KAJIAN FENOMENA PERMUKIMAN PADAT KAWASAN...

80
LAPORAN PENELITIAN KAJIAN FENOMENA PERMUKIMAN PADAT KAWASAN PASAR SIMPANG DAGO, BANDUNG Oleh : Dwi Kustianingrum JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL BANDUNG 2013

Transcript of KAJIAN FENOMENA PERMUKIMAN PADAT KAWASAN...

Page 1: KAJIAN FENOMENA PERMUKIMAN PADAT KAWASAN …lib.itenas.ac.id/kti/wp-content/uploads/2013/11/Kajian-fenomena... · 2.4.3 Persampahan 19 BAB III TINJAUAN KONDISI EKSISTING LINGKUNGAN

LAPORAN PENELITIAN

KAJIAN FENOMENA PERMUKIMAN PADATKAWASAN PASAR SIMPANG DAGO, BANDUNG

Oleh :Dwi Kustianingrum

JURUSAN TEKNIK ARSITEKTURFAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONALBANDUNG

2013

Page 2: KAJIAN FENOMENA PERMUKIMAN PADAT KAWASAN …lib.itenas.ac.id/kti/wp-content/uploads/2013/11/Kajian-fenomena... · 2.4.3 Persampahan 19 BAB III TINJAUAN KONDISI EKSISTING LINGKUNGAN

Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi Tridharma Perguruan Tinggi Dosen

Tetap

Institut Teknologi Nasional Bandung

JUDUL :

KAJIAN FENOMENA PERMUKIMAN PADATKAWASAN PASAR SIMPANG DAGO, BANDUNG

Oleh :

Dwi Kustianingrum

Mengetahui,

Dekan, Ketua Jurusan

(Ir. Abinhot Sihotang, M.T.) (Ir. Tecky Hendrarto, M.M)

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONALFAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR

2013

Page 3: KAJIAN FENOMENA PERMUKIMAN PADAT KAWASAN …lib.itenas.ac.id/kti/wp-content/uploads/2013/11/Kajian-fenomena... · 2.4.3 Persampahan 19 BAB III TINJAUAN KONDISI EKSISTING LINGKUNGAN

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah SWT , yang karena berkat rahmat dan karunia-Nya penyusun dapat menyelesaikan laporan penelitian yang berjudul Kajian Fenomena Permukiman Padat Kawasan Pasar Simpang Dago di Bandung.Tujuan penulisan ini adalah menguraikan dan menganalisis kondisi eksisting keadaan kawasan permukiman Pasar Simpang akibat berbagai masalah yang menyertainya, sehingga diketahui gambaran umum kondisi rumah tinggal pada permukimannya yang dititik beratkan kepada masalah kesehatan lingkungannya , terutama ketersediaan udara, cahaya matahari dan ruang terbuka. Kemudian dilakukan analisis taktik dan strategi yang dapat dilakukan sebagai upaya perbaikan lingkungan , agar tercapai kondisi permukiman yang layak huni bagi warganya. Strategi perbaikan lingkungan ini dilakukan dengan menyertakan ketersediaan keterlibatan warga setempat.Kawasan Pasar Simpang Dago diteliti menjadi area kajian karena memiliki keunikan permasalahan yang belum terselesaikan hingga kini dan berada pada zona mengambang pengembangan kota Bandung, dimana pembangunan terus berlanjut sementara pemukiman warga menjadi tak terperhatikan keberadaannya.Oleh karena itu penyusun mengharapkan kritik dan saran yang bersifat kostruktif dari pembaca untuk dijadikan sebagai masukan bagi penyusun.Semoga laporan ni dapat memberikan sumbangan pikiran serta manfaat bagi semua pihak yang membutuhkan dan dapat memperluas informasi dalam rangka meningkatkan pengetahuan dalam bidang Arsitektur, khususnya bidang Perumahan Permukiman.

Bandung, Juni 2013

Penyusun

Page 4: KAJIAN FENOMENA PERMUKIMAN PADAT KAWASAN …lib.itenas.ac.id/kti/wp-content/uploads/2013/11/Kajian-fenomena... · 2.4.3 Persampahan 19 BAB III TINJAUAN KONDISI EKSISTING LINGKUNGAN

i

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN 11.1 Latar Belakang 11.2 T u j u a n 31.3 Permasalahan 31.4 Metode Penelitian 31.5 Skema Kerangka Pemikiran 4

BAB II KAJIAN TEORI 52.1 Permukiman Sungai 52.2 Kampung Kota 82.3 Skala Ruang 102.4 Sanitasi Lingkungan 12

2.4.1 Sistem Drainase 132.4.2 Air Bersih 182.4.3 Persampahan 19

BAB III TINJAUAN KONDISI EKSISTING LINGKUNGAN 213.1 Survey Penghuni Dan Kebutuhan Terhadap Perumahan 21

3.1.1 Karakteristik Penduduk 213.1.2 Karakteristik Ekonomi Rumah Tangga 223.1.3 Sikap Penduduk Terhadap hunian 223.1.4 Sikap Penduduk Terhadap Karak-teristik Plot 233.1.5 Hubungan Antara Rumah Tangga dengan Permukimannya 24

3.2 Gambaran Eksisting Lingkungan Pasar Simpang 26

BAB IV ANALISIS EKSISTING LINGKUNGAN 324.1 Analisis Lingkungan Makro 32

4.1.1 Area dan Bentuk Tapak 334.1.2 Tata Guna Lahan 334.1.3 Peta Topografi 34

4.2 Analisis Lingkungan Mikro 344.2.1 Aspek Legal 344.2.2 Aspek Mikro Klimat 374.2.3 Aspek Lingkungan 384.2.4 Aspek Sanitasi 42

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN PENGEMBANGAN LINGKUNGAN

44

5.1 Skenario Pengem-bangan Lingkungan 445.2 Visi Pengembangan Lingkungan 455.3 Indikator Pencapaian Visi 465.4 Strategi Pengembangan Lingkungan 465.5 Taktik Perencanaan Pengembangan Lingkungan 485.6 Taktik Perancangan Pengembangan Lingkungan 49

5.6.1 Peta Kondisi Area Perencanaan 495.6.2 Aspek Legalitas 505.6.3 Aspek Mikro Klimat 525.6.4 Aspek Lingkungan 535.6.5 Sanitasi Lingkungan 68

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 736.1 Kesimpulan 736.2 Rekomendasi 75

Page 5: KAJIAN FENOMENA PERMUKIMAN PADAT KAWASAN …lib.itenas.ac.id/kti/wp-content/uploads/2013/11/Kajian-fenomena... · 2.4.3 Persampahan 19 BAB III TINJAUAN KONDISI EKSISTING LINGKUNGAN

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Pertumbuhan dan perkembangan kota yang dinamis sangat erat kaitannya

dengan perkembangan penduduk dan aktivitasnya. Seiring dengan proses

tersebut, pertumbuhan penduduk ini akan berimplikasi pada peningkatan

permintaan lahan yang semakin tinggi untuk alokasi kegiatan dan infrastruktur

pendukungnya. Namun demikian, suplai lahan memiliki sifat tetap dan terbatas

yang tidak memungkinkan ditampungnya seluruh permintaan. Akibatnya, harga

lahan diperkotaan menjadi tinggi dan selalu meningkat.

Permasalahan akan muncul bila pertumbuhan kota tidak terkendalikan, mulai

dari persoalan kemacetan hingga penurunan kualitas lingkungan akibat

berkembangnya kawasan kumuh di pusat kota. Perkembangan kawasan

kumuh berkepadatan tinggi di pusat kota sesungguhnya timbul akibat adanya

persaingan untuk memperoleh lahan sangat tinggi, sementara tidak semua

lapisan penduduk perkotaan mampu menjangkau harga tersebut. Golongan ini

pada akhirnya ‘terpaksa’ mencari dan memanfaatkan lahan-lahan kosong yang

ada di perkotaan baik legal maupun ilegal untuk dijadikan tempat hidup

ataupun tempat berusaha.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, dibutuhkan solusi yang tepat dimana

tidak saja berlandaskan pada upaya peningkatan mutu lingkungan, namun

tetap memperhatikan dan menampung kepentingan masyarakat yang tinggal di

lingkungan tersebut.

Peningkatan mutu lingkungan dalam penataan suatu kawasan permukiman

padat di pusat kota dengan nilai ekonomi lokasi yang tinggi, dimaksudkan

untuk memperbaiki dan meningkatkan tatanan sosial ekonomi kawasan yang

bersangkutan. Dengan demikian tatanan sosial ekonomi yang baru dapat lebih

mampu menunjang pengembangan wilayah lainnya dalam kota karena naiknya

Page 6: KAJIAN FENOMENA PERMUKIMAN PADAT KAWASAN …lib.itenas.ac.id/kti/wp-content/uploads/2013/11/Kajian-fenomena... · 2.4.3 Persampahan 19 BAB III TINJAUAN KONDISI EKSISTING LINGKUNGAN

2

efektifitas, efisiensi dan produktifitas kawasan tersebut. Dalam hal ini,

penanganan kawasan permukiman padat bukan semata-mata ditujukan pada

perbaikan fisik saja, tetapi juga perbaikan tatanan sosial ekonominya.

Pada beberapa kasus penanganan kawasan permukiman dengan kualitas

lingkungan yang rendah, seringkali hanya dilakukan secara parsial yang pada

akhirnya hanya akan memberikan kontribusi yang kecil dalam menangani

kawasan secara keseluruhan. Begitu juga dengan sistem pendekatan

perencanaan yang dilakukan, dimana seringkali tidak didasarkan pada

kebutuhan masyarakat. Hal ini akan mengakibatkan penanganan yang telah

dilakukan tidak dapat meningkatkan partisipasi aktif masyarakat dalam

memelihara dan meningkatkan kualitas lingkungan.

Kawasan Simpang Dago sebagai suatu kawasan dengan fungsi campuran

(hunian dan komersial) merupakan kawasan permukiman padat dengan nilai

ekonomi lokasi yang sangat tinggi dimana aktivitas ekonomi baik formal

maupun informal tumbuh dengan pesat. Seiring dengan berkembangnya

kawasan tersebut, pada kawasan ini pun timbul berbagai masalah, mulai dari

masalah PKL (Pedagang Kakilima), kemacetan lalulintas hingga masalah-

masalah diseputar hunian yang berada di sekitarnya, seperti penurunan kualitas

lingkungan dan minimnya pelayanan infrastruktur.

Sebagai kawasan dengan nilai ekonomi yang tinggi, kawasan ini banyak

diminati pihak luar yang ingin mengembangkan kawasan tersebut sebagai

kawasan komersial murni. Dengan status tanah yang sebagian besar milik

Pemda Kota Bandung, semakin memudahkan jalan pihak luar dalam meminta

kawasan ini untuk dikelola lebih lanjut. Hal inilah yang menjadi penyebab

Kawasan Simpang Dago bermasalah selama 16 tahun, dimana semenjak tahun

1987 pada rumah dan tempat usaha yang ada di kawasan tersebut sudah tidak

lagi dilakukan pemungutan PBB.

Selama ±16 tahun, Pasar Simpang menjadi kawasan yang tidak jelas statusnya

(Status Quo). Pada era pembangunan yang menjunjung tinggi asas

keterbukaan dan keberpihakan pada masyarakat, sesungguhnya penduduk

Page 7: KAJIAN FENOMENA PERMUKIMAN PADAT KAWASAN …lib.itenas.ac.id/kti/wp-content/uploads/2013/11/Kajian-fenomena... · 2.4.3 Persampahan 19 BAB III TINJAUAN KONDISI EKSISTING LINGKUNGAN

3

pada kawasan permukiman kampung kota dapat diajak untuk berembuk dan

duduk bersama untuk mencari pemecahan terbaik. Melalui metode pendekatan

dan perencanaan yang baik, perbaikan kualitas lingkungan di Kawasan Simpang

Dago pun dapat dirintis dan dikembangkan dalam suatu sistem yang

partisipatif.

1.2 TUJUAN

• Identifikasi fenomena permukiman padat yang kumuh di Kawasan Pasar

Simpang Dago.

• Identifikasi permasalahan permukiman di sepanjang Sungai Cisadea.

• Menganalisa permasalahan permukiman, konfigurasi bangunan dan ruang

terbuka, yang terdiri adari aspek mikro klimat, lingkungan sehat dan sanitasi.

• Memberikan konsep perencanaan perbaikan kondisi lingkungan.

1.3 PERMASALAHAN

Dari hasil survey lapangan di kawasan permukiman Pasar Simpang terdapat

beberapa permasalahan yang dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam

melakukan perencanaan pengembangan kawasan, yaitu

• Legalitas bangunan di sepanjang pinggiran Sungai Cisadea

• Perkembangan kepadatan penduduk dan bangunan yang berpengaruh pada

kualitas lingkungan fisik.

• Derajat ketertutupan ruang, kedekatan antar bangunan dan

ketidaktersediaannya ruang-ruang terbuka menyebabkan kondisi mikroklimat

menurun (pencahayaan, penghawaan dan kelembaban).

• Isu kesehatan lingkungan (drainase dan ruang terbuka).

1.4 METODE PENELITIAN

Upaya penelitian perencanaan pengembangan kualitas lingkungan kawasan

permukiman Pasar Simpang dilakukan dengan menggunakan metode

Page 8: KAJIAN FENOMENA PERMUKIMAN PADAT KAWASAN …lib.itenas.ac.id/kti/wp-content/uploads/2013/11/Kajian-fenomena... · 2.4.3 Persampahan 19 BAB III TINJAUAN KONDISI EKSISTING LINGKUNGAN

4

Kawasan Campuran (Perdagangan dan Hunian) yang berkepadatan Tinggi

(1980-sekarang)

Munculnya kegiatan Ekonomi & Hunian di

Sekitar Pasar Simpang

(1950-1960’an)

Peningkatan KepadatanPenduduk

Datangnya Penghuni Baru

Bertambahnya Anggota Keluarga

Ekspansi Vertikal &Horizontal

Pelanggaran Aspek Legal

(BCR dan GSB)

Penurunan Kualitas Lingkungan

Iklim Mikro, Penghijauan & Ruang Terbuka

(Masalah KDB)

Masalah Kebersihan, Kesehatan &

Sanitasi Lingkungan

fenomenologis, yaitu dengan melakukan eksplorasi dan pengamatan terhadap

semua kondisi, baik fisik maupun non fisik yang ada di lapangan. Kondisi ini

direkam dan dipetakan, dan dilihat semua permasalahan yang menyertainya.

Langkah selanjutnya adalah menganalisis permasalahan, yang dikaitkan dengan

beberapa teori yang berhubungan. Dari hasil analisis tersebut, diajukan

bagaimana konsep perencanaan pengembangan kawasan Pasar Simpang Dago,

yang menitik-beratkan pada usaha untuk meningkatkan kualitas lingkungan

fisiknya.

1.5 KERANGKA IDENTIFIKASI PERMASALAHAN PERMUKIMAN

SIMPANG DAGO

Page 9: KAJIAN FENOMENA PERMUKIMAN PADAT KAWASAN …lib.itenas.ac.id/kti/wp-content/uploads/2013/11/Kajian-fenomena... · 2.4.3 Persampahan 19 BAB III TINJAUAN KONDISI EKSISTING LINGKUNGAN

5

BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 PERMUKIMAN SUNGAI

Fenomena-fenomena tentang sebuah pertumbuhan perkembangan suatu

kawasan di sekitar sungai sudah ada sejak peradaban manusia, bahkan karena

sungailah peradaban suatu zaman dapat berkembang dan mencapai

kejayaannya. Seperti lembah sungai Nil, Sungai Eufrat, Lembah Mesopotania

dan lain sebagainya. Fenomena-fenomena ini sangat berpengaruh terhadap

morfologi kota baik secara langsung maupun tidak langsung. Morfologi

kotapun harus bersandar pada hubungan-hubungan yang mengalaminya

seperti sejarah, dan yg mengakibatkan bentukan-bentukan kota tersebut.

Untuk mengetahui kekuatan-kekuatan terhadap bentukan-bentukan kota

tersebut, kita harus mengetahui berbagai konteks, sebab dan akibat

perubahan-perubahan kota seperti yang diungkapkan Amos Rapoport dalam

Introduction to Urban Planning bahwa suatu lingkungan permukiman hanya

dapat dipahami jika kita berbicara dalam konteks budaya atau keadaan

setempat dimana elemen-elemen tersebut. Jadi untuk menganlisa suatu

bentuk lingkungan diperlukan pemahaman tradisi yang berlaku di tempat

tersebut, dengan kata lain analisa harus berhubungan dengan waktu dan

budaya. Oleh karena itu dalam menganalisis suatu studi terhadap kawasan

morfologi kota modern, spesifiknya terhadap bentukan-bentukan suatu

lingkungan kawasan yang berbudaya harus melihat norma-norma,

kepercayaan, kebiasaan, serta aturan-aturan yang berlaku.

Menurut Amos Rapoport terdapat pula beberapa strategi yang dapat dilakukan

untuk meninjau budaya suatu kota yaitu :

• Suatu cara hidup yang memberikan ciri kelompok tersebut.

• Pengertian terhadap lambang-lambang serta terhadap kognitif.

Page 10: KAJIAN FENOMENA PERMUKIMAN PADAT KAWASAN …lib.itenas.ac.id/kti/wp-content/uploads/2013/11/Kajian-fenomena... · 2.4.3 Persampahan 19 BAB III TINJAUAN KONDISI EKSISTING LINGKUNGAN

6

• Seperangkat sratategi penyesuaian terhadap lingkungan dan sumber-

sumber yang ada.

Sungai sebagai salah satu unsur lingkungan sangat mempengaruhi pilihan-

pilihan cara hidup, cara membangun, dan mata pencaharian masyrakat yang

berada di sekitarnya. Bagaimana mereka memanfaatkannya ? jawabannya

sangat tergantung pada tingkat keterkaitan antara kehidupan mereka dengan

lingkungan sungai. Dalam konteks perkembangan perkotaan yang sangat pesat

mungkin mereka akan tinggal dan membangun rumah diatas air jika lingkungan

di darat sudah tidak menguntungkan sedangkan gangguan-gangguan seperti

banjir relative kecil. Mungkin juga mereka akan menjauhkan diri jika sungai

tersebut merupakan sumber bahaya, misalnya banjir atau tanah longsor.

Ada tiga kemungkinan penyebab berkembangnya budaya di pinggir sungai,

pertama budaya bercocok tanam yang membutuhkan air yang paling baik dekat

aliran sungai. Kedua sebagai tempat mata pencaharian atau nelayan,

kemungkinan terakhir karena sungai digunakan sebagai sarana transportasi.

Sedangkan pada konteks perkembangan perkotaan yang pesat perkembangan

kebudayaan mengarah pada bantaran sungai dan berakhir pada pemakaian

badan-badan air sungai sebagai tempat tinggal atau bahkan sebagai tempat

komersil. Dengan menggunakan teknologi moden bangunan yang berada diatas

air yang lebih dari sekedar tempat tinggal dan sangat arsitektural sudah ada

sejak abad pertengahan.

Kembali pada perrmukiman di kawasan sungai, sungai dalam kota selalu

mempengaruhi persepsi atau imej orang terhadap kota tersebut. Menurut

Kevin Lynch dalam bukunya Image of the City mengungkapkan bahwa sifat-

sifat visual lingkungan kota akan banyak mempengaruhi pandangan orang

terhadap kota tersebut. Lynch mengidentifikasikan lima unsur pokok yang

mempengaruhi citra terhadap kota yaitu :

• Paths, dalam pengertian alur atau lintasan yang digunakan orang untuk

bergerak dari satu tempat ke tempat lainnya. Paths dapat berupa lorong

jalan, pedestrian, sungai, jalan raya, dan sebagainya;

Page 11: KAJIAN FENOMENA PERMUKIMAN PADAT KAWASAN …lib.itenas.ac.id/kti/wp-content/uploads/2013/11/Kajian-fenomena... · 2.4.3 Persampahan 19 BAB III TINJAUAN KONDISI EKSISTING LINGKUNGAN

7

• Edges, yaitu elemen linear yang berupa tepian atau batasan suatu

kawasan yang dapat berupa tebing-tebing, jalan kereta api, sungai dan lain

sebagainya;

• District, suatu daerah atau kawasan yang mempunyai homogenitas fungsi

dan merupakan bagian dari kota, misalnya pasar, kompleks perumahan dan

lain sebagainya;

• Nodes, yaitu merupakan titik-titik strategis untuk berorientasi atau

melakukan pengamatan, biasanya terjadi karena pertemuan jalur paths

misalnya persimpangan jalan, tempat pemberhentian alur pergerakan, dan

lain sebagainya;

• Landmark, merupakan sesuatu yang menjadi acuan, dan dapat terlihat dari

segala penjuru dalam kota, misalnya menara, bangunan tinggi, pohon-

pohon tinggi dan lain sebagainya.

Kelima unsur inilah yang akan menjadi elemen yang paling meresap dalam

benak seseorang jika seseorang memasuki kota, terutama jika dia belum

mengenali kota tersebut secara utuh.

Dari kelima unsur ini yang paling kurang diperhatikan oleh perencana kota

adalah unsur Edges seperti penataan alur bantaran sungai. Untuk kasus ini

banyak terjadi dikota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Medan, Surbaya dan

lain sebagainya yang dari tahun ke tahun makin memprihatinkan. Adapun

umumnya kesan-kesan yang didapat dari lingkungan bantaran sungai adalah :

• sebuah lingkungan kotor yang membelah kota dengan segala

kesemrawutannya, sebagai tempat pembuangan dan sumber bau.;

• daerah padat (slum) dengan kepadatan yang cukup tinggi ± 1000 orang per

hektar tanpa aturan perencanaan dan terlepas dari pengawasan tata kota;

• daerah yang berkembang tanpa rencana seolah-olah tak ada peraturan tata

kota;

Page 12: KAJIAN FENOMENA PERMUKIMAN PADAT KAWASAN …lib.itenas.ac.id/kti/wp-content/uploads/2013/11/Kajian-fenomena... · 2.4.3 Persampahan 19 BAB III TINJAUAN KONDISI EKSISTING LINGKUNGAN

8

• tempat tinggal golongan miskin dengan standar penghidupan yang relative

rendah.

Hampir semua kota-kota di Pulau Jawa yang dilalui sungai mengalami

permasalahan yang sama. Untuk kota Bandung yang dilalui sungai

Cikapundung, perkembangan kependudukan sudah kian tinggi dan tingkat

pencemaran airnya pun sudah demikian tinggi, apalagi dilingkungan pusat kota.

Akibatnya, air sungai Cikapundung sudah tidak lagi dimanfaatkan sebagai air

minum atau keperluan lainnya. Demikian halnya dengan bagian-bagian kota

lainnya yang dilintasi sungai didalamnya.

2.2 KAMPUNG KOTA

Kampung kota secara historis adalah merupakan suatu bagian dari

permukiman yang telah berumur dimana melalui berbagai proses bentukan-

bentukan kota baik langsung maupun tidak langsung sehingga menjadi

kawasan yang stabil dan permanen.

Untuk menjadi sebuah kampung perkotaan, dari sebuah permukiman baru

diperlukan suatu proses kesinambungan kegiatan yang saling tumpang tindih

antara lingkungan dan kegiatan masyarakatnya yang ditengarai dengan :

• Keragaman penduduknya.

• Pemisahan kemampuan ekonomi warga yang selalu dibawah tekanan agar

tidak bergolak.

• Terbentuk buffer, antara berbagai ketimpangan seperti status dan

kemapanan.

• Mulai memudarnya akan tradisi, norma dan budaya hidup.

Ditinjau dari keberadaannya secara umum, kampung kota yang biasanya

berada pada belakang kawasan perniagaan, mampu memberikan ruang hidup

dan perlindungan bagi masyarakat miskin kota yang melibatkan sistem sosial

dan kekerabatan yang kental.

Page 13: KAJIAN FENOMENA PERMUKIMAN PADAT KAWASAN …lib.itenas.ac.id/kti/wp-content/uploads/2013/11/Kajian-fenomena... · 2.4.3 Persampahan 19 BAB III TINJAUAN KONDISI EKSISTING LINGKUNGAN

9

Jadi, dapat dikatakan kampung kota merupakan dilema bagi kehidupan

masyarakat kota, karena disatu sisi kampung identik dengan kemiskinan dan

dilain pihak kampung merupakan tempat berlindung dan penyangga dari

kawasan-kawasan peruntukkan kota lainnya.

Ditinjau dari asal-usul terbentuknya kampung kota, dapat dipahami terdapat

beberapa hal yang akan menimbulkan kebanggaan warga, mulai dari mitos

nenek moyang pembuka kampung, orang-orang yang berjasa dalam

pembentukkan kampung maupun warga yang mempunyai prestasi pribadi

ataupun konektifitas yang luas dengan lingkungan diluar kampungnya.

Pemahaman tentang kampung kota ternyata sangat bergantung pada banyak

hal, seperti kondisi kampung, letak kampung, dominasi kegiatan di dalam

kampung, maupun sumbangannya terhadap pembangunan kota.

Keberlangsungan kampung merupakan bagian penting dalam menopang fungsi

dan peruntukkan lainnya, yakni sebagai wilayah penyangga lingkungan

sekitarnya Perkembangan kotapun akan sangat kondusif bila permasalahan

kampung memperoleh perhatian, terutama pada hal-hal yang berkaitan

dengan penciptaan iklim mikro di dalam lingkungan permukimannya,

lingkungan yang sehat dan terjaga serta tertib dan lancarnya sistem sanitasi

lingkungan.

Kampung kota, menurut Wiryomartono (1991), sering dipandang secara

menyesatkan yaitu sebagai sebuah penyakit sosial kota. Pendapat tersebut

tidak mendukung tentang adanya indikasi bahwa struktur–struktur sosial

tersebut tak mampu berkembang sebagai entitas yang berkualitas ng sanggup

membentuk lingkungan budaya bermukim yang lebih manusiawi. Pergulatan

kampung yang bersaing dengan kehidupan kota merupakan pertarungan yang

tidak seimbang. Ketidak aturan, dis-orientasi, dis-integrasi struktur fisiknya

memang tidak dipersiapkan untuk menerima prinsip hirarki dan otoritas garis

perintah yang sistematis. Kampung berkembang secara spontan untuk nilai

aksesibilitas yang paling efektif. Secara arsitektural, kampung terbentuk dari

potensi tatanan nilai yang ada pada sistem kemasyarakatan yang lebih

Page 14: KAJIAN FENOMENA PERMUKIMAN PADAT KAWASAN …lib.itenas.ac.id/kti/wp-content/uploads/2013/11/Kajian-fenomena... · 2.4.3 Persampahan 19 BAB III TINJAUAN KONDISI EKSISTING LINGKUNGAN

10

menekankan pada kebutuhan internal. Dengan melihat pada tatanan demikian,

maka kampung berada pada pinggiran sistem kota.

Sedangkan menurut Saliya (1991) yang mengajak menenggarai permasalahan

bermukim secara komprehensif, hal ini dapat merupakan peluang bagi masa

depan kampung, dimana pemahaman terhadap pengaruh-pengaruh

perkembangan perangkat teknologi, perangkat informasi, perangkat organisasi

yang berkembang atau yang datang dari luar kampung, disamping masalah

kemanusiaannya itu sendiri. Yang paling utama adalah masalah kampung

haruslah dipandang sebagai permukiman yang manusiawi, sehingga harus

memperhatikan proses dan tradisi berarsitektur

2.3 SKALA RUANG

Untuk mendapatkan kesan dan persepsi ruang dalam melakukan pengamatan

pada satu lingkungan, dapat digunakan sistem skala, yaitu membandingkan

unsur atau elemen ruang dengan salah satu unsur yang ada yang dapat

dijadikan sebagai unsur pembandingnya. Menurut Jim Mc, Cluskey dalam

bukunya Road Form and Townscape, menerangkan bagaimana selubung

bangunan melalui ketinggian bidangnya dengan lebar ruang yang terjadi

diantara selubung-selubung bangunan tersebut dapat memberikan atau

menciptakan kesan dan persepsi tertentu. Selain itu, perbandingan skala juga

dapat menghasilkan sudut pandang tertentu dan kejelasan dari objek

pengamatan.

a. Perbandingan H/D 1 : ¼

Menghasilkan sudut pandang 60° yang

memungkinkan pengamat dapat melihat

detail fasade bangunan yang berada di

sekitarnya. Adapun kesan ruang yang

terjadi adalah perasaan menghimpit,

menekan.

Page 15: KAJIAN FENOMENA PERMUKIMAN PADAT KAWASAN …lib.itenas.ac.id/kti/wp-content/uploads/2013/11/Kajian-fenomena... · 2.4.3 Persampahan 19 BAB III TINJAUAN KONDISI EKSISTING LINGKUNGAN

11

b. Perbandingan H/D 1 : ½

Menghasilkan sudut pandang 60° yang

memungkinkan pengamat dapat melihat detail

fasade bangunan yang berada di sekitarnya serta

kesan ruang secara keseluruhan yang sudah

mulai terasa baik.

c. Perbandingan H/D 1 : 1

Menghasilkan sudut pandang 45° yang

memungkinkan pengamat dapat melihat detail

dan fasade bangunan secara utuh.

d. Perbandingan H/D 1 : 2

Menghasilkan sudut pandang 30° yang

memungkinkan pengamat dapat melihat detail

dan fasade bangunan secara serempak.

Page 16: KAJIAN FENOMENA PERMUKIMAN PADAT KAWASAN …lib.itenas.ac.id/kti/wp-content/uploads/2013/11/Kajian-fenomena... · 2.4.3 Persampahan 19 BAB III TINJAUAN KONDISI EKSISTING LINGKUNGAN

12

e. Perbandingan H/D 1 : 3

Menghasilkan sudut pandang 18° yang

memungkinkan pengamat dapat melihat tampilan

objek beserta sekelilingnya, namun detail fasade

sudah mulai tidak dapat teramati dengan jelas.

f. Perbandingan H/D 1 : 4

Menghasilkan sudut pandang 14° yang

memungkinkan pengamat dapat melihat tampilan

objek beserta background bangunan, namun detail

fasade tidak teramati dengan jelas.

g. Skala pengamatan menurut perbandingan

• Perbandingan H/D 1:1/8 hingga 1:¼

menghasilkan kesan menghimpit

• Perbandingan H/D 1:¼ hingga 1:3

menghasilkan kesan baik/akrab

• Perbandingan H/D 1:3 hingga > 1:4

menghasilkan kesan lapang

2.4 SANITASI LINGKUNGAN

Untuk mengukur tingkat kesehatan lingkungan dan sanitasi kawasan yang baik,

ada beberapa elemen yang harus diperhatikan, diantaranya adalah :

• Keterbatasan plot area, dalam konteks ini adalah keterbatasan lahan untuk

penyediaan sistem pembuangan air limbah dan penyediaan lahan untuk

distribusi air minum.

Page 17: KAJIAN FENOMENA PERMUKIMAN PADAT KAWASAN …lib.itenas.ac.id/kti/wp-content/uploads/2013/11/Kajian-fenomena... · 2.4.3 Persampahan 19 BAB III TINJAUAN KONDISI EKSISTING LINGKUNGAN

13

• Kegagalan infiltrasi air tanah, dalam hal ini adalah kurangnya infiltrasi air

tanah kedalam pori-pori tanah, sehingga terjadi kekurangan resapan air

hujan dan terjadi penurunan air tanah.

• Pencemaran air tanah, dimana hal ini ini dapat terjadi apabila banyak sekali

kegagalan dalam sistem perpipaan pembuangan air limbah terutama air

limbah rumah tangga seperti terjadi kebocoran pada pipa (pit latrines).

• Pencemaran permukaan air, hal ini dapat terjadi karena banyak sekali

kontribusi terhadap air permukaan seperti sungai, kali, danau dan lain

sebagainya.

2.4.1 Sistem Drainase

Sistem penataan lingkungan suatu kawasan dipandang sebagai suatu produk

yang melibatkan stake holders. Pada kampung kota sistem ini biasanya tidak

terencana dan terpadu. Untuk membuat suatu sistem drainase dan

pembuangan air kotor yang baik, diperlukan suatu konsep yang sistematis.

Sedangkan sistem yang belum terencana yaitu penggunaan sistem septictank

tanpa pengaturan, drainase hanya untuk limpasan air hujan dengan kapasitas

yang kecil, dan tidak dapat menampung apabila turun hujan lebat.

Dalam konteks kampung kota atau permukiman kota biasanya masyarakat

membuat tanki septictank masing-masing, ataupun langsung membuang

kotorannya ke sungai. Pemerintah kota kurang memperhatikan pengadaan

sistem pembuangan air kotor yang terencana untuk masyarakat. Sehingga

ledakan pertambahan penduduk yang dibarengi dengan penambahan

permukiman-permukiman baru, tidak diimbangi dengan pembuatan sistem

tangki septic yang diwajibkan seperti pada gambar 5.1. Pada gambar ini

diperlihatkan gambaran suatu tangki septic kecil dengan retensi waktu 4

hingga 6 jam yang dapat diterapkan pada skala perumahan Kampung Kota,dan

tidak memerlukan lahan besar.

Page 18: KAJIAN FENOMENA PERMUKIMAN PADAT KAWASAN …lib.itenas.ac.id/kti/wp-content/uploads/2013/11/Kajian-fenomena... · 2.4.3 Persampahan 19 BAB III TINJAUAN KONDISI EKSISTING LINGKUNGAN

14

Gambar. 5.1. salah satu Interceptor yang sederhana yang dapat diterapkan pada kondisi lahan yang sempit (sumber : Sustainable Sewerage)

Penataan lingkungan terencana dan teratur, pada konteks ini dapat dilihat pada

gambar 5.2, yang memperlihatkan perbandingan pola permukiman yang teratur

dan terencana dengan pola permukiman yang tidak teratur disertai dengan

sistem saluran pembuangan air kotornya. Untuk membuat suatu sistem

pembuangan limbah secara teratur dari berbagai sistem diatas, diperlukan

suatu pembuangan air kotor yang memenuhi standar kualitas perencanaan

yang dapat disesuaikan dengan keadaan dilapangan.

Gambar. 5.2 Suatu Sistem Drainase yang Terencana dan Tidak Terencana

(sumber : Sustainable Sewerage)

Page 19: KAJIAN FENOMENA PERMUKIMAN PADAT KAWASAN …lib.itenas.ac.id/kti/wp-content/uploads/2013/11/Kajian-fenomena... · 2.4.3 Persampahan 19 BAB III TINJAUAN KONDISI EKSISTING LINGKUNGAN

15

Pada suatu lingkungan masyarakat yang padat sistem saluran pembuangan air

kotor harus mengikuti beberapa kriteria :

• Mengikuti kontur dan topografi.

• Ukuran tergantung pada kapasitas, dan pelayanan.

• Pipa-pipa pengontrol atau simpul terdapat pada siku-siku bentukan

bangunan.

Sedangkan untuk sistem pembuangan air kotor secara umum pada unit hunian

dibedakan atas 3 macam yaitu :

1. Sistem Pembuangan Air Kotor Posisi Depan Hunian

Sistem ini biasanya digunakan pada suatu kawasan perumahan dan

permukiman yang terencana dan teratur.

Gambar. 5.3 Sistem pembuangan air kotor dengan posisi di depan unit hunian

2. Sistem Pembuangan Air Kotor Posisi di Belakang Hunian

Sistem ini digunakan untuk mempermudah pelayanan dan pemasangan

sambungan pipa pembuangan dari setiap unit hunian. Sistem pembuangan

air kotor ini juga dapat diterapkan pada unit-unit hunian dengan bentuk-

bentuk blok bangunan berbeda, baik dari segi luasan maupun kapasitasnya.

Page 20: KAJIAN FENOMENA PERMUKIMAN PADAT KAWASAN …lib.itenas.ac.id/kti/wp-content/uploads/2013/11/Kajian-fenomena... · 2.4.3 Persampahan 19 BAB III TINJAUAN KONDISI EKSISTING LINGKUNGAN

16

Gambar 5.4. Suatu konsep sistem saluran buangan dengan posisi

di belakang unit hunian

3. Sistem Pembuangan Air Kotor Posisi Kombinasi

Sistem ini diterapkan jika keadaan tidak memungkinkan. Dengan kombinasi

ini diharapkan dalam pelaksanaan operasional pemasangan tidak memakan

biaya, dan karena terbatas pada keadaan lahan, contour, keadaan fisik

bangunan, permukaan tanah dan lain sebagainya

Gambar. 5.5. Suatu sistem pembuangan air kotor dengan sistem sambung menyambung/kombinasi

Page 21: KAJIAN FENOMENA PERMUKIMAN PADAT KAWASAN …lib.itenas.ac.id/kti/wp-content/uploads/2013/11/Kajian-fenomena... · 2.4.3 Persampahan 19 BAB III TINJAUAN KONDISI EKSISTING LINGKUNGAN

17

Prinsip pengolahan ini ialah untuk menciptakan lingkungan yang optimal buat

pertumbuhan organisme yang akan memakan bahan-bahan koloidal dalam

limbah. Metode yang sering digunakan adalah sistem "trickling filter" dan

lumpur teraktifkan (activated sludge).

Cara lain pengolahan air limbah dan drainase adalah menggunakan proses

bioremediasi tumbuhan. Penyaringan air limbah seperti ini yang telah dilakukan

oleh beberapa peneliti-peneliti sebelumnya dimana tumbuhan ini mampu

menyerapkan dan menurunkan kandungan limbah dengan parameter-

paremeternya. Saringan tumbuhan ini tidak memerlukan lahan yang luas,

sehingga penerapannya sangat menunjang untuk mengolah limbah rumah

tangga, limbah air kotor (treatment) dengan Saringan Tanaman Bedeng

Pasir,yang dapat dilihat pada gambar 5.6. Sedangkan tanaman yang digunakan

adalah tanaman mendong (scirpus litorales), tanaman kangkung (Ipoema

aquatica Forsk), dan talesan (Thyponicum Javanicum) yang merupakan

tanaman yang pernah dipakai di dalam penelitian.

Gambar. 5.6. Potongan Saringan Tanaman Bedeng Pasir

Page 22: KAJIAN FENOMENA PERMUKIMAN PADAT KAWASAN …lib.itenas.ac.id/kti/wp-content/uploads/2013/11/Kajian-fenomena... · 2.4.3 Persampahan 19 BAB III TINJAUAN KONDISI EKSISTING LINGKUNGAN

18

2.4.2 Air Bersih

Di dalam penyediaan air bersih suatu kawasan permukiman diperlukan elemen-

elemen yang mencakup: metode penjernihan air, jaringan distribusi, dan

penggunaan metoda hydrogeologi untuk sumber air tanah dan

pengembangannya.

Adapun yang perlu diperhatikan sebagai kriteria pemilihan sumber air adalah :

• Aspek Kualitas, batasan kualitas air untuk minum tergantung antara

hubungan kualitas dengan kondisi kesehatan. Penggunaan air bersih tetap

mengacu pada peraturan yang baku yang dikeluarkan pemerintah.

• Aspek Kuantitas, menyangkut kesesuaian pemakaian dan cara penggunaan

air secara luas. Seperti : penggunaan air bersih untuk industri (kecil,

menengah dan besar), pertanian dan rumah tangga (domestik).

Kebutuhan air domestik meningkat dengan cepat sesuai dengan

pertambahan penduduk, industri alisasi, standar hidup dan kesehatan.

Bahkan untuk kawasan-kawasan tertentu seperti diperkotaan, daerah yang

terencana, telah ditetapkan penyediaan pipa jangka panjang, penggunaan

alat-alat rumah tangga yang modern, kelangkaan air minum khususnya

dikota-kota besar pantura menyebabkan konsumsi untuk penggunaan air

dengan cepat meningkat. Kebutuhan air untuk konsumsi air minum

tergantung dari factor berikut seperti : bentuk layanan atau titik

pengambilan dalam hal ini : kran umum, sambungan rumah tangga, jarak

titik pengambilan air baku, kemudahan mendapat air bersih), aspek budaya

dalam hal ini sosialisasi kelangkaan air tanah dan lain sebagainya, terakhir

adalah perkembangan sosial ekonomi yang meningkat. Tabel kebutuhan air

dapat dilihat pada halaman berikutnya.

Page 23: KAJIAN FENOMENA PERMUKIMAN PADAT KAWASAN …lib.itenas.ac.id/kti/wp-content/uploads/2013/11/Kajian-fenomena... · 2.4.3 Persampahan 19 BAB III TINJAUAN KONDISI EKSISTING LINGKUNGAN

19

TABEL. 5.1 KEBUTUHAN AIR BERSIH HARIAN (LT/ORANG/HARI)

KAWASAN PENDUDUK LITER/ORANG/HARI

Perkotaan, dengan Sambungan

beberapa Kran Setiap rumah

30-300

Perkotaan, dengan Sambungan

Rumah dan hanya Satu keran

15-120

Perkotaan, dengan Kran Umum 10-15

Perkotaan, dengan Kesulitan

Mendapatkan Air Bersih

4-25

Perdesaaan dengan Hydran Umum

atau Ada Sumber Dekatnya

10-60

(Sumber : Emmy Kloosterman 1983)

Dari tabel diatas, dapat diperkirakan bahwa kebutuhan air bersih permukiman

kampung kota adalah sekitar 70-80 liter/orang/hari.

Pemakaian air dapat digolongkan menjadi :

• Pemakaian untuk keperluan rumah tangga;

• Komersil dan keperluan umum (sekolah, ibadah, klinik dan lain-lain);

• kebocoran (dapat terjadi karena sambungan tidak baik).

2.4.3 Persampahan

Masalah sampah di perkotaan, tidak lepas dari kehidupan dan aktivitas

manusia. Makin banyak manusia berkelompok makin menumpuk kotoran yang

dibuatnya sehingga masalah sampah dan menjadi problem. Sulitnya mengatasi

sampah ini antara lain disebabkan:

• Sampah terlalu banyak dan tidak sebanding dengan lokasi lingkungannya

• Tanah-tanah perkotaan sudah jenuh akibat proses pembangunan

Page 24: KAJIAN FENOMENA PERMUKIMAN PADAT KAWASAN …lib.itenas.ac.id/kti/wp-content/uploads/2013/11/Kajian-fenomena... · 2.4.3 Persampahan 19 BAB III TINJAUAN KONDISI EKSISTING LINGKUNGAN

20

• Sebagian sampah kota adalah sampah buatan yang sukar mengalami

pembusukan seperti plastik, kaleng, logam dan lain sebagainya.

Akibat tumpukan sampah dan tidak terangkut dan dibuang menimbulkkan

berbagai macam gangguan baik dari kesehatan lingkungan (hygienes), estetis

maupun gangguan fisik lainnya.

• Sampah dapat dibagi dalam berbagai jenis, yaitu :

• Garbage : sampah rumah tangga dengan kelembaban tinggi.

• Rubish : kertas, karton, kayu, dll. (mudah terbakar), kaleng minuman,

gelas, keramik, metal,dll.

• Ashes : debu, buangan hasil pembakaran

• Sampah Jalan : daun, ranting, bangkai, dll.

• Sampah Bangunan : berangkal, sisa besi, kayu, dll.

• Sampah Industri : buangan hasil industri

Menurut komposisinya sampah dapat dibagi dalam beberapa kelompok :

• Sampah Rumah Tangga 48%

• Sampah Komersial 31%

• Sampah Pembuangan 5%

• Sampah Lain-lain 16%

Adapun produksi sampah rumah tangga rata-rata per-manusia perhari di

Indonesia, menurut hasil survey dari Departemen Teknik Lingkungan ITB pada

tahun 1998 adalah 0,2 – 0,3 kg/org/hari.

Page 25: KAJIAN FENOMENA PERMUKIMAN PADAT KAWASAN …lib.itenas.ac.id/kti/wp-content/uploads/2013/11/Kajian-fenomena... · 2.4.3 Persampahan 19 BAB III TINJAUAN KONDISI EKSISTING LINGKUNGAN

21

BAB III

TINJAUAN KONDISI EKSISTING LINGKUNGAN

3.1 SURVEY PENGHUNI DAN KEBUTUHANNYA TERHADAP

PERUMAHAN

3.1.1 Karakteristik Penduduk

Permukiman di Kawasan Pasar Simpang termasuk kepadatan penduduk yang

sangat tinggi berjumlah 292 jiwa/Ha dengan jumlah penduduk 94.005 jiwa dan

penghuni inti sebanyak 4-7 orang untuk setiap hunian serta tambahan

penduduk pendatang (penghuni kos-kosan).

Sebagian besar penduduk merupakan keluarga yang lengkap dengan bapak

sebagai kepala keluarga dengan usia kepala keluarga rata-rata diatas 30 tahun

dan berpendidikan antara SMP atau SMA. Perbandingan antara penduduk laki-

laki dan perempuan di kawasan tersebut adalah 40 % : 60%. Model hunian di

permukiman tersebut termasuk dalam kriteria extended family (umumnya anak

maupun sanak keluarga membangun rumah disamping/disekitar lokasi unit

perumahan orang tuanya). Meskipun kondisi permukiman yang sangat

berdekatan dan padat, kondisi kesehatan penduduk di kawasan tersebut cukup

tinggi dan jarang sekali terjadi wabah/endemik penyakit.

Lokasi kawasan ini terletak sekitar + 5 km dari pusat kota. Berdasarkan sistem

pengorganisasian penduduk, permukiman ini terbagi atas 3 Rukun Tetangga

yaitu sebagian RT 1, RT 2 dan sebagian RT 6. Adapun lokasi studi mengarah

pada permukiman yang terletak di bantaran Sungai Cisadea (sering juga

disebut Kali Lebak Larang oleh penduduk setempat) yang secara administratif

termasuk kedalam wilayah RT 2 . Sedangkan penduduk yang terhimpun dalam

RT 2 tersebut berjumlah sebanyak 80 keluarga (Sumber : Wawancara dengan Ketua

RT 2 Kawasan Permukiman Pasar Simpang Dago). Sebagai area studi ditentukan

permukiman yang berada tepat dipinggiran sungai sebanyak + 23 rumah

dengan jumlah penduduk + 110 orang.

Page 26: KAJIAN FENOMENA PERMUKIMAN PADAT KAWASAN …lib.itenas.ac.id/kti/wp-content/uploads/2013/11/Kajian-fenomena... · 2.4.3 Persampahan 19 BAB III TINJAUAN KONDISI EKSISTING LINGKUNGAN

22

3.1.2 Karakteristik Ekonomi Rumah Tangga

Penduduk di Kawasan Hunian Pasar Simpang Dago umumnya bekerja sebagai

pedagang ataupun pekerja sektor informal di Pasar Simpang (80%), hanya

sebagian kecil yang bekerja sebagai pegawai negeri ataupun karyawan swasta.

Jumlah pendapatan setiap keluarga di kawasan permukiman ini dapat dikatakan

bervariasi dan tidak tetap setiap bulannya, terutama bagi pemilik toko

kelontong dan warung kecil. Jumlah penghasilan kotor dari mata pencaharian

utama tersebut berkisar antara Rp. 400.000,00 – Rp. 1.000.000,- per bulan.

Untuk menambah penghasilan, banyak penduduk yang membangun dan

melengkapi huniannya dengan fasilitas sewa (kos) yang memiliki pasaran cukup

tinggi di kawasan ini (40%). Besar penghasilan sampingan ini sangat memadai

yaitu berkisar antara Rp. 300.000,00 – Rp. 2.000.000,- per bulan, bergantung

jumlah ruang yang dapat disewakan.

Pengeluaran penduduk di Kawasan Permukiman Simpang sebagian besar

adalah untuk modal usaha. Besar pengeluaran untuk kegiatan sehari-hari

(keperluan sandang, pangan, pendidikan, dll) umumnya berkisar sebanyak

30% - 50% dari jumlah penghasilan yang diperoleh. Jumlah tersebut memang

tidak terlalu besar mengingat para penghuni tidak mengeluarkan biaya yang

besar untuk keperluan transportasi. Adapun sistem pembiayaan (tabungan dan

pinjaman) untuk keperluan perumahan dan pengembangannya selama ini

menjadi urusan masing-masing keluarga (bukan komunitas). Menurut

keterangan Ketua RT setempat, hingga saat ini sebagian besar penduduk

memang belum terlalu terfokus untuk melakukan pengembangan dan

perbaikan rumah disebabkan status kepemilikan lahan dan perumahan yang

belum jelas hingga saat ini.

3.1.3 Sikap Penduduk Terhadap Hunian

Saat ini penduduk di Kawasan Permukiman Pasar Simpang Dago umumnya

adalah generasi ke dua (keturunan pertama dari penghuni awal permukiman di

kawasan tersebut). Karena sejak lahir sudah menetap di kawasan tersebut,

Page 27: KAJIAN FENOMENA PERMUKIMAN PADAT KAWASAN …lib.itenas.ac.id/kti/wp-content/uploads/2013/11/Kajian-fenomena... · 2.4.3 Persampahan 19 BAB III TINJAUAN KONDISI EKSISTING LINGKUNGAN

23

penduduk memiliki rasa keterkaitan tersendiri terhadap lingkungan Simpang

Dago tersebut. Nilai positif hunian yang sangat dirasakan oleh penduduk

adalah faktor lokasinya yang sangat strategis (terutama sangat dekat dengan

tempat kerja) serta rasa kebersamaan dan keterikatan yang tinggi terhadap

komunitasnya.

Adapun hal negatif yang dirasakan oleh warga tentang permukiman di Kawasan

Simpang Dago ini adalah seputar masalah keterbatasan lahan dan tidak adanya

regulasi yang jelas. Disamping hal tersebut, permasalahan utama yang sangat

meresahkan warga adalah tentang ketidakjelasan status kepemilikan hunian.

Hingga saat ini Kawasan Permukiman Simpang Dago telah membangun

beberapa fasilitas untuk kegiatan bersama, diantaranya adalah bangunan

peribadatan (masjid), Gedung Olahraga dan aula. Adapun fasilitas tambahan

yang diinginkan penghuni adalah penghijauan, pengadaan tempat bermain

anak dan pembenahan permukiman dan bantaran sungai.

3.1.4 Sikap Penduduk Terhadap Karakteristik Plot

Sebelumnya tahun 1987, status permukiman di kawasan campuran Simpang

Dago adalah hak guna bangunan (HGB). Namun sejak terbitnya SK Kotamadya

(1987) untuk pembangunan Mall di Kawasan Simpang Dago, mulai terjadi

pertentangan antara warga dengan Pemerintah Daerah. Penghuni berusaha

mempertahankan tempat tinggalnya sementara Pemda dan pihak-pihak

tertentu menginginkan pembongkaran kawasan pasar dan permukiman. Sejak

saat itu, status permukiman tersebut menjadi tidak jelas dan hingga saat ini

pemerintah pun tidak menyelenggarakan atau membuat suatu aturan baku

sebagai upaya penjelasan status lahan (tidak ada lagi pemungutan sewa tanah

dan pembayaran PBB).

Kondisi utilitas di kawasan ini sudah diperlengkapi dengan sambungan listrik

(PLN) dan pengadaan air bersih (PDAM dan sumur). Untuk pembuangan air

kotor, hingga saat ini belum ada saluran drainase yang terencana. Seluruh

buangan air kotor dialirkan langsung menuju sungai Cisadea.

Page 28: KAJIAN FENOMENA PERMUKIMAN PADAT KAWASAN …lib.itenas.ac.id/kti/wp-content/uploads/2013/11/Kajian-fenomena... · 2.4.3 Persampahan 19 BAB III TINJAUAN KONDISI EKSISTING LINGKUNGAN

24

Karakteristik plot di Kawasan Simpang Dago termasuk lahan yang subur

mengingat sebelumnya daerah ini adalah persawahan. Sejak penduduk

berdatangan dan kemudian membeli tanah garapan hingga akhirnya

membangun perumahan diatasnya, tanah di kawasan tersebut saat ini hampir

seluruhnya telah ditutup oleh bangunan dan perkerasan. Dikarenakan

ketidakjelasan status permukiman, banyak penduduk yang membangun

‘seenaknya’ di kawasan tersebut tanpa mempertimbangkan kondisi dan

dampaknya kepada lingkungan. Untuk beberapa penduduk, ketidakjelasan

status ini justru menjadi ‘lahan’ tersendiri untuk mempergunakan dan

membangun lahan yang ada demi kepentingan pribadi tanpa

mempertimbangkan akibatnya.

3.1.5 Hubungan antara Rumah Tangga dengan Permukimannya

Hingga saat ini terlihat dua hal yang sangat bertentangan mengenai hubungan

penghuni terhadap tempat tinggalnya. Di satu sisi, sebagian besar penghuni

merasa sudah sangat kerasan dan nyaman tinggal di lingkungan huniannya ,

namun disisi lain penghuni kurang memperhatikan kondisi fisik lingkungannya

(disebabkan ketidakjelasan status hunian). Banyak warga yang ingin

memperbaiki kondisi fisik rumah dan lingkungannya agar lebih sehat namun

terhambat oleh rasa cemas jika sewaktu-waktu permukiman tersebut

dibongkar. Meskipun sebagian besar penduduk bekerja di sektor informal yang

jumlah penghasilannya tidak menentu, penghuni memiliki keinginan untuk

membenahi kondisi fisik perumahan dan lingkungan asalkan ada kejelasan

status kepemilikan.

Kondisi perumahan yang ada saat ini umumnya masing-masing memiliki KM

dan dapur pribadi disamping ruang utama lainnya (ruang tidur dan ruang

keluarga/tamu). Fase pembangunan rumah tersebut dilakukan secara

bertahap/rumah tumbuh. Karakteristik bangunan umumnya adalah permanen

dan hanya sedikit yang menggunakan bahan semi permanen. Pembangunan

perumahan tersebut didanai secara pribadi, hanya fasilitas umum dan

perbaikan bantaran sungai yang didanai secara swadaya masyarakat. Adapun

Page 29: KAJIAN FENOMENA PERMUKIMAN PADAT KAWASAN …lib.itenas.ac.id/kti/wp-content/uploads/2013/11/Kajian-fenomena... · 2.4.3 Persampahan 19 BAB III TINJAUAN KONDISI EKSISTING LINGKUNGAN

25

kondisi bangunan perumahan di kawasan tersebut sangat bervariasi namun

secara keseluruhan cukup baik.

3.1.6 Potensi-Potensi Keterlibatan Komunitas

Penghuni di Kawasan Permukiman Pasar Simpang Dago memiliki hubungan

sosial dan kekerabatan yang sangat tinggi. Selain kondisi fisik yang

membentuk masyarakat untuk hidup saling berdekatan, juga ada perasaan

kebersamaan dan tenggang rasa yang sangat tinggi diantara sesama penghuni.

Hingga saat ini aktivitas-aktivitas bersama seperti pengajian, karang taruna,

hingga gotong royong penduduk untuk membersihkan lingkungan dan sekitar

bantaran sungai masih rutin dilaksanakan. Berdasarkan hasil wawancara

dengan beberapa warga, masyarakat sangat mendukung dan bersedia untuk

berpartisipasi jika suatu saat akan diadakan perbaikan kondisi lingkungan di

kawasan tersebut asalkan ada kejelasan status kepemilikan. Adapun untuk

tingkat affordabilitas warga dalam upaya memperbaiki kualitas lingkungannya

apabila tidak ada bantuan dari pemerintah setempat, warga bersepakat mampu

menyisihkan tabungannnya sekitar Rp. 50.000,- per bulan, sedangkan untuk

pelanggaran permukiman yang terjadi, warga bersedia untuk melakukan

penertiban dengan kesadaran sendiri.

3.1.7 Permintaan Permukiman

Saat ini, permintaan penduduk yang paling utama adalah tentang kejelasan

status hunian agar bisa menjadi hak milik. Untuk itu, penduduk sangat

mengharapkan bantuan pemda dan warga Bandung untuk mewujudkan

harapkan tersebut. Dalam usaha perbaikan kondisi fisik, penduduk tidak terlalu

mempermasalahkan bentuk / tipe perumahan tertentu. Penduduk hanya

menginginkan untuk tetap tinggal di lokasi permukiman Simpang Dago yang

dilengkapi dengan perbaikan dan peningkatan kualitas lingkungan yang dapat

membentuk permukiman menjadi lebih teratur, memiliki penghijauan serta

kelengkapan utilitas yang semakin baik.

Page 30: KAJIAN FENOMENA PERMUKIMAN PADAT KAWASAN …lib.itenas.ac.id/kti/wp-content/uploads/2013/11/Kajian-fenomena... · 2.4.3 Persampahan 19 BAB III TINJAUAN KONDISI EKSISTING LINGKUNGAN

26

3.2 GAMBARAN EKSISTING LINGKUNGAN PASAR SIMPANG DAGO

Pada gambar ini terlihat jalan masuk ke dalam

lingkungan permukiman. Jalan masuk ini tidak

begitu kurang dapat dikenali karena terdapat

banyak pedagang yang berjualan di depan

jalan masuk tersebut. Sehingga bagi orang

yang baru masuk ke permukiman simpang,

tidak dapat menemukan jalan masuk ke

kawasan tersebut dengan cepat.

Setelah masuk dari jalan masuk tadi, kita akan

dapatkan jalan pedestrian yang berada di

lingkungan permukiman ini agak lapang dan

sedikit lebih luas dengan jalan yang menurun

(berkontur). Terdapat Bangunan penduduk

yang telah permanen dengan menggunakan

pembatas pagar tembok. Suasana lingkungan

masih terasa lebih lapang.

Gambar disamping menunjukkan

pedestrian menuju ke arah Mesjid.

Terlihat jalan tersebut menurun

dengan kemiringan + 30o dan tanpa

dilengkapi saluran drainase pada

kedua sisinya. Tidak adanya peraturan

GSB sehingga mengakibatkan

bangunan rumah tidak teratur.

Page 31: KAJIAN FENOMENA PERMUKIMAN PADAT KAWASAN …lib.itenas.ac.id/kti/wp-content/uploads/2013/11/Kajian-fenomena... · 2.4.3 Persampahan 19 BAB III TINJAUAN KONDISI EKSISTING LINGKUNGAN

27

Gambar disamping menunjukkan gang

sempit yang merupakan salah satu

alternatif jalan masuk ke dalam

permukiman. Dari gambar kita dapat

melihat suasana lingkungan yang terkesan

menghimpit, tidak teratur, gelap dan tidak

terawat. Bangunan di samping kanan

adalah bangunan 3 lantai yang merupakan

ruko (toko berada di lantai atas,

sedangkan hunian berada pada lantai

bawahnya. Bangunan di samping kiri

merupakan hunian permanen.

Gambar disamping menunjukkan lorong

terusan dari gang yang sebelumnya.

Lebar lorong tersebut + 1 m, dengan

suasana lingkungan yang terkesan

sempit, gelap dan lembab. Gambar

disamping diambil pukul 12.00, sehingga

dapat memperlihatkan sinar matahari

yang masuk ke dalam lorong. Adapun

sinar matahari yang bisa masuk ke

lorong tersebut hanya pada kisaran

waktu pukul 11.00 – 13..00. Bangunan

yang berada di sampingnya, terdiri dari

bangunan rumah tinggal 1 dan 2 lantai.

Page 32: KAJIAN FENOMENA PERMUKIMAN PADAT KAWASAN …lib.itenas.ac.id/kti/wp-content/uploads/2013/11/Kajian-fenomena... · 2.4.3 Persampahan 19 BAB III TINJAUAN KONDISI EKSISTING LINGKUNGAN

28

Gambar ini merupakan gorong-gorong

yang dialiri sungai. Di atas gorong-

gorong tersebut terdapat bangunan

retail (warnet dan rental komputer)

yang menyalahi aturan membangun.

Terlihat saluran air sungai yang sudah

mengalami penyempitan akibat

penduduk disekitarnya memperluas

bangunan tempat tingganya. Saluran

ini digunakan oleh penduduk setempat

sebagai tempat pembuangan air kotor

dan faeces, karena sebagian

penduduk belum memiliki septictank.

Terlihat ruang terbuka yang digunakan

oleh penghuni rumah untuk menjemur

kerupuk. Adanya bangunan tinggi yang

merupakan bangunan yang berada di

atas gorong-gorong. Ruang terbuka

berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai

ruang bermain anak

Terlihat dua buah bangunan hunian

yang saling berhadapan menuju ke

arah mesjid. Bangunan lantai atas

digunakan untuk kamar kontrakan (kos

– kosan) jarak antar bangunan + 2 m,

sehingga dapat menghalangi

masuknya cahaya matahari dan udara

ke dalam bangunan.

Page 33: KAJIAN FENOMENA PERMUKIMAN PADAT KAWASAN …lib.itenas.ac.id/kti/wp-content/uploads/2013/11/Kajian-fenomena... · 2.4.3 Persampahan 19 BAB III TINJAUAN KONDISI EKSISTING LINGKUNGAN

29

Gambar disamping menunjukkan

jalan masuk menuju GOR dan

mesjid dari jalan alternatif yang

dapat digunakan sebagai tempat

bersosialisasi, berolahraga

(badminton) dan acara-acara warga

di lingkungan setempat.

Gambar disamping menunjukkan

tampak sisi lain, dimana GOR dan

Mesjid terlihat saling berhadapan.

Kedua ruangan ini menampung

aktivitas bersama warga berupa

ibadah dan olah raga.

Dari gambar disamping terlihat

bangunan rumah tinggal yang

berada diatas sungai (masih semi

permanen) yang digunakan sebagai

rumah kontrakan. Bangunan ini

telah menyalahi aturan karena

berdiri diatas aliran sungai.

Page 34: KAJIAN FENOMENA PERMUKIMAN PADAT KAWASAN …lib.itenas.ac.id/kti/wp-content/uploads/2013/11/Kajian-fenomena... · 2.4.3 Persampahan 19 BAB III TINJAUAN KONDISI EKSISTING LINGKUNGAN

30

Gambar disamping menunjukkan tampak

dari sisi yang berlawanan dari gambar

sebelumnya dimana posisi belakang

bangunan rumah tinggal langsung menempel

dengan sisi sungai. Pipa-pipa utilitas dari

lantai atas bangunan tersebut langsung

dialirkan ke sungai.

Dari gambar disamping terlihat bangunan

berlantai dua yang berada di atas sungai

yang terletak saling berhadapan dengan

jarak bangunan + 1 m. Posisi kedua

bangunan tersebut menyebabkan suasana

terkesan sempit dan gelap. Terlihat juga

bangunan rumah tinggal (yang dilingkari)

berdiri diatas sungai sebagai perluasan

ruang tamu dari rumah induk.

Suasana lingkungan yang jalannya menuju

ke arah Jl. Tubagus Ismail dengan lebar

jalan + 1,2 m dan bangunan rumah tinggal

satu lantai. Cahaya matahari masih

memungkinkan masuk ke dalam ruangan

rumah. Pada sisi kiri terdapat saluran air

kotor berupa selokan kecil yang bermuara ke

arah sungai.

Page 35: KAJIAN FENOMENA PERMUKIMAN PADAT KAWASAN …lib.itenas.ac.id/kti/wp-content/uploads/2013/11/Kajian-fenomena... · 2.4.3 Persampahan 19 BAB III TINJAUAN KONDISI EKSISTING LINGKUNGAN

31

Kedua gambar diatas menunjukkan kondisi sungai yang terletak pada bagian

Selatan permukiman dimana aliran semakin menyempit di kedua sisinya dan

langsung berbatasan dengan dinding rumah penduduk.

Gambar disamping menunjukkan

ruang terbuka yang terdapat pada

sisi Jl. Tubagus Ismail. Lapangan

olah raga ini dapat dicapai dari arah

permukiman sebagai tempat aktivitas

masyarakat untuk melakukan olah

raga dan sangat berpotensi untuk

ditingkatkan kualitasnya.

Page 36: KAJIAN FENOMENA PERMUKIMAN PADAT KAWASAN …lib.itenas.ac.id/kti/wp-content/uploads/2013/11/Kajian-fenomena... · 2.4.3 Persampahan 19 BAB III TINJAUAN KONDISI EKSISTING LINGKUNGAN

32

BAB IV

ANALISIS EKSISTING LINGKUNGAN

Proses analisis ekisting lingkungan permukiman Pasar Simpang akan dilakukan

dalam dua tahapan ,yaitu analisis lingkungan makro dan mikro. Pada analisis

lingkungan makro akan diuraikan permasalahan-permasalahan yang

menyangkut hubungan antara areal Simpang Dago dengan kawasan

disekitarnya dalam bentuk analisis area dan bentuk tapak. Sedangkan untuk

lingkungan mikro, analisis akan lebih difokuskan pada permasalahan kualitas

fisik, berupa permasalahan diseputar kondisi iklim mikro (yang selama ini masih

kurang baik) terutama yang menyangkut masalah pencahayaan, penghawaan

dan sanitasi lingkungan serta tidak adanya ruang – ruang terbuka untuk

melakukan kegiatan bermain, sosial dan berinteraksi antar warga. Adapun

masalah sanitasi lingkungan seperti air bersih, air kotor dan sampah masih

perlu ditingkatkan sistem distribusi dan pembuangannya.

4.1 ANALISIS LINGKUNGAN MAKRO

Page 37: KAJIAN FENOMENA PERMUKIMAN PADAT KAWASAN …lib.itenas.ac.id/kti/wp-content/uploads/2013/11/Kajian-fenomena... · 2.4.3 Persampahan 19 BAB III TINJAUAN KONDISI EKSISTING LINGKUNGAN

33

4.1.1 Area dan Bentuk Tapak

4.1.2 Tata Guna Lahan

Page 38: KAJIAN FENOMENA PERMUKIMAN PADAT KAWASAN …lib.itenas.ac.id/kti/wp-content/uploads/2013/11/Kajian-fenomena... · 2.4.3 Persampahan 19 BAB III TINJAUAN KONDISI EKSISTING LINGKUNGAN

34

4.1.3 Peta Topografi

4.2 ANALISIS LINGKUNGAN MIKRO

4.2.1 Aspek Legal

Rumah yang dibangun di atas sungai telah menyalahi peraturan bangunan

karena telah menggunakan fasilitas publik untuk kepentingan pribadi, selain itu

Page 39: KAJIAN FENOMENA PERMUKIMAN PADAT KAWASAN …lib.itenas.ac.id/kti/wp-content/uploads/2013/11/Kajian-fenomena... · 2.4.3 Persampahan 19 BAB III TINJAUAN KONDISI EKSISTING LINGKUNGAN

35

dapat pula menimbulkan bahaya apabila sewaktu-waktu terjadi banjir yang

dapat merobohkan bangunan di atasnya.

Dari gambar dibawah terlihat bahwa daerah aliran sungai yang berada di

belakang perumahan berkesan gelap dan tidak terawat. Kondisi ini

sesungguhnya berpotensi untuk dikembangkan menjadi daerah muka sungai

dengan cara membuka alur pedestrian di kedua tepinya.

Page 40: KAJIAN FENOMENA PERMUKIMAN PADAT KAWASAN …lib.itenas.ac.id/kti/wp-content/uploads/2013/11/Kajian-fenomena... · 2.4.3 Persampahan 19 BAB III TINJAUAN KONDISI EKSISTING LINGKUNGAN

36

Pada gambar diatas terlihat adanya lorong sempit yang berada diantara dua

rumah bertingkat sehingga menimbulkan kesan gelap walaupun pada siang

hari. Pada gambar pun terlihat adanya bangunan rumah (yang bercat biru)

yang dibangun di atas sungai oleh pemilik rumah tersebut sebagai perluasan

ruang tamunya. Dari kondisi tersebut terlihat bahwa rumah-rumah yang

dibangun di atas sungai, selain menyalahi aturan juga mengakibatkan

terbentuknya ruang luar yang sempit dan gelap dimana udara dan cahaya tidak

dapat masuk ke dalam bangunan.

Page 41: KAJIAN FENOMENA PERMUKIMAN PADAT KAWASAN …lib.itenas.ac.id/kti/wp-content/uploads/2013/11/Kajian-fenomena... · 2.4.3 Persampahan 19 BAB III TINJAUAN KONDISI EKSISTING LINGKUNGAN

37

4.2.2 Aspek Mikro Klimat

Dari gambar diatas terlihat suasana ruang yang sangat sempit dan menekan

dimana jalan yang berada diantaranya hanya selebar 1 m. Kondisi bangunan

yang cukup tinggi (rumah 2-3 lantai) serta lebar gang yang sangat sempit

berakibat pada kondisi iklim mikro lingkungan yang kurang sehat dimana

pencahayaan dan penghawaan alami yang dapat masuk sangatlah sedikit.

Gambar di bawah ini menunjukkan kondisi yang sama pada salah satu gang

yang terletak di blok berikutnya.

Page 42: KAJIAN FENOMENA PERMUKIMAN PADAT KAWASAN …lib.itenas.ac.id/kti/wp-content/uploads/2013/11/Kajian-fenomena... · 2.4.3 Persampahan 19 BAB III TINJAUAN KONDISI EKSISTING LINGKUNGAN

38

Gambar diatas menunjukkan dua rumah yang terletak saling berhadapan tanpa

halaman. Skala ruang luar yang terbentuk pada lingkungan ini terasa cukup

baik, namun kondisi pencahayaan dan penghawaan masih sangat kurang.

4.2.3 Aspek Lingkungan

Gambar diatas menunjukkan entrance (jalan masuk) menuju kawasan

permukiman Pasar Simpang dari Jl. Ir. H. Juanda. Dari gambar terlihat bahwa

pintu masuk tersebut tampak kurang mengundang dan tidak mudah ‘dikenali’

oleh orang luar. Hal ini disebabkan tidak adanya tanda masuk kawasan dan

Page 43: KAJIAN FENOMENA PERMUKIMAN PADAT KAWASAN …lib.itenas.ac.id/kti/wp-content/uploads/2013/11/Kajian-fenomena... · 2.4.3 Persampahan 19 BAB III TINJAUAN KONDISI EKSISTING LINGKUNGAN

39

terhalangnya akses masuk tersebut oleh para pedagang kakilima yang

berjualan di sepanjang muka kawasan.

Setelah masuk ke dalam kawasan permukiman, akan terlihat jalan yang agak

menurun seperti yang tampak pada gambar diatas. Pada gambar tersebut

terlihat bahwa walaupun jarak antar rumah dan suasana pedestrian yang

terbentuk terasa cukup lapang, namun wajah bangunan disekitarnya tampak

masih belum teratur.

Page 44: KAJIAN FENOMENA PERMUKIMAN PADAT KAWASAN …lib.itenas.ac.id/kti/wp-content/uploads/2013/11/Kajian-fenomena... · 2.4.3 Persampahan 19 BAB III TINJAUAN KONDISI EKSISTING LINGKUNGAN

40

Ruang Terbuka

4.1.1 Aspek Sanitasi

Pada Kawasan Permukiman Pasar Simpang terdapat bangunan retail yang

dibangun di atas sungai (gorong-gorong) seperti yang tampak pada gambar

diatas. Pelanggaran bangunan terjadi karena tidak adanya pengawasan dari

aparat setempat. Selain melanggar aturan, bangunan ini pun dirasakan kurang

aman dari segi konstruksi.

Begitu pula dengan kondisi ruang terbuka yang ada (seperti yang terlihat pada

gambar diatas) dimana hingga saat ini penggunaanya masih belum optimal dah

hanya digunakan oleh penduduk setempat sebagai tempat menjemur bahan

dagangan. Ruang terbuka ini sesungguhnya sangat berpotensi untuk

dimanfaatkan sebagai ruang bersama ataupun ruang bermain anak.

Page 45: KAJIAN FENOMENA PERMUKIMAN PADAT KAWASAN …lib.itenas.ac.id/kti/wp-content/uploads/2013/11/Kajian-fenomena... · 2.4.3 Persampahan 19 BAB III TINJAUAN KONDISI EKSISTING LINGKUNGAN

41

Gambar diatas menunjukkan rumah tinggal yang digunakan sebagai kos-kosan

untuk mahasiswa. Di sebelah rumah tersebut terdapat area lahan kosong dan

turap sungai yang dapat dimanfaatkan sebagai ruang terbuka dan ruang

bermain anak. Begitu pula dengan ruang terbuka yang terletak bersebelahan

dengan Jl. Tubagus Ismail, dimana cukup berpotensi untuk dimanfaatkan

sebagai ruang bermain dan lapangan olah raga. Adapun lokasi ruang terbuka

ini dapat dilihat pada gambar berikut.

Page 46: KAJIAN FENOMENA PERMUKIMAN PADAT KAWASAN …lib.itenas.ac.id/kti/wp-content/uploads/2013/11/Kajian-fenomena... · 2.4.3 Persampahan 19 BAB III TINJAUAN KONDISI EKSISTING LINGKUNGAN

42

4.2.4 Aspek Sanitasi

Gambar-gambar disamping

menunjukkan kondisi utilitas sanitasi

lingkungan Simpang Dago, dimana

sungai menjadi saluran utama

pembuangan air kotor. Keberadaan

sungai yang berbatasan langsung

dengan rumah tinggal, turut

menyebabkan kelembaban pada

lingkungannya. Dari gambar

disamping pun terlihat bahwa beberapa

ruas jalan telah dilengkapi dengan

saluran drainase terbuka.

Untuk pembuangan sampah, pada area

permukiman ini belum tersedia TPS

tersendiri karena warga telah

bersepakat agar masing-masing

langsung membuang sampah ke

container yang ada di Pasar Simpang

Page 47: KAJIAN FENOMENA PERMUKIMAN PADAT KAWASAN …lib.itenas.ac.id/kti/wp-content/uploads/2013/11/Kajian-fenomena... · 2.4.3 Persampahan 19 BAB III TINJAUAN KONDISI EKSISTING LINGKUNGAN

43

a. Air Bersih

Dari pengamatan dilapangan diperoleh masukan bahwa kebutuhan air bersih

untuk satu keluarga adalah sebesar 70-80 lt/orang/hr dengan rincian 1 unit

rumah terdiri dari 4-5 orang.

Kebanyakan sumber air baku yang digunakan dikawasan adalah dari sumur bor

dan sebagaian lagi menggunakan jasa pelayanan PAM.

Kebutuhan air bersih untuk keperluan rumah tangga satu keluarga adalah

sebesar 400 lt/keluarga/hr.

b. Air Kotor

Berdasarkan pengamatan terhadap 23 unit rumah yang berada di sepanjang

bantaran Sungai Cisadea, sebagian besar membuang limbahnya langsung ke

badan-badan sungai/kali dan bahkan ada beberapa rumah langsung membuang

faeces ke kali tanpa melalui proses penghancuran. Begitu pula dengan

limpahan air hujan dan limbah rumah tangga yang dialirkan langsung ke badan-

badan sungai/kali.

Berdasarkan uraian tersebut, dapat dikatakan seluruh pembuangan air kotor di

permukiman tersebut bermuara ke kali Cisadea. Adapun jumlah aiir limbah

yang dihasilkan setiap unit rumah berdasarkan pengamatan adalah sebesar 40

lt/org/hr dengan rincian satu unit rumah terdiri dari 4 – 5 orang.

c. Persampahan

Masyarakat kawasan Permukiman Pasar Simpang Dago telah mengupayakan

agar kawasan tempat tinggalnya selalu bersih. Hal ini tercermin dari keaktifan

masyarakat yang selalu menjaga kebersihan, baik kebersihan di sekitar

rumahnya (pribadi) maupun lingkungan sekitarnya (bergotong-royong). Dalam

hal pembuangan sampah, setiap keluarga melakukan pembuangan sampahnya

masing-masing ke tempat pembuangan sampah umum yang telah tersedia di

depan Pasar Simpang Dago.

Page 48: KAJIAN FENOMENA PERMUKIMAN PADAT KAWASAN …lib.itenas.ac.id/kti/wp-content/uploads/2013/11/Kajian-fenomena... · 2.4.3 Persampahan 19 BAB III TINJAUAN KONDISI EKSISTING LINGKUNGAN

44

BAB V

KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

PENGEMBANGAN LINGKUNGAN

5.1 SKENARIO PENGEMBANGAN LINGKUNGAN

Dalam upaya mengembangkan kualitas lingkungan Kawasan Permukiman Pasar

Simpang Dago, konsep yang akan digunakan adalah skenario optimis terhadap

usaha peningkatan variabel-variabel pengembangan mikro klimat, lingkungan

dan sanitasi. Melalui usaha ini diharapkan akan membawa dampak positif

terhadap kondisi kesehatan masyarakat dan kawasan (jangka pendek) serta

dapat turut mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat kawasan

tersebut (jangka panjang). Untuk menjalankan rencana tersebut, dibutuhkan

adanya keterlibatan (partisipasi) masyarakat dimana setiap penghuni

diharapkan dapat memberikan kontribusi, baik dalam bentuk moril, materil

maupun sumbangsih tenaga.

Rencana pengembangan akan dilakukan dengan merujuk pada variabel-variabel

utama pada lingkungan yang dianggap sebagai kunci utama dalam aspek

peningkatan kualitas lingkungan. Adapun variabel-variabel tersebut adalah :

1. Variabel Mikro Klimat

Dalam membangun mikro klimat yang sehat, faktor utama yang menjadi

perhatian adalah kondisi udara sekitar dan intensitas pencahayaan.

2. Variabel Lingkungan Sehat

Untuk membangun lingkungan sehat dapat diwujudkan melalui kondisi fisik

serta kondisi sosial komunitas yang baik. Perwujudan kondisi fisik dapat

dicapai melalui tersedianya alur sirkulasi yang efisien dan efektif serta

adanya ruang-ruang terbuka yang dapat menampung aktifitas masyarakat

setempat.

Page 49: KAJIAN FENOMENA PERMUKIMAN PADAT KAWASAN …lib.itenas.ac.id/kti/wp-content/uploads/2013/11/Kajian-fenomena... · 2.4.3 Persampahan 19 BAB III TINJAUAN KONDISI EKSISTING LINGKUNGAN

45

3. Variabel Sanitasi Lingkungan

Melalui sanitasi lingkungan yang sehat, diharapkan akan turut meningkatkan

kualitas fisik lingkungan di Kawasan Pasar Simpang. Adapun jenis perbaikan

yang akan diusulkan adalah perbaikan sistem dan saluran air bersih, air

kotor dan pembuangan sampah.

5.2 VISI PENGEMBANGAN LINGKUNGAN

Visi yang diharapkan adalah :

1. “Menciptakan kondisi lingkungan permukiman Kawasan Simpang yang

bersih, sehat dan layak huni”

2. “Penertiban dan pemanfaatan potensi bantaran Sungai Cisadea agar tertib

dan sehat namun tetap memiliki daya guna dan estetika lingkungan yang

tinggi”.

Secara lebih terperinci, visi diatas dapat diterjemahkan melalui upaya-upaya

sebagai berikut :

1. Menciptakan Lingkungan Kawasan Permukiman Pasar Simpang yang

mempunyai kondisi mikro klimat yang sehat melalui sirkulasi udara dan

pencahayaan yang baik dan bersih.

2. Menjadikan Kawasan Permukiman Simpang sebagai lingkungan yang lebih

baik dan teratur melalui penataan sirkulasi dan penyediaan sarana ruang

terbuka yang memadai.

3. Menata dan memperbaiki sanitasi permukiman serta penertiban bantaran

sungai untuk mewujudkan kondisi lingkungan yang lebih teratur, bersih dan

sehat.

Page 50: KAJIAN FENOMENA PERMUKIMAN PADAT KAWASAN …lib.itenas.ac.id/kti/wp-content/uploads/2013/11/Kajian-fenomena... · 2.4.3 Persampahan 19 BAB III TINJAUAN KONDISI EKSISTING LINGKUNGAN

46

5.3 INDIKATOR PENCAPAIAN VISI

Dalam upaya mencapai visi ‘Kawasan Permukiman Pasar Simpang yang Bersih

dan Sehat’, digunakan indikator-indikator perbaikan fisik lingkungan sebagai

berikut:

No Variabel Unsur Variabel

Indikator Perbaikan

1 Mikro klimat Udara Keterbukaan ruang antara masa bangunan (makro)Sirkulasi udara dalam ruang (mikro)

Cahaya Tercapainya standar intensitas cahaya di dalam dan di luar ruangan

2 Lingkungan Sirkulasi Kejelasan pencapaian dan kesesuaian standar dimensi dan persyaratanTertatanya alur sirkulasi di area permukiman dan di bantaran sungai

Ruang Terbuka Ketersediaan ruang-ruang terbuka untuk melakukan aktivitas sosial masyarakat

Pe pe nataan lingkungan hijau 3 Sanitasi Air Bersih Keteraturan penyediaan dan sistem

distribusi air bersih

Air Kotor Pengaturan sistem pembuangan saluran air kotor

Sampah Terciptanya lingkungan yang bersih dari sampah

5.4 STRATEGI PENGEMBANGAN LINGKUNGAN

Untuk mewujudkan visi diatas, digunakan strategi pengembangan lingkungan

yang menjadi acuan untuk membangun dan mengembangkan kawasan

permukiman Pasar Simpang. Adapun strategi tersebut terdiri dari 3 tahap

pelaksanaan dimana masing-masing tahapan memiliki tengat waktu

pelaksanaan yang berbeda. Langkah-langkah strategi ini dapat dilihat pada

tabel berikut ini.

Page 51: KAJIAN FENOMENA PERMUKIMAN PADAT KAWASAN …lib.itenas.ac.id/kti/wp-content/uploads/2013/11/Kajian-fenomena... · 2.4.3 Persampahan 19 BAB III TINJAUAN KONDISI EKSISTING LINGKUNGAN

47

Tabel Strategi Perencanaan Pengembangan Lingkungan Permukiman Pasar Simpang

Tahapan VariabelMikroklimat

VariabelLingkungan

VariabelSanitasi

Waktu Pelaksanaan

Tahap I • Melakukan sosialisasi dan pemahaman akan pentingnya penataan lingkungan yang sehat• Mendiskusikan dan menyusun program-program perbaikan dan pengembangan lingkungan bersama

dengan warga setempat. • Membatasi perkembangan kepadatan penduduk sesuai dengan kepadatan eksisting (Tidak diperkenankan

terjadi pertambahan penduduk)

2004 - 2006

Tahap II Membongkar bangunan- bangunan yang melanggar peraturan dan aspek legal.Melakukan penataan bangunan melalui pemunduran dinding luar atas dan bawah pada beberapa rumah yang bermasalah dengan pencahayaan dan penghawaan.Menata bukaan-bukaan pada dinding bangunan agar cahaya dan udara dpat masuk ke dalam bangunan.

Melakukan penataan sirkulasi untuk memu- dahkan pencapaian sesuai dengan persyaratan – persyaratan yang ada.Memberikan sentuhan estetika pada ruang-ruang sirkulasi melalui penanaman pohon rambat dan pengecatan.Menggalakkan penghijauan pada unit rumah untuk mengeliminasi keaneka-ragaman tampak.Meningkatkan pemanfaatan ruang-ruang terbuka untuk diberdayakan sebagai ruang bermain anak dan tempat bersosialisasi warga.

Memperbaiki pengadaan dan pendistribusian air bersih dari PDAM.Membenahi sistem pembuangan air kotor dengan membuat septiktank, saluran air kotor rumah tangga dan saluran drainase.Penertiban pembuangan sam-pah rumah tangga dengan menggunakan kantong-kantong plastik dan penambahan 1 buah TPS baru.

2007 - 2015

Tahap III Melakukan pengontrolan tatanan bangunan terutama dalam hal pencahayaan dan penghawaan.Melakukan pengontrolan terhadap perkembangan permukiman

Penataan bantaran Sungai Cisadea melalui pembuatan pedestrian dan penghijauan pada kedua sisinya .Melakukan pengontrolan terhadap ruang-ruang sirkulasi yang terbentuk serta mengawasi keberlanjutannya.

Mengawasi kelancaran distri busi air bersih yang diterima warga sesuai dengan standard kelayakan kebutuhan manusia (80 liter/hari / orang)Mengontrol kelancaran sistem pembuangan air kotor Mengontrol ketertiban pembu-angan sampah

2016 – 2020

Tahap IV Warga telah mampu meneruskan dan menjaga keberlanjutan program 2021 - Seterusnya

Page 52: KAJIAN FENOMENA PERMUKIMAN PADAT KAWASAN …lib.itenas.ac.id/kti/wp-content/uploads/2013/11/Kajian-fenomena... · 2.4.3 Persampahan 19 BAB III TINJAUAN KONDISI EKSISTING LINGKUNGAN

48

5.5 TAKTIK PERENCANAAN PENGEMBANGAN LINGKUNGAN

Guna mewujudkan strategi perencanaan pengembangan lingkungan kawasan

Simpang, maka dibuat beberapa taktik perencanaan yang meliputi :

1. Mikroklimat

1. Pembongkaran bangunan yang berdiri diatas sungai yang melanggar

aspek legal (Garis Sempadan Sungai). Hal ini dilakukan selain untuk

ketertiban juga sebagai upaya mengembalikan kondisi alami dan

keterbukaan sungai.

2. Untuk memperbaiki dan mendapatkan masukan udara dan cahaya pada

bangunan, maka dilakukan pemunduran dinding atas pada bangunan-

bangunan tinggi yang berada disekitar gang sempit selebar + 1 meter

dari garis dinding terluar yang ada.

3. Pemunduran dinding dan area lantai bawah bangunan yang berada

disepanjang garis tepi sungai selebar + 1 meter untuk dijadikan

pedestrian disepanjang sisi sungai sehingga dapat dimanfaatkan sebagai

alur sirkulasi manusia dan bukan sebagai daerah belakang.

2. Lingkungan

• Penataan sirkulasi yang dilengkapi saluran drainase pada sisinya.

• Pemilihan bahan pedestrian yang dapat menyerap air.

• Pemanfaatan dan penataan ruang terbuka yang sudah ada serta

melengkapinya dengan elemen estetika.

• Penghijauan kawasan melalui penanaman pohon-pohon rambat (setiap

rumah dianjurkan menanam 1 pohon untuk penghijauan).

3. Sanitasi

• Setiap rumah diharapkan akan mempunyai tangki septik sendiri pada area

kavling rumahnya.

• Sistem distribusi air bersih dilakukan melalui PDAM dan sumur timba

Page 53: KAJIAN FENOMENA PERMUKIMAN PADAT KAWASAN …lib.itenas.ac.id/kti/wp-content/uploads/2013/11/Kajian-fenomena... · 2.4.3 Persampahan 19 BAB III TINJAUAN KONDISI EKSISTING LINGKUNGAN

49

• Sistem pembuangan air kotor menggunakan sistem saringan tananam

bedeng pasir.

• Sistem pembuangan sampah bagi para penduduk setempat dilakukan

dengan cara konvensional (penduduk langsung membuang sampahnya ke

kontainer yang ada di depan Pasar Simpang), sedangkan pada area di

sekitar pedestrian dan ruang-ruang terbuka lainnya akan dilengkapi

dengan tong-tong sampah di setiap jarak 200 m.

5.6 TAKTIK PERANCANGAN PENGEMBANGAN LINGKUNGAN

5.6.1 Peta Kondisi Area Perencanaan

Peta A menggambarkan kondisi eksisting area sepanjang sungai yang akan

mengalami penataan. Pada tahap ini, beberapa bangunan yang terletak di

pinggir sungai (bangunan merah) akan mengalami penertiban ataupun

pembongkaran, berikut penataan bagi ruang terbuka. Pada gambar diatas

terlihat ada 3 buah ruang terbuka yang akan mengalami penataan kembali.

Peta B menunjukkan bagian-bagian bangunan yang akan dilakukan

pembongkaran ataupun penertiban/pemunduran (merah).

A B

Page 54: KAJIAN FENOMENA PERMUKIMAN PADAT KAWASAN …lib.itenas.ac.id/kti/wp-content/uploads/2013/11/Kajian-fenomena... · 2.4.3 Persampahan 19 BAB III TINJAUAN KONDISI EKSISTING LINGKUNGAN

50

5.6.2 Aspek Legalitas

Sesuai peraturan, semua bangunan yang berada di atas sungai (rumah kost

dan rental komputer) harus dipindahkan atau dibongkar. Berikut upaya

penertiban sungai, bagi bangunan-bangunan yang berada di pinggir sungai

akan dilakukan konsolidasi lahan selebar + 1 m untuk dijadikan area pelebaran

sungai, sirkulasi dan penghijauan.

Peta C memperlihatkan situasi akhir

dari penataan , dimana terdapat

pedestrian pada kedua sisi sungai

dan bagian bawah bangunan sudah

mundur 1 m. Pada gambar, tampak

jalur pedestrian di sepanjang sungai

yang menghubungkan ke 3 ruang

terbuka pada permukiman ini.

CC

Page 55: KAJIAN FENOMENA PERMUKIMAN PADAT KAWASAN …lib.itenas.ac.id/kti/wp-content/uploads/2013/11/Kajian-fenomena... · 2.4.3 Persampahan 19 BAB III TINJAUAN KONDISI EKSISTING LINGKUNGAN

51

Gambar diatas menunjukkan tampak bangunan-bangunan yang melakukan

ekspansi di atas sungai. Sesuai dengan peraturan dan kesepakatan bersama

untuk meningkatkan kualitas ruang permukiman berikut keselamatan dan

kesehatan warga, maka bangunan tersebut akan dibongkar.

Adanya penambahan bangunan rumah tinggal ke arah sungai telah

menyebabkan lebar sungai menjadi semakin sempit dan bahkan saat ini telah

menjadi seperti selokan kecil. Untuk mengembalikan kondisi alami sungai dan

untuk menertibkannya, maka diharapkan penduduk merelakan sebagian tanah

dan bangunan mereka untuk digunakan sebagai penghijauan disepanjang

sungai. Adapun jenis penghijauan yang akan dilakukan disepanjang sungai

tersebut adalah berupa penanaman tanaman rambat dan tanaman khusus

seperti kuping gajah yang juga berfungsi sebagai infiltrasi pembuangan air

kotor dari rumah ke sungai. Bangunan komersial yang berada di atas gorong-

gorong akan dibongkar karena selain menyalahi peraturan juga berbahaya dari

segi konstruksi. Ruang terbuka hasil pembongkaran dapat digunakan sebagai

ruang bermain anak.

Page 56: KAJIAN FENOMENA PERMUKIMAN PADAT KAWASAN …lib.itenas.ac.id/kti/wp-content/uploads/2013/11/Kajian-fenomena... · 2.4.3 Persampahan 19 BAB III TINJAUAN KONDISI EKSISTING LINGKUNGAN

52

Dari gambar di atas terlihat rumah tinggal yang berada di atas sungai. Jika

bangunan ini telah dibongkar, maka daerah tersebut dapat dimanfaatkan

sebagai jalur pedestrian tidak gelap lagi.

5.6.3 Aspek Mikro Klimat

Untuk mengoptimalkan cahaya matahari dan hembusan angin pada bangunan

yang terletak terlalu berdekatan, maka lantai atas bangunan yang berdekatan

akan dimundurkan selebar + 1 m.

Page 57: KAJIAN FENOMENA PERMUKIMAN PADAT KAWASAN …lib.itenas.ac.id/kti/wp-content/uploads/2013/11/Kajian-fenomena... · 2.4.3 Persampahan 19 BAB III TINJAUAN KONDISI EKSISTING LINGKUNGAN

53

5.6.4 Aspek Lingkungan

Adapun unsur-unsur lingkungan yang menjadi fokus dalam perbaikan adalah :

5.6.4.1 Area masuk (entrance) ke Permukiman

Dengan memberikan perhatian khusus pada desain entrance (dengan

menambahkan rancangan atap bertumpuk), akan memberikan kesan visual

yang kuat sebagai pintu masuk utama ke permukiman Pasar Simpang Dago.

Page 58: KAJIAN FENOMENA PERMUKIMAN PADAT KAWASAN …lib.itenas.ac.id/kti/wp-content/uploads/2013/11/Kajian-fenomena... · 2.4.3 Persampahan 19 BAB III TINJAUAN KONDISI EKSISTING LINGKUNGAN

54

5.6.4.2 Ruang Terbuka

Perencanaan ruang terbuka dilakukan dengan berfokus pada peruntukan bagi

ruang bermain anak (ruang terbuka 1, ruang terbuka 2 dan ruang terbuka 3).

Saat ini, penggunaan ruang terbuka yang sudah adaa belum termanfaatkan

dengan baik. Untuk perencanaan ke depan, ruang-ruang terbuka ini akan

dimanfaatkan sebagai :

1. Ruang terbuka 1 di sebelah Barat untuk tempat bermain anak

2. Ruang terbuka 2 didesain dengan memanfaatkan kemiringan tanah yaitu

pembuatan tangga yang juga difungsikan sebagai akses sirkulasi ke

seberang sungai

3. Ruang terbuka 3 untuk tempat bermain anak dan berolah raga.

1

3

2

Page 59: KAJIAN FENOMENA PERMUKIMAN PADAT KAWASAN …lib.itenas.ac.id/kti/wp-content/uploads/2013/11/Kajian-fenomena... · 2.4.3 Persampahan 19 BAB III TINJAUAN KONDISI EKSISTING LINGKUNGAN

55

a. Ruang Terbuka I

Ruang terbuka I diatas selama ini hanya dimanfaatkan oleh penduduk

sekitarnya sebagai tempat menjemur bahan dagangannya. Ruang terbuka ini

sesungguhnya memiliki potensi untuk ditingkatkan kualitasnya menjadi ruang

bersama dan ruang bermain anak. Untuk menghidupkan suasana, ruang ini pun

akan dilengkapi dengan area untuk duduk, peralatan bermain anak dan taman

yang berfungsi sebagai penghijauan untuk lingkungan sekitarnya.

Page 60: KAJIAN FENOMENA PERMUKIMAN PADAT KAWASAN …lib.itenas.ac.id/kti/wp-content/uploads/2013/11/Kajian-fenomena... · 2.4.3 Persampahan 19 BAB III TINJAUAN KONDISI EKSISTING LINGKUNGAN

56

b. Ruang Terbuka II

Ruang sisa pada turap bantaran sungai yang selama ini hanya ditumbuhi oleh

tanaman liar dan tidak dimanfaatkan oleh penduduk sekitarnya, sesungguhnya

dapat dimanfaatkan sebagai ruang terbuka untuk bermain anak, seperti terlihat

pada gambar di atas. Adapun desain perancangan diterapkan, dapat bersifat

aktraktif sehingga dapat menambah kreativitas anak-anak yang sedang

bermain di tepi sungai.

Page 61: KAJIAN FENOMENA PERMUKIMAN PADAT KAWASAN …lib.itenas.ac.id/kti/wp-content/uploads/2013/11/Kajian-fenomena... · 2.4.3 Persampahan 19 BAB III TINJAUAN KONDISI EKSISTING LINGKUNGAN

57

c. Ruang Terbuka III

Ruang terbuka yang berada tepat di Jl. Tubagus Ismail ini selain berfungsi

sebagai tempat olahraga terbuka, juga dapat dimanfaatkan sebagai tempat

bermain anak pada lahan yang masih tersisa. Untuk keamanan dan privasi,

daerah ini akan diberi pembatas berupa pagar sehingga tidak langsung terlihat

oleh orang-orang yang melintasi Jl. Tubagus Ismail.

Page 62: KAJIAN FENOMENA PERMUKIMAN PADAT KAWASAN …lib.itenas.ac.id/kti/wp-content/uploads/2013/11/Kajian-fenomena... · 2.4.3 Persampahan 19 BAB III TINJAUAN KONDISI EKSISTING LINGKUNGAN

58

5.6.4.3 Penataan Daerah Pinggir Sungai

Setiap bangunan yang membelakangi bantaran sungai atau yang berada tepat

di pinggir sungai akan dilakukan pemunduran bagian bawah (Lt. 1) selebar ± 1

meter untuk sirkulasi dan penghijauan. Adapun penghijauan melalui

penanaman pohon rambat dan pohon perdu ini pun dimaksudkan sebagai

bagian dari proses infiltrasi air kotor yang akan masuk ke dalam aliran sungai.

Untuk penertiban lingkungan, akan dilakukan pembongkaran terhadap

bangunan-bangunan yang berdiri di atas sungai. Adapun lahan hasil

pembongkaran tersebut akan dimanfaatkan sebagai ruang terbuka,

penghijauan dan jembatan atas sungai.

Secara 3 dimensi, tampilan tatanan bangunan perumahan dan pedestrian

Kawasan Pasar Simpang yang terletak di sepanjang Sungai Cisadea dapat

dilihat pada gambar berikut ini.

Page 63: KAJIAN FENOMENA PERMUKIMAN PADAT KAWASAN …lib.itenas.ac.id/kti/wp-content/uploads/2013/11/Kajian-fenomena... · 2.4.3 Persampahan 19 BAB III TINJAUAN KONDISI EKSISTING LINGKUNGAN

59

Gambar diatas menampilkan kondisi lingkungan yang telah diperbaiki, dimana

telah dilakukan pemunduran bangunan dan pembongkaran rumah di atas

sungai. Dengan adanya ‘keterbukaan’ lingkungan, diharapkan penduduk

setempat akan lebih leluasa dalam memanfaatkan dan merawat ruang terbuka

dan pedestrian yang berada di daerah bantaran sungai.

Page 64: KAJIAN FENOMENA PERMUKIMAN PADAT KAWASAN …lib.itenas.ac.id/kti/wp-content/uploads/2013/11/Kajian-fenomena... · 2.4.3 Persampahan 19 BAB III TINJAUAN KONDISI EKSISTING LINGKUNGAN

60

5.6.4.4 Sketsa Tiga Dimensi

a. Ilustrasi Maket Perencanaan Kawasan Permukiman Pasar Simpang

Dago (RT. 02)

Page 65: KAJIAN FENOMENA PERMUKIMAN PADAT KAWASAN …lib.itenas.ac.id/kti/wp-content/uploads/2013/11/Kajian-fenomena... · 2.4.3 Persampahan 19 BAB III TINJAUAN KONDISI EKSISTING LINGKUNGAN

61

b. Sketsa Perencanaan Blok Plan Kawasan

Perspektif Blok Plan dari Arah Jl. Tubagus Ismail

Perspektif Blok Plan dari Arah Jl. Ir. H. Juanda

Page 66: KAJIAN FENOMENA PERMUKIMAN PADAT KAWASAN …lib.itenas.ac.id/kti/wp-content/uploads/2013/11/Kajian-fenomena... · 2.4.3 Persampahan 19 BAB III TINJAUAN KONDISI EKSISTING LINGKUNGAN

62

c. Rencana Tampak Kawasan

Tampak dari Arah Jl. Dipati Ukur

Tampak dari Arah Jl. Tubagus Ismail

Page 67: KAJIAN FENOMENA PERMUKIMAN PADAT KAWASAN …lib.itenas.ac.id/kti/wp-content/uploads/2013/11/Kajian-fenomena... · 2.4.3 Persampahan 19 BAB III TINJAUAN KONDISI EKSISTING LINGKUNGAN

63

d. Sketsa Kondisi Lingkungan (Setelah Perbaikan)

Rencana Penghijauan dan Pedestrian di Samping Bantaran Sungai

Sketsa Kondisi Perumahan yang Telah Dilakukan Pemunduran untuk

Akses Pedestrian dan Penghijauan

Page 68: KAJIAN FENOMENA PERMUKIMAN PADAT KAWASAN …lib.itenas.ac.id/kti/wp-content/uploads/2013/11/Kajian-fenomena... · 2.4.3 Persampahan 19 BAB III TINJAUAN KONDISI EKSISTING LINGKUNGAN

64

Sketsa Suasana Pedestrian di Sekitar Bantaran Sungai

Sketsa Suasana Pedestrian di Sekitar Bantaran Sungai

Page 69: KAJIAN FENOMENA PERMUKIMAN PADAT KAWASAN …lib.itenas.ac.id/kti/wp-content/uploads/2013/11/Kajian-fenomena... · 2.4.3 Persampahan 19 BAB III TINJAUAN KONDISI EKSISTING LINGKUNGAN

65

Sketsa (Rencana Perbaikan) Kondisi Wajah Bangunan Setelah Sungai Tidak Lagi Menjadi Daerah Belakang

Sketsa Kondisi Perumahan di Sepanjang Pinggiran Sungai Setelah Dilakukan Pemunduran Selebar + 1 m untuk Akses Pedestrian, Penghijauan dan STBP

Page 70: KAJIAN FENOMENA PERMUKIMAN PADAT KAWASAN …lib.itenas.ac.id/kti/wp-content/uploads/2013/11/Kajian-fenomena... · 2.4.3 Persampahan 19 BAB III TINJAUAN KONDISI EKSISTING LINGKUNGAN

66

Suasana Ruang Terbuka di Daerah Bantaran Sungai Sebagai Hasil Perbaikan Lingkungan

Suasana Ruang Terbuka di Daerah Bantaran Sungai dari Sudut Perspektif Lain

Page 71: KAJIAN FENOMENA PERMUKIMAN PADAT KAWASAN …lib.itenas.ac.id/kti/wp-content/uploads/2013/11/Kajian-fenomena... · 2.4.3 Persampahan 19 BAB III TINJAUAN KONDISI EKSISTING LINGKUNGAN

67

5.6.4.5 Penghijauan Lingkungan

Dalam upaya ‘menghijaukan’ kawasan simpang, dilakukan program penanaman

pohon-pohon rambat dimana setiap rumah dianjurkan menanam 1 pohon untuk

penghijauan. Program ini pun dimaksudkan untuk mempersatukan tampak

bangunan yang saat ini masih terlihat berbeda-beda (Konsep Unity).

Page 72: KAJIAN FENOMENA PERMUKIMAN PADAT KAWASAN …lib.itenas.ac.id/kti/wp-content/uploads/2013/11/Kajian-fenomena... · 2.4.3 Persampahan 19 BAB III TINJAUAN KONDISI EKSISTING LINGKUNGAN

68

5.6.5 Sanitasi Lingkungan

Sesuai dengan kondisi dan konsep perancangan kawasan seperti yang telah

diuraikan diatas, aplikasi dan penerapannya terhadap sistem sanitasi

lingkungan adalah sebagai berikut :

5.6.5.1 Sistem Pembuangan Air Kotor dan Drainase

A. Sistem Pembuangan Air Kotor (Drainase).

Untuk menertibkan sistem pembuangan air kotor, akan dibuatkan sistem aliran

tunggal dimana aliran dari semua pembuangan (yang terdiri dari air limbah

rumah tangga, air limbah small interceptor/septictank, air hujan, air cucian dan

lain-lain) dialirkan menjadi satu dalam sistem drainase. Adapun ukuran dan

diameter pipa pembuangan yang akan digunakan, disesuaikan dengan rata-rata

debit aliran air kotor yang dihasilkan oleh dari setiap rumah tangga yaitu

sebesar Ø80-100 mm.

B. Septictank

Septictank dibuat oleh setiap unit rumah dengan kapasitas 4-5 orang per

keluarga. Adapun ukuran septiktank dibuat dengan lebar 1m, panjang 2,5 m

dan tinggi 3 m atau disesuaikan dengan kemampuan keluarga. Saptiktank

dengan ukuran sebesar ini dapat dikuras minimal 1 tahun sekali. Pembuatan

septictank dapat dibuat dibawah bangunan hunian rumah, sehingga tidak

mengambil lahan atau menambah lahan. Dengan konsep demikian,

pembangunan septictank dapat meningkatkan efisiensi lahan tanpa mengurangi

aspek kesehatan, sanitasi dan kebersihan lingkungan.

C. Saringan Tanaman Bedeng Pasir (STBP) Bioremediasi

Pengelolaan limbah pada lingkungan permukiman yang distudi dilakukan

dengan Treatment Saringan Tanaman Bedeng Pasir (STBP) atau yang dikenal

dengan istilah Bioremediasi. Pada kawasan permukiman Simpang, STBP ini

dapat dibangun disepanjang aliran Sungai Cisadea dengan ukuran tertentu

Page 73: KAJIAN FENOMENA PERMUKIMAN PADAT KAWASAN …lib.itenas.ac.id/kti/wp-content/uploads/2013/11/Kajian-fenomena... · 2.4.3 Persampahan 19 BAB III TINJAUAN KONDISI EKSISTING LINGKUNGAN

69

dengan mengikuti alur kali. Konsep ini dapat diterapkan dan disesuaikan

dengan kesiapan financial masyarakat, donatur atau bantuan pemerintah.

Masing-masing bak STBP ini mempunyai inlet yang bersumber dari saluran

pembuangan air kotor/drainase dan outlet yang mengarah pada badan kali.

Dengan demikian air kotor yang akan masuk ke sungai secara otomatis telah

tersaring dan memiliki kandungan pencemar yang cukup rendah.

Adapun jenis tanaman yang dapat digunakan untuk STBP ini adalah tanaman

Talas-talasan (Thyponium Javanicum Sp) atau Tanaman Kangkung (Ipoemoa

Aquatica Forsk) dan mendong (scirpus liotaralis). Pada kawasan Simpang, jenis

tanaman yang akan digunakan adalah Kuping Gajah, Pandan, dll yang dalam

hal ini akan difungsikan juga sebagai tanaman penghijauan disepanjang sungai.

Ilustrasi penggunaan Saringan Tanaman Bedeng Pasir disepanjang bantaran

sungai, dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Bak Bioremediasi yg aka dibuat di titik-titik bantaran kali

inlet

Outlet dibuang ke Kali

Irisan penampang Bak

Treatment Bioremediasi

Lahan yang dipergunakan untuk Saringan Tanaman Bedeng Pasir sedapat

mungkin bermuara dalam suatu sistem pengaliran air kotor (Sungai Cisadea)

dimana untuk peresapannya dibutuhkan area selebar 0.2 m di sepanjang

Saringan Tanaman Bedeng Pasir

Page 74: KAJIAN FENOMENA PERMUKIMAN PADAT KAWASAN …lib.itenas.ac.id/kti/wp-content/uploads/2013/11/Kajian-fenomena... · 2.4.3 Persampahan 19 BAB III TINJAUAN KONDISI EKSISTING LINGKUNGAN

70

bantaran sungai. Berdasarkan hal tersebut, konsep saringan treatment biologis

ini akan dialokasikan di sepanjang bentaran sungai dan bersebelahan dengan

pedestrian. Manfaat lain dari penggunaan STBP ini adalah adanya manfaat

ganda dari penghijauan yang secara umum dapat meningkatkan kesehatan

sekaligus meningkatkan estetika kawasan.

Keterangan ∅ : = 100 mm = 75 mm

= 50 mm = 40 mm

Page 75: KAJIAN FENOMENA PERMUKIMAN PADAT KAWASAN …lib.itenas.ac.id/kti/wp-content/uploads/2013/11/Kajian-fenomena... · 2.4.3 Persampahan 19 BAB III TINJAUAN KONDISI EKSISTING LINGKUNGAN

71

5.6.5.2 Air Bersih

Berdasarkan kondisi yang ada saat ini, sebagian besar penduduk memperoleh

sumber air bersih dari sumur galian yang dibangun oleh masing-masing hunian

dan hanya sebagian kecil yang memperoleh distribusi air bersih dari PDAM.

Dengan bertambahnya jumlah penduduk dan pengingkatan kepadatan

kawasan, akan berakibat pada semakin berkurangnya area serapan air bersih

yang pada akhirnya akan semakin mengurangi kuantitas maupun kualitas air

tanah yang ada pada kawasan tersebut. Bila hal ini terjadi secara terus

menerus, akan berdampak pada kelangkaan air bersih. Untuk itu dibutuhkan

konsep penyediaan air bersih alternatif dilingkungan ini.

Adapun langkah-langkah perbaikan yang dapat dilakukan adalah :

1. Memberikan tambahan jaringan distribusi PDAM terhadap permukiman yang

belum mendapat sambungan air bersih.

2. Bila memungkinkan pemerintah dapat memberikan bantuan berupa

pembuatan reservoar-reservoar untuk menekan penggunaan air bersih yang

berlebihan atau upaya pengehematan air tanah di kawasan ini.

3. Masyarakat melakukan upaya pembuatan reservoar secara swadaya untuk

kalangan sendiri.

5.6.5.3 Persampahan

Hingga saat ini, penduduk di permukiman Pasar Simpang telah sangat perduli

terhadap masalah persampahan di lingkungan permukimannya. Hal ini

tercermin dari tingginya tingkat partisipasi penduduk dalam menjaga

kebersihan lingkungan dan aktifnya penduduk untuk turut serta dalam program

kerja bakti yang dilakukan seminggu sekali.

Adapun upaya peningkatan kebersihan yang akan dilakukan pada kawasan ini

difokuskan pada area disekitar bantaran sungai yaitu area pedestrian dan area

ruang terbuka bersama.

Page 76: KAJIAN FENOMENA PERMUKIMAN PADAT KAWASAN …lib.itenas.ac.id/kti/wp-content/uploads/2013/11/Kajian-fenomena... · 2.4.3 Persampahan 19 BAB III TINJAUAN KONDISI EKSISTING LINGKUNGAN

72

Penerapan yang aplikatif terhadap peningkatan kondisi kebersihan di kawasan

ini dilakukan dengan mempertimbangkan:

1. Kapasitas dan daya dukung lingkungan

2. Sarana pengangkutan sampah (gerobak dorong) dari lingkungan menuju

kontainer di muka Pasar Simpang

3. Partisipasi dan peran serta masyarakat untuk turut serta menjaga

kebersihan lingkungan (membuang sampah pada tempatnya dan kelanjutan

program kerja bakti untuk membersihkan area bantaran sungai)

Dari fenomena tersebut, maka rancangan yang aplikatif untuk peningkatan

kondisi kebersihan di kawasan ini adalah dengan memberikan sarana tong

sampah di tempat-tempat strategis, disetiap jarak sekitar 200 meter. Cara ini

digunakan karena disamping biayanya murah, mobilitasnya pengangkutannya

pun jauh lebih mudah.

Page 77: KAJIAN FENOMENA PERMUKIMAN PADAT KAWASAN …lib.itenas.ac.id/kti/wp-content/uploads/2013/11/Kajian-fenomena... · 2.4.3 Persampahan 19 BAB III TINJAUAN KONDISI EKSISTING LINGKUNGAN

73

BAB VI

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

6.1 KESIMPULAN

Pada proses perencanaan dan perancangan perbaikan lingkungan permukiman

di kawasan Pasar Simpang Dago, ternyata dengan menemu kenali

permasalahan yang terjadi di lapangan melalui survey visual dan wawancara

terhadap masyarakat setempat, serta pencerapan suasana untuk melihat

fenomena-fenomena permukiman di kawasan tersebut, kita dapat

mengidentifikasi permasalahan permukiman yang ada dan mempunyai peluang

kemungkinan untuk dilakukan perbaikan. Dengan mengajak masyarakat untuk

berpartisipasi dalam memperbaiki kualitas lingkungannya, ternyata diperoleh

tanggapan yang baik, karena masyarakat memang mengharapkannya, asalkan

mereka dapat tetap tinggal di lokasi permukiman sekarang.

Melalui visi yang ditetapkan sebagai acuan untuk memperbaiki lingkungan,

maka dapat disusun strategi perencanaan yang direncanakan dapat

dilaksanakan dalam 4 tahapan, yaitu tahap 1 tahun 2004-2006, tahap 2 tahun

2007-2015, tqhqp 3 tahun 2016-2020 dan tahap 4 tahun 2021-selanjutnya,

yang menyangkut permasalahan 3 aspek penting kawasan Pasar Simpang

Dago, yaitu : aspek mikro klimat, aspek lingkungan dan aspek sanitasi.

• Aspek mikro klimat

Yaitu bagaimana menciptakan permukiman kawasan Pasar Simpang yang

mempunyai kondisi mikro klimat yang sehat, melalui perhatian utama

terhadap keterbukaan antar massa bangunan dengan mempertimbangkan

kondisi udara dan intensitas pencahayaan yang masuk ke dalam bangunan

dan alur sirkulasi yang ada di antara bangunan-bangunan.

Page 78: KAJIAN FENOMENA PERMUKIMAN PADAT KAWASAN …lib.itenas.ac.id/kti/wp-content/uploads/2013/11/Kajian-fenomena... · 2.4.3 Persampahan 19 BAB III TINJAUAN KONDISI EKSISTING LINGKUNGAN

74

• Aspek Lingkungan

Yaitu bagaimana menciptakan kejelasan pencapaian melalui keksesuaian

standar dimensi dan penataan sirkulasi sepanjang bantaran alur sungai

Cisadea yang pada saat ini menjadi daerah belakang dari rumah-rumah di

permukiman Pasar Simpang Dago. Selain itu untuk aspek lingkungan, juga

diberikan perhatian terhadap ketersediaannya ruang-ruang terbuka sebagai

tempat untuk melakukan kegiatan bermain dan aktivitas sosial warga, serta

penataan penghijauan sebagai upaya untuk menciptakan kesatuan tampak

lingkungan atau dengan kata lain sebagai upaya mengeliminasi kekacauan

bentuk atau wajah lingkungan.

• Aspek sanitasi

Yaitu upaya penataan sistim sanitasi melalui pengaturan penyediaan dan

distribusi air bersih, pengaturan sistim pembuangan air kotor dan

pengaturan sistim pembuangan sampah warga .

Dari strategi perencanaan yang telah disusun, maka dapat ditetapkan taktik

perancangan untuk ketiga aspek diatas, yang merupakan langkah nyata untuk

mewujudkan lingkungan permukiman Pasar Simpang yang sehat dan

mempunyai kualitas lingkungan yang baik.

Sebagai taktik perancangan untuk aspek mikro klimat, dilakukan langkah-

langkah pembongkaran terhadap bangunan-bangunan yang berpotensi

memberikan permasalahan terhadap penciptaan iklim mikro dan pelanggaran

aspek legal. Pembongkaran bangunan dapat berupa membongkar seluruh

maupun sebagian bangunan, sesuai dengan taktik perencanaan secara

bertahap. Kemudian, setelah pembongkaran selesai dilakukan upaya penataan

estetika lingkungan berupa pengecatan ataupun penanaman pohon rambat.

Taktik perancangan untuk penataan lingkungan, meliputi penataan sirkulasi dan

peningkatan kualitas ruang terbuka yang disertai dengan penghijauan

kawasan. Adapun untuk taktik perancangan penataan sanitasi, dilakukan

pengaturan mengenai sistim penyediaan dan distribusi air bersih, air kotor dan

Page 79: KAJIAN FENOMENA PERMUKIMAN PADAT KAWASAN …lib.itenas.ac.id/kti/wp-content/uploads/2013/11/Kajian-fenomena... · 2.4.3 Persampahan 19 BAB III TINJAUAN KONDISI EKSISTING LINGKUNGAN

75

sistim pembuangan sampah yang diharapkan dapat terencana secara terpadu,

efektif dan efisien.

Dengan menerapkan langkah-langkah perencanaan yang sistematis dan

bertahap, melalui kegiatan gotong royong dan mengajak masyarakat

berpartisipasi aktif, maka upaya peningkatan kualitas lingkungan permukiman

akan mudah terlaksana tanpa ada yang merasa berat atau terbebani.

6.2 REKOMENDASI

Untuk melaksanakan upaya peningkatan perbaikan kualitas permukiman

Kawasan Pasar Simpang Dago, sebaiknya ada satu institusi, apakah dari pihak

pemerintah, LSM atau pendidikan yang kompeten, yang terlibat sebagai

konselor dan motivator dalam menetapkan setiap langkah perencanaan, mulai

dari penentuan visi, strategi perencanaan dan taktik perancangan.

Dan akan sangat baik serta memudahkan apabila seluruh warga dapat terlibat

secara aktif dalam urun gagas dan urun rembug yang dilakukan. Selain itu

dalam pelaksanaan di lapangan peran serta dari masyarakat sangat diharapkan,

karena dengan melibatkan masyarakat setempat, mereka akan lebih merasa

memiliki fasilitas-fasilitas yang telah tersedia dan pada akhirnya mereka akan

tetap menjaga lingkungan permukiman mereka dengan baik.

Diperlukan pula adanya kesepakatan tertulis dari masyarakat, agar

pembangunan yang dilakukan sesuai dengan peraturan yang ada dan

kesepakatan bersama.

Page 80: KAJIAN FENOMENA PERMUKIMAN PADAT KAWASAN …lib.itenas.ac.id/kti/wp-content/uploads/2013/11/Kajian-fenomena... · 2.4.3 Persampahan 19 BAB III TINJAUAN KONDISI EKSISTING LINGKUNGAN

DAFTAR PUSTAKA

1. Cluskey, Jim Mc, (1979), Road Form and Townscape, The Architecture

Press,London.

2. Culpin, Clifford and Partners, (1983), Urban Projects Manual, Liverpool

University Press in Association With Fairstead Press, Liverpool.

3. Hasan, Elim, (1989), Permukiman Sungai Cikapundung, Thesis S2

Departemen Teknik Arsitektur ITB, Bandung.

4. Klossterman, Emmy, (1983), (West Java Rural Water Suply) Prinsip-prinsip

Teknik Penyehatan Dalam Bidang Penyediaan Air Bersih, Bandung.

5. Lynch, Kevin, (1968), Image Of The City, MIT Press, London.

6. Latief, Abdul, Dkk, (1985), Suatu Studi Masalah Sampah dan

Penanggulangannya di Kotamadya Ujung Pandang, Universitas Hasanudin,

Ujung Pandang.

7. Pratikno, Priyo (2001), Kampung Kota, Sebuah Elemen Penyangga Sistem

Kota Yang Berkelanjutan, Sustainable Architecture, Semarang – Indonesia.

8. Reed, R.A, (1995), Sustainable Sewerage, Guidelines For Community

Schemes, Intermediate Technology Publications, London.

9. Serageldin, Ismail, (1997), The Architecture Of Empowerment, Academy

Editions, London.

10. Sregeg I Gede,(1998), Efektivitas Saringan Bioremediasi Tanaman Mendong

(Scirpus Littoralis Schard), Kangkung (Ipoemoa Aquatica Forsk) dan Tales-

talesan (Typhonium javanicum Miq) melalui Ujicoba Lapang Skala Kecil dan

Simulasi Laboratorium, Desertasi, Program Pasca Sarjana, IPB, Bogor