KAJIAN EKONOMI REGIONAL -...

67
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan III - 2009 Kantor Bank Indonesia Padang

Transcript of KAJIAN EKONOMI REGIONAL -...

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Provinsi Sumatera Barat

Triwulan III - 2009

Kantor Bank Indonesia Padang

Triwulan III-2009

BANK INDONESIA PADANG KELOMPOK KAJIAN EKONOMI

Jl. Jend. Sudirman No. 22 Padang Telp. 0751-31700 Fax. 0751-27313

Ringkasan Eksekutif

Bank Indonesia Padang i

KKAATTAA PPEENNGGAANNTTAARR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan anugerah-Nya sehingga penyusunan Kajian Ekonomi Regional (KER) Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) triwulan III-2009 dapat diterbitkan. Penyusunan KER Provinsi Sumbar dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan Bank Indonesia dalam mempertajam informasi tentang perekonomian regional sehingga dapat mendukung formulasi kebijakan moneter Bank Indonesia. Lebih lanjut, KER juga ditujukan sebagai informasi dan bahan masukan bagi pemerintah daerah, kalangan perbankan di daerah, kalangan akademisi serta semua pihak yang membutuhkan informasi terkini mengenai perkembangan ekonomi Provinsi Sumatera Barat. KER ini selain diterbitkan dalam bentuk buku, juga didiseminasikan dalam bentuk soft copy yang dapat diakses melalui www.bi.go.id.

Memasuki triwulan III-2009, Kinerja perekonomian Sumatera Barat mulai menunjukkan perbaikan. Pertumbuhan ekonomi Sumbar kembali berakselerasi setelah mengalami perlambatan sejak triwulan IV-2008. Sumber pertumbuhan utama pada triwulan III-2009 berasal dari pemulihan volume ekspor serta konsumsi rumah tangga. Mulai pulihnya perekonomian internasional kembali mendorong permintaan komoditas perkebunan seperti CPO dan karet. Di sisi lain, setelah mengalami perlambatan sejak triwulan IV-2008, inflasi mulai mencapai titik baliknya. Inflasi pada triwulan laporan tercatat sebesar 3,55% (y-o-y), dan pergerakan inflasi hingga akhir tahun 2009 diperkirakan akan relatif meningkat.

Prospek ekonomi Sumbar pada triwulan IV-2009 diperkirakan mengalami kontraksi terkait dengan dampak kerusakan akibat bencana gempa terhadap kegiatan ekonomi. Pertumbuhan akhir tahun 2009 diperkirakan juga terkoreksi cukup besar. Namun demikian, upaya perbaikan ekonomi perlu segera dilakukan. Strategi pemulihan ekonomi perlu disiapkan dan dilaksanakan agar dapat mendorong kembali pertumbuhan ekonomi di Sumatera Barat.

Pada akhirnya kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu hingga terbitnya KER ini. Kami berharap semoga KER ini bermanfaat dan dapat memberikan masukan bagi pihak-pihak yang membutuhkan. Kami senantiasa terbuka untuk menerima saran dan kritik untuk perbaikan KER ke depan.

PPAADDAANNGG,, 55 NNOOVVEEMMBBEERR 22000099

Romeo Rissal Pandjialam Pemimpin

Ringkasan Eksekutif

Bank Indonesia Padang ii

DDAAFFTTAARR IISSII

Halaman

KATA PENGANTAR .............................................................................................................. i

DAFTAR ISI ............................................................................................................................ ii

DAFTAR TABEL .................................................................................................................... iv

DAFTAR GRAFIK ................................................................................................................... v

RINGKASAN EKSEKUTIF .................................................................................................... 1

BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SUMATERA BARAT.................... 4

Boks: Quick Assesment Pertumbuhan Ekonomi Sumbar Pasca Gempa : Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran Rusak Parah, Pertumbuhan Ekonomi Sumbar Tahun 2009 Menyusut

BAB II PERKEMBANGAN INFLASI REGIONAL .......................................................... 10

Boks: Pergerakan Inflasi Kota Padang Pasca Gempa 30 September

Boks: Perkembangan Inflasi Kota Bukittinggi BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH .................................................. 19 BAB IV PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH ...................................................... 37

BAB V PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN .................................................... 40

BAB VI PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN......................................................................................... 45

BAB VII PERKIRAAN EKONOMI DAN INFLASI DAERAH.............................................48

Ringkasan Eksekutif

Bank Indonesia Padang iii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1. Perkembangan Inflasi Tahunan Padang Menurut Kel. Barang dan Jasa ... 12

Tabel 2.2. Perkembangan Inflasi Kelompok Bahan Makanan ................................... 13

Tabel 2.3. Perkembangan Inflasi Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau................................................................................................ 15

Tabel 2.4. Perkembangan Inflasi Kelompok Sandang ............................................. 16

Tabel 3.1. Perkembangan Bank Umum di Sumatera Barat............................................. 17

Tabel 3.2. Perkembangan Bank Umum Syariah di Sumatera Barat............................... 34

Tabel 4.1. Perkembangan Realisasi Belanja APBN Melalui KPPN Padang .................. 38

Tabel 5.1. Perputaran Kliring dan Cek/BG Kosong.......................................................... 43

Tabel 5.2. Transaksi RTGS Propinsi Sumatera Barat....................................................... 43

Tabel 6.1. Penduduk Sumatera Barat Usia 15 Tahun ke atas Menurut Kegiatan............. 45

Tabel 6.2. Penduduk Sumatera Barat Usia 15 Tahun ke atas Menurut Lapangan Pekerjaan......................................................................................................... 75

Ringkasan Eksekutif

Bank Indonesia Padang iv

DAFTAR GRAFIK Halaman

Grafik 1.1. Pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat .............................................. 4

Grafik 1.2. Pertumbuhan ekonomi Sumatera Bagian Tengah.............................. 4

Grafik 1.3. Kontribusi terhadap Pertumbuhan PDRB Menurut Jenis Pengeluaran... 5

Grafik 1.4. Kontribusi terhadap Pertumbuhan PDRB Menurut

Lapangan Usaha..................................................................................... 5

Grafik 1.5. Indeks Kepercayaan Konsumen.............................................................. 5

Grafik 1.6. Penjualan Sepeda Motor......................................................................... 5

Grafik 1.7. Posisi Kredit Konsumsi Berlokasi di Sumbar........................................ 6

Grafik 1.8. Perkembangan Ekspor Impor................................................................. 6

Grafik 1.9. Penurunan Konsumsi Semen 2008-2009............................................... 6

Grafik 1.10 Posisi Giro Pemda di Perbankan............................................................ 6

Grafik 1.11 Pertumbuhan Kredit Sektor Perdagangan dan Pangsa terhadap Total Kredit...................................................................................................... 7

Grafik 1.12 Pertumbuhan Kredit Sektor Perdagangan Berdasarkan Kabupaten/Kota Lokasi Proyek.............................................................. 7

Grafik 1.13 Kunjungan Wisatawan Mancanegara..................................................... 9

Grafik 1.14 Luas Panen Padi 2007-2009................................................................... 9

Grafik 1.15 Perkembangan Harga Padi...................................................................... 9

Grafik 1.16 Perkembangan Produksi Semen PT Semen Padang............................... 9

Grafik 2.1. Perkembangan Inflasi Kota Padang dan Nasional (yoy)....................... 11

Grafik 2.2. Perkembangan Inflasi Nasional, Kota Padang dan Kota-kota di Propinsi Tetangga (yoy) ....................................................................... 11

Grafik 3.1. Perkembangan Total Aset Bank Umum……………………………….. 18

Grafik 3.2. Perkembangan Total Aset Bank Umum Berdasarkan Kelompok Bank. 18

Grafik 3.3. Komposisi Aset Bank Umum Berdasarkan Rupiah dan Valuta Asing... 19

Grafik 3.4. Loan-to-Deposit-Ratio (LDR) Bank Umum ......................................... 19

Grafik 3.5. Perkembangan DPK Bank Umum…………………….......................... 20

Grafik 3.6. Perkembangan DPK Bank Umum Berdasarkan Kelompok Bank ........ 20

Grafik 3.7 Perkembangan DPK Bank Umum Berdasarkan Jenis Simpanan........... 20

Grafik 3.8 Komposisi DPK Bank Umum Berdasarkan Rupiah dan Valuta Asing.. 20

Grafik 3.9 Perkembangan Jumlah Rekening Bank Umum Berdasarkan Jenis Simpanan................................................................................................. 20

Ringkasan Eksekutif

Bank Indonesia Padang v

Grafik 3.10 Perkembangan Suku Bunga Tabungan dan Suku Bunga Deposito Bank Umum........................................................................................... 20

Grafik 3.11 Perkembangan Simpanan Perseorangan …............................................ 21

Grafik 3.12 Perkembangan DPK Bank Umum Berdasarkan Pemilik Lainnya......... 21

Grafik 3.13 Perkembangan dan Pertumbuhan (qtq) Penyaluran Kredit Bank Umum (Lokasi Proyek)………………………………………………. 22

Grafik 3.14 Perkembangan dan Pertumbuhan Bulanan Penyaluran Kredit Bank Umum (Lokasi Proyek) Berdasarkan Kelompok Bank........................... 22

Grafik 3.15 Perkembangan Penyaluran Kredit Bank Umum (Lokasi Proyek) Berdasarkan Jenis Penggunaan............................................................... 22

Grafik 3.16 Pangsa Penyaluran Kredit Bank Umum (Lokasi Proyek) Berdasarkan Jenis Penggunaan....................................................................................

22

Grafik 3.17 Perkembangan Penyaluran Kredit Bank Umum (Lokasi Proyek) Berdasarkan Sektor Ekonomi ...............................................................

23

Grafik 3.18 Pangsa Penyaluran Kredit Bank Umum (Lokasi Proyek) Berdasarkan Sektor Ekonomi.....................................................................................

23

Grafik 3.19 Perkembangan Penyaluran Kredit Modal Kerja Bank Umum (Lokasi Proyek) Berdasarkan Sektor Ekonomi....................................................

23

Grafik 3.20 Perkembangan Penyaluran Kredit Investasi Bank Umum (Lokasi Proyek) Berdasarkan Sektor Ekonomi..................................................

23

Grafik 3.21 Perkembangan Rasio NPL Bank Umum Sumbar (Lokasi Proyek)......... 24

Grafik 3.22 Perkembangan NPL dan Total Kredit Bank Umum Sumbar ………… 24

Grafik 3.23 Perkembangan Rasio NPL Bank Umum Sumbar (Lokasi Proyek) Berdasarkan Sektor Ekonomi................................................................

24

Grafik 3.24 Perkembangan Rasio NPL Bank Umum Sumbar (Lokasi Proyek) Berdasarkan Jenis Penggunaan.............................................................

24

Grafik 3.25 Perkembangan Simpanan Berjangka (Deposito) Bank Umum Sumbar Berdasarkan Jangka Waktu...................................................................

25

Grafik 3.26 Komposisi Kredit Bank Umum Sumbar (Lokasi Proyek) Berdasarkan Jenis Penggunaan...................................................................................

25

Grafik 3.27 Komposisi DPK Bank Umum Sumbar (Lokasi Proyek) Berdasarkan Golongan Pemilik................................................................................

25

Grafik 3.28 Perkembangan Tingkat Suku Bunga Kredit dan BI-rate..................... 25

Grafik 3.29 Perkembangan NPL Nominal dan Kredit Kolektibilitas 2 Sumbar (Lokasi Proyek)...................................................................................

26

Grafik 3.30 Perkembangan Kredit Kolektibilitas 2 Sumbar (Lokasi Proyek) Berdasarkan Jenis Penggunaan...........................................................

26

Grafik 3.31 Perkembangan Kredit Kolektibilitas 2 Sumbar (Lokasi Proyek) Berdasarkan Sektor Ekonomi.............................................................

27

Grafik 3.32 Perkembangan Kredit Kolektibilitas 2 Sumbar (Lokasi Proyek) Sub-Sektor Perkebunan.................................................................................

27

Grafik 3.33 Perkembangan dan Pertumbuhan (qtq) Kredit MKM Sumbar (Lokasi Proyek)....................................................................................................

28

Ringkasan Eksekutif

Bank Indonesia Padang vi

Grafik 3.34 Perkembangan Kredit MKM Sumbar (Lokasi Proyek) Berdasarkan Kelompok Bank.......................................................................................

28

Grafik 3.35 Perkembangan Kredit MKM (Lokasi Proyek) Berdasarkan Plafon........ 28

Grafik 3.36 Perkembangan Kredit MKM (Lokasi Proyek) Berdasarkan Jenis Penggunaan.............................................................................................

28

Grafik 3.37 Perkembangan Kredit MKM (Lokasi Proyek) Berdasarkan Sektor Ekonomi.................................................................................................

29

Grafik 3.38 Perkembangan Kredit MKM (Lokasi Proyek) Berdasarkan Sektor Ekonomi.................................................................................................

29

Grafik 3.39 Perkembangan NPL Kredit MKM Sumbar (Lokasi Proyek)................ 29

Grafik 3.40 Perkembangan Rasio NPL Kredit MKM Sumbar (Lokasi Proyek) Berdasarkan Jenis Penggunaan..............................................................

29

Grafik 3.41 Perkembangan Rasio NPL Kredit MKM Sumbar (Lokasi Proyek) Berdasarkan Sektor Ekonomi.................................................................

29

Grafik 3.42 Perkembangan NPL nominal dan Kolektibilitas 2 Kredit Kredit MKM Sumbar (Lokasi Proyek)........................................................................

29

Grafik 3.43 Perkembangan Kolektibilitas 2 Kredit MKM Sumbar (Lokasi Proyek) Berdasarkan Jenis Penggunaan...............................................................

30

Grafik 3.44 Perkembangan Kolektibilitas 2 Kredit MKM Sumbar (Lokasi Proyek) Berdasarkan Sektor Ekonomi.................................................................

30

Grafik 3.45 Perkembangan Aset BPR Sumbar........................................................... 31

Grafik 3.46 Perkembangan Jumlah DPK BPR Sumbar Berdasarkan Jenis Simpanan ................................................................................................

31

Grafik 3.47 Perkembangan Jumlah Rekening DPK BPR Sumbar Berdasarkan Jenis Simpanan........................................................................................

31

Grafik 3.48 Perkembangan Simpanan Deposito BPR Sumbar Berdasarkan Jangka Waktu......................................................................................................

31

Grafik 3.49 Perkembangan Kredit BPR Sumbar (Lokasi Proyek)............................. 32

Grafik 3.50 Perkembangan Kredit BPR Sumbar Berdasarkan Jenis Penggunaan (Lokasi Proyek).......................................................................................

32

Grafik 3.51 Perkembangan Kredit BPR Sumbar Berdasarkan Sektor Ekonomi (Lokasi Proyek).......................................................................................

32

Grafik 3.52 Pangsa Kredit BPR Sumbar Berdasarkan Sektor Ekonomi (Lokasi Proyek)....................................................................................................

32

Grafik 3.53 Perkembangan LDR BPR........................................................................ 33

Grafik 3.54 Perkembangan NPL BPR........................................................................ 33

Grafik 3.55 Perkembangan Aset Bank Umum Syariah ……………………………. 34

Grafik 3.56 Perkembangan DPK Bank Umum Syariah............................................. 34

Grafik 3.57 Perkembangan Komposisi DPK Bank Umum Syariah........................... 35

Grafik 3.58 Perkembangan Pembiayaan Bank Umum Syariah ................................ 35

Ringkasan Eksekutif

Bank Indonesia Padang vii

Grafik 3.59 Perkembangan Komposisi Pembiayaan Bank Umum Syariah Berdasarkan Jenis Penggunaan...............................................................

35

Grafik 3.60 Perkembangan Komposisi Pembiayaan Bank Umum Syariah Berdasarkan Sektor Ekonomi …............................................................. 35

Grafik 3.61 Perkembangan FDR Bank Umum Syariah.............................................. 36

Grafik 3.62 Perkembangan NPF Bank Umum Syariah.............................................. 36

Grafik 3.63 Perkembangan Kredit Bank Umum Syariah Dalam Perhatian Khusus (Kolektibilitas 2)....................................................................................

36

Grafik 4.1 Perkembangan Penerimaan Pajak Pusat melalui Kas Negara di BI...... 37

Grafik 4.2 Perkembangan Penerimaan Daerah Pemprov Sumbar……………….. 37

Grafik 4.3 Perkembangan Posisi Simpanan Pemerintah Provinsi Sumbar di Perbankan………………………………………………………………

37

Grafik 4.4 Perkembangan Posisi Simpanan Pemerintah Kabupaten dan Kota se-Sumbar…………………………………………………………………

37

Grafik 4.5 Posisi Dana Pemerintah Kabupaten / Kota di Perbankan............................................................

38

Grafik 4.6 Jenis Temuan Kelemahan Sistem Pengendalian Intern………………. 39

Grafik 4.7 Jenis Temuan Ketidakpatuhan................................................................ 39

Grafik 5.1 Perkembangan Aliran Uang Kas Masuk (inflow) dan Keluar (outflow). 41

Grafik 5.2 Perkembangan Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar ........................... 41

Grafik 5.3 Jumlah Uang Tidak Layak Edar (PTTB) Berdasarkan Nominal Pecahan ..................................................................................................

41

Grafik 5.4 Nilai Uang Tidak Layak Edar (PTTB) Berdasarkan Nominal Pecahan 41

Grafik 5.5 Jumlah Temuan Uang Palsu di Sumatera Barat...................................... 41

Grafik 5.6 Rata-Rata Harian Perputaran Kliring..................................................... 43

Grafik 5.7 Rasio Cek/BG Kosong terhadap Transaksi Kliring................................ 43

Grafik 5.8 Perkembangan Transaksi RTGS Propinsi Sumatera Barat..................... 44

Grafik 5.9 Total Nilai & Volume Transaksi RTGS tiap Kab/Kota di Sumatera Barat....................................................................................................... 44

Grafik 5.10 Nilai Transaksi RTGS tiap Kab/Kota di Propinsi Sumatera Barat pada Triwulan III 2009.................................................. 44

Grafik 5.11 Volume Transaksi RTGS tiap Kab/Kota di Propinsi Sumatera Barat pada Triwulan III 2009.............................................................. 44

Grafik 6.1 Lapangan Kerja di Sumbar………..........…… 46

Grafik 6.2 Jumlah Penduduk Miskin di Sumbar ........................................ 46

Grafik 6.3 Nilai Tukar Petani Sumatera Barat dan Nasional 46

Grafik 7.1 Perkiraan Inflasi Kota Padang................................... 50

Ringkasan Eksekutif

Bank Indonesia Padang 1

RRIINNGGKKAASSAANN EEKKSSEEKKUUTTIIFF

KKAAJJIIAANN EEKKOONNOOMMII RREEGGIIOONNAALL

PPRROOVVIINNSSII SSUUMMAATTEERRAA BBAARRAATT

TTRRIIWWUULLAANN IIIIII -- 22000099

Pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat mulai meningkat searah dengan proyeksi

Gempa bumi membalikkan arah perbaikan ekonomi Sumbar

Inflasi kota Padang kembali meningkat

Inflasi pasca gempa tidak meningkat seketika

Kinerja perekonomian Sumatera Barat mulai membaik pada triwulan III-2009. Pertumbuhan ekonomi Sumbar kembali berakselerasi setelah mengalami perlambatan sejak triwulan IV-2008. PDRB Sumbar triwulan III-2009 diperkirakan tumbuh sebesar 5,13% (y-o-y), searah dengan proyeksi pada KER triwulan sebelumnya sebesar 4,90 - 5,15% (y-o-y). Dari sisi permintaan, sumber pertumbuhan utama pada triwulan III-2009 berasal dari pemulihan volume ekspor serta konsumsi rumah tangga. Sayangnya konsumsi pemerintah dan investasi masih belum optimal dalam mendorong pertumbuhan. Sementara itu, sektor perdagangan, hotel dan restoran menjadi kontributor utama pertumbuhan di sisi lapangan usaha, diikuti sektor pertanian, sektor pengangkutan dan komunikasi, serta sektor jasa-jasa Gempa yang terjadi di penghujung triwulan III-2009 mengakibatkan arah perekonomian Sumbar yang mulai membaik kembali berbalik arah. Berdasarkan perhitungan awal yang dilakukan BNPB bersama Bank Dunia, kerusakan dan kerugian diperkirakan mencapai Rp 21,6 triliun. Sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR) yang menjadi sumber pendorong pertumbuhan triwulan III-2009 justru mengalami kerusakan dan kerugian paling parah. Nilai kerusakan dan kerugian sektor PHR bersumber dari kerugian subsektor perdagangan mencapai Rp 1,2 triliun dan subsektor pariwisata sebesar Rp 447 miliar. Pangsa kerusakan sektor PHR terhadap kerusakan sektor produktif mencapai 64% Mengikuti arah pertumbuhan ekonomi, inflasi kota Padang telah mencapai titik balik. Faktor musiman masuknya bulan Ramadhan dan Idul Fitri telah membuat inflasi kota Padang kembali mengalami tekanan meskipun masih relatif lebih rendah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya dimana siklus ini terjadi. Inflasi kota Padang pada triwulan laporan tercatat sebesar 3,55% (y-o-y). Inflasi tertinggi pada triwulan laporan terjadi pada kelompok makanan jadi, minuman dan tembakau sebesar 8.41% (y-o-y) dan kelompok bahan makanan sebesar 7,05% (y-o-y). Meskipun arus distribusi barang relatif lancar dan pasokan komoditas bahan pangan mencukupi, namun tingginya tingkat konsumsi masyarakat selama periode laporan telah menyebabkan harga komoditas pada kedua kelompok ini mengalami tekanan yang cukup berarti. Selain itu, adanya pengaruh pergerakan harga internasional serta fluktuasi nilai tukar rupiah juga turut memberi sumbangan yang berarti terhadap pergerakan harga beberapa komoditas seperti gula dan minyak goreng. Gempa bumi 30 September tidak seketika meningkatkan inflasi secara drastis Kota Padang meski tetap meningkat. Berita Resmi Statistik (BRS) bulan Nopember 2009 melaporkan bahwa kota Padang pada bulan Oktober 2009 mengalami inflasi sebesar 1,78% (m-t-m). Laju inflasi tahunan kota Padang tercatat sebesar 4,36% dan laju inflasi tahun kalender sebesar 3,27%. Kelompok bahan makanan tercatat mengalami inflasi terbesar sebesar 4,01% (m-t-m ) dengan sumbangan sebesar 1,14%. Sementara itu, inflasi tertinggi berikutnya terjadi pada kelompok perumahan yang sebesar 2,09% (m-t-m) dengan sumbangan sebesar 0,41%.

Ringkasan Eksekutif

Bank Indonesia Padang 2

Kinerja bank umum belum meningkat

Kondisi fiskal pemerintah belum membaik

Transaksi system pembayaran meningkat, transaksi BI-RTGS terbesar selama 3 tahun terakhir

Indikator ketenagakerjaan mulai pulih, lapangan kerja tumbuh, tingkat pengangguran menurun

Pertumbuhan ekonomi Sumbar Triwulan IV-2009 akan terkoreksi 2,0-2,5% dari

Meski perekonomian mulai membaik, kinerja perbankan umum di Sumatera Barat pada triwulan III-2009 belum begitu menunjukkan peningkatan. Sebagian besar indikator memperlihatkan bahwa kondisi perbankan umum di Sumbar belum cukup bergairah baik dari sisi pengumpulan dana pihak ketiga, maupun dalam penyaluran kredit. Loan-to-deposit ratio (LDR) mengalami sedikit penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya, di sisi lain kualitas kredit terus memburuk yang terlihat dari persentase non-performing loan (NPL) yang mengalami peningkatan. Apabila tidak ada perlakukan khusus, kondisi ini diperkirakan akan relatif semakin berat mengingat gempa yang menimpa Sumbar pada akhir September 2009 berdampak pada terganggunya kegiatan para pelaku ekonomi, terutama pusat kegiatan ekonomi di Kota Padang yang mengalami kerusakan parah. Perbaikan kondisi ekonomi belum tercermin pada sisi fiscal pemerintah. Melambatnya pertumbuhan ekonomi Sumbar pada semester I-2009 berdampak negatif terhadap penurunan realisasi penerimaan pemerintah baik pemerintah pusat maupun swasta. Di saat yang sama, kebijakan stimulus fiskal pemerintah juga belum optimal. Pada pertengahan Oktober 2009, belanja pemerintah pusat melalui KPPN Padang baru direalisasikan sebesar 57.7% dengan penyumbang terbesar pada kelompok belanja pegawai (86,35%), belanja lain-lain (62,95%), dan belanja bantuan sosial (51,98%). Belanja modal dan belanja barang yang diharapkan bisa mendorong pertumbuhan ekonomi hanya terealisasi dibawah 50%. Situasi yang sama juga terjadi pada pemerintah daerah baik pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten/kota. Pola simpanan pemerintah daerah pada tahun ini masih sama dengan tahun-tahun sebelumnya dimana realisasi belanja terkonsentrasi justru pada triwulan IV. Perkembangan transaksi perbankan di wilayah Kantor Bank Indonesia (KBI) Padang meningkat pada triwulan III-2009 baik yang dilakukan secara tunai maupun non tunai (kliring dan RTGS). Bulan Ramadhan pada Agustus-September yang diakhiri dengan adanya puncak perayaan Hari Raya Idul Fitri menyebabkan transaksi sistem pembayaran di Sumatera Barat relatif tinggi, bahkan nominal transaksi BI-RTGS terbesar sepanjang tiga tahun terakhir. Pada saat yang sama perkembangan transaksi kas net inflow meningkat tajam di Bank Indonesia Padang. Demikian pula dengan pemusnahan uang tidak layak edar yang meningkat sejalan dengan meningkatnya arus kas yang masuk ke BI Padang. Meskipun transaksi arus kas masuk dan keluar dari perbankan relatif tinggi pada periode ini, namun penemuan uang palsu mengalami penurunan. Mulai membaiknya perekonomian Sumbar didukung dengan kondisi ketenagakerjaan yang lebih baik. Lapangan kerja tumbuh 4,67% atau naik 89 ribu pekerja pada Februari 2009. Jumlah pengangguran mengalami penurunan sementara jumlah angkatan kerja meningkat membuat Tingkat Pengangguran Terbuka pun turun dari 9,73% menjadi 7,9%. Tingkat kemiskinan di Sumbar juga mengalami trend penurunan. Sejak 2006, proporsi penduduk miskin terhadap total jumlah penduduk Sumbar yang berjumlah 4,76 juta jiwa semakin kecil dan tahun 2009 presentasenya 9,54% dengan penurunan penduduk miskin sebanyak 47.940 jiwa dibandingkan tahun sebelumnya (Grafik 6.2). Pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat pada triwulan IV-2009 diperkirakan akan terkoreksi relatif besar sebagai dampak dari bencana gempa yang terjadi pada akhir triwulan III-2009 terhadap kegiatan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi Sumbar pada triwulan IV-2009 dengan estimasi jika tidak terjadi bencana gempa diperkirakan akan mampu tumbuh pada kisaran 4,90-5,33%. Namun demikian, dampak kerusakan gempa terbesar terjadi di Kota Padang dan Kab. Padang Pariaman yang

Ringkasan Eksekutif

Bank Indonesia Padang 3

proyeksi sebelum gempa

Inflasi tahunan juga diperkirakan meningkat di kisaran 4,00 ± 0,50%.

masing-masing memiliki kontribusi terhadap pembentukan PDRB Sumbar sebesar 30,84% dan 7,56% di tahun 2008, maka diperkirakan pertumbuhan ekonomi Sumbar pada akhir tahun 2009 akan terkoreksi 2,00-2,50% dari perkiraan pertumbuhan ketika tidak terjadi gempa. Inflasi tahunan pada triwulan IV-2009 diperkirakan akan bergerak pada arah yang relatif meningkat setelah titik baliknya pada triwulan III-2009 berada pada kisaran 4,00 ± 0,50%. Kota Padang yang menjadi acuan perhitungan inflasi di Sumatera Barat kini mengalami kerusakan baik infrastruktur dan berbagai fasilitas pendukung kegiatan ekonomi lainnya. Kondisi ini baik langsung ataupun tidak langsung berdampak pada terganggunya distribusi barang dan jasa. Tekanan inflasi akan berlangsung relatif tinggi pada awal triwulan IV-2009, namun berangsur berkurang tekanannya pada akhir triwulan IV-2009.

4 Bank Indonesia Padang

BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO

SUMATERA BARAT

Kinerja perekonomian Sumatera Barat mulai membaik pada triwulan III-

2009. Pertumbuhan ekonomi Sumbar kembali berakselerasi setelah mengalami

perlambatan sejak triwulan IV-2008 (grafik 1.1). PDRB Sumbar triwulan III-2009

diperkirakan tumbuh sebesar 5,13% (y-o-y), searah dengan proyeksi pada KER

triwulan sebelumnya sebesar 4,90 - 5,15% (y-o-y). Pertumbuhan ekonomi

triwulanan (q-t-q) pada triwulan III-2009 sudah lebih tinggi daripada rata-rata dua

tahun terakhir. Hal ini mengindikasikan bahwa perlambatan ekonomi telah

berakhir di Sumatera Barat. Kondisi Sumbar ini lebih baik dibandingkan tiga

provinsi lain di Zona Sumatera Bagian Tengah1. Belum terjadi pembalikan arah

pertumbuhan ekonomi tahunan di provinsi Riau, Jambi, dan Kepulauan Riau

(grafik 1.2). Pertumbuhan ekonomi kontraktif bahkan masih terjadi di Kepulauan

Riau. Lebih cepatnya pemulihan ekonomi di Sumbar terjadi karena pangsa

permintaan eksternal Sumbar relatif lebih kecil dibandingkan provinsi lain,

khususnya Riau dan Kepulauan Riau.

Sumber : BPS, diolah, proyeksi BI untuk triwulan III-09 Sumber : BPS, diolah, proyeksi BI untuk triwulan III-09

Grafik 1.1 Pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat Grafik 1.2. Pertumbuhan ekonomi Sumatera Bagian Tengah (y-o-y)

1 Bank Indonesia membagi wilayah ekonomi Sumatera menjadi 3 Zona Ekonomi yaitu Zona Sumatera

Bagian Utara (Aceh dan Sumut), Zona Sumatera Bagian Tengah (Sumbar, Riau, Jambi, Kepri), dan Zona

Sumatera Bagian Selatan (Sumsel, Babel, Lampung, Bengkulu)

-

1

2

3

-

2

4

6

8

2007.1 2007.2 2007.3 2007.4 2008.1 2008.2 2008.3 2008.4 2009.1 2009.2 2009.3

PersenPersen

q-t-q (sisi kanan) y-o-y (sisi kiri) -2

0

2

4

6

8

10

Sumatera Barat Riau Kepulauan Riau Jambi

Persen

III-2008

IV-2008

I-2009

II-2009

III-2009

5

Bab I : Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat

Bank Indonesia Padang

Dari sisi permintaan, sumber pertumbuhan utama pada triwulan III-2009

berasal dari pemulihan volume ekspor serta konsumsi rumah tangga.

Mulai pulihnya perekonomian internasional kembali mendorong permintaan

komoditas perkebunan seperti CPO dan karet. Konsumsi rumah tangga juga

meningkat seiring masuknya musim liburan, tahun ajaran baru, bulan puasa, dan

lebaran. Sayangnya konsumsi pemerintah dan investasi masih belum optimal

dalam mendorong pertumbuhan. Sementara itu, sektor perdagangan, hotel dan

restoran menjadi kontributor utama pertumbuhan di sisi lapangan usaha, diikuti

sektor pertanian, sektor pengangkutan dan komunikasi, serta sektor jasa-jasa

(grafik 1.4).

Sumber : BPS, diolah, proyeksi BI untuk triwulan III-09 Sumber : BPS, diolah, proyeksi BI untuk triwulan III-09

Grafik 1.3 Kontribusi terhadap Pertumbuhan PDRB Menurut

Jenis Pengeluaran (q-t-q)

Grafik 1.4. Kontribusi terhadap Pertumbuhan PDRB Menurut

Lapangan Usaha (q-t-q)

Sumber : Survey Konsumen BI Sumber : DPKD Sumbar

Grafik 1.5 Indeks Kepercayaan Konsumen Grafik 1.6. Penjualan Sepeda Motor

Konsumsi rumah tangga masih menjadi sumber pertumbuhan ekonomi.

Penguatan konsumsi swasta didukung oleh indikator keyakinan konsumen,

belanja, dan pembiayaan kredit. Pada triwulan III-2009, survei konsumen yang

dilakukan BI menunjukkan indeks keyakinan konsumen berada pada area positif,

-1

-

1

2

3

Konsumsi Rumah Tangga

Konsumsi Pemerintah

Investasi PMTB

Net Ekspor PDRB

Persen

2009.1

2009.2

2009.3

(0,20)

0,00

0,20

0,40

0,60

0,80

1,00

1,20

PERDAGANGAN, HOTEL, DAN

RESTORAN

PERTANIAN PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI

JASA-JASA

Persen

Q.4-2008

Q.1-2009

Q.2-2009

Q.3-2009

0

20

40

60

80

100

120

140

2007 2008 2009

SB

T

0

2000

4000

6000

8000

10000

12000

14000

16000

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt

Unit

2007

2008

2009

Bab I: Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat

Bank Indonesia Padang 6

tertinggi selama dua tahun terakhir (grafik 1.5). Hal ini diperkuat dengan

pulihnya penjualan sepeda motor sejak bulan Mei 2009 (grafik 1.6). Pembiayaan

perbankan terhadap konsumsi juga terus tumbuh (grafik 1.7).

Penghasil komoditas ekspor masih wait and see terhadap perkembangan

ekonomi global. Meski ekspor mulai menunjukkan pemulihan serta nilai tukar

rupiah telah menguat, kegiatan impor selama tahun 2009 masih jauh menurun

dibandingkan tahun 2008 (grafik 1.8). Salah satu komoditas impor utama Sumbar

adalah pupuk. Impor pupuk periode Januari-Juli 2009 tercatat hanya 8 ribu ton,

padahal pada periode yang sama tahun 2008 volume impor pupuk mencapai 163

ribu ton. Hal ini mengindikasikan bahwa kalangan petani maupun perusahaan

perkebunan masih menunggu perkembangan perekonomian dunia lebih lanjut

sebelum kembali meningkatkan kegiatannya sebagaimana saat terjadi booming

pada tahun 2007-2008.

Sumber : Sekda-BI, diolah

Sumber : Sekda-BI, diolah

Grafik 1.7 Posisi Kredit Konsumsi Berlokasi di Sumbar Grafik 1.8. Perkembangan Ekspor Impor

Sumber : Asosiasi Semen Indonesia, diolah Sumber : Sekda-BI, diolah

Grafik 1.9 Penurunan Konsumsi Semen 2008-2009 Grafik 1.10. Posisi Giro Pemda di Perbankan

Pengeluaran investasi masih belum banyak berubah, sama dengan pola

pengeluaran pemerintah pada tahun-tahun sebelumnya. Pangsa investasi

5.80

6.00

6.20

6.40

6.60

6.80

7.00

7.20

7.40

7.60

7.80

Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug

2008 2009

Rp triliun

-100,000

-50,000

0

50,000

100,000

150,000

200,000

250,000

300,000

Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Okt Nov Dec Jan Feb Mar Apr May Jun Jul

2007 2008 2009

Ribu USD

Impor

Ekspor

Trade Balance

-25.00%

-20.00%

-15.00%

-10.00%

-5.00%

0.00%

5.00%

10.00%

15.00%

20.00%

Su

mb

ar

D.I

. A

ce

h

Ria

u

La

mp

un

g

Ke

p. R

iau

Ba

ng

ka

-B

eli

tun

g

Jam

bi

Su

mse

l

Su

mu

t

Be

ng

ku

lu

0

500,000

1,000,000

1,500,000

2,000,000

2,500,000

3,000,000

3,500,000

20

06

/Ja

n

20

06

/Ma

r

20

06

/Ma

y

20

06

/Ju

l

20

06

/Se

p

20

06

/No

v

20

07

/Ja

n

20

07

/Ma

r

20

07

/Ma

y

20

07

/Ju

l

20

07

/Se

p

20

07

/No

v

20

08

/Ja

n

20

08

/Ma

r

20

08

/Ma

y

20

08

/Ju

l

20

08

/Se

p

20

08

/No

v

20

09

/Ja

n

20

09

/Ma

r

20

09

/Ma

y

20

09

/Ju

l

20

09

/Se

p

Rp Juta

PEMDA TINGKAT II PEMDA TINGKAT I

7

Bab I : Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat

Bank Indonesia Padang

terhadap PDRB triwulan III-2009 sebesar 17,36%, sementara rata-rata selama 6

tahun terakhir sebesar 18,18%. Bahkan dibandingkan dengan provinsi lain di

Sumatera, indikator konsumsi semen di Sumbar mengalami penurunan yang

paling tajam (grafik 1.9). Hal ini mengindikasikan bahwa masih perlu upaya lebih

keras bagi pemerintah untuk memperbaiki iklim investasi. Selanjutnya, kebijakan

fiskal pemerintah baik pemerintah pusat dan daerah belum optimal dalam

mendorong pertumbuhan ekonomi pada triwulan III-2009. Hal ini terlihat dari

pola realisasi belanja pemerintah yang masih belum berubah dibandingkan tahun-

tahun sebelumnya. Indikator simpanan pemerintah daerah di perbankan

menunjukkan bahwa posisi simpanan pemerintah daerah dalam bentuk giro baik

pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten/kota tetap tinggi (grafik

1.10). Ini menunjukkan bahwa realisasi belanja pemerintah masih belum optimal

meskipun pengesahan APBD telah sesuai jadwal.

Sumber : Sekda-BI, diolah Sumber : Sekda-BI, diolah

Grafik 1.11 Pertumbuhan Kredit Sektor Perdagangan dan Pangsa

terhadap Total Kredit

Grafik 1.12. Pertumbuhan Kredit Sektor Perdagangan Berdasarkan

Kabupaten/Kota Lokasi Proyek

Sektor perdagangan, hotel, dan restoran (PHR) tumbuh paling tinggi

merespon penguatan konsumsi. Indikator pembiayaan untuk sektor PHR

menunjukkan kenaikan penyaluran sejak awal tahun 2009. Posisi kredit untuk

sektor PHR pada akhir bulan Agustus 2009 tercatat sebesar Rp 17,96 triliun atau

25,24% dari total penyaluran kredit perbankan. Pangsa kredit sektor PHR ini

sempat turun menjadi 23,29% pada awal krisis meledak di bulan September 2008.

(grafik 1.11). Yang menggembirakan, muncul sumber-sumber pertumbuhan baru

selain Kota Padang. Beberapa wilayah yang mengalami pertumbuhan penyaluran

kredit sektor PHR di atas 30% antara lain Kab. Pasaman (termasuk Kab. Pasaman

Barat), Kota Pariaman (termasuk Kab. Padang Pariaman), Kab. Pesisir Selatan, dan

Kota Payakumbuh (termasuk Kab. 50 Kota) sebagaimana terdapat pada grafik

20

21

22

23

24

25

26

27

-

1

2

3

4

5

Jan

Fe

b

Ma

r

Ap

r

Ma

y

Jun

Jul

Au

g

Se

p

Oc

t

No

v

De

c

Jan

Fe

b

Ma

r

Ap

r

Ma

y

Jun

Jul

Au

g

2008 2009

persenRp triliun

Posisi (sisi kiri) % thd total kredit (sisi kanan)

0.00%

0.10%

0.20%

0.30%

0.40%

0.50%

0.60%

0.70%

0.80%

0.90%

0.00%

10.00%

20.00%

30.00%

40.00%

50.00%

60.00%

Ko

ta P

ad

an

g

Ko

ta B

uk

itti

ng

gi

Ko

ta P

ad

an

gp

an

jan

g

Ka

b. T

an

ah

Da

tar

Ka

b/K

ota

la

inn

ya

Ka

b.

Sij

un

jun

g

Ko

ta S

olo

k

Ka

b.

So

lok

Ko

ta P

ay

ak

um

bu

h

Ka

b.

Pe

sisi

r S

ela

tan

Ko

tif

Pa

ria

ma

n

Ka

b.P

asa

ma

n

Pertumbuhan (y-o-y,sisi kiri)Andil thd pertumbuhan kredit Sumbar(sisi kanan)

Bab I: Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat

Bank Indonesia Padang 8

1.12). Selanjutnya, kinerja pariwisata Sumbar pada triwulan III-2009 juga

menunjukkan peningkatan yang cukup baik yang diindikasikan dengan kenaikan

kunjungan wisatawan mancanegara(grafik 1.13). Bahkan pada bulan Agustus

2009, masyarakat sempat dihebohkan dengan isu penjualan tiga pulau di

kawasan Kepulauan Mentawai yakni Pulau Siloinak, Makaroni, Kandui. Pada situs

www.privateislandsonline.com, Pulau Makaroni ditawarkan empat juta dolar AS

dengan luas 14 hektar, Pulau Siloinak dihargai 1,6 juta dolar AS dengan luas

sektiar 24 hektar, sedangkan Pulau Kandui ditawarkan delapan juta dolar AS

dengan luas 26 hektar. Meski kemudian dibantah oleh pihak Pemda Sumbar

bahwa yang terjadi adalah penjualan resort, namun hal ini menunjukkan bahwa

masih banyak potensi pariwisata Sumbar yang bisa dijual dan diminati wisatawan.

Sayangnya, gempa yang terjadi di penghujung triwulan III-2009

mengakibatkan arah perekonomian Sumbar yang mulai membaik

kembali berbalik arah. Berdasarkan perhitungan awal yang dilakukan BNPB

bersama Bank Dunia, kerusakan dan kerugian diperkirakan mencapai Rp 21,6

triliun. Sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR) yang menjadi sumber

pendorong pertumbuhan triwulan III-2009 justru mengalami kerusakan dan

kerugian paling parah. Nilai kerusakan dan kerugian sektor PHR bersumber

dari kerugian subsektor perdagangan mencapai Rp 1,2 triliun dan subsektor

pariwisata sebesar Rp 447 miliar. Pangsa kerusakan sektor PHR terhadap

kerusakan sektor produktif mencapai 64% (selengkapnya dapat dibaca di

box).

Pada sektor pertanian, realisasi produksi tanaman bahan makanan masih

sesuai dengan proyeksi. Angka ramalan (aram) III yang dikeluarkan BPS pada

awal November 2009 menunjukkan bahwa produksi padi tahun 2009 mencapai

2,06 juta ton, tidak berbeda jauh dengan aram I dan II. Tercapainya proyeksi

tersebut bersumber dari meningkatnya luas panen terutama pada bulan Mei-

Agustus 2009 (grafik 1.14). Hal ini didukung pula dengan stabilnya harga beras

baik di tingkat penggilingan dan di tingkat petani (grafik 1.15). Stabilnya harga

beras merupakan salah satu faktor kunci rendahnya inflasi Sumbar pada tahun ini

selain disebabkan turunnya harga BBM serta membaiknya nilai tukar rupiah.

9

Bab I : Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat

Bank Indonesia Padang

Sementara itu, pada subsektor perkebunan, beberapa komoditas menunjukkan

perkembangan yang cukup baik.

Sumber : BPS, diolah

Sumber : BPS, diolah, 2007-2008 (Atap), 2009 (Aram III)

Grafik 1.13 Kunjungan Wisatawan Mancanegara Grafik 1.14. Luas Panen Padi 2007-2009

Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah

Grafik 1.15 Perkembangan Harga Padi Grafik 1.16. Perkembangan Produksi Semen PT Semen Padang

Investasi yang stagnan berpengaruh terhadap produksi semen PT Semen

Padang sebagai industri utama di Sumbar. Produksi semen yang sempat

meningkat pada triwulan I-2009 berbalik arah dan terus menurun hingga akhir

September 2009 (grafik 1.16). Lemahnya permintaan dari dalam negeri maupun

luar negeri mengakibatkan penurunan produksi. Dari wilayah Sumatera misalnya,

7 dari 10 provinsi mengalami penurunan konsumsi semen(grafik 1.9). Ekspor

semen juga mengalami penurunan sebesar 27%, dari 735 ribu ton (Januari-

September 2008) menjadi 536 ribu ton (Januari-September 2009).

0

2000

4000

6000

8000

10000

12000

14000

16000

18000

Tw - I Tw - II Tw - III Tw - IV

Orang

2007

2008

2009

44.00

44.50

45.00

45.50

46.00

46.50

47.00

47.50

48.00

48.50

Jan-Apr Mei-Agt Sep-Des

Ha

2007

2008

2009

-

500

1,000

1,500

2,000

2,500

3,000

3,500

4,000

May

-08

Jun

-08

Jul-

08

Au

g-0

8

Sep

-08

Oct

-08

No

v-0

8

De

c-0

8

Jan

-09

Feb

-09

Mar

-09

Ap

r-0

9

May

-09

Jun

-09

Jul-

09

Au

g-0

9

Sep

-09

Rp/kg

Tingkat Penggilingan

Tingkat Petani

-

50

100

150

200

250

-

100

200

300

400

500

600 Ja

nu

ari

Fe

bru

ari

Ma

ret

Ap

ril

Me

i

Jun

i

Juli

Ag

ust

us

Se

pte

mb

er

Rp milyarribu ton

Ribu Ton (sisi kiri) Rp Milyar (sisi kanan)

B O K S

Quick Assesment Pertumbuhan Ekonomi Sumbar Pasca Gempa 30 September 2009

Sektor Perdagangan, Hotel , dan Restoran Rusak Parah,

Pertumbuhan Ekonomi Sumbar Tahun 2009 Menyusut

Sore hari tanggal 30 September 2009, gempa bumi hebat mengguncang Provinsi

Sumatera Barat. Gempa yang berkekuatan 7,9 SR dengan episentrum berada di Padang

Pariaman mengakibatkan kerusakan pada 13 kabupaten/kota dengan kerusakan paling parah

terjadi di Padang, Kota Pariaman, Kabupaten Pariaman, dan Kabupaten Agam. Daerah

Sumatera Barat memang terletak di wilayah rawan gempa, berada di zona subduksi antara

Lempeng Indo-Australia dan dan Eurasia.

Gempa yang terjadi di penghujung triwulan III-2009 mengakibatkan arah

perekonomian Sumbar yang mulai membaik kembali berbalik arah. Berdasarkan

perhitungan awal yang dilakukan BNPB bersama Bank Dunia, kerusakan dan kerugian

diperkirakan mencapai Rp 21,6 triliun. Infrastruktur mengalami kerusakan paling parah

sebanyak 78%, diikuti dengan sektor produktif sebesar 11% (grafik B.1). Dari sisi

kepemilikan, kelompok pribadi/swasta merupakan pihak yang paling merugi akibat gempa.

Aset milik pribadi/swasta seperti rumah, bangunan sekolah, rumah sakit mengalami kerusakan

yang cukup parah. Di bidang infrastruktur, kerugian aset milik pribadi/swasta mencapai 97%

diikuti pada sektor produktif yang mencapai 85% (grafik B.2).

Sumber : BNPB dan Worldbank, diolah Sumber : BNPB dan Worldbank, diolah

Grafik B.1 Persentase Kerusakan dan Kerugian Akibat Gempa Bumi

Grafik B.2 Persentase Kepemilikan Aset yang Mengalami Kerusakan

Sumber : BNPB dan Worldbank, diolah Sumber : BNPB dan Worldbank, diolah

Grafik B.3 Persentase Kerusakan dan Kerugian pada Sektor Produktif

Grafik B.4 Pangsa Kepemilikan Pribadi/Swasta terhadap Kerusakan dan Kerugian Sektor Produktif

Infrastruktur78%

Layanan

Publik8%

Sektor Produktif

11%

Cross

Sectoral3%

97%

67%85%

3%

33%15%

100%

Infrastruktur Layanan Publik Sektor Produktif Cross Sectoral

Pribadi/Swasta Publik

Industri7%

Pertanian14%

Keuangan15%

Pariwisata24%

Perdagangan

40%

Pertanian, 74%

Perdagangan, 96%

Industri, 100%

Keuangan, 22%

Pariwisata, 96%

Sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR) yang menjadi sumber pendorong

pertumbuhan triwulan III-2009 justru mengalami kerusakan dan kerugian paling parah.

Nilai kerusakan dan kerugian sektor PHR bersumber dari kerugian subsektor perdagangan

mencapai Rp 1,2 triliun dan subsektor pariwisata sebesar Rp 447 miliar. Pangsa kerusakan

sektor PHR terhadap kerusakan sektor produktif mencapai 64% (grafik B.3). Jika dilihat dari

kepemilikan aset sektor produktif yang rusak, sebagian besar aset pada sektor PHR adalah

milik pribadi/swasta dengan pangsa lebih dari 95% (grafik B.4). Tingginya kerusakan yang

dialami pada sektor pendorong utama pada perekonomian Sumbar akan merupakan faktor yang

cukup signifikan dalam menurunkan output perekonomian dalam dua tahun kedepan.

Berdasarkan asesmen awal terhadap kerusakan dan kerugian yang dilakukan, kami

memperkirakan pertumbuhan ekonomi Sumbar tahun 2009 pasca gempa bumi 30

September mengalami penurunan dibawah proyeksi awal. Sebelum terjadi gempa bumi,

seiring dengan membaiknya berbagai indikator makroekonomi, Bank Indonesia

memperkirakan PDRB Sumbar tahun 2009 meningkat dengan kisaran 5,0-5,5%. Namun,

dengan tingginya kerusakan pada sektor PHR yang mendorong pertumbuhan ekonomi Sumbar

maka proyeksi PDRB Sumbar tahun 2009 turun sekitar 2,0-2,5% di bawah proyeksi

sebelumnya pada skenario optimis (tabel B.1). Penurunan proyeksi PDRB ini didukung oleh

fakta bahwa hingga sebulan pasca gempa kegiatan sektor PHR masih terbatas seperti belum

beroperasinya hotel-hotel berbintang di Kota Padang, belum beroperasinya pasar-pasar modern

seperti Plaza Andalas, Sentral Pasaraya, Matahari Dept. Store, serta terbatasnya kapasitas Pasar

Raya Padang sebagai salah satu pusat perdagangan di Sumbar.

Tabel B.1. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sumbar Tahun 2009 Pasca Gempa

Sumber : Proyeksi BI Padang

2006 2007 2008

Skenario Pesimis Skenario Moderat Skenario Optimis

(-40%) (-20%) (-10%)

PDRB 4 Kota Terparah

Padang 9,577,496 10,165,761 10,797,259 10,122,430 10,662,293 10,932,225

Padang Pariaman 2,346,366 2,489,684 2,645,119 2,479,799 2,612,055 2,678,183

Pariaman 1,019,917 1,126,041 1,318,387 1,235,988 1,301,907 1,334,867

Agam 2,468,762 2,626,067 2,793,689 2,619,083 2,758,768 2,828,610

15,412,540 16,407,553 17,554,454 16,457,301 17,335,023 17,773,885

PDRB selain 4 Kota Terparah 15,537,405 16,505,415 17,453,468 18,326,141.02 18,326,141.02 18,326,141.02

Total PDRB Sumbar 30,949,945 32,912,969 35,007,922 34,783,442 35,661,164 36,100,026

Pertumbuhan 6.14% 6.34% 6.37% -0.64% 1.87% 3.12%

2009

10

Bab 3 : Inflasi

Bank Indonesia Padang

BAB II

PERKEMBANGAN INFLASI REGIONAL

Setelah mengalami perlambatan sejak triwulan IV-2008, inflasi kota

Padang mulai mencapai titik balik. Pada triwulan II-2009 inflasi kota Padang

tercatat sebesar 2,80% (y-o-y) (grafik 2.1). Faktor musiman masuknya bulan

Ramadhan dan Idhul Fitri telah membuat inflasi kota Padang kembali mengalami

tekanan meskipun masih relatif lebih rendah dibandingkan tahun-tahun

sebelumnya dimana siklus ini terjadi. Inflasi kota Padang pada triwulan laporan

tercatat sebesar 3,55% (y-o-y).

Masih terjaganya tingkat inflasi kota Padang pada level yang relatif

rendah selama bulan puasa dan lebaran didukung oleh berbagai

kebijakan pemerintah daerah dalam memantau ketersediaan dan arus

barang. Untuk menahan laju pergerakan harga kebutuhan pokok yang terus

melambung selama bulan puasa dan lebaran, pasar sembako murah marak di

gelar oleh pemerintah daerah maupun pihak swasta. Sementara itu, pemda

bekerjasama dengan dinas terkait juga melakukan operasi pasar terhadap

komoditas yang sudah mengalami peningkatan harga di atas batas yang wajar.

Pengawasan terhadap tataniaga komoditas penyumbang inflasi terbesar juga

terus dilakukan.

Setelah sempat berada di bawah inflasi nasional pada triwulan II-2009,

inflasi kota Padang pada triwulan III-2009 kembali berada di atas level

inflasi nasional. Berbeda dengan inflasi kota Padang yang mengalami

peningkatan dari 2,80% (y-o-y) pada triwulan II-2009 menjadi 3,55% (y-o-y) pada

triwulan III-2009, inflasi nasional masih terus mengalami perlambatan sejak

triwulan IV-2008. Pada triwulan III-2009 inflasi nasional tercatat sebesar 2,83% (y-

o-y) atau menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar

3,65% (y-o-y).

Sejalan dengan inflasi yang terjadi di kota Padang, inflasi sebagian besar

kota-kota di propinsi tetangga pada triwulan laporan juga mengalami

peningkatan. Inflasi kota Bengkulu meningkat dari 3,29% (y-o-y) menjadi 3,73%

(y-o-y), inflasi kota Jambi meningkat dari 1,10% (y-o-y) menjadi 1,71% (y-o-y),

dan inflasi kota Batam meningkat dari 2,52% (y-o-y) menjadi 2,57% (y-o-y). Hanya

11

Bab II :Perkembangan Inflasi Regional

Bank Indonesia Padang

kota Pekanbaru yang mengalami penurunan laju inflasi tahunan dari 3,68% (y-o-

y) menjadi 2,20% (y-o-y).

Grafik 2.1: Perkembangan Inflasi Kota Padang & Nasional (y-o-y)

Grafik 2.2: Perkembangan Inflasi Nasional, Kota Padang & Kota-kota di Propinsi Tetangga (y-o-y)

Inflasi tertinggi pada triwulan laporan terjadi pada kelompok makanan

jadi, minuman dan tembakau sebesar 8.41% (y-o-y) dan kelompok bahan

makanan sebesar 7,05% (y-o-y). Meskipun arus distribusi barang relatif lancar

dan pasokan komoditas bahan pangan mencukupi, namun tingginya tingkat

konsumsi masyarakat selama periode laporan telah menyebabkan harga

komoditas pada kedua kelompok ini mengalami tekanan yang cukup berarti.

Selain itu, adanya pengaruh pergerakan harga internasional serta fluktuasi nilai

tukar rupiah juga turut memberi sumbangan yang berarti terhadap pergerakan

harga beberapa komoditas seperti gula dan minyak goreng.

Kelompok sandang juga tercatat mengalami inflasi yang cukup tinggi

pada triwulan laporan yaitu sebesar 4,14% (y-o-y). Kelompok Sandang

merupakan kelompok yang secara rutin juga terkena imbas inflasi setiap periode

bulan puasa dan lebaran. Hal ini disebabkan adanya tradisi untuk mengenakan

pakaian dan perhiasan baru bagi sebagian besar masyarakat. Tingginya

permintaan terhadap kebutuhan sandang ini biasanya dimanfaatkan oleh

beberapa retailer garmen untuk mematok harga pada level tertentu yang relatif

lebih tinggi dari kondisi normal meskipun dibalut dengan iming-iming diskon.

Selain itu, adanya penguatan harga emas di pasar internasional juga membuat

subkelompok sandang lainnya yang didominasi oleh pergerakan harga emas juga

terus mengalami peningkatan harga.

0,00

5,00

10,00

15,00

20,00

25,00

30,00

Tw.I

Tw.II

Tw.II

I

Tw.IV

Tw.I

Tw.II

Tw.II

I

Tw.IV

Tw.I

Tw II

Tw II

I

Tw.IV

Tw.I

Tw II

Tw II

I

Tw.IV

Tw.I

Tw II

Tw II

I

2005 2006 2007 2008 2009

pe

rse

n (%

)

Padang Pekanbaru Bengkulu

Jambi Batam Nasional

Tahun dasar 2007

0

5

10

15

20

I II III IV I II III IV I II III IV I II III* IV I II III

2005 2006 2007 2008 2009

pe

rse

n (%

)

Padang

Nasional

BBM Naik

BBM Naik

Bab II : Perkembangan Inflasi Regional

Bank Indonesia Padang 12

Tw. III* Tw. IV* Tw. I Tw. II* Tw. III*

Perubhn. Sumb. Perubhn. Sumb. Perubhn. Sumb. Perubhn. Perubhn. Perubhn. Perubhn. Perubhn. Perubhn.

UMUM / TOTAL 9.00 9.00 6.90 6.90 7.59 7.59 12.67 13.00 12.68 9.21 2.80 3.55

Bahan Makanan 16.54 4.94 8.80 2.82 9.51 3.20 23.02 21.90 21.26 11.35 1.33 7.05

Makanan Jadi 11.30 1.93 11.45 1.94 10.57 1.77 14.04 12.94 13.73 13.35 7.06 8.41

Perumahan 5.44 1.10 5.44 1.06 6.89 1.31 8.18 9.67 8.01 5.95 3.07 0.43

Sandang 6.06 0.44 6.03 0.42 8.84 0.61 4.47 5.57 5.69 6.89 5.41 4.14

Kesehatan 7.34 0.22 8.46 0.25 9.29 0.26 7.66 6.45 4.87 4.61 2.46 1.67

Pendidikan 2.24 0.13 2.84 0.16 3.04 0.17 3.30 8.93 9.01 8.99 8.18 0.62

Transportasi & Komk 1.39 0.23 1.55 0.24 1.77 0.27 9.79 10.29 10.05 7.42 -1.89 -1.65

Sumber : BPS Sumbar, diolah. *mulai Tw.II-2008 menggunakan tahun dasar 2007=100

2009

Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II*Kelompok Barang & Jasa

2007 2008

Tabel 2.1 Perkembangan Inflasi Tahunan Kota Padang Menurut Kel. Barang dan Jasa (y-o-y, %)

Setelah pada dua triwulan sebelumnya subkelompok bumbu-bumbuan

mengalami deflasi yang cukup dalam yaitu berturut-turut sebesar 14,74%

(y-o-y) dan 21,10% (y-o-y), kini subkelompok bumbu-bumbuan berbalik

arah mengalami inflasi yang sangat tinggi yaitu sebesar 52,70% (y-o-y).

Tingginya konsumsi masyarakat minang terhadap bumbu-bumbuan terutama

cabe merah dan bawang merah telah membuat pergerakan harga komoditas ini

sangat rentan sehingga konsisten mempengaruhi pergerakan inflasi kelompok

bahan makanan. Hasil Survey Pemantauan Harga (SPH) yang dilakukan oleh KBI

Padang menunjukkan adanya peningkatan harga yang persisten pada komoditas

cabe merah selama bulan September 2009 terutama di minggu ketiga dan

keempat. Harga rata-rata cabe merah di bulan Juni 2009 yang tercatat sebesar

Rp15.550, melonjak hingga mencapai Rp23.055 atau meningkat sebesar 48,3%

pada bulan September 2009. Sementara itu, harga komoditas bawang merah yang

sempat mengalami kenaikan pada bulan Juli hingga pertengahan Agustus 2009,

kembali mereda dan stabil di bulan September 2009. Rata-rata kenaikan harga

bawang merah di triwulan laporan sebesar 7,6%dibandingkan triwulan

sebelumnya.

Lancarnya pasokan beras ke berbagai pasar di Kota Padang menyebabkan

harga beras relatif stabil selama bulan puasa dan lebaran. Inflasi

subkelompok padi-padian, umbi-umbian, dan hasilnya pada triwulan laporan

tercatat sebesar 5,10% (y-o-y). Persediaan beras Bulog di Kota Padang masih

sebesar 10.569.054 kg atau setara dengan kebutuhan 3 bulan ke depan,

sedangkan Provinsi Sumatera Barat sebesar 17.272.349 kg atau setara dengan

kebutuhan 6 bulan kedepan. Harga beras asal sentra Solok dan Bukittinggi

kualitas I di Pasar Raya Padang masih bertahan Rp7.800/kg. Selanjutnya harga

beras kualitas II asal Muaro Labuh dan Pariaman stabil sebesar Rp7.200/kg atau

sama dengan bulan lalu. Kondisi ini ditambah dalam jumlah besar petani tingkat

sentra sedang memasuki musim panen sehingga pasokan dari pedagang tingkat

13

Bab II :Perkembangan Inflasi Regional

Bank Indonesia Padang

TW.I TW.II TW.III

Bahan Makanan 11.35 1.33 7.05

Padi-padian, Umbi-umbian dan Hasilnya 15.75 5.58 5.10

Daging dan Hasil-hasilnya 11.05 8.39 6.50

Ikan Segar 23.39 4.46 4.32

Ikan Diawetkan 22.66 13.17 3.78

Telur, Susu dan Hasil-hasilnya 11.90 6.33 2.59

Sayur-sayuran 18.71 -4.77 -8.57

Kacang - kacangan 8.19 3.94 -0.63

Buah - buahan 23.24 10.43 7.58

Bumbu - bumbuan -14.74 -21.10 52.70

Lemak dan Minyak 1.01 -6.54 -9.12

Bahan Makanan Lainnya 2.10 0.09 0.22

Kelompok / Subkelompok2009

sentra ke pasaran relatif banyak. Sebagian besar petani tingkat sentra yang

sedang panen diantaranya berasal dari Tanah Datar, Padang Pariaman dan Agam1.

Harga daging ayam ras cenderung fluktuatif sepanjang triwulan III-2009

dan mencapai harga tertingginya pada minggu ketiga bulan September

2009. Menjelang perayaan hari lebaran permintaan masyarakat terhadap

komoditas daging dan ayam cenderung meningkat. Harga ayam ras yang biasanya

berada pada kisaran Rp 20.000/kg naik menjadi Rp 30.000-35.000/kg. Sementara

itu, harga daging sapi juga dilaporkan ada yang menyentuh Rp 75.000/kg dari

biasanya Rp60.000/kg2.

Untuk menahan laju pergerakan harga kebutuhan pokok yang terus

melambung, pasar sembako murah marak di gelar oleh pemerintah

daerah maupun pihak swasta. Kenaikan harga beberapa kebutuhan pokok

yang masih terjadi menjelang hari lebaran disikapi oleh Pemprov Sumbar dengan

menggelar bazar sembako murah. Pihak swasta seperti BPD pun turut serta

menggelar kegiatan serupa sebagai aksi sosial terhadap masyarakat sekitar.

Dengan adanya subsidi harga berkisar antara 20% diharapkan daya beli

masyarakat dapat terjaga.

Tabel 2.2 Perkembangan Inflasi Kelompok Bahan Makanan (y-o-y, %)

Meskipun sebagian besar komoditas pada kelompok bahan makanan

mengalami peningkatan harga, ada beberapa subkelompok yang justru

mengalami deflasi. Subkelompok lemak dan nabati serta subkelompok sayur-

1 Haluan, 14 September 2009

2 Padang-today.com, 16 September 2009

Bab II : Perkembangan Inflasi Regional

Bank Indonesia Padang 14

sayuran pada triwulan laporan justru mengalami deflasi yang relatif cukup besar

yaitu masing-masing sebesar 9,12% dan 8,57%. Meskipun permintaan terhadap

subkelompok ini juga meningkat, tetapi banyaknya pasokan dan lancarnya

distribusi menyebabkan harga kedua subkelompok ini stabil dipasaran bahkan

ada beberapa komoditas yang tercatat mengalami penurunan harga seperti

jengkol, petai, dan minyak goreng curah.

Hampir serupa dengan triwulan II-2009, inflasi subkelompok minuman

yang tidak beralkohol mendominasi inflasi pada kelompok makanan jadi,

minuman, dan tembakau. Inflasi subkelompok ini tercatat sebesar 17,40% (y-o-

y) atau kembali meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat

sebesar 10,90% (y-o-y).

Harga gula pasir terus merangkak naik seiring dengan pergerakan harga

komoditas tersebut di pasar internasional. Harga gula pasir pada awal tahun

2009 masih berkisar Rp 6.500 per kg namun sekarang ini sudah mencapai Rp 8.500

per kg sampai Rp 9.000 per kg. Hasil SPH juga menunjukkan adanya kenaikan

harga sebesar 8% yaitu dari sekitar Rp 8.550 di bulan Juni menjadi Rp 9.231 di

bulan September 2009.

Untuk menekan laju kenaikan harga kebutuhan bahan pokok terutama

gula pasir Disperindag Sumbar melakukan pasar murah bekerjasama

dengan Disperindagtamben Padang. Kegiatan pasar murah dilaksanakan

untuk stabilisasi harga sesuai dengan Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam

Negeri No. 185/PDN/8/2008. Harga gula pasir untuk pasar murah di pulau Jawa di

jual dengan harga Rp7.000 per kg dan di luar pulau Jawa Rp7.500 per kg. Pasar

murah ini diantaranya dilakukan di 11 kecamatan di kota Padang serta kota/

kabupaten lainnya seperti Kota Bukittinggi, Padang Panjang dan Kabupaten

Pasaman. Diharapkan dengan adanya pasar murah ini, warga akan terbantu

mendapatkan sembako terutama yang terus mengalami kenaikan harga.

Diperkirakan kebutuhan gula pasir Agustus-September di Sumbar adalah 10.500

ton, sementara itu Sumbar akan menerima kedatangan gula pasir dari Jawa

sebanyak 14.400 ton.

Tataniaga gula pasir sulit diawasi karena sistem pembeliannya

menggunakan sistem lelang. Menurut Menteri Negara BUMN Sofyan Djalil,

pihaknya tidak bisa berbuat banyak untuk menempatkan harga jual gula sebesar

Rp6.500 per kg seperti yang diminta oleh Menteri Perdagangan Mari Elka

Pangestu, dalam surat edarannya per tanggal 3 Agustus 2009. Penetapan harga

15

Bab II :Perkembangan Inflasi Regional

Bank Indonesia Padang

beli gula oleh pedagang melalui mekanisme lelang membuat PT Perkebunan

Nusantara (PTPN) tidak bisa berbuat terlalu jauh untuk mempengaruhi mekanisme

harga gula, apalagi produksi gula PTPN sudah sedikit. Selain itu, meningkatnya

harga jual gula domestik merupakan gejala umum akibat berkurangnya produksi

gula dunia. Hal ini menyebabkan beberapa perusahaan yang memproduksi

makanan dan minuman yang biasanya melakukan impor saat ini justru ikut

membeli gula domestik karena harganya lebih murah3.

Tabel 2.3 Perkembangan Inflasi Kelompok Makanan Jadi, Minuman, dan Tembakau (y-o-y, %)

Laju inflasi tahunan kelompok Sandang mulai mengalami

perlambatan. Inflasi kelompok Sandang sejak triwulan I-2009 berturut-

turut sebesar 6,89% (y-o-y), 5,41% (y-o -y), dan 4,14% (y-o-y). Inflasi pada

kelompok Sandang masih didominasi oleh subkelompok Barang Pribadi

dan Sandang lainnya dimana pada triwulan laporan mengalami inflasi yang

cukup tinggi yaitu sebesar 17,38% (y-o-y).

Pergerakan harga emas masih menjadi pemicu tingginya inflasi

pada subkelompok Barang Pribadi dan Sandang lainnya. Meskipun

tidak setinggi triwulan I-2009, data SPH mulai menunjukkan adanya

peningkatan harga emas sejak akhir Agustus 2009. Rata-rata harga emas

pada bulan September 2009 tercatat sudah meningkat sebesar 4% jika

dibandingkan bulan Agustus 2009. Namun demikian, relatif stabilnya

pergerakan nilai tukar rupiah membuat harga emas tidak mengalami

lonjakan harga yang sangat tinggi mengingat pada saat ini harga emas di

pasar internasional terus bergerak naik. Stabilnya harga emas ini membuat

perdagangan emas di Pasar Raya Padang kembali berjalan normal dengan

tingkat penjualan pedagang yang meningkat hingga 6%4.

3 http://economy.okezone.com, 11 Agustus 2009

4 Antara-sumbar.com, 16 September 2009

TW.I TW.II TW.III

Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau 13.35 7.06 8.41

Makanan Jadi 14.98 7.06 7.07

Minuman yang Tidak Beralkohol 12.71 10.90 17.40

Tembakau dan Minuman Beralkohol 9.99 5.07 6.76

Kelompok / Subkelompok2009

Bab II : Perkembangan Inflasi Regional

Bank Indonesia Padang 16

Tabel 2.4 Perkembangan Inflasi Kelompok Sandang (y-o-y, %)

TW.I TW.II TW.III

Sandang 6.89 5.41 4.14

Sandang Laki-laki 1.57 1.46 1.82

Sandang Wanita 5.03 4.31 0.54

Sandang Anak-anak 5.20 4.39 -0.29

Barang Pribadi dan Sandang Lain 17.64 13.22 17.38

Kelompok / Subkelompok2009

B O K S

Pergerakan Inflasi Kota Padang Pasca Gempa 30 September

Gempa berkekuatan 7,9 SR yang mengguncang Sumatra Barat pada tanggal

30 September 2009 telah membuat perekonomian Sumbar lumpuh selama beberapa

hari. Banyaknya ruas jalan yang rusak berat maupun longsor membuat arus barang

ke dalam dan keluar kota Padang menjadi tersendat. Hal ini diperburuk dengan

terjadinya krisis listrik dan air selama kurang lebih 2 minggu pasca gempa.

Meskipun demikian, pergerakan harga-harga secara umum yang terjadi di

kota Padang pasca gempa bumi tidak mengalami lonjakan yang sangat tinggi seperti

yang dikhawatirkan oleh banyak pihak sebelumnya. Berita Resmi Statistik (BRS)

bulan Nopember 2009 melaporkan bahwa kota Padang pada bulan Oktober 2009

mengalami inflasi sebesar 1,78% (m-t-m). Laju inflasi tahunan kota Padang tercatat

sebesar 4,36% dan laju inflasi tahun kalender sebesar 3,27%.

Sumber: BPS, diolah

Grafik B.1. Perkembangan Inflasi Kota Padang

Inflasi kota Padang terjadi karena adanya kenaikan indeks sebagian besar

kelompok pengeluaran kecuali transpor, komunikasi, dan jasa keuangan yang

mengalami deflasi sebesar 0,68% (m-t-m). Kelompok bahan makanan tercatat

mengalami inflasi terbesar sebesar 4,01% (m-t-m ) dengan sumbangan sebesar

1,14%. Sementara itu, inflasi tertinggi berikutnya terjadi pada kelompok perumahan

yang sebesar 2,09% (m-t-m) dengan sumbangan sebesar 0,41%. Selama bulan

Oktober ini komoditas yang mengalami kenaikan harga antara lain adalah cabe

merah, beras, ketupat/lontong sayur, batu bata, kelapa, tukang bukan mandor,

tongkol, cabe hijau, teh, telur, semen, besi beton, gula pasir, dan teri.

Relatif terjaganya tingkat inflasi di kota Padang disebabkan karena

perhitungan inflasi didasarkan pada aktivitas ekonomi yang terjadi di daerah

-5

0

5

10

15

20

Jan

Feb

Mar

Apr

Mei

Jun

Jul

Ags

Sep

Okt

Nov

Des Jan

Feb

Mar

Apr

Mei

Jun

Jul

Ags

Sep

Okt

Nov

Des Jan

Feb

Mar

Apr

Mei

Jun

Jul

Ags

Sep

Okt

Nov

Des Jan

Feb

Mar

Apr

Mei

Jun

Jul

Ags

Sep

Okt

2006 2007 2008 2009

Per

sen

(%)

yoy ytd mtm

Tahun dasar 2007

setempat. Sebaliknya, pasca gempa banyaknya obat-obatan dan bahan makanan

yang masuk ke kota Padang lebih bersifat bantuan sehingga dapat dikatakan bahwa

sebenarnya sebagian besar aktivitas ekonomi di kota Padang masih terhenti

sehingga tingkat inflasi juga tidak bisa naik.

Grafik B.1. Perkembangan Inflasi Bulanan Kota Padang Menurut Kel. Barang

Hingga hari ketiga pasca gempa bumi beberapa komoditas tercatat

mengalami peningkatan harga yang sangat tinggi. Harga eceran BBM dibeberapa

tempat sempat menyentuh harga Rp30.000 per liter. Hal ini terjadi dikarenakan

tersendatnya pasokan ke beberapa SPBU serta tingginya permintaan dikarenakan

kepanikan akan adanya kelangkaan BBM. Antrian panjang terjadi di semua SPBU

yang ada. Selain itu, permintaan transportasi keluar dan menuju ke kota Padang

juga meningkat sangat signifikan. Banyaknya masyarakat kota Padang yang panik

akan bencana yang terjadi membuat mereka bergegas meninggalkan kota Padang.

Sebaliknya, banyak masyarakat di luar kota Padang yang datang hendak menjenguk

sanak keluarganya yang tertimpa musibah. Ditambah banyaknya relawan dari dalam

dan luar negeri yang mulai berdatangan untuk memberikan bantuan. Tingginya arus

kedatangan menuju kota Padang ini membuat harga tiket pesawat terbang

melonjak cukup tinggi. Namun demikian, pemerintah telah mengambil kebijakan

untuk menetapkan tarif pesawat terbang menuju kota Padang maksimum sebesar

Rp 1 juta dari biasanya yang berkisar antara Rp400 ribu hingga Rp 700 ribu.

Seminggu setelah gempa terjadi harga beberapa komoditas kembali stabil.

Hasil Survey Pemantauan Harga (SPH) selama bulan Oktober menunjukkan bahwa

sebagian besar harga komoditas di kota Padang cenderung stabil dari minggu

pertama hingga keempat. Bahkan ada beberapa komoditas seperti pepaya, bawang

merah, tahu mentah dan bayam yang justru mengalami penurunan harga.

Meskipun sempat dilaporkan ada tiga gudang Bulog Divre Sumbar yang

hancur terkena gempa namun banyaknya pasokan yang datang membuat harga

beras cenderung stabil sepanjang bulan Oktober. Pasca gempa Perum Bulog

langsung bersiap menambah stok beras cadangan pemerintah (CBP) sebanyak 20.000

ton ke Sumatera Barat yang berasal dari Jawa Timur. Total CBP di Sumatera Barat

mencapai 19.000 ton. Dari total tersebut, hingga saat ini sudah ada sekitar 7.000 ton

yang sedang didistribusikan kepada korban gempa. Dari sejumlah itu, Bulog telah

menyalurkan sekitar 800 ton dan yang sekitar 6.000 ton beras disalurkan sendiri oleh

(mtm, %)

Perubhn. Sumb. Perubhn. Sumb. Perubhn. Sumb. Perubhn. Sumb. Perubhn. Sumb. Perubhn. Sumb. Perubhn. Sumb. Perubhn. Sumb. Perubhn. Sumb. Perubhn. Sumb.

UMUM / TOTAL -0.08 -0.08 0.68 0.68 -0.56 -0.56 -0.76 -0.76 -0.39 -0.39 -0.19 -0.19 0.75 0.75 0.45 0.45 1.56 1.56 1.78 1.78

Bahan Makanan 0.53 0.15 1.43 0.40 -2.56 -0.73 -2.91 -0.81 -1.05 -0.29 -0.82 -0.22 2.43 0.65 1.40 0.38 4.06 1.12 4.01 1.14

Makanan Jadi 0.11 0.02 0.89 0.16 0.33 0.06 0.25 0.04 0.03 0.01 0.10 0.02 0.46 0.09 0.94 0.17 0.75 0.14 1.80 0.33

Perumahan -0.15 -0.03 0.14 0.03 0.05 0.01 0.00 0.00 -0.06 -0.01 -0.02 -0.01 -0.02 0.00 0.16 0.03 0.05 0.01 2.09 0.41

Sandang 0.44 0.02 2.54 0.15 0.48 0.03 -1.63 -0.10 -0.40 -0.02 0.30 0.02 0.07 0.00 -0.31 -0.02 1.14 0.07 0.42 0.02

Kesehatan 0.15 0.01 0.19 0.01 0.35 0.00 -0.02 0.00 0.17 0.01 -0.05 0.00 0.07 0.00 -0.12 0.00 0.16 0.01 0.02 0.00

Pendidikan 0.03 0.00 0.15 0.01 0.00 0.00 0.03 0.00 0.01 0.00 0.00 0.00 -0.19 -0.01 0.09 0.01 0.00 0.00 0.01 0.00

Transportasi & Komk -1.36 -0.25 -0.47 -0.08 0.37 0.07 0.63 0.11 -0.50 -0.09 0.00 0.00 0.11 0.02 -0.66 -0.12 1.17 0.21 -0.68 -0.12

Sumber : BPS Sumbar, diolah. * Menggunakan tahun dasar 2007.

Kelompok Barang

& Jasa

2009

Jan* Feb* Mar* Apr* Mei* Juni* Juli* Agt* Sept* Okt*

pemda setempat. Total CBP yang ada di Sumbar tersebut masih sekitar 12.000 ton.

Nantinya akan ada stok CBP sebesar 32.000 ton*.

Di sisi lain, komoditas cabe merah masih terus mengalami peningkatan harga.

Data SPH menunjukkan bahwa pada bulan Oktober telah terjadi kenaikan harga

cabe merah sebesar 28% jika dibandingkan dengan rata-rata harga pada bulan

September yaitu dari Rp23.000 per kg menjadi hampir Rp30.000 per kg. Sebelumnya,

pada hari kedua pasca gempa bumi, harga cabe merah di kota Padang dilaporkan

mencapai Rp70.000 per kg. Namun pada hari kelima harga cebe merah mulai turun

menjadi Rp40.000 per kg. Kini harga cabe merah berada pada kisaran Rp 30.000 per

kg. Turunnya harga cabe merah ini disebabkan sudah mulai masuknya pasokan dari

Pulau Jawa.

Namun demikian, jika kerusakan infrastruktur terutama jalan sebagai jalur

distribusi barang tidak segera dibenahi oleh pemerintah, dikhawatirkan inflasi yang

sekarang ini bersifat lokal terjadi di Sumbar akibat gempa, dapat meluas ke propinsi

sekitar dan kemudian berdampak pada tingginya sumbangan inflasi pada tingkat

nasional. Macetnya arus distribusi barang akibat Hal ini disebabkan adanya saling

ketergantungan antar daerah yang masih tinggi terutama daerah-daerah yang

berada pada zona Sumatera Bagian Tengah. Salah satu contoh adalah

melambungnya harga Semen di kota Jambi yang disebabkan kelangkaan pasokan.

Sebelum terjadi gempa harga semen di kota Jambi berkisar antara Rp53.000-

Rp54.000/zak, setelah gempa melanda daerah Sumatra Barat dan Kerinci harga

semen mencapai Rp60.000-Rp61.000, bahkan di tingkat eceran di desa-desa bisa

mencapai Rp65.000/zak.

* www.detikfinance.com, 8 Oktober 2009

B O K S

Perkembangan Inflasi Kota Bukittinggi

Saat ini, angka inflasi dirasakan sangat penting oleh semua pihak baik

Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. Angka inflasi merupakan salah satu

indikator yang digunakan oleh pemerintah untuk merumuskan kebijakan. Angka

inflasi menunjukkan besarnya perkembangan harga barang dan jasa yang

dikonsumsi masyarakat di suatu daerah. Secara resmi, Badan Pusat Statistik (BPS)

hanya menghitung inflasi di 66 kabupaten/kota yang pada tahun 2007 telah

melaksanakan Survei Biaya Hidup (SBH). Di Provinsi Sumatera Barat, dari 19

kabupaten/kota, hanya pada Kota Padang yang telah dilakukan SBH dan

penghitungan inflasi secara resmi. Dengan terbatasnya jumlah kabupaten/kota yang

dihitung angka inflasinya menyebabkan kesulitan bagi Pemerintah Daerah dalam

menentukan kebijakan terutama dalam bidang ekonomi.

Berkaitan dengan hal tersebut, Bank Indonesia (BI) Padang dan BPS Provinsi

Sumatera Barat bekerjasama melakukan penghitungan Indeks Harga Konsumen

(IHK) dan inflasi Kota Bukittinggi. Nilai konsumsi masyarakat Kota Padang hasil SBH

2007 digunakan sebagai referensi (sister city) dalam menyusun paket komoditas

(commodity basket) dan diagram timbang yang akan digunakan untuk menghitung

IHK dan inflasi Kota Bukittinggi. Dari hasil pendekatan tersebut serta hasil

pemantauan harga beberapa jenis barang/jasa yang telah dilakukan di Kota

Bukittinggi semenjak tahun 2007, terpilih sebanyak 300 jenis barang/jasa yang

menjadi paket komoditas penghitungan IHK Kota Bukittinggi.

Inflasi bulan Oktober 2009

Pada bulan Oktober 2009, Kota Bukittinggi mengalami deflasi sebesar -0,11

persen. Terjadi penurunan IHK umum dari 114,66 pada September 2009 menjadi

114,53 pada Oktober 2009. Deflasi yang tidak terlalu besar di Kota Bukittinggi pada

Oktober 2009 ini terjadi karena secara umum ada penurunan harga berbagai

komoditas. Dari tujuh kelompok pengeluaran, hanya tiga kelompok yang mengalami

penurunan IHK atau terjadi deflasi, yaitu kelompok bahan makanan -1,31 persen

dengan andil inflasi -0,36 %; diikuti kelompok transpor, komunikasi dan jasa

keuangan sebesar -0,14 dengan andil inflasi -0,02 %; dan kelompok pendidikan,

rekreasi dan olah raga sebesar -0,10 persen dengan andil inflasi -0,01 %. Sedangkan

pada empat kelompok lainnya mengalami kenaikan IHK atau terjadi inflasi. Laju

inflasi tahun kalender (ytd) bulan Oktober 2009 mencapai 2,15 persen sedangkan

inflasi tahunan(yoy) pada bulan Oktober 2009 mencapai 2,49 persen.

Tabel I - Laju Inflasi Tahunan Kota Bukittinggi Menurut Kelompok Pengeluaran (2007=100)

Sumber: BPS Provinsi Sumatera Barat

Tabel 2 - Andil/Sumbangan Kelompok Pengeluaran Terhadap Laju Inflasi Kota

Bukittinggi

Sumber: BPS Provinsi Sumatera Barat

IHK Des 2007

IHK Sep

2009

Laju inflasi

2009 2)

Inflasi thn ke

thn 2009 3)

103.43 114.66 2.15 2.49

1 107.73 124.46 2.11 3.88

2 101.33 112.31 6.99 6.98

3 103.1 109.36 2.14 2.35

4 103.62 118.75 9.06 11.17

5 100.79 114.93 6.68 7.16

6 103.92 110.05 2.62 1.17

7 100.1 109.72 -6.05 -7.18Transpor, Komunikasi

dan Jasa keuangan

118.04 116.63 16.51 109.57 -0.14

Pendidikan, Rekreasi,

dan Olah raga

108.67 107.13 3.09 109.94 -0.1

K e s e h a t a n 107.53 108.01 7.16 115.23 0.26

S a n d a n g 107.53 109.61 5.78 119.54 0.67

Perumahan, Air, Listrik, Gas dan

Bahan bakar

107.41 107.63 4.39 109.93 0.52

Makanan jadi, Minuman, Rokok

dan Tembakau

105.64 105.63 4.24 113.01 0.62

Bahan Makanan 118.24 120.29 13.51 122.83 -1.31

U m u m 111.75 112.12 8.89 114.53 -0.11

Kelompok PengeluaranIHK Okt 2008

IHK Des

2008

Laju inflasi

2008 *) IHK Okt 2009

Inflasi Okt

2009 1)

1) Persentase perubahan IHK Oktober 2009 terhadap IHK bulan sebelumnya

2) Persentase perubahan IHK Oktober 2009 terhadap IHK Desember 2008

3) Persentase perubahan IHK Oktober 2009 terhadap IHK Oktober 2008

*) Persentase perubahan IHK Desember 2008 terhadap IHK Desember 2007

1 Bahan Makanan

2 Makanan jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau

3 Perumahan, Air, Lisrtrik, Gas dan Bahan bakar

4 S a n d a n g

5 K e s e h a t a n

6 Pendidikan, Rekreasi, dan Olah raga

7 Transpor, Komunikasi dan Jasa keuangan 2.73 -0.02 -1.08 -1.3

0.29 0.01 0.27 0.29

0.22 -0.01 0.17 0.08

0.96 0.11 0.45 0.5

0.37 0.04 0.57 0.69

3.07 -0.36 0.57 1.04

0.75 0.11 1.19 1.2

U m u m 8.4 -0.11 2.15 2.94

Kelompok PengeluaranAndil inflasi

2008

Andil inflasi

Oktober 2009

Andil inflasi

2009

Andil inflasi tahun

ke tahun 2009

Tabel 3 - IHK, Inflasi, dan Andil Menurut Kelompok/Subkelompok Kota

Bukittinggi bulan Oktober 2009

(2007=100)

Sumber: BPS Provinsi Sumatera Barat

1

2

3

4

5

6

7

KELOMPOK/SUBKELOMPOK IHK SEP 2009IHK OKT

2009INFLASI ANDIL

UMUM 114.66 114.53 -0.11 -0.11

BAHAN MAKANAN 124.46 122.83 -1.31 -0.36

Daging dan Hasil-hasilnya 124.38 119.28 -4.10 -0.15

Telur, Susu dan Hasil-hasilnya 130.63 126.96 -2.81 -0.06

Padi-padian, Umbi-umbian dan Hasilnya 122.80 120.31 -2.03 -0.15

Bumbu - bumbuan 128.35 125.78 -2.00 -0.06

Ikan Segar 120.48 118.97 -1.25 -0.03

Kacang - kacangan 120.16 119.54 -0.52 0.00

Lemak dan Minyak 100.68 100.45 -0.23 0.00

Sayur-sayuran 116.83 117.54 0.61 0.02

Bahan Makanan Lainnya 118.15 119.23 0.91 0.00

Buah - buahan 147.24 150.47 2.19 0.05

Ikan Diawetkan 171.01 178.18 4.19 0.05

MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU 112.31 113.01 0.62 0.11

Makanan Jadi 114.34 115.49 1.01 0.11

Minuman yang Tidak Beralkohol 114.87 115.05 0.16 0.00

Tembakau dan Minuman Beralkohol 106.42 106.42 0.00 0.00

PERUMAHAN,AIR,LISTRIK,GAS & BAHAN BAKAR 109.36 109.93 0.52 0.11

Biaya Tempat Tinggal 112.47 113.44 0.86 0.10

Bahan Bakar, Penerangan dan Air 101.36 102.26 0.89 0.05

Perlengkapan Rumahtangga 125.22 119.43 -4.62 -0.06

Penyelenggaraan Rumahtangga 107.65 108.85 1.11 0.02

SANDANG 118.75 119.54 0.67 0.04

Sandang Laki-laki 112.04 106.28 -5.14 -0.09

Sandang Wanita 108.44 108.80 0.33 0.01

Sandang Anak-anak 120.82 120.82 0.00 0.00

Barang Pribadi dan Sandang Lain 140.85 151.59 7.63 0.13

KESEHATAN 114.93 115.23 0.26 0.01

Jasa Kesehatan 122.67 122.67 0.00 0.00

Obat-obatan 102.75 103.19 0.43 0.00

Jasa Perawatan Jasmani 123.72 126.62 2.34 0.01

Perawatan Jasmani dan Kosmetika 112.43 112.43 0.00 0.00

PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA 110.05 109.94 -0.10 -0.01

Pendidikan 103.48 103.48 0.00 0.00

Kursus-kursus / Pelatihan 129.87 129.87 0.00 0.00

Perlengkapan / Peralatan Pendidikan 115.28 115.28 0.00 0.00

Rekreasi 121.41 120.81 -0.49 -0.01

Olahraga 115.41 115.22 -0.16 0.00

TRANSPOR,KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN 109.72 109.57 -0.14 -0.02

Transpor 111.92 111.92 0.00 0.00

Komunikasi Dan Pengiriman 99.25 98.62 -0.63 -0.03

Sarana dan Penunjang Transpor 135.32 135.64 0.24 0.00

Jasa Keuangan 104.71 104.71 0.00 0.00

17

Bab III : Perkembangan Perbankan Daerah

Bank Indonesia Padang

BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH Kinerja perbankan umum di Sumatera Barat pada triwulan III-2009 belum

mampu menunjukkan kinerja yang lebih baik dibandingkan triwulan

sebelumnya. Sebagian besar indikator memperlihatkan bahwa kondisi

perbankan umum di Sumbar belum cukup bergairah baik dari sisi pengumpulan

dana pihak ketiga, maupun dalam penyaluran kredit. Loan-to-deposit ratio (LDR)

mengalami sedikit penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya, di sisi lain

kualitas kredit terus memburuk yang terlihat dari persentase non-performing loan

(NPL) yang mengalami peningkatan. Apabila tidak ada perlakukan khusus, kondisi

ini diperkirakan akan relatif semakin berat mengingat gempa yang menimpa

Sumbar pada akhir September 2009 berdampak pada terganggunya kegiatan para

pelaku ekonomi, terutama pusat kegiatan ekonomi di Kota Padang yang

mengalami kerusakan parah.

Tabel 3.1 - Perkembangan Bank Umum di Sumatera Barat (Juta Rupiah)

Sumber: Sekda, Bank Indonesia *Angka sementara hingga bulan Agustus 2009

Secara tahunan, perkembangan aset bank umum di Sumatera Barat pada

triwulan III-2009 mengalami perlambatan dibandingkan triwulan

sebelumnya. Pada triwulan III-2009 jumlah aset bank umum mencapai Rp24,05

triliun, lebih tinggi dibandingkan posisi triwulan II-2008 sebesar Rp22,63 triliun

(Grafik 3.1). Secara triwulanan pertumbuhan aset pada triwulan III-2009 mampu

tumbuh sebesar 6,27%, meningkat dibandingkan triwulan II-2009 yang tumbuh

Pertumbuhan III-2009

(yoy) (qtq)

Aset 19,017,771 18,969,302 21,538,445 20,369,537 21,924,087 22,628,605 24,048,058 11.65% 6.27%

Giro 4,252,264 3,909,742 3,823,352 3,598,580 4,579,108 4,101,010 4,226,985 10.56% 3.07%

Tabungan 5,696,921 5,893,122 5,972,794 6,886,214 6,310,084 6,671,718 6,588,729 10.31% -1.24%

Simpanan Berjangka 3,659,308 3,735,625 3,824,001 4,384,540 4,831,750 4,912,803 4,824,034 26.15% -1.81%

Total DPK 13,608,493 13,538,489 13,620,147 14,869,334 15,720,942 15,685,531 15,639,748 14.83% -0.29%

Kredit Investasi 2,274,033 2,063,838 2,007,109 2,817,201 3,014,418 3,406,439 3,356,718 67.24% -1.46%

Kredit Modal Kerja 5,769,881 7,032,152 7,496,502 6,714,550 6,582,998 6,848,774 6,465,360 -13.75% -5.60%

Kredit Konsumsi 5,221,649 5,945,586 6,499,846 6,612,871 6,834,953 7,111,870 7,385,106 13.62% 3.84%

Total Kredit 13,265,563 15,041,576 16,003,457 16,144,622 16,432,369 17,367,083 17,207,184 7.52% -0.92%

LDR 97.48% 111.10% 117.50% 108.58% 104.53% 110.72% 110.02%

NPL 2.73% 2.39% 2.02% 1.69% 2.06% 2.05% 2.37%

I-2008 II-2008 III-2008 IV-2008 I-2009 II-2009Indikator Perbankan III-2009*

Bab III : Perkembangan Perbankan Daerah

Bank Indonesia Padang 18

sebesar 3,21%. Akselerasi pertumbuhan aset triwulanan secara gradual mulai

menunjukkan peningkatan.

Aset kelompok bank pemerintah masih menjadi determinan utama dalam

mendorong aset perbankan umum di Sumbar. Pada triwulan III-2009 aset

kelompok bank pemerintah mendominasi sebesar 80,77%, di sisi lain aset

kelompok bank swasta nasional hanya sebesar 19,23% (Grafik 3.2). Jaringan

operasional merupakan faktor utama dominasi kelompok bank pemerintah pada

aset perbankan umum. Kondisi tersebut sekaligus sangat mendukung kelompok

bank pemerintah untuk menguasai pasar di Sumbar.

Sumber: SEKDA, BI

Grafik 3.1. – Perkembangan Total Aset Bank Umum Sumber: SEKDA, BI

Grafik 3.2. – Perkembangan Total Aset Bank Umum

Berdasarkan Kelompok Bank

Komposisi aset dalam bentuk rupiah dibandingkan valuta asing

mengalami peningkatan pada triwulan III-2009. Menguatnya nilai rupiah

terhadap dolar AS menyebabkan masyarakat dan perbankan relatif memilih untuk

menempatkan asetnya dalam bentuk rupiah dibandingkan dalam bentuk valuta

asing terutama dollar AS yang sedang mengalami pelemahan. Komposisi aset

dalam bentuk rupiah pada triwulan III-2009 sebesar 97,77%, meningkat tipis

dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 97,33% (Grafik 3.3). Secara

triwulanan, aset dalam bentuk rupiah pada triwulan III-2009 tumbuh sebesar

6,75%, sedangkan dalam bentuk valuta asing mengalami pertumbuhan negatif

sebesar -11%. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat dan perbankan mengalami

pergeseran preferensi kembali dari valuta asing ke rupiah.

Perkembangan LDR pada triwulan III-2009 terkoreksi menjadi relatif lebih

rendah dibandingkan triwulan sebelumnya. Secara triwulanan, penurunan

penyaluran kredit oleh perbankan umum di Sumbar relatif lebih besar

dibandingkan dengan penurunan DPK. Penyaluran kredit mengalami kontraksi -

0

5,000,000

10,000,000

15,000,000

20,000,000

25,000,000

30,000,000

Juta

Ru

pia

h

0

5,000,000

10,000,000

15,000,000

20,000,000

25,000,000

Juta

Ru

pia

h

Bank Pemerintah Bank Swasta Nasional

19

Bab III :Perkembangan Perbankan Daerah

Bank Indonesia Padang

0,92% (qtq), sedangkan pengumpulan DPK terkontraksi -0,29% (qtq). Kondisi ini

mendorong penurunan LDR pada triwulan III-2009 menjadi 110,02%, lebih kecil

dibandingkan triwulan sebelumnya 110,72% (Grafik 3.4).

Sumber: SEKDA, BI

Grafik 3.3. – Komposisi Aset Bank Umum Berdasarkan

Rupiah dan Valuta Asing

Sumber: SEKDA, BI

Grafik 3.4. – Loan-to-Deposit Ratio (LDR) Bank Umum

Pada triwulan III-2009 perkembangan DPK perbankan umum di Sumbar

mengalami penurunan. Pada posisi triwulan III-2009 jumlah DPK mencapai

Rp15,64 triliun, lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar Rp15,69

triliun. Penetapan BI-rate yang lebih rendah pada 6,50% lebih sensitif

mengakibatkan penurunan tingkat suku bunga tabungan dan simpanan jangka

pendek. Suku bunga tabungan menurun menjadi 3,06% dibandingkan triwulan

sebelumnya sebesar 3,14%. Begitu pula pada suku bunga deposito 1 bulan,

menjadi 7,94% dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 8,52% (Grafik 3.10).

Rendahnya suku bunga tabungan dan deposito bertenor pendek ini

mengakibatkan simpanan dana di perbankan umum menjadi kurang atraktif.

Sebagian masyarakat pun memutuskan untuk memegang dana untuk memenuhi

pengeluarannya. Pertumbuhan triwulanan negatif pada DPK sebesar -0,29%

dikonfirmasi oleh penurunan jumlah rekening baik pada tabungan maupun

deposito. Jumlah rekening tabungan di perbankan umum Sumbar pada triwulan

III-2009 berjumlah 1,92 juta rekening, lebih rendah dibandingkan triwulan

sebelumnya sebesar 1,95 juta rekening. Hal yang sama terjadi pada deposito, dari

37,15 ribu rekening menjadi 36,59 ribu rekening (Grafik 3.9).

97

.34

%

97

.65

%

96

.45

%

97

.31

%

97

.26

%

97

.33

%

97

.77

%

2.6

6%

2.3

5%

3.5

5%

2.6

9%

2.7

4%

2.6

7%

2.2

3%

94%

95%

96%

97%

98%

99%

100%

I-2008 II-2008 III-2008 IV-2008 I-2009 II-2009 III-2009*

Valas

Rupiah

92.68%

97.48%

111.10%

117.50%

108.58%

104.53%

110.72%

110.02%

0.00% 20.00% 40.00% 60.00% 80.00% 100.00% 120.00% 140.00%

2007

I-2008

II-2008

III-2008

IV-2008

I-2009

II-2009

III-2009*

Bab III : Perkembangan Perbankan Daerah

Bank Indonesia Padang 20

Sumber: SEKDA, BI

Grafik 3.5. – Perkembangan DPK Bank Umum

Sumber: SEKDA, BI

Grafik 3.6. – Perkembangan DPK Bank Umum Berdasarkan

Kelompok Bank

Sumber: SEKDA, BI

Grafik 3.7. – Perkembangan DPK Bank Umum Berdasarkan

Jenis Simpanan

Sumber: SEKDA, BI

Grafik 3.8. – Komposisi DPK Bank Umum Berdasarkan Rupiah dan

Valuta Asing

Sumber: SEKDA, BI

Grafik 3.9. – Perkembangan Jumlah Rekening Bank Umum

Berdasarkan Jenis Simpanan

Sumber: SEKI, BI

Grafik 3.10. – Perkembangan Suku Bunga Tabungan dan

Suku Bunga Deposito Bank Umum

Dari sisi golongan pemilik, peningkatan DPK praktis hanya terjadi pada

simpanan Pemerintah Daerah dan Badan Usaha Milik Negara yang

bergerak pada sektor non-keuangan. Perkembangan simpanan perseorangan

dan simpanan milik swasta berada pada arah penurunan (Grafik 3.12). Efek

perayaan hari raya lebaran terlihat dalam triwulan III-2009. Sebagian masyarakat

lebih banyak memutuskan untuk memegang dananya untuk memenuhi

kebutuhan perayaan hari raya. Begitupula pada sektor swasta, sebagian dananya

12,000,000

12,500,000

13,000,000

13,500,000

14,000,000

14,500,000

15,000,000

15,500,000

16,000,000

Juta

Ru

pia

h

0

2,000,000

4,000,000

6,000,000

8,000,000

10,000,000

12,000,000

14,000,000

2007 I-2008 II-2008 III-2008 IV-2008 I-2009 II-2009 III-2009*

Juta

Ru

pia

h

Bank Pemerintah Bank Swasta Nasional

0

1,000,000

2,000,000

3,000,000

4,000,000

5,000,000

6,000,000

7,000,000

8,000,000

2007 I-2008 II-2008 III-2008 IV-2008 I-2009 II-2009 III-2009*

Juta

Ru

pia

h

Giro Tabungan Simpanan Berjangka

94%

95%

96%

97%

98%

99%

100%

Valuta Asing

Rupiah

1,650,000

1,700,000

1,750,000

1,800,000

1,850,000

1,900,000

1,950,000

2,000,000

0

5,000

10,000

15,000

20,000

25,000

30,000

35,000

40,000

Re

ken

ing (satu

an)R

eke

nin

g (s

atu

an)

Giro Simpanan Berjangka Tabungan (Sisi Kanan)

0

2

4

6

8

10

12

Jan

-08

Fe

b-0

8

Ma

r-0

8

Ap

r-0

8

Ma

y-0

8

Jun

-08

Jul-

08

Au

g-0

8

Se

p-0

8

Oc

t-0

8

No

v-0

8

De

c-0

8

Jan

-09

Fe

b-0

9

Ma

r-0

9

Ap

r-0

9

Ma

y-0

9

Jun

-09

Jul-

09

Au

g-0

9

Pe

rse

n (

%)

Tabungan

Deposito 1 Bln

Deposito 3 Bln

Deposito 6 Bln

Deposito 12 Bln

21

Bab III :Perkembangan Perbankan Daerah

Bank Indonesia Padang

banyak digunakan untuk melakukan ekspansi penjualan barang dan jasa untuk

memenuhi permintaan masyarakat yang tinggi terkait hari raya lebaran.

Sumber: SEKDA, BI

Grafik 3.11. – Perkembangan Simpanan Perseorangan

Bank Umum Sumbar

Sumber: SEKDA, BI

Grafik 3.12. – Perkembangan DPK Bank Umum Berdasarkan

Pemilik Lainnya

Penyaluran kredit oleh perbankan umum di Sumbar pada triwulan III-

2009 masih belum menunjukkan kinerja terbaiknya. Pertumbuhan kredit

bank umum Sumbar pada triwulan III-2009 menunjukkan -0,92%, dengan total

kredit yang disalurkan mencapai Rp17,21 triliun (Grafik 3.13). Persepsi risiko

perbankan umum yang masih tinggi terhadap kegiatan usaha di sektor riil terlihat

dari penerapan suku bunga kredit yang jauh lebih tinggi dibandingkan suku

bunga acuan BI-rate. Suku bunga kredit modal kerja masih berada pada kisaran

14-15%, sedangkan suku bunga kredit investasi berada di kisaran 13-14%,

keduanya terpatok cukup jauh dibandingkan BI-rate yang sudah berada pada

6,5%. Perbankan menerapkan prosedur ketat dalam kebijakan persetujuan kredit

sebagai upaya untuk meminimalkan potensi terjadinya peningkatan NPL.

Penyaluran kredit konsumsi menjadi pilihan yang aman bagi perbankan

umum di tengah iklim usaha yang masih belum stabil. Pada triwulan III-

2009 secara triwulanan hanya kredit konsumsi yang mengalami pertumbuhan

positif, yaitu sebesar 3,84%, dengan pangsa terhadap total kredit mencapai

42,92% (Grafik 3.16). Meskipun dengan suku bunga kredit konsumsi yang berada

pada kisaran 16-17%, dari sisi perbankan masih merupakan kredit andalan yang

memiliki risiko lebih rendah dibandingkan pada kredit investasi maupun modal

kerja. Sedangkan dari sisi masyarakat, kredit konsumsi masih sangat dibutuhkan

untuk memenuhi pengeluaran yang tidak sepenuhnya dapat ditutup oleh

pendapatan.

-10.00%

-5.00%

0.00%

5.00%

10.00%

15.00%

20.00%

0

2,000,000

4,000,000

6,000,000

8,000,000

10,000,000

12,000,000

Juta

Ru

pia

h

Simpanan Perseorangan Pertumbuhan (qtq)

0

2,000,000

4,000,000

6,000,000

8,000,000

10,000,000

12,000,000

Juta

Ru

pia

h

Lembaga Keuangan BUMN/Pemerintah

Lembaga Keuangan Swasta

Pemerintah Daerah

Badan Usaha Bukan Keuangan Milik Negara

Badan Usaha Bukan-Keuangan Milik Swasta

Simpanan Perseorangan

Sektor Swasta Lainnya

Bab III : Perkembangan Perbankan Daerah

Bank Indonesia Padang 22

Sumber: SEKDA, BI

Grafik 3.13. – Perkembangan dan Pertumbuhan (qtq)

Penyaluran Kredit Bank Umum (Lokasi Proyek)

Sumber: SEKDA, BI

Grafik 3.14. – Perkembangan Penyaluran Kredit Bank

Umum (Lokasi Proyek) Berdasarkan Kelompok Bank

Sumber: SEKDA, BI

Grafik 3.15. – Perkembangan Penyaluran Kredit Bank

Umum (Lokasi Proyek) Berdasarkan Jenis Penggunaan

Sumber: SEKDA, BI

Grafik 3.16. – Pangsa Penyaluran Kredit Bank Umum

(Lokasi Proyek) Berdasarkan Jenis Penggunaan

Di sisi sektoral, penyaluran kredit masih terbatas terkait dengan kegiatan

ekonomi yang belum kembali bergairah. Kegiatan ekonomi di sektor

perdagangan masih dapat berjalan dengan baik di tengah ketidakpastian kondisi

ekonomi. Penyaluran kredit di sektor perdagangan mengalami peningkatan

positif sebesar 1,68% dibandingkan triwulan sebelumnya (Grafik 3.17). Kebutuhan

kredit di sektor perdagangan dibutuhkan untuk memenuhi stok penjualan dan

juga mendukung distribusi barang. Penyaluran kredit di sektor pertanian,

pertambangan, perindustrian, dan jasa-jasa mengalami kontraksi. Perbankan

umum masih berhati-hati dalam menyalurkan kredit di sektor-sektor tersebut.

Selain itu, penerapan suku bunga kredit yang tinggi mengurangi insentif pelaku

usaha untuk menggunakan pinjaman dari perbankan.

Penyaluran kredit modal kerja dan investasi memiliki pertumbuhan

positif hanya di sektor perdagangan. Pertumbuhan triwulanan kredit investasi

di sektor perdagangan sebesar 3,20%, sedangkan kredit modal kerja di sektor

-2.00%

0.00%

2.00%

4.00%

6.00%

8.00%

10.00%

12.00%

14.00%

16.00%

0

5,000,000

10,000,000

15,000,000

20,000,000

Juta

Ru

pia

h

Total Kredit Pertumbuhan (qtq)

0

2,000,000

4,000,000

6,000,000

8,000,000

10,000,000

12,000,000

14,000,000

2007 I-2008 II-2008 III-2008 IV-2008 I-2009 II-2009 III-2009*

Juta

Ru

pia

h

Bank Pemerintah Bank Swasta Nasional Bank Asing dan Bank Campuran

0

1,000,000

2,000,000

3,000,000

4,000,000

5,000,000

6,000,000

7,000,000

8,000,000

Juta

Ru

pia

h

Kredit Investasi

Kredit Modal Kerja

Kredit Konsumsi

19

.52

%

17

.14

%

13

.72

%

12

.54

%

17

.45

%

18

.34

%

19

.61

%

19

.51

%

42

.19

%

43

.50

%

46

.75

%

46

.84

%

41

.59

%

40

.06

%

39

.44

%

37

.57

%

38

.30

%

39

.36

%

39

.53

%

40

.62

%

40

.96

%

41

.59

%

40

.95

%

42

.92

%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

Kredit Konsumsi

Kredit Modal Kerja

Kredit Investasi

23

Bab III :Perkembangan Perbankan Daerah

Bank Indonesia Padang

yang sama meningkat 1,45% (Grafik 3.19 dan Grafik 3.20). Tekanan terbesar pada

kredit modal kerja terjadi di sektor pertanian yang mengalami penurunan sebesar

-20,02% (qtq) dari Rp730,03 miliar pada triwulan sebelumnya menjadi sebesar

Rp583,89 miliar. Harga komoditas internasional CPO berada pada trend yang

mengalami penurunan mendorong berkurangnya penerimaan pada sub-sektor

perkebunan. Hal ini berimplikasi pada ekspansi produksi di sub-sektor perkebunan

yang menjadi tertahan.

Sumber: SEKDA, BI

Grafik 3.17. – Perkembangan Penyaluran Kredit Bank Umum

(Lokasi Proyek) Berdasarkan Sektor Ekonomi

Sumber: SEKDA, BI

Grafik 3.18. – Pangsa Penyaluran Kredit Bank Umum

(Lokasi Proyek) Berdasarkan Sektor Ekonomi

Sumber: SEKDA, BI

Grafik 3.19. – Perkembangan Penyaluran Kredit Modal Kerja

Bank Umum (Lokasi Proyek) Berdasarkan Sektor Ekonomi

Sumber: SEKDA, BI

Grafik 3.20. – Perkembangan Penyaluran Kredit

Investasi Bank Umum (Lokasi Proyek) Berdasarkan

Sektor Ekonomi

Perbankan umum di Sumbar perlu mewaspadai peningkatan risiko kredit

akibat memburuknya kualitas kredit. Pada triwulan III-2009 rasio NPL

mengalami peningkatan dari triwulan sebelumnya 2,05% menjadi 2,37% (Grafik

3.21). Meskipun masih berada di bawah batas aman yang ditetapkan Bank

Indonesia sebesar 5,00%, namun perbankan tetap perlu meningkatkan

pengawasan dan pengelolaan kreditnya. Jumlah kredit tidak lancar pada triwulan

0

1,000,000

2,000,000

3,000,000

4,000,000

5,000,000

6,000,000

7,000,000

8,000,000

Juta

Ru

pia

h Pertanian

Pertambangan

Perindustrian

Perdagangan

Jasa-jasa

Lain-lain

13.96% 0.93%

9.53%

24.43%

8.23%

42.92%

Pertanian

Pertambangan

Perindustrian

Perdagangan

Jasa-jasa

Lain-lain

0

500,000

1,000,000

1,500,000

2,000,000

2,500,000

3,000,000

3,500,000

4,000,000

Juta

Ru

pia

h Pertanian

Pertambangan

Perindustrian

Perdagangan

Jasa-jasa

Lain-lain0

200,000

400,000

600,000

800,000

1,000,000

1,200,000

1,400,000

1,600,000

1,800,000

2,000,000

Juta

Ru

pia

h Pertanian

Pertambangan

Perindustrian

Perdagangan

Jasa-jasa

Lain-lain

Bab III : Perkembangan Perbankan Daerah

Bank Indonesia Padang 24

III-2009 mencapai Rp390,7 miliar, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya

sebesar Rp357,04 miliar. Peningkatan NPL disebabkan oleh sebagian pelaku

ekonomi mengalami kesulitan memenuhi tenggat waktu jatuh tempo

pembayaran pokok dan bunga pinjaman. Jumlah kredit tidak lancar pada kredit

investasi meningkat 15,53% dibandingkan triwulan sebelumnya, dari Rp129,32

miliar menjadi Rp149,41 miliar. NPL kredit investasi mencapai 4,77%, lebih tinggi

dibandingkan kredit modal kerja 3,13%, dan kredit konsumsi 0,75% (Grafik 3.24).

Pengelolaan kualitas kredit investasi perlu menjadi perhatian khusus bagi

perbankan umum mengingat kondisi iklim usaha masih belum sepenuhnya stabil.

Sumber: EDW, BI

Grafik 3.21. – Perkembangan Rasio NPL Bank Umum

Sumbar (Lokasi Proyek)

Sumber: EDW, BI

Grafik 3.22. – Perkembangan NPL dan Total Kredit Bank

Umum Sumbar (Lokasi Proyek)

Sumber: EDW, BI

Grafik 3.23. – Perkembangan Rasio NPL Bank Umum

Sumbar (Lokasi Proyek) Berdasarkan Sektor Ekonomi

Sumber: EDW, BI

Grafik 3.24. – Perkembangan Rasio NPL Bank Umum

Sumbar (Lokasi Proyek) Berdasarkan Jenis Penggunaan

Besarnya dominasi dana jangka pendek pada perbankan umum di Sumbar

menyebabkan tingginya preferensi penyaluran kredit jangka pendek

yang memiliki risk exposure relatif rendah. Perkembangan DPK bank umum

di Sumbar dari aspek komposisi jangka waktu sebesar 88,25% merupakan dana

jangka pendek. Dana jangka pendek tersebut dalam bentuk tabungan, giro dan

deposito 1 bulan. Dengan rentang waktu yang pendek tersebut, maka

3.89% 3.97% 3.99%

2.67% 2.73%

2.39%

2.02%

1.69%

2.06% 2.05%

2.37%

0.00%

0.50%

1.00%

1.50%

2.00%

2.50%

3.00%

3.50%

4.00%

4.50%

0

50,000

100,000

150,000

200,000

250,000

300,000

350,000

400,000

450,000

0

2,000,000

4,000,000

6,000,000

8,000,000

10,000,000

12,000,000

14,000,000

16,000,000

18,000,000

Juta

Ru

pia

h

Juta

Ru

pia

h

Total Kredit (Sisi Kiri) NPL (Sisi Kanan)

0.00%

10.00%

20.00%

30.00%

40.00%

50.00%

60.00%

0.00%

2.00%

4.00%

6.00%

8.00%

10.00%

12.00%

14.00%

16.00%

18.00%

I-2

00

7

II-2

00

7

III-2

00

7

IV-2

00

7

I-2

00

8

II-2

00

8

III-2

00

8

IV-2

00

8

I-2

00

9

II-2

00

9

III-2

00

9*

Pertanian

Pertambangan

Industri pengolahan

Konstruksi

Perdagangan

Pengangkutan

Jasa Dunia Usaha

Jasa Sosial Masyarakat

Lain-lain

Konstruksi

Listrik,Gas dan Air (Sisi Kanan)

0.00%

1.00%

2.00%

3.00%

4.00%

5.00%

6.00%

7.00%

Modal Kerja

Investasi

Konsumsi

25

Bab III :Perkembangan Perbankan Daerah

Bank Indonesia Padang

pengelolaan risiko likuiditas perbankan disiasati melalui penyaluran pada kredit

konsumsi yang memiliki jangka waktu relatif lebih pendek dibandingkan kredit

modal kerja maupun kredit investasi. Sementara itu, pangsa kredit konsumsi dan

modal kerja terhadap total kredit bank umum di Sumbar masing-masing mencapai

42,92% dan 37,57% (total 80,49%) (Grafik 3.26). Kondisi ini menggambarkan

bahwa perbankan umum berhati-hati dalam penyaluran dananya, dengan

penyaluran terbesar pada kredit jangka pendek yang memiliki risk exposure relatif

rendah dan potensi maturity mismatch yang minimum.

Sumber: SEKDA, BI

Grafik 3.25. – Perkembangan Simpanan Berjangka

(Deposito) Bank Umum Sumbar Berdasarkan Jangka

Waktu

Sumber: SEKDA, BI

Grafik 3.26. – Komposisi Kredit Bank Umum Sumbar

(Lokasi Proyek) Berdasarkan Jenis Penggunaan

Sumber: SEKDA, BI

Grafik 3.27. - Komposisi DPK Bank Umum Sumbar (Lokasi

Proyek) Berdasarkan Golongan Pemilik

Sumber: SEKI, BI

Grafik 3.28. – Perkembangan Tingkat Suku Bunga

Kredit dan BI-rate

Penerapan suku bunga kredit yang masih persisten tinggi mengakibatkan

cost of borrowing dari pelaku usaha yang menggunakan pinjaman dari

perbankan menjadi relatif meningkat. Meskipun BI-rate hingga triwulan III-

2009 dibandingkan akhir tahun 2008 telah dipangkas sebesar 275 bps namun suku

bunga kredit belum juga berangsur-angsur menurun. Di sisi perbankan, kondisi ini

meningkatkan net-interest margin (NIM) dengan melihat suku bunga simpanan

0

500,000

1,000,000

1,500,000

2,000,000

2,500,000

3,000,000

3,500,000

Juta

Ru

pia

h

1 Bulan

3 Bulan

6 Bulan

12 Bulan

Lainnya

19

.52

%

17

.14

%

13

.72

%

12

.54

%

17

.45

%

18

.34

%

19

.61

%

19

.51

%

42

.19

%

43

.50

%

46

.75

%

46

.84

%

41

.59

%

40

.06

%

39

.44

%

37

.57

%

38

.30

%

39

.36

%

39

.53

%

40

.62

%

40

.96

%

41

.59

%

40

.95

%

42

.92

%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

Kredit Konsumsi

Kredit Modal Kerja

Kredit Investasi

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%Lembaga Keuangan BUMN/PemerintahLembaga Keuangan SwastaPemerintah Daerah

Badan Usaha Bukan Keuangan Milik NegaraBadan Usaha Bukan-Keuangan Milik SwastaPerseorangan

Sektor Swasta Lainnya0.00%

2.00%

4.00%

6.00%

8.00%

10.00%

12.00%

14.00%

16.00%

18.00%

BI-rate

Modal Kerja

Investasi

Konsumsi

Bab III : Perkembangan Perbankan Daerah

Bank Indonesia Padang 26

yang lebih sensitif terhadap penurunan BI-rate. Namun dari sisi peminjam justru

kondisi ini semakin memberatkan biaya pinjamannya. Potensi risiko pasar yang

dianggap masih cukup besar, mendorong perbankan masih mempertahankan

suku bunga kredit tinggi sebagai kompensasi atas risiko tersebut. Rigiditas suku

bunga kredit ini jika terus berlangsung tentunya menghambat ekspansi ekonomi

oleh para pelaku usaha. Padahal secara ekonomi pun tekanan tingkat inflasi

relatif menurun.

Sumber: EDW, BI

Grafik 3.29. – Perkembangan NPL Nominal dan Kredit

Kolektibilitas 2 Sumbar (Lokasi Proyek)

Sumber: EDW, BI

Grafik 3.30. – Perkembangan Kredit Kolektibilitas 2

Sumbar (Lokasi Proyek) Berdasarkan Jenis Penggunaan

Potensi memburuknya kualitas kredit bank umum di Sumatera Barat

semakin meningkat setelah sebelumnya membaik pada triwulan II-2009.

Meningkatnya jumlah kredit dalam perhatian khusus (kategori kolektibilitas 2)

pada triwulan III-2009 sebesar 21,41% dibandingkan triwulan sebelumnya, dari

Rp503,54 miliar menjadi Rp757,65 miliar (Grafik 3.29). Perbankan perlu lebih

cermat dalam pemilahan kreditur potensialnya dan pengelolaan kualitas kredit

perlu ditingkatkan untuk mencegah jumlah kredit tidak lancar yang semakin

besar.

Dari sisi penggunaan, peningkatan jumlah kredit dalam perhatian khusus

terbesar terjadi pada kredit investasi. Dibandingkan triwulan sebelumnya,

peningkatan kredit investasi yang masuk kategori dalam perhatian khusus

mencapai 84,42%, sedangkan kredit modal kerja sebesar 52,98%, dan kredit

konsumsi sebesar 34,01% (Grafik 3.30). Kejadian gempa yang menimpa Sumbar

pada 30 September 2009 lalu menyebabkan sebagian aset ekonomi ikut hancur,

dan kegiatan usaha ikut tersendat. Dengan demikian, diperlukan suatu kebijakan

khusus untuk memberikan kelonggaran dan pemberian tambahan tenggat waktu

jatuh tempo pokok maupun bunga pinjaman bagi para pelaku usaha yang

0

100,000

200,000

300,000

400,000

500,000

600,000

700,000

800,000

Juta

Rup

iah

2-Dalam Perhatian Khusus NPL

0

50000

100000

150000

200000

250000

300000

350000

Juta

Ru

pia

h

Modal Kerja

Investasi

Konsumsi

27

Bab III :Perkembangan Perbankan Daerah

Bank Indonesia Padang

terkena musibah gempa. Kebijakan ini diharapkan dapat mengurangi beban para

pelaku usaha sekaligus mencegah terjadinya kualitas kredit perbankan umum

yang semakin memburuk.

Sumber: EDW, BI

Grafik 3.31. – Perkembangan Kredit Kolektibilitas 2 Sumbar

(Lokasi Proyek) Berdasarkan Sektor Ekonomi

Sumber: EDW, BI

Grafik 3.32. – Perkembangan Kredit Kolektibilitas 2

Sumbar (Lokasi Proyek) Sub-Sektor Perkebunan

Penyaluran kredit Mikro, Kecil, dan Menengah (MKM) masih dapat

tumbuh positif terkait masih menggeliatnya konsumsi rumah tangga dan

juga berjalannya industri skala kecil dan menengah. Penyaluran kredit MKM

pada triwulan III-2009 meningkat 2,65% dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu

dari Rp13,17 triliun menjadi Rp13,52 triliun (Grafik 3.33). Peningkatan terbesar

terjadi pada penyaluran kredit konsumsi sebesar 3,83%, dan kemudian kredit

modal kerja sebesar 1,58%. Berdasarkan sisi sektoral, penyaluran kredit MKM ini

masih mengalami peningkatan meskipun iklim ekonomi masih belum sepenuhnya

membaik. Hal ini menunjukkan industri skala UKM dan kegiatan perdagangan

masih dapat berlangsung. Dibandingkan triwulan sebelumnya, penyaluran kredit

di sektor industri meningkat sebesar 3,43%, dan di sektor perdagangan sebesar

1,92% (Grafik 3.37). Kredit skala MKM masih dibutuhkan oleh para pelaku UKM

dalam menjaga keberlangsungan usahanya, selain itu dengan bentuk usaha yang

cenderung berbasis kebutuhan rumah tangga sangat terbantu oleh konsumsi

rumah tangga yang masih tinggi di Sumbar. Pada sisi lain, hal ini menunjukkan

bahwa kegiatan ekonomi di skala UKM dapat menjadi buffer (penahan) ketika

iklim ekonomi masih belum stabil.

0

50000

100000

150000

200000

250000

300000

350000I-

20

07

II-2

00

7

III-2

00

7

IV-2

00

7

I-2

00

8

II-2

00

8

III-2

00

8

IV-2

00

8

I-2

00

9

II-2

00

9

III-2

00

9*

Juta

Ru

pia

h

Pertanian

Pertambangan

Industri pengolahan

Listrik,Gas dan Air

Konstruksi

Perdagangan

Pengangkutan

Jasa Dunia Usaha

Jasa Sosial Masyarakat

Lain-lain

020000400006000080000

100000120000140000160000180000

I-2

00

7

II-2

00

7

III-2

00

7

IV-2

00

7

I-2

00

8

II-2

00

8

III-2

00

8

IV-2

00

8

I-2

00

9

II-2

00

9

III-2

00

9*

Juta

Ru

pia

h

Bab III : Perkembangan Perbankan Daerah

Bank Indonesia Padang 28

Sumber: SEKDA, BI

Grafik 3.33. – Perkembangan dan Pertumbuhan (qtq)

Kredit MKM Sumbar (Lokasi Proyek)

Sumber: SEKDA, BI

Grafik 3.34. – Perkembangan Kredit MKM Sumbar (Lokasi

Proyek) Berdasarkan Kelompok Bank

Sumber: SEKDA, BI

Grafik 3.35. – Perkembangan Kredit MKM (Lokasi

Proyek) Berdasarkan Plafon

Sumber: SEKDA, BI

Grafik 3.36. –Perkembangan Kredit MKM (Lokasi Proyek)

Berdasarkan Jenis Penggunaan

Dari sisi kualitas kredit, terjadi peningkatan NPL pada kredit MKM dari

1,98% pada triwulan sebelumnya menjadi 2,29% pada triwulan III-2009.

Peningkatan NPL terbesar terjadi pada sektor yang berkaitan dengan kegiatan

usaha. NPL kredit MKM terbesar terjadi pada kredit investasi sebesar 6,29%.

Kemudian disusul oleh kredit modal kerja sebesar 3,80%. NPL kredit MKM untuk

kredit konsumsi relatif kecil, yaitu hanya sebesar 0,75% (Grafik 3.40). Secara

sektoral, belum membaiknya harga komoditas pertanian unggulan ekspor seperti

CPO, dan pola pertanian yang masih bergantung pada musim (terutama untuk

tanaman bahan makanan), mengakibatkan sejumlah pelaku ekonomi di sektor

pertanian mengalami kendala dalam pengembalian pokok dan bunga pinjaman

kredit MKM. NPL kredit MKM di sektor pertanian pada triwulan III-2009 mencapai

9,62% (Grafik 3.41). Tingginya NPL di sektor tersebut memerlukan pengawasan

dan pengelolaan intensif dari pihak perbankan agar kualitas kreditnya tidak

semakin memburuk.

0.00%

2.00%

4.00%

6.00%

8.00%

10.00%

12.00%

14.00%

16.00%

0

2,000,000

4,000,000

6,000,000

8,000,000

10,000,000

12,000,000

14,000,000

16,000,000

Juta

Ru

pia

h

Total Kredit MKM Pertumbuhan (qtq)

0

2,000,000

4,000,000

6,000,000

8,000,000

10,000,000

12,000,000

Juta

Ru

pia

h

Bank Pemerintah

Bank Swasta Nasional

Bank Asing dan Bank

Campuran

Bank Perkreditan Rakyat

0

1,000,000

2,000,000

3,000,000

4,000,000

5,000,000

6,000,000

7,000,000

Juta

Ru

pia

h

Mikro (sd Rp 50 juta)

Kecil (> Rp 50 juta - Rp 500 juta)

Menengah (> Rp 500

juta - Rp 5 miliar)

0

1,000,000

2,000,000

3,000,000

4,000,000

5,000,000

6,000,000

7,000,000

8,000,000

Juta

Ru

pia

hModal Kerja

Investasi

Konsumsi

29

Bab III :Perkembangan Perbankan Daerah

Bank Indonesia Padang

Sumber: SEKDA, BI

Grafik 3.37. – Perkembangan Kredit MKM (Lokasi Proyek)

Berdasarkan Sektor Ekonomi

Sumber: SEKDA, BI

Grafik 3.38. – Perkembangan Kredit MKM (Lokasi

Proyek) Berdasarkan Sektor Ekonomi

Sumber: EDW, BI Grafik 3.39. – Perkembangan NPL Kredit MKM Sumbar

(Lokasi Proyek)

Sumber: EDW, BI Grafik 3.40. – Perkembangan Rasio NPL Kredit MKM

Sumbar (Lokasi Proyek) Berdasarkan Jenis Penggunaan

Sumber: EDW, BI

Grafik 3.41. – Perkembangan Rasio NPL Kredit MKM

Sumbar (Lokasi Proyek) Berdasarkan Sektor Ekonomi

Sumber: EDW, BI

Grafik 3.42. – Perkembangan NPL nominal dan

Kolektibilitas 2 Kredit Kredit MKM Sumbar (Lokasi

Proyek)

Potensi peningkatan NPL pada kredit MKM perlu diwaspadai mengingat

kredit MKM kategori dalam perhatian khusus mengalami peningkatan

43,93% dibandingkan triwulan sebelumnya (Grafik 3.42). Pada triwulan III-

2009, jumlah kredit dalam perhatian khusus (kolektibilitas 2) pada kredit investasi

mengalami peningkatan terbesar dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu

sebesar 66,20%, sedangkan kredit modal kerja meningkat 47,78%, dan kredit

0

1,000,000

2,000,000

3,000,000

4,000,000

5,000,000

6,000,000

7,000,000

8,000,000

Juta

Ru

pia

h Pertanian

Pertambangan

Perindustrian

Perdagangan

Jasa-jasa

Lain-lain

4.35%

0.28%

1.10%

27.88%

9.69%

56.70%

Pertanian

Pertambangan

Perindustrian

Perdagangan

Jasa-jasa

Lain-lain

2.59%2.29%

1.97%1.80%

2.30%1.98%

2.29%

0.00%

0.50%

1.00%

1.50%

2.00%

2.50%

3.00%

0.00%

1.00%

2.00%

3.00%

4.00%

5.00%

6.00%

7.00%

8.00%

Modal Kerja

Investasi

Konsumsi

0.00%

10.00%

20.00%

30.00%

40.00%

50.00%

60.00%

0.00%

2.00%

4.00%

6.00%

8.00%

10.00%

12.00%

Pertanian

Pertambangan

Industri pengolahan

Perdagangan

Jasa Dunia Usaha

Lain-lain

Listrik,Gas dan Air (Sisi Kanan) 0

100000

200000

300000

400000

500000

600000

700000

800000

Juta

Rup

iah

Kolek 2

NPL

Bab III : Perkembangan Perbankan Daerah

Bank Indonesia Padang 30

konsumsi meningkat 34,01%. Hal ini menyiratkan bahwa meskipun kredit MKM

ini dibutuhkan untuk tetap menggairahkan keberlangsungan kegiatan ekonomi

skala UMKM, namun pengelolaan kualitas kredit harus tetap dilakukan. Prosedur

pemberian kredit harus diterapkan dengan prinsip kehati-hatian. Efek dari

dampak gempa di Sumbar ke depan diperkirakan akan memberikan tekanan pada

kualitas kredit MKM. Pada triwulan III-2009 saja peningkatan jumlah kredit MKM

pada sektor konstruksi dan bangunan yang masuk dalam kategori dalam

pengawasan khusus mengalami peningkatan sebesar 100,47% dibandingkan

triwulan sebelumnya, yaitu dari Rp9,784 miliar menjadi Rp19,61 miliar (Grafik

3.44). Dengan demikian diperlukan skema kelonggaran pengembalian kredit

MKM khusus bagi pelaku ekonomi pada sektor-sektor yang mengalami tekanan

paling besar akibat gempa di Sumbar.

Sumber: EDW, BI

Grafik 3.43. – Perkembangan Kolektibilitas 2 Kredit MKM

Sumbar (Lokasi Proyek) Berdasarkan Jenis Penggunaan

Sumber: EDW, BI

Grafik 3.44. – Perkembangan Kolektibilitas 2 Kredit

MKM Sumbar (Lokasi Proyek) Berdasarkan Sektor

Ekonomi

Perkembangan aset Bank Perkreditan Rakyat (BPR) pada triwulan III-2009

cenderung stagnan dibandingkan triwulan sebelumnya. Posisi aset BPR di

Sumbar pada triwulan III-2009 dibandingkan triwulan sebelumnya relatif tidak

mengalami perubahan, tetap beradap pada posisi Rp1,01 triliun (Grafik 3.45).

Pertumbuhan aset apabila dilihat secara tahunan mengalami perlambatan, dari

triwulan sebelumnya yang mampu tumbuh sebesar 16,72% kemudian melambat

menjadi sebesar 10,87%. Belum kondusifnya sepenuhnya kondisi ekonomi

menyebabkan perkembangan BPR untuk melakukan ekspansi usaha dan

penempatan aset keuangannya menjadi relatif terbatas.

Kemampuan BPR dalam pengumpulan DPK pada triwulan III-2009 kurang

menggembirakan. Pada triwulan III-2009 terjadi penurunan DPK oleh BPR

sebesar 1,61% dibandingkan triwulan sebelumnya. Total DPK BPR di Sumbar pada

0

50000

100000

150000

200000

250000

300000

350000

Juta

Ru

pia

h

Modal Kerja

Investasi

Konsumsi

0

50000

100000

150000

200000

250000

300000

350000Ju

ta R

up

iah

Pertanian

Pertambangan

Industri pengolahan

Listrik,Gas dan Air

Konstruksi

Perdagangan

Pengangkutan

Jasa Dunia Usaha

Jasa Sosial Masyarakat

Lain-lain

31

Bab III :Perkembangan Perbankan Daerah

Bank Indonesia Padang

triwulan III-2009 mencapai Rp617,47 miliar, lebih rendah dibandingkan triwulan

sebelumnya sebesar Rp627,57 miliar (Grafik 3.46). Penurunan ini terjadi akibat

jumlah tabungan di BPR yang pangsanya terhadap total DPK mencapai 57,29%

mengalami penurunan sebesar 4,37% (qtq). Penurunan ini terjadi akibat sebagian

masyarakat memutuskan untuk lebih memegang dananya guna memenuhi

kebutuhan terkait perayaan hari raya lebaran dan juga pemenuhan kebutuhan

lainnya. Di sisi lain, deposito yang menawarkan tingkat pengembalian lebih tinggi

dibandingkan tabungan mengalami peningkatan sebesar 2,36% (qtq).

Sumber: SEKDA, BI

Grafik 3.45. – Perkembangan Aset BPR Sumbar

Sumber: SEKDA, BI

Grafik 3.46. – Perkembangan Jumlah DPK BPR Sumbar

Berdasarkan Jenis Simpanan

Sumber: SEKDA, BI

Grafik 3.47. – Perkembangan Jumlah Rekening DPK BPR

Sumbar Berdasarkan Jenis Simpanan

Sumber: SEKDA, BI Grafik 3.48. – Perkembangan Simpanan Deposito BPR Sumbar

Berdasarkan Jangka Waktu

Sebagaimana DPK pada bank umum, komposisi DPK BPR di Sumbar yang

didominasi oleh dana jangka pendek berimplikasi pada preferensi yang

relatif lebih tinggi untuk menyalurkan pada kredit jangka pendek. Jumlah

tabungan BPR terhadap total DPK pada triwulan III-2009 mencapai 57,29% (Grafik

3.47), sedangkan jumlah deposito 1 bulan terhadap total DPK sebesar 17,03%.

Jumlah dana jangka pendek terhadap total DPK keseluruhan mencapai 74,32%.

Kondisi ini berdampak pada pilihan penyaluran kredit oleh BPR dengan risk

0

200,000

400,000

600,000

800,000

1,000,000

1,200,000

I-2008 II-2008 III-2008 IV-2008 I-2009 II-2009 III-2009*

Juta

Ru

pia

h

0

100,000

200,000

300,000

400,000

500,000

600,000

700,000

Juta

Ru

pia

h

Tabungan Simpanan Berjangka Total DPK

10,500

11,000

11,500

12,000

12,500

13,000

0

100,000

200,000

300,000

400,000

500,000

600,000

700,000

bily

et

(sat

uan

)

Re

ken

ing

(sat

uan

)

Tabungan (Sisi Kiri)Simpanan Berjangka (Sisi Kanan)

0

20,000

40,000

60,000

80,000

100,000

120,000

Juta

Rup

iah

1 Bulan

3 Bulan

6 Bulan

12 Bulan

Lainnya

Bab III : Perkembangan Perbankan Daerah

Bank Indonesia Padang 32

exposure rendah dan potensi terjadi maturity mismatch paling minimum.

Penyaluran kredit untuk pelaku usaha pun banyak yang disalurkan untuk kredit

modal kerja dengan pangsa terhadap total kredit yang disalurkan oleh BPR

sebesar 64,18%, dan kemudian untuk kredit konsumsi dengan pangsa sebesar

25,02%. Penyaluran pada kredit investasi yang memiliki jangka waktu lebih

panjang hanya mendapat porsi terkecil dari total kredit yang disalurkan, yaitu

hanya sebesar 10.8%.

Sumber: SEKDA, BI

Grafik 3.49. – Perkembangan Kredit BPR Sumbar (Lokasi

Proyek)

Sumber: SEKDA, BI

Grafik 3.50. – Perkembangan Kredit BPR Sumbar

Berdasarkan Jenis Penggunaan (Lokasi Proyek)

Sumber: SEKDA, BI

Grafik 3.51. – Perkembangan Kredit BPR Sumbar

Berdasarkan Sektor Ekonomi (Lokasi Proyek)

Sumber: SEKDA, BI

Grafik 3.52. – Pangsa Kredit BPR Sumbar Berdasarkan

Sektor Ekonomi (Lokasi Proyek)

Kinerja intermediasi perbankan dari BPR di Sumbar menunjukkan

peningkatan pada triwulan III-2009. Loan-to-deposit ratio (LDR) BPR di Sumbar

lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya dari 118,63% menjadi 123,09%

(Grafik 3.53). Di saat perkembangan DPK dibandingkan triwulan sebelumnya

mengalami pertumbuhan negatif, di sisi lain penyaluran kredit oleh BPR masih

dapat tumbuh positif. Pasokan dana yang tersedia di BPR tidak mampu

mencukupi pemenuhan kredit di wilayah Sumatera Barat. Pasokan dana dari

-5.00%

0.00%

5.00%

10.00%

15.00%

0

100,000

200,000

300,000

400,000

500,000

600,000

700,000

800,000

Juta

Ru

pia

h

Total Kredit Pertumbuhan (qtq)

0

100,000

200,000

300,000

400,000

500,000

600,000

Juta

Ru

pia

h

Kredit Investasi

Kredit Modal Kerja

Kredit Konsumsi

0

50,000

100,000

150,000

200,000

250,000

300,000

350,000

Juta

Ru

pia

h Pertanian

Pertambangan

Perindustrian

Perdagangan

Jasa-jasa

Lain-lain

16.56%

0.00% 1.81%

43.73%

11.76%

26.14%

Pertanian

Pertambangan

Perindustrian

Perdagangan

Jasa-jasa

Lain-lain

33

Bab III :Perkembangan Perbankan Daerah

Bank Indonesia Padang

lembaga keuangan lain yang beroperasi baik di dalam ataupun di luar Sumbar

masih cukup berperan dalam pemenuhan permintaan kredit di Sumbar.

Jumlah NPL BPR di Sumbar pada triwulan III-2009 mengalami

peningkatan. Perkembangan NPL BPR pada triwulan III-2009 sebesar 8,37%

menunjukkan peningkatan dibandingkan pada triwulan II-2009 sebesar 7,48%

(Grafik 3.54). Kondisi ini menunjukkan kualitas kredit yang disalurkan BPR relatif

memburuk. Trend peningkatan NPL ke depan harus mampu ditekan oleh BPR

melalui pengawasan dan pengelolaan kredit yang harus lebih intensif

dibandingkan saat ini.

Sumber: SEKDA, BI

Grafik 3.53. – Perkembangan LDR BPR

Sumber: LBBPR, BI

Grafik 3.54. – Perkembangan NPL BPR

Perkembangan aset bank umum syariah di Sumbar mengalami

pertumbuhan yang terus meningkat. Aset bank umum syariah di Sumbar pada

pada triwulan III-2009 mencapai Rp1,02 triliun, dua kali lipat jika dibandingkan

pada posisi triwulan I-2008 (Grafik 3.55). Pertumbuhan aset bank umum syariah di

Sumbar jika dibandingkan triwulan sebelumnya meningkat 3,87%, dan jika dilihat

secara tahunan terjadi peningkatan relatif tinggi yaitu sebesar 23,86%. Namun

demikian, kondisi perkembangan bank umum syariah di Sumbar masih dalam

kondisi early stage, masih ada potensi untuk mengalami peningkatan mengingat

hingga saat ini jumlah kantor bank umum syariah masih sangat terbatas.

Kinerja intermediasi perbankan umum syariah di Sumbar sedikit

mengalami penurunan. Financing-to-deposit ratio (FDR) pada triwulan III-2009

sebesar 155,92%, lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar

159,64% (Tabel 3.2). Penurunan FDR lebih disebabkan oleh pertumbuhan DPK

yang meningkat lebih tinggi dibandingkan peningkatan total pembiayaan.

Namun demikian, secara umum dapat dikatakan bahwa kiprah bank umum

syariah dalam upaya penyaluran pembiayaan cukup tinggi yang tampak dari FDR

107.11%

110.76%

119.19%

131.62%

112.87%

115.19%

118.62%

123.09%

0.00% 20.00% 40.00% 60.00% 80.00% 100.00% 120.00% 140.00%

2007

I-2008

II-2008

III-2008

IV-2008

I-2009

II-2009

III-2009* 8.76%

6.17%6.74%

6.02% 6.03%6.35%

7.03%7.48%

8.37%

0.00%

1.00%

2.00%

3.00%

4.00%

5.00%

6.00%

7.00%

8.00%

9.00%

10.00%

2006 2007 I-2008 II-2008 III-2008 IV-2008 I-2009 II-2009 III-2009

Bab III : Perkembangan Perbankan Daerah

Bank Indonesia Padang 34

jauh di atas 100%. Selain itu, jangkauan operasional bank umum syariah perlu

ditingkatkan agar mampu meraih pangsa pasar yang lebih besar.

Tabel 3.2. - Perkembangan Bank Umum Syariah di Sumatera Barat

Sumber: LBU, Bank Indonesia

Sumber: LBU, Bank Indonesia

Grafik 3.55. - Perkembangan Aset Bank Umum Syariah

Sumber: LBU, Bank Indonesia

Grafik 3.56. - Perkembangan DPK Bank Umum Syariah

Pengumpulan DPK oleh bank umum syariah di Sumatera Barat pada

triwulan III-2009 tumbuh sebesar 9,42% (qtq). Pertumbuhan ini lebih tinggi

dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 7,25%. Total DPK bank umum

syariah didominasi oleh tabungan (52,42%) dan deposito (38,28%) (Grafik 3.57).

Secara triwulanan pertumbuhan terbesar terjadi pada giro yang meningkat

sebesar 23,57%, kemudian disusul tabungan sebesar 10,15%, dan deposito sebesar

5,53%.

Pembiayaan bank umum syariah di Sumatera Barat banyak disalurkan

untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan modal kerja dan konsumsi. Total

pembiayaan yang disalurkan oleh bank umum syariah meningkat 6,87%

Pertumbuhan III-2009 Pangsa

(yoy) (qtq) III-2009

Asset 501,700 563,098 825,542 769,942 948,130 984,491 1,022,544 23.86% 3.87%

Total DPK 433,140 423,079 481,549 586,878 579,340 618,208 676,438 40.47% 9.42%

Giro 27,931 26,527 37,098 42,610 48,610 50,881 62,874 69.48% 23.57% 9.29%

Tabungan 234,192 239,056 259,894 282,218 303,184 321,942 354,609 36.44% 10.15% 52.42%

Deposito 171,017 157,496 184,557 262,050 227,546 245,385 258,955 40.31% 5.53% 38.28%

Total Pembiayaan 553,778 646,886 770,122 794,076 879,594 986,882 1,054,724 36.96% 6.87%

Modal Kerja 198,447 229,398 252,355 281,475 339,991 407,403 447,997 77.53% 9.96% 42.48%

Investasi 74,837 88,264 110,004 105,055 107,934 111,076 111,776 1.61% 0.63% 10.60%

Konsumsi 280,494 329,224 407,763 407,546 431,669 468,403 494,951 21.38% 5.67% 46.93%

FDR 127.85% 152.90% 159.93% 135.31% 151.83% 159.64% 155.92%

NPF (%) 1.75% 2.27% 1.64% 1.34% 1.80% 2.60% 2.85%

I-2009 II-2009 III-2009Indikator I-2008 II-2008 III-2008 IV-2008

-10.00%

0.00%

10.00%

20.00%

30.00%

40.00%

50.00%

-

200,000

400,000

600,000

800,000

1,000,000

1,200,000

Juta

Ru

pia

h

Asset Pertumbuhan (qtq)

-5.00%

0.00%

5.00%

10.00%

15.00%

20.00%

25.00%

-

100,000

200,000

300,000

400,000

500,000

600,000

700,000

800,000

Juta

Ru

pia

h

DPK Pertumbuhan (qtq)

35

Bab III :Perkembangan Perbankan Daerah

Bank Indonesia Padang

dibandingkan triwulan sebelumnya (Grafik 3.58). Pembiayaan yang disalurkan

untuk konsumsi komposisinya mencapai 46,93%, sedangkan modal kerja sebesar

42,48%, dan investasi 10,93% (Grafik 3.59). Secara umum pembiayaan oleh bank

umum syariah cukup besar disalurkan untuk kredit jangka pendek, baik di sektor

konsumtif maupun produktif. Sedangkan untuk pembiayaan investasi masih

relatif terbatas. Secara sektoral, penyaluran pembiayaan bank umum syariah

banyak disalurkan pada sektor lain-lain (46,93%), sektor jasa dunia usaha

(23,26%), dan sektor perdagangan (20,85%) (Grafik 3.60).

Sumber: LBU, Bank Indonesia

Grafik 3.57. - Perkembangan Komposisi DPK Bank Umum

Syariah

Sumber: LBU, Bank Indonesia

Grafik 3.58. - Perkembangan Pembiayaan Bank Umum

Syariah

Sumber: LBU, Bank Indonesia

Grafik 3.59. - Perkembangan Komposisi Pembiayaan Bank

Umum Syariah Berdasarkan Jenis Penggunaan

Sumber: LBU, Bank Indonesia

Grafik 3.60. - Perkembangan Komposisi Pembiayaan

Bank Umum Syariah Berdasarkan Sektor Ekonomi

-

50,000

100,000

150,000

200,000

250,000

300,000

350,000

400,000

Juta

Ru

pia

h

Giro

Tabungan

Deposito0.00%

5.00%

10.00%

15.00%

20.00%

25.00%

-

200,000

400,000

600,000

800,000

1,000,000

1,200,000

Juta

Ru

pia

h

Kredit Pertumbuhan (qtq)

-

100,000

200,000

300,000

400,000

500,000

600,000

I-2008 II-2008 III-2008 IV-2008 I-2009 II-2009 III-2009

Juta

Ru

pia

h

Modal Kerja Investasi Konsumsi

-

100,000

200,000

300,000

400,000

500,000

600,000

Juta

Ru

pia

h

Pertanian

Pertambangan

Industri

Listrik, Gas dan Air

Konstruksi

Perdagangan

Angkutan

Jasa Dunia

Jasa Sosial

Lain-Lain

Bab III : Perkembangan Perbankan Daerah

Bank Indonesia Padang 36

Tingkat Non-Performing

Financing (NPF) mengalami

peningkatan terkait dengan

memburuknya kualitas

pembiayaan bank umum

syariah di Sumbar. Pada

triwulan III-2009, NPF bank

umum syariah mencapai 2,85%,

lebih tinggi dibandingkan

triwulan sebelumnya sebesar 2,60% (Grafik 3.62). Dalam hal ini ekspansi

pembiayaan yang terus dilakukan oleh bank syariah harus juga diimbangi oleh

aspek kehati-hatian yang lebih tingga, sehingga potensi terjadinya kualitas

pembiayaan yang memburuk dapat dicegah. Jumlah pembiayaan yang masuk

dalam perhatian khusus jumlahnya pada triwulan III-2009 mencapai Rp67,67

miliar, meningkat 69,23% dibandingkan triwulan sebelumnya (Grafik 3.62).

Dengan demikian, pengelolaan dan pengawasan terhadap pembiayaan yang

telah disalurkan perlu semakin diintensifkan.

Sumber: LBU, Bank Indonesia

Grafik 3.61. - Perkembangan FDR Bank Umum Syariah

Sumber: LBU, Bank Indonesia

Grafik 3.62. - Perkembangan NPF Bank Umum Syariah

Sumber: LBU, Bank Indonesia

Grafik 3.63. - Perkembangan Kredit Bank Umum Syariah Dalam

Perhatian Khusus (Kolektibilitas 2)

127.85%

152.90%

159.93%

135.31%

151.83%

159.64%

155.92%

0.00% 50.00% 100.00% 150.00% 200.00%

I-2008

II-2008

III-2008

IV-2008

I-2009

II-2009

III-2009

1.75%

2.27%

1.64%

1.34%

1.80%

2.60%

0.00%

0.50%

1.00%

1.50%

2.00%

2.50%

3.00%

I-2008 II-2008 III-2008 IV-2008 I-2009 II-2009

-

10,000

20,000

30,000

40,000

50,000

60,000

70,000

80,000

I-2008 II-2008 III-2008 IV-2008 I-2009 II-2009 III-2009

Juta

Ru

pia

h

Bab 2 : Keuangan Pemerintah Daerah

Bank Indonesia Padang 37

BAB IV PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH

Melambatnya pertumbuhan ekonomi Sumbar pada semester I-2009

berdampak negatif terhadap penerimaan pemerintah. Dibandingkan tahun

lalu, penerimaan pajak pemerintah pusat mengalami penurunan (grafik 4.1.).

Penurunan paling tajam terjadi pada triwulan I-2009 khususnya bulan Januari dan

Februari 2009 pada saat kondisi krisis mencapai dasar. Hal yang sama juga terjadi

pada pendapatan Pemprov Sumbar. Sementara itu, realisasi Pendapatan Asli

Daerah (PAD) Pemprov Sumbar hingga akhir semester I-2009 juga mengalami

penurunan khususnya pada kelompok Pajak Daerah, Retribusi Daerah, dan Lain-

lain PAD yang Sah. Pada tahun lalu, realisasi pajak daerah mencapai Rp 663

milyar sedangkan hingga pertengahan tahun 2009 realisasi pajak daerah baru

mencapai Rp 299 juta.

Sumber : BI, diolah Sumber : BPK dan DPKD, diolah

Grafik 4.1 Perkembangan Penerimaan Pajak Pusat melalui Kas Negara di BI

Grafik 4.2. Perkembangan Penerimaan Daerah Pemprov Sumbar

Sumber : BI, diolah Sumber : BI, diolah

Grafik 4.3 Perkembangan Posisi Simpanan Pemerintah Provinsi Sumbar di Perbankan

Grafik 4.4. Perkembangan Posisi Simpanan Pemerintah Kabupaten dan Kota se-Sumbar

0

50,000

100,000

150,000

200,000

250,000

300,000

350,000

400,000

450,000

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep

2008 2009 rata-rata 2008 rata-rata 2009

0

100,000

200,000

300,000

400,000

500,000

600,000

700,000

Pajak Daerah Retribusi Daerah Pendapatan Hasil Pengelolaan

Kekayaan Daerah yang Dipisahkan

Lain-lain PAD yang Sah

Rp Juta

2007

2008

2009 (Sem 1)

0

100000

200000

300000

400000

500000

600000

700000

800000

900000

Jan

Fe

b

Ma

r

Ap

r

Ma

y

Jun

Jul

Au

g

Se

p

Oc

t

No

v

De

c

2009

2006

2007

2008

0

500000

1000000

1500000

2000000

2500000

3000000

3500000

Jan

Fe

b

Ma

r

Ap

r

Ma

y

Jun

Jul

Au

g

Se

p

Oc

t

No

v

De

c

2009

2006

2007

2008

Bab IV :Perkembangan Keuangan Daerah

Bank Indonesia Padang 38

Tabel 4.1. Perkembangan realisasi belanja APBN melalui KPPN Padang

Sumber : BI, diolah1

Grafik 4.5. Posisi Simpanan Pemerintah Kabupaten/Kota di Perbankan

Hingga situasi perekonomian membaik pada triwulan ini, stimulus fiskal

pemerintah baik pemerintah pusat maupun daerah belum optimal. Pada

pertengahan Oktober 2009, belanja pemerintah pusat melalui KPPN Padang baru

direalisasikan sebesar 57.7% dengan penyumbang terbesar pada kelompok

belanja pegawai (86,35%), belanja lain-lain (62,95%), dan belanja bantuan sosial

(51,98%). Belanja modal dan belanja barang yang diharapkan bisa mendorong

pertumbuhan ekonomi hanya terealisasi dibawah 50% (tabel 4.1.). Situasi yang

sama juga terjadi pada pemerintah daerah baik pemerintah provinsi maupun

pemerintah kabupaten/kota. Pola simpanan pemerintah daerah pada tahun ini

masih sama dengan tahun-tahun sebelumnya dimana realisasi belanja

terkonsentrasi justru pada triwulan IV. Bahkan pada triwulan I-2009, posisi

1 Pengelompokkan beberapa kabupaten/kota dilakukan dengan asumsi terdapat kabupaten yang

menyimpan dananya di bank yang berkantor di kota terdekat dengan ibukota kabupaten, misalnya

Kabupaten 50 Kota melakukan penyimpanan dana di bank yang berkantor di Kota Payakumbuh

Realisasi 15-Apr-09 20-May-09 15-Jun-09 15-Jul-09 18-Aug-09 15-Sep-09 19-Okt-09

Total Belanja 16.80% 22.08% 26.93% 38.35% 44.28% 52.52% 57.70%

Belanja Pegawai 29.26% 40.62% 48.56% 60.94% 68.10% 80.26% 86.53%

Belanja Barang 7.72% 13.76% 22.28% 31.78% 37.34% 44.82% 48.42%

Belanja Modal 8.41% 11.92% 16.14% 25.61% 31.83% 43.66% 44.62%

Belanja Bantuan Sosial 17.69% 19.05% 19.78% 33.46% 38.56% 42.47% 51.98%

Belanja Lain-Lain 32.63% 37.10% 42.08% 52.14% 56.97% 62.29% 62.95%

Sumber: KPPN Padang

0

100,000

200,000

300,000

400,000

500,000

600,000

700,000

800,000

900,000

2006

/Jan

2006

/Mar

2006

/May

2006

/Jul

2006

/Sep

2006

/Nov

2007

/Jan

2007

/Mar

2007

/May

2007

/Jul

2007

/Sep

2007

/Nov

2008

/Jan

2008

/Mar

2008

/May

2008

/Jul

2008

/Sep

2008

/Nov

2009

/Jan

2009

/Mar

2009

/May

2009

/Jul

2009

/Sep

Rp Juta Kab. Padang Pariaman dan Kota PariamanKab. Sijunjung, Kota Sawahlunto dan DharmasrayaKab. Solok, Kota Solok, dan Kab Solok SelatanKab.Pasaman dan Kab. Pasaman BaratKota PadangKota Payakumbuh dan Kab. 50 KotaKab. Tanah DatarKota Bukittinggi

39

Bab IV : Perkembangan Keuangan Daerah

Bank Indonesia Padang

simpanan pemerintah daerah berada lebih tinggi dibandingkan periode yang

sama selama 3 tahun terakhir (grafik 4.3-4.4). Lebih lanjut, pola realisasi belanja

yang menumpuk pada akhir tahun anggaran juga terjadi merata pada seluruh

pemerintahan kabupaten/kota (grafik 4.5). Hal ini mengindikasikan bahwa

keterlambatan realisasi APBD belum ditangani secara optimal. Ketepatan

pengesahan APBD yang sudah berhasil dilakukan pada tahun ini perlu

ditindaklanjuti dengan perbaikan pada proses pelaksanaan anggaran. Untuk

mendorong SKPD agar mempercepat realisasi anggaran, sistem reward and

punishment dapat digunakan dengan menjadikan kecepatan realisasi anggaran

sebagai indikator kinerja.

Di sisi akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah, kualitas laporan

keuangan pemerintah daerah di Sumatera Barat membaik. Hasil

pemeriksaan BPK atas 14 laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) tahun

Pengecualian yaitu Pemkab Padang Pariaman dan Pemko Pariaman dan hanya 1

LKPD yang memperoleh pred

temuan hasil pemeriksaan BPK, pembenahan sistem akuntansi keuangan daerah

merupakan pekerjaan yang harus dilakukan untuk meningkatkan kualitas LKPD.

Hal ini disebabkan mayoritas temuan sistem pengendalian intern terdapat pada

temuan kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan sebesar 48%

(grafik 4.6). Temuan ini selaras dengan temuan ketidakpatuhan di bidang

administrasi yang mencapai 40% dari total temuan ketidakpatuhan.

Sumber : BPK, diolah Sumber : BPK, diolah

Grafik 4.6 Jenis Temuan Kelemahan Sistem Pengendalian Intern

Grafik 4.7. Jenis Temuan Ketidakpatuhan

Kelemahan Sistem

Pengendalian

Akuntansi dan Pelaporan

48%Kelemahan Sistem

Pengendalian

Pelaksanaan APBD26%

Kelemahan Struktur

Pengendalian

Intern26%

Kerugian Daerah18%

Potensi Kerugian

Daerah7%

Kekurangan

Penerimaan17%Administrasi

40%

Ketidakhematan

8%

Ketidakefektivan

10%

Bab 2 : Keuangan Pemerintah Daerah

Bank Indonesia Padang 40

BAB V

PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN

Perkembangan transaksi perbankan di wilayah Kantor Bank Indonesia

(KBI) Padang meningkat pada triwulan III-2009 baik yang dilakukan

secara tunai maupun non tunai (kliring dan RTGS). Bulan Ramadhan pada

Agustus-September yang diakhiri dengan adanya puncak perayaan Hari Raya Idul

Fitri menyebabkan transaksi sistem pembayaran di Sumatera Barat relatif tinggi,

bahkan nominal transaksi BI-RTGS terbesar sepanjang tiga tahun terakhir. Pada

saat yang sama perkembangan transaksi kas net inflow meningkat tajam di Bank

Indonesia Padang. Demikian pula dengan pemusanahan uang tidak layak edar

yang meningkat sejalan dengan meningkatnya arus kas yang masuk ke BI Padang.

Meskipun transaksi arus kas masuk dan keluar dari perbankan relatif tinggi pada

periode ini, namun penemuan uang palsu mengalami penurunan.

Dibandingkan triwulan sebelumnya, net inflow naik signifikan hingga

66,24% (Grafik 5.1). Peningkatan ini bersifat musiman terlihat dari pergerakan

grafik tahun sebelumnya yaitu terjadi lonjakan pada triwulan yang bertepatan

dengan adanya perayaan keagaaman Hari Raya Idul Fitri, yang sebelumnya

didahului Bulan Puasa Ramadhan. Pada triwulan ini, arus kas yang masuk dan

keluar masing-masing sebesar Rp2,1 T dan Rp1,1 T.

Kenaikan inflow pada Triwulan III 2009 berbanding lurus dengan

peningkatan uang tidak layak edar (lusuh/rusak) yang masuk ke KBI

Padang (Grafik 5.2). Jumlah uang yang dimusnahkan cukup besar yaitu hampir

setengah dari uang yang masuk ke BI Padang (Rp1,07 T). Berbeda dengan

triwulan sebelumnya di tahun 2009, pada triwulan ini pecahan yang paling

banyak diberi label Pemberian Tanda Tidak Berharga (PTTB) dan dimusnahkan

menggunakan Mesin Racik Uang Kertas (MRUK) adalah pecahan nominal besar,

baik dilihat secara volume maupun nominal (Rp100.000,00; Rp50.000,00;

Rp20.000,00) (Grafik 5.3 dan 5.4).

41

Bab V : Perkembangan Sistem Pembayaran

Bank Indonesia Padang

Sumber : BI

Grafik 5.1. - Perkembangan Aliran Uang Kas Masuk

(inflow) dan Keluar (outflow)

Sumber : BI

Grafik 5.2. - Perkembangan Pemusnahan Uang Tidak Layak

Edar (PTTB)

Tingginya uang yang masuk dari perbankan ke BI Padang pada Triwulan

III ini tidak diikuti oleh meningkatnya jumlah uang palsu yang beredar.

Terjadi penurunan temuan uang palsu dari 74 lembar menjadi 31 lembar pada

triwulan ini atau turun 58,1%. Dari total nominal uang palsu yang ditemukan

(Rp3,1 juta), paling banyak dalam bentuk pecahan Rp100.000,00 sebesar Rp1,4

juta (45%).

Sumber : BI Grafik 5.3. - Jumlah Lembar Uang Tidak Layak Edar

(PTTB) Berdasarkan Nominal Pecahan

Sumber : BI Grafik 5.4. - Nilai Uang Tidak Layak Edar (PTTB)

Berdasarkan Nominal Pecahan

Sumber : BI Grafik 5.5 - Jumlah Temuan Uang Palsu di Sumatera Barat

-

200

400

600

800

1.000

1.200

1.400

1.600

0

20

40

60

80

100

120

III IV I II III IV I II III IV I II III

2007 2008 2009

Miliar Rp%

PTTB

Rasio PTTB thdp inflow

20.31%

64.48%

10.61%

2.34% 1.86%

0.39% 0.00%

0.00% 100,000

50,000

20,000

10,000

5,000

1,000

500

100

10

20

30

40

50

60

70

80

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

6.00

I II III IV I II III

2008 2009

LembarJuta Rp

Nominal Lembar

6.72%

42.65%

17.55%

7.73%

12.29%

13.02%

0.02% 0.02%

100,000

50,000

20,000

10,000

5,000

1,000

500

100

-

500

1.000

1.500

2.000

2.500

I II III IV I II III IV I II III

2007 2008 2009

Miliar Rp Inflow Outflow Net Inflow

42

Bab V : Perkembangan Sistem Pembayaran

Bank Indonesia Padang

Seperti tahun-tahun sebelumnya, dalam rangka mengantisipasi tingginya

permintaan uang kertas menjelang Bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul

Fitri, Kantor Pusat (KP) Bank Indonesia melakukan pengiriman uang

hingga Rp3.2 Triliun ke KBI Padang. Pengiriman tersebut tidak hanya sebagai

pasokan di wilayah kerja BI Padang, namun didistribusikan pula untuk wilayah

kerja BI Pekanbaru, Jambi, Batam dan Bengkulu. Pecahan uang kecil (Rp5.000,00;

Rp2.000,00; dan Rp1.000,00) yang didistribusikan jauh lebih banyak dibandingkan

triwulan sebelumnya, seperti pecahan Rp5.000,00 dari Rp35 M menjadi Rp70 M.

Bahkan, pecahan Rp1.000 yang tidak didistribusikan pada Triwulan II (terkait

adanya kebijakan BI akan penerbitan pecahan baru Rp2.000,00) kembali

didistribusikan pada triwulan III sebesar Rp5,5 M.

Bank Indonesia menerbitkan uang kertas baru pecahan Rp2.000 tahun

emisi 2009 sebagai alat pembayaran yang sah di Indonesia. Penerbitan

uang kertas emisi baru tersebut merupakan implementasi kebijakan Bank

Indonesia di bidang pengedaran uang untuk memenuhi kebutuhan uang rupiah

di masyarakat dalam jumlah nominal yang cukup, jenis pecahan yang sesuai, tepat

waktu dan dalam kondisi yang layak edar. Uang tersebut didominasi warna abu-

abu bergambar Pangeran Antasari, Pahlawan Nasional asal Banjarmasin,

Kalimantan Selatan dengan gambar bagian belakang Tarian Adat Dayak. Hingga

Triwulan III berakhir, KBI Padang telah menerima kiriman uang Rp2.000,00

sebanyak Rp64 M dari KP BI.

Tidak hanya pembayaran tunai, perkembangan alat pembayaran non

tunai pun meningkat di KBI Padang baik melalui kliring maupun BI-RTGS,

bahkan nominal transaksi BI-RTGS tertinggi sepanjang tiga tahun

terakhir. Jumlah warkat dan nominal transaksi kliring berada di posisi tertinggi

untuk tahun 2009, masing-masing mencapai 90.700 warkat dan Rp3.06 triliun

(Tabel 5.1). Perputaran kliring tumbuh tipis dibandingkan triwulan sebelumnya

yaitu sebesar 1,6% (volume) dan 10,5% (nominal), dengan transaksi kliring

mencapai Rp49 M setiap harinya. Tingginya transaksi kliring sayangnya diimbangi

pula dengan meningkatnya penolakan cek/BG kosong yaitu dari 2.101 lembar

warkat menjadi 2.621 warkat (Tabel 5.1 dan Grafik 5.7).

43

Bab V : Perkembangan Sistem Pembayaran

Bank Indonesia Padang

Tabel 5.1 - Perputaran Kliring dan Cek/BG Kosong

Sumber : BI

Sumber : BI Sumber : BI Grafik 5.6 - Rata-Rata Harian Perputaran Kliring Grafik 5.7 - Rasio Cek/BG Kosong terhadap Transaksi

Kliring

Sementara itu, volume transaksi melalui Sistem BI-RTGS hanya tumbuh

tipis (1,03%), namun secara nominal meningkat signifikan dibandingkan

triwulan sebelumnya (48,47%). Total transaksi Sistem BI-RTGS adalah yang

terbesar selama tiga tahun terakhir yaitu mencapai Rp42,78 T, dengan persentase

terbesar merupakan transaksi yang berasal dari luar Sumbar (Rp23,17 T) (Tabel

5.2).

Tabel 5.2 - Transaksi RTGS Propinsi Sumatera Barat

Sumber : BI

Trw I Trw II Trw III Trw IV Trw I Trw II Trw IIIPerputaran Kliring

- Volume (ribuan lembar) 91,6 95,0 95,1 88,7 89,5 89,3 90,7 1,6%

- Nominal (miliar rp) 2.987,8 3.477,8 3.528,8 3.224,1 2.712,7 2.770,4 3.061,3 10,5%

Penolakan Cek/BG Kosong

- Volume (lembar) 789,0 1.149,0 1.741,0 2.020,0 1.779,0 2.101,0 2.621,0 24,8%

- Nominal (miliar rp) 0,8 24,3 40,5 38,6 34,5 39,4 50,0 27,0%

qtq2009

Keterangan 2008

30

35

40

45

50

55

60

1.300

1.350

1.400

1.450

1.500

1.550

1.600

I II III IV I II III IV I II III

2007 2008 2009

Miliar rupiahLembar

NominalVolume

II III IV I II III IV I II III

RTGS (Rp Miliar) 18.460,60 21.365,67 24.749,50 15.263,51 18.349,34 18.407,71 31.170,78 23.840,80 28.816,34 42.782,78 48,47% 132,42%

Dari Sumbar

Ke Sumbar (f-t) 1.236,98 2.585,20 2.812,20 1.404,25 2.341,74 2.016,19 4.697,28 3.203,15 2.771,69 7.485,15 170,06% 271,25%

Ke Luar Sumbar (f) 7.049,78 9.625,75 8.438,37 6.648,29 7.282,69 6.368,46 10.283,08 6.950,70 7.502,82 12.127,70 61,64% 90,43%

Ke Sumbar

Dari luar Sumbar (t) 10.173,84 9.154,72 13.498,93 7.210,97 8.724,91 10.023,06 16.190,43 13.686,95 18.541,84 23.169,94 24,96% 131,17%

RTGS (volume) 16.453 19.281 24.205 24.201 30.249 27.299 30.262 26.422 32.036 32.365,00 1,03% 18,56%

Dari Sumbar

Ke Sumbar (f-t) 1.779 2.310 3.069 2.908 2.677 2.293 2.787 2.103 2.683 2.596,00 -3,24% 13,21%

Ke Luar Sumbar (f) 7.133 7.678 9.265 9.779 11.837 10.624 12.059 10.626 12.425 12.833,00 3,28% 20,79%

Ke Sumbar

Dari luar Sumbar (t) 7.541 9.293 11.871 11.514 15.735 14.382 15.416 13.693 16.928 16.936 0,05% 17,76%

yoy2007

qtq2008 2009

0,00%

0,50%

1,00%

1,50%

2,00%

2,50%

3,00%

3,50%

II III IV I II III IV I II III

2007 2008 2009

Persentase Jumlah Cek/BG KosongRasio Cek/BG Kosong Terhadap Nilai …

44

Bab V : Perkembangan Sistem Pembayaran

Bank Indonesia Padang

Sumber : BI Sumber : BI Grafik 5.8 - Perkembangan Transaksi RTGS Propinsi

Sumatera Barat Grafik 5.9 – Total Nilai & Volume Transaksi RTGS tiap

Kab/Kota di Sumatera Barat

Kota Padang menjadi daerah yang paling banyak melakukan transaksi

non tunai melalui Sistem BI-RTGS. Hal ini dikarenakan Kota Padang

merupakan ibu kota propinsi dan menjadi salah satu pusat ekonomi terbesar di

Sumatera Barat yaitu transaksi Sistem BI-RTGS Triwulan III mencapai Rp37,3T

(Grafik 5.9). Jika transaksi dipilah berdasarkan daerah asal transaksi, diketahui

bahwa ada beberapa daerah selain Padang yang frekuensinya cukup sering

menggunakan layanan Sistem BI-RTGS antara lain Bukittinggi, Payakumbuh,

Agam, dan Solok (Grafik 5.11). Di samping tujuan Padang, secara nominal

transaksi besar yang berasal dari luar Sumbar yaitu menuju Kab. Agam hingga

Rp3,06 T.

Sumber : BI Sumber : BI Grafik 5.10 – Nilai Transaksi RTGS tiap Kab/Kota di

Propinsi Sumatera Barat pada Triwulan III 2009 Grafik 5.11 – Volume Transaksi RTGS tiap Kab/Kota di

Propinsi Sumatera Barat pada Triwulan III 2009

5

10

15

20

25

30

35

40

5

10

15

20

25

30

35

40

45

II III IV I II III IV I II III

2007 2008 2009

RibuanTriliun Rupiah

NilaiVolume

7.15%6.4%

74.0%87.25%

7.3%

6.1%

0.0%

10.0%

20.0%

30.0%

40.0%

50.0%

60.0%

70.0%

80.0%

90.0%

100.0%

RTGS (Vol) RTGS (Nom)

SOLOK

SAWAHLUNTO

PESISIR SELATAN

PAYAKUMBUH

PASAMAN

PARIAMAN

PADANG

BUKITTINGGI

AGAM

13.2%3.3%

90.5%82.2%

97.5%

3.1%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

RTGS (f) RTGS (t) RTGS (f-t)

SOLOK

SAWAHLUNTO

PESISIR SELATAN

PAYAKUMBUH

PASAMAN

PARIAMAN

PADANG

BUKITTINGGI

AGAM 8.4% 5.3%4.5%

68.1%77.0% 84.0%

11.8%

4.5% 3.4%7.4% 5.0% 6.4%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

RTGS (f) RTGS (t) RTGS (f-t)

SOLOK

SAWAHLUNTO

PESISIR SELATAN

PAYAKUMBUH

PASAMAN

PARIAMAN

PADANG

BUKITTINGGI

AGAM

Bab 3 : Inflasi

Bank Indonesia Padang 45

BAB VI

PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN

Mulai membaiknya perekonomian Sumbar didukung dengan

kondisi ketenagakerjaan yang lebih baik. Lapangan kerja tumbuh

4,67% atau naik 89 ribu pekerja pada Februari 2009, lebih cepat

dibandingkan pertumbuhan penduduk usia 15 tahun ke atas (Tabel 6.1).

Jumlah pekerja laki-laki lebih banyak dibanding perempuan, dengan

peningkatan pekerja laki-laki 3,3% hampir dua kali lipat jumlah pekerja

perempuan, dan tingkat partisipasi angkatan kerja keduanya semakin baik

dibanding tahun sebelumnya yaitu 64,91%. Informasi PHK pun pada

triwulan ini terakhir diberitakan oleh Disnakertrans tanggal 22 Mei 2009

saja. Mayoritas lapangan kerja di Sumbar bergerak di sektor pertanian dan

perdagangan, sementara kontribusi terbesar terhadap peningkatan

lapangan kerja di bulan Februari 2009 yaitu pada sektor lainnya

(pertambangan, listrik dan keuangan) yang naik cukup tinggi 71,38%

(Grafik 6.1). Jumlah pengangguran mengalami penurunan sementara

jumlah angkatan kerja meningkat membuat Tingkat Pengangguran

Terbuka pun turun dari 9,73% menjadi 7,9%.

Tabel 6.1 Penduduk Sumatera Barat Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Kegiatan

Sumber : BPS

Feb'09/Agt'08 Feb'09/Feb'08

1. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas 3,161,612 3,191,865 3,225,756 3,278,852 3,325,258 3,360,057 1.05 2.48

2. Angkatan Kerja 2,051,800 1,999,580 2,106,711 2,125,784 2,127,512 2,180,966 2.51 2.60

a. Bekerja 1,808,275 1,779,203 1,889,406 1,919,044 1,956,378 2,008,713 2.68 4.67

b. Pengangguran 243,525 220,377 217,305 206,740 171,134 172,253 0.65 -16.68

3. Bukan Angkatan Kerja 1,109,812 1,192,285 1,119,045 1,153,068 1,197,746 1,179,091 -1.56 2.26

4. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) 64.90 62.65 65.30 64.83 63.98 64.91 - -

5. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) 11.90 11.02 10.30 9.73 8.04 7.90 - -

Pertumb. (%)Agt 2006 Feb 2007 Agt 2007Kegiatan Utama Feb 2008 Agt 2008 Feb 2009

Bab VI : Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah & Kesejahteraan

Bank Indonesia Padang 46

Sumber : BI Sumber : BI Grafik 6.1 – Lapangan Kerja di Sumbar Grafik 6.2 – Jumlah Penduduk Miskin Sumbar

Tingkat kemiskinan di Sumbar mengalami trend penurunan. Sejak

2006, proporsi penduduk miskin terhadap total jumlah penduduk Sumbar

yang berjumlah 4,76 juta jiwa semakin kecil dan tahun 2009 presentasenya

9,54% dengan penurunan penduduk miskin sebanyak 47.940 jiwa

dibandingkan tahun sebelumnya (Grafik 6.2). Jumlah penduduk miskin di

pedesaan hampir dua kali lipat penduduk miskin di perkotaan, namun

pengurangan penduduk miskin di pedesaan tahun ini lebih besar

dibandingkan penduduk miskin di perkotaan. Mulai membaiknya Nilai

Tukar Petani (NTP) awal triwulan III karena penguatan NTP subsektor padi,

palawija, hortikultura, tanaman perkebunan rakyat, peternakan dan

perikanan menyebabkan penguatan daya beli petani dan mampu

berkontribusi menekan jumlah penduduk miskin di pedesaan (Tabel 6.2).

Tabel 6.2 Nilai Tukar Petani Sumatera Barat dan Nasional

17.417.8

19.2

20.1

16.0

16.5

17.0

17.5

18.0

18.5

19.0

19.5

20.0

20.5

0

5

10

15

20

25

Feb 06 Feb 07 Feb 08 Feb 09

ratus riburatus ribu

Pertanian Industri Konstruksi/BangunanPerdagangan Angkutan/Transportasi JasaLainnya* Total

0

100

200

300

400

500

600

700

2005 2006 2007 2008 2009

ribu jiwa

Kota & Desa Kota Desa

0

20

40

60

80

100

120

6065707580859095

100105110115

Jan

Feb

Mar

Ap

r

Me

i

Jun

Jul

Agu

st

Sep

t

Okt

No

v

De

s

Jan

Feb

Mar

Ap

r

Ap

r

Me

i

Jun

Jul

Agu

st

Sep

t

Okt

No

v

De

s

Jan

Feb

Mar

Ap

r

May

Jun

i

Juli

Agu

stu

s

Indeks SumbarIndeks Nasional

Nasional (axis kiri)

Sumatera Barat (axis kanan) Tahun Dasar 2007

Sumber: BPS

Bab VII: Perkiraan Ekonomi dan Inflasi Daerah

Bank Indonesia Padang 48

BAB VII PERKIRAAN EKONOMI DAN INFLASI

DAERAH

Pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat pada triwulan IV-2009

diperkirakan akan terkoreksi relatif besar sebagai dampak dari bencana

gempa yang terjadi pada akhir triwulan III-2009 terhadap kegiatan

ekonomi. Pertumbuhan ekonomi Sumbar pada triwulan IV-2009 dengan estimasi

jika tidak terjadi bencana gempa diperkirakan akan mampu tumbuh pada kisaran

4,90-5,33%. Namun demikian, dampak kerusakan gempa terbesar terjadi di Kota

Padang dan Kab. Padang Pariaman yang masing-masing memiliki kontribusi

terhadap pembentukan PDRB Sumbar sebesar 30,84% dan 7,56% di tahun 2008,

maka diperkirakan pertumbuhan ekonomi Sumbar pada akhir tahun 2009 akan

terkoreksi 2,00-2,50% dari perkiraan pertumbuhan ketika tidak terjadi gempa.

Pertumbuhan ekonomi pada akhir tahun 2009 diperkirakan berada pada rentang

sebagai berikut:

Sumber: Estimasi KBI Padang

Dengan demikian, berdasarkan estimasi, perkiraan pertumbuhan ekonomi Sumbar

pada triwulan IV-2009 akan berada pada kisaran -2,00%±1,00%.

Di sektor pertanian, diperkirakan dampak dari gempa yang terjadi

terhadap perekonomian Sumbar secara keseluruhan relatif tidak terlalu

besar. Estimasi kerusakan pada sektor ini menurut BNPB bekerjasama dengan

World Bank mencapai Rp279,1 miliar atau sekitar 2% dari PDRB Sumbar.

Kerusakan terjadi khususnya pada infrastruktur pertanian seperti irigasi dan juga

lahan yang tertutup akibat longsor. Produksi beras dan perikanan diperkirakan

turun sebesar 2% dari total produksi tahunan. Perbaikan di sektor ini perlu

dilakukan dengan cepat mengingat sektor pertanian merupakan penyumbang

terbesar pembentukan PDRB dari sisi sektoral dengan pangsa sekitar 24%.

Skenario Pesimis Skenario Moderat Skenario Optimis

-0.64% 1.87% 3.12%

2009

49

Bab VII: Perkiraan Ekonomi dan Inflasi Daerah

Bank Indonesia Padang

Pada sub sektor perdagangan, gempa yang terjadi Kota Padang dan Kab

Padang Pariaman yang merupakan pusat perdagangan di Sumatera Barat

relatif memberikan dampak besar pada keberlangusngan perkembangan

di sektor ini. Diperkirakan di dua daerah tersebut terdapat hampir 200 ribu

usaha kecil dan mengengah (BNPB dan World Bank, 2009). Bencana gempa

memiliki dampak langsung terhadap para pelaku ekonomi di sektor perdagangan,

terutama mengganggu pada rantai distribusi barang di Sumbar. Kerusakan terjadi

pada infrastruktur pendukung sektor perdagangan seperti bangunan tempat

usaha, dan juga pergudangan tempat menyimpan stok barang (inventory). Selain

itu, pasar sebagai infrastuktur penting dalam perdagangan juga ikut mengalami

kerusakan, baik pasar tradisional maupun modern.

Sub Sektor pariwisata diperkirakan mengalami tekanan cukup besar pula

akibat bencana gempa. Bencana gempa menyebabkan dampak langsung

terhadap infrastutruktur sektor pariwisata seperti hotel dan restoran.

Selain itu, Sumbar sebagai salah satu preferensi tujuan wisata bagi para

wisatawan domestik maupun asing diperkirakan mengalami penurunan. Estimasi

BNPB dan World Bank menunjukkan bahwa 80% hotel berbintang, restoran, dan

pertokoan-pertokoan mengalami kerusakan. Dari 47 hotel berbintang di Sumbar,

24 diantaranya mengalami kerusakan, dan 11 lainnya mengalami kehancuran.

Selain itu, infrastruktur pendukung seperti jalan menuju lokasi wisata di Kab.

Padang Pariaman ikut mengalami kerusakan.

Inflasi tahunan pada triwulan IV-2009 diperkirakan akan bergerak pada

arah yang relatif meningkat setelah titik baliknya pada triwulan III-2009.

Pergerakan inflasi sepanjang triwulan I dan II 2009 mengalami arah penurunan,

yaitu masing-masing sebesar 9,21% dan 2,80%. Kemudian pada triwulan III-2009

mengalami titik balik yang menunjukkan terjadi peningkatan inflasi sebesar

3,55%. Arah titik balik ini diperkirakan akan terus berlanjut hingga akhir tahun

2009. Selain itu, tingkat inflasi Sumbar juga diperkirakan akan berada di atas

inflasi nasional.

Inflasi tahunan pada triwulan IV-2009 diperkirakan berada pada kisaran

4,00 ± 0,50%. Kota Padang yang menjadi acuan perhitungan inflasi di Sumatera

Barat kini mengalami kerusakan baik infrastruktur dan berbagai fasilitas

pendukung kegiatan ekonomi lainnya. Kondisi ini baik langsung ataupun tidak

langsung berdampak pada terganggunya distribusi barang dan jasa. Tekanan

Bab VII: Perkiraan Ekonomi dan Inflasi Daerah

Bank Indonesia Padang 50

inflasi akan berlangsung relatif tinggi pada awal triwulan IV-2009, namun

berangsur berkurang tekanannya pada akhir triwulan IV-2009. Tekanan inflasi

yang besar pada awal triwulan IV-2009 terjadi akibat adanya spread pada

permintaan masyarakat dengan pasokan barang dan jasa yang tersedia.

Peningkatan inflasi juga tidak dapat terlepas dari pengaruh efek akhir tahun

menyambut perayaan tahun baru. Diperkirakan inflasi terjadi pada hampir semua

kelompok barang, terutama pada kelompok bahan makan; kelompok makanan

jadi, minuman, rokok, dan tembakau; kelompok perumahan, air, listrik, dan

bahan bakar; dan kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan.

Sumber: BPS, dan Estimasi KBI Padang

Grafik 7.1. Perkiraan Inflasi Kota Padang

0.00

2.00

4.00

6.00

8.00

10.00

12.00

14.00

4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4F

2006 2007 2008 2009

Persen