KAJIAN FENOMENA PERMUKIMAN PADAT KAWASAN...
Transcript of KAJIAN FENOMENA PERMUKIMAN PADAT KAWASAN...
LAPORAN PENELITIAN
KAJIAN FENOMENA PERMUKIMAN PADATKAWASAN PASAR SIMPANG DAGO, BANDUNG
Oleh :Dwi Kustianingrum
JURUSAN TEKNIK ARSITEKTURFAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
INSTITUT TEKNOLOGI NASIONALBANDUNG
2013
Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi Tridharma Perguruan Tinggi Dosen
Tetap
Institut Teknologi Nasional Bandung
JUDUL :
KAJIAN FENOMENA PERMUKIMAN PADATKAWASAN PASAR SIMPANG DAGO, BANDUNG
Oleh :
Dwi Kustianingrum
Mengetahui,
Dekan, Ketua Jurusan
(Ir. Abinhot Sihotang, M.T.) (Ir. Tecky Hendrarto, M.M)
INSTITUT TEKNOLOGI NASIONALFAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR
2013
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Allah SWT , yang karena berkat rahmat dan karunia-Nya penyusun dapat menyelesaikan laporan penelitian yang berjudul Kajian Fenomena Permukiman Padat Kawasan Pasar Simpang Dago di Bandung.Tujuan penulisan ini adalah menguraikan dan menganalisis kondisi eksisting keadaan kawasan permukiman Pasar Simpang akibat berbagai masalah yang menyertainya, sehingga diketahui gambaran umum kondisi rumah tinggal pada permukimannya yang dititik beratkan kepada masalah kesehatan lingkungannya , terutama ketersediaan udara, cahaya matahari dan ruang terbuka. Kemudian dilakukan analisis taktik dan strategi yang dapat dilakukan sebagai upaya perbaikan lingkungan , agar tercapai kondisi permukiman yang layak huni bagi warganya. Strategi perbaikan lingkungan ini dilakukan dengan menyertakan ketersediaan keterlibatan warga setempat.Kawasan Pasar Simpang Dago diteliti menjadi area kajian karena memiliki keunikan permasalahan yang belum terselesaikan hingga kini dan berada pada zona mengambang pengembangan kota Bandung, dimana pembangunan terus berlanjut sementara pemukiman warga menjadi tak terperhatikan keberadaannya.Oleh karena itu penyusun mengharapkan kritik dan saran yang bersifat kostruktif dari pembaca untuk dijadikan sebagai masukan bagi penyusun.Semoga laporan ni dapat memberikan sumbangan pikiran serta manfaat bagi semua pihak yang membutuhkan dan dapat memperluas informasi dalam rangka meningkatkan pengetahuan dalam bidang Arsitektur, khususnya bidang Perumahan Permukiman.
Bandung, Juni 2013
Penyusun
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN 11.1 Latar Belakang 11.2 T u j u a n 31.3 Permasalahan 31.4 Metode Penelitian 31.5 Skema Kerangka Pemikiran 4
BAB II KAJIAN TEORI 52.1 Permukiman Sungai 52.2 Kampung Kota 82.3 Skala Ruang 102.4 Sanitasi Lingkungan 12
2.4.1 Sistem Drainase 132.4.2 Air Bersih 182.4.3 Persampahan 19
BAB III TINJAUAN KONDISI EKSISTING LINGKUNGAN 213.1 Survey Penghuni Dan Kebutuhan Terhadap Perumahan 21
3.1.1 Karakteristik Penduduk 213.1.2 Karakteristik Ekonomi Rumah Tangga 223.1.3 Sikap Penduduk Terhadap hunian 223.1.4 Sikap Penduduk Terhadap Karak-teristik Plot 233.1.5 Hubungan Antara Rumah Tangga dengan Permukimannya 24
3.2 Gambaran Eksisting Lingkungan Pasar Simpang 26
BAB IV ANALISIS EKSISTING LINGKUNGAN 324.1 Analisis Lingkungan Makro 32
4.1.1 Area dan Bentuk Tapak 334.1.2 Tata Guna Lahan 334.1.3 Peta Topografi 34
4.2 Analisis Lingkungan Mikro 344.2.1 Aspek Legal 344.2.2 Aspek Mikro Klimat 374.2.3 Aspek Lingkungan 384.2.4 Aspek Sanitasi 42
BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN PENGEMBANGAN LINGKUNGAN
44
5.1 Skenario Pengem-bangan Lingkungan 445.2 Visi Pengembangan Lingkungan 455.3 Indikator Pencapaian Visi 465.4 Strategi Pengembangan Lingkungan 465.5 Taktik Perencanaan Pengembangan Lingkungan 485.6 Taktik Perancangan Pengembangan Lingkungan 49
5.6.1 Peta Kondisi Area Perencanaan 495.6.2 Aspek Legalitas 505.6.3 Aspek Mikro Klimat 525.6.4 Aspek Lingkungan 535.6.5 Sanitasi Lingkungan 68
BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 736.1 Kesimpulan 736.2 Rekomendasi 75
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Pertumbuhan dan perkembangan kota yang dinamis sangat erat kaitannya
dengan perkembangan penduduk dan aktivitasnya. Seiring dengan proses
tersebut, pertumbuhan penduduk ini akan berimplikasi pada peningkatan
permintaan lahan yang semakin tinggi untuk alokasi kegiatan dan infrastruktur
pendukungnya. Namun demikian, suplai lahan memiliki sifat tetap dan terbatas
yang tidak memungkinkan ditampungnya seluruh permintaan. Akibatnya, harga
lahan diperkotaan menjadi tinggi dan selalu meningkat.
Permasalahan akan muncul bila pertumbuhan kota tidak terkendalikan, mulai
dari persoalan kemacetan hingga penurunan kualitas lingkungan akibat
berkembangnya kawasan kumuh di pusat kota. Perkembangan kawasan
kumuh berkepadatan tinggi di pusat kota sesungguhnya timbul akibat adanya
persaingan untuk memperoleh lahan sangat tinggi, sementara tidak semua
lapisan penduduk perkotaan mampu menjangkau harga tersebut. Golongan ini
pada akhirnya ‘terpaksa’ mencari dan memanfaatkan lahan-lahan kosong yang
ada di perkotaan baik legal maupun ilegal untuk dijadikan tempat hidup
ataupun tempat berusaha.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, dibutuhkan solusi yang tepat dimana
tidak saja berlandaskan pada upaya peningkatan mutu lingkungan, namun
tetap memperhatikan dan menampung kepentingan masyarakat yang tinggal di
lingkungan tersebut.
Peningkatan mutu lingkungan dalam penataan suatu kawasan permukiman
padat di pusat kota dengan nilai ekonomi lokasi yang tinggi, dimaksudkan
untuk memperbaiki dan meningkatkan tatanan sosial ekonomi kawasan yang
bersangkutan. Dengan demikian tatanan sosial ekonomi yang baru dapat lebih
mampu menunjang pengembangan wilayah lainnya dalam kota karena naiknya
2
efektifitas, efisiensi dan produktifitas kawasan tersebut. Dalam hal ini,
penanganan kawasan permukiman padat bukan semata-mata ditujukan pada
perbaikan fisik saja, tetapi juga perbaikan tatanan sosial ekonominya.
Pada beberapa kasus penanganan kawasan permukiman dengan kualitas
lingkungan yang rendah, seringkali hanya dilakukan secara parsial yang pada
akhirnya hanya akan memberikan kontribusi yang kecil dalam menangani
kawasan secara keseluruhan. Begitu juga dengan sistem pendekatan
perencanaan yang dilakukan, dimana seringkali tidak didasarkan pada
kebutuhan masyarakat. Hal ini akan mengakibatkan penanganan yang telah
dilakukan tidak dapat meningkatkan partisipasi aktif masyarakat dalam
memelihara dan meningkatkan kualitas lingkungan.
Kawasan Simpang Dago sebagai suatu kawasan dengan fungsi campuran
(hunian dan komersial) merupakan kawasan permukiman padat dengan nilai
ekonomi lokasi yang sangat tinggi dimana aktivitas ekonomi baik formal
maupun informal tumbuh dengan pesat. Seiring dengan berkembangnya
kawasan tersebut, pada kawasan ini pun timbul berbagai masalah, mulai dari
masalah PKL (Pedagang Kakilima), kemacetan lalulintas hingga masalah-
masalah diseputar hunian yang berada di sekitarnya, seperti penurunan kualitas
lingkungan dan minimnya pelayanan infrastruktur.
Sebagai kawasan dengan nilai ekonomi yang tinggi, kawasan ini banyak
diminati pihak luar yang ingin mengembangkan kawasan tersebut sebagai
kawasan komersial murni. Dengan status tanah yang sebagian besar milik
Pemda Kota Bandung, semakin memudahkan jalan pihak luar dalam meminta
kawasan ini untuk dikelola lebih lanjut. Hal inilah yang menjadi penyebab
Kawasan Simpang Dago bermasalah selama 16 tahun, dimana semenjak tahun
1987 pada rumah dan tempat usaha yang ada di kawasan tersebut sudah tidak
lagi dilakukan pemungutan PBB.
Selama ±16 tahun, Pasar Simpang menjadi kawasan yang tidak jelas statusnya
(Status Quo). Pada era pembangunan yang menjunjung tinggi asas
keterbukaan dan keberpihakan pada masyarakat, sesungguhnya penduduk
3
pada kawasan permukiman kampung kota dapat diajak untuk berembuk dan
duduk bersama untuk mencari pemecahan terbaik. Melalui metode pendekatan
dan perencanaan yang baik, perbaikan kualitas lingkungan di Kawasan Simpang
Dago pun dapat dirintis dan dikembangkan dalam suatu sistem yang
partisipatif.
1.2 TUJUAN
• Identifikasi fenomena permukiman padat yang kumuh di Kawasan Pasar
Simpang Dago.
• Identifikasi permasalahan permukiman di sepanjang Sungai Cisadea.
• Menganalisa permasalahan permukiman, konfigurasi bangunan dan ruang
terbuka, yang terdiri adari aspek mikro klimat, lingkungan sehat dan sanitasi.
• Memberikan konsep perencanaan perbaikan kondisi lingkungan.
1.3 PERMASALAHAN
Dari hasil survey lapangan di kawasan permukiman Pasar Simpang terdapat
beberapa permasalahan yang dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam
melakukan perencanaan pengembangan kawasan, yaitu
• Legalitas bangunan di sepanjang pinggiran Sungai Cisadea
• Perkembangan kepadatan penduduk dan bangunan yang berpengaruh pada
kualitas lingkungan fisik.
• Derajat ketertutupan ruang, kedekatan antar bangunan dan
ketidaktersediaannya ruang-ruang terbuka menyebabkan kondisi mikroklimat
menurun (pencahayaan, penghawaan dan kelembaban).
• Isu kesehatan lingkungan (drainase dan ruang terbuka).
1.4 METODE PENELITIAN
Upaya penelitian perencanaan pengembangan kualitas lingkungan kawasan
permukiman Pasar Simpang dilakukan dengan menggunakan metode
4
Kawasan Campuran (Perdagangan dan Hunian) yang berkepadatan Tinggi
(1980-sekarang)
Munculnya kegiatan Ekonomi & Hunian di
Sekitar Pasar Simpang
(1950-1960’an)
Peningkatan KepadatanPenduduk
Datangnya Penghuni Baru
Bertambahnya Anggota Keluarga
Ekspansi Vertikal &Horizontal
Pelanggaran Aspek Legal
(BCR dan GSB)
Penurunan Kualitas Lingkungan
Iklim Mikro, Penghijauan & Ruang Terbuka
(Masalah KDB)
Masalah Kebersihan, Kesehatan &
Sanitasi Lingkungan
fenomenologis, yaitu dengan melakukan eksplorasi dan pengamatan terhadap
semua kondisi, baik fisik maupun non fisik yang ada di lapangan. Kondisi ini
direkam dan dipetakan, dan dilihat semua permasalahan yang menyertainya.
Langkah selanjutnya adalah menganalisis permasalahan, yang dikaitkan dengan
beberapa teori yang berhubungan. Dari hasil analisis tersebut, diajukan
bagaimana konsep perencanaan pengembangan kawasan Pasar Simpang Dago,
yang menitik-beratkan pada usaha untuk meningkatkan kualitas lingkungan
fisiknya.
1.5 KERANGKA IDENTIFIKASI PERMASALAHAN PERMUKIMAN
SIMPANG DAGO
5
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 PERMUKIMAN SUNGAI
Fenomena-fenomena tentang sebuah pertumbuhan perkembangan suatu
kawasan di sekitar sungai sudah ada sejak peradaban manusia, bahkan karena
sungailah peradaban suatu zaman dapat berkembang dan mencapai
kejayaannya. Seperti lembah sungai Nil, Sungai Eufrat, Lembah Mesopotania
dan lain sebagainya. Fenomena-fenomena ini sangat berpengaruh terhadap
morfologi kota baik secara langsung maupun tidak langsung. Morfologi
kotapun harus bersandar pada hubungan-hubungan yang mengalaminya
seperti sejarah, dan yg mengakibatkan bentukan-bentukan kota tersebut.
Untuk mengetahui kekuatan-kekuatan terhadap bentukan-bentukan kota
tersebut, kita harus mengetahui berbagai konteks, sebab dan akibat
perubahan-perubahan kota seperti yang diungkapkan Amos Rapoport dalam
Introduction to Urban Planning bahwa suatu lingkungan permukiman hanya
dapat dipahami jika kita berbicara dalam konteks budaya atau keadaan
setempat dimana elemen-elemen tersebut. Jadi untuk menganlisa suatu
bentuk lingkungan diperlukan pemahaman tradisi yang berlaku di tempat
tersebut, dengan kata lain analisa harus berhubungan dengan waktu dan
budaya. Oleh karena itu dalam menganalisis suatu studi terhadap kawasan
morfologi kota modern, spesifiknya terhadap bentukan-bentukan suatu
lingkungan kawasan yang berbudaya harus melihat norma-norma,
kepercayaan, kebiasaan, serta aturan-aturan yang berlaku.
Menurut Amos Rapoport terdapat pula beberapa strategi yang dapat dilakukan
untuk meninjau budaya suatu kota yaitu :
• Suatu cara hidup yang memberikan ciri kelompok tersebut.
• Pengertian terhadap lambang-lambang serta terhadap kognitif.
6
• Seperangkat sratategi penyesuaian terhadap lingkungan dan sumber-
sumber yang ada.
Sungai sebagai salah satu unsur lingkungan sangat mempengaruhi pilihan-
pilihan cara hidup, cara membangun, dan mata pencaharian masyrakat yang
berada di sekitarnya. Bagaimana mereka memanfaatkannya ? jawabannya
sangat tergantung pada tingkat keterkaitan antara kehidupan mereka dengan
lingkungan sungai. Dalam konteks perkembangan perkotaan yang sangat pesat
mungkin mereka akan tinggal dan membangun rumah diatas air jika lingkungan
di darat sudah tidak menguntungkan sedangkan gangguan-gangguan seperti
banjir relative kecil. Mungkin juga mereka akan menjauhkan diri jika sungai
tersebut merupakan sumber bahaya, misalnya banjir atau tanah longsor.
Ada tiga kemungkinan penyebab berkembangnya budaya di pinggir sungai,
pertama budaya bercocok tanam yang membutuhkan air yang paling baik dekat
aliran sungai. Kedua sebagai tempat mata pencaharian atau nelayan,
kemungkinan terakhir karena sungai digunakan sebagai sarana transportasi.
Sedangkan pada konteks perkembangan perkotaan yang pesat perkembangan
kebudayaan mengarah pada bantaran sungai dan berakhir pada pemakaian
badan-badan air sungai sebagai tempat tinggal atau bahkan sebagai tempat
komersil. Dengan menggunakan teknologi moden bangunan yang berada diatas
air yang lebih dari sekedar tempat tinggal dan sangat arsitektural sudah ada
sejak abad pertengahan.
Kembali pada perrmukiman di kawasan sungai, sungai dalam kota selalu
mempengaruhi persepsi atau imej orang terhadap kota tersebut. Menurut
Kevin Lynch dalam bukunya Image of the City mengungkapkan bahwa sifat-
sifat visual lingkungan kota akan banyak mempengaruhi pandangan orang
terhadap kota tersebut. Lynch mengidentifikasikan lima unsur pokok yang
mempengaruhi citra terhadap kota yaitu :
• Paths, dalam pengertian alur atau lintasan yang digunakan orang untuk
bergerak dari satu tempat ke tempat lainnya. Paths dapat berupa lorong
jalan, pedestrian, sungai, jalan raya, dan sebagainya;
7
• Edges, yaitu elemen linear yang berupa tepian atau batasan suatu
kawasan yang dapat berupa tebing-tebing, jalan kereta api, sungai dan lain
sebagainya;
• District, suatu daerah atau kawasan yang mempunyai homogenitas fungsi
dan merupakan bagian dari kota, misalnya pasar, kompleks perumahan dan
lain sebagainya;
• Nodes, yaitu merupakan titik-titik strategis untuk berorientasi atau
melakukan pengamatan, biasanya terjadi karena pertemuan jalur paths
misalnya persimpangan jalan, tempat pemberhentian alur pergerakan, dan
lain sebagainya;
• Landmark, merupakan sesuatu yang menjadi acuan, dan dapat terlihat dari
segala penjuru dalam kota, misalnya menara, bangunan tinggi, pohon-
pohon tinggi dan lain sebagainya.
Kelima unsur inilah yang akan menjadi elemen yang paling meresap dalam
benak seseorang jika seseorang memasuki kota, terutama jika dia belum
mengenali kota tersebut secara utuh.
Dari kelima unsur ini yang paling kurang diperhatikan oleh perencana kota
adalah unsur Edges seperti penataan alur bantaran sungai. Untuk kasus ini
banyak terjadi dikota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Medan, Surbaya dan
lain sebagainya yang dari tahun ke tahun makin memprihatinkan. Adapun
umumnya kesan-kesan yang didapat dari lingkungan bantaran sungai adalah :
• sebuah lingkungan kotor yang membelah kota dengan segala
kesemrawutannya, sebagai tempat pembuangan dan sumber bau.;
• daerah padat (slum) dengan kepadatan yang cukup tinggi ± 1000 orang per
hektar tanpa aturan perencanaan dan terlepas dari pengawasan tata kota;
• daerah yang berkembang tanpa rencana seolah-olah tak ada peraturan tata
kota;
8
• tempat tinggal golongan miskin dengan standar penghidupan yang relative
rendah.
Hampir semua kota-kota di Pulau Jawa yang dilalui sungai mengalami
permasalahan yang sama. Untuk kota Bandung yang dilalui sungai
Cikapundung, perkembangan kependudukan sudah kian tinggi dan tingkat
pencemaran airnya pun sudah demikian tinggi, apalagi dilingkungan pusat kota.
Akibatnya, air sungai Cikapundung sudah tidak lagi dimanfaatkan sebagai air
minum atau keperluan lainnya. Demikian halnya dengan bagian-bagian kota
lainnya yang dilintasi sungai didalamnya.
2.2 KAMPUNG KOTA
Kampung kota secara historis adalah merupakan suatu bagian dari
permukiman yang telah berumur dimana melalui berbagai proses bentukan-
bentukan kota baik langsung maupun tidak langsung sehingga menjadi
kawasan yang stabil dan permanen.
Untuk menjadi sebuah kampung perkotaan, dari sebuah permukiman baru
diperlukan suatu proses kesinambungan kegiatan yang saling tumpang tindih
antara lingkungan dan kegiatan masyarakatnya yang ditengarai dengan :
• Keragaman penduduknya.
• Pemisahan kemampuan ekonomi warga yang selalu dibawah tekanan agar
tidak bergolak.
• Terbentuk buffer, antara berbagai ketimpangan seperti status dan
kemapanan.
• Mulai memudarnya akan tradisi, norma dan budaya hidup.
Ditinjau dari keberadaannya secara umum, kampung kota yang biasanya
berada pada belakang kawasan perniagaan, mampu memberikan ruang hidup
dan perlindungan bagi masyarakat miskin kota yang melibatkan sistem sosial
dan kekerabatan yang kental.
9
Jadi, dapat dikatakan kampung kota merupakan dilema bagi kehidupan
masyarakat kota, karena disatu sisi kampung identik dengan kemiskinan dan
dilain pihak kampung merupakan tempat berlindung dan penyangga dari
kawasan-kawasan peruntukkan kota lainnya.
Ditinjau dari asal-usul terbentuknya kampung kota, dapat dipahami terdapat
beberapa hal yang akan menimbulkan kebanggaan warga, mulai dari mitos
nenek moyang pembuka kampung, orang-orang yang berjasa dalam
pembentukkan kampung maupun warga yang mempunyai prestasi pribadi
ataupun konektifitas yang luas dengan lingkungan diluar kampungnya.
Pemahaman tentang kampung kota ternyata sangat bergantung pada banyak
hal, seperti kondisi kampung, letak kampung, dominasi kegiatan di dalam
kampung, maupun sumbangannya terhadap pembangunan kota.
Keberlangsungan kampung merupakan bagian penting dalam menopang fungsi
dan peruntukkan lainnya, yakni sebagai wilayah penyangga lingkungan
sekitarnya Perkembangan kotapun akan sangat kondusif bila permasalahan
kampung memperoleh perhatian, terutama pada hal-hal yang berkaitan
dengan penciptaan iklim mikro di dalam lingkungan permukimannya,
lingkungan yang sehat dan terjaga serta tertib dan lancarnya sistem sanitasi
lingkungan.
Kampung kota, menurut Wiryomartono (1991), sering dipandang secara
menyesatkan yaitu sebagai sebuah penyakit sosial kota. Pendapat tersebut
tidak mendukung tentang adanya indikasi bahwa struktur–struktur sosial
tersebut tak mampu berkembang sebagai entitas yang berkualitas ng sanggup
membentuk lingkungan budaya bermukim yang lebih manusiawi. Pergulatan
kampung yang bersaing dengan kehidupan kota merupakan pertarungan yang
tidak seimbang. Ketidak aturan, dis-orientasi, dis-integrasi struktur fisiknya
memang tidak dipersiapkan untuk menerima prinsip hirarki dan otoritas garis
perintah yang sistematis. Kampung berkembang secara spontan untuk nilai
aksesibilitas yang paling efektif. Secara arsitektural, kampung terbentuk dari
potensi tatanan nilai yang ada pada sistem kemasyarakatan yang lebih
10
menekankan pada kebutuhan internal. Dengan melihat pada tatanan demikian,
maka kampung berada pada pinggiran sistem kota.
Sedangkan menurut Saliya (1991) yang mengajak menenggarai permasalahan
bermukim secara komprehensif, hal ini dapat merupakan peluang bagi masa
depan kampung, dimana pemahaman terhadap pengaruh-pengaruh
perkembangan perangkat teknologi, perangkat informasi, perangkat organisasi
yang berkembang atau yang datang dari luar kampung, disamping masalah
kemanusiaannya itu sendiri. Yang paling utama adalah masalah kampung
haruslah dipandang sebagai permukiman yang manusiawi, sehingga harus
memperhatikan proses dan tradisi berarsitektur
2.3 SKALA RUANG
Untuk mendapatkan kesan dan persepsi ruang dalam melakukan pengamatan
pada satu lingkungan, dapat digunakan sistem skala, yaitu membandingkan
unsur atau elemen ruang dengan salah satu unsur yang ada yang dapat
dijadikan sebagai unsur pembandingnya. Menurut Jim Mc, Cluskey dalam
bukunya Road Form and Townscape, menerangkan bagaimana selubung
bangunan melalui ketinggian bidangnya dengan lebar ruang yang terjadi
diantara selubung-selubung bangunan tersebut dapat memberikan atau
menciptakan kesan dan persepsi tertentu. Selain itu, perbandingan skala juga
dapat menghasilkan sudut pandang tertentu dan kejelasan dari objek
pengamatan.
a. Perbandingan H/D 1 : ¼
Menghasilkan sudut pandang 60° yang
memungkinkan pengamat dapat melihat
detail fasade bangunan yang berada di
sekitarnya. Adapun kesan ruang yang
terjadi adalah perasaan menghimpit,
menekan.
11
b. Perbandingan H/D 1 : ½
Menghasilkan sudut pandang 60° yang
memungkinkan pengamat dapat melihat detail
fasade bangunan yang berada di sekitarnya serta
kesan ruang secara keseluruhan yang sudah
mulai terasa baik.
c. Perbandingan H/D 1 : 1
Menghasilkan sudut pandang 45° yang
memungkinkan pengamat dapat melihat detail
dan fasade bangunan secara utuh.
d. Perbandingan H/D 1 : 2
Menghasilkan sudut pandang 30° yang
memungkinkan pengamat dapat melihat detail
dan fasade bangunan secara serempak.
12
e. Perbandingan H/D 1 : 3
Menghasilkan sudut pandang 18° yang
memungkinkan pengamat dapat melihat tampilan
objek beserta sekelilingnya, namun detail fasade
sudah mulai tidak dapat teramati dengan jelas.
f. Perbandingan H/D 1 : 4
Menghasilkan sudut pandang 14° yang
memungkinkan pengamat dapat melihat tampilan
objek beserta background bangunan, namun detail
fasade tidak teramati dengan jelas.
g. Skala pengamatan menurut perbandingan
• Perbandingan H/D 1:1/8 hingga 1:¼
menghasilkan kesan menghimpit
• Perbandingan H/D 1:¼ hingga 1:3
menghasilkan kesan baik/akrab
• Perbandingan H/D 1:3 hingga > 1:4
menghasilkan kesan lapang
2.4 SANITASI LINGKUNGAN
Untuk mengukur tingkat kesehatan lingkungan dan sanitasi kawasan yang baik,
ada beberapa elemen yang harus diperhatikan, diantaranya adalah :
• Keterbatasan plot area, dalam konteks ini adalah keterbatasan lahan untuk
penyediaan sistem pembuangan air limbah dan penyediaan lahan untuk
distribusi air minum.
13
• Kegagalan infiltrasi air tanah, dalam hal ini adalah kurangnya infiltrasi air
tanah kedalam pori-pori tanah, sehingga terjadi kekurangan resapan air
hujan dan terjadi penurunan air tanah.
• Pencemaran air tanah, dimana hal ini ini dapat terjadi apabila banyak sekali
kegagalan dalam sistem perpipaan pembuangan air limbah terutama air
limbah rumah tangga seperti terjadi kebocoran pada pipa (pit latrines).
• Pencemaran permukaan air, hal ini dapat terjadi karena banyak sekali
kontribusi terhadap air permukaan seperti sungai, kali, danau dan lain
sebagainya.
2.4.1 Sistem Drainase
Sistem penataan lingkungan suatu kawasan dipandang sebagai suatu produk
yang melibatkan stake holders. Pada kampung kota sistem ini biasanya tidak
terencana dan terpadu. Untuk membuat suatu sistem drainase dan
pembuangan air kotor yang baik, diperlukan suatu konsep yang sistematis.
Sedangkan sistem yang belum terencana yaitu penggunaan sistem septictank
tanpa pengaturan, drainase hanya untuk limpasan air hujan dengan kapasitas
yang kecil, dan tidak dapat menampung apabila turun hujan lebat.
Dalam konteks kampung kota atau permukiman kota biasanya masyarakat
membuat tanki septictank masing-masing, ataupun langsung membuang
kotorannya ke sungai. Pemerintah kota kurang memperhatikan pengadaan
sistem pembuangan air kotor yang terencana untuk masyarakat. Sehingga
ledakan pertambahan penduduk yang dibarengi dengan penambahan
permukiman-permukiman baru, tidak diimbangi dengan pembuatan sistem
tangki septic yang diwajibkan seperti pada gambar 5.1. Pada gambar ini
diperlihatkan gambaran suatu tangki septic kecil dengan retensi waktu 4
hingga 6 jam yang dapat diterapkan pada skala perumahan Kampung Kota,dan
tidak memerlukan lahan besar.
14
Gambar. 5.1. salah satu Interceptor yang sederhana yang dapat diterapkan pada kondisi lahan yang sempit (sumber : Sustainable Sewerage)
Penataan lingkungan terencana dan teratur, pada konteks ini dapat dilihat pada
gambar 5.2, yang memperlihatkan perbandingan pola permukiman yang teratur
dan terencana dengan pola permukiman yang tidak teratur disertai dengan
sistem saluran pembuangan air kotornya. Untuk membuat suatu sistem
pembuangan limbah secara teratur dari berbagai sistem diatas, diperlukan
suatu pembuangan air kotor yang memenuhi standar kualitas perencanaan
yang dapat disesuaikan dengan keadaan dilapangan.
Gambar. 5.2 Suatu Sistem Drainase yang Terencana dan Tidak Terencana
(sumber : Sustainable Sewerage)
15
Pada suatu lingkungan masyarakat yang padat sistem saluran pembuangan air
kotor harus mengikuti beberapa kriteria :
• Mengikuti kontur dan topografi.
• Ukuran tergantung pada kapasitas, dan pelayanan.
• Pipa-pipa pengontrol atau simpul terdapat pada siku-siku bentukan
bangunan.
Sedangkan untuk sistem pembuangan air kotor secara umum pada unit hunian
dibedakan atas 3 macam yaitu :
1. Sistem Pembuangan Air Kotor Posisi Depan Hunian
Sistem ini biasanya digunakan pada suatu kawasan perumahan dan
permukiman yang terencana dan teratur.
Gambar. 5.3 Sistem pembuangan air kotor dengan posisi di depan unit hunian
2. Sistem Pembuangan Air Kotor Posisi di Belakang Hunian
Sistem ini digunakan untuk mempermudah pelayanan dan pemasangan
sambungan pipa pembuangan dari setiap unit hunian. Sistem pembuangan
air kotor ini juga dapat diterapkan pada unit-unit hunian dengan bentuk-
bentuk blok bangunan berbeda, baik dari segi luasan maupun kapasitasnya.
16
Gambar 5.4. Suatu konsep sistem saluran buangan dengan posisi
di belakang unit hunian
3. Sistem Pembuangan Air Kotor Posisi Kombinasi
Sistem ini diterapkan jika keadaan tidak memungkinkan. Dengan kombinasi
ini diharapkan dalam pelaksanaan operasional pemasangan tidak memakan
biaya, dan karena terbatas pada keadaan lahan, contour, keadaan fisik
bangunan, permukaan tanah dan lain sebagainya
Gambar. 5.5. Suatu sistem pembuangan air kotor dengan sistem sambung menyambung/kombinasi
17
Prinsip pengolahan ini ialah untuk menciptakan lingkungan yang optimal buat
pertumbuhan organisme yang akan memakan bahan-bahan koloidal dalam
limbah. Metode yang sering digunakan adalah sistem "trickling filter" dan
lumpur teraktifkan (activated sludge).
Cara lain pengolahan air limbah dan drainase adalah menggunakan proses
bioremediasi tumbuhan. Penyaringan air limbah seperti ini yang telah dilakukan
oleh beberapa peneliti-peneliti sebelumnya dimana tumbuhan ini mampu
menyerapkan dan menurunkan kandungan limbah dengan parameter-
paremeternya. Saringan tumbuhan ini tidak memerlukan lahan yang luas,
sehingga penerapannya sangat menunjang untuk mengolah limbah rumah
tangga, limbah air kotor (treatment) dengan Saringan Tanaman Bedeng
Pasir,yang dapat dilihat pada gambar 5.6. Sedangkan tanaman yang digunakan
adalah tanaman mendong (scirpus litorales), tanaman kangkung (Ipoema
aquatica Forsk), dan talesan (Thyponicum Javanicum) yang merupakan
tanaman yang pernah dipakai di dalam penelitian.
Gambar. 5.6. Potongan Saringan Tanaman Bedeng Pasir
18
2.4.2 Air Bersih
Di dalam penyediaan air bersih suatu kawasan permukiman diperlukan elemen-
elemen yang mencakup: metode penjernihan air, jaringan distribusi, dan
penggunaan metoda hydrogeologi untuk sumber air tanah dan
pengembangannya.
Adapun yang perlu diperhatikan sebagai kriteria pemilihan sumber air adalah :
• Aspek Kualitas, batasan kualitas air untuk minum tergantung antara
hubungan kualitas dengan kondisi kesehatan. Penggunaan air bersih tetap
mengacu pada peraturan yang baku yang dikeluarkan pemerintah.
• Aspek Kuantitas, menyangkut kesesuaian pemakaian dan cara penggunaan
air secara luas. Seperti : penggunaan air bersih untuk industri (kecil,
menengah dan besar), pertanian dan rumah tangga (domestik).
Kebutuhan air domestik meningkat dengan cepat sesuai dengan
pertambahan penduduk, industri alisasi, standar hidup dan kesehatan.
Bahkan untuk kawasan-kawasan tertentu seperti diperkotaan, daerah yang
terencana, telah ditetapkan penyediaan pipa jangka panjang, penggunaan
alat-alat rumah tangga yang modern, kelangkaan air minum khususnya
dikota-kota besar pantura menyebabkan konsumsi untuk penggunaan air
dengan cepat meningkat. Kebutuhan air untuk konsumsi air minum
tergantung dari factor berikut seperti : bentuk layanan atau titik
pengambilan dalam hal ini : kran umum, sambungan rumah tangga, jarak
titik pengambilan air baku, kemudahan mendapat air bersih), aspek budaya
dalam hal ini sosialisasi kelangkaan air tanah dan lain sebagainya, terakhir
adalah perkembangan sosial ekonomi yang meningkat. Tabel kebutuhan air
dapat dilihat pada halaman berikutnya.
19
TABEL. 5.1 KEBUTUHAN AIR BERSIH HARIAN (LT/ORANG/HARI)
KAWASAN PENDUDUK LITER/ORANG/HARI
Perkotaan, dengan Sambungan
beberapa Kran Setiap rumah
30-300
Perkotaan, dengan Sambungan
Rumah dan hanya Satu keran
15-120
Perkotaan, dengan Kran Umum 10-15
Perkotaan, dengan Kesulitan
Mendapatkan Air Bersih
4-25
Perdesaaan dengan Hydran Umum
atau Ada Sumber Dekatnya
10-60
(Sumber : Emmy Kloosterman 1983)
Dari tabel diatas, dapat diperkirakan bahwa kebutuhan air bersih permukiman
kampung kota adalah sekitar 70-80 liter/orang/hari.
Pemakaian air dapat digolongkan menjadi :
• Pemakaian untuk keperluan rumah tangga;
• Komersil dan keperluan umum (sekolah, ibadah, klinik dan lain-lain);
• kebocoran (dapat terjadi karena sambungan tidak baik).
2.4.3 Persampahan
Masalah sampah di perkotaan, tidak lepas dari kehidupan dan aktivitas
manusia. Makin banyak manusia berkelompok makin menumpuk kotoran yang
dibuatnya sehingga masalah sampah dan menjadi problem. Sulitnya mengatasi
sampah ini antara lain disebabkan:
• Sampah terlalu banyak dan tidak sebanding dengan lokasi lingkungannya
• Tanah-tanah perkotaan sudah jenuh akibat proses pembangunan
20
• Sebagian sampah kota adalah sampah buatan yang sukar mengalami
pembusukan seperti plastik, kaleng, logam dan lain sebagainya.
Akibat tumpukan sampah dan tidak terangkut dan dibuang menimbulkkan
berbagai macam gangguan baik dari kesehatan lingkungan (hygienes), estetis
maupun gangguan fisik lainnya.
• Sampah dapat dibagi dalam berbagai jenis, yaitu :
• Garbage : sampah rumah tangga dengan kelembaban tinggi.
• Rubish : kertas, karton, kayu, dll. (mudah terbakar), kaleng minuman,
gelas, keramik, metal,dll.
• Ashes : debu, buangan hasil pembakaran
• Sampah Jalan : daun, ranting, bangkai, dll.
• Sampah Bangunan : berangkal, sisa besi, kayu, dll.
• Sampah Industri : buangan hasil industri
Menurut komposisinya sampah dapat dibagi dalam beberapa kelompok :
• Sampah Rumah Tangga 48%
• Sampah Komersial 31%
• Sampah Pembuangan 5%
• Sampah Lain-lain 16%
Adapun produksi sampah rumah tangga rata-rata per-manusia perhari di
Indonesia, menurut hasil survey dari Departemen Teknik Lingkungan ITB pada
tahun 1998 adalah 0,2 – 0,3 kg/org/hari.
21
BAB III
TINJAUAN KONDISI EKSISTING LINGKUNGAN
3.1 SURVEY PENGHUNI DAN KEBUTUHANNYA TERHADAP
PERUMAHAN
3.1.1 Karakteristik Penduduk
Permukiman di Kawasan Pasar Simpang termasuk kepadatan penduduk yang
sangat tinggi berjumlah 292 jiwa/Ha dengan jumlah penduduk 94.005 jiwa dan
penghuni inti sebanyak 4-7 orang untuk setiap hunian serta tambahan
penduduk pendatang (penghuni kos-kosan).
Sebagian besar penduduk merupakan keluarga yang lengkap dengan bapak
sebagai kepala keluarga dengan usia kepala keluarga rata-rata diatas 30 tahun
dan berpendidikan antara SMP atau SMA. Perbandingan antara penduduk laki-
laki dan perempuan di kawasan tersebut adalah 40 % : 60%. Model hunian di
permukiman tersebut termasuk dalam kriteria extended family (umumnya anak
maupun sanak keluarga membangun rumah disamping/disekitar lokasi unit
perumahan orang tuanya). Meskipun kondisi permukiman yang sangat
berdekatan dan padat, kondisi kesehatan penduduk di kawasan tersebut cukup
tinggi dan jarang sekali terjadi wabah/endemik penyakit.
Lokasi kawasan ini terletak sekitar + 5 km dari pusat kota. Berdasarkan sistem
pengorganisasian penduduk, permukiman ini terbagi atas 3 Rukun Tetangga
yaitu sebagian RT 1, RT 2 dan sebagian RT 6. Adapun lokasi studi mengarah
pada permukiman yang terletak di bantaran Sungai Cisadea (sering juga
disebut Kali Lebak Larang oleh penduduk setempat) yang secara administratif
termasuk kedalam wilayah RT 2 . Sedangkan penduduk yang terhimpun dalam
RT 2 tersebut berjumlah sebanyak 80 keluarga (Sumber : Wawancara dengan Ketua
RT 2 Kawasan Permukiman Pasar Simpang Dago). Sebagai area studi ditentukan
permukiman yang berada tepat dipinggiran sungai sebanyak + 23 rumah
dengan jumlah penduduk + 110 orang.
22
3.1.2 Karakteristik Ekonomi Rumah Tangga
Penduduk di Kawasan Hunian Pasar Simpang Dago umumnya bekerja sebagai
pedagang ataupun pekerja sektor informal di Pasar Simpang (80%), hanya
sebagian kecil yang bekerja sebagai pegawai negeri ataupun karyawan swasta.
Jumlah pendapatan setiap keluarga di kawasan permukiman ini dapat dikatakan
bervariasi dan tidak tetap setiap bulannya, terutama bagi pemilik toko
kelontong dan warung kecil. Jumlah penghasilan kotor dari mata pencaharian
utama tersebut berkisar antara Rp. 400.000,00 – Rp. 1.000.000,- per bulan.
Untuk menambah penghasilan, banyak penduduk yang membangun dan
melengkapi huniannya dengan fasilitas sewa (kos) yang memiliki pasaran cukup
tinggi di kawasan ini (40%). Besar penghasilan sampingan ini sangat memadai
yaitu berkisar antara Rp. 300.000,00 – Rp. 2.000.000,- per bulan, bergantung
jumlah ruang yang dapat disewakan.
Pengeluaran penduduk di Kawasan Permukiman Simpang sebagian besar
adalah untuk modal usaha. Besar pengeluaran untuk kegiatan sehari-hari
(keperluan sandang, pangan, pendidikan, dll) umumnya berkisar sebanyak
30% - 50% dari jumlah penghasilan yang diperoleh. Jumlah tersebut memang
tidak terlalu besar mengingat para penghuni tidak mengeluarkan biaya yang
besar untuk keperluan transportasi. Adapun sistem pembiayaan (tabungan dan
pinjaman) untuk keperluan perumahan dan pengembangannya selama ini
menjadi urusan masing-masing keluarga (bukan komunitas). Menurut
keterangan Ketua RT setempat, hingga saat ini sebagian besar penduduk
memang belum terlalu terfokus untuk melakukan pengembangan dan
perbaikan rumah disebabkan status kepemilikan lahan dan perumahan yang
belum jelas hingga saat ini.
3.1.3 Sikap Penduduk Terhadap Hunian
Saat ini penduduk di Kawasan Permukiman Pasar Simpang Dago umumnya
adalah generasi ke dua (keturunan pertama dari penghuni awal permukiman di
kawasan tersebut). Karena sejak lahir sudah menetap di kawasan tersebut,
23
penduduk memiliki rasa keterkaitan tersendiri terhadap lingkungan Simpang
Dago tersebut. Nilai positif hunian yang sangat dirasakan oleh penduduk
adalah faktor lokasinya yang sangat strategis (terutama sangat dekat dengan
tempat kerja) serta rasa kebersamaan dan keterikatan yang tinggi terhadap
komunitasnya.
Adapun hal negatif yang dirasakan oleh warga tentang permukiman di Kawasan
Simpang Dago ini adalah seputar masalah keterbatasan lahan dan tidak adanya
regulasi yang jelas. Disamping hal tersebut, permasalahan utama yang sangat
meresahkan warga adalah tentang ketidakjelasan status kepemilikan hunian.
Hingga saat ini Kawasan Permukiman Simpang Dago telah membangun
beberapa fasilitas untuk kegiatan bersama, diantaranya adalah bangunan
peribadatan (masjid), Gedung Olahraga dan aula. Adapun fasilitas tambahan
yang diinginkan penghuni adalah penghijauan, pengadaan tempat bermain
anak dan pembenahan permukiman dan bantaran sungai.
3.1.4 Sikap Penduduk Terhadap Karakteristik Plot
Sebelumnya tahun 1987, status permukiman di kawasan campuran Simpang
Dago adalah hak guna bangunan (HGB). Namun sejak terbitnya SK Kotamadya
(1987) untuk pembangunan Mall di Kawasan Simpang Dago, mulai terjadi
pertentangan antara warga dengan Pemerintah Daerah. Penghuni berusaha
mempertahankan tempat tinggalnya sementara Pemda dan pihak-pihak
tertentu menginginkan pembongkaran kawasan pasar dan permukiman. Sejak
saat itu, status permukiman tersebut menjadi tidak jelas dan hingga saat ini
pemerintah pun tidak menyelenggarakan atau membuat suatu aturan baku
sebagai upaya penjelasan status lahan (tidak ada lagi pemungutan sewa tanah
dan pembayaran PBB).
Kondisi utilitas di kawasan ini sudah diperlengkapi dengan sambungan listrik
(PLN) dan pengadaan air bersih (PDAM dan sumur). Untuk pembuangan air
kotor, hingga saat ini belum ada saluran drainase yang terencana. Seluruh
buangan air kotor dialirkan langsung menuju sungai Cisadea.
24
Karakteristik plot di Kawasan Simpang Dago termasuk lahan yang subur
mengingat sebelumnya daerah ini adalah persawahan. Sejak penduduk
berdatangan dan kemudian membeli tanah garapan hingga akhirnya
membangun perumahan diatasnya, tanah di kawasan tersebut saat ini hampir
seluruhnya telah ditutup oleh bangunan dan perkerasan. Dikarenakan
ketidakjelasan status permukiman, banyak penduduk yang membangun
‘seenaknya’ di kawasan tersebut tanpa mempertimbangkan kondisi dan
dampaknya kepada lingkungan. Untuk beberapa penduduk, ketidakjelasan
status ini justru menjadi ‘lahan’ tersendiri untuk mempergunakan dan
membangun lahan yang ada demi kepentingan pribadi tanpa
mempertimbangkan akibatnya.
3.1.5 Hubungan antara Rumah Tangga dengan Permukimannya
Hingga saat ini terlihat dua hal yang sangat bertentangan mengenai hubungan
penghuni terhadap tempat tinggalnya. Di satu sisi, sebagian besar penghuni
merasa sudah sangat kerasan dan nyaman tinggal di lingkungan huniannya ,
namun disisi lain penghuni kurang memperhatikan kondisi fisik lingkungannya
(disebabkan ketidakjelasan status hunian). Banyak warga yang ingin
memperbaiki kondisi fisik rumah dan lingkungannya agar lebih sehat namun
terhambat oleh rasa cemas jika sewaktu-waktu permukiman tersebut
dibongkar. Meskipun sebagian besar penduduk bekerja di sektor informal yang
jumlah penghasilannya tidak menentu, penghuni memiliki keinginan untuk
membenahi kondisi fisik perumahan dan lingkungan asalkan ada kejelasan
status kepemilikan.
Kondisi perumahan yang ada saat ini umumnya masing-masing memiliki KM
dan dapur pribadi disamping ruang utama lainnya (ruang tidur dan ruang
keluarga/tamu). Fase pembangunan rumah tersebut dilakukan secara
bertahap/rumah tumbuh. Karakteristik bangunan umumnya adalah permanen
dan hanya sedikit yang menggunakan bahan semi permanen. Pembangunan
perumahan tersebut didanai secara pribadi, hanya fasilitas umum dan
perbaikan bantaran sungai yang didanai secara swadaya masyarakat. Adapun
25
kondisi bangunan perumahan di kawasan tersebut sangat bervariasi namun
secara keseluruhan cukup baik.
3.1.6 Potensi-Potensi Keterlibatan Komunitas
Penghuni di Kawasan Permukiman Pasar Simpang Dago memiliki hubungan
sosial dan kekerabatan yang sangat tinggi. Selain kondisi fisik yang
membentuk masyarakat untuk hidup saling berdekatan, juga ada perasaan
kebersamaan dan tenggang rasa yang sangat tinggi diantara sesama penghuni.
Hingga saat ini aktivitas-aktivitas bersama seperti pengajian, karang taruna,
hingga gotong royong penduduk untuk membersihkan lingkungan dan sekitar
bantaran sungai masih rutin dilaksanakan. Berdasarkan hasil wawancara
dengan beberapa warga, masyarakat sangat mendukung dan bersedia untuk
berpartisipasi jika suatu saat akan diadakan perbaikan kondisi lingkungan di
kawasan tersebut asalkan ada kejelasan status kepemilikan. Adapun untuk
tingkat affordabilitas warga dalam upaya memperbaiki kualitas lingkungannya
apabila tidak ada bantuan dari pemerintah setempat, warga bersepakat mampu
menyisihkan tabungannnya sekitar Rp. 50.000,- per bulan, sedangkan untuk
pelanggaran permukiman yang terjadi, warga bersedia untuk melakukan
penertiban dengan kesadaran sendiri.
3.1.7 Permintaan Permukiman
Saat ini, permintaan penduduk yang paling utama adalah tentang kejelasan
status hunian agar bisa menjadi hak milik. Untuk itu, penduduk sangat
mengharapkan bantuan pemda dan warga Bandung untuk mewujudkan
harapkan tersebut. Dalam usaha perbaikan kondisi fisik, penduduk tidak terlalu
mempermasalahkan bentuk / tipe perumahan tertentu. Penduduk hanya
menginginkan untuk tetap tinggal di lokasi permukiman Simpang Dago yang
dilengkapi dengan perbaikan dan peningkatan kualitas lingkungan yang dapat
membentuk permukiman menjadi lebih teratur, memiliki penghijauan serta
kelengkapan utilitas yang semakin baik.
26
3.2 GAMBARAN EKSISTING LINGKUNGAN PASAR SIMPANG DAGO
Pada gambar ini terlihat jalan masuk ke dalam
lingkungan permukiman. Jalan masuk ini tidak
begitu kurang dapat dikenali karena terdapat
banyak pedagang yang berjualan di depan
jalan masuk tersebut. Sehingga bagi orang
yang baru masuk ke permukiman simpang,
tidak dapat menemukan jalan masuk ke
kawasan tersebut dengan cepat.
Setelah masuk dari jalan masuk tadi, kita akan
dapatkan jalan pedestrian yang berada di
lingkungan permukiman ini agak lapang dan
sedikit lebih luas dengan jalan yang menurun
(berkontur). Terdapat Bangunan penduduk
yang telah permanen dengan menggunakan
pembatas pagar tembok. Suasana lingkungan
masih terasa lebih lapang.
Gambar disamping menunjukkan
pedestrian menuju ke arah Mesjid.
Terlihat jalan tersebut menurun
dengan kemiringan + 30o dan tanpa
dilengkapi saluran drainase pada
kedua sisinya. Tidak adanya peraturan
GSB sehingga mengakibatkan
bangunan rumah tidak teratur.
27
Gambar disamping menunjukkan gang
sempit yang merupakan salah satu
alternatif jalan masuk ke dalam
permukiman. Dari gambar kita dapat
melihat suasana lingkungan yang terkesan
menghimpit, tidak teratur, gelap dan tidak
terawat. Bangunan di samping kanan
adalah bangunan 3 lantai yang merupakan
ruko (toko berada di lantai atas,
sedangkan hunian berada pada lantai
bawahnya. Bangunan di samping kiri
merupakan hunian permanen.
Gambar disamping menunjukkan lorong
terusan dari gang yang sebelumnya.
Lebar lorong tersebut + 1 m, dengan
suasana lingkungan yang terkesan
sempit, gelap dan lembab. Gambar
disamping diambil pukul 12.00, sehingga
dapat memperlihatkan sinar matahari
yang masuk ke dalam lorong. Adapun
sinar matahari yang bisa masuk ke
lorong tersebut hanya pada kisaran
waktu pukul 11.00 – 13..00. Bangunan
yang berada di sampingnya, terdiri dari
bangunan rumah tinggal 1 dan 2 lantai.
28
Gambar ini merupakan gorong-gorong
yang dialiri sungai. Di atas gorong-
gorong tersebut terdapat bangunan
retail (warnet dan rental komputer)
yang menyalahi aturan membangun.
Terlihat saluran air sungai yang sudah
mengalami penyempitan akibat
penduduk disekitarnya memperluas
bangunan tempat tingganya. Saluran
ini digunakan oleh penduduk setempat
sebagai tempat pembuangan air kotor
dan faeces, karena sebagian
penduduk belum memiliki septictank.
Terlihat ruang terbuka yang digunakan
oleh penghuni rumah untuk menjemur
kerupuk. Adanya bangunan tinggi yang
merupakan bangunan yang berada di
atas gorong-gorong. Ruang terbuka
berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai
ruang bermain anak
Terlihat dua buah bangunan hunian
yang saling berhadapan menuju ke
arah mesjid. Bangunan lantai atas
digunakan untuk kamar kontrakan (kos
– kosan) jarak antar bangunan + 2 m,
sehingga dapat menghalangi
masuknya cahaya matahari dan udara
ke dalam bangunan.
29
Gambar disamping menunjukkan
jalan masuk menuju GOR dan
mesjid dari jalan alternatif yang
dapat digunakan sebagai tempat
bersosialisasi, berolahraga
(badminton) dan acara-acara warga
di lingkungan setempat.
Gambar disamping menunjukkan
tampak sisi lain, dimana GOR dan
Mesjid terlihat saling berhadapan.
Kedua ruangan ini menampung
aktivitas bersama warga berupa
ibadah dan olah raga.
Dari gambar disamping terlihat
bangunan rumah tinggal yang
berada diatas sungai (masih semi
permanen) yang digunakan sebagai
rumah kontrakan. Bangunan ini
telah menyalahi aturan karena
berdiri diatas aliran sungai.
30
Gambar disamping menunjukkan tampak
dari sisi yang berlawanan dari gambar
sebelumnya dimana posisi belakang
bangunan rumah tinggal langsung menempel
dengan sisi sungai. Pipa-pipa utilitas dari
lantai atas bangunan tersebut langsung
dialirkan ke sungai.
Dari gambar disamping terlihat bangunan
berlantai dua yang berada di atas sungai
yang terletak saling berhadapan dengan
jarak bangunan + 1 m. Posisi kedua
bangunan tersebut menyebabkan suasana
terkesan sempit dan gelap. Terlihat juga
bangunan rumah tinggal (yang dilingkari)
berdiri diatas sungai sebagai perluasan
ruang tamu dari rumah induk.
Suasana lingkungan yang jalannya menuju
ke arah Jl. Tubagus Ismail dengan lebar
jalan + 1,2 m dan bangunan rumah tinggal
satu lantai. Cahaya matahari masih
memungkinkan masuk ke dalam ruangan
rumah. Pada sisi kiri terdapat saluran air
kotor berupa selokan kecil yang bermuara ke
arah sungai.
31
Kedua gambar diatas menunjukkan kondisi sungai yang terletak pada bagian
Selatan permukiman dimana aliran semakin menyempit di kedua sisinya dan
langsung berbatasan dengan dinding rumah penduduk.
Gambar disamping menunjukkan
ruang terbuka yang terdapat pada
sisi Jl. Tubagus Ismail. Lapangan
olah raga ini dapat dicapai dari arah
permukiman sebagai tempat aktivitas
masyarakat untuk melakukan olah
raga dan sangat berpotensi untuk
ditingkatkan kualitasnya.
32
BAB IV
ANALISIS EKSISTING LINGKUNGAN
Proses analisis ekisting lingkungan permukiman Pasar Simpang akan dilakukan
dalam dua tahapan ,yaitu analisis lingkungan makro dan mikro. Pada analisis
lingkungan makro akan diuraikan permasalahan-permasalahan yang
menyangkut hubungan antara areal Simpang Dago dengan kawasan
disekitarnya dalam bentuk analisis area dan bentuk tapak. Sedangkan untuk
lingkungan mikro, analisis akan lebih difokuskan pada permasalahan kualitas
fisik, berupa permasalahan diseputar kondisi iklim mikro (yang selama ini masih
kurang baik) terutama yang menyangkut masalah pencahayaan, penghawaan
dan sanitasi lingkungan serta tidak adanya ruang – ruang terbuka untuk
melakukan kegiatan bermain, sosial dan berinteraksi antar warga. Adapun
masalah sanitasi lingkungan seperti air bersih, air kotor dan sampah masih
perlu ditingkatkan sistem distribusi dan pembuangannya.
4.1 ANALISIS LINGKUNGAN MAKRO
33
4.1.1 Area dan Bentuk Tapak
4.1.2 Tata Guna Lahan
34
4.1.3 Peta Topografi
4.2 ANALISIS LINGKUNGAN MIKRO
4.2.1 Aspek Legal
Rumah yang dibangun di atas sungai telah menyalahi peraturan bangunan
karena telah menggunakan fasilitas publik untuk kepentingan pribadi, selain itu
35
dapat pula menimbulkan bahaya apabila sewaktu-waktu terjadi banjir yang
dapat merobohkan bangunan di atasnya.
Dari gambar dibawah terlihat bahwa daerah aliran sungai yang berada di
belakang perumahan berkesan gelap dan tidak terawat. Kondisi ini
sesungguhnya berpotensi untuk dikembangkan menjadi daerah muka sungai
dengan cara membuka alur pedestrian di kedua tepinya.
36
Pada gambar diatas terlihat adanya lorong sempit yang berada diantara dua
rumah bertingkat sehingga menimbulkan kesan gelap walaupun pada siang
hari. Pada gambar pun terlihat adanya bangunan rumah (yang bercat biru)
yang dibangun di atas sungai oleh pemilik rumah tersebut sebagai perluasan
ruang tamunya. Dari kondisi tersebut terlihat bahwa rumah-rumah yang
dibangun di atas sungai, selain menyalahi aturan juga mengakibatkan
terbentuknya ruang luar yang sempit dan gelap dimana udara dan cahaya tidak
dapat masuk ke dalam bangunan.
37
4.2.2 Aspek Mikro Klimat
Dari gambar diatas terlihat suasana ruang yang sangat sempit dan menekan
dimana jalan yang berada diantaranya hanya selebar 1 m. Kondisi bangunan
yang cukup tinggi (rumah 2-3 lantai) serta lebar gang yang sangat sempit
berakibat pada kondisi iklim mikro lingkungan yang kurang sehat dimana
pencahayaan dan penghawaan alami yang dapat masuk sangatlah sedikit.
Gambar di bawah ini menunjukkan kondisi yang sama pada salah satu gang
yang terletak di blok berikutnya.
38
Gambar diatas menunjukkan dua rumah yang terletak saling berhadapan tanpa
halaman. Skala ruang luar yang terbentuk pada lingkungan ini terasa cukup
baik, namun kondisi pencahayaan dan penghawaan masih sangat kurang.
4.2.3 Aspek Lingkungan
Gambar diatas menunjukkan entrance (jalan masuk) menuju kawasan
permukiman Pasar Simpang dari Jl. Ir. H. Juanda. Dari gambar terlihat bahwa
pintu masuk tersebut tampak kurang mengundang dan tidak mudah ‘dikenali’
oleh orang luar. Hal ini disebabkan tidak adanya tanda masuk kawasan dan
39
terhalangnya akses masuk tersebut oleh para pedagang kakilima yang
berjualan di sepanjang muka kawasan.
Setelah masuk ke dalam kawasan permukiman, akan terlihat jalan yang agak
menurun seperti yang tampak pada gambar diatas. Pada gambar tersebut
terlihat bahwa walaupun jarak antar rumah dan suasana pedestrian yang
terbentuk terasa cukup lapang, namun wajah bangunan disekitarnya tampak
masih belum teratur.
40
Ruang Terbuka
4.1.1 Aspek Sanitasi
Pada Kawasan Permukiman Pasar Simpang terdapat bangunan retail yang
dibangun di atas sungai (gorong-gorong) seperti yang tampak pada gambar
diatas. Pelanggaran bangunan terjadi karena tidak adanya pengawasan dari
aparat setempat. Selain melanggar aturan, bangunan ini pun dirasakan kurang
aman dari segi konstruksi.
Begitu pula dengan kondisi ruang terbuka yang ada (seperti yang terlihat pada
gambar diatas) dimana hingga saat ini penggunaanya masih belum optimal dah
hanya digunakan oleh penduduk setempat sebagai tempat menjemur bahan
dagangan. Ruang terbuka ini sesungguhnya sangat berpotensi untuk
dimanfaatkan sebagai ruang bersama ataupun ruang bermain anak.
41
Gambar diatas menunjukkan rumah tinggal yang digunakan sebagai kos-kosan
untuk mahasiswa. Di sebelah rumah tersebut terdapat area lahan kosong dan
turap sungai yang dapat dimanfaatkan sebagai ruang terbuka dan ruang
bermain anak. Begitu pula dengan ruang terbuka yang terletak bersebelahan
dengan Jl. Tubagus Ismail, dimana cukup berpotensi untuk dimanfaatkan
sebagai ruang bermain dan lapangan olah raga. Adapun lokasi ruang terbuka
ini dapat dilihat pada gambar berikut.
42
4.2.4 Aspek Sanitasi
Gambar-gambar disamping
menunjukkan kondisi utilitas sanitasi
lingkungan Simpang Dago, dimana
sungai menjadi saluran utama
pembuangan air kotor. Keberadaan
sungai yang berbatasan langsung
dengan rumah tinggal, turut
menyebabkan kelembaban pada
lingkungannya. Dari gambar
disamping pun terlihat bahwa beberapa
ruas jalan telah dilengkapi dengan
saluran drainase terbuka.
Untuk pembuangan sampah, pada area
permukiman ini belum tersedia TPS
tersendiri karena warga telah
bersepakat agar masing-masing
langsung membuang sampah ke
container yang ada di Pasar Simpang
43
a. Air Bersih
Dari pengamatan dilapangan diperoleh masukan bahwa kebutuhan air bersih
untuk satu keluarga adalah sebesar 70-80 lt/orang/hr dengan rincian 1 unit
rumah terdiri dari 4-5 orang.
Kebanyakan sumber air baku yang digunakan dikawasan adalah dari sumur bor
dan sebagaian lagi menggunakan jasa pelayanan PAM.
Kebutuhan air bersih untuk keperluan rumah tangga satu keluarga adalah
sebesar 400 lt/keluarga/hr.
b. Air Kotor
Berdasarkan pengamatan terhadap 23 unit rumah yang berada di sepanjang
bantaran Sungai Cisadea, sebagian besar membuang limbahnya langsung ke
badan-badan sungai/kali dan bahkan ada beberapa rumah langsung membuang
faeces ke kali tanpa melalui proses penghancuran. Begitu pula dengan
limpahan air hujan dan limbah rumah tangga yang dialirkan langsung ke badan-
badan sungai/kali.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat dikatakan seluruh pembuangan air kotor di
permukiman tersebut bermuara ke kali Cisadea. Adapun jumlah aiir limbah
yang dihasilkan setiap unit rumah berdasarkan pengamatan adalah sebesar 40
lt/org/hr dengan rincian satu unit rumah terdiri dari 4 – 5 orang.
c. Persampahan
Masyarakat kawasan Permukiman Pasar Simpang Dago telah mengupayakan
agar kawasan tempat tinggalnya selalu bersih. Hal ini tercermin dari keaktifan
masyarakat yang selalu menjaga kebersihan, baik kebersihan di sekitar
rumahnya (pribadi) maupun lingkungan sekitarnya (bergotong-royong). Dalam
hal pembuangan sampah, setiap keluarga melakukan pembuangan sampahnya
masing-masing ke tempat pembuangan sampah umum yang telah tersedia di
depan Pasar Simpang Dago.
44
BAB V
KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN
PENGEMBANGAN LINGKUNGAN
5.1 SKENARIO PENGEMBANGAN LINGKUNGAN
Dalam upaya mengembangkan kualitas lingkungan Kawasan Permukiman Pasar
Simpang Dago, konsep yang akan digunakan adalah skenario optimis terhadap
usaha peningkatan variabel-variabel pengembangan mikro klimat, lingkungan
dan sanitasi. Melalui usaha ini diharapkan akan membawa dampak positif
terhadap kondisi kesehatan masyarakat dan kawasan (jangka pendek) serta
dapat turut mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat kawasan
tersebut (jangka panjang). Untuk menjalankan rencana tersebut, dibutuhkan
adanya keterlibatan (partisipasi) masyarakat dimana setiap penghuni
diharapkan dapat memberikan kontribusi, baik dalam bentuk moril, materil
maupun sumbangsih tenaga.
Rencana pengembangan akan dilakukan dengan merujuk pada variabel-variabel
utama pada lingkungan yang dianggap sebagai kunci utama dalam aspek
peningkatan kualitas lingkungan. Adapun variabel-variabel tersebut adalah :
1. Variabel Mikro Klimat
Dalam membangun mikro klimat yang sehat, faktor utama yang menjadi
perhatian adalah kondisi udara sekitar dan intensitas pencahayaan.
2. Variabel Lingkungan Sehat
Untuk membangun lingkungan sehat dapat diwujudkan melalui kondisi fisik
serta kondisi sosial komunitas yang baik. Perwujudan kondisi fisik dapat
dicapai melalui tersedianya alur sirkulasi yang efisien dan efektif serta
adanya ruang-ruang terbuka yang dapat menampung aktifitas masyarakat
setempat.
45
3. Variabel Sanitasi Lingkungan
Melalui sanitasi lingkungan yang sehat, diharapkan akan turut meningkatkan
kualitas fisik lingkungan di Kawasan Pasar Simpang. Adapun jenis perbaikan
yang akan diusulkan adalah perbaikan sistem dan saluran air bersih, air
kotor dan pembuangan sampah.
5.2 VISI PENGEMBANGAN LINGKUNGAN
Visi yang diharapkan adalah :
1. “Menciptakan kondisi lingkungan permukiman Kawasan Simpang yang
bersih, sehat dan layak huni”
2. “Penertiban dan pemanfaatan potensi bantaran Sungai Cisadea agar tertib
dan sehat namun tetap memiliki daya guna dan estetika lingkungan yang
tinggi”.
Secara lebih terperinci, visi diatas dapat diterjemahkan melalui upaya-upaya
sebagai berikut :
1. Menciptakan Lingkungan Kawasan Permukiman Pasar Simpang yang
mempunyai kondisi mikro klimat yang sehat melalui sirkulasi udara dan
pencahayaan yang baik dan bersih.
2. Menjadikan Kawasan Permukiman Simpang sebagai lingkungan yang lebih
baik dan teratur melalui penataan sirkulasi dan penyediaan sarana ruang
terbuka yang memadai.
3. Menata dan memperbaiki sanitasi permukiman serta penertiban bantaran
sungai untuk mewujudkan kondisi lingkungan yang lebih teratur, bersih dan
sehat.
46
5.3 INDIKATOR PENCAPAIAN VISI
Dalam upaya mencapai visi ‘Kawasan Permukiman Pasar Simpang yang Bersih
dan Sehat’, digunakan indikator-indikator perbaikan fisik lingkungan sebagai
berikut:
No Variabel Unsur Variabel
Indikator Perbaikan
1 Mikro klimat Udara Keterbukaan ruang antara masa bangunan (makro)Sirkulasi udara dalam ruang (mikro)
Cahaya Tercapainya standar intensitas cahaya di dalam dan di luar ruangan
2 Lingkungan Sirkulasi Kejelasan pencapaian dan kesesuaian standar dimensi dan persyaratanTertatanya alur sirkulasi di area permukiman dan di bantaran sungai
Ruang Terbuka Ketersediaan ruang-ruang terbuka untuk melakukan aktivitas sosial masyarakat
Pe pe nataan lingkungan hijau 3 Sanitasi Air Bersih Keteraturan penyediaan dan sistem
distribusi air bersih
Air Kotor Pengaturan sistem pembuangan saluran air kotor
Sampah Terciptanya lingkungan yang bersih dari sampah
5.4 STRATEGI PENGEMBANGAN LINGKUNGAN
Untuk mewujudkan visi diatas, digunakan strategi pengembangan lingkungan
yang menjadi acuan untuk membangun dan mengembangkan kawasan
permukiman Pasar Simpang. Adapun strategi tersebut terdiri dari 3 tahap
pelaksanaan dimana masing-masing tahapan memiliki tengat waktu
pelaksanaan yang berbeda. Langkah-langkah strategi ini dapat dilihat pada
tabel berikut ini.
47
Tabel Strategi Perencanaan Pengembangan Lingkungan Permukiman Pasar Simpang
Tahapan VariabelMikroklimat
VariabelLingkungan
VariabelSanitasi
Waktu Pelaksanaan
Tahap I • Melakukan sosialisasi dan pemahaman akan pentingnya penataan lingkungan yang sehat• Mendiskusikan dan menyusun program-program perbaikan dan pengembangan lingkungan bersama
dengan warga setempat. • Membatasi perkembangan kepadatan penduduk sesuai dengan kepadatan eksisting (Tidak diperkenankan
terjadi pertambahan penduduk)
2004 - 2006
Tahap II Membongkar bangunan- bangunan yang melanggar peraturan dan aspek legal.Melakukan penataan bangunan melalui pemunduran dinding luar atas dan bawah pada beberapa rumah yang bermasalah dengan pencahayaan dan penghawaan.Menata bukaan-bukaan pada dinding bangunan agar cahaya dan udara dpat masuk ke dalam bangunan.
Melakukan penataan sirkulasi untuk memu- dahkan pencapaian sesuai dengan persyaratan – persyaratan yang ada.Memberikan sentuhan estetika pada ruang-ruang sirkulasi melalui penanaman pohon rambat dan pengecatan.Menggalakkan penghijauan pada unit rumah untuk mengeliminasi keaneka-ragaman tampak.Meningkatkan pemanfaatan ruang-ruang terbuka untuk diberdayakan sebagai ruang bermain anak dan tempat bersosialisasi warga.
Memperbaiki pengadaan dan pendistribusian air bersih dari PDAM.Membenahi sistem pembuangan air kotor dengan membuat septiktank, saluran air kotor rumah tangga dan saluran drainase.Penertiban pembuangan sam-pah rumah tangga dengan menggunakan kantong-kantong plastik dan penambahan 1 buah TPS baru.
2007 - 2015
Tahap III Melakukan pengontrolan tatanan bangunan terutama dalam hal pencahayaan dan penghawaan.Melakukan pengontrolan terhadap perkembangan permukiman
Penataan bantaran Sungai Cisadea melalui pembuatan pedestrian dan penghijauan pada kedua sisinya .Melakukan pengontrolan terhadap ruang-ruang sirkulasi yang terbentuk serta mengawasi keberlanjutannya.
Mengawasi kelancaran distri busi air bersih yang diterima warga sesuai dengan standard kelayakan kebutuhan manusia (80 liter/hari / orang)Mengontrol kelancaran sistem pembuangan air kotor Mengontrol ketertiban pembu-angan sampah
2016 – 2020
Tahap IV Warga telah mampu meneruskan dan menjaga keberlanjutan program 2021 - Seterusnya
48
5.5 TAKTIK PERENCANAAN PENGEMBANGAN LINGKUNGAN
Guna mewujudkan strategi perencanaan pengembangan lingkungan kawasan
Simpang, maka dibuat beberapa taktik perencanaan yang meliputi :
1. Mikroklimat
1. Pembongkaran bangunan yang berdiri diatas sungai yang melanggar
aspek legal (Garis Sempadan Sungai). Hal ini dilakukan selain untuk
ketertiban juga sebagai upaya mengembalikan kondisi alami dan
keterbukaan sungai.
2. Untuk memperbaiki dan mendapatkan masukan udara dan cahaya pada
bangunan, maka dilakukan pemunduran dinding atas pada bangunan-
bangunan tinggi yang berada disekitar gang sempit selebar + 1 meter
dari garis dinding terluar yang ada.
3. Pemunduran dinding dan area lantai bawah bangunan yang berada
disepanjang garis tepi sungai selebar + 1 meter untuk dijadikan
pedestrian disepanjang sisi sungai sehingga dapat dimanfaatkan sebagai
alur sirkulasi manusia dan bukan sebagai daerah belakang.
2. Lingkungan
• Penataan sirkulasi yang dilengkapi saluran drainase pada sisinya.
• Pemilihan bahan pedestrian yang dapat menyerap air.
• Pemanfaatan dan penataan ruang terbuka yang sudah ada serta
melengkapinya dengan elemen estetika.
• Penghijauan kawasan melalui penanaman pohon-pohon rambat (setiap
rumah dianjurkan menanam 1 pohon untuk penghijauan).
3. Sanitasi
• Setiap rumah diharapkan akan mempunyai tangki septik sendiri pada area
kavling rumahnya.
• Sistem distribusi air bersih dilakukan melalui PDAM dan sumur timba
49
• Sistem pembuangan air kotor menggunakan sistem saringan tananam
bedeng pasir.
• Sistem pembuangan sampah bagi para penduduk setempat dilakukan
dengan cara konvensional (penduduk langsung membuang sampahnya ke
kontainer yang ada di depan Pasar Simpang), sedangkan pada area di
sekitar pedestrian dan ruang-ruang terbuka lainnya akan dilengkapi
dengan tong-tong sampah di setiap jarak 200 m.
5.6 TAKTIK PERANCANGAN PENGEMBANGAN LINGKUNGAN
5.6.1 Peta Kondisi Area Perencanaan
Peta A menggambarkan kondisi eksisting area sepanjang sungai yang akan
mengalami penataan. Pada tahap ini, beberapa bangunan yang terletak di
pinggir sungai (bangunan merah) akan mengalami penertiban ataupun
pembongkaran, berikut penataan bagi ruang terbuka. Pada gambar diatas
terlihat ada 3 buah ruang terbuka yang akan mengalami penataan kembali.
Peta B menunjukkan bagian-bagian bangunan yang akan dilakukan
pembongkaran ataupun penertiban/pemunduran (merah).
A B
50
5.6.2 Aspek Legalitas
Sesuai peraturan, semua bangunan yang berada di atas sungai (rumah kost
dan rental komputer) harus dipindahkan atau dibongkar. Berikut upaya
penertiban sungai, bagi bangunan-bangunan yang berada di pinggir sungai
akan dilakukan konsolidasi lahan selebar + 1 m untuk dijadikan area pelebaran
sungai, sirkulasi dan penghijauan.
Peta C memperlihatkan situasi akhir
dari penataan , dimana terdapat
pedestrian pada kedua sisi sungai
dan bagian bawah bangunan sudah
mundur 1 m. Pada gambar, tampak
jalur pedestrian di sepanjang sungai
yang menghubungkan ke 3 ruang
terbuka pada permukiman ini.
CC
51
Gambar diatas menunjukkan tampak bangunan-bangunan yang melakukan
ekspansi di atas sungai. Sesuai dengan peraturan dan kesepakatan bersama
untuk meningkatkan kualitas ruang permukiman berikut keselamatan dan
kesehatan warga, maka bangunan tersebut akan dibongkar.
Adanya penambahan bangunan rumah tinggal ke arah sungai telah
menyebabkan lebar sungai menjadi semakin sempit dan bahkan saat ini telah
menjadi seperti selokan kecil. Untuk mengembalikan kondisi alami sungai dan
untuk menertibkannya, maka diharapkan penduduk merelakan sebagian tanah
dan bangunan mereka untuk digunakan sebagai penghijauan disepanjang
sungai. Adapun jenis penghijauan yang akan dilakukan disepanjang sungai
tersebut adalah berupa penanaman tanaman rambat dan tanaman khusus
seperti kuping gajah yang juga berfungsi sebagai infiltrasi pembuangan air
kotor dari rumah ke sungai. Bangunan komersial yang berada di atas gorong-
gorong akan dibongkar karena selain menyalahi peraturan juga berbahaya dari
segi konstruksi. Ruang terbuka hasil pembongkaran dapat digunakan sebagai
ruang bermain anak.
52
Dari gambar di atas terlihat rumah tinggal yang berada di atas sungai. Jika
bangunan ini telah dibongkar, maka daerah tersebut dapat dimanfaatkan
sebagai jalur pedestrian tidak gelap lagi.
5.6.3 Aspek Mikro Klimat
Untuk mengoptimalkan cahaya matahari dan hembusan angin pada bangunan
yang terletak terlalu berdekatan, maka lantai atas bangunan yang berdekatan
akan dimundurkan selebar + 1 m.
53
5.6.4 Aspek Lingkungan
Adapun unsur-unsur lingkungan yang menjadi fokus dalam perbaikan adalah :
5.6.4.1 Area masuk (entrance) ke Permukiman
Dengan memberikan perhatian khusus pada desain entrance (dengan
menambahkan rancangan atap bertumpuk), akan memberikan kesan visual
yang kuat sebagai pintu masuk utama ke permukiman Pasar Simpang Dago.
54
5.6.4.2 Ruang Terbuka
Perencanaan ruang terbuka dilakukan dengan berfokus pada peruntukan bagi
ruang bermain anak (ruang terbuka 1, ruang terbuka 2 dan ruang terbuka 3).
Saat ini, penggunaan ruang terbuka yang sudah adaa belum termanfaatkan
dengan baik. Untuk perencanaan ke depan, ruang-ruang terbuka ini akan
dimanfaatkan sebagai :
1. Ruang terbuka 1 di sebelah Barat untuk tempat bermain anak
2. Ruang terbuka 2 didesain dengan memanfaatkan kemiringan tanah yaitu
pembuatan tangga yang juga difungsikan sebagai akses sirkulasi ke
seberang sungai
3. Ruang terbuka 3 untuk tempat bermain anak dan berolah raga.
1
3
2
55
a. Ruang Terbuka I
Ruang terbuka I diatas selama ini hanya dimanfaatkan oleh penduduk
sekitarnya sebagai tempat menjemur bahan dagangannya. Ruang terbuka ini
sesungguhnya memiliki potensi untuk ditingkatkan kualitasnya menjadi ruang
bersama dan ruang bermain anak. Untuk menghidupkan suasana, ruang ini pun
akan dilengkapi dengan area untuk duduk, peralatan bermain anak dan taman
yang berfungsi sebagai penghijauan untuk lingkungan sekitarnya.
56
b. Ruang Terbuka II
Ruang sisa pada turap bantaran sungai yang selama ini hanya ditumbuhi oleh
tanaman liar dan tidak dimanfaatkan oleh penduduk sekitarnya, sesungguhnya
dapat dimanfaatkan sebagai ruang terbuka untuk bermain anak, seperti terlihat
pada gambar di atas. Adapun desain perancangan diterapkan, dapat bersifat
aktraktif sehingga dapat menambah kreativitas anak-anak yang sedang
bermain di tepi sungai.
57
c. Ruang Terbuka III
Ruang terbuka yang berada tepat di Jl. Tubagus Ismail ini selain berfungsi
sebagai tempat olahraga terbuka, juga dapat dimanfaatkan sebagai tempat
bermain anak pada lahan yang masih tersisa. Untuk keamanan dan privasi,
daerah ini akan diberi pembatas berupa pagar sehingga tidak langsung terlihat
oleh orang-orang yang melintasi Jl. Tubagus Ismail.
58
5.6.4.3 Penataan Daerah Pinggir Sungai
Setiap bangunan yang membelakangi bantaran sungai atau yang berada tepat
di pinggir sungai akan dilakukan pemunduran bagian bawah (Lt. 1) selebar ± 1
meter untuk sirkulasi dan penghijauan. Adapun penghijauan melalui
penanaman pohon rambat dan pohon perdu ini pun dimaksudkan sebagai
bagian dari proses infiltrasi air kotor yang akan masuk ke dalam aliran sungai.
Untuk penertiban lingkungan, akan dilakukan pembongkaran terhadap
bangunan-bangunan yang berdiri di atas sungai. Adapun lahan hasil
pembongkaran tersebut akan dimanfaatkan sebagai ruang terbuka,
penghijauan dan jembatan atas sungai.
Secara 3 dimensi, tampilan tatanan bangunan perumahan dan pedestrian
Kawasan Pasar Simpang yang terletak di sepanjang Sungai Cisadea dapat
dilihat pada gambar berikut ini.
59
Gambar diatas menampilkan kondisi lingkungan yang telah diperbaiki, dimana
telah dilakukan pemunduran bangunan dan pembongkaran rumah di atas
sungai. Dengan adanya ‘keterbukaan’ lingkungan, diharapkan penduduk
setempat akan lebih leluasa dalam memanfaatkan dan merawat ruang terbuka
dan pedestrian yang berada di daerah bantaran sungai.
60
5.6.4.4 Sketsa Tiga Dimensi
a. Ilustrasi Maket Perencanaan Kawasan Permukiman Pasar Simpang
Dago (RT. 02)
61
b. Sketsa Perencanaan Blok Plan Kawasan
Perspektif Blok Plan dari Arah Jl. Tubagus Ismail
Perspektif Blok Plan dari Arah Jl. Ir. H. Juanda
62
c. Rencana Tampak Kawasan
Tampak dari Arah Jl. Dipati Ukur
Tampak dari Arah Jl. Tubagus Ismail
63
d. Sketsa Kondisi Lingkungan (Setelah Perbaikan)
Rencana Penghijauan dan Pedestrian di Samping Bantaran Sungai
Sketsa Kondisi Perumahan yang Telah Dilakukan Pemunduran untuk
Akses Pedestrian dan Penghijauan
64
Sketsa Suasana Pedestrian di Sekitar Bantaran Sungai
Sketsa Suasana Pedestrian di Sekitar Bantaran Sungai
65
Sketsa (Rencana Perbaikan) Kondisi Wajah Bangunan Setelah Sungai Tidak Lagi Menjadi Daerah Belakang
Sketsa Kondisi Perumahan di Sepanjang Pinggiran Sungai Setelah Dilakukan Pemunduran Selebar + 1 m untuk Akses Pedestrian, Penghijauan dan STBP
66
Suasana Ruang Terbuka di Daerah Bantaran Sungai Sebagai Hasil Perbaikan Lingkungan
Suasana Ruang Terbuka di Daerah Bantaran Sungai dari Sudut Perspektif Lain
67
5.6.4.5 Penghijauan Lingkungan
Dalam upaya ‘menghijaukan’ kawasan simpang, dilakukan program penanaman
pohon-pohon rambat dimana setiap rumah dianjurkan menanam 1 pohon untuk
penghijauan. Program ini pun dimaksudkan untuk mempersatukan tampak
bangunan yang saat ini masih terlihat berbeda-beda (Konsep Unity).
68
5.6.5 Sanitasi Lingkungan
Sesuai dengan kondisi dan konsep perancangan kawasan seperti yang telah
diuraikan diatas, aplikasi dan penerapannya terhadap sistem sanitasi
lingkungan adalah sebagai berikut :
5.6.5.1 Sistem Pembuangan Air Kotor dan Drainase
A. Sistem Pembuangan Air Kotor (Drainase).
Untuk menertibkan sistem pembuangan air kotor, akan dibuatkan sistem aliran
tunggal dimana aliran dari semua pembuangan (yang terdiri dari air limbah
rumah tangga, air limbah small interceptor/septictank, air hujan, air cucian dan
lain-lain) dialirkan menjadi satu dalam sistem drainase. Adapun ukuran dan
diameter pipa pembuangan yang akan digunakan, disesuaikan dengan rata-rata
debit aliran air kotor yang dihasilkan oleh dari setiap rumah tangga yaitu
sebesar Ø80-100 mm.
B. Septictank
Septictank dibuat oleh setiap unit rumah dengan kapasitas 4-5 orang per
keluarga. Adapun ukuran septiktank dibuat dengan lebar 1m, panjang 2,5 m
dan tinggi 3 m atau disesuaikan dengan kemampuan keluarga. Saptiktank
dengan ukuran sebesar ini dapat dikuras minimal 1 tahun sekali. Pembuatan
septictank dapat dibuat dibawah bangunan hunian rumah, sehingga tidak
mengambil lahan atau menambah lahan. Dengan konsep demikian,
pembangunan septictank dapat meningkatkan efisiensi lahan tanpa mengurangi
aspek kesehatan, sanitasi dan kebersihan lingkungan.
C. Saringan Tanaman Bedeng Pasir (STBP) Bioremediasi
Pengelolaan limbah pada lingkungan permukiman yang distudi dilakukan
dengan Treatment Saringan Tanaman Bedeng Pasir (STBP) atau yang dikenal
dengan istilah Bioremediasi. Pada kawasan permukiman Simpang, STBP ini
dapat dibangun disepanjang aliran Sungai Cisadea dengan ukuran tertentu
69
dengan mengikuti alur kali. Konsep ini dapat diterapkan dan disesuaikan
dengan kesiapan financial masyarakat, donatur atau bantuan pemerintah.
Masing-masing bak STBP ini mempunyai inlet yang bersumber dari saluran
pembuangan air kotor/drainase dan outlet yang mengarah pada badan kali.
Dengan demikian air kotor yang akan masuk ke sungai secara otomatis telah
tersaring dan memiliki kandungan pencemar yang cukup rendah.
Adapun jenis tanaman yang dapat digunakan untuk STBP ini adalah tanaman
Talas-talasan (Thyponium Javanicum Sp) atau Tanaman Kangkung (Ipoemoa
Aquatica Forsk) dan mendong (scirpus liotaralis). Pada kawasan Simpang, jenis
tanaman yang akan digunakan adalah Kuping Gajah, Pandan, dll yang dalam
hal ini akan difungsikan juga sebagai tanaman penghijauan disepanjang sungai.
Ilustrasi penggunaan Saringan Tanaman Bedeng Pasir disepanjang bantaran
sungai, dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Bak Bioremediasi yg aka dibuat di titik-titik bantaran kali
inlet
Outlet dibuang ke Kali
Irisan penampang Bak
Treatment Bioremediasi
Lahan yang dipergunakan untuk Saringan Tanaman Bedeng Pasir sedapat
mungkin bermuara dalam suatu sistem pengaliran air kotor (Sungai Cisadea)
dimana untuk peresapannya dibutuhkan area selebar 0.2 m di sepanjang
Saringan Tanaman Bedeng Pasir
70
bantaran sungai. Berdasarkan hal tersebut, konsep saringan treatment biologis
ini akan dialokasikan di sepanjang bentaran sungai dan bersebelahan dengan
pedestrian. Manfaat lain dari penggunaan STBP ini adalah adanya manfaat
ganda dari penghijauan yang secara umum dapat meningkatkan kesehatan
sekaligus meningkatkan estetika kawasan.
Keterangan ∅ : = 100 mm = 75 mm
= 50 mm = 40 mm
71
5.6.5.2 Air Bersih
Berdasarkan kondisi yang ada saat ini, sebagian besar penduduk memperoleh
sumber air bersih dari sumur galian yang dibangun oleh masing-masing hunian
dan hanya sebagian kecil yang memperoleh distribusi air bersih dari PDAM.
Dengan bertambahnya jumlah penduduk dan pengingkatan kepadatan
kawasan, akan berakibat pada semakin berkurangnya area serapan air bersih
yang pada akhirnya akan semakin mengurangi kuantitas maupun kualitas air
tanah yang ada pada kawasan tersebut. Bila hal ini terjadi secara terus
menerus, akan berdampak pada kelangkaan air bersih. Untuk itu dibutuhkan
konsep penyediaan air bersih alternatif dilingkungan ini.
Adapun langkah-langkah perbaikan yang dapat dilakukan adalah :
1. Memberikan tambahan jaringan distribusi PDAM terhadap permukiman yang
belum mendapat sambungan air bersih.
2. Bila memungkinkan pemerintah dapat memberikan bantuan berupa
pembuatan reservoar-reservoar untuk menekan penggunaan air bersih yang
berlebihan atau upaya pengehematan air tanah di kawasan ini.
3. Masyarakat melakukan upaya pembuatan reservoar secara swadaya untuk
kalangan sendiri.
5.6.5.3 Persampahan
Hingga saat ini, penduduk di permukiman Pasar Simpang telah sangat perduli
terhadap masalah persampahan di lingkungan permukimannya. Hal ini
tercermin dari tingginya tingkat partisipasi penduduk dalam menjaga
kebersihan lingkungan dan aktifnya penduduk untuk turut serta dalam program
kerja bakti yang dilakukan seminggu sekali.
Adapun upaya peningkatan kebersihan yang akan dilakukan pada kawasan ini
difokuskan pada area disekitar bantaran sungai yaitu area pedestrian dan area
ruang terbuka bersama.
72
Penerapan yang aplikatif terhadap peningkatan kondisi kebersihan di kawasan
ini dilakukan dengan mempertimbangkan:
1. Kapasitas dan daya dukung lingkungan
2. Sarana pengangkutan sampah (gerobak dorong) dari lingkungan menuju
kontainer di muka Pasar Simpang
3. Partisipasi dan peran serta masyarakat untuk turut serta menjaga
kebersihan lingkungan (membuang sampah pada tempatnya dan kelanjutan
program kerja bakti untuk membersihkan area bantaran sungai)
Dari fenomena tersebut, maka rancangan yang aplikatif untuk peningkatan
kondisi kebersihan di kawasan ini adalah dengan memberikan sarana tong
sampah di tempat-tempat strategis, disetiap jarak sekitar 200 meter. Cara ini
digunakan karena disamping biayanya murah, mobilitasnya pengangkutannya
pun jauh lebih mudah.
73
BAB VI
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
6.1 KESIMPULAN
Pada proses perencanaan dan perancangan perbaikan lingkungan permukiman
di kawasan Pasar Simpang Dago, ternyata dengan menemu kenali
permasalahan yang terjadi di lapangan melalui survey visual dan wawancara
terhadap masyarakat setempat, serta pencerapan suasana untuk melihat
fenomena-fenomena permukiman di kawasan tersebut, kita dapat
mengidentifikasi permasalahan permukiman yang ada dan mempunyai peluang
kemungkinan untuk dilakukan perbaikan. Dengan mengajak masyarakat untuk
berpartisipasi dalam memperbaiki kualitas lingkungannya, ternyata diperoleh
tanggapan yang baik, karena masyarakat memang mengharapkannya, asalkan
mereka dapat tetap tinggal di lokasi permukiman sekarang.
Melalui visi yang ditetapkan sebagai acuan untuk memperbaiki lingkungan,
maka dapat disusun strategi perencanaan yang direncanakan dapat
dilaksanakan dalam 4 tahapan, yaitu tahap 1 tahun 2004-2006, tahap 2 tahun
2007-2015, tqhqp 3 tahun 2016-2020 dan tahap 4 tahun 2021-selanjutnya,
yang menyangkut permasalahan 3 aspek penting kawasan Pasar Simpang
Dago, yaitu : aspek mikro klimat, aspek lingkungan dan aspek sanitasi.
• Aspek mikro klimat
Yaitu bagaimana menciptakan permukiman kawasan Pasar Simpang yang
mempunyai kondisi mikro klimat yang sehat, melalui perhatian utama
terhadap keterbukaan antar massa bangunan dengan mempertimbangkan
kondisi udara dan intensitas pencahayaan yang masuk ke dalam bangunan
dan alur sirkulasi yang ada di antara bangunan-bangunan.
74
• Aspek Lingkungan
Yaitu bagaimana menciptakan kejelasan pencapaian melalui keksesuaian
standar dimensi dan penataan sirkulasi sepanjang bantaran alur sungai
Cisadea yang pada saat ini menjadi daerah belakang dari rumah-rumah di
permukiman Pasar Simpang Dago. Selain itu untuk aspek lingkungan, juga
diberikan perhatian terhadap ketersediaannya ruang-ruang terbuka sebagai
tempat untuk melakukan kegiatan bermain dan aktivitas sosial warga, serta
penataan penghijauan sebagai upaya untuk menciptakan kesatuan tampak
lingkungan atau dengan kata lain sebagai upaya mengeliminasi kekacauan
bentuk atau wajah lingkungan.
• Aspek sanitasi
Yaitu upaya penataan sistim sanitasi melalui pengaturan penyediaan dan
distribusi air bersih, pengaturan sistim pembuangan air kotor dan
pengaturan sistim pembuangan sampah warga .
Dari strategi perencanaan yang telah disusun, maka dapat ditetapkan taktik
perancangan untuk ketiga aspek diatas, yang merupakan langkah nyata untuk
mewujudkan lingkungan permukiman Pasar Simpang yang sehat dan
mempunyai kualitas lingkungan yang baik.
Sebagai taktik perancangan untuk aspek mikro klimat, dilakukan langkah-
langkah pembongkaran terhadap bangunan-bangunan yang berpotensi
memberikan permasalahan terhadap penciptaan iklim mikro dan pelanggaran
aspek legal. Pembongkaran bangunan dapat berupa membongkar seluruh
maupun sebagian bangunan, sesuai dengan taktik perencanaan secara
bertahap. Kemudian, setelah pembongkaran selesai dilakukan upaya penataan
estetika lingkungan berupa pengecatan ataupun penanaman pohon rambat.
Taktik perancangan untuk penataan lingkungan, meliputi penataan sirkulasi dan
peningkatan kualitas ruang terbuka yang disertai dengan penghijauan
kawasan. Adapun untuk taktik perancangan penataan sanitasi, dilakukan
pengaturan mengenai sistim penyediaan dan distribusi air bersih, air kotor dan
75
sistim pembuangan sampah yang diharapkan dapat terencana secara terpadu,
efektif dan efisien.
Dengan menerapkan langkah-langkah perencanaan yang sistematis dan
bertahap, melalui kegiatan gotong royong dan mengajak masyarakat
berpartisipasi aktif, maka upaya peningkatan kualitas lingkungan permukiman
akan mudah terlaksana tanpa ada yang merasa berat atau terbebani.
6.2 REKOMENDASI
Untuk melaksanakan upaya peningkatan perbaikan kualitas permukiman
Kawasan Pasar Simpang Dago, sebaiknya ada satu institusi, apakah dari pihak
pemerintah, LSM atau pendidikan yang kompeten, yang terlibat sebagai
konselor dan motivator dalam menetapkan setiap langkah perencanaan, mulai
dari penentuan visi, strategi perencanaan dan taktik perancangan.
Dan akan sangat baik serta memudahkan apabila seluruh warga dapat terlibat
secara aktif dalam urun gagas dan urun rembug yang dilakukan. Selain itu
dalam pelaksanaan di lapangan peran serta dari masyarakat sangat diharapkan,
karena dengan melibatkan masyarakat setempat, mereka akan lebih merasa
memiliki fasilitas-fasilitas yang telah tersedia dan pada akhirnya mereka akan
tetap menjaga lingkungan permukiman mereka dengan baik.
Diperlukan pula adanya kesepakatan tertulis dari masyarakat, agar
pembangunan yang dilakukan sesuai dengan peraturan yang ada dan
kesepakatan bersama.
DAFTAR PUSTAKA
1. Cluskey, Jim Mc, (1979), Road Form and Townscape, The Architecture
Press,London.
2. Culpin, Clifford and Partners, (1983), Urban Projects Manual, Liverpool
University Press in Association With Fairstead Press, Liverpool.
3. Hasan, Elim, (1989), Permukiman Sungai Cikapundung, Thesis S2
Departemen Teknik Arsitektur ITB, Bandung.
4. Klossterman, Emmy, (1983), (West Java Rural Water Suply) Prinsip-prinsip
Teknik Penyehatan Dalam Bidang Penyediaan Air Bersih, Bandung.
5. Lynch, Kevin, (1968), Image Of The City, MIT Press, London.
6. Latief, Abdul, Dkk, (1985), Suatu Studi Masalah Sampah dan
Penanggulangannya di Kotamadya Ujung Pandang, Universitas Hasanudin,
Ujung Pandang.
7. Pratikno, Priyo (2001), Kampung Kota, Sebuah Elemen Penyangga Sistem
Kota Yang Berkelanjutan, Sustainable Architecture, Semarang – Indonesia.
8. Reed, R.A, (1995), Sustainable Sewerage, Guidelines For Community
Schemes, Intermediate Technology Publications, London.
9. Serageldin, Ismail, (1997), The Architecture Of Empowerment, Academy
Editions, London.
10. Sregeg I Gede,(1998), Efektivitas Saringan Bioremediasi Tanaman Mendong
(Scirpus Littoralis Schard), Kangkung (Ipoemoa Aquatica Forsk) dan Tales-
talesan (Typhonium javanicum Miq) melalui Ujicoba Lapang Skala Kecil dan
Simulasi Laboratorium, Desertasi, Program Pasca Sarjana, IPB, Bogor