Kualitas Tak Stabil

23

Click here to load reader

Transcript of Kualitas Tak Stabil

Page 1: Kualitas Tak Stabil

DATA ANALISA LABORATURIUM

Kadar Air

Tanggal Produksi : 18 Juli 2012

Shift 1

(Line

1)

Sampelwcawan kosong

(g)

wcawan

kosong+sampel

(g)

wcawan

kosong+sampel

stlh dioven

(g)

Kadar Air

(%)% Rata-rata

Tepung terigu 27,2216 30,8586 30,4781 10,4619 -

Adonan 26,7372 31,9993 30,3372 31,586231,5902

29,2430 35,2770 33,3706 31,5943

Mie (SAS) 26,6992 30,2020 30,1387 1,80711,8294

26,6315 30,7896 30,7126 1,8518

P (SAS) 26,9727 30,6356 30,6037 30,6037

Minyak goreng 27,2020 29,7662 29,7645 29,7645

Line 2

Tepung Terigu 28,5050 31,7025 31,3753 10,23

Adonan 26,4865 31,9763 30,2486 31,471131,4450

26,2445 32,7129 30,6806 31,4189

Mie (SGJM) 28,7466 32,9502 32,8363 2,70962,6931

26,6658 30,7643 30,6346 2,6766

P (SGJM) 28,4046 32,6602 32,6058 1,2783

Minyak goreng 26,6906 30,6869 30,6822 0,1176

Page 2: Kualitas Tak Stabil

Shift 2

(Line

1)

Sampelwcawan kosong

(g)

wcawan

kosong+sampel

(g)

wcawan

kosong+sampel

stlh dioven

(g)

Kadar Air

(%)% Rata-rata

Tepung terigu 26,9304 29,6962 29,4155 10,1490

Adonan 26,3943 32,1540 30,3331 31,614531,6706

28,4662 33,7548 32,0769 31,7267

Mie (SKA) 27,0786 30,3842 30,2747 3,31263,2812

26,6315 30,7896 30,7126 3,2498

P (SKA) 26,8524 31,4809 31,4486 0,6979

Minyak goreng 26,4815 30,2876 30,2562 0,9141

Line 2

Tepung Terigu 26,9008 29,7355 29,4483 10,1316

Adonan 26,6574 32,2091 31,4577 31,547131,4978

26,8065 23,4084 31,3322 31,4485

Mie (MBAM) 27,2317 30,7947 30,6133 5,09125,0768

26,6286 30,1427 29,9648 5,0625

P (MBAM) 28,4046 32,6602 32,6058 1,2783

Minyak goreng 26,6906 30,6869 30,6822 0,1176

Tanggal produksi : 19 Juli 2012

Shift 1

(Line

1)

Sampelwcawan kosong

(g)

wcawan

kosong+sampel

(g)

wcawan

kosong+sampel

stlh dioven

(g)

Kadar Air

(%)% Rata-rata

Tepung terigu 26,3397 29,2501 28,9434 10,5381

Adonan 26,6064 32,1283 30,3820 31,625031,6154

25,8306 30,7800 29,2157 31,6058

Mie (MBAM) 28,3113 31,7754 31,6404 3,89713,8108

26,6315 30,7896 30,7126 3,7246

P (MBAM)

Minyak goreng

Page 3: Kualitas Tak Stabil

Line 2

Tepung Terigu 26,6982 29,8351 29,5067 10,4689

Adonan 26,9410 32,4390 30,6942 31,735231,7126

28,1583 33,5644 31,8512 31,6901

Mie (MBAM) 26,2453 29,5770 29,4504 3,79993,8364

27,3395 31,2771 31,1246 3,8729

P (MBAM)

Minyak goreng

Shift 2

(Line

1)

Sampelwcawan kosong

(g)

wcawan

kosong+sampel

(g)

wcawan

kosong+sampel

stlh dioven

(g)

Kadar Air

(%)% Rata-rata

Tepung terigu 28,1660 31,3451 31,0263 10,0280

Adonan 26,9040 32,1184 30,5022 30,994931,0103

26,9315 32,3815 30,6906 31,0257

Mie (SMG) 28,4667 31,8376 31,7226 3,41163,3730

26,4867 29,9326 29,8177 3,3344

P (SMG) 26,8075 30,3708 30,3409 0,8391

Minyak goreng 26,3948 28,8979 28,8952 0,1079

Line 2

Tepung Terigu 27,2324 30,7545 30,4012 10,0309

Adonan 28,3082 33,5320 31,8795 31,894831,8950

26,7379 31,1997 29,6818 31,8952

Mie (SMG) 26,5936 29,8084 29,6818 3,93803,9440

28,2390 31,6948 31,5583 3,9499

P (SMG) 26,8427 31,2794 31,2428

Minyak goreng 28,4049 30,4932 30,4905 0,1293

Keterangan:

Kadar air yang diperoleh dari hasil analisa diatas menunjukan nilai kadar yang sesuai standar

menurut SQM (Standard Quality Manual).

Kadar Gluten

Page 4: Kualitas Tak Stabil

Tanggalwsampel

(g)

wkertas

(g)

wkonstan

(g)

Kadar

Gluten (%)

Jenis

Tepung

Terigu

18 Juli 2012

10,10 0,3474 1,4988 11,4000 8 FB +1 FM

10,10 0,3780 1,5667 11,7693 7 FB + 2 FM

10,10 0,3601 1,4400 10,6921 8 FB +1 FM

10,10 0,3265 1,3845 10,4752 8 FB +1 FM

19 Juli 2012

10,10 0,3866 1,4792 10,8178 8 FB +1 FM

10,10 0,3501 1,4126 10,5198 8 FB +1 FM

10,10 0,3723 1,3515 9,6950 8 FB +1 FM

10,10 0,3555 1,4040 10,3812 8 FB +1 FM

Keterangan:

Kadar gluten yang diperoleh dari hasil analisa diatas menunjukan nilai kadar yang sesuai

standar menurut SQM (Standard Quality Manual).

Viskositas Air Alkali

Tanggal Viskositas

(cps)

pH Suhu

(oC)

Produk

18 Juli 201222 10,28 31,30 SAS / SGJM

25 10,30 33,60 SKA / MBAM

19 Juli 2012

25 10,32 31,90 MBAM /

MBAM

20 10,30 33,90 SMG / SMG

Keterangan:

Viskositas dan pH dari larutan alkali yang diperoleh dari hasil analisa diatas menunjukan

nilai kadar yang sesuai standar menurut SQM (Standard Quality Manual).

Kadar abu

Page 5: Kualitas Tak Stabil

18 JULI 2010

Mie Cawan kosong Cawan + sampel Cawan setelah dioven

SAS 26,9583 29,0484 26,9836

SGJM 27,0694 29,1429 27,0920

SKA 26,9618 29,3378 26,9958

MBAM 27,0801 29,2687 27,1112

19 JULI 2010

Mie Cawan kosong Cawan + sampel Cawan setelah dioven

MBAM 26,9659 29,0986 26,9930

MBAM 27,0836 29,5422 27,1149

SMG 26,9662 29,1711 26,9973

SMG 27,0850 29,2423 27,1135

Tanggal Jenis MieKadar Abu

(%)

18 Juli 2012

SAS 1,2105

SGJM 1,0899

SKA 1,4310

MBAM 1,4210

19 Juli 2012

MBAM 1,2707

MBAM 1,2731

MBAM 1,4105

MBAM 1,3211

Keterangan:

Kadar abu yang didapat dari hasil analisa diatas tidak sesuai dengan SQM yakni dengan

standar kadar abu maksimal 0,6%. Hal ini menandakan bahwa kandungan mineral pada

adonan (tepung terigu) sangat kecil.

Kadar FFA

Page 6: Kualitas Tak Stabil

18 JULI 2010

mL sampel mL NaOH %FFA

11,00 0,53 0,1233

10,00 0,48 0,1229

10,80 0,48 0,1138

10,30 0,46 0,11143

19 JULI 2010

mL sampel mL NaOH %FFA

10,30 0,43 0,1069

10,30 0,41 0,1019

10,30 0,48 0,1193

10,90 0,54 0,1268

Keterangan:

Dari data hasil analisa diatas menunjukan bahwa kadar FFA pada minyak goreng dimesin

frayer cukup baik dan memenuhi standar SQM yang ada yakni dengan kadar maksimal 0,1

%.

Page 7: Kualitas Tak Stabil

Dari data diatas, dapat disimpulkan bahwa penyebab-penyebab dari kualitas tidak stabil

selama proses produksi beserta solusi yang dapat kami berikan adalah sebagai berikut :

MACAM-MACAM PENYEBAB :

1. Man

Dalam hal ini adalah operator yang bertugas, dari mulai yang bertugas menuangkan

tepung terigu, sampai finish good. Dimana selama masa observasi, kami melihat ada

beberapa operator yang tidak melaksanakan tugasnya sesuai SOP.

Sebagai contoh, adonan yang terputus di mesin press dan akhirnya terjatuh ke lantai

tidak dibuang (limbah), akan tetapi dimasukan kembali ke dalam feeder. Sebab utama

dari terputusnya adonan di mesin press dikarenakan adonan tidak cukup kalis saat

masih di mixing didalam mixer. Penyebab adonan tidak kalis juga kemungkinan bisa

terjadi karena human error dari operator mixing sendiri, misalnya waktu mixing terlalu

lama atau lebih cepat, atau saat penambahan air, terlalu banyak atau bahkan kurang.

Kendatipun faktor suhu, larutan alkali, dan down time pada mesin mixing juga dapat

mempengaruhi kualitas adonan, sehingga kemungkinan mie menjadi HH, HK, dan HP

cukup besar. Pada akhirnya pemborosan tepung terigu, minyak goreng, dan etiket pun

meningkat.

2. Machine

Mesin merupakan perangkat yang menjadi tolak ukur kualitas suatu produk, produksi.

Selama masa observasi, ditemukan adanya kebocoran tepung pada mesin screw di line

1, karena kebocoran ini didapatkan ± 1 karung tepung terigu selama 1 shift kerja (7

jam), yang sedikit banyaknya dapat mengurangi kualitas mie.

Hal lain yang ditemukan adalah di tiadakannya saringan pada mesin screw, sehingga

kemungkinan kotoran ataupun kutu tepung bisa lolos dan masuk ke dalam adonan,

padahal didalam SOP tercantum bahwasannya didalam mesin screw terdapat

saringan.Belum lagi kebersihan mesin yang tidak dijaga secara kontinyu, padahal

seharusnya setiap selesai produksi, semua alat dan mesin yang digunakan dibersihkan

(tercantum dalam SOP).

Selain itu, berat mie tidak konstan bahkan tidak sedikit ditemukan range nya sangat

jauh dengan standar yang ada. Hal ini bisa disebabkan karena adonan mie yang di

press di mesin pressing tebalnya tidak sesuai dengan standar, kemudian saat adonan

berjalan dan dipotong di mesin cutting terkadang terjadi down time pada mesin

tersebut.

Page 8: Kualitas Tak Stabil

Entah itu disebabkan oleh kecepatan memotongnya terlalu cepat dari standar yang ada

yakni 63/menit atau setara dengan 1,05/detik sehingga berat mie terkadang menjadi

underweight, tentu saja ini tidak dihitung sebagai pemborosan, akan tetapi dimasukkan

ke dalam kategori surplus. Dimana saat dikonsumsi oleh konsumen, rasanya menjadi

lebih asin atau tidak sesuai standar dikarenakan berat mie rendah sedang bumbu sudah

disesuaikan dengan berat mie standar sesuai flavour.

Selain itu, berat mie juga terkadang diatas standar yang diharuskan atau overweight,

Hal ini disebabkan oleh jumlah untaian mie yang tidak konstan. Dimana pada jalur 3

jumlah untaian mie seharusnya lebih banyak dibanding mie pada jalur 1, 2, 4, maupun

5. Sebagai contoh, jika jumlah untaian mie di jalur 1 sebanyak 73 dan di jalur 5

sebanyak 72 maka slitter digeser ke arah jalur 5. Akan tetapi, dari hasil observasi yang

ada, jalur 1 dan 5 selalu lebih banyak dibanding jalur 3. Hal ini patut diperhatikan,

mengingat kualitas sangat diperhitungkan pada proses ini.

3. Methode

Secara garis besar, metode yang digunakan tidak ada masalah. Namun penerapan SOP

yang baik dan benar belum diterapkan oleh semua karyawan, dalam hali ini operator.

Seperti saat memegang adonan di mixing atau pressing bahkan frying tidak

menggunakan sarung tangan, dan masker, juga kebersihan yang minim disekitar ruang

produksi dan tidak adanya sanitasi membuat ruangan produksi terlihat kurang baik dan

kewajiban membersihkan alat dan mesin setelah selesai produksi pun diabaikan.

Pada kenyataannya mesin, baru dibersihkan saat produksi tidak berjalan, padahal

metode ini teramat penting untuk menjaga kualitas. seperti contoh, sisa-sisa adonan

mie di feeder yang membusuk dan menjamur sampai berwarna coklat dan kehijauan.

4. Material

Tidak dipungkiri kualitas Raw material yang ada jauh dari harapan, dimana kualitas

Raw material menjadi tolak ukur kualitas bagi suatu produk. Dari mulai kualitas

tepung terigu, dan penghilangan tepung tapioka pada adonan. Padahal tepung tapioka

bisa mengurangi penyerapan minyak pada saat fraying, hal ini juga bisa mengurangi

pemborosan minyak goreng. Penggunaan tepung terigu dengan kualitas bagus dirasa

akn lebih efektif menjaga kualitas mie dan pemborosan, baik itu pemborosan tepung

terigu, minyak goreng, maupun etiket, bahkan pengurangan SDM.

Page 9: Kualitas Tak Stabil

5. Environment

Lingkungan merupakan bagian cukup penting dalam proses ini, karena kualitas produk

akan ditentukan sedikit banyaknya dari lingkungan.

Hal ini adalah suhu dan cuaca di sekitar ruang produksi. Suhu pada mesin mixing

harus tetap terjaga (sejuk) karena akan mempengaruhi kualitas adonan. Selain itu hasil

analisa di laboraturium pun tidak dapat dikatakan akurat, karena suhu diruangan sangat

panas dan disini cuaca berperan meski tidak begitu signifikan. Suhu dapat

mempengaruhi analisa yang berlangsung di laboraturium, baik prosesnya terjadi secara

kimia maupun fisika diitambah lagi tidak adanya laboraturium mikrobiologi. Selain itu

alat yang digunakan juga mengurangi keakuratan analisa yang ada, dan kebersihannya

juga kurang diperhatikan. Seperti contoh, alat-alat gelas yang terlihat buram dan kotor.

Pada saat observasi, ditemukan lalat yang hinggap di untaian mie saat di slitter. Hal ini

menunjukan kurang bersihnya tempat produksi.

PENYEBAB UTAMA :

Dari data analisa dandan masa observasi di lapangani, maka kami menyimpulkan

bahwa penyebab utama dari kualitas yang tidak stabil adalah Man dalam hal ini adalah

operator yang bertugas.

Dimana selama masa observasi, kedisiplinan dan tanggung jawab serta loyalitas dalam

bekerja dirasa masih kurang. Hanya beberapa orang saja yang ulet dan telaten dalam

menjalankan tugasnya, yaitu operator lama. Sedangkan kebanyakan operator adalah

pegawai baru, meski sudah dilatih sebelumnya tetap harus ada pengawasan yang

cukup ketat dan perlu ditumbuhkan rasa tanggung jawab dan kecintaan terhadap

pekerjaannya.

Page 10: Kualitas Tak Stabil

SOLUSI :

Solusi yang kami tawarkan untuk menjaga kualitas mie tetap stabil terbagi dalam

beberapa tahap sesuai tahapan produksi, yakni sebagai berikut :

1. Pembuatan larutan alkali

2. Mixing (pengadukan adonan)

Mixing merupakan proses awal pembuatan mie, yaitu pencampuran dan

pengadukan tepung terigu dan larutan alkali didalam mixer sehingga membentuk

adonan yang homogen, plastis, dan elastis.

Proses pengadukan tidak boleh terlalu lama karena akan menghasilkan adonan

yang keras, kering, dan rapuh. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses

pengadukan, diantaranya adalah :

a. Jumlah larutan alkali dan air

Volume larutan alkali yang ditambahkan

b. Suhu adonan

Suhu adonan di mesin mixing harus tetap terjaga, yakni sekitar 320-350 C.

Apabila suhu terlalu tinggi maka adonan akan lengket dan elastisitas menurun.

c. Waktu mixing

Waktu mixing haruslah tepat agar saat proses pengepresan, lembaran-lembaran

adonan tidak terputus. Waktu mixing dapat diatur di setting time 1 dan setting

time 2, yakni sekitar 13-15 menit sesuai varian mie. Karena apabila waktu

mixing terlalu cepat, adonan tidak tercampur dengan baik (homogen) dan

apabila waktu mixing terlalu lama maka suhu adonan akan meningkat, sehingga

adonan menjadi lengket dan elastisitasnya menurun.

3. Pressing (pengepresan)

Setelah proses mixing selesai, maka adonan yang telah homogen akan masuk

kedalam bak penampung (feeder) dan selanjutnya mengalami proses pengepresan.

Proses pengepresan adalah proses yang melewatkan adonan dari bak penampung

melalui 5 rol pengepres (roll pres) sampai dicapai ketebalan tertentu.

Proses pengepresan dapat mempengaruhi ketebalan untaian mie. Pada saat

melewati roll pres lembaran adonan akan mengalami kerenggangan. Semakin

renggang roll pres, lembaran adonan akan semakin tebal, dan akibatnya ketebalan

untaian mie tidak sesuai standar. Hal ini bisa diatasi dengan menguatkan baud-

baud pada roll press, sehingga keregangan dapat teratasi.

Page 11: Kualitas Tak Stabil

4. Slitting (pencetakan)

Slitting adalah proses pengubahan lembaran adonan menjadi untaiain mie sesuai

ukuran yang diinginkan dan kemudian dibentuk menjadi untaian mie.

Kebersihan selama proses ini berpengaruh terhadap kualitas pembentukan untaian

dan gelombang mie, serta dapat merusak sisir (slitter). Oleh karena itu, kotoran

yang ada pada slitter harus selalu dibersihkan.

Selain itu, roll slitter harus selalu disetel dengan baik. Pengaruh penyetelan roll

slitter yang kurang baik akan mengakibatkan untaian dan gelombang mie tidak

rapih, akibatnya kemungkinan mie menjadi HH (hancur halus) menjadi besar.

Faktor lainnya adalah banyaknya mangkok slitter yang dapat mempengaruhi

jumlah jalur yang dihasilkan. Semakin sedikit mangkok slitter maka lajur mie

semakin sedikit, dan pada akhirnya jumlah untaian mie tiap jalur semakin banyak

dan berat mie naik (underweight). Pencegahannya dengan cara menggeser slitter

ke arah yang jumlah untaainnya lebih sedikit, untuk itu sebelum perlu dilakukan

pengecekan jumlah untaian mie.

5. Steaming (pengukusan)

Steaming merupakan proses pengukusan mie yang telah keluar dari slitter secara

kontinyu dengan menggunakan uap panas. Uap panas yang disuplai dari boiler dan

dilewatkan melalui pipa uap panas. Uap panas yang digunakan mempunyai suhu

sekitar 1000 C dengan tekanan atas 0,2 ± 0,1 kg/cm2, tekanan tengah 0,4 ± 0,1

kg/cm2 dan tekanan bawah 0,8 ± 0,2 kg/cm2. Pada proses pengukusan ini terjadi

proses gelatinisasi pati. Pada proses gelatinisasi ini terjadi beberapa tahap, yaitu:

a. Pembasahan

Mie mengalami pembasahan pada permukaannya sehingga mie bersifat elastis

atau tidak mudah patah.

b. Gelatinisasi

Mie tergelatinisasi karena penetrasi uap panas kedalam mie, sehingga mie

menjadi lentur atau liat.

c. Solidifikasi

Terjadi penguapan air permukaan, sehingga mie menjadi halus, kering dan

solid (kompak).

Pada saat mie tergelatinisasi, pati akan meliputi permukaan mie. Fungsinya adalah

sebagai pelindung pada saat penggorengan sehingga mie tidak menyerap minyak

Page 12: Kualitas Tak Stabil

terlalu banyak dan tekstur mie akan menjadi lembut, lunak, dan elastis. Selain

pemborosan minyak goreng dapat ditekan.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengukusan adalah :

a. Mutu Uap Panas

Mutu uap panas yang baik adalah uap panas basah, yang diperoleh dengan

mengatur agar tekanan uap panas yang diperoleh dari boiler cukup rendah. Bila

tekanan terlalu rendah maka mie akan lembek, karena uap panas mengandung air

dalam jumlah yang ukup besar. Hal ini dapat mengakibatkan mie menggulung

pada nett steam. Bila tekanan terlalu tinggi, maka pati tidak akan tergelatinisasi

dengan sempurna. Oleh karena itu, pengaturan suhu dan tekanan pada mesin

steaming harus diseting dan dipantau terus sesuai standar yang ada.

b. Jumlah Uap Panas

Jumlah uap panas berkaitan dengan panas yang diterima oleh mie itu sendiri. Uap

panas merupakan media penghantar panas, sehingga apabila jumlah uap panas

banyak, maka penetrasi panas akan semakin baik

c. HOR (Hole Open Ratio) pipa uap panas

HOR adalah perbandingan jumlah luas lubang pada pipa steam dengan luas

penampung uap panas. Bila HOR tinggi, gelatinisasi pati akan semakin baik.

Pengawasan mutu pada proses ini adalah tekanan, waktu, dan tingkat kematangan

mie. Proses ini bertujuan untuk menginaktifasi mikroba dan membentuk tekstur

mie yang dapat dilihat dari tingkat kematangan mie. Tingkat kematangan mie dapat

dilihat dari pati yag tergelatinisasi. Bila proses gelatinisasi tidak sempurna, maka

mie matang akan bersifat rapuh dan berpotensi menjadi HH (Hancur Halus)

ataupun HP (Hancur Pecah). Selain itu, apabila produk mie dimasak di dalam air,

maka air akan menjadi keruh . hal ini disebabkan karena larutnya pati yang belum

tergelatinisasi.

6. Cutting (pemotongan)

Sebelum mie masuk ke mesin pemotong, maka mie didinginkan terlebih dahulu

dengan menggunakan kipas angin. Tujuan dari pendinginan ini adalah agar mie

tidak lengket di ban berjalan. Mie kemudian dipotong dan dibentuk lipatan dengan

mendorong bagian tengah potongan kedalam. Standar kecepatan memotong mie

yaitu 55/menit atau 63/menit sesuai jenis flavour mie.

Page 13: Kualitas Tak Stabil

Adapun pengawasan mutu pada proses pemotongan dan pelipatan dilakukan

terhadap kerataan potongan, keadaan lipatan dan bentuk mie. Bentuk mie harus

simetris dengan lipatan rata dan bentuk mie segiempat. Namun terkadang mesin

down time pada proses pemotongan, sehingga berakibat mie menumpuk di jalur

sebelum terjatuh dimangkokan. Hal ini disebabkan oleh kecepatan memotong yang

tidak sesuai standar. Oleh karena itu penyetelan kecepatan memotong mie harus

selalu dikontrol.

7. Friying (penggorengan)

Tujuan dari proses penggorengan adalah untuk memantapkan pati tergelatinisasi

dan untuk mengeringkan mie, sehingga mie menjadi kaku dan awet, serta memiliki

kadar air dengan standar SQM (Standard Quality Manual) 2-5 %.

Faktor yang mempengaruhi proses pengorengan diantaranya adalah :

a. Untaian mie

Semakin tipis untaian mie, maka penyerapan minyak goreng akan semakin

tinggi hingga pada akhirnya pemborosan minyak goreng (RBD) pun

meningkat. Hal ini bisa diatasi dengan penyetelan baud-baud pada mesin

pressing dan slitting seperti yang telah dipaparkan sebelumnya.

b. Penguapan air pada proses steaming yang kurang baik

Penguapan air yang kurang baik saat proses steaming menyebabkan

penyerapan minyak yang tinggi. Untuk mengatasinya, suhu dan tekanan pada

mesin steam harus dikontrol dengan baik, karena apabila suhu dan tekananya

tidak sesuai, maka akan terjadi pemborosan minyak goreng.

c. Gelombang mie

Gelombang mie berperan cukup penting dalam peyerapan minyak goreng.

Apabila gelombang mie terlau rapat, maka penetrasi minyak akan sulit dan mie

hanya matang pada bagian permukaan saja. Keseragaman kerapatan gelombang

mie juga menentukan meratanya kematangan mie.

d. Suhu dan waktu penggorengan

Dengan meningkatnya suhu maka waktu penggorengan akan semakin singkat.

Untuk itu dilakuakn pengaturan suhu penggorengan dengan dua tahapan suhu.

Suhu awal berkisar 120-130 0C dan suhu akhjr berkisar antara 150-160 0C

dengan waktu penggorengan 1-2 menit. Dengan pengaturan suhu seperti ini,

Page 14: Kualitas Tak Stabil

penyerapan minyak goreng dapat ditekan dan permukaan mie tidak

mengandung gelembung udara.

e. HOR (Hole Open Ration) mangkok penggorengan

HOR adalah perandingan jumlah luas lubang pada mangkok penggorengan

dengan luas permukaan mangkok. HOR pada tutup mangkok dan pada

mangkok penggorengan harus seimbang sehingga kematangan mie merata

antara bagian atas da bawah. Semakin tinggi HOR maka penyerapan minyak

akan semakin besar.

Pengawasan mutu pada proses penggorengan adalah kadar FFA pada minyak

goreng. Kadar FFA yang tinggi dalam minyak akan menyebabkan mutu

minyak menurun, tengik, dan berwarna coklat (lebih gelap).

Waktu penggorengan dapat dikontrol dengan mengatur kecepatan conveyor

yang membawa mie melalui penggorengan. Apabila waktu penggorengan

terlalu lama menyebabkan penyerapan minyak oleh mie berlebihan. Hal ini

akan menyebabkan pemborosan minyak dan mie mudah menjadi tengik

(berbau). Sebaliknya apabila penggorengan terlalu cepat maka mie menjadi

kurang kering dan memacu pertumbuhan kapang pada mie.

Sanitasi juga merupakan kriteria mutu, karena hancuran mie dalam

penggorengan apabila tidak dibersihkan akan menjadi gosong dan

mempengaruhi mutu mie yang dihasilkan.

8. Cooling (pendinginan)

Cooling adalah proses pendinginan mie dengan cara melewatkan mie kedalam

suatu tunnel yang didalamnya terdapat sejumlah kipas angin yang menghembuskan

udara. Tujuan dari proses ini adalah agar mie yang baru keluar dari penggorengan

dapat diturunkan suhunya sehingga mencapai suhu sekitar 37 0C sebelum dikemas

dengan etiket. Selama proses ini, akan terjadi penyerapan minyak sehingga mie

menjadi keras.

Mie yang dikemas dalam keadaaan panas akan menyebabkan permukaan bagian

dalam etiket menjadi beruap. Uap air yang menempel pada permukaan dalam

etiket akan mengembun dan jatuh membasahi mie, dikarenakan suhu diluar etiket

lebih rendah dari bagian dalam. Pada keadaan seperti ini, mie akan mudah rusak

karena ditumbuhi kapang atau mikroba sehingga umur simpan mie menjadi lebih

pendek.

Page 15: Kualitas Tak Stabil

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pendinginan diantaranya adalah :

a. Suhu udara masuk

Suhu yang dihembuskan ke arah mie harus lebih rendah atau sama dengan suhu

kamar, agar pendinginan optimal.

b. Kipas angin

Semakin banyak kipas angin yang digunakan, semakin banyak pula udara yang

dihembuskan sehingga pendinginan pun semakin cepat.

c. Kondisi gelombang mie

Semakin rapat gelombang mie, proses pendinginan akan semakin sulit. Oleh

karena itu, rapatnya gelombang mie harus dihindari pada saat slitting.

d. Jumlah produk

Semakin banyak jumlah produk (mie) maka semaki banyak kipas angin dan

udara yang dibutuhkan untuk mendinginkan mie.

Pada proses pendinginan ini dilakukan pengecekan terhadap tingkat kematangan mie,

berat mie, dan suhu pendinginan.

9. Packing (pengemasan)

pengemasan merupakan proses pembunkusan mie dengan bumbu dan

kelengkapannya dengan menggunakan etiket sesuai dengan standar yang telah

ditetapkan. Pengemasan bertujuan untuk melindungi mie dari kemungkinan-

kemungkinan tercemar atau rusak sehingga mie tidak mengalami penurunan mutu

ketika sampai ke tangan konsumen.

Kemasan yang digunakan terdiri dari :

a. Kemasan primer

Merupakan kemasan yang langsung melekat pada produk. Kemasan ini

dibentuk oleh dua end sealer dan satu long sealer. Pada etiket tercetak kode

produksi dan tanggal kadaluarsa.

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengemasan primer adalah :

1. Suhu sealer

Apabila suhu sealer terlalu tinggi, maka etiket akan mengkerut. Namun

apabila suhu sealer rendah maka end sealer akan mengalami kebocoran dan

pada long sealer akan terjadi belah bawah. Ketebalan etiket juga

mempengaruhi penggunaan suhu. Semakin tebal etiket maka suhu yang

digunakan akan semakin tinggi. End sealer yang terdiri dari cutter dan

Page 16: Kualitas Tak Stabil

bantalan harus mempunyai suhu yang seimbang. Pengukuran suhu

dilakuakn dengan menggunakan thermocontrol.

2. Tekanan sealer

Tekanan yang cukup akan menghasilkan sealing yang kuat.

3. Waktu sealing

Jika waktu sealing singkat, dapat menyebabkan kebocoran pada kemasan

karena end sealer dan long sealer yang kurang sempurna.

4. Ketegangan etiket

Etiket yang terlalu tegang, maka pada saat masuk ke former etiket akan

naik sehingga dapat menyebabkan belah bawah akibat long sealer kurang

sempurna. Sedangkan bila terlalu longgar, maka potongan etiket tidak

rapih.

5. Tinggi rol ijuk

Rol ijuk digunakan untuk menambah atau mengurangi volume udara dalam

etiket. Apabila tinggi rol ijuk ditambah, volume udara yang masuk kedalam

etiket akan lebih banyak sehingga dapat mengurangi banyaknya mie yang

masuk kedalam karton (penampung)

b. Kemasan sekunder

Kemasan sekunder merupakan kemasan yang digunakan setelah kemasan

primer. Kemasan sekunder yang digunakan adalah karton. Kode produksi dan

tanggal kadaluarsa tertera pada karton.

Setiap karton berisi 40 bungkus mie. Sistem isolasinya menggunakan seal tape

pada bagian ataas dan bawah karton. Hal-hal yang mempengaruhi sistem

isolasi karton ini antara lain :

1. Ukuran seal tape

2. Kejelasan dan kebenaran kode produksi

3. Kerapian sealing.