KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI … · Pada triwulan IV 2017, kondisi penawaran...
Transcript of KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI … · Pada triwulan IV 2017, kondisi penawaran...
Februari 2018
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI SULAWESI TENGGARA
Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:
www.bi.go.id/web/id/Publikasi/
Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh dengan menghubungi:
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA SULAWESI TENGGARA
Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi
Fungsi Asesmen Ekonomi dan Surveilans
Jl. Sultan Hasanudin No. 150 Kendari
No. Telp. (0401) 3121655; No. Fax.(0401)3122718
-----
Keterangan Cover:
Tanaman Kakao LEMs Kolaka Timur
Fotografer: Azhari Anggriawan
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA
KATA PENGANTAR
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2018
VISI BANK INDONESIA
MISI BANK INDONESIA
VISI MISI BANK INDONESIA
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
DAFTAR GRAFIK
DAFTAR TABEL
DAFTAR TABEL
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA
DAFTAR ISI
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2018
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 1
RINGKASAN EKSEKUTIF
Februari
2018
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2018 2
Pertumbuhan ekonomi
Sulawesi Tenggara
kembali mengalami
perlambatan meskipun
masih berada diatas
nasional. Melambatnya
hamper seluruh
komponen pada sisi
permintaan menjadi
faktor utama
perlambatan ekonomi
yang terjadi
Realisasi Anggaran
Pendapatan dan Belanja
Provinsi Sulawesi
Tenggara mengalami
penurunan dibandingkan
dengan tahun
sebelumnya di tengah
pengetatan fiskal.
Tekanan inflasi Sultra
mengalami penurunan
yang disebabkan oleh
peningkatan produksi
yang didukung oleh
kondusifnya cuaca dan
upaya pengendalian
inflasi untuk
meningkatkan produksi
dan pasokan pangan
strategis.
Pertumbuhan Ekonomi Daerah
Pada triwulan IV 2017 ekonomi Sulawesi Tenggara kembali
mencatatkan pertumbuhan yang positif sebesar 6,1% (yoy), lebih
tinggi dibandingkan nasional yang hanya tumbuh sebesar 5,1% (yoy).
Meskipun demikian, jika dibandingkan dengan kinerja perekonomian
Sultra pada triwulan III 2017, kinerja pada triwulan IV tersebut
menunjukkan adanya perlambatan dari semula dapat tumbuh sebesar
6,6% (yoy). Dari sisi permintaan, perlambatan terjadi hampir di seluruh
sektor, kecuali konsumsi rumah tangga yang cenderung stabil.
Sementara itu dari sisi penawaran, perlambatan terjadi pada lapangan
usaha utama yaitu lapangan usaha pertambangan dan penggalian.
Memasuki triwulan I 2018, perkembangan beberapa indikator
ekonomi di Sulawesi Tenggara mengindikasikan arah pertumbuhan
dengan tren meningkat dan diperkirakan mampu tumbuh pada kisaran
6,2% - 6,6% (yoy). Sektor ekonomi yang diperkirakan akan mengalami
percepatan pertumbuhan yaitu lapangan usaha pertambangan dan
penggalian dan lapangan usaha industri pengolahan.
Keuangan Pemerintah
Realisasi pendapatan dan belanja Pemerintah Provinsi Sulawesi
Tenggara pada triwulan IV 2017 relatif lebih rendah jika dibandingkan
realisasi pendapatan pemerintah daerah di periode yang sama tahun
sebelumnya. Realisasi pendapatan mencapai 100,93% sementara
belanja mencapai 91,73%. Menurunnya persentase realisasi ini
terutama didorong oleh masih berhati-hatinya pemerintah daerah
dalam merealisasikan anggaran seiring adanya pengetatan fiskal oleh
pemerintah pusat.
Inflasi Daerah
Tingkat inflasi IHK provinsi Sulawesi Tenggara pada triwulan IV 2017
mencapai 2,97% (yoy), mengalami penurunan dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya yang sebesar 3,18% (yoy). Sumber utama
penurunan inflasi tersebut berasal dari kelompok bahan makanan dan
kelompok transport, komunikasi dan keuangan yang didorong oleh
peningkatan produksi bahan makan yang didukung oleh kondisi cuaca
yang kondusif serta tidak terlalu bergejolaknya harga tarif angkutan
udaha pada periode laporan. Upaya pengendalian inflasi yang
dilakukan oleh pemerintah daerah bersama Bank Indonesia melalui Tim
Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Sulawesi Tenggara selama
triwulan III 2017 difokuskan pada upaya meningkatkan produksi dan
pasokan pangan strategis. Upaya yang dilakukan antara lain yaitu
mengimplementasikan Urban Farming untuk komoditas sayur-sayuran,
rapat koordinasi membahas permasalahan pasokan ikan tangkap,
sosialisasi kebijakan HET untuk komoditas beras dan gula pasir, serta
upaya penguatan TPID tingkat kabupaten. Sementara itu, tekanan
inflasi pada triwulan I 2018 diperkirakan menurun seiring dengan
kembali normalnya tingkat konsumsi masyarakat setelah berlalunya
periode libur akhir tahun.
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 3
Stabilitas keuangan
daerah masih terjaga dan
mendukung peningkatan
kinerja institusi keuangan
di Sultra.
Transaksi nontunai yang
didominasi oleh transaksi
kliring mengalami
penurunan sejalan
dengan perlambatan
konsumsi pemerintah dan
terbatasnya konsumsi
rumah tangga. Sementara
untuk transaksi tunai
terjadi net outflow.
Kondisi ketenagakerjaan
masih belum mengalami
perbaikan yang signifikan
Sementara itu,
kesejahteraan masyarakat
cenderung mengalami
peningkatan seiring
pertumbuhan lapangan
usaha utama dengan
daya serap tenaga kerja
tinggi.
Stabilitas Keuangan Daerah
Stabilitas keuangan daerah masih terjaga, terutama dari ketahanan
sektor rumah tangga. Meskipun menghadapi kerentanan yang
disebabkan oleh cukup rendahnya tingkat pertumbuhan konsumsi
rumah tangga dibandingkan dengan pertumbuhan konsumsi rumah
tanggal regional Sulawesi, namun tingkat konsumsi yang masih dalam
batas wajar, perilaku berutang yang membaik dan risiko kredit yang
masih terjaga berdampak minimal pada stabilitas sistem keuangan.
Sementara itu dari sisi sektor korporasi, kinerja korporasi utama masih
cukup stabil meskipun terjadi perlambatan beberapa sektor utama.
Meskipun demikian, optimisme dalam perekonomian turut
mendukung kinerja institusi keuangan, khususnya perbankan di
Sulawesi Tenggara. Kinerja penghimpunan dana pihak ketiga masih
melanjutkan tren peningkatan, sementara itu penyaluran kredit mulai
menunjukkan perbaikan. Selain itu, risiko kredit masih terjaga.
Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang
Selama triwulan IV 2017, nilai transaksi sistem pembayaran nontunai
di Sulawesi Tenggara mencapai Rp2,94 triliun, masih mengalami
penurunan sebesar 6,9% (yoy). Kondisi ini sejalan dengan perlambatan
pertumbuhan ekonomi pada periode tersebut, terutama disebabkan
oleh melambatnya konsumsi pemerintah dan tertahannya konsumsi
rumah tangga. Dari preferensi penggunaannya, transaksi nontunai
secara nominal di Sulawesi Tenggara masih didominasi oleh
penggunaan SKNBI sebesar 68,8% dan sisanya sebesar 31,2%
menggunakan BI-RTGS. Sementara itu transaksi pembayaran tunai
pada triwulan IV 2017 memiliki pola yang sama dengan periode tahun
sebelumnya yang terjadi net-outflow. Bank Indonesia secara berkala
terus menjaga ketersediaan uang layak edar (ULE) di masyarakat.
Selama bulan Juli hingga September 2017, kegiatan kas keliling telah
dilakukan sebanyak 7 (tujuh) kali, dengan rincian 5 (lima) kali di luar
Kota Kendari dan 2 (dua) kali di dalam Kota Kendari.
Kondisi Tenaga Kerja dan Kesejahteraan
Kondisi ketenagakerjaan di Sulawesi Tenggara pada triwulan IV 2017
masih belum menunjukan gejala-gejala perbaikan yang signifikan.
Pada triwulan IV 2017, kondisi penawaran tenaga kerja di Sulawesi
Tenggara cenderung menurun. Hal ini diindikasikan dari penurunan
jumlah angkatan kerja dan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)
pada bulan Agustus 2017 dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Masih belum adanya perbaikan kondisi ketenagakerjaan yang
signifikan pada triwulan IV 2017 tercermin dari peningkatan kondisi
permintaan tenaga kerja yang masih relatif kecil. Meskipun demikian,
kesejahteraan masyarakat Sulawesi Tenggara cenderung mengalami
peningkatan pada triwulan IV 2017. Hal ini terlihat dari meningkatnya
indeks penghasilan masyarakat dan Nilai Tukar Petani (NTP) pada
periode tersebut jika dibandingkan dengan periode sebelumnya.
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2018 4
Pertumbuhan ekonomi
Sultra pada tahun 2018
diperkirakan meningkat
di tengah tekanan inflasi
yang masih rendah dan
stabil.
Prospek Perekonomian
Berdasarkan beberapa indikator pendukung, hasil survei dan liaison,
pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tenggara pada triwulan II 2018
diprakirakan berada pada kisaran 7,2% - 7,6% (yoy) mengalami
akselerasi jika dibandingkan pertumbuhan pada periode sebelumnya
yang diprakirakan tumbuh sebesar 6,2% - 6,6% (yoy). Terakselerasinya
beberapa lapangan usaha utama seperti lapangan usaha pertanian,
lapangan usaha industri pengolahan, lapangan usaha konstruksi dan
lapangan usaha perdagangan besar dan eceran menjadi faktor utama
pertumbuhan yang terjadi meskipun tertahan dengan perlambatan
yang terjadi pada lapangan usaha pertambangan dan penggalian.
Dengan perekonomian Sultra pada triwulan II 2018 yang diperkirakan
masih akan mengalami pertumbuhan turut mendorong pertumbuhan
perekonomian Sultra sepanjang periode 2018. Pada periode tersebut,
perekonomian Sultra diprakirakan tumbuh pada kisaran 6,8% - 7,2%
(yoy). Perkembangan perekonomian di Sultra tersebut searah dengan
prakiraan perekonomian Indonesia dan dunia yang juga diperkirakan
mengalami peningkatan. Kinerja lapangan usaha pertanian,
pertambangan dan industri pengolahan yang masih mendominasi
perekonomian Sultra secara signifikan dipengaruhi oleh kondisi
ekonomi global. Beberapa asumsi yang menjadi pendorong
perekonomian Sulawesi Tenggara tahun 2018 adalah (1) peningkatan
kinerja lapangan usaha utama, (2) peningkatan konsumsi rumah
tangga, (3) peningkatan realisasi investasi, dan (4) meningkatnya
ekspor komoditas utama.
Di sisi lain, Tekanan inflasi Sulawesi Tenggara pada tahun 2018
mendatang diperkirakan berada pada sasaran inflasi nasional yaitu
sebesar 3,5% ± 1%. Pada tahun tersebut, inflasi Sulawesi Tenggara
diperkirakan sekitar 3,0% - 3,4% (yoy), relatif meningkat
dibandingkan dengan perkiraan inflasi selama tahun 2017 yang
sebesar 2,97% (yoy). Peningkatan tekanan inflasi pada tahun tersebut
didorong oleh peningkatan tekanan inflasi inti dan administered prices.
Sementara itu, tekanan volatile foods relatif berkurang dengan
peningkatan produksi seiring dengan bertambahnya luas lahan,
pengembangan urban farming, dan bertambahnya kapal penangkap
ikan.
Sistem Pembayaran & Pengelolaan
Uang Rupiah
Kondisi Tenaga Kerja dan
Kesejahteraan
Prospek Perekonomian Daerah
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 5
1
EKONOMI
MAKRO REGIONAL
Loading Peti Kemas di Pelabuhan Kendari
Foto: Daniel
Ekonomi Makro Regional
Keuangan Pemerintah
Perkembangan Inflasi Daerah
Stabilitas Keuangan Daerah
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2018 6
1.1. KONDISI UMUM
Perekonomian Sulawesi Tenggara pada triwulan IV
2017 tumbuh sebesar 6,1% (yoy), melambat
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang
dapat tumbuh sebesar 6,6% (yoy). Grafik 1.1 Dari sisi
permintaan, perlambatan terjadi pada konsumsi
pemerintah, investasi dan ekspor luar negeri.
Sementara itu dari sisi penawaran, perlambatan
disebabkan karena adanya perlambatan kinerja
lapangan usaha pertambangan dan penggalian.
Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi Sulawesi
Tenggara masih berada di atas pertumbuhan
ekonomi nasional yang hanya tumbuh sebesar 5,1%
(yoy) pada periode tersebut. Meskipun demikian,
berbeda dengan kondisi perekonomian Sulawesi
Tenggara, arah pertumbuhan antara perekonomian
nasional justru mengalami peningkatan.
Untuk keseluruhan tahun 2017, perekonomian
Sulawesi Tenggara dapat tumbuh sebesar 6,8%
(yoy), mengalami peningkatan dibandingkan dengan
pertumbuhan tahun 2016 yang tumbuh sebesar
6,5% (yoy). Selama tahun 2017, perekonomian
ditopang oleh peningkatan konsumsi pemerintah,
investasi dan ekspor luar negeri. Bahkan ekspor luar
negeri dapat tumbuh hingga 56,33% (yoy) setelah
selalu mengalami kontraksi sejak 2013. Hal ini
terutama didorong oleh adanya kebijakan relaksasi
ekspor bijih nikel kadar rendah (low grade ore nickel)
yang dimanfaatkan oleh perusahaan pertambangan
nikel di Sulawesi Tenggara. Kondisi tersebut
mendorong peningkatan kinerja lapangan usaha
pertambangan dan penggalian di tengah
melambatnya lapangan usaha dominan lainnya
seperti pertanian, konstruksi, perdagangan besar dan
eceran, serta industri pengolahan.
Memasuki triwulan I 2018, perkembangan beberapa
indikator ekonomi di Sulawesi Tenggara
mengindikasikan arah pertumbuhan dengan tren
meningkat dan diperkirakan mampu tumbuh pada
kisaran 6,2% - 6,6% (yoy). Hasil survei yang
dilakukan oleh KPw Bank Indonesia Provinsi Sulawesi
Tenggara dan pendalaman informasi yang dilakukan
melalui liaison juga mengindikasikan akan terjadi
perbaikan kondisi usaha, penjualan dan investasi.
Sektor ekonomi yang diperkirakan akan mengalami
peningkatan kinerja yaitu lapangan usaha
pertambangan dan penggalian dan lapangan usaha
industri pengolahan. Sebaliknya, lapangan usaha
pertanian, kehutanan dan perikanan, lapangan usaha
perdagangan besar dan eceran serta lapangan usaha
konstruksi diperkirakan akan mengalami
perlambatan sehingga menahan laju akselerasi
perkonomian. Sementara dari sisi permintaan,
percepatan pertumbuhan ekonomi Sulawesi
Tenggara diperkirakan berasal dari adanya
peningkatan investasi dan ekspor luar negeri.
1.2. SISI PERMINTAAN
Realisasi Triwulan IV 2017
Dari sisi permintaan (dilihat dari komponen
pengeluaran pada PDRB), perlambatan berasal dari
melambatnya aktivitas investasi, konsumsi
pemerintah dan ekspor luar negeri. Sementara itu,
konsumsi rumah tangga masih dapat tumbuh
Sumber: BPS, ADHK, diolah Sumber: BPS, ADHB, diolah
Grafik 1.1 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi
Tenggara Grafik 1.2 Pangsa Sektor Dominan Perekonomian Sulawesi
Tenggara Triwulan IV 2017
6.6%6.1%
5.1%5.2%
3.0%
4.0%
5.0%
6.0%
7.0%
8.0%
9.0%
I II III IV I II III IV I II III IV
2015 2016 2017
Pertumbuhan Ekonomi Sultra Pertumbuhan Ekonomi Nasional
%, yoy
Sultra2015=6,9% Sultra
2016=6,5%
Sultra2017=6,8%
Sistem Pembayaran & Pengelolaan
Uang Rupiah
Kondisi Tenaga Kerja dan
Kesejahteraan
Prospek Perekonomian Daerah
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 7
moderat dan masih menjadi penopang
perekonomian Sulawesi Tenggara. Konsumsi rumah
tangga memiliki pangsa sebesar 47,3% dari
keseluruhan PDRB, diikuti oleh pengeluaran untuk
kegiatan investasi sebesar 42,2%. Tabel 1.1 Selain itu,
konsumsi pemerintah juga masih memiliki peran yang
cukup besar dengan pangsa mencapai 14,0%
sehingga realisasinya perlu mendapat perhatian agar
dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang
optimal dan berkelanjutan. Sementara itu, ekspor
luar negeri Sulawesi Tenggara hanya memberikan
kontribusi sebesar 5,5% jika dibandingkan dengan
keseluruhan PDRB.
Realisasi Tahun 2017
Selama tahun 2017, perekonomian ditopang oleh
peningkatan konsumsi pemerintah, investasi dan
ekspor luar negeri. Peningkatan konsumsi
pemerintah terjadi karena terdapat anggaran DAU
(Dana Alokasi Umum) 2016 yang mengalami
penundaan dan baru direalisasikan pada triwulan I
2017. Adapun peningkatan investasi didorong oleh
membaiknya harga nikel internasional dan sehingga
pembangunan smelter pengolahan nikel dapat
dilanjutkan. Selama tahun 2017, realisasi investasi
swasta melalui penanaman modal asing (PMA)
maupun penanaman modal dalam negeri (PMDN) di
Sulawesi Tenggara mencapai Rp12,67 triliun,
melebihi target yang ditetapkan sebesar Rp10 triliun.
Selain itu, terdapat beberapa proyek pemerintah
yang masih berlangsung pada tahun tersebut seperti
Jembatan Teluk Kendari, Revitalisasi Teluk Kendari,
Pembangunan Masjid Al-Alam, Bendungan Ladongi,
dan pembangunan akses jalan menuju Kawasan
Industri Konawe. Adanya kebijakan relaksasi ekspor
bijih nikel kadar rendah juga turut meningkatkan
kinerja ekspor.
Tracking Triwulan I 2018
Pada triwulan I 2018 yang sedang berjalan
diperkirakan akan terjadi percepatan pertumbuhan
ekonomi yang masih didorong oleh peningkatan
pada investasi dan ekspor luar negeri serta
perlambatan pada impor luar negeri. Investasi
diperkirakan akan kembali mengalami pertumbuhan
seiring dengan masih berlangsungnya beberapa
proyek pemerintah dan swasta yang bersifat
multiyears. Ekspor juga diperkirakan akan kembali
meningkat seiring dengan sudah mulai beroperasinya
beberapa smelter baru dan masih tingginya
permintaan produk nikel berbentuk bijih maupun
olahan (feronikel dan nikel pig iron/NPI) seiring
dengan membaiknya kondisi perekonomian global.
1.2.1. Konsumsi Rumah Tangga
Realisasi Triwulan IV 2017
Pada triwulan IV 2017 konsumsi rumah tangga
tercatat tumbuh stabil sebesar 5,7% (yoy), relatif
sama dengan pertumbuhan yang terjadi pada
periode sebelumnya. Pertumbuhan tersebut
didorong oleh momen libur natal dan akhir tahun
sehingga daya konsumsi masyarakat masih cukup
terjaga. Kondisi tersebut terjadi terutama pada
konsumsi makanan dan minuman selain restoran dan
konsumsi transportasi dan komunikasi. Sementara
itu, subkelompok lainnya seperti konsumsi pakaian
dan alas kaki, konsumsi perumahan dan
perlengkapan RT, konsumsi kesehatan dan
Tabel 1.1 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Sisi Permintaan
Dalam % (yoy); angka dalam kurung ( ) menunjukkan negatif Rasio = perbandingan terhadap total PDRB di Tw III 2017 PMTB = Pembentukan Modal Tetap Bruto (investasi); p= proyeksi KPw BI Sultra LNPRT= Lembaga Non Profit melayani Rumah Tangga
Sumber: BPS, ADHK, diolah
2018
I II III IV I II III IV IP
Konsumsi Rumah Tangga 6,7 6,8 6,0 5,1 5,9 6,6 5,7 5,7 5,3 - 5,7 47,3
Konsumsi LNPRT 6,6 7,2 3,2 1,5 12,1 12,5 9,5 5,1 15,1 - 15,5 1,1
Konsumsi Pemerintah 3,4 9,9 0,6 (4,2) 8,1 2,1 7,8 6,4 5 - 5,4 14,0
PMTB 11,5 10,3 7,0 2,8 13,6 7,5 8,7 6,4 14,3 - 14,7 42,2
Eksport Luar Negeri (49,9) (30,0) (1,8) 65,1 104,8 50,3 88,4 22,8 73,8 - 74,2 5,5
Import Luar Negeri (1,9) 44,5 22,5 2,6 97,5 30,8 71,8 48,6 33 - 33,4 11,6
Net Eksport Antar Daerah (99,5) (97,7) (64,7) (39,3) 343,0 1218,5 (20,0) (75,9) 4998 - 5002 (0,4)
PDRB 5,5 6,8 6,0 7,7 7,8 6,9 6,6 6,1 6,2 - 6,6
* Keterangan Meningkat Melambat
Komponen Pengeluaran2016 2017
Pangsa
Ekonomi Makro Regional
Keuangan Pemerintah
Perkembangan Inflasi Daerah
Stabilitas Keuangan Daerah
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2018 8
pendidikan, konsumsi restoran dan hotel serta
konsumsi lainnya tercatat mengalami perlambatan.
Grafik 1.3 Berdasarkan pangsanya, konsumsi rumah
tangga Sulawesi Tenggara masih didominasi oleh
konsumsi makanan dan minuman sebesar 46,7%,
diikuti oleh konsumsi untuk transportasi dan
komunikasi sebesar 20,6%. Sementara itu konsumsi
perumahan dan peralatan rumah tangga berada
pada posisi ke-3 dengan pangsa sebesar 12,3%.
Masih tingginya pertumbuhan konsumsi rumah
tangga juga tercermin dari Indeks Keyakinan
Konsumen (IKK) hasil Survey Konsumen Bank
Indonesia yang juga mengalami peningkatan. Rata-
rata IKK pada triwulan IV 2017 mencapai 139,8, lebih
tinggi daripada rata-rata di triwulan sebelumnya yang
hanya sebesar 125,1. Grafik 1.4 Faktor yang
menyebabkan keyakinan konsumen Sulawesi
Tenggara lebih optimis adalah persepsi rumah tangga
yang merasakan adanya perbaikan kondisi
perekonomian, peningkatan penghasilan saat ini dan
ekspektasi peningkatan penghasilan 6 bulan
mendatang, serta peningkatan ketersediaan
lapangan pekerjaan.
Optimisme konsumen yang terjaga turut mendorong
terjadinya peningkatan kredit konsumsi. Kredit
konsumsi di Sulawesi Tenggara tumbuh sebesar
14,6% (yoy), meningkat jika dibandingkan dengan
periode sebelumnya yang tumbuh sebesar 11,7%
(yoy). Grafik 1.5 Berdasarkan jenisnya, peningkatan
kredit konsumsi tersebut didorong oleh peningkatan
kredit jenis multiguna. Sampai dengan posisi triwulan
IV 2017, kredit konsumsi mencapai Rp14,0 triliun,
dengan komposisi kredit multiguna sebesar 75,4%.
Realisasi Tahun 2017
Konsumsi rumah tangga selama tahun 2017 hanya
tumbuh sebesar 5,9% (yoy) tercatat mengalami
perlambatan dari 6,1% (yoy) pada tahun 2016.
Perlambatan tersebut terjadi pada konsumsi pakaian,
perumahan, kesehatan, pendidikan, transportasi dan
komunikasi. Sebaliknya konsumsi makanan,
minuman, restoran dan hotel masih mengalami
peningkatan dan menopang konsumsi rumah tangga
selama tahun 2017. Perlambatan yang terjadi juga
dipengaruhi oleh perlambatan kinerja lapangan
usaha pertanian, perdagangan dan industri
pengolahan. Lapangan usaha tersebut merupakan
lapangan usaha yang menyerap banyak tenaga kerja,
khususnya lapangan usaha pertanian dengan pangsa
37,07% dan perdagangan dengan pangsa 19,15%.
Perlambatan kinerja yang terjadi pada lapangan
usaha tersebut menyebabkan tingkat penghasilan
menjadi berkurang dan mengurangi optimisme
konsumsi. Sebaliknya, lapangan usaha
pertambangan yang mengalami peningkatan pada
tahun 2017 hanya menyerap tenaga kerja sebesar
1,94% sehingga hasilnya tidak langsung berdampak
pada peningkatan penghasilan masyarakat umum.
Tracking Triwulan I 2018
Memasuki triwulan I 2018, perkembangan berbagai
indikator terkini mengindikasikan pertumbuhan
Sumber: BPS, ADHK, diolah
Sumber: BPS Prov Sultra, diolah
Grafik 1.3 Pertumbuhan Konsumsi Berdasarkan Kebutuhan Rumah Tangga
Grafik 1.4 Indeks Keyakinan Konsumen
0123456789
Makanan d
an
Min
um
an,
sela
inR
esto
ran
Pakaia
n d
an A
las
Ka
ki
Pe
rum
ahan
da
nP
erlen
gkap
an
Ru
mah
Tangga
Kesehata
n d
an
Pendid
ikan
Tra
nsport
asi dan
Ko
mun
ika
si
Resto
ran d
an H
ote
l
Ko
nsum
si la
innya
Tw III 2017 Tw IV 2017
%, yoy
80
100
120
140
160
180
I II III IV I II III IV I II III IV
2015 2016 2017
Indeks Keyakinan Konsumen
Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini
Indeks Ekspektasi Konsumen
Indeks
optimis
Sistem Pembayaran & Pengelolaan
Uang Rupiah
Kondisi Tenaga Kerja dan
Kesejahteraan
Prospek Perekonomian Daerah
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 9
konsumsi rumah tangga akan mengalami
perlambatan. Perlambatan disebabkan oleh kembali
normalnya konsumsi masyarakat setelah berlalunya
periode libur ditambah dengan inflasi yang cukup
tinggi pada awal tahun sehingga diperkirakan dapat
menahan konsumsi yang dilakukan oleh masyarakat.
Kondisi tersebut juga terlihat dari menurunnya Indeks
Keyakinan Konsumen (IKK), yaitu dari 139,8 pada
triwulan IV 2017 menjadi hanya sebesar 127,7 pada
triwulan I 2018. Faktor yang menyebabkan
berkurangnya optimisme konsumen melakukan
kegiatan konsumsinya adalah ekspektasi kondisi
ekonomi yang menurun, peningkatan penghasilan
yang tidak setinggi periode sebelumnya, ekpektasi
penghasilan 6 bulan ke depan yang tidak terlalu
banyak mengalami peningkatan, serta lebih
rendahnya ketersediaan lapangan pekerjaan.
1.2.2. Konsumsi Pemerintah
Realisasi Triwulan IV 2017
Konsumsi pemerintah menjadi salah satu faktor
perlambatan pertumbuhan ekonomi Sulawesi
Tenggara pada triwulan IV 2017. Pada periode
tersebut konsumsi pemerintah hanya tumbuh
sebesar 6,4% (yoy), lebih rendah dibandingkan
dengan periode sebelumnya yang tumbuh sebesar
1 Konsumsi kolektif pemerintah merupakan pengeluaran pemerintah untuk kepentingan masyarakat secara keseluruhan (umum) dan
semua anggota masyarakat mendapatkan manfaat dari jasa seperti ini. Jasa kolektif yang diberikan oleh pemerintah antara lain keamanan
dan pertahanan, peraturan-peraturan yang menyangkut kemasyarakatan, pemeliharaan undang-undang dan peraturan, perlindungan
lingkungan, penelitian dan pengembangan, infrastruktur dan pembangunan ekonomi.
2 Konsumsi individu merupakan pengeluaran pemerintah untuk kepentingan rumah tangga individu antara lain: Pengeluaran pemerintah
untuk pendidikan, kesehatan, jaminan sosial, olah raga dan rekreasi, dan kebudayaan.
7,8% (yoy). Kondisi ini terjadi karena pemerintah
pusat mulai menerapkan kebijakan untuk dapat
merealisasikan anggaran belanja lebih merata dan
tidak menumpuk pada akhir tahun. Berdasakan
jenisnya, perlambatan tersebut disebabkan oleh
perlambatan pertumbuhan konsumsi kolektif
pemerintah1. Konsumsi kolektif pemerintah hanya
tumbuh sebesar 5,2% (yoy) pada periode laporan
setelah pada periode sebelumnya mampu tumbuh
sebesar 7,5% (yoy). Namun perlambatan yang terjadi
masih dapat tertahan dengan stabilnya pertumbuhan
pada konsumsi individual pemerintah2 yang
mengalami pertumbuhan sama dengan periode
sebelumnya, yaitu sebesar 8,2% (yoy).
Realisasi Tahun 2017
Sepanjang tahun 2017, konsumsi pemerintah
tumbuh sebesar 6,0% (yoy), lebih tinggi daripada
tahun sebelumnya yang hanya tumbuh sebesar
2,03%. Salah satu pendorong meningkatnya
konsumsi pemerintah adalah adanya anggaran DAU
(Dana Alokasi Umum) 2016 yang mengalami
penundaan dari pemerintah pusat dan baru
direalisasikan pada triwulan I 2017. Selain itu,
peningkatan juga terjadi karena adanya peningkatan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
APBD Perubahan (APBD-P) Provinsi Sulawesi
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah
Sumber: Asosiasi Semen Indonesia, diolah
Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara
Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi Tenggara
14,02
14.6%
10.0%
11.0%
12.0%
13.0%
14.0%
15.0%
16.0%
17.0%
18.0%
-
2
4
6
8
10
12
14
16
I II III IV I II III IV I II III IV
2015 2016 2017
Kredit Konsumsi gKredit Konsumsi (sb. Kanan)
Rp Miliar yoy
172
-1.01%
-10%
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
45%
-
20
40
60
80
100
120
140
160
180
200
I II III IV I II III IV I II III IV
2015 2016 2017
Thousands
Konsumsi semen Pertumbuhan Kons Semen (sb.kanan)
Ton yoy
Ekonomi Makro Regional
Keuangan Pemerintah
Perkembangan Inflasi Daerah
Stabilitas Keuangan Daerah
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2018 10
Tenggara 2017 meningkat dibandingkan dengan
anggaran APBD-P 2016. Anggaran pendapatan
meningkat menjadi Rp3,50 triliun atau meningkat
sebesar 41,6% (yoy). Kondisi tersebut diiringi dengan
peningkatan anggaran belanja yang meningkat
sebesar 37,2% (yoy) menjadi Rp3,87 triliun.
Sementara itu, alokasi anggaran APBN Provinsi
Sulawesi Tenggara pada tahun 2017 juga mengalami
sedikit peningkatan jika dibandingkan dengan tahun
2016. Anggaran APBN pada tahun 2017 meningkat
sebesar 3,36% dari sebelumnya Rp1,62 triliun pada
tahun 2016 menjadi Rp1,67 triliun di tahun 2017.
Salah satu yang menjadi penyumbang peningkatan
adalah transfer Dana Desa yang mengalami
peningkatan sebesar 31,5% (yoy) dengan pagu
sebesar Rp1,48 triliun. Sampai dengan Desember
2017, realisasi transfer Dana Desa telah mencapai
99,54%.
Realisasi Tahun 2017
Sepanjang tahun 2017, konsumsi pemerintah
tumbuh sebesar 6,0% (yoy), lebih tinggi daripada
tahun sebelumnya yang hanya tumbuh sebesar
2,03%. Salah satu pendorong meningkatnya
konsumsi pemerintah adalah adanya anggaran DAU
(Dana Alokasi Umum) 2016 yang mengalami
penundaan dari pemerintah pusat dan baru
direalisasikan pada triwulan I 2017. Selain itu,
peningkatan juga terjadi karena adanya peningkatan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
APBD Perubahan (APBD-P) Provinsi Sulawesi
Tenggara 2017 meningkat dibandingkan dengan
anggaran APBD-P 2016. Anggaran pendapatan
meningkat menjadi Rp3,50 triliun atau meningkat
sebesar 41,6% (yoy). Kondisi tersebut diiringi dengan
peningkatan anggaran belanja yang meningkat
sebesar 37,2% (yoy) menjadi Rp3,87 triliun.
Tracking Triwulan I 2018
Pada triwulan I 2018, pertumbuhan konsumsi
pemerintah diperkirakan masih akan mengalami
perlambatan. Perlambatan tersebut disebabkan oleh
masih terbatasnya pelaksanaan proyek maupun
kegiatan oleh pemerintah. Selain itu, terdapat pula
base effect karena pada tahun ini tidak terdapat
realisasi DAU yang ditunda seperti terjadi pada awal
tahun 2017. Meskipun demikian, konsumsi
pemerintah diperkirakan masih tumbuh relatif tinggi
karena adanya persiapan pelaksanaan pemilihan
kepala daerah (Pilkada) di beberapa daerah. Pada
tahun 2018 terdapat Pilkada untuk memilih Kepala
Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara, Kota Baubau,
Kabupaten Konawe, dan Kabupaten Kolaka.
1.2.3. Investasi
Realisasi Triwulan IV 2017
Investasi di Sulawesi Tenggara pada triwulan IV 2017
juga tercatat mengalami perlambatan. Pada periode
tersebut, investasi hanya tumbuh sebesar 6,4% (yoy),
melambat jika dibandingkan dengan periode
sebelumnya yang mampu tumbuh sebesar 8,7%
(yoy). Berdasarkan jenisnya, perlambatan yang terjadi
disebabkan oleh perlambatan investasi pada
nonbangunan. Investasi non bangunan tercatat
hanya tumbuh sebesar 2,6% (yoy), menurun
signifikan jika dibandingkan dengan periode
sebelumnya yang tumbuh sebesar 10,0% (yoy).
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah
Sumber: BKPM, diolah
Grafik 1.7 Realisasi Investasi PMA di Sulawesi Tenggara Grafik 1.8 Realisasi Investasi PMDN di Sulawesi Tenggara
58.8
-76.1%-500%
0%
500%
1000%
1500%
2000%
2500%
3000%
-
50
100
150
200
250
300
I II III IV I II III IV I II III IV
2015 2016 2017
PMA (US$ Juta)
US$ (Juta) yoy
257
-43.4%-200%
0%
200%
400%
600%
800%
1000%
1200%
-
200
400
600
800
1,000
1,200
1,400
1,600
I II III IV I II III IV I II III IV
2015 2016 2017
PMDN (Rp miliar)
US$ (Juta) yoy
Sistem Pembayaran & Pengelolaan
Uang Rupiah
Kondisi Tenaga Kerja dan
Kesejahteraan
Prospek Perekonomian Daerah
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 11
Perlambatan investasi nonbangunan disebabkan oleh
sudah direalisasikannya kebutuhan proyek
pembangunan smelter pengolahan nikel seperti
mesin pengolahan, tungku dan kendaraan pada
periode sebelumnya.
Meskipun demikian, jenis investasi bangunan masih
mengalami peningkatan sehingga dapat menopang
kinerja investasi. Investasi bangunan tercatat tumbuh
sebesar 8,5% (yoy) dibandingkan dengan periode
sebelumnya yang tumbuh sebesar 8,0% (yoy).
Tingginya realisasi pembangunan fisik atas proyek
pemerintah menjadi faktor yang mendorong
pertumbuhan investasi bangunan. Pada akhir periode
triwulan IV 2017, kemajuan realisasi pembangunan
fisik pemerintah yang bersumber dari APBD tercatat
mencapai 95,4% jika dibandingkan dengan capaian
periode sebelumnya yang sebesar 64,3%. Hal
tersebut juga tercermin dari data konsumsi semen
yang sedikit mengalami peningkatan. Konsumsi
semen pada periode tersebut tercatat sebesar 172,4
ton atau naik 15,6 ton dari periode sebelumnya.
Grafik 1.6
Berdasarkan status penanaman modalnya,
penurunan terjadi pada Penanaman Modal Asing
(PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN).
Pada triwulan IV 2017, PMA tercatat mengalami
penurunan yang sangat signifikan dengan total
investasi sebesar 58,8 juta dolar AS, mengalami
kontraksi sebesar 76,1% (yoy), setelah pada periode
sebelumnya dapat tumbuh sebesar 87,0% (yoy).
Grafik 1.7 Berdasarkan sektornya, penanaman
investasi oleh pemodal asing masih didominasi untuk
proyek smelter pengolahan nikel sebesar 52,4 juta
dolar AS atau mencapai 89,1% dari keseluruhan
PMA pada periode tersebut. Investor lainnya adalah
pada sektor Transportasi, Gudang dan
Telekomunikasi dengan nilai sebesar 5,7 juta dolar AS
atau pangsa sebesar 9,7%. Sementara itu, pemodal
domestik juga mengalami kontraksi sebesar 43,4%
(yoy) jika dibandingkan dengan periode sebelumnya
yang tumbuh sebesar 24,9% (yoy). Grafik 1.8 Jumlah
PMDN pada triwulan IV 2017 adalah sebanyak 22
proyek dengan total investasi mencapai Rp257,1
miliar. Berdasarkan sektornya, PMDN juga didominasi
untuk proyek smelter pengolahan nikel dengan
pangsa sebesar 95,6%.
Sejalan dengan perlambatan yang terjadi, penyaluran
kredit investasi untuk proyek-proyek yang ada di
Sulawesi Tenggara tercatat mengalami kontraksi
sebesar 8,2% (yoy). Kontraksi tersebut bahkan lebih
dalam jika dibandingkan dengan periode sebelumnya
yang terkontraksi sebesar 4,7% (yoy). Sampai dengan
periode triwulan IV 2017, jumlah outstanding kredit
investasi juga mengalami penurunan dengan capaian
sebesar Rp4,5 triliun, sementara pada triwulan
sebelumnya mencapai Rp4,7 triliun. Grafik 1.9
Realisasi Tahun 2017
Sepanjang tahun 2017, investasi tumbuh sebesar
8,9% (yoy), lebih tinggi daripada tahun sebelumnya
yang hanya tumbuh sebesar 7,5%. Adapun
peningkatan investasi didorong oleh membaiknya
harga nikel internasional dan sehingga
pembangunan smelter pengolahan nikel dapat
dilanjutkan. Selama tahun 2017, realisasi investasi
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah
Sumber: BKPM, diolah
Grafik 1.9 Pertumbuhan Kredit Investasi di Sulawesi
Tenggara Grafik 1.10 Nilai Ekspor Luar Negeri Sulawesi Tenggara
4,481.42
-8.2%-20.0%
-10.0%
0.0%
10.0%
20.0%
30.0%
40.0%
50.0%
-
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
I II III IV I II III IV I II III IV
2015 2016 2017
Kredit Investasi g Kredit Investasi (sb. Kanan)
Rp Miliar yoy126.1%
-100%
-50%
0%
50%
100%
150%
-
20
40
60
80
100
120
140
160
180
200
I II III IV I II III IV I II III IV
2015 2016 2017
Ekspor Sultra g Ekspor Sultra (sb. Kanan)
Juta US$ yoy
Ekonomi Makro Regional
Keuangan Pemerintah
Perkembangan Inflasi Daerah
Stabilitas Keuangan Daerah
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2018 12
swasta melalui penanaman modal asing (PMA)
maupun penanaman modal dalam negeri (PMDN) di
Sulawesi Tenggara mencapai Rp12,67 triliun,
melebihi target yang ditetapkan sebesar Rp10 triliun.
Selain itu, terdapat beberapa proyek pemerintah
yang masih berlangsung pada tahun tersebut seperti
Jembatan Teluk Kendari, Revitalisasi Teluk Kendari,
Pembangunan Masjid Al-Alam, Bendungan Ladongi,
dan pembangunan akses jalan menuju Kawasan
Industri Konawe.
Tracking Triwulan I 2018
Pada triwulan berjalan, kegiatan investasi di Sultra
diperkirakan akan terakselerasi jika dibandingkan
dengan triwulan IV 2017. Akselerasi tersebut
terutama didorong oleh proyek multiyears
pemerintah maupun swasta seperti pembangunan
bendungan Ladongi yang sudah memasuki
pembangunan fisik pada periode yang akan datang.
Selain itu, pada tahun 2018 terjadi peningkatan
target realisasi penanaman modal menjadi Rp15,88
triiun, mengalami peningkatan sebesar 25,33% jika
dibandingkan dengan realisasi penanaman modal
pada tahun 2017. Sebagian besar minat investor
masih pada usaha pengolahan nikel (smelter) dan
terdapat pula investor yang berencana untuk
melanjutkan pembangunan pabrik stainless steel.
1.2.4. Ekspor dan Impor Luar Negeri
Realisasi Ekspor Triwulan IV 2017
Ekspor luar negeri Sulawesi Tenggara pada triwulan
IV 2017 tercatat mengalami perlambatan kinerja.
Pada periode tersebut ekspor Sulawesi Tenggara
hanya tumbuh sebesar 22,8% (yoy), lebih rendah
dibandingkan dengan periode sebelumnya yang
mampu tumbuh sebesar 88,4% (yoy). Perlambatan
pertumbuhan yang terjadi disebabkan oleh based
effect point atau tingginya pertumbuhan ekspor pada
triwulan IV 2016. Pada saat itu terjadi peningkatan
ekspor feronikel yang signifikan seiring dengan
adanya peningkatan permintaan feronikal dari
negara importir. Selain itu pada periode tersebut
terjadi kenaikan harga nikel dunia yang disebabkan
oleh adanya pemangkasan produksi nikel dari
beberapa tambang dunia, terutama Filipina.
Berdasarkan jenisnya, ekspor Sulawesi Tenggara
masih didominasi oleh ekspor barang dengan pangsa
sebesar 96,0% meningkat dibandingkan dengan
periode sebelumnya yang sebesar 95,8% dan pangsa
ekspor jasa sebesar 4,0%.
Berdasarkan komoditasnya, perlambatan ekspor
disebabkan oleh perlambatan pada komoditas
perikanan dan hasil perkebunan. Ekspor komoditas
perikanan tumbuh sebesar 33,9% (yoy), mengalami
perlambatan jika dibandingkan dengan
pertumbuhan pada periode sebelumnya yang
tercatat sebesar 358,1% (yoy). Berdasarkan jenisnya,
perlambatan ekspor perikanan didorong oleh
menurunnya ekspor daging ikan yang memiliki
pangsa paling besar. Namun demikian, penurunan
ekspor tersebut masih tertahan oleh peningkatan
ekspor ikan segar dan ikan tuna beku. Grafik 1.11 Hal
yang sama juga terjadi pada ekspor komoditas kakao
olahan yang kembali terkontraksi sebesar 61,4%
(yoy) dengan total nilai ekspor sebesar 407 ribu dolar
AS.
Sementara itu, masih berlangsungnya relaksasi
ekspor bijih nikel kadar rendah mampu menjadi
Sumber: Bea Cukai, diolah
Sumber: Bea Cukai, diolah
Grafik 1.11 Nilai Ekspor Perikanan Sulawesi Tenggara Grafik 1.12 Pangsa Komoditas Ekspor
145 - -
877
1
3,521
416 90 -
1,470
-
3,111
Ikan Hidup Ikan Beku Rajungan Udang Gurita Daging Ikan
Tw III 2017 Tw IV 2017
ribu USD
Minyak Nilam, 0.45%
Perikanan, 3.80%
Feronikel, 68.48%
Bijih Nikel, 23.77%
Lainnya, 3.50%
Sistem Pembayaran & Pengelolaan
Uang Rupiah
Kondisi Tenaga Kerja dan
Kesejahteraan
Prospek Perekonomian Daerah
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 13
penahan perlambatan ekspor yang terjadi pada
periode laporan. Ekspor bijih nikel kadar rendah
mencapai 41,1 juta dolar AS atau memiliki pangsa
sebesar 23,8%. Grafik 1.12 Jumlah tersebut kembali
mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan
periode sebelumnya yang sebesar 30,9 juta dolar AS.
Selain itu, ekspor nikel olahan juga tercatat
mengalami peningkatan. Pada triwulan IV 2017,
ekspor nikel olahan mampu melanjutkan tren
pertumbuhannya dengan tumbuh sebesar 78,9%
(yoy), meningkat dibandingkan dengan periode
sebelumnya yang sebesar 49,9% (yoy). Grafik 1.13
Kondisi tersebut juga dipengaruhi oleh terjaganya
harga nikel pada periode laporan. Dengan
perkembangan tersebut, ekspor Sulawesi Tenggara
masih sangat didominasi oleh komoditas nikel dalam
bentuk bijih maupun olahan dengan pangsa total
mencapai 92,3%.
Dari sisi negara mitra dagang, pangsa terbesar ekspor
Sulawesi Tenggara pada triwulan IV 2017 adalah
menuju Tiongkok yang mencapai 57,1%, lalu dikuti
oleh pengiriman ke India (17,4%) dan ke Korea
Selatan (14,5%). Pangsa pengiriman ke Tiongkok
tersebut lebih tinggi dibandingkan kondisi awal
tahun yang hanya sebesar 47,3%. Kondisi ini
menunjukkan adanya perbaikan perekonomian
global.
Realisasi Ekspor Tahun 2017
Sepanjang tahun 2017, ekspor luar negeri tumbuh
sebesar 56,3% (yoy), lebih tinggi daripada tahun
sebelumnya yang terkontraksi sebesar 8,2%. Ekspor
luar negeri sejak tahun 2013 selalu mengalami
kontraksi. Perbaikan tersebut terutama didorong oleh
adanya kebijakan relaksasi ekspor bijih nikel kadar
rendah yang dimanfaatkan oleh perusahaan
pertambangan nikel di Sulawesi Tenggara. Terdapat
4 perusahaan pengolahan nikel yang mendapatkan
rekomendasi ekspor komoditas tersebut dari
Kementerian ESDM dengan total kuota mencapai 7
juta ton.
Realisasi Impor Triwulan IV 2017
Pada triwulan IV 2017, impor Sulawesi Tenggara
tercatat juga mengalami perlambatan laju
pertumbuhan. Aktivitas impor pada periode tersebut
tumbuh sebesar 48,6% (yoy), menurun jika
dibandingkan dengan pertumbuhan pada periode
sebelumnya yang mencapai 71,8% (yoy). Meskipun
mengalami perlambatan, namun pertumbuhan
aktivitas impor yang masih lebih tinggi dibandingkan
dengan aktivitas ekspor menjadi salah satu
pendorong terjadinya perlambatan pertumbuhan
ekonomi di Sulawesi Tenggara. Berdasarkan jenisnya,
aktivitas impor masih didominasi oleh impor barang
dengan pangsa sebesar 98,3% dan sisanya impor
jasa. Pangsa impor barang tersebut mengalami
peningkatan jika dibandingkan dengan periode
sebelumnya yang sebesar 98,0%.
Dilihat berdasarkan nilai impor barang secara riil dari
data Bea Cukai, impor Sulawesi Tenggara pada
periode laporan adalah sebesar USD124,6 juta. Grafik
1.14 Sebanyak 63,2% impor Sulawesi Tenggara
adalah untuk pengadaan barang modal termasuk di
dalamnya adalah mesin smelter pengolahan nikel.
Selain itu terdapat pula impor barang antara dengan
pangsa sebesar 36,8% berupa kokas dan bahan
campuran lainnya untuk memproduksi nickel pig
Sumber: Bea Cukai, diolah
Sumber: Bea Cukai, diolah
Grafik 1.13 Nilai Ekspor Feronikel Sulawesi Tenggara Grafik 1.14 Nilai Impor Luar Negeri Sulawesi Tenggara
118 78.9%
-80%
-60%
-40%
-20%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
-
20
40
60
80
100
120
140
I II III IV I II III IV I II III IV
2015 2016 2017
Ekspor feronikel g Ekspor feronikel (sb. Kanan)
Juta US$ yoy
124.6
73.4%
-100%
0%
100%
200%
300%
400%
500%
600%
700%
800%
-
20
40
60
80
100
120
140
160
180
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2014 2015 2016 2017
Import Sultra g Import Sultra (sb. Kanan)
Juta US$ yoy
Ekonomi Makro Regional
Keuangan Pemerintah
Perkembangan Inflasi Daerah
Stabilitas Keuangan Daerah
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2018 14
iron/NPI. Untuk asal barang, pada triwulan IV 2017
impor Sulawesi Tenggara masih didominasi dari
negara Tiongkok sebesar 82,2% dan Australia
sebesar 14,6%.
Realisasi Impor Tahun 2017
Sepanjang tahun 2017, impor luar negeri tumbuh
sebesar 59,0% (yoy), lebih tinggi daripada tahun
sebelumnya yang hanya tumbuh sebesar 14,4%
(yoy). Peningkatan tersebut terutama berasal dari
adanya impor barang modal yang digunakan dalam
proyek pembangunan smelter nikel seiring dengan
meningkatnya investasi pada lapangan usaha
tersebut. Selain itu, terdapat pula peningkatan impor
barang antara yang digunakan dalam proses produksi
pengolahan nikel, khususnya untuk komoditas nickel
pig iron/NPI. Pada proses produksi komoditas
tersebut memerlukan kokas (coking coal) yang belum
dapat dipenuhi dari dalam negeri.
Tracking Triwulan I 2018
Memasuki triwulan I 2018, kinerja ekspor luar negeri
diperkirakan akan mengalami perbaikan. Hal ini
didorong oleh masih tingginya permintaan nikel
dunia yang didukung oleh harga nikel yang masih
cukup terjaga. Selain itu, masih cukup besarnya kuota
ekspor bijih nikel kadar rendah yang tersisa di tahun
2018 diperkirakan akan segera dimanfaatkan oleh
perusahaan pertambangan nikel. Selain itu, dari hasil
liaison diperoleh informasi bahwa akan terdapat
peningkatan penjualan komoditas perikanan ke luar
negeri, khususnya untuk jenis tuna seiring dengan
membaiknya pasokan dan perluasan negara tujuan
ekspor ke negara Timur Tengah.
Di sisi lain, impor Sulawesi Tenggara pada triwulan
berjalan diperkirakan akan kembali mengalami
perlambatan. Perlambatan yang terjadi dipengaruhi
oleh terbatasnya impor barang modal karena proyek
baru pembangunan smelter nikel masih berada pada
tahap konstruksi bangunan dan belum pada tahap
pemasangan mesin. Meskipun demikian, seiring
dengan mulai beroperasinya beberapa smelter baru
diperkirakan akan meningkatkan impor barang
antara.
1.3. SISI PENAWARAN: LAPANGAN USAHA
UTAMA
Realisasi Triwulan IV 2017
Dari sisi penawaran, perlambatan pertumbuhan
ekonomi Sulawesi Tenggara pada triwulan IV 2017
disebabkan oleh perlambatan yang terjadi pada
lapangan usaha pertambangan dan penggalian.
Namun kondisi tersebut sedikit tertahan oleh adanya
akselerasi pada lapangan usaha utama lainnya seperti
lapangan usaha pertanian, kehutanan dan perikanan,
lapangan usaha industri pengolahan, lapangan usaha
konstruksi dan lapangan usaha perdagangan besar
dan eceran. Perlambatan pada lapangan usaha
Tabel 1.2 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penawaran
Dalam % (yoy); p= proyeksi KPw BI Sultra
Sumber: BPS, ADHK, diolah
2018
I II III IV I II III IV IP
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 10.7 5.7 5.5 8.9 4.8 6.4 5.5 6.3 5.2 - 5.6 23.3
Pertambangan dan Penggalian (7.0) 3.9 (5.8) 10.3 16.3 11.6 15.8 9.0 12.9 - 13.3 21.0
Industri Pengolahan 8.6 5.4 13.7 8.1 7.4 8.8 4.3 5.2 7.8 - 8.2 6.2
Pengadaan Listrik, Gas 11.6 7.9 12.3 (6.5) 3.0 4.6 7.8 8.2 5.7 - 6.1 0.1
Pengadaan Air 8.8 3.0 14.3 9.8 0.0 3.6 (3.2) 0.3 2.8 - 3.2 0.2
Konstruksi 8.9 8.3 8.8 4.9 10.4 2.1 0.1 1.7 1.1 - 1.5 12.8
Perdagangan Besar dan Eceran 6.1 6.2 16.3 11.1 5.9 8.4 4.8 8.1 4.7 - 5.1 12.6
Transportasi dan Pergudangan 8.8 12.5 16.1 8.9 9.8 10.0 3.7 6.0 9.3 - 9.7 4.7
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 7.7 8.3 8.7 4.9 5.7 5.2 7.5 6.1 8.7 - 9.1 0.6
Informasi dan Komunikasi 13.2 9.2 8.2 8.7 9.4 9.8 8.6 6.2 9.5 - 9.9 2.4
Jasa Keuangan 14.5 21.6 14.0 11.1 5.8 4.0 3.8 4.6 4.5 - 4.9 2.3
Real Estate 0.4 1.2 (4.6) 6.6 1.5 4.7 9.8 1.1 2.5 - 2.9 1.6
Jasa Perusahaan 10.0 8.1 7.7 7.0 3.9 6.6 6.8 6.6 0.8 - 1.2 0.2
Administrasi Pemerintahan 2.7 8.2 1.0 (2.9) 0.3 1.1 7.0 7.8 2.4 - 2.8 5.2
Jasa Pendidikan 14.0 12.1 13.5 1.1 1.8 2.5 3.6 4.2 1.1 - 1.5 4.7
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 8.8 4.5 8.3 3.2 1.7 6.3 2.6 3.1 3.2 - 3.6 1.0
Jasa Lainnya 8.5 9.4 6.1 6.1 2.0 0.6 4.2 4.1 1.2 - 1.6 1.4
PDRB 5.5 6.8 6.0 7.7 7.8 6.9 6.6 6.1 6.2 - 6.6
* Keterangan
Meningkat
Melambat
Komponen Pengeluaran2016 2017
Pangsa
Sistem Pembayaran & Pengelolaan
Uang Rupiah
Kondisi Tenaga Kerja dan
Kesejahteraan
Prospek Perekonomian Daerah
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 15
pertambangan dan penggalian disebabkan oleh
perlambatan produksi bijih nikel kadar tinggi.
Sementara itu, produksi bijih nikel kadar rendah yang
cukup stabil jika dibandingkan dengan periode
sebelumnya tidak cukup mampu untuk mendorong
pertumbuhan lapangan usaha tersebut pada periode
laporan.
Realisasi Tahun 2017
Adanya kebijakan relaksasi ekspor bijih nikel kadar
rendah (low grade ore nickel) pada awal tahun 2017
menjadi faktor pendorong meningatnya kinerja
lapangan usaha pertambangan dan penggalian.
Bahkan lapangan usaha ini merupakan lapangan
usaha dengan tingkat pertumbuhan yang paling
tinggi daripada lapangan usaha lainnya. Sebaliknya
lapangan usaha dominan lainnya seperti pertanian,
konstruksi, perdagangan besar dan eceran, serta
industri pengolahan justru mengalami perlambatan.
Salah satu faktor perlambatan adalah adanya
gangguan produksi dan pelaksanaan kegiatan
konstruksi karena cuaca ekstrim pada pertengahan
tahun 2017 yang lalu.
Tracking Triwulan I 2018
Sementara itu, pada triwulan I yang sedang berjalan
diperkirakan akan terjadi percepatan pertumbuhan
ekonomi yang disebabkan oleh percepatan yang
terjadi pada lapangan usaha pertambangan dan
pengolahan serta lapangan usaha industri
pengolahan. Namun pertumbuhan tersebut
diperkirakan akan tertahan oleh perlambatan pada
lapangan usaha utama lainnya, yaitu lapangan usaha
pertanian, kehutanan dan perikanan, lapangan usaha
konstruksi dan lapangan usaha perdagangan besar
dan eceran.
1.3.1. Pertanian, Kehutanan dan Perikanan
Realisasi Triwulan IV 2017
Pada triwulan IV 2017, lapangan usaha pertanian,
kehutanan dan perikanan (selanjutnya disebut usaha
pertanian) mengalami akselerasi pertumbuhan.
Kinerja lapangan usaha tersebut tumbuh sebesar
6,3% (yoy), setelah pada periode sebelumnya
tumbuh sebesar 5,6% (yoy). Peningkatan yang terjadi
terutama disumbangkan oleh adanya perbaikan
produksi tanaman bahan makanan (tabama).
Sementara itu produksi hasil perikanan mengalami
penurunan dan menahan laju akselerasi yang terjadi.
Perbaikan yang terjadi pada produksi tabama
dipengaruhi oleh membaiknya cuaca pada musim
tanam sebelumnya. Luas tanam pada periode
sebelumnya dapat mencapai 50,9 ribu hektare. Grafik
1.15 Selain itu, kondisi cuaca yang relatif kondusif
turut mengurangi terjadinya gagal panen. Pada
triwulan IV 2017, luas sawah yang mengalami gagal
panen hanya seluas 76 hektar, lebih rendah daripada
periode sebelumnya yang mencapi 545,5 hektar.
Sementara itu, produksi ikan masih mengalami
penurunan. Pada periode laporan, produksi ikan
terkontraksi lebih dalam sebesar 34,2% (yoy),
sementara pada periode sebelumnya hanya
terkontraksi sebesar 3,9% (yoy). Grafik 1.16 Kondisi ini
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu adanya
perubahan kebijakan alat tangkap, masih adanya
Sumber: Dinas Tanaman Pangan dan Peternakan, diolah
Sumber: PPS Samudra Kendari, diolah
Grafik 1.15 Luas Panen Padi di Sulawesi Tenggara Grafik 1.16 Jumlah Pendaratan Ikan di Kota Kendari
34.0
54.0
-11.9%
-3.9%
-100%
-50%
0%
50%
100%
150%
-
10
20
30
40
50
60
I II III IV I II III IV I II III IV
2015 2016 2017
Thousands
Luas Panen Padi Pertumbuhan(sb. Kanan)
Luas (ribu Ha)yoy
6.75
-34.2%
-100%
-80%
-60%
-40%
-20%
0%
20%
40%
60%
80%
-
2
4
6
8
10
12
I II III IV I II III IV I II III IV
2015 2016 2017
Thousands
Pendaratan Ikan Pertumbuhan(sb. Kanan)
Jumlah (ribu ton)yoy
Ekonomi Makro Regional
Keuangan Pemerintah
Perkembangan Inflasi Daerah
Stabilitas Keuangan Daerah
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2018 16
pembatasan area penangkapan ikan di wilayah
tertentu dan berkurangnya kapal penangkap ikan
yang beroperasi.
Akselerasi pertumbuhan lapangan usaha pertanian
turut mendorong realisasi kredit pada lapangan
usaha tersebut. Pada triwulan IV 2017, kredit
lapangan usaha pertanian tumbuh sebesar 46,4%
(yoy), mengalami peningkatan setelah di periode
sebelumnya hanya tumbuh sebesar 39,0% (yoy).
Grafik 1.17 Jumlah penyaluran kredit pada lapangan
usaha tersebut tercatat sebesar Rp868,0 miliar.
Sebagian besar penyaluran kredit adalah untuk
perkebunan sawit dengan pangsa sebesar 36,1%,
diikuti oleh penyaluran untuk penanaman padi
sebesar 17,0% dan kepada pelaku usaha perikanan
sebesar 16,3%.
Realisasi Tahun 2017
Kinerja lapangan usaha pertanian selama 2017
hanya tumbuh sebesar 5,8% (yoy), lebih rendah
daripada tahun 2016 yang dapat tumbuh sebesar
7,7% (yoy). Perlambatan yang terjadi terutama
disebabkan oleh menurunnya produksi perikanan
dan terganggunya produksi tabama dan perkebunan.
Kondisi curah hujan yang relatif lebih tinggi pada
tahun 2017 disertai dengan cuaca ekstrim pada
pertengahan tahun menyebabkan terganggunya
produksi pertanian. Selain itu, pasokan ikan tangkap
juga mengalami penurunan sejak triwulan II 2017
karena beberapa faktor yaitu adanya perubahan
kebijakan alat tangkap, masih adanya pembatasan
area penangkapan ikan di wilayah tertentu dan
berkurangnya kapal penangkap ikan yang
beroperasi.
Tracking Triwulan I 2018
Pada periode berjalan, lapangan usaha pertanian
diperkirakan akan mengalami perlambatan. Kondisi
ini disebabkan karena produksi ikan pada triwulan I
2018 tidak sebesar periode yang sama tahun 2017.
Salah satu faktor penyebabnya adalah belum adanya
kesepakatan antar provinsi dalam penggunaan kapal
andon diperkirakan akan mengurangi jumlah kapal
penangkap ikan yang beroperasi. Selain itu, adanya
pembatasan penangkapan ikan di beberapa wilayah
tertentu juga dapat mengurangi produksi ikan laut
pada periode tersebut. Di sisi lain, pada periode yang
sama diperkirakan mulai terjadi panen padi sehingga
dapat menopang kinerja lapangan usaha pertanian.
1.3.2. Pertambangan dan Penggalian
Realisasi Triwulan IV 2017
Kinerja lapangan usaha pertambangan dan
penggalian pada periode triwulan IV 2017
mengalami perlambatan setelah terakselerasi pada
periode sebelumnya. Pada periode tersebut kinerja
lapangan usaha ini hanya tumbuh sebesar 9,0%
(yoy), melambat dibandingkan dengan periode
sebelumnya yang dapat tumbuh sebesar 15,8%
(yoy). Perlambatan tersebut disebabkan oleh adanya
penurunan produksi bijih nikel kadar tinggi. Produksi
bijih nikel kadar tinggi tercatat sebesar 210,3 ribu
MWT atau terkontraksi sebesar 4,7% (yoy)
dibandingkan dengan periode sebelumnya yang
tumbuh sebesar 27,0% (yoy).
Sementara itu, produksi bijih nikel kadar rendah
mengalami sedikit peningkatan sehingga masih
menopang kinerja lapangan usaha ini untuk dapat
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
Sumber: Produsen Nikel Sultra, diolah
Grafik 1.17 Kredit Pertanian Sulawesi Tenggara Grafik 1.18 Indeks Produksi Ore Nikel
868.03
46.4%
-20.0%
-10.0%
0.0%
10.0%
20.0%
30.0%
40.0%
50.0%
60.0%
70.0%
-
100
200
300
400
500
600
700
800
900
1,000
I II III IV I II III IV I II III IV
2015 2016 2017
Kredit Pertanian gKredit Pertanian (sb. Kanan)
Rp Miliar yoy1,226.7
-
200
400
600
800
1,000
1,200
1,400
I II III IV I II III IV I II III IV
2015 2016 2017
Indeks
Sistem Pembayaran & Pengelolaan
Uang Rupiah
Kondisi Tenaga Kerja dan
Kesejahteraan
Prospek Perekonomian Daerah
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 17
tumbuh pada level yang tinggi. Produksi bijih nikel
kadar rendah pada triwulan IV 2017 tercatat sebesar
1,4 juta MWT, sedikit mengalami peningkatan jika
dibandingkan dengan periode sebelumnya yang
hanya sebesar 1,2 juta MWT. Selain itu, harga nikel
yang masih menunjukkan tren peningkatan mampu
menahan perlambatan yang terjadi pada periode
laporan. Harga nikel pada triwulan IV 2017 tercatat
sebesar 11.606,0 dolar AS per metric ton, meningkat
jika dibandingkan dengan periode sebelumnya yang
sebesar 10.538,0 dolar AS per metric ton.
Sejalan dengan melambatnya lapangan usaha ini,
penyaluran kredit tercatat sedikit mengalami
perlambatan. Pada triwulan IV 2017 pertumbuhan
penyaluran kredit untuk lapangan usaha
pertambangan tercatat tumbuh negatif sebesar
19,6% (yoy), terkontraksi semakin dalam
dibandingkan dengan periode sebelumnya yang
hanya terkontraksi sebesar 13,4% (yoy). Grafik 1.19
Realisasi Tahun 2017
Adanya kebijakan relaksasi ekspor bijih nikel kadar
rendah (low grade ore nickel) pada awal tahun 2017
menjadi faktor pendorong meningatnya kinerja
lapangan usaha pertambangan dan penggalian.
Bahkan lapangan usaha ini merupakan lapangan
usaha dengan tingkat pertumbuhan yang paling
tinggi daripada lapangan usaha lainnya. Terdapat 4
perusahaan pengolahan nikel yang mendapatkan
rekomendasi ekspor komoditas tersebut dari
Kementerian ESDM dengan total kuota mencapai 7
juta ton. Dengan kondisi tersebut, selama 2017
lapangan usaha ini dapat tumbuh sebesar 13,0%
(yoy), sedangkan pada tahun 2016 hanya tumbuh
sebesar 0,3% (yoy).
Tracking Triwulan I 2018
Memasuki triwulan I 2018, kinerja lapangan usaha ini
diperkirakan akan mengalami peningkatan.
Pertumbuhan tersebut masih didorong oleh
permintaan nikel dunia yang diperkirakan masih akan
terus meningkat. Harga nikel yang cukup terjaga
dengan kecenderungan meningkat juga menjadi
faktor pendorong peningkatan yang terjadi pada
lapangan usaha tersebut. Selain itu, masih cukup
besarnya kuota ekspor bijih nikel kadar rendah yang
tersisa di tahun 2018 diperkirakan akan segera
dimanfaatkan oleh perusahaan pertambangan nikel.
1.3.3. Industri Pengolahan
Realisasi Triwulan IV 2017
Pada triwulan IV 2017, lapangan usaha industri
pengolahan mengalami akselerasi pertumbuhan
sehingga dapat menjadi faktor penahan perlambatan
pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Lapangan usaha
tersebut tumbuh sebesar 5,2% (yoy), mengalami
akselerasi dibandingkan periode sebelumnya yang
tumbuh sebesar 4,3% (yoy). Hal tersebut didorong
oleh peningkatan kinerja industri manufaktur skala
mikro dan kecil maupun industri skala sedang dan
besar.Pertumbuhan yang terjadi pada industri sedang
dan besar didorong oleh masih tumbuh positifnya
industri makanan, yaitu sebesar 25,4% (yoy). Kondisi
ini dipengaruhi oleh peningkatan kinerja lapangan
usaha pertanian sebagai mata rantai input untuk
industri makanan seperti penggilingan padi dan
pengawetan ikan. Meskipun demikian, kinerja
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
Grafik 1.19 Kredit Pertambangan Sulawesi Tenggara Grafik 1.20 Kredit Industri Sulawesi Tenggara
1,915.04
-19.6%
-40.0%
-20.0%
0.0%
20.0%
40.0%
60.0%
80.0%
100.0%
-
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
I II III IV I II III IV I II III IV
2015 2016 2017
Kredit Pertambangan
Rp Miliar yoy545.68
24.1%
0.0%
20.0%
40.0%
60.0%
80.0%
100.0%
120.0%
140.0%
-
100
200
300
400
500
600
I II III IV I II III IV I II III IV
2015 2016 2017
Kredit Industri g Kredit Industri (sb. Kanan)
Rp Miliar yoy
Ekonomi Makro Regional
Keuangan Pemerintah
Perkembangan Inflasi Daerah
Stabilitas Keuangan Daerah
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2018 18
industri kayu yang mengalami kontraksi sebesar
13,6% sehingga menahan laju akselerasi. Secara
keseluruhan, industri sedang dan besar di Sulawesi
Tenggara mampu tumbuh sebesar 15,8% (yoy),
meningkat jika dibandingkan dengan periode
sebelumnya yang tumbuh sebesar 7,1% (yoy).
Selain itu, industri mikro dan kecil juga mampu
tumbuh sebesar 34,2% (yoy), meningkat jika
dibandingkan dengan periode sebelumnya yang
sebesar 24,7% (yoy). Peningkatan tersebut didorong
oleh peningkatan beberapa industri seperti industri
makanan yang tumbuh sebesar 74,3% (yoy), industri
bahan kimia yang tumbuh sebesar 34,8% (yoy) dan
industri farmasi yang tumbuh sebesar 29,4% (yoy).
Namun pertumbuhan produksi pada industri mikro
dan kecil sedikit tertahan dengan terdapat beberapa
industri yang mengalami pertumbuhan negatif,
antara lain industri alat angkutan lainnya (-30,8%
yoy), industri pakaian jadi (-18,9% yoy) dan industri
pengolahan lainnya (-16,2% yoy).
Berbeda dengan akselerasi pertumbuhan yang terjadi
pada lapangan usaha tersebut, penyaluran kredit
lapangan usaha industri pengolahan cenderung
mengalami perlambatan. Pada triwulan IV 2017,
outstanding kredit ke lapangan usaha industri
pengolahan mencapai Rp545,7 miliar atau tumbuh
sebesar 24,1% (yoy), lebih rendah jika dibandingkan
dengan periode sebelumnya yang hanya tumbuh
sebesar 28,0%. Grafik 1.20 Kredit untuk industri
pengolahan lebih banyak ditujukan kepada industri
skala kecil menengah seperti untuk penggilingan padi
(30,9%), pengolahan kayu (8,7%) dan industri bahan
bangunan (5,0%). Sementara itu, industri
pengolahan nikel berskala besar lebih banyak
menggunakan modal sendiri (investor) atau dari
perusahaan induknya.
Realisasi Tahun 2017
Sepanjang 2017, kinerja lapangan usaha industri
pengolahan hanya tumbuh sebesar 6,4% (yoy), lebih
rendah daripada tahun sebelunya yang dapat
tumbuh sebesar 8,9%. Perlambatan yang terjadi
terutama disebabkan oleh menurunnya produksi
perikanan dan terganggunya produksi tabama dan
perkebunan yang merupakan bahan input utama
untuk industri pengolahan di Sulawesi Tenggara.
Sementara itu, kinerja produksi industri pengolahan
nikel justru mengalami peningkatan sehingga dapat
menopang kinerja lapangan usaha ini. Kondisi
tersebut dipengaruhi oleh adanya smelter nikel yang
telah beroperasi pada akhir 2017 dan permintaan
nikel olahan yang terus meningkat.
Tracking Triwulan I 2018
Pada periode mendatang, kondisi lapangan usaha
industri pengolahan diperkirakan masih akan
mengalami peningkatan. Tingginya pertumbuhan
tersebut utamanya disebabkan oleh mulai optimalnya
operasional dari smelter baru sehingga produksi
feronikel dan nikel pig iron/NPI diperkirakan akan
dapat kembali tumbuh. Selain itu adanya industri
pengolahan batu yang mulai beroperasi sebagai
bahan inputan smelter nikel juga diperkirakan akan
meningkatkan kinerja lapangan usaha ini.
Peningkatan juga berasal dari industri makanan,
terutama untuk industri penggilingan padi seiring
dengan mulai masuknya masa panen padi pada
triwulan I 2018. Meskipun demikian, industri
pembekuan ikan diperkirakan mengalami
perlambatan seiring dengan hasil produksi ikan yang
diperkirakan mengalami penurunan dibandingkan
dengan tahun sebelumnya.
1.3.4. Perdagangan Besar dan Eceran
Realisasi Triwulan IV 2017
Lapangan usaha perdagangan besar dan eceran pada
triwulan IV 2017 tercatat mengalami akselerasi
sehingga mampu menahan perlambatan
pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Lapangan usaha
tersebut mampu tumbuh sebesar 8,2% (yoy)
dibandingkan dengan periode sebelumnya yang
tumbuh sebesar 4,8% (yoy). Akselerasi yang terjadi
didukung oleh momen liburan akhir tahun serta
terjaganya konsumsi masyarakat.
Peningkatan lapangan usaha perdagangan besar dan
eceran juga tercermin dari hasil liaison yang dilakukan
oleh KPw BI Sultra terhadap sejumlah pelaku usaha
yang menunjukkan adanya peningkatan pada
penjualan domestik. Pada triwulan IV 20017, nilai
likert scale penjualan domestik adalah 0,22
meningkat jika dibandingkan dengan nilai likert scale
Sistem Pembayaran & Pengelolaan
Uang Rupiah
Kondisi Tenaga Kerja dan
Kesejahteraan
Prospek Perekonomian Daerah
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 19
penjualan domestik pada triwulan sebelumnya yang
sebesar -1,50. Namun pertumbuhan tersebut sedikit
tertahan dengan melambatnya kinerja perdagangan
luar negeri pada periode laporan. Pada triwulan IV
2017, total volume ekspor provinsi Sulawesi
Tenggara tercatat sebesar 1,4 juta ton atau tumbuh
mencapai 2216,9% (yoy), melambat dibandingkan
dengan periode sebelumnya yang tumbuh sebesar
3943,4% (yoy). Grafik 1.21
Berbeda dengan akselerasi pada lapangan usaha
perdagangan, laju pertumbuhan penyaluran kredit ke
lapangan usaha tersebut justru mengalami
perlambatan. Pada periode laporan total penyaluran
kredit pada lapangan usaha tersebut tercatat sebesar
Rp5,01 triliun atau tumbuh sebesar 2,6% (yoy),
melambat dibandingkan periode sebelumnya yang
tumbuh sebesar 4,6% (yoy). Grafik 1.23 Sampai
dengan posisi triwulan IV 2017, pangsa penyaluran
kredit perdagangan terbesar adalah untuk
perdagangan eceran sebesar 66,0% dan diikuti oleh
perdagangan domestik hasil pertanian sebesar
17,6%.
Tracking Triwulan I 2018
Memasuki triwulan I 2018, kinerja usaha
perdagangan besar dan eceran diperkirakan akan
kembali mengalami perlambatan dengan tumbuh
pada kisaran 4,7% - 5,1% (yoy). Hal tersebut
disebabkan oleh terbatasnya konsumsi rumah tangga
yang disebabkan oleh telah berlalunya periode
liburan serta capaian inflasi yang cukup tinggi pada
awal tahun sehingga berdampak pada lapangan
usaha perdagangan besar dan eceran. Namun
perlambatan yang terjadi dapat tertahan seiring
diperkirakan akan meningkatnya ekspor nikel bijih
dan olahan pada periode yang akan datang.
1.3.5. Konstruksi
Realisasi Triwulan IV 2017
Pada triwulan IV 2017, kinerja lapangan usaha
konstruksi tercatat mengalami akselerasi sehingga
mampu menahan perlambatan laju pertumbuhan
ekonomi Sulawesi Tenggara. Pada periode tersebut,
pertumbuhan usaha konstruksi tercatat sebesar
1,7% (yoy), meningkat dibandingkan dengan kinerja
periode sebelumnya yang hanya tumbuh sebesar
0,1% (yoy). Peningkatan pada lapangan usaha
tersebut didorong oleh tingginya realisasi progres
fisik proyek pemerintah pada periode laporan.
Konsumsi semen juga mengalami peningkatan
dengan capaian sebesar 172,4 ton dibandingkan
dengan periode sebelumnya yang sebesar 157,1 ton
meskipun masih mengalami pertumbuhan negatif
sebesar 1,0% (yoy).
Meskipun lapangan usaha konstruksi mengalami
pertumbuhan, namun kondisi tersebut tidak banyak
mempengaruhi kinerja perbankan ke lapangan usaha
tersebut. Hal ini disebabkan oleh kegiatan konstruksi
pemerintah lebih benyak menggunakan APBN dan
APBD sementara proyek swasta lebih banyak
menggunakan modal sendiri. Hal tersebut sesuai
dengan hasil Regional Financial Account & Balance
Sheet (RFABS) Bank Indonesia, yaitu interkoneksi
antara perbankan dengan perusahaan tidak terlalu
kuat. Pada periode tersebut, outstanding kredit ke
lapangan usaha konstruksi sebesar Rp925 miliar atau
mengalami pertumbuhan sebesar 2,9% (yoy), lebih
Sumber: Bea Cukai, diolah
Sumber: Bea Cukai, diolah
Grafik 1.21 Volume Ekspor Sulawesi Tenggara Grafik 1.22 Transaksi Perdagangan Luar Negeri
1,364.62
2216.9%
-500%
0%
500%
1000%
1500%
2000%
2500%
3000%
3500%
4000%
4500%
-
200
400
600
800
1,000
1,200
1,400
1,600
IV I II III IV I II III IV I II III IV
2015 2016 2017
Ekspor Sultra (volume) g Ekspor Sultra
Volume (ribu ton) yoy
173
124.6
-
50
100
150
200
250
300
350
I II III IV I II III IV I II III IV
2015 2016 2017
Nilai Eksport Nilai ImportJuta USD
Ekonomi Makro Regional
Keuangan Pemerintah
Perkembangan Inflasi Daerah
Stabilitas Keuangan Daerah
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2018 20
rendah dibandingkan dengan periode sebelumnya
yang tumbuh sebesar 6,9% (yoy). Grafik 1.24
Tracking Triwulan I 2018
Pada triwulan I 2018, lapangan usaha konstruksi
diperkirakan akan mengalami pertumbuhan dengan
kecenderungan melambat. Masih belum
berlangsungnya pembangunan proyek baru
pemerintah daerah menjadi faktor utama
perlambatan yang terjadi meskipun masih dapat
tertahan dengan pembangunan proyek multiyears
seperti bendungan Ladongi yang sudah mulai
memasuki tahap pembangunan fisik pada tahun
2018. Sementara itu, rencana pembangunan yang
dilakukan oleh pihak swasta terutama pelaku usaha
pertambangan seiring dengan membaiknya harga
nikel diperkirakan dapat menjadi faktor yang dapat
menahan perlambatan laju pertumbuhan lapangan
usaha konstruksi.
1.4. PERTUMBUHAN EKONOMI TANPA
LAPANGAN USAHA PERTAMBANGAN
Realisasi Triwulan IV 2017
Dengan tumbuhnya lapangan usaha utama non
tambang, maka pertumbuhan ekonomi non
tambang Sulawesi Tenggara pada triwulan IV 2017
juga mengalami akselerasi. Pada triwulan IV 2017
pertumbuhan ekonomi nonpertambangan tercatat
mengalami akselerasi laju pertumbuhan sebesar
5,4% (yoy), setelah pada periode sebelumnya
tercatat sebesar 4,3% (yoy). Capaian tersebut
menjadi faktor yang menahan perlambatan laju
pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tenggara pada
periode laporan.
Meningkatnya produksi hasil pertanian, produksi
industri manufaktur dan penjualan domestik
merupakan faktor-faktor yang mendorong
pertumbuhan ekonomi nontambang. Namun
terdapat juga beberapa lapangan usaha yang
mengalami perlambatan pertumbuhan sehingga
menahan laju pertumbuh yang terjadi, yaitu lapangan
usaha penyediaan akomodasi dan makan minum,
lapangan usaha informasi dan komunikasi, lapangan
usaha real estate dan lapangan usaha jasa
perusahaan. Dari sisi rasio komponen lapangan usaha
terhadap total PDRB non pertambangan, lapangan
usaha pertanian masih mendominasi perekonomian
Sulawesi Tenggara dengan rasio sebesar 29,2%,
mengalami peningkatan dibandingkan dengan
periode sebelumnya yang sebesar 28,9%. Selain itu
peningkatan juga terjadi pada lapangan usaha
konstruksi dari 16,2% pada periode sebelumnya
menjadi 17,2% pada periode laporan.
Tracking Triwulan I 2018
Pada triwulan I 2018 mendatang lapangan usaha non
pertambangan diperkirakan akan mengalami
perlambatan dengan pertumbuhan berada di kisaran
4,5% - 4,9%(yoy). Perlambatan yang terjadi
disebabkan oleh perlambatan pada beberapa
lapangan usaha utama, yaitu lapangan usaha
pertanian, lapangan usaha konstruksi dan lapangan
usaha perdagangan besar dan eceran. Perlambatan
pada lapangan usaha pertanian disebabkan oleh
menurunnya produksi hasil pertanian serta masih
belum optimalnya produksi hasil perikanan. Cuaca
yang diperkirakan akan memiliki curah hujan lebih
tinggi dari kondisi normal sepanjang triwulan I 2018
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
Grafik 1.23 Kredit Perdagangan Sulawesi Tenggara Grafik 1.24 Kredit Konstruksi Sulawesi Tenggara
5,007.57
2.6%
0.0%
2.0%
4.0%
6.0%
8.0%
10.0%
12.0%
14.0%
16.0%
18.0%
-
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
I II III IV I II III IV I II III IV
2015 2016 2017
Kredit Perdagangan g Kredit Perdagangan (sb. Kanan)
Rp Miliar yoy
925.70
2.9%
-20.0%
0.0%
20.0%
40.0%
60.0%
80.0%
100.0%
-
200
400
600
800
1,000
1,200
I II III IV I II III IV I II III IV
2015 2016 2017
Kredit Konstruksi g Kredit Konstruksi (sb. Kanan)
Rp Miliar yoy
Sistem Pembayaran & Pengelolaan
Uang Rupiah
Kondisi Tenaga Kerja dan
Kesejahteraan
Prospek Perekonomian Daerah
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 21
juga dapat menjadi faktor yang menyebabkan
terjadinya perlambatan pada lapangan usaha
tersebut. Selain itu, masih belum berjalannya
pembangunan atas proyek pemerintah serta
terbatasnya tingkat konsumsi rumah tangga
diperkirakan dapat menjadi faktor yang
menyebabkan terjadinya perlambatan pada lapangan
usaha nontambang. Namun perlambatan yang
terjadi diperkirakan masih dapat tertahan seiring
dengan akselerasi yang terjadi pada lapangan usaha
industri pengolahan yang didorong oleh pengolahan
nikel.
Sumber: BPS, ADHK, diolah
Grafik 1.25 Perkembangan Ekonomi Nonpertambangan Sulawesi Tenggara
(15.00)
(10.00)
(5.00)
-
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
35.00
2011 2012 2013 2014 2015 2016 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
. 2014 2015 2016 2017
Pertumbuhan Ekonomi Tambang Pertumbuhan Ekonomi Non Tambang Pertumbuhan Ekonomi Sultra
%, yoy
Ekonomi Makro Regional
Keuangan Pemerintah
Perkembangan Inflasi Daerah
Stabilitas Keuangan Daerah
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2018 22
Halaman ini sengaja dikosongkan
Sistem Pembayaran & Pengelolaan
Uang Rupiah
Kondisi Tenaga Kerja dan
Kesejahteraan
Prospek Perekonomian Daerah
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 23
KEUANGAN PEMERINTAH
2
Ekonomi Makro Regional
Keuangan Pemerintah
Perkembangan Inflasi Daerah
Stabilitas Keuangan Daerah
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2018 24
2.1. STRUKTUR ANGGARAN APBD PERUBAHAN
PROVINSI TAHUN 2017
Anggaran pendapatan dan belanja pada APBD
Perubahan (APBD-P) 2017 meningkat dibandingkan
dengan anggaran APBD Perubahan tahun 2016.
Anggaran pendapatan meningkat menjadi Rp3,50
triliun atau naik cukup tinggi sebesar 41,6%
dibanding tahun 2016. Begitu pula dengan anggaran
belanja yang meningkat menjadi Rp3,87 triliun atau
naik sebesar 37,2%. Grafik 2.1 & 2.2
Dari sisi pendapatan, peningkatan anggaran
pendapatan tersebut terjadi pada anggaran
Pendapatan Asli Daerah (PAD) serta pendapatan
transfer. PAD Sulawesi Tenggara pada tahun 2017
ditargetkan mencapai Rp737,6 miliar atau meningkat
15,6% jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Sementara untuk pendapatan transfer pada tahun
2017 ditargetkan mencapai Rp2,8 triliun atau
meningkat 51,3% dari tahun sebelumnya.
Sementara itu dari sisi belanja, peningkatan anggaran
belanja pada tahun 2017 didorong oleh
meningkatnya anggaran belanja operasi dan belanja
modal. Pada tahun 2017 anggaran belanja operasi
mencapai Rp2,5 triliun atau meningkat sebesar
47,1%. Sementara itu, anggaran belanja modal
mencapai Rp998,9 miliar atau meningkat sebesar
20,01% jika dibandingkan dengan periode tahun
sebelumnya.
Secara historis, APBD-P Provinsi Sulawesi Tenggara
selalu mencatatkan defisit sejak tahun 2010. Namun
demikian pada APBD tahun 2017, defisit anggaran
tercatat jauh lebih tinggi jika dibandingkan tahun
sebelumnya. Defisit APBD tahun 2017 adalah sebesar
Rp372,19 miliar atau meningkat sebanyak Rp22,75
miliar dibandingkan dengan periode sebelumnya
yang mencatatkan defisit sebesar Rp349,43 miliar.
2.2. PERKEMBANGAN REALISASI ANGGARAN
APBD PROVINSI
2.2.1. Realisasi Anggaran Pendapatan
Realisasi pendapatan Pemerintah Provinsi Sulawesi
Tenggara secara kumulatif tahun 2017 relatif lebih
rendah jika dibandingkan realisasi pendapatan di
periode yang sama tahun sebelumnya. Pendapatan
Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara hingga
periode laporan terealisasi sebesar 100,93% dari
total anggaran APBD 2017, atau sebesar Rp3,53
triliun. Tabel 2.1 Capaian tersebut lebih rendah jika
dibandingkan dengan realisasi periode yang sama
pada tahun 2016 yang tercatat sebesar 113,10% dari
target dalam APBD tahun 2016 atau sebesar Rp2,79
triliun. Penurunan realisasi tersebut disebabkan oleh
adanya peningkatan target pendapatan dalam APBD
2017 yang jauh lebih tinggi dibandingkan realisasi
nominal serapan anggaran. Realisasi pendapatan
pada tahun 2017 tersebut juga lebih rendah
dibandingkan dengan rata-rata realisasi pendapatan
pada selama lima tahun terakhir yaitu sebesar
114,53%.
Sumber pendapatan daerah Sulawesi Tenggara
berasal dari pos Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan
Dana Perimbangan (Daper). Pangsa PAD Sulawesi
Tenggara tercatat menurun dari sebelumnya 26,62%
Sumber: BPKAD Prov. Sultra, diolah
Sumber: BPKAD Prov. Sultra, diolah
Grafik 2.1 Perkembangan Tahunan Anggaran Pendapatan Provinsi Sulawesi Tenggara
Grafik 2.2 Perkembangan Tahunan Anggaran Belanja Provinsi Sulawesi Tenggara
Sistem Pembayaran & Pengelolaan
Uang Rupiah
Kondisi Tenaga Kerja dan
Kesejahteraan
Prospek Perekonomian Daerah
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 25
pada tahun 2016 menjadi 22,81% pada tahun 2017.
Kondisi ini mengindikasikan belum membaiknya
kemandirian fiskal pemerintah provinsi. Sementara
itu, pangsa Daper meningkat menjadi 77,12% pada
tahun 2017 dari tahun sebelumnya yang hanya
sebesar 72,98%.
Realisasi Dana Perimbangan pada tahun 2017
tercatat mencapai 98,69% dari total target dalam
APBD tahun 2017 atau sebesar Rp2,73 triliun.
Padahal pada periode yang sama tahun 2016,
realisasi pendapatan mampu mencapai 111,87% dari
total target pendapatan transfer tahun 2016 atau
senilai Rp2,04 triliun. Berdasarkan komponennya,
sumber pendapatan utama pemerintah Sulawesi
Tenggara masih berasal dari transfer pemerintah
pusat, seperti Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana
Alokasi Khusus (DAK).
Sementara itu, realisasi PAD Sulawesi Tenggara pada
tahun tahun 2017 tercatat sebesar Rp806,43 miliar
atau mencapai 109,34%, menurun dibandingkan
dengan realisasi tahun sebelumnya yang mampu
mencapai 116,70%. Sumber utama PAD Sulawesi
Tenggara berasal dari komponen pajak daerah,
dengan peran 76,14% dari total PAD, diikuti oleh
lain-lain PAD yang sah (16,95%), hasil pengelolaan
kekayaan daerah yang dipisahkan (4,89%) dan
sisanya bersumber dari retribusi daerah (2,02%).
Adapun pajak daerah yang dipungut oleh provinsi
diantaranya adalah pajak kendaraan bermotor, bea
balik nama kendaraan bermotor, pajak bahan bakar
kendaraan bermotor, pajak air permukaan dan pajak
rokok. Sampai dengan akhir tahun 2017,
pendapatan pajak daerah tersebut mampu terealisasi
103,87% dari total anggaran. Meskipun demikian,
kondisi tersebut mengalami penurunan jika
dibandingkan dengan periode tahun sebelumnya
yang mampu mencapai 115,01% dari total
anggaran.
Lebih lanjut, komponen Lain-Lain Pendapatan Daerah
yang Sah tercatat mengalami peningkatan. Pada
tahun 2017, realisasi pos ini tercatat 99,39% atau
sebesar Rp2,23 miliar, meningkat dibandingkan
dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya
tidak mencatatkan realisasi. Keseluruhan pendapatan
tersebut berasal dari pos hibah dan dana darurat,
dengan masing-masing mencatatkan realisasi sebesar
Rp175 juta (100%) dan Rp2,06 miliar (99,34%).
2.2.2. Realisasi Anggaran Belanja
Sejalan dengan kinerja di sisi pendapatan,
penyerapan anggaran belanja APBD Provinsi Sulawesi
Tenggara pada tahun 2017 juga tercatat lebih rendah
dibandingkan dengan realisasi anggaran tahun 2017.
Realisasi belanja Pemerintah Provinsi Sulawesi
Tenggara hingga akhir tahun 2017 tercatat 91,73%
atau sebesar Rp3,55 triliun, lebih rendah
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya
yang mampu merealisasikan anggaran sebesar
94,35%. Tabel 2.2 Menurunnya persentase realisasi ini
terutama didorong oleh masih berhati-hatinya
pemerintah daerah dalam merealisasikan anggaran
Tabel 2.1 Perbandingan Pencapaian Penyerapan Pendapatan Pemprov Sulawesi Tenggara Tahun 2015-2017
Keterangan: Anggaran dan Realisasi dalam Miliar Rupiah
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara, diolah
Ekonomi Makro Regional
Keuangan Pemerintah
Perkembangan Inflasi Daerah
Stabilitas Keuangan Daerah
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2018 26
seiring adanya pengetatan fiskal oleh pemerintah
pusat. Penurunan tersebut terjadi pada realisasi
belanja operasional. Realisasi belanja operasional
mencapai 94,76% atau sebesar Rp2,35 triliun. Lebih
rendahnya pencapaian tersebut disebabkan oleh
belum optimalnya realisasi belanja hibah dan belanja
pegawai yang tidak sebaik tahun sebelumnya,
dengan masing-masing mencatatkan realisasi sebesar
97,66% dan 93,77%.
Di sisi lain, realisasi belanja modal pada periode
laporan menunjukkan kinerja yang lebih baik dengan
tingkat realisasi sebesar 90,41% atau senilai
Rp903,12 miliar. Kondisi tersebut lebih tinggi
dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun
sebelumnya yang mencapai 90,33%. Peningkatan
tersebut disebabkan oleh meningkatnya komponen
belanja tanah serta belanja bangunan dan gedung,
yang masing-masing terealisasi sebesar 89,79% dan
92,53%. Berdasarkan sumbangannya, pangsa
belanja modal terbesar adalah pembangunan jalan,
irigasi dan jaringan yang mencapai 43,12%, diikuti
oleh belanja bangunan dan gedung sebesar 38,43%
dan belanja peralatan dan mesin 12,43%.
Berdasarkan data Lembaga Kebijakan Pengadaan
Barang/Jasa Daerah (LKPP), kinerja keuangan per
bulan untuk Provinsi Sulawesi Tenggara hingga tahun
2017 relatif baik. Pada tahun laporan, kondisi realisasi
keuangan Pemprov Sultra mencapai 90,71%, di
bawah target 100%. Grafik 2.3 Capaian tersebut
mengalami peningkatan realisasi pada tahun
sebelumnya yang tercatat sebesar 61,62%.
Sementara itu, kondisi penyelesaian fisik telah
mencapai 95,39%, di bawah target yaitu sebesar
100%. Grafik 2.4 Pencapaian tersebut juga lebih tinggi
Tabel 2.2 Perbandingan Pencapaian Penyerapan Belanja Pemprov Sulawesi Tenggara Tahun 2015-2017
Keterangan: Anggaran dan Realisasi dalam Miliar Rupiah
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara, diolah
Sumber: Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa , diolah
Sumber: Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa , diolah
Grafik 2.3 Perkembangan Kondisi Keuangan Antara Realisasi dan Target Bulanan APBD Sulawesi Tenggara
Grafik 2.4 Perkembangan Penyelesaian Fisik Pengadaan APBD Sulawesi Tenggara
100,00% 100,00%
61,62%
90,71%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2016 2017Target Realisasi
100,00% 100,00%
49,06%
95,39%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2016 2017
Target Realisasi
Sistem Pembayaran & Pengelolaan
Uang Rupiah
Kondisi Tenaga Kerja dan
Kesejahteraan
Prospek Perekonomian Daerah
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 27
jika dibandingkan periode tahun sebelumnya yang
mencapai 49,06%. Sementara itu, untuk proses
pengadaan barang dan jasa, hingga akhir tahun
2017, tercatat bahwa dari total aktivitas strategis
yang terdiri dari 483 paket atau senilai Rp1,07 triliun.
Tercatat seluruh proyek telah terselesaikan; dimulai
dari pemilihan, pelaksanaan, kontrak, hingga serah
terima.
2.3. PERKEMBANGAN REALISASI ANGGARAN
APBN
2.3.1 Realisasi APBN Provinsi
Alokasi anggaran APBN Provinsi Sulawesi Tenggara
pada tahun 2017 mengalami sedikit peningkatan jika
dibandingkan dengan tahun 2016. Tercatat, terjadi
kenaikan anggaran APBN sebesar 3,36% dari
sebelumnya Rp1,62 triliun pada tahun 2016 menjadi
Rp1,67 triliun di tahun 2017. Berdasarkan jenisnya,
belanja modal dianggarkan sebesar Rp830,28 miliar
dengan pangsa sebesar 49,61% dari total APBN
Provinsi Sulawesi Tenggara 2017, diikuti oleh belanja
barang sebesar Rp826,65 miliar (49,39%), belanja
pegawai sebesar Rp12,27 miliar (0,73%) dan belanja
bantuan sosial Rp4,43 miliar (0,26%). Komposisi
tersebut relatif tidak mengalami perubahan jika
dibandingkan periode tahun 2016. Lebih jauh,
realisasi APBN secara keseluruhan mengalami
perbaikan. Secara kumulatif tahun 2017, realisasi
APBN tercatat sebesar Rp1,54 triliun atau sebesar
91,88%, meningkat dibandingkan periode yang
sama tahun 2016 yang tercatat sebesar Rp1,28 triliun
atau 78,85% dari APBN provinsi Sulawesi Tenggara
2016.
Ditinjau berdasarkan jenisnya, realisasi belanja
pegawai tercatat sebesar Rp11,86 miliar atau sebesar
96,60%, meningkat dibandingkan periode sama
tahun sebelumnya yang tercatat sebesar Rp11,18
miliar atau 93,97%. Selanjutnya belanja barang pada
tahun 2017 sebesar Rp757,44 miliar atau 91,63%
dari total yang dianggarkan dalam APBN 2017.
Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan realisasi
tahun 2016 yaitu Rp657,75 miliar atau 82,79% dari
total anggaran belanja barang dalam APBN 2016.
Sementara itu, realisasi belanja modal pada tahun
2017 tercatat sebesar Rp765,16 miliar atau 92,16%
dari total anggaran, lebih tinggi dibandingkan
periode yang sama pada tahun sebelumnya yang
tercatat sebesar Rp599,46 miliar atau 74,52% dari
total anggaran belanja modal dalam APBN 2016.
Peningkatan tersebut disebabkan oleh adanya
pengerjaan beberapa proyek infrastruktur yang
sempat tertunda pada akhir tahun 2016 akibat
adanya penundaan transfer DAU oleh pemerintah
pusat. Adapun realisasi belanja bantuan sosial pada
tahun 2017 mencatatkan sebesar Rp3,28 miliar atau
74,06% dari total anggaran. Capaian ini lebih rendah
dibandingkan dengan periode yang sama di tahun
2016 yang terealisasi sebesar Rp8,43 miliar atau
99,85% dari total anggaran 2016.
Tabel 2.3 Realisasi Dana Desa Tahun 2017
Keterangan: Pagu dan Realisasi dalam Miliar Rupiah
Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Sulawesi Tenggara, diolah
Kabupaten/Kota Pagu Realisasi (Rp) Realisasi (%)
Kab. Bombana 94,28 94,28 100,00%
Kab. Buton 65,70 65,70 100,00%
Kab. Buton Selatan 49,52 49,52 100,00%
Kab. Buton Tengah 54,03 54,03 100,00%
Kab. Buton Utara 62,17 62,17 100,00%
Kab. Kolaka 78,41 78,41 100,00%
Kab. Kolaka Timur 91,02 91,02 100,00%
Kab. Kolaka Utara 99,15 99,15 100,00%
Kab. Konawe 221,99 221,41 99,74%
Kab. Konawe Kepulauan 69,73 68,42 98,13%
Kab. Konawe Selatan 252,33 249,50 98,88%
Kab. Konawe Utara 120,82 120,82 100,00%
Kab. Muna 97,78 97,06 99,26%
Kab. Muna Barat 64,44 64,44 100,00%
Kab. Wakatobi 60,66 59,22 97,62%
Total 1.482 1.475 99,54%
Ekonomi Makro Regional
Keuangan Pemerintah
Perkembangan Inflasi Daerah
Stabilitas Keuangan Daerah
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2018 28
Dana Desa
Sesuai data dari Kanwil Ditjen Perbendaharaan
Provinsi Sulawesi Tenggara, hingga tahun 2017,
besaran Dana Desa yang telah direalisasikan adalah
sebesar 99,54% dari total pagu Dana Desa Sulawesi
Tenggara sebesar Rp1,48 triliun. Sebagian besar
kabupaten mencatatkan realisasi sebesar 100%.
Hanya terdapat lima kabupaten yang realisasinya
masih di bawah 100%, meskipun demikian secara
keseluruhan serapan Dana Desa relatif baik.
Kabupaten Wakatobi merupakan kabupaten dengan
persentase realisasi terendah, yakni 97,62%.
Sementara itu, Kab. Konawe Kepulauan
mencatatkan realisasi 98,13%, diikuti Kab. Konawe
Selatan (98,88%), Kab Muna (99,26%) dan Kab.
Konawe (99,74). Tabel 2.3 Tingginya capaian realisasi
dana desa ini sejalan dengan upaya penyaluran
anggaran berbasis kinerja pelaksanaan, kesesuaian
kinerja penyerapan anggaran dengan ketercapaian
output, yang didorong oleh Pemerintah pada tahun
2017.
2.3.2 Realisasi APBN Kabupaten/Kota
Porsi anggaran APBN Provinsi Sulawesi Tenggara
untuk kabupaten/kota pada tahun 2017 tercatat
sebanyak Rp8,17 triliun. Dana ini dibagikan kepada
17 kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Tenggara.
Anggaran APBN Kabupaten/kota terbagi atas
anggaran belanja pegawai sebesar Rp1,86 triliun atau
22,76% dari total anggaran APBN untuk
Kabupaten/Kota di Sulawesi Tenggara, anggaran
belanja barang sebesar Rp1,89 triliun (23,22%),
belanja modal sebesar Rp1,29 triliun (15,77%),
belanja bantuan sosial Rp11,6 miliar (0,14%), Dana
Alokasi Khusus Fisik Rp1,63 triliun (19,97%), dan
dana desa Rp1,48 triliun (18,14%). Tabel 2.4
Ditinjau dari jenisnya, realisasi anggaran belanja
pegawai 17 kabupaten/kota di Sulawesi Tenggara ini
tercatat sebesar 95,95%, lebih rendah dibandingkan
dengan realisasi belanja pegawai dari APBN Provinsi
Sulawesi Tenggara yang sebesar 96,60%. Hal serupa
juga terjadi pada realisasi belanja barang. Secara
total, realisasi belanja barang kabupaten/kota
mencapai 89,55% pada tahun 2017, lebih rendah
dibandingkan realisasi belanja barang APBN Provinsi
Sulawesi Tenggara yang sebesar 91,63%. Terdapat
daerah yang masih memiliki angka realisasi cukup
Tabel 2.4 Pencapaian Realisasi APBN Kota/Kabupaten
Keterangan: Belanja dalam Miliar Rupiah
Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Sulawesi Tenggara, diolah
Kabupaten/Kota
% Realisasi
Belanja Pegawai
Belanja Barang
Belanja Modal
Belanja Bantuan Sosial
DAK Fisik
Kab. Bombana 94,24% 94,05% 89,45% 89,48% 95,95%
Kab. Buton 99,21% 86,76% 100,50% 118,53% 95,11%
Kab. Buton Selatan 81,13% 97,70% 96,67% 89,43% 96,58%
Kab. Buton Tengah 85,60% 91,70% 97,46% 89,63% 99,24%
Kab. Buton Utara 90,56% 82,02% 99,97% 84,42% 91,60%
Kab. Kolaka 97,06% 92,65% 96,38% 99,61% 98,56%
Kab. Kolaka Timur 84,46% 96,75% 99,26% 91,28% 99,11%
Kab. Kolaka Utara 96,33% 95,90% 99,73% 100,00% 92,79%
Kab. Konawe 96,46% 96,45% 93,09% 119,08% 94,90%
Kab. Konawe Kepulauan 62,59% 67,57% 95,76% 21,63% 98,81%
Kab. Konawe Selatan 90,20% 93,62% 98,29% 80,65% 95,27%
Kab. Konawe Utara 92,48% 92,62% 99,91% 100,00% 99,17%
Kab. Muna 94,76% 94,40% 99,68% 99,69% 99,66%
Kab. Muna Barat 84,07% 96,89% 99,49% 100,00% 99,96%
Kab. Wakatobi 93,01% 90,62% 98,88% 75,88% 98,77%
Kota Baubau 96,00% 76,01% 99,35% 95,18% 91,80%
Kota Kendari 97,36% 89,01% 90,31% 95,79% 94,89%
Sistem Pembayaran & Pengelolaan
Uang Rupiah
Kondisi Tenaga Kerja dan
Kesejahteraan
Prospek Perekonomian Daerah
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 29
rendah, yaitu Kabupaten Konawe Kepulauan dengan
realisasi belanja barang hanya sebesar 67,57%.
Sementara itu, realisasi belanja modal
kabupaten/kota tercatat lebih tinggi dibandingkan
realisasi APBN Provinsi Sulawesi Tenggara. Pada akhir
tahun 2017, anggaran belanja modal
kabupaten/kota telah terealisasi sebesar 92,38%,
sementara di tingkat provinsi terealisasi sebesar
92,16%. Kabupaten Buton merupakan satu-satunya
daerah yang mencatatkan realisasi lebih besar dari
100%, sedangkan Kab. Bombana menjadi
kabupaten dengan realisasi belanja modal masih di
bawah 90%.
Lebih jauh, belanja bantuan sosial dari APBN
kabupaten/kota pada tahun 2017 terealisasi sebesar
96,89%. Capaian ini jauh lebih tinggi dibandingkan
belanja bantuan sosial Provinsi Sulawesi Tenggara
yang terealisasi sebesar 74,06%. Tingginya capaian
ini didorong oleh beberapa kabupaten yang
mencatatkan realisasi lebih dari 100%, yakni Kab.
Buton dan Kab. Konawe. Di sisi lain, masih terdapat
kabupaten dengan realisasi belanja bantuan sosial
yang relatif kecil, yaitu Kab. Konawe Kepulauan
dengan capaian realisasi 21,63%.
Ekonomi Makro Regional
Keuangan Pemerintah
Perkembangan Inflasi Daerah
Stabilitas Keuangan Daerah
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2018 30
Halaman ini sengaja dikosongkan
Sistem Pembayaran & Pengelolaan
Uang Rupiah
Kondisi Tenaga Kerja dan
Kesejahteraan
Prospek Perekonomian Daerah
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 31
PERKEMBANGAN
INFLASI DAERAH
3
Ekonomi Makro Regional
Keuangan Pemerintah
Perkembangan Inflasi Daerah
Stabilitas Keuangan Daerah
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2018 32
3.1. KONDISI UMUM INFLASI
Tingkat inflasi IHK provinsi Sulawesi Tenggara1 pada
triwulan IV 2017 tercatat sebesar 2,97% (yoy),
mengalami penurunan dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya yang mencapai 3,18% (yoy).
Jika dilihat secara historis di triwulan IV, realisasi
tersebut juga lebih rendah daripada rata-rata 3 tahun
terakhir yaitu sebesar 4,47%. Dengan kondisi
tersebut, inflasi Sulawesi Tenggara mencatatkan
capaian yang lebih rendah dibandingkan dengan
inflasi nasional yaitu 3,61% (yoy) dan inflasi Sulawesi
yaitu 3,94% (yoy). Secara spasial Pulau Sulawesi,
inflasi di Sulawesi Tenggara merupakan provinsi
dengan inflasi terendah kedua setelah Sulawesi
Utara.
1Angka inflasi Sulawesi Tenggara adalah angka inflasi hasil perhitungan agregasi oleh KPw BI Sulawesi Tenggara dengan menggunakan
data IHK (indeks harga konsumen) Kota Kendari dan Kota Baubau yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik.
Penurunan inflasi pada periode tersebut didorong
oleh menurunnya tekanan inflasi kelompok bahan
makanan bergejolak (volatile food) dan kelompok
komoditas diatur pemerintah (administered prices).
Penurunan tekanan inflasi volatile food terjadi seiring
dengan relatif kondusifnya cuaca dan gelombang
laut sehingga produksi bahan makanan seperti
sayuran dan ikan segar mengalami peningkatan dan
memperbesar pasokan di pasar. Sementara itu dari
sisi administered prices, penurunan terjadi
dipengaruhi oleh harga tiket angkutan udara yang
tidak terlalu bergejolak dan tidak adanya kebijakan
peningkatan harga BBM maupun tarif dasar listrik.
Meskipun demikian, dari sisi inflasi inti (core inflation)
mengalami peningkatan. Kondisi tersebut
dipengaruhi oleh meningkatnya harga makanan jadi,
consumer goods dan bahan bangunan.
Sumber: BPS, Perhitungan Staf BI
Grafik 3.1 Ringkasan Perkembangan Inflasi Sulawesi Tenggara (yoy)
Sumber: BPS
Grafik 3.2 Peta Inflasi Daerah Pada Triwulan IV 2017
2,993,24
1,962,23
I II III IV
2017
-0,08
9,15
6,97
4,99
I II III IV
2017
2,63
7,52
3,11 3,09
I II III IV
2017
8,45%
2,27%2,69%
2,25%
5,21%
3,18% 2,97%
I II III IV
2014 2015 2016 2017
Pasokan sayur dan
ikan meningkat
seiring cuaca yang
kondusif
Volatile Food
Tidak adanya
kebijakan harga
energi
Adm. Prices
Meningkatnya harga
jual produk industri
dan bahan
bangunan.
Core Inflation
%, yoy
%, yoy %, yoy %, yoy
SULAWESI TENGGARA
Sistem Pembayaran & Pengelolaan
Uang Rupiah
Kondisi Tenaga Kerja dan
Kesejahteraan
Prospek Perekonomian Daerah
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 33
Dengan kondisi tersebut, inflasi Sulawesi Tenggara
pada tahun 2017 adalah sebesar 2,97% (yoy), lebih
tinggi dibandingkan dengan inflasi tahun 2016 yang
hanya sebesar 2,69% (yoy). Peningkatan inflasi
sepanjang tahun 2017 tersebut didorong oleh
peningkatan tekanan inflasi kelompok volatile food
dan kelompok administered prices. Peningkatan
tekanan inflasi kelompok volatile food disebabkan
oleh adanya faktor cuaca pada Mei s.d Juli 2017 yang
berdampak pada terganggunya proses produksi
sayuran dan ikan tangkap. Sementara untuk
peningkatan administered prices disebabkan antara
lain oleh kebijakan pemerintah dalam menaikkan tarif
listrik dan tarif perpanjangan STNK di awal tahun.
3.1.1. Perkembangan Inflasi Bulanan (month to
month)
Secara bulanan, pergerakan inflasi Sulawesi Tenggara
selama triwulan IV 2017 mengalami tren yang
meningkat. Diawali dengan terjadinya deflasi yang
cukup dalam pada Oktober sebesar 0,88% (mtm),
dilanjutkan dengan deflasi sebesar 0,14% (mtm)
pada November dan selanjutnya pada Desember
terjadi inflasi sebesar 0,70% (mtm). Grafik 3.3 Dengan
demikian, rata-rata inflasi bulanan selama periode
tersebut adalah sebesar -0,11% (mtm), lebih tinggi
daripada rata-rata inflasi bulanan pada triwulan
sebelumnya yang sebesar -0,36% (mtm). Meskipun
demikian, rata-rata inflasi bulanan pada triwulan IV
2017 tersebut masih lebih rendah daripada rata-rata
inflasi bulanan triwulan IV selama 3 tahun terakhir
yang sebesar 0,62% (mtm). Tren pergerakan bulanan
yang meningkat tersebut dipengaruhi oleh kondisi
cuaca selama triwulan IV 2017 yang juga
menunjukkan peningkatan. Kondisi curah hujan
bulanan pada Oktober 2017 lebih rendah daripada
November dan Desember 2017. Hal tersebut terjadi
di Kendari, Baubau maupun Kolaka. Grafik 3.4
Berdasarkan kelompok barang, tekanan inflasi rata-
rata bulanan terutama disumbangkan oleh kelompok
makanan jadi, rokok dan tembakau dan kelompok
Sumber: BPS, Perhitungan Staf BI
Sumber: BMKG, diolah
Grafik 3.3 Pergerakan dan Pola Inflasi Bulanan Sulawesi
Tenggara Grafik 3.4 Curah Hujan Bulanan di Sulawesi Tenggara
Tabel 3.1 Perbandingan Inflasi Bulanan Menurut Kelompok Barang/Jasa (%, mtm)
Sumber: BPS, Perhitungan Staf BI
-0,88
-0,14
0,70
-2,00
-1,00
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2014 2015 2016 2017
%, mtm%, mtm%, mtm%, mtm
0
100
200
300
400
500
600
700
800
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2017
Kendari Baubau Kolaka
mm/bulan
Jul Aug SepRata-
rataOkt Nov Des
Rata-
rataJul Aug Sep
Rata-
rataOkt Nov Des
Rata-
rata
Bahan Makanan 3,39 -4,94 -2,20 -1,25 -3,88 -0,72 1,90 -0,90 0,89 -1,32 -0,57 -0,33 -0,99 -0,18 0,47 -0,23
Makanan Jadi, Rokok & Tembakau 0,10 0,15 0,07 0,11 0,63 0,46 0,15 0,41 0,01 0,02 0,01 0,01 0,07 0,05 0,02 0,05
Perumahan, Air, Listrik, Bahan Bakar -0,19 0,02 0,05 -0,04 0,02 0,02 0,56 0,20 -0,05 0,00 0,01 -0,01 0,00 0,00 0,15 0,05
Sandang 0,24 0,03 0,34 0,20 0,32 -0,20 -0,08 0,01 0,02 0,00 0,02 0,01 0,02 -0,01 -0,01 0,00
Kesehatan 0,05 0,15 0,37 0,19 0,18 0,03 -0,19 0,01 0,00 0,01 0,02 0,01 0,01 0,00 -0,01 0,00
Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga 0,28 0,07 0,00 0,12 0,02 0,01 0,00 0,01 0,02 0,00 0,00 0,01 0,00 0,00 0,00 0,00
Transpor, Komunikasi dan Keuangan 0,69 -1,56 -0,06 -0,31 -0,02 0,05 0,33 0,12 0,13 -0,30 -0,01 -0,06 0,00 0,01 0,07 0,03
Inflasi (mtm) 0,99 -1,55 -0,52 -0,36 -0,88 -0,14 0,70 -0,11 0,99 -1,55 -0,52 -0,36 -0,88 -0,14 0,70 -0,11
Tw IV 2017
Inflasi (%, mtm) Andil (%, mtm)
KelompokTw III 2017Tw III 2017 Tw IV 2017
Ekonomi Makro Regional
Keuangan Pemerintah
Perkembangan Inflasi Daerah
Stabilitas Keuangan Daerah
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2018 34
perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar.
Beberapa komoditas pada kelompok tersebut yang
mengalami inflasi adalah ikan bakar, rokok putih,
rokok kretek filter, pakaian wanita, sewa rumah dan
semen. Selain itu, kelompok transportasi, komunikasi
dan jasa keuangan juga memberikan tekanan inflasi
terutama pada Desember 2017, terutama yang
berasal dari tarif angkutan udara. Sementara itu,
kelompok bahan makanan secara rata-rata masih
menunjukkan deflasi sebesar 0,90%. Kondisi
tersebut terjadi terutama pada Oktober 2017. Pada
periode tersebut beberapa jenis ikan segar dan
sayuran mengalami penurunan harga seiring dengan
kondisi cuaca yang kondusif. Meskipun demikian,
pada Desember terjadi inflasi pada kelompok
tersebut sebesar 1,90% (mtm) yang dipengaruhi oleh
peningkatan harga komoditas ikan segar seperti ikan
kembung, ikan cakalang, ikan bandeng dan ikan
layang. Selain itu komoditas beras juga secara
konsisten menjadi komoditas yang menyumbang
tekanan inflasi bulanan selama triwulan IV 2017.
3.1.2. Perkembangan Inflasi Tahunan (year on
year)
Secara tahunan, inflasi Sulawesi Tenggara pada
triwulan IV mencapai 2,97% (yoy), lebih rendah
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang
sebesar 3,18% (yoy).Grafik 3.5 Kondisi tersebut sejalan
dengan kondisi inflasi nasional yang juga mengalami
penurunan dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya. Sumber utama penurunan inflasi
tersebut berasal dari kelompok bahan makanan dan
kelompok transportasi, komunikasi dan jasa
keuangan.
Inflasi kelompok bahan makanan pada triwulan IV
2017 mencapai 6,20% (yoy), lebih rendah daripada
triwulan sebelumnya yang mencapai 7,40% (yoy).
Kondisi ini terjadi seiring dengan menurunnya
tekanan inflasi pada komoditas sayuran. Curah hujan
yang relatif rendah pada awal triwulan IV 2017
mendorong produksi sayuran seperti kangkung,
bayam, kacang panjang dan tomat sayur sehingga
memperbesar pasokan di pasar. Selain itu, indeks
produksi ikan juga menunjukkan adanya
peningkatan jumlah pendaratan ikan di Kota Kendari
Tabel 3.2 Top 10 Sumbangan Inflasi & Deflasi Bulanan Sulawesi Tenggara
Sumber: BPS, Perhitungan Staf BI
Komoditas Andil (%) Komoditas Andil (%) Komoditas Andil (%)
1 BERAS 0,04 IKAN CAKALANG 0,08 IKAN KEMBUNG 0,12
2 IKAN BAKAR 0,03 IKAN LAYANG 0,06 BAHAN BAKAR RT 0,10
3 ROKOK PUTIH 0,02 BERAS 0,05 SEMEN 0,06
4 JERUK NIPIS 0,01 IKAN RAMBE 0,05 IKAN LAYANG 0,06
5 BAYAM 0,01 SAWI HIJAU 0,03 ANGKUTAN UDARA 0,06
6 TERONG PANJANG 0,01 IKAN BAKAR 0,03 TELUR AYAM RAS 0,05
7 GAUN/TERUSAN 0,01 EKOR KUNING 0,02 BERAS 0,05
8 GARAM 0,01 JERUK NIPIS 0,01 IKAN CAKALANG 0,04
9 SEWA RUMAH 0,01 AYAM HIDUP 0,01 JANTUNG PISANG 0,03
10 ROKOK KRETEK FILTER 0,01 ROKOK PUTIH 0,01 IKAN BANDENG 0,03
1 IKAN CAKALANG -0,17 TOMAT SAYUR -0,11 CABAI RAWIT -0,04
2 TOMAT SAYUR -0,15 TOMAT BUAH -0,08 CUMI-CUMI -0,03
3 CABAI RAWIT -0,15 TERONG PANJANG -0,04 KACANG PANJANG -0,01
4 IKAN LAYANG -0,09 BAYAM -0,04 JERUK -0,01
5 IKAN RAMBE -0,08 IKAN KEMBUNG -0,03 KETIMUN -0,01
6 TOMAT BUAH -0,06 JANTUNG PISANG -0,02 SANDAL KULIT -0,01
7 IKAN EKOR KUNING -0,05 KANGKUNG -0,02 KOL PUTIH/KUBIS -0,01
8 BAWANG MERAH -0,04 CUMI-CUMI -0,02 SEPATU -0,01
9 KANGKUNG -0,03 CABAI RAWIT -0,02 GULA PASIR -0,01
10 IKAN BANDENG -0,03 DAUN KELOR -0,01 TERONG PANJANG -0,01
Penyumbang Deflasi
DESEMBER 2017No
Penyumbang Inflasi
OKTOBER 2017 NOVEMBER 2017
Sistem Pembayaran & Pengelolaan
Uang Rupiah
Kondisi Tenaga Kerja dan
Kesejahteraan
Prospek Perekonomian Daerah
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 35
pada periode tersebut. Grafik 3.6 Meskipun demikian,
sumbangan kelompok bahan makanan ini masih
merupakan yang terbesar yaitu mencapai 1,49% dari
total inflasi sebesar 2,97% (yoy). Tabel 3.3
Selain itu, kelompok transportasi, komunikasi dan
jasa keuangan mengalami deflasi sebesar 0,58%
(yoy). Kondisi tersebut disebabkan oleh adanya
penurunan tarif angkutan udara jika dibandingkan
dengan kondisi pada triwulan IV 2016 sebesar
23,35% (yoy). Kondisi ini terutama terjadi sejak
triwulan III 2017 seiring adanya penambahan
frekuensi penerbangan dan adanya pembukaan rute
baru seperti pada penerbangan dari Kendari menuju
Baubau dan Wakatobi sepanjang tahun 2017.
Sementara itu, terdapat peningkatan inflasi pada
kelompok makanan jadi, rokok dan tembakau,
kelompok perumahan air, listrik dan bahan bakar dan
kelompok sandang. Dari ketiga kelompok tersebut,
yang memberikan andil terbesar terhadap inflasi
adalah kelompok perumahan, air, listrik dan bahan
bakar yaitu sebesar 0,77% dari total inflasi sebesar
2,97% (yoy). Meningkatnya inflasi kelompok
tersebut dipengaruhi oleh aktivitas konstruksi yang
cukup banyak di Sulawesi Tenggara. Hal tersebut
menyebabkan harga semen dan material bangunan
lainnya mengalami peningkatan. Harga semen
tercatat mengalami kenaikan sebesar 4,08% (yoy),
setelah pada triwulan sebelumnya mengalami deflasi
sebesar 1,88% (yoy).
3.2. PERKEMBANGAN INFLASI MENURUT KOTA
Ditinjau dari kota perhitungan inflasi di Sulawesi
Tenggara, penurunan inflasi tahunan Sulawesi
Tenggara disebabkan oleh menurunnya harga yang
terjadi di Kota Kendari. Inflasi di Kota Kendari pada
triwulan IV 2017 menurun menjadi 2,96% (yoy)
dibandingkan dengan triwulan III 2017 yang
mencapai 3,49% (yoy). Sebaliknya untuk inflasi di
Kota Baubau mengalami peningkatan dari 2,37%
(yoy) pada triwulan III 2017 menjadi 3,00% (yoy)
pada triwulan IV 2017. Grafik 3.7
Tabel 3.3 Perbandingan Inflasi Tahunan Menurut Kelompok Barang/Jasa (%, yoy)
Sumber: BPS, Perhitungan Staf BI
Ket: 2016 =100;
Produksi ikan: Pendaratan ikan di PPS Kendari dan PPI Sodoha Kendari
Sumber: BPS, perhitungan Staf BI
Sumber: BPS, perhitungan Staf BI
Grafik 3.5 Pergerakan Inflasi Tahunan Sulawesi Tenggara Grafik 3.6 Indeks Produksi Ikan di Kendari
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
Bahan Makanan 11,83 12,07 4,30 3,13 -0,11 8,96 7,40 6,20 2,74 2,83 1,04 0,75 -0,03 2,26 1,81 1,49
Makanan Jadi, Rokok & Tembakau 9,67 8,00 8,53 8,08 6,39 5,17 3,09 3,33 0,97 0,81 0,87 0,83 0,67 0,54 0,33 0,36
Perumahan, Air, Listrik, Bahan Bakar 1,53 0,97 0,94 0,52 1,57 3,20 2,52 2,86 0,43 0,27 0,26 0,14 0,43 0,86 0,67 0,77
Sandang 2,26 2,90 4,70 4,18 2,51 2,42 0,61 1,61 0,16 0,20 0,32 0,28 0,17 0,17 0,04 0,11
Kesehatan 5,40 4,98 5,59 6,92 4,83 4,88 4,35 2,89 0,23 0,21 0,24 0,29 0,21 0,21 0,19 0,13
Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga 2,84 3,46 7,31 7,45 6,82 6,16 0,78 0,71 0,19 0,24 0,50 0,51 0,46 0,42 0,06 0,05
Transpor, Komunikasi dan Keuangan 0,07 -2,30 0,33 -0,90 1,32 3,26 -0,53 -0,58 0,02 -0,48 0,07 -0,18 0,26 0,64 -0,10 -0,12
Inflasi (mtm) 4,75 4,12 3,28 2,69 2,25 5,21 3,18 2,97 4,75 4,12 3,28 2,69 2,25 5,21 3,18 2,97
Kelompok
Inflasi (%, yoy) Andil (%, yoy)
2016 2017 2016 2017
2,97%
3,61%
3,94%
0%
2%
4%
6%
8%
10%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2014 2015 2016 2017
Sultra Nasional Sulawesi
%, yoy
80,0
90,0
100,0
110,0
120,0
130,0
140,0
150,0
160,0
170,0
180,0
I II III IV I II III IV
2016 2017
indeks
Ekonomi Makro Regional
Keuangan Pemerintah
Perkembangan Inflasi Daerah
Stabilitas Keuangan Daerah
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2018 36
Penurunan inflasi tahunan di Kota Kendari
disebabkan oleh penurunan harga pada kelompok
bahan makanan dan kelompok makanan jadi,
minuman & rokok. Inflasi bahan makanan di Kota
Kendari pada periode tersebut mencapai 6,28%
(yoy), mengalami penurunan dari triwulan
sebelumnya yang mencapai 7,73% (yoy). Meskipun
sudah mengalami penurunan, namun tingkat inflasi
bahan makanan yang tinggi di Kota Kendari
menyebabkan inflasi bahan makanan di Sulawesi
Tenggara juga masih tinggi pada level 6,20% (yoy).
Tabel 3.4
Sementara itu di Kota Baubau, peningkatan inflasi
yang terjadi disebabkan oleh adanya kenaikan
tekanan inflasi kelompok makanan jadi, minuman,
rokok & tembakau, dan kelompok perumahan air,
listrik dan gas. Adapun kenaikan inflasi pada
kelompok makanan jadi disebabkan oleh harga rokok
filter yang terus meningkat seiring dengan kebijakan
pemerintah yang akan meningkatkan tarif cukai
rokok. Meskipun demikian, masih terdapat kelompok
yang dapat menahan laju inflasi di Kota Baubau, yaitu
kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa
keuangan. Kondisi ini terjadi seiring dengan
normalisasi tarif angkutan udara sehingga pada
triwulan IV 2017 terjadi deflasi pada tarif angkutan
udara sebesar 42,94% (yoy). Selain itu, penahan laju
inflasi juga terjadi dari kelompok bahan makanan.
Beberapa komoditas yang menjadi sumber
penurunan harga adalah daging sapi, bawang
merah, bawang putih, cabai merah, dan tomat sayur
serta komoditas buah-buahan terutama anggur.
3.3. DISAGREGASI INFLASI
Dilihat dari komponen pembentuknya, penurunan
inflasi pada triwulan IV 2017 didorong oleh
menurunnya tekanan inflasi kelompok bahan
makanan bergejolak (volatile food) dan kelompok
komoditas diatur pemerintah (administered prices).
Grafik 3.10 Penurunan tekanan inflasi volatile food
terjadi seiring dengan relatif kondusifnya cuaca dan
gelombang laut sehingga produksi bahan makanan
seperti sayuran dan ikan segar mengalami
Tabel 3.4 Perkembangan Inflasi Tahunan Menurut Kota Perhitungan Inflasi di Sulawesi Tenggara
Sumber: BPS, Perhitungan Staf BI
Sumber: BPS, diolah
Sumber: BPS, diolah
Grafik 3.7 Perbandingan Kinerja Inflasi Tahunan Kota Kendari dan Kota Baubau
Grafik 3.8 Pergerakan Inflasi Tahunan Berdasarkan Kelompok di Kota Kendari dan Kota Baubau
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
INFLASI UMUM
Sulawesi Tenggara 4,75 4,12 3,28 2,69 2,25 5,21 3,18 2,97 4,75 4,12 3,28 2,69 2,25 5,21 3,18 2,97
Kota Kendari 4,82 4,37 3,09 3,07 2,40 6,17 3,49 2,96 3,55 3,22 2,27 2,26 1,77 4,54 2,57 2,18
Kota Baubau 4,57 3,49 3,77 1,71 1,85 2,67 2,37 3,00 1,21 0,92 0,99 0,45 0,49 0,70 0,63 0,79
BAHAN MAKANAN
Sulawesi Tenggara 11,83 12,07 4,30 3,13 -0,11 8,96 7,40 6,20 11,83 12,07 4,30 3,13 -0,11 8,96 7,40 6,20
Kota Kendari 12,94 14,41 3,76 3,54 0,02 11,96 7,73 6,28 9,53 10,61 2,77 2,61 0,01 8,80 5,69 4,62
Kota Baubau 9,18 6,76 5,63 2,14 -0,43 1,63 6,62 5,98 2,42 1,78 1,49 0,56 -0,11 0,43 1,75 1,58
2016 2017DAERAH
Inflasi (%, yoy) Andil (%, yoy)
2016 2017
3,49
2,37
3,18
3,72 3,60
2,95 3,00 2,97
3,61 3,35
Kendari Baubau Sultra Nasional KawasanTimur
Tw III 2017 Tw IV 2017
% (yoy)
0,00
5,00
10,00
-10,00
-5,00
0,00
5,00
10,00
Baha
nM
aka
nan
Ma
ka
nan
Jadi
Peru
ma
han
Sand
ang
Keseha
tan
Pend
idik
an
Tra
nspo
r
Tw III 2017 Tw IV 2017
Ken
dari
%yoy
Ba
ub
au
%yoy
Sistem Pembayaran & Pengelolaan
Uang Rupiah
Kondisi Tenaga Kerja dan
Kesejahteraan
Prospek Perekonomian Daerah
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 37
peningkatan dan memperbesar pasokan di pasar.
Sementara itu dari sisi administered prices,
penurunan dipengaruhi oleh harga tiket angkutan
udara yang mengalami normalisasi dan tidak adanya
kebijakan peningkatan harga BBM maupun tarif
dasar listrik pada periode tersebut. Meskipun
demikian, dari sisi inflasi inti (core inflation)
mengalami peningkatan. Kondisi tersebut
dipengaruhi oleh meningkatnya harga makanan jadi,
consumer goods dan bahan bangunan.
Penurunan yang terjadi pada kelompok volatile food
terlihat pula dari pergerakan harga Survei
Pemantauan Harga (SPH) khususnya pada komoditas
sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan, seperti bawang
merah dan tomat sayur. Harga komoditas bawang
merah mengalami penurunan harga, dari
sebelumnya Rp44.254 per kg pada akhir triwulan III
2017, menjadi Rp31.244 per kg pada akhir triwulan
IV 2017, komoditas tomat sayur juga mengalami
penurunan harga, dari sebelumnya Rp19.767 per kg
pada akhir triwulan III 2017, menjadi Rp11.000 per
kg pada akhir triwulan IV 2017. Sementara itu
membaiknya produksi ikan turut menurunkan harga
ikan tongkol di pasar. Grafik 3.11
Meskipun demikian, terdapat pula beberapa
komoditas yang mengalami kenaikan harga sehingga
menyebabkan tingkat inflasi volatile food masih
berada di level yang tinggi. Komoditas yang
mengalami kenaikan yaitu beberapa komoditas ikan
segar seperti ikan kembung dan ikan bandeng. Sesuai
dengan hasil SPH, rata-rata harga komoditas ikan
bandeng di pasar Kota Kendari pada akhir triwulan III
2017 tercatat Rp27.663 per kg, mengalami kenaikan
pada triwulan IV 2017 menjadi sebesar Rp29.488 per
kg. Hal serupa juga terjadi pada komoditas ikan
kembung yang pada akhir periode sebelumnya
tercatat memiliki harga rata-rata Rp46.329 per kg,
sementara pada akhir triwulan IV 2017 naik menjadi
Rp49.173 per kg sehingga menjadi penyebab
Sumber: BPS, Perhitungan Staf BI
Sumber: BPS, Perhitungan Staf BI
Grafik 3.9 Disagregasi Inflasi Sulawesi Tenggara Grafik 3.11 Pergerakan Harga SPH untuk Komoditas yang Mengalami Penurunan
Sumber: BPS, Perhitungan Staf BI
Sumber: SPH, KPw BI Prov. Sultra
Grafik 3.10 Perbandingan Disagregasi dengan Historisnya Grafik 3.12 Pergerakan Harga SPH untuk Komoditas yang Mengalami Peningkatan
-4
-2
0
2
4
6
8
10
12
14
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2016 2017
Inflasi Umum Inflasi Inti
Volatile Food Administered Prices
inflasi (%,yoy)
23.202
19.767
11.000
0
10.000
20.000
30.000
40.000
50.000
60.000
I II III IV I II III IV I II III IV
2015 2016 2017Bawang Merah Tongkol Tomat Sayur
Rupiah
2,97
2,23
4,99
3,092,44
3,02
4,04
-0,60-1,00
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
IHK Inti VF AP
TwIV 2017 Rata-Rata TwIV (15-16)
%, yoy
49.173
29.488
14.472
0
10.000
20.000
30.000
40.000
50.000
60.000
I II III IV I II III IV I II III IV
2015 2016 2017
Kembung Bandeng Beras (sb.kanan)
Rupiah
Ekonomi Makro Regional
Keuangan Pemerintah
Perkembangan Inflasi Daerah
Stabilitas Keuangan Daerah
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2018 38
peningkatan tekanan inflasi di Sulawesi Tenggara.
Grafik 3.12
Bila dibandingkan dengan kondisi tahun sebelumnya,
capaian inflasi Sulawesi Tenggara pada tahun 2017
mengalami peningkatan. Inflasi pada tahun 2017
adalah sebesar 2,97% (yoy), lebih tinggi
dibandingkan dengan inflasi tahun 2016 yang hanya
sebesar 2,69% (yoy). Peningkatan inflasi sepanjang
tahun 2017 tersebut didorong oleh peningkatan
tekanan inflasi kelompok volatile food dan kelompok
administered prices. Peningkatan tekanan inflasi
kelompok volatile food disebabkan oleh adanya
faktor cuaca pada Mei s.d Juli 2017 yang berdampak
pada terganggunya proses produksi sayuran dan ikan
tangkap. Sementara untuk peningkatan administered
prices disebabkan antara lain oleh kebijakan
pemerintah dalam menaikkan tarif listrik dan tarif
perpanjangan STNK di awal tahun.
3.4. INFLASI TRIWULAN I 2018
Mengawali triwulan I 2018, inflasi Sulawesi Tenggara
pada Januari 2018 sebesar 0,62% (mtm), jika
dibandingkan dengan inflasi pada sebelumnya yang
tercatat sebesar 0,70% (mtm). Secara spasial, inflasi
tersebut disebabkan oleh inflasi yang terjadi baik di
Kota Kendari maupun Kota Bau-Bau. Inflasi yang
terjadi disebabkan oleh kenaikan harga pada
kelompok komoditas bahan makanan seperti beras
dan ikan segar. Tingginya permintaan dari luar
Sulawesi Tenggara terutama untuk komoditas beras
mendorong peningkatan harga yang terjadi.
Sementara itu pada komoditas ikan segar, kenaikan
harga dipengaruhi oleh penurunan produksi yang
disebabkan oleh pembatasan penangkapan di
beberapa wilayah di Sulawesi.
Dengan kondisi tersebut, inflasi tahunan Sulawesi
Tenggara mencapai 2,83% (yoy) tercatat lebih
rendah dibandingkan dengan inflasi pada triwulan IV
2017. Penurunan tekanan inflasi tahunan di Sulawesi
Tenggara didorong oleh penurunan tekanan inflasi
tahunan yang terjadi di Kota Kendari, meskipun
sedikit tertahan dengan meningkatnya tekanan
inflasi tahunan Kota Bau-Bau. Kota Kendari tercatat
mengalami inflasi sebesar 2,66% (yoy), menurun jika
dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang
sebesar 2,96% (yoy). Sementara itu, Kota Bau-Bau
justru mengalami peningkatan tekanan inflasi
sebesar 3,26% (yoy) dibandingkan dengan bulan
sebelumnya yang sebesar 3,00% (yoy).
Secara umum, inflasi yang terjadi di Sulawesi
Tenggara pada periode laporan didorong oleh inflasi
pada kelompok bahan makanan, terutama beras dan
ikan segar. Pada periode tersebut, beras mengalami
inflasi sebesar 7,18% (yoy) dengan andil sebesar
0,33% (yoy) dan ikan segar mengalami inflasi sebesar
14,08% (yoy) dengan andil 1,06% (yoy). Kondisi
tersebut dipengaruhi oleh masih belum masuknya
masa panen terutama di Jawa mendorong tingginya
permintaan beras dari luar Sulawesi Tenggara.
Sementara itu, masih terbatasnya produksi ikan segar
yang disebabkan oleh pembatasan penangkapan
ikan dan operasional kapal dari luar Sulawesi
Tenggara serta kondisi cuaca yang kurang kondusif
menjadi faktor utama penyebab terjadinya
peningkatan harga pada komoditas ikan segar.
Melihat perkembangan yang ada, laju inflasi tahunan
Sulawesi Tenggara pada triwulan I 2018 diperkirakan
akan mengalami sedikit peningkatan tekanan jika
dibandingkan dengan periode sebelumnya, yaitu
sebesar 2,99% - 3,39% (yoy). Kondisi tersebut
tercermin dari Indeks perubahan harga bahan
makanan untuk 3 bulan ke depan hasil dari Survei
Konsumen yang hanya mengalami sedikit perubahan
dari 190,0 pada triwulan sebelumnya menjadi 191,0
pada triwulan I 2018. Sementara itu indeks
perubahan harga umum pada 3 bulan mendatang
hanya mengalami sedikit peningkatan dari 185,0
pada triwulan IV 2017 menjadi 186,0 pada triwulan I
2018. Beberapa komoditas yang dapat menjadi
penyumbang inflasi adalah ikan segar, beras dan
rokok.
Meskipun demikian diperkirakan terdapat beberapa
faktor yang dapat menahan peningkatan inflasi pada
triwulan berjalan. Pertama, masuknya masa panen di
Jawa dan masuknya beras impor ke beberapa daerah
yang mengalami defisit sehingga permintaan beras
dari luar Sulawesi Tenggara diperkirakan akan
mengalami penurunan. Kedua, tidak adanya rencana
Sistem Pembayaran & Pengelolaan
Uang Rupiah
Kondisi Tenaga Kerja dan
Kesejahteraan
Prospek Perekonomian Daerah
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 39
pemerintah untuk menaikkan harga energi seperti
BBM bersubsidi dan tarif tenaga listrik (TTL).
3.5. UPAYA PENGENDALIAN INFLASI
Upaya pengendalian inflasi yang dilakukan oleh
pemerintah daerah bersama Bank Indonesia melalui
Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Sulawesi
Tenggara selama triwulan IV 2017 difokuskan pada
upaya meningkatkan produksi dan pasokan pangan
strategis. Upaya yang dilakukan antara lain yaitu
mengimplementasikan Urban Farming untuk
komoditas sayur-sayuran, rapat koordinasi
membahas permasalahan pasokan ikan tangkap,
sosialisasi kebijakan HET untuk komoditas beras dan
gula pasir, serta upaya penguatan TPID tingkat
kabupaten. Secara ringkas langkah-langkah
pengendalian inflasi yang ditempuh adalah sebagai
berikut:
1. Penguatan Kelembagaan dan Koordinasi antar
TPID.
Dalam rangka penguatan koordinasi, telah
dilaksanakan rapat High Level Meeting (HLM)
TPID Sulawesi Tenggara. Beberapa hasil rapat
tersebut adalah:
1) Mendorong terlaksananya kerja sama
antar daerah yang dilakukan secara
formal didasari dengan perjanjian
kerjasama antar daerah, baik antar
provinsi, kota/kabupaten antar provinsi,
maupun kota/kabupaten dalam provinsi.
2) Mengalokasikan anggaran dalam APBD
untuk kegiatan atau program kerja
pengendalian harga sesuai dengan
kewenangan masing--- masing.
3) Perumusan peraturan daerah terkait
tataniaga perdagangan komoditas ikan
ke luar Sulawesi Tenggara agar
komoditas ikan segar terlebih dahulu
diolah melalui Unit Pengolahan Ikan
(UPI) masing-masing Kabupaten/Kota.
Dalam hal belum terdapat UPI agar
dapat terlebih dahulu di bentuk.
4) Perbaikan sarana dan prasarana
perikanan seperti perbaikan fasilitas di
PPI (Pelabuhan Pendaratan Ikan)
maupun PPS (Pelabuhan Perikanan
Samudra) serta penambahan kapasitas
cold storage. Selain itu, kapasitas
armada kapal juga perlu ditingkatkan.
5) Meningkatkan awareness anggota TPID
dan masyarakat dalam kebijakan HET
Beras dan Gula Pasir.
6) Melakukan Sidak Pasar bersama Satuan
Tugas (Satgas) Pangan yang dipimpin
oleh Wakapolda. Sidak dilaksanakan
pada tanggal 14 Desember 2017 di tiga
tempat, yaitu Pasar Anduonohu, Pasar
Mandonga dan Pelabuhan Nusantara
Kendari. Hal tersebut dilakukan untuk
mengurangi peningkatan tekanan inflasi
pada akhir tahun.
7) Capacity building TPID Kabupaten
Kolaka Utara.
2. Menambah Ketersediaan Pasokan Sayur-
Sayuran Melalui Urban Farming
Upaya untuk menekan inflasi oleh TPID juga
dilakukan dengan meningkatkan pasokan sayur-
sayuran. Hal ini dilakukan untuk meredam
tingginya gejolak harga sayur-sayuran di
Sulawesi Tenggara. KPw BI Provinsi Sultra telah
mengadakan pelatihan Urban Farming di Kota
Kendari. Hal ini bertujuan untuk: i) meningkatkan
kesadaran masyarakat untuk memanfaatkan
pekarangan ditanami tanaman produktif, seperti
sayur-sayuran, sehingga dapat memberikan nilai
ekonomis bagi masyarakat, ii) dapat mengurangi
tekanan inflasi yang cukup tinggi, terutama di
Kota Kendari. Pelatihan Urban Farming dilakukan
kepada kelompok tani dan dasa wisma di Kota
Kendari pada awal triwulan III 2017 dan berlanjut
pada triwulan IV 2017. Dalam pelaksanaan
kegiatan ini, KPw BI Provinsi Sultra berkoordinasi
dengan stakeholders terkait, meliputi Dinas
Pangan Kota Kendari. Adapun metode
penanaman juga dilakukan dengan
menggunakan sistem penanaman organik yang
ramah lingkungan. Dalam jangka panjang,
kegiatan ini diharapkan dapat menekan inflasi
yang berasal dari komoditas sayur-sayuran.
Ekonomi Makro Regional
Keuangan Pemerintah
Perkembangan Inflasi Daerah
Stabilitas Keuangan Daerah
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2018 40
Halaman ini sengaja dikosongkan
Sistem Pembayaran & Pengelolaan
Uang Rupiah
Kondisi Tenaga Kerja dan
Kesejahteraan
Prospek Perekonomian Daerah
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 41
STABILITAS KEUANGAN
DAERAH
4
Ekonomi Makro Regional
Keuangan Pemerintah
Perkembangan Inflasi Daerah
Stabilitas Keuangan Daerah
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2018 42
4.1. GAMBARAN UMUM STABILITAS
KEUANGAN DAERAH
Pada triwulan IV 2017, stabilitas sistem keuangan di
Sulawesi Tenggara menunjukkan kondisi yang relatif
terjaga. Kondisi tersebut berasal dari sektor rumah
tangga, sektor korporasi, UMKM dan institusi
keuangan yang masih menunjukkan perkembangan
yang positif dengan sumber kerentanan yang dapat
dikendalikan. Ketahanan keuangan sektor rumah
tangga masih relatif kuat dengan adanya
peningkatan penghasilan, optimisme konsumsi,
perilaku berhutang yang aman, dan kemampuan
keuangan yang masih cukup untuk berbagai
keperluan. Sementara itu, ketahanan pada sektor
korporasi masih relatif terjaga seiring dengan
peningkatan omset dan perbaikan kondisi likuiditas
serta berkurangnya beban hutang di tengah
meningkatnya biaya dan penurunan margin
keuntungan. Dari sisi institusi keuangan, juga terjadi
peningkatan kinerja. Indikator aset bank umum,
penghimpunan dana pihak ketiga dan kredit
mengalami peningkatan dibandingkan dengan
periode sebelumnya. Risiko kredit juga masih dapat
terkendali terutama dari kredit untuk penggunaan
konsumsi.
4.2. ASESMEN SEKTOR RUMAH TANGGA
4.2.1. Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor
Rumah Tangga
Di Sulawesi Tenggara, rumah tangga merupakan
salah satu komponen penting dalam perekonomian
dan sistem keuangan baik dari sisi kontribusi maupun
keterkaitannya dengan perbankan, pemerintah,
lembaga keuangan lainnya dan korporasi. Beberapa
faktor yang mempengaruhi kondisi keuangan rumah
tangga adalah tingkat pendapatan, tingkat
pengangguran, tingkat konsumsi, dan kondisi
pembiayaan/kredit oleh rumah tangga. Secara
umum, tingkat pendapatan, tingkat pengangguran
dan tingkat konsumsi rumah tangga turut juga
dipengaruhi oleh kinerja perekonomian. Pada
triwulan IV 2017, walaupun perekonomian Sulawesi
Tenggara secara umum mengalami perlambatan,
namun tingkat konsumsi rumah tangga masih
terjaga. Konsumsi rumah tangga tumbuh sebesar
5,7% (yoy) sama dengan periode sebelumnya. Grafik
4.1 Meskipun demikian, pangsa konsumsi rumah
tangga terhadap PDRB triwulan IV 2017 mengalami
penurunan sesuai dengan pola historisnya, yaitu dari
46,9% pada triwulan III 2017 menjadi 45,9%.
Penurunan pangsa tersebut bukan disebabkan oleh
adanya penurunan daya beli masyarakat, namun
karena tingginya peranan investasi terhadap
perekonomian yang mencapai 45,4%.
Tetap terjaganya konsumsi rumah tangga selama
triwulan IV 2017 juga terkonfirmasi dari hasil survei
konsumen yang menunjukkan terjadinya
peningkatan optimisme rumah tangga untuk
melakukan kegiatan konsumsi. Secara keseluruhan,
hasil survei masih berada di atas angka 100 yang
berarti konsumen masih optimis dan selama periode
laporan rata-rata Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)
naik dari 125,1 menjadi 139,8 pada periode laporan.
Grafik 4.3 Optimisme konsumen tersebut naik karena
adanya kenaikan ekspektasi kegiatan usaha yang
terjadi terus menerus dalam enam bulan ke depan.
Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Tenggara, diolah
Sumber: BPS, diolah
Grafik 4.1 Kontribusi Konsumsi Rumah Tangga Terhadap
PDRB Sulawesi Tenggara Grafik 4.2 Perbandingan Kontribusi Konsumsi RT se-Sulawesi
Sistem Pembayaran & Pengelolaan
Uang Rupiah
Kondisi Tenaga Kerja dan
Kesejahteraan
Prospek Perekonomian Daerah
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 43
Ekspektasi konsumen untuk 6 bulan ke depan dalam
hal lapangan kerja dan ekspektasi penghasilan relatif
berfluktuasi dengan angka yang relatif lebih tinggi
dari periode sebelumnya. Faktor-faktor tersebut pada
akhirnya akan berkontribusi pada kondisi keuangan
rumah tangga yang lebih kuat dalam sistem
keuangan di Sulawesi Tenggara. Grafik 4.4
Salah satu faktor utama ketahanan sektor rumah
tangga adalah tingkat pendapatan. Pada triwulan IV
2017, kondisi sistem keuangan rumah tangga masih
terjaga karena adanya peningkatan penghasilan.
Kondisi ini tercermin dari hasil Survei Konsumen (SK)
yang menunjukkan adanya peningkatan penghasilan
sebanyak 57%. Peningkatan penghasilan tersebut
dirasakan merata pada seluruh lapangan usaha,
bahkan rumah tangga yang bekerja di lapangan
usaha listrik dan infokom sebanyak 100% merasakan
adanya peningkatan penghasilan. Grafik 4.5 Di sisi
lain, hanya terdapat 5% responden yang mengalami
penurunan penghasilan, dan 38% tidak mengalami
perubahan penghasilan. Selain itu, ketahanan
keuangan sektor rumah tangga juga akan semakian
kuat seiring dengan bertambahnya optimisme rumah
tangga yang memperkirakan terjadinya peningkatan
penghasilan 6 bulan yang akan datang. Rumah
tangga secara umum yang memperkirakan kenaikan
penghasilan sebagian besar berasal dari kenaikan gaji
(pangsa 23%), kenaikan omset (18%), dan
pendapatan tambahan lainnya (18%). Grafik 4.6
4.2.2. Kinerja Keuangan Rumah Tangga
Secara umum, penggunaan keuangan rumah tangga
lebih banyak ditujukan untuk keperluan konsumsi.
Pada triwulan IV 2017, rumah tangga menggunakan
pendapatannya sebesar 54,4% untuk keperluan
konsumsi. Grafik 4.7 Namun bila dibandingkan
dengan periode sebelumnya, pengeluaran untuk
konsumsi tersebut mengalami sedikit penurunan.
Selain itu, pengeluaran rumah tangga untuk
membayar cicilan juga mengalami penurunan
dengan pangsa sebesar 12,5%. Kondisi tersebut
terjadi karena rumah tangga lebih besar
memanfaatkan pendapatannya untuk meningkatkan
porsi tabungan menjadi sebesar 33,1% dari
sebelumnya hanya sebesar 26,1%. Berdasarkan
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah
Grafik 4.3 Indeks Keyakinan Konsumen Sulawesi Tenggara Grafik 4.5 Perubahan Penghasilan Saat Ini dibandingkan dengan 6 Bulan yang lalu
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah
Grafik 4.4 Ekspektasi Konsumen Rumah Tangga Grafik 4.6 Alasan Peningkatan/Penurunan Penghasilan 6 Bulan Mendatang
Ekonomi Makro Regional
Keuangan Pemerintah
Perkembangan Inflasi Daerah
Stabilitas Keuangan Daerah
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2018 44
klasifikasi pengeluaran rumah tangga, secara
proporsi, kelompok rumah tangga dengan total
pengeluaran Rp6,1 juta s.d Rp7 juta mencatatkan
konsumsi yang paling tinggi, tercatat sebesar 60%
dan cicilan terbesar yaitu sebesar 30% dari total
pengeluaran namun mencatatkan tingkat tabungan
terendah yaitu sebesar 10%. Sedangkan proporsi
tabungan terbesar dicatatkan oleh kelompok rumah
tangga dengan total pengeluaran Rp5,1 juta s.d Rp6
juta yaitu sebesar 50%. Grafik 4.8
Debt Service Ratio
Dalam melihat perilaku meminjam, salah satu
indikator yang digunakan adalah debt service ratio
(DSR). Institusi keuangan menilai bahwa threshold
aman untuk DSR adalah 30%, yang berarti rumah
tangga dengan DSR>30% memiliki risiko kredit yang
tinggi. Rumah tangga dengan risiko kredit yang
tinggi dapat menyulitkan rumah tangga itu untuk
membayar pinjamannya sehingga dapat menjadi
sumber non performing loan (NPL) pada institusi
keuangan. Berdasarkan nilai DSR hasil Survey
Konsumen (SK), risiko kredit rumah tangga di
Sulawesi Tenggara pada triwulan IV 2017
menunjukkan kondisi yang relatif terkendali. Jumlah
rumah tangga dengan DSR<30% masih
mendominasi dengan pangsa sebesar 62,1%.
Meskipun demikian, terdapat sedikit peningkatan
risiko karena adanya peningkatan jumlah rumah
tangga dengan DSR>30%. Grafik 4.9
Kecukupan Keuangan RT Debitur Bank
Indikator lainnya dalam menilai kinerja keuangan
rumah tangga adalah kecukupan keuangan rumah
tangga yang menjadi debitur institusi keuangan.
Berdasarkan hasil Survei Konsumen, rumah tangga
secara dominan (71,4%) masih memiliki kondisi
keuangan yang cukup untuk untuk memenuhi
kebutuhan dan membayar cicilan dan masih terdapat
sisa untuk ditabung guna pemenuhan kebutuhan
kesehatan dan pendidikan. Bahkan 13,3%
responden rumah tangga menyatakan bahwa
pendapatan yang diterima dalam kategori sangat
cukup sehingga terdapat dana lebih untuk investasi
dan rekreasi. Sementara itu, sebanyak 6,1%
responden menyatakan pendapatannya lebih dari
cukup karena selain terdapat tambahan untuk
investasi dan berlibur, mereka dapat membeli
kebutuhan tersier seperti mobil dan perabotan. Selain
itu, perbaikan juga terjadi di kelompok masyarakat
yang berada dalam kondisi pas-pasan yaitu dari
22,1% dari total responden pada periode
sebelumnya menjadi 9,2% responden pada triwulan
IV 2017. Grafik 4.10
Perkiraan Posisi Pinjaman 6 Bulan Mendatang
Selain ekspektasi pendapatan dan kecukupan
keuangan debitur, kondisi keuangan rumah tangga
juga dapat dikategorikan berada dalam kondisi yang
aman karena rumah tangga memperkirakan beban
cicilan/pinjaman akan semakin ringan. Sesuai hasil
Survei Konsumen, sebanyak 35,7% responden
rumah tangga memperkirakan bahwa posisi
pinjaman mereka pada 6 bulan mendatang akan
berkurang. Sebagian besar pengurangan tersebut
terjadi karena pelunasan sesuai dengan jadwal
pembayaran cicilan dan hanya sebagian kecil terjadi
karena adanya percepatan pelunasan. Grafik 4.11
Sementara itu, rumah tangga yang memperkirakan
posisi pinjaman akan sama dengan periode
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah
Grafik 4.7 Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga Sulawesi Tenggara
Grafik 4.8 Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga Berdasarkan Pengeluaran/Bulan
Sistem Pembayaran & Pengelolaan
Uang Rupiah
Kondisi Tenaga Kerja dan
Kesejahteraan
Prospek Perekonomian Daerah
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 45
sebelumnya adalah sebanyak 54,1%. Di sisi lain,
terdapat 10,2% responden rumah tangga yang
memperkirakan akan bertambah beban cicilannya.
Meskipun demikian karena penambahan juga disertai
dengan peningkatan pendapatan maka risiko kredit
menjadi lebih minimal.
Saving Ratio
Dari sisi rasio tabungan terhadap pengeluaran rumah
tangga, sebagian besar rumah tangga di Sulawesi
Tenggara yang menjadi responden Survei Konsumen
telah memiliki tabungan dan hanya 7,0% dari
responden yang tidak memiliki tabungan. Grafik 4.12
Hal tersebut mencerminkan penetrasi perbankan di
Sulawesi Tenggara yang relatif baik, bahkan pada
triwulan IV 2017 jumlah rumah tangga yang memiliki
saving ratio > 30% mencapai 63% dari total
responden. Diharapkan dengan kondisi tersebut
rumah tangga di Sulawesi Tenggara memiliki
ketahanan keuangan yang baik dan mendukung
kinerja institusi keuangan.
Dana Cadangan
Dalam menjaga ketahanan keuangannya, rumah
tangga juga melakukan antisipasi risiko dengan
menyediakan dana cadangan sebagai buffer. Sesuai
dengan hasil Survei Konsumen, rumah tangga di
Sulawesi Tenggara dinilai memiliki cadangan dana
yang relatif baik. Hal ini terlihat dari kepemilikan dana
cadangan dalam bentuk tabungan, deposito maupun
uang tunai oleh sebanyak 88,7% responden. Angka
tersebut meningkat dibandingkan dengan periode
sebelumnya yang tercatat sebesar 85,7%. Grafik 4.13
Dalam dana cadangan yang dimiliki oleh rumah
tangga tersebut, sebagian besar dana disimpan
dalam jangka waktu sedang, yang merupakan
indikasi perilaku wait and see dengan kecenderungan
siap mencairkan dana untuk keperluan konsumsi
tidak terduga. Secara mendetail, sebesar 29,9%
responden memiliki dana cadangan sampai dengan 1
bulan pendapatannya. Sedangkan 27,8 % dan
22,9% rumah tangga masing-masing memiliki dana
cadangan sebesar 1-3 bulan dan 3-6 bulan
pendapatannya. Sebesar 1,9% dan 2,3% rumah
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah
Grafik 4.9 Komposisi DSR Rumah Tangga Sulawesi Tenggara Grafik 4.11 Perkiraan Posisi Pinjaman 6 Bulan Mendatang Debitur Bank
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah
Grafik 4.10 Kecukupan Pendapatan RT Debitur Bank Untuk Memenuhi Kebutuhan dan Membayar Cicilan
Grafik 4.12 Saving Ratio Rumah Tangga
Ekonomi Makro Regional
Keuangan Pemerintah
Perkembangan Inflasi Daerah
Stabilitas Keuangan Daerah
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2018 46
tangga sudah memiliki dana cadangan dengan
jangka waktu yang lebih panjang yaitu 6-12 bulan
dan di atas 1 tahun. Grafik 4.14
Kepemilikan Produk Perbankan
Secara umum, rumah tangga di Sulawesi Tenggara
yang menjadi responden Survei Konsumen relatif
telah memiliki produk-produk perbankan. Sebanyak
94,3% responden telah memiliki tabungan di bank
dan sebanyak 75,0% telah memiliki kartu debit yang
merupakan fasilitas standar tabungan perbankan
pendamping tabungan. Grafik 4.15 Sementara dari sisi
kredit, instrumen yang paling banyak dimanfaatkan
oleh rumah tangga adalah kredit kendaraan yang
pangsanya mencapai 24,0% dan kartu kredit yang
dimiliki oleh 5,3% responden. Selain itu, dari sisi
kepemilikan uang elektronik, hanya sebanyak 2,3%
dari responden rumah tangga di Sulawesi Tenggara
yang sudah memilikinya. Dalam menentukan pilihan
simpanan bank, beberapa faktor mempengaruhi
preferensi rumah tangga. Secara agregat, rumah
tangga memilih simpanan bank berdasarkan faktor
keamanan (25%) seperti adanya jaminan pemerintah
atau Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Faktor
kedua adalah kualitas pelayanan berupa keramahan
dan kemudahan dalam melakukan transaksi. Faktor
ketiga adalah lokasi bank yaitu dari sisi jarak tempuh
dan aksesibilitas. Grafik 4.16
4.2.3. Dana Pihak Ketiga Perseorangan Di
Perbankan
Sektor rumah tangga masih mendominasi dana pihak
ketiga (DPK) yang berada di perbankan Sulawesi
Tenggara. Hal ini tercermin dari pangsa DPK
perseorangan yang mencapai 77,3% dari
keseluruhan DPK di Sulawesi Tenggara dengan
nominal mencapai Rp13,2 triliun. Grafik 4.17 Pada
triwulan IV 2017, DPK perseorangan tersebut dapat
tumbuh sebesar 13,6% (yoy), mengalami
peningkatan dibandingkan periode sebelumnya yang
tumbuh sebesar 12,5% (yoy). Grafik 4.18 Dari produk
simpanan yang ditawarkan oleh perbankan, rumah
tangga masih menjadikan fasilitas tabungan dan
deposito sebagai pilihan utama penempatan dana.
Pangsa tabungan perseorangan mencapai 70,2%,
bahkan lebih tinggi dari periode sebelumnya yang
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah
Grafik 4.13 Kepemilikan Dana Cadangan Berupa Tabungan/Deposito/Cash
Grafik 4.15 Kepemilikan Produk Perbankan
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah
Grafik 4.14 Besaran Jumlah Dana Cadangan Rumah Tangga Terhadap Pendapatannya
Grafik 4.16 Faktor Dalam Memilih Simpanan Perbankan
Sistem Pembayaran & Pengelolaan
Uang Rupiah
Kondisi Tenaga Kerja dan
Kesejahteraan
Prospek Perekonomian Daerah
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 47
mencatatkan proporsi 67,7%. Peningkatan pangsa
tabungan tersebut mengakibatkan penurunan
pangsa deposito menjadi sebesar 26,4% dan giro
sebesar 3,3% dari total DPK perseorangan. Grafik 4.19
Berdasarkan perkembangannya, tabungan tercatat
tumbuh sebesar 10,8% (yoy), meningkat dari periode
sebelumnya yang tercatat tumbuh sebesar 5,3%
(yoy). Sementara itu deposito dapat tumbuh tinggi
sebesar 23,1% (yoy), namun lebih rendah daripada
periode sebelumnya yang dapat tumbuh sebesar
39,7% (yoy). Grafik 4.20
4.2.4. Kredit Perbankan Pada Sektor Rumah
Tangga
Selain DPK, keterkaitan rumah tangga dengan
perbankan juga dapat terlihat dari penyaluran kredit
perbankan. Di Sulawesi Tenggara kredit ke rumah
tangga juga mendominasi realisasi penyaluran kredit
pada triwulan IV 2017. Kondisi ini terlihat dari pangsa
kredit untuk perseorangan yang mencapai 81,4%
dari total kredit yang direalisasikan. Grafik 4.21 Dari sisi
penggunaannya, sebagian besar kredit perseorangan
tersebut masih digunakan untuk konsumsi dengan
pangsa sebesar 70,0%. Sementara itu, pangsa kredit
produktif modal kerja dan investasi masing-masing
mencapai 22,8% dan 7,3% dari total kredit pada
triwulan IV 2017. Grafik 4.22 Dari sisi kinerjanya, pada
triwulan IV 2017 kredit konsumsi rumah tangga
tumbuh sebesar 13,6% (yoy), lebih tinggi dari
periode sebelumnya yang sebesar 11,70% (yoy).
Kenaikan tersebut bersumber dari meningkatnya
realisasi kredit multiguna sebesar 16,8% (yoy). Grafik
4.23
Dilihat dari sisi suku bunganya, di tengah terjaganya
suku bunga acuan, suku bunga kredit konsumsi
rumah tangga di Sulawesi Tenggara juga mengalami
penurunan melanjutkan tren penurunan sebelumnya.
Pada triwulan IV 2017, suku bunga tertimbang kredit
perseorangan di Sulawesi Tenggara mencapai 12,5%
per tahun dimana pada periode sebelumnya tercatat
sebesar 12,7%. Grafik 4.24 Penurunan pada suku
bunga tersebut belum memberikan dampak
terhadap risiko kredit yang ditunjukkan dengan
persistensi NPL kredit konsumsi rumah tangga. NPL
kredit konsumsi rumah tangga pada periode laporan
tercatat sebesar 1,2%, lebih rendah dari NPL kredit
konsumsi triwulan III 2017 sebesar 1,5%.
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
Grafik 4.17 Komposisi DPK Sulawesi Tenggara Grafik 4.19 Komposisi DPK Perseorangan di Sulawesi Tenggara
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
Grafik 4.18 Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga Perseorangan Sulawesi Tenggara
Grafik 4.20 Pertumbuhan DPK Perseorangan Tiap Jenis Penempatan
Ekonomi Makro Regional
Keuangan Pemerintah
Perkembangan Inflasi Daerah
Stabilitas Keuangan Daerah
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2018 48
Kredit Kepemilikan Rumah
KPR dan KPA di Sulawesi Tenggara pada triwulan IV
2017 tumbuh sebesar 9,58% (yoy), melambat dari
periode sebelumnya yang dapat tumbuh sebesar
10,40% (yoy). Grafik 4.25 Perlambatan tersebut
terutama disebabkan oleh menurunnya kredit untuk
pembelian rumah tipe besar (KPR >70). Kredit untuk
pembelian rumah tipe besar tersebut mengalami
kontraksi sebesar 14,24% (yoy) pada triwulan IV
2017, terkontraksi lebih dalam dibandingkan dengan
periode sebelumnya yang hanya terkontraksi sebesar
6,25% (yoy). Selain itu, perlambatan kredit KPR juga
dipengaruhi oleh penurunan kredit kepemilikan Ruko
yang masih melanjutkan tren kontraksi. Meskipun
demikian, risiko kredit KPR masih terjaga. Indikator
NPL KPR pada periode tersebut mencapai 4,01%,
dari sebelumnya yang tercatat sebesar 4,90%. Grafik
4.27 Namun, penyaluran KP Ruko dan KPR rumah tipe
kecil (KPR tipe s.d. 21) tetap perlu mendapatkan
perhatian khusus dari perbankan karena melewati
threshold 5% yaitu masing-masing 7,69% dan
5,74%.
Kredit Kepemilikan Kendaraan Bermotor
Kredit kendaraan bermotor (KKB) di Sulawesi
Tenggara pada triwulan IV 2017 mengalami kontraksi
sebesar 1,7% (yoy), lebih rendah dibandingkan
periode sebelumnya yang dapat tumbuh sebesar 2%
(yoy). Penurunan tersebut disebabkan oleh
penurunan yang terjadi pada kategori kendaraan
roda 4 (mobil) dan masih terkontraksinya kredit
kendaraan roda 2 (sepeda motor). Kredit sepeda
motor pada triwulan IV 2017 masih melanjutkan
kontraksi sebesar 12,7% (yoy). Sementara itu, laju
pertumbuhan kredit mobil mengalami penurunan
sebesar 1% (yoy) dari sebelumnya tumbuh sebesar
5,2% (yoy). Grafik 4.27 Meskipun demikian, risiko
kredit masih terjaga. NPL kredit tersebut pada periode
laporan sebesar 2,41%, lebih rendah daripada
periode sebelumnya yang mencapai 2,63%. Grafik
4.28 Penurunan risiko tersebut disumbangkan oleh
penurunan risiko pada seluruh kategori KKB. KKB
mobil yang memiliki pangsa pasar KKB terbesar
mengalami penurunan NPL dari 2,52% pada periode
sebelumnya menjadi 2,34%. Penurunan NPL gross
juga terjadi pada KKB sepeda motor sebesar 1,63%.
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah
Grafik 4.21 Komposisi Kredit Perseorangan di Sulawesi Tenggara
Grafik 4.23 Pertumbuhan Kredit Konsumsi RT
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
Grafik 4.22 Komposisi Penggunaan Kredit Perseorangan di
Sulawesi Tenggara Grafik 4.24 NPL dan Suku Bunga Kredit Konsumsi RT
Sistem Pembayaran & Pengelolaan
Uang Rupiah
Kondisi Tenaga Kerja dan
Kesejahteraan
Prospek Perekonomian Daerah
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 49
Kredit Multiguna
Besarnya penggunaan kredit konsumsi perseorangan
untuk multiguna menunjukkan bahwa kebutuhan
pembiayaan rumah tangga lainnya masih cukup
besar, di luar kebutuhan untuk memiliki rumah,
kendaraan bermotor maupun peralatan rumah
tangga. Hal ini terjadi karena pengajuan kredit
multiguna relatif mudah dengan menggunakan
jaminan/agunan yang dimiliki oleh rumah tangga.
Selain itu penggunaan dana yang diterima dapat
secara leluasa digunakan oleh rumah tangga dalam
melakukan aktivitas konsumsi seperti merenovasi
rumah, biaya pernikahan, biaya pendidikan, biaya
pengobatan, maupun pembelian barang
berharga/elektronik, dan bahkan dapat digunakan
untuk modal usaha. Pada triwulan IV 2017, kredit
multiguna tumbuh sebesar 15,9% (yoy), lebih tinggi
daripada periode sebelumnya yang tumbuh sebesar
13,2% (yoy). Grafik 4.29 Peningkatan tersebut
disebabkan oleh membaiknya kinerja kredit
multiguna seluruh tier nominal. Kredit multiguna
>100 juta s.d 500 juta (pangsa 80,4%) dapat tumbuh
sebesar 24,9% (yoy), lebih tinggi dari periode
sebelumnya yang hanya tumbuh sebesar 22,7%
(yoy). Dari sisi risiko kredit, kredit rumah tangga
untuk fasilitas multiguna masih terkendali. Pada
periode laporan, NPL kredit multiguna hanya sebesar
0,4%. NPL pada pinjaman multiguna dengan pangsa
terbesar yaitu kelompok >Rp100 juta s.d Rp500 juta
tercatat hanya sebesar 0,22%. Grafik 4.30
4.3. ASESMEN SEKTOR KORPORASI
4.3.1. Sumber Kerentanan Sektor Korporasi
Kondisi kerentanan pada sektor korporasi tercermin
dari kinerja perekonomian dari sisi penawaran. Pada
triwulan IV 2017 terdapat lapangan usaha yang
mengalami perlambatan kinerja, yaitu lapangan
usaha pertambangan dan penggalian, usaha
akomodasi dan makan minum, dan usaha informasi
dan komunikasi. Penurunan pertumbuhan pada
sektor tambang dan penggalian berdampak
langsung pada pertumbuhan ekonomi Sulawesi
Tenggara. Karenanya dibutuhkan sumber-sumber
pertumbuhan ekonomi baru untuk menjaga
sustainabilitas pertumbuhan ekonomi Sulawesi
Tenggara terutama sektor-sektor yang memiliki efek
multiplier yang besar.
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah
Grafik 4.25 Pertumbuhan KPR dan Pangsa KPR Tiap Tipe Grafik 4.27 Pertumbuhan KKB dan Pangsa Tiap Jenis
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
Grafik 4.26 NPL dan Suku Bunga KPR Grafik 4.28 NPL dan Suku Bunga KKB
Ekonomi Makro Regional
Keuangan Pemerintah
Perkembangan Inflasi Daerah
Stabilitas Keuangan Daerah
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2018 50
Selain itu, salah satu sumber kerentanan sektor
korporasi lainnya adalah tingginya ketergantungan
ekspor Sulawesi Tenggara pada ekspor nikel, baik
olahannya berupa feronikel dan NPI (Nickel Pig Iron)
maupun bijih nikel kadar rendah (low grade ore
nickel). Pada triwulan IV 2017, ketergantungan
ekspor Sulawesi Tenggara pada ekspor komoditas
feronikel mencapai pangsa 92,71% dari total ekspor
komoditas nonmigas. Grafik 4.32 Tingginya pangsa
ekspor nikel tersebut menyebabkan ekspor Sulawesi
Tenggara rentan terhadap risiko volatilitas harga nikel
di pasar internasional. Grafik 4.31 Selain itu kondisi
perekonomian negara tujuan ekspor nikel tersebut
seperti Tiongkok, Korea Selatan dan Jepang juga
menjadi sumber kerentanan korporasi di Sulawesi
Tenggara.
4.3.2. Kinerja Korporasi
Omset Penjualan
Dari hasil liaison kepada pelaku usaha korporasi di
Sulawesi Tenggara pada triwulan IV 2017, terdapat
peningkatan omset penjualan domestik pada
korporasi pertambangan nikel, konstruksi dan jasa.
Secara garis besar peningkatan kinerja penjualan
domestik di periode laporan disebabkan oleh
menggeliatnya permintaan akan barang
pertambangan, dan meningkatnya pembangunan
infrastruktur. Peningkatan omset perusahaan
pertambangan didorong oleh masih berlangsungnya
kebijakan relaksasi ekspor bijih nikel kadar rendah,
selain itu permintaan bijih nikel kadar tinggi sebagai
barang input smelter juga masih tinggi seiring
dengan meningkatnya permintaan global terhadap
nikel olahan. Selanjutnya, dari usaha konstruksi,
pelaku usaha menyatakan terjadi peningkatan
penjualan seiring dengan fokus pemerintah yang
menitikberatkan pada pembangunan infrastruktur.
Selain itu dari lapangan usaha jasa perusahaan, yaitu
persewaan cold storage, peningkatan omset terjadi
seiring dengan peningkatan permintaan ekspor
komoditas udang, gurita dan cumi-cumi.
Sementara itu, terdapat beberapa korporasi dengan
omset yang tertahan dan bahkan mengalami
penurunan omset, yaitu pada pelaku usaha
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Sumber: Bloomberg, diolah
Grafik 4.29 Pertumbuhan Multiguna dan Pangsa Berdasarkan Besaran Kredit
Grafik 4.31 Harga Nikel Internasional
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah
Grafik 4.30 NPL dan Suku Bunga Multiguna Grafik 4.32 Pangsa Komoditas Ekspor
Minyak Nilam, 1.36%
Perikanan, 4.39%
Feronikel, 65.14%
Bijih Nikel, 27.57%
Lainnya, 1.53%
Sistem Pembayaran & Pengelolaan
Uang Rupiah
Kondisi Tenaga Kerja dan
Kesejahteraan
Prospek Perekonomian Daerah
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 51
akomodasi, perdagangan, dan pertanian. Pada usaha
akomodasi, tingkat pemenuhan kamar berada pada
kisaran 70%-80%, relatif sama dengan kondisi tahun
sebelumnya. Hal tersebut dipengaruhi oleh jenis
pengunjung yang didominasi pegawai pemerintahan
dan korporasi yang sudah memiliki jadwal rutin untuk
berkunjung. Sementara pengunjung wisatawan
masih minim. Adapun penurunan omset pada usaha
perdagangan besar dan eceran dipengaruhi oleh
penurunan penjualan makanan jadi dan elektronik
yang pada triwulan laporan masing-masing turun
sekitar 15% (yoy) dan 30% (yoy). Meskipun terjadi
penurunan penjualan, pelaku usaha tersebut
menyatakan terjadi peningkatan dari sisi jumlah
transaksi pengunjung. Pada periode laporan, terjadi
peningkatan pengunjung sebesar 4%. Selain
didorong oleh masih terjaganya daya beli masyarakat,
pertumbuhan pengunjung ini akibat kebijakan
promosi/diskon yang berlaku secara nasional. Secara
umum, responden liaison menyatakan capaian target
penjualan tahun 2017 telah tercapai sebesar 90%
yang dinyatakan sebagai kondisi baik dan
menggambarkan tingkat konsumsi yang relatif
terjaga.
Biaya
Pada triwulan IV 2017, berdasarkan hasil liaison,
dibandingkan dengan periode sebelumnya, biaya
produksi secara umum relatif mengalami
peningkatan. Peningkatan biaya tertinggi terjadi
pada pelaku usaha di sektor akomodasi hotel dan
sektor jasa. Selain itu, kenaikan biaya juga dirasakan
oleh para pelaku usaha pada sektor konstruksi dan
sektor pertambangan. Berdasarkan komponennya,
kenaikan biaya yang terjadi disebabkan oleh
peningkatan biaya perolehan bahan baku.
Peningkatan biaya bahan baku dialami oleh pelaku
usaha di sektor pertambangan nikel, konstruksi, jasa
dan perhotelan. Biaya bahan baku di sektor-sektor
tersebut dipengaruhi oleh inflasi tahunan namun
masih dalam taraf yang normal. Selain itu biaya
tenaga kerja juga mengalami peningkatan. Hal
tersebut dipengaruhi oleh kenaikan Upah Minimum
Provinsi (UMP) di Sulawesi Tenggara tahun 2017.
Untuk tahun 2017 Gubernur Sulawesi Tenggara
Keterangan Skala Likert:
+/- 4,00 = Kenaikan/Penurunan Signifikan Di Luar Rata-rata/Pola Normal Korporasi
+/- 3,00 = Kenaikan/Penurunan Di Atas Rata-rata Pola Normal
+/- 2,00 = Kenaikan/Penurunan Sesuai dengan Pola Normalnya
+/- 1,00 = Kenaikan/Penurunan Di Bawah Pola Normalnya
Sumber: Liaison KPw BI Sulawesi Tenggara, diolah
Grafik 4.33 Skala Likert Kondisi Korporasi Hasil Liaison
Sumber: SKDU KPw BI Sulawesi Tenggara, diolah
Sumber: SKDU KPw BI Sulawesi Tenggara, diolah
Grafik 4.34 Perkembangan Kondisi Likuiditas Keuangan Korporasi di Sulawesi Tenggara
Grafik 4.35 Kondisi Likuiditas Keuangan Korporasi Berdasarkan Sektoral
Ekonomi Makro Regional
Keuangan Pemerintah
Perkembangan Inflasi Daerah
Stabilitas Keuangan Daerah
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2018 52
melalui SK No. 36 Tahun 2016 telah menetapkan
besaran UMP 2017 yang berlaku per 1 Januari 2017.
UMP Sulawesi Tenggara meningkat sebesar 6%
dibandingkan dengan tahun 2016 menjadi Rp
2.002.625,00/bulan sementara nilai Upah Minimum
Kota Kendari pada tahun 2017 sebesar Rp 2.172.578
atau meningkat sebanyak 8,25% dibandingkan
dengan tahun 2016.
Margin Keuntungan
Pada triwulan IV 2017, margin keuntungan korporasi
yang menjadi responden liaison relatif menurun
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Namun
jika dibandingkan dengan tingkat margin pada tahun
sebelumnya, pelaku usaha masih menjaga tingkat
margin yang sama. Kondisi tersebut dipengaruhi oleh
peningkatan omset yang masih terbatas sehingga
pelaku usaha memilih untuk menurunkan tingkat
marginnya. Hal ini terutama terjadi pada pelaku
usaha perdagangan yang menggunakan metode
diskon untuk menarik minat belanja masyarakat.
Selain itu, penurunan margin juga terjadi karena
adanya peningkatan biaya sementara harga jual
belum disesuaikan. Kondisi ini terjadi pada usaha
akomodasi yang mengalami kenaikan biaya
perolehan bahan baku sementara jumlah
pengunjung tidak mengalami peningkatan.
Kondisi likuiditas keuangan korporasi
Berdasarkan hasil SKDU, pada triwulan IV 2017
secara umum kondisi likuiditas keuangan korporasi
terpantau dalam kondisi yang relatif aman dimana
50,58% responden menyatakan bahwa likuiditas
keuangan korporasi cukup untuk memenuhi
kebutuhan operasional usahanya. Walaupun angka
tersebut turun dari periode sebelumnya yang tercatat
sebesar 53,49%, namun terjadi kenaikan yang
signifikan pada jumlah responden yang menyatakan
bahwa kondisi likuiditas keuangan korporasi lebih
dari cukup untuk memenuhi kebutuhan operasional
usahanya menjadi 48,84% dari 45,35% pada
periode sebelumnya. Selain itu jumlah responden
yang menyatakan bahwa kondisi likuiditas
perusahaan berada pada kondisi yang buruk untuk
memenuhi kebutuhan operasionalnya turun dari
1,16% pada triwulan III 2017 menjadi 0,58% dari
total responden pada triwulan IV 2017. Grafik 4.34
Jika dilihat secara sektoral, seluruh korporasi memiliki
tingkat likuiditas yang baik dan cukup . Sektor
pertanian dan konstruksi memiliki pangsa responden
dengan tingkat likuiditas baik di atas 50% yaitu
masing-masing sebesar 62,5% dan 60%. Selain itu,
hal yang menunjukkan ample liquidity pada
korporasi Sulawesi Tenggara adalah tidak ada
perusahaan di sektor jasa-jasa, transportasi,
pertanian, perdagangan, pertambangan, hotel
restoran dan konstruksi yang memiliki likuiditas
buruk untuk menghadapi kebutuhan
operasionalnya. Hal tersebut merupakan indikator
dari perbaikan kinerja korporasi, karena pada pada
triwulan III 2017 sektor pertambangan dan hotel
resto masih memiliki responden likuiditas buruk .
Grafik 4.35
Beban Angsuran Hutang Korporasi
Dari sisi kemampuan membayar hutang, korporasi di
Sulawesi Tenggara secara umum masih memiliki
risiko gagal bayar yang relatif terjaga dan semakin
membaik. Hal tersebut tercermin dari hasil Survei
Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) pada triwulan IV 2017
Sumber: SKDU KPw BI Sulawesi Tenggara, diolah
Grafik 4.36 Perkiraan Beban Angsuran Terhadap Pendapatan Korporasi 6 Bulan Mendatang
Sistem Pembayaran & Pengelolaan
Uang Rupiah
Kondisi Tenaga Kerja dan
Kesejahteraan
Prospek Perekonomian Daerah
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 53
yang menunjukkan bahwa terdapat 70,9%
responden korporasi yang merasakan bahwa beban
angsuran perbankan tetap seperti periode
sebelumnya dan terdapat 23,6% korporasi yang
menyatakan bahwa beban angsuran kredit ke depan
akan semakin ringan terhadap pendapatan
perusahaan. Namun perlu menjadi perhatian bahwa
terdapat korporasi yang menyatakan beban angsuran
akan semakin berat sebesar 5,5% dari total
responden, lebih rendah dari periode sebelumnya
yang tercatat sebesar 14%. Dari keseluruhan sektor
hanya pelaku usaha dari sektor konstruksi, angkutan
dan jasa yang berpendapat beban angsuran hutang
ke depannya akan semakin berat, masing-masing
sebesar 50%, 16,7% dan 11,1% dari total
responden masing-masing sektor. Grafik 4.36
4.3.3. Eksposure Perbankan Pada Sektor
Korporasi
Selain melihat faktor-faktor kerentanan dan risk
factor sektor korporasi, untuk memitigasi risiko
sistemik diperlukan juga analisis interkoneksi
antarsektor. Analis tersebut diperlukan karena dalam
suatu sistem keuangan, korporasi akan terkait
dengan seluruh pelaku dalam sistem keuangan.
Dalam usahanya, sektor korporasi sangat terkait erat
dengan sektor perbankan dengan adanya
penempatan DPK korporasi pada perbankan dan
perbankan memberikan kredit yang dapat digunakan
korporasi untuk modal kerja dan investasi. Eksposur
kredit perbankan pada sektor korporasi pada triwulan
IV 2017 tercatat sebesar 18,47% dari total kredit di
Sulawesi Tenggara (berdasarkan lokasi proyek). Saat
ini memang eksposur kredit perbankan pada sektor
korporasi yang masih berada di bawah kredit
perbankan terhadap rumah tangga, namun korporasi
menjadi sumber penghasilan dan penyerapan tenaga
kerja dapat menimbulkan contagion effect pada
rumah tangga apabila terjadi shock pada sektor
korporasi.
Secara nominal, kredit perbankan pada sektor
korporasi di Sulawesi Tenggara pada triwulan IV 2017
mencapai Rp4,5 triliun mengalami penurunan
sebesar 6,8%. Grafik 4.38 Kondisi tersebut
menunjukkan bahwa kredit korporasi terkontraksi
lebih dalam karena pada periode sebelumnya hanya
mengalami kontraksi sebesar 4,2% (yoy). Hal
tersebut terjadi pada penyaluran kredit korporasi
kategori modal kerja dan investasi. Kredit investasi
yang memiliki pangsa paling besar sebesar 66,9%
masih mengalami kontraksi sebesar 10,4% (yoy),
angka tersebut lebih rendah dibanding dengan
periode sebelumnya yang terkontraksi sebesar 6,5%
(yoy). Sementara itu kredit modal kerja yang memiliki
pangsa sebesar 31,8% mengalami kontraksi sebesar
1,3% (yoy) lebih rendah dari periode sebelumnya
yang masih bisa tumbuh sebesar 0,9% (yoy).
Kredit Modal Kerja Korporasi
Posisi kredit modal kerja korporasi Sulawesi Tenggara
pada triwulan IV 2017 terkontraksi sebesar 1,3%
(yoy), menurun dibandingkan dengan periode
sebelumnya yang tumbuh positif sebesar 0,9% (yoy).
Dari sisi nominalnya, penyaluran kredit modal kerja
korporasi pada periode laporan mencapai Rp1,44
triliun. Penurunan tersebut disebabkan oleh
penurunan penyaluran kredit modal kerja pada sektor
konstruksi, perdagangan, transportasi komunikasi,
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah
Grafik 4.37 Pangsa Penggunaan Kredit Korporasi Grafik 4.38 Pertumbuhan Kredit Korporasi
Ekonomi Makro Regional
Keuangan Pemerintah
Perkembangan Inflasi Daerah
Stabilitas Keuangan Daerah
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2018 54
jasa usaha serta listrik, gas dan air di Sulawesi
Tenggara. Sektor Konstruksi yang pada periode
pelaporan memiliki pangsa sampai dengan 41,3%
dari total kredit modal kerja korporasi mencatatkan
pertumbuhan sebesar 2,8% (yoy), mengalami
perlambatan setelah sebelumnya tumbuh sebesar
3,2% (yoy). Sedangkan kredit perdagangan yang
memiliki pangsa 37,8% hanya tumbuh sebesar 3,1%
(yoy), melambat dari periode sebelumnya yang dapat
tumbuh sebesar 8,5% (yoy). Sementara itu, kredit
modal kerja pertambangan terkontraksi sebesar
26,6%, sedikit lebih baik dibandingkan kontraksi
pada periode sebelumnya yang mencapai 27,1%
(yoy). Grafik 4.39 Dari sisi risiko kredit, secara umum
terjadi peningkatan risiko. Hal ini terlihat dari
indikator NPL kredit modal kerja korporasi yang masih
tercatat berada di atas threshold 5%. NPL kredit
tersebut pada triwulan IV 2017 tercatat sebesar
6,29% lebih tinggi dari sebelumnya 4,98%. Grafik
4.40 Peningkatan tekanan risiko kredit tersebut berasal
dari peningkatan risiko pada sektor konstruksi dan
masih tingginya NPL di sektor perdagangan.
Kredit Investasi Korporasi
Posisi kredit investasi korporasi pada triwulan IV 2017
mencapai Rp3,03 triliun atau mengalami kontraksi
sebesar 10,4% (yoy), lebih dalam dibanding dengan
periode sebelumnya yang terkontraksi sebesar 6,5%.
Kondisi tersebut disebabkan oleh penurunan kredit
investasi di sektor pertambangan dan perhotelan.
Pangsa kredit investasi sektor pertambangan
merupakan yang terbesar mencapai 56,8%,
sementara pangsa kredit investasi sektor perhotelan
mencapai 7,6%. Grafik 4.41 Pada triwulan IV 2017
kredit investasi korporasi pada sektor pertambangan
terkontraksi sebesar 20,5% (yoy), lebih dalam dari
periode sebelumnya yang terkontraksi sebesar
13,2% (yoy). Sementara kredit investasi sektor
perhotelan terkontraksi sebesar 14,2% (yoy).
Sebaliknya, kredit investasi sektor pertanian yang
memiliki pangsa sebesar 11,5% dapat tumbuh lebih
tinggi. Pada periode laporan, kredit pada sektor
tersebut tumbuh sebesar 42,1% (yoy), lebih tinggi
dibandingkan dengan periode sebelumnya yang
hanya tumbuh sebesar 28,4% (yoy). Grafik 4.41
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah
Grafik 4.39 Pertumbuhan Kredit Modal Kerja Korporasi Sektor Dominan
Grafik 4.41 Pertumbuhan Kredit Investasi Korporasi Sektor Dominan
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah
Grafik 4.40 Pergerakan NPL Kredit Modal Kerja Korporasi Grafik 4.42 Pergerakan NPL Kredit Investasi Korporasi
Sistem Pembayaran & Pengelolaan
Uang Rupiah
Kondisi Tenaga Kerja dan
Kesejahteraan
Prospek Perekonomian Daerah
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 55
Sementara itu walaupun mengalami kontraksi lebih
dalam, risiko kredit investasi korporasi tetap terjaga
pada level yang rendah di bawah threshold 5% dan
menunjukkan perbaikan dibandingkan dengan
periode sebelumnya. Pada triwulan IV 2017, NPL
kredit investasi korporasi terpantau di level 1,09%
lebih rendah dari periode sebelumnya yang tercatat
sebesar 1,44%. Grafik 4.42 Secara sektoral, kredit
investasi perbankan yang disalurkan ke sektor
pertambangan memiliki risiko tertinggi dibandingkan
dengan sektor lainnya namun tetap terjaga pada level
yang rendah yaitu 0,05%. Sedangkan sektor
pertanian dan perhotelan mencatatkan risiko kredit
masing-masing sebesar 0,01% dan 0,00%.
4.3. ASESMEN INSTITUSI KEUANGAN
(PERBANKAN) DI SULAWESI TENGGARA
4.3.1. Aset Bank Umum
Secara keseluruhan, aset bank umum yang berada di
Sulawesi Tenggara pada triwulan IV 2017 mencapai
Rp25,48 triliun, tumbuh sebesar 10,6% (yoy).
Pertumbuhan aset bank umum tersebut lebih tinggi
dibandingkan dengan periode sebelumnya yang
tumbuh sebesar 6,4% (yoy). Grafik 4.43 Peningkatan
laju pertumbuhan tersebut disebabkan akselerasi
pertumbuhan aset bank Pemerintah. Berdasarkan
pangsanya, pada periode laporan bank pemerintah
masih mendominasi industri perbankan di Sulawesi
Tenggara dengan porsi aset mencapai 84,1% dari
total aset bank umum, sedangkan pangsa total aset
bank swasta nasional hanya sebesar 15,9% dari total
aset bank umum di Sulawesi Tenggara. Grafik 4.44
4.3.2. Penghimpunan Dana Pihak Ketiga
Dana Pihak Ketiga (DPK) yang berhasil dihimpun oleh
bank umum yang berkantor di Sulawesi Tenggara
pada triwulan IV 2017 kembali mencatatkan
pertumbuhan positif double digit sebesar 14,4%
(yoy). Pertumbuhan DPK tersebut lebih tinggi
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang
tumbuh sebesar 10,6% (yoy). Grafik 4.45 Dengan
demikian, total DPK di Sulawesi Tenggara pada
triwulan IV 2017 mencapai Rp17,01 triliun. Sebagian
besar DPK yang dihimpun oleh bank umum di
Sulawesi Tenggara ditempatkan pada fasilitas
tabungan dengan pangsa 56,6%. Sedangkan untuk
giro dan deposito pada triwulan IV 2017 masing-
masing tercatat memiliki pangsa pasar sebesar
13,0% dan giro sebesar 30,3%.
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah
Grafik 4.43 Aset Bank Umum Sulawesi Tenggara Grafik 4.45 DPK Bank Umum Sulawesi Tenggara
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah
Grafik 4.44 Pangsa Aset Berdasarkan Pemilik Bank Grafik 4.46 Pertumbuhan DPK Per Penempatan
Ekonomi Makro Regional
Keuangan Pemerintah
Perkembangan Inflasi Daerah
Stabilitas Keuangan Daerah
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2018 56
Bila dilihat dari sisi pertumbuhan per komponen,
pada triwulan IV 2017, peningkatan DPK didorong
oleh pertumbuhan deposito yang tumbuh sebesar
39,5% (yoy), hampir dua kali dibandingkan dengan
triwulan III 2017 yang tercatat sebesar 24,5%.
Tabungan di perbankan Sulawesi Tenggara pada
triwulan IV 2017 tumbuh sebesar 11,6% (yoy)
meningkat dibandingkan dengan periode
sebelumnya yang tercatat tumbuh sebesar 5,7%
(yoy). Sedangkan fasilitas giro mengalami penurunan
pertumbuhan menjadi terkontraksi sebesar 12,9%
dari sebelumnya tumbuh sebesar 6,0% (yoy). Grafik
4.46
Secara spasial, DPK Sulawesi Tenggara masih terpusat
di Kota Kendari baik secara nominal maupun jumlah
rekeningnya. Pangsa secara nominal untuk Kota
Kendari mencapai 51,2% sementara dari jumlah
rekening mencapai 35,8%. Selanjutnya diikuti oleh
Kota Bau-Bau dan Kab. Kolaka dengan pangsa
masing-masing sebesar 14,7% dan 12,3%. Ketiga
daerah tersebut menjadi pusat konsentrasi DPK
karena merupakan pusat aktivitas bisnis dan
keuangan di Sulawesi Tenggara. Dari sisi
pertumbuhan spasial, Kab. Konawe Utara
mencatatkan tingkat pertumbuhan tertinggi dengan
tumbuh 188,1,% (yoy), disusul oleh Kota Kendari,
Kab. Buton dan Kab. Bombana yang masing-masing
tumbuh 21,4%, 13,9 dan 13,8% (yoy). Secara
umum, hal ini mengindikasikan perbankan juga
sudah aktif menjangkau daerah kabupaten dan
kesadaran masyarakat untuk menabung juga
semakin meningkat. Tabel 4.1
Tabungan
Pada triwulan IV 2017, penghimpunan dana
tabungan masyarakat di Sulawesi Tenggara tumbuh
sebesar 11,6% (yoy), melaju hampir dua kali lipat
dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan
sebelumnya yang tumbuh sebesar 5,7% (yoy). Secara
nominal, total tabungan masyarakat di Sulawesi
Tenggara sampai dengan periode laporan mencapai
Rp9,63 triliun. Adapun pangsa terbesar pemegang
Tabel 4.1 DPK Berdasarkan Kota/Kabupaten Posisi Triwulan IV 2017
Ket: Nominal dalam miliar Rupiah, gDPK = pertumbuhan DPK (%, yoy) Daftar Kabupaten/Kota berdasarkan ketersediaan data
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
Tabel 4.2 Tabungan Berdasarkan Pemiliknya Tabel 4.3 Tabungan Berdasarkan Nilainya
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah
Nominal Rekening %Nominal %Rekening Giro Tabungan Deposito
Kab. Buton 989.2 201,788 5.8% 9.1% 13.9% 11.54% 70.41% 18.05%
Kab. Muna 1,401.2 233,370 8.2% 10.6% 4.8% 9.85% 71.32% 18.83%
Kab. Kolaka 2,087.0 329,125 12.3% 14.9% 7.1% 12.21% 62.55% 25.25%
Kab. Wakatobi 314.2 58,620 1.8% 2.7% 3.0% 9.73% 67.94% 22.33%
Kab. Konawe 401.7 123,647 2.4% 5.6% 6.9% 5.87% 80.82% 13.31%
Kab. Konawe Selatan 155.1 64,067 0.9% 2.9% 8.0% 3.20% 88.28% 8.51%
Kab. Bombana 256.9 69,654 1.5% 3.2% 13.8% 1.58% 85.21% 13.21%
Kab. Kolaka Utara 163.1 54,548 1.0% 2.5% 5.7% 1.07% 89.11% 9.82%
Kab. Buton Utara 6.2 430 0.0% 0.0% - 0.00% 94.64% 5.34%
Kab. Konawe Utara 24.1 2,838 0.1% 0.1% 188.1% 5.73% 27.61% 66.66%
Kab. Kolaka Timur 5.4 814 0.0% 0.0% - 0.00% 100.00% 0.00%
Kota Baubau 2,498.4 278,132 14.7% 12.6% 7.6% 16.45% 60.99% 22.56%
Kota Kendari 8,717.0 791,743 51.2% 35.8% 21.4% 14.16% 46.53% 39.31%
Sulawesi Tenggara 17,019.6 2,208,776 100% 100% 14.4% 13.0% 56.6% 30.3%
Kota/KabupatenDPK Pangsa thd Sultra Pangsa
gDPK
Sistem Pembayaran & Pengelolaan
Uang Rupiah
Kondisi Tenaga Kerja dan
Kesejahteraan
Prospek Perekonomian Daerah
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 57
rekening tabungan adalah nasabah perseorangan
sebesar 97,20%, diikuti oleh korporasi sebesar
2,71% dan sisanya adalah nasabah pemerintah.
Preferensi penempatan oleh pemilik dana dari
pemerintah pusat dan daerah lebih besar
menempatkan dananya di bank pemda. Tabel 4.2
Berdasarkan nilai tabungannya, sebagian besar
penabung di Sulawesi Tenggara memiliki tabungan
sampai dengan Rp100 juta yaitu mencapai 99,20%
dari total rekening tabungan. Sementara itu
penabung dengan nilai di atas Rp1 miliar masih
sedikit dengan pangsa hanya sebesar 0,02. Meskipun
sangat kecil, namun penabung dengan nilai di atas
Rp1 miliar tersebut menguasai 11,01% dari jumlah
tabungan yang ada. Tabel 4.3
Deposito
Penghimpunan dana dalam bentuk deposito di
Sulawesi Tenggara pada triwulan IV 2017 tumbuh
sebesar 39,5% (yoy), jauh lebih tinggi dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar
24,5% (yoy). Jumlah penghimpunan deposito sampai
periode laporan mencapai Rp5,2 triliun. Kenaikan
pada deposito tersebut didorong oleh deposan besar
(nilai deposito di atas Rp1 miliar) yang sampai dengan
triwulan IV 2017 memiliki pangsa 59,8% total
deposito Sulawesi Tenggara walau secara rekening
hanya mencatatkan 2,83% total rekening deposito.
Konsentrasi pangsa nominal deposito pada sejumlah
rekening tersebut membutuhkan perhatian khusus
agar ketahanan dari sisi DPK berupa deposito tetap
terjaga. Tabel 4.5
Dari sisi pemilik rekening, seperti halnya tabungan,
nasabah perseorangan masih mendominasi pangsa
deposito Sulawesi Tenggara untuk dana yang
ditempatkan di bank persero, bank swasta maupun
bank pemda. Korporasi memiliki pangsa terbesar
kedua diikuti oleh deposito milik pemda. Jangka
penempatan deposito yang tidak terkonsentrasi pada
salah satu tenor tertentu merupakan indikasi yang
baik untuk menjaga ketahanan perbankan, namun
diperlukan perhatian khusus agar perbankan
terhindar dari mismatch karena lebih dari 50% dana
biaya tinggi perbankan (deposito) memiliki tenor
yang relatif pendek (<1 tahun).
Giro
Pada triwulan IV 2017, penempatan dana di giro
terkontraksi sebesar 12,9% (yoy). Tingkat
pertumbuhan ini jauh lebih rendah jika dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh positif
sebesar 6% (yoy). Penurunan pertumbuhan giro ini
disebabkan oleh penurunan laju pertumbuhan pada
giro yang dimiliki oleh pemerintah, pemerintah
daerah dan korporasi. Sementara itu dana giro
perseorangan mengalami kenaikan. Dari sisi
kepemilikan, pangsa terbesar pemilik giro adalah
nasabah korporasi, disusul oleh pemerintah,
perseorangan dan pemerintah daerah.
4.4.3. Penyaluran Kredit
Seiring dengan akselerasi penghimpunan dana pihak
ketiga, pada triwulan IV 2017 penyaluran kredit
perbankan oleh bank umum yang berkantor di
Sulawesi Tenggara secara keseluruhan juga
mengalami peningkatan. Kredit perbankan tumbuh
sebesar 12,8% (yoy) lebih tinggi dibandingkan
dengan kinerja periode sebelumnya yang mampu
tumbuh sebesar 9,8% ( (yoy). Secara nominal, kredit
perbankan yang disalurkan sampai dengan triwulan
III 2017 mencapai Rp20,6 triliun. Grafik 4.47
Tabel 4.4 Deposito Berdasarkan Pemiliknya Tabel 4.5 Deposito Berdasarkan Nilainya
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah
Ekonomi Makro Regional
Keuangan Pemerintah
Perkembangan Inflasi Daerah
Stabilitas Keuangan Daerah
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2018 58
Kredit Berdasarkan Lokasi Bank
Secara spasial, penyaluran kredit masih
terkonsentrasi di Kota Kendari, dengan pangsa
sebesar 58,4% dari seluruh nominal penyaluran
kredit yang dilakukan oleh perbankan di Sulawesi
Tenggara. Selain itu, Kota Kendari juga masih
mendominasi untuk kepemilikan rekening kredit
dengan pangsa sebesar 51,6%. Meskipun demikian,
pertumbuhan kredit di Kota Kendari hanya sebesar
9,3% (yoy) berada di bawah rata-rata pertumbuhan
kredit Sulawesi Tenggara. Pertumbuhan kredit
tertinggi berada di Kabupaten Konawe Utara sebesar
44,8% (yoy), diikuti oleh penyaluran di Kab. Buton
yang tumbuh sebesar 33,2% (yoy). Kabupaten lain
selain kota Kendari dan kota Baubau mencatatkan
pertumbuhan total kredit yang cukup tinggi. Tabel 4.6
Berdasarkan sebaran jenis penggunaannya,
perbankan di sebagian besar kabupaten masih
menyalurkan kredit untuk kebutuhan konsumsi
dimana pada periode pelaporan juga terjadi
peningkatan pangsa kredit konsumsi dibandingkan
dengan periode sebelumnya. Terdapat 7 kabupaten
dari 12 kabupaten/kota yang memiliki pangsa kredit
konsumsi di atas 90% dari total kredit yang
disalurkan di daerah tersebut. Sedangkan untuk
kegiatan produktif, hanya terdapat 4 daerah yang
memiliki pangsa kredit modal kerja di atas 20%, yaitu
Kota Kendari, Kota Bau-Bau, Kab. Kolaka dan Kab.
Muna.
Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan
Berdasarkan jenis penggunaan, kredit modal kerja
dan konsumsi menunjukkan perbaikan laju
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah
Grafik 4.47 Kredit Bank Umum Sulawesi Tenggara Grafik 4.48 Perbandingan Pertumbuhan Kredit di Sulawesi Tenggara
Tabel 4.6 Kredit Berdasarkan Kota/Kabupaten Posisi Triwulan IV 2017
Ket: Nominal dalam miliar Rupiah, K.MK = Kredit Modal Kerja, K.INV = Kredit Investasi, K.KONS = Kredit Konsumsi gKredit = pertumbuhan Kredit (%, yoy) Daftar Kabupaten/Kota berdasarkan ketersediaan data
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah
Sistem Pembayaran & Pengelolaan
Uang Rupiah
Kondisi Tenaga Kerja dan
Kesejahteraan
Prospek Perekonomian Daerah
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 59
penyaluran pada triwulan IV 2017. Kredit konsumsi
yang pada triwulan III 2017 memiliki pangsa sebesar
62,7% mengalami peningkatan pangsa menjadi
63,8% pada periode pelaporan. Peningkatan pangsa
ini sejalan dengan peningkatan laju penyaluran kredit
yang tumbuh sebesar 16,6% (yoy) pada periode
pelaporan, naik dari pertumbuhan 12,0% (yoy) pada
periode sebelumnya. Kredit investasi pada periode
pelaporan mengalami sedikit penurunan penyaluran
dengan tingkat kontraksi yang meningkat, dari
terkontraksi 0,6% (yoy) pada triwulan III 2017
menjadi terkontraksi sebesar 1,4% (yoy) pada
triwulan IV 2017. Namun secara proporsi, kredit
investasi masih memiliki pangsa terkecil yaitu sebesar
9,2% pada periode pelaporan, turun dari periode
sebelumnya yang tercatat memiliki pangsa sebesar
9,6%. Sementara itu, kredit modal kerja yang
sebelumnya tumbuh sebesar 9,0% (yoy) mengalami
sedikit peningkatan dengan tumbuh 9,8% (yoy) pada
triwulan IV 2017. Seiring dengan peningkatan laju
pertumbuhan tersebut, pangsa kredit modal kerja
terhadap total kredit perbankan Sulawesi Tenggara
mengalami penurunan menjadi sebesar 27,0% dari
sebesar 27,7% pada triwulan sebelumnya. Grafik 4.48
Kredit Berdasarkan Sektor Ekonomi
Berdasarkan penyaluran kredit pada sektor ekonomi,
kenaikan pertumbuhan kredit yang terjadi
disebabkan karena banyak sektor menunjukkan
perbaikan penyaluran. Namun sektor perdagangan
yang memiliki pangsa terbesar untuk kategori kredit
produktif (65,0% dari total kredit produktif) masih
melanjutkan tren penurunan.
Berdasarkan penyaluran kredit pada sektor ekonomi,
kenaikan pertumbuhan kredit yang terjadi
disebabkan karena banyak sektor menunjukkan
perbaikan penyaluran. Namun sektor perdagangan
yang memiliki pangsa terbesar untuk kategori kredit
produktif (65,0% dari total kredit produktif) masih
melanjutkan tren penurunan. Setelah pada triwulan
III 2017, kredit yang disalurkan oleh perbankan ke
sektor perdagangan tumbuh sebesar 2,2% (yoy),
pada triwulan IV kredit perdagangan hanya tumbuh
sebesar 2,0% (yoy). Selain perdagangan, sektor
akomodasi makan minum, industri pengolahan,
transportasi-pergudangan, jasa perusahaan,
informasi komunikasi, administrasi pemerintahan dan
jasa lainnya juga mengalami penurunan laju
pertumbuhan, bahkan jasa perusahaan yang tumbuh
sebesar 3,1% (yoy) pada triwulan III 2017 mengalami
kontraksi sebesar 64,7% (yoy) pada triwulan IV 2017.
Tabel 4.5
Loan to Deposit Ratio (LDR)
Salah satu indikator yang dapat merepresentasikan
intermediasi perbankan adalah indikator Loan to
Tabel 4.7 Kredit Produktif Berdasarkan Sektor Ekonomi Posisi Triwulan IV 2017
Ket: gKredit = pertumbuhan Kredit (%, yoy), Kredit Produktif = Kredit Modal Kerja + Kredit Investasi NPL = Non Performing Loan
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah
Sektor Ekonomi Nominal
(Rp miliar) % Nominal
gKredit (%, yoy) NPL (%)
Tw I 2017 Tw II 2017 Tw III 2017 Tw IV 2017
Pertanian 547 7.4% 73.3 61.3 65.5 67.8 1.6
Pertambangan 56 0.8% -6.9 30.1 39.7 45.9 8.4
Industri Pengolahan 383 5.2% 68.9 22.6 27.5 18.8 2.4
Listrik Gas 5 0.1% 108.3 58.5 -39.3 -24.0 0.0
Air 3 0.0% 0.6 -33.9 -2.9 5.0 3.5
Konstruksi 524 7.1% -6.5 -4.7 12.5 22.9 10.4
Perdagangan 4,909 66.3% 7.2 3.2 2.2 2.0 6.0
Transportasi-Pergudangan 125 1.7% 18.4 5.5 11.5 7.4 3.1
Akomodasi Makan Minum 428 5.8% 0.6 -1.9 -7.3 -7.4 5.8
Informasi Komunikasi 2 0.0% -23.5 -10.6 -13.8 -33.7 0.3
Jasa Keuangan 5 0.1% 0.9 -39.6 -62.6 -33.7 0.0
Real Estate 90 1.2% -3.5 -11.6 -6.2 -7.2 3.9
Jasa Perusahaan 34 0.5% 25.4 13.6 3.1 -64.7 2.7
Adm Pemerintahan 1 0.0% -88.0 -28.4 56.4 27.5 0.0
Jasa Pendidikan 21 0.3% -9.3 -12.4 -9.8 -9.4 19.7
Jasa Kesehatan Sosial 26 0.3% -9.8 8.5 9.1 10.8 0.2
Jasa Lainnya 241 3.3% -1.2 2.3 6.5 5.0 4.2
Kredit Produktif 7,399 100% 11.2 8.6 9.8 12.8 5,6%
Ekonomi Makro Regional
Keuangan Pemerintah
Perkembangan Inflasi Daerah
Stabilitas Keuangan Daerah
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2018 60
Deposit Ratio (LDR) yang menghitung rasio
penyaluran kredit per DPK yang dikelola oleh
perbankan. Pada triwulan IV 2017 LDR bank umum
di Sulawesi Tenggara mencapai 121,1%, lebih tinggi
daripada triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar
116,6%. Grafik 4.49 Peningkatan LDR tersebut terjadi
karena secara nominal peningkatan yang terjadi
dalam penyaluran kredit tidak disertai kenaikan
nominal DPK yang dikelola oleh perbankan Sulawesi
Tenggara. Nilai LDR sebesar 100% berarti seluruh
DPK yang dikelola oleh perbankan Sulawesi Tenggara
disalurkan dalam bentuk kredit. Sedangkan
pencapaian pada triwulan IV 2017 menunjukkan
bahwa dalam rangka menyalurkan kredit, perbankan
di Sulawesi Tenggara memerlukan dana dari daerah
lain. Kondisi ini terlihat dari adanya peningkatan
kewajiban antarkantor (penerimaan dari kantor bank
yang sama di daerah lain) sebesar 13,82% (yoy) pada
triwulan IV 2017. Tingkat LDR yang terlalu tinggi
maupun terlalu rendah dapat menjadi sumber
kerentanan apabila tidak disertai dengan tingkat
risiko kredit yang terjaga di tingkat yang aman.
Non Performing Loan (NPL)
Pada triwulan IV 2017, penyaluran kredit yang
tumbuh lebih tinggi dibandingkan dengan periode
sebelumnya disertai dengan perbaikan dalam sisi
risiko kredit. Penurunan risiko kredit tersebut terlihat
dari menurunnya indikator Non Performing Loan
(NPL) Gross pada triwulan III 2017 yang tercatat
hanya sebesar 2,72%, lebih rendah daripada periode
sebelumnya yang mencapai 3,12% dan masih berada
di bawah threshold 5%. Grafik 4.50 Pada periode
pelaporan, penyaluran kredit investasi memiliki risiko
kredit terbesar dan melewati threshold 5% dimana
NPL tercatat sebesar 5,87%, meskipun mengalami
penurunan daripada periode sebelumnya yang
tercatat sebesar 7,10%. Demikian juga kredit modal
kerja juga masih memiliki NPL melebihi threshold 5%
yaitu sebesar 5,53%. Penyaluran kredit konsumsi
adalah satu-satunya kategori kredit yang memiliki
NPL di bawah 5% dengan mencatatkan NPL sebesar
1,08% pada periode laporan, lebih rendah dari
periode sebelumnya yang mencatatkan NPL sebesar
1,40%.
Secara sektoral, NPL dari sektor dengan pangsa
penyaluran kredit terbesar yaitu sektor perdagangan
mencatatkan NPL di atas threshold 5% dengan
mencatatkan NPL sebesar 6,0%, lebih rendah
dibandingkan dengan periode sebelumnya yang
tercatat sebesar 6,5%. Secara umum, kredit
produktif mengalami penurunan risiko dengan
mencatatkan NPL yang lebih rendah dibandingkan
dengan periode sebelumnya yaitu sebesar 5,6%.
Namun perlu menjadi perhatian bahwa nilai tersebut
masih berada di atas threshold 5%, terutama sektor
jasa pendidikan dan konstruksi yang NPLnya sudah
menyentuh double digit. Sementara itu, sektor
pertanian memiliki NPL yang terjaga pada level yang
sangat rendah.
4.4.4. Perbankan Syariah
Pangsa perbankan syariah di Sulawesi Tenggara
masih relatif kecil. Dari sisi aset, perbankan syariah
hanya memiliki aset sebesar Rp1,19 triliun, atau
sebesar 4,7% dari keseluruhan aset bank umum di
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah
Grafik 4.49 Perkembangan Loan To Deposit Rasio Sulawesi Tenggara
Grafik 4.50 Perkembangan NPL Bank Umum Sulawesi Tenggara
Sistem Pembayaran & Pengelolaan
Uang Rupiah
Kondisi Tenaga Kerja dan
Kesejahteraan
Prospek Perekonomian Daerah
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 61
Sulawesi Tenggara. Pangsa ini mengalami sedikit
peningkatan jika dibandingkan dengan periode
sebelumnya yang mencatatkan 4,4% dari pangsa
bank umum. Grafik 4.51 Kondisi yang sama juga
terjadi pada penghimpunan dana dan penyaluran
pembiayaan. Pada triwulan IV 2017, pangsa
pembiayaan hanya mencapai 4,8% dari total realisasi
kredit oleh bank umum, sama dengan periode
sebelumnya yang tercatat sebesar 4,8%. Sedangkan
penghimpunan DPK bank syariah mencapai 4,5%
meningkat dibandingkan dengan periode
sebelumnya yang hanya sebesar 4,2% dari seluruh
DPK se Sulawesi Tenggara.
Apabila dibandingkan dengan kinerja perbankan
syariah di Pulau Sulawesi, secara umum
perkembangan aset bank syariah di Sulawesi
Tenggara relatif lebih baik. Pertumbuhan aset bank
syariah di Sulawesi Tenggara mencapai 20,7% (yoy),
lebih tinggi daripada rata-rata pertumbuhan aset
bank syariah se-Sulawesi yang hanya tumbuh sebesar
5,59% (yoy) pada triwulan III 2017. Sementara itu,
pangsa aset bank syariah di Sulawesi Tenggara yang
mencapai 4,70% sudah berada di atas rata-rata
pangsa aset bank syariah di Sulawesi yang hanya
sebesar 4,16%. Secara komposisi, Sulawesi Tenggara
merupakan provinsi dengan aset perbankan syariah
terbesar kedua di Sulawesi setelah Provinsi Sulawesi
Selatan yang aset perbankan syariahnya mencapai
5,08% terhadap keseluruhan aset perbankan di
provinsi tersebut. Grafik 4.52
Sampai dengan triwulan IV 2017, penyaluran
pembiayaan syariah terus mengalami percepatan laju
pertumbuhan. Pada periode laporan pembiayaan
syariah tumbuh sebesar 14,6% (yoy) dengan baki
debet sebesar Rp985,22 miliar, meningkat
dibandingkan dengan periode sebelumnya yang
tumbuh sebesar 13,9% (yoy) dengan baki debet
sebesar Rp945,52 miliar. Grafik 4.54 Sama dengan
penyaluran perbankan umum, penyaluran
pembiayaan syariah juga paling banyak dilakukan
untuk penggunaan konsumsi sebanyak 68.2% yang
mampu tumbuh sebesar 20,9% (yoy). Sementara itu,
penyaluran pembiayaan untuk modal kerja dengan
pangsa sebanyak 18,9% menunjukkan pergerakan
terbatas sehingga terkontraksi sebesar 4,9% (yoy).
Dari sisi risiko pembiayaan, tekanan pada risiko
pembiayaan kembali mengalami perbaikan. Hal ini
terlihat dari NPF (Non Performing Financing) yang
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah
Grafik 4.51 Pangsa Perbankan Syariah Grafik 4.53 Perkembangan DPK Syariah
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Grafik 4.52 Perbandingan Pangsa & Pertumbuhan Aset
Syariah se-Sulawesi Grafik 4.54 Perkembangan Pembiayaan Syariah
Ekonomi Makro Regional
Keuangan Pemerintah
Perkembangan Inflasi Daerah
Stabilitas Keuangan Daerah
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2018 62
kembali menurun dari 3,82% pada periode
sebelumnya menjadi 3,80% pada triwulan IV 2017.
Seiring dengan kinerja penyaluran pembiayaannya,
penghimpunan DPK perbankan syariah juga
menunjukkan peningkatan. Pada periode tersebut
jumlah DPK bank syariah mencapai Rp766,6 miliar
atau tumbuh sebesar 16,9% (yoy) jauh lebih besar
dibandingkan dengan periode sebelumnya yang
tumbuh sebesar 10,9% (yoy) mencapai Rp709,2
miliar. Peningkatan tersebut didorong oleh akselerasi
laju pertumbuhan penempatan DPK di fasilitas
deposito yang tumbuh sebesar 17,6% (yoy), dan
tabungan yang tumbuh sebesar 16,4% (yoy).
Sedangkan pertumbuhan giro sedikit melambat
menjadi sebesar 14,0% (yoy). Grafik 4.53
4.3.6. Bank Perkreditan Rakyat
Pada triwulan IV 2017, kinerja BPR menunjukkan
penurunan. Dalam hal akumulasi aset, BPR tumbuh
sebesar 0,8% (yoy), lebih rendah dari periode
sebelumnya yang tumbuh sebesar 12,9% (yoy)
sehingga secara nominal asetnya mencapai Rp311,4
miliar. Grafik 4.55 Sementara itu, penghimpunan dana
dari masyarakat mengalami penurunan.
Penghimpunan DPK terkontraksi sebesar 7,3% (yoy)
atau tercatat sebesar Rp110,3 miliar, lebih rendah
dari pertumbuhan periode sebelumnya sebesar 5,3%
(yoy). Grafik 4.56 Sementara itu dari sisi penyaluran
kredit, BPR masih melanjutkan perlambatan dan
terkontraksi sebesar 0,2% (yoy) dengan nominal total
penyaluran kredit sebesar Rp228,4 miliar. Grafik 4.57
Perlambatan tersebut terjadi pada jenis penggunaan
kredit modal kerja, investasi dan konsumsi, dimana
bahkan khusus untuk kredit modal kerja yang
memiliki pangsa kredit BPR terbesar di Sulawesi
Tenggara terus terkontraksi. Sedangkan kredit
konsumsi tumbuh melambat menjadi 11,3% (yoy)
lebih rendah dari periode sebelumnya yang bisa
tumbuh sebesar 43,4% (yoy) walau masih tumbuh
double digit. Dengan kondisi tersebut, LDR BPR pada
triwulan IV 2017 mencapai 207,6% yang berarti
kredit yang disalurkan oleh BPR menggunakan dana
dari institusi keuangan lainnya. Dengan demikian
risiko yang terjadi pada BPR dapat menyebabkan
risiko pada institusi keuangan lainnya. Sementara itu,
risiko kredit pada BPR sangat tinggi tercermin dari
NPL sebesar 20,8%, di atas threshold 5% dan lebih
Sumber: LBPR Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Sumber: LBPR Bank Indonesia, lokasi bank, diolah
Grafik 4.55 Perkembangan Aset BPR Grafik 4.57 Pertumbuhan Kredit BPR
Sumber: LBPR Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Sumber: LBPR Bank Indonesia, lokasi bank, diolah
Grafik 4.56 Perkembangan DPK BPR di Sulawesi Tenggara Grafik 4.58 Pangsa Kredit BPR per Sektoral
Sistem Pembayaran & Pengelolaan
Uang Rupiah
Kondisi Tenaga Kerja dan
Kesejahteraan
Prospek Perekonomian Daerah
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 63
tinggi dari periode sebelumnya yang tercatat sebesar
19,1%.
4.5. AKSES KEUANGAN
4.5.1. Akses Keuangan Kepada UMKM
Pada triwulan IV 2017, kredit yang diterima oleh
UMKM di Sulawesi Tenggara (berdasarkan lokasi
proyek) mencapai Rp6,50 triliun. Secara pangsa
mencapai 26,5% dari total kredit di Sulawesi
Tenggara. Kredit kepada UMKM tersebut, sebagian
besar diberikan kepada usaha kecil sebesar 42,8 %
dan usaha mikro dengan pangsa sebesar 31,6%.
Sedangkan untuk usaha menengah memiliki pangsa
sebesar 23,3% dari total kredit UMKM. Grafik 4.59
Seiring dengan pertumbuhan kredit perbankan
secara umum, pada triwulan IV 2017 laju
pertumbuhan kredit UMKM juga mengalami
moderasi menjadi sebesar 6,2% (yoy) dibandingkan
dengan pertumbuhan sebesar 7,6% (yoy) pada
triwulan III 2017. Hal ini terjadi karena seluruh kredit
usaha kecil dan menengah mengalami deselerasi
masing-masing tumbuh sebesar 3,1% (yoy) dan
3,0% (yoy) sedangkan kredit usaha mikro tumbuh
sebesar 13,3% (yoy). Grafik 4.60
Secara sektoral, penurunan laju pertumbuhan kredit
UMKM tersebut dipengaruhi oleh penurunan laju
pertumbuhan kredit UMKM pada semua sektor.
Perdagangan yang merupakan kontributor terbesar
dengan pangsa 69,0% pada triwulan IV 2017
tumbuh sebesar 0,8% (yoy) lebih lambat
dibandingkan dengan periode sebelumnya yang
tumbuh sebesar 4,3% (yoy). Selain itu sektor
konstruksi yang tadinya tumbuh positif sebesar 5,2%
(yoy) pada triwulan III 2017 mengalami kontraksi
sebesar 0,6% (yoy) pada triwulan IV 2017. Grafik 4.61
Dari sisi risiko kreditnya, secara umum NPL kredit
UMKM masih berada sedikit di atas threshold 5%
namun menunjukkan perbaikan dibandingkan
dengan periode sebelumnya. Pada triwulan IV 2017
NPL kredit UMKM tercatat sebesar 5,03%, lebih kecil
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah
Grafik 4.59 Pangsa Kredit UMKM Grafik 4.61 Pertumbuhan Kredit UMKM Sektoral
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah
Grafik 4.60 Pertumbuhan Kredit UMKM Grafik 4.62 NPL Kredit UMKM Sektor Dominan
Ekonomi Makro Regional
Keuangan Pemerintah
Perkembangan Inflasi Daerah
Stabilitas Keuangan Daerah
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2018 64
dibandingkan dengan periode sebelumnya yang
tercatat sebesar 5,52%. Kondisi tersebut dipengaruhi
oleh penurunan tingkat risiko di sektor perdagangan,
pertanian dan industri pengolahan. Grafik 4.62
Seiring dengan adanya perubahan kebijakan KUR
(Kredit Usaha Rakyat) pada tahun 2017, terdapat
peningkatan penyaluran kredit kepada usaha rakyat.
Sampai dengan triwulan IV 2017, baki debet KUR di
Sulawesi Tenggara mencapai Rp1,34 triliun dengan
jumlah debitur aktif mencapai 71.138 nasabah.
Grafik 4.63 Penyaluran KUR di Sulawesi Tenggara
masih terkonsentrasi pada usaha di sektor
perdagangan yang mencapai 61,3%. Sementara itu
penyaluran pada sektor primer seperti ke pertanian
dan perikanan sudah menunjukkan adanya
peningkatan. Selain itu industri pengolahan dan
sektor penyediaan akomodasi dan penyediaan
makan minum juga terus mengalami peningkatan.
4.5.2. Akses Keuangan Kepada Penduduk
Indikator akses keuangan di Sulawesi Tenggara
terutama dari sisi penghimpunan dana mengalami
peningkatan, begitu juga dari sisi kredit. Rasio jumlah
rekening DPK terhadap penduduk angkatan kerja di
Sulawesi Tenggara tetap menunjukkan tren
peningkatan, dimana pada triwulan IV 2017 rasio
tersebut tercatat sebesar 175,3%. Grafik 4.65 Rasio
yang lebih besar dari 100% menunjukkan bahwa
terdapat penduduk angkatan kerja di Sulawesi
Tenggara yang memiliki rekening simpanan lebih dari
satu. Selain itu rasio lebih dari 100% juga
mengindikasikan adanya penduduk bukan angkatan
kerja yang juga memiliki rekening seperti siswa
sekolah maupun mahasiswa.
Sementara itu, rasio jumlah rekening kredit terhadap
penduduk angkatan kerja di Sulawesi Tenggara
masih stabil pada kisaran 18,7%. Grafik 4.66 Meskipun
demikian, rasio tersebut masih rendah karena pada
awal tahun 2016 rasio dapat mencapai 21,0. Masih
rendahnya rasio rekening kredit menunjukkan bahwa
fasilitas pembiayaan masih sedikit digunakan oleh
masyarakat di provinsi ini dan masih terdapat ruang
untuk meningkatkan penyaluran kredit di masa yang
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah
Grafik 4.63 Pergerakan Baki Debet KUR Sulawesi Tenggara Grafik 4.65 Rasio Rekening DPK per Penduduk Bekerja
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah
Grafik 4.64 Pangsa Baki Debet Penyaluran KUR Sulawesi Tenggara
Grafik 4.66 Rasio Rekening Kredit per Penduduk Bekerja
Sistem Pembayaran & Pengelolaan
Uang Rupiah
Kondisi Tenaga Kerja dan
Kesejahteraan
Prospek Perekonomian Daerah
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 65
akan datang. Upaya pengembangan akses keuangan
memiliki peran penting dalam menjaga stabilitas
sistem keuangan dan mendorong pertumbuhan
ekonomi Sulawesi Tenggara. Oleh karena itu, KPw BI
Provinsi Sulawesi Tenggara berupaya memberikan
dan memfasilitasi berbagai kegiatan edukasi
keuangan yang bertujuan untuk memberikan
informasi mengenai produk dan jasa keuangan serta
menumbuhkan kesadaran masyarakat pada
umumnya untuk menabung dan melakukan
pengelolaan keuangan.
Ekonomi Makro Regional
Keuangan Pemerintah
Perkembangan Inflasi Daerah
Stabilitas Keuangan Daerah
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2018 66
BOKS 01
KOMODITAS/PRODUK/JENIS USAHA (KPJU) UNGGULAN SULAWESI TENGGARA
Dalam rangka mendukung pengembangan dan pemberdayaan UMKM, Bank Indonesia memiliki
kebijakan dari sisi permintaan (demand side) dan dari sisi penawaran (supply side). Kebijakan demand side
adalah kebijakan yang diarahkan untuk mendorong UMKM agar mampu meningkatkan eligibilitas dan
kapabilitasnya sehingga bankable. Kebijakan ini meliputi penelitian, pelatihan, penyediaan informasi dan
kerjasama BI dengan lembaga internasional dan Pemerintah. Kebijakan supply side adalah kebijakan yang
difokuskan pada berbagai kebijakan dan program untuk membantu bank dalam menyalurkan kredit
kepada UMKM yang meliputi pengaturan kepada perbankan, penguatan kelembagaan dan penyediaan
dana secara tidak langsung. Sebagai salah satu upaya membantu mengidentifikasi berbagai peluang
investasi di daerah yang bermuara pada pemberian informasi potensi ekonomi suatu daerah, maka Bank
Indonesia melaksanakan penelitian terhadap potensi ekonomi daerah kepada stakeholders di daerah
mengenai Komoditas/Produk/Jenis Usaha (KPJU) yang potensial untuk menjadi unggulan daerah yang
dapat dikembangkan.
Pelaksanaan penelitian KPJU Unggulan UMKM Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2017 meliputi 15
kabupaten dan 2 kota di seluruh wilayah Sulawesi Tenggara dengan jumlah daerah penelitian sebanyak
216 kecamatan se-Provinsi Sulawesi Tenggara. Metode penelitian dalam penetapan KPJU unggulan
daerah dilaksanakan dengan menggunakan beberapa metode analisis, yaitu Metode Analytic Hierarchy
Process (AHP) yang dimodifikasi atau modified AHP, Metode Borda dan Metode Bayes dalam menetapkan
identifikasi KPJU tingkat kecamatan, KPJU Unggulan Tingkat Kabupaten/Kota dan Tingkat Provinsi.
Grafik 1. Faktor Penghambat dan Pendukung Usaha di Provinsi Sulawesi Tenggara
Proses penetapan KPJU Unggulan Provinsi Sulawesi Tenggara secara agregasi dari seluruh wilayah
penelitian menunjukkan bahwa Kriteria Ketersediaan Pasar memiliki porsi atau skor terbobot terbesar
dibandingkan kriteria yang lainnya. Dengan rataan nilai skor untuk seluruh kriteria di seluruh wilayah
kabupaten/kota sebesar 0,2151 maka 8 (delapan) kriteria dinilai memberikan dukungan secara positif dan
menjadi faktor pendorong dalam rangka pengembangan usaha skala UMKM yaitu (1) Ketersediaan Pasar,
0,2231 0,2210
0,2117
0,2215 0,2144 0,2153 0,2173
0,1869
0,2274
0,2015
0,2174 0,2237
0,2151
Ten
aga
Ke
rja
Tera
mp
il
Bah
an B
aku
Mo
dal
Sara
na
Pro
du
ksi
Tekn
olo
gi
Sosi
al B
ud
aya
Man
aje
men
Usa
ha
Dam
pak
Lin
gku
nga
n
Ket
erse
dia
an P
asar
Har
ga /
Nila
i Tam
bah
Pen
yera
pan
Ten
aga
Ker
ja
Sum
ban
gan
Per
eko
no
mia
n
INPUT PROSES OUTPUT
Sistem Pembayaran & Pengelolaan
Uang Rupiah
Kondisi Tenaga Kerja dan
Kesejahteraan
Prospek Perekonomian Daerah
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 67
(2) Sumbangan Terhadap Perekonomian, (3) Tenaga Kerja Terampil, (4) Ketersediaan Sarana Produksi
Usaha, (5) Ketersediaan dan Kontinuitas Bahan Baku, (6) Penyerapan Tenaga Kerja, (7)
Manajemen/Pengelolaan Usaha, (8) Sosial Budaya Masyarakat. Sedangkan 4 kriteria lainnya dinilai
berpeluang menjadi faktor penghambat usaha dengan skala yang berbeda-beda namun mendekati batas
rataan skor kriteria, yaitu (1) Penerapan Teknologi Budidaya/Produksi, (2) Permodalan Usaha, (3)
Harga/Nilai Tambah Produk/Usaha, dan (4) Aspek Dampak Lingkungan yang ditimbulkan. Kendala yang
seringkali dihadapi para pelaku usaha, khususnya pada KPJU unggulan, perlu mendapat perhatian khusus
agar bisa lebih mendukung.
Tabel 1. KPJU Unggulan Lintas Sektoral di Provinsi Sulawesi Tenggara
No
Sektor/
Lapangan
Usaha
KPJu Unggulan
Katagori
Siklus Bisnis Prospek Prospek
1 Padi Palawija Padi Sawah Baik Baik Pertumbuhan/ Matang
2 Perikanan Penangkapan Ikan Laut Baik Baik Pertumbuhan
3 Padi Palawija Jagung Baik Baik Pertumbuhan/ Matang
4 Perikanan Budidaya Ikan Tambak Baik Baik Pertumbuhan
5 Pariwisata Wisata Bahari/Pantai Baik Baik Pertumbuhan
6 Perkebunan Jambu Mete Sangat
Baik
Sangat Baik Pertumbuhan/ Matang
7 Perkebunan Kakao Baik Baik Pertumbuhan/ Matang
8 Perikanan Budidaya Rumput Laut Baik Baik Pertumbuhan
9 Peternakan Sapi Potong Baik Baik Pertumbuhan
10 Perkebunan Kelapa Baik Baik Pertumbuhan/ Matang
Dari hasil penelitian tersebut, KPJU unggulan Provinsi Sulawesi Tenggara didominasi oleh sektor pertanian
seperti tanaman bahan makanan, perkebunan, peternakan dan perikanan. Kondisi tersebut turut
mencerminkan kondisi sektor tersebut yang masih merupakan pangsa perekonomian terbesar di Sulawesi
Tenggara. Beberapa komoditas pertanian memang sudah diketahui menjadi komoditas utama seperti
kakao, padi sawah, jagung, jambu mete, kelapa, ikan laut, ikan budidaya tambak dan sapi potong.
Meskipun demikian, terdapat pula sektor pariwisata yang turut menjadi komoditas unggulan, terutama
wisata bahari/pantai. Masuknya Wakatobi menjadi Kawasan Strategis Pengembangan Nasional untuk
pariwisata dapat memberikan peran lebih kepada perekonomian dan didukung oleh UMKM di sekitarnya.
Lebih mendalam pada setiap kabupaten/kota, terdapat variasi yang lebih besar untuk 10 besar KPJU
Unggulannya. Terdapat paling tidak 7 sektor utama yang memperkaya variasi UMKM di Sulawesi
Tenggara, yaitu pertanian, perikanan, perdagangan, industri pengolahan, transportasi, pariwisata dan
jasa-jasa. Sama seperti kondisi pada tingkat provinsinya, pada tingkat kabupaten KPJU Unggulan juga
didominasi oleh sektor primer yaitu pertanian dan perikanan. Adapun sektor sekunder, yaitu industri
pengolahan, masih terbatas pada pengolahan sumber daya pertanian dan perikanan seperti penggilingan
padi, pengolahan/pengawetan ikan, pengupasan mete dan minyak nilam. Sementara itu komoditas
pariwisata juga masih terbatas pada beberapa daerah seperti Wakatobi, Kota Kendari, Kota Baubau dan
Buton Selatan.
Ekonomi Makro Regional
Keuangan Pemerintah
Perkembangan Inflasi Daerah
Stabilitas Keuangan Daerah
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2018 68
Tabel 2. KPJU Unggulan Lintas Sektoral di Kabupaten/Kota (Top 10)
Ke depan, perlu upaya untuk meningkatkan akses dan perluasan jangkauan pemasaran disamping
pemenuhan kebutuhan bahan baku/sarana produksi, peningkatan teknologi produksi dan manajemen
usaha khususnya dengan memanfaatkan potensi yang ada dari wilayah sekitarnya (kabupaten/kota
tetangga). Selain itu perlu juga upaya untuk menumbuh-kembangkan wirausaha baru pada kegiatan
usaha KPJU Unggulan, serta penyediaan fasilitas kredit permodalan/pembiayaan sesuai dengan
karakteristik masing-masing lapangan usaha.
Buton Muna Konawe Kolaka Konawe Selatan
Jual Makanan Jambu Mete Kelapa Sawit Kakao Lada
Tenun Adat Jagung Lada Jual Hasil Pertanian Nilam
Jambu Mete Penangkapan Ikan Laut Budidaya Ikan Tambak Kelapa Sawit Budidaya Rumput Laut
Penangkapan Ikan Laut Kacang Panjang Bahan Bangunan Cengkeh Padi Sawah
Kelapa Mangga Minyak Nilam Budidaya Ikan Tambak Kakao
Abon Ikan Keripik Sagu Padi Sawah Cabe Rawit
Jual Sembako Budidaya Rumput Laut Cabe Rawit Budidaya Ikan Air Tawar Budidaya Ikan Tambak
Angkutan Antar Pulau Kelor Kelapa Penangkapan Ikan Laut Penggilingan Padi
Kakao Kemiri Kakao Pisang Jeruk
Pengupasan Mete Budidaya Jaring Apung Cabe Besar Budidaya Ikan Karamba Pengolahan Ikan
Wakatobi Kolaka Utara Buton Utara Konawe Utara Kolaka Timur
Wisata Minat (Diving) Cengkeh Penangkapan Ikan Laut Jual Hasil Pertanian Kakao
Penangkapan Ikan Laut Padi Sawah Pengawetan ikan Kelapa Sawit Penggilingan Padi
Wisata Bahari/Pantai Gula Merah Angkutan Barang Lada Lada
Wisata Kuliner Kakao Kelapa Kopi Nilam
Jual Bahan Bangunan Kopra Jambu Mete Durian Padi Sawah
Wisata Alam Bawang Merah Olahan Mete Kakao Jual Hasil Pertanian
Pengolahan Ikan Penggilingan Padi Pembuatan Kapal Kopra Sapi Potong
Kelapa Jual Hasil pertanian Nilam Cengkeh Cengkeh
Angkutan Antar Pulau Rumah Makan Jual Hasil Pertanian Sembako Kelapa Sawit
Pisang Kelapa Budidaya Mutiara Jeruk Minyak Nilam
Mubar Buteng Buton Selatan Kendari Baubau Legenda
Jambu Mete Jambu Mete Jambu Mete Pengolahan Ikan Jual Hasil Perikanan Pertanian
Kakao Penangkapan Ikan Laut Penangkapan Ikan Laut Restoran/Rumah Makan Pengupasan Mete Perikanan
Cabe Keriting Kakao Merica Kacang Mete Penangkapan Ikan Laut Perdagangan
Jagung Kelapa Mebel Kayu Penangkapan Ikan Laut Toko Kelontong Industri
Lada Budidaya Rumput Laut Bawang Merah Jual Roti dan Kue Tenun Transportasi
Batu Bata Angkutan Barang Angkutan Pedesaan Wisata Alam Budidaya Ikan di Laut Pariwisata
Kopi Ubi Kayu Praktek Bidan Jual Sembako Jual Makanan Jasa-jasa
Jual Perabot Pisang Jual Sembako Budidaya Ikan Tambak Sembako
Angkutan Pedesaan Angkutan Penumpang Wisata Budaya Reparasi Mobil Reparasi Kendaraan
Ubi Kayu Jagung Hasil Pertanian Warung Makan/Kedai Wisata Sejarah
Rambutan
Padi Sawah
Jambu Mete
Cengkeh
Mebel Kayu
Konawe Kepulauan
Minyak Goreng Kelapa
Kelapa
Penangkapan Ikan Laut
Pembuatan Kapal
Angkutan Antar Pulau
Cengkeh
Kopi
Terung
Padi Sawah
Sapi Potong
Ubi Jalar
Bombana
Jambu Mete
Jual Hasil Pertanian
Kelapa
Pisang
Sistem Pembayaran & Pengelolaan
Uang Rupiah
Kondisi Tenaga Kerja dan
Kesejahteraan
Prospek Perekonomian Daerah
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 69
SISTEM PEMBAYARAN
& PENGELOLAAN
UANG RUPIAH
5
Ekonomi Makro Regional
Keuangan Pemerintah
Perkembangan Inflasi Daerah
Stabilitas Keuangan Daerah
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2018 70
5.1. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
NONTUNAI
Terdapat 2 (dua) sistem pembayaran nontunai yang
diselenggarakan oleh Bank Indonesia di provinsi
Sulawesi Tenggara, yaitu Sistem Kliring Nasional Bank
Indonesia (SKNBI) dan Bank Indonesia Real Time
Gross Settlement (BI RTGS). Kedua sistem tersebut
berjalan dengan baik dan lancar selama triwulan IV
2017. Penguatan infrastruktur dan kebijakan sistem
pembayaran yang dilakukan oleh Bank Indonesia
secara konsisten dan berkesinambungan mampu
memitigasi risiko kredit, likuiditas, dan operasional
dalam sistem pembayaran.
Selama triwulan IV 2017, nilai transaksi sistem
pembayaran nontunai di Sulawesi Tenggara
mencapai Rp2,94 triliun, mengalami penurunan
sebesar 6,9% (yoy). Grafik 5.1 Sementara itu, total
transaksi sistem pembayaran nontunai selama
periode tersebut mencapai 54.973 kali, mengalami
penurunan sebesar 12,8% (yoy). Grafik 5.2 Kondisi ini
sejalan dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi
pada periode tersebut, terutama disebabkan oleh
melambatnya investasi,
konsumsi pemerintah dan konsumsi rumah tangga.
Meskipun demikian, jika dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya, secara nominal transaksi
tersebut dapat tumbuh sebesar 13,2% (qtq) karena
pada triwulan sebelumnya yang hanya tercatat
sebesar Rp2,59 triliun dengan total transaksi
sebanyak 40.426 kali. Hal ini menunjukkan adanya
potensi perbaikan perekonomian di periode
mendatang.
Dari preferensi penggunaannya, transaksi nontunai
secara nominal di Sulawesi Tenggara masih
didominasi oleh penggunaan SKNBI sebesar 68,8%
dan sisanya sebesar 31,2% menggunakan BI-RTGS.
Sementara dari sisi jumlah transaksi, penggunaan
SKNBI mencapai 98,7% sedangkan penggunaan BI-
RTGS hanya sebesar 1,3%. Grafik 5.3 Kondisi tersebut
menunjukkan bahwa sebagian besar transaksi
Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 5.1 Nilai Transaksi Sistem Pembayaran Nontunai di
Sulawesi Tenggara
Grafik 5.3 Preferensi Penggunaan Sistem Pembayaran
Nontunai di Sulawesi Tenggara
Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 5.2 Jumlah Transaksi Sistem Pembayaran Nontunai di Sulawesi Tenggara
Grafik 5.4 Rata-rata Nilai Per Transaksi Sistem Pembayaran Nontunai Sulawesi Tenggara
2,952
3,362
2,861 3,160
2,587 2,264
2,598 2,942
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
3500
4000
I II III IV I II III IV
2016 2017
SKNBI BI-RTGS
Rp miliar
68.8%
98.7%
SKNBI BI-RTGS
Transaksi
1,38%
Nominal
31,2%
TW IV 2017
61,483 64,110
56,588
63,054
55,254
46,874 50,426
54,973
0
10,000
20,000
30,000
40,000
50,000
60,000
70,000
I II III IV I II III IV
2016 2017
SKNBI BI-RTGS
transaksi
37.33
53.52
30
35
40
45
50
55
I II III IV I II III IV
2016 2017
Rp J
uta
SKNBI BI-RTGS SP Nontunai
1.28
1.0
1.5
2.0
Rp m
iliar
Sistem Pembayaran & Pengelolaan
Uang Rupiah
Kondisi Tenaga Kerja dan
Kesejahteraan
Prospek Perekonomian Daerah
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 71
perekonomian di Sulawesi Tenggara masih
merupakan transaksi ritel dengan rata-rata sebesar
Rp37,33 juta per transaksi SKNBI. Sementara untuk
transaksi sistem pembayaran nilai besar yang
menggunakan BI-RTGS rata-rata sebesar Rp1,28
miliar per transaksi. Grafik 5.4
5.1.1. Perkembangan Transaksi Kliring
Selama triwulan IV 2017, nilai transaksi sistem
pembayaran nontunai melalui SKNBI di Sulawesi
Tenggara mencapai Rp2,02 triliun, masih mengalami
penurunan sebesar 14,15% (yoy). Sementara itu,
total transaksi SKNBI selama periode tersebut sebesar
54.257 kali, mengalami penurunan sebesar 13,2%
(yoy). Dilihat dari sisi penggunaannya, sebagian besar
transaksi kliring tersebut secara nominal adalah
dengan menggunakan kliring kredit dengan pangsa
sebesar 69,9%, sementara penggunaan kliring debet
hanya sebesar 30,1%. Meskipun demikian, jika
dilihat dari jumlah transaksinya penggunaan kliring
kredit hanya sebesar 59,7%. Kondisi ini terjadi karena
penggunaan kliring kredit memiliki nominal per
transaksi yang lebih besar daripada kliring debet.
Pada periode tersebut rata-rata kliring kredit adalah
sebesar Rp43,7 juta per transaksi, sementara kliring
debet hanya sebesar Rp27,9 juta per transaksi. Kliring
kredit secara umum dikenal sebagai transfer antar
bank dan dilakukan secara paperless, sementara
kliring debet dilakukan dengan menggunakan
warkat seperti cek dan bilyet giro. Peningkatan
kemudahan transfer antar bank, baik melalui teller
bank, ATM maupun dengan penggunaan e-banking
maupun sms banking semakin memperbesar
penggunaan kliring kredit.
Dilihat dari sisi perputaran hariannya, transaksi SKNBI
di Sulawesi Tenggara masih berada pada tren yang
stabil meskipun lebih rendah dibandingkan dengan
tahun sebelumnya. Pada triwulan IV 2017,
perputaran kliring mencapai Rp32,7 miliar/hari
dengan jumlah transaksi mencapai 875,1
transaksi/hari. Perputaran kliring kredit dapat
Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 5.5 Nilai Transaksi Kliring (SKNBI) Provinsi Sulawesi Tenggara
Grafik 5.7 Preferensi Penggunaan Cek dan BG dalam Kliring Debet Penyerahan di Sultra
Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 5.6 Volume Transaksi Kliring (SKNBI) Provinsi Sulawesi Tenggara
Grafik 5.8 Perputaran Kliring Harian
2,3192,488
2,1722,359
2,000
1,6341,850
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
I II III IV I II III IV
2016 2017
Kliring Kredit Kliring Debet
Rp miliar
69,9%
30,1%
share
37.8%
75.7%
Cek Bilyet Giro Lain
24%
0,3%
Transaksi
5382 Cek
17005 BG
76 Lain
Nominal
62,2%
0,1%
237,4 Miliar Cek
390,9 Miliar BG
0,3 Miliar Lain
TW IV2017
61,153 63,581
56,110 62,515
54,729
46,370
49,908 54,257
0
10,000
20,000
30,000
40,000
50,000
60,000
70,000
I II III IV I II III IV
2016 2017
Kliring Kredit Kliring Debet
transaksi
59,7%
40,3%
share 22.8
9.8
32.7
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
I II III IV I II III IV
2016 2017
Kliring Kredit Kliring Debet Total Kliring
Rp miliar/ hari
Ekonomi Makro Regional
Keuangan Pemerintah
Perkembangan Inflasi Daerah
Stabilitas Keuangan Daerah
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2018 72
mencapai Rp22,8 miliar/hari sementara kliring debet
mencapai Rp9,8 miliar/hari. Grafik 5.8
Dalam melakukan transaksi usahanya, pemilik
rekening giro lebih banyak memanfaatkan Bilyet Giro
(BG) daripada cek. Pada triwulan IV 2017, sebanyak
75,7% transaksi kliring debet adalah dengan
menggunakan BG dengan nominal mencapai
Rp390,9 miliar. Sementara itu, pemanfaatan cek
hanya sebanyak 24% dengan nilai sebesar Rp237,4
miliar, sedangkan penggunaan warkat lain sebesar
0,3% dari total transaksi kliring debet. Dari sisi
kepatuhan dan risiko kredit, penarikan cek dan BG
kosong mengalami penurunan setelah sebelumnya
tercatat sebanyak 706 lembar menjadi 517 lembar
dengan nominal mencapai Rp19,76 miliar. Grafik 5.9
Dengan demikian, tingkat penarikan Cek/BG kosong
pada triwulan III 2017 hanya sebesar 3,1% dari total
penarikan kliring debet, lebih rendah daripada
triwulan sebelumnya yang mencapai 3,3%.
Penurunan tingkat penarikan Cek/BG kosong
tersebut disebabkan dari penarikan cek kosong yang
turun dari 2,9% menjadi 2,6% dan Bilyet Giro yang
turun dari 2,5% menjadi 2,2% pada periode laporan.
Grafik 5.10
Secara spasial, transaksi SKNBI masih dominan
dilakukan di Kota Kendari dengan pangsa nominal
mencapai 71,7% dari total transaksi kliring di
Sulawesi Tenggara. Total transaksi kliring di Kota
Kendari mencapai Rp1,45 triliun dan sudah
menunjukkan kondisi perbaikan setelah sejak
triwulan IV 2016 berada pada tren yang terus
menurun. Kondisi perbaikan juga diikuti oleh Kota
Baubau dengan transaksi kliring mencapai Rp330,9
miliar dengan pangsa mencapai 16,3%. Grafik 5.12
5.1.2. Perkembangan Transaksi RTGS
Berbeda dengan transaksi SKNBI, pada triwulan IV
2017 transaksi BI-RTGS di Sulawesi Tenggara justru
menunjukkan adanya peningkatan. Pada periode
tersebut transaksi BI-RTGS mencapai Rp917 miliar,
atau tumbuh sebesar 14,5% (yoy). Grafik 5.13
Pemanfaatan sistem pembayaran nontunai nominal
besar ini seiring dengan peningkatan kinerja
Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 5.9 Penolakan Kliring (Cek/BG Kosong) di Sulawesi Tenggara
Grafik 5.11 Transaksi Kliring Per Kota/Kabupaten
Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 5.10 Persentase Tolakan Berdasarkan Warkat Grafik 5.12 Perkembangan Transaksi Kliring Per
Kota/Kabupaten
19.76
607
-
200
400
600
800
1,000
0
5
10
15
20
25
30
35
I II III IV I II III IV
2016 2017
Nominal Transaksi (sb.kanan)
Rp miliar transaksi
71.7%
16.3%
5.6%
3.4%2.6%
0.2%
0.1%
0.1%
Kendari
Baubau
Muna
KolakaKonut Konawe
Kolut
Bombana
TW IV2017
2.6%
2.2%
3.1%
0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
7%
8%
I II III IV I II III IV
2016 2017
Cek BG Total
% tolakan
330.9
113.86
68.21
53.550
100
200
300
400
500
I II III IV I II III IV
2016 2017
Kendari Baubau Muna Kolaka Konut
Rp miliar
863.57
800
1,000
1,200
1,400
1,600
1,800
Sistem Pembayaran & Pengelolaan
Uang Rupiah
Kondisi Tenaga Kerja dan
Kesejahteraan
Prospek Perekonomian Daerah
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 73
lapangan usaha pertanian, konstruksi, industri
pengolahan dan perdagangan di daerah ini. BI-RTGS
merupakan sistem pembayaran nontunai dengan
minimal nilai transaksi sebesar Rp100 juta sehingga
lebih banyak digunakan untuk aktivitas ekonomi
skala besar.
Sementara itu untuk volume transaksi, pada triwulan
IV 2017 tercatat mencapai 716 transaksi. Dengan
jumlah transaksi yang lebih tinggi dibandingkan
periode yang sama tahun lalu, maka secara year-on-
year total transaksi menggunakan BI RTGS juga
meningkat. Pada periode tersebut rata-rata transaksi
BI-RTGS mencapai Rp1,28 miliar, lebih rendah dari
triwulan sebelumnya yang sebesar Rp1,44 miliar.
Grafik 5.4 Kondisi perbaikan tersebut terlihat juga dari
perputaran harian nilai transaksi RTGS yang dapat
mencapai Rp14,8 miliar/hari, lebih tinggi daripada
periode sebelumnya yang hanya sebesar Rp12,1
miliar/hari. Hal ini diikuti oleh jumlah transaksi harian
yang mengalami kenaikan menjadi 11,5
transaksi/hari dari sebelumnya 8,4 transaksi/hari.
5.2. PENGELOLAAN UANG TUNAI
5.2.1. Aliran Uang Kartal
Transaksi pembayaran tunai pada triwulan IV 2017
memiliki pola net-outflow, yaitu aliran uang yang
keluar dari KPwBI Provinsi Sulawesi Tenggara lebih
besar dibandingkan dengan uang yang masuk.
Kondisi tersebut sama dengan pola di tahun
sebelumnya. Aliran outflow pada periode tersebut
1Kas Titipan adalah kegiatan penyediaan uang rupiah milik Bank Indonesia yang dititipkan kepada salah satu bank untuk mencukupi
persediaan kas bank-bank dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat di suatu wilayah/daerah tertentu.
mencapai Rp1,92 triliun, naik 19,4% dibandingkan
dengan periode sebelumnya yaitu sebesar Rp1,54
triliun. Sementara itu untuk aliran inflow atau aliran
uang masuk ke KPwBI Provinsi Sulawesi Tenggara
pada periode yang sama tercatat sebesar Rp444,8
miliar, menurun 11% dibandingkan dengan periode
sebelumnya yang mencapai Rp492,1 miliar. Secara
keseluruhan, selama tahun 2017 jumlah uang kartal
yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia di Sulawesi
Tenggara mencapai Rp5,22 triliun dan menyerap
kembali sebesar Rp3,61 triliun.
Karena jumlah outflow yang lebih besar daripada
inflow, maka pada triwulan IV 2017 terjadi net-
outflow sebesar Rp1,47 triliun. Grafik 5.16 Kondisi net-
outflow tersebut disebabkan karena realisasi
penarikan anggaran pemerintah, mulai bergairahnya
kembali sektor pertambangan serta meningkatnya
konsumsi masyarakat di penghujung tahun 2017.
Selanjutnya uang kartal yang beredar akan terserap
masuk kembali ke perbankan dan pada akhirnya
masuk kembali ke Bank Indonesia pada saat bank
mengalami kelebihan likuiditas uang kartal dan Uang
Tidak Layak Edar (UTLE).
Untuk memperluas cakupan layanan kas ke seluruh
wilayah Sulawesi Tenggara, Bank Indonesia
melaksanakan kegiatan Kas Titipan1. Saat ini di
Sulawesi Tenggara, KPw BI Sulawesi Tenggara sudah
memiliki 3 (tiga) Kas Titipan yang sudah berjalan yaitu
Kas Titipan Baubau, Kas Titipan Kolaka, dan Kas
Titipan Muna yang bertujuan untuk memenuhi
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 5.13 Perkembangan Transaksi RTGS Provinsi Sulawesi Tenggara
Grafik 5.14 Perputaran Harian Transaksi RTGS Provinsi Sulawesi Tenggara
917
716
0
100
200
300
400
500
600
700
800
900
1000
0
100
200
300
400
500
600
700
800
900
1000
I II III IV I II III IV
2016 2017
Nominal Transaksi
Rp miliar transaksi
14.8
11.5
0
2
4
6
8
10
12
14
16
0
2
4
6
8
10
12
14
16
I II III IV I II III IV
2016 2017
Rata rata harian nilai Rata rata harian volume
Rp miliar/hari transaksi/hari
Ekonomi Makro Regional
Keuangan Pemerintah
Perkembangan Inflasi Daerah
Stabilitas Keuangan Daerah
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2018 74
kebutuhan Uang Layak Edar (ULE) dan meningkatkan
kualitas uang yang beredar di daerah tersebut. Pada
triwulan IV 2017, penarikan perbankan dari Kas
Titipan Baubau, Kolaka dan Muna sudah
berlangsung efektif. Hal tersebut tercermin dari
realisasi penarikan ketiga Kas Titipan tersebut yang
masing-masing mencapai 14,2%, 22% dan 12% dari
total outflow pada periode tersebut. Grafik 5.17
Dengan semakin tersebarnya layanan kas titipan,
maka masyarakat dapat lebih mudah dan cepat
mendapatkan uang kartal dalam jumlah nominal
yang cukup serta kondisi Uang Layak Edar (ULE)
dengan kualitas yang lebih baik.
5.2.2. Penyediaan Uang Layak Edar
Bank Indonesia secara berkala terus menjaga
ketersediaan uang layak edar (ULE) di masyarakat.
Uang layak edar adalah uang rupiah asli yang
memenuhi persyaratan untuk diedarkan berdasarkan
standar kualitas yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Penyediaan uang rupiah yang berkualitas sangat
penting untuk menjaga integritas rupiah sebagai
salah satu simbol kedaulatan Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Selain itu, uang yang layak edar
akan memberikan kenyamanan dalam bertransaksi
bagi masyarakat. Uang rupiah dinyatakan tidak layak
edar berdasarkan standar Bank Indonesia apabila
kondisinya telah berubah, antara lain karena jamur,
minyak, bahan kimia dan coretan atau uang yang
fisiknya berubah karena terbakar, berlubang atau
robek.
Tidak hanya melalui penukaran di kantor Bank
Indonesia, KPw BI Provinsi Sulawesi Tenggara juga
memperluas jaringan pelayanan terhadap kebutuhan
masyarakat atas uang layak edar dengan peran aktif
perbankan yang ada di Sulawesi Tenggara untuk
melayani penukaran uang pecahan kecil dan uang
lusuh/rusak dari masyarakat. Sementara itu KPw BI
Provinsi Sulawesi Tenggara juga tetap berupaya
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Ket: Lain = Penukaran, Kas Keliling dan Penarikan Non bank
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 5.15 Aliran Uang Kartal BI-Perbankan di Sulawesi Tenggara
Grafik 5.17 Aliran Uang Kartal Keluar Berdasarkan Lokasi Kas
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 5.16 Posisi Net Outflow Uang Kartal di Sulawesi Tenggara
Grafik 5.18 Outflow Melalui Kegiatan Penukaran dan Kas Keliling di Sulawesi Tenggara
-9,6
24,1
-100
-80
-60
-40
-20
0
20
40
60
80
100
-2500
-2000
-1500
-1000
-500
0
500
1000
1500
2000
2500
I II III IV I II III IV I II III IV
2015 2016 2017
Inflow Outflow
g Inflow (sb. Kanan) g Outflow (sb. Kanan)
%, yoyRp Miliar
65%
51%
35%
14%
22%
12%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
I II III IV I II III IV
2016 2017KENDARI KASTIP BAUBAU KASTIP KOLAKA
LAIN KASTIP MUNA
1478.5
-467.9
-1500
-1000
-500
0
500
1000
1500
2000
I II III IV I II III IV I II III IV
2015 2016 2017
Rp Miliar
net inflow
net outflow
11.42
4,2
0
10
20
30
40
I II III IV I II III IV
2016 2017
PENUKARAN KAS KELILING
Rp miliar
Sistem Pembayaran & Pengelolaan
Uang Rupiah
Kondisi Tenaga Kerja dan
Kesejahteraan
Prospek Perekonomian Daerah
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 75
secara langsung menyediakan uang layak edar
melalui pelayanan penukaran uang rusak pada hari
kerja tertentu. Pada triwulan IV 2017, kegiatan
penukaran uang mencapai Rp11,42 miliar,
meningkat 13% dari periode yang sama tahun
sebelumnya yang hanya sebesar Rp9,98 miliar.
Selain itu, KPw BI Provinsi Sulawesi Tenggara juga
melakukan kegiatan Kas Keliling2 di dalam kota
maupun di luar Kota Kendari hingga wilayah terpencil
yang sulit dijangkau oleh layanan perbankan. Selama
bulan Oktober hingga Desember 2017, kegiatan kas
keliling telah dilakukan sebanyak 7 (tujuh) kali
kegiatan, dengan rincian 5 (lima) kegiatan di luar
Kota Kendari dan 2 (dua) kegiatan di dalam Kota
Kendari. Kas keliling di luar Kota Kendari tersebut
dilakukan di Kabupaten Konawe Kepulauan,
Bombana, Kabaena, Buton Utara, hingga pulau
terluar di Kabupaten Wakatobi.
Di sisi lain, demi menjaga agar kualitas uang yang
beredar di masyarakat dalam kondisi yang baik, Bank
Indonesia juga secara berkala melakukan kegiatan
pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE). Pada
triwulan IV 2017, uang yang telah dimusnahkan
mencapai Rp564 miliar, dengan rasio 126% terhadap
inflow di periode yang sama. Grafik 5.19 Hal tersebut
sejalan dengan kebijakan clean money policy melalui
peningkatan standar kualitas uang (soil level3) yang
2Kas Keliling adalah kegiatan penukaran uang rupiah oleh Bank Indonesia kepada masyarakat atau pihak lain yang melakukan kerja sama
dengan Bank Indonesia dengan menggunakan moda transportasi; dilakukan dengan mekanisme retail (kepada masyarakat umum) dan
wholesale (kepada perbankan).
3Soil Level yang digunakan Bank Indonesia memiliki kisaran soil level 1 sampai dengan 16. Soil level 1 adalah uang yang sangat tidak layak
edar dan soil level 16 adalah uang hasil cetak sempurna (HCS) dari Perum Peruri.
diedarkan. Keberhasilan implementasi clean money
policy tersebut tercermin dari hasil survei yang
dilakukan di Kota Kendari dan Kota Baubau pada
semester II 2017. Tingkat soil level untuk Uang
Pecahan Besar (UPB) di Sulawesi Tenggara mencapai
level 12 (standar:8) dan Uang Pecahan Kecil (UPK)
mencapai level 11 (standar: 6).
5.2.3. Perkembangan Temuan Uang Tidak Asli
Pecahan besar masih mendominasi peredaran uang
tidak asli yang ditemukan pada triwulan IV 2017.
Selama triwulan IV 2017, telah ditemukan uang tidak
asli sebanyak 111 lembar, menurun dibandingkan
dengan penemuan pada triwulan III yang berjumlah
877 lembar. Temuan uang tidak asli selama triwulan
IV 2017 didominasi oleh pecahan uang Rp50.000,-
sebanyak 77 lembar, 26 lembar pecahan uang
Rp100.000,-, 4 lembar pecahan uang Rp20.000,-
dan 4 lembar pecahan uang Rp10.000,-. Grafik 5.20
Temuan uang tidak asli tersebut berasal dari
beberapa sumber, antara lain laporan bank, laporan
masyarakat, pengolahan uang di BI, serta hasil
temuan kasus pemalsuan uang rupiah oleh pihak
kepolisian. Sebagai upaya untuk mengantisipasi
peredaran uang palsu sekaligus memberikan edukasi
bagi masyarakat mengenai ciri-ciri keaslian uang
rupiah, KPw BI Provinsi Sulawesi Tenggara juga
senantiasa melakukan kegiatan sosialisi ciri-ciri
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 5.19 Rasio Pemusnahan Uang Rupiah Terhadap Inflow Grafik 5.20 Komposisi Pecahan Uang Palsu Yang Ditemukan
564,015
126,8%
0
20
40
60
80
100
120
140
0
100
200
300
400
500
600
700
800
I II III IV I II III IV I II III IV
2015 2016 2017
Pemusnahan Rasio Pemusnahan/Inflow (sb.kanan)
Rp, Miliar Rasio (%)
Pecahan 100.000; 23,4%
Pecahan 50.000; 69,4%
Pecahan 20.000; 3,6%
Pecahan 10.000; 3,6%
Ekonomi Makro Regional
Keuangan Pemerintah
Perkembangan Inflasi Daerah
Stabilitas Keuangan Daerah
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2018 76
keaslian uang rupiah dan cara memperlakukan uang
dengan baik secara kontinu kepada seluruh
komponen di Sulawesi tenggara di setiap kegiatan
yang dilakukan Bank Indonesia maupun bersama
stakeholder dalam berbagai kegiatan lainnya melalui
slogan 3D (Dilihat, Diraba, Diterawang).
Sistem Pembayaran & Pengelolaan
Uang Rupiah
Kondisi Tenaga Kerja dan
Kesejahteraan
Prospek Perekonomian Daerah
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 77
KONDISI TENAGA KERJA
& KESEJAHTERAAN
6
Ekonomi Makro Regional
Keuangan Pemerintah
Perkembangan Inflasi Daerah
Stabilitas Keuangan Daerah
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2018 78
6.1. KETENAGAKERJAAN
Kondisi ketenagakerjaan di Sulawesi Tenggara pada
triwulan IV 2017 diindikasikan mengalami perbaikan
terutama dari sisi permintaan tenaga kerja (demand
of labor). Hal ini sejalan dengan terjadinya
peningkatan pertumbuhan ekonomi pada lapangan
usaha yang menyerap banyak tenaga kerja seperti
lapangan usaha pertanian dan usaha perdagangan.
Sementara itu, dari sisi penawaran tenaga kerja
(supply of labor) diindikasikan terjadi penurunan. Hal
tersebut dipengaruhi oleh penurunan angkatan kerja.
Penawaran Tenaga Kerja
Pada triwulan IV 2017, kondisi penawaran tenaga
kerja di Sulawesi Tenggara masih menggunakan hasil
Sakernas Agustus 2017 yang menunjukkan adanya
penurunan. Hal ini diindikasikan dengan adanya
penurunan angkatan kerja sebesar 4,23% (yoy).
Grafik 6.1 Pada periode Agustus 2017, jumlah
angkatan kerja mencapai 1.200.605 jiwa. Sementara
itu, penduduk usia kerja (di atas 15 tahun) mencapai
1.747.544 jiwa pada bulan Agustus 2017, meningkat
sebesar 2,41% dibandingkan dengan posisi Agustus
2016.
Dengan kondisi tersebut Tingkat Partisipasi Angkatan
Kerja (TPAK) pada posisi Agustus 2017 hanya sebesar
68,70%, lebih rendah daripada Agustus 2016 yang
dapat mencapai 73,47%. Meskipun demikian, TPAK
pada periode tersebut merupakan kondisi natural di
Sulawesi Tenggara karena secara jangka panjang
2006 s.d 2016, rata-rata TPAK di provinsi ini adalah
sebesar 68,69%. Dengan TPAK yang lebih rendah,
maka jumlah penawaran tenaga kerja menjadi lebih
rendah karena penduduk dengan usia yang produktif
memilih untuk tidak masuk ke dalam angkatan kerja.
Dibandingkan dengan penawaran tenaga kerja di
Pulau Sulawesi, TPAK di Sulawesi Tenggara
merupakan yang tertinggi diikuti oleh Sulawesi
Tengah dengan TPAK sebesar 67,14%. TPAK di
keseluruhan Pulau Sulawesi hanya mencapai 63,53%
sementara TPAK Indonesia sudah mencapai 66,67%.
Preferensi penduduk yang memilih untuk tidak
masuk ke dalam angkatan kerja tersebut terlihat dari
adanya peningkatan jumlah penduduk usia kerja
dengan kegiatan Bukan Angkatan Kerja sebesar
20,80% (yoy) sehingga pada bulan Agustus 2017
jumlahnya mencapai 546.939 jiwa. Peningkatan
tersebut terjadi pada jumlah penduduk yang
melakukan aktivitas mengurus rumah tangga sebesar
23,69% (yoy) dan penduduk yang bersekolah
sebesar 8,08% (yoy). Dari total jumlah penduduk usia
kerja yang bukan angkatan kerja tersebut terdapat
60,51% yang mengurus rumah tangga dan sebanyak
29,65% yang sekolah.
Permintaan Tenaga Kerja
Meskipun pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tenggara
pada triwulan IV 2017 mengalami perlambatan,
namun dari sisi permintaan tenaga kerja
menunjukkan adanya peningkatan. Kondisi ini terjadi
karena penyebab perlambatan pada periode tersebut
adalah dari lapangan usaha pertambangan yang
hanya memiliki tenaga kerja relatif kecil yaitu dengan
pangsa sebesar 1,94% dari keseluruhan penduduk
yang bekerja di Sulawesi Tenggara. Sebaliknya,
Tabel 6.1 Jenis Kegiatan Utama Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas di Sulawesi Tenggara
Angka tahunan menggunakan angka bulan Agustus
Sumber: BPS (Sakernas)
JENIS KEGIATAN 2014 2015 2016 2017
Penduduk Usia Kerja 1.623.264 1.665.095 1.706.390 1.747.544
Angkatan Kerja 1.085.509 1.138.045 1.253.624 1.200.605
Bekerja 1.037.419 1.074.916 1.219.548 1.160.974
Pengangguran 48.090 63.129 34.076 39.631
Bukan Angkatan Kerja 537.755 527.050 452.766 546.939
Sekolah 172.669 172.953 150.079 162.205
Mengurus Rumah Tangga 314.325 295.681 267.604 331.001
Lainnya 50.761 58.416 35.083 53.733
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) 66,87 68,35 73,47 68,70
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) 4,43 5,55 2,72 3,30
Sistem Pembayaran & Pengelolaan
Uang Rupiah
Kondisi Tenaga Kerja dan
Kesejahteraan
Prospek Perekonomian Daerah
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 79
lapangan usaha dengan jumlah tenaga kerja yang
lebih besar seperti pada usaha pertanian, usaha
perdagangan, usaha industri pengolahan dan usaha
konstruksi mengalami peningkatan kinerja pada
periode tersebut.
Peningkatan penyerapan tenaga kerja pada triwulan
IV 2017 tercermin dari meningkatnya indeks realisasi
penggunaan tenaga kerja sesuai hasil Survei Kegiatan
Dunia Usaha (SKDU) dan Survei Konsumen (SK)
terkait indeks persepsi rumah tangga terhadap
ketersediaan lapangan pekerjaan. Indeks
ketersediaan lapangan kerja meningkat dari 106,0 di
triwulan III 2017 menjadi 127,7 di triwulan IV 2017.
Grafik 6.2 Sementara itu, Indeks Realisasi Penggunaan
Tenaga Kerja pada triwulan IV 2017 mencapai 2,7%,
lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang hanya
sebesar 1,3%. Peningkatan tersebut didorong oleh
meningkatnya realisasi penggunaan tenaga kerja
pada lapangan usaha pertanian dan pertambangan.
Pada lapangan usaha pertanian, terdapat 4% pelaku
usaha yang mengalami peningkatan penggunaan
tenaga kerja, sementara pada lapangan usaha
pertambangan terdapat 13% pelaku usaha yang
mengalami peningkatan. Grafik 6.3 Kondisi tersebut
dipengaruhi faktor perluasan usaha, produksi yang
meningkat dan adanya penambahan mesin baru.
Sebaliknya pada lapangan usaha industri
pengolahan, terdapat 15% pelaku usaha yang
mengalami penurunan penggunaan tenaga kerja
karena alasan efisiensi proses produksi. Meskipun
demikian, secara umum kondisi ketenagakerjaan di
Sulawesi Tenggara masih dalam kondisi yang aman
karena sebanyak 89% pelaku usaha tidak melakukan
penambahan atau pengurangan tenaga kerja.
Penambahan tenaga kerja juga berasal dari adanya
investasi swasta dalam bentuk PMA (Penanaman
Modal Asing) maupun PMDN (Penanaman Modal
Dalam Negeri). Pada triwulan IV 2017, realisasi
Sumber: BPS (Sakernas), diolah
Sumber: SK, SKDU - KPw BI Sultra, diolah
Grafik 6.1 Pertumbuhan Penduduk Usia Kerja dan Angkatan Kerja Sulawesi Tenggara
Grafik 6.3 Kondisi Realisasi Penyerapan Tenaga Kerja Berdasarkan Sektor Usaha
Sumber: SKDU KPw BI Sultra, diolah
Sumber: National Single Window for Investment, diolah
Grafik 6.2 Penggunaan Tenaga Kerja dan Ketersediaan Lapangan Pekerjaan
Grafik 6.4 Ketersediaan Lapangan Pekerjaan Dari Sisi Tenaga Kerja
2,482,41
10,16
-4,23
-14,09
20,80
-20,0
-15,0
-10,0
-5,0
0,0
5,0
10,0
15,0
20,0
25,0
2,2
2,3
2,4
2,5
2,6
2,7
Agst2013
Agst2014
Agst2015
Agst2016
Agst2017
Penduduk >15 thAngkatan Kerja (sb. Kanan)Bukan Angkatan Kerja (sb. Kanan)
%, yoy %, yoy4%
8%
13%
6%
8%
20%
3%
6%
96%
77%
88%
100%
88%
83%
70%
94%
89%
15%
6%
8%
10%
3%
5%
Pertanian
Industri
Tambang
Konstruksi
Perdagangan
Hotel & Resto
Angkutan
Jasa
SULTRA
Meningkat Tetap Menurun
2,7%
127,7
60
70
80
90
100
110
120
130
140
-10,0%
-7,5%
-5,0%
-2,5%
0,0%
2,5%
5,0%
7,5%
10,0%
I II III IV I II III IV I II III IV
2015 2016 2017Indeks Penggunaan Tenaker - Sisi Pelaku Usaha
Indeks Ketersediaan Lapangan Pekerjaan-Sisi RT (sb.kanan)
Indeks SBT, Indeks
3482
975
473
171
0
1000
2000
3000
4000
I II III IV I II III IV I II III IV
2015 2016 2017
PMA PMDN
orang
Ekonomi Makro Regional
Keuangan Pemerintah
Perkembangan Inflasi Daerah
Stabilitas Keuangan Daerah
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2018 80
investasi swasta yang dilakukan di Sulawesi Tenggara
dapat menyerap tambahan tenaga kerja sebesar
1.146 jiwa, yaitu 85,1% berasal dari investasi PMA
dan sebesar 14,9% berasal dari investasi PMDN.
Grafik 6.4 Dengan demikian, selama tahun 2017
terdapat penambahan lapangan pekerjaan baru
sebanyak 7.738, lebih tinggi dari penambahan tahun
sebelumnya yang hanya sebesar 6.965. Secara
tahunan, penyerapan tenaga kerja baru dengan
adanya investasi swasta tersebut tumbuh sebesar
11,1%.
Kondisi Penduduk Bekerja & Pengangguran
Kondisi penduduk bekerja di Sulawesi Tenggara
menggunakan hasil Sakernas Agustus 2017. Pada
periode tersebut jumlah penduduk yang bekerja
mencapai 1.160.974 jiwa pada bulan Agustus 2017.
Jika dibandingkan dengan kondisi tahun sebelumnya,
jumlah penduduk bekerja tersebut mengalami
penurunan sebesar 4,80% (yoy), sementara jika
dibandingkan dengan kondisi bulan Februari 2017,
terjadi penurunan sebesar 4,98%. Jika dilihat dari
sektor ekonominya, sektor pertanian masih menjadi
dominasi penyerap tenaga kerja yaitu sebesar
37,07% disusul oleh sektor jasa kemasyarakatan
sebesar 20,86% dan sektor perdagangan sebesar
19,15%. Grafik 6.5 Sementara untuk jenis pekerjaan
yang dominan pada bulan Agustus 2017 adalah
kelompok orang yang bekerja sebagai
buruh/karyawan yaitu sebesar 33,17%.
Sementara itu, jumlah angkatan kerja yang
menganggur pada bulan Agustus 2017 adalah
sebanyak 39.631 jiwa. Jumlah pengangguran
tersebut meningkat sebanyak 5.555 jiwa atau sebesar
16,30% (yoy) dibandingkan dengan kondisi pada
bulan yang sama tahun sebelumnya. Sementara itu
jika dibandingkan dengan kondisi pada bulan
Februari 2017, peningkatan jumlah pengangguran
hanya sebesar 0,17%. Hal ini menunjukkan bahwa
kecenderungan meningkatnya pengangguran sudah
terjadi sejak awal tahun 2017.
Dengan demikian, tingkat pengangguran terbuka
(TPT) di Sulawesi Tenggara pada bulan Agustus 2017
tercatat sebesar 3,30% atau meningkat
dibandingkan dengan kondisi pada bulan Agustus
2016 yang tercatat sebesar 2,72%. Secara spasial,
tingkat pengangguran terbesar justru terdapat di
daerah perkotaan yaitu di Kota Kendari (TPT 7,22%)
dan Kota Baubau (TPT 7,07%). Sementara itu di
daerah kabupaten tingkat penganggurannya relatif
rendah dan hanya terdapat 3 daerah dengan TPT di
atas TPT Sulawesi Tenggara yaitu di Kab. Muna, Kab.
Konawe Kepulauan dan Kab. Konawe Utara. Grafik
6.6
6.2. KESEJAHTERAAN
Sejalan dengan perbaikan yang terjadi dari sisi
ketenagakerjaan, kondisi kesejahteraan Sulawesi
Tenggara juga terindikasi mengalami peningkatan
pada triwulan IV 2017. Indikasi peningkatan
kesejahteraan tersebut dicerminkan dengan adanya
peningkatan tingkat penghasilan masyarakat. Hal ini
terlihat dari hasil Survei Konsumen yang dilakukan
oleh KPw BI Provinsi Sulawesi Tenggara yang
menunjukkan peningkatan Indeks Penghasilan
Sumber: BPS diolah
Sumber: BPS Prov Sultra
Grafik 6.5 Penyerapan Penduduk Bekerja Berdasarkan Sektor
Grafik 6.6 Tingkat Pengangguran Terbuka Kabupaten/Kota Agustus 2017
37,07
1,94
8,47
0,45
6,48
19,15
3,53 2,05
20,86
0
10
20
30
40P
ert
ania
n
Ta
mban
g
Ind
ustr
i
LG
A
Ko
nstr
uksi
Perd
aga
ngan
Tra
np
ort
asi
Ke
uang
an
Jasa
Agu-16 Agu-17
%, pangsa
7,2
2
7,0
7
5,6
5
5,4
1
4,2
3
3,3
02,9
7
2,6
2
2,6
1
2,4
7
2,4
3
2,0
8
1,9
4
1,6
9
1,6
5
1,4
8
0,5
6
0,4
7
0
2
4
6
8
Ke
nd
ari
Ba
ub
au
Mu
na
Ko
nke
p
Ko
nu
t
SU
LT
RA
Ko
laka
Ko
lut
Bu
sel
Bu
ton
Wakato
bi
Ko
ltim
Ko
na
we
Bu
ten
g
Ko
nse
l
Butu
r
Mu
ba
r
Bo
mb
an
a
Sistem Pembayaran & Pengelolaan
Uang Rupiah
Kondisi Tenaga Kerja dan
Kesejahteraan
Prospek Perekonomian Daerah
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 81
Konsumen (IPK) dari 119 pada triwulan III 2017
menjadi 153 pada triwulan IV 2017. Grafik 6.7 Selain
itu tingkat kemiskinan juga relatif menurun meskipun
terdapat tingkat kesenjangan yang relatif lebih lebar
daripada sebelumnya.
Penghasilan Petani (NTP)
Seperti telah diungkapkan sebelumnya, sektor
pertanian merupakan sektor penyerap tenaga kerja
terbesar di Sulawesi Tenggara. NTP merupakan suatu
indikator kemampuan tukar produk pertanian untuk
keperluan memproduksi produk pertanian.
Penghasilan petani merupakan salah satu tolok ukur
dalam menentukan kesejahteraan masyarakat yang
bekerja di sektor pertanian.
Pada triwulan IV 2017, NTP Sulawesi Tenggara
tercatat sebesar 95,3 atau sedikit meningkat
dibandingkan dengan triwulan III 2017 yang tercatat
sebesar 94,7. Grafik 6.8 Peningkatan NTP terjadi pada
subsektor perikanan, perkebunan rakyat,
holtikultura, dan tanaman pangan. Sementara itu
hanya subsektor peternakan yang mengalami
penurunan. NTP yang berada di bawah 100
menunjukkan bahwa rumah tangga yang bergerak di
lapangan usaha pertanian secara umum masih harus
mengeluarkan uang lebih besar daripada total
pendapatannya. Kondisi tersebut terutama terjadi
pada hampir seluruh subsektor kecuali pada
subsektor perikanan dengan NTP 115,3, dan
peternakan dengan NTP 104,7.
Kemiskinan
Masih rendahnya NTP di Sulawesi Tenggara juga
menyebabkan tingkat kemiskinan masih relatif tinggi
terutama di daerah perdesaan. Sesuai data BPS
Provinsi Sulawesi Tenggara diketahui bahwa
penduduk miskin pada bulan September 2017 (rilis
bulan Januari 2018) tercatat sebanyak 313,16 ribu
orang atau sebesar 11,97 % dari total penduduk
Sulawesi Tenggara. Grafik 6.9 Jumlah tersebut
menurun jika dibandingkan dengan data pada bulan
Maret 2017 yang tercatat sebanyak 12,81%.
Penurunan terjadi pada daerah perkotaan dan daerah
pedesaan. Dari jumlah penduduk miskin tersebut,
78,3% atau 245,19 ribu jiwa berada di daerah
pedesaan sedangkan sisanya sebesar 21,7 % atau
67,96 ribu jiwa berada di perkotaan.
Penurunan kondisi kemiskinan tersebut terjadi
walaupun garis kemiskinan juga mengalami
peningkatan karena inflasi. Garis kemiskinan
meningkat dari Rp285.609,- per kapita per bulan
pada Maret 2017 menjadi Rp300.258,- per kapita per
bulan pada September 2017. Kondisi tersebut
menunjukkan adanya peningkatan kesejahteraan
secara umum karena peningkatan garis kemiskinan
tidak diikuti dengan peningkatan tingkat kemiskinan.
Ketimpangan Pengeluaran
Konsentrasi jumlah penduduk miskin di pedesaan
menjadi tantangan pembangunan ekonomi oleh
pemangku kepentingan khususnya pemerintah
daerah, mengingat potensi sumber daya alam
Sulawesi Tenggara yang dominan berada di daerah
pedesaan khususnya di sektor primer yaitu sektor
pertanian namun hasilnya belum secara optimal
mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat di
pedesaan secara lebih luas. Sementara itu, jumlah
penduduk miskin di daerah perkotaan yang terus
meningkat juga harus mendapatkan perhatian
Sumber: SK KPw BI Sultra, diolah
Sumber: BPS Prov Sultra, diolah
Grafik 6.7 Indeks Penghasilan Konsumen Grafik 6.8 Perkembangan NTP Sulawesi Tenggara
119
152 136
153
110
120
130
140
150
160
170
180
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2014 2015 2016 2017
Indeks Penghasilan Saat ini
Indeks Ekspektasi Penghasilan
SBT
95,3
90,7
90,9
90,1
104,7
115,3
94,7
89,6
90,2
89,4
104,9
114,7
70,0 80,0 90,0 100,0 110,0 120,0
Total
Tanaman Pangan
Hortikultura
Perkebunan Rakyat
Peternakan
Perikanan
2017 III 2017 IV
Ekonomi Makro Regional
Keuangan Pemerintah
Perkembangan Inflasi Daerah
Stabilitas Keuangan Daerah
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2018 82
khusus mengingat jumlahnya pada bulan September
tersebut merupakan yang tertinggi dalam periode 3
tahun terakhir. Ketimpangan pengeluaran penduduk
Sulawesi Tenggara juga masih belum mengalami
perbaikan bahkan cenderung semakin besar. Hal
tersebut tercermin dari adanya peningkatan gini ratio
dari 0,394 pada bulan Maret 2017 menjadi 0,404
pada bulan September 2017. Semakin tinggi nilai
gini ratio menunjukkan ketimpangan suatu daerah
yang semakin tinggi. Berdasarkan daerah tempat
tinggalnya, peningkatan gini ratio terjadi baik di
daerah perkotaan maupun pedesaan. Untuk daerah
perkotaan gini ratio pada bulan Maret 2017 tercatat
sebesar 0,403, meningkat menjadi sebesar 0,409
pada periode September 2017. Sementara untuk
daerah pedesaan juga meningkat dari 0,358 pada
bulan Maret 2017 menjadi 0,373 pada bulan
September 2017.
Sumber: BPS Prov Sultra, diolah Sumber: BPS Prov Sultra, diolah
Grafik 6.9 Perkembangan Penduduk Miskin Sulawesi Tenggara
Grafik 6.10 Gini Rasio Sulawesi Tenggara
62,75 67,96
268,96245,19
12,81
11,97
11
12
13
14
0
50
100
150
200
250
300
350
400
Mar-15 Sep-15 Mar-16 Sep-16 Mar-17 Sep-17
Penduduk Miskin Desa
Penduduk Miskin Kota
Persentase Penduduk Miskin (sb.Kanan)
ribu jiwa %
0,409
0,373
0,404
0,3
0,32
0,34
0,36
0,38
0,4
0,42
Maret Sept Maret Sept Maret Sept
2015 2016 2017
Perkotaan Pedesaan SULTRA
Sistem Pembayaran & Pengelolaan
Uang Rupiah
Kondisi Tenaga Kerja dan
Kesejahteraan
Prospek Perekonomian Daerah
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 83
BOKS 02
DINAMIKA PERTUMBUHAN EKONOMI & KETENAGAKERJAAN
1. Korelasi Pertumbuhan Ekonomi & Penyerapan Tenaga Kerja
Pergerakan perekonomian secara agregat di Sulawesi Tenggara pada 2006 sampai dengan 2010 memiliki
korelasi yang positif dengan tenaga kerja mengingat saat terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi
maka terjadi peningkatan jumlah penduduk yang bekerja. Namun sejak 2011 s.d 2016 hubungan tersebut
menjadi berkorelasi negatif, karena peningkatan pertumbuhan ekonomi justru menyebabkan terjadinya
penurunan jumlah penduduk yang bekerja. Kondisi tersebut terjadi karena karakteristik ketenagakerjaan
di provinsi ini yang memiliki pangsa cukup besar untuk pekerja dengan kegiatan utama selain bekerja
(bekerja merupakan kegiatan sampingan). Saat kondisi perekonomian mengalami perlambatan,
penduduk yang semula merupakan bukan angkatan kerja karena mengurus rumah tangga atau
bersekolah beralih menjadi angkatan kerja dan bekerja untuk mendapatkan penghasilan maupun
membantu keluarganya mendapatkan penghasilan. Sebaliknya, saat kondisi perekonomian meningkat
maka keluarga tidak perlu mencari tambahan penghasilan selain dari penghasilan kepala keluarga dan
juga usaha perseorangan dapat membayar pekerja dan tidak menggunakan tenaga keluarganya.
Selain itu, struktur perekonomian dan tenaga kerja secara sektoral juga berbeda sehingga korelasi antara
pertumbuhan ekonomi dan peningkatan penduduk yang bekerja relatif lemah secara jangka panjang.
Sektor utama pada perekonomian tahun 2016 berturut-turut adalah sektor pertanian (23,5%), sektor
pertambangan (19,8%), sektor konstruksi (13,2%), sektor perdagangan hotel restoran (13,2%), dan
sektor jasa (12,6%). Sementara itu penyerapan terbesar tenaga kerja berturut-turut berada pada sektor
pertanian (38,9%), sektor perdagangan hotel restoran (20,0%), sektor jasa (8,5%), sektor industri (7,4%)
dan sektor konstruksi (6,7%). Perbedaan yang cukup besar adalah pada sektor pertambangan yang
merupakan sektor ekonomi terbesar ke-2, namun hanya menyerap sebanyak 2,1% dari total pekerja pada
tahun 2016. Padahal pergerakan pertumbuhan ekonomi di Sulawesi Tenggara sangat dipengaruhi oleh
kinerja sektor pertambangan dengan korelasi (R2) sebesar 0,86.
Sumber: BPS, diolah
Sumber: BPS, diolah
Grafik 1. Pergerakan Pertumbuhan Ekonomi dan
Pertumbuhan Pekerja
Grafik 2. Perbandingan Struktur Perekonomian dan
Struktur Tenaga Kerja
-10,0%
-5,0%
0,0%
5,0%
10,0%
15,0%
0,0%
2,0%
4,0%
6,0%
8,0%
10,0%
12,0%
14,0%
PDRB Pekerja (sb.kanan)
yoy yoy
23,5%19,8%
6,2%
0,3%
13,2% 13,2%
7,0% 4,2%
12,6%
38,9%
2,1%
7,4%
0,2%
6,7%
20,0%
4,7%1,6%
18,5%
0,0%
5,0%
10,0%
15,0%
20,0%
25,0%
30,0%
35,0%
40,0%
45,0%
PDRB Pekerja
pangsa
Ekonomi Makro Regional
Keuangan Pemerintah
Perkembangan Inflasi Daerah
Stabilitas Keuangan Daerah
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2018 84
Secara sektoral, sektor pertanian merupakan sektor terbesar pada perekonomian dan merupakan
penyerap terbesar tenaga kerja. Korelasi yang kuat terjadi pada pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan
pekerja di sektor ini, namun hanya terjadi pada periode tahun 2006 s.d 2014 saja. Selanjutnya terjadi
hubungan yang negatif pada tahun 2015 dan 2017 pada kondisi perekonomian dan tenaga kerja. Seperti
yang telah diungkapkan sebelumnya, kondisi ini terjadi karena adanya perubahan perilaku penduduk
bukan angkatan kerja yang masuk ke dalam angkatan kerja untuk mendapatkan tambahan penghasilan
bagi keluarganya maupun membantu keluarga mendapatkan penghasilan. Terlebih karena pada sektor
ini terdapat 39% pekerja yang merupakan pekerja tidak dibayar.
Sumber: BPS (Sakernas 2016), diolah
Sumber: BPS (Sakernas 2016), diolah
Grafik 3. Pergerakan Pertumbuhan Ekonomi dan
Pertumbuhan Pekerja Sektor Pertanian
Grafik 4. Pergerakan Pertumbuhan Ekonomi dan
Pertumbuhan Pekerja Sektor Industri Pengolahan
Sementara itu pada sektor pertambangan, menunjukkan hubungan yang positif namun relatif lemah
antara pertumbuhan ekonomi pada sektor tersebut dengan pertumbuhan pekerjanya. Hubungan yang
positif tersebut terjadi karena sebagian besar pekerja pada sektor ini adalah pekerja dengan status sebagai
buruh atau karyawan, yaitu sebesar 70% dari total pekerja pada sektor ini. Karena berstatus sebagai
buruh atau karyawan, maka penyerapan maupun pelepasan tenaga kerja memerlukan waktu sesuai
dengan jenis kontrak atau perjanjian kerjanya. Pada sektor ini, jumlah karyawan yang memiliki kontrak
(karyawan tetap dan PKWT) mencapai 40,9%, sementara sebanyak 38,9% tidak memiliki kontrak atau
perjanjian kerja.
Hal yang sama juga terjadi pada sektor yang seharusnya banyak menyerap tenaga kerja, yaitu industri
pengolahan. Pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan pekerja pada sektor tersebut juga menunjukkan
hubungan yang positif meskipun lemah. Hal ini terutama terjadi karena beberapa faktor yaitu: 1) buruh
atau karyawan pada sektor ini hanya sebesar 19% sehingga penyerapan tenaga kerja formal relatif
terbatas; 2) kegiatan industri lebih banyak berupa industri perseorangan maupun UMKM karena sebanyak
23,9% pekerja memiliki status berusaha sendiri, dan sebanyak 22,1% pekerja memiliki status berusaha
dibantu buruh tidak tetap; 3) terdapat pekerja yang tidak dibayar sebesar 22,1% pada sektor ini dan
merupakan pekerja yang dapat keluar-masuk angkatan kerja dengan bebas.
-20,0%
-15,0%
-10,0%
-5,0%
0,0%
5,0%
10,0%
15,0%
0,0%
2,0%
4,0%
6,0%
8,0%
10,0%
PDRB Pekerja (sb.kanan)
%, yoy %, yoy
-40,0%
-20,0%
0,0%
20,0%
40,0%
60,0%
80,0%
0,0%
2,0%
4,0%
6,0%
8,0%
10,0%
PDRB Pekerja (sb.kanan)
%, yoy %, yoy
Sistem Pembayaran & Pengelolaan
Uang Rupiah
Kondisi Tenaga Kerja dan
Kesejahteraan
Prospek Perekonomian Daerah
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 85
2. Produktivitas Tenaga Kerja
Dari sisi produktivitas, tenaga kerja di Sulawesi Tenggara pada tahun 2016 secara riil (dengan
menggunakan harga konstan) dapat menghasilkan Rp63,7 juta per pekerja selama 1 tahun. Tingkat
produktivitas tersebut mengalami peningkatan yang cukup besar selama 10 tahun terakhir. Pada tahun
2006, produktivitas riil tenaga kerja di provinsi ini hanya sebesar Rp34,9 juta per pekerja. Peningkatan
produktivitas tertinggi terjadi pada tahun 2012 karena pertumbuhan ekonomi mencapai 11,7% namun
penduduk yang bekerja mengalami penurunan sebesar 4,9%. Meskipun demikian, sejak tahun 2013
produktivitas tenaga kerja menunjukkan perlambatan dan bahkan mengalami penurunan pada tahun
2016. Secara sektoral, produktivitas tertinggi terjadi pada sektor pertambangan sedangkan yang paling
rendah adalah pada sektor pertanian.
Sumber: BPS (Sakernas 2016), diolah
Sumber: BPS (Sakernas 2016), diolah
Grafik 5. Produktivitas Tenaga Kerja di Sultra Grafik 6. Produktivitas Tenaga Kerja Sektoral
3. Elastisitas Penyerapan Tenaga Kerja
Meskipun hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan pertumbuhan penduduk bekerja tidak terlalu
kuat bahkan cenderung negatif, namun secara level PDRB dengan jumlah penduduk bekerja masih
menunjukkan hubungan yang kuat. Dengan menggunakan metode regresi didapatkan elastisitas
penyerapan tenaga kerja terhadap output perekonomian yang dihasilkan. Elastisitas penyerapan tenaga
kerja di Sulawesi Tenggara mencapai 0,788. Dengan demikian setiap terjadi penambahan 1% PDRB
Sulawesi Tenggara akan direspon dengan penambahan tenaga kerja sebesar 0,79%. Kondisi tersebut,
jika dibandingkan dengan provinsi lainnya di Sulawesi relatif baik dan berada di posisi ke-2 setelah
Sulawesi Selatan. Meskipun demikian, jika dibandingkan dengan elastisitas agregat KTI, tingkat
penyerapan tenaga kerja di Sulawesi Tenggara tersebut masih lebih rendah. Secara sektoral, elastisitas
terbesar terjadi pada sektor pertanian dengan nilai sebesar 0,79. Selanjutnya diikuti oleh sektor
perdagangan hotel dan restoran, sektor jasa dan sektor industri. Sementara itu, elastisitas pada sektor
yang sangat berpengaruh terhadap PDRB yaitu sektor pertambangan justru paling rendah dengan nilai
sebesar 0,61.
-10,0%
-5,0%
0,0%
5,0%
10,0%
15,0%
20,0%
0,0
10,0
20,0
30,0
40,0
50,0
60,0
70,0
80,0
Produktivitas Perubahan Produktivitas (yoy)
Rp/pekerja %, yoy
38,5
598,3
53,4 80,5126,6
42,195,2
169,7
43,6
0,0
100,0
200,0
300,0
400,0
500,0
600,0
700,0
2010 2016
Rp juta/pekerja
Ekonomi Makro Regional
Keuangan Pemerintah
Perkembangan Inflasi Daerah
Stabilitas Keuangan Daerah
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2018 86
Sumber: BPS (Sakernas 2005- 2016), diolah
Sumber: BPS (Sakernas 2005-2016), diolah
Grafik 7. Perbandingan Elastisitas Penyerapan Pekerja Grafik 8 Elastisitas Penyerapan Pekerja Sektoral
0,774
0,784
0,789 0,788
0,781
0,786
0,7990,802
0,76
0,77
0,78
0,79
0,8
0,810,795
0,610
0,728
0,637
0,684
0,764
0,715
0,625
0,760
0,500
0,550
0,600
0,650
0,700
0,750
0,800
0,850
Sultra KTI
Sistem Pembayaran & Pengelolaan
Uang Rupiah
Kondisi Tenaga Kerja dan
Kesejahteraan
Prospek Perekonomian Daerah
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 87
PROSPEK PEREKONOMIAN
DAERAH
7
Ekonomi Makro Regional
Keuangan Pemerintah
Perkembangan Inflasi Daerah
Stabilitas Keuangan Daerah
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2018 88
7.1. PROSPEK PEREKONOMIAN GLOBAL DAN
NASIONAL
7.1.1. Prospek Perekonomian Global
Pertumbuhan ekonomi global pada tahun 2018
diperkirakan mengalami sedikit peningkatan, dengan
sumber pertumbuhan yang berasal dari negara
berkembang di tengah pemulihan ekonomi negara
maju yang terbatas. Proyeksi pertumbuhan yang
dirilis oleh IMF melalui World Economic Outlook
(WEO) Januari 2018 turut mendukung perkiraan
meningkatnya pertumbuhan ekonomi global pada
tahun 2018 dibanding tahun 2017. IMF
memperkirakan pertumbuhan ekonomi global tahun
2018 sebesar 3,9% atau sedikit meningkat dibanding
tahun 2017 sebesar 3,7%. Berlanjutnya perbaikan
ekonomi global ini terutama ditopang oleh
peningkatan kinerja ekonomi negara berkembang,
sementara negara maju diperkirakan relatif stagnan.
Perekonomian negara berkembang diperkirakan
tumbuh sebesar 4,9% pada tahun ini, lebih tinggi
daripada capaian tahun 2017 yang sebesar 4,7%.
Peningkatan tersebut didorong oleh beberapa faktor
antara lain pemulihan kondisi ekonomi sejumlah
negara eksportir komoditas, pertumbuhan yang
semakin kuat di India paskareformasi struktural, dan
perlambatan ekonomi Tiongkok yang lebih perlahan.
Namun masih terdapat beberapa tantangan pada
perekonomian negara berkembang tersebut, antara
lain tingkat utang yang tinggi di sejumlah negara,
prospek pertumbuhan jangka menengah yang
terbatas karena masalah struktural, gejolak domestik
dan politik, dan ketegangan geopolitik di sejumlah
negara. Akselerasi pertumbuhan kelompok negara
berkembang masih disumbang oleh negara ekonomi
utama yaitu Tiongkok dan India (dengan kontribusi
mencapai 40% terhadap total PDB negara
berkembang), sementara negara-negara dengan
skala ekonomi kecil diperkirakan mengalami
pelemahan ekonomi.
Di sisi lain, perekonomian negara maju diperkirakan
tumbuh sebesar 2,3% pada tahun 2018, relatif
stagnan dibandingkan tahun sebelumnya. Secara
spesifik, hanya perekonomian Amerika Serikat yang
diproyeksikan mengalami peningkatan dari 2,3%
pada tahun 2017 menjadi 2,7% pada tahun 2018.
Kondisi tersebut dipengaruhi oleh adanya pemulihan
pada akumulasi inventori, pertumbuhan konsumsi
yang solid, dan asumsi kebijakan fiskal yang
ekspansif. Di tengah antisipasi arah kebijakan
pemerintah yang terkadang diliputi ketidakpastian,
perbaikan di negara tersebut masih ditopang oleh
menguatnya keyakinan pada kondisi bisnis dan pasar
keuangan. Sementara itu, perekonomian negara
maju lainnya seperti Uni Eropa (kecuali Perancis),
Inggris dan Jepang justru mengalami perlambatan.
Outlook jangka menengah kawasan Eropa masih
belum stabil karena pertumbuhan potensialnya
tertahan oleh produktivitas yang lemah,
memburuknya kondisi demografis (aging
populations) di beberapa negara, serta masih
tingginya utang pemerintah dan swasta.
Meskipun perekonomian global diperkirakan
mengalami peningkatan, namun volume
perdagangan global pada tahun 2018 diperkirakan
mengalami sedikit perlambatan. World Trade Volume
Tabel 7.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Dunia
Sumber: BI, World Economic Outlook-IMF Januari 2018, Consesus Forecast
2017 2018 2017 2018 2017 2018
Dunia 3,2 3,7 3,9 3,8 3,8 3,6 3,6
Negara Maju 1,7 2,3 2,3 2,1 2,0 2,1 2,0
Amerika Serikat 1,5 2,3 2,7 2,2 2,4 2,2 2,2
Kawasan Eropa 1,8 2,4 2,2 2,2 1,8 2,2 1,9
Jepang 0,9 1,8 1,2 1,5 1,2 1,4 0,7
Negara Berkembang 4,3 4,7 4,9 5,2 5,3 4,6 4,8
Negara Berkembang Asia 6,4 6,5 6,5
Tiongkok 6,7 6,8 6,6 6,8 6,3 6,8 6,5
India 7,1 6,7 7,4 6,5 7,6 6,9 7,2
Volume Perdagangan Dunia 2,5 4,7 4,6
Negara Maju 2,6 4,1 4,3
Negara Berkembang 2,3 5,9 5,1
WEO IMF (Jan 2018) Consensus Forecast (Sep 2017) Bank Indonesia (Nov 2018)REGION 2016
Sistem Pembayaran & Pengelolaan
Uang Rupiah
Kondisi Tenaga Kerja dan
Kesejahteraan
Prospek Perekonomian Daerah
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 89
pada tahun 2018 diperkirakan hanya tumbuh sebesar
4,6%, lebih rendah daripada tahun 2017 yang dapat
tumbuh sebesar 4,7%. Perlambatan tersebut
terutama berasal dari perdagangan di negara
berkembang yang mengalami perlambatan dari
5,9% pada tahun 2017 menjadi hanya 5,1% pada
tahun 2018. Kondisi tersebut dipengaruhi oleh
perkiraan harga komoditas global yang mengalami
kontraksi.
Di tengah berlanjutnya momentum perbaikan
ekonomi global secara terbatas tersebut, terdapat
beberapa risiko yang perlu diwaspadai. Pertama
adalah normalisasi kebijakan moneter di negara maju
terutama adanya kenaikan suku bunga kebijakan
Amerika Serikat atau (FFR). Kedua
adalah adanya faktor geopolitik yang dapat
mengganggu perdagangan dan perekonomian
global. Ketiga adalah adanya kenaikan harga minyak
dunia.
7.1.2. Prospek Perekonomian Nasional
Pertumbuhan ekonomi nasional pada tahun 2018
diperkirakan meningkat dibandingkan tahun 2017.
Bank Indonesia memperkirakan perekonomian
nasional dapat tumbuh pada kisaran 5,1%-5,5%,
mengalami peningkatan dibandingkan realisasi tahun
2017 yang tumbuh sebesar 5,1%. Peningkatan
tersebut dipengaruhi oleh adanya stimulus fiskal,
penyelenggaraan Pilkada serentak dan pelaksanaan
ASIAN GAMES 2018. Selain itu, konsumsi swasta
diperkirakan masih tumbuh kuat, adanya perbaikan
investasi dan peningkatan konsumsi pemerintah,
ditambah dengan peningkatan ekspor.
Belanja Pemerintah dalam APBN 2018 adalah sebesar
Rp2.220,7 triliun atau meningkat 0,74%
dibandingkan dengan belanja APBN 2017 sebesar
Rp2.204,4 triliun. Beberapa poin penting dari
kebijakan fiskal Pemerintah Pusat yang tercermin dari
APBN 2018 antara lain:
a. Kenaikan anggaran sebesar 3,65% untuk
penanggulangan kemiskinan dan dukungan
masyarakat berpendapatan rendah. Kenaikan
anggaran pada fungsi tersebut lebih tinggi
daripada kenaikan anggaran untuk infrastruktur
yaitu sebesar 2,39%. Peningkatan belanja
bantuan sosial seperti pada PKH, Program
Indonesia Pintar, Jaminan Kesehatan Nasional,
Bantuan Pangan, Bidik Misi dan Dana Desa,
diharapkan dapat mendorong peningkatan daya
beli masyarakat serta pertumbuhan ekonomi
pada tahun 2018.
b. Anggaran subsidi energi tahun 2018 mencapai
Rp103,37 triliun atau meningkat sebesar
15,03% dibandingkan tahun 2017. Anggaran
subsidi tersebut terdiri dari subsidi bahan bakar
minyak (BBM) dan elpiji 3 kilogram sebesar
Rp51,13 triliun serta subsidi listrik sebesar
Rp52,23 triliun untuk pelanggan 450 VA dan
900 VA. Melihat kondisi tersebut, diperkirakan
Pemerintah belum akan melakukan peningkatan
harga BBM, tarif listrik maupun harga elpiji pada
tahun 2018.
Dari sisi kebijakan moneter, Bank Indonesia pada
awal tahun 2018 memutuskan untuk
mempertahankan suku bunga kebijakan (BI 7-day
Reverse Repo Rate) sebesar 4,25% untuk
mendukung pemulihan ekonomi domestik. Pada
tahun sebelumnya, Bank Indonesia telah
menurunkan suku bunga kebijakan pada bulan
Agustus dan September 2017 masing-masing
sebesar 25 bps. Mempertimbangkan dampak
kebijakan moneter yang membutuhkan waktu dalam
Tabel 7.2 Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBN
Sumber: Kementerian Keuangan
ASUMSI MAKRO APBN 2017 2018
Pertumbuhan Ekonomi (%, yoy) 5,1 5,4
Inflasi (%, yoy) 4 3,5
Nilai Tukar Rupiah (Rp/USD) 13300 13400
Tingkat Bunga SPN 3 Bulan Rata-Rata (%) 5,3 5,2
Harga Minyak Mentah Indonesia (USD/Barel) 45 48
Lifting Minyak Bumi (Ribu Barel/Hari) 815 800
Lifting Gas Bumi (Ribu Barel/Hari) 1150 1200
Ekonomi Makro Regional
Keuangan Pemerintah
Perkembangan Inflasi Daerah
Stabilitas Keuangan Daerah
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2018 90
proses transmisinya ke dalam perekonomian, maka
diharapkan pada tahun 2018 kebijakan moneter
tersebut dapat memberikan dampak pada
peningkatan pembiayaan dan kegiatan ekonomi
domestik.
Adapun inflasi nasional pada tahun 2018
diperkirakan berada pada kisaran sasaran sebesar
3,5%+1%, lebih rendah dibandingkan sasaran tahun
sebelumnya yang sebesar 4%+1%. Hal ini didukung
oleh semakin kuatnya koordinasi kebijakan
Pemerintah dan Bank Indonesia dalam mengatasi
risiko. Selain itu rencana Pemerintah untuk tidak
menaikkan harga BBM bersubsidi, tarif listrik dan
elpiji seiring dengan meningkatnya belanja subsidi
dalam APBN 2018 juga menjadi faktor yang menjaga
tekanan inflasi lebih rendah dibanding tahun 2017.
7.2. PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI
SULAWESI TENGGARA
7.2.1. Triwulan II 2018
Dengan didasarkan pada beberapa indikator
pendukung, hasil survei dan liaison, pertumbuhan
ekonomi Sulawesi Tenggara pada triwulan II 2018
diprakirakan berada pada kisaran 7,2% - 7,6% (yoy),
mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan
periode triwulan I 2018 yang diperkirakan akan
mengalami pertumbuhan sebesar 6,2% - 6,6% (yoy).
Perkiraan peningkatan yang terjadi pada triwulan II
2018 tersebut sesuai dengan arah perkiraan kegiatan
usaha yang diungkapkan oleh para pelaku
perekonomian terutama dari sisi konsumen dan dari
sisi pelaku usaha. Dari sisi konsumen berdasarkan
hasil Survei Konsumen yang dilakukan, Indeks
Perkiraan Kegiatan Usaha tercatat mengalami
peningkatan dari 150,7 untuk triwulan I 2018
menjadi 154,7 pada triwulan II 2018. Hal yang sama
juga diperkirakan oleh pelaku usaha. Hal ini tercermin
dari hasil liaison yang menunjukkan bahwa pelaku
usaha memperkirakan akan terdapat peningkatan
omset penjualan pada triwulan tersebut.
Dari sisi penawaran, peningkatan kinerja pada
periode tersebut diperkirakan berasal dari lapangan
usaha pertanian, lapangan usaha industri
pengolahan, lapangan usaha konstruksi dan
lapangan usaha perdagangan besar dan eceran.
Peningkatan kinerja pada lapangan usaha pertanian
diperkirakan terjadi pada usaha perkebunan yang
memasuki masa panen diiringi dengan kondisi cuaca
yang lebih kondusif dibandingkan tahun sebelumnya.
Meskipun demikian, untuk sub lapangan usaha
tanaman bahan makanan diperkirakan mengalami
perlambatan setelah masa panen raya berlangsung
pada bulan Februari dan Maret 2018. Selain itu,
penurunan produksi ikan pada triwulan II 2018 (biasa
terjadi pada musim angin timur yang menyebabkan
gelombang tinggi) diperkirakan tidak sebesar tahun
sebelumnya.
Peningkatan pada lapangan usaha industri
pengolahan juga turut menopang perekonomian
Sulawesi Tenggara pada periode tersebut. Akselerasi
yang terjadi disebabkan oleh sudah selesainya
pembangunan smelter pengolahan nikel dan juga
pemenuhan infrastruktur untuk pelaksanaan
operasional (seperti pelabuhan jetty dan PLTU)
sehingga diprediksi produksi feronikel akan
meningkat pada triwulan mendatang. Selain itu,
Sumber: SK KPw BI Sulawesi Tenggara, diolah Sumber: Liaison KPw BI Sultra, diolah
Grafik 7.1 Perkiraan Kegiatan Usaha dari Sisi Konsumen Grafik 7.2 Perkiraan Omzet Penjualan Korporasi
4,00
4,50
5,00
5,50
6,00
6,50
7,00
7,50
8,00
8,50
120,0
130,0
140,0
150,0
160,0
170,0
180,0
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2015 2016 2017 2018
Indeks Perkiraan Usaha (mov.2Q)
SBT %,yoy
-3,00
-2,00
-1,00
0,00
1,00
2,00
3,00
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2015 2016 2017 2018LS Penj. Domestik LS Penj. Ekspor
LS Ekspektasi Penjualan
skala likert
Sistem Pembayaran & Pengelolaan
Uang Rupiah
Kondisi Tenaga Kerja dan
Kesejahteraan
Prospek Perekonomian Daerah
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 91
lapangan usaha konstruksi juga masih terus
mengalami perbaikan. Hal ini didukung oleh faktor
cuaca yang relatif kondusif dibandingkan pada tahun
sebelumnya yang mengalami cuaca ekstrem. Mulai
berlangsungnya pembangunan proyek-proyek
pemerintah serta masih banyaknya pembangunan
fisik smelter oleh swasta diprediksi menjadi faktor
penyebab terjadinya peningkatan laju pertumbuhan
lapangan usaha ini.
Sementara itu, sektor pertambangan diperkirakan
akan mengalami perlambatan pada triwulan
mendatang. Tingginya based effect pada tahun
sebelumnya yang disebabkan oleh beberapa faktor
seperti tingginya permintaan bijih nikel seiring
dengan tingginya harga nikel olahan serta kebijakan
pemotongan kuota ekspor oleh Filipina pada tahun
2017 juga mendorong terjadinya perlambatan yang
terjadi pada lapangan usaha pertambangan.
Sedangkan dari sisi permintaan, peningkatan
perekonomian Sulawesi Tenggara pada triwulan II
2018 disumbangkan oleh peningkatan konsumsi
rumah tangga, konsumsi pemerintah dan investasi.
Sementara itu perlambatan ekspor diperkirakan
menahan laju peningkatan yang terjadi. Peningkatan
konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah
salah satunya dipengaruhi oleh penyelenggaraan
PILKADA serentak tahun 2018. Pada tahun ini
PILKADA yang dilakukan adalah untuk pemilihan
Gubernur Sulawesi Tenggara, Walikota Baubau,
Bupati Kolaka dan Bupati Konawe. Selain itu, pada
periode tersebut juga berlangsung bulan Ramadhan
dan Hari Raya Idul Fitri yang mendorong konsumsi
rumah tangga.
7.2.2. Tahun 2018
Berdasarkan beberapa indikator pendukung, hasil
survei dan liaison, pertumbuhan ekonomi Sulawesi
Tabel 7.3 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penawaran
Sumber: BPS, Perhitungan Staf BI
Tabel 7.4 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Permintaan
Sumber: BPS, Perhitungan Staf BI
I II III IV IP
IIP
Pertanian, Kehutanan, dan
Perikanan
4,80 6,40 5,55 6,27 5,21-5,61 6,02-6,42 5,76 5,64-6,04
Pertambangan dan Penggalian 16,30 11,56 15,84 9,02 12,92-13,32 10,00-10,40 13,00 10,20-10,60
Industri Pengolahan 7,38 8,83 4,31 5,18 7,80-8,20 8,80-9,20 6,38 9,74-10,14
Pengadaan Listrik, Gas 3,03 4,59 7,83 8,23 5,69-6,09 5,30-5,70 5,92 5,65-6,05
Pengadaan Air 0,04 3,58 (3,25) 0,35 2,80-3,20 2,75-3,15 0,12 2,63-3,03
Konstruksi 10,40 2,07 0,05 1,67 1,10-1,50 6,05-6,45 3,16 5,75-6,15
Perdagangan Besar dan Eceran 5,90 8,43 4,76 8,15 4,72-5,12 4,90-5,30 6,80 6,24-6,64
Transportasi dan Pergudangan 9,85 9,96 3,69 6,03 9,26-9,66 12,11-12,51 7,24 10,24-10,64
Penyediaan Akomodasi & Konsumsi 5,69 5,22 7,54 6,12 8,69-9,09 11,30-11,70 6,16 8,79-9,19
Informasi dan Komunikasi 9,40 9,79 8,56 6,16 9,45-9,85 13,40-13,80 8,43 10,47-10,87
Jasa Keuangan 5,77 3,96 3,83 4,61 4,46-4,86 7,12-7,52 4,53 5,95-6,35
Real Estate 1,46 4,66 9,80 1,06 2,49-2,89 5,17-5,57 4,17 2,63-3,03
Jasa Perusahaan 3,87 6,57 6,79 6,59 0,76-1,16 4,80-5,20 5,98 4,94-5,34
Administrasi Pemerintahan 0,34 1,12 7,03 7,76 2,42-2,82 3,60-4,00 4,10 2,86-3,26
Jasa Pendidikan 1,78 2,47 3,60 4,24 1,09-1,49 3,80-4,20 3,03 1,95-2,35
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1,67 6,35 2,58 3,12 3,21-3,61 9,79-10,19 3,41 5,01-5,41
Jasa Lainnya 1,97 0,56 4,23 4,12 1,23-1,63 5,87-6,27 2,74 1,90-2,30
PDRB 7,80 6,87 6,56 6,12 6,22 - 6,62 7,21 - 7,61 6,81 6,87 - 7,27
2018P
2018Lapangan Usaha
20172017
I II III IV IP
IIP
Konsumsi Rumah Tangga 5,87 6,56 5,67 5,66 5,32-5,72 6,41-6,81 5,94 5,72-6,12
Konsumsi Pemerintah 8,11 2,07 7,82 6,40 5,01-5,41 5,80-6,20 5,98 8,40-8,80
PMTB 13,64 7,52 8,68 6,38 14,30-14,70 15,01-15,41 8,87 10,36-10,76
Eksport Luar Negeri 104,8 50,3 88,4 22,8 73,80-74,20 62,80-63,20 56,3 48,10-48,50
Import Luar Negeri 97,5 30,8 71,8 48,6 33,00-33,40 25,20-25,60 59,0 18,10-18,50
PDRB 7,80 6,87 6,56 6,12 6,22 - 6,62 7,21 - 7,61 6,8 6,87 - 7,27
20182017 2018
PKomponen2017
Ekonomi Makro Regional
Keuangan Pemerintah
Perkembangan Inflasi Daerah
Stabilitas Keuangan Daerah
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2018 92
Tenggara pada tahun 2018 diprakirakan berada pada
kisaran 6,9% - 7,3% (yoy) mengalami akselerasi jika
dibandingkan dengan pertumbuhan tahun 2017
yang sebesar 6,8% (yoy). Perkembangan
perekonomian di Sultra tersebut searah dengan
prakiraan perekonomian Indonesia dan dunia yang
juga diperkirakan mengalami peningkatan. Kinerja
lapangan usaha pertanian, pertambangan dan
industri pengolahan yang masih mendominasi
perekonomian Sultra secara signifikan dipengaruhi
oleh kondisi ekonomi global.
Beberapa asumsi yang menjadi pendorong
perekonomian Sulawesi Tenggara tahun 2018 adalah
(1) peningkatan kinerja lapangan usaha utama, (2)
peningkatan konsumsi rumah tangga, (3)
peningkatan realisasi investasi, dan (4) meningkatnya
ekspor komoditas utama.
Peningkatan kinerja lapangan usaha
Pada tahun 2018 mendatang kinerja lapangan usaha
utama yang diperkirakan mengalami peningkatan
diantaranya yaitu lapangan usaha industri
pengolahan, konstruksi dan perdagangan besar. Dari
sisi lapangan usaha industri pengolahan,
peningkatan kinerja dipengaruhi oleh dua faktor,
yaitu adanya beberapa perusahaan pengolah nikel
(smelter) yang sudah beroperasi penuh di tahun 2018
dan faktor permintaan nikel olahan seperti feronikel
dan Nickel Pig Iron (NPI) dunia yang diperkirakan
meningkat. Dari data Dinas ESDM Provinsi Sulawesi
Tenggara, minimal terdapat 2 perusahaan pengolah
nikel yang sudah beroperasi penuh dan telah
melakukan ekspor pada awal tahun 2018. Bahkan
diperkirakan dengan adanya tambahan dana dari
penjualan bijih nikel kadar rendah, beberapa
perusahaan yang sedang membangun smelter nikel
dapat lebih cepat menyelesaikan proyek
pembangunannya dan dapat segera beroperasi.
Dari lapangan usaha konstruksi, peningkatan yang
terjadi didorong oleh adanya proyek-proyek
infrastruktur pemerintah pusat yang ada di Sulawesi
Tenggara. Beberapa proyek yang masih berlangsung
dan porsi pengerjaan konstruksinya lebih banyak di
tahun 2018 antara lain pembangunan Bendungan
Ladongi, Jembatan Teluk Kendari, New Port Kendari
dan beberapa proyek terkait dengan pembangunan
pembangkit listrik. Selain itu, peningkatan konstruksi
juga didukung oleh peningkatan investasi
PMA/PMDN, terutama untuk membangun smelter
pengolahan nikel. Dari data BCI Asia, pada tahun
2018 minimal terdapat pembangunan proyek di
Sulawesi Tenggara senilai Rp1,7 triliun baik dari
sektor pemerintah maupun sektor swasta.
Dari sisi lapangan usaha perdagangan besar dan
eceran, peningkatan kinerja yang terjadi pada tahun
2018 didorong oleh meningkatnya perdagangan luar
negeri dan penghasilan rumah tangga. Perdagangan
luar negeri yang meningkat lebih banyak didorong
oleh peningkatan ekspor nikel olahan dan ore nickel.
Pada akhir Oktober 2017, Kementerian ESDM telah
mengeluarkan tambahan kuota ekspor bijih nikel
kadar rendah sebesar 4 juta ton untuk 2 perusahaan
di Sulawesi Tenggara. Kuota tersebut berlaku selama
12 bulan ke depan. Dengan demikian, secara total
sudah terdapat 9 juta ton kuota ekspor bijih nikel
Sumber: IMF World Economic Outlook (WEO) October 2017 Sumber: World Bank Commodity Forecast Price October 2017
Grafik 7.3 Perkiraan Perekonomian Dunia Grafik 7.4 Perkiraan Harga Nickel dan Kakao
5,00
6,00
7,00
8,00
2
2,5
3
3,5
4
4,5
5
5,5
2014 2015 2016 2017 2018
Indonesia Dunia Sultra (sb. Kanan)
%, yoy %, yoy
1
1,5
2
2,5
3
3,5
8.000
10.000
12.000
14.000
16.000
18.000
2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
Nickel Cocoa (sb.kanan)
$/kg $/kg
Sistem Pembayaran & Pengelolaan
Uang Rupiah
Kondisi Tenaga Kerja dan
Kesejahteraan
Prospek Perekonomian Daerah
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 93
kadar rendah untuk 4 perusahaan pertambangan dan
smelter yang ada di Sulawesi Tenggara.
Peningkatan konsumsi rumah tangga
Peningkatan kinerja beberapa lapangan usaha di
Sulawesi Tenggara pada tahun 2018 diperkirakan
dapat meningkatkan tingkat penghasilan rumah
tangga. Selain itu, pada tahun tersebut terjadi
peningkatan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar
8,71%, lebih tinggi dibandingkan dengan
peningkatan tahun sebelumnya yang hanya sebesar
8,25%. UMP Sulawesi Tenggara mencapai
Rp2.177.053 pada tahun 2018, lebih tinggi dari UMP
tahun 2017 yang hanya sebesar Rp2.002.625.
Selain itu, jumlah penduduk usia produktif (antara 15
s.d 65 tahun) juga diperkirakan akan meningkat di
tahun 2018 sebesar 2,26%. Selain itu, persentase
penduduk yang masuk dalam usia produktif juga
semakin meningkat dibandingkan dengan tahun-
tahun sebelumnya. Hal ini diperkirakan dapat
mendorong peningkatan jumlah masyarakat
berpenghasilan menengah (middle income group)
yang menopang konsumsi domestik.
Peningkatan investasi
Pada tahun 2018 mendatang terdapat peningkatan
investasi terutama dari PMA/PMDN. Informasi dari
Dinas Penanaman Modal Sulawesi Tenggara, target
realisasi investasi pada tahun mendatang meningkat
dari Rp10 triliun menjadi Rp15 triliun. Peningkatan
tersebut sebagian besar terjadi pada lapangan usaha
industri pengolahan khususnya yang berkaitan
dengan industri pengolahan nikel. Selain itu, terdapat
pula beberapa minat investasi pada lapangan usaha
perkebunan, tambak ikan budidaya dan industri gula.
Selain dari sektor swasta, proyek-proyek pemerintah
yang bersumber dari APBN diperkirakan masih tetap
berlangsung dan meningkat pada tahun 2018.
Peningkatan ekspor luar negeri
Sejalan dengan adanya peningkatan perekonomian
global dan negara mitra dagang, ekspor Sultra pada
tahun 2018 diperkirakan tumbuh positif. Ekspor nikel
olahan seperti feronikel dan NPI (Nikel Pig Iron)
diperkirakan akan meningkat seiring dengan adanya
peningkatan permintaan dari negara Tiongkok, Eropa
maupun negara Asia lainya seperti Jepang dan Korea
Selatan. Selain itu, dengan adanya tambahan kuota
ekspor bijih nikel kadar rendah, ekspor komoditas
tersebut diperkirakan akan meningkat.
7.3. PROSPEK INFLASI SULAWESI TENGGARA
7.3.1. Triwulan II 2018
Tekanan inflasi Sulawesi Tenggara pada triwulan II
2018 mendatang diperkirakan akan berada pada
tekanan yang lebih rendah dibandingkan dengan
perkiraan inflasi pada akhir triwulan I 2018. Inflasi
pada akhir triwulan I 2018 diperkirakan berada pada
kisaran 3,0% - 4,0% (yoy), sementara inflasi pada
triwulan II 2018 diperkirakan hanya sebesar 1,0% -
1,4% (yoy). Penurunan tersebut terjadi karena relatif
tingginya base IHK pada periode yang sama pada
tahun 2017. Kondisi cuaca pada triwulan II 2018
diperkirakan lebih kondusif daripada tahun
sebelumnya sehingga tidak memberikan tekanan
yang besar pada produksi sayuran dan ikan tangkap.
Sumber: World Bank Commodity Forecast Price October 2017 Sumber: BPS, diolah
Grafik 7.5 Proyeksi Harga Minyak Dunia Grafik 7.6 Proyeksi Pertumbuhan Penduduk
0
20
40
60
80
100
120
2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
$/bbl
60,5
61,0
61,5
62,0
62,5
63,0
63,5
0,00
0,50
1,00
1,50
2,00
2,50
3,00
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
Pangsa Usia Produktif (sb.kanan)
Total
Produktif
%, yoy % share
Ekonomi Makro Regional
Keuangan Pemerintah
Perkembangan Inflasi Daerah
Stabilitas Keuangan Daerah
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA FEBRUARI 2018 94
Penurunan juga dipengaruhi oleh tidak adanya
kebijakan pemerintah dalam penyesuaian harga BBM
bersubsidi, tarif listrik maupun elpiji 3 kg. Meskipun
demikian, masih terdapat beberapa faktor yang
memberi sumbangan terhadap tekanan inflasi
terutama karena adanya bulan Ramadhan dan Hari
Raya Idul Fitri. Tekanan inflasi pada perayaan
keagamaan tersebut secara signifikan memberikan
dampak pada capaian inflasi di Sulawesi Tenggara.
7.3.2. Tahun 2018
Tekanan inflasi Sulawesi Tenggara pada tahun 2018
mendatang diperkirakan berada pada sasaran inflasi
nasional yaitu sebesar 3,5% + 1%. Pada tahun
tersebut, inflasi Sulawesi Tenggara diperkirakan
berada pada kisaran 3,0% - 3,4% (yoy), relatif
meningkat dibandingkan inflasi tahun 2017 yang
hanya sebesar 2,97% (yoy). Peningkatan tekanan
inflasi pada tahun tersebut didorong oleh
peningkatan tekanan inflasi inti dan administered
prices. Sementara itu, tekanan volatile foods relatif
berkurang dengan peningkatan produksi seiring
dengan bertambahnya luas lahan, pengembangan
urban farming, dan bertambahnya kapal penangkap
ikan.
DAFTAR ISTILAH
TIM PENYUSUN
PENANGGUNG JAWAB
KOORDINATOR PENYUSUN
TIM PENULIS
KONTRIBUTOR
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA SULAWESI TENGGARA
TIM PENYUSUN