KAJIAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN HAKIM...

112
KAJIAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN HAKIM TENTANG PEMALSUAN AKTA OTENTIK OLEH NOTARIS (Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 1568 K/Pid/2008) Skripsi Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.sy.) Oleh: DWI CAHYO NUGROHO NIM: 109045100006 K O N S E N T R A S I K E P I D A N A A N I S L A M J U R U S A N J I N A Y A H S I Y A S A H FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2015/1436

Transcript of KAJIAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN HAKIM...

  • KAJIAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN HAKIM

    TENTANG PEMALSUAN AKTA OTENTIK OLEH NOTARIS

    (Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 1568 K/Pid/2008)

    Skripsi

    Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum

    Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

    Gelar Sarjana Syariah (S.sy.)

    Oleh:

    DWI CAHYO NUGROHO

    NIM: 109045100006

    K O N S E N T R A S I K E P I D A N A A N I S L A M

    J U R U S A N J I N A Y A H S I Y A S A H

    FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

    SYARIF HIDAYATULLAH

    JAKARTA

    2015/1436

  • x

    ABSTRAK

    Nama : Dwi Cahyo Nugroho

    NIM :109045100006

    Prodi/Konsentrasi: Jinayah Siyasah/Kepidanaan Islam

    Judul Skripsi: Kajian Hukum Pidana Islam Terhadap Putusan Hakim Tentang

    Pemalsuan Akta Otentik Oleh Notaris

    Negara Republik Indonesia merupakan suatu negara hukum dimana

    kekuasaan tunduk pada hukum. Prinsip negara hukum menjamin kepastian,

    ketertiban, dan perlindungan hukum yang berintikan kebenaran keadilan. Dalam

    mewujudkan hal tersebut memerlukan adanya alat bukti. Salah satu alat bukti tersebut

    dapat berupa akta otentik. Kekuatan pembuktian akta notaris dalam perkara pidana,

    merupakan alat bukti yang sah menurut undang-undang dan bernilai sempurna. Nilai

    kesempurnaannya tidak dapat berdiri sendiri, tetapi memerlukan dukungan alat bukti

    lain berupa akta notaris.

    Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui perpektif hukum islam dan positif

    terhadap tindak pidana pemalsuan akta otentik oleh notaris dan menjelaskan analisis

    putusan mahkamah agung.

    Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif. Pendekatan

    yuridis yang mempergunakan sumber data sekunder, digunakan untuk menganalisa

    berbagai peraturan perundangundangan di bidang hukum perjanjian, perlindungan

    notaris, al-Qur’an hadist, buku-buku dan artikel-artikel yang mempunyai korelasi dan

    relevan dengan permasalahan yang akan diteliti.

    Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa, apabila ditinjau dari aspek

    Hukum Positif, praktik Pemalsuan Akta Otentik dibagi menjadi dua sub poin,

    pertama pertanggung jawaban pidana tersebut dilimpahkan kepada para

    pihak/penghadap apabila akta yang akan dibuat mengandung unsur yang bertentangan

    dengan Undang-Undang. Kedua, pertanggungjawaban pidana Pemalsuan Akta

    Otentik dilimpahkan kepada Notaris apabila Notaris membuat surat atau akta palsu,

    Kata Kunci: pemalsuan, akta otentik, notaris.

  • v

    KATA PENGANTAR

    بسم اهلل الرحمن الرحيم

    Assalamu’alaikum Wr. Wb.

    Puji syukur saya haturkan kepada Allah SWT yang telah menciptakan

    manusia dengan kesempurnaan sehingga dengan izin dan berkah-nya penulis

    dapat menyelesaikan skripsi ini dengan penuh rasa tanggung jawab kepada

    Allah SWT dan seluruh umat manusia yang mencintai ilmu. Shalawat serta

    salam selalu tercurahkan kepada suri tauladan kita Nabi Muhammad SAW,

    atas tetesan darah dan air mata beliaulah kita mampu berdiri dengan rasa

    bangga sebagai umat Islam yang menjadi umat yang terbaik diantara semua

    kaum. Tidak lupa kepada keluarga, para sahabat, serta yang mengamalkan

    sunnahnya dan menjadi pengikut setia hingga akhir zaman.

    Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari akan pentingnya orang-

    orang yang telah memberikan pemikiran dan dukungan secara moril maupun

    spiritual sehingga skripsi ini dapat terselesaikan sesuai yang diharapkan

    karena adanya mereka segala macam halangan dan hambatan yang

    menghambat penulisan skripsi ini menjadi mudah dan terarah. Untuk itu

    penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat:

    1. Bapak Dr. Phill H. J.M. Muslimin, Ph.D selaku Dekan Fakultas Syari’ah dan

    Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

  • vi

    2. Ibu Dra. Hj. Maskufa M.Ag selaku Ketua Program Studi Jinayah Siyasah

    terima kasih banyak telah memberikan petunjuk, dan nasehat yang berguna

    bagi penulis selama perkuliahan, dalam perkuliahan sehingga penulis dapat

    menyelesaikan studi strata I dengan sebaik-baiknya.

    3. Bapak Afwan Faizin, MA selaku Sekretaris Program Studi Jinayah Siyasah

    terima kasih banyak telah banyak membantu penulis untuk melengkapi

    berbagai macam keperluan, dan berkas-berkas persyaratan untuk menggapai

    studi strata I dengan sebaik-baiknya.

    4. Bapak Prof. Dr. H. Yunasril Ali, MA dan Nahrowi, SH.MH selaku Dosen

    Pembimbing terima kasih banyak telah memberikan bimbingan, petunjuk, dan

    nasehat yang berguna bagi penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan

    studi strata 1 dengan sebaik-baiknya.

    5. Segenap Dosen Fakultas Syari’ah dan Hukum yang dengan ikhlas

    menyalurkan ilmu dan pengetahuannya secara ikhlas dalam kegiatan belajar

    mengajar yang penulis jalani.

    6. Orang tua ananda yaitu Ayahanda tercinta H. Soetardjo dan Ibunda tercinta

    Nikmatu Soleha, yang telah membesarkan, mendidik, memotivasi, dan

    mendoakan penulis hingga dapat melanjutkan kuliah di Perguruan Tinggi dan

    dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

    7. Terima kasih kakakku Tri Surya Fajar dan adik-adikku, Tri Cahyo Sadono,

    Aisya Putri Nimas yang selalu menjadi motivasi dan kekuatan untuk

  • vii

    menyelesaikan skripsi ini, dan saya harap mereka dapat juga berjuang untuk

    terus menimba ilmu demi masa depan yang lebih cemerlang..

    8. Teman-teman, Daniel, Ara, Bima, Bobi, Brama, kiki, yang selalu memberikan

    dukungan berupa moral dan material pada penulis, sehingga penulis dalam

    menyelesaikan skripsi ini merasa begitu sempurna karena mendapat dukungan

    yang begitu besar.

    9. Seluruh rekan-rekan seperjuangan dari awal bertemu di UIN hingga selesai

    yakni kelas PI angkatan 2009, Asep, Andre, hafid, Mansur, Sopian dan serta

    rekan-rekan SS angkatan 2009, Anwar, Cocom, Ridho, Sultan, Muhdi,

    Yongki. Terima kasih telah menghibur penulis selama ini baik dalam keadaan

    senang maupun susah, dan juga telah menjadi rekan berdiskusi selama ini,

    penulis tak akan lupa atas kekonyolan kalian semua. Walaupun sedikit kalian

    luar biasa

    10. Kepada sahabat-sahabatku Calvin, Aditiawan, Gindha, Rayhan, Puji,

    Mustazib dan Alfianda. Terima kasih sebanyak-banyaknya yang selalu

    bersedia menemani penulis berdiskusi maupun berpetualang. Maaf saya lulus

    belakangan

    Tiada cita dapat terwujud dengan sendirinya kecuali dengan pertolongan

    Allah SWT sehingga dapat memberikan kontribusinya dalam ilmu pengetahuan.

    Mudah-mudahan skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca

    pada umumnya serta menjadi amal baik disisi Allah SWT. Akhirnya semoga

  • viii

    setiap bantuan, doa, motivasi yang telah diberikan kepada penulis mendapatkan

    balasan dari Allah SWT.

    Wassalammualaikum. Wr. Wb

    Jakarta, 1436 hijriyah

    Dwi Cahyo Nugroho

  • x

    DAFTAR ISI

    HALAMAN DEPAN

    LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ...................................................... i

    LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQASAH ........................ ii

    LEMBAR PERNYATAAN. ................................................................................. iii

    ABSTRAK ............................................................................................................. iv

    KATA PENGANTAR ........................................................................................... v

    DAFTAR ISI .......................................................................................................... ix

    BAB I PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah .................................................................. 1

    B. Pembatasan dan Perumusan Masalah.............................................. 9

    C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ....................................................... 11

    D. Kajian (Review) Studi Terdahulu .................................................. 11

    E. Metode Penelitian .......................................................................... 13

    F. Sistematika Penulisan .................................................................... 15

    BAB II TINJAUAN UMUM HUKUM ISLAM DAN PEMALSUAN SURAT

    DALAM HUKUM ISLAM

    A. Pengertian Jarimah .......................................................................... 18

    B. Macam-Macam Jarimah............................................................................ 19

    C. Jarimah Ta’zir ................................................................................. 20

    D. Macam-Macam Jarimah Ta’zir ....................................................... 21

  • xi

    E. Macam-Macam Hukuman Ta’zir .................................................... 22

    F. Tindak Pidana Pemalsuan Surat Menurut Hukum Pidana Islam

    1. definisi Tindak Pidana dan Tindak Pidana Pemalsuan Surat…23

    2.Dasar Hukum Larangan Tindak Pidana Pemalsuan Surat ............. 25

    BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG AKTA OTENTIK DAN

    NOTARIS SELAKU PEJABAT UMUM

    A. Pengertian Akta Otentik .................................................................. 31

    B. Pemalsuan Akta Otentik .................................................................. 32

    C. Bentuk dan jenis Pemalsuan Akta Otentik ...................................... 35

    D. Tugas, Wewenang dan Kewajiban Notaris ..................................... 40

    E. Akta-Akta Notaris ........................................................................... 47

    F. Asas-Asas Pelaksanaan Tugas Jabatan Notaris............................... 52

    BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

    TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG No. 1568

    K/Pid/2008 TENTANG PEMALSUAN AKTA OTENTIK OLEH

    NOTARIS

    A. Kronologis Perkara ......................................................................... 57

    B. Putusan Pengadilan ......................................................................... 61

    1. Putusan Pengadilan Negeri Malang ......................................... 61

    2. Putusan Pengadilan Tinggi Surabaya ...................................... 62

    3. Putusan Mahkamah Agung ...................................................... 63

  • xii

    C. Analisis Hukum Islam Terhadap Putusan Mahkamah Agung

    No.1568 K/Pid/2008 ....................................................................... 67

    D. Analisis Hukum Positif Terhadap Putusan Mahkamah Agung No.

    1568 K/Pid/2008 ............................................................................. 68

    BAB V PENUTUP

    A. Kesimpulan ..................................................................................... 71

    B. Saran-Saran ..................................................................................... 72

    DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 74

    LAMPIRAN ........................................................................................................... 77

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Indonesia adalah Negara hukum, hal ini disebutkan di dalam UUD 1945

    pasal 1 ayat (3), yaitu suatu Negara yang dalam menjalankan pemerintahannya

    hukum dijadikan patokan utama dengan tujuan agar terciptanya kehidupan yang

    aman dan tentram. Di Indonesia hukum di bagi menjadi dua, yaitu hukum

    perdata dan pidana, hukum pidana berarti peraturan yang mengatur terhadap

    pelanggaran yang menyangkut/berhubungan dengan kepentingan umum serta

    peraturan yang menentukan perbuatan mana yang diancam dengan pidana yang

    merupakan suatu penderitaan dan siksaan, sedangkan hukum perdata adalah

    aturan-aturan hukum yang mengatur tingkah laku setiap orang terhadap orang

    lain yang berkaitan dengan hak dan kewajiban yang timbul dalam pergaulan

    masyarakat maupun pergaulan keluarga. Agar terciptanya tujuan yang

    diharapkan oleh hukum yaitu untuk menciptakan kehidupan yang aman dan

    tentram, maka setiap terjadi pelanggaran-pelanggaran atau perilaku yang tidak

    sesuai dengan undang-undang maka akan mendapatkan sanksi yang sesuai

    dengan pelanggaran yang telah dilakukan.1

    1 Artikel diakses pada 26 September 2013 dari internet di

    http://hukumpidana1.blogspot.com/2012/02/bab-ipendahuluan.html

    http://hukumpidana1.blogspot.com/2012/02/bab-ipendahuluan.html

  • 2

    Hukum pidana adalah bagian keseluruhan hukum yang berlaku di suatu

    Negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk:

    1. Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang

    dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu

    bagi barang siapa melanggar larangan tersebut.

    2. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah

    melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana

    sebagaimana yang telah diancamkan.

    3. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan

    apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.2

    Tindak pidana dalam pasal 266 KUHP mengenai pemalsuan suatu akta

    otentik yang di dalamnya seseorang menyuruh memasukkan keterangan palsu ke

    dalam akta itu tentang hal yang kebenaranya harus dibuktikan oleh akta itu

    dengan tujuan untuk memakai akta itu, seolah-olah keterangan itu benar. Kalau

    pemakaian akta itu dapat mendatangkan suatu kerugian, maka si pelaku dihukum

    dengan hukuman maksimum tujuh tahun penjara.3

    Hukuman yang sama diancamkan kepada barangsiapa yang dengan

    sengaja memakai akta itu seolah-olah keterangan itu benar dan pemakaian itu

    mendatangkan kerugian. Akta otentik, misalnya surat akta notaris, suatu proses-

    verbal dari polisi, jaksa sidang pengadilan, akta seorang pencatatan sipil

    2 Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, cet,IV. (Jakarta: Rineka Cipta, 1993), h.1.

    3 Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP, cet. XV. (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), h. 106-107.

  • 3

    mengenai kelahiran, kematian, atau perkawinan. Unsur dari tindak pidana ini

    adalah bahwa akta-akta tersebut harus membuktikan suatu kejadian, dan tentang

    kejadian inilah diberitahukan hal-hal yang tidak benar kepada pejabat-pejabat

    tersebut untuk dimuat dalam akta yang dibuat oleh pejabat-pejabat itu.4

    Sedangkan di dalam hukum Islam orang yang melakukan perbuatan tindak

    pidana pemalsuan surat maka akan terkena hukuman takzir. takzir adalah

    hukuman yang ditetapkan syara dan diserahkan sepenuhnya kepada ulil amri

    untuk menetapkanya, sedangkan para ulama fiqh mendefinisikannya sebagai

    hukuman yang wajib menjadi hak Allah atau bani adam pada tiap-tiap

    kemaksiatan yang tidak mempunyai putusan tertentu dan tidak pula adalah

    kefarahnya.5 Hukuman takzir ini jenisnya bermacam namun secara garis besar

    dapat dibagi. Hukuman takzir yang berkaitan dengan empat kelompok yaitu.

    1. Hukuman takzir yang berkaitan dengan kemerdekaan seseorang seperti

    hukuman penjara dan hukuman pengasingan.

    2. Hukuman takzir yang berkaitan dengan harta, seperti denda, penyitaan,

    perampokan harta dan penghancuran barang.

    3. Hukuman takzir yang berkaitan dengan badan seperti hukuman mati dan

    hukuman jilid.

    4 Wirjono Prodjodikoro, Tindak-tindak Pidana Tertentu di Indonesia (Bandung: Refika

    Aditama, 2003), h. 191-192.

    5 A. Ruway’I Ar-Ruhaly, fikih umar 2, penterjemahan, basalamah, cet,I. (Jakarta: Pustaka Al-

    Kautsan, 1994), h.110.

  • 4

    4. Hukuman lain yang ditentukan oleh ulil amri dan kemaslahatan umum.6

    Berdasarkan jenis-jenis hukuman takzir tersebut di atas, maka hukuman

    yang diberikan kepada pelaku tindak pidana pemalsuan surat adalah hukuman

    jilid dan pengasingan. Umar ibn Al- khattab terhadap Mu’an Ibn Zaidah yang

    memalsukan stempel Bait al-mal. Demikian pula terhadap tindak pidana

    pemalsuan Al-Quran. Khalifah Umar Ibn Al-khattab mengasingkan Mu’an Ibn

    Zaidah setelah sebelumnya dikenakan hukuman takzir.

    Notaris adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik dan

    kewenangan lainya, yang ditentukan oleh Undang-Undang. Keberadaan notaris

    sangat penting artinya dalam pembuatan alat-alat bukti yang bersifat otentik,

    yang mungkin dipergunakan kelak oleh para pihak dalam suatu persidangan di

    pengadilan. Akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna

    (volledijg bewijs), artinya terhadap bukti tersebut dalam pengadilan dianggap

    benar, tanpa diperlukan lagi pengakuan dari para pihak.

    Notaris sebagai pejabat umum diangkat oleh Negara, bekerja juga untuk

    kepentingan Negara, namun demikian notaris bukanlah pegawai sebagaimana

    dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang pokok-pokok

    kepegawaian, sebab dia tidak menerima gaji, dan hanya menerima honorarium

    atau fee dari klien, dan dapat dikatakan bahwa notaris adalah pegawai

    pemerintah tanpa menerima suatu gaji dari pihak pemerintah, notaris

    6 A. Rahman I, Doi., Penjelasan lengkap hukum-hukum Allah (syara), (Jakarta: PT. Raja

    Grafindo Persada, 2002), Cet 1, h, 292.

  • 5

    dipensiunkan oleh pemerintah, akan tetapi tidak menerima pensiun dari

    pemerintah.

    Karena tugas yang diemban oleh notaris adalah tugas yang seharusnya

    merupakan tugas pemerintah, maka hasil pekerjaan notaris mempunyai akibat

    hukum, notaris dibebani sebagian kekuasaan Negara dan memberikan pada

    aktanya kekuatan otentik dan eksekutorial.7

    Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta

    otentik sejauh pembuatan akta otentik tidak dikhususkan kepada pejabat umum

    lainnya. Pembuatan akta otentik ada yang diharuskan oleh peraturan perundang-

    undangan dalam rangka menciptakan kepastian, ketertiban dan perlindungan

    hukum. Selain itu, akta otentik yang dibuat oleh atau di hadapan notaris, bukan

    saja karena diharuskan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga

    dikehendaki oleh pihak yang berkepentingan untuk memastikan hak dan

    kewajiban para pihak demi kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum bagi

    pihak yang berkepentingan sekaligus bagi masyarakat secara keseluruhan.

    Kedudukan seorang notaris sebagai suatu fungsionaris dalam masyarakat

    sehingga sekarang dirasakan masih disegani. Seorang notaris biasanya dianggap

    sebagai pejabat tempat seorang dapat memperoleh nasihat yang boleh

    7 Lubis Suhrawadi, Etika Profesi Hukum (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), h. 35.

  • 6

    diandalkan. Segala sesuatu yang ditulis serta ditetapkannya (konstatir) adalah

    benar, ia adalah pembuat dokumen yang kuat dalam suatu proses hukum.8

    Dalam praktik notaris ditemukan kenyataan, jika ada akta notaris

    dipermasalahkan oleh para pihak atau pihak lainnya, maka sering pula notaris

    ditarik sebagai pihak yang turut serta melakukan atau membantu melakukan

    suatu tindak pidana, yaitu membuat atau memberikan keterangan palsu ke dalam

    akta notaris. Hal ini pun memberikan kerancuan, apakah mungkin notaris secara

    sengaja (culpa) atau khilaf (alpa) bersama-sama para penghadap/pihak untuk

    membuat akta yang diniatkan sejak awal untuk melakukan suatu tindak pidana.

    Dalam kaitan ini tidak berarti notaris steril (bersih) dari hukum atau tidak

    dapat dihukum atau kebal terhadap hukum. Notaris bisa saja dihukum pidana,

    jika dapat dibuktikan di pengadilan, bahwa secara sengaja atau tidak disengaja

    notaris bersama-sama dengan para pihak untuk membuat akta dengan maksud

    dan tujuan untuk menguntungkan pihak atau penghadap tertentu saja atau

    merugikan pihak yang lain-lain. Jika hal ini terbukti, maka notaris tersebut wajib

    dihukum. Oleh karena itu, hanya notaris yang tidak jujur dalam menjalankan

    tugas jabatannya, ketika membuat akta untuk kepentingan pihak tertentu dengan

    8 Mahmud Mulyadi, Perlindungan Hukum Terhadap Notaris (Indikator Tugas-Tugas Jabatan

    Notaris yang Berimplikasi Perbuatan Pidana), (Jakarta: P.T Sofmedia, 2011), h. 2.

  • 7

    maksud untuk merugikan pihak tertentu atau untuk melakukan suatu tindakan

    yang melanggar hukum.9

    Dalam Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 30 Tahun 2004 (UUJN)

    ketika notaris dalam menjalankan tugas jabatanya terbukti melakukan

    pelanggaran, maka notaris dapat dikenai atau dijatuhi sanksi adminitrasi, sanksi

    perdata, sanksi pidana dan sanksi kode etik. Dan sanksi sanksi tersebut telah

    diatur sedemikian rupa, baik sebelumnya dalam Peraturan Jabatan Notaris (PJN)

    dan sekarang dalam Undang-Undang jabatan notaris (UUJN) dan kode etik

    jabatan notaris, dan tidak mengatur adanya sanksi pidana terhadap notaris.

    Dalam praktik ditemukan kenyataan bahwa suatu tindakan hukum atau

    pelanggaran yang dilakukan notaris sebenarnya dapat dijatuhi sanksi administrasi

    atau perdata atau kode etik jabatan notaris, tapi kemudian ditarik atau

    dikualifikasikan sebagai suatu tindak pidana yang dilakukan oleh notaris.10

    Pengkualifikasian tersebut berkaitan dengan aspek-aspek seperti:

    1. kepastian hari, tanggal, bulan, tahun, dan pukul menghadap;

    2. pihak (siapa-orang) yang menghadap notaris;

    3. tanda tangan yang menghadap;

    4. salinan akta tidak sesuai dengan minuta akta;11

    9 Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia (Tafsir Tematik Terhadap UU No.30 Tahun 2004

    Tentang Jabatan Notaris), (Bandung: Refika Aditama, 2009), h. 24.

    10

    Adjie, Hukum Notaris Indonesia.,h.25.

    11

    Minuta= akta asli yang disimpan dalam protocol notaris. Dalam minuta ini juga tercantum

    asli tanda tangan, paraf para penghadap atau cap jempol kiri dan kanan, para saksi dan notaries.

  • 8

    5. salinan akta ada, tanpa dibuat minuta akta; dan

    6. minuta akta tidak ditandatangani secara lengkap, tapi minuta akta dikeluarkan.

    Aspek –aspek akta notaris tersebut di atas, dapat saja dijadikan dasar atau

    batasan untuk mempidanakan notaris, sepanjang aspek-aspek tersebut terbukti

    secara sengaja (dengan penuh kesadaran dan keinsyafan serta direncanakan oleh

    notaris dan para pihak/penghadap yang bersangkutan), bahwa akta yang dibuat di

    hadapan dan oleh notaris untuk dijadikan suatu alat suatu tindak pidana.

    Aspek lainnya yang perlu untuk dijadikan batasan yang dilanggar oleh

    notaris harus diukur berdasarkan UUJN, artinya apakah perbuatan yang

    dilakukan oleh notaris melanggar pasal-pasal tertentu dalam UUJN, karena ada

    kemungkinan menurut UUJN bahwa akta yang bersangkutan telah sesuai dengan

    UUJN, tapi menurut pihak penyidik perbuatan tersebut merupakan suatu tindak

    pidana. Dengan demikian sebelum melakukan penyidikan lebih lanjut, lebih baik

    meminta pendapat dari mereka yang mengetahui dengan pasti dari para notaris

    mengenai hal tersebut, dari organisasi jabatan notaris.

    Dengan demikian pemidanaan terhadap notaris dapat saja dilakukan

    dengan batasan, jika:

    1. Ada tindakan hukum dari notaris terhadap aspek lahir, formal, dan materil

    akta yang sengaja penuh kesadaran dan keinsyafan serta direncanakan,

    bahwa akta yang dibuat di hadapan notaris atau oleh notaris bersama-sama

    (sepakat) para penghadap untuk dijadikan dasar untuk melakukan suatu

    tindak pidana;

  • 9

    2. Ada tindakan hukum dari notaris dalam membuat akta di hadapan atau oleh

    notaris yang jika diukur berdasarkan UUJN tidak sesuai dengan UUJN; dan

    3. Tindakan notaris tersebut juga tidak sesuai menurut instansi yang berwenang

    untuk menilai tindakan suatu notaris, dalam hal ini majelis pengawas notaris.

    Penjatuhan sanksi pidana terhadap notaris dapat dilakukan sepanjang

    batasan-batasan sebagaimana tersebut di atas dilanggar artinya di samping

    memenuhi rumusan pelanggaran yang tersebut dalam Undang-Undang Jabatan

    Notaris (UUJN), kode etik jabatan notaris juga harus memenuhi rumusan yang

    tersebut dalam KUHP.12

    Berangkat dari dasar pemikiran tersebut, penulis tertarik mengangkat tema

    tersebut dalam sebuah skripsi dengan judul : “Kajian Hukum Pidana Islam

    Terhadap Putusan Hakim Tentang Pemalsuan Akta Otentik oleh Notaris

    (Analisis Putusan Mahkamah Agung No. 1568 K/Pid/2008).”

    B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

    1. Pembatasan Masalah

    Mengingat begitu kompleknya hal-hal yang berhubungan dengan

    masalah tindak pidana pemalsuan akta otentik, dan guna menghindari kesalah

    fahaman serta untuk mencapai kesamaan persepsi dalam masalah yang hendak

    penulis bahas, maka penulis merasa perlu untuk memberikan suatu batasan

    12

    Adji, Hukum Notaris Indonesia, h.29-30.

  • 10

    dan rumusan terhadap masalah yang akan dikaji. Pembahasan skripsi ini akan

    dibatasi disekitar msalah-masalah tindak pidana pemalsuan akta otentik.

    Dalam masalah putusan hakim yang akan dianalisis oleh penulis, maka

    penulis akan menganalisis putusan Mahkamah Agung yang terjadi tahun 2008

    dengan nomor putusan No. 1568 K/Pid/2008 tentang pemalsuan akta otentik

    oleh notaris. Namun tidak menutup kemungkinan untuk lebih memperjelas

    pembahasan, penulis akan menyinggung hal-hal lain yang ada kaitannya

    dengan permasalahan tersebut.

    2. Perumusan Masalah

    Dengan mengacu pada pembatasan masalah di atas, untuk

    mendapatkan hasil yang baik, maka penulis merumuskan permasalahan

    sebagai berikut:

    a. Bagaimana pandangan hukum pidana Islam dan positif terhadap tindak

    pidana pemalsuan akta otentik oleh notaris ?

    b. Bagaimana pandangan hukum pidana Islam terhadap pertimbangan hakim

    Mahkamah Agung tentang sanksi pada putusan kasasi No. 1568

    K/Pid/2008 dalam masalah tindak pidana pemalsuan akta otentik oleh

    notaris ?

  • 11

    C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

    1. Tujuan Penelitian

    Supaya pembahasan tentang tindak pidana pemalsuan akta otentik oleh

    notaris lebih terarah dan mendalam sesuai dengan permasalahan-

    permasalahan di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dari penulisan skripsi

    ini adalah:

    a. Untuk mengetahui dan menjelaskan perspektif hukum pidana Islam dan

    hukum positif terhadap tindak pidana pemalsuan akta otentik oleh notaris.

    b. Untuk dapat menjelaskan analisis Putusan Mahkamah Agung No. 1568

    K/Pid/2008 tentang tindak pidana pemalsuan akta otentik oleh notaris.

    2. Manfaat Penelitian

    Adapun manfaat pada penelitian ini sebagai berikut :

    a. Sebagai sumbangan ilmu pengetahuan tentang tindak pidana pemalsuan

    akta otentik oleh notaries baik dari hukum Islam maupun hukum positif.

    b. Dapat mengetahui dasar hukum atas tindak pidana pemalsuan akta otentik

    oleh notaris.

    c. Dapat menjadi tulisan yang relative komprehensif tentang analisis Putusan

    Mahkamah Agung No. 1568 K/Pid/2008.

    D. Kajian (review) Studi Terdahulu

    Dalam penulisan skripsi ini penulis merujuk pada skripsi yang pernah

    membahas seputar tindak pidana pemalsuan surat dan peran notaris.

  • 12

    Berikut review data yang menyinggung mengenai bahasan tindak pidana

    pemalsuan akta otentik oleh notaris dan peran notaris.

    1. Judul Skripsi: “Tindak Pidana Pemalsuan Surat dalam Pandangan Hukum

    Pidana Islam (Kajian Atas Putusan Pengadilan Negeri Depok).” yang ditulis

    oleh Dewi Kurnia Sari, menjelaskan tentang gambaran umum tindak pidana

    pemalsuan surat menurut hukum positif dan hukum Islam dan bagaimana

    hukuman yang diberikan oleh pengadilan negeri depok dalam tindak pidana

    pemalsuan surat. Didalam penulisannya tidak menjelaskan bentuk dan jenis

    pemalsuan akta otentik, motif dan tujuan pemalsuan akta otentik, dan tindak

    pidana pemalsuan akta otentik oleh notaris.

    2. Judul Skripsi: “Peranan Notaris dalam Membuat Akta Akad Pembiayaan di

    Bank Syariah Penelaahan Terhadap Akad Pembiayaan di Bank Muamalat

    Indonesia.” yang ditulis oleh Nurul Iman, menjelaskan tentang peran notaris,

    bagaimana karakteristik akad di perbankan syariah, apa saja yang harus

    dikuasai notaris di perbankan syariah peran notaris dalam membuat akta akad

    pembiayaan di bank. Sedangkan penulis berusaha membahas secara lebih

    mengenai praktik notaris dalam Islam, macam – macam akta notaris, dan

    tindak pidana pemalsuan akta otentik yang dilakukan oleh notaris.

    3. Judul skripsi “tinjauan yuridis terhadap notaris dalam hukum positif” yang

    ditulis oleh Yuni Wahyu FH UI. Dalam skripsinya menjelaskan tentang

    notaris dalam pelaksanaan jabatannya, kasus pelanggaran yang dilakukan oleh

    notaris yang melakukan pelanggaran, dalam skripsi penulis membahas lebih

  • 13

    mengenai praktik pemalsuan notaris dalam islam dan praktik pemalsuan

    notaris dalam hukum positif

    4. Judul buku “notariat syariah dalam praktik jilid ke 1 hukum keluarga islam”

    penulis: H.Saifuddin Arif,SH. Editor : Ah. Azharuddin Lathif, M. Ag, MH.

    Dalam buku ini menjelaskan notariat dalam perspektif syariah seperti urgensi

    notariat syariah, tugas notaris yang bersentuhan dengan persoalan hukum

    islam, standar kompetensi notaris syariah.

    E. Metode Penelitian

    1. Jenis penelitian

    Penelitian ini berjenis penelitian hukum normatif atau penelitian

    kepustakaan (library research) yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan

    cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder. Pada jenis penelitian hukum

    normatif, penelitian ini berjenis penelitian perbandingan hukum. Pengetian

    hukum normatif yaitu pendekatan terhadap suatu masalah yang menitik

    beratkan kepada ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku.13

    Sedangkan

    metode penelitian yang digunakan oleh penulis adalah penelitian kualitatif

    yang berasal dari bahan-bahan hukum. Data kualitatif tersebut berupa uraian

    penjelasan yang tersusun dalam kallimat dan tata bahasa yang berkaitan

    dengan penelitian hukum-hukum.

    2. Teknik Pengumpulan Data

    13

    Lexy Moleoang, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000 ),

    h. 31.

  • 14

    Penelitian ini menggunakan study pustaka (library research) yang objek

    utamanya berupa buku-buku literature, peraturan perundang-undangan,

    norma-norma yang hidup dan berkembang dalam masyarakat14

    , majalah, surat

    kabar, hasil seminar dan sumber lainnya yang berkaitan secara langsung

    dengan obyek yang diteliti.

    a. Sumber data primer tersebut terdiri dari buku – buku fiqh, Kitab Undang-

    Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Mahkamah Agung No 1568

    K/Pid/2008.

    b. Sumber data sekunder merupakan data-data yang memberikan penjelasan

    mengenai bahan-bahan primer yang diambil dari sumber-sumber

    tambahan yang memuat segala keterangan-keterangan yang berkaitan

    dengan penelitian ini, antara lain informasi yang relevan, artikel, bulletin,

    atau karya ilmiah para sarjana.

    c. Bahan hukum tersier, yang memberikan informasi lebih lanjut terhadap

    bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder antara lain kamus umum

    bahasa Indonesia, majalah, Koran dan lainnya.

    3. Metode Analisis Data

    Pada penelitian ini menggunakan tehnik analisis data kualitatif dengan

    cara memperoleh data kemudian diuraikan untuk memberikan gambaran

    (deskriptif). Yang dimaksud dengan metode deskriptip analisis yaitu metode

    yang bertujuan untuk memberikan gambaran suatu gejala suatu masyarakat

    14

    Zainudin Ali. Metode Penelitian Hukum (Palu: Sinar Grafika, 2009), h.30.

  • 15

    tertentu. Yakni dengan mengumpulkan dan menganalisis data yang diperoleh

    dan faktor-faktor yang merupakan pendukung dan relevan terhadap objek

    yang diteliti sehingga dapat ditarik kesimpulan dari hal yang dijadikan objek

    penelitian. Data yang diklarifikasikan maupun dianalisis untuk mempermudah

    dan menghadapkan pada pemecahan masalah. Adapun metode analisis data

    yang digunakan dalam skripsi ini adalah metode analisis isi secara kualitatif.

    Dalam analisis ini, semua data yang dianalisis adalah berupa teks. Analisis isi

    kualitatif digunakan untuk menemukan, mengidentifikasi, dan menganalisa

    teks atas dokumen untuk memahami, signifikasi dan relevansi teks atau

    dokumen.

    4. Sistematika Penulisan

    Sebagai pertimbangan dalam mempermudah penulisan skripsi, penulis

    menyusun melalui sistematika penulisan yang terdiri dari lima bab, dimana pada

    setiap bab dibagi atas sub sub bab, dengan penjelasan yang terinci, agar

    memudahkan pembaca.

    Berdasarkan pada materi skripsi yang penulis bahas, sistematika

    penyusunan skripsi ini terbagi sebagai berikut :

    Bab Pertama dalam bab ini penulis mengemukakan mengenai latar belakang

    masalah yang merupakan hal-hal yang mendorong penulis untuk

    mengadakan penelitian, perumusan masalah merupakan inti dari

    permasalahan yang ingin diteliti, tujuan penelitian berisi tujuan

    dari penelitian dalam mengadakan penelitian, manfaat penelitian

  • 16

    merupakan hal-hal yang diambil dari hasil penelitian, metode

    penelitian berupa jenis penelitian, jenis data, sumber data,

    metode pengumpulan data, dan metode analisis data, selanjutnya

    adalah sistematika penulisasn hukum yang merupakan kerangka

    atau susunan penelitian.

    Bab Kedua pada bab ini penulis mengemukakan pengertian jarimah dan

    pengertian akta otentik, pemalsuan akta otentik, bentuk dan jenis

    pemalsuan akta otentik, motif dan tujuan pemalsuan akta otentik,

    sanksi dan hukum pemalsuan akta otentik, dan praktik

    pemalsuan dalam Islam.

    Bab Ketiga pada bab ketiga ini penulis menggambarkan tentanu notaris

    selaku pejabat umum mulai dari sejarah profesi notaris, tugas

    wewenang dan kewajiban dari notaris, akta-akta notaris dan pada

    pembahasan terakhir penulis membahas asas-asas pelaksanaan

    tugas jabatan notaris.

    Bab Keempat bab keempat membahas tentang kronologi perkara mulai dari

    putusan pengadilan negeri malang, putusan pengadilan tinggi

    Surabaya dan putusan mahkamah agun, analisis hukum islam

    terhadap putusan mahkamah agung No.1568 K/Pid/2008,

    analisis hukum positif terhadap putusan mahkamah agung

    No.1568 K/Pid/2008.

  • 17

    Bab Kelima penutup terdiri dari kesimpulan dan saran. Yang mana

    kesimpulan ini nantinya merupakan jawaban dari pokok masalah

    pada Bab I.

  • 18

    BAB II

    TINJAUAN UMUM HUKUM ISLAM DAN PEMALSUAN SURAT DALAM

    HUKUM ISLAM

    A. Pengertian jarimah

    Pidana islam disebut juga dengan fiqih jinayah, dalam mempelajari fiqih

    jinayah ada dua istilah yang harus kita ketahui terlebih dahulu yaitu jinayah itu

    sendiri dan jarimah. Yang pertama tentang jinayah, jinayah adalah semua

    perbuatan yang diharamkan, perbuatan yang diharamkan adalah indakan yang

    dilarang atau dicegah oleh syara’ atau dengan kata lain jinayah itu perbuatan

    jahat atau salah yang mempunyai konsekuensi membahayakan jiwa, akal, agama,

    kehormatan. Sedangkan jarimah mempunyai arti yang sama dengan jinayah yaitu

    mengandung arti perbuatan buruk, jelek, dosa. Akan tetapi Kata jarimah identik

    dengan pengertian yang disebut dalam hukum positif sebagai tindak pidana atau

    pelanggaran. Contohnya adalah jarimah pencurian, jarimah pembunuhan, dan

    sejenisnya. Jadi di dalam hukum positif jarimah distilahkan dengan delik atau

    tindak pidana yang melanggar hukum. Seseorang yang tidak melanggar hokum

    tidak bisa dikatan tindak pidana atau delik, menurut sudut pandang hokum

    positif Indonesia. Sedangkan menurut kaca mata fiqh jinayah adalah seseorang

  • 19

    yang meninggalkan perintah agama dan melanggar perbuatan yang dilarang oleh

    agama disebut dengan jarimah.1

    B. Macam-Macam Jarimah

    Jarimah dapat dibagi menjadi bermacam macam bentuk dan jenis.

    a. Jarimah Hudud

    Jarimah hudud adalah jarimah yang diancam dengan hukuman had.

    Hukuman had sebagaimana dikemukakan oleh Abdul Qadir Audah: “Hukuman

    had adalah hukuman yang telah ditentukan oleh syara’ dan merupakan hak Allah.

    b. Jarimah Qishash dan Diyat

    Adalah jarimah yang diancam dengan hukuman qishas dan diyat (ganti

    rugi dari si pelaku kepada si korban atau walinya). Baik qishas maupun diyat

    keduanya adalah hukuman yang sudah ditentukan syara’ dan merupakan hak

    individu.

    c. Jarimah Takzir

    Adalah jarimah yang hukumannya bersifat mendidik atas perbuatan dosa

    yang belum ditetapkan oleh syara` atau hukuman yang diserahkan kepada

    keputusan Hakim. Namun hukum takzir juga dapat dikenakan atas kehendak

    masyarakat umum, meskipun bukan perbuatan maksiat, melainkan awalnya

    mubah. Dasar hukum takzir adalah pertimbangan kemaslahatan dengan mengacu

    1 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), h.24.

  • 20

    pada prinsip keadilan. Pelaksanaannyapun bisa berbeda, tergantung pada tiap

    keadaan. Karena sifatnya yang mendidik, maka bisa dikenakan pada anak kecil.2

    C. Jarimah Takzir

    Menurut istilah, takzir didefinisikan oleh Al-Mawardi sebagai berikut:

    ٔانتعزٚش تبدٚت عهٗ رَٕة نى تششع فٛٓب انحذٔد

    “takzir adalah hukuman yang bersifat pendidikan atas perbuatan dosa

    (maksiat)yang hukumannya belum ditetapkan oleh syara’ “

    Wahbah Zuhaili memberikan define takzir yang mirip dengan definisi Al-

    mawardi:

    : انعمٕثخ انًششٔعخ عهٗ يعصٛخ أ جُبٚخ الحذ فٛٓب ٔال كفهشحْٕٔ ششعب

    “takzir menurut sayara’adalah hukuman yang ditetapkan atas perbuatan

    maksiat atau jinayah yang tidak dikenakan hukuman had dan tidak pula

    kafarat.

    Dalam definisi yang dikemukakan di atas, jelaslah bahwa takzir adalah

    suatu istilah untuk hukuman atas jarimah-jarimah yang hukumannya belum

    ditetapkan oleh syara’. Di kalangan fuqaha, jarimah jarimah yang hukumannya

    belum ditetapkan oleh syara’ dinamakan dengan jarimah takzir. Jadi, istilah

    takzir bisa digunakan untuk hukuman dan juga digunakan untuk jarimah (tindak

    pidana).

    2 Muslich, Hukum Pidana Islam, h. 18-19.

  • 21

    Dari definisi tersebut, juga dapat dipahami bahwa jarimah takzir terdiri

    atas perbuatan-perbuatan maksiat yang tidak dikenakan hukuman had dan tidak

    pula kafarat. Dengan demikian, inti dari jaarimah takzir adalah perbuatan

    maksiat. Adapun yang dimaksud dengan maksiat adalah meninggalkan perbuatan

    yang diwajibkan dan melakukan perbuatan yang diharamkan (dilarang). Para

    fuqaha memberikan contoh meninggalkan kewajiban seperti mengkhianati

    amanat, seperti menggelapkan titipan, dan lain sebagainya. Sebagai contoh

    melakukan perbuatan yang dilarang seperti sumpah palsu, penipuan dalam jual

    beli dan melindungi dan menyembunyikan pelaku kejahatan dan sebagainya.3

    D. Macam-Macam Jarimah Takzir

    Dilihat dari hak yang dilanggar, jarimah takzir dapat dibagi kepada dua

    bagian, yaitu

    1. Jarimah takjir yang menyinggung hak allah

    2. Jarimah takzir yang menyinggung hak individu.

    Dari segi sifatnya, jarimah takjir dapat dibagi kepada tiga bagian, yaitu

    a. Takzir karena melakukan perbuatan maksiat;

    b. Takzir karena melakukan perbuatan yang membahayakan kepentingan

    umum;

    c. Takzir karena melakukan pelanggaran.

    Di samping itu, dilihat dari segi dasar hukum (penetapannya), takzir juga

    dapat dibagi kepada tiga bagian, yaitu sebagai berikut.

    3 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), h.248-249

  • 22

    1) Jarimah takzir yang berasal dari jarimah-jarimah hudud dan qishash,

    tetapi syarat-syaratnya tidak terpennuhi, atau ada syubhat, seperti

    pencurian yang tidak mencapai nishab, atau oleh keluarga sendiri.

    2) Jarimah takzir yang jenisnya disebutkan dalam nash syara’tetapi

    hukumannya belum ditetapkan, seperti riba, suap dan mengurangi

    takaran dan timbangan.

    3) Jarimah takzir yang baik jenis dan sanksinya belum ditentukan oleh

    syara’. Jenis ketiga ini sepenuhnya diserahkan kepada ulil amri, seperti

    pelanggaran disiplin pegawai pemerintah.

    Abdul Aziz Amir membagi jarimah takzir secara rinci kepada beberapa

    bagian, yaitu

    1) Jarimah takzir yang berkaitan dengan pembunuhan;

    2) Jarimah takzir yang berkaitan dengan pelukaan;

    3) Jarimah takzir yang berkaitan dengan kejahatan terhadap kehormatan

    dan kerusakan akhlak;

    4) Jarimah takzir yang berkaitan dengan ahrta;

    5) Jarimah takzir yang berkaitan dengan kemaslahatan individu;

    6) Jarimah takzir yang berkaitan dengan keamanan umum.4

    E. Macam-Macam Hukuman Takzir

    Dalam uraian yang lalu telah dikemukakan bahwa hukuman takzir adalah

    hukuman yang belum ditetapkan oleh syara’ dan diserahkan kepada ulil amri

    4 Muslich, Hukum Pidana Islam, h.255-256.

  • 23

    untuk menetapkannya. Hukuman takzir ini jenisnya beragam, namun secara garis

    besar dapat dikelompokkan kepada empat kelompok, yaitu sebagai berikut.

    1. Hukuman takzir yang mengenai badan, seperti hukman mati dan jilid

    (dera)

    2. Hukuman yang berkaitan dengan kemerdekaan seseorang, seperti

    hukuman penjara dan pengasingan.

    3. Hukuman takzir yang berkaitan dengan harta, seperti denda,

    penyitaan/perampasan harta, dan penghancuran barang.

    4. Hukuman-hukuman lain yang ditentukan oleh ulil amri demi

    kemaslahatan umum.5

    F. Tindak Pidana Pemalsuan Surat Menurut Hukum Pidana Islam

    1. Definisi Tindak Pidana dan Tindak Pidana Pemalsuan Surat

    Di dalam hukum Islam, tindak pidana dikenal dengan istilah “jinayah”

    atau “jarimah”. Pengertian “jinayah yang didefinisikan sebagai larangan-

    larangan hukum yang diberikan allah yang pelanggarannya dikenakan hukuman

    baik berupa hal atau takzir.

    Para ahli hukum Islam, jinayah adalah sinonim dengan kejahatan. Namun

    di Mesir, istilah ini memiliki konotasi yang berbeda. Ia diterapkan untuk

    kejahatan yang diancam dengan hukuman mati, kerja paksa seumur hidup atau

    5 Muslich, Hukum Pidana Islam, h.258

  • 24

    penjara. Dengan kata lain hanya ditujukan bagi kejahatan berat. Sementara

    syariah memerlukan setiap kejahatan sebagai jinayah.6

    Hukum pidana Islam dalam artinya yang khusus membicarakan tentang

    satu persatu perbuatan beeserta unsure-unsurnya yang berbentuk jarimah dibagi

    tiga golongan, yaitu golongan hudud yaitu golongan yang diancam dengan

    hukuman had, golongan qishash dan diyat yaitu golongan yang diancam dengan

    hukuman qishash dan diyat, dan golongan takzir yaitu golongan yang diancam

    dengan hukuman takzir.7

    Berdasarkan salah satu jenis jarimah takzir yang berkaitan dengan

    kemaslahatan umum menurut Abdul Aziz Amir tersebut, yakni jarimah

    pemalsuan tanda tangan dan stempel, maka terlihat adanya kesesuaian antara

    jarimah pemalsuan tangan dan pemalsuan stempel tersebut dengan tindak pidana

    pemalsuan surat. Mengingat dari ketiga jarimah tersebut terdapat persamaan

    dalam perbuatan yakni adanya perbuatan, proses atau cara memalsukan adanya

    objek, di mana objek tersebut dapat berupa tanda tangan, suratnya, dan stempel

    baitul mal atau Al-Quran. Biasanya pemalsuan itu dilakukan terhadap tanda

    tangan pejabat atau stempel yang seharusnya ada dalam surat tersebut

    Di dalam hukum Islam belum ada pembahasan secara jelas dan khusus

    mengenai pemalsuan surat. Akan tetapi, terlihat adanya kesesuaian antara

    6 Topo Santoso, Menggagas Hukum Pidana Islam, (Bandung: Asy-Syamil, 2001), cet 2, h.

    132-133. 7 Ahmad Hanafi, Pengantar dan Sejarah Hukum Islam, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1995), cet

    7, h.48.

  • 25

    jarimah pemalsuan tanda tangan dan pemalsuan stempel dengan tindak pidana

    pemalsuan surat tersebut, maka tindak pidana pemalsuan surat ini harus

    dikategorikan kedalam jarimah takzir mengingat tindak pidana pemalsuan surat

    ini baik jenis maupun hukumannya tidak disbutkan di dalam nash syara’ secara

    jelas.

    2. Dasar Hukum Larangan Tindak Pidana Pemalsuan Surat

    Secara umum, perbuatan memalsukan surat merupakan perbuatan dusta

    (bohonng), karena pada dasarnya di dalam perbuatan tersebut terdapat perbuatan

    dusta yakni dengan tidak memberikan keterangan yang sebenarnya/seharusnya di

    dalam surat yang dipalsukan tersebut.

    Penipuan sering terjadi dalam hal jual beli, seperti dalam suatu riwayat

    ketika suatu hari, Rasullah SAW melewati penjual makanan, kemudian beliau

    memasukkan tangannya ke dalam barang dagangan tersebut. Ternyata

    didapatinya makanan yang dijual itu basah, dan sudah tidak baik untuk

    dimakan.8 Hal ini berdasarkan hadist yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari

    Abu Hurairah, yang berbunyi:

    عٍ أثٙ ْشٚشح أٌ سصٕل اهلل صهٗ اهلل عهّٛ ٔصهى يش عهٗ صجشح طعبو فأدخم ٚذِ فٛٓب فُبنت

    أصبثعّ ثهال فمبل يب ْزا ٚب صبحت انطعبو ؟ لبل أصبثتّ انضًبء ٚب سصٕل اهلل لبل أفال جعهتّ

    لم رواه) .فٕق انطعبو كٙ ٚشاِ انُبس ؟ يٍ غش فهٛش يُٙ ش (م

    8 Said Agil Husin Munawwar, MA dan Abdul Mustaqin, M.Ag, Asbabul Wurud (Studi Kritis Hadis

    Nabi Pendekatan Sosio Kontekstual), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2001), cet. 1, h.125

  • 26

    Artinya: Dari Abu Hurairah ra, berkata:”pada suatu ketika Rasulullah

    melewati tumpukan makanan (dipasas)”, lalu beliau memasukkan tangannya

    kedalam tumpukan itu setelah diangkat kembali, ternyata jari-jari beliau basah.

    Lalu beliau bertanya “kenapa begini hai penjual makanan? ,”jawabannya”kena

    hujan ya Rasulullah”sabda beliau, mengapa tidak ditaruh di atas (yang basah)

    supaya dilihat orang; siapa yang menipu tidak termasuk golonganku.” (H.R

    Muslim)

    Dari hadis di atas jelaslah bahwa penipuan itu diharamkan karena

    penipuan merupakan suatu kebohongan yang dapat merugikan orang lain maka

    Islam melarang berbohong dan menganggapnya sebagai perbuatan dosa besar.

    Selain itu ada hadist yang menerangkan tentang berbuat dusta.

    جم ٚصذق عهٛكى ثبنصذق فإٌ انصذق ٚٓذ٘ إنٗ انجش ٔإٌ انجش ٚٓذ٘ إنٗ انجُخ ٔيب ٚزال انش

    ٔٚتحشٖ انصذق حتٗ ٚكتت عُذ اهلل صذٚمب ٔإٚبكى ٔانكزة فإٌ انكزة ٚٓذ٘ إنٗ انفجٕس ٔإٌ

    انفجٕس ٚٓذ٘ إنٗ انُبس ٔيب ٚزال انشجم ٚكزة ٔٚتحشٖ انكزة حتٗ ٚكتت عُذ اهلل كزاثب

    9)سٔاِ يشهى(

    Artinya: “ hendaklah kamu berlaku jujur membimbing kepada kebajikan, dan

    kebajikan membawa kesurga. Seseorang yang senantiasa berlaku jujur dan

    berusaha mempertahankan atau mencari kejujuran, maka dia dicatat Allah

    sebagai “shadiq” dan hindarilah olehmu dusta karena sesungguhnya dusta itu

    membimbing kepada kejahatan, dan kejahatan membawa ke neraka. Seseorang

    yang senantiasa berdusta dan mempertahankan kedustaan maka dia dicatat oleh

    Allah sebagai “kadzab” (HR. Muslim).

    9 Muslim bin Al-haj Ibn Muslim Al-Qusyiriy Al-Naisaburiy (Al Muslim), Shahih Al Muslim,

    (Bairut; Dar al-fikr, t.t,,) Juz 8, h. 29.

  • 27

    Di dalam al-Qur’an juga diterangkan mengenai perbuatan dusta yaitu surat

    an-Nisa’Ayat 145 yang artinya: “Sesungguhnya orang-orang munafik itu

    (diletakkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu sekali-

    kali tidak akan mendapat sesorang penolong bagi mereka”.10

    Ditinjau dari ruh syari’at, menipu adalah membohongi, berlaku dusta

    adalah cirri munafik, munafik seperti dinyatakan dalam hadist Nabi SAW yang

    diriwayatkan oleh imam Bukhari:

    عٍ أثٙ ْشٚشحأٌ سصٕل اهلل صهٗ اهلل عهّٛ ٔصهى لبل ) آٚخ انًُبفك ثالث إرا حذث

    11 )سٔاِ انجخب س ٘((كزة ٔإرا ٔعذ أخهف ٔإرا اؤتًٍ خبٌ

    Artinya:” Abi Hurairah mengatakan bahwa Nabi SAW. Bersabda, “ tanda-tanda

    orang itu ada tiga: yaitu apabila dia berbicara dia berdusta, apabila berjanji

    dia inkar, apabila dia dipercaya dia khianat. (HR. Bukhari)

    Setidaknya ada 3 (tiga) ayat Al-Qur’an yang memotivasi adanya kegiatan

    notariat syariah, yaitu: 12

    1. Surat Al-Baqarah ayat 282:

    ُُْت ٍَ آَيُُٕا ِإَرا َتَذاَٚ َٓب انَِّزٚ ُّٚ ََٔنب َٚب َأ َُُكْى َكبِتٌت ِثبْنَعْذِل ْٛ َْٛكُتْت َث َْٔن ًًّٗ َفبْكُتُجُِٕ ٍٍ ِإَنٗ َأَجٍم ُيَض ْٚ ْى ِثَذ

    َّ َٛتَِّك انهَّ َْٔن ِّ اْنَحكُّ ْٛ ًِْهِم انَِّز٘ َعَه ُٛ َْٔن َْٛكُتْت ُّ َفْه ُّ انهَّ ًَ ًَب َعهَّ ٌْ َْٚكُتَت َك ََٔنب َْٚأَة َكبِتٌت َأ ُّ َسثَّ

    ْٛ ُّ َش ُْ ٌْ َْٚجَخْش ِي ًئب َفِإ

    10

    Departemen Agama, Al-Qur’an Dan Terjemahanya, (Jakarta: CV Samara Mandiri, 1999),

    h. 147.

    11

    Muhammad bin Ismail bin Ibrahim, Shahi’h Al-Bukhariy, (Beirut: D’ar al-Fikr 1981), Juz

    20, h. 248. 12

    Saifuddin Arif, Notariat Syariah Dalam Praktik, jilid ke I hukum keluarga Islam

    (Jakarta:PT Galaksi Komunikasi Utama, 2011)., h.38-39.

  • 28

    Artinya “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak

    secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya.

    Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar.

    Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah

    mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang

    berhutang itu meng-imla-kan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia

    bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan jangannlah ia mengurangi sedikitpun

    daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau

    lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka

    hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur.” (Al-Baqarah : 282 )

    Ayat di atas, berisi anjuran untuk menuliskan setiap transaksi yang

    dilakukan tidak secara tunai. Anjuran penulisan ini tentu saja dimaksudkan untuk

    dijadikan sebagai alat bukti seandainya pada suatu ketika terjadi perselisihan yang

    diakibatkan oleh sifat lupa manusia akan isi perjanjiannya atau karena

    kesengajaan salah satu pihak untuk berbuat curang kepada pihak lain.

    2. Surat Al-Alaq ayat 1-5

    ْ٘ َخَهَك ) ٍْ َعَهْك )١ِاْلَشأ ِثب ْصِى َسِثَك اَنز ٌَ ِي ََْضب َٔ ُسُثَك اأَلْكَشاُو )٢(َخَهَك اأِل (ا ّنْز ٘ َعَهى ٣(ِإْلَشْأ

    ٌَ َيب َنْى َْٚعَهْى)٤ِثب ْنَمَهْى ) ََْضب (٥(َعَهَى ااِل

    Artinya “(1) Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan. (2) Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah. (3) Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah. (4) yang mengajar (manusia)dengan perantaran kalam. (5) Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak

    diketahuinnya."

    Dalam surat ini menerangkan bahwa Dia menciptakan manusia dari benda

    yang hina dari sperma menjadi segumpal darah, kemudian memuliakannya

    dengan mengajarkan membaca, menulis dan memberi ilmu pengetahuan. Tetapi

    manusia tidak ingat lagi asalnya, karena dia tidak menysukuri nikmat Allah,

  • 29

    bahwa manusia bertindak melampaui batas melihat dirinya telah merasa serba

    cukup. Diantara kesimpulan surat ini, bahwa membaca dan menulis adalah dua

    kegiatan yang hanya dilakukan seseorang jika ingin sukses dan berhasil dalam

    hidupnya.13

    Dalam tafsir ibnu abbas hakikat dari perintah Iqra’ pada ayat pertama ini

    adalah perintah untuk membaca basmallah dalam memulai melakukan sesuatu

    pekerjaan.

    3. Surat Al-Qalam ayat 1

    ( ٌَ ََٔيب َْٚضُطُشٔ َٔاْنَمَهِى ٌ١)

    Artinya “Nun, demi kalam dan apa yang mereka tulis”14

    Dari beberapa hadist dan ayat di atas terungkap bahwa praktik pemalsuan

    sudah terjadi dimasa awal Islam. Namun yang berkaitan dengan praktik

    pemalsuan akta otentik secara khusus memang belum ada, karena pada masa itu

    kenotariatan belum dikenal. Notaris merupakan pejabat umum yang ditunjuk oleh

    undang-undang dalam membuat akta otentik dan sekaligus notaris merupakan

    perpanjangan tangan pemerintah. Dalam menjalankan jabatannya notaris harus

    dapat bersikap professional dan mematuhi peraturan perundang-undangan serta

    menjunjung tinggi kode etik notaris. Notaris sebagai pejabat umum kepadanya

    dituntut tanggung jawab terhadap akta yang di buatnya, yakni tanggung jawab

    hukum dan tanggung jawab moral. Permasalaham ini adalah bagaimana

    13

    Arif, Notariat Syariah Dalam Praktik, jilid ke I hukum keluarga Islam., h.40.

    14

    Arif, Notariat Syariah Dalam Praktik., h.40-41.

  • 30

    pertanggung jawaban notaris terhadap akta otentik yang mengandung keterangan

    palsu, bagaimana sanksi yang diberikan kepada penghadap yang memberikan

    keterangan palsu dalam akta otentik, dan bagaimana akibat hukumnya terhadap

    akta otentik yang mengandung keterangan palsu.15

    4. Dalil As-Sunnah

    “dari ubadah ibnu shamid ra, bahwasanya Nabi Muhammad SAW

    bersabda: “sesungguhnya pertama kali yang diciptakan oleh Allah adalah al-

    kalam atau pena. Allah memerintahkan kepada pena “tulislah!”. Pena itu

    bertanya: “Ya Tuhan, apakah yang saya harus tuliskan? Allah menjawab:

    “tulislah segala sesuatu yang ada sampai dating hari kiamat.(HR Al-Baihaqi,

    Turmuzi, dan Abu Dawud)

    “dari Annas Ibnu Malik meriwayatkan bahwa Nabi bersabda: “ikatlah

    ilmu itu dengan tulisan. (HR Turmuzi, Ad darimi)

    15

    Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam, ( Jakarta: Sinar Grafika, 2007), h. 24.

  • 31

    BAB III

    TINJAUAN UMUM TENTANG AKTA OTENTIK DAN NOTARIS SELAKU

    PEJABAT UMUM

    A. Pengertian Akta Otentik

    Akta Otentik ialah akta yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang

    yang memuat atau menguraikan secara otentik sesuatu tindakan yang dilakukan

    atau suatu keadaan yang dilihat atau disaksikan oleh pejabat umum pembuat akta

    itu. Pejabat umum yang dimaksud adalah notaris, hakim, juru sita pada suatu

    pengadilan, pegawai pencatatan sipil, dan sebagainya.

    Suatu akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna bagi

    para pihak beserta seluruh ahli warisnya atau pihak lain yang mendapat hak dari

    para pihak. Sehingga apabila suatu pihak mengajukan suatu akta otentik, hakim

    harus menerimanya dan menganggap apa yang dituliskan di dalam akta itu

    sungguh-sungguh terjadi, sehingga hakim itu tidak boleh memerintahkan

    penambahan pembuktian lagi.1

    1 Artikel diakses pada 26 September 2013 dari internet di

    http://rahmadvai..com/2014/04/pengertian-dan-perbedaan-akta-otentik.html.

    http://rahmadvai..com/2014/04/pengertian-dan-perbedaan-akta-otentik.html

  • 32

    B. Pemalsuan Akta Otentik

    Kejahatan pemalsuan surat pada umumnya adalah berupa pemalsuan surat

    dalam bentuk pokok (bentuk standar) yang dimuat dalam pasal 264, yang

    merumuskan adalah sebagai berikut:2

    (1) Pemalsuan surat diancam dengan pidana penjara paling lama delapan

    tahun, jika dilakukan terhadap:

    1. Akta-akta otentik

    2. Surat hutang atau sertifikat hutang dari sesuatu negara atau

    bagiannya ataupun dari suatu lembaga umum;

    3. Surat sero atau hutang atau sertifikat sero atau hutang dari sesuatu

    perkumpulan, yayasan, perseroan atau maskapai;

    4. Talon, tanda bukti dividen atau bunga dari salah satu surat yang

    diterangkan dalam 2 dan 3, atau tanda bukti yang dikeluarkan

    sebagai pengganti surat-surat itu;

    5. Surat kredit atau surat dagang yang diperuntukkan untuk diedarkan

    (2) Diancam dengan pidana yang sama barang siapa dengan sengaja

    memakai surat tersebut dalam ayat pertama, yang isinya tidak sejati

    atau yang dipalsukan seolah-olah benar dan tidak dipalsu, jika

    pemalsuan surat itu dapat menimbulkan kerugian.

    2 Darus Badrulzaman Mariam, KUHPerdata Buku III Hukum Perikatan Dengan Penjelasan,

    (Bandung: Alumni, 1996), h. 24.

  • 33

    Membuat surat palsu dapat berupa hal-hal berikut:3

    1. Membuat surat palsu yang sebagian atau seluruh isi surat tidak sesuai atau

    bertentangan dengan kebenaran. Membuat surat palsu yang demikian disebut

    pemalsuan intelektual (intelectuale valschelijk).

    2. Membuat surat palsu yang seolah-olah surat itu berasal dari orang lain selain

    si pembuat surat. Membuat surat palsu yang demikian ini disebut dengan

    pemalsuan materiil (materiele valschelijk). Palsunya surat atau tidak benarnya

    surat terletak pada asalnya atau si pembuat surat.

    Di samping isi dan asalnya sebuah surat disebut surat palsu, apabila tanda

    tangannya yang tidak benar. Hal ini dapat terjadi dalam hal misalnya:

    1. Membuat dengan meniru tanda tangan seseorang yang tidak ada orangnya,

    seperti orang yang telah meninggal dunia atau secara fiktif (dikarang-karang):

    2. Membuat dengan meniru tanda tangan orang lain baik dengan persetujuannya

    ataupun tidak.

    Sedangkan perbuatan memalsukan (versvalsen) surat adalah perbuatan

    mengubah dengan cara bagaimanapun oleh orang yang tidak berhak atas sebuah

    surat yang berakibat sebagian atau seluruh isinya menjadi lain/berbeda dengan isi

    surat semula.4 Tidak penting apakah dengan perubahan itu lalu isinya menjadi

    benar ataukah tidak ataukah bertentangan dengan kebenaran ataukah tidak, bila

    3 Mariam, KUHPerdata Buku III Hukum Perikatan Dengan Penjelasan., h. 31.

    4 Lihat dalam Nina Tania Rahayu, Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Notaris Sebagai

    Pejabat Umum, Universitas Indonesia Fakultas Hukum Program Studi Magister Kenotariatan (Depok:

    Juni, 2010), h.46.

  • 34

    perbuatan mengubah itu dilakukan oleh orang yang tidak berhak, pemalsuan

    surat telah terjadi. Orang yang tidak berhak itu adalah orang selain si pembuat

    surat.

    Sama halnya dengan membuat surat palsu, memalsukan surat dapat terjadi

    selain terhadap sebagian atau seluruh isi surat. Misalnya si pembuat dan yang

    bertanda tangan dalam surat yang bernama parikun, diubah tanda tangannya

    menjadi tanda tangan orang lain yang bernama parinun.

    Menurut Soenarto Soerodibroto, dalam hal ini ada suatu arrest HR (14-4-

    1913) yang menyatakan bahwa “barang siapa di bawah suatu penulisan

    membubuhkan tanda tangan orang lain sekalipun atas perintah dan persetujuan

    orang tersebut telah memalsukan tulisan itu”

    Perbedaan prinsip antara perbuatan membuat surat palsu dan memalsukan

    surat, adalah bahwa membuat surat palsu/membuat palsu surat sebelum

    perbuatan dilakukan belum ada surat, kemudian di buat suatu surat yang isinya

    sebagian atau seluruhnya adalah bertentangan dengan kebenaran atau palsu.

    Seluruh tulisan dalam tulisan itu dihasilkan membuat surat palsu. Surat yang

    demikian di sebut dengan surat palsu atau surat tidak asli.5

    Tidak demikian dengan perbuatan memalsu surat. Sebelum perbuatan ini

    dilakukan, sudah ada sebuah surat disebut surat asli. Kemudian pada surat yang

    asli ini, terhadap isinya (termasuk tanda tangan dan nama si pembuat asli)

    5 Rahayu, Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Umum., h.50.

  • 35

    dilakukan perbuat memalsu yang akibatnya surat yang semula benar menjadi

    surat yang semula benar dan bertentangan dengan kebenaran atau palsu.

    Surat yang berisi suatu perikatan pada dasarnya adalah berupa surat yang karena

    perjanjian itu melahirkan hak. Misalnya surat jual beli melahirkan hak si penjual

    untuk menerima uang pembayaran harga benda, dan pembeli mempunyai hak

    untuk memperoleh atau menerima benda yang dibelinya.6 Begitu juga dengan

    surat yang berisi pembebasan hutang. Lahirnya pembebasan hutang pada

    dasarnya disebabkan karena dan dalam hubungannya dengan suatu perikatan.

    Misalnya suatu kwitansi yang berisi penyerahan sejumlah uang tertentu dalam

    hal dan dalam hubungannya dengan misalnya jual beli, hutang piutang dan lain

    sebagainya.

    C. Bentuk Dan Jenis Pemalsuan Akta Otentik

    Pada setiap tindak kejahatan terdapat banyak cara untuk melakukannya.

    Termasuk dalam kejahatan pemalsuan dokumen dan tanda tangan, pelakunya

    melakukan berbagai cara dalam melaksanakan tindak kejahatannya. Dalam

    kriminologi, setiap tindak kejahatan, walaupun memiliki tingkat variasi yang

    tinggi, namun akan selalu ada pola dan teknik yang akan muncul jika

    kejahatannya terus berulang. Setiap tindakan kejahatan, lambat laun akan

    memunculkan pola pengulangan yang bisa dipelajari sebagai pencegahan. Pola

    6 Darus Badrulzaman Mariam, KUHPerdata Buku III, h. 41.

  • 36

    dan teknik kejahatan yang selalu muncul berulang-ulang, juga umum dikenal

    sebagai modus operandi.7

    Dalam tindak kejahatan pemalsuan dokumen, ada berbagai macam modus

    pemalsuan, tergantung dari jenis dokumen dan juga tujuan si pelaku. Namun

    umumnya dalam jenis apapun modus pemalsuan dokumen, pelakunya sudah

    merencanakan dulu tindak kejahatannya. Dengan kata lain, pemalsuan dokumen

    bukanlah kejahatan insidentil seperti street crimes. Pemalsuan dokumen adalah

    kejahatan terencana. Secara niat dan perbuatan, pelakunya sudah merencanakan

    terlebih dahulu skema tindak kejahatannya.8

    Kebenaran pada suatu atau akta otentik sendiri terdiri atas 4 macam,

    yaitu:9

    1. Surat atau akta yang menimbulkan suatu hak

    2. Surat atau akta yang menerbitkan suatu perikatan

    3. Surat atau akta yang menimbulkan pembebasan utang

    4. Surat atau akta yang dibuat untuk membuktikan suatu hal/keadaan tertentu.

    Dalam hal surat atau akta ini perbuatan yang dilarang terhadap 4 macam

    surat tersebut adalah perbuatan membuat surat palsu (valschelijk opmakeen) atau

    tindakan perbuatan memalsu (vervalsen). Perbuatan membuat surat palsu adalah

    suatu perbuatan atau tindakan membuat sebuah surat yang sebelumnya tidak

    7 Kansil, Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1986),

    h. 84. 8 Kansil, Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia, h. 92.

    9 I. G. Ray Widjaya, Merancang Suatu Kontrak Teori dan Praktek, (Bekasi: Kesaint Blanc,

    2004), h. 26.

  • 37

    ada/belum ada, yang sebagian atau seluruh isinya palsu. Surat yang dihasilkan

    dari perbuatan ini disebut dengan surat palsu.10

    Sementara perbuatan memalsu adalah segala wujud perbuatan apapun

    yang ditujukan pada sebuah surat yang sudah ada, dengan cara menghapus,

    mengubah atau mengganti salah satu isinya surat sehingga berbeda dengan surat

    semula. Surat ini disebut dengan surat yang dipalsu.11

    Dua unsur perbuatan dan 4

    unsur objek surat atau akta tersebut merupakan sesuatu yang bersifat alternative,

    dimana dalam mendalilkannya sesuai dengan ketentuan yang terdapat pada pasal

    263 KUHP harus dibuktikan salah satu wujud perbuatannya dan salah satu objek

    suratnya. Dimana, dalam proses pembuktiannya melalui dan dengan

    menggunakan hukum pembuktian sebagaimana telah diatur pada pasal 183 jo 184

    KUHAP. Perbuatan membuat surat, adalah melakukan suatu perbuatan dengan

    cara apapun mengenai suatu surat atau akta misalnya akta kelahiran, sehingga

    menghasilkan sebuah akta kelahiran.

    Hal-hal yang harus dibuktikan mengenai perbuatan membuat ini antara

    lain, adalah wujud apa termasuk bagaimana caranya dari perbuatan membuat

    (misalnya menggunakan mesin cetak/ketik dan sebagainya), dan siapa yang

    melakukan wujud tersebut, berikut kapan waktunya (tempusnya) dan dimana

    lokasi atau terjadinya peristiwa tersebut (lokusnya).12

    Dalam hal ini, semuanya

    10

    Widjaya, Merancang Suatu Kontrak Teori dan Praktek, h. 29.

    11

    Widjaya, Merancang Suatu Kontrak Teori dan Praktek, h. 38.

    12

    R. Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, (Jakarta: Intermesa, 2003), h. 44.

  • 38

    harus jelas, artinya dapat dibuktikan tanpa keraguan sama sekali. Tidak cukup

    adanya fakta kedapatan peada seseorang, atau digunakan sebagai bukti oleh

    seseorang mengenai akta tersebut.

    Dalam hukum pembuktian tidak mengenal dan tidak tunduk pada

    anggapan, melainkan harus dibuktikan setidak-tidaknya memenuhi syarat

    minimal pembuktian. Hukum pembuktian dibuat untuk menjamin kepastian

    hukum dan keadilan bagi setiap orang di negara ini, dan untuk menghindari

    kesewenang-wenangan hakim dalam menjatuhkan suatu putusan atau vonis pada

    suatu perkara yang ditanganinnya.13

    Pada pasal 183 KUHAP tentang syarat

    minimal pembuktian, menetapkan syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk

    menjatuhkan pidana, ialah syarat subjektif yang juga harus dilandasi syarat

    objektif. Harus ada suatu keyakinan hakim yang dibentuk berdasarkan minimal

    dua alat bukti yang sah. Dasar keyakinan hakim yang dibentuk atas dasar

    (objektif) minimal 2 alat bukti yang sah tersebut adalah hakim yakin tindak

    pidana telah terjadi, hakim yakin terdakwa tersebut yang telah melakukannya dan

    hakim yakin terdakwa telah bersalah dalam melakukan tindak pidana tanpa

    adanya hal-hal yang bisa memaafkan atau menghapuskan pidana.

    Oleh karena itu tidak cukup untuk membentuk keyakinan dari sekedar

    fakta bahwa, misalnya sebuah akta kelahiran yang diduga palsu kedapatan pada

    seseorang, atau fakta ada orang lain yang menyerahkannya kepada orang lain

    untuk melakukan suatu perbuatan hukum. Fakta yang seperti ini hanya sekedar

    13

    Widjaya, Merancang Suatu Kontrak, h. 48.

  • 39

    dapat dipakai sebagai bahan untuk membuat alat bukti petunjuk saja dan tidak

    membuktikan sebagai pelaku tindak pidana sebagaimana diatur pada pasal 263

    KUHP. Terlebih lagi, untuk terbitnya sebuah akta kelahiran selalu melalui

    prosedur baku yang tidak mungkin dibuat oleh satu orang saja.14

    Ada 2 syarat adanya surat asli dan tidak dipalsu dalam pasal 263 (1) atau

    (2), ialah:15

    1. Perkiraan adanya orang yang terpedaya terhadap surat itu, dan

    2. Surat itu dibuat memang untuk memperdaya orang lain. Arti dapat merugikan

    menurut ayat (1) maupun ayat (2) pasal 263. Istilah “dapat” adalah perkiraan

    yang dapat dipikirkan oleh orang yang normal.

    Ada perbedaan perihal “dapat merugikan” menurut ayat (1) dan menurut

    ayat (2). Perbedaannya, ialah surat palsu atau dipalsu menurut ayat (1) belum

    digunakan, sementara ayat (2) surat sudah digunakan. Oleh karena menurut ayat

    (2) surat sudah digunakan, maka hal kerugian menurut ayat (2) harus jelas dan

    pasti perihal pihak mana yang dirugikan dan kerugian berupa apa yang akan di

    derita oleh orang/pihak tertentu tersebut. Ada 2 pihak yang dapat menderita

    kerugian, ialah: (1) pihak/orang yang namanya disebutkan di dalam surat palsu

    tersebut, atau (2) pihak/orang siapa surat itu pada kenyataannya digunakan.16

    Namun harus jelas bahwa perkiraan kerugian ini adalah akibat langsung dari

    14

    Widjaya, Merancang Suatu Kontrak., h. 51.

    15

    Widjaya, Merancang Suatu Kontrak, h.52.

    16

    Widjaya, Merancang Suatu Kontrak., h. 53.

  • 40

    penggunaannya. Artinya tanpa menggunakan surat palsu/dipalsu, kerugian itu

    tidak mungkin terjadi.

    D. Tugas, Wewenang, Dan Kewajiban Notaris

    Pasal 1 P.J.N tidak memberikan uraian yang lengkap mengenai tugas dan

    pekerjaan notaris. Dikatakan demikian, oleh karena selain untuk membuat akta-

    akta otentik, notaris juga ditugaskan untuk melakukan pendaftaran dan

    mensyahkan surat-surat/akta-akta yang dibuat dibawah tangan. Notaris juga

    memberikan nasehat hukum dan penjelasan mengenai undang-undang kepada

    pihak-pihak yang bersangkutan. Juga sebagaimana telah dikemukakan diatas,

    menurut kenyataannya tugas notaris bersamaan dengan perkembangan waktu

    telah pula berkembang sebagaimana itu sekarang ini. Tegasnya notaris

    sebagaimana menurut undang-undang dan notaris menurut yang sebenarnya dan

    tugas yang harus dijalankannya, yang diletakan kepadanya oleh undang-undang,

    sangat berbeda sekali dengan tugas yang dibebankan kepadanya oleh masyarakat

    didalam praktek, sehingga sulit untuk memberikan definisi yang lengkap

    mengenai tugas dan pekerjaan notaris.17

    a. Wewenang Notaris Bersifat Umum

    Pertama sekali didalam pasal 1 PJN ditentukan, bahwa notaris berwenang

    untuk membuat akta mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang

    diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh yang berkepentingan

    17

    G.H.S. Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris (Jakarta: Erlangga, 1980), h. 32.

  • 41

    dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta otentik. Dari bunyi pasal tersebut,

    bahwa wewenang notaris adalah “regel” (bersifat umum), sedangkan wewenang

    dari pejabat lain adalah “pengecualian”. Wewenang dari pejabat lainnya itu untuk

    membuat akta sedemikian hanya ada, apabila oleh undang-undang dinyatakan

    secara tegas, bahwa selain dari notaris, mereka juga turut berwenang membuatnya

    atau untuk pembuatan suatu akta tertentu mereka oleh undang-undang dinyatakan

    sebagai satu-satunya yang berwenang untuk itu.18

    Pasal 15 ayat (1) UUJN menegaskan bahwa salah satu kewenangan

    notaris, yaitu membuat akta secara umum, hal ini disebut sebagai kewenangan

    umum notaris, dengan batasan sepanjang:

    1. Tidak dikecualikan kepada pejabat lain yang ditetapkan oleh undang-undang.

    2. Menyangkut akta yang harus dibuat atau berwenang membuat akta otentik

    mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketatapan yang diharuskan oleh

    aturan hukum atau dikehendaki oleh yang bersangkutan.

    3. Mengenai subjek hukum (orang atau badan hukum) untuk kepentingan siapa

    akta itu dibuat atau dikehendaki oleh yang berkepentingan.

    Menurut pasal 15 ayat (1) bahwa wewenang notaris adalah membuat akta,

    bukan membuat surat, seperti surat kuasa membebankan hak tanggungan

    (SKMHT) atau membuat surat lain, seperti surat keterangan waris (SKW). Ada

    beberapa akta otentik yang merupakan wewenang notaris dan juga menjadi

    wewenang pejabat atau instansi lain,yaitu:

    18

    Ibid.,h. 33.

  • 42

    1. Akta pengakuan anak di luar kawin (pasal 281 BW)

    2. Akta berita acara kelalaian pejabat penyimpan hipotik (pasal 1227 BW)

    3. Akta berita acara tentang penawaran pembayaran tunai dan konsinyansi (pasal

    1405 dan 1406 BW).

    4. Akta protes wesel dan cek (pasal 143 dan 218)

    5. Surat kuasa membebankan hak tanggungan (SKMHT) – (pasal 15 ayat (1)

    undang-undang nomor 4 tahun 1996).

    Berdasarkan wewenang yang ada pada notaris sebagaimana tersebut

    dalam pasal 15 UUJN dan kekuatan pembuktian dari akta notaris, maka ada 2

    (dua) kesimpulan, yaitu:

    1. Tugas jabatan notaris adalah memformulasikan keinginan/tindakan para pihak

    ke dalam akta otentik, dengan memperhatikan aturan hukum yang berlaku.

    2. Akta notaris sebagai akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian yang

    sempurna, sehingga tidak perlu dibuktikan atau ditambah dengan alat bukti

    yang lainnya, jika ada orang/pihak yang menilai atau menyatakan bahwa akta

    tersebut tidak benar, maka orang/pihak yang menilai atau menyatakan tidak

    benar tersebut wajib membuktikan penilaian atau pernyataannya sesuai aturan

    hukum yang berlaku. 19

    Kewenangan notaris, menurut pasal 15 UUJN adalah membuat akta

    otentik mengenai perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh

    19

    Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia (Tafsir Tematik Terhadap UU No.30 Tahun 2004

    Tentang Jabatan Notaris), (Bandung: Refika Aditama, 2009), h. 78-79.

  • 43

    peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang

    berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal

    pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta,

    semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau

    dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-

    undang. Notaris memiliki wewenang pula untuk:

    1. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah

    tangan dengan mendaftar dalam buku khusus.

    2. Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku

    khusus;

    3. Membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang

    memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang

    bersangkutan;

    4. Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya;

    5. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta;

    6. Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau

    7. Membuat akta risalah lelang.

    Melalui pengertian notaris tersebut terlihat bahwa wewenang notaris

    adalah membuat akta otentik.20

    b. Kewajiban Notaris

    20

    Abdul Ghofur Anshori, Lembaga Kenotariatan Indonesia Perspektif Hukum dan Etika,

    (Yogyakarta: UII Press, 2009), h. 15-16.

  • 44

    Kewajiban menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, diartikan sebagai

    sesuatu yang diwajibkan, sesuatu yang harus dilaksanakan atau dapat diartikan

    juga sebagai suatu keharusan.21

    Sehingga kewajiban notaris adalah sesuatu yang

    harus dilaksanakan oleh notaris dalam menjalankan jabatannya, karena sudah

    menjadi suatu keharusan yang diwajibkan oleh undang-undang (UUJN).

    Kewajiban notaris melupakan sesuatu yang wajib dilakukan oleh notaris

    yang jika tidak dilakukan atau dilanggar, maka atas pelanggaran tersebut akan

    dikenakan sanksi terhadap notaris. Kewajiban tersebut diatur pada bab III pasal

    16 dari UUJN, yaitu sebagai berikut.22

    1. Dalam menjalan jabatannya, notaris berkewajiban:

    a. Bertindak jujur, seksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga

    kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum;

    b. Membuat akta dalam bentuk minuta akta dan menyimpannya sebagai

    bagian dari protocol notaris;

    c. Mengeluarkan grosse akta, salinan akta, atau kutipan akta berdasarkan

    minuta akta;

    d. Memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang

    ini, kecuali ada alasan untuk menolaknya;

    21

    Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai

    Pustaka, 2001), h. 1123. 22

    Pasal 16 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.

  • 45

    e. Merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala

    keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai dengan

    sumpah/janji jabatan, kecuali undang-undang menentukan lain;

    f. Menjilid akta yang dibuatnya dalam 1 (satu) bulan menjadi buku yang

    memuat tidak lebih dari 50 (lima puluh) akta, dan jika jumlah akta tidak

    dapat dimuat dalam satu buku, akta tersebut dapat dijilid menjadi lebih

    dari saatu buku, dan tahun pembuatannya pada sampul setiap buku;

    g. Membuat daftar dari akta proses terhadap tidak dibayar atau tidak

    diterimanya surat berharga;

    h. Membuat daftar akta yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan waktu

    pembuatan akta setiap bulan;

    i. Mengirimkan daftar akta sebagaimana dimaksud dalam huruf h atau daftar

    nihil yang berkenaan dengan wasiat ke daftar pusat wasiat departemen

    yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang kenotariatan dalam waktu 5

    (lima) hari pada minggu pertama setiap bulan berikutnya;

    j. Mencatat dalam repertorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada setiap

    akhir bulan;

    k. Mempunyai cap/stempel yang memuat lambing negara Republik

    Indonesia dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama, jabatan

    dan tempat kedudukan yang bersangkutan;

  • 46

    l. Membacakan akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling

    sedikit 2 (dua) orang saksi dan ditandatangani pada saat itu juga oleh

    penghadap, saksi, dan notaris

    m. Menerima magang calon notaris.

    2. Menyimpan minuta akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hruf b tidak

    berlaku, dalam hal notaris mengeluarkan akta dalam bentuk originali.

    3. Akta originali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah akta

    a. Pembayaran uang sewa, bunga dan pension

    b. Penawaran pembayaran tunai;

    c. Protes terhadap tidak dibayarnya atau tidak diterimanya surat berharga;

    d. Akta kuasa;

    e. Keterangan kepemilikan; atau

    f. Akta lainnya berdasrkan peraturan perundang-undangan.

    4. Akta original sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dibuat lebih dari 1

    (satu) rangkap.

    5. Akta originali yang berisi kuasa yang belum diisi nama penerima kuasa hanya

    dapat dibuat dalam 1 (satu) rangkap.

    6. Bentuk dan ukuran cap/stempel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf k

    ditetapkan dengan peraturan menteri.

    7. Pembacaan akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf I tidak wajib

    dilakukan, jika penghadap menghendaki agar akta tidak dibacakan karena

    penghadap telah membaca sendiri, mengetahui dan memahami isinya.

  • 47

    8. Jika salah satu syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf I dan ayat (7)

    tidak dipenuhi, akta yang bersangkutan hanya mempunyai kekuatan

    pembuktian sebagai akta di bawah tangan.

    9. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) tidak berlaku untuk

    pembuatan akta wasiat.23

    E. Akta-Akta Notaris

    Ada 2 (dua) jenis/golongan akta notaris,yitu: (1) akta yang dibuat oleh

    (door) notaris, biasa disebut dengan istilah akta relaas atau berita acara, (2) akta

    yang dibuat di hadapan (ten overstaan) notaris, biasa disebut dengan akta pihak

    atau akta partij.

    Akta-akta tersebut dibuat atas dasar permintaan para pihak/penghadap,

    tanpa adanya permintaan para pihak, sudah tentu akta tersebut tidak akan dibuat

    oleh notaris. Akta relaas akta yang dibuat oleh notaris atas permintaan para pihak,

    agar notaris mencatat atau menuliskan segala sesuatu hal yang dibicarakan oleh

    pihak berkaitan dengan tindakan hukum atau tindakan lainnya yang dilakukan

    oleh para pihak, agar tindakan tersebut dibuat atau dituangkan dalam suatu akta

    notaris. Dalam akta relaas ini notaris menulis atau mencatatkan semua hal yang

    dilihat atau didengar sendiri secara langsung oleh notaris yang dilakukan para

    pihak. Dan akta pihak adalah akta yang dibuat di hadapan notaris atas permintaan

    23

    Mahmud Mulyadi, Perlindungan Hukum Terhadap Notaris Indikator Tugas-Tugas Jabatan

    Notaris yang Berimplikasi Perbuatan pidana, (Jakarta: P.T SOFMEDIA, 2011), h. 40-43.

  • 48

    para pihak, notaris berkewajiban untuk mendengarkan pernyataan atau keterangan

    para pihak yang dinyatakan atau diterangkan sendiri oleh para pihak di hadapan

    notaris. Pernyataan atau keterangan para pihak tersebut oleh notaris dituangkan ke

    dalam akta notaris.24

    Berbagai akta yang biasa atau sering dibuat dihadapan atau oleh notaris

    dalam menjalankan tugas jabatannya adalah sebagai berikut:

    1. Akta-akta yang menyangkut hukum perorangan (personen recht), Burgerlijk

    Wetboek buku I, antara lain:

    a. Berbagai izin kawin baik dari orangtua ataupun kakek/nenek (harus

    otentik/pasal 71 BW)

    b. Pencabutan pencegahan perkawinan (harus otentik/pasal 70 BW)

    c. Berbagai perjanjian kawin berikut perubahannya (harus otentik/pasal 147,

    148 BW dan sebagainya).

    d. Kuasa melangsungkan perkawinan (harus otentik/pasal 79 BW)

    e. Hibah yang berhubungan dengan perkawinan dan penerimaannya (harus

    otentik/pasal 176 dan 177 BW).

    f. Berbagai kuasa/bantuan suami kepada istrinya (pasal 108 dan 139 BW).

    g. Pembagian harta perkawinan setelah adanya putusan pengadilan tentang

    pemisahan harta (harus otentik/pasal 191 BW).

    h. Kuasa melepaskan harta campur (pasal 132 dan 133 BW)

    24

    Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia Tafsir Tematik Terhadap UU No.30 Tahun 2004

    Tentang Jabatan Notaris, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2009), h. 45.

  • 49

    i. Pemulihan kembali harta campur yang telah terpisah (harus otentik/pasal

    196 BW).

    j. Syarat-syarat untuk mengadakan perjanjian pisah meja dan ranjang (pasal

    237 BW).

    k. Perdamaian antara suami istri yang telah pisah meja dan ranjang (pasal

    248 dan 249 BW).

    l. Keingkaran sahnya anak (pasal 253 dan 256 BW).

    m. Pengakuan anak luar kawin (harus otentik/pasal 281 BW)

    2. Akta-akta yang menyangkut hukum kebendaan (zaken recht, Burgerlijk

    Wetboek buku II, antara lain:

    a. Berbagai macam jenis surat wasiat, termasuk di antaranya penyimpanan

    wasiat umum, wasiat pendirian yayasan, wasiat umum, wasiat pemisahan

    dan pembagian harta peninggalan, pengangkatan pelaksana wasiat dan

    pengurusan harta peninggalan dan pencabutannya (harus otentik/pasal 874

    dan seterusnya BW)

    b. Berbagai kuasa yang menyangkut warisan, seperti kuasa keterangan

    menimbang, menerima secara terbatas, menolak harta peninggalan (pasal

    1023 dan sebagainya 1044 dan seterusnya BW)

    c. Berbagai akta pemisahan dan pembagian harta peninggalan/warisan

    (dalam berbagai hal harus otentik/pasal1066 dan seterusnya BW)

    d. Pencatatan harta peninggalan (pasal 1073 BW)

    e. Jaminan kebendaan gadai (pasal 1150 dan seterusnya BW)

  • 50

    f. Jaminan kebendaan hipotik (harus otentik/pasal 1162 dan seterusnya

    1171, 1195 dan 1196 BW juncto peraturan agrarian).

    3. Akta-akta yang menyangkut hukum perikatan (verbintenissen recht),

    Burgerlijk Wetboek buku III, antara lain:

    a. Berbagai macam/jenis jual beli (pasal 1457 dan seterusnya BW), untuk

    tanah dengan PPAT.

    b. Berbagai macam/jenis tukar menukar (Pasal 1541 dan seterusnya bw),

    untuk tanah dengan akta PPAT.

    c. Berbagai macam/jenis sewa-menyewa (Pasal 1548 dan seterusnya BW)

    d. Macam-macam perjanjian perburuhan/hubungan kerja (Pasal 1601 dan

    seterusnya BW)

    e. Aneka perjanjian pemborongan pekerjaan (Pasal 1064 dan seterusnya

    BW)

    f. Rupa-rupa persekutuan/perseroan (maatschap) (Pasal 1618 dan seterusnya

    BW)

    g. Berbagai jenis perkumpulan (Pasal 1653 dan seterusnya BW)

    h. Berbagai hibah (Pasal 1666 dan seterusnya BW), untuk tanah dengan akta

    PPAT (harus otentik/Pasal 1682 BW)

    i. Rupa-rupa penitipan barang (pasal 1964 dan seterusnya BW)

    j. Aneka perjanjian tentang pinjam pakai (Pasal 1740 dan seterusnya BW)

    k. Berbagai perjanjian pinjam-meminjam/kredit/hutang uang dan sebagainya

    (Pasal 1754 dan seterusnya BW)

  • 51

    l. Rupa-rupa pemberian kuasa, khusus maupun umum (Pasal 1792 dan

    seterusnya BW)

    m. Penanggung utang/jaminan peribadi (Pasal 1820 BW)

    n. Perdamaian dalam berbagai masalah (Pasal 1851 dan seterusnya BW)

    o. “seribu satu” (tidak terduga banyaknya macam kontrak inominat atas

    dasar Pasal 1338 Jis Pasal 1319, 1233, dan seterusnya serta 1313 dan

    seterusnya BW)

    4. Akta-akta yang menyangkut hukum dagang/perusahaan (Wetboek van

    Koophandel dan lain-lain), antara lain:

    a. Berbagai perseroan (Maatschap, Firma, Comanditair Vennotschap,

    Perseroan Terbatas biasa, Penanaman Modal Dalam Negeri dan

    Penanaman Modal Asing