1. Formulasi Gel Stabil Ekstrak Daun Binahong

47
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Gel merupakan sistem semipadat terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh suatu cairan (Dirjen Badan POM RI, 1995). Bentuk gel mempunyai beberapa keuntungan diantaranya tidak lengket, gel mempunyai aliran tiksotropik dan pseudoplastik yaitu gel berbentuk padat apabila disimpan dan akan segera mencair bila dikocok, konsentrasi bahan pembentuk gel yang dibutuhkan hanya sedikit untuk membentuk massa gel yang baik, viskositas gel tidak mengalami perubahan yang berarti pada suhu penyimpanan (Lieberman, 1970). Salah satu penyakit kulit yang merisaukan remaja dan dewasa adalah jerawat, karena jerawat dapat mengurangi kepercayaan diri seseorang, terutama para remaja yang lebih mengutamakan penampilan wajahnya.

description

Gel Stabil

Transcript of 1. Formulasi Gel Stabil Ekstrak Daun Binahong

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Gel merupakan sistem semipadat terdiri dari suspensi yang dibuat dari

partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh

suatu cairan (Dirjen Badan POM RI, 1995). Bentuk gel mempunyai beberapa

keuntungan diantaranya tidak lengket, gel mempunyai aliran tiksotropik dan

pseudoplastik yaitu gel berbentuk padat apabila disimpan dan akan segera mencair

bila dikocok, konsentrasi bahan pembentuk gel yang dibutuhkan hanya sedikit untuk

membentuk massa gel yang baik, viskositas gel tidak mengalami perubahan yang

berarti pada suhu penyimpanan (Lieberman, 1970).

Salah satu penyakit kulit yang merisaukan remaja dan dewasa adalah

jerawat, karena jerawat dapat mengurangi kepercayaan diri seseorang, terutama para

remaja yang lebih mengutamakan penampilan wajahnya. Apalagi jika jerawat

tersebut sampai pecah hingga menimbulkan bekas yang lama hilangnya. Hampir

setiap orang di dunia pernah mengalami masalah dengan jerawat. Jerawat umumnya

muncul pada wajah, namun dapat juga muncul pada kepala, punggung, dada, atau

lengan atas.

Biasanya jika melakukan pengobatan jerawat di klinik kulit akan diberikan

antibiotik yang dapat membunuh bakteri dan menghambat inflamasi, contohnya

tetrasiklin, eritromisin, doksisiklin dan klindamisin. Selain dari itu pengobatan

2

jerawat juga digunakan benzoil peroksida, asam azelat dan retinoid. Namun

obat-obat ini memiliki efek samping dalam penggunaannya antara lain iritasi,

sementara penggunaan antibiotika jangka panjang selain dapat menimbulkan

resistensi juga dapat menimbulkan kerusakan organ dan imuno hipersensitivitas.

(Anggraini dkk., 2013)

Berdasarkan alasan-alasan diatas maka dicari alternatif lain untuk mengobati

jerawat yaitu dengan menggunakan dan memanfaatkan bahan-bahan dari alam,

dengan harapan agar meminimalkan efek samping yang tidak di inginkan seperti

yang terjadi pada pengobatan jerawat dengan menggunakan antibiotik atau zat- zat

aktif lainnya.

Salah satu tanaman obat yang memiliki efek anti jerawat adalah daun

binahong. Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa daun binahong memiliki

aktivitas antibakteri terhadap Propionibacterium acnes dan Staphylococcus

epidermis. Pada hasil uji bioautografi menunjukkan bahwa senyawa yang berperan

aktif sebagai antibakteri dalam daun binahong terhadap Staphylococcus epidermis

diduga adalah senyawa saponin, fenol dan flavonoid sedangkan terhadap

Propionibacterium acnes diduga adalah senyawa flavonoid. (Prijayanti,2011)

Menurut penelitan yang dilakukan oleh Khunaifi, Konsentrasi Hambat Minimum

(KHM) ekstrak daun Binahong pada bakteri Staphylococcus aureus pada konsentrasi

25%. (Khunaifi, 2010)

Tanaman binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) termasuk dalam

famili Basellaceae merupakan salah satu tanaman obat berpotensial mengatasi

3

berbagai jenis penyakit dan mempunyai potensi besar untuk dikembangkan serta

diteliti lebih jauh, karena dari tanaman ini masih banyak yang perlu digali sebagai

bahan fitofarmaka. Terutama untuk mengungkapkan khasiat dari bahan aktif yang

dikandungnya. Berbagai pengalaman yang ditemui di masyarakat, binahong

dapat dimanfaatkan untuk membantu proses penyembuhan pada jerawat dan

penyakit-penyakit berat lainnya.(Manoi, 2009)

Untuk mengoptimalkan pengobatan terhadap jerawat, sebaiknya dipilih

bentuk sediaan yang dapat menyampaikan obat dengan baik dan bahan

pembantunya tidak boleh menimbulkan kecenderungan untuk munculnya jerawat-

jerawat baru. Di pasaran sediaan anti jerawat telah banyak beredar baik dalam

bentuk gel, krim dan losio. Tetapi dari jenis sediaan tersebut sediaan bentuk gel lebih

banyak dipilih karena sediaan gel lebih mudah dibersihkan dari permukaan kulit

setelah pemakaian, tidak mengandung minyak yang dapat meningkatkan

keparahan jerawat, terasa dingin di kulit, dan mudah mengering.

4

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang tersebut maka timbul permasalahan:

Variasi konsentrasi carbopol (karbomer) manakah yang menghasilkan gel

yang stabil untuk bahan aktif ekstrak daun binahong (Anredera cordiflia)

dengan konsentrasi 25% ?

C. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian ini yaitu:

Untuk mengetahui konsentrasi carbopol (karbomer) yang stabil serta baik

digunakan sebagai basis gel.

D. MANFAAT PENELITIAN

Manfaat penelitian ini yaitu:

1. Sebagai acuan untuk membuat formulasi gel stabil dari ekstrak daun

binahong

2. Sebagai tugas akhir sebagai Mahasiswa Akademi Farmasi Sandi Karsa

Makassar dalam meraih gelar Ahli Madya Farmasi.

3. Sebagai dasar uji lanjutan.

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. URAIAN TANAMAN

Tanaman binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) berasal dari dataran

Cina dengan nama asalnya adalah Dheng shan chi, di Inggris disebut

madeiravine. Sinonim Boussingaulatia gracilis Miers. Boussingaultia cordifolia

Boussingaultia basselloides. Tanaman ini menyebar ke Asia Tenggara. Di

Indonesia tanaman ini dikenal sebagai gendola yang sering digunakan sebagai

gapura yang melingkar di atas jalan taman.

Tanaman binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) berupa tumbuhan

menjalar, berumur panjang (perenial), bisa mencapai panjang +/- 5 m. Akar

berbentuk rimpang, berdaging lunak. Batang lunak, silindris, saling membelit,

berwarna merah, bagian dalam solid, permukaan halus, kadang membentuk

semacam umbi yang melekat di ketiak daun dengan bentuk tak beraturan dan

bertekstur kasar. Daun tunggal, bertangkai sangat pendek (subsessile), tersusun

berseling, berwarna hijau, bentuk jantung (cordata), panjang 5 - 10 cm, lebar 3 –

6

7 cm, helaian daun tipis lemas, ujung runcing, pangkal berlekuk (emerginatus),

tepi rata, permukaan licin, bisa dimakan. Bunga majemuk berbentuk tandan,

bertangkai panjang, muncul di ketiak daun, mahkota berwarna krem keputih-

putihan berjumlah lima helai tidak berlekatan, panjang helai mahkota 0,5-1 cm,

berbau harum. Perbanyakan generatif (biji), namun lebih sering berkembang atau

dikembangbiakan secara vegetatif melalui akar rimpangnya.

1.1 Klasifikasi tanaman binahong

Anredera cordifolia (Ten.) Steenis. Adalah sebagai berikut :

Regnum : Plantae (Tumbuhan)

Subregnum : Tracheobionta

Super Divisi : Spermatophyta

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Sub Kelas : Hamamelidae

Ordo : Caryophyllales

Famili : Basellaceae

Genus : Anredera

Spesies : Anredera cordifolia (Ten.) Steenis

(Manoi, 2009)

1.2 Kandungan

Kandungan Kimia Anredera cordifolia (Ten.) Steenis pada penelitian sebelumnya

telah dilaporkan mengandung alkaloid, saponin, flavanoid, dan polifenol. Sedangkan

7

dengan analisa secara KLT dapat membunuh bakteri S. aureus. (Rochani, 2009 ;

Setiaji 2009)

1.3 Indikasi

Khasiat Daun Binahong

Manfaat tanaman ini sangat besar dalam dunia pengobatan, secara empiris binahong

dapat menyembuhkan berbagai jenis penyakit. Dalam pengobatan, bagian tanaman

yang digunakan dapat berasal dari akar, batang, daun, dan bunga maupun umbi yang

menempel pada ketiak daun. Tanaman ini dikenal dengan sebutan Madeira vine

dipercaya memiliki kandungan antibakteri dan antioksidan. Tanaman ini masih

diteliti meski dalam lingkup terbatas. Beberapa penyakit yang dapat disembuhkan

dengan menggunakan tanaman ini adalah kerusakan ginjal, diabetes, pembengkakan

jantung, muntah darah, tifus, stroke, wasir, rhematik, pemulihan pasca operasi,

pemulihan pasca melahirkan, menyembuhkan segala luka dalam dan khitanan, radang

usus, melancarkan dan menormalkan peredaran dan tekanan darah, sembelit, sesak

napas, sariawan berat, pusing-pusing, sakit perut, menurunkan panas tinggi,

menyuburkan kandungan, maag, asam urat, keputihan, pembengkakan hati,

meningkatkan vitalitas dan daya tahan tubuh. (Manoi, 2009)

B. URAIAN EKSTRAKSI

8

Ekstrasi adalah kegiatan penarikan kandungan senyawa kimia yang dapat larut

sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair Beberapa

metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut yaitu:

Maserasi

Maserasi adalah proses penyarian simplisia dengan cara perendaman

menggunakan pelarut dengan pengadukan pada temperatur kamar. Maserasi

yang dilakukan pengadukan secara terus-menerus disebut maserasi kinetik

sedangkan yang dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan

penyaringan terhadap maserat pertama dan seterusnya disebut remaserasi.

Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan

penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam

rongga sel yang mengandung zat aktif. Karena adanya perbedaan konsentrasi

antara larutan zat aktif di dalam sel dengan di luar sel, maka larutan yang

terpekat didesak ke luar. Peristiwa ini berulang sehingga terjadi keseimbangan

konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di luar sel.

Maserasi dilakukan dengan cara : 10 bagian simplisia dengan derajat halus

tertentu dimasukan dalam bejana, kemudian dituangi dengan 75 bagian cairan

penyari, ditutup dan dibiarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya. Setelah 5

hari diserkai dan ampas diperas. Keuntungan penyarian dengan maserasi

adalah: pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana, serta perusakan zat

aktif yang tidak tahan panas dapat dihindari. (Dirjen Badan POM RI, 1986).

C. Kulit

9

Kulit merupakan lapisan pelindung tubuh yang sempurna terhadap pengaruh

luar, baik pengaruh fisik maupun pengaruh kimia. Fungsi umum kulit adalah

untuk melindungi jaringan-jaringan tubuh di dalamnya, mengatur suhu badan,

menerima dan meneruskan rangsang – rangsang perasaan, mengeluarkan

(ekskresi) zat-zat tertentu, menyerap (absorbsi) zat-zat tertentu, pembuatan

vitamin D, cadangan energi, meredam pukulan atau tumbukan.

Kulit secara umum dibagi menjadi tiga bagian. Lapisan yang pertama adalah

lapisan epidermis. Lapisan epidermis merupakan lapisan terluar dan lapisan yang

paling banyak menerima kontak dari lingkungan luar. Lapisan epidermis terdiri

dari lima lapisan diantaranya stratum korneum (lapisan tanduk), stratum lusidum

(lapisan jernih), stratum granulosum (lapisan butir), stratum spinosum (lapisan

taju), dan stratum basalis (lapisan benih). Kedua, Lapisan dermis. Lapisan ini

tersusun atas pembuluh darah dan pembuluh getah bening, kelenjar minyak yang

berpengaruh terhadap proses terjadinya jerawat ada di bagian lapisan ini. Ketiga

adalah lapisan Hipodermis. Pada lapisan ini terdapat ujung-ujung syaraf dan

lapisan jaringan di bawah kulit yang berlemak. (Hakim, 2001)

D. GEL

1. Uraian Gel

Gel kadang-kadang disebut jeli, merupakan sistem semi padat terdiri dari

suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang

besar, terpenetrasi oleh suatu cairan. Jika massa gel terdiri dari jaringan partikel kecil

yang terpisah, gel digolongkan sebagai sistem dua fase (misalnya Gel Aluminium

10

Hidroksida). Dalam sistem dua fase, jika ukuran partikel dari fase terdispersi relatif

besar, massa gel kadang-kadang dinyatakan sebagai magma (misalnya Magma

Bentonit). Baik gel maupun magma dapat berupa tiksotropik, membentuk semipadat

jika dibiarkan dan menjadi cair pada pengocokan. Sediaan harus dikocok dahulu

sebelum digunakan untuk menjamin homogenitas dan hal ini tertera pada etiket. Jika

massanya banyak mengandung air, gel itu disebut jelly.

Gel fase tunggal terdiri dari makromolekul organik yang tersebar serba sama

dalam suatu cairan sedemikian hingga tidak terlihat adanya ikatan antara molekul

makro yang terdispersi dan cairan. (Dirjen Badan POM RI, 1995).

2. Sifat Gel

Gel memiliki sifat yang khas:

a. Dapat mengembang karena komponen pembentuk gel dapat mengabsorbsi

larutan yang menyebabkan terjadinya pertambahan volume. Pelarut akan

berpenetrasi di antara matriks gel dan terjadi interaksi antara pelarut

dengan gel. Pengembangan gel kurang sempurna jika terjadi ikatan silang

antara polimer di dalam matriks gel yang dapat menyebabkan kelarutan

komponen gel berkurang.

b. Sineresis, yaitu proses yang terjadi akibat adanya kontraksi di dalam massa

gel. Cairan yang terjerat akan ke luar dan akan berada di atas permukaan

gel. Pada saat pembentukan gel terjadi tekanan yang elastis sehingga

terbentuk massa gel yang tegar. Mekanisme terjadinya kontraksi

berhubungan dengan fase relaksasi akibat adanya tekanan elastis pada saat

11

terbentuknya gel. Adanya perubahan pada ketegaran sel akan

mengakibatkan karakter antar matriks berubah, sehingga memungkinkan

cairan bergerak menuju permukaan, sinerisis dapat terjadi pada hidrogel

maupun organogel.

c. Bentuk struktur gel resisten terhadap perubahan atau deformasi dan

mempunyai aliran viskoelastik. Struktur gel dapat bermacam-macam

tergantung dari komponen pembentuk gel.

Struktur gel dapat bermacam-macam tergantung dari komponen pembentuk

gel. Bentuk struktur gel antara lain struktur kumparan acak, heliks, batang, dan

bangunan kartu. Sediaan farmasi umumnya menggunakan gel dengan struktur

kumparan acak yang terbentuk dengan mekanisme interaksi antar polimer.

Pembentukan gel sangat tergantung dari konsentrasi polimer dan afinitas pelarut

terhadap polimer.

Ada tiga macam sifat pelarut dalam struktur gel, yaitu: pelarut yang bebas

terperangkap di dalam struktur tiga dimensi gel. Berdasarkan ketiga sifat pelarut

tersebut di atas, maka pembentukan gel tergantung dari konsentrasi polimer dan

aktivitas pelarut terhadap polimer. Pelarut yang biasa digunakan untuk gel adalah air

(hidrogel) dan pelarut organic (organogel). Xerogel adalah basis gel yang padat

dengan kandungan komponen pembentuk gel dalam pelarut dengan jumlah minimum

yang diperoleh dengan menguapkan pelarutnya.

3. Keunggulan Gel

12

Keunggulan gel pada formulasi:

a. Waktu kontak lama

Kulit mempunyai barrier yang cukup tebal, sehingga dibutuhkan waktu

yang cukup lama untuk zat aktif dapat berpenetrasi.

b. Kadar air dalam gel tinggi

Jumlah air yang banyak dalam gel akan menghidrasi stratum corneum

sehingga terjadi perubahan permeabilitas stratum corneum menjadi lebih

permeabel terhadap zat aktif yang dapat meningkatkan penetrasi zat

aktif.

c. Resiko timbulnya peradangan ditekan

Kandungan air yang banyak pada gel dapat mengurangi resiko

peradangan lebih lanjut akibat menumpuknya lipida pada pori-pori,

karena lipida tersebut merupakan makanan bakteri jerawat (Lieberman,

1970).

E. FORMULASI GEL

Dalam membuat formulasi suatu sediaan gel yang baik perlu diperhatikan

adalah kesesuaian sifat bahan-bahan yang dipilih, yaitu:

1. Gelling agent yang dipilih harus bersifat inert, aman, tidak bereaksi dengan

komponen lain dalam formulasi

2. Penggunaan polisakarida memerlukan pengawet (rentan terhadap mikroba)

3. Viskositas sediaan harus tepat, mudah digunakan

4. Konsentrasi polimer sebagai gelling agent harus tepat (antisipasi sineresis)

13

5. Inkopamtibilitas terjadi antara obat kationik pada kombinasi zat aktif, pengawet,

dan surfaktan bersifat anionik (inaktivasi/pengendapan bahan kationik).

6. Penampilan gel, perlu diperhatikan apakah gel transparan atau berbentuk suspensi

partikel koloid yang terdispersi, dimana dengan jumlah pelarut yang cukup banyak

membentuk gel koloid yang mempunyai struktur tiga dimensi.

7. Pemilihan komponen dalam formula yang tidak banyak menimbulkan perubahan

viskositas saat disimpan di bawah temperatur yang tidak terkontrol.

8. Konsentrasi polimer sebagai gelling agents harus tepat sebab saat penyimpanan

dapat terjadi penurunan konsentrasi polimer yang dapat menimbulkan syneresis

(air mengambang diatas permukaan gel)

9. Pelarut yang digunakan tidak bersifat melarutkan gel, sebab bila daya adhesi antar

pelarut dan gel lebih besar dari daya kohesi antar gel maka sistem gel akan rusak.

Suatu gel terdiri dari bahan aktif, gelling agent dan zat tambahan. Profil

dari bahan-bahan yang digunakan dalam formula gel ini adalah sebagai berikut

a. Propilen glikol

Rumus molekul : C3H8O2

Cairan bening, tidak berwarna, kental dan agak manis. Propilenglikol pada

penggunaan topikal berfungsi sebagai humektan. Propilenglokol secara kimia

stabil ketika dicampur dengan etanol, gliserin atau air. Dapat bercampur dengan

etanol dan air. Konsentrasi yang digunakan sebagai peningkat penetrasi 1-10%

b. Metil Paraben

14

Metilparaben mengandung tidak kurang dari 99,0 % dan tidak lebih dari 101,0 %

C8H8O. Digunakan sebagai zat tambahan, zat pengawet. Kelarutan: larut dalam

500 bagian air, dalam 20 bagian air mendidih, dalam 3,5 bagian etanol (95%) dan

dalam 3 bagian aseton; mudah larut dalam eter dan dalam larutan alkali

hidroksida; larut dalam 60 bagian gliserol panas dan dalam 40 bagian minyak

lemak nabati panas, jika didinginkan larutan tetap jernih (Dirjen Badan POM RI,

1979: 378). Penggunaan metilparaben antara 0,02-0,3 % (Rowe et.al, 2006).

c. Aquadest

Rumus molekul : H2O

Aquadest adalah air murni yang diperoleh dengan cara penyulingan, pertukaran

ion osmosis terbalik atau murni digunakan dalam sedian-sedian yang

membutuhkan air terkecuali untuk parenteral aquades tidak dapat digunakan.

(Dirjen Badan POM RI, 1995).

d. Carbopol 940 P (Carboksipolimetilen)

Nama lain carbopol adalah acritamer, acrylic acid polymer, carbomer. Dengan

rumus molekul (C3H4O2)n. untuk jenis carbopol 940 mempunyai berat molekul

monomer sekitar 72 gr/mol dan carbopol ini terdiri dari 1450 monomer.

Carbopol merupakan salah satu jenis gelling agent digunakan sebagian besar di

dalam cairan atau sediaan formulasi semisolid berkenaan dengan farmasi sebagai

agent pensuspensi atau agent penambah kekentalan. Digunakan pada formulasi

krim, gel dan salep dan kemungkinan digunakan dalam sediaan obat mata dan

sediaan topikal lain. Carbopol bersifat stabil dan higroskopik, penambahan

15

temperatur berlebih dapat mengakibatkan kekentalan menurun sehingga

mengurangi stabilitas. Carbopol mempunyai viskositas antara 40.000 – 60.000 cP

digunakan sebagai bahan pengental yang baik memiliki viscositasnya tinggi,

menghasilkan gel yang bening. Carbopol digunakan untuk bahan pengemulsi

pada konsentrasi 0,1- 0,5% B, bahan pembentuk gel pada konsentrasi 0,5-2,0%

B, bahan pensuspensi pada konsentrasi 0.5–1.0 % dan bahan perekat sediaan

tablet pada konsentrasi 5 – 10 % (Rowe, et. al., 2006). Dalam medium berair,

polimer seperti carbopol 940 ini yang dipasarkan dalam bentuk asam bebas, mula

mula terdispersi secara seragam. Setelah tidak ada udara yang terjebak, gel

dinetralkan dengan basa yang cocok. Muatan negatif pada sepanjang rantai

polimer menyebabkan polimer tersebut menjadi terurai dan mengembang. Dalam

sistem berair, basa sederhana anorganik, seperti sodium, ammonium, atau

potassium hidroksida atau garam basa seperti sodium carbonat dapat digunakan.

pH dapat diatur pada nilai yang netral, sifat gel dapat dirusak oleh netralisasi

yang tidak cukup atau nilai pH yang berlebih. Amina tertentu seperti TEA

biasanya digunakan dalam produk kosmetik. Carbopol 940 akan mengembang

jika didispersikan dalam air dengan adanya zat-zat alkali seperti TEA

(trietanolamin) atau diisopropilamin untuk membentuk suatu sediaan semipadat

(Lieberman, et.al.,1970).

e. TEA (Trietanolamina)

Trietanolamina (TEA) merupakan struktur trietanolamina, dietanolamina

monoettanolamina. Mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih 107,4%

16

dihitung terhadap zat anhidrat sebagai trietanolamina. TEA berupa cairan kental,

tidak mewarna hingga kuning pucat,bau mirip amoniak, higroskopik, mudah

larut dalam air dan etanol (95%)P, larut dalam klorofom (Dirjen Badan POM RI,

1979).

TEA bereaksi dengan asam mineral membentuk garam kristal dan ester, dengan

asam lemah yang lebih tinggi, tea membentuk garam dalam air mempunyai

karakteristik sabun, berubah warna dan presipitasi dapat terjadi dengan adanya

logam berat. Memiliki pH 8 trietanolamina di digunakan sebagai elmugator 2-

4% (Rowe R et al,2006).

f. Etanol

Etanol dengan konsentrasi 94,9 – 96,0 v/v di gunakan sebagai pelarut,berbentuk

cairan yang tidak bewarna, jernih,mudah menguap,mudah bergerak, bau khas,

rasa pedas, mudah terbakar dengan memberikan warna biru yang tidak berasap,

sangat mudah larut dalam air, kloroform dan eter (Dirjen Badan POM RI, 1979).

F. EVALUASI KESTABILAN SEDIAAN GEL

Evaluasi kesetabilan gel bertujuan untuk mengetahui kestabilan sebelum dan

sesudah penyimpanan, evaluasi ini meliputi uji homogenitas, uji kemampuan

proteksi, pengujian pH dan uji daya sebar.

1. Uji Organoleptis

Merupakan parameter fisik untuk mengetahui kesetabilan gel dengan

mengamati perubahan bentuk, bau, dan warna.

17

2. Uji Homogenitas

Uji homogenitas adalah menentukan ada atau tidaknya partikel kasar yang

terdapat dalam sediaan, adanya penggumpalan pada sediaan akan

berpengaruh pada zat aktif yang diserap.

3. Uji Kemampuan Proteksi

Uji ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan gel dalam menghalangi

adanya zat berpengaruh dalam kestabilan gel.

4. Pengujian pH

Pengujian ini di lakukan untuk mengetahui nilai pH dalam gel supaya

tidak berbahaya saat di gunakan.

5. Uji Daya Sebar

Pengujian yang bertujuan melihat kemampuan daya sebar yang

menggambarkan kemampuaan menyebar saat gel dioleskan pada kulit. (Ida

dkk, 2012)

18

BAB III

METODE PENELITIAN

A. JENIS PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental laboratorium.

B. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN

Waktu penelitian ini di lakukan pada bulan Juni 2015 di laboratorium

Farmasetika Akademi Farmasi Sandi Karsa Makassar.

C. ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN

Alat-alat yang digunakan antara lain, alat-alat gelas, alat maserasi,

lumpang dan stamfer, viskometer (Brookfield®), termometer, timbangan

analitik, climatic chamber (MMM CLIMACE®), kertas pH.

Bahan-bahan yang digunakan antara lain sampel ekstrak daun

binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis), aquadest, metil paraben, etanol

96%, karbopol 940, trietanolamin, propilenglikol.

19

D. PENGAMBILAN DAN PENGOLAHAN SAMPEL

Sampel daun binahong (Anredera cordifolia) diperolah dari desa Camba,

kabupaten Maros. Daun Binahong dicuci, bertujuan untuk membersihkan

sampel dari sisa-sisa tanah/kotoran yang masih melekat dan memisahkannya

dengan bagian tumbuhan yang tidak diinginkan. Dilakukan proses

pengeringan, hal ini bertujuan untuk memperoleh simplisia yang dapat

disimpan lebih lama. Setelah proses pengeringan, dilakukan proses ekstraksi

dengan metode maserasi hingga menghasilkan ekstrak cair. Ekstrak cair

tersebut kemudian diuapkan dilemari pengeringan hingga menghasilkan

ekstrak kental

E. RANCANGAN FORMULA

BAHANFORMULASI

I II III

Ekstrak Daun Binahong

25% 25% 25%

Karbopol 940 0,5% 1,25% 2%

TEA 0,5% 1,25% 2%

Metil Paraben 0.2% 0,2% 0,2%

Propilenglikol 10% 10% 10%

Air suling 100 100 100

F. CARA PEMBUATAN FORMULA

20

Cara pembuatan gel yaitu carbopol di masukkan kedalam Aquades yang telah

dipanaskan, biarkan selama beberapa menit hingga mengembang, lalu diaduk

hingga terbentuk massa gel dan ditambahkan metil paraben yang telah

ditambahkan air panas. Kemudian dilarutkan dalam propilenglikol hingga larut

sempurna, setelah itu dicampurkan kedalam basis gel dan di aduk hingga

homogen. Ditambahkan trietanolamin lalu diaduk dengan stamfer hingga

homogen. Terakhir ditambahkan ekstrak daun binahong.

G. PENGUJIAN FORMULA

Setiap jenis evaluasi dilakukan sebelum dan setelah kondisi penyimpanan

dipercepat yaitu penyimpanan pada suhu 5o C dan 35o C secara bergantian setiap 48

jam (1 siklus) selama 7 siklus.

Pemeriksaan organoleptis

Pemeriksaan organoleptis meliputi pengamatan kejernihan, warna dan bau.

Gel yang stabil harus menunjukkan karakter yang sama berupa warna, bau dan

kejernihan yang sama setelah penyimpanan dipercepat.

Homogenitas

Sediaan gel yang dihasilkan dioleskan pada deck glass kemudian diamati

apakah terdapat bagian-bagian yang tidak tercampurkan dengan baik. Gel yang

stabil harus menunjukkan susunan yang homogen baik sebelum maupun setelah

penyimpanan dipercepat.

21

Pengukuran viskositas

Viskositas diukur dengan menggunakan viskometer Brookfield, spindel no. 6

dengan kecepatan 50 putaran per menit (rpm).

Sineresis

Uji sineresis dilakukan dengan mengamati apakah terbentuk lapisan cairan di

permukaan gel setelah penyimpanan dipercepat. Gel yang stabil tidak boleh

menunjukkan sineresis.

Pengukuran pH

Pengukuran pH dari formula yang dibuat dengan cara mencelupkan kertas pH

universal ke dalam gel setelah tercelup dengan sempurna, pH universal tersebut

dilihat perubahan warnanya dengan menggunakan standar pH universal.

22

BAB IV

HASIL PENELITIAN

1. Hasil Pengamatan

1. Hasil Uji Kestabilan Fisik Gel Ekstrak Daun Binahong

Tabel 1 : Pengamatan organoleptis gel sebelum penyimpanan dipercepat

FormulasiPemeriksaan organoleptis sebelum penyimpanan

Warna Bau Tekstur

I Hijau Berbau khas Semi Padat

II Hijau Berbau khas Semi Padat

III Hijau Berbau khas Semi Padat

23

Tabel 2 : Pengamatan organoleptis gel setelah penyimpanan dipercepat

FormulasiPemeriksaan organoleptis setelah penyimpanan

Warna Bau Tekstur

I Hijau Berbau khas Semi Padat

II Hijau Berbau khas Semi Padat

III Hijau Berbau khas Semi Padat

2. Homogenitas

Tabel 3 : Pengamatan homogenitas gel sebelum dan setelah

penyimpanan dipercepat

Formulasi

Susunan Homogenitas

Sebelum Penyimpanan

Dipercepat

Setelah Penyimpanan

Dipercepat

I Homogen Homogen

II Homogen Homogen

III Homogen Homogen

3. Sineresis

Tabel 4 : Pengamatan sineresis gel setelah penyimpanan dipercepat

24

Formulasi Uji SineresisI Tidak Menunjukkan SineresisII Tidak Menunjukkan SineresisIII Tidak Menunjukkan Sineresis

4. Viskositas

Tabel 5 : Pengamatan viskositas gel sebelum dan setelah penyimpanan

dipercepat

Formulasi

Nilai Viskositas

Sebelum Penyimpanan

Dipercepatt = 0 hari

Setelah Penyimpanan

Dipercepatt = 14 hari

I 3.460 4.043

II 15.726 16.946

III 31.542 33.892

5. Pengukuran pH

25

Tabel 6 : Pengamatan nilai pH sebelum dan setelah penyimpanan

dipercepat

Formulasi

Nilai pH

Sebelum Penyimpanan

Dipercepat

Setelah Penyimpanan

DipercepatI 9 9

II 6 6

III 5 5

BAB V

PEMBAHASAN

Setelah pembuatan sediaan, dilakukan pengujian kestabilan berdasarkan dua

parameter pada kondisi sebelum dan sesudah penyimpanan yang dipercepat,

diantaranya pemeriksaan organoleptis, pengujian homogenitas, pengujian sineresis,

pengujian viskositas, pengujian pH, dan pengujian kestabilan dilakukan dengan

metode kondisi dipaksakan (stressed condition) dengan penyimpanan pada suhu 5o C

dan 35o C secara bergantian selama 7 siklus, masing-masing siklus berdurasi 48 jam.

Tujuan dilakukannya kondisi dipaksakan adalah untuk mempercepat proses peruraian

26

dari bahan-bahan dan untuk mempersingkat waktu pengujian. Evaluasi kestabilan gel

yang mengandung ekstrak daun binahong (Anredera cordifolia) antara lain:

Pemeriksaan Organoleptis. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui

terjadinya perubahan pada warna, bau dan konsistensi dari sediaan sebelum dan

sesudah kondisi dipaksakan. Hasil pengamatan yang diperoleh dari ketiga formula gel

yang mengandung ekstrak daun binahong (Anredera cordifolia) sebelum dan sesudah

penyimpanan tidak memperlihatkan perubahan baik segi warna bau maupun

konsistensi sediaan. Hal ini menunjukkan tidak ada interaksi antara bahan peningkat

viskositas dan bahan lainnya sehingga ketiga formulasi dapat dikatakan stabil dalam

pengujian organoleptis.

Pengujian Homogenitas. Pada pengujian homogenitas yang mengandung

ekstrak daun binahong menunjukkan susunan yang homogen pada ketiga formula,

baik sebelum dan sesudah kondisi dipaksakan, sehingga ketiga formula tersebut

dikatakan stabil dalam pengujian homogenitas.

Pengukuran pH. Pengukuran pH dari sediaan gel harus dilakukan sebelum

maupun sesudah kondisi dipaksakan. Hal ini berkaitan dengan keamanan penggunaan

sediaan untuk menghindari terjadinya iritasi kulit bagi pemakainya. Hasil yang

diperoleh yaitu dari ketiga formula baik sebelum dan sesudah kondisi dipaksakan,

kisaran pHnya 5-9. Formulasi I memiliki pH 9 sebelum kondisi dipaksakan dan

memiliki pH 9 setelah kondisi dipaksakan, Formulasi II memiliki pH 6 sebelum

kondisi dipaksakan dan memiliki pH 6 setelah kondisi dipaksakan, dan Formulasi III

memiliki pH 5 sebelum kondisi dipaksakan dan memiliki pH 5 setelah kondisi

27

dipaksakan. Pada dasarnya gel stabil akan tetapi konsentrasi gel pada formulasi I

tidak sesuai dengan pH fisiologi kulit yaitu dengan nilai pH 9, sehingga dapat

dikatakan gel tidak baik untuk kulit dan tidak dapat di adsorbsi dengan baik.

Pengujian Sineresis. Uji sineresis dilakukan dengan mengamati apakah

terbentuk lapisan cairan di permukaan gel setelah penyimpanan dipercepat. Gel yang

stabil tidak boleh menunjukkan sineresis. Hasil yang diperoleh dari ketiga formula

setelah kondisi yang dipaksakan menunjukkan tidak ada sineresis. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa ketiga formula tersebut dapat dikatakan stabil dalam pengujian

sineresis.

Pengukuran Viskositas. Viskositas diukur dengan menggunakan viskometer

Brookfield, spindel no 6 dengan kecepatan 50 putaran per menit (rpm), dari hasil

pengamatan dan pengukuran viskositas sebelum penyimpanan memiliki nilai yang

berbeda-beda, pada formulasi I memiliki viskositas 3.460 Cps, formulasi II

viskositasnya 15.726 Cps dan formulasi III viskositasnya 31.542 Cps. Setelah

penyimpanan viskositas dari sediaan gel juga masih memiliki nilai yang berbeda-beda

akan tetapi viskositas setelah penyimpanan lebih meningkat dibandingkan viskositas

sediaan sebelum penyimpanan, dimana pada formulasi I memiliki viskositas 4.043

Cps, formulasi II viskositasnya 16.946 Cps dan formulasi III viskositasnya 33.892

Cps. Nilai viskositas gel yang baik adalah 20.000 – 40.000 Cps.

28

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap Formulasi gel

yang mengandung ekstrak daun binahong, maka dapat disimpulkan bahwa gel

dengan konsentrasi ekstrak daun binahong 25% dengan penambahan carbopol

0,5 % (formulasi I); 1,25% (formulasi II); 2% (formulasi III) pada dasarnya

menghasilkan gel yang stabil. Akan tetapi konsentrasi pada formulasi I (0,5%)

29

tidak sesuai dengan pH fisiologi kulit yaitu 4,2 – 6,2. Sehingga tidak baik

untuk kulit serta gel tidak di adsorbsi dengan baik.

B. Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai uji efektivitas daya

hambat ekstrak daun binahong terhadap pertumbuhan bakteri staphylococcus

aureus, staphylococcus epidermis, dan p. acne.

DAFTAR PUSTAKA

Anggraini, D., Rahmawati, N., & Hafsah, S. (2013). Formulasi Gel Anti Jerawat dari Ekstrak Etil Asetat Gambir, Jurnal Farmasi Indonesia

Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, 1986, Sediaan Galenik, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, 1979, Farmakope Indonesia, ed.III, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, 1995. Farmakope Indonesia, ed. IV. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

Djajadisastra, J., Munim, A. dan Dessy, N.P. (2009). Formulasi Gel Topikal dari Ekstrak Nerii Folium dalam Sediaan Anti Jerawat, Jurnal Farmasi Indonesia, Vol 4: No 4.

30

Hakim, Nelly. (2001). Tata Kecantikan Kulit Tingkat Terampil. PT Carina Indah Utama : Jakarta

Ida Nur dan Noer Fauziah Sitti, 2012. Uji Stabilitas Fisik Gel Ekstrak Lidah Buaya (Aloe Vera L.). Majalah Farmasi dan Farmakologi, Vol. 16, No.2 – Juli 2012, hlm. 79 – 84. Universitas Islam Makassar. Makassar.

Khunaifi Mufid, 2010. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) Terhadap bakteri Staphylococcus aureus Dan Pseudomonas aeruginosa. Skripsi, Jurusan Biologi. Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim. Malang.

Lieberman HA, Lachman L, and Kanig JL. 1970, The theory and practice of industrial pharmacy. Philadelphia: Lea & Febiger; 1970. p. 1092-1120

Manoi, F. (2009). Binahong (Anredera cordifolia)(Ten) Steenis Sebagai Obat. Jurnal Warta Penelitian Dan Pengembangan Tanaman Industri.Volume 15

Prijayanti, A.J. (2011). Uji Aktivitas Anti Bakteri Fraksi Daun Binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steen) Terhadap Propionibacterium acnes ATCC 6919 dan Staphylococcus epidermidis FNCC 0048. Skripsi, Fakultas MIPA : Universitas Islam Indonesia Yogyakarta

Rochani, N. (2009). Uji Aktivitas Antijamur Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steenis) Terhadap Candida albicans Serta Skrining Fitokimianya. Skripsi Tidak Diterbitkan. Surabaya :Fakultas Farmasi UMS Surakarta.

Rowe, R.C., Sheskey, P.J., and Owen, S.C.(eds), 2006, Pharmaceutical Excipients. Pharmaceutical Press and American Pharmacists Association. Electronic version.

Setiaji, A. (2009). Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Petroleum Eter, Etil Asetat Dan Etanol 70% Rhizoma Binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steenis) Terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923

31

Dan Escherichia coli ATCC 11229 Serta Skrining Fitokimianya. Skripsi. Surakarta : Fakultas Farmasi UMS Surakarta.