KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010....

113
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN I-2010 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG

Transcript of KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010....

Page 1: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

TRIWULAN I-2010

KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG

Page 2: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 – 4230223 Fax : 022 – 4214326

Page 3: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya (kredibel) secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil. Misi Bank Indonesia Mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah melalui pemeliharaan kestabilan moneter dan pengembangan stabilitas sistem keuangan untuk pembangunan nasional jangka panjang yang berkesinambungan. Nilai-nilai Strategis Bank Indonesia Nilai-nilai yang menjadi dasar organisasi, manajemen dan pegawai untuk bertindak atau berperilaku yaitu kompetensi, integritas, transparansi, akuntabilitas dan kebersamaan. Visi Kantor Bank Indonesia Bandung Menjadi Kantor Bank Indonesia yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas Bank Indonesia yang diberikan. Misi Kantor Bank Indonesia Bandung Mendukung pencapaian kebijakan Bank Indonesia di bidang moneter, perbankan dan sistem pembayaran secara efisien dan optimal serta memberikan saran kepada Pemda & lembaga terkait lainnya di daerah dalam rangka mendukung pembangunan ekonomi daerah. Tugas Pokok Bank Indonesia Bandung adalah sebagai berikut : 1. Memberikan masukan kepada Kantor Pusat tentang kondisi ekonomi dan keuangan daerah di

wilayah kerjanya; 2. Melaksanakan kegiatan operasional sistem pembayaran tunai dan/atau non tunai sesuai dengan

kebutuhan ekonomi daerah di wilayah kerjanya; 3. Melaksanakan pengawasan terhadap perbankan di wilayah kerjanya; 4. Memberikan saran kepada Pemerintah Daerah mengenai kebijakan ekonomi daerah, yang

didukung dengan penyediaan informasi berdasarkan hasil kajian yang akurat; 5. Mengelola sumber daya internal yang dibutuhkan sebagai faktor pendukung terlaksananya fungsi-

fungsi utama.

Page 4: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 5: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan rahmat dan karunia-

Nya, buku “Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jawa Barat Triwulan I-2010” ini akhirnya dapat

diselesaikan. Hasil kajian atas perkembangan ekonomi regional Provinsi Jawa Barat pada triwulan

laporan memberi gambaran bahwa perekonomian Jawa Barat terindikasikan terus menunjukkan

perkembangan yang baik.

Prospek perekonomian global yang semakin menunjukkan perbaikan diperkirakan mampu

mendorong pertumbuhan ekonomi Jawa Barat untuk tetap tumbuh tinggi, yaitu sebesar 5,8% (yoy)

pada triwulan I-2010. Angka perkiraan tersebut sedikit melambat apabila dibandingkan pertumbuhan

pada triwulan sebelumnya yang mencapai 6,1% (yoy). Walaupun demikian, perkiraan pertumbuhan

ekonomi di sepanjang tahun 2010 diperkirakan masih tetap lebih tinggi dibandingkan tahun 2009.

Dari sisi permintaan, tingginya pertumbuhan ekonomi didorong terutama oleh meningkatnya ekspor

dan investasi, sementara di sisi lain, konsumsi rumah tangga diperkirakan sedikit melambat. Dari sisi

penawaran, sektor industri pengolahan menunjukkan kinerja yang semakin membaik, terutama pada

subsektor alat angkutan, mesin, dan peralatannya. Sementara itu, sektor pertanian diperkirakan

melambat, seiring turunnya produksi padi di Jawa Barat selama periode laporan.

Di sisi perkembangan harga, laju inflasi Jawa Barat masih cukup terkendali, yakni sebesar

2,99% (yoy). Faktor penyebab masih terkendalinya level inflasi Jawa Barat adalah membaiknya

ekspektasi pelaku usaha karena apresiasi nilai tukar rupiah dan terjaganya pasokan bahan kebutuhan

pokok masyarakat. Lancarnya distribusi beberapa komoditas strategis, terutama daging ayam ras, telur

ayam ras, ikan segar, dan sayur-sayuran turut berperan dalam terkendalinya harga barang/jasa secara

umum di Jawa Barat.

Sejalan dengan semakin membaiknya perekonomian, penyaluran pembiayaan dari perbankan

mulai menunjukkan peningkatan. Penyaluran kredit oleh perbankan Jawa Barat mencatat

pertumbuhan sebesar 24% (yoy) atau lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan

sebelumnya yang sebesar 17%. Sementara itu, penghimpunan dana pihak ketiga masih tumbuh

6,63% (yoy), walaupun melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Dengan perkembangan

tersebut, intermediasi perbankan di Jawa Barat mengalami peningkatan yang tercermin pada naiknya

angka Loan to Deposit Ratio (LDR) dari 77% menjadi 83%. Di sisi lain, risiko kredit sedikit meningkat

seperti yang tercermin pada Non Performing Loan (NPL) Gross yang naik dari 3,37% di triwulan IV-

2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010.

Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD di

Jawa Barat diperkirakan turut membantu pemulihan perekonomian. Meningkatnya dukungan

keuangan pemerintah terhadap perekonomian terutama dalam bentuk program percepatan

pengadaan barang/jasa serta realisasi bantuan pendidikan dan kegiatan pendukung transmigrasi.

Seiring membaiknya perekonomian, kondisi ketenagakerjaan serta kesejahteraan di Jawa

Barat tetap menunjukkan perkembangan positif. Hal ini diindikasikan oleh persepsi pelaku usaha

v

Page 6: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

untuk melakukan penambahan tenaga kerja baru, terutama pada sektor pertanian. Sementara itu,

perbaikan tingkat kesejahteraan dicerminkan oleh meningkatnya Nilai Tukar Petani.

Uraian di atas merupakan hasil analisa kami terhadap berbagai data dan informasi, yang selain

berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

Bank Indonesia Bandung, juga kami peroleh dari berbagai pihak, seperti Pemerintah Provinsi Jawa

Barat, dinas-dinas terkait, Badan Pusat Statistik Jawa Barat, BULOG Divre III Jawa Barat, Direktorat

Jenderal Pajak Jawa Barat I, Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), PT. PLN Distribusi Jabar dan Banten,

PT. Angkasa Pura II, PT. Jasa Marga, PT. Kereta Api, serta PT Pelindo. Sehubungan dengan hal

tersebut, dalam kesempatan ini, perkenankanlah kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada pihak-pihak tersebut yang telah membantu penyusunan buku ini.

Kami menyadari bahwa cakupan serta kualitas data dan informasi yang disajikan dalam buku

ini masih perlu terus disempurnakan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran

membangun dari semua pihak yang berkepentingan dengan buku ini. Kiranya kerjasama yang sangat

baik dengan berbagai pihak selama ini dapat terus ditingkatkan di masa yang akan datang.

Akhir kata, kami berharap semoga buku ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Semoga Tuhan

Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan ridha-Nya dan melindungi setiap langkah kita.

Bandung, Mei 2010

Yang Ahmad Rizal

Pemimpin

vi

Page 7: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

DAFTAR ISI Kata Pengantar ....................................................................................................................... v Daftar Isi ................................................................................................................................. vii Daftar Tabel............................................................................................................................ ix Daftar Grafik........................................................................................................................... x Tabel Indikator Ekonomi Jawa Barat........................................................................................ xiii RINGKASAN EKSEKUTIF .......................................................................................................... 1 BAB 1 KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL ........................................................................... 7

1. Sisi Permintaan.................................................................................................................. 9 1.1. Konsumsi ................................................................................................................ 10 1.2. Investasi .................................................................................................................. 12 1.3. Ekspor ................................................................................................................. 12

2. Sisi Penawaran............ ...................................................................................................... 15 2.1. Sektor Pertanian......................................................................................................... 16 2.2. Sektor Industri Pengolahan......................................................................................... 18 2.3. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran.................................................................... 21 2.4. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi ....................................................................... 23 2.5. Sektor Bangunan/Konstruksi ...................................................................................... 25 2.6. Sektor Lainnya ........................................................................................................... 26

Boks 1. Dampak ACFTA terhadap Kinerja Industri Tekstil dan Produk Tekstil ........................... 28 Boks 2. Survei Persepsi Konsumen (Rumah Tangga) terhadap ACFTA...................................... 32

BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH ........................................................................... 33 1. Perkembangan Inflasi ....... ................................................................................................ 35

1.1. Inflasi Menurut Kelompok Barang dan Jasa .............................................................. 36 Inflasi Tahunan.......................................................................................................... 36 a. Kelompok Bahan Makanan .................................... ............................................. 37 b. Kelompok Sandang………...................................... ............................................. 37 c. Kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan............................................. 37 Inflasi Triwulanan................................................................................................... .. 37

1.2. Inflasi Menurut Kota ................................................................................................ 38 Inflasi Tahunan.......................................................................................................... 38 a. Kota Bandung...................................................................................................... 39 b. Kota Bekasi.......................................................................................................... 40 c. Kota Depok.......................................................................................................... 40 d. Kota Bogor. ......................................................................................................... 40 e. Kota Cirebon. ...................................................................................................... 41 f. Kota Sukabumi..................................................................................................... 41 g. Kota Tasikmalaya................................................................................................. 42 Inflasi Triwulanan................................................................................................... .. 42

2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Inflasi........ .................................................................. 43 2.1. Fundamental............................................................................................................... 43 a. Interaksi Permintaan dan Penawaran ..... .............................................................. 43

b. Eksternal .............................................................................. ............................... 44 c. Ekspektasi Inflasi ........... ...................................................................................... 44

2.2. Non Fundamental....................................................................................................... 45 a. Volatile Foods .... ................................................................................................. 45 b. Administered Price . ............................................................................................. 46

Boks 2. Riset Pengaruh Struktur Pasar terhadap Pembentukan Harga Makanan dan Minuman di Jawa Barat. .......................................................................................................... 47

BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH .................................................................. 53

1. Struktur Perbankan di Jawa Barat ..................................................................................... 55 2. Bank Umum Konvensional .................................................................................................. 55

2.1. Pendanaan dan Risiko Likuiditas .................................................................................. 55

vii

Page 8: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

Perkembangan Dana Pihak Ketiga ................................................................................. 55 Ekses Likuiditas ............................................................................................................. 57

2.2. Perkembangan Kredit dan Risikonya ............................................................................ 58 Perkembangan Kredit ................................................................................................. 58 Kredit Mikro, Kecil dan Menengah (MKM) ................................................................... 61 Kredit yang berlokasi Proyek di Jawa Barat .................................................................. 61 Risiko Kredit ................................................................................................................ 62

3. Bank Umum Syariah........................................................................................................... 64 4. Bank Umum yang Berkantor Pusat di Jawa Barat ................................................................ 65 5. Bank Perkreditan Rakyat ................................................................................................... 65

BAB 4 KEUANGAN DAERAH............................... ................................................................. 67 1. APBD Provinsi Jawa Barat Tahun 2010................................................................... 69 2. Pendapatan Pemerintah di Jawa Barat................ ........................................................ 70

2.1. Pendapatan Pemerintah Pusat di Jawa Barat ............................................................. 70 2.2. Pendapatan Pemerintah Provinsi ............................................................................... 71

2. Belanja Daerah............................................................................................................. ....... 72 2.3. Belanja APBN di Jawa Barat ...................................................................................... 72 Belanja Dana Dekonsentrasi....................................................................................... 72

Belanja Dana Tugas Pembantuan................................................................................ 73 Belanja APBN yang Berasal dari Pinjaman Luar Negeri................................................. 74

2.4. Belanja APBD Provinsi Jawa Barat ............................................................................ 74 Boks 3. Peningkatan Belanja Infrastruktur Provinsi Jawa Barat Tahun 2010.......... .................... 75

BAB 5 PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN .................................................................. 77 1. Pengedaran Uang Kartal.................................................................................................. 79

1.1. Aliran Uang Kartal Masuk/Keluar (Inflow/Outflow) .................................................... 79 1.2. Penyediaan Uang Kartal Layak Edar ......................................................................... 80 1.3. Uang Palsu .............................................................................................................. 81

2. Sistem Pembayaran Non Tunai......................................................................................... 81 2.1 Kliring Lokal............................................................................................................. 81 2.2 Real Time Gross Settlement (RTGS)........................................................................... 82

BAB 6 PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH.......... 83

1. Ketenagakerjaan ............................................................................................................. 85 Keadaan Ketenagakerjaan Jawa Barat ..................................................................... ........ 85

2. Kesejahteraan.................................................................................................................. 86 BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH ....................................................................................... 89

1. Prospek Ekonomi Makro.................................................................................................. 91 2. Prakiraan Inflasi ............................................................................................................... 92

Faktor Fundamental ..................................................................... ................................... 93 Faktor Non Fundamental ................................................................................................. 93

LAMPIRAN............................................................................................................................................ 95 DAFTAR ISTILAH ................................................................................................................................... 101

viii

Page 9: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Provinsi Jawa Barat Dari Sisi Permintaan (%) ......... 10 Tabel 1.2. Pertumbuhan Nilai Ekspor Berdasarkan Benua Asal Pembeli............................................. 14 Tabel 1.3. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Provinsi Jawa Barat dari Sisi Penawaran (%)........... 16 Tabel 1.4. Indikator Perhotelan di Jawa Barat.................................................................................... 22 Tabel 1.5. Jumlah Penumpang Kereta Api di Jawa Barat................................................................... 24 Tabel 1.6. Jumlah Kendaraan yang Melintasi 12 Gerbang Tol di Jawa Barat...................................... 24 Tabel 1.7. Pemakaian Listrik di Jawa Barat (Juta Kwh)....................................................................... 26 Tabel 2.1. Inflasi Tahunan Jawa Barat Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%)................................ 36 Tabel 2.2. Inflasi Triwulanan di Jawa Barat Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%)......................... 38 Tabel 2.3. Inflasi Tahunan di Jawa Barat Menurut Kota (%).............................................................. 39 Tabel 2.4. Inflasi Tahunan di Jawa Barat Menurut Kota & Kelompok Barang dan Jasa Triwulan I-

2010 (yoy, %).................................................................................................................. 39 Tabel 2.5. Inflasi Tahunan Kota Bandung Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%).......................... 39 Tabel 2.6. Inflasi Tahunan Kota Bekasi Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%).............................. 40 Tabel 2.7. Inflasi Tahunan Kota Depok Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%) ............................. 40 Tabel 2.8. Inflasi Tahunan Kota Bogor Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%) .............................. 40 Tabel 2.9. Inflasi Tahunan Kota Cirebon Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%) ........................... 41 Tabel 2.10. Inflasi Tahunan Kota Sukabumi Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%) ........................ 41 Tabel 2.11. Inflasi Tahunan Kota Tasikmalaya Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%) ..................... 42 Tabel 2.12. Inflasi Triwulanan Jawa Barat Menurut Kota (qtq,%)...... ................................................. 42 Tabel 2.13. Inflasi Triwulanan di Jawa Barat Menurut Kota & Kelompok Barang dan Jasa Triwulan I-

2010 (qtq, %).................................................................................................................. 42 Tabel 2.14. Inflasi Tahunan Menurut Faktor Penyebab (yoy, %).......................................................... 43 Tabel 2.15. Inflasi Triwulanan Menurut Faktor Penyebab (qtq, %)...................................................... 43 Tabel 2.16. Inflasi Tahunan Kelompok Bahan Makanan (yoy, %) ....................................................... 45 Tabel 2.17. Luas Lahan Pertanian yang Terkena Puso (Ribu Ha).......................................................... 46 Tabel 3.1. Posisi Kredit Bank Umum Konvensional di Jawa Barat Berdasarkan Kabupaten/Kota

Triwulan I-2010............................................................................................................... 60 Tabel 3.2. NPL Gross Bank Umum Konvensional di Jawa Barat Berdasarkan Kabupaten/

Kota................................................................................................................................ 63 Tabel 4.1. APBD Provinsi Jawa Barat Tahun 2009 dan 2010 ……………………………….......... ....... 69 Tabel 4.2. Perkembangan Pendapatan Pemerintah Pusat di Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa

Barat I………………………………………………………….......... .................................... 71 Tabel 4.3. Realisasi Penerimaan Pajak Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Rp Miliar) ............................. 71 Tabel 4.4. Realisasi Pendapatan Pemerintah Provinsi Jawa Barat....................................................... 72 Tabel 4.5. Realisasi Dana Dekonsentrasi Jawa Barat di Lima Dinas Penerima Alokasi Anggaran

Terbesar ......................................................................................................................... 73 Tabel 4.6. Realisasi Dana Tugas Pembantuan Jawa Barat di Lima Dinas Penerima Alokasi Anggaran

Terbesar.... ..................................................................................................................... 73

Tabel 5.1. Perkembangan Outflow Uang Kertas dan Uang Logam melalui KBI Bandung. ................. 80 Tabel 5.2. Perkembangan Transaksi Kliring Lokal Rata-rata per Bulan di Jawa Barat ......................... 81 Tabel 5.3. Perkembangan Transaksi RTGS di Jawa Barat .................................................................. 82 Tabel 6.1. Nilai Tukar Petani di Jawa Barat (2007=100).................................................................... 87

ix

Page 10: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

DAFTAR GRAFIK

Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat (yoy) .............................................................. 9 Grafik 1.2. Indeks Keyakinan Konsumen ........................................................................................... 10 Grafik 1.3. Komponen Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini ..................................................................... 11 Grafik 1.4. Komponen Indeks Ekspektasi........................................................................................... 11 Grafik 1.5. Indeks Penjualan Eceran.................................................................................................... 11 Grafik 1.6. Konsumsi Listrik Rumah Tangga....................................................................................... 11 Grafik 1.7. Pajak Kendaraan Bermotor .............................................................................................. 11 Grafik 1.8. Impor Barang Modal........................................................................................................ 12 Grafik 1.9. Penjualan Semen di Jawa Barat........................................................................................ 12 Grafik 1.10. Posisi Penyaluran Kredit Investasi oleh Bank Umum di Jawa Barat..................................... 12 Grafik 1.11. Nilai Ekspor Jawa Barat.................................................................................................... 13 Grafik 1.12. Volume Ekspor Jawa Barat............................................................................................... 13 Grafik 1.13. Nilai Ekspor TPT ............................................................................................................... 13 Grafik 1.14. Volume Ekspor TPT.......................................................................................................... 13 Grafik 1.15. Nilai Ekspor Alat Telekomunikasi...................................................................................... 14 Grafik 1.16. Volume Ekspor Alat Telekomunikasi................................................................................. 14 Grafik 1.17. Nilai Ekspor Mesin Elektrik ............................................................................................... 14 Grafik 1.18. Volume Ekspor Mesin Elektrik .......................................................................................... 14 Grafik 1.19. Nilai Ekspor Jawa Barat Berdasarkan Benua Pembeli.................................................... ..... 14 Grafik 1.20. Nilai Impor Jawa Barat ..................................................................................................... 15 Grafik 1.21. Volume Impor Jawa Barat................................................................................................ 15 Grafik 1.22. Realisasi Kegiatan Dunia Usaha........................................................................................ 16 Grafik 1.23. Produksi Padi Sawah dan Ladang di Jawa Barat................................................................ 17 Grafik 1.24. Luas Panen Padi Sawah dan Ladang di Jawa Barat............................................................ 17 Grafik 1.25. Produksi Tanaman Pangan Non Padi di Jawa Barat........................................................... 17 Grafik 1.26. Luas Panen Tanaman Pangan Non Padi di Jawa Barat....................................................... 17 Grafik 1.27. Luas Panen Padi Jawa Barat........................... .................................................................. 18 Grafik 1.28. Realisasi Kegiatan Industri Pengolahan............................................................................. 19 Grafik 1.29. Konsumsi Listrik Industri .................................................................................................. 19 Grafik 1.30. Penjualan Motor Nasional ................................................................................................ 19 Grafik 1.31. Penjualan Mobil Nasional.................................................................. ............................... 19 Grafik 1.32. Nilai Ekspor Kendaraan.................................................................................................... 20 Grafik 1.33. Volume Ekspor Kendaraan ................................................................................................ 20 Grafik 1.34. Indeks Penjualan Eceran .................................................................................................. 22 Grafik 1.35. Arus Bongkar Muat di Pelabuhan Cirebon ....................................................................... 22 Grafik 1.36. Perkembangan Wisatawan Mancanegara yang Berkunjung ke Jawa Barat........................ 23 Grafik 1.37. Asal Wisatawan Mancanegara yang Berkunjung ke Jawa Barat ........................................ 23 Grafik 1.38. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Perdagangan, Hotel, dan

Restoran........................................................................................................................... 23 Grafik 1.39. Jumlah Penumpang Domestik dan Internasional di Bandara Husein Sastranegara ............. 23 Grafik 1.40. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum ke Sektor Pengangkutan dan Komunikasi... .............. 25 Grafik 1.41. Posisi Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) dan Kredit Kepemilikan Apartemen (KPA)............. 25 Grafik 1.42. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Konstruksi............................ 25 Grafik 1.43. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih.... 26 Grafik 1.44. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Jasa Dunia Usaha dan Sosial. 27 Grafik 2.1. Inflasi Tahunan Jawa Barat dan Nasional.......................................................................... 35 Grafik 2.2. Inflasi Triwulanan Jawa Barat dan Nasional ...................................................................... 35 Grafik 2.3. Inflasi Bulanan Jawa Barat dan Nasional........................................................................... 36 Grafik 2.4. Inflasi Tahunan Kelompok Bahan Makanan................................................. ..................... 37 Grafik 2.5. Inflasi Tahunan Kelompok Sandang.................................................................................. 37 Grafik 2.6. Inflasi Tahunan Kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa

Keuangan................................................ ........................................................................ 37 Grafik 2.7. Inflasi Triwulanan Kelompok Bahan Makanan di Jawa Barat Menurut Subkelompok

Triwulan I-2010............................................... ................................................................ 38

x

Page 11: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

Grafik 2.8. Pertumbuhan Kapasitas Terpakai Industri di Jawa Barat ................................................... 43 Grafik 2.9. Laju Inflasi di Negara Mitra Dagang.................................................................................. 44 Grafik 2.10. Perkembangan Kurs Rupiah............................................................................................. 44 Grafik 2.11. Perkembangan Harga Emas dan Minyak Dunia di Pasar Internasional............................... 44 Grafik 2.12. Perkembangan Harga Barang dan Jasa Menurut Pengusaha di Jawa Barat........................ 44 Grafik 2.13. Ekspektasi Pedagang Eceran Terhadap Harga Barang dan Jasa di Kota Bandung............... 45 Grafik 2.14. Ekspektasi Konsumen terhadap Harga Barang dan Jasa di Kota Bandung......................... 45

Grafik 3.1. Komposisi Aset Perbankan di Jawa Barat Triwulan I-2010................................................ 55 Grafik 3.2. Perkembangan Dana Pihak Ketiga (DPK) di Bank Umum Konvensional di Jawa Barat

berdasarkan Jenis Simpanan............................................................................................. 56 Grafik 3.3. Perkembangan DPK Bank Umum Konvensional di Jawa Barat berdasarkan Jenis Valuta ... 56 Grafik 3.4. Perkembangan DPK Valuta Asing & Kurs Tengah Rupiah Terhadap USD .......................... 56 Grafik 3.5. Perkembangan DPK Bank Umum Konvensional di Jawa Barat berdasarkan Kelompok

Bank .......................................................................................................................... 57 Grafik 3.6. DPK Bank Umum Konvensional di Jawa Barat Triwulan IV-2009 berdasarkan Golongan

Kepemilikan ..................................... .............................................................................. 57 Grafik 3.7. Perkembangan SBI Bank Umum Konvensional di Jawa Barat dan SBI Perbankan

Nasional........................................................ .................................................................. 57 Grafik 3.8. Perkembangan Kredit yang disalurkan Bank Umum Konvensional di Jawa Barat ............. 58 Grafik 3.9. Perkembangan Kredit yang disalurkan Bank Umum Konvensional di Jawa Barat

Berdasarkan Jenis Penggunaan........................................................................................ 58 Grafik 3.10. Perkembangan Pertumbuhan Kredit yang disalurkan Bank Umum Konvensional di Jawa

Barat Berdasarkan Jenis Penggunaan............................................................ ................... 58 Grafik 3.11. Pangsa Kredit yang disalurkan Bank Umum Konvensional di Jawa Barat Berdasarkan

Sektor Ekonomi Triwulan I-2010..................................................................................... . 59 Grafik 3.12. Perkembangan Kredit yang disalurkan Bank Umum Konvensional di Jawa Barat

Berdasarkan Kelompok Bank........................................................................................... 59 Grafik 3.13. Perkembangan Pertumbuhan Kredit yang disalurkan Bank Umum Konvensional di Jawa

Barat Berdasarkan Kelompok Bank.................................................................................. 59 Grafik 3.14. Perkembangan Kredit MKM Berdasarkan Skala Usaha ............... ..................................... 61 Grafik 3.15. Perkembangan Kredit MKM Berdasarkan Jenis Penggunaan................................... ......... 61 Grafik 3.16. Perkembangan Kredit Lokasi Proyek dan Kredit Bank Pelapor............. ............................. 61 Grafik 3.17. Perkembangan Jumlah Kredit Bermasalah Bank Umum Konvensional di Jawa Barat ........ 62 Grafik 3.18. Perkembangan NPL Gross Bank Umum Konvensional di Jawa Barat Berdasarkan

Kelompok Bank......................................................................................................... ...... 62 Grafik 3.19. Perkembangan NPL Gross Bank Umum Konvensional di Jawa Barat Berdasarkan Jenis

Penggunaan .................................................................................. ................................. 62 Grafik 3.20. Perkembangan NPL Gross Bank Umum Konvensional di Jawa Barat Beberapa Sektor

Ekonomi Utama.............................................................................................................. 62 Grafik 3.21. Perkembangan NPL Gross Kredit MKM dan Total Kredit ................................................. 64 Grafik 3.22. Perkembangan Indikator Bank Umum Syariah Di Jawa Barat........................................... . 64 Grafik 3.23. Perkembangan Indikator Bank Umum yang Berkantor Pusat di Jawa Barat....................... 65 Grafik 3.24. Perkembangan Indikator BPR Konvensional di Jawa Barat................................................ 66

Grafik 4.1. Tax Ratio dan Total Penerimaan Pajak di Provinsi Jawa Barat............................................ 70 Grafik 4.2. Perkembangan Penerimaan Pajak Pemerintah Pusat ........................................................ 70 Grafik 4.3. Perkembangan Belanja Pemerintah Pusat dari Pinjaman Luar Negeri ................................ 74

Grafik 5.1. Perkembangan Inflow dan Outflow Uang Kartal di Jawa Barat ........................................ 79 Grafik 5.2. Perkembangan PTTB Kantor Bank Indonesia Bandung ..................................................... 81

Grafik 6.1. Indikator Jumlah Karyawan ............................................................................................. 85 Grafik 6.2. Indeks Penghasilan dan Indeks Ekspektasi Penghasilan .................................................... 86 Grafik 6.3. Nilai Tukar Petani ............................................................................................................ 87 Grafik 6.4. Indeks Pembangunan Manusia........................................................................................ 87

Grafik 7.1. Realisasi dan Ekspektasi Kegiatan Dunia Usaha................................................................ 91 Grafik 7.2. Indeks Keyakinan Konsumen........................................................................................... 91

xi

Page 12: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

xii

Grafik 7.3. Indeks Ekspektasi Konsumen ........................................................................................... 91 Grafik 7.4. Perkembangan dan Prakiraan Inflasi Jawa Barat Triwulan II-2010 .......................... 92 Grafik 7.5. Ekspektasi Konsumen Terhadap Harga Barang dan Jasa di Kota Bandung ........................ 93

Page 13: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

TABEL INDIKATOR EKONOMI JAWA BARAT I. MAKRO

2008 2009 2010 INDIKATOR Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I

PDRB - harga konstan (Rp Miliar)* 74.020 72.980 73.390 77.680 78.560 77.200

- Pertanian 8.096 11.380 9.080 10.180 9.470 11.450

- Pertambangan & Penggalian 1.719 1.720 1.780 1.920 2.000 1.890

- Industri Pengolahan 35.083 31.590 32.940 33.400 34.440 33.280

- Listrik. Gas. dan Air Bersih 1.536 1.580 1.650 1.830 1.970 1.860

- Bangunan 2.603 2.330 2.460 2.680 2.830 2.550

- Perdagangan. Hotel. dan Restoran 14.711 14.250 14.980 16.660 16.820 15.450

- Pengangkutan dan Komunikasi 3.098 3.180 3.270 3.480 3.440 3.600

- Keuangan. Persewaan. dan Jasa 2.309 2.140 2.350 2.550 2.580 2.220

- Jasa 4.879 4.820 4.870 4.980 5.010 4.900

Pertumbuhan PDRB (yoy %)* 4,5 4,4 3,2 4,0 6,1 5,8

Ekspor-Impor** 2.430,58 2.967,76 3.119,55 3.459,90 3.637,59 2.200,05

Nilai Ekspor Nonmigas (USD Juta) 5.057,99 4.063,09 4.681,69 5.053,79 5.306,40 3.292,02

Volume Ekspor Nonmigas (ribu ton) 1.767,00 1.434,01 1.921,40 1.727,67 1.998,84 1.033,95

Nilai Impor Nonmigas (USD Juta) 2.627,41 1.095,33 1.562,14 1.593,88 1.668,81 1.091,98

Volume Impor Nonmigas (ribu ton) 621,75 193,08 246,97 272,10 250,90 199,41

Indeks Harga Konsumen*** 113,54 113,54 113,37 115,49 115,83 116,94

- Kota Bandung 112,70 112,82 112.66 114,51 115,08 116,05

- Kota Bekasi 112,71 118,25 112,43 114,41 114,88 116,33

- Kota Bogor 116,00 116,92 116,60 118,60 118,50 119,81

- Kota Sukabumi 114,32 116,23 116,64 118,10 118,31 119,03

- Kota Cirebon 117,18 118,25 118,30 121,25 122,00 122,44

- Kota Tasikmalaya 115,07 115,97 117,23 118,51 119,87 121,47

- Kota Depok 113,91 112,92 112,69 115,43 115,39 116,26

Laju Inflasi Tahunan (yoy %)*** 11,11 7,45 3,13 1,87 2,02 2,99

- Kota Bandung 10,23 6,31 2,17 1,61 2,11 2,86

- Kota Bekasi 10,10 6,68 3,59 1,51 1,93 3,20

- Kota Bogor 14,20 6,17 2,57 2,24 2,16 2,47

- Kota Sukabumi 11,39 8,25 3,38 3,31 3,49 2,41

- Kota Cirebon 14,14 8,22 5,23 3,47 4,11 3,54

- Kota Tasikmalaya 12,07 9,18 6,91 2,99 4,17 4,74

- Kota Depok 11,70 N/A 6,87 1,33 1,30 2,96

Keterangan: * Proyeksi KBI Bandung untuk Triwulan I-2010 ** Data Ekspor-Impor Triwulan I-2010 adalah data bulan Januari s.d. Februari 2010 ** Data IHK Triwulan II-2008 hingga Triwulan II-2009 menggunakan Tahun Dasar 2007

xiii

Page 14: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

II. PERBANKAN

2010

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I

A Bank Umum

1 Total Aset (Rp Triliun) 162,80 170,85 178,02 181,92 187,08

2 DPK (Rp Triliun) 123,03 126,97 129,53 133,28 131,19

- Tabungan (Rp Triliun) 41,63 45,06 47,31 53,05 49,68

- Giro (Rp Triliun) 27,48 27,61 27,14 25,32 25,79

- Deposito (Rp Triliun) 53,91 54,31 55,08 54,91 55,72

3 Kredit (Rp Triliun) - berdasarkan lokasi proyek*) 167,13 171,39 174,16 177,76 181,00

- Investasi 24,28 24,25 24,74 26,43 27,59

- Modal Kerja 79,79 81,36 81,55 81,71 75,17

- Konsumsi 63,06 65,77 67,87 69,62 78,24

4 Kredit (Rp Triliun) - berdasarkan lokasi kantor cabang 87,58 95,46 98,77 102,62 109,17

- Modal Kerja 39,39 44,00 44,95 46,68 47,49

- Investasi 9,18 9,50 9,69 10,36 11,88

- Konsumsi 39,02 41,96 44,13 45,58 49,80

5 - LDR (%) 71,19 75,18 76,25 77,00 83,22

6 Rasio NPL Gross (%) 3,99 3,91 3,82 3,37 3,66

7 Kredit MKM (triliun Rp) 66,18 71,97 75,29 78,04 83,41

8 Kredit Mikro (< Rp50 juta) (triliun Rp) 26,49 28,42 29,92 30,40 30,09

- Kredit Modal Kerja 4,48 5,26 5,79 5,99 5,95

- Kredit Investasi 0,46 0,56 0,57 0,57 0,60

- Kredit Konsumsi 21,56 22,60 23,57 23,84 23,54

10 Kredit Kecil (Rp50 juta s.d. Rp 500 juta) (triliun Rp) 22,04 24,97 26,42 27,24 31,69

- Kredit Modal Kerja 6,39 6,85 7,09 7,13 7,26

- Kredit Investasi 0,99 1,15 1,28 1,41 1,94

- Kredit Konsumsi 14,66 16,97 18,05 18,71 22,50

11 Kredit Menengah (Rp500 juta s.d.Rp5 miliar) (triliun Rp) 17,65 18,57 18,95 20,39 21,62

- Kredit Modal Kerja 12,66 13,46 13,67 14,77 14,95

- Kredit Investasi 2,73 2,83 2,89 2,99 3,54

- Kredit Konsumsi 2,26 2,28 2,38 2,64 3,13

12 Pangsa Kredit MKM 76% 75% 76% 76% 76%

13 Rasio NPL MKM gross (%) 3,69 3,62 3,60 3,23 3,47

B Bank Umum Syariah*)

1 Total Aset (Rp Triliun) 5,20 5,66 5,61 6,02 6,57

2 DPK (Rp Triliun) 4,03 4,49 4,38 4,63 5,79

- Giro (Rp Triliun) 0,33 0,34 0,40 0,37 0,43

- Deposito (Rp Triliun) 1,87 1,90 2,14 2,26 2,91

- Tabungan (Rp Triliun) 1,89 2,25 2,06 2,00 2,45

3 Pembiayaan (Rp Triliun) - berdasarkan lokasi kantor cabang 3,41 3,53 3,72 3,91 4,77

- Modal Kerja 1,86 1,89 2,07 2,06 2,39

- Investasi 0,54 0,55 0,57 0,58 0,66

- Konsumsi 1,01 1,09 1,19 1,27 1,72

4 - FDR 86,26 78,50 84,83 84,52

C BPR Konvensional

1 Total Aset (Rp Triliun) 6,21 6,49 6,67 7,06 7,33

2 DPK (Rp Triliun) 4,40 4,62 4,78 5,08 5,38

- Tabungan (Rp Triliun) 0,96 1,03 1,03 1,16 1,27

- Deposito (Rp Triliun) 3,44 3,59 3,75 3,93 4,11

3 Kredit (Rp Triliun) - berdasarkan lokasi proyek 4,49 4,59 4,72 4,81 4,98

- Modal Kerja 2,42 2,45 2,48 2,64 2,73

- Investasi 0,14 0,14 0,14 0,13 0,13

- Konsumsi 1,93 2,00 2,08 2,03 2,11

4 Kredit MKM (triliun Rp) 4,49 4,59 4,72 4,81 4,98

*) Posisi Februari 2010

No Indikator2009

xiv

Page 15: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

III. SISTEM PEMBAYARAN

2010

Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I

Transaksi Tunai

Posisi Kas Gabungan (Rp Triliun) 5,77 7,42 6,65 4,10 5,49

Inflow (Rp Triliun) 7,02 3,34 3,71 6,00 6,72

Outflow (Rp Triliun) 0,81 2,01 3,14 2,05 0,80

Pemusnahan Uang (Jutaan lembar/keping) 118,24 76,42 178,98 113,19 150,41

Transaksi Non Tunai

BI-RTGS

Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp Triliun) 130,57 138,64 159,53 147,18 157,56

Volume Transaksi BI-RTGS 188.863 196.533 232.945 238.919 236.283

Rata-rata Harian Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp Triliun) 2,18 2,24 2,57 2,37 2,58

Rata-rata Harian Volume Transaksi BI-RTGS 3.148 3.170 3.757 3.854 3.873

Kliring

Nominal Perputaran Kliring (triliun Rp) 9,94 10,38 10,64 11,70 10,76

Volume Perputaran Kliring 504.311 476.875 484.106 481.440 488.719

Rata-rata Harian Nominal Perputaran Kliring (triliun Rp) 0,17 0,17 0,17 0,19 0,18

Rata-rata Harian Volume Perputaran Kliring 8.405 7.692 7.808 7.765 8.012

Indikator2009

xv

Page 16: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

Halaman ini sengaja dikosongkan

xvi

Page 17: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

RINGKASAN EKSEKUTIF

1

RINGKASAN EKSEKUTIF

Page 18: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

RINGKASAN EKSEKUTIF

2

Page 19: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

RINGKASAN EKSEKUTIF

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO Perekonomian Jawa Barat

pada triwulan I-2010 diperkirakan masih

tumbuh relatif tinggi, yaitu 5,8% (yoy), walaupun

melambat dibandingkan pertumbuhan pada

triwulan sebelumnya

Seiring membaiknya perekonomian global maupun domestik, kinerja perekonomian Jawa Barat pun terdorong untuk tumbuh relatif tinggi. Pada triwulan I-2010, pertumbuhan ekonomi Jawa Barat diperkirakan sebesar 5,8% (yoy). Walaupun tumbuh relatif tinggi, pencapaian tersebut sedikit melambat apabila dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 6,1% (yoy). Sementara itu, pertumbuhan selama tahun 2010 diperkirakan meningkat dibandingkan tahun 2009, yaitu berada pada kisaran 5,3% s.d. 5,8%.

Dari sisi permintaan, tingginya pertumbuhan ekonomi didorong oleh

membaiknya kinerja ekspor dan investasi

Dari sisi permintaan, ekspor serta investasi di Jawa Barat merupakan faktor utama yang mendorong perekonomian untuk tumbuh relatif tinggi. Peningkatan ekspor dan investasi tersebut didorong oleh meningkatnya permintaan eksternal seiring dengan pemulihan perekonomian global di tahun 2010, disamping permintaan domestik yang relatif masih kuat. Sementara itu, konsumsi rumah tangga mengalami sedikit perlambatan, sejalan dengan turunnya produksi padi akibat mundurnya masa panen raya.

Dari sisi penawaran, sektor industri pengolahan

diperkirakan tumbuh meningkat, sementara

sektor pertanian dan PHR diindikasikan melambat

Dari sisi penawaran, sektor industri pengolahan diperkirakan mampu tumbuh positif, seiring dengan mulai pulihnya permintaan terhadap produk-produk Jawa Barat, terutama dari sisi ekspor. Sementara itu, sektor pertanian diperkirakan tumbuh melambat, akibat turunnya produksi padi pada periode laporan, dibandingkan produksi padi pada periode yang sama di tahun 2009. Walaupun demikian, produksi padi Jawa Barat sepanjang tahun 2010 diperkirakan masih relatif aman. Sejalan dengan sektor pertanian, sektor perdagangan, hotel, dan restoran diindikasikan mengalami perlambatan. Selain akibat ketiadaan stimulus seperti Pemilu, perlambatan pada sektor ini terjadi terutama pada subsektor perdagangan, terkait dengan turunnya produksi pertanian.

PERKEMBANGAN INFLASI

Laju inflasi tahunan Jawa Barat masih cukup

terkendali

Secara tahunan, laju Inflasi Jawa Barat masih berada pada level yang terkendali meskipun meningkat tipis dari 2,02% (yoy) pada triwulan IV-2009 menjadi 2,99% pada triwulan I-2010. Relatif terkendalinya inflasi Jawa Barat terutama disebabkan oleh terjaganya pasokan bahan pangan, khususnya komoditas strategis seperti daging ayam ras, telur ayam ras, sayur-sayuran, dan ikan segar yang relatif baik dibandingkan tahun sebelumnya, walaupun sempat terjadi kenaikan harga beras yang cukup tinggi di awal periode laporan. Selain itu, pengaruh eksternal yakni apresiasi nilai tukar rupiah dan rendahnya inflasi dunia menyebabkan perbaikan ekspektasi harga pelaku usaha.

Secara triwulanan, laju inflasi mengalami

kenaikan terutama akibat faktor non fundamental

Sementara itu, tekanan inflasi Jawa Barat secara triwulanan meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, sebagaimana pola musimannya, yakni dari 0,29% (qtq) menjadi 0,96%. Sumbangan kenaikan laju inflasi pada triwulan I-2010 terutama berasal dari sisi non fundamental, yaitu kenaikan harga volatile foods khususnya beras, serta harga BBM nonsubsidi yang dipicu oleh kenaikan harga minyak bumi di pasar dunia.

PERKEMBANGAN PERBANKAN

Pertumbuhan penyaluran kredit meningkat

Sejalan dengan membaiknya kondisi perekonomian, pertumbuhan penyaluran kredit perbankan di Jawa Barat pada triwulan I-2010 menunjukkan peningkatan, setelah empat triwulan sebelumnya selalu mengalami perlambatan. Meskipun demikian pertumbuhan beberapa indikator lainnya seperti total aset dan Dana Pihak Ketiga (DPK) masih mengalami perlambatan. Dengan perkembangan tersebut, fungsi

3

Page 20: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

RINGKASAN EKSEKUTIF

intermediasi perbankan yang dicerminkan oleh indikator loan to deposit ratio (LDR) mengalami peningkatan. Di sisi lain, risiko kredit masih tetap terkendali meskipun mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Perkembangan perbankan di Jawa Barat tersebut terutama didorong oleh kinerja bank umum konvensional yang membaik.

Pertumbuhan DPK melambat

Pertumbuhan DPK bank umum konvensional di Jawa Barat pada triwulan I-2010 mengalami perlambatan. DPK yang berhasil dihimpun bank umum konvensional di Jawa Barat mencapai Rp131,18 triliun atau tumbuh 6,63% (yoy) atau lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya (13,18%). Perlambatan ini terutama disebabkan oleh melambatnya seluruh jenis simpanan baik giro, tabungan maupun deposito. Salah satu faktor dari melambatnya DPK diperkirakan merupakan indikasi dari penggunaan simpanan masyarakat di bank untuk membiayai kegiatan perekonomian.

Pertumbuhan kredit yang disalurkan mulai

meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya

Setelah empat triwulan sebelumnya mengalami perlambatan, pertumbuhan kredit bank umum konvensional di Jawa Barat pada triwulan I-2010 mulai menunjukan peningkatan. Kredit yang disalurkan posisi Maret 2010 adalah sebesar Rp109,17 triliun. Secara tahunan, kredit tumbuh 24,65% (yoy) meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang sebesar 17,49%. Begitu juga secara triwulanan, kredit tumbuh 6,38% (qtq) atau lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 3,90% (qtq). Peningkatan ini seiring dengan mulai membaiknya perekonomian Jawa Barat pada dua triwulan terakhir.

PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN

Transaksi sistem pembayaran non tunai

meningkat

Pada triwulan I-2010, transaksi sistem pembayaran di Jawa Barat menunjukkan peningkatan pada nilai transaksi khususnya sistem pembayaran non tunai. Transaksi pembayaran melalui Bank Indonesia - Real Time Gross Settlement (BI-RTGS), untuk wilayah Jawa Barat, secara nominal mengalami peningkatan, meskipun secara volume turun dibandingkan triwulan sebelumnya. Sementara itu, jumlah aliran uang masuk (inflow) ke KBI di wilayah Jawa Barat, secara triwulanan mengalami peningkatan, namun aliran uang keluar (outflow) mengalami penurunan. Nilai transaksi pembayaran melalui kliring di wilayah Jawa Barat mengalami penurunan, namun secara volume sedikit mengalami peningkatan.

PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH Tingkat realisasi belanja

pemerintah pada triwulan I-2010 diperkirakan lebih

tinggi dibandingkan dengan periode

sebelumnya

Baik tingkat realisasi APBD maupun APBN di Jawa Barat diperkirakan lebih tinggi dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Dari sisi APBD, realisasi belanja terbesar terutama untuk pos anggaran belanja barang/jasa dan pegawai. Sementara itu, kenaikan realisasi APBN yang disalurkan di wilayah Jawa Barat berupa dana tugas pembantuan untuk percepatan realisasi program transmigrasi dan dana dekonsentrasi untuk program pendidikan.

Penerimaan pajak baik pusat maupun provinsi di

Jawa Barat meningkat

Di sisi penerimaan, selama triwulan I-2010, baik pajak yang diterima pemerintah pusat maupun daerah meningkat. Kinerja penerimaan pajak pemerintah pusat telah kembali membaik sejalan dengan pemulihan perekonomian. Penerimaan yang berasal dari PPN Impor naik cukup tinggi sejalan dengan besarnya impor barang modal. Di sisi lain, kenaikan pos Pendapatan Asli Daerah (PAD) Provinsi Jawa Barat terutama disebabkan oleh membaiknya penerimaan bea balik nama kendaraan bermotor.

4

Page 21: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

RINGKASAN EKSEKUTIF

5

PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

Penyerapan tenaga kerja di Jawa Barat diindikasikan

masih relatif baik

Tumbuh tingginya perekonomian domestik menyebabkan kondisi ketenagakerjaan di Jawa Barat juga diperkirakan terus membaik. Penyerapan tenaga kerja baru di Jawa Barat diperkirakan terus mengalami peningkatan, meskipun sebagian industri pengolahan terancam mengalami penurunan kinerja paska implementasi ACFTA.

Kondisi kesejahteraan di Jawa Barat diperkirakan

juga terus membaik

Tingkat kesejahteraan masyarakat di Jawa Barat juga diperkirakan terus meningkat. Kondisi tersebut didasarkan atas beberapa indikator, seperti kenaikan Nilai Tukar Petani. Meningkatnya kesejahteraan masyarakat itu salah satunya didorong oleh bergeraknya kembali aktivitas perekonomian sejalan dengan pemulihan ekonomi global.

PROSPEK PEREKONOMIAN Perekonomian Jawa Barat

pada triwulan II-2010 diindikasikan mengalami

peningkatan 

Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada triwulan II-2010 diperkirakan berada pada kisaran 5,8% s.d. 6,2% (yoy). Perkiraan tersebut lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada triwulan I-2010 yang diperkirakan sebesar 5,8% (yoy). Akselerasi perekonomian tersebut didukung terutama oleh menguatnya permintaan di pasar domestik serta tingginya permintaan eksternal. Di sisi permintaan, peningkatan konsumsi rumah tangga dan investasi merupakan faktor utama yang mendorong tingginya pertumbuhan ekonomi. Sementara di sisi penawaran, ketiga sektor dominan di Jawa Barat tumbuh meningkat, seiring terus membaiknya permintaan serta panen raya padi. 

Laju tahunan Jawa Barat pada triwulan I-2010

diperkirakan akan meningkat.

Secara tahunan laju inflasi Jawa Barat pada triwulan II-2010 diperkirakan meningkat dibandingkan dengan triwulan I-2010, yaitu berkisar 3,5%-4,1% (yoy) atau masih lebih rendah dibandingkan sasaran inflasi nasional (5%±1%). Faktor pendorong kenaikan laju inflasi antara lain berasal dari eksternal, yakni kenaikan laju inflasi negara mitra dagang utama dan beberapa harga komoditas strategis di pasar internasional. Sementara, distribusi dan produksi pangan ke depan diperkirakan akan relatif lancar. Secara triwulanan, laju inflasi Jawa Barat diperkirakan melambat menjadi 0,5%-1,0% (qtq) karena pasokan bahan pangan yang telah kembali normal dan membaiknya ekspektasi inflasi masyarakat.

Page 22: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

7

,

BAB 1 KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

Page 23: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

8

Page 24: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

Semakin membaiknya perekonomian global di awal tahun 2010 turut mendukung kinerja

perekonomian Jawa Barat untuk tumbuh relatif tinggi. Pada triwulan I-2010, perekonomian

Jawa Barat diperkirakan tumbuh 5,8% (yoy). Walaupun sedikit melambat dibandingkan triwulan

sebelumnya yang mencapai 6,1% (yoy), pertumbuhan pada triwulan laporan tersebut relatif lebih

tinggi dibandingkan pertumbuhan selama tahun 2009 yang tercatat sebesar 4,3%. Dilihat dari sisi

permintaan, tingginya pertumbuhan tersebut didukung oleh peningkatan kinerja ekspor dan investasi,

seiring dengan membaiknya kondisi ekonomi global. Namun demikian, melambatnya konsumsi rumah

tangga pada periode laporan, walaupun masih tumbuh cukup tinggi, merupakan faktor yang

mendorong terjadinya perlambatan perekonomian di Jawa Barat. Dilihat dari sisi penawaran,

perlambatan terutama dipicu oleh melambatnya sektor pertanian akibat turunnya produksi padi

selama triwulan I-2010. Di sisi lain, sektor industri pengolahan, sebagai sektor dominan di Jawa Barat,

mampu tumbuh meningkat, sehingga menjaga tingkat pertumbuhan Jawa Barat pada level yang

relatif tinggi.

Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat (yoy)

5,7%6,2% 6,4%

7,3% 7,1%

4,7%

6,4%

4,5% 4,4%

3,2%

4,0%

6,1%5,8%

0%

2%

4%

6%

8%

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I*)

2007 2008 2009 2010

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat *) Proyeksi KBI Bandung

1. SISI PERMINTAAN

Hampir seluruh komponen permintaan, selain konsumsi rumah tangga, mengalami

perbaikan pertumbuhan pada periode laporan (Tabel 1.1). Ekspor Jawa Barat meningkat relatif

tinggi, seiring dengan membaiknya daya beli masyarakat internasional yang mampu mendorong

peningkatan permintaan luar negeri, khususnya untuk produk-produk unggulan Jawa Barat. Investasi

juga diperkirakan meningkat, seiring meningkatnya optimisme pelaku usaha dalam memandang

9

Page 25: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

10

prospek perekonomian. Di sisi lain, konsumsi rumah tangga mengalami sedikit perlambatan,

disebabkan oleh ketiadaan stimulus yang mampu mendorong perekonomian untuk tumbuh lebih

tinggi lagi, seperti persiapan Pemilu Legislatif pada periode yang sama di tahun 2009 silam.

Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Provinsi Jawa Barat

Dari Sisi Permintaan (%)

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I*)Konsumsi rumah tangga 8,0% 4,8% 7,8% 4,3% 7,1% 5,6% 8,0% 3,5% 3,4%

Konsumsi pemerintah -2,9% -14,5% 11,0% 5,0% 4,5% 7,0% 3,2% 1,1% 3,4%

Pembentukan Modal Tetap Bruto 10,4% 8,5% 14,0% 7,9% 12,7% 4,4% -9,0% 0,2% 2,8%

Ekspor -14,2% -10,5% -20,8% -8,4% -13,7% -13,0% 9,5% 5,3% 32,6%

Impor -5,5% -14,3% -19,8% -3,9% -8,8% -2,8% 5,8% -8,2% 10,4%

PDRB 7,1% 4,7% 6,4% 4,5% 4,4% 3,2% 4,0% 6,1% 5,8%

Komponen2008 2009 2010

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat (data s.d. triwulan IV-2009) *) Proyeksi BI Bandung

1.1. Konsumsi

Pada triwulan I-2010, konsumsi rumah tangga diperkirakan tumbuh 3,4% (yoy) atau

mengalami sedikit perlambatan dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar

3,5%. Perlambatan konsumsi tersebut salah satunya disebabkan oleh turunnya produksi padi pada

triwulan laporan sebagai akibat dari mundurnya masa panen raya. Selain itu, perlambatan juga

disebabkan karena belum adanya stimulus yang secara signifikan mendorong konsumsi. Berbeda

dengan triwulan I tahun sebelumnya, yang tumbuh relatif tinggi akibat adanya stimulus berupa

persiapan kegiatan Pemilu Legislatif.

Perlambatan konsumsi rumah tangga ini

didukung pula oleh hasil survei yang dilakukan

Bank Indonesia (BI) Bandung. Rata-rata Indeks

Keyakinan Konsumen1 mengalami penurunan

dari sebesar 102,80 pada triwulan IV-2009

menjadi 92,37 pada triwulan I-2010 (Grafik

1.2). Namun demikian, IKK tersebut masih

lebih tinggi dibandingkan kondisi pada

periode yang sama di tahun 2009, yang

mengindikasikan pertumbuhan positif

konsumsi rumah tangga pada periode laporan. Penurunan nilai IKK pada triwulan I-2010 didorong

oleh penurunan keinginan konsumen untuk melakukan pembelian durable goods (barang tahan

lama).

1 Hasil Survei Konsumen KBI Bandung

Grafik 1.2. Indeks Keyakinan Konsumen

40

60

80

100

120

140

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3

2007 2008 2009 2010

Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE)

Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) Garis 100

Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia Bandung.

Page 26: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

11

Grafik 1.3. Komponen Indeks Kondisi Ekonomi Saat ini

25

50

75

100

125

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3

2008 2009 2010

Penghasilan saat ini Pembelian durable goods

Garis 100 Ketersediaan lapangan kerja saat ini Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia Bandung

Grafik 1.4. Komponen Indeks Ekspektasi

40

60

80

100

120

140

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3

2008 2009 2010

Ekspektasi penghasilan Ekspektasi kondisi perekonomian

Garis 100 Ekspektasi ketersediaan Lap. Kerja

Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia Bandung.

Perlambatan konsumsi rumah tangga juga

diindikasikan oleh melambatnya penjualan eceran

di Kota Bandung, sebagaimana tercermin dari

melambatnya Indeks Penjualan Eceran2 (Grafik

1.5). Selain itu, indikator lainnya perlambatan

konsumsi rumah tangga adalah perlambatan

konsumsi listrik rumah tangga dan penjualan

kendaraan bermotor di Jawa Barat, yang

tercermin dari perlambatan pertumbuhan

penerimaan daerah dari Pajak Kendaraan

Bermotor selama triwulan I-2010 (Grafik 1.6 dan

Grafik 1.7), dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya. Secara umum, pelaku usaha menyatakan bahwa terjadi perlambatan konsumsi domestik,

yang antara lain disebabkan oleh faktor low season.

Grafik 1.6. Konsumsi Listrik Rumah Tangga

0%

5%

10%

15%

20%

25%

-

800

1.600

2.400

3.200

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I

2008 2009 2010

%Juta kWh

Konsumsi Listrik Rumah Tangga Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan)

Sumber: PT PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten

Grafik 1.7. Pajak Kendaraan Bermotor

0%

5%

10%

15%

20%

0

200

400

600

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I

2009 2010

%Rp Miliar

Pajak Kendaraan Bermotor Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan)

Sumber: Dispenda Provinsi Jawa Barat

Grafik 1.5. Indeks Penjualan Eceran

-15

0

15

30

60

100

140

180

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3

2008 2009 2010

%

Indeks Penjualan Eceran Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) Sumber: Survei Penjualan Eceran, Bank Indonesia

Page 27: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

1.2. Investasi

Investasi diperkirakan mengalami pertumbuhan positif pada triwulan I-2010, didorong oleh

optimisme pelaku usaha dalam memandang prospek perekonomian ke depan. Peningkatan

investasi tercermin dari impor barang modal yang masuk ke Jawa Barat pada triwulan I-2010 yang

menunjukkan peningkatan signifikan, yaitu lebih dari 200% dibanding periode sebelumnya, didorong

oleh tingginya impor produk alat angkutan untuk industri (Grafik 1.8). Sementara itu, investasi dalam

bentuk bangunan mengalami peningkatan sebagaimana tercermin pada tingginya pertumbuhan

penjualan semen di Jawa Barat selama triwulan I-2010 (Grafik 1.9).

Grafik 1.8. Impor Barang Modal

-100%

0%

100%

200%

0

10

20

30

40

50

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2

2008 2009 2010

yoyRibu Ton

Volume Impor Barang Modal Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan)

Sumber: Bank Indonesia

Grafik 1.9. Penjualan Semen di Jawa Barat

-20

-10

0

10

20

30

40

0

400

800

1.200

1.600

2.000

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I

2007 2008 2009 2010

%Ribu Ton

Penjualan Semen Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan)

Sumber: Asosiasi Semen Indonesia.

Kenaikan investasi tercermin pula dari

pembiayaan perbankan. Kredit yang

disalurkan perbankan di Jawa Barat untuk

investasi mengalami kenaikan yang relatif

besar, yaitu dari Rp10,4 triliun pada triwulan

IV-2009, menjadi Rp11,9 triliun pada

triwulan I-2010 (Grafik 1.10). Dibandingkan

periode yang sama tahun lalu, kredit tumbuh

29,4% (yoy), lebih tinggi dari periode

sebelumnya sebesar 12,4%.

0

10

20

30

40

0

4

8

12

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I

2007 2008 2009 2010

%Rp Triliun

Posisi Baki Debet Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan)

Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU), BI Bandung.

Grafik 1.10 Posisi Penyaluran Kredit Investasi oleh Bank Umum di Jawa Barat

1.3. Ekspor

Peningkatan ekspor merupakan salah satu faktor utama yang menopang perekonomian

Jawa Barat pada triwulan I-2010. Hal ini terjadi seiring dengan perbaikan perekonomian global

yang mendorong peningkatan daya beli masyarakat internasional. Sementara itu, sejalan dengan

masih kuatnya permintaan domestik, impor Jawa Barat diperkirakan mengalami peningkatan. Namun

12

Page 28: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

demikian, ekspor Jawa Barat diperkirakan tumbuh lebih tinggi dibandingkan impor, sehingga

meningkatkan net ekspor Jawa Barat.

Peningkatan ekspor Jawa Barat tercermin dari kenaikan nilai maupun volume ekspor selama triwulan I-

2010 (Januari-Februari 2010). Secara rata-rata, nilai ekspor Jawa Barat selama triwulan I-2010 tumbuh

23,1% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya sebesar 5,2% (yoy).

Demikian juga halnya dengan volume ekspor, yang meningkat dari rata-rata 13,8% (yoy) menjadi

14,1% (yoy). Bahkan, pertumbuhan volume ekspor tersebut merupakan yang tertinggi di Jawa Barat

sejak tahun 2008. Kondisi tersebut menunjukkan sudah bergerak kembalinya ekonomi Jawa Barat

pasca krisis keuangan global sejak tahun 2008 silam.

Grafik 1.11. Nilai Ekspor Jawa Barat

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

1.000

1.250

1.500

1.750

2.000

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2

2008 2009 2010

USD Juta

Nilai Ekspor Pertumbuhan (sumbu kanan)

Sumber: Bank Indonesia

Grafik 1.12. Volume Ekspor Jawa Barat

-50%

-25%

0%

25%

50%

300

600

900

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2

2008 2009 2010

Ribu Ton

Volume Ekspor Pertumbuhan (sumbu kanan) Sumber: Bank Indonesia

Peningkatan realisasi ekspor terjadi pada mayoritas produk ekspor unggulan Jawa Barat, meliputi

Tekstil dan Produk Tekstil (TPT), alat telekomunikasi, mesin elektrik, serta kendaraan bermotor. Setelah

pada triwulan sebelumnya tumbuh rata-rata 6,2% (yoy), nilai ekspor TPT pada triwulan I-2010 tumbuh

meningkat 14,8%. Demikian juga halnya dengan nilai ekspor alat telekomunikasi, yang tumbuh

meningkat dari rata-rata 17,1% (yoy) selama triwulan IV-2009 menjadi tumbuh 37,2%. Serupa

dengan TPT dan alat telekomunikasi, nilai ekspor mesin elektrik juga mengalami kenaikan

pertumbuhan, yaitu dari rata-rata tumbuh 16,7% (yoy) melonjak menjadi tumbuh 55,5%.

Grafik 1.13. Nilai Ekspor TPT

-30%

-20%

-10%

0%

10%

20%

0

100

200

300

400

500

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2

2008 2009 2010

(yoy)USD Juta

Nilai Ekspor Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan)

Sumber: Bank Indonesia

Grafik 1.14. Volume Ekspor TPT

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

0

25

50

75

100

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2

2008 2009 2010

(yoy)Ribu Ton

Volume Ekspor Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan)

Sumber: Bank Indonesia

13

Page 29: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

Grafik 1.15. Nilai Ekspor Alat Telekomunikasi

-20%

0%

20%

40%

60%

80%

100%

0

100

200

300

400

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2

2008 2009 2010

yoyUSD Juta

Nilai Ekspor Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan)

Sumber: Bank Indonesia

Grafik 1.16. Volume Ekspor Alat Telekomunikasi

-30%

0%

30%

60%

90%

120%

150%

180%

0

5

10

15

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2

2008 2009 2010

yoyRibu Ton

Volume Ekspor Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan)

Sumber: Bank Indonesia

Grafik 1.17. Nilai Ekspor Mesin Elektrik

-40%

-20%

0%

20%

40%

60%

0

50

100

150

200

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2

2008 2009 2010

yoyUSD Juta

Nilai Ekspor Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan)

Sumber: Bank Indonesia

Grafik 1.18. Volume Ekspor Mesin Elektrik

-40%

-20%

0%

20%

40%

60%

0

10

20

30

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2

2008 2009 2010

yoyRibu Ton

Volume Ekspor Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan)

Sumber: Bank Indonesia

Peningkatan ekspor didorong oleh meningkatnya perekonomian di negara-negara maju. Hal ini

tercermin dari pertumbuhan ekspor tertinggi yang terjadi pada ekspor Jawa Barat adalah ke Asia,

Amerika, serta Eropa. Apabila dilihat lebih detail, peningkatan terjadi terutama pada negara-negara

maju yang merupakan mitra dagang utama Jawa Barat, yaitu Jepang, Amerika Serikat, Cina, serta

Singapura, seiring dengan peningkatan perekonomian pada keempat negara tersebut. ACFTA pun

disinyalir merupakan faktor pendorong peningkatan ekspor Jawa Barat ke Cina, hingga mampu

tumbuh rata-rata sebesar 83% (yoy) selama triwulan I-2010 (Januari s.d. Februari 2010).

Grafik 1.19. Nilai Ekspor Jawa Barat

Berdasarkan Benua Pembeli

0

300.000

600.000

900.000

1.200.000

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2

2008 2009 2010

USD Ribu

Asia

AmerikaEropa

AustraliaAfrika

Sumber: Bank Indonesia

Tabel 1.2. Pertumbuhan Nilai Ekspor

Berdasarkan Benua Asal Pembeli

BenuaPertumbuhan

Tw.IV-2009Pertumbuhan Tw.I-2010*)

Afrika 12,4% 18,8%

Amerika -0,7% 16,9%

Asia 7,2% 29,4%

Australia & Oceania 0,7% -8,1%

Eropa 3,3% 18,8%

Sumber: Bank Indonesia *) Meliputi realisasi ekspor selama bulan Januari-Februari 2010

14

Page 30: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

Peningkatan ekspor Jawa Barat tersebut sesuai dengan hasil liaison Bank Indonesia Bandung terhadap

perusahaan besar berorientasi ekspor (bergerak di industri TPT, alas kaki, dan alat angkutan, mesin,

dan peralatan), yang menyatakan adanya peningkatan permintaan ekspor selama Januari dan Februari

2010 dibandingkan triwulan sebelumnya, walaupun belum sepenuhnya pulih dari krisis. Sementara

itu, peningkatan ekspor yang signifikan dirasakan oleh produsen furniture rotan, dimana permintaan

dari negara-negara di Amerika dan Eropa sudah mulai menunjukkan peningkatan.

Sejalan dengan ekspor, impor Jawa Barat juga mengalami peningkatan, baik dari sisi nilai maupun

volume (Grafik 1.20 dan Grafik 1.21). Peningkatan tersebut diperkirakan sejalan dengan mulai

pulihnya aktivitas perekonomian di Jawa Barat, yang selanjutnya membutuhkan impor yang lebih

besar, baik sebagai bahan baku maupun bahan penolong pada proses produksi yang dilakukan.

Grafik 1.20. Nilai Impor Jawa Barat

-80%

-40%

0%

40%

80%

120%

160%

0

250

500

750

1.000

1.250

1.500

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2

2008 2009 2009

USD Juta

Nilai Impor Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan)

Sumber: Bank Indonesia

Grafik 1.21. Volume Impor Jawa Barat

-100%

-50%

0%

50%

100%

0

100

200

300

400

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2

2008 2009 2009

Ribu Ton

Volume Impor Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan)

Sumber: Bank Indonesia

2. SISI PENAWARAN

Peningkatan kinerja sektor industri pengolahan mampu mempertahankan laju pertumbuhan

ekonomi Jawa Barat pada level yang relatif tinggi. Walaupun demikian, melambatnya sektor

pertanian serta PHR mendorong terjadinya perlambatan pada triwulan laporan (Tabel 1.3). Sektor

pertanian mengalami perlambatan pada periode laporan, akibat turunnya produksi padi selama

triwulan I-2010, didorong oleh mundurnya masa panen padi di beberapa daerah sentra produksi padi.

Sementara itu, sektor PHR juga melambat, akibat tidak adanya faktor stimulus pada periode laporan,

seperti persiapan Pemilu Legislatif yang terjadi pada triwulan I tahun lalu. Di sisi lain, sektor industri

pengolahan, yang masih menjadi kontributor utama PDRB Jawa Barat, diperkirakan tumbuh positif,

setelah tiga triwulan sebelumnya mengalami pertumbuhan negatif. Perkiraan tersebut salah satunya

diindikasikan dari pergerakan nilai SBT masing-masing sektor dominan di Jawa Barat pada triwulan I-

20103, yang masih menunjukkan angka positif. Secara keseluruhan, nilai SBT pada triwulan I-2010

tercatat sebesar 6,5, lebih rendah dibandingkan SBT pada triwulan sebelumnya (Grafik 1.22).

15

Page 31: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

Grafik 1.22. Realisasi Kegiatan Dunia Usaha

-20

-10

0

10

20

30

Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I

2007 2008 2009 2010

SBT

Total Seluruh Sektor

Pertanian, Perkebunan, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan

Industri Pengolahan

PHR

Sumber: Bank Indonesia Bandung

Tabel 1.3. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Provinsi Jawa Barat

Dari Sisi Penawaran (%)

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I*)Pertanian 34,8% -2,0% -3,5% -11,2% 2,7% 9,7% 3,3% 16,9% 0,6%

Pertambangan & Penggalian -15,3% -15,9% -8,8% 2,4% 1,0% 4,6% 10,9% 16,1% 9,9%

Industri Pengolahan 5,5% 9,5% 10,5% 10,8% 4,3% -1,6% -1,2% -1,8% 5,3%

Listrik, Gas, & Air Bersih 4,7% 5,4% 3,7% 3,3% 4,5% 11,0% 22,6% 27,9% 18,0%

Bangunan / Konstruksi 2,1% 1,2% 13,4% 19,2% 3,9% 8,5% 2,4% 8,7% 9,4%

PHR 3,6% 2,8% 6,1% -0,8% 6,5% 6,8% 12,4% 14,4% 8,4%

Pengangkutan & Komunikasi 0,5% 7,0% 3,5% 0,7% 7,7% 11,1% 10,5% 11,2% 13,2%

Keuangan, Persewaan, Jasa Perusahaan -1,8% 3,5% 8,6% 9,9% 2,5% 4,3% 5,0% 11,8% 3,7%

Jasa-jasa 1,1% -0,1% 2,4% 3,8% 2,7% 4,0% 3,4% 2,8% 1,7%

PDRB 7,1% 4,7% 6,4% 4,5% 4,4% 3,2% 4,0% 6,1% 5,8%

20102009Sektor

2008

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat Keterangan: *) Proyeksi BI Bandung

2.1. Sektor Pertanian

Sektor pertanian diperkirakan mengalami perlambatan pada triwulan I-2010. Perlambatan

tersebut terjadi karena adanya penurunan produksi padi, yang merupakan kontributor utama sektor

pertanian di Jawa Barat. Selama triwulan I-2010, produksi padi di Jawa Barat4 tercatat sebesar 3,4 juta

ton, lebih rendah dibandingkan produksi pada periode yang sama di tahun 2009 yang mencapai 3,7

juta ton, atau turun 6,6% (yoy) (Grafik 1.23). Penurunan produksi tersebut terjadi akibat menurunnya

luas panen padi, yaitu dari sekitar 656 ribu hektar pada triwulan I-2009, menjadi 586 ribu hektar pada

periode yang sama di tahun 2010 yang disebabkan antara lain oleh mundurnya masa panen padi di

beberapa daerah sentra padi (Grafik 1.24).

16

Page 32: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

Grafik 1.23. Produksi Padi Sawah dan Ladang

di Jawa Barat

-50%

0%

50%

100%

150%

-

500.000

1.000.000

1.500.000

2.000.000

2.500.000

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3

2008 2009 2010

%Ton

Produksi Padi Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan)

Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa Barat

Grafik 1.24. Luas Panen Padi Sawah dan Ladang di Jawa Barat

-50%

0%

50%

100%

150%

-

50.000

100.000

150.000

200.000

250.000

300.000

350.000

400.000

450.000

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3

2008 2009 2010

%Ha

Luas Panen Padi Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan)

Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa Barat

Penurunan produksi juga terjadi pada tanaman pangan lainnya, meliputi jagung, kedelai, kacang

tanah, kacang hijau, ubi kayu, dan ubi jalar (Grafik 1.25). Produksi tanaman pangan tersebut selama

Januari s.d. Februari 2010 tercatat sekitar 632 ribu ton, atau mengalami penurunan 2% (yoy).

Penurunan tersebut juga disebabkan oleh berkurangnya luas panen, yaitu dari sekitar 116 ribu hektar

pada periode yang sama di tahun 2009, menjadi 106 ribu hektar pada periode laporan (Grafik 1.26).

Grafik 1.25. Produksi Tanaman Pangan Non Padi di Jawa Barat

-50%

0%

50%

100%

150%

-

100.000

200.000

300.000

400.000

500.000

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2

2008 2009 2010

%Ton

Produksi Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan)

Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa Barat

Grafik 1.26. Luas Panen Tanaman Pangan Non Padi di Jawa Barat

-100%

0%

100%

200%

300%

-

20.000

40.000

60.000

80.000

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2

2008 2009 2010

%Ton

Luas Panen Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan)

Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa Barat

Angka Ramalan dari publikasi BPS Jawa Barat memperkuat perkiraan adanya perlambatan pada sektor

pertanian di Jawa Barat, khususnya padi (Grafik 1.27). Luas panen padi pada subround I (periode

Januari s.d. April 2010) diperkirakan mencapai 820 ribu hektar, lebih rendah dibandingkan pencapaian

pada periode yang sama di tahun 2009 yang sebesar 861 ribu hektar. Dibandingkan triwulan

sebelumnya, perkiraan luas panen pada subround I-2010 tersebut menunjukkan penurunan

pertumbuhan, yaitu dari sebelumnya 11,1% (yoy), menjadi -4,8% yoy).

17

Page 33: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

Grafik 1.27. Luas Panen Padi Jawa Barat

1.83

0.42

0.76

0.64

1.80

0.32

0.64

0.84

1.95

0.35

0.74

0.86

0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50

TotalJan-Des

IIISep-Des

IIMei-Ags

IJan-Apr

Juta Ha

Subround

2010 (ARAM I-2010)

2009 (Angka Sementara 2009)

2008 (Angka Tetap)

2007

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat

Sementara itu, dampak banjir terhadap produksi padi di Jawa Barat hingga Maret 2010 relatif tidak

signifikan. Luas lahan padi yang terkena banjir pada periode laporan tercatat sebesar 13.768 hektar,

sementara lahan yang puso tercatat seluas 3.030 hektar. Dampak tersebut masih jauh lebih rendah

dibandingkan kondisi pada periode yang sama di tahun 2009, dimana lahan yang terkena banjir

adalah seluas 42.855 hektar dengan lahan yang mengalami puso seluas 14.697 hektar. Pemerintah

daerah telah melakukan beberapa tindakan untuk mengantisipasi dan mengatasi masalah banjir

tersebut, diantaranya adalah:

1. Memantau jumlah dan lokasi daerah yang mengalami banjir dan longsor sehingga dapat

dilakukan upaya penanganan dengan cepat.

2. Membagikan benih yang berasal dari Cadangan Benih Nasional (CBN) dan Bantuan Langsung Bibit

Unggul (BLBU) kepada petani yang lahannya mengalami puso.

3. Mengoptimalkan penggunaan alat-alat pasca panen seperti pengering padi dan terpal di

kelompok tani.

4. Mengendalikan hama melalui pengiriman Tim Pengendali Hama Provinsi dan memberikan

pendampingan kepada kelompok tani, karena bencana banjir berpotensi menimbulkan hama yang

lebih banyak.

2.2. Sektor Industri Pengolahan

Kinerja industri pengolahan diperkirakan mengalami peningkatan, terutama didorong oleh

perbaikan kondisi perekonomian global dan domestik yang mendorong kenaikan

permintaan. Setelah mengalami kontraksi selama tiga triwulan berturut-turut, sektor industri

pengolahan diperkirakan tumbuh positif pada triwulan I-2010, yaitu sebesar 2,5% (yoy), sejalan

dengan kenaikan konsumsi listrik untuk industri di Jawa Barat selama periode yang sama (Grafik 1.29).

Peningkatan industri terutama ditopang oleh meningkatnya kinerja subsektor alat angkutan, mesin,

dan peralatannya, yang diperkirakan sudah bergerak menuju pemulihan pada triwulan I-2010,

18

Page 34: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

khususnya akibat meningkatnya permintaan domestik. Sementara itu, subsektor dominan lainnya,

yaitu tekstil, barang kulit, dan alas kaki, diperkirakan juga mengalami kenaikan pertumbuhan, yang

didorong oleh meningkatnya permintaan eksternal terhadap produk TPT Jawa Barat, dan terjaganya

daya beli di pasar domestik.

Grafik 1.28. Realisasi Kegiatan Industri Pengolahan

-10

-8

-6

-4

-2

0

2

4

6

8

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I

2007 2008 2009 2010

SBT

Industri Pengolahan Tekstil, barang kulit, dan alas kaki Sumber: Bank Indonesia

Grafik 1.29. Konsumsi Listrik Industri

0%

10%

20%

30%

40%

-

2.000

4.000

6.000

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I

2008 2009 2010

%Juta kWh

Konsumsi Listrik Industri Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan)

Sumber: PT PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten

Peningkatan kinerja subsektor alat angkutan, mesin, dan peralatannya didukung oleh meningkatnya

penjualan kendaraan bermotor secara nasional, baik motor maupun mobil (Grafik 1.30 dan 1.31).

Bahkan, penjualan mobil secara nasional diperkirakan mampu mencetak pertumbuhan tertinggi sejak

tahun 2008. Walaupun dibayangi tantangan di sisi penjualan sehubungan kenaikan harga jual

kendaraan bermotor sebagai dampak kenaikan pajak kendaraan dan bea balik nama, namun

produsen kendaraan masih menyatakan optimisme terhadap produksi serta penjualan produknya.

Adapun peningkatan penjualan kendaraan bermotor tersebut terus terjadi seiring membaiknya situasi

perekonomian domestik serta kemudahan perbankan dalam menyalurkan kredit kepemilikan

kendaraan bermotor.

Gambar 1.30. Penjualan Motor Nasional

-30%

0%

30%

60%

90%

0

600.000

1.200.000

1.800.000

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I*)

2007 2008 2009 2010

Unit

Penjualan Motor Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan)

Sumber: Bank Indonesia Keterangan: *) Prediksi Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia

Gambar 1.31. Penjualan Mobil Nasional

-40%

0%

40%

80%

0

60.000

120.000

180.000

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I*)

2007 2008 2009 2010

Unit

Penjualan Mobil Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan)

Sumber: Bank Indonesia Keterangan: *) Prediksi Gaikindo (Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia)

19

Page 35: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

Selain peningkatan permintaan domestik, industri alat angkutan, mesin, dan peralatannya juga

semakin membaik akibat meningkatnya permintaan eksternal terhadap produk kendaraan asal Jawa

Barat. Setelah selama 1 tahun tumbuh negatif, baik nilai maupun volume ekspor kendaraan (road

vehicle) mengalami pertumbuhan positif yang relatif tinggi selama triwulan I-2010 (Grafik 1.32 dan

Grafik 1.33).

Gambar 1.32. Nilai Ekspor Kendaraan

-75%

-50%

-25%

0%

25%

50%

75%

0

20

40

60

80

100

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2

2008 2009 2010

yoyUSD Juta

Nilai Ekspor Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan)

Sumber: Bank Indonesia

Gambar 1.33. Volume Ekspor Kendaraan

-75%

-50%

-25%

0%

25%

50%

75%

0

5

10

15

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2

2008 2009 2010

yoyRibu Ton

Volume Ekspor Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan)

Sumber: Bank Indonesia

Optimisme terhadap prospek positif di industri alat angkutan, mesin, dan kendaraannya mendorong

salah satu produsen kendaraan bermotor, General Motors, untuk berencana menghidupkan kembali

PT General Motors AutoWorlds Indonesia di Pondok Ungu, Bekasi. Pabrik tersebut dipersiapkan untuk

memproduksi mobil serbaguna (Multi Purpose Vehicle/MPV) berkapasitas tujuh penumpang. Selain

untuk konsumsi domestik, hasil produksi pabrik tersebut juga akan diekspor, terutama ke wilayah

ASEAN. Investasi terbesar yang akan dilakukan adalah berupa peremajaan mesin-mesin perakitan,

sementara bangunan dan gedung hanya membutuhkan renovasi kecil. Selain itu, PT Dirgantara

Indonesia (DI) telah menerima pesanan pembuatan komponen tailboom (ekor) dan fuselage (turbin)

untuk hellikopter terbaru milik Eurocopter di Perancis. Produksi dimulai pada Januari 2010 dan

diperkirakan selesai pada Oktober 2010. PT DI ditargetkan mampu menjadi pemasok utama

komponen berbagai perusahaan dirgantara dunia. Kondisi serupa juga terjadi pada PT PINDAD yang

berpeluang besar untuk menerima pesanan 32 panser dari Malaysia. Saat ini, PT PINDAD masih

mengikuti proses tender, dengan pesaing perusahaan dari Perancis dan Korea Selatan.

Industri TPT diperkirakan juga mengalami peningkatan pada triwulan I-2010, sebagaimana tercermin

dari hasil survei kegiatan dunia usaha industri TPT di Jawa Barat. Kenaikan tersebut didorong terutama

oleh membaiknya permintaan luar negeri, seperti tercermin dari kenaikan ekspor produk TPT (lihat

Grafik 1.13 dan Grafik 1.14). Adapun peningkatan permintaan ekspor terutama berasal dari pasar

tradisional, akibat membaiknya perekonomian negara-negara maju, seperti Amerika Serikat dan Eropa

Barat. Dilihat dari produknya, jenis produk TPT yang mengalami peningkatan permintaan terutama

terjadi pada produk garmen. Di sisi lain, ekspansi perusahaan TPT Jawa Barat ke pasar non tradisional,

seperti Eropa Timur dan Asia Tengah, masih terhambat akan keterbatasan fasilitas perbankan pada

20

Page 36: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

negara-negara tersebut. Oleh karena itu, peningkatan mediasi perbankan sangat diharapkan oleh para

pelaku usaha.

Produk kain polyester dan garmen telah mencapai kestabilan penerimaan order dan menunjukkan

peningkatan ekspor. Sementara itu, ekspor garmen ke Amerika Serikat dan Eropa terus mengalami

peningkatan pada triwulan I-2010, meskipun belum kembali ke kondisi normal. Perusahaan

menerapkan strategi menurunkan harga jual dan margin keuntungan demi menjaga kesinambungan

produksi dan penjualan. Produsen pakaian dan perlengkapan anak juga mengalami kenaikan

penjualan karena perusahaan telah mendapatkan target buyer di luar negeri yang cukup potensial,

yaitu dari negara-negara di Eropa, khususnya Jerman.

Sementara itu, pemberlakuan ACFTA diperkirakan dapat membawa dampak positif dan negatif

terhadap industri TPT di Jawa Barat. Dampak positif yang mungkin terjadi adalah berupa harga bahan

baku yang lebih murah, sementara dampak negatifnya adalah berupa penurunan penjualan di pasar

domestik (lihat Boks 1. Dampak ACFTA terhadap Kinerja Industri Tekstil dan Produk Tekstil). Selain itu,

dampak positif lainnya adalah kemungkinan relokasi industri TPT Cina ke Indonesia, terutama Jawa

Barat, didorong oleh relatif masih rendahnya upah buruh di Indonesia. Selain itu, Cina menawarkan

pula mesin tekstilnya dengan harga lebih murah dibandingkan harga mesin Eropa atau Amerika

Serikat. Berdasarkan hasil survei, produsen kain tidak terlalu khawatir akan implementasi ACFTA,

karena penjualan kain akan diarahkan ke segmen produk dengan kualitas lebih tinggi untuk kalangan

menengah ke atas. Berkaitan dengan pasar domestik, beberapa strategi telah dijalankan oleh

pelaku usaha untuk mempertahankan pangsanya, antara lain dengan melakukan ekspansi penjualan

ke seluruh wilayah Indonesia, semakin aktif melakukan kegiatan promosi, memberikan potongan

harga kepada konsumen, serta melakukan komunikasi intensif dengan pihak distributor (seperti

departement store) untuk mendapatkan informasi mengenai perkembangan selera pasar terkini.

Industri elektronik diperkirakan juga menunjukkan peningkatan. Sejumlah perusahaan elektronik

berencana menjadikan Indonesia, khususnya Jawa Barat, sebagai basis produksi elektronik, antara lain

Toshiba yang menjadikan Cikarang sebagai basis produksi TV LCD. Terdapat beberapa faktor yang

mendorong ekspansi di Indonesia, seperti ketersediaan tenaga kerja yang besar, biaya produksi yang

relatif kompetitif, serta pasar produk elektronik di dalam negeri yang sangat prospektif. Berdasarkan

hasil survei, ekspor produk elektrik di tahun 2010 menunjukkan peningkatan, sebagai akibat

pengalihan pasar dari domestik, yang dikhawatirkan mengalami penurunan akibat implementasi

ACFTA, ke pasar luar negeri, dengan tujuan untuk meningkatkan omzet penjualan.

2.3. Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran

Sektor perdagangan, hotel, dan restoran diperkirakan tumbuh pada level yang relatif tinggi,

meskipun melambat bila dibandingkan triwulan sebelumnya. Perlambatan tersebut terjadi

akibat beberapa faktor. Turunnya produksi padi pada triwulan laporan karena mundurnya masa panen

raya diperkirakan berdampak terhadap penurunan volume perdagangan komoditas pertanian.

Sementara itu, melambatnya subsektor perdagangan besar dan eceran juga disebabkan oleh tidak

21

Page 37: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

adanya stimulus yang mampu mendorong kinerja sektor PHR di Jawa Barat untuk tumbuh lebih tinggi

lagi, sebagaimana halnya saat persiapan penyelenggaraan Pemilu pada triwulan I-2009. Disamping itu,

belum tibanya puncak panen raya pada sebagian besar daerah di Jawa Barat mengakibatkan aktivitas

perdagangan, terutama di wilayah pedesaan, belum mampu mendorong kinerja sektor PHR secara

keseluruhan.

Terdapat beberapa indikasi melambatnya subsektor perdagangan eceran, diantaranya adalah

perlambatan dari indeks Penjualan Eceran serta penurunan Indeks Pembelian Durable Goods (barang

tahan lama) selama triwulan I-2010 (Grafik 1.34). Kedua indikator tersebut mengindikasikan adanya

perlambatan pada subsektor perdagangan eceran. Sementara itu, melambatnya subsektor

perdagangan besar salah satunya tercermin dari turunnya arus bongkar muat di Pelabuhan Cirebon

selama triwulan I-2010 (Grafik 1.35). Tercatat sekitar 796 ribu ton muatan melalui Pelabuhan Cirebon

selama Januari s.d. Maret 2010, lebih rendah dibandingkan muatan pada periode yang sama di tahun

2009 yang tercatat sekitar 1.003 ribu ton.

Grafik 1.34. Indeks Penjualan Eceran

-15

0

15

30

60

100

140

180

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3

2008 2009 2010

%

Indeks Penjualan Eceran Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan)

Sumber: Survei Penjualan Eceran, Bank Indonesia Bandung

Grafik 1.35. Arus Bongkat Muat di Pelabuhan Cirebon

0

100.000

200.000

300.000

400.000

500.000

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3

2009 2010

ton

Sumber: PT Pelindo II

Sementara itu, perlambatan pertumbuhan Tingkat Penghunian Kamar (TPK) hotel di Jawa Barat

mengindikasikan melambatnya subsektor hotel pada triwulan I-2010 (Tabel 1.4). Kunjungan

wisatawan mancanegara diperkirakan tidak banyak berubah, tercermin dari stabilnya angka jumlah

wisman yang masuk ke Jawa Barat melalui Bandara Husein Sastranegara dan Muarajati (Grafik 1.36).

Dilihat dari kebangsaannya, terjadi peningkatan jumlah wisman yang berkebangsaan Malaysia, yaitu

dari sebelumnya memiliki pangsa 78% dari keseluruhan wisman, meningkat menjadi 84% (Grafik

1.37).

Tabel 1.4. Indikator Perhotelan di Jawa Barat

2010

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I

Hotel Bintang 42,31 41,40 40,03 40,45 43,65 43,10 46,93 49,67 48,16 22,8% 10,3%Hotel Non Bintang 24,54 25,24 25,18 27,13 24,96 28,08 27,40 32,35 31,65 19,3% 26,8%Hotel Bintang &

Non Bintang36,01 31,22 32,84 33,87 35,23 36,75 37,33 42,75 42,85 26,2% 21,6%

Pertumbuhan Tw.I-10 (yoy)

Tingkat Hunian Kamar

2008 Pertumbuhan Tw.IV-09 (yoy)

2009

Sumber: BPS Provinsi Jabar Keterangan: data merupakan rata-rata dari data TPK bulanan

22

Page 38: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

Grafik 1.36. Perkembangan Wisatawan

Mancanegara yang Berkunjung ke Jawa Barat

0

2000

4000

6000

8000

10000

12000

6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3

2008 2009 2010

orang

Husein Sastranegara Muarajati Total

Sumber: BPS Provinsi Jabar

Grafik 1.37. Asal Wisatawan Mancanegara yang Berkunjung ke Jawa Barat

Malaysia84%

Singapura8%

Eropa2%

Amerika1%

Lainnya5%

Sumber: BPS Provinsi Jabar

Data penyaluran kredit perbankan Jawa Barat juga

turut mengkonfirmasi perkiraan melambatnya

sektor PHR pada triwulan I-2010 (Grafik 1.38).

Posisi kredit tercatat turun lebih dari Rp1 triliun,

yaitu dari Rp23,3 triliun menjadi Rp21,6 triliun.

Pertumbuhan kredit juga mengalami perlambatan,

yaitu dari 24,1% (yoy), melambat menjadi 14,2%

(yoy).

Grafik 1.38. Penyaluran Kredit

ke Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran

0

10

20

30

40

0

5

10

15

20

25

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I

2007 2008 2009 2010

%Rp Triliun

Posisi Kredit Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan)

Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU), KBI Bandung

2.4. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi

Sektor pengangkutan dan komunikasi diperkirakan mengalami peningkatan pada triwulan I-

2010. Hal ini didukung oleh beberapa indikator di subsektor pengangkutan, seperti volume kegiatan

di Bandara Husein Sastranegara, jalan tol di Jawa Barat, serta angkutan kereta api.

Jumlah penumpang yang melalui Bandara Husein

Sastranegara, terus menunjukkan peningkatan,

baik kedatangan maupun keberangkatan (Grafik

1.39). Jumlah penumpang di bandara dimaksud

tercatat tumbuh melonjak sebesar 117% (yoy),

setelah sebelumnya juga tumbuh cukup tinggi,

yaitu 91% (yoy). Terus meningkatnya jumlah

penumpang tersebut diperkirakan terjadi akibat

semakin banyaknya rute penerbangan yang dilayani

melalui Bandara Husein Sastranegara, baik untuk

tujuan dalam maupun luar negeri.

Grafik 1.39. Jumlah Penumpang Domestik dan

Internasional di Bandara Husein Sastranegara

-25%

0%

25%

50%

75%

100%

125%

0

50.000

100.000

150.000

200.000

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I

2008 2009 2010

orang

Jumlah Penumpang Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan)

Sumber: PT Persero Angkasa Pura II

23

Page 39: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

Kondisi transportasi darat di Jawa Barat juga memperlihatkan adanya kenaikan, baik angkutan rel

maupun angkutan jalan. Peningkatan kinerja angkutan rel tercermin dari naiknya pertumbuhan jumlah

penumpang kereta api di Jawa Barat selama triwulan I-2010 (Tabel 1.5). Kenaikan tersebut terjadi

pada hampir seluruh kelas di kereta api, kecuali kelas Lokal Bisnis. Sementara itu, kenaikan kinerja

subsektor angkutan jalan terindikasikan dari meningkatnya rata-rata pertumbuhan kendaraan yang

melewati 12 gerbang tol di Jawa Barat (Tabel 1.6). Adapun kenaikan pertumbuhan tersebut terjadi

pada gerbang tol Sadang, Jatiluhur, Padalarang, Baros 2, Pasteur, Pasir Koja, serta M. Toha.

Tabel 1.5. Jumlah Penumpang Kereta Api di Jawa Barat

2010 Pertumbuhan PertumbuhanTw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.IV-09 (yoy) Tw.I-10 (yoy)

Eksekutif 0.23 0.30 0.33 0.32 0.28 0.32 0.34 0.34 0.28 5.65% 2.15%Bisnis 0.20 0.26 0.33 0.32 0.27 0.29 0.35 0.31 0.28 -2.63% 5.24%Ekonomi 0.37 0.41 0.46 0.49 0.41 0.48 0.53 0.49 0.47 -0.45% 14.31%Lokal Bisnis 0.26 0.28 0.33 0.33 0.36 0.40 0.47 0.42 0.41 29.20% 12.39%Lokal Ekonomi 1.74 1.88 2.01 2.23 1.94 2.23 2.45 2.25 2.29 0.81% 18.42%Total 2.80 3.12 3.45 3.69 3.25 3.72 4.13 3.81 3.73 3.29% 14.77%

Kelas2008 2009

Sumber: PT Kereta Api DAOP Jawa Barat Catatan: terdiri dari DAOP Bandung dan Cirebon

Tabel 1.6. Jumlah Kendaraan yang Melintasi 12 Gerbang Tol di Jawa Barat

Tw.I-09 Tw.I-10 Pertumbuhan (yoy) Gerbang Tol

Masuk Keluar Masuk Keluar Masuk Keluar

Sadang 393,714 377,812 438,188 399,520 11.3% 5.7%

Jatiluhur 308,102 313,222 324,127 329,214 5.2% 5.1%

Padalarang Barat 1,689,950 1,886,200 1,887,696 2,123,232 11.7% 12.6%

Padalarang 1,492,629 1,391,195 1,582,929 1,428,344 6.0% 2.7%

Baros 1 474,804 712,583 483,061 757,126 1.7% 6.3%

Baros 2 711,611 507,080 750,347 481,465 5.4% -5.1%

Pasteur 2,387,054 2,315,270 2,493,329 2,432,528 4.5% 5.1%

Pasir Koja 1,376,649 1,116,020 1,404,538 1,174,216 2.0% 5.2%

Kopo 996,679 1,046,025 1,057,578 1,100,917 6.1% 5.2%

M Toha 790,560 861,141 832,119 916,162 5.3% 6.4%

Buah Batu 1,174,806 1,275,471 1,248,578 1,332,845 6.3% 4.5%

Cileunyi 1,700,145 1,707,876 1,833,390 1,945,335 7.8% 13.9%

TOTAL 13,496,703 13,509,895 14,335,880 14,420,904 6.2% 6.7%

Sumber: PT Jasa Marga Kantor Cabang Purbaleunyi

24

Page 40: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

Peningkatan kegiatan usaha di sektor

pengangkutan dan komunikasi tersebut

sejalan dengan kenaikan kredit yang

disalurkan perbankan ke sektor terkait

(Grafik 1.40). Posisi kredit pada Maret 2010

tercatat meningkat dari Rp5,6 triliun pada

triwulan IV-2009, menjadi Rp5,7 triliun, atau

tumbuh dari 82,1% (yoy) menjadi 84,6%

(yoy) pada Maret 2010.

Grafik 1.40. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum ke Sektor Pengangkutan dan Komunikasi

0

150

300

450

0

2

4

6

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I

2006 2007 2008 2009

%Rp Triliun

Posisi Kredit Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan)

Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU), KBI Bandung

2.5. Sektor Bangunan/Konstruksi

Sektor bangunan/konstruksi diperkirakan tumbuh meningkat, yaitu dari 8,7% (yoy) pada

triwulan IV-2009 menjadi 9,4% (yoy) pada triwulan I-2010. Hal ini diindikasikan antara lain oleh

relatif tingginya pertumbuhan penjualan semen di Jawa Barat serta penyaluran Kredit Kepemilikan

Rumah (KPR) dan Kredit Kepemilikan Apartemen (KPA) (Grafik 1.41). Selain itu, penyaluran kredit

perbankan di Jawa Barat ke sektor konstruksi juga menunjukkan adanya peningkatan (Grafik 1.42).

Proyek pemerintah di sektor konstruksi juga diperkirakan meningkat. Hal ini terjadi karena Dinas Bina

Marga Jawa Barat pada bulan Januari 2010 mulai melakukan lelang jasa pemborongan konstruksi

yang terdiri dari 121 paket dengan nilai Rp783 miliar, sebelum APBD Jawa Barat tahun 2010 disahkan.

Hal ini dimaksudkan agar penyerapan anggaran berjalan sesuai perencanaan dan proses

pembangunan berjalan dan selesai tepat pada waktunya. Paket yang dilelang Dinas Bina Marga

tersebut meliputi Balai Pengelolaan Jalan Wilayah Pelayanan I (24 paket), Balai Pengelolaan Jalan

Wilayah Pelayanan II (14 paket), Balai Pengelolaan Jalan Wilayah Pelayanan III (27 paket), Balai

Pengelolaan Jalan Wilayah Pelayanan IV (23 paket), Balai Pengelolaan Jalan Wilayah Pelayanan V (14

paket), Balai Pengelolaan Jalan Wilayah Pelayanan VI (18 paket), dan Kantor Pusat Dinas Bina Marga (1

paket). Seluruh proses lelang dilakukan melalui layanan pengadaan barang dan jasa secara elektronik

(LPSE), untuk meminimalisasi pertemuan antara peserta dan panitia lelang.

Grafik 1.41. Posisi Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) dan Kredit Kepemilikan Apartemen (KPA)

0%

10%

20%

30%

-

6.000.000

12.000.000

18.000.000

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I

2007 2008 2009 2010

%Rp Juta

Posisi Kredit Pertumbuhan (yoy) Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU), KBI Bandung

Grafik 1.42. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat ke

Sektor Konstruksi

0

10

20

30

40

50

0,00

0,50

1,00

1,50

2,00

2,50

3,00

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I

2007 2008 2009 2010

%Rp Triliun

Posisi Kredit Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan)

Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU), KBI Bandung

25

Page 41: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

2.6. Sektor Lainnya

Sektor listrik, gas, dan air bersih diperkirakan menunjukkan kinerja yang stabil pada triwulan

I-2010. Konsumsi listrik industri menunjukkan peningkatan, namun konsumsi listrik rumah tangga

mengalami penurunan, menjadikan konsumsi listrik secara keseluruhan di Jawa Barat relatif stabil

(Tabel 1.7). Sementara itu, penyaluran kredit perbankan ke sektor listrik, gas, dan air bersih

menunjukkan penurunan (Grafik 1.43).

Tabel 1.7. Pemakaian Listrik di Jawa Barat (Juta Kwh) 2010

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I

Rumah Tangga 2,383 2,419 2,513 2,611 2,682 2,903 3,000 3,058 2,995 17% 12%

Industri 3,623 3,807 3,918 4,083 4,202 4,794 5,169 4,977 5,282 22% 26%

Total 6,006 6,226 6,431 6,694 6,884 7,697 8,170 8,035 8,276 20% 20%

2009 Pertumbuhan Tw.I-10 (yoy)

2008 Pertumbuhan Tw.IV-09 (yoy)

Penggunaan

Sumber: PT PLN (Persero) Distribusi Jawa Barat dan Banten.

Grafik 1.43. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih

-100

0

100

200

300

400

500

0,00

0,10

0,20

0,30

0,40

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I

2007 2008 2009 2010

%Rp Triliun

Posisi Kredit Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan)

Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU), KBI Bandung

Setelah tumbuh relatif tinggi pada triwulan sebelumya, perlambatan diperkirakan terjadi

pada sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan, yaitu tumbuh 3,7% (yoy), dari

sebelumnya tumbuh 11,8%. Salah satu indikasi perlambatan tersebut adalah melambatnya nilai

Salso Bersih Tertimbang dari realisasi sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan pada triwulan

I-2010, yaitu dari 2,97 pada triwulan IV-2009 menjadi 1,43. Selain itu, perlambatan subsektor

keuangan diperkirakan terjadi, salah satunya akibat kenaikan jumlah kredit bermasalah yang dialami

oleh perbankan Jawa Barat pada triwulan laporan.

26

Page 42: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

Sektor jasa-jasa diperkirakan mengalami

perlambatan pada triwulan I-2010, antara

lain sebagai dampak melambatnya sektor

PHR pada periode laporan. Kondisi tersebut

diindikasikan oleh penyaluran kredit perbankan

pada sektor jasa dunia usaha dan jasa sosial

pada triwulan I-2010. Kredit ke dua sektor

tersebut mengalami penurunan hampir Rp200

miliar pada triwulan I-2010, atau tumbuh

melambat dari 9,9% (yoy) pada triwulan IV-2009

menjadi 7,5% (yoy) (Grafik 1.44).

Grafik 1.44. Penyaluran Kredit oleh Bank

Umum di Jawa Barat ke Sektor Jasa Dunia Usaha dan Sosial

0

10

20

30

40

50

0

2

4

6

8

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I

2007 2008 2009 2010

%Rp Triliun

Posisi Kredit Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan)

Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU), KBI Bandung

27

Page 43: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

BOKS 1

DAMPAK ACFTA TERHADAP KINERJA INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL

Beberapa pengamat menyatakan bahwa industri TPT merupakan salah satu industri yang diperkirakan mengalami

kerugian cukup besar sebagai dampak implementasi ACFTA, terutama pakaian jadi, yaitu berupa penurunan

penjualan. Untuk mendapat informasi yang lebih akurat, Bank Indonesia (BI) Bandung melakukan survei terhadap

75 perusahaan TPT skala menengah besar di Jawa Barat dan Banten, serta 51 pelaku UMKM yang bergerak di

bidang TPT.

Pendahuluan

ACFTA (ASEAN-China Free Trade Agreement) atau Perjanjian Perdagangan Bebas ASEAN-Cina menjadi salah satu

topik terhangat sejak awal tahun 2010 ini. Namun demikian, isu tersebut bukanlah sama sekali baru, karena

perjanjian telah ditandatangani lebih dari 5 tahun lalu, yaitu tepatnya pada tanggal 4 November 2004 di Phnom

Penh, Kamboja oleh para kepala negara ASEAN dan RRC. ACFTA ini disepakati dengan tujuan untuk memperkuat

dan meningkatkan kerjasama perdagangan kedua pihak melalui pengurangan atau penghapusan tarif, mencari

area baru serta mengembangkan kerjasama ekonomi yang saling menguntungkan di antara kedua pihak.

Walaupun ACFTA baru ramai diperbincangkan mendekati awal tahun 2010, namun implementasinya telah

berjalan sebelum tahun 2010, secara bertahap. Terdapat tiga tahapan penurunan bea masuk melalui skema ACFTA

ini. Tahap pertama adalah program untuk mempercepat implementasi ACFTA dimana tarif beberapa kategori

komoditas sudah dapat dihapus sejak 1 Juli 2006. Tahap kedua adalah Normal Track dimana tarif seluruh

komoditas yang termasuk dalam kategori ini harus diturunkan menjadi 0-5% pada 1 Januari 2010. Hampir seluruh

komoditas masuk dalam kategori ini, kecuali mendapat pengecualian (yang berarti masuk kedalam kategori

sensitive track). Tahap terakhir adalah Sensitive Track, yaitu penurunan tarif komoditas hingga 20% sebelum 1

Januari 2012 dan menjadi 0-5% sebelum 1 Januari 2018 serta penurunan tarif komoditas tidak melebihi 50%

sebelum 1 Januari 2015.

Bagaimana dengan Jawa Barat?

Di Jawa Barat, Cina merupakan salah satu eksportir terbesar. Tahun 2009, nilai impor Jawa Barat dari Cina tercatat

sebesar USD910 juta atau 15% dari total nilai impor Jawa Barat. Sementara itu, ekspor Jawa Barat ke Cina relatif

kecil, hanya USD537 juta atau 3% dari total ekspor Jawa Barat. Dengan demikian, pada tahun 2009 Jawa Barat

mencatat defisit perdagangan ekspor dengan Cina sebesar USD373 juta.

Kondisi volume perdagangan di tahun 2009 tidak terlalu mengkhawatirkan, bahkan justru lebih menguntungkan

Jawa Barat, karena volume ekspor (163 ribu ton) lebih tinggi dibandingkan volume impor (136 ribu ton), sehingga

Jawa Barat masih dapat mencatat surplus volume perdagangan.

28

Page 44: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

29

Grafik 1. Nilai Ekspor Impor Jawa Barat–Cina

Grafik 2. Volume Ekspor Impor Jawa Barat–Cina

15 

30 

45 

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2007 2008 2009

Ribu

 Ton

40 

80 

120 

160 

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2007 2008 2009

USD

 Juta

Volume Impor Volume EksporNilai Impor Nilai Ekspor

Industri TPT Jawa Barat

Industri pengolahan merupakan sektor dominan di Jawa Barat, dengan nilai tambah sebesar Rp270,55 triliun

(PDRB tahun 2008, Atas Dasar Harga Berlaku), atau memberikan kontribusi sebesar 45% terhadap PDRB Jawa

Barat, didukung oleh industri tekstil, barang kulit, dan alas kaki yang memberikan kontribusi sebesar 24%

terhadap industri pengolahan. Industri tekstil di Jawa Barat memegang peranan yang cukup signifikan terhadap

industri TPT (Industri Tekstil dan Produk Tekstil) nasional, karena sebaran industri TPT nasional yang terfokus di

Jawa Barat (sekitar 57% industri TPT nasional berlokasi di Jawa Barat).

Dalam hal perdagangan produk TPT antara Jawa Barat dan Cina, Jawa Barat mencatat perdagangan defisit, yaitu

nilai ekspor sebesar USD36 juta, sementara nilai impornya USD133 juta. Ada beberapa faktor-faktor yang

menyebabkan tingginya daya saing produk TPT Cina dibandingkan produk lokal. Pertama, mesin yang digunakan

oleh industri TPT lokal mayoritas berumur tua, berbeda dengan industri Cina yang relatif menggunakan mesin

baru. Kedua, suplai listrik di Cina relatif stabil meskipun dengan biaya lebih tinggi. Ketiga, kebutuhan bahan kimia

industri TPT lokal masih sangat bergantung pada impor. Selain itu, industri TPT lokal menghadapi beberapa

kendala eksternal, diantaranya infrastruktur jalan darat yang kurang memadai, pajak-pajak dan pungutan yang

menghambat usaha, serta proses perizinan yang rumit.

Dampak ACFTA terhadap Industri TPT Jawa Barat dan Banten

Berdasarkan hasil survei, diketahui bahwa mayoritas responden berpendapat bahwa implementasi ACFTA

berpengaruh terhadap kegiatan usahanya, baik dampak positif maupun negatif. Dampak negatif terutama adalah

perkiraan penurunan penjualan di pasar dalam negeri, sementara dampak positif terutama adalah penurunan

harga bahan baku (Grafik 5 dan Grafik 6).

Meskipun merasakan dampak akan implementasi ACFTA, namun sebagian besar responden menyatakan siap

dalam menghadapi ACFTA, yakni dengan melakukan/merencanakan beberapa strategi, baik dari sisi input,

produksi, maupun pemasaran.

Page 45: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

30

Grafik 3. Dampak Negatif yang Dirasakan Grafik 4. Dampak Positif yang Dirasakan

0% 20% 40% 60% 80% 100%

Lainnya

Penjualan untuk ekspor menurun

Harga bahan baku lebih mahal

Biaya operasional meningkat

Penjualan di pasar dalam negeri menurun

Responden

0% 20% 40% 60% 80% 100%

Lainnya

Penjualan untuk ekspor meningkat

Responden

Biaya tenaga kerja menurun

Penjualan di pasar dalam negeri meningkat

Biaya operasional menurun

Harga bahan baku lebih murah

a) Dari sisi input, responden menyatakan melakukan efisiensi biaya energi dan biaya bahan baku. Berkaitan

dengan tenaga kerja, kondisi ketenagakerjaan diperkirakan masih relatif stabil karena jumlah responden yang

menyatakan akan menambah jumlah tenaga kerjanya sama dengan jumlah responden yang menyatakan

sebaliknya.

b) Dari sisi produksi, mayoritas responden menyatakan masih akan meningkatkan kapasitas produksi dan

kualitas produk, sementara sebagian lainnya akan melakukan diferensiasi atau diversifikasi produk. Sementara

itu, hanya sebagian kecil yang menyatakan akan melakukan pengalihan usaha.

c) Dari sisi pemasaran, mayoritas responden akan berupaya untuk mempertahankan pangsa di pasar domestik,

antara lain dengan mencari konsumen baru di dalam negeri atau meningkatkan aktivitas pemasaran di dalam

negeri, melalui iklan, direct selling, menambah gerai baru, dll, agar pasar di dalam negeri tidak beralih ke

produk Cina.

Harapan Pelaku Usaha

Meskipun sudah melakukan berbagai upaya untuk mengantisipasi dampak ACFTA, namun pelaku usaha

mengharapkan adanya dukungan dari Pemerintah (Grafik 5). Yang terpenting adalah ketersediaan infrastruktur

yang memadai, terutama jalan darat serta listrik, serta menjamin kepastian hukum dan proses perizinan yang

transparan dan sederhana. Pelaku usaha mengharapkan pula adanya pembebasan pungutan dan bea masuk untuk

impor bahan baku, pemberian kemudahan dan keringanan biaya ekspor produk, serta penerapan Standar Nasional

Indonesia (SNI), khususnya bagi produk impor. Selain itu, diharapkan pula peran asosiasi terutama dalam

memperluas jejaring bisnis dan memberikan informasi terkini mengenai perkembangan dunia usaha (Grafik 6).

Hingga akhir tahun 2010, pelaku usaha masih memandang optimis kinerja usahanya. Mayoritas responden (65%)

memperkirakan bahwa kinerja usaha mereka masih relatif stabil atau bahkan meningkat. Begitu pula dalam jangka

panjang.

Page 46: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

Grafik 5. Harapan terhadap Upaya Pemerintah

Grafik 6. Harapan terhadap Peran Asosiasi

Dampak ACFTA terhadap Perusahaan TPT Skala Menengah Kecil (UMKM)

Dari responden yang disurvei, ternyata hampir 25% responden menyatakan tidak mengetahui mengenai

implementasi ACFTA serta dampaknya terhadap kinerja usahanya. Sementara itu, dampak yang dirasakan cukup

beragam, baik positif maupun negatif. Bentuk dampak negatif yang banyak dipilih oleh responden adalah

turunnya penjualan di pasar dalam negeri. Sementara itu, dampak positif yang akan dirasakan adalah berupa harga

bahan baku yang lebih murah, serta peningkatan produktivitas.

Walaupun implementasi ACFTA dirasakan berdampak, namun dirasakan belum mempengaruhi kinerja usaha dari

para responden. Sebagian besar responden (70% dari responden yang mengetahui ACFTA) menyatakan kinerja

usaha mereka diperkirakan masih tumbuh stabil atau mengalami kenaikan pasca implementasi ACFTA, baik dalam

jangka pendek maupun jangka panjang. Mayoritas responden juga menyatakan kesiapan mereka dalam

menghadapi ACFTA. Adapun langkah-langkah antisipasi yang paling banyak dipilih oleh para responden antara

lain meningkatkan produktivitas tenaga kerja, mencari konsumen baru, serta meningkatkan kualitas produk dan

aktivitas pemasaran.

Sementara itu, beberapa upaya yang diharapkan oleh pelaku usaha dari Pemerintah antara lain berupa bantuan

promosi dan mendorong penggunaan produk dalam negeri, memberikan kepastian hukum, perizinan yang jelas

dan sederhana, serta membantu penyediaan mesin baru.

Penutup

Tidak dapat dipungkiri bahwa implementasi ACFTA berdampak terhadap kinerja pelaku usaha. Meskipun sebagian

pelaku usaha telah melakukan beberapa persiapan, namun daya saing industri tidaklah terlepas dari peran

pemerintah. Sehubungan dengan itu, diharapkan agar pemerintah senantiasa memberi perhatian terhadap

ketersediaan dan kelayakan infrastuktur –khususnya transportasi dan energi- sehingga kerja keras dunia usaha

dapat berjalan lancar yang akhirnya berdampak pula pada kesejahteraan masyarakat luas.

31

Page 47: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

32

BOKS 2

SURVEI PERSEPSI KONSUMEN (RUMAH TANGGA) TERHADAP ACFTA

Pendahuluan

Dalam rangka mendapatkan informasi mengenai sikap masyarakat terhadap implementasi ACFTA, selain dari sisi

pelaku usaha, Bank Indonesia Bandung juga melakukan survei kepada 400 responden rumah tangga di Kota

Bandung.

Tingkat Pengetahuan dan Persepsi Konsumen

Sebagian besar responden sudah terekspos oleh pemberitaan mengenai ACFTA, namun hanya sebagian kecil

responden yang mempu menjelaskan detail mengenai definisi maupun dampak dari implementasi ACFTA tersebut.

Sementara itu, mayoritas konsumen memiliki kecenderungan untuk lebih menyukai produk domestik/lokal

dibandingkan produk luar negeri5.

Dalam 4 bulan terakhir, yaitu dari Januari hingga April 2010, mayoritas responden cenderung tidak melakukan

pembelian terhadap produk buatan Cina. Hal tersebut dikarenakan persepsi responden akan kualitas produk

buatan Cina yang dianggap lebih rendah dibandingkan produk lokal, atau kesadaran responden dalam memilih

produk dalam negeri. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa kekhawatiran akan pengalihan pangsa produk

domestik di dalam negeri ke produk Cina dirasakan agak berlebihan karena masyarakat masih cenderung memilih

produk lokal dibandingkan produk Cina.

Penutup

Relatif tingginya tingkat nasionalisme responden, serta preferensi masyarakat yang cenderung lebih memilih

produk lokal ketimbang produk Cina, menjadikan kebijakan demand side, dalam bentuk menumbuhkan rasa

kecintaan terhadap produk dalam negeri, menjadi kurang optimal. Sebagai alternatif kebijakan untuk

mempertahankan pangsa produk lokal setelah implementasi ACFTA adalah kebijakan yang mendukung sisi supply

side. Kebijakan tersebut dapat dilakukan antara lain melalui:

• Upaya peningkatan produktivitas dan efisiensi

• Penerapan standar nasional (SNI) yang diharapkan dapat meningkatkan mutu dan kualitas produk lokal

Page 48: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

35

BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

Page 49: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

36

Page 50: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

37

Wwalaupun menunjukkan peningkatan, laju inflasi tahunan Jawa Barat pada triwulan I-2010

masih relatif terkendali. Secara tahunan laju inflasi meningkat dari 2,02% (yoy) pada triwulan IV-2009

menjadi 2,99% (yoy) pada triwulan I-2010. Angka tersebut masih lebih rendah dibandingkan dengan

inflasi nasional yang tercatat sebesar 3,43%. Sementara itu, sebagaimana pola musimannya, laju inflasi

triwulanan Jawa Barat juga meningkat dari 0,29% (qtq) pada triwulan IV-2009 menjadi 0,96% pada

periode laporan. Sama halnya dengan laju inflasi tahunan, inflasi triwulanan Jawa Barat tersebut masih

lebih rendah dibandingkan dengan inflasi nasional yang sebesar 0,99% (qtq).

Terkendalinya inflasi Jawa Barat terutama disebabkan oleh terjaganya pasokan kebutuhan pokok

masyarakat, meskipun harga beras meningkat cukup tinggi pada awal periode laporan. Di sisi lain, nilai

tukar rupiah yang cenderung menguat serta turunnya harga emas di pasar internasional menyebabkan

ekspektasi harga pelaku usaha membaik.

1. PERKEMBANGAN INFLASI

Secara tahunan, meskipun berada pada level yang terkendali, laju inflasi tahunan mengikuti

tren kenaikan, yakni dari 2,02% (yoy) pada triwulan IV-2009 menjadi 2,99% pada triwulan I-

2010 (Grafik 2.1). Kenaikan laju inflasi antara lain disebabkan oleh faktor teknis, yakni hilangnya

pengaruh penurunan harga BBM dalam perhitungan inflasi pada periode pengamatan (base-effect).

Namun demikian, harga sebagian besar komoditas pada komponen kelompok penyumbang inflasi (bahan

makanan, makanan jadi, sandang, dan kesehatan) relatif stabil bahkan cenderung lebih rendah.

Grafik 2.1. Inflasi Tahunan Jawa Barat dan Nasional

2,99

3,43

0

2

4

6

8

10

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I

2009 2010

% (yoy)

Jabar Nasional

Sumber: BPS Jawa Barat, TD 2002. Keterangan: * Inflasi dengan Tahun Dasar 2002;

** Inflasi dengan Tahun Dasar 2007.

Grafik 2.2. Inflasi Triwulanan Jawa Barat dan Nasional

0,96

0,99

0

1

2

3

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I

2009 2010

% (qtq)

Jabar Nasional

Sumber: BPS Jawa Barat, TD 2002. Keterangan: * Inflasi dengan Tahun Dasar 2002; ** Inflasi dengan Tahun Dasar 2007.

Secara triwulanan, inflasi Jawa Barat naik sesuai dengan pola musimannya (Grafik 2.2).

Gangguan cuaca yang mengakibatkan pergeseran musim panen padi merupakan salah satu faktor

penyebab kenaikan laju inflasi pada triwulan I. Namun demikian, besarnya inflasi kelompok bahan

makanan pada periode laporan masih lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata nilai musimannya.

Page 51: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

38

Pergerakan inflasi bulanan menunjukkan laju yang

terus menurun selama triwulan I-2010 (Grafik 2.3).

Bulan Januari 2010 merupakan puncak laju inflasi

bulanan (0,77%, mtm) pada triwulan I-2010 terutama

disebabkan kenaikan harga beras yang terkait dengan

faktor cuaca. Tekanan laju inflasi pada bulan Februari

2010 relatif mereda, yakni menjadi 0,38% karena mulai

membaiknya pasokan komoditas pangan strategis

seperti beras. Pada bulan Maret 2010, Jawa Barat

mengalami deflasi 0,19% karena beberapa daerah

mulai melakukan panen padi.

1.1. INFLASI MENURUT KELOMPOK BARANG DAN JASA

Inflasi Tahunan

Empat kelompok dari tujuh kelompok barang dan jasa mengalami penurunan laju inflasi

tahunan, yakni kelompok bahan makanan; makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau;

sandang; dan kesehatan (Tabel 2.1). Di lain pihak, belum adanya kebijakan yang berpengaruh

signifikan terhadap harga bahan bakar (bensin dan bahan bakar rumah tangga) pada periode laporan

mendorong laju inflasi tahunan meningkat. Pemerintah menetapkan penurunan harga BBM bersubsidi

dan bahan bakar rumah tangga pada triwulan I-2009. Selain itu, pada triwulan I-2010 harga BBM

nonsubsidi mengalami kenaikan karena faktor eksternal sehingga laju inflasi tahunan kelompok transpor,

komunikasi, dan jasa keuangan mengalami kenaikan yang cukup tinggi.

Tabel 2.1. Inflasi Tahunan Jawa Barat Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%) 2009 2010 Andil

No. Kelompok Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.IV '09 Tw.I '10

1 Bahan makanan 11,67 5,96 6,22 4,10 3,42 0,98 0,83

2 Makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 10,08 7,71 4,95 6,66 6,52 1,19 1,19

3 Perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar 4,97 3,59 0,45 1,06 1,75 0,25 0,41

4 Sandang 6,83 4,84 4,09 4,94 1,32 0,20 0,05

5 Kesehatan 5,43 4,57 3,83 3,95 2,74 0,16 0,11

6 Pendidikan, rekreasi dan olahraga 7,15 6,22 4,94 3,61 3,80 0,25 0,27

7 Transpor, komunikasi dan jasa keuangan 3,53 -7,03 -8,34 -5,74 0,53 -1,05 0,08

Umum 7,45 3,13 1,87 2,02 2,99 2,02 2,99

Sumber: BPS Jawa Barat.

Grafik 2.3. Inflasi Bulanan Jawa Barat dan Nasional

-1,0

-0,5

0,0

0,5

1,0

1,5

2,0

2,5

3,0

4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3

2008 2009 2010

% (mtm)Jabar Nasional

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

Page 52: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

39

a. Kelompok Bahan Makanan

Grafik 2.4. Inflasi Tahunan Kelompok Bahan Makanan di Jawa Barat

11,67

5,96 6,22

4,10 3,42

2

4

6

8

10

12

14

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I

2009 2010

% (yoy)

Sumber: BPS Jawa Barat.

Berbeda halnya dengan kondisi Nasional, laju

inflasi kelompok bahan makanan Jawa Barat

menurun pada triwulan I-2010 (Grafik 2.4).

Penurunan inflasi tahunan pada kelompok dimaksud

disebabkan oleh laju inflasi pada sebagian besar

subkelompok menurun. Namun demikian,

subkelompok padi-padian dan bumbu-bumbuan

yang memiliki bobot IHK (Indeks Harga Konsumen)

cukup besar mengalami peningkatan laju inflasi

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.

b. Kelompok Sandang

Grafik 2.5. Inflasi Tahunan Kelompok Sandang di Jawa Barat

6,834,84

4,09

4,94

1,32

1

2

3

4

5

6

7

8

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I

% (yoy)

Sumber: BPS Jawa Barat.

Kelompok sandang mengalami penurunan laju

inflasi yang cukup drastis dari triwulan

sebelumnya (Grafik 2.5). Pemulihan

perekonomian global merubah preferensi investor

dari emas menjadi surat berharga. Hal ini

menyebabkan stabilnya harga emas di pasar

internasional sehingga ekspektasi harga pedagang

emas perhiasan membaik dan mendorong laju

inflasi tahunan kelompok sandang turun drastis.

c. Kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan

Grafik 2.6 Inflasi Tahunan Kelompok Transpor di Jawa Barat

3,53

-7,03 -8,34 -5,74

0,53

-10

-8

-6

-4

-2

0

2

4

6

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I

2009 2010

% (yoy)

Sumber: BPS Jawa Barat.

Faktor utama pendorong kenaikan laju inflasi

tahunan Jawa Barat berasal dari kelompok

transpor, komunikasi, dan jasa keuangan.

Setelah pada 3 triwulan sebelumnya, kelompok

tersebut berturut-turut mengalami deflasi, pada

triwulan I-2010 kelompok transpor, komunikasi, dan

jasa keuangan mengalami inflasi. Berdasarkan

subkelompoknya, kenaikan laju inflasi tertinggi

berasal dari subkelompok transpor, khususnya

komoditas bensin.

Inflasi Triwulanan

Laju inflasi triwulanan Jawa Barat meningkat terutama disebabkan oleh kelompok dengan bobot IHK yang

cukup besar, yakni bahan makanan serta transpor, komunikasi, dan jasa keuangan (Tabel 2.2). Sementara

itu, kelompok yang lain menyumbangkan kenaikan laju inflasi yang relatif kecil. Meskipun secara tahunan

Page 53: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

40

laju inflasi kelompok bahan makanan menurun, secara triwulanan meningkatnya inflasi Jawa Barat

terutama disumbangkan oleh kenaikan laju inflasi kelompok bahan makanan. Sesuai dengan pola

musimannya, laju inflasi kelompok bahan makanan meningkat pada triwulan I, terutama disebabkan oleh

kenaikan harga beras di awal tahun serta gangguan pasokan atau distribusi kebutuhan pokok masyarakat

akibat cuaca. Sementara, kenaikan laju inflasi kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan

disebabkan oleh kenaikan harga minyak dunia yang mendorong kenaikan harga BBM non-subsidi.

Tabel 2.2. Inflasi Triwulanan di Jawa Barat Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%) 2009 2010 Andil

No. Kelompok Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.IV '09 Tw.I '10

1 Bahan makanan 2,06 -1,63 4,96 -1,20 1,39 -0,29 0,34

2 Makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 2,01 0,85 0,20 3,47 1,88 0,32 0,36

3 Perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar -0,10 0,45 -0,15 0,86 0,58 0,20 0,14

4 Sandang 4,44 -1,37 0,18 1,68 0,85 0,07 0,04

5 Kesehatan 1,57 0,69 0,78 0,86 0,40 0,04 0,01

6 Pendidikan, rekreasi dan olahraga 0,14 0,08 3,12 0,25 0,33 0,01 0,03

7 Transpor, komunikasi dan jasa keuangan -5,95 0,01 0,66 -0,45 0,31 -0,08 0,05

Umum 0,00 -0,15 1,87 0,29 0,96 0,29 0,96 Sumber: BPS Jawa Barat.

Inflasi kelompok bahan makanan terutama

berasal dari subkelompok padi-padian dan

umbi-umbian yang memberikan andil

sebesar 0,39% (qtq) (Grafik 2.7). Besarnya

andil inflasi subkelompok padi-padian

disebabkan oleh kenaikan harga beras yang

cukup tinggi pada awal tahun, meskipun harga

beras berangsur-angsur normal menjelang akhir

periode laporan. Di sisi lain, subkelompok buah-

buahan mengalami deflasi yang cukup besar

karena telah kembali pulihnya pasokan jeruk

dari luar pulau Jawa.

Grafik 2.7. Inflasi Triwulanan Kelompok Bahan Makanan di Jawa Barat Menurut Subkelompok

Triwulan I-2010

1,39

7,04

0,31

0,74

2,34

-0,55

0,43

0,43

-6,58

-0,32

1,33

0,48

0,34

0,39

-0,12

-8 -6 -4 -2 0 2 4 6 8

BAHAN MAKANAN

Padi

Daging

Ikan Segar

Ikan Diawetkan

Telur

Sayur-sayuran

Kacang-kacangan

Buah-buahan

Bumbu-bumbuan

Lemak & Minyak

Lainnya

%(qtq)

Sub

kelo

mp

ok

Andil Inflasi

Sumber: BPS Jawa Barat.

1.2. INFLASI MENURUT KOTA

Inflasi Tahunan

Sebagian besar kota di Jawa Barat mengalami kenaikan laju inflasi tahunan dibandingkan

dengan triwulan sebelumnya (Tabel 2.3). Hanya Kota Cirebon dan Sukabumi yang mengalami

penurunan laju inflasi. Inflasi Kota Bekasi naik paling tinggi dibandingkan dengan kota yang lain, sehingga

andil inflasi Kota Bekasi adalah yang tertinggi. Sementara itu, andil inflasi Kota Bandung yang relatif tinggi

terutama disebabkan oleh bobot kota yang cukup besar (28,88% dari total). Di sisi lain, meskipun bobot

Page 54: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

41

Kota Tasikmalaya relatif kecil (2,79% dari total), andil inflasi Kota Tasikmalaya relatif besar dibandingkan

dengan Kota Sukabumi (bobot 3,92%) sehingga pada triwulan I-2010 andil inflasi terkecil disumbangkan

oleh Kota Sukabumi.

Tabel 2.3. Inflasi Tahunan di Jawa Barat Menurut Kota (yoy, %) 2009 2010 Andil Inflasi

No. Kota Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.IV ‘09 Tw.I ‘10

1 Bandung 6,31 2,17 1,53 2,11 2,86 0,61 0,83

2 Bekasi 6,68 3,59 1,54 1,93 3,20 0,54 0,90

3 Depok 0,00 2,57 1,52 1,30 2,96 0,26 0,60

4 Bogor 6,17 3,38 2,71 2,16 2,47 0,26 0,29

5 Cirebon 8,22 5,23 3,67 4,11 3,54 0,17 0,15

6 Sukabumi 8,25 6,91 4,67 3,49 2,41 0,14 0,09

7 Tasikmalaya 9,18 6,87 4,25 4,17 4,74 0,12 0,13

Gabungan 7,45 3,13 1,87 2,02 2,99 2,02 2,99 Sumber: BPS Jawa Barat.

Besarnya laju inflasi di Kota Bekasi terutama disebabkan oleh kelompok makanan jadi, minuman, rokok,

dan tembakau; serta sandang. Sementara itu, inflasi Kota Tasikmalaya terutama disebabkan oleh

kelompok bahan makanan serta perumahan, air, listrik, gas, dan air bersih. Di sisi lain, rendahnya inflasi di

Kota Sukabumi disebabkan oleh kelompok bahan makanan dan sandang, meskipun inflasi kelompok

perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar adalah yang tertinggi.

Tabel 2.4. Inflasi Tahunan di Jawa Barat Menurut Kota & Kelompok Barang dan Jasa Triwulan I-2010 (yoy,%)

Kota No. Kelompok

Bd Bks Dpk Bgr Cn Skbm Tsm Gab.

1 Bahan makanan 3,96 2,85 5,24 1,25 3,58 -1,49 7,09 3,42

2 Makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 5,39 8,54 6,50 5,09 5,30 5,17 6,98 6,52

3 Perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar 1,97 0,45 1,52 2,34 2,31 7,06 5,42 1,75

4 Sandang -1,74 6,23 0,68 2,74 2,00 -1,91 -0,03 1,32

5 Kesehatan 2,20 4,21 0,30 7,93 2,53 1,02 1,77 2,74

6 Pendidikan, rekreasi dan olahraga 3,71 3,85 4,40 2,58 7,01 2,42 0,86 3,80

7 Transpor, komunikasi dan jasa keuangan 1,09 0,68 -0,36 0,54 2,29 0,83 0,43 0,53

Umum 2,86 3,20 2,96 2,47 3,54 2,41 4,74 2,99 Sumber: BPS Jawa Barat.

Dalam upaya pengendalian inflasi di Jawa Barat, sejak tahun 2008 telah dilakukan upaya-upaya koordinasi

antara Kantor Bank Indonesia dengan berbagai instansi/dinas terkait dalam suatu wadah Forum

Koordinasi Pengendalian Inflasi (FKPI). Dari 7 kota yang disurvei oleh BPS di Jawa Barat, hingga saat ini

baru terbentuk FKPI di Kota Bandung, Cirebon, dan Tasikmalaya. Sementara pada 4 kota lainnya (Bekasi,

Depok, Bogor, dan Sukabumi), sedang dijajaki kemungkinan untuk pembentukan forum serupa. Melalui

koordinasi dan pertukaran informasi pada forum tersebut diharapkan upaya pengendalian inflasi dapat

lebih ditingkatkan.

Page 55: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

42

a. Kota Bandung

Sama halnya dengan laju inflasi Jawa Barat,

laju inflasi Kota Bandung pada triwulan I-2010

masih relatif terkendali (Tabel 2.5). Hal ini

terutama disebabkan oleh deflasi pada

kelompok sandang, yaitu penurunan harga

emas perhiasan. Sebaliknya, inflasi Kota

Bandung mengalami tekanan yang berasal dari

kelompok transpor, antara lain karena

kenaikan harga BBM non subsidi yang

dipengaruhi harga minyak bumi di pasar

internasional.

Tabel 2.5. Inflasi Tahunan Kota Bandung Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%)

2009 2010 No. Kelompok

Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I 1 Bahan makanan 5,30 4,35 4,02 3,96 2 Makanan jadi 5,93 6,21 5,85 5,39 3 Perumahan 2,62 0,11 1,74 1,97 4 Sandang 3,80 3,77 5,09 -1,74 5 Kesehatan 5,52 5,40 5,32 2,20 6 Pendidikan 6,88 7,55 3,31 3,71 7 Transpor -9,11 -8,64 -5,98 1,09

Umum 2,17 1,53 2,11 2,86 Keterangan: Nama kelompok disingkat. Sumber: BPS Jawa Barat.

b. Kota Bekasi

Meskipun berada pada level yang terkendali,

kenaikan laju inflasi Kota Bekasi adalah yang

tertinggi dibandingkan dengan 6 kota lainnya

(Tabel 2.6). Kelompok yang mengalami

kenaikan laju inflasi cukup tinggi dibandingkan

kota lainnya adalah kelompok makanan jadi,

minuman, rokok, dan tembakau; serta

sandang.

Tabel 2.6. Inflasi Tahunan Kota Bekasi Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%)

2009 2010 No. Kelompok

Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I 1 Bahan makanan 4,75 5,64 2,86 2,85 2 Makanan jadi 6,29 4,77 6,86 8,54 3 Perumahan 2,76 0,07 -0,29 0,45 4 Sandang 4,41 3,16 5,49 6,23 5 Kesehatan 5,34 2,94 3,64 4,21 6 Pendidikan 6,82 3,52 3,56 3,85 7 Transpor -1,14 -6,30 -3,05 0,68

Umum 3,59 1,54 1,93 3,20 Keterangan: Nama kelompok disingkat. Sumber: BPS Jawa Barat.

Inflasi kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau terutama disumbangkan oleh inflasi

subkelompok makanan jadi, sementara inflasi kelompok sandang terutama berasal dari subkelompok

sandang laki-laki. Kenaikan harga bubur didorong oleh naiknya harga beras dan diduga berasal dari

terpengaruhnya ekspektasi pedagang bubur terhadap kenaikan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) beras.

Sementara itu, sandang laki-laki seperti sepatu pria, kemeja panjang katun pria, baju kaos/T-shirt pria,

celana pendek pria mengalami kenaikan harga terutama pada bulan Januari 2010 yang disebabkan oleh

kenaikan harga kapas di pasar internasional.

c. Kota Depok

Laju inflasi Kota Depok meningkat cukup tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, meskipun

masih berada pada level yang cukup terkendali (Tabel 2.7), didorong oleh inflasi pada kelompok bahan

makanan dan makanan jadi yang disebabkan oleh belum normalnya harga beras. Sementara itu inflasi

kelompok kesehatan di Kota Depok merupakan yang terendah dibandingkan kota lainnya karena tidak

adanya perubahan tarif rumah sakit (subkelompok jasa kesehatan). Kelompok transpor di Kota Depok

masih mengalami deflasi karena harga bensin nonsubsidi yang relatif stabil serta tarif pulsa telepon yang

turun.

Page 56: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

43

Tabel 2.7. Inflasi Tahunan Kota Depok Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%) 2009 2010

No. Kelompok Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I

1 Bahan makanan 7.70 10.20 6.53 5.24 2 Makanan jadi 10.91 8.41 7.60 6.50 3 Perumahan 2.58 -1.82 -0.69 1.52 4 Sandang 5.67 5.22 4.97 0.68 5 Kesehatan 2.16 1.23 0.79 0.30 6 Pendidikan 5.46 4.04 3.91 4.40 7 Transpor -9.30 -9.73 -7.41 -0.36

Umum 2,57 1.52 1.30 2.96 Keterangan: Nama kelompok disingkat. Sumber: BPS Jawa Barat.

d. Kota Bogor

Laju inflasi tahunan Kota Bogor cukup rendah karena relatif stabilnya seluruh komponen

kelompok penyumbang inflasi (Tabel 2.8). Inflasi kelompok bahan makanan turun drastis terutama

disebabkan oleh telah tibanya musim panen padi pada beberapa daerah di sekitar Bogor.

Namun demikian, laju inflasi Kota Bogor

akan relatif tertahan jika penurunan laju

inflasi kelompok kesehatan lebih rendah

lagi. Masih besarnya laju inflasi tahunan

kelompok kesehatan Kota Bogor

disebabkan oleh kenaikan tarif rumah sakit

yang mulai berlaku sejak pertengahan

tahun 2009.

Tabel 2.8. Inflasi Tahunan Kota Bogor Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%)

2009 2010 No. Kelompok

Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I 1 Bahan makanan 8.31 6.31 4.15 1.25 2 Makanan jadi 8.87 10.37 8.07 5.09 3 Perumahan 4.14 1.74 1.62 2.34 4 Sandang 6.25 3.39 2.72 2.74 5 Kesehatan 4.64 7.66 9.66 7.93 6 Pendidikan 1.65 3.26 3.33 2.58 7 Transpor -12.24 -11.81 -9.74 0.54

Umum 3,38 2.71 2.16 2.47 Keterangan: Nama kelompok disingkat. Sumber: BPS Jawa Barat.

e. Kota Cirebon

Kota Cirebon mengalami laju inflasi

tertinggi dibandingkan dengan kota

lainnya (Tabel 2.9). Faktor pendorong

kenaikan laju inflasi terutama berasal dari

kelompok transpor, komunikasi, dan jasa

keuangan; serta, pendidikan, rekreasi, dan

olahraga di Kota Cirebon yang tertinggi

dibandingkan dengan kota lainnya.

Tabel 2.9. Inflasi Tahunan Kota Cirebon Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%)

2009 2010 No. Kelompok

Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I 1 Bahan makanan 1,84 3,72 4,68 3,58 2 Makanan jadi 7,67 6,55 5,99 5,30 3 Perumahan 9,17 4,11 3,64 2,31 4 Sandang 6,45 8,41 10,77 2,00 5 Kesehatan 6,85 6,68 5,48 2,53 6 Pendidikan 25,06 7,96 8,15 7,01 7 Transpor -6,67 -5,50 -2,95 2,29

Umum 5,23 3,67 4,11 3,54 Keterangan: Nama kelompok disingkat. Sumber: BPS Jawa Barat.

Kelompok transpor Kota Cirebon mengalami laju inflasi yang cukup tinggi karena kenaikan harga BBM

nonsubsidi serta tarif jasa keuangan. Sementara itu, tarif kursus/pelatihan di Kota Cirebon relatif tinggi

dibandingkan dengan kota-kota lainnya, sehingga mendorong tingginya inflasi kelompok pendidikan.

Page 57: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

44

f. Kota Sukabumi

Laju inflasi Kota Sukabumi adalah yang

terendah dibandingkan dengan 6 kota

lainnya (Tabel 2.10). Rendahnya laju inflasi

Kota Sukabumi disebabkan oleh andil deflasi

kelompok bahan makanan dan sandang.

Kota Sukabumi merupakan satu-satunya

kota dengan kelompok bahan makanan

yang mengalami deflasi.

Tabel 2.10. Inflasi Tahunan Kota Sukabumi Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%)

2009 2010 No. Kelompok

Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I 1 Bahan makanan 6,36 3,28 0,39 -1,49 2 Makanan jadi 12,84 8,52 7,70 5,17 3 Perumahan 15,15 12,27 11,32 7,06 4 Sandang 6,99 4,48 1,25 -1,91 5 Kesehatan 6,73 3,97 2,88 1,02 6 Pendidikan 1,19 3,34 2,83 2,42 7 Transpor -8,67 -7,78 -6,59 0,83

Umum 6,91 4,67 3,49 2,41 Keterangan: Nama kelompok disingkat. Sumber: BPS Jawa Barat.

Deflasi kelompok bahan makanan disumbangkan oleh penurunan harga beras yang telah terjadi sejak

musim panen padi pada akhir triwulan sebelumnya. Sementara, deflasi kelompok sandang disebabkan

oleh penurunan harga emas perhiasan.

g. Kota Tasikmalaya

Di sisi lain, inflasi Kota Tasikmalaya

cukup tinggi terutama disebabkan oleh

kelompok bahan makanan dan

perumahan, air, listrik, gas, dan air bersih

(Tabel 2.11). Inflasi kelompok bahan

makanan meningkat drastis dibandingkan

dengan triwulan sebelumnya karena harga

beras yang masih relatif tinggi.

Tabel 2.11. Inflasi Tahunan Kota Tasikmalaya Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%)

2009 2010 No. Kelompok

Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I 1 Bahan makanan 6,07 2,52 2,79 7,09 2 Makanan jadi 8,02 6,25 13,14 6,98 3 Perumahan 13,74 7,89 6,47 5,42 4 Sandang 5,17 4,83 4,63 -0,03 5 Kesehatan 2,19 2,39 0,77 1,77 6 Pendidikan 11,25 5,84 2,45 0,86 7 Transpor -5,30 -3,66 -3,85 0,43

Umum 6,87 4,25 4,17 4,74 Keterangan: Nama kelompok disingkat. Sumber: BPS Jawa Barat.

Harga beras yang masih relatif tinggi terutama disebabkan oleh pergeseran musim panen padi di daerah

sekitar Kota Tasikmalaya menjadi lebih lambat dan gangguan distribusi karena cuaca. Selain itu, inflasi

subkelompok bumbu-bumbuan terutama komoditas cabe merah mengalami kenaikan dibandingkan

dengan triwulan sebelumnya.

Inflasi Triwulanan

Secara triwulanan, andil inflasi Kota Bekasi masih memberikan kenaikan sumbangan yang

tertinggi (Tabel 2.12). Sementara itu, inflasi Kota Tasikmalaya adalah yang tertinggi dibandingkan 6 kota

lainnya. Selain itu, inflasi Kota Bogor lebih dari 1%. Di sisi lain laju inflasi Kota Cirebon adalah yang

terendah.

Page 58: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

45

Tabel 2.12. Inflasi Triwulanan di Jawa Barat Menurut Kota (qtq, %) 2009 2010 Andil Inflasi

No. Kota Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.IV '09 Tw.I '10

1 Bandung 0,11 -0,14 1,64 0,50 0,84 0,14 0,24

2 Bekasi 0,01 -0,26 1,76 0,41 1,26 0,12 0,36 3 Depok -0,87 -0,20 2,43 -0,03 0,75 -0,01 0,15 4 Bogor 0,79 -0,27 1,72 -0,08 1,11 -0,01 0,13

5 Cirebon 0,91 0,04 2,49 0,62 0,36 0,03 0,02

6 Sukabumi 1,67 0,35 1,25 0,18 0,61 0,01 0,02

7 Tasikmalaya 0,78 1,09 1,09 1,15 1,33 0,03 0,04

0,00 -0,15 1,87 0,29 0,96 0,29 0,96 Sumber: BPS Jawa Barat.

Khusus untuk Kota Bogor, peningkatan laju inflasi terutama disebabkan oleh kenaikan sewa dan kontrak

rumah. Sementara, penurunan laju inflasi Kota Cirebon disebabkan oleh rendahnya deflasi kelompok

sandang (terutama disebabkan komoditas emas perhiasan) dan bahan makanan (terutama komoditas

cabe merah).

Tabel 2.13. Inflasi Triwulanan di Jawa Barat Menurut Kota & Kelompok Barang dan Jasa Triwulan I-2010 (qtq,%)

Kota No. Kelompok

Bd Bks Dpk Bgr Cn Skbm Tsm Gab.

1 Bahan makanan 2,09 1,23 0,30 2,53 -0,01 0,60 4,72 1,39 2 Makanan jadi 0,95 3,27 2,63 0,06 1,26 0,92 0,42 1,88 3 Perumahan 0,29 0,45 0,66 1,52 0,43 0,65 1,02 0,58 4 Sandang 0,03 3,30 -0,13 -0,19 -1,57 1,78 -0,01 0,85 5 Kesehatan 0,39 0,92 -0,06 0,15 0,24 0,45 0,17 0,40 6 Pendidikan 0,12 0,33 0,85 0,00 0,01 -0,24 -0,30 0,33 7 Transpor 0,68 0,23 0,15 0,10 0,10 0,02 0,10 0,31

Umum 0,84 1,26 0,75 1,11 0,36 0,61 1,33 0,96

2. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INFLASI

Pada triwulan I-2010 seluruh komponen faktor penyebab inflasi masih berada level yang cukup

stabil (Tabel 2.14). Inflasi inti (interaksi permintaan-penawaran, eksternal, dan ekspektasi harga) serta

volatile foods (bahan makanan) berada pada level yang rendah dan cenderung turun karena pasokan

bahan pangan yang relatif terjaga. Di lain pihak, hanya komponen administered price (harga barang yang

ditentukan pemerintah) yang mengalami kenaikan pada periode laporan.

Tabel 2.14. Inflasi Tahunan Menurut Faktor Penyebab (yoy, %) 2009 2010

Komponen Tw.II Tw.III Tw.IV Tw. I

Inti 3,33 1,83 1,87 1,74

Administered Price -2,45 -1,49 -0,91 0,32

Volatile Foods 1,00 1,46 0,98 0,83 Umum 3,13 1,87 2,02 2,99

Sumber: BPS Jawa Barat, diolah Keterangan: dihitung dengan menggunakan exclusion method menurut subkelompok.

Di sisi lain, kenaikan laju inflasi secara triwulanan terutama berasal dari volatile foods, sebagaimana yang

terjadi setiap awal tahun. Sementara itu, inflasi inti menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya

yang diperkirakan disebabkan oleh membaiknya ekspektasi harga pelaku usaha terkait penguatan nilai

tukar rupiah.

Page 59: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

46

Tabel 2.15. Inflasi Triwulanan Menurut Faktor Penyebab (qtq, %) 2009 2010

Komponen Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw. I

Inti 0,59 0,12 0,60 0,56 0,46

Administered Price -1,08 0,08 0,08 0,01 0,15

Volatile Foods 0,49 -0,39 1,17 -0,29 0,34

Umum 0,00 -0,15 1,87 0,29 0,96 Sumber: BPS Jawa Barat, diolah

Keterangan: dihitung dengan menggunakan exclusion method menurut subkelompok.

2.1. FUNDAMENTAL

a. Interaksi Permintaan dan Penawaran

Grafik 2.9. Pertumbuhan Kapasitas Terpakai Industri di Jawa Barat

0

3

6

9

12

15

-20

-15

-10

-5

0

5

10

Tw.I Tw.II Tw.IIII Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.IIII Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.IIII Tw.IV Tw.I

2007 2008 2009 2010

% (yoy)% (Pertumbuhan

Utilisasi Kapasitas)

Utilisasi Kapasitas Inflasi Jabar

Sumber: SKDU-BI Bandung

Kenaikan permintaan dapat diatasi dengan

peningkatan penawaran (kapasitas industri) di Jawa

Barat (Grafik 2.9). Kapasitas terpakai industri

tumbuh relatif stabil dibandingkan dengan periode

sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan

permintaan (proyeksi pertumbuhan ekonomi) juga

diikuti dengan tingginya pertumbuhan investasi

pada periode laporan. Peningkatan investasi

kemudian menyebabkan kapasitas terpasang

industri mengalami kenaikan.

b. Eksternal

Tekanan eksternal pada triwulan I-2010 cenderung melemah sebagaimana yang terlihat pada

perkembangan laju inflasi negara mitra dagang utama dan apresiasi nilai tukar rupiah. Laju inflasi Negara

Amerika Serikat menurun dan inflasi Negara Jepang dan Singapura masih relatif rendah dibandingkan

triwulan sebelumnya. Hal ini diperkirakan akan menurunkan imported inflation yang berasal dari bahan

baku. Selain itu, berlanjutnya apresiasi nilai tukar rupiah pada periode laporan terutama terkait dengan

masih derasnya aliran modal masuk ke Indonesia terutama dalam bentuk penanaman portofolio jangka

pendek seiring dengan membaiknya peringkat risiko negara (country risk) serta meningkatnya ekspor yang

tercermin pada besarnya surplus pos transaksi berjalan (net ekspor-impor) neraca pembayaran Indonesia.

Grafik 2.10. Laju Inflasi di Negara Mitra Dagang

‐4

‐2

0

2

4

6

8

1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2

2007 2008 2009 2010

% (yoy)Amerika Jepang Singapura

Sumber: Bank Indonesia

Grafik 2.11. Perkembangan Kurs Rupiah

8.800

9.300

9.800

10.300

10.800

11.300

11.800

12.300

1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3

2007 2008 2009 2010

Rp/USD

Kurs Tengah Bulanan Kurs Tengah (Triwulanan)

Sumber: Bank Indonesia

Page 60: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

47

Grafik 2.12. Perkembangan Harga Emas dan Minyak Dunia di Pasar Internasional

40

50

60

70

80

90

100

110

120

130

140

600

700

800

900

1000

1100

1200

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3

2007 2008 2009 2010

USD/troy onsIndeks TekstilEmas Minyak Dunia (WTI, RHS)

Sumber: Bloomberg

Harga emas di pasar internasional cenderung menurun

sehingga mampu menjaga ekspektasi harga emas

perhiasan pedagang di Jawa Barat, sebagaimana

terlihat dari penurunan laju inflasi kelompok sandang.

Di sisi lain, pemulihan perekonomian global

meningkatkan permintaan terhadap minyak di pasar

internasional. Hal ini berdampak kepada meningkatnya

harga bensin nonsubsidi di pasar domestik.

c. Ekspektasi Inflasi

Sementara itu, di sisi domestik, ekspektasi para

pelaku ekonomi (khususnya pengusaha,

pedagang eceran, dan konsumen) di Jawa Barat

terhadap harga barang dan jasa membaik

dibandingkan dengan periode sebelumnya. Hal

ini terutama disebabkan oleh membaiknya

fundamental ekonomi Indonesia yang tercermin

dari apresiasi nilai tukar rupiah dan relatif

terkendalinya tingkat inflasi.

Grafik 2.13. Perkembangan Harga Barang dan Jasa Menurut Pengusaha di Jawa Barat

-1

0

1

2

3

4

5

T.I T.II T.III T.IV T.I T.II T.III T.IV T.I T.II T.III T.IV T.I

2007 2008 2009 2010

-10,00

0,00

10,00

20,00

30,00

40,00

% (inflasi) SBT (SKDU)

SBT hasil SKDU inflasi gab 7 kota (qtq)

Sumber: Bank Indonesia.

Grafik 2.14. Ekspektasi Pedagang Eceran Terhadap Harga Barang dan Jasa di Kota Bandung

100

110

120

130

140

150

160

-1

0

1

2

3

4

5

Tw.ITw.IITw.IIITw.IVTw.ITw.IITw.IIITw.IVTw.ITw.IITw.IIITw.IV Tw.ITw.IITw.IIITw.IVTw.I

2006 2007 2008 2009 2010

SB% (inflasi)

Inflasi Gab.7 Kota (qtq) SPE* SPE**

Sumber: SPE-BI Bandung; BPS Jawa Barat. Keterangan: SPE*=Moving Average (3 bulan) Ekspektasi pedagang terhadap harga pada bulan tsb. menurut SPE pada 3 bulan sebelumnya; SPE**= Moving Average (3 bln) Ekspektasi pedagang terhadap harga pada bulan tsb. menurut SPE 6 bulan sebelumnya.

Grafik 2.15. Ekspektasi Konsumen Terhadap Harga Barang dan Jasa di Kota Bandung

100110120

130140150160170180190200

-2

-1

0

1

2

3

4

5

6

Tw.IIITw.IVTw.I Tw.IITw.IIITw.IVTw.I Tw.IITw.IIITw.IV Tw.I Tw.IITw.IIITw.IVTw.I

2006 2007 2008 2009 2010

SB% (inflasi)

Inflasi Jabar TD 07 (qtq) SK* SK** Sumber: SK-BI Bandung, BPS Jawa Barat Keterangan: SK*= Moving Average (3 bln) Ekspektasi konsumen terhadap harga pada bulan tsb. menurut SK 3 bulan sebelumnya; SK**= Moving Average (3 bln) Ekspektasi konsumen terhadap harga pada bulan tsb. menurut SK 6 bulan sebelumnya.

2.2. NON FUNDAMENTAL

a. Volatile Foods

Inflasi tahunan volatile foods (bahan makanan) turun. Khusus Jawa Barat, laju inflasi kelompok

bahan makanan masih lebih rendah bahkan menurun dibandingkan dengan laju inflasi kelompok bahan

makanan secara Nasional yang justru meningkat. Hal ini tidak terlepas dari terjaganya pasokan produk

hortikultura maupun perikanan.

Page 61: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

48

Tabel 2.16. Inflasi Kelompok Bahan Makanan (yoy, %) Jawa Barat Nasional

No. Subkelompok Tw.IV '09 Tw.I '10 Tw.IV '09 Tw.I '10

1 Padi-padian, Umbi-umbian & Hasilnya 5,62 10,66 6,34 10,62

2 Daging dan Hasil-hasilnya 4,93 3,09 4,23 2,53

3 Ikan Segar 3,19 -3,38 0,90 -1,23

4 Ikan Diawetkan 2,65 5,77 3,12 1,30

5 Telur, Susu & Hasil-hasilnya 0,64 -0,27 0,17 0,52

6 Sayur-sayuran 0,14 -6,86 1,59 3,12

7 Kacang-kacangan -0,05 0,95 -0,80 -0,37

8 Buah-buahan 12,82 7,03 10,25 9,85

9 Bumbu-bumbuan 11,08 9,87 14,97 7,57

10 Lemak & Minyak -1,34 -0,71 -3,52 -1,90

11 Bahan Makanan Lainnya 1,85 1,46 3,20 2,24

Bahan Makanan 4,10 3,42 3,88 4,11 Sumber: BPS Jawa Barat & Nasional, diolah

Meskipun pada awal tahun intensitas pemberitaan tentang bencana banjir dan longsor di Jawa

Barat meningkat, namun Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat menyatakan

bahwa dampaknya masih lebih rendah dibandingkan dengan tahun sebelumnya (Tabel 2.17).

Selain itu untuk mengurangi dampak bencana terhadap lahan pertanian, Pemerintah Provinsi Jawa Barat

melakukan beberapa upaya, yakni antara lain (i) memantau jumlah dan lokasi daerah yang mengalami

banjir dan longsor sehingga dapat dilakukan upaya penanganan dengan cepat; (ii) membagikan benih

yang berasal dari Cadangan Benih Nasional (CBN) dan Bantuan Langsung Bibit Unggul (BLBU) kepada

petani yang lahannya mengalami puso; (iii) mengoptimalkan penggunaan alat-alat pasca panen seperti

pengering padi dan terpal di kelompok tani; serta, (iv) mengendalikan hama melalui pengiriman Tim

Pengendali Hama Provinsi dan memberikan pendampingan kepada kelompok tani untuk mengantisipasi

musim penghujan yang berpotensi menimbulkan hama yang lebih banyak.

Tabel 2.17. Luas Lahan Pertanian yang Terkena Puso (Ribu Ha) s/d Maret

No. Kategori MH 2008/2009

MH 2009/2010

Sepanjang MH

2008/2009

Rata-rata Sepanjang (MH

2004/2005 – 2008/2009)

1 Banjir 14,69 3,03 14,69 19,49

2 Longsor 267 591 267 244

Jumlah 281,69 594,03 281,69 263,49 Keterangan: MH (Musim Hujan) Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat, diolah

b. Administered Price

Kenaikan tekanan inflasi yang berasal dari administered price (harga barang yang ditentukan

oleh pemerintah) terutama berasal dari hilangnya pengaruh penurunan harga BBM bersubsidi

dan tarif angkutan pada triwulan yang sama tahun sebelumnya (base-effect). Hal ini

menyebabkan laju inflasi subkelompok transpor meningkat drastis, yakni dari deflasi 7,71% (yoy) menjadi

inflasi 0,87%. Selain itu, kebijakan pemerintah menaikkan cukai rokok yang mulai berlaku sejak bulan

Januari 2010 mendorong produsen dan pedagang eceran rokok untuk menaikkan harga rokok secara

bertahap.

Page 62: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

49

Pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 181/PMK.011/2009 tentang Tarif Cukai

Hasil Tembakau tanggal 16 November 2009 telah menaikkan cukai rokok yang mulai berlaku sejak 1

Januari 2010. Besaran kenaikan tarif cukai 2010 untuk rokok (sigaret) adalah rokok kretek mesin (SKM)

Golongan I rata-rata sebesar Rp20/batang (btg), SKM II sebesar Rp20. Sedangkan rokok putih mesin (SPM)

I sebesar Rp35/btg, SPM II sebesar Rp28/btg. Sementara untuk rokok kretek tangan (SKT) I sebesar

Rp15/btg, SKT II sebesar Rp15/btg, dan SKT III sebesar Rp25/btg. Pada bulan Januari dan Maret 2010,

harga rokok, rokok kretek filter, dan rokok putih tercatat naik di beberapa kota di Jawa Barat.

Page 63: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

50

BOKS 3

RISET PENGARUH STRUKTUR PASAR TERHADAP PERKEMBANGAN HARGA MAKANAN DAN MINUMAN DI JAWA BARAT

Berbagai literatur menyebutkan bahwa harga barang dan jasa sangat dipengaruhi, antara lain oleh

biaya input produksi, depresiasi nilai tukar, kebijakan pemerintah, ekspektasi kenaikan harga

masyarakat, serta struktur pasar. Di antara faktor-faktor tersebut, struktur pasar diperkirakan memiliki

pengaruh yang cukup signifikan terhadap perkembangan harga.

Pembentukan harga berbagai komoditas di Jawa Barat diperkirakan dipengaruhi oleh pengaruh

struktur pasarnya. Penelitian Bank Indonesia Bandung yang bekerja sama dengan Fakultas Pertanian

Universitas Padjajaran mengenai value chain beras menyimpulkan bahwa nilai tambah terbesar dalam

rantai distribusi beras berada pada pedagang pengumpul yang jumlahnya relatif sedikit (UNPAD & BI

Bandung, 2008)1. Hal ini merupakan indikasi bahwa stok beras dikuasai oleh beberapa pemain

(pengumpul) atau dengan kata lain struktur pasar pedagang pengumpul beras bersifat oligopoli.

Selain itu, survei persepsi produsen, distributor, dan pengecer mengenai pembentukan harga produk

manufaktur di Jawa Barat menunjukkan bahwa keputusan produsen dan pedagang dalam

menentukan harga, sangat memperhatikan tingkat harga tertinggi yang dapat diterima oleh pasar

serta keputusan dari pesaing (BI Bandung, 2009)2. Para pelaku pasar juga cenderung tidak

menurunkan harga karena penurunan harga (i) dapat memberikan kesan kepada konsumen bahwa

terjadi penurunan kualitas barang (price means quality), (ii) mengakibatkan persaingan harga

(coordination failure), serta (ii) membutuhkan biaya yang cukup signifikan (physical menu cost).

Untuk memahami fenomena inflasi di Indonesia, khususnya Jawa Barat, maka Bank Indonesia

Bandung melakukan riset untuk mengetahui pengaruh struktur pasar terhadap perkembangan harga

makanan dan minuman di Jawa Barat, khususnya perilaku downward price rigidity (kekakuan harga

yang cenderung naik).

Gambar 1. Hipotesis dan Indikator yang Digunakan

Perilaku harga yang cenderung naik (downward price rigidity) diukur dengan menggunakan skewness

(derajat ketidaksimetrian distribusi data). Semakin distribusi data semakin memusat ke sumbu positif

(lebih sering mengalami kenaikan harga) atau ekor distribusi berada pada sumbu negatif, maka data

1 FE- UNPAD & BI Bandung. (2008). Analisis Supply dan Value Chain Beras di Jawa Barat. Bandung: BI 2 BI Bandung. (2009). Survei Pembentukan Harga Produk Manufaktur. Bandung: BI

Downward Price Rigidity Struktur Pasar

Herfindahl Hirschman Index

(HHI)

Concentration Ratio (CR4)

Skewness

?

Page 64: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

51

harga cenderung berperilaku downward price rigidity. Sementara ukuran struktur pasar menggunakan

tingkat konsentrasi penguasaan perusahaan, yakni dengan CR4 dan HHI. CR4 adalah hasil

penjumlahan 4 buah perusahaan dengan pangsa yang paling tinggi, sementara HHI adalah hasil

penjumlahan kuadrat pangsa seluruh perusahaan yang ada di pasar. Semakin tinggi tingkat

konsentrasi sebuah pasar maka menunjukkan struktur pasar yang cenderung oligopoli.

Sementara, industri daging-dagingan, buah-buahan & sayur-sayuran, produk turunan susu terbukti

memiliki perilaku downward price rigidity. Sementara, industri daging-dagingan, buah-buahan &

sayur-sayuran, produk turunan susu, hasil fermentasi, anggur, minuman beralkohol, serta tembakau

memiliki HHI yang cukup tinggi (struktur pasar oligopoli).

Untuk melakukan pengujian terhadap hipotesis, maka dilakukan regresi panel antara skewness

dengan HHI maupun CR4, sebagai berikut :

a. Menggunakan HHI

b. Menggunakan CR4

Hasil kedua regresi tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang erat antara struktur pasar

yang terkonsentrasi dengan perilaku downward price rigidity khususnya untuk makanan dan minuman

di Jawa Barat.

Page 65: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

52

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 66: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH

53

BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH

Page 67: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH

54

Page 68: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH

55

Sejalan dengan membaiknya kondisi perekonomian, pertumbuhan penyaluran kredit

perbankan di Jawa Barat pada triwulan I-2010 menunjukkan peningkatan, setelah empat

triwulan sebelumnya selalu mengalami perlambatan. Meskipun demikian pertumbuhan

beberapa indikator lainnya seperti total aset dan Dana Pihak Ketiga (DPK) masih mengalami

perlambatan. Dengan perkembangan tersebut, fungsi intermediasi perbankan yang dicerminkan oleh

indikator loan to deposit ratio (LDR) mengalami peningkatan. Di sisi lain, risiko kredit masih tetap

terkendali meskipun mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.

Perkembangan perbankan di Jawa Barat tersebut terutama didorong oleh kinerja bank umum

konvensional yang membaik.

1. STRUKTUR PERBANKAN DI JAWA BARAT Aset bank umum konvensional masih

mendominasi (93,12%) struktur aset

perbankan di Jawa Barat. Sementara itu,

pangsa bank umum syariah dan BPR

konvensional masing-masing sebesar 3,24% dan

G

nasional, aset perbankan

arat memiliki pangsa sebesar 7,9%.

. BANK UMUM KONVENSIONAL

2.1 Pendanaan dan Risiko Likuiditas

B

3,65% (Grafik 3.1.).

Pangsa dari sepuluh bank umum terbesar

mencapai lebih dari 80% aset perbankan di Jawa

Barat. Pada triwulan I-2010, aset perbankan di

Jawa Barat tumbuh 14,92% (yoy) menjadi

Rp187,08 triliun. Pertumbuhan ini antara lain

didorong oleh peningkatan penyaluran kredit

serta perluasan jaringan kantor baru. Jika

dibandingkan dengan

di Jawa B

2

Perkembangan Dana Pihak Ketiga

Pertumbuhan DPK bank umum konvensional di Jawa Barat pada triwulan I-2010 mengalami

perlambatan. DPK yang berhasil dihimpun bank umum konvensional di Jawa Barat mencapai

Rp131,18 triliun atau tumbuh 6,63% (yoy) atau lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan

triwulan sebelumnya (13,18%). Perlambatan ini terutama disebabkan oleh melambatnya seluruh jenis

simpanan baik giro, tabungan maupun deposito. Salah satu faktor dari melambatnya DPK diperkirakan

merupakan indikasi dari penggunaan simpanan masyarakat di bank untuk membiayai kegiatan

rafik 3.1. Pangsa Aset Perbankan di Jawa arat Triwulan I-2010

BU Konvensional

93,12%

BU Syariah3,24%

BPR3,65%

Sumber: LBU, LBUS, LBPR KBI Bandung

Page 69: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH

56

perekonomian. Sementara itu, pemerintah dan perbankan Indonesia melakukan pencanangan

Gerakan Indonesia Menabung yang secara resmi dilakukan oleh Presiden Republik Indonesia pada

tanggal 20 Februari 2010. Gerakan ini terutama ditujukan sebagai salah satu upaya memelihara serta

menumbuhkembangkan budaya menabung di masyarakat terutama untuk golongan menengah ke

bawah maupun generasi muda. Diharapkan potensi tabungan yang ada di kelompok masyarakat

bangunan nasional.

simpanan giro juga melambat dari 10,15% (yoy)

Rp9.400/USD pada akhir triwulan IV-2009 menjadi

seb

Konvensional di Jawa Barat berdasarkan Jenis Valuta

tersebut dapat bermanfaat bagi pembiayaan pem

Berdasarkan jenis simpanannya, deposito

masih mendominasi DPK bank umum

konvensional di Jawa Barat. Pada triwulan

I-2010, pangsa deposito mencapai 42,47%,

disusul tabungan 37,87% dan giro 19,66%.

Perlambatan pertumbuhan DPK pada triwulan

laporan terutama diakibatkan oleh

melambatnya pertumbuhan tabungan dari

26,05% (yoy) menjadi 19,33% (yoy) atau

mencapai Rp49,68 triliun. Sementara itu,

pertumbuhan deposito sedikit melambat dari

4,23% (yoy) menjadi 3,35% atau mencapai

Rp55,72 triliun. Di sisi lain, pertumbuhan jenis

menjadi -6,36% atau mencapai Rp25,79 triliun.

Berdasarkan jenis valuta, pada triwulan I-2010, DPK dalam rupiah mengalami pertumbuhan

yang lebih tinggi dibandingkan DPK dalam valas. DPK dalam rupiah tumbuh 9,61% (yoy) menjadi

Rp135,39 triliun. Sementara itu, meskipun nilai tukar rupiah terus mengalami apresiasi, DPK dalam

valas tetap mengalami pertumbuhan sebesar 2,07% (yoy) menjadi Rp16,49 triliun. Posisi kurs tengah

rupiah terhadap USD mengalami penguatan dari

esar Rp9.115/USD pada akhir triwulan I-2010.

Grafik 3.3. Perkembangan DPK Bank Umum

0

10

20

30

40

50

60

TW I TW II TWIII

TWIV

TW I TW II TWIII

TWIV

TW I TW II TWIII

TWIV

TW I

2007 2008 2009 2010

Triliun Rp

10

20

30

40

50

60

70

Triliun Rp

Deposito (skala kanan)

Tabungan (skala kanan)

Giro (skala kiri)

Sumber: LBU KBI Bandung

Grafi ng & Kurs Tengah Rupiah Terhadap USD

k 3.4. Perkembangan DPK Valuta Asi

4.000

5.000

6.000

7.000

8.000

9.000

10.000

11.000

12.000

TW I TW II TWIII

TWIV

TW I TW II TWIII

TWIV

TW I TW II TWIII

TWIV

TW I

2007 2008 2009 2010

Rp

0

5

10

15

20

Triliun Rp

Kurs Tengah Rp thdp USD (kiri)

DPK Valas (skala kanan)

Sumber: LBU KBI Bandung

G(DPK wa

Barat berdasarkan Jenis Simpanan

rafik 3.2. Perkembangan Dana Pihak Ketiga ) di Bank Umum Konvensional di Ja

0

10

20

30

40

50

60

TW I TW II TWIII

TWIV

TW I TW II TWIII

TWIV

TW I TW II TWIII

TWIV

TW I

2007 2008 2009 2010

Triliun Rp

10

20

30

40

50

60

70

Triliun Rp

Deposito (skala kanan)

Tabungan (skala kanan)

Giro (skala kiri)

Sumber: LBU KBI Bandung

Page 70: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH

57

Berdasarkan kelompok bank, pada triwulan I-2010 DPK di kelompok bank pemerintah,

swasta, dan campuran masing-masing sebesar Rp64,44 triliun, Rp61,01 triliun, dan Rp5,74

triliun (Grafik 3.5.). Secara tahunan, pertumbuhan kelompok bank pemerintah, bank swasta dan

bank asing/campuran masing-masing menjadi sebesar 5,95% (yoy), 7,73% dan 2,85%. Dengan

kondisi tersebut, pangsa DPK kelompok bank mengalami perubahan dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya. Pangsa DPK kelompok bank pemerintah sedikit naik dari 49,09% menjadi 49,12%,

han triwulanan tertinggi terjadi pada DPK

ilik pemerintah daerah sebesar 62,09% (qtq). Pertumbuhan tahunan tertinggi terjadi pada DPK milik

yaya ).

Grafik 3.5. Perkembangan DPK Bank Umum Konvensional di Jawa Barat

Berdasarkan Kelompok Bank

pangsa bank asing/campuran naik dari 4,13% menjadi 4,37%, sebaliknya pangsa bank swasta turun

dari 46,78% menjadi 46,50%.

Berdasarkan golongan pemilik, pada triwulan I-2010, DPK milik perseorangan masih

mendominasi pangsa DPK bank umum konvensional di Jawa Barat yakni sebesar 72% (Grafik

3.6.). Sementara itu, jika dilihat pertumbuhannya, pertumbu

m

san dan badan sosial sebesar 29,15% (yoy

20TW I TW II TW III TW TW

25303540455055606570

IV I TW II TW III TW

IVTW I TW II TW III TW

IVTW I

2007 2008 2009 2010

Triliun Rp

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Triliun Rp

Bank Campuran (skala kanan)

Bank Pemerintah (skala kiri) Bank Swasta

(skala kiri)

Grafik 3.6. DPK Bank Umum Konvensional di Jawa Barat Triwulan I-2010 Berdasarkan

Golongan Kepemilikan

Sumber: LBU KBI Bandung

3%

3%

8%

4%

10%

72%

Perorangan Perusahaan Swasta

Badan Usaha Milik Negara Pemerintah Daerah

Yayasan dan Badan Sosial Lain-lain

Sumber: LBU KBI Bandung

tidak lagi tercatat di Jawa Barat. Sementara itu, posisi SBI perbankan nasional sampai bulan Februari

Grafik 3.7. Perkembangan SBI Bank Umum

Nasional

Ekses Likuiditas

Penempatan perbankan Jawa Barat

pada Sertifikat Bank Indonesia (SBI)

pada bulan Maret 2010, mengalami

penurunan yang signifikan

dibandingkan posisi triwulan

sebelumnya. Jumlah penempatan SBI

oleh perbankan Jawa Barat pada posisi

bulan Maret 2010 mencapai Rp2,27 triliun

atau turun sebesar 60% dibandingkan

posisi akhir Desember 2009. Hal ini

terutama disebabkan oleh pindahnya

kantor pusat salah satu bank nasional ke Jakarta sehingga penempatan pada SBI oleh bank tersebut

Konvensional di Jawa Barat dan SBI Perbankan

0

1

2

3

4

5

6

7

1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3

2007 2008 2009 2010

Triliun Rp

6080100120140160180200220240260

Triliun Rp

SBI Perbankan Jawa Barat (skala kiri) SBI Perbankan Nasional (skala kanan) Sumber: LBU KBI Bandung

c

Page 71: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH

58

2010 mencapai Rp237 triliun, sehingga porsi penempatan SBI perbankan Jawa Barat terhadap

perbankan nasional hanya sebesar 1,15% atau lebih rendah dibandingkan pangsa pada bulan

esember 2009 yang mencapai 2,67%.

2.2 Perkembangan Kredit dan Risikonya

atkan indikator LDR meningkat dari 77% pada triwulan IV-

2009 menjadi 83% pada triwulan I-2010.

disalurkan Ba vensional di Jawa Barat

D

Perkembangan Kredit

Setelah empat triwulan sebelumnya

mengalami perlambatan, pertumbuhan kredit

bank umum konvensional di Jawa Barat pada

triwulan I-2010 mulai menunjukan

peningkatan (Grafik 3.8.). Kredit yang disalurkan

posisi Maret 2010 adalah sebesar Rp109,17 triliun.

Secara tahunan, kredit tumbuh 24,65% (yoy)

meningkat dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya yang sebesar 17,49%. Begitu juga

secara triwulanan, kredit tumbuh 6,38% (qtq) atau

lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya

yang sebesar 3,90% (qtq). Peningkatan ini seiring

dengan mulai membaiknya perekonomian Jawa

Barat pada dua triwulan terakhir.Dengan semakin meningkatnya laju pertumbuhan kredit di tengah

perlambatan pertumbuhan DPK, mengakib

Berdasarkan jenis penggunaannya, pertumbuhan kredit modal kerja, investasi maupun

konsumsi mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Kredit modal

kerja, investasi dan konsumsi masing-masing tumbuh sebesar 20,58% (yoy), 29,40% dan 27,64%

(grafik 3.10.). Sementara itu, secara triwulanan, pertumbuhan investasi dan konsumsi meningkat

masing-masing sebesar 14,64% (qtq) dan 9,26%, sedangkan pertumbuhan kredit modal kerja

Grafik 3.8. Perkembangan Kredit yang nk Umum Kon

-

20

40

60

80

100

120

Tw.I Tw. IITw.IIITw.IV Tw.I Tw. IITw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I

2007 2008 2009 2010

Trili

un R

p

-5%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

Kredit Growth yoy Growth qtq

Sumber: LBU KBI Bandung

Jawa Barat Berdasarkan Jenis Penggunaan

Grafik 3.9. Perkembangan Kredit yang Disalurkan Bank Umum Konvensional di

-

10

20

30

40

50

60

Tw.I Tw. II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw. II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I

2007 2008 2009 2010

Triliun Rp

Konsumsi Modal Kerja Investasi

mber: LBU KBI Bandung

Konvensional di Jawa Barat Berdasarkan Jenis Penggunaan

Su

Grafik 3.10. Perkembangan Pertumbuhan Kredit yang Disalurkan Bank Umum

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

35%

Tw.I Tw. II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw. II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I

2007 2008 2009 2010

yoy

Modal Kerja Investasi Konsumsi Sumber: LBU KBI Bandung

Page 72: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH

59

mengalami perlambatan sehingga hanya tumbuh sebesar 1,74% (qtq). Dengan perkembangan

tersebut, nominal kredit modal kerja, investasi dan konsumsi posisi bulan Maret 2010 masing-masing

besar Rp47,49 triliun, Rp11,88 trilun dan Rp49,80 triliun (grafik 3.9.).

g-m

sektor pertambangan dan sektor lain-lain (konsumsi) masing-

mas

Jawa Barat Berdasarkan Kelompok Bank

se

Berdasarkan sektor ekonominya, kredit yang disalurkan masih tetap didominasi oleh tiga

sektor utama yakni sektor lain-lain (konsumsi), sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran

(PHR) dan sektor industri pengolahan masin

16,5%. Secara tahunan, kredit yang disalurkan

berdasarkan sektor ekonomi pada umumnya

mengalami peningkatan kecuali pada sektor

pertanian, sektor listrik, gas dan air serta sektor

jasa dunia usaha. Kredit ke sektor pengangkutan

dan komunikasi masih mengalami pertumbuhan

sangat signifikan, yakni sebesar 84,63% (yoy)

menjadi Rp5,71 triliun. Sementara pertumbuhan

kredit ke sektor industri pengolahan meningkat

dari -3,97% menjadi 11,94%. Di sisi lain, kredit

yang disalurkan ke sektor PHR mengalami

pertumbuhan yang menurun dari 23,93%

menjadi 14,23%. Secara triwulanan,

pertumbuhan kredit yang disalurkan juga mengalami peningkatan kecuali sektor listrik, gas & air,

sektor pertanian, sektor jasa dunia usaha dan sektor PHR. Sektor jasa sosial mengalami pertumbuhan

terbesar yakni 39,01% (qtq), diikuti oleh

asing dengan pangsa 48,5%, 19,8% dan

ing tumbuh 20,52% dan 15,49%.

Grafik 3.12. Perkembangan Kredit yang Disalurkan Bank Umum Konvensional di

-

10

20

30

40

50

60

70

Tw.I Tw. II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw. II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I

2007 2008 2009 2010

Trili

un R

p

Bank Pemerintah Bank Swasta Nasional Bank Asing/Campuran

Sumber: LBU KBI Bandung

Konvensional di Jawa Barat Berdasarkan Kelompok Bank

Grafik 3.13. Perkembangan Pertumbuhan Kredit yang Disalurkan Bank Umum

-32%

-12%

8%

28%

48%

68%

88%

108%

Tw.I Tw. II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw. II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I

2007 2008 2009 2010

YOY

Bank Asing/Campuran Bank Pemerintah Bank Swasta Nasional Sumber: LBU KBI Bandung

Berdasarkan Sektor Ekonomi Triwulan I-2010

Berdasarkan kelompok bank di Jawa Barat, kredit yang disalurkan kelompok bank

asing/campuran mengalami peningkatan drastis. Setelah tiga triwulan sebelumnya mengalami

penurunan, pertumbuhan kredit kelompok bank asing/campuran pada triwulan I-2010 menunjukkan

Grafik 3.11. Pangsa Kredit yang disalurkan Bank Umum Konvensional di Jawa Barat

0,2%16,5%

1,4%

0,1%

2,6%

19,8%

5,2%3,8%2,0%

48,5%

Pertanian PertambanganPerindustrian Listrik, Gas & AirKonstruksi Perdag., Rest & HotelPengktn, Gudg& Kmnks Jasa Dunia UsahaJasa Sosial Lain-lain

Sumber: LBU KBI Bandung

Page 73: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH

60

peningkatan signifikan sebesar 94,65% (yoy) atau menjadi Rp5,81 triliun. Sementara itu pertumbuhan

kredit kelompok Bank swasta pada triwulan laporan terus meningkat dari 4,85% (yoy) pada triwulan

sebelumnya menjadi 14,74% atau menjadi sebesar Rp39,76 triliun. Sebaliknya, pada kelompok bank

pemerintah masih mengalami tren perlambatan (Grafik 3.13.). Pada triwulan I-2010 kelompok bank

pemerintah tumbuh 27,34% (yoy) menjadi Rp63,60 triliun atau sedikit lebih rendah dibandingkan

dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya (28,65%). Secara triwulan, seluruh kelompok mengalami

eningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya.

Bekasi (6,76%), disusul Kab. Bekasi (6,23%) dan sisanya tersebar di 22 kabupaten

dan kota lainnya.

Ta al di Jawa Barat Berdasarkan Kabupaten/Kota

Triwulan I-2010

p

Sebagian besar kredit bank umum konvensional di Jawa Barat masih didominasi oleh kantor

bank yang berada di Kota Bandung (44,61% dari total kredit). Pangsa tersebut sedikit

mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya (47,00%). Tingginya pangsa kredit di Kota

Bandung cukup beralasan mengingat sebagian besar kantor bank di Jawa Barat berada di Kota

Bandung dan sekitarnya. Sementara itu, pangsa kabupaten dan kota lainnya di bawah 7%. Terbesar

kedua adalah Kota

bel 3.1. Posisi Kredit Bank Umum Konvension

KREDIT (Juta Rupiah)

Kota Bandung 48.706.579 44,61%Kota Bekasi 7.378.228 6,76%Kab. Bekasi 6.800.753 6,23%Kota Bogor 6.584.331 6,03%Kota Cirebon 6.115.742 5,60%Kota Tasikmalaya 4.213.589 3,86%Kab. Karawang 3.584.722 3,28%Kab. Subang 2.424.547 2,22%Kota Sukabumi 2.207.870 2,02%Kab. Bandung 1.988.662 1,82%Kab. Garut 1.982.457 1,82%Kab. Purwakarta 1.837.763 1,68%Kota Depok 1.818.852 1,67%Kab. Cianjur 1.643.365 1,51%Kab. Bogor 1.574.547 1,44%Kab. Indramayu 1.498.131 1,37%Kota Cimahi 1.341.919 1,23%Kab. Majalengka 1.293.544 1,18%Kab. Sumedang 1.266.487 1,16%Kab. Kuningan 1.101.460 1,01%Kab. Ciamis 987.842 0,90%Kota Banjar 894.059 0,82%Kab. Sukabumi 840.106 0,77%Kab. Tasikmalaya 543.646 0,50%Kab. Cirebon 542.508 0,50%

JUMLAH 109.171.709 100,00%

KABUPATEN/KOTA Pangsa

Sumber: LBU KBI Bandung

Page 74: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH

Kredit Mikro, Kecil dan Menengah (MKM)

Pertumbuhan kredit MKM (Mikro, Kecil dan Menengah) yang disalurkan bank umum

konvensional di Jawa Barat masih mengalami peningkatan. Sampai dengan triwulan I-2010,

posisi kredit MKM tercatat sebesar Rp83,41 triliun atau tumbuh sebesar 26,03% (yoy) lebih tinggi dari

pertumbuhan triwulan sebelumnya (19,55%). Jika dilihat berdasarkan skalanya, kredit kecil (di atas

Rp50 juta namun di bawah Rp500 juta) memiliki pangsa terbesar yakni 38,00%, kredit mikro (di

bawah Rp50 juta) pangsanya mencapai 36,08%, dan sisanya 25,92% merupakan kredit menengah (di

atas Rp500 juta namun di bawah Rp5 miliar). Sementara itu, berdasarkan jenis penggunaannya, kredit

MKM masih didominasi oleh kredit konsumsi dengan pangsa sebesar 59% sedangkan sisanya sebesar

41% merupakan kredit produktif (modal kerja dan investasi).

Grafik 3.14. Perkembangan Kredit MKM Berdasarkan Skala Usaha

-

10

20

30

40

50

60

70

80

90

TW I TWII

TWIII

TWIV

TW I TWII

TWIII

TWIV

TW I TWII

TWIII

TWIV

TW I

2007 2008 2009 2010

Trili

un R

p

Mikro Kecil Menengah

Sumber: LBU KBI Bandung

Grafik 3.15. Perkembangan Kredit MKM Berdasarkan Jenis Penggunaan

-

10

20

30

40

50

60

70

80

90

TW I TW II TWIII

TWIV

TW I TW II TWIII

TWIV

TW I TW II TWIII

TWIV

TW I

2007 2008 2009 2010

Trili

un R

p

Modal Kerja Investasi Konsumsi

Sumber: LBU KBI Bandung

Kredit yang berlokasi proyek di Jawa Barat

Pertumbuhan kredit yang disalurkan ke

Jawa Barat (kredit lokasi proyek) lebih

rendah dibandingkan dengan

pertumbuhan kredit yang disalurkan

bank umum konvensional di Jawa Barat

(kredit bank pelapor). Sampai dengan

posisi triwulan I-2010 (bulan Februari 2010),

kredit yang berlokasi di Jawa Barat tercatat

sebesar Rp181,00 triliun jauh lebih tinggi

dibandingkan dengan kredit yang

disalurkan oleh bank umum yang berlokasi

di Jawa Barat (Rp109,17 triliun). Hal ini

menunjukkan daya tarik provinsi Jawa Barat

dalam menarik investor. Sementara itu, dari

sisi pertumbuhan, kredit lokasi proyek

tercatat sebesar 11,36% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan kredit bank pelapor yang

tercatat sebesar 24,65%.

Grafik 3.16. Perkembangan Kredit Lokasi Proyek dan Kredit Bank Pelapor

-

20

40

60

80

100

120

140

160

180

200

Triliun Rp

Kredit Lokasi Proyek 73,9 91,2 100,7 122,5 127,2 140,1 151,2 161,9 167,1 171,4 174,2 181,4 181,0

Kredit Bank Pelapor 40,7 50,5 57,8 69,7 71,0 77,9 82,9 87,3 87,6 95,5 98,8 100,4 109,2

2004 2005 2006 2007 TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I

2008 2009 2010

Keterangan:

Kredit Lokasi Proyek adalah kredit yang diberikan ke wilayah Jawa Banat

Kredit bank pelapor adalah kredit yang diberikan oleh bank umum konvensional di Jawa Barat

Sumber: LBU KBI Bandung

61

Page 75: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH

Berdasarkan jenis penggunaannya, kredit berlokasi proyek di Jawa Barat masih didominasi oleh kredit

produktif (modal kerja dan investasi) yang mencapai 57% dari total kredit, sedangkan sisanya (43%)

merupakan kredit untuk konsumsi. Sementara itu, berdasarkan sektor ekonominya, kredit masih

didominasi oleh kredit konsumsi (45%), kredit sektor industri pengolahan sebesar 26%, serta kredit

sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 14%.

Risiko kredit

Pada triwulan I-2010, risiko kredit yang disalurkan bank umum konvensional di Jawa Barat

meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Persentase jumlah kredit bermasalah

kotor atau Non Performing Loan (NPL) Gross meningkat dari 3,37% di triwulan IV-2009 menjadi

3,66% pada triwulan I-2010. Begitu juga dengan nominalnya, naik dari Rp3,46 triliun menjadi Rp4,00

triliun.

Grafik 3.17. Perkembangan Jumlah Kredit Bermasalah Bank Umum Konvensional di Jawa

Barat

-

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

3.0

3.5

4.0

4.5

Tw.I Tw. IITw.IIITw.IV Tw.I Tw. IITw.IIITw.IV Tw.I Tw.IITw.IIITw.IV Tw.I

2007 2008 2009 2010

Trili

un R

p

0.0%

0.5%

1.0%

1.5%

2.0%

2.5%

3.0%

3.5%

4.0%

4.5%

5.0%

Nominal NPL Gross NPL Gross

Sumber: LBU KBI Bandung

Grafik 3.18. Perkembangan Non Performing Loan Gross Bank Umum Konvensional di Jawa Barat Berdasarkan Kelompok Bank

0

1

2

3

4

5

6

TW I TW II TWIII

TWIV

TW I TW II TWIII

TWIV

TW I TW II TWIII

TWIV

TW I

2007 2008 2009 2010

%

0

2

4

6

8

10

12%

Bank Campuran (skala kanan)

Bank Pemerintah (skala kiri)

Bank Swasta (skala kiri)

Sumber: LBU KBI Bandung

Grafik 3.19. Perkembangan NPL Gross Bank Umum Konvensional di Jawa Barat Berdasarkan

Jenis Penggunaan

0,0

1,0

2,0

3,0

4,0

5,0

6,0

7,0

TW I TW II TWIII

TWIV

TW I TW II TWIII

TWIV

TW I TW II TWIII

TWIV

TW I

2007 2008 2009 2010

%

0,00,51,01,52,02,53,03,54,04,55,0

%

Konsumsi (skala kanan)

Modal Kerja (skala kiri)

Investasi (skala kiri)

Sumber: LBU KBI Bandung

Grafik 3.20. Perkembangan NPL Gross Bank Umum Konvensional di Jawa Barat Beberapa

Sektor Ekonomi Utama

0

1

2

3

45

6

7

8

9

TW I TW II TW III TWIV

TW I TW II TW III TWIV

TW I TW II TW III TWIV

TW I

2007 2008 2009 2010

%

0,0

1,0

2,0

3,0

4,0

5,0

6,0

7,0

8,0

%Jasa Sosial PHR

Industri Pengolahan Pertanian

Sumber: LBU KBI Bandung

Pada triwulan I-2010, berdasarkan kelompok bank, persentase NPL gross seluruh kelompok

bank meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Persentase NPL gross kelompok

62

Page 76: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH

bank pemerintah relatif stabil dari 3,24% pada triwulan IV-2009 menjadi 3,27% pada triwulan I-

2010. Hal yang sama terjadi pada NPL di kelompok bank swasta, yaitu dari 3,23% menjadi 3,28%.

Sementara itu, persentase NPL gross pada kelompok bank asing/campuran mengalami peningkatan

dari 8,63% menjadi 10,47%.

Berdasarkan jenis penggunaannya, pada triwulan I-2009, hanya NPL kredit investasi yang

mengalami penurunan. Persentase NPL gross kredit investasi mengalami penurunan dari 5,84%

pada triwulan IV-2009 menjadi 4,97%. Adapun NPL gross kredit konsumsi meningkat dari 1,99%

menjadi 2,60%. Sementara itu, untuk kredit modal kerja NPL gross naik dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya dari 4,20% menjadi 4,44%.

Pada triwulan I-2010, risiko kredit pada sebagian besar sektor ekonomi mengalami kenaikan

kecuali sektor pertambangan, sektor jasa dunia usaha, sektor angkutan & komunikasi dan

sektor PHR. Persentase NPL gross kredit yang disalurkan kepada sektor industri pengolahan naik dari

4,33% pada triwulan IV-2009 menjadi 4,58% pada triwulan I-2010. Sedangkan NPL gross kredit

kepada sektor PHR turun dari 4,68% menjadi 4,47%. Sementara itu, NPL gross kredit kepada sektor

angkutan dan komunikasi mengalami penurunan dari 0,30% menjadi 0,21%.

Berdasarkan lokasi

kota/kabupaten, persentase

kredit bermasalah terbesar

terdapat di Kabupaten

Purwakarta yang mencapai

9,56% terhadap kredit yang

disalurkan di kabupaten

tersebut. Jumlah tersebut lebih

rendah dibandingkan posisi

triwulan sebelumnya yang

mencapai 13,17%. Daerah lainnya

yang memiliki persentase kredit

bermasalah di atas 7% adalah

Kabupaten Bekasi yang mencapai

7,02%. Sementara itu, daerah yang

memiliki persentase NPL terendah

masih sama seperti triwulan

sebelumnya yaitu Kabupaten

Cirebon (0,30%).

Tabel 3.2. NPL Gross Bank Umum Konvensional di Jawa Barat Berdasarkan Kabupaten/Kota

KREDIT

(Juta Rp)NOMINAL (Juta Rp) %

Kab. Purwakarta 1.837.763 175.616 9,56 Kab. Bekasi 6.800.753 477.137 7,02 Kota Bekasi 7.378.228 331.108 4,49 Kab. Karawang 3.584.722 148.647 4,15 Kab. Subang 2.424.547 98.759 4,07 Kota Cirebon 6.115.742 238.353 3,90 Kota Bandung 48.706.579 1.827.948 3,75 Kota Depok 1.818.852 64.895 3,57 Kota Bogor 6.584.331 199.699 3,03 Kota Sukabumi 2.207.870 65.146 2,95 Kab. Sukabumi 840.106 23.720 2,82 Kab. Bogor 1.574.547 36.522 2,32 Kota Tasikmalaya 4.213.589 88.753 2,11 Kab. Cianjur 1.643.365 33.946 2,07 Kab. Bandung 1.988.662 37.032 1,86 Kab. Majalengka 1.293.544 21.963 1,70 Kab. Indramayu 1.498.131 24.876 1,66 Kab. Tasikmalaya 543.646 8.941 1,64 Kab. Sumedang 1.266.487 19.474 1,54 Kota Banjar 894.059 13.599 1,52 Kab. Garut 1.982.457 25.032 1,26 Kota Cimahi 1.341.919 14.290 1,06 Kab. Ciamis 987.842 10.116 1,02 Kab. Kuningan 1.101.460 7.951 0,72 Kab. Cirebon 542.508 1.641 0,30

JUMLAH 109.171.709 3.995.164 3,66

KABUPATEN/KOTANPL Gross

Sumber: LBU KBI Bandung

63

Page 77: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH

Risiko kredit mikro kecil dan

menengah (MKM) pada triwulan I-

2010 masih relatif terkendali dan

lebih rendah dibandingkan risiko

kredit keseluruhan. Persentase NPL

gross kredit MKM mengalami kenaikan

dari 3,23% pada triwulan IV-2009

menjadi 3,47%, sama halnya dengan

persentase NPL Gross kredit total yang

naik dari 3,37% menjadi 3,66%.

Lebih rendahnya NPL MKM

menunjukkan bahwa sektor MKM

memiliki ketahanan yang relatif lebih baik.

Grafik 3.21. Perkembangan NPL Gross Kredit MKM dan Total Kredit

2,0

2,5

3,0

3,5

4,0

4,5

5,0

Tw.I Tw. II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw. II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I

2007 2008 2009 2010

%

NPL Kredit MKM NPL Kredit Sumber: LBU KBI Bandung

3. BANK UMUM SYARIAH Pada triwulan I-2010, secara

umum, perkembangan bank

umum syariah di Jawa Barat

mengalami peningkatan kecuali

total aset. Pertumbuhan total aset

bank umum syariah secara tahunan,

sampai dengan posisi bulan Februari

2010, sedikit melambat dari 25,08%

(yoy) pada triwulan IV-2009 menjadi

24,91% atau menjadi sebesar Rp6,50

triliun. Sementara itu, pertumbuhan

penyaluran pembiayaan meningkat

dari 18,12% (yoy) menjadi 41,94%

atau menjadi sebesar Rp4,77 triliun. Begitu juga dengan pertumbuhan DPK meningkat dari 27,54%

(yoy) menjadi 43,59% atau menjadi sebesar Rp5,79 triliun. Secara triwulanan, pertumbuhan total aset

bank umum syariah menurun dari 17,21% (qtq) pada triwulan sebelumnya menjadi -1,05%. Begitu

juga dengan pertumbuhan DPK pada triwulan laporan yang mengalami perlambatan dari 15,71%

(qtq), menjadi 14,21%. Di sisi lain, pertumbuhan penyaluran pembiayaan mengalami peningkatan

dari 8,97% (qtq) pada triwulan IV-2009 menjadi 17,71% pada triwulan I-2010. Dengan kondisi

tersebut, Financing to Deposit Ratio (FDR) bank umum syariah di Jawa Barat meningkat dari 80%

menjadi sebesar 82% pada triwulan laporan. Di sisi lain, risiko pembiayaan mengalami peningkatan.

Hal ini tercermin dari meningkatnya jumlah pembiayaan bermasalah/Non Performing Financing (NPF)

yang mengalami naik dari 3,13% pada Desember 2009 menjadi 4,38% pada Februari 2010.

Grafik 3.22. Perkembangan Indikator Bank Umum Syariah Di Jawa Barat

-

1,0

2,0

3,0

4,0

5,0

6,0

7,0

TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV Feb-10

2007 2008 2009

Trili

un R

p

Aset DPK Pembiayaan

Sumber: LBUS KBI Bandung

64

Page 78: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH

65

4. BANK UMUM YANG BERKANTOR PUSAT DI JAWA BARAT Dengan pindahnya salah satu

kantor pusat bank umum dari

wilayah Jawa Barat sejak akhir

tahun 2009, maka berakibat

pada penurunan signifikan

terhadap indikator perbankan

yang berkantor pusat di Jawa

Barat. Secara tahunan,

pertumbuhan aset bank umum

yang berkantor pusat di Jawa

Barat turun dari 33,11% (yoy) pada triwulan IV-2009 menjadi -15,67% pada Maret 2010 atau

menjadi Rp44,47 triliun. Demikian juga dengan kredit yang disalurkan, anjlok dari 30,09% menjadi -

20,34% atau menjadi Rp25,56 triliun. Pertumbuhan DPK turun dari 38,55% menjadi -20,79% atau

menjadi Rp34,19 triliun. Sementara itu secara triwulanan, penurunan juga terjadi pada total aset,

penyaluran kredit dan DPK. Pertumbuhan total aset turun dari 4,79% (qtq) menjadi -28,18%.

Pertumbuhan penyaluran kredit turun dari 6,03% (qtq) menjadi -36,76% dan pertumbuhan DPK

turun dari 0,31% (qtq) menjadi -29,57%. Dengan perkembangan tersebut, LDR bank umum yang

berkantor pusat di wilayah Jawa Barat pada triwulan laporan tercatat sebesar 75% atau lebih rendah

dibandingkan posisi triwulan sebelumnya (83%). Di sisi lain, risiko kredit meningkat seperti yang

terlihat dari persentase kredit bermasalah (NPL gross) yang naik dari 1,13% pada triwulan sebelumnya

menjadi 1,94% pada triwulan I-2010. Rendahnya angka NPL gross tersebut, mencerminkan relatif

terkendalinya risiko kredit. Hal tersebut juga didukung oleh survei Kantor Bank Indonesia mengenai

dampak ACFTA terhadap debitur utama dari bank-bank umum yang berkantor pusat di Jawa Barat.

Hasil survei mengindikasikan bahwa pemberlakukan ACFTA belum memberikan dampak yang

signifikan terhadap kinerja/usaha dari masing-masing debitur, sehingga diperkirakan kinerja bank

umum dimaksud relatif tidak akan terganggu.

5. BANK PERKREDITAN RAKYAT Dari sisi penyaluran kredit, kinerja BPR konvensional menunjukkan peningkatan. Sementara

dari sisi total aset dan penghimpunan DPK menunjukkan perlambatan. Pada triwulan laporan,

pertumbuhan penyaluran kredit BPR secara tahunan meningkat dari 9,46% (yoy) menjadi 10,83%

atau menjadi Rp4,98 triliun. Di sisi lain, pertumbuhan total aset melambat dari 20,44% (yoy) menjadi

17,87% atau menjadi sebesar Rp7,33 triliun. Sementara itu, pertumbuhan DPK melambat dari

26,17% (yoy) menjadi 22,29% atau menjadi Rp5,38 triliun. Walaupun sedikit melambat, namun

pertumbuhan DPK masih pada level yang cukup tinggi, terutama jika dibandingkan dengan

pertumbuhan DPK bank umum. Hal ini diduga terkait dengan masih relatif lebih menariknya suku

bunga simpanan di BPR. Secara triwulanan, perkembangan BPR menunjukkan kondisi yang tidak jauh

Grafik 3.23. Perkembangan Indikator Bank Umum yang Berkantor Pusat di Jawa Barat

41,50 40,52

45,82 46,52

52,7455,45

59,1061,93

44,47

33,84 32,5136,48 35,04

43,1745,13

48,40 48,55

34,19

24,99 24,55

30,09 31,07 32,0934,20

38,1240,42

25,56

-

10

20

30

40

50

60

70

TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I

2008 2009 2010

Trili

un R

p

Aset DPK Kredit Sumber: LBU KBI Bandung

Page 79: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH

66

berbeda. Pertumbuhan total aset melambat dari 5,87% (qtq) pada triwulan IV-2009 menjadi 3,74%

pada triwulan laporan. Demikian juga halnya dengan DPK yang tumbuh melambat dari 6,32% (qtq)

menjadi 5,77%. Di sisi lain, pertumbuhan kredit yang disalurkan mengalami peningkatan dari 1,99%

(qtq) menjadi 3,41%.

Sebagian besar kredit yang

disalurkan BPR merupakan kredit

produktif (modal kerja dan

investasi). Pangsa kredit produktif

tersebut mencapai 58% dari total kredit

BPR dan sisanya (42%) merupakan

kredit konsumtif. Jika dilihat secara

lebih rinci, penyaluran kredit untuk

kebutuhan modal kerja mengalami

peningkatan pertumbuhan yang

tertinggi dari 8,67% (yoy) menjadi

12,85% (yoy) atau mencapai posisi

Rp2,73 triliun. Hal ini diperkirakan

merupakan indikasi dari meningkatnya aktivitas perekonomian khususnya di sektor usaha mikro, kecil

dan menengah (UMKM). Namun di sisi lain, risiko kredit BPR masih relatif tinggi, seperti yang

ditunjukkan oleh persentase kredit bermasalah (NPL gross) yang mencapai 8,50% pada triwulan

laporan, walaupun mengalami sedikit penurunan dibandingkan dengan posisi akhir tahun 2009

(8,68%).

Grafik 3.24. Perkembangan Indikator BPR Konvensional di Jawa Barat

-

1,0

2,0

3,0

4,0

5,0

6,0

7,0

8,0

TW. I TW. II TW. III TW. IV TW. I TW. II TW. III TW. IV TW. I

2008 2009 2010

Triliu

n Rp

Aset DPK Kredit

Sumber: LBPR KBI Bandung

Page 80: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

BAB 7. PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH

67

BAB 4 KEUANGAN DAERAH

Page 81: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

BAB 4. KEUANGAN DAERAH

68

Page 82: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

BAB 4. KEUANGAN DAERAH

Pembiayaan pemerintah terhadap perekonomian diperkirakan meningkat dibandingkan

dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Hal ini tercermin dari realisasi belanja pemerintah

pusat maupun provinsi Jawa Barat yang meningkat. Proses pengadaan barang/jasa dimulai lebih cepat

dibandingkan tahun sebelumnya serta usaha pemerintah daerah untuk mempercepat program

transmigrasi dan bantuan pendidikan menjadi faktor utama pendukung membaiknya kinerja keuangan

pemerintah.

Sementara itu, realisasi penerimaan baik APBN maupun APBD di Jawa Barat pada periode

laporan meningkat. Penerimaan pajak pemerintah pusat meningkat terutama pada pos PPN untuk

impor barang-barang modal. Selain itu, penerimaan Pemerintah Provinsi juga diperkirakan meningkat

yang terutama bersumber dari bea balik nama kendaraan bermotor.

1. APBD PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2010 Kapasitas fiskal Pemerintah Provinsi Jawa Barat meningkat dibandingkan tahun sebelumnya.

Peningkatan terutama berasal dari pendanaan transfer pemerintah pusat ke daerah (dana

perimbangan) serta pendapatan pajak Provinsi. Selain itu, sisa lebih anggaran dari beberapa tahun

sebelumnya yang masih relatif besar akan digunakan kembali sebagai alternatif penerimaan

pembiayaan pada tahun 2010.

Di sisi belanja, Provinsi Jawa Barat menganggarkan dana yang cukup besar. Alokasi belanja Provinsi

Jawa Barat adalah sebesar Rp9,56 triliun atau meningkat 15,71% dari tahun sebelumnya. Bahkan

pada tahun 2010, Pemerintah Provinsi meningkatkan belanja infrastruktur 2 kali lipat menjadi sebesar

Rp1 triliun yang berasal dari cadangan fiskal Provinsi.

Tabel 4.1. APBD Provinsi Jawa Barat Tahun 2009 dan 2010

No. Uraian

APBD 2009

(Rp Miliar)

APBD 2010

(Rp Miliar)

Perubahan (%)

I Pendapatan 6.952 7.758 11,59

1 Pendapatan Asli Daerah 5.177 5.623 8,63

2 Dana Perimbangan 1.763 2.105 19,40

3 Lain-lain PAD yang Sah 12 30 135,76

II Belanja 8.263 9.561 15,71

1 Belanja Tidak Langsung 5.399 6.469 19,82

2 Belanja Langsung 2.864 3.092 7,96

III Pembiayaan 1.311 1.803 37,57

1 Penerimaan Daerah 1.311 1.803 37,56

2 Pengeluaran Daerah 1 1 -57,65

3 SILPA         

Sumber: Perda APBD Provinsi Jawa Barat

Selain itu, Pemerintah Provinsi Jawa Barat pada tahun 2010 menerapkan kebijakan

penentuan APBD secara tematik atau berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Dengan

menggunakan pola tematik maka Pemerintah Provinsi Jabar dapat lebih fokus kepada sasaran strategis

69

Page 83: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

BAB 4. KEUANGAN DAERAH

70

atau common goals dan mendorong efektivitas organisasi pemerintahan. Efisiensi perjalanan dinas

juga dilakukan pada tahun 2010 sehingga hasil efisiensi belanja pegawai dalam bentuk honorarium

maupun perjalanan dinas dapat dialokasikan kepada belanja modal.

2. PENDAPATAN PEMERINTAH DI JAWA BARAT Tax ratio1 (rasio pajak terhadap PDRB) Jawa

Barat menurun dibandingkan dengan periode

sebelumnya (Grafik 4.1). Penurunan terutama

disebabkan oleh pertumbuhan penerimaan pajak

pemerintah pusat di Jawa Barat yang lebih rendah

dibandingkan dengan prakiraan pertumbuhan

ekonomi Jawa Barat. Namun demikian, baik posisi

penerimaan pajak pemerintah pusat maupun

provinsi pada periode laporan meningkat

dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun

sebelumnya. Secara keseluruhan, tax ratio di Jawa

Barat tahun 2010 diperkirakan akan lebih tinggi.

Grafik 4.1. Tax Ratio dan Total Penerimaan Pajak di Provinsi Jawa Barat

2%

3%

4%

5%

6%

7%

8%

9%

10%

8

9

10

11

12

13

14

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I

2008 2009 2010

% (yoy)Rp Triliun

Penerimaan Pajak* Tax Ratio** Keterangan: *) Penerimaan Pajak Pemerintah Pusat serta penerimaan pajak pemerintah provinsi, **) Tax ratio adalah pembagian antara total pajak pusat dan provinsi dengan PDRB Jawa Barat (Atas Dasar Harga Berlaku) Sumber: BPS, Dipenda Provinsi Jawa Barat, & KBI Bandung

2.1. PENDAPATAN PAJAK PEMERINTAH PUSAT

Baik posisi maupun pertumbuhan tahunan

pendapatan pajak pemerintah pusat di Jawa

Barat meningkat dibandingkan tahun

sebelumnya (Grafik 4.2). Hal ini diduga sejalan

dengan pemulihan perekonomian sehingga terjadi

peningkatan terutama pada pendapatan negara yang

berasal dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Berdasarkan klasifikasinya, PPNBM (PPN Bea Masuk)

Impor meningkat drastis dibandingkan periode lalu.

Grafik 4.2. Perkembangan Penerimaan Pajak Pemerintah Pusat

-0,50

0,00

0,50

1,00

0

2

4

6

8

10

12

14

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I

2008 2009 2010

% (yoy)Rp Triliun

Penerimaan Pajak Pertumbuhan

Sumber: Mutasi Rekening Pemerintah Pusat di KBI Bandung

Kenaikan penerimaan PPNBM Impor sejalan dengan peningkatan jumlah barang yang diimpor

khususnya alat angkutan serta barang modal yang dipergunakan sebagai bahan baku industri maupun

investasi perusahaan. Namun demikian, kinerja perpajakan dalam PPh (Pajak Penghasilan) diduga

mengalami penurunan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Direktorat Jenderal Pajak

(DJP) Jawa Barat I2 melaporkan bahwa pada triwulan I-2010 penerimaan PPh yang lebih rendah. Hal ini

disebabkan oleh perpanjangan sunset policy yang diduga turut menyumbangkan penurunan dalam

penerimaan PPh Orang Perorang (OP), serta adanya peraturan perubahan batas waktu penyampaian

SPT Tahunan PPh Badan yang semula 31 Maret menjadi 30 April.

1 Tax ratio adalah rasio penerimaan pajak terhadap PDRB (Atas Dasar Harga Berlaku) 2 Direktorat Jenderal Pajak Jawa Barat I meliputi Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Kota Depok, Kabupaten Bekasi, Kota Bekasi, Kabupaten Karawang, Kabupaten Subang, Kabupaten Indramayu, Kota Cirebon, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Kuningan dan Kabupaten Majalengka

Page 84: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

BAB 4. KEUANGAN DAERAH

Tabel 4.1. Perkembangan Pendapatan Pemerintah Pusat

di Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Barat I 2009 2010

Jenis Pajak Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I

A. Pajak Penghasilan 1.399 1.324 1.633 2.372 1.292 B. PPN dan PPN BM 589 641 737 1.455 624 C. PL dan PIB 35 41 40 70 26 D. PBB dan BPHTB 107 296 561 630 86 Jumlah 2.130 2.302 2.971 4.527 2.028 Pertumbuhan (%, yoy) 17,07 18,54 25,57 55,66 (4,76)

Sumber: DJP Jawa Barat I

2.2. PENDAPATAN PEMERINTAH PROVINSI

Pendapatan Pemerintah Provinsi Jawa Barat meningkat. Hingga triwulan I-2010 Pendapatan Asli

Daerah (PAD) telah terealisasi sebesar 27% (ytd) lebih tinggi dari periode yang sama tahun sebelumnya

yang sebesar 22,5%. Peningkatan pendapatan terutama berasal dari meningkatnya pendapatan pajak,

yakni Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Pajak Kendaraan Bermotor. Faktor utama penyebab

kenaikan pendapatan pajak adalah pemulihan perekonomian dan meningkatnya kepercayaan

konsumen atas kondisi perekonomian.

Tabel 4.2. Realisasi Penerimaan Pajak Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Rp Miliar) 2009 2010 Jenis Pajak

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Pajak Kendaraan Bermotor 411 458 520 473 429 Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor 404 423 565 544 647

Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor 266 263 283 273 265

Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan

23 24 35 14 23

Jumlah 1.103 1.168 1.403 1.305 1.365 Sumber: Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Barat

Selain itu, peningkatan alokasi Dana Perimbangan juga diikuti dengan tingkat realisasi yang cukup

baik, yakni sebesar 27,4% pada periode laporan atau lebih tinggi dari periode sebelumnya yang

sebesar 25%. Bahkan tingkat realisasi pada periode laporan merupakan yang tertinggi dari periode

pengamatan (tahun 2004 hingga 2009). Tingkat realisasi dana perimbangan yang cukup baik

merupakan indikasi upaya pemerintah pusat untuk mempercepat pendanaan belanja pembangunan

sehingga mampu mempercepat pemulihan perekonomian.

71

Page 85: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

BAB 4. KEUANGAN DAERAH

Tabel 4.3. Realisasi Pendapatan Pemerintah Provinsi Jawa Barat Triwulan I-2009 Triwulan I-2010

No. Uraian APBD

2009 (Rp Miliar)

Realisasi (Rp Miliar)

% Realisasi thd APBD

APBD 2010 (Rp Miliar)

Realisasi (Rp Miliar)

% Realisasi thd APBD

I PAD 5.176 1.163 22,48 5.623 1.503,63 26,74

a. Pajak Daerah 4.835 1.103 22,82 5.147 1.450,73 28,19

b. Retribusi Daerah 29 6 22,63 29 5,321 18,22

c. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah 138 1 0,57 204,20 0,13 0,06

d. Lain-lain PAD 174 53 30,38 242,3 47,637 19,66

II Dana Perimbangan 1.763 441 25,03 2.105,00 577,38 27,43

a. Bagi Hasil Pajak 786 116 14,71 980,70 362,04 36,92

b. Dana Alokasi Umum 977 326 33,33 1086 215,339 19,83

c. Dana Alokasi Khusus - - - 38,6 0 -

III Lain-lain Pendapatan 12 753 6.053,02 8,30 N/A N/A

a. Bantuan Keuangan 10 1 11,75 N/A N/A

b. Lain-lain Penerimaan 3 752 26.439,89 N/A N/A

Total Pendapatan 6.952 2.358 33,91 7.736,00 2.000-2.100* 26-27* Keterangan: *) Angka Perkiraan Bank Indonesia Sumber: Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Barat

3. BELANJA DAERAH

Belanja pemerintah di Jawa Barat pada triwulan I-2010 diperkirakan meningkat

dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya. Pada periode laporan, belanja

pemerintah lebih ditujukan untuk keperluan belanja barang/jasa, khususnya dalam rangka

mempercepat proses pengadaan yang dilakukan melalui mekanisme lelang secara konvensional

maupun elektronis. Selain itu, realisasi anggaran pada pos belanja pegawai digunakan terutama untuk

meningkatkan pengawasan maupun menyelenggarakan pertemuan-pertemuan koordinasi di awal

tahun.

2.1. BELANJA APBN DI JAWA BARAT

Baik pertumbuhan maupun tingkat realisasi belanja pemerintah pusat di Jawa Barat

mengalami kenaikan. Pertumbuhan realisasi belanja dana dekonsentrasi, dana tugas pembantuan,

serta program yang didanai pinjaman luar negeri meningkat. Naiknya pertumbuhan realisasi belanja

terutama terjadi untuk percepatan program bantuan pendidikan dan transmigrasi.

Belanja Dana Dekonsentrasi

Realisasi dana dekonsentrasi diduga meningkat dibandingkan periode yang sama tahun

sebelumnya. Hal ini terutama disebabkan oleh realisasi Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat yang

lebih awal dibandingkan tahun sebelumnya. Berdasarkan informasi dari Dinas Pendidikan, skema BOS

(Bantuan Operasional Sekolah) tahun 2009 telah cukup dimengerti oleh baik pihak pemerintah

maupun sekolah, setelah pada tahun sebelumnya Dinas Pendidikan mengalami kesulitan

merealisasikan anggaran dari sebelumnya secara langsung melalui beasiswa menjadi menggunakan

kegiatan bimbingan belajar.

72

Page 86: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

BAB 4. KEUANGAN DAERAH

Di sisi lain, pelaporan realisasi dana dekonsentrasi mengalami kendala karena beberapa dinas belum

dapat menyampaikan laporan. BAPPEDA Provinsi Jawa Barat menyebutkan bahwa pada tahun ini

sistem pelaporan dana dekonsentrasi mengalami perubahan menjadi lebih formal.

Dana dekonsentrasi berfungsi sebagai pembiayaan kegiatan pendukung dalam pelaksanaan program

pemerintah pusat di daerah. Kegiatan-kegiatan yang dibiayai oleh dana dekonsentrasi meliputi

koordinasi, pembinaan, dan pengawasan. Pada umumnya, anggaran yang dialokasikan pada dana

dekonsentrasi lebih besar dibandingkan dengan dana tugas pembantuan yang bersifat pembangunan

fisik. Pengalokasian dana dekonsentrasi juga ditujukan langsung kepada dinas/instansi di tingkat

provinsi sementara wewenang dana tugas pembantuan diserahkan kepada pemerintah

kota/kabupaten/provinsi untuk mengatur.

Tabel 4.4 Realisasi (ytd) Dana Dekonsentrasi Jawa Barat di Lima Dinas Penerima Anggaran Terbesar

2009 2010 Dinas Anggaran

(Rp Miliar) Realisasi Tw.I (%)

Anggaran (Rp Miliar)

Realisasi Tw.I* (%)

Dinas Pendidikan 4.540,44 0 3848,75 0,99 Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa (BPMPD) 42,97 0 53,2 N/A

Dinas Pertanian 30,41 0 24,3 N/A Dinas Sosial 25,21 0 22,61 0,00 Dinas Tata Ruang dan Pemukiman 14,50 0 2,6 0,00

Jumlah 4.637,44 0,14% 4067,39 0,16%

Keterangan: *) Angka Perkiraan Sumber: BAPPEDA Provinsi Jawa Barat

Belanja Dana Tugas Pembantuan

Tingkat realisasi Dana Tugas Pembantuan diperkirakan meningkat dibandingkan periode

yang sama tahun sebelumnya. Peningkatan realisasi terutama berasal dari kinerja Pemerintah

Provinsi Jawa Barat khusunya untuk program percepatan rehabilitasi jalan dan jembatan. Dinas Bina

Marga Provinsi Jawa Barat telah mulai melaksanakan perbaikan infrastruktur di beberapa ruas jalan

provinsi.

Tabel 4.5 Realisasi Dana Tugas Pembantuan Jawa Barat di Lima Pemerintah Daerah Penerima Alokasi Anggaran Terbesar

2009 2010 Provinsi/Kabupaten/Kota Anggaran

(Rp Miliar) Realisasi Tw.I (%)

Anggaran (Rp Miliar)

Realisasi Tw.I* (%)

Provinsi Jawa Barat 204,89 0 215,06 0,31 Kabupaten Garut 117,34 0 17,06 N/A Kabupaten Sukabumi 100,33 0 19,84 0 Kabupaten Tasikmalaya 87,94 0 8,34 N/A Kabupaten Cianjur 75,29 0 9,21 3,48 Jumlah 1.145,16 0,14% 442,03 0,17%

Sumber: BAPPEDA Provinsi Jawa Barat

Selain itu, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Jawa Barat pada triwulan I-

2010 mulai melakukan pengerahan dan fasilitasi perpindahan serta penempatan transmigrasi di

wilayah strategis dan cepat tumbuh. Pada tahun 2010 Disnakertrans menargetkan peningkatan

partisipasi masyarakat, membangun jejaring pendanaan investasi, dan peningkatan kompetensi

transmigran. Sementara, Kabupaten Sumedang memperoleh alokasi dana tugas pembantuan yang

73

Page 87: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

BAB 4. KEUANGAN DAERAH

cukup besar pada tahun 2010, yakni sebesar Rp61,56 miliar terutama untuk pembangunan gedung

kantor untuk pelayanan sarana/prasarana daerah.

Belanja APBN yang Berasal dari Pinjaman Luar Negeri

Realisasi belanja pemerintah pusat di Jawa

Barat yang dibiayai Pinjaman luar negeri

menurun dibandingkan triwulan

sebelumnya. Perlambatan laju pertumbuhan

semata-mata disebabkan oleh realisasi belanja

yang dibiayai utang luar negeri baru mulai

dilakukan pada bulan Februari 2010 berbeda

dengan tahun lalu yang direalisasikan sejak awal

tahun (Grafik 4.3).

Grafik 4.3. Perkembangan Belanja Pemerintah Pusat dari Pinjaman Luar Negeri

-0,50

0,00

0,50

1,00

1,50

2,00

2,50

3,00

0

20

40

60

80

100

120

140

160

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I

2008 2009 2010

% (yoy)Rp Triliun

Belanja dari Utang Luar Negeri Pertumbuhan

Sumber: KBI Bandung

Realisasi belanja pemerintah yang dibiayai utang luar negeri pada periode laporan terutama untuk

program pemberdayaan petani miskin dan masyarakat pedesaan serta pengembangan lingkungan

sekitar. Program tersebut merupakan bentuk lain dari PNPM (Program Nasional Pemberdayaan

Masyarakat Mandiri) yang bertujuan untuk mengurangi tingkat kemiskinan dengan ruang lingkup

pada sektor pertanian, pemerintahan, irigasi, pendidikan, dan infrastruktur lainnya.

2.2. BELANJA APBD PROVINSI JAWA BARAT

Realisasi belanja Pemerintah Provinsi Jawa Barat pada triwulan I-2010 diperkirakan mencapai

kisaran 6% hingga 8% dari total anggaran atau lebih tinggi dibandingkan dengan periode

yang sama tahun sebelumnya. Hal ini tidak terlepas dari upaya-upaya yang dilakukan oleh

Pemerintah Provinsi dalam hal percepatan proses pengadaan belanja modal.

Dinas Bina Marga Provinsi Jawa Barat menginformasikan bahwa pada akhir triwulan I-2010 beberapa

pemenang hasil lelang proyek infrastruktur telah diumumkan dan sedang melalui proses pembuatan

kontrak. Sementara, sisanya masih berada masa evaluasi panitia pengadaan. Realisasi belanja

infrastruktur diperkirakan mulai dilaksanakan pada triwulan II-2010.

Pada tahun 2009, hanya 3 pemerintah daerah (Kab. Kuningan, Kab. Purwakarta, dan Kota Sukabumi)

yang memanfaatkan Layanan Pengadaan Barang dan Jasa Secara Elektronik (LPSE). Pada tahun 2010

jumlah peserta bertambah menjadi 12 kabupaten/kota, dengan tambahan 9 daerah baru, yakni Kab.

Indramayu, Kab. Tasikmalaya, Kab. Karawang, Kab. Garut, Kab. Cirebon, Kab. Majalengka, Kab.

Sumedang, Kota Banjar, dan Kota Tasikmalaya.

Sesuai dengan pola musimannya, Pemerintah Provinsi Jawa Barat melakukan realisasi anggaran

terutama untuk belanja pegawai serta perjalanan dinas. Sementara itu, dinas terkait telah melakukan

persiapan program pembangunan meskipun belum terdapat realisasi secara keuangan.

74

Page 88: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

BAB 4. KEUANGAN DAERAH

BOKS 4

PENINGKATAN BELANJA INFRASTRUKTUR

PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2010

Berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, Pemerintah Provinsi Jawa Barat merubah kebijakan anggaran

dengan menggunakan sistem tematik sehingga dapat lebih fokus kepada common goals Provinsi

Jawa Barat. Di antara tujuan strategis Provinsi Jawa Barat pembangunan infrastruktur diduga dapat

memberikan pengaruh yang baik kepada sektor lainnya.

Kondisi jalan Provinsi dan Kab/Kota menunjukkan perbaikan sebagaimana terlihat dari persentase

panjang ruas jalan tidak rusak yang meningkat dari tahun ke tahun. Namun demikian, jika

dibandingkan dengan kualitas jalan nasional maka jalan provinsi dan kab/kota dapat lebih

ditingkatkan terutama untuk mendukung kegiatan perekonomian.

Grafik 1. Tingkat Kerusakan Jalan di Jawa Barat

0%

20%

40%

60%

80%

100%

2006 2007 2008 2006 2007 2008 2006 2007 2008

Jalan Negara Jalan Provinsi Jalan Kab/Kota

Rusak berat

Rusak

Sedang

Baik

Sumber: Jawa Barat dalam Angka

Pada tahun 2010, Pemerintah Provinsi mengalokasikan belanja infrastruktur yang cukup besar, yakni

sebesar Rp1 triliun atau meningkat 2 kali lipat dari tahun sebelumnya. Dengan peningkatan alokasi

tersebut, maka diharapkan kondisi jalan dapat lebih baik (mencapai target tingkat kemantapan jalan

tahun 2010 sebesar 92% dari tahun 2009 yang sebesar 86%) sehingga dapat meningkatkan

kelancaran aktivitas perekonomian. Hal ini mencerminkan upaya Pemprov untuk menciptakan

pertumbuhan ekonomi yang berkualitas.

Berdasarkan alokasinya, Dinas Bina Marga Provinsi Jawa Barat memperoleh dana pembangunan

terbesar, yakni Rp656,8 miliar untuk pembangunan jalan/jembatan dan Rp321,3 miliar untuk

rehabilitas jalan/jembatan. Sementara itu, Pemprov Jabar juga mengalokasikan pembebasan lahan

untuk proyek pembangunan infrastruktur multi-years seperti pembangunan Bandara Kertajati,

reaktivasi jalur kereta api, dan pembangunan jalan tol Cisumdawu.

75

Page 89: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

BAB 4. KEUANGAN DAERAH

Halaman ini sengaja dikosongkan

76

Page 90: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

BAB 5 PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN

Page 91: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

BAB 5. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN

78

Page 92: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

BAB 5. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN

Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran nasional baik tunai maupun non tunai

merupakan salah satu tugas Bank Indonesia. Bank Indonesia senantiasa berupaya untuk dapat

memenuhi kebutuhan uang kartal di masyarakat baik dalam nominal yang cukup, jenis pecahan yang

sesuai, tepat waktu dan dalam kondisi layak edar (clean money policy). Sementara itu kebijakan di bidang

instrumen pembayaran non tunai tetap diarahkan untuk menyediakan sistem pembayaran yang efektif,

efisien, aman dan handal dengan tetap memperhatikan aspek perlindungan konsumen.

Pada triwulan I-2010, transaksi sistem pembayaran di Jawa Barat menunjukkan peningkatan

pada nilai transaksi khususnya sistem pembayaran non tunai. Transaksi pembayaran melalui Bank

Indonesia - Real Time Gross Settlement (BI-RTGS), untuk wilayah Jawa Barat, secara nominal mengalami

peningkatan, meskipun secara volume turun dibandingkan triwulan sebelumnya. Sementara itu, jumlah

aliran uang masuk (inflow) ke KBI di wilayah Jawa Barat, secara triwulanan mengalami peningkatan,

namun aliran uang keluar (outflow) mengalami penurunan. Nilai transaksi pembayaran melalui kliring di

wilayah Jawa Barat mengalami penurunan, namun secara volume sedikit mengalami peningkatan.

1. PENGEDARAN UANG KARTAL

1.1. Aliran Uang Kartal Masuk/Keluar (Inflow/Outflow)

Perkembangan aliran uang kartal pada triwulan I-2010 di wilayah kerja BI Bandung, BI Cirebon

dan BI Tasikmalaya menunjukkan terjadinya net inflow. BI Bandung mengalami net inflow sebesar

Rp3,40 triliun, sedangkan BI Cirebon dan BI Tasikmalaya masing-masing sebesar Rp1,30 triliun dan

Rp0,49 triliun. Secara gabungan Inflow di BI wilayah Jawa Barat menjadi Rp6,72 triliun atau naik 11,87%

(qtq) atau turun 4,34% (yoy). Sementara outflow di BI wilayah Jawa Barat menjadi Rp0,80 triliun atau

turun sebesar 60,87% (qtq) atau 0,91% (yoy) (Grafik 5.1). Peningkatan inflow pada triwulan laporan

merupakan siklus yang biasa terjadi setelah pada triwulan sebelumnya terjadi outflow yang cukup tinggi

Grafik 5.1. Perkembangan Inflow dan Outflow Uang Kartal Di Jawa Barat

-

1,0

2,0

3,0

4,0

5,0

6,0

7,0

8,0

TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I

2007 2008 2009 2010

(Rp

Triliu

n)

Outflow Net Inflow Inflow

Sumber: BI Bandung, BI Tasikmalaya & BI Cirebon

79

Page 93: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

BAB 5. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN

Selama triwulan I-2010, uang kertas yang keluar dari KBI Bandung mengalami penurunan yang

cukup signifikan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (Tabel 5.1). Secara nominal, uang

kertas yang keluar dari KBI Bandung selama triwulan I-2010 adalah sebesar Rp593,22 miliar atau turun

68,52% (qtq), sedangkan uang logam yang keluar Rp0,258 miliar atau turun 66,75% (qtq). Sementara

itu, jumlah bilyet uang kertas yang keluar mencapai 18,14 juta bilyet atau turun 44,44% (qtq), demikian

juga dengan uang logam yang keluar turun sebesar 68,58% (qtq) menjadi 1,92 juta keping.

Tabel 5.1. Perkembangan Outflow Uang Kertas dan Uang Logam melalui KBI Bandung

Tw. IV-2009 Tw. I-2010 Pertumbuhan (qtq)

Nominal Bilyet/Keping Nominal Bilyet/Keping Nominal Bilyet/Keping Jenis Pecahan

(Rp Miliar) (Juta) (Rp Miliar) (Juta) Uang Kertas

100.000 965,82 9,66 304,01 3,04 -68,52% -68,52% 50.000 863,97 17,28 223,52 4,47 -74,13% -74,13% 20.000 12,11 0,61 20,25 1,01 67,17% 67,17% 10.000 11,48 1,15 26,56 2,66 131,35% 131,35%

5.000 7,83 1,57 12,15 2,43 55,22% 55,22% 2.000 3,10 1,55 4,41 2,21 42,13% 42,13%

1.000 0,84 0,84 2,32 2,32 176,97% 176,97%

Total 1.865,16 32,65 593,22 18,14 -68,19% -44,44%

Nominal Bilyet/Keping Nominal Bilyet/Keping Nominal Bilyet/Keping Jenis Pecahan (Rp Juta) (Juta) (Rp Juta) (Juta) (Juta)

Uang Logam 1,000 - - 80,00 0,08 n/a n/a

500 24,77 0,05 5,76 0,01 -76,76% -76,76% 200 458,00 2,29 81,20 0,41 -82,27% -82,27% 100 213,29 2,13 56,22 0,56 -73,64% -73,64% 50 79,05 1,58 27,00 0,54 -65,84% -65,84% 25 1,51 0,06 8,03 0,32 433,54% 433,54%

Total 776,62 6,11 258,21 1,92 -66,75% -68,58% Sumber: BI Bandung

1.2. Penyediaan Uang Kartal Layak Edar

Bank Indonesia secara berkesinambungan melakukan pemusnahan atau kegiatan pemberian

tanda tidak berharga (PTTB) terhadap uang kartal yang sudah tidak layak edar (lusuh/rusak)

sebagai upaya untuk memelihara kualitas uang kartal yang diedarkan di masyarakat (clean

money policy),

Selama triwulan I-2010, BI Bandung melakukan pemusnahan uang kertas sebanyak 114,69 juta lembar

atau naik 10,33% (qtq) (Grafik 5.2). Berdasarkan jumlah lembar yang dimusnahkan, yang paling banyak

adalah pecahan Rp1,000, Rp50,000, Rp5,000, dan Rp20,000 masing-masing sebesar 34%, 25%, 13%,

dan 11%.

80

Page 94: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

BAB 5. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN

Grafik 5.2. Perkembangan PTTB Kantor Bank Indonesia Bandung

0

20.000

40.000

60.000

80.000

100.000

120.000

TW. I TW. II TW. III TW. IV TW. I TW. II TW. III TW. IV TW. I

2008 2009 2010

Lem

bar

Sumber: BI Bandung

1.3. Uang Palsu

Selama triwulan I-2010, BI Bandung telah menemukan uang rupiah palsu di wilayah kerjanya

sebanyak 1,451 lembar atau turun 794 lembar dibandingkan triwulan sebelumnya. Pecahan uang

palsu yang paling banyak ditemukan selama triwulan I-2010, adalah uang kertas pecahan Rp50,000 dan

Rp100,000 masing-masing sebesar 44% dan 32% dari total lembar uang palsu yang ditemukan.

Meskipun demikian, BI Bandung terus berupaya menekan perkembangan peredaran uang palsu,

diantaranya melalui sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah kepada semua lapisan masyarakat,

menyediakan sarana informasi hotline service, serta iklan layanan masyarakat.

2. SISTEM PEMBAYARAN NON TUNAI

2.1 Kliring lokal

Pada triwulan I-2010, transaksi sistem pembayaran non tunai melalui kliring di wilayah Jawa

Barat, mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya. Rata-rata volume transaksi

kliring per bulan pada triwulan I-2010, adalah sebanyak 488,719 warkat, meningkat sebesar 1,51% (qtq)

namun secara tahunan turun 3,09% (yoy). Rata-rata nominal transaksi kliring per bulan pada triwulan I-

2010 turun 8,01% (qtq) namun secara tahunan meningkat 8,27% (yoy) menjadi Rp10,76 triliun (Tabel

5.2).

Tabel 5.2. Perkembangan Transaksi Kliring Lokal Rata-rata per Bulan di Jawa Barat

2010TW I TW II TW III TW IV TW I qtq yoy

Nominal (Rp Triliun) 9,94 10,38 10,64 11,70 10,76 -8,01 8,27Volume (Lembar) 504.311 476.875 484.106 481.440 488.719 1,51 -3,09

Pertumbuhan (%)Keterangan

2009

Sumber: Bank Indonesia

81

Page 95: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

BAB 5. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN

82

2.2 Real Time Gross Settlement (RTGS)

Transaksi RTGS masih mendominasi sistem pembayaran non tunai di Jawa Barat. Hal ini

disebabkan BI RTGS mempunyai keunggulan dalam kecepatan penyelesaian transaksi (seketika) dan risiko

penyelesaian transaksi yang dapat diperkecil. Perkembangan penyelesaian transaksi RTGS per bulan (dari

dan ke Jawa Barat), selama triwulan I-2010, secara nominal mengalami peningkatan, namun secara

volume turun dibandingkan triwulan sebelumnya. Selama triwulan I-2010, rata-rata nominal transaksi

RTGS per bulan adalah sebesar Rp52,52 triliun atau tumbuh 7,05% (qtq). Di sisi lain, rata-rata volume

transaksi RTGS per bulan adalah sebanyak 78,761 transaksi atau turun 1,10% (qtq) (Tabel 5.3). Total

nominal dan volume transaksi RTGS pada triwulan I-2010, masing-masing sebesar Rp157,56 triliun dan

236,283 transaksi.

Tabel 5.3. Perkembangan Transaksi RTGS di Jawa Barat

Nominal (Triliun Rp)

VolumeNominal

(Triliun Rp)Volume

Nominal (Triliun Rp)

Volume

Januari 17,58 25.993 24,19 33.736 41,77 59.729Februari 18,33 29.266 22,77 34.240 41,10 63.506Maret 18,73 31.282 28,97 34.346 47,70 65.628 Rata2 Tw I-09 18,21 28.847 25,31 34.107 43,52 62.954 April 20,58 31.562 27,91 32.396 48,49 63.958Mei 16,52 28.440 23,16 36.509 39,68 64.949Juni 21,33 31.807 29,14 35.819 50,47 67.626 Rata2 Tw II-09 19,48 30.603 26,74 34.908 46,21 65.511 Juli 25,54 36.708 32,92 46.480 58,46 83.188Agustus 19,18 32.520 30,45 47.482 49,63 80.002September 20,17 30.164 31,27 39.591 51,44 69.755Rata2 Tw III-09 21,63 33.130,667 31,55 44.518 53,18 77.648 Oktober 15,72 30.323 25,30 34.783 41,01 65.106November 17,32 31.508 28,52 41.202 45,84 72.710Desember 22,63 42.739 37,70 58.364 60,33 101.103Rata2 Tw IV-09 18,56 34.856,667 30,50 44.783 49,06 79.640 Januari 20,10 36.239 32,85 46.175 52,96 82.414Februari 20,35 20.319 31,11 39.570 51,47 59.889Maret 20,32 41.278 32,81 52.702 53,13 93.980 Rata2 Tw I-10 20,26 32.612 32,26 46.149 52,52 78.761 Pertumbuhan 9,19% -6,44% 5,75% 3,05% 7,05% -1,10%

Keluar Masuk Keluar + MasukBulan

Sumber: Bank Indonesia

Page 96: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

BAB 6. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH

BAB 6 PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH

Page 97: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

BAB 6. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH

84

Page 98: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

BAB 6. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH

Seiring dengan semakin bergeraknya perekonomian Jawa Barat pada triwulan laporan, kondisi

ketenagakerjaan di Jawa Barat juga terus menunjukkan perbaikan. Dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya, jumlah penyerapan tenaga kerja baru diperkirakan mengalami peningkatan pada triwulan I-

2010, terutama pada sektor pertanian dan PHR.

Sejalan dengan kondisi ketenagakerjaan, tingkat kesejahteraan masyarakat di Jawa Barat juga

diperkirakan terus meningkat. Kondisi tersebut didasarkan atas beberapa indikator, seperti tren

kenaikan Indeks Penghasilan, Nilai Tukar Petani (NTP), serta Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Jawa

Barat. Meningkatnya kesejahteraan masyarakat itu salah satunya didorong oleh bergeraknya kembali

aktivitas perekonomian ke arah pemulihan ekonomi, setelah sempat dihantam oleh krisis keuangan

global.

1. KETENAGAKERJAAN

Keadaan Ketenagakerjaan Jawa Barat

Kondisi ketenagakerjaan di Jawa Barat, memasuki tahun 2010, diperkirakan masih

menunjukkan perkembangan yang positif. Tenaga kerja baru diperkirakan masih banyak terserap

oleh beberapa sektor di Jawa Barat. Berdasarkan survei yang dilakukan, jumlah pelaku usaha yang

menyatakan melakukan penambahan jumlah tenaga kerja masih meningkat. Hal ini tercermin dari nilai

SBT indikator jumlah karyawan pada triwulan I-2010, yang masih bernilai positif, yaitu 1,72.

Berdasarkan lapangan usahanya, sektor pertanian merupakan sektor yang melakukan penambahan

jumlah tenaga kerja terbesar, yang tercermin dari naiknya nilai SBT indikator jumlah karyawan, dari 0,63

pada triwulan IV-2009 menjadi 1,23 pada triwulan I-2010. Kenaikan tersebut diperkirakan terjadi karena

mulai terjadinya panen pada periode tersebut di beberapa daerah Jawa Barat, sehingga membutuhkan

tenaga yang lebih besar sebagai buruh tani untuk mengerjakan panen tersebut. Kondisi serupa juga

terjadi pada sektor PHR yang diperkirakan juga menyerap tenaga kerja yang lebih besar pada triwulan I-

2010.

Grafik 6.1. Indikator Jumlah Karyawan

-7,79

-10,39

1,6

-1,43

4,754,2

1,76

-6,47

2,3

-1,61

4,76

2,681,72

-12

-6

0

6

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I

2007 2008 2009 2010

SBT

Total Sektor Pertanian Industri Pengolahan PHR

Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha, KBI Bandung

85

Page 99: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

BAB 6. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH

Walaupun dibayang-bayangi oleh isu terjadinya gelombang PHK sebagai dampak negatif implementasi

ACFTA, kondisi ketenagakerjaan di Jawa Barat diperkirakan masih relatif stabil. Kesimpulan tersebut

didapat berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh KBI Bandung terhadap 75 industri yang bergerak di

bidang TPT. Hampir setengah dari total responden menyatakan akan tetap mempertahankan jumlah

tenaga kerja yang dimilikinya. Sementara itu, jumlah responden yang menyatakan akan mengurangi

tenaga kerjanya hampir sama besarnya dengan jumlah responden yang menyatakan akan menambah

tenaga kerjanya. Kondisi tersebut diperkirakan terjadi karena pelaku usaha masih merasakan optimisme

akan kinerja usahanya pasca implementasi ACFTA. Selain itu, ancaman ACFTA tidak serta merta

mendorong pelaku usaha untuk mengurangi tenaga kerjanya, karena mereka lebih memilih untuk

melakukan efisiensi biaya operasional terlebih dahulu, sebagai opsi pertama yang dilakukan pelaku usaha

untuk mempertahankan kelangsungan usaha (lihat Boks 1. Dampak ACFTA terhadap Kinerja Industri

Tekstil dan Produk Tekstil).

Dari sisi penghasilan tenaga kerja, Pemerintah Provinsi Jawa Barat mengizinkan penangguhan penerapan

Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) tahun 2010 kepada 40 perusahaan di Jawa Barat, dari total 48

perusahaan yang mengajukan penangguhan. Jumlah tersebut lebih sedikit dibandingkan tahun 2009,

yakni 69 perusahaan yang disetujui dari 83 perusahaan yang mengajukan penangguhan. Perusahaan

yang disetujui untuk melakukan penangguhan penerapan UMK pada tahun 2010 bergerak di industri TPT

(25), alas kaki (3), kertas dan produk kertas (3), elektronik (2), bahan logam (2), kayu/rotan (2), produk

pangan (1), kimia (1), dan karoseri (1). Sementara itu, perusahaan yang usulan penangguhannya ditolak

bergerak di industri TPT (7) dan kayu (1).

2. KESEJAHTERAAN

Sejalan dengan kondisi ketenagakerjaan,

tingkat kesejahteraan masyarakat di Jawa

Barat diperkirakan meningkat di awal tahun

2010. Hal ini terjadi karena tingkat penghasilan

masyarakat Jawa Barat memiliki kecenderungan

untuk meningkat. Walaupun sempat menurun

pada Februari 2010, Indeks Penghasilan Saat Ini

meningkat sejak Maret 2010, bahkan mencapai

level optimis (Grafik 6.2). Kenaikan ini merupakan

dampak dari bergeraknya aktivitas perekonomian

Jawa Barat akibat pemulihan perekonomian.

Grafik 6.2. Indeks Penghasilan dan Indeks

Ekspektasi Penghasilan

40

60

80

100

120

140

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4

2008 2009 2010

Penghasilan saat ini Ekspektasi penghasilan Garis 100

Sumber: Survei Konsumen, KBI Bandung

Kesejahteraan masyarakat petani juga terindikasikan meningkat. Kondisi ini tercermin dari rata-rata Nilai

Tukar Petani (NTP) Jawa Barat selama triwulan I-2010 yang sebesar 98,3, lebih tinggi dibandingkan

triwulan sebelumnya, yang tercatat sebesar 98,0. Kedua komponen, baik Indeks yang Diterima Petani (IT)

maupun Indeks yang Dibayar Petani (IB) mengalami peningkatan, namun karena kenaikan IT lebih besar

dibandingkan kenaikan IB, maka terjadi kenaikan NTP pada triwulan I-2010. Adapun kenaikan IB

86

Page 100: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

BAB 6. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH

87

terutama datang dari naiknya indeks harga bahan makanan dan kesehatan (untuk kelompok konsumsi

rumah tangga), serta harga penambahan barang modal (untuk kelompok biaya produksi dan

penambahan barang modal).

Tabel 6.1. Nilai Tukar Petani di Jawa Barat (2007 = 100) No. Sektor, Kelompok, & Subkelompok Tw.I-09 Tw.II-209 Tw.III-09 Tw.IV-09 Tw.I-101 Indeks harga yang diterima petani 116,4 117,2 120,6 122,4 125,1 2 Indeks harga yang dibayar petani 120,2 121,8 123,4 124,9 127,3

2.1. Konsumsi Rumah Tangga 121,9 123,5 125,3 127,0 129,6

- Bahan Makanan 123,3 122,8 124,7 126,7 130,1

- Makanan Jadi 117,1 119,8 121,0 122,7 125,5

- Perumahan 132,3 138,0 141,0 141,9 143,6

- Sandang 114,9 118,0 121,2 122,7 123,7

- Kesehatan 113,9 117,5 119,0 121,0 124,0

- Pendidikan, Rekreasi & Olahraga 112,9 116,5 118,3 119,2 120,1

- Transportasi & Komunikasi 113,2 112,2 112,4 113,0 113,8

2.2. Biaya Produksi & Penambahan Barang Modal 115,2 116,6 117,6 118,6 120,2

- Bibit 113,9 115,4 116,6 117,8 119,5

- Obat-obatan & Pupuk 111,6 112,1 112,5 113,4 115,3

- Sewa Lahan, Pajak & Lainnya 112,0 116,7 117,2 117,7 118,6

- Transportasi 114,1 113,8 113,7 115,7 116,6

- Penambahan Barang Modal 117,7 119,1 120,7 122,8 125,2

- Upah Buruh Tani 116,7 118,1 119,4 120,6 122,0

3 Nilai tukar petani (NTP) 96,9 96,2 97,7 98,0 98,3 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat

Angka Indikator Pembangunan Manusia (IPM) Jawa Barat juga mengalami kenaikan hingga akhir tahun

2009. IPM ini juga sering digunakan untuk mengukur kesejahteraan masyarakat Jawa Barat, karena

berperan sebagai salah satu tolak ukur kemajuan masyarakat di suatu daerah. IPM ini sendiri terdiri atas

tiga komponen, yaitu Indeks Pendidikan, Indeks Kesehatan, serta Indeks Daya Beli. Pada tahun 2009, IPM

Jawa Barat tercatat sebesar 71,5, dan tergolong dalam kategori “sedang”. Pencapaian tersebut

mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2008 yang tercatat sebesar 71,1.

Grafik 6.3. Nilai Tukar Petani

100

110

120

130

140

80

90

100

5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2

2008 2009 2010

NTP (LHS) Indeks yang diterima petani (RHS)

Indeks yang dibayar petani (RHS) Sumber: BPS Jawa Barat

Grafik 6.4. Indeks Pembangunan Manusia

69,1

69,970,3

71,171,5

67

68

69

70

71

72

2005 2006 2007 2008 2009 Sumber: BAPPEDA Jabar

Page 101: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

BAB 7. PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH

89

BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH

Page 102: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

BAB 7. PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH

90

Page 103: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

BAB 7. PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH

91

1. PROSPEK EKONOMI MAKRO

Kinerja perekonomian Jawa Barat diperkirakan kembali terindikasikan meningkat pada

triwulan II-2010. Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada periode tersebut diperkirakan mencapai

5,8% s.d. 6,2% (yoy), lebih tinggi

dibandingkan triwulan I-2010 yang

diperkirakan sebesar 5,8% (yoy). Akselerasi

perekonomian tersebut didukung terutama

oleh semakin membaiknya permintaan

eksternal dan domestik. Pemulihan

perekonomian global yang lebih cepat

dibandingkan perkiraan sebelumnya

mendorong proyeksi pertumbuhan ekonomi

dunia lebih tinggi lagi1.

Peningkatan perkiraan perekonomian Jawa

Barat salah satunya tercermin dari

meningkatnya ekspektasi para pelaku usaha di

Jawa Barat dalam memandang kinerja usaha

mereka di triwulan II-2010 (Grafik 7.1).

Dari sisi permintaan, peningkatan perekonomian Jawa Barat pada triwulan II-2010 ditopang oleh

meningkatnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga serta investasi. Semakin bergeraknya aktivitas

perekonomian, terutama akibat masuknya puncak panen raya padi pada triwulan II-2010 serta

meningkatnya ekspor, mendorong kenaikan pendapatan masyarakat, sehingga mendorong pula

aktivitas konsumsi rumah tangga. Kondisi ini terindikasikan dari tren peningkatan Indeks Keyakinan

Konsumen (Grafik 7.2) serta Indeks Ekspektasi Konsumen (Grafik 7.3).

Grafik 7.2. Indeks Keyakinan Konsumen

40

60

80

100

120

140

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4

2007 2008 2009 2010

Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE)

Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) Garis 100

Sumber: Survei Konsumen BI Bandung

Grafik 7.3. Indeks Ekspektasi Konsumen

40

60

80

100

120

140

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4

2008 2009 2010

Ekspektasi penghasilan Ekspektasi kondisi perekonomian

Garis 100 Ekspektasi ketersediaan Lap. Kerja

Sumber: Survei Konsumen BI Bandung

1 IMF meningkatkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global tahun 2010, dari 3,9% (Januari 2010) menjadi 4,2% (April 2010)

Grafik 7.1. Realisasi dan Ekspektasi Kegiatan Dunia Usaha

-20

-10

0

10

20

30

Tw.I

Tw.II

Tw.III

Tw.IV

Tw.I

Tw.II

Tw.III

Tw.IV

Tw.I

Tw.II

Tw.III

Tw.IV

Tw.I

Tw.II*)

2007 2008 2009 2010

SBT

Total Seluruh Sektor

Pertanian, Perkebunan, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan

Industri Pengolahan

PHR

Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha BI Bandung Keterangan: Tw.I-2007 s.d. Tw.I-2010 merupakan an ka realisasi gTw.II-2010 merupakan angka ekspektasi

Page 104: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

BAB 7. PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH

Investasi di Jawa Barat diperkirakan mengalami peningkatan pula, akibat semakin kondusifnya iklim

usaha, serta prospek bisnis yang semakin optimis, sejalan dengan tren kenaikan penjualan semen di

Jawa Barat. Di sisi lain, kinerja ekspor Jawa Barat diperkirakan masih mampu tumbuh relatif tinggi,

sebagai dampak kuatnya permintaan eksternal terhadap produk Jawa Barat. Penguatan perkiraan

pertumbuhan ekonomi negara-negara mitra dagang Jawa Barat, yang mayoritas merupakan negara-

negara maju seperti Jepang, Amerika Serikat, dan Cina, merupakan faktor utama yang mendorong

permintaan ekspor untuk tumbuh tinggi.

Di sisi penawaran, ketiga sektor dominan di Jawa Barat diperkirakan mendukung proyeksi peningkatan

perekonomian pada triwulan II-2010, yang tercermin dari naiknya nilai SBT ekspektasi kegiatan dunia

usaha ketiga sektor tersebut (Grafik 7.1). Meningkatnya sektor pertanian, akibat masuknya puncak

panen raya padi, merupakan salah satu penyumbang utama kenaikan perekonomian Jawa Barat pada

periode tersebut. Salah satu indikasi meningkatnya kinerja sektor pertanian adalah kenaikan luas panen

padi pada subround II (April s.d. Juli 2010). Sektor industri pengolahan, sebagai sektor dengan

kontribusi terbesar terhadap PDRB Jawa Barat, juga terindikasikan meningkat, seiring dengan

pergerakan permintaan eksternal menuju pemulihan dan relatif tingginya pertumbuhan impor barang

modal. Sementara itu, sektor PHR, terutama sektor perdagangan, juga diperkirakan tumbuh

meningkat. Hal ini dodorong oleh peningkatan konsumsi rumah tangga, serta kegiatan perdagangan

produk pertanian pasca panen raya padi.

2. PRAKIRAAN INFLASI

Inflasi Jawa Barat pada triwulan II-2010 masih

relatif terkendali. Namun demikian, laju inflasi

diprakirakan meningkat dibandingkan triwulan I-

2010, yakni dari 2,99% (yoy) menjadi berkisar

antara 3,5% s.d. 4,1% (Grafik 7.2). Faktor

pendorong kenaikan laju inflasi tahunan antara lain

adalah tekanan dari sisi eksternal (laju inflasi negara

mitra dagang utama) dan permintaan sejalan

dengan pemulihan ekonomi global. Sementara itu,

pasokan bahan pangan diperkirakan masih cukup

baik dan ekspektasi inflasi relatif terjaga.

Grafik 7.4. Perkembangan dan Prakiraan Inflasi Jawa Barat Triwulan II-2010

4,15 4,023,14

0,15 0 -0,151,87

0,290,96 0,7

6,88

10,8312,3

11,11

7,45

3,131,87 2,02

2,993,85

-2

0

2

4

6

8

10

12

14

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II*

2008 2009 2010

%

Inflasi (qtq) Inflasi (yoy)

Keterangan: *) Proyeksi KBI Bandung Sumber: BPS, diolah

Terkendalinya laju inflasi tahunan, juga disebabkan oleh penurunan laju inflasi Jawa Barat secara

triwulanan. Jawa Barat diprakirakan mengalami inflasi pada kisaran 0,6%-0,9% (qtq) pada triwulan II-

2010 dari 0,96% pada triwulan I-2010. Hal ini disebabkan oleh pasokan bahan pangan yang telah

kembali normal dan membaiknya ekspektasi inflasi masyarakat. Namun demikian, potensi tekanan

inflasi berasal dari kebijakan pemerintah menaikkan HET (Harga Eceran Tertinggi) pupuk bersubsidi dan

tekanan permintaan faktor musiman masa libur sekolah.

92

Page 105: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

BAB 7. PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH

Faktor Fundamental

Ekspektasi konsumen terhadap harga barang dan

jasa di Jawa Barat membaik. (Grafik 7.3). Jika

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya

ekspektasi harga konsumen mengalami perbaikan

disebabkan oleh nilai tukar rupiah pada awal

tahun terapresiasi dan level inflasi masih relatif

rendah. Namun demikian, perbaikan ekspektasi

inflasi relatif tertahan akibat pemberitaan di media

massa terkait rencana pemerintah menaikkan HET

pupuk bersubsidi dan Tarif Dasar Listrik (TDL).

Grafik 7.5. Ekspektasi Konsumen Terhadap Harga Barang dan Jasa di Kota Bandung

100110120

130140150160170

180190200

-2

-1

0

1

2

3

4

5

6

Tw.IVTw.I Tw.IITw.IIITw.IVTw.I Tw.IITw.IIITw.IV Tw.I Tw.IITw.IIITw.IVTw.I Tw.II

2007 2008 2009 2010

SB% (inflasi)

Inflasi (qtq) SK* SK** Sumber: SK-BI Bandung; BPS Jawa Barat. Keterangan: SK*=Ekspektasi terhadap harga pada 3 bulan sebelumnya; SK**= Ekspektasi terhadap harga pada 6 bulan sebelumnya

Beberapa negara mitra dagang utama menunjukkan tren kenaikan laju inflasi. Hal ini berpotensi

meningkatkan harga bahan baku maupun impor yang digunakan oleh industri. Selain itu, harga

komoditas strategis di pasar internasional cenderung naik sebagaimana yang ditunjukkan oleh

perkembangan harga minyak dunia yang cenderung meningkat sejalan dengan pemulihan

perekonomian global.

Pemulihan perekonomian global diduga turut mendorong tekanan permintaan Jawa Barat.

Pertumbuhan ekonomi negara maju diprakirakan meningkat dan perekonomian negara-negara di

kawasan Asia diprakirakan menjadi penggerak utama pemulihan ekonomi global. Dalam jangka

menengah, pertumbuhan ekonomi negara maju berpotensi kembali ke tingkat sebelum krisis global.

Faktor Non Fundamental

Pasokan bahan pangan diperkirakan masih cukup baik. Jawa Barat telah melewati musim hujan

sehingga pasokan sayur-sayuran tidak mudah membusuk dan hama tanaman relatif sedikit. Selain itu,

stok beras masih mencukupi sebagaimana yang dilaporkan oleh Bulog Jawa Barat bahwa hingga awal

bulan April cadangan beras yang dimiliki adalah sebesar 219.000 ton atau ketahanan stok 5 bulan ke

depan.

Di sisi lain, kebijakan pemerintah menaikkan HET pupuk bersubsidi dapat menyebabkan naiknya

ekspektasi harga beras oleh pedagang. Meskipun hingga bulan April petani padi belum terlalu

merasakan kenaikan HET pupuk bersubsidi, namun kebijakan tersebut dapat direspon negatif oleh

oknum yang tidak bertanggungjawab. FKPI (Forum Koordinasi Pengendalian Inflasi) Jawa Barat telah

berupaya untuk mengantisipasi aksi oknum yang melakukan penimbunan pupuk bersubsidi melalui

koordinasi pengawasan antara KP3 dan Kepolisian.

93

Page 106: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

BAB 7. PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH

Halaman ini sengaja dikosongkan

94

Page 107: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

LAMPIRAN

95

LAMPIRAN

Page 108: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

LAMPIRAN

96

Page 109: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

LAMPIRAN

97

1. EKONOMI MAKRO

Tabel 1.A. Perkembangan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Jawa Barat Menurut Sektor Ekonomi (Triliun Rupiah)

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I*)Pertanian 11,01 8,23 9,05 8,10 11,38 9,08 10,18 9,47 11,45

Pertambangan & Penggalian 1,45 1,49 1,73 1,72 1,72 1,78 1,92 2,00 1,89

Industri Pengolahan 31,16 33,47 34,26 35,08 31,59 32,94 33,40 34,44 33,28

Listrik, Gas, & Air Bersih 1,52 1,48 1,50 1,54 1,58 1,65 1,83 1,97 1,86

Bangunan / Konstruksi 2,24 2,27 2,62 2,60 2,33 2,46 2,68 2,83 2,55

PHR 13,37 14,04 14,82 14,71 14,25 14,98 16,66 16,82 15,45

Pengangkutan & Komunikasi 3,07 3,08 3,15 3,10 3,18 3,27 3,48 3,44 3,60

Keuangan, Persewaan, & Jasa Perusahaa 2,09 2,25 2,42 2,31 2,14 2,35 2,55 2,58 2,22

Jasa-jasa 4,69 4,68 4,82 4,87 4,82 4,87 4,98 5,01 4,90

PDRB 70,59 71,01 74,38 74,02 72,98 73,39 77,68 78,56 77,20

Sektor2008 2009 2010

*) Proyeksi KBI Bandung

Tabel 1.B. Perkembangan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Jawa Barat Menurut Jenis Penggunaan (Triliun Rupiah)

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I*)Konsumsi rumah tangga 45,64 45,93 47,73 48,00 48,89 48,60 50,60 49,69 50,55

Konsumsi pemerintah 3,15 4,11 4,71 6,19 3,78 4,44 4,95 6,26 3,91

Pembentukan Modal Tetap Bruto 12,35 12,59 13,28 13,46 11,61 12,03 13,23 13,63 11,94

Perubahan Inventori 1,85 1,83 1,90 1,86 2,20 2,43 2,80 3,07 2,12

Diskrepansi Statistik 3,03 1,21 (0,62) 1,12 3,71 (2,95) (3,31) (3,60)

Ekspor 31,18 29,28 29,18 28,86 25,25 32,11 32,49 32,98 33,48

Impor 26,62 23,94 21,81 25,50 22,47 23,26 23,07 23,42 24,80

PDRB 70,59 71,01 74,38 74,02 72,98 73,38 77,68 78,56 77,20

2009Komponen

2008 2010

*) Proyeksi KBI Bandung

2. INFLASI

Tabel 2.A. Perkembangan Inflasi IHK Tahun Dasar 2007 Bulanan (mtm) di Jawa Barat Menurut Kota dan Kelompok Barang dan Jasa Bulan Januari 2010 (%)

Kota No. Kelompok

Bd Bks Dpk Bgr Cn Skbm Tsm Gab.

1 Bahan makanan 1,88 1,85 0,38 2,11 2,11 1,87 4,21 1,59

2 Makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 0,32 2,52 2,24 0,64 1,23 0,33 0,10 1,41

3 Perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar 0,21 0,16 0,44 0,00 0,30 0,64 0,51 0,25

4 Sandang -0,18 2,15 -

0,28 -

0,22 -

0,47 1,66 0,20 0,48

5 Kesehatan 0,22 0,38 -0,02 0,00 0,23 0,28 0,08 0,18

6 Pendidikan, rekreasi dan olahraga 0,12 0,00 0,87 0,00 0,02 0,00 0,06 0,25

7 Transpor, komunikasi dan jasa keuangan 0,12 0,06 0,03 0,01 0,05 0,00 -

0,12 0,06

Umum 0,55 1,10 0,63 0,70 0,84 0,83 1,02 0,77 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat. Keterangan: Bd= Bandung, Bks=Bekasi, Dpk=Depok, Bgr=Bogor, Cn=Cirebon, Skbm=Sukabumi, Ts=Tasikmalaya  

Page 110: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

LAMPIRAN

Tabel 2.B. Perkembangan Inflasi IHK Tahun Dasar 2007 Bulanan (mtm) di Jawa Barat Menurut Kota dan Kelompok Barang dan Jasa Bulan Februari 2010 (%)

Kota No. Kelompok

Bd Bks Dpk Bgr Cn Skbm Tsm Gab.

1 Bahan makanan 0,79 1,54 1,21 0,70 0,47 0,06 2,31 1,09

2 Makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 0,08 0,99 0,30 -0,27 0,06 0,33 0,16 0,36

3 Perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar 0,07 0,07 0,16 -0,06 -0,08 0,05 0,28 0,08

4 Sandang 0,08 0,08 -0,50 -0,16 -0,87 0,64 -0,11 -0,08

5 Kesehatan 0,16 0,06 0,11 0,03 0,01 0,00 0,14 0,10

6 Pendidikan, rekreasi dan olahraga 0,00 0,25 -0,03 0,00 0,00 -0,03 0,05 0,07

7 Transpor, komunikasi dan jasa keuangan 0,26 0,12 0,03 0,13 0,02 0,01 0,12 0,13

Umum 0,26 0,65 0,36 0,14 0,07 0,13 0,61 0,38 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

Tabel 2.C Perkembangan Inflasi IHK Tahun Dasar 2007 Bulanan (mtm) di Jawa Barat Menurut Kota dan Kelompok Barang dan Jasa Bulan Maret 2010 (%)

Kota No. Kelompok

Bd Bks Dpk Bgr Cn Skbm Tsm Gab.

1 Bahan makanan -0,57 -2,12 -1,27 -0,28 -2,53 -1,32 -1,79 -1,28

2 Makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 0,55 -0,26 0,08 -0,30 -0,03 0,25 0,16 0,10

3 Perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar 0,01 0,21 0,06 1,58 0,21 -0,04 0,23 0,24

4 Sandang 0,13 1,05 0,66 0,20 -0,24 -0,51 -0,10 0,45

5 Kesehatan 0,01 0,49 -0,16 0,13 0,00 0,17 -0,05 0,11

6 Pendidikan, rekreasi dan olahraga 0,00 0,08 0,01 0,00 -0,01 -0,21 -0,41 0,01

7 Transpor, komunikasi dan jasa keuangan 0,30 0,05 0,10 -0,04 0,04 0,01 0,10 0,12

Umum 0,03 -0,48 -0,24 0,26 -0,54 -0,34 -0,30 -0,19 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

Tabel 2.D. Perkembangan Inflasi IHK Tahun Dasar 2007 Triwulanan (qtq) di Jawa Barat Menurut Kota dan Kelompok Barang dan Jasa Triwulan I-2010 (%) 

Kota No. Kelompok

Bd Bks Dpk Bgr Cn Skbm Tsm Gab.

1 Bahan makanan 2,09 1,23 0,30 2,53 -0,01 0,60 4,72 1,39

2 Makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 0,95 3,27 2,63 0,06 1,26 0,92 0,42 1,88

3 Perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar

0,29 0,45 0,66 1,52 0,43 0,65 1,02 0,58

4 Sandang 0,03 3,30 -0,13 -0,19 -1,57 1,78 -0,01 0,85

5 Kesehatan 0,39 0,92 -0,06 0,15 0,24 0,45 0,17 0,40

6 Pendidikan, rekreasi dan olahraga 0,12 0,33 0,85 0,00 0,01 -0,24 -0,30 0,33

7 Transpor, komunikasi dan jasa keuangan 0,68 0,23 0,15 0,10 0,10 0,02 0,10 0,31

Umum 0,84 1,26 0,75 1,11 0,36 0,61 1,33 0,96 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

 

98

Page 111: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

LAMPIRAN

99

Tabel 2.E. Perkembangan Inflasi IHK Tahun Dasar 2007 Tahun Kalender (yoy) di Jawa Barat Menurut Kota dan Kelompok Barang dan Jasa Bulan Maret 2010 (%) 

Kota No. Kelompok

Bd Bks Dpk Bgr Cn Skbm Tsm Gab.

1 Bahan makanan 3,96 2,85 5,24 1,25 3,58 -1,49 7,09 3,42

2 Makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 5,39 8,54 6,50 5,09 5,30 5,17 6,98 6,52

3 Perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar 1,97 0,45 1,52 2,34 2,31 7,06 5,42 1,75

4 Sandang -1,74 6,23 0,68 2,74 2,00 -1,91 -0,03 1,32

5 Kesehatan 2,20 4,21 0,30 7,93 2,53 1,02 1,77 2,74

6 Pendidikan, rekreasi dan olahraga 3,71 3,85 4,40 2,58 7,01 2,42 0,86 3,80

7 Transpor, komunikasi dan jasa keuangan

1,09 0,68 -0,36 0,54 2,29 0,83 0,43 0,53

Umum 2,86 3,20 2,96 2,47 3,54 2,41 4,74 2,99 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

3. DATA PERBANKAN

Tabel 3.A. Indikator Bank Umum di Jawa Barat Posisi bulan Maret 2010 (Rp Triliun) Bank Umum Konvensional

2010

Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I q-t-q y-o-y

Total Aset 133,59 139,72 145,03 154,91 162,80 170,85 178,02 181,92 187,08 2,84% 14,92%

DPK 101,76 105,98 107,03 117,76 123,03 126,97 129,53 133,28 131,18 -1,57% 6,63%

Kredit bank pelapor 70,98 77,92 82,86 87,35 87,58 95,45 98,77 102,62 109,17 6,38% 24,65%

Kredit lokasi proyek 127,22 135,29 147,46 163,33 162,54 171,39 174,16 177,76 181,00 1,82% 11,36%

LDR % 69,75 73,52 77,42 74,18 71,19 75,17 76,25 77,00 83,22

Rasio NPLs (%) 3,78 3,63 3,57 3,52 3,99 3,91 3,82 3,37 3,66

Kredit MKM (triliun Rp) 55,82 60,77 63,85 65,27 66,18 71,97 75,29 78,04 83,41 6,88% 26,04%

Pangsa Kredit MKM 79% 78% 77% 75% 76% 75% 76% 76% 76%

Rasio NPL MKM gross (%) 3,71 3,55 3,32 3,06 3,69 3,62 3,60 3,23 3,47

PertumbuhanIndikator

2008 2009

Sumber: LBU KBI Bandung

Bank Umum Syariah 2010

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I*) qtq yoy

Total Aset (Rp Triliun) 4,10 4,73 4,91 5,25 5,23 5,66 5,61 6,57 6,50 -1,05% 24,29%

DPK (Rp Triliun) 3,21 3,73 3,65 3,97 4,09 4,49 3,72 4,05 4,77 8,97% 2,02%

Pembiayaan (Rp Triliun) 2,84 3,07 3,37 3,43 3,41 3,53 4,38 4,63 5,07 5,60% 34,89%

- FDR (%) 88,40 82,28 92,21 86,26 86,26 78,50 84,83 84,52 1,06

NPF (%) 5,63 5,14 4,81 3,55 2,92 3,31 4,01 3,13 4,38

*) Posisi bulan Februari 2010

IndikatorPertumbuhan2008 2009

Sumber: LBU KBI Bandung

Page 112: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

DAFTAR ISTILAH

101

DAFTAR ISTILAH

Administered price

Salah satu disagregasi inflasi, yaitu untuk komoditas yang perkembangan harganya diatur oleh pemerintah.

Andil inflasi Sumbangan perkembangan harga suatu komoditas/kelompok barang/kota terhadap tingkat inflasi secara keseluruhan.

APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah.

Bobot inflasi Besaran yang menunjukkan pengaruh suatu komoditas terhadap tingkat inflasi secara keseluruhan, yang diperhitungkan dengan melihat tingkat konsumsi masyarakat terhadap komoditas tersebut.

Dana Perimbangan

Sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi daerah.

Faktor Fundamental

Faktor fundamental adalah faktor pendorong inflasi yang dapat dipengaruhi oleh kebijakan moneter, yakni interaksi permintaan-penawaran atau output gap, eksternal, serta ekspektasi inflasi masyarakat

Faktor Non Fundamental

Faktor non fundamental adalah faktor pendorong inflasi yang berada di luar kewenangan otoritas moneter, yakni produksi maupun distribusi bahan pangan (volatile foods), serta harga barang/jasa yang ditentukan oleh pemerintah (administered price)

Imported inflation Salah satu disagregasi inflasi, yaitu inflasi yang berasal dari pengaruh perkembangan harga di luar negeri (eksternal)

Indeks Ekspektasi Konsumen

Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap ekspektasi kondisi ekonomi 6 bulan mendatang, dengan skala 1–100.

Indeks Harga Konsumen (IHK)

Sebuah indeks yang merupakan ukuran perubahan rata-rata harga barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat pada suatu periode tertentu.

Indeks Kondisi Ekonomi

Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini, dengan skala 1–100.

Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)

Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini dan ekspektasi kondisi ekonomi enam bulan mendatang, dengan skala 1–100.

Indeks Pembangunan Manusia

Ukuran kualitas pembangunan manusia, yang diukur melalui pencapaian rata-rata 3 hal kualitas hidup, yaitu pendidikan, kesehatan dan daya beli.

Investasi Kegiatan meningkatkan nilai tambah suatu kegiatan produksi melalui peningkatan modal.

Inflasi inti Inflasi inti adalah inflasi yang dipengaruhi oleh faktor fundamental

Liaison Kegiatan pengumpulan data/statistik dan informasi yang bersifat kualitatif dan kuantitatif yang dilakukan secara periodik melalui wawancara langsung kepada pelaku ekonomi mengenai perkembangan dan arah kegiatan ekonomi dengan cara yang sistematis dan didokumentasikan dalam bentuk laporan

Migas Minyak dan gas. Merupakan kelompok sektor industri yang mencakup industri minyak dan gas.

Mtm Month to month. Perbandingan antara data satu bulan dengan bulan sebelumnya.

Omzet Nilai penjualan bruto yang diperoleh dari satu kali proses produksi.

PDRB Produk Domestik Regional Bruto. Pendapatan suatu daerah yang mencerminkan

Page 113: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · 2009 menjadi 3,66% pada triwulan I-2010. Selain itu, peningkatan dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD

DAFTAR ISTILAH

102

hasil kegiatan ekonomi yang ada di suatu wilayah tertentu.

Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Pendapatan yang diperoleh dari aktivitas ekonomi suatu daerah seperti hasil pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah.

Perceived risk Persepsi risiko yang dimiliki oleh investor terhadap kondisi perekonomian sebuah negara

Qtq Quarter to quarter. Perbandingan antara data satu triwulan dengan triwulan sebelumnya.

Saldo Bersih Selisih antara persentase jumlah responden yang memberikan jawaban “meningkat” dengan persentase jumlah responden yang memberikan jawaban “menurun” dan mengabaikan jawaban “sama”.

SBT Saldo Bersih Tertimbang. Nilai yang diperoleh dari hasil perkalian saldo bersih sektor/subsektor yang bersangkutan dengan bobot sektor/subsektor yang bersangkutan sebagai penimbangnya.

Sektor ekonomi dominan

Sektor ekonomi yang mempunyai nilai tambah besar sehingga mempunyai pengaruh dominan pada pembentukan PDRB secara keseluruhan.

Volatile food Salah satu disagregasi inflasi, yaitu untuk komoditas yang perkembangan harganya sangat bergejolak karena faktor-faktor tertentu.

West Texas Intermediate

Jenis minyak bumi yang menjadi acuan untuk transaksi perdagangan minyak dunia.

Yoy Year on year. Perbandingan antara data satu tahun dengan tahun sebelumnya.