KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916...

134

Transcript of KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916...

Page 1: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,
Page 2: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

KAJIAN EKONOMI DANKEUANGAN REGIONALPROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

Februari2017

pegunungan flores

Page 3: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur

di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi

kebijakan moneter. Secara triwulanan KPw BI Provinsi NTT melakukan pengkajian dan penelitian terhadap

perkembangan perekonomian daerah sebagai masukan kepada Kantor Pusat Bank Indonesia dalam kaitan perumusan

kebijakan moneter tersebut. Selain itu kajian/analisis ini dimaksudkan untuk memberikan informasi yang diharapkan

dapat bermanfaat bagi eksternal stakeholder setempat, yaitu Pemda, DPRD, akademisi, masyarakat serta stakeholder

lainnya.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Nusa Tenggara Timur ini mencakup Ekonomi Makro Regional,

Perkembangan Inflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, Keuangan Pemerintah, Kesejahteraan serta

Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang. Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari

internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi terkait.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan kajian ini masih terdapat kekurangan, oleh karena itu kami mengharapkan

masukan dari semua pihak untuk meningkatkan kualitas isi dan penyajian laporan. Akhirnya kami mengucapkan terima

kasih kepada semua pihak yang telah membantu, baik dalam bentuk penyampaian data maupun dalam bentuk saran,

kritik, dan masukan sehingga kajian ini dapat diselesaikan. Kami mengharapkan kerjasama yang telah terjalin dengan

baik selama ini, kiranya dapat terus berlanjut di masa yang akan datang.

Kata Pengantar

Kupang, Februari 2017

Kepala Perwakilan Bank Indonesia

Provinsi Nusa Tenggara Timur

Naek Tigor Sinaga

Deputi Direktur

iii

Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi

Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi

KPW BI Provinsi NTT

Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT

[0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103

www.bi.go.id

ii

Page 4: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur

di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi

kebijakan moneter. Secara triwulanan KPw BI Provinsi NTT melakukan pengkajian dan penelitian terhadap

perkembangan perekonomian daerah sebagai masukan kepada Kantor Pusat Bank Indonesia dalam kaitan perumusan

kebijakan moneter tersebut. Selain itu kajian/analisis ini dimaksudkan untuk memberikan informasi yang diharapkan

dapat bermanfaat bagi eksternal stakeholder setempat, yaitu Pemda, DPRD, akademisi, masyarakat serta stakeholder

lainnya.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Nusa Tenggara Timur ini mencakup Ekonomi Makro Regional,

Perkembangan Inflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, Keuangan Pemerintah, Kesejahteraan serta

Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang. Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari

internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi terkait.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan kajian ini masih terdapat kekurangan, oleh karena itu kami mengharapkan

masukan dari semua pihak untuk meningkatkan kualitas isi dan penyajian laporan. Akhirnya kami mengucapkan terima

kasih kepada semua pihak yang telah membantu, baik dalam bentuk penyampaian data maupun dalam bentuk saran,

kritik, dan masukan sehingga kajian ini dapat diselesaikan. Kami mengharapkan kerjasama yang telah terjalin dengan

baik selama ini, kiranya dapat terus berlanjut di masa yang akan datang.

Kata Pengantar

Kupang, Februari 2017

Kepala Perwakilan Bank Indonesia

Provinsi Nusa Tenggara Timur

Naek Tigor Sinaga

Deputi Direktur

iii

Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi

Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan

KPW BI Provinsi NTT

Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT

[0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103

www.bi.go.id

ii

Page 5: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Halaman Judul

Kata Pengantar

Daftar Isi

Daftar Grafik

Daftar Tabel

Daftar Gambar

Ringkasan Umum

Tabel Indikator Ekonomi Terpilih Provinsi Nusa Tenggara Timur

BAB I EKONOMI MAKRO REGIONAL

1.1 Kondisi Umum

1.1.1. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi NTT Tahun 2016

1.1.2. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi NTT Triwulan-IV 2016

1.2 Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaan

1.2.1. Konsumsi

1.2.2. Pembentukan Modal Tetap Bruto/Investasi

1.2.3. Ekspor dan Impor

1.2.3.1 Ekspor dan Impor Antar Daerah

1.2.3.2 Ekspor dan Impor Luar Negeri

1.3 Perkembangan Ekonomi Sisi Sektoral

1.3.1. Sektor Pertanian, Kehutanan & Perikanan

1.3.2. Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial

1.3.3. Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Motor

1.3.4. Sektor Konstruksi

1.3.5. Sektor-Sektor Lainnya

BOKS 1. Karakter Ekonomi Provinsi NTT dan Kontribusi Terhadap Perekonomian Indonesia

BOKS 2. Kajian Growth Diagnostic Provinsi NTT

BOKS 3. Distribusi Bahan Bakar Minyak di Provinsi NTT

BOKS 4. Kondisi Konektivitas Transportasi Laut Barang di Provinsi NTT

BAB II KEUANGAN DAERAH

2.1 Kondisi Umum

2.2 Pendapatan Daerah

2.3 Belanja Daerah

i

iii

v

viii

xiii

xiv

xvii

xxi

1

1

1

1

2

3

7

9

9

9

10

11

13

14

16

16

20

24

27

30

35

35

35

37

Daftar Isi

vFebruari 2017

Page 6: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Halaman Judul

Kata Pengantar

Daftar Isi

Daftar Grafik

Daftar Tabel

Daftar Gambar

Ringkasan Umum

Tabel Indikator Ekonomi Terpilih Provinsi Nusa Tenggara Timur

BAB I EKONOMI MAKRO REGIONAL

1.1 Kondisi Umum

1.1.1. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi NTT Tahun 2016

1.1.2. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi NTT Triwulan-IV 2016

1.2 Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaan

1.2.1. Konsumsi

1.2.2. Pembentukan Modal Tetap Bruto/Investasi

1.2.3. Ekspor dan Impor

1.2.3.1 Ekspor dan Impor Antar Daerah

1.2.3.2 Ekspor dan Impor Luar Negeri

1.3 Perkembangan Ekonomi Sisi Sektoral

1.3.1. Sektor Pertanian, Kehutanan & Perikanan

1.3.2. Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial

1.3.3. Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Motor

1.3.4. Sektor Konstruksi

1.3.5. Sektor-Sektor Lainnya

BOKS 1. Karakter Ekonomi Provinsi NTT dan Kontribusi Terhadap Perekonomian Indonesia

BOKS 2. Kajian Growth Diagnostic Provinsi NTT

BOKS 3. Distribusi Bahan Bakar Minyak di Provinsi NTT

BOKS 4. Kondisi Konektivitas Transportasi Laut Barang di Provinsi NTT

BAB II KEUANGAN DAERAH

2.1 Kondisi Umum

2.2 Pendapatan Daerah

2.3 Belanja Daerah

i

iii

v

viii

xiii

xiv

xvii

xxi

1

1

1

1

2

3

7

9

9

9

10

11

13

14

16

16

20

24

27

30

35

35

35

37

Daftar Isi

vFebruari 2017

Page 7: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Daftar Isi2.3.1. Belanja APBN

2.3.2. Belanja Pemerintah provinsi NTT

2.3.3. Belanja Pemerintah Kabupaten/Kota

2.4 Dana Pemerintah di Perbankan

BAB III PERKEMBANGAN INFLASI

3.1. Kondisi Umum

3.1.1. Inflasi Bulanan

3.2. Inflasi Berdasarkan Komoditas

3.2.1. Bahan Makanan

3.2.2. Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan

3.2.3. Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau

3.2.4. Komoditas Lainnya

3.3. Disagregasi Inflasi NTT

3.3.1 Volatile foods

3.3.2 Administered prices

3.3.3 Inflasi Inti (Core)

3.4. Inflasi NTT Berdasarkan Kota

3.4.1 Inflasi Kota Kupang

3.4.2 Inflasi Kota Maumere

3.5. Proyeksi Inflasi Provinsi NTT Triwulan I-2017

3.6. Aktivitas Pengendalian Inflasi oleh TPID

BOKS 5. Komoditas Utama Penyumbang Inflasi NTT dalam 6 Tahun Terakhir

BOKS 6. Pola Perdagangan Antar Wilayah di Provinsi NTT

BAB IV STABILITAS KEUANGAN DAERAH

4.1. Kondisi Umum

4.2. Asesmen Kebutuhan Rumah Tangga

4.2.1. Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga

4.2.2. Eksposur Rumah Tangga di Perbankan

4.3. Perkembangan Akses Keuangan dan UMKM

4.3.1. Kondisi Saat Ini dan Prospek Usaha

4.3.2. Perkembangan Penyaluran Kredit UMKM

4.3.3. Perkembangan Risiko Kredit UMKM

4.4. Asesmen Ketahanan Korporasi

Daftar Isi

viivi Februari 2017Februari 2017

4.4.1. Eksposur Perbankan Pada Sektor Korporasi

4.5. Asesmen Perbankan

4.5.1. Kinerja Bank Umum

4.5.2 Kinerja Bank Perkreditan Rakyat

BOKS 7.Penyusunan Regional Finance Accounts Provinsi NTT

BAB V PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH

5.1. Kondisi Umum

5.2. Transaksi Pembayaran Tunai

5.2.1. Aliran Uang Masuk (Inflow) dan Aliran Uang Keluar (Outflow)

5.2.2. Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE)

5.2.3. Perkembangan Uang Palsu (UPAL)

5.2.4. Penerbitan Uang NKRI Tahun Emisi 2016

5.3. Transaksi Pembayaran Non Tunai

5.3.1. Transaksi Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI)

5.4. Perkembangan Layanan Keuangan Digital

BAB VI KESEJAHTERAAN DAN KETENAGAKERJAAN

6.1 Kondisi Umum

6.2. Kondisi Kesejahteraan

6.2.1 Perkembangan Tingkat Kemiskinan

6.2.2 Perkembangan Nilai Tukar Petani

6.2.3 Survei Konsumen (SK) dan Indeks Tendensi Kosumen (ITK)

6.3. Kondisi Ketenagakerjaan

6.3.1 Kondisi Ketenagakerjaan Secara Umum

6.3.2 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Manufaktur Besar & Sedang

6.3.3 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU)

BAB VI PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH

7.1 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi NTT

7.1.1 Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan II 2017

7.1.1.1 Pertumbuhan Sisi Penggunaan

7.1.1.2 Pertumbuhan Sisi Sektoral

7.1.2 Pertumbuhan Ekonomi NTT Tahun 2017

7.2 Inflasi

7.2.1 Inflasi Triwulan-II Tahun 2017

7.2.2 Inflasi Tahun 2017

BOKS 8. Perhitungan Potensi Inflasi

39

39

40

41

43

43

47

48

45

50

50

51

51

52

52

52

53

53

54

55

56

59

62

69

69

69

69

70

73

73

73

74

75

75

76

76

77

78

85

85

86

86

86

87

88

88

88

89

93

93

93

93

95

96

96

96

97

97

101

101

101

101

102

103

103

103

104

105

Page 8: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Daftar Isi2.3.1. Belanja APBN

2.3.2. Belanja Pemerintah provinsi NTT

2.3.3. Belanja Pemerintah Kabupaten/Kota

2.4 Dana Pemerintah di Perbankan

BAB III PERKEMBANGAN INFLASI

3.1. Kondisi Umum

3.1.1. Inflasi Bulanan

3.2. Inflasi Berdasarkan Komoditas

3.2.1. Bahan Makanan

3.2.2. Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan

3.2.3. Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau

3.2.4. Komoditas Lainnya

3.3. Disagregasi Inflasi NTT

3.3.1 Volatile foods

3.3.2 Administered prices

3.3.3 Inflasi Inti (Core)

3.4. Inflasi NTT Berdasarkan Kota

3.4.1 Inflasi Kota Kupang

3.4.2 Inflasi Kota Maumere

3.5. Proyeksi Inflasi Provinsi NTT Triwulan I-2017

3.6. Aktivitas Pengendalian Inflasi oleh TPID

BOKS 5. Komoditas Utama Penyumbang Inflasi NTT dalam 6 Tahun Terakhir

BOKS 6. Pola Perdagangan Antar Wilayah di Provinsi NTT

BAB IV STABILITAS KEUANGAN DAERAH

4.1. Kondisi Umum

4.2. Asesmen Kebutuhan Rumah Tangga

4.2.1. Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga

4.2.2. Eksposur Rumah Tangga di Perbankan

4.3. Perkembangan Akses Keuangan dan UMKM

4.3.1. Kondisi Saat Ini dan Prospek Usaha

4.3.2. Perkembangan Penyaluran Kredit UMKM

4.3.3. Perkembangan Risiko Kredit UMKM

4.4. Asesmen Ketahanan Korporasi

Daftar Isi

viivi Februari 2017Februari 2017

4.4.1. Eksposur Perbankan Pada Sektor Korporasi

4.5. Asesmen Perbankan

4.5.1. Kinerja Bank Umum

4.5.2 Kinerja Bank Perkreditan Rakyat

BOKS 7.Penyusunan Regional Finance Accounts Provinsi NTT

BAB V PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH

5.1. Kondisi Umum

5.2. Transaksi Pembayaran Tunai

5.2.1. Aliran Uang Masuk (Inflow) dan Aliran Uang Keluar (Outflow)

5.2.2. Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE)

5.2.3. Perkembangan Uang Palsu (UPAL)

5.2.4. Penerbitan Uang NKRI Tahun Emisi 2016

5.3. Transaksi Pembayaran Non Tunai

5.3.1. Transaksi Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI)

5.4. Perkembangan Layanan Keuangan Digital

BAB VI KESEJAHTERAAN DAN KETENAGAKERJAAN

6.1 Kondisi Umum

6.2. Kondisi Kesejahteraan

6.2.1 Perkembangan Tingkat Kemiskinan

6.2.2 Perkembangan Nilai Tukar Petani

6.2.3 Survei Konsumen (SK) dan Indeks Tendensi Kosumen (ITK)

6.3. Kondisi Ketenagakerjaan

6.3.1 Kondisi Ketenagakerjaan Secara Umum

6.3.2 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Manufaktur Besar & Sedang

6.3.3 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU)

BAB VI PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH

7.1 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi NTT

7.1.1 Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan II 2017

7.1.1.1 Pertumbuhan Sisi Penggunaan

7.1.1.2 Pertumbuhan Sisi Sektoral

7.1.2 Pertumbuhan Ekonomi NTT Tahun 2017

7.2 Inflasi

7.2.1 Inflasi Triwulan-II Tahun 2017

7.2.2 Inflasi Tahun 2017

BOKS 8. Perhitungan Potensi Inflasi

39

39

40

41

43

43

47

48

45

50

50

51

51

52

52

52

53

53

54

55

56

59

62

69

69

69

69

70

73

73

73

74

75

75

76

76

77

78

85

85

86

86

86

87

88

88

88

89

93

93

93

93

95

96

96

96

97

97

101

101

101

101

102

103

103

103

104

105

Page 9: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

1.34 Perkembangan Penumpang Bandara

Grafik 1.35 Perkembangan NTB Perbankan

Grafik Boks 1.1. Rangking PDRB dan Jumlah Penduduk 34 Provinsi Indonesia

Grafik Boks 1.2. Rangking PDRB Perkapita dan Pertumbuhan Ekonomi 34 Provinsi di Indonesia

Grafik Boks 1.3. Struktur Ekonomi Provinsi NTT Berdasarkan Sektoral

Grafik Boks 1.4. Struktur Ekonomi Provinsi NTT Berdasarkan Penggunaan

Grafik Boks 1.5. Andil Pertumbuhan Ekonomi Sektoral di Provinsi NTT

Grafik Boks 1.6. Andil Pertumbuhan Ekonomi Penggunaan di Provinsi NTT

Grafik Boks 1.7. Rangking PDRB dan Jumlah Penduduk 22 Kab/Kota di NTT

Grafik Boks 1.8. Rangking PDRB Perkapita dan Pertumbuhan Ekonomi 22 Kab/Kota di NTT

Grafik Boks 2.1. Kondisi Pendidikan Angkatan Kerja

Grafik Boks 2.2. Angka Partisipasi Sekolah Provinsi NTT

Grafik Boks 3.1. Penyaluran BBM di Provinsi NTT

Grafik Boks 3.2. Pangsa Penyaluran BBM di Provinsi NTT

Grafik Boks 3.3. Rasio Penyaluran BBM dengan PDRB Sektor Transportasi dan Komunikasi

Grafik Boks 3.4. Rasio Penggunaan BBM Berdasarkan Rumah Tangga dan Kendaraan

Grafik Boks 4.1. Arus Barang Berdasarkan Perdagangan dan Distribusi di Pelabuhan Tenau

Grafik Boks 4.2. Arus Barang Berdasarkan Perdagangan dan Distribusi di Pelabuhan NTT

Grafik Boks 4.3. Kapasitas Muatan Sapi Per Tahun

Grafik 2.1 Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT

Grafik 2.2 Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan APBN

Grafik 2.3 Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan APBD Provinsi/Kab-Kota

Grafik 2.4 Realisasi Pendapatan Pemerintah Kabupaten/Kota dan Komponennya Triwulan-IV 2016

Grafik 2.5 Pangsa Belanja Kabupaten/ Kota

Grafik 2.6 Perkembangan Realisasi Belanja Daerah

Grafik 2.7 Perkembangan Realisasi Belanja Modal

Grafik 2.8 Pertumbuhan Realisasi Belanja (% yoy)

Grafik 2.9 Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kab/Kota di NTT

Grafik 2.10 Pangsa Realisasi Belanja Konsumsi APBN Pemerintah dan APBD

Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya Pemerintah Provinsi, dan Kab/Kota di NTT

Grafik 2.11 Dana Pihak Ketiga Pemerintah di Perbankan NTT

Grafik 3.1 Inflasi Tahunan Provinsi NTT dan Nasional 2001-2016

Grafik 3.2 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Sepanjang 2016 di NTT

Grafik 3.3 Inflasi Tahunan Provinsi NTT dan Nasional Secara Triwulanan

17

18

20

20

21

21

22

22

22

22

25

25

27

27

28

29

31

31

32

35

36

36

36

37

38

38

38

38

39

40

41

45

45

46

Daftar Grafik Grafik 1.1 PDRB (ADHB) & Pertumbuhan PDRB Tahunan Provinsi NTT dibandingkan Nasional

Grafik 1.2 PDRB & Pertumbuhan PDRB Tahunan Beberapa Provinsi di Indonesia

Grafik 1.3 PDRB (ADHB) & Pertumbuhan PDRB Provinsi NTT dibanding Nasional Triwulanan (%yoy)

Grafik 1.4 PDRB & Pertumbuhan PDRB Triwulanan NTT, Bali dan Nasional (% yoy)

Grafik 1.5 Survei Konsumen

Grafik 1.6 Survei Penjualan Eceran

Grafik 1.7 Indeks Tendensi Konsumen

Grafik 1.8 Indeks Kegiatan Dunia Usaha

Grafik 1.9 Perkembangan Konsumsi BBM

Grafik 1.10 Perkembangan Konsumsi Listrik Rumah Tangga

Grafik 1.11 Penyaluran Kredit Konsumsi

Grafik 1.12 Perkembangan Survei Konsumen

Grafik 1.13 Perkembangan Survei Penjualan Eceran

Grafik 1.14 Proyeksi Indeks Tendensi Konsumen

Grafik 1.15 Perkembangan Realisasi Investasi di Provinsi NTT

Grafik 1.16 Realisasi Konsumsi Semen di Provinsi NTT

Grafik 1.17 Perkembangan Peti Kemas

Grafik 1.18 Aktivitas Bongkar Muat

Grafik 1.19 Perkembangan Ekspor dan Impor

Grafik 1.20 Negara Tujuan Ekspor

Grafik 1.21 Perkembangan Nilai Tukar Petani

Grafik 1.22 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau

Grafik 1.23 Perkembangan Kredit Pertanian

Grafik 1.24 Perkembangan SKDU Pertanian

Grafik 1.25 Proyeksi SKDU Pertanian

Grafik 1.26 Realisasi Belanja Konsumsi Pemerintah Tahun 2016

Grafik 1.27 Realisasi Belanja Konsumsi Pemerintah Triwulan IV-2016

Grafik 1.28 Perkembangan Simpanan Pemerintah di Perbankan

Grafik 1.29 Perkembangan SKDU Sektor Perdagangan

Grafik 1.30 Perkembangan Survei Konsumen

Grafik 1.31 Perkembangan Kredit Sektor Perdagangan

Grafik 1.32 Proyeksi SKDU Perdagangan

Grafik 1.33 Perkembangan Tamu Hotel

1

1

2

2

4

4

5

5

5

5

5

6

6

7

8

8

9

9

10

10

12

12

12

12

13

14

14

14

15

15

15

15

17

Daftar Grafik

ixviii Februari 2017Februari 2017

Page 10: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Grafik 1.34 Perkembangan Penumpang Bandara

Grafik 1.35 Perkembangan NTB Perbankan

Grafik Boks 1.1. Rangking PDRB dan Jumlah Penduduk 34 Provinsi Indonesia

Grafik Boks 1.2. Rangking PDRB Perkapita dan Pertumbuhan Ekonomi 34 Provinsi di Indonesia

Grafik Boks 1.3. Struktur Ekonomi Provinsi NTT Berdasarkan Sektoral

Grafik Boks 1.4. Struktur Ekonomi Provinsi NTT Berdasarkan Penggunaan

Grafik Boks 1.5. Andil Pertumbuhan Ekonomi Sektoral di Provinsi NTT

Grafik Boks 1.6. Andil Pertumbuhan Ekonomi Penggunaan di Provinsi NTT

Grafik Boks 1.7. Rangking PDRB dan Jumlah Penduduk 22 Kab/Kota di NTT

Grafik Boks 1.8. Rangking PDRB Perkapita dan Pertumbuhan Ekonomi 22 Kab/Kota di NTT

Grafik Boks 2.1. Kondisi Pendidikan Angkatan Kerja

Grafik Boks 2.2. Angka Partisipasi Sekolah Provinsi NTT

Grafik Boks 3.1. Penyaluran BBM di Provinsi NTT

Grafik Boks 3.2. Pangsa Penyaluran BBM di Provinsi NTT

Grafik Boks 3.3. Rasio Penyaluran BBM dengan PDRB Sektor Transportasi dan Komunikasi

Grafik Boks 3.4. Rasio Penggunaan BBM Berdasarkan Rumah Tangga dan Kendaraan

Grafik Boks 4.1. Arus Barang Berdasarkan Perdagangan dan Distribusi di Pelabuhan Tenau

Grafik Boks 4.2. Arus Barang Berdasarkan Perdagangan dan Distribusi di Pelabuhan NTT

Grafik Boks 4.3. Kapasitas Muatan Sapi Per Tahun

Grafik 2.1 Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT

Grafik 2.2 Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan APBN

Grafik 2.3 Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan APBD Provinsi/Kab-Kota

Grafik 2.4 Realisasi Pendapatan Pemerintah Kabupaten/Kota dan Komponennya Triwulan-IV 2016

Grafik 2.5 Pangsa Belanja Kabupaten/ Kota

Grafik 2.6 Perkembangan Realisasi Belanja Daerah

Grafik 2.7 Perkembangan Realisasi Belanja Modal

Grafik 2.8 Pertumbuhan Realisasi Belanja (% yoy)

Grafik 2.9 Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kab/Kota di NTT

Grafik 2.10 Pangsa Realisasi Belanja Konsumsi APBN Pemerintah dan APBD

Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya Pemerintah Provinsi, dan Kab/Kota di NTT

Grafik 2.11 Dana Pihak Ketiga Pemerintah di Perbankan NTT

Grafik 3.1 Inflasi Tahunan Provinsi NTT dan Nasional 2001-2016

Grafik 3.2 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Sepanjang 2016 di NTT

Grafik 3.3 Inflasi Tahunan Provinsi NTT dan Nasional Secara Triwulanan

17

18

20

20

21

21

22

22

22

22

25

25

27

27

28

29

31

31

32

35

36

36

36

37

38

38

38

38

39

40

41

45

45

46

Daftar Grafik 1.1 PDRB (ADHB) & Pertumbuhan PDRB Tahunan Provinsi NTT dibandingkan Nasional

Grafik 1.2 PDRB & Pertumbuhan PDRB Tahunan Beberapa Provinsi di Indonesia

Grafik 1.3 PDRB (ADHB) & Pertumbuhan PDRB Provinsi NTT dibanding Nasional Triwulanan (%yoy)

Grafik 1.4 PDRB & Pertumbuhan PDRB Triwulanan NTT, Bali dan Nasional (% yoy)

Grafik 1.5 Survei Konsumen

Grafik 1.6 Survei Penjualan Eceran

Grafik 1.7 Indeks Tendensi Konsumen

Grafik 1.8 Indeks Kegiatan Dunia Usaha

Grafik 1.9 Perkembangan Konsumsi BBM

Grafik 1.10 Perkembangan Konsumsi Listrik Rumah Tangga

Grafik 1.11 Penyaluran Kredit Konsumsi

Grafik 1.12 Perkembangan Survei Konsumen

Grafik 1.13 Perkembangan Survei Penjualan Eceran

Grafik 1.14 Proyeksi Indeks Tendensi Konsumen

Grafik 1.15 Perkembangan Realisasi Investasi di Provinsi NTT

Grafik 1.16 Realisasi Konsumsi Semen di Provinsi NTT

Grafik 1.17 Perkembangan Peti Kemas

Grafik 1.18 Aktivitas Bongkar Muat

Grafik 1.19 Perkembangan Ekspor dan Impor

Grafik 1.20 Negara Tujuan Ekspor

Grafik 1.21 Perkembangan Nilai Tukar Petani

Grafik 1.22 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau

Grafik 1.23 Perkembangan Kredit Pertanian

Grafik 1.24 Perkembangan SKDU Pertanian

Grafik 1.25 Proyeksi SKDU Pertanian

Grafik 1.26 Realisasi Belanja Konsumsi Pemerintah Tahun 2016

Grafik 1.27 Realisasi Belanja Konsumsi Pemerintah Triwulan IV-2016

Grafik 1.28 Perkembangan Simpanan Pemerintah di Perbankan

Grafik 1.29 Perkembangan SKDU Sektor Perdagangan

Grafik 1.30 Perkembangan Survei Konsumen

Grafik 1.31 Perkembangan Kredit Sektor Perdagangan

Grafik 1.32 Proyeksi SKDU Perdagangan

Grafik 1.33 Perkembangan Tamu Hotel

1

1

2

2

4

4

5

5

5

5

5

6

6

7

8

8

9

9

10

10

12

12

12

12

13

14

14

14

15

15

15

15

17

Daftar Grafik

ixviii Februari 2017Februari 2017

Page 11: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Grafik 4.10 Pertumbuhan Kredit Rumah Tangga

Grafik 4.11 Perkembangan Dunia Usaha

Grafik 4.12 Kondisi Keuangan

Grafik 4.13 Pertumbuhan Kredit UMKM

Grafik 4.14 NPL UMKM

4.15 Pertumbuhan Kredit UMKM Berdasarkan Jenis Usaha

Grafik 4.16 Pertumbuhan Kredit UMKM 7 Sektor Ekonomi

Grafik 4.17 NPL UMKM Berdasarkan Jenis Usaha

Grafik 4.18 NPL UMKM 3 Sektor

Grafik 4.19 Pertumbuhan Tahunan Kredit Korporasi

Grafik 4.20 NPL Kredit Sektor Korporasi

Grafik 4.21 NPL Kredit 4 Sektor Korporasi

Grafik 4.22 Pertumbuhan DPK (yoy) dan Kredit (yoy)

Grafik 4.23 Perkembangan LDR

Grafik 4.24 BOPO dan ROA Bank Umum

Grafik 4.25 LDR dan CAR BPR

Grafik 4.26 BOPO, ROA, NPL BPR

Grafik 5.1 Perkembangan Inflow/Outflow di Provinsi NTT

Grafik 5.2 Perkembangan Transaksi Tunai

Grafik 5.3 Perkembangan Transaksi Kliring

Grafik 5.4 Share Setoran Bank 2016

Grafik 5.5 Share Bayaran Bank 2016

Grafik 5.6 Perkembangan Inflow, Outflow dan UTLE

Grafik 5.7 Perkembangan UTLE di Provinsi NTT

Grafik 5.8 Perkembangan UPAL di Provinsi NTT

Grafik 5.9 5 Daerah Terbesar Tujuan SKNBI NTT

Grafik 5.10 5 Daerah Terbesar Asal SKNBI NTT

Grafik 6.1 Perbandingan Prosentase Kemiskinan Provinsi NTT dan Nasional

Grafik 6.2 Sepuluh Provinsi dengan Jumlah Prosentase Penduduk Miskin Tertinggi

Grafik 6.3 Prosentase Penduduk Miskin di NTT

Grafik 6.4 Gini Ratio Nasional dan NTT

Grafik 6.5 Perkembangan Garis Kemiskinan

Grafik 6.6 Sepuluh Peringkat Terendah Garis Kemiskinan

72

73

73

73

73

74

74

75

75

75

75

76

77

77

77

78

78

85

85

85

86

86

87

87

88

89

89

93

93

94

94

94

94

Daftar GrafikGrafik 3.4 Perbandingan Inflasi 5 regional di Indonesia

Grafik 3.5 Perbandingan Inflasi di wilayah Bali dan Nusa Tenggara

Grafik 3.6 Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan

Grafik 3.7 Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan per Sub Kelompok Komoditas

Grafik 3.8 Inflasi Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan secara Triwulanan,

Tahunan dan Bulanan

Grafik 3.9 Inflasi Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan per Sub Kelompok

Komoditas

Grafik 3.10 Inflasi Kelompok Komoditas Makanan Jadi,Minuman dan Tembakau secara Triwulanan, Tahunan

dan Bulanan

Grafik 3.11 Inflasi Kelompok Komoditas Komoditas Makanan Jadi,Minuman Dan Tembakau per Sub

Kelompok Komoditas

Grafik 3.12 Disagregasi Inflasi dan Sumbangan Inflasi Tahunan Provinsi Nusa Tenggara Timur

Grafik 3.13 Ekspektasi Harga Konsumen 3 dan 6 Bulan ke Depan

Grafik 3.14 Inflasi Tahunan Kota Kupang

Grafik 3.15 Inflasi Tahunan Kota Maumere

Grafik Boks 5.1. Korelasi Pergerakan Gabungan 10 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi dan Deflasi di

Kota Kupang 6 tahun Terakhir dengan Inflasi Kota Kupang

Grafik Boks 5.2. Korelasi Pergerakan Gabungan 10 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi dan Deflasi di

Kota Maumere 6 tahun Terakhir dengan Inflasi Kota Maumere

Grafik Boks 5.3. Pola Pergerakan Inflasi 19 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi di Kota Kupang 6 Tahun

Terakhir

Grafik Boks 5.4. Pola Pergerakan Inflasi 25 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi di Kota Maumere 6 Tahun

Terakhir

Grafik 4.1 Kontribusi Konsumsi RT terhadap Agregat

Grafik 4.2 IKK, IKE dan IEK

Grafik 4.3 Indeks Pengeluaran Berdasarkan Kelompok Komoditas

Grafik 4.4 Indeks Sikap Masyarakat Terhadap Kasus Kejahatan Perbankan

Grafik 4.5 Pangsa DPK Rumah Tangga dan Non Rumah Tangga

Grafik 4.6 Pertumbuhan DPK

Grafik 4.7 Preferensi DPK Rumah Tangga

Grafik 4.8 Pertumbuhan DPK Rumah Tangga

Grafik 4.9 Kredit Konsumsi Rumah Tangga

48

48

49

49

50

50

51

51

51

53

54

55

59

59

60

60

70

70

70

70

71

71

71

71

72

Daftar Grafik

xix Februari 2017Februari 2017

Page 12: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Grafik 4.10 Pertumbuhan Kredit Rumah Tangga

Grafik 4.11 Perkembangan Dunia Usaha

Grafik 4.12 Kondisi Keuangan

Grafik 4.13 Pertumbuhan Kredit UMKM

Grafik 4.14 NPL UMKM

Grafik 4.15 Pertumbuhan Kredit UMKM Berdasarkan Jenis Usaha

Grafik 4.16 Pertumbuhan Kredit UMKM 7 Sektor Ekonomi

Grafik 4.17 NPL UMKM Berdasarkan Jenis Usaha

Grafik 4.18 NPL UMKM 3 Sektor

Grafik 4.19 Pertumbuhan Tahunan Kredit Korporasi

Grafik 4.20 NPL Kredit Sektor Korporasi

Grafik 4.21 NPL Kredit 4 Sektor Korporasi

Grafik 4.22 Pertumbuhan DPK (yoy) dan Kredit (yoy)

Grafik 4.23 Perkembangan LDR

Grafik 4.24 BOPO dan ROA Bank Umum

Grafik 4.25 LDR dan CAR BPR

Grafik 4.26 BOPO, ROA, NPL BPR

Grafik 5.1 Perkembangan Inflow/Outflow di Provinsi NTT

Grafik 5.2 Perkembangan Transaksi Tunai

Grafik 5.3 Perkembangan Transaksi Kliring

Grafik 5.4 Share Setoran Bank 2016

Grafik 5.5 Share Bayaran Bank 2016

Grafik 5.6 Perkembangan Inflow, Outflow dan UTLE

Grafik 5.7 Perkembangan UTLE di Provinsi NTT

Grafik 5.8 Perkembangan UPAL di Provinsi NTT

Grafik 5.9 5 Daerah Terbesar Tujuan SKNBI NTT

Grafik 5.10 5 Daerah Terbesar Asal SKNBI NTT

Grafik 6.1 Perbandingan Prosentase Kemiskinan Provinsi NTT dan Nasional

Grafik 6.2 Sepuluh Provinsi dengan Jumlah Prosentase Penduduk Miskin Tertinggi

Grafik 6.3 Prosentase Penduduk Miskin di NTT

Grafik 6.4 Gini Ratio Nasional dan NTT

Grafik 6.5 Perkembangan Garis Kemiskinan

Grafik 6.6 Sepuluh Peringkat Terendah Garis Kemiskinan

72

73

73

73

73

74

74

75

75

75

75

76

77

77

77

78

78

85

85

85

86

86

87

87

88

89

89

93

93

94

94

94

94

Daftar GrafikGrafik 3.4 Perbandingan Inflasi 5 regional di Indonesia

3.5 Perbandingan Inflasi di wilayah Bali dan Nusa Tenggara

Grafik 3.6 Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan

Grafik 3.7 Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan per Sub Kelompok Komoditas

Grafik 3.8 Inflasi Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan secara Triwulanan,

Tahunan dan Bulanan

Grafik 3.9 Inflasi Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan per Sub Kelompok

Komoditas

Grafik 3.10 Inflasi Kelompok Komoditas Makanan Jadi,Minuman dan Tembakau secara Triwulanan, Tahunan

dan Bulanan

Grafik 3.11 Inflasi Kelompok Komoditas Komoditas Makanan Jadi,Minuman Dan Tembakau per Sub

Kelompok Komoditas

Grafik 3.12 Disagregasi Inflasi dan Sumbangan Inflasi Tahunan Provinsi Nusa Tenggara Timur

Grafik 3.13 Ekspektasi Harga Konsumen 3 dan 6 Bulan ke Depan

Grafik 3.14 Inflasi Tahunan Kota Kupang

Grafik 3.15 Inflasi Tahunan Kota Maumere

Grafik Boks 5.1. Korelasi Pergerakan Gabungan 10 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi dan Deflasi di

Kota Kupang 6 tahun Terakhir dengan Inflasi Kota Kupang

Grafik Boks 5.2. Korelasi Pergerakan Gabungan 10 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi dan Deflasi di

Kota Maumere 6 tahun Terakhir dengan Inflasi Kota Maumere

Grafik Boks 5.3. Pola Pergerakan Inflasi 19 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi di Kota Kupang 6 Tahun

Terakhir

Grafik Boks 5.4. Pola Pergerakan Inflasi 25 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi di Kota Maumere 6 Tahun

Terakhir

Grafik 4.1 Kontribusi Konsumsi RT terhadap Agregat

Grafik 4.2 IKK, IKE dan IEK

Grafik 4.3 Indeks Pengeluaran Berdasarkan Kelompok Komoditas

Grafik 4.4 Indeks Sikap Masyarakat Terhadap Kasus Kejahatan Perbankan

Grafik 4.5 Pangsa DPK Rumah Tangga dan Non Rumah Tangga

Grafik 4.6 Pertumbuhan DPK

Grafik 4.7 Preferensi DPK Rumah Tangga

Grafik 4.8 Pertumbuhan DPK Rumah Tangga

Grafik 4.9 Kredit Konsumsi Rumah Tangga

48

48

49

49

50

50

51

51

51

53

54

55

59

59

60

60

70

70

70

70

71

71

71

71

72

Daftar Grafik

xix Februari 2017Februari 2017

Page 13: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Grafik 6.7 Indeks Kedalaman Kemiskinan

Grafik 6.8 Indeks Keparahan Kemiskinan

Grafik 6.9 Perkembangan Nilai Tukar Petani

Grafik 6.10 Perkembangan Nilai Tukar Petani Per Sektor

Grafik 6.11 Perkembangan Survei Konsumen-BI dan Indeks Tendensi Konsumen BPS

Grafik 6.12 Perkembangan Tenaga Kerja di NTT

Grafik 6.13 Perkembangan Status Pekerja

Grafik 6.14 Porsentase Penyerapan Tenaga Kerja Industri Manufaktur Besar dan Sedang

Grafik 6.15 Perkembangan Produktivitas Industri Manufaktur Besar dan Sedang

Grafik 6.16 Perkembangan Indeks Tenaga Kerja SKDU

Grafik 7.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan-II 2017

Grafik 7.2 Survei Konsumen

Grafik 7.3 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi NTT Tahun 2017

Grafik 7.4 Prediksi Inflasi Tw II 2017 dan 2017

95

95

96

96

96

97

97

97

97

98

101

101

103

104

Daftar Grafik

xii Februari 2017

Daftar TabelTabel 1.1 PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Pengeluaran 2016

Tabel 1.2 PDRB Komponen Konsumsi Rumah Tangga Provinsi NTT 2016

Tabel 1.3 PDRB Komponen Konsumsi Pemerintah Provinsi NTT 2016

Tabel 1.4 PDRB Komponen PMTB/Investasi Provinsi NTT 2016

Tabel 1.5 Lokasi dan Sektor Utama Investasi di NTT Tahun 2016

Tabel 1.6 PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Sektor Ekonomi 2016

Tabel 1.7 Perkembangan Pengiriman Sapi

Tabel Boks 2.1 Matriks Hambatan Utama Perekonomian di Provinsi NTT

Tabel Boks 2.2 Matriks Dampak Pertumbuhan Ekonomi dan Penyerapan Tenaga Kerja

Tabel 2.1 Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kabupaten /Kota di Provinsi NTT

Tabel 2.2 Komposisi DPK Pemerintah di NTT

Tabel 2.3 Ringkasan Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di

Provinsi NTT

Tabel 3.1 10 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Tahunan di Provinsi NTT

Tabel 3.2 Komoditas Penyumbang Inflasi Utama Bulanan di Provinsi NTT

Tabel 3.3 Komoditas Penyumbang Deflasi Utama Bulanan di Provinsi NTT

Tabel 3.4 Inflasi di NTT Berdasarkan Kelompok Komoditas

Tabel 3.5 Inflasi di Kota Kupang berdasarkan Kelompok Komoditas

Tabel 3.6 Inflasi di Kota Maumere berdasarkan Kelompok Komoditas

Tabel 4.1 Komposisi Kredit Rumah Tangga di Provinsi NTT

Tabel 4.2 Perkembangan Indikator Utama Bank Umum di NTT

Tabel Boks 7.1 Regional Financial Accounts

Tabel Boks 7.2 Aliran Perpindahan Aset & Kewajiban Antar Pelaku Ekonomi

Tabel 5.1 Perkembangan Kegiatan KPw BI Provinsi NTT

Tabel Boks 8.1 Perhitungan Potensi Inflasi di Kota Kupang dan Kota Maumere Menggunakan Pendekatan

Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Daerah

3

4

6

8

8

11

12

24

26

38

41

42

46

47

48

49

54

55

72

76

81

81

87

105

xiiiFebruari 2017

Page 14: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Grafik 6.7 Indeks Kedalaman Kemiskinan

Grafik 6.8 Indeks Keparahan Kemiskinan

Grafik 6.9 Perkembangan Nilai Tukar Petani

Grafik 6.10 Perkembangan Nilai Tukar Petani Per Sektor

Grafik 6.11 Perkembangan Survei Konsumen-BI dan Indeks Tendensi Konsumen BPS

Grafik 6.12 Perkembangan Tenaga Kerja di NTT

Grafik 6.13 Perkembangan Status Pekerja

Grafik 6.14 Porsentase Penyerapan Tenaga Kerja Industri Manufaktur Besar dan Sedang

Grafik 6.15 Perkembangan Produktivitas Industri Manufaktur Besar dan Sedang

Grafik 6.16 Perkembangan Indeks Tenaga Kerja SKDU

Grafik 7.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan-II 2017

Grafik 7.2 Survei Konsumen

Grafik 7.3 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi NTT Tahun 2017

Grafik 7.4 Prediksi Inflasi Tw II 2017 dan 2017

95

95

96

96

96

97

97

97

97

98

101

101

103

104

Daftar Grafik

xii Februari 2017

Daftar TabelTabel 1.1 PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Pengeluaran 2016

Tabel 1.2 PDRB Komponen Konsumsi Rumah Tangga Provinsi NTT 2016

Tabel 1.3 PDRB Komponen Konsumsi Pemerintah Provinsi NTT 2016

Tabel 1.4 PDRB Komponen PMTB/Investasi Provinsi NTT 2016

Tabel 1.5 Lokasi dan Sektor Utama Investasi di NTT Tahun 2016

Tabel 1.6 PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Sektor Ekonomi 2016

Tabel 1.7 Perkembangan Pengiriman Sapi

Tabel Boks 2.1 Matriks Hambatan Utama Perekonomian di Provinsi NTT

Tabel Boks 2.2 Matriks Dampak Pertumbuhan Ekonomi dan Penyerapan Tenaga Kerja

Tabel 2.1 Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kabupaten /Kota di Provinsi NTT

Tabel 2.2 Komposisi DPK Pemerintah di NTT

Tabel 2.3 Ringkasan Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di

Provinsi NTT

Tabel 3.1 10 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Tahunan di Provinsi NTT

Tabel 3.2 Komoditas Penyumbang Inflasi Utama Bulanan di Provinsi NTT

Tabel 3.3 Komoditas Penyumbang Deflasi Utama Bulanan di Provinsi NTT

Tabel 3.4 Inflasi di NTT Berdasarkan Kelompok Komoditas

Tabel 3.5 Inflasi di Kota Kupang berdasarkan Kelompok Komoditas

Tabel 3.6 Inflasi di Kota Maumere berdasarkan Kelompok Komoditas

Tabel 4.1 Komposisi Kredit Rumah Tangga di Provinsi NTT

Tabel 4.2 Perkembangan Indikator Utama Bank Umum di NTT

Tabel Boks 7.1 Regional Financial Accounts

Tabel Boks 7.2 Aliran Perpindahan Aset & Kewajiban Antar Pelaku Ekonomi

Tabel 5.1 Perkembangan Kegiatan KPw BI Provinsi NTT

Tabel Boks 8.1 Perhitungan Potensi Inflasi di Kota Kupang dan Kota Maumere Menggunakan Pendekatan

Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Daerah

3

4

6

8

8

11

12

24

26

38

41

42

46

47

48

49

54

55

72

76

81

81

87

105

xiiiFebruari 2017

Page 15: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Ringkasan Umum

Foto : Bukit Wairinding - Sumba Timur

xiv Februari 2017

Daftar GambarGambar Boks 3.1 Peta Distribusi BBM Per Kab/Kota di Provinsi NTT

Gambar Boks 4.1 Peta Alur Transportasi Laut Barang

Gambar 2.1 Realisasi Belanja Modal Kab/Kota di Provinsi NTT

Gambar 3.1 Kegiatan TPID Provinsi NTT 2016 & Sebaran Pembentukan TPID

Gambar Boks 6.1 Pola Perdagangan Antar Wilayah Komoditas Beras

Gambar Boks 6.2 Pola Perdagangan Antar Wilayah Komoditas Gula Pasir

Gambar Boks 6.3 Pola Perdagangan Antar Wilayah Komoditas Cabai Merah

Gambar Boks 6.4 Pola Perdagangan Antar Wilayah Komoditas Bawang Merah

Gambar Boks 7.1 Kerangka Integrated Economic Accounts

Gambar Boks 7.2 Konsep Penyusunan FABS

28

31

41

57

62

63

63

64

80

80

Page 16: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Ringkasan Umum

Foto : Nelayan di Maumere

xiv Februari 2017

Daftar GambarGambar Boks 3.1 Peta Distribusi BBM Per Kab/Kota di Provinsi NTT

Gambar Boks 4.1 Peta Alur Transportasi Laut Barang

Gambar 2.1 Realisasi Belanja Modal Kab/Kota di Provinsi NTT

Gambar 3.1 Kegiatan TPID Provinsi NTT 2016 & Sebaran Pembentukan TPID

Gambar Boks 6.1 Pola Perdagangan Antar Wilayah Komoditas Beras

Gambar Boks 6.2 Pola Perdagangan Antar Wilayah Komoditas Gula Pasir

Gambar Boks 6.3 Pola Perdagangan Antar Wilayah Komoditas Cabai Merah

Gambar Boks 6.4 Pola Perdagangan Antar Wilayah Komoditas Bawang Merah

Gambar Boks 7.1 Kerangka Integrated Economic Accounts

Gambar Boks 7.2 Konsep Penyusunan FABS

28

31

41

57

62

63

63

64

80

80

Page 17: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Ringkasan UmumEKONOMI MAKRO REGIONAL

Produk Domestik Bruto (PDRB) Provinsi NTT pada tahun 2016 mencapai Rp 84,17 triliun (harga berlaku) dengan

pertumbuhan ekonomi mencapai 5,18% (yoy) meningkat dibandingkan pertumbuhan tahun 2015 yang sebesar 5,03%

(yoy) dan nasional yang sebesar 5,02% (yoy). Komponen pendorong utama pertumbuhan ekonomi NTT pada tahun 2016

terutama adalah konsumsi rumah tangga yang tumbuh mencapai 6,80% (yoy). Perbaikan daya beli masyarakat timbul

karena peningkatan pendapatan seiring adanya gaji ke-13 & 14 PNS, peningkatan pendapatan sektor pertanian dan

dorongan kegiatan proyek-proyek Pemerintah dan Swasta. Selain itu, kegiatan bersifat regional maupun nasional di NTT,

seperti Hari Keluarga Nasional (Harganas), Alor Expo, Sunda Kecil Expo, Pameran Pembangunan, dan Tour De Flores juga

mendorong tumbuhnya konsumsi masyarakat di NTT. Sementara itu, PDRB NTT pada triwulan IV-2016 mencapai Rp 22,09

triliun (ADHB) dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,19% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan III yang sebesar

5,11% (yoy) dan nasional yang sebesar 4,94% (yoy). Dari sisi penggunaan, pertumbuhan juga didorong oleh peningkatan

konsumsi rumah tangga yang mencapai 7,27% (yoy) dan Pembentukan Modal Tetap Bruto sebesar 4,45% (yoy),

meningkat dibandingkan pertumbuhan tahunan pada periode triwulan III-2016. Peningkatan ini ditengarai disebabkan

oleh musim panen komoditas perkebunan seperti jambu mete, kopra dan kakao dan telah masuknya panen komoditas

padi, serta adanya momen natal, libur sekolah dan menjelang akhir tahun. Sementara itu, peningkatan kegiatan investasi

didorong oleh beberapa kegiatan proyek pemerintah dan swasta, diantaranya bendungan, sarana irigasi dan perairan,

gedung pemerintahan, pasar, pos lintas batas negara, rumah sakit, sarana perbelanjaan dan hotel.

Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan I-2017 diperkirakan akan cukup stabil dengan kisaran 5-

5,4% (yoy) yang didorong oleh pertumbuhan sektor perdagangan dan administrasi pemerintahan seiring

penyelenggaraan pemilu di 3 (tiga) daerah dan kegiatan konstruksi seiring adanya proyek multiyears, seperti bendungan

dan Pos Lintas Batas Negara serta perpanjangan proyek tahun 2016 selama 50 hari di tahun 2017. Selain itu, panen

komoditas padi yang masih terjadi juga menjadi faktor pendorong pertumbuhan ekonomi lainnya.

KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH

Berdasarkan data sementara per 30 Desember 2016, realisasi pendapatan pemerintah di Provinsi NTT pada hingga akhir

tahun 2016 telah mencapai Rp 25,99 triliun atau 104,27% dari total rencana pendapatan tahun 2016 sebesar Rp 24,92

triliun. Sementara itu, realisasi belanja pemerintah mencapai Rp 30,95 triliun atau 87,11% dari pagu belanja tahun 2016

sebesar Rp 35,52 triliun, jumlah tersebut meningkat dibandingkan realisasi tahun 2015 yang sebesar Rp 24,98 triliun yang

terutama didorong oleh peningkatan realisasi belanja konsumsi di tengah penurunan realisasi belanja modal. Upaya

pemerintah dalam merealisasikan anggaran sejak paruh pertama 2016 dinilai cukup efektif, sehingga secara kumulatif

realisasi APBN, APBD provinsi dan kabupaten/kota lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya.

PERKEMBANGAN INFLASI

Inflasi Provinsi NTT tahun 2016 mengalami penurunan signifikan dibanding tahun sebelumnya, yaitu dari 4,92% (yoy) di

tahun 2015 menjadi 2,48% (yoy) di tahun 2016, lebih rendah dibanding inflasi nasional yang sebesar 3,02% (yoy) atau

rata-rata inflasi NTT dalam 3 tahun terakhir yang sebesar 5,05% (yoy). Hal ini menjadikan inflasi tahunan NTT menjadi

capaian inflasi terendah setidaknya dalam 15 tahun terakhir. Besarnya penurunan tersebut, selain disebabkan oleh kondisi

pasokan yang relatif lebih terjaga dibanding tahun sebelumnya, juga disebabkan oleh kenaikan inflasi di triwulan IV 2016

yang tidak setinggi tahun sebelumnya, sehingga secara tahunan mengalami penurunan. Komoditas padi-padian, sayur-

sayuran serta daging dan hasil-hasilnya yang pada tahun sebelumnya menjadi penyumbang utama inflasi NTT, cenderung

Februari 2017 xvii

Page 18: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Ringkasan UmumEKONOMI MAKRO REGIONAL

Produk Domestik Bruto (PDRB) Provinsi NTT pada tahun 2016 mencapai Rp 84,17 triliun (harga berlaku) dengan

pertumbuhan ekonomi mencapai 5,18% (yoy) meningkat dibandingkan pertumbuhan tahun 2015 yang sebesar 5,03%

(yoy) dan nasional yang sebesar 5,02% (yoy). Komponen pendorong utama pertumbuhan ekonomi NTT pada tahun 2016

terutama adalah konsumsi rumah tangga yang tumbuh mencapai 6,80% (yoy). Perbaikan daya beli masyarakat timbul

karena peningkatan pendapatan seiring adanya gaji ke-13 & 14 PNS, peningkatan pendapatan sektor pertanian dan

dorongan kegiatan proyek-proyek Pemerintah dan Swasta. Selain itu, kegiatan bersifat regional maupun nasional di NTT,

seperti Hari Keluarga Nasional (Harganas), Alor Expo, Sunda Kecil Expo, Pameran Pembangunan, dan Tour De Flores juga

mendorong tumbuhnya konsumsi masyarakat di NTT. Sementara itu, PDRB NTT pada triwulan IV-2016 mencapai Rp 22,09

triliun (ADHB) dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,19% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan III yang sebesar

5,11% (yoy) dan nasional yang sebesar 4,94% (yoy). Dari sisi penggunaan, pertumbuhan juga didorong oleh peningkatan

konsumsi rumah tangga yang mencapai 7,27% (yoy) dan Pembentukan Modal Tetap Bruto sebesar 4,45% (yoy),

meningkat dibandingkan pertumbuhan tahunan pada periode triwulan III-2016. Peningkatan ini ditengarai disebabkan

oleh musim panen komoditas perkebunan seperti jambu mete, kopra dan kakao dan telah masuknya panen komoditas

padi, serta adanya momen natal, libur sekolah dan menjelang akhir tahun. Sementara itu, peningkatan kegiatan investasi

didorong oleh beberapa kegiatan proyek pemerintah dan swasta, diantaranya bendungan, sarana irigasi dan perairan,

gedung pemerintahan, pasar, pos lintas batas negara, rumah sakit, sarana perbelanjaan dan hotel.

Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan I-2017 diperkirakan akan cukup stabil dengan kisaran 5-

5,4% (yoy) yang didorong oleh pertumbuhan sektor perdagangan dan administrasi pemerintahan seiring

penyelenggaraan pemilu di 3 (tiga) daerah dan kegiatan konstruksi seiring adanya proyek multiyears, seperti bendungan

dan Pos Lintas Batas Negara serta perpanjangan proyek tahun 2016 selama 50 hari di tahun 2017. Selain itu, panen

komoditas padi yang masih terjadi juga menjadi faktor pendorong pertumbuhan ekonomi lainnya.

KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH

Berdasarkan data sementara per 30 Desember 2016, realisasi pendapatan pemerintah di Provinsi NTT pada hingga akhir

tahun 2016 telah mencapai Rp 25,99 triliun atau 104,27% dari total rencana pendapatan tahun 2016 sebesar Rp 24,92

triliun. Sementara itu, realisasi belanja pemerintah mencapai Rp 30,95 triliun atau 87,11% dari pagu belanja tahun 2016

sebesar Rp 35,52 triliun, jumlah tersebut meningkat dibandingkan realisasi tahun 2015 yang sebesar Rp 24,98 triliun yang

terutama didorong oleh peningkatan realisasi belanja konsumsi di tengah penurunan realisasi belanja modal. Upaya

pemerintah dalam merealisasikan anggaran sejak paruh pertama 2016 dinilai cukup efektif, sehingga secara kumulatif

realisasi APBN, APBD provinsi dan kabupaten/kota lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya.

PERKEMBANGAN INFLASI

Inflasi Provinsi NTT tahun 2016 mengalami penurunan signifikan dibanding tahun sebelumnya, yaitu dari 4,92% (yoy) di

tahun 2015 menjadi 2,48% (yoy) di tahun 2016, lebih rendah dibanding inflasi nasional yang sebesar 3,02% (yoy) atau

rata-rata inflasi NTT dalam 3 tahun terakhir yang sebesar 5,05% (yoy). Hal ini menjadikan inflasi tahunan NTT menjadi

capaian inflasi terendah setidaknya dalam 15 tahun terakhir. Besarnya penurunan tersebut, selain disebabkan oleh kondisi

pasokan yang relatif lebih terjaga dibanding tahun sebelumnya, juga disebabkan oleh kenaikan inflasi di triwulan IV 2016

yang tidak setinggi tahun sebelumnya, sehingga secara tahunan mengalami penurunan. Komoditas padi-padian, sayur-

sayuran serta daging dan hasil-hasilnya yang pada tahun sebelumnya menjadi penyumbang utama inflasi NTT, cenderung

Februari 2017 xvii

Page 19: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Dari sisi ketenagakerjaan, terjadi perbaikan kondisi tenaga kerja yang terlihat pada penurunan Tingkat Pengangguran

Terbuka (TPT) pada bulan Agustus 2016 yang tercatat sebesar 3,25% dibandingkan bulan Februari yang 3,59%. Perbaikan

juga terindikasi dari peningkatan porsi tenaga kerja formal yang menunjukkan adanya perbaikan kualitas SDM di NTT.

Kondisi tenaga kerja yang positif juga terindikasi pada indikator Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia

triwulan IV-2016.

PROSPEK PEREKONOMIAN

Pertumbuhan ekonomi triwulan II-2017 diperkirakan berada pada kisaran 5,1-5,5% (yoy) yang didorong oleh peningkatan

pendapatan masyarakat dari sektor pertanian seiring panen Perdana padi musim 2017 serta pencairan gaji ke-13 dan 14

PNS. Adanya libur keagamaan (Idul Fitri) dan libur sekolah pada bulan Juni diperkirakan turut mendorong belanja

masyarakat. Sementara itu pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun 2017 diperkirakan juga berada pada kisaran 5,1-

5,5% (yoy) yang masih didorong oleh sektor konstruksi, perdagangan besar dan eceran serta administrasi pemerintahan.

Selain juga didukung pertumbuhan sektor pertanian sebagai sektor utama.

Dari sisi perkembangan inflasi, pencapaian inflasi pada triwulan-II 2017 diperkirakan berada pada rentang 4-4,4% (yoy)

yang disebabkan oleh adanya penyesuaian tarif pada komponen harga yang diatur pemerintah (listrik dan STNK) serta

kondisi cuaca awal tahun. Sementara pencapaian inflasi sepanjang tahun 2017 diperkirakan berada pada rentang 4,8-

5,2% (yoy) yang dipengaruhi oleh cukup rendahnya harga komoditas bahan makanan di tahun sebelumnya serta kenaikan

harga komponen yang diatur pemerintah.

PERKEMBANGAN STABILITAS KEUANGAN

Kondisi Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) Provinsi NTT pada triwulan laporan masih cukup terjaga yang terindikasi pada

masih positifnya pertumbuhan indikator perbankan berupa aset dan kredit. Di sisi lain meskipun terjadi perlambatan pada

komponen kredit UMKM, namun pertumbuhan yang masih cukup tinggi sebesar 16,71% (yoy) dan rasio kredit

bermasalah yang masih terjaga sebesar 2,97% menunjukkan perkembangan kredit yang masih cukup baik. Sementara itu,

adanya peningkatan rasio NPL kredit korporasi perlu untuk menjadi perhatian perbankan agar lebih mencermati profil

debitur dan model bisnis debitur selain mengejar pencapaian pertumbuhan kredit kepada korporasi.

Februari 2017xviii

relatif stabil dan bahkan untuk komoditas padi-padian mengalami penurunan di tahun 2016. Penurunan inflasi juga

didorong kelompok komoditas transportasi, komunikasi dan jasa keuangan yang mengalami deflasi seiring adanya

penurunan tarif penerbangan sebagai dampak positif bertambahnya jumlah penerbangan di NTT.

Di sisi lain, inflasi pada triwulan I-2017 diperkirakan mengalami peningkatan yang terutama disebabkan oleh kenaikan

tarif listrik untuk rumah tangga 900VA pada bulan Januari dan potensi kenaikan kembali pada bulan Maret 2017.

Dorongan inflasi juga terjadi dari kenaikan biaya perpanjangan STNK dan kenaikan harga bahan makanan seiring kondisi

cuaca yang kurang baik di awal tahun.

PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN

Selama tahun 2016, transaksi sistem pembayaran tunai di NTT cenderung mengalami perlambatan. Jumlah uang yang

beredar di masyarakat atau net-outflow pada tahun 2016 sebesar Rp.1.407,97 miliar, menurun jika dibandingkan dengan

tahun 2015 yang mencapai Rp.1.896,83 miliar. Sementara itu, transaksi sistem pembayaran tunai di triwulan IV 2016

tercatat cukup stabil yang didorong oleh aliran net-outflow pada triwulan IV 2016 yang mencapai Rp.1.566,87 miliar, lebih

tinggi dibandingkan triwulan III 2016 yang hanya sebesar Rp.394,56 miliar. Hal ini sejalan dengan pertumbuhan ekonomi

NTT pada komponen konsumsi rumah tangga yang berkaitan dengan momen hari raya natal dan tahun baru 2017.

Sementara itu dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat terkait kebutuhan uang layak edar, pada tahun

2016 Bank Indonesia telah meresmikan penambahan kas titipan di 3 (tiga) daerah yaitu Ende, Ruteng (Kab. Manggarai)

serta Lewoleba (Kab. Lembata).

Di sisi lain, transaksi non tunai yaitu kliring di NTT juga mengalami perlambatan. pada triwulan IV 2016 baik secara nominal

maupun volume warkat yang ditengarai seiring dengan perlambatan investasi pemerintah. Sementara itu, dalam upaya

menjaga kelancaran transaksi pembayaran non tunai, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT terus mendorong

Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) melalui Layanan Keuangan Digital (LKD) dan elektronifikasi serta melakukan

monitoring pada bank Koordinator Pertukaran Warkat Debit (KPWD).

KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

Persentase penduduk miskin di Provinsi NTT pada bulan September 2016 menunjukkan perbaikan walaupun tidak terlalu

signifikan menjadi 22,01% dibandingkan dengan Maret 2016 yang sebesar 22,19% dan September 2015 (22,58%).

Menurunnya presentase penduduk miskin ini juga dibarengi dengan menurunnya angka indeks kedalaman kemiskinan

dan indeks keparahan kemiskinan yang mengindikasikan adanya perbaikan kondisi sosial masyarakat NTT pada tahun

2016 dibandingkan 2015 dan potensi penurunan penduduk miskin di masa datang.

Februari 2017 xix

Page 20: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Dari sisi ketenagakerjaan, terjadi perbaikan kondisi tenaga kerja yang terlihat pada penurunan Tingkat Pengangguran

Terbuka (TPT) pada bulan Agustus 2016 yang tercatat sebesar 3,25% dibandingkan bulan Februari yang 3,59%. Perbaikan

juga terindikasi dari peningkatan porsi tenaga kerja formal yang menunjukkan adanya perbaikan kualitas SDM di NTT.

Kondisi tenaga kerja yang positif juga terindikasi pada indikator Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia

triwulan IV-2016.

PROSPEK PEREKONOMIAN

Pertumbuhan ekonomi triwulan II-2017 diperkirakan berada pada kisaran 5,1-5,5% (yoy) yang didorong oleh peningkatan

pendapatan masyarakat dari sektor pertanian seiring panen Perdana padi musim 2017 serta pencairan gaji ke-13 dan 14

PNS. Adanya libur keagamaan (Idul Fitri) dan libur sekolah pada bulan Juni diperkirakan turut mendorong belanja

masyarakat. Sementara itu pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun 2017 diperkirakan juga berada pada kisaran 5,1-

5,5% (yoy) yang masih didorong oleh sektor konstruksi, perdagangan besar dan eceran serta administrasi pemerintahan.

Selain juga didukung pertumbuhan sektor pertanian sebagai sektor utama.

Dari sisi perkembangan inflasi, pencapaian inflasi pada triwulan-II 2017 diperkirakan berada pada rentang 4-4,4% (yoy)

yang disebabkan oleh adanya penyesuaian tarif pada komponen harga yang diatur pemerintah (listrik dan STNK) serta

kondisi cuaca awal tahun. Sementara pencapaian inflasi sepanjang tahun 2017 diperkirakan berada pada rentang 4,8-

5,2% (yoy) yang dipengaruhi oleh cukup rendahnya harga komoditas bahan makanan di tahun sebelumnya serta kenaikan

harga komponen yang diatur pemerintah.

PERKEMBANGAN STABILITAS KEUANGAN

Kondisi Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) Provinsi NTT pada triwulan laporan masih cukup terjaga yang terindikasi pada

masih positifnya pertumbuhan indikator perbankan berupa aset dan kredit. Di sisi lain meskipun terjadi perlambatan pada

komponen kredit UMKM, namun pertumbuhan yang masih cukup tinggi sebesar 16,71% (yoy) dan rasio kredit

bermasalah yang masih terjaga sebesar 2,97% menunjukkan perkembangan kredit yang masih cukup baik. Sementara itu,

adanya peningkatan rasio NPL kredit korporasi perlu untuk menjadi perhatian perbankan agar lebih mencermati profil

debitur dan model bisnis debitur selain mengejar pencapaian pertumbuhan kredit kepada korporasi.

Februari 2017xviii

relatif stabil dan bahkan untuk komoditas padi-padian mengalami penurunan di tahun 2016. Penurunan inflasi juga

didorong kelompok komoditas transportasi, komunikasi dan jasa keuangan yang mengalami deflasi seiring adanya

penurunan tarif penerbangan sebagai dampak positif bertambahnya jumlah penerbangan di NTT.

Di sisi lain, inflasi pada triwulan I-2017 diperkirakan mengalami peningkatan yang terutama disebabkan oleh kenaikan

tarif listrik untuk rumah tangga 900VA pada bulan Januari dan potensi kenaikan kembali pada bulan Maret 2017.

Dorongan inflasi juga terjadi dari kenaikan biaya perpanjangan STNK dan kenaikan harga bahan makanan seiring kondisi

cuaca yang kurang baik di awal tahun.

PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN

Selama tahun 2016, transaksi sistem pembayaran tunai di NTT cenderung mengalami perlambatan. Jumlah uang yang

beredar di masyarakat atau net-outflow pada tahun 2016 sebesar Rp.1.407,97 miliar, menurun jika dibandingkan dengan

tahun 2015 yang mencapai Rp.1.896,83 miliar. Sementara itu, transaksi sistem pembayaran tunai di triwulan IV 2016

tercatat cukup stabil yang didorong oleh aliran net-outflow pada triwulan IV 2016 yang mencapai Rp.1.566,87 miliar, lebih

tinggi dibandingkan triwulan III 2016 yang hanya sebesar Rp.394,56 miliar. Hal ini sejalan dengan pertumbuhan ekonomi

NTT pada komponen konsumsi rumah tangga yang berkaitan dengan momen hari raya natal dan tahun baru 2017.

Sementara itu dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat terkait kebutuhan uang layak edar, pada tahun

2016 Bank Indonesia telah meresmikan penambahan kas titipan di 3 (tiga) daerah yaitu Ende, Ruteng (Kab. Manggarai)

serta Lewoleba (Kab. Lembata).

Di sisi lain, transaksi non tunai yaitu kliring di NTT juga mengalami perlambatan. pada triwulan IV 2016 baik secara nominal

maupun volume warkat yang ditengarai seiring dengan perlambatan investasi pemerintah. Sementara itu, dalam upaya

menjaga kelancaran transaksi pembayaran non tunai, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT terus mendorong

Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) melalui Layanan Keuangan Digital (LKD) dan elektronifikasi serta melakukan

monitoring pada bank Koordinator Pertukaran Warkat Debit (KPWD).

KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

Persentase penduduk miskin di Provinsi NTT pada bulan September 2016 menunjukkan perbaikan walaupun tidak terlalu

signifikan menjadi 22,01% dibandingkan dengan Maret 2016 yang sebesar 22,19% dan September 2015 (22,58%).

Menurunnya presentase penduduk miskin ini juga dibarengi dengan menurunnya angka indeks kedalaman kemiskinan

dan indeks keparahan kemiskinan yang mengindikasikan adanya perbaikan kondisi sosial masyarakat NTT pada tahun

2016 dibandingkan 2015 dan potensi penurunan penduduk miskin di masa datang.

Februari 2017 xix

Page 21: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

TABEL INDIKATOR EKONOMI TERPILIH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

Februari 2017 xxi

I. EKONOMI MAKRO REGIONAL

INDIKATOR

Berdasarkan Sektor/ Lapangan Usaha (Harga Berlaku)

Produk Domestik Regional Bruto (Harga Berlaku)

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

Pertambangan dan Penggalian

Industri Pengolahan

Pengadaan Listrik dan Gas

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang

Konstruksi

Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

Transportasi dan Pergudangan

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum

Informasi dan Komunikasi

Jasa Keuangan dan Asuransi

Real Estate

Jasa Perusahaan

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

Jasa Pendidikan

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial

Jasa lainnya

Berdasarkan Permintaan / Penggunaan (Harga Berlaku)

Produk Domestik Regional Bruto (Harga Berlaku)

1. Konsumsi Rumah Tangga

2. Konsumsi Lembaga Non Profit (LNPRT)

3. Konsumsi Pemerintah

4. Pembentukan Modal Tetap Bruto

5. Perubahan Inventori

6. Ekspor Luar Negeri

7. Impor Luar Negeri

8. Net Ekspor Antar Daerah (Impor)

Data Ekspor Impor di Provinsi NTT

Ekspor

Nilai Ekspor Nonmigas (ribu USD)

Volume Ekspor Nonmigas (ton)

Impor

Nilai Impor Nonmigas (ribu USD)

Volume Impor Nonmigas (ton)

Ket:*) dalam Rp Rupiah (ADHB) **) Pertumbuhan Q4 2016 dibandingkan Q3 2016 ***) Pertumbuhan Q4 2016 dibandingkan Q4 2015 ****) Untuk mengukur pertumbuhan digunakan PDRB harga konstan

II. INFLASI

Indikator2013 2014

I II III IV I II III IV

Indeks Harga Konsumen

NTT

- Kota Kupang

- Maumere

Laju Inflasi Tahunan (yoy %)

NTT

- Kota Kupang

- Maumere

104.41

104.56

103.39

7.11

7.06

7.38

104.78

104.91

103.96

5.26

5.56

3.73

108.66

108.85

107.42

8.29

8.88

5.32

110.58

110.84

108.85

8.41

8.84

6.24

112.52

112.91

110.00

7.78

7.99

6.39

113.27

113.63

110.93

8.10

8.31

6.70

113,15

113,50

110,85

4,13

4,27

3,19

119,15

120,06

113,20

7,76

8,32

4,00

2015

118.59

119.47

112.81

5.39

5.81

2.55

I II

120,07

121,09

113,42

6,01

6,57

2,24

III

120.78

121.54

115.77

6.74

7.08

4.44

IV

125.02

126.15

117.60

4.92

5.07

3.89

2016

I

124.56

125.64

117.50

5.04

5.16

4.16

II

126,10

127,42

117,47

5,02

5,23

3,57

III

124,48

125,41

118,41

3,07

3,18

2,28

IV

128,12

129,07

121,86

2,48

2,31

3,62

2015 2016

76.190,9

22.765,5

1.073,5

940,9

43,6

47,2

7.908,2

8.272,3

3.986,6

487,1

5.477,4

2.995,5

2.054,3

235,5

9.375,0

7.303,2

1.585,5

1.639,5

76.190,9

57.361,6

2.539,4

21.765,7

30.996,1

967,6

1.592,0

261,5

-38.770,0

21.194

78.589

5.465

3.633

84.172,6

24.315,8

1.166,8

1.034,3

59,4

49,0

9.095,3

9.321,8

4.528,3

586,1

5.878,5

3.362,9

2.209,5

257,2

10.665,0

8.103,3

1.768,0

1.771,4

84.172,6

64.246,5

2.636,9

22.518,3

35.725,0

458,3

1.287,6

274,8

-42.425,1

21.393

102.733

12.367

22.401

5,18

2,23

5,66

4,98

14,61

0,38

8,46

6,77

6,73

14,46

6,76

8,47

3,41

2,83

5,63

4,18

6,19

3,55

5,18

6,80

0,41

-0,36

5,06

-55,80

-20,81

5,91

2,00

0,94

30,72

126,32

516,68

%QTQ* %YOY***%yoy*) IV

2016

20.299,5

5.627,5

292,4

259,3

13,7

12,3

2.244,0

2.217,5

1.089,8

137,0

1.462,3

799,2

550,9

62,3

2.628,6

2.041,2

432,9

428,6

20.299,5

15.875,4

727,6

7.289,5

8.827,5

352,4

349,5

72,6

-13.049,8

5.655

24.964

1.439

760

21.875,2

6.417,8

301,7

265,2

15,3

12,7

2.389,2

2.456,3

1.186,1

154,6

1.511,0

838,7

567,4

66,4

2.731,1

2.068,0

443,9

449,9

21.875,2

16.073,1

677,2

6.946,7

9.341,9

136,7

330,6

93,4

-11.537,6

5.042

32.105

3.388

614

0,28

-6,05

2,43

4,17

3,72

1,10

2,80

0,40

2,07

2,72

3,23

5,90

1,72

4,13

2,15

4,88

5,89

1,90

0,28

4,01

8,95

3,08

6,41

19,70

5,01

-44,96

12,15

20,46

-20,34

-80,75

147,25

III

2015

5,19

4,53

3,19

3,41

11,52

1,27

8,48

7,57

5,48

13,01

7,23

8,38

3,53

5,57

1,60

2,51

5,20

4,32

5,19

7,27

-0,29

-3,08

4,42

-55,29

-1,86

-29,03

0,99

7,40

2,45

-54,67

99,60

2016

IV

22.096,6

6.094,6

309,4

279,2

16,0

12,8

2.465,0

2.487,9

1.210,7

159,8

1.569,3

899,0

577,5

69,5

2.827,9

2.182,0

473,6

462,3

22.096,6

17.390,2

744,9

7.359,4

10.143,2

166,7

315,3

51,9

-13.971,3

6.074

25.575

652

1.518

JAN

129,07

130,09

122,35

2,48

2,32

3,61

2017

Page 22: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

TABEL INDIKATOR EKONOMI TERPILIH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

Februari 2017 xxi

I. EKONOMI MAKRO REGIONAL

INDIKATOR

Berdasarkan Sektor/ Lapangan Usaha (Harga Berlaku)

Produk Domestik Regional Bruto (Harga Berlaku)

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

Pertambangan dan Penggalian

Industri Pengolahan

Pengadaan Listrik dan Gas

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang

Konstruksi

Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

Transportasi dan Pergudangan

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum

Informasi dan Komunikasi

Jasa Keuangan dan Asuransi

Real Estate

Jasa Perusahaan

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

Jasa Pendidikan

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial

Jasa lainnya

Berdasarkan Permintaan / Penggunaan (Harga Berlaku)

Produk Domestik Regional Bruto (Harga Berlaku)

1. Konsumsi Rumah Tangga

2. Konsumsi Lembaga Non Profit (LNPRT)

3. Konsumsi Pemerintah

4. Pembentukan Modal Tetap Bruto

5. Perubahan Inventori

6. Ekspor Luar Negeri

7. Impor Luar Negeri

8. Net Ekspor Antar Daerah (Impor)

Data Ekspor Impor di Provinsi NTT

Ekspor

Nilai Ekspor Nonmigas (ribu USD)

Volume Ekspor Nonmigas (ton)

Impor

Nilai Impor Nonmigas (ribu USD)

Volume Impor Nonmigas (ton)

Ket:*) dalam Miliar Rupiah (ADHB) **) Pertumbuhan Q4 2016 dibandingkan Q3 2016 ***) Pertumbuhan Q4 2016 dibandingkan Q4 2015 ****) Untuk mengukur pertumbuhan digunakan PDRB harga konstan

II. INFLASI

Indikator2013 2014

I II III IV I II III IV

Indeks Harga Konsumen

NTT

- Kota Kupang

- Maumere

Laju Inflasi Tahunan (yoy %)

NTT

- Kota Kupang

- Maumere

104.41

104.56

103.39

7.11

7.06

7.38

104.78

104.91

103.96

5.26

5.56

3.73

108.66

108.85

107.42

8.29

8.88

5.32

110.58

110.84

108.85

8.41

8.84

6.24

112.52

112.91

110.00

7.78

7.99

6.39

113.27

113.63

110.93

8.10

8.31

6.70

113,15

113,50

110,85

4,13

4,27

3,19

119,15

120,06

113,20

7,76

8,32

4,00

2015

118.59

119.47

112.81

5.39

5.81

2.55

I II

120,07

121,09

113,42

6,01

6,57

2,24

III

120.78

121.54

115.77

6.74

7.08

4.44

IV

125.02

126.15

117.60

4.92

5.07

3.89

2016

I

124.56

125.64

117.50

5.04

5.16

4.16

II

126,10

127,42

117,47

5,02

5,23

3,57

III

124,48

125,41

118,41

3,07

3,18

2,28

IV

128,12

129,07

121,86

2,48

2,31

3,62

2015 2016*

76.190,9

22.765,5

1.073,5

940,9

43,6

47,2

7.908,2

8.272,3

3.986,6

487,1

5.477,4

2.995,5

2.054,3

235,5

9.375,0

7.303,2

1.585,5

1.639,5

76.190,9

57.361,6

2.539,4

21.765,7

30.996,1

967,6

1.592,0

261,5

-38.770,0

21.194

78.589

5.465

3.633

84.172,6

24.315,8

1.166,8

1.034,3

59,4

49,0

9.095,3

9.321,8

4.528,3

586,1

5.878,5

3.362,9

2.209,5

257,2

10.665,0

8.103,3

1.768,0

1.771,4

84.172,6

64.246,5

2.636,9

22.518,3

35.725,0

458,3

1.287,6

274,8

-42.425,1

21.393

102.733

12.367

22.401

5,18

2,23

5,66

4,98

14,61

0,38

8,46

6,77

6,73

14,46

6,76

8,47

3,41

2,83

5,63

4,18

6,19

3,55

5,18

6,80

0,41

-0,36

5,06

-55,80

-20,81

5,91

2,00

0,94

30,72

126,32

516,68

%QTQ** %YOY***%yoy IV

2016

20.299,5

5.627,5

292,4

259,3

13,7

12,3

2.244,0

2.217,5

1.089,8

137,0

1.462,3

799,2

550,9

62,3

2.628,6

2.041,2

432,9

428,6

20.299,5

15.875,4

727,6

7.289,5

8.827,5

352,4

349,5

72,6

-13.049,8

5.655

24.964

1.439

760

21.875,2

6.417,8

301,7

265,2

15,3

12,7

2.389,2

2.456,3

1.186,1

154,6

1.511,0

838,7

567,4

66,4

2.731,1

2.068,0

443,9

449,9

21.875,2

16.073,1

677,2

6.946,7

9.341,9

136,7

330,6

93,4

-11.537,6

5.042

32.105

3.388

614

0,28

-6,05

2,43

4,17

3,72

1,10

2,80

0,40

2,07

2,72

3,23

5,90

1,72

4,13

2,15

4,88

5,89

1,90

0,28

4,01

8,95

3,08

6,41

19,70

5,01

-44,96

12,15

20,46

-20,34

-80,75

147,25

III

2015

5,19

4,53

3,19

3,41

11,52

1,27

8,48

7,57

5,48

13,01

7,23

8,38

3,53

5,57

1,60

2,51

5,20

4,32

5,19

7,27

-0,29

-3,08

4,42

-55,29

-1,86

-29,03

0,99

7,40

2,45

-54,67

99,60

2016

IV

22.096,6

6.094,6

309,4

279,2

16,0

12,8

2.465,0

2.487,9

1.210,7

159,8

1.569,3

899,0

577,5

69,5

2.827,9

2.182,0

473,6

462,3

22.096,6

17.390,2

744,9

7.359,4

10.143,2

166,7

315,3

51,9

-13.971,3

6.074

25.575

652

1.518

JAN

129,07

130,09

122,35

2,48

2,32

3,61

2017

Page 23: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada tahun 2016 mengalami peningkatan apabila dibandingkan

dengan tahun 2015. Pendorong utama pertumbuhan ekonomi terutama berasal dari peningkatan daya

beli masyarakat yang terlihat dari komponen konsumsi rumah tangga. Sementara pertumbuhan sisi

sektoral terutama berasal dari sektor 1) Konstruksi serta 2)Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi

Mobil dan Sepeda Motor.

Ekonomi Makro Regional01

Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada tahun 2016 tercatat sebesar 5,18% (yoy) lebih tinggi

dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 5,03% (yoy) ataupun nasional yang tumbuh sebesar 5,02% (yoy)

pada tahun 2016.

Sementara itu, pertumbuhan ekonomi NTT pada triwulan IV-2016 tercatat sebesar 5,19% (yoy) atau

meningkat dibandingkan triwulan III yang sebesar 5,11%(yoy). Sumber pertumbuhan terutama berasal dari

peningkatan pertumbuhan sektor pertanian sebagai sektor utama dan didukung pertumbuhan yang cukup

tinggi pada sektor konstruksi serta sektor perdagangan besar dan eceran.

Dari tracking pertumbuhan ekonomi triwulan I-2017 diperkirakan cukup stabil seiring dorongan

pertumbuhan tahunan pada sektor perdagangan, konstruksi dan administrasi pemerintahan.

INDIKATOR

Inflow (Rp. Triliun)

Outflow (Rp. Triliun)

Uang Palsu (lembar)

Transaksi Non Tunai

BI-RTGS

To NTT

Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp. Triliun)

Volume Transaksi BI-RTGS (lembar warkat)

Kliring

Nominal Kliring Penyerahan (Rp. Triliun)

Volume Perputaran Kliring Penyerahan (lembar warkat)

Cek/BG Kosong

INDIKATOR

A. Bank Umum Konvensional dan Syariah (dalam Rp. Miliar kecuali dinyatakan lain)

1. Total Aset

2. DPK

- Giro

- Tabungan

- Deposito

3. Kredit Berdasarkan Lokasi Proyek

- Investasi

- Modal Kerja

- Konsumsi

4. Kredit Berdasarkan Lokasi Kantor Cabang

- Investasi

- Modal Kerja

- Konsumsi

LDR (%)

Kredit UMKM

B. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) (dalam Rp. Miliar kecuali dinyatakan lain).

Total Aset

Dana Pihak Ketiga

Kredit Berdasarkan Lokasi Kantor Cabang

LDR (%)

C. Grand Total (A+B)

1. Total Aset

2. Dana Pihak Ketiga

3. Pembiayaan berdasarkan Lokasi Kantor Cabang

D. Pangsa BPR Terhadap Grand Total

1. Total Aset (%)

2. Dana Pihak Ketiga (%)

3. Pembiayaan berdasarkan Lokasi Kantor Cabang (%)

III. PERBANKAN

IV. SISTEM PEMBAYARAN

xxii Februari 2017

2014

I II III IV

20152015 2016

28.602

21.478

4.372

11.933

5.173

20.284

6.110

1.650

12.524

19.492

5.922

1.381

12.189

90,8%

6.301

510

381

366

76,7%

29.112

21.859

19.858

1,8%

1,7%

1,8%

29.757

21.466

3.722

12.819

4.924

22.837

7.121

1.659

14.057

21.913

6.813

1.474

13.627

102,1%

7.358

620

469

449

75,2%

30.377

21.935

22.362

2,0%

2,1%

2,0%

23.316

16.804

3.954

8.515

4.336

15.695

4.385

1.343

9.968

15.071

4.322

1.115

9.634

89,7%

4.324

343

250

270

82,6%

23.660

17.055

15.341

1,5%

1,5%

1,8%

26.398

18.465

5.310

8.475

4.680

16.587

4.822

1.443

10.322

15.947

4.742

1.201

10.004

86,4%

4.922

355

257

294

85,6%

26.753

18.723

16.241

1,3%

1,4%

1,8%

27.114

18.895

5.015

8.959

4.922

17.153

5.061

1.443

10.649

16.532

5.008

1.235

10.289

87,5%

5.176

374

275

306

84,1%

27.487

19.170

16.838

1,4%

1,4%

1,8%

25.600

18.367

3.634

10.306

4.427

17.698

5.261

1.536

10.900

17.094

5.252

1.309

10.534

93,1%

5.329

415

309

319

79,4%

26.016

18.676

17.413

1,6%

1,7%

1,8%

29.877

19.648

5.412

9.046

5.190

17.843

5.260

1.533

11.049

17.226

5.218

1.318

10.690

87,7%

5.422

437

311

330

80,5%

30.314

19.959

17.556

1,4%

1,6%

1,9%

II

32.778

21.581

6.290

9.106

6.186

18.908

5.698

1.641

11.569

18.198

5.626

1.359

11.212

84,3%

5.814

454

331

349

82,4%

33.233

21.912

18.546

1,4%

1,5%

1,9%

III

32.750

22.341

6.537

9.644

6.159

19.742

6.072

1.570

12.100

18.897

5.848

1.338

11.710

84,6%

6.180

482

353

354

80,5%

33.232

22.694

19.250

1,4%

1,6%

1,8%

IV

28.602

21.478

4.372

11.933

5.173

20.284

6.110

1.650

12.524

19.492

5.922

1.381

12.189

90,8%

6.301

510

381

366

76,70%

29.112

21.859

19.858

1,8%

1,7%

1,8%

2016

30.931

21.945

5.604

10.449

5.893

20.525

6.127

1.567

12.830

19.556

5.748

1.317

12.491

89,1%

6.395

535

403

368

77,6%

31.466

22.348

19.924

1,7%

1,8%

1,8%

II

32.321

23.829

6.429

11.150

6.250

21.731

6.693

1.696

13.342

20.845

6.409

1.442

12.995

87,5%

6.933

545

412

389

79,8%

32.866

24.241

21.235

1,7%

1,7%

1,8%

III

29.757

21.466

3.722

12.819

4.924

22.837

7.121

1.659

14.057

21.913

6.813

1.474

13.627

102,1%

7.358

620

469

449

75,2%

30.377

21.935

22.362

2,0%

2,1%

2,0%

3,7

5,6

1.098

135,76

21.758

6,32

201.975

1.203

4,2

5,6

178

15

658

12,66

302.914

1.020

2014

I II III IV2015 2016

1,4

0,3

14

14,18

7.809

0,84

34.677

179

0,7

0,8

11

13,05

7.868

0,85

36.188

175

0,8

1,3

39

29,84

8.776

0,91

37.809

276

0,5

2,1

8

35,63

9.294

1,19

43.610

267

1,8

0,4

27

34,61

5.984

0,99

39.971

300

2015

II

0,5

0,9

966

43,75

6.086

0,93

40.708

254

III

0,8

1,7

52

41,55

5.877

1,38

48.453

342

IV

0,5

2,6

53

15,84

3.811

3,01

72.843

307

I

1,8

0,3

25

8,69

323

3,11

67.315

229

2016

II

0,7

1,7

89

6,76

335

3,36

75.723

247

III

0,9

1,3

38

0,00

0,00

2,81

73.560

244

IV

30.327

22.405

5.059

11.063

6.283

22.383

7.050

1.661

13.672

21.508

6.764

1.472

13.272

96,0%

7.308

572

434

421

77,9%

30.900

22.839

21.929

1,9%

1,9%

1,9%

IV

0,7

2,3

26

0,00

0,00

3,38

86.316

300

Page 24: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada tahun 2016 mengalami peningkatan apabila dibandingkan

dengan tahun 2015. Pendorong utama pertumbuhan ekonomi terutama berasal dari peningkatan daya

beli masyarakat yang terlihat dari komponen konsumsi rumah tangga. Sementara pertumbuhan sisi

sektoral terutama berasal dari sektor 1) Konstruksi serta 2)Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi

Mobil dan Sepeda Motor.

Ekonomi Makro Regional01

Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada tahun 2016 tercatat sebesar 5,18% (yoy) lebih tinggi

dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 5,03% (yoy) ataupun nasional yang tumbuh sebesar 5,02% (yoy)

pada tahun 2016.

Sementara itu, pertumbuhan ekonomi NTT pada triwulan IV-2016 tercatat sebesar 5,19% (yoy) atau

meningkat dibandingkan triwulan III yang sebesar 5,11%(yoy). Sumber pertumbuhan terutama berasal dari

peningkatan pertumbuhan sektor pertanian sebagai sektor utama dan didukung pertumbuhan yang cukup

tinggi pada sektor konstruksi serta sektor perdagangan besar dan eceran.

Dari tracking pertumbuhan ekonomi triwulan I-2017 diperkirakan cukup stabil seiring dorongan

pertumbuhan tahunan pada sektor perdagangan, konstruksi dan administrasi pemerintahan.

INDIKATOR

Inflow (Rp. Triliun)

Outflow (Rp. Triliun)

Uang Palsu (lembar)

Transaksi Non Tunai

BI-RTGS

To NTT

Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp. Triliun)

Volume Transaksi BI-RTGS (lembar warkat)

Kliring

Nominal Kliring Penyerahan (Rp. Triliun)

Volume Perputaran Kliring Penyerahan (lembar warkat)

Cek/BG Kosong

INDIKATOR

A. Bank Umum Konvensional dan Syariah (dalam Rp. Miliar kecuali dinyatakan lain)

1. Total Aset

2. DPK

- Giro

- Tabungan

- Deposito

3. Kredit Berdasarkan Lokasi Proyek

- Investasi

- Modal Kerja

- Konsumsi

4. Kredit Berdasarkan Lokasi Kantor Cabang

- Investasi

- Modal Kerja

- Konsumsi

LDR (%)

Kredit UMKM

B. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) (dalam Rp. Miliar kecuali dinyatakan lain).

Total Aset

Dana Pihak Ketiga

Kredit Berdasarkan Lokasi Kantor Cabang

LDR (%)

C. Grand Total (A+B)

1. Total Aset

2. Dana Pihak Ketiga

3. Pembiayaan berdasarkan Lokasi Kantor Cabang

D. Pangsa BPR Terhadap Grand Total

1. Total Aset (%)

2. Dana Pihak Ketiga (%)

3. Pembiayaan berdasarkan Lokasi Kantor Cabang (%)

III. PERBANKAN

IV. SISTEM PEMBAYARAN

xxii Februari 2017

2014

I II III IV

20152015 2016

28.602

21.478

4.372

11.933

5.173

20.284

6.110

1.650

12.524

19.492

5.922

1.381

12.189

90,8%

6.301

510

381

366

76,7%

29.112

21.859

19.858

1,8%

1,7%

1,8%

29.757

21.466

3.722

12.819

4.924

22.837

7.121

1.659

14.057

21.913

6.813

1.474

13.627

102,1%

7.358

620

469

449

75,2%

30.377

21.935

22.362

2,0%

2,1%

2,0%

23.316

16.804

3.954

8.515

4.336

15.695

4.385

1.343

9.968

15.071

4.322

1.115

9.634

89,7%

4.324

343

250

270

82,6%

23.660

17.055

15.341

1,5%

1,5%

1,8%

26.398

18.465

5.310

8.475

4.680

16.587

4.822

1.443

10.322

15.947

4.742

1.201

10.004

86,4%

4.922

355

257

294

85,6%

26.753

18.723

16.241

1,3%

1,4%

1,8%

27.114

18.895

5.015

8.959

4.922

17.153

5.061

1.443

10.649

16.532

5.008

1.235

10.289

87,5%

5.176

374

275

306

84,1%

27.487

19.170

16.838

1,4%

1,4%

1,8%

25.600

18.367

3.634

10.306

4.427

17.698

5.261

1.536

10.900

17.094

5.252

1.309

10.534

93,1%

5.329

415

309

319

79,4%

26.016

18.676

17.413

1,6%

1,7%

1,8%

29.877

19.648

5.412

9.046

5.190

17.843

5.260

1.533

11.049

17.226

5.218

1.318

10.690

87,7%

5.422

437

311

330

80,5%

30.314

19.959

17.556

1,4%

1,6%

1,9%

II

32.778

21.581

6.290

9.106

6.186

18.908

5.698

1.641

11.569

18.198

5.626

1.359

11.212

84,3%

5.814

454

331

349

82,4%

33.233

21.912

18.546

1,4%

1,5%

1,9%

III

32.750

22.341

6.537

9.644

6.159

19.742

6.072

1.570

12.100

18.897

5.848

1.338

11.710

84,6%

6.180

482

353

354

80,5%

33.232

22.694

19.250

1,4%

1,6%

1,8%

IV

28.602

21.478

4.372

11.933

5.173

20.284

6.110

1.650

12.524

19.492

5.922

1.381

12.189

90,8%

6.301

510

381

366

76,70%

29.112

21.859

19.858

1,8%

1,7%

1,8%

2016

30.931

21.945

5.604

10.449

5.893

20.525

6.127

1.567

12.830

19.556

5.748

1.317

12.491

89,1%

6.395

535

403

368

77,6%

31.466

22.348

19.924

1,7%

1,8%

1,8%

II

32.321

23.829

6.429

11.150

6.250

21.731

6.693

1.696

13.342

20.845

6.409

1.442

12.995

87,5%

6.933

545

412

389

79,8%

32.866

24.241

21.235

1,7%

1,7%

1,8%

III

29.757

21.466

3.722

12.819

4.924

22.837

7.121

1.659

14.057

21.913

6.813

1.474

13.627

102,1%

7.358

620

469

449

75,2%

30.377

21.935

22.362

2,0%

2,1%

2,0%

3,7

5,6

1.098

135,76

21.758

6,32

201.975

1.203

4,2

5,6

178

15

658

12,66

302.914

1.020

2014

I II III IV2015 2016

1,4

0,3

14

14,18

7.809

0,84

34.677

179

0,7

0,8

11

13,05

7.868

0,85

36.188

175

0,8

1,3

39

29,84

8.776

0,91

37.809

276

0,5

2,1

8

35,63

9.294

1,19

43.610

267

1,8

0,4

27

34,61

5.984

0,99

39.971

300

2015

II

0,5

0,9

966

43,75

6.086

0,93

40.708

254

III

0,8

1,7

52

41,55

5.877

1,38

48.453

342

IV

0,5

2,6

53

15,84

3.811

3,01

72.843

307

I

1,8

0,3

25

8,69

323

3,11

67.315

229

2016

II

0,7

1,7

89

6,76

335

3,36

75.723

247

III

0,9

1,3

38

0,00

0,00

2,81

73.560

244

IV

30.327

22.405

5.059

11.063

6.283

22.383

7.050

1.661

13.672

21.508

6.764

1.472

13.272

96,0%

7.308

572

434

421

77,9%

30.900

22.839

21.929

1,9%

1,9%

1,9%

IV

0,7

2,3

26

0,00

0,00

3,38

86.316

300

Page 25: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

1.1 KONDISI UMUM

PDRB NTT pada tahun 2016 mencapai Rp 84,17 triliun (harga berlaku) dengan pertumbuhan ekonomi mencapai 5,18%

(yoy) meningkat dibandingkan pertumbuhan tahun 2015 yang sebesar 5,03% (yoy) dan nasional yang sebesar 5,02%

(yoy). Komponen pendorong utama pertumbuhan ekonomi NTT pada tahun 2016 terutama adalah konsumsi rumah

tangga yang tumbuh mencapai 6,80% (yoy). Perbaikan daya beli masyarakat timbul karena peningkatan pendapatan

seiring adanya gaji ke-13 & 14 PNS, peningkatan pendapatan sektor pertanian dan dorongan kegiatan proyek-proyek

Pemerintah dan Swasta. Selain itu, kegiatan bersifat regional maupun nasional di NTT, seperti Hari Keluarga Nasional

(Harganas), Alor Expo, Sunda Kecil Expo, Pameran Pembangunan, dan Tour De Flores juga mendorong tumbuhnya

konsumsi masyarakat di NTT. Dari sisi sektoral, tingginya pertumbuhan beberapa sektor utama seperti sektor konstruksi

dan perdagangan juga menggambarkan adanya perbaikan daya beli dan kegiatan proyek yang meningkat sepanjang

tahun 2016.

Secara spasial, pertumbuhan ekonomi NTT tahun 2016 cenderung masih lebih rendah apabila dibandingkan beberapa

Provinsi di Kawasan Timur Indonesia (KTI). Provinsi NTT hanya berada diatas Provinsi Papua Barat. Pertumbuhan yang

cukup tinggi di KTI sendiri terutama disebabkan oleh adanya relaksasi ekspor pertambangan, relaksasi moratorium

perikanan, produksi pengolahan tambang yang meningkat seiring beroperasinya smelter serta peningkatan produksi

pertanian dan perkebunan. Masih tingginya tingkat kunjungan wisatawan juga mendorong perekonomian KTI terutama

Provinsi Bali.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

1.1.1 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi NTT tahun 2016

Sumber : BPS, diolah

NTT BALI NTB SULSEL MALUKU MALUT PABAR PAPUA

84,2195,4 116,2 379,2 37,1 29,2 66,6

178,4

NTT BALI NTB SULSEL MALUKU MALUT PABAR PAPUA

Nominal PDRB (RP TRILIUN)

GRAFIK 1.2. PDRB DAN PERTUMBUHAN PDRB TAHUNAN BEBERAPA PROVINSI DI INDONESIA

2016 (%YOY)

5,18 6,24 5,82 7,41 5,76 5,77 4,52 9,21

PDRB NASIONAL RP 12.406,8 T

Sumber : BPS, diolah

2011 2012 2013 2014 2015 2016 4.00

4.50

5.00

5.50

6.00

6.50

40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 TRILIUN RP

%

GRAFIK 1.1. PDRB (ADHB) DAN PERTUMBUHAN PDRB TAHUNAN PROVINSI NTT DIBANDING NASIONAL

5.02

5.18

Di sisi lain, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi NTT pada triwulan IV-2016 mencapai Rp 22,09

triliun (ADHB) dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,19% (yoy). Pertumbuhan ekonomi NTT pada triwulan IV

tercatat meningkat apabila dibandingkan triwulan III yang sebesar 5,11% (yoy). Dari sisi penggunaan, pertumbuhan juga

didorong oleh peningkatan konsumsi rumah tangga yang mencapai 7,27% (yoy) dan Pembentukan Modal Tetap Bruto

sebesar 4,45% (yoy), meningkat dibandingkan pertumbuhan tahunan pada periode triwulan III-2016. Peningkatan kedua

sektor tersebut juga tercermin pada pertumbuhan sisi sektoral. Sektor pertanian sebagai sektor utama tercatat tumbuh

sebesar 4,53% (yoy) lebih tinggi apabila dibandingkan triwulan III yang hanya tumbuh 3% (yoy). Peningkatan ini

ditengarai disebabkan oleh musim panen komoditas perkebunan seperti jambu mete, kopra dan kakao serta telah

masuknya panen komoditas padi. Dampak positif meningkatnya pasokan air karena La Nina dan perbaikan irigasi, serta

berkurangnya serangan hama menjadi beberapa pendorong peningkatan produksi. Pertumbuhan cukup tinggi juga

terlihat pada sektor perdagangan besar dan eceran yang mencapai 7,57% (yoy) seiring perbaikan daya beli dan

pendapatan masyarakat serta adanya momen natal, libur sekolah dan menjelang akhir tahun. Adanya peningkatan

1.1.2 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi NTT Triwulan-IV 2016

76,19

84,17

NTT (%YOY)PDRB NTT NAS (%YOY)

1Februari 2017

Page 26: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

1.1 KONDISI UMUM

PDRB NTT pada tahun 2016 mencapai Rp 84,17 triliun (harga berlaku) dengan pertumbuhan ekonomi mencapai 5,18%

(yoy) meningkat dibandingkan pertumbuhan tahun 2015 yang sebesar 5,03% (yoy) dan nasional yang sebesar 5,02%

(yoy). Komponen pendorong utama pertumbuhan ekonomi NTT pada tahun 2016 terutama adalah konsumsi rumah

tangga yang tumbuh mencapai 6,80% (yoy). Perbaikan daya beli masyarakat timbul karena peningkatan pendapatan

seiring adanya gaji ke-13 & 14 PNS, peningkatan pendapatan sektor pertanian dan dorongan kegiatan proyek-proyek

Pemerintah dan Swasta. Selain itu, kegiatan bersifat regional maupun nasional di NTT, seperti Hari Keluarga Nasional

(Harganas), Alor Expo, Sunda Kecil Expo, Pameran Pembangunan, dan Tour De Flores juga mendorong tumbuhnya

konsumsi masyarakat di NTT. Dari sisi sektoral, tingginya pertumbuhan beberapa sektor utama seperti sektor konstruksi

dan perdagangan juga menggambarkan adanya perbaikan daya beli dan kegiatan proyek yang meningkat sepanjang

tahun 2016.

Secara spasial, pertumbuhan ekonomi NTT tahun 2016 cenderung masih lebih rendah apabila dibandingkan beberapa

Provinsi di Kawasan Timur Indonesia (KTI). Provinsi NTT hanya berada diatas Provinsi Papua Barat. Pertumbuhan yang

cukup tinggi di KTI sendiri terutama disebabkan oleh adanya relaksasi ekspor pertambangan, relaksasi moratorium

perikanan, produksi pengolahan tambang yang meningkat seiring beroperasinya smelter serta peningkatan produksi

pertanian dan perkebunan. Masih tingginya tingkat kunjungan wisatawan juga mendorong perekonomian KTI terutama

Provinsi Bali.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

1.1.1 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi NTT tahun 2016

Sumber : BPS, diolah

NTT BALI NTB SULSEL MALUKU MALUT PABAR PAPUA

84,2195,4 116,2 379,2 37,1 29,2 66,6

178,4

NTT BALI NTB SULSEL MALUKU MALUT PABAR PAPUA

Nominal PDRB (RP TRILIUN)

GRAFIK 1.2. PDRB DAN PERTUMBUHAN PDRB TAHUNAN BEBERAPA PROVINSI DI INDONESIA

2016 (%YOY)

5,18 6,24 5,82 7,41 5,76 5,77 4,52 9,21

PDRB NASIONAL RP 12.406,8 T

Sumber : BPS, diolah

2011 2012 2013 2014 2015 2016 4.00

4.50

5.00

5.50

6.00

6.50

40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 TRILIUN RP

%

GRAFIK 1.1. PDRB (ADHB) DAN PERTUMBUHAN PDRB TAHUNAN PROVINSI NTT DIBANDING NASIONAL

5.02

5.18

Di sisi lain, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi NTT pada triwulan IV-2016 mencapai Rp 22,09

triliun (ADHB) dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,19% (yoy). Pertumbuhan ekonomi NTT pada triwulan IV

tercatat meningkat apabila dibandingkan triwulan III yang sebesar 5,11% (yoy). Dari sisi penggunaan, pertumbuhan juga

didorong oleh peningkatan konsumsi rumah tangga yang mencapai 7,27% (yoy) dan Pembentukan Modal Tetap Bruto

sebesar 4,45% (yoy), meningkat dibandingkan pertumbuhan tahunan pada periode triwulan III-2016. Peningkatan kedua

sektor tersebut juga tercermin pada pertumbuhan sisi sektoral. Sektor pertanian sebagai sektor utama tercatat tumbuh

sebesar 4,53% (yoy) lebih tinggi apabila dibandingkan triwulan III yang hanya tumbuh 3% (yoy). Peningkatan ini

ditengarai disebabkan oleh musim panen komoditas perkebunan seperti jambu mete, kopra dan kakao serta telah

masuknya panen komoditas padi. Dampak positif meningkatnya pasokan air karena La Nina dan perbaikan irigasi, serta

berkurangnya serangan hama menjadi beberapa pendorong peningkatan produksi. Pertumbuhan cukup tinggi juga

terlihat pada sektor perdagangan besar dan eceran yang mencapai 7,57% (yoy) seiring perbaikan daya beli dan

pendapatan masyarakat serta adanya momen natal, libur sekolah dan menjelang akhir tahun. Adanya peningkatan

1.1.2 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi NTT Triwulan-IV 2016

76,19

84,17

NTT (%YOY)PDRB NTT NAS (%YOY)

1Februari 2017

Page 27: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Pada triwulan IV 2016 pertumbuhan komponen konsumsi rumah tangga juga tercatat menjadi pendorong

utama dengan pertumbuhan mencapai 7,27% (yoy). Pertumbuhan tersebut tercatat cukup stabil dibandingkan

triwulan-III yang sebesar 7,22% (yoy). Faktor pendorong ditengarai berasal dari konsumsi masyarakat di akhir tahun seiring

masa liburan sekolah dan libur keagamaan serta akhir tahun. Perbaikan pendapatan masyarakat seiring panen komoditas

pertanian juga mendorong kenaikan daya beli masyarakat. Sementara itu, komponen PMTB tercatat tumbuh meningkat

menjadi 4,42% (yoy) dibandingkan triwulan III yang sebesar 3,87% (yoy) seiring dengan adanya peningkatan kegiatan

proyek pemerintah di akhir tahun.

URAIAN2015

2016Bobot yoy

64,246,464

2,636,946

22,518,264

35,724,984

458,340

1,287,553

274,813

(42,425,100)

84,172,637

17,390,210

744,944

7,359,416

10,143,179

166,701

315,296

51,931

(13,971,251)

22,096,563

15,875,399

727,600

7,289,527

8,827,478

352,370

349,505

72,579

(13,049,790)

20,299,511

16,073,052

677,222

6,946,749

9,341,925

136,664

330,630

93,436

(11,537,570)

21,875,236

78.70

3.37

33.31

45.90

0.75

1.43

0.24

-63.23

100.00

4.01

8.95

3.08

6.41

19.70

5.01

-44.96

12.15

0.28

57,361,610

2,539,408

21,765,744

30,996,063

967,562

1,592,015

261,549

(38,769,998)

76,190,854 Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah)

PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA

PENGELUARAN KONSUMSI LNPRT

PENGELUARAN KONSUMSI PEMERINTAH

PEMBENTUKAN MODAL TETAP BRUTO

PERUBAHAN INVENTORI

EKSPOR LUAR NEGERI

IMPOR LUAR NEGERI

NET EKSPOR ANTAR DAERAH

P D R B

2016

YOY

IV

2015

IIIIV

Tabel 1.1. PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Pengeluaran 2016

Thnyoy

6.80

0.41

(0.36)

5.06

(55.80)

(20.81)

5.91

2.00

5.18

IVyoy

7.27

-0.29

-3.08

4.42

-55.29

-1.86

-29.03

0.99

5.19

Pengeluaran konsumsi secara umum pada tahun 2016 tercatat tumbuh 4,70% (yoy) melambat dibandingkan

tahun 2015 yang tumbuh 6,63% (yoy). Penyebab perlambatan terutama berasal dari belanja konsumsi pemerintah

yang tercatat kontraksi -0,36% (yoy) walaupun berdasarkan data APBN, APBD Kab/Kota dan APBD Provinsi realisasi

belanja konsumsi pada tahun 2016 mencapai Rp 23,29 triliun atau meningkat sebesar 15% (yoy) dibandingkan 2015 yang

sebesar Rp 20,19 triliun. Namun di sisi lain terdapat beberapa indikator penurunan belanja tahun 2016, diantaranya

penurunan pagu belanja APBN di Provinsi NTT yang mencapai 23,9% (yoy) (Rp 11,34 triliun di tahun 2015 menjadi Rp 8,63

triliun pada tahun 2016) seiring upaya penghematan anggaran APBN oleh Pemerintah Pusat serta adanya penundaan

realisasi Dana Alokasi Umum (DAU) pada rentang September sd. Desember 2016 untuk 5 (lima) Pemerintah Daerah, yaitu

Provinsi NTT, Kab. Kupang, Kab. Ende, Kab. Sumba Timur dan Kab. Manggarai Barat, meskipun untuk bulan Desember

akhirnya terjadi pencairan. Untuk komponen konsumsi sendiri, pertumbuhan pada tahun 2016 terutama terbantu oleh

peningkatan pertumbuhan sektor konsumsi rumah tangga dari 6,21% (yoy) tahun 2015 menjadi 6,80% (yoy) di tahun

2016 seiring peningkatan daya beli masyarakat, dorongan kegiatan bersifat nasional, pameran, momen libur sekolah serta

keagamaan.

Sementara itu komponen pengeluaran konsumsi secara umum (Gabungan antara sub komponen konsumsi

rumah tangga, Konsumsi LNPRT dan konsumsi pemerintah) untuk triwulan IV-2016 tercatat sedikit meningkat

menjadi 3,83% (yoy) dari triwulan III yang 3,68%(yoy). Sektor konsumsi rumah tangga masih menjadi pendorong

utama peningkatan. Sementara konsumsi pemerintah dan konsumsi Lembaga Non Profit yang Melayani Rumah Tangga

(LNPRT) cenderung masih mengalami kontraksi negatif seperti triwulan IV-2016.

Pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan IV tercatat 7,27% (yoy) sedikit meningkat dibandingkan triwulan III

yang sebesar 7,22% (yoy). Pertumbuhan sendiri didorong oleh beberapa faktor, diantaranya libur natal dan libur sekolah di

akhir tahun, peningkatan pendapatan seiring mulainya panen padi dan komoditas perkebunan (jambu mete, kakao dan

kopra), serta peningkatan kegiatan proyek-proyek pemerintah di akhir tahun. Selain itu, adanya program dana desa

dengan alokasi mencapai Rp 1,84 triliun pada tahun 2016 juga diperkirakan mendorong penciptaan kegiatan ekonomi di

1.2.1 Konsumsi

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

3Februari 2017

Sumber:BPS (diolah)

PDRB NTT (TRILIUN RP) NTT (%YOY) NASIONAL (%YOY)

4

4.5

5

5.5

6

6.5

10

12

14

16

18

20

22 TRILIUN RP

21.9

8

20,6

9

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

2013I II I I I IV

GRAFIK 1.3. PDRB (ADHB) DAN PERTUMBUHAN PDRB PROVINSI NTT DIBANDING NASIONAL TRIWULANAN (%YOY)

4.94

5.19

Sumber : BPS (diolah)

BALI

NAS NTT NTB BALI

PDRB ADHB(TRILIUN)

NTT NTB NAS

50.7822.09 29.04 3194.78

4.94 5.19 3.77 5.47

GRAFIK 1.4. PDRB DAN PERTUMBUHAN PDRB TRIWULANAN NTT, BALI, NTB DAN NASIONAL (% YOY)

1.2 PERKEMBANGAN EKONOMI SISI PENGGUNAAN

kegiatan investasi juga melalui proyek pemerintah dan swasta juga terlihat pada tingginya pertumbuhan sisi konstruksi

yang mencapai 8,48% (yoy). Beberapa proyek yang berjalan diantaranya bendungan, sarana irigasi dan perairan, gedung

pemerintahan, pasar, pos lintas batas negara, rumah sakit, sarana perbelanjaan dan hotel.

Dari sisi spasial, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT triwulan IV-2016 yang sebesar 5,19% (yoy) tercatat masih

lebih tinggi apabila dibandingkan nasional dan Prov. Nusa Tenggara Barat. Pertumbuhan nasional tercatat hanya

sebesar 4,94% (yoy) melambat dibandingkan triwulan III yang sebesar 5,01% (yoy) seiring perlambatan pertumbuhan

sektor industri pengolahan serta pertambangan dan penggalian. Sementara itu pertumbuhan ekonomi NTB tercatat

sebesar 3,77% (yoy) meningkat dibandingkan triwulan III yang sebesar 3,43% (yoy) seiring peningkatan pada sektor

pertambangan yang ditopang oleh produksi tembaga dan industri pengolahan seiring beroperasinya pabrik gula di Kab.

Dompu. Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi Provinsi Bali tercatat sebesar 5,47% (yoy) melambat dibandingkan triwulan III

yang sebesar 6,61% (yoy). Perlambatan pada sektor akomodasi dan penyediaan makan minum (Hotel dan Restoran)

sebagai sektor utama menjadi salah satu penyebab utama.

Secara tahunan, pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang mencapai 6,80% (yoy) menjadi pendorong utama

pada tahun 2016. Pertumbuhan tersebut terutama berasal dari sub komponen konsumsi restoran dan hotel serta

konsumsi makanan dan minuman yang ditengarai turut didorong adanya kegiatan bersifat nasional di NTT dan momen-

momen libur sekolah serta libur keagamaan. Selain itu, adanya perbaikan daya beli masyarakat seiring peningkatan

produksi sektor pertanian, tambahan gaji ke-13 dan 14 PNS, serta dorongan proyek menjadi penyebab lainnya.

Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan I-2017 diperkirakan akan cenderung stabil dengan kisaran

5-5,4% (yoy). Adanya penyelenggaraan pilkada di 3 (tiga) daerah, yaitu Kota Kupang, Kab. Flores Timur dan Kab.

Lembata diperkirakan dapat mendorong sektor perdagangan seiring kebutuhan untuk kegiatan kampanye dan

penyelenggaraan pemilu. Selain itu, penyelenggaraan pemilu juga diperkirakan dapat mendorong sektor administrasi

pemerintahan seiring adanya penggunaan dana hibah untuk kegiatan pemilu. Pertumbuhan triwulan I juga diperkirakan

didorong oleh peningkatan sektor konstruksi seiring adanya kegiatan proyek yang belum selesai pada tahun 2016 dan

diundur hingga 50 hari di tahun 2017 serta pengerjaan proyek multiyears seperti bendungan, Pos Lintas Batas Wini dan

Motamasin serta Pengembangan Infrastruktur Pemukiman di Motaain dan Motamasin. Di sisi lain, pertumbuhan sektor

pertanian juga diperkirakan masih positif seiring dengan panen komoditas padi yang masih terjadi hingga awal tahun

2017.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

2 Februari 2017

Page 28: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Pada triwulan IV 2016 pertumbuhan komponen konsumsi rumah tangga juga tercatat menjadi pendorong

utama dengan pertumbuhan mencapai 7,27% (yoy). Pertumbuhan tersebut tercatat cukup stabil dibandingkan

triwulan-III yang sebesar 7,22% (yoy). Faktor pendorong ditengarai berasal dari konsumsi masyarakat di akhir tahun seiring

masa liburan sekolah dan libur keagamaan serta akhir tahun. Perbaikan pendapatan masyarakat seiring panen komoditas

pertanian juga mendorong kenaikan daya beli masyarakat. Sementara itu, komponen PMTB tercatat tumbuh meningkat

menjadi 4,42% (yoy) dibandingkan triwulan III yang sebesar 3,87% (yoy) seiring dengan adanya peningkatan kegiatan

proyek pemerintah di akhir tahun.

URAIAN2015

2016Bobot yoy

64,246,464

2,636,946

22,518,264

35,724,984

458,340

1,287,553

274,813

(42,425,100)

84,172,637

17,390,210

744,944

7,359,416

10,143,179

166,701

315,296

51,931

(13,971,251)

22,096,563

15,875,399

727,600

7,289,527

8,827,478

352,370

349,505

72,579

(13,049,790)

20,299,511

16,073,052

677,222

6,946,749

9,341,925

136,664

330,630

93,436

(11,537,570)

21,875,236

78.70

3.37

33.31

45.90

0.75

1.43

0.24

-63.23

100.00

4.01

8.95

3.08

6.41

19.70

5.01

-44.96

12.15

0.28

57,361,610

2,539,408

21,765,744

30,996,063

967,562

1,592,015

261,549

(38,769,998)

76,190,854 Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah)

PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA

PENGELUARAN KONSUMSI LNPRT

PENGELUARAN KONSUMSI PEMERINTAH

PEMBENTUKAN MODAL TETAP BRUTO

PERUBAHAN INVENTORI

EKSPOR LUAR NEGERI

IMPOR LUAR NEGERI

NET EKSPOR ANTAR DAERAH

P D R B

2016

YOY

IV

2015

IIIIV

Tabel 1.1. PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Pengeluaran 2016

Thnyoy

6.80

0.41

(0.36)

5.06

(55.80)

(20.81)

5.91

2.00

5.18

IVyoy

7.27

-0.29

-3.08

4.42

-55.29

-1.86

-29.03

0.99

5.19

Pengeluaran konsumsi secara umum pada tahun 2016 tercatat tumbuh 4,70% (yoy) melambat dibandingkan

tahun 2015 yang tumbuh 6,63% (yoy). Penyebab perlambatan terutama berasal dari belanja konsumsi pemerintah

yang tercatat kontraksi -0,36% (yoy) walaupun berdasarkan data APBN, APBD Kab/Kota dan APBD Provinsi realisasi

belanja konsumsi pada tahun 2016 mencapai Rp 23,29 triliun atau meningkat sebesar 15% (yoy) dibandingkan 2015 yang

sebesar Rp 20,19 triliun. Namun di sisi lain terdapat beberapa indikator penurunan belanja tahun 2016, diantaranya

penurunan pagu belanja APBN di Provinsi NTT yang mencapai 23,9% (yoy) (Rp 11,34 triliun di tahun 2015 menjadi Rp 8,63

triliun pada tahun 2016) seiring upaya penghematan anggaran APBN oleh Pemerintah Pusat serta adanya penundaan

realisasi Dana Alokasi Umum (DAU) pada rentang September sd. Desember 2016 untuk 5 (lima) Pemerintah Daerah, yaitu

Provinsi NTT, Kab. Kupang, Kab. Ende, Kab. Sumba Timur dan Kab. Manggarai Barat, meskipun untuk bulan Desember

akhirnya terjadi pencairan. Untuk komponen konsumsi sendiri, pertumbuhan pada tahun 2016 terutama terbantu oleh

peningkatan pertumbuhan sektor konsumsi rumah tangga dari 6,21% (yoy) tahun 2015 menjadi 6,80% (yoy) di tahun

2016 seiring peningkatan daya beli masyarakat, dorongan kegiatan bersifat nasional, pameran, momen libur sekolah serta

keagamaan.

Sementara itu komponen pengeluaran konsumsi secara umum (Gabungan antara sub komponen konsumsi

rumah tangga, Konsumsi LNPRT dan konsumsi pemerintah) untuk triwulan IV-2016 tercatat sedikit meningkat

menjadi 3,83% (yoy) dari triwulan III yang 3,68%(yoy). Sektor konsumsi rumah tangga masih menjadi pendorong

utama peningkatan. Sementara konsumsi pemerintah dan konsumsi Lembaga Non Profit yang Melayani Rumah Tangga

(LNPRT) cenderung masih mengalami kontraksi negatif seperti triwulan IV-2016.

Pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan IV tercatat 7,27% (yoy) sedikit meningkat dibandingkan triwulan III

yang sebesar 7,22% (yoy). Pertumbuhan sendiri didorong oleh beberapa faktor, diantaranya libur natal dan libur sekolah di

akhir tahun, peningkatan pendapatan seiring mulainya panen padi dan komoditas perkebunan (jambu mete, kakao dan

kopra), serta peningkatan kegiatan proyek-proyek pemerintah di akhir tahun. Selain itu, adanya program dana desa

dengan alokasi mencapai Rp 1,84 triliun pada tahun 2016 juga diperkirakan mendorong penciptaan kegiatan ekonomi di

1.2.1 Konsumsi

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

3Februari 2017

Sumber:BPS (diolah)

PDRB NTT (TRILIUN RP) NTT (%YOY) NASIONAL (%YOY)

4

4.5

5

5.5

6

6.5

10

12

14

16

18

20

22 TRILIUN RP

21.9

8

20,6

9

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

2013I II I I I IV

GRAFIK 1.3. PDRB (ADHB) DAN PERTUMBUHAN PDRB PROVINSI NTT DIBANDING NASIONAL TRIWULANAN (%YOY)

4.94

5.19

Sumber : BPS (diolah)

BALI

NAS NTT NTB BALI

PDRB ADHB(TRILIUN)

NTT NTB NAS

50.7822.09 29.04 3194.78

4.94 5.19 3.77 5.47

GRAFIK 1.4. PDRB DAN PERTUMBUHAN PDRB TRIWULANAN NTT, BALI, NTB DAN NASIONAL (% YOY)

1.2 PERKEMBANGAN EKONOMI SISI PENGGUNAAN

kegiatan investasi juga melalui proyek pemerintah dan swasta juga terlihat pada tingginya pertumbuhan sisi konstruksi

yang mencapai 8,48% (yoy). Beberapa proyek yang berjalan diantaranya bendungan, sarana irigasi dan perairan, gedung

pemerintahan, pasar, pos lintas batas negara, rumah sakit, sarana perbelanjaan dan hotel.

Dari sisi spasial, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT triwulan IV-2016 yang sebesar 5,19% (yoy) tercatat masih

lebih tinggi apabila dibandingkan nasional dan Prov. Nusa Tenggara Barat. Pertumbuhan nasional tercatat hanya

sebesar 4,94% (yoy) melambat dibandingkan triwulan III yang sebesar 5,01% (yoy) seiring perlambatan pertumbuhan

sektor industri pengolahan serta pertambangan dan penggalian. Sementara itu pertumbuhan ekonomi NTB tercatat

sebesar 3,77% (yoy) meningkat dibandingkan triwulan III yang sebesar 3,43% (yoy) seiring peningkatan pada sektor

pertambangan yang ditopang oleh produksi tembaga dan industri pengolahan seiring beroperasinya pabrik gula di Kab.

Dompu. Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi Provinsi Bali tercatat sebesar 5,47% (yoy) melambat dibandingkan triwulan III

yang sebesar 6,61% (yoy). Perlambatan pada sektor akomodasi dan penyediaan makan minum (Hotel dan Restoran)

sebagai sektor utama menjadi salah satu penyebab utama.

Secara tahunan, pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang mencapai 6,80% (yoy) menjadi pendorong utama

pada tahun 2016. Pertumbuhan tersebut terutama berasal dari sub komponen konsumsi restoran dan hotel serta

konsumsi makanan dan minuman yang ditengarai turut didorong adanya kegiatan bersifat nasional di NTT dan momen-

momen libur sekolah serta libur keagamaan. Selain itu, adanya perbaikan daya beli masyarakat seiring peningkatan

produksi sektor pertanian, tambahan gaji ke-13 dan 14 PNS, serta dorongan proyek menjadi penyebab lainnya.

Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan I-2017 diperkirakan akan cenderung stabil dengan kisaran

5-5,4% (yoy). Adanya penyelenggaraan pilkada di 3 (tiga) daerah, yaitu Kota Kupang, Kab. Flores Timur dan Kab.

Lembata diperkirakan dapat mendorong sektor perdagangan seiring kebutuhan untuk kegiatan kampanye dan

penyelenggaraan pemilu. Selain itu, penyelenggaraan pemilu juga diperkirakan dapat mendorong sektor administrasi

pemerintahan seiring adanya penggunaan dana hibah untuk kegiatan pemilu. Pertumbuhan triwulan I juga diperkirakan

didorong oleh peningkatan sektor konstruksi seiring adanya kegiatan proyek yang belum selesai pada tahun 2016 dan

diundur hingga 50 hari di tahun 2017 serta pengerjaan proyek multiyears seperti bendungan, Pos Lintas Batas Wini dan

Motamasin serta Pengembangan Infrastruktur Pemukiman di Motaain dan Motamasin. Di sisi lain, pertumbuhan sektor

pertanian juga diperkirakan masih positif seiring dengan panen komoditas padi yang masih terjadi hingga awal tahun

2017.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

2 Februari 2017

Page 29: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

GRAFIK 1.11. PENYALURAN KREDIT KONSUMSI

Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah

KONSUMSI KONSUMSI (YOY)

TRILIUN

8%

9%

10%

11%

12%

13%

14%

15%

16%

17%

0

2

4

6

8

10

12

14

16

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

PERTUMBUHAN (%-YOY)PENJUALAN BBM HK-2016 (RP JUTA)

GRAFIK 1.9. PERKEMBANGAN KONSUMSI BBM

Sumber : PT Pertamina (Persero), diolah

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

-6%

-4%

-2%

0%

2%

4%

6%

8%

10%

12%

500

550

600

650

700

750

800

850

GRAFIK 1.10. PERKEMBANGAN

KONSUMSI (RIBU KWH) GROWTH (YOY)

Sumber : PT PLN, diolah

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

0

20000

40000

60000

80000

100000

120000

140000

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

2013I II I I I IV

2012I II I I I IV

GRAFIK 1.8. INDEKS KEGIATAN DUNIA USAHA

Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah

HARGA JUAL TENAGA KERJAKEGIATAN USAHA

-30

-20

-100

10

20

30

40

50

60

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

2013I II I I I IV

GRAFIK 1.7. INDEKS TENDENSI KONSUMEN

80

85

90

95

100

105

110

115

ITK PENDAPATAN RT PROYEKSI ITK

Sumber:BPS (diolah)

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

cenderung mengalami perlambatan walaupun secara tahunan masih tumbuh 1,77% (yoy). Hal ini diperkirakan terjadi

karena adanya beberapa kali gangguan distribusi pada akhir tahun yang disebabkan oleh kondisi cuaca dan persiapan

koneksi jaringan untuk penambahan daya melalui kapal listrik. Pertumbuhan cukup tinggi juga terjadi pada penyaluran

kredit konsumsi pada triwulan IV yang sebesar 12,2% (yoy) dan menunjukkan positifnya indikator perekonomian di NTT.

Hal ini juga terlihat dari angka Non Performing Loan (NPL)/Kredit Macet kredit konsumsi yang hanya 0,71% di triwulan-IV

2016 membaik dibandingkan triwulan III yang sebesar 0,82%.

Komponen Konsumsi Lembaga Non Profit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT) tercatat masih berada pada

tren kontraksi sebesar -0,29% (yoy). Adanya kontraksi/penurunan tersebut diperkirakan disebabkan oleh menurunnya

kegiatan organisasi kemasyarakatan, organisasi sosial ataupun LSM pada triwulan IV 2016 dibandingkan periode yang

sama tahun 2015. Ketiadaan kegiatan pemilu yang baru akan terjadi pada tahun 2017 diperkirakan menjadi salah satu

penyebab.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

5Februari 2017

Sumber : Bank Indonesia

GRAFIK 1.6. SURVEI PENJUALAN ECERAN

SURVEI PENJUALAN ECERAN (RP JUTA) PERTUMBUHAN (%YOY)

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

-10%

-5%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

35%

0

10,000

20,000

30,000

40,000

50,000

60,000

Sumber : Bank Indonesia

INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN (IKK) INDEKS KONDISI EKONOMI SAAT INI (IKE)INDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN (IEK)

GRAFIK 1.5. SURVEI KONSUMEN

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

2013II I I I IV

80

90

100

110

120

130

140

150

160

URAIAN2015

2016Bobot

IVyoy

27,349,820

3,104,885

10,341,297

4,905,624

13,351,581

3,894,964

1,298,292

64,246,464

7,476,732

889,303

2,895,669

1,325,072

3,350,726

1,099,524

353,184

17,390,210

6,726,088

797,041

2,757,343

1,121,180

3,502,821

559,594

411,333

15,875,399

6,718,367

833,572

2,744,537

1,293,448

3,138,881

994,088

350,160

16,073,052

43.0

5.1

16.7

7.6

19.3

6.3

2.0

100.0

5.70

4.52

4.43

17.66

4.89

70.90

-14.68

7.27

24,081,155

2,775,990

10,073,481

4,053,827

12,928,430

2,038,602

1,410,124

57,361,610 Sumber: BPS (diolah)

KONS MAKANAN DAN MINUMAN

KONS PAKAIAN & ALAS KAKI

KONS PERUMAHAN & PERL RT

KESEHATAN & PENDIDIKAN

TRANSPORTASI & KOMUNIKASI

RESTORAN & HOTEL

KONSUMSI LAINNYA

KONSUMSI

2016

YOY

IV

2015

IIIIV

Tabel 1.2. PDRB Komponen Konsumsi Rumah Tangga Provinsi NTT 2016

Thnyoy

5.23

0.75

-1.42

18.24

8.81

72.81

-13.98

6.80

pedesaan. Di sisi lain, peningkatan sisi konsumsi tertinggi berasal dari pertumbuhan komponen restoran dan hotel yang

mencapai 70,9% (yoy) seiring momen akhir dan kegiatan bersifat nasional, seperti Hari Nusantara di Kab. Lembata. Hal ini

terindikasi dari data BPS yang juga menunjukkan peningkatan jumlah tamu hotel di NTT tahun 2016 sebesar 35,7% (yoy)

dibandingkan 2015. Peningkatan juga terjadi pada konsumsi pakaian dan alas kaki seiring momen libur sekolah dan

perayaan keagamaan, konsumsi perumahan dan perlengkapan rumah tangga yang turut didukung pameran perumahan

dan peningkatan biaya listrik, serta konsumsi transportasi dan komunikasi yang turut didorong penambahan rute pesawat

serta kapal laut selain tingginya frekuensi perjalanan masyarakat dan penggunaan sarana telekomunikasi di akhir tahun.

Sementara itu, komponen konsumsi makanan dan minuman sebagai komponen utama konsumsi dengan bobot

mencapai 43% masih tumbuh positif sebesar 5,7% (yoy).

Indikasi pertumbuhan ekonomi yang positif pada triwulan-IV juga terlihat dari hasil Survei Konsumen-Bank Indonesia yang

meningkat dari sisi Indeks Keyakinan Konsumen (IKK), Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) dan Indeks Kondisi Ekonomi Saat

Ini (IKE). Selain itu, indikator Survei Penjualan Eceran (SPE)-Bank Indonesia juga masih menunjukkan pertumbuhan angka

omset yang positif sebesar 27,13% (yoy). Pertumbuhan terutama berasal dari perdagangan suku cadang & aksesori

sepeda motor, peralatan elektronik serta tembakau. Peningkatan penjualan barang dagangan non pokok tersebut,

kembali mengindikasikan peningkatan daya beli masyarakat.

Pertumbuhan positif juga terlihat pada beberapa indikator seperti Indeks Tendensi Konsumen (ITK)-Badan

Pusat Statistik dan Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU)-Bank Indonesia. Indikator ITK menunjukkan peningkatan

pada triwulan IV termasuk pada komponen pendapatan rumah tangga, yang mengindikasikan adanya perbaikan

pendapatan masyarakat NTT. Hal serupa juga terjadi pada indeks kegiatan dunia usaha-SKDU yang menunjukkan

peningkatan dan mengindikasikan adanya peningkatan kegiatan usaha terutama dari sektor perdagangan, hotel dan

restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, serta sektor jasa-jasa. Peningkatan juga terjadi pada penjualan BBM

(Minyak Tanah, Solar, Premium, Pertamax dan Pertalite) yang tumbuh sebesar 9,5% (yoy) pada triwulan IV, meningkat

dibandingkan triwulan III yang tumbuh sebesar 3,56% (yoy). Di sisi lain, indikator konsumsi listrik rumah tangga

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

4 Februari 2017

Page 30: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

GRAFIK 1.11. PENYALURAN KREDIT KONSUMSI

Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah

KONSUMSI KONSUMSI (YOY)

TRILIUN

8%

9%

10%

11%

12%

13%

14%

15%

16%

17%

0

2

4

6

8

10

12

14

16

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

PERTUMBUHAN (%-YOY)PENJUALAN BBM HK-2016 (RP JUTA)

GRAFIK 1.9. PERKEMBANGAN KONSUMSI BBM

Sumber : PT Pertamina (Persero), diolah

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

-6%

-4%

-2%

0%

2%

4%

6%

8%

10%

12%

500

550

600

650

700

750

800

850

GRAFIK 1.10. PERKEMBANGAN LISTRIK RUMAH TANGGA

KONSUMSI (RIBU KWH) GROWTH (YOY)

Sumber : PT PLN, diolah

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

0

20000

40000

60000

80000

100000

120000

140000

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

2013I II I I I IV

2012I II I I I IV

GRAFIK 1.8. INDEKS KEGIATAN DUNIA USAHA

Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah

HARGA JUAL TENAGA KERJAKEGIATAN USAHA

-30

-20

-100

10

20

30

40

50

60

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

2013I II I I I IV

GRAFIK 1.7. INDEKS TENDENSI KONSUMEN

80

85

90

95

100

105

110

115

ITK PENDAPATAN RT PROYEKSI ITK

Sumber:BPS (diolah)

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

cenderung mengalami perlambatan walaupun secara tahunan masih tumbuh 1,77% (yoy). Hal ini diperkirakan terjadi

karena adanya beberapa kali gangguan distribusi pada akhir tahun yang disebabkan oleh kondisi cuaca dan persiapan

koneksi jaringan untuk penambahan daya melalui kapal listrik. Pertumbuhan cukup tinggi juga terjadi pada penyaluran

kredit konsumsi pada triwulan IV yang sebesar 12,2% (yoy) dan menunjukkan positifnya indikator perekonomian di NTT.

Hal ini juga terlihat dari angka Non Performing Loan (NPL)/Kredit Macet kredit konsumsi yang hanya 0,71% di triwulan-IV

2016 membaik dibandingkan triwulan III yang sebesar 0,82%.

Komponen Konsumsi Lembaga Non Profit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT) tercatat masih berada pada

tren kontraksi sebesar -0,29% (yoy). Adanya kontraksi/penurunan tersebut diperkirakan disebabkan oleh menurunnya

kegiatan organisasi kemasyarakatan, organisasi sosial ataupun LSM pada triwulan IV 2016 dibandingkan periode yang

sama tahun 2015. Ketiadaan kegiatan pemilu yang baru akan terjadi pada tahun 2017 diperkirakan menjadi salah satu

penyebab.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

5Februari 2017

Sumber : Bank Indonesia

GRAFIK 1.6. SURVEI PENJUALAN ECERAN

SURVEI PENJUALAN ECERAN (RP JUTA) PERTUMBUHAN (%YOY)

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

-10%

-5%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

35%

0

10,000

20,000

30,000

40,000

50,000

60,000

Sumber : Bank Indonesia

INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN (IKK) INDEKS KONDISI EKONOMI SAAT INI (IKE)INDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN (IEK)

GRAFIK 1.5. SURVEI KONSUMEN

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

2013II I I I IV

80

90

100

110

120

130

140

150

160

URAIAN2015

2016Bobot

IVyoy

27,349,820

3,104,885

10,341,297

4,905,624

13,351,581

3,894,964

1,298,292

64,246,464

7,476,732

889,303

2,895,669

1,325,072

3,350,726

1,099,524

353,184

17,390,210

6,726,088

797,041

2,757,343

1,121,180

3,502,821

559,594

411,333

15,875,399

6,718,367

833,572

2,744,537

1,293,448

3,138,881

994,088

350,160

16,073,052

43.0

5.1

16.7

7.6

19.3

6.3

2.0

100.0

5.70

4.52

4.43

17.66

4.89

70.90

-14.68

7.27

24,081,155

2,775,990

10,073,481

4,053,827

12,928,430

2,038,602

1,410,124

57,361,610 Sumber: BPS (diolah)

KONS MAKANAN DAN MINUMAN

KONS PAKAIAN & ALAS KAKI

KONS PERUMAHAN & PERL RT

KESEHATAN & PENDIDIKAN

TRANSPORTASI & KOMUNIKASI

RESTORAN & HOTEL

KONSUMSI LAINNYA

KONSUMSI

2016

YOY

IV

2015

IIIIV

Tabel 1.2. PDRB Komponen Konsumsi Rumah Tangga Provinsi NTT 2016

Thnyoy

5.23

0.75

-1.42

18.24

8.81

72.81

-13.98

6.80

pedesaan. Di sisi lain, peningkatan sisi konsumsi tertinggi berasal dari pertumbuhan komponen restoran dan hotel yang

mencapai 70,9% (yoy) seiring momen akhir dan kegiatan bersifat nasional, seperti Hari Nusantara di Kab. Lembata. Hal ini

terindikasi dari data BPS yang juga menunjukkan peningkatan jumlah tamu hotel di NTT tahun 2016 sebesar 35,7% (yoy)

dibandingkan 2015. Peningkatan juga terjadi pada konsumsi pakaian dan alas kaki seiring momen libur sekolah dan

perayaan keagamaan, konsumsi perumahan dan perlengkapan rumah tangga yang turut didukung pameran perumahan

dan peningkatan biaya listrik, serta konsumsi transportasi dan komunikasi yang turut didorong penambahan rute pesawat

serta kapal laut selain tingginya frekuensi perjalanan masyarakat dan penggunaan sarana telekomunikasi di akhir tahun.

Sementara itu, komponen konsumsi makanan dan minuman sebagai komponen utama konsumsi dengan bobot

mencapai 43% masih tumbuh positif sebesar 5,7% (yoy).

Indikasi pertumbuhan ekonomi yang positif pada triwulan-IV juga terlihat dari hasil Survei Konsumen-Bank Indonesia yang

meningkat dari sisi Indeks Keyakinan Konsumen (IKK), Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) dan Indeks Kondisi Ekonomi Saat

Ini (IKE). Selain itu, indikator Survei Penjualan Eceran (SPE)-Bank Indonesia juga masih menunjukkan pertumbuhan angka

omset yang positif sebesar 27,13% (yoy). Pertumbuhan terutama berasal dari perdagangan suku cadang & aksesori

sepeda motor, peralatan elektronik serta tembakau. Peningkatan penjualan barang dagangan non pokok tersebut,

kembali mengindikasikan peningkatan daya beli masyarakat.

Pertumbuhan positif juga terlihat pada beberapa indikator seperti Indeks Tendensi Konsumen (ITK)-Badan

Pusat Statistik dan Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU)-Bank Indonesia. Indikator ITK menunjukkan peningkatan

pada triwulan IV termasuk pada komponen pendapatan rumah tangga, yang mengindikasikan adanya perbaikan

pendapatan masyarakat NTT. Hal serupa juga terjadi pada indeks kegiatan dunia usaha-SKDU yang menunjukkan

peningkatan dan mengindikasikan adanya peningkatan kegiatan usaha terutama dari sektor perdagangan, hotel dan

restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, serta sektor jasa-jasa. Peningkatan juga terjadi pada penjualan BBM

(Minyak Tanah, Solar, Premium, Pertamax dan Pertalite) yang tumbuh sebesar 9,5% (yoy) pada triwulan IV, meningkat

dibandingkan triwulan III yang tumbuh sebesar 3,56% (yoy). Di sisi lain, indikator konsumsi listrik rumah tangga

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

4 Februari 2017

Page 31: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

PROYEKSI PEND RT PROYEKSI ITK

GRAFIK 1.14. PROYEKSI INDEKS TENDEKSI KONSUMEN

Sumber : BPS Provinsi NTT

85

90

95

100

105

110

115

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV IP

2017

Pertumbuhan PMTB/Investasi pada tahun 2016 tercatat mengalami pertumbuhan yang positif sebesar 5,06%

(yoy) walaupun cenderung melambat apabila dibandingkan 2015 yang sebesar 11,88% (yoy). Perlambatan lebih

disebabkan oleh tingginya lonjakan pembangunan proyek pemerintah di tahun 2015 dibandingkan tahun 2014 terutama

di bidang aksesbilitas perhubungan (pelabuhan dan dermaga serta aksesbilitas air (bendungan,jaringan irigasi dan

embung). Sementara itu, PMTB/Investasi pada tahun 2016 sendiri masih berasal dari pembangunan infrastruktur publik,

seperti proyek Multiyears Bendungan Raknamo dan Bendungan Rotiklot, jalan jalur sabuk perbatasan, Program

Pengembangan Infrastruktur Permukiman (PIP) di Perbatasan, gedung pemerintahan dan Pos Lintas Batas Negara. Selain

itu, masih terus pula dilakukan proyek perbaikan jalan, sarana irigasi, embung, pembangunan rumah sakit dan pasar. Dari

sisi swasta dan BUMN, investasi yang dilakukan diantaranya pembangunan pembangkit listrik, jaringan kelistrikan, Base

Transceiver Station (BTS), hotel, sarana perbelanjaan dan investasi lainnya. Adanya pemakaian anggaran dana desa untuk

pembangunan infrastruktur pedesaan (jalan,jembatan dan irigasi) juga diperkirakan membantu pertumbuhan komponen

PMTB/Investasi. Sementara itu, berdasarkan data BKPMD Provinsi NTT sendiri, realisasi investasi pada tahun 2016

mencapai Rp 3,15 triliun meningkat dibandingkan 2015 yang sebesar Rp 3 triliun. Realisasi investasi sepanjang tahun 2016

terbesar berada di sektor telekomunikasi sebesar Rp 738,2 miliar walaupun dari sisi jumlah, sektor pariwisata atau

pembangunan hotel berbintang menjadi yang terbanyak yaitu 22 investasi. Sementara dari sisi wilayah, Kota Kupang

menjadi daerah dengan nominal investasi terbesar (Rp 1,47 triliun) sedangkan dari banyaknya investasi baru, Kab.

Manggarai Barat menjadi yang terbanyak dengan 48 investasi dan mayoritas merupakan investasi sektor penunjang

pariwisata.

Di sisi lain, pertumbuhan PMTB/ Investasi di NTT pada triwulan IV-2016 tercatat tumbuh sebesar 4,42% (yoy)

atau meningkat dibandingkan triwulan III yang tumbuh 3,87% (yoy). Peningkatan terutama berasal dari PMTB

bangunan yang tumbuh mencapai 14,72% (yoy). Pertumbuhan ini diperkirakan berasal dari peningkatan kegiatan proyek

pemerintah di akhir tahun, terutama jalan, gedung pemerintahan, rumah sakit, pasar dan sarana perhubungan (dermaga),

pos lintas batas negara. Selain itu, terdapat pula investasi sebagai dampak alokasi dana desa seperti pembangunan jalan

pedesaan, pipanisasi untuk akses air, sarana irigasi dan jembatan. Di sisi lain terdapat pula pembangunan sektor swasta,

berupa pembangkit listrik Tenaga Surya (Independent Power Producer), pusat perbelanjaan dan hotel serta BUMN

diantaranya perbaikan bandara. Sementara sektor non bangunan tercatat tumbuh negatif sebesar -32,87% (yoy)

walaupun tercatat masih terdapat beberapa realisasi investasi yang dilakukan seperti penambahan dua unit Electric Rubber

Tyred Gantry (E-RTG) baterei senilai Rp 36 miliar dan truk trailer pada PT. Pelindo III cabang Tenau serta telah tibanya kapal

listrik MVPP Gokhan Bey berkapasitas 60 MW yang akan disewa PT. PLN (Persero) guna meningkatkan kapasitas listrik di

Pulau Timor.

1.2.2 Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)/ Investasi

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

7Februari 2017

GRAFIK 1.12. PERKEMBANGAN SURVEI KONSUMEN

Sumber : SK – Bank Indonesia

INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN (IKK) INDEKS KONDISI EKONOMI SAAT INI (IKE)INDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN (IEK)

80

90

100

110

120

130

140

150

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV JAN

2017

GRAFIK 1.13. PERKEMBANGAN SURVEI PENJUALAN ECERAN

Sumber: SPE – Bank Indonesia

RP MILIAR

JAN FEB MAR APR2017

MEI JUN JUL AGS2016

SEP OCT NOV DEC JAN* 14.50

15.00

15.50

16.00

16.50

17.00

17.50

18.00

18.50

URAIAN2015

2016Bobot

IVyoy

14,222,574

8,295,690

22,518,264

4,724,563

2,634,853

7,359,416

4,315,054

2,974,472

7,289,527

4,461,147

2,485,602

6,946,749

64.2

35.8

100.0

7.46

(15.32)

(3.08)

12,815,032

8,950,713

21,765,744 Sumber: BPS (diolah)

KONS KOLEKTIF PEMERINTAH

KONS INDIVIDU PEMERINTAH

KONSUMSI PEMERINTAH

2016

YOY

IV

2015

IIIIV

Tabel 1.3. PDRB Komponen Konsumsi Pemerintah Provinsi NTT 2016

Thnyoy

9.22

(11.35)

(0.36)

Pertumbuhan negatif/kontraksi masih terjadi pada sub kelompok konsumsi pemerintah di triwulan IV-2016.

Pertumbuhan konsumsi pemerintah tercatat -3,08% (yoy) dan masih berada pada trend negatif seperti angka revisi

pertumbuhan konsumsi pemerintah triwulan III yang sebesar -3,25%(yoy). Kontraksi masih terjadi pada konsumsi individu

pemerintah sebesar -15,32% (yoy). Berdasarkan data APBN, APBD Kab/Kota dan APBD Provinsi secara umum masih terjadi

peningkatan realisasi belanja konsumsi pemerintah tahun 2016 menjadi Rp 23,3 triliun, meningkat 15,3% (yoy)

dibandingkan tahun 2015 yang sebesar Rp 20,2 triliun. Namun terdapat penurunan pada realisasi belanja konsumsi APBN

dari Rp 5,07 triliun (2015) menjadi Rp 5,03 triliun (2016). Hal ini diperkirakan turut dipengaruhi oleh program

penghematan anggaran yang dicanangkan pemerintah pusat sehingga terjadi penurunan pagu belanja yang berimbas

pada penurunan belanja pemerintah pusat di Provinsi NTT. Di sisi lain, terdapat pula penundaan Dana Alokasi Umum (DAU)

pada beberapa Pemerintah Daerah dan hanya dilakukan pencairan untuk bulan Desember sehingga menyebabkan kurang

optimalnya realisasi anggaran pada daerah tersebut. Menurut informasi¹, penundaan DAU yang belum dicairkan pada

tahun 2016 akan dikompensasikan pada penganggaran tahun 2017. Sementara untuk kinerja triwulan IV, realisasi belanja

konsumsi tercatat sebesar Rp 8,23 triliun, sedikit meningkat dibandingkan triwulan IV-2015 yang sebesar Rp 8,04 triliun.

Namun, terdapat beberapa komponen yang mengalami penurunan dibanding triwulan IV-2015 seperti belanja barang

dan jasa, bantuan sosial dan belanja bagi hasil.

Di sisi lain, tracking pertumbuhan komponen konsumsi pada triwulan-I 2017 diperkirakan cenderung stabil.

Pertumbuhan terutama diperkirakan terjadi pada seluruh komponen konsumsi seiring dengan adanya dorongan belanja

untuk kegiatan Pemilu di tiga daerah yaitu Kota Kupang, Kab. Lembata dan Kab. Flores Timur. Pertumbuhan tersebut

didorong penjualan alat-alat kampanye dan kegiatan pemilu, serta belanja hibah pemerintah. Pertumbuhan juga

diperkirakan turut didorong oleh Pendapatan masyarakat seiring panen pada bulan Desember yang sebagian dibelanjakan

pada Januari serta perpanjangan kegiatan proyek pemerintah yang belum selesai 2016 selama 50 hari pada tahun 2017

dan membuka lapangan kerja bagi pegawai proyek. Indikasi pertumbuhan juga terlihat pada Survei Konsumen-Bank

Indonesia pada bulan Januari yang menunjukkan peningkatan Indeks Ekspektasi Konsumen, walaupun Indeks Kondisi

Ekonomi Saat Ini (IKE) dan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) menunjukkan perlambatan, namun dengan angka masih

>100 maka masih terjadi optimisme pada masyarakat. Indikasi pertumbuhan positif juga terlihat pada proyeksi Survei

Penjualan Eceran (SPE)-Bank Indonesia bulan Januari yang masih berada pada trend pertumbuhan. Indikasi yang sama juga

terlihat pada proyeksi Indeks Tendensi Konsumen-Badan Pusat Statistik yang menunjukkan adanya peningkatan proyeksi

indeks dan pendapatan rumah tangga di triwulan-I 2017.

1. sumber: Peraturan Menteri Keuangan No.125/PMK.07/2016 tgl 16 Agustsu 2016 tentang Penundaan Penyaluran Sebagian Dana Alokasi Umum Tahun Anggaran 2016

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

6 Februari 2017

Page 32: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

PROYEKSI PEND RT PROYEKSI ITK

GRAFIK 1.14. PROYEKSI INDEKS TENDEKSI KONSUMEN

Sumber : BPS Provinsi NTT

85

90

95

100

105

110

115

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV IP

2017

Pertumbuhan PMTB/Investasi pada tahun 2016 tercatat mengalami pertumbuhan yang positif sebesar 5,06%

(yoy) walaupun cenderung melambat apabila dibandingkan 2015 yang sebesar 11,88% (yoy). Perlambatan lebih

disebabkan oleh tingginya lonjakan pembangunan proyek pemerintah di tahun 2015 dibandingkan tahun 2014 terutama

di bidang aksesbilitas perhubungan (pelabuhan dan dermaga serta aksesbilitas air (bendungan,jaringan irigasi dan

embung). Sementara itu, PMTB/Investasi pada tahun 2016 sendiri masih berasal dari pembangunan infrastruktur publik,

seperti proyek Multiyears Bendungan Raknamo dan Bendungan Rotiklot, jalan jalur sabuk perbatasan, Program

Pengembangan Infrastruktur Permukiman (PIP) di Perbatasan, gedung pemerintahan dan Pos Lintas Batas Negara. Selain

itu, masih terus pula dilakukan proyek perbaikan jalan, sarana irigasi, embung, pembangunan rumah sakit dan pasar. Dari

sisi swasta dan BUMN, investasi yang dilakukan diantaranya pembangunan pembangkit listrik, jaringan kelistrikan, Base

Transceiver Station (BTS), hotel, sarana perbelanjaan dan investasi lainnya. Adanya pemakaian anggaran dana desa untuk

pembangunan infrastruktur pedesaan (jalan,jembatan dan irigasi) juga diperkirakan membantu pertumbuhan komponen

PMTB/Investasi. Sementara itu, berdasarkan data BKPMD Provinsi NTT sendiri, realisasi investasi pada tahun 2016

mencapai Rp 3,15 triliun meningkat dibandingkan 2015 yang sebesar Rp 3 triliun. Realisasi investasi sepanjang tahun 2016

terbesar berada di sektor telekomunikasi sebesar Rp 738,2 miliar walaupun dari sisi jumlah, sektor pariwisata atau

pembangunan hotel berbintang menjadi yang terbanyak yaitu 22 investasi. Sementara dari sisi wilayah, Kota Kupang

menjadi daerah dengan nominal investasi terbesar (Rp 1,47 triliun) sedangkan dari banyaknya investasi baru, Kab.

Manggarai Barat menjadi yang terbanyak dengan 48 investasi dan mayoritas merupakan investasi sektor penunjang

pariwisata.

Di sisi lain, pertumbuhan PMTB/ Investasi di NTT pada triwulan IV-2016 tercatat tumbuh sebesar 4,42% (yoy)

atau meningkat dibandingkan triwulan III yang tumbuh 3,87% (yoy). Peningkatan terutama berasal dari PMTB

bangunan yang tumbuh mencapai 14,72% (yoy). Pertumbuhan ini diperkirakan berasal dari peningkatan kegiatan proyek

pemerintah di akhir tahun, terutama jalan, gedung pemerintahan, rumah sakit, pasar dan sarana perhubungan (dermaga),

pos lintas batas negara. Selain itu, terdapat pula investasi sebagai dampak alokasi dana desa seperti pembangunan jalan

pedesaan, pipanisasi untuk akses air, sarana irigasi dan jembatan. Di sisi lain terdapat pula pembangunan sektor swasta,

berupa pembangkit listrik Tenaga Surya (Independent Power Producer), pusat perbelanjaan dan hotel serta BUMN

diantaranya perbaikan bandara. Sementara sektor non bangunan tercatat tumbuh negatif sebesar -32,87% (yoy)

walaupun tercatat masih terdapat beberapa realisasi investasi yang dilakukan seperti penambahan dua unit Electric Rubber

Tyred Gantry (E-RTG) baterei senilai Rp 36 miliar dan truk trailer pada PT. Pelindo III cabang Tenau serta telah tibanya kapal

listrik MVPP Gokhan Bey berkapasitas 60 MW yang akan disewa PT. PLN (Persero) guna meningkatkan kapasitas listrik di

Pulau Timor.

1.2.2 Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)/ Investasi

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

7Februari 2017

GRAFIK 1.12. PERKEMBANGAN SURVEI KONSUMEN

Sumber : SK – Bank Indonesia

INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN (IKK) INDEKS KONDISI EKONOMI SAAT INI (IKE)INDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN (IEK)

80

90

100

110

120

130

140

150

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV JAN

2017

GRAFIK 1.13. PERKEMBANGAN SURVEI PENJUALAN ECERAN

Sumber: SPE – Bank Indonesia

RP MILIAR

JAN FEB MAR APR2017

MEI JUN JUL AGS2016

SEP OCT NOV DEC JAN* 14.50

15.00

15.50

16.00

16.50

17.00

17.50

18.00

18.50

URAIAN2015

2016Bobot

IVyoy

14,222,574

8,295,690

22,518,264

4,724,563

2,634,853

7,359,416

4,315,054

2,974,472

7,289,527

4,461,147

2,485,602

6,946,749

64.2

35.8

100.0

7.46

(15.32)

(3.08)

12,815,032

8,950,713

21,765,744 Sumber: BPS (diolah)

KONS KOLEKTIF PEMERINTAH

KONS INDIVIDU PEMERINTAH

KONSUMSI PEMERINTAH

2016

YOY

IV

2015

IIIIV

Tabel 1.3. PDRB Komponen Konsumsi Pemerintah Provinsi NTT 2016

Thnyoy

9.22

(11.35)

(0.36)

Pertumbuhan negatif/kontraksi masih terjadi pada sub kelompok konsumsi pemerintah di triwulan IV-2016.

Pertumbuhan konsumsi pemerintah tercatat -3,08% (yoy) dan masih berada pada trend negatif seperti angka revisi

pertumbuhan konsumsi pemerintah triwulan III yang sebesar -3,25%(yoy). Kontraksi masih terjadi pada konsumsi individu

pemerintah sebesar -15,32% (yoy). Berdasarkan data APBN, APBD Kab/Kota dan APBD Provinsi secara umum masih terjadi

peningkatan realisasi belanja konsumsi pemerintah tahun 2016 menjadi Rp 23,3 triliun, meningkat 15,3% (yoy)

dibandingkan tahun 2015 yang sebesar Rp 20,2 triliun. Namun terdapat penurunan pada realisasi belanja konsumsi APBN

dari Rp 5,07 triliun (2015) menjadi Rp 5,03 triliun (2016). Hal ini diperkirakan turut dipengaruhi oleh program

penghematan anggaran yang dicanangkan pemerintah pusat sehingga terjadi penurunan pagu belanja yang berimbas

pada penurunan belanja pemerintah pusat di Provinsi NTT. Di sisi lain, terdapat pula penundaan Dana Alokasi Umum (DAU)

pada beberapa Pemerintah Daerah dan hanya dilakukan pencairan untuk bulan Desember sehingga menyebabkan kurang

optimalnya realisasi anggaran pada daerah tersebut. Menurut informasi¹, penundaan DAU yang belum dicairkan pada

tahun 2016 akan dikompensasikan pada penganggaran tahun 2017. Sementara untuk kinerja triwulan IV, realisasi belanja

konsumsi tercatat sebesar Rp 8,23 triliun, sedikit meningkat dibandingkan triwulan IV-2015 yang sebesar Rp 8,04 triliun.

Namun, terdapat beberapa komponen yang mengalami penurunan dibanding triwulan IV-2015 seperti belanja barang

dan jasa, bantuan sosial dan belanja bagi hasil.

Di sisi lain, tracking pertumbuhan komponen konsumsi pada triwulan-I 2017 diperkirakan cenderung stabil.

Pertumbuhan terutama diperkirakan terjadi pada seluruh komponen konsumsi seiring dengan adanya dorongan belanja

untuk kegiatan Pemilu di tiga daerah yaitu Kota Kupang, Kab. Lembata dan Kab. Flores Timur. Pertumbuhan tersebut

didorong penjualan alat-alat kampanye dan kegiatan pemilu, serta belanja hibah pemerintah. Pertumbuhan juga

diperkirakan turut didorong oleh Pendapatan masyarakat seiring panen pada bulan Desember yang sebagian dibelanjakan

pada Januari serta perpanjangan kegiatan proyek pemerintah yang belum selesai 2016 selama 50 hari pada tahun 2017

dan membuka lapangan kerja bagi pegawai proyek. Indikasi pertumbuhan juga terlihat pada Survei Konsumen-Bank

Indonesia pada bulan Januari yang menunjukkan peningkatan Indeks Ekspektasi Konsumen, walaupun Indeks Kondisi

Ekonomi Saat Ini (IKE) dan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) menunjukkan perlambatan, namun dengan angka masih

>100 maka masih terjadi optimisme pada masyarakat. Indikasi pertumbuhan positif juga terlihat pada proyeksi Survei

Penjualan Eceran (SPE)-Bank Indonesia bulan Januari yang masih berada pada trend pertumbuhan. Indikasi yang sama juga

terlihat pada proyeksi Indeks Tendensi Konsumen-Badan Pusat Statistik yang menunjukkan adanya peningkatan proyeksi

indeks dan pendapatan rumah tangga di triwulan-I 2017.

1. sumber: Peraturan Menteri Keuangan No.125/PMK.07/2016 tgl 16 Agustsu 2016 tentang Penundaan Penyaluran Sebagian Dana Alokasi Umum Tahun Anggaran 2016

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

6 Februari 2017

Page 33: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

GRAFIK 1.18. AKTIVITAS BONGKAR MUAT

Sumber : Pelindo III, diolah

GRAFIK 1.17. PERKEMBANGAN PETI KEMAS

Sumber : Pelindo III, diolah

TEUS PERTUMBUHAN (% YOY)

TONTEUS

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

2013I II I I I IV

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

0

5,000

10,000

15,000

20,000

25,000

30,000

35,000

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

2013I II I I I IV

2012I II I I I IV

-200%0%200%400%600%800%1000%1200%1400%1600%1800%

-100,000-80,000-60,000-40,000-20,000

020,00040,00060,00080,000

100,000

BONGKAR MUAT NET NET UNLOADING (% YOY)

1.2.3 Ekspor – Impor

1.2.3.1 Ekspor-Impor Antar Daerah Secara tahunan, kinerja net impor antar daerah Provinsi NTT mengalami perlambatan dari 14,31% (yoy) pada

tahun 2016 menjadi 2% (yoy) pada tahun 2015. Apabila dilihat dari sisi komponen, penurunan terjadi pada ekspor

antar provinsi yang mencapai -50,99% (yoy) dan impor antar provinsi yang sebesar -9,45% (yoy). Penurunan diperkirakan

terjadi seiring dengan melambatnya kegiatan PMTB/investasi yang mengurangi kebutuhan barang investasi dari Provinsi

lain.

Sementara itu secara triwulan pertumbuhan net impor antar daerah mencatatkan peningkatan dari kontraksi

sebesar -2,46%(yoy) pada triwulan III-2016 menjadi tumbuh 0,99% pada triwulan IV-2016. Pertumbuhan juga

terindikasi dari adanya peningkatan perputaran peti kemas di Pelabuhan Tenau yang mencapai 22,6% (yoy) atau 33.100

teus selama triwulan IV. Sementara itu, kondisi bongkar muat juga mencatatkan adanya pertumbuhan net bongkar

sebesar 62.386 ton untuk komoditas yang bersifat curah. Peningkatan pada triwulan IV tersebut ditengarai terkait dengan

pemenuhan kebutuhan sandang dan pangan masyarakat untuk persiapan perayaan hari keagamaan serta peningkatan

kegiatan proyek/investasi di akhir tahun.

Pada triwulan I-2017 diperkirakan net impor akan mengalami perlambatan. Perlambatan diperkirakan terjadi

karena menurunnya kebutuhan masyarakat paska perayaan hari raya keagamaan di akhir tahun 2016. Selain itu, dengan

kondisi cuaca buruk dan gelombang tinggi yang secara historis selalu terjadi di awal tahun diperkirakan telah diantisipasi

oleh para pedagang dengan pengiriman stok barang dagangan dan kebutuhan proyek pada periode sebelumnya.

1.2.3.2 Ekspor-Impor Luar Negeri Secara tahunan, net ekspor luar negeri mengalami kontraksi sebesar -25,8% (yoy). Menurut data BPS, nilai ekspor

NTT pada tahun 2016 mencapai US$ 23,65 Juta menurun dibandingkan 2015 yang mencapai US$ 23,94 juta. Sementara

itu, nilai impor meningkat dari US$ 7,87 juta (2015) menjadi US$ 29,09 juta (2016). Penurunan ekspor terutama terjadi

pada komoditas kendaraan dan komponennya serta bahan bakar mineral ke Timor Leste. Sementara komoditas lokal

cukup terbantu dengan peningkatan ekspor garam, belerang dan kapur. Sementara itu, peningkatan impor terutama

berasal dari impor beras di awal tahun dari Thailand serta bahan bakar mineral dan aspal dari Singapura yang

dipergunakan bagi kegiatan proyek dan bahan bakar kendaraan.

Dilihat dari kinerja pertumbuhan di setiap triwulannya, terjadi peningkatan net ekspor pada triwulan-IV

menjadi 5,2% (yoy) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencatat kontraksi. Peningkatan terutama

pada ekspor semen, besi dan baja, kendaraan dan komponennya ke Timor Leste serta didukung oleh ekspor komoditas

garam dan ikan (tuna dan cakalang). Angka net ekspor triwulan IV sendiri mencapai US$ 5,86 Juta (tidak termasuk BBM),

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

9Februari 2017

GRAFIK 1.16. REALISASI KONSUMSI SEMEN PROVINSI NTT

Sumber : Asosiasi Semen Indonesia, diolah

RIBU TON YOY

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

0

50

100

150

200

250

300

350

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

KAB. MANGGARAI BARAT (48)

KAB. SUMBA TIMUR (13)

KOTA KUPANG (12)

KAB. KUPANG (7)

KAB. SUMBA BARAT (5)

Sumber: BKPMD NTT, diolah

JUMLAH REALISASI

LOKASI INVESTASI

Tabel 1.5. Lokasi dan Sektor Utama Investasi di NTT Tahun 2016

NOMINAL

KOTA KUPANG (RP 1,47 T)

KAB. SUMBA TIMUR (RP 724,3 M)

KAB. MANGGARAI BARAT (RP 299,5 M)

KAB. FLORES TIMUR (RP 210,1 M)

KAB. ROTE NDAO (RP 125,5 M)

HOTEL BINTANG (22)

WISATA TIRTA (22)

RESTORAN DAN PENYEDIAAN MAKANAN (10)

KETENAGALISTRIKAN (6)

PETERNAKAN, HOTEL MELATI (4)

JUMLAH REALISASI

INVESTASI SEKTORAL

NOMINAL

TELEKOMUNIKASI (RP 738,2 M)

PERTANIAN TANAMAN SERELIA (RP 361,1 M)

REAL ESTATE (RP 341,8 M)

HOTEL BINTANG (RP 273 M)

PENANGKAPAN IKAN DI LAUT (RP 210,1 M)

URAIAN2015

2016Bobot

IVyoy

28,518,052

7,206,932

35,724,984

8,393,027

1,750,152

10,143,179

6,800,994

2,026,485

8,827,478

7,683,971

1,657,954

9,341,925

82.75

17.25

100.00

14.72

-32.87

4.42

24,089,547

6,906,516

30,996,063 Sumber: BPS (diolah)

PMTB BANGUNAN

PMTB NON BANGUNAN

PMTB

2016

YOY

IV

2015

IIIIV

Tabel 1.4. PDRB Komponen PMTB/Investasi Provinsi NTT 2016

Thnyoy

11.94

-19.15

5.06

Data realisasi BKPM Menunjukkan adanya peningkatan realisasi investasi pada triwulan-IV 2016. Berdasarkan

data BKPMD Provinsi NTT dan tracking data sebelumnya, pada triwulan-IV 2016 telah terealisasi Penanaman Modal Asing

(PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) mencapai Rp 1,44 triliun. Angka ini meningkat dibandingkan realisasi

triwulan-III yang diperkirakan mencapai Rp 391 miliar. Peningkatan realisasi pada triwulan IV terutama di bidang

Telekomunikasi Tanpa Kabel oleh Perusahaan Telekomunikasi Nasional, wisata tirta, hotel, restoran, perumahan, serta

kelistrikan. Sementara itu, pertumbuhan penjualan semen di Provinsi NTT cenderung melambat walaupun masih

menunjukkan pertumbuhan positif sebesar 6,5% (yoy).

GRAFIK 1.15. PERKEMBANGAN REALISASI INVESTASI DI PROVINSI NTT

Sumber : BKPMD NTT, diolah

2015 2016

I I I I I I IV

232 253445

2,101

501

819

391

1,444

0

500

1,000

1,500

2,000

2,500 RP MILIAR

Sementara itu, berdasarkan tracking pada triwulan I-2017 pertumbuhan PMTB/investasi secara tahunan

diperkirakan sedikit meningkat dibandingkan triwulan IV-2016. Secara historis, nominal investasi/PMTB pada

triwulan I cenderung selalu menurun dibandingkan triwulan IV pada setiap tahunnya. Hal ini terjadi karena belum masifnya

kegiatan proyek pemerintah di awal tahun. Namun apabila dilihat dari sisi pertumbuhan tahunan (%yoy), tracking

investasi pada triwulan I-2017 diperkirakan lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan tahunan investasi triwulan IV-2016.

Dorongan investasi terutama berasal dari adanya perpanjangan kegiatan proyek pemerintah yang belum selesai pada

tahun 2016 selama 50 hari di tahun 2017, adanya tambahan proyek multiyears (bendungan raknamo dan rotiklot),

rencana penyelesaian proyek pembangkit listrik dan kegiatan pembangunan pusat perbelanjaan di Kota Kupang investasi

di sektor non bangunan seperti pembelian mesin dan kendaraan.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

8 Februari 2017

Page 34: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

GRAFIK 1.18. AKTIVITAS BONGKAR MUAT

Sumber : Pelindo III, diolah

GRAFIK 1.17. PERKEMBANGAN PETI KEMAS

Sumber : Pelindo III, diolah

TEUS PERTUMBUHAN (% YOY)

TONTEUS

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

2013I II I I I IV

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

0

5,000

10,000

15,000

20,000

25,000

30,000

35,000

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

2013I II I I I IV

2012I II I I I IV

-200%0%200%400%600%800%1000%1200%1400%1600%1800%

-100,000-80,000-60,000-40,000-20,000

020,00040,00060,00080,000

100,000

BONGKAR MUAT NET NET UNLOADING (% YOY)

1.2.3 Ekspor – Impor

1.2.3.1 Ekspor-Impor Antar Daerah Secara tahunan, kinerja net impor antar daerah Provinsi NTT mengalami perlambatan dari 14,31% (yoy) pada

tahun 2016 menjadi 2% (yoy) pada tahun 2015. Apabila dilihat dari sisi komponen, penurunan terjadi pada ekspor

antar provinsi yang mencapai -50,99% (yoy) dan impor antar provinsi yang sebesar -9,45% (yoy). Penurunan diperkirakan

terjadi seiring dengan melambatnya kegiatan PMTB/investasi yang mengurangi kebutuhan barang investasi dari Provinsi

lain.

Sementara itu secara triwulan pertumbuhan net impor antar daerah mencatatkan peningkatan dari kontraksi

sebesar -2,46%(yoy) pada triwulan III-2016 menjadi tumbuh 0,99% pada triwulan IV-2016. Pertumbuhan juga

terindikasi dari adanya peningkatan perputaran peti kemas di Pelabuhan Tenau yang mencapai 22,6% (yoy) atau 33.100

teus selama triwulan IV. Sementara itu, kondisi bongkar muat juga mencatatkan adanya pertumbuhan net bongkar

sebesar 62.386 ton untuk komoditas yang bersifat curah. Peningkatan pada triwulan IV tersebut ditengarai terkait dengan

pemenuhan kebutuhan sandang dan pangan masyarakat untuk persiapan perayaan hari keagamaan serta peningkatan

kegiatan proyek/investasi di akhir tahun.

Pada triwulan I-2017 diperkirakan net impor akan mengalami perlambatan. Perlambatan diperkirakan terjadi

karena menurunnya kebutuhan masyarakat paska perayaan hari raya keagamaan di akhir tahun 2016. Selain itu, dengan

kondisi cuaca buruk dan gelombang tinggi yang secara historis selalu terjadi di awal tahun diperkirakan telah diantisipasi

oleh para pedagang dengan pengiriman stok barang dagangan dan kebutuhan proyek pada periode sebelumnya.

1.2.3.2 Ekspor-Impor Luar Negeri Secara tahunan, net ekspor luar negeri mengalami kontraksi sebesar -25,8% (yoy). Menurut data BPS, nilai ekspor

NTT pada tahun 2016 mencapai US$ 23,65 Juta menurun dibandingkan 2015 yang mencapai US$ 23,94 juta. Sementara

itu, nilai impor meningkat dari US$ 7,87 juta (2015) menjadi US$ 29,09 juta (2016). Penurunan ekspor terutama terjadi

pada komoditas kendaraan dan komponennya serta bahan bakar mineral ke Timor Leste. Sementara komoditas lokal

cukup terbantu dengan peningkatan ekspor garam, belerang dan kapur. Sementara itu, peningkatan impor terutama

berasal dari impor beras di awal tahun dari Thailand serta bahan bakar mineral dan aspal dari Singapura yang

dipergunakan bagi kegiatan proyek dan bahan bakar kendaraan.

Dilihat dari kinerja pertumbuhan di setiap triwulannya, terjadi peningkatan net ekspor pada triwulan-IV

menjadi 5,2% (yoy) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencatat kontraksi. Peningkatan terutama

pada ekspor semen, besi dan baja, kendaraan dan komponennya ke Timor Leste serta didukung oleh ekspor komoditas

garam dan ikan (tuna dan cakalang). Angka net ekspor triwulan IV sendiri mencapai US$ 5,86 Juta (tidak termasuk BBM),

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

9Februari 2017

GRAFIK 1.16. REALISASI KONSUMSI SEMEN PROVINSI NTT

Sumber : Asosiasi Semen Indonesia, diolah

RIBU TON YOY

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

0

50

100

150

200

250

300

350

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

KAB. MANGGARAI BARAT (48)

KAB. SUMBA TIMUR (13)

KOTA KUPANG (12)

KAB. KUPANG (7)

KAB. SUMBA BARAT (5)

Sumber: BKPMD NTT, diolah

JUMLAH REALISASI

LOKASI INVESTASI

Tabel 1.5. Lokasi dan Sektor Utama Investasi di NTT Tahun 2016

NOMINAL

KOTA KUPANG (RP 1,47 T)

KAB. SUMBA TIMUR (RP 724,3 M)

KAB. MANGGARAI BARAT (RP 299,5 M)

KAB. FLORES TIMUR (RP 210,1 M)

KAB. ROTE NDAO (RP 125,5 M)

HOTEL BINTANG (22)

WISATA TIRTA (22)

RESTORAN DAN PENYEDIAAN MAKANAN (10)

KETENAGALISTRIKAN (6)

PETERNAKAN, HOTEL MELATI (4)

JUMLAH REALISASI

INVESTASI SEKTORAL

NOMINAL

TELEKOMUNIKASI (RP 738,2 M)

PERTANIAN TANAMAN SERELIA (RP 361,1 M)

REAL ESTATE (RP 341,8 M)

HOTEL BINTANG (RP 273 M)

PENANGKAPAN IKAN DI LAUT (RP 210,1 M)

URAIAN2015

2016Bobot

IVyoy

28,518,052

7,206,932

35,724,984

8,393,027

1,750,152

10,143,179

6,800,994

2,026,485

8,827,478

7,683,971

1,657,954

9,341,925

82.75

17.25

100.00

14.72

-32.87

4.42

24,089,547

6,906,516

30,996,063 Sumber: BPS (diolah)

PMTB BANGUNAN

PMTB NON BANGUNAN

PMTB

2016

YOY

IV

2015

IIIIV

Tabel 1.4. PDRB Komponen PMTB/Investasi Provinsi NTT 2016

Thnyoy

11.94

-19.15

5.06

Data realisasi BKPM Menunjukkan adanya peningkatan realisasi investasi pada triwulan-IV 2016. Berdasarkan

data BKPMD Provinsi NTT dan tracking data sebelumnya, pada triwulan-IV 2016 telah terealisasi Penanaman Modal Asing

(PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) mencapai Rp 1,44 triliun. Angka ini meningkat dibandingkan realisasi

triwulan-III yang diperkirakan mencapai Rp 391 miliar. Peningkatan realisasi pada triwulan IV terutama di bidang

Telekomunikasi Tanpa Kabel oleh Perusahaan Telekomunikasi Nasional, wisata tirta, hotel, restoran, perumahan, serta

kelistrikan. Sementara itu, pertumbuhan penjualan semen di Provinsi NTT cenderung melambat walaupun masih

menunjukkan pertumbuhan positif sebesar 6,5% (yoy).

GRAFIK 1.15. PERKEMBANGAN REALISASI INVESTASI DI PROVINSI NTT

Sumber : BKPMD NTT, diolah

2015 2016

I I I I I I IV

232 253445

2,101

501

819

391

1,444

0

500

1,000

1,500

2,000

2,500 RP MILIAR

Sementara itu, berdasarkan tracking pada triwulan I-2017 pertumbuhan PMTB/investasi secara tahunan

diperkirakan sedikit meningkat dibandingkan triwulan IV-2016. Secara historis, nominal investasi/PMTB pada

triwulan I cenderung selalu menurun dibandingkan triwulan IV pada setiap tahunnya. Hal ini terjadi karena belum masifnya

kegiatan proyek pemerintah di awal tahun. Namun apabila dilihat dari sisi pertumbuhan tahunan (%yoy), tracking

investasi pada triwulan I-2017 diperkirakan lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan tahunan investasi triwulan IV-2016.

Dorongan investasi terutama berasal dari adanya perpanjangan kegiatan proyek pemerintah yang belum selesai pada

tahun 2016 selama 50 hari di tahun 2017, adanya tambahan proyek multiyears (bendungan raknamo dan rotiklot),

rencana penyelesaian proyek pembangkit listrik dan kegiatan pembangunan pusat perbelanjaan di Kota Kupang investasi

di sektor non bangunan seperti pembelian mesin dan kendaraan.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

8 Februari 2017

Page 35: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Tabel 1.6. PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Sektor Ekonomi 2016

URAIAN

Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah) *Dalam Juta Rp

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

Pertambangan dan Penggalian

Industri Pengolahan

Pengadaan Listrik dan Gas

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang

Konstruksi

Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

Transportasi dan Pergudangan

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum

Informasi dan Komunikasi

Jasa Keuangan dan Asuransi

Real Estate

Jasa Perusahaan

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

Jasa Pendidikan

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial

Jasa lainnya

PDRB

A

B

C

D

E

F

G

H

I

J

K

L

M,N

O

P

Q

R,S,T,U

2015

2016Bobot yoy

24,315,826

1,166,764

1,034,289

59,409

48,990

9,095,349

9,321,848

4,528,290

586,079

5,878,513

3,362,944

2,209,476

257,185

10,664,989

8,103,265

1,767,997

1,771,425

84,172,637

6,094,647

309,436

279,169

15,975

12,841

2,464,950

2,487,909

1,210,726

159,845

1,569,272

898,971

577,531

69,530

2,827,864

2,181,982

473,595

462,317

22,096,563

5,627,528

292,383

259,276

13,747

12,305

2,243,992

2,217,468

1,089,803

137,030

1,462,281

799,178

550,863

62,344

2,628,642

2,041,237

432,868

428,566

20,299,511

6,417,780

301,698

265,244

15,331

12,691

2,389,245

2,456,270

1,186,069

154,603

1,511,013

838,662

567,351

66,388

2,731,064

2,067,982

443,925

449,919

21,875,236

27.58

1.40

1.26

0.07

0.06

11.16

11.26

5.48

0.72

7.10

4.07

2.61

0.31

12.80

9.87

2.14

2.09

100.00

-6.05

2.43

4.17

3.72

1.10

2.80

0.40

2.07

2.72

3.23

5.90

1.72

4.13

2.15

4.88

5.89

1.90

0.28

22,765,546

1,073,475

940,862

43,569

47,150

7,908,227

8,272,331

3,986,583

487,091

5,477,449

2,995,475

2,054,341

235,528

9,374,991

7,303,246

1,585,475

1,639,515

76,190,854

2016

YOY

IV

2015

IIIIV

Thnyoy

2.23

5.66

4.98

14.61

0.38

8.46

6.77

6.73

14.46

6.76

8.47

3.41

2.83

5.63

4.18

6.19

3.55

5.18

IVyoy

4.53

3.19

3.41

11.52

1.27

8.48

7.57

5.48

13.01

7.23

8.38

3.53

5.57

1.60

2.51

5.20

4.32

5.19

pasar dan sarana irigasi di akhir tahun, serta swasta melalui pembangunan hotel dan pusat perbelanjaan. Peningkatan juga

didukung oleh sektor perdagangan besar dan eceran yang tumbuh 7,57% (yoy) seriring perbaikan daya beli masyarakat

memasuki momen perayaan libur sekolah, keagamaan dan akhir tahun.

Pada tahun 2016, pertumbuhan sektor pertanian mencapai 2,73% (yoy) melambat apabila dibandingkan

tahun 2015 yang tumbuh sebesar 3,40% (yoy). Berdasarkan refleksi kinerja sepanjang tahun 2016, perlambatan

sektor pertanian terutama terjadi pada triwulan I dan triwulan II seiring dengan kondisi kekeringan, serangan hama serta

proses perbaikan irigasi yang sempat mengganggu produksi pertanian dan perkebunan, serta menurunnya harga

komoditas (jambu mete, kakao dan rumput laut) di tingkat global. Namun, produksi pertanian mulai meningkat pada

semester 2 seiring selesainya perbaikan irigasi dan peningkatan curah hujan, serta penambahan luas tanam yang

mendorong peningkatan produksi jagung dan padi. Adanya pengiriman sapi melalui kapal ternak dan produksi garam di

Sabu Raijua dan Kab. Kupang juga turut mendorong pertumbuhan secara tahunan.

Pertumbuhan sektor pertanian pada triwulan IV-2016 tercatat sebesar 4,53% (yoy) meningkat dibandingkan

triwulan III yang sebesar 3% (yoy). Peningkatan ini diperkirakan terjadi seiring dengan adanya panen ke-2 padi pada

akhir tahun 2016 terutama di beberapa sentra padi NTT (Kab Ngada, Kab. Manggarai Barat dan Kab. Manggarai). Selain

itu, panen komoditas jambu mete, kopra dan kakao juga diperkirakan turut mendorong pertumbuhan pada triwulan IV.

Indikasi ini terlihat dari adanya peningkatan Nilai Tukar Petani pada triwulan IV-2016 dibandingkan triwulan III yang

terutama berasal dari sub sektor tanaman padi-palawija. Di sisi lain, pertumbuhan juga masih ditopang oleh pengiriman

ternak ke luar Provinsi NTT. Tercatat pertumbuhan pengiriman dari pelabuhan Tenau secara tahunan meningkat 35,8%

(yoy) dibandingkan periode yang sama tahun 2015 atau sebanyak 7.232 ternak. Untuk keseluruhan NTT, menurut data

Dinas Peternakan Provinsi NTT tercatat telah dikirimkan 12.755 ternak pada triwulan IV yang terdiri dari Sapi (11.129 ekor),

Kerbau (975 ekor) dan Kuda (651 ekor). Jumlah ini meningkat sebesar 11,75% (yoy) dibandingkan triwulan IV-2015 yang

sebanyak 11.414 ternak. Untuk ternak sendiri pengiriman dilakukan ke DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur dan

Kalimantan Timur. Pertumbuhan sektor pertanian pada triwulan IV juga terbantu oleh produksi perdana garam sebanyak

300 ton di Bipoli, Kab. Kupang. Di sisi lain, kondisi subsektor perikanan diperkirakan melambat pada triwulan IV yang

disebabkan kondisi cuaca dan gelombang tinggi.

1.3.1 Sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

11Februari 2017

GRAFIK 1.20. NEGARA TUJUAN EKSPOR

Sumber : Cognos BI, diolah

USA AUSTRALIA JAPAN RRC TIMOR LESTE SINGAPURAINDIA

GRAFIK 1.19.PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR

Sumber : Cognos BI, diolah

EKSPOR IMPOR NET EKSPOR

-7-5-3-113579

1113 JUTA USD

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

0123456789

10 JUTA USD

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

sementara impor non BBM tercatat sebesar US$ 208 ribu yang terutama merupakan komoditas kopi dan biji-bijian dari

Timor Leste. Di sisi lain, berdasarkan data Exim Bank Indonesia, terdapat ekspor buah olahan ke Vietnam dan India yang

mencapai US$ 9,8 juta yang diperkirakan merupakan komoditas jambu mete dan tidak tercatat sebagai sumbangan PDRB

untuk NTT karena pengiriman ke luar negeri yang berasal dari luar daerah NTT.

Aktivitas ekspor luar negeri NTT pada triwulan-I 2017 diperkirakan mengalami perlambatan. Perlambatan

diperkirakan turut didorong oleh penurunan kebutuhan dari negara lain, terutama Timor Leste sebagai negara tujuan

utama ekspor NTT. Penurunan kegiatan masyarakat paska perayaan hari raya Natal juga diperkirakan menjadi faktor

utama. Selain itu, kondisi cuaca yang kurang baik juga diperkirakan berpengaruh pada penurunan produksi lokal NTT

seperti ikan tuna dan cakalang.

1.3 PERKEMBANGAN EKONOMI SISI SEKTORAL

Secara sektoral, pertumbuhan ekonomi NTT pada tahun 2016 terutama didorong oleh sektor konstruksi serta

sektor perdagangan besar & eceran, reparasi mobil dan sepeda motor. Sektor kontruksi tercatat tumbuh sebesar

8,46% (yoy) yang didorong oleh peningkatan kegiatan proyek di Provinsi NTT, termasuk bendungan Raknamo yang telah

memasuki tahap konstruksi serta penyelesaian Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Mota’ain, Motamasin dan Wini serta

program infrastruktur pemukiman (PIP) berupa pembangunan sumur bor serta infrastruktur pendukung akses lainnya di

Mota’ain dan Motamasin. Sementara itu pertumbuhan sektor perdagangan besar dan eceran mencapai 6,77% (yoy) yang

didukung oleh peningkatan daya beli masyarakat seiring peningkatan produksi sektor pertanian dan perkebunan,

peningkatan kegiatan proyek dan pendapatan gaji ke-13 serta 14 PNS. Pertumbuhan ekonomi secara tahunan juga

didukung pertumbuhan positif pada sektor pertanian, Kehutanan dan Perikanan sebagai sektor utama serta sektor

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib yang masih terus tumbuh walaupun mengalami

perlambatan dibandingkan pertumbuhan tahun 2015.

Dari sisi triwulan, peningkatan pertumbuhan pada triwulan IV-2016 terutama terjadi pada sektor pertanian

sebagai sektor utama dan didukung oleh pertumbuhan yang cukup tinggi pada sektor konstruksi serta sektor

perdagangan besar dan eceran. Sektor Pertanian tercatat tumbuh 4,53% (yoy) pada triwulan IV atau meningkat

dibandingkan triwulan III yang sebesar 3% (yoy). Peningkatan tersebut didukung oleh adanya panen komoditas pertanian

seperti padi serta komoditas perkebunan (jambu mete, kakao dan kopra), dari sektor peternakan tercatat adanya

pengiriman sapi yang meningkat dari 30% (yoy) atau dari 8.524 ekor pada triwulan IV- 2015 menjadi 11.129 ekor di

periode yang sama tahun 2016. Selain itu, terjadi pula pertumbuhan cukup tinggi pada sektor konstruksi yang mencapai

8,48% (%) seiring dengan peningkatan kegiatan proyek pemerintah seperti jalan, rumah sakit, gedung pemerintahan,

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

10 Februari 2017

Page 36: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Tabel 1.6. PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Sektor Ekonomi 2016

URAIAN

Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah) *Dalam Juta Rp

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

Pertambangan dan Penggalian

Industri Pengolahan

Pengadaan Listrik dan Gas

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang

Konstruksi

Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

Transportasi dan Pergudangan

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum

Informasi dan Komunikasi

Jasa Keuangan dan Asuransi

Real Estate

Jasa Perusahaan

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

Jasa Pendidikan

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial

Jasa lainnya

PDRB

A

B

C

D

E

F

G

H

I

J

K

L

M,N

O

P

Q

R,S,T,U

2015

2016Bobot yoy

24,315,826

1,166,764

1,034,289

59,409

48,990

9,095,349

9,321,848

4,528,290

586,079

5,878,513

3,362,944

2,209,476

257,185

10,664,989

8,103,265

1,767,997

1,771,425

84,172,637

6,094,647

309,436

279,169

15,975

12,841

2,464,950

2,487,909

1,210,726

159,845

1,569,272

898,971

577,531

69,530

2,827,864

2,181,982

473,595

462,317

22,096,563

5,627,528

292,383

259,276

13,747

12,305

2,243,992

2,217,468

1,089,803

137,030

1,462,281

799,178

550,863

62,344

2,628,642

2,041,237

432,868

428,566

20,299,511

6,417,780

301,698

265,244

15,331

12,691

2,389,245

2,456,270

1,186,069

154,603

1,511,013

838,662

567,351

66,388

2,731,064

2,067,982

443,925

449,919

21,875,236

27.58

1.40

1.26

0.07

0.06

11.16

11.26

5.48

0.72

7.10

4.07

2.61

0.31

12.80

9.87

2.14

2.09

100.00

-6.05

2.43

4.17

3.72

1.10

2.80

0.40

2.07

2.72

3.23

5.90

1.72

4.13

2.15

4.88

5.89

1.90

0.28

22,765,546

1,073,475

940,862

43,569

47,150

7,908,227

8,272,331

3,986,583

487,091

5,477,449

2,995,475

2,054,341

235,528

9,374,991

7,303,246

1,585,475

1,639,515

76,190,854

2016

YOY

IV

2015

IIIIV

Thnyoy

2.23

5.66

4.98

14.61

0.38

8.46

6.77

6.73

14.46

6.76

8.47

3.41

2.83

5.63

4.18

6.19

3.55

5.18

IVyoy

4.53

3.19

3.41

11.52

1.27

8.48

7.57

5.48

13.01

7.23

8.38

3.53

5.57

1.60

2.51

5.20

4.32

5.19

pasar dan sarana irigasi di akhir tahun, serta swasta melalui pembangunan hotel dan pusat perbelanjaan. Peningkatan juga

didukung oleh sektor perdagangan besar dan eceran yang tumbuh 7,57% (yoy) seriring perbaikan daya beli masyarakat

memasuki momen perayaan libur sekolah, keagamaan dan akhir tahun.

Pada tahun 2016, pertumbuhan sektor pertanian mencapai 2,73% (yoy) melambat apabila dibandingkan

tahun 2015 yang tumbuh sebesar 3,40% (yoy). Berdasarkan refleksi kinerja sepanjang tahun 2016, perlambatan

sektor pertanian terutama terjadi pada triwulan I dan triwulan II seiring dengan kondisi kekeringan, serangan hama serta

proses perbaikan irigasi yang sempat mengganggu produksi pertanian dan perkebunan, serta menurunnya harga

komoditas (jambu mete, kakao dan rumput laut) di tingkat global. Namun, produksi pertanian mulai meningkat pada

semester 2 seiring selesainya perbaikan irigasi dan peningkatan curah hujan, serta penambahan luas tanam yang

mendorong peningkatan produksi jagung dan padi. Adanya pengiriman sapi melalui kapal ternak dan produksi garam di

Sabu Raijua dan Kab. Kupang juga turut mendorong pertumbuhan secara tahunan.

Pertumbuhan sektor pertanian pada triwulan IV-2016 tercatat sebesar 4,53% (yoy) meningkat dibandingkan

triwulan III yang sebesar 3% (yoy). Peningkatan ini diperkirakan terjadi seiring dengan adanya panen ke-2 padi pada

akhir tahun 2016 terutama di beberapa sentra padi NTT (Kab Ngada, Kab. Manggarai Barat dan Kab. Manggarai). Selain

itu, panen komoditas jambu mete, kopra dan kakao juga diperkirakan turut mendorong pertumbuhan pada triwulan IV.

Indikasi ini terlihat dari adanya peningkatan Nilai Tukar Petani pada triwulan IV-2016 dibandingkan triwulan III yang

terutama berasal dari sub sektor tanaman padi-palawija. Di sisi lain, pertumbuhan juga masih ditopang oleh pengiriman

ternak ke luar Provinsi NTT. Tercatat pertumbuhan pengiriman dari pelabuhan Tenau secara tahunan meningkat 35,8%

(yoy) dibandingkan periode yang sama tahun 2015 atau sebanyak 7.232 ternak. Untuk keseluruhan NTT, menurut data

Dinas Peternakan Provinsi NTT tercatat telah dikirimkan 12.755 ternak pada triwulan IV yang terdiri dari Sapi (11.129 ekor),

Kerbau (975 ekor) dan Kuda (651 ekor). Jumlah ini meningkat sebesar 11,75% (yoy) dibandingkan triwulan IV-2015 yang

sebanyak 11.414 ternak. Untuk ternak sendiri pengiriman dilakukan ke DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur dan

Kalimantan Timur. Pertumbuhan sektor pertanian pada triwulan IV juga terbantu oleh produksi perdana garam sebanyak

300 ton di Bipoli, Kab. Kupang. Di sisi lain, kondisi subsektor perikanan diperkirakan melambat pada triwulan IV yang

disebabkan kondisi cuaca dan gelombang tinggi.

1.3.1 Sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

11Februari 2017

GRAFIK 1.20. NEGARA TUJUAN EKSPOR

Sumber : Cognos BI, diolah

USA AUSTRALIA JAPAN RRC TIMOR LESTE SINGAPURAINDIA

GRAFIK 1.19.PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR

Sumber : Cognos BI, diolah

EKSPOR IMPOR NET EKSPOR

-7-5-3-113579

1113 JUTA USD

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

0123456789

10 JUTA USD

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

sementara impor non BBM tercatat sebesar US$ 208 ribu yang terutama merupakan komoditas kopi dan biji-bijian dari

Timor Leste. Di sisi lain, berdasarkan data Exim Bank Indonesia, terdapat ekspor buah olahan ke Vietnam dan India yang

mencapai US$ 9,8 juta yang diperkirakan merupakan komoditas jambu mete dan tidak tercatat sebagai sumbangan PDRB

untuk NTT karena pengiriman ke luar negeri yang berasal dari luar daerah NTT.

Aktivitas ekspor luar negeri NTT pada triwulan-I 2017 diperkirakan mengalami perlambatan. Perlambatan

diperkirakan turut didorong oleh penurunan kebutuhan dari negara lain, terutama Timor Leste sebagai negara tujuan

utama ekspor NTT. Penurunan kegiatan masyarakat paska perayaan hari raya Natal juga diperkirakan menjadi faktor

utama. Selain itu, kondisi cuaca yang kurang baik juga diperkirakan berpengaruh pada penurunan produksi lokal NTT

seperti ikan tuna dan cakalang.

1.3 PERKEMBANGAN EKONOMI SISI SEKTORAL

Secara sektoral, pertumbuhan ekonomi NTT pada tahun 2016 terutama didorong oleh sektor konstruksi serta

sektor perdagangan besar & eceran, reparasi mobil dan sepeda motor. Sektor kontruksi tercatat tumbuh sebesar

8,46% (yoy) yang didorong oleh peningkatan kegiatan proyek di Provinsi NTT, termasuk bendungan Raknamo yang telah

memasuki tahap konstruksi serta penyelesaian Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Mota’ain, Motamasin dan Wini serta

program infrastruktur pemukiman (PIP) berupa pembangunan sumur bor serta infrastruktur pendukung akses lainnya di

Mota’ain dan Motamasin. Sementara itu pertumbuhan sektor perdagangan besar dan eceran mencapai 6,77% (yoy) yang

didukung oleh peningkatan daya beli masyarakat seiring peningkatan produksi sektor pertanian dan perkebunan,

peningkatan kegiatan proyek dan pendapatan gaji ke-13 serta 14 PNS. Pertumbuhan ekonomi secara tahunan juga

didukung pertumbuhan positif pada sektor pertanian, Kehutanan dan Perikanan sebagai sektor utama serta sektor

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib yang masih terus tumbuh walaupun mengalami

perlambatan dibandingkan pertumbuhan tahun 2015.

Dari sisi triwulan, peningkatan pertumbuhan pada triwulan IV-2016 terutama terjadi pada sektor pertanian

sebagai sektor utama dan didukung oleh pertumbuhan yang cukup tinggi pada sektor konstruksi serta sektor

perdagangan besar dan eceran. Sektor Pertanian tercatat tumbuh 4,53% (yoy) pada triwulan IV atau meningkat

dibandingkan triwulan III yang sebesar 3% (yoy). Peningkatan tersebut didukung oleh adanya panen komoditas pertanian

seperti padi serta komoditas perkebunan (jambu mete, kakao dan kopra), dari sektor peternakan tercatat adanya

pengiriman sapi yang meningkat dari 30% (yoy) atau dari 8.524 ekor pada triwulan IV- 2015 menjadi 11.129 ekor di

periode yang sama tahun 2016. Selain itu, terjadi pula pertumbuhan cukup tinggi pada sektor konstruksi yang mencapai

8,48% (%) seiring dengan peningkatan kegiatan proyek pemerintah seperti jalan, rumah sakit, gedung pemerintahan,

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

10 Februari 2017

Page 37: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

GRAFIK 1.25. PROYEKSI SKDU PERTANIAN

KEGIATAN USAHA HARGA JUAL TENAGA KERJA

Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah

-40

-30

-20

-10

0

10

20

30

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV IP

2017

Secara tahunan, pertumbuhan sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

tumbuh sebesar 5,63% (yoy) di tahun 2016. Pertumbuhan tersebut tercatat melambat apabila dibandingkan dengan

pertumbuhan tahun 2015 yang sebesar 6,81% (yoy). Secara tahunan sendiri, terjadi peningkatan realisasi belanja pegawai

(10,1%-yoy), belanja barang dan jasa (16,3%), hibah (16,7%) dan bantuan keuangan (85,6%) dengan total realisasi

mencapai Rp 22,84 triliun. Pertumbuhan sendiri diperkirakan didorong oleh peningkatan realisasi alokasi dana desa dan

gaji pegawai negeri sipil seiring adanya THR atau gaji ke-14 di tahun ini. Di sisi lain, adanya perlambatan pertumbuhan

sektor administrasi pemerintahan pada tahun 2016 diperkirakan disebabkan oleh adanya perlambatan pertumbuhan

secara tahunan pada realisasi belanja hibah dan bantuan sosial dibandingkan pertumbuhan tahun 2015.

Pertumbuhan sektor Administrasi Pemerintahan pada triwulan IV tercatat sebesar 1,60% (yoy) atau melambat

dibandingkan triwulan III yang sebesar 4,56% (yoy). Perlambatan dari sisi triwulan IV diperkirakan diperkirakan

terjadi seiring adanya langkah penghematan belanja pemerintah pusat di Provinsi NTT dan penundaan DAU pada periode

triwulan IV-2016 yang hanya direalisasikan selama satu bulan di Bulan Desember dan sisanya akan dikompensasikan pada

tahun 2017. Apabila dilihat dari indikator realisasi anggaran pemda terlihat bahwa pertumbuhan relisasi belanja pegawai

untuk triwulan IV 2016 dibandingkan triwulan IV 2015 hanya sebesar 0,9% (yoy) bahkan untuk belanja barang dan jasa

cenderung tumbuh negatif (-2,7%), sementara belanja hibah dan bantuan keuangan masih tumbuh cukup tinggi. Total

realisasi keempat komponen belanja konsumsi pemerintah tersebut tercatat sebesar Rp 8,17 triliun pada 2016. Indikasi

Penghematan anggaran pemerintah pusat dan penundaan DAU menjadi penyebab perlambatan terlihat dari adanya

kontraksi pada pertumbuhan realisasi belanja pegawai, belanja barang dan jasa serta belanja bantuan sosial di tingkat

Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi.

Sementara dari indikator perbankan, simpanan pemerintah di perbankan tercatat sebesar Rp 2,01 triliun pada akhir 2016

atau tumbuh negatif sebesar -26,6% (yoy) dibandingkan tahun 2015 yang Rp 2,74 triliun. Penurunan ini ditengarai karena

adanya peningkatan realisasi pemerintah di akhir tahun yang dibarengi penghematan anggaran pemerintah pusat di

daerah sehingga simpanan pemerintah cenderung terkontraksi di akhir tahun 2016.

1.3.2 Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

13Februari 2017

GRAFIK 1.24. PERKEMBANGAN SKDU PERTANIAN

KEGIATAN USAHA HARGA JUAL TENAGA KERJA

Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah

-40

-30

-20

-10

0

10

20

30

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

2013I II I I I IV

GRAFIK 1.23. PERKEMBANGAN KREDIT PERTANIAN

Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah

PERTANIAN, PERBURUAN DAN KEHUTANAN PERTANIAN (%YOY)

MILYAR RP

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

-100%

-50%

0%

50%

100%

150%

200%

0

50

100

150

200

250

300

Tabel 1.7. Tabel Perkembangan Pengiriman Sapi

TERNAK (EKOR)

Sumber : Dinas Peternakan Provinsi NTT, diolah

2015

I II

SAPI

KERBAU

KUDA

TOTAL

5,836

308

593

6,737

14,013

840

2,357

17,210

III

24,402

876

2,166

27,444

8,524

1,207

1,683

11,414

IV

2016

I II

9,992

490

1,052

11,534

24,825

2,023

2,780

29,628

III

17,483

1,250

1,089

19,822

11,129

975

651

12,755

IV

GRAFIK 1.22. DATA PENGIRIMAN TERNAK DARI PELABUHAN TENAU

Sumber : Pelindo II, diolah

PENGIRIMAN TERNAK PERT (%YOY)BONGKAR

100%

-50%

0%

50%

100%

150%

0

2000

4000

6000

8000

10000

12000

14000

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

2013I II I I I IV

GRAFIK 1.21. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

Sumber :BPS, diolah

IT NTP-AXIS KANANIB

95

96

97

98

99

100

101

102

103

104

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

95

100

105

110

115

120

125

130

Pertumbuhan sektor pertanian juga tercermin dari peningkatan kredit pertanian dan Survei Kegiatan Dunia

Usaha (SKDU)-Bank Indonesia. Pertumbuhan kredit pertanian pada triwulan IV-2016 mencapai 40,6% (yoy) atau

sebesar Rp 278,25 miliar meningkat dibandingkan pertumbuhan triwulan III sebesar 37,9% (yoy) atau sebesar Rp 259,5

miliar. Hal ini juga terindikasi dari trend SKDU yang menunjukkan perbaikan kegiatan usaha masyarakat di sektor pertanian

meskipun masih berada di level negatif karena rendahnya harga komoditas dan potensi produksi yang negatif karena

kondisi cuaca (terutama di sub sektor perikanan).

Pada triwulan-I 2017, kinerja sektor pertanian diperkirakan mengalami perlambatan. Indikasi ini terlihat pada

hasil indeks proyeksi SKDU yang menunjukkan trend penurunan. Kondisi ini diperkirakan terjadi akibat telah lewatnya

musim panen ke-2 padi di triwulan IV dan produksi komoditas yang cenderung terbatas akibat kondisi cuaca dan

gelombang (terutama untuk perikanan dan sayur-sayuran). Selain itu juga, permintaan ternak yang masih terbatas dari

daerah lain dan pengoperasian kapal ternak (KM Camara Nusantara I) yang sempat terhenti karena kontrak yang telah

selesai antara Kementerian Perhubungan dan PT. Pelni. Namun, potensi pertumbuhan secara tahunan masih dapat terjadi

seiring panen komoditas padi yang masih terjadi hingga awal tahun 2017 dan komoditas perkebunan (jambu mete).

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

12 Februari 2017

Page 38: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

GRAFIK 1.25. PROYEKSI SKDU PERTANIAN

KEGIATAN USAHA HARGA JUAL TENAGA KERJA

Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah

-40

-30

-20

-10

0

10

20

30

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV IP

2017

Secara tahunan, pertumbuhan sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

tumbuh sebesar 5,63% (yoy) di tahun 2016. Pertumbuhan tersebut tercatat melambat apabila dibandingkan dengan

pertumbuhan tahun 2015 yang sebesar 6,81% (yoy). Secara tahunan sendiri, terjadi peningkatan realisasi belanja pegawai

(10,1%-yoy), belanja barang dan jasa (16,3%), hibah (16,7%) dan bantuan keuangan (85,6%) dengan total realisasi

mencapai Rp 22,84 triliun. Pertumbuhan sendiri diperkirakan didorong oleh peningkatan realisasi alokasi dana desa dan

gaji pegawai negeri sipil seiring adanya THR atau gaji ke-14 di tahun ini. Di sisi lain, adanya perlambatan pertumbuhan

sektor administrasi pemerintahan pada tahun 2016 diperkirakan disebabkan oleh adanya perlambatan pertumbuhan

secara tahunan pada realisasi belanja hibah dan bantuan sosial dibandingkan pertumbuhan tahun 2015.

Pertumbuhan sektor Administrasi Pemerintahan pada triwulan IV tercatat sebesar 1,60% (yoy) atau melambat

dibandingkan triwulan III yang sebesar 4,56% (yoy). Perlambatan dari sisi triwulan IV diperkirakan diperkirakan

terjadi seiring adanya langkah penghematan belanja pemerintah pusat di Provinsi NTT dan penundaan DAU pada periode

triwulan IV-2016 yang hanya direalisasikan selama satu bulan di Bulan Desember dan sisanya akan dikompensasikan pada

tahun 2017. Apabila dilihat dari indikator realisasi anggaran pemda terlihat bahwa pertumbuhan relisasi belanja pegawai

untuk triwulan IV 2016 dibandingkan triwulan IV 2015 hanya sebesar 0,9% (yoy) bahkan untuk belanja barang dan jasa

cenderung tumbuh negatif (-2,7%), sementara belanja hibah dan bantuan keuangan masih tumbuh cukup tinggi. Total

realisasi keempat komponen belanja konsumsi pemerintah tersebut tercatat sebesar Rp 8,17 triliun pada 2016. Indikasi

Penghematan anggaran pemerintah pusat dan penundaan DAU menjadi penyebab perlambatan terlihat dari adanya

kontraksi pada pertumbuhan realisasi belanja pegawai, belanja barang dan jasa serta belanja bantuan sosial di tingkat

Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi.

Sementara dari indikator perbankan, simpanan pemerintah di perbankan tercatat sebesar Rp 2,01 triliun pada akhir 2016

atau tumbuh negatif sebesar -26,6% (yoy) dibandingkan tahun 2015 yang Rp 2,74 triliun. Penurunan ini ditengarai karena

adanya peningkatan realisasi pemerintah di akhir tahun yang dibarengi penghematan anggaran pemerintah pusat di

daerah sehingga simpanan pemerintah cenderung terkontraksi di akhir tahun 2016.

1.3.2 Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

13Februari 2017

GRAFIK 1.24. PERKEMBANGAN SKDU PERTANIAN

KEGIATAN USAHA HARGA JUAL TENAGA KERJA

Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah

-40

-30

-20

-10

0

10

20

30

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

2013I II I I I IV

GRAFIK 1.23. PERKEMBANGAN KREDIT PERTANIAN

Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah

PERTANIAN, PERBURUAN DAN KEHUTANAN PERTANIAN (%YOY)

MILYAR RP

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

-100%

-50%

0%

50%

100%

150%

200%

0

50

100

150

200

250

300

Tabel 1.7. Tabel Perkembangan Pengiriman Sapi

TERNAK (EKOR)

Sumber : Dinas Peternakan Provinsi NTT, diolah

2015

I II

SAPI

KERBAU

KUDA

TOTAL

5,836

308

593

6,737

14,013

840

2,357

17,210

III

24,402

876

2,166

27,444

8,524

1,207

1,683

11,414

IV

2016

I II

9,992

490

1,052

11,534

24,825

2,023

2,780

29,628

III

17,483

1,250

1,089

19,822

11,129

975

651

12,755

IV

GRAFIK 1.22. DATA PENGIRIMAN TERNAK DARI PELABUHAN TENAU

Sumber : Pelindo II, diolah

PENGIRIMAN TERNAK PERT (%YOY)BONGKAR

100%

-50%

0%

50%

100%

150%

0

2000

4000

6000

8000

10000

12000

14000

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

2013I II I I I IV

GRAFIK 1.21. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

Sumber :BPS, diolah

IT NTP-AXIS KANANIB

95

96

97

98

99

100

101

102

103

104

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

95

100

105

110

115

120

125

130

Pertumbuhan sektor pertanian juga tercermin dari peningkatan kredit pertanian dan Survei Kegiatan Dunia

Usaha (SKDU)-Bank Indonesia. Pertumbuhan kredit pertanian pada triwulan IV-2016 mencapai 40,6% (yoy) atau

sebesar Rp 278,25 miliar meningkat dibandingkan pertumbuhan triwulan III sebesar 37,9% (yoy) atau sebesar Rp 259,5

miliar. Hal ini juga terindikasi dari trend SKDU yang menunjukkan perbaikan kegiatan usaha masyarakat di sektor pertanian

meskipun masih berada di level negatif karena rendahnya harga komoditas dan potensi produksi yang negatif karena

kondisi cuaca (terutama di sub sektor perikanan).

Pada triwulan-I 2017, kinerja sektor pertanian diperkirakan mengalami perlambatan. Indikasi ini terlihat pada

hasil indeks proyeksi SKDU yang menunjukkan trend penurunan. Kondisi ini diperkirakan terjadi akibat telah lewatnya

musim panen ke-2 padi di triwulan IV dan produksi komoditas yang cenderung terbatas akibat kondisi cuaca dan

gelombang (terutama untuk perikanan dan sayur-sayuran). Selain itu juga, permintaan ternak yang masih terbatas dari

daerah lain dan pengoperasian kapal ternak (KM Camara Nusantara I) yang sempat terhenti karena kontrak yang telah

selesai antara Kementerian Perhubungan dan PT. Pelni. Namun, potensi pertumbuhan secara tahunan masih dapat terjadi

seiring panen komoditas padi yang masih terjadi hingga awal tahun 2017 dan komoditas perkebunan (jambu mete).

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

12 Februari 2017

Page 39: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah

GRAFIK 1.32. PROYEKSI SKDU PERDAGANGAN

KEGIATAN USAHA HARGA JUAL TENAGA KERJA

-10-8-6-4-202468

10

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV IP

2017

GRAFIK 1.31. PERKEMBANGAN KREDIT SEKTOR PERDAGANGAN

Sumber : Laporan Bank Umum, diolah

PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN PERT (%YOY)

0.0

1.0

2.0

3.0

4.0

5.0

6.0

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

35%

40%

45%TRILIUN7.0

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IVIV

2016

Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah

GRAFIK 1.30. PERKEMBANGAN SURVEI KONSUMEN

Sumber : SK-Bank Indonesia, diolah

INDEKS KONDISI EKONOMI SAAT INI (IKE)INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN (IKK)INDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN (IEK)

GRAFIK 1.29. PERKEMBANGAN SKDU SEKTOR PERDAGANGAN

KEGIATAN USAHA HARGA JUAL TENAGA KERJA

-10-8-6-4-202468

10

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

100

120

140

160

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

pemberdayaan masyarakat di pedesaan sehingga membuka lapangan kerja baru serta kegiatan Hari Nusantara di Kab.

Lembata diperkirakan menjadi faktor yang menjaga konsistensi daya beli masyarakat NTT di akhir tahun.

Pertumbuhan positif juga terlihat dari beberapa indikator survei Bank Indonesia, yaitu Survei Kegiatan Dunia

Usaha (SKDU) dan Survei Konsumen (SK). Indikator SKDU berupa Indeks Kegiatan Dunia Usaha dan Indeks Harga Jual

menunjukkan adanya trend meningkat yang menggambarkan peningkataan kegiatan usaha yang dirasakan oleh para

pelaku usaha pada triwulan IV-2016. Selain itu indikator Survei Konsumen juga menunjukkan adanya peningkatan Indeks

Keyakinan Konsumen (IKK), Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) dan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) yang

menggambarkan adanya kenaikan optimisme konsumen dalam melihat kondisi ekonomi NTT di triwulan IV yang

menandakan adanya kecenderungan potensi kenaikan belanja konsumen. Di sisi lain, indikator perbankan berupa kredit

perdagangan menunjukkan adanya perlambatan pertumbuhan dari 18,2% (yoy) di triwulan III menjadi 15,3% (yoy) di

triwulan IV dengan nominal kredit mencapai Rp 5,84 triliun. Namun, pertumbuhan kredit yang masih cukup tinggi ini

menunjukkan pergerakan sektor perdagangan yang masih terjaga cukup tinggi di akhir tahun.

Pada triwulan I-2017, perkembangan sektor perdagangan diperkirakan cukup stabil dibandingkan triwulan IV-

2016. Secara historis, pertumbuhan sektor perdagangan pada triwulan I cenderung selalu mengalami perlambatan karena

ketiadaan momen-momen keagamaan yang dapat mendorong kenaikan konsumsi masyarakat secara umum. Namun,

untuk triwulan I-2017 terdapat momen Pemilu Kepala Daerah yang diperkirakan dapat menjaga pertumbuhan penjualan

tahunan terutama untuk alat-alat kampanye seperti spanduk, sandang dan keperluan konsumsi. Selain itu, keperluan alat

tulis untuk kegiatan pemilu juga diperkirakan mendorong sektor perdagangan. Di sisi lain, berdasarkan hasil SKDU-Bank

Indonesia terdapat trend penurunan pada indikator kegiatan dunia usaha dan harga jual. Namun dengan angka yang

masih positif (>0), maka masih terdapat potensi optimisme pelaku usaha akan terjadinya pertumbuhan kegiatan dunia

usaha pada triwulan I-2017.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

15Februari 2017

GRAFIK 1.28. PERKEMBANGAN SIMPANAN PEMERINTAH DI PERBANKAN

Sumber : Laporan Bank Umum, diolah

SIMPANAN (RP MILIAR) PERT (%YOY)

-70%

-50%

-30%

-10%

10%

30%

50%

70%

90%

110%

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

0

1,000

2,000

3,000

4,000

5,000

6,000

7,000

8,000

GRAFIK 1.26. REALISASI BELANJA KONSUMSI PEMERINTAH TAHUN 2016

Sumber : Ditjen Perbendaharaan+Biro Keuangan NTT

2015 2016

*RP TRILIUN

BELANJA PEGAWAI BELANJA BARANG DAN JASA

BELANJA HIBAH BANTUAN KEUANGAN

10.70

5.56

1.42 1.58

11.78

6.47

1.662.94

0.00

2.00

4.00

6.00

8.00

10.00

12.00

14.00

10.1%

16.3%

16.7% 85.6%

GRAFIK 1.27. REALISASI BELANJA KONSUMSI PEMERINTAH TRIWULAN IV-2016

Sumber: Ditjen Perbendaharaan+Biro Keuangan NTT

IV-2015 IV-2016

*RP TRILIUN

BELANJA PEGAWAI BELANJA BARANG DAN JASA

BELANJA HIBAH BANTUAN KEUANGAN

3.352.98

0.380.85

3.392.90

0.43

1.45

0.00

0.50

1.00

1.50

2.00

2.50

3.00

3.50

4.00

0.9%

-2.7%

12.5%70.2%

Pada triwulan I-2017 diperkirakan pertumbuhan sektor administrasi pemerintahan akan meningkat.

Peningkatan ini lebih disebabkan oleh realisasi anggaran hibah untuk kegiatan pilkada pada 3 Kota/Kabupaten di Provinsi

NTT, yaitu Kota Kupang, Kab. Lembata dan Kab. Flores Timur. Pemilu yang terjadi di awal tahun dan tidak terjadi pada

tahun sebelumnya diperkirakan mendorong pertumbuhan sektor administrasi pemerintah yang meningkat. Sementara

itu, untuk realisasi anggaran lainnya diperkirakan masih terbatas seiring tahapan konsolidasi anggaran, baru dimulainya

proses lelang barang dan jasa serta reorganisasi di pemerintah daerah.

1.3.3 Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

Secara tahunan, sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor tumbuh sebesar

6,77% (yoy) pada tahun 2016 meningkat dibandingkan tahun 2015 yang tumbuh 6,07% (yoy). Peningkatan ini

menggambarkan adanya perbaikan daya beli masyarakat NTT pada tahun 2016 yang diperkirakan turut ditopang oleh

peningkatan penghasilan di sektor pertanian dan perkebunan, dorongan gaji ke-13 dan ke-14 PNS dan peningkatan

kegiatan proyek-proyek pemerintah dan swasta pada tahun 2016. Selain itu, kegiatan bersifat nasional seperti Hari

Keluarga Nasional (Harganas) dan Alor Expo, serta pameran-pameran yang dilakukan di daerah (Pameran Pembangunan)

diperkirakan turut mendorong kinerja penjualan komoditas di Provinsi NTT. Momen keagamaan dan liburan, seperti Natal,

Paskah, Idul Fitri dan Idul Adha juga turut mendorong sektor perdagangan.

Sementara itu pertumbuhan sektor perdagangan besar dan eceran pada triwulan IV-2016 tercatat 7,57% (yoy)

melambat apabila dibandingkan triwulan III yang sebesar 8,10% (yoy). Perlambatan lebih disebabkan oleh

tingginya pertumbuhan sektor perdagangan secara historis setiap triwulan-IV seiring momen natal, liburan sekolah dan

menjelang tahun baru di triwulan IV. Namun, angka pertumbuhan yang cukup tinggi mencapai 7,57% (yoy)

menggambarkan masih terjaganya daya beli masyarakat di akhir tahun 2016. Adanya panen komoditas pertanian (padi

dan jambu mete), kegiatan proyek-proyek, dorongan alokasi dana desa yang digunakan untuk kegiatan infrastruktur dan

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

14 Februari 2017

Page 40: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah

GRAFIK 1.32. PROYEKSI SKDU PERDAGANGAN

KEGIATAN USAHA HARGA JUAL TENAGA KERJA

-10-8-6-4-202468

10

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV IP

2017

GRAFIK 1.31. PERKEMBANGAN KREDIT SEKTOR PERDAGANGAN

Sumber : Laporan Bank Umum, diolah

PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN PERT (%YOY)

0.0

1.0

2.0

3.0

4.0

5.0

6.0

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

35%

40%

45%TRILIUN7.0

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IVIV

2016

Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah

GRAFIK 1.30. PERKEMBANGAN SURVEI KONSUMEN

Sumber : SK-Bank Indonesia, diolah

INDEKS KONDISI EKONOMI SAAT INI (IKE)INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN (IKK)INDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN (IEK)

GRAFIK 1.29. PERKEMBANGAN SKDU SEKTOR PERDAGANGAN

KEGIATAN USAHA HARGA JUAL TENAGA KERJA

-10-8-6-4-202468

10

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

100

120

140

160

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

pemberdayaan masyarakat di pedesaan sehingga membuka lapangan kerja baru serta kegiatan Hari Nusantara di Kab.

Lembata diperkirakan menjadi faktor yang menjaga konsistensi daya beli masyarakat NTT di akhir tahun.

Pertumbuhan positif juga terlihat dari beberapa indikator survei Bank Indonesia, yaitu Survei Kegiatan Dunia

Usaha (SKDU) dan Survei Konsumen (SK). Indikator SKDU berupa Indeks Kegiatan Dunia Usaha dan Indeks Harga Jual

menunjukkan adanya trend meningkat yang menggambarkan peningkataan kegiatan usaha yang dirasakan oleh para

pelaku usaha pada triwulan IV-2016. Selain itu indikator Survei Konsumen juga menunjukkan adanya peningkatan Indeks

Keyakinan Konsumen (IKK), Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) dan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) yang

menggambarkan adanya kenaikan optimisme konsumen dalam melihat kondisi ekonomi NTT di triwulan IV yang

menandakan adanya kecenderungan potensi kenaikan belanja konsumen. Di sisi lain, indikator perbankan berupa kredit

perdagangan menunjukkan adanya perlambatan pertumbuhan dari 18,2% (yoy) di triwulan III menjadi 15,3% (yoy) di

triwulan IV dengan nominal kredit mencapai Rp 5,84 triliun. Namun, pertumbuhan kredit yang masih cukup tinggi ini

menunjukkan pergerakan sektor perdagangan yang masih terjaga cukup tinggi di akhir tahun.

Pada triwulan I-2017, perkembangan sektor perdagangan diperkirakan cukup stabil dibandingkan triwulan IV-

2016. Secara historis, pertumbuhan sektor perdagangan pada triwulan I cenderung selalu mengalami perlambatan karena

ketiadaan momen-momen keagamaan yang dapat mendorong kenaikan konsumsi masyarakat secara umum. Namun,

untuk triwulan I-2017 terdapat momen Pemilu Kepala Daerah yang diperkirakan dapat menjaga pertumbuhan penjualan

tahunan terutama untuk alat-alat kampanye seperti spanduk, sandang dan keperluan konsumsi. Selain itu, keperluan alat

tulis untuk kegiatan pemilu juga diperkirakan mendorong sektor perdagangan. Di sisi lain, berdasarkan hasil SKDU-Bank

Indonesia terdapat trend penurunan pada indikator kegiatan dunia usaha dan harga jual. Namun dengan angka yang

masih positif (>0), maka masih terdapat potensi optimisme pelaku usaha akan terjadinya pertumbuhan kegiatan dunia

usaha pada triwulan I-2017.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

15Februari 2017

GRAFIK 1.28. PERKEMBANGAN SIMPANAN PEMERINTAH DI PERBANKAN

Sumber : Laporan Bank Umum, diolah

SIMPANAN (RP MILIAR) PERT (%YOY)

-70%

-50%

-30%

-10%

10%

30%

50%

70%

90%

110%

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

0

1,000

2,000

3,000

4,000

5,000

6,000

7,000

8,000

GRAFIK 1.26. REALISASI BELANJA KONSUMSI PEMERINTAH TAHUN 2016

Sumber : Ditjen Perbendaharaan+Biro Keuangan NTT

2015 2016

*RP TRILIUN

BELANJA PEGAWAI BELANJA BARANG DAN JASA

BELANJA HIBAH BANTUAN KEUANGAN

10.70

5.56

1.42 1.58

11.78

6.47

1.662.94

0.00

2.00

4.00

6.00

8.00

10.00

12.00

14.00

10.1%

16.3%

16.7% 85.6%

GRAFIK 1.27. REALISASI BELANJA KONSUMSI PEMERINTAH TRIWULAN IV-2016

Sumber: Ditjen Perbendaharaan+Biro Keuangan NTT

IV-2015 IV-2016

*RP TRILIUN

BELANJA PEGAWAI BELANJA BARANG DAN JASA

BELANJA HIBAH BANTUAN KEUANGAN

3.352.98

0.380.85

3.392.90

0.43

1.45

0.00

0.50

1.00

1.50

2.00

2.50

3.00

3.50

4.00

0.9%

-2.7%

12.5%70.2%

Pada triwulan I-2017 diperkirakan pertumbuhan sektor administrasi pemerintahan akan meningkat.

Peningkatan ini lebih disebabkan oleh realisasi anggaran hibah untuk kegiatan pilkada pada 3 Kota/Kabupaten di Provinsi

NTT, yaitu Kota Kupang, Kab. Lembata dan Kab. Flores Timur. Pemilu yang terjadi di awal tahun dan tidak terjadi pada

tahun sebelumnya diperkirakan mendorong pertumbuhan sektor administrasi pemerintah yang meningkat. Sementara

itu, untuk realisasi anggaran lainnya diperkirakan masih terbatas seiring tahapan konsolidasi anggaran, baru dimulainya

proses lelang barang dan jasa serta reorganisasi di pemerintah daerah.

1.3.3 Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

Secara tahunan, sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor tumbuh sebesar

6,77% (yoy) pada tahun 2016 meningkat dibandingkan tahun 2015 yang tumbuh 6,07% (yoy). Peningkatan ini

menggambarkan adanya perbaikan daya beli masyarakat NTT pada tahun 2016 yang diperkirakan turut ditopang oleh

peningkatan penghasilan di sektor pertanian dan perkebunan, dorongan gaji ke-13 dan ke-14 PNS dan peningkatan

kegiatan proyek-proyek pemerintah dan swasta pada tahun 2016. Selain itu, kegiatan bersifat nasional seperti Hari

Keluarga Nasional (Harganas) dan Alor Expo, serta pameran-pameran yang dilakukan di daerah (Pameran Pembangunan)

diperkirakan turut mendorong kinerja penjualan komoditas di Provinsi NTT. Momen keagamaan dan liburan, seperti Natal,

Paskah, Idul Fitri dan Idul Adha juga turut mendorong sektor perdagangan.

Sementara itu pertumbuhan sektor perdagangan besar dan eceran pada triwulan IV-2016 tercatat 7,57% (yoy)

melambat apabila dibandingkan triwulan III yang sebesar 8,10% (yoy). Perlambatan lebih disebabkan oleh

tingginya pertumbuhan sektor perdagangan secara historis setiap triwulan-IV seiring momen natal, liburan sekolah dan

menjelang tahun baru di triwulan IV. Namun, angka pertumbuhan yang cukup tinggi mencapai 7,57% (yoy)

menggambarkan masih terjaganya daya beli masyarakat di akhir tahun 2016. Adanya panen komoditas pertanian (padi

dan jambu mete), kegiatan proyek-proyek, dorongan alokasi dana desa yang digunakan untuk kegiatan infrastruktur dan

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

14 Februari 2017

Page 41: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

GRAFIK 1.33. PERKEMBANGAN TAMU HOTEL

Sumber : BPS, diolah

TAMU HOTEL PERT (%YOY)

RIBU ORANG

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

0

10

20

30

40

50

60

70

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

6.7%

GRAFIK 1.34. PERKEMBANGAN PENUMPANG BANDARA

Sumber : BPS, diolah

PENUMPANG PERT (%YOY)

RIBU ORANG

0%5%10%15%20%25%30%35%40%45%50%

0100200300400500600700800900

1000

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

13.9%

diperkirakan menjadi penyangga pertumbuhan yang masih cukup tinggi. Hal ini terindikasi dari tidak begitu signifikannya

penurunan jumlah tamu hotel dari 65.360 orang (triwulan III) menjadi 65.320 orang (triwulan IV). Namun secara

pertumbuhan, terjadi perlambatan cukup tajam untuk kunjungan tamu hotel dari 28,6% (yoy) di triwulan III menjadi 6,7%

(yoy) di triwulan IV. Indikasi lainnya adalah penurunan perputaran penumpang bandara yang cukup besar. Pada triwulan IV

tercatat penumpang berangkat dan pulang dari bandara-bandara di NTT mencapai 88.750 orang atau tumbuh 13,9%

(yoy) namun menurun dibandingkan triwulan III yang sebesar 924.015 orang atau tumbuh mencapai 29,1% (yoy).

Di sisi lain, tracking pertumbuhan sektor akomodasi dan makan minum pada triwulan I-2017 diperkirakan mengalami

perlambatan. Hal ini diperkirakan terjadi karena ketiadaan even bersifat nasional dan momen liburan keagamaan ataupun

hari besar di awal tahun. Selain itu, kondisi cuaca yang masih cukup buruk menjadi penghambat antusiasme kunjungan

wisatawan ke NTT. Namun, pertumbuhan positif masih terjadi seiring kegiatan-kegiatan rapat koordinasi pemda dan

timses pilkada di hotel atau restoran.

Sektor Jasa Keuangan dan Asuransi tercatat tumbuh sebesar 8,47% (yoy) pada tahun 2016. Sementara itu

pertumbuhan triwulan IV meningkat menjadi 8,38% (yoy) dari triwulan sebelumnya yang 4,45% (yoy).

Peningkatan kegiatan jasa keuangan dan asuransi terindikasi dari pertumbuhan indikator Nilai Tambah Bank (NTB) untuk

Bank Umum yang mencapai 15,7% (yoy) pada tahun 2016. Pertumbuhan didorong oleh adanya perkembangan pada

pendapatan FISIM (Financial Intermediation Services Indirectly Measured) atau pendapatan bank dari margin suku bunga,

Pendapatan Provisi/Komisi dan Pendapatan Sekunder Bank yang mencapai Rp 2,14 triliun (2016) dibandingkan 2015 yang

sebesar Rp 1,86 triliun. Hal ini terlihat pula pada tingginya kredit Bank Umum di Provinsi NTT hingga akhir tahun 2016 yang

tercatat sebesar Rp 22,84 triliun atau tumbuh 12,59% (yoy). Sementara itu secara triwulanan, pertumbuhan NTB Bank

Umum juga mengalami kenaikan dari 7,07% (yoy) pada triwulan III menjadi 15,2% (yoy) pada triwulan IV. Adanya

peningkatan nominal kredit yang mencapai Rp 454,6 miliar pada triwulan IV dibanding triwulan III diperkirakan menjadi

salah satu penyebab.

Di sisi lain, perkembangan jasa keuangan dan asuransi pada triwulan I-2017 diperkirakan tumbuh cukup stabil.

Pertumbuhan diperkirakan terjadi karena masih tingginya kebutuhan masyarakat akan jasa keuangan dan asuransi di NTT,

selain itu pertumbuhan juga ditopang kredit masyarakat seiring kebutuhan pendanaan untuk musim tanam dan

pengiriman pendanaan untuk kegiatan perusahaan dan pemerintah di awal tahun.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

17Februari 2017

1.3.4 Sektor Konstruksi

Pertumbuhan sektor konstruksi sepanjang 2016 mencapai 8,46% (yoy) meningkat dibandingkan tahun 2015

yang sebesar 5,22% (yoy). Peningkatan pertumbuhan ini diperkirakan turut ditopang oleh kegiatan proyek multiyear

pemerintah yang telah memasuki tahap kontruksi seperti bendungan raknamo,jalan sabuk perbatasan, dan pos lintas

batas negara. Proyek-proyek lainnya yang dilakukan pemerintah diantaranya pembangunan dan perbaikan jalan di

berbagai kabupaten-kota, pembangunan jembatan, jaringan irigasi, pasar, embung, dermaga, rumah sakit dan gedung

pemerintahan. Sementara pembangunan dari pihak swasta dan BUMN, diantaranya hotel, pusat perbelanjaan, jaringan

BTS dan pembenahan bandara.

Pertumbuhan sektor konstruksi pada triwulan-IV 2016 tercatat 8,48% (yoy) melambat dibandingkan triwulan-

III yang sebesar 9,30% (yoy). Perlambatan lebih disebabkan oleh tingginya kegiatan konsentrasi pembangunan

pemerintah pada triwulan III karena didukung kondisi cuaca yang menyebabkan banyak investor swasta lebih memilih

memulai proses pembangunan dan percepatan kegiatan proyek yang akan diresmikan pada triwulan IV (Gedung

Pemerintahan dan Pos Lintas Batas Negara). Namun, pertumbuhan konstruksi tercatat tetap terjaga (>8%-yoy) pada

triwulan IV yang didukung oleh penyelesaian proyek multiyear yang masih dilakukan (bendungan, PLBN Motamasin dan

PLBN Wini) serta kelanjutan proyek jalur sabuk perbatasan dan Proyek Pengembangan Infrastruktur pemukiman (PIP) di

Motaain dan Motamasin. Selain itu, pengembangan proyek konstruksi pada triwulan IV juga diperkirakan masih didorong

oleh percepatan kegiatan proyek single year pemerintah seperti pembangunan dan perbaikan jalan, sarana irigasi dan

gedung pemerintahan. Selain juga pembangunan dari BUMN dan swasta, seperti sarana komunikasi tanpa kabel (BTS),

pengembangan bandara, hotel dan pusat perbelanjaan yang masih dilakukan.

Tracking pertumbuhan sektor konstruksi pada triwulan I-2017 diperkirakan masih tumbuh cukup stabil.

Kegiatan konstruksi di awal tahun terjadi pada proyek-proyek multiyears pemerintah yang terus berlanjut dan telah

memasuki masa kontruksi serta kegiatan proyek 2016 yang diperpanjang jangka waktu penyelesaian hingga 50 hari di

tahun 2017. Selain itu, kegiatan proyek lainnya juga diindikasikan akan dimulai pada awal tahun, seperti pembangunan

RSUD, perbaikan jalan dan jembatan serta proyek swasta seperti pembangunan perumahan.

1.3.5 Sektor-sektor Lainnya

Sektor penyediaan akomodasi dan makan minum tumbuh cukup tinggi pada tahun 2016 yaitu sebesar 14,46%

(yoy) jauh meningkat dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 6,17% (yoy). Peningkatan pertumbuhan sektor

akomodasi pada tahun 2016 diperkirakan turut didorong oleh kegiatan-kegiatan bersifat nasional dan regional yang

mendorong kenaikan tingkat okupansi hotel dan restoran. Beberapa kegiatan bersifat nasional diantaranya Hari Keluarga

Nasional (Harganas), Alor Expo, Sunda Kecil Expo, Hari Nusantara, dan Tour De Flores. Selain itu, dorongan juga berasal

dari kegiatan rapat yang diadakan di hotel seperti Rapat Koordinasi Pemerintah Pusat dan Daerah (Rakor Pusda) di Kota

Kupang dan rapat intra pemerintah lainnya.

Pada triwulan IV-2016, sektor penyediaan akomodasi dan makan minum mengalami pertumbuhan sebesar

13,01% (yoy) melambat dibandingkan triwulan-III yang sebesar 16,51% (yoy). Perlambatan terutama disebabkan

oleh menurunnya kegiatan bersifat nasional serta pameran-pameran. Tercatat hanya terdapat satu even nasional yaitu Hari

Nusantara di Kab. Lembata, selain itu kondisi cuaca dan gelombang tinggi di akhir tahun juga menghambat kegiatan

wisata alam yang banyak terdapat di NTT sehingga berdampak pada penurunan kunjungan wisatawan di triwulan IV.

Namun, adanya kenaikan permintaan dari internal NTT terutama memasuki momen natal dan menjelang tahun baru

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

16 Februari 2017

Page 42: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

GRAFIK 1.33. PERKEMBANGAN TAMU HOTEL

Sumber : BPS, diolah

TAMU HOTEL PERT (%YOY)

RIBU ORANG

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

0

10

20

30

40

50

60

70

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

6.7%

GRAFIK 1.34. PERKEMBANGAN PENUMPANG BANDARA

Sumber : BPS, diolah

PENUMPANG PERT (%YOY)

RIBU ORANG

0%5%10%15%20%25%30%35%40%45%50%

0100200300400500600700800900

1000

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

13.9%

diperkirakan menjadi penyangga pertumbuhan yang masih cukup tinggi. Hal ini terindikasi dari tidak begitu signifikannya

penurunan jumlah tamu hotel dari 65.360 orang (triwulan III) menjadi 65.320 orang (triwulan IV). Namun secara

pertumbuhan, terjadi perlambatan cukup tajam untuk kunjungan tamu hotel dari 28,6% (yoy) di triwulan III menjadi 6,7%

(yoy) di triwulan IV. Indikasi lainnya adalah penurunan perputaran penumpang bandara yang cukup besar. Pada triwulan IV

tercatat penumpang berangkat dan pulang dari bandara-bandara di NTT mencapai 88.750 orang atau tumbuh 13,9%

(yoy) namun menurun dibandingkan triwulan III yang sebesar 924.015 orang atau tumbuh mencapai 29,1% (yoy).

Di sisi lain, tracking pertumbuhan sektor akomodasi dan makan minum pada triwulan I-2017 diperkirakan mengalami

perlambatan. Hal ini diperkirakan terjadi karena ketiadaan even bersifat nasional dan momen liburan keagamaan ataupun

hari besar di awal tahun. Selain itu, kondisi cuaca yang masih cukup buruk menjadi penghambat antusiasme kunjungan

wisatawan ke NTT. Namun, pertumbuhan positif masih terjadi seiring kegiatan-kegiatan rapat koordinasi pemda dan

timses pilkada di hotel atau restoran.

Sektor Jasa Keuangan dan Asuransi tercatat tumbuh sebesar 8,47% (yoy) pada tahun 2016. Sementara itu

pertumbuhan triwulan IV meningkat menjadi 8,38% (yoy) dari triwulan sebelumnya yang 4,45% (yoy).

Peningkatan kegiatan jasa keuangan dan asuransi terindikasi dari pertumbuhan indikator Nilai Tambah Bank (NTB) untuk

Bank Umum yang mencapai 15,7% (yoy) pada tahun 2016. Pertumbuhan didorong oleh adanya perkembangan pada

pendapatan FISIM (Financial Intermediation Services Indirectly Measured) atau pendapatan bank dari margin suku bunga,

Pendapatan Provisi/Komisi dan Pendapatan Sekunder Bank yang mencapai Rp 2,14 triliun (2016) dibandingkan 2015 yang

sebesar Rp 1,86 triliun. Hal ini terlihat pula pada tingginya kredit Bank Umum di Provinsi NTT hingga akhir tahun 2016 yang

tercatat sebesar Rp 22,84 triliun atau tumbuh 12,59% (yoy). Sementara itu secara triwulanan, pertumbuhan NTB Bank

Umum juga mengalami kenaikan dari 7,07% (yoy) pada triwulan III menjadi 15,2% (yoy) pada triwulan IV. Adanya

peningkatan nominal kredit yang mencapai Rp 454,6 miliar pada triwulan IV dibanding triwulan III diperkirakan menjadi

salah satu penyebab.

Di sisi lain, perkembangan jasa keuangan dan asuransi pada triwulan I-2017 diperkirakan tumbuh cukup stabil.

Pertumbuhan diperkirakan terjadi karena masih tingginya kebutuhan masyarakat akan jasa keuangan dan asuransi di NTT,

selain itu pertumbuhan juga ditopang kredit masyarakat seiring kebutuhan pendanaan untuk musim tanam dan

pengiriman pendanaan untuk kegiatan perusahaan dan pemerintah di awal tahun.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

17Februari 2017

1.3.4 Sektor Konstruksi

Pertumbuhan sektor konstruksi sepanjang 2016 mencapai 8,46% (yoy) meningkat dibandingkan tahun 2015

yang sebesar 5,22% (yoy). Peningkatan pertumbuhan ini diperkirakan turut ditopang oleh kegiatan proyek multiyear

pemerintah yang telah memasuki tahap kontruksi seperti bendungan raknamo,jalan sabuk perbatasan, dan pos lintas

batas negara. Proyek-proyek lainnya yang dilakukan pemerintah diantaranya pembangunan dan perbaikan jalan di

berbagai kabupaten-kota, pembangunan jembatan, jaringan irigasi, pasar, embung, dermaga, rumah sakit dan gedung

pemerintahan. Sementara pembangunan dari pihak swasta dan BUMN, diantaranya hotel, pusat perbelanjaan, jaringan

BTS dan pembenahan bandara.

Pertumbuhan sektor konstruksi pada triwulan-IV 2016 tercatat 8,48% (yoy) melambat dibandingkan triwulan-

III yang sebesar 9,30% (yoy). Perlambatan lebih disebabkan oleh tingginya kegiatan konsentrasi pembangunan

pemerintah pada triwulan III karena didukung kondisi cuaca yang menyebabkan banyak investor swasta lebih memilih

memulai proses pembangunan dan percepatan kegiatan proyek yang akan diresmikan pada triwulan IV (Gedung

Pemerintahan dan Pos Lintas Batas Negara). Namun, pertumbuhan konstruksi tercatat tetap terjaga (>8%-yoy) pada

triwulan IV yang didukung oleh penyelesaian proyek multiyear yang masih dilakukan (bendungan, PLBN Motamasin dan

PLBN Wini) serta kelanjutan proyek jalur sabuk perbatasan dan Proyek Pengembangan Infrastruktur pemukiman (PIP) di

Motaain dan Motamasin. Selain itu, pengembangan proyek konstruksi pada triwulan IV juga diperkirakan masih didorong

oleh percepatan kegiatan proyek single year pemerintah seperti pembangunan dan perbaikan jalan, sarana irigasi dan

gedung pemerintahan. Selain juga pembangunan dari BUMN dan swasta, seperti sarana komunikasi tanpa kabel (BTS),

pengembangan bandara, hotel dan pusat perbelanjaan yang masih dilakukan.

Tracking pertumbuhan sektor konstruksi pada triwulan I-2017 diperkirakan masih tumbuh cukup stabil.

Kegiatan konstruksi di awal tahun terjadi pada proyek-proyek multiyears pemerintah yang terus berlanjut dan telah

memasuki masa kontruksi serta kegiatan proyek 2016 yang diperpanjang jangka waktu penyelesaian hingga 50 hari di

tahun 2017. Selain itu, kegiatan proyek lainnya juga diindikasikan akan dimulai pada awal tahun, seperti pembangunan

RSUD, perbaikan jalan dan jembatan serta proyek swasta seperti pembangunan perumahan.

1.3.5 Sektor-sektor Lainnya

Sektor penyediaan akomodasi dan makan minum tumbuh cukup tinggi pada tahun 2016 yaitu sebesar 14,46%

(yoy) jauh meningkat dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 6,17% (yoy). Peningkatan pertumbuhan sektor

akomodasi pada tahun 2016 diperkirakan turut didorong oleh kegiatan-kegiatan bersifat nasional dan regional yang

mendorong kenaikan tingkat okupansi hotel dan restoran. Beberapa kegiatan bersifat nasional diantaranya Hari Keluarga

Nasional (Harganas), Alor Expo, Sunda Kecil Expo, Hari Nusantara, dan Tour De Flores. Selain itu, dorongan juga berasal

dari kegiatan rapat yang diadakan di hotel seperti Rapat Koordinasi Pemerintah Pusat dan Daerah (Rakor Pusda) di Kota

Kupang dan rapat intra pemerintah lainnya.

Pada triwulan IV-2016, sektor penyediaan akomodasi dan makan minum mengalami pertumbuhan sebesar

13,01% (yoy) melambat dibandingkan triwulan-III yang sebesar 16,51% (yoy). Perlambatan terutama disebabkan

oleh menurunnya kegiatan bersifat nasional serta pameran-pameran. Tercatat hanya terdapat satu even nasional yaitu Hari

Nusantara di Kab. Lembata, selain itu kondisi cuaca dan gelombang tinggi di akhir tahun juga menghambat kegiatan

wisata alam yang banyak terdapat di NTT sehingga berdampak pada penurunan kunjungan wisatawan di triwulan IV.

Namun, adanya kenaikan permintaan dari internal NTT terutama memasuki momen natal dan menjelang tahun baru

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

16 Februari 2017

Page 43: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Pada tahun 2016, sektor pengadaan Listrik dan gas tumbuh sebesar 14,61% (yoy) dan 11,52% (yoy) pada

triwulan IV 2016. Pertumbuhan tahunan yang cukup tinggi diperkirakan turut didorong oleh penambahan kapasitas

melalui pasokan mesin (diantaranya Kab. Sikka, Sumba dan Kab. Flores Timur), Gardu Induk, dan Saluran Udara Tegangan

Extra Tinggi (SUTET). Sementara itu pertumbuhan triwulan IV cenderung melambat karena masih terbatasnya

penambahan infrastruktur ketenagalistrikan. Kedatangan Kapal Pembangkit Listrik Marine Vessel Power Plant (MVPP)

Gokhan Bey berkapasitas 60 MW baru akan dioptimalisasikan pada tahun 2017. Sementara itu dengan adanya kapal

MVPP dan rencana penambahan kapasitas melalui PLTU IPP Bolok (2 x 15 MW) pada bulan Maret, diperkirakan

pertumbuhan triwulan I-2017 akan meningkat.

Sektor informasi dan komunikasi tercatat tumbuh 6,76% (yoy) pada tahun 2016 dan sebesar 7,23% (yoy) pada

triwulan IV-2016. Sepanjang tahun 2016 pertumbuhan turut didorong penguatan layanan melalui pengembangan

jaringan oleh perusahaan telekomunikasi nasional. Selain itu, dilakukan pula proses migrasi dan promosi pengguna

layanan Telkomsel ke 4G di tahun 2016 serta adanya kenaikan tarif pulsa ponsel di bulan September. Sementara itu,

pertumbuhan triwulan IV-2016 diperkirakan turut ditunjang peningkatan trafik data internet dan telepon di akhir tahun.

Pertumbuhan pada triwulan I-2017 diperkirakan melambat karena belum adanya langkah promosi paket dari provider dan

ketiadaan momen keagamaan atau hari besar yang dapat meningkatkan penggunaan trafik data dan telepon secara

signifikan. Namun, potensi peningkatan terjadi dari adanya kenaikan tarif pulsa ponsel di awal tahun.

Secara tahunan sektor lainnya, jasa pendidikan mengalami perlambatan pertumbuhan yang kemungkinan disebabkan

oleh terhambatnya penyaluran tunjangan sertifikasi guru.Sementara sektor pengadaan air, pengelolaan sampah, limbah

dan daur ulang, sektor jasa perusahaan dan sektor jasa lainnya cenderung mengalami perlambatan. Sementara itu, sektor

pertambangan dan penggalian serta sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial cenderung meningkat.

Di sisi lain secara pertumbuhan triwulan IV dibandingkan triwulan III, sektor pertambangan serta jasa kesehatan

dan kegiatan sosial cenderung melambat, sementara sektor jasa pendidikan, sektor pengadaan air, pengelolaan sampah,

limbah dan daur ulang, sektor jasa perusahaan dan sektor jasa lainnya cenderung meningkat di akhir tahun. Peningkatan

sektor pengadaan air diperkirakan turut ditopang oleh kegiatan PDAM Kota Kupang untuk pemasangan 2.000

sambungan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) pada tahun 2016 yang telah mencapai target di bulan

Desember. Sementara itu, pencairan DAU pada bulan Desember diperkirakan turut berpengaruh bagi pencairan untuk

kegiatan tunjangan sertifikasi guru. Sementara itu, tracking untuk sektor lainnya pada triwulan I-2017 secara umum

diperkirakan mengalami peningkatan yang ditopang oleh percepatan kegiatan dibandingkan periode yang sama pada

tahun sebelumnya.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

19Februari 2017

Sektor transportasi dan pergudangan tumbuh sebesar 6,73% (yoy) pada tahun 2016 dan tumbuh 5,48% (yoy)

di triwulan IV. Pertumbuhan sepanjang tahun 2016 diperkirakan turut ditopang oleh adanya pembukaan beberapa rute

penerbangan baru seperti Denpasar-Maumere, Jakarta-Kupang (direct), Labuan Bajo-Ruteng, Ngada-Kupang, Denpasar-

Labuan Bajo, Kupang-Alor dan Kupang-Atambua. Selain itu, terdapat pula penambahan rute kapal laut, seperti Kapal

Motor Tilongkabila (Rinca dan Komodo) serta 18 rute baru ASDP dan mulai beroperasinya taksi argo (Go Go Taxi) di Kota

Kupang. Selain itu juga, peningkatan penumpang pesawat hingga 20% dan kapal laut (10%) pada libur perayaan Idul Fitri

menjadi indikasi peningkatan lainnya.

Secara triwulanan, pertumbuhan triwulan IV cenderung melambat. Perlambatan disebabkan oleh minimnya

pembukaan rute baru pesawat yang tercatat hanya Lion Air tujuan Kupang-Lombok dan Wings Air tujuan Kupang-

Tambolaka-Ende, serta kondisi cuaca yang menyebabkan penurunan penggunaan kapal laut untuk perjalanan di akhir

tahun, walaupun pertumbuhan masih tetap terjadi seiring adanya perayaan hari raya natal dan tahun baru di akhir tahun.

Di sisi lain, pertumbuhan pada triwulan I-2017 diperkirakan juga melambat. Ketiadaan momen libur hari besar dan

libur keagamaan diperkirakan mengurangi frekuensi penggunaan pesawat terbang dan kapal laut di awal tahun. Selain

itu, kondisi cuaca yang kurang baik juga diperkirakan mengurangi pengiriman stok barang dagangan dari daerah lain,

sehingga berdampak pada terbatasnya pertumbuhan sektor pergudangan.

Sektor real estate tercatat tumbuh 3,41% (yoy) pada tahun 2016 dan tumbuh sebesar 3,53% (yoy) pada

triwulan IV-2016. Pertumbuhan sektor real estate pada tahun 2016 turut terbantu oleh beberapa kegiatan pameran

perumahan seperti kegiatan Real Estate Indonesia (REI) Expo 2016 dan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).

Sementara itu pertumbuhan triwulan IV turut ditopang pameran perumahan oleh salah satu bank pemerintah pada bulan

Oktober dan REI-Bank NTT Expo di akhir tahun 2016. Tracking pertumbuhan sektor real estate pada triwulan I-2017

diperkirakan sedikit meningkat karena adanya tindak lanjut penyediaan rumah sebagai hasil kegiatan pameran sepanjang

tahun 2016.

Sektor industri pengolahan tercatat tumbuh 4,98% (yoy) di tahun 2016 dan tumbuh sebesar 3,41% (yoy) di

triwulan IV-2016. Sepanjang tahun 2016 belum terdapat lonjakan pertumbuhan berarti pada sektor industri pengolahan

karena belum adanya penambahan industri besar di NTT. Tercatat hanya terdapat beberapa pabrik kelas menengah kecil,

seperti air kemasan dan rumput laut di Sabu Raijua. Pengembangan industri cukup besar seperti semen kupang III dan

pabrik gula (Sumba Timur) baru akan mulai dibangun pada tahun 2017. Minimnya produksi pengolahan juga terjadi pada

triwulan-IV 2016 yang diperkirakan lebih didorong oleh peningkatan industri makan minum memasuki momen natal dan

akhir tahun. Sementara itu, prospek pada triwulan I-2017 diperkirakan masih cukup stabil dan belum tumbuh terlalu besar

karena baru akan dimulainya pembangunan pabrik skala besar.

GRAFIK 1.35. PERKEMBANGAN NTB PERBANKAN

Sumber : Bank Indonesia, diolah

NTB % (YOY)

NTB (RP MILIAR)

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

-10

-5

0

5

10

15

20

25

30

35

0

100

200

300

400

500

600

700 % (YOY)

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

18 Februari 2017

Page 44: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Pada tahun 2016, sektor pengadaan Listrik dan gas tumbuh sebesar 14,61% (yoy) dan 11,52% (yoy) pada

triwulan IV 2016. Pertumbuhan tahunan yang cukup tinggi diperkirakan turut didorong oleh penambahan kapasitas

melalui pasokan mesin (diantaranya Kab. Sikka, Sumba dan Kab. Flores Timur), Gardu Induk, dan Saluran Udara Tegangan

Extra Tinggi (SUTET). Sementara itu pertumbuhan triwulan IV cenderung melambat karena masih terbatasnya

penambahan infrastruktur ketenagalistrikan. Kedatangan Kapal Pembangkit Listrik Marine Vessel Power Plant (MVPP)

Gokhan Bey berkapasitas 60 MW baru akan dioptimalisasikan pada tahun 2017. Sementara itu dengan adanya kapal

MVPP dan rencana penambahan kapasitas melalui PLTU IPP Bolok (2 x 15 MW) pada bulan Maret, diperkirakan

pertumbuhan triwulan I-2017 akan meningkat.

Sektor informasi dan komunikasi tercatat tumbuh 6,76% (yoy) pada tahun 2016 dan sebesar 7,23% (yoy) pada

triwulan IV-2016. Sepanjang tahun 2016 pertumbuhan turut didorong penguatan layanan melalui pengembangan

jaringan oleh perusahaan telekomunikasi nasional. Selain itu, dilakukan pula proses migrasi dan promosi pengguna

layanan Seluler Nasional ke 4G di tahun 2016 serta adanya kenaikan tarif pulsa ponsel di bulan September. Sementara

itu, pertumbuhan triwulan IV-2016 diperkirakan turut ditunjang peningkatan trafik data internet dan telepon di akhir

tahun. Pertumbuhan pada triwulan I-2017 diperkirakan melambat karena belum adanya langkah promosi paket dari

provider dan ketiadaan momen keagamaan atau hari besar yang dapat meningkatkan penggunaan trafik data dan

telepon secara signifikan. Namun, potensi peningkatan terjadi dari adanya kenaikan tarif pulsa ponsel di awal tahun.

Secara tahunan sektor lainnya, jasa pendidikan mengalami perlambatan pertumbuhan yang kemungkinan disebabkan

oleh terhambatnya penyaluran tunjangan sertifikasi guru.Sementara sektor pengadaan air, pengelolaan sampah, limbah

dan daur ulang, sektor jasa perusahaan dan sektor jasa lainnya cenderung mengalami perlambatan. Sementara itu, sektor

pertambangan dan penggalian serta sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial cenderung meningkat.

Di sisi lain secara pertumbuhan triwulan IV dibandingkan triwulan III, sektor pertambangan serta jasa kesehatan

dan kegiatan sosial cenderung melambat, sementara sektor jasa pendidikan, sektor pengadaan air, pengelolaan sampah,

limbah dan daur ulang, sektor jasa perusahaan dan sektor jasa lainnya cenderung meningkat di akhir tahun. Peningkatan

sektor pengadaan air diperkirakan turut ditopang oleh kegiatan PDAM Kota Kupang untuk pemasangan 2.000

sambungan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) pada tahun 2016 yang telah mencapai target di bulan

Desember. Sementara itu, pencairan DAU pada bulan Desember diperkirakan turut berpengaruh bagi pencairan untuk

kegiatan tunjangan sertifikasi guru. Sementara itu, tracking untuk sektor lainnya pada triwulan I-2017 secara umum

diperkirakan mengalami peningkatan yang ditopang oleh percepatan kegiatan dibandingkan periode yang sama pada

tahun sebelumnya.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

19Februari 2017

Sektor transportasi dan pergudangan tumbuh sebesar 6,73% (yoy) pada tahun 2016 dan tumbuh 5,48% (yoy)

di triwulan IV. Pertumbuhan sepanjang tahun 2016 diperkirakan turut ditopang oleh adanya pembukaan beberapa rute

penerbangan baru seperti Denpasar-Maumere, Jakarta-Kupang (direct), Labuan Bajo-Ruteng, Ngada-Kupang, Denpasar-

Labuan Bajo, Kupang-Alor dan Kupang-Atambua. Selain itu, terdapat pula penambahan rute kapal laut, seperti Kapal

Motor Tilongkabila (Rinca dan Komodo) serta 18 rute baru ASDP dan mulai beroperasinya taksi argo (Go Go Taxi) di Kota

Kupang. Selain itu juga, peningkatan penumpang pesawat hingga 20% dan kapal laut (10%) pada libur perayaan Idul Fitri

menjadi indikasi peningkatan lainnya.

Secara triwulanan, pertumbuhan triwulan IV cenderung melambat. Perlambatan disebabkan oleh minimnya

pembukaan rute baru pesawat yang tercatat hanya Lion Air tujuan Kupang-Lombok dan Wings Air tujuan Kupang-

Tambolaka-Ende, serta kondisi cuaca yang menyebabkan penurunan penggunaan kapal laut untuk perjalanan di akhir

tahun, walaupun pertumbuhan masih tetap terjadi seiring adanya perayaan hari raya natal dan tahun baru di akhir tahun.

Di sisi lain, pertumbuhan pada triwulan I-2017 diperkirakan juga melambat. Ketiadaan momen libur hari besar dan

libur keagamaan diperkirakan mengurangi frekuensi penggunaan pesawat terbang dan kapal laut di awal tahun. Selain

itu, kondisi cuaca yang kurang baik juga diperkirakan mengurangi pengiriman stok barang dagangan dari daerah lain,

sehingga berdampak pada terbatasnya pertumbuhan sektor pergudangan.

Sektor real estate tercatat tumbuh 3,41% (yoy) pada tahun 2016 dan tumbuh sebesar 3,53% (yoy) pada

triwulan IV-2016. Pertumbuhan sektor real estate pada tahun 2016 turut terbantu oleh beberapa kegiatan pameran

perumahan seperti kegiatan Real Estate Indonesia (REI) Expo 2016 dan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).

Sementara itu pertumbuhan triwulan IV turut ditopang pameran perumahan oleh salah satu bank pemerintah pada bulan

Oktober dan REI-Bank NTT Expo di akhir tahun 2016. Tracking pertumbuhan sektor real estate pada triwulan I-2017

diperkirakan sedikit meningkat karena adanya tindak lanjut penyediaan rumah sebagai hasil kegiatan pameran sepanjang

tahun 2016.

Sektor industri pengolahan tercatat tumbuh 4,98% (yoy) di tahun 2016 dan tumbuh sebesar 3,41% (yoy) di

triwulan IV-2016. Sepanjang tahun 2016 belum terdapat lonjakan pertumbuhan berarti pada sektor industri pengolahan

karena belum adanya penambahan industri besar di NTT. Tercatat hanya terdapat beberapa pabrik kelas menengah kecil,

seperti air kemasan dan rumput laut di Sabu Raijua. Pengembangan industri cukup besar seperti semen kupang III dan

pabrik gula (Sumba Timur) baru akan mulai dibangun pada tahun 2017. Minimnya produksi pengolahan juga terjadi pada

triwulan-IV 2016 yang diperkirakan lebih didorong oleh peningkatan industri makan minum memasuki momen natal dan

akhir tahun. Sementara itu, prospek pada triwulan I-2017 diperkirakan masih cukup stabil dan belum tumbuh terlalu besar

karena baru akan dimulainya pembangunan pabrik skala besar.

GRAFIK 1.35. PERKEMBANGAN NTB PERBANKAN

Sumber : Bank Indonesia, diolah

NTB % (YOY)

NTB (RP MILIAR)

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

-10

-5

0

5

10

15

20

25

30

35

0

100

200

300

400

500

600

700 % (YOY)

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

18 Februari 2017

Page 45: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

sumbangan cukup besar terhadap perekonomian NTT relatif dibanding nasional antara lain sektor informasi dan

komunikasi (LQ-2,01, bobot 7,48%), jasa pendidikan (LQ-2,89%, bobot 9,57%) dan administrasi pemerintahan (LQ-3,16,

bobot 12,23%). Hal ini menunjukkan bahwa pergerakan pertumbuhan ekonomi di NTT masih sangat dipengaruhi oleh

tumbuhnya sektor pertanian dan pengeluaran pemerintah.

KONS. MAKANAN DAN MINUMAN

KONS. NON MAKANAN DAN MINUMAN

KONSUMSI LNPRT

KONSUMSI KOLEKTIF PEMERINTAH

KONSUMSI INDIVIDU PEMERINTAH

PMTB BANGUNAN

PMTB NON BANGUNAN

PERUBAHAN INVENTORY

EKSPOR LN

IMPOR LN

EKSPOR ANTAR DAERAH

IMPOR ANTAR DAERAH

GRAFIK BOKS 1.3.

Sumber : BPS, diolah

12.23

10.34

10.17

9.57

9.017.70

7.48

5.20

4.70

3.96

2.92

2.80

2.71

2.42

8.76

ADMINISTRASI PEMERINTAHAN

KONSTRUKSI

TANAMAN PANGAN

JASA PENDIDIKAN

PETERNAKAN/LIVESTOCK

DAGANG, NON MOBIL DAN MOTOR

INFORMASI DAN KOMUNIKASI

TRANSPORTASI DAN PERGUDANGAN

PERIKANAN

JASA KEUANGAN DAN ASURANSI

PERDAGANGAN MOBIL, MOTOR

TANAMAN HORTIKULTURA

REAL ESTAT

TANAMAN PERKEBUNAN

STRUKTUR EKONOMI EKONOMI PROVINSI NTT BERDASARKAN SEKTORAL

Sumber : BPS dan Bank Indonesia, diolah

GRAFIK BOKS 1.4.

32.49

43.83

16.909.86

33.88

8.5614.37

(64.77)

(70)

(20)

30

80

130

1

STRUKTUR EKONOMI EKONOMI PROVINSI NTT BERDASARKAN PENGGUNAAN

Berdasarkan pendekatan pengeluaran, didapatkan bahwa 32,5% pengeluaran rumah tangga digunakan untuk konsumsi

makanan dan minuman, dan 43,83% digunakan untuk konsumsi non makanan dan minuman, dengan pengeluaran

terbesar pada konsumsi untuk keperluan transportasi (15,86%) dan perumahan (12,29%). Konsumsi pemerintah

menyumbang 26,75% dari total PDRB NTT. Pengeluaran besar lainnya didapatkan dari investasi pembangunan fisik

dengan pangsa hingga 33,88% dari total PDRB NTT, diikuti investasi non bangunan (8,56%). Namun demikian, tingginya

belanja domestik ini tidak sepenuhnya dinikmati masyarakat di NTT yang terlihat dari besarnya impor antar daerah yang

mencapai 64,77% dari total PDRB NTT. Hal ini berarti terdapat lebih dari 54 triliun rupiah uang keluar NTT yang digunakan

untuk keperluan konsumsi dan investasi di NTT. Tingginya impor antar daerah tersebut berdampak negatif terhadap PDRB

NTT yang secara langsung mengurangi potensi total pendapatan atau pengeluaran yang bisa dihasilkan Provinsi NTT

dalam waktu satu tahun. Ekspor antar daerah di NTT juga masih relatif kecil dengan pangsa hanya 14, 37% terutama

berasal dari ekspor peternakan, perikanan, garam, dan hasil perkebunan di NTT. Adapun kegiatan ekspor dan impor antar

negara masih didominasi oleh kegiatan ekspor jasa luar negeri terutama disumbang oleh pengiriman TKI walaupun

pertumbuhannya mengalami penurunan seiring dengan adanya moratorium pengiriman TKI ataupun banyaknya

ditemukan praktek pengiriman TKI ilegal dari Provinsi NTT. Sektor pariwisata belum terlalu berkontribusi besar walaupun

pada tahun 2016, jumlah kunjungan wisatawan sudah mencapai 1 juta orang.

Walaupun pangsa terhadap perekonomian masih sangat kecil, sektor pariwisata berpotensi untuk berkontribusi lebih

terhadap perekonomian di NTT yang terlihat dari pertumbuhan ekonomi sektor penyediaan akomodasi dan makan minum

yang tumbuh hingga 14,46% (yoy) dan menjadi pertumbuhan sektoral terbesar di Indonesia. Tingginya potensi

sumbangan pariwisata terhadap perekonomian NTT juga terlihat dari banyaknya investasi pembangunan hotel, restoran

dan jasa pariwisata di NTT yang mencapai lebih dari 50% dari total 104 komitmen investasi di tahun 2016.

Berdasarkan sumbangan terhadap pertumbuhan ekonomi didapatkan bahwa sektor pertanian mengalami perlambatan

pertumbuhan terutama disebabkan oleh adanya El Nino di awal tahun yang mempengaruhi turunnya produksi pertanian

tanaman pangan. Gejala La Nina di tengah dan akhir tahun juga menurunkan produksi tanaman perkebunan dan hasil

tangkap ikan. Di tengah perlambatan tersebut, sektor konstruksi mampu memberikan sumbangan pertumbuhan

ekonomi terbesar, disusul oleh sektor perdagangan dan administrasi pemerintah. Kegiatan administrasi pemerintah juga

mengalami perlambatan terutama disebabkan oleh adanya penghematan belanja yang dilakukan oleh satker pemerintah

pusat di NTT.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

21Februari 2017

PDB Indonesia pada tahun 2016 mencapai 12.407 triliun rupiah, meningkat 5,02% (yoy) dibandingkan tahun sebelumnya

yang mencapai 11,531 triliun rupiah. Provinsi DKI Jakarta menjadi provinsi dengan PDRB terbesar mencapai 2,122 triliun

rupiah, diikuti oleh Provinsi Jawa Timur dengan PDRB sebesar 1.855 triliun, Jawa Barat (1.653 triliun), Jawa Tengah (1.095

triliun) dan Provinsi Riau (682 triliun). Total PDRB Provinsi NTT pada tahun 2016 sebesar 84 triliun rupiah, atau sebesar

0,66% dari total PDB Indonesia, menempatkan PDRB Provinsi NTT pada ranking 9 terendah di Indonesia. Dengan jumlah

penduduk sebesar 5,2 juta (estimasi 2016), membuat PDRB perkapita di NTT menempati urutan terbawah dengan nilai

sebesar 16 juta perkapita per tahun, cukup jauh dibandingkan rata-rata PDB perkapita nasional yang sebesar 45 juta

perkapita per tahun atau Provinsi DKI Jakarta dengan PDRB per kapita mencapai 212 juta perkapita per tahun.

Karakter Ekonomi Provinsi NTT danKontribusinya terhadap Perekonomian Indonesia01

Pertumbuhan PDRB Provinsi NTT tahun 2016 mencapai 5,18% (yoy), cukup meningkat bila dibandingkan PDRB tahun

2015 yang sebesar 5,03% (yoy) atau PDB Nasional yang sebesar 5,02% (yoy). Secara keseluruhan, terdapat 26 Provinsi

yang memiliki pertumbuhan di atas pertumbuhan nasional atau hanya 8 provinsi yang memiliki pertumbuhan ekonomi di

bawah pertumbuhan ekonomi nasional. Provinsi Kalimantan Timur menjadi provinsi dengan pertumbuhan ekonomi

negatif -0,38% (yoy) terutama disebabkan oleh masih belum pulihnya kinerja pertambangan yang juga berdampak pada

menurunnya kinerja konstruksi di Kalimantan Timur.

Berdasarkan pangsa sektoral, sektor pertanian masih menjadi penyumbang utama PDRB, diikuti oleh sektor administrasi

pemerintah, perdagangan besar dan eceran, konstruksi dan jasa pendidikan. Berdasarkan rincian sub sektor pertanian,

tanaman pangan dan peternakan memiliki pangsa terbesar ke-3 dan ke-4, setelah administrasi pemerintahan dan

konstruksi. Dibanding pangsa nasional, subsektor tanaman pangan memiliki nilai bobot relatif terbesar ke-3 di Indonesia

setelah Provinsi Gorontalo dan Provinsi Lampung. Bahkan, subsektor peternakan memiliki pangsa terbesar dibanding rata-

rata nasional yang terlihat dari nilai LQ² peternakan yang mencapai 3,11 dan pangsa terhadap total PDRB NTT mencapai

9,57%. Subsektor peternakan NTT juga memiliki kontribusi terbesar ke-8 nasional dengan besar pangsa terhadap PDB

Indonesia mencapai 3,76% yang terutama disumbang oleh peternakan sapi. Adapun sektor lain yang memberikan

GRAFIK BOKS 1.1. RANKING PDRB DAN JUMLAH PENDUDUK 34 PROVINSI DI INDONESIA

Sumber : BPS, diolah

MALUTGORONTALO

SULBARMALUKU

BENGKULUBABELPABAR

KALTARANTT

SULTRASULUT

DIYKALTENG

NTBSULTENG

ACEHKALSEL

KALBARJAMBI

PAPUABALI

SUMBARKEPRI

LAMPUNGSUMSELSULSELKALTIM

BANTENSUMUT

RIAUJATENGJABARJATIM

DKI

KALTARAPABAR

GORONTALOMALUTSULBAR

BABELMALUKU

BENGKULUKEPRI

SULUTKALTENG

SULTRASULTENG

PAPUAJAMBI

KALTIMDIY

KALSELBALI

KALBARNTB

ACEHNTT

SUMBARRIAU

SUMSELLAMPUNG

SULSELDKI

BANTENSUMUTJATENG

JATIMJABAR

200 700 1200 1700 2200

PDRB JUMLAH PENDUDUK

0 10000 20000 30000 40000 50000

GRAFIK BOKS 1.2. RANKING PDRB PERKAPITA DAN PERTUMBUHAN EKONOMI 34 PROVINSI DI INDONESIA

Sumber : BPS, diolah

NTTMALUKU

NTBMALUT

ACEHSULBAR

GORONTALOBENGKULU

DIYJATENGKALBAR

LAMPUNGJABAR

KALSELSUMBAR

SULTRASULTENG

SULUTBANTENSUMSELSULSEL

KALTENGSUMUTBABEL

BALIJATIMJAMBI

PAPUAPABAR

KALTARARIAU

KEPRIKALTIM

DKI

0 50 100 150 200 250

PDRB PERKAPITAKALTIM

RIAUACEH

KALTARABABELJAMBI

KALSELPABAR

SUMSELKEPRI

DIYLAMPUNG

SUMUTNTT

KALBARBANTEN

SUMBARJATENG

BENGKULUJATIM

JABARMALUKU

MALUTNTBDKI

SULBARSULUT

BALIKALTENG

SULTRAGORONTALO

SULSELPAPUA

SULTENG

GROWTH TAHUNAN

0 2 4 6 8 10 12

2. LQ adalah analisis untuk mengetahui sejauh mana tingkat spesialisasi sektor-sektor ekonomi di suatu daerah

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

20 Februari 2017

Page 46: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

sumbangan cukup besar terhadap perekonomian NTT relatif dibanding nasional antara lain sektor informasi dan

komunikasi (LQ-2,01, bobot 7,48%), jasa pendidikan (LQ-2,89%, bobot 9,57%) dan administrasi pemerintahan (LQ-3,16,

bobot 12,23%). Hal ini menunjukkan bahwa pergerakan pertumbuhan ekonomi di NTT masih sangat dipengaruhi oleh

tumbuhnya sektor pertanian dan pengeluaran pemerintah.

KONS. MAKANAN DAN MINUMAN

KONS. NON MAKANAN DAN MINUMAN

KONSUMSI LNPRT

KONSUMSI KOLEKTIF PEMERINTAH

KONSUMSI INDIVIDU PEMERINTAH

PMTB BANGUNAN

PMTB NON BANGUNAN

PERUBAHAN INVENTORY

EKSPOR LN

IMPOR LN

EKSPOR ANTAR DAERAH

IMPOR ANTAR DAERAH

GRAFIK BOKS 1.3.

Sumber : BPS, diolah

12.23

10.34

10.17

9.57

9.017.70

7.48

5.20

4.70

3.96

2.92

2.80

2.71

2.42

8.76

ADMINISTRASI PEMERINTAHAN

KONSTRUKSI

TANAMAN PANGAN

JASA PENDIDIKAN

PETERNAKAN/LIVESTOCK

DAGANG, NON MOBIL DAN MOTOR

INFORMASI DAN KOMUNIKASI

TRANSPORTASI DAN PERGUDANGAN

PERIKANAN

JASA KEUANGAN DAN ASURANSI

PERDAGANGAN MOBIL, MOTOR

TANAMAN HORTIKULTURA

REAL ESTAT

TANAMAN PERKEBUNAN

STRUKTUR EKONOMI EKONOMI PROVINSI NTT BERDASARKAN SEKTORAL

Sumber : BPS dan Bank Indonesia, diolah

GRAFIK BOKS 1.4.

32.49

43.83

16.909.86

33.88

8.5614.37

(64.77)

(70)

(20)

30

80

130

1

STRUKTUR EKONOMI EKONOMI PROVINSI NTT BERDASARKAN PENGGUNAAN

Berdasarkan pendekatan pengeluaran, didapatkan bahwa 32,5% pengeluaran rumah tangga digunakan untuk konsumsi

makanan dan minuman, dan 43,83% digunakan untuk konsumsi non makanan dan minuman, dengan pengeluaran

terbesar pada konsumsi untuk keperluan transportasi (15,86%) dan perumahan (12,29%). Konsumsi pemerintah

menyumbang 26,75% dari total PDRB NTT. Pengeluaran besar lainnya didapatkan dari investasi pembangunan fisik

dengan pangsa hingga 33,88% dari total PDRB NTT, diikuti investasi non bangunan (8,56%). Namun demikian, tingginya

belanja domestik ini tidak sepenuhnya dinikmati masyarakat di NTT yang terlihat dari besarnya impor antar daerah yang

mencapai 64,77% dari total PDRB NTT. Hal ini berarti terdapat lebih dari 54 triliun rupiah uang keluar NTT yang digunakan

untuk keperluan konsumsi dan investasi di NTT. Tingginya impor antar daerah tersebut berdampak negatif terhadap PDRB

NTT yang secara langsung mengurangi potensi total pendapatan atau pengeluaran yang bisa dihasilkan Provinsi NTT

dalam waktu satu tahun. Ekspor antar daerah di NTT juga masih relatif kecil dengan pangsa hanya 14, 37% terutama

berasal dari ekspor peternakan, perikanan, garam, dan hasil perkebunan di NTT. Adapun kegiatan ekspor dan impor antar

negara masih didominasi oleh kegiatan ekspor jasa luar negeri terutama disumbang oleh pengiriman TKI walaupun

pertumbuhannya mengalami penurunan seiring dengan adanya moratorium pengiriman TKI ataupun banyaknya

ditemukan praktek pengiriman TKI ilegal dari Provinsi NTT. Sektor pariwisata belum terlalu berkontribusi besar walaupun

pada tahun 2016, jumlah kunjungan wisatawan sudah mencapai 1 juta orang.

Walaupun pangsa terhadap perekonomian masih sangat kecil, sektor pariwisata berpotensi untuk berkontribusi lebih

terhadap perekonomian di NTT yang terlihat dari pertumbuhan ekonomi sektor penyediaan akomodasi dan makan minum

yang tumbuh hingga 14,46% (yoy) dan menjadi pertumbuhan sektoral terbesar di Indonesia. Tingginya potensi

sumbangan pariwisata terhadap perekonomian NTT juga terlihat dari banyaknya investasi pembangunan hotel, restoran

dan jasa pariwisata di NTT yang mencapai lebih dari 50% dari total 104 komitmen investasi di tahun 2016.

Berdasarkan sumbangan terhadap pertumbuhan ekonomi didapatkan bahwa sektor pertanian mengalami perlambatan

pertumbuhan terutama disebabkan oleh adanya El Nino di awal tahun yang mempengaruhi turunnya produksi pertanian

tanaman pangan. Gejala La Nina di tengah dan akhir tahun juga menurunkan produksi tanaman perkebunan dan hasil

tangkap ikan. Di tengah perlambatan tersebut, sektor konstruksi mampu memberikan sumbangan pertumbuhan

ekonomi terbesar, disusul oleh sektor perdagangan dan administrasi pemerintah. Kegiatan administrasi pemerintah juga

mengalami perlambatan terutama disebabkan oleh adanya penghematan belanja yang dilakukan oleh satker pemerintah

pusat di NTT.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

21Februari 2017

PDB Indonesia pada tahun 2016 mencapai 12.407 triliun rupiah, meningkat 5,02% (yoy) dibandingkan tahun sebelumnya

yang mencapai 11,531 triliun rupiah. Provinsi DKI Jakarta menjadi provinsi dengan PDRB terbesar mencapai 2,122 triliun

rupiah, diikuti oleh Provinsi Jawa Timur dengan PDRB sebesar 1.855 triliun, Jawa Barat (1.653 triliun), Jawa Tengah (1.095

triliun) dan Provinsi Riau (682 triliun). Total PDRB Provinsi NTT pada tahun 2016 sebesar 84 triliun rupiah, atau sebesar

0,66% dari total PDB Indonesia, menempatkan PDRB Provinsi NTT pada ranking 9 terendah di Indonesia. Dengan jumlah

penduduk sebesar 5,2 juta (estimasi 2016), membuat PDRB perkapita di NTT menempati urutan terbawah dengan nilai

sebesar 16 juta perkapita per tahun, cukup jauh dibandingkan rata-rata PDB perkapita nasional yang sebesar 45 juta

perkapita per tahun atau Provinsi DKI Jakarta dengan PDRB per kapita mencapai 212 juta perkapita per tahun.

Karakter Ekonomi Provinsi NTT danKontribusinya terhadap Perekonomian Indonesia01

Pertumbuhan PDRB Provinsi NTT tahun 2016 mencapai 5,18% (yoy), cukup meningkat bila dibandingkan PDRB tahun

2015 yang sebesar 5,03% (yoy) atau PDB Nasional yang sebesar 5,02% (yoy). Secara keseluruhan, terdapat 26 Provinsi

yang memiliki pertumbuhan di atas pertumbuhan nasional atau hanya 8 provinsi yang memiliki pertumbuhan ekonomi di

bawah pertumbuhan ekonomi nasional. Provinsi Kalimantan Timur menjadi provinsi dengan pertumbuhan ekonomi

negatif -0,38% (yoy) terutama disebabkan oleh masih belum pulihnya kinerja pertambangan yang juga berdampak pada

menurunnya kinerja konstruksi di Kalimantan Timur.

Berdasarkan pangsa sektoral, sektor pertanian masih menjadi penyumbang utama PDRB, diikuti oleh sektor administrasi

pemerintah, perdagangan besar dan eceran, konstruksi dan jasa pendidikan. Berdasarkan rincian sub sektor pertanian,

tanaman pangan dan peternakan memiliki pangsa terbesar ke-3 dan ke-4, setelah administrasi pemerintahan dan

konstruksi. Dibanding pangsa nasional, subsektor tanaman pangan memiliki nilai bobot relatif terbesar ke-3 di Indonesia

setelah Provinsi Gorontalo dan Provinsi Lampung. Bahkan, subsektor peternakan memiliki pangsa terbesar dibanding rata-

rata nasional yang terlihat dari nilai LQ² peternakan yang mencapai 3,11 dan pangsa terhadap total PDRB NTT mencapai

9,57%. Subsektor peternakan NTT juga memiliki kontribusi terbesar ke-8 nasional dengan besar pangsa terhadap PDB

Indonesia mencapai 3,76% yang terutama disumbang oleh peternakan sapi. Adapun sektor lain yang memberikan

GRAFIK BOKS 1.1. RANKING PDRB DAN JUMLAH PENDUDUK 34 PROVINSI DI INDONESIA

Sumber : BPS, diolah

MALUTGORONTALO

SULBARMALUKU

BENGKULUBABELPABAR

KALTARANTT

SULTRASULUT

DIYKALTENG

NTBSULTENG

ACEHKALSEL

KALBARJAMBI

PAPUABALI

SUMBARKEPRI

LAMPUNGSUMSELSULSELKALTIM

BANTENSUMUT

RIAUJATENGJABARJATIM

DKI

KALTARAPABAR

GORONTALOMALUTSULBAR

BABELMALUKU

BENGKULUKEPRI

SULUTKALTENG

SULTRASULTENG

PAPUAJAMBI

KALTIMDIY

KALSELBALI

KALBARNTB

ACEHNTT

SUMBARRIAU

SUMSELLAMPUNG

SULSELDKI

BANTENSUMUTJATENG

JATIMJABAR

200 700 1200 1700 2200

PDRB JUMLAH PENDUDUK

0 10000 20000 30000 40000 50000

GRAFIK BOKS 1.2. RANKING PDRB PERKAPITA DAN PERTUMBUHAN EKONOMI 34 PROVINSI DI INDONESIA

Sumber : BPS, diolah

NTTMALUKU

NTBMALUT

ACEHSULBAR

GORONTALOBENGKULU

DIYJATENGKALBAR

LAMPUNGJABAR

KALSELSUMBAR

SULTRASULTENG

SULUTBANTENSUMSELSULSEL

KALTENGSUMUTBABEL

BALIJATIMJAMBI

PAPUAPABAR

KALTARARIAU

KEPRIKALTIM

DKI

0 50 100 150 200 250

PDRB PERKAPITAKALTIM

RIAUACEH

KALTARABABELJAMBI

KALSELPABAR

SUMSELKEPRI

DIYLAMPUNG

SUMUTNTT

KALBARBANTEN

SUMBARJATENG

BENGKULUJATIM

JABARMALUKU

MALUTNTBDKI

SULBARSULUT

BALIKALTENG

SULTRAGORONTALO

SULSELPAPUA

SULTENG

GROWTH TAHUNAN

0 2 4 6 8 10 12

2. LQ adalah analisis untuk mengetahui sejauh mana tingkat spesialisasi sektor-sektor ekonomi di suatu daerah

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

20 Februari 2017

Page 47: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Berdasarkan pangsa sektoral, didapatkan bahwa 15 kabupaten di NTT masih sangat tergantung pada sektor pertanian dan

12 kabupaten juga menggantungkan ekonominya dari belanja pemerintah. Tingginya ketergantungan terhadap sektor

pertanian tersebut berdampak pada tren rendahnya PDRB di daerah-daerah tersebut. Dengan kondisi ekonomi yang

terlalu tergantung pada pertanian dan pengeluaran pemerintah, maka pertumbuhan ekonomi akan sangat dipengaruhi

oleh besarnya pengeluaran pemerintah atau inovasi pertanian yang dilakukan.

Dengan karakter ekonomi di Provinsi NTT yang masih dominan digerakkan oleh sektor primer dan pengeluaran

pemerintah, maka dengan kondisi pengetatan anggaran yang terjadi, pertumbuhan ekonomi di Provinsi NTT diperkirakan

akan cenderung rendah pada kisaran 5% dalam beberapa tahun ke depan. Akselerasi ekonomi diperkirakan baru akan

terjadi setelah pembangunan waduk, industri semen, garam dan gula selesai dilakukan. Potensi pertumbuhan sebenarnya

juga masih dapat diraih apabila kelebihan pasokan daya listrik yang saat ini terjadi benar-benar dapat dimanfaatkan

dengan mengupayakan industrialisasi ekonomi yang sudah direncanakan dalam Kawasan Industri Bolok. Apabila peluang

industrialisasi ekonomi dapat segera ditangkap, maka pertumbuhan ekonomi di atas 6% dapat segera diraih.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

23Februari 2017

GRAFIK BOKS 1.6. ANDIL PERTUMBUHAN EKONOMI PENGGUNAAN DI PROVINSI NTT

2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

TAHUN

4.015.06 5.67 5.46 5.41 5.05 5.03 5.18

10.23

15.78

9.80 10.098.13

13.95

11.42

6.38

KONSUMSI RTPERUBAHAN INVENTORYKONSUMSI LNPRT KONSUMSI PEMERINTAH

KONSUMSI RT PDRB

GRAFIK BOKS 1.5.

2011 2012 2013 2014 2015 2016

PERTANIANPERTAMBANGANINDUSTRI PENGOLAHANPENGADAAN LISTRIK DAN GASPENGADAAN AIRKONSTRUKSIPERDAGANGANTRANSPORTASI DAN GUDANGAKOMODASI DAN MAMININFOKOMJASA KEUANGANJASA PERANTARA KEUANGANREAL ESTATEJASA PERUSAHAANADM. PEMERINTAHANJASA PENDIDIKANJASA KESEHATANJASA LAINNYAPDRB

0

5

10

5.67 5.46 5.415.05 5.03 5.18

ANDIL PERTUMBUHAN EKONOMI SEKTORAL DI PROVINSI NTT

Perlambatan investasi juga terlihat dari rendahnya realisasi investasi di NTT terutama disebabkan oleh penurunan belanja

modal pemerintah pusat di NTT. Turunnya investasi juga langsung berimbas terhadap turunnya impor antar daerah yang

dilakukan. Penurunan tersebut terjadi karena barang-barang terkait investasi, seperti kendaraan dan mesin-mesin yang

masih berasal dari daerah lain.

GRAFIK BOKS 1.7. RANKING PDRB DAN JUMLAH PENDUDUK 22 KABUPATEN KOTA DI NUSA TENGGARA TIMUR

Sumber : BPS, diolah

SUMTENG

SARAI

LEMBATA

SUMBAR

NAGEKEO

MALAKA

ALOR

RONDA

MATIM

MABAR

NGADA

SBD

TTU

BELU

MANGGARAI

SIKKA

FLOTIM

SUMTIM

ENDE

KUPANG

TTS

KOTA KUPANG

PDRB

0 5 10 15 20

SUMTENG

SARAI

SUMBAR

LEMBATA

NAGEKEO

RONDA

NGADA

MALAKA

ALOR

BELU

TTU

SUMTIM

FLOTIM

MABAR

ENDE

MATIM

SIKKA

SBD

MANGGARAI

KUPANG

KOTA KUPANG

TTS

JUMLAH PENDUDUK

0 100 200 300 400 500

Sumber : BPS dan Bank Indonesia, diolah

PDRB PERKAPITAMATIM

SBD

MABAR

LEMBATA

MANGGARAI

ALOR

MALAKA

SIKKA

SARAI

TTU

TTS

SUMTENG

NAGEKEO

SUMBAR

RONDA

BELU

KUPANG

FLOTIM

NGADA

ENDE

SUMTIM

KOTA KUPANG

0 10 20 30 40 50

MABAR

ALOR

SIKKA

TTS

TTU

SBD

NAGEKEO

SUMTENG

SUMBAR

NGADA

FLOTIM

LEMBATA

MALAKA

KUPANG

SUMTIM

SARAI

RONDA

MANGGARAI

MATIM

ENDE

BELU

KOTA KUPANG

GROWTH

0 2 4 6 8

GRAFIK BOKS 1.8. RANKING PDRB PERKAPITA DAN PERTUMBUHAN EKONOMI 22 KABUPATEN KOTA DI NTT

Apabila kembali dirinci berdasarkan data kabupaten kota tahun 2015, PDRB terbesar dihasilkan oleh Kota Kupang dengan

total nilai PDRB mencapai 16,62 triliun rupiah, diikuti kabupaten Timor Tengah Selatan (5,52 T), Kabupaten Kupang (5,44

T), Ende (4,58T) dan Sumba Timur (4,56T). Masih terdapat 2 kabupaten yang memiliki PDRB kurang dari satu triliun yaitu

Kabupaten Sumba Tengah dan Sabu Raijua. Dengan jumlah penduduk yang besar, dan di sisi lain nilai nominal PDRB yang

dihasilkan relatif rendah membuat PDRB perkapita di NTT juga sangat rendah, bahkan terendah di Indonesia. Hanya Kota

Kupang yang memiliki nilai PDRB per kapita mendekati rata-rata nasional, selebihnya berada di kisaran 12 juta rupiah per

kapita per tahun dengan Kabupaten Manggarai Timur dan Sumba Barat Daya sebagai daerah dengan pendapatan

perkapita terendah di NTT dengan nilai hanya 8,35 juta dan 8,43 juta per kapita per tahun.

Berdasarkan total pangsa ekonomi per sektor, didapatkan bahwa Kabupaten Timor Tengah Selatan dan Kabupaten

Kupang menjadi sentra pertanian terbesar di NTT dengan pangsa masing-masing sebesar 11,45% dan 10,99% dari total

PDRB Sektor pertanian di NTT. Subsektor peternakan menjadi komoditas utama penyumbang pertanian di kedua daerah

tersebut, selain juga disumbang oleh sub sektor tanaman pangan.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

22 Februari 2017

Page 48: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Berdasarkan pangsa sektoral, didapatkan bahwa 15 kabupaten di NTT masih sangat tergantung pada sektor pertanian dan

12 kabupaten juga menggantungkan ekonominya dari belanja pemerintah. Tingginya ketergantungan terhadap sektor

pertanian tersebut berdampak pada tren rendahnya PDRB di daerah-daerah tersebut. Dengan kondisi ekonomi yang

terlalu tergantung pada pertanian dan pengeluaran pemerintah, maka pertumbuhan ekonomi akan sangat dipengaruhi

oleh besarnya pengeluaran pemerintah atau inovasi pertanian yang dilakukan.

Dengan karakter ekonomi di Provinsi NTT yang masih dominan digerakkan oleh sektor primer dan pengeluaran

pemerintah, maka dengan kondisi pengetatan anggaran yang terjadi, pertumbuhan ekonomi di Provinsi NTT diperkirakan

akan cenderung rendah pada kisaran 5% dalam beberapa tahun ke depan. Akselerasi ekonomi diperkirakan baru akan

terjadi setelah pembangunan waduk, industri semen, garam dan gula selesai dilakukan. Potensi pertumbuhan sebenarnya

juga masih dapat diraih apabila kelebihan pasokan daya listrik yang saat ini terjadi benar-benar dapat dimanfaatkan

dengan mengupayakan industrialisasi ekonomi yang sudah direncanakan dalam Kawasan Industri Bolok. Apabila peluang

industrialisasi ekonomi dapat segera ditangkap, maka pertumbuhan ekonomi di atas 6% dapat segera diraih.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

23Februari 2017

GRAFIK BOKS 1.6. ANDIL PERTUMBUHAN EKONOMI PENGGUNAAN DI PROVINSI NTT

2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

TAHUN

4.015.06 5.67 5.46 5.41 5.05 5.03 5.18

10.23

15.78

9.80 10.098.13

13.95

11.42

6.38

KONSUMSI RTPERUBAHAN INVENTORYKONSUMSI LNPRT KONSUMSI PEMERINTAH

KONSUMSI RT PDRB

GRAFIK BOKS 1.5.

2011 2012 2013 2014 2015 2016

PERTANIANPERTAMBANGANINDUSTRI PENGOLAHANPENGADAAN LISTRIK DAN GASPENGADAAN AIRKONSTRUKSIPERDAGANGANTRANSPORTASI DAN GUDANGAKOMODASI DAN MAMININFOKOMJASA KEUANGANJASA PERANTARA KEUANGANREAL ESTATEJASA PERUSAHAANADM. PEMERINTAHANJASA PENDIDIKANJASA KESEHATANJASA LAINNYAPDRB

0

5

10

5.67 5.46 5.415.05 5.03 5.18

ANDIL PERTUMBUHAN EKONOMI SEKTORAL DI PROVINSI NTT

Perlambatan investasi juga terlihat dari rendahnya realisasi investasi di NTT terutama disebabkan oleh penurunan belanja

modal pemerintah pusat di NTT. Turunnya investasi juga langsung berimbas terhadap turunnya impor antar daerah yang

dilakukan. Penurunan tersebut terjadi karena barang-barang terkait investasi, seperti kendaraan dan mesin-mesin yang

masih berasal dari daerah lain.

GRAFIK BOKS 1.7. RANKING PDRB DAN JUMLAH PENDUDUK 22 KABUPATEN KOTADI NUSA TENGGARA TIMUR

Sumber : BPS, diolah

SUMTENG

SARAI

LEMBATA

SUMBAR

NAGEKEO

MALAKA

ALOR

RONDA

MATIM

MABAR

NGADA

SBD

TTU

BELU

MANGGARAI

SIKKA

FLOTIM

SUMTIM

ENDE

KUPANG

TTS

KOTA KUPANG

PDRB

0 5 10 15 20

SUMTENG

SARAI

SUMBAR

LEMBATA

NAGEKEO

RONDA

NGADA

MALAKA

ALOR

BELU

TTU

SUMTIM

FLOTIM

MABAR

ENDE

MATIM

SIKKA

SBD

MANGGARAI

KUPANG

KOTA KUPANG

TTS

JUMLAH PENDUDUK

0 100 200 300 400 500

Sumber : BPS dan Bank Indonesia, diolah

PDRB PERKAPITAMATIM

SBD

MABAR

LEMBATA

MANGGARAI

ALOR

MALAKA

SIKKA

SARAI

TTU

TTS

SUMTENG

NAGEKEO

SUMBAR

RONDA

BELU

KUPANG

FLOTIM

NGADA

ENDE

SUMTIM

KOTA KUPANG

0 10 20 30 40 50

MABAR

ALOR

SIKKA

TTS

TTU

SBD

NAGEKEO

SUMTENG

SUMBAR

NGADA

FLOTIM

LEMBATA

MALAKA

KUPANG

SUMTIM

SARAI

RONDA

MANGGARAI

MATIM

ENDE

BELU

KOTA KUPANG

GROWTH

0 2 4 6 8

GRAFIK BOKS 1.8. RANKING PDRB PERKAPITA DAN PERTUMBUHAN EKONOMI 22 KABUPATEN KOTA DI NTT

Apabila kembali dirinci berdasarkan data kabupaten kota tahun 2015, PDRB terbesar dihasilkan oleh Kota Kupang dengan

total nilai PDRB mencapai 16,62 triliun rupiah, diikuti kabupaten Timor Tengah Selatan (5,52 T), Kabupaten Kupang (5,44

T), Ende (4,58T) dan Sumba Timur (4,56T). Masih terdapat 2 kabupaten yang memiliki PDRB kurang dari satu triliun yaitu

Kabupaten Sumba Tengah dan Sabu Raijua. Dengan jumlah penduduk yang besar, dan di sisi lain nilai nominal PDRB yang

dihasilkan relatif rendah membuat PDRB perkapita di NTT juga sangat rendah, bahkan terendah di Indonesia. Hanya Kota

Kupang yang memiliki nilai PDRB per kapita mendekati rata-rata nasional, selebihnya berada di kisaran 12 juta rupiah per

kapita per tahun dengan Kabupaten Manggarai Timur dan Sumba Barat Daya sebagai daerah dengan pendapatan

perkapita terendah di NTT dengan nilai hanya 8,35 juta dan 8,43 juta per kapita per tahun.

Berdasarkan total pangsa ekonomi per sektor, didapatkan bahwa Kabupaten Timor Tengah Selatan dan Kabupaten

Kupang menjadi sentra pertanian terbesar di NTT dengan pangsa masing-masing sebesar 11,45% dan 10,99% dari total

PDRB Sektor pertanian di NTT. Subsektor peternakan menjadi komoditas utama penyumbang pertanian di kedua daerah

tersebut, selain juga disumbang oleh sub sektor tanaman pangan.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

22 Februari 2017

Page 49: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Sesuai temuan awal tersebut kemudian dilakukan Focus Group Discussion dengan Pemerintah Daerah, Akademisi dan

Pelaku Usaha di Provinsi NTT dalam rangka pengayaan informasi dan masukan tambahan mengenai faktor-faktor

penghambat investasi di NTT. Sehingga akhirnya ditemukan 6 hal (permasalahan dan potensi ekonomi) yang dapat

menghambat perekonomian NTT, diantaranya: 1) Kurangnya Kualitas SDM, 2) Kurangnya akses listrik, 3) Kurangnya akses

air, 4) Permasalahan pembebasan lahan, 5) Permasalahan akses jalan dan 6) Potensi pariwisata sebagai alternatif

pendorong ekonomi di Provinsi NTT.

Rendahnya kualitas SDM sendiri terlihat dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM) NTT yang berada di peringkat ke-32 dari

34 Provinsi di Indonesia. Di sisi lain, tenaga kerja di NTT juga masih didominasi oleh tingkat Sekolah Dasar ke bawah

(>60%). Hal ini juga tergambar dari tingginya tingkat partisipasi murni sekolah untuk tingkat SD yang mencapai 94,56%.

Sementara itu tingkat SMP baru mencapai 65,86% dan SMA (52,15%). Konsentrasi tenaga kerja yang berada di sektor

pertanian sehingga tidak terlalu membutuhkan tenaga kerja dengan tingkat pendidikan yang tinggi ditengarai menjadi

salah satu faktor penyebab.

GRAFIK BOKS 2.2. ANGKA PARTISIPASI SEKOLAH PROVINSI NTT 1998-2015

Sumber : BPS, diolah

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

1998

1999

2000

2001

2002

2003

2004

2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

2012

2013

2014

2015

SD/MI SMP/MTS SMA/SMK

GRAFIK BOKS 2. 1. KONDISI PENDIDIKAN ANGKATAN KERJA

Sumber : BPS, diolah

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%

INDONESIA

DKI JAKARTA

MALUKU UTARA

SULSEL

NTB

NTT

PAPUA

SD KEBAWAH SMP SMA/SMK DIPLOMA UNIVERSITAS

Di sisi lain, ketersediaan infrastruktur yang masih kurang baik seperti rendahnya kapasitas listrik, akses sanitasi dan

kelayakan jalan dapat menjadi kendala kritikal lainnya bagi pengembangan investasi di Provinsi NTT. Rasio elektrifikasi

Provinsi NTT pada tahun 2015 baru mencapai 58,38% atau ke-2 terendah diatas Provinsi Papua yang sebesar 45,6%.

Kondisi NTT yang merupakan daerah kepulauan mendorong pembangunan pembangkit listrik yang isolated dan tidak

terkoneksi antar pulau. Akses air bersih sendiri baru mencapai 52,7% lebih rendah daripada nasional yang 68,1%. Dari sisi

konektivitas, jumlah ketersediaaan jalan aspal baru 56,2% dari total panjang jalan di NTT, kondisi jalan yang buruk dapat

menyebabkan terhambatnya kegiatan sirkulasi barang antar daerah. Sementara itu, permasalahan pembebasan lahan

juga menghambat beberapa rencana investasi BUMN/ swasta, seperti pabrik semen dan pengolahan mangan, serta proyek

pemerintah seperti bendungan Kolhua.

Berdasarkan temuan tersebut maka dilakukan simulasi dengan model CGE-INDOTERM untuk mengkuantifikasikan

dampak pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja apabila dilakukan pembenahan terhadap faktor-faktor

tersebut. Adapun asumsi yang dilakukan menggunakan dokumen RPJMN, RPJMD, dan informasi dari media massa dan

FGD terkait rencana pemerintah hingga tahun 2020. Asumsi yang digunakan diantaranya 1) peningkatan lama sekolah

dari 7,35 tahun (2014) menjadi 8,82 tahun (2020) untuk perbaikan kualitas SDM, 2) Peningkatan kapasitas listrik sebesar

313,6 MW, 3)Peningkatan kategori jalan baik dari 54,4% (2014) menjadi 70% (2018), 4) Pembangunan 7 bendungan di

NTT, 5) Penyelesaian permasalahan lahan untuk investasi beberapa perusahaan di NTT dan 6) Peningkatan kunjungan

wisatawan mancanagera ke NTT hingga 2011 ribu orang (2020).

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

25Februari 2017

Pertumbuhan ekonomi provinsi NTT selama periode 2010-2016 cenderung stabil dalam kisaran 5% (yoy) dan belum

mengalami lonjakan pertumbuhan yang cukup tinggi. pangsa perekonomian provinsi NTT yang cenderung bertumpu

pada sektor pertanian dengan peningkatan produksi yang terbatas menjadi salah satu penyebab terjadinya trend tersebut.

Apabila dilihat dari satu sisi, pencapaian tersebut merupakan hal yang positif karena menunjukkan keberhasilan Provinsi

NTT dalam menjaga stabilitas perekonomiannya. Namun disisi lain perlu adanya reformasi struktural guna mendorong

pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi sehingga berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat secara umum.

Sebagai landasan perumusan strategi pembangunan, maka Bank Indonesia Provinsi NTT bersama Departemen Kebijakan

Ekonomi Moneter telah melakukan kajian mengenai faktor-faktor penghambat pertumbuhan ekonomi dengan

menggunakan pendekatan Growth Diagnostic melalui metode HRV Tree (Hausmann, Rodrik, dan Velasco, 2005) yang

mencakup analisis hambatan utama perekonomian NTT. Sebagai langkah kuantifikasi terhadap dampak simulasi

kebijakan, juga digunakan Model Computable General Equilibrium (CGE)-INDOTERM yang dibangun oleh Bappenas,

CoPS Australia, CEDS UNPAD, ADB dan USAID.

Dalam metode HRV Tree dilakukan analisis untuk menentukan prioritas hambatan utama yang dapat memberikan efek

pertumbuhan ekonomi paling besar (most binding constraint). Dalam metode ini terdapat dua hal utama penghambat

investasi sebagai salah satu pendorong pertumbuhan ekonomi di suatu daerah, yaitu 1) Tingkat pengembalian dari

aktivitas ekonomi yang rendah (didalamnya terdiri dari: rendahnya kualitas SDM, kurangnya infrastruktur, geografis yang

buruk, manajemen SDA yang buruk, serta kegagalan pemerintah dan kegagalan pasar), dan 2) Ongkos dari pembiayaan

yang tinggi (ketidakcukupan pembiayaan domestik dan internasional karena tabungan yang rendah atau fungsi

intermediasi yang buruk). Data yang digunakan merupakan data-data sekunder dari BPS ataupun lembaga lainnya. Dari

hasil analisis ditemukan beberapa faktor penghambat utama investasi di NTT, diantaranya adalah Kualitas Sumber Daya

Manusia dan kurangnya infrastruktur terutama listrik.

Kajian Growth Diagnostic P rovinsi NTT02

Tabel Boks 2. 1. Matriks Hambatan Utama Perekonomian di Provinsi NTT

ANALISIS PENJELASAN

KEUANGAN

RASIO KREDIT/PDRB DAN SIMPANAN/PDRB MASIH CUKUP RENDAH (<30%)

LOAN TO DEPOSIT RATIO (LDR) MASIH TERGOLONG RENDAH (SEKITAR 80%)

PANGSA KREDIT KONSUMSI SANGAT TINGGI (RATA-RATA 63%)

SUKU BUNGA INVESTASI TINGGI (RATA-RATA >14%)

TERDIRI DARI 8 MUSIM KEMARAU DAN 4 MUSIM HUJAN DENGAN CURAH HUJAN RENDAH.

PRODUKTIVITAS PERTANIAN DAN ALOKASI PUPUK SUBSIDI YANG RENDAH

RASIO ELEKTRIFIKASI MASIH RENDAH (58,6%) DENGAN KONSUMSI PERKAPITA SANGAT RENDAH 139 KWH/KAPITA

JUMLAH JALAN BERASPAL MASIH RENDAH

MASIH BANYAK TERJADI SENGKETA LAHAN. NAMUN RASIO PENYELESAIAN CUKUP TINGGI 80%

AKSES SANITASI DAN AIR BERSIH MASIH RENDAH

BIAYA KIRIM LOGISTIK MASIH CUKUP TINGGI

TENAGA KERJA MAYORITAS TIDAK TERIDIDIK (>60%), IPM MASIH RENDAH PERINGKAT KE 31 DARI 34 PROVINSI

PRODUKTIVITAS MASIH RENDAH 33,6 JUTA/TAHUN DENGAN SEKTOR TERENDAH INDUSTRI (RP 8,2 JUTA/KAPITA)

PANGSA PENGANGGURAN TERDIDIK SELALU MENINGKAT SETIAP TAHUN (MISS MATCH LAPANGAN KERJA)

AKSES PENDIDIKAN DAN KESEHATAN MASIH CUKUP RENDAH

INFLASI MASIH SEARAH DENGAN NASIONAL

ALOKASI BELANJA MODAL PEMDA MASIH SANGAT RENDAH

INDEKS TATA KELOLA DAERAH, INDEKS PERSEPSI KORUPSI, INDEKS TATA EKONOMI DAERAH DAN DAYA SAING MASIH RENDAH

PERSENTASE PENYELESAIAN KASUS MASIH CUKUP TINGGI

JUMLAH TINDAK PIDANA MASIH RENDAH

JUMLAH KASUS SENGKETA LAHAN RENDAH DAN PERSENTASI PENYELESAIAN CUKUP TINGGI

DOMESTIK KOMPETISI

PENDAPATAN

DARI AKTIVITAS

EKONOMI

PENDAPATAN

SOSIAL

GEOGRAFIS

MANAJEMEN

SDA BURUK

INFRASTRUKTUR

SDM

MAKRO

MIKRO

RESIKO MAKRO

RESIKO MIKRO

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

24 Februari 2017

Page 50: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Sesuai temuan awal tersebut kemudian dilakukan Focus Group Discussion dengan Pemerintah Daerah, Akademisi dan

Pelaku Usaha di Provinsi NTT dalam rangka pengayaan informasi dan masukan tambahan mengenai faktor-faktor

penghambat investasi di NTT. Sehingga akhirnya ditemukan 6 hal (permasalahan dan potensi ekonomi) yang dapat

menghambat perekonomian NTT, diantaranya: 1) Kurangnya Kualitas SDM, 2) Kurangnya akses listrik, 3) Kurangnya akses

air, 4) Permasalahan pembebasan lahan, 5) Permasalahan akses jalan dan 6) Potensi pariwisata sebagai alternatif

pendorong ekonomi di Provinsi NTT.

Rendahnya kualitas SDM sendiri terlihat dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM) NTT yang berada di peringkat ke-32 dari

34 Provinsi di Indonesia. Di sisi lain, tenaga kerja di NTT juga masih didominasi oleh tingkat Sekolah Dasar ke bawah

(>60%). Hal ini juga tergambar dari tingginya tingkat partisipasi murni sekolah untuk tingkat SD yang mencapai 94,56%.

Sementara itu tingkat SMP baru mencapai 65,86% dan SMA (52,15%). Konsentrasi tenaga kerja yang berada di sektor

pertanian sehingga tidak terlalu membutuhkan tenaga kerja dengan tingkat pendidikan yang tinggi ditengarai menjadi

salah satu faktor penyebab.

GRAFIK BOKS 2.2. ANGKA PARTISIPASI SEKOLAH PROVINSI NTT 1998-2015

Sumber : BPS, diolah

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

1998

1999

2000

2001

2002

2003

2004

2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

2012

2013

2014

2015

SD/MI SMP/MTS SMA/SMK

GRAFIK BOKS 2. 1. KONDISI PENDIDIKAN ANGKATAN KERJA

Sumber : BPS, diolah

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%

INDONESIA

DKI JAKARTA

MALUKU UTARA

SULSEL

NTB

NTT

PAPUA

SD KEBAWAH SMP SMA/SMK DIPLOMA UNIVERSITAS

Di sisi lain, ketersediaan infrastruktur yang masih kurang baik seperti rendahnya kapasitas listrik, akses sanitasi dan

kelayakan jalan dapat menjadi kendala kritikal lainnya bagi pengembangan investasi di Provinsi NTT. Rasio elektrifikasi

Provinsi NTT pada tahun 2015 baru mencapai 58,38% atau ke-2 terendah diatas Provinsi Papua yang sebesar 45,6%.

Kondisi NTT yang merupakan daerah kepulauan mendorong pembangunan pembangkit listrik yang isolated dan tidak

terkoneksi antar pulau. Akses air bersih sendiri baru mencapai 52,7% lebih rendah daripada nasional yang 68,1%. Dari sisi

konektivitas, jumlah ketersediaaan jalan aspal baru 56,2% dari total panjang jalan di NTT, kondisi jalan yang buruk dapat

menyebabkan terhambatnya kegiatan sirkulasi barang antar daerah. Sementara itu, permasalahan pembebasan lahan

juga menghambat beberapa rencana investasi BUMN/ swasta, seperti pabrik semen dan pengolahan mangan, serta proyek

pemerintah seperti bendungan Kolhua.

Berdasarkan temuan tersebut maka dilakukan simulasi dengan model CGE-INDOTERM untuk mengkuantifikasikan

dampak pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja apabila dilakukan pembenahan terhadap faktor-faktor

tersebut. Adapun asumsi yang dilakukan menggunakan dokumen RPJMN, RPJMD, dan informasi dari media massa dan

FGD terkait rencana pemerintah hingga tahun 2020. Asumsi yang digunakan diantaranya 1) peningkatan lama sekolah

dari 7,35 tahun (2014) menjadi 8,82 tahun (2020) untuk perbaikan kualitas SDM, 2) Peningkatan kapasitas listrik sebesar

313,6 MW, 3)Peningkatan kategori jalan baik dari 54,4% (2014) menjadi 70% (2018), 4) Pembangunan 7 bendungan di

NTT, 5) Penyelesaian permasalahan lahan untuk investasi beberapa perusahaan di NTT dan 6) Peningkatan kunjungan

wisatawan mancanagera ke NTT hingga 2011 ribu orang (2020).

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

25Februari 2017

Pertumbuhan ekonomi provinsi NTT selama periode 2010-2016 cenderung stabil dalam kisaran 5% (yoy) dan belum

mengalami lonjakan pertumbuhan yang cukup tinggi. pangsa perekonomian provinsi NTT yang cenderung bertumpu

pada sektor pertanian dengan peningkatan produksi yang terbatas menjadi salah satu penyebab terjadinya trend tersebut.

Apabila dilihat dari satu sisi, pencapaian tersebut merupakan hal yang positif karena menunjukkan keberhasilan Provinsi

NTT dalam menjaga stabilitas perekonomiannya. Namun disisi lain perlu adanya reformasi struktural guna mendorong

pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi sehingga berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat secara umum.

Sebagai landasan perumusan strategi pembangunan, maka Bank Indonesia Provinsi NTT bersama Departemen Kebijakan

Ekonomi Moneter telah melakukan kajian mengenai faktor-faktor penghambat pertumbuhan ekonomi dengan

menggunakan pendekatan Growth Diagnostic melalui metode HRV Tree (Hausmann, Rodrik, dan Velasco, 2005) yang

mencakup analisis hambatan utama perekonomian NTT. Sebagai langkah kuantifikasi terhadap dampak simulasi

kebijakan, juga digunakan Model Computable General Equilibrium (CGE)-INDOTERM yang dibangun oleh Bappenas,

CoPS Australia, CEDS UNPAD, ADB dan USAID.

Dalam metode HRV Tree dilakukan analisis untuk menentukan prioritas hambatan utama yang dapat memberikan efek

pertumbuhan ekonomi paling besar (most binding constraint). Dalam metode ini terdapat dua hal utama penghambat

investasi sebagai salah satu pendorong pertumbuhan ekonomi di suatu daerah, yaitu 1) Tingkat pengembalian dari

aktivitas ekonomi yang rendah (didalamnya terdiri dari: rendahnya kualitas SDM, kurangnya infrastruktur, geografis yang

buruk, manajemen SDA yang buruk, serta kegagalan pemerintah dan kegagalan pasar), dan 2) Ongkos dari pembiayaan

yang tinggi (ketidakcukupan pembiayaan domestik dan internasional karena tabungan yang rendah atau fungsi

intermediasi yang buruk). Data yang digunakan merupakan data-data sekunder dari BPS ataupun lembaga lainnya. Dari

hasil analisis ditemukan beberapa faktor penghambat utama investasi di NTT, diantaranya adalah Kualitas Sumber Daya

Manusia dan kurangnya infrastruktur terutama listrik.

Kajian Growth Diagnostic P rovinsi NTT02

Tabel Boks 2. 1. Matriks Hambatan Utama Perekonomian di Provinsi NTT

ANALISIS PENJELASAN

KEUANGAN

RASIO KREDIT/PDRB DAN SIMPANAN/PDRB MASIH CUKUP RENDAH (<30%)

LOAN TO DEPOSIT RATIO (LDR) MASIH TERGOLONG RENDAH (SEKITAR 80%)

PANGSA KREDIT KONSUMSI SANGAT TINGGI (RATA-RATA 63%)

SUKU BUNGA INVESTASI TINGGI (RATA-RATA >14%)

TERDIRI DARI 8 MUSIM KEMARAU DAN 4 MUSIM HUJAN DENGAN CURAH HUJAN RENDAH.

PRODUKTIVITAS PERTANIAN DAN ALOKASI PUPUK SUBSIDI YANG RENDAH

RASIO ELEKTRIFIKASI MASIH RENDAH (58,6%) DENGAN KONSUMSI PERKAPITA SANGAT RENDAH 139 KWH/KAPITA

JUMLAH JALAN BERASPAL MASIH RENDAH

MASIH BANYAK TERJADI SENGKETA LAHAN. NAMUN RASIO PENYELESAIAN CUKUP TINGGI 80%

AKSES SANITASI DAN AIR BERSIH MASIH RENDAH

BIAYA KIRIM LOGISTIK MASIH CUKUP TINGGI

TENAGA KERJA MAYORITAS TIDAK TERIDIDIK (>60%), IPM MASIH RENDAH PERINGKAT KE 31 DARI 34 PROVINSI

PRODUKTIVITAS MASIH RENDAH 33,6 JUTA/TAHUN DENGAN SEKTOR TERENDAH INDUSTRI (RP 8,2 JUTA/KAPITA)

PANGSA PENGANGGURAN TERDIDIK SELALU MENINGKAT SETIAP TAHUN (MISS MATCH LAPANGAN KERJA)

AKSES PENDIDIKAN DAN KESEHATAN MASIH CUKUP RENDAH

INFLASI MASIH SEARAH DENGAN NASIONAL

ALOKASI BELANJA MODAL PEMDA MASIH SANGAT RENDAH

INDEKS TATA KELOLA DAERAH, INDEKS PERSEPSI KORUPSI, INDEKS TATA EKONOMI DAERAH DAN DAYA SAING MASIH RENDAH

PERSENTASE PENYELESAIAN KASUS MASIH CUKUP TINGGI

JUMLAH TINDAK PIDANA MASIH RENDAH

JUMLAH KASUS SENGKETA LAHAN RENDAH DAN PERSENTASI PENYELESAIAN CUKUP TINGGI

DOMESTIK KOMPETISI

PENDAPATAN

DARI AKTIVITAS

EKONOMI

PENDAPATAN

SOSIAL

GEOGRAFIS

MANAJEMEN

SDA BURUK

INFRASTRUKTUR

SDM

MAKRO

MIKRO

RESIKO MAKRO

RESIKO MIKRO

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

24 Februari 2017

Page 51: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Pada tahun 2016, PT Pertamina telah berhasil menyalurkan 550 ribu kilo liter BBM di Provinsi NTT dengan total nilai omset

lebih kurang mencapai 3 triliun rupiah. Secara tahunan, penyaluran BBM mengalami pertumbuhan hingga 9,08% (yoy),

lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya yang relatif tetap, ataupun dibanding pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT yang

tumbuh 5,18%. Tingginya pertumbuhan konsumsi BBM kemungkinan besar lebih disebabkan oleh membaiknya kondisi

perekonomian di Provinsi NTT, yang membuat konsumsi masyarakat juga mengalami peningkatan. Selain itu, Penurunan

harga BBM yang terjadi di tahun 2016 mampu meningkatkan gairah masyarakat untuk beraktivitas yang terlihat dari

tingginya konsumsi transportasi dan komunikasi masyarakat terutama pada triwulan I dan II 2016. Gejala peningkatan

konsumsi BBM mulai terlihat di triwulan IV 2015 yang disebabkan oleh menurunnya harga BBM. Pada triwulan I hingga III

2015, penggunaan BBM cenderung mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya yang disebabkan oleh

sentimen negatif paska kenaikan harga BBM di akhir tahun 2014.

Berdasarkan pangsa penyaluran BBM, penjualan BBM di tahun 2016 masih didominasi oleh penjualan BBM bersubsidi

berupa premium, solar dan minyak tanah dengan total pangsa mencapai 95,84%. Namun demikian, penjualan BBM Non

Subsidi di tahun 2016 menunjukkan lonjakan yang sangat signifikan, dengan pertumbuhan mencapai lebih dari 10 kali

lipat, terutama disebabkan oleh mulai dijualnya beragam BBM Non subsidi lainnya seperti pertalite di 8 kota, Dexlite dan

pertamina dex di Kota Kupang dan Timor Tengah Utara, solar non subsidi di 12 kabupaten/kota di NTT, dan pertamax plus

Kota Kupang. Pangsa BBM non subsidi juga mengalami kenaikan signifikan, dari hanya 0,40% di tahun 2015 menjadi

4,16% di tahun 2016.

Distribusi B ahan B akar M inyakdi Provinsi Nusa Tenggara Timur03

GRAFIK BOKS 3.2. PANGSA PENYALURAN BBM DI PROVINSI NTT

Sumber: PT Pertamina, diolah

PREMIUM

PERTAMAX PLUS

SOLARMINYAK TANAHPERTAMAXPERTALITEDEXLITEPERTAMINA DEX

51.65%

28.18%

17.87%

GRAFIK BOKS 3. 1. PENYALURAN BBM DI PROVINSI NTT

Sumber: PT Pertamina, diolah

BBM GROWTH YOY

RIBU KL

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

70

80

90

100

110

120

130

140

150

160

-6

-4

-2

0

2

4

6

8

10

12

Total BBM Tersalur 2016 :550 Rb KL / Rp 3 Triliun Growth 9,08%

Berdasarkan jaringan distribusi, PT Pertamina saat ini memiliki 8 depot distribusi yang tersebar di Pulau Timor, Flores dan

Sumba. Adapun dalam pendistribusiannya, TBBM Tenau Kupang, akan mendapat BBM dari Kilang Balikpapan atau

Termintal Transit Utama (TTU) Tuban, Bali, untuk didistribusikan ke TBBM Sumba Timur, Ende dan Atapupu. Adapun TBBM

Maumere,akan mendapatkan suplai BBM dari TTU Bau-Bau untuk didistribusikan ke TBBM Reo, TBBM Larantuka dan

TBBM Kalabahi. Apabila terdapat kekurangan pasokan, TT Manggis, Bali akan melakukan suplai ke 5 TBBM, sedangkan

TBBM Tenau akan disuplai dari TT Tanjung Wangi. Sebagai cadangan, TBBM Atapupu dapat disuplai via jalur darat dari

TBBM Tenau.

BBM yang disalurkan adalah realisasi lembaga penyalur ritel yaitu data agen minyak tanah dan penyaluran Pertamina ke SPBU, APMS, dan SPDN dimana lembaga penyalur

tersebut melayani sektor ritel yaitu kendaraan, usaha mikro, sektor pertanian, dan layanan umum seperti rumah sakit tipe C dan D, tempat ibadah, dll).

1.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

27Februari 2017

Tabel Boks 2. 2. Matriks Dampak Pertumbuhan Ekonomi dan Penyerapan Tenaga Kerja

KEBIJAKAN ASUMSI

PENINGKATAN RATA-RATA SEKOLAH

PENINGKATAN KAPASITAS LISTRIK

PERBAIKAN JALAN

PEMBANGUNAN BENDUNGAN

PERMASALAHAN LAHAN

DIVERSIFIKASI PARIWISATA

TOTAL

DAMPAK MAKRO EKONOMI

PDRB TENAGA KERJA

0.35

0.39

0.06

0.22

0.2

0.39

1.61

0.41

0.18

0.03

0.08

0.08

0.25

1.03

Peningkatan rata-rata lama sekolah dari yang semula selama 7,35 tahun menjadi 8,82 tahun.

Kenaikan kapasitas terpasang listrik di NTT dari 249 MW (2015) menjadi 474 MW (2020).

Peningkatan jalan kategori baik dari 54,4% menjadi 70%

Pembangunan 7 Bendungan, peningkatan produksi Pertanian 10,09% (2020) dan akses air

Penyelesaian proyek mangan dan semen di NTT

Peningkatan jumlah Kunjungan Wisman

Berdasarkan hasil simulasi CGE-INDOTERM diketahui bahwa peningkatan rata-rata lama sekolah di NTT dapat

meningkatkan pertumbuhan ekonomi rata-rata pertahun sebesar 0,35% dari kondisi normal (baseline) dan peningkatan

penyerapan tenaga kerja 0,41%. Hal ini menggambarkan pentingnya peningkatan kualitas sumber daya manusia bagi

pengembangan ekonomi di NTT. Sementara prioritas kedua adalah pengembangan pariwisata yang memberikan dampak

peningkatan pertumbuhan ekonomi rata-rata pertahun sebesar 0,39% dan penyerapan tenaga kerja sebesar 0,25%.

Prioritas ketiga yang dapat dilakukan adalah peningkatan kapasitas listrik yang berdampak peningkatan rata-rata

pertumbuhan ekonomi pertahun sebesar 0,39% dan penyerapan tenaga kerja sebesar 0,18%. Kebijakan selanjutnya

yang dapat dilakukan secara berturut-turut adalah peningkatan akses terhadap air dengan pembangunan bendungan,

penyelesaian masalah lahan dan perbaikan kondisi jalan.

Adapun beberapa masukan yang dapat dilakukan dalam pengembangan ekonomi dan investasi di Provinsi NTT,

diantaranya:

1.

2.

3.

4.

5.

6.

Upaya pengembangan Sumber Daya Manusia: a) Peningkatan pembentukan pendidikan non formal

(kepelatihan/ kursus) terutama di bidang pariwisata, b) Peningkatan sarana penunjang di sekolah pedesaan, seperti

internet dan komputer, c) Perlunya peningkatan kualitas guru dan dosen melalui pemberian beasiswa atau

pelatihan, serta e) Upaya pengiriman SDM NTT secara massif untuk bersekolah di Pulau Jawa yang kemudian harus

kembali ke NTT untuk mengembangkan daerahnya.

Upaya Pengembangan Pariwisata: a) Dukungan terhadap rencana pembangunan kawasan Strategis Pariwisata

Nasional di NTT, b)Pembenahan SDM dan kemudahan investasi sektor pariwisata, c) Promosi melalui media sosial

dan elektronik, d)Pembenahan akses dan fasilitas penunjang (seperti WC Umum) di daerah wisata.

Upaya Pengembangan Tenaga Listrik: a) Pengembangan energi alternatif seperti hidro, arus laut, surya dan

bayu, dan b) Pendirian Pembangkit Listrik Kapasitas besar >500 MW.

Upaya Peningkatan Akses terhadap Air dan Produktivitas Padi: a) Dukungan terhadap pembangunan 7

bendungan di NTT, b) Penggunaan teknologi pengolahan air laut menjadi air tawar, dan c) Konservasi daerah-

daerah serapan air di NTT.

Upaya Mengatasi Permasalahan Lahan: a)Perlunya melibatkan masyarakat lokal dalam kegiatan investasi, b)

Pembenahan dokumen administrasi dan pertanahan oleh BPN, serta c) Peningkatan koordinasi pusat dan daerah

sehingga tidak terjadi tumpang tindih izin.

Upaya Perbaikan Konektivitas/Jalan: 1)Evaluasi status jalan menjadi jalan negara, dan b) pembenahan

transportasi alternatif seperti kapal laut dan sarana penunjangnya.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

26 Februari 2017

Page 52: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Pada tahun 2016, PT Pertamina telah berhasil menyalurkan 550 ribu kilo liter BBM di Provinsi NTT dengan total nilai omset

lebih kurang mencapai 3 triliun rupiah. Secara tahunan, penyaluran BBM mengalami pertumbuhan hingga 9,08% (yoy),

lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya yang relatif tetap, ataupun dibanding pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT yang

tumbuh 5,18%. Tingginya pertumbuhan konsumsi BBM kemungkinan besar lebih disebabkan oleh membaiknya kondisi

perekonomian di Provinsi NTT, yang membuat konsumsi masyarakat juga mengalami peningkatan. Selain itu, Penurunan

harga BBM yang terjadi di tahun 2016 mampu meningkatkan gairah masyarakat untuk beraktivitas yang terlihat dari

tingginya konsumsi transportasi dan komunikasi masyarakat terutama pada triwulan I dan II 2016. Gejala peningkatan

konsumsi BBM mulai terlihat di triwulan IV 2015 yang disebabkan oleh menurunnya harga BBM. Pada triwulan I hingga III

2015, penggunaan BBM cenderung mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya yang disebabkan oleh

sentimen negatif paska kenaikan harga BBM di akhir tahun 2014.

Berdasarkan pangsa penyaluran BBM, penjualan BBM di tahun 2016 masih didominasi oleh penjualan BBM bersubsidi

berupa premium, solar dan minyak tanah dengan total pangsa mencapai 95,84%. Namun demikian, penjualan BBM Non

Subsidi di tahun 2016 menunjukkan lonjakan yang sangat signifikan, dengan pertumbuhan mencapai lebih dari 10 kali

lipat, terutama disebabkan oleh mulai dijualnya beragam BBM Non subsidi lainnya seperti pertalite di 8 kota, Dexlite dan

pertamina dex di Kota Kupang dan Timor Tengah Utara, solar non subsidi di 12 kabupaten/kota di NTT, dan pertamax plus

Kota Kupang. Pangsa BBM non subsidi juga mengalami kenaikan signifikan, dari hanya 0,40% di tahun 2015 menjadi

4,16% di tahun 2016.

Distribusi B ahan B akar M inyakdi Provinsi Nusa Tenggara Timur03

GRAFIK BOKS 3.2. PANGSA PENYALURAN BBM DI PROVINSI NTT

Sumber: PT Pertamina, diolah

PREMIUM

PERTAMAX PLUS

SOLARMINYAK TANAHPERTAMAXPERTALITEDEXLITEPERTAMINA DEX

51.65%

28.18%

17.87%

GRAFIK BOKS 3. 1. PENYALURAN BBM DI PROVINSI NTT

Sumber: PT Pertamina, diolah

BBM GROWTH YOY

RIBU KL

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

70

80

90

100

110

120

130

140

150

160

-6

-4

-2

0

2

4

6

8

10

12

Total BBM Tersalur 2016 :550 Rb KL / Rp 3 Triliun Growth 9,08%

Berdasarkan jaringan distribusi, PT Pertamina saat ini memiliki 8 depot distribusi yang tersebar di Pulau Timor, Flores dan

Sumba. Adapun dalam pendistribusiannya, TBBM Tenau Kupang, akan mendapat BBM dari Kilang Balikpapan atau

Termintal Transit Utama (TTU) Tuban, Bali, untuk didistribusikan ke TBBM Sumba Timur, Ende dan Atapupu. Adapun TBBM

Maumere,akan mendapatkan suplai BBM dari TTU Bau-Bau untuk didistribusikan ke TBBM Reo, TBBM Larantuka dan

TBBM Kalabahi. Apabila terdapat kekurangan pasokan, TT Manggis, Bali akan melakukan suplai ke 5 TBBM, sedangkan

TBBM Tenau akan disuplai dari TT Tanjung Wangi. Sebagai cadangan, TBBM Atapupu dapat disuplai via jalur darat dari

TBBM Tenau.

BBM yang disalurkan adalah realisasi lembaga penyalur ritel yaitu data agen minyak tanah dan penyaluran Pertamina ke SPBU, APMS, dan SPDN dimana lembaga penyalur

tersebut melayani sektor ritel yaitu kendaraan, usaha mikro, sektor pertanian, dan layanan umum seperti rumah sakit tipe C dan D, tempat ibadah, dll).

1.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

27Februari 2017

Tabel Boks 2. 2. Matriks Dampak Pertumbuhan Ekonomi dan Penyerapan Tenaga Kerja

KEBIJAKAN ASUMSI

PENINGKATAN RATA-RATA SEKOLAH

PENINGKATAN KAPASITAS LISTRIK

PERBAIKAN JALAN

PEMBANGUNAN BENDUNGAN

PERMASALAHAN LAHAN

DIVERSIFIKASI PARIWISATA

TOTAL

DAMPAK MAKRO EKONOMI

PDRB TENAGA KERJA

0.35

0.39

0.06

0.22

0.2

0.39

1.61

0.41

0.18

0.03

0.08

0.08

0.25

1.03

Peningkatan rata-rata lama sekolah dari yang semula selama 7,35 tahun menjadi 8,82 tahun.

Kenaikan kapasitas terpasang listrik di NTT dari 249 MW (2015) menjadi 474 MW (2020).

Peningkatan jalan kategori baik dari 54,4% menjadi 70%

Pembangunan 7 Bendungan, peningkatan produksi Pertanian 10,09% (2020) dan akses air

Penyelesaian proyek mangan dan semen di NTT

Peningkatan jumlah Kunjungan Wisman

Berdasarkan hasil simulasi CGE-INDOTERM diketahui bahwa peningkatan rata-rata lama sekolah di NTT dapat

meningkatkan pertumbuhan ekonomi rata-rata pertahun sebesar 0,35% dari kondisi normal (baseline) dan peningkatan

penyerapan tenaga kerja 0,41%. Hal ini menggambarkan pentingnya peningkatan kualitas sumber daya manusia bagi

pengembangan ekonomi di NTT. Sementara prioritas kedua adalah pengembangan pariwisata yang memberikan dampak

peningkatan pertumbuhan ekonomi rata-rata pertahun sebesar 0,39% dan penyerapan tenaga kerja sebesar 0,25%.

Prioritas ketiga yang dapat dilakukan adalah peningkatan kapasitas listrik yang berdampak peningkatan rata-rata

pertumbuhan ekonomi pertahun sebesar 0,39% dan penyerapan tenaga kerja sebesar 0,18%. Kebijakan selanjutnya

yang dapat dilakukan secara berturut-turut adalah peningkatan akses terhadap air dengan pembangunan bendungan,

penyelesaian masalah lahan dan perbaikan kondisi jalan.

Adapun beberapa masukan yang dapat dilakukan dalam pengembangan ekonomi dan investasi di Provinsi NTT,

diantaranya:

1.

2.

3.

4.

5.

6.

Upaya pengembangan Sumber Daya Manusia: a) Peningkatan pembentukan pendidikan non formal

(kepelatihan/ kursus) terutama di bidang pariwisata, b) Peningkatan sarana penunjang di sekolah pedesaan, seperti

internet dan komputer, c) Perlunya peningkatan kualitas guru dan dosen melalui pemberian beasiswa atau

pelatihan, serta e) Upaya pengiriman SDM NTT secara massif untuk bersekolah di Pulau Jawa yang kemudian harus

kembali ke NTT untuk mengembangkan daerahnya.

Upaya Pengembangan Pariwisata: a) Dukungan terhadap rencana pembangunan kawasan Strategis Pariwisata

Nasional di NTT, b)Pembenahan SDM dan kemudahan investasi sektor pariwisata, c) Promosi melalui media sosial

dan elektronik, d)Pembenahan akses dan fasilitas penunjang (seperti WC Umum) di daerah wisata.

Upaya Pengembangan Tenaga Listrik: a) Pengembangan energi alternatif seperti hidro, arus laut, surya dan

bayu, dan b) Pendirian Pembangkit Listrik Kapasitas besar >500 MW.

Upaya Peningkatan Akses terhadap Air dan Produktivitas Padi: a) Dukungan terhadap pembangunan 7

bendungan di NTT, b) Penggunaan teknologi pengolahan air laut menjadi air tawar, dan c) Konservasi daerah-

daerah serapan air di NTT.

Upaya Mengatasi Permasalahan Lahan: a)Perlunya melibatkan masyarakat lokal dalam kegiatan investasi, b)

Pembenahan dokumen administrasi dan pertanahan oleh BPN, serta c) Peningkatan koordinasi pusat dan daerah

sehingga tidak terjadi tumpang tindih izin.

Upaya Perbaikan Konektivitas/Jalan: 1)Evaluasi status jalan menjadi jalan negara, dan b) pembenahan

transportasi alternatif seperti kapal laut dan sarana penunjangnya.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

26 Februari 2017

Page 53: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

GRAFIK BOKS 3.4. RASIO PENGGUNAAN BBM BERDASARKAN RUMAH TANGGA DAN KENDARAAN

Sumber: PT Pertamina, diolah

Rasio Penggunaan Mitan Harian per Rumah Tangga

SBD

SUMTENG

MATIM

SARAI

RONDA

KUPANG

TTS

MABAR

NAGEKEO

LEMBATA

SUMBAR

MALAKA

TTU

SUMTIM

NGADA

ALOR

FLOTIM

ENDE

BELU

SIKKA

MANGGARAI

KOTA KUPANG

Rasio Penggunaan PremiumHarian per Kendaraan

KOTA KUPANG

KUPANG

LEMBATA

TTS

MATIM

ENDE

MANGGARAI

TTU

ALOR

SIKKA

BELU

FLOTIM

NGADA

SUMTIM

RONDA

SUMBAR

MABAR

NAGEKEO

MALAKA

SUMTENG

SBD

SARAI

Rasio Penggunaan PremiumHarian per Rumah Tangga

MATIM

SARAI

TTS

SBD

KUPANG

ALOR

MALAKA

LEMBATA

RONDA

SUMTENG

FLOTIM

MABAR

MANGGARAI

TTU

ENDE

NGADA

NAGEKEO

SUMTIM

SIKKA

SUMBAR

BELU

KOTA KUPANG

LITER

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7

KM/PP

0 50 100 150 200 250

LITER

0 0.5 1 1.5 2 2.5

Rasio Penggunaan SolarHarian per Kendaraan

KM/PP

0 100 200 300 400 500

KUPANG

RONDA

TTU

LEMBATA

ENDE

KOTA KUPANG

TTS

SIKKA

BELU

FLOTIM

NGADA

MANGGARAI

MALAKA

MATIM

SBD

NAGEKEO

SUMTIM

ALOR

SUMBAR

SUMTENG

MABAR

SARAI

Apabila dilihat lebih detil, Rasio penggunaan minyak tanah di Kota Kupang terlihat paling besar dibanding daerah lain.

Rata-rata tiap rumah tangga menggunakan 0,6 liter minyak tanah per hari, lebih besar dibanding daerah lainnya. Hal ini

kemungkinan besar disebabkan oleh tidak adanya alternatif bahan bakar lain sebagaimana biasa digunakan oleh

penduduk pedesaan. Secara rata-rata, rumah tangga di Provinsi NTT menggunakan 1 liter minyak tanah untuk 4 hari

memasak. Rasio penggunaan minyak tanah per rumah tangga terendah di Kabupaten Sabu Raijua, Manggarai Timur,

Sumba Tengah dan Sumba Barat Daya yang kemungkinan besar lebih disebabkan oleh penggunaan bahan bakar lain

dalam memasak makanan seperti menggunakan kayu bakar atau arang bakar.

Setiap rumah tangga di Provinsi NTT dalam sehari rata-rata menggunakan 0,7 liter premium untuk kendaraannya. Tingkat

konsumsi premium tertinggi terjadi di Kota Kupang, dengan rata-rata per hari mengkonsumsi 2 liter premium atau setara

dengan 3 kali lipat rata-rata konsumsi premium di NTT. Hal ini dinilai wajar mengingat cakupan nilai PDRB per kapita Kota

Kupang yang juga mencapai 3 kali lipat dibanding rata-rata NTT. Berdasarkan rasio jumlah kendaraan per rumah tangga

juga terbukti bahwa rumah tangga di Kota Kupang rata-rata memiliki 2 buah kendaraan bermotor, bandingkan dengan

Kabupaten Manggarai Timur yang di tiap 4 rumah tangga baru memiliki 1 kendaraan bermotor. Berdasarkan rasio

penggunaan premium per jumlah kendaraan juga terlihat bahwa rata-rata penggunaan premium per kendaraan di Kota

Kupang justru paling rendah dibanding Kota Lainnya di Nusa Tenggara Timur. Temuan yang cukup menarik adalah

tingginya rasio penggunaan premium di Kota Sabu Raijua yang mencapai 218 km/ per kendaraan yang menunjukkan

bahwa pasokan premium yang dikirimkan sudah sangat memenuhi kebutuhan, walaupun di sisi lain, konsumsi premium

per rumah tangga menunjukkan nilai yang rendah.

Permasalahan lain yang teridentifikasi adalah tingginya minat masyarakat untuk membeli kendaraan dari luar daerah

dikarenakan bea balik nama kendaraan yang relatif lebih rendah. Kondisi tersebut selain menyebabkan pemerintah tidak

mendapatkan pendapatan pajak, kendaraan dari luar NTT yang tidak tercatat sebagai kendaraan di NTT juga membuat

perhitungan rasio penggunaan BBM per kendaraan menjadi bias yang dapat berpengaruh pada kesalahan kebijakan

distribusi yang diambil. Perlu adanya pertimbangan untuk Bea Balik Nama yang lebih murah atau perlunya adanya

pemutihan Bea Balik Nama untuk meningkatkan pembayaran STNK.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

29Februari 2017

GRAFIK BOKS 3. 3.

Sumber: PT Pertamina, diolah

Korelasi (R2)

Mitan Premium Solar

PDRB 0.95 0.97 0.94

Penduduk 0.98 0.97 0.98

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45

0

100

200

300

400

500

600

PDRB

SEK

TRO

TRA

NSP

ORT

ASI

DA

N K

OM

UN

IKA

SI

BBM SUBSIDI (RIBU KL)

-100

ENDEFLOTIMLEMBATAMANGGARAIMABARMATIMNAGEKEONGADASIKKASBDSUMBARSUMTENGSUMTIMALOR

BELUKUPANGMALAKARONDASARAITTSTTU

KOTA KUPANG

RASIO PENYALURAN BBM DENGAN PDRB SEKTOR TRANSPORTASI DAN KOMUNIKASI

Dari total 550 ribu kilo liter yang didistribusikan, 118 ribu kilo liter didistribusikan di Kota Kupang, terdiri dari 111 kilo liter

BBM bersubsidi dan 7 ribu KL BBM non subsidi. Besarnya pendistribusian di Kota Kupang lebih disebabkan oleh besarnya

jumlah penduduk dan skala ekonomi yang dilakukan. Kabupaten Sikka menjadi daerah dengan penggunaan BBM

terbesar ke-3 dengan jumlah mencapai 40 ribu kl, disusul oleh Kabupaten Manggarai (37 ribu kl), Belu (36 ribu kl), Sumba

Timur (31 ribu kl) dan Ende (29 ribu kl). Kabupaten Sabu Raijua, Sumba Tengah, Rote Ndao, dan Lembata menjadi daerah

dengan penggunaan BBM terendah di Provinsi NTT dengan penggunaan masing-masing sebesar 4 ribu kl, 5 ribu kl, 9 ribu

kl dan 10,5 ribu kl. Berdasarkan volume penggunaan BBM, hanya Kota Kupang yang menggunakan BBM lebih dari 100

ribu kl, 10 kabupaten dengan rentang penggunaan antara 20 hingga 50 ribu kl, 8 Kabupaten dengan penggunaan antara

10 hingga 20 ribu kl, dan 3 kabupaten dengan penggunaan kurang dari 10 ribu kl.

Apabila besar penyaluran BBM tersebut dibandingkan dengan PDRB sektor transportasi dan komunikasi ataupun dengan

sebaran jumlah penduduk, didapatkan bahwa nilai distribusi BBM bersubsidi berkorelasi positif signifikan dengan nilai

PDRB sektor transportasi dan komunikasi serta dengan jumlah penduduk. Baik bahan bakar premium, solar maupun

minyak tanah menunjukkan nilai korelasi (R2) di atas 90% yang artinya besaran jumlah BBM yang didistribusikan ke

masing-masing kabupaten/kota sudah mengikuti penyebaran jumlah penduduk dan kapasitas ekonomi di masing-masing

wilayah. Arah sebaran grafik cenderung bias ke kanan yang menunjukkan bahwa semakin besar kapasitas ekonomi, maka

peningkatan kebutuhan BBM akan bertambah lebih besar dibanding pertumbuhan ekonomi yang ada. Hanya Kota

Kupang yang terlihat keluar dari sebaran normal yang kemungkinan lebih disebabkan oleh fungsi Kota Kupang sebagai

pusat ekonomi di Provinsi Nusa Tenggara Timur, sehingga untuk beberapa moda transportasi seperti kapal dan pesawat

dimungkinkan mendapat pasokan dari luar daerah.

GAMBAR BOKS 3.1. PETA DISTRIBUSI BBM PER KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NTT

Sumber: PT Pertamina, diolah

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

28 Februari 2017

Page 54: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

GRAFIK BOKS 3.4. RASIO PENGGUNAAN BBM BERDASARKAN RUMAH TANGGA DAN KENDARAAN

Sumber: PT Pertamina, diolah

Rasio Penggunaan Mitan Harian per Rumah Tangga

SBD

SUMTENG

MATIM

SARAI

RONDA

KUPANG

TTS

MABAR

NAGEKEO

LEMBATA

SUMBAR

MALAKA

TTU

SUMTIM

NGADA

ALOR

FLOTIM

ENDE

BELU

SIKKA

MANGGARAI

KOTA KUPANG

Rasio Penggunaan PremiumHarian per Kendaraan

KOTA KUPANG

KUPANG

LEMBATA

TTS

MATIM

ENDE

MANGGARAI

TTU

ALOR

SIKKA

BELU

FLOTIM

NGADA

SUMTIM

RONDA

SUMBAR

MABAR

NAGEKEO

MALAKA

SUMTENG

SBD

SARAI

Rasio Penggunaan PremiumHarian per Rumah Tangga

MATIM

SARAI

TTS

SBD

KUPANG

ALOR

MALAKA

LEMBATA

RONDA

SUMTENG

FLOTIM

MABAR

MANGGARAI

TTU

ENDE

NGADA

NAGEKEO

SUMTIM

SIKKA

SUMBAR

BELU

KOTA KUPANG

LITER

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7

KM/PP

0 50 100 150 200 250

LITER

0 0.5 1 1.5 2 2.5

Rasio Penggunaan SolarHarian per Kendaraan

KM/PP

0 100 200 300 400 500

KUPANG

RONDA

TTU

LEMBATA

ENDE

KOTA KUPANG

TTS

SIKKA

BELU

FLOTIM

NGADA

MANGGARAI

MALAKA

MATIM

SBD

NAGEKEO

SUMTIM

ALOR

SUMBAR

SUMTENG

MABAR

SARAI

Apabila dilihat lebih detil, Rasio penggunaan minyak tanah di Kota Kupang terlihat paling besar dibanding daerah lain.

Rata-rata tiap rumah tangga menggunakan 0,6 liter minyak tanah per hari, lebih besar dibanding daerah lainnya. Hal ini

kemungkinan besar disebabkan oleh tidak adanya alternatif bahan bakar lain sebagaimana biasa digunakan oleh

penduduk pedesaan. Secara rata-rata, rumah tangga di Provinsi NTT menggunakan 1 liter minyak tanah untuk 4 hari

memasak. Rasio penggunaan minyak tanah per rumah tangga terendah di Kabupaten Sabu Raijua, Manggarai Timur,

Sumba Tengah dan Sumba Barat Daya yang kemungkinan besar lebih disebabkan oleh penggunaan bahan bakar lain

dalam memasak makanan seperti menggunakan kayu bakar atau arang bakar.

Setiap rumah tangga di Provinsi NTT dalam sehari rata-rata menggunakan 0,7 liter premium untuk kendaraannya. Tingkat

konsumsi premium tertinggi terjadi di Kota Kupang, dengan rata-rata per hari mengkonsumsi 2 liter premium atau setara

dengan 3 kali lipat rata-rata konsumsi premium di NTT. Hal ini dinilai wajar mengingat cakupan nilai PDRB per kapita Kota

Kupang yang juga mencapai 3 kali lipat dibanding rata-rata NTT. Berdasarkan rasio jumlah kendaraan per rumah tangga

juga terbukti bahwa rumah tangga di Kota Kupang rata-rata memiliki 2 buah kendaraan bermotor, bandingkan dengan

Kabupaten Manggarai Timur yang di tiap 4 rumah tangga baru memiliki 1 kendaraan bermotor. Berdasarkan rasio

penggunaan premium per jumlah kendaraan juga terlihat bahwa rata-rata penggunaan premium per kendaraan di Kota

Kupang justru paling rendah dibanding Kota Lainnya di Nusa Tenggara Timur. Temuan yang cukup menarik adalah

tingginya rasio penggunaan premium di Kota Sabu Raijua yang mencapai 218 km/ per kendaraan yang menunjukkan

bahwa pasokan premium yang dikirimkan sudah sangat memenuhi kebutuhan, walaupun di sisi lain, konsumsi premium

per rumah tangga menunjukkan nilai yang rendah.

Permasalahan lain yang teridentifikasi adalah tingginya minat masyarakat untuk membeli kendaraan dari luar daerah

dikarenakan bea balik nama kendaraan yang relatif lebih rendah. Kondisi tersebut selain menyebabkan pemerintah tidak

mendapatkan pendapatan pajak, kendaraan dari luar NTT yang tidak tercatat sebagai kendaraan di NTT juga membuat

perhitungan rasio penggunaan BBM per kendaraan menjadi bias yang dapat berpengaruh pada kesalahan kebijakan

distribusi yang diambil. Perlu adanya pertimbangan untuk Bea Balik Nama yang lebih murah atau perlunya adanya

pemutihan Bea Balik Nama untuk meningkatkan pembayaran STNK.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

29Februari 2017

GRAFIK BOKS 3. 3.

Sumber: PT Pertamina, diolah

Korelasi (R2)

Mitan Premium Solar

PDRB 0.95 0.97 0.94

Penduduk 0.98 0.97 0.98

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45

0

100

200

300

400

500

600

PDRB

SEK

TRO

TRA

NSP

ORT

ASI

DA

N K

OM

UN

IKA

SI

BBM SUBSIDI (RIBU KL)

-100

ENDEFLOTIMLEMBATAMANGGARAIMABARMATIMNAGEKEONGADASIKKASBDSUMBARSUMTENGSUMTIMALOR

BELUKUPANGMALAKARONDASARAITTSTTU

KOTA KUPANG

RASIO PENYALURAN BBM DENGAN PDRB SEKTOR TRANSPORTASI DAN KOMUNIKASI

Dari total 550 ribu kilo liter yang didistribusikan, 118 ribu kilo liter didistribusikan di Kota Kupang, terdiri dari 111 kilo liter

BBM bersubsidi dan 7 ribu KL BBM non subsidi. Besarnya pendistribusian di Kota Kupang lebih disebabkan oleh besarnya

jumlah penduduk dan skala ekonomi yang dilakukan. Kabupaten Sikka menjadi daerah dengan penggunaan BBM

terbesar ke-3 dengan jumlah mencapai 40 ribu kl, disusul oleh Kabupaten Manggarai (37 ribu kl), Belu (36 ribu kl), Sumba

Timur (31 ribu kl) dan Ende (29 ribu kl). Kabupaten Sabu Raijua, Sumba Tengah, Rote Ndao, dan Lembata menjadi daerah

dengan penggunaan BBM terendah di Provinsi NTT dengan penggunaan masing-masing sebesar 4 ribu kl, 5 ribu kl, 9 ribu

kl dan 10,5 ribu kl. Berdasarkan volume penggunaan BBM, hanya Kota Kupang yang menggunakan BBM lebih dari 100

ribu kl, 10 kabupaten dengan rentang penggunaan antara 20 hingga 50 ribu kl, 8 Kabupaten dengan penggunaan antara

10 hingga 20 ribu kl, dan 3 kabupaten dengan penggunaan kurang dari 10 ribu kl.

Apabila besar penyaluran BBM tersebut dibandingkan dengan PDRB sektor transportasi dan komunikasi ataupun dengan

sebaran jumlah penduduk, didapatkan bahwa nilai distribusi BBM bersubsidi berkorelasi positif signifikan dengan nilai

PDRB sektor transportasi dan komunikasi serta dengan jumlah penduduk. Baik bahan bakar premium, solar maupun

minyak tanah menunjukkan nilai korelasi (R2) di atas 90% yang artinya besaran jumlah BBM yang didistribusikan ke

masing-masing kabupaten/kota sudah mengikuti penyebaran jumlah penduduk dan kapasitas ekonomi di masing-masing

wilayah. Arah sebaran grafik cenderung bias ke kanan yang menunjukkan bahwa semakin besar kapasitas ekonomi, maka

peningkatan kebutuhan BBM akan bertambah lebih besar dibanding pertumbuhan ekonomi yang ada. Hanya Kota

Kupang yang terlihat keluar dari sebaran normal yang kemungkinan lebih disebabkan oleh fungsi Kota Kupang sebagai

pusat ekonomi di Provinsi Nusa Tenggara Timur, sehingga untuk beberapa moda transportasi seperti kapal dan pesawat

dimungkinkan mendapat pasokan dari luar daerah.

GAMBAR BOKS 3.1. PETA DISTRIBUSI BBM PER KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NTT

Sumber: PT Pertamina, diolah

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

28 Februari 2017

Page 55: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

GRAFIK 4.2.

Sumber: PT. Pelabuhan Indonesia III (Persero), diolah

BONGKAR MUAT

2014 2015 20160

50

100

150

200

250

300

350

ARUS BARANG BERDASARKAN PERDAGANGAN DAN DISTRIBUSI DI PELABUHAN NTT

RIBU TON

GRAFIK 4.1.

Sumber: PT. Pelabuhan Indonesia III (Persero), diolah

BONGKAR MUAT

2014 2015 20160

20406080

100120140160180200

ARUS BARANG BERDASARKAN PERDAGANGAN DAN DISTRIBUSI DI PELABUHAN TENAU

RIBU TON

GAMBAR BOKS 4.1. PETA ALUR TRANSPORTASI LAUT BARANG

Sumber : Dirjen Perhubungan Laut Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Kupang, diolah

Saat ini terjadi tren peningkatan arus barang masuk ke Provinsi NTT, sementara pengiriman barang keluar masih sangat

rendah. Berdasarkan data agregat tahun 2016, volume barang yang dimuat di seluruh pelabuhan Provinsi NTT hanya 3,5%

dari total volume barang yang dibongkar. Ketidakseimbangan volume bongkar-muat tidak hanya terjadi pada pengiriman

barang antarprovinsi namun juga pada pengiriman barang antarpulau dalam provinsi. Volume barang yang dimuat di

Kupang jauh lebih rendah dibandingkan barang yang masuk ke Kupang dengan data agregat 2016 menunjukkan bahwa

barang yang dimuat hanya 4,89% dari total volume barang yang dibongkar. Hal tersebut menyebabkan biaya transportasi

per satuan berat di Provinsi NTT menjadi lebih tinggi dan waktu tunggu pengumpulan barang yang akan dikirim menjadi

lebih lama karena harus menunggu muatan penuh. Ketidakseimbangan perdagangan ini pulalah yang turut

menyebabkan tingginya Indeks Harga Konsumen di Provinsi NTT, yakni rata-rata sebesar 125,46 selama periode Januari-

Desember 2016. Dalam rangka mengurangi ketidakseimbangan perdagangan antarprovinsi dan antarpulau tersebut,

maka peningkatan kinerja perekonomian daerah serta peningkatan kualitas dan pengelolaan infrastruktur sejalan dengan

fokus pemerintah pusat saat ini perlu menjadi prioritas pemerintah Provinsi NTT.

Selain menggunakan kapal laut, pengiriman barang di Provinsi NTT juga dilakukan melalui truk dan feri. Namun demikian,

pengiriman barang antarprovinsi di Provinsi NTT lebih dominan menggunakan kapal laut karena selain jarak Surabaya-

Kupang yang jauh, juga karena biaya yang lebih rendah dan kapasitas lebih besar meskipun waktu yang diperlukan lebih

lama. Sementara pengiriman barang menggunakan truk dan feri umumnya banyak dimanfaatkan untuk pengiriman

barang antarpulau dalam provinsi dan dari/ke Flores barat, dengan pertimbangan volume barang yang rendah dan waktu

tempuh yang lebih singkat. Karakteristik barang yang dimuat dan dibongkar secara keseluruhan berbeda dan tercermin

dari struktur ekonomi Provinsi NTT. Banyaknya barang primer berupa hasil pertanian, perkebunan dan kehutanan yang

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

31Februari 2017

Sebagai negara kepulauan, pembenahan sektor logistik menjadi agenda penting Indonesia untuk menurunkan biaya

transportasi barang serta meningkatkan daya saing. Sampai dengan tahun 2016, kinerja sektor logistik Indonesia masih

tergolong tertinggal dibandingkan negara tetangga di Asia termasuk Asia Tenggara. Berdasarkan data Logistic

Performance Index oleh Bank Dunia (2016), Indonesia masih menempati posisi cukup rendah yakni peringkat 63 dari 160

negara. Sementara dibandingkan negara tetangga di Asia Tenggara, Indonesia menempati peringkat 4 dari 10 negara.

Posisi tersebut masih kalah dibandingkan dengan negara tetangga seperti Singapura, Malaysia dan Thailand. Provinsi Nusa

Tenggara Timur, sebagai provinsi kepulauan dengan 1.192 pulau (44 pulau di antaranya berpenghuni) merupakan

representasi penting Indonesia sebagai negara kepulauan, sehingga dengan mempelajari karakteristik logisitik yang ada di

provinsi ini maka dimungkinkan dapat membantu menggambarkan karakteristik logistik di Indonesia pada umumnya.

Transportasi laut memegang peranan sangat penting di Provinsi NTT sebagai sarana perpindahan barang antara pulau satu

ke pulau yang lain maupun dari dan ke Provinsi NTT. Terdapat 5 pelabuhan laut komersial di NTT, yaitu Pelabuhan Laut

Tenau (Kupang), Waingapu (Sumba), Kalabahi (Alor), Maumere (Sikka) dan Ende. Pelabuhan Laut Tenau (Kupang) masih

menjadi satu-satunya pelabuhan yang dapat disandari kapal besar hingga 10.000 dead weight ton (DWT), sementara

pelabuhan lain berkapasitas relatif kecil atau kurang dari 2.000 DWT dan sebagai pelabuhan pengumpan. Dengan

demikian, sebagian besar logistik dengan tujuan Provinsi NTT melalui Pelabuhan Laut Tenau sebagai pelabuhan

pengumpul, serta sebagian melalui Pelabuhan Labuan Bajo dan Maumere untuk daratan Flores. Peran Pelabuhan Laut

Tenau sebagai hub sentral atau pintu masuk dan keluar utama transportasi laut barang menyebabkan kinerja pelabuhan

tersebut berpengaruh besar terhadap keseluruhan kinerja transportasi laut barang di Provinsi NTT.

Sampai saat ini ketergantungan Provinsi NTT terhadap wilayah lain di Indonesia masih sangat tinggi, terutama Surabaya.

Banjarmasin, Makassar dan sekitarnya juga memasok barang ke Provinsi NTT berupa general cargo, namun dengan jumlah

yang jauh lebih kecil. Pola ketergantungan Provinsi NTT berupa pusat-pinggiran. Artinya, sebagian besar barang yang

datang ke Provinsi NTT mengarah ke Pelabuhan Laut Tenau di Kupang baru kemudian diantar ke wilayah-wilayah lain

menggunakan kapal yang lebih kecil. Setelah Tenau, pelabuhan dengan aktivitas bongkar-muat barang relatif ramai di

antaranya Waingapu (Sumba), Kalabahi (Alor), Atapupu (Timor), Maumere, Ende dan Aimere (tiga pelabuhan di Flores).

Berdasarkan sebaran rute pelayaran sebagaimana Gambar Boks 2.1, terlihat bahwa jalur Surabaya-Kupang menjadi jalur

utama kapal laut antarprovinsi, sementara Surabaya-Labuan Bajo menjadi jalur masuk terdekat untuk barang ke Flores

yang dilayani dengan truk-feri. Jalur Surabaya-Maumere juga menjadi jalur masuk barang ke Flores yang dilayani dengan

kapal laut dan truk-feri. Selain itu, terlihat pula bahwa jalur laut barang antarpulau di Provinsi NTT cukup ramai dengan

hampir seluruh pelabuhan terhubung satu sama lain dengan peran sebagai hub utama dipegang Pelabuhan Laut Tenau di

Kupang.

Kondisi Konektivitas Transportasi Laut Barang di Provinsi NTT04

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

30 Februari 2017

Page 56: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

GRAFIK 4.2.

Sumber: PT. Pelabuhan Indonesia III (Persero), diolah

BONGKAR MUAT

2014 2015 20160

50

100

150

200

250

300

350

ARUS BARANG BERDASARKAN PERDAGANGAN DAN DISTRIBUSI DI PELABUHAN NTT

RIBU TON

GRAFIK 4.1.

Sumber: PT. Pelabuhan Indonesia III (Persero), diolah

BONGKAR MUAT

2014 2015 20160

20406080

100120140160180200

ARUS BARANG BERDASARKAN PERDAGANGAN DAN DISTRIBUSI DI PELABUHAN TENAU

RIBU TON

GAMBAR BOKS 4.1. PETA ALUR TRANSPORTASI LAUT BARANG

Sumber : Dirjen Perhubungan Laut Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Kupang, diolah

Saat ini terjadi tren peningkatan arus barang masuk ke Provinsi NTT, sementara pengiriman barang keluar masih sangat

rendah. Berdasarkan data agregat tahun 2016, volume barang yang dimuat di seluruh pelabuhan Provinsi NTT hanya 3,5%

dari total volume barang yang dibongkar. Ketidakseimbangan volume bongkar-muat tidak hanya terjadi pada pengiriman

barang antarprovinsi namun juga pada pengiriman barang antarpulau dalam provinsi. Volume barang yang dimuat di

Kupang jauh lebih rendah dibandingkan barang yang masuk ke Kupang dengan data agregat 2016 menunjukkan bahwa

barang yang dimuat hanya 4,89% dari total volume barang yang dibongkar. Hal tersebut menyebabkan biaya transportasi

per satuan berat di Provinsi NTT menjadi lebih tinggi dan waktu tunggu pengumpulan barang yang akan dikirim menjadi

lebih lama karena harus menunggu muatan penuh. Ketidakseimbangan perdagangan ini pulalah yang turut

menyebabkan tingginya Indeks Harga Konsumen di Provinsi NTT, yakni rata-rata sebesar 125,46 selama periode Januari-

Desember 2016. Dalam rangka mengurangi ketidakseimbangan perdagangan antarprovinsi dan antarpulau tersebut,

maka peningkatan kinerja perekonomian daerah serta peningkatan kualitas dan pengelolaan infrastruktur sejalan dengan

fokus pemerintah pusat saat ini perlu menjadi prioritas pemerintah Provinsi NTT.

Selain menggunakan kapal laut, pengiriman barang di Provinsi NTT juga dilakukan melalui truk dan feri. Namun demikian,

pengiriman barang antarprovinsi di Provinsi NTT lebih dominan menggunakan kapal laut karena selain jarak Surabaya-

Kupang yang jauh, juga karena biaya yang lebih rendah dan kapasitas lebih besar meskipun waktu yang diperlukan lebih

lama. Sementara pengiriman barang menggunakan truk dan feri umumnya banyak dimanfaatkan untuk pengiriman

barang antarpulau dalam provinsi dan dari/ke Flores barat, dengan pertimbangan volume barang yang rendah dan waktu

tempuh yang lebih singkat. Karakteristik barang yang dimuat dan dibongkar secara keseluruhan berbeda dan tercermin

dari struktur ekonomi Provinsi NTT. Banyaknya barang primer berupa hasil pertanian, perkebunan dan kehutanan yang

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

31Februari 2017

Sebagai negara kepulauan, pembenahan sektor logistik menjadi agenda penting Indonesia untuk menurunkan biaya

transportasi barang serta meningkatkan daya saing. Sampai dengan tahun 2016, kinerja sektor logistik Indonesia masih

tergolong tertinggal dibandingkan negara tetangga di Asia termasuk Asia Tenggara. Berdasarkan data Logistic

Performance Index oleh Bank Dunia (2016), Indonesia masih menempati posisi cukup rendah yakni peringkat 63 dari 160

negara. Sementara dibandingkan negara tetangga di Asia Tenggara, Indonesia menempati peringkat 4 dari 10 negara.

Posisi tersebut masih kalah dibandingkan dengan negara tetangga seperti Singapura, Malaysia dan Thailand. Provinsi Nusa

Tenggara Timur, sebagai provinsi kepulauan dengan 1.192 pulau (44 pulau di antaranya berpenghuni) merupakan

representasi penting Indonesia sebagai negara kepulauan, sehingga dengan mempelajari karakteristik logisitik yang ada di

provinsi ini maka dimungkinkan dapat membantu menggambarkan karakteristik logistik di Indonesia pada umumnya.

Transportasi laut memegang peranan sangat penting di Provinsi NTT sebagai sarana perpindahan barang antara pulau satu

ke pulau yang lain maupun dari dan ke Provinsi NTT. Terdapat 5 pelabuhan laut komersial di NTT, yaitu Pelabuhan Laut

Tenau (Kupang), Waingapu (Sumba), Kalabahi (Alor), Maumere (Sikka) dan Ende. Pelabuhan Laut Tenau (Kupang) masih

menjadi satu-satunya pelabuhan yang dapat disandari kapal besar hingga 10.000 dead weight ton (DWT), sementara

pelabuhan lain berkapasitas relatif kecil atau kurang dari 2.000 DWT dan sebagai pelabuhan pengumpan. Dengan

demikian, sebagian besar logistik dengan tujuan Provinsi NTT melalui Pelabuhan Laut Tenau sebagai pelabuhan

pengumpul, serta sebagian melalui Pelabuhan Labuan Bajo dan Maumere untuk daratan Flores. Peran Pelabuhan Laut

Tenau sebagai hub sentral atau pintu masuk dan keluar utama transportasi laut barang menyebabkan kinerja pelabuhan

tersebut berpengaruh besar terhadap keseluruhan kinerja transportasi laut barang di Provinsi NTT.

Sampai saat ini ketergantungan Provinsi NTT terhadap wilayah lain di Indonesia masih sangat tinggi, terutama Surabaya.

Banjarmasin, Makassar dan sekitarnya juga memasok barang ke Provinsi NTT berupa general cargo, namun dengan jumlah

yang jauh lebih kecil. Pola ketergantungan Provinsi NTT berupa pusat-pinggiran. Artinya, sebagian besar barang yang

datang ke Provinsi NTT mengarah ke Pelabuhan Laut Tenau di Kupang baru kemudian diantar ke wilayah-wilayah lain

menggunakan kapal yang lebih kecil. Setelah Tenau, pelabuhan dengan aktivitas bongkar-muat barang relatif ramai di

antaranya Waingapu (Sumba), Kalabahi (Alor), Atapupu (Timor), Maumere, Ende dan Aimere (tiga pelabuhan di Flores).

Berdasarkan sebaran rute pelayaran sebagaimana Gambar Boks 2.1, terlihat bahwa jalur Surabaya-Kupang menjadi jalur

utama kapal laut antarprovinsi, sementara Surabaya-Labuan Bajo menjadi jalur masuk terdekat untuk barang ke Flores

yang dilayani dengan truk-feri. Jalur Surabaya-Maumere juga menjadi jalur masuk barang ke Flores yang dilayani dengan

kapal laut dan truk-feri. Selain itu, terlihat pula bahwa jalur laut barang antarpulau di Provinsi NTT cukup ramai dengan

hampir seluruh pelabuhan terhubung satu sama lain dengan peran sebagai hub utama dipegang Pelabuhan Laut Tenau di

Kupang.

Kondisi Konektivitas Transportasi Laut Barang di Provinsi NTT04

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

30 Februari 2017

Page 57: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Keuangan Pemerintah Daerah02

Berdasarkan data sementara per 30 Desember 2016, realisasi pendapatan pemerintah di Provinsi NTT pada

triwulan IV-2016 telah mencapai Rp 25,99 triliun atau 104,27% dari total rencana pendapatan tahun 2016

sebesar Rp 24,92 triliun.

Sementara itu, realisasi belanja pemerintah mencapai Rp 30,95 triliun atau 87,11% dari pagu belanja tahun

2016 sebesar Rp 35,52 triliun, meningkat dibandingkan tahun lalu didorong oleh peningkatan realisasi

belanja konsumsi di tengah penurunan realisasi belanja modal.

Foto : Kantor Gubernur Provinsi Nusa Tenggara Timur

GRAFIK 4.3. KAPASITAS MUATAN SAPI PER TAHUN

Sumber: PELNI, ASDP, PT Flobamora, diolah

KM

. CA

TTLE

YA

KM

. SA

KU

RA

KM

. CA

MA

RA

NU

SAN

TAR

A 1

KM

. DA

ND

ELIO

N

KM

. KIN

TAM

AN

I

KM

. LO

TUS

KM

. MU

LTI

PER

MA

I

KM

. MU

LTI

UTA

MA

KM

. SA

PPO

RO

KM

. CH

RIS

TY

KM

. KO

NA

WE

0

2000

4000

6000

8000

10000

12000

14000

dimuat tercermin dari distribusi sektor pertanian terhadap PDRB menurut lapangan usaha yang terbesar dibandingkan

sektor lain, yaitu 28,89% (triwulan IV 2016). Di sisi lain, barang sekunder dan tersier dengan nilai tambah tinggi

mendominasi barang-barang yang dibongkar, menunjukkan Provinsi NTT sebagai hilir dalam perdagangan kategori

barang tersebut.

Sementara itu, transportasi ternak di Provinsi NTT khususnya sapi berdasarkan hasil pencatatan diangkut menggunakan

kapal khusus ternak sebanyak 11 buah yang beroperasi mengangkut sapi dari Provinsi NTT ke daerah lain. Kapasitas

angkut tiap kapal mulai dari 2.420-13.200 ekor sapi per tahun dan secara total seluruh kapal dapat mengangkut sebanyak

53.500 sapi. Dapat diketahui bahwa rata-rata sapi yang diangkut dari Provinsi NTT sebesar 53.000-54.000 ekor per tahun.

Dengan terus adanya peningkatan permintaan sapi dari Provinsi NTT sebagai salah satu penghasil utama sapi di Indonesia,

maka kebutuhan akan kapal pengangkut sapi dan skema rute perjalanan yang lebih efisien dibutuhkan sehingga mampu

menekan biaya pengiriman dan dapat menekan harga sapi serta turut berperan dalam menekan inflasi nasional.

Mengingat pentingnya transportasi laut barang di Provinsi NTT yang memiliki kondisi geografis kepulauan, peningkatan

kinerja transportasi ini mutlak diperlukan untuk meningkatkan daya saing dengan daerah lain. Peningkatan kinerja dapat

dari sisi pembangunan infrastruktur, sistem pengelolaan yang menekankan optimalisasi waktu bongkar-muat dan rute

kapal sejalan dengan fokus pemerintah pusat saat ini, serta yang tidak kalah penting saat ini adalah ketersediaan data dan

informasi yang memadai. Data dan informasi mengenai pelabuhan-pelabuhan di Provinsi NTT baik arus lalu lintas barang

beserta kinerjanya saat ini terbilang masih minim sehingga cukup menyulitkan bagi pemerintah pusat, provinsi dan

kabupaten/kota untuk menganalisis permasalahan dalam transportasi laut barang dan menetapkan kebijakan secara

tepat yang mencerminkan kondisi sebenarnya di lapangan.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

32 Februari 2017

Page 58: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Keuangan Pemerintah Daerah02

Berdasarkan data sementara per 30 Desember 2016, realisasi pendapatan pemerintah di Provinsi NTT pada

triwulan IV-2016 telah mencapai Rp 25,99 triliun atau 104,27% dari total rencana pendapatan tahun 2016

sebesar Rp 24,92 triliun.

Sementara itu, realisasi belanja pemerintah mencapai Rp 30,95 triliun atau 87,11% dari pagu belanja tahun

2016 sebesar Rp 35,52 triliun, meningkat dibandingkan tahun lalu didorong oleh peningkatan realisasi

belanja konsumsi di tengah penurunan realisasi belanja modal.

Foto : Kantor Gubernur Provinsi Nusa Tenggara Timur

GRAFIK 4.3. KAPASITAS MUATAN SAPI PER TAHUN

Sumber: PELNI, ASDP, PT Flobamora, diolah

KM

. CA

TTLE

YA

KM

. SA

KU

RA

KM

. CA

MA

RA

NU

SAN

TAR

A 1

KM

. DA

ND

ELIO

N

KM

. KIN

TAM

AN

I

KM

. LO

TUS

KM

. MU

LTI

PER

MA

I

KM

. MU

LTI

UTA

MA

KM

. SA

PPO

RO

KM

. CH

RIS

TY

KM

. KO

NA

WE

0

2000

4000

6000

8000

10000

12000

14000

dimuat tercermin dari distribusi sektor pertanian terhadap PDRB menurut lapangan usaha yang terbesar dibandingkan

sektor lain, yaitu 28,89% (triwulan IV 2016). Di sisi lain, barang sekunder dan tersier dengan nilai tambah tinggi

mendominasi barang-barang yang dibongkar, menunjukkan Provinsi NTT sebagai hilir dalam perdagangan kategori

barang tersebut.

Sementara itu, transportasi ternak di Provinsi NTT khususnya sapi berdasarkan hasil pencatatan diangkut menggunakan

kapal khusus ternak sebanyak 11 buah yang beroperasi mengangkut sapi dari Provinsi NTT ke daerah lain. Kapasitas

angkut tiap kapal mulai dari 2.420-13.200 ekor sapi per tahun dan secara total seluruh kapal dapat mengangkut sebanyak

53.500 sapi. Dapat diketahui bahwa rata-rata sapi yang diangkut dari Provinsi NTT sebesar 53.000-54.000 ekor per tahun.

Dengan terus adanya peningkatan permintaan sapi dari Provinsi NTT sebagai salah satu penghasil utama sapi di Indonesia,

maka kebutuhan akan kapal pengangkut sapi dan skema rute perjalanan yang lebih efisien dibutuhkan sehingga mampu

menekan biaya pengiriman dan dapat menekan harga sapi serta turut berperan dalam menekan inflasi nasional.

Mengingat pentingnya transportasi laut barang di Provinsi NTT yang memiliki kondisi geografis kepulauan, peningkatan

kinerja transportasi ini mutlak diperlukan untuk meningkatkan daya saing dengan daerah lain. Peningkatan kinerja dapat

dari sisi pembangunan infrastruktur, sistem pengelolaan yang menekankan optimalisasi waktu bongkar-muat dan rute

kapal sejalan dengan fokus pemerintah pusat saat ini, serta yang tidak kalah penting saat ini adalah ketersediaan data dan

informasi yang memadai. Data dan informasi mengenai pelabuhan-pelabuhan di Provinsi NTT baik arus lalu lintas barang

beserta kinerjanya saat ini terbilang masih minim sehingga cukup menyulitkan bagi pemerintah pusat, provinsi dan

kabupaten/kota untuk menganalisis permasalahan dalam transportasi laut barang dan menetapkan kebijakan secara

tepat yang mencerminkan kondisi sebenarnya di lapangan.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

32 Februari 2017

Page 59: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Berdasarkan data sementara per 30 Desember 2016, realisasi pendapatan pemerintah di Provinsi NTT pada triwulan IV

2016 sebesar Rp 25,99 triliun atau 104,27% dari total rencana pendapatan tahun 2016 yang sebesar Rp 24,92 triliun.

Secara persentase, realisasi pendapatan APBN Pemerintah Pusat di Provinsi NTT menjadi yang tertinggi yakni sebesar

446,51% atau Rp 2,81 triliun yang terutama diperoleh dari Pajak Penghasilan (PPh). Sementara realisasi belanja

pemerintah di Provinsi NTT sebesar Rp 30,95 triliun atau 87,11% dari total pagu belanja tahun 2016 sebesar Rp Rp 35,52

triliun yang disertai adanya peningkatan pagu belanja pada triwulan IV sebesar Rp 1,42 triliun. Pencapaian realisasi belanja

tersebut lebih tinggi dibandingkan pencapaian triwulan IV tahun 2015 yang sebesar Rp 29,48 triliun atau 85,44% dari

pagu anggaran 2015. Upaya pemerintah dalam merealisasikan anggaran sejak paruh pertama 2016 tampaknya cukup

efektif, sehingga secara kumulatif realisasi APBN, APBD provinsi dan kabupaten/kota lebih baik dibandingkan periode

yang sama di tahun sebelumnya. Secara agregat pencapaian realisasi belanja tertinggi oleh Pemerintah Provinsi sebesar

97,41%.

2.1. KONDISI UMUM

Pendapatan pemerintah di Provinsi NTT sampai dengan triwulan IV 2016 tercatat sebesar Rp 25,99 triliun. Komposisi

pendapatan terdiri dari pendapatan APBN sebesar Rp 2,81 triliun atau di atas target sebesar 446,51% dengan sumber

pendapatan terutama dari Pajak Penghasilan sebesar Rp 1,20 triliun atau 42,76% dari total pendapatan APBN, Pajak

Pertambahan Nilai (Rp 807,80 miliar) dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (Rp 739,14 miliar) terutama dari Bagian

Pemerintah atas Laba BUMN (Rp 304,66 miliar). Pada triwulan IV 2016, realisasi pendapatan tingkat provinsi mencapai Rp

3,86 triliun atau 104,92% dengan sumber utama dari Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar Rp 1,41 triliun disusul oleh Dana

Alokasi Umum (DAU) sebesar Rp 1,34 triliun. Masih dominannya DAK dan DAU didukung derajat otonomi fiskal (DOF)

APBD Provinsi NTT, yaitu perbandingan antara rasio Pendapatan Asli Daerah terhadap total pendapatan yang masih rendah

sebesar 9,33%. Di samping itu, realisasi pendapatan pemerintah Kabupaten/Kota mencapai Rp 19,32 triliun atau 93,72%

dengan dominasi masih berasal dari pendapatan DAU sebesar Rp 11,67 triliun dan pencapaian sebesar 101,00%.

Pencairan kembali DAU yang sempat tertunda pada bulan November dan Desember 2016 sesuai pagu anggaran awal oleh

pemerintah pusat untuk Kab. Kupang, Kab. Ende, Kab. Sumba Timur dan Kab. Manggarai Barat membantu pencapaian

pendapatan Kabupaten/Kota tersebut yang pada akhirnya berkontribusi terhadap pendapatan daerah.

2.2 PENDAPATAN DAERAH

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

PORSI REALISASI PENDAPATAN

APBN KAB PROV

15%15% 2%

11%

83% 74%

ANGGARAN

PORSI REALISASI BELANJA

APBN KAB PROV

65%

12%

11% 24%

23%

65%

ANGGARAN

GRAFIK 2.1. REALISASI PENDAPATAN DAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT, PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

PENDAPATAN DAERAH BELANJA DAERAH

ANGGARAN

REALISASI

APBN KAB PROV APBN KAB PROV

Total Pendapatan dan Belanja Pemerintah Realisasi Pendapatan Pemerintah

Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

TRILIUN RP

0

5

10

15

20

25

0

Realisasi Belanja Pemerintah

5

10

15

20

25

24.92

35.52

25.99

30.95ANGGARAN

REALISASI

ANGGARAN

REALISASI

0.63

20.61

3.682.81

19.32

3.86

8.63

23.10

3.79

7.24

20.02

3.69

Triliun Rp Triliun Rp

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

35Februari 2017

Page 60: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Berdasarkan data sementara per 30 Desember 2016, realisasi pendapatan pemerintah di Provinsi NTT pada triwulan IV

2016 sebesar Rp 25,99 triliun atau 104,27% dari total rencana pendapatan tahun 2016 yang sebesar Rp 24,92 triliun.

Secara persentase, realisasi pendapatan APBN Pemerintah Pusat di Provinsi NTT menjadi yang tertinggi yakni sebesar

446,51% atau Rp 2,81 triliun yang terutama diperoleh dari Pajak Penghasilan (PPh). Sementara realisasi belanja

pemerintah di Provinsi NTT sebesar Rp 30,95 triliun atau 87,11% dari total pagu belanja tahun 2016 sebesar Rp Rp 35,52

triliun yang disertai adanya peningkatan pagu belanja pada triwulan IV sebesar Rp 1,42 triliun. Pencapaian realisasi belanja

tersebut lebih tinggi dibandingkan pencapaian triwulan IV tahun 2015 yang sebesar Rp 29,48 triliun atau 85,44% dari

pagu anggaran 2015. Upaya pemerintah dalam merealisasikan anggaran sejak paruh pertama 2016 tampaknya cukup

efektif, sehingga secara kumulatif realisasi APBN, APBD provinsi dan kabupaten/kota lebih baik dibandingkan periode

yang sama di tahun sebelumnya. Secara agregat pencapaian realisasi belanja tertinggi oleh Pemerintah Provinsi sebesar

97,41%.

2.1. KONDISI UMUM

Pendapatan pemerintah di Provinsi NTT sampai dengan triwulan IV 2016 tercatat sebesar Rp 25,99 triliun. Komposisi

pendapatan terdiri dari pendapatan APBN sebesar Rp 2,81 triliun atau di atas target sebesar 446,51% dengan sumber

pendapatan terutama dari Pajak Penghasilan sebesar Rp 1,20 triliun atau 42,76% dari total pendapatan APBN, Pajak

Pertambahan Nilai (Rp 807,80 miliar) dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (Rp 739,14 miliar) terutama dari Bagian

Pemerintah atas Laba BUMN (Rp 304,66 miliar). Pada triwulan IV 2016, realisasi pendapatan tingkat provinsi mencapai Rp

3,86 triliun atau 104,92% dengan sumber utama dari Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar Rp 1,41 triliun disusul oleh Dana

Alokasi Umum (DAU) sebesar Rp 1,34 triliun. Masih dominannya DAK dan DAU didukung derajat otonomi fiskal (DOF)

APBD Provinsi NTT, yaitu perbandingan antara rasio Pendapatan Asli Daerah terhadap total pendapatan yang masih rendah

sebesar 9,33%. Di samping itu, realisasi pendapatan pemerintah Kabupaten/Kota mencapai Rp 19,32 triliun atau 93,72%

dengan dominasi masih berasal dari pendapatan DAU sebesar Rp 11,67 triliun dan pencapaian sebesar 101,00%.

Pencairan kembali DAU yang sempat tertunda pada bulan November dan Desember 2016 sesuai pagu anggaran awal oleh

pemerintah pusat untuk Kab. Kupang, Kab. Ende, Kab. Sumba Timur dan Kab. Manggarai Barat membantu pencapaian

pendapatan Kabupaten/Kota tersebut yang pada akhirnya berkontribusi terhadap pendapatan daerah.

2.2 PENDAPATAN DAERAH

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

PORSI REALISASI PENDAPATAN

APBN KAB PROV

15%15% 2%

11%

83% 74%

ANGGARAN

PORSI REALISASI BELANJA

APBN KAB PROV

65%

12%

11% 24%

23%

65%

ANGGARAN

GRAFIK 2.1. REALISASI PENDAPATAN DAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT, PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

PENDAPATAN DAERAH BELANJA DAERAH

ANGGARAN

REALISASI

APBN KAB PROV APBN KAB PROV

Total Pendapatan dan Belanja Pemerintah Realisasi Pendapatan Pemerintah

Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

TRILIUN RP

0

5

10

15

20

25

0

Realisasi Belanja Pemerintah

5

10

15

20

25

24.92

35.52

25.99

30.95ANGGARAN

REALISASI

ANGGARAN

REALISASI

0.63

20.61

3.682.81

19.32

3.86

8.63

23.10

3.79

7.24

20.02

3.69

Triliun Rp Triliun Rp

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

35Februari 2017

Page 61: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

GRAFIK 2.5. PANGSA BELANJA KABUPATEN/KOTA

Sumber: Biro Keuangan Setda Provinsi NTT, diolah

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

BELANJA PEGAWAI BELANJA MODAL BELANJA BARANG DAN JASA BELANJA LAIN-LAIN

KO

TA K

UPA

NG

TTU

BELU

MA

TIM

FLO

TIM

TTS

SIK

KA

END

E

ALO

R

ROTE

NG

AD

A

MA

LAK

A

LEM

BATA

KA

B. K

UPA

NG

SUM

BA T

IMU

R

MA

NG

GA

RAI

MA

BAR

SUM

BA T

ENG

AH

SUM

BA B

ARA

T

SBD

NA

GEK

EO

APB

N

SABU

RA

IJUA

PRO

V N

TT

Pada triwulan IV 2016, perkembangan realisasi belanja APBN dan APBD Pemerintah di Provinsi NTT mencapai Rp 30,95

triliun atau 87,11% dari pagu belanja tahun 2016 sebesar Rp 35,52 triliun. Pagu belanja pemerintah meningkat

dibandingkan triwulan III 2016 sebesar 4,15% atau Rp 1,42 triliun. Realisasi belanja pemerintah tersebut lebih tinggi

dibandingkan triwulan IV 2015 yang sebesar Rp 29,48 triliun (85,44%). Pencairan kembali DAU 4 (empat) daerah yaitu

Kab. Kupang, Kab. Ende, Kab. Sumba Timur dan Kab. Manggarai Barat yang sempat tertunda pada November dan

Desember 2016 membantu pencapaian realisasi belanja kabupaten-kabupaten tersebut dan berkontribusi pada realisasi

belanja daerah secara umum. Secara pertumbuhan year-on-year, terdapat perlambatan pertumbuhan realisasi belanja

pada triwulan III dan IV 2016 yang terjadi di semua pos terutama APBN karena terkait dengan isu penghematan anggaran

oleh pemerintah pusat pada periode tersebut sehingga pemerintah pusat cukup menahan diri untuk mendorong realisasi

belanja. Dari sisi komponen belanja, Kota Kupang (57,75%), Kab. Timor Tengah Utara (47,16%) dan Kab. Belu (45,09%)

masih menjadi tiga daerah dengan komponen belanja pegawai tertinggi. Adapun untuk komponen belanja modal, Kab.

Sabu Raijua (41,66%), Sumba Barat (35,16%) dan Nagekeo (33,44%) masih menjadi tiga daerah tertinggi.

2.3 BELANJA DAERAH

Secara kumulatif, sampai dengan triwulan IV 2016 realisasi belanja pemerintah mencapai 87,11%, lebih tinggi

dibandingkan periode yang sama tahun 2015 sebesar 85,44%. Realisasi belanja secara umum lebih baik dibandingkan

dengan tahun 2015 dengan didorong oleh berbagai upaya percepatan realisasi anggaran pemerintah dalam mendorong

aktivitas ekonomi masyarakat sejak awal tahun. Meskipun pada triwulan laporan realisasi belanja modal sedikit menurun

menjadi 81,72% dibandingkan triwulan IV 2015 sebesar 84,57%, realisasi belanja secara umum meningkat karena

didorong oleh belanja konsumsi terutama belanja pegawai (93,50%) dan belanja bantuan sosial (88,25%). Sementara

turunnya realisasi belanja modal terjadi terkait dengan adanya penghematan dari pemerintah pusat dalam rangka

mengembalikan neraca keuangan negara agar lebih realistis di tengah perekonomian global yang cenderung stagnan.

Realisasi belanja modal Pemerintah Provinsi menjadi yang tertinggi dengan pencapaian sebesar 106,41% (Rp 598,15

miliar) dari total pagu sebesar Rp 562,14 miliar.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

37Februari 2017

GRAFIK 2.4. REALISASI PENDAPATAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA DAN KOMPONENNYA TRIWULAN-III 2016

Sumber: Biro Keuangan Setda Provinsi NTT, diolah

BAGI HASIL DANA ALOKASI UMUM DANA ALOKASI KHUSUS PENDAPATAN LAIN-LAIN REALISASI (LINE KANAN)PENDAPATAN ASLI DAERAH

0%10%20%30%40%50%60%70%80%90%

100%

MA

BAR

MA

TIM

FLO

TIM

SUM

BA T

ENG

AH

SABU

RA

IJUA

ROTE

SUM

BA T

IMU

R

NA

GEK

EO

SUM

BA B

ARA

T

KO

TA K

UPA

NG

ALO

R

END

E

SIK

KA

LEM

BATA TT

S

BELU

KA

B. K

UPA

NG

TTU

NG

AD

A

SBD

MA

LAK

A

MA

NG

GA

RAI 40%

50%60%70%80%90%100%110%120%

GRAFIK 2.3 PANGSA REALISASI SUMBER PENDAPATAN APBD PROVINSI/ KAB-KOTA

Sumber: Biro Keuangan Provinsi NTT

PAD DAU DAK LAINNYAOTSUS

36,5%

0,9%

2,5%

5,2%

67,4%

9,5%

5,1%

25,5%

34,6%

12,9%

9,5%

5,1%

GRAFIK 2.2 PANGSA REALISASI SUMBER PENDAPATAN APBN

Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT

PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

PENDAPATAN PAJAK LAINNYA

PENDAPATAN BEA MASUK

PAJAK BUMI & BANGUNAN

CUKAI

PAJAK PENGHASILAN

49.55%

14.61%

33.34%

0.60%

1.40%

0.10%

0.41%

Secara spasial, Kab. Manggarai Barat dan Kab. Manggarai Timur menjadi kabupaten yang memiliki pencapaian realisasi

pendapatan di atas 100%, yaitu masing-masing sebesar 106,91% dan 100,34% dari rencana 2016. Pencapaian tinggi

Kab. Manggarai Barat disumbangkan terutama oleh realisasi dana perimbangan yakni Dana Alokasi Umum sebesar Rp

499,05 miliar atau 116,94% dari rencana 2016. Peringkat realisasi pendapatan tertinggi selanjutnya diikuti oleh Kab.

Flores Timur (98,19%), Kab. Sumba Tengah (97,43%) dan Kab. Sabu Raijua (97,19%). Sementara itu, Kab. Manggarai

(85,58%), Kab. Malaka (86,99%) dan Kab. Sumba Barat Daya (89,67%) menjadi daerah dengan realisasi pendapatan

terendah sampai dengan Triwulan IV 2016. Dominasi DAU dalam realisasi pendapatan di masing-masing daerah pada

triwulan laporan masih cukup tinggi dengan rata-rata mencapai 56,12%, meskipun sedikit turun dibandingkan triwulan III

2016 sebesar 67,7%. Sementara itu, komposisi PAD tertinggi masih dipegang oleh Kota Kupang sebesar 12,26%,

komposisi DAK tertinggi oleh Kab. Nagekeo (23,33%) dan pendapatan lain-lain tertinggi oleh Kab. Timor Tengah Utara

(17,64%) terutama disumbangkan pendapatan Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus sebesar Rp 144,14 miliar.

Di sisi lain, realisasi pendapatan DAK terendah terjadi di Kab. Malaka, Kab. Timor Tengah Utara dan Kab. Ngada masing-

masing sebesar 42,86%, 47,28% dan 56,95%. Di Kab. Malaka, realisasi pendapatan DAK rendah salah satunya karena

keterlambatan rencana pelaksanaan pengadaan per paket proyek. Di Kab. Timor Tengah Utara penyebabnya hampir sama

yakni karena keterlambatan perencanaan proyek yang baru dilakukan pada bulan April hingga Juni dengan target selesai

bulan Desember 2016. Sementara di Kab. Ngada, rendahnya realisasi pendapatan DAK terutama dipengaruhi adanya

pemotongan DAK oleh pemerintah pusat senilai lebih dari Rp 14,32 miliar sehingga pemerintah daerah

mempertimbangkan kembali kemampuan untuk pendanaan proyek yang bersumber dari DAK dengan mengurangi paket

pekerjaan dari 210 paket menjadi 179 paket.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

36 Februari 2017

Page 62: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

GRAFIK 2.5. PANGSA BELANJA KABUPATEN/KOTA

Sumber: Biro Keuangan Setda Provinsi NTT, diolah

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

BELANJA PEGAWAI BELANJA MODAL BELANJA BARANG DAN JASA BELANJA LAIN-LAIN

KO

TA K

UPA

NG

TTU

BELU

MA

TIM

FLO

TIM

TTS

SIK

KA

END

E

ALO

R

ROTE

NG

AD

A

MA

LAK

A

LEM

BATA

KA

B. K

UPA

NG

SUM

BA T

IMU

R

MA

NG

GA

RAI

MA

BAR

SUM

BA T

ENG

AH

SUM

BA B

ARA

T

SBD

NA

GEK

EO

APB

N

SABU

RA

IJUA

PRO

V N

TT

Pada triwulan IV 2016, perkembangan realisasi belanja APBN dan APBD Pemerintah di Provinsi NTT mencapai Rp 30,95

triliun atau 87,11% dari pagu belanja tahun 2016 sebesar Rp 35,52 triliun. Pagu belanja pemerintah meningkat

dibandingkan triwulan III 2016 sebesar 4,15% atau Rp 1,42 triliun. Realisasi belanja pemerintah tersebut lebih tinggi

dibandingkan triwulan IV 2015 yang sebesar Rp 29,48 triliun (85,44%). Pencairan kembali DAU 4 (empat) daerah yaitu

Kab. Kupang, Kab. Ende, Kab. Sumba Timur dan Kab. Manggarai Barat yang sempat tertunda pada November dan

Desember 2016 membantu pencapaian realisasi belanja kabupaten-kabupaten tersebut dan berkontribusi pada realisasi

belanja daerah secara umum. Secara pertumbuhan year-on-year, terdapat perlambatan pertumbuhan realisasi belanja

pada triwulan III dan IV 2016 yang terjadi di semua pos terutama APBN karena terkait dengan isu penghematan anggaran

oleh pemerintah pusat pada periode tersebut sehingga pemerintah pusat cukup menahan diri untuk mendorong realisasi

belanja. Dari sisi komponen belanja, Kota Kupang (57,75%), Kab. Timor Tengah Utara (47,16%) dan Kab. Belu (45,09%)

masih menjadi tiga daerah dengan komponen belanja pegawai tertinggi. Adapun untuk komponen belanja modal, Kab.

Sabu Raijua (41,66%), Sumba Barat (35,16%) dan Nagekeo (33,44%) masih menjadi tiga daerah tertinggi.

2.3 BELANJA DAERAH

Secara kumulatif, sampai dengan triwulan IV 2016 realisasi belanja pemerintah mencapai 87,11%, lebih tinggi

dibandingkan periode yang sama tahun 2015 sebesar 85,44%. Realisasi belanja secara umum lebih baik dibandingkan

dengan tahun 2015 dengan didorong oleh berbagai upaya percepatan realisasi anggaran pemerintah dalam mendorong

aktivitas ekonomi masyarakat sejak awal tahun. Meskipun pada triwulan laporan realisasi belanja modal sedikit menurun

menjadi 81,72% dibandingkan triwulan IV 2015 sebesar 84,57%, realisasi belanja secara umum meningkat karena

didorong oleh belanja konsumsi terutama belanja pegawai (93,50%) dan belanja bantuan sosial (88,25%). Sementara

turunnya realisasi belanja modal terjadi terkait dengan adanya penghematan dari pemerintah pusat dalam rangka

mengembalikan neraca keuangan negara agar lebih realistis di tengah perekonomian global yang cenderung stagnan.

Realisasi belanja modal Pemerintah Provinsi menjadi yang tertinggi dengan pencapaian sebesar 106,41% (Rp 598,15

miliar) dari total pagu sebesar Rp 562,14 miliar.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

37Februari 2017

GRAFIK 2.4. REALISASI PENDAPATAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA DAN KOMPONENNYA TRIWULAN-III 2016

Sumber: Biro Keuangan Setda Provinsi NTT, diolah

BAGI HASIL DANA ALOKASI UMUM DANA ALOKASI KHUSUS PENDAPATAN LAIN-LAIN REALISASI (LINE KANAN)PENDAPATAN ASLI DAERAH

0%10%20%30%40%50%60%70%80%90%

100%

MA

BAR

MA

TIM

FLO

TIM

SUM

BA T

ENG

AH

SABU

RA

IJUA

ROTE

SUM

BA T

IMU

R

NA

GEK

EO

SUM

BA B

ARA

T

KO

TA K

UPA

NG

ALO

R

END

E

SIK

KA

LEM

BATA TT

S

BELU

KA

B. K

UPA

NG

TTU

NG

AD

A

SBD

MA

LAK

A

MA

NG

GA

RAI 40%

50%60%70%80%90%100%110%120%

GRAFIK 2.3 PANGSA REALISASI SUMBER PENDAPATAN APBD PROVINSI/ KAB-KOTA

Sumber: Biro Keuangan Provinsi NTT

PAD DAU DAK LAINNYAOTSUS

36,5%

0,9%

2,5%

5,2%

67,4%

9,5%

5,1%

25,5%

34,6%

12,9%

9,5%

5,1%

GRAFIK 2.2 PANGSA REALISASI SUMBER PENDAPATAN APBN

Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT

PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

PENDAPATAN PAJAK LAINNYA

PENDAPATAN BEA MASUK

PAJAK BUMI & BANGUNAN

CUKAI

PAJAK PENGHASILAN

49.55%

14.61%

33.34%

0.60%

1.40%

0.10%

0.41%

Secara spasial, Kab. Manggarai Barat dan Kab. Manggarai Timur menjadi kabupaten yang memiliki pencapaian realisasi

pendapatan di atas 100%, yaitu masing-masing sebesar 106,91% dan 100,34% dari rencana 2016. Pencapaian tinggi

Kab. Manggarai Barat disumbangkan terutama oleh realisasi dana perimbangan yakni Dana Alokasi Umum sebesar Rp

499,05 miliar atau 116,94% dari rencana 2016. Peringkat realisasi pendapatan tertinggi selanjutnya diikuti oleh Kab.

Flores Timur (98,19%), Kab. Sumba Tengah (97,43%) dan Kab. Sabu Raijua (97,19%). Sementara itu, Kab. Manggarai

(85,58%), Kab. Malaka (86,99%) dan Kab. Sumba Barat Daya (89,67%) menjadi daerah dengan realisasi pendapatan

terendah sampai dengan Triwulan IV 2016. Dominasi DAU dalam realisasi pendapatan di masing-masing daerah pada

triwulan laporan masih cukup tinggi dengan rata-rata mencapai 56,12%, meskipun sedikit turun dibandingkan triwulan III

2016 sebesar 67,7%. Sementara itu, komposisi PAD tertinggi masih dipegang oleh Kota Kupang sebesar 12,26%,

komposisi DAK tertinggi oleh Kab. Nagekeo (23,33%) dan pendapatan lain-lain tertinggi oleh Kab. Timor Tengah Utara

(17,64%) terutama disumbangkan pendapatan Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus sebesar Rp 144,14 miliar.

Di sisi lain, realisasi pendapatan DAK terendah terjadi di Kab. Malaka, Kab. Timor Tengah Utara dan Kab. Ngada masing-

masing sebesar 42,86%, 47,28% dan 56,95%. Di Kab. Malaka, realisasi pendapatan DAK rendah salah satunya karena

keterlambatan rencana pelaksanaan pengadaan per paket proyek. Di Kab. Timor Tengah Utara penyebabnya hampir sama

yakni karena keterlambatan perencanaan proyek yang baru dilakukan pada bulan April hingga Juni dengan target selesai

bulan Desember 2016. Sementara di Kab. Ngada, rendahnya realisasi pendapatan DAK terutama dipengaruhi adanya

pemotongan DAK oleh pemerintah pusat senilai lebih dari Rp 14,32 miliar sehingga pemerintah daerah

mempertimbangkan kembali kemampuan untuk pendanaan proyek yang bersumber dari DAK dengan mengurangi paket

pekerjaan dari 210 paket menjadi 179 paket.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

36 Februari 2017

Page 63: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

KONSUMSI LAINNYA

BANTUAN KEUANGAN

BELANJA BAGI HASIL

BELANJA BANTUAN SOSIAL

BELANJA HIBAH

BELANJA BARANG DAN JASA

BELANJA PEGAWAI

BELANJA MODALAPBN PROV

Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

GRAFIK 2.10. PANGSA REALISASI BELANJA KONSUMSI APBN PEMERINTAH DAN APBD

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

30.4916.19

34.26

17.20

34.96

16.51

39.84

7.10

2.3.1 Belanja APBN

Sampai dengan triwulan IV 2016, realisasi belanja APBN tercatat sebesar 83,83% (Rp 7,24 triliun) dari total pagu sebesar

Rp 8,63 triliun. Realisasi tersebut lebih rendah dibandingkan triwulan yang sama tahun 2015 sebesar 89,17%. Penurunan

realisasi belanja APBN terutama disumbang oleh penurunan realisasi belanja modal tahun 2016 menjadi 78,10% (Rp 2,21

triliun) dibandingkan tahun 2015 sebesar 92,75% (Rp 5,04 triliun) disebabkan adanya upaya penghematan dari

pemerintah pusat dalam rangka mengembalikan neraca keuangan negara agar lebih realistis di tengah perekonomian

global yang cenderung stagnan. Penghematan pemerintah pusat ditunjukkan dengan penurunan pagu belanja modal

APBN tahun 2016 sebesar 48,05% dibandingkan pagu tahun 2015, yakni sebesar Rp 5,44 triliun menjadi hanya Rp 2,82

triliun sehingga hal tersebut cukup menghambat pencapaian realisasi belanja yang optimal. Pangsa realisasi belanja APBN

di triwulan IV 2016 tertinggi masih dipegang oleh belanja barang dan jasa sebesar Rp 2,53 triliun (34,96%), diikuti oleh

belanja pegawai sebesar Rp 2,48 triliun (34,26%) dan belanja modal sebesar Rp 2,21 triliun atau 30,49%. Ke depan

pangsa realisasi belanja modal dapat terus ditingkatkan untuk dapat lebih mendorong aktivitas ekonomi di Provinsi NTT,

seperti yang saat ini mulai terlihat dengan pembangunan beberapa infrastruktur utama yaitu bendungan, irigasi dan jalan

raya.

2.3.2 Belanja Pemerintah Provinsi NTT

Realisasi belanja Pemerintah Provinsi NTT sampai dengan triwulan IV 2016 tercatat sebesar Rp 3,69 triliun atau 97,41%

dari total pagu sebesar Rp 3,79 triliun. Sebelumnya penundaan pencairan DAU oleh pemerintah pusat pada Agustus 2016

sebesar Rp 242 miliar sedikit menghambat pencapaian realisasi yang optimal pada triwulan III 2016. Namun demikian

keputusan pencairan DAU yang tertunda tersebut oleh Menkeu pada bulan November dan Desember 2016 serta upaya

dari Pemerintah Provinsi meningkatkan pendapatan daerah melalui penagihan wajib pajak, wajib retribusi dan kontrak

sewa bangunan yang cukup gencar di triwulan IV 2016 untuk membantu pendanaan belanja mampu membantu

pencapaian realisasi triwulan IV 2016 sehingga mencapai 97,41% atau lebih tinggi dari triwulan yang sama tahun

sebelumnya sebesar 95,42%. Dari segi komposisi, pangsa realisasi belanja Pemerintah Provinsi pada triwulan IV 2016 tetap

didominasi oleh belanja hibah yang mencapai 39,84% atau Rp 1,47 triliun untuk penyaluran dana Bantuan Operasional

Sekolah (BOS) serta program Desa Mandiri Anggur Merah yang masih terus berjalan sesuai strategi kebijakan

pemberdayaan masyarakat Pemerintah Provinsi NTT. Selain itu, belanja pegawai memiliki pangsa realisasi sebesar 17,20%

atau Rp 635,64 miliar diikuti oleh belanja barang dan jasa sebesar 16,51% atau Rp 610,08 miliar. Sementara pangsa

realisasi belanja modal masih perlu untuk ditingkatkan dimana saat ini baru sebesar 16,19% atau Rp 598,15 miliar.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

39Februari 2017

Sementara itu, realisasi belanja konsumsi tertinggi oleh Pemerintah Provinsi sebesar 97,28% atau Rp 3,10 triliun dari total

pagu Rp 3,18 triliun. Berdasarkan komposisi belanja konsumsi, realisasi belanja pegawai pada triwulan laporan meningkat

menjadi 93,50% dibanding triwulan IV 2015 yang sebesar 90,15%. Peningkatan realisasi belanja konsumsi lebih besar

terjadi pada belanja bantuan sosial yang meningkat menjadi 88,25% dibandingkan triwulan IV 2015 sebesar 82,12%. Hal

ini sejalan dengan rencana belanja Pemerintah Provinsi NTT yaitu bahwa belanja bantuan sosial sebagai manifestasi

pemerintah dalam memberdayakan masyarakat dan mengurangi risiko sosial.

GRAFIK 2.9. REALISASI BELANJA APBN DAN APBD PROVINSI DANKABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NTT

APBN KAB PROV TOTAL

%

BELANJA DAERAH BELANJA MODAL BELANJA KONSUMSI

Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

83.8 86.697.4

87.178.1 81.1

106.4

81.786.6 88.6

97.389.2

GRAFIK 2.8. PERTUMBUHAN REALISASI BELANJA (YOY)

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

IV2016

I II I I I IV2016

23.6% 22.7%

40.6%

21.2%

5.0%

GRAFIK 2.6. PERKEMBANGAN REALISASI BELANJA

Sumber: Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT & Biro Keuangan

APBN KAB/KOTA PROVINSI TOTAL

0102030405060708090

100

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

GRAFIK 2.7. PERKEMBANGAN REALISASI BELANJA MODAL

Sumber: Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT & Biro Keuangan

APBN KAB/KOTA PROVINSI TOTAL

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

0

20

40

60

80

100

120

Tabel 2.1 Realisasi Belanja APBN dan APBDProvinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT

REALISASI

NOMINAL %

PANGSA(%)

30,946.7

7,658.3

23,288.4

11,781.0

6,465.1

1,657.6

68.8

356.5

2,938.5

20.9

-

87.11

81.72

89.21

93.50

78.05

99.43

88.25

90.44

98.10

23.98

-

100

24.75

75.25

38.07

20.89

5.36

0.22

1.15

9.50

0.07

-

URAIAN RENCANA

35,524.7

9,371.7

26,105.4

12,600.2

8,283.3

1,667.1

77.9

394.1

2,995.4

87.3

47.6

BELANJA DAERAH

BELANJA MODAL

BELANJA KONSUMSI

BELANJA PEGAWAI

BELANJA BARANG DAN JASA

BELANJA HIBAH

BELANJA BANTUAN SOSIAL

BELANJA BAGI HASIL

BANTUAN KEUANGAN

KONSUMSI LAINNYA

BELANJA LAINNYA

Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah (*Miliar Rp)

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

38 Februari 2017

Page 64: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

KONSUMSI LAINNYA

BANTUAN KEUANGAN

BELANJA BAGI HASIL

BELANJA BANTUAN SOSIAL

BELANJA HIBAH

BELANJA BARANG DAN JASA

BELANJA PEGAWAI

BELANJA MODALAPBN PROV

Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

GRAFIK 2.10. PANGSA REALISASI BELANJA KONSUMSI APBN PEMERINTAH DAN APBD

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

30.4916.19

34.26

17.20

34.96

16.51

39.84

7.10

2.3.1 Belanja APBN

Sampai dengan triwulan IV 2016, realisasi belanja APBN tercatat sebesar 83,83% (Rp 7,24 triliun) dari total pagu sebesar

Rp 8,63 triliun. Realisasi tersebut lebih rendah dibandingkan triwulan yang sama tahun 2015 sebesar 89,17%. Penurunan

realisasi belanja APBN terutama disumbang oleh penurunan realisasi belanja modal tahun 2016 menjadi 78,10% (Rp 2,21

triliun) dibandingkan tahun 2015 sebesar 92,75% (Rp 5,04 triliun) disebabkan adanya upaya penghematan dari

pemerintah pusat dalam rangka mengembalikan neraca keuangan negara agar lebih realistis di tengah perekonomian

global yang cenderung stagnan. Penghematan pemerintah pusat ditunjukkan dengan penurunan pagu belanja modal

APBN tahun 2016 sebesar 48,05% dibandingkan pagu tahun 2015, yakni sebesar Rp 5,44 triliun menjadi hanya Rp 2,82

triliun sehingga hal tersebut cukup menghambat pencapaian realisasi belanja yang optimal. Pangsa realisasi belanja APBN

di triwulan IV 2016 tertinggi masih dipegang oleh belanja barang dan jasa sebesar Rp 2,53 triliun (34,96%), diikuti oleh

belanja pegawai sebesar Rp 2,48 triliun (34,26%) dan belanja modal sebesar Rp 2,21 triliun atau 30,49%. Ke depan

pangsa realisasi belanja modal dapat terus ditingkatkan untuk dapat lebih mendorong aktivitas ekonomi di Provinsi NTT,

seperti yang saat ini mulai terlihat dengan pembangunan beberapa infrastruktur utama yaitu bendungan, irigasi dan jalan

raya.

2.3.2 Belanja Pemerintah Provinsi NTT

Realisasi belanja Pemerintah Provinsi NTT sampai dengan triwulan IV 2016 tercatat sebesar Rp 3,69 triliun atau 97,41%

dari total pagu sebesar Rp 3,79 triliun. Sebelumnya penundaan pencairan DAU oleh pemerintah pusat pada Agustus 2016

sebesar Rp 242 miliar sedikit menghambat pencapaian realisasi yang optimal pada triwulan III 2016. Namun demikian

keputusan pencairan DAU yang tertunda tersebut oleh Menkeu pada bulan November dan Desember 2016 serta upaya

dari Pemerintah Provinsi meningkatkan pendapatan daerah melalui penagihan wajib pajak, wajib retribusi dan kontrak

sewa bangunan yang cukup gencar di triwulan IV 2016 untuk membantu pendanaan belanja mampu membantu

pencapaian realisasi triwulan IV 2016 sehingga mencapai 97,41% atau lebih tinggi dari triwulan yang sama tahun

sebelumnya sebesar 95,42%. Dari segi komposisi, pangsa realisasi belanja Pemerintah Provinsi pada triwulan IV 2016 tetap

didominasi oleh belanja hibah yang mencapai 39,84% atau Rp 1,47 triliun untuk penyaluran dana Bantuan Operasional

Sekolah (BOS) serta program Desa Mandiri Anggur Merah yang masih terus berjalan sesuai strategi kebijakan

pemberdayaan masyarakat Pemerintah Provinsi NTT. Selain itu, belanja pegawai memiliki pangsa realisasi sebesar 17,20%

atau Rp 635,64 miliar diikuti oleh belanja barang dan jasa sebesar 16,51% atau Rp 610,08 miliar. Sementara pangsa

realisasi belanja modal masih perlu untuk ditingkatkan dimana saat ini baru sebesar 16,19% atau Rp 598,15 miliar.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

39Februari 2017

Sementara itu, realisasi belanja konsumsi tertinggi oleh Pemerintah Provinsi sebesar 97,28% atau Rp 3,10 triliun dari total

pagu Rp 3,18 triliun. Berdasarkan komposisi belanja konsumsi, realisasi belanja pegawai pada triwulan laporan meningkat

menjadi 93,50% dibanding triwulan IV 2015 yang sebesar 90,15%. Peningkatan realisasi belanja konsumsi lebih besar

terjadi pada belanja bantuan sosial yang meningkat menjadi 88,25% dibandingkan triwulan IV 2015 sebesar 82,12%. Hal

ini sejalan dengan rencana belanja Pemerintah Provinsi NTT yaitu bahwa belanja bantuan sosial sebagai manifestasi

pemerintah dalam memberdayakan masyarakat dan mengurangi risiko sosial.

GRAFIK 2.9. REALISASI BELANJA APBN DAN APBD PROVINSI DANKABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NTT

APBN KAB PROV TOTAL

%

BELANJA DAERAH BELANJA MODAL BELANJA KONSUMSI

Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

83.8 86.697.4

87.178.1 81.1

106.4

81.786.6 88.6

97.389.2

GRAFIK 2.8. PERTUMBUHAN REALISASI BELANJA (YOY)

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

IV2016

I II I I I IV2016

23.6% 22.7%

40.6%

21.2%

5.0%

GRAFIK 2.6. PERKEMBANGAN REALISASI BELANJA

Sumber: Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT & Biro Keuangan

APBN KAB/KOTA PROVINSI TOTAL

0102030405060708090

100

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

GRAFIK 2.7. PERKEMBANGAN REALISASI BELANJA MODAL

Sumber: Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT & Biro Keuangan

APBN KAB/KOTA PROVINSI TOTAL

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

0

20

40

60

80

100

120

Tabel 2.1 Realisasi Belanja APBN dan APBDProvinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT

REALISASI

NOMINAL %

PANGSA(%)

30,946.7

7,658.3

23,288.4

11,781.0

6,465.1

1,657.6

68.8

356.5

2,938.5

20.9

-

87.11

81.72

89.21

93.50

78.05

99.43

88.25

90.44

98.10

23.98

-

100

24.75

75.25

38.07

20.89

5.36

0.22

1.15

9.50

0.07

-

URAIAN RENCANA

35,524.7

9,371.7

26,105.4

12,600.2

8,283.3

1,667.1

77.9

394.1

2,995.4

87.3

47.6

BELANJA DAERAH

BELANJA MODAL

BELANJA KONSUMSI

BELANJA PEGAWAI

BELANJA BARANG DAN JASA

BELANJA HIBAH

BELANJA BANTUAN SOSIAL

BELANJA BAGI HASIL

BANTUAN KEUANGAN

KONSUMSI LAINNYA

BELANJA LAINNYA

Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah (*Miliar Rp)

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

38 Februari 2017

Page 65: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

2015 sementara tiga daerah lainnya meningkat. Hal ini tidak lepas dari upaya Pemerintah Provinsi berkoordinasi dengan

Kementrian Keuangan terkait pencairan DAU tertunda serta upaya meningkatkan pendapatan daerah melalui penagihan

wajib pajak, wajib retribusi dan kontrak sewa bangunan yang cukup gencar di triwulan IV 2016 untuk membantu

pendanaan belanja Kota/Kabupaten dalam rangka mengejar realisasi belanja yang optimal. Hal ini ditunjukkan dengan

realisasi pajak daerah yang melebihi target baik di tingkat Provinsi NTT maupun Kabupaten masing-masing sebesar

102,16% (Rp 745,44 miliar) dan 113,66% (Rp 337,28 miliar).

GAMBAR 2.1. REALISASI BELANJA MODAL KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

Sumber: Biro Keuangan Setda Provinsi NTT, diolah

Dana Pihak Ketiga (DPK) Pemerintah yang disimpan di perbankan pada triwulan IV 2016 tercatat sebesar Rp 2,01 triliun.

Jumlah tersebut turun 64,75% (qtq) dibandingkan triwulan III 2016 yang sebesar Rp 5,70 triliun. Berdasarkan jenis

simpanan, giro turun sebesar 64,97% (qtq) dari sebelumnya Rp 3,89 triliun, tabungan meningkat sebesar 38,16% (qtq)

dari sebelumnya Rp 143,97 miliar dan deposito turun sebesar 73,14% (qtq) dari sebelumnya Rp 1,67 triliun. Simpanan

pemerintah terbanyak dalam bentuk giro sebesar Rp 1,36 triliun. Penurunan DPK pemerintah terutama giro adalah dalam

rangka meningkatkan realisasi anggaran pada triwulan IV 2016. Penurunan DPK pemerintah terjadi terutama di

Kabupaten/Kota yakni 68,72% (qtq) dari triwulan sebelumnya Rp 4,73 triliun.

2.4 DANA PEMERINTAH DI PERBANKAN

GRAFIK 2.11. DANA PIHAK KETIGA PEMERINTAH DI PERBANKAN NTT

Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

PUSAT PROVINSI PEMKOT PEMKAB TOTAL

TRILIUN RP

0

1

2

3

4

5

6

7

8

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

TABEL 2.2. KOMPOSISI DPK PEMERINTAH DI NTT

PEMERINTAH GIRO TABUNGAN DEPOSITO TOTAL DPK

PUSAT 56.52

175.94

95.54

1,034.06

1,362.06

2.56

1.42

17.50

177.43

198.92

-

100.16

80.02

267.10

447.28

59.08

277.52

193.06

1,478.59

2,008.25

PROVINSI

KOTA

KABUPATEN

TOTAL

Sumber : Bank Indonesia, diolah

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

41Februari 2017

GRAFIK 2.10. REALISASI BELANJA DAN KOMPONENNYA PEMERINTAH PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

Sumber: Biro Keuangan Setda Provinsi NTT, diolah

BELANJA PEGAWAI BELANJA MODAL BELANJA BARANG DAN JASA BELANJA LAINNYA % REALISASI

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

MA

TIM

MA

BAR

FLO

TIM

SUM

BA T

ENG

AH

ROTE

ALO

R

NA

GEK

EO

NG

AD

A

LEM

BATA

KA

B. K

UPA

NG

SUM

BA B

ARA

T

MA

NG

GA

RAI

KO

TA K

UPA

NG

BELU

SUM

BA T

IMU

R

SIK

KA

SABU

RA

IJUA

TTS

TTU

END

E

SBD

MA

LAK

A

0%10%20%30%40%50%60%70%80%90%100%

2.3.3 Belanja Pemerintah Kabupaten/Kota

Hingga triwulan IV 2016, realisasi belanja Pemerintah Kabupaten/Kota tercatat Rp 20,02 triliun atau 86,65% dari total

pagu belanja sebesar Rp 23,10 triliun. Realisasi tersebut meningkat dibandingkan triwulan yang sama tahun 2015 yang

tercatat sebesar 81,50% dari total pagu belanja. Realisasi belanja terbesar yakni belanja pegawai yang mencapai Rp 8,67

triliun atau 91,54% dari total pagu belanja sebesar Rp 9,47 triliun, dengan pangsa realisasi sebesar 43,30% terhadap total

realisasi belanja Pemerintah Kabupaten/Kota. Selain itu, bantuan keuangan juga mencatatkan pencapaian realisasi yang

tinggi yakni 98,12% (Rp 2,92 triliun) dari total pagu Rp 2,97 triliun. Sementara itu, realisasi belanja modal masih perlu

ditingkatkan karena sampai dengan triwulan IV 2016 baru mencapai Rp 4,85 triliun atau 81,11% dari total pagu belanja

sebesar Rp 5,99 triliun dengan pangsa 24,25%. Begitu pula dengan belanja barang dan jasa yang baru mencapai Rp 3,33

triliun atau 76,98% dari total pagu belanja sebesar Rp 4,32 triliun. Di sisi lain, rata-rata realisasi belanja di tiap

Kabupaten/Kota mencapai 86,94% dengan rata-rata realisasi belanja pegawai sebesar 91,88% dan modal kerja baru

tercatat 81,59%.

Secara spasial, Kab. Manggarai Timur menjadi daerah di Provinsi NTT dengan realisasi belanja terbesar yakni 94,42% atau

Rp 862,44 miliar, diikuti oleh Kab. Manggarai Barat dengan realisasi sebesar 94,27% atau Rp 902,80 miliar dan Flores

Timur sebesar 94,18% atau Rp 1,07 triliun. Sebaliknya, Kab. Malaka, Kab. Sumba Barat Daya dan Kab. Ende menjadi

daerah dengan realisasi belanja terendah yakni masing-masing 75,48%, 81,48% dan 82,06%. Dilihat dari pangsa realisasi

belanja modal terhadap total realisasi belanja, Kab. Sabu Raijua, Kab. Sumba Barat Daya dan Kab. Nagekeo memiliki

pangsa realisasi belanja modal yang tertinggi yakni 39,08%, 35,54% dan 31,23%. Sebaliknya, pangsa realisasi belanja

modal terendah di Kab. Flores Timur (16,2%), Kab. Timor Tengah Selatan (16,3%) dan Kab. Lembata (18,2%). Sampai

dengan triwulan IV 2016, sebagian besar realisasi belanja masih digunakan untuk belanja pegawai dengan pangsa

tertinggi adalah Kota Kupang sebesar 58,7% terhadap total realisasi belanjanya. Sementara itu, pencapaian realisasi

belanja Kab. Rote sebesar 91,20% (tertinggi ke-5) didukung oleh komposisi belanja yang relatif berimbang, yakni belanja

pegawai (39,6%), belanja modal (29,8%), belanja barang dan jasa (18,5%) dan belanja lainnya (12,0%). Hal ini

menggambarkan bahwa Pemda cukup mempertimbangkan kebutuhan belanja produktif untuk kemajuan ekonomi

daerah setempat.

Keputusan pencairan seluruh DAU empat daerah yang sempat ditunda pemerintah pusat pada bulan November dan

Desember 2016 mampu mendorong pencapaian realisasi empat daerah tersebut pada triwulan IV 2016, yakni Kab.

Kupang (87,94%), Kab. Ende (82,06%), Kab. Sumba Timur (85,03%) dan Kab. Manggarai Barat (94,27%). Hanya

pencapaian realisasi belanja Kab. Sumba Timur yang tercatat sedikit lebih rendah dibandingkan triwulan yang sama tahun

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

40 Februari 2017

Page 66: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

2015 sementara tiga daerah lainnya meningkat. Hal ini tidak lepas dari upaya Pemerintah Provinsi berkoordinasi dengan

Kementrian Keuangan terkait pencairan DAU tertunda serta upaya meningkatkan pendapatan daerah melalui penagihan

wajib pajak, wajib retribusi dan kontrak sewa bangunan yang cukup gencar di triwulan IV 2016 untuk membantu

pendanaan belanja Kota/Kabupaten dalam rangka mengejar realisasi belanja yang optimal. Hal ini ditunjukkan dengan

realisasi pajak daerah yang melebihi target baik di tingkat Provinsi NTT maupun Kabupaten masing-masing sebesar

102,16% (Rp 745,44 miliar) dan 113,66% (Rp 337,28 miliar).

GAMBAR 2.1. REALISASI BELANJA MODAL KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

Sumber: Biro Keuangan Setda Provinsi NTT, diolah

Dana Pihak Ketiga (DPK) Pemerintah yang disimpan di perbankan pada triwulan IV 2016 tercatat sebesar Rp 2,01 triliun.

Jumlah tersebut turun 64,75% (qtq) dibandingkan triwulan III 2016 yang sebesar Rp 5,70 triliun. Berdasarkan jenis

simpanan, giro turun sebesar 64,97% (qtq) dari sebelumnya Rp 3,89 triliun, tabungan meningkat sebesar 38,16% (qtq)

dari sebelumnya Rp 143,97 miliar dan deposito turun sebesar 73,14% (qtq) dari sebelumnya Rp 1,67 triliun. Simpanan

pemerintah terbanyak dalam bentuk giro sebesar Rp 1,36 triliun. Penurunan DPK pemerintah terutama giro adalah dalam

rangka meningkatkan realisasi anggaran pada triwulan IV 2016. Penurunan DPK pemerintah terjadi terutama di

Kabupaten/Kota yakni 68,72% (qtq) dari triwulan sebelumnya Rp 4,73 triliun.

2.4 DANA PEMERINTAH DI PERBANKAN

GRAFIK 2.11. DANA PIHAK KETIGA PEMERINTAH DI PERBANKAN NTT

Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

PUSAT PROVINSI PEMKOT PEMKAB TOTAL

TRILIUN RP

0

1

2

3

4

5

6

7

8

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

TABEL 2.2. KOMPOSISI DPK PEMERINTAH DI NTT

PEMERINTAH GIRO TABUNGAN DEPOSITO TOTAL DPK

PUSAT 56.52

175.94

95.54

1,034.06

1,362.06

2.56

1.42

17.50

177.43

198.92

-

100.16

80.02

267.10

447.28

59.08

277.52

193.06

1,478.59

2,008.25

PROVINSI

KOTA

KABUPATEN

TOTAL

Sumber : Bank Indonesia, diolah

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

41Februari 2017

GRAFIK 2.10. REALISASI BELANJA DAN KOMPONENNYA PEMERINTAH PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

Sumber: Biro Keuangan Setda Provinsi NTT, diolah

BELANJA PEGAWAI BELANJA MODAL BELANJA BARANG DAN JASA BELANJA LAINNYA % REALISASI

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

MA

TIM

MA

BAR

FLO

TIM

SUM

BA T

ENG

AH

ROTE

ALO

R

NA

GEK

EO

NG

AD

A

LEM

BATA

KA

B. K

UPA

NG

SUM

BA B

ARA

T

MA

NG

GA

RAI

KO

TA K

UPA

NG

BELU

SUM

BA T

IMU

R

SIK

KA

SABU

RA

IJUA

TTS

TTU

END

E

SBD

MA

LAK

A

0%10%20%30%40%50%60%70%80%90%100%

2.3.3 Belanja Pemerintah Kabupaten/Kota

Hingga triwulan IV 2016, realisasi belanja Pemerintah Kabupaten/Kota tercatat Rp 20,02 triliun atau 86,65% dari total

pagu belanja sebesar Rp 23,10 triliun. Realisasi tersebut meningkat dibandingkan triwulan yang sama tahun 2015 yang

tercatat sebesar 81,50% dari total pagu belanja. Realisasi belanja terbesar yakni belanja pegawai yang mencapai Rp 8,67

triliun atau 91,54% dari total pagu belanja sebesar Rp 9,47 triliun, dengan pangsa realisasi sebesar 43,30% terhadap total

realisasi belanja Pemerintah Kabupaten/Kota. Selain itu, bantuan keuangan juga mencatatkan pencapaian realisasi yang

tinggi yakni 98,12% (Rp 2,92 triliun) dari total pagu Rp 2,97 triliun. Sementara itu, realisasi belanja modal masih perlu

ditingkatkan karena sampai dengan triwulan IV 2016 baru mencapai Rp 4,85 triliun atau 81,11% dari total pagu belanja

sebesar Rp 5,99 triliun dengan pangsa 24,25%. Begitu pula dengan belanja barang dan jasa yang baru mencapai Rp 3,33

triliun atau 76,98% dari total pagu belanja sebesar Rp 4,32 triliun. Di sisi lain, rata-rata realisasi belanja di tiap

Kabupaten/Kota mencapai 86,94% dengan rata-rata realisasi belanja pegawai sebesar 91,88% dan modal kerja baru

tercatat 81,59%.

Secara spasial, Kab. Manggarai Timur menjadi daerah di Provinsi NTT dengan realisasi belanja terbesar yakni 94,42% atau

Rp 862,44 miliar, diikuti oleh Kab. Manggarai Barat dengan realisasi sebesar 94,27% atau Rp 902,80 miliar dan Flores

Timur sebesar 94,18% atau Rp 1,07 triliun. Sebaliknya, Kab. Malaka, Kab. Sumba Barat Daya dan Kab. Ende menjadi

daerah dengan realisasi belanja terendah yakni masing-masing 75,48%, 81,48% dan 82,06%. Dilihat dari pangsa realisasi

belanja modal terhadap total realisasi belanja, Kab. Sabu Raijua, Kab. Sumba Barat Daya dan Kab. Nagekeo memiliki

pangsa realisasi belanja modal yang tertinggi yakni 39,08%, 35,54% dan 31,23%. Sebaliknya, pangsa realisasi belanja

modal terendah di Kab. Flores Timur (16,2%), Kab. Timor Tengah Selatan (16,3%) dan Kab. Lembata (18,2%). Sampai

dengan triwulan IV 2016, sebagian besar realisasi belanja masih digunakan untuk belanja pegawai dengan pangsa

tertinggi adalah Kota Kupang sebesar 58,7% terhadap total realisasi belanjanya. Sementara itu, pencapaian realisasi

belanja Kab. Rote sebesar 91,20% (tertinggi ke-5) didukung oleh komposisi belanja yang relatif berimbang, yakni belanja

pegawai (39,6%), belanja modal (29,8%), belanja barang dan jasa (18,5%) dan belanja lainnya (12,0%). Hal ini

menggambarkan bahwa Pemda cukup mempertimbangkan kebutuhan belanja produktif untuk kemajuan ekonomi

daerah setempat.

Keputusan pencairan seluruh DAU empat daerah yang sempat ditunda pemerintah pusat pada bulan November dan

Desember 2016 mampu mendorong pencapaian realisasi empat daerah tersebut pada triwulan IV 2016, yakni Kab.

Kupang (87,94%), Kab. Ende (82,06%), Kab. Sumba Timur (85,03%) dan Kab. Manggarai Barat (94,27%). Hanya

pencapaian realisasi belanja Kab. Sumba Timur yang tercatat sedikit lebih rendah dibandingkan triwulan yang sama tahun

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

40 Februari 2017

Page 67: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Laju Inflasi Provinsi NTT pada tahun 2016 cukup rendah mencapai 2,48% (yoy) dan menjadi capaian inflasi terendah

dalam 15 tahun terakhir. Adanya penurunan harga BBM, beras, bahan bangunan, angkutan udara dan beberapa

komoditas bahan makanan mampu menahan inflasi pada angka yang cukup rendah. Penurunan harga tersebut

terutama disebabkan oleh rendahnya harga minyak dunia, cukup berlimpahnya pasokan beras, tersedianya pasokan

bahan bangunan serta adanya penambahan rute dan frekuensi penerbangan di NTT sehingga mampu membuat inflasi

tahun 2016 terjaga rendah.

Berdasarkan disagregasi inflasi, hampir semua kelompok komoditas mengalami penurunan inflasi walaupun komoditas volatile

food kembali meningkat pada triwulan IV 2016 seiring dengan buruknya cuaca di Provinsi NTT. Komoditas administered prices

mampu menjadi penahan inflasi utama di NTT terutama disebabkan oleh turunnya harga bensin, solar dan angkutan udara.

Namun demikian, tingginya harga rokok menahan penurunan inflasi yang terjadi.

Inflasi pada triwulan I 2017 diperkirakan akan mengalami peningkatan terutama disebabkan oleh kenaikan harga komoditas

yang diatur oleh pemerintah seperti biaya perpanjangan STNK, kenaikan tarif listrik rumah tangga golongan 900VA, kenaikan

cukai rokok yang berimbas pada kenaikan biaya rokok dan tembakau serta adanya kenaikan tarif pulsa ponsel seiring tingginya

biaya investasi yang telah dilakukan.

Perkembangan I nflasi03

Foto : Pasar Tradisional Soe

Tabel 2.3 Ringkasan Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur

APBN / APBD

PENDAPATAN DAERAH

BELANJA DAERAH

Belanja Modal

Belanja Konsumsi

Belanja Pegawai

Belanja Barang dan Jasa

Belanja Hibah

Belanja Bantuan Sosial

Belanja Bagi Hasil

Bantuan Keuangan

Konsumsi Lainnya

Belanja Lainnya

SURPLUS/DEFISIT

PEMBIAYAAN DAERAH

Penerimaan

SILPA Tahun Lalu

Lainnya

Pengeluaran

Penyertaan Modal

Lainnya

PEMBIAYAAN NETTO

SILPA SEKARANG

REALISASI

628,955

8,630,135

2,824,440

5,805,695

2,480,188

3,303,991

-

21,516

-

-

-

-

(8,001,180)

20,611,135

23,101,823

5,985,164

17,116,659

9,467,678

4,320,345

210,029

45,553

12,803

2,974,954

85,297

-

(2,490,688)

2,613,528

2,592,783

20,745

123,840

109,700

14,140

2,489,688

(1,000)

3,681,480

3,792,776

609,740

3,183,037

652,293

659,013

1,457,069

10,849

381,324

20,489

2,000

-

(111,296)

166,296

158,726

7,570

55,000

50,000

5,000

111,296

-

24,921,570

35,524,735

9,419,344

26,105,390

12,600,159

8,283,349

1,667,097

77,918

394,127

2,995,444

87,297

-

(10,603,164)

2,779,825

2,751,509

28,316

178,840

159,700

19,140

2,600,985

(1,000)

2,808,318

7,235,046

2,205,873

5,029,173

2,478,951

2,529,108

-

21,114

-

-

-

-

(4,426,728)

19,315,997

20,016,986

4,854,274

15,162,713

8,666,441

3,325,937

185,532

36,802

9,180

2,919,034

19,787

-

(700,989)

2,608,762

2,592,719

16,044

108,575

97,699

10,876

2,500,147

1,799,158

3,862,469

3,694,627

598,155

3,096,472

635,639

610,080

1,472,021

10,849

347,285

19,449

1,149

-

167,842

164,662

158,726

5,936

54,960

50,000

4,960

109,702

277,544

25,986,784

30,946,659

7,658,302

23,288,358

11,781,030

6,465,126

1,657,552

68,765

356,465

2,938,483

20,937

-

(4,959,875)

2,773,425

2,751,445

21,980

163,535

147,699

15,836

2,609,850

2,076,703

Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

APBN KAB PROV TOTAL APBN KAB PROV TOTAL

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

42 Februari 2017

Page 68: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Laju Inflasi Provinsi NTT pada tahun 2016 cukup rendah mencapai 2,48% (yoy) dan menjadi capaian inflasi terendah

dalam 15 tahun terakhir. Adanya penurunan harga BBM, beras, bahan bangunan, angkutan udara dan beberapa

komoditas bahan makanan mampu menahan inflasi pada angka yang cukup rendah. Penurunan harga tersebut

terutama disebabkan oleh rendahnya harga minyak dunia, cukup berlimpahnya pasokan beras, tersedianya pasokan

bahan bangunan serta adanya penambahan rute dan frekuensi penerbangan di NTT sehingga mampu membuat inflasi

tahun 2016 terjaga rendah.

Berdasarkan disagregasi inflasi, hampir semua kelompok komoditas mengalami penurunan inflasi walaupun komoditas volatile

food kembali meningkat pada triwulan IV 2016 seiring dengan buruknya cuaca di Provinsi NTT. Komoditas administered prices

mampu menjadi penahan inflasi utama di NTT terutama disebabkan oleh turunnya harga bensin, solar dan angkutan udara.

Namun demikian, tingginya harga rokok menahan penurunan inflasi yang terjadi.

Inflasi pada triwulan I 2017 diperkirakan akan mengalami peningkatan terutama disebabkan oleh kenaikan harga komoditas

yang diatur oleh pemerintah seperti biaya perpanjangan STNK, kenaikan tarif listrik rumah tangga golongan 900VA, kenaikan

cukai rokok yang berimbas pada kenaikan biaya rokok dan tembakau serta adanya kenaikan tarif pulsa ponsel seiring tingginya

biaya investasi yang telah dilakukan.

Perkembangan I nflasi03

Foto : Pasar Tradisional Soe

Tabel 2.3 Ringkasan Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur

APBN / APBD

PENDAPATAN DAERAH

BELANJA DAERAH

Belanja Modal

Belanja Konsumsi

Belanja Pegawai

Belanja Barang dan Jasa

Belanja Hibah

Belanja Bantuan Sosial

Belanja Bagi Hasil

Bantuan Keuangan

Konsumsi Lainnya

Belanja Lainnya

SURPLUS/DEFISIT

PEMBIAYAAN DAERAH

Penerimaan

SILPA Tahun Lalu

Lainnya

Pengeluaran

Penyertaan Modal

Lainnya

PEMBIAYAAN NETTO

SILPA SEKARANG

REALISASI

628,955

8,630,135

2,824,440

5,805,695

2,480,188

3,303,991

-

21,516

-

-

-

-

(8,001,180)

20,611,135

23,101,823

5,985,164

17,116,659

9,467,678

4,320,345

210,029

45,553

12,803

2,974,954

85,297

-

(2,490,688)

2,613,528

2,592,783

20,745

123,840

109,700

14,140

2,489,688

(1,000)

3,681,480

3,792,776

609,740

3,183,037

652,293

659,013

1,457,069

10,849

381,324

20,489

2,000

-

(111,296)

166,296

158,726

7,570

55,000

50,000

5,000

111,296

-

24,921,570

35,524,735

9,419,344

26,105,390

12,600,159

8,283,349

1,667,097

77,918

394,127

2,995,444

87,297

-

(10,603,164)

2,779,825

2,751,509

28,316

178,840

159,700

19,140

2,600,985

(1,000)

2,808,318

7,235,046

2,205,873

5,029,173

2,478,951

2,529,108

-

21,114

-

-

-

-

(4,426,728)

19,315,997

20,016,986

4,854,274

15,162,713

8,666,441

3,325,937

185,532

36,802

9,180

2,919,034

19,787

-

(700,989)

2,608,762

2,592,719

16,044

108,575

97,699

10,876

2,500,147

1,799,158

3,862,469

3,694,627

598,155

3,096,472

635,639

610,080

1,472,021

10,849

347,285

19,449

1,149

-

167,842

164,662

158,726

5,936

54,960

50,000

4,960

109,702

277,544

25,986,784

30,946,659

7,658,302

23,288,358

11,781,030

6,465,126

1,657,552

68,765

356,465

2,938,483

20,937

-

(4,959,875)

2,773,425

2,751,445

21,980

163,535

147,699

15,836

2,609,850

2,076,703

Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

APBN KAB PROV TOTAL APBN KAB PROV TOTAL

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

42 Februari 2017

Page 69: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Inflasi Provinsi NTT tahun 2016 mengalami penurunan signifikan dibanding tahun sebelumnya, yaitu dari

4,92% (yoy) di tahun 2015 menjadi 2,48% (yoy) di tahun 2016, lebih rendah dibanding inflasi nasional yang

sebesar 3,02% (yoy) atau rata-rata inflasi NTT dalam 3 tahun terakhir yang sebesar 5,05% (yoy). Hal ini

menjadikan inflasi tahunan NTT menjadi capaian inflasi terendah setidaknya dalam 15 tahun terakhir. Besarnya

penurunan tersebut, selain disebabkan oleh kondisi pasokan yang relatif lebih terjaga dibanding tahun sebelumnya, juga

disebabkan oleh kenaikan inflasi di triwulan IV 2016 yang tidak setinggi tahun sebelumnya, sehingga secara tahunan

mengalami penurunan. Komoditas padi-padian, sayur-sayuran serta daging dan hasil-hasilnya yang pada tahun

sebelumnya menjadi penyumbang utama inflasi NTT, di tahun 2016 sudah relatif stabil dan bahkan mengalami penurunan

untuk komoditas padi-padian. Komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau menjadi penyumbang utama inflasi

terutama disebabkan oleh adanya peningkatan cukai rokok, selain juga kenaikan harga minuman dan makanan jadi.

Inflasi komoditas perumahan, listrik dan bahan bakar, sandang, kesehatan dan pendidikan pada tahun 2016 juga relatif

stabil, bahkan kelompok komoditas transportasi, komunikasi dan jasa keuangan mengalami deflasi yang terutama

disebabkan oleh adanya penurunan tarif penerbangan seiring dengan bertambahnya jumlah penerbangan di NTT.

3.1. KONDISI UMUM

Berdasarkan komoditas utama penyumbang inflasi dan deflasi di Provinsi NTT di sepanjang tahun 2016, didapatkan 21

komoditas yang secara terus menerus menjadi penyumbang inflasi utama di Provinsi NTT terdiri dari 16 Komoditas bahan

makanan, 2 komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau, 2 komoditas perumahan, listrik, gas dan bahan bakar serta

1 komoditas transportasi. Komoditas sawi putih menjadi komoditas utama yang paling bergejolak di sepanjang tahun

2016 dengan total sebanyak 12 kali menjadi penyumbang inflasi dan deflasi utama di NTT, diikuti oleh komoditas

angkutan udara sebanyak 11 kali, kangkung, daging ayam ras dan tomat sayur (10 kali), bayam dan ikan kembung (9 kali),

kentang (8 kali), tongkol, ayam hidup, cabai merah, tarif listrik, dan gula pasir (7 kali), bawang merah dan cabai rawit (6

kali), rokok kretek filter, ikan tembang, telur ayam ras, beras, daun singkong dan semen masing-masing sebanyak 5 kali.

Fluktuasi harga sayur-sayuran, bumbu-bumbuan dan ikan-ikanan lebih disebabkan oleh adanya keterbatasan pasokan

terutama pada saat cuaca buruk, begitu pula dengan komoditas ayam yang mengalami keterbatasan DOC. Komoditas

angkutan udara walaupun mengalami deflasi, namun besarnya fluktuasi harga yang terjadi masih menunjukkan adanya

keterbatasan daya angkut pesawat, sehingga adanya sedikit kenaikan permintaan langsung berimbas terhadap kenaikan

harga. Kenaikan harga komoditas rokok lebih disebabkan oleh kenaikan bea cukai yang dibebankan bertahap di tiap

bulannya, demikian juga dengan tarif listrik yang meningkat mengikuti kenaikan biaya bahan bakar. Secara umum,

besarnya fluktuasi inflasi yang terjadi tersebut mencerminkan adanya keterbatasan pasokan, sehingga menjaga

keseimbangan neraca konsumsi dengan menyediakan pasokan yang berimbang menjadi hal yang mendesak untuk

dilakukan.

GRAFIK 3.1. INFLASI TAHUNAN PROVINSI NTT DAN NASIONAL 2001-2016

NTT INDONESIA

INFLASI TAHUNAN (%)

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

TAHUN

02468

1012141618

ANGKUTAN UDARA

AYAM HIDUP

BAWANG MERAH

BAYAM

BERAS

CABAI MERAH

CABAI RAWIT

DAGING AYAM RAS

DAUN SINGKONG

GULA PASIR

KANGKUNG

KEMBUNG

KENTANG

ROKOK KRETEK FILTER

SAWI PUTIH

SEMEN

TARIP LISTRIK

TELUR AYAM RAS

TEMBANG

TOMAT SAYUR

TONGKOL

GAB 21 KOMINFLASI

JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OCT NOV DEC-1

-0.5

0

0.5

1

1.5

2

GRAFIK 3.2. KOMODITAS UTAMA PENYUMBANG INFLASI SEPANJANG TAHUN 2016 DI PROVINSI NTT

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

45Februari 2017

Page 70: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Inflasi Provinsi NTT tahun 2016 mengalami penurunan signifikan dibanding tahun sebelumnya, yaitu dari

4,92% (yoy) di tahun 2015 menjadi 2,48% (yoy) di tahun 2016, lebih rendah dibanding inflasi nasional yang

sebesar 3,02% (yoy) atau rata-rata inflasi NTT dalam 3 tahun terakhir yang sebesar 5,05% (yoy). Hal ini

menjadikan inflasi tahunan NTT menjadi capaian inflasi terendah setidaknya dalam 15 tahun terakhir. Besarnya

penurunan tersebut, selain disebabkan oleh kondisi pasokan yang relatif lebih terjaga dibanding tahun sebelumnya, juga

disebabkan oleh kenaikan inflasi di triwulan IV 2016 yang tidak setinggi tahun sebelumnya, sehingga secara tahunan

mengalami penurunan. Komoditas padi-padian, sayur-sayuran serta daging dan hasil-hasilnya yang pada tahun

sebelumnya menjadi penyumbang utama inflasi NTT, di tahun 2016 sudah relatif stabil dan bahkan mengalami penurunan

untuk komoditas padi-padian. Komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau menjadi penyumbang utama inflasi

terutama disebabkan oleh adanya peningkatan cukai rokok, selain juga kenaikan harga minuman dan makanan jadi.

Inflasi komoditas perumahan, listrik dan bahan bakar, sandang, kesehatan dan pendidikan pada tahun 2016 juga relatif

stabil, bahkan kelompok komoditas transportasi, komunikasi dan jasa keuangan mengalami deflasi yang terutama

disebabkan oleh adanya penurunan tarif penerbangan seiring dengan bertambahnya jumlah penerbangan di NTT.

3.1. KONDISI UMUM

Berdasarkan komoditas utama penyumbang inflasi dan deflasi di Provinsi NTT di sepanjang tahun 2016, didapatkan 21

komoditas yang secara terus menerus menjadi penyumbang inflasi utama di Provinsi NTT terdiri dari 16 Komoditas bahan

makanan, 2 komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau, 2 komoditas perumahan, listrik, gas dan bahan bakar serta

1 komoditas transportasi. Komoditas sawi putih menjadi komoditas utama yang paling bergejolak di sepanjang tahun

2016 dengan total sebanyak 12 kali menjadi penyumbang inflasi dan deflasi utama di NTT, diikuti oleh komoditas

angkutan udara sebanyak 11 kali, kangkung, daging ayam ras dan tomat sayur (10 kali), bayam dan ikan kembung (9 kali),

kentang (8 kali), tongkol, ayam hidup, cabai merah, tarif listrik, dan gula pasir (7 kali), bawang merah dan cabai rawit (6

kali), rokok kretek filter, ikan tembang, telur ayam ras, beras, daun singkong dan semen masing-masing sebanyak 5 kali.

Fluktuasi harga sayur-sayuran, bumbu-bumbuan dan ikan-ikanan lebih disebabkan oleh adanya keterbatasan pasokan

terutama pada saat cuaca buruk, begitu pula dengan komoditas ayam yang mengalami keterbatasan DOC. Komoditas

angkutan udara walaupun mengalami deflasi, namun besarnya fluktuasi harga yang terjadi masih menunjukkan adanya

keterbatasan daya angkut pesawat, sehingga adanya sedikit kenaikan permintaan langsung berimbas terhadap kenaikan

harga. Kenaikan harga komoditas rokok lebih disebabkan oleh kenaikan bea cukai yang dibebankan bertahap di tiap

bulannya, demikian juga dengan tarif listrik yang meningkat mengikuti kenaikan biaya bahan bakar. Secara umum,

besarnya fluktuasi inflasi yang terjadi tersebut mencerminkan adanya keterbatasan pasokan, sehingga menjaga

keseimbangan neraca konsumsi dengan menyediakan pasokan yang berimbang menjadi hal yang mendesak untuk

dilakukan.

GRAFIK 3.1. INFLASI TAHUNAN PROVINSI NTT DAN NASIONAL 2001-2016

NTT INDONESIA

INFLASI TAHUNAN (%)

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

TAHUN

02468

1012141618

ANGKUTAN UDARA

AYAM HIDUP

BAWANG MERAH

BAYAM

BERAS

CABAI MERAH

CABAI RAWIT

DAGING AYAM RAS

DAUN SINGKONG

GULA PASIR

KANGKUNG

KEMBUNG

KENTANG

ROKOK KRETEK FILTER

SAWI PUTIH

SEMEN

TARIP LISTRIK

TELUR AYAM RAS

TEMBANG

TOMAT SAYUR

TONGKOL

GAB 21 KOMINFLASI

JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OCT NOV DEC-1

-0.5

0

0.5

1

1.5

2

GRAFIK 3.2. KOMODITAS UTAMA PENYUMBANG INFLASI SEPANJANG TAHUN 2016 DI PROVINSI NTT

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

45Februari 2017

Page 71: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Tabel 3.2. Komoditas Penyumbang Inflasi Utama Bulanan di Provinsi NTT

Daging Ayam Ras

Sawi Putih

Beras

Buncis

Tarip Listrik

Bayam

Ayam Hidup

Tembang

Bawang Putih

Kubis

12.95

20.16

0.79

74.74

1.64

12.96

4.03

9.58

7.73

33.81

Komoditas Inflasi (%)

0.14

0.11

0.05

0.05

0.05

0.03

0.03

0.02

0.02

0.02

Andil (%)

Sumber : BPS diolah

OKTOBER

Sawi Putih

Daging Ayam Ras

Tomat Sayur

Cabai Merah

Bawang Merah

Tongkol

Cabai Rawit

Rokok Kretek Filter

Pepaya

Telur Ayam Ras

43.98

9.68

50.67

38.77

17.46

13.43

79.19

1.89

36.97

3.13

Komoditas Inflasi (%)

0.27

0.11

0.09

0.08

0.07

0.07

0.06

0.04

0.03

0.02

Andil (%)

NOVEMBER

Angkutan Udara

Kembung

Ayam Hidup

Sawi Putih

Kangkung

Bawang Merah

Cabai Rawit

Tomat Sayur

Tongkol

Cakalang/Sisik

16.23

32.59

28.45

19.40

24.51

26.75

66.99

20.19

10.20

47.66

Komoditas Inflasi (%)

0.41

0.27

0.19

0.18

0.17

0.12

0.09

0.06

0.06

0.05

Andil (%)

DESEMBER

Tarip Listrik

Tarip Pulsa Ponsel

Cabai Rawit

Tembang

Perpanjangan STNK

Mobil

Kangkung

Kakap Merah

Daging Babi

Cakalang/Sisik

6.51

9.18

58.00

39.95

102.93

7.58

8.52

34.56

10.59

34.32

Komoditas Inflasi (%)

0.18

0.16

0.13

0.12

0.10

0.10

0.07

0.07

0.07

0.06

Andil (%)

JANUARI

Secara triwulanan, inflasi di triwulan IV 2016 mengalami peningkatan yang sangat signifikan dibanding 3

triwulan sebelumnya. Secara total, inflasi triwulanan pada triwulan IV mengalami peningkatan sebesar 2,92% (qtq),

terutama disebabkan oleh buruknya kondisi cuaca di NTT, peningkatan permintaan karena hari raya Natal dan tahun baru,

serta tingginya permintaan angkutan udara seiring dengan adanya acara nasional Hari Nusantara yang diadakan di

Kabupaten Lembata.

Pada bulan Oktober 2016, NTT mengalami inflasi sebesar 0,19% (mtm). Terbatasnya pasokan DOC membuat pasokan

ayam ras berkurang dan harga ayam ras mengalami kenaikan cukup tinggi. Harga sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan

juga mulai mengalami peningkatan setelah mengalami deflasi dalam 3 bulan terakhir. Ketersediaan pasokan ikan masih

relatif melimpah yang berkontribusi dalam menahan laju inflasi bulan Oktober 2016.

Pada bulan November, inflasi mulai meningkat cukup besar hingga 0,79% (mtm) terutama disebabkan oleh turunnya

pasokan sayur-sayuran, bumbu-bumbuan dan daging ayam ras yang disebabkan oleh buruknya kondisi cuaca yang

berdampak pada menurunnya pasokan komoditas dan gangguan distribusi. Dari 10 komoditas utama penyumbang

inflasi, hanya komoditas rokok kretek filter yang bukan merupakan komoditas bahan makanan. Namun demikian, adanya

penurunan tarif angkutan udara mampu membantu menahan inflasi yang terjadi.

3.1.1 Inflasi Bulanan

Pada bulan Desember, Provinsi NTT mengalami kenaikan inflasi yang signifikan hingga mencapai 1,92% (mtm). Tingginya

inflasi yang terjadi tersebut, membuat capaian inflasi NTT mengalami lonjakan dari posisi 0,55% (ytd) hingga bulan

November 2016 menjadi 2,48% (ytd/yoy) di bulan Desember 2016. Tingginya inflasi tersebut terutama disebabkan oleh

tingginya inflasi angkutan udara seiring dengan adanya even nasional Hari Nusantara dan libur Natal dan tahun baru.

Harga komoditas ikan-ikanan juga mengalami kenaikan luar biasa terutama disebabkan oleh buruknya kondisi cuaca,

sehingga banyak dari nelayan yang tidak bisa melaut. Pasokan komoditas sayur-sayuran juga mengalami penurunan

dikarenakan petani khawatir mengalami gagal panen sehingga lebih memilih untuk menanam dengan tanaman pangan.

Demikian pula dengan komoditas bawang merah dan cabai rawit yang juga mengalami kenaikan, selain karena adanya

penurunan pasokan, juga disebabkan oleh tingginya harga komoditas tersebut secara nasional, sehingga membuat

pedagang dan petani turut menaikkan harga sesuai dengan kenaikan yang terjadi secara nasional.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

47Februari 2017

GRAFIK 3.3. INFLASI TAHUNAN PROVINSI NTT DAN NASIONAL SECARA TRIWULANAN

Sumber : BPS, diolah

NASIONAL NTT

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

2013I II I I I IV

2017

1

2012I II I I I IV

0.01 1.01 2.01 3.01 4.01 5.01 6.01 7.01 8.01 9.01

10.01

3.49

2.48

Rendahnya inflasi tersebut selain disebabkan oleh relatif rendahnya nilai inflasi bulanan, juga pada tahun 2016 terjadi 5 kali

deflasi di bulan Februari, Maret, Juli, Agustus dan September 2016, sehingga nilai inflasi relatif dapat terkendali.

Berdasarkan pergerakan inflasi di tiap triwulan, terlihat bahwa inflasi mulai mengalami penurunan signifikan pada triwulan

III dan berlanjut di triwulan IV 2016. Dengan nilai inflasi sebesar 2, 48% (yoy), Provinsi NTT menjadi provinsi dengan nilai

inflasi terendah ke-10 di Indonesia.

Komoditas bawang merah menjadi komoditas penyumbang inflasi utama di tahun 2016 seiring dengan tingginya inflasi

yang terjadi pada bulan Januari, Mei dan Desember 2016 karena gangguan pasokan. Pada bulan Desember, bahkan

terdapat pengiriman ke luar daerah dikarenakan tingginya harga di luar NTT yang berdampak pada meningkatnya harga di

NTT. Komoditas rokok kretek dan kretek filter menjadi komoditas terbesar ke-2 penyumbang inflasi di NTT yang lebih

disebabkan oleh adanya kenaikan cukai rokok. Tingginya inflasi sawi putih, cabai merah, kangkung dan ikan tongkol lebih

disebabkan oleh penurunan pasokan di pasar. Sedangkan tingginya inflasi tahu mentah dan bawang putih lebih

disebabkan oleh adanya kenaikan harga bahan baku kedelai dan impor bawang putih dari pemasok.

Rendahnya harga minyak dunia di tahun 2016 juga direspon oleh penurunan harga BBM yang terjadi. Harga komoditas

beras juga relatif stabil di sepanjang tahun 2016 yang lebih disebabkan oleh lancarnya pasokan dari Makasar, Sumbawa

dan Surabaya seiring dengan adanya pelonggaran proteksi cadangan pangan di daerah tersebut. Penurunan harga bahan

bangunan lebih disebabkan oleh kondisi ketersediaan barang yang cukup, disertai dengan kondisi permintaan yang tidak

sebesar tahun sebelumnya. Penambahan rute dan frekuensi penerbangan telah mampu menurunkan harga tiket

walaupun ketersediaan armada masih relatif terbatas yang terlihat dari tingginya fluktuasi yang terjadi, sedangkan

penurunan harga daging ayam lebih disebabkan oleh tingginya posisi harga di tahun sebelumnya.

Tabel 3.1. 10 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Tahunan di Provinsi NTT

BAWANG MERAH

ROKOK KRETEK FILTER

SAWI PUTIH

CABAI MERAH

PISANG

TAHU MENTAH

KANGKUNG

ROKOK KRETEK

BAWANG PUTIH

TONGKOL

137.29

19.56

29.93

72.68

43.37

44.93

25.49

24.14

45.00

28.05

KOMODITAS INFLASI

PENYUMBANG INFLASI UTAMA

YOY

0.63

0.37

0.27

0.22

0.20

0.19

0.17

0.17

0.15

0.15

SUM YOY

BENSIN

BERAS

KEMBUNG

SEMEN

ANGKUTAN UDARA

DAUN SINGKONG

BESI BETON

SOLAR

WORTEL

DAGING AYAM RAS

(11.52)

(3.55)

(24.03)

(6.95)

(3.22)

(45.82)

(6.21)

(23.03)

(49.35)

(3.39)

KOMODITAS DEFLASI

PENYUMBANG DEFLASI UTAMA

YOY

(0.31)

(0.24)

(0.20)

(0.17)

(0.08)

(0.07)

(0.05)

(0.05)

(0.05)

(0.04)

SUM YOY

Sumber : BPS diolah

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

46 Februari 2017

Page 72: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Tabel 3.2. Komoditas Penyumbang Inflasi Utama Bulanan di Provinsi NTT

Daging Ayam Ras

Sawi Putih

Beras

Buncis

Tarip Listrik

Bayam

Ayam Hidup

Tembang

Bawang Putih

Kubis

12.95

20.16

0.79

74.74

1.64

12.96

4.03

9.58

7.73

33.81

Komoditas Inflasi (%)

0.14

0.11

0.05

0.05

0.05

0.03

0.03

0.02

0.02

0.02

Andil (%)

Sumber : BPS diolah

OKTOBER

Sawi Putih

Daging Ayam Ras

Tomat Sayur

Cabai Merah

Bawang Merah

Tongkol

Cabai Rawit

Rokok Kretek Filter

Pepaya

Telur Ayam Ras

43.98

9.68

50.67

38.77

17.46

13.43

79.19

1.89

36.97

3.13

Komoditas Inflasi (%)

0.27

0.11

0.09

0.08

0.07

0.07

0.06

0.04

0.03

0.02

Andil (%)

NOVEMBER

Angkutan Udara

Kembung

Ayam Hidup

Sawi Putih

Kangkung

Bawang Merah

Cabai Rawit

Tomat Sayur

Tongkol

Cakalang/Sisik

16.23

32.59

28.45

19.40

24.51

26.75

66.99

20.19

10.20

47.66

Komoditas Inflasi (%)

0.41

0.27

0.19

0.18

0.17

0.12

0.09

0.06

0.06

0.05

Andil (%)

DESEMBER

Tarip Listrik

Tarip Pulsa Ponsel

Cabai Rawit

Tembang

Perpanjangan STNK

Mobil

Kangkung

Kakap Merah

Daging Babi

Cakalang/Sisik

6.51

9.18

58.00

39.95

102.93

7.58

8.52

34.56

10.59

34.32

Komoditas Inflasi (%)

0.18

0.16

0.13

0.12

0.10

0.10

0.07

0.07

0.07

0.06

Andil (%)

JANUARI

Secara triwulanan, inflasi di triwulan IV 2016 mengalami peningkatan yang sangat signifikan dibanding 3

triwulan sebelumnya. Secara total, inflasi triwulanan pada triwulan IV mengalami peningkatan sebesar 2,92% (qtq),

terutama disebabkan oleh buruknya kondisi cuaca di NTT, peningkatan permintaan karena hari raya Natal dan tahun baru,

serta tingginya permintaan angkutan udara seiring dengan adanya acara nasional Hari Nusantara yang diadakan di

Kabupaten Lembata.

Pada bulan Oktober 2016, NTT mengalami inflasi sebesar 0,19% (mtm). Terbatasnya pasokan DOC membuat pasokan

ayam ras berkurang dan harga ayam ras mengalami kenaikan cukup tinggi. Harga sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan

juga mulai mengalami peningkatan setelah mengalami deflasi dalam 3 bulan terakhir. Ketersediaan pasokan ikan masih

relatif melimpah yang berkontribusi dalam menahan laju inflasi bulan Oktober 2016.

Pada bulan November, inflasi mulai meningkat cukup besar hingga 0,79% (mtm) terutama disebabkan oleh turunnya

pasokan sayur-sayuran, bumbu-bumbuan dan daging ayam ras yang disebabkan oleh buruknya kondisi cuaca yang

berdampak pada menurunnya pasokan komoditas dan gangguan distribusi. Dari 10 komoditas utama penyumbang

inflasi, hanya komoditas rokok kretek filter yang bukan merupakan komoditas bahan makanan. Namun demikian, adanya

penurunan tarif angkutan udara mampu membantu menahan inflasi yang terjadi.

3.1.1 Inflasi Bulanan

Pada bulan Desember, Provinsi NTT mengalami kenaikan inflasi yang signifikan hingga mencapai 1,92% (mtm). Tingginya

inflasi yang terjadi tersebut, membuat capaian inflasi NTT mengalami lonjakan dari posisi 0,55% (ytd) hingga bulan

November 2016 menjadi 2,48% (ytd/yoy) di bulan Desember 2016. Tingginya inflasi tersebut terutama disebabkan oleh

tingginya inflasi angkutan udara seiring dengan adanya even nasional Hari Nusantara dan libur Natal dan tahun baru.

Harga komoditas ikan-ikanan juga mengalami kenaikan luar biasa terutama disebabkan oleh buruknya kondisi cuaca,

sehingga banyak dari nelayan yang tidak bisa melaut. Pasokan komoditas sayur-sayuran juga mengalami penurunan

dikarenakan petani khawatir mengalami gagal panen sehingga lebih memilih untuk menanam dengan tanaman pangan.

Demikian pula dengan komoditas bawang merah dan cabai rawit yang juga mengalami kenaikan, selain karena adanya

penurunan pasokan, juga disebabkan oleh tingginya harga komoditas tersebut secara nasional, sehingga membuat

pedagang dan petani turut menaikkan harga sesuai dengan kenaikan yang terjadi secara nasional.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

47Februari 2017

GRAFIK 3.3. INFLASI TAHUNAN PROVINSI NTT DAN NASIONAL SECARA TRIWULANAN

Sumber : BPS, diolah

NASIONAL NTT

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

2013I II I I I IV

2017

1

2012I II I I I IV

0.01 1.01 2.01 3.01 4.01 5.01 6.01 7.01 8.01 9.01

10.01

3.49

2.48

Rendahnya inflasi tersebut selain disebabkan oleh relatif rendahnya nilai inflasi bulanan, juga pada tahun 2016 terjadi 5 kali

deflasi di bulan Februari, Maret, Juli, Agustus dan September 2016, sehingga nilai inflasi relatif dapat terkendali.

Berdasarkan pergerakan inflasi di tiap triwulan, terlihat bahwa inflasi mulai mengalami penurunan signifikan pada triwulan

III dan berlanjut di triwulan IV 2016. Dengan nilai inflasi sebesar 2, 48% (yoy), Provinsi NTT menjadi provinsi dengan nilai

inflasi terendah ke-10 di Indonesia.

Komoditas bawang merah menjadi komoditas penyumbang inflasi utama di tahun 2016 seiring dengan tingginya inflasi

yang terjadi pada bulan Januari, Mei dan Desember 2016 karena gangguan pasokan. Pada bulan Desember, bahkan

terdapat pengiriman ke luar daerah dikarenakan tingginya harga di luar NTT yang berdampak pada meningkatnya harga di

NTT. Komoditas rokok kretek dan kretek filter menjadi komoditas terbesar ke-2 penyumbang inflasi di NTT yang lebih

disebabkan oleh adanya kenaikan cukai rokok. Tingginya inflasi sawi putih, cabai merah, kangkung dan ikan tongkol lebih

disebabkan oleh penurunan pasokan di pasar. Sedangkan tingginya inflasi tahu mentah dan bawang putih lebih

disebabkan oleh adanya kenaikan harga bahan baku kedelai dan impor bawang putih dari pemasok.

Rendahnya harga minyak dunia di tahun 2016 juga direspon oleh penurunan harga BBM yang terjadi. Harga komoditas

beras juga relatif stabil di sepanjang tahun 2016 yang lebih disebabkan oleh lancarnya pasokan dari Makasar, Sumbawa

dan Surabaya seiring dengan adanya pelonggaran proteksi cadangan pangan di daerah tersebut. Penurunan harga bahan

bangunan lebih disebabkan oleh kondisi ketersediaan barang yang cukup, disertai dengan kondisi permintaan yang tidak

sebesar tahun sebelumnya. Penambahan rute dan frekuensi penerbangan telah mampu menurunkan harga tiket

walaupun ketersediaan armada masih relatif terbatas yang terlihat dari tingginya fluktuasi yang terjadi, sedangkan

penurunan harga daging ayam lebih disebabkan oleh tingginya posisi harga di tahun sebelumnya.

Tabel 3.1. 10 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Tahunan di Provinsi NTT

BAWANG MERAH

ROKOK KRETEK FILTER

SAWI PUTIH

CABAI MERAH

PISANG

TAHU MENTAH

KANGKUNG

ROKOK KRETEK

BAWANG PUTIH

TONGKOL

137.29

19.56

29.93

72.68

43.37

44.93

25.49

24.14

45.00

28.05

KOMODITAS INFLASI

PENYUMBANG INFLASI UTAMA

YOY

0.63

0.37

0.27

0.22

0.20

0.19

0.17

0.17

0.15

0.15

SUM YOY

BENSIN

BERAS

KEMBUNG

SEMEN

ANGKUTAN UDARA

DAUN SINGKONG

BESI BETON

SOLAR

WORTEL

DAGING AYAM RAS

(11.52)

(3.55)

(24.03)

(6.95)

(3.22)

(45.82)

(6.21)

(23.03)

(49.35)

(3.39)

KOMODITAS DEFLASI

PENYUMBANG DEFLASI UTAMA

YOY

(0.31)

(0.24)

(0.20)

(0.17)

(0.08)

(0.07)

(0.05)

(0.05)

(0.05)

(0.04)

SUM YOY

Sumber : BPS diolah

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

46 Februari 2017

Page 73: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Sumber : BPS, diolah

GRAFIK 3.7. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS BAHAN MAKANAN PER SUB KELOMPOK KOMODITAS

PADI-PADIAN, UMBI-UMBIAN DAN HASILNYA

DAGING DAN HASIL-HASILNYA

IKAN SEGAR

IKAN DIAWETKAN

TELUR, SUSU DANHASIL-HASILNYA

SAYUR-SAYURANKACANG - KACANGAN

BUAH - BUAHAN

BUMBU - BUMBUAN

LEMAK DAN MINYAK

BAHAN MAKANAN LAINNYA

Sumber : BPS, diolah

GRAFIK 3. 6. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS BAHAN MAKANAN SECARA TRIWULANAN, TAHUNAN DAN BULANAN

YOY QTQ MTM

-30

-20

-10

0

10

20

YOY QTQ

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112

2014

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112

2015

1 2 3

2016

4 5 6 7 8 9 101112

2017

1

(10.00)

(5.00)

-

5.00

10.00

15.00

2.25

10.35

1.40

Tabel 3.4. Inflasi di Provinsi NTT berdasarkan Kelompok Komoditas

KOMODITI

Sumber : BPS diolah

IHK 2016

OCT NOV

INFLASI UMUM

BAHAN MAKANAN

MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU

PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR

SANDANG

KESEHATAN

PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA

TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA

124.7

116.5

143.7

123.2

124.3

115.3

126.1

127.8

125.7

120.4

144.4

123.6

123.7

115.4

126.2

126.8

DES

128.1

126.7

144.5

123.6

125.0

115.7

127.0

130.1

129.1

128.5

145.1

124.9

124.1

115.9

127.5

130.7

JAN

YOY

IV JAN

2.48

3.86

8.83

0.77

3.84

2.72

2.82

(2.52)

2.48

2.25

7.69

0.55

3.42

3.00

3.15

0.71

IHK 2017

Nilai inflasi bahan makanan pada akhir tahun 2016 sebesar 3,86% (yoy) jauh lebih rendah dibanding rata-rata

inflasi bahan makanan dalam 3 tahun terakhir yang sebesar 6,12% (av-yoy). Rendahnya posisi harga bahan

makanan hingga triwulan III 2016 cukup membantu menahan kenaikan harga yang cukup tinggi di triwulan IV 2016 yang

mencapai 9,62% (qtq), lebih tinggi dibanding kenaikan tahun sebelumnya yang sebesar 8,79% (qtq). Tingginya inflasi

bahan makanan di triwulan IV 2016 lebih disebabkan oleh adanya anomali musim La-Nina, yang berdampak pada

buruknya kondisi cuaca di NTT. Hal ini menyebabkan adanya penurunan produksi beberapa produk hortikultura karena

serangan hama, penurunan produktivitas ataupun perubahan tanaman ke tanaman pangan untuk menghindari serangan

hama. Selain itu, banyak nelayan tidak berani melaut seiring dengan tingginya ombak di perairan NTT yang mencapai 5

meter, sehingga pasokan ikan mengalami penurunan. Tingginya gelombang juga membuat distribusi barang terganggu

seiring dengan ditutupnya beberapa pelabuhan penyeberangan utama di NTT. Semua hal tersebut membuat pasokan

secara umum mengalami penurunan dan meningkatkan harga jual.

Adanya perayaan hari raya Natal dan tahun baru juga telah meningkatkan permintaan komoditas bahan makanan secara

cukup signifikan. Berdasarkan sub kelompok komoditas, komoditas bumbu-bumbuan menjadi komoditas dengan

kenaikan inflasi tertinggi mencapai 41,70% (yoy) terutama disebabkan oleh kenaikan harga bawang merah, bawang

putih, cabai merah dan cabai rawit karena adanya penurunan pasokan dan gangguan distribusi akibat dari gangguan

cuaca yang terjadi. Komoditas kacang-kacangan dan sayur-sayuran menjadi komoditas lainnya yang menjadi

penyumbang utama inflasi bahan makanan dengan nilai inflasi masing-masing sebesar 17,58% (yoy) dan 3,73% (yoy).

Tingginya inflasi kacang-kacangan lebih disebabkan oleh tingginya kenaikan harga tahu mentah pada awal triwulan II

2016, sedangkan inflasi sayur-sayuran disebabkan oleh tingginya kenaikan harga sawi putih, kangkung, seledri, sawi

putih, tomat sayur, buncis dan bayam di triwulan IV seiring dengan adanya penurunan pasokan karena kondisi cuaca.

Beberapa komoditas sayur lainnya cenderung memiliki inflasi yang rendah bahkan deflasi terutama disebabkan oleh

tingginya kenaikan harga di tahun sebelumnya sehingga dibandingkan dengan posisi harga tahun sebelumnya, harga

komoditas sayur lainnya cenderung lebih rendah.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

49Februari 2017

GRAFIK 3.5. PERBANDINGAN INFLASI DI WILAYAH BALINUSRA

Sumber : BPS, diolah

BALI NTB NTT BALI NTB NTT

TAHUNAN TRIWULANAN (1,50)

(0,50)

0,50

1,50

2,50

3,50

4,50

3.34

2.60 2.48

0.86 1.07

2.92

GRAFIK 3.4. PERBANDINGAN INFLASI 5 REGIONAL DI INDONESIA

Sumber : BPS, diolah

TAHUNAN TRIWULANAN

KA

LIM

AN

TAN

SULA

MPU

A

BALI

NU

SRA

JAW

A

SUM

ATE

RA

KA

LIM

AN

TAN

SULA

MPU

A

BALI

NU

SRA

JAW

A

SUM

ATE

RA

3.38

2.46 3.01

2.56

4.52

0.96 0.80 1.25

0.88

- 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 4.00 4.50 5.00

1.62

Tabel 3.3. Komoditas Penyumbang Deflasi Utama Bulanan di Provinsi NTT

Kangkung

Angkutan Udara

Kembung

Kakap Merah

Tomat Sayur

Tarip Pulsa Ponsel

Wortel

Ekor Kuning

Telur Ayam Ras

Gula Pasir

(11.39)

(2.92)

(5.61)

(15.62)

(18.87)

(2.01)

(22.85)

(12.39)

(2.30)

(1.92)

Komoditas Deflasi (%)

(0.09)

(0.08)

(0.05)

(0.04)

(0.04)

(0.04)

(0.03)

(0.02)

(0.02)

(0.02)

Andil (%)

Sumber : BPS diolah

Angkutan Udara

Kakap Merah

Kangkung

Sepatu

Ekor Kuning

Beras

Kembung

Cakalang

Daging Ayam Kampung

Jagung Manis

(5.69)

(22.33)

(5.42)

(13.30)

(17.21)

(0.37)

(1.98)

(12.11)

(8.74)

(19.60)

Komoditas Deflasi (%)

(0.15)

(0.05)

(0.04)

(0.03)

(0.02)

(0.02)

(0.02)

(0.01)

(0.01)

(0.01)

Andil (%)

Cabai Merah

Daging Ayam Ras

Air Minum Pikulan

Tempe

Daun Singkong

Labu Siam/Jipang

Merah

Jeruk

Gula Pasir

Minyak Goreng

(25.91)

(4.59)

(9.05)

(5.60)

(14.34)

(28.98)

(19.99)

(11.79)

(1.47)

(0.91)

Komoditas Deflasi (%)

(0.08)

(0.06)

(0.04)

(0.02)

(0.02)

(0.02)

(0.02)

(0.02)

(0.01)

(0.01)

Andil (%)

Angkutan Udara

Sawi Putih

Ayam Hidup

Bawang Merah

Daging Ayam Ras

Tomat Sayur

Bunga Pepaya

Beras

Pucuk Labu

Sepatu

(10.48)

(25.45)

(10.04)

(7.34)

(3.25)

(9.38)

(17.70)

(0.38)

(16.64)

(4.07)

Komoditas Deflasi (%)

(0.30)

(0.27)

(0.08)

(0.04)

(0.04)

(0.03)

(0.03)

(0.03)

(0.02)

(0.01)

Andil (%)

Berdasarkan kawasan, regional Sulampua mampu menjadi daerah dengan capaian inflasi terendah di Indonesia, diikuti

wilayah Jawa, Balinusra, Kalimantan dan Sumatera. Secara triwulanan, inflasi di Wilayah Balinusra mengalami inflasi

terbesar kedua setelah Sumatera. Tingginya inflasi di Balinusra secara triwulanan terutama disebabkan oleh tingginya

inflasi di Provinsi NTT yang disebabkan oleh adanya peningkatan permintaan jelang hari raya Natal dan tahun baru. Namun

demikian, secara tahunan, inflasi Provinsi NTT menjadi inflasi terendah di kawasan, diikuti oleh NTB (2,60% - yoy) dan Bali

(3,34% - yoy).

Konsistensi kenaikan harga rokok dan tembakau di sepanjang tahun 2016 dan kenaikan harga makanan jadi

dan minuman tak beralkohol telah membuat kelompok komoditas makanan, minuman dan tembakau menjadi

penyumbang utama inflasi di Provinsi NTT tahun 2016. Adapun komoditas bahan makanan menjadi

penyumbang terbesar ke-2 terutama disebabkan oleh tingginya harga bumbu-bumbuan. Beberapa kelompok

komoditas lainnya seperti perumahan, listrik, gas dan bahan bakar, sandang, kesehatan dan pendidikan cenderung stabil

di sepanjang tahun 2016, dengan hanya beberapa komoditas yang mengalami kenaikan. Bahkan, kelompok komoditas

transportasi, rekreasi dan olah raga justru mengalami deflasi secara tahunan, walaupun secara bulanan mengalami

fluktuasi inflasi yang cukup tinggi terutama disebabkan oleh fluktuasi tarif angkutan udara. Adanya peningkatan rute dan

tarif berhasil menjaga nilai inflasi tetap rendah. Namun demikian, jumlah angkutan dirasa masih kurang mencukupi pada

saat-saat tertentu yang terlihat dari lonjakan tarif yang cukup besar terutama menjelang hari raya atau even-even nasional

yang diselenggarakan di Provinsi NTT.

3.2. INFLASI BERDASARKAN KELOMPOK KOMODITAS

OKTOBER NOVEMBER DESEMBER JANUARI

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

48 Februari 2017

3.2.1 Bahan Makanan

Page 74: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Sumber : BPS, diolah

GRAFIK 3.7. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS BAHAN MAKANAN PER SUB KELOMPOK KOMODITAS

PADI-PADIAN, UMBI-UMBIAN DAN HASILNYA

DAGING DAN HASIL-HASILNYA

IKAN SEGAR

IKAN DIAWETKAN

TELUR, SUSU DANHASIL-HASILNYA

SAYUR-SAYURANKACANG - KACANGAN

BUAH - BUAHAN

BUMBU - BUMBUAN

LEMAK DAN MINYAK

BAHAN MAKANAN LAINNYA

Sumber : BPS, diolah

GRAFIK 3. 6. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS BAHAN MAKANAN SECARA TRIWULANAN, TAHUNAN DAN BULANAN

YOY QTQ MTM

-30

-20

-10

0

10

20

YOY QTQ

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112

2014

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112

2015

1 2 3

2016

4 5 6 7 8 9 101112

2017

1

(10.00)

(5.00)

-

5.00

10.00

15.00

2.25

10.35

1.40

Tabel 3.4. Inflasi di Provinsi NTT berdasarkan Kelompok Komoditas

KOMODITI

Sumber : BPS diolah

IHK 2016

OCT NOV

INFLASI UMUM

BAHAN MAKANAN

MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU

PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR

SANDANG

KESEHATAN

PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA

TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA

124.7

116.5

143.7

123.2

124.3

115.3

126.1

127.8

125.7

120.4

144.4

123.6

123.7

115.4

126.2

126.8

DES

128.1

126.7

144.5

123.6

125.0

115.7

127.0

130.1

129.1

128.5

145.1

124.9

124.1

115.9

127.5

130.7

JAN

YOY

IV JAN

2.48

3.86

8.83

0.77

3.84

2.72

2.82

(2.52)

2.48

2.25

7.69

0.55

3.42

3.00

3.15

0.71

IHK 2017

Nilai inflasi bahan makanan pada akhir tahun 2016 sebesar 3,86% (yoy) jauh lebih rendah dibanding rata-rata

inflasi bahan makanan dalam 3 tahun terakhir yang sebesar 6,12% (av-yoy). Rendahnya posisi harga bahan

makanan hingga triwulan III 2016 cukup membantu menahan kenaikan harga yang cukup tinggi di triwulan IV 2016 yang

mencapai 9,62% (qtq), lebih tinggi dibanding kenaikan tahun sebelumnya yang sebesar 8,79% (qtq). Tingginya inflasi

bahan makanan di triwulan IV 2016 lebih disebabkan oleh adanya anomali musim La-Nina, yang berdampak pada

buruknya kondisi cuaca di NTT. Hal ini menyebabkan adanya penurunan produksi beberapa produk hortikultura karena

serangan hama, penurunan produktivitas ataupun perubahan tanaman ke tanaman pangan untuk menghindari serangan

hama. Selain itu, banyak nelayan tidak berani melaut seiring dengan tingginya ombak di perairan NTT yang mencapai 5

meter, sehingga pasokan ikan mengalami penurunan. Tingginya gelombang juga membuat distribusi barang terganggu

seiring dengan ditutupnya beberapa pelabuhan penyeberangan utama di NTT. Semua hal tersebut membuat pasokan

secara umum mengalami penurunan dan meningkatkan harga jual.

Adanya perayaan hari raya Natal dan tahun baru juga telah meningkatkan permintaan komoditas bahan makanan secara

cukup signifikan. Berdasarkan sub kelompok komoditas, komoditas bumbu-bumbuan menjadi komoditas dengan

kenaikan inflasi tertinggi mencapai 41,70% (yoy) terutama disebabkan oleh kenaikan harga bawang merah, bawang

putih, cabai merah dan cabai rawit karena adanya penurunan pasokan dan gangguan distribusi akibat dari gangguan

cuaca yang terjadi. Komoditas kacang-kacangan dan sayur-sayuran menjadi komoditas lainnya yang menjadi

penyumbang utama inflasi bahan makanan dengan nilai inflasi masing-masing sebesar 17,58% (yoy) dan 3,73% (yoy).

Tingginya inflasi kacang-kacangan lebih disebabkan oleh tingginya kenaikan harga tahu mentah pada awal triwulan II

2016, sedangkan inflasi sayur-sayuran disebabkan oleh tingginya kenaikan harga sawi putih, kangkung, seledri, sawi

putih, tomat sayur, buncis dan bayam di triwulan IV seiring dengan adanya penurunan pasokan karena kondisi cuaca.

Beberapa komoditas sayur lainnya cenderung memiliki inflasi yang rendah bahkan deflasi terutama disebabkan oleh

tingginya kenaikan harga di tahun sebelumnya sehingga dibandingkan dengan posisi harga tahun sebelumnya, harga

komoditas sayur lainnya cenderung lebih rendah.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

49Februari 2017

GRAFIK 3.5. PERBANDINGAN INFLASI DI WILAYAH BALINUSRA

Sumber : BPS, diolah

BALI NTB NTT BALI NTB NTT

TAHUNAN TRIWULANAN (1,50)

(0,50)

0,50

1,50

2,50

3,50

4,50

3.34

2.60 2.48

0.86 1.07

2.92

GRAFIK 3.4. PERBANDINGAN INFLASI 5 REGIONAL DI INDONESIA

Sumber : BPS, diolah

TAHUNAN TRIWULANAN

KA

LIM

AN

TAN

SULA

MPU

A

BALI

NU

SRA

JAW

A

SUM

ATE

RA

KA

LIM

AN

TAN

SULA

MPU

A

BALI

NU

SRA

JAW

A

SUM

ATE

RA

3.38

2.46 3.01

2.56

4.52

0.96 0.80 1.25

0.88

- 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 4.00 4.50 5.00

1.62

Tabel 3.3. Komoditas Penyumbang Deflasi Utama Bulanan di Provinsi NTT

Kangkung

Angkutan Udara

Kembung

Kakap Merah

Tomat Sayur

Tarip Pulsa Ponsel

Wortel

Ekor Kuning

Telur Ayam Ras

Gula Pasir

(11.39)

(2.92)

(5.61)

(15.62)

(18.87)

(2.01)

(22.85)

(12.39)

(2.30)

(1.92)

Komoditas Deflasi (%)

(0.09)

(0.08)

(0.05)

(0.04)

(0.04)

(0.04)

(0.03)

(0.02)

(0.02)

(0.02)

Andil (%)

Sumber : BPS diolah

Angkutan Udara

Kakap Merah

Kangkung

Sepatu

Ekor Kuning

Beras

Kembung

Cakalang

Daging Ayam Kampung

Jagung Manis

(5.69)

(22.33)

(5.42)

(13.30)

(17.21)

(0.37)

(1.98)

(12.11)

(8.74)

(19.60)

Komoditas Deflasi (%)

(0.15)

(0.05)

(0.04)

(0.03)

(0.02)

(0.02)

(0.02)

(0.01)

(0.01)

(0.01)

Andil (%)

Cabai Merah

Daging Ayam Ras

Air Minum Pikulan

Tempe

Daun Singkong

Labu Siam/Jipang

Merah

Jeruk

Gula Pasir

Minyak Goreng

(25.91)

(4.59)

(9.05)

(5.60)

(14.34)

(28.98)

(19.99)

(11.79)

(1.47)

(0.91)

Komoditas Deflasi (%)

(0.08)

(0.06)

(0.04)

(0.02)

(0.02)

(0.02)

(0.02)

(0.02)

(0.01)

(0.01)

Andil (%)

Angkutan Udara

Sawi Putih

Ayam Hidup

Bawang Merah

Daging Ayam Ras

Tomat Sayur

Bunga Pepaya

Beras

Pucuk Labu

Sepatu

(10.48)

(25.45)

(10.04)

(7.34)

(3.25)

(9.38)

(17.70)

(0.38)

(16.64)

(4.07)

Komoditas Deflasi (%)

(0.30)

(0.27)

(0.08)

(0.04)

(0.04)

(0.03)

(0.03)

(0.03)

(0.02)

(0.01)

Andil (%)

Berdasarkan kawasan, regional Sulampua mampu menjadi daerah dengan capaian inflasi terendah di Indonesia, diikuti

wilayah Jawa, Balinusra, Kalimantan dan Sumatera. Secara triwulanan, inflasi di Wilayah Balinusra mengalami inflasi

terbesar kedua setelah Sumatera. Tingginya inflasi di Balinusra secara triwulanan terutama disebabkan oleh tingginya

inflasi di Provinsi NTT yang disebabkan oleh adanya peningkatan permintaan jelang hari raya Natal dan tahun baru. Namun

demikian, secara tahunan, inflasi Provinsi NTT menjadi inflasi terendah di kawasan, diikuti oleh NTB (2,60% - yoy) dan Bali

(3,34% - yoy).

Konsistensi kenaikan harga rokok dan tembakau di sepanjang tahun 2016 dan kenaikan harga makanan jadi

dan minuman tak beralkohol telah membuat kelompok komoditas makanan, minuman dan tembakau menjadi

penyumbang utama inflasi di Provinsi NTT tahun 2016. Adapun komoditas bahan makanan menjadi

penyumbang terbesar ke-2 terutama disebabkan oleh tingginya harga bumbu-bumbuan. Beberapa kelompok

komoditas lainnya seperti perumahan, listrik, gas dan bahan bakar, sandang, kesehatan dan pendidikan cenderung stabil

di sepanjang tahun 2016, dengan hanya beberapa komoditas yang mengalami kenaikan. Bahkan, kelompok komoditas

transportasi, rekreasi dan olah raga justru mengalami deflasi secara tahunan, walaupun secara bulanan mengalami

fluktuasi inflasi yang cukup tinggi terutama disebabkan oleh fluktuasi tarif angkutan udara. Adanya peningkatan rute dan

tarif berhasil menjaga nilai inflasi tetap rendah. Namun demikian, jumlah angkutan dirasa masih kurang mencukupi pada

saat-saat tertentu yang terlihat dari lonjakan tarif yang cukup besar terutama menjelang hari raya atau even-even nasional

yang diselenggarakan di Provinsi NTT.

3.2. INFLASI BERDASARKAN KELOMPOK KOMODITAS

OKTOBER NOVEMBER DESEMBER JANUARI

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

48 Februari 2017

3.2.1 Bahan Makanan

Page 75: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Sumber : BPS, diolah

MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAUMINUMAN YANG TIDAK BERALKOHOL

MAKANAN JADITEMBAKAU DAN MINUMAN BERALKOHOL

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112

2014

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112

2015

1 2 3

2016

4 5 6 7 8 9 101112

2017

1

0%

5%

10%

15%

20%

25% YOY

GRAFIK 3.11. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU PER SUB KELOMPOK KOMODITAS

3.92

17.90

7.12

YOY QTQ MTM

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112

2014

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112

2015

1 2 3

2016

4 5 6 7 8 9 101112

2017

1

(2.00)

-

2.00

4.00

6.00

8.00

10.00

12.00

GRAFIK 3. 10. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU SECARA TRIWULANAN, TAHUNAN DAN BULANAN

7.69

0.990.43

Sumber : BPS, diolah

gula hingga 10,54% (yoy), sedangkan inflasi pada sub kelompok komoditas makanan jadi disebabkan oleh adanya

kenaikan inflasi komoditas mie, kue kering, ikan bakar, dan roti manis. Secara keseluruhan, hampir semua komoditas

makanan jadi mengalami kenaikan, walaupun tren pergerakannya mengalami penurunan yang terlihat dari rata-rata

inflasi 3 tahun terakhir yang mencapai 6,17% (av-yoy), lebih tinggi dibanding inflasi inflasi komoditas makanan jadi tahun

2016 yang sebesar 5,44% (yoy). Tingginya posisi harga makanan jadi di Provinsi NTT sekiranya dapat diturunkan dengan

terus membuka pusat kuliner baru di Kota Kupang pada khususnya.

Secara triwulanan, deflasi hanya terjadi pada komoditas minuman yang tidak beralkohol yang disebabkan oleh mulai

lancarnya pasokan gula pasir di NTT, sehingga harga gula pasir berangsur-angsur mengalami penurunan.

3.2.4 Komoditas Lainnya

Inflasi pada kelompok komoditas lainnya seperti komoditas perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar,

komoditas sandang, kesehatan maupun pendidikan masih relatif stabil. Kenaikan inflasi pada triwulan IV 2016

hanya terjadi pada beberapa komoditas seperti kenaikan biaya sewa rumah, upah pembantu rumah tangga pada

kelompok komoditas perumahan, serta kenaikan harga sandang laki-laki pada kelompok komoditas sandang. Penurunan

harga justru terjadi pada komoditas sandang wanita, anak-anak serta barang pribadi dan sandang lain walaupun tidak

terlalu besar.

3.3. DISAGREGASI INFLASI

Berdasarkan disagregasi, pada triwulan IV 2016 terjadi peningkatan inflasi komoditas volatile food yang

cukup tinggi seiring dengan memburuknya kondisi cuaca di NTT. Namun demikian, kondisi peningkatan masih

relatif terjaga dibanding tahun sebelumnya, sehingga inflasi masih relatif terjaga. Komoditas inti

menunjukkan adanya perlambatan inflasi, demikian pula halnya dengan komoditas administered prices.

02468

101214161820

Sumber : BPS, diolah

GRAFIK 3. 12. DISAGREGASI INFLASI DAN SUMBANGAN INFLASI TAHUNAN PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

SUM VFSUM CORE INF VFSUM AP INFLASI (YOY)INF CORE INF AP

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2014

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2015

1 2 3

2016

4 5 6 7 8 9 10 11 12

2017

1

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

51Februari 2017

Sumber : BPS, diolah

GRAFIK 3.9. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN PER SUB KELOMPOK KOMODITAS

TRANSPOR, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGANTRANSPOR

KOMUNIKASI DAN PENGIRIMANJASA KEUANGAN SARANA DAN PENUNJANG TRANSPOR

TAHUNAN

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112

2014

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112

2015

1 2 3

2016

4 5 6 7 8 9 101112

2017

1

-5%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

Sumber : BPS, diolah

GRAFIK 3.8. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN SECARA TRIWULANAN, TAHUNAN DAN BULANAN

YOY QTQ MTM

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112

2014

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112

2015

1 2 3

2016

4 5 6 7 8 9 101112

2017

1

(7.0)

(2.0)

3.0

8.0

13.0

18.0

23.0

0.712.27

0.49

Kenaikan harga daging dan hasil-hasilnya lebih disebabkan oleh lonjakan permintaan menjelang hari raya Natal dan di sisi

lain juga terjadi keterbatasan pasokan karena terbatasnya jumlah DOC yang ada di pasar. Komoditas ikan segar mengalami

kenaikan secara triwulanan sebesar 13,34% (qtq) terutama dikarenakan kondisi nelayan yang tidak dapat melaut seiring

dengan buruknya cuaca. Namun demikian, secara tahunan, harga komoditas ikan segar tidak mengalami kenaikan

berarti.

Komoditas transportasi, komunikasi dan jasa keuangan pada tahun 2016 justru menjadi satu-satunya

kelompok komoditas yang mengalami deflasi (-2,52% - yoy), melanjutkan tren di tahun sebelumnya yang juga

mengalami deflasi sebesar -1,04% (yoy). Adanya penurunan harga BBM bersubsidi seiring dengan masih rendahnya

harga minyak dunia dan kecenderungan penurunan tarif angkutan udaran seiring penambahan rute dan frekuensi

angkutan udara menjadi penyebab utama deflasi di kelompok komoditas ini. Dampak positif perluasan runway bandara

masih dirasakan hingga saat ini yang terlihat dari banyaknya penambahan rute dan frekuensi pesawat di sepanjang tahun

2016. Penambahan rute baru tersebut berdampak positif dalam meningkatkan persaingan dan pelayanan angkutan udara

yang terlihat dari turunnya tarif angkutan udara di NTT. Namun demikian, jumlah tersebut dirasakan masih kurang

mencukupi yang terlihat dari besarnya fluktuasi harga yang terjadi, sehingga di sepanjang tahun 2016, angkutan udara

hampir selalu menjadi komoditas penyumbang inflasi dan deflasi utama di NTT. Sinergi kebijakan perlu terus dilakukan

oleh pemerintah seperti halnya terkait pengembangan kebijakan pariwisata. Selain berpotensi meningkatkan ekonomi,

investasi dan lapangan kerja seiring dengan datangnya wisatawan, peningkatan pariwisata juga dapat menambah

frekuensi penerbangan, sehingga fluktuasi inflasi dapat lebih terjaga seiring dengan adanya peningkatan pasokan

angkutan udara. Kenaikan harga secara tahunan juga terjadi pada komoditas jasa keuangan yang disebabkan oleh adanya

kenaikan biaya administrasi di awal tahun, sedangkan inflasi pada komoditas komunikasi dan pengiriman, serta komoditas

sarana dan penunjang transportasi pada triwulan IV 2016 cenderung tetap.

3.2.2 Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan

3.2.3 Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau

Makanan jadi, minuman dan tembakau pada tahun 2016 menjadi penyumbang utama inflasi di Provinsi NTT dengan nilai

inflasi mencapai 8,83% (yoy), lebih tinggi dibanding rata-rata inflasi komoditas dalam 3 tahun terakhir yang sebesar

7,74% (av-yoy). Tingginya inflasi sub kelompok komoditas tembakau dan minuman beralkohol terutama disebabkan oleh

dikeluarkannya peraturan menteri keuangan nomor 198/PMK.010/2015 yang isinya tentang perubahan pengenaan tarif

cukai rokok dengan rata-rata kenaikan sebesar 11,5%. Kenaikan cukai rokok tersebut ditanggapi produsen dengan

menaikkan harga rokok secara bertahap di tiap bulannya hingga total mengalami inflasi sebesar 18,31% (yoy) dengan

kenaikan harga terbesar pada rokok kretek yang mencapai 24,14% (yoy) dan rokok kretek filter yang mencapai 19,56%

(yoy). Inflasi pada sub kelompok komoditas minuman yang tidak beralkohol terutama disebabkan oleh kenaikan harga

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

50 Februari 2017

Page 76: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Sumber : BPS, diolah

MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAUMINUMAN YANG TIDAK BERALKOHOL

MAKANAN JADITEMBAKAU DAN MINUMAN BERALKOHOL

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112

2014

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112

2015

1 2 3

2016

4 5 6 7 8 9 101112

2017

1

0%

5%

10%

15%

20%

25% YOY

GRAFIK 3.11. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU PER SUB KELOMPOK KOMODITAS

3.92

17.90

7.12

YOY QTQ MTM

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112

2014

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112

2015

1 2 3

2016

4 5 6 7 8 9 101112

2017

1

(2.00)

-

2.00

4.00

6.00

8.00

10.00

12.00

GRAFIK 3. 10. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU SECARA TRIWULANAN, TAHUNAN DAN BULANAN

7.69

0.990.43

Sumber : BPS, diolah

gula hingga 10,54% (yoy), sedangkan inflasi pada sub kelompok komoditas makanan jadi disebabkan oleh adanya

kenaikan inflasi komoditas mie, kue kering, ikan bakar, dan roti manis. Secara keseluruhan, hampir semua komoditas

makanan jadi mengalami kenaikan, walaupun tren pergerakannya mengalami penurunan yang terlihat dari rata-rata

inflasi 3 tahun terakhir yang mencapai 6,17% (av-yoy), lebih tinggi dibanding inflasi inflasi komoditas makanan jadi tahun

2016 yang sebesar 5,44% (yoy). Tingginya posisi harga makanan jadi di Provinsi NTT sekiranya dapat diturunkan dengan

terus membuka pusat kuliner baru di Kota Kupang pada khususnya.

Secara triwulanan, deflasi hanya terjadi pada komoditas minuman yang tidak beralkohol yang disebabkan oleh mulai

lancarnya pasokan gula pasir di NTT, sehingga harga gula pasir berangsur-angsur mengalami penurunan.

3.2.4 Komoditas Lainnya

Inflasi pada kelompok komoditas lainnya seperti komoditas perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar,

komoditas sandang, kesehatan maupun pendidikan masih relatif stabil. Kenaikan inflasi pada triwulan IV 2016

hanya terjadi pada beberapa komoditas seperti kenaikan biaya sewa rumah, upah pembantu rumah tangga pada

kelompok komoditas perumahan, serta kenaikan harga sandang laki-laki pada kelompok komoditas sandang. Penurunan

harga justru terjadi pada komoditas sandang wanita, anak-anak serta barang pribadi dan sandang lain walaupun tidak

terlalu besar.

3.3. DISAGREGASI INFLASI

Berdasarkan disagregasi, pada triwulan IV 2016 terjadi peningkatan inflasi komoditas volatile food yang

cukup tinggi seiring dengan memburuknya kondisi cuaca di NTT. Namun demikian, kondisi peningkatan masih

relatif terjaga dibanding tahun sebelumnya, sehingga inflasi masih relatif terjaga. Komoditas inti

menunjukkan adanya perlambatan inflasi, demikian pula halnya dengan komoditas administered prices.

02468

101214161820

Sumber : BPS, diolah

GRAFIK 3. 12. DISAGREGASI INFLASI DAN SUMBANGAN INFLASI TAHUNAN PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

SUM VFSUM CORE INF VFSUM AP INFLASI (YOY)INF CORE INF AP

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2014

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2015

1 2 3

2016

4 5 6 7 8 9 10 11 12

2017

1

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

51Februari 2017

Sumber : BPS, diolah

GRAFIK 3.9. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN PER SUB KELOMPOK KOMODITAS

TRANSPOR, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGANTRANSPOR

KOMUNIKASI DAN PENGIRIMANJASA KEUANGAN SARANA DAN PENUNJANG TRANSPOR

TAHUNAN

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112

2014

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112

2015

1 2 3

2016

4 5 6 7 8 9 101112

2017

1

-5%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

Sumber : BPS, diolah

GRAFIK 3.8. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN SECARA TRIWULANAN, TAHUNAN DAN BULANAN

YOY QTQ MTM

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112

2014

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112

2015

1 2 3

2016

4 5 6 7 8 9 101112

2017

1

(7.0)

(2.0)

3.0

8.0

13.0

18.0

23.0

0.712.27

0.49

Kenaikan harga daging dan hasil-hasilnya lebih disebabkan oleh lonjakan permintaan menjelang hari raya Natal dan di sisi

lain juga terjadi keterbatasan pasokan karena terbatasnya jumlah DOC yang ada di pasar. Komoditas ikan segar mengalami

kenaikan secara triwulanan sebesar 13,34% (qtq) terutama dikarenakan kondisi nelayan yang tidak dapat melaut seiring

dengan buruknya cuaca. Namun demikian, secara tahunan, harga komoditas ikan segar tidak mengalami kenaikan

berarti.

Komoditas transportasi, komunikasi dan jasa keuangan pada tahun 2016 justru menjadi satu-satunya

kelompok komoditas yang mengalami deflasi (-2,52% - yoy), melanjutkan tren di tahun sebelumnya yang juga

mengalami deflasi sebesar -1,04% (yoy). Adanya penurunan harga BBM bersubsidi seiring dengan masih rendahnya

harga minyak dunia dan kecenderungan penurunan tarif angkutan udaran seiring penambahan rute dan frekuensi

angkutan udara menjadi penyebab utama deflasi di kelompok komoditas ini. Dampak positif perluasan runway bandara

masih dirasakan hingga saat ini yang terlihat dari banyaknya penambahan rute dan frekuensi pesawat di sepanjang tahun

2016. Penambahan rute baru tersebut berdampak positif dalam meningkatkan persaingan dan pelayanan angkutan udara

yang terlihat dari turunnya tarif angkutan udara di NTT. Namun demikian, jumlah tersebut dirasakan masih kurang

mencukupi yang terlihat dari besarnya fluktuasi harga yang terjadi, sehingga di sepanjang tahun 2016, angkutan udara

hampir selalu menjadi komoditas penyumbang inflasi dan deflasi utama di NTT. Sinergi kebijakan perlu terus dilakukan

oleh pemerintah seperti halnya terkait pengembangan kebijakan pariwisata. Selain berpotensi meningkatkan ekonomi,

investasi dan lapangan kerja seiring dengan datangnya wisatawan, peningkatan pariwisata juga dapat menambah

frekuensi penerbangan, sehingga fluktuasi inflasi dapat lebih terjaga seiring dengan adanya peningkatan pasokan

angkutan udara. Kenaikan harga secara tahunan juga terjadi pada komoditas jasa keuangan yang disebabkan oleh adanya

kenaikan biaya administrasi di awal tahun, sedangkan inflasi pada komoditas komunikasi dan pengiriman, serta komoditas

sarana dan penunjang transportasi pada triwulan IV 2016 cenderung tetap.

3.2.2 Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan

3.2.3 Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau

Makanan jadi, minuman dan tembakau pada tahun 2016 menjadi penyumbang utama inflasi di Provinsi NTT dengan nilai

inflasi mencapai 8,83% (yoy), lebih tinggi dibanding rata-rata inflasi komoditas dalam 3 tahun terakhir yang sebesar

7,74% (av-yoy). Tingginya inflasi sub kelompok komoditas tembakau dan minuman beralkohol terutama disebabkan oleh

dikeluarkannya peraturan menteri keuangan nomor 198/PMK.010/2015 yang isinya tentang perubahan pengenaan tarif

cukai rokok dengan rata-rata kenaikan sebesar 11,5%. Kenaikan cukai rokok tersebut ditanggapi produsen dengan

menaikkan harga rokok secara bertahap di tiap bulannya hingga total mengalami inflasi sebesar 18,31% (yoy) dengan

kenaikan harga terbesar pada rokok kretek yang mencapai 24,14% (yoy) dan rokok kretek filter yang mencapai 19,56%

(yoy). Inflasi pada sub kelompok komoditas minuman yang tidak beralkohol terutama disebabkan oleh kenaikan harga

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

50 Februari 2017

Page 77: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

GRAFIK 3.13. EKSPEKTASI HARGA KONSUMEN 3 DAN 6 BULAN KE DEPAN

EKSPEKTASI HARGA 3 BLN YAD INFLASI EKSPEKTASI HARGA 6 BLN YAD

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112

2015

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112

2016

1 2 3

2017

4 5 6 7140.00

150.00

160.00

170.00

180.00

190.00

200.00

(1.50) (1.00) (0.50)

- 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00

Sumber : Bank Indonesia, diolah

Ekspektasi harga konsumen dalam 3 dan 6 bulan mendatang menunjukkan adanya penurunan setelah bulan

Januari 2017. Kenaikan diperkirakan akan terjadi pada bulan Mei, melambat di bulan Juni dan kembali meningkat di

bulan Juli. Namun demikian, arah ekspektasi inflasi ini sepertinya masih dipengaruhi kondisi historis yang cenderung

meningkat di bulan Juli karena adanya hari raya Idul Fitri dan libur sekolah. Dengan kondisi hari raya Idul Fitri yang di tahun

2017 terjadi di akhir bulan Juni, maka kenaikan inflasi diperkirakan terjadi pada bulan Juni dan Juli 2017.

Pada tahun 2016, Kota Kupang mengalami inflasi terendah dalam 15 tahun terakhir dengan nilai inflasi sebesar

2,31% (yoy), jauh lebih rendah dibanding inflasi pada tahun sebelumnya yang sebesar 5,07% (yoy). Deflasi yang

terjadi pada komoditas transportasi, komunikasi dan jasa keuangan sebesar -2,4% (yoy) menjadi pendorong utama

rendahnya inflasi di Kota Kupang. Selain itu, komoditas perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar, sandang, kesehatan,

pendidikan, rekreasi dan olah raga juga menunjukkan nilai yang rendah dan stabil. Inflasi bahan makanan juga relatif

rendah dengan nilai inflasi hanya sebesar 3,88% (yoy), jauh lebih rendah dibanding tahun sebelumnya yang sebesar

9,55% (yoy). Komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau pada tahun 2016 ini menjadi penyumbang inflasi

tertinggi di Kota Kupang dengan nilai inflasi sebesar 9,10% (yoy), lebih tinggi dibanding nilai inflasi tahun sebelumnya

yang sebesar 8,63% (yoy). Tingginya kenaikan cukai rokok ditambah dengan kenaikan biaya dan keuntungan lainnya

pada komoditas tembakau dan minuman beralkohol membuat inflasi pada komoditas ini mengalami peningkatan

signifikan hingga 18,88% (yoy) di sepanjang tahun 2016.

Berdasarkan komoditas, adanya penurunan harga beras, BBM, angkutan udara, ikan segar dan biaya tempat tinggal telah

mampu menahan inflasi dengan andil deflasi mencapai -0,94% (sum - yoy). Adapun kenaikan harga bumbu-bumbuan,

tembakau dan minuman beralkohol, makanan jadi dan minuman tak beralkohol, sayur-sayuran, kacang-kacangan dan

pendidikan telah menyebabkan inflasi dengan andil mencapai 2,94% (sum - yoy). Walaupun secara triwulanan harga ikan

segar mengalami peningkatan yang cukup besar, namun dikarenakan tingginya posisi harga di tahun sebelumnya,

membuat secara tahunan, harga ikan segar masih mengalami penurunan. Kenaikan harga signifikan pada komoditas

bawang merah, bawang putih, cabai merah dan cabai rawit telah menjadi penyumbang utama inflasi di Kota Kupang yang

terutama disebabkan oleh adanya penurunan pasokan maupun perdagangan barang ke luar daerah yang disebabkan oleh

harga barang yang lebih tinggi di daerah lain, sehingga harga di Kota Kupang juga bergerak naik. Kenaikan harga sandang

anak-anak dan laki-laki juga mampu menyumbang inflasi, namun masih dalam batas wajar.

3.4. INFLASI NTT BERDASARKAN KOTA

3.4.1 Inflasi Kota Kupang

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

53Februari 2017

Setelah mengalami penurunan yang cukup signifikan pada triwulan III 2016, inflasi kelompok komoditas

volatile foods kembali mengalami kenaikan signifikan terutama pada bulan November dan Desember yang

disebabkan oleh tingginya permintaan menjelang hari raya Natal dan tahun baru, serta memburuknya kondisi

cuaca yang mengganggu distribusi barang dan menurunkan pasokan komoditas. Namun demikian, secara

tahunan, nilai inflasi volatile foods masih dapat terjaga seiring dengan nilai kenaikan inflasi triwulan IV yang

tidak sebesar tahun sebelumnya. Nilai inflasi volatile food pada triwulan IV sebesar 3,62% (yoy), meningkat dibanding

posisi inflasi triwulan sebelumnya yang sebesar 2,86% (yoy), namun lebih rendah dibanding nilai inflasi pada triwulan yang

sama tahun sebelumnya yang sebesar 8,86% (yoy). Relatif tingginya posisi harga di tahun sebelumnya berhasil meredam

kenaikan inflasi di tahun 2016. Beberapa komoditas sayur-sayuran mengalami deflasi, demikian pula dengan komoditas

daging dan hasil-hasilnya, maupun komoditas ikan segar. Pasokan beras yang cukup lancar dan melimpah juga berhasil

menurunkan inflasi padi-padian sebesar -3,02% (yoy).

3.3.1 Kelompok Volatile foods

Berdasarkan pergerakan harga yang terjadi, inflasi volatile food mengalami titik terendah pada triwulan III 2016. Pada

triwulan IV 2016, harga komoditas volatile food berangsur-angsur mengalami peningkatan seiring dengan mulai

datangnya musim penghujan dan mencapai titik inflasi tertinggi pada bulan Desember dengan nilai inflasi mencapai

5,38% (mtm) yang disebabkan oleh tingginya permintaan komoditas bahan makanan untuk merayakan hari raya Natal

dan tahun baru.

Walaupun pada bulan Desember inflasi administered price mengalami kenaikan seiring dengan tingginya kenaikan tarif

angkutan udara menjelang hari raya Natal dan tahun baru maupun adanya perayaan Hari Nusantara, Secara tahunan

inflasi administered price relatif rendah bahkan hanya tumbuh sebesar 0,79% (yoy) dibanding tahun sebelumnya.

Kenaikan cukai rokok masih menjadi penyebab utama inflasi komoditas administered prices. Namun demikian, adanya

penurunan tarif angkutan udara, bensin dan solar mampu menahan kenaikan inflasi pada komoditas tembakau dan

minuman beralkohol.

3.3.2 Kelompok Administered prices.

Inflasi kelompok inti pada triwulan IV 2016 hanya sebesar 2,63% (yoy), menurun dibanding posisi triwulan

sebelumnya yang sebesar 3,58% (yoy) atau tahun sebelumnya yang mencapai 4,69% (yoy). Rendahnya inflasi

komoditas inti lebih disebabkan oleh adanya penurunan biaya tempat tinggal, perlengkapan rumah tangga dan

perlengkapan pendidikan. Dibanding tahun sebelumnya, hampir semua komoditas pembentuknya juga mengalami

penurunan inflasi. Dari 22 kelompok komoditas pembentuknya, hanya 5 komoditas yang mengalami kenaikan inflasi yaitu

penyelenggaraan rumah tangga, rekreasi, olah raga, barang pribadi dan jasa kesehatan. Berdasarkan andil inflasi,

komoditas makanan jadi masih menjadi pendorong utama inflasi, diikuti oleh komoditas minuman tidak beralkohol,

pendidikan dan penyelenggaraan rumah tangga. Kenaikan harga makanan jadi dan minuman yang tidak beralkohol lebih

disebabkan oleh ketersediaan pusat kuliner yang masih kurang, walaupun membaik dibanding tahun sebelumnya.

Tingginya harga jual makanan jadi diharapkan dapat menarik pengusaha makanan untuk berinvestasi di NTT. Kenaikan

biaya penyelenggaraan rumah tangga lebih disebabkan oleh kenaikan upah pembantu rumah tangga yang mengalami

kenaikan 7,94% (yoy). Rata-rata kenaikan tersebut masih sangat wajar mengikuti kenaikan UMP yang terjadi.

3.3.3 Kelompok Inti (core)

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

52 Februari 2017

Page 78: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

GRAFIK 3.13. EKSPEKTASI HARGA KONSUMEN 3 DAN 6 BULAN KE DEPAN

EKSPEKTASI HARGA 3 BLN YAD INFLASI EKSPEKTASI HARGA 6 BLN YAD

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112

2015

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112

2016

1 2 3

2017

4 5 6 7140.00

150.00

160.00

170.00

180.00

190.00

200.00

(1.50) (1.00) (0.50)

- 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00

Sumber : Bank Indonesia, diolah

Ekspektasi harga konsumen dalam 3 dan 6 bulan mendatang menunjukkan adanya penurunan setelah bulan

Januari 2017. Kenaikan diperkirakan akan terjadi pada bulan Mei, melambat di bulan Juni dan kembali meningkat di

bulan Juli. Namun demikian, arah ekspektasi inflasi ini sepertinya masih dipengaruhi kondisi historis yang cenderung

meningkat di bulan Juli karena adanya hari raya Idul Fitri dan libur sekolah. Dengan kondisi hari raya Idul Fitri yang di tahun

2017 terjadi di akhir bulan Juni, maka kenaikan inflasi diperkirakan terjadi pada bulan Juni dan Juli 2017.

Pada tahun 2016, Kota Kupang mengalami inflasi terendah dalam 15 tahun terakhir dengan nilai inflasi sebesar

2,31% (yoy), jauh lebih rendah dibanding inflasi pada tahun sebelumnya yang sebesar 5,07% (yoy). Deflasi yang

terjadi pada komoditas transportasi, komunikasi dan jasa keuangan sebesar -2,4% (yoy) menjadi pendorong utama

rendahnya inflasi di Kota Kupang. Selain itu, komoditas perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar, sandang, kesehatan,

pendidikan, rekreasi dan olah raga juga menunjukkan nilai yang rendah dan stabil. Inflasi bahan makanan juga relatif

rendah dengan nilai inflasi hanya sebesar 3,88% (yoy), jauh lebih rendah dibanding tahun sebelumnya yang sebesar

9,55% (yoy). Komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau pada tahun 2016 ini menjadi penyumbang inflasi

tertinggi di Kota Kupang dengan nilai inflasi sebesar 9,10% (yoy), lebih tinggi dibanding nilai inflasi tahun sebelumnya

yang sebesar 8,63% (yoy). Tingginya kenaikan cukai rokok ditambah dengan kenaikan biaya dan keuntungan lainnya

pada komoditas tembakau dan minuman beralkohol membuat inflasi pada komoditas ini mengalami peningkatan

signifikan hingga 18,88% (yoy) di sepanjang tahun 2016.

Berdasarkan komoditas, adanya penurunan harga beras, BBM, angkutan udara, ikan segar dan biaya tempat tinggal telah

mampu menahan inflasi dengan andil deflasi mencapai -0,94% (sum - yoy). Adapun kenaikan harga bumbu-bumbuan,

tembakau dan minuman beralkohol, makanan jadi dan minuman tak beralkohol, sayur-sayuran, kacang-kacangan dan

pendidikan telah menyebabkan inflasi dengan andil mencapai 2,94% (sum - yoy). Walaupun secara triwulanan harga ikan

segar mengalami peningkatan yang cukup besar, namun dikarenakan tingginya posisi harga di tahun sebelumnya,

membuat secara tahunan, harga ikan segar masih mengalami penurunan. Kenaikan harga signifikan pada komoditas

bawang merah, bawang putih, cabai merah dan cabai rawit telah menjadi penyumbang utama inflasi di Kota Kupang yang

terutama disebabkan oleh adanya penurunan pasokan maupun perdagangan barang ke luar daerah yang disebabkan oleh

harga barang yang lebih tinggi di daerah lain, sehingga harga di Kota Kupang juga bergerak naik. Kenaikan harga sandang

anak-anak dan laki-laki juga mampu menyumbang inflasi, namun masih dalam batas wajar.

3.4. INFLASI NTT BERDASARKAN KOTA

3.4.1 Inflasi Kota Kupang

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

53Februari 2017

Setelah mengalami penurunan yang cukup signifikan pada triwulan III 2016, inflasi kelompok komoditas

volatile foods kembali mengalami kenaikan signifikan terutama pada bulan November dan Desember yang

disebabkan oleh tingginya permintaan menjelang hari raya Natal dan tahun baru, serta memburuknya kondisi

cuaca yang mengganggu distribusi barang dan menurunkan pasokan komoditas. Namun demikian, secara

tahunan, nilai inflasi volatile foods masih dapat terjaga seiring dengan nilai kenaikan inflasi triwulan IV yang

tidak sebesar tahun sebelumnya. Nilai inflasi volatile food pada triwulan IV sebesar 3,62% (yoy), meningkat dibanding

posisi inflasi triwulan sebelumnya yang sebesar 2,86% (yoy), namun lebih rendah dibanding nilai inflasi pada triwulan yang

sama tahun sebelumnya yang sebesar 8,86% (yoy). Relatif tingginya posisi harga di tahun sebelumnya berhasil meredam

kenaikan inflasi di tahun 2016. Beberapa komoditas sayur-sayuran mengalami deflasi, demikian pula dengan komoditas

daging dan hasil-hasilnya, maupun komoditas ikan segar. Pasokan beras yang cukup lancar dan melimpah juga berhasil

menurunkan inflasi padi-padian sebesar -3,02% (yoy).

3.3.1 Kelompok Volatile foods

Berdasarkan pergerakan harga yang terjadi, inflasi volatile food mengalami titik terendah pada triwulan III 2016. Pada

triwulan IV 2016, harga komoditas volatile food berangsur-angsur mengalami peningkatan seiring dengan mulai

datangnya musim penghujan dan mencapai titik inflasi tertinggi pada bulan Desember dengan nilai inflasi mencapai

5,38% (mtm) yang disebabkan oleh tingginya permintaan komoditas bahan makanan untuk merayakan hari raya Natal

dan tahun baru.

Walaupun pada bulan Desember inflasi administered price mengalami kenaikan seiring dengan tingginya kenaikan tarif

angkutan udara menjelang hari raya Natal dan tahun baru maupun adanya perayaan Hari Nusantara, Secara tahunan

inflasi administered price relatif rendah bahkan hanya tumbuh sebesar 0,79% (yoy) dibanding tahun sebelumnya.

Kenaikan cukai rokok masih menjadi penyebab utama inflasi komoditas administered prices. Namun demikian, adanya

penurunan tarif angkutan udara, bensin dan solar mampu menahan kenaikan inflasi pada komoditas tembakau dan

minuman beralkohol.

3.3.2 Kelompok Administered prices.

Inflasi kelompok inti pada triwulan IV 2016 hanya sebesar 2,63% (yoy), menurun dibanding posisi triwulan

sebelumnya yang sebesar 3,58% (yoy) atau tahun sebelumnya yang mencapai 4,69% (yoy). Rendahnya inflasi

komoditas inti lebih disebabkan oleh adanya penurunan biaya tempat tinggal, perlengkapan rumah tangga dan

perlengkapan pendidikan. Dibanding tahun sebelumnya, hampir semua komoditas pembentuknya juga mengalami

penurunan inflasi. Dari 22 kelompok komoditas pembentuknya, hanya 5 komoditas yang mengalami kenaikan inflasi yaitu

penyelenggaraan rumah tangga, rekreasi, olah raga, barang pribadi dan jasa kesehatan. Berdasarkan andil inflasi,

komoditas makanan jadi masih menjadi pendorong utama inflasi, diikuti oleh komoditas minuman tidak beralkohol,

pendidikan dan penyelenggaraan rumah tangga. Kenaikan harga makanan jadi dan minuman yang tidak beralkohol lebih

disebabkan oleh ketersediaan pusat kuliner yang masih kurang, walaupun membaik dibanding tahun sebelumnya.

Tingginya harga jual makanan jadi diharapkan dapat menarik pengusaha makanan untuk berinvestasi di NTT. Kenaikan

biaya penyelenggaraan rumah tangga lebih disebabkan oleh kenaikan upah pembantu rumah tangga yang mengalami

kenaikan 7,94% (yoy). Rata-rata kenaikan tersebut masih sangat wajar mengikuti kenaikan UMP yang terjadi.

3.3.3 Kelompok Inti (core)

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

52 Februari 2017

Page 79: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Grafik 3.6. Inflasi Inflasi di Kota Maumere berdasarkan Kelompok Komoditas

KOMODITI

Sumber : BPS diolah

IHK 2016

OCT NOV

INFLASI UMUM

BAHAN MAKANAN

MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU

PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR

SANDANG

KESEHATAN

PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA

TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA

118.7

105.9

145.4

119.3

111.8

113.4

142.6

112.8

119.9

108.7

145.6

120.0

111.9

113.8

142.6

112.8

DES

121.9

113.7

146.0

120.1

113.0

115.0

142.7

113.8

122.4

113.2

146.5

121.1

113.1

115.4

142.8

116.5

JAN

YOY

IV JAN

3.62

3.70

7.14

5.55

3.70

3.34

1.57

(3.44)

3.61

4.89

5.30

3.08

3.06

3.33

1.69

0.75

IHK 2017

Sumber : BPS, diolah

GRAFIK 3.15. INFLASI TAHUNAN KOTA MAUMERE

MAUMERE NTT

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

2013I II I I I IV

2012I II I I I IV

2017

1

0.02

1.02

2.02

3.02

4.02

5.02

6.02

7.02

8.02

9.02

3.61

2.48

cuaca yang berdampak pada penurunan pasokan ikan segar dan sayur-sayuran di pasar. Meskipun demikian, secara

tahunan harga masih relatif terkendali bahkan cenderung mengalami penurunan.

Berdasarkan andil komoditas terhadap inflasi di Kota Maumere, komoditas perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar

menjadi komoditas penyumbang utama inflasi dengan nilai inflasi sebesar 5,55% (yoy) dan memiliki andil terhadap inflasi

hingga sebesar 1,34% (sum-yoy). Tingginya sumbangan kelompok komoditas ini lebih disebabkan oleh meningkatnya

biaya kontrak rumah sejak awal tahun 2016 dan sewa rumah yang kembali meningkat pada triwulan IV 2016 yang mampu

memberikan andil pada inflasi Maumere hingga 0,90% (sum – yoy). Kenaikan tarif air minum PAM hingga sebesar 19,80%

(yoy) pada bulan September 2016 juga menyumbang inflasi hingga 0,20% (sum-yoy). Komoditas makanan jadi menjadi

komoditas penyumbang inflasi terbesar kedua di Maumere dengan andil hingga 1,2% (sum-yoy) terutama disebabkan

oleh meningkatnya harga rokok dan tembakau mengikuti kenaikan cukai rokok yang ada.

Adapun sektor transportasi, komunikasi dan jasa keuangan mampu menjadi komoditas utama yang menahan laju inflasi di

Kota Maumere. Deflasi pada komoditas ini terutama disebabkan oleh turunnya harga bensin hingga -11,45% (yoy),

angkutan udara hingga -35,63% (yoy), dan solar sebesar -23,13% (yoy). Penurunan tarif angkutan udara kemungkinan

disebabkan oleh turunnya jumlah penumpang yang berangkat dari bandara Frans Seda Maumere pada bulan Desember

2016 sebesar 0,55% (mtm) dan di sisi lain, frekuensi penerbangan justru mengalami penambahan.

3.5. PROYEKSI INFLASI PROVINSI NTT TRIWULAN I 2017

Inflasi pada triwulan I 2017 diperkirakan akan mengalami peningkatan, terutama disebabkan oleh kenaikan

tarif listrik untuk rumah tangga 900VA pada bulan Januari dan Maret 2017. Adanya kenaikan listrik hingga dua kali

tersebut, berpotensi menyebabkan inflasi tarif listrik hingga 14,5% dan memberikan andil terhadap inflasi triwulan I 2017

hingga 0,42%. Adanya kenaikan cukai rokok dengan kenaikan harga eceran rata-rata hingga 12,26% diperkirakan juga

akan membuat kenaikan harga rokok dilakukan rutin setiap bulannya sebagaimana terjadi pada tahun 2016. Kondisi

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

55Februari 2017

Tabel 3.5. Inflasi di Kota Kupang berdasarkan Kelompok Komoditas

KOMODITI

Sumber : BPS diolah

IHK 2016

OCT NOV

INFLASI UMUM

BAHAN MAKANAN

MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU

PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR

SANDANG

KESEHATAN

PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA

TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA

125.6

118.1

143.4

123.8

126.2

115.6

123.6

130.2

126.6

122.1

144.2

124.1

125.5

115.6

123.7

128.9

DES

129.1

128.7

144.2

124.2

126.9

115.9

124.6

132.6

130.1

130.9

144.9

125.5

125.7

116.0

125.2

132.9

JAN

YOY

IV JAN

2.31

3.88

9.10

0.10

3.86

2.63

3.04

(2.40)

2.32

1.92

8.06

0.18

3.47

2.95

3.41

0.70

IHK 2017

Sumber : BPS, diolah

GRAFIK 3.14. INFLASI TAHUNAN KOTA KUPANG

NTTKUPANG

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

2013I II I I I IV

2012I II I I I IV

2017

1 0.02 1.02 2.02 3.02 4.02 5.02 6.02 7.02 8.02 9.02

10.02

2.32

2.48

Selain ikan segar, beberapa komoditas yang mengalami kenaikan harga yang cukup besar pada triwulan IV

antara lain sayur-sayuran (28,27% - qtq), bumbu-bumbuan (25,67% - qtq), serta daging dan hasil-hasilnya

(11,86 – qtq). Kenaikan harga komoditas sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan lebih disebabkan oleh memburuknya

cuaca seiring dengan datangnya musim penghujan. Kenaikan harga daging lebih disebabkan oleh terbatasnya pasokan

daging ayam ras dan ayam hidup yang disebabkan oleh terbatasnya pasokan DOC secara nasional, sehingga berdampak

pada terbatasnya pasokan ayam di pasar. Di sisi lain, adanya peningkatan permintaan yang cukup tinggi untuk perayaan

hari raya Natal dan tahun baru membuat harga jual melonjak dikarenakan kekurangan pasokan komoditas yang ada.

3.4.2 Inflasi Kota Maumere

Berbeda dengan pola pergerakan inflasi di Kota Kupang, ketika inflasi di Kota Kupang bergerak menurun, inflasi di Kota

Maumere justru menunjukkan adanya kenaikan terutama di triwulan IV 2016 yang mengalami inflasi sebesar 3,61% (yoy).

Walaupun masih tergolong rendah, adanya kenaikan harga bahan makanan yang tinggi di triwulan IV 2016 telah

membuat inflasi bergerak naik dibanding posisi triwulan III yang hanya sebesar 2,28% (yoy). Kenaikan inflasi tersebut

terutama disebabkan oleh meningkatnya inflasi komoditas daging dan hasil-hasilnya (25,29% - yoy) dan buah-buahan

(23,14% - yoy). Kenaikan harga daging dan hasil-hasilnya terutama disebabkan oleh tingginya kenaikan harga ayam hidup

dan daging ayam ras masing-masing sebesar 25,65% (yoy) dan 8,37% (yoy). Kelangkaan penyediaan DOC menjadi

masalah utama penyediaan pasokan ayam ras di Pulau Flores, dikarenakan pemenuhan bibit ayam tersebut harus dipenuhi

dari Kupang, Bali atau Surabaya, sehingga adanya gangguan distribusi langsung berdampak pada kelangkaan penyediaan

DOC di Maumere. Permasalahan distribusi juga menjadi penyebab utama berkurangnya pasokan buah-buahan dari Jawa,

sehingga harga buah mengalami kenaikan yang cukup besar.

Secara triwulanan, selain komoditas ayam ras hidup dan buah-buahan, kenaikan inflasi juga terjadi pada komoditas sayur-

sayuran (19,89 – qtq) dan ikan segar (16,14 – qtq). Setelah cenderung mengalami penurunan harga hingga triwulan III

2016, harga komoditas sayur-sayuran dan ikan segar meningkat pada triwulan IV 2016 disebabkan oleh memburuknya

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

54 Februari 2017

Page 80: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Grafik 3.6. Inflasi Inflasi di Kota Maumere berdasarkan Kelompok Komoditas

KOMODITI

Sumber : BPS diolah

IHK 2016

OCT NOV

INFLASI UMUM

BAHAN MAKANAN

MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU

PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR

SANDANG

KESEHATAN

PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA

TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA

118.7

105.9

145.4

119.3

111.8

113.4

142.6

112.8

119.9

108.7

145.6

120.0

111.9

113.8

142.6

112.8

DES

121.9

113.7

146.0

120.1

113.0

115.0

142.7

113.8

122.4

113.2

146.5

121.1

113.1

115.4

142.8

116.5

JAN

YOY

IV JAN

3.62

3.70

7.14

5.55

3.70

3.34

1.57

(3.44)

3.61

4.89

5.30

3.08

3.06

3.33

1.69

0.75

IHK 2017

Sumber : BPS, diolah

GRAFIK 3.15. INFLASI TAHUNAN KOTA MAUMERE

MAUMERE NTT

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

2013I II I I I IV

2012I II I I I IV

2017

1

0.02

1.02

2.02

3.02

4.02

5.02

6.02

7.02

8.02

9.02

3.61

2.48

cuaca yang berdampak pada penurunan pasokan ikan segar dan sayur-sayuran di pasar. Meskipun demikian, secara

tahunan harga masih relatif terkendali bahkan cenderung mengalami penurunan.

Berdasarkan andil komoditas terhadap inflasi di Kota Maumere, komoditas perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar

menjadi komoditas penyumbang utama inflasi dengan nilai inflasi sebesar 5,55% (yoy) dan memiliki andil terhadap inflasi

hingga sebesar 1,34% (sum-yoy). Tingginya sumbangan kelompok komoditas ini lebih disebabkan oleh meningkatnya

biaya kontrak rumah sejak awal tahun 2016 dan sewa rumah yang kembali meningkat pada triwulan IV 2016 yang mampu

memberikan andil pada inflasi Maumere hingga 0,90% (sum – yoy). Kenaikan tarif air minum PAM hingga sebesar 19,80%

(yoy) pada bulan September 2016 juga menyumbang inflasi hingga 0,20% (sum-yoy). Komoditas makanan jadi menjadi

komoditas penyumbang inflasi terbesar kedua di Maumere dengan andil hingga 1,2% (sum-yoy) terutama disebabkan

oleh meningkatnya harga rokok dan tembakau mengikuti kenaikan cukai rokok yang ada.

Adapun sektor transportasi, komunikasi dan jasa keuangan mampu menjadi komoditas utama yang menahan laju inflasi di

Kota Maumere. Deflasi pada komoditas ini terutama disebabkan oleh turunnya harga bensin hingga -11,45% (yoy),

angkutan udara hingga -35,63% (yoy), dan solar sebesar -23,13% (yoy). Penurunan tarif angkutan udara kemungkinan

disebabkan oleh turunnya jumlah penumpang yang berangkat dari bandara Frans Seda Maumere pada bulan Desember

2016 sebesar 0,55% (mtm) dan di sisi lain, frekuensi penerbangan justru mengalami penambahan.

3.5. PROYEKSI INFLASI PROVINSI NTT TRIWULAN I 2017

Inflasi pada triwulan I 2017 diperkirakan akan mengalami peningkatan, terutama disebabkan oleh kenaikan

tarif listrik untuk rumah tangga 900VA pada bulan Januari dan Maret 2017. Adanya kenaikan listrik hingga dua kali

tersebut, berpotensi menyebabkan inflasi tarif listrik hingga 14,5% dan memberikan andil terhadap inflasi triwulan I 2017

hingga 0,42%. Adanya kenaikan cukai rokok dengan kenaikan harga eceran rata-rata hingga 12,26% diperkirakan juga

akan membuat kenaikan harga rokok dilakukan rutin setiap bulannya sebagaimana terjadi pada tahun 2016. Kondisi

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

55Februari 2017

Tabel 3.5. Inflasi di Kota Kupang berdasarkan Kelompok Komoditas

KOMODITI

Sumber : BPS diolah

IHK 2016

OCT NOV

INFLASI UMUM

BAHAN MAKANAN

MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU

PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR

SANDANG

KESEHATAN

PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA

TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA

125.6

118.1

143.4

123.8

126.2

115.6

123.6

130.2

126.6

122.1

144.2

124.1

125.5

115.6

123.7

128.9

DES

129.1

128.7

144.2

124.2

126.9

115.9

124.6

132.6

130.1

130.9

144.9

125.5

125.7

116.0

125.2

132.9

JAN

YOY

IV JAN

2.31

3.88

9.10

0.10

3.86

2.63

3.04

(2.40)

2.32

1.92

8.06

0.18

3.47

2.95

3.41

0.70

IHK 2017

Sumber : BPS, diolah

GRAFIK 3.14. INFLASI TAHUNAN KOTA KUPANG

NTTKUPANG

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

2013I II I I I IV

2012I II I I I IV

2017

1 0.02 1.02 2.02 3.02 4.02 5.02 6.02 7.02 8.02 9.02

10.02

2.32

2.48

Selain ikan segar, beberapa komoditas yang mengalami kenaikan harga yang cukup besar pada triwulan IV

antara lain sayur-sayuran (28,27% - qtq), bumbu-bumbuan (25,67% - qtq), serta daging dan hasil-hasilnya

(11,86 – qtq). Kenaikan harga komoditas sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan lebih disebabkan oleh memburuknya

cuaca seiring dengan datangnya musim penghujan. Kenaikan harga daging lebih disebabkan oleh terbatasnya pasokan

daging ayam ras dan ayam hidup yang disebabkan oleh terbatasnya pasokan DOC secara nasional, sehingga berdampak

pada terbatasnya pasokan ayam di pasar. Di sisi lain, adanya peningkatan permintaan yang cukup tinggi untuk perayaan

hari raya Natal dan tahun baru membuat harga jual melonjak dikarenakan kekurangan pasokan komoditas yang ada.

3.4.2 Inflasi Kota Maumere

Berbeda dengan pola pergerakan inflasi di Kota Kupang, ketika inflasi di Kota Kupang bergerak menurun, inflasi di Kota

Maumere justru menunjukkan adanya kenaikan terutama di triwulan IV 2016 yang mengalami inflasi sebesar 3,61% (yoy).

Walaupun masih tergolong rendah, adanya kenaikan harga bahan makanan yang tinggi di triwulan IV 2016 telah

membuat inflasi bergerak naik dibanding posisi triwulan III yang hanya sebesar 2,28% (yoy). Kenaikan inflasi tersebut

terutama disebabkan oleh meningkatnya inflasi komoditas daging dan hasil-hasilnya (25,29% - yoy) dan buah-buahan

(23,14% - yoy). Kenaikan harga daging dan hasil-hasilnya terutama disebabkan oleh tingginya kenaikan harga ayam hidup

dan daging ayam ras masing-masing sebesar 25,65% (yoy) dan 8,37% (yoy). Kelangkaan penyediaan DOC menjadi

masalah utama penyediaan pasokan ayam ras di Pulau Flores, dikarenakan pemenuhan bibit ayam tersebut harus dipenuhi

dari Kupang, Bali atau Surabaya, sehingga adanya gangguan distribusi langsung berdampak pada kelangkaan penyediaan

DOC di Maumere. Permasalahan distribusi juga menjadi penyebab utama berkurangnya pasokan buah-buahan dari Jawa,

sehingga harga buah mengalami kenaikan yang cukup besar.

Secara triwulanan, selain komoditas ayam ras hidup dan buah-buahan, kenaikan inflasi juga terjadi pada komoditas sayur-

sayuran (19,89 – qtq) dan ikan segar (16,14 – qtq). Setelah cenderung mengalami penurunan harga hingga triwulan III

2016, harga komoditas sayur-sayuran dan ikan segar meningkat pada triwulan IV 2016 disebabkan oleh memburuknya

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

54 Februari 2017

Page 81: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

1.

2.

3.

4.

5.

6.

Belum adanya standarisasi ukuran di level pedagang eceran dan konsumen,

Kendala cuaca terhadap kestabilan pasokan dan bibit penyakit pada ternak.

Pemasalahan struktural seperti biaya distribusi yang mahal dan pasar yang Oligopoli.

Minimnya industri pengolahan di Provinsi NTT.

Sulitnya penyerapan beras oleh Bulog akibat harga pasar di petani dan penggilingan lebih tinggi dari harga

penetapan pemerintah

Pasokan minyak tanah dan BBM yang masih terbatas di beberapa daerah sehingga harga meningkat di tingkat

pengecer. Di NTT sendiri masih terdapat 13 wilayah yang belum memiliki penyalur

c. Hal-hal yang disepakati dalam rapat diantaranya:

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

Perlunya penyelarasan roadmap TPID dalam penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) dan

program kerja Provinsi/Kab-Kota di NTT tahun 2017-2018.

Peningkatan keaktifan TPID Kab/kota dengan diketuai Sekretaris Daerah yang juga Tim Anggaran Pemerintah

Daerah (TAPD), sehingga diharapkan kebijakan bisa lebih efektif dan sejalan dengan perencanaan anggaran.

Perlunya koordinasi antar sektor melalui rapat koordinasi dan peningkatan kerjasama antar kabupaten/kota.

Perlu adanya monitoring dan pemeriksaan di gudang-gudang bekerjasama dengan kepolisian dan kejaksaan

untuk menghindari penimbunan di akhir tahun.

Perlunya pengembangan sektor pariwisata masyarakat melalui alokasi anggaran di daerah bagi pengembangan

usaha kecil di daerah guna mendukung pariwisata.

Perlunya dibentuk sub penyalur resmi di kabupaten yang kesulitan mendapatkan distribusi minyak tanah

maupun bbm. Adanya dana desa dapat menjadi salah satu sumber pendanaan bagi pembentukan sub penyalur

resmi tersebut.

Perlunya kerjasama yang berkelanjutan dengan BPS untuk kegiatan perhitungan inflasi di setiap daerah

sehingga data historis dapat dimiliki guna mendukung identifikasi pengendalian inflasi di setiap daerah.

Perlu dilaksanakannya hasil pembahasan rakorwil TPID di Ternate oleh seluruh kab/kota.

4. Dalam rangka menjaga inflasi menjelang hari raya Natal dan Tahun Baru di NTT, TPID Provinsi NTT bersama dengan TPID

Kota Kupang telah melakukan beberapa kegiatan penanggulangan dan pemantauan harga diantaranya inspeksi

mendadak bersama dengan Gubernur NTT di gudang BULOG divre NTT dan pelabuhan peti kemas PELINDO 3, operasi

pasar BULOG dan pasar murah oleh BMPD di Pasar Kasih Naikoten.

GAMBAR 3.1. KEGIATAN TPID PROVINSI NTT TRIWULAN III 2016

Sumber : Sekretariat TPID, diolah

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

57Februari 2017

cuaca diperkirakan membaik yang berdampak pada turunnya harga bahan makanan. Harga komoditas transportasi

diperkirakan masih cenderung rendah seiring dengan masih rendahnya mobilitas antar wilayah menggunakan angkutan

udara, namun adanya kenaikan biaya perpanjangan STNK hingga 102,09% (mtm) pada bulan Januari dan kenaikan tarif

pulsa ponsel diperkirakan menahan potensi deflasi yang terjadi.

Berdasarkan perkembangan inflasi triwulan I 2017 di bulan Januari, Provinsi NTT mengalami inflasi sebesar 0,74% (mtm)

terutama disebabkan oleh kenaikan harga bahan makanan seiring dengan kondisi cuaca yang memburuk dan berdampak

pada adanya himbauan dilarang melaut bagi nelayan, ditutupnya pelabuhan penyeberangan dan berhentinya kegiatan

pelayaran lainnya yang mengganggu penyediaan pasokan di NTT. Dampak buruknya cuaca tersebut terlihat dari tingginya

nilai inflasi ikan segar pada bulan Januari yang mencapai 14,19% (mtm), seiring dengan kosongnya persediaan ikan di

pasar. Pada bulan ini juga terjadi kelangkaan penyediaan cabai rawit yang menyebabkan kenaikan harga hingga 58,00%

(mtm), sehingga dibanding triwulan sebelumnya, harga cabai rawit telah mengalami kenaikan hingga 367,70% (qtq).

Dibanding nasional yang mengalami inflasi 0,97% (mtm), inflasi Provinsi masih relatif lebih terjaga. Adanya penurunan

permintaan di bulan Januari 2017 dinilai mampu meredam permintaan komoditas yang juga mengalami penurunan

pasokan, sehingga inflasi tidak naik signifikan. Kenaikan inflasi yang cukup signifikan adalah adanya kenaikan tarif listrik

rumah tangga dengan 900VA dan biaya perpanjangan STNK yang naik lebih dari 100%.

Pada bulan Februari, inflasi diperkirakan akan lebih stabil seiring dengan kondisi cuaca yang membaik. Namun demikian,

adanya La Nina yang terjadi diperkirakan akan memperpanjang musim hujan di NTT yang terlihat dari hasil survei

pemantauan harga minggu ke-1 Februari 2017 yang masih menunjukkan adanya inflasi pada nilai yang rendah.

Komoditas cabai rawit sudah mulai menunjukkan adanya penurunan harga di pasar, demikian pula dengan penurunan

harga telur dan daging ayam ras seiring mulai tersedianya pasokan di pasar dan kondisi distribusi komoditas yang mulai

membaik. Harga ikan segar juga sudah berangsur menurun, begitu juga dengan harga tahu mentah, gula pasir dan emas

perhiasan. Hingga akhir bulan Februari 2017, inflasi diperkirakan rendah dan cenderung deflasi walaupun tidak terlalu

besar.

3.6. AKTIVITAS PENGENDALIAN INFLASI OLEH TPID

Sebagai upaya untuk terus menjaga inflasi yang rendah dan stabil di Provinsi NTT, TPID telah melakukan

beberapa kegiatan pengendalian inflasi di triwulan IV 2016 dengan berbagai macam kegiatan sebagai berikut :

1.

2.

3.

Telah dilakukan penyusunan dan pembahasan draft final Roadmap TPID Provinsi NTT untuk panduan kegiatan hingga

tahun 2018 dengan program unggulan “JUPE RUN 10K” yang berarti tujuh kegiatan pengendalian inflasi yang

dilakukan TPID yang sudah diupdate dan direvisi ditambah dengan 10 program penguatan TPID hasil kompilasi RKPD

yang telah disusun oleh masing-masing dinas.

Telah dilakukan sosialisasi TPID di Kabupaten Rote Ndao pada tanggal 29 Oktober 2016.

Telah dilakukan rapat koordinasi daerah TPID Provinsi NTT yang dipimpin oleh sekretaris daerah provinsi NTT dan

dihadiri oleh seluruh anggota TPID Kabupaten Kota di Provinsi NTT. Adapun beberapa hasil rapat koordinasi tersebut

meliputi :

a.

b.

Telah dilakukan penandatanganan Roadmap TPID NTT tahun 2016-2018 dengan program yang diangkat yaitu JUPE

RUN 10 K.

Permasalahan yang teridentifikasi dalam rapat, diantaranya

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

56 Februari 2017

Page 82: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

1.

2.

3.

4.

5.

6.

Belum adanya standarisasi ukuran di level pedagang eceran dan konsumen,

Kendala cuaca terhadap kestabilan pasokan dan bibit penyakit pada ternak.

Pemasalahan struktural seperti biaya distribusi yang mahal dan pasar yang Oligopoli.

Minimnya industri pengolahan di Provinsi NTT.

Sulitnya penyerapan beras oleh Bulog akibat harga pasar di petani dan penggilingan lebih tinggi dari harga

penetapan pemerintah

Pasokan minyak tanah dan BBM yang masih terbatas di beberapa daerah sehingga harga meningkat di tingkat

pengecer. Di NTT sendiri masih terdapat 13 wilayah yang belum memiliki penyalur

c. Hal-hal yang disepakati dalam rapat diantaranya:

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

Perlunya penyelarasan roadmap TPID dalam penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) dan

program kerja Provinsi/Kab-Kota di NTT tahun 2017-2018.

Peningkatan keaktifan TPID Kab/kota dengan diketuai Sekretaris Daerah yang juga Tim Anggaran Pemerintah

Daerah (TAPD), sehingga diharapkan kebijakan bisa lebih efektif dan sejalan dengan perencanaan anggaran.

Perlunya koordinasi antar sektor melalui rapat koordinasi dan peningkatan kerjasama antar kabupaten/kota.

Perlu adanya monitoring dan pemeriksaan di gudang-gudang bekerjasama dengan kepolisian dan kejaksaan

untuk menghindari penimbunan di akhir tahun.

Perlunya pengembangan sektor pariwisata masyarakat melalui alokasi anggaran di daerah bagi pengembangan

usaha kecil di daerah guna mendukung pariwisata.

Perlunya dibentuk sub penyalur resmi di kabupaten yang kesulitan mendapatkan distribusi minyak tanah

maupun bbm. Adanya dana desa dapat menjadi salah satu sumber pendanaan bagi pembentukan sub penyalur

resmi tersebut.

Perlunya kerjasama yang berkelanjutan dengan BPS untuk kegiatan perhitungan inflasi di setiap daerah

sehingga data historis dapat dimiliki guna mendukung identifikasi pengendalian inflasi di setiap daerah.

Perlu dilaksanakannya hasil pembahasan rakorwil TPID di Ternate oleh seluruh kab/kota.

4. Dalam rangka menjaga inflasi menjelang hari raya Natal dan Tahun Baru di NTT, TPID Provinsi NTT bersama dengan TPID

Kota Kupang telah melakukan beberapa kegiatan penanggulangan dan pemantauan harga diantaranya inspeksi

mendadak bersama dengan Gubernur NTT di gudang BULOG divre NTT dan pelabuhan peti kemas PELINDO 3, operasi

pasar BULOG dan pasar murah oleh BMPD di Pasar Kasih Naikoten.

GAMBAR 3.1. KEGIATAN TPID PROVINSI NTT TRIWULAN III 2016

Sumber : Sekretariat TPID, diolah

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

57Februari 2017

cuaca diperkirakan membaik yang berdampak pada turunnya harga bahan makanan. Harga komoditas transportasi

diperkirakan masih cenderung rendah seiring dengan masih rendahnya mobilitas antar wilayah menggunakan angkutan

udara, namun adanya kenaikan biaya perpanjangan STNK hingga 102,09% (mtm) pada bulan Januari dan kenaikan tarif

pulsa ponsel diperkirakan menahan potensi deflasi yang terjadi.

Berdasarkan perkembangan inflasi triwulan I 2017 di bulan Januari, Provinsi NTT mengalami inflasi sebesar 0,74% (mtm)

terutama disebabkan oleh kenaikan harga bahan makanan seiring dengan kondisi cuaca yang memburuk dan berdampak

pada adanya himbauan dilarang melaut bagi nelayan, ditutupnya pelabuhan penyeberangan dan berhentinya kegiatan

pelayaran lainnya yang mengganggu penyediaan pasokan di NTT. Dampak buruknya cuaca tersebut terlihat dari tingginya

nilai inflasi ikan segar pada bulan Januari yang mencapai 14,19% (mtm), seiring dengan kosongnya persediaan ikan di

pasar. Pada bulan ini juga terjadi kelangkaan penyediaan cabai rawit yang menyebabkan kenaikan harga hingga 58,00%

(mtm), sehingga dibanding triwulan sebelumnya, harga cabai rawit telah mengalami kenaikan hingga 367,70% (qtq).

Dibanding nasional yang mengalami inflasi 0,97% (mtm), inflasi Provinsi masih relatif lebih terjaga. Adanya penurunan

permintaan di bulan Januari 2017 dinilai mampu meredam permintaan komoditas yang juga mengalami penurunan

pasokan, sehingga inflasi tidak naik signifikan. Kenaikan inflasi yang cukup signifikan adalah adanya kenaikan tarif listrik

rumah tangga dengan 900VA dan biaya perpanjangan STNK yang naik lebih dari 100%.

Pada bulan Februari, inflasi diperkirakan akan lebih stabil seiring dengan kondisi cuaca yang membaik. Namun demikian,

adanya La Nina yang terjadi diperkirakan akan memperpanjang musim hujan di NTT yang terlihat dari hasil survei

pemantauan harga minggu ke-1 Februari 2017 yang masih menunjukkan adanya inflasi pada nilai yang rendah.

Komoditas cabai rawit sudah mulai menunjukkan adanya penurunan harga di pasar, demikian pula dengan penurunan

harga telur dan daging ayam ras seiring mulai tersedianya pasokan di pasar dan kondisi distribusi komoditas yang mulai

membaik. Harga ikan segar juga sudah berangsur menurun, begitu juga dengan harga tahu mentah, gula pasir dan emas

perhiasan. Hingga akhir bulan Februari 2017, inflasi diperkirakan rendah dan cenderung deflasi walaupun tidak terlalu

besar.

3.6. AKTIVITAS PENGENDALIAN INFLASI OLEH TPID

Sebagai upaya untuk terus menjaga inflasi yang rendah dan stabil di Provinsi NTT, TPID telah melakukan

beberapa kegiatan pengendalian inflasi di triwulan IV 2016 dengan berbagai macam kegiatan sebagai berikut :

1.

2.

3.

Telah dilakukan penyusunan dan pembahasan draft final Roadmap TPID Provinsi NTT untuk panduan kegiatan hingga

tahun 2018 dengan program unggulan “JUPE RUN 10K” yang berarti tujuh kegiatan pengendalian inflasi yang

dilakukan TPID yang sudah diupdate dan direvisi ditambah dengan 10 program penguatan TPID hasil kompilasi RKPD

yang telah disusun oleh masing-masing dinas.

Telah dilakukan sosialisasi TPID di Kabupaten Rote Ndao pada tanggal 29 Oktober 2016.

Telah dilakukan rapat koordinasi daerah TPID Provinsi NTT yang dipimpin oleh sekretaris daerah provinsi NTT dan

dihadiri oleh seluruh anggota TPID Kabupaten Kota di Provinsi NTT. Adapun beberapa hasil rapat koordinasi tersebut

meliputi :

a.

b.

Telah dilakukan penandatanganan Roadmap TPID NTT tahun 2016-2018 dengan program yang diangkat yaitu JUPE

RUN 10 K.

Permasalahan yang teridentifikasi dalam rapat, diantaranya

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

56 Februari 2017

Page 83: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Secara konseptual, Inflasi pada dasarnya dapat didefinisikan sebagai rata-rata pergerakan harga-harga komoditas yang

dikonsumsi oleh suatu rumah tangga. Dengan pendekatan Laspeyres sebagaimana digunakan di Indonesia, inflasi

dihitung menggunakan indeks harga yang disusun di tiap tahun dasar melalui survei biaya hidup yang dilakukan oleh BPS.

Pendekatan ini juga mengatur bahwa bobot masing-masing komoditas menggunakan bobot yang dihasilkan pada saat

survei di tahun dasar, sehingga yang dihitung tiap bulannya hanyalah perubahan harga yang terjadi. Adapun komoditas

yang diperhitungkan adalah komoditas yang secara signfikan memiliki proporsi nilai konsumsi lebih dari 0,02% dari total

pengeluaran rumah tangga, atau bisa kurang dari 0,02% namun signifikan dibutuhkan oleh suatu rumah tangga seperti

pembelian saus tomat, sikat gigi atau popok bayi di Kota Kupang. Dari ribuan komoditas yang disurvei, dengan

menggunakan prasyarat di atas, didapatkan 430 komoditas yang akan disurvei secara rutin oleh BPS di tiap bulannya di

Provinsi NTT.

Komoditas Utama Penyumbang Inflasi di NTT dalam 6 tahun terakhir05

Dari 430 komoditas yang disurvei tiap bulannya, secara rata-rata 220 komoditas tidak mengalami perubahan harga dan

hanya sekitar 210 komoditas yang berubah dengan besar kenaikan/penurunan yang beraneka ragam. Perubahan harga

tersebut yang berpengaruh terhadap terjadinya inflasi. Berdasarkan pola pergerakan inflasi, didapatkan bahwa secara

rata-rata hanya terdapat 20 komoditas yang berpengaruh signifikan terhadap inflasi di suatu daerah atau setara dengan

hanya 10% dari total komoditas yang mengalami perubahan harga. Apabila andil inflasi dari komoditas terbesar tersebut

dijumlahkan, maka nilai inflasi bulanan akan mendekati hasil penjumlahan 10 komoditas penyumbang inflasi dan deflasi

utama tersebut dengan korelasi di kisaran 90%. Maka berdasarkan kecenderungan tersebut, telah dilakukan light

research / penelitian ringkas terhadap 10 komoditas utama penyumbang inflasi dan deflasi bulanan utama di Provinsi Nusa

Tenggara Timur, Kota Kupang dan Kota Maumere. Adapun jumlah sampel per masing-masing kota sebanyak 1.440

sampel meliputi total 20 komoditas utama penyumbang inflasi dan deflasi utama pada 3 daerah tersebut di tiap bulannya

dalam jangka waktu 6 tahun terakhir dan didapatkan hasil sebagai berikut:

Berdasarkan data 10 komoditas penyumbang inflasi dan deflasi utama di Provinsi NTT selama 6 tahun terakhir, didapatkan

bahwa dari 1.440 sampel, ternyata hanya terdapat 140 komoditas yang menjadi penyumbang utama inflasi di provinsi NTT

dalam 6 tahun terakhir, 146 komoditas di Kota Kupang dan 141 komoditas di Kota Maumere. Apabila dalam 72 bulan

pencacahan tersebut diambil komoditas yang secara persisten setidaknya 10 kali menjadi penyumbang inflasi utama

dalam 6 tahun terakhir, maka didapatkan bahwa hanya terdapat 41 komoditas yang secara persisten menyumbang inflasi

di Provinsi NTT dan Kota Maumere, serta 44 komoditas yang secara persisten menyumbang inflasi di Kota Kupang.

GRAFIK BOKS 5.2. KORELASI PERGERAKAN GABUNGAN 10 KOMODITAS UTAMA PENYUMBANG INFLASI DAN DEFLASI DI KOTA MAUMERE 6 TAHUN TERAKHIR DENGAN INFLASI KOTA MAUMERE

GRAFIK BOKS 5. 1. KORELASI PERGERAKAN GABUNGAN 10 KOMODITAS UTAMA PENYUMBANG INFLASI DAN DEFLASI DI KOTA KUPANG 6 TAHUN TERAKHIR DENGAN INFLASI KOTA KUPANG

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

59Februari 2017

5. Pada tanggal 11 Januari 2017 telah dilakukan rapat HLM TPID Provinsi NTT dan dipimpin oleh sekretaris daerah Provinsi

NTT dengan bahasan utama berupa langkah-langkah pengendalian harga cabai rawit di Kota Kupang. Dalam rapat

tersebut disepakati untuk dibentuk satgas pengendalian harga cabai rawit merah dengan dinas pertanian sebagai

koordinator. Dalam pelaksanaannya, satgas telah menjual lebih dari 1 ton cabai rawit merah, dengan harga 60 ribu

rupiah. Adapun harga cabai rawit juga menunjukkan adanya penurunan, dari 120 ribu pada minggu kedua dapat turun

hingga mencapai 60 ribu di minggu ke-5 Januari 2017.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

58 Februari 2017

Page 84: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Secara konseptual, Inflasi pada dasarnya dapat didefinisikan sebagai rata-rata pergerakan harga-harga komoditas yang

dikonsumsi oleh suatu rumah tangga. Dengan pendekatan Laspeyres sebagaimana digunakan di Indonesia, inflasi

dihitung menggunakan indeks harga yang disusun di tiap tahun dasar melalui survei biaya hidup yang dilakukan oleh BPS.

Pendekatan ini juga mengatur bahwa bobot masing-masing komoditas menggunakan bobot yang dihasilkan pada saat

survei di tahun dasar, sehingga yang dihitung tiap bulannya hanyalah perubahan harga yang terjadi. Adapun komoditas

yang diperhitungkan adalah komoditas yang secara signfikan memiliki proporsi nilai konsumsi lebih dari 0,02% dari total

pengeluaran rumah tangga, atau bisa kurang dari 0,02% namun signifikan dibutuhkan oleh suatu rumah tangga seperti

pembelian saus tomat, sikat gigi atau popok bayi di Kota Kupang. Dari ribuan komoditas yang disurvei, dengan

menggunakan prasyarat di atas, didapatkan 430 komoditas yang akan disurvei secara rutin oleh BPS di tiap bulannya di

Provinsi NTT.

Komoditas Utama Penyumbang Inflasi di NTT dalam 6 tahun terakhir05

Dari 430 komoditas yang disurvei tiap bulannya, secara rata-rata 220 komoditas tidak mengalami perubahan harga dan

hanya sekitar 210 komoditas yang berubah dengan besar kenaikan/penurunan yang beraneka ragam. Perubahan harga

tersebut yang berpengaruh terhadap terjadinya inflasi. Berdasarkan pola pergerakan inflasi, didapatkan bahwa secara

rata-rata hanya terdapat 20 komoditas yang berpengaruh signifikan terhadap inflasi di suatu daerah atau setara dengan

hanya 10% dari total komoditas yang mengalami perubahan harga. Apabila andil inflasi dari komoditas terbesar tersebut

dijumlahkan, maka nilai inflasi bulanan akan mendekati hasil penjumlahan 10 komoditas penyumbang inflasi dan deflasi

utama tersebut dengan korelasi di kisaran 90%. Maka berdasarkan kecenderungan tersebut, telah dilakukan light

research / penelitian ringkas terhadap 10 komoditas utama penyumbang inflasi dan deflasi bulanan utama di Provinsi Nusa

Tenggara Timur, Kota Kupang dan Kota Maumere. Adapun jumlah sampel per masing-masing kota sebanyak 1.440

sampel meliputi total 20 komoditas utama penyumbang inflasi dan deflasi utama pada 3 daerah tersebut di tiap bulannya

dalam jangka waktu 6 tahun terakhir dan didapatkan hasil sebagai berikut:

Berdasarkan data 10 komoditas penyumbang inflasi dan deflasi utama di Provinsi NTT selama 6 tahun terakhir, didapatkan

bahwa dari 1.440 sampel, ternyata hanya terdapat 140 komoditas yang menjadi penyumbang utama inflasi di provinsi NTT

dalam 6 tahun terakhir, 146 komoditas di Kota Kupang dan 141 komoditas di Kota Maumere. Apabila dalam 72 bulan

pencacahan tersebut diambil komoditas yang secara persisten setidaknya 10 kali menjadi penyumbang inflasi utama

dalam 6 tahun terakhir, maka didapatkan bahwa hanya terdapat 41 komoditas yang secara persisten menyumbang inflasi

di Provinsi NTT dan Kota Maumere, serta 44 komoditas yang secara persisten menyumbang inflasi di Kota Kupang.

GRAFIK BOKS 5.2. KORELASI PERGERAKAN GABUNGAN 10 KOMODITAS UTAMA PENYUMBANG INFLASI DAN DEFLASI DI KOTA MAUMERE 6 TAHUN TERAKHIR DENGAN INFLASI KOTA MAUMERE

GRAFIK BOKS 5. 1. KORELASI PERGERAKAN GABUNGAN 10 KOMODITAS UTAMA PENYUMBANG INFLASI DAN DEFLASI DI KOTA KUPANG 6 TAHUN TERAKHIR DENGAN INFLASI KOTA KUPANG

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

59Februari 2017

5. Pada tanggal 11 Januari 2017 telah dilakukan rapat HLM TPID Provinsi NTT dan dipimpin oleh sekretaris daerah Provinsi

NTT dengan bahasan utama berupa langkah-langkah pengendalian harga cabai rawit di Kota Kupang. Dalam rapat

tersebut disepakati untuk dibentuk satgas pengendalian harga cabai rawit merah dengan dinas pertanian sebagai

koordinator. Dalam pelaksanaannya, satgas telah menjual lebih dari 1 ton cabai rawit merah, dengan harga 60 ribu

rupiah. Adapun harga cabai rawit juga menunjukkan adanya penurunan, dari 120 ribu pada minggu kedua dapat turun

hingga mencapai 60 ribu di minggu ke-5 Januari 2017.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

58 Februari 2017

Page 85: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Hasil analisa di atas juga sesuai dengan hasil analisa dalam roadmap TPID yang menunjukkan bahwa dari 16 komoditas

prioritas dalam pengendalian inflasi, 10 diantaranya menjadi 10 komoditas dengan fluktuasi inflasi tertinggi, sehingga

apabila pemerintah ingin mengendalikan inflasi di daerah, maka pengendalian harga dan stabilisasi pasokan terhadap ke-

19 dan 25 komoditas tersebut di atas sekiranya dapat menjadi perhatian utama TPID di kota perhitungan inflasi. Bentuk

pengendalian yang dilakukan cukup mengikuti roadmap TPID yang telah ditandatangani bersama oleh TPID Provinsi NTT.

diharapkan, dengan penanganan pengendalian inflasi yang lebih terfokus, inflasi di Provinsi NTT dapat semakin dijaga

rendah dan stabil.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

61Februari 2017

Apabila dilihat dari 10 komoditas utama yang secara persisten menyumbang fluktuasi inflasi di Kota Kupang dan Kota

Maumere, didapatkan bahwa terdapat 6 komoditas yang sama-sama menjadi penyebab utama inflasi di Kota Kupang dan

Maumere antara lain angkutan udara, kangkung, ikan kembung, bawang merah, cabe rawit dan tongkol. Adapun

komoditas lainnya yang menjadi penyumbang utama inflasi di Kota Kupang adalah daging ayam ras, sawi putih, tomat

sayur dan beras. Sedangkan komoditas lainnya yang secara persisten menjadi 10 besar penyumbang inflasi utama di

Maumere adalah ikan selar, ikan layang, sawi hijau dan bayam.

Di Kota Kupang, setidaknya terdapat 4 komoditas yang menjadi penyumbang fluktuasi tertinggi hingga di atas 55 kali

dalam 6 tahun atau berarti setidaknya dalam 12 bulan, keempat komoditas tersebut minimal 9 kali menjadi penyumbang

inflasi atau deflasi utama di Kota Kupang, yaitu komoditas angkutan udara, kangkung, daging ayam ras dan sawi putih,. Di

Kota Maumere juga terdapat 4 komoditas yang setidaknya dalam 1 tahun menjadi penyumbang inflasi dan deflasi utama

dengan frekuensi lebih dari 9 kali antara lain komoditas ikan selar, ikan layang, sawi hijau dan komoditas kangkung.

Dengan tingginya frekuensi komoditas tersebut dalam menyumbang fluktuasi inflasi di NTT, maka proses menjaga

pasokan komoditas tersebut menjadi hal yang mutlak harus dilakukan dalam menanggulangi inflasi di NTT. .

GRAFIK BOKS 5. 3. POLA PERGERAKAN INFLASI 19 KOMODITAS UTAMA PENYUMBANG INFLASI DI KOTA KUPANG 6 TAHUN TERAKHIR

GRAFIK BOKS 5.4. POLA PERGERAKAN INFLASI 25 KOMODITAS UTAMA PENYUMBANG INFLASI DI KOTA MAUMERE 6 TAHUN TERAKHIR

Dalam rangka mencari komoditas utama yang secara persisten menjadi penyumbang inflasi NTT dalam 6 tahun terakhir,

maka diambil 10 komoditas yang menjadi penyumbang fluktuasi inflasi utama di masing-masing kota, ditambah dengan

beberapa komoditas dari 44 dan 41 komoditas yang memiliki korelasi positif terbesar terhadap pergerakan inflasi di

masing-masing daerah. Dari hal tersebut dihasilkan kesimpulan bahwa untuk mengetahui dan mengendalikan

pergerakan inflasi di Kota Kupang sebenarnya dapat dilakukan dengan hanya menjaga harga dan pasokan pada 19

komoditas saja, antara lain komoditas angkutan udara, kangkung, daging ayam, sawi putih, tomat sayur, ikan kembung,

beras, bawang merah, cabe rawit, ikan tongkol, bensin, ikan tembang, pasir, tarif listrik, telur ayam ras, cabai merah,

wortel, bayam, dan semen. Ke-19 komoditas tersebut sudah dapat memprediksi arah inflasi dengan tingkat korelasi

mencapai 98%, artinya baik arah dan besaran inflasi dapat diprediksi dengan hanya melihat pergerakan harga ke-19

komoditas tersebut dengan ketepatan mencapai 98%.

Adapun untuk pengendalian inflasi di Kota Maumere, terdapat 25 komoditas yang paling mempengaruhi pergerakan

inflasi antara lain komoditas ikan selar, ikan layang, sawi hijau, kangkung, cabai rawit, ikan tongkol, angkutan udara,

bawang merah, ikan kembung, bayam, bensin, pisang, beras, ayam hidup, telur ayam ras, daging ayam ras, kubis, tarif

listrik, rokok kretek filter, daun singkong, rokok putih, ikan tembang, ketela pohon, dan tauge. Dengan hanya mengetahui

pergerakan harga ke-25 komoditas tersebut, maka nilai inflasi bisa diprediksi dengan tingkat korelasi mencapai 90%. Dari

semua komoditas di atas, ternyata terdapat 14 komoditas yang menjadi penyumbang utama fluktuasi inflasi baik di kota

Kupang maupun Maumere, yang berarti program pengendalian inflasi untuk ke-14 komoditas tersebut dapat saling

disinergikan.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

60 Februari 2017

Page 86: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Hasil analisa di atas juga sesuai dengan hasil analisa dalam roadmap TPID yang menunjukkan bahwa dari 16 komoditas

prioritas dalam pengendalian inflasi, 10 diantaranya menjadi 10 komoditas dengan fluktuasi inflasi tertinggi, sehingga

apabila pemerintah ingin mengendalikan inflasi di daerah, maka pengendalian harga dan stabilisasi pasokan terhadap ke-

19 dan 25 komoditas tersebut di atas sekiranya dapat menjadi perhatian utama TPID di kota perhitungan inflasi. Bentuk

pengendalian yang dilakukan cukup mengikuti roadmap TPID yang telah ditandatangani bersama oleh TPID Provinsi NTT.

diharapkan, dengan penanganan pengendalian inflasi yang lebih terfokus, inflasi di Provinsi NTT dapat semakin dijaga

rendah dan stabil.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

61Februari 2017

Apabila dilihat dari 10 komoditas utama yang secara persisten menyumbang fluktuasi inflasi di Kota Kupang dan Kota

Maumere, didapatkan bahwa terdapat 6 komoditas yang sama-sama menjadi penyebab utama inflasi di Kota Kupang dan

Maumere antara lain angkutan udara, kangkung, ikan kembung, bawang merah, cabe rawit dan tongkol. Adapun

komoditas lainnya yang menjadi penyumbang utama inflasi di Kota Kupang adalah daging ayam ras, sawi putih, tomat

sayur dan beras. Sedangkan komoditas lainnya yang secara persisten menjadi 10 besar penyumbang inflasi utama di

Maumere adalah ikan selar, ikan layang, sawi hijau dan bayam.

Di Kota Kupang, setidaknya terdapat 4 komoditas yang menjadi penyumbang fluktuasi tertinggi hingga di atas 55 kali

dalam 6 tahun atau berarti setidaknya dalam 12 bulan, keempat komoditas tersebut minimal 9 kali menjadi penyumbang

inflasi atau deflasi utama di Kota Kupang, yaitu komoditas angkutan udara, kangkung, daging ayam ras dan sawi putih,. Di

Kota Maumere juga terdapat 4 komoditas yang setidaknya dalam 1 tahun menjadi penyumbang inflasi dan deflasi utama

dengan frekuensi lebih dari 9 kali antara lain komoditas ikan selar, ikan layang, sawi hijau dan komoditas kangkung.

Dengan tingginya frekuensi komoditas tersebut dalam menyumbang fluktuasi inflasi di NTT, maka proses menjaga

pasokan komoditas tersebut menjadi hal yang mutlak harus dilakukan dalam menanggulangi inflasi di NTT. .

GRAFIK BOKS 5. 3. POLA PERGERAKAN INFLASI 19 KOMODITAS UTAMA PENYUMBANG INFLASI DI KOTA KUPANG 6 TAHUN TERAKHIR

GRAFIK BOKS 5.4. POLA PERGERAKAN INFLASI 25 KOMODITAS UTAMA PENYUMBANG INFLASI DI KOTA MAUMERE 6 TAHUN TERAKHIR

Dalam rangka mencari komoditas utama yang secara persisten menjadi penyumbang inflasi NTT dalam 6 tahun terakhir,

maka diambil 10 komoditas yang menjadi penyumbang fluktuasi inflasi utama di masing-masing kota, ditambah dengan

beberapa komoditas dari 44 dan 41 komoditas yang memiliki korelasi positif terbesar terhadap pergerakan inflasi di

masing-masing daerah. Dari hal tersebut dihasilkan kesimpulan bahwa untuk mengetahui dan mengendalikan

pergerakan inflasi di Kota Kupang sebenarnya dapat dilakukan dengan hanya menjaga harga dan pasokan pada 19

komoditas saja, antara lain komoditas angkutan udara, kangkung, daging ayam, sawi putih, tomat sayur, ikan kembung,

beras, bawang merah, cabe rawit, ikan tongkol, bensin, ikan tembang, pasir, tarif listrik, telur ayam ras, cabai merah,

wortel, bayam, dan semen. Ke-19 komoditas tersebut sudah dapat memprediksi arah inflasi dengan tingkat korelasi

mencapai 98%, artinya baik arah dan besaran inflasi dapat diprediksi dengan hanya melihat pergerakan harga ke-19

komoditas tersebut dengan ketepatan mencapai 98%.

Adapun untuk pengendalian inflasi di Kota Maumere, terdapat 25 komoditas yang paling mempengaruhi pergerakan

inflasi antara lain komoditas ikan selar, ikan layang, sawi hijau, kangkung, cabai rawit, ikan tongkol, angkutan udara,

bawang merah, ikan kembung, bayam, bensin, pisang, beras, ayam hidup, telur ayam ras, daging ayam ras, kubis, tarif

listrik, rokok kretek filter, daun singkong, rokok putih, ikan tembang, ketela pohon, dan tauge. Dengan hanya mengetahui

pergerakan harga ke-25 komoditas tersebut, maka nilai inflasi bisa diprediksi dengan tingkat korelasi mencapai 90%. Dari

semua komoditas di atas, ternyata terdapat 14 komoditas yang menjadi penyumbang utama fluktuasi inflasi baik di kota

Kupang maupun Maumere, yang berarti program pengendalian inflasi untuk ke-14 komoditas tersebut dapat saling

disinergikan.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

60 Februari 2017

Page 87: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Perdagangan beras di Pulau Timor sangat terkonsentrasi di Kota Kupang sebagai hub perdagangan ke semua Kabupaten

di daratan Timor, Alor, Rote Ndao dan Sabu Raijua. Di sisi lain, pola perdagangan antar wilayah di Pulau Flores bagian timur

cenderung tersebar dengan Kabupaten Sikka sebagai hub utama perdagangan antar wilayah. Adanya perbaikan

pelabuhan membuat kebanyakan pengusaha di masing-masing kota langsung mengambil barang dari produsen atau

distributor besar di Sulawesi Selatan, Jawa Timur dan Sumbawa karena adanya perbedaan harga yang cukup material.

Pola perdagangan gula pasir lebih terkonsentrasi dibanding beras, dengan lebih dari 90% pasokan berasal dari Jawa

Timur. Hal ini terutama disebabkan oleh 60% pasokan gula pasir nasional diproduksi oleh pabrik-pabrik di Jawa Timur. Pola

perdagangan di Pulau Timor masih terkonsentrasi di Kota Kupang dengan pola perdagangan lebih kurang sama dengan

pola perdagangan beras. Adapun pola perdagangan di Pulau Flores lebih tersebar dengan masing-masing daerah

langsung mengambil pasokan gula pasir dari pedagang besar di Surabaya dengan beberapa diantaranya memanfaatkan

fasilitas tol laut yang melewati daerah mereka. Pemain besar hanya terdapat di Ende yang juga melakukan distribusi di

Ende dan daerah sekitarnya, namun sebagian besar pasokan tetap didatangkan dari Surabaya.

Konsumsi komoditas cabai merah sebenarnya tidak terlalu besar. Namun karena hasil produksi juga relatif rendah,

menjadikan provinsi NTT sebagai daerah yang mengalami defisit pasokan cabai. Berdasarkan hasil penelitian, Kota Kupang

masih menjadi hub utama distribusi cabai merah di daratan Timor, walaupun terbatas di Kabupaten TTU, Belu, Alor dan

Sabu Raijua. Suplai komoditas cabai merah paling banyak diperoleh dari Provinsi NTT sendiri seperti Kabupaten Belu dan

Kupang, disusul oleh suplai dari Surabaya dan Makasar. Kabupaten Kupang bahkan juga memasok ke daerah lain seperti

Kota Kupang, Kabupaten Flores Timur dan Timor Tengah Selatan. Adapun struktur pasar pada komoditas ini masih

cenderung oligopoli lemah, dengan beberapa pedagang besar yang tidak mengendalikan harga.

GAMBAR BOKS 6.2. POLA PERDAGANGAN ANTAR WILAYAH KOMODITAS GULA PASIR

GAMBAR BOKS 6.3. POLA PERDAGANGAN ANTAR WILAYAH KOMODITAS CABAI MERAH

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

63Februari 2017

Selain memastikan pasokan komoditas tersedia dalam jumlah yang cukup, pemahaman terkait pola perdagangan

komoditas antar wilayah menjadi hal yang mutlak dipahami oleh pemangku kebijakan dalam upaya menjaga pasokan dan

mengendalikan harga di daerah. Dalam upaya memetakan pola perdagangan komoditas pangan strategis di Nusa

Tenggara Timur (NTT), telah dilakukan penelitian pola perdagangan antar wilayah terhadap 5 komoditas penyumbang

inflasi terbesar di NTT yaitu komoditas beras, gula pasir, cabai merah, bawang merah, dan daging ayam ras. Adapun

pembahasan hanya akan difokuskan pada 4 komoditas yaitu beras, gula pasir, cabai merah dan bawang merah,

sedangkan komoditas daging ayam ras, lebih kurang sudah dibahas pada triwulan sebelumnya.

1Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan pola perdagangan yang cukup besar antara pola

perdagangan di Pulau Timor dan Pulau Flores bagian timur. Pola perdagangan di Pulau Timor terpusat di Kota Kupang,

sedangkan di Pulau Flores bagian timur tidak ada daerah yang terlalu menonjol sebagai pusat perdagangan. Pola

perdagangan tiap-tiap komoditas juga relatif berbeda tergantung dari karakteristik masing-masing komoditas,

kemudahan sarana transportasi, kedekatan dengan sentra produksi, ketersediaan modal usaha dan ukuran pasar, serta

efisiensi persaingan yang terjadi. Hasil penelitian juga tidak menunjukkan adanya hubungan perdagangan antar wilayah

yang kuat antara Pulau Timor dan Flores bagian timur, bahkan dengan Flores bagian barat dan Pulau Sumba.

Pola Perdagangan Antar Wilayahdi Provinsi Nusa Tenggara Timur06

GAMBAR BOKS 6.1. POLA PERDAGANGAN ANTAR WILAYAH KOMODITAS BERAS

Berdasarkan jenis komoditas, konsumsi beras di Provinsi NTT setiap tahun sebesar 600 ribu ton beras, sedangkan

produksinya hanya sebesar 450 ribu ton beras sehingga mengalami defisit hingga sekitar 150 ribu ton per tahun yang

pemenuhan kekurangan pasokan dilakukan melalui penyediaan beras BULOG ataupun melalui mekanisme pasar. Total

penyaluran beras BULOG di tahun 2016 mencapai 110 ribu ton beras dengan rincian 76 ribu ton beras sejahtera dan

sekitar 35 ribu ton beras disalurkan untuk pemenuhan kebutuhan beras PNS dan operasi pasar. Adapun pemenuhan beras

melalui mekanisme pasar per tahun lebih kurang disalurkan 55 ribu ton beras, dengan Sulawesi Selatan sebagai pemasok

beras utama dengan pangsa mencapai 62,3%, disusul oleh Provinsi Jawa Timur dengan pangsa mencapai 23,8% dan

Provinsi NTB dengan pangsa sebesar 7,0%. Fokus distribusi beras hanya pada Pulau Timor dan Flores bagian timur

dikarenakan kondisi produksi beras di Flores Bagian Barat dan Sumba yang mengalami surplus, sehingga tidak

membutuhkan pasokan dari luar.

1. Data didapatkan berdasarkan data sekunder dari BPS (diolah) dan survei kepada pelaku usaha.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

62 Februari 2017

Page 88: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Perdagangan beras di Pulau Timor sangat terkonsentrasi di Kota Kupang sebagai hub perdagangan ke semua Kabupaten

di daratan Timor, Alor, Rote Ndao dan Sabu Raijua. Di sisi lain, pola perdagangan antar wilayah di Pulau Flores bagian timur

cenderung tersebar dengan Kabupaten Sikka sebagai hub utama perdagangan antar wilayah. Adanya perbaikan

pelabuhan membuat kebanyakan pengusaha di masing-masing kota langsung mengambil barang dari produsen atau

distributor besar di Sulawesi Selatan, Jawa Timur dan Sumbawa karena adanya perbedaan harga yang cukup material.

Pola perdagangan gula pasir lebih terkonsentrasi dibanding beras, dengan lebih dari 90% pasokan berasal dari Jawa

Timur. Hal ini terutama disebabkan oleh 60% pasokan gula pasir nasional diproduksi oleh pabrik-pabrik di Jawa Timur. Pola

perdagangan di Pulau Timor masih terkonsentrasi di Kota Kupang dengan pola perdagangan lebih kurang sama dengan

pola perdagangan beras. Adapun pola perdagangan di Pulau Flores lebih tersebar dengan masing-masing daerah

langsung mengambil pasokan gula pasir dari pedagang besar di Surabaya dengan beberapa diantaranya memanfaatkan

fasilitas tol laut yang melewati daerah mereka. Pemain besar hanya terdapat di Ende yang juga melakukan distribusi di

Ende dan daerah sekitarnya, namun sebagian besar pasokan tetap didatangkan dari Surabaya.

Konsumsi komoditas cabai merah sebenarnya tidak terlalu besar. Namun karena hasil produksi juga relatif rendah,

menjadikan provinsi NTT sebagai daerah yang mengalami defisit pasokan cabai. Berdasarkan hasil penelitian, Kota Kupang

masih menjadi hub utama distribusi cabai merah di daratan Timor, walaupun terbatas di Kabupaten TTU, Belu, Alor dan

Sabu Raijua. Suplai komoditas cabai merah paling banyak diperoleh dari Provinsi NTT sendiri seperti Kabupaten Belu dan

Kupang, disusul oleh suplai dari Surabaya dan Makasar. Kabupaten Kupang bahkan juga memasok ke daerah lain seperti

Kota Kupang, Kabupaten Flores Timur dan Timor Tengah Selatan. Adapun struktur pasar pada komoditas ini masih

cenderung oligopoli lemah, dengan beberapa pedagang besar yang tidak mengendalikan harga.

GAMBAR BOKS 6.2. POLA PERDAGANGAN ANTAR WILAYAH KOMODITAS GULA PASIR

GAMBAR BOKS 6.3. POLA PERDAGANGAN ANTAR WILAYAH KOMODITAS CABAI MERAH

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

63Februari 2017

Selain memastikan pasokan komoditas tersedia dalam jumlah yang cukup, pemahaman terkait pola perdagangan

komoditas antar wilayah menjadi hal yang mutlak dipahami oleh pemangku kebijakan dalam upaya menjaga pasokan dan

mengendalikan harga di daerah. Dalam upaya memetakan pola perdagangan komoditas pangan strategis di Nusa

Tenggara Timur (NTT), telah dilakukan penelitian pola perdagangan antar wilayah terhadap 5 komoditas penyumbang

inflasi terbesar di NTT yaitu komoditas beras, gula pasir, cabai merah, bawang merah, dan daging ayam ras. Adapun

pembahasan hanya akan difokuskan pada 4 komoditas yaitu beras, gula pasir, cabai merah dan bawang merah,

sedangkan komoditas daging ayam ras, lebih kurang sudah dibahas pada triwulan sebelumnya.

1Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan pola perdagangan yang cukup besar antara pola

perdagangan di Pulau Timor dan Pulau Flores bagian timur. Pola perdagangan di Pulau Timor terpusat di Kota Kupang,

sedangkan di Pulau Flores bagian timur tidak ada daerah yang terlalu menonjol sebagai pusat perdagangan. Pola

perdagangan tiap-tiap komoditas juga relatif berbeda tergantung dari karakteristik masing-masing komoditas,

kemudahan sarana transportasi, kedekatan dengan sentra produksi, ketersediaan modal usaha dan ukuran pasar, serta

efisiensi persaingan yang terjadi. Hasil penelitian juga tidak menunjukkan adanya hubungan perdagangan antar wilayah

yang kuat antara Pulau Timor dan Flores bagian timur, bahkan dengan Flores bagian barat dan Pulau Sumba.

Pola Perdagangan Antar Wilayahdi Provinsi Nusa Tenggara Timur06

GAMBAR BOKS 6.1. POLA PERDAGANGAN ANTAR WILAYAH KOMODITAS BERAS

Berdasarkan jenis komoditas, konsumsi beras di Provinsi NTT setiap tahun sebesar 600 ribu ton beras, sedangkan

produksinya hanya sebesar 450 ribu ton beras sehingga mengalami defisit hingga sekitar 150 ribu ton per tahun yang

pemenuhan kekurangan pasokan dilakukan melalui penyediaan beras BULOG ataupun melalui mekanisme pasar. Total

penyaluran beras BULOG di tahun 2016 mencapai 110 ribu ton beras dengan rincian 76 ribu ton beras sejahtera dan

sekitar 35 ribu ton beras disalurkan untuk pemenuhan kebutuhan beras PNS dan operasi pasar. Adapun pemenuhan beras

melalui mekanisme pasar per tahun lebih kurang disalurkan 55 ribu ton beras, dengan Sulawesi Selatan sebagai pemasok

beras utama dengan pangsa mencapai 62,3%, disusul oleh Provinsi Jawa Timur dengan pangsa mencapai 23,8% dan

Provinsi NTB dengan pangsa sebesar 7,0%. Fokus distribusi beras hanya pada Pulau Timor dan Flores bagian timur

dikarenakan kondisi produksi beras di Flores Bagian Barat dan Sumba yang mengalami surplus, sehingga tidak

membutuhkan pasokan dari luar.

1. Data didapatkan berdasarkan data sekunder dari BPS (diolah) dan survei kepada pelaku usaha.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

62 Februari 2017

Page 89: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

dan tonase angkutan menjadi variabel utama yang mempengaruhi besarnya biaya pengiriman. Sebagian besar pengusaha

memiliki fasilitas pergudangan, namun daya simpan komoditas tidak terlalu besar. Pembentukan harga jual sangat

dipengaruhi oleh harga pembelian dan besarnya biaya transportasi yang timbul. Selain itu, gangguan cuaca dan

keterbatasan moda transportasi masih menjadi faktor penghambat utama dalam distribusi barang di Provinsi NTT yang

berpotensi menyebabkan fluktuasi harga yang cukup besar. Oleh karena itu, untuk menjaga pasokan, pertama-tama

diharapkan untuk dapat dilakukan peningkatan produksi komoditas. Adanya rencana pembangunan pabrik gula di

Sumba Timur perlu dukungan ekstra pemerintah agar neraca konsumsi tidak selalu negatif. Adanya hasil penelitian ini,

sekiranya dapat dijadikan alat bagi pemangku kebijakan dalam menjaga pasokan komoditas penyumbang inflasi ke

depan, agar harga dan pasokan barang dapat senantiasa terjaga.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

65Februari 2017

Kondisi perdagangan antar wilayah yang berbeda ditunjukkan oleh peta distribusi di Pulau Flores. Daerah Sikka yang

seharusnya surplus, ternyata mendapatkan pasokan cabai merah dari Makasar, Ende, Sikka sendiri dan Kabupaten Ngada,

baru didistribusikan di Kabupaten Sikka dan Lembata. Kabupaten Ende yang seharusnya defisit cukup besar ternyata justru

dapat memproduksi cabai merah dan mendistribusikannya ke Kabupaten Sikka. Adapun pasokan komoditas selain dari

Kabupaten Ende sendiri, juga mendapat pasokan dari Kabupaten Nagekeo. Pasokan cabai merah di Kabupaten Flores

Timur terutama berasal dari Kabupaten Ende, selain juga mendapatkan pasokan dari Kabupaten Kupang atau Makasar

terlebih ketika harga mengalami kenaikan. Temuan penelitian yang cukup menarik adalah mulai adanya interaksi

perdagangan antara Flores bagian barat dan Flores bagian timur seiring dengan adanya kegiatan perdagangan dengan

Kabupaten Ngada.

Pola perdagangan antar wilayah komoditas bawang merah justru menunjukkan luasnya rantai distribusi komoditas ini.

Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan bahwa 65% pasokan bawang merah dapat diperoleh dari NTT sendiri antara lain

Pulau Semau di Kabupaten Kupang, Kabupaten Rote Ndao, Sabu Raijua dan Kabupaten Manggarai Timur. Selebihnya,

pasokan diperoleh dari Kabupaten Bima, NTB dan Brebes, Jawa Tengah. Sebagian kecil pasokan juga diperoleh dari

Makasar, terutama hanya di Kabupaten Sikka dan ketika terjadi kelangkaan pasokan.

GAMBAR BOKS 6.3. POLA PERDAGANGAN ANTAR WILAYAH KOMODITAS CABAI MERAH

Pola perdagangan antar wilayah di Pulau Timor menunjukkan pola yang terkonsentrasi di Kota Kupang. Pasokan dari

daerah penghasil utama seperti Kabupaten Rote Ndao, dan Pulau Semau, ditambah dengan pasokan dari Brebes, Jawa

Tengah dan sebagian kecil dari Surabaya dikumpulkan terlebih dahulu di Kota Kupang untuk kemudian kembali

didistribusikan ke 11 kabupaten/kota baik di Provinsi NTT maupun di luar NTT. Bawang Merah dari Pulau Rote selain

didistribusikan ke Kota Kupang, juga langsung didistribusikan ke Kabupaten Flores Timur, Alor dan Timor Tengah Selatan.Berbeda dengan pola perdagangan di Pulau Timor, perdagangan antar wilayah di Pulau Flores juga relatif terdistribusi

walaupun konsentrasi perdagangan utama masih terjadi di Kabupaten Sikka. Suplai utama bawang merah di Pulau Flores

dari luar NTT didapatkan dari Kabupaten Bima, NTB yang disebabkan oleh kedekatan personal para pedagang besar yang

sebagian besar berasal dari daerah tersebut. Luasnya distribusi juga terlihat dari rantai pasokan yang juga berasal dari

Flores bagian barat dan Kabupaten Sabu Raijua. Penjualan di Kabupaten Sikka juga mencapai daerah Ambon walaupun

dalam nilai yang tidak terlalu besar.

Harga beli dan harga jual akan cenderung rendah pada daerah yang menjadi pusat distribusi per masing-masing

komoditas. Tidak ditemukan pula adanya keterkaitan harga yang membentuk suatu klaster antara daerah yang satu

dengan daerah yang lain. Adapun biaya pengiriman di NTT relatif besar, dengan jarak pengangkutan, moda transportasi,

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

64 Februari 2017

Page 90: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

dan tonase angkutan menjadi variabel utama yang mempengaruhi besarnya biaya pengiriman. Sebagian besar pengusaha

memiliki fasilitas pergudangan, namun daya simpan komoditas tidak terlalu besar. Pembentukan harga jual sangat

dipengaruhi oleh harga pembelian dan besarnya biaya transportasi yang timbul. Selain itu, gangguan cuaca dan

keterbatasan moda transportasi masih menjadi faktor penghambat utama dalam distribusi barang di Provinsi NTT yang

berpotensi menyebabkan fluktuasi harga yang cukup besar. Oleh karena itu, untuk menjaga pasokan, pertama-tama

diharapkan untuk dapat dilakukan peningkatan produksi komoditas. Adanya rencana pembangunan pabrik gula di

Sumba Timur perlu dukungan ekstra pemerintah agar neraca konsumsi tidak selalu negatif. Adanya hasil penelitian ini,

sekiranya dapat dijadikan alat bagi pemangku kebijakan dalam menjaga pasokan komoditas penyumbang inflasi ke

depan, agar harga dan pasokan barang dapat senantiasa terjaga.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

65Februari 2017

Kondisi perdagangan antar wilayah yang berbeda ditunjukkan oleh peta distribusi di Pulau Flores. Daerah Sikka yang

seharusnya surplus, ternyata mendapatkan pasokan cabai merah dari Makasar, Ende, Sikka sendiri dan Kabupaten Ngada,

baru didistribusikan di Kabupaten Sikka dan Lembata. Kabupaten Ende yang seharusnya defisit cukup besar ternyata justru

dapat memproduksi cabai merah dan mendistribusikannya ke Kabupaten Sikka. Adapun pasokan komoditas selain dari

Kabupaten Ende sendiri, juga mendapat pasokan dari Kabupaten Nagekeo. Pasokan cabai merah di Kabupaten Flores

Timur terutama berasal dari Kabupaten Ende, selain juga mendapatkan pasokan dari Kabupaten Kupang atau Makasar

terlebih ketika harga mengalami kenaikan. Temuan penelitian yang cukup menarik adalah mulai adanya interaksi

perdagangan antara Flores bagian barat dan Flores bagian timur seiring dengan adanya kegiatan perdagangan dengan

Kabupaten Ngada.

Pola perdagangan antar wilayah komoditas bawang merah justru menunjukkan luasnya rantai distribusi komoditas ini.

Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan bahwa 65% pasokan bawang merah dapat diperoleh dari NTT sendiri antara lain

Pulau Semau di Kabupaten Kupang, Kabupaten Rote Ndao, Sabu Raijua dan Kabupaten Manggarai Timur. Selebihnya,

pasokan diperoleh dari Kabupaten Bima, NTB dan Brebes, Jawa Tengah. Sebagian kecil pasokan juga diperoleh dari

Makasar, terutama hanya di Kabupaten Sikka dan ketika terjadi kelangkaan pasokan.

GAMBAR BOKS 6.3. POLA PERDAGANGAN ANTAR WILAYAH KOMODITAS CABAI MERAH

Pola perdagangan antar wilayah di Pulau Timor menunjukkan pola yang terkonsentrasi di Kota Kupang. Pasokan dari

daerah penghasil utama seperti Kabupaten Rote Ndao, dan Pulau Semau, ditambah dengan pasokan dari Brebes, Jawa

Tengah dan sebagian kecil dari Surabaya dikumpulkan terlebih dahulu di Kota Kupang untuk kemudian kembali

didistribusikan ke 11 kabupaten/kota baik di Provinsi NTT maupun di luar NTT. Bawang Merah dari Pulau Rote selain

didistribusikan ke Kota Kupang, juga langsung didistribusikan ke Kabupaten Flores Timur, Alor dan Timor Tengah Selatan.Berbeda dengan pola perdagangan di Pulau Timor, perdagangan antar wilayah di Pulau Flores juga relatif terdistribusi

walaupun konsentrasi perdagangan utama masih terjadi di Kabupaten Sikka. Suplai utama bawang merah di Pulau Flores

dari luar NTT didapatkan dari Kabupaten Bima, NTB yang disebabkan oleh kedekatan personal para pedagang besar yang

sebagian besar berasal dari daerah tersebut. Luasnya distribusi juga terlihat dari rantai pasokan yang juga berasal dari

Flores bagian barat dan Kabupaten Sabu Raijua. Penjualan di Kabupaten Sikka juga mencapai daerah Ambon walaupun

dalam nilai yang tidak terlalu besar.

Harga beli dan harga jual akan cenderung rendah pada daerah yang menjadi pusat distribusi per masing-masing

komoditas. Tidak ditemukan pula adanya keterkaitan harga yang membentuk suatu klaster antara daerah yang satu

dengan daerah yang lain. Adapun biaya pengiriman di NTT relatif besar, dengan jarak pengangkutan, moda transportasi,

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

64 Februari 2017

Page 91: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Walaupun terjadi perlambatan pada kinerja kredit di sektor konsumsi dan UMKM, Stabilitas Sistem Keuangan

(SSK) Provinsi NTT pada triwulan laporan masih cukup terjaga.

Kredit sektor rumah tangga secara agregat tumbuh sebesar 6,80% (yoy) dengan rasio NPL terjaga sebesar

1,15%.

Walau melambat, kredit UMKM masih dapat tumbuh sebesar 16,71% (yoy) dengan rasio NPL masih relatif

terjaga sebesar 2,97%.

Meskipun porsi kredit korporasi relatif kecil, perbankan perlu lebih mencermati peningkatan risiko kredit

bermasalah dengan adanya peningkatan rasio NPL dari triwulan sebelumnya menjadi di atas 5% yaitu

sebesar 8,04%.

Industri perbankan masih menunjukkan kinerja yang cukup positif dengan aset meningkat 4,04% (yoy),

sementara kredit tumbuh sedikit melambat sebesar 12,59% (yoy) dan penghimpunan dana mengalami

kontraksi -0,06% (yoy) terutama karena penarikan dana oleh pemerintah.

Stabilitas Keuangan Daerah 04

Foto : Gedung Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara TImur

Page 92: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Walaupun terjadi perlambatan pada kinerja kredit di sektor konsumsi dan UMKM, Stabilitas Sistem Keuangan

(SSK) Provinsi NTT pada triwulan laporan masih cukup terjaga.

Kredit sektor rumah tangga secara agregat tumbuh sebesar 6,80% (yoy) dengan rasio NPL terjaga sebesar

1,15%.

Walau melambat, kredit UMKM masih dapat tumbuh sebesar 16,71% (yoy) dengan rasio NPL masih relatif

terjaga sebesar 2,97%.

Meskipun porsi kredit korporasi relatif kecil, perbankan perlu lebih mencermati peningkatan risiko kredit

bermasalah dengan adanya peningkatan rasio NPL dari triwulan sebelumnya menjadi di atas 5% yaitu

sebesar 8,04%.

Industri perbankan masih menunjukkan kinerja yang cukup positif dengan aset meningkat 4,04% (yoy),

sementara kredit tumbuh sedikit melambat sebesar 12,59% (yoy) dan penghimpunan dana mengalami

kontraksi -0,06% (yoy) terutama karena penarikan dana oleh pemerintah.

Stabilitas Keuangan Daerah 04

Foto : Gedung Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara TImur

Page 93: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Walaupun terjadi perlambatan pada kinerja kredit di sektor konsumsi dan UMKM, Stabilitas Sistem Keuangan (SSK)

Provinsi NTT pada triwulan laporan masih cukup terjaga. Sampai dengan triwulan laporan, adanya relaksasi ketentuan

rasio Loan To Value (LTV) atau Financing To Value (FTV) pada bulan Agustus 2016 belum cukup mampu mendorong fungsi

intermediasi perbankan NTT terutama di sektor properti, meskipun terdapat sedikit peningkatan dibandingkan triwulan

sebelumnya. Rumah tangga tetap optimis terhadap kondisi ekonomi ke depan sehingga terdapat prospek peningkatan

kinerja kredit konsumsi pada periode selanjutnya.

Perlambatan kinerja kredit UMKM disebabkan terutama oleh melambatnya pertumbuhan sektor perdagangan besar dan

eceran yang memegang porsi dominan kredit UMKM di Provinsi NTT. Sementara kredit sektor pertanian dan penyediaan

akomodasi masih mampu tumbuh di tengah perlambatan sektor-sektor lain. Tekanan risiko kredit UMKM cukup rendah

melihat rasio NPL yang membaik di tengah perlambatan. Perbankan perlu lebih mencermati tekanan risiko kredit pada

sektor korporasi sebagaimana tercermin dari rasio NPL yang meningkat.

Kinerja industri perbankan di Provinsi NTT secara umum masih cukup positif. Posisi aset terpantau meningkat pada

triwulan laporan, sementara penyaluran kredit cukup kondusif. Hal yang perlu dicermati yaitu posisi rasio LDR yang

menunjukkan tren meningkat seiring dengan penghimpunan dana dari masyarakat yang masih melambat. Selain itu

kinerja intermediasi Bank Perkreditan Rakyat juga masih cukup terjaga dengan rasio permodalan CAR (Capital Adequacy

Ratio) yang cukup kuat.

4.1 KONDISI UMUM

4.2.1 Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga

Rumah tangga memiliki dua fungsi dalam sistem keuangan, yakni sebagai penyedia dana dan sebagai penerima dana. Jika

rumah tangga menempatkan kelebihan dana kepada institusi keuangan atau instrumen keuangan yang kemudian

digunakan sebagai sumber dana pelaku ekonomi lainnya, maka disebut sebagai penyedia dana. Sedangkan apabila rumah

tangga meminjam dana dari institusi keuangan yang dananya berasal dari pelaku ekonomi yang mengalami surplus, maka

disebut sebagai penerima dana. Oleh karena itu, semakin besar peran rumah tangga dalam aktivitas ekonomi dan

keuangan suatu daerah maka semakin penting peran ketahanan sektor rumah tangga dalam menjaga stabilitas keuangan

daerah tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi ketahanan rumah tangga di antaranya tingkat pendapatan, tingkat

konsumsi, lapangan kerja dan stabilitas harga.

Konsumsi sektor Rumah Tangga (RT) sebagai kontributor utama dalam PDRB mengalami pertumbuhan sebesar 7,27%

(yoy) di triwulan laporan atau meningkat cukup signifikan dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 4,77% (yoy),

sehingga meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan yang tercatat 5,18% (yoy) dibandingkan tahun

sebelumnya sebesar 5,03% (yoy). Sementara apabila dibandingkan triwulan sebelumnya, konsumsi RT tumbuh melambat

yakni sebesar 3,94% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 5,37% (qtq).

Perlambatan konsumsi RT triwulanan pada akhir tahun juga tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK), yang

menggambarkan keyakinan konsumen terhadap kondisi perekonomian, serta pengeluaran membeli barang tahan lama

yang mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya. IKK juga menurun bila dibandingkan tahun lalu,

didukung ekspektasi konsumen dengan kondisi ekonomi enam bulan ke depan yang juga menurun. Namun demikian,

tingkat keyakinan konsumen masih terjaga di level optimis. Grafik 4.2 juga menunjukkan kecenderungan pergeseran

puncak keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi dari tahun ke tahun, dengan tahun 2016 puncaknya telah terjadi

pada Triwulan III dari sebelumnya Triwulan IV tahun 2015 dan seterusnya. Hal ini mengindikasikan bahwa konsumen

memiliki ekspektasi bahwa dalam setiap triwulan terdapat peningkatan kondisi ekonomi.

4.2 ASESMEN KETAHANAN RUMAH TANGGA

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

69Februari 2017

Page 94: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Walaupun terjadi perlambatan pada kinerja kredit di sektor konsumsi dan UMKM, Stabilitas Sistem Keuangan (SSK)

Provinsi NTT pada triwulan laporan masih cukup terjaga. Sampai dengan triwulan laporan, adanya relaksasi ketentuan

rasio Loan To Value (LTV) atau Financing To Value (FTV) pada bulan Agustus 2016 belum cukup mampu mendorong fungsi

intermediasi perbankan NTT terutama di sektor properti, meskipun terdapat sedikit peningkatan dibandingkan triwulan

sebelumnya. Rumah tangga tetap optimis terhadap kondisi ekonomi ke depan sehingga terdapat prospek peningkatan

kinerja kredit konsumsi pada periode selanjutnya.

Perlambatan kinerja kredit UMKM disebabkan terutama oleh melambatnya pertumbuhan sektor perdagangan besar dan

eceran yang memegang porsi dominan kredit UMKM di Provinsi NTT. Sementara kredit sektor pertanian dan penyediaan

akomodasi masih mampu tumbuh di tengah perlambatan sektor-sektor lain. Tekanan risiko kredit UMKM cukup rendah

melihat rasio NPL yang membaik di tengah perlambatan. Perbankan perlu lebih mencermati tekanan risiko kredit pada

sektor korporasi sebagaimana tercermin dari rasio NPL yang meningkat.

Kinerja industri perbankan di Provinsi NTT secara umum masih cukup positif. Posisi aset terpantau meningkat pada

triwulan laporan, sementara penyaluran kredit cukup kondusif. Hal yang perlu dicermati yaitu posisi rasio LDR yang

menunjukkan tren meningkat seiring dengan penghimpunan dana dari masyarakat yang masih melambat. Selain itu

kinerja intermediasi Bank Perkreditan Rakyat juga masih cukup terjaga dengan rasio permodalan CAR (Capital Adequacy

Ratio) yang cukup kuat.

4.1 KONDISI UMUM

4.2.1 Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga

Rumah tangga memiliki dua fungsi dalam sistem keuangan, yakni sebagai penyedia dana dan sebagai penerima dana. Jika

rumah tangga menempatkan kelebihan dana kepada institusi keuangan atau instrumen keuangan yang kemudian

digunakan sebagai sumber dana pelaku ekonomi lainnya, maka disebut sebagai penyedia dana. Sedangkan apabila rumah

tangga meminjam dana dari institusi keuangan yang dananya berasal dari pelaku ekonomi yang mengalami surplus, maka

disebut sebagai penerima dana. Oleh karena itu, semakin besar peran rumah tangga dalam aktivitas ekonomi dan

keuangan suatu daerah maka semakin penting peran ketahanan sektor rumah tangga dalam menjaga stabilitas keuangan

daerah tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi ketahanan rumah tangga di antaranya tingkat pendapatan, tingkat

konsumsi, lapangan kerja dan stabilitas harga.

Konsumsi sektor Rumah Tangga (RT) sebagai kontributor utama dalam PDRB mengalami pertumbuhan sebesar 7,27%

(yoy) di triwulan laporan atau meningkat cukup signifikan dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 4,77% (yoy),

sehingga meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan yang tercatat 5,18% (yoy) dibandingkan tahun

sebelumnya sebesar 5,03% (yoy). Sementara apabila dibandingkan triwulan sebelumnya, konsumsi RT tumbuh melambat

yakni sebesar 3,94% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 5,37% (qtq).

Perlambatan konsumsi RT triwulanan pada akhir tahun juga tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK), yang

menggambarkan keyakinan konsumen terhadap kondisi perekonomian, serta pengeluaran membeli barang tahan lama

yang mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya. IKK juga menurun bila dibandingkan tahun lalu,

didukung ekspektasi konsumen dengan kondisi ekonomi enam bulan ke depan yang juga menurun. Namun demikian,

tingkat keyakinan konsumen masih terjaga di level optimis. Grafik 4.2 juga menunjukkan kecenderungan pergeseran

puncak keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi dari tahun ke tahun, dengan tahun 2016 puncaknya telah terjadi

pada Triwulan III dari sebelumnya Triwulan IV tahun 2015 dan seterusnya. Hal ini mengindikasikan bahwa konsumen

memiliki ekspektasi bahwa dalam setiap triwulan terdapat peningkatan kondisi ekonomi.

4.2 ASESMEN KETAHANAN RUMAH TANGGA

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

69Februari 2017

Page 95: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

GRAFIK 4.8. PERTUMBUHAN DPK RUMAH TANGGA

GIRO TABUNGAN DEPOSITO

7.68%7.85%

-12.35%

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

Sumber: Bank Indonesia, diolah

GRAFIK 4.7. PREFERENSI DPK RUMAH TANGGA

Sumber: Bank Indonesia, diolah

GIRO TABUNGAN DEPOSITO

0%10%20%30%40%50%60%70%80%90%

100%

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

3.52 4.40 4.63 5.52 4.10 4.69 4.50 4.54

69.57 69.08 69.55 72.40 69.50 69.88 69.90 73.12

26.91 26.52 25.82 22.08 26.40 25.42 25.60 22.34

GRAFIK 4.6. PERTUMBUHAN DPK

Sumber: Bank Indonesia, diolah

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

-30%

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

RT/ PERSEORANGAN NON RT TOTAL DPK

6.61%-0.24%

-14.79%

GRAFIK 4.5. PANGSA DPK RUMAH TANGGA DAN NON RUMAH TANGGA

Sumber: Bank Indonesia, diolah

RT/ PERSEORANGAN NON RT

0%10%20%30%40%50%60%70%80%90%

100%

58.42 53.56 54.1067.95 60.56 58.34 62.08

72.63

41.58 46.44 45.9032.05 39.44 41.66 37.92

27.37

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

Pada triwulan IV 2016, penghimpunan DPK rumah tangga kembali mengalami perlambatan. DPK tumbuh sebesar 6,61%

(yoy) atau lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 15,05% (yoy). Perlambatan pertumbuhan DPK

rumah tangga berkontribusi terhadap penurunan DPK bank umum di Provinsi NTT sebesar 0,24% (yoy) dibandingkan

triwulan III 2016 yang tumbuh 0,26% (yoy). Hal tersebut dikonfirmasi pula oleh indeks simpanan rumah tangga yang

menurun menjadi 1,21 dibandingkan triwulan III 2016 yakni 1,24.

Perlambatan DPK rumah tangga terjadi pada seluruh jenis simpanan, yaitu tabungan, giro dan deposito. Tak berbeda jauh

dengan giro pemerintah daerah yang mengalami penurunan karena realisasi anggaran di akhir tahun, giro rumah tangga

juga mengalami penurunan cukup dalam dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Giro mengalami kontraksi

menjadi -12,35% (yoy) dari 11,69% (yoy) di triwulan III 2016 karena adanya perbaikan daya beli masyarakat sehingga

konsumsi untuk perayaan Natal dan Tahun Baru menjadi meningkat. Sementara tabungan melambat menjadi 7,68% (yoy)

dari 15,63% (yoy) serta deposito menjadi 7,85% (yoy) dari 14,09% (yoy). Kecenderungan rumah tangga tiap tahun masih

sama yaitu menjelang akhir tahun lebih meningkatkan simpanan dalam bentuk tabungan dan giro yang lebih mudah

dicairkan untuk mencukupi kebutuhan dana akhir tahun dengan mengurangi atau mencairkan simpanan

deposito.Sementara itu, pada triwulan laporan penyaluran kredit ke rumah tangga mencapai Rp 8,62 triliun atau 37,75%

dari total kredit yang disalurkan ke NTT. Dari jumlah tersebut, sebesar Rp 6,98 triliun atau 80,91% disalurkan dalam bentuk

kredit multiguna, sementara Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sebesar Rp 1,31 triliun (15,19%) dan Kredit Kendaraan

Bermotor (KKB) sebesar Rp 324 miliar (3,76%).

Kredit rumah tangga pada triwulan laporan secara agregat mengalami pertumbuhan yakni sebesar 6,80% (yoy)

dibandingkan triwulan sebelumnya 5,92% (yoy). Pertumbuhan terutama didorong oleh Kredit Kendaraan Bermotor (KKB)

yang meningkat dari sebelumnya 3,14% (yoy) menjadi 28,57% (yoy) dan Kredit Perlengkapan dan Peralatan Rumah

Tangga dari sebelumnya 34,93% (yoy) menjadi 53,63% (yoy). Kredit Multiguna masih menunjukkan perlambatan namun

relatif lebih stabil dari 6,97% (yoy) menjadi 5,95% (yoy).

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

71Februari 2017

GRAFIK 4.4. INDEKS SIKAP MASYARAKAT TERHADAP KASUS KEJAHATAN PERBANKAN

Sumber: Bank Indonesia, diolah

0,80

1,00

1,20

1,40

1,60

1,80

2,00

1.60

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

GRAFIK 4.3. INDEKS PENGELUARAN BERDASARKAN KELOMPOK KOMODITAS

Sumber: Bank Indonesia, diolah

SANDANG MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK, DAN TEMBAKAU KESEHATAN

167.3

179.6

136.7

100110120130140150160170180190200

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

GRAFIK 4.1. KONTRIBUSI KONSUMSI RT TERHADAP KONSUMSI AGREGAT

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

PEMERINTAH G RT(YOY)RT LNRT G RT (QTQ)

-8%

-6%

-4%

-2%

0%

2%

4%

6%

8%

10%

0

2000

4000

6000

8000

10000

12000

14000

16000

18000

20000

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

2013I II I I I IV

GRAFIK 4.2. IKK, IKE, DAN IEK

Sumber: Bank Indonesia, diolah

INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN (IKK) INDEKS KONDISI EKONOMI SAAT INI (IKE)INDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN (IEK)

122.8

117.0

128.7

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

80

90

100

110

120

130

140

150

160

170

Selain itu, berdasarkan hasil Survei Konsumen bulan Desember 2016 didapatkan informasi bahwa pertumbuhan konsumsi

secara tahunan menunjukkan adanya peningkatan, di antaranya disebabkan oleh peningkatan indeks pengeluaran rumah

tangga untuk makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau dan biaya sandang. Peningkatan tersebut salah satunya

karena adanya perayaan Hari Raya Natal dan Tahun Baru 2017 yang didukung meningkatnya daya beli masyarakat. Di sisi

lain, kepercayaan masyarakat terhadap jasa perbankan pada triwulan laporan sedikit menurun yang tercermin dari

peningkatan nilai indeks dari 1,56 di triwulan III 2016 menjadi 1,60 yang berarti masyarakat masih meyakini tingkat

keamanan dananya di perbankan, terutama karena jumlah simpanan yang masih dalam batas penjaminan pemerintah.

Indeks lain yang menggambarkan tingkat ketahanan keuangan sektor rumah tangga juga menunjukkan kondisi yang

relatif stabil meskipun sedikit mengalami penurunan ketahanan. Pada triwulan ini, ada sedikit kenaikan keterlambatan

pembayaran cicilan yang lebih disebabkan oleh kelalaian konsumen. Namun demikian, secara umum masih relatif lancar

yang ditunjukkan oleh nilai indeks sebesar 1,78, walaupun lebih tinggi dibandingkan tahun lalu dan triwulan sebelumnya

yang masing-masing sebesar 1,30 dan 1,74. Indeks kepemilikan dana cadangan rumah tangga untuk kebutuhan tak

terduga pada triwulan laporan turun menjadi 1,21 dari triwulan III 2016 yakni 1,24, menunjukkan bahwa mayoritas

(hampir 80%) rumah tangga masih memiliki dana cadangan sampai dengan 1 bulan pendapatan namun terdapat

kecenderungan penurunan penyimpanan dana yang dapat berpotensi mengganggu pembayaran cicilan. Penurunan

simpanan kemungkinan besar disebabkan oleh adanya peningkatan konsumsi menjelang hari raya dan tahun

sebagaimana ditunjukkan oleh kenaikan indeks pengeluaran konsumen.

Sektor rumah tangga masih mendominasi penghimpunan Dana Pihak Ketiga di bank umum dengan porsi sebesar 72,63%

(Rp 15,71 triliun) dari seluruh DPK terhimpun di NTT, atau meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar

62,08% dan lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun 2015 sebesar 67,95%. Sebagian besar simpanan dana

rumah tangga dalam bentuk tabungan (73,12%), diikuti deposito (22,34%) dan sebagian kecil giro (4,54%). Porsi

tabungan rumah tangga mencapai 89,63% dari dana terhimpun, sementara deposito tercatat 71,29%, sehingga peran

rumah tangga sebagai penyedia dana di perbankan NTT cukup tinggi.

4.2.2 Eksposur Rumah Tangga di Perbankan

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

70 Februari 2017

Page 96: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

GRAFIK 4.8. PERTUMBUHAN DPK RUMAH TANGGA

GIRO TABUNGAN DEPOSITO

7.68%7.85%

-12.35%

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

Sumber: Bank Indonesia, diolah

GRAFIK 4.7. PREFERENSI DPK RUMAH TANGGA

Sumber: Bank Indonesia, diolah

GIRO TABUNGAN DEPOSITO

0%10%20%30%40%50%60%70%80%90%

100%

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

3.52 4.40 4.63 5.52 4.10 4.69 4.50 4.54

69.57 69.08 69.55 72.40 69.50 69.88 69.90 73.12

26.91 26.52 25.82 22.08 26.40 25.42 25.60 22.34

GRAFIK 4.6. PERTUMBUHAN DPK

Sumber: Bank Indonesia, diolah

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

-30%

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

RT/ PERSEORANGAN NON RT TOTAL DPK

6.61%-0.24%

-14.79%

GRAFIK 4.5. PANGSA DPK RUMAH TANGGA DAN NON RUMAH TANGGA

Sumber: Bank Indonesia, diolah

RT/ PERSEORANGAN NON RT

0%10%20%30%40%50%60%70%80%90%

100%

58.42 53.56 54.1067.95 60.56 58.34 62.08

72.63

41.58 46.44 45.9032.05 39.44 41.66 37.92

27.37

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

Pada triwulan IV 2016, penghimpunan DPK rumah tangga kembali mengalami perlambatan. DPK tumbuh sebesar 6,61%

(yoy) atau lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 15,05% (yoy). Perlambatan pertumbuhan DPK

rumah tangga berkontribusi terhadap penurunan DPK bank umum di Provinsi NTT sebesar 0,24% (yoy) dibandingkan

triwulan III 2016 yang tumbuh 0,26% (yoy). Hal tersebut dikonfirmasi pula oleh indeks simpanan rumah tangga yang

menurun menjadi 1,21 dibandingkan triwulan III 2016 yakni 1,24.

Perlambatan DPK rumah tangga terjadi pada seluruh jenis simpanan, yaitu tabungan, giro dan deposito. Tak berbeda jauh

dengan giro pemerintah daerah yang mengalami penurunan karena realisasi anggaran di akhir tahun, giro rumah tangga

juga mengalami penurunan cukup dalam dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Giro mengalami kontraksi

menjadi -12,35% (yoy) dari 11,69% (yoy) di triwulan III 2016 karena adanya perbaikan daya beli masyarakat sehingga

konsumsi untuk perayaan Natal dan Tahun Baru menjadi meningkat. Sementara tabungan melambat menjadi 7,68% (yoy)

dari 15,63% (yoy) serta deposito menjadi 7,85% (yoy) dari 14,09% (yoy). Kecenderungan rumah tangga tiap tahun masih

sama yaitu menjelang akhir tahun lebih meningkatkan simpanan dalam bentuk tabungan dan giro yang lebih mudah

dicairkan untuk mencukupi kebutuhan dana akhir tahun dengan mengurangi atau mencairkan simpanan

deposito.Sementara itu, pada triwulan laporan penyaluran kredit ke rumah tangga mencapai Rp 8,62 triliun atau 37,75%

dari total kredit yang disalurkan ke NTT. Dari jumlah tersebut, sebesar Rp 6,98 triliun atau 80,91% disalurkan dalam bentuk

kredit multiguna, sementara Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sebesar Rp 1,31 triliun (15,19%) dan Kredit Kendaraan

Bermotor (KKB) sebesar Rp 324 miliar (3,76%).

Kredit rumah tangga pada triwulan laporan secara agregat mengalami pertumbuhan yakni sebesar 6,80% (yoy)

dibandingkan triwulan sebelumnya 5,92% (yoy). Pertumbuhan terutama didorong oleh Kredit Kendaraan Bermotor (KKB)

yang meningkat dari sebelumnya 3,14% (yoy) menjadi 28,57% (yoy) dan Kredit Perlengkapan dan Peralatan Rumah

Tangga dari sebelumnya 34,93% (yoy) menjadi 53,63% (yoy). Kredit Multiguna masih menunjukkan perlambatan namun

relatif lebih stabil dari 6,97% (yoy) menjadi 5,95% (yoy).

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

71Februari 2017

GRAFIK 4.4. INDEKS SIKAP MASYARAKAT TERHADAP KASUS KEJAHATAN PERBANKAN

Sumber: Bank Indonesia, diolah

0,80

1,00

1,20

1,40

1,60

1,80

2,00

1.60

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

GRAFIK 4.3. INDEKS PENGELUARAN BERDASARKAN KELOMPOK KOMODITAS

Sumber: Bank Indonesia, diolah

SANDANG MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK, DAN TEMBAKAU KESEHATAN

167.3

179.6

136.7

100110120130140150160170180190200

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

GRAFIK 4.1. KONTRIBUSI KONSUMSI RT TERHADAP KONSUMSI AGREGAT

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

PEMERINTAH G RT(YOY)RT LNRT G RT (QTQ)

-8%

-6%

-4%

-2%

0%

2%

4%

6%

8%

10%

0

2000

4000

6000

8000

10000

12000

14000

16000

18000

20000

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

2013I II I I I IV

GRAFIK 4.2. IKK, IKE, DAN IEK

Sumber: Bank Indonesia, diolah

INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN (IKK) INDEKS KONDISI EKONOMI SAAT INI (IKE)INDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN (IEK)

122.8

117.0

128.7

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

80

90

100

110

120

130

140

150

160

170

Selain itu, berdasarkan hasil Survei Konsumen bulan Desember 2016 didapatkan informasi bahwa pertumbuhan konsumsi

secara tahunan menunjukkan adanya peningkatan, di antaranya disebabkan oleh peningkatan indeks pengeluaran rumah

tangga untuk makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau dan biaya sandang. Peningkatan tersebut salah satunya

karena adanya perayaan Hari Raya Natal dan Tahun Baru 2017 yang didukung meningkatnya daya beli masyarakat. Di sisi

lain, kepercayaan masyarakat terhadap jasa perbankan pada triwulan laporan sedikit menurun yang tercermin dari

peningkatan nilai indeks dari 1,56 di triwulan III 2016 menjadi 1,60 yang berarti masyarakat masih meyakini tingkat

keamanan dananya di perbankan, terutama karena jumlah simpanan yang masih dalam batas penjaminan pemerintah.

Indeks lain yang menggambarkan tingkat ketahanan keuangan sektor rumah tangga juga menunjukkan kondisi yang

relatif stabil meskipun sedikit mengalami penurunan ketahanan. Pada triwulan ini, ada sedikit kenaikan keterlambatan

pembayaran cicilan yang lebih disebabkan oleh kelalaian konsumen. Namun demikian, secara umum masih relatif lancar

yang ditunjukkan oleh nilai indeks sebesar 1,78, walaupun lebih tinggi dibandingkan tahun lalu dan triwulan sebelumnya

yang masing-masing sebesar 1,30 dan 1,74. Indeks kepemilikan dana cadangan rumah tangga untuk kebutuhan tak

terduga pada triwulan laporan turun menjadi 1,21 dari triwulan III 2016 yakni 1,24, menunjukkan bahwa mayoritas

(hampir 80%) rumah tangga masih memiliki dana cadangan sampai dengan 1 bulan pendapatan namun terdapat

kecenderungan penurunan penyimpanan dana yang dapat berpotensi mengganggu pembayaran cicilan. Penurunan

simpanan kemungkinan besar disebabkan oleh adanya peningkatan konsumsi menjelang hari raya dan tahun

sebagaimana ditunjukkan oleh kenaikan indeks pengeluaran konsumen.

Sektor rumah tangga masih mendominasi penghimpunan Dana Pihak Ketiga di bank umum dengan porsi sebesar 72,63%

(Rp 15,71 triliun) dari seluruh DPK terhimpun di NTT, atau meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar

62,08% dan lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun 2015 sebesar 67,95%. Sebagian besar simpanan dana

rumah tangga dalam bentuk tabungan (73,12%), diikuti deposito (22,34%) dan sebagian kecil giro (4,54%). Porsi

tabungan rumah tangga mencapai 89,63% dari dana terhimpun, sementara deposito tercatat 71,29%, sehingga peran

rumah tangga sebagai penyedia dana di perbankan NTT cukup tinggi.

4.2.2 Eksposur Rumah Tangga di Perbankan

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

70 Februari 2017

Page 97: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

SBT KONDISI KEUANGAN % (SKALA KIRI) NPL % (SKALA KANAN)

GRAFIK 4.12. KONDISI KEUANGAN

39.28

2.97

0,0

0,5

1,0

1,5

2,0

2,5

3,0

3,5

4,0

4,5

0

10

20

30

40

50

60

70

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

2013I II I I I IV

Sumber: Bank Indonesia, diolah

GRAFIK 4.11. PERKEMBANGAN DUNIA USAHA

Sumber: Bank Indonesia, 2016

SBT KEGIATAN USAHA (SKALA KIRI) % PDRB QTQ (SKALA KANAN) %

0.28

-6

-4

-2

0

2

4

6

8

-30

-20

-10

0

10

20

30

40

50

60

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

2013I II I I I IV

17.12

Kredit yang disalurkan untuk UMKM di Provinsi NTT terus meningkat meskipun tumbuh melambat, dengan kualitas yang

terjaga cukup baik. Pada triwulan IV 2016 kredit UMKM mencapai Rp 7,36 triliun. Hal ini didukung oleh dunia usaha yang

menilai kondisi ekonomi saat ini masih cukup kondusif, ditunjukkan dengan masih meningkatnya kegiatan usaha yang

didorong oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan SBT sebesar 6,18% dan sektor pengangkutan dan

komunikasi sebesar 4,89%.

4.3 PERKEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

4.3.1 Kondisi Saat Ini dan Prospek Usaha

Kondisi usaha yang kondusif pada triwulan laporan juga didukung kondisi keuangan yang masih terjaga cukup baik. SBT

kondisi keuangan meskipun sedikit menurun menjadi 39,28% pada triwulan laporan dari sebelumnya sebesar 43,06%,

namun risiko keterlambatan pemenuhan kewajiban dunia usaha terutama kepada perbankan relatif kecil karena NPL tetap

terjaga di bawah 5% bahkan membaik menjadi 2,97% dari sebelumnya 3,27%.

Kredit UMKM kembali melambat meskipun masih tumbuh 2 digit dibandingkan triwulan III 2016 yakni menjadi sebesar

16,71% (yoy) dari sebelumnya 18,21% (yoy). Pertumbuhan tersebut juga lebih rendah dibandingkan periode yang sama

tahun 2015 yang tercatat sebesar 18,24% (yoy). Perlambatan kredit UMKM diikuti perbaikan rasio NPL triwulan berjalan

yang berada di angka 2,97% dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 3,27%. Hal ini menunjukkan perbankan cukup

berhati-hati dalam menyalurkan kreditnya. Tercatat penyaluran kredit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) pada

triwulan laporan sebesar Rp 7,36 triliun atau mencapai 32,13% dari total penyaluran kredit perbankan di NTT.

Pertumbuhan kredit UMKM yang tetap berada di kisaran 2 digit mengindikasikan pergerakan sektor riil yang terus

konsisten di Provinsi NTT dengan dukungan dari perbankan yang juga tetap menjaga prinsip kehati-hatian dalam

penyaluran dananya.

4.3.2 Perkembangan Penyaluran Kredit UMKM

GRAFIK 4.13. PERTUMBUHAN KREDIT UMKM

Sumber: Bank Indonesia, diolah

GROWTH KREDIT G MODAL KERJAMODAL KERJA INVESTASI G INVESTASI

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

0

1.000

2.000

3.000

4.000

5.000

6.000

7.000

8.000 %, YOY

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

2013I II I I I IV

RP MILIAR

Grafik 4.14. NPL UMKM

0,0%

1,0%

2,0%

3,0%

4,0%

5,0%

6,0%

7,0%

MODAL KERJA INVESTASI BATASKREDIT UMKM

3.53%2.97%2.85%

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

2013I II I I I IV

Sumber: Bank Indonesia, diolah

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

73Februari 2017

Tabel 4.1 Komposisi Kredit Rumah Tangga di Provinsi NTT

URAIAN

KAB. KUPANG

KAB. TIMOR-TENGAH SELATAN

KAB. TIMOR-TENGAH UTARA

KAB. BELU

KAB. ALOR

KAB. FLORES TIMUR

KAB. SIKKA

KAB. ENDE

KAB. NGADA

KAB. MANGGARAI

KAB. SUMBA TIMUR

KAB. SUMBA BARAT

KAB. LEMBATA

KAB. ROTE

KAB. MANGGARAI BARAT

KAB. SUMBA TENGAH

KAB. SUMBA BARAT DAYA

KAB. MANGGARAI TIMUR

KAB. NAGEKEO

KAB. SABU RAIJUA

KOTA KUPANG

PROVINSI NTT

KPR

85.42

7.38

3.47

5.54

0.48

1.51

60.00

16.82

2.00

2.89

1.98

1.50

0.38

0.09

2.10

0.69

1.16

0.71

0.19

0.10

129.74

324.15

189.57

31.68

43.11

11.97

6.57

76.07

54.79

46.14

110.47

16.15

24.14

7.83

2.32

46.10

31.64

0.00

1.79

2.29

1.28

0.20

605.74

1,309.85

KKB

NOMINAL KREDIT (RP MILIAR)

PERALATAN RT

387.58

496.81

334.98

684.29

261.86

371.14

412.60

451.16

259.76

395.52

393.16

360.33

191.26

64.49

83.19

11.79

24.47

29.96

45.47

17.98

1,698.13

6,975.97

2.21

0.33

1.01

0.03

0.01

1.21

1.53

0.48

0.70

0.29

0.04

0.03

0.01

0.28

0.02

0.00

0.00

0.02

0.00

0.00

3.47

11.66

MULTIGUNA TOTAL

15.17

1.51

15.42

4.01

3.50

-20.95

-2.34

14.73

8.95

3.39

11.54

6.79

6.74

4.93

24.02

9.43

0.04

17.68

46.24

93.87

11.46

6.80

664.79

536.21

382.57

701.83

268.91

449.92

528.92

514.61

372.93

414.86

419.33

369.68

193.98

110.96

116.96

12.48

27.42

32.98

46.94

18.28

2,437.07

8,621.63

GROWTH (% YOY)

7.71

6.22

4.44

8.14

3.12

5.22

6.13

5.97

4.33

4.81

4.86

4.29

2.25

1.29

1.36

0.14

0.32

0.38

0.54

0.21

28.27

100.00

PANGSA (%)

Sumber: Bank Indonesia, diolah

GRAFIK 4.10. PERTUMBUHAN DPK RUMAH TANGGA

G MULTIGUNA G RUMAH TINGGAL G KKB

6.2628.57

5.95

-40-20

020406080

100120140160180

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

Sumber: Bank Indonesia, diolah

GRAFIK 4.9. KREDIT KONSUMSI RUMAH TANGGA

Sumber: Bank Indonesia, diolah

MULTIGUNA G TOTALRUMAH TINGGAL KKB

-10

0

10

20

30

40

50

0

1.000

2.000

3.000

4.000

5.000

6.000

7.000

8.000

9.000

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

6.80

Meskipun kredit sektor properti menunjukkan perbaikan kinerja pada triwulan laporan dengan tumbuh sebesar 6,26%

(yoy) dibandingkan tahun lalu sebesar 5,34% (yoy), namun relaksasi ketentuan rasio Loan To Value (LTV) atau Financing To

Value (FTV) pada Agustus 2016 masih belum mampu mendorong fungsi intermediasi perbankan NTT. Hal ini terkonfirmasi

pula dari hasil survei konsumen dalam indeks pengeluaran membeli barang tahan lama yang sedikit menurun dibanding

triwulan sebelumnya. Selain itu, implementasi paket kebijakan ekonomi pemerintah dalam percepatan izin pembangunan

perumahan, program sejuta rumah serta insentif pembangunan rumah sederhana masih perlu terus digencarkan untuk

lebih mendorong kredit rumah tangga.

Risiko gagal bayar KKB, KPR dan kredit multiguna masih terjaga dengan rasio NPL berkisar antara 0,68%-1,5%. Secara

agregat NPL kredit pada sektor rumah tangga juga masih rendah sebesar 1,15% atau membaik dibandingkan triwulan

sebelumnya sebesar 1,35%. Dengan masih rentannya perekonomian domestik saat ini, maka NPL masih tetap perlu

dicermati terutama bagi perbankan agar dalam mendorong pertumbuhan penyaluran kredit tetap menerapkan prinsip

kehati-hatian.

Secara spasial, kredit rumah tangga mayoritas disalurkan di Kota Kupang, dengan pertumbuhan terbesar di Kab. Sabu

Raijua, Kab. Nagekeo dan Kab. Manggarai Barat. Kredit yang disalurkan di Kota Kupang sebesar Rp 2,44 triliun atau

28,27% dari total Provinsi NTT dengan pertumbuhan 11,46% (yoy) pada triwulan IV 2016. Pertumbuhan kredit di Kab.

Sabu Raijua meningkat signifikan sebesar 93,87% (yoy), sementara Kab. Nagekeo sebesar 46,24% (yoy) dan Kab.

Manggarai Barat sebesar 24,02% (yoy). Hal ini mengindikasikan peningkatan akses kredit pada tiga wilayah tersebut.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

72 Februari 2017

Page 98: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

SBT KONDISI KEUANGAN % (SKALA KIRI) NPL % (SKALA KANAN)

GRAFIK 4.12. KONDISI KEUANGAN

39.28

2.97

0,0

0,5

1,0

1,5

2,0

2,5

3,0

3,5

4,0

4,5

0

10

20

30

40

50

60

70

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

2013I II I I I IV

Sumber: Bank Indonesia, diolah

GRAFIK 4.11. PERKEMBANGAN DUNIA USAHA

Sumber: Bank Indonesia, 2016

SBT KEGIATAN USAHA (SKALA KIRI) % PDRB QTQ (SKALA KANAN) %

0.28

-6

-4

-2

0

2

4

6

8

-30

-20

-10

0

10

20

30

40

50

60

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

2013I II I I I IV

17.12

Kredit yang disalurkan untuk UMKM di Provinsi NTT terus meningkat meskipun tumbuh melambat, dengan kualitas yang

terjaga cukup baik. Pada triwulan IV 2016 kredit UMKM mencapai Rp 7,36 triliun. Hal ini didukung oleh dunia usaha yang

menilai kondisi ekonomi saat ini masih cukup kondusif, ditunjukkan dengan masih meningkatnya kegiatan usaha yang

didorong oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan SBT sebesar 6,18% dan sektor pengangkutan dan

komunikasi sebesar 4,89%.

4.3 PERKEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

4.3.1 Kondisi Saat Ini dan Prospek Usaha

Kondisi usaha yang kondusif pada triwulan laporan juga didukung kondisi keuangan yang masih terjaga cukup baik. SBT

kondisi keuangan meskipun sedikit menurun menjadi 39,28% pada triwulan laporan dari sebelumnya sebesar 43,06%,

namun risiko keterlambatan pemenuhan kewajiban dunia usaha terutama kepada perbankan relatif kecil karena NPL tetap

terjaga di bawah 5% bahkan membaik menjadi 2,97% dari sebelumnya 3,27%.

Kredit UMKM kembali melambat meskipun masih tumbuh 2 digit dibandingkan triwulan III 2016 yakni menjadi sebesar

16,71% (yoy) dari sebelumnya 18,21% (yoy). Pertumbuhan tersebut juga lebih rendah dibandingkan periode yang sama

tahun 2015 yang tercatat sebesar 18,24% (yoy). Perlambatan kredit UMKM diikuti perbaikan rasio NPL triwulan berjalan

yang berada di angka 2,97% dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 3,27%. Hal ini menunjukkan perbankan cukup

berhati-hati dalam menyalurkan kreditnya. Tercatat penyaluran kredit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) pada

triwulan laporan sebesar Rp 7,36 triliun atau mencapai 32,13% dari total penyaluran kredit perbankan di NTT.

Pertumbuhan kredit UMKM yang tetap berada di kisaran 2 digit mengindikasikan pergerakan sektor riil yang terus

konsisten di Provinsi NTT dengan dukungan dari perbankan yang juga tetap menjaga prinsip kehati-hatian dalam

penyaluran dananya.

4.3.2 Perkembangan Penyaluran Kredit UMKM

GRAFIK 4.13. PERTUMBUHAN KREDIT UMKM

Sumber: Bank Indonesia, diolah

GROWTH KREDIT G MODAL KERJAMODAL KERJA INVESTASI G INVESTASI

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

0

1.000

2.000

3.000

4.000

5.000

6.000

7.000

8.000 %, YOY

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

2013I II I I I IV

RP MILIAR

Grafik 4.14. NPL UMKM

0,0%

1,0%

2,0%

3,0%

4,0%

5,0%

6,0%

7,0%

MODAL KERJA INVESTASI BATASKREDIT UMKM

3.53%2.97%2.85%

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

2013I II I I I IV

Sumber: Bank Indonesia, diolah

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

73Februari 2017

Tabel 4.1 Komposisi Kredit Rumah Tangga di Provinsi NTT

URAIAN

KAB. KUPANG

KAB. TIMOR-TENGAH SELATAN

KAB. TIMOR-TENGAH UTARA

KAB. BELU

KAB. ALOR

KAB. FLORES TIMUR

KAB. SIKKA

KAB. ENDE

KAB. NGADA

KAB. MANGGARAI

KAB. SUMBA TIMUR

KAB. SUMBA BARAT

KAB. LEMBATA

KAB. ROTE

KAB. MANGGARAI BARAT

KAB. SUMBA TENGAH

KAB. SUMBA BARAT DAYA

KAB. MANGGARAI TIMUR

KAB. NAGEKEO

KAB. SABU RAIJUA

KOTA KUPANG

PROVINSI NTT

KPR

85.42

7.38

3.47

5.54

0.48

1.51

60.00

16.82

2.00

2.89

1.98

1.50

0.38

0.09

2.10

0.69

1.16

0.71

0.19

0.10

129.74

324.15

189.57

31.68

43.11

11.97

6.57

76.07

54.79

46.14

110.47

16.15

24.14

7.83

2.32

46.10

31.64

0.00

1.79

2.29

1.28

0.20

605.74

1,309.85

KKB

NOMINAL KREDIT (RP MILIAR)

PERALATAN RT

387.58

496.81

334.98

684.29

261.86

371.14

412.60

451.16

259.76

395.52

393.16

360.33

191.26

64.49

83.19

11.79

24.47

29.96

45.47

17.98

1,698.13

6,975.97

2.21

0.33

1.01

0.03

0.01

1.21

1.53

0.48

0.70

0.29

0.04

0.03

0.01

0.28

0.02

0.00

0.00

0.02

0.00

0.00

3.47

11.66

MULTIGUNA TOTAL

15.17

1.51

15.42

4.01

3.50

-20.95

-2.34

14.73

8.95

3.39

11.54

6.79

6.74

4.93

24.02

9.43

0.04

17.68

46.24

93.87

11.46

6.80

664.79

536.21

382.57

701.83

268.91

449.92

528.92

514.61

372.93

414.86

419.33

369.68

193.98

110.96

116.96

12.48

27.42

32.98

46.94

18.28

2,437.07

8,621.63

GROWTH (% YOY)

7.71

6.22

4.44

8.14

3.12

5.22

6.13

5.97

4.33

4.81

4.86

4.29

2.25

1.29

1.36

0.14

0.32

0.38

0.54

0.21

28.27

100.00

PANGSA (%)

Sumber: Bank Indonesia, diolah

GRAFIK 4.10. PERTUMBUHAN DPK RUMAH TANGGA

G MULTIGUNA G RUMAH TINGGAL G KKB

6.2628.57

5.95

-40-20

020406080

100120140160180

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

Sumber: Bank Indonesia, diolah

GRAFIK 4.9. KREDIT KONSUMSI RUMAH TANGGA

Sumber: Bank Indonesia, diolah

MULTIGUNA G TOTALRUMAH TINGGAL KKB

-10

0

10

20

30

40

50

0

1.000

2.000

3.000

4.000

5.000

6.000

7.000

8.000

9.000

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

6.80

Meskipun kredit sektor properti menunjukkan perbaikan kinerja pada triwulan laporan dengan tumbuh sebesar 6,26%

(yoy) dibandingkan tahun lalu sebesar 5,34% (yoy), namun relaksasi ketentuan rasio Loan To Value (LTV) atau Financing To

Value (FTV) pada Agustus 2016 masih belum mampu mendorong fungsi intermediasi perbankan NTT. Hal ini terkonfirmasi

pula dari hasil survei konsumen dalam indeks pengeluaran membeli barang tahan lama yang sedikit menurun dibanding

triwulan sebelumnya. Selain itu, implementasi paket kebijakan ekonomi pemerintah dalam percepatan izin pembangunan

perumahan, program sejuta rumah serta insentif pembangunan rumah sederhana masih perlu terus digencarkan untuk

lebih mendorong kredit rumah tangga.

Risiko gagal bayar KKB, KPR dan kredit multiguna masih terjaga dengan rasio NPL berkisar antara 0,68%-1,5%. Secara

agregat NPL kredit pada sektor rumah tangga juga masih rendah sebesar 1,15% atau membaik dibandingkan triwulan

sebelumnya sebesar 1,35%. Dengan masih rentannya perekonomian domestik saat ini, maka NPL masih tetap perlu

dicermati terutama bagi perbankan agar dalam mendorong pertumbuhan penyaluran kredit tetap menerapkan prinsip

kehati-hatian.

Secara spasial, kredit rumah tangga mayoritas disalurkan di Kota Kupang, dengan pertumbuhan terbesar di Kab. Sabu

Raijua, Kab. Nagekeo dan Kab. Manggarai Barat. Kredit yang disalurkan di Kota Kupang sebesar Rp 2,44 triliun atau

28,27% dari total Provinsi NTT dengan pertumbuhan 11,46% (yoy) pada triwulan IV 2016. Pertumbuhan kredit di Kab.

Sabu Raijua meningkat signifikan sebesar 93,87% (yoy), sementara Kab. Nagekeo sebesar 46,24% (yoy) dan Kab.

Manggarai Barat sebesar 24,02% (yoy). Hal ini mengindikasikan peningkatan akses kredit pada tiga wilayah tersebut.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

72 Februari 2017

Page 99: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

GRAFIK 4.20. NPL KREDIT SEKTOR KORPORASI

INVESTASI KREDIT BATASMODAL KERJA

1.35%

8.04%

10.47%

0%

2%

4%

6%

8%

10%

12%

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

2013I II I I I IV

Sumber: Bank Indonesia, diolah

GRAFIK 4.19. PERTUMBUHAN TAHUNAN KREDIT KORPORASI

Sumber: Bank Indonesia, diolah

MODAL KERJA INVESTASI GROWTH KREDIT

-20%

-10%

10%

20%

30%

40%

50%

0200400600800

1.0001.2001.4001.6001.8002.000 %, YOYRPMILIAR

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

2013I II I I I IV

0%0.08%

GRAFIK 4.18. NPL UMKM 3 SEKTOR

KONSTRUKSI LISTRIK, GAS DAN AIR BATASPERANTARA KEUANGAN

3.44%9.94%

31.38%

Sumber: Bank Indonesia, diolah

-5%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

35%

40%

45%

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

2013I II I I I IV

GRAFIK 4.17. NPL UMKM BERDASARKAN JENIS USAHA

KECIL MENENGAH BATASMIKRO

1.39%

2.01%

5.61%

Sumber: Bank Indonesia, diolah

0%1%2%3%4%5%6%7%8%9%

10%

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

2013I II I I I IV

4.4 ASESMEN KETAHANAN KORPORASI

4.4.1 Eksposur Perbankan pada Sektor Korporasi

Badan usaha/korporasi secara umum berfungsi sebagai penerima dana, yang selanjutnya menggunakan dana pinjaman

dari institusi keuangan atau pemilik modal untuk kegiatan produksi. Semakin besar aktivitas badan usaha dalam aktivitas

ekonomi suatu daerah, maka perlu dilakukan pemantauan kondisi ketahanan badan usaha di daerah tersebut dalam

rangka menjaga stabilitas keuangan daerah. Kategori badan usaha dengan porsi kredit terbesar di Provinsi NTT yaitu

perdagangan, konstruksi dan penyediaan akomodasi.

Kredit korporasi menyumbang sebesar 6,49% dari total penyaluran kredit di Provinsi NTT. Kredit korporasi pada triwulan

laporan tumbuh sebesar 0,08% dari triwulan III 2016 sebesar -3,24%. Pertumbuhan kredit korporasi disumbangkan oleh

kredit modal kerja yang tumbuh sebesar 13,30% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 6,93% (yoy). Meskipun

demikian, pertumbuhan penyaluran kredit modal kerja disertai dengan peningkatan risiko kredit, ditunjukkan dengan

rasio NPL yang meningkat di triwulan berjalan menjadi 10,47% dari triwulan sebelumnya 5,48% sehingga rasio NPL kredit

korporasi juga turut meningkat menjadi 8,04% dari triwulan sebelumnya 4,28%. Hal ini perlu menjadi perhatian

perbankan agar lebih mencermati profil debitur dan model bisnis debitur selain mengejar pencapaian pertumbuhan kredit

kepada korporasi.

Kredit perbankan kepada sektor korporasi pada triwulan laporan secara umum meningkat pada hampir seluruh sektor.

Peningkatan disumbangkan terutama oleh sektor-sektor antara lain konstruksi sebesar 78,92% (yoy) dan perdagangan

sebesar 10,06% (yoy) dengan pangsa kredit masih didominasi oleh sektor perdagangan sebesar 46,40%, diikuti

konstruksi 16,89% dan sektor penyediaan akomodasi 13,32%. Peningkatan oleh sektor-sektor tersebut terutama

berkaitan dengan realisasi pembangunan pada akhir tahun oleh kontraktor serta libur panjang Natal dan tahun baru yang

mendorong kegiatan konsumsi masyarakat.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

75Februari 2017

GRAFIK 4.16. PERTUMBUHAN KREDIT UMKM 7 SEKTOR EKONOMI

-100%

-50%

0%

50%

100%

150%

200%

KONSTRUKSIPERDAGANGANPERTANIAN AKOMODASI DAN MAMIN

REAL ESTATE TRANSPORTASI DAN KOMUNIKASI

Sumber: Bank Indonesia, diolah

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

7.593.34

16.62

48.5723.50

55.12

GRAFIK 4.15. PERTUMBHAN KREDIT UMKM BERDASARKAN JENIS USAHA

Sumber: Bank Indonesia, diolah

0

1.000

2.000

3.000

4.000

5.000

6.000

7.000

8.000 %, YOYRPMILIAR

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

G MENENGAH G KECILMIKRO KECIL G MIKROMENENGAH

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

2013I II I I I IV

Perlambatan kredit terutama disumbang oleh perlambatan Kredit Modal Kerja (KMK) dan Kredit Investasi (KI). KMK

mencatatkan pertumbuhan sebesar 17,73%, melambat dibandingkan triwulan III 2016 yang sebesar 17,89%. Sementara

KI mencatatkan pertumbuhan sebesar 12,02%, melambat dibandingkan triwulan III 2016 yang sebesar 19,77%. Selain itu

berdasarkan jenis usaha, kredit menengah mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya dan periode yang

sama di tahun sebelumnya. Pertumbuhan kredit ditopang oleh kenaikan pertumbuhan kredit usaha mikro dan kecil yang

tumbuh masing-masing sebesar 27,57% (yoy) dan 16,74% (yoy), lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya sebesar

14,55% (yoy) dan 6,86% (yoy).

Berdasarkan sektor ekonomi, perlambatan pertumbuhan kredit UMKM terjadi terutama di sektor perdagangan besar dan

eceran (pangsa 70,65%) dari total kredit UMKM) yang melambat di triwulan laporan menjadi 16,62% (yoy) dari triwulan

sebelumnya 20,08% (yoy). Beberapa sektor yang meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya antara lain sektor

pertanian dan penyediaan akomodasi. Adapun sektor lain yang mengalami perlambatan antara lain sektor konstruksi,

transportasi dan real estate.

4.3.3 Perkembangan Risiko Kredit UMKM

Pada triwulan laporan, rasio NPL gross sedikit membaik menjadi 2,97% dari 3,27% pada triwulan sebelumnya. Perbaikan

rasio NPL disebabkan menurunnya kredit bermasalah pada kredit mikro dan kecil menjadi masing-masing 1,39% dan

2,01% dari triwulan sebelumnya sebesar 1,58% dan 2,64%, sementara NPL kredit menengah sedikit meningkat menjadi

5,61% dari 5,57% pada triwulan sebelumnya.

Dibandingkan triwulan sebelumnya, sektor yang mengalami peningkatan NPL terbesar adalah sektor listrik, gas dan air

bersih yang naik menjadi 31,38% dari sebelumnya 23,44%. Sementara sektor lain yang memiliki NPL tinggi yaitu sektor

konstruksi (9,94%). Kredit bermasalah sektor listrik, gas dan air hampir seluruhnya disumbangkan oleh subsektor

ketenagalistrikan lainnya yang mencatatkan rasio sebesar 46,43% di triwulan laporan, atau meningkat dari triwulan

sebelumnya 31,18%. Sementara dari sektor konstruksi, kredit bermasalah disumbang terutama oleh subsektor bangunan

jalan raya (pangsa 25,37% terhadap total kredit konstruksi) dengan rasio NPL sebesar 15,55%, atau meningkat dari

triwulan sebelumnya sebesar 12,05%.

Secara umum risiko kredit UMKM masih cukup terjaga. Meskipun demikian perbankan perlu lebih cermat dan selektif

dalam menyalurkan kredit terutama pada sektor-sektor penyumbang rasio NPL di atas 5%.

16,74%

22,57%

8,70%

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

74 Februari 2017

Page 100: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

GRAFIK 4.20. NPL KREDIT SEKTOR KORPORASI

INVESTASI KREDIT BATASMODAL KERJA

1.35%

8.04%

10.47%

0%

2%

4%

6%

8%

10%

12%

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

2013I II I I I IV

Sumber: Bank Indonesia, diolah

GRAFIK 4.19. PERTUMBUHAN TAHUNAN KREDIT KORPORASI

Sumber: Bank Indonesia, diolah

MODAL KERJA INVESTASI GROWTH KREDIT

-20%

-10%

10%

20%

30%

40%

50%

0200400600800

1.0001.2001.4001.6001.8002.000 %, YOYRPMILIAR

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

2013I II I I I IV

0%0.08%

GRAFIK 4.18. NPL UMKM 3 SEKTOR

KONSTRUKSI LISTRIK, GAS DAN AIR BATASPERANTARA KEUANGAN

3.44%9.94%

31.38%

Sumber: Bank Indonesia, diolah

-5%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

35%

40%

45%

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

2013I II I I I IV

GRAFIK 4.17. NPL UMKM BERDASARKAN JENIS USAHA

KECIL MENENGAH BATASMIKRO

1.39%

2.01%

5.61%

Sumber: Bank Indonesia, diolah

0%1%2%3%4%5%6%7%8%9%

10%

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

2013I II I I I IV

4.4 ASESMEN KETAHANAN KORPORASI

4.4.1 Eksposur Perbankan pada Sektor Korporasi

Badan usaha/korporasi secara umum berfungsi sebagai penerima dana, yang selanjutnya menggunakan dana pinjaman

dari institusi keuangan atau pemilik modal untuk kegiatan produksi. Semakin besar aktivitas badan usaha dalam aktivitas

ekonomi suatu daerah, maka perlu dilakukan pemantauan kondisi ketahanan badan usaha di daerah tersebut dalam

rangka menjaga stabilitas keuangan daerah. Kategori badan usaha dengan porsi kredit terbesar di Provinsi NTT yaitu

perdagangan, konstruksi dan penyediaan akomodasi.

Kredit korporasi menyumbang sebesar 6,49% dari total penyaluran kredit di Provinsi NTT. Kredit korporasi pada triwulan

laporan tumbuh sebesar 0,08% dari triwulan III 2016 sebesar -3,24%. Pertumbuhan kredit korporasi disumbangkan oleh

kredit modal kerja yang tumbuh sebesar 13,30% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 6,93% (yoy). Meskipun

demikian, pertumbuhan penyaluran kredit modal kerja disertai dengan peningkatan risiko kredit, ditunjukkan dengan

rasio NPL yang meningkat di triwulan berjalan menjadi 10,47% dari triwulan sebelumnya 5,48% sehingga rasio NPL kredit

korporasi juga turut meningkat menjadi 8,04% dari triwulan sebelumnya 4,28%. Hal ini perlu menjadi perhatian

perbankan agar lebih mencermati profil debitur dan model bisnis debitur selain mengejar pencapaian pertumbuhan kredit

kepada korporasi.

Kredit perbankan kepada sektor korporasi pada triwulan laporan secara umum meningkat pada hampir seluruh sektor.

Peningkatan disumbangkan terutama oleh sektor-sektor antara lain konstruksi sebesar 78,92% (yoy) dan perdagangan

sebesar 10,06% (yoy) dengan pangsa kredit masih didominasi oleh sektor perdagangan sebesar 46,40%, diikuti

konstruksi 16,89% dan sektor penyediaan akomodasi 13,32%. Peningkatan oleh sektor-sektor tersebut terutama

berkaitan dengan realisasi pembangunan pada akhir tahun oleh kontraktor serta libur panjang Natal dan tahun baru yang

mendorong kegiatan konsumsi masyarakat.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

75Februari 2017

GRAFIK 4.16. PERTUMBUHAN KREDIT UMKM 7 SEKTOR EKONOMI

-100%

-50%

0%

50%

100%

150%

200%

KONSTRUKSIPERDAGANGANPERTANIAN AKOMODASI DAN MAMIN

REAL ESTATE TRANSPORTASI DAN KOMUNIKASI

Sumber: Bank Indonesia, diolah

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

7.593.34

16.62

48.5723.50

55.12

GRAFIK 4.15. PERTUMBHAN KREDIT UMKM BERDASARKAN JENIS USAHA

Sumber: Bank Indonesia, diolah

0

1.000

2.000

3.000

4.000

5.000

6.000

7.000

8.000 %, YOYRPMILIAR

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

G MENENGAH G KECILMIKRO KECIL G MIKROMENENGAH

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

2013I II I I I IV

Perlambatan kredit terutama disumbang oleh perlambatan Kredit Modal Kerja (KMK) dan Kredit Investasi (KI). KMK

mencatatkan pertumbuhan sebesar 17,73%, melambat dibandingkan triwulan III 2016 yang sebesar 17,89%. Sementara

KI mencatatkan pertumbuhan sebesar 12,02%, melambat dibandingkan triwulan III 2016 yang sebesar 19,77%. Selain itu

berdasarkan jenis usaha, kredit menengah mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya dan periode yang

sama di tahun sebelumnya. Pertumbuhan kredit ditopang oleh kenaikan pertumbuhan kredit usaha mikro dan kecil yang

tumbuh masing-masing sebesar 27,57% (yoy) dan 16,74% (yoy), lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya sebesar

14,55% (yoy) dan 6,86% (yoy).

Berdasarkan sektor ekonomi, perlambatan pertumbuhan kredit UMKM terjadi terutama di sektor perdagangan besar dan

eceran (pangsa 70,65%) dari total kredit UMKM) yang melambat di triwulan laporan menjadi 16,62% (yoy) dari triwulan

sebelumnya 20,08% (yoy). Beberapa sektor yang meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya antara lain sektor

pertanian dan penyediaan akomodasi. Adapun sektor lain yang mengalami perlambatan antara lain sektor konstruksi,

transportasi dan real estate.

4.3.3 Perkembangan Risiko Kredit UMKM

Pada triwulan laporan, rasio NPL gross sedikit membaik menjadi 2,97% dari 3,27% pada triwulan sebelumnya. Perbaikan

rasio NPL disebabkan menurunnya kredit bermasalah pada kredit mikro dan kecil menjadi masing-masing 1,39% dan

2,01% dari triwulan sebelumnya sebesar 1,58% dan 2,64%, sementara NPL kredit menengah sedikit meningkat menjadi

5,61% dari 5,57% pada triwulan sebelumnya.

Dibandingkan triwulan sebelumnya, sektor yang mengalami peningkatan NPL terbesar adalah sektor listrik, gas dan air

bersih yang naik menjadi 31,38% dari sebelumnya 23,44%. Sementara sektor lain yang memiliki NPL tinggi yaitu sektor

konstruksi (9,94%). Kredit bermasalah sektor listrik, gas dan air hampir seluruhnya disumbangkan oleh subsektor

ketenagalistrikan lainnya yang mencatatkan rasio sebesar 46,43% di triwulan laporan, atau meningkat dari triwulan

sebelumnya 31,18%. Sementara dari sektor konstruksi, kredit bermasalah disumbang terutama oleh subsektor bangunan

jalan raya (pangsa 25,37% terhadap total kredit konstruksi) dengan rasio NPL sebesar 15,55%, atau meningkat dari

triwulan sebelumnya sebesar 12,05%.

Secara umum risiko kredit UMKM masih cukup terjaga. Meskipun demikian perbankan perlu lebih cermat dan selektif

dalam menyalurkan kredit terutama pada sektor-sektor penyumbang rasio NPL di atas 5%.

16,74%

22,57%

8,70%

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

74 Februari 2017

Page 101: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

GRAFIK 4.24. BOPO DAN ROA BANK UMUM

Sumber: Bank Indonesia, diolah

BOPO (%) ROA (%)

3,4

3,5

3,6

3,7

3,8

3,9

4,0

4,1

4,2

4,3

4,4

63

64

65

66

67

68

69

70

71

72

4.16

68.95

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

GRAFIK 4.23. PERKEMBANGAN LDR

DPK KREDIT LDR

0

5.000

10.000

15.000

20.000

25.000

30.000 106.39%

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

0%

20%

40%

60%

80%

100%

120%

Sumber: Bank Indonesia, diolah

GRAFIK 4.22. PERTUMBUHAN DPK (YOY) DAN KREDIT (YOY)

Sumber: Bank Indonesia, diolah

DPK KREDIT

-1%

4%

9%

14%

19%

24%

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

-0.06%

12.59%

Berdasarkan jenis simpanan, hanya tabungan yang masih mampu untuk tumbuh meskipun melambat menjadi 7,43% dari

triwulan IV 2015 sebesar 15,79%. Sementara giro dan deposito seluruhnya turun signifikan masing-masing menjadi -

14,85% dan -4,81% dibandingkan triwulan IV 2015 sebesar 20,31% dan 16,84%. Penurunan giro agregat terutama

disebabkan turunnya giro pemerintah daerah sebesar -66,15% (yoy).

Dari sisi kredit, tercatat kredit investasi dan konsumsi mengalami perlambatan dibandingkan periode yang sama tahun

sebelumnya, sementara kredit modal kerja mampu tumbuh tipis. Perlambatan kredit secara agregat pada triwulan laporan

menyebabkan efisiensi bank umum secara industri mengalami cukup tekanan dibandingkan periode yang sama tahun

sebelumnya, yakni BOPO meningkat dari 66,56% menjadi 68,95% karena peningkatan beban operasional (12,04% yoy)

lebih besar dibandingan peningkatan pendapatan operasional (8,15% yoy). Hal tersebut menurunkan rentabilitas

perbankan yang tercermin dari rasio ROA yang menurun menjadi 4,17% dari triwulan IV 2015 sebesar 4,31%.

4.5.2 Kinerja Bank Perkreditan Rakyat

Pada triwulan IV 2016, BPR di Provinsi NTT mengalami peningkatan kinerja. Permodalan menguat ditunjukkan dengan

rasio Capital Adequacy Ratio (CAR) yang meningkat menjadi 29,92% dari triwulan sebelumnya 29,47%, sementara

operasional sedikit lebih efisien ditunjukkan dengan rasio BOPO yang turun menjadi 81,18% dari sebelumnya 82,00%.

Kemampuan BPR menghasilkan laba relatif stabil dan sedikit meningkat pada triwulan laporan menjadi 2,60% dari

triwulan sebelumnya 2,59%. Hal tersebut juga didukung dengan rasio NPL yang membaik menjadi 5,82% dari

sebelumnya 6,56%. Namun demikian, tren rasio NPL yang relatif konsisten di angka 5% dengan kecenderungan

meningkat patut menjadi perhatian oleh BPR terutama dalam rencana penyaluran kreditnya. Selain itu, penurunan LDR

menunjukkan intermediasi BPR menurun disebabkan penyaluran kredit yang melambat sementara penghimpunan dana

relatif stabil di triwulan IV 2016. Penghimpunan dana BPR yang relatif stabil di triwulan laporan didukung dengan

peningkatan kemampuan BPR membayar kembali simpanan nasabah, ditunjukkan Cash Ratio (CR) yang naik menjadi

18,86% dari triwulan sebelumnya 15,90%.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

77Februari 2017

Tabel 4.2 Perkembangan Indikator Utama Bank Umum di NTT

INDIKATOR

ASET

DPK

GIRO

TABUNGAN

DEPOSITO

KREDIT

MODA KERJA

INVESTASI

KONSUMSI

LDR

% NPL (GROSS)

Sumber: Bank Indonesia, diolah

2015

I II III IV

29,877.07

19,648.08

5,412.36

9,045.92

5,189.80

17,842.68

5,260.39

1,532.98

11,049.32

90.81

1.71

2016

I II III IV

30,931.31

21,945.14

5,603.55

10,448.62

5,892.97

20,524.71

6,127.34

1,567.42

12,829.94

93.53

1.88

32,778.45

21,581.34

6,289.55

9,105.66

6,186.12

18,907.63

5,697.91

1,640.66

11,569.06

87.61

2.12

32,749.99

22,340.75

6,537.34

9,644.27

6,159.14

19,742.32

6,072.38

1,569.67

12,100.27

88.37

2.00

28,601.62

21,477.98

4,371.54

11,933.29

5,173.15

20,283.78

6,109.97

1,649.90

12,523.91

94.44

1.50

32,321.36

23,828.93

6,429.23

11,149.53

6,250.17

21,730.69

6,692.83

1,696.28

13,341.58

91.19

1.84

30,327.22

22,405.34

5,059.30

11,062.67

6,283.37

22,382.83

7,050.03

1,661.22

13,671.58

99.90

1.84

29,756.92

21,465.81

3,722.19

12,819.48

4,924.14

22,837.49

7,120.99

1,659.18

14,057.33

106.39

1.91

NOMINAL (DALAM RP MILIAR)

2015

I II III IV

28.14

16.92

36.88

6.24

19.70

0.00

13.68

19.97

14.18

10.85

2016

I II III IV

3.53

11.69

3.53

15.51

13.55

0.00

15.03

16.48

2.25

16.12

24.17

16.87

18.44

7.44

32.17

0.00

13.99

18.16

13.71

12.08

20.79

18.23

30.35

7.65

25.14

0.00

15.10

19.99

8.77

13.63

11.72

16.94

20.31

15.79

16.84

0.00

14.61

16.13

7.42

14.90

-1.39

10.41

2.22

22.45

1.04

0.00

14.93

17.46

3.39

15.32

-70

0.29

-22.61

14.71

2.02

0.00

13.37

16.10

5.83

12.99

4.04

-0.06

-14.85

7.43

-4.81

0.00

12.59

16.55

0.56

12.24

PERTUMBUHAN (%YOY)

Potensi risiko gagal bayar sektor korporasi yang perlu dicermati antara lain di sektor konstruksi, perdagangan,

pertambangan dan real estate. Di sektor konstruksi, NPL terbesar disumbang oleh subsektor konstruksi bangunan

elektrikal dan komunikasi lainnya yang menyumbang 62,19% dari keseluruhan posisi NPL. Di samping itu, sektor

perdagangan disumbang terutama oleh subsektor perdagangan dalam negeri semen sebesar 70,06% dari total posisi NPL.

Sementara tingginya NPL di sektor pertambangan terkonsentrasi sepenuhnya di Kabupaten Kupang kemungkinan terkait

aktivitas pertambangan galian C yang sampai saat ini masih bermasalah terkait izin dari pemerintah setempat dan

masyarakat. NPL di sektor real estate, usaha persewaan dan jasa perusahaan sebesar 10,23% didominasi oleh perusahaan

swasta di subsektor jasa perusahaan.

4.5.1 Kinerja Bank Umum

4.5 ASESMEN PERBANKAN

Total aset industri perbankan di Provinsi NTT pada akhir triwulan laporan tercatat sebesar Rp 29,76 triliun (pangsa 0,36%

terhadap nasional), mengalami peningkatan pertumbuhan dibandingkan triwulan III 2016 yaitu dari -7,40% (yoy) menjadi

4,04% (yoy). Peningkatan aset dialami baik oleh bank pemerintah maupun bank swasta yang masing-masing meningkat

sebesar 3,80% (yoy) dan 5,66% (yoy).

Kredit perbankan tumbuh melambat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, sementara penghimpunan

dana dari masyarakat masih menurun sehingga rasio LDR di triwulan laporan kembali meningkat menjadi 106,39% dari

triwulan sebelumnya 99,90%. Pertumbuhan kredit melambat menjadi 12,59% (yoy) dari triwulan sebelumnya 13,37%

(yoy). Pertumbuhan DPK pada triwulan laporan tercatat kontraksi sebesar -0,06% (yoy) dibandingkan triwulan

sebelumnya sebesar 0,29% (yoy).

GRAFIK 4.21. NPL KREDIT 2 SEKTOR KORPORASI

Sumber: Bank Indonesia, diolah

KONSTRUKSI PERDAGANGAN BESAR DAN ECERANPERTAMBANGAN DAN PENGGALIANREAL ESTATE, USAHA PERSEWAAN, DAN JASA PERUSAHAAN BATAS

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

2013I II I I I IV

2013I II I I I IV

9,71%

12,05%10,23%

100,00%

-20%

0%

20%

40%

60%

80%

100%

120%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

35%

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

76 Februari 2017

Page 102: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

GRAFIK 4.24. BOPO DAN ROA BANK UMUM

Sumber: Bank Indonesia, diolah

BOPO (%) ROA (%)

3,4

3,5

3,6

3,7

3,8

3,9

4,0

4,1

4,2

4,3

4,4

63

64

65

66

67

68

69

70

71

72

4.16

68.95

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

GRAFIK 4.23. PERKEMBANGAN LDR

DPK KREDIT LDR

0

5.000

10.000

15.000

20.000

25.000

30.000 106.39%

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

0%

20%

40%

60%

80%

100%

120%

Sumber: Bank Indonesia, diolah

GRAFIK 4.22. PERTUMBUHAN DPK (YOY) DAN KREDIT (YOY)

Sumber: Bank Indonesia, diolah

DPK KREDIT

-1%

4%

9%

14%

19%

24%

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

-0.06%

12.59%

Berdasarkan jenis simpanan, hanya tabungan yang masih mampu untuk tumbuh meskipun melambat menjadi 7,43% dari

triwulan IV 2015 sebesar 15,79%. Sementara giro dan deposito seluruhnya turun signifikan masing-masing menjadi -

14,85% dan -4,81% dibandingkan triwulan IV 2015 sebesar 20,31% dan 16,84%. Penurunan giro agregat terutama

disebabkan turunnya giro pemerintah daerah sebesar -66,15% (yoy).

Dari sisi kredit, tercatat kredit investasi dan konsumsi mengalami perlambatan dibandingkan periode yang sama tahun

sebelumnya, sementara kredit modal kerja mampu tumbuh tipis. Perlambatan kredit secara agregat pada triwulan laporan

menyebabkan efisiensi bank umum secara industri mengalami cukup tekanan dibandingkan periode yang sama tahun

sebelumnya, yakni BOPO meningkat dari 66,56% menjadi 68,95% karena peningkatan beban operasional (12,04% yoy)

lebih besar dibandingan peningkatan pendapatan operasional (8,15% yoy). Hal tersebut menurunkan rentabilitas

perbankan yang tercermin dari rasio ROA yang menurun menjadi 4,17% dari triwulan IV 2015 sebesar 4,31%.

4.5.2 Kinerja Bank Perkreditan Rakyat

Pada triwulan IV 2016, BPR di Provinsi NTT mengalami peningkatan kinerja. Permodalan menguat ditunjukkan dengan

rasio Capital Adequacy Ratio (CAR) yang meningkat menjadi 29,92% dari triwulan sebelumnya 29,47%, sementara

operasional sedikit lebih efisien ditunjukkan dengan rasio BOPO yang turun menjadi 81,18% dari sebelumnya 82,00%.

Kemampuan BPR menghasilkan laba relatif stabil dan sedikit meningkat pada triwulan laporan menjadi 2,60% dari

triwulan sebelumnya 2,59%. Hal tersebut juga didukung dengan rasio NPL yang membaik menjadi 5,82% dari

sebelumnya 6,56%. Namun demikian, tren rasio NPL yang relatif konsisten di angka 5% dengan kecenderungan

meningkat patut menjadi perhatian oleh BPR terutama dalam rencana penyaluran kreditnya. Selain itu, penurunan LDR

menunjukkan intermediasi BPR menurun disebabkan penyaluran kredit yang melambat sementara penghimpunan dana

relatif stabil di triwulan IV 2016. Penghimpunan dana BPR yang relatif stabil di triwulan laporan didukung dengan

peningkatan kemampuan BPR membayar kembali simpanan nasabah, ditunjukkan Cash Ratio (CR) yang naik menjadi

18,86% dari triwulan sebelumnya 15,90%.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

77Februari 2017

Tabel 4.2 Perkembangan Indikator Utama Bank Umum di NTT

INDIKATOR

ASET

DPK

GIRO

TABUNGAN

DEPOSITO

KREDIT

MODA KERJA

INVESTASI

KONSUMSI

LDR

% NPL (GROSS)

Sumber: Bank Indonesia, diolah

2015

I II III IV

29,877.07

19,648.08

5,412.36

9,045.92

5,189.80

17,842.68

5,260.39

1,532.98

11,049.32

90.81

1.71

2016

I II III IV

30,931.31

21,945.14

5,603.55

10,448.62

5,892.97

20,524.71

6,127.34

1,567.42

12,829.94

93.53

1.88

32,778.45

21,581.34

6,289.55

9,105.66

6,186.12

18,907.63

5,697.91

1,640.66

11,569.06

87.61

2.12

32,749.99

22,340.75

6,537.34

9,644.27

6,159.14

19,742.32

6,072.38

1,569.67

12,100.27

88.37

2.00

28,601.62

21,477.98

4,371.54

11,933.29

5,173.15

20,283.78

6,109.97

1,649.90

12,523.91

94.44

1.50

32,321.36

23,828.93

6,429.23

11,149.53

6,250.17

21,730.69

6,692.83

1,696.28

13,341.58

91.19

1.84

30,327.22

22,405.34

5,059.30

11,062.67

6,283.37

22,382.83

7,050.03

1,661.22

13,671.58

99.90

1.84

29,756.92

21,465.81

3,722.19

12,819.48

4,924.14

22,837.49

7,120.99

1,659.18

14,057.33

106.39

1.91

NOMINAL (DALAM RP MILIAR)

2015

I II III IV

28.14

16.92

36.88

6.24

19.70

0.00

13.68

19.97

14.18

10.85

2016

I II III IV

3.53

11.69

3.53

15.51

13.55

0.00

15.03

16.48

2.25

16.12

24.17

16.87

18.44

7.44

32.17

0.00

13.99

18.16

13.71

12.08

20.79

18.23

30.35

7.65

25.14

0.00

15.10

19.99

8.77

13.63

11.72

16.94

20.31

15.79

16.84

0.00

14.61

16.13

7.42

14.90

-1.39

10.41

2.22

22.45

1.04

0.00

14.93

17.46

3.39

15.32

-70

0.29

-22.61

14.71

2.02

0.00

13.37

16.10

5.83

12.99

4.04

-0.06

-14.85

7.43

-4.81

0.00

12.59

16.55

0.56

12.24

PERTUMBUHAN (%YOY)

Potensi risiko gagal bayar sektor korporasi yang perlu dicermati antara lain di sektor konstruksi, perdagangan,

pertambangan dan real estate. Di sektor konstruksi, NPL terbesar disumbang oleh subsektor konstruksi bangunan

elektrikal dan komunikasi lainnya yang menyumbang 62,19% dari keseluruhan posisi NPL. Di samping itu, sektor

perdagangan disumbang terutama oleh subsektor perdagangan dalam negeri semen sebesar 70,06% dari total posisi NPL.

Sementara tingginya NPL di sektor pertambangan terkonsentrasi sepenuhnya di Kabupaten Kupang kemungkinan terkait

aktivitas pertambangan galian C yang sampai saat ini masih bermasalah terkait izin dari pemerintah setempat dan

masyarakat. NPL di sektor real estate, usaha persewaan dan jasa perusahaan sebesar 10,23% didominasi oleh perusahaan

swasta di subsektor jasa perusahaan.

4.5.1 Kinerja Bank Umum

4.5 ASESMEN PERBANKAN

Total aset industri perbankan di Provinsi NTT pada akhir triwulan laporan tercatat sebesar Rp 29,76 triliun (pangsa 0,36%

terhadap nasional), mengalami peningkatan pertumbuhan dibandingkan triwulan III 2016 yaitu dari -7,40% (yoy) menjadi

4,04% (yoy). Peningkatan aset dialami baik oleh bank pemerintah maupun bank swasta yang masing-masing meningkat

sebesar 3,80% (yoy) dan 5,66% (yoy).

Kredit perbankan tumbuh melambat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, sementara penghimpunan

dana dari masyarakat masih menurun sehingga rasio LDR di triwulan laporan kembali meningkat menjadi 106,39% dari

triwulan sebelumnya 99,90%. Pertumbuhan kredit melambat menjadi 12,59% (yoy) dari triwulan sebelumnya 13,37%

(yoy). Pertumbuhan DPK pada triwulan laporan tercatat kontraksi sebesar -0,06% (yoy) dibandingkan triwulan

sebelumnya sebesar 0,29% (yoy).

GRAFIK 4.21. NPL KREDIT 2 SEKTOR KORPORASI

Sumber: Bank Indonesia, diolah

KONSTRUKSI PERDAGANGAN BESAR DAN ECERANPERTAMBANGAN DAN PENGGALIANREAL ESTATE, USAHA PERSEWAAN, DAN JASA PERUSAHAAN BATAS

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

2013I II I I I IV

2013I II I I I IV

9,71%

12,05%10,23%

100,00%

-20%

0%

20%

40%

60%

80%

100%

120%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

35%

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

76 Februari 2017

Page 103: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Kegiatan perekonomian Provinsi Nusa Tenggara Timur saat ini telah berkembang sangat pesat dan kompleks.

Kompleksitas sistem perekonomian dan keuangan menuntut pemahaman yang cukup atas interaksi dan keterkaitan di

antara unit/ sektor dalam perekonomian yang memiliki beragam fungsi, motivasi, jenis aktivitas, serta karakteristik dan

perilaku. Di sisi lain, indikator makro ekonomi utama untuk mengetahui kegiatan perekonomian yang ada saat ini

hanyalah PDRB yang lebih menitikberatkan pada aktivitas menghasilkan pendapatan atau pengeluaran yang dilakukan

oleh suatu wilayah dalam satu tahun, tetapi tidak menyentuh bagaimana proses pemenuhan aktivitas tersebut. Indikator

yang menerangkan tentang bagaimana harta dan kepemilikan modal digunakan untuk memenuhi aktivitas ekonomi

tersebut hingga saat ini belum ada. Bahkan indikator yang menerangkan tentang bagaimana menempatkan

penambahan/pengurangan aset, modal ataupun peningkatan pinjaman karena pengeluaran yang lebih besar dari

pendapatan juga belum ada hingga sekarang, sehingga Bank Indonesia berinisiatif untuk membuat suatu indikator yang

bisa digunakan untuk menerangkan posisi aset suatu perekonomian, aktivitas ekonomi yang dilakukan, sumber

pembiayaan, hingga proses netting/ penyesuaian nilai aset, modal dan hutang yang dimiliki oleh suatu perekonomian.

Dengan adanya indikator yang mampu mengukur perpindahan uang tersebut, maka adanya potensi kerentanan sektor riil

dan keuangan, hingga potensi kerentanan yang menimbulkan efek menular terhadap entitas ekonomi yang lain dapat

diketahui.

Adapun indikator tersebut antara lain adalah penyusunan statistic National dan Regional Financial accounts and Balance

Sheet (FABS). Melalui statistik FABS diharapkan dapat diketahui keterkaitan, ketidak-seimbangan keuangan dan potensi

terjadinya krisis maupun jalur efek menular yang menimbulkan risiko sistemik sehingga tindakan dan kebijakan yang lebih

bersifat preventif dapat segera dilakukan.

Penyusunan FABS, khususnya National FABS, mengacu pada Standar Internasional yakni System of National Account (SNA)

2008 yang berisi tentang pedoman pencatatan aktivitas ekonomi bedasarkan prinsip ekonomi dan akuntansi. Dalam

pedoman tersebut, aktivitas ekonomi dan keuangan suatu negara/ daerah yang terintegrasi digambarkan melalui akun

ekonomi yang terintegrasi /Integrated Economic Account.

Dalam buku Konsep dan Metodologi Penyusunan Financial account and Balance Sheet oleh Departemen Statistik Bank

Indonesia (terbit tahun 2015), dijelaskan bahwa akun ekonomi yang terintegrasi (Integrated Economic Account)

menyajikan data posisi dan arus (flows) uang yang menggambarkan keterkaitan antar unit institusi dalam perekonomian

baik domestik maupun internasional, antar sektor finansial dan non finansial guna mengetahui konsistensi kegiatan antar

berbagai sektor. Lebih lanjut, akun ekonomi yang terintegrasi tersebut dapat menjadi alat dalam menganalisis hubungan

antara sektor riil (aktivitas produksi, konsumsi, dan investasi) dan sektor finansial (arus dana dan pembiayaan antar

institusi.

Penyusunan Regional Financial AccountProvinsi Nusa Tenggara Timur07

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

78Februari 2017

GRAFIK 4.26. BOPO, ROA, NPL BPR

% BOPO % ROA % NPL (SKALA KANAN)

2.60

0

1

2

3

4

5

6

7

81.18

7374757677787980818283

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

2013I II I I I IV

5.82

Sumber: Bank Indonesia, diolah

GRAFIK 4.25. LDR DAN CAR BPR

Sumber: Bank Indonesia, diolah

% CAR (SKALA KANAN) % LDR

29.92

24

25

26

27

28

29

30

31

32

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

2013I II I I I IV

70

72

74

76

78

80

82

84

86

88

75.21

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

78 Februari 2017

Page 104: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Kegiatan perekonomian Provinsi Nusa Tenggara Timur saat ini telah berkembang sangat pesat dan kompleks.

Kompleksitas sistem perekonomian dan keuangan menuntut pemahaman yang cukup atas interaksi dan keterkaitan di

antara unit/ sektor dalam perekonomian yang memiliki beragam fungsi, motivasi, jenis aktivitas, serta karakteristik dan

perilaku. Di sisi lain, indikator makro ekonomi utama untuk mengetahui kegiatan perekonomian yang ada saat ini

hanyalah PDRB yang lebih menitikberatkan pada aktivitas menghasilkan pendapatan atau pengeluaran yang dilakukan

oleh suatu wilayah dalam satu tahun, tetapi tidak menyentuh bagaimana proses pemenuhan aktivitas tersebut. Indikator

yang menerangkan tentang bagaimana harta dan kepemilikan modal digunakan untuk memenuhi aktivitas ekonomi

tersebut hingga saat ini belum ada. Bahkan indikator yang menerangkan tentang bagaimana menempatkan

penambahan/pengurangan aset, modal ataupun peningkatan pinjaman karena pengeluaran yang lebih besar dari

pendapatan juga belum ada hingga sekarang, sehingga Bank Indonesia berinisiatif untuk membuat suatu indikator yang

bisa digunakan untuk menerangkan posisi aset suatu perekonomian, aktivitas ekonomi yang dilakukan, sumber

pembiayaan, hingga proses netting/ penyesuaian nilai aset, modal dan hutang yang dimiliki oleh suatu perekonomian.

Dengan adanya indikator yang mampu mengukur perpindahan uang tersebut, maka adanya potensi kerentanan sektor riil

dan keuangan, hingga potensi kerentanan yang menimbulkan efek menular terhadap entitas ekonomi yang lain dapat

diketahui.

Adapun indikator tersebut antara lain adalah penyusunan statistic National dan Regional Financial accounts and Balance

Sheet (FABS). Melalui statistik FABS diharapkan dapat diketahui keterkaitan, ketidak-seimbangan keuangan dan potensi

terjadinya krisis maupun jalur efek menular yang menimbulkan risiko sistemik sehingga tindakan dan kebijakan yang lebih

bersifat preventif dapat segera dilakukan.

Penyusunan FABS, khususnya National FABS, mengacu pada Standar Internasional yakni System of National Account (SNA)

2008 yang berisi tentang pedoman pencatatan aktivitas ekonomi bedasarkan prinsip ekonomi dan akuntansi. Dalam

pedoman tersebut, aktivitas ekonomi dan keuangan suatu negara/ daerah yang terintegrasi digambarkan melalui akun

ekonomi yang terintegrasi /Integrated Economic Account.

Dalam buku Konsep dan Metodologi Penyusunan Financial account and Balance Sheet oleh Departemen Statistik Bank

Indonesia (terbit tahun 2015), dijelaskan bahwa akun ekonomi yang terintegrasi (Integrated Economic Account)

menyajikan data posisi dan arus (flows) uang yang menggambarkan keterkaitan antar unit institusi dalam perekonomian

baik domestik maupun internasional, antar sektor finansial dan non finansial guna mengetahui konsistensi kegiatan antar

berbagai sektor. Lebih lanjut, akun ekonomi yang terintegrasi tersebut dapat menjadi alat dalam menganalisis hubungan

antara sektor riil (aktivitas produksi, konsumsi, dan investasi) dan sektor finansial (arus dana dan pembiayaan antar

institusi.

Penyusunan Regional Financial AccountProvinsi Nusa Tenggara Timur07

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

78Februari 2017

GRAFIK 4.26. BOPO, ROA, NPL BPR

% BOPO % ROA % NPL (SKALA KANAN)

2.60

0

1

2

3

4

5

6

7

81.18

7374757677787980818283

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

2013I II I I I IV

5.82

Sumber: Bank Indonesia, diolah

GRAFIK 4.25. LDR DAN CAR BPR

Sumber: Bank Indonesia, diolah

% CAR (SKALA KANAN) % LDR

29.92

24

25

26

27

28

29

30

31

32

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

2013I II I I I IV

70

72

74

76

78

80

82

84

86

88

75.21

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

78 Februari 2017

Page 105: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Tabel Boks 7.1. Regional Financial accounts

PROVINSI NTT

FINANCIAL ASSET

MONETARY AND GOLD SDRS

CURRENCY AND DEPOSITS

DEBT SECURITIES

LOANS

EQUITY

INSURANCE AND PENSION

FINANCIAL DERIVATIVES

OTHER ACCOUNTS RECEIVABLE

FINANCIAL LIABILITIES

MONETARY AND GOLD SDRS

CURRENCY AND DEPOSITS

DEBT SECURITIES

LOANS

EQUITY

INSURANCE AND PENSION

FINANCIAL DERIVATIVES

OTHER ACCOUNTS PAYABLE

NETO ASET/LIABILITIES

NETO LIABILITIES

LUAR NTT

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

" KORPORASI NONFINANSIAL

(NFC) "

BANK(ODC)

IKNB(OFC)

PEMDA(LG)

TOTAL DOMESTIK

LUAR NEGERI(ROW)

INSTRUMEN

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

RUMAH TANGGA

(HH)

FINANCIAL ASSET > FINANCIAL LIABILITIES

FINANCIAL ASSET < FINANCIAL LIABILITIES

Untuk mengetahui aliran perpindahan aset dan kewajiban antar sektor ekonomi, maka dilakukan perhitungan untuk

menghasilkan tabel (matriks) sebagai berikut

Tabel Boks 7.2. Aliran Perpindahan Aset dan Kewajiban Antar Pelaku Ekonomi

CLOSING POSITION LIABILITIES

TOTAL NFC

-

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

-

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

ODC

xxx

xxx

-

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

-

xxx

xxx

xxx

xxx

OFC LG HH

xxx

xxx

xxx

xxx

-

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

-

xxx

xxx

ROI ROW

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

-

-

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

-

-

ASSETS

TOTAL

NTT

NFC

ODC

OFC

LG

HH

ROI

ROW

2Berdasarkan hasil penyusunan RFA Provinsi NTT untuk tahun 2015, diperoleh gambaran sebagai berikut :

-

-

-

-

-

Secara agregat di akhir tahun 2015, provinsi NTT mengalami net hutang (net liabilities) sebesar Rp.2,19 triliun atau

sedikit meningkat dibandingkan tahun 2014 yang tercatat sebesar Rp.2,18 triliun. Adapun pembiayaan berasal dari

domestik sebesar 53,47% dan dari luar negeri sebesar 46,53%.

Sumbangan peningkatan hutang terbesar diperoleh dari sektor korporasi non finansial disusul oleh sektor perbankan,

dan sektor rumah tangga. Kenaikan pinjaman yang terjadi di sektor korporasi disebabkan antara lain karena

peningkatan modal dan hutang.

Peningkatan pinjaman bersih terjadi seiring meningkatnya pinjaman keuangan berupa peningkatan mata uang dan

simpanan atau Dana Pihak Ketiga (DPK) sedangkan di sektor rumah tangga disebabkan oleh peningkatan kredit

kepada perbankan.

Sementara itu, di sektor Industri Keuangan Non Bank (IKNB) terpantau mengalami peningkatan aset bersih

disebabkan oleh penurunan hutang dan peningkatan jumlah kas/setara kas. Demikian pula halnya dengan sektor

Pemerintah Daerah yang mengalami net assets karena peningkatan jumlah antara lain kas/setara kas.

Dari hasil analisis RFA, diketahui bahwa sektor yang memiliki keterkaitan paling besar dari segi nilai adalah Rumah

Tangga dan Perbankan karena perbankan memberikan kredit kepada rumah tangga, dan sebaliknya rumah tangga

menyimpan dana di perbankan.

2. Data yang digunakan merupakan data sementara dan berbagai metode yang digunakan dalam penyusunan masih akan terus disempurnakan mengingat RFABS ini pada dasarnya belum final.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

81Februari 2017

GAMBAR BOKS 7.1. KERANGKA INTEGRATED ECONOMIC ACCOUNTS

Sumber: Paparan Departemen Statistik, Overview of Integrated Economic Accounts

Cakupan akun ekonomi yang terintegrasi /Integrated Economic Account:

-

-

-

Current Account: neraca berjalan yang mencatat produksi barang dan jasa, pendapatan yang tercipta dari aktivitas

produksi, distribusi dan redistribusi pendapatan di antara unit institusi, serta penggunaan pendapatan untuk tujuan

konsumsi atau tabungan. Berada di dalamnya meliputi akun produksi berupa PDB dan akun distribusi dan penggunaan

pendapatan.

Accumulation Account: mencatat perubahan aliran aset dan kewajiban yang memengaruhi posisi neraca yang terdiri

atas akun modal (capital account), akun keuangan (financial account), perubahan aset lainnya (other changes in asset),

dan akun penyesuaian nilai kekayaan (revaluation account).

Balance Sheet: posisi neraca non keuangan, neraca keuangan, dan hutang, serta selisih antara aset dan

hutang/kewajiban.

GAMBAR BOKS 7.2. KONSEP PENYUSUNAN FABS

Sumber: Paparan Departemen Statistik, Financial accounts And Balance Sheet

Secara terpisah, konsep akun keuangan regional/ Regional Financial account (RFA) mencatat transaksi aset dan kewajiban

finansial antar sektor yang menunjukkan aliran keuangan antar sektor institusi. RFA disajikan dalam dua sisi yakni:

perubahan aset dan kewajiban dan perubahan aset dan kewajiban bersih, dengan penyajian sebagai berikut:

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

80 Februari 2017

Page 106: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Tabel Boks 7.1. Regional Financial accounts

PROVINSI NTT

FINANCIAL ASSET

MONETARY AND GOLD SDRS

CURRENCY AND DEPOSITS

DEBT SECURITIES

LOANS

EQUITY

INSURANCE AND PENSION

FINANCIAL DERIVATIVES

OTHER ACCOUNTS RECEIVABLE

FINANCIAL LIABILITIES

MONETARY AND GOLD SDRS

CURRENCY AND DEPOSITS

DEBT SECURITIES

LOANS

EQUITY

INSURANCE AND PENSION

FINANCIAL DERIVATIVES

OTHER ACCOUNTS PAYABLE

NETO ASET/LIABILITIES

NETO LIABILITIES

LUAR NTT

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

" KORPORASI NONFINANSIAL

(NFC) "

BANK(ODC)

IKNB(OFC)

PEMDA(LG)

TOTAL DOMESTIK

LUAR NEGERI(ROW)

INSTRUMEN

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

RUMAH TANGGA

(HH)

FINANCIAL ASSET > FINANCIAL LIABILITIES

FINANCIAL ASSET < FINANCIAL LIABILITIES

Untuk mengetahui aliran perpindahan aset dan kewajiban antar sektor ekonomi, maka dilakukan perhitungan untuk

menghasilkan tabel (matriks) sebagai berikut

Tabel Boks 7.2. Aliran Perpindahan Aset dan Kewajiban Antar Pelaku Ekonomi

CLOSING POSITION LIABILITIES

TOTAL NFC

-

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

-

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

ODC

xxx

xxx

-

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

-

xxx

xxx

xxx

xxx

OFC LG HH

xxx

xxx

xxx

xxx

-

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

-

xxx

xxx

ROI ROW

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

-

-

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

xxx

-

-

ASSETS

TOTAL

NTT

NFC

ODC

OFC

LG

HH

ROI

ROW

2Berdasarkan hasil penyusunan RFA Provinsi NTT untuk tahun 2015, diperoleh gambaran sebagai berikut :

-

-

-

-

-

Secara agregat di akhir tahun 2015, provinsi NTT mengalami net hutang (net liabilities) sebesar Rp.2,19 triliun atau

sedikit meningkat dibandingkan tahun 2014 yang tercatat sebesar Rp.2,18 triliun. Adapun pembiayaan berasal dari

domestik sebesar 53,47% dan dari luar negeri sebesar 46,53%.

Sumbangan peningkatan hutang terbesar diperoleh dari sektor korporasi non finansial disusul oleh sektor perbankan,

dan sektor rumah tangga. Kenaikan pinjaman yang terjadi di sektor korporasi disebabkan antara lain karena

peningkatan modal dan hutang.

Peningkatan pinjaman bersih terjadi seiring meningkatnya pinjaman keuangan berupa peningkatan mata uang dan

simpanan atau Dana Pihak Ketiga (DPK) sedangkan di sektor rumah tangga disebabkan oleh peningkatan kredit

kepada perbankan.

Sementara itu, di sektor Industri Keuangan Non Bank (IKNB) terpantau mengalami peningkatan aset bersih

disebabkan oleh penurunan hutang dan peningkatan jumlah kas/setara kas. Demikian pula halnya dengan sektor

Pemerintah Daerah yang mengalami net assets karena peningkatan jumlah antara lain kas/setara kas.

Dari hasil analisis RFA, diketahui bahwa sektor yang memiliki keterkaitan paling besar dari segi nilai adalah Rumah

Tangga dan Perbankan karena perbankan memberikan kredit kepada rumah tangga, dan sebaliknya rumah tangga

menyimpan dana di perbankan.

2. Data yang digunakan merupakan data sementara dan berbagai metode yang digunakan dalam penyusunan masih akan terus disempurnakan mengingat RFABS ini pada dasarnya belum final.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

81Februari 2017

GAMBAR BOKS 7.1. KERANGKA INTEGRATED ECONOMIC ACCOUNTS

Sumber: Paparan Departemen Statistik, Overview of Integrated Economic Accounts

Cakupan akun ekonomi yang terintegrasi /Integrated Economic Account:

-

-

-

Current Account: neraca berjalan yang mencatat produksi barang dan jasa, pendapatan yang tercipta dari aktivitas

produksi, distribusi dan redistribusi pendapatan di antara unit institusi, serta penggunaan pendapatan untuk tujuan

konsumsi atau tabungan. Berada di dalamnya meliputi akun produksi berupa PDB dan akun distribusi dan penggunaan

pendapatan.

Accumulation Account: mencatat perubahan aliran aset dan kewajiban yang memengaruhi posisi neraca yang terdiri

atas akun modal (capital account), akun keuangan (financial account), perubahan aset lainnya (other changes in asset),

dan akun penyesuaian nilai kekayaan (revaluation account).

Balance Sheet: posisi neraca non keuangan, neraca keuangan, dan hutang, serta selisih antara aset dan

hutang/kewajiban.

GAMBAR BOKS 7.2. KONSEP PENYUSUNAN FABS

Sumber: Paparan Departemen Statistik, Financial accounts And Balance Sheet

Secara terpisah, konsep akun keuangan regional/ Regional Financial account (RFA) mencatat transaksi aset dan kewajiban

finansial antar sektor yang menunjukkan aliran keuangan antar sektor institusi. RFA disajikan dalam dua sisi yakni:

perubahan aset dan kewajiban dan perubahan aset dan kewajiban bersih, dengan penyajian sebagai berikut:

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

80 Februari 2017

Page 107: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Aktivitas sistem pembayaran di Provinsi NTT pada triwulan IV 2016 mengalami perlambatan.

Sistem pembayaran tunai pada triwulan IV 2016 relatif baik karena ditopang oleh daya

beli/konsumsi masyarakat NTT yang tinggi pada hari raya natal dan tahun baru

Penyelenggaran Sistem PembayaranDan Pengelolaan Uang Rupiah05

Foto : Alor

Data RFABS tersebut masih dalam tahap penyempurnaan karena ke depan melalui data tersebut dapat diperoleh informasi

yang lebih baik mengenai kondisi perekonomian dan sistem keuangan. Selain itu, dengan adanya RFABS dapat

menggambarkan aktivitas perekonomian secara terintegrasi melalui identifikasi keterkaitan antara sektor riil dan sektor

keuangan. Lebih lanjut, RFABS dapat menggambarkan sinyal risiko di sektor keuangan sebagai bahan penyusunan analisis

dan kebijakan ekonomi di level regional.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

82 Februari 2017

Page 108: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Aktivitas sistem pembayaran di Provinsi NTT pada triwulan IV 2016 mengalami perlambatan.

Sistem pembayaran tunai pada triwulan IV 2016 relatif baik karena ditopang oleh daya

beli/konsumsi masyarakat NTT yang tinggi pada hari raya natal dan tahun baru

Penyelenggaran Sistem PembayaranDan Pengelolaan Uang Rupiah05

Foto : Pelabuhan Ende

Data RFABS tersebut masih dalam tahap penyempurnaan karena ke depan melalui data tersebut dapat diperoleh informasi

yang lebih baik mengenai kondisi perekonomian dan sistem keuangan. Selain itu, dengan adanya RFABS dapat

menggambarkan aktivitas perekonomian secara terintegrasi melalui identifikasi keterkaitan antara sektor riil dan sektor

keuangan. Lebih lanjut, RFABS dapat menggambarkan sinyal risiko di sektor keuangan sebagai bahan penyusunan analisis

dan kebijakan ekonomi di level regional.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

82 Februari 2017

Page 109: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Selama tahun 2016, transaksi sistem pembayaran tunai di NTT mengalami perlambatan. Jumlah uang yang beredar di

masyarakat atau net-outflow pada tahun 2016 sebesar Rp.1.407,97 miliar, menurun jika dibandingkan dengan tahun

2015 yang mencapai Rp.1.896,83 miliar. Sementara itu, transaksi sistem pembayaran tunai di triwulan IV 2016 juga masih

relatif stabil. Hal ini didorong oleh aliran net-outflow pada triwulan IV 2016 yang mencapai Rp.1.566,87 miliar, lebih tinggi

dibandingkan triwulan III 2016 yang hanya sebesar Rp.394,56 miliar. Hal ini sejalan dengan pertumbuhan ekonomi NTT

pada komponen konsumsi rumah tangga yang berkaitan dengan momen hari raya natal dan tahun baru 2017.

5.1. KONDISI UMUM

GRAFIK 5.1 PERKEMBANGAN INFLOW/OUTFLOW DI POVINSI NTT

INFLOW (RP. MILIAR) OUTFLOW (RP. MILIAR) YOY INFLOW YOY OUTFLOW

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

2013I II I I I IV

-80%

0%

80%

160%

0

500

1,000

1,500

2,000

2,500

3,000

GRAFIK 5.3 PERKEMBANGAN TRANSAKSI KLIRING

VOLUME KLIRING NOMINAL KLIRING NOMINAL CEK/BG KOSONG VOLUME CEK/BG KOSONG

-40%

-20%

0%

20%

40%

60%

80%

-100%

0%

100%

200%

300%

400%

500%

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

2013I II I I I IV

Y-O-Y

GRAFIK 5.2 PERKEMBANGAN TRANSAKSI TUNAI

NET IN/OUT (RP. MILIAR) QTQ YOY

-300%-200%-100%0%100%200%300%400%500%600%700%

-2500

-2000

-1500

-1000

-500

0

500

1000

1500

2000

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

2013I II I I I IV

Jumlah Uang Tidak Layak Edar (UTLE) di NTT juga tercatat melambat, tercermin dari pertumbuhan UTLE triwulan IV 2016

yang sebesar 14,11% (yoy) dari 60,79% pada triwulan III 2016. Secara nominal jumlah setoran UTLE pada triwulan IV 2016

sebesar Rp.309,61 miliar, sedangkan triwulan sebelumnya sebesar Rp.459,04 miliar. Temuan uang palsu di NTT juga

mengalami penurunan yang cukup signifikan, sebesar -50,94% (yoy), dengan total jumlah uang palsu sebesar 26 lembar.

Seiring dengan perlambatan investasi pemerintah, transaksi non tunai yaitu kliring di NTT juga mengalami perlambatan.

Transaksi kliring pada triwulan IV 2016 baik secara nominal maupun volume warkat tumbuh melambat.

Dalam upaya menjaga kelancaran transaksi pembayaran non tunai, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT

mendorong Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) melalui Layanan Keuangan Digital (LKD) dan elektronifikasi serta

melakukan monitoring pada bank Koordinator Pertukaran Warkat Debit (KPWD).

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

85Februari 2017

Page 110: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Selama tahun 2016, transaksi sistem pembayaran tunai di NTT mengalami perlambatan. Jumlah uang yang beredar di

masyarakat atau net-outflow pada tahun 2016 sebesar Rp.1.407,97 miliar, menurun jika dibandingkan dengan tahun

2015 yang mencapai Rp.1.896,83 miliar. Sementara itu, transaksi sistem pembayaran tunai di triwulan IV 2016 juga masih

relatif stabil. Hal ini didorong oleh aliran net-outflow pada triwulan IV 2016 yang mencapai Rp.1.566,87 miliar, lebih tinggi

dibandingkan triwulan III 2016 yang hanya sebesar Rp.394,56 miliar. Hal ini sejalan dengan pertumbuhan ekonomi NTT

pada komponen konsumsi rumah tangga yang berkaitan dengan momen hari raya natal dan tahun baru 2017.

5.1. KONDISI UMUM

GRAFIK 5.1 PERKEMBANGAN INFLOW/OUTFLOW DI POVINSI NTT

INFLOW (RP. MILIAR) OUTFLOW (RP. MILIAR) YOY INFLOW YOY OUTFLOW

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

2013I II I I I IV

-80%

0%

80%

160%

0

500

1,000

1,500

2,000

2,500

3,000

GRAFIK 5.3 PERKEMBANGAN TRANSAKSI KLIRING

VOLUME KLIRING NOMINAL KLIRING NOMINAL CEK/BG KOSONG VOLUME CEK/BG KOSONG

-40%

-20%

0%

20%

40%

60%

80%

-100%

0%

100%

200%

300%

400%

500%

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

2013I II I I I IV

Y-O-Y

GRAFIK 5.2 PERKEMBANGAN TRANSAKSI TUNAI

NET IN/OUT (RP. MILIAR) QTQ YOY

-300%-200%-100%0%100%200%300%400%500%600%700%

-2500

-2000

-1500

-1000

-500

0

500

1000

1500

2000

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

2013I II I I I IV

Jumlah Uang Tidak Layak Edar (UTLE) di NTT juga tercatat melambat, tercermin dari pertumbuhan UTLE triwulan IV 2016

yang sebesar 14,11% (yoy) dari 60,79% pada triwulan III 2016. Secara nominal jumlah setoran UTLE pada triwulan IV 2016

sebesar Rp.309,61 miliar, sedangkan triwulan sebelumnya sebesar Rp.459,04 miliar. Temuan uang palsu di NTT juga

mengalami penurunan yang cukup signifikan, sebesar -50,94% (yoy), dengan total jumlah uang palsu sebesar 26 lembar.

Seiring dengan perlambatan investasi pemerintah, transaksi non tunai yaitu kliring di NTT juga mengalami perlambatan.

Transaksi kliring pada triwulan IV 2016 baik secara nominal maupun volume warkat tumbuh melambat.

Dalam upaya menjaga kelancaran transaksi pembayaran non tunai, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT

mendorong Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) melalui Layanan Keuangan Digital (LKD) dan elektronifikasi serta

melakukan monitoring pada bank Koordinator Pertukaran Warkat Debit (KPWD).

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

85Februari 2017

Page 111: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Tabel 5.1.Perkembangan Kegiatan KPw BI Provinsi NTT

KAB/KOTA

*) FrekuensiSumber : Kpw BI Provinsi NTT diolah

III - 2016

SUMBA TIMOR

KAS KELILING

KAS TITIPAN

TOTAL

1

3

4

17

5

22

FLORES

6

4

10

24

12

36

JUMLAH

IV - 2016

SUMBA TIMOR

1

4

5

4

4

8

3

6

9

8

14

22

FLORES JUMLAH

PERIODE

INDIKATOR*

GRAFIK 5.7 PERKEMBANGAN UTLE DI PROVINSI NTT

INFLOW (RP. MILIAR) OUTFLOW (RP. MILIAR) QTQ UTLE YOY UTLEUTLE

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

2013I II I I I IV

-200%

0%

200%

400%

600%

800%

1000%

1200%

1400%

1600%

0

500

1,000

1,500

2,000

2,500

3,000

GRAFIK 5.6 PERKEMBANGAN INFLOW, OUTFLOW DAN UTLE

INFLOW (RP. MILIAR) UTLE OUTFLOW (RP. MILIAR) NET OUTFLOW

-2,000-1,500-1,000

-5000

5001,0001,5002,0002,5003,000

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

2013I II I I I IV

Dalam upaya Bank Indonesia untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang pentingnya penggunaan uang

rupiah yang baik dan benar serta pengenalan terhadap keaslian uang rupiah, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi

NTT selalu memberikan sosialisasi pada saat kegiatan penukaran uang/kas keliling di berbagai tempat.

Selain itu, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT juga bekerjasama dengan perbankan di daerah untuk membuka

Kas Titipan Bank Indonesia demi kelancaran distribusi uang rupiah layak edar hingga pelosok-pelosok di daerah NTT.

Hingga saat ini Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT telah mempunyai 6 kantor kas titipan yang tersebar di

beberapa daerah, diantaranya Kabupaten Sikka, Sumba Timur, Belu (Atambua), Ende, Manggarai dan Lembata. Kegiatan-

kegiatan yang dilakukan dalam rangka kas titipan diantaranya melakukan dropping Uang Layak Edar (ULE) dan menarik

Uang Tidak Layak Edar (UTLE) dari wilayah kas titipan. Selama tahun 2016, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT

telah melaksanakan 48 kali kegiatan dropping dan penarikan UTLE di kas titipan. Walaupun telah mempunyai beberapa

kas titipan didaerah, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT juga tetap melakukan kegiatan Kas Keliling untuk

penukaran uang di daerah-daerah. Kegiatan kas keliling tersebut dilakukan di dalam kota Kupang maupun di daerah-

daerah, dan selama tahun 2016 sudah sebanyak 83 kali kegiatan kas keliling dilakukan.

5.2.3. Perkembangan Uang Palsu (UPAL)

Pada triwulan IV 2016, pertumbuhan uang palsu di Provinsi NTT terus mengalami penurunan, dari 38 lembar

pada triwulan III 2016 menjadi 26 lembar. Dari sisi pertumbuhan, pada triwulan IV 2016 uang palsu mengalami

penurunan signifikan sebesar 50,95% (yoy), atau lebih rendah dari triwulan III 2016 yang hanya sebesar 26,92% (yoy).

Pecahan uang palsu yang ditemukan pada triwulan IV 2016 dominan seperti periode-periode sebelumnya yaitu uang

kertas pecahan Rp.100.000,- dan Rp.50.000,-.

Untuk mencegah beredarnya uang palsu, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT juga terus melakukan sosialisasi

ciri-ciri keaslian uang rupiah (CIKUR) kepada masyarakat, akademisi maupun aparat di Provinsi NTT.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

87Februari 2017

GRAFIK 5.5 SHARE BAYARAN BANK 2016

BANK SWASTA BUKAN BANKBANK PEMERINTAH

99,27%0,50%0,23%

GRAFIK 5.4 SHARE SETORAN BANK 2016

BANK SWASTA BUKAN BANKBANK PEMERINTAH

67,94%32,02%

0,04%

Aktivitas peredaran uang pada triwulan IV mengalami kenaikan yang cukup signifikan dibanding triwulan III

2016, namun cenderung melambat bila dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Adanya

peningkatan konsumsi rumah tangga jelang hari raya Natal dan tahun baru serta pembayaran realisasi proyek-proyek

pemerintah dan swasta telah meningkatkan aliran uang keluar bersih (net outflow) Bank Indonesia. Namun demikian,

apabila dibandingkan triwulan IV 2015, jumlah uang keluar bersih cenderung mengalami perlambatan yang terlihat dari

penurunan nilai net outflow dari Rp.2,1 triliun di triwulan IV 2015 menjadi Rp.1,6 triliun pada triwulan IV 2016, atau

menurun sebesar 24,12%. Penurunan aktivitas peredaran uang rupiah ini diduga disebabkan oleh adanya perlambatan

ekonomi, seiring dengan adanya beberapa investasi yang sudah terealisasi sebelumnya yang terlihat dari tingginya

kegiatan pertukaran uang antar bank TUKAB pada triwulan I dan III 2016. Sementara di triwulan IV 2016, kegiatan

pertukaran uang antar bank (TUKAB) menunjukkan adanya penurunan sebesar -6,01% (yoy). Namun demikian secara

tahunan, pertukaran uang antar bank masih bertumbuh sebesar 9,70% (yoy).

5.2. TRANSAKSI PEMBAYARAN TUNAI

5.2.1. Aliran Uang Masuk (inflow) dan Aliran Uang Keluar (Outflow)

Berdasarkan jenis bank, kegiatan setoran (inflow) ke Bank Indonesia masih dominan dilakukan oleh bank pemerintah,

namun terdapat 32,02% bank swasta yang juga melakukan kegiatan setoran. Hal ini berbeda dibanding kegiatan bayaran

yang 99,27% (outflow) didominasi oleh bank pemerintah. Hal ini menunjukkan pola perputaran dan penyimpanan uang

yang sebagian besar pembayaran transaksi proyek atau belanja dilakukan melalui bank pemerintah, untuk kemudian

kembali ditabung di bank swasta.

5.2.2. Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE)

Setoran UTLE selama tahun 2016 tercatat sebesar Rp.1.776,78 miliar atau tumbuh 69,70% (yoy) lebih tinggi dari

tahun 2015 yang sebesar Rp.1.047,04 miliar. Sementara itu, pada triwulan IV 2016 setoran UTLE mencapai Rp.309,61

miliar atau mengalami perlambatan sebesar 52,88% (yoy) lebih rendah dibanding triwulan III 2016 yang tumbuh 86,79%

(yoy).

Uang Tidak Layak Edar (UTLE) yang telah dimusnahkan di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT pada triwulan IV

2016 tercatat sebesar Rp.304,75 miliar, atau tumbuh 20,55% (yoy) lebih rendah dari triwulan III 2016 yang sebesar

Rp.456,75 miliar. Sedangkan total pemusnahan UTLE selama tahun 2016 mencapai Rp.1.788,92 miliar dari Rp.1.066,73

miliar atau tumbuh 67,70% (yoy) lebih tinggi dari tahun 2015.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

86 Februari 2017

Page 112: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Tabel 5.1.Perkembangan Kegiatan KPw BI Provinsi NTT

KAB/KOTA

*) FrekuensiSumber : Kpw BI Provinsi NTT diolah

III - 2016

SUMBA TIMOR

KAS KELILING

KAS TITIPAN

TOTAL

1

3

4

17

5

22

FLORES

6

4

10

24

12

36

JUMLAH

IV - 2016

SUMBA TIMOR

1

4

5

4

4

8

3

6

9

8

14

22

FLORES JUMLAH

PERIODE

INDIKATOR*

GRAFIK 5.7 PERKEMBANGAN UTLE DI PROVINSI NTT

INFLOW (RP. MILIAR) OUTFLOW (RP. MILIAR) QTQ UTLE YOY UTLEUTLE

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

2013I II I I I IV

-200%

0%

200%

400%

600%

800%

1000%

1200%

1400%

1600%

0

500

1,000

1,500

2,000

2,500

3,000

GRAFIK 5.6 PERKEMBANGAN INFLOW, OUTFLOW DAN UTLE

INFLOW (RP. MILIAR) UTLE OUTFLOW (RP. MILIAR) NET OUTFLOW

-2,000-1,500-1,000

-5000

5001,0001,5002,0002,5003,000

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

2013I II I I I IV

Dalam upaya Bank Indonesia untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang pentingnya penggunaan uang

rupiah yang baik dan benar serta pengenalan terhadap keaslian uang rupiah, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi

NTT selalu memberikan sosialisasi pada saat kegiatan penukaran uang/kas keliling di berbagai tempat.

Selain itu, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT juga bekerjasama dengan perbankan di daerah untuk membuka

Kas Titipan Bank Indonesia demi kelancaran distribusi uang rupiah layak edar hingga pelosok-pelosok di daerah NTT.

Hingga saat ini Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT telah mempunyai 6 kantor kas titipan yang tersebar di

beberapa daerah, diantaranya Kabupaten Sikka, Sumba Timur, Belu (Atambua), Ende, Manggarai dan Lembata. Kegiatan-

kegiatan yang dilakukan dalam rangka kas titipan diantaranya melakukan dropping Uang Layak Edar (ULE) dan menarik

Uang Tidak Layak Edar (UTLE) dari wilayah kas titipan. Selama tahun 2016, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT

telah melaksanakan 48 kali kegiatan dropping dan penarikan UTLE di kas titipan. Walaupun telah mempunyai beberapa

kas titipan didaerah, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT juga tetap melakukan kegiatan Kas Keliling untuk

penukaran uang di daerah-daerah. Kegiatan kas keliling tersebut dilakukan di dalam kota Kupang maupun di daerah-

daerah, dan selama tahun 2016 sudah sebanyak 83 kali kegiatan kas keliling dilakukan.

5.2.3. Perkembangan Uang Palsu (UPAL)

Pada triwulan IV 2016, pertumbuhan uang palsu di Provinsi NTT terus mengalami penurunan, dari 38 lembar

pada triwulan III 2016 menjadi 26 lembar. Dari sisi pertumbuhan, pada triwulan IV 2016 uang palsu mengalami

penurunan signifikan sebesar 50,95% (yoy), atau lebih rendah dari triwulan III 2016 yang hanya sebesar 26,92% (yoy).

Pecahan uang palsu yang ditemukan pada triwulan IV 2016 dominan seperti periode-periode sebelumnya yaitu uang

kertas pecahan Rp.100.000,- dan Rp.50.000,-.

Untuk mencegah beredarnya uang palsu, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT juga terus melakukan sosialisasi

ciri-ciri keaslian uang rupiah (CIKUR) kepada masyarakat, akademisi maupun aparat di Provinsi NTT.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

87Februari 2017

GRAFIK 5.5 SHARE BAYARAN BANK 2016

BANK SWASTA BUKAN BANKBANK PEMERINTAH

99,27%0,50%0,23%

GRAFIK 5.4 SHARE SETORAN BANK 2016

BANK SWASTA BUKAN BANKBANK PEMERINTAH

67,94%32,02%

0,04%

Aktivitas peredaran uang pada triwulan IV mengalami kenaikan yang cukup signifikan dibanding triwulan III

2016, namun cenderung melambat bila dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Adanya

peningkatan konsumsi rumah tangga jelang hari raya Natal dan tahun baru serta pembayaran realisasi proyek-proyek

pemerintah dan swasta telah meningkatkan aliran uang keluar bersih (net outflow) Bank Indonesia. Namun demikian,

apabila dibandingkan triwulan IV 2015, jumlah uang keluar bersih cenderung mengalami perlambatan yang terlihat dari

penurunan nilai net outflow dari Rp.2,1 triliun di triwulan IV 2015 menjadi Rp.1,6 triliun pada triwulan IV 2016, atau

menurun sebesar 24,12%. Penurunan aktivitas peredaran uang rupiah ini diduga disebabkan oleh adanya perlambatan

ekonomi, seiring dengan adanya beberapa investasi yang sudah terealisasi sebelumnya yang terlihat dari tingginya

kegiatan pertukaran uang antar bank TUKAB pada triwulan I dan III 2016. Sementara di triwulan IV 2016, kegiatan

pertukaran uang antar bank (TUKAB) menunjukkan adanya penurunan sebesar -6,01% (yoy). Namun demikian secara

tahunan, pertukaran uang antar bank masih bertumbuh sebesar 9,70% (yoy).

5.2. TRANSAKSI PEMBAYARAN TUNAI

5.2.1. Aliran Uang Masuk (inflow) dan Aliran Uang Keluar (Outflow)

Berdasarkan jenis bank, kegiatan setoran (inflow) ke Bank Indonesia masih dominan dilakukan oleh bank pemerintah,

namun terdapat 32,02% bank swasta yang juga melakukan kegiatan setoran. Hal ini berbeda dibanding kegiatan bayaran

yang 99,27% (outflow) didominasi oleh bank pemerintah. Hal ini menunjukkan pola perputaran dan penyimpanan uang

yang sebagian besar pembayaran transaksi proyek atau belanja dilakukan melalui bank pemerintah, untuk kemudian

kembali ditabung di bank swasta.

5.2.2. Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE)

Setoran UTLE selama tahun 2016 tercatat sebesar Rp.1.776,78 miliar atau tumbuh 69,70% (yoy) lebih tinggi dari

tahun 2015 yang sebesar Rp.1.047,04 miliar. Sementara itu, pada triwulan IV 2016 setoran UTLE mencapai Rp.309,61

miliar atau mengalami perlambatan sebesar 52,88% (yoy) lebih rendah dibanding triwulan III 2016 yang tumbuh 86,79%

(yoy).

Uang Tidak Layak Edar (UTLE) yang telah dimusnahkan di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT pada triwulan IV

2016 tercatat sebesar Rp.304,75 miliar, atau tumbuh 20,55% (yoy) lebih rendah dari triwulan III 2016 yang sebesar

Rp.456,75 miliar. Sedangkan total pemusnahan UTLE selama tahun 2016 mencapai Rp.1.788,92 miliar dari Rp.1.066,73

miliar atau tumbuh 67,70% (yoy) lebih tinggi dari tahun 2015.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

86 Februari 2017

Page 113: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

5.4. PERKEMBANGAN LAYANAN KEUANGAN DIGITAL

Jumlah agen Layanan Keuangan Digital (LKD) di Provinsi NTT pada triwulan IV 2016 mengalami peningkatan

yang signifikan. Pada triwulan IV 2016, jumlah agen LKD berjumlah 3.170 agen atau tumbuh 185,33% (qtq), lebih tinggi

dibandingkan pertumbuhan triwulan III 2016 yang hanya mencapai 10,11% (qtq). Selain itu, jumlah transaksi yang

dilakukan selama triwulan IV 2016 mencapai Rp.440,78 juta.

Beberapa kegiatan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT dalam usaha meningkatkan jumlah LKD didaerah

diantaranya adalah :

a.

b.

c.

Sosialisasi penggunaan Uang Elektronik kepada Ikatan Wanita Perbankan NTT.

Melakukan koordinasi dengan bank penyelenggara LKD terkait perkembangan transaksi agen LKD.

Melakukan pemantauan data dan perkembangan proram LKD Bank.

GRAFIK 5.10. 5DAERAH TERBESAR ASAL SKNBI DINTT

DKI JAKARTA JAWA TIMURNTT *) BALI SULAWESI SELATAN

69,51%27,15%2,37%

0,67%0,29%

GRAFIK 5.9. 5DAERAH TERBESAR TUJUAN SKNBI NTT

NTT *) JAWA TIMURDKI JAKARTA JAWA BARAT BALI

98,24%0,65%0,61%

0,50%0,00%

atau tumbuh 18,50% (yoy) lebih rendah dari pertumbuhan triwulan III 2016 yang mampu tumbuh 51,82% (yoy). Ini

artinya bahwa fasilitas kliring di NTT pada triwulan IV 2016 penggunaannya masih stabil namun peningkatannya tidak

setinggi pertumbuhan pada awal tahun 2016. Selain itu, sejak triwulan I 2015 hingga triwulan II 2016 batas maksimal

transfer dana menggunakan SKNBI tidak dibatasi, namun mulai tanggal 1 Juli 2016 atau masuk triwulan III 2016 maksimal

nominal transaksi menggunakan SKNBI adalah Rp.500 juta. Hal ini juga disinyalir menjadi penyebab perlambatan transaksi

SKNBI di NTT.

Pertumbuhan penyerahan Cek/BG kosong di NTT mengalami penurunan. Pada triwulan IV 2016, volume penyerahan

Cek/BG kosong sebesar 300 warkat, atau menurun 2,28% (yoy). Kendati demikian, secara qtq mengalami peningkatan

22,95% atau dari 244 warkat menjadi 300 warkat. Dengan demikian masih perlu adanya sosialisasi dari perbankan

kepada nasabahnya terkait transaksi dengan warkat Cek/BG untuk memperhatikan dana simpanannya.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

89Februari 2017

GRAFIK 5.8 PERKEMBANGAN UPAL DI POVINSI NTT

Upal (Lembar)

-5050

150250350450550650750850950

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

2013I II I I I IV

2012I II I I I IV

Pada tahun 2016 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT telah melakukan sosialisasi CIKUR sekitar 20 kali

kegiatan, yang diadakan di Kota Kupang, Kabupaten Sumba Timur, Ngada, TTU, Sikka, Alor, Belu dan Kabupaten

Manggarai Timur.

Penggunaan transaksi kliring di NTT pada triwulan IV 2016 mengalami perlambatan. Nominal transaksi kliring

tercatat sebesar Rp.3.382,88 miliar, atau tumbuh melambat 12,29% (yoy), jika dibandingkan dengan pertumbuhan pada

triwulan III 2016 yang mencapai 102,94% (yoy). Sementara itu, dari sisi volume pada triwulan ini sebanyak 86.316 warkat

5.3.1. Transaksi Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI)

5.3. TRANSAKSI PEMBAYARAN NON TUNAI

5.2.4. Penerbitan Uang NKRI Tahun Emisi 2016

Pada tanggal 19 Desember 2016, Bank Indonesia telah menerbitkan uang NKRI tahun emisi 2016. Penerbitan

uang baru tersebut merupakan pelaksanaan amanat Undang-Undang No.7 tahun 2011 tentang mata uang yang

mengatur ciri-ciri umum dan khusus yang dimuat dalam uang rupiah. Adapun ciri-ciri khusus yang ada dalam mata uang

NKRI adalah adanya tanda tangan Gubernur Bank Indonesia dan Menteri Keuangan, dibanding mata uang lama yang

hanya ditanda tangani oleh Gubernur Bank Indonesia, gambar utama adalah pahlawan yang telah meninggal, memuat

gambar lambang negara “Garuda Pancasila”, maupun frasa “Negara Kesatuan Republik Indonesia. Beberapa ciri umum

yang terdapat dalam mata uang kertas adalah adanya gambar pahlawan nasional, tari daerah, obyek wisata alam

unggulan dan bunga khas nusantara. Adapun ciri umum mata uang logam adalah gambar pahlawan nasional, lambang

negara “garuda pancasila dan tulisan nilai pecahan.

Terdapat 11 pecahan yang dikeluarkan, meliputi 7 uang kertas pecahan Rp 1.000, Rp 2.000, Rp 5.000, Rp 10.000, Rp

20.000, Rp 50.000 dan Rp 100.000, serta 4 uang logam pecahan Rp 100, Rp 200, Rp 500, dan Rp 1.000. Terkait dengan

penerbitan uang baru tersebut, Provinsi NTT patut berbangga karena dapat menyumbang 2 ikon dalam penerbitan uang

baru tersebut, yaitu Pahlawan Nasional Prof. Dr. Ir. Herman Johanes yang diabadikan dalam uang logam Rp 100,- dan

Taman Nasional Komodo yang diabadikan dalam mata uang pecahan Rp 50.000,-.

Dari sisi keamanan, tingkat keamanan uang baru juga mengalami penambahan dengan total fitur keamanan mencapai 9-

12 unsur pengamanan antara lain cetak kasar, tanda air, benang pengaman, tulisan mikro, tinta berubah warna, gambar

tersembunyi, gambar saling isi, pewarnaan yang cukup unik, intaglio, dll. Dengan diterbitkannya uang baru ini diharapkan

tingkat keamanan uang akan semakin bagus, sehingga menekan pemalsuan uang. Desain yang lebih bagus diharapkan

juga dapat meningkatkan kebanggaan masyarakat terhadap rupiah, yang pada akhirnya juga dapat meningkatkan

kebanggan masyarakat terhadap Negara Indonesia.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

88 Februari 2017

Page 114: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

5.4. PERKEMBANGAN LAYANAN KEUANGAN DIGITAL

Jumlah agen Layanan Keuangan Digital (LKD) di Provinsi NTT pada triwulan IV 2016 mengalami peningkatan

yang signifikan. Pada triwulan IV 2016, jumlah agen LKD berjumlah 3.170 agen atau tumbuh 185,33% (qtq), lebih tinggi

dibandingkan pertumbuhan triwulan III 2016 yang hanya mencapai 10,11% (qtq). Selain itu, jumlah transaksi yang

dilakukan selama triwulan IV 2016 mencapai Rp.440,78 juta.

Beberapa kegiatan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT dalam usaha meningkatkan jumlah LKD didaerah

diantaranya adalah :

a.

b.

c.

Sosialisasi penggunaan Uang Elektronik kepada Ikatan Wanita Perbankan NTT.

Melakukan koordinasi dengan bank penyelenggara LKD terkait perkembangan transaksi agen LKD.

Melakukan pemantauan data dan perkembangan proram LKD Bank.

GRAFIK 5.10. 5DAERAH TERBESAR ASAL SKNBI DINTT

DKI JAKARTA JAWA TIMURNTT *) BALI SULAWESI SELATAN

69,51%27,15%2,37%

0,67%0,29%

GRAFIK 5.9. 5DAERAH TERBESAR TUJUAN SKNBI NTT

NTT *) JAWA TIMURDKI JAKARTA JAWA BARAT BALI

98,24%0,65%0,61%

0,50%0,00%

atau tumbuh 18,50% (yoy) lebih rendah dari pertumbuhan triwulan III 2016 yang mampu tumbuh 51,82% (yoy). Ini

artinya bahwa fasilitas kliring di NTT pada triwulan IV 2016 penggunaannya masih stabil namun peningkatannya tidak

setinggi pertumbuhan pada awal tahun 2016. Selain itu, sejak triwulan I 2015 hingga triwulan II 2016 batas maksimal

transfer dana menggunakan SKNBI tidak dibatasi, namun mulai tanggal 1 Juli 2016 atau masuk triwulan III 2016 maksimal

nominal transaksi menggunakan SKNBI adalah Rp.500 juta. Hal ini juga disinyalir menjadi penyebab perlambatan transaksi

SKNBI di NTT.

Pertumbuhan penyerahan Cek/BG kosong di NTT mengalami penurunan. Pada triwulan IV 2016, volume penyerahan

Cek/BG kosong sebesar 300 warkat, atau menurun 2,28% (yoy). Kendati demikian, secara qtq mengalami peningkatan

22,95% atau dari 244 warkat menjadi 300 warkat. Dengan demikian masih perlu adanya sosialisasi dari perbankan

kepada nasabahnya terkait transaksi dengan warkat Cek/BG untuk memperhatikan dana simpanannya.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

89Februari 2017

GRAFIK 5.8 PERKEMBANGAN UPAL DI POVINSI NTT

Upal (Lembar)

-5050

150250350450550650750850950

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

2013I II I I I IV

2012I II I I I IV

Pada tahun 2016 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT telah melakukan sosialisasi CIKUR sekitar 20 kali

kegiatan, yang diadakan di Kota Kupang, Kabupaten Sumba Timur, Ngada, TTU, Sikka, Alor, Belu dan Kabupaten

Manggarai Timur.

Penggunaan transaksi kliring di NTT pada triwulan IV 2016 mengalami perlambatan. Nominal transaksi kliring

tercatat sebesar Rp.3.382,88 miliar, atau tumbuh melambat 12,29% (yoy), jika dibandingkan dengan pertumbuhan pada

triwulan III 2016 yang mencapai 102,94% (yoy). Sementara itu, dari sisi volume pada triwulan ini sebanyak 86.316 warkat

5.3.1. Transaksi Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI)

5.3. TRANSAKSI PEMBAYARAN NON TUNAI

5.2.4. Penerbitan Uang NKRI Tahun Emisi 2016

Pada tanggal 19 Desember 2016, Bank Indonesia telah menerbitkan uang NKRI tahun emisi 2016. Penerbitan

uang baru tersebut merupakan pelaksanaan amanat Undang-Undang No.7 tahun 2011 tentang mata uang yang

mengatur ciri-ciri umum dan khusus yang dimuat dalam uang rupiah. Adapun ciri-ciri khusus yang ada dalam mata uang

NKRI adalah adanya tanda tangan Gubernur Bank Indonesia dan Menteri Keuangan, dibanding mata uang lama yang

hanya ditanda tangani oleh Gubernur Bank Indonesia, gambar utama adalah pahlawan yang telah meninggal, memuat

gambar lambang negara “Garuda Pancasila”, maupun frasa “Negara Kesatuan Republik Indonesia. Beberapa ciri umum

yang terdapat dalam mata uang kertas adalah adanya gambar pahlawan nasional, tari daerah, obyek wisata alam

unggulan dan bunga khas nusantara. Adapun ciri umum mata uang logam adalah gambar pahlawan nasional, lambang

negara “garuda pancasila dan tulisan nilai pecahan.

Terdapat 11 pecahan yang dikeluarkan, meliputi 7 uang kertas pecahan Rp 1.000, Rp 2.000, Rp 5.000, Rp 10.000, Rp

20.000, Rp 50.000 dan Rp 100.000, serta 4 uang logam pecahan Rp 100, Rp 200, Rp 500, dan Rp 1.000. Terkait dengan

penerbitan uang baru tersebut, Provinsi NTT patut berbangga karena dapat menyumbang 2 ikon dalam penerbitan uang

baru tersebut, yaitu Pahlawan Nasional Prof. Dr. Ir. Herman Johanes yang diabadikan dalam uang logam Rp 100,- dan

Taman Nasional Komodo yang diabadikan dalam mata uang pecahan Rp 50.000,-.

Dari sisi keamanan, tingkat keamanan uang baru juga mengalami penambahan dengan total fitur keamanan mencapai 9-

12 unsur pengamanan antara lain cetak kasar, tanda air, benang pengaman, tulisan mikro, tinta berubah warna, gambar

tersembunyi, gambar saling isi, pewarnaan yang cukup unik, intaglio, dll. Dengan diterbitkannya uang baru ini diharapkan

tingkat keamanan uang akan semakin bagus, sehingga menekan pemalsuan uang. Desain yang lebih bagus diharapkan

juga dapat meningkatkan kebanggaan masyarakat terhadap rupiah, yang pada akhirnya juga dapat meningkatkan

kebanggan masyarakat terhadap Negara Indonesia.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

88 Februari 2017

Page 115: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Persentase penduduk miskin di Provinsi NTT mengalami penurunan dari 22,19% (Maret 2016)

menjadi 22,01% (September 2016). Sementara itu dari sisi ketenagakerjaan, tingkat

pengangguran terbuka (TPT) pada bulan Agustus menunjukkan penurunan dan ditandai

peningkatan porsi tenaga kerja formal.

Ketenagakerjaan & Kesejahteraan06

Foto : Kampung Tua Benteng

Page 116: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Persentase penduduk miskin di Provinsi NTT mengalami penurunan dari 22,19% (Maret 2016)

menjadi 22,01% (September 2016). Sementara itu dari sisi ketenagakerjaan, tingkat

pengangguran terbuka (TPT) pada bulan Agustus menunjukkan penurunan dan ditandai

peningkatan porsi tenaga kerja formal.

Ketenagakerjaan & Kesejahteraan06

Foto : Gunung Meja, Kab. Ende

Page 117: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

6.2 . PERKEMBANGAN TINGKAT KEMISKINAN

6.1. KONDISI UMUM

Secara nasional, persentase penduduk miskin Provinsi NTT masih lebih tinggi dibandingkan nasional.

Persentase penduduk miskin NTT pada bulan September 2016 mencapai 22,01% atau diatas nasional yang sebesar

10,70% dengan jumlah 27,76 juta orang. Apabila dilihat dari segi konsentrasi penduduk miskin terbanyak masih berada di

pedesaan dengan jumlah sebesar 17,28 juta jiwa dibandingkan perkotaan yang 10,49 juta jiwa. Di sisi lain, secara historis

terjadi perkembangan positif dimana persentase penduduk miskin pada tingkat nasional dan NTT cenderung berada pada

trend menurun sejak tahun 2015. Dari sisi peringkat nasional sendiri, persentase penduduk miskin NTT (22,01%) berada

pada peringkat ke-32 dari 34 Provinsi di Indonesia atau berada di atas Provinsi Papua Barat (24,88%) dan Provinsi Papua

(28,4%).

Persentase penduduk miskin di Provinsi NTT menunjukkan perbaikan walaupun tidak terlalu signifikan.

Presentase penduduk miskin di Provinsi NTT tercatat menurun menjadi 22,01% pada bulan September 2016

dibandingkan dengan Maret 2016 yang sebesar 22,19% dan September 2016 (22,58%). Menurunnya presentase

penduduk miskin ini juga dibarengi dengan menurunnya angka indeks kedalaman kemiskinan (P1) dan indeks keparahan

kemiskinan (P2) yang menggambarkan makin mendekatnya pengeluaran rata-rata penduduk miskin dengan garis

kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk yang makin rendah. Hal ini mengindikasikan adanya perbaikan

kondisi sosial masyarakat NTT pada tahun 2016 dibandingkan dengan tahun 2015 dan potensi penurunan penduduk

miskin di masa datang. Di sisi lain, permasalahan struktural seperti minimnya akses bahan bakar layak, akses sumber

penerangan, akses air bersih dan sanitasi (IRGSC, 2016) serta pendidikan menjadi tantangan utama dalam upaya

pengurangan jumlah penduduk miskin di Provinsi NTT.

Dari sisi ketenagakerjaan, terjadi perbaikan kondisi tenaga kerja yang terlihat pada penurunan Tingkat

Pengangguran Terbuka (TPT) pada bulan Agustus 2016. TPT NTT tercatat sebesar 3,25% dibandingkan bulan

Februari yang 3,59%. Perbaikan juga terlihat dari peningkatan porsi tenaga kerja formal yang menunjukkan adanya

perbaikan kualitas SDM di NTT. Hal serupa juga terindikasi pada indikator Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank

Indonesia triwulan IV-2016 yang menunjukkan perkembangan positif.

6.2.1 Perkembangan Tingkat Kemiskinan

GRAFIK 6.1. PERBANDINGAN PROSENTASE KEMISKINAN PROVINSI NTT DAN NASIONAL

NASIONAL NTT

Sumber : BPS, diolah

579

1113151719212325

MAR 12 SEPT 12 MAR 13 SEPT 13 MAR 14 SEPT 14 MAR 15 SEPT 15 MAR 16 SEPT 16

%

10.70

22.01

GRAFIK 6.2.

%

Sumber : BPS, diolah

0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

30.00

LAM

PUN

G

SULT

ENG

NTB

AC

EH

BEN

GK

ULU

GO

RON

TALO

MA

LUK

U

NTT

PAPU

A B

ARA

T

PAPU

A

MARET 2016 SEPTEMBER 2016

SEPULUH PROVINSI DENGAN JUMLAH PROSENTASE PENDUDUK MISKIN TERTINGGI

22.19

22.0

1

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

93Februari 2017

Page 118: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

6.2 . PERKEMBANGAN TINGKAT KEMISKINAN

6.1. KONDISI UMUM

Secara nasional, persentase penduduk miskin Provinsi NTT masih lebih tinggi dibandingkan nasional.

Persentase penduduk miskin NTT pada bulan September 2016 mencapai 22,01% atau diatas nasional yang sebesar

10,70% dengan jumlah 27,76 juta orang. Apabila dilihat dari segi konsentrasi penduduk miskin terbanyak masih berada di

pedesaan dengan jumlah sebesar 17,28 juta jiwa dibandingkan perkotaan yang 10,49 juta jiwa. Di sisi lain, secara historis

terjadi perkembangan positif dimana persentase penduduk miskin pada tingkat nasional dan NTT cenderung berada pada

trend menurun sejak tahun 2015. Dari sisi peringkat nasional sendiri, persentase penduduk miskin NTT (22,01%) berada

pada peringkat ke-32 dari 34 Provinsi di Indonesia atau berada di atas Provinsi Papua Barat (24,88%) dan Provinsi Papua

(28,4%).

Persentase penduduk miskin di Provinsi NTT menunjukkan perbaikan walaupun tidak terlalu signifikan.

Presentase penduduk miskin di Provinsi NTT tercatat menurun menjadi 22,01% pada bulan September 2016

dibandingkan dengan Maret 2016 yang sebesar 22,19% dan September 2016 (22,58%). Menurunnya presentase

penduduk miskin ini juga dibarengi dengan menurunnya angka indeks kedalaman kemiskinan (P1) dan indeks keparahan

kemiskinan (P2) yang menggambarkan makin mendekatnya pengeluaran rata-rata penduduk miskin dengan garis

kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk yang makin rendah. Hal ini mengindikasikan adanya perbaikan

kondisi sosial masyarakat NTT pada tahun 2016 dibandingkan dengan tahun 2015 dan potensi penurunan penduduk

miskin di masa datang. Di sisi lain, permasalahan struktural seperti minimnya akses bahan bakar layak, akses sumber

penerangan, akses air bersih dan sanitasi (IRGSC, 2016) serta pendidikan menjadi tantangan utama dalam upaya

pengurangan jumlah penduduk miskin di Provinsi NTT.

Dari sisi ketenagakerjaan, terjadi perbaikan kondisi tenaga kerja yang terlihat pada penurunan Tingkat

Pengangguran Terbuka (TPT) pada bulan Agustus 2016. TPT NTT tercatat sebesar 3,25% dibandingkan bulan

Februari yang 3,59%. Perbaikan juga terlihat dari peningkatan porsi tenaga kerja formal yang menunjukkan adanya

perbaikan kualitas SDM di NTT. Hal serupa juga terindikasi pada indikator Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank

Indonesia triwulan IV-2016 yang menunjukkan perkembangan positif.

6.2.1 Perkembangan Tingkat Kemiskinan

GRAFIK 6.1. PERBANDINGAN PROSENTASE KEMISKINAN PROVINSI NTT DAN NASIONAL

NASIONAL NTT

Sumber : BPS, diolah

579

1113151719212325

MAR 12 SEPT 12 MAR 13 SEPT 13 MAR 14 SEPT 14 MAR 15 SEPT 15 MAR 16 SEPT 16

%

10.70

22.01

GRAFIK 6.2.

%

Sumber : BPS, diolah

0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

30.00

LAM

PUN

G

SULT

ENG

NTB

AC

EH

BEN

GK

ULU

GO

RON

TALO

MA

LUK

U

NTT

PAPU

A B

ARA

T

PAPU

A

MARET 2016 SEPTEMBER 2016

SEPULUH PROVINSI DENGAN JUMLAH PROSENTASE PENDUDUK MISKIN TERTINGGI

22.19

22.0

1

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

93Februari 2017

Page 119: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

GRAFIK 6.8. INDEKS KEPARAHAN KEMISKINAN

Sumber : BPS, diolah

SEPT 12 MAR 13 SEPT 13 MAR 14 SEPT 14 MAR 15 SEPT 15 MAR 16 SEPT 16

KOTA DESA KOTA+DESA

0.00

0.20

0.40

0.60

0.80

1.00

1.20

1.40

1.60

1.80

GRAFIK 6.7. INDEKS KEDALAMAN KEMISKINAN

Sumber : BPS, diolah

SEPT 12 MAR 13 SEPT 13 MAR 14 SEPT 14 MAR 15 SEPT 15 MAR 16 SEPT 16

KOTA DESA KOTA+DESA

1.001.502.002.503.003.504.004.505.005.506.00

penduduk miskin yang semakin mendekati garis kemiskinan, sementara penurunan P2 menunjukkan bahwa ketimpangan

pengeluaran antar penduduk miskin semakin rendah. Hal ini menunjukkan adanya potensi yang cukup besar bagi

banyaknya penduduk NTT untuk dapat keluar dari kategori miskin.

Kondisi kemiskinan di NTT sendiri berdasarkan penelitian Institute of Resource Governance and Social Change (IRGSC)

tahun 2016 didorong oleh kurangnya akses terhadap beberapa kebutuhan primer masyarakat, diantaranya bahan bakar

layak, akses sumber penerangan, akses air bersih dan sanitasi. Dalam hal tersebut, IRGSC memberikan masukan untuk

peningkatan akses masyarakat terhadap hal-hal tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Menteri Keuangan, Sri Mulyani

Indrawati (2016) yang menyebutkan bahwa untuk memutus rantai kemiskinan, maka keluarga miskin harus mampu

menikmati apa yang disebut dengan pelayanan dasar yaitu pendidikan, kesehatan, air bersih, dan sanitasi. Selain itu,

disebutkan pula bahwa peningkatan kualitas SDM menjadi hal yang penting karena dapat mewujudkan masyarakat

produktif, inovatif dan berdaya saing. Apabila dilihat dari Provinsi dengan tingkat kemiskinan tertinggi, permasalahan

SDM terjadi di Provinsi Papua, Papua Barat dan NTT sehingga program-program pengembangan SDM (aksesibilitas,

kesehatan, pendidikan serta keterampilan) perlu dikedepankan dalam upaya mengurangi kemiskinan.

Di sisi lain, untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat NTT dari sisi perekonomian dan daya beli, perlu adanya dukungan

terhadap pengembangan investasi di daerah yang dapat membuka lapangan pekerjaan secara luas. Adanya program dana

desa perlu untuk dioptimalkan melalui bimbingan dan pengawasan yang berkesinambungan sehingga dapat bermanfaat

dan bernilai tambah ekonomi tinggi. Selain itu, rencana-rencana investasi swasta atau BUMN hendaknya dapat didukung.

Dengan adanya peningkatan lapangan kerja di pedesaan, sisi positif yang didapat lainnya adalah berkurangnya migrasi

masyarakat pedesaan ke perkotaan. Selain itu, dalam upaya mendukung kualitas SDM NTT, perlu adanya program-

program pelatihan keterampilan dan wirausaha masyarakat. Dari sektor unggulan NTT, diharapkan adanya keseriusan

dalam pengembangan sektor pariwisata. Karena sektor tersebut dapat mendorong lapangan kerja bagi semua lapisan

masyarakat, baik dari sisi perdagangan, tour guide, penyewaan kendaraan dan hal-hal lainnya. Hal ini terbukti pada

Provinsi Bali yang menjadi Provinsi ke-2 terendah dari sisi jumlah penduduk miskin.

6.2.2 Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP)

Berdasarkan kinerja triwulanan, tingkat kesejahteraan Pedesaan Provinsi NTT yang digambarkan oleh Nilai

Tukar Petani (NTP) menunjukkan Perlambatan. NTP tercatat melambat dari 102,03 (triwulan III-2016) menjadi 101,31

(triwulan IV-2016). Namun dengan nilai masih diatas 100 maka secara umum masih terjadi pertumbuhan pendapatan bagi

petani. Penurunan NTP sendiri terjadi karena adanya kenaikan indeks yang dibayar (IB) yang lebih tinggi dibandingkan

indeks yang diterima (IT). Hal ini disebabkan adanya peningkatan biaya konsumsi rumah tangga yang harus dibayar petani,

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

95Februari 2017

GRAFIK 6.6. SEPULUH PERINGKAT TERENDAH GARIS KEMISKINAN

RP

Sumber : BPS, diolah

NTB

JABA

R

JATI

M

NTT

JATE

NG

SULU

T

SULB

AR

GO

RON

TALO

SULT

RA

SULS

EL

336

,573

332,

119

329,

172

327,

00

3

322,

748

318,

984

292,

518

286

,96

8

282,

161

275,

361

GRAFIK 6.5. PERKEMBANGAN GARIS KEMISKINAN

Sumber : BPS, diolah

MAR 12 SEPT 12 MAR 13 SEPT 13 MAR 14 SEPT 14 MAR 15 SEPT 15 MAR 16 SEPT 16

MAKANAN BUKAN MAKANAN GARIS KEMISKINAN

0

50

100

150

200

250

300

350 RIBU

GRAFIK 6.4. GINI RATIO NASIONAL DAN NTT

INDONESIA NTT

Sumber : BPS, diolah

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 201630%

32%

34%

36%

38%

40%

42%

GRAFIK 6.3. PRESENTASE PENDUDUK MISKIN DI NTT

Sumber : BPS, diolah

MAR 12 SEPT 12 MAR 13 SEPT 13 MAR 14 SEPT 14 MAR 15 SEPT 15 MAR 16 SEPT 16

PERKOTAAN%PERKOTAAN

PEDESAAN KOTA+DESA%PEDESAAN %KOTA+DESA

8.00

13.00

18.00

23.00

28.00

0

200

400

600

800

1,000

1,200 RIBU %

Dari komposisi jumlah penduduk miskin, mayoritas penduduk miskin di NTT pada bulan September 2016 masih berada di

daerah pedesaan sebanyak 1,04 juta jiwa sementara penduduk miskin di perkotaan mencapai 112,5 ribu jiwa. Hal yang

cukup menarik adalah persentase penduduk miskin di perkotaan yang menunjukkan adanya peningkatan dari 9,41%

(September 2015) menjadi 10,17% (September 2016) dan berbanding terbalik dengan persentase penduduk miskin di

pedesaan yang mengalami penurunan. Hal ini dapat mengindikasikan adanya migrasi penduduk dari daerah pedesaan ke

perkotaan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak supaya dapat lepas dari kemiskinan, namun adanya keterbatasan

keterampilan yang dimiliki justru menyulitkan untuk mendapatkan pekerjaan yang memadai. Sementara itu, dari sisi

ketimpangan pengeluaran, gini ratio di NTT pada tahun 2016 sebesar 0,34 cenderung berada pada level ketimpangan

menengah dan lebih baik dibandingkan dengan nasional yang sebesar 0,40. Hal ini mengindikasikan bahwa pengeluaran

masyarakat di NTT cenderung lebih merata apabila dibandingkan dengan nasional.

Dari sisi garis kemiskinan, terdapat peningkatan pada bulan September 2016 menjadi Rp 327.003,- apabila dibandingkan

Maret 2016 yang sebesar Rp 322.947,-. Peningkatan terutama berasal dari komoditas bukan makanan yang mencapai

1,97% yaitu biaya pendidikan dan angkutan. Di sisi lain, komoditas makanan juga meningkat sebesar 1,07% yang

terutama berasal dari komoditas rokok kretek filter, daging sapi, daging babi serta ikan segar (tongkol dan kembung).

Untuk peringkat nasional, garis kemiskinan NTT berada di peringkat ke-7 terbawah setelah Provinsi Jawa Timur. Provinsi

dengan garis kemiskinan terendah sendiri berada di Provinsi Sulawesi Selatan sebesar Rp 275.361,- yang mengindikasikan

rendahnya tingkat harga di Provinsi tersebut. Sementara itu, garis kemiskinan tertinggi berada di Bangka Belitung sebesar

Rp 564.391,-.

Dari sisi indikator indeks kedalaman kemiskinan (P1) dan indeks keparahan kemiskinan (P2) tercatat adanya perbaikan pula

untuk kondisi NTT. P1 tercatat sebesar 3,83 jauh menurun dibandingkan Maret 2016 yang sebesar 4,69 ataupun

September 2015 yang sebesar 4,62. Sementara itu, angka P2 tercatat 0,96 atau menurun dibandingkan Maret 2016 (1,30)

dan September 2015 (1,44). Penurunan P1 mengindikasikan bahwa terjadi perbaikan untuk pengeluaran rata-rata

1150.08

327.003

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

94 Februari 2017

Page 120: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

GRAFIK 6.8. INDEKS KEPARAHAN KEMISKINAN

Sumber : BPS, diolah

SEPT 12 MAR 13 SEPT 13 MAR 14 SEPT 14 MAR 15 SEPT 15 MAR 16 SEPT 16

KOTA DESA KOTA+DESA

0.00

0.20

0.40

0.60

0.80

1.00

1.20

1.40

1.60

1.80

GRAFIK 6.7. INDEKS KEDALAMAN KEMISKINAN

Sumber : BPS, diolah

SEPT 12 MAR 13 SEPT 13 MAR 14 SEPT 14 MAR 15 SEPT 15 MAR 16 SEPT 16

KOTA DESA KOTA+DESA

1.001.502.002.503.003.504.004.505.005.506.00

penduduk miskin yang semakin mendekati garis kemiskinan, sementara penurunan P2 menunjukkan bahwa ketimpangan

pengeluaran antar penduduk miskin semakin rendah. Hal ini menunjukkan adanya potensi yang cukup besar bagi

banyaknya penduduk NTT untuk dapat keluar dari kategori miskin.

Kondisi kemiskinan di NTT sendiri berdasarkan penelitian Institute of Resource Governance and Social Change (IRGSC)

tahun 2016 didorong oleh kurangnya akses terhadap beberapa kebutuhan primer masyarakat, diantaranya bahan bakar

layak, akses sumber penerangan, akses air bersih dan sanitasi. Dalam hal tersebut, IRGSC memberikan masukan untuk

peningkatan akses masyarakat terhadap hal-hal tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Menteri Keuangan, Sri Mulyani

Indrawati (2016) yang menyebutkan bahwa untuk memutus rantai kemiskinan, maka keluarga miskin harus mampu

menikmati apa yang disebut dengan pelayanan dasar yaitu pendidikan, kesehatan, air bersih, dan sanitasi. Selain itu,

disebutkan pula bahwa peningkatan kualitas SDM menjadi hal yang penting karena dapat mewujudkan masyarakat

produktif, inovatif dan berdaya saing. Apabila dilihat dari Provinsi dengan tingkat kemiskinan tertinggi, permasalahan

SDM terjadi di Provinsi Papua, Papua Barat dan NTT sehingga program-program pengembangan SDM (aksesibilitas,

kesehatan, pendidikan serta keterampilan) perlu dikedepankan dalam upaya mengurangi kemiskinan.

Di sisi lain, untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat NTT dari sisi perekonomian dan daya beli, perlu adanya dukungan

terhadap pengembangan investasi di daerah yang dapat membuka lapangan pekerjaan secara luas. Adanya program dana

desa perlu untuk dioptimalkan melalui bimbingan dan pengawasan yang berkesinambungan sehingga dapat bermanfaat

dan bernilai tambah ekonomi tinggi. Selain itu, rencana-rencana investasi swasta atau BUMN hendaknya dapat didukung.

Dengan adanya peningkatan lapangan kerja di pedesaan, sisi positif yang didapat lainnya adalah berkurangnya migrasi

masyarakat pedesaan ke perkotaan. Selain itu, dalam upaya mendukung kualitas SDM NTT, perlu adanya program-

program pelatihan keterampilan dan wirausaha masyarakat. Dari sektor unggulan NTT, diharapkan adanya keseriusan

dalam pengembangan sektor pariwisata. Karena sektor tersebut dapat mendorong lapangan kerja bagi semua lapisan

masyarakat, baik dari sisi perdagangan, tour guide, penyewaan kendaraan dan hal-hal lainnya. Hal ini terbukti pada

Provinsi Bali yang menjadi Provinsi ke-2 terendah dari sisi jumlah penduduk miskin.

6.2.2 Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP)

Berdasarkan kinerja triwulanan, tingkat kesejahteraan Pedesaan Provinsi NTT yang digambarkan oleh Nilai

Tukar Petani (NTP) menunjukkan Perlambatan. NTP tercatat melambat dari 102,03 (triwulan III-2016) menjadi 101,31

(triwulan IV-2016). Namun dengan nilai masih diatas 100 maka secara umum masih terjadi pertumbuhan pendapatan bagi

petani. Penurunan NTP sendiri terjadi karena adanya kenaikan indeks yang dibayar (IB) yang lebih tinggi dibandingkan

indeks yang diterima (IT). Hal ini disebabkan adanya peningkatan biaya konsumsi rumah tangga yang harus dibayar petani,

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

95Februari 2017

GRAFIK 6.6. SEPULUH PERINGKAT TERENDAH GARIS KEMISKINAN

RP

Sumber : BPS, diolah

NTB

JABA

R

JATI

M

NTT

JATE

NG

SULU

T

SULB

AR

GO

RON

TALO

SULT

RA

SULS

EL

336

,573

332,

119

329,

172

327,

00

3

322,

748

318,

984

292,

518

286

,96

8

282,

161

275,

361

GRAFIK 6.5. PERKEMBANGAN GARIS KEMISKINAN

Sumber : BPS, diolah

MAR 12 SEPT 12 MAR 13 SEPT 13 MAR 14 SEPT 14 MAR 15 SEPT 15 MAR 16 SEPT 16

MAKANAN BUKAN MAKANAN GARIS KEMISKINAN

0

50

100

150

200

250

300

350 RIBU

GRAFIK 6.4. GINI RATIO NASIONAL DAN NTT

INDONESIA NTT

Sumber : BPS, diolah

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 201630%

32%

34%

36%

38%

40%

42%

GRAFIK 6.3. PRESENTASE PENDUDUK MISKIN DI NTT

Sumber : BPS, diolah

MAR 12 SEPT 12 MAR 13 SEPT 13 MAR 14 SEPT 14 MAR 15 SEPT 15 MAR 16 SEPT 16

PERKOTAAN%PERKOTAAN

PEDESAAN KOTA+DESA%PEDESAAN %KOTA+DESA

8.00

13.00

18.00

23.00

28.00

0

200

400

600

800

1,000

1,200 RIBU %

Dari komposisi jumlah penduduk miskin, mayoritas penduduk miskin di NTT pada bulan September 2016 masih berada di

daerah pedesaan sebanyak 1,04 juta jiwa sementara penduduk miskin di perkotaan mencapai 112,5 ribu jiwa. Hal yang

cukup menarik adalah persentase penduduk miskin di perkotaan yang menunjukkan adanya peningkatan dari 9,41%

(September 2015) menjadi 10,17% (September 2016) dan berbanding terbalik dengan persentase penduduk miskin di

pedesaan yang mengalami penurunan. Hal ini dapat mengindikasikan adanya migrasi penduduk dari daerah pedesaan ke

perkotaan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak supaya dapat lepas dari kemiskinan, namun adanya keterbatasan

keterampilan yang dimiliki justru menyulitkan untuk mendapatkan pekerjaan yang memadai. Sementara itu, dari sisi

ketimpangan pengeluaran, gini ratio di NTT pada tahun 2016 sebesar 0,34 cenderung berada pada level ketimpangan

menengah dan lebih baik dibandingkan dengan nasional yang sebesar 0,40. Hal ini mengindikasikan bahwa pengeluaran

masyarakat di NTT cenderung lebih merata apabila dibandingkan dengan nasional.

Dari sisi garis kemiskinan, terdapat peningkatan pada bulan September 2016 menjadi Rp 327.003,- apabila dibandingkan

Maret 2016 yang sebesar Rp 322.947,-. Peningkatan terutama berasal dari komoditas bukan makanan yang mencapai

1,97% yaitu biaya pendidikan dan angkutan. Di sisi lain, komoditas makanan juga meningkat sebesar 1,07% yang

terutama berasal dari komoditas rokok kretek filter, daging sapi, daging babi serta ikan segar (tongkol dan kembung).

Untuk peringkat nasional, garis kemiskinan NTT berada di peringkat ke-7 terbawah setelah Provinsi Jawa Timur. Provinsi

dengan garis kemiskinan terendah sendiri berada di Provinsi Sulawesi Selatan sebesar Rp 275.361,- yang mengindikasikan

rendahnya tingkat harga di Provinsi tersebut. Sementara itu, garis kemiskinan tertinggi berada di Bangka Belitung sebesar

Rp 564.391,-.

Dari sisi indikator indeks kedalaman kemiskinan (P1) dan indeks keparahan kemiskinan (P2) tercatat adanya perbaikan pula

untuk kondisi NTT. P1 tercatat sebesar 3,83 jauh menurun dibandingkan Maret 2016 yang sebesar 4,69 ataupun

September 2015 yang sebesar 4,62. Sementara itu, angka P2 tercatat 0,96 atau menurun dibandingkan Maret 2016 (1,30)

dan September 2015 (1,44). Penurunan P1 mengindikasikan bahwa terjadi perbaikan untuk pengeluaran rata-rata

1150.08

327.003

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

94 Februari 2017

Page 121: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

GRAFIK 6.15. PERKEMBANGAN PRODUKTIVITAS INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG

Sumber : BPS, diolah

TW III-16 TW IV-16

0

10

20

30

40

50

60

MAKANAN MINUMAN FURNITUR BARANG GALIAN BUKAN LOGAM

16.58

6.81 8.74

51.84

20.05

8.45 8.07

32.61

RP JUTA

MAKANANMINUMANFURNITURBARANG GALIAN BUKAN LOGAM

GRAFIK 6.14.

26.97%23.90%

16.51%32.62%

PERSENTASE PENYERAPAN TENAGA KERJA INDUSTRI MANUFAKTUR SEDANG DAN BESAR

GRAFIK 6.13. PERKEMBANGAN STATUS PEKERJA

AGUSTUS 2016AGUSTUS 20150

200000400000600000800000

100000012000001400000160000018000002000000

INFORMALFORMAL

GRAFIK 6.12. PERKEMBANGAN TENAGA KERJA DI NTT

ANGKATAN KERJA KERJA PENGANGGUR

-

10,000

20,000

30,000

40,000

50,000

60,000

70,000

80,000

90,000

100,000

1,900,000

2,000,000

2,100,000

2,200,000

2,300,000

2,400,000

2,500,000

FEB AGUST FEB AGUST FEB AGUST FEB AGUST

2013 2014 2015 2016

berasal dari sektor jasa kemasyarakatan yang mencapai 79.725 orang yang diperkirakan terjadi sebagai salah satu dampak

positif adanya alokasi dana desa yang dapat membuka lapangan kerja bagi pendamping dana desa dan tenaga

administrasi. Di sisi lain, adanya perbaikan kualitas tenaga kerja yang dapat bekerja di sektor formal juga dapat

memberikan peningkatan pendapatan yang pada akhirnya mengurangi jumlah penduduk miskin di masyarakat karena

standar pendapatan yang tetap dan berada di kisaran Upah Minimum. Sementara itu, masih banyaknya tenaga kerja

informal yang bersifat pekerja tidak dibayar ditengarai berperan pula pada tingginya angka kemiskinan di NTT karena

status pendapatan yang kurang jelas.

6.3.2 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang

Data sektor Industri Manufaktur Besar dan sedang (IBS) menunjukkan tingginya porsi penyerapan tenaga kerja untuk

barang galian bukan logam (32,62%) pada triwulan IV-2016 yang diperkirakan turut disumbangkan oleh masih tingginya

kebutuhan barang galian untuk kegiatan proyek-proyek pemerintah. Sementara itu untuk perkembangan produktivitas,

industri makanan dan minuman mengalami peningkatan pada triwulan IV yang diperkirakan turut didorong oleh

kebutuhan masyarakat dalam merayakan hari libur keagamaan dan libur sekolah.

6.3.3 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU)

Dari Hasil SKDU Bank Indonesia, indeks tenaga kerja pada triwulan IV-2016 cenderung menunjukkan angka positif sebesar

0,97, sedikit meningkat dibandingkan triwulan III-2016. Peningkatan terutama pada sektor keuangan, pengangkutan dan

komunikasi serta listrik,gas dan air bersih yang diperkirakan turut didorong oleh adanya peningkatan kegiatan masyarakat

di akhir tahun dan masih berjalannya kegiatan proyek pemerintah dan swasta.

76.580

475.028

1.744.263

573.875

1.703.193

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

97Februari 2017

GRAFIK 6.11.

Sumber : BPS, diolah

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK)PENGHASILAN SAAT INI DIBANDINGKAN 6 BLN YANG LALU

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

60708090

100110120130140150

PERKEMBANGAN SURVEI KONSUMEN-BI DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN-BPS

160

GRAFIK 6.10. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PER SEKTOR

Sumber : BPS, diolah

SEPTEMBER 2016 DESEMBER 2016

TANAMAN PADI-PALAWIJA

HORTIKULTURA TANAMAN PERKEBUNAN

RAKYAT

PETERNAKAN PERIKANAN85

90

95

100

105

110

GRAFIK 6.9. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

100

105

110

115

120

125

130

95

96

97

98

99

100

101

102

103

104

2014I I I I I I IV

2015I I I I I I IV

2016I I I I I I IV

NTP-AXIS KANAN IT IB

Sumber : BPS, diolah

terutama untuk bahan makanan, sandang dan biaya perumahan. Dari sisi sektoral, peningkatan hanya terjadi pada

tanaman padi-palawija yang disebabkan adanya panen ke-2 komoditas padi di akhir 2016. Sementara kondisi cuaca

berpengaruh pada penurunan pendapatan sektor-sektor lain seperti holtikultura dan perikanan.

Berdasarkan Survei Konsumen (SK)-Bank Indonesia dan Indeks Tendensi Konsumen (ITK)-Badan Pusat Statistik (BPS) masih

menunjukkan indikasi positif. Angka indeks penghasilan saat ini dibandingkan 6 bulan lalu mengalami kenaikan dari 142

(TW-III 2016) menjadi 143.5 (TW IV) yang mengindikasikan adanya perbaikan pendapatan pada triwulan IV apabila

dibandingkan triwulan II. Sementara itu, ITK meningkat dari 106,14 (TW-III) menjadi 109,62 (TW-IV) yang

mengindikasikan adanya perbaikan daya beli masyarakat di triwulan IV. Adanya momen liburan sekolah, libur keagamaan

dan disertai pendapatan dari sektor pertanian (panen ke-2) serta kegiatan proyek pemerintah ditengarai menjadi beberapa

penyebab peningkatan.

6.2.3 Survei Konsumen (SK) dan Indeks Tendensi Konsumen (ITK)

6.3. KONDISI KETENAGAKERJAAN

Berdasarkan data BPS, angka pengangguran pada bulan Agustus 2016 tercatat sebesar 76.580 orang menurun

dibandingkan Februari 2016 yang sebesar 87.699 orang. Sementara itu tingkat pengangguran terbuka (TPT) tercatat

mengalami penurunan menjadi 3,25% (Agustus 2016) dibandingkan Februari 2016 (3,59%) dan Agustus 2015 (3,83%).

Perkembangan positif pada sektor tenaga kerja juga terjadi pada peningkatan jumlah pekerja formal mencapai 98 ribu

orang pada Agustus 2016 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Hal ini mengindikasikan adanya

peningkatan kualitas tenaga kerja NTT sehingga terjadi pergeseran tenaga kerja ke sektor formal yang tentunya

mengisyaratkan kompetensi SDM sebagai salah satu syarat perekrutan. Berdasarkan data BPS, peningkatan tertinggi

6.3.1 Kondisi Ketenagakerjaan Secara Umum

102.

03

101.3

1

1.60

-1.08-2.94

-0.99-1.02

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

96 Februari 2017

Page 122: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

GRAFIK 6.15. PERKEMBANGAN PRODUKTIVITAS INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG

Sumber : BPS, diolah

TW III-16 TW IV-16

0

10

20

30

40

50

60

MAKANAN MINUMAN FURNITUR BARANG GALIAN BUKAN LOGAM

16.58

6.81 8.74

51.84

20.05

8.45 8.07

32.61

RP JUTA

MAKANANMINUMANFURNITURBARANG GALIAN BUKAN LOGAM

GRAFIK 6.14.

26.97%23.90%

16.51%32.62%

PERSENTASE PENYERAPAN TENAGA KERJA INDUSTRI MANUFAKTUR SEDANG DAN BESAR

GRAFIK 6.13. PERKEMBANGAN STATUS PEKERJA

AGUSTUS 2016AGUSTUS 20150

200000400000600000800000

100000012000001400000160000018000002000000

INFORMALFORMAL

GRAFIK 6.12. PERKEMBANGAN TENAGA KERJA DI NTT

ANGKATAN KERJA KERJA PENGANGGUR

-

10,000

20,000

30,000

40,000

50,000

60,000

70,000

80,000

90,000

100,000

1,900,000

2,000,000

2,100,000

2,200,000

2,300,000

2,400,000

2,500,000

FEB AGUST FEB AGUST FEB AGUST FEB AGUST

2013 2014 2015 2016

berasal dari sektor jasa kemasyarakatan yang mencapai 79.725 orang yang diperkirakan terjadi sebagai salah satu dampak

positif adanya alokasi dana desa yang dapat membuka lapangan kerja bagi pendamping dana desa dan tenaga

administrasi. Di sisi lain, adanya perbaikan kualitas tenaga kerja yang dapat bekerja di sektor formal juga dapat

memberikan peningkatan pendapatan yang pada akhirnya mengurangi jumlah penduduk miskin di masyarakat karena

standar pendapatan yang tetap dan berada di kisaran Upah Minimum. Sementara itu, masih banyaknya tenaga kerja

informal yang bersifat pekerja tidak dibayar ditengarai berperan pula pada tingginya angka kemiskinan di NTT karena

status pendapatan yang kurang jelas.

6.3.2 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang

Data sektor Industri Manufaktur Besar dan sedang (IBS) menunjukkan tingginya porsi penyerapan tenaga kerja untuk

barang galian bukan logam (32,62%) pada triwulan IV-2016 yang diperkirakan turut disumbangkan oleh masih tingginya

kebutuhan barang galian untuk kegiatan proyek-proyek pemerintah. Sementara itu untuk perkembangan produktivitas,

industri makanan dan minuman mengalami peningkatan pada triwulan IV yang diperkirakan turut didorong oleh

kebutuhan masyarakat dalam merayakan hari libur keagamaan dan libur sekolah.

6.3.3 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU)

Dari Hasil SKDU Bank Indonesia, indeks tenaga kerja pada triwulan IV-2016 cenderung menunjukkan angka positif sebesar

0,97, sedikit meningkat dibandingkan triwulan III-2016. Peningkatan terutama pada sektor keuangan, pengangkutan dan

komunikasi serta listrik,gas dan air bersih yang diperkirakan turut didorong oleh adanya peningkatan kegiatan masyarakat

di akhir tahun dan masih berjalannya kegiatan proyek pemerintah dan swasta.

76.580

475.028

1.744.263

573.875

1.703.193

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

97Februari 2017

GRAFIK 6.11.

Sumber : BPS, diolah

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK)PENGHASILAN SAAT INI DIBANDINGKAN 6 BLN YANG LALU

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

60708090

100110120130140150

PERKEMBANGAN SURVEI KONSUMEN-BI DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN-BPS

160

GRAFIK 6.10. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PER SEKTOR

Sumber : BPS, diolah

SEPTEMBER 2016 DESEMBER 2016

TANAMAN PADI-PALAWIJA

HORTIKULTURA TANAMAN PERKEBUNAN

RAKYAT

PETERNAKAN PERIKANAN85

90

95

100

105

110

GRAFIK 6.9. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

100

105

110

115

120

125

130

95

96

97

98

99

100

101

102

103

104

2014I I I I I I IV

2015I I I I I I IV

2016I I I I I I IV

NTP-AXIS KANAN IT IB

Sumber : BPS, diolah

terutama untuk bahan makanan, sandang dan biaya perumahan. Dari sisi sektoral, peningkatan hanya terjadi pada

tanaman padi-palawija yang disebabkan adanya panen ke-2 komoditas padi di akhir 2016. Sementara kondisi cuaca

berpengaruh pada penurunan pendapatan sektor-sektor lain seperti holtikultura dan perikanan.

Berdasarkan Survei Konsumen (SK)-Bank Indonesia dan Indeks Tendensi Konsumen (ITK)-Badan Pusat Statistik (BPS) masih

menunjukkan indikasi positif. Angka indeks penghasilan saat ini dibandingkan 6 bulan lalu mengalami kenaikan dari 142

(TW-III 2016) menjadi 143.5 (TW IV) yang mengindikasikan adanya perbaikan pendapatan pada triwulan IV apabila

dibandingkan triwulan II. Sementara itu, ITK meningkat dari 106,14 (TW-III) menjadi 109,62 (TW-IV) yang

mengindikasikan adanya perbaikan daya beli masyarakat di triwulan IV. Adanya momen liburan sekolah, libur keagamaan

dan disertai pendapatan dari sektor pertanian (panen ke-2) serta kegiatan proyek pemerintah ditengarai menjadi beberapa

penyebab peningkatan.

6.2.3 Survei Konsumen (SK) dan Indeks Tendensi Konsumen (ITK)

6.3. KONDISI KETENAGAKERJAAN

Berdasarkan data BPS, angka pengangguran pada bulan Agustus 2016 tercatat sebesar 76.580 orang menurun

dibandingkan Februari 2016 yang sebesar 87.699 orang. Sementara itu tingkat pengangguran terbuka (TPT) tercatat

mengalami penurunan menjadi 3,25% (Agustus 2016) dibandingkan Februari 2016 (3,59%) dan Agustus 2015 (3,83%).

Perkembangan positif pada sektor tenaga kerja juga terjadi pada peningkatan jumlah pekerja formal mencapai 98 ribu

orang pada Agustus 2016 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Hal ini mengindikasikan adanya

peningkatan kualitas tenaga kerja NTT sehingga terjadi pergeseran tenaga kerja ke sektor formal yang tentunya

mengisyaratkan kompetensi SDM sebagai salah satu syarat perekrutan. Berdasarkan data BPS, peningkatan tertinggi

6.3.1 Kondisi Ketenagakerjaan Secara Umum

102.

03

101.3

1

1.60

-1.08-2.94

-0.99-1.02

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

96 Februari 2017

Page 123: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Berdasarkan perkembangan survei dan informasi anekdotal perekonomian terkini, pertumbuhan ekonomi NTT

triwulan II-2017 diperkirakan berada pada rentang 5,1-5,5% (yoy), sementara itu pertumbuhan ekonomi NTT

sepanjang tahun 2017 diperkirakan juga berada pada rentang yang sama sebesar 5,1-5,5% (yoy) atau sedikit

meningkat dibandingkan pencapaian tahun 2016 yang sebesar 5,18% (yoy). Di sisi lain, pertumbuhan inflasi pada

triwulan II-2017 diperkirakan berada pada rentang 4-4,4% (yoy) dan inflasi akhir tahun 2017 akan berada pada

kisaran 4,8-5,2% (yoy) atau lebih tinggi dibanding 2016 yang 2,48% (yoy).

Pertumbuhan ekonomi triwulan II-2017 diperkirakan didorong oleh peningkatan pendapatan masyarakat dari sektor

pertanian seiring panen Perdana padi musim 2017 serta pencairan gaji ke-13 dan 14 PNS. Adanya libur keagamaan

(Idul Fitri) dan libur sekolah pada bulan Juni diperkirakan turut mendorong belanja masyarakat. Sementara itu

pertumbuhan ekonomi tahun 2017 diperkirakan masih didorong oleh sektor konstruksi, perdagangan besar dan eceran

serta administrasi pemerintahan. Selain juga didukung pertumbuhan sektor pertanian sebagai sektor utama.

Dari sisi perkembangan inflasi, pencapaian inflasi pada triwulan-II 2017 diperkirakan berada pada rentang 4-4,4% (yoy)

yang disebabkan oleh adanya penyesuaian tarif pada komponen harga yang diatur pemerintah (listrik dan STNK) serta

kondisi cuaca awal tahun. Sementara pencapaian inflasi sepanjang tahun 2017 diperkirakan berada pada rentang 4,8-

5,2% (yoy) yang dipengaruhi oleh cukup rendahnya harga di tahun sebelumnya serta kenaikan harga komponen yang

diatur pemerintah.

Prospek P erekonomian D aerah07

GRAFIK 6.16. PERKEMBANGAN INDEKS TENAGA KERJA SKDU

Sumber : SKDU-BI, diolah

PERKIRAAN AKTUAL

-15-10

-505

101520253035 INDEKS

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

2013I II I I I IV

2012I II I I I IV I*

%SBT

*Perkiraan

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

98 Februari 2017

Page 124: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Berdasarkan perkembangan survei dan informasi anekdotal perekonomian terkini, pertumbuhan ekonomi NTT

triwulan II-2017 diperkirakan berada pada rentang 5,1-5,5% (yoy), sementara itu pertumbuhan ekonomi NTT

sepanjang tahun 2017 diperkirakan juga berada pada rentang yang sama sebesar 5,1-5,5% (yoy) atau sedikit

meningkat dibandingkan pencapaian tahun 2016 yang sebesar 5,18% (yoy). Di sisi lain, pertumbuhan inflasi pada

triwulan II-2017 diperkirakan berada pada rentang 4-4,4% (yoy) dan inflasi akhir tahun 2017 akan berada pada

kisaran 4,8-5,2% (yoy) atau lebih tinggi dibanding 2016 yang 2,48% (yoy).

Pertumbuhan ekonomi triwulan II-2017 diperkirakan didorong oleh peningkatan pendapatan masyarakat dari sektor

pertanian seiring panen Perdana padi musim 2017 serta pencairan gaji ke-13 dan 14 PNS. Adanya libur keagamaan

(Idul Fitri) dan libur sekolah pada bulan Juni diperkirakan turut mendorong belanja masyarakat. Sementara itu

pertumbuhan ekonomi tahun 2017 diperkirakan masih didorong oleh sektor konstruksi, perdagangan besar dan eceran

serta administrasi pemerintahan. Selain juga didukung pertumbuhan sektor pertanian sebagai sektor utama.

Dari sisi perkembangan inflasi, pencapaian inflasi pada triwulan-II 2017 diperkirakan berada pada rentang 4-4,4% (yoy)

yang disebabkan oleh adanya penyesuaian tarif pada komponen harga yang diatur pemerintah (listrik dan STNK) serta

kondisi cuaca awal tahun. Sementara pencapaian inflasi sepanjang tahun 2017 diperkirakan berada pada rentang 4,8-

5,2% (yoy) yang dipengaruhi oleh cukup rendahnya harga di tahun sebelumnya serta kenaikan harga komponen yang

diatur pemerintah.

Prospek P erekonomian D aerah07

GRAFIK 6.16. PERKEMBANGAN INDEKS TENAGA KERJA SKDU

Sumber : SKDU-BI, diolah

PERKIRAAN AKTUAL

-15-10

-505

101520253035 INDEKS

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

2013I II I I I IV

2012I II I I I IV I*

%SBT

*Perkiraan

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

98 Februari 2017

Page 125: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

GRAFIK 7.2. SURVEI KONSUMEN

100,0

110,0

120,0

130,0

140,0

150,0

160,0

170,0

KONDISI EKONOMI INDONESIA 6 BULAN Y.A.D. KETERSEDIAAN LAPANGAN KERJA 6 BULAN Y.A.DINDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN (IEK) INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN (IKK)EKSPEKTASI PENGHASILAN 6 BULAN Y.A.D.

Sumber :Bank Indonesia (diolah)

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

GRAFIK 7.1. PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI NTT TRIWULAN II – 2016

Sumber : BPS dan Bank Indonesia (diolah)

PDRB (YOY) PERTANIAN, KEHUTANAN & PRKN (YOY) ADMINISTRASI PEMERINTAHAN (YOY)PERDAGANGAN BESAR & ECERAN (YOY) KONSTRUKSI (YOY) JASA PENDIDIKAN (YOY)

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV I* II*

2017

-3%

-1%

1%

3%

5%

7%

9%

11%

4.20%

4.40%

4.60%

4.80%

5.00%

5.20%

5.40%

5.60%

7.1.1 Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan II – 2017 Proyeksi pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan II-2017 diperkirakan berada pada kisaran 5,1-5,5% (yoy) atau

mengalami sedikit peningkatan dari kisaran pertumbuhan triwulan I yang berada pada rentang 5-5,4% (yoy). Secara

umum kondisi pertumbuhan ekonomi triwulan II dipengaruhi oleh potensi peningkatan penghasilan masyarakat seiring

tibanya panen komoditas padi, tambahan penghasilan gaji ke-13 dan ke-14 PNS serta adanya kegiatan bersifat

internasinal seperti Tour De Flores. Di sisi lain, kegiatan investasi pemerintah juga diperkirakan tumbuh seiring rencana

dimulainya pembangunan beberapa sarana publik, seperti dermaga, gedung pemerintahan, perbaikan jalan, tempat

pembuangan akhir sampah serta kegiatan proyek multiyears (bendungan raknamo dan rotiklot). Selain itu terdapat pula

rencana dimulainya pembangunan pabrik semen Kupang III oleh BUMN.

7.1 PERTUMBUHAN EKONOMI

7.1.1.1 Pertumbuhan Sisi PenggunaanApabila dilihat dari sisi pengunaan, dorongan pertumbuhan terutama berasal dari konsumsi rumah tangga.

Sesuai dengan penjelasan sebelumnya, dorongan konsumsi rumah tangga diperkirakn berasal dari peningkatan

pendapatan masyarakat di sektor pertanian seiring dengan potensi panen perdana padi di akhir triwulan II 2017. Selain itu,

adanya potensi realisasi gaji ke-13 dan ke-14 PNS secara bersamaan dapat mendorong konsumsi masyarakat dan

konsumsi pemerintah seiring kenaikan realisasi belanja. Di sisi lain, adanya momen libur Idul Fitri dan libur sekolah juga

diperkirakan mendorong rencana belanja masyarakat. Dorongan lainnya adalah rencana kegiatan Tour De Flores pada

bulan Mei yang akan diikuti peserta dari 24 negara dan diperkirakan dapat menopang sisi konsumsi masyarakat terutama

pada sub komponen konsumsi restoran dan hotel. Sementara itu, konsumsi Lembaga Non Profit yang Melayani Rumah

Tangga (LNPRT) diperkirakan masih tumbuh seiring potensi pilkada tahap ke-2 di Kabupaten Flores Timur. Indikasi

pertumbuhan sendiri telihat dari Survei Konsumen Bank Indonesia Bulan Desember yang menunjukkan angka diatas 100

untuk Ekspektasi Penghasilan 6 bulan yang akan datang (yad), ketersediaan lapangan kerja 6 bulan yad dan Kondisi

Ekonomi Indonesia 6 bulan yad yang menggambarkan optimisme masyarakat untuk triwulan II-2017.

5-5.

4%

5.1-

5.5%

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

101Februari 2017

Page 126: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

GRAFIK 7.2. SURVEI KONSUMEN

100,0

110,0

120,0

130,0

140,0

150,0

160,0

170,0

KONDISI EKONOMI INDONESIA 6 BULAN Y.A.D. KETERSEDIAAN LAPANGAN KERJA 6 BULAN Y.A.DINDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN (IEK) INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN (IKK)EKSPEKTASI PENGHASILAN 6 BULAN Y.A.D.

Sumber :Bank Indonesia (diolah)

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

GRAFIK 7.1. PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI NTT TRIWULAN II – 2016

Sumber : BPS dan Bank Indonesia (diolah)

PDRB (YOY) PERTANIAN, KEHUTANAN & PRKN (YOY) ADMINISTRASI PEMERINTAHAN (YOY)PERDAGANGAN BESAR & ECERAN (YOY) KONSTRUKSI (YOY) JASA PENDIDIKAN (YOY)

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV I* II*

2017

-3%

-1%

1%

3%

5%

7%

9%

11%

4.20%

4.40%

4.60%

4.80%

5.00%

5.20%

5.40%

5.60%

7.1.1 Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan II – 2017 Proyeksi pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan II-2017 diperkirakan berada pada kisaran 5,1-5,5% (yoy) atau

mengalami sedikit peningkatan dari kisaran pertumbuhan triwulan I yang berada pada rentang 5-5,4% (yoy). Secara

umum kondisi pertumbuhan ekonomi triwulan II dipengaruhi oleh potensi peningkatan penghasilan masyarakat seiring

tibanya panen komoditas padi, tambahan penghasilan gaji ke-13 dan ke-14 PNS serta adanya kegiatan bersifat

internasinal seperti Tour De Flores. Di sisi lain, kegiatan investasi pemerintah juga diperkirakan tumbuh seiring rencana

dimulainya pembangunan beberapa sarana publik, seperti dermaga, gedung pemerintahan, perbaikan jalan, tempat

pembuangan akhir sampah serta kegiatan proyek multiyears (bendungan raknamo dan rotiklot). Selain itu terdapat pula

rencana dimulainya pembangunan pabrik semen Kupang III oleh BUMN.

7.1 PERTUMBUHAN EKONOMI

7.1.1.1 Pertumbuhan Sisi PenggunaanApabila dilihat dari sisi pengunaan, dorongan pertumbuhan terutama berasal dari konsumsi rumah tangga.

Sesuai dengan penjelasan sebelumnya, dorongan konsumsi rumah tangga diperkirakn berasal dari peningkatan

pendapatan masyarakat di sektor pertanian seiring dengan potensi panen perdana padi di akhir triwulan II 2017. Selain itu,

adanya potensi realisasi gaji ke-13 dan ke-14 PNS secara bersamaan dapat mendorong konsumsi masyarakat dan

konsumsi pemerintah seiring kenaikan realisasi belanja. Di sisi lain, adanya momen libur Idul Fitri dan libur sekolah juga

diperkirakan mendorong rencana belanja masyarakat. Dorongan lainnya adalah rencana kegiatan Tour De Flores pada

bulan Mei yang akan diikuti peserta dari 24 negara dan diperkirakan dapat menopang sisi konsumsi masyarakat terutama

pada sub komponen konsumsi restoran dan hotel. Sementara itu, konsumsi Lembaga Non Profit yang Melayani Rumah

Tangga (LNPRT) diperkirakan masih tumbuh seiring potensi pilkada tahap ke-2 di Kabupaten Flores Timur. Indikasi

pertumbuhan sendiri telihat dari Survei Konsumen Bank Indonesia Bulan Desember yang menunjukkan angka diatas 100

untuk Ekspektasi Penghasilan 6 bulan yang akan datang (yad), ketersediaan lapangan kerja 6 bulan yad dan Kondisi

Ekonomi Indonesia 6 bulan yad yang menggambarkan optimisme masyarakat untuk triwulan II-2017.

5-5.

4%

5.1-

5.5%

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

101Februari 2017

Page 127: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

GRAFIK 7.3. PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI NTT TAHUN 2017

Sumber : BPS dan Bank Indonesia (diolah)

PDRB (YOY) PERTANIAN, KEHUTANAN & PRKN (YOY) ADMINISTRASI PEMERINTAHAN (YOY)PERDAGANGAN BESAR & ECERAN (YOY) KONSTRUKSI (YOY) JASA PENDIDIKAN (YOY)

2012 2013 2014 2015 2016 2017*012345678910

4.0

4.2

4.4

4.6

4.8

5.0

5.2

5.4

7.1.2 Pertumbuhan Ekonomi NTT Tahun 2017

Pertumbuhan ekonomi NTT sepanjang tahun 2017 diperkirakan berada pada kisaran rentang 5,1-5,5% (yoy). Faktor

pendorong utama pertumbuhan ekonomi tahun 2017 diperkirakan masih berasal dari konsumsi rumah tangga dan

investasi. Pertumbuhan komponen konsumsi rumah tangga turut didorong oleh kenaikan pendapatan sektor pertanian

yang ditopang perbaikan sarana irigasi yang dilakukan sepanjang tahun 2016, peningkatan Upah Minimum Provinsi,

peningkatan aktivitas proyek yang dapat membuka lapanan kerja dan pendapatan Pegawai Negeri Sipil. Sementara itu

pertumbuhan sisi investasi masih ditopang oleh proyek-proyek pemerintah, seperti penyelesaian bendungan raknamo

(target akhir 2017), bendungan rotiklot, rencana groundbreaking Bendungan Nappunggete, pembangunan gedung

pemerintahan, perbaikan jalan, sarana pembuangan sampah, rumah sakit, jembatan, dermaga, pasar dan pos lintas batas

negara. Sementara itu sektor BUMN dan swasta akan terus melakukan investasi dalam pembangunan Pembangkit Listrik

(PLTU dan PLTG), hotel, pusat perbelanjaan, terminal penumpang untuk Pelabuhan, dermaga dan perumahan. Beberapa

investasi cukup besar juga direncanakan dimulai pada tahun 2017, diantaranya pembangunan pabrik tebu PT. Muria

Sumba Manis (MSM) di Sumba Timur, pusat perbelanjaan Trans Mart di Kota Kupang, pembangunan Hotel Ayana dan

Hotel Alila di Labuan Bajo, Kab. Manggarai Barat, pembangunan pabrik Semen Kupang III dan pengembangan terminal

penumpang serta dermaga PT. Pelindo III. Sementara itu, pertumbuhan juga terjadi di sisi konsumsi pemerintah melalui

peningkatan alokasi dana desa hingga 27,6% dari Rp 1,85 Triliun (2016) menjadi Rp 2,36 triliun (2017).

Pertumbuhan inflasi pada triwulan-II 2017 diperkirakan berada pada kisaran 4-4,4% (yoy) atau meningkat

dibanding triwulan I-2017 yang diperkirakan berada pada rentang 3,5-3,9% (yoy). Peningkatan diperkirakan

terjadi karena dorong infasi administered prices (harga yang diatur pemerintah) yaitu kenaikan listrik sering pengurangan

subsidi listrik pelanggan 900 VA yang direncanakan kembali dilakukan pada bulan Mei 2017. Kenaikan juga diperkirakan

terjadi pada bulan Juni seiring libur sekolah dan libur keagamaan yang mendorong adanya kenaikan permintaan dari

masyarakat. Selain itu, momen Idul Fitri juga diperkirakan mendorong harga-harga komoditas terutama yang dipasok dari

pulau Jawa dan Sulawesi, seperti gula pasir dan beras seiring tingginya permintaan di daerah asal. Momen libur panjang

dan Tour De Flores juga diperkirakan turut mendorong kenaikan tarif angkutan udara.

7.2.1 Inflasi Triwulan-II Tahun 2017

7.2 INFLASI

5.18

5.1-

5.5%

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

103Februari 2017

Kinerja Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)/ investasi diperkirakan masih tumbuh meskipun melambat

pada triwulan II-2017. Pertumbuhan sektor investasi pada triwulan II diperkirakan didorong oleh mulai berjalannya

kegiatan proyek pemerintah pada awal tahun. Beberapa kegiatan proyek diantaranya pembangunan bendungan, jalan,

dermaga dan gedung pemerintahan. Selain itu, potensi investasi swasta terjadi pada rencana pembangunan pabrik semen

kupang III. Namun demikian, terjadinya perlambatan pada triwulan II lebih disebabkan proyeksi pertumbuhan sektor

investasi di triwulan I yang cukup tinggi seiring adanya proyek multiyears dan penambahan waktu kegiatan proyek

pemerintah yang belum selesai pada tahun 2016 selama 50 hari di triwulan I-2017 serta potensi investasi non bangunan

seperti penambahan mesin kelistrikan (optimalisasi kapal listrik dan rencana peresmian PLTU IPP Bolok pada bulan Maret)

pada triwulan I-2017.

Kinerja net impor antar daerah dan ekspor luar negeri NTT pada triwulan II juga diperkirakan akan meningkat.

Dari sisi impor antar daerah, peningkatan terutama terjadi seiring meningkatnya pasokan bahan pangan dan komoditas

lainnya dari daerah lain guna menambah stok milik pedagang. Selain itu, potensi peningkatan kegiatan proyek, seiring

selesainya proses tender dan konsisi gelombang serta cuaca yang mendukung juga diperkirakan mendorong para

kontraktor dan pengusaha untuk memasok barang-barang keperluan proyek dari daerah lain. Sementara itu, kondisi

cuaca yang baik juga diperkirakan menopang produksi komoditas ikan tangkap untuk ekspor (tuna dan cakalang).

7.1.1.2 Pertumbuhan Sisi SektoralDari sisi sektoral, pertumbuhan sektor pertanian pada triwulan-II 2017 diperkirakan masih mengalami sedikit

peningkatan. Peningkatan ditunjang oleh adanya panen ke-2 komoditas padi, potensi peningkatan pengiriman ternak

sapi ke Pulau Jawa seiring peningkatan permintaan memasuki masa Bulan Suci Ramadhan, serta peningkatan produksi

perikanan yang ditunjang membaiknya kondisi cuaca dan gelombang. Selain itu, dorongan produksi garam di Kab.

Kupang dan Kab. Sabu Raijua serta panen komoditas kakao diprediksi menunjang peningkatan sektor pertanian.

Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib diperkirakan juga mengalami

peningkatan. Peningkatan diperkirakan terutama ditunjang oleh realisasi gaji ke-13 dan ke-14 Pegawai Negeri Sipil serta

realisasi dana desa tahap pertama yang sudah mulai dapat dicairkan pada bulan Maret dan diperkirakan masih

berlangsung hingga triwulan-II. Di sisi lain, peningkatan juga diperkirakan terjadi seiring percepatan kegiatan realisasi

belanja paska selesainya penyesuaian reorganisasi di beberapa satuan kerja perangkat daerah (SKPD).

Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor diperkirakan masih mengalami

pertumbuhan positif pada Triwulan II-2017. Pertumbuhan diprediksi turut ditopang oleh adanya momen libur

keagamaan (Idul Fitri) dan libur sekolah serta peningkatan pendapatan sektor pertanian dan pegawai negeri sipil yang

mendorong daya beli masyarakat pada triwulan II-2017.

Sektor konstruksi diperkirakan meningkat pada triwulan-II 2017. Peningkatan turut ditunjang oleh proyek

multiyears (bendungan dan jalan sabuk perbatasan) juga adanya proyek-proyek konstruksi yang ditargetkan dimulai pada

triwulan II seperti dermaga, jalan, tempat pembuangan akhir sampah dan gedung pemerintahan. Selain itu, adanya

kegiatan proyek swasta seperti pembangunan hotel dan sarana perbelanjaan menjadi faktor pendorong lainnya.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

102 Februari 2017

Page 128: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

GRAFIK 7.3. PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI NTT TAHUN 2017

Sumber : BPS dan Bank Indonesia (diolah)

PDRB (YOY) PERTANIAN, KEHUTANAN & PRKN (YOY) ADMINISTRASI PEMERINTAHAN (YOY)PERDAGANGAN BESAR & ECERAN (YOY) KONSTRUKSI (YOY) JASA PENDIDIKAN (YOY)

2012 2013 2014 2015 2016 2017*012345678910

4.0

4.2

4.4

4.6

4.8

5.0

5.2

5.4

7.1.2 Pertumbuhan Ekonomi NTT Tahun 2017

Pertumbuhan ekonomi NTT sepanjang tahun 2017 diperkirakan berada pada kisaran rentang 5,1-5,5% (yoy). Faktor

pendorong utama pertumbuhan ekonomi tahun 2017 diperkirakan masih berasal dari konsumsi rumah tangga dan

investasi. Pertumbuhan komponen konsumsi rumah tangga turut didorong oleh kenaikan pendapatan sektor pertanian

yang ditopang perbaikan sarana irigasi yang dilakukan sepanjang tahun 2016, peningkatan Upah Minimum Provinsi,

peningkatan aktivitas proyek yang dapat membuka lapanan kerja dan pendapatan Pegawai Negeri Sipil. Sementara itu

pertumbuhan sisi investasi masih ditopang oleh proyek-proyek pemerintah, seperti penyelesaian bendungan raknamo

(target akhir 2017), bendungan rotiklot, rencana groundbreaking Bendungan Nappunggete, pembangunan gedung

pemerintahan, perbaikan jalan, sarana pembuangan sampah, rumah sakit, jembatan, dermaga, pasar dan pos lintas batas

negara. Sementara itu sektor BUMN dan swasta akan terus melakukan investasi dalam pembangunan Pembangkit Listrik

(PLTU dan PLTG), hotel, pusat perbelanjaan, terminal penumpang untuk Pelabuhan, dermaga dan perumahan.

Beberapa investasi cukup besar juga direncanakan dimulai pada tahun 2017, diantaranya pembangunan pabrik tebu di

Kab. Sumba Timur, pusat perbelanjaan di Kota Kupang, Hotel berbintang di Labuan Bajo, Kab. Manggarai Barat,

pabrik Semen Kupang III dan pengembangan terminal penumpang serta dermaga PT. Pelindo III. Sementara itu,

pertumbuhan juga terjadi di sisi konsumsi pemerintah melalui peningkatan alokasi dana desa hingga 27,6% dari Rp

1,85 Triliun (2016) menjadi Rp 2,36 triliun (2017).

Pertumbuhan inflasi pada triwulan-II 2017 diperkirakan berada pada kisaran 4-4,4% (yoy) atau meningkat

dibanding triwulan I-2017 yang diperkirakan berada pada rentang 3,5-3,9% (yoy). Peningkatan diperkirakan

terjadi karena dorong infasi administered prices (harga yang diatur pemerintah) yaitu kenaikan listrik sering pengurangan

subsidi listrik pelanggan 900 VA yang direncanakan kembali dilakukan pada bulan Mei 2017. Kenaikan juga diperkirakan

terjadi pada bulan Juni seiring libur sekolah dan libur keagamaan yang mendorong adanya kenaikan permintaan dari

masyarakat. Selain itu, momen Idul Fitri juga diperkirakan mendorong harga-harga komoditas terutama yang dipasok dari

pulau Jawa dan Sulawesi, seperti gula pasir dan beras seiring tingginya permintaan di daerah asal. Momen libur panjang

dan Tour De Flores juga diperkirakan turut mendorong kenaikan tarif angkutan udara.

7.2.1 Inflasi Triwulan-II Tahun 2017

7.2 INFLASI

5.18

5.1-

5.5%

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

103Februari 2017

Kinerja Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)/ investasi diperkirakan masih tumbuh meskipun melambat

pada triwulan II-2017. Pertumbuhan sektor investasi pada triwulan II diperkirakan didorong oleh mulai berjalannya

kegiatan proyek pemerintah pada awal tahun. Beberapa kegiatan proyek diantaranya pembangunan bendungan, jalan,

dermaga dan gedung pemerintahan. Selain itu, potensi investasi swasta terjadi pada rencana pembangunan pabrik semen

kupang III. Namun demikian, terjadinya perlambatan pada triwulan II lebih disebabkan proyeksi pertumbuhan sektor

investasi di triwulan I yang cukup tinggi seiring adanya proyek multiyears dan penambahan waktu kegiatan proyek

pemerintah yang belum selesai pada tahun 2016 selama 50 hari di triwulan I-2017 serta potensi investasi non bangunan

seperti penambahan mesin kelistrikan (optimalisasi kapal listrik dan rencana peresmian PLTU IPP Bolok pada bulan Maret)

pada triwulan I-2017.

Kinerja net impor antar daerah dan ekspor luar negeri NTT pada triwulan II juga diperkirakan akan meningkat.

Dari sisi impor antar daerah, peningkatan terutama terjadi seiring meningkatnya pasokan bahan pangan dan komoditas

lainnya dari daerah lain guna menambah stok milik pedagang. Selain itu, potensi peningkatan kegiatan proyek, seiring

selesainya proses tender dan konsisi gelombang serta cuaca yang mendukung juga diperkirakan mendorong para

kontraktor dan pengusaha untuk memasok barang-barang keperluan proyek dari daerah lain. Sementara itu, kondisi

cuaca yang baik juga diperkirakan menopang produksi komoditas ikan tangkap untuk ekspor (tuna dan cakalang).

7.1.1.2 Pertumbuhan Sisi SektoralDari sisi sektoral, pertumbuhan sektor pertanian pada triwulan-II 2017 diperkirakan masih mengalami sedikit

peningkatan. Peningkatan ditunjang oleh adanya panen ke-2 komoditas padi, potensi peningkatan pengiriman ternak

sapi ke Pulau Jawa seiring peningkatan permintaan memasuki masa Bulan Suci Ramadhan, serta peningkatan produksi

perikanan yang ditunjang membaiknya kondisi cuaca dan gelombang. Selain itu, dorongan produksi garam di Kab.

Kupang dan Kab. Sabu Raijua serta panen komoditas kakao diprediksi menunjang peningkatan sektor pertanian.

Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib diperkirakan juga mengalami

peningkatan. Peningkatan diperkirakan terutama ditunjang oleh realisasi gaji ke-13 dan ke-14 Pegawai Negeri Sipil serta

realisasi dana desa tahap pertama yang sudah mulai dapat dicairkan pada bulan Maret dan diperkirakan masih

berlangsung hingga triwulan-II. Di sisi lain, peningkatan juga diperkirakan terjadi seiring percepatan kegiatan realisasi

belanja paska selesainya penyesuaian reorganisasi di beberapa satuan kerja perangkat daerah (SKPD).

Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor diperkirakan masih mengalami

pertumbuhan positif pada Triwulan II-2017. Pertumbuhan diprediksi turut ditopang oleh adanya momen libur

keagamaan (Idul Fitri) dan libur sekolah serta peningkatan pendapatan sektor pertanian dan pegawai negeri sipil yang

mendorong daya beli masyarakat pada triwulan II-2017.

Sektor konstruksi diperkirakan meningkat pada triwulan-II 2017. Peningkatan turut ditunjang oleh proyek

multiyears (bendungan dan jalan sabuk perbatasan) juga adanya proyek-proyek konstruksi yang ditargetkan dimulai pada

triwulan II seperti dermaga, jalan, tempat pembuangan akhir sampah dan gedung pemerintahan. Selain itu, adanya

kegiatan proyek swasta seperti pembangunan hotel dan sarana perbelanjaan menjadi faktor pendorong lainnya.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

102 Februari 2017

Page 129: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Potensi Inflasi tahun 2017 baik secara nasional maupun regional menunjukkan adanya kecenderungan meningkat

dibanding inflasi tahun 2016. Dengan nilai inflasi yang rendah di tahun 2016, beberapa komoditas berpotensi mengalami

peningkatan harga seiring dengan sudah cukup rendahnya harga komoditas tersebut di tahun 2016.

Berdasarkan hasil inflasi bulan Januari 2017 dan ketetapan pemerintah, didapatkan bahwa pada tahun 2017, setidaknya

terdapat 4 komoditas yang mengalami kenaikan yaitu biaya perpanjangan STNK, tarif pulsa ponsel, tarif listrik dan bea

cukai rokok. Tingginya kenaikan biaya perpanjangan STNK hingga 102% tersebut tertuang dalam PP No. 60 tahun 2016

menggantikan PP No. 50 tahun 2010 dan efektif diterapkan pada tanggal 6 Januari 2017. Tujuan dari kenaikan tarif lebih

disebabkan oleh adanya komitmen perbaikan pelayanan di kepolisian dan sudah 6 tahun biaya perpanjangan STNK tidak

mengalami perubahan. Tingginya kenaikan biaya pulsa telepon kemungkinan besar disebabkan oleh mahalnya biaya

investasi komunikasi di NTT, sehingga kenaikan biaya pulsa diduga digunakan untuk mengkompensasi tingginya biaya

investasi yang terjadi. Berdasarkan data realisasi ijin investasi BKPMD didapatkan tingginya nilai investasi telekomunikasi

yang mencapai 738 miliar dan dilakukan oleh 2 perusahaan telekomunikasi.

Dari komoditas tarif listrik, kenaikan tarif listrik akan terjadi pada tarif listrik rumah tangga dengan daya 900 watt. Di NTT,

saat ini terdapat lebih dari 130 ribu pelanggan listrik dengan daya 900 watt yang terdampak kebijakan pengalihan subsidi

tersebut. Dengan pangsa pelanggan mencapai 20% dari total 643 ribu pelanggan, maka dengan dilepasnya subsidi

menyebabkan tarif listrik pada golongan ini akan mengalami kenaikan hingga akhir tahun mencapai 123,47%, yaitu dari

Rp 605,- per kwh menjadi Rp 1.352,- per kwh. Kenaikan tersebut diperkirakan akan meningkatkan total tarif listrik hingga

25% dan memberikan andil inflasi tarif listrik hingga sebesar 0,72% (sum-yoy) pada akhir tahun 2017. Kenaikan tarif

tersebut akan dilakukan bertahap yaitu pada bulan Januari, Maret, dan Mei 2017.

Pada komoditas tembakau, potensi kenaikan harga juga terjadi setelah pemerintah mengeluarkan peraturan Menteri

Keuangan Nomor 147/PMK.010/2016 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor

179/PMK.011/3012 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau. Dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa secara rata-rata

akan terjadi kenaikan tarif cukai rokok sebesar 10,54% dan kenaikan harga eceran penjualan rokok sebesar 12,26%.

Kenaikan tarif cukai rokok tersebut sedikit menurun dibandingkan kenaikan tarif cukai rokok tahun sebelumnya yang

sebesar 11,5%, sehingga kenaikan harga rokok diperkirakan mengalami perlambatan dibanding tahun 2016 namun

masih tetap tinggi seiring dengan tingginya kenaikan cukai rokok yang dilakukan pemerintah.

Perhitungan Potensi Inflasi 201708

Tabel Boks 8.1. Perhitungan Potensi Inflasi di Kota Kupang dan Kota Maumere Menggunakan Pendekatan Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Daerah

KUPANG INFLASI ANDIL INFLASI

TARIP PULSA PONSEL

BIAYA PERPANJANGAN STNK

TARIF LISTRIK

ROKOK

SUMBANGAN INFLASI 4 KOMODITAS

INFLASI 19 KOMODITAS

PERKIRAAN INFLASI KUPANG

PERKIRAAN INFLASI NTT

9.18

102.93

25.03

16.78

0.16

0.10

0.72

0.61

1.60

3.47

5.06

5.12

MAUMERE INFLASI ANDIL INFLASI

TARIP PULSA PONSEL

BIAYA PERPANJANGAN STNK

TARIF LISTRIK

ROKOK

SUMBANGAN INFLASI 4 KOMODITAS

INFLASI 25 KOMODITAS

PERKIRAAN INFLASI MAUMERE

11.93

102.09

25.03

13.52

0.20

0.10

0.80

0.73

1.83

3.67

5.50

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

105Februari 2017

GRAFIK 7.4. PREDIKSI INFLASI TW II-2017 DAN 2017

Sumber: BPS & BI (diolah)

0%

1%

2%

3%

4%

5%

6%

7%

8%

9%

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

2017I* II* IV**

3.5-3.9%

4-4.4%4.8-5.2%

Secara tahunan, pertumbuhan inflasi pada akhir tahun 2017 diperkirakan berada pada kisaran 4,8-5,2% (yoy).

Proyek inflasi tahun 2017 tersebut meningkat dibandingkan realisasi tahun 2016 yang sebesar 2,48% (yoy).

Peningkatan terutama didorong oleh adanya penyesuaian tarif listrik hingga 123% seiring pengurangan subsidi pada

pelanggan berkapasitas 900 VA. Kenaikan sendiri dilakukan secara bertahap pada bulan Januari, Maret dan Mei. Faktor

lainnya adalah adanya kenaikan tarif biaya STNK dan BPKB, cukai rokok dan tarif ponsel serta potensi kenaikan harga pada

komoditas bahan makanan, terutama beras, sayuran, daging dan hasil-hasilnya serta ikan segar seiring telah rendahnya

tingkat harga pada tahun 2016 dan diperkirakan menyebabkan penyesuaian harga di tingkat pedagang. Sementara itu,

potensi kenaikan bahan bakar minyak (BBM) juga dapat terjadi terutama dari faktor eksternal yaitu adanya kenaikan harga

minyak dunia akibat rencana penurunan produksi minyak dari negara-negara anggota Organization of Petroleum

Exporting Countries (OPEC) serta kenaikan nilai tukar dolar terhadap rupiah seiring ketidakpastian perekonomian global

dan potensi kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat. Namun, adanya perbaikan jaringan irigasi, perbaikan

konektivitas melalui tol laut dan perbaikan dermaga, bantuan benih dan alsistan, program-program operasi pasar Bulog

serta koordinasi TPID diharapkan dapat menjaga tingkat inflasi di kisaran target 4±1%.

7.2.2 Inflasi Tahun 2017

2,48%

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

104 Februari 2017

Page 130: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Potensi Inflasi tahun 2017 baik secara nasional maupun regional menunjukkan adanya kecenderungan meningkat

dibanding inflasi tahun 2016. Dengan nilai inflasi yang rendah di tahun 2016, beberapa komoditas berpotensi mengalami

peningkatan harga seiring dengan sudah cukup rendahnya harga komoditas tersebut di tahun 2016.

Berdasarkan hasil inflasi bulan Januari 2017 dan ketetapan pemerintah, didapatkan bahwa pada tahun 2017, setidaknya

terdapat 4 komoditas yang mengalami kenaikan yaitu biaya perpanjangan STNK, tarif pulsa ponsel, tarif listrik dan bea

cukai rokok. Tingginya kenaikan biaya perpanjangan STNK hingga 102% tersebut tertuang dalam PP No. 60 tahun 2016

menggantikan PP No. 50 tahun 2010 dan efektif diterapkan pada tanggal 6 Januari 2017. Tujuan dari kenaikan tarif lebih

disebabkan oleh adanya komitmen perbaikan pelayanan di kepolisian dan sudah 6 tahun biaya perpanjangan STNK tidak

mengalami perubahan. Tingginya kenaikan biaya pulsa telepon kemungkinan besar disebabkan oleh mahalnya biaya

investasi komunikasi di NTT, sehingga kenaikan biaya pulsa diduga digunakan untuk mengkompensasi tingginya biaya

investasi yang terjadi. Berdasarkan data realisasi ijin investasi BKPMD didapatkan tingginya nilai investasi telekomunikasi

yang mencapai 738 miliar dan dilakukan oleh 2 perusahaan telekomunikasi.

Dari komoditas tarif listrik, kenaikan tarif listrik akan terjadi pada tarif listrik rumah tangga dengan daya 900 watt. Di NTT,

saat ini terdapat lebih dari 130 ribu pelanggan listrik dengan daya 900 watt yang terdampak kebijakan pengalihan subsidi

tersebut. Dengan pangsa pelanggan mencapai 20% dari total 643 ribu pelanggan, maka dengan dilepasnya subsidi

menyebabkan tarif listrik pada golongan ini akan mengalami kenaikan hingga akhir tahun mencapai 123,47%, yaitu dari

Rp 605,- per kwh menjadi Rp 1.352,- per kwh. Kenaikan tersebut diperkirakan akan meningkatkan total tarif listrik hingga

25% dan memberikan andil inflasi tarif listrik hingga sebesar 0,72% (sum-yoy) pada akhir tahun 2017. Kenaikan tarif

tersebut akan dilakukan bertahap yaitu pada bulan Januari, Maret, dan Mei 2017.

Pada komoditas tembakau, potensi kenaikan harga juga terjadi setelah pemerintah mengeluarkan peraturan Menteri

Keuangan Nomor 147/PMK.010/2016 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor

179/PMK.011/3012 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau. Dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa secara rata-rata

akan terjadi kenaikan tarif cukai rokok sebesar 10,54% dan kenaikan harga eceran penjualan rokok sebesar 12,26%.

Kenaikan tarif cukai rokok tersebut sedikit menurun dibandingkan kenaikan tarif cukai rokok tahun sebelumnya yang

sebesar 11,5%, sehingga kenaikan harga rokok diperkirakan mengalami perlambatan dibanding tahun 2016 namun

masih tetap tinggi seiring dengan tingginya kenaikan cukai rokok yang dilakukan pemerintah.

Perhitungan Potensi Inflasi 201708

Tabel Boks 8.1. Perhitungan Potensi Inflasi di Kota Kupang dan Kota Maumere Menggunakan Pendekatan Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Daerah

KUPANG INFLASI ANDIL INFLASI

TARIP PULSA PONSEL

BIAYA PERPANJANGAN STNK

TARIF LISTRIK

ROKOK

SUMBANGAN INFLASI 4 KOMODITAS

INFLASI 19 KOMODITAS

PERKIRAAN INFLASI KUPANG

PERKIRAAN INFLASI NTT

9.18

102.93

25.03

16.78

0.16

0.10

0.72

0.61

1.60

3.47

5.06

5.12

MAUMERE INFLASI ANDIL INFLASI

TARIP PULSA PONSEL

BIAYA PERPANJANGAN STNK

TARIF LISTRIK

ROKOK

SUMBANGAN INFLASI 4 KOMODITAS

INFLASI 25 KOMODITAS

PERKIRAAN INFLASI MAUMERE

11.93

102.09

25.03

13.52

0.20

0.10

0.80

0.73

1.83

3.67

5.50

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

105Februari 2017

GRAFIK 7.4. PREDIKSI INFLASI TW II-2017 DAN 2017

Sumber: BPS & BI (diolah)

0%

1%

2%

3%

4%

5%

6%

7%

8%

9%

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

2017I* II* IV**

3.5-3.9%

4-4.4%4.8-5.2%

Secara tahunan, pertumbuhan inflasi pada akhir tahun 2017 diperkirakan berada pada kisaran 4,8-5,2% (yoy).

Proyek inflasi tahun 2017 tersebut meningkat dibandingkan realisasi tahun 2016 yang sebesar 2,48% (yoy).

Peningkatan terutama didorong oleh adanya penyesuaian tarif listrik hingga 123% seiring pengurangan subsidi pada

pelanggan berkapasitas 900 VA. Kenaikan sendiri dilakukan secara bertahap pada bulan Januari, Maret dan Mei. Faktor

lainnya adalah adanya kenaikan tarif biaya STNK dan BPKB, cukai rokok dan tarif ponsel serta potensi kenaikan harga pada

komoditas bahan makanan, terutama beras, sayuran, daging dan hasil-hasilnya serta ikan segar seiring telah rendahnya

tingkat harga pada tahun 2016 dan diperkirakan menyebabkan penyesuaian harga di tingkat pedagang. Sementara itu,

potensi kenaikan bahan bakar minyak (BBM) juga dapat terjadi terutama dari faktor eksternal yaitu adanya kenaikan harga

minyak dunia akibat rencana penurunan produksi minyak dari negara-negara anggota Organization of Petroleum

Exporting Countries (OPEC) serta kenaikan nilai tukar dolar terhadap rupiah seiring ketidakpastian perekonomian global

dan potensi kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat. Namun, adanya perbaikan jaringan irigasi, perbaikan

konektivitas melalui tol laut dan perbaikan dermaga, bantuan benih dan alsistan, program-program operasi pasar Bulog

serta koordinasi TPID diharapkan dapat menjaga tingkat inflasi di kisaran target 4±1%.

7.2.2 Inflasi Tahun 2017

2,48%

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

104 Februari 2017

Page 131: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Komponen inflasi berupa harga-harga barang dan jasa yang diatur pemerintah.Administered prices

Daftar Istilah

Satuan pengukur volume yang biasa digunakan dalam perdagangan minyak internasional

Suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank

Indonesia

Strategi pemberian pelayanan jasa keuangan perbankan tanpa bergantung pada keberadaan kantor cabang

Kebijakan penggantian uang rusak dengan uang layak edar

Prediksi masa depan yang dibuat dengan menggabungkan bersama beberapa perkiraan terpisah yang

sering dibuat menggunakan metodologi yang berbeda.

Sumber dana andalan bank yang bersifat stabil sebagai basis pinjaman bank

Inflasi yang disebabkan oleh kenaikan biaya

Biaya riil yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk memperoleh dana baik hutang, saham preferen,

saham biasa, maupun laba ditahan untuk mendanai suatu investasi perusahaan

Batas kredit

Sebuah penaksiran kelayakan kredit dari individu atau korporasi

Prosedur manajemen krisis ini menetapkan protokol penggelaran tim manajemen dan mendefinisikan peran

dan tanggung jawab anggota tim itu

Pagu hutang

Penurunan harga-harga barang dan jasa secara umum

Barrel

BI rate

Branchless banking

Clean money policy

Consensus forecast

Core-deposit

Cost push inflation

Cost of capital

Credit Limit

Credit rating

Crisis management protocol

Debt ceiling

Deflasi

Rasio ketergantungan penduduk usia nonproduktif terhadap penduduk yang produktifDependency ratio

Deposit facility

Deposit rate

Deposito

Depresiasi rupiah

Devisa

Disposable income

Fasilitas deposit untuk membuat deposito overnight dengan bank sentral

Tingkat suku bunga simpanan

Produk bank sejenis jasa tabungan yang memiliki jangka waktu penarikan, berdasarkan kesepakatan antara

bank dengan nasabah

Penurunan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing

Semua barang yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran internasional

Jumlah pendapatan pribadi individu memiliki setelah pajak dan biaya pemerintah, yang dapat dihabiskan

pada kebutuhan, atau non-penting, atau diselamatkan

Down payment Pembayaran awal sebelum melunasi pembelian

E-money Uang elektronik

Giro Simpanan pada bank yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek atau surat

perintah pembayaran lain atau dengan pemindahbukuan

Berdasarkan hasil perhitungan, didapatkan bahwa kenaikan tarif keempat komoditas tersebut untuk kota Kupang

berpotensi memberikan andil inflasi hingga 1,60% (sum-yoy) dan 1,83% (sum-yoy) untuk Kota Maumere. Apabila

ditambahkan dengan potensi kenaikan harga 19 komoditas utama penyumbang inflasi dan deflasi di Kota Kupang,

didapatkan perkiraan inflasi kota Kupang pada tahun 2017 mencapai 5,06% (yoy) dan inflasi Kota Maumere mencapai

5,50% (yoy). Total potensi inflasi Provinsi NTT berdasarkan komoditas unggulan penyumbang inflasi menjadi sebesar

5,12% (yoy) masih dalam rentang proyeksi inflasi provinsi NTT 2017 yang sebesar 4,8% – 5,2% (yoy) dengan

kecenderungan bias ke atas. Apabila dalam tahun 2017 terjadi kenaikan harga BBM mengikuti tren kenaikan minyak dunia

yang terjadi, maka inflasi diperkirakan dapat meningkat lebih tinggi.

Dengan kondisi perkiraan kenaikan harga tersebut, maka pengendalian harga komoditas menjadi langkah besar yang

harus dilakukan oleh pemerintah agar dampak tingginya potensi inflasi yang terjadi dapat diminimalisir. Berdasarkan hasil

penelitian di awal sudah didapatkan bahwa pengendalian pasokan dan harga pada 19 komoditas penyumbang utama

fluktuasi inflasi dapat mengendalikan inflasi di Kota Kupang, demikian pula dengan pengendalian pasokan dan harga

pada 25 komoditas penyumbang inflasi utama Kota Maumere.Oleh karena itu, upaya pengendalian inflasi di tahun 2017

sekiranya dapat terfokus pada tercukupinya penyediaan komoditas utama tersebut, agar langkah aksi TPID dapat lebih

tepat sasaran dengan usaha yang relatif lebih terkendali.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

106 Februari 2017

Page 132: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Komponen inflasi berupa harga-harga barang dan jasa yang diatur pemerintah.Administered prices

Daftar Istilah

Satuan pengukur volume yang biasa digunakan dalam perdagangan minyak internasional

Suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank

Indonesia

Strategi pemberian pelayanan jasa keuangan perbankan tanpa bergantung pada keberadaan kantor cabang

Kebijakan penggantian uang rusak dengan uang layak edar

Prediksi masa depan yang dibuat dengan menggabungkan bersama beberapa perkiraan terpisah yang

sering dibuat menggunakan metodologi yang berbeda.

Sumber dana andalan bank yang bersifat stabil sebagai basis pinjaman bank

Inflasi yang disebabkan oleh kenaikan biaya

Biaya riil yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk memperoleh dana baik hutang, saham preferen,

saham biasa, maupun laba ditahan untuk mendanai suatu investasi perusahaan

Batas kredit

Sebuah penaksiran kelayakan kredit dari individu atau korporasi

Prosedur manajemen krisis ini menetapkan protokol penggelaran tim manajemen dan mendefinisikan peran

dan tanggung jawab anggota tim itu

Pagu hutang

Penurunan harga-harga barang dan jasa secara umum

Barrel

BI rate

Branchless banking

Clean money policy

Consensus forecast

Core-deposit

Cost push inflation

Cost of capital

Credit Limit

Credit rating

Crisis management protocol

Debt ceiling

Deflasi

Rasio ketergantungan penduduk usia nonproduktif terhadap penduduk yang produktifDependency ratio

Deposit facility

Deposit rate

Deposito

Depresiasi rupiah

Devisa

Disposable income

Fasilitas deposit untuk membuat deposito overnight dengan bank sentral

Tingkat suku bunga simpanan

Produk bank sejenis jasa tabungan yang memiliki jangka waktu penarikan, berdasarkan kesepakatan antara

bank dengan nasabah

Penurunan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing

Semua barang yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran internasional

Jumlah pendapatan pribadi individu memiliki setelah pajak dan biaya pemerintah, yang dapat dihabiskan

pada kebutuhan, atau non-penting, atau diselamatkan

Down payment Pembayaran awal sebelum melunasi pembelian

E-money Uang elektronik

Giro Simpanan pada bank yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek atau surat

perintah pembayaran lain atau dengan pemindahbukuan

Berdasarkan hasil perhitungan, didapatkan bahwa kenaikan tarif keempat komoditas tersebut untuk kota Kupang

berpotensi memberikan andil inflasi hingga 1,60% (sum-yoy) dan 1,83% (sum-yoy) untuk Kota Maumere. Apabila

ditambahkan dengan potensi kenaikan harga 19 komoditas utama penyumbang inflasi dan deflasi di Kota Kupang,

didapatkan perkiraan inflasi kota Kupang pada tahun 2017 mencapai 5,06% (yoy) dan inflasi Kota Maumere mencapai

5,50% (yoy). Total potensi inflasi Provinsi NTT berdasarkan komoditas unggulan penyumbang inflasi menjadi sebesar

5,12% (yoy) masih dalam rentang proyeksi inflasi provinsi NTT 2017 yang sebesar 4,8% – 5,2% (yoy) dengan

kecenderungan bias ke atas. Apabila dalam tahun 2017 terjadi kenaikan harga BBM mengikuti tren kenaikan minyak dunia

yang terjadi, maka inflasi diperkirakan dapat meningkat lebih tinggi.

Dengan kondisi perkiraan kenaikan harga tersebut, maka pengendalian harga komoditas menjadi langkah besar yang

harus dilakukan oleh pemerintah agar dampak tingginya potensi inflasi yang terjadi dapat diminimalisir. Berdasarkan hasil

penelitian di awal sudah didapatkan bahwa pengendalian pasokan dan harga pada 19 komoditas penyumbang utama

fluktuasi inflasi dapat mengendalikan inflasi di Kota Kupang, demikian pula dengan pengendalian pasokan dan harga

pada 25 komoditas penyumbang inflasi utama Kota Maumere.Oleh karena itu, upaya pengendalian inflasi di tahun 2017

sekiranya dapat terfokus pada tercukupinya penyediaan komoditas utama tersebut, agar langkah aksi TPID dapat lebih

tepat sasaran dengan usaha yang relatif lebih terkendali.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

106 Februari 2017

Page 133: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

adalah rasio efisiensi bank yang mengukur beban operasional terhadap pendapatan operasional. Semakin

tinggi nilai BOPO maka semakin tidak efisien operasi bank.

Biaya Operasional terhadapPendapatan Operasional (BOPO)

adalah rasio kecukupan modal yang berfungsi menampung risiko kerugian yang kemungkinan dihadapi oleh

bank. Semakin tinggi CAR maka semakin baik kemampuan bank tersebut untuk menanggung risiko dari

setiap kredit/aktiva produktif yang berisiko.

Capital Adequacy Ratio (CAR)

adalah Kegiatan sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah yang dilakukan bersamaan dengan kegiatan

penukaran uang keliling.

Cikur Modified

adalah Sejumlah dana yang dialokasikan kepada setiap Daerah Otonom (Provinsi/Kabupaten/Kota) di

Indonesia setiap tahunnya sebagai dana pembangunan. DAU merupakan salah satu komponen belanja pada

APBN, dan menjadi salah satu komponen pendapatan pada APBD.

Dana Alokasi Umum (DAU)

adalah alokasi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara kepada provinsi/kabupaten/kota tertentu

dengan tujuan untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan Pemerintahan Daerah dan sesuai

dengan prioritas nasional.

Dana Alokasi Khusus (DAK)

Barrel adalah Kegiatan penukaran uang keliling.

Gerpultas adalah Gerakan sapu uang lusuh di perbatasan.

Inflow adalah Setoran uang tunai di Bank Indonesia

Layanan Keuangan Digital(LKD)

adalah Kegiatan layanan jasa pembayaran dan keuangan yang menggunakan sarana teknologi digital seperti

seluler atau web melalui pihak ketiga.

Loan To Value (LTV) /Financing To Value (FTV)

adalah rasio nilai kredit yang dapat diberikan bank terhadap nilai agunan di saat awal pemberian kredit.

Loan to Deposit Ratio (LDR) adalah rasio antara besarnya seluruh volume kredit yang disalurkan oleh bank dan jumlah penerimaan dana

dari berbagai sumber.

Net Outflow adalah Uang yang beredar lebih banyak daripada setoran di Bank Indonesia

Non Performing Loan (NPL) adalah adalah kredit bermasalah yang terdiri dari kredit yang berklasifikasi kredit kurang lancar, kredit

diragukan dan kredit macet.

Nilai Tukar Petani (NTP) adalah indikator proxy kesejahteraan petani yang membandingkan antara Indeks harga yg diterima petani (It)

dengan Indeks harga yg dibayar petani (Ib)

Outflow adalah Uang yang beredar di perbankan maupun masyarakat

Produk Domestik Bruto (PDRB) adalah jumlah nilai tambah bruto yang dihasilkan seluruh unit usaha dalam wilayah tertentu, atau merupakan

jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi.

PDRB Atas Dasar Harga Berlaku adalah PDRB yang merupakan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga yang berlaku

pada tahun bersangkutan.

PDRB Atas Dasar Harga Konstan adalah PDRB yang dengan menggunakan harga pada tahun tertentu sebagai tahun dasar dan saat ini

menggunakan tahun 2010.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

7Februari 2017

Idle money

Imported inflation

Indeks kedalaman kemiskinan

Indeks keparahan kemiskinan

Inflasi

Inflasi inti

Lending facility

Less cash society

M1

M2

Makroprudensial

Margin

Mikroprudensial

Uang yang tidak terpakai

Inflasi yang disebabkan kenaikan harga barang-barang impor

Ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap batas miskin

Ukuran penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin

Kenaikan harga-harga barang dan jasa secara umum

Komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten (persistent component) di dalam pergerakan

inflasi dan dipengaruhi oleh faktor fundamental, seperti interaksi permintaan-penawaran, nilai tukar, harga

komoditas internasional, inflasi mitra dagang dan ekspektasi Inflasi

Sebuah mekanisme yang digunakan saat bank sentral meminjamkan dana kepada dealer utama

Masyarakat yang terbiasa memakai alat pembayaran nontunai

Uang dalam arti sempit (uang kartal dan giral)

Uang dalam arti luas (uang kartal, giral, dan deposito)

Pendekatan regulasi keuangan yang bertujuan memitigasi risiko sistem keuangan secara keseluruhan

Selisih

Kehati-hatian yang terkait dengan pengelolaan lembaga keuangan secara individu agar tidak membahayakan

kelangsungan usahanya

Mtm Month-to-month growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari,

minggu, atau bulan) terhadap satu bulan sebelumnya

Qtq

Rasio gini

Quarter-to-quarter growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari,

minggu, bulan, atau kuartal) terhadap titik waktu yang sama tiga bulan (1 kuartal) sebelumnya

Suatu ukuran yang biasa digunakan untuk memperlihatkan tingkat ketimpangan pendapatan

Sistem pembayaran Sistem yang berkaitan dengan pemindahan sejumlah nilai uang dari satu pihak ke pihak lain

Unbanked Orang-orang atau bisnis yang tidak memiliki akses terhadap layanan keuangan utama biasanya ditawarkan

oleh bank-bank ritel

Volatile food

Yoy

Ytd

Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) dalam kelompok bahan makanan seperti panen,

gangguan alam, atau faktor perkembangan harga komoditas pangan domestik maupun perkembangan

harga komoditas pangan internasional

Year-on-year growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari,

minggu, bulan, triwulan, semester, atau tahun) terhadap titik waktu yang sama satu tahun sebelumnya

Year-to-date growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari,

minggu, bulan, triwulan, semester) terhadap titik waktu terakhir pada tahun sebelumnya (31 Desember). Ytd

biasanya untuk mengukur pertumbuhan secara akumulatif.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Februari 2017

Page 134: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103 ii. Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

adalah rasio efisiensi bank yang mengukur beban operasional terhadap pendapatan operasional. Semakin

tinggi nilai BOPO maka semakin tidak efisien operasi bank.

Biaya Operasional terhadapPendapatan Operasional (BOPO)

adalah rasio kecukupan modal yang berfungsi menampung risiko kerugian yang kemungkinan dihadapi oleh

bank. Semakin tinggi CAR maka semakin baik kemampuan bank tersebut untuk menanggung risiko dari

setiap kredit/aktiva produktif yang berisiko.

Capital Adequacy Ratio (CAR)

adalah Kegiatan sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah yang dilakukan bersamaan dengan kegiatan

penukaran uang keliling.

Cikur Modified

adalah Sejumlah dana yang dialokasikan kepada setiap Daerah Otonom (Provinsi/Kabupaten/Kota) di

Indonesia setiap tahunnya sebagai dana pembangunan. DAU merupakan salah satu komponen belanja pada

APBN, dan menjadi salah satu komponen pendapatan pada APBD.

Dana Alokasi Umum (DAU)

adalah alokasi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara kepada provinsi/kabupaten/kota tertentu

dengan tujuan untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan Pemerintahan Daerah dan sesuai

dengan prioritas nasional.

Dana Alokasi Khusus (DAK)

Barrel adalah Kegiatan penukaran uang keliling.

Gerpultas adalah Gerakan sapu uang lusuh di perbatasan.

Inflow adalah Setoran uang tunai di Bank Indonesia

Layanan Keuangan Digital(LKD)

adalah Kegiatan layanan jasa pembayaran dan keuangan yang menggunakan sarana teknologi digital seperti

seluler atau web melalui pihak ketiga.

Loan To Value (LTV) /Financing To Value (FTV)

adalah rasio nilai kredit yang dapat diberikan bank terhadap nilai agunan di saat awal pemberian kredit.

Loan to Deposit Ratio (LDR) adalah rasio antara besarnya seluruh volume kredit yang disalurkan oleh bank dan jumlah penerimaan dana

dari berbagai sumber.

Net Outflow adalah Uang yang beredar lebih banyak daripada setoran di Bank Indonesia

Non Performing Loan (NPL) adalah adalah kredit bermasalah yang terdiri dari kredit yang berklasifikasi kredit kurang lancar, kredit

diragukan dan kredit macet.

Nilai Tukar Petani (NTP) adalah indikator proxy kesejahteraan petani yang membandingkan antara Indeks harga yg diterima petani (It)

dengan Indeks harga yg dibayar petani (Ib)

Outflow adalah Uang yang beredar di perbankan maupun masyarakat

Produk Domestik Bruto (PDRB) adalah jumlah nilai tambah bruto yang dihasilkan seluruh unit usaha dalam wilayah tertentu, atau merupakan

jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi.

PDRB Atas Dasar Harga Berlaku adalah PDRB yang merupakan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga yang berlaku

pada tahun bersangkutan.

PDRB Atas Dasar Harga Konstan adalah PDRB yang dengan menggunakan harga pada tahun tertentu sebagai tahun dasar dan saat ini

menggunakan tahun 2010.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Februari 2017

Idle money

Imported inflation

Indeks kedalaman kemiskinan

Indeks keparahan kemiskinan

Inflasi

Inflasi inti

Lending facility

Less cash society

M1

M2

Makroprudensial

Margin

Mikroprudensial

Uang yang tidak terpakai

Inflasi yang disebabkan kenaikan harga barang-barang impor

Ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap batas miskin

Ukuran penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin

Kenaikan harga-harga barang dan jasa secara umum

Komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten (persistent component) di dalam pergerakan

inflasi dan dipengaruhi oleh faktor fundamental, seperti interaksi permintaan-penawaran, nilai tukar, harga

komoditas internasional, inflasi mitra dagang dan ekspektasi Inflasi

Sebuah mekanisme yang digunakan saat bank sentral meminjamkan dana kepada dealer utama

Masyarakat yang terbiasa memakai alat pembayaran nontunai

Uang dalam arti sempit (uang kartal dan giral)

Uang dalam arti luas (uang kartal, giral, dan deposito)

Pendekatan regulasi keuangan yang bertujuan memitigasi risiko sistem keuangan secara keseluruhan

Selisih

Kehati-hatian yang terkait dengan pengelolaan lembaga keuangan secara individu agar tidak membahayakan

kelangsungan usahanya

Mtm Month-to-month growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari,

minggu, atau bulan) terhadap satu bulan sebelumnya

Qtq

Rasio gini

Quarter-to-quarter growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari,

minggu, bulan, atau kuartal) terhadap titik waktu yang sama tiga bulan (1 kuartal) sebelumnya

Suatu ukuran yang biasa digunakan untuk memperlihatkan tingkat ketimpangan pendapatan

Sistem pembayaran Sistem yang berkaitan dengan pemindahan sejumlah nilai uang dari satu pihak ke pihak lain

Unbanked Orang-orang atau bisnis yang tidak memiliki akses terhadap layanan keuangan utama biasanya ditawarkan

oleh bank-bank ritel

Volatile food

Yoy

Ytd

Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) dalam kelompok bahan makanan seperti panen,

gangguan alam, atau faktor perkembangan harga komoditas pangan domestik maupun perkembangan

harga komoditas pangan internasional

Year-on-year growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari,

minggu, bulan, triwulan, semester, atau tahun) terhadap titik waktu yang sama satu tahun sebelumnya

Year-to-date growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari,

minggu, bulan, triwulan, semester) terhadap titik waktu terakhir pada tahun sebelumnya (31 Desember). Ytd

biasanya untuk mengukur pertumbuhan secara akumulatif.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

6 Februari 2017