Kajian Sebaran Panas Draft Bolok

65
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintah Daerah Nusa Tenggara Timur (NTT) berupaya untuk menyediakan infrastruktur guna mendukung kegiatan investasi di Nusa Tenggara Timur. Melalui Perda No. 6 Tahun 1997, Pemda provinsi NTT telah menetapkan suatu kawasan industri terpadu yang berlokasi di Desa Bolok (KIB). Perairan laut sekitar KIB merupakan daerah potensial menjadi lokasi budidaya. Sejak beberapa tahun lalu, perairan ini menjadi lokasi pengembangan budidaya pantai (maricultur), dengan komoditas kerang mutiara (Pinctada maxima) oleh PT. Cendana Indo Pearl dan PT. Timor Otsuki Mutiara, ikan kerapu tikus pada Keramba Jaring Apung (KJA) oleh nelayan serta rumput laut (Eucheuma cottonii) oleh masyarakat sekitar Bolok, selain itu juga pada bagian utaranya merupakan jalur tetap pelayaran kapal barang serta Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan (ASDP). Dapat dikatakan Desa Bolok dan wilayah perairan sekitarnya menjadi tempat strategis serta sarat dengan berbagai kegiatan ekonomi. Dalam rangka menjamin kesinambungan ketersediaan tenaga listrik masyarakat Kota Kupang dan sekitarnya serta mendukung kegiatan pembangunan di daerah, PT. PLN Draft Laporan Kajian Penyebaran Temperatur dan Dampak Pembangunan Jetty, 2008 1

description

kajian

Transcript of Kajian Sebaran Panas Draft Bolok

Page 1: Kajian Sebaran Panas Draft Bolok

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemerintah Daerah Nusa Tenggara Timur (NTT) berupaya untuk menyediakan

infrastruktur guna mendukung kegiatan investasi di Nusa Tenggara Timur. Melalui

Perda No. 6 Tahun 1997, Pemda provinsi NTT telah menetapkan suatu kawasan

industri terpadu yang berlokasi di Desa Bolok (KIB).

Perairan laut sekitar KIB merupakan daerah potensial menjadi lokasi budidaya.

Sejak beberapa tahun lalu, perairan ini menjadi lokasi pengembangan budidaya pantai

(maricultur), dengan komoditas kerang mutiara (Pinctada maxima) oleh PT. Cendana

Indo Pearl dan PT. Timor Otsuki Mutiara, ikan kerapu tikus pada Keramba Jaring

Apung (KJA) oleh nelayan serta rumput laut (Eucheuma cottonii) oleh masyarakat

sekitar Bolok, selain itu juga pada bagian utaranya merupakan jalur tetap pelayaran

kapal barang serta Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan (ASDP). Dapat

dikatakan Desa Bolok dan wilayah perairan sekitarnya menjadi tempat strategis serta

sarat dengan berbagai kegiatan ekonomi.

Dalam rangka menjamin kesinambungan ketersediaan tenaga listrik masyarakat

Kota Kupang dan sekitarnya serta mendukung kegiatan pembangunan di daerah, PT.

PLN (Persero) wilayah NTT merencanakan untuk membangun PLTU Batubara Bolok

berkapasitas 2 x 15 MW yang lokasinya terletak di KIB, Kecamatan Kupang Barat,

Kabupaten Kupang. Rencana pembangunan dan pengoperasian PLTU Bolok telah

mendapatkan ijin dari Pemerintah Daerah NTT dan rencananya mulai beroperasi pada

tahun 2010 mendatang.

Didalam setiap kegiatan pembangunan akan memberikan dampak terhadap

lingkungan hidup dan untuk itu perlu diadakan pelaksanaan studi kegiatan lingkungan

untuk melihat besar dampak kegiatan pembangunan terhadap lingkungan hidup

sebagaimana diatur oleh Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 11 tahun 2006

tentang jenis rencana usaha dan atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan analisis

dampak lingkungan hidup. PT PLN Wilayah NTT telah melaksanakan kegiatan UKL/

Draft Laporan Kajian Penyebaran Temperatur dan Dampak Pembangunan Jetty, 2008 1

Page 2: Kajian Sebaran Panas Draft Bolok

UPL dan telah mendapatkan SK Dokumen Kelayakan Lingkungan No.

660.1/86/BPLD/2008 yang diterbitkan oleh Bapedalda Kabupaten Kupang.

Walaupun demikian, PT. PLN Wilayah NTT memandang perlu untuk

mengadakan studi lanjut mengenai penyebaran panas dari limbah termal outlet PLTU

Bolok dan dampak pembangunan jetty terhadap ekosistem perairan laut bolok dan

sekitarnya yang diperkirakan berpotensi menimbulkan dampak bagi lingkungan

perairan sekitarnya, terutama biota perairan laut.

1.2. Tujuan Kajian

Tujuan dari kegiatan pengkajian ini adalah :

a. Menginventarisir kegiatan budidaya perairan yang dilakukan di sekitar lokasi

rencana pembangunan PLTU.

b. Mengkaji sebaran panas air outlet PLTU Bolok di perairan Bolok.

c. Mengkaji dampak pembangunan/konstruksi jetty terhadap kelangsungan hidup

biota laut yang ada.

d. Memberi sejumlah rekomendasi terkait dampak sebaran panas dan dampak

pembangunan Jetty di perairan Bolok.

1.3 Manfaat Kajian

Kegunaan penyusunan kajian karakteristik penyebaran temparatur air outlet dan

dampak pembangunan jetty pada PLTU Bolok adalah:

1. Memberi informasi bagi instansi terkait tentang karakteristik penyebaran temparatur

air outlet dan dampak pembangunan jetty pada PLTU Bolok hingga memudahkan

pembinaan pelaksanaan pengelolaan lingkungan

2. Menjadi acuan dalam melaksanakan program pengelolaan dan pemantauan

lingkungan dengan lebih terarah, efektif, dan efisien

I.4. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data yang akurat dan komprehensif sebagai masukan dalam

kajian ini, di gunakan pendekatan, sbb:

Draft Laporan Kajian Penyebaran Temperatur dan Dampak Pembangunan Jetty, 2008 2

Page 3: Kajian Sebaran Panas Draft Bolok

1. Interview

Melakukan wawancara terbuka dan tertutup baik dengan aparat pemerintah di

kabupaten dan propinsi, masyarakat lokal disekitarnya, serta pihak pengembang

budi daya mutiara yaitu PT. TOM.

2. Observasi

Melakukan pengamatan langsung di lokasi untuk mengetahui kondisi lingkungan

fisik maupun teknis lokasi

3. Pengukuran

Melakukan pengukuran pemetaan dengan GPS dan pengukuran dengan alat duga

hand load.

4. Dokumentasi

Pengumpulan data pendukung, peta navigasi, peta geografi dan data lain sebagai

penunjang. Mendokumentasikan setiap momen penting yang terjadi di setiap calon

lokasi sebagai rujukan kajian karakteristik penyebaran temperatur air outlet PLTU

Bolok dan dampak pembangunan jetty PLTU Bolok.

Data - data yang diperlukan dalam kajian ini meliputi beberapa komponen yakni :

a. Komponen Geofisik kimia lingkungan

Komponen geofisik kimia lingkungan diukur untuk mengetahui parameter fisik

air laut yang terdiri dari tipe data primer yaitu temperatur air, kecepatan arus, dan

kedalaman air laut sedangkan data sekunder antara lain kecepatan angin, gelombang

dan pasang surut air laut. Data primer kimia perairan antara lain dilakukan untuk

mengetahui tingkat kesuburan perairan meliputi salinitas, pH, DO, Nitrat dan poshat.

b. Komponen biologi

Komponen lingkungan biologi mencakup aspek–aspek kepadatan plankton,

indeks keragaman jenis, dan jenis makrobenthos, jenis plankton serta produktifitasnya.

Data primer dikumpulkan dengan melakukan pengumpulan sampel plankton

menggunakan jaring plankton berukuran 125 µ dan dilakukan secara vertikal serta

berdasarkan habitat. Setelah tersaring, sampel air dihitung volume endapan-nya.

Sedangkan data sekunder di peroleh dari instansi terkait antara lain Badan Pusat

Statistik Kabupaten Kupang, Kantor Meteorologi dan Geofisika Kupang serta

Pangkalan angkatan laut, Kupang.

Draft Laporan Kajian Penyebaran Temperatur dan Dampak Pembangunan Jetty, 2008 3

Page 4: Kajian Sebaran Panas Draft Bolok

1.5 Teknik Analisis Data

Data yang terkumpul diolah dan disesuaikan dengan peubah komponen

lingkungan yang dianalisis secara deskriptif sedangkan data fisik kimia dan biologi

lingkungan dianalisis sesuai dengan kelayakan data.

Karakteristik penyebaran suhu air outlet PLTU Bolok diketahui lewat simulasi

model numerik menggunakan program SMS versi 8.1 menggunakan data -data antara

lain temperatur air laut, kecepatan dan arah angin dan data bathimetri. Sedangkan untuk

melihat dampak pembangunan jetty akan dianalisis terhadap peubah yang bersangkutan

atau terhadap peubah turunan yang digunakan terhadap data komponen lingkungan

geofisik kimia dan biologi. Prakiraan dampak dilakukan dengan teknik deskriptif dan

teknik prakiraan berdasarkan analisis kecenderungan (trend analysis).

1.6 Detail Kajian

1. Pra Survey

Survey awal dilakukan untuk mengetahui kondisi lapangan (Rona Lingkungan)

2. Survey lapangan

Survey dilakukan oleh tim untuk pengambilan data primer maupun sekunder baik

fisik kimia, biologi dan teknis lainnya

4. Tabulasi dan analisis data

Setelah data primer dan sekunder terkumpul, maka dilakukan tabulasi data dan

analisis sesuai kebutuhan.

5. Penyusunan draft kajian dilakukan setelah data primer dan sekunder ditabulasi dan

dianalisis.

6. Penyerahan draft laporan ke PT. PLN wilayah NTT untuk di koreksi dan

dikembalikan pada tim peneliti.

7. Ekpose report ke PT.PLN Wilayah NTT

Setelah draft dikoreksi selanjutnya akan dilakukan ekspose report hasil kajian

dengan PT PLN. Wilayah NTT untuk didiskusikan

8. Perbaikan Draft Kajian

Draft Laporan Kajian Penyebaran Temperatur dan Dampak Pembangunan Jetty, 2008 4

Page 5: Kajian Sebaran Panas Draft Bolok

Setelah ekspose report dilakukan jika masih terdapat beberapa hal yang perlu

diperjelas maka laporan akan dikembalikan ke tim peneliti untuk diperbaiki ataupun

dilengkapi

9. Penyerahan laporan akhir: Penyerahan laporan akhir setelah perbaikan draft

dilakukan oleh tim peneliti

Draft Laporan Kajian Penyebaran Temperatur dan Dampak Pembangunan Jetty, 2008 5

Page 6: Kajian Sebaran Panas Draft Bolok

BAB II

OBSERVASI LAPANGAN DAN PENGUJIAN LABORATORIUM

2.1 Deskripsi Perairan Bolok

Perairan Bolok berada di Desa Bolok, Kecamatan Kupang Barat, Kabupaten

Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Kondisi perairan Bolok relatif tenang karena

terlindung dari pulau-pulau sekitar seperti Pulau Semau dan Pulau Kambing sehingga

cukup potensial menjadi lokasi budidaya sedangkan pantai Bolok memiliki topografi

landai tipe substrat pantai karang dan dasar perairan didominasi oleh pasir putih butiran

halus ditambah dengan patahan karang dan lamun.

Sejak beberapa tahun lalu, perairan ini menjadi lokasi pengembangan budidaya

pantai (maricultur), dengan komoditas kerang mutiara (Pinctada maxima) oleh PT.

Cendana Indo Pearl dan PT. Timor Otsuki Mutiara, ikan kerapu tikus pada Keramba

Jaring Apung (KJA) oleh nelayan serta rumput laut (Eucheuma cottonii) oleh

masyarakat sekitar Bolok yang berjumlah 200 KK. Di bagian utara perairan Bolok

merupakan jalur tetap pelayaran kapal barang serta Angkutan Sungai Danau dan

Penyeberangan (ASDP).

Selain menjadi daerah budidaya dan jalur pelayaran, lokasi sekitar pantai Bolok

yang telah ditetapkan sebagai Kawasan Industri melalui perda No. 6 Tahun 1997

sehingga saat ini perairan Bolok dan sekitarnya sarat dengan berbagai kegiatan

ekonomi. Hal ini akan semakin nyata dengan rencana Pembangunan Pembangkit Listrik

Tenaga Uap (PLTU) Bolok yang berada dalam lokasi kawasan industri Bolok yang

memanfaatkan perairan bolok sebagai sumber air proses pengoperasian PLTU dan jalur

pelayaran pengadaan batubara.

Draft Laporan Kajian Penyebaran Temperatur dan Dampak Pembangunan Jetty, 2008 6

Pulau Kambing

Pulau Semau

Perairan Bolok

PLTU Bolok

U

Gambar 1. Tata Letak Perairan Bolok

Page 7: Kajian Sebaran Panas Draft Bolok

2.2 Ekosistem dan Budidaya di Perairan Bolok

Berdasarkan pengamatan, pemanfaatan wilayah perairan Bolok tidak hanya

sebagai daerah jalur pelayaran tetapi juga menjadi daerah pengembangan kegiatan

perikanan, budidaya mutiara oleh PT. Timor Otsuki Mutiara (PT. TOM) dan budidaya

rumput laut oleh masyarakat pesisir desa Bolok.

a. Kondisi Ekosisitem Perikanan

Penangkapan ikan karang yang dilakukan secara destruktif didaerah terumbu

karang menyebabkan hingga saat ini persentase tutupan karang teluk kupang hanya

33.4 %. Ini dapat berarti stok ikan karang yang ada saat ini diperairan Bolok tidak

sebanyak pada saat ”rumahnya” dalam kondisi baik. Rendahnya stok ikan di perairan

ini merupakan akibat dari rusaknya terumbu karang sebagai rumahnya ikan. Hingga

saat ini kegiatan penangkapan ikan umumnya tidak lagi dilakukan disekitar perairan

Bolok karena rendahnya hasil tangkapan akibat telah rusaknya ekosistem perairan

Bolok.

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa Jenis-jenis nekton yang dominan

tertangkap antara lain ikan kerapu (Epinephelus sp), ikan beronang (Siganus spp), ikan

bawal putih (Pampus argenthus), ikan bawal hitam (Foronio niger), ikan kakap merah

(Intjanus albifrontalis), ikan kakap putih (Lates calcalifer). Sebaran lamun banyak

dijumpai dari jenis Cymodocea rotundata, Halodule pinnifolia, Halodule uninervis,

Siringodium isoetifolium, Halophyla ovalis, Thalassia hemprichii, dan Enhalus

acroides dengan organisme seperti cacing laut (Nerei furcata), kerang (Tridacna sp),

bintang laut (Asterias sp), bulu babi (Tripneustes gratilla), bintang ular (Ophiopinna

elegans) dan Spesies alga.

b. Kondisi Budidaya Mutiara

Kegiatan budidaya mutiara telah dilakukan oleh PT. TOM sejak tahun 1998.

Setelah dilakukan verifikasi dilapangan, dari ijin lokasi yang dikeluarkan oleh BKPMD

Prop NTT terlihat jelas bahwa 3 dari 7 lokasi budidaya mutiara PT. TOM telah

memiliki ijin. Jenis mutiara yang dibudidayakan di Indonesia umumnya adalah

Pinctada sp, khususnya di NTT karena lebih menyukai hidup didaerah batu karang atau

dasar perairan yang berpasir pada kedalaman antara 20-60m. Cara makan tiram mutiara

dilakukan dengan cara menyaring air laut (filter feeder), dengan menggetarkan

Draft Laporan Kajian Penyebaran Temperatur dan Dampak Pembangunan Jetty, 2008 7

Page 8: Kajian Sebaran Panas Draft Bolok

insangnya yang menyebabkan air masuk ke dalam rongga mantel. Dengan

menggetarkan bulu insang maka plankton yang masuk akan berkumpul disekeliling

insang, selajutnya dengan gerakan labial palp plankton akan masuk kedalam mulut.

Pertumbuhan tiram mutiara biasanya sangat tergantung pada temperatur air, salinitas,

makanan yang cukup dan persentase kimia dalam air laut.

c. Kondisi Budidaya Rumput Laut

Teknik budidaya rumput laut telah berhasil dikembangkan oleh masyarakat desa

Bolok yang aktif melakukan pemeliharaan dengan jumlah sekitar 200 kk (Sumber data :

Sekdes Bolok). Dari pengamatan dilapangan, ditemukan sejumlah permasalahan yang

sering dialami petani rumput laut diperairan Bolok diantaranya :

1. produksi yang rendah, adanya serangan penyakit ice-ice dan hama bulu babi dan

penyu.

2. usaha rumput laut tidak dapat diandalkan sebagai pekerjaan utama

3. terbatasnya akses tanam kedaerah yang lebih dalam akibat terbatasnya daerah yang

dapat diusahakan karena berbatasan dengan PT. TOM

4. Rendahnya pengetahuan menghasilkan dan memilih bibit yang baik.

Draft Laporan Kajian Penyebaran Temperatur dan Dampak Pembangunan Jetty, 2008 8

Page 9: Kajian Sebaran Panas Draft Bolok

Terhadap masalah diatas maka ditemukan sejumlah akar permasalahan yaitu :

1. Petani tidak memiliki kemampuan dari sisi pengetahuan tentang perlunya merawat

rumput laut serta keahlian dalam meminimalisir rendahnya produksi serta serangan

hama penyakit.

2. Petani rumput laut tidak mengetahui minimal jumlah tali yang harusnya diusahakan

sehingga suatu usaha benar-benar menjadi usaha yang dapat diandalkan.

3. Petani tidak efisien memanfaatkan waktu dengan menerapkan schedule usaha yag

ketat.

4. Kualitas bibit rumput laut yang dihasilkan tidak dapat diandalkan.

Gambar 2. Kondisi Budidaya rumput laut di Perairan Bolok

2.3 Kondisi Fisik, Kimia dan Biologi Perairan Bolok

Hasil pengukuran parameter fisik air laut menunjukkan bahwa pada kedalaman

2m – 7m, suhu air berkisar 26-28oC, sedangkan tingkat kecerahan masih dapat

diidentifikaasi hingga kedalaman 12m. Berikut ini, hasil analisa kimia air laut perairan

Bolok.

Draft Laporan Kajian Penyebaran Temperatur dan Dampak Pembangunan Jetty, 2008 9

Page 10: Kajian Sebaran Panas Draft Bolok

Tabel 1. Beberapa Parameter Kimia Air Laut di Perairan Bolok

No. Parameter Satuan Air Laut Baku Mutu Metode

1 2 3

1 pH - 7,86 7,79 7,77 7-8,5

2 Padatan Tersuspensi mg/L 27 30 28 Gravimetri

3 Oksigen Terlarut mg/L 7,69 7,38 7,69 >5>6 Winkler

4 Nitrat_N mg/L 0,0103 0,0143 0,0104 0,008 Spektrofotometer

5 Posfat mg/L 0,0175 0,0186 0,0163 0,015 Spektrofotometer

6 Salinitas Ppt 32,9 32,6 32,8 33-34 Konduktivity

Batu Bara

7 Abu % 11,22 Pengabuan/

Tanur

8 Carbon + bhn menguap % 88,78 Tanur(6500C)

9 Timbal (Pb) mg/L 0,19 AAS

10 Cadmium (Cd) mg/L Nihil AAS

11 Seng (Zn) mg/L 1,08 AAS

Sumber : Laboratorium Kimia Analitik Fakultas Sains dan Teknik Undana, 2008Kepmen LH. No. 51 tahun 2004 tentang baku mutu air laut untuk biota laut.

Sebagai parameter biologi air, maka dilakukan pengukuran jenis dan

kelimpahan plankton yang disajikan pada tabel 2 berikut.

Tabel 2. Jenis dan Kelimpahan Plankton pada Perairan Bolok

No Jenis Plankton dan waktu

pengambilan sampel

Kelimpahan Plankton (Individu/L)

2m 7m

A Phytoplankton ; Pukul 07.30

1 Rhizosolenia alata 2.371.680 1.749.600

2 Thallassiothrix longissima 90.720 25.920

3 Hemialus haucki 12.960 25.920

4 Stephanodiscus sp 25.920 -

5 Skeletonema sp (diatom) - -

6 Diatoma sp (diatom) - -

7 Thrichodesmium sp (diatom) - -

8 Aphanizomenon flosaquae 12.960 -

9 Thalassiosira sp 12.960 -

Total 2.527.200 1.801.440

Draft Laporan Kajian Penyebaran Temperatur dan Dampak Pembangunan Jetty, 2008 10

Page 11: Kajian Sebaran Panas Draft Bolok

B Siang Hari ; Pukul 13.30 2m 7m

Rhizosolenia alata 11.516.320 1.814.400

Thallassiothrix longissima 181.440 181.440

Skeletonema sp (diatom) 51.840 -

Sceletonema costatum (diatom) 12.960 -

Coscinodiscus oculus iridis 12.960 -

Eucampia groelandica 12.960 2.008.800

Total 1.788.480 2.008.800

C Malam Hari ; Pukul 18.00 Wita 2m 7m

Rhizosolenia alata 1.153.440 3.006.720

Thallassiothrix longissima 90.720 -

Stephanodiscus sp 38.880 12.960

Skeletonema Sp (diatom) 12.960 12.960

Euglena Sp 12.960 -

Eucampia groelandica 12.960 12.960

Total 1.321.920 3.045.600

Hasil perhitungan indeks keragaman jenis plankton menunjukkan bahwa indeks

keragaman plankton terendah ditemukan pada pengambilan sampel waktu malam hari

diikuti pagi dan siang hari dengan nilai masing-masing 0.15, 0.30 dan 0.47. Hasil ini

menunjukkan bahwa indeks keragaman jenis plankton pada perairan Bolok berada

pada nilai < 1, yang artinya keanekaragaman spesies plankton sedikit atau rendah.

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa hingga pada kedalaman 12 meter tingkat

kecerahan masih sampai kedasar perairan. Kondisi ini dapat berarti bahwa proses

fotosintesis dan aktivitas plankton sebagai produktivitas primer masih dapat dilakuan

hingga pada kedalaman tersebut. Namun hasil pengamatan ternyata bahwa

zooplankton sangat sedikit ditemui di perairan Bolok. Kondisi ini dapat menjadi

pertanda bahwa pertama, perairan tidak produktif mendukung tumbuh dan

berkembangnya phytoplankton yang cocok menjadi makanannya zooplankton, ataukah

yang kedua, waktu pengambilan sample tidak tepat dengan waktu munculnya

zooplankton untuk makan.

Draft Laporan Kajian Penyebaran Temperatur dan Dampak Pembangunan Jetty, 2008 11

Page 12: Kajian Sebaran Panas Draft Bolok

2.4 Data Klimatologi

a. Temperatur

Data temperatur udara Kota Kupang dan sekitarnya dari tahun 1995-2004 tidak

mengalami perubahan secara drastis. Data sebagaimana tertera pada Tabel 3 bahwa

bulan oktober, November dan Desember merupakan bulan rerata temperatur udara

tertinggi sedangkan bulan Juli temperatur udara terendah.

Tabel 3. Temperatur Udara (0C) Bulanan (tahun 1995-2004)

Bulan/Tahun 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004

Januari 26,8 26,7 27,0 27,7 26,7 26,5 27,3 27,5 27,8 27Februari 26,7 26,4 26,3 27,3 26,5 26,5 27,2 26,9 26,9 27Maret 26,3 27,1 26,4 27,5 26,4 26,5 27,1 27,4 26,6 27April 26,7 27,1 28,0 27,7 26,9 26,7 27,8 28,0 27,6 27Mei 27,2 26,9 26,3 28,0 26,1 26,4 26,7 28,2 27,4 27Juni 26,5 26,6 26,4 27,0 26,4 25,6 26,7 26,4 26,5 26Juli 25,7 26,1 25,4 27,1 25,6 25,7 25,5 26,8 26,4 25Agustus 26,3 26,4 24,7 27,1 25,9 25,8 25,5 25,8 26,2 25September 26,6 26,6 25,7 27,6 26,3 27,4 27,3 27,6 27,4 27Oktober 28,6 28,7 27,2 28,8 28,6 28,9 28,7 28,1 28,6 28November 28,6 28,4 28,3 28,1 28,2 29,0 28,8 29,8 29,5 28Desember 27,0 26,8 28,0 27,8 27,7 28,1 27,7 29,0 28,0 27

Sumber : Stasiun Klimatologi Lasiana Kupang (2005)Untuk menentukan suhu air laut pada perairan laut maka selain data sekunder

yang diambil dari instansi klimatologi, maka dilakukan observasi pengukuran

dilapangan pada beberapa titik dan diperoleh data sehu air laut berkisar antara 26

hingga 28 Co.

b. Kecepatan dan Arah Angin

Data kecepatan dan arah angin dapat dilihat pada Tabel 4. Kecepatan dan arah

angin terbesar terjadi pada tahun 2003 bulan Oktober (35 knots) dengan arah angin ke

selatan (S), sedangkan pada tahun 2004 kecepatan angin terbesar terjadi pada bulan

Maret (35 knots) dengan arah angin ke Tenang Barat Laut (T/BL). Kecepatan dan arah

angin dari tahun 2002-2004 terendah terjadi pada bulan Januari (14 knost) dengan arah

angin ke T/BL dan T/B/BL.

Draft Laporan Kajian Penyebaran Temperatur dan Dampak Pembangunan Jetty, 2008 12

Page 13: Kajian Sebaran Panas Draft Bolok

Tabel 4. Kecepatan Angin dan Arah Angin di Kupang Tahun 2002 - 2004

Bulan/

Tahun

TAHUN (mm)

2002 2003 2004

Rata2 (Knots)

Terbesar

(knots)Arah

Rata2 (Knots)

Terbesar

(knots)Arah

Rata2 (Knots)

Terbesar

(knots)Arah

Januari 3 15 T/B 4 14 T/BL 4 14 T/B/BL

Februari 4 15 T/BL 4 27 T/BL 4 20 T/U

Maret 3 20 T/B 3 20 T/BL 5 35 T/BL

April 4 22 Ti 5 22 Ti 5 20 Ti

Mei 6 22 Ti 6 20 Ti 4 20 T/Ti

Juni 7 20 Ti 6 20 Ti 6 20 Ti

Juli 8 22 Ti 8 21 Ti 7 22 Ti

Agustus 7 24 Ti 6 20 Ti 5 23 T/Ti

September 5 17 T/S 6 25 S 7 25 Ti

Oktober 4 16 T/BL 5 35 S 4 18 T/B

November 5 20 T/U 4 15 T/U 4 20 T/BL

Desember 3 15 T/B 4 19 T/B 3 20 T/B

Sumber : Stasiun Klimatologi Lasiana Kupang (2005).

Keterangan : T = Tenang B = Barat BL = Barat Laut U = Utara S = Selatan Ti = Timur

c. Pasang Surut

Pasang surut merupakan salah satu faktor yang penting untuk pembangunan

PLTU di Kelurahan Bolok Kupang. Kondisi pasang surut sebagai acuan dalam

mendesain saluran inlet dan outlet penggunaan air. Pasang surut terbesar dipengaruhi

oleh rambatan pasang surut Samudera Hindia di sebelah selatan dan Laut Banda di

Sebelah Utara. Di sekitar rencana pembangunan PLTU terdapat tipe campuran yang

didominasi oleh pasut ganda dan keadaan ini hampir berlaku pada semua wilayah Nusa

Tenggara Timur (Disidros AL, Departemen Perhubungan, 2002) dimana bila suatu

perairan mengalami satu kali pasang dan satu kali surut dalam satu hari disebut tipe

pasut (pasang surut) tunggal, dan jika dalam sehari terjadi 2 kali pasang dan 2 kali surut

di sebut tipe ganda (diurnal). Sedangkan tipe campuran, yaitu peralihan tipe tunggal ke

ganda.

Draft Laporan Kajian Penyebaran Temperatur dan Dampak Pembangunan Jetty, 2008 13

Page 14: Kajian Sebaran Panas Draft Bolok

d. Arus Laut Di sekitar lokasi pembangunan PLTU (Selat Semau) menunjukkan bahwa pada

saat terjadi pasang, arah arus menuju ke bagian utara sedangkan pada saat surut arah

arus menuju ke bagian Selatan. Arah arus perairan di sekitar lokasi PLTU dipengaruhi

oleh pasang surut (pasut) Samudra Hindia (Departemen Perhubungan, 2002).

Kecepatan arus maximum pada saat pasang purnama yang dibangkitkan oleh

pasut adalah sebesar 0,83-1,03 m/detik dengan arah Selatan. Pada saat pasang perbani,

kecepatan arus pasut berkisar antara 0,52-0,90 m/detik dengan arah arus ke bagian

Selatan hingga Barat Daya. Kecepatan arus ini lebih kecil dibandingkan dengan

kecepatan arus pada saat bulan purnama.

e. Tinggi Gelombang

Iklim dan geologi merupakan salah satu faktor yang menentukan kondisi

gelombang antara lain kecepatan angin, intensitas angin bertiup dan jarak yang

ditempuh tanpa rintangan. Selat Semau, gelombang kuat sering terjadi pada musim

barat dan musim timur. Gelombang merambat masuk perairan setengah tertutup seperti

selat semau yang senantiasi mengalami hambatan karena adanya pulau semau. Nilai

kisaran tinggi gelombang pasang dari bulan Januari sampai bulan Desember 2006

berkisar antara 1,5-2,2 m sedangkan pada saat surut berkisar antara 0,3-0,4 m. Nilai

kisaran tinggi gelombang pada bulan Januari sampai bulan Oktober 2007 berkisar

antara 1,7-2,2 m sedangkan pada saat surut berkisar antara 0,3-0,4 m. Gelombang

pasang tertinggi pada tahun 2006 terjadi pada bulan April (2,2 m) dan terendah pada

bulan Nopember (1,5 m) sedangkan gelombang surut tertinggi 0,4 m berlangsung

selama 7 (tujuh) bulan dan terendah 0,3 m selama 5 bulan.

Gelombang pasang tertinggi pada tahun 2007 terjadi pada bulan April dan

Oktober (2,2 m) dan terendah pada bulan Agustus dan September (1,7 m) sedangkan

gelombang surut tertinggi 0,4 m berlangsung selama 7 (tujuh) bulan dan terendah 0,3 m

selama 3 bulan, untuk lebih jelasnya tersaji pada Tabel 5.

Draft Laporan Kajian Penyebaran Temperatur dan Dampak Pembangunan Jetty, 2008 14

Page 15: Kajian Sebaran Panas Draft Bolok

Tabel 5. Tinggi Gelombang

Tinggi Gelombang (m)

Bulan (2006)

Jan’ Peb’ Maret April

Mei Juni Juli Agut’

Sept’ Okt’ Nop’ Des’

Pasang 1,8 1,9 1,9 2,2 2,1 2,0 1,9 1,8 1,7 1,6 1,5 1,9

Surut 0,4 0,4 0,4 0,3 0,3 0,4 0,4 0,3 0,4 0,3 0,3 0,4

Bulan (2007)

Jan’ Peb’ Maret April

Mei Juni Juli Agut’

Sept’ Okt’ Nop’ Des’

Pasang 1,8 2,0 2,0 2,2 2,1 2,1 1,9 1,7 1,7 2,2 - -

Surut 0,4 0,4 0,3 0,3 0,3 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4 - -

Sumber : Laporan Dinas Hidro-Oseanografi, TNI-AL, Jakarta, 2006 dan 2007

f. Kondisi Bathimetri Perairan Bolok

Selat Semau yang menghubungkan Teluk Kupang dengan Selat Rote tergolong

cukup dalam dengan lebar 1,4 km di bagian Utara dan 4,4 km di bagian Tengah serta

panjang 12 km. Kedalaman laut berkisar antara 64 - 147 m sedangkan dibagian pantai

antara 31 - 93 m. Semakin ke Selatan semakin dalam dan mencapai 150 - 200 m. Di

samping itu, lebar antara Tanjung Lalendo (Kawasan Industri Bolok) dengan Tanjung

Kabata (Pulau Semau) ± 4 km. Perairan Semau dan Teluk Kupang termasuk tipe pasut

ganda, arus laut relatif kecil, dan tinggi gelombang dapat mencapai 1 - 2,5 m sehingga

kedalaman laut di perairan sekitar Kawasan Industri Bolok secara teknis layak

dijadikan pelabuhan tongkang batubara.

Draft Laporan Kajian Penyebaran Temperatur dan Dampak Pembangunan Jetty, 2008 15

Page 16: Kajian Sebaran Panas Draft Bolok

BAB III

KAJIAN PENYEBARAN SUHU AIR OUTLET PLTU BOLOK

3.1 Deskripsi Lokasi Outlet PLTU Bolok

Lokasi kajian karakteristik penyebaran panas air outlet PLTU Bolok terletak di

perairan bolok dengan koordinat geografisnya adalah 10o14’32.14” S dan

123o29’08.37”E. Berjarak lebih kurang 200 m dari pantai dengan kondisi bathimetri

dasar perairan relatif landai dan kondisi perairan adalah relatif tenang. Seperti terlihat

pada gambar 1 berikut :

Gambar 1. Lokasi kajian penyebaran panas air outlet PLTU Bolok.

Draft Laporan Kajian Penyebaran Temperatur dan Dampak Pembangunan Jetty, 2008 16

Lokasi Kajian

Page 17: Kajian Sebaran Panas Draft Bolok

Gambar 2. Lokasi kajian sebaran panas air outlet PLTU Bolok

3.2 Pendekatan Masalah dan Metodologi

Kondisi perairan yang relatif tenang menyebabkan lokasi ini digunakan untuk

budidaya mutiara dan rumut laut. Dengan demikian diperlukan kajian kondisi

hidrodinamika sehingga dampak sebaran panas dari air outlet PLTU dapat diketahui

dan dikelola sehingga tidak mengganggu ekosistem yang telah ada.

Pemahaman terhadap karakteristik hidrolika lokasi perairan terutama pada lokasi

outlet PLTU dalam kajian ini dilakukan dengan malakukan simulasi model elemen

hingga. Model elemen hingga tersebut setelah diperiksa dan di sesuaikan dengan

kondisi lapangan atau dikalibrasi dengan kondisi eksisting, dipakai untuk analisis pola

arus dan pola penyebaran panas, baik pada kondisi eksisting maupun setelah

pengembangan.

Draft Laporan Kajian Penyebaran Temperatur dan Dampak Pembangunan Jetty, 2008 17

4811 m

Titik centre radius PT TOM

Titik centre radius PT TOM

Lokasi Studi

Page 18: Kajian Sebaran Panas Draft Bolok

a. Interaksi pola arus dan temperatur

Langkah pertama yang dilakukan adalah pemahaman pola arus disekitar daerah

studi yang terletak diantara outlet PLTU Bolok dan daerah budidaya mutiara milik PT.

TOM. Pola arus terutama dipengaruhi oleh pasang surut dan angin serta bentuk

geografis daerah pantai lokasi studi. Setelah pola arus dapat dipahami, langkah

selanjutnya adalah pemahaman pola distribusi temperatur dan sedimen yang salah

satunya didasari oleh pemahaman tentang pola arus didaerah studi.

b. Sebaran temperatur

Distribusi temperatur dipengaruhi oleh mekanisme pengaliran medium (dalam hal

ini air), mekanisme dispersi dan mekanisme transfer panas (pertukaran panas terutama

ke udara). Mekanisme pengaliran panas ditentukan oleh kecepatan aliran yang

membawanya. Dalam pendekatan dua dimensi, parameter aliran adalah kecepatan

horisontal rata-rata (depth averaged). Mekanisme dispersi atau difusi diakibatkan oleh

adanya turbulensi aliran dan distribusi vertikal yang tidak seragam. Parameter dari

mekanisme ini yang dinyatakan dalam koefisien dispersi dapat didekati dari parameter

yang paling berpengaruh pada tubulensi dan distribusi vertikal kecepatan. Dalam hal ini

parameter tersebut adalah tegangan geser dasar. Parameter ini merupakan fungsi

kedalaman, kecepatan dan kekasaran dasar aliran sedangkan mekanisme transfer panas

dianalogikan sebagai sink dalam mekanisme transpor polutan.

3.3 Formulasi Matematis

a. Hidrodinamika

Persamaan dasar aliran asumsi yang digunakan dalam kajian ini merupakan

persamaan aliran 2 dimensi pada rerata kedalaman (depth average) untuk kondisi aliran

sub kritik. Kondisi aliran diasumsikan terjadi pada sungai sangat lebar sehingga variasi

kecepatan terhadap kedalaman relatip kecil sehingga percepatan gravitasi lebih

dominan dibandingkan dengan percepatan aliran vertikal. Dengan demikian persamaan

dasar aliran dapat didekati dengan persamaan aliran dangkal (shallow water equation).

Komponen kecepatan rata-rata kedalaman dalam koordinat horizontal x dan y

didefinisikan sebagai berikut :

Draft Laporan Kajian Penyebaran Temperatur dan Dampak Pembangunan Jetty, 2008 18

Page 19: Kajian Sebaran Panas Draft Bolok

(1)

(2)

Dengan H = kedalaman air, Zb = elevasi dasar sungai, Zb + H = elevasi muka air;

U = kecepatan horizontal arah x dan V = kecepatan horizontal arah y;

Persamaan kontinuitas untuk aliran 2 dimensi rata-rata kedalaman (averaged

continuity equation) dapat dituliskan sebagai :

(3)

Persamaan momentum apada arah sumbu x dan y unuk aliran dua dimensi rata-

rata kedalaman sebagai:

(4)

Untuk aliran arah sumbu x,dan

(5)

Untuk aliran pada sumbu y

Dengan : adalah koefisien koreksi momentum; g adalah

percepatan gravitasi; adalah rapat massa air; adalah geser dasar;

adalah tegangan geser permukaan; dan adalah tegangan

geser akibat tubulensi (misalnya adalah tegangan geser kearah sumbu x yang bekerja

pada bidang tegak lurus kearah sumbu y)

Komponen tegangan geser pada dasar dalam arah sumbu x dan y dihitung sebagai

berikut :

(6)

Draft Laporan Kajian Penyebaran Temperatur dan Dampak Pembangunan Jetty, 2008 19

Page 20: Kajian Sebaran Panas Draft Bolok

(7)

Dengan cf adalah koefisien geser dasar yang dapat hitung sebagai :

(8)

Dengan c = koefisien chezy; n = koefisien kekasaran manning; dan = 1.486 bila

menggunakan satuan Inggris dan 1.0, bila menggunakan satuan Internasional (SI).

Tegangan geser tubulen rata-rata kedalaman dihitung menggunakan konsep eddy

viskositas dari Boussinesq, yakni :

(9)

(10)

(11)

Untuk penyederhanaan perhitungan nilai eddy viskositas kinematik rata-rata

kedalaman dianggap isotropik (diasumsikan bahwa nilai ), dan eddy

viskosits isotropik dinotasikan dengan v yang nilainya (0.3± 0.6 UH).

b. Angkutan air panas

Distribusi angkutan dua dimensi dikontrol oleh mekanisme konveksidifusi yang

di formulasikan sebagai berikut:

(12)

Dengan : H adalah kedalaman air; U,V adalah kecepatan arah horizontal arah x dan y;

C adalah konsultasi polutan Dx, Dy adalah koefisien difusi turbulen arah x dan y; s

adalah local source atau sink polutan, k adalah laju pertambahan polutan

3.4. Model Numeris dan aplikasinya

Draft Laporan Kajian Penyebaran Temperatur dan Dampak Pembangunan Jetty, 2008 20

Page 21: Kajian Sebaran Panas Draft Bolok

Model matematik yang digunakan untuk kajian hidrolika adalah RMA2 (resource

Management Associates) dari waterways Experiment Station, RMA2 merupakan

program aliran dua dimensi rerata kedalaman, permukaan aliran bebas (free surface)

dan menggunakan metode elemen hingga dalam menyelesaikan masalah hidrodinamik.

RMA2 dapat digunakan untuk menghitung elevasi permukaan air, dan kecepatan aliran

pada masalah aliran air dangkal (shallow water flow problems). RMA2 pertama kali

dikembangkan oleh Norton,dkk (1973) di Resource management associater, Inc.of

Davis California, kemudian dimodifikasi oleh sejumlah peneliti dari waterways

experiment Station (Thomas dan Mc Anally, 1991).

Model matematik yang digunakan untuk kajian model penyebaran angkutan

polutan yang merupakan angkutan air panas adalah RMA4 (Resource Management

Associates) dari Waterways Experiment Station. RMA4 merupakan model angkutan

polutan yang merupakan salah satu modul SMS. Hasil solusi dinamik dari RMA2

digunakan untuk mendefinisikan medan kecepatan aliran sebagai input bagi model

RMA4.

Aplikasi model numerik dengan metode elemen hingga untuk model dua dimensi

aliran permukaan dan sebaran temperatur memungkinkan dilakukannya pemilihan

daerah hitung menjadi elemen-elemen yang terdistribusi dengan pola yang luwes. Oleh

karena itu, pemilihan daerah hitung yang lebih rinci dapat dikonsentrasikan di daerah

yang dikehendaki. Dengan demikian perkiraan pola aliran dan penyebaran panas

didaerah tersebut dapat dilakukan secara lebih rinci tanpa memakan waktu dan memori

yang terlalu banyak.

Untuk keperluan simulasi dan analisis model, terlebih dahulu dibuat jaring elemen

(mesh) daerah studi. Jaring elemen yang dibuat terdiri dari jaring elemen eksisting,

alternatif A dan alternatif B. Simulasi dan analisis model meliputi pola arus, pola

penyebaran air panas dari outlet PLTU Bolok . Alternatif A untuk kondisi pasang

dimanan arah arus menuju Utara, alternatif B saat kondisi surut dimana arah arus

menuju Selatan. Karena lokasi outlet PLTU relatif tertutup maka pengaruh kecepatan

angin relatif tidak mempengaruhi tinggi gelombang disekitar lokasi PLTU Bolok.

3.5. Diskretisasi, Kondisi awal, kondisi batas dan kalibrasi

Draft Laporan Kajian Penyebaran Temperatur dan Dampak Pembangunan Jetty, 2008 21

Page 22: Kajian Sebaran Panas Draft Bolok

Daerah studi dibagi dalam elemen-elemen dengan ukuran bervariasi sesuai

kemungkinan variasi parameter aliran dilokasi daerah studi. Daerah yang

memungkinkan adanya perubahan atau variasi parameter dalam ruang, misalnya

perbedaan kecepatan tiap jarak tertentu yang besar memerlukan elemen-elemen yang

lebih kecil. Sebaliknya daerah yang luas dengan kedalaman seragam barangkali cukup

digunakan elemen-elemen yang besar saja sehingga mengurangi beban kerja hitungan.

Gambar 3. Diskritisasi daerah kajian penyebaran panas

Kondisi awal untuk semua simulasi dengan teknik cold star. Walaupun

keadaannya tidak realistis untuk simulasi arus, setelah running siklus pasang surut, hasil

simulasi hanya dipengaruhi oleh kondisi batas beberapa sebelumnya (kondisi awal

sudah tidak berpengaruh). Untuk simulasi sebaran temperatur diperlukan running

beberapa siklus pasang surut sampai diperoleh keseimbangan antara supply dengan

sink. Sehingga diperoleh sebaran cyclic yang permanen.

Kondisi batas berupa batas terbuka yang berhubungan dengan laut lepas batas

garis pantai. Pada batas laut lepas muka air turun naik sesuai dengan gerakan air pasang

surut. Pada batas garis pantai secara otomatis simulasi akan mengganggap sebagai

dinding sehingga aliran sejajar garis pantai. Untuk memprediksi pola arus dipermukaan

Tanjung Lelendo, Bolok, digunakan data pasang surut di tanjung di Tenau Kupang dari

Draft Laporan Kajian Penyebaran Temperatur dan Dampak Pembangunan Jetty, 2008 22

Posisi Outlet PLTU

100 m900 m1500 m

Page 23: Kajian Sebaran Panas Draft Bolok

data Angkatan Laut. Berdasarkan konstanta pasang surut yang telah dianalisis. Kondisi

batas angin digunakan angin dominan di tanjung Lelendo untuk musim barat dan

musim timur.

Kalibrasi untuk simulasi arus mengacu pada laporan HIDROS Angkatan Laut dan

kalibrasi untuk simulasi penyebaran temperatur mengacu pada kondisi eksisting.

3.6. Hasil simulasi alternatif A

Hasil simulasi pola arus dan sebaran temperatur pada layout alternatif A untuk

kondisi pasang dengan arah arus dominan menuju Utara ditunjukan pada gambar 4 .

a. Hasil simulasi pola arus

Simulasi pola arus menunjukkan bahwa saat pasang walaupun terdapat suplai air

outlet sebesar 3000 m3/det tegak lurus pantai, namun terlihat bahwa trend arah arus

pada perairan bolok masih mengikuti arah dominan arus yaitu bergerak dari arah

Selatan menuju Utara, mulai dari laut sabu menuju pelabuhan tenau. Karena lokasi

Outlet relatif terhalang sehingga arus akan bergerak menjauh menuju tanjung lelendo

disebelah utara Perairan Bolok. Kondisi ini menyebabkan daerah-daerah yang berjarak

> 300 m akan mendapat pengaruh arus yang lebih besar dari pada daerah daerah yang

berjarak < 300 m dari bibir pantai. Kondisi inilah yang dimanfaatkan oleh masyarakat

sekitar untuk membudidayakan rumput laut. Dari pengamatan dilapangan terlihat jelas

kondisi budidaya rumput laut yang memenuhi areal calon lokasi outlet PLTU.

Draft Laporan Kajian Penyebaran Temperatur dan Dampak Pembangunan Jetty, 2008 23

Page 24: Kajian Sebaran Panas Draft Bolok

Gambar 4. Simulasi Arah Arus Menuju Utara Saat Pasang

b. Hasil simulasi sebaran temperatur

Untuk simulasi sebaran temperatur (gambar 5), hasil simulasi yang disajikan

berupa pola sebaran peningkatan temperatur air terhadap temperature ambiance. Untuk

kondisi dengan arah arus saat pasang dengan arah dominan menuju Utara, areal yang

berjarak > 300 m dari garis pantai, proses pertukaran panas dan kesetimbangan suhu

suhu perairan akan terpengaruh oleh arah aliran arus dan kecepatan arus sedangkan

daerah - daerah yang berjarak < 300 m akan mengalami dampak perlambatan

penurunan suhu. Dari gambar 6 terlihat bahwa pertambahan suhu air akibat aliran outlet

PLTU relatif sangat kecil. Setelah 6 jam ternyata pertambahan suhu yang signifikan

hanya berada areal dengan radius 100 m dari titik outlet dengan kenaikan < 10 C.

Setelah 6 jam. Pergerakan rambatan suhu umumnya mengikuti arah pergerakan arus.

Radius pengaruh kenaikan suhu hanya berada pada maksimum radius 500 m.

Draft Laporan Kajian Penyebaran Temperatur dan Dampak Pembangunan Jetty, 2008 24

Page 25: Kajian Sebaran Panas Draft Bolok

Gambar 5. Simulasi Trend Penyebaran Temperatur di Outlet PLTU setelah 6 jam

3.7. Hasil simulasi alternatif B

Hasil simulasi pola arus dan sebaran temperatur pada layout alternatif B untuk

kondisi surut dengan arah arus dominan menuju Selatan ditunjukan pada gambar 6 .

c. Hasil simulasi pola arus

Simulasi pola arus menunjukkan bahwa saat surut akibat suplai air outlet sebesar

3000 m3/det tegak lurus pantai, hal ini akan membantu mempercepatan pergerakan air

masuk ke alur utama pergerakan yang berjarak cukup jauh mengikuti arah dominan

arus yaitu bergerak dari arah Utara menuju Selatan, memasuki perairan terbuka.

Kondisi ini menyebabkan daerah-daerah yang berjarak < 300 m akan tersedot dan cepat

tergantikan oleh air dari arah Utara. Kondisi ini menguntungkan bagi budidaya dan

dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar untuk membudidayakan rumput laut. Dari

pengamatan dilapangan terlihat jelas kondisi budidaya rumput laut yang memenuhi

areal calon lokasi outlet, hal ini dapat dilihat pada gambar 6.

Draft Laporan Kajian Penyebaran Temperatur dan Dampak Pembangunan Jetty, 2008 25

Page 26: Kajian Sebaran Panas Draft Bolok

Gambar 6. Simulasi Pola Arus saat Surut Menuju Selatan

d. Hasil simulasi sebaran temperatur

Untuk simulasi sebaran temperatur (gambar 5), hasil simulasi yang disajikan

berupa pola sebaran peningkatan temperatur air terhadap temperature ambiance. Untuk

kondisi dengan arah arus saat surut dengan arah dominan menuju Selatan, areal yang

berjarak < 300 m dari garis pantai akan tersedot bercampur dengan air dari Utara.

Akibat suplai air dari PLTU sebesar 3000 m3/det dengan arah tegak lurus bibir pantai

menyebabkan air disekitar pantai akan terdorong menuju Selatan sehingga terjadi

proses pertukaran panas dan kesetimbangan suhu suhu yang lebih cepat namun yang

mengkhawatirkan adalah daerah yang berjarak > 300 m akan terkena dampak

Draft Laporan Kajian Penyebaran Temperatur dan Dampak Pembangunan Jetty, 2008 26

Page 27: Kajian Sebaran Panas Draft Bolok

peningkatan suhu sekitar 10C tergantung besar laju arus menuju Selatan terutama areal

yang berada disebelah Selatan Outlet. Namun dari hasil simulasi terlihat bahwa setelah

6 jam ternyata pertambahan suhu yang signifikan hanya berada areal dengan radius

300 m dari titik outlet dengan kenaikan < 10 C. namun akan cepat tercapai

kesetimbangan karena volume air dari arah Utara yang besar. Model sebaran arus dapat

dilihat pada gambar 7 berikut

Gambar 7. Simulasi Trend Penyebaran Temperatur di Outlet PLTU setelah 6 jam

3.8 Kajian Sebaran Temperatur

Perubahan temperatur sebagai fungsi waktu untuk berbagai alternatif layout

pengembangan diamati dengan titik tinjau (gage). Dari pengamatan titik tinjau untuk

berbagai alternatif pengembangan, dapat dibandingkan perubahan temperatur dari

berbagai alternatif. Untuk setiap alternatif layout, pengamatan perubahan temperature

dilakukan pada dua lokasi, yaitu pada mulut Outlet dan pada Intake. Pengamatan

tersebut dilakukan untuk mengetahui besarnya pengaruh bentuk/ alternatif layout

terhadap peningkatan temperature air didaerah Outlet PLTU. Dari alternatif A dan B

terlihat bahwa suhu pada daerah outlet dengan debit 3000 m3/det meningkatkan suhu

eksisting hingga 20C dalam radius 100 m. Perbedaan suhu akan semakin menurun

seiring bertambahnya radius jangkauan dengan rata-rata 30% setiap jarak 100 m

dengan waktu rambatan saat arus puncak 6 jam.

Draft Laporan Kajian Penyebaran Temperatur dan Dampak Pembangunan Jetty, 2008 27

Page 28: Kajian Sebaran Panas Draft Bolok

BAB IV

KAJIAN DAMPAK PEMBANGUNAN JETTY PLTU BOLOK

4.1. Dampak Pekerjaan Konstruksi

Bahan bakar batubara yang untuk pengoperasian PLTU juga berpotensi

mencemari lingkungan laut pada saat loading/unloadingnya. Batu bara yang dipakai

secara garis besar dibagi menjadi dua bagian yaitu batu bara berkualitas tinggi dan batu

bara berkualitas rendah. Bila batu bara yang dipakai kualitasnya baik maka akan sedikit

sekali menghasilkan unsur berbahaya, sehingga tidak begitu mencemari lingkungan.

Sedang bila batu bara yang dipakai mutunya rendah maka akan banyak menghasilkan

unsur berbahaya seperti Sulfur, Nitrogen dan Sodium. Apalagi bila pembakarannya

tidak sempurna maka akan dihasilkan pula unsur beracun seperti karbonmonoksida

(CO).

Rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Bolok 2 x 15

Megawatt yang telah disosialisasi oleh Pihak PT. PLN (Persero) wilayah NTT dan

akan segera dibangun, telah mengantongi persetujuan dari Pemerintah Daerah Propinsi

NTT (Pemda Prop. NTT). Pengoperasian Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU)

dengan bahan bakar batubara ini, tentunya dalam tahap pra konstruksi maupun tahap

kontruksi dan operasionalnya memberikan dampak terhadap lingkungan perairan Bolok

ddan biota lautnya.

Apabila pekerjaan pembangunan jetty dan konstruksi PLTU mulai dibangun maka

lalulintas pelayaran maupun aktivitas pembangunan dapat mengganggu aktivitas biota

laut. Dampak pemancangan tiang dermaga, pengurukan akan menyebabkan patahan

karang, getaran yang tinggi, meningkatnya kekeruhan perairan, rendahnya penetrasi

cahaya matahari ke perairan serta bising suara alat berat untuk kegiatan pemancangan.

Kondisi diatas berpeluang menimbulkan :

Getaran. Getaran akan ditimbulkan pada saat pemancangan tiang pelabuhan

sehingga menimbulkan kekeruhan dan sedimentasi. Kondisi ini berakibat pada

rendahnya penetrasi cahaya yang masuk ke suatu perairan. Cahaya merupakan

bagian fundamental yang menentukan tingkah laku ikan (Woodhead, 1996).

Draft Laporan Kajian Penyebaran Temperatur dan Dampak Pembangunan Jetty, 2008 28

Page 29: Kajian Sebaran Panas Draft Bolok

Penetrasi cahaya selain ditentukan oleh panjang gelombang maka ditentukan juga

oleh absobsi cahaya oleh partikel-partikel air, kecerahan, pemantulan cahaya oleh

permukaan air (Nyakken, 1988). Tingginya kekeruhan dan sedimentasi akibat

getaran yang ditimbulkan dapat menyebabkan rendahnya penetrasi cahaya yang

masuk dan produktivitas perairan, terganggunya kemampuan untuk memperoleh

makanan pada mutiara dan rumput laut. Dari pengamatan, sumber getaran selama

ini berasal dari gempa bumi, serta lalulintas pelayaran.

Selain itu dilaporkan oleh Marshall (1982) dalam Siswandono (1994) bahwa

temperatur, salinitas, sirkulasi air laut, persediaan nutrisi, turbiditas adalah faktor

yang berpengaruh terhadap pembentukan terumbu karang. Terumbu karang

memerlukan syarat-syarat tertentu untuk bertumbuh antara lain suhu 23-25oC ,

mempunyai tingkat transmisi matahari yang tinggi air dan bebas dari lumpur dan

turbiditas. Adanya pekerjaan konstruksi kemungkinan besar akan memberikan

kontribusi kepada semakin rendahnya kondisi terumbu karang yang berada dalam

kondisi baik. Hasil pengamatannya disekitar Kupang menggunakan Citra

Peninderaan Jauh (Landsat TM) menunjukkan bahwa perairan kearah laut lepas

lebih jernih jika dibandingkan dengan di perairan kearah tepi pantai akibat

sedimentasi. Bahkan oleh Suharsono dkk (1994) melaporkan bahwa penurunan

kualitas air Kupang merupakan dampak negatif aktivitas di daratan dan dikawasan

industri sekitar Kupang. Kondisi ini dapat saja terjadi apabila setiap pembangunan

pabrik dalam Kawasan Industri Bolok tidak dilengkapi dengan unit pengelola

limbah yang bertangungjawab terhadap kualitas limbah yang dibuang ke perairan.

Kebisingan. Bising merupakan pencemaran suara yang tidak diinginkan. Ada

hubungan erat antara kebisingan dan tingkat gangguan. Kualitas suatu bunyi

ditentukan oleh frekwensi dan intensitasnya. Semakin tinggi tingkat kebisingan

maka mekin kuat gangguan terhadap manusia maupun hewan. Gangguan ini dapat

bermacam. Stres pada ikan mengakibatkan konsumsi oksigen meningkat bahkan

pada titik tertentu dapat menyebabkan kematian. Hasil pengamatan dilapangan

menunjukkan bahwa tidak ditemukan sumber kebisingan yang kuat dengan

intensitas yang tinggi yang menyebabkan manusia dan biota laut disekitar lokasi

Draft Laporan Kajian Penyebaran Temperatur dan Dampak Pembangunan Jetty, 2008 29

Page 30: Kajian Sebaran Panas Draft Bolok

rencana PLTU mengalami kebisingan. Sumber kebisingan yang ada saat ini berupa

suara klakson kapal dan speedboat.

4.2 Dampak Tahap Operasional

a. Tumpahan batubara pada saat Loading/unloading batubara.

Setiap batu bara yang dihasilkan, memiliki mutu (dilihat dari tingkat kelembaban,

kandungan karbon, dan energi yang dihasilkan) yang berbeda-beda. Pengaruh suhu,

tekanan, dan lama waktu pembentukan (disebut maturitas organik), menjadi faktor

penting bagi mutu batu bara yang dihasilkan. Semakin tinggi maturitas organiknya,

maka semakin bagus mutu batu bara yang dihasilkan, begitu juga sebaliknya. Batu bara

dengan mutu rendah memiliki tingkat kelembaban yang tinggi, serta kandungan karbon

dan energi yang rendah. Biasanya batu bara pada golongan ini memiliki tekstur yang

lembut, mudah rapuh, serta berwarna suram seperti tanah. Jenis batu bara pada

golongan ini diantaranya lignite (batu bara muda) dan sub-bitumen. Sekitar 700 juta ton

batu bara diperdagangkan secara internasional pada tahun 2003 dan sekitar 90% dari

jumlah tersebut diangkut melalui laut.

Hasil analisa kualitas air menunjukkan bahwa konsentrasi timbal (pb) dalam

batubara sebesar 0.19 ppm dari nilai ≤ 0.1 yang ditoleransi. Apabila suhu perairan

meningkat maka kecepatan hancur batu bara akan lebih cepat dibandingkan pada suhu

normal. Sebuah percobaan kecil dilakukan untuk melihat kecepatan hancurnya batubara

kualitas rendah pada suhu air normal 28oC dibandingkan dengan air bersuhu 40oC.

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pada air dengan suhu 40oC batubara langsung

terurai dan lebih cepat dibandingkan air dengan suhu normal yang membutuhkan waktu

lebih lama yaitu 15 – 20 menit. Timbal pada konsentrasi yang berlebihan akan bersifat

toksik bagi biota budidaya. Pada kondisi tertentu, meskipun ada indikasi pencemaran,

lingkungan perairan tertentu masih memenuhi syarat untuk budidaya. Kondisi ini

dilaporkan oleh Sulistijo dkk (1994) bahwa perkembangan industri dan buangan limbah

di perairan Batam mempengaruhi kondisi perairan lautnya sehingga menimbulkan

pencemaran bagi rumput laut. Apabila aktivitas loading/unloading batubara, upaya

meminimalisir tumpah batubara harusnya mendapat perhatian lebih. Dengan frekuensi

dan instensitas yang tinggi, maka unsur logam berat tersebut akan masuk kedalam

jaringan rumput laut, terakumulasi dan menimbulkan kontaminasi produk perikanan.

Draft Laporan Kajian Penyebaran Temperatur dan Dampak Pembangunan Jetty, 2008 30

Page 31: Kajian Sebaran Panas Draft Bolok

Dilaporkan oleh Wedemeyer (1996) bahwa keracunan dapat menyebabkan

berkurangnya fekunditas pada ikan.

b. Tata Ruang Alur Pelayaran Kapal Pengangkut Batubara.

Kebutuhan akan batubara dan cadangannya menimbulkan dampak bertambahnya

volume pelayaran angkutan batubara, dari dan mneuju perairan bolok, sehingga

membutuhkan alur ruang gerak kapal dengan lebar alur pelayaran tertentu.

Dari kondisi yang ada, lebar alur pelayaran dapat disediakan apabila areal

budidaya mutiara sesuai dengan perijinan yang ada, namun kenyataannya dilapangan

saat ini areal budidaya terlihat masih tersebar disekitar periran bolok sehingga

kemungkinan terganggu akibat lalulintas angkutan batubara dapat terjadi.

Berdasarkan Pedoman Teknis Rencana Induk Pelabuhan (RIP), untuk kapal

dengan ukuran 500 DWT – 1000 DWT, kebutuhan lebar kolam putar di tetapkan

sebesar 2 x LOA = 90 ,00 - 116,00 m. (Length Over All).

Gambar 6. Situasi lebar alur pelayaran bongkar muat batubara

Draft Laporan Kajian Penyebaran Temperatur dan Dampak Pembangunan Jetty, 2008 31

1.25 km

Lebar alur pelayaran yang ada

Arah Lalulintas Pelayaran

Page 32: Kajian Sebaran Panas Draft Bolok

Supaya kapal yang beroperasi dapat mencapai dermaga dengan aman, diperlukan

alur pelayaran yang cukup lebar dan bebas dari rintangan navigasi. Oleh karena itu

terkait dengan factor keamanan dan keselamatan pelayaran serta kemudahan

operasional kapal menuju dermaga, maka sesuai dengan Pedoman Teknis, maka untuk

kapal dengan bobot 500 – 1000 DWT, kebutuhan akan lebar alur masuk menuju kolam

pelabuhan di ambil sebesar 9B + 30 m = 111,00 - 115,50 m.

Kedalaman alur masuk sesuai dengan Pedoman Teknis, untuk kapal dengan bobot 500

– 1000 DWT, kedalaman alur masuk menuju kolam pelabuhan minimum sebesar 9B +

30 m = 4,00 - 5,00 m pada saat surut ter rendah atau Lowest Water Spring (LWS).

Jarak faceline didefenisikan sebagai jarak garis kedalaman rencana minimum yang

dibutuhkan untuk alur pelayaran di sekitar muka dermaga dari garis pantai. Jarak face

line ini di perlukan agar letak garis kedalaman minimum yang disyarakatkan sesuai

ukuran draft kapal rencana letaknya tidak terlalu jauh dari garis pantai karena akan

berpengaruh terhadap kemudahan operasional darat serta mengurangi/menghindari

cost untuk pembangunan akses menuju dermaga. Dalam pedoman teknik, jarak face

line yang baik adalah L > 50,00 m.

Draft Laporan Kajian Penyebaran Temperatur dan Dampak Pembangunan Jetty, 2008 32

Page 33: Kajian Sebaran Panas Draft Bolok

BAB V

ANALISIS DAMPAK

5.1 Pendahuluan

Salah satu akibat yang disebabkan oleh perubahan suhu air yang ekstrim

adalah terjadinya kejutan panas (thermal shock) bagi biota laut yang terbawa dalam air

laut maupun biota penerima limbah panas tersebut. Tidak dapat disangkal bahwa

terdapat interaksi antara organisme laut dan lingkungannya. Intensitas dan frekuensi

interaksi berpengaruh terhadap distribusi dan kelimpahan organisme disuatu kawasan

pada waktu dan musim tertentu, berefek pada perilaku, gerakan dan kelangsungan

hidupnya.

Setiap biota laut memiliki perbedaan kemampuan toleransi terhadap suhu, untuk

aktivitas, bertumbuh dan bereproduksi. Sehubungan dengan limbah panas ini, maka

kemampuan biota laut untuk bertahan hidup akan sangat bergantung kepada tinggi

rendahnya peningkatan suhu serta lama waktu biota menerima air panas.

5.2 Budidaya Mutiara.

Dalam budidaya mutiara, salah satu faktor yang dipertimbangkan yaitu

1. Dampak Perubahan Suhu

Perubahan suhu memegang peranan penting dalam aktivitas biofisiologi tiram di dalam

air. Suhu yang baik untuk kelangsungan hidup tiram mutiara adalah berkisar 25oC -

30 0 C namun demikian suhu air pada kisaran 27 - 31°C juga masih dianggap layak

untuk tiram mutiara. Hasil kajian dampak sebaran panas pada PLTU Bolok

menunjukkan bahwa suhu air pada areal dengan radius 100 m dari titik outlet PLTU,

sama dengan suhu air outlet, namun terjadi penurunan sebesar 20% untuk setiap

pertambahan 100m dari pusat outlet PLTU. Berdasarkan pengukuran pada beberapa

titik, menunjukkan bahwa suhu air rata-rata adalah 270C. Dengan demikian jika sesuai

aturan bahwa selisih suhu air outlet dengan suhu air sekitarnya sebesar 20C maka terjadi

peningkatan suhu perairan pada titik outlet menjadi 290C . Pada kondisi ini maka dapat

dikatakan bahwa kondisi tersebut masih dianggap layak bagi budidaya mutiara.

Draft Laporan Kajian Penyebaran Temperatur dan Dampak Pembangunan Jetty, 2008 33

Page 34: Kajian Sebaran Panas Draft Bolok

2. Kecerahan

Kecerahan air akan berpengaruh pada fungsi dan struktur invertebrata dalam air.

Lama penyinaran akan berpengaruh pada proses pembukaan dan penutupan cangkang.

Cangkang tiram akan terbuka sedikit apabila ada cahaya dan terbuka lebar apabila

keadaan gelap. Untuk pemeliharaan sebaiknya kecerahan air antara 4,5 - 6,5 m. Jika

kisaran melebihi batas tersebut, maka proses pemeliharaan akan sulit dilakukan. Untuk

kenyamanan, induk tiram harus dipelihara di kedalaman melebihi tingkat kecerahan

yang ada. Sebagai gambaran bahwa kecerahan diperairan Bolok pada waktu

pengukuran mencapai 12 meter. Berdasarkan kajian dampak bongkar muat batubara

terlihat bahwa disekitar jetty dapat terjadi kekeruhan karena bongkar muat batubara.

Sehingga budidaya disekitarnya berdampak kurang baik.

Produktivitas pada segala jenis ekosistem, termasuk ekosistem perairan bergantung

pada kemampuan perairan tersebut untuk menyerap dan meneruskan energi matahari

ke berbagai tingkat trofik. Fitoplankton dan alga merupakan produsen primer yang

mampu meyerap energi sinar matahari secara langsung yang keduanya merupakan

perintis awal aliran energi dan material didalam rantai makanan melalui proses

biosintesis.

Setiap plankton memiliki toleransi suhu yang berbeda untuk tumbuh dan berkembang.

Suhu untuk pertumbuhan diatom adalah 21-28oC. Bila suhu lebih tinggi dari 28oC

maka pertumbuhannya sudah kurang baik (Mudjiman,1994 .). Chlorella tumbuh pada

salinitas 25 ppt. Alga tumbuh lambat pada salinitas 15 ppm, dan hampir tidak tumbuh

pada salinitas 0 ppm dan 60 ppm. Chlorella tumbuh baik pada suhu 20oC, tetapi

tumbuh lambat pada suhu 32oC. Tumbuh sangat baik sekitar 20o-23C (Hirata, 1981).

Tetraselmis tumbuh dengan kondisi salinitas optimal antara 25 dan 35 ppm (Fabregas

et al, 1984). Menurut Griffith et al (1973) mengatakaon bahwa Tetraselmis chuii masih

dapat mentoleransi suhu antara 15o-35oC, sedangkan suhu optimal berkisar antara 23o-

25oC.

Salinitas merupakan salah satu sifat kimia air yang secara langsung maupun tidak

langsung dapat mempengaruhi pertumbuhan dan kehidupan organisme air. Salinitas

pada awal kultur Chorella sp. dan Tetraselmis chuii adalah 32 ppm. Pada saat kultur

Draft Laporan Kajian Penyebaran Temperatur dan Dampak Pembangunan Jetty, 2008 34

Page 35: Kajian Sebaran Panas Draft Bolok

biasanya terjadi kenaikan kadar garam, hal ini disebabkan oleh adanya hasil

metabolisme dan adanya pengendapan. Chlorella sp tumbuh baik pada salinitas antara

15-35 ppm dan tumbuh paling baik pada salinitas 25 ppm. Pertumbuhan alga pada

salinitas 15, 45, 50, dan 55 ppt, dan hampir tidak tumbuh baik pada salinitas 0 dan 60

ppt (Hirata, 1981). Dan Tetraselmis chuii tumbuh dengan salinitas optimal antara 25-

35 ppm (Fabregas et al, 1984). Cahaya di laboratorium makanan alami diIPPTP

Bojonegara Serang sangat mendukung kehidupan dan pertumbuhan Chorella sp. dan

Tetraselmis chuii.

5.3 Rumput laut

. Berikut ini beberapa aspek yang dapat berdampak pada budidaya rumput laut.

No. Persyaratan Keterangan

1. KeterlindunganLokasi harus terlindung untuk menghindari kerusakan fisik

rumput laut dari terpaan angin dan gelombang yang besar.

2. Dasar Perairan

Dasar Perairan yang paling baik bagi pertumbuhan rumput laut

(Euchema spp.) adalah dasar perairan yang stabil yang terdiri

dari potongan karang mati bercampur dengan pasir karang,

adanya sea grass. Ini menunjukkan adanya gerakan air yang

baik.

3. Kedalaman Air

Berkisar antara 30 -50 cm pada surut terendah, supaya rumput

laut tidak mengalami kekeringan karena terkena sinar matahari

secara langsung dan masih memperoleh penetrasi sinar matahari

pada waktu pasang. Kedalaman maksimal adalah setinggi orang

berdiri dengan mengangkat tangannya.

4. Salinitas

Salinitas perairan yang tinggi dengan kisaran 28-34%o dengan

nilai optimum 32%o. Untuk itu hindari lokasi dari sekitar muara

sungai.

5. Suhu AirSuhu perairan berkisar 27-30o C. Untuk itu harus diperhatikan

keadaan musim yang terjadi.

Draft Laporan Kajian Penyebaran Temperatur dan Dampak Pembangunan Jetty, 2008 35

Page 36: Kajian Sebaran Panas Draft Bolok

6. Kecerahan Kondisi yang ideal dengan angka transparansi sekitar 1,5 m.

7. Keasaman (pH)

Kisaran pH antara 6 -9. Nilai optimal diharapkan pada kisaran

7,5 - 8,0. Perubahan pH akan mempengaruhi keseimbangan

kandungan karbondioksida (CO2) yang secara umum dapat

membahayakan kehidupan biota laut dari tingkat produktifitas

primer perairan.

8.Angin dan

Arus

Kecepatan arus yang dianggap baik berkisar antara 20 - 40

cm/detik.

Draft Laporan Kajian Penyebaran Temperatur dan Dampak Pembangunan Jetty, 2008 36

Page 37: Kajian Sebaran Panas Draft Bolok

BAB VI

PENUTUP

6.1 Simpulan

Dari hasil kajian yang dilakukan dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Kajian penyebaran panas dari limbah termal outlet PLTU Bolok :

Berdasarkan hasil simulasi pola arus menunjukkan bahwa saat kondisi pasang

walaupun terdapat suplai air outlet PLTU sebesar 3000 m3/det tegak lurus pantai,

terlihat bahwa trend arah arus pada perairan bolok mengikuti arah dominan arus yaitu

bergerak dari arah Selatan menuju Utara, mulai dari laut sabu menuju pelabuhan tenau

menyebabkan daerah-daerah yang berjarak > 300 m akan mendapat pengaruh arus yang

lebih besar dari pada daerah daerah yang berjarak < 300 m dari bibir pantai. Pola

sebaran temperatur air dan kenaikan suhu air terhadap ambience temperatur perairan

Bolok akibat aliran outlet PLTU relatif sangat kecil. Setelah 6 jam, pertambahan suhu

yang signifikan hanya berada pada areal dengan radius 100 m dari titik outlet dengan

kenaikan < 10 C. Setelah itu, Pergerakan rambatan suhu umumnya mengikuti arah

pergerakan arus. Radius pengaruh kenaikan suhu berada pada maksimum radius 500 m.

Sedangkan saat surut, pola arus akibat suplai air outlet sebesar 3000 m3/det tegak lurus

pantai, hal ini akan membantu mempercepatan pergerakan air masuk ke alur utama

pergerakan yang berjarak cukup jauh mengikuti arah dominan arus yaitu bergerak dari

arah Utara menuju Selatan, memasuki perairan terbuka. Kondisi ini menyebabkan

daerah-daerah yang berjarak < 300 m akan tersedot dan cepat tergantikan oleh air dari

arah Utara.

Dari dua kondisi tersebut terlihat bahwa suhu pada daerah outlet PLTUdengan

debit 3000 m3/det meningkatkan suhu eksisting hingga 20C dalam radius 100 m.

Perbedaan suhu akan semakin menurun seiring bertambahnya radius jangkauan dengan

rata-rata 30% setiap jarak 100 m dengan waktu rambatan saat arus puncak 6 jam.

2. Kajian pembangunan jetty

Saat pekerjaan pembangunan jetty dan konstruksi PLTU akan dibangun maka

lalulintas pelayaran maupun aktivitas pembangunan dapat mengganggu aktivitas biota

laut. Dampak pemancangan tiang dermaga, pengurukan akan menyebabkan patahan

karang, getaran yang tinggi, meningkatnya kekeruhan perairan, rendahnya penetrasi

Draft Laporan Kajian Penyebaran Temperatur dan Dampak Pembangunan Jetty, 2008 37

Page 38: Kajian Sebaran Panas Draft Bolok

cahaya matahari ke perairan serta bising suara alat berat untuk kegiatan pemancangan.

Kondisi diatas berpeluang menimbulkan :

Getaran akan ditimbulkan pada saat pemancangan tiang pelabuhan sehingga

menimbulkan kekeruhan dan sedimentasi. Kondisi ini berakibat pada rendahnya

penetrasi cahaya yang masuk ke suatu perairan. Cahaya Tingginya kekeruhan dan

sedimentasi akibat getaran yang ditimbulkan dapat menyebabkan rendahnya

penetrasi cahaya yang masuk dan produktivitas perairan, terganggunya kemampuan

untuk memperoleh makanan pada mutiara dan rumput laut.

Kebisingan. Bising merupakan pencemaran suara yang tidak diinginkan. Ada

hubungan erat antara kebisingan dan tingkat gangguan. Kualitas suatu bunyi

ditentukan oleh frekwensi dan intensitasnya. Semakin tinggi tingkat kebisingan

maka mekin kuat gangguan terhadap manusia maupun hewan. Gangguan ini dapat

bermacam. Stres pada ikan mengakibatkan konsumsi oksigen meningkat bahkan

pada titik tertentu dapat menyebabkan kematian. Hasil pengamatan dilapangan

menunjukkan bahwa tidak ditemukan sumber kebisingan yang kuat dengan

intensitas yang tinggi yang menyebabkan manusia dan biota laut disekitar lokasi

rencana PLTU mengalami kebisingan. Sumber kebisingan yang ada saat ini berupa

suara klakson kapal dan speedboat.

Saat operasional PLTU Bolok, diperkirakan akan memberi dampak yaitu:

Tumpahan batubara pada saat Loading/unloading batubara. Setiap batu bara memiliki

mutu (dilihat dari tingkat kelembaban, kandungan karbon, dan energi yang dihasilkan)

yang berbeda-beda. Pengaruh suhu, tekanan, dan lama waktu pembentukan (disebut

maturitas organik), menjadi faktor penting bagi mutu batu bara yang dihasilkan. Hasil

analisa kualitas air menunjukkan bahwa konsentrasi timbal (pb) dalam batubara sebesar

0.19 ppm dari nilai ≤ 0.1 yang ditoleransi. Apabila suhu perairan meningkat maka

kecepatan hancur batu bara akan lebih cepat dibandingkan pada suhu normal. Hasil

pengamatan menunjukkan bahwa pada air dengan suhu 40oC batubara langsung terurai

dan lebih cepat dibandingkan air dengan suhu normal yang membutuhkan waktu lebih

lama yaitu 15 – 20 menit. Timbal pada konsentrasi yang berlebihan akan bersifat toksik

bagi biota budidaya. Pada kondisi tertentu, meskipun ada indikasi pencemaran,

lingkungan perairan tertentu masih memenuhi syarat untuk budidaya

Draft Laporan Kajian Penyebaran Temperatur dan Dampak Pembangunan Jetty, 2008 38

Page 39: Kajian Sebaran Panas Draft Bolok

6. 2 Rekomendasi

1. Bagi PLN: memberi kepercayaan kepada pihak ketiga yang menangani persoalan

pengelolaan limbah PLTU sehingga ada jaminan target suhu tertinggi yang dibuang

kelaut yang dapat meminimalisir dampak bagi biota laut.

2. Bagi PLN (setelah pembakaran Batubara) : Zat pencemar juga dapat dikurangi

dengan gas ilmiah hasil pembakaran. Teknologi yang sudah banyak dipakai ialah

flued gas desulfurization (FGD) (Akhadi, 2000. Prinsip teknologi ini ialah untuk

mengikat SO2 di dalam gas limbah di cerobong asap dengan absorben, yang disebut

scubbing (Sudrajad, 2006). Dengan cara ini 70-95% SO2 yang terbentuk dapat

diikat. Kerugian dari cara ini ialah terbentuknya limbah. Akan tetapi limbah itu

dapat pula diubah menjadi gipsum yang dapat digunakan dalam berbagai industri.

Cara lain ialah dengan menggunakan amonia sebagai zat pengikatnya sehingga

limbah yang dihasilkan dapat dipergunakan sebagi pupuk. Selain dapat mengurangi

sumber polutan penyebab hujan asam, gipsum yang dihasilkan melalui proses FGD

ternyata juga memiliki nilai ekonomi karena dapat dimanfaatkan untuk berbagai

keperluan, misal untuk bahan bangunan. Sebagai bahan bangunan, gipsum tampil

dalam bentuk papan gipsum (gypsum boards) yang umumnya dipakai sebagai

plafon atau langit-langit rumah (ceiling boards), dinding penyekat atau pemisah

ruangan (partition boards) dan pelapis dinding (wall boards).

Negara yang telah mengaplikasi teknologi ini adalah

Amerika Serikat yang merupakan negara perintis dalam memproduksi gipsum

sintetis ini. Pabrik wallboard dari gipsum sintetis yang pertama di AS didirikan oleh

Standard Gypsum LLC mulai November tahun 1997 lalu. Lokasi pabriknya

berdekatan dengan stasiun pembangkit listrik Tennessee Valley Authority (TVA) di

Cumberland yang berkapasitas 2600 megawatt. Produksi gipsum sintetis

merupakan suatu terobosan yang mampu mengubah bahan buangan yang

mencemari lingkungan menjadi suatu produk baru yang bernilai ekonomi. Sebagai

bahan wallboard, gipsum sintetis yang diproduksi secara benar ternyata memiliki

kualitas yang lebih baik dibandingkan gipsum yang diperoleh dari penambangan.

Gipsum hasil proses FGD ini memiliki ukuran butiran yang seragam. Mengingat

Draft Laporan Kajian Penyebaran Temperatur dan Dampak Pembangunan Jetty, 2008 39

Page 40: Kajian Sebaran Panas Draft Bolok

dampak positifnya cukup besar, tidak mustahil suatu saat nanti, setiap PLTU batu

bara akan dilengkapi dengan pabrik gipsum sintetis.

3. Bagi PLN : arah dari pipa outlet sebaiknya mengarah ke bagian jetty sehingga

radius pengaruh suhu tidak mendekati budidaya mutiara.

4. Bagi petani rumput laut : Pembuatan kebun bibit rumput laut, membangun sistem

pengelolaannya serta mencari lokasi baru yang lebih representatif untuk

pengembangan usaha rumput laut.

 

 

Draft Laporan Kajian Penyebaran Temperatur dan Dampak Pembangunan Jetty, 2008 40

Page 41: Kajian Sebaran Panas Draft Bolok

DAFTAR PUSTAKA

 

Anonymous. 1985. Budidaya Phytoplankton. Seri ke sembilan. Sebuah Kerjasama

antara Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Sub Balai Penelitian Budidaya

Pantai Bojonegara dengan Japan International Cooperation Agency (JICA). Serang

Banten.

Anonymous. 1992. Pedoman Teknis Budidaya Pakan Alami Ikan dan Udang.

Departemen Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Jakarta.

Amanto B.S. 1999. Kajian Wilayah Pengembangan Agroindustri Perikanan Rakyat di

Daerah Maluku. Thesis. PPS IPB. Bogor Indonesia.

Beattie B.R. dan Taylor C.R., 1994. Ekonomi Produksi. Gadjah Mada University

Press. Yogyakarta. 386 p.

Bengen D.G., 2001. Sinopsis Ekosistem Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut. Pusat

Kajian Sumber daya Pesisir dan Lautan. IPB. Bogor. 62 p.

Budiharsono S., 2001. Teknik Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan.

Pradnya Paramita. Jakarta. 159p.

Burhannudin, A. Djamali, As. Genisa., 1994. Pengaruh suhu pada komunitas ikan di

perairan PLTU Muara Karang, Jakarta. Seminar Pemantauan Pencemaran Laut. Jakarta

7-9 Februari 1994

Burlew, J.S. 1995. Algal Culture from Laboratories to Pilot Plant. Carnegie Institution

of Washington. Washington.

Cristiani. 1983. Pengaruh Salinitas terhadap Perkembangan Populasi Monokultur

Chlorella sp. Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto.

Erlina, A. Hastuti, W. 1986. Kultur Plankton-BBAP. Ditjen Perikanan. Jepara.

Fabregas, Jaime., dkk. 1984. Growth of Marine Microalga Tetraselmis svecica in

Batch Culture with Different Salinities and Concentration. Publisher.

Dahuri, Rokhmin; Rais J.; Ginting S.P. dan Sitepu M.J., 2001. Pengelolaan Sumber

Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Pradnya Paramita. Jakarta.328

Debertin D. L. 1986. Agricultural Production Economics. University of Kentucky.

Macmillan Publishing Company. New York. 366 p.

Draft Laporan Kajian Penyebaran Temperatur dan Dampak Pembangunan Jetty, 2008 41

Page 42: Kajian Sebaran Panas Draft Bolok

Hirata, Hachiro., Ishak Andrias and Shigehisa Yamashaki. 1981. Effect of Salinity and

Temperature on The Growth of The Marine Phytoplankton Chlorella saccharophila.

Vol. 30. Mem. Fac. Kagoshima University. Japan.

Isnansetyo, Alim dan Kurniastuty. 1995. Teknik Kultur Phytoplankton dan

Zooplankton. Cetakan Pertama. Kanisius. Yogyakarta.

Khulsum, Umi. 1986. Kultur Chlorella pyrenoidosa dan Tetraselmis tetrathele dalam

Perlakuan Dosis Pupuk yang Berbeda. Diklat Ahli Usaha perikanan. Jakarta.

Martosudarmo, B. dan Sabarudin, S. 1979. Makanan Larva Udang . Balai Budidaya

Air Payau. Jepara.

Mujiman, Ahmad. 1984. Makanan Ikan. Cetakan 14. Penebar Swadaya. Jakarta.

Prescott, G. W. 1978. How to Know The Freshwater Algae. Wne. Brown Company

Publisher.

Sachlan, M. 1982. Planktonologi. Fakultas Peternakan dan Perikanan Universitas

Diponegoro. Semarang.

Ngangi, E.L.A. 2001. Kajian Intensifikasi dan Analisis Finansial Usaha Budidaya

Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) di Desa Bentenan-Tumbak Kecamatan Belang

Propinsi Sulawesi Utara.Thesis. PPS IPB. Bogor, Indonesia.

Nybakken, 1988. Biologi Laut. Suatu pendekatan ekologi. Alih bahasa H.M.Eidman

dkk. Marine Biologi an Ecologycal Approach Pt. Gramedia Jakarta.

Sulistijo, Horas Hutagalung, Wanda Atmadja, 1994. Logam berat Pb dalam rumput

laut Eucheuma alvarezii hasil budidaya di perairan Batam Riau. Seminar Pemantauan

Pencemaran Laut Jakarta 7-9 Februari 1994

Supriharyono. 2000. Pelestarian dan Pengelolaan Sumber Daya Alam di Wilayah

Pesisir

Tropis. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 247 p.

Siswandono, 1994. Pengaruh Sedimentasi terhadap kondisi lingkungan karang di

perairan kepulauan Seribu.

Sutaman, 1993. Teknik Budidaya dan Proses Pembuatan Mutiara. Penerbit Lanisius

Yogyakarta.

Wodhead, P.M.J. 1996. The behavior of fish in relation to the light in the sea>

Oceanogr. Mar. Biol. Ann.Rev. 4 : 337-403.Horland Barnes edition.

Draft Laporan Kajian Penyebaran Temperatur dan Dampak Pembangunan Jetty, 2008 42

Page 43: Kajian Sebaran Panas Draft Bolok

Draft Laporan Kajian Penyebaran Temperatur dan Dampak Pembangunan Jetty, 2008 43