KAJIAN KETERCAPAIAN STANDAR PROSES MADRASAH ALIYAH …
Transcript of KAJIAN KETERCAPAIAN STANDAR PROSES MADRASAH ALIYAH …
LAPORAN HASIL PENELITIAN
KERJASAMA KELEMBAGAAN
TAHUN ANGGARAN 2016
KAJIAN KETERCAPAIAN STANDAR PROSES MADRASAH
ALIYAH DI KOTA BEKASI (PERAN KEPEMIMPINAN
KEPALA MADRASAH DALAM MENINGKATKAN
KUALITAS PEMBELAJARAN)
Tim Peneliti :
Dr. H. Abd. Wahid Hasyim, M.Ag. : Koordinator
Dr. Yayat Suharyat : Anggota
PUSAT PENELITIAN DAN PENERBITAN (PUSLITPEN)
LP2M UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2016
LAPORAN AKHIR (FINAL REPORT)
BANTUAN BIAYA PENELITIAN TAHUN ANGGARAN 2016
PUSAT PENELITIAN DAN PENERBITAN (PUSLITPEN)
LP2M UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan penelitian yang berjudul “KAJIAN KETERCAPAIAN STANDAR
PROSES MADRASAH ALIYAH DI KOTA BEKASI (PERAN
KEPEMIMPINAN KEPALA MADRASAH DALAM MENINGKATKAN
KUALITAS PEMBELAJARAN)”, merupakan laporan akhir pelaksanaan
penelitian yang dilakukan oleh “ABD WAHID HASYIM”, dan telah memenuhi
ketentuan dan criteria penulisan laporan akhir penelitian sebagaimana yang
ditetapkan oleh Pusat Penelitian dan Penerbitan (PUSLITPEN), LP2M UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, Oktober 2016
Peneliti,
Dr. H. Abd. Wahid Hasyim, M.Ag.
NIP. 19560817 198603 1 006
Mengetahui;
Kepala Pusat,
Penelitian dan Penerbitan
(PUSLITPEN)
LP2M UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
WAHDI SAYUTI, MA.
NIP. 19760422 200701 1 012
Ketua Lembaga,
Penelitian dan Pengabdian kepada
Masyarakat (LP2M)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
M. ARSKAL SALIM, GP., MA., PhD
NIP. 19700901 199603 1 003
LAPORAN AKHIR (FINAL REPORT)
BANTUAN BIAYA PENELITIAN TAHUN ANGGARAN 2016
PUSAT PENELITIAN DAN PENERBITAN (PUSLITPEN)
LP2M UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI
Yang bertanda tangan di bawah ini;
Nama : Dr. Abd Wahid Hasyim, M.Ag.
Jabatan : Dosen Tetap
Unit Kerja : Fakultas Adab dan Humaniora
Alamat : Jl. Ir. H. Juanda No 95 Ciputat Tangerang Selatan
dengan ini menyatakan bahwa:
1. Judul penelitian “KAJIAN KETERCAPAIAN STANDAR PROSES
MADRASAH ALIYAH DI KOTA BEKASI (PERAN KEPEMIMPINAN
KEPALA MADRASAH DALAM MENINGKATKAN KUALITAS
PEMBELAJARAN)” merupakan karya orisinal saya.
2. Jika di kemudian hari ditemukan fakta bahwa judul, hasil atau bagian dari
laporan penelitian saya merupakan karya orang lain dan/atau plagiasi, maka
saya akan bertanggung jawab untuk mengembalikan 100% dana hibah
penelitian yang telah saya terima, dan siap mendapatkan sanksi sesuai
ketentuan yang berlaku serta bersedia untuk tidak mengajukan proposal
penelitian kepada Puslitpen LP2M UIN Syarif Hidayatullah Jakarta selama 2
tahun berturut-turut.
Demikian pernyataan ini dibuat untuk digunakan sebagaimana mestinya.
Jakarta, Oktober 2016
Yang Menyatakan,
Dr. H. Abd. Wahid Hasyim, M.Ag.
NIP. 19560817 198603 1 006
i
ABSTRAK
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kondisi standar proses pada Madrasah
Aliyah di Kota Bekasi yang belum menunjukkan kualitas baik. Jika dibandingkan
dengan Sekolah Menengah Atas, kualitas standar proses di Madrasah Aliyah
masih di bawahnya. Kondisi ini disebabkan oleh banyak faktor, salah satu di
antaranya adalah dimensi kepemimpinan yang belum baik dan harus terus
diperbaiki. Permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah “Bagaimana
peran Educator, Manajer, Administrator, Supervisor, Leader, Inovator dan
Motivator (EMASLIM) kepala madrasah dalam mendorong kualitas proses
pembelajaran mulai dari perencanaan sampai dengan kegiatan tindak lanjut,
sehingga dapat meningkatkan kualitas standar proses di Madrasah Aliyah.
Penelitian ini bertujuan untuk (1). menjadi rujukan dalam sistem
pengelolaan sekaligus pengawasan kinerja kepala madrasah/sekolah dalam
menjalankan tupoksi sesuai dengan petunjuk dalam panduan penyelenggaraan
kepemimpinan kepala madrasah/sekolah, (2). menjadi alat pengukur terhadap
target (tujuan) penyelenggaraan sekolah yang berkualitas, di atas standar minimal
yang telah ditetapkan kemendikbud, sehingga kepala sekolah mampu memetakan
kondisi sekolahnya dalam pencapaian standar pendidikan secara keseluruhan
terutama standar proses, (3). hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai
bahan/materi pendampingan pengembangan kompetensi kepemimpinan kepala
madrasah/sekolah melalui acara pembekalan model kepala madrasah/sekolah
secara berkala agar secara bertahap memunculkan motivasi dalam kinerja
kepemimpinannya. Penerima manfaat secara langsung dari penelitian ini meliputi;
para Pengawas Pendidikan Madrasah Kantor Kemenag Kabupaten/Kota, Siswa,
Kepala Madrasah dan Guru Madrasah. Penerima manfaat secara tidak langsung
adalah; pejabat yang berada dan terkait di atas Kepala Madrasah yaitu Kepala
Kantor Kementerian Agama Kota/Kabupaten, Orang Tua Siswa, dan Masyarakat
Pendidikan yang menghendaki perbaikan kualitas pendidikan Madrasah.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif
naturalistic yang diimbangi dengan deskripsi data kuantitatif. Responden/Sumber
Informasi penelitian ini adalah kepala Madrasah Aliyah, Dewan Guru, Siswa, dan
orang tua siswa. Pengembilan responden dilakukan berdasarkan prinsip penelitian
kualitatif yaitu Sampel Bola Salju (Snow Ball Sample). Unit analisis/tempat
penelitian adalah kepala madrasah, dewan guru, siswa dan orang tua sesuai
kebutuhan dan kelengkapan data yang ada pada peneliti. Waktu Penelitian selama
6 bulan dengan tahapan persiapan, pelaksnaan, pengolahan data sampai dengan
pembuatan laporan dan presentasi hasil penelitian. Lokasi Penelitian adalah
Madrasah Aliyah di Kota Bekasi berjumlah 4 Madrasah Aliyah yaitu (a).
Madrasah Aliyah Negeri 1 Kota Bekasi, (b). Madrasah Aliyah Negeri 2 Kota
Bekasi, (c). Madrasah Aliyah al-Muawanah, (d). Madrasah Aliyah Sulamul
Istiqomah.
Teknik Pengumpulan Data yang digunakan adalah (a).
Observasi/pengamatan; pengamatan terhadap aktivitas yang terjadi di sekolah dan
ii
produk proses pmbelajaran yang sedang berlangsung, baik berupa tulisan maupun
tindakan, (b). Wawancara/interview; kegiatan ini dilakukan untuk mengumpulkan
data melalui komunikasi secara langsung antara peneliti yang sudah dilampirkan
dengan panduan/pedoman wawancara dengan responden terhadap konteks
penelitian yang sedang diamati, (c). Dokumentasi berupa data dan arsip yang
menjadi penguat atau bisa jadi sebaliknya, sehingga data yang diperoleh melalui
pengamatan dan wawancara dapat dipertimbangkan sebagai data yang bisa
diinterpretasikan lebih lanjut, (d). Kuesioner untuk mendapatkan data kuantitatif
dari indikator standar proses sesuai pengamatan yang berkembang pada setting
penelitian. Pengukuran terhadap keterandalan dalam penelitian ini menggunakan
teknik (a). credibility, (b). transferability, (c). dependability, (d). confirmability.
Teknik Analisis Data yang digunakan adalah (a). Reduksi Data, (b). Penyajian
Data dan (c). Penarikan Kesimpulan.
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur peneliti panjatkan ke hadirah Ilahi Rabbi, bahwa atas
berkat rahmat, hidayah, inayah dan ridla-Nya, penelitian dan penulisan laporan
penelitian kerjasama kelembagaan ini, dapat diselesaikan. Salawat dan salam
semoga tercurah kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW, para
keluarganya, para sahabatnya dan para pengikutnya sampai akhir zaman.
Penulisan laporan penelitian yang berjudul “Kajian Ketercapaian Standar
Proses Madrasah Aliyah di Kota Bekasi (Peran Kepemimpinan Kepala Madrasah
Dalam Meningkatkan Kualitas Pembelajaran),” alhamhadulillah bisa peneliti
selesaikan. Oleh karena itu, peneliti mengucapkan terima kasih kepada Rektorat
UIN Syarif Haidayatullah Jakarta, yang melalui DIP UIN, peneliti bisa
melaksanakan penelitian dengan baik dan lancar.
Ucapan terima kasih juga peneliti sampaikan kepada Pusat Penelitian dan
Penerbitan (Puslitpen) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan
dorongan moril dan material, bahkan atas perkenannya, peneliti dapat melakukan
penelitian kerjasama kelembagaan dengan institusi yang terletak di penyangga
Jakarta bagian Timur. Oleh karena itu, peneliti juga perlu mengucapkan terima
kasih kepada Unisma Bekasi yang telah mengijinkan salah seorang dosen tetapnya
untuk berkolaborasi dalam penelitian, sehingga penelitian ini, bisa terlaksana dan
berjalan dengan lancar.
Tak lupa, peneliti menyampaikan terima kasih kepada Kepala Sekolah
Madrasah Aliyah Negeri 1 dan Kepala Sekolah Madrasah Aliyah Negeri 2 Kota
iv
Bekasi beserta jajarannya serta Kepala Madrasah Aliyah Swasta al-Muawanah
dan Kepala Madrasah Aliyah Swasta Sullamul Istiqamah Kota Bekasi beserta
jajarannya yang telah memberikan informasi dan masukan serta meluangkan
waktu, sehingga peneliti bisa melakukan wawancara dan observasi. Juga kepada
teman-teman sejawat lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu, peneliti
ucapkan terima kasih atas masukan dan referensi yang telah diberikan, sehingga
penelitian ini bisa selesai dengan telaah yang lebih komprehensif dan kritis.
Akhirnya, atas semua bantuan yang telah diberikan, peneliti berdo’a
semoga penelitian ini bisa memberikan manfaat dan kontribusi yang positif bagi
pihak pemangku kebijakan dan semoga Allah SWT memberi mereka balasan
pahala yang berlipat ganda. Jazakumullah Khariral Jaza,’ Amin.
Jakarta, Oktober 2016,
Peneliti,
Dr. H. Abd. Wahid Hasyim, M.Ag.
v
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah - 1
B. Perumusan Masalah - 4
C. Tujuan Penelitian dan Penerima Manfaat Penelitian - 5
BAB II. KAJIAN TEORI
A. Ketercapaian Standar Proses Pembelajaran - 7
B. Standar Proses Pendidikan Menengah - 14
C. Kepemimpinan Kepala Madrasah dan Mutu Pendidikan - 26
D. Kerangka Berfikir - 28
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian - 30
B. Populasi dan Teknik Sampling - 30
C. Metode Penelitian - 31
D. Teknik Pengumpulan Data - 31
E. Analisis Data - 31
F. Jadwal Pelaksanaan - 32
BAB IV. PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Data - 33
B. Temuan Penelitian - 45
C. Pembahasan Temuan Penelitian - 65
BAB V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan - 81
B. Rekomendasi - 82
DAFTAR PUSTAKA - 84
LAMPIRAN-LAMPIRAN - 87
vi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Siswa Madrasah Aliyah Negeri dan Swasta di Kota Bekasi sebanyak 8.876
orang dari jumlah madrasah sebanyak 58 unit sekolah, terdiri dari 2 Madrasah
Aliyah Negeri dan 56 Madrasah Aliyah Swasta. Yayat Suharyat (2010), hasil
penelitian tentang perbandingan hasil Ujian Nasional Sekolah Menengah Atas dan
Madrasah Aliyah menyebutkan, bahwa dari sejumlah siswa tersebut raihan
prestasi akademik dan non akademik siswa Madrasah Aliyah belum mencapai
prestasi optimal. Jika dibandingkan dengan Sekolah Menengah Atas (SMA),
prestasi akademik berupa hasil Ujian Nasional siswa Madrasah Aliyah (MA)
masih di bawah pretasi siswa Sekolah Menengah Atas (SMA), begitu juga ketika
diadakan lomba-lomba akademik seperti olimpiade matematika, fisika dan uji
kompetensi beberapa mata pelajaran sejenis, prestasi siswa Madrasah Aliyah
masih kalah kelas dengan siswa Sekolah Menengah Atas. Dalam lomba non
akademik juga menunjukkan kondisi yang tidak terlampau baik, misalnya dalam
PORSENI, belum menunjukkan prestasi gemilang.
Kondisi tersebut menunjukkan bahwa pengelolaan Madrasah Aliyah di
Kota Bekasi secara keseluruhan perlu ditingkatkan dan diperbaiki agar mencapai
prestasi optimal. Beberapa pengelolaan lembaga madrasah yang baik di Indonesia
antara lain adalah Madrasah Aliyah Pembangunan UIN Syahid Jakarta, Madrasah
Aliyah Negeri (MAN) Cendekia, Madrasah Aliyah di Kota Malang, Jawa Timur.
2
Artinya bahwa madrasah bisa maju, jika dikelola dengan baik dengan cara-cara
yang benar, sesuai standar yang dianjurkan pemerintah.
Diketahui bahwa sangat besar jumlah Madrasah Aliyah di seluruh
Indonesia, di Bekasi Kota, jumlah Madrasah Aliyah yang dikelola Swasta jauh
lebih besar daripada Madrasah Aliyah Negeri yang jumlahnya hanya 2 unit.
Namun, jumlah yang besar tersebut belum diimbangi oleh kualitas pengelolaan
yang baik. Oleh karena itu, perlu ada kajian ketercapaian Standar Proses pada
Madrasah Aliyah di Kota Bekasi melalui peran kepala Madrasah sebagai kekuatan
sentral dalam pengelolaan dan pengembangan pendidikan di dalam
kewenangannya.
Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menggulirkan
kebijakan tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) sejak tahun 2003. Di dalam
menegakkan standar mutu tersebut pada setiap sekolah diarahkan untuk
memperoleh standar minimal, namun demikian, secara bertahap, sekolah harus
beranjak untuk meningkatkan kualitasnya, sehingga pada akhirnya tidak hanya
mampu mencapai standar minimal, tetapi lebih baik dari kondisi sebelumnya.
Bahkan sekolah yang baik dan berkualitas telah didefiniskan sebagai sekolah yang
mampu mencapai di atas standar minimal yang ditargetkan pemerintah, suatu
ukuran yang telah menjadi dasar penetapan peringkat sekolah. Ada 8 (delapan)
standar yang harus dipenuhi sekolah agar memenuhi standar minimal yaitu (1)
Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan, (2) Standar Isi, (3) Standar Proses,
(4) Standar Sarpras, (5) Standar Pengelolaan, (6) Standar Pembiayaan, (7) Standar
Penilaian Pendidikan, (8) Standar Kompetensi Lulusan
3
Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19/2005 dinyatakan bahwa Standar
Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh
wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Standar Nasional
Pendidikan dimaksudkan untuk memacu pengelola, penyelenggara dan satuan
pendidikan agar dapat meningkatkan kinerjanya dalam memberikan layanan
pendidikan yang bermutu, di samping sebagai perangkat untuk mendorong
terwujudnya transparansi dan akuntabilitas public dalam penyelenggaraan sistem
Pendidikan Nasional.
Menurut Mulyasa, (2009 : 98) “Kepala sekolah sedikitnya mempunyai peran dan
fungsi sebagai Edukator, Manajer, Administrator, Supervisor, Leader, Inovator dan
Motivator (EMASLIM)”. Kepala sekolah sebagai pimpinan harus mampu memberikan
petunjuk dan pengawasan, meningkatkan kemampuan tenaga kependidikan, membuka
komunikasi dua arah dan mendelegasikan tugas. Perancangan pendekatan peran
kepala sekolah ini menunjukkan peran sentral sekolah terletak pada kepala
sekolah dalam merancang dan menyiapkan sekolahnya agar dapat memenuhi
standar nasional. Untuk itu, perlu dibuatkan formulasi terhadap kondisi ini yaitu
mendorong kemauan kepala madrasah dalam menyiasati lembaga pendidikannya,
sehingga dapat memperoleh standar kualitas sesuai harapan masyarakat
(pengguna).
Sudah ada kejelasan terhadap arah pendidikan nasional, karena standar telah
digulirkan. Selanjutnya dinamisasi kepemimpinan kepala madrasah/sekolah juga
sudah memiliki kejelasan definisi dan arah bagi semua penyelenggara pendidikan.
Dalam penelitian ini akan dilakukan pengamatan dan observasi, sedangkan
penilaian terhadap ketercapaian madrasah dalam memenuhi Standar Nasional
4
Pendidikan, difokuskan pada standar isi, proses dan sarana prasarana. Ketiga
standar ini lebih awal diangkat di dalam penelitian sebagai penguat analisis
selanjutnya mengenai langkah dan upaya untuk mendrive standar-standar lainnya.
B. Perumusan Masalah
Di dalam permendikbud 65 tahun 2013 disebutkan bahwa standar proses
adalah suatu kriteria mengenai pelaksanaan pembelajaran pada satuan pendidikan
untuk mencapai kualitas standar lulusan. Pada sisi lain dalam Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar
Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dijelaskan masalah isi,
tentang Perencanaan Proses Pembelajaran, Silabus dan RPP, Pelaksanaan Proses
Pembelajaran; persyaratan pelaksanaan proses pembelajaran, beban kerja minimal
guru, buku teks pelajaran, dan pengelolaan kelas, Pelaksanaan Pembelajaran;
kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, eksplorasi dan konfirmasi, kegiatan Penutup,
Penilaian Hasil Belajar, Pengawasan Proses Pembalajaran; pemantauan, supervisi,
evaluasi, Pelaporan, dan Tindak lanjut.
Oleh karena itu, dalam upaya untuk melihat efektivitas pelaksanaan standar
proses di Madrasah Aliyah berdasarkan dimensi Peran Kepala Madrasah dalam
menjalankan Tugas Pokok dan Fungsinya (Tupoksi) dapat dimajukan
permasalahan penelitian sebagai berikut: Bagaimana peran Edukator, Manajer,
Administrator, Supervisor, Leader, Inovator dan Motivator kepala madrasah dalam
mendorong kualitas proses pembelajaran mulai dari Perencanaan Proses
5
Pembelajaran sampai dengan kegiatan Supervisi yang dapat meningkatkan
kualitas standar proses pada setiap madrasah.
C. Tujuan Penelitian dan Penerima Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
a. Menjadi rujukan dalam sistem pengelolaan sekaligus pengawasan kinerja
kepala madrasah/sekolah dalam menjalankan tupoksi sesuai dengan petunjuk
dalam panduan penyelenggaraan kepemimpinan kepala madrasah/sekolah,
b. Menjadi alat pengukur terhadap target (tujuan) penyelenggaraan sekolah yang
berkualitas, di atas standar minimal yang telah ditetapkan kemendikbud,
sehingga dari sini kepala sekolah mampu memetakan kondisi sekolahnya
dalam pencapaian standar pendidikan secara keseluruhan terutama standar
proses,
c. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan/materi pendampingan
pengembangan kompetensi kepemimpinan kepala madrasah/sekolah pada
acara pembekalan model kepala madrasah/sekolah secara berkala agar secara
bertahap memunculkan motivasi terhadap kinerja kepemimpinannya.
2. Penerima Manfaat Penelitian
Penerima manfaat dari penelitian terdiri dari kategori penerima manfaat
langsung dan tidak langsung. Penerima manfaat secara langsung dari penelitian ini
adalah para Pengawas Pendidikan Madrasah, Kantor Kemenag Kabupaten/Kota,
6
Siswa, Kepala Madrasah dan Guru Madrasah. Penerima manfaat secara tidak
langsung adalah pejabat yang berada dan terkait di atas KepalaMadrasah yaitu
Kepala Kantor Kementerian Agama Kota/Kabupaten, Orang Tua Siswa dan
Masyarakat Pendidikan yang menghendaki perbaikan kualitas pendidikan
Madrasah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Ketercapaian Standar Proses Pembelajaran
Madrasah merupakan pendidikan yang memiliki legenda sejarah panjang
dalam sistem pendidikan Islam. Di dalam pendidikan madrasah, proses
mencerdaskan anak bangsa banyak digantungkan harapan yang setinggi-
tingginya, karena madrasah memiliki keutamaan, bila dibandingkan dengan
institusi pendidikan lainnya yakni mempunyai ciri keagamaan. Ciri khas sekolah
agama bercirikan ke-Islaman ini memang menjadi pilihan masyarakat, terutama
pada masyarakat yang kuat berpegang pada spiritualitas dan penanaman akhlak,
suatu factor yang kemudian menjadi penyebab mengapa keberadaan madrasah
semakin diminati oleh masyarakat yang menghendaki putra-putrinya memiliki
keterbimbingan dalam bidang ilmu pengetahuan agama Islam yang lebih baik,
penggemblengan akhlak dan perilaku agama yang utama.
Madrasah merupakan institusi yang konsisten dan komit dengan semangat
membangun nilai-nilai dan budi pekerti yang luhur. Namun demikian, semangat
spiritual seperti itu tidaklah cukup tanpa didukung oleh ikhtiar yang serius dalam
rangka menjadikan madrasah sebagai lembaga pendidikan berkualitas.
Diminatinya madrasah oleh masyarakat bisa jadi bukan disebabkan oleh kualitas
penyelenggaraan pendidikan dan pembelajarannya, dan seperti telah diuraikan di
atas, bahwa minat masyarakat yang besar tersebut, disebabkan oleh eksistensi
madrasah sebagai lembaga pendidikan yang mengusung semangat pada
8
penegakkan nilai-nilai agama (spiritualitas), yang juga diharapkan dapat berimbas
pada ajaran akhlakul karimah.
Banyak aspek pendidikan yang perlu terus diperbaiki agar terarah dan sesuai
dengan koridor yang benar, sehingga pendidikan dapat menjadi penentu masa
depan bangsa guna menyongsong peradaban yang semakin kompleks dan
persaingan yang semakin ketat. Jamal Ma’mur Asmani (2010: 130) menyebutkan,
bahwa dalam proses pembelajaran dan pendidikan, eksistensi dan fungsi guru
menjadi problem utama, jika tidak mampu mengikuti perkembangan global yang
berjalan secara massif, kompetitif, dan produktif. Guru harus mampu
menunjukkan performansi professional melalui aktivitas pedagogies, sosial,
kepribadian, melakukan pencerahan intelektualitas, kapabilitas, emosionalitas, dan
spiritualitas. Dengan demikian, seorang guru harus piawai dalam melakukan
proses pembelajaran dengan tiga pendekatan utama yaitu humanis, psikologis, dan
sosialis.
Ada lima daya dongkrak madrasah (2010: 142), menurut M. Nurul Hajar,
sebagaimana dikutip oleh Jamal Ma’mur Asmani, bahwa madrasah yang maju
berbeda dengan madrasah yang kurang maju. Karena perbedaan itu, orang tua
lebih tertarik menyekolahkan anaknya di madrasah yang maju. Bukan hanya
orang tua saja yang tertarik, madrasah yang mapan pun lebih mendapat tempat di
hati siswa sebagai pilihan untuk belajar. Ada perbedaan antara madrasah yang
maju dengan madrasah yang kurang maju, meliputi aspek manajemen, sumber
daya guru, pemanfaatan komputer dan internet dalam pembelajaran, dan
pemanfaatan alat bantu pembelajaran.
9
Guru yang mempunyai keyakinan bahwa belajar itu merupakan proses aktif,
maka akan mengetahui bahwa manusia belajar melalui proses bekerja sambil
mengembangkan daya pikir semaksimal mungkin. Guru meminta agar murid
membaca, menyalin dan mendengarkan, mengikutsertakan murid dalam berbagai
kegiatan diskusi, menyuruh mereka mengeluarkan pendapat, menyusun karangan,
membuat laporan, atau mengungkapkan penafsirannya mengenai suatu masalah.
Mereka membentuk bagan, membuat percobaan, mengumpulkan sesuatu,
mempertunjukkan atau memperlihatkan kebolehannya. Pada saat yang lain
mereka diminta untuk mendemonstrasikan, menyatakan suatu sikap atau
menemukan sesuatu, mengkritik dan menilai. Semua itu merupakan upaya guru
untuk mengaktifkan murid agar mereka memperoleh pengalaman belajar dan
merupakan bagian dari tanggungjawab guru dalam kegiatan inti pembelajaran.
(Zakiah Daradjat, 2001: 123)
Di dalam Uzer Usman (2009:4) disebutkan, bahwa proses belajar mengajar
merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan guru sebagai
pemegang peranan utama. Peristiwa belajar mengajar banyak berakar pada
berbagai pandangan dan konsep. Oleh karena itu, perwujudan proses belajar
mengajar dapat terjadi dalam berbagai model. Uzer Usman mengutip pendapat
Bruce Joyce dan Marshal Weil (1980) mengemukakan, bahwa ada 22 model
mengajar yang dikelompokkan ke dalam 4 hal, yaitu (1). proses informasi, (2).
perkembangan pribadi, (3). interaksi sosial dan (4). modifikasi tingkah laku.
Lebih lanjut, Zakiah Daradjat (1995: 97) tentang proses belajar mengajar
mengemukakan, bahwa setiap guru harus mengetahui keadaan peserta didik
10
meliputi; (1). kegairahan dan kesediaan mengajar, (2). membangkitkan minat
peserta didik, (3). menumbuhkan bakat dan sikap yang baik, (4). mengatur proses
belajar mengajar, (5). mentransfer pengaruh belajar di dalam sekolah kepada
penerapannya di luar sekolah dan (6). hubungan dalam situasi belajar mengajar.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa jika pendidikan madrasah ingin
dikategorikan memiliki standar proses yang baik, maka di dalam manajemen
pembelajarannya harus berlandaskan kepada standar teori di atas, sehingga praktik
baik di dalam pembelajaran, akan menumbuhkan ketercapaian dalam proses
pendidikan dan pembelajaran. Ketercapaian merujuk kepada makna efektivitas
dan efisiensi. Menurut Fremon E Kas, effectiveness is concerned with the
accomplishment of explicit or implicit goals. Stephen P. Robbins dan Mary
Coulter (2009: 53) menyebutkan bahwa effectively is often describe as doing the
right things that is, doing those work activities that will help the organization
reach its goal, sedangkan efficiency refer to getting the most output from the least
amount of inputs its often doing things right. Efektivitas menurut Hidayat
(1986:106) yaitu; “Efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa
jauh target (kuantitas, kualitas dan waktu) telah tercapai. Makin besar persentase
target yang dicapai, makin tinggi efektivitasnya”. Sedangkan Schemerhon John
R. Jr. (1986:35) memberikan pengertian efektivitas sebagai berikut:“Efektivitas
adalah pencapaian target output yang diukur dengan cara membandingkan
output anggaran atau seharusnya (OA) dengan output realisasi atau
sesungguhnya (OS), jika (OS) > (OA) disebut efektif. Menurut Prasetyo Budi
Saksono (1984: 56) efektivitas adalah seberapa besar tingkat kelekatan output
11
yang dicapai dengan output yang diharapkan dari sejumlah input“. Steers
(1985:87) mengemukakan bahwa: “Efektivitas adalah jangkauan usaha suatu
program sebagai suatu sistem dengan sumber daya dan sarana tertentu untuk
memenuhi tujuan dan sasarannya tanpa melumpuhkan cara dan sumber daya itu
serta tanpa memberi tekanan yang tidak wajar terhadap pelaksanaannya”.
Adapun Martoyo (1998:4) memberikan definisi sebagai berikut: “Efektivitas
dapat pula diartikan sebagai suatu kondisi atau keadaan, dimana dalam memilih
tujuan yang hendak dicapai dan sarana yang digunakan, serta kemampuan yang
dimiliki adalah tepat, sehingga tujuan yang diinginkan dapat dicapai dengan
hasil yang memuaskan”
Gibson (2003: 34), lebih lanjut menyatakan bahwa efisiensi merupakan
kriteria efektivitas mengacu pada ukuran penggunaan sumber daya yang langka
oleh organisasi. Efisiensi merupakan perbandingan antara keluaran dan masukan.
Ukuran efisiensi terdiri dari keuntungan dan modal, biaya per unit, pemborosan,
waktu terluang, biaya per orang, dan sebagainya. Efisiensi diukur berdasarkan
rasio antara keuntungan dengan biaya atau waktu yang digunakan. Efisiensi lebih
terarah pada upaya mencapai hasil yang maksimal dengan input yang minimal,
sehingga dengan efisiensi harus terindikasi terjadinya mengerjakan pekerjaan
dengan cara yang benar.
Dearden, sebagaimana dikutip oleh Agus Maulana (1997:46) dalam
bukunya yang berjudul “Sistem Pengendalian Manajemen”, menyatakan bahwa
pengertian efisiensi adalah kemampuan suatu unit usaha untuk mencapai tujuan
yang diinginkan, efisiensi selalu dikaitkan dengan tujuan organisasi yang harus
12
dicapai. Sementara Malayu SP Hasibuan (1994: 47) menyampaikan bahwa
efisiensi adalah perbandingan terbaik antara input (masukan) dan output (hasil),
antara keuntungan dengan biaya (antara hasil pelaksanaan dengan sumber yang
digunakan), seperti halnya juga hasil optimal yang dicapai dengan penggunaan
sumber yang terbatas. Dari beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa
efisiensi berkaitan dengan ketercapaian suatu target (hasil) dengan menggunakan
input yang sesuai dengan hasilnya (output) yang diperoleh. Dalam penelitian ini,
ketercapaian standar proses yang dimaksudkan adalah efektivitas dan efisiensi
penyelenggaraan pembelajaran yang dilakukan di Madrasah Aliyah dalam
mencapai tujuan Pembelajaran yang telah ditetapkan secara nasional. Artinya
sejauhmana kuantitas, kualitas dan waktu telah tercapai sebagai upaya
kepemimpinan yang dilakukan kepala madrasah dalam upaya mencapai standar
proses dalam koridor Standar Nasional Pendidikan.
Selanjutnya, untuk dapat bertindak secara baik, kepala sekolah (madrasah)
dalam kepemimpinannya diarahkan untuk menjadi dinamisator dan sebagai
penentu keberhasilannya dalam mengelola sekolah (madrasah). Syarwani Ahmad
mengutip pendapat Sidhi (2013: 129) menyatakan, bahwa sekurang-kurangnya
ada tiga hal yang perlu dilakukan kepala sekolah (madrasah) untuk meningkatkan
mutu pendidikan pada lembaga pendidikannya, yaitu pertama, memberlakukan
sistem informasi manajemen, karena cara ini merupakan media yang harus
dijadikan strategi penyebarluasan berbagai informasi. Kedua, adanya partisipasi
masyarakat yang mendukung sumber daya pendidikan dan meningkatkan
akuntabilitas sekolah kepada masyarakat dan pemerintah. Ketiga, pembentukan
13
tim teknis program asuransi kesehatan dan peningkatan mutu sekolah di
kabupaten/kota.
Proses pembelajaran pada hakikatnya merupakan proses komunikasi (Wina
Sanjaya, 2013: 205) antara guru dengan muridnya. Guru berperan sebagai
pengantar pesan dan siswa sebagai penerima pesan. Pesan yang dikirimkan oleh
guru berupa isi/materi pelajaran yang dituangkan ke dalam simbol-simbol
komunikasi, baik verbal (kata-kata dan tulisan) maupun non verbal. Namun
demikian, komunikasi dalam proses pembelajaran dimungkinkan terjadinya
hambatan, dalam upaya mengatasi hambatan tersebut, diperlukan media sebagai
alat bantu untuk guru dalam mengkomunikasikan pesan, agar komunikasi bisa
berjalan dengan baik dan sempurna, sehingga tingkat kesalahan dapat dieliminir.
Dalam kajian lebih lanjut, penting kiranya untuk menjadikan setiap
pembelajaran memiliki kualitas yang baik. Kualitas pembelajaran akan membuat
siswa memperoleh pengetahuan, sikap dan ketrampilan yang sesuai dengan
kebutuhan dan keperluannya. Dari sini, siswa akan dapat melejitkan potensi fisik
dan psikis yang dimilikinya sebagai modal manusia dewasa yang matang untuk
berbuat secara positif dalam kehidupan pribadi dan sosialnya. Hamzah B. Uno
(2011: 153) menyebutkan bahwa kualitas pembelajaran dapat terjadi, jika terdapat
upaya yang serius dan menyeluruh dari guru untuk melakukan perbaikan
pengajaran yang diarahkan pada pengelolaan proses pembelajaran. Di dalamnya
menurut Uno melibatkan beberapa strategi yaitu dengan mengklasifikasi variabel
yang ada di dalam pembelajaran. Dengan mengutip pendapat Simon (1969), Uno
menyebut ada tiga komponen utama dari pembelajaran, yaitu (1). alternative
14
goals or requirement, (2). possibilities for action dan (3). fixed parameters or
constraints. Melengkapi pendapat Simon, Uno juga melengkapi pandangannya
tentang kualitas pembelajaran dengan memasukkan pendapat Glasser (1975)
sebagai paradigma dari pembelajaran yang bercirikan psikologi, yaitu (1). analisis
isi bidang studi, (2). diagnosis kemampuan awal siswa, (3). proses pembelajaran,
dan (4) pengukuran hasil belajar.
B. Standar Proses Pendidikan Menengah
Dikutip dari Abdul Majid (2012: 116-117), bahwa standar proses adalah
standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran
pada satuan pendidikan untuk mencapai kompetensi lulusan. Standar proses berisi
kriteria minimal proses pembelajaran pada satuan pendidikan dasar dan menengah
di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sebagaimana diatur di
dalam Permendiknas Nomor 41/2007, proses pembelajaran meliputi perencanaan
proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil
pembelajaran dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya proses
pembelajaran yang efektif dan efisien. Berdasarkan Permendikbud Nomor
65/2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah disebutkan,
bahwa Standar Proses adalah kriteria mengenai pelaksanaan pembelajaran pada
satuan pendidikan untuk mencapai Standar Kompetensi Lulusan. Standar Proses
dikembangkan mengacu pada Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi yang
telah ditetapkan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan PemerintahNomor 19
Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan atas
15
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan. Proses Pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara
interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk
berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas
dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta
psikologis peserta didik. Untuk itu, setiap satuan pendidikan melakukan
perencanaan pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran serta penilaian
proses pembelajaran untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas ketercapaian
kompetensi lulusan. Sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi,
maka prinsip pembelajaran yang digunakan:
1. Dari peserta didik diberi tahu menuju pesertadidik mencari tahu;
2. Dari guru sebagai satu - satunya sumber belajar menjadi belajar berbasis
aneka sumber belajar;
3. Dari pendekatan tekstual menuju proses sebagai penguatan penggunaan
pendekatan ilmiah;
4. Dari pembelajaran berbasis konten menuju pembelajaran berbasis
kompetensi;
5. Dari pembelajaran parsial menuju pembelajaran terpadu;
6. Dari pembelajaran yang menekankan jawaban tunggal menuju dua
pembelajaran dengan jawaban yang kebenarannya multi dimensi;
7. Dari pembelajaran verbalisme menuju keterampilan aplikatif;
8. Peningkatan dan keseimbangan antara keterampilan fisikal (hardskills) dan
keterampilan mental (softskills);
16
9. Pembelajaran yang mengutamakan pembudayaan dan pemberdayaan peserta
didik sebagai pembelajar sepanjang hayat;
10. Pembelajaran yang menerapkan nilai-nilai dengan memberi keteladanan
(ing ngarso sung tulodo), membangun kemauan (ingmadyo mangun karso),
dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran
(tut wuri handayani);
11. Pembelajaran yang berlangsung di rumah, di sekolah, dan di masyarakat;
12. Pembelajaran yang menerapkan prinsip bahwa siapa saja adalah guru, siapa
saja adalah siswa, dan di mana saja adalah kelas;
13. Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan
efisiensi dan efektivitas pembelajaran; dan
14. Pengakuan atas perbedaan individual dan latar belakang budaya peserta
didik.
Selanjutnya, terkait dengan prinsip di atas, dikembangkan standar proses
yang mencakup perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses
pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran dan pengawasan proses pembelajaran.
E. Mulyasa (2008: 25) menjelaskan bahwa standar proses adalah standar nasional
pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pada satuan pendidikan untuk
mencapai standar kompetensi lulusan. Secara garis besar standar proses
pembelajaran dapat dideskripsikan sebagai berikut:
1. Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara
interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik
untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi
17
prakarsa, kreativitas dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan
perekembangan peserta didik.
2. Dalam proses pembelajaran, pendidik memberikan keteladanan.
3. Setiap tahun pendidik melakukan perencanaan, pelaksanaan, penilaian dan
pengawasan pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang
efektif dan efisien.
4. Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan
pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran,
materi ajar, metode, sumber belajar dan penilaian hasil belajar.
5. Pelaksanaan proses pembelajaran harus memerhatikan jumlah maksimal
peserta didik per kelas dan beban mengajar maksimal per pendidik, rasio
maksimal buku teks pembelajaran setiap peserta didik dan rasio maksimal
jumlah peserta didik perpendidik.
6. Pelaksnaan proses pembelajaran dilakukan dengan mengembangkan budaya
baca dan menulis.
7. Penilaian hasil pembelajaran menggunakan berbagai teknik penilaian, dapat
berupa tes tertulis, observasi, tes praktik, dan penugasan perorangan atau
kelompok, sesuai dengan kompetensi dasar yang harus dikuasai.
8. Untuk mata pelajaran selain kelompok ilmu pengetahuan dan teknologi pada
jenjang pendidikan dasar dan menengah, teknik penilaian observasi secara
individual sekurang-kurangnya dilaksanakan satu kali dalam satu semester.
9. Pengawasan proses pembelajaran meliputi pemantauan, supervisi, evaluasi,
pelaporan dan pengambilan langkah tindak lanjut yang diperlukan.
18
Prinsip belajar dan pembelajaran yang diimplementasikan pada setiap
penyelenggaraan kurikulum telah mengacu pada teori belajar dan pembelajaran.
Dari berbagai pendapat para ahli dapat diketahui, bahwa dalam membahas konsep
belajar dan pembelajaran diidentifikasi melalui prinsip belajar dan pembelajaran
meliputi hal-hal sebagai berikut: (a) prinsip kesiapan (readiness), (b) prinsip
motivasi (motivation), (c) prinsip perhatian (attention), (d) prinsip persepsi
(perception), (e) prinsip retensi (retention) dan (f) prinsip transfer (transfer).
(Muhaimin,2002:137).
Prinsip-prinsip tersebut penting dipahami dan dilaksanakan dalam
pembelajaran agar setiap guru mampu menggali potensi anak. Dengan demikian,
yang disebut dengan belajar itu merupakan kegiatan menumbuhkan keyakinan
pada peserta didik untuk dapat secara bertahap dan berkelanjutan melejitkan
potensinya.
Menurut Sardiman (2003: 14), proses belajar mengajar senantiasa
merupakan proses kegiatan interaksi antar dua unsur manusia yakni siswa sebagai
pihak yang belajar dan guru sebagai pihak yang mengajar. Interaksi antara
keduanya, dapat bersifat teknis, namun di dalamnya tetap memerlukan dimensi
normative, sehingga dapat disebut sebagai interaksi edukatif. Interaksi edukatif
bersifat spesifik, karena merupakan kegiatan komunikasi yang memiliki ciri
khusus, bila dibandingkan dengan interaksi lainnya. Edi Suardi (1980) yang
dikutip oleh Sardiman mengemukakan ciri-ciri interaksi belajar mengajar, sebagai
berikut:
19
1. Interaksi belajar mengajar memiliki tujuan yakni untuk membantu anak
dalam suatu perkembangan tertentu. Inilah yang dimaksud interaksi belajar
mengajar sadar tujuan dengan menempatkan siswa sebagai pusat perhatian.
Siswa mempunyai tujuan, sedang unsur lainnya sebagai pengantar dan
pendukung.
2. Ada suatu prosedur (jalannya interaksi) yang direncana, didisain untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Agar mencapai tujuan secara
optimal, maka dalam melakukan interaksi perlu adanya prosedur atau
langkah-langkah sistematik dan relevan. Untuk mencapai suatu tujuan
pembelajaran yang satu dengan yang lain, mungkin akan membtutuhkan
prosedur dan disain yang berbeda pula.
3. Interaksi belajar mengajar ditandai dengan satu penggarapan materi yang
khusus. Dalam hal ini, materi harus didisain sedemikian rupa, sehingga
cocok untuk mencapai tujuan. Sudah barang tentu, dalam hal ini perlu
memperhatikan komponen-komponen yang lain. Apalagi komponen peserta
didik yang merupakan komponen sentral. Materi harus sudah disusun dan
didisain sebelum berlangsungnya interaksi belajar mengajar.
4. Ditandai dengan adanya aktivitas Siswa. Siswa yang merupakan sentral
merupakan syarat bagi berlangsungnya interaksi belajar mengajar. Jadi,
tidak ada gunanya guru melakukan interaksi belajar mengajar, jika siswanya
hanya pasif saja. Karena siswa yang belajar, maka merekalah yang harus
melakukannya.
20
5. Dalam interaksi belajar mengajar, guru berperan sebagai pembimbing.
Dalam kaitan peran ini, guru harus berusaha menghidupkan dan
memberikan motivasi agar terjadi proses interaksi yang kondusif. Guru
harus siap sebagai mediator dalam segala situasi proses belajar mengajar,
karena guru merupakan tokoh yang akan dilihat dan ditiru tingkah lakunya
oleh anak didik. Guru akan jauh lebih baik bersama siswa, bertindak sebagai
designer yang memimpin terjadinya interaksi belajar mengajar.
6. Di dalam interaksi belajar mengajar membutuhkan disiplin. Disiplin dalam
berinteraksi belajar mengajar itu diartikan sebagai suatu pola tingkah laku
yang diatur sedemikian rupa menurut ketentuan yang sudah ditaati oleh
semua pihak dengan sadar. Mekanisme konkrit dari ketaatan terhadap
ketentuan atau tata tertib, akan terlihat dari pelaksanaan prosedur. Langkah-
langkah yang dilaksanakan harus sesuai dengan prosedur yang sudah
digariskan. Penyimpangan terhadap prosedur, berarti suatu indikasi
pelanggaran disiplin.
7. Ada batas waktu. Untuk mencapai tujuan pembelajaran dalam suatu sistem
kelompok siswa, batas waktu merupakan salah satu ciri yang tidak bisa
ditinggalkan. Setiap tujuan akan diberikan waktu tertentu, kapan tujuan itu
harus sudah tercapai.
Begitu pula pada implementasi kurikulum 2013, standar proses
pembelajaran harus dilaksanakan melalui 3 tahapan yaitu kegiatan pendahuluan,
kegiatan inti dan kegiatan penutup.
21
1. Kegiatan Pendahuluan dalam Proses Pembelajaran
Kegiatan pendahuluan dalam proses pembelajaran meliputi;
a. Kegiatan yang mula-mula harus dilakukan oleh guru pada kegiatan
pendahuluan di dalam sebuah proses pembelajaran adalah
mempersiapkan siswa, baik psikis maupun fisik agar dapat mengikuti
proses pembelajaran dengan baik.
b. Selanjutnya guru harus mengajukan beberapa pertanyaan-pertanyaan
terkait materi pembelajaran, baik materi yang telah siswa pelajari
maupun materi-materi yang akan mereka pelajari dalam proses
pembelajaran tersebut.
c. Setelah memberikan pertanyaan-pertanyaan, guru kemudian mengajak
siswa untuk mencermati suatu permasalahan atau tugas yang akan
dikerjakan, sehingga mereka dapat belajar tentang suatu materi,
kemudian langsung dilanjutkan dengan menguraikan tentang tujuan
pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai pada
pembelajaran tersebut.
d. Terakhir, dalam kegiatan pendahuluan, guru harus memberikan outline
cakupan materi serta penjelasan mengenai kegiatan belajar yang akan
dilakukan oleh siswa untuk menyelesaikan permasalahan atau tugas
yang diberikan.
Guru dalam mengoptimalkan proses pembelajaran ada 7 peran, yaitu guru
sebagai sumber belajar, guru sebagai fasilitator, guru sebagai pengelola, guru
sebagai demonstator, guru sebagai pembimbing, guru sebagai motivator dan guru
22
sebagai evaluator. (Wina Sanjaya, 2011: 19-31). Proses pembelajaran akan
melibatkan banyak hal dalam komponen pembelajaran, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Begitu pula peran guru dalam hubungannya dengan
proses pembelajaran, juga perlu diupayakan agar pembelajaran menemukan
formasi yang tepat dan berhasil secara efisien dan efektif.
Peran guru sebagai sumber belajar dititikberatkan pada posisi guru sebagai
pusat kegiatan belajar siswa. Dalam kaitan ini, dapat dikatakan bahwa guru yang
baik adalah guru yang dapat menguasai materi pembelajaran dengan baik, di
samping piawai dalam menyampaikan materi tersebut kepada peserta didiknya,
sehingga siswa dapat memiliki kepuasan belajar yang diharapkan. Peran guru
sebagai fasilitator ditandai dengan layanan kepada siswa dalam proses
pembelajaran, dengan tujuan agar setiap siswa memiliki kemudahan dalam daya
serap mereka sesuai dengan keragaman tingkat kecerdasan masing-masing. Peran
guru sebagai pengelola adalah peran manajerial (pengelola) kegiatan belajar siswa
dengan menciptakan iklim belajar yang memungkinkan siswa dapat belajar secara
nyaman.
Peran lainnya dari guru dalam proses pembelajaran adalah peran sebagai
demonstrator. Guru harus mampu mempertunjukkan kepada siswa segala hal yang
menjadikannya lebih mengerti dan lebih memahami setiap pokok bahasan yang
diajarkan olehnya. Guru dalam hal ini lebih diarahkan untuk bertindak sebagai
model dalam memeragakan berbagai kebutuhan belajar siswa. Peran guru sebagai
pembimbing adalah agar setiap siswa dapat menemukan berbagai potensi yang
dimilikinya, membimbing agar siswa dapat mencapai dan melaksanakan tugas-
23
tugas untuk perkembangan dirinya sebagai peserta didik, sehingga mampu
memenuhi tujuan-tujuan pembelajaran. Peram guru sebagai motivator adalah
peran mendorong dan mengarahkan siswa agar mampu menunjukkan prestasi
maksimal dalam belajar. Prestasi siswa sangat dipengaruhi oleh aspek internal dan
eksternal. Oleh karena itu, secara eksternal diperlukan peran pendorong dan
pengarah dari luar yang mampu mendongkrak prestasi belajar siswa. Bisa jadi
siswa yang kurang berprestasi, bukan karena kapasitas intelektual yang
dimilikinya, melainkan karena kurangnya perhatian dan dorongan dari luar dirinya
untuk menunjukkan prestasi yang lebih baik. Selanjutnya, peran guru yang
terakhir adalah peran guru sebagai evaluator.Peran ini minimal meliputi dua
kepentingan. Pertama, guru harus mengetahui kedudukan dan peringkat daya
serap siswa di dalam kegiatan belajar mengajar, sehingga bila terjadi
ketertinggalan dalam daya serap, maka guru perlu melakukan perbaikan
(remedial). Kedua, berkaitan dengan kemampuan proses pembelajaran dari guru
itu sendiri. Kemampuan siswa yang baik, dan kompetensi siswa yang meningkat,
sangat ditentukan oleh keterampilan atau kompetensi mengajar guru. Oleh karena
itu, dalam kondisi ini, gutu juga perlu melakukan penyegaran.
2. Kegiatan Inti pada Proses Pembelajaran
Peran guru dalam proses pembelajaran sangat urgen seperti dikutip Zainal
Asri (2015: 9) dalam Uzer Usman, menyebutkan bahwa peran dan tugas guru
adalah mengajar, pemimpin kelas, pembimbing, pengatur lingkungan, partisipasi,
ekspeditor, perencana, supervisor, motivator dan konselor. Dengan demikian,
secara holistik peran dan tugas guru adalah memberikan layanan belajar kepada
24
peserta didik. Artinya, tugas guru itu mengajar dan tugas siswa itu belajar dalam
rangka memenuhi kebutuhan pengembangan psikofisik. Selanjutnya, seiring
dengan perkembangan teori belajar, maka proses pembelajaran didorong untuk
mengarahkan peserta didik untuk dapat menumbuhkan aktivitas dan kreativitas
dalam upaya menggali pengalaman belajar yang baik dan berkualitas. Dalam
kurikulum 2013, ada penetapan yang berkaitan dengan kegiatan inti dalam proses
pembelajaran. Kegiatan inti ini mencakup proses-proses berikut: (a). melakukan
observasi, (b). bertanya, (c). mengumpulkan informasi, (d). mengasosiasikan
informasi-informasi yang telah diperoleh, dan (e). mengkomunikasikan hasilnya.
Pada setiap kegiatan pembelajaran, seharusnya guru memperhatikan kompetensi
yang terkait dengan sikap seperti jujur, teliti, kerja sama, toleransi, disiplin, taat
aturan, menghargai pendapat orang lain sebagaimana yang telah dicantumkan
pada silabus dan RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran). Cara-cara yang
dilakukan berkaitan dengan proses pengumpulan data (informasi) diusahakan
sedemikian rupa, sehingga relevan dengan jenis data yang sedang dieksplorasi,
misalnya di laboratorium, studio, lapangan, perpustakaan, museum dan lain-lain.
Sebelum menggunakan informasi atau data yang telah dikumpulkan dan
diperoleh, siswa mesti tahu dan kemudian berlatih, lalu dilanjutkan dengan
menerapkannya pada berbagai situasi. Berikut ini merupakan contoh penerapan
dari kelima tahap kegiatan inti pada proses pembelajaran.
25
a. Melakukan observasi (melakukan pengamatan)
Guru memfasilitasi siswa untuk melakukan pengamatan, melatih mereka
untuk memperhatikan (melihat, membaca, mendengar) hal yang penting dari suatu
benda atau objek.
b. Bertanya
Pada saat siswa berada pada kegiatan melakukan pengamatan, guru
membuka kesempatan secara luas kepada peserta didik untuk mempertanyakan
mengenai apapun yang telah mereka lihat, mereka simak atau mereka baca.
Penting bagi guru untuk memberikan bimbingan kepada siswa, agar bisa
mengajukan pertanyaan. Pertanyaan yang dimaksud di sini, berkaitan dengan
pertanyaan dari hasil pengamatan objek yang konkrit sampai pada yang abstrak,
baik berupa fakta, konsep dan prosedur, maupun hal lain yang lebih abstrak.
Dari kegiatan bertanya ini akan dihasilkan sejumlah pertanyaan. Kegiatan
bertanya dimaksudkan agar siswa dapat mengembangkan rasa ingin tahunya.
Pertanyaan-pertanyaan yang telah mereka ajukan akan dijadikan dasar untuk
mencari informasi yang lebih lanjut dan beragam dari sumber-sumber belajar
yang telah ditentukan oleh guru hingga mencari informasi ke sumber-sumber yang
ditentukan oleh siswa sendiri, dari sumber yang tunggal sampai sumber yang
beragam.
c. Mengumpulkan dan Mengasosiasikan Informasi
Dalam hal ini, siswa boleh membaca buku yang lebih banyak, mengamati
fenomena atau objek dengan lebih teliti atau bisa juga melaksanakan eksperimen.
Berdasarkan kegiatan-kegiatan ini, akhirnya dapat dikumpulkan banyak informasi.
26
Informasi yang banyak ini, selanjutnya dijadikan fondasi untuk kegiatan
berikutnya yakni memproses informasi, sehingga akhirnya siswa dapat
menemukan keterkaitan antara satu informasi dengan informasi lainnya,
menemukan pola keterkaitan informasi dan bahkan mengambil berbagai
kesimpulan dari pola yang ditemukan.
d. Mengkomunikasikan hasil
Kegiatan terakhir dalam kegiatan inti adalah membuat tulisan atau bercerita
tentang apa-apa saja yang telah mereka temukan dalam kegiatan mencari
informasi, mengasosiasikan dan menemukan pola. Hasil tersebut disampikan di
kelas dan dinilai oleh guru sebagai hasil belajar siswa atau kelompok siswa
tersebut.
3. Kegiatan Penutup pada Proses Pembelajaran
Pada kegiatan penutup, guru bersama-sama dengan siswa dan/atau sendiri
membuat rangkuman/simpulan pelajaran, melakukan penilaian dan/atau refleksi
terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan secara konsisten dan terprogram,
memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran, merencanakan
kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran remedial, program pengayaan,
layanan konseling dan/atau memberikan tugas, baik tugas individual maupun
kelompok sesuai dengan hasil belajar peserta didik dan menyampaikan rencana
pembelajaran pada pertemuan berikutnya.
C. Kepemimpinan Kepala Madrasah dan Mutu Pendidikan
Menurut Kemendikbud (2003:15) kepemimpinan Kepala Madrasah/Sekolah
diarahkan kepada tugas pokok dan fungsi kepala madrasah meliputi educator
27
(guru), manager (pengarah dan penggerak sumber daya manusia), administrator
(pengurus administrasi), supervisor (pengawas, pengoreksi, dan melakukan
evaluasi), leadership (kepemimpinan pendidikan), innovation (melakukan
pencerahan manajemen), motivation (pemotivasion). Semuanya itu disingkat
dengan EMASLIM.
Kepemimpinan kepala madrasah yang baik berpotensi menghasilkan
pengelolaan pendidikan yang bermutu. Berkaitan dengan mutu pembelajaran di
sekolah, Ahmad Djauzak (1995:25) menyebutkan beberapa indikator
pembelajaran bermutu yaitu (1). kegiatan belajar mengajar, (2). buku dan sarana
belajar, (3). lingkungan fisik sekolah, (4). partisipasi masyarakat dan (5).
manajemen. Dari sini dapat diketahui bahwa empat indikator sekolah bermutu
yang terkait langsung dengan kegiatan pembelajaran adalah kegiatan belajar
mengajar, buku dan sarana belajar, lingkungan fisik sekolah dan manajemen
sekolah, serta satu lainnya terkait secara tidak langsung yaitu partisipasi
masyarakat.
Lebih lanjut, Morrison, Mokashi dan Cotter (2006:4-21) menyebutkan,
bahwa ada empat puluh empat indikator pembelajaran berkualitas. Dari keempat
puluh empat tersebut direduksi menjadi 10 indikator yaitu (1). lingkungan fisik
mampu mengangkat semangat peserta didik untuk belajar, (2). iklim kondusif
untuk belajar, (3). guru menyampaikan pelajaran dengan jelas dan siswa
mempunyai keinginan untuk berhasil, (4). guru menyampaikan pelajaran secara
sistimatis dan terfokus, (5). guru menyampaikan materi dengan bijaksana, (6).
pembelajaran bersifat riil (autentik dengan pembahasan yang dihadapi masyarakat
28
dan siswa), (7). ada penilaian diagnostik yang dilakukan secara periodik, (8).
membaca dan menulis sebagai kegiatan yang esensial dalam pembelajaran, (9).
menggunakan pertimbangan yang rasional dalam memecahkan masalah dan (10).
menggunakan teknologi pembelajaran baik untuk mengajar maupun kegiatan
belajar siswa.
Merujuk pada uraian di atas, maka nampak terang benderang bahwa
ketercapaian standar pendidikan di sekolah merupakan pertaruhan terhadap masa
depan pendidikan di Indonesia. Peran kepala madarasah dalam tupoksinya sebagai
pimpinan lembaga pendidikan secara optimal harus diupayakan dalam rangka
mengangkat kualitas penyelenggaraan pendidikan pada berbagai jenjang sesuai
standar nasional pendidikan.
D. Kerangka Berfikir
Peran kepala Madrasah dalam pengembangan keterampilan mengajar guru
sangat krusial, mengingat peran kepala madrasah merupakan penjaga kualitas
proses pembelajaran. Kepala madrasah berfungsi melakukan pengawasan
terhadap aktivitas kegiatan belajar mengajar di dalam area belajar siswa. Belajar
sangat memerlukan kualitas guru yang mampu menciptakan suasana (iklim
belajar) untuk menumbuhkan aktivitas belajar yang kreatif, menyenangkan dan
terpenuhinya pesan-pesan moral yang harus dimiliki siswa sebagai peserta didik.
Oleh karena itu, maka setiap upaya yang dilakukan oleh guru ditujukan
untuk memberikan pembekalan kepada siswa agar dapat memiliki pengetahuan,
sikap dan keterampilan dalam aktivitas pembelajaran, sehingga menunjukkan
adanya proses terarah, bertujuan, sistimatis dan dapat diukur. Dengan demikian,
29
maka pembelajaran yang dilakukan oleh guru tidak lain dalam rangka memenuhi
kebutuhan belajar siswa dan kebutuhan kehidupan siswa secara langsung.
Dengan demikian, dapat dikatakan, jika kepala madrasah mampu
memerankan fungsinya sesuai tupoksinya, maka kualitas mengajar guru juga
dapat meningkat dan kegiatan belajar mengajar sebagai standar proses akan
sesuai dengan stndar nasional yang ditetapkan pemerintah.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di 2 (dua) Sekolah Madrasah Aliyah Negeri dan 2 (dua)
Sekolah Madrasah Aliyah Swasta. Kedua Madrasah Aliyah Negeri tersebut adalah:
Madrasah Aliyah Negeri 1 dan Madrasah Aliyah Negeri 2, Kota Bekasi, sedangkan
kedua Madrasah Aliyah Swasta adalah Madrasah Aliyah AL-MUAWWANAH dan
Madrasah Aliyah Swasta SULLAMUL ISTIQOMAH. Adapun waktu
penelitian:dilakukan selama bulan, mulai dari bulan Mei sampai dengan September
2016.
B. Populasi dan Teknik Sampling
Populasi penelitian terdiri dari 46 guru Madrasah Aliyah pada 4 (empat)
madrasah yang dijadikan sebagai lokasi penelitian, 4 (empat) kepala madrasah, untuk
mengetahui kinerja manajemen pendidikan dan kepemimpinan mereka, terutama
dalam melaksanakan standar proses pada kegiatan pembelajaran di Madrasah.
Jumlah sampel yang diambil pada penelitian ini sebanyak 8 (delapan) orang
siswa untuk memberikan isian angket dengan teknik random sampling dan masing-
masing 1 (satu) orang guru setiap madrasah untuk mencari gambaran/deskripsi peran
kepemimpinan kepala madrasah dalam penyelenggaraan standar proses pembelajaran
30
dilakukan melalui wawancara dengan teknik sampling bertujuan (purposive
sampling).
Adapun angket tentang sarpras dan tenaga pendukung pendidikan diberikan
kepada petugas Tata Usaha untuk mengetahui dukungan sarpras dan tenaga
pendukung pendidikan dalam proses pembelajaran meliputi ruang belajar,
laboratorium, perpustakaan, jumlah tenaga laboran, dan tenaga pustakawan.
C. Metode penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey dengan
langkah-langkah penelitian yang meliputi:
1. Menyiapkan surat izin penelitian yang ditujukan kepada 4 (empat) Madrasah
Aliyah yang dituju.
2. Menyiapkan instrumen penelitian untuk mengukur ketercapaian standar proses,
baik melalui angket yang disiapkan maupun melalui wawancara.
3. Data yang sudah terkumpul dianalisis untuk diketahui implikasi data dengan
kondisi yang sebenarnya.
D. Teknik Pengumpulan Data.
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan angket dalam bentuk daftar
isian yang ditujukan untuk memberikan uraian terhadap praktik standar proses yang
dijalankan madrasah. Di samping itu, juga dengan menggunakan wawancara
terstruktur untuk mengetahui pelaksanaan standar proses di madrasah tersebut.
E. Analisis Data
Analisis data dilakukan melalui beberapa langkah dan tahapan sebagai berikut:
31
1. Statistik deskriptif dengan perhitungan rata-rata dan persentase, sehingga dapat
menggambarkan tingkat ketercapaian standar proses pada setiap Madrasah
Aliyah.
2. Statistik deskriptif dengan perhitungan rata-rata dan persentase, sehingga dapat
menggambarkan urutan prioritas dan urutan kesulitan pencapaian standar
proses Madrasah Aliyah.
3. Statistik deskriptif dengan perhitungan rata-rata dan persentase sehingga dapat
menggambarkan peran kepala Sekolah dalam pencapaian standar proses.
4. Statistik deskriptif dengan perhitungan rata-rata dan persentase sehingga dapat
menggambarkan ketersediaan sarpras dalam pencapaian standar proses.
F. Jadwal Pelaksanaan
No Kegiatan Waktu/Bulan
Mei Juni Juli Agustus
1 Disain Penelitian
2 Presentasi Proposal
3 Penyusunan Instrumen (angket,
wawancara)
4 Mengolah Data
5 Menyusun laporan
6 Presentasi Hasil
BAB IV
PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Data
1. Opini Kepala Madrasah Tentang Penggunaan Kurikulum -13 (K-13)
Kepala madrasah memiliki TUPOKSI yang sering disebut dengan peran
edukator, manajer, administrator, supervisor, leader, innovator, dan motivator
yang disingkat dengan istilah EMASLIM. Penelitian ini berupaya memotret peran
kepala madrasah dalam koridor tersebut untuk melihat obyek yang sangat jelas
dalam hubungannya dengan standar proses pembelajaran yang dilaksanakan pada
institusi Madrasah Aliyah.
Pandangan kepala madrasah terhadap pelaksanaan standar proses yang
meliputi penerapan K-13, kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan K-13, bagian
tersulit dalam penerapan K-13, peran kantor Kemenag Provinsi Jabar dan Kota
Bekasi dalam optimalisasi suksesnya K-13, kesesuaian pelaksanaan K-13 dengan
juklaknya dan upaya optimalisasi standar proses dirangkum dalam deskripsi data
berikut ini.
Penerapan K-13 di Madrasah Aliyah Negeri sudah mulai diterapkan sesuai
dengan keputusan Kementerian Agama (KMA165/2014) dan diperkuat melalui
SK Ditjen Provinsi Jawa Barat Nomor 154/2014 untuk mata pelajaran umum
kelas X & XI, mata pelajaran Agama dan Bahasa Arab kelas X, XI dan XII,
dipastikan berjalan dengan baik, walaupun masih ditemukan kendala yakni dalam
pelaksanaan proses pembelajaran yang masih menggunakan strategi dan
33
pendekatan yang lama, pendekatan KTSP. Pada salah satu Madrasah Aliyah
Negeri juga ditemukan adanya penggunaan K-13 Revisi untuk kelas X
sedangkan untuk kelas XI menggunakan K-13 yang lama dan kelas XII mata
Pelajaran PAI mengguanakan K-13. Sedangkan mata pelajaran umum
menggunakan KTSP (2006). Pada Madrasah Aliyah Swasta di samping memiliki
keterbatasan dalam berbagai hal, semangat menerapkan K-13 terlihat dari upaya
seperti penyediaan buku untuk siswa yang dipakai menggunakan K-13 sekaligus
dengan penilaiannya. Setiap tahun sekolah mengadakan pelatihan K-13 untuk
meningkatkan profesionalitas guru, ada juga yang menerapkan K-13 pada kelas
XII untuk mata pelajaran agama. Di samping ada juga Madrasah Aliyah Swasta
yang penerapan K-13 hanya di kelas X dan XI, meskipun belum sepenuhnya
diterapkan.
Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan K-13, bahwa meskipun pada
dasarnya sudah menerapkan K-13, terutama pada mata pelajaran PAI, tetapi
administrasi guru, terutama RPP belum sepenuhnya menggunakan K-13 edisi
revisi. Untuk KI dan KD tidak ada permasalahan, tetapi ditemukan kendala pada
pelaksanaan standar proses yang disebabkan oleh sarana dan prasarana penunjang
pembelajaran yang belum sepenuhnya tersedia. Selanjutnya, dapat diamati juga
bahwa kendala pelaksanaan K-13 pada system penilaian yang variasinya sangat
banyak. Terindikasi, bahwa materi kajian K-13 dinilai oleh sebagian guru masih
terlalu tinggi bagi anak-anak. Pada madrasah swasta pelaksanaan K-13 terkendala
pada ketersediaan buku sumber untuk siswa dan buku untuk guru.
34
Kesulitan lain yang dirasakan oleh madrasah dalam penerapan K-13 juga
terjadi pada keterbatasan perangkat pembelajaran yang belum lengkap, sehingga
penerapan K-13 terkadang masih banyak mengadopsi bahan ajar dari berbagai
sumber. Penggunaan IT (Information Technology) dalam pembelajaran masih
minim. Hal ini disebabkan oleh dua hal yaitu keterbatasan sarana/ media, dan
kedua, berkaitan dengan kemampuan guru dalam mengopersaionalkannya. Pada
madrasah swasta, terdapat kesulitan mendasar pada guru, terutama pada aplikasi
penilaian yang berbasis komputer. Terkesan ada sebgain guru yang gaptek (belum
familiar) dengan komputer. Ada harapan besar yang menyeruak di antara
penyelenggara pendidikan di madrasah, bahwa penerapan K-13 sebenarnya tidak
ada yang sulit. Mereka berpendapat hanya karena belum terbiasa dalam
penggunaan Information Technology dan masih agak bingung menerapkannya.
K-13 dicanangkan pemerintah pada tahun 2013 dan selanjutnya K-13 edisi
lama, sejak tahun pelajaran 2014-2015 disosialisasikan. Diulang sesuai dengan
revisi K-13 pada tahun pelajaran 2015-2016. Untuk tahun 2016-2017, belum ada
informasi terbaru untuk sosialisasi berikutnya. Merujuk pada kenyataan tersebut,
Nampak bahwa peran Kantor Kemenag Provinsi dan Kota dalam upaya
mensukseskan K-13 masih belum maksimal, yang ditandai bahwa pembinaan
dirasakan belum berjalan dengan baik. Kantor Kemenag Provinsi dan Kota telah
berupaya mendampingi pelaksanaan K-13 di madrasah, tetapi belum dilakukan
secara sistemik, sehingga sampai dengan saat ini, belum dapat terukur tingkat
keberhasilan pelaksanaannya. Bahkan, terhitung hanya 2 kali kantor Kemenag
kota mengundang sekolah untuk sosialisasi K-13 dan sisanya dilaksanakan di
35
Kanwil, yang undangannya tidak seluruhnya diterima oleh madrasah, suatu
kondisi yang menegaskan bahwa kantor Kemenag Provinsi dan Kota, belum
optimal dalam melakukan pelatihan dan pendampingan K-13. Bahkan untuk K-13
edisi revisi, belum ada undangan sosialisasi dan pelatihan.
Pelaksanaan K-13 di madrasah kurang berjalan sebagaimana mestinya,
disebabkan banyak faktor seperti telah dijelaskan di atas. Namun demikian, ada
hal lain yang lebih penting untuk dicermati yakni dalam pelaksanaan
pembelajaran, masih menggunakan pola lama yaitu metode terpisah (separate
subject). Seharusnya semua mata pelajaran terintegrasi dengan kajian studi agama.
Namun, yang terjadi tidak demikian, setiap mata pelajaran masih berjalan sendiri-
sendiri (terpisah). Akibatnya, penerapan kurikulum terintegrasi (integrated
curriculum) belum berjalan sesuai dengan harapan. Bahkan yang lebih
mengkhawatirkan lagi, bahwa ciri khas madrasah sebagai sekolah agama akan
hilang, karena mata pelajaran disajikan guru dalam pola dan bentuk yang tidak
sesuai aturan. Hampir semua madrasah belum dapat melaksanakan K-13 dengan
sempurna, karena rata-rata terkendala pada kemampuan madrasah dalam
penyediaan kelengkapan sarana prsarana dan IT, serta belum tersedianya
kebutuhan perlengkapan lainnya. Selain itu, guru juga tidak memahami
pelaksanaan proses pembelajaran yang menjadi ruh belajar (core learning) pada
K-13. Guru tidak memahami pelaksanaan pembelajaran K-13 padahal telah
tersedia buku guru yang berfungsi memandunya dalam pelaksanaan pembelajaran
di kelas/di luar kelas. Guru sulit belajar dan memahami hal yang baru seperti itu.
Harapan kepala madrasah adalah Kemenag Kota harus berperan lebih aktif untuk
36
mengarahkan guru, khususnya dalam proses pmebelajaran yang lebih baik, sesuai
ketentuan K-13. Di samping itu, penyediaan sarpras madrasah yang memenuhi
kebutuhan standar proses, juga harus terus ditingkatkan, diimbangi dengan
pelatihan, khususnya untuk K-13 revisi.
Penerapan metode pembelajaran yang berbasis ilmiah, juga menyulitkan
guru dalam implementasi pembelajaran. Guru merasa kurang dibekali dengan
cara mengajar saintifik sebagai basis pembelajaran untuk K-13. Walaupun pada
K-13 revisi, metode tersebut bukan lagi menjadi keutamaan untuk diterapkan.
Namun metode yang lain yang direkomendasikan dalam K-13, tetap merupakan
metode baru yang perlu dilatihkan secara baik kepada guru, agar penerapannya
sesuai dengan kebutuhan dan keperluan pembelajaran peserta didik.
Dalam kaitan dengan administrasi pembelajaran, madrasah belum pernah
mendapat contoh baku dan bimbingan untuk menyelenggarakan sistem akademik
pembelajaran sebagai akibat dari penerapan K-13. Jadi, setiap madrasah
melakukan upaya sendiri-sendiri, mengeksplorasi pengalaman sendiri-sendiri.
Kondisi tersebut disebabkan pemerintah belum pernah mengeluarkan edaran dan
ketentuan sistem administrasi akademik yang baku secara nasional untuk
administrasi pembelajaran. Merujuk pada keadaan tersebut, maka sulit bagi
sekolah mencapai standar kualitas lulusan, lantaran seiring dengan pelatihan dan
penyiapan guru untuk dapat melaksanakan pembalajaran yang terstandar K-13,
juga harus disiapkan sarana dan prasarananya. Bila semuanya tersedia dengan
baik, maka proses pembelajaran kemunkinan bisa berjalan dengan baik dan
kualitas lulusan juga dapat terjamin. Media pembelajaran berupa LCD, laptop dan
37
lain-lain, baik di madrasah negeri maupun swasta masih sangat terbatas
jumlahnya, sesuatu yang bisa menjadi kendala pada kualitas proses pembelajaran.
Pada beberapa madrasah swasta kebutuhan mendasar seperti buku guru dan buku
siswa serta buku penujang lainnya masih sangat minim.
Upaya yang dilakukan pihak madrasah dalam mengoptimalisasi standar
proses K-13 adalah dengan mengikuti semua ketentuan yang ditetapkan oleh
pemerintah, baik Kemenag maupun leading sektor pendidikan, Kemendikbud.
Secara khusus beberapa madrasah negeri melakukan workshop standar proses K-
13. Workshop dan pelatihandengan focus utama pada standar proses K-13.
Pelatihan dan waorkshop terutama terfokus pada pendalaman dan pengayaan
materi yang berhubungan dengan Silabus, RPP dan memahami metode
pembelajaran yang akan digunakan. Supervisi terhadap kegiatan pembelajaran
dilakukan kepala madrasah sesuai kebutuhan, tanpa waktu yang terjadwal. Secara
minimalis dengan kekurangan yang dimiliki, madrasah juga berupaya
mengadakan dan menyediakan sarana dan prasarana kebutuhan pembelajaran
sesuai kemampuan keuangan madrasah, khususnya untuk madrasah swasta.
Sedangkan untuk madrasah negeri pengajuan sarpras kepada pemerintah
berlangsung lama, sehingga untuk memenuhinya dilakukan secara bertahap dan
diperlukan kreativitas kepala madrasah dan harus berpatokan pada ketentuan yang
tidak bertentangan dengan peraturan yang berlaku.
2. Opini Guru Madrasah tentang Kurikulum 13 (K-13)
Dalam jajak opini ini diambil responden masing-masing madrasah satu
orang guru. Masing-masing memberikan respon tertulis dan lisan terhadap
38
masalah yang berkaitan dengan pelaksanaan K-13. Masing-masing guru berasal
dari Madrasah Aliyan Negeri 1 Kota Bekasi, Madrasah Aliyah Negeri 2 Kota
Bekasi, Madrasah Aliyah Swasta al-Muawwanah dan Madrasah Aliyah Swasta
Sullamul Istiqomah.
Peran kepala madrasah dalam perencanaan pembelajaran, khususnya dalam
pengembangan silabus pembelajaran berdasarkan K-13, ternyata seluruh kepala
madrasah telah berfungsi sebagai pembimbing aktif bagi guru di madarasah.
Kepala madrasah sering menginisiasi gurunya untuk mengikuti pelatihan dalam
pengembangan silabus dan pembuatan RPP. Di samping itu, secara tidak
terjadwal kepala madrasah terkadang, juga melakukan pembinaan dan
pengembangan pada masalah yang berkaitan dengan silabus dan RPP melalui
rapat rutin, baik mingguan dan bulanan maupun semesteran. Langkah dan upaya
lain yang telah dilakukan kepala madrasah dalam pembimbingan pembuatan
silabus dan RPP adalah dengan cara mengirimkan guru berdasarkan kelompok
bidang ilmu masing-masing, untuk membuat RPP K-13 dan K-13 revisi bersama-
sama teman sejawat pada kegiatan Kelompok Kerja Madrasah (KKM). Pada
Madrasah Aliyah Negeri pengembangan Silabus dan RPP telah dirancang sesuai
dengan kondisi lingkungan, kebutuhan madrasah dan peserta didik serta diarahkan
menuju madrasah berbasis internet. Momentum yang biasa digunakan kepala
madrasah dalam memotivasi guru untuk membuat perencanaan pembelajaran,
dilaksanakan pada saat rapat-rapat dinas/rapat kerja.
Peran Kepala Madrasah dalam Pelaksanaan Standar Proses meliputi
beberapa komponen standar proses dan yang perlu diperhatikan secara serius
39
dalam K-13 adalah (a). Pengembangan Materi Bahan Ajar, (b). Pengembangan
Metode Pembelajaran, (c). Pengembangan Evaluasi/Penilaian, (d). Supervisi
terhadap metode pembelajaran yang digunakan, (f). keterlibatan pengawas
madrasah dan (g). memperkaya materi bahan ajar. Peran kepala madrasah dalam
pengembangan materi bahan ajar, dilakukan dengan cara menganjurkan setiap
guru dalam pembelajaran, hendaknya mengkaitkan materi bahan ajar dengan ayat-
ayat al-Quran (Ayat Kauniyah), misalnya ketika membahas mata pelajaran
Biologi tentang reproduksi dan genetika, guru dianjurkan untuk mengkaitkannya
dengan ayat al-Quran, agar setiap kajian ilmu selalu berujung pada kitab suci.
Selanjutnya, kepala madrasah juga selalu berupaya menyediakan materi bahan
ajar, buku-buku pelajaran tambahan di perpustakaan madrasah. Upaya lain yang
dilakukan oleh kepala madrasah dalam pengembangan materi bahan ajar adalah
dengan penambahan sarana buku sumber belajar, melibatkan guru dalam kegiatan
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) serta melaksanakan remedial dan pengayaan
kepada siswa. Hal ini dilakukan dalam rangka meningkatkan mutu lulusan
madrasah.
Peran kepala madrasah dalam Pengembangan Metode Pembelajaran,
direalisasikan dengan cara memberikan pengarahan agar guru dalam
mengimplemintasikan metode pembelajaran menyesuaikan dengan materi
pelajaran yang diajarkannya, misalnya ketika mempelajari sistem pernafasan,
siswa mempresentasikan di depan kelas hasil pekerjaannya dengan menambah
pemahaman mereka terhadap artikel yang didapatkan dari majalah ataupun surat
kabar. Kepala madrasah memberikan kesempatan kepada guru untuk mengikuti
40
pelatihan metodologi pembelajaran dengan menghadirkan pembicara dari
Kemenag dan Kemendikbud. Penerapan metode pembelajaran di madrasah
diarahkan oleh kepala madrasah pada penggunaan metode pembelajaran yang
menyenangkan dan mengurangi pemberian Pekerjaan Rumah (PR) kepada peserta
didik. Selain itu. kepala madrasah juga mengarahkan agar pembelajaran
ditekankan pada penggunaan metode saintifik (aktivitas penelitian-sains).
Peran kepala madrasah dalam pengembangan evaluasi
pembelajaran/penilaian pembelajaran, dilakukan dengan cara meminta guru agar
mengarahkan peserta didik dan menilainya berdasarkan tingkat kemampuannya
masing-masing. Jika seorang siswa sudah mencapai tingkat ketuntasan minimal,
harus diberikan penilaian lebih lanjut, misalnya jika peserta didik sudah melebihi
KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal), guru dianjurkan untuk tetap memberikan
pengayaan kepada siswa. Selain itu, setiap guru juga diminta oleh kepala
madrasah untuk tetap meningkatkan kemampuan penilaiannya dengan mengikuti
pelatihan, baik yang diselenggarakan oleh madrasah secara langsung maupun
yang dilaknakan oleh oleh Kementerian Agama. Dalam penilaian, kepala
madrasah mengarahkan kepada gurunya agar melakukan penilaian secara
obyektif, menyeluruh, adil dan melakukan analisis tindak lanjut atas hasil evaluasi
tersebut.
Peran kepala madrasah dan wakil kepala madrash dalam melakukan
supervisi terhadap metode yang digunakan guru dalam pembelajaran, selalu
terjadwal. Minimal setiap minggu dilakukan pertemuan 1 kali dengan guru, agar
proses pembelajaran tetap berpatokan pada koridor K-13. Selain itu, kepala
41
madrasah juga mengadakan supervisi kelas terhadap guru mata pelajaran secara
regular, melakukan kontrol kondisi Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) dan
memantau guru dalam penggunaan metode pembelajaran yang digunakan.
Keterlibatan pengawas madrasah dalam kegiatan supervisi pembelajaran belum
berjalan maksimal, karena masih ada beberapa madrasah yang tidak melibatkan
pengawas madrasah dalam supervisi pembelajaran. Namun, untuk pemeriksaan
perangkat pembelajaran setiap guru, kepala madrasah melibatkan pengawas dari
POKJAWAS (Kelompok Kerja Pengawas). Ada juga kepala madrasah melibatkan
POKJAWAS pada kegiatan supervisi pembelajaran dengan menghadirkan
pengawas ke madrasah untuk membina guru-guru secara langsung atau supervise
kepala madrasah pada guru lewat aktivitas yang dilakukan oleh MGMP, bahkan
tak jarang dilakukan dengan mengundang pengawas madrasah pada saat
menjelang pelaksanaan ujian semester.
Peran kepala madrasah dalam memberikan pengarahan kepada guru untuk
selalu memperbaiki dan mengembangkan metode mengajar, dilakukan dengan
memberikan arahan kepada setiap guru bidang studi agar meminta peserta didik
terbiasa dengan sikap yang Islami, aktif, dan kreatif. Pada saat rapat dengan
dewan guru yang dilakukan secara rutin setiap bulan, kepala madrasah selalu
meminta guru agar selalu memperbaiki dan mengembangkan metode mengajar.
Bahkan dalam forum breafing, meeting dan rapat dinas yang dilaksanakan setiap
minggu, minimal sekali dalam sebulan, kepala madrasah juga memberikan
pengarahan kepada guru.
42
Peran kepala madrasah dalam memberikan motivasi kepada guru untuk
selalu mengembangkan sumber belajar yang digunakan, dilakukan dengan
memotivasi agar guru terus menemukan sumber bahan ajar dan mencari beberapa
buku sumber lainnya yang baru dan relevan. Motivasi penggunaan jaringan
internet sebagai media dalam kegiatan pembelajaran juga dilakukan oleh pihak
madrasah atas bimbingan kepala madrasah, namun masih dalam skala terbatas,
karena kapasitas internet yang dimiliki masih minim. Kepala madrasah
menganjurkan kepada guru agar tidak hanya tergantung kepada satu sumber bahan
ajar, selalu mengembangkan sumber belajar yang digunakan dan dalam upaya
menemukan sumber bahan ajar dan beberapa buku sumber lainnya, kepada
madrasah menyampaikannya saat rapat/pertemuan dewan guru yang dilaksanakan
setiap minggu.
Peran dalam memberikan arahan untuk memperkaya materi bahan ajar
selalu dilakukan kepala madrasah, karena kepala madrasah di wilayah Kota
Bekasi rata-rata sudah berpendidikan Strata 2 atau Magister, sehingga
kompetensinya sudah dapat diakui oleh para guru, terutama dalam hal arahan dan
koreksi dalam pembuatan RPP. Arahan kepala madrasah dilakukan pada saat rapat
koordinasi dewan guru. Biasanya kepala madrasah meminta kepada dewan guru
untuk memperkaya materi bahan ajar dengan menyarankan untuk mengambil
bahan melalui internet dan perpustakaan. Selanjutnya, madrasah juga
menyediakan CD pembelajaran dan buku sekolah elektronik. Peran dalam
memberikan arahan untuk memperkaya materi bahan ajar selalu dilakukan kepala
43
madrasah kepada dewan guru, dengan tujuan agar guru dapat melakukan
pendalaman bahan ajar kepada peserta didik.
Peran dalam strategi penilaian hasil belajar yang dilakukan oleh kepala
madrasah yakni dengan mengawal cara membuat soal ujian yang dibuat guru,
dalam hal ini perannya sebagai aktor yang menetapkan kriteria soal yang harus
diberikan kepada siswa, berdasarkan SK dan KD. Kepala madrasah memberi
penjelasan kepada dewan guru untuk menyusun langkah awal pembuatan soal
dengan membuat kisi-kisi soal ujian, untuk ujian tengah semester, sedangkan
untuk ujian akhir semester, soal dibuat oleh tim tingkat kantor Wilayah Provinsi
Jawa Barat. Teknisnya adalah setiap Wilayah Kota/Kabupaten mengirimkan 1
(satu) orang perwakilan guru untuk menjadi tim pembuat soal dan berkumpul
suatu tempat di Bandung untuk merumuskan soal ujian tersebut. Kepala madrasah
memberikan kesempatan kepada guru untuk mengembangkan kreativitas masing-
masing, terutama membuat kisi-kisi soal dan perumusan butir-butir soal setiap
mata pelajaran.
Peran sebagai pelopor dan mengarahkan guru dalam memberikan penilaian
yang adil terhadap hasil belajar, sehingga murid tidak dirugikan, dilakukan kepala
madrasah dengan memberi arahan kepada guru untuk memberi penilaian yang
obyektif sesuai dengan kemampuan siswa. Disamping itu, kepala madrasah juga
memberi arahan agar penilaian terhadap hasil belajar siswa dapat dilakukan secara
menyeluruh dengan berpatokan kepada Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)
sebagai cermin dari ketercapaian kompetensi peserta didik. Kepala madrasah
44
memberi arahan kepada guru untuk lebih dahulu membuat format penilaian hasil
belajar, sebelum soal dibuat.
B. Temuan Penelitian
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor
65 Tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah
menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan standar proses adalah segala sesuatu
hal yang mencakup perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses
pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran dan pengawasan proses pembelajaran.
1. Perencanaan Proses Pembelajaran
a. Silabus
Tabel 1: Tingkat Ketercapaian Dalam Membuat Silabus
Nama Sekolah Guru Membuat Silabus Ketercapaian
MAN 1 Kota Bekasi 100 % Tercapai
MAN 2 Kota Bekasi 100 % Tercapai
MA Sullamul Istiqomah 100 % Tercapai
MA Al Muawanah 100 % Tercapai
Tabel di atas menunjukkan bahwa setiap guru mata pelajaran pada
keempat sekolah tersebut seluruhnya telah mampu membuat silabus pembelajaran
untuk mata pelajaran yang diajarkannya. Data di atas, didukung oleh pernyataan
secara langsung para guru masing-masing madrasah bahwa mereka telah
merasakan peran kepala madrasah dalam pendampingan membuat rencana
pembelajaran dalam bentuk silabus dan penterjemahan silabus ke dalam RPP.
45
Seluruh kepala madrasah telah berperan aktif dalam menyiapkan silabus, agar
dapat dituangkan dalam bentuk RPP. Penjelasan terhadap beberapa hal yang
dirasakan masih belum dipahami oleh dewan guru dapat diberikan penjelasannya
oleh para kepala madrasah. Hal ini disebabkan para kepala madrasah telah lebih
dahulu mendapatkan pelatihan dan sosialisasi K-13 dari Kementerian Agama RI
yang dilaksanakan sesuai dengan Keputusan Menteri Agama (KMA 165/2014)
dan diperkuat melalui SK Kepala Kantor Kementerian Agama Provinsi Jawa
Barat Nomor 154/2014. Di samping itu, kepala madrasah di Kota Bekasi rata-rata
sudah berpendidikan Strata 2 atau Magister, sehingga pemahaman dan daya nalar
mereka untuk memahami hal yang baru lebih mudah dan cepat. Teknik yang
sering digunakan kepala madrasah dalam upaya “memaksa” guru membuat dan
mengembangkan silabus adalah dengan menyediakan forum rapat dewan guru
yang dilakukan pada awal semester dan untuk mendorong guru dalam percepatan
penyelesaian pengembangan silabus dan RPP, sekolah juga menyediakan insentif
secara progresif. Namun demikian, secara teknis diakui oleh para kepala madrasah
bahwa menyampaikan pengetahuan baru kepada para guru merupakan sesuatu hal
yang sulit, karena berhubungan dengan kebiasaan mereka yang telah merasa
“nyaman” dengan kebiasaan yang lama. Apalagi, bila dilihat secara format,
Silabus K-13 tidak sama dengan silabus kurikulum sebelumnya, sehingga perlu
proses drill untuk memaksa guru agar melaksanakan dan memenuhi kewajibannya
dalam memahami silabus dengan model yang baru sebagai konsekuensi
perubahan kurikulum. Pelaksanaan K-13 pada tahun 2015 telah dilakukan revisi.
Dengan demikian, secara otomatis prinsip silabus dalam revisi kurikulum sedikit
46
banyak memiliki perbedaan dengan K-13 non revisi. K-13 revisi ini belum
disosialisasikan oleh pemerintah, sementara penggunaannya telah diberlakukan
secara serempak pada seluruh wilayah Indonesia. Jadi, walaupun sudah 100%
rata-rata pencapaian perencanaan dalam bentuk silabus, namun yang telah tersedia
baru silabus K-13 yang belum direvisi (masih edisi lama).
b. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Tabel 2: Tingkat Ketercapaian Dalam Membuat RPP
Nama Sekolah Guru Membuat RPP Ketercapaian
MAN 1 Kota Bekasi 100 % Tercapai
MAN 2 Kota Bekasi 100 % Tercapai
MA Sullamul Istiqomah 100 % Tercapai
MA Al Muawanah 100 % Tercapai
Tabel di atas menunjukkan bahwa setiap guru mata pelajaran pada keempat
sekolah tersebut seluruhnya telah membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran.
Kepala madrasah memainkan peran penting dalam pencapaian ini melalui
langkah-langkah strategisnya yakni dengan membuat kebijakan agar setiap guru
yang mengajar di kelas telah mempersiapkan terlebih dahulu RPP. Di samping itu,
juga telah diupayakan agar setiap guru bertanggungjawab dengan tugasnya
tersebut, setiap guru diberikan insentif untuk mendorong agar tugasnya cepat
selesai. Langkah dan upaya kepala madrasah dalam membimbing guru dalam
pembuatan silabus dan RPP dilakukan dengan mengirimkan guru berdasarkan
kelompok bidang ilmu masing-masing untuk membuat RPP bersama-sama teman
sejawat pada kegiatan Kelompok Kerja Madrasah (KKM). Khusus pada Madrasah
47
Aliyah Negeri (MAN), diketahui bahwa pengembangan silabus dan RPP telah
dirancang sesuai dengan kondisi lingkungan dan kebutuhan madrasah serta
diarahkan pada pembelajaran berbasis internet, sedangkan pada madrasah aliyah
swasta, kondisi semacam ini sulit ditegakkan, karena kekurangan akses untuk
mewujudkannya.
2. Pelaksanaan Proses Pembelajaran
a. Persyaratan Pelaksanaan Proses Pembelajaran
1) Rombongan Belajar, Jumlah Maksimal Peserta Didik Setiap Rombongan
Belajar untuk SMA/MA adalah 32 peserta didik.
Tabel 3: Rata-rata Jumlah siswa/rombel
Nama Sekolah
Rata-Rata
Jumlah
Siswa/Rombel
Kriteria
JumlahSiswa
Rombel
Ketercapaian
MAN 1 Kota Bekasi 40 1:32 Tidak Tercapai
MAN 2 Kota Bekasi 45 1:32 Tidak Tercapai
MA Sullamul Istiqomah 31 1:32 Tercapai
MA Al Muawanah 24 1:32 Tercapai
Berdasar tabel di atas, diketahui bahwa kedua Madrasah Aliyah Negeri
(MAN 1 dan MAN 2), dalam rasio guru dan siswa dalam jumlah rombongan
belajar, tidak tercapai, sedangkan untuk kedua Madrasah Aliyah Swasta (MAS)
berada pada ketercapaian rasio jumlah rombongan belajarnya. Faktor penyebab
ketidaktercapaian rasio guru dengan siswa pada madrasah negeri, disebabkan oleh
48
banyak faktor yang bersifat politis dan non politis. Faktor politis disinyalir, karena
ada penetrasi dari pejabat daerah, baik eksekutif maupun legislatif. Faktor non
politis, disebabkan oleh pengaruh opini masyarakat tentang “negeri minded”, di
samping karena biaya sekolah di negeri lebih efisien, bahkan karena kebijakan
pemerintah daerah yang telah membebaskan para siswa dari beberapa komponen
biaya pendidikan. Kondisi tersebut berimbas pada jumlah siswa yang melebihi
daya tampung atau dapat dikatakan jumlah siswa lebih besar dari jumlah guru
yang ada. Madrasah Aliyah Negeri juga membuka kelas sore, padahal menurut
peraturan kementerian pendidikan dan kebudayaan, penyelenggaraan pendidikan
hanya diperbolehkan paralel, dari pagi hingga siang hari, suatu kondisi yang perlu
dicarikan jalan ke luarnya.
Adapun pada Madrasah Aliyah Swasta (MAS) tidak memiliki akses jumlah
yang besar, atau boleh dikatakan MAS hanya mendapatkan “sisa” dari siswa yang
tidak diterima di Madrasah Aliyah Negeri, suatu kondisi yang sebenarnya terjadi
di lapangan. Jadi, jumlah siswa yang ideal di Madrasah Aliyah Swasta tidak
disebabkan oleh sengaja menata input yang diseleksi secara ketat dengan kualitas
yang baik, tetapi lebih disebabkan oleh ketersediaan input hanya sekian adanya.
2) Beban kerja guru, beban kerja guru yang dimaksud adalah sekurang
kurangnya 24 jam tatap muka dalam satu minggu
49
Tabel 4: Beban Kerja Guru
Data beban kerja guru sangat berkaitan dengan jumlah rombongan belajar
yang dimiliki madrasah. Semakin ideal jumlah rombel, akan semakin mudah bagi
manajemen madrasah untuk menata jam mengajar setiap guru. Berdasarkan data
di atas, hanya Madrasah Aliyah Negeri 1 Kota Bekasi yang memenuhi kriteria
minimal beban kerja guru, sedangkan Madrasah Aliyah Negeri 2 Kota Bekasi
tidak memenuhi standar, padahal jumlah siswa yang dimilikinya terhitung besar.
Hal ini disebabkan oleh pembagian rombel yang besar pada setiap kelas, sehingga
jumlah kelasnya tidak banyak. Selain itu, Madrasah Aliyah Negeri 2 juga tidak
memiliki jumlah kelas yang memadai, sehingga pembagian rombel per-kelas
menjadi besar, suatu realita yang akan berimplikasi secara langsung pada beban
kerja guru. Sementara itu, pada Madrasah Aliyah Swasta terjadi
ketidaktercapaian, dikarenakan input yang minimalis.
3) Buku teks pelajaran, rasio buku teks pelajaran untuk peserta didik adalah
1:1 per mata pelajaran.
Nama Sekolah
Rata-rata
Beban Kerja
Guru
Kriteria
Minimal Beban
Kerja Guru
Ketercapaian
MAN 1 Kota Bekasi 24,2 24 Tercapai
MAN 2 Kota Bekasi 22,1 24 Tidak Tercapai
MA Sullamul Istiqomah 7,9 24 Tidak Tercapai
MA Al Muawanah 11,76 24 Tidak Tercapai
50
Tabel 5: Buku Teks Pelajaran
Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa keempat Madrasah Aliyah (MA)
memenuhi kriteria rasio buku teks pelajaran. Data ini menunjukkan bahwa semua
siswa pada keempat Madrasah Aliyah telah terpenuhi standar buku siswa sesuai
dengan ketentuan belajar yang digariskan pemerintah. Kondisi ini memang telah
disiapkan oleh pemerintah, bahwa setiap peserta didik harus mendapatkan 1 buku
siswa yang digunakan untuk pembelajaran. Kebijakan ini nampak telah berjalan
dengan baik. Namun demikian, di samping buku siswa, madrasah juga harus
memiliki buku guru, sebagai panduan untuk melaksanakan pembelajaran. Bahkan
dalam proses pembelajaran kepala madrasah juga selalu mendorong guru agar
menggunakan buku pegangan guru, buku pegangan siswa dan menyediakan
Lembar Kerja Siswa (LKS). Sebagai upaya untuk memberikan motivasi kepada
guru agar selalu mengembangkan sumber belajar yang digunakan, guru diarahkan
untuk memanfaatkan fasilitas pembelajaran berbasis multi media (LCD/Laptop)
dan memaksimalkan penggunaan buku-buku di perpustakaan.
Nama Sekolah
Rasio Buku
Teks Pelajaran
Kriteria Rasio
Buku Teks
Ketercapaian
MAN 1 Kota Bekasi 1:1 1:1 Tercapai
MAN 2 Kota Bekasi 1:1 1:1 Tercapai
MA Sullamul Istiqomah 1:1 1:1 Tercapai
MA Al Muawanah 1:1 1:1 Tercapai
51
4) Pengelolaan Kelas
Gambar 1: Pengelolaan Kelas
Berdasarkan grafik di atas, nampak bahwa Madrasah Aliyah Negeri 1 Kota
Bekasi lebih unggul dari pada Madrasah Aliyah lainnya dengan prosentase
ketercapaian pengelolaan kelas sebesar 100%. Untuk lebih jelasnya tingkat
ketercapaian pengelolaan kelas dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 6: Pengelolaan Kelas
Nama Sekolah Pengelolaan Kelas Kategori
MAN 1 Kota Bekasi 100 % Sangat Baik
MAN 2 Kota Bekasi 33,3 % Kurang
MA Sullamul Istiqomah 88,9 % Baik
MA Al Muawanah 83,3 % Baik
0
20
40
60
80
100
120
MAN 1 Kota Bekasi MAN 2 Kota Bekasi MA Sullamul Istiqomah
MA Al Muawanah
Pe r s en t a s e
52
Permasalahan pengelolaan kelas memang menjadi hal yang serius dalam
pelaksanaan K-13. Terlihat indikasi yang jelas, bahwa dalam penerapan K-13
telah terjadi keterbatasan dalam perangkat pembelajaran yang belum lengkap,
sehingga penerapan K-13 terkadang masih banyak mengadopsi bahan ajar dari
berbagai sumber (mencari ke sana-ke mari). Penggunaan Information Technology
juga masih sangat minim, disebabkan oleh keterbatasan sarana/media dan faktor
kompetensi guru yang belum familiar dengan teknologi pembelajaran. Diakui oleh
para penyelenggara Madrasah Aliyah baik negeri maupun swasta, bahwa
pelaksnaan pembelajaran yang mereka laksanakan masih menggunakan pola lama
yakni metode terpisah (separated subject curricullum). Seharusnya semua mata
pelajaran terintegrasi dengan kajian studi agama, namun yang terjadi tidak
demikian, setiap mata pelajaran masih berjalan sendiri-sendiri, sehingga
penerapan kurikulum terintegrasi (integrated curriculullum) belum berjalan secara
baik. Lebih mengkhawatirkan lagi adalah ciri khas madrasah sebagai sekolah
agama akan hilang, karena mata pelajaran disajikan guru dalam pola dan bentuk
yang tidak sesuai aturan K-13. Hampir semua madrasah belum dapat
melaksanakan K-13 dengan sempurna, karena rata-rata terkendala pada
kemampuan madrasah dalam penyediaan kelengkapan sarana prsarana dan
Information Technology serta kebutuhan perlengkapan lainnya yang belum
tersedia. Di samping itu, juga disinyalir banyak di antara guru yang tidak
memahami pelaksanaan proses pembelajaran yang menjadi ruh belajar (core
learning) pada K-13. Guru tidak memahami pelaksanaan pembelajaran K-13,
padahal telah tersedia buku guru yang berfungsi untuk memandu dalam
53
pelaksanaan pembelajaran di kelas/di luar kelas. Guru sulit belajar dan memahami
hal yang baru, terutama dalam melaksanakan pembelajaran. Memadukan antara
pembelajaran umum untuk dibawa pembahasannya ke dalam dimensi keagamaan
dirasakan berat oleh para guru. Tentu hal ini membutuhkan perhatian khusus, agar
pembelajaran berjalan secara bermakna (meaning full). Indikator dalam
pengelolaan pembelajaran K-13 meliputi (a). Tingkat penguasaan materi oleh
siswa. Materi yang diberikan kepada siswa terlalu tinggi atau sulit sehingga tidak
bisa diikuti oleh siswa, diperlukan penyesuaian agar siswa dapat mengikuti
kegiatan belajar dengan baik. (b). Fasilitas belajar yang diperlukan misalnya; alat,
media, bahan, dan tempat yang memungkinkan siswa belajar dengan baik. (c).
Kondisi siswa yang kelihatan sudah lesu dan tidak bergairah dalam menerima
peiajaran, hal ini dapat mempengaruhi situasi kelas, (d). Teknik mengajar guru
dalam memberikan pengajaran kurang menggairahkan suasana kelas dan
menjemukan. Kondisi inilah yang sangat perlu diperbaiki dalam pengelolaan kelas
untuk menopang keberhasilan pelaksanaan K-13.
2). Pelaksanaan Pembelajaran
54
Gambar 2: Pelaksanaan Pembelajaran
Gambar di atas, menunjukan persentase setiap Madrasah Aliyah dalam
pelaksanaan pembelajaran mulai dari kegiatan pendahuluan, kegiatan inti sampai
dengan kegiatan penutup. Untuk lebih jelasnya dapat dijabarkan sebagai berikut:
a. Kegiatan Pendahuluan
Tabel 7: Kegiatan Pendahuluan
Nama Sekolah Kegiatan Pendahuluan Kategori
MAN 1 Kota Bekasi 100 % Sangat Baik
MAN 2 Kota Bekasi 50 % Kurang
MA Sullamul Istiqomah 100 % Sangat Baik
MA Al Muawanah 100 % Sangat Baik
0
20
40
60
80
100
120
Pendahuluan Inti Penutup
MAN 1 Kota Bekasi
MAN 2 Kota Bekasi
MA Sullamul Istiqomah
MA Al Muawanah
P
e
r
s
e
n
t
a
s
e
55
Kegiatan pendahuluan yang harus dilakukan oleh guru berdasarkan amanat
Kurikulum 2013 adalah:
1. Kegiatan yang mula-mula harus dilakukan oleh guru pada kegiatan
pendahuluan di dalam sebuah proses pembelajaran adalah mempersiapkan
siswa baik psikis maupun fisik, agar dapat mengikuti proses pembelajaran
dengan baik.
2. Selanjutnya, guru harus mengajukan beberapa pertanyaan-pertanyaan terkait
materi pembelajaran, baik materi yang telah siswa pelajari maupun materi-
materi yang akan mereka pelajari dalam proses pembelajaran tersebut.
3. Setelah memberikan pertanyaan-pertanyaan, guru kemudian mengajak siswa
untuk mencermati suatu permasalahan atau tugas yang akan dikerjakan,
sehingga mereka bisa belajar tentang suatu materi, kemudian langsung
dilanjutkan dengan menguraikan tentang tujuan pembelajaran atau
Kompetensi Dasar yang akan dicapai pada pembelajaran tersebut.
4. Terkahir, dalam kegiatan pendahuluan guru harus memberikan outline
cakupan materi serta penjelasan mengenai kegiatan belajar yang akan
dilakukan oleh siswa untuk menyelesaikan permasalahan atau tugas yang
diberikan.
Berdasarkan guide line itu, maka kegiatan pendahuluan dalam pembelajaran
merupakan upaya guru untuk membawa siswa pada iklim belajar yang akan
dibentuk oleh guru. Dalam kaitan ini, guru harus memiliki strategi yang baik
untuk membuat siswa termotivasi dan memiliki minat yang baik untuk melakukan
pembelajaran. Pelaksanaan kegiatan pendahuluan dari keempat Madrasah Aliyah
56
tersebut, maka hanya Madrasah Aliyah Negeri 2 Kota Bekasi yang mendapat
kategori kurang, sedangkan ketiga Madrasah Aliyah lainnya mendapat kategori
sangat baik dengan ketercapaian 100%, kegiatan pendahuluan dalam proses
pembelajaran K-13 berupa pengenalan terhadap materi bahan kajian yang
disampaikan guru. Istilah sebelumnya sering disebut appersepsi (penghantar
materi oleh guru) sebelum masuk pada kegiatan inti. Kegiatan ini biasanya berupa
penjelasan dan pemaparan kepada siswa tentang materi kajian secara garis besar
dan dalam tekniknya, bisa juga dilakukan dengan bertanya kepada siswa untuk
menjajagi kemampuan dasar siswa (entering behavior). Dalam hal pelaksanaan
kegiatan proses pembelajaran, termasuk di dalamnya kegiatan pendahuluan,
memang masih terkendala oleh berbagai hal di antaranya sistem administrasi
pembelajaran. Dalam kaitan dengan administrasi pembelajaran, madrasah belum
pernah mendapat contoh baku dan bimbingan untuk menyelenggarakan sistem
akademik pembelajaran sebagai akibat dari penerapan K-13. Jadi, setiap madrasah
melakukan upaya sendiri-sendiri dan mengeksplorasi pengalaman sendiri-sendiri.
Kondisi ini disebabkan pemerintah belum pernah mengeluarkan edaran dan
ketentuan sistem administrasi akademik yang baku secara nasional untuk
administrasi pembelajaran. Oleh karena itu, masih sangat dimungkinkan, jika
kegiatan pendahuluan dalam pembelajaran ditemukan data yang masih belum
menunjukkan kinerja maksimal. Dengan demikian, dalam kegiatan pendahuluan
ini masih terdapat kendala dan kendala yang paling utama adalah persoalan
keterampilan mengajar guru. Hal ini dapat dipahami, lantaran perubahan
kurikulum pada Madrasah Aliyah terjadi terlalu cepat. Akibatnya, pada satu
57
madrasah bisa menjalankan 4 (empat) kurikulum sekaligus. Kelas X (sepuluh)
menjalankan K-13 revisi, kelas XI (sebelas) menjalankan K-13 awal dan kelas XII
(dua belas) menjalankan 2 (dua) kurikulum yakni rumpun mata pelajaran umum
menggunakan KTSP dan rumpun mata pelajaran PAI menggunakan K-13 awal.
Kondisi tersebut, sungguh telah menjadikan guru semakin tidak mampu
melakukan kreativitas dalam pembalajaran termasuk pendahuluan/membuka
pelajaran.
2). Kegiatan Inti
Tabel 8: Kegiatan Inti
Dari keempat Madrasah Aliyah di atas, hanya dua Madrasah Aliyah yang
mendapat kategori sangat baik yaitu Madrasah Aliyah Negeri 1 Kota Bekasi dan
Madrasah Aliyah Sullamul Istiqomah, sedangkan Madrasah Aliyah al-Muawanah
hanya mendapat kategori baik dan Madrasah Aliyah Negeri 2 Kota Bekasi
mendapat kategori kurang. Kegiatan inti di dalam K-13 adalah suatu proses
pembelajaran agar tujuan yang ingin dicapai dapat diraih. Kegiatan ini seharusnya
dilakukan oleh guru dengan cara-cara yang bersifat interaktif, inspiratif,
menyenangkan dan menantang, memotivasi siswa agar aktif menjadi seorang
Nama Sekolah Kegiatan Inti Kategori
MAN 1 Kota Bekasi 100 % Sangat Baik
MAN 2 Kota Bekasi 38,6 % Kurang
MA Sullamul Istiqomah 90,9 % Sangat Baik
MA Al Muawanah 86,4 % Baik
58
pencari informasi, serta dapat memberikan kesempatan yang memadai bagi
prakarsa, kreativitas dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan
perkembangan fisik serta psikologis siswa. K-13 merekomendasikan agar dalam
pelaksanaan interaksi pembelajaran dilakukan dengan saintific method (metode
pembelajaran saintific) dengan langkah-langkah sebagai berikut: (1). melakukan
observasi, (2). Bertanya, (3). mengumpulkan informasi, (4). mengasosiasikan
informasi-informasi yang telah diperoleh dan (5). mengkomunikasikan hasilnya.
Selanjutnya, dengan penyempurnaan dan penyesuaian K-13 tahun 2015
disebutkan bahwa rekomendasi ini tidak bersifat wajib, sedangkan pada K-13
sebelum perubahan, tidak ada pilihan lain dalam metode pembelajaran, kecuali
saintific methodhology. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan metode
pembelajaran yang berbasis ilmiah (saintific) di Madrasah Aliyah telah
menyulitkan guru dalam mengimplementasikan pembelajaran. Guru merasa
kurang dibekali dengan cara mengajar saintifik, sebagai basis pembelajaran untuk
K-13. Walaupun pada K-13 revisi metode tersebut bukan lagi menjadi hal yang
utama untuk diterapkan, namun metode yang lain yang direkomendasikan dalam
K-13 tetap merupakan metode baru yang perlu dilatihkan secara baik kepada guru
agar penerapannya sesuai dengan kebutuhan dan keperluan pembelajaran peserta
didik. Berkaca pada keadaan ini, maka sulit bagi sekolah dalam mencapai standar
kualitas lulusan, karena seharusnya, seiring pelatihan dan penyiapan guru untuk
dapat melaksanakan pembelajaran yang berstandar K-13, sarpras juga harus
dipersiapkan secara baik, sehingga proses pembelajaran bisa berjalan dengan baik
dan kualitas lulusan juga dapat terjamin. Media pembelajaran berupa LCD, laptop
59
dan lain-lain sifatnya masih sangat terbatas, baik di Madrasah Aliyah Negeri
maupun Swasta, suatu realitas bisa menjadi kendala terhadap kualitas proses
pembelajaran. Pada beberapa madrasah swasta kebutuhan mendasar seperti buku
guru dan buku siswa, serta buku penunjang lainnya masih sangat minim, suatu
faktor yang menjadi penyebab rendahnya pencapaian kegiatan dalam
implementasi K-13 sampai dengan tahun 2016, yang berarti tiga tahun setelah
pencanangannya.
3). Kegiatan Penutup
Tabel 9: Kegiatan Penutup
Pelaksanaan kegiatan penutup pada keempat Madrasah Aliyah tersebut,
hanya Madrasah Aliyah Negeri 2 Kota Bekasi yang mendapat kategori kurang,
sedangkan ketiga Madrasah Aliyah lainnya mendapat kategori sangat baik dengan
ketercapaian 100%. Kegiatan menutup pembelajaran merupakan kegiatan akhir
dalam proses pembelajaran yaitu guru melakukan perangkuman atau membuat
ikhtisar dari seluruh kegiatan/proses akademik yang telah dilakukannya. Aktivitas
ini dapat juga dilakukan secara bersama-sama dengan murid dan seperti telah
Nama Sekolah Kegiatan Penutup Kategori
MAN 1 Kota Bekasi 100 % Sangat Baik
MAN 2 Kota Bekasi 30 % Kurang
MA Sullamul Istiqomah 100 % Sangat Baik
MA Al Muawanah 100 % Sangat Baik
60
diuraikan di atas, bahwa pemahaman guru tentang metode pembelajaran yang
digunakan, secara rata-rata masih kurang baik, sehingga menyebabkan strategi
menutup pelajaran, belum sesuai dengan prosedur K-13. Untuk mengatasi
permasalahan tersebut, maka pihak madrasah dalam mengoptimalisasi standar
proses K-13, mengikuti semua ketentuan yang ditetapkan pemerintah baik
Kemenag maupun leading sektor pendidikan, Kemendikbud. Secara khusus
beberapa madrasah negeri melakukan workshop standar proses K-13. Pelatihan
dan waorkshop terutama terfokus pada pendalaman dan pengayaan materi yang
berhubungan dengan Silabus, RPP dan memahami metode pembelajaran yang
akan digunakan. Dalam pelatihan tersebut, Madrasah Aliyah Negeri melibatkan
partisipasi Madrasah Aliyah Swasta, sehingga sosialisasi pengetahuan K-13 dapat
tersebar secara meluas dan merata.
3. Penilaian Hasil Pembelajaran
Penilaian dilakukan oleh guru terhadap hasil pembelajaran guna mengukur
tingkat pencapaian kompetensi peserta didik dan kemudian digunakan sebagai
bahan penyusunan laporan kemajuan hasil belajar dan memperbaiki proses
pembelajaran. Pelaksanaan penilaian pada keempat Madrasah Aliyah dapat dilihat
pada tabel di bawah ini:
Tabel 10: Pelaksanaan Penilaian
Nama Sekolah Pelaksanaan Penilaian Kategori
MAN 1 Kota Bekasi 100 % Sangat Baik
MAN 2 Kota Bekasi 100 % Sangat Baik
61
Berdasarkan tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa setiap guru pada
keempat sekolah tersebut seluruhnya melaksanakan penilaian pembelajaran, tetapi
hasilnya belum menunjukkan kinerja yang sesungguhnya dari pelaksanaan K-13,
suatau realitas yang disebabkan oleh kondisi faktual yang disampaikan secara
langsung, baik oleh kepala madrasah maupun guru pada setiap madrasah yang
dijadikan sasaran penelitian. Disebutkan bahwa proses evaluasi pembelajaran
belum menggunakan standar evaluasi K-13, penyebabnya adalah kesulitan dalam
penerapan pada proses pembelajaran. Diketahui bahwa alat evaluasi (instrumen)
dalam K-13 lebih banyak dari instrumen evaluasi KTSP dan KBK, sehingga guru
mengalami kesulitan dalam pembuatan instrumen yang sebanyak itu. Di samping
itu, pengolahan data setelah instrument itu diberikan kepada siswa, juga belum
mereka pamahami sepenuhnya. Secara pragmatis, para guru juga belum
memahami kegunaan dan manfaat setiap strategi evaluasi pembelajaran dalam
koridor K-13, sehingga kebutuhan terhadap evaluasi dalam prosedur evaluasi K-
13 secara keseluruhan belum sepenuhnya dipahami oleh guru. Jadi, perolehan
persentase di atas, masih menggambarkan citra evaluasi pembelajaran dengan
menggunakan KTSP/KBK. Informasi yang berkembang menunjukkan adanya
perubahan sistem evaluasi pembelajaran pada K-13 pada masa menteri “Kabinet
Kerja,” yang sosialisasinya juga belum dilakukan oleh pemerintah, sehingga guru
belum tahu apa perubahan sistem evaluasi yang dilakukan Kemendikbud tersebut.
MA Sullamul Istiqomah 100 % Sangat Baik
MA Al Muawanah 100 % Sangat Baik
62
4. Pengawasan Proses Pembelajaran
Pengawasan proses pembelajaran dilakukan oleh kepala sekolah dalam
bentuk pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan dan tindak lanjut. Pelaksanaan
pengawasan pada keempat Madrasah Aliyah dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 11: Pelaksanaan Pengawasan
Nama Sekolah
Pelaksanaan
Pengawasan
Frekuensi
Kategori
MAN 1 Kota Bekasi Ya Sering Sangat Baik
MAN 2 Kota Bekasi Ya Sering Sangat Baik
MA Sullamul Istiqomah Ya Sering Sangat Baik
MA Al Muawanah Ya Sering Sangat Baik
Berdasarkan tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa kepala madrasah pada
keempat sekolah tersebut seluruhnya melaksanakan pengawasan pembelajaran.
Kepala madrasah secara rutin mengadakan pertemuan untuk terus memantau
pelaksanaan standar proses terutama yang berkaitan dengan kegiatan
pembelajaran yaitu pengembangan materi bahan ajar, metode pembelajaran dan
evaluasi pembelajaran. Langkah ini dilakukan secara terus-menerus, terbuka dan
berkesinambungan dengan mengedepankan prinsip kebersamaan untuk
menemukan solusi terbaik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semangat guru
dan kepala madrasah dalam pelaksanaan K-13 sangat baik, mereka menyambut
positif setiap langkah pemerintah dalam memperbaiki sistem pendidikan di
Indonesia. Namun, karena keterbatasan pemerintah dalam menyiapkan sarpras K-
63
13 dan keterbatasan madrasah dalam pelaksanaan K-13, maka menjadi tantangan
tersendiri bagi masyarakat madrasah untuk mencari jalan keluar dalam
pelaksanaan K-13. Jadi, setiap pertemuan, pemantauan dan diskusi tentang
pelaksanaan K-13 di tempat masing-masing, masalahnya selalu berbasis pada
ketersediaan sarpras pembelajaran yang kurang memadai, kompetensi guru dalam
memahami prosedur pelaksanaan proses pembelajaran dan berikutnya, tentang
prosedur evaluasi pembelajaran.
Dari data di atas, dapat diambil kesimpulan dan dibuat peringkat
berdasarkan pencapaian setiap indikator standar proses sebagai berikut:
Tabel 12: Rekapitulasi Nilai
NAMA
SEKOLAH
STANDAR PROSES
TOTAL PERENCANAAN
(Bobot 25%)
PELAKSANAAN
(Bobot 25%)
PENILAIAN
(Bobot 25%)
PENGAWASAN
(Bobot 25%)
MAN 1 Bekasi 25 25 25 25 100
MAN 2 Bekasi 25 9,5 25 25 84,5
MA Sullamul
Istiqomah
25 23,7 25 25 98,7
MA Al Muawanah 25 23,1 25 25 98,1
Dari tabel di atas, nampak bahwa pencapaian standar proses di Madrasah
Aliyah di Kota Bekasi yang diambil secara terbuka, peringkat I adalah Madrasah
Aliyah Negeri 1 Bekasi, peringkat II, Madrasah Aliyah Sullamul Istiqomah,
peringkat III, Madrasah Aliyah al-Muawanah, dan peringkat IV, Madrasah Aliyah
Negeri 2 Bekasi.
64
C. Pembahasan Temuan Penelitian
Dalam temuan penelitian telah diungkapkan paparan tentang pelaksanaan
standar proses pada setiap madrasah aliyah yang dijadikan sasaran penelitian ini.
Berdasarkan paparan tersebut, terungkap beberapa temuan penilitiaan yang dapat
dijadikan sebagai analisis lebih lanjut, sehingga pelaksanaan standar proses K-13
dapat berjalan sesuai ketentuan yang telah digariskan pencetus dan pengembangan
K-13. Beberapa temuan tersebut akan dibahas secara sistimatis berdasarkan kajian
standar proses yaitu perencanaan, pelaksanaan, penilaian dan pengawasan.
1. Perencanaan Pembelajaran
Perencanaan pengajaran telah berhasil menempatkan posisi pada peran
positifnya di setiap madrasah. Kondisi ini tentu merupakan upaya yang sangat
baik dari masing-masing madrasah agar mampu menunjukkan kinerja awal dalam
proses pembelajaran yaitu perumusan dan pembuatan RPP. Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) dibuat oleh guru melalui proses bimbingan oleh kepala
madrasah dan pengawas madrasah. Berdasarkan hasil pengamatan, ranah
perencanaan ini telah berjalan sesuai regulasi yang sebenarnya yaitu guru
berdasarkan arahan dan petunjuk kepala madrasah telah berusaha membuat dan
merumuskan RPP dengan berbagai upaya, baik secara mandiri maupun group atau
kelompok. Setiap guru telah mengupayakan agar perencanaan pembelajaran
benar-benar telah siap, sebelum pembelajaran dimulai. Secara personal mereka
telah mampu membuatnya, karena telah dilakukan pelatihan, baik oleh Kanwil
Kemenag Provinsi maupun Kantor Kementerian Agama Kota Bekasi. Secara
group/kelompok, mereka berkumpul melalui lembaga MGMP PAI (Musyawarah
65
Guru Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam) untuk merumuskan pembuatan
RPP yang diimplementasikan dalam proses pembelajaran. Kondisi ini
menunjukkan bahwa keterampilan rata-rata guru madrasah dalam pembuatan RPP
sudah sangat memadai, meskipun terdapat persoalan pada kualitas RPP yang
telah dibuatnya. Penilaian terhadap RPP ini erat kaitannya dengan strategi dan
metode mengajar. Oleh karena itu, jika terdapat kekurangan dalam pembuatan
RPP, maka kepala sekolah memberikan arahan kepada para guru, agar membuat
RPP dengan standar yang telah ditetapkan. Artinya, RPP tidak hanya sekadar
dibuat, tetapi perlu ditingkatkan kualitasnya. RPP harus dibuat berdasarkan
Permendikbud Nomor 53 tahun 2015, bahwa setiap sekolah/madrasah dalam
membuat RPP berpedoman pada keputusan tersebut. Keputusan tersebut sudah
final. Oleh karena itu, dalam penyusunan RPP, setiap guru wajib mencantumkan
strategi pembelajaran yang Interdispliner, Intradisipliner, Multidisipliner dan
Transdisipliner. Hasil revisi K-13 ini, akan segera diberlakukan secara nasional,
setelah sempat dihentikan sementara.
Pada hakekatnya penyusunan RPP bertujuan merancang pengalaman belajar
siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Tidak ada alur pikir (algoritma) yang
spesifik untuk menyusun suatu RPP, karena rancangan tersebut seharusnya kaya
akan inovasi sesuai dengan spesifikasi materi ajar dan lingkungan belajar siswa
(sumber daya alam dan budaya lokal, kebutuhan masyarakat serta perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi). Pengalaman dari penilaian portofolio sertifikasi
guru ditemukan, bahwa pada umumnya RPP guru cenderung bersifat rutinitas dan
66
kering akan inovasi. Secara umum, ciri-ciri Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP) yang baik adalah sebagai berikut:
a. Memuat aktivitas proses belajar mengajar yang akan dilaksanakan oleh
guru, sehingga bisa menjadi pengalaman belajar siswa.
b. Langkah-langkah pembelajaran disusun secara sistematis agar tujuan
pembelajaran dapat dicapai.
c. Langkah-langkah pembelajaran disusun serinci mungkin, sehingga apabila
RPP digunakan oleh guru lain (misalnya, ketiga guru mata pelajaran tidak
hadir), mudah dipahami dan tidak menimbulkan penafsiran ganda.
(https://mukhliscaniago.wordpress.com/2011/01/07/penyusunan-rpp-yang-
baik-dan-benar)
2. Pelaksanaan Pembelajaran
Pelaksanaan pembelajaran, secara operasional melibatkan banyak
komponen, antara lain kesiapan dan ketersediaan RPP, pengembangan materi
bahan ajar, pemilihan dan penggunaan metode pembelajaran, evaluasi dan
pengawasan pembelajaran. Dalam kaitan dengan pelaksanaan pembelajaran
tersebut, secara spesifik akan dibahas tentang pengembangan materi bahan ajar
dan pemilihan serta penggunaan metode pembelajaran. Hampir semua informan
mengakui Madrasah Aliyah di Kota Bekasi belum sepenuhnya mengikuti standar
proses jenjang pendidikan dasar dan menengah yang ditetapkan oleh
Permendikbud Nomor 22/2016, padahal sebelumnya, Kementerian telah
mengeluarkan edaran petunjuk pelaksanaan proses pembelajaran K-13 secara
lengkap. Namun, realitanya guru-guru madrasah belum sepenuhnya membaca dan
67
memahami panduan tersebut, sehingga ketika proses pembelajaran berlangsung,
mereka rata-rata tetap menggunakan pendekatan dan tata cara yang lama. Dalam
PP Nomor 19 tahun 2005 Pasal 20, dinyatakan bahwa guru harus
mengembangkan materi pembelajaran sendiri, yang kemudian dipertegas dengan
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 41 tahun 2007
tentang Standar Proses, yang antara lain mengatur tentang perencanaan proses
pembelajaran yang mensyaratkan pendidik pada satuan pendidikan untuk
mengembangkan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Salah satu elemen
dalam RPP adalah sumber belajar. Oleh karena itu, guru diharapkan
mengembangkan bahan pembelajaran sebagai salah satu sumber belajar.
Dalam Permendiknas nomor 41 tahun 2007 dinyatakan bahwa materi ajar
memuat fakta, konsep, prinsip, prosedur yang relevan dan ditulis dalam bentuk
butir-butir sesuai dengan rumusan indikator pencapaian kompetensi. Jadi, dapat
disimpulkan bahwa bahan ajar atau materi ajar merupakan bagian dari sumber
belajar yang terdiri dari pengetahuan, keterampilan dan sikap atau perangkat lunak
yang mengandung pesan pembelajaran dan disajikan dengan menggunakan
peralatan tertentu.
Bahan ajar merupakan bagian dari sumber belajar. Menurut pengertian
sumber belajar dari AECT dan Banks dalam Komalasari (2010:108), bahwa salah
satu komponen sumber belajar adalah bahan. Bahan merupakan perangkat lunak
(software) yang mengandung pesan-pesan belajar, yang biasa disajikan dengan
menggunakan peralatan tertentu, misalnya buku teks, modul, film, transparansi
(OHT), program kaset audio dan program video.
68
Adapun dalam pemilihan metodologi pembelajaran diketahui bahwa dalam
K-13 metode yang sangat dianjurkan adalah metode belajar yang berbasis
saintifik, karena metode ini menggugah siswa berpola fikir kritis, kreatif,
penemuan dan ekaplorasif. Jadi, metode yang dianjurkan dalam K-13 adalah
metode yang mampu mengangkat motivasi belajar siswa untuk mengembangkan
nalar dan sering disebut dengan pembelajaran proses pembelajaran kebermaknaan
(meaningfull learning). Metode pembelajaran kebermaknaan ini memiliki
keunggulan tertentu, seperti menyajikan media obyek secara nyata, peserta didik
senang dan tertantang serta mudah pelaksanaannya, sebagaimana dapat dilihat
pada bagan dan uraian berikut ini:
Gambar 3 Pendekatan Ilmiah dalam Pembelajaran
a. Mengamati (Observing)
Metode mengamati sangat bermanfaat bagi pemenuhan rasa ingin tahu
peserta didik, karena peserta didik yang terlibat dalam proses mengamati akan
69
dapat menemukan fakta bahwa ada hubungan antara obyek yang dianalisis dengan
materi pembelajaran yang digunakan oleh guru.
b. Menanya (Questioning)
Guru yang efektif mampu menginspirasi peserta didik untuk meningkatkan
dan mengembangkan ranah sikap, keterampilan dan pengetahuannya. Pada saat
guru bertanya, pada saat itu pula dia membimbing atau memandu peserta didiknya
belajar dengan baik. Ketika guru menjawab pertanyaan peserta didiknya, ketika
itu pula dia mendorong anak asuhnya untuk menjadi penyimak dan pembelajar
yang baik. Istilah “pertanyaan” tidak selalu dalam bentuk “kalimat tanya”, tetapi
juga dapat dalam bentuk pernyataan, asalkan keduanya menginginkan tanggapan
verbal. Bentuk pertanyaan, misalnya: Apakah ciri-ciri norma hukum? Bentuk
pernyataan, misalnya: Sebutkan ciri-ciri norma hukum!
c. Menalar (Associating)
Penalaran adalah proses berfikir yang logis dan sistematis atas fakta-kata
empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan.
Penalaran dimaksud merupakan penalaran ilmiah, meski penalaran non ilmiah
tidak selalu tidak bermanfaat. Aplikasi pengembangan aktivitas pembelajaran
untuk meningkatkan daya menalar peserta didik dapat dilakukan dengan cara :
1). Guru menyusun bahan pembelajaran dalam bentuk yang sudah siap, sesuai
dengan tuntutan kurikulum.
2). Guru tidak banyak menerapkan metode ceramah atau metode kuliah. Tugas
utama guru adalah memberi instruksi singkat tapi jelas dengan disertai
contoh-contoh, baik dilakukan sendiri maupun dengan cara simulasi.
70
3). Bahan pembelajaran disusun secara berjenjang atau hierarkis, dimulai dari
yang sederhana (persyaratan rendah) sampai pada yang kompleks
(persyaratan tinggi).
4). Kegiatan pembelajaran berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan
diamati.
5). Setiap kesalahan harus segera dikoreksi atau diperbaiki.
6). Perlu dilakukan pengulangan dan latihan agar perilaku yang diinginkan
dapat menjadi kebiasaan atau pelaziman.
7). Evaluasi atau penilaian didasari atas perilaku yang nyata atau otentik.
8). Guru mencatat semua kemajuan peserta didik untuk kemungkinan
memberikan tindakan pembelajaran perbaikan.
d. Mencoba (Eksperimen/Experimenting)
Untuk memperoleh hasil belajar yang nyata atau otentik, peserta didik harus
mencoba atau melakukan percobaan, terutama untuk materi atau substansi yang
sesuai. Pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam, misalnya, peserta didik
harus memahami konsep-konsep Pendidikan Agama Islam dan kaitannya dengan
kehidupan sehari-hari. Peserta didik pun harus memiliki keterampilan proses
untuk mengembangkan pengetahuan tentang alam sekitar serta mampu
menggunakan metode ilmiah dan bersikap ilmiah untuk memecahkan masalah-
masalah yang dihadapinya sehari-hari.
Aplikasi metode eksperimen atau mencoba dimaksudkan untuk
mengembangkan berbagai ranah tujuan belajar, yaitu sikap, keterampilan dan
pengetahuan. Aktivitas pembelajaran yang nyata untuk ini adalah:
71
1). Menentukan tema atau topik sesuai dengan kompetensi dasar menurut
tuntutan kurikulum;
2). Mempelajari cara-cara penggunaan alat dan bahan yang tersedia dan harus
disediakan;
3). Mempelajari dasar teoritis yang relevan dan hasil-hasil eksperimen
sebelumnya;
4). Melakukan dan mengamati percobaan;
5). Mencatat fenomena yang terjadi, menganalisis, dan menyajikan data;
6). Menarik simpulan atas hasil percobaan.
7). Membuat laporan dan mengkomunikasikan hasil percobaan.
Agar pelaksanaan percobaan dapat berjalan lancar maka :
1). Guru hendaknya merumuskan tujuan eksperimen yang akan dilaksanakan
murid.
2). Guru bersama murid mempersiapkan perlengkapan yang dipergunakan.
3). Perlu memperhitungkan tempat dan waktu.
4). Guru menyediakan kertas kerja untuk pengarahan kegiatan murid.
5). Guru membicarakan masalah yanga akan yang akan dijadikan eksperimen.
6). Membagi kertas kerja kepada murid.
7). Murid melaksanakan eksperimen dengan bimbingan guru, dan
8). Guru mengumpulkan hasil kerja murid dan mengevaluasinya, bila dianggap
perlu didiskusikan secara klasikal.
72
e. Membentuk Jejaring Pembelajaran/Pembelajaran Kolaboratif
(Networking)
Pembelajaran kolaboratif merupakan suatu filsafat personal, lebih dari
sekadar teknik pembelajaran di kelas-kelas sekolah. Kolaborasi esensinya
merupakan filsafat interaksi dan gaya hidup manusia yang menempatkan dan
memaknai kerjasama sebagai struktur interaksi yang dirancang secara baik dan
disengaja rupa untuk memudahkan usaha kolektif dalam rangka mencapai tujuan
bersama. Guru harus mengetahui definisi & contoh model pembelajaran
kolaboratif Kurikulum 2013, serta langkah-langkah penerapan model
pembelajaran Card Sort, Tim Siswa Kelompok Prestasi, Jigsaw, Group
Investigation, CIRC, dan Inkuiri Dasar sangat dianjurkan dalam proses
pembelajaran dalam K-13.
(http://www.salamedukasi.com/2014/06/langkah-langkah-pembelajaran-
scientific.html)
3. Penilaian (Evaluasi)
K-13 memiliki kekuatan dan kelengkapan dalam sistem evaluasi yang
digunakan. Di antara evaluasi yang diberlakukan di dalam K-13 banyak perbedaan
dengan KTSP dan KBK. Penggunaan penilaian hasil belajar (tes) dan juga
penilaian non tes (angket/kuesioner) untuk siswa telah disiapkan formatnya.
Penilaian adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur
pencapaian hasil belajar peserta didik. Penilaian merupakan serangkaian kegiatan
untuk memperoleh, menganalisis dan menafsirkan data tentang proses dan hasil
73
belajar peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan,
sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan.
Penilaian dapat dilakukan selama pembelajaran berlangsung (penilaian
proses) dan setelah pembelajaran usai dilaksanakan (penilaian hasil/produk).
Ruang lingkup penilaian K-13 meliputi domain sikap yang di dalamnya dapat
dilakukan dengan strategi observasi, penilaian diri, penilaian antar peserta didik
dan Jurnal. Pengetahuan dilakukan dengan cara Tes Tulis, Tes Lisan, dan
Penugasan. Keterampilan dilakukan dengan cara Tes Praktek, Projek dan
Portofolio. Selanjutnya teknik penilaian hasil pembelajaran dalam K-13 dapat
dirangkum sebagai berikut:
74
Tabel 13 : Sistem Penilaian dalam Implementasi Kurikulum 2013
NO. JENIS PENILAIAN PELAKU WAKTU
1 Penilaian otentik Guru Berkelanjutan
2 Penilaian diri Siswa
Tiap kali sebelum
ulangan harian.
3 Penilaian projek Guru
tiap akhir bab atau
tema pelajaran
4
Ulangan harian (dapat
berbentuk penugasan)
Guru
terintegrasi dengan
proses pembelajaran
5
Ulangan Tengah dan Akhir
Semester
Guru (di bawah
koordinasi
satuan
pendidikan)
Semesteran
6 Ujian Tingkat Kompetensi
Sekolah (kisi-
kisi dari
Pemerintah)
Tiap tingkat
kompetensi yang tidak
bersamaan dengan UN
7
Ujian Mutu Tingkat
Kompetensi
Pemerintah
Tiap akhir tingkat
kompetensi (yang
bukan akhir jenjang
sekolah)
75
8 Ujian Sekolah
Sekolah (sesuai
dengan
peraturan)
Akhir jenjang sekolah
9
Ujian Nasional sebagai Ujian
Tingkat Kompetensi pada
akhir jenjang satuan
pendidikan.
Pemerintah
(sesuai dengan
peraturan)
Akhir jenjang sekolah
(http://www.salamedukasi.com/2014/06/sistem-penilaian-kurikulum-2013-
prinsip.html)
4. Pengawasan (Supervisi)
Kegiatan pengawasan yang dilaksanakan pada empat madrasah wilayah
penelitian telah menunjukkan kinerja yang baik, setiap madrasah telah
menunjukkan karakter pengawasan yang terprogram dan terarah. Persoalan yang
dihadapi bukan pelaksanaan suprvisinya, melainkan soal materi dan teknik
supervisi yang masih sering dikeluhkan, baik oleh kepala madrasah maupun
dewan guru. Secara fungsional tugas pengawasan dilakukan sepenuhnya oleh para
pengawas madrasah, namun kepala madrasah sebagai bagian dari Tugas Pokok
dan Fungsi (TUPOKSI) yang diembannya, juga memiliki kewajiban teknis untuk
melakukan fungsi pengawasan secara langung di madrasah. Secara structural
tugas pengawasan ada di bawah kendali tugas para pengawas madrasah, tetapi
secara nyata kualifikasi pengawas madrasah tidak merata. Dengan berbagai latar
belakang keterampilan dan kompetensi yang dimiliki, maka sering terjadi
76
pengawas tidak mampu memberikan solusi yang terjadi dalam proses pengelolaan
pembelajaran. Akibatnya, pengawas jarang yang mampu memberikan bimbingan
konten dan metodologi yang bersifat teknis kepada dewan guru yang sering
menghadapi permasalahan di lapangan. Untuk itu, maka pengawasan dalam
konteks K-13 meliputi ketepatan dan keajegan Surat Keputusan-Kompetensi
Dasar, Keakuratan Materi Pembelajaran, Kegiatan Pembelajaran, dan Indikator
hasil Belajar. Menurut Burton dan Bruckner (1955 : 1), supervisi adalah suatu
teknik yang tujuan utamanya adalah mempelajari dan memberbaiki bersama-
sama faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan anak.
Lebih lanjut Kimball Wiles (1967) menyatakan bahwa konsep supervisi modern
dirumuskan sebagai “Supervision is assistance in the development of a better
teaching learning situation”. Kimball Wiles beranggapan bahwa faktor manusia
yg memiliki kecakapan (skill) sangat penting untuk menciptakan suasana belajar
mengajar yang lebih baik. Lebih luas lagi pandangan Kimball Wiles yang
menjelaskan bahwa supervisi adalah bantuan yang diberikan untuk memperbaiki
situasi belajar mengajar, agar lebih baik. Situasi belajar mengajar di sekolah akan
lebih baik tergantung terhadap supervisor sebagai pemimpin. Seorang supervisor
yang baik harus memiliki lima kemampuan dasar yaitu :
a. Keterampilan dalam hubungan-hubungan kemanusiaan
b. Keterampilan dalam proses kelompok
c. Keterampilan dalam kepemimpinan pendidikan
d. Keterampilan dan mengatur personalia sekolah
e. Keterampilan dalam evaluasi (Wiles, 1955).
77
Menurut Willes dan Bondi ada delapan kompetensi yang harus dimiliki
oleh supervisor, sebagai berikut :
a. Supervisi adalah pengebang manusia.
b. Supervisi adalah pengebang kurikulum.
c. Supervisi adalah Spealis pengajaran.
d. Supervisi adalah Pekerja hubungan manusia.
e. Supervisi adalah pengebang Staf.
f. Supervisi adalah Administrator.
g. Supervisi adalah Pemimpin perubahan staf.
h. Supervisi adalah penilai.
Pelaksana supervisi yang kompeten adalah mereka yang mampu
melaksanakan tugasnya dengan efektif. Di antara kemampuan supervisor yang
mutlak dikuasai adalah sebagai berikut :
a. Supervisor harus orang yang beragama, karena agama membuat supervisor
selalu ingat bahwa diatasnya masih ada yang berkuasa. Dengan demikian,
supervisor akan selalu mawas diri.
b. Supervisor harus berperikemanusiaan, ia tidak kejam dan harus bisa
merasakan perasaan orang lain serta bertindak manusiawi.
c. Supervisor harus berperasaan sosial, ia harus membantu orang, harus
menyampaikan ilmunya kepada orang lain, tidak boleh berpendirian “saya
tidak akan memberitahu seluruhnya, yang ini saya simpan untuk sendiri “,
juga harus rela bahwa suatu waktu guru banyak yang lebih pandai darinya.
78
d. Supervisor harus bertindak demokratis, artinya harus terbuka, memberikan
kesempatan kepada orang lain mengemukakan pendapatnya. Supervisor
harus mendengarkan pendapat orang lain. Supervisor harus sadar bukan
hanya dia yang berhak mempunyai pendapat, tetapi orang lain juga.
Supervisor harus menerima kenyataan bahwa ada kalanya pendapatnya
tidak diikuti, tetapi sebagai supervisor ia tidak dapat melepas tanggung
jawabnya.
e. Supervisor harus memiliki kepribadian yang simpatik, artinya orang senang
bertemu dan berbicara dengannya. Pada air mukanya dan gerak-geriknya
dapat dilihat dan dirasakan bahwa ia senang didatangi.
f. Supervisor harus terampil dalam komunikasi, artinya teknik berkomunikasi
harus dikuasainya, karena komunikasi merupakan titik tolak bagi
pelaksanaan supervisi. Tidak ada komunikasi, berarti tidak ada
kemungkinan berinteraksi, tidak ada kemungkinan berinteraksi, berarti tidak
ada bawahan yang menerima secara sukarela pendapat supervisor.
g. Supervisor harus bersikap ilmiah. Ini berarti tindakan dan keputusan
haruslah berdasarkan bukti, tidak hanya emosi dan dugaan. Penerima
supervisi harus dapat mengerti mengapa supervisor mempunyai pendapat
yang berbeda, mengapa penilaian supervisor terhadap dirinya tidak seperti
yang diharapkan.
h. Supervisor harus menguasai teknik supervisi. Ada teknik individual dan
kelompok, lisan dan tulisan, langsung dan tidak langsung. Teknik yang satu
79
cocok dengan teknik yang situasinya tertentu, tetapi belum tentu cocok
dengan situasi lain. Kadang-kadang situasi membutuhkan beberapa teknik.
i. Supervisor harus bekerja berdasarkan tujuan, ia tidak dapat mengadakan
supervisi yang efektif tanpa lebih dahulu mengetahuai tujuan yang akan
dicapai, baik tujuan supervisi dengan kegiatannya maupun tujuan supervisi
yang akan dilaksanakan. Dengan mengetahui tujuan yang kan dicapai,
supervisor dapat memilih teknik yang sesuai.
j. Supervisor harus dapat membuat alat evaluasi dan dalam rangka
supervisinya, ia menggunakan alat evaluasi itu, serta
k. Supervisor harus patuh pada etika jabatannya (Baharudin Harahap,1983)
Dengan demikian, supervisi merupakan kegiatan yang sangat memerlukan
keahlian dan kompetensi, agar hasil kerjanya dapat bermanfaat dalam
memperbaiki kinerja dan kualitas pendidikan. K-13 adalah inovasi kurikulum
yang memberikan perubahan pada berbagai sisi indikator pendidikan. Oleh karena
itu, profesionalitas supervisor seperti halnya profesionalitas guru harus saling
bertautan, mendukung dan saling menguatkan satu sama lain.
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
Tupoksi Kepala Madrasah yang mengambil peran sebagai EMASLIM
dalam berbagai dimensi guna membangun karakter penyelenggaraan manajemen
madrasah dalam koridor Standar Nasional Pendidikan, yang terdiri dari 8
(delapan) standar telah diupayakan sedemikian rupa dan tetap berjalan baik
dengan tetap berpatokan pada ciri khas madrasah sebagai institusi pendidikan
berbasis keagamaan Islam.
Kesulitan dalam penyelenggaraan standar proses adalah pada dimensi
kemampuan guru dan terbatasnya sarana prasarana belajar untuk mewujudkan
strategi pembelajaran yang sepenuhnya dapat berjalan sesuai ketentuan standar
proses K-13. Guru kurang mampu memahami guide line K-13, ditambah dengan
kondisi sarpras yang kurang menunjang, sehingga K-13 di Madrasah Aliyah
mengalami hambatan dalam pelaksanaannya.
Madrasah Aliyah Negeri yang diteliti berjumlah 2 unit (Madrasah Aliyah
Negeri 1 dan Madrasah Aliyah Neegeri 2), sedangkan Madrasah Aliyah Swasta
ada 2 unit (Madrasah Aliyah Swasta al-Muawwanah dan MAS Sullamul
Istiqomah). Dari keempatnya menunjukkan bahwa dalam pelaksanaan standar
proses, tidak menjadi jaminan bahwa Madrasah Aliyah Negeri lebih baik dari
Madrasah Aliyah Swasta. Secara keseluruhan diketahui bahwa peringkat
pencapaian standar proses dari 4 (empat) Madrasah Aliyah adalah Peringkat I,
79
Madrasah Aliyah Negeri 1 Bekasi; Peringkat II, Madrasah Aliyah Sullamul
Istiqomah; Peringkat III, Madrasah Aliyah al-Muawanah dan Peringkat IV,
Madrasah Aliyah Negeri 2 Bekasi.
B. Rekomendasi
1. Kepala Madrasah dapat memaksimalkan kemampuan guru untuk memahami
standar proses K-13 dengan cara melakukan pelatihan dan pembimbingan
melalui peran serta pengawas madrasah. Di samping itu, secara konsisten
kepala madrasah juga perlu mengadakan kegiatan mandiri berupa kajian
intensif dengan peserta para guru, agar secara bertahap memiliki
pengetahuan dan kemampuan praktik dalam penyelenggaraan pembelajaran
K-13. Buku panduan pelaksanaan pembelajaran yang telah dimiliki guru
dapat dibedah untuk selanjutnya secara mendalam, dapat memudahkan guru
menerapkan pembelajaran di kelas mereka masing-masing.
2. Kurangnya sarana dan prasarana pembelajaran tentu berpengaruh besar
terhadap penyelenggaraan K-13. Oleh karena itu, pengadaan secara
bertahap, baik dengan menggunakan sumberdaya internal (ortu dan
masyarakat), maupun dengan mengajukan permohonan kepada pemerintah,
harus terus diusahakan. Khusus untuk pengadaan jaringan internet sebagai
sumber belajar, dapat diupayakan dan diprioritaskan, bisa dilakukan dengan
bantuan pemerintah dan memanfaatkan peran serta swasta melalui program
CSR, sehingga ketersediaan sarpras dapat terpenuhi dan memadai. Belajar
dengan menggunakan jaringan internet (multimedia) saat ini sedang
80
ngetrend di lingkungan lembaga pendidikan, guna menunjang program K-
13 dan penggunaan metode belajar scientific.
3. Pemerintah diharapkan segera melakukan penyediaan terhadap buku
panduan sistem administrasi K-13. Ketersediaan buku panduan sistem
administrasi pembelajaran yang meliputi administrasi penilaian,
administrasi siswa, administrasi jadwal mengajar dan lain-lain, sangat
ditunggu oleh madrasah. Untuk sistem administrasi penilaian, setiap guru
wajib memahami kegunaannya dan cara menggunakannya. Jadi, semua
instrumen evaluasi secara maksimal harus dapat dipahami dan dijalankan
oleh guru.
4. Pemerintah telah melakukan revisi terhadap K-13 pada tahun 2015, dan
sudah dinyatakan selesai. Tetapi yang paling penting bagi sekolah adalah
kepastian penggunaan kurikulum, sebagai ruhnya pendidikan. Sekarang ini,
setiap madrasah berkembang penggunaan 4 (empat) pendekatan kurikulum,
yaitu K-13, KTSP, Kurikulum Umum dan Kurikulum Agama. Bagi
madrasah yang terpenting adalah penyederhanaan penggunaan kurikulum,
bukan malah sebaliknya, memberlakukan banyak kurikulum. Bila
pemerintah telah menetapkan penggunaan K-13 yang telah direvisi, maka
madrasah hanya akan menggunakan satu kurikulum yang berlaku yaitu K-
13 revisi.
DAFTAR PUSTAKA
D.Kast Fremon, James E, Rosenzweig, Organisasi dan Manajemen,
Jakarta: Rajawali Press, 2010.
Ahmad, Syarwani. Faktor penentu keberhasilan kepala sekolah. Jurnal
HEPI (Himpunan Evaluasi Pendidikan Indonesia), 2013.
Asril, Zainal. Microteaching, Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2015.
Budi, Prasetyo Saksono, Dalam menuju SDM Berdaya, Jakarta: Bumi
Aksara, 1984.
Burton W.H & Lee J. Bruckner. Supervision, New York: Apleton Century
Craff,Inc, 1955
Daradjat, Zakiah, Pendidikan Islam Dalam Keluarga dan Sekolah, Jakarta:
Ruhama, 1995.
Daradjat, Zakiah. Metodologi Pengajaran Agama Islam. Jakarta: Bumi
Aksara, 2001.
Gibson, James L., Ivancevich, John. M. & Donnely Jr.,.James H.
Organisasi dan Manajemen, Jakarta: Erlangga, 1997.
Hidayat, Efektivitas Dalam Kinerja Karyawan, Yogyakarta: Gajah Mada
University Press, 1986.
Harahap, Baharuddin, Supervisi Pendidikan, Jakarta : CV. Damai Jaya,
1985
Komalasari, K., Pembelajaran Kontekstual: Konsep dan Aplikasi,
Bandung: RefikaAditama,2010.
82
Malayu S.P. Hasibuan, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta : Bumi
Aksara, 1994.
Ma’mur Asmani, Jamal, Pengenalan dan Pelaksanaan Lengkap Micra
Teaching Team Teaching, Yogyakarta: Diva Press, 2010.
Majid, Abdul, Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam,
Bandung: Rosda Karya, 2012.
Martoyo, Susilo, Pengetahuan Dasar Managemen dan Kepemimpinan,
Yogyakarta: BPFE, 1998.
Maulana, Agus, Struktur Pengendalian Manajemen, Jakarta: Binaputra
Angkasa, 2003.
Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan PAI di
Sekolah, Bandung: Rosda Karya, 2002.
Mulyasa, E., Implementasi KTSP Kemandirian Guru dan Kepala Sekolah,
Jakarta: Bumi Aksara, 2008.
M. Steers, Richard, Managing effective organizations : an introduction,
Boston: Kent Pub1985.
Robbins, Setphen P. Mary Coulter, Management and Organization, New
Jersey: Prentice Hall, 2012.
Schermerhorn Jr, John, Introduction to Management, New York: John
Wiley & Sons Ltd, 2011.
Sanjaya, Wina, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan, Jakarta: Kencana, 2011.
83
Sanjaya, Wina, Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran, Jakarta:
Kencana, 2013.
Sardiman, A.M., Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta:
Rajawali Press, 2003.
Sahertian,Piet A,, Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan Dalam
Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia, Jakarta: Rineka Cipta, 2008.
Uno, B. Hamzah, Model Pembelajaran, Menciptakan Proses Belajar
Mengajar yang Kreatif dan Efektif, Jakarta: Bumi Aksara, 2011.
Usman, Uzer Moh., Menjadi Guru Profesional, Bandung: Rosda Karya,
2009.
84
Lampiran 1:
Angket Penelitian:
Instrumen Kinerja Kepala Madrasah
A. Manajemen Pendidikan
1. Bagaimana penerapan Kurikulum 2013 (K-13) pada lembaga yang
Bapak/Ibu pimpin ?
2. Bagaimana kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan K-13 tersebut?
3. Bagian manakah yang paling dirasakan sulit oleh madrasah dalam
penerapan K-13 ?
4. Bagaimana peran Kantor Kemenag Provinsi Jabar dan Kota dalam upaya
mensukseskan K-13?
5. Menurut Bapak/Ibu, apakah peran yang dilakukan oleh kantor Kemenag
(Provinsi Jabar /Kota Bekasi) sudah dilakukan secara optimal untuk
mensukseskan K-13. Berikan contoh peran yang pernah dilakukannya?
6. Bagaimana penerapakan K-13 di Madrasah agar sesuai dengan kondisi
pelaksanaan yang sebenarnya?
7. Bagaimana penyediaan sarpras pendidikan/pembelajaran agar pelaksanaan
K-13 dapat berjalan dengan baik?
8. Bagaimana upaya yang dilakukan madrasah dalam optimalisasi standar
proses dalam K-13 ?
85
B. Perencanaan Pembelajaran (diberikan kepada Guru)
1. Apakah kepala madrasah membimbing guru untuk membuat perencanaan
pembelajaran seperti keterlibatan dalam pengembangan silabus dan
menjelaskan langkah-langkah pengembangan silabus?
2. Apakah kepala madrasah membimbing guru dalam pembuatan RPP yang
sesuai KI, KD dan indikatornya ?
C. Pelaksanaan Standar Proses
1. Teknik dan strategi apa yang digunakan kepala madrasah dalam
pelaksanaan dan pengembangan standar proses meliputi; pengembangan
materi bahan Ajar, pengembangan metode pembelajaran dan
pengembangan evaluasi/penilaian?
2. Jelaskan cara penanggulangan masalah dan hambatan dalam pencapaian
standar proses!
3. Apakah kepala madrasah melakukan supervisi terhadap metode yang
digunakan guru dalam pembelajaran?
4. Apakah kepala madrasah melibatkan pengawas madrasah pada kegiatan
supervisi pembelajaran ?
5. Apakah kepala madrasah senantiasa memberi arahan kepada guru untuk
selalu memperbaiki dan mengembangkan metode mengajar yang
digunakannya?
6. Apakah kepala madrasah berupaya memberi motivasi kepada guru untuk
selalu mengembangkan sumber belajar yang akan digunakan guru?
86
7. Apakah kepala madrasah selalu memberi arahan untuk mengembangkan
strategi memperkaya materi bahan ajar kepada guru?
D. Memberi Penilaian Hasil Belajar
1. Apakah kepala madrasah berupaya untuk mengawal cara membuat soal
ujian yang dibuat oleh guru?
2. Apakah kepala madrasah menerapkan standar keadilan dalam penilaian
belajar sehingga murid tidak dirugikan?
Instrumen Guru:
A. Pelaksanaan Pembelajaran
1. Berapa jumlah murid Bpk/Ibu per rombel ?
2. Beban Kerja Minimal Guru: 24 JTP/minggu?
Kegiatan Pokok Ya/Tdk Bukti
a. Merencanakan pembelajaran RPP
b. Melaksanakan Pembelajaran Jadwal MP
c. Menilai hasil Pembelajaran Porto folio Daftar
Penilaian
d. Membimbing dan melatih peserta didik SK Pembimbing
e. Melaksnakan tugas tambahan SK Penugasan
3. Buku Teks yang digunakan dalam pembelajaran, brp jumlahnya? Apa
penerbitnya?
a. Buku Teks yang Digunakan Jumlah:
Penerbitnya ?
Dasar Pertimbangan
Penggunaan:
b. Rasio buku teks pelajaran dgn Rasio: Mengapa terjadi rasio
87
peserta didik ……/……. seperti ini?
c. Buku lain selain buku teks,
buku panduan guru, buku
pengayaan, buku referensi dan
sumber belajar lainnya
Jumlahnya: ….
Apa saja:….
Sebutkan Dasar
penggunaannya:
d. Penggunaan buku lain yang
ada di perpustakaan
Setiap kali
mengajar ?
Brp kali dalam
sebulan?
Sebutkan dasar
penggunaannya?
4. Pengelolaan Kelas (diisi oleh Siswa)
Indikator ya/tdk Alasan dilakukan
a. Guru Mengatur Tempat duduk
b. Gaya penampilan guru; suara, tutur kata,
kesantunan, dimengerti oleh siswa
c. Guru mengajar menyesuaikan dengan
kecepatan belajar anak
d. Guru membiasakan disiplin, tertib,
kenyamanan, keslematan, dan kepatuhan
kepada peraturan dalam mengajar
e. Guru memberikan penguatan/umpan balik
f. Guru menghargai pendapat peserta didik
g. Guru berpakaian sopan, bersih, dan rapi
h. Guru menyampaikan silabus MP pada awal
88
semester
i. Guru memulai dan mengakhir proses belajar
mengajar tepat waktu
Untuk Guru (diisi siswa dan guru)
Pelaksanaan Pembelajaran-Pendahuluan
Pendahuluan ya/tdk Alasan
a. Menyiapkan peserta didik secara psikis dan
fisik untuk mengikuti pembelajaran
b. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang
mengkaitkan pengetahuan sebelumnya
dengan materi yang akan dipelajari
c. Menjelaskan tujuan pembelajaran atau
kompetensi dasar yang akan dicapai
d. Menyampaikan cakupan materi dan
penjelasan uraian kegiatan sesuai silabus
Kegiatan inti:
Eksplorasi
a. Melibatkan peserta didik mencari informasi
yang luas dan dalam topic/tema materi yang
akan dipelajari dengan menerapkan prinsip
alam takamabang “jadi guru dan belajar
aneka sumber”
b. Menggunakan beragam pendekatan
89
pembelajaran, media pembelajaran, dan
sumber belajar lain.
c. Memfasilitasi terjadinya interaksi antar
peserta didik serta antara peserta didik
dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar
lainnya.
d. Melibatkan peserta didik secara aktif dalam
setiap kegiatan pembelajaran
e. Memfasilitasi peserta didik melakukan
percobaan di laboratorium, studio atau
lapangan
Elaborasi
a. Membiasakan peserta didik membaca dan
menulis yang beragam melalui tugas-tugas
tertentu yang bermakna
b. Memfasilitasi peserta didik melalui
pemberian tugas, diskusi, dan lain-lain untuk
memunculkan gagasan baru baik secara lisan
maupun tertulis.
c. Memberi kesempatan untuk berfikir,
meganalisis, menyelesaikan masalah, dan
bertindak tanpa rasa takut
d. Memfasilitasi peserta didik berkompetisi
90
secara sehat untuk meningkatkan prestasi
belajar
e. Memfasilitas peserta didik dalam
pembelajaran kooperatif kolaboratif, dan
saintifik
f. Memfasilitasi peserta didik membuat laporan
eksplorasi yang dilakukan baiklisan maupun
tertulis, secara individual maupun kelompok
g. Memfasilitasi peserta didik untuk
menyajikan hasil kerja individual maupun
kelompok
h. Memfasilitasi peserta didik melakukan
pameran, turnamen, festival, dari produk
yang dihasilkan.
i. Memfasilitasi peserta didik melakukan
kegiatan yang menumbuhkan kebanggaan
dan rasa percaya diri peserta didik
Konfirmasi
a. Memberikan umpan balik positif dan
penguatan dalam bentuk lisan, tulisan,
isyarat, maupun hadiah terhadap
keberhasilan peserta didik
b. Memberikan konfirmasi terhadap hasil
91
eksplorasi dan elaborasi peserta didik
melalui berbagai sumber
c. Memfasilitasi peserta didik melakukan
refleksi untuk memperoleh pengalaman
belajar yang telah dilakukan
d. Memfasilitasi peserta didik untuk
memperoleh pengalaman yang bermakna
dalam mencapai kompetensi dasar
e. Berfungsi sebagai narasumber dan fasilitator
dalam menjawab pertanyaan peserta didik
yang menghadapi kesulitan, dengan
menggunakan bahasa yang baku dan benar.
f. Membantu menyelesaikan masalah
g. Memberi acuan agar peserta didik dapat
melakukan pengecekan hasil eksplorasi
h. Memberi informasi untuk bereksplorasi lebih
jauh
i. Memberikan motivasi kepada peserta didik
yang kurang atau belum berpartisipasi aktif
Kegiatan Penutup
a. Bersama-sama dengan peserta didik dan/atau
sendiri membuat rangkuman/simpulan
pelajaran
92
b. Melakukan penilaian dan/atau refleksi
terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan
secara konsisten dan terprogram
c. Memberikan umpan balik terhadap proses
dan hasil pembelajaran
d. Merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam
bentuk pembelajaran remedy, program
pengayaan, layanan konseling dan/atau
memberikan tugas baik tugas individual
maupun kelompok sesuai dengan hasil
belajar peserta didik
e. Menyampaikan rencana pembelajaran pada
pertemuan berikutnya.
93
INSTRUMEN
EVALUASI DIRI MADRASAH ALIYAH
DATA
Nama MA : ____________________________________
Alamat Sekolah : ____________________________________
Kota/Provinsi : ____________________________________
Nomor Telpon Sekolah : ____________________________________
TENAGA PENDIDIK DAN KEPENDIDIKAN
No Jabatan Jumlah
1 Kepala Sekolah
2 Jumlah Guru
3 Tenaga kependidikan
4 Penjaga Sekolah
PESERTA DIDIK
No Peserta Didik Jumlah
1 Jumlah Peserta Didik
2 Jumlah Rombongan Belajar
3 Kelas X
4 Kelas XI
5 Kelas XII
94
PRASARANA PEMBELAJARAN
No Komponen Ukuran
….m
persegi
A PRASARANA
PEMBELAJARAN
1. Ruang Kelas
2. Ruang Perpustakaan
3. Laboratorium IPA
4. Laboratorium Komputer
5. Lapangan Bola Volley
6. Lapangan Sepak Bola
7. Lapangan Bola Basket
8. Lapangan Bulu Tangkis
9. Alat Seni Musik
a. …..
b. …..
c. …..
10. Alat Seni Tari
a. Tari ….
b. ………..
c. ………..
11. Alat Olahraga
95
a. Bola Sepak
b. ………………
c. ……………..
B. PRASARANA
ADMINISTRASI
12. Ruang Kasek
13. Ruang Wakasek
14. Ruang Guru
15. Ruang Tata Usaha
16. Ruang Konseling
17. Ruang Tamu
C. PRASARANA
PENUNJANG
18. Ruang UKS
19. Tempat Ibadah
20. Toilet/Jamban/WC
21. Gudang
22. Tempat
Bermain/Olahraga
23. Kantin
24. Taman
96
PERPUSTAKAAN & MEDIA
Keberadaan Kondisi
Tidak
Ada
Ada Jml Baik Rusak
Ringan
Rusak
Berat
1 Buku teks pelajaran (1
eksemplar/mata
pelajaran/peserta didik)
2 Buku panduan pendidik (1
eksemplar/mata
pelajaran/guru mata)
3 Buku pengayaan 840
judul/sekolah
4 Buku referensi 10
judul/sekolah
5 Sumber belajar lain 10
judul/sekolah
6 Peralatan multimedia (1
set/sekolah) seperti komputer
dan layar
7 Pemutar VCD/DVD/TV
8 Jaringan internet
97
ALAT BANTU PEMBELAJARAN
No Junis Barang Keberadaan Kondisi Intensitas Penggunaan untuk
Pembelajaran
Tidak
Ada
Ada Jml Baik Rusak
Ringan
Rusak
Berat
Sering
digunakan
Kadang-
kadang
Tidak
digunakan
1 Model kerangka
manusia
2 Model tubuh
manusia
3 Globe
4 Model tata surya
5 Kaca pembesar
6 Cermin datar
7 Cermin cekung
8 Cermin cembung
9 Lensa datar
10 Lensa cekung
11 Lensa cembung
12 Magnet batang
13 Poster metamorfosis,
14 Poster hewan langka,
15 Poster hewan
dilindungi,
16 Poster tanaman khas
Indonesia,
17 Poster contoh
ekosistem
18 Poster sistem-sistem
pernapasan hewan
98
No Junis Barang Keberadaan Kondisi Intensitas Penggunaan untuk
Pembelajaran
Tidak
Ada
Ada Jml Baik Rusak
Ringan
Rusak
Berat
Sering
digunakan
Kadang-
kadang
Tidak
digunakan
19 Kompas
20 Stopwatch
21 Rol meter
22 Termometer ruangan
23 Maket gunung api
24 Poster kehiduapan
manusia purba
25 Poster Keluarga
Berencana
26 Peta dunia
28 Peta tematik
persebaran penduduk
dunia
29 Peta Dunia
30 Peta Asia
31 Peta Amerika
32 Peta Australia
33 Peta Asia Tenggara
34 Peta Indonesia
35 Peta Persebaran
Gunung Api
36 Peta Sumber Daya
Alam
37 Peta Kerajaan Hindu
Budha di Indonesia
99
No Junis Barang Keberadaan Kondisi Intensitas Penggunaan untuk
Pembelajaran
Tidak
Ada
Ada Jml Baik Rusak
Ringan
Rusak
Berat
Sering
digunakan
Kadang-
kadang
Tidak
digunakan
38 Peta Persebaran
Flora dan Fauna
39 Peta Persebaran
Tanah di Indonesia
40 Peta Pembagian
Waktu
41 Peta Persebaran
Barang Tambang
Indonesia
42 Atlas Kependudukan
Indonesia
43 Atlas Sebaran Hutan
Dunia &Indonesia
44 Atlas Jaringan
Transportasi Dunia
45 Atlas Pariwisata
Indonesia
________________ 2016
Kepala Sekolah,
____________________