KAJIAN FORMULASI GELATIN-EKSTRAK DAUN LOKAL DAN … fileLAPORAN AKHIR HIBAH BERSAING KAJIAN...
-
Upload
truongdiep -
Category
Documents
-
view
233 -
download
0
Transcript of KAJIAN FORMULASI GELATIN-EKSTRAK DAUN LOKAL DAN … fileLAPORAN AKHIR HIBAH BERSAING KAJIAN...
LAPORAN AKHIR
HIBAH BERSAING
KAJIAN FORMULASI GELATIN-EKSTRAK DAUN LOKAL DANPOTENSINYA SEBAGAI EDIBLE COATING ANTIBAKTERI
PADA BAKSO SAPI ASAP
Tahun ke-1 dari Rencana 2 Tahun
Ir. Anak Agung Oka, M.S.NIDN. 0020076103
Ir. I Kadek Anom Wiyana, M.P.NIDN. 0011055502
Prof.Dr.Ir. I Made Sugitha,M.Sc.NIDN. 0012055508
Dibiayai oleh :Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaansesuai dengan Surat Perjanjian Penugasan Pelaksanaan Pengabdian kepadaMasyarakat Nomer : 51/UN14.2/PNL.01.03.00/2015, tanggal 3 Maret 2015
UNIVERSITAS UDAYANAOktober 2015
RINGKASAN
Bakso sapi adalah produk hasil ternak yang sangat populer di masyarakat. Produk inibersifat hayati dan karena itu, mudah rusak dan terkontaminasi mikrobia. Oleh karena itu,bahan pengawet sering digunakan namun diragukan keamanannya. Tujuan secara umumpenelitian yang diusulkan ini adalah mengembangkan pengemas alami untuk produk baksosapi sehingga mampu berfungsi sebagai antibakteri dan bahkan memberikan fungsi sebagaiantioksidan serta sekaligus bercitarasa asap. Untuk mencapai tujuan tersebut dikajipenggunaan gelatin dari shank ayam broiler dan ekstrak daun lokal menjadi produk kemasanalami (edible film) dengan spesifikasi untuk coating produk bakso sapi. Kegiatan tersebutdilanjutkan dengan peningkatan fungsi edible melalui penambahan asap cair. Keberhasilanpelaksanaan penelitian ini akan menjadi harapan untuk ditemukannya Ipteks dalam produksiedible coating antibakteri, berantioksidan dan bercita rasa asap untuk keamanan dandiversifikasi produk bakso. Metode penelitian dengan difokuskan pada produksi dan formulasiedible coating berbahan gelatin dari shank ayam broiler dan ekstrak daun lokal (daun jati/JA;daun kelor/KE dan daun katuk/KU). Karakterisasi kualitas ekstrak daun lokal terlebih dahuludiamati. Selanjutnya, dilanjutkan dengan produksi dan formulasi edible coating berbasisgelatin dari shank ayam broiler dengan penambahan ekstrak daun lokal sebagi sumberantibakterinya. Jenis daun lokal (JA, KE dan KU) dengan konsentrasi ekstraksinya (0%; 5%;10%; 15% dan 20%) dan masing – masing ditambahi gliserol sebagai pemlastis (plasticizer)sebanyak 1 ml. Tahap selanjutnya, hasil terbaik dimasing-masing jenis ekstrak daun lokaldengan konsentrasi terbaik diaplikasikan pada bakso sapi sebagai edible coating denganmengamati masa simpan (0; 1; 2; 3 dan 4 hari) produk bakso sapi tersebut. Hasil penelitianmenunjukkan bahwa sifat antioksidan pada ekstrak daun kayu manis paling tinggi diikutidengan daun kelor dan terendah pada daun jati. Hasil pembuktian dengan uji GC-MSmenunjukkan bahwa ketiga jenis daun lokal ini didominasi oleh sifat antioksidan dengankandungan fenol yang tinggi. Hasil formulasi ekstrak daun lokal dengan gelatin dari kulitceker broiler dihasilkan formula 15% ekstrak daun ditambahkan gelatin menghasilkan ediblecoating terbaik diukur dari kandungan pH, protein dan fenol dari edible. Aplikasi edible padabakso tidak mempengaruhi respon panelis khususnya terhadap aroma bakso. Sifat edible yangberantioksidan memberikan respon panelis yang sama, meskipun tidak mampu memberikanhasil baik jika disimpan lebih dari 24 jam. Nilai pH bakso yang dikemas edible hinggapenyimpanan 2 hari tidak berbeda dengan kontrol (0 hari) bahkan indikator kadar air baksoberhasil mempertahankan terjadinya dehidrasi selama penyimpanan hingga hari ke-3. Namunkandungan protein terjadi degradasi selama bakso dikemas. Kesimpulan penelitian ini bahwasifat antioksidan dari daun lokal ini cukup tinggi dan potensial ditambahkan (konsentrasi 15%)sebagai sumber antioksidan pada edible berbasis gelatin dari kulit ceker broiler. Aplikasinyapada bakso sapi telah memberikan fungsi yang sesuai yakni melindungi bakso dari terjadinyadehidrasi uap air dan bahkan sifat antioksidan dan antibakteri yang terkandung dalam edibleini memberikan nilai tambah tersendiri.
Kata kunci: ekstrak daun lokal, edible, bakso, antibakteri, antioksidan
SUMMARY
Veal meatballs are livestock products are very popular in the community. Theseproducts are biological and therefore, easily damaged and contaminated by microbes.Therefore, a preservative commonly used but questionable safety. The general purpose of theproposed research is to develop a natural packaging for beef meatball products so as tofunction as an antibacterial and even provide functions as an antioxidant and simultaneouslyflavored smoke. To achieve these objectives assessed the use of gelatin from the shank ofbroilers and local leaf extract into a natural packaging products (edible film) with coatingproduct specifications for beef meatballs. The activity was followed by an increase in ediblefunction through the addition of liquid smoke. The successful implementation of this researchwill be the hope for the discovery of science and technology in the production of ediblecoating antibacterial, berantioksidan and flavor of smoke to safety and product diversificationmeatballs. The research method with a focus on the production and formulation of ediblecoating made from gelatin from shank broilers and local leaf extract (leaf teak / JA; Moringaleaves / KE and leaves katuk / KU). Characterization of the quality of local leaf extract firstobserved. Furthermore, continued with production and formulation of gelatin-based ediblecoating of a shank broilers with the addition of local leaf extract as a source of antibacterial.Local leaf type (JA, KE and KU) with extraction concentration (0%, 5%, 10%, 15% and 20%)and each - each added glycerol as plasticizer (plasticizer) as much as 1 ml. The next stage, thebest results in the respective types of local leaf extracts with the best concentration applied tothe beef meatballs as an edible coating by observing the storage period (0; 1; 2; 3 and 4 days)the product of the beef meatballs. The results showed that the antioxidant properties ofcinnamon leaf extract highest followed by Moringa leaves and lowest in teak leaves. Theresults of verification by GC-MS test showed that the three kinds of local leaf is dominated byits antioxidant properties with high phenol content. Results of local leaf extract formulationswith gelatin from leather claw formula 15% of broilers produced leaf extract is added gelatinbest produce edible coating is measured on the pH content, protein and phenol from edible.Applications edible meatballs panelists did not affect the response in particular to the aroma ofthe meatballs. Nature edible berantioksidan same panelists responded, although not able togive good results if stored more than 24 hours. The pH value of the packaged edible meatballsuntil 2 days storage is not different from the control (0 days) even indicators of water contentmeatball managed to maintain dehydration during storage until the 3rd day. However, proteindegradation during packaged meatballs. The conclusion of this research that the antioxidantproperties of local leaf is quite high and the potential added (concentration 15%) as a source ofantioxidants in edible gelatin from leather-based broiler claw. Its application in beef meatballshas provided the corresponding function of protecting the meatballs from dehydration andeven water vapor antioxidant and antibacterial properties contained in this edible give addedvalue.
Keywords: local leaf extract, edible, meatballs, antibacterial, antioxidant
PRAKATA
Puji syukur dipanjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi sehingga laporan
kemajuan penelitian Hibah Bersaing yang berjudul : “Kajian Formulasi Gelatin-Ekstrak
Daun Lokal dan Potensinya sebagai Edible Coating Antibakteri pada Bakso Sapi Asap”,
dapat diselesaikan dengan baik.
Laporan kemajuan kegiatan penelitian ini dapat disusun berkat kerjasama semua
pihak. Untuk itu melalui kesempatan ini diucapkan terima kasih yang sangat dalam, kepada
yang terhormat :
1. Dirjen DIKTI atas bantuan hibah bersaing yang diberikan sehingga kegiatan ini dapat
berjalan dengan baik
2. Rektor Universitas Udayana dalam hal ini Ketua LPPM Unud atas persetujuannya
sehingga kegiatan ini bisa dilaksanakani
3. Bapak Dekan Fakultas peternakan Unud, atas segala fasilitas laboratorium yang
mendukung kegiatan penelitian ini
4. Bapak Kepala Laboratorium Ternak Potong dan Kerja serta Kepala Laboratorium
Teknologi dan Mikrobiologi Hasil Ternak Unud atas kejasamanya sehingga kegiatan
penelitian dapat berjalan sesuai dengan rencana
5. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, atas bantuannya dan sarannya
sehingga penelitian ini dapat dikerjakan.
Akhirnya, kami mengharapkan semoga laporan kemajuan ini bermanfaat bagi yang
memerlukan.
Denpasar, 30 Oktober 2015
Ketua Pelaksana
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PENGESAHAN ..………………………………….......................
RINGKASAN ....................................... ………………………………………..
SUMMARY .........................................................................................................
PRAKATA ...........................................................................................................
DAFTAR ISI .......................................................................................................
DAFTAR TABEL ...............................................................................................
DAFTAR GAMBAR ...........................................................................................
BAB I. PENDAHULUAN ...................................................................................
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................
BAB III. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN ....................................
VAB IV. METODE PENELITIAN ...................................................................
BAB. V. HASIL DAN PEMBAHASAN ...........................................................
BAB. VI. RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA ........................................
BAB VII. KESIMPULAN DAN SARAN .........................................................
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................
LAMPIRAN .........................................................................................................
i
ii
iii
iv
v
vi
vii
1
3
9
10
15
27
28
29
32
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Syarat Mutu Objektif dari Bakso Daging Sapi SNI 01-3818-1995 ........................... 82 Indikator Capaian Kegiatan Penelitian Tahun Pertama ............................................. 143 Rerata Karakteristik Ekstrak Daun Lokal (Ekstrak Daun Jati, Kelor dan Kayu
Manis) dengan Bahan Pengekstrak Aquades .............................................................15
4 Senyawa-Senyawa yang Terdeteksi pada Fraksi Heksana Ekstrak Daun Lokal(Daun Jati, Kelor dan Kayu Manis) ...........................................................................
16
5 Rerata pH Edible Film Berbasis Gelatin Kulit Kaki Ayam Boiler Terkorporasidengan Ekstrak Daun Lokal .......................................................................................
19
6 Rerata Kadar Protein (% bb) Edible Film Berbasis Gelatin Kulit Kaki Ayam BoilerTerkorporasi dengan Ekstrak Daun Lokal .................................................................
19
7 Rerata Total Fenol (mg/100 g GAE) Edible Film Berbasis Gelatin Kulit KakiAyam Boiler Terkorporasi dengan Ekstrak Daun Lokal ...........................................
20
8 Respon Panelis terhadap Warna Bakso yang Dikemas Edible Coating BerbasisGelatin Kulit Kaki Ayam Boiler Terkorporasi dengan Ekstrak Daun Lokal ............
21
9 Respon Panelis terhadap Aroma Bakso yang Dikemas Edible Coating BerbasisGelatin Kulit Kaki Ayam Boiler Terkorporasi dengan Ekstrak Daun Lokal ............
22
10 Nilai pH Bakso yang Dikemas Edible Coating Berbasis Gelatin Kulit Kaki AyamBoiler Terkorporasi dengan Ekstrak Daun Lokal ......................................................
23
11 Kandungan Air (%) Bakso yang Dikemas Edible Film Berbasis Gelatin Kulit KakiAyam Boiler Terkorporasi dengan Ekstrak Daun Lokal ...........................................
23
12 Kandungan Protein (%) Bakso yang Dikemas Edible Film Berbasis Gelatin KulitKaki Ayam Boiler Terkorporasi dengan Ekstrak Daun Lokal ..................................
24
13 Kandungan Abu (%) Bakso yang Dikemas Edible Film Berbasis Gelatin KulitKaki Ayam Boiler Terkorporasi dengan Ekstrak Daun Lokal ..................................
25
14 Hasil Pengujian Angka Lempeng Total (ALT) Bakso (CFU/cm2) yang DikemasEdible Film Berbasis Gelatin Kulit Kaki Ayam Boiler Terkorporasi denganEkstrak Daun Lokal ...................................................................................................
26
15 Hasil Pengujian Coliform Bakso (APM/cm2) yang Dikemas Edible FilmBerbasis Gelatin Kulit Kaki Ayam Boiler Terkorporasi dengan Ekstrak DaunLokal ..........................................................................................................................
26
16 Rancangan Desain Penelitian Tahun Kedua .............................................................. 27
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Model ikatan hidrogen pada kolagen .................................................................. 42 Model struktur gelatin yang telah terekstrak ....................................................... 53 Diagram Alir Ekstrak Daun ............................................................................... 134 Kromatogram Fraksi Heksana Ekstrak Bubuk Simplisia Daun Jati ................... 185 Kromatogram Fraksi Heksana Ekstrak Bubuk Simplisia Daun Kelor ................ 186 Kromatogram Fraksi Heksana Ekstrak Bubuk Simplisia Daun Kayu Manis...... 18
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Bakso, seperti bakso sapi adalah produk olahan daging giling dan selama ini memiliki
pangsa pasar yang sangat luas. Produk ini sangat disukai oleh seluruh lapisan konsumen,
mulai dari anak-anak hingga orang dewasa. Oleh karena begitu banyaknya penggemar bakso
sehingga banyak produsen membuat kreasi dan inovasi tersendiri dalam menghasilkan aneka
rasa bakso. Namun demikian, bakso seperti produk pangan lainnya memiliki kelemahan yakni
mudah rusak dan terkontaminasi oleh bakteri. Banyak strategi telah dilakukan oleh para
konsumen untuk mempertahankan kualitas bakso yang dihasilkan dan celakanya tidak sedikit
secara diam-diam menggunakan bahan pengawet yang diduga justru memberi dampak negatif
bagi kesehatan. Penggunaan bahan pengawet yang tidak mendukung kesehatan dikhawatirkan
akan berdampak pada rendahnya kualitas bakso yang dihasilkan. Oleh karena itu, pada
penelitian ini akan dikaji formula pengawetan bakso dengan bahan produk yang bersifat
sebagai pelindung bakso dan sekaligus sebagai bahan anti bakteri serta sekaligus memberi
citarasa spesifik.
Ekstrak daun jati, daun kelor dan daun katuk merupakan beberapa jenis daun lokal
yang kemungkinan mampu memberi sifat-sifat sebagai anti bakteri dan bahkan memberi sifat
sebagai antioksidan. Namun penggunaan ekstrak daun lokal ini seperti apa sehingga bisa
diaplikasikan pada produk bakso, karena jika langsung ditambahkan pada bahan baku
pembuatan bakso, kemampuannya sebagai antibakteri diragukan dan produk bakso yang
dihasilkan tidak akan menarik. Oleh karena itu, timbul pemikiran penggunaan ekstrak daun
lokal ini diaplikasikan sebagai pengemas alami bakso. Pengemas alami yang bersifat
biodegradeble (layak dimakan) dengan karakteristik yang tipis (edible film) dan tidak
mengganggu produk bakso. Edible film merupakan lapisan tipis yang dapat dimakan, dibentuk
melapisi komponen makanan (coating), ditempatkan di atas atau di antara komponen
makanan. Dalam produk pangan, lapisan tipis ini berfungsi untuk penghambat perpindahan
uap air (Krochta et al ., 1994) dan pertukaran gas (Liu dan Han, 2005), mencegah kehilangan
aroma dan perpindahan lemak (Krochta dan Johnson, 1997), meningkatkan karakteristik fisik,
dan sebagai pembawa zat aditif serta bersifat ramah lingkungan (Kim dan Ustunol, 2001) dan
(Simelane dan Ustunol, 2005).
Kajian interaksi gelatin dengan ekstrak daun lokal menjadi produk edible coating,
merupakan metode sebagai upaya menghasilkan formula edible film yang bersifat anti bakteri
dan diaplikasikan sebagai pencelup (coating) pada produk bako sapi. Gelatin yang digunakan
yakni gelatin dari shank ayam broiler melalui proses gelatinisasi pada protein kolagen. Proses
gelatinisasi protein kolagen pada kulit kaki ternak dapat dilakukan dengan metode modifikasi
dari Miwada dan Simpen (2007). Sementara ekstrak daun lokal dilakukan dengan metode
Wrasiati (2011), karakteristik dari daun lokal (daun jati, kelor dan katuk) diduga memiliki
karakteristik tersendiri, khususnya dalam kemampuannya sebagai anti bakteri. Interaksinya
dengan gelatin dan diolah menjadi edible coating diduga akan memberikan efek menarik bagi
produk bakso sapi yang dikemas alami. Keberhasilan penelitian ini akan menghasilkan bahan
pengemas alami yang bersifat biodegradeble dan mereduksi penggunaan bahan pengawet
kimia yang tidak menyehatkan.
1.2. Urgensi (Keutamaan) Penelitian
Penelitian yang diusulkan ini mempunyai keutamaan (urgensi), yakni:
1. Bakso adalah produk pangan yang mudah rusak dan dengan adanya isu penggunaan bahan
pengawet kimia yang diduga sangat marak akan merugikan pihak konsumen. Oleh karena
itu, penelitian pembuatan bakso yang awet tanpa bahan kimia dan sekaligus sebagai
pengemas alami merupakan langkah menemukan solusi dalam mengatasi masalah tersebut.
2. Ekstrak daun lokal (daun jati, kelor dan katuk) merupakan bahan alami yang memiliki
kemampuan sebagai anti bakteri dan sekaligus memberi manfaat kesehatan. Sifat dan
karaketristik dari daun lokal ini akan diinteraksikan dengan gelatin (produk hidrolisis
protein kolagen dari shank ayam broiler) menjadi edible coating. Kenapa menjadi produk
edible coating karena lewat edible ini sifat antibakteri dari ekstrak daun lokal dapat
terbawa dan diduga menjadi maksimal perannya pada produk bakso. Penelitian edible
coating merupakan strategi pengembangan penelitian pengemasan makanan yang bersifat
biodegradable dan alami. Formula edible coating dari interaksi gelatin dengan ekstrak
daun lokal ini diduga akan menghasilkan karakteristik yang berbeda-beda.
3. Aplikasi edible coating yang dihasilkan dan diaplikasikan pada produk bakso sapi ini
diharapkan dapat melindungi produk. Karena edible coating dapat berfungsi sebagai
penahan laju transpirasi produk serta sekaligus melindungi produk dari kerusakan oleh
aktivitas mikroorganisme (dan diduga dimaksimalkan fungsi tersebut kerena adanya
pengaruh ekstrak daun lokal). Oleh karena itu, produk bakso yang dilapisi edible coating
antibakteri diduga akan mempunyai nilai ekonomis yang lebih tinggi dibandingkan dengan
tanpa pelapisan dengan edible coating terutama masa simpannya.
4. Penelitian di tahun kedua, akan ditingkatkan kemampuan edible coating sebagai pelapis
produk bakso sapi dengan memberikan tambahan perlakuan antioksidan dan pemberian
perlakuan asap cair untuk menghasilkan edible coating berkarakteristik asap. Secara
keseluruhan, penelitian ini akan menghasilkan paket teknologi tepat guna dalam
optimalisasi potensi edible coating sebagai upaya inovatif dalam pengembangan Ipteks
pengemasan pangan yang aman dan ramah lingkungan.
5. Paket teknologi kemasan alami pada bakso sapi ini akan dapat membuka/menjadi peluang
inovasi pengembangan aneka rasa bakso sehingga dapat menjadi sumber penghasilan
baru/tambahan penghasilan bagi masyarakat demi peningkatan pendapatan dan
kesejahteraan masyarakat.
6. Penelitian ini juga akan melibatkan mahasiswa S1 Fakultas Peternakan Universitas
Udayana sehingga kegiatan penelitian ini dapat menjadi media untuk mendukung proses
percepatan waktu kelulusan mahasiswa, mengingat dari topik penelitian ini akan dapat
dikembangkan lagi untuk tugas akhir mahasiswa lainnya.
7. Bertitik tolak dari uraian di atas, maka perlu dilakukan penelitian ini untuk meningkatkan
keamanan produk bakso sapi dan sekaligus memberikan manfaat sebagai antibakteri dan
antioksidan dengan karakteristik asapnya.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
Hidrolisis Protein Kolagen Menjadi Gelatin
Kulit shank ayam segar terdiri dari komposisi kimia seperti protein dan air 88,88%;
lemak 5,6%; abu 3,49%; dan bahan-bahan lain 2,03% (Purnomo, 1992). Kandungan protein
pada kulit shank ayam didominasi oleh protein kolagen. Chen et al., (1991) menyebutkan
bahwa protein kolagen tersusun oleh tiga rantai polipeptida (monomer protein) yang terpilin
membentuk triple helix (pilinan ganda tiga). Segmen kecil dari tiap rantai mempunyai panjang
asam amino lebih dari 1000. Setiap tiga asam amino terselip glisin yakni asam amino kecil
yang menempati tepat di dalam pilinan dan dua asam amino yang lain adalah prolin dan
hidroksiprolin yang berfungsi sebagi penstabil struktur kolagen, serta hidroksiprolin sebagai
pengikat gula. Namun, komposisi rantai polipeptida berbeda-beda tergantung pada jenis
kolagennya, yang dibedakan dari ujung-ujung asam amino. Setelah membentuk triple helix,
kolagen juga dapat membentuk kuartener yang terbentuk akibat adanya ikatan dengan
hidrogen. Model ikatan antara hidrogen dengan kolagen, ditunjukkan seperti pada Gambar 1
berikut.
Gambar 1. Model ikatan hidrogen pada kolagen (Covington dan Lampard, 1998)
Ikatan hidrogen berpengaruh terhadap sifat fisik kulit segar dimana kelarutan kolagen menjadi
rendah akibat terbentuknya triple helix atau terjadinya ikatan silang (Shimokomaki et al.,
1972). Lebih lanjut disebutkan ada 2 tipe ikatan silang yakni ikatan silang intramolekuler
(dalam molekul tropokolagen) dan ikatan silang intermolekuler (di antara berkas serabut
kolagen). Ikatan silang intermolekuler adalah tipe paling penting dalam kaitannya dengan
stabilitas berkas serabut kolagen dalam upaya hidrolisis menjadi produk gelatin. Pada struktur
protein kolagen dengan adanya struktur triple helix pada tropokolagen (panjang 280-300 nm
dengan tebal 1,5 nm serta mempunyai berat molekul sekitar 300.000 dalton) dan
polimerisasinya yang membentuk fibril kolagen (Highberger, 1993) menyebabkan kolagen
sulit terekstrak sempurna. Pemurnian atau pemisahan berkas serabut kolagen dapat dilakukan
dengan mendegradasi ikatan hidrogennya (Bienkiewicz, 1990). Ekstraksi protein kolagen yang
terdapat pada kulit maupun tulang dapat dihasilkan produk yang disebut gelatin. Chen et al.,
(1991) menggambarkan model molekuler struktur tiga dimensi triple helix (Gly-Pro-Hyp)
kolagen tipe I. Model struktur tersebut yang kemudian terekstraksi dengan metode ekstraksi
tertentu menjadi gelatin dengan komposisi (-Ala-Gly-Pro-Arg-Gly-Glu-4Hyp-Gly-Pro-) dan
digambarkan seperti berikut.
Gambar 2. Model struktur gelatin yang telah terekstrak (Anonim, 2005)
Anonim (2005) menyebutkan bahwa gelatin adalah merupakan campuran heterogen dari
polipeptida yang mengandung 300–4000 komponen asam amino. Lebih lanjut disebutkan
produk gelatin ada 2 tipe yakni tipe A (gelatin yang diekstrak dari kulit babi atau tulang
dengan perlakuan asam) dan tipe B (gelatin dari kulit sapi atau tulang yang diekstrak dengan
perlakuan basa). Selanjutnya Rose dalam bukunya Pearson dan Dutson (1992) menyebutkan
bahwa gelatin adalah suatu substansi protein dapat larut dalam air yang diperoleh dari
denaturasi atau hidrolisis protein kolagen (protein fibrus). Apriantono (2003) juga
menyebutkan bahwa gelatin dapat dibuat dari bahan yang kaya akan kolagen seperti kulit dan
tulang baik dari babi maupun sapi. Lebih lanjut disebutkan tentang manfaat gelatin sangat
fleksibel, yaitu bisa berfungsi sebagai bahan pengisi (dalam pembuatan kapsul obat),
pengemulsi, pengikat, pengendap, pemerkaya gizi, dan dapat membentuk lapisan tipis elastis
serta dapat membentuk lapisan film yang transparan, kuat, dan daya cernanya tinggi.
Ekstrak Daun Lokal sebagai Sumber Antibakteri
Pertumbuhan mikroba pada permukaan makanan merupakan penyebab terbesar
terjadinya kerusakan makanan. Usaha yang dilakukan untuk mengatasi masalah ini yaitu
dengan penyemprotan dan perendaman menggunakan antibakteri. Agen antibakteri yang
digunakan dalam aplikasi pangan antara lain asam-asam organik, bakteriosin, enzim, alkohol
dan asam-asam lemak. Tingginya permintaan konsumen terhadap pangan yang bebas dari
penambahan senyawa kimia sintetis, memunculkan berkembangnya metode-metode
pengawetan dengan menambahkan komponen atau zat pengawet alami. Contoh-contoh zat
pengawet alami diantaranya adalah asam-asam organik yang dihasilkan dari fermentasi buah-
buahan, bakteri asam laktat, dan komponen-komponen minyak atsiri dari ekstrak tumbuhan
seperti rempah-rempah, tanaman tahunan, dan rumput-rumputan serta dedaunan (Ardiansyah,
2007).
Daun jati (Tectona grandis) merupakan salah satu daun yang ekstraknya memiliki
senyawa aktif yang dapat digunakan sebagai zat antibakteri. Ekstraksi dan identifikasi
senyawa antibakteri pada daun jati dilakukan untuk mendapatkan senyawa aktif yang berperan
sebagai senyawa antibakteri pada daun jati. Ekstrak inilah yang diharapkan dapat berguna
dalam penggunaan bahan pengawet alami untuk makanan olahan maupun yang tidak diolah
(Nayeem dan Karvekar, 2011). Pemanfaatan ekstrak daun jati saat ini sayangnya masih
sebatas pada proses ekstraksi, identifikasi dan aplikasi yang hanya dilakukan pada bidang
medis saja seperti penggunaannya sebagai antidiabetes dan antiinflamasi, padahal
kenyataannya saat ini dalam industri pangan juga sangat membutuhkan pengawet alami seperti
ekstrak dari daun jati tersebut yang lebih praktis, bahkan dapat langsung diaplikasikan pada
kemasan yang dapat memperpanjang umur simpan dari makanan. Salah satu contoh kemasan
yang dapat memperpanjang umur simpan makanan adalah kemasan aktif.
Daun kelor (Moringa oleifera) merupakan tanaman asli Indonesia yang dapat
dipergunakan sebagai obat-obatan, dan antioksidan (Ravindra et al., 2005). Daun kelor
memiliki senyawa aktif yang dapat dimanfaatkan sebagai antimikroba, diantaranya adalah
saponin, tanin, flavanoid, alkaloid, dan terpenoid yang didapat dari proses ekstraksi (Khodijah,
2010).
Tanaman kayu manis atau tanaman katuk (Sauropus androgynus) merupakan tanaman
yang telah lama dikenal masyarakat di negara Asia Barat dan Asia Tenggara termasuk
Indonesia. Selain karena merupakan tanaman yang tersebar hampir di seluruh wilayah
Indonesia. Tanaman katuk mengandung beberapa senyawa kimia, antara lain alkaloid
papaverin, protein, lemak, vitamin, mineral, saponin, flavonid dan tanin. Beberapa senyawa
kimia yang terdapat dalam tanaman katuk diketahui berkhasiat obat (Rukmana dan Harahap,
2003).
Berdasarkan uraian diatas, dimungkinkan ketiga jenis tanaman lokal ini memiliki
kemampuan sebagai antibakteri. Antibakteri merupakan senyawa yang mampu menghambat
aktivitas dari bakteri patogen. Kemampuan antibakteri pada ketiga jenis tanaman tersebut
dimungkinkan dapat digunakan sebagai senyawa bioaktif pada edible film sehingga dapat
mengawetkan makanan dan mengurangi resiko keracunan pangan karena dapat menghambat
bakteri patogen.
Edible Film
Edible film merupakan lapisan tipis yang terbuat dari bahan yang bersifat hidrokoloid
serta lemak atau campurannya yang berfungsi sebagai penghambat transfer massa serta dapat
digunakan sebagai pembawa senyawa antibakteri yang dapat melindungi produk dari bakteri
pathogen. Edible packaging adalah lapisan tipis yang dibuat dari bahan yang dapat dimakan,
dibentuk melapisi makanan (coating) atau diletakan diantara komponen makanan (film)
sehingga kita kenal dengan istilah edible coating dan edible film. Edible ini berfungsi sebagai
penghalangan terhadap perpindahan massa (kelembaban, oksigen, cahaya, lipid dan zat
terlarut) atau sebagai pembawa aditif serta untuk meningkatkan penanganan suatu produk
pangan (Krochta dan Johnson, 1997), melindungi makanan dan dari invasi uap air dan
oksigen (Liu dan Han, 2005), mencegah kehilangan air dalam makanan (Krochta et al., 1994)
serta bersifat ramah lingkungan (Kim dan Ustunol, 2001); (Simelane dan Ustunol, 2005).
Edible film dapat dibuat dari bahan protein, polisakarida atau lemak (wax) maupun
penggabungan dari bahan-bahan tersebut (Caner et al., 1998). Selama ini bahan baku edible
film yang banyak digunakan adalah dari golongan pati, sedangkan golongan protein dari
ternak khususnya kulit ternak masih jarang digunakan. Salah satu bahan baku edible film dari
golongan protein asal ternak yang memiliki sifat-sifat yang baik dan berpotensi untuk
digunakan sebagai bahan baku adalah gelatin (Klahorst, 1999).
Untuk meningkatkan kemampuan gelatin sebagai bahan baku edible coating perlunya
ditambahkan material lain sebagai aditif sehingga memenuhi criteria sebagai edible coating.
Gliserol adalah material yang sering ditambahkan sebagai aditif pada pembuatan edible
coating yang fungsinya sebagai pemlastis untuk menghasilkan lapisan tipis yang lebih
fleksibel. Plasticizer ini berperan dalam memperbaiki sifat-sifat edible film dengan cara
menginterupsi interaksi antar rantai polimer (Brody, 2005), menghalangi terjadinya interaksi
antara molekul dan meningkatkan jumlah molekul yang bebas (Mali et al., 2004) serta
melemahkan kekuatan ikatan intermolekuler pada rantai polimer yang ada diseberangnya
(Gounga et al., 2007).
Pada kegiatan penelitian ini akan mengkaji karakteristik dari edible coating melalui
formulasi gelatin dengan ekstrak daun lokal dan ditingkatkan kualitasnya di tahun kedua
dengan penambahan asap cair (sebagai sumber antibakteri, antioksidan dan karakteristik asap
pada produk bakso sapi).
Bakso sebagai produk olahan hasil ternak dimana daging mengalami proses
penggilingan dan dilanjutkan dengan pencetakan dalam bentuk bulat. Menurut SNI 01-3818-
1995 bakso daging adalah produk makanan berbentuk bulatan atau lain, yang diperoleh dari
campuran daging ternak (kadar daging tidak kurang dari 50%) dan pati atau serealia dengan
atau tanpa penambahan makanan yang diizinkan. Pada Tabel 1 diperlihatkan syarat mutu
bakso daging sapi.
Tabel 1. Syarat Mutu Objektif dari Bakso Daging Sapi SNI 01-3818-1995
No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan
1 Air % b/b Maks 70.02 Abu % b/b Maks 3.03 Protein % b/b Min 9.04 Lemak % b/b Maks 2.05 Boraks - Tidak boleh ada6 Cemaran Mikroba6.1 Angka Lempeng Total koloni/g Maks 1.0 x 105
6.2 Bakteri bentuk coli APM/g maks 10
Selama ini, daya tahan produk bakso sangat terbatas. Menurut Widyaningsih dan Murtini
(2006), masa simpan bakso umumnya sangat singkat yaitu 12 jam atau maksimal 1 hari pada
suhu kamar, Oleh karena itu, pada kegiatan penelitian ini akan dikembangkan pengemas bakso
yang aman dan sekaligus dapat dimakan. Penggunaan edible coating dengan karakteristik
spesifik yang akan dihasilkan pada penelitian ini, diharapkan menjadi solusi untuk
memperpanjang masa simpan bakso sapi asap. Hal ini disebabkan karena sifat dari edible
coating dengan karakteristik sebagai pembawa agen antibakteri, antioksidan dan citarasa asap
akan dihasilkan pada penelitian ini. Disamping itu, edible coating secara umum memang dapat
melindungi makanan dari invasi uap air dan oksigen (Liu dan Han, 2005).
Studi Pendahuluan yang Sudah Dilaksanakan
Shank ayam broiler dan hidrolisis protein kolagennya menghasilkan gelatin. Proses
hidrolisis tersebut secara efektif dilakukan pada konsentrasi 1,5% asam asetat yang
sebelumnya diekstraksi kloroform-etanol pada rasio 3 : 1 (Miwada dan Simpen, 2013). Hasil
Penelitian menunjukkan bahwa persentase protein gelatin segar yang dihasilkan berkisar
antara 6,84% - 7,81%, dan potensial diinteraksikan dengan ekstrak daun lokal untuk
memberikan nilai karakter spesifik pada produk edible film. Hasil isolasi, produk hidrolisis
protein kolagen pada shank ayam broiler dengan metode tersebut telah terbukti terindikasi
sebagai gelatin (Puspawati, 2011). Ini berarti, metode yang digunakan cukup efektif dalam
mengekstraksi gelatin tersebut. Penggunaan bahan baku gelatin yang telah didapat dan
diinteraksikan dengan ekstrak daun lokal menurut metode Wrasiati (2011) diduga akan
menghasil produk edible film dengan spesifikasi edible coating pada produk bakso sapi asap.
BAB 3. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
3.1. Tujuan Penelitian
Penelitian ini memiliki tujuan khusus sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi karakteristik ekstrak daun lokal (daun jati, kelor dan katuk) yang
selanjutnya digunakan sebagai bahan interaksi dengan gelatin dalam menghasilkan
edible film.
2. Mengevaluasi kualitas produk edible berbasis gelatin dari shank ayam broiler dan
penambahan ekstrak daun lokal.
3. Mengevaluasi kualitas edible film sebagai pelapis (coating) produk bakso sapi dengan
formula dari gelatin dan ekstrak daun lokal dan mengkaji masa simpan produk bakso
sapi yang ditemukan.
4. Menghasilkan kemasan alami pada produk bakso sapi yang bersifat biodegradable dan
membuka peluang pengembangan inovasi pengolahan bakso yang ASUH.
5. Mendukung pengurangan penggunaan kemasan sintetis pada produk makanan dengan
meningkatkan penggunaan kemasan yang sekaligus layak untuk dikonsumsi
(dimakan).
3.2. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah sebagai referensi tentang potensi antioksidan pada
ekstrak daun lokal jenis daun jati, kelor dan kayu manis terhadap kualitas produk edible
berbasis gelatin kulit kaki ayam broiler.
BAB 4. METODE PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
Desain penelitian tahap pertama dilaksanakan secara eksperimental berdasarkan
Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola sederhana dengan 3 jenis perlakuan ekstrak daun lokal
yakni daun jati (JA), daun kelor (KE) dan daun katuk (KU). Kualitas ekstrak diamati dengan
variabel seperti rendemen, total fenol, kapasistas antioksidan (DPPH assay), tannin dan
vitamin C. Diagram alir penelitian tahap pertama disajikan pada Tabel 1. Sementara penelitian
tahap kedua, dilaksanakan secara eksperimental berdasarkan Rancangan Acak Lengkap
(RAL) pola Faktorial 5 x 3 dengan ulangan 3 kali. Perlakuan yang diterapkan yakni faktor I
terdiri atas 3 jenis ekstrak daun lokal (JA; KE; dan KU) dan faktor II terdiri atas konsentrasi
(b/v) ekstrak daun lokal (0%; 5%; 10%; 15% dan 20%). Kegiatan penelitian tahap kedua ini
diawali dengan pembuatan edible berbahan baku gelatin (hidrolisis protein kolagen dari shank
ayam broiler) sebanyak 15% dan gliserol 0,75% (menurut metode Abdurrahman, 2013) dan
konsentrasi ekstrak daun lokal ditambahkan pada bahan edible yang telah diproduksi dan
langsung diaplikasikan pada produk bakso sapi Tahap ketiga, hasil terbaik dimasing-masing
ekstrak daun lokal diaplikasikan untuk penentuan kualitas bakso sapi. Uji kualitas bakso sapi
diamati statistik menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan jenis edible coating
dengan penambahan ekstrak daun lokal sebagai kelompok dan masa simpan 0 (kurang dari 24
jam); 1 : 2; 3; dan 4 hari sebagai perlakuan. Data yang diperoleh dianalisis secara sidik ragam
dengan bantuan program statistik SPSS Versi 15,0. Perlakuan yang menunjukkan pengaruh
yang nyata, selanjutnya dilakukan uji beda nyata dengan Duncan’S Multiple Range Test
(DMRT) pada taraf 5% (Steel dan Torrie, 1991).
3.2. Bahan Penelitian
Materi utama penelitian yakni gelatin (hasil hidrolisis protein kolagen shank ayam
broiler), gliserol dan ekstrak daun lokal sebagai bahan produksi edible coating. Bakso sebagai
bahan untuk aplikasi produk edible yang dihasilkan. Bahan-bahan pendukung dalam proses
pembuatan edible coating maupun uji kualitas antara lain: aluminium foil, plastik bening,
NaCl 40% (b/v), silika gel dan bahan-bahan pendukung lainya yakni etanol, asam asetat, HCl,
NaOH, kalium bikromal, buffer pH 4,00, buffer pH 7,00, buffer pH 9,00, phenolphtalein (pp),
aquades, air bebas ion (deionized water), kertas saring biasa, dan kertas saring Whatman 42.
3.3. Peralatan Penelitian
Peralatan-peralatan utama penelitian antara lain : peralatan gelas, piknometer,
viskometer Oswald, thermometer, desikator, oven, water bath, timbangan analitik, panci
aluminium, ember plastik, blender, kompor, dan Loyang.
3.4. Metode Penelitian Tahun Pertama
3.4.1. Penelitian Tahap Pertama.
Ekstraksi daun lokal ini dilakukan menurut metode Wrasiati (2011). Daun lokal
(daun jati mas, daun kelor dan daun katuk) segar terlebih dahulu dilayukan selama 24 jam
untuk melepaskan dan sekaligus mengurangi kadar air. Daun dikeringkan di dalam cabinet
dryer dengan suhu 60oC sampai kadar air 8%. Daun lokal yang kering ini disebut dengan
simplisia daun. Simplisia dihaluskan dengan blender dan diayak untuk mendapatkan ukuran
bubuk simplisia 40 mesh. Bubuk dikemas vakum, disimpan di dalam refrigerator suhu -4oC
sebelum dilakukan proses ekstraksi. Tahap selanjutnya dilakukan ekstraksi dengan air. Metode
kerjanya sebagai berikut. Diambil 5 g bubuk dan dimasukkan ke dalam gelas beaker,
kemudian ditambahkan aquades dengan suhu 28oC sampai volume 200 mL. Proses ini
dilakukan di dalam inkubator selama 24 jam. Setelah itu, campuran tersebut disaring dengan
kerta whatmann no. 4 sehingga didapat ekstrak air. Ekstrak ini kemudian dikeringkan dengan
freeze dryer dan disimpan dalam refrigerator dengan temperatur -10oC.
3.4.2. Penelitian Tahap Kedua.
Diproduksi edible coating dengan bahan baku gelatin dari shank ayam broiler dan
gliserol sebagai plastizernya dan diformulasikan dengan ekstrak daun lokal pada konsentrasi
yang berbeda. Jenis daun lokal (JA, KE dan KU) dengan konsentrasi ekstraksinya (0%; 5%;
10%; 15% dan 20%). Setiap kombinasi perlakuan yang diterapkan dilakukan pengulangan
sebanyak 3 kali. Proses pembuatan edible coating dilakukan secara casting menurut metode
Carvalho et al. (2007) dan Sobral (2001) dengan sedikit modifikasi. Larutan film yang telah
dibuat, selanjutnya dimasukkan ke dalam water bath dan dipanaskan pada suhu 70oC selama
45 menit sambil diaduk hingga partikel gelatin dan gliserol tercampur secara sempurna
(jernih). Larutan kemudian didinginkan hingga suhu 40oC lalu ditambahkan ekstrak daun
lokal dengan konsentrasi sesuai perlakuan. Selanjutnya dituang pada wadah cetakan teflon
setipis mungkin dalam keadaan panas dan selanjutnya ditempatkan pada oven dalam posisi
rata. Teflon yang berisi larutan film kemudian dikeringkan pada suhu 55oC selama 18-20 jam
hingga terbentuk lapisan tipis. Teflon kemudian dikeluarkan dari oven dan dikondisikan
dengan suhu ruangan selama kurang lebih 10 menit. Secara perlahan-lahan lapisan tipis yang
terbentuk dikelupas (peeling) dengan ujung pisau yang tumpul hingga keseluruhan lapisan
film terlepas. Film kemudian dibungkus dengan plastik bening dan dimasukkan ke dalam
wadah plastik yang sebelumnya diberi dengan silika gel untuk mencegah kerusakan film oleh
kelembaban dan selanjutnya film siap untuk diuji. Produk edible yang telah dihasilkan diuji
kimia dan uji fisik.
3.4.3. Penelitian Tahap Ketiga.
Edible coating yang telah dihasilkan pada tahap kedua diaplikasikan sebagai
pengemas alami pada produk bakso. Diawali dengan melakukan pengenceran edible film
menjadi larutan dan selanjutnya dicelupkan pentol bakso dalam larutan film (edible coating).
Jenis edible coating dengan penambahan konsentrasi terbaik dimasing-masing jenis ekstrak
daun lokal JA; KE dan KU diuji kemampuannya sebagai edible coating antibakteri pada
produk bakso sapi dengan mengamati masa simpan selama 0 (kurang dari 24 jam); 1 : 2; 3;
dan 4 hari. Evaluasi kualitas edible coating pada produk bakso diukur menggunakan variabel
uji kimiafisik (pH, kadar protein, kadar lemak dan kadar abu), mikrobiologi (total bakteri dan
total coliform) dan uji organoleptik.
3.4.5 Luaran Penelitian
Target luaran penelitian tahun pertama adalah:
a. Ekstrak daun lokal (JA, KE dan KU) dalam bentuk simplisia
b. Formula edible coating berantioksidan dari ekstrak daun lokal;
c. Formula edible coating pada produk bakso yang mempunyai kemampuan terbaik
sebagai pengemas alami dan bisa langsung dimakan;
d. Publikasi ilmiah di jurnal terakreditasi nasional dan/atau makalah seminar nasional;
e. Dua topik pengembangan riset untuk mendukung penyelesaian studi mahasiswa S1
(skripsi); dan
Gambar 3. Diagram Alir Ekstrak Daun Menurut Metode Wrasiati (2011).
Daun Lokal (daunjati, kelor dan katuk)
Pelayuan 24 jam
Pengeringan dengan cabinet dryer 60oCsampai kadar air 8%
Penghalusan dan pengayakan
Bubuk simplisiaukuran 40 mesh
Ekstrak dengan air
Ekstraksenyawa aktif
simplisia ukuran40 mesh
Analisis rendemen, total fenol, kapasistasantioksidan (DPPH assay), tannin dan vitamin C
Senyawa aktif yangberpotensi melengkapikualitas edible coating
3.4.6. Lokasi Penelitian
Penelitian pada tahun pertama ini akan dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil
Ternak Fakultas Peternakan dan di Laboratorium Pangan, Jurusan Industri Pangan, FTP
Universitas Udayana. Kegiatan penelitian di lokasi penelitian tersebut dimulai dari kegiatan
produksi dan formulasi serta pengamatan dan pengujian produk.
3.4.7. Indikator Capaian
Indikator capaian pada penelitian tahun pertama secara rinci dirumuskan pada tabel
berikut.
Tabel 2. Indikator Capaian Kegiatan Penelitian Tahun Pertama
Kegiatan Waktu Indikator Capaian
Kegiatan Persiapan
Rapat koordinasi tim peneliti Mei 2015 Telah ditetapkan pembagiantugas tim dan kepastianpelaksanaan penelitian
Pembelian bahan baku danbahan kimia untuk pengujiansampel
Juni 2015 Bahan-bahan yang diperlukantelah tersedia
Pembelian alat-alatpendukung
Juni 2015 Alat-alat yang diperlukantelah tersedia
Kegiatan Penelitian danPengamatanKegiatan produksi simplisiadari ekstrak daun lokal (JA,KE dan KU) dan pengujiankualitasnya sebagai senyawaaktif
Juli – Agustus 2015 Memperoleh tiga jenis gelatinsimplisia dari ekstrak daunlokal (JA, KE dan KU) danberpotensi sebagai senyawaaktif antibakteri danantioksidan
Kegiatan produksi, formulasidan pengujian kualitas ediblecoating dari formulasi gelatindan ekstrak daun lokal
Agustus – September 2015 Diperoleh formula ediblecoating dengan karakteristikspesifik dari ekstrak daunlokal
Kegiatan aplikasi film sebagaiedible coating pada baksoserta sekaligus dilakukanpengujian kualitas
September 2015 Diperoleh produk bakso sapiyang dikemas dengan ediblecoating dengan karakteristikspesifik dari ekstrak daunlokal
Kegiatan Produksi LuaranPenelitianAnalisis data September – Oktober 2015 Data telah dianalisis statistik
Pembuatan laporan penelitian Oktober 2015 Dihasilkan laporan lengkap
Penggandaan danpengumpulan laporan
Oktober 2015 Laporan telah dikumpul(rangkap)
Penyiapan artikel untukpublikasi di jurnalterakreditasi nasional
Nopember – Desember 2015 Dihasilkannya artikel yangditerbitkan di jurnalterakreditasi nasional
BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Karakteristik dan Identifikasi Ekstrak Daun Lokal
Ekstraksi daun lokal (daun jati, kelor dan kayu manis) menjadi fokus penelitian di
tahun pertama ini dan mengkaji potensinya sebagai bahan aditif antioksidan pada edible
coating berbasis gelatin kulit kaki ayam broiler. Sementara di tahun kedua ditingkatkan
kualitasnya dengan penambahan asap cair sebagai upaya produksi edible coating
berantibakteri dan diaplikasikan sebagai pengemas bakso sapi.
Tahap pertama penelitian dilakukan eksploratif terhadap ketiga jenis daun lokal
dengan tujuan mengetahui karakteristik ekstrak bubuk simplisia daun jati (J), daun kelor (T)
dan daun kayu manis (K). Karakteristik dari ekstrak kering bubuk simplisia daun lokal
dinyatakan dengan hasil analisis kapasitas antioksidan, kadar fenol, kadar tanin dan kadar
vitamin C. Rerata hasil lengkapnya disajikan pada tabel berikut.
Tabel 3. Rerata Karakteristik Ekstrak Daun Lokal (Ekstrak Daun Jati, Kelor dan KayuManis) dengan Bahan Pengekstrak Aquades
No Parameter Ekstrak DaunJati (J)
Ekstrak DaunKelor (K)
Ekstrak DaunKayu Manis (T)
1 Total Fenol (mg/100 mL GAE 119,34 a 844,62 b 916,04 c
2 Kapasistas Antioksidan (mg/LGAEAC)
350,01 a 1014,51 b 1411,06 c
3 Kadar Tanin (mg/100 mL TAE) 129,79 a 831,92 b 901,06 c
4 Vitamin C (mg/100 mL) 6,90 a 19,13 c 8,73 b
Hasil rerata analisis pada Tabel 3, menunjukkan bahwa potensi ekstrak daun kelor
(K) dan daun kayu manis (T) memiliki potensi antioksidan (dilihat dari indikator total fenol,,
kapasitas antioksidan dan kadar vitamin C) tertinggi dibandingkan dengan daun jati (J).
Ekstrak daun lokal dilakukan dengan metode meserasi dalam aquades pada suhu 28oC selama
24 jam. Potensi aquades dalam mengekstrak ketiga jenis daun lokal ini telah dibuktikan
efektivitasnya oleh Wrasiati (2011) dan aman diaplikasikan pada produk pangan. Oleh karena
itu, potensial ditambahkan pada pada pembuatan edible film. Pengujian potensi lebih lanjut
dengan pendekatan GC-MS yakni menentukan komponen aktif pada ketiga jenis ekstrak daun
lokal tersebut (K, T dan J). Analisis senyawa aktif ini dilakukan dalam dua tahap yakni tahap
isolasi dan analisis kimia. Tahap isolasi dilakukan fraksinasi ekstrak dan tahap analisis kimia
dilakukan analisis pada fraksi menggunakan instrumen Gas Chromatography – Mass
Spectrometry (GC-MS). Wrasiti (2011) menyebutkan bahwa teknik analisa GC-MS ini adalah
gabungan dari teknik kromatografi gas dan spektrometri massa. Teknik kromatografi
berfungsi sebagai pemisah senyawa-senyawa yang terdapat dalam ekstrak daun lokal dan
spektrometri massa berfungsi untuk mengidentifikasi senyawa yang telah dipisahkan tersebut.
Tabel 4. Senyawa-Senyawa yang Terdeteksi pada Fraksi Heksana Ekstrak Daun Lokal(Daun Jati, Kelor dan Kayu Manis)
Ekstrak Daun Kayu Manis (T)
No Waktu Retensi(menit)
Tinggi Puncak Nama Senyawa
1 11,011 65795 Tetradecane (CAS) n-Tetradecane
2 12,689 432522 Phenol, 2,4-bis (1,1-dimethylethyl)
3 17,401 164003 Hexadecanoic acid, methyl ester (CAS)Methy
4 17,478 181395 Methyl-3-(3,5-ditertbutyl-4-hyrdro
5 19,119 31526 9-Octadecenoic acid
6 19,353 82608 Octadecanoic acid
Ekstrak Daun Jati (J)1 3,057 17866 3,3-Dimethoxy-2-butanone
2 3,057 17866 3,3-Dimethoxt-2-butanone
3 3,147 15363 1,3-Dioxolan-4-methanol, 2-ethyl
4 3,440 12061 Silane, diethoxydimethoxy-
5 12,691 60220 Phenol, 2,4-bis(1,1-dimethylethyl)-
6 17,403 35288 Hexadecanoic acid, methyl ester
7 17,480 33102 Benzenepropanoic acid, 3,5-bis (1,1-dimethyle
8 19,122 6400 9-Otadecenoic acid (Z)-, methyl ester (CAS)
Ekstrak Daun Kelor (K)1 3,063 15067 1,3,3-Trimethoxybutane
2 - -- Silane, ethenylmethoxydimethyl-
3 3,186 30334 2-Hydroxyisocaproic acid, methyl ether,methy
4 3,275 28158 1,3-Dioxolane-4-methanol, 2-ethyl-
5 12,690 48852 Phenol, 2,4-bis (1,1-dimethyllethy)-
6 17,406 26040 Hexadecanoic acid, methyl ester (CAS)methy
7 17,480 18740 Benzenepropanoic acid, 3,-bis (1,1-dimethyle
8 19,123 5335 9-Otadecenoic acid (Z)-, methyl ester (CAS)
Hasil analisis GC-MS pada ekstrak daun lokal (daun jati, daun kelor dan daun kayu
manis) sebagai aditif pada edible gelatin yang berbasis kulit kaki ayam broiler disajikan pada
Tabel 4. Kromatogram fraksi heksana ekstrak bubuk simplisia daun lokal (jati, kelor dan kayu
manis) disajikan pada gambar 1-3. Pada kromatogram fraksi heksana terdeteksi 8 puncak pada
daun jati dengan waktu retensi 3,057 menit sampai dengan 19,122 menit. Sementara pada
kromatogram fraksi heksana pada daun kelor juga terdeteksi 8 puncak dengan waktu retensi
antara 3,063 menit - 19,123 menit. Hasil kromatogram daun kayu manis dihasilkan 6 puncak
dengan waktu retensi 11,011 menit – 19,353 menit. Secara keseluruhan jenis senyawa aktif
dominan yang ditemukan pada ketiga jenis daun lokal tersebut adalah jenis fenol. Senyawa
fenol ini merupakan senyawa yang berpotensi sebagai sumber antioksidan pada edible coating
yang akan dikembangkan. Pada gambar 4-6 secara deskripsi digambarkan hasil analisis GC-
MS pada ekstrak daun lokal.
Gambar 4. Kromatogram Fraksi Heksana Ekstrak Bubuk Simplisia Daun Jati
Gambar 5. Kromatogram Fraksi Heksana Ekstrak Bubuk Simplisia Daun Kelor
Gambar 6. Kromatogram Fraksi Heksana Ekstrak Bubuk Simplisia Daun Kayu Manis
5.2. Aplikasi Ekstrak daun Lokal pada Pembuatan Edible Film
Tahap kedua penelitian ini yakni menentukan konsentrasi ekstrak daun lokal (0%; 5%;
10%; 15% dan 20%) terbaik dalam ikatannya dengan edible film. Bahan baku edible adalah
dari gelatin kulit kaki ayam broiler dengan formulasi 15% gelatin dan ditambahkan plastizer
gliserol 0,75% (menurut metode Abdurrahman, 2013) serta ditambahkan aquades sebanyak
100 ml. Volume aquades sebanyak 100 ml dengan sebelumnya telah ditambahi esktrak daun
lokal sesuai perlakuan. Edible film cair masing-masing perlakuan selanjutnya dipanaskan
dalam oven bersuhu 55oC selama 18 jam. Hasil pengujian edible film yang dihasilkan
disajikan pada tabel berikut.
Tabel 5. Rerata pH Edible Film Berbasis Gelatin Kulit Kaki Ayam Boiler Terkorporasidengan Ekstrak Daun Lokal
Jenis Daun
Konsentrasi
Rerata0% 5% 10% 15% 20%
Jati (J) 5,66 5,10 5,12 5,24 5,27 5,28
±0,21a
Kelor (K) 5,67 5,72 5,74 5,80 5,77 5,74±0,05c
Kayu Manis(T)
5,66 5,28 5,25 5,25 5,25 5,34±0,17b
Rerata 5,66±0,01a 5,37±0,28b 5,37±0,28b 5,43±0,28c 5,43±0,26c
Hasil penelitian (Tabel 5) menunjukkan bahwa pH edible film pada konsentrasi 15-20 %
paling tinggi dibandingkan dengan 5-10% namun lebih rendah daripada kontrol. Hal ini
disebabkan karena sifat daun lokal itu mengandung sifat antioksidan yang cenderung memberi
nilai pH rendah. Karena dalam bahan berfungsi antioksidan terdapat senyawa yang bersifat
asam seperti asam fenolat (Wrasiati, 2011). Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai pH edible
dengan penambahan ekstrak daun jati (J) paling rendah diikuti perlakuan T dan tertinggi pada
K. Secara keseluruhan nilai pH edible ini masih pada rentang Standar Nasional Indonesia
(SNI) yakni 4,5-6,5 (Anonim, 2005)
Tabel 6. Rerata Kadar Protein (% bb) Edible Film Berbasis Gelatin Kulit Kaki AyamBoiler Terkorporasi dengan Ekstrak Daun Lokal
Jenis
Daun
Konsentrasi
Rerata0% 5% 10% 15% 20%
Jati (J) 85,45 84,88 84,86 71,29 71,15 79,53±7,02b
Kelor(K)
85,12 84,78 72,97 71,34 76,24 78,09±6,03a
KayuManis
(T)
85,35 86,68 86,29 85,67 85,65 85,93±6,26c
Rerata 85,31±0,15d 85,45±0,93e 81,37±6,33c 76,10±7,18a 77,68±6,37b
Hasil kajian rerata protein, seperti ditunjukkan pada Tabel 6, menyebutkan bahwa peningkatan
prosentase bahan antibakteri cenderung menurunkan kandungan protein edible. Edible
berbasis gelatin dari kulit kaki ayam broiler (Tabel 6) berkisar antara 85,12-85,45% dan
penambahan bahan antioksidan dari jenis daun lokal (jati, kayu manis dan kelor) meningkat
pada penambahan 5% namun kemudian cenderung menurun jika prosentasenya ditingkatkan.
Tabel 7. Rerata Total Fenol (mg/100 g GAE) Edible Film Berbasis Gelatin Kulit KakiAyam Boiler Terkorporasi dengan Ekstrak Daun Lokal
Jenis Daun
Konsentrasi
Rerata0% 5% 10% 15% 20%
Jati (J) 1,03 3,00 3,32 2,37 3,65 2,67±0,96a
Kelor (K) 1,20 3,25 3,66 3,24 4,36 3,14±1,09c
Kayu Manis(T)
1,23 3,10 3,03 3,56 4,24 3,03±1.04b
Rerata 1,15±0,10a 3,12±0,17b 3,34±0,27c 3,06±0,54b 4,08±0,33d
Sementara itu, hasil kajian total fenol pada edible (Tabel 7) menunjukkan
kecenderungan peningkatan dengan penambahan bahan antioksidan dari daun lokal (daun jati,
kelor dan kayu manis). Fungsi penambahan bahan antioksidan dari daun lokal pada edible
telah berhasil meningkatkan kandungan fenolnya. Senyawa fenol yang sebelumnya ditemukan
pada daun lokal ini (Tabel 4), terbukti memberikan efek meningkat kandungan edible.
Senyawa fenol adalah senyawa utama pemberi efek antioksidan pada produk (Wrasiati, 2011).
Okawa et al., 2001) menyebutkan bahwa senyawa fenol secara struktur memiliki gugus
hidroksi yang tersubstitusi pada posisi ortho dan para terhadap gugus -OH dan -OR yang
memberi efek antioksidan.
5.3. Aplikasi Edible pada Bakso
Penggunaan ekstrak daun lokal dengan konsentrasi 15% pada pembuatan edible
coating dipilih sesuai dengan hasil kajian diatas. Hasil kajian dari indikator nilai pH produk
edible (Tabel 3) paling tinggi pada konsentrasi 15% dan lebih mendekati kontrol. Oleh karena
itu, pada aplikasi ke bakso digunakan konsentrasi 15% ekstrak daun lokal (jati, kelor dan kayu
manis). Hasil kajian tersebut disajikan sebagai berikut.
Respon panelis terhadap warna bakso yang dikemas edible dari gelatin kulit kaki
ayam broiler dan ekstrak daun lokal menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Jenis daun
lokal tidak mempengaruhi warna bakso meskipun terdapat perbedaan yang nyata pada
karakteristik ekstrak daun lokal, seperti pada tabel 1. Hal ini menjadi temuan baru bahwa
upaya penambahan antioksidan yang diambil dari ekstrak daun lokal pada pembuatan edible
tidak mengganggu penampilan warna bakso. Peningkatan masa simpan hingga 4 hari tidak
merubah warna bakso yang telah dikemas edible. Kemasan bakso ini yang bersifat
biodegradeble dan tidak mempengaruhi kualitas warna. Soeparno (1998) menyebutkan bahwa
warna bakso cenderung lebih dipengaruhi oleh konsentrasi mioglobin pada daging.
Tabel 8. Respon Panelis terhadap Warna Bakso yang Dikemas Edible Coating BerbasisGelatin Kulit Kaki Ayam Boiler Terkorporasi dengan Ekstrak Daun Lokal
Jenis EkstrakDaun
Masa Simpan (hari)
Rerata0 1 2 3 4
Jati (J) 3,36 3,27 4,09 3,64 3,36 3,54±0,34
Kelor (K) 3,36 3,73 3,46 3,09 3,27 3,38±0,24
Kayu Manis(T)
3,55 3,55 3,73 3,55 3,09 3,03±0,24
Rerata 3,42±0,11 3,52±0,23 3,76±0,32 3,43±0,30 3,24±0,14
Hasil uji varian terhadap aroma bakso (Tabel 9) menunjukkan hasil yang berbeda
nyata. Peningkatan masa simpan bakso yang dikemas edible menurunkan secara signifikan
terhadap aroma bakso. Aroma sebagai penentu kedua setelah citarasa dari preferensi
konsumen terhadap bakso sapi (Hermanianto dan Andayani (2002) dan penggunaan edible
tidak memberi dampak signifikan terhadap upaya mempertahankan kualitas aroma bakso sapi.
Hal ini diduga disebabkan karena sifat edible yang diaplikasi pada bakso tidak maksimal
fungsinya jika penyimpanannya dilakukan lebih dari 24 jam, meskipun hal yang berbeda jika
diukur dari aspek warna bakso tidak memberi dampak yang berbeda (Tabel 8). Sementara,
Ekstrak daun lokal yang berbeda tidak memberikan dampak nyata terhadap aroma bakso.
Secara statisitk pada tabel 3, kandungan antioksidan pada ekstrak daun lokal berbeda dan
namun tidak nyata mempengaruhi aroma bakso.
Tabel 9. Respon Panelis terhadap Aroma Bakso yang Dikemas Edible Coating BerbasisGelatin Kulit Kaki Ayam Boiler Terkorporasi dengan Ekstrak Daun Lokal
Jenis EkstrakDaun
Masa Simpan (hari)
Rerata0 1 2 3 4
Jati (J) 3,91 2,91 3,18 3,27 2,36 3,13±0,56
Kelor (K) 3,55 3,49 3,16 3,36 2,27 3,17±0,52
Kayu Manis(T)
4,09 3,64 3,20 3,09 2,00 3,20±0,78
Rerata 3,85±0,28c 3,35±0,39b 3,18±0,02b 3,24±0,14b 2,21±0,19a
Indikator pH produk merupakan faktor penting yang diperhatikan karena nilai pH
akan menentukan kualitas produk (Soeparno, 1998). Hasil analisis statistik menunjukkan
bahwa pH bakso sapi dengan pengemasan atau edible dari gelatin kulit kaki ayam broiler dan
dengan potensi antioksidan dari ekstrak daun lokal tidak meningkatkan ataupun menurunkan
pH bakso. Sementara pada perlakuan peningkatan masa simpan justru nyata pengaruhnya
terhadap pH bakso. Masa simpan hingga 2 hari tidak mempengaruhi pH bakso namun
penyimpanan di hari ke-3 hingga ke-4 terjadi penurunan nilai pH yang signifikan. Hal ini
membuktikan bahwa fungsi edible pada bakso mampu mencegah terjadi perpindahan masa
uap air. Krochta et al. (1994) menyebutkan bahwa edible memiliki kemampuan menghambat
perpindahan uap air. Perpindahan uap air pada produk dapat mempengaruhi nilai pH dan
penyimpanan bakso sapi dengan perlakuan pengemasan edible hingga penyimpanan 2 hari
fungsi edible masih baik. Kandungan pH bakso pada penelitian ini masih berkisar antara pH 6-
7 yang merupakan pH standar pada bakso sesuai dengan SNI.
Tabel 10. Nilai pH Bakso yang Dikemas Edible Coating Berbasis Gelatin Kulit KakiAyam Boiler Terkorporasi dengan Ekstrak Daun Lokal
Jenis EkstrakDaun
Masa Simpan (hari)
Rerata0 1 2 3 4
Jati (J) 6,47 6,52 6,55 6,46 6,42 6,48±0,05
Kelor (K) 6,51 6,51 6,52 6,42 6,32 6,46±0,09
Kayu Manis(T)
6,48 6,44 6,43 6,36 6,27 6,40±0,08
Rerata 6,49±0,02c 6,49±0,04c 6,50±0,06c 6,41±0,05b 6,34±0,08a
Kandungan air bakso sapi (Tabel 11) menunjukkan hasil yang berbeda nyata seiring
peningkatan masa simpan. Pengemasan bakso dengan edible dari gelatin kulit kaki ayam
broiler dan berpotensi antioksidan dari ekstrak daun lokal mampu mencegah perpindahan
masa uap air. Penyimpanan hingga 3 hari menunjukkan fungsi edible berjalan baik namun
peningkatan penyimpanan hingga hari ke-4 telah berdampak pada penurunan fungsi edible
dalam melindungi bakso sapi dari proses perpindahan masa uap air. Winarno (1997)
menyebutkan bahwa kandungan air pada produk merupakan indikator penting yang dapat
mempengaruhi penampakan produk. Fungsi edible pada penelitian ini berjalan baik meskipun
secara Standar Nasional Indonesia (SNI) bahwa kandungan air maksimal pada bakso yakni
79% namun dengan perlakuan ini penyimpanan hingga hari ke-3 bakso tidak kehilangan air.
Hal ini sesuai dengan pendapat Krochta et al. (1994) yang menyebutkan bahwa edible sebagai
kemasan alami memiliki fungsi untuk mencegah perpindahan air pada produk. Sementara itu,
Jenis daun lokal sebagai sumber antioksidan pada edible yang berbasis gelatin dari kulit kaki
ayam broiler tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kandungan air bakso sapi.
Tabel 11. Kandungan Air (%) Bakso yang Dikemas Edible Film Berbasis Gelatin KulitKaki Ayam Boiler Terkorporasi dengan Ekstrak Daun Lokal
JenisEkstrak
Daun
Masa Simpan (hari)
Rerata0 1 2 3 4
Jati (J) 68,21 67,06 67,23 66,03 68,78 67,46±1,07
Kelor
(K)
67,58 67,39 66,97 67,28 69,02 67,65±0,80
Kayu 67,83 66,67 68,37 67,45 68,80 67,82±0,82
Manis(T)
Rerata 67,87±0,32a 67,04±0,36b 67,52±0,75b 66,92±0,78b 68,87±0,13a
Berdasakan SNI bahwa produk bakso memiliki kandungan protein minimal 9% bobot
basah. Pada penelitian ini rata-rata kandungan protein bakso sapi 11,41% (acuan perlakuan
kontrol pada Tabel 10). Hasil analisis varian menunjukkan bahwa penyimpanan bakso sapi
yang dikemasan dengan edible coating tidak nyata perbedaannya hingga hari ke-1 namun
nyata perbedaannya pada penyimpanan lebih dari 1 hari dan bahkan dihari ke-4 penurunan
kandung protein lebih besar lagi. Penurunan ini diduga disebabkan karena fungsi kemasan
edible coating pada penyimpanan bakso tidak mampu mencegah terjadinya autolisis diinternal
bakso itu sendiri. Seperti diketahui bahwa pangan dan termasuk bakso mengalami perubahan
nutrien selama penyimpanan dan hal ini dapat dipengaruhi oleh faktor luar dan dalam.
Soeparno (1998) menyebutkan bahwa autolisis secara internal bisa terjadi pada produk pangan
dan dampaknya terhadap kandungan protein.
Tabel 12. Kandungan Protein (%) Bakso yang Dikemas Edible Film Berbasis GelatinKulit Kaki Ayam Boiler Terkorporasi dengan Ekstrak Daun Lokal
JenisEkstrak
Daun
Masa Simpan (hari)
Rerata0 1 2 3 4
Jati (J) 11,38 10.89 10,61 10,35 9,88 10,62±0,56
Kelor (K) 11,44 11,15 10,85 10,63 10,00 10,81±0,55
KayuManis
(T)
11,40 11,20 11,10 9,87 9,02 10,52±1,03
Rerata 11,41±0,03c 11,08±0,17c 10,85±0,25b 10,28±0,38b 9,63±0,54a
Analisis kandungan abu pada bakso merupakan faktor penting untuk mengetahui nilai
gizi pangan. Kandungan abu pangan merupakan campuran anorganik atau mineral dalam
pangan setelah dilakukan pembakaran atau pengabuan bahan-bahan organik dalam pangan
(Winarno, 1997). Hasil analisis statistik pada bakso sapi yang dikemas dengan edible
menunjukkan bahwa kandungan abu bakso masih dibawah SNI (maksimal 3% berat basah).
Peningkatan masa simpan bakso sapi yang dikemas edible dari gelatin kulit kaki ayam broiler
dan penambahan 15% ekstrak daun lokal berdampak pada penurunan kandungan abu. Hal ini
diduga akibat terjadinya autolisis pada bakso selama penyimpanan, meskipun sebelumnya
telah diberi kemasan edible. Krochta et al. (1994) menyebutkan bahwa edible mampu
menghambat perpindahan uap air serta Liu dan Han (2005) menyebutkan bahwa edible juga
mampu menghambat pertukaran gas, namun autolisis pada bakso yang dikemas tetap terjadi.
Edible yang dibuat dari gelatin kulit kaki ayam broiler dan esktrak daun lokal tidak mampu
mencegah atau menghambat terjadinya autolisis tersebut. Sementara Jenis ekstrak daun pun
tidak mampu mempengaruhi perubahan kandungan abu bakso sapi.
Tabel 13. Kandungan Abu (%) Bakso yang Dikemas Edible Film Berbasis Gelatin KulitKaki Ayam Boiler Terkorporasi dengan Ekstrak Daun Lokal
Jenis EkstrakDaun
Masa Simpan (hari)
Rerata0 1 2 3 4
Jati (J) 2,49 2,30 2,03 2,15 1,86 2,17±0,24
Kelor (K) 2,50 2,40 2,23 2,35 1,89 2,27±0,24
Kayu Manis(T)
2,50 2,28 2,30 2,21 2,15 2,29±0,13
Rerata 2,50±0,01c 2,33±0,06c 2,19±0,14b 2,24±0,10b 1,97±0,16a
Uji Angka Lempeng Total (ALT) merupakan metode kuantitatif untuk mengetahui
kandungan bakteri pada bakso sapi yang dikemas edible coating. Hasil analisis varian
menunjukkan bahwa kandungan ekstrak daun jati di dalam edible dan fungsinya sebagai
pengemas alami pada bakso sapi lebih baik dibandingkan pada daun kelor maupun daun kayu
manis. Meskipun demikian secara keseluruh penggunaan ekstrak daun lokal pada pembuatan
edible berbasis gelatin dari kulit kaki ayam broiler tidak menunjukkan hasil yang berbeda
selama penyimpanan. Hal ini diduga disebabkan adanya kandungan tanin dan fenol pada
ekstrak daun lokal yang memiliki sifat sebagai pendenaturasi protein pada sel bakteri dengan
cara melarutkan lemak pada sel bakteri sehingga berakibat pada terhambatnya aktivitas dan
biosintesa enzim untuk metabolisme sel (Rohyani et al., 2015). Oleh karena itu, edible coating
berbasis gelatin dari kulit kaki ayam broiler dengan dikorporasi ekstrak daun lokal telah
memberikan fungsi ganda yakni melindungi produk dari kontaminasi bakteri dan sekaligus
sebagai sumber antioksidan
Tabel 14. Hasil Pengujian Angka Lempeng Total (ALT) Bakso (CFU/cm2) yang DikemasEdible Film Berbasis Gelatin Kulit Kaki Ayam Boiler Terkorporasi denganEkstrak Daun Lokal
Jenis EkstrakDaun
Masa Simpan (hari)
Rerata0 1 2 3 4
Jati (J) 0,70 0,60 0,09 0,15 0,29 0,37±0,27a
Kelor (K) 0,80 0,65 1,39 1,15 1,30 1,06±0,32b
Kayu Manis(T)
0,97 0,56 1,15 1,23 1,45 1,07±0,33b
Rerata 0,82±0,14 0,60±0,05 0,88±0,69 0,84±0,60 1,01±0,63
Coliform merupakan jenis mikrobia indikator sanitasi yang berkorelasi dengan
kebersihan dalam prosesing produk baik pada pembuatan edible coating maupun dalam
aplikasinya sebagai pengemas alami pada bakso. Hasil Penelitian (Tabel 15) menunjukkan
bahwa adanya ekstrak daun lokal di dalam edible dan aplikasinya pada bakso tidak
menunjukkan perbedaan yang nyata. Demikian pula, masa simpan bakso yang diberi
perlakuan pengemasan edible, angka paling mungkin dalam cm2 tidak menunjukkan hasil
yang nyata.
Tabel 15. Hasil Pengujian Coliform Bakso (APM/cm2) yang Dikemas Edible FilmBerbasis Gelatin Kulit Kaki Ayam Boiler Terkorporasi dengan Ekstrak DaunLokal
Jenis EkstrakDaun
Masa Simpan (hari)
Rerata0 1 2 3 4
Jati (J) 0,16 0,17 0,17 0,20 0,16 0,17±0,02
Kelor (K) 0,17 0,16 0,19 0,18 0,15 0,17±0,02
Kayu Manis(T)
0,17 0,18 0,17 0,19 0,17 0,18±0,01
Rerata 0,17±0,01 0,17±0,01 0,18±0,02 0,19±0,01 0,16±0,63
BAB 6. RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA
Rencana tahap penelitian tahun kedua yakni upaya pengembangan sifat fungsional
edible dari gelatin kulit kaki ayam broiler yang dikorporasi dengan ekstrak daun lokal melalui
penambahan asap cair. Asap cair, seperti diketahui merupakan campuran dispersi asap kayu
dalam air yang disebut dengan mengkondensasikan asap hasil pembakaran kayu (Karseno et
al., 2002) dan penggunaannya saat ini sebagai pemberi aroma pada produk karena adanya
komponen flavor dari senyawa fenolik pada asap cair (Muratore dan Licciardello, 2005).
Edible coating jenis JA, KE dan KU diberi tambahan asap cair melalui penentuan
konsentrasi terbaik (0%; 0,5%, 1%; 1,5% dan 2%). Kualitasnya diuji dengan pengamatan
masa simpan penyimpanan disesuiakan dengan masa simpan terbaik pada tahun pertama.
Rancangan riset yang digunakan yakni Rancangan Acak Kelompok (RAK) pola faktorial (4 x
5) dan masing-masing dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali. Variabel yang diamati meliputi
respon panelis, kualitas fisik dan kimia serta sifat antibakteri dengan pendalaman zona hambat
bakteri indikator keamanan pangan. Data yang diperoleh dianalisis secara sidik ragam dengan
bantuan program statistik SPSS Versi 15,0. Perlakuan yang menunjukkan pengaruh yang
nyata, selanjutnya dilakukan uji beda nyata dengan Duncan’S Multiple Range Test (DMRT)
pada taraf 5% (Steel dan Torrie, 1991). Gambaran desain risetnya diparparkan secara lengkap
pada tabel berikut.
Tabel 16. Rancangan Desain Penelitian Tahun Kedua
Edible CoatingEkstrak Daun
Lokal
Perlakuan Penambahan Asap cair (%)
0 0,5 1 1,5 2JA _
__
___
___
___
___
KE ___
___
___
___
___
KU ___
___
___
___
___
BAB 7. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan
Kesimpulan penelitian ini bahwa :
1. Telah dihasilkan simplisia daun lokal dan telah diuji sifat antioksidannya dengan
karakteristik berbeda baik pada daun jati, kelor dan kayu manis. Kandungan sifat
antioksidan tertinggi ditemukan pada daun kayu manis, diikuti daun kelor dan terendah
pada daun jati. Hasil uji GC-MS dibuktikan kandungan antioksidnnya dominan jenis
fenol.
2. Tahap formulasi ekstrak daun lokal ini dengan gelatin dari kulit ceker ayam broiler
dihasilkan edible film dengan karakteristik berbeda, dan pada tahap penelitian berikutnya
digunakan penambahan 15% ekstrak daun lokal pada edible untuk diaplikasikan pada
bakso.
3. Aplikasi edible pada bakso tidak mempengaruhi respon panelis khususnya terhadap aroma
bakso. Sifat edible yang berantioksidan memberikan respon panelis yang sama, meskipun
tidak mampu memberikan hasil baik jika disimpan lebih dari 24 jam. Nilai pH bakso yang
dikemas edible hingga penyimpanan 2 hari tidak berbeda dengan kontrol (0 hari) bahkan
indikator kadar air bakso berhasil mempertahankan terjadinya dehidrasi selama
penyimpanan hingga hari ke-3. Namun kandungan protein terjadi degradasi selama bakso
dikemas.
4. Ekstrak daun jati dalam kemasan edible memiliki kemampuan lebih tinggi dalam
menurunkan populasi total bakteri dibandingkan dengan daun kelor dan daun kayu manis.
5. Penelitian ini telah pula dilibatkan dua orang mahasiswa S1 yang mendukung tugas
akhirnya.
7.2. Saran
Ekstrak daun lokal bisa menjadi alternatif untuk ditambahkan pada pembuatan edible
dengan potensi sebagai antibakteri dan antioksidan. Untuk menghasilkan edible berantioksidan
yang tinggi maka penambahan ekstrak daun kayu manis paling tinggi potensinya namun jika
pendekatannya pada potensi antibakteri pada bakso sapi maka ekstrak daun jati adalah
alternatifnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Z.H., A.M.P. Nuhriawangsa dan Pudjomartatmo. 2013. Pemanfaatan ShankAyam Broiler sebagai Bahan Edible Film Berbasis Gelatin yang Disuplementasi EkstrakJahe pada Coating Sosis Daging Sapi. Tropical Animal Husbandry. 2(1) :8-14.
Anonim. 1995. Mutu Objektif dari Bakso Daging Sapi SNI 01-3818-1995. Dewan StandarisasiNasional, Jakarta.
Anonim. 2005. Gelatin. Http://www.Isbu.ac.uk/water/hygel.html.
Apriyantono, HA. 2003. Makalah Halal: Kaitan Antara Syar’i, Teknologi, dan Sertifikasi.www.indohalal.com/doc-halal2.html.
Ardiansyah. 2007. Antibakteri dari Tumbuhan (Bagian Pertama). http://www.beritaiptek.com.Diakses tanggal 24 Maret 2008.
Bienkiewizc, KJ. 1990. Leather-water: System?. Jalca. 85. 305-325.
Brody, A.L. 2005. Packaging. Food Tech, 59 (2), 65-66.
Caner, C., P.J. Vergano and J.L.Wiles. 1998. Chitosan film mechanical and permeationproperties as affected by acid, plasticizer and storage. J. Food Sci, (63), 1049-1053.
Carvalho, R.A., P.J.A. Sobral, M. Thomazine, A.M.Q.B. Habitante, B. Giménez, M.C.Gómez-Guillén and P. Montero. 2007. Development of edible films based ondifferently processed Atlantic halibut (Hippoglossus hippoglossus) skin gelatin. FoodHydrocolloids, 22 (6), 1117-1123.
Covinington, A.D. dan Lampard, GS. 1998. Studies on The Origin of Hydrothermal Stability:A New Theory of Tanning. Jalca. 93. 107-120.
Chen, JM., Freairheller, SH., dan Brown, EM. 1991. Three-Dimensional-Energy MinimizedModels for Calf Skin Type I Collagen Triple Halix and Microfibril: I. The Triple HalicalModels. Jalca. 86. 475-486.
Gounga, M.E., S.Y. Xu and Z.Wang. 2007. Whey protein isolate-based edible films asaffected by protein concentration, glycerol ratio and pullulan addition in filmformation. J. Food Eng, 83 (4), 521-530.
Hermanianto, J. dan R.Y. Andayani. 2002. Studi Perilaku Konsumen dan IdentifikasiParameter Bakso Sapi Berdasarkan Preferensi Konsumen di Wilayah DKI Jakarta. JurnalTeknologi dan Industri Pangan, vol : XIII, No 1. Th. 2002.
Highberger, JH. 1993. Recent Advances in Knowledge of The Structure of The Colagen Fibriland The Properties of The Tropocollagen Macromolecular. Jalca. 88 (4) 117.
Karseno, P. Darmadji dan K. Rahayu. 2002. Daya Hambat Asap Cair Kayu Karet terhadapBakteri Pengkontaminan Lateks dan Ribbed Smoke sheet. Agritech 21(1) : 10-15
Khodijah, A. D. 2010. Uji daya Anthelmintik Ekstrak Etanol Daun Kelor (Moringa oleiferalamk) terhadap Cacing Gelang Ayam (Ascaridia galli schrank) secara In Vitro. [Skripsi].UPT Perpustakaan Ngudi Waluyo Ungaran. Semarang
Kim, S.J dan Z. Ustunol. 2001. Thermal properties head seal ability and seal attributes ofwhey protein isolate lipid emulsion edible film. J.Food Sci, 66 (7), 985-990.
Klahorst, S. 1999. Credible Edible Films. http://www.foodproductdesign.com. [Diakses 2November 2008].
Krochta, J.M., E.A. Baldwin and M.O. Nisperos-Carriedo. 1994. Edible Coatings and Filmsto Improve Food Quality. Technomic Publishing Company, Inc. Pennsylvania, (2),215-218.
Krochta, J.M and M. Johnson. 1997. Edible and biodegradable polymer film : challenges andopportunities . J.Food Tech, (51), 61-74.
Liu, Z and J.H. Han. 2005. Film forming characteristics of starckes. J. Food Sci, 70 (1),E.31-E36.
Mali, S., L.B.Karam, L.P.Ramos and M.V.E.Grossman. 2004. Relationships among thecomposition and physicochemical properties of starches with characteristics of theirfilm. J.Agric Food Chem, (52),7720-7725.
Miwada dan Simpen. 2007. Produksi dan Formulasi Gelatin Tipe A dan B dari Kulit danTulang Kaki Broiler Hasil Limbah Rumah Potong Ayam (RPA) melalui MetodeEkstraksi Terkombinasi. Laporan Penelitian, Unud. Denpasar
Miwada, INS. dan Simpen, IN. 2013. Kajian Waktu Curing Asam Asetat dan RasioKombinasi Kloroform-Etanol untuk Ekstraksi Protein Kulit Ceker. Majalah IlmiahPeternakan 16(1):28-31.
Muratore, G. dan F. Licciardello. 2005. Effect of Vacuum and Modified AtmospherePackaging on The Shelf-Life of Liquid-Smoke Swordfish (Xiphias Gladius) Slices. J.Food Sci. 70: 359-363
Nayeem, N. dan M.D. Karvekar. 2011.Anti Microbial and Anti-Oxidant Properties of theIsolated Compounds from the Methanolic Extract from the Leaves of Tectonagrandis.Department of Pharmaceutical chemistry, Krupanidhi college ofPharmacy.Bangalore
Okawa, M., J. Kinjo, T. Nohara dan M. Ono. 2001. DPPH (1,1-Diphenyl-2-Picrylhydrazyl)Radical Scavenging Activity of Flavonoids Obtained from Some Medical Plants,Biol.Pharm.Bull. 24(10): 1202-1205
Pearson, AM. and Dutson TR. 1992. Inedible Meat by Product Advances in Meat. Research.Vol. 8. London dan New York.
Purnomo, E. 1992. Penyamakan Kulit Kaki Ayam. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Puspawati, Simpen dan Miwada. 2011. Isolasi dan Karakterisasi Gelatin dari Kulit Kaki AyamBroiler. Laporan Penelitian Hibah Fundamental. Lembaga Penelitian dan Pengabdiankepada Masyarakat Universitas Udayana. Denpasar.
Ravindra, V., Karadi, Avneet, B., Gadge,, K. R., and Alagawadi, R. V. S. 2005. Effect ofMoringa oleifera Lam. root-wood on ethylene glycol induced urolithiasis in rats.K.L.E.S's College of Pharmacy, India. Journal of EthnopharmacologyVolume 105,Issues 1–2, 21 April 2006, Pages 306–311
Rohyani, I.S., E. Aryati dan Suripto. 2015. Kandungan Fitokimia Beberapa Jenis TumbuhanLokal yang Sering Dimanfaatkan sebagai Bahan Baku Obat di Pulau Lombok. Pros SemNas Masy Biodiv Indon 1(2) : 388-391
Rukmana, H.R., dan Harahap, I.M. 2003. Katuk, Potensi dan Manfaatnya. Yogyakarta:Kanisius.
Shimokomaki, M., Elsden, DF. dan Bailey, A.J. 1972. Meat Tenderness: Age Related Changesin Bovine Intramuscular Collagen. J. Food Sci. 37. 892-896.
Simelane, S and Z. Ustunol. 2005. Mechanical properties of heat cured whey protein basededible film compared with collagen casing under sausage manufacturing condition.J.Food Sci, 70 (2), E.131-134.
Sobral, P.J.A., F.C. Menegalli, M.D. Hubinger and M.A. Roques. 2001. Mechanical, watervapor barrier and thermal properties of gelatin based edible films. FoodHydrocolloids, (15), 423–432.
Soeparno. 1998. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Steel dan Torrie. 1991. Principle and Procedure of Statistic. Mc.Graw Hill. Book CompanyInc. New York.
Widyaningsih, T. D. dan E. S. Murtini. 2006. Alternatif Pengganti Formalin Pada ProdukPangan. Trubus Agrisarana, Surabaya.
Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Wrasiati, L.P. 2011. Karakteristik dan toksisitas Ekstrak Bubuk Simplisia Bunga KambojaCendana serta Peranannya dalam Meningkatkan Aktivitas Antioksidan Enzimatis padaTikus Sprague Dawley. Disertasi Pascasarjana Universitas Udayana, Denpasar.
Lampiran 1. Draft Artikel untuk rencananya Dipublikasikan di Jurnal PeternakanTropis Undip
Identifikasi Sifat Fungsional dari Daun Jati, Kelor dan Kayu Manis dan Potensinyasebagai Sumber Antioksidan pada Edible Film (Identification of Functional Properties of
Teak Leaves, Moringa and Cinnamon and its Potential as a Source of Antioxidants inEdible Film)
Oka, Wiyana 1 dan Sugita2
1. Fakultas Peternakan, Universitas Udayana2. Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi sifat fungsional pada daun lokaljenis jati, kelor dan kayu manis dan mengevaluasi kemampuannya sebagai sumber antioksidanpada edible film berbasis gelatin dari kulit kaki ayam broiler. Metode penelitian dilakukansecara deskripsi dan pengujian kualitas edible dengan menggunakan Rancangan AcakKelompok dengan 2 faktor. Faktor pertama yakni konsentrasi ekstrak daun lokal (0; 5; 10; 15dan 20%) dan jenis daun lokal (jati/J; Kelor/K dan kayu manis/T). Hasil uji GC-MS (GasChromatography – Mass Spectrometry ) menunjukkan bahwa kromatogram fraksi heksanaterdeteksi 8 puncak pada daun jati dengan waktu retensi 3,057 menit sampai dengan 19,122menit. Sementara pada kromatogram fraksi heksana pada daun kelor juga terdeteksi 8 puncakdengan waktu retensi antara 3,063 menit - 19,123 menit. Hasil kromatogram daun kayu manisdihasilkan 6 puncak dengan waktu retensi 11,011 menit – 19,353 menit. Secara keseluruhanjenis senyawa aktif dominan yang ditemukan pada ketiga jenis daun lokal tersebut adalah jenisfenol. Penambahan konsentrasi ekstrak daun lokal pada pembuatan edible film berbasis gelatinkulit kaki ayam broiler menunjukkan bahwa pH edible film pada konsentrasi 15-20 % palingtinggi dibandingkan dengan 5-10% namun lebih rendah daripada kontrol. Kandungan proteinedible berkisar antara 85,12-85,45% dan penambahan bahan antioksidan dari jenis daun lokal(jati, kayu manis dan kelor) meningkat pada penambahan 5% namun kemudian cenderungmenurun jika prosentasenya ditingkatkan. Peningkatan konsentrasi ekstrak daun lokalcenderung meningkatkan kandungan fenol edible yang dihasilkan. Kesimpulan penelitian inibahwa simplisia daun lokal memiliki sifat antioksidan dengan karakteristik berbeda baik padadaun jati, kelor dan kayu manis. Kandungan sifat antioksidan tertinggi ditemukan pada daunkayu manis, diikuti daun kelor dan terendah pada daun jati. Hasil uji GC-MS dibuktikankandungan antioksidnnya dominan jenis fenol. Tahap formulasi ekstrak daun lokal ini dengangelatin dari kulit ceker ayam broiler dihasilkan edible film dengan karakteristik berbeda, danpenambahan 15% ekstrak daun lokal dan diinteraksikan dengan gelatin dari kulit kaki ayambroiler menghasilkan edible film terbaik.
Kata Kunci : edible film, kulit kaki broiler, antioksidan
ABSTRACT
The purpose of this study was to identify the fuctional properties of the laocal types ofteak leaves, moringa and cinamon and evaluate his ability as a source of antioxidants on ediblegelatin-based film of the skin of broiler chicken feet. The research method is the descriptionand edible quality testing using a randomized block design with 2 factors. The first factor isthe concentration of local leaf extract (0; 5; 10; 15 and 20%) and local leaf types (teak/J;moringa/k and cinnamon/T). The results of GC-MS (Gas Chromatography - MassSpectrometry) showed that the hexane fraction chromatogram peak detected 8 on teak leaveswith a retention time of 3.057 minutes up to 19.122 minutes. While on the chromatogramfraction of hexane in moringa leaves also detected 8 peak with a retention time of between3.063 min - 19.123 minutes. Results chromatogram cinnamon leaf produced six peaks withretention time of 11.011 minutes - 19.353 minutes. Overall the dominant type of activecompounds found in the three types of local leaf is a type of phenol. The addition of local leafextract concentration on the manufacture of gelatin-based edible film broiler chicken leg skinshowed that the pH of the edible film to the highest concentration of 15-20% compared with5-10% but lower than control. Edible film content between 85.12 to 85.45% and the additionof antioxidants from local leaf (teak, moringa and cinnamon) increased on addition of 5%, butthen trends to increase the content of phenol produced edible. The conclusion of this study thatsimplicia local leaves have antioxidant properties with different characteristics both on teakleaves, moringa and cinnamon. The content of the highest antioxidant properties found incinnamon leaf, followed by moringa leaves and lowest in teak leaves. GC-MS test resultsproved the dominant type of phenol. Local leaf extract formulation stage with gelatin fromskin broiler chickens produced edible film with different characteristic and the addition of15% local leaf extract and interacted with the gelatin produce the best edible film.
Key word : edible film, broiler chicken feet, antioxidant
PENDAHULUAN
Tanaman lokal di Indonesia selama ini dikenal sebagai bahan pangan yang memiliki
potensi sebagai antioksidan (Shahid dan Bhanger, 2004). Jenis tanaman tersebut diantaranya
daun jati, daun kelor dan daun kayu manis. Ketiga jenis daun ini selama ini dikembangkan
dalam bentuk ekstrak dan digunakan sebagai bahan medis. Potensinya sebagai bahan pangan
khususnya dalam fungsinya sebagai bahan antioksidan dikembangkan dalam penelitian ini.
Potensi antioksidan dari ketiga jenis daun tersebut dikaji penggunaannya sebagai bahan aditif
pada edible film yang berbasis gelatin kulit kaki broiler. Gelatin dari kulit kaki broiler
merupakan produk olahan dengan metode hidrolisis protein kolagen pada kulit. Produk
gelatin bersifat multiguna dan diantaranya bisa dikembangkan sebagai bahan baku pembuatan
edible film. Edible film adalah produk kemasan alami yang memiliki sifat biodegradeble
(layak dimakan) dengan karakteristik yang tipis (edible film). Edible film merupakan lapisan
tipis yang dapat dimakan, dibentuk melapisi komponen makanan (coating), ditempatkan di
atas atau di antara komponen makanan. Dalam produk pangan, lapisan tipis ini berfungsi
untuk penghambat pertukaran gas (Liu dan Han, 2005), mencegah kehilangan aroma dan
perpindahan lemak (Krochta dan Johnson, 1997), meningkatkan karakteristik fisik, dan
sebagai pembawa zat aditif serta bersifat ramah lingkungan (Kim dan Ustunol, 2001) dan
(Simelane dan Ustunol, 2005).
Kajian interaksi gelatin dengan ekstrak daun lokal menjadi produk edible film
merupakan metode yang diduga bisa untuk memaksimalkan potensi ekstrak daun lokal
(khususnya dalam fungsinya sebagai sumber antioksidan). Kim dan Ustunol (2001)
menyebutkan bahwa produk edible itu bisa berfungsi sebagai zat aditif dan diduga sifat
fungsional antioksidan yang terdapat pada daun lokal ini akan memberi dampak positif untuk
penyempurnaan produk edible yang memiliki kemampuan antioksdian. Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengidentifikasi sifat fungsional pada daun lokal khususnya potensi
antioksidannya dan mengevaluasi potensi dalam interaksinya dengan gelatin dari kulit kaki
broiler.
BAHAN DAN METODE
Bahan
Materi utama penelitian adalah gelatin dari kulit kaki ayam broiler, daun lokal jenis
(daun jati, kelor dan kayu manis). Bahan kimia yang digunakan meliputi aquades, asam asetat
(1,5%), alkohol 70%, etanol dan gliserol. Peralatan yang digunakan meliputi: toples ukuran 10
L (3 buah), gelas ukur 1 L, pipet, tang, pisau, piring/wadah, talanan, baskom, gunting, lap,
timbangan manual, ember plastik, panci aluminium, toples tempat sampel ukuran 250 mL,
saringan kasa, tray, kasa, pinset, botol film tempat sampel kering, aluminium foil, masker,
plastik, dan kertas saring. botol untuk ekstraksi ukuran 500 mL, gelas ukur 100 mL, pipet
ukur, pipet volume, labu ukur, gelas beaker, dan Erlenmeyer, neraca, hot plate, penangas air,
corong, termometer, cawan petri, batang pengaduk spatula, desikator dan oven.
Metode
Ekstraksi daun lokal ini dilakukan menurut metode Wrasiati (2011). Daun lokal
(daun jati mas, daun kelor dan daun katuk) segar terlebih dahulu dilayukan selama 24 jam
untuk melepaskan dan sekaligus mengurangi kadar air. Daun dikeringkan di dalam cabinet
dryer dengan suhu 60oC sampai kadar air 8%. Daun lokal yang kering ini disebut dengan
simplisia daun. Simplisia dihaluskan dengan blender dan diayak untuk mendapatkan ukuran
bubuk simplisia 40 mesh. Tahap selanjutnya dilakukan ekstraksi dengan air. Metode kerjanya
sebagai berikut. Diambil 5 g bubuk dan dimasukkan ke dalam gelas beaker, kemudian
ditambahkan aquades dengan suhu 28oC sampai volume 200 mL. Proses ini dilakukan di
dalam inkubator selama 24 jam. Setelah itu, campuran tersebut disaring dengan kertas
whatmann no. 4 sehingga didapat ekstrak daun lokal.
Diproduksi edible film dengan bahan baku gelatin dari shank ayam broiler dan
gliserol sebagai plastizernya dan diformulasikan dengan ekstrak daun lokal pada konsentrasi
yang berbeda. Jenis daun lokal (JA, KE dan KU) dengan konsentrasi ekstraksinya (0%; 5%;
10%; 15% dan 20%). Setiap kombinasi perlakuan yang diterapkan dilakukan pengulangan
sebanyak 3 kali. Proses pembuatan edible dilakukan secara casting menurut metode Carvalho
et al. (2007) dan Sobral (2001) dengan sedikit modifikasi.
HASIL DAN PEMBAHASANEkstraksi daun lokal (daun jati, kelor dan kayu manis) menjadi bubuk simplisia
kering daun lokal diindentifikasi potensinya sebagai sumber antioksdian Hasil analisis
kapasitas antioksidan, kadar fenol, kadar tanin dan kadar vitamin C pada ekstrak daun lokal
secara rerata disajikan pada tabel berikut.
Tabel 1. Rerata Karakteristik Ekstrak Daun Lokal (Ekstrak Daun Jati, Kelor dan KayuManis) dengan Bahan Pengekstrak Aquades
No Parameter Ekstrak DaunJati (J)
Ekstrak DaunKelor (K)
Ekstrak DaunKayu Manis (T)
1 Total Fenol (mg/100 mLGAE
119,34 a 844,62 b 916,04 c
2 Kapasistas Antioksidan(mg/L GAEAC)
350,01 a 1014,51 b 1411,06 c
3 Kadar Tanin (mg/100 mLTAE)
129,79 a 831,92 b 901,06 c
4 Vitamin C (mg/100 mL) 6,90 a 19,13 c 8,73 b
Hasil rerata analisis pada Tabel 1, menunjukkan bahwa potensi ekstrak daun kelor
(K) dan daun kayu manis (T) memiliki potensi antioksidan (dilihat dari indikator total fenol,,
kapasitas antioksidan dan kadar vitamin C) tertinggi dibandingkan dengan daun jati (J).
Ekstrak daun lokal dilakukan dengan metode meserasi dalam aquades pada suhu 28oC selama
24 jam. Potensi aquades dalam mengekstrak ketiga jenis daun lokal ini telah dibuktikan
efektivitasnya oleh Wrasiati (2011) dan aman diaplikasikan pada produk pangan. Oleh karena
itu, potensial ditambahkan pada pada pembuatan edible film. Pengujian potensi lebih lanjut
dengan pendekatan GC-MS (Gas Chromatography – Mass Spectrometry ) yakni menentukan
komponen aktif pada ketiga jenis ekstrak daun lokal tersebut (K, T dan J). Analisis senyawa
aktif ini dilakukan dalam dua tahap yakni tahap isolasi dan analisis kimia. Tahap isolasi
dilakukan fraksinasi ekstrak dengan heksana dan tahap analisis kimia dilakukan analisis pada
fraksi menggunakan instrumen GC-MS. Wrasiati (2011) menyebutkan bahwa teknik analisa
GC-MS ini adalah gabungan dari teknik kromatografi gas dan spektrometri massa. Teknik
kromatografi berfungsi sebagai pemisah senyawa-senyawa yang terdapat dalam ekstrak daun
lokal dan spektrometri massa berfungsi untuk mengidentifikasi senyawa yang telah dipisahkan
tersebut.
Tabel 2. Senyawa-Senyawa yang Terdeteksi pada Fraksi Heksana Ekstrak Daun Lokal(Daun Jati, Kelor dan Kayu Manis)
Ekstrak Daun Kayu Manis (T)
No Waktu Retensi(menit)
Tinggi Puncak Nama Senyawa
1 11,011 65795 Tetradecane (CAS) n-Tetradecane
2 12,689 432522 Phenol, 2,4-bis (1,1-dimethylethyl)
3 17,401 164003 Hexadecanoic acid, methyl ester (CAS)Methy
4 17,478 181395 Methyl-3-(3,5-ditertbutyl-4-hyrdro
5 19,119 31526 9-Octadecenoic acid
6 19,353 82608 Octadecanoic acid
Ekstrak Daun Jati (J)1 3,057 17866 3,3-Dimethoxy-2-butanone
2 3,057 17866 3,3-Dimethoxt-2-butanone
3 3,147 15363 1,3-Dioxolan-4-methanol, 2-ethyl
4 3,440 12061 Silane, diethoxydimethoxy-
5 12,691 60220 Phenol, 2,4-bis(1,1-dimethylethyl)-
6 17,403 35288 Hexadecanoic acid, methyl ester
7 17,480 33102 Benzenepropanoic acid, 3,5-bis (1,1-dimethyle
8 19,122 6400 9-Otadecenoic acid (Z)-, methyl ester (CAS)
Ekstrak Daun Kelor (K)1 3,063 15067 1,3,3-Trimethoxybutane
2 - -- Silane, ethenylmethoxydimethyl-
3 3,186 30334 2-Hydroxyisocaproic acid, methyl ether,methy
4 3,275 28158 1,3-Dioxolane-4-methanol, 2-ethyl-
5 12,690 48852 Phenol, 2,4-bis (1,1-dimethyllethy)-
6
7
8
17,406
17,480
19,123
26040
18740
5335
Hexadecanoic acid, methyl ester (CAS)methyBenzenepropanoic acid, 3,-bis (1,1-dimethyle9-Otadecenoic acid (Z)-, methyl ester (CAS)
Hasil analisis GC-MS pada ekstrak daun lokal (daun jati, daun kelor dan daun kayu
manis) sebagai aditif pada edible gelatin yang berbasis kulit kaki ayam broiler disajikan pada
Tabel 2. Kromatogram fraksi heksana ekstrak bubuk simplisia daun lokal (jati, kelor dan kayu
manis) disajikan pada gambar 1-3. Pada kromatogram fraksi heksana terdeteksi 8 puncak pada
daun jati dengan waktu retensi 3,057 menit sampai dengan 19,122 menit. Sementara pada
kromatogram fraksi heksana pada daun kelor juga terdeteksi 8 puncak dengan waktu retensi
antara 3,063 menit - 19,123 menit. Hasil kromatogram daun kayu manis dihasilkan 6 puncak
dengan waktu retensi 11,011 menit – 19,353 menit. Secara keseluruhan jenis senyawa aktif
dominan yang ditemukan pada ketiga jenis daun lokal tersebut adalah jenis fenol. Senyawa
fenol ini merupakan senyawa yang berpotensi sebagai zat aditif untuk bisa diikatkan pada
proses pembuatan edible film. Kim dan Ustunol (2005) menyebutkan bahwa edible film
diantaranya berfungsi sebagai pembawa zat aditif dan oleh karena itu, sifat fungsional dari
ekstrak daun lokal ini akan bisa menghasilkan edible yang memiliki potensi antioksidan.
Gambar 1. Kromatogram Fraksi Heksana Ekstrak Bubuk Simplisia Daun Jati
Gambar 2. Kromatogram Fraksi Heksana Ekstrak Bubuk Simplisia Daun Kelor
Gambar 3. Kromatogram Fraksi Heksana Ekstrak Bubuk Simplisia Daun Kayu Manis
Tahap kedua penelitian ini yakni menentukan konsentrasi ekstrak daun lokal (0%; 5%;
10%; 15% dan 20%) terbaik dalam ikatannya dengan gelatin dari kulit kaki ayam broiler dan
produknya nantinya disebut dengan nama edible film berantioksidan. Bahan baku edible
adalah dari gelatin kulit kaki ayam broiler dengan formulasi 15% gelatin dan ditambahkan
plastizer gliserol 0,75% (menurut metode Abdurrahman, 2013) serta ditambahkan aquades
sebanyak 100 ml. Volume aquades sebanyak 100 ml dengan sebelumnya telah ditambahi
esktrak daun lokal sesuai perlakuan. Edible film cair masing-masing perlakuan selanjutnya
dipanaskan dalam oven bersuhu 55oC selama 18 jam. Hasil pengujian edible film yang
dihasilkan disajikan pada tabel 3 berikut.
Tabel 3. Rerata pH Edible Film Berbasis Gelatin Kulit Kaki Ayam Boiler Terkorporasidengan Ekstrak Daun Lokal
Jenis DaunKonsentrasi
Rerata0% 5% 10% 15% 20%Jati (J) 5,66 5,10 5,12 5,24 5,27 5,28
±0,21a
Kelor (K) 5,67 5,72 5,74 5,80 5,77 5,74±0,05c
Kayu Manis(T)
5,66 5,28 5,25 5,25 5,25 5,34±0,17b
Rerata 5,66±0,01a 5,37±0,28b 5,37±0,28b 5,43±0,28c 5,43±0,26c
Hasil penelitian (Tabel 3) menunjukkan bahwa pH edible film pada konsentrasi 15-20
% paling tinggi dibandingkan dengan 5-10% namun lebih rendah daripada kontrol. Hal ini
disebabkan karena sifat daun lokal itu mengandung sifat antioksidan yang cenderung memberi
nilai pH rendah. Karena dalam bahan berfungsi antioksidan terdapat senyawa yang bersifat
asam seperti asam fenolat (Wrasiati, 2011). Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai pH edible
dengan penambahan ekstrak daun jati (J) paling rendah diikuti perlakuan T dan tertinggi pada
K. Secara keseluruhan nilai pH edible ini masih pada rentang Standar Nasional Indonesia
(SNI) yakni 4,5-6,5 (Anonim, 2005)
Tabel 4. Rerata Kadar Protein (% bb) Edible Film Berbasis Gelatin Kulit Kaki AyamBoiler Terkorporasi dengan Ekstrak Daun Lokal
JenisDaun
KonsentrasiRerata0% 5% 10% 15% 20%
Jati (J) 85,45 84,88 84,86 71,29 71,15 79,53±7,02b
Kelor(K)
85,12 84,78 72,97 71,34 76,24 78,09±6,03a
KayuManis
(T)
85,35 86,68 86,29 85,67 85,65 85,93±6,26c
Rerata 85,31±0,15d 85,45±0,93e 81,37±6,33c 76,10±7,18a 77,68±6,37b
Hasil kajian rerata protein, seperti ditunjukkan pada Tabel 4, menyebutkan bahwa
peningkatan prosentase bahan antioksidan cenderung menurunkan kandungan protein edible.
Edible berbasis gelatin dari kulit kaki ayam broiler (Tabel 4) berkisar antara 85,12-85,45%
dan penambahan bahan antioksidan dari jenis daun lokal (jati, kayu manis dan kelor)
meningkat pada penambahan 5% namun kemudian cenderung menurun jika prosentasenya
ditingkatkan.
Tabel 5. Rerata Total Fenol (mg/100 g GAE) Edible Film Berbasis Gelatin Kulit KakiAyam Boiler Terkorporasi dengan Ekstrak Daun Lokal
Jenis DaunKonsentrasi
Rerata0% 5% 10% 15% 20%Jati (J) 1,03 3,00 3,32 2,37 3,65 2,67±0,96a
Kelor (K) 1,20 3,25 3,66 3,24 4,36 3,14±1,09c
Kayu Manis(T)
1,23 3,10 3,03 3,56 4,24 3,03±1.04b
Rerata 1,15±0,10a 3,12±0,17b 3,34±0,27c 3,06±0,54b 4,08±0,33d
Sementara itu, hasil kajian total fenol pada edible (Tabel 5) menunjukkan
kecenderungan peningkatan dengan penambahan bahan antioksidan dari daun lokal (daun jati,
kelor dan kayu manis). Fungsi penambahan bahan antioksidan dari daun lokal pada edible
telah berhasil meningkatkan kandungan fenolnya. Senyawa fenol yang sebelumnya ditemukan
pada daun lokal ini (Tabel 2), terbukti memberikan efek meningkatkan kandungan edible.
Senyawa fenol adalah senyawa utama pemberi efek antioksidan pada produk (Wrasiati, 2011).
Okawa et al., 2001) menyebutkan bahwa senyawa fenol secara struktur memiliki gugus
hidroksi yang tersubstitusi pada posisi ortho dan para terhadap gugus -OH dan -OR yang
memberi efek antioksidan.
KESIMPULANKesimpulan penelitian ini bahwa simplisia daun lokal memiliki sifat antioksidan
dengan karakteristik berbeda baik pada daun jati, kelor dan kayu manis. Kandungan sifat
antioksidan tertinggi ditemukan pada daun kayu manis, diikuti daun kelor dan terendah pada
daun jati. Hasil uji GC-MS dibuktikan kandungan antioksidnnya dominan jenis fenol. Tahap
formulasi ekstrak daun lokal ini dengan gelatin dari kulit ceker ayam broiler dihasilkan edible
film dengan karakteristik berbeda, dan penambahan 15% ekstrak daun lokal dan diinteraksikan
dengan gelatin dari kulit kaki ayam broiler menghasilkan edible film terbaik.
UCAPAN TERIMA KASIH
Pada kesempatan ini tim peneliti mengucapkan banyak terima kasih kepada Dirjen
Dikti dalam hal ini melalui Universitas Udayana dengan bantuan dana hibah Bersaing melalui
sumber dana Desentralisasi dengan Surat Perjanjian Penugasan Penelitian No :
51/UN14.2/PNL.01.03.00/2015, tanggal 3 Maret 2015
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Z.H., A.M.P. Nuhriawangsa dan Pudjomartatmo. 2013. Pemanfaatan ShankAyam Broiler sebagai Bahan Edible Film Berbasis Gelatin yang Disuplementasi EkstrakJahe pada Coating Sosis Daging Sapi. Tropical Animal Husbandry. 2(1) :8-14.
Anonim. 2005. Gelatin. Http://www.Isbu.ac.uk/water/hygel.html.Carvalho, R.A., P.J.A. Sobral, M. Thomazine, A.M.Q.B. Habitante, B. Giménez, M.C.
Gómez-Guillén and P. Montero. 2007. Development of edible films based ondifferently processed Atlantic halibut (Hippoglossus hippoglossus) skin gelatin. FoodHydrocolloids, 22 (6), 1117-1123.
Kim, S.J dan Z. Ustunol. 2001. Thermal properties head seal ability and seal attributes ofwhey protein isolate lipid emulsion edible film. J.Food Sci, 66 (7), 985-990.
Krochta, J.M and M. Johnson. 1997. Edible and biodegradable polymer film : challenges andopportunities . J.Food Tech, (51), 61-74.
Liu, Z and J.H. Han. 2005. Film forming characteristics of starckes. J. Food Sci, 70 (1),E.31-E36.
Okawa, M., J. Kinjo, T. Nohara dan M. Ono. 2001. DPPH (1,1-Diphenyl-2-Picrylhydrazyl)Radical Scavenging Activity of Flavonoids Obtained from Some Medical Plants,Biol.Pharm.Bull. 24(10): 1202-1205
Sobral, P.J.A., F.C. Menegalli, M.D. Hubinger and M.A. Roques. 2001. Mechanical, watervapor barrier and thermal properties of gelatin based edible films. FoodHydrocolloids, (15), 423–432.
Shahid, I., dan Bhanger, M. I. 2004. Effect of Season And Production Location on AntioxidantActivity of Moringa Oleifera Leaves Grown In Pakistan. University of Sindh, Pakistan.Journal of Food Composition and Analysis Volume 19, Issues 6–7, September–November 2006, Pages 544–551
Simelane, S. dan Z. Ustunol. 2005. Mechanical Properties of Heat Cured Whey Protein BasedEdible Film Comapared with Collagen Casing under Sausage Manufacturing Condition.J. Food Sci., 70(2) : E.131-134
Wrasiati, L.P. 2011. Karakteristik dan tosisitas Ekstrak Bubuk Simplisia Bunga KambojaCendana serta Peranannya dalam Meningkatkan Aktivitas Antioksidan Enzimatis padaTikus Sprague Dawley. Disertasi Pascasarjana Universitas Udayana, Denpasar.