Kajian Pelingkupan Penerimaan Kehutanan
description
Transcript of Kajian Pelingkupan Penerimaan Kehutanan
Penerimaan Negara Industri Ekstraktif Sektor Kehutanan
di Indonesia
Sonny Mumbunan dan Riko WahyudiArticle 33 Indonesia
Seminar Nasional Penerimaan Negara Industri Ekstraktif Sektor Kehutanan
Jakarta, 22 Januari 2013
Hasil Kajian Pelingkupan
Kajian pelingkupan ini dimungkinkan oleh dukungan dana dari Royal Norwegian Embassy di Jakarta.
Struktur Presentasi
Ekstraksi sumber daya hutan di Indonesia
Aliran penerimaan sektor kehutanan
Potensi kehilangan penerimaan – 2 kasus
Mekanisme dan opsi transparansi
Peran masyarakat sipil (CSO)
Luas hutan Indonesia
Luas total kawasan hutan di Indonesia sebesar 136,17 juta Ha.
Kawasan hutan:- Hutan konservasi seluas 26,13 juta Ha (19,2%)- Hutan lindung seluas 32,2 juta Ha (23,6%)- Hutan produksi seluas 77,8 juta ha (57,2%)
Ekstraksi sumberdaya hutan
Pemanfaatan hutan Indonesia
Pemanfaatan dalam bentuk Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) di kawasan hutan produksi telah mencapai 35,4 juta ha, sekitar 49,9%.
Sumber utama penerimaan negara. PNBP dari IUPHHK = 90% total PNBP Kehutanan.
Sumber: Kementerian Kehutanan, 2012.
Ekstraksi sumberdaya hutan
Rantai nilai industri ekstraktifdi sektor kehutanan
Sumber: Transparency International (2010) dan Article 33 Indonesia (2013)
Ekstraksi sumberdaya hutan
Struktur Presentasi
Ekstraksi sumber daya hutan di Indonesia
Aliran penerimaan sektor kehutanan
Potensi kehilangan penerimaan – 2 kasus
Mekanisme dan opsi transparansi
Peran masyarakat sipil (CSO)
Koleksi PNBP kehutanan
Aliran penerimaan sektor kehutanan
PNBP Kayu421411 Dana Reboisasi (DR)
421421 Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH)
421433 Iuran Izin Usaha Pemanfaatan Hutan (IIUPH)
423738 Ganti Rugi Nilai Tegakan (GNRT)
PNBP Bukan Kayu421441 Penggunaan Kawasan Hutan/ Pinjam Pakai Kawasan Hutan
421751 Denda Pelanggaran Eksploitasi Hutan (DPEH)
423731 Iuran Mengangkut/Tumbuhan Alam Hidup atau Mati (IASL/TA)
423732 Pungutan Izin Pengusahaan Pariwisata Alam (PIPPA)
423733 Pungutan Izin Pengusahaan Taman Buru (PIPTB)
423734 Pungutan Izin Berburu di taman buru dan areal berburu (PIB)
423735 Pungutan Masuk Obyek Wisata Alam/PMOWA (contoh: taman wisata alam)
423736 Iuran Hasil Usaha Pengusahaan Pariwisata Alam (IHUPA)
423737 Iuran Hasil Usaha Perburuan di Taman Buru (IHUPTB)
PNBP kehutanan (milyar Rp)
Aliran penerimaan sektor kehutanan
DR PSDH
IIUPH
GRNT DPEH
PKH
ISL/T
A PIPPA
PMOWA
IHUPA
0.00200.00400.00600.00800.00
1,000.001,200.001,400.001,600.001,800.002,000.00 55,9%
26,6%
3,6% 2,9%0,1%
9,6%
0,1% 0,0% 0,7% 0,1%
Sumber: Biro Keuangan Kemenhut (2012)
PNBP sektor kehutanan
Hanya tiga PNBP yang dibagihasilkan: DR, PSDH dan IIUPH.
Iuran Izin Usaha Pemanfaatan Hutan:Perhitungan pungutan berbasis luas areal
Provisi Sumber Daya Hutan dan Dana Reboisasi: Perhitungan berbasis volume kayu
Aliran penerimaan sektor kehutanan
PNBP untuk PSDH
Perhitungan Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH)
Kayu:Volume kayu x tarif
Non-kayu: Berat produk hasil hutan kayu x tarif
Aliran penerimaan sektor kehutanan
Alokasi DBH PNBP kayu (%)
Aliran penerimaan sektor kehutanan
Sumber Dana Bagi Hasil
Alokasi DBH
Pusat Provinsi Kabupaten/Kota Penghasil
Kabupaten/Kota lainnya
dalam Provinsi yang
BersangkutanDana Iuran Izin Usaha Pemanfaatan Hutan (IIUPH)
20 16 64 -
Dana Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH)
20 16 32 32
Dana Reboisasi (DR)
60 - 40 -
Koleksi rente kehutanan
Aliran penerimaan sektor kehutanan
Rekonsiliasi penerimaan
Aliran penerimaan sektor kehutanan
Alokasi & distribusi rente kehutanan
Aliran penerimaan sektor kehutanan
Struktur Presentasi
Ekstraksi sumber daya hutan di Indonesia
Aliran penerimaan sektor kehutanan
Potensi kehilangan penerimaan – 2 kasus
Mekanisme dan opsi transparansi
Peran masyarakat sipil (CSO)
70% kayu di Indonesia ilegal
Sekitar 60-70 % produksi kayu bulat adalah ilegal (Tacconi, 2007).
Kayu dari pembalakan liar mencapai 73-88% setiap tahun (Greenpeace, 2003).
Sekitar 40 juta m3 kayu yang masuk industri pengolahan kayu ilegal; sekitar 10 juta m3
kayu ilegal diekspor setiap tahun (Brown, 2009).
Potensi kehilangan penerimaan
30-20 trilyun Rupiah hilang
Potensi kehilangan penerimaan
No Sumber PenelitianNilai kehilangan
penerimaan akibat illegal logging
Kepustakaan
1 Laporan BPK RI (2010)
Rp 30,3 triliun/tahun atau Rp 83 milyar/hari
BPK RI (2011)
2 Human Rights watch (2009)
US $ 2 milyar/tahun Sebagaimana dikutip Wasef (2012)
3 World Bank (2006) US $ 3 milyar/tahun Sebagaimana dikutip Blundell (2008)
4 Brown (2006) US $ 1,4 milyar/tahun Sebagaimana dikutip Brown dan Stolle (2009)
5 Nurrochmat (2005) US $ 2,79 milyar/tahun
Sebagaimana dikutip Nurrochmat dan Hasan (2010)
6 Kementerian Kehutanan (2002)
US $ 3,7 milyar/tahun Dikutip oleh Asia Pulse (2003) dalam Schroeder et al (2004)
Dua kasus penerimaan
Kasus 1:Kesenjangan penerimaan PSDH Kayu
Kasus 2:Dugaan pungutan non-formal untuk peredaran kayu di Kalimantan
Potensi kehilangan penerimaan
Realisasi PSDH cuma 30% potensi
Potensi kehilangan penerimaan
Tahun PSDH untuk PNBP Kayu dan
Bukan Kayu (milyar Rp)
Potensi PSDH Kayu (milyar Rp)
Perbandingan Realisasi dan Potensi
(%)2009 699,3 2.115,6 33,1
2010 597,1 2.470,9 24,2
Sumber: Mumbunan dan Wahyudi (2012)
Realisasi PSDH berdasarkan PMK DBH SDA Kehutanan (kayu dan non-kayu); Potensi PSDH berdasarkan formula PSDH kayu, di mana data produksi kayu merujuk Renja dan Statistik Kehutanan, dan proporsi kayu merujuk data BPS.
Polisi, Kehutanan dan Tentara
Potensi kehilangan penerimaan
Sumber: Article 33 Indonesia (2012), TIDAK UNTUK DIKUTIP.
Dugaan pungutan non-formal di tahun 2010 di jalur peredaran kayu Muara Teweh-Kapuas dan Muara Teweh-Banjarmasin
Siapa? Multi-instansi, multi-aktor
Potensi kehilangan penerimaan
KEPOLISIANKepolisian Sektor (Polres)
Polisi Sektor (Polsek)/Kapolsek
WakapolsekPiket PolsekPos polisiPos polisi ke-2Pos polisi ke-3Pos polisi ke-4Kepala Pos Polisi
Kepolisian Resor (Polres) Polres dan patroliPolisi Resor (Polres)Tim checking PolresKasi perlindungan dan
reboisasiKetua pos
operasional+KamluhKP3
Polisi Airud AirudAirud Banjarmasin/MAKOAirud Mabes Polri 641Airud Mabes Polri 642Airud Mabes Polri 645Direktur Airud KaltengKapal patroli Airud Sampit
(no 101-XX)Kapal patroli Airud Sampit
(no 105-XX)Kasi Gakuk Pol AirLanal Banjarmasin+IntelPandu alam
KEHUTANANKehutanan (dinas?)
Pos KehutananKomandan Pos KehutananLSDP (lembaga/komandan)
Piket LSDP
KCDK Kehutanan
Wakil KCDK
P3HHK/BKPH+Anggota (Kabag dan lembaga)
ANGKATAN DARATKomando Rayon Militer
Koramil/DanramilPiket Koramil
Komando Distrik MiliterKodim/DandimKepala Staf Kodim
(Kasdim)Pasi IntelAnggota intelPasi OpsPasi TerPasi MinPasi UnitDan unit KodimPiket Kodim
Polisi MiliterDanpospomPiket Pospom
Penerimaan kehutanan: big picture
Potensi kehilangan penerimaan
Kayu Ilegal;70%
Kayu Legal;30%
Kerugian Negara akibat Illegal
Logging (Rp 30 triliun/
tahun)
PNBP yang diterima negara dari kayu legal
(30%)
PNBP dari kayu legal
yang hilang (70%)
Struktur Presentasi
Ekstraksi sumber daya hutan di Indonesia
Aliran penerimaan sektor kehutanan
Potensi kehilangan penerimaan – 2 kasus
Mekanisme dan opsi transparansi
Peran masyarakat sipil (CSO)
Jalan masuk: 2 opsi
Mekanisme dan opsi transparansi
Opsi 1: SVLKSistem Verifikasi Legalitas Kayu. Sebuah inisiatif Indonesia untuk memastikan agar industri kayu, termasuk IUPHHK, mendapatkan kayu atau sumber bahan baku dengan cara legal. Verifikasi data dilakukan secara independen.
Opsi 2: EITIExtractive Industries Transparency Initiative. Sebuah inisiatif global untuk mendorong transparansi dan akuntabilitas penerimaan di sektor industri ekstraktif: publikasi data penerimaan oleh pemerintah dan data pembayaran oleh perusahaan. Rekonsiliasi data dilakukan secara independen.
Status dan potensi SVLK
Mekanisme dan opsi transparansi
Status: Sejak 2010 dijalankan di Indonesia. Target: akhir 2012 semua industri hulu dan hilir sudah memiliki SVLK.
Potensi: Di dalam Standar Verifikasi SVLK (khususnya Prinsip Keabsahan Perdagangan atau Peindahan Kayu Bulat), pembayaran Dana Reboisasi dan PSDH harus ditunjukkan dan diverifikasi.
Progress SVLK
Mekanisme dan opsi transparansi
Status EITI
Mekanisme dan opsi transparansi
Sudah ada Perpres 26/2010 tentang transparansi penerimaan dari industri ekstraktif.
Sektor yang dicakup baru Migas dan Pertambangan Umum.
Indonesia sementara menuju status negara patuh (compliant) untuk EITI.
Potensi EITI
Mekanisme dan opsi transparansi
Secara internasional, ada preseden EITI Kehutanan (yaitu di Liberia).
Di EITI Indonesia, ada inisiatif perusahaan tambang untuk melaporkan PNBP PSDH (PNBP Kehutanan, PP no 2/2008) di bawah skema EITI Migas/Pertambangan Umum.
Wacana sudah digulirkan untuk meluaskan cakupan Perpres 26/2010, meliputi sektor kehutanan.
Persamaan SVLK dan EITI
Mekanisme dan opsi transparansi
Sama-sama mendorong transparansi penerimaan
Prosesnya melibatkan multi-stakeholder
Melibatkan verifikator/rekonsiliator independen
Perbedaan SVLK dan EITI
Mekanisme dan opsi transparansi
Komponen SVLK EITIInisiatif Inisiatif Indonesia dan
satu-satunya di duniaInisiatif global
Tahapan dan cakupan
Besar ke kecil (benahi tatakelola, salah satunya penerimaan);
Kecil ke besar (benahi penerimaan, baru tatakelola keseluruhan).
Sasaran Menyasar penerimaan sektor formal dan non-formal
Menyasar penerimaan sektor formal.
Sifat Mandatory (wajib) Voluntary (sukarela)
Pengecekan penerimaan
Tanpa cross-check Cross-check dua pihak
Struktur Presentasi
Ekstraksi sumber daya hutan di Indonesia
Aliran penerimaan sektor kehutanan
Potensi kehilangan penerimaan – 2 kasus
Mekanisme dan opsi transparansi
Peran masyarakat sipil (CSO)
Kondisi CSO di Indonesia
Peran masyarakat sipil (CSO)
Belum ada CSO kehutanan yang membicarakan dan advokasi isu transparansi penerimaan sektor kehutanan; masih tema standar: illegal logging, perusakan hutan, dst.
Kapasitas yang terbatas di daerah untuk merespon isu kompleks ini (pengetahuan dan knowledge sharing, jejaring, dan dana)
Belum diapresiasinya kaitan yang erat antara isu advokasi REDD+ dan transparansi penerimaan kehutanan, terutama terkait benefit sharing mechanism, keuangan daerah, dan safeguard.
Need assessment CSO
Peran masyarakat sipil (CSO)
Pembangunan opini melalui edukasi dan information sharing tentang isu penerimaan sektor kehutanan.
Peningkatan kapasitas CSO (misalnya melalui pelatihan dan knowledge sharing).
Membangun peran dan gerak yang sinergis antar-CSO di daerah, dan antara CSO daerah dan nasional, dalam mengakomodasi isu penerimaan sektor kehutanan.
Pengarusutamaan isu penerimaan kehutanan melalui policy issue saat ini, seperti REDD+.
THANK YOUTerima Kasih