau terletak wilayah Kecamatan Kei

Kecil Barat, cakupan wilayah dibatasi pada titik koorninat 505'45'' Bujur Timur dan

132032'30'' Lintang Selatan, sedangkan secara geografis di sebelah utara berbetasan

dengan pulau-pulau Sepuluh (10) sebelah timur berbatasan dengan Pulau Warbal,

sebelah Selatan berbatasan dengan Pulau Nuhuta. Kedalaman perairan antara 2

sampai 20 meter, dasar perairan berpasir terutama dibagian dekat pantai.

2.2 Kapal Perikanan

Menurut Nomura dan Yamazaki (1977), yang dimaksud dengan kapal

perikanan adalah kapal yang digunakan dalam dunia usaha perikanan yang

pelaksaannya atau kegiatannya dalam usaha penangkapan atau mengumpulkan

sumberdaya perairan, pengengelolaan usaha budidaya perairan serta penggunaan

dalam beberapa kegiatan (seperti untuk research, traning, dan inspeksi sumberdaya

perairan). Kapal merupakan suatu bangunan atau konstruksi terapung yang berfungsi

sebagai wadah, tempat bekerja (working area) dan sarana transportasi, dimana kapal

ikan termasuk didalamnya (Iskandar & Novita 1997). Ayodhyoa (1972) mengartikan

bahwa kapal perikanan merupakan kapal yang digunakan pada usaha penangkapan

8 8

ikan atau mengumpulkan sumberdaya perairan, kegiatan-kegiatan riset, guidance,

traning, control dan sebagainya yang berkaitan dengan usaha tersebut.

Ayodhyoa (1972) mengartikan bahwa kapal perikanan merupakan kapal yang

digunakan pada usaha penangkapan ikan atau mengumpulkan sumberdaya perairan,

kegiatan-kegiatan riset, guidance, traning, control dan sebagainya yang berkaitan

dengan usaha tersebut. Fyson (1985), menyatakan bahwa kapal perikanan adalah

kapal yang dibangun untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan usaha penangkapan ikan

dengan ukuran, rancangan bentuk dek, kapasitas muat, akomodasi, mesin serta

berbagai perlengkapan yang secara keseluruhan disesuaikan dengan fungsi dalam

rencana operasi.

Iskandar dan Imron (1993), mengemukakan bahwa kapal yang dibangun oleh

suatu usaha perikanan tergantung dari besar kecilnya usaha tersebut. Besar kecilnya

dari kapal yang dibuat, juga seringkali disebabkan berdasarkan tujuan dari daerah

penangkapan serta fasilitas di “ fishing base ”.

Menurut Iskandar dan Pujiati (1995), berpendapat bahwa kapal penangkapan

ikan dapat diklasifikasikan menjadi 4 kelompok berdasarkan teknik pengoperasian

alat yang digunakan, diantara :

1) Kapal yang mengoperasikan alat tangkap yang diam/statis (static gear), contohnya

gillnet, trammel net dan pancing;

2) Kapal yang mengoperasikan alat tangkap yang ditarik (towed gear/dragged gear),

contohnya pancing tonda, trawl, pukat ikan dan lainnya;

3) Kapal yang mengoperasikan alat yang tangkap dilingkarkan (encircling gear),

seperti purse seine, paying dan dogol;

4) Kapal yang mengoperasikan lebih dari satu alat tangkap yang berbeda

(multipurpose).

Menurut Gunawan (1987), kapal ikan tradisional di Indonesia umumnya

primitif sekali, tetapi modernisasinya dapat dipercepat terutama dengan adanya sistim

motorisasi perikanan di indonesia. Motorisasi perikanan ini secara lambat laun akan

merubah desain dan konstruksi kapal serta akan menggantikan kapal ikan tradisional

di seluruh pelosok wilayah Indonesia. Untuk mengetahui kecepatan kapal jukung

9 9

yang sesuai dengan daya mesin yang digunakan akan dilakukan pendekatan

berdasarkan beberapa parameter analisis.

Pasaribu (1986), menyatakan bahwa lebih dari 90 % kapal penangkap ikan

yang ada di Indonesia beroperasi di perairan pantai dan pada umumnya sebagian

besar dari kapal-kapal tersebut dibangun berdasarkan pengalaman tanpa

menggunakan perhitungan-perhitungan yang pasti sebagaimana pembuatan kapal-

kapal kayu yang dibangun secara modern, demikian juga dengan pembangunan kapal

yang digerakan dengan motor atau tanpa motor. Kapal jukung merupakan salah salah

satu jenis alat transportasi nelayan tradisional yang biasanya digunakan untuk

melakukan usaha penangkapan ikan.

2.3 Dimensi Utama Kapal

Menurut Dohri dan Soedjana (1983) dimensi utama kapal yang terdiri dari :

1) Panjang kapal (Length/L)

Panjang kapal dapat dibedakan dalam 3 bagian yaitu LOA, LPP dan LWL.

Panjang total atau LOA (Length Over All) adalah jarak tegak lurus kapal yang

diukur mulai dari titik terdepan dari linggi haluan sampai dengan titik

terbelakang dari buritan. Panjang total ini merupakan panjang yang terbesar

dari sebuah kapal dan diukur sejajar dengan lunas kapal seperti ditunjukkan

pada Gambar 2

LOA

Gambar 2 Ukuran panjang total kapal (LOA)

10 10

Jarak sepanjang garis tegak atau LPP/LBP (Length Perpendicular/Length

Between Perpendicular) adalah jarak horizontal yang dihitung dari garis tegak

haluan sampai dengan garis tegak buritan. Garis tegak haluan atau FP (Fore

Perpendicular) ialah garis khayal yang terletak tegak lurus pada perpotongan

antara Lwl dan badan kapal pada bagian haluan. Sedangkan yang dimaksud

dengan garis tegak buritan atau AP (After Perpendicular) ialah sebuah garis

khayal yang terletak pada badan kapal bagian buritan atau berada di belakang

poros kemudi (bagi kapal yang memiliki poros kemudi) (Gambar 3).

AP LPP FP

Gambar 3 Ukuran panjang garis tegak (LPP)

Panjang garis air atau LWL (Length of Water Line) adalah jarak horizontal

pada kapal yang dihitung dari titik perpotongan antara garis air (water line)

dengan linggi haluan sampai dengan titik perpotongan antara garis air dengan

linggi buritan (Gambar 4).

LWL

Gambar 4 Panjang garis air (LWL)

11 11

2) Lebar kapal (Breadth/B)

Lebar kapal pada umumnya dibedakan menjadi 2 macam yaitu :

Lebar terbesar atau Bmax (Breadth maximum), adalah jarak horizontal pada

lebar kapal yang terbesar, dihitung dari salah satu sisi terluar (sheer) yang satu

ke sisi (sheer) lainnya yang berhadapan (Gambar 5).

Lebar dalam atau Bmoulded (Breadth moulded), adalah jarak horizontal pada

lebar kapal yang terbesar, diukur dari bagian dalam kulit kapal yang satu ke

bagian dalam kulit kapal lainnya yang berhadapan (Gambar 5).

Gambar 5 Lebar kapal(sumber : Dahri dan Soedjana, 1983 digambar ulang)

3) Dalam kapal (Depth)

Dalam suatu kapal dibedakan atas :

Dalam atau D (Depth), adalah jarak vertikal yang diukur dari dek terendah

kapal sampai titik terendah badan kapal (Gambar 6).

Sarat kapal atau d (draft), adalah jarak vertikal yang diukur dari garis air

(water line) tertinggi sampai dengan titik terendah badan kapal (Gambar 6)

Lambung bebas (freeboard), adalah jarak vertikal/tegak yang diukur dari garis

air (water line) tertinggi sampai dengan sheer (Gambar 6).

12 12

Gambar 6 Dalam kapal(sumber : Dahri dan Soedjana, 1983 digambar ulang)

Menurut Fyson (1985), dalam desain sebuah kapal karakteristik perbandingan

dimensi-dimensi utama (L, B, D) merupakan hal penting yang harus diperhatikan.

Perbandingan tersebut meliputi :

1) Perbandingan antara panjang dan lebar (L/B), merupakan faktor yang

berpengaruh terhadap tahanan gerak dan kecepatan kapal;

2) Perbandingan antara lebar dan dalam (B/D), merupakan faktor yang

berpengaruh terhadap stabilitas; dan

3) Perbandingan antara panjang dan dalam (L/D), merupakan faktor yang

berpengaruh terhadap kekuatan memanjang kapal.

Iskandar dan Novita (2000) mengemukakan, bahwa rasio dimensi utama

kapal penangkap ikan tradisional di Indonesia memiliki beberapa perbedaan nilai

parameter pada badan kapal apabila dibandingkan dengan kapal Jepang, dengan

demikian nilai kisaran yang dimiliki oleh kapal Jepang sebagian besar lebih besar dari

parameter kapal Indonesia. Menurut Iskandar (2007), mengatakan bahwa apabila nilai

L/B semakin mengecil maka nilai rasio akan berpengaruh terhadap kecepatan kapal,

nilai L/D semakin membesar mengakibatkan kekuatan memanjang kapal menjadi

lemah, sedangkan nilai dari B/D makin membesar maka akan memberikan stabilitas

kapal yang baik namun propulsive ability akan memburuk.

13 13

2.4 Koefisien Balok (Coeffisien of block)

Koefisien bentuk suatu kapal erat hubungannya dengan stabilitas kapal,

menurut Fyson (1985), stabilitas kapal ikan didefenisikan sebagai kemampuan kapal

tersebut untuk kembali ke posisi semula setelah mengalami momen temporal. Momen

ini dapat disebabkan oleh angin, gelombang, sebaran muatan di kapal, air di dek dan

lain-lain.

Muckel (1975) menyatakan bahwa stabilitas kapal tergantung pada beberapa

faktor antara lain dimensi kapal, bentuk kapal badan kapal yang ada di dalam air,

distribusi benda-benda yang ada diatas kapal dan sudut kemiringan kapal terhadap

bidang horizontal.

Fyson (1985) mengemukakan bahwa coefficient of fineness akan

menunjukkan bentuk badan kapal berdasarkan hubungan antara luas area badan kapal

yang berbeda dan volume badan kapal terhadap masing-masing dimensi utama kapal,

coefficient of fineness untuk kapal yang tidak bergerak (V = 0 m/det).

2.5 Parameter Hidrostatis

Menurut Iskandar dan Novita (1997), parameter hidrostatis merupakan

parameter yang menyangkut kemampuan kapal untuk mengapung ditas air. Parameter

hidrostatis juga menggambarkan kondisi awal kapal (by design) selama kapal

mengalami perubahan berat, variasi trim dan draf. Beberapa parameter hidrostatis

yang perlu diketahui antara lain (Derret & Barras 2006) :

1) Volume displasement (∇), menunjukan kapasitas/volume badan kapal dibawah

water line (WL) atau volume air yang dipindahkan pada saat kapal berada

dalam air pada draft tertentu.

2) Ton displacement (Δ), menunjukkan berat badan kapal di bawah WL atau

berat air laut yang dipindahkan pada saat kapal berada dalam air pada draft

tertentu.

3). Coefficient of block (Cb), menunjukkan perbandingan antara nilai volume

displacement kapal dengan volume bidang balok yang mengelilingi badan

kapal. Cb juga dikenal sebagai koefisien kegemukan badan kapal (Gambar 7).

14

(Sumber : Iskandar dan Novita, 1997 digambar ulang)

4) Coefficient of prismatic (Cp),

displacement kapal dengan volume yang dibentuk oleh luas area penampang

melintang tengah kapal (A

Cp juga dikenal sebagai koefisien yang menunjukkan bentuk badan kapal

secara horizontal (Gambar

5) Coefficient vertical prismatic (Cvp),

volume displacement kapal dengan volume yang dibentuk oleh luas area kapal

pada WL tertentu secara horizontal

juga dikenal sebagai koefisien yang menunjukkan bentuk

vertikal (Gambar 8).

Gambar 8 Coefficient of (Sumber : Iskandar dan Novita, 1997 digambar ulang)

Gambar 7 Coefficient of block (Cb)(Sumber : Iskandar dan Novita, 1997 digambar ulang)

Coefficient of prismatic (Cp), menunjukkan perbandingan antara

kapal dengan volume yang dibentuk oleh luas area penampang

melintang tengah kapal (A) dan panjang kapal pada garis air tertentu (Lwl).

Cp juga dikenal sebagai koefisien yang menunjukkan bentuk badan kapal

secara horizontal (Gambar 7).

al prismatic (Cvp), menunjukkan perbandingan antara

kapal dengan volume yang dibentuk oleh luas area kapal

pada WL tertentu secara horizontal-longitudinal (Aw) dan draft kapal.

juga dikenal sebagai koefisien yang menunjukkan bentuk badan kapal secara

).

Coefficient of prismatic (Cp) dan coefficient vertical prismatic (Cvp)(Sumber : Iskandar dan Novita, 1997 digambar ulang)

14

menunjukkan perbandingan antara volume

kapal dengan volume yang dibentuk oleh luas area penampang

) dan panjang kapal pada garis air tertentu (Lwl).

Cp juga dikenal sebagai koefisien yang menunjukkan bentuk badan kapal

menunjukkan perbandingan antara

kapal dengan volume yang dibentuk oleh luas area kapal

kapal. Cvp

badan kapal secara

(Cvp)

15 15

6) Coefficient of waterplan (Cw), menunjukkan besarnya luas area penampang

membujur tengah kapal dibandingkan dengan bidang empat persegi panjang

yang mengelilingi luas area tersebut. Cw menunjukkan bentuk badan kapal

pada bagian waterplan area (Gambar 9).

Gambar 9 Coefficient of waterplane (Cw)(Sumber : Iskandar dan Novita, 1997 digambar ulang)

7) Coefficient of midship (C), menunjukkan perbandingan antara luas

penampang melintang tengahs kapal secara vertikal dengan bidang empat

persegi panjang yang mengelilingi luas area tersebut. C mengambarkan

bentuk badan kapal pada bagian tengah kapal/midship (Gambar 10).

Gambar 10 Coefficient of midship (C)(Sumber : Iskandar dan Novita, 1997 digambar ulang)

Coefficient of midship (C), menunjukkan perbandingan antara luas

penampang melintang tengahs kapal secara vertikal dengan bidang empat persegi

panjang yang mengelilingi luas area tersebut. C mengambarkan bentuk badan kapal

pada bagian tengah kapal/midship. Koefisien bentuk kapal juga dipengaruhi oleh luas

16 16

bagian lambung kapal yang terbenam dalam air, bentuk lambung kapal yang

terbenam di air berbeda-beda sesuai dengan jenis kapal, dimana kapal yang

memerlukan kecepatan tinggi maka bentuk lambungnya lebih langsing dibandingkan

dengan jenis kapal yang kurang memerlukan kecepatan tinggi.

Bentuk lambung kapal ini berhubungan dengan koefisien bentuk. Dibawah ini

disajikan nilai koefisien bentuk yang dikemukakan oleh Nomura dan Yamazaki

(1977), Tabel 1.

Tabel 1 Koefisien bentuk untuk masing-masing jenis kapal berdasarkan alat tangkapyang dioperasikan

Kelompok kapal Kisaran nilai Cb Cp C Cw

Alat tangkap yang ditarik 0,58 – 0,67 0,66 – 0,72 0,88 – 0,93 - Alat tangkap pasif 0,63 – 0,72 0,83 – 0,90 0,65 – 0,75 0,91 – 0,97 Alat tangkap yang 0,57 – 0,68 0,76 – 0,94 0,67 – 0,78 0,91 – 0,95

Dilingkarkan

2.6 Sistem Propulsi Kapal

Kapal yang sedang bergerak merupakan suatu benda yang terapung dan

bergerak pada media air. Apabila kapal tersbut bergerak maka padanya akan

mengalami hambatan (resistance force) dari media yang dilaluinya (Kilmanun, 1993).

Agar kapal dapat bergerak dengan sesuatu kecepata yang diinginkan, maka

kapal tersebut harus diberikan suatu dorongan yang dihasilkan dari mesin induk ke

baling-baling. Gaya dorong tersebut harus lebih besar dari besarnya tahanan yang

bekerja pada badan kapal, dengan demikian gaya dorong merupakan fungsi dari

bentuk badan kapal.

Apabila bentuk badan kapal didesain sebaik mungkin maka tahanan yang

bekerja pada kapal tersebut akan lebih kecil, dengan demikian daya mesin penggerak

yang dipergunakan akan lebih kecil pula. Untuk itu maka sisim penggerak atau

propulsi kapal sangat penting peranannya dalam perencanaan sebuah kapal.

17 17

2.6.1 Mesin kapal

2.6.1.1 Mesin utama kapal ikan

Mesin utama kapal ikan yang pada umumnya digunakan saat ini adalah

berdasarkan sistem pembakaran suatu motor maka dapat dibedakan menjadi motor

listrik, motor pembakaran luar, dan motor pembakaran dalam. Pembakaran yang

berlangsung didalam silinder disebut motor pembakaran dalam (Soenarto, 1985).

Pemakaian mesin yang sesuai berguna untuk efesiensi eksplotasi kapal perikanan.

Mesin harus dipilih dengan mempertimbangkan hasil kerja sesuai dengan tenaga dan

kecepatan yang diinginkan (Trianto, 1985). Mesin induk merupakan mesin penghasil

tenaga sebagai penggerak utama yang dilengkapi dengan adanya poros, baling-baling,

bantalan tabung poros baling-baling (stren tube), kopling dan kemudi. Klasifikasi

mesin pokok terdiri dari mesin uap torak, mesin uap turbin, turbin gas dan motor

bakar (Trianto, 1985).

Soenarta dan Furuhama (1985), mengemukakan bahwa mesin kapal harus

dipasang sedemikian rupa sehingga poros engkol yang dihubungkan dengan poros

propeller agak menurun sedikit di buritan. Akan sangat baik kalau kemiringannya

kecil yaitu tidak lebih dari 80. Kalau kemiringannya lebih besar akan mengurangi

daya yang dikeluarkan sehingga kecepatan pun berkurang. Dudukan mesin harus satu

sumbu dengan bantalan poros propeller dan dipasang secara tetap dan menetap kuat

pada kapal.

Menurut Murdiyanto dan Iskandar (2004), mengemukan bahwa mesin kapal

pada umumnya mempunyai konstruksi dan karakteristik yang berbeda dengan mesin

yang ada didarat, yang menjadi pertimbangan utama pada mesin kapal adalah

keselamatan. Mesin ini dipergunakan diperairan, dan apabila terjadi kecelakaan akan

berakibat fatal. Ketika kapal sedang berlayar maka mesin kapal digunakan dengan

waktu yang lama secara terus-menerus. Penggunaan mesin yang terus-menerus dan

kurangnya perawatan akan menyebabkan adanya penurunan daya yang dikeluarkan.

Penurunan daya ini menyebabkan putaran mesin mesin turun dan diteruskan dengan

menurunnya putaran propeller yang menyebabkan kecepatan kapal berkurang.

18 18

Penurunan daya juga akan menurunkan efisiensimesin kapal tersbut baik terhadap

waktu maupun bahan bakar.

Menurut Arismunandar (1977), mesin yang banyak digunakan sekarang

adalah mesin kalor, yaitu mesin yang menggunakan energi termal untuk melakukan

kerja mekanik atau yang mengubah energi termal menjadi energi mekanik. Energi itu

sendiri dapat diperoleh dengan proses pembakaran, proses fusi bahan bakar nuklir

atau proses lain-lain. Ditinjau dari segi cara memperoleh energi mesin kalor dibagi

menjadi dua golongan, yaitu mesin pembakaran luar dan mesin pembakaran dalam.

Mesin pembakaran luar proses pembakaran terjadi di luar mesin, dimana energi

termal dari gas hasil pembakaran dipindahkan ke fluida kerja mesin, melalui beberapa

dinding pemisah. Pada umumnya mesin pembakaran dalam dikenal dengan motor

bakar. Proses pembakaran berlangsung di dalam motor bakasr itu sendiri sehingga

gas pembakaran yang terjadi sekaligus berfungsi sebagai fluida kerja.

Menurut Echizen et. al., (1987), mesin kapal penangkap ikan adalah nama

umum dari mesin yang mempunyai konstruksi dan penampilan yang cocok digunakan

untuk menangkap ikan. Mesin kapal terdiri atas dua macam, yaitu mesin utama yang

digunakan untuk memutar baling-baling atau sebagai tenaga penggerak kapal dan

mesin bantu yang digunakan untuk membantu operasi penangkapan. Pada umumnya

mesin utama dan mesin bantu adalah mesin pembakaran.

Penggunaan mesin dalam suatu usaha penangkapan merupakan suatu usaha

modernisasi dalam bidang perikanan yang ditujukan untuk meningkatkan hasil

tangkapan. Perbedaan tenaga penggerak dari berbagai armada penangkapan akan

memberikan perbedaan terhadap hasil tangkapan pada suatu daerah penangkapan

(fishing ground) yang sama, (Jakobson, 1964).

Berdasarkan pemasangan mesin di kapal, mesin dapat dibedakan atas dua

jenis yaitu: mesin inboard yang pemasangannya diatas deck kapal sehingga dapat

dibongkar pasang dengan mudah atau pemasangannya didalam deck. Mesin outboard

dirancang untuk pelayaran yang memiliki dua jenis yaitu mesin yang dirancang

khusus untuk di laut yang biasanya disebut marine engine yang umumnya terdapat di

kapal layar serta jenis mesin yang kedua adalah mesin yang berporos panjang.

19 19

Berdasarkan letak pemasangan mesin outboard dapat dibedakan atas tiga jenis yaitu:

mesin yang dipasang disamping kapal, dibagian belakang kapal (buritan kapal), dan

didalam kapal pada bagian buritan kapal (Traung, 1975).

Menurut Soenarta (1985), mesin tempel adalah salah satu jenis mesin

outboard yang terdiri dari sebuah mesin, poros penggerak, gigi reduksi, poros baling-

baling, dan baling-baling. Karakteristik dari mesin tempel adalah sebagai berikut :

1) Umumnya mesin tempel adalah mesin dua tak;

2) Menghasilkan daya keluaran per berat unit yang besar,

3) Beratnya ringan dan kompak; dan

4) Sangat mudah dibongkar dan dipasangkan pada kapal serta serta mudah

dibawa-bawa.

Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) (1989)), menyebutkan bahwa posisi

pemasangan mesin terhadap dudukan mesin haruslah sempurna untuk mencegah

getaran mesin. Sudut pemasangan mesin terhadap kedudukan mesin dapat telihat

pada Tabel 2 :

Tabel 2 Pemasangan mesin terhadap kedudukan mesin

Sudut inklinasi

Komponen instelasi Sisi kapal Depan dan belakang kapal Statis Dinamis Statis Dinamis Mesin utama 15° 22,5 ° 5 ° 7,5°

Menurut Ayodhyoa (1972), mengemukakan bahwa persyaratan mesin yang

layak pakai dan dapat pula dioperasikan yaitu harus memenuhi syarat BKI,

mempunyai bobot yang relatif ringan dengan volume yang relatif kecil, pada kapal

kekiri atau kekanan (oleng) yang terus menerus dengan sudut kemiringan 22,50 motor

tetap dapat berfungsi, pada keadaan oleng arah membujur (trim) yang terus menerus

dengan sudut kemiringan 100 motor dapat befungsi, efisien dalam pemakaian bahan

bakar, tidak menimbulkan getaran yang merugikan, mudah untuk diperbaiki

20 20

(dibongkar pasang pada setiap saat) mengingat kemungkinan terjadinya kerusakan

pada saat pelayaran, tahan terhadap air laut, tidak menggunakan bahan bakar yang

mudah terbakar, tahan untuk pengoperasian yang sifatnya terus-menerus dan mudah

untuk dioperasikan. Akasaka T dan Tower B (1988) mengemukakan bahwa mesin

yang menggerakkan kapal ikan yaitu mesin diesel dan mesin bensin.

1) Mesin diesel

Prinsip kerja mesin diesel adalah mengisap udara di dalam tabung bahan

bakar untuk untuk meningkatkan suhu dan tabung bakar atau silinder, apabila udara

ini ditekan dalam silinder menyebabkan suhu dan tekan tekanan akan sangat tinggi

secara tiba-tiba pada saat bahan bakar solar disemprotkan dalam bentuk embun

sehingga terjadi pembakaran dalam silinder. Mesin diesel memanfaatkan pemuaian

gas untuk membangkitkan tenaga putar propeller atau baling-baling.

2) Mesin bensin

Prinsip kerja mesin bensin sama saja dengan mesin diesel namun mesin besin

menggunakan bahan bakar bensin dimana pembakaran terjadi di dalam silinder

dengan cara percikan api listrik yang berasal dari accu, kelebihan dari mesin ini

adalah lebih ringan dari mesin diesel. Mesin bensin biasanya digunakan pada kapal-

kapal yang umumnya disebut mesin tempel.

2.6.1.2 Cara mengatur fungsi mesin bakar intern

Agar mesin yang tiap siklusnya terjadi empat kali langkah torak atau satu kali

putaran poros engkol untuk menghasilkan satu kali langkah usaha yang terjadi pada

saat itu adalah, langkah pemasukkan, langkah kompresi, langkah usaha/ekspansi, dan

langkah pembuangan.

Mesin dua langkah lebih kecil ruang geraknya namun lebih besar tenaga

(output) yang dihasilkan lebih besar dari mesin empat langkah, diman prinsip kerja

dari mesin ini terjadi dua kali langkah torak atau satu putaran poros engkol untuk

menghasilkan satu langkah usaha, selain itu mesin dua langkah lebih sederhana

konstruksinya tidak banyak mengalami gangguan, mudah dipasang, namun dalam

21 21

proses pembakaran banyak menggunakan bahan bakar dan minyak pelumas serta

ruang pembakaran dengan mudah kotor, keuntungannya yaitu lebih menguntungkan

daripada kekurangannya sehingga sistim inilah yang digunakan pada mesin diesel.

2.6.2 Sistem poros dan baling-baling

2.6.2.1 Sistem poros

Poros merupakan suatu alat yang digunakan untuk menggerakkan baling-

baling kapal yang dimana daya penggeraknya diperoleh dari hasil kerja dari mesin

kapal. Poros merupakan salah satu bagian yang penting dari setiap mesin, hampir

semua mesin meneruskan tenaga bersama-sama dengan putaran. Poros mempunyai

peranan penting dalam mentransmisikan daya (Sularso. 1983).

Poros merupakan suatu seri batang yang di pasang di mesin utama dan baling-

baling (propeller) atau untuk meneruskan daya putar mesin utama ke baling-baling

atau meneruskan dorongan air yang dihasilkan dengan perputaran baling-baling ke

kapal melalui roda pelor pendorong (Echien el. al, 1987).

Firnasari (2004), mengemukakan bahwa poros baling-baling merupakan

penghubungkan anatara mesin dan baling-baling. Perputaran putar dari poros

mengakibatkan baling-baling juga ikut berputar. Berputarnya baling-baling

mengakibatkan perpindahan massa air yang berada didepan baling-baling ke belakang

baling-baling, perpindahan massa air tersebut mengakibatkan kapal dapat bergerak

maju.

Akasaka T dan Tower B (1988) menyampaikan bahwa poros baling-baling

berfungsi untuk menyalurkan gaya dari mesin induk ke baling-baling dan sekaligus

merndamkan getaran oleh mesin dan baling-baling ke seluruh bagian tubuh kapal.

22 22

(1) Macam-macam poros

Menurut Sularso (1983), poros umumnya digunakan untuk meneruskan daya

yang mana dapat diklasifikasikan menurut pembebanannya adalah sebagai berikut :

1). Poros Transmisi, poros ini mendapat beban puntir murni atau puntir dan lentur.

Daya ditransmisikan kepada poros ini melalui kopling.roda gigi, puli sabuk atau

spoket rantai dan lain-lain.

2). Spindel, poros transmisi yang relatif pendek, seperti poros utama mesin perkakas,

dimana beban utamanya berupa puntiran, yang disebut spindel. Syarat yang harus

dipenuhi poros ini adalah deformasinya harus kecil dan bentuk serta ukurannya

harus teliti

3). Gardan, seperti yang dipasang diantara roda-roda kereta barang, dimana tidak

mendapat beban puntir, bahkan kadang-kadang tidak boleh perputar, yang mana

disebut gardan. Gardan ini hanya mendapat beban lentur, kecuali jika digerakkan

oleh penggerak mula dimana akan mengalami beban puntir juga.

(2) Hal-hal penting dalam perencanaan poros

Untuk merencanakan sebuah poros, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :

1) Kekuatan poros, dimana suatu poros transmisi dapat mengalami beban puntir atau

lentur, atau gabungan antara puntir dan lentur. Juga poros yang mendapat beban

tarik atau tekan seperti poros baling-baling kapal atau turbin, dan lain-lain.

Kelelahan, tumbukan atau pengaruh konsentrasi tegangan bila diameter poros

mempunyai alur pasak, harus diperhatikan.

2) Kekakuan Poros, apabila sebuah poros mempunyai kekuatan yang kuat tetapi jika

lenturan atau defleksi puntirnya terlalu besar akan menakibatkan ketidak telitian

atau getaran dan suara. Disamping itu kekuatan poros, kekakuannya juga harus

diperhatikan dan disesuaikan dengan macam mesin yang akan dilayani poros

tersebut.

3) Putaran Kritis, apabila suatu mesin dinaikkan maka pada suatu harga putaran

tertentu dapat terjadi getaran yang luar biasa besarnya, maka putaran ini disebut

23 23

putaran kritis. Hal tersebut dapat terjadi pada turbin, motor torak, motor listrik

dan lain-lain, dan dapat mengakibatka kerusakan pada poros dan bagian lainnya.

4) Korosi, bahan-bahan tahan terhadap korosi (temasuk plastik) harus dipilih untuk

poros baling-baling dan pompa bila terjadi kontak dengan fluida yang korosif.

Demikian halnya untuk poros-poros yang terancam kavitasi, dan poros-poros

yang sering berhenti lama. Sampai batas-batas tertentu dapat pula dilakukan

perlindungan terhadap korosi.

5) Bahan Poros, poros untuk mesin umumnya dibuat dari baja batang yang ditarik

dingin dan difinis, baja karbon konstruksi mesin (disebut dahan S-C) yang

dihasilkan dari ingot yang di-“kill” (baja yang dideoksidasikan dengan

ferrerolikondan dicor, kadar karbon terjamin).

(3) Poros dengan beban puntir dan beban lentur

Poros yang mendapat pembebanan utama berupa torsi, seperti pada poros

motor dengan sebuah kopling, tidak mendapat beban lain kecuali torsi, maka diameter

poros tersebut dapat lebih kecil. Jika diperkirakan akan terjadi pembebanan berupa

lenturan, tarikan, atau tekanan, maka kemungkinan adanya pembebanan tambahan

tersebut perlu diperhintungkan dalam faktor keamanan yang diambil.

Pada umumnya poros meneruskan daya melalui sabuk, roda gigi, dan rantai. Dengan

demikian poros tersebut mendapat beban puntir dan beban lentur sehingga pada

permukaan akan terjadi tegangan geser karena momen puntir dan tegangan karena

momen lentur.

2.6.3 Sistem baling-baling kapal

Baling-baling merupakan salah satu bagian yang termasuk dalam sistem

propulsi kapal yang menghasilkan gaya dorong (penggerak) untuk mengantisipasi

tahanan yang dialami kapal dan hanya dapat bekerja atas dasar putaran mesin induk

kapal. Mesin induk kapal dengan baling-baling merupakan kesatuan sistem yang

tidak dapat terpisahkan dalam perencanaan propulsi kapal (Djatmiko et al, 1983).

24 24

Ukuran baling-baling mempunyai ukuran yang berbeda-berbeda berdasarkan

ukuran kapal dan disamping itu juga dapat ditentukan oleh pitch (P), diameter (D),

dan jumlah, tebal dan luas daun (Soenarto, 1985)

2.6.3.1 Aksis baling-baling

Periode awal perkembangan teori baling-baling ulir diterangkan berdasarkan

prinsip dari perputaran mur pada baut. Bila diputar satu kali, baut akan bergerak

maju sepanjang langkah ulirnya (Pitch). Penerapannya pada baling-baling, dengan

mengasumsikan bahwa tidak memiliki viskositas maka dalam suatu kisaran baling-

baling akan bergerak maju sejauh jarak pitch. Dalam keadaan slip nol, kapal tidaj

bergerak maju karena tidak ada dorongan yang dihasilkan oleh baling-baling

(Sumarlan, 1983). Dalam keadaan tidak bergerak, namun baling-baling tetap

berputar, maka baling-baling berada dalam keadaan slip 100% (Attwood & Pangelly,

1967). Deskripsi tentang slip diperlihatkan pada Gambar 11.

JJaarraakk mmaajjuu ssaattuu ppuuttaarraannSSlliipp

AArraahh

GGeerraakkaannPPuuttaarraann DD mmaajjuu

Pitch

Gambar 11 Diskrepsi slip dan pitch baling-baling

25 25

Menurut Djatmiko et al (1983), menyatakan bahwa mesin induk kapal

dengan baling-baling merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam

perencanaan propulsi kapal. Menurut Suzuki, (1978), bahwa apabila kecepatan

sebuah kapal melebihi kecepatan yang diperlukan oleh kapal maka akan

mengakobatkan kapal tersebut tidak efisien. Hal tersebut disebabkan karena untuk

menambah daya dorong (HP) lebih dari kecepatan yang sesuai, tidak hanya

menyebabkan mesin yang digunakan terlalu besar, tetapi akan menyebabkan

konsumsi bahan bakar lebih tinggi tanpa adanya perubahan kecepatan yang berarti.

2.6.3.2 Elemen baling-baling

Baling-baling mempunyai fungsi sebagai alat mempercepat air yang melewati

bidang pinggiran baling-baling dari reaksi yang timbul akibat percepatan air tersebut

mengahsilkan daya dorong ke muka. Jadi timbul perubahan momentum dimana yang

semula diam, karena aksi baling-baling mengakibatkan terjadinya percepatan air.

Ditinjau dari teori elemen daun, propeller merupakan baling-baling angkat

(lifting vane) dimana daya angkat dan tahanan pada elemen daun berperan menambah

gaya dorong dan tenaga putar (Olson, 1965).

Prinsip kerja elemen daun baling-baling berdasarkan perbedaan tekanan pada kedua

sisi baling-baling dimana kecepatan aliran air pada bagian punggung lebih besar dari

sisi muka sehingga tekanan pada bagian punggung yang lebih tinggi, perbedaan

tekanan inilah yang menghasilkan daya angkat (Sutrisno, 1982). Tekanan pada

bagian punggung merupakan tekanan negative karena seolah-olah terjadi hisapan dan

baling-baling mendapatkan tekanan dorong dari hasil hisapan tersebut (Attwood dan

Pangelly, 1967).

26 26

Suctin Zone

Back

Trailing

edge Leading edge

Pressure zon

Face

Gambar 12 Distribusi tekanan pada elemen daun baling-baling (Attwood & Pangelly, 1967).

2.6.4 Klasifikasi baling-baling

2.6.4.1 Berdasarkan karakteristik pitch

1. Baling-baling Pitch Tetap

Picth dari baling-baling ini terpasang tetap pada bos dan tidak berubah-ubah.

Jenis baling-baling ini terbagi atas dua, yaitu picth tetap bervariasi dalam arah radial

(Harval, 1992). Menurut Djatmiko et al (1983), picth (P) adalah jarak aksial yang

dicapai setiap satu kali berputar. Pada pembebanan yang tinggi baling-baling ini

tidak dapat dimanfaatkan daya motor yang baik (Nierich dkk 1984).

2. Baling-baling Kendali Daun

Baling-baling picthnya dapat dikontrol, sehingga lanjut kisarannya dapat

dikontrol. Dengan demikian seluruh daya motor dapat dimanfaatkan secara maksimal

dalam kondisi benda yang berbeda-beda. Keuntungan lain adalah kemampuan olah

gerak yang cepat dan tanpa harus berhenti, berbalik atau merubah arah putaran dan

praktis untuk mengatasi getaran karena adanya torsi.

27 27

2.6.4.2 Berdasarkan struktur mekanik

Monoblok propeller adalah baling-baling dimana terpasang tetap pada bos

sehingga tidak dapat dipisahkan.

2.6.4.3 Baling-baling assembling

Baling-baling assembling adalah daun dan bos dapat dipisahkan. Hal ini

memberikan keuntungan karena daun dapat diganti karena rusak, namun berdampak

pada efisiensi.

2.6.4.4 Berdasarkan arah putaran

Arah rotasi adalah putaran baling-baling yang berputar dari kanana menurut

arah jarum jam yang akan memutarkan baling-baling pada rotasi maju atau

sebaliknya, jika dilihat dari buritan, jika dilihat dari buritan (Rawson,1984). Pada

kapal berbaling-baling, dikenal dengan baling-baling putaran kiri dan baling-baling

kanan, sedangkan kapal berbaling-baling dua dan putaran dalam. Menurut

(Yamamoto. 1982), bahwa baling-baling kanan berputar kekanan dan baling-baling

kiri berputar ke kiri maka pasangan baling-baling demikian disebut putaran ke kanan,

maka putarannya disebut putaran kedalam (Inward turning).

2.6.4.5 Berdasarkan jumlah daun

Berdasarkan jumlah daun, baling-baling dapat diklasifikasikan menjadi

baling-baling berdaun dua, baling-baling berdaun tiga, baling-baling berdaun empat

dan lain-lain. Pemilihan jumlah daun baling-baling yang digunakan tergantung dari

beban gaya dorong dan tingkat getaran (Olson, 1965).

2.6.4.6 Berdasarkan ukuran

Berdasarkan ukuran, baling-baling mempunyai ukuran yang berbeda-beda

sesuai dengan motor penggerak yang digunakan pada kapal dan daya motor yang

dipakai oleh motor penggerak kapal. Dilihat dari jenisnya, baling-baling mempunyai

kode tertentu, dimana kode tersebut menunjukkan ukuran dari setiapbaling-baling

28 28

yang dinyatakan dengan jumlah daun, panjang picth, dan diameter baling-baling

(Prado, 1990).

2.7 Kecepatan Kapal

Kecepatan kapal sangat diperlukan dalam operasi penangkapan ikan untuk

sebuah kapal perikanan. Kecepatan dibutuhkan dan diperhitungkan dalam melakukan

pelayaran menuju fishing ground dan kecepatan pengajaran ikan. Kecepatan juga

diperhitungkan pada saat kembali menuju pangkalan pendaratan ikan fishing port

agar ikan-ikan hasil tangkapan dapat secepatnya diproses sehingga kesegaran ikan

masih sangat baik.

Menurut Trianto (1985) pemakaian mesin yang sesuai berguna untuk efisiensi

eksploitasi kapal perikanan, mesin harus dipilih dengan mempertimbangkan hasil

kerja sesuai dengan tenaga dan kecepatan yang diinginkan. Untuk itu dalam

pemilihan mesin haruslah disesuaikan dengan kapal yang kita miliki.

Ayodhyoa (1972), mengemukakan bahwa faktor-faktor yang menentukan

kecepatan kapal adalah faktor-faktor dimensi utama, displacement, bentuk badan

kapal yang berada dalam air, trim, dan mesin penggerak. Dimensi utama kapal,

semakin besar ukuran nilai panjang kapal (L), dengan besaran nilai lebar (B) tetap,

maka kecepatan akan bertambah baik. Secara tidak langsung dimensi kapal sangat

mempengaruhi kecepata kapal seperti panjang kapal (Length, L), lebar (Lebar, B),

serta dalam kapal (Depth,D). Menurut Fyson (1985), mengemukankan bahwa

dimensi rasio kapal seperti L/B, L/D, B/D, L/B, sangatlah berpengaruh terhadap

kecepatan maju kapal, menurunnya nilai perbandingan L dan B (L/B) sehingga

menyebabkan menurunnya kecepatan kapal.

Novita dan Iskandar (2008), mengemukakan bahwa tahanan gerak merupakan

salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kecepatan kapal yang dihasilkan oleh

kasko kapal pada saat terjadinya interaksi an atara alairan air dengan kasko kapal.

Semakin besarnya tahanan gerak yang dihasilkan, sehingga tenaga yang yang

dibutuhkan semakin besar yang dibutuhkan pada kapal untuk melaju di laut.

Kecepatan yang dibutuhkan tiap kapal berbeda-beda tergantung dari alat tangkap

29 29

yang dioperasikan, selain itu juga dipengaruhi oleh ukuran panjang, lebar dan dalam,

coefisien of fineness, displecement, trim, bentuk kapal dibawah air dan kekuatan

mesin.

Kecepatan ekonomis kapal akan berpengaruh jika perbandingan antara

kecepatan kapal (V/L, V: kecepatan kapal dalam knots dan L: panjang kapal dalam

meter) mendekati 1,0 untuk kapal-kapal cepat perbandingannya lebih dari 1,2 dan

untuk kapal-kapal lambat nilai ini kurang dari 0,8 (Nomura dan Yamazaki, 1977).

Selain itu Munro dan Smith (1975), mengemukakan bahwa ada 3 (tiga) faktor yang

mempengaruhi efisiensi propulsi dan kecepatan kapal anatara lain letak mesin,

konstruksi kasko serta efesiensi baling-baling.

Fyson (1995) menyatakan tahanan kapal pada kecepatan yang diberikan

merupakan daya yang dikehendaki untuk melaju pada perairan tenang, diasumsikan

bahwa tidak terdapat gangguan pada mesin penggerak kapal. Bila kapal mengalami

penambahan beban, disebut tahanan badan kapal pada saat kapal kosong. Daya yang

dibutuhkan untuk mengatasi tahanan tersebut effective horse power (EHP), dalam

penentuan HP dikenal beberapa istilah, yaitu :

1) Indicated horse power (IHP), tenaga yang dihasilkan untuk menggerakkan torak;

2) Break horse power (BHP), tenaga yang digunakan untuk memutarkan roda gila;

3) Shaft horse power (SHP), tenaga yang digunakan untuk memutarkan poros

baling-baling; dan

4) Effective horse power (EHP), tenaga efektif yang digunakan untuk

menggerakakan kapal.

2.8 Sudut jatuh poros

Sudut jatuh poros dapat mempengaruhi kecepatan kapal. Menurut Firnasari

(2004), mengemukakan bahwa untuk mengetahui berapa besarnya sudut jatuh poros

yang masuk kedalam air dengan menggunakan alat ukur (waterpass) pada satu sudut

yang sejajar dengan permukaan air yang berdekatan dengan panjang poros sehingga

sudut yang terbentuk dapat terlihat dibusur. Untuk mengetahui berapa besarnya sudut

30 30

jatuh masing-masing poros baling-baling yang digunakan pada kapal jukung maka

dapat diukur dengan alat ukur waterpass.

Jarak baling-baling dari permukaan air dapat mempengaruhi besaran sudut

jatuh yang terjadi. Finarsari (2004) mengemukakan bahwa besaran sudut jatuh

merupakan variabel bebas dan jarak baling-baling dari permukaan air merupakan

variabel tidak bebas.