KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL … · e-ISSN 2460-5980 KAJIAN EKONOMI DAN ... mampu bertahan...
Transcript of KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL … · e-ISSN 2460-5980 KAJIAN EKONOMI DAN ... mampu bertahan...
Vol. 1 No. 4 Triwulanan
Oktober-Desember 2015 (terbit Februari 2016)
ISSN 2460-4909 e-ISSN 2460-5980
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI PAPUA TRIWULAN IV
2015
Dasar Hukum Bank Indonesia
Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung
jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang.
~UUD 1945 Pasal 23 D~
Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia.
~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~
Bank Indonesia adalah lembaga negara yang independen, bebas dari campur tangan
Pemerintah dan atau pihak-pihak lainnya, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur
dalam Undang-Undang ini.
~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 2~
Visi Bank Indonesia
Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui
penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan
nilai tukar yang stabil
Misi Bank Indonesia
1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan
moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas
2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien serta
mampu bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung
alokasi sumber pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan
dan stabilitas perekonomian nasional
3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang
berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter dan stabilitas sistem
keuangan dengan memperhatikan aspek perluasan akses dan kepentingan
nasional
4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang
menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan
tata kelola (governance) yang berkualitas dalam rangka melaksanakan tugas
yang diamanatkan UU
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua
dipublikasikan secara triwulanan oleh Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Provinsi Papua pada bulan Februari, Mei, Agustus, dan
November. Sebelum dipublikasikan, materi Kajian dari berbagai
provinsi telah terlebih dahulu dikompilasi melalui mekanisme
kerja internal Bank Indonesia untuk dijadikan bahan
pertimbangan dalam mengambil kebijakan moneter, sistem
pembayaran, serta pengawasan perbankan dan sistem keuangan
secara makroprudensial. Publikasi ini berfungsi sebagai media
untuk menyampaikan penjelasan kepada para pemangku
kepentingan dan publik di daerah mengenai perkembangan
kondisi terkini, prospek perekonomian, serta isu yang
berkembang dan perlu dicermati.
Untuk informasi lebih lanjut hubungi:
Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Papua
Jalan Dr. Sam Ratulangi No. 9
Jayapura 99111
T +62 967 534 581
F +62 967 535 201
Salinan elektronis publikasi ini dapat diunduh melalui situs
www.bi.go.id.
Untuk mendapatkan salinan elektronis publikasi ini pada
kesempatan pertama, silahkan mengirimkan surel ke
serta mencantumkan nama, instansi, dan jabatan.
Dewan Redaksi
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua
Penanggung Jawab : Joko Supratikto
(Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Papua)
Pemimpin Redaksi : Fauzan
(Deputi Kepala Perwakilan/Kepala Tim Ekonomi dan Keuangan)
Mitra Bestari : Evy Marya Deswita Siburian
(Peneliti Ekonomi Departemen Regional IV Kantor Pusat BI)
Ratu Miana Ulfani
(Analis Ekonomi/ Departemen Regional IV Kantor Pusat BI)
Andree Breitner Makahinda
(Analis Ekonomi/ Departemen Regional IV Kantor Pusat BI)
Penyunting : Arya Jodilistyo
(Analis Ekonomi/Manajer Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan)
Penulis : Arya Jodilistyo
(Analis Ekonomi/Manajer Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan)
Enggar Estiko Handoko
(Analis Ekonomi/ Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan)
Dedy Swares Sinaga
(Pelaksana/ Unit Sumber Daya)
Kontributor : Yudi Prasetiyo
(Analis/ Manajer Unit Statistik Survei dan Liaison)
Yon Widiyono
(Analis/ Manajer Unit Komunikasi dan Koordinasi Kebijakan)
Mifta Adi Nugraha
(Analis/ Unit Statistik Survei dan Liaison)
Sekretaris : Sari Wulandari
(Pelaksana Yunior/Unit Komunikasi dan Koordinasi Kebijakan)
Hartati Br. Nainggolan
(Pelaksana Yunior/Unit Statistik Survei dan Liaison)
i
Kami bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, sebab atas rahmat dan berkat-Nya,
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua Triwulan IV 2015 ini dapat terbit
tepat waktu. Di tengah upaya mendorong pertumbuhan ekonomi, kajian yang meliputi
analisis makroekonomi daerah, perbankan, sistem pembayaran, ketenagakerjaan dan
keuangan daerah menjadi penting terutama bagi pemerintah, dunia usaha, dan
kalangan akademisi, maupun masyarakat luas.
Penyusunan laporan ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu melalui
Kata Pengantar ini kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu terbitnya Kajian ini. Semoga kerja sama yang telah terjalin baik tersebut
tetap dapat terpelihara di masa mendatang. Akhirnya, besar harapan kami agar Kajian
pada triwulan IV 2015 bermanfaat bagi semua pihak dalam memahami kondisi
perekonomian Papua.
Jayapura, 16 Februari 2016
KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA
PROVINSI PAPUA,
Joko Supratikto
2
iii
Pertumbuhan ekonomi Papua pada triwulan IV 2015 mengalami pertumbuhan
positif yang signifikan (14,08%, yoy) dibandingkan dengan periode yang sama
pada 2014. Pertumbuhan ini bias atas seperti yang diantisipasi oleh proyeksi pada
Kajian triwulan lalu. Tingginya pertumbuhan ekonomi pada triwulan ini akibat adanya
base effect periode lalu. Kenaikan pertumbuhan pada triwulan IV 2015 cukup signifikan
dibandingkan dengan triwulan III 2015 yang hanya sebesar 2,54% (yoy)1
. Secara
keseluruhan 2015 (PDRB satu tahun), ekonomi Papua tumbuh positif sebesar 7,97%
(yoy), lebih tinggi daripada pertumbuhan ekonomi nasional (4,79%, yoy).
Selanjutnya, inflasi di Provinsi Papua, seperti yang telah diprediksi, turun signifikan
dibandingkan triwulan lalu, dari 7,07% (yoy) menjadi 3,57% (yoy) di triwulan ini.
Tidak hanya itu, besarannya juga lebih rendah dari rentang prediksi yang diantisipasi
oleh Bank Indonesia pada publikasi yang lalu (3,59% 4,59%, yoy). Penurunan inflasi
pada triwulan IV 2015 ini disebabkan oleh base effect komponen administered prices
dan komponen volatile food yang relatif tinggi pada tahun lalu dan terjaganya
ekspektasi inflasi di masyarakat sebagaimana dicerminkan dalam pergerakan
komponen core inflation.
Terkait perbankan, kondisinya secara umum masih menunjukkan pelemahan. Dari
sisi aset, kinerjanya melambat dari 11,54% (yoy) triwulan lalu menjadi 6,93% (yoy)
pada triwulan IV 2015. Dari sisi penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK), pelemahan
terjadi pada penghimpunan dana Giro dan Deposito yang mengalami kontraksi
dibandingkan dengan tahun lalu. Namun demikian, penghimpunan dana masyarakat
dalam bentuk Tabungan cenderung meningkat. Selanjutnya, aktivitas intermediasi
mengalami peningkatan, yang mana LDR naik dari 55% pada triwulan III 2015 ke 62%
di triwulan IV 2015. Sementara itu, spread suku bunga DPK dengan suku bunga kredit
yang relatif tinggi mengindikasikan efisiensi biaya intermediasi masih perlu ditingkatkan.
Terkait keuangan inklusif, indikator di Papua secara signifikan di bawah rata-rata
nasional. Sementara untuk sistem pembayaran, baik untuk tunai maupun nontunai
menunjukkan posisi net outflow pada triwulan IV 2015.
1
BPS melakukan koreksi atas angka PDRB yang dirilis pada triwulan lalu. Sebelumnya angka
pertumbuhan PDRB Papua tercatat -0,59%. Setelah direvisi berubah menjadi 2,54% (yoy)
iv
Sementara itu, realisasi kinerja keuangan pemerintah hingga triwulan ini
menunjukkan perkembangan yang positif. Secara historis, realisasinya lebih tinggi
dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sejalan dengan peningkatan pagu APBN
dan APBD 2015 secara signifikan dibanding 2014, instansi vertikal Pemerintah dan
pemerintah daerah di Papua mengimbanginya dengan kinerja realisasi yang secara
persentase kurang lebih sama dengan pola historisnya. Kinerja realisasi APBN dan APBD
tersebut telah mendorong pertumbuhan ekonomi Papua di triwulan IV 2015 ini. Namun
demikian, kinerja dimaksud masih memiliki ruang perbaikan guna meningkatkan
persentase realisasi ke depannya.
Pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dibandingkan periode lalu belum
berdampak pada kemampuan pasar tenaga kerja mengimbangi peningkatan
jumlah penduduk yang ingin bekerja. Hal tersebut ditunjukkan oleh naiknya Tingkat
Pengangguran Terbuka (TPT) dari 3,44% pada Agustus 2014 menjadi 3,99% di periode
yang sama pada 2015. Tren peningkatan TPT meski penciptaan lapangan kerja juga
bertambah tersebut telah berlangsung sejak semester awal 2013. Sementara itu, Nilai
Tukar Petani (NTP) Papua masih mencatatkan angka defisit sampai akhir triwulan IV
2015 (96,08). Nilai tersebut mengindikasikan kenaikan indeks pendapatan petani belum
dapat mengimbangi kenaikan indeks biaya yang harus dibayar.
Oleh karena itu, berdasarkan perkembangan terakhir, asesmen Bank Indonesia
memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Papua selama 2016 akan kembali
terakselerasi. Pertumbuhan diperkirakan akan berada di kisaran 8,59 9,59% (yoy)
dengan kecenderungan bias ke atas. Sama seperti 2015, faktor utama yang
mempengaruhi asesmen tersebut adalah kinerja lapangan usaha pertambangan yang
semakin meningkat. Untuk triwulan I 2016, akibat adanya pengaruh base effect pada
periode sebelumnya, pertumbuhan triwulan IV 2015 akan terlihat sedikit terdeselerasi
dari triwulan lalu. Meski demikian, pertumbuhannya (yoy) diproyeksikan masih di atas
dua digit (>10,00%).
Terkait tingkat harga agregat, asesemen menyimpulkan tidak ada tekanan yang
signifikan dari sisi core inflation dan administered prices. Oleh karena itu, jika
pergerakan komponen volatile foods relatif terjaga, inflasi Papua selama 2016
diperkirakan akan berada pada interval 3,8 4,8% (yoy). Realisasi akan lebih rendah jika
Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) dapat segera dibentuk di seluruh kabupaten kota
serta dioptimalkan peranannya dalam memitigasi risiko inflasi yang ada.
v
Daftar
Isi
Kata Pengantar ............................................................................................................... i
Ringkasan Eksekutif....................................................................................................... iii
Daftar Isi......................................................................................................................... v
Daftar Tabel ................................................................................................................. vii
Daftar Grafik ............................................................................................................... viii
Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Papua ......................................................................... 1
A. Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi .......................................................................... 1
B. Perbankan .............................................................................................................. 2
C. Sistem Pembayaran ................................................................................................ 3
1 PERTUMBUHAN EKONOMI......................................................................................... 4
1.1 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penggunaan ............................................................... 4
1.1.1 Konsumsi ....................................................................................................... 4
1.1.2 Investasi ......................................................................................................... 7
1.1.3 Ekspor Netto .................................................................................................. 9
1.2 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Kategori Lapangan Usaha ........................................ 11
1.2.1 Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan .......................................................... 12
1.2.2 Pertambangan dan Penggalian .................................................................... 13
1.2.3 Konstruksi .................................................................................................... 14
1.2.4 Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor ............. 15
1.2.5 Administrasi Pemerintahan, Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib ............. 16
1.2.6 Kategori Lainnya .......................................................................................... 16
2 INFLASI ...................................................................................................................... 17
2.1 Inflasi Umum ...................................................................................................... 17
2.2 Komponen Inflasi ............................................................................................... 18
2.3 Kelompok Komoditas ......................................................................................... 21
2.4 Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah .............................................................. 22
3 PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN ............................................................... 25
3.1 Perkembangan Perbankan .................................................................................. 25
3.1.1 Ketahanan Sektor Korporasi dan Rumah Tangga ....................................... 29
3.1.2 Ketahanan Sektor UMKM ............................................................................ 30
3.1.3 Perkembangan Indikator Keuangan Inklusif ................................................. 30
3.2 Perkembangan Sistem Pembayaran .................................................................... 32
Vol. I No. 4 Triwulanan
Oktober-Desember 2015 (terbit Februari 2016)
ISSN 2460-4909 e-ISSN 2460-5980
vi
4 KEUANGAN PEMERINTAH ....................................................................................... 34
4.1 Realisasi APBN di Lingkup Provinsi Papua ............................................................ 34
4.2 Realisasi APBD Pemerintah Provinsi Papua .......................................................... 35
4.2.1 Realisasi Pendapatan Pemerintah Provinsi Papua .......................................... 36
4.2.2 Realisasi Belanja Pemerintah Provinsi Papua ................................................. 36
5 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN ............................................................. 38
5.1 Ketenagakerjaan ................................................................................................ 38
5.2 Kesejahteraan ..................................................................................................... 40
Boks 1 Isu-Isu Demografi dan Pembangunan Ekonomi di Papua .................................. 41
B1.1 Jumlah Penduduk vs. Kemakmuran .................................................................. 41
B1.2 Pertumbuhan Penduduk dan Struktur Demografi ............................................. 42
B1.3 Papua Surplus Laki-Laki .................................................................................... 43
B1.4 Keberagaman, Fraksionalisasi dan Polarisasi Penduduk Provinsi Papua ............. 45
B1.5 Ketimpangan Kemiskinan Intra-Papua .............................................................. 45
6 PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH ....................................................................... 47
6.1 Prospek Pertumbuhan Ekonomi .......................................................................... 47
6.2 Prospek Inflasi .................................................................................................... 48
Boks 2 MENGENAL BANK INDONESIA: Kantor Perwakilan ........................................... 49
B2.1 Kantor Perwakilan BI ........................................................................................ 49
B2.2 Apa Misi dan Peranan Kantor Perwakilan BI? ................................................... 50
B2.3 Organisasi dan Protokoler Kantor Perwakilan BI ............................................... 52
B2.4 Sekilas KPwDN Provinsi Papua .......................................................................... 53
vii
Daftar
Tabel
Tabel 1.1 Struktur Ekonomi Sisi Penggunaan (%) ...................................................... 4
Tabel 1.2 Pertumbuhan Sisi Penggunaan (%,yoy) ...................................................... 4
Tabel 1.3 Proyeksi Harga Tembaga dan Emas 2015-2020 .......................................... 8
Tabel 1.4 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Kategori Lapangan Usaha .............................. 11
Tabel 1.5 Perkembangan Sektor Lainnya ................................................................. 16
Tabel 2.1 Perkembangan Inflasi Tahunan Berdasarkan Komponen .......................... 18
Tabel 2.2 Perkembangan Inflasi Bulanan Komponen Volatile Food Berdasarkan
Subkelompok ........................................................................................... 19
Tabel 2.3 Perkembangan Inflasi Tahunan Berdasarkan Kelompok ............................ 21
Tabel 3.1 Non-Performing Loan Ratio Perbankan di Papua ...................................... 28
Tabel 3.2 Penyaluran Kredit Menurut Sektor di Papua ............................................. 28
Tabel 3.3 Indikator Keuangan Inklusif di Provinsi Papua ........................................... 31
Tabel 5.1 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Kegiatan Utama .................... 38
viii
Daftar
Grafik
Grafik 1.1 Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen dan Penghasilan Saat ini ..... 5
Grafik 1.2 Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen di Provinsi Papua ................... 5
Grafik 1.3 Perkembangan Impor Barang Konsumsi di Provinsi Papua ........................ 5
Grafik 1.4 Perkembangan Penyaluran Kredit Konsumsi di Provinsi Papua .................. 6
Grafik 1.5 Realisasi Belanja Selain Belanja Modal Pemerintah Provinsi Papua ............. 6
Grafik 1.6 Penyaluran Kredit Modal Kerja dan Investasi di Provinsi Papua .................. 7
Grafik 1.7 Impor Barang Modal ................................................................................ 7
Grafik 1.8 Perkembangan Ekspor .............................................................................. 9
Grafik 1.9 Pangsa Ekspor Triwulan IV 2015 ............................................................... 9
Grafik 1.10 Impor Provinsi Papua ............................................................................ 10
Grafik 1.11 Pangsa Impor Triwulan IV 2015 ............................................................ 10
Grafik 1.12 Struktur dan Pertumbuhan Ekonomi Sisi Kategori Lapangan Usaha ...... 11
Grafik 1.13 Produksi Tanaman Pangan yang Dominan di Provinsi Papua ................. 12
Grafik 1.14 Kredit Sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan ............................... 12
Grafik 1.15 Produksi Konsentrat Tembaga dan Emas Kabupaten Mimika ................ 13
Grafik 1.16 Penjualan Konsentrat Tembaga dan Emas Kabupaten Mimika .............. 13
Grafik 1.17 Penjualan Semen di Provinsi Papua ....................................................... 14
Grafik 1.18 Kredit Sektor Konstruksi di Papua ......................................................... 14
Grafik 1.19 Perbandingan Kredit Konstruksi dan NTB Konstruksi ............................ 15
Grafik 1.21 Pembelian Durable Goods..................................................................... 15
Grafik 1.20 Pendaftaran Kendaraan Baru ................................................................ 15
Grafik 1.22 Perkembangan Realisasi Total Belanja Pemerintah Provinsi Papua ......... 16
Grafik 2.1 Perkembangan Inflasi Tahunan ............................................................... 17
Grafik 2.2 Perkembangan Inflasi Bulanan ................................................................ 17
Grafik 2.3 Event Analysis Inflasi ............................................................................... 17
Grafik 2.4 Perkembangan Inflasi Bulanan Menurut Daerah...................................... 17
Grafik 2.5 Disagregasi Komponen Inflasi Bulanan .................................................... 19
Grafik 2.6 Disagregasi Inflasi Bulanan Komponen Core Inflation ............................. 19
Grafik 2.7 Ekspektasi Inflasi Konsumen ................................................................... 19
Grafik 2.8 Harga Beberapa Bahan Pangan berdasarkan Survei Pemantauan Harga .. 20
Grafik 2.9 Pola Historis Inflasi Bulanan Akibat Kenaikan Harga BBM Bersubsidi ....... 21
Grafik 3.1 Perkembangan Aset Perbankan .............................................................. 25
Grafik 3.2 Perkembangan Penghimpunan DPK ........................................................ 25
ix
Grafik 3.3 Kinerja Intermediasi Perbankan ............................................................... 26
Grafik 3.4 Penyaluran Kredit Menurut Penggunaan ................................................. 26
Grafik 3.5 Penyaluran Kredit Menurut Sektor Usaha dengan Pangsa Terbesar ........ 26
Grafik 3.6 Perkembangan Suku Bunga .................................................................... 26
Grafik 3.7 Pertumbuhan Kredit Rumah Tangga ....................................................... 29
Grafik 3.8 NPL Kredit Rumah Tangga ...................................................................... 29
Grafik 3.9 Pertumbuhan Kredit UMKM ................................................................... 30
Grafik 3.10 NPL Kredit UMKM ................................................................................. 30
Grafik 3.11 Aliran Uang Kartal melalui Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi
Papua ....................................................................................................... 32
Grafik 3.12 Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar di Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Papua .......................................................................................... 32
Grafik 3.13 Perkembangan Transaksi SKNBI ............................................................ 32
Grafik 3.14 Perkembangan Transaksi BI-RTGS ......................................................... 33
Grafik 4.1 Perkembangan Pagu APBN di Lingkup Provinsi Papua ............................. 34
Grafik 4.2 Distribusi APBN 2015 menurut Kementerian/Lembaga Negara Penerima
Terbesar di Lingkup Provinsi Papua ........................................................... 34
Grafik 4.3 Realisasi APBN 2015 per Triwulan IV 2015 di Lingkup Provinsi Papua ..... 34
Grafik 4.4 Distribusi Pagu Belanja Pegawai menurut Kementerian/Lembaga Negara
Penerima Terbesar di Lingkup Provinsi Papua ............................................ 35
Grafik 4.5 Distribusi Pagu Belanja Modal menurut Kementerian/Lembaga Negara
Penerima Terbesar di Lingkup Provinsi Papua ............................................ 35
Grafik 4.6 Perkembangan Pagu Pendapatan Pemdaprov Papua Menurut Jenis ........ 35
Grafik 4.7 Perkembangan Realisasi Pendapatan Pemdaprov Papua Triwulan IV ....... 36
Grafik 4.8 Perkembangan Realisasi PAD Pemdaprov Papua Triwulan IV ................... 36
Grafik 4.9 Perkembangan Realisasi Dana Perimbangan Pemdaprov Papua Triwulan IV
................................................................................................................. 36
Grafik 4.10 Perkembangan Realisasi Lain-lain Pendapatan Pemdaprov Papua Triwulan
IV .............................................................................................................. 36
Grafik 4.11 Perkembangan Pagu Belanja Pemdaprov Papua Menurut Jenis ............. 37
Grafik 4.12 Perkembangan Realisasi Belanja Pemdaprov Papua Triwulan IV ............ 37
Grafik 5.1 Penduduk yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama ................ 38
Grafik 5.2 Pertumbuhan Penyerapan Tenaga Kerja Menurut Lapangan Pekerjaan
Utama (yoy) .............................................................................................. 38
Grafik 5.3 Penduduk yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan Utama ..................... 39
Grafik 5.4 Penduduk yang Bekerja Menurut Jumlah Jam Kerja ................................ 39
Grafik 5.5 Penduduk yang Bekerja Menurut Tingkat Pendidikan ............................. 39
Grafik 5.6 Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Tingkat Pendidikan ................. 39
x
Grafik 5.7 Perkembangan Nilai Tukar Petani ............................................................ 40
Grafik 5.8 Perbandingan NTP Papua dengan NTP Nasional ...................................... 40
Grafik 5.9 Jumlah Penduduk Miskin ........................................................................ 40
Grafik 5.10 Perkembangan Indeks Kedalaman dan Indeks Keparahan Kemiskinan .. 40
Grafik B1.1 Jumlah Penduduk Papua Dibandingkan Singapura dan Brunei Darussalam
................................................................................................................. 41
Grafik B1.2 Pertumbuhan Penduduk Papua ............................................................. 42
Grafik B1.3 Piramida Penduduk Papua .................................................................... 42
Grafik B1.4 Piramida Penduduk Yogyakarta ............................................................ 42
Grafik B1.5 Rasio Jenis Kelamin (di atas 100 berarti laki-laki lebih banyak dari
perempuan) .............................................................................................. 43
Grafik B1.6 Rasio Jenis Kelamin di Papua ................................................................ 43
Grafik B1.7 Keberagaman Etnis di Papua pada 2015 ............................................... 44
Grafik B1.8 Indeks Fraksionalisasi di Papua .............................................................. 45
Grafik B1.9 Indeks Polarisasi di Papua...................................................................... 45
Grafik B1.10 Perbandingan Tingkat Kemiskinan Antardaerah di Provinsi Papua ...... 46
Grafik B1.11 Korelasi Positif antara Pendidikan dan Kemiskinan.............................. 46
Grafik 6.1 Perbandingan Target Awal (T) dan Realisasi Akhir Tahun (R) Situs
Operasional FCX di Indonesia ................................................................... 47
Grafik B2.1 Tipologi Perbandingan KPwLN dan KPwDN .......................................... 50
Grafik B2.2 Fungsi KPwDN ...................................................................................... 51
Grafik B2.3 Perbandingan Struktur Umum Organisasi BPK, BI dan Kementerian ...... 52
Grafik B2.4 Perbandingan Tata Tempat pada Acara Kenegaraan atau Acara Resmi
menurut UU 9/2010 Tentang Keprotokolan ............................................. 53
Grafik B2.5 Struktur Regu Bank Indonesia yang Diberangkatkan untuk Operasi
Trikora di Irian Barat pada Oktober 1962 .................................................. 54
Grafik B2.6 Struktur BI Cabang Kotabaru ................................................................ 54
Grafik B2.7 Kartu Pos Bergambar Kantor NHM di Jayapura dari periode 1960 ........ 54
Grafik B2.8 Daftar Pemimpin Bank Indonesia di Jayapura ........................................ 54
Grafik B2.9 Fokus Kebijakan KPwDN Provinsi Papua 2016 ....................................... 54
1
Tabel Indikator Ekonomi
Provinsi Papua
A. Pertumbuhan Ekonomi dan
Inflasi
2012 2013Total Total I II III IV Total I II III IV Total
Pertumbuhan Ekonomi (%, yoy) 1,72 8,55 6,38 15,13 7,00 (9,82) 3,81 1,60 13,80 2,54 14,08 7,97
Menurut Penggunaan
Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 6,47 6,23 6,40 6,95 7,21 7,77 7,10 6,15 6,22 6,24 5,82 6,11
Pengeluaran Konsumsi LNPRT 6,87 7,25 12,49 14,23 11,66 10,84 12,29 3,17 3,07 6,51 10,59 5,87
Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 7,43 8,44 12,38 6,93 9,91 8,31 9,28 6,35 4,23 4,31 5,63 5,14
Pembentukan Modal Tetap Bruto 6,82 6,36 7,70 7,78 8,12 8,28 7,98 9,01 6,31 6,61 6,66 7,11
Perubahan Inventori (111,10) 90,61 48,93 (66,83) (409,76) (145,95) (182,91) (120,90) (650,35) (91,35) (138,51) (172,26)
Ekspor Luar Negeri (28,40) 32,38 (66,25) (92,70) 22,69 (56,28) (46,83) 91,86 1.531,64 (9,19) (15,86) 38,88
Impor Luar Negeri (8,69) (41,20) 281,70 32,50 147,03 76,27 105,27 (34,85) (23,58) (17,41) (1,61) (20,08)
Net Ekspor Antar Daerah (57,51) 390,52 (497,97) (311,95) (23,30) (61,93) (150,31) (85,41) (87,66) 48,05 (140,04) (103,17)
Menurut Kategori Lapangan Usaha
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 6,18 6,04 6,72 6,92 3,60 6,06 5,79 6,89 3,45 6,78 9,73 6,73
Pertambangan dan Penggalian (6,41) 9,00 3,44 19,57 5,07 (27,87) (2,67) (7,67) 25,01 (4,40) 21,33 7,77
Industri Pengolahan 1,93 2,13 9,04 10,69 6,90 8,34 8,72 5,62 5,45 1,72 2,43 3,77
Pengadaan Listrik, Gas 10,45 7,45 8,80 8,70 6,90 0,87 6,24 (13,85) (2,85) (4,70) 4,81 (4,15)
Pengadaan Air 4,63 6,53 6,35 6,40 6,01 6,24 6,25 3,47 3,83 5,08 3,56 3,99
Konstruksi 13,99 11,79 7,21 17,29 8,95 2,09 8,56 14,99 7,54 7,79 12,86 10,70
Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 9,84 9,36 5,90 8,51 6,62 8,12 7,30 8,35 7,13 8,72 8,77 8,25
Transportasi dan Pergudangan 8,74 8,15 8,58 10,32 11,03 11,00 10,26 10,39 9,04 8,63 10,06 9,53
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 7,86 11,67 17,06 16,54 10,67 7,12 12,57 4,97 5,85 8,64 10,36 7,52
Informasi dan Komunikasi 10,23 12,79 9,93 13,89 2,15 1,37 6,63 0,82 0,69 9,62 9,73 5,19
Jasa Keuangan 7,85 13,89 7,09 12,10 (0,01) 10,45 7,26 10,63 (12,63) 9,66 3,83 2,63
Real Estate 10,01 11,67 10,11 8,06 8,09 6,30 8,09 4,96 5,99 5,32 7,08 5,86
Jasa Perusahaan 6,52 5,88 10,49 10,20 9,70 8,34 9,65 1,66 3,89 5,55 4,59 3,97
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 8,36 2,80 13,21 20,67 22,69 8,58 15,96 10,17 12,33 7,63 13,88 11,03
Jasa Pendidikan 9,62 9,75 12,42 12,68 5,86 3,33 8,15 7,18 9,27 9,07 3,99 7,24
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 8,76 9,29 13,01 13,86 7,30 4,81 9,36 9,45 9,17 9,84 5,47 8,36
Jasa lainnya 9,11 10,42 13,00 13,19 6,23 3,54 8,55 7,56 7,71 8,73 4,56 7,04
Inflasi Nasional (% yoy) 4,30 8,38 7,32 6,70 4,53 8,36 8,36 6,38 7,26 6,83 6,83 8,36
Inflasi Papua (% yoy) 4,52 8,27 9,58 7,40 4,51 9,12 9,12 6,85 8,20 7,07 7,07 9,12
Kota
Jayapura 4,52 8,27 9,07 6,87 4,23 7,98 7,98 5,99 8,15 7,63 7,63 7,98
Merauke - - 11,02 8,89 5,29 12,31 12,31 9,25 8,35 5,49 5,49 12,31
Disagregasi Komponen
Inflasi Inti (Core Inflation ) 4,35 6,61 6,01 5,66 4,67 5,10 5,10 5,39 5,72 4,60 4,60 5,10
Harga Pangan Bergejolak (Volatile Food ) 7,46 6,59 14,56 9,36 2,82 12,14 12,14 5,95 10,45 12,02 12,02 12,14
Harga Yang Diatur Pemerintah (Administered Prices ) 1,00 18,23 15,83 11,25 7,16 18,24 18,24 12,82 14,49 9,78 9,78 18,24
Kelompok Komoditas
Bahan Makanan 8,26 7,12 14,12 9,02 3,52 11,56 11,56 6,27 10,48 11,67 11,67 11,56
Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau 4,02 8,18 9,25 8,86 10,15 8,78 8,78 8,63 8,74 6,30 6,30 8,78
Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar 3,28 9,18 8,25 7,26 5,82 7,44 7,44 7,06 7,59 5,12 5,12 7,44
Sandang 2,48 4,07 4,63 4,95 3,88 4,02 4,02 4,37 4,73 3,21 3,21 4,02
Kesehatan 0,57 3,80 5,56 4,88 2,86 4,47 4,47 6,73 7,67 7,46 7,46 4,47
Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga 4,96 3,73 3,25 3,22 2,23 3,91 3,91 4,58 4,57 4,75 4,75 3,91
Transpor, Komunikasi & Jasa Keuangan 2,29 11,97 8,93 6,32 1,78 11,43 11,43 7,29 8,48 6,20 6,20 11,43
Indikator2014 2015
2
B. Perbankan
III IV I II III IV I II III IV I II III IV
Total Asset (Rp miliar) 38.806 34.244 33.974 37.381 40.244 36.820 35.419 42.916 49.479 41.929 43.569 50.098 55.188 44.833
DPK (Rp miliar) 27.786 26.928 25.924 28.446 29.823 29.126 28.756 32.371 35.851 34.119 32.819 35.880 39.017 35.418
Giro (Rp miliar) 12.642 8.297 9.193 11.085 12.821 9.057 9.728 12.452 13.948 12.383 9.972 12.566 14.867 9.475
Tabungan (Rp miliar) 10.467 13.595 11.393 11.347 11.648 14.687 12.524 12.238 12.606 13.378 13.929 13.557 14.002 18.587
Deposito (Rp miliar) 4.677 5.036 5.337 6.013 5.354 5.383 6.504 7.681 9.297 8.359 8.918 9.758 10.148 7.356
Penyaluran Kredit oleh Kantor Bank di Papua (Rp miliar) 13.523 14.348 14.851 16.014 16.847 17.642 18.034 19.060 19.701 20.317 20.171 21.185 21.438 21.934
Lokasi Proyek di Prov. Papua 13.282 14.032 14.451 15.587 16.405 17.112 17.470 18.352 18.950 19.484 19.373 20.317 20.528 20.957
Lokasi Proyek Luar Prov. Papua 241 316 400 427 442 530 564 708 751 833 798 868 909 977
Penyaluran Kredit di Prov insi Papua (Rp miliar) 14.135 14.893 15.288 16.643 17.503 18.321 18.737 19.677 20.281 20.879 20.860 22.021 22.364 22.891
Oleh Kantor Bank di Prov. Papua 13.282 14.032 14.451 15.587 16.405 17.112 17.470 18.352 18.950 19.484 19.373 20.317 20.528 20.957
Oleh Kantor Bank Luar Prov. Papua 853 861 836 1.056 1.098 1.209 1.268 1.325 1.331 1.395 1.487 1.704 1.836 1.934
Kredit Penggunaan (Rp miliar) 13.523 14.348 14.851 16.014 16.847 17.642 18.034 19.060 19.701 20.317 20.171 21.185 21.438 21.934
Modal Kerja 5.553 5.738 5.816 6.145 6.354 6.548 6.997 7.660 8.332 7.666 7.435 8.048 9.316 9.388
Investasi 2.109 2.255 2.199 2.602 2.605 2.895 2.766 2.911 2.863 3.314 3.285 3.472 2.172 2.389
Konsumsi 5.860 6.355 6.836 7.267 7.888 8.199 8.271 8.488 8.506 9.337 9.451 9.665 9.949 10.158
Kredit Sektoral (Rp miliar) 13.523 14.348 14.851 16.014 16.847 17.642 18.034 19.060 19.701 20.317 20.171 21.185 21.438 21.934
1. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 136 149 231 268 302 599 604 670 700 711 733 923 434 695
2. Pertambangan dan Penggalian 58 97 79 75 77 62 46 55 78 49 54 56 5 43
3. Industri Pengolahan 546 481 373 488 545 510 376 357 340 327 315 306 161 327
4. Pengadaan Listrik dan Gas 29 26 21 28 29 31 31 33 44 49 36 43 22 34
5. Pengadaan Air 1 1 1 - - - 2 4 7 5 3 6 2 6
6. Konstruksi 1.274 1.305 1.102 1.206 1.296 1.261 1.327 1.516 1.923 1.526 1.295 1.558 1.175 1.635
7. Perdagangan Besar dan Eceran 3.270 3.475 3.559 4.160 4.213 4.259 4.430 4.723 4.887 5.156 5.252 5.599 6.901 6.135
8. Transportasi dan Pergudangan 243 254 292 362 388 422 457 544 570 596 602 586 466 576
9. Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 474 518 567 629 632 637 637 667 686 675 660 681 365 671
10. Informasi dan Komunikasi 9 6 6 7 6 7 10 10 18 18 18 18 7 9
11. Perantara Keuangan 156 215 244 122 116 125 105 160 96 135 128 124 60 105
12. Real Estate dan Usaha Persewaan 160 161 161 162 152 169 225 175 176 171 184 186 140 210
13. Jasa Perusahaan 96 98 157 273 246 247 223 203 201 222 217 224 220 212
14. Administrasi Pemerintahan, Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib 2 1 1 1 3 3 3 6 4 111 37 2 1 66
15. Jasa Pendidikan 105 119 24 30 34 31 32 18 29 14 12 16 10 14
16. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 20 19 16 19 24 24 31 30 32 31 30 36 29 37
17. Sektor Lainnya dan Bukan Lapangan Usaha 6.946 7.422 8.018 8.186 8.783 9.253 9.498 9.889 9.910 10.522 10.594 10.821 11.438 11.159
Kredit UMKM 5.322 5.460 5.122 5.841 6.119 7.443 7.528 8.178 8.401 8.815 8.780 9.100 6.904 9.209
Kredit Rumah Tangga 3.951 4.307 4.331 4.341 4.712 4.664 5.147 5.532 5.585 8.717 8.828 8.907 6.413 9.200
KPR/KPA 583 624 661 895 1.103 1.164 1.264 1.245 1.275 1.365 1.346 1.410 1.529 1.578
Kredit Ruko/Rukan 151 167 198 213 250 277 284 364 317 335 349 369 374 394
KKB 30 33 34 58 63 62 57 61 59 54 51 50 56 58
Multiguna 2.714 2.980 2.928 2.616 2.688 2.530 2.893 3.152 3.210 6.236 6.363 6.364 3.729 6.406
Lainnya 473 503 511 559 608 631 650 709 724 727 718 714 725 764
Non Performing Loan (Rp miliar) 187 179 231 291 322 309 361 593 638 795 896 1.004 1.288 1.104
NPL Ratio (%) 1,38 1,25 1,56 1,82 1,91 1,75 2,00 3,11 3,24 3,91 4,44 4,74 6,01 5,03
LDR 48,67 53,28 57,29 56,30 56,49 60,57 62,71 58,88 54,95 59,55 61,46 59,04 54,95 61,93
Suku Bunga Simpanan Tertimbang (% per tahun)
Kantor Bank di Provinsi Papua 2,21 2,38 2,22 2,23 2,41 2,76 3,03 2,99 3,19 3,03 3,37 3,30 4 3,25
Nasional 3,33 3,35 3,24 3,36 3,67 4,11 4,42 4,59 4,78 4,75 4,77 4,46 4 4,23
Suku Bunga Kredit Tertimbang (% per tahun)
Kantor Bank di Provinsi Papua 12,97 12,82 12,74 12,61 12,60 12,61 12,60 12,70 12,75 12,74 12,73 12,80 13 12,84
Nasional 11,03 10,94 10,83 10,76 10,83 10,99 11,22 11,42 11,52 11,58 11,53 11,54 11 11,54
Jumlah Kantor Bank
Jumlah Bank
Papua 23 23 23 23 23 23 23 23 23 23 23 23 25 25
Nasional 1.789 1.773 1.773 1.761 1.761 1.755 1.756 1.753 1.753 1.762 1.762 1.762 1.762 1.762
Jumlah Kantor Bank
Papua 248 260 267 267 267 272 273 273 273 287 287 287 289 289
Nasional 20.246 21.050 21.588 22.072 22.583 23.236 23.421 23.769 24.241 24.843 25.036 25.266 25.420 25.420
Jumlah Rekening (dalam ribu)
Rekening Dana Pihak Ketiga
Papua 1.196 1.242 1.609 1.370 1.424 1.674 1.630 1.591 1.633 1.692 1.653 1.671 1.707 1.795
Nasional 119.644 123.638 168.066 129.888 137.787 154.984 156.905 156.263 160.367 165.182 161.807 164.919 168.600 173.969
Rekening Kredit
Papua 158 163 167 173 177 180 182 186 190 193 195 197 197 202
Nasional 39.099 39.441 39.461 38.764 39.383 38.975 39.012 39.410 39.934 40.414 40.578 40.673 40.731 41.150
2015Prov insi Papua
2012 2013 2014
3
C. Sistem Pembayaran
III IV I II III IV I II III IV I II III IV
Pengelolaan Uang (Kartal) Rupiah
Inflow (Rp miliar) 1.664,51 1.628,75 2.702,12 1.260,27 3.894,13 5.391,32 2.853,48 1.224,47 1.497,83 1.468,08 2.646,47 909,17 1.497,86 856,08
Outflow (Rp miliar) 1.820,59 6.234,39 1.020,06 2.256,04 2.273,13 5.772,50 893,21 1.870,83 2.515,98 6.238,60 855,28 1.852,00 2.714,44 5.439,51
Pemusnahan UTLE (Rp miliar) 43,30 57,96 107,59 327,13 529,66 274,82 395,49 200,57 332,06 260,02 408,07 301,30 262,63 193,13
Kliring
Total
Nominal (Rp juta) 1.026.907 1.144.667 1.173.119 983.045 1.153.039 1.221.579 1.169.841 1.071.287 1.126.530 1.449.761 1.123.097 1.202.372 1.553.207 3.127.063
Volume (lembar) 31.176 31.216 24.222 28.820 30.551 31.546 28.209 28.350 27.911 34.352 40.587 44.596 47.682 58.025
1. Kliring Kredit
Nominal (Rp juta) 48.705 66.358 51.696 48.851 69.409 110.352 70.116 73.113 73.382 184.197 306.530 219.173 461.277 1.527.788
Volume (lembar) 5.516 6.306 5.177 4.231 4.581 5.617 3.785 3.578 3.690 7.304 19.445 14.488 23.576 31.749
2. Kliring Debit
Nominal (Rp juta) 978.203 1.078.308 1.121.423 934.194 1.083.629 1.111.227 1.099.725 998.174 1.053.148 1.265.564 816.567 983.198 1.091.930 1.902.934
Volume (lembar) 25.660 24.910 19.045 24.589 25.970 25.929 24.424 24.772 24.221 27.048 21.142 30.108 24.106 26.735
2.1 Kliring Debit Penyerahan
Nominal (Rp juta) 1.007.995 1.108.860 1.175.210 975.065 1.116.542 1.155.567 1.143.978 1.051.820 1.085.299 1.328.203 1.052.941 1.139.485 1.123.330 1.599.275
Volume (lembar) 26.215 25.498 19.828 25.427 26.837 26.648 25.004 25.392 24.927 27.727 24.708 32.500 24.720 26.276
2.2 Kliring Debit Pengembalian
Nominal (Rp juta) 29.793 30.551 53.786 40.870 32.912 44.341 44.253 53.646 32.151 62.639 236.375 156.287 31.400 303.658
Volume (lembar) 555 588 783 838 867 719 580 620 706 679 3.566 2.392 614 459
Bank Indonesia - Real Time Gross Settlement
Outflow (from)
Nominal (Rp miliar) 6.929 11.090 5.260 6.483 8.095 10.634 7.155 5.947 7.735 12.713 7.835 9.650 10.207 4.980
Volume (lembar) 7.589 8.102 7.932 7.793 8.109 8.688 7.543 7.806 8.335 8.434 4.341 4.319 4.239 2.194
Inflow (to)
Nominal (Rp miliar) 10.408 11.840 8.403 9.821 13.077 16.124 8.599 10.351 12.880 18.303 9.160 9.007 9.583 3.550
Volume (lembar) 11.712 12.386 9.986 11.176 11.150 11.948 9.925 11.220 11.901 13.375 5.687 5.064 4.433 2.055
Intra-Papua
Nominal (Rp miliar) 1.567 3.608 716 1.336 2.836 4.788 1.000 1.375 2.291 5.460 900 1.906 2.637 1.574
Volume (lembar) 1.323 1.566 1.504 1.598 1.612 1.552 1.402 1.446 1.625 1.864 844 881 766 402
2014 2015Indikator Sistem Pembayaran
2012 2013
4
1 PERTUMBUHAN
EKONOMI
Pertumbuhan ekonomi Papua pada triwulan IV 2015 mengalami akselerasi yang
signifikan (14,08%, yoy) dibandingkan dengan triwulan III 2015. Pertumbuhan ini bias
atas seperti yang diantisipasi oleh proyeksi pada Kajian triwulan lalu. Pertumbuhan yang
tinggi pada triwulan ini cukup signifikan dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan III
2015 yang hanya tumbuh sebesar 2,54% (yoy). Tingginya pertumbuhan ekonomi
terutama disebabkan adanya base effect periode lalu. Secara keseluruhan 2015 (PDRB
satu tahun), ekonomi Papua tumbuh positif sebesar 7,97% (yoy), lebih tinggi daripada
pertumbuhan ekonomi nasional (4,79, yoy).
1.1 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penggunaan
Kontributor utama tingginya pertumbuhan
ekonomi pada triwulan IV 2015 adalah
Ekspor Netto yang tumbuh sebesar
252,65% yang lebih disebabkan base
effect. Di sisi lain, komponen Konsumsi
yang menjadi penyumbang utama
pertumbuhan juga tumbuh sebesar 5,87%
(yoy), yang juga diikuti pertumbuhan
komponen Investasi yang naik sebesar
7,41% (yoy). Secara keseluruhan 2015,
kinerja Konsumsi, Ekspor Netto, dan
Investasi mengalami pertumbuhan positif.
1.1.1 Konsumsi
Dibandingkan triwulan sebelumnya,
komponen Konsumsi pada triwulan IV 2015
masih tumbuh positif sebesar 5,87% (yoy).
Pertumbuhan tersebut ditopang dari
Konsumsi Pemerintah yang tumbuh lebih
tinggi (5,63%, yoy) dibandingkan triwulan
sumber: BPS, diolah
Tabel 1.1 Struktur Ekonomi Sisi Penggunaan (%)
1
BPS melakukan koreksi atas angka PDRB yang dirilis pada triwulan lalu. Sebelumnya angka pertumbuhan PDRB
Papua tercatat -0,59%. Setelah direvisi berubah menjadi 2,54% (yoy)
2013 2015
Komponen Pengeluaran Total Total I II III IV Total
Konsumsi 60,95 62,98 64,08 57,26 62,48 63,31 61,71
Konsumsi Swasta 42,03 43,18 44,60 39,99 43,40 42,05 42,43
Konsumsi Pemerintah 18,92 19,80 19,47 17,27 19,08 21,26 19,28
Investasi 26,58 27,13 27,96 26,08 27,80 26,96 27,17
Ekspor Netto 12,47 9,89 7,97 16,66 9,72 9,73 11,12
2014 2015
Tabel 1.2 Pertumbuhan Sisi Penggunaan (%,yoy)
sumber: BPS, diolah
2013 2014 2015
Komponen Pengeluaran Total Total I II III IV Total
Konsumsi 6,93 7,90 6,13 5,53 5,65 5,87 5,80
Konsumsi Swasta 6,27 7,28 6,04 6,10 6,25 6,00 6,10
Konsumsi Pemerintah 8,44 9,28 6,35 4,23 4,31 5,63 5,14
Investasi 6,70 6,61 5,94 8,94 10,12 7,41 8,11
Ekspor Netto 15,92 -17,23 -31,70 72,14 -26,03 252,65 21,44
P D R B 7,91 4,42 1,60 13,80 2,54 14,08 7,97
2015
5
Triwulan IV 2015
sebelumnya (4,31, yoy). Sementara itu,
Konsumsi Swasta yang pada triwulan
sebelumnya tumbuh sebesar 6,25% (yoy),
pada triwulan ini sedikit melemah ke 6,00%
(yoy).
Pertumbuhan positif sisi konsumsi diperkuat
oleh 3 faktor besar, yaitu: tingkat keyakinan
konsumen, tingkat penghasilan, serta
akumulasi dampak inflasi yang dalam
perspektif konsumen terjaga dengan baik.
Tingkat keyakinan konsumen relatif stabil
pada triwulan IV 2015. Hal tersebut
ditunjukkan oleh hasil Survei Konsumen
yang dilakukan oleh Bank Indonesia di Kota
Jayapura yang menunjukkan bahwa
penghasilan konsumen relatif meningkat
meski sempat turun di awal triwulan. Data
survei juga mengindikasikan bahwa
mayoritas responden optimistis akan kondisi
dan perkembangan ekonomi yang terjadi.
Temuan tersebut konsisten dengan rilis
Badan Pusat Statistik (BPS) mengenai
tendensi konsumen di Provinsi Papua. ITK
meningkat pada triwulan IV 2015. Dari sisi
pendapatan, konsumen cenderung merasa
penghasilan yang diperolehnya lebih tinggi
(positif) dari periode lalu.
Selain itu, persepsi masyarakat atas dampak
inflasi yang sempat melonjak akhir tahun
lalu, kini mulai dapat diadaptasi oleh
masyarakat. Kenaikan harga juga relatif
terjaga sejak awal tahun, meski harga
beberapa komoditas strategis yang
ditetapkan Pemerintah cenderung
fluktuatif, seperti harga BBM bersubsidi dan
Tarif Tenaga Listrik.
Ketiga faktor yang dijabarkan diatas
menyebabkan fundamental konsumsi
rumah tangga cukup kuat. Akibatnya,
pertumbuhan Konsumsi Swasta pada
triwulan IV 2015 masih terjaga di level
6,00% (yoy).
Grafik 1.2 Perkembangan Indeks Tendensi
Konsumen di Provinsi Papua
0
20
40
60
80
100
120
140
III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2013 2014 2015
ITK
Pendapatan RT
Pengaruh Inflasi thdp. Konsumsi
Garis 100
sumber: BPS
Grafik 1.3 Perkembangan Impor Barang
Konsumsi di Provinsi Papua
-100
100
300
500
700
900
(1,0)
1,0
3,0
5,0
7,0
9,0
III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015
Nilai Impor Konsumsi Pertumbuhan [sk. kanan]
juta USD % yoy
sumber: Ditjen Bea dan Cukai
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11
2013 2014 2015
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)
Penghasilan Saat Ini
Garis 100
Optimistis
Pesimistis
sumber: Survei Konsumen
Grafik 1.1 Perkembangan Indeks Keyakinan
Konsumen dan Penghasilan Saat ini
6
Triwulan IV 2015
Indikator yang dapat menggambarkan
pertumbuhan ekonomi lainnya adalah nilai
impor barang-barang konsumsi rumah
tangga. Data impor produk kategori ini
menunjukkan bahwa pada triwulan I 2015
terjadi kontraksi sebesar 68% (yoy), dan
masih terus terkontraksi pada triwulan III
2015. Namun pada triwulan ini impor
barang konsumsi rumah tangga telah
tumbuh positif sebesar 82,55% (yoy).
Kondisi ini mengisyaratkan bahwa dampak
penguatan dolar atas berbagai mata uang
dunia sejak pertengahan 2013 yang lalu
telah dapat diadaptasi oleh perekonomian
Papua. Artinya, secara dampak terhadap
konsumsi total, penguatan dolar sejak 6
triwulan lalu tersebut hanya terasa dari
triwulan I-III 2015. Dari sisi kebijakan, paket
ekonomi yang dikeluarkan pemerintah pada
semester II 2015 terlihat cukup efektif
untuk meredam tekanan mata uang dolar
atas aktivitas perekonomian di Papua.
Namun demikian, asesmen masih tetap
mencermati kemungkinan dampak lanjutan
(residual effect) pada triwulan yang akan
datang.
Selanjutnya, data penyaluran Kredit
Konsumsi menunjukkan pertumbuhan yang
lebih rendah dibandingkan triwulan III
2015. Pada triwulan lalu, Kredit Konsumsi
tumbuh 17.96% (yoy) sementara pada
triwulan IV 2015, pertumbuhannya naik
tipis ke 8,44% (yoy). Hal ini sejalan dengan
pergerakan Konsumsi Rumah Tangga
sedikit melemah dari triwulan lalu.
Untuk komponen Konsumsi Pemerintah,
pertumbuhan meningkat sampai level
5,63% (yoy), dari triwulan sebelumnya
4,31% (yoy). Angka tersebut konsisten
dengan pertumbuhan penyerapan Belanja
Pemerintah Selain Belanja Modal yang lebih
tinggi dibandingkan dengan periode yang
sama pada tahun lalu. Jika diperhatikan,
penguatan Konsumsi Pemerintah pada
triwulan IV 2015 disebabkan oleh dua hal.
Pertama, peningkatan itu menunjukkan
Grafik 1.4 Perkembangan Penyaluran Kredit
Konsumsi di Provinsi Papua
0
5
10
15
20
25
30
35
40
-
2.000
4.000
6.000
8.000
10.000
12.000
III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015
Kredit Konsumsi
Pertumbuhan [sk. kanan]
Rp miliar% yoy
sumber: Laporan Bank
Grafik 1.5 Realisasi Belanja Selain Belanja Modal
Pemerintah Provinsi Papua
0
5
10
15
20
25
30
35
-
2.000
4.000
6.000
8.000
10.000
12.000
14.000
I II III IV I II III IV I II III IV
2013 2014 2015
Kredit Modal Kerja dan Investasi
Pertumbuhan [sk. kanan]
Rp miliar % yoy
sumber: Laporan Bank
7
Triwulan IV 2015
semakin besarnya alokasi belanja selain
belanja modal Pemerintah di Provinsi Papua.
Kedua, siklus pengeluaran pemerintah
historis menunjukkan bahwa peningkatan
penyerapan anggaran selalu meningkat di
triwulan IV.
1.1.2 Investasi
Nilai komponen Investasi Papua selama
tahun 2015 mencatatkan pertumbuhan
sebesar 8,11% (yoy). Angka ini meningkat
signifikan dibandingkan periode 2014
(6,61%, yoy). Secara triwulanan,
pertumbuhan Investasi di triwulan IV 2015
tercatat sebesar 7,41% (yoy). Nilai tersebut
lebih rendah dibandingkan dengan
pertumbuhan triwulan sebelumnya yang
sebesar 10,12% (yoy).
Pertumbuhan komponen investasi tersebut
sejalan
oleh
perbankan di Papua selama triwulan ini
yang tumbuh sebesar 10,64% (yoy), lebih
besar dibandingkan triwulan sebelumnya
(4,56%, yoy). Impor barang modal yang
sejak triwulan IV 2014 mengalami
kontraksi, pada triwulan ini mengalami
pertumbuhan positif mencapai 34,41%.
Sebagaimana diketahui, perekonomian
Papua memiliki ketergantungan tinggi atas
kategori Pertambangan dan Penggalian.
Asesmen mencermati penurunan investasi
pada triwulan IV 2015 lebih banyak
disebabkan oleh penurunan investasi yang
dilakukan oleh salah satu perusahaan
tambang utama di Papua. Dalam rilis
resminya disebutkan bahwa perusahaan
menunda sekitar 15% belanja modalnya
(capital expenditures) pada 2015 ke tahun
berikutnya. Penundaan investasi tersebut
terkait dengan keputusan strategis jangka
panjang yang diambil dengan
memperhitungkan profitabilitas industri
pertambangan secara global.
Ketergantungan atas sektor Pertambangan
dan Penggalian yang tinggi tadi
Grafik 1.6 Penyaluran Kredit Modal Kerja dan
Investasi di Provinsi Papua
0
5
10
15
20
25
30
35
-
2.000
4.000
6.000
8.000
10.000
12.000
14.000
I II III IV I II III IV I II III IV
2013 2014 2015
Kredit Modal Kerja dan Investasi
Pertumbuhan [sk. kanan]
Rp miliar % yoy
sumber: Laporan Bank
Grafik 1.7 Impor Barang Modal
0
5
10
15
20
25
30
35
-
2.000
4.000
6.000
8.000
10.000
12.000
14.000
I II III IV I II III IV I II III IV
2013 2014 2015
Kredit Modal Kerja dan Investasi
Pertumbuhan [sk. kanan]
Rp miliar % yoy
sumber: Laporan Bank
8
Triwulan IV 2015
menyebabkan investasi juga ditentukan
oleh prospek jangka panjang sektor
tersebut. Oleh karena itu, meski sektor-
sektor lain khususnya Pemerintahan aktif
melakukan investasi, fluktuasi investasi
agregat tetap ditentukan oleh kinerja sektor
Penggalian dan Pertambangan.
Sebagai tambahan informasi, perlu
disampaikan bahwa prospek harga
komoditas tembaga maupun emas di pasar
internasional mengalami koreksi negatif
dalam jangka panjang. Sebagaimana
disebutkan pada rilis Commodity Markets
Outlook (CMO) Edisi Januari 2016, World
Bank telah mengubah view yang pada Edisi
Oktober 2015 memproyeksikan harga riil
tembaga dan emas 2016-2020 akan stabil
atau cenderung naik. Pada edisi Januari
2016 World Bank mengkoreksi proyeksi
mereka bahwa harga riil tembaga akan
turun. Harga riil (2010=100) komoditas
tembaga yang pada 2015 sebesar
$5.216/mt diperkirakan akan terus turun ke
$5.000/mt pada 2019. Tidak hanya itu,
harga riil tembaga yang adalah komoditas
utama yang dihasilkan dari aktivitas
pertambangan Papua pada 2016
diperkirakan hanya akan sekitar
$4.645//mt.
Selanjutnya, berdasarkan CMO edisi Januari
2016, view World Bank terhadap harga riil
Tabel 1.3 Proyeksi Harga Tembaga dan Emas 2015-2020
sumber: Commodity Markets Outlook (CMO), World Bank
Komoditas Periode CMO 2015 2016 2017 2018 2019 2020
2014-IV 6.451 6.351 6.255 6.158 6.059 5.960
2015-I 6.152 6.066 5.994 5.926 586 5.794
2015-II 5.584 5.560 5.548 5.538 5.529 5.520
2015-III 5.537 5.533 5.542 5.553 5.565 5.577
2015-IV 5.324 5.341 5.371 5.403 5.435 5.468
2016-I 5.216 4.645 4.744 4.847 4.952 5.060
2014-IV 1.163 1.132 1.103 1.074 1.046 1.018
2015-I 1.174 1.138 1.106 1.076 1.046 1.018
2015-II 1.174 1.138 1.106 1.076 1.046 1.018
2015-III 1.112 1.074 1.040 1.007 975 945
2015-IV 1.112 1.074 1.040 1.007 975 945
2016-I 1.098 999 975 952 929 907
Tembaga
($/mt)
Emas
($/ toz)
9
Triwulan IV 2015
emas dunia dalam 5 tahun ke depan masih
tetap negatif. Perkiraan World Bank, pada
2020, harga riil emas hanya sebesar
$907/toz, turun signifikan dibandingkan
harga tahun 2015 yang pada level
$1.098/toz.
Sementara itu, adanya kesepakatan antara
Pemerintah dengan perusahaan tambang
utama di Papua dalam hal keberlanjutan
usaha jangka panjang diperkirakan akan
semakin meningkatkan aktivitas investasi
pada periode mendatang. Sebagaimana
disebutkan dalam berbagai media masa dan
rilis perusahaan tersebut, pemerintah dan
induk perusahaan telah menjalin
komunikasi intensif terkait keberadaan
jangka panjang kegiatan operasionalnya.
Pada Oktober 2014 lalu Pemerintah dan
perusahaan pertambangan utama di Papua
sepakat untuk meneruskan pembangunan
pertambangan bawah tanah di Kabupaten
Mimika yang akan menyerap investasi
jangka panjang ± 18 milyar dolar. Akan
tetapi, mengingat belum adanya kontrak
resmi terkait keberlanjutan usaha dalam
jangka panjang, berpotensi menjadi kendala
realisasi investasi.
1.1.3 Ekspor Netto
Setelah terkontraksi signifikan pada
triwulan III 2015 (-26,03% yoy), komponen
Ekspor Netto Papua mencatatkan akselerasi
yang signifikan pada triwulan IV 2015
(252,65%, yoy). Pembalikan arah ini
merupakan implikasi dari naiknya penjualan
produksi Pertambangan dan Penggalian
serta faktor base effect periode lalu yang
cukup besar.
Secara riil, sebenarnya pelaku usaha
pertambangan mengalami kendala regulasi
regulasi terkait ekspor mineral mentah
mengharuskan perusahaan memperpanjang
kembali izin ekspor setiap enam bulan. Izin
tersebut harus diperoleh setidaknya dari
Grafik 1.8 Perkembangan Ekspor
-120
-70
-20
30
80
130
180
-800
-600
-400
-200
0
200
400
600
800
1.000
1.200
III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015
Nilai ekspor nonmigas Nilai ekspor pertambangan
Pertumbuhan ekspor tambang [sk. kanan]
USD juta % yoy
sumber: Ditjen Bea dan Cukai
40%
19%
17%
13%
5%
2%
India
Filipina
Jepang
RRT
Korea Selatan
Arab Saudi
Lain-lain
sumber: Ditjen Bea dan Cukai
Grafik 1.9 Pangsa Ekspor Triwulan IV 2015
10
Triwulan IV 2015
Kemeterian Energi dan Sumber Daya
Mineral (ESDM) dan Kementerian
Perdagangan.
Melalui liaison kepada pemangku kebijakan
dan pengumpulan informasi anekdotal,
diketahui bahwa setelah memperoleh Surat
Persetujuan Ekspor mineral mentah dari
Kementerian ESDM, pada Juli lalu, hingga
Agustus 2015 eksportir belum memperoleh
izin lainnya dari Kementerian Perdagangan.
Izin dimaksud adalah penangguhan
ketentuan Letter of Credit sebagaimana
diatur dalam Peraturan Menteri
Perdagangan Nomor 04/MDAG.PER/I/2015
tentang Ketentuan Penggunaan Letter of
Credit untuk Ekspor Barang Tertentu yang
berlaku mulai 1 April 2015.
Kendala yang dihadapi oleh eksportir
tersebut pada dasarnya berkaitan dengan
upaya pemerintah mendisinsentif kegiatan
ekspor mineral mentah. Oleh karena itu,
proses hilirisasi diperlukan untuk
menambah nilai tambah dari produk
tambang. Sejalan dengan itu, dalam
memberikan izin ekspor produk tambang,
pemerintah mensyaratkan adanya
komitmen pelaku usaha untuk melakukan
hilirisasi. Komitmen tersebut dievaluasi
setiap 6 bulan.
Ekspor Papua yang sebagian besar adalah
komoditas pertambangan, yaitu bijih
tembaga, pada triwulan ini sebagian besar
disalurkan ke India (40%), Filipina (19%),
dan Jepang (17%).
Dari sisi Impor Luar Negeri, jika pada
triwulan sebelumnya mengalami kontraksi (-
10,8%, yoy), pada triwulan IV 2015 telah
mencatatkan pertumbuhan positif 6,8%
(yoy). Pergerakan tersebut konsisten dengan
pergerakan nilai impor menurut data
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Perlu diketahui bahwa komponen impor
barang modal dan barang antara memiliki
porsi besar dalam struktur impor Provinsi
Grafik 1.10 Impor Provinsi Papua
-100
0
100
200
300
400
500
600
700
800
-25
25
75
125
175
I II III IV I II III IV I II III IV
2013 2014 2015
Impor Nonmigas
Impor Barang Modal dan Antara
Pertumbuhan Nonmigas [sk. kanan]
USD juta % yoy
sumber: Ditjen Bea dan Cukai
Grafik 1.11 Pangsa Impor Triwulan IV 2015
45,93%
3,70%
28,89%
6,77%
10,36%
Australia
Swedia
Amerika Serikat
Singapura
Jepang
Lainnyasumber: Ditjen Bea dan Cukai
11
Triwulan IV 2015
Papua. Kelompok barang tersebut sebagian
besar terkait dengan kegiatan operasional
dan investasi di sektor pertambangan. Oleh
karena itu, fluktuasi Impor Luar Negeri juga
ditentukan oleh kinerja pelaku usaha
pertambangan.
Terkait perdagangan antardaerah di luar
provinsi, pada triwulan IV 2015 Papua
mencatatkan posisi ekspor netto sebesar
Rp943 miliar. Namun demikian, sepanjang
2015 komponen perdagangan antardaerah
di luar provinsi Papua masih mencatatkan
net import. Sebagai informasi, perdagangan
keluar daerah Papua sebagian besar
ditopang oleh sektor tambang. Untuk
komoditas selain dari sektor tambang,
khususnya produk-produk kebutuhan
masyarakat sebagian besar disuplai dari luar
Papua. Oleh karena itu, dalam jangka
panjang, asesmen memperkirakan
perekonomian masih akan mencatatkan
posisi negatif pada komponen ekspor netto
perdagangan antardaerah.
1.2 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Kategori Lapangan Usaha
Berdasarkan kategori lapangan usaha,
pertumbuhan pada triwulan IV 2015
disumbangkan oleh Pertambangan dan
Penggalian yang tumbuh 21,33% (yoy).
Pertumbuhan tinggi pada triwulan ini juga
(12,86%, yoy
Grafik 1.12 Struktur dan Pertumbuhan
Ekonomi Sisi Kategori Lapangan Usaha
-10
-5
0
5
10
15
20
25
(8.000)
(3.000)
2.000
7.000
12.000
17.000
22.000
27.000
I II III IV I II III IV I II III IV
2013 2014 2015
Lainnya Adm. Pemerintahan dan Jaminan Sosial
Transportasi dan Pergudangan Perdagangan dan Reparasi
Konstruksi Pertambangan dan Penggalian
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Pertumbuhan Ekonomi [sk. kanan]
Rp miliar % yoy
sumber: BPS
sumber: BPS, diolah
Tabel 1.4 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Kategori Lapangan Usaha
2011 2012 2013 2014 2015
Total Total Total Total I II III IV Total
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 3,87 6,18 6,04 5,79 6,89 3,45 6,78 9,73 6,73
Pertambangan dan Penggalian (16,22) (6,41) 9,00 (2,67) (7,67) 25,01 (4,40) 21,33 7,77
Konstruksi 16,04 13,99 11,79 8,56 14,99 7,54 7,79 12,86 10,70
Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 9,09 9,84 9,36 7,30 8,35 7,13 8,72 8,77 8,25
Transportasi dan Pergudangan 9,90 8,74 8,15 10,26 10,39 9,04 8,63 10,06 9,53
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 10,67 8,36 2,80 15,96 10,17 12,33 7,63 13,88 11,03
Kategori Lapangan Usaha Lainnya 10,61 8,12 9,84 8,19 5,17 3,44 7,47 5,99 5,53
Produk Domestik Regional Bruto (4,28) 1,72 8,55 3,81 1,60 13,80 2,54 14,08 7,97
Kategori Lapangan Usaha2015
12
Triwulan IV 2015
Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan
Sepanjang 2015, pertumbuhan tertinggi
Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan
(yoy). Selain itu pertumbuhan juga didorong
oleh oleh kategori
yoy
(9,53%, yoy).
1.2.1 Pertanian, Kehutanan, dan
Perikanan
Lapangan usaha kategori
pada triwulan IV
2015 9,73% (yoy) tumbuh lebih tinggi
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya
(6,78%, yoy). Data produksi tanaman
pangan menunjukkan bahwa meskipun
telah memasukkan dampak El Nino, namun
secara keseluruhan, kinerjanya masih lebih
tinggi dari tahun lalu.
Sementara itu, meski berdampak negatif
terhadap tanaman pangan, El Nino justru
meningkatkan produksi perikanan. Hasil
Liaison melalui FGD dengan SKPD terkait
diperoleh informasi bahwa El Nino
menyebabkan pertumbuhan plankton
yang adalah struktur pertama pada rantai
makanan di laut menjadi lebih baik.
Akibatnya pertumbuhan ikan secara
keseluruhan jadi terdampak positif.
Sejalan dengan pertumbuhan di sektor
pertumbuhan kredit di sektor pertanian
terlihat meningkat. Meski pertumbuhannya
pada triwulan III 2015 hanya mencapai
4,5% (yoy), triwulan IV 2015 kinerjanya
semakin membaik dengan tumbuh sebesar
34,7% (yoy).
Grafik 1.13 Produksi Tanaman Pangan yang
Dominan di Provinsi Papua
0
2
4
6
8
10
12
14
-
10.000
20.000
30.000
40.000
50.000
60.000
2012 2013 2014 (ATAP) 2015 (ARAM I) 2015 (ARAM II)
Luas Panen Padi
Luas Panen Ubi Jalar
Produktivitas Padi [sk. kanan]
Produktivitas Ubi Jalar [sk. kanan]
ha ton/ha
sumber: BPS
Grafik 1.14 Kredit Sektor Pertanian,
Kehutanan dan Perikanan
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
0
200
400
600
800
1000
1200
III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015
Kredit Sektor Pertanian
Pertumbuhan [sk. kanan]
Rp miliar % yoy
sumber: Laporan Bank
13
Triwulan IV 2015
1.2.2 Pertambangan dan
Penggalian
Sebagai kategori dominan dalam struktur
ekonomi Papua, fluktuasi Pertambangan
dan Penggalian menjadi faktor kunci dalam
pertumbuhan ekonomi Papua secara
keseluruhan. Pada triwulan lalu, sektor
terkontraksi 4,40% (yoy). Sementara pada
tinggi (21,33%, yoy). Secara keseluruhan
2015, kategori ini tumbuh sebesar 7,77%
(yoy).
Setelah pada triwulan II 2014 tidak ada
ekspor karena belum didapatkannya izin
ekspor mineral mentah dari Pemerintah,
pada triwulan III 2014, produksi
pertambangan meningkat drastis bahkan
sampai mencapai kisaran atas historisnya.
Sampai saat ini level tersebut masih belum
terlampaui lagi.
Dalam jangka menengah kinerja sektor ini
diperkirakan masih akan tertahan. Hasil
asesmen Bank Indonesia menyimpulkan
terdapat setidaknya tiga faktor yang
menahan kinerja Pertambangan dan
Penggalian tersebut. Ketiga faktor
dimaksud adalah kondisi pasar komoditas
internasional, prospek tembaga dan emas
dalam jangka panjang. Secara eksternal,
pasar komoditas tembaga dan emas berada
negara utama konsumen komoditas
tersebut relatif lemah. Pertumbuhan
ekonomi Republik Rakyat Tiongkok (RRT)
yang sering menjadi indikator utama
permintaan tembaga dunia juga
mengindikasikan sinyal pelemahan. Tidak
hanya itu, bank sentral RRT juga sempat
mendevaluasi nilai tukarnya secara
signifikan untuk lebih mendorong
pertumbuhan ekonomi. Berbagai ulasan
mengenai prospek ekonomi RRT juga masih
didominasi oleh view negatif. Hal tersebut
pada gilirannya akan mempengaruhi
Grafik 1.15 Produksi Konsentrat Tembaga dan
Emas Kabupaten Mimika
-100
-50
0
50
100
150
200
250
-240
-140
-40
60
160
260
360
460
560
III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015
Produksi Konsentrat Tembaga (Cu)
Produksi Konsentrat Emas (Au)
Pertumbuhan Tembaga [sk. kanan]
Pertumbuhan Emas [sk. kanan]
Cu: juta pound
Au: ribu ounce
% yoy
sumber:
FCX Quarterly Reports
Grafik 1.16 Penjualan Konsentrat Tembaga
dan Emas Kabupaten Mimika
-100
-50
0
50
100
150
200
250
300
350
400
-150
-50
50
150
250
350
450
550
III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015
Penjualan Konsentrat Tembaga (Cu)
Penjualan Konsentrat Emas (Au)
Pertumbuhan Cu [sk. kanan]
Pertumbuhan Au [sk. kanan]
Cu: juta pound
Au: ribu ounce
% yoy
sumber: FCX Quarterly Reports
14
Triwulan IV 2015
konsumsi tembaga yang menjadi bahan
baku utama sektor industri dan konstruksi
di RRT.
Kendati demikian, dalam jangka panjang
asemen memperkirakan sektor ini akan
kembali meningkat kinerjanya. Selain
karena kesepakatan yang sudah terjalin
antara pelaku tambang utama dengan
Pemerintah terhadap keberlangsungan
investasi jangka panjang, juga disebabkan
bertambahnya kapasitas produksi.
Sebagaimana disebutkan dalam rilis resmi
perusahaan tersebut, selama periode 2016
sampai dengan 2020 induk perusahaannya
berkomitmen untuk merealisasikan 800
miliar dolar per tahun (net) guna
meningkatkan kapasitas produksi di jangka
panjang. Namun angka indikasi tersebut
masih berpotensi tidak sepenuhnya tercapai
sesuai rencana. Hal ini mengingat
perusahaan secara eksplisit menyatakan
bahwa realisasi investasi yang dilakukan
akan tetap mempertimbangkan kondisi
pasar dan ekonomi global.
1.2.3 Konstruksi
Kinerja kategori Konstruksi telah
terakselerasi dari 7,79% (yoy) pada triwulan
lalu menjadi 12,86% (yoy). Realisasi
tersebut sejalan dengan angka penjualan
semen di Provinsi Papua yang juga
meningkat signifikan dibandingkan angka
penjualan triwulan lalu.
Peningkatan pada kategori ini dapat
merupakan dampak dari percepatan
realisasi proyek infrastruktur di pada akhir
tahun. Sebagaimana informasi yang tertulis
pada Kajian sebelumnya, realisasi proyek-
proyek infrastruktur pemerintah
mencatatkan kinerja kurang optimal pada
triwulan I-III 2015. Dengan adanya tekanan
dan kewajiban untuk menyelesaikan proyek
infrastruktur tepat waktu, pertumbuhan di
triwulan IV 2015 juga meningkat signifikan.
Selain itu, keberlanjutan proses
pembangunan infrastruktur dan sarana
Grafik 1.18 Kredit Sektor Konstruksi di Papua
-50
-40
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
50
-2.000
-1.500
-1.000
-500
0
500
1.000
1.500
2.000
III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015
Kredit Konstruksi
Pertumbuhan [sk. kanan]
sumber: Laporan Bank
Rp miliar % yoy
Grafik 1.17 Penjualan Semen di Provinsi Papua
-50
-30
-10
10
30
50
70
90
(100)
(50)
-
50
100
150
200
I II III IV I II III IV I II III IV
2013 2014 2015
Penjualan Semen
Pertumbuhan [sk. kanan]
sumber: Asosiasi Semen Indonesia
ribu sak %, yoy
15
Triwulan IV 2015
pendukung jangka panjang pertambangan
juga berkontribusi atas pertumbuhan
Konstruksi di Papua.
Apabila melihat data penyaluran kredit
konstruksi, penyaluran kredit konstruksi
pada triwulan ini tumbuh sebesar 7,36%
(yoy), meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya yang mengalami kontraksi
sebesar 38,64% (yoy).
Jika memperhatikan data historis,
peningkatan penyaluran kredit di tahun
sebelumnya akan sejalan dengan kinerja
sektor Konstruksi pada tahun setelahnya.
Walaupun pada triwulan IV penyaluran
kredit ke Sektor Konstruksi tercatat positif,
namun secara keseluruhan penyaluran
kredit pada 2015 mengalami perlambatan.
Artinya kategori ini berpeluang mengalami
perlambatan pada 2016 (ceteris paribus:
jika tidak ada perubahan pada faktor-faktor
lain secara signifikan).
1.2.4 Perdagangan Besar dan
Eceran, Reparasi Mobil dan
Sepeda Motor
Nilai tambah yang dihasilkan oleh kategori
tumbuh tipis di
level 8,77% (yoy). Angka tersebut naik dari
8,72% (yoy) pada triwulan lalu. Hal ini
relatif kurang sejalan dengan hasil Survei
Konsumen yang menunjukkan tren
menurun pada pembelian durable goods di
triwulan ini. Data pendaftaran kendaraan
baru, baik roda empat maupun roda dua
menunjukkan peningkatan dibandingkan
triwulan lalu. Pada tiga triwulan sebelumnya
pertumbuhan kendaraan berada di koridor
negatif. Akan tetapi, pada triwulan IV 2015
mengalami pertumbuhan positif
dibandingkan periode yang sama tahun
lalu.
Grafik 1.20 Pendaftaran Kendaraan Baru
-20
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
-15.000
-10.000
-5.000
0
5.000
10.000
15.000
III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015
Jumlah Kendaraan Baru
Pertumbuhan [sk. kanan]
%, yoyunit
sumber: Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Papua
0
20
40
60
80
100
120
140
160
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11
2013 2014 2015
Pembelian Durable Goods
Garis 100
Optimistis
Pesimistis
sumber: Survei Konsumen
Grafik 1.21 Pembelian Durable Goods
Grafik 1.19 Perbandingan Kredit Konstruksi
dan NTB Konstruksi
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
14%
16%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
2012 2013 2014 2015
Pertumbuhan PDRB Sektor Konstruksi
Pertumbuhan Kredit Konstruksi Tahun Sebelumnya
16
Triwulan IV 2015
1.2.5 Administrasi
Pemerintahan, Pertahanan,
dan Jaminan Sosial Wajib
Sejalan dengan peningkatan realisasi
belanja pemerintah provinsi, sektor
akselerasi kinerja dari 7,63% (yoy) pada
triwulan lalu menjadi 13,88% (yoy) pada
triwulan ini. Berdasarkan data realisasi
belanja Pemda provinsi, dapat dilihat bahwa
secara tahunan, tingkat pertumbuhan
realisasi triwulan IV 2015 juga lebih tinggi
dari triwulan sebelumnya.
1.2.6 Kategori Lainnya
Kategori - kategori lainnya pada triwulan ini
secara umum mengalami akselerasi lebih
tinggi dibandingkan dengan triwulan
sebelumya. Namun beberapa sektor seperti
Jasa Keuangan, Real Estate, Jasa
Perusahaan, Jasa Pendidikan, Jasa
Kesehatan dan Kegiatan Sosial, dan Jasa
lainnya sedikit mengalami perlambatan
pertumbuhan.
Jika diperhatikan kategori jasa keuangan
yang pada triwulan lalu tumbuh 9,66%
(yoy), pada triwulan IV 2015 hanya tumbuh
sebesar 3,83% (yoy). Pembahasan lebih
lanjut atas kinerja kategori ini dapat dilihat
pada Bab 3 Kajian ini.
Grafik 1.22 Perkembangan Realisasi Total
Belanja Pemerintah Provinsi Papua
-50
0
50
100
150
200
(3.000)
(1.000)
1.000
3.000
5.000
7.000
9.000
11.000
I II III IV I II III IV I II III IV
2013 2014 2015
Total Belanja Pemdaprov
Pertumbuhan [sk. kanan]
Rp miliar % yoy
sumber: DJPK dan BPKAD Provinsi Papua
Tabel 1.5 Perkembangan Sektor Lainnya
sumber: BPS (2015)
Kategori Lapangan Usaha 2011 2012 2013 2014 2015
Total Total Total Total I II III IV Total
Industri Pengolahan 5,32 1,93 2,13 8,72 5,62 5,45 1,72 2,43 3,77
Pengadaan Listrik, Gas 6,34 10,45 7,45 6,24 (13,85) (2,85) (4,70) 4,81 (4,15)
Pengadaan Air 3,29 4,63 6,53 6,25 3,47 3,83 5,08 3,56 3,99
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 9,15 7,86 11,67 12,57 4,97 5,85 8,64 10,36 7,52
Informasi dan Komunikasi 10,66 10,23 12,79 6,63 0,82 0,69 9,62 9,73 5,19
Jasa Keuangan 10,83 7,85 13,89 7,26 10,63 (12,63) 9,66 3,83 2,63
Real Estate 13,10 10,01 11,67 8,09 4,96 5,99 5,32 7,08 5,86
Jasa Perusahaan 14,29 6,52 5,88 9,65 1,66 3,89 5,55 4,59 3,97
Jasa Pendidikan 10,64 9,62 9,75 8,15 7,18 9,27 9,07 3,99 7,24
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 12,29 8,76 9,29 9,36 9,45 9,17 9,84 5,47 8,36
Jasa lainnya 12,02 9,11 10,42 8,55 7,56 7,71 8,73 4,56 7,04
Total Lapangan Usaha Lainnya 10,61 8,12 9,84 8,19 5,17 3,44 7,47 5,99 5,53
2015
17
2
INFLASI
nflasi di Provinsi Papua1
pada triwulan IV 2015, seperti yang telah diprediksi
sebelumnya, mengalami penurunan signifikan dibandingkan triwulan lalu dari
7,07% (yoy) menjadi 3,57% (yoy). Tidak hanya itu, besarannya juga lebih rendah
dari rentang prediksi yang diantisipasi oleh Bank Indonesia pada publikasi yang lalu
(3,59 3,59%, yoy). Penurunan inflasi pada triwulan ini ini disebabkan oleh base effect
komponen administered prices dan komponen volatile food yang relatif tinggi pada
tahun lalu serta terjaganya ekspektasi inflasi di masyarakat sebagaimana dicerminkan
dalam pergerakan komponen core inflation.
2.1 Inflasi Umum
Kenaikan tingkat harga agregat (inflasi) di
Provinsi Papua pada triwulan IV 2015
terkendali di posisi 3,57% (yoy). Seperti
yang telah diprediksi pada edisi lalu, rentang
proyeksi inflasi Bank Indonesia untuk
Provinsi Papua (3,59 4,59 %, yoy)
(KEKR 2015-III, hal. 47). Selain itu, proyeksi
juga memperkirakan tekanan inflasi
terutama akan berasal dari komponen core
inflation dan volatile foods.
Apabila dibandingkan dengan nasional,
secara umum inflasi di Papua masih sedikit
lebih tinggi. Perbedaan tersebut memiliki
kecenderungan konvergensi (gap mengecil).
Secara bulanan, pergerakan tingkat harga
berada pada rentang yang relatif konsisten
dengan data 3 tahun terakhir. Tren historis
menunjukkan harga-harga relatif stabil atau
turun pada semester pertama. Kemudian,
lonjakan yang mencolok cenderung terjadi
di triwulan akhir. Fluktuasi di luar triwulan
akhir, umumnya disebabkan oleh shock dari
kebijakan pemerintah. Pada triwulan akhir,
tingkat harga mempunyai tren naik seiring
tingginya permintaan menjelang Natal dan
Tahun Baru. Namun demikian, inflasi pada
triwulan ini terlihat lebih rendah karena
base effect dari tahun sebelumnya.
Untuk triwulan IV 2015, kompilasi rilis BPS
di dua kota IHK di Papua menunjukkan
I
1
Inflasi Papua dihitung dengan menggunakan metode rerata tertimbang berdasarkan bobot kota dari inflasi
Indeks Harga Konsumen (IHK) di Kota Jayapura (0,45) dan Kabupaten Merauke (0,16).
Grafik 2.1 Perkembangan Inflasi Tahunan
0
2
4
6
8
10
12
III IV I II III IV I II III IV
2013 2014 2015
Papua
Nasional
sumber: BPS, diolah
Grafik 2.2 Perkembangan Inflasi Bulanan
-3
-2
-1
0
1
2
3
4
5
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Rerata 2010-2014 2012
2013 2014
2015
% mtm
sumber: BPS, diolah
-3
-2
-1
0
1
2
3
4
5
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2014 2015
Papua Jayapura Meraukesumber: BPS
%, mtm
Grafik 2.3 Event Analysis Inflasi
-2
-1
0
1
2
3
4
5
0
2
4
6
8
10
12
9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2013 2014 2015
yoymtm [skala kanan]
BBMs turun
Natal,Tahun Baru
BBMs naik,Natal
BBMs naik
Akhir Panen
sumber: BPS, diolah
Ramadhan
Pasca-Lebaran
% %
Pasca-Lebaran
Ramadhan
18
Triwulan IV 2015
inflasi yang rendah pada kedua kota pada
bulan Oktober dan November 2015. Tidak
hanya itu, pada Oktober Kota Jayapura
mengalami deflasi tipis. Namun demikian,
pada Desember, kedua kota sama-sama
menunjukkan kenaikan tingkat harga yang
signifikan dibandingkan bulan-bulan
sebelumnya. Hal yang masih tetap perlu
diperhatikan adalah bahwa pergerakan
inflasi daerah yang disampel untuk survei
Indeks Harga Konsumen (IHK) periode 2015
cenderung berb eda secara arah. Kondisi
tersebut mengkonfirmasi adanya disparitas
(kesenjangan) struktur ekonomi dan tata
niaga dalam satu wilayah Provinsi Papua.
Asesmen Bank Indonesia menyimpulkan
bahwa minimnya infrastruktur konektivitas
antardaerah di Papua menjadi faktor utama
penyebab masalah disparitas ini.
2.2 Komponen Inflasi
Seiring dengan ekspektasi inflasi masyarakat yang relatif terjaga, tekanan atas
komponen inti (core inflation) juga turun pada triwulan IV 2015. Komponen inti turun
signifikan dari 4,60% (yoy) di triwulan III 2015 menjadi 3,64 % (yoy) pada triwulan ini.
Komponen harga-harga yang diatur pemerintah juga turun drastis dari 9,78% (yoy)
triwulan lalu, menjadi 3,27% (yoy). Sementara itu komponen volatile food juga terlihat
mengalami penurunan yang signifikan dari 12,02% (yoy) pada triwulan sebelumnya,
menjadi 3,26% (yoy) pada triwulan ini.
sumber: BPS
Tabel 2.1 Perkembangan Inflasi Tahunan Berdasarkan Komponen
III IV I II III IV I II III IV
Core Inflation 6,55 6,61 6,01 5,66 4,67 5,10 5,39 5,72 4,60 3,64
Volatile Food 8,68 6,59 14,56 9,36 2,82 12,14 5,95 10,45 12,02 3,26
Administered Prices 17,30 18,23 15,83 11,25 7,16 18,24 12,82 14,49 9,78 3,27
Headline Inflation 8,58 8,27 9,58 7,40 4,51 9,12 6,85 8,20 7,07 3,57
2015Disagregasi Komponen
2013 2014
19
Untuk komponen inflasi inti, jika diuraikan
berdasarkan kategori komoditas pangan
dan nonpangan, keduanya mengalami
penurunan yang signifikan. Akibatnya,
inflasi inti turun dari 4,60% (yoy) di triwulan
lalu menjadi 3,64%(yoy) di triwulan IV
2015.
Dari sisi ekspektasi, inflasi yang diantisipasi
masyarakat sebagaimana yang ditunjukkan
oleh Survei Konsumen Bank Indonesia di
Kota Jayapura menunjukkan penurunan
dibandingkan triwulan sebelumnya.
Selain itu, gap ekspektasi jangka menengah
dan jangka panjang juga cenderung
konvergen meski sempat melebar di awal
triwulan. Oleh karena itu, dapat
disimpulkan bahwa tingkat harga agregat
yang saat ini terbentuk telah sesuai dengan
level yang diantisipasi oleh masyarakat.
Dengan demikian, tekanan atas inflasi inti
diperkirakan akan semakin mereda ke
depannya, kecuali terjadi shock yang belum
diantisipasi oleh perekonomian.
Grafik 2.5 Disagregasi Komponen Inflasi Bulanan
-8
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
10
12
14
6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2013 2014 2015
Core Inflation
Volatile Food
Administered Prices
sumber: BPS, diolah
% mtm
Grafik 2.6 Disagregasi Inflasi Bulanan
Komponen Core Inflation
-1,0
-0,5
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2014 2015
Core
Core Pangan
Core Nonpangansumber: BPS, diolah
% mtm
Grafik 2.7 Ekspektasi Inflasi Konsumen
0
50
100
150
200
250
9 12 3 6 9 12 3 6 7 8 9 10 11 12
2013 2014 2015
Ekspektasi Inflasi 3 Bulan YADEkspektasi Inflasi 6 Bulan YADEkspektasi Inflasi 12 Bulan YAD
sumber: Survei Konsumen
sumber: BPS, diolah
Tabel 2.2 Perkembangan Inflasi Bulanan Komponen Volatile Food Berdasarkan Subkelompok
Komponen-Subkelompok
Inflasi
Desember
2014
Inflasi
September
2015
Inflasi
Desember
2015
Rerata
periode
Des-14
Des-15
Deviasi
Standar
Des-14
Des-15
Koefisien
Variasi
(%)
Volatile Food 11,19 2,35 3,82 1,17 3,39 289
Padi-padian, Umbi-umbian dan Hasilnya 7,10 0,49 0,12 1,09 2,70 247
Daging dan Hasil-hasilnya 0,36 3,16 2,53 0,33 1,72 528
Ikan Segar 14,31 (1,37) 0,80 1,48 4,97 335
Ikan Diawetkan (1,19) 0,89 1,09 (1,42) 8,29 585
Telur, Susu dan Hasil-hasilnya 1,18 0,10 3,44 0,61 1,73 284
Sayur-sayuran 11,99 5,86 2,89 1,37 5,70 415
Kacang-kacangan 0,00 0,26 2,12 0,56 1,02 181
Buah-buahan 8,81 5,24 0,70 0,70 3,89 552
Bumbu-bumbuan 54,56 16,67 36,22 5,55 22,91 413
Lemak dan Minyak 2,15 2,83 0,17 0,54 1,35 247
Bahan Makanan Lainnya 0,58 4,52 0,73 0,48 2,37 492
20
Triwulan IV 2015
Untuk komponen volatile food,
pergerakannya menurun tajam pada
triwulan IV 2015 (3,82%, yoy). Secara
besaran bulanan, nilainya masih di atas
rata-rata inflasi dalam setahun terakhir
(1,17%, mtm). Komoditas yang berfluktuasi
paling tinggi2
adalah yang termasuk dalam
-
-
Sebagai ilustrasi, hasil Survei Pemantauan
Harga yang dilakukan oleh Bank Indonesia
di Jayapura, rata-rata harga tomat sayur per
kg pada September 2015 adalah Rp16.552.
Sementara pada Oktober, harga rata-
ratanya hanya Rp11.911. Sementara itu,
pada Desember, harganya telah menjadi
Rp13.984. Contoh lainnya adalah
komoditas cabai merah. Pada Oktober
2015, rata-rata harganya sekitar Rp53.541.
Sementara itu, pada Desember 2015 harga
rata-ratanya sudah mencapai Rp74.473.
Pergerakan harga yang demikian
menyebabkan tingkat harga secara umum
menjadi fluktuatif. Agar dapat
mengendalikan fluktuasi harga di kelompok
ini, kerja sama berbagai pihak khususnya
melalui Tim Pengendalian Inflasi Daerah
(TPID) perlu semakin diperkuat.
Informasi mengenai volatile food tersebut
dapat dijadikan pertimbangan untuk
kebijakan pengendalian inflasi dalam
rangka menjaga keterjangkauan barang
dan jasa di daerah, sebagaimana yang
diamanatkan oleh Instruksi Menteri Dalam
Negeri Nomor 027/1696/SJ Tahun 2013.
Dengan informasi tersebut, opsi kebijakan
pengendalian harga dapat difokuskan pada
komoditas dari subkelompok komoditas
yang mempunyai andil besar bagi inflasi.
Terkait komponen administered prices,
risiko kenaikan harga komoditas minyak
2
Fluktuasi tertinggi dilihat dari nilai koefisien
variasi antara nilai deviasi standar dan
reratanya.
0,00
10.000,00
20.000,00
30.000,00
40.000,00
50.000,00
60.000,00
70.000,00
80.000,00Beras
Tomat Sayur
Cabe Merah
Bawang Merah
sumber: Survei Konsumen
Grafik 2.8 Harga Beberapa Bahan Pangan
berdasarkan Survei Pemantauan Harga
21
Triwulan IV 2015
dunia yang diprediksi akan semakin
mengecil. Sempat mencatatkan rebound
(kenaikan kembali) pada bulan Maret 2015,
harga minyak dunia kembali tertekan
menuju level paling rendah dalam 10 tahun
terakhir. Kebijakan pemerintah yang sempat
menaikkan harga BBM pada Maret 2015
menunjukkan bahwa dampak terhadap
inflasi sangat kecil, berbeda dengan
kebijakan kenaikan harga BBM pada tahun-
tahun sebelumnya.
Perlu diperhatikan bahwa seandainya harga
minyak dunia kembali naik dan pemerintah
kembali menempuh kebijakan menaikkan
harga BBM bersubsidi mengingat setiap
kebijakan menaikkan akan dilakukan secara
bertahap pengaruhnya bagi tingkat harga
secara keseluruhan diperkirakan tidak akan
sebesar dampak yang ditimbulkan oleh
rezim subsidi sebelumnya yang menerapkan
fixed price subsidy).
Tidak hanya itu, tren dampak kenaikan
harga BBM bersubsidi juga menunjukkan
penurunan secara konsisten. Dengan kata
lain, masyarakat telah semakin mampu
mengadaptasi fluktuasi harga BBM
bersubsidi. Oleh karena itu, ke depannya isu
kenaikan harga BBM bersubsidi
diperkirakan akan mengecil dampaknya
terhadap pembentukan harga di
perekonomian.
2.3 Kelompok Komoditas
Dekomposisi atas kelompok komoditas
penyusunnya menunjukkan bahwa
pergerakan inflasi Papua pada triwulan IV
Tabel 2.3 Perkembangan Inflasi Tahunan Berdasarkan Kelompok
sumber: BPS
Grafik 2.9 Pola Historis Inflasi Bulanan Akibat
Kenaikan Harga BBM Bersubsidi
1,5
6,8
5,9
3,4
1,2
0,3
4,3
-2
-1
0
1
2
3
4
5
6
7
8
2005-3 2005-10 2008-5 2013-6 2014-11 2015-3
m-1 M m+1
m+2 tren (M)
%, mtm
sumber: BPS, diolah
M : bulan kenaikan harga BBM bersubsidi
III IV I II III IV I II III IV
Bahan Makanan 8,21 7,12 14,12 9,02 3,52 11,56 6,27 10,48 11,67 4,34
Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau 5,37 8,18 9,25 8,86 10,15 8,78 8,63 8,74 6,30 5,26
Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar 8,22 9,18 8,25 7,26 5,82 7,44 7,06 7,59 5,12 3,16
Sandang 3,70 4,07 4,63 4,95 3,88 4,02 4,37 4,73 3,21 3,91
Kesehatan 2,89 3,80 5,56 4,88 2,86 4,47 6,73 7,67 7,46 5,93
Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga 3,75 3,73 3,25 3,22 2,23 3,91 4,58 4,57 4,75 3,29
Transpor, Komunikasi & Jasa Keuangan 15,40 11,97 8,93 6,32 1,78 11,43 7,29 8,48 6,20 0,50
UMUM 8,58 8,27 9,58 7,40 4,51 9,12 6,85 8,20 7,07 3,57
Kelompok Komoditas2013 2014 2015
22
Triwulan IV 2015
2015 dipengaruhi kelompok komoditas
Kesehatan dan kelompok Makanan Jadi,
Minuman, Rokok, dan Tembakau.
Pada triwulan IV 2015, kenaikan harga
komposit komoditas Bahan Makanan tidak
sebesar triwulan-triwulan sebelumnya, yaitu
hanya sebesar 4,34% (yoy). Angka tersebut
turun signifikan dibandingkan triwulan
sebelumnya yang mencapai 11,67% (yoy).
Kenaikan tingkat harga pada kelompok
komoditas Bahan Makanan tersebut sejalan
dengan inflasi pada komponen volatile
foods.
Sejalan dengan penurunan harga BBM
bersubsidi, harga gabungan untuk
Perubahan indeksnya secara tahunan naik
dari 6,20% (yoy) menjadi 0,50% (yoy).
Secara historis kelompok ini merupakan
indikator atas kebijakan Pemerintah terkait
harga BBM bersubsidi sekaligus respons
pertama atas kebijakan tersebut. Respons
terbesar biasanya terjadi pada subkelompok
transpor.
2.4 Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah
Perkembangan harga barang dan jasa di
Provinsi Papua sepanjang 2015 relatif
berfluktuasi dengan inflasi akhir tahun
mencapai 3,56% (yoy). Angka realisasi
inflasi Papua tersebut relatif berada dalam
rentang sasaran inflasi nasional sebesar
4%±1%. Meskipun demikian, rendahnya
angka realisasi inflasi di akhir tahun tersebut
bukan disebabkan oleh faktor fundamental
perekonomian, namun lebih dipengaruhi
oleh faktor base effect. Sebagaimana
diketahui, inflasi Papua secara bulanan pada
Desember 2014 berada di level yang tinggi
sebesar 4,33%, sementara inflasi bulanan
pada Desember 2015 mencapai 1,82%.
Dengan demikian, apabila realisasi inflasi
kedua periode tersebut dibandingkan maka
23
Triwulan IV 2015
inflasi tahunan pada 2015 menjadi lebih
rendah. Selain itu, secara riil, tekanan harga
komoditas pada akhir 2015 khususnya
bumbu dan tarif angkutan udara relatif
tinggi. Bahkan, tingkat inflasi cabai rawit di
Papua mencapai 121,04% dan menjadi
yang tertinggi secara nasional.
Tekanan inflasi ke depan diperkirakan akan
semakin berat. Kondisi perekonomian yang
sangat dinamis membuat pemerintah pusat
harus melakukan berbagai penyesuaian tarif
dan harga sehingga berpotensi memicu
kenaikan tingkat harga. Selain itu, kondisi
cuaca yang relatif sulit diprediksi dan
tingginya ketergantungan Papua terhadap
komoditas dari daerah produsen di luar
Papua juga semakin memperbesar tekanan
inflasi. Untuk mengantisipasi tekanan inflasi
tersebut maka koordinasi pengendalian
inflasi perlu lebih ditingkatkan dan
dioptimalkan, salah satunya melalui Tim
Pengendalian Inflasi Daerah (TPID). Sebagai
informasi, hingga saat ini baru terbentuk 4
TPID di Papua, yaitu TPID Provinsi Papua,
TPID Kota Jayapura, TPID Kabupaten
Merauke dan yang baru saja terbentuk TPID
Kabupaten Jayawijaya. Sementara di 26
kabupaten lainnya di Papua masih belum
terbentuk TPID.
Dengan menyadari pentingnya koordinasi
dalam pengendalian inflasi, Pemerintah
telah menginstruksikan seluruh Kepala
Daerah (Gubernur, Walikota, dan Bupati) di
wilayah Indonesia yang belum memiliki TPID
agar segera membentuk TPID. Hal ini
mengacu pada arahan Presiden dalam
Rakornas TPID VI pada Mei 2015 dan
Instruksi Menteri Dalam Negeri No.
027/1696/SJ tanggal 2 April 2013 tentang
Menjaga Keterjangkauan Barang dan Jasa
di Daerah serta Instruksi Menteri Dalam
Negeri No.500/6414/SJ tanggal 19
September 2013 perihal Rencana Aksi
Tindak Lanjut Paket Kebijakan Stabilisasi
dan Pertumbuhan Ekonomi.
24
Triwulan IV 2015
Berkenaan dengan hal tersebut, Bank
Indonesia akan berupaya semaksimal
mungkin untuk menginisiasi pembentukan
TPID seluruh kabupaten/kota di Papua.
Namun demikian, agar upaya tersebut
dapat terlaksana dengan baik, diperlukan
dukungan dari seluruh pengampu
kebijakan, khususnya para kepala daerah
untuk dapat mempercepat dan
memfasilitasi pembentukan TPID tersebut.
Akhirnya, harapan untuk mencapai inflasi
Papua yang terkendali dapat terwujud dan
memberikan manfaat nyata bagi
masyarakat.
25
3 PERBANKAN DAN
SISTEM PEMBAYARAN
inerja perbankan di Provinsi Papua masih menunjukkan pelemahan. Dari sisi aset,
kinerjanya melambat dari 11,54% (yoy) triwulan lalu menjadi 6,93% (yoy) pada
triwulan IV 2015. Dari sisi penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK), pelemahan
terjadi pada penghimpunan dana Giro dan Deposito yang mengalami kontraksi
dibandingkan dengan tahun lalu. Namun demikian, penghimpunan dana masyarakat
dalam bentuk Tabungan masih meningkat. Selanjutnya, aktivitas intermediasi
mengalami peningkatan, yang mana LDR naik dari 55% pada triwulan III 2015 ke 62%
di triwulan ini. Sementara itu, spread suku bunga DPK dengan suku bunga kredit yang
relatif tinggi mengindikasikan efisiensi biaya intermediasi masih perlu ditingkatkan.
Terkait keuangan inklusif, indikator di Papua secara signifikan di bawah rata-rata
nasional. Sementara untuk sistem pembayaran, baik untuk tunai maupun nontunai
menunjukkan posisi net outflow pada triwulan IV 2015.
3.1 Perkembangan Perbankan
Secara umum perbankan di Provinsi Papua
menunjukkan pelemahan kinerja. Lesunya
perekonomian global yang menyebabkan
tekanan pada perekonomian domestik
seperti penurunan pertumbuhan ekonomi,
penurunan harga komoditas, dan fluktuasi
nilai tukar memberikan dampak ke sektor
keuangan
Dari sisi aset, tanda-tanda pelemahan
kinerja perbankan yang dimulai sejak
triwulan II 2015, semakin nampak pada
triwulan IV 2015. Pertumbuhan aset
melambat dari 23,01% (yoy) pada triwulan
II 2015, kemudian turun 16,74% (yoy) pada
triwulan III 2015, dan masih terus turun ke
level 6,93% pada triwulan ini. Apabila
dilihat dari pola historis, aset perbankan
cenderung turun pada triwulan IV. Hal ini
disebabkan oleh kebutuhan likuiditas yang
meningkat pada akhir tahun, terutama dari
sektor pemerintah terkait realisasi
anggaran.
Jika memperhatikan penghimpunan Dana
Pihak Ketiga (DPK) oleh perbankan di
Papua, dapat dilihat bahwa pertumbuhan
deposito cenderung menurun sejak triwulan
K
Grafik 3.1 Perkembangan Aset Perbankan
Grafik 3.2 Perkembangan Penghimpunan DPK
-10
-5
0
5
10
15
20
25
30
35
40
(10.000)
(5.000)
-
5.000
10.000
15.000
20.000
25.000
30.000
35.000
40.000
III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015
Giro Tabungan Deposito
growth Giro (sk. kanan) gr. Tabungan (sk. kanan) gr. Deposito (sk. kanan)
sumber: Laporan Bank
Rp miliar%, yoy
0
5
10
15
20
25
-
10.000
20.000
30.000
40.000
50.000
60.000
III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015
Total Aset
Pertumbuhan (sk. Kanan)
sumber: Laporan Bank
Rp miliar %, yoy
26
Triwulan IV 2015
IV 2014. Perlu diperhatikan bahwa pada
triwulan ini, penempatan deposito oleh
masyarakat mengalami pertumbuhan
negatif. Begitu pula dengan pertumbuhan
dana giro yang juga mengalami
pertumbuhan negatif pada triwulan ini.
Sementara pertumbuhan positif hanya
dicatatkan oleh tabungan yang mengalami
pertumbuhan sebesar 38,9% yoy.
Pertumbuhan negatif pada deposito dan
pertumbuhan positif pada tabungan dapat
menjadi indikasi awal bahwa investor atau
masyarakat cenderung mengurangi
penempatan dana pada instrumen
simpanan yang mempunyai tenor lebih
panjang dan memindahkan kepada
instrumen simpanan yang dapat diambil
sewaktu-waktu.
Jika pertumbuhan aset dan penghimpunan
DPK perbankan mengalami pelemahan, dari
sisi aktivitas intermediasi, kinerja perbankan
masih relatif stabil. Loan to Deposit Ratio
(LDR) perbankan naik dari 55% pada
triwulan lalu ke level 62% pada triwulan IV
2015. Peningkatan level LDR tersebut bukan
karena diakibatkan penyaluran kredit yang
meningkat tinggi, namun lebih dikarenakan
menurunnya DPK yang dihimpun oleh
perbankan.
Kompilasi laporan bank terbaru
menunjukkan bahwa penyaluran kredit
untuk Konsumsi dan Modal Kerja relatif
membaik. Akan tetapi, kinerja penyaluran
Investasi terus melemah secara signifikan
dan masih terkontraksi pada triwulan IV
2015. Hal ini perlu mendapatkan perhatian
lebih karena pertumbuhan negatif pada
kredit untuk investasi telah berlangsung
sejak dari triwulan III 2015.
Dari sisi sektoral, untuk sektor-sektor
penerima kredit terbesar, penyalurannya
mengalami pertumbuhan untuk sektor
konstruksi dan perdagangan. Pertumbuhan
kredit di sektor perdagangan yang pada
triwulan lalu mengalami pertumbuhan
signifikan sebesar 41% yoy, pada triwulan
Grafik 3.3 Kinerja Intermediasi Perbankan
Grafik 3.4 Penyaluran Kredit Menurut
Penggunaan
(25)
(15)
(5)
5
15
25
35
45
(12.500)
(7.500)
(2.500)
2.500
7.500
12.500
17.500
22.500
III IV I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014 2015
Modal Kerja InvestasiKonsumsi g. Modal Kerja (sk. kanan)
sumber: Laporan Bank
Rp miliar%, yoy
Grafik 3.5 Penyaluran Kredit Menurut
Sektor Usaha dengan Pangsa Terbesar
(50)
(30)
(10)
10
30
50
70
90
(4.000)
(2.000)
-
2.000
4.000
6.000
8.000
III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015
Pertanian Konstruksi Perdagangan
g. Pertanian (sk. kanan) g. Konstruksi (sk. kanan) g. Perdagangan (sk. kanan)
sumber: Laporan Bank
Rp miliar %, yoy
0
2
4
6
8
10
12
14
III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015
DPK PapuaDPK NasionalKredit PapuaKredit Nasional
sumber: Laporan Bank p.a. (per annum/ per tahun)
% p.a.
sprea
59
55
62
-
10
20
30
40
50
60
70
-
10.000
20.000
30.000
40.000
50.000
60.000
III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015
Total Aset
DPK
Penyaluran Kredit
LDR (sk. kanan)
Rp miliar%
sumber: Laporan Bank
27
Triwulan IV 2015
ini tetap tumbuh sebesar 19% yoy.
Sedangkan pertumbuhan kredit sektor
Konstruksi yang pada triwulan sebelumnya
mengalami kontraksi, pada triwulan IV
2015 menguat sebesar 7%. Hal tersebut
sejalan dengan pertumbuhan ekonomi
daerah pada triwulan IV dimana sektor
konstruksi dan sektor perdagangan
mengalami pertumbuhan positif masing-
masing sebesar 12,86% dan 8,77%.
Sementara itu, kredit di sektor Pertanian
mengalami sedikit pelemahan.
Untuk kinerja spread suku bunga yang
dikenakan oleh perbankan di Papua
terhadap kreditornya, secara umum masih
lebih tinggi dibandingkan suku bunga yang
ditanggung oleh kreditor secara nasional.
Sementara itu, suku bunga yang dinikmati
oleh pihak ketiga yang melakukan
penempatan dana di perbankan Papua
secara umum lebih rendah dari rata-rata
nasional. Kondisi tersebut mengindikasikan
kapasitas dan kapabilitas perbankan di
Papua dalam meningkatkan efisiensi biaya
intermediasi masih perlu ditingkatkan. Hal
ini bukan saja menjadi tanggung jawab
perbankan melainkan juga berbagai
pemangku kepentingan di daerah, terutama
pemerintah daerah. Upaya meningkatkan
efisiensi perbankan membutuhkan juga
dukungan sarana dan prasarana penunjang
sektor keuangan seperti infrastruktur
konektivitas fisik, telekomunikasi, dan
teknologi informasi. Dukungan lainya yang
tak kalah penting adalah kepastian hukum,
stabilitas politik dan jaminan rasa aman
yang saat ini dipersepsikan masih belum
optimal.
Selain efisiensi dalam intermediasi,
permasalahan lain yang mengemuka di
sektor perbankan Papua adalah tingginya
Gross Non-Performing Loans (Gross NPL).
Tingginya NPL Papua dalam beberapa
triwulan terakhir telah menarik perhatian
otoritas pengawas perbankan (baik secara
makroprudensial maupun mikroprudensial).
28
Triwulan IV 2015
Hal ini mendorong perbankan melakukan
usaha-usaha penurunan NPL. Hasilnya mulai
terlihat pada triwulan ini dengan turunnya
NPL dari 6,01% pada triwulan lalu menjadi
5,03% pada triwulan IV 2015. Namun
demikian, angka tersebut masih sedikit di
atas batas aman risiko kredit yang
diindikasikan oleh Bank Indonesia (5%).
Perlu diperhatikan bahwa angka tersebut
masih bersifat Gross. Untuk mengatasi
permasalahan NPL ini perbankan di Papua
sebenarnya telah melakukan mitigasi risiko
dan pencadangan atas kredit berkualitas
buruk tersebut. Namun demikian, hal ini
tetap perlu mendapat perhatian serius dari
berbagai pemangku kepentingan dan
pemangku kebijakan di Provinsi Papua.
Tabel 3.2 Penyaluran Kredit Menurut Sektor di Papua
sumber: Laporan Bank Umum
sumber: Laporan Bank Umum
Tabel 3.1 Non-Performing Loan Ratio Perbankan di Papua
III IV I II III IV I II III IV
Gross NPL Ratio (%) 1,91 1,75 2,00 3,11 3,24 3,91 4,44 4,74 6,01 5,03
Kredit Penggunaan
Modal Kerja 2,71 2,63 3,03 4,31 4,32 5,99 6,93 7,34 10,78 9,11
Investasi 1,92 1,45 1,48 4,40 4,54 6,28 7,25 7,37 4,28 3,85
Konsumsi 1,27 1,16 1,29 1,59 1,73 1,36 1,50 1,62 1,91 1,55
Kredit Sektoral -
1. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 1,32 1,17 1,32 2,09 2,29 1,41 1,36 1,73 1,38 26,47
2. Pertambangan dan Penggalian - - - - - - 3,70 5,36 - 4,65
3. Industri Pengolahan 4,95 5,10 7,98 20,73 21,47 22,94 22,86 21,90 4,35 21,10
4. Pengadaan Listrik dan Gas 10,34 9,68 9,68 9,09 6,82 6,12 8,33 9,30 - 11,76
5. Pengadaan Air - - - - - - - - - -
6. Konstruksi 3,16 3,01 3,24 5,47 4,84 17,23 24,02 18,49 3,15 15,90
7. Perdagangan Besar dan Eceran 2,33 2,28 2,55 3,24 3,11 2,77 3,20 4,16 10,95 3,28
8. Transportasi dan Pergudangan 1,29 1,42 1,75 12,13 12,46 14,60 15,12 16,72 4,08 16,32
9. Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 1,58 1,10 1,88 1,80 2,62 2,37 3,64 5,73 4,93 5,66
10. Informasi dan Komunikasi - - - - - - - - - -
11. Perantara Keuangan - - - 1,25 - - - - - -
12. Real Estate dan Usaha Persewaan 5,26 1,78 2,22 2,29 5,11 4,68 2,17 3,23 2,86 4,29
13. Jasa Perusahaan 2,85 3,24 3,59 3,94 2,99 3,15 4,15 4,91 5,00 4,72
14. Administrasi Pemerintahan, Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib - - - - - - - - - -
15. Jasa Pendidikan 11,76 12,90 12,50 16,67 13,79 28,57 33,33 31,25 20,00 21,43
16. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 8,33 8,33 6,45 6,67 6,25 6,45 6,67 5,56 - 8,11
17. Lainnya 1,29 1,17 1,33 1,71 1,92 1,67 1,84 2,13 3,73 2,04
Prov insi Papua201520142013
2015
III IV I II III IV I II III IV
Kredit Sektoral (Rp miliar) 16.847 17.642 18.034 19.060 19.701 20.317 20.171 21.185 21.438 1.104
1. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 302 599 604 670 700 711 733 923 434 184
2. Pertambangan dan Penggalian 77 62 46 55 78 49 54 56 5 2
3. Industri Pengolahan 545 510 376 357 340 327 315 306 161 69
4. Pengadaan Listrik dan Gas 29 31 31 33 44 49 36 43 22 4
5. Pengadaan Air - - 2 4 7 5 3 6 2 -
6. Konstruksi 1.296 1.261 1.327 1.516 1.923 1.526 1.295 1.558 1.175 260
7. Perdagangan Besar dan Eceran 4.213 4.259 4.430 4.723 4.887 5.156 5.252 5.599 6.901 201
8. Transportasi dan Pergudangan 388 422 457 544 570 596 602 586 466 94
9. Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 632 637 637 667 686 675 660 681 365 38
10. Informasi dan Komunikasi 6 7 10 10 18 18 18 18 7 -
11. Perantara Keuangan 116 125 105 160 96 135 128 124 60 -
12. Real Estate dan Usaha Persewaan 152 169 225 175 176 171 184 186 140 9
13. Jasa Perusahaan 246 247 223 203 201 222 217 224 220 10
14. Administrasi Pemerintahan, Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib 3 3 3 6 4 111 37 2 1 -
15. Jasa Pendidikan 34 31 32 18 29 14 12 16 10 3
16. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 24 24 31 30 32 31 30 36 29 3
17. Sektor Lainnya dan Bukan Lapangan Usaha 8.783 9.253 9.498 9.889 9.910 10.522 10.594 10.821 11.438 228
2014Prov insi Papua
2013
29
Triwulan IV 2015
3.1.1 Ketahanan
Sektor Korporasi dan
Rumah Tangga
Berdasarkan porsinya dalam total
penyaluran kredit di Provinsi Papua, 5 sektor
penerima terbesar pada triwulan III 2015
adalah:
1. Perdagangan Besar dan Eceran
(Rp6,1 triliun)
2. Konstruksi (Rp1,6 triliun)
3. Pertanian, Kehutanan dan
Perikanan (Rp695 miliar)
4. Penyediaan Akomodasi dan Makan
Minum (Rp671 miliar)
5. Transportasi dan Pergudangan
(Rp576 miliar).
Dari kelima sektor tersebut, sektor dengan
urutan NPL tertinggi adalah Sektor
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
(26,47%) disusul oleh sektor Industri
Pengolahan (21,10%). Yang perlu
mendapat perhatian adalah NPL pada
kedua sektor tersebut mengalami kenaikan
signifikan daripada triwulan lalu.
Berdasarkan angka NPL ini, para pemangku
kepentingan perlu memberikan perhatian
lebih kepada risiko kredit sektor dimaksud.
Para pemangku kepentingan dimaksud
bukan hanya para nasabah, pemilik dan
manajemen perbankan melainkan juga
otoritas pengawas sistem keuangan secara
mikroprudensial serta institusi pemerintahan
terkait.
Untuk sektor rumah tangga, sebagian besar
kredit disalurkan merupakan kredit
Multiguna dan KPR/KPA. Pertumbuhannya
kredit untuk sektor rumah tangga
mengalami pertumbuhan 6% yoy yang
disokong oleh pertumbuhan KPR yang
mencapai 16% yoy pada triwulan ini. Gross
NPL pada kredit sektor rumah tangga pada
triwulan IV 2015 berada di level 1,63%,
menurun signifikan dibandingkan dengan
triwulan lalu yang mencapai 2,34% pada
triwulan lalu.
Grafik 3.8 NPL Kredit Rumah Tangga
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
3,5
4,0
-
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
7.000
8.000
9.000
10.000
III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015
Kredit RT KPR/KPA MultigunaNPL Kredit RT NPL KPR/KPA NPL Multiguna
sumber: Laporan Bank
Rp miliar%
Grafik 3.7 Pertumbuhan Kredit Rumah Tangga
(40)
(20)
-
20
40
60
80
100
(4.000)
(2.000)
-
2.000
4.000
6.000
8.000
10.000
III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015
Kredit RT KPR/KPA Multiguna g. Kredit RT g.KPR/KPA g.Multiguna
sumber: Laporan Bank
Rp miliar%, yoy
30
Triwulan IV 2015
3.1.2 Ketahanan Sektor UMKM
Penyaluran kredit kepada sektor UMKM
secara nilai total sebagian besar
didistribusikan kepada kelompok usaha
Menengah. Total posisi penyaluran kepada
UMKM hingga triwulan ini mencapai Rp9,2
triliun dari total Rp21,9 triliun yang
disalurkan oleh perbankan di Papua. Alokasi
tersebut cenderung meningkat antar
triwulan.
Risiko kredit sektor ini pada triwulan ini naik
dibandingkan triwulan lalu, berbeda
dengan NPL di Provinsi Papua yang
menurun pada triwulan ini. Secara
keseluruhan, NPL sektor ini berada di
kisaran 9,87% dari total kredit yang
disalurkan. Triwulan lalu NPL sektor UMKM
berada di kisaran 5,58%. Pada triwulan IV
2015, NPL tertinggi dimiliki oleh Subsektor
Kredit Menengah yang mencapai 15,79%,
lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan
III 2015 sebesar 7,10%.
3.1.3 Perkembangan Indikator
Keuangan Inklusif
Sejak triwulan II 2015, Kajian telah
menambahkan ulasan mengenai
perkembangan indikator keuangan inklusif
(financial inclusion) di Papua, khususnya
terkait sektor perbankan.
Pengukuran indikator keuangan yang resmi
dilakukan oleh Bank Indonesia pada
dasarnya mencakup 3 dimensi yaitu akses
(access), penggunaan (usage), dan kualitas
(quality). Namun demikian, dengan alasan
ketersediaan data, Kajian ini hanya
melakukan pengukuran berkala untuk 2
aspek saja, yaitu: akses dan penggunaan.
Grafik 3.9 Pertumbuhan Kredit UMKM
(40)
(30)
(20)
(10)
-
10
20
30
40
(10.000)
(5.000)
-
5.000
10.000
III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015
Kredit Mikro Kredit Kecil
Kredit Menengah g. Kredit Mikro
Rp miliar %, yoy
sumber: Laporan Bank
Grafik 3.10 NPL Kredit UMKM
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
-
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
7.000
8.000
9.000
10.000
III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015
Kredit Mikro Kredit Kecil Kredit Menengah
NPL Kredit Mikro NPL Kredit Kecil NPL Kredit Menengah
Rp miliar %
sumber: Laporan Bank
31
Triwulan IV 2015
\
Dari sisi akses, indikator keuangan inklusif
menunjukkan bahwa tingkat inklusivitas
kantor bank per 100.000 penduduk usia 15
perbedaan yang mencolok dibandingkan
dengan rata-rata nasional. Akan tetapi,
apabila diukur dalam dimensi wilayah
(jumlah kantor bank per 1.000 km2
), sangat
terlihat disparitas antara akses keuangan
penduduk di Papua dengan rata-rata
nasional. Secara nasional, dalam suatu area
dengan luas 1.000 km2
rata-rata dapat
ditemukan setidaknya 13 kantor bank.
Sementara itu, dalam luas radius yang sama
di Papua belum tentu dapat ditemukan
satupun bank.
Untuk dimensi penggunaan, akses
penduduk di Papua terhadap produk
simpanan lebih rendah dibandingkan rata-
rata nasional. Di Papua, per seribu
penduduk dewasa, terdapat 820 rekening
simpanan (Dana Pihak Ketiga). Sementara
secara nasional, terdapat 936 rekening
simpanan. Kesenjangan semakin mencolok
ketika indikator akses keuangan dilihat
dengan membandingkan akses ke pinjaman
(kredit). Secara nasional, angka rasio
rekening kredit per seribu penduduk usia
kerja mencapai 221 rekening . Hal tersebut
kontras dengan rasio di Provinsi Papua yang
hanya 92 rekening kredit per seribu
Tabel 3.3 Indikator Keuangan Inklusif di Provinsi Papua
sumber: Laporan Bank Umum
III IV I II III IV I II III IV
Indikator Keuangan Inklusif (Aspek Akses)
Jumlah Kantor Bank per 100.000 Penduduk Usia 15+
Papua 12,3 12,6 13,0 13,0 12,8 13,5 13,3 13,3 13,2 13,4
Nasional 12,5 12,9 12,9 13,1 13,2 13,6 13,6 13,7 13,7 20,5
Jumlah Kantor Bank per 1000 km2
Papua 0,8 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9
Nasional 11,8 12,2 12,3 12,4 12,7 13,0 13,1 13,2 13,3 19,9
Indikator Keuangan Inklusif (Aspek Penggunaan)
Jumlah Rekening DPK per 1000 Penduduk Usia 15+
Papua 658 773 777 759 767 795 766 775 780 820
Nasional 766 861 866 862 876 903 877 893 906 935
Jumlah Rekening Kredit per 1000 Penduduk Usia 15+
Papua 82 83 87 89 89 91 90 91 90 92
Nasional 219 217 215 218 218 221 220 220 219 221
2015Prov insi Papua
2013 2014
32
Triwulan IV 2015
penduduk dewasa. Artinya, probabilitas
penduduk di Provinsi Papua untuk
memperoleh fasilitas kredit secara signifikan
lebih rendah dari rata-rata nasional.
3.2 Perkembangan Sistem Pembayaran
Aliran uang kartal melalui Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Papua
menunjukkan posisi net outflow pada
triwulan ini. Hal tersebut sejalan dengan
pola historis pada periode laporan. Posisi
net outflow sebesar Rp4,58 triliun tersebut
menggambarkan kecenderungan untuk
menarik uang dari sistem perbankan
menjelang akhir tahun. Kecenderungan
tersebut dapat dimaklumi karena umumnya
pada triwulan akhir tahun adalah masa
pembayaran proyek dan kebutuhan
konsumsi masyarakat menjelang Hari Natal
dan Tahun Baru.
Sementara itu, jumlah Uang Tidak Layak
Edar (UTLE) yang dimusnahkan di Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Papua
pada triwulan IV 2015 lebih sedikit
dibandingkan triwulan yang sama pada
tahun lalu. Pemusnahan UTLE tersebut
merupakan bagian dari upaya Bank
Indonesia untuk memenuhi kebutuhan
uang layak edar di seluruh wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia. UTLE tersebut
berasal dari setoran perbankan serta
langkah aktif melalui intervensi langsung ke
masyarakat. Intervensi dimaksud adalah
layanan kas keliling yang rutin diadakan
sekitar 3 kali seminggu. Kegiatan kas
keliling juga mencapai daerah terpencil dan
daerah terdepan perbatasan dengan negara
lain.
Terkait sistem pembayaran nontunai, terjadi
peningkatan signifikan baik secara volume
maupun nilai transaksi yang dilakukan
melalui Sistem Kliring Nasional Bank
Indonesia (SKNBI). Implementasi SKNBI
Generasi II pada triwulan II 2015
Grafik 3.11 Aliran Uang Kartal melalui
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Papua
Grafik 3.12 Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar di
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Papua
Grafik 3.13 Perkembangan Transaksi SKNBI
(8.000)
(6.000)
(4.000)
(2.000)
-
2.000
4.000
6.000
III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015
Outflow
Inflow
Netflow
Rp miliar
0
100
200
300
400
500
600
III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015
Pemusnahan UTLERp miliar
-
10.000
20.000
30.000
40.000
50.000
60.000
70.000
-
500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
3.500
III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015
Nominal
Volume
Rp juta lembar warkat
33
Triwulan IV 2015
menyebabkan perkembangan transaksi
nontunai di Papua naik secara konsisten.
Pada triwulan IV 2015, nilai yang
ditransaksikan melalui kliring mencapai
Rp3,12 triliun dengan volume di atas 58
ribu warkat. Jumlah tersebut mengalami
kenaikan secara signifikan dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya yang hanya
mencatatkan nilai sebesar Rp 1,5 triliun
dengan volume hanya 47 ribu warkat. Hal
ini selain disebabkan oleh peningkatan
transaksi pada akhir tahun, juga disebabkan
oleh perubahan regulasi terkait batas
minimum nilai yang dapat ditransaksikan
melalui Bank Indonesia Real Time Gross
Settlement (BI-RTGS).
Berbeda dengan SKNBI, transaksi melalui BI-
RTGS menunjukkan penurunan nilai dan
jumlah transaksi. Posisi Papua pada triwulan
ini berstatus net outflow sebesar Rp1,4
triliun. Perlu diinformasikan bahwa data
triwulan IV 2015 yang disajikan hanya
mencakup transaksi sampai 13 November
2015.
Penurunan transaksi RTGS dan peningkatan
transaksi melalui SKNBI erat kaitannya
dengan kebijakan Bank Indonesia yang
menaikkan batas minimal transfer melalui
RTGS yaitu Rp 500 juta.
Grafik 3.14 Perkembangan Transaksi BI-RTGS
* Data RTGS pada Triwulan IV 2015 hanya
sampai 13 November 2016.
(15.000)
(10.000)
(5.000)
-
5.000
10.000
15.000
20.000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015
Inflow Outflow Intra-Papua Netflow
Rp miliar
34
Triwulan IV 2015
4 KEUANGAN
PEMERINTAH
ealisasi kinerja keuangan pemerintah hingga triwulan IV 2015 menunjukkan
perkembangan yang positif. Secara historis, realisasinya lebih tinggi dibandingkan
periode yang sama tahun lalu. Sejalan dengan peningkatan pagu APBN dan APBD
2015 secara signifikan dibanding 2014, instansi vertikal Pemerintah dan pemerintah
daerah di Papua mampu mengimbanginya dengan kinerja realisasi yang secara
persentase kurang lebih sama dengan pola historisnya. Kinerja realisasi APBN dan APBD
tersebut telah mendorong pertumbuhan ekonomi Papua di triwulan ini. Namun
demikian, kinerja dimaksud masih memiliki ruang perbaikan guna meningkatkan
persentase realisasi ke depannya.
4.1 Realisasi APBN di Lingkup Provinsi Papua
Pada 2015, pagu APBN di lingkup Provinsi
Papua mengalami kenaikan signifikan
dibandingkan dengan 2014. Secara alokasi,
Belanja Modal mengalami kenaikan yang
signifikan menjadi Rp8,36 triliun untuk
2015 (naik 27,2% dari Rp6,59 triliun).
Sementara itu untuk meningkatkan
kesejahteraan aparatur, Belanja Pegawai
juga meningkat dari Rp2,89 triliun menjadi
3,22 triliun (naik12%) pada tahun ini.
Jika diuraikan menurut Kementerian dan
Lembaga Negara, Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat (PU Pera)
mendapatkan pagu terbesar (35,29%) dari
seluruh alokasi di lingkup Provinsi Papua.
Hal tersebut sejalan dengan alokasi belanja
modal khusus terkait infrastruktur yang
menjadi kewenangan Pemerintah (pusat)
yang juga memperoleh porsi besar.
Kementerian yang juga memperoleh alokasi
signifikan adalah Kementerian Perhubungan
(18,84%) dan Kementerian Pertahanan
(9,53%).
Sejalan dengan peningkatan pagu yang
signifikan pada tahun anggaran 2015,
persentase realisasi APBN triwulan IV 2015
di lingkup Provinsi Papua meningkat
dibandingkan periode yang sama tahun
lalu. Jika pada triwulan IV 2014
R
Grafik 4.1 Perkembangan Pagu APBN di Lingkup
Provinsi Papua
2.885 3.216
3.482 3.464
6.594
8.362
799
209
Pagu 2014 Pagu 2015Belanja Pegawai Belanja Barang Belanja Modal Belanja Bansos
Rp miliar
sumber: Ditjen Perbendaharaan, Kementerian Keuangan
Grafik 4.2 Distribusi APBN 2015 menurut
Kementerian/Lembaga Negara Penerima Terbesar
di Lingkup Provinsi Papua
35,29%
18,84%
9,53%
6,93%
Kemen. PUPR Kemen. Perhubungan Kemen. Pertahanan Kepolisian RI Lainnya
sumber: Ditjen Perbendaharaan, Kementerian Keuangan
Grafik 4.3 Realisasi APBN 2015 per Triwulan IV
2015 di Lingkup Provinsi Papua
2.592 3.162
3.149 2.920
6.325
8.066
792
187
2014-12 2015-12Belanja Pegawai Belanja Barang Belanja Modal Belanja Bansos
Rp miliar
sumber: Ditjen Perbendaharaan, Kementerian Keuangan
35
Triwulan IV 2015
penyerapannya mencapai 93,33%, pada
triwulan ini penyerapan APBN lebih baik
yaitu sebesar 94,24%.
Meski secara keseluruhan penyerapan APBN
menunjukkan perkembangan yang positif,
penyerapan khusus untuk untuk jenis
Belanja Barang dan Belanja Bansos
mengalami penurunan dibandingkan
dengan periode yang sama tahun lalu.
Perlu diinformasikan bahwa realisasi Belanja
Barang sampai triwulan III mengalami
penurunan yang signifikan. Realisasi turun
sekitar 36,39% dari periode triwulan III
2015. Sementara itu, Belanja Modal turun
15,66%. Berdasarkan alokasi, Kementerian
PU Pera dan Kementerian Perhubungan
adalah penerima alokasi terbesar untuk
jenis-jenis belanja ini.
Penurunan kinerja fiskal APBN Pemerintah
di lingkup Provinsi Papua triwulan lalu
bukanlah sesuatu yang bersifat unifaktor.
Hasil liaison dan asesmen Bank Indonesia
menyimpulkan penyebabnya adalah
kombinasi dari beberapa faktor, yaitu:
perubahan nomenklatur mengikuti
pergantian struktur Kementerian
atau Lembaga Negara
implementasi aplikasi anggaran
(SPAN) yang belum sepenuhnya
dikuasai oleh stakeholders di daerah
SK penetapan pejabat pengelola
keuangan (KPA, PPK, PP atau PPTK)
yang terlambat diterbitkan.
4.2 Realisasi APBD Pemerintah Provinsi Papua
Berbeda dengan kinerja APBN, kinerja
realisasi APBD Pemerintah Daerah Provinsi
(Pemdaprov) Papua tidak mengalami
penurunan pada triwulan IV 2015. Baik dari
sisi pendapatan maupun dari sisi belanja,
kinerjanya sama-sama naik secara nominal.
Grafik 4.4 Distribusi Pagu Belanja Pegawai
menurut Kementerian/Lembaga Negara
Penerima Terbesar di Lingkup Provinsi Papua
46,32%
25,43%
6,33%
21,91%
Kemen. Pertahanan Kepolisian RI Kemen. Agama Lainnya
sumber: Ditjen Perbendaharaan, Kementerian Keuangan
Grafik 4.5 Distribusi Pagu Belanja Modal
menurut Kementerian/Lembaga Negara
Penerima Terbesar di Lingkup Provinsi Papua
63,12%
25,24%
11,63%
Kemen. PUPR Kemen. Perhubungan Lainnya
sumber: Ditjen Perbendaharaan, Kementerian Keuangan
Grafik 4.6 Perkembangan Pagu Pendapatan
Pemdaprov Papua Menurut Jenis
927 882
2.753 3.457
7.122 7.648
Pagu 2014 Pagu 2015
PAD Dana Perimbangan Lain-lain Penda yang Sah
Rp miliar
sumber: Dispenda dan BPKAD Provinsi Papua
36
Triwulan IV 2015
Akan tetapi jika dibandingkan dengan
kenaikan pagunya, kinerjanya relatif stabil.
4.2.1 Realisasi Pendapatan
Pemerintah Provinsi Papua
Dari sisi pendapatan, sumber terbesar yang
dimiliki oleh adalah Lain-lain Pendapatan
Daerah yang Sah. Realisasi pos tersebut
mencapai Rp5,82 triliun pada triwulan IV
2015. Sumber pendapatan tertinggi
berikutnya adalah Dana Perimbangan, lalu
disusul oleh PAD.
Untuk komponen PAD, penyumbang
terbesarnya adalah Pajak Daerah. Porsi pos-
pos lainnya relatif tidak signifikan
dibandingkan dengan Pajak Daerah. Dari
total Rp607 miliar PAD yang terkumpul di
triwulan III ini, Rp401 miliar disumbangkan
oleh Pajak Daerah.
Sementara itu, pada realisasi Dana
Perimbangan, pos Dana Alokasi Umum
(DAU) adalah yang terbesar. Dari total
realisasi dana perimbangan triwulan III 2015
(Rp2,5 triliun), sekitar 70% merupakan
komponen DAU (Rp1,7 triliun).
Selanjutnya, di Lain-lain Pendapatan Daerah
yang Sah, sama dengan tahun sebelumnya,
pos Dana Otonomi Khusus
menyumbangkan porsi terbesar.
Realisasinya mencapai Rp3,7 triliun.
4.2.2 Realisasi Belanja
Pemerintah Provinsi Papua
Sama seperti sisi pendapatan, sisi belanja
APBD Pemdaprov Papua juga relatif stabil
pada triwulan IV 2015. Perkembangan yang
mencolok dapat dilihat pada pos Belanja
Pegawai dan Belanja Modal. Realiasi Belanja
Pegawai meningkat dari Rp528 miliar tahun
lalu menjadi Rp631 miliar (naik 19,5%).
Sementara itu, realisasi Belanja Modal naik
lebih dari 232% dibandingkan periode yang
sama tahun lalu. Tahun lalu, realisasi sampai
Grafik 4.7 Perkembangan Realisasi Pendapatan
Pemdaprov Papua Triwulan IV
92
7
2.7
53
7.1
22
87
7
2.6
44
7.1
21
88
2
3.4
57
7.6
48
92
4
3.2
56
7.6
37
PAD Dana Perimbangan Lain-lain Penda yang Sah
2014 Pagu 2014 Realisasi Tw. IV
2015 Pagu 2015 Realisasi Tw. IV
sumber: Dispenda dan BPKAD Provinsi Papua
Rp miliar
Grafik 4.8 Perkembangan Realisasi PAD
Pemdaprov Papua Triwulan IV
59
3
54
33
24
8
56
6
57
33
22
1
65
9
60
16
14
7
61
8
49
16
24
1
Pajak Retribusi Hasil yang Dipisahkan Lain-lain PAD
2014 Pagu
2014 Realisasi Tw. IV
Rp miliar
sumber: Dispenda dan BPKAD Provinsi Papua
Grafik 4.9 Perkembangan Realisasi Dana
Perimbangan Pemdaprov Papua Triwulan IV
64
1
1.9
91
12
1
53
2
1.9
91
12
1
71
9
2.2
78
46
0
51
8
2.2
78
46
0
DBH DAU DAK
2014 Pagu
2014 Realisasi Tw. IV
2015 Pagu
2015 Realisasi Tw. IV
sumber: Dispenda dan BPKAD Provinsi Papua
Rp miliar
Grafik 4.10 Perkembangan Realisasi Lain-lain
Pendapatan Pemdaprov Papua Triwulan IV
34
5
4.7
77
2.0
00
34
4
4.7
77
2.0
00
45
7
4.9
40
2.2
50
44
6
4.9
40
2.2
50
Dana Peny. dan BOS Dana Otsus Dana Tambahan Infr.
2014 Pagu 2014 Realisasi Tw. IV2015 Pagu 2015 Realisasi Tw. IV
Rp miliar
sumber: Dispenda dan BPKAD Provinsi Papua
37
Triwulan IV 2015
triwulan IV hanya mencapai Rp298 miliar.
Tahun ini realisasinya telah mencapai Rp990
miliar.
Dari hasil liaison Bank Indonesia triwulan
lalu diperoleh informasi bahwa banyak
proyek pemerintah daerah yang terkendala
tahun lalu karena musim pemilu di semester
pertama 2014. Kondisi tersebut
menyebabkan penyerapan Belanja Modal
juga terhambat. Tahun ini, kendala tersebut
sudah tidak ada lagi. Kendati demikian,
realisasi tersebut masih jauh dari pagu yang
dialokasikan tahun ini. Pagu Belanja Modal
selama tahun anggaran 2015 adalah Rp3,2
triliun.
Grafik 4.11 Perkembangan Pagu Belanja
Pemdaprov Papua Menurut Jenis
1.117 1.221 157 100
2.190 2.730
2.270
3.169
5.787
6.049
Pagu 2014 Pagu 2015
Belanja Lainnya
Belanja Modal
Belanja Barang dan Jasa
Belanja Bantuan Sosial
Belanja Pegawai
sumber: Dispenda dan BPKAD Provinsi Papua
Grafik 4.12 Perkembangan Realisasi Belanja
Pemdaprov Papua Triwulan IV
1.1
17
15
7
2.1
90
2.2
70
5.7
87
94
1
88
1.9
98
1.6
89
5.5
87
1.2
21
10
0
2.7
30
3.1
69
6.0
49
93
0
83
5
2.2
86
2.8
69
5.9
67
Pegawai Bantuan Sosial Barang & Jasa Modal Lainnya
2014 Pagu2014 Realisasi Tw. IV2015 Pagu2015 Realisasi Tw. IV
sumber: Dispenda dan BPKAD Provinsi Papua
Rp miliar
38
5 KETENAGAKERJAAN DAN
KESEJAHTERAAN
ertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dibandingkan periode lalu belum
berdampak pada kemampuan pasar tenaga kerja mengimbangi peningkatan
jumlah penduduk yang ingin bekerja. Hal tersebut ditunjukkan oleh naiknya
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) dari 3,44% pada Agustus 2014 menjadi 3,99% di
periode yang sama pada 2015. Tren peningkatan TPT meski penciptaan lapangan kerja
juga bertambah tersebut telah berlangsung sejak semester awal 2013. Sementara itu,
Nilai Tukar Petani (NTP) Papua masih mencatatkan angka defisit sampai akhir triwulan IV
2015 (96,08). Nilai tersebut mengindikasikan kenaikan indeks pendapatan petani belum
dapat mengimbangi kenaikan indeks biaya yang harus dibayar.
5.1 Ketenagakerjaan
Secara komposisi penyerapan tenaga kerja
tidak terdapat perubahan signifikan pada
semester II 2015 ini. Mayoritas penduduk
Perkebunan, Kehutanan, Perburuan dan
Kemasyarakatan, Sosial,
(10,2%), khususnya di bidang
pemerintahan. Penyerapan tenaga kerja di
naik 8,3% (yoy),
berbeda dari penyerapan tenaga kerja di
Per
dibandingkan tahun lalu. Hal ini
menunjukkan terjadinya peralihan
pekerjaan dari sektor tersebut ke sektor
lain.
P
Tabel 5.1 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Kegiatan Utama
sumber: BPS (2015)
Feb Ags Feb Ags Feb Ags Feb Ags
Penduduk Usia 15+ (ribu orang) 2.017 1.989 2.057 2.073 2.097 2.129 2.157 2.189
Angkatan Kerja (ribu orang) 1.595 1.557 1.645 1.610 1.689 1.675 1.710 1.742
Bekerja (ribu orang) 1.548 1.500 1.598 1.560 1.630 1.617 1.646 1.672
Penganggur (ribu orang) 47 57 47 51 59 58 64 69
Bukan Angkatan Kerja (ribu Orang) 422 432 412 462 408 454 447 447
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (%) 79,07 78,27 79,98 77,70 80,54 78,67 79,26 79,57
Tingkat Pengangguran Terbuka (%) 2,95 3,65 2,86 3,15 3,48 3,44 3,72 3,99
20152013 2014Uraian
2012
Grafik 5.1 Penduduk yang Bekerja Menurut
Lapangan Pekerjaan Utama
-
200
400
600
800
1.000
1.200
1.400
1.600
1.800
Feb Agu Feb Agu Feb Agu Feb Agu
2012 2013 2014 2015
LainnyaJasa kemasyarakatan, sosial dan peroranganPerdagangan, rumah makan, dan jasa akomodasiIndustriPertanian, perkebunan, kehutanan, perburuan, perikanan
ribu orang
sumber: BPS, diolah
Grafik 5.2 Pertumbuhan Penyerapan Tenaga Kerja
Menurut Lapangan Pekerjaan Utama (yoy)
-100
-50
0
50
100
150
200
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
50
60
Feb Agu Feb Agu Feb Agu
2013 2014 2015
Pertanian, perkebunan, kehutanan, perburuan, perikanan
Perdagangan, rumah makan, dan jasa akomodasi
Jasa kemasyarakatan, sosial dan perorangan
Lainnya
Industri [skala kanan]
sumber: BPS, diolah
% %
39
Triwulan IV 2015
Secara umum, penyerapan tenaga kerja di
seluruh sektor pekerjaan utama mengalami
penurunan pada semester ini. Jika
memperhatikan data terakhir, terjadi
yang sebelumnya menyerap 13,5% total
pekerja, menjadi hanya 10,2%. Pekerja dari
sektor tersebut berpindah ke sektor
Pertanian, Perkebunan, Kehutanan,
.
Selanjutnya, dari sisi pengangguran, secara
nasional tingkat pengangguran terbuka di
Papua masih relatif rendah (Papua 3,99%,
sementara Nasional 6,89%). Walaupun
demikian, 81,5% penduduk yang bekerja
hanya bekerja di sektor informal. Apabila
dirinci kembali, dari 81,5% penduduk yang
bekerja di sektor informal tersebut, 37%
merupakan Pekerja Keluarga / Tak Dibayar.
Selain itu, lebih dari 44% bukanlah pekerja
penuh waktu (tidak full time workers).
Terkait kualitas sumber daya manusia (SDM)
pekerja di Papua, mayoritas pekerja hanya
berpendidikan tertinggi SD (63,3%).
Sementara 30,35% pekerja berstatus tamat
SMP-SMA, dan hanya 6,32% dari tenaga
kerja di Papua yang telah menamatkan
pendidikan jenjang perguruan tinggi.
Perkembangan yang perlu dicermati adalah
bahwa tingkat pengangguran angkatan
kerja yang berpendidikan sarjana turun
signifikan pada periode ini. Namun
demikian, pada saat yang sama tingkat
pengangguran yang berpendidikan SMA
dan Diploma juga meningkat signifikan. Hal
tersebut mengindikasikan bahwa
perlambatan laju pertumbuhan ekonomi
tidak saja mempersulit angkatan kerja
memperoleh pekerjaan. Kondisi ini juga
menyebabkan para lulusan sarjana mulai
berpindah ke pekerjaan yang secara
tradisional cukup diisi oleh lulusan diploma
bahkan SMA (overqualified), sehingga
mempersulit lulusan diploma dan SMA
untuk bersaing di pasar tenaga kerja.
Grafik 5.3 Penduduk yang Bekerja Menurut
Status Pekerjaan Utama
Grafik 5.4 Penduduk yang Bekerja Menurut
Jumlah Jam Kerja
Grafik 5.5 Penduduk yang Bekerja Menurut
Tingkat Pendidikan
Grafik 5.6 Tingkat Pengangguran Terbuka
Menurut Tingkat Pendidikan
-
200
400
600
800
1.000
1.200
1.400
1.600
1.800
Feb Agu Feb Agu Feb Agu Feb Agu
2012 2013 2014 2015
Penuh WaktuTidak Penuh Waktu
ribu orang
sumber: BPS, diolah
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
Feb Agu Feb Agu Feb Agu Feb Agu
2012 2013 2014 2015
Perguruan Tinggi
SMP s.d. SMTA
SD ke Bawah
sumber: BPS, diolah
0
2
4
6
8
10
12
14
Feb Agu Feb Agu Feb Agu Feb Agu
2012 2013 2014 2015
SD ke Bawah Sekolah Menengah Pertama
Sekolah Menengah Atas Sekolah Menengah Kejuruan
Diploma I/II/III Universitas
TPT Papua
%
sumber: BPS, diolah
-
200
400
600
800
1.000
1.200
1.400
1.600
1.800
Feb Agu Feb Agu Feb Agu Feb Agu
2012 2013 2014 2015
Informal
Formal
ribu orang
sumber: BPS, diolah
40
Triwulan IV 2015
5.2 Kesejahteraan
Sebagian besar penduduk Papua bekerja di
sektor
Oleh
karena itu, perkembangan kinerja lapangan
erat dengan kesejahteraan masyarakat
Papua.
Salah satu indikator bagi tingkat
kesejahteraan petani dan nelayan yang rutin
dirilis oleh BPS adalah Nilai Tukar Petani
(NTP). NTP disusun dengan
membandingkan sisi pendapatan dan sisi
pengeluaran petani. Jika pendapatan
tumbuh lebih tinggi dari pengeluarannya,
nilai NTP akan meningkat. Ringkasnya,
semakin tinggi NTP berarti semakin
sejahtera pula petani.
Publikasi terakhir menunjukkan bahwa NTP
Papua kembali turun di triwulan ini.
Penurunan tersebut sejalan dengan
pelemahan kinerja lapangan usaha kategori
triwulan lalu yang masih belum mampu
diimbangi oleh penguatan pada triwulan IV
2015. Akibatnya NTP turun dari 96,67 pada
triwulan III menjadi 96,08 di triwulan ini.
Data yang ada juga menunjukkan bahwa
petani masih mengalami defisit. Artinya,
dibandingkan periode acuan (2012), tingkat
kesejahteraan petani di Papua cenderung
lebih buruk. Selain itu, NTP Papua juga
secara persisten lebih rendah dari NTP
Nasional dengan pergerakan yang
berkebalikan.
Terkait dengan tingkat kemiskinan, data
terakhir menunjukkan kecenderungan
adanya kenaikan penduduk miskin.
Kesenjangan antara pengeluaran rata-rata
penduduk miskin dengan Garis Kemiskinan
(GK) yang ditunjukkan oleh Indeks
Kedalaman Kemiskinan (P1) juga meningkat
signifikan. Selain itu, ketimpangan
kesejahtaraan di antara kelompok
penduduk miskin (P2) juga terus ikut naik.
Grafik 5.8 Perbandingan NTP Papua dengan
NTP Nasional
92
94
96
98
100
102
104
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2014 2015
NTP Nasional
NTP Papua
sumber: BPS, diolah
Grafik 5.9 Jumlah Penduduk Miskin
25
26
27
28
29
30
31
32
800
820
840
860
880
900
920
940
960
980
Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sep
2012 2013 2014 2015
Jumlah Penduduk Miskin
Persentase Penduduk Miskin [skala kanan]
sumber: BPS, diolah
ribu jiwa %
Grafik 5.10 Perkembangan Indeks Kedalaman
dan Indeks Keparahan Kemiskinan
0,0
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
6,0
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sep
2012 2013 2014 2015
Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1)
Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) [skala kanan]
sumber: BPS (2015), diolah
Grafik 5.7 Perkembangan Nilai Tukar Petani
80
85
90
95
100
105
110
115
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2014 2015
NTP Papua
NTP Tanaman Pangan
NTN Perikanan Tangkap
sumber: BPS, diolah
41
Boks 1 Isu-Isu Demografi dan Pembangunan Ekonomi di
Papua
su demografi dan kependudukan merupakan faktor yang penting untuk diperhatikan
oleh berbagai pemangku kebijakan dalam merumuskan kebijakan pembangunan
yang akan ditempuh. Meski fokus studi demografi dan ekonomi kependudukan
migrasi dan seterusnya, namun implikasi kebijakannya ternyata tidak bisa diabaikan
begitu saja. Seringkali fenomena demografi yang tidak diantisipasi dengan hati-hati,
berday
ekonomi suatu daerah. Kepadatan penduduk dan kemacetan di DKI Jakarta adalah
contohnya. Kajian triwulan ini akan mencoba membahas isu-isu demografi yang relevan
dengan proses pembangunan ekonomi di Papua. Isu-isu yang dibahas diambil dari
paparan yang disampaikan oleh Dr. Evi Nurvidya Arifin, pakar demografi dan ekonomi
kependudukan dari Universitas Indonesia pada Seri Seminar Nasional Pembangunan
Ekonomi Papua pada Desember 2015 yang lalu.
B1.1 Jumlah Penduduk vs. Kemakmuran
Umumnya, negara dengan jumlah
penduduk kecil cenderung lebih sejahtera
karena sumber daya ekonomi yang ada
sedikit. Jika dibandingkan dengan negara
tetangga berpenduduk sedikit dan
sedikit dibanding Singapura namun lebih
banyak dari Brunei. Akan tetapi, data
kependudukan menunjukkan tingkat
kemiskinan Papua masih di atas 20%
populasi. Pendapatan rata-rata Papua pada
2015 yang lalu adalah Rp48 juta per
penduduk per tahun. Hal ini kontras
I
0,33 0,39 0,44
2,21
2,833,14
4,03
5,08
5,54
2000 2010 2015
Brunei Papua Singapura
Grafik B1.1 Jumlah Penduduk Papua Dibandingkan
Singapura dan Brunei Darussalam
42
Triwulan IV 2015
dengan Singapura (55 ribu dolar AS per
penduduk per tahun pada 2013) atau
Brunei yang perekonomiannya berbasis SDA
sama dengan Papua (38 ribu dolar AS per
penduduk per tahun pada 2013). Bercermin
dari kedua negara tetangga tersebut,
terlihat bahwa mekanisme distribusi
kesejahteraan di Provinsi Papua perlu
mendapatkan perhatian lebih agar dapat
dinikmati oleh lebih banyak penduduk di
Papua.
B1.2 Pertumbuhan Penduduk dan Struktur Demografi
Pertumbuhan penduduk di Papua relatif
lebih tinggi dari angka nasional. Implikasi
dari kondisi ini adalah: agar tingkat
kesejahteraan penduduk di Papua dapat
mengimbangi peningkatan kesejahteraan di
bagian Indonesia lainnya, pertumbuhan
ekonomi Papua mau tidak mau harus lebih
tinggi dari pertumbuhan ekonomi nasional.
Papua sebenarnya memiliki potensi besar
untuk ekonominya tumbuh lebih tinggi dari
nasional. Selain karena potensi sumber daya
alam yang masih melimpah untuk diutilisasi,
secara demografi porsi penduduk berusia di
bawah 15 tahun juga masih cukup besar.
Kelompok usia tersebut dapat menjadi
pendidikan tenaga kerjanya menjadi lebih
produktif.
Hal tersebut berbeda dengan daerah-
daerah lain yang penduduk usia di bawah
15 tahunnya semakin berkurang. Jika
perhatian atas pendidikan kelompok
2,47
2,08
1,49 1,44
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
2000-10 2010-15
Papua
Indonesia
200,000 150,000 100,000 50,000 0 50,000 100,000 150,000 200,000
0-4
5-9
10-14
15-19
20-24
25-29
30-34
35-39
40-44
45-49
50-54
55-59
60-64
65-69
70-74
75-79
80-84
85-89
90-94
95+
Female
Male
Grafik B1.2 Pertumbuhan Penduduk Papua
Grafik B1.3 Piramida Penduduk Papua
200,000 150,000 100,000 50,000 0 50,000 100,000 150,000 200,000
0-4
5-9
10-14
15-19
20-24
25-29
30-34
35-39
40-44
45-49
50-54
55-59
60-64
65-69
70-74
75-79
80-84
85-89
90-94
95+
Female
Male
Grafik B1.4 Piramida Penduduk Yogyakarta
43
Triwulan IV 2015
tersebut dapat ditingkatkan secara serius,
baik melalui pendidikan formal maupun
pelatihan keterampilan yang relevan,
niscaya Papua memiliki modal tenaga kerja
yang mumpuni untuk melakukan
pembangunan ekonomi ke depan. Akan
pendidikan yang tepat, Papua dalam 40-50
tahun ke depan harus berpuas diri dengan
tenaga kerja dengan kualitas SDM yang
rendah. Mengapa demikian? Karena begitu
penduduk pada kelompok di bawah 15
tahun bergerak ke kelompok usia kerja
(15+), akan lebih sulit bagi para pemangku
kebijakan untuk mendorong mereka
melakukan upgrading pendidikan dan
keterampilan.
B1.3 Papua Surplus Laki-Laki
Jika memperhatikan struktur jenis kelamin
penduduk Papua, terlihat bahwa jumlah
penduduk laki-laki lebih banyak daripada
perempuan. Ada banyak faktor yang
menyebabkan hal tersebut, termasuk
lingkungan sosial budaya yang memberikan
preferensi lebih kepada anak dengan jenis
kelamin laki-laki. Pada 2015, Rasio Jenis
Kelamin (RJK) di Papua mencapai 111,6 per
100 penduduk perempuan. Berdasarkan
dimensi kewilayahan, Kabupaten Mimika,
Sarmi dan Keerom merupakan daerah
dengan surplus tertinggi.
Selain memengaruhi mating competition
(persaingan perkawinan) antarpenduduk
usia kawin, ketidakseimbangan jenis
kelamin tersebut juga berpotensi
menimbulkan gesekan di masyarakat yang
110,4112,6 111,6
94,2 94,1 94
80
85
90
95
100
105
110
115
2000 2010 2015
Papua Indonesia NTB
Grafik B1.5 Rasio Jenis Kelamin (di atas 100 berarti
laki-laki lebih banyak dari perempuan)
Kee-
rom
121
Sarmi
124
Mimika 130
100 - 109
110 – 114
115 – 119
120 – 129
> 130
Sumber: Digambar dari BPS (2015) Supas 2005, hasil sementara
Grafik B1.6 Rasio Jenis Kelamin di Papua
44
Triwulan IV 2015
pada gilirannya mempengaruhi kondusifitas
aktivitas ekonomi di Papua. Beberapa studi
terbaru juga menunjukkan adanya
hubungan yang signifikan antara
ketidakseimbangan RJK dengan perilaku
ekonomi di masyarakat. Hasilnya antara lain
menunjukkan bahwa perekonomian
dengan RJK di atas 100 secara signifikan
menurunkan kecenderungan (willingness)
laki-laki untuk menabung demi masa
depan, dan meningkatkan willingness untuk
berutang di masa sekarang.3
3
Male-
desire to save for the future and increased
their willingness to incur debt for immediate
expenditures. Sex ratio appears to influence
behavior by increasing the intensity of same-
sex competition for mates. Accordingly, a
scarcity of women led people to expect men
to spend more money during courtship, such
(Vladas Griskevicius, Joshua M. Tybur, Joshua
M. Ackerman, Andrew W. Delton, Theresa E.
Robertson, dan Andrew E. White, 2012;
dikutip pada http://www.ncbi.nlm.nih.gov/
pmc/articles/PMC3302970/)
Dani; 23,3
Auwye/Mee; 11,3
Javanese; 8,4
Biak-Numfor
; 5,3Ngalik;
4,8
Asmat; 4,4Dauwa; 3,5
Buginese; 3,2
Yapen; 2,6
Toraja; 1,7
Ketengban; 1,5
Moni; 1,5
Makassarese; 1,5
Marind Anim; 1,3
Ambonese; 1,2
Butonese; 1,1
Ngalum; 1,1
Sentani; 1,0
Hupla; 1,0
Waropen; 0,9
Others; 19,4
Grafik B1.7 Keberagaman Etnis di Papua pada 2015
45
Triwulan IV 2015
B1.4 Keberagaman, Fraksionalisasi dan
Polarisasi Penduduk Provinsi Papua
Provinsi Papua adalah daerah yang
berpenduduk heterogen. Hal ini
ditunjukkan oleh indeks fraksionalisasi
Papua yang relatif tinggi (0,95). Indeks
fraksionalisasi menunjukkan besarnya
peluang dua orang individu yang diambil
secara acak di Papua akan memiliki etnis
atau berasal dari suku yang berbeda.
Namun demikian, indeks polarisasi yang
mengukur kesenjangan jarak (gap)
antarkelompok menunjukkan angka yang
relatif rendah. Dengan demikian, Papua
adalah provinsi dengan fraksionalisasi tinggi
dan polarisasi rendah. Hal ini menunjukkan
bahwa insiden konflik yang terjadi di Papua
lebih disebabkan oleh faktor selain
perbedaan etnis atau sekedar isu
faktor ketidakpuasan ekonomi dan politik
justru lebih dominan menjadi penyebab
insiden tersebut dibandingkan faktor
etnisitas.
B1.5 Ketimpangan Kemiskinan Intra-Papua
Secara nasional, angka kemiskinan Papua
merupakan yang tertinggi. Namun demikian
jika diteliti lebih jauh, tingkat kemiskinan
antardaerah di dalam provinsi tidak bersifat
homogen (seragam). Beberapa daerah,
porsi orang miskinnya sekitar 20%,
sementara di daerah lain, justru hanya 20%
penduduknya yang tidak masuk kategori
miskin.
9401 Javanese9401
Javanese
9413 Mandobo9414
Asmat
9415Asmat
9417Ngalum
9420Javanese
9403 Sentani
9416Ngalik
9418Dani
9409 Biak
9408 Yapen
9404 Javanese
9419Biga
9428Waropen9426
Waropen
9412 Mimika
9434Auwye 9436
Auwye
9410 Auwye
9435Moni
9433Dani
9411 Dani
9429Dauwa
9430Dani 9402
Dani
9431Dani
9432Ngalik
9106 Tehid
9110Ayfat
9103Wanda
men
9102Irahutu
9101 Baham
9105 Arfak
9104Aikwakai
9109Karon
9107Javanese
< 0.20
0.20 – 0.39
0.40 – 0.59
0.60 – 0.79
> 0.80
9108Biak Numfor
9171Javanese
9427Biak Numfor
9471Javanese
Grafik B1.8 Indeks Fraksionalisasi di Papua
94019401
94139414
9415
9417
9420
9403
9416
9418
9409
9408
9404
94199428
9426
9412
9434
9436
9410
9435
9433
9411
9429
9430
9402
94319432
9106
9110
9103
9102
9101
9105
9104
9109
9107
< 0.20
0.20 – 0.39
0.40 – 0.59
0.60 – 0.79
> 0.80
9108
9171
9427
9471
Grafik B1.9 Indeks Polarisasi di Papua
46
Triwulan IV 2015
Data yang ada menunjukkan bahwa
disparitas atau ketimpangan tingkat
kemiskinan antardaerah tersebut erat
kaitannya dengan tingkat pendidikan
penduduk. Hal ini lagi-lagi menunjukkan
bahwa isu pendidikan merupakan kunci
dalam kebijakan mengentaskan penduduk
miskin di Papua dari kondisinya saat ini.
0
20
40
60
80
100
Sangat Miskin Miskin Hampir Miskin Tidak Miskin
Grafik B1.10 Perbandingan Tingkat Kemiskinan Antardaerah di Provinsi Papua
y = -0,0049x2 + 0,9088x + 2,1492R² = 0,6427
0,00
10,00
20,00
30,00
40,00
50,00
60,00
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Miskin
% <SD
Grafik B1.11 Korelasi Positif antara Pendidikan dan
Kemiskinan
47
6 PROSPEK
PEREKONOMIAN DAERAH
Asesmen Bank Indonesia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Papua selama 2016
akan kembali terakselerasi. Pertumbuhan diperkirakan akan berada di kisaran 8,59
9,59% (yoy) dengan kecenderungan bias atas. Sama seperti 2015, faktor utama yang
mempengaruhi asesmen tersebut adalah kinerja lapangan usaha pertambangan yang
semakin meningkat. Untuk triwulan I 2016, akibat adanya pengaruh base effect pada
periode sebelumnya, pertumbuhan triwulan IV 2015 akan terlihat sedikit terdeselerasi
dari triwulan lalu. Meski demikian, pertumbuhannya (yoy) diproyeksikan masih di atas
dua digit (>10,00%).
Terkait tingkat harga agregat, asesemen menyimpulkan tidak ada tekanan yang
signifikan dari sisi core inflation dan administered prices. Oleh karena itu, jika
pergerakan komponen volatile foods relatif terjaga, inflasi Papua selama 2016
diperkirakan akan berada pada interval 3,8 4,8% (yoy). Realisasi akan lebih rendah jika
Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) dapat segera dibentuk di seluruh kabupaten kota
serta dioptimalkan peranannya dalam memitigasi risiko inflasi yang ada.
6.1 Prospek Pertumbuhan Ekonomi
Dari sisi lapangan usaha, kategori pertambangan diperkirakan akan kembali menjadi
mesin utama pertumbuhan ekonomi Papua. Hal ini didasarkan target penjualan pada
laporan triwulanan yang dirilis oleh induk perusahaan pelaku tambang utama di Papua.
Laporan itu menyatakan bahwa selama 2015 situs operasional mereka di Indonesia
menjual 1,2 juta ounce emas dan 744 juta pound tembaga. Untuk 2016, situs
operasional itu ditargetkan akan menjual 1,8 juta ounce emas dan 1,5 milyar pound
tembaga. Setelah mengevaluasi realisasi historisnya serta perkembangan terbaru terkait
isu politik dan hukum di sektor pertambangan, realisasi penjualan 2016 diperkirakan
tidak akan memenuhi target dimaksud. Dengan view pesimistis, asesmen memprediksi
kategori pertambangan akan tumbuh sedikit di atas 10,0% (yoy) selama 2015.
Grafik 6.1 Perbandingan Target Awal (T) dan Realisasi Akhir Tahun (R)
Situs Operasional FCX di Indonesia
-
10.000
20.000
30.000
40.000
50.000
60.000
70.000
-
200
400
600
800
1.000
1.200
1.400
1.600
1.800
2.000
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Tembaga [T] Tembaga [R]Emas [T] Emas [R]NTB Tambang (sk. kanan)
Cu: juta poundAu: juta ounce
Rp milyar
48
Dari sisi penggunaan, komponen Konsumsi pada tahun lalu mengalami pelemahan yang
signifikan. Setelah mencermati tendensi dan ekspektasi konsumen dalam Survei
Konsumen BI dalam enam edisi terakhir, konsumsi diperkirakan berpotensi menguat
pada kisaran 6,4 7,4% (yoy). Sementara itu, Investasi diperkirakan akan sedikit
meningkat pada rentang 7,1 8,1% (yoy). Perlu diinformasikan bahwa terkait investasi,
asesmen tidak menggunakan sepenuhnya angka indikasi rencana 2016 pengeluaran
modal (capital expenditure) pelaku usaha di sektor pertambangan Papua.
Akselerasi yang signifikan diperkirakan akan dialami juga oleh komponen Konsumsi
Pemerintah. Prakiraan ini didasarkan pada rencana Pemerintahan Joko Widodo untuk
meningkatkan aktivitas pembangunan di Kawasan Timur Indonesia khususnya Papua.
Realisasi komitmen pemerintah tersebut pada gilirannya akan turut mendorong
Konsumsi Pemerintah yang sempat melambat tahun lalu akibat perubahan signifikan
pada administrasi fiskal pasca-Pemerintahan baru. Konsumsi Pemerintah selama 2016
diperkirakan akan tumbuh pada kisaran 9,1 10,1% (yoy).
Untuk triwulan I 2016, akibat base effect periode lalu, pertumbuhan kategori
pertambangan diperkirakan akan lebih rendah dari triwulan lalu yang mencapai 21,3%
(yoy). Namun demikian, triwulan IV 2015 kategori dimaksud diproyeksikan masih akan
tumbuh di atas 15,0% (yoy). Dari sisi penggunaan, searah dengan sisi lapangan usaha,
komponen Ekspor Netto yang didominasi produk pertambangan akan tumbuh di atas
50,0% (yoy). Hal ini sejalan dengan perpanjangan izin ekspor mineral mentah yang
diterbitkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral serta Kementerian
Perdagangan pada awal Februari lalu. Sementara itu, seluruh komponen konsumsi
(swasta maupun pemerintah) akan kembali menguat di atas 6,0% (yoy) pada triwulan
berjalan. Selanjutnya, komponen investasi akan menguat pada level 6,9 7,9% (yoy)
dengan tendensi bias ke bawah. Berkaitan dengan perkembangan yang telah diuraikan
tadi, PDRB Papua akan tumbuh dua digit (di atas 10,0%, yoy) pada triwulan I 2016.
6.2 Prospek Inflasi
Sejalan dengan tren yang berlaku secara nasional, inflasi Papua selama 2016
diperkirakan akan stabil pada kisaran 3,8 4,8% (yoy). Proyeksi tersebut memiliki
kecenderungan bias ke atas. Tekanan inflasi khususnya dari komponen komoditas
volatile foods. Sementara itu, dampak lanjutan dari El Nino yang telah berakhir pada
November 2015, diantisipasi masih akan terasa dampaknya hingga 2016. Dampak
tersebut utamanya akan dirasakan oleh komoditas tanaman bahan makanan yang
mengalami pergeseran kalender tanam akibat El Nino tahun lalu.
Rilis Indeks Harga Konsumen (IHK) BPS untuk Januari 2015 menunjukkan inflasi Papua
secara bulanan relatif stabil di level 4,34% (yoy). Sementara itu, berdasarkan Survei
Pemantauan Harga (SPH) di Jayapura, harga komposit beberapa komoditas utama
menunjukkan penurunan tren inflasi yang persisten. Secara historis peningkatan laju
inflasi tahunan yang signifikan diperkirakan terjadi pada triwulan akhir.
49
Boks 2 MENGENAL BANK INDONESIA:
Kantor Perwakilan
ank Indonesia (BI) sebagai bank sentral merupakan lembaga negara yang sangat
vital dalam kehidupan perekonomian nasional karena kebijakan-kebijakan yang
diputuskan oleh BI memiliki pengaruh langsung kepada kehidupan masyarakat.
Secara resmi, pendirian BI diperingati pada 1 Juli 1953, meski secara evolusi
kelembagaan, BI yang menggantikan De Javasche Bank telah eksis sejak hampir dua
ratus tahun yang lalu (1828). Namun demikian, masih banyak masyarakat yang tidak
mengenal BI, apalagi memahami kebijakan-kebijakan yang sudah diambilnya.
Akibatnya, seringkali terjadi salah persepsi masyarakat terhadap BI. Masyarakat juga
sering salah menganggap BI sama dengan bank-bank lain atau menganggap BI sebagai
lembaga pencetak uang. Oleh karena itu, untuk meningkatkan pengetahuan
masyarakat akan BI, bagian ini akan memberikan ulasan singkat tentang BI.
B2.1 Kantor Perwakilan BI
Dalam UU No. 23 Tahun 1999 disebutkan
Bank Indonesia dapat mempunyai
kantor-kantor di dalam dan di luar wilayah
Untuk itu, BI memiliki
jaringan kantor perwakilan di seluruh
provinsi di Indonesia kecuali Kalimantan
Utara (sedang dibentuk), beberapa kota
yang berskala ekonomi cukup besar, serta
di luar negeri. Jaringan yang ada sebagian
merupakan warisan De Javasce Bank,
sementara sebagian lain baru didirikan guna
mempermudah akses masyarakat ke
otoritas bank sentral republik kita. Di luar
negeri, BI memiliki kantor perwakilan di
kota-kota yang menjadi pusat finansial
global, yaitu: New York, London, Tokyo dan
Singapura.4
Pendirian tersebut bertujuan
mendukung fungsi internasional BI
mengoptimalkan pelaksanaan tugas
mengawal stabilitas rupiah dari sisi
eksternal.
4
Sebelumnya BI memiliki perwakilan atau
cabang lain di luar negeri yaitu: Amsterdam
(tutup 1965), Meksiko (tutup 1966), Kairo
(tutup 1966), Kuala Lumpur (tutup 1998) dan
Dili (tutup 1999).
B
50
B2.2 Apa Misi dan Peranan Kantor Perwakilan BI?
Kantor perwakilan BI di luar negeri memiliki
misi dan peranan yang berbeda dengan
kantor perwakilan dalam negeri. Secara
ringkas kantor perwakilan luar negeri
n
pengelolaan cadangan devisa dan
5
.
Terkait pengelolaan cadangan devisa,
cadangan devisa untuk mengoptimalkan
penerimaan dengan memperhatikan faktor-
6
Untuk fungsi internasional
dan menjaga persepsi positif dunia
internasional terhadap perekonomian
7
Berbeda dengan KPwLN, kantor perwakilan
dalam negeri (KPwDN) bertujuan
Perwakilan yang kredibel dalam
pelaksanaan tugas Bank Indonesia dan
kontributif bagi pembangunan ekonomi
8
Visi tersebut
kebijakan Bank Indonesia dalam menjaga
(1) stabilitas nilai rupiah, (2) stabilitas sistem
keuangan, (3) efektivitas pengelolaan
rupiah dan (4) kehandalan sistem
pembayaran untuk mendukung
5
SE No.11/77/INTERN Tahun 2009 Perihal
Organisasi Kantor Perwakilan BI 6
Ibid. 7
Ibid. 8
SE No.16/36/INTERN Tahun 2013 Perihal
Perubahan Kedua SE No. 15/62 Perihal
Organisasi KPwDN
KPwLN
London
Tokyo
Singapura
New York KPwDN
KPwDN Provinsi
KPwDN Kota
Grafik B2.1 Tipologi Perbandingan KPwLN dan KPwDN
51
pembangunan ekonomi daerah maupun
nasional jangka panjang yang inklusif dan
9
Dalam rangka menjalankan misi tersebut,
KPwDN diperlengkapi dengan fungsi:10
a. pengembangan ekonomi dan advisor
kebijakan pada kepala daerah
(Gubernur);
b. regional financial surveillance (fokus
untuk memelihara stabilitas sistem
keuangan);
c. pengumpulan data untuk pengambilan
keputusan di pusat maupun daerah;
d. pengelolaan uang kartal;
e. pengawasan sistem pembayaran;
f. pelaksanaan sistem pembayaran,
contoh elektronifikasi;
g. pelaksanaan financial inclusion
(khususnya) UMKM;
h. melakukan komunikasi kebijakan;
i. dukungan SDM, sistem informasi,
perencanaan dan anggaran,
manajemen fasilitas dan keamanan.
Strategi yang ditempuh untuk mencapai visi
KPwDN tadi adalah:11
1. Integrasi dan Komunikasi
a. mengintegrasikan seluruh output
kegiatan KPwDN ke dalam Kajian
Ekonomi dan Keuangan Regional
(KEKR);
b. penyelarasan data dan informasi
daerah dan pusat;
2. Ekstensifikasi dan Intensifikasi Output
a. meningkatkan keluasan dan
kedalaman KEKR;
9
Ibid. 10
Ibid. 11
Ibid.
Fungsi
policy advisory
statistika
pegawasan SP
financial inclusion
TI dan manajemen
internal
komunikasi kebijakan
SP nontunai
pengelolaan uang kartal
financial surveillance
Grafik B2.2 Fungsi KPwDN
52
b. KEKR menjadi bagian pembahasan
dalam Rapat Dewan Gubernur
(RDG) maupun fora internasional;
3. Layanan Prima
a. layanan kas, kliring/RTGS,
perizinan, pengawasan sistem
pembayaran, peran fasilitasi,
informasi dan kajian yang
berkualitas;
b. meningkatkan jangkauan
distribusi pengedaran uang
melalui pendekatan geografis,
perluasan jaringan, dan
manajemen persediaan;
4. Pemberian Saran Strategis
a. rekomendasi perumusan kebijakan
BI dari KPwDN;
b. evaluasi implementasi kebijakan BI
di daerah;
c. rekomendasi atas kebijakan
ekonomi daerah yang akan/telah
diambil oleh pemerintah daerah
yang berimplikasi terhadap
pelaksanaan tugas BI.
B2.3 Organisasi dan Protokoler Kantor Perwakilan BI
Secara struktur, KPwLN dipimpin oleh
seorang pejabat dengan level Direktur.
Sementara itu, kepangkatan pemimpin
KPwDN disesuaikan dengan ukuran
ekonomi wilayah kerja yang menjadi
tanggung jawabnya. Sebagai contoh,
KPwDN Provinsi Sulawesi Selatan dipimpin
oleh seorang kepala perwakilan setingkat
Direktur Eksekutif, KPwDN Provinsi Riau
dipimpin oleh setingkat Direktur, sementara
KPwDN Kota Solo dipimpin oleh setingkat
Deputi Direktur. Sejalan dengan itu, struktur
BPK
9 Anggota
Auditorat Utama
Auditor Utama
Auditorat
Kepala Auditorat
Subauditorat
Kasubauditorat
Bank Indonesia
Dewan Gubernur
Departemen
Direktur Eksekutif
Grup
Direktur
Divisi
Deputi Direktur
Kementerian
Menteri
Direktorat Jenderal
Direktur Jenderal
Direktorat
Direktur
Subdirektorat
Kasubdit
Grafik B2.3 Perbandingan Struktur Umum Organisasi BPK,
BI dan Kementerian
53
organisasi antar-KPwDN menjadi sedikit
bervariasi.
Namun demikian karena sama-sama
mewakili Dewan Gubernur BI di wilayah
kerjanya, maka kepala-kepala perwakilan
diberi wibawa protokoler yang relatif sama.
Sebagai pewakil pimpinan lembaga negara
di daerah, para kepala perwakilan juga
diberikan suatu pengaturan protokoler
enghormatan
kepada mereka sesuai jabatan dan/atau
kedudukannya dalam negara,
12
Lingkup
pengaturan tersebut meliputi tata tempat,
tata upacara dan tata penghormatan.13
Dalam hal tata tempat, pada acara resmi di
provinsi, kepala KPwDN provinsi menempati
urutan yang sama dengan kepala
perwakilan BPK provinsi, segera setelah
bupati/wali kota dan tepat sebelum ketua
DPRD kabupaten/kota.
B2.4 Sekilas KPwDN Provinsi Papua
Kehadiran Bank Indonesia di Papua dapat
ditelusuri hingga 13 Desember 1962.
Keberadaan Bank Indonesia di Irian Barat
kala itu memiliki misi khusus, yaitu
memperjuangkan Tri Komando Rakyat
(Trikora) guna menggerakkan roda
perekonomian, perdagangan, dan
keuangan di Irian Barat. Selain itu, BI juga
sekaligus berperan sebagai agent of
development bagi pemerintah Republik
Indonesia.
12
UU 9/2010 Tentang Keprotokolan. 13
Ibid.
Acara Kenegaraan/
Resmi
Presiden
Wakil Presiden
Ketua MPR
Ketua DPR
...
Gubernur BI
Menteri
...
DGS/DG BI/ Pim. Lembaga
Negara Lain menurut UU
Gubernur Provinsi
...
Acara Resmi
Provinsi
Urutan Kenegaraan
Gubernur
Wakil Gubernur
...
Bupati/ Walikota
Kaper BPK/ BI Provinsi
Ketua DPRD Kabkot
Wabup/ Wawalkot
Anggota DPRD Kabkot
Asisten Sekdaprov/ Kadisprov/ Kakantor
Vertikal Eselon II Lainnya
...
Acara Resmi
Kab. Kota
Urutan Kenegaraan
Urutan Provinsi
Bupati/ Wali Kota
...
Asisten Sekdakabkot/ Kadis Sekdakabkot/
Kaper BI Kota
Ka. Instansi Vertikal Kabkot
...
Grafik B2.4 Perbandingan Tata Tempat pada
Acara Kenegaraan atau Acara Resmi
menurut UU 9/2010 Tentang Keprotokolan
54
Pada masa Trikora, Bank Indonesia (BNI Unit
I)14
terlibat langsung dengan mengerahkan
personelnya ikut membebaskan Irian Barat
dari penjajahan Belanda. Pada saat itu
dibentuk Peleton Bank yang dipersiapkan
untuk membuka bank pada 5 kota di Irian
Barat (Kotabaru15
, Biak, Manokwari, Sorong
dan Merauke). Sebelum diberangkatkan,
para personel Peleton Bank dilatih terlebih
dahulu secara militer karena satuan tersebut
kemungkinan besar akan diterjunkan saat
pendaratan pertama bersama Induk Satuan
Tempur RI di Irian Barat. Kendati awalnya
dipersiapkan 5 regu yang terdiri dari BI, BNI,
BKTN, BBD dan BDN, sesuai Keputusan
Panglima Komando Tertinggi (Presiden)
hanya Regu BI yang akhirnya
diberangkatkan.
Berdasarkan Keputusan Presiden tersebut,
tugas mempersiapkan pembukaan bank
secara definitif diserahkan kepada Bank
Indonesia. Ketika Irian Barat masih dalam
pengawasan UNTEA, Peleton Bank berhasil
membuka cabang pertama di Kotabaru
pada 13 Desember 1962. Peresmiannya
14
Pada masa Demokrasi Terpimpin dikenal
adanya Doktrin Bank Berdjoang dan Sistem
Bank Tunggal. Kala itu, seluruh bank
pemerintah termasuk BI dilebur menjadi satu
Bank Negara Indonesia (BI sebagai BNI Unit I;
Bank Koperasi, Tani dan Nelayan sebagai Unit
II, BNI 46 sebagai Unit III, Bank Umum Negara
sebagai Unit IV dan BTN sebagai Unit V.)
Meski secara formal, telah terintegrasi, dalam
kenyataannya masing-masing bank tetap
beroperasi seperti saat sebelum dilebur.
Semua harapan dan rencana yang
dikumandangkan oleh rezim masa itu ternyata
hanya bagus pada tataran teori. 15
Nama yang digunakan untuk menyebutkan
Jayapura antara lain: Hollandia, Kotabaru,
Soekarnapura, Jayapura dan Port Numbay.
Djoko Soetargo (Pimpinan)
Ph. K. Intama, Moh Sidik (Pejabat)
Saenan Soesanto, Soekanto (Staf/Kuasa Kas)
M. Koesnan Danoeatmojo| Soenarto, K. R. Th. De Queljo|
Adnin | Soeratno (Pegawai Tata Usaha)
Kristiono | Lim Soen Kim| Dimin B. Tardjo | Ngafani B.
Matkirom (Kasir)
Grafik B2.5 Struktur Regu Bank Indonesia yang
Diberangkatkan untuk Operasi Trikora di Irian Barat
pada Oktober 1962
Djoko Soetargo (Pemimpin Cabang)
Ph. K. Intama
(Pemimpin Cabang
Pengganti)
Soekanto, Saenan Soesanto
(Staf/ Kuasa Kas)
Moh. Sidik
(Pemegang Buku)
Grafik B2.6 Struktur BI Cabang Kotabaru
55
dihadiri oleh Ketua UNTEA (Dr. Jalal Abdoh)
dan Direksi Bank Indonesia (R. Soerjadi S.E.).
Setelah itu diresmikan juga cabang baru di
Biak (19 Februari 1963), Sorong (14 Maret
1963), Manokwari (17 Maret 1963), dan
Merauke (19 Maret 1963).
Ketika BI masuk ke Irian Barat, satu-satunya
bank yang beroperasi di daerah ini adalah
Nederlandsche Handel Maatschappij (NHM).
Pada 23 Maret 1963, BI mengambil alih
NHM. Saat itu NHM di Kotabaru berkantor
di tempat yang saat ini menjadi Kompleks
Perkantoran BI (Koperbi) di Jayapura.
Sejalan dengan renovasi Koperbi di
Jayapura, sisa-sisa gedung peninggalan
NHM telah dirubuhkan dan didirikan
bangunan lain yang lebih sesuai dengan
kebutuhan dan aktivitas perkantoran BI di
Jayapura.
Sumber: www.delcampe.net
Grafik B2.7 Kartu Pos Bergambar Kantor NHM di Jayapura dari periode 1960
56
Selanjutnya sejak 1 September 1969, fungsi
Bank Indonesia kembali difokuskan kepada
fungsi-fungsi bank sentral. Oleh karena itu,
keempat kantor cabang Irian Jaya di luar
Jayapura diserahkan kepada Bank Ekspor
Impor untuk dikelola sebagai kantor bank
komersil. Akan tetapi, sehubungan dengan
pembukaan Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Provinsi Papua Barat, BI kembali
menempati kantor cabang yang dulu
diserahkan kepada Bank Ekspor Impor.
Gedung tersebut sempat digunakan oleh
Bappeda Provinsi Papua Barat sebelum
resmi ditempati kembali oleh BI pada 4
Desember 2014.
Jika dihitung sejak hadir di Tanah Papua
sampai dengan saat ini, Kantor Perwakilan
Bank Indonesia Provinsi Papua telah
dipimpin oleh 24 pemimpin atau kepala
perwakilan. Kepala perwakilan sekarang
adalah Joko Supratikto yang menjabat sejak
10 Juli 2015.
Sejalan dengan evolusi peran BI secara
nasional maupun di regional Papua, KPwDN
Provinsi Papua di bawah kepimpinan Joko
Supratikto memandang tantangan
pengendalian inflasi dan kecukupan
investasi sebagai tantangan utama
kebijakan ekonomi di Papua. Oleh karena
itu, pada 2016 ini, KPwDN Provinsi Papua
akan fokus mendorong pembentukan
sekaligus optimalisasi peran TPID di seluruh
kabupaten kota sebagai forum koordinasi
kebijakan yang menyinergikan seluruh
pemangku kebijakan mengendalikan
stabilitas harga di Papua.
Djoko Soetargo
(1963)
M. Rifai
(1963)
Gusti Abdul Aziz
(1963-1965)
Bambang Susilo
(1965-1968)
R. Soejoto
(1968-1969)
Sunyoto Kusumadidjoyo
(1969-1972)
Dewa Made Gunawan
(1972 1976)
Permadi Sofian
(1976-1977)
A.A. Ngurah Alit Muhawan (1977-1981)
Soedharinto
(1981-1984)
V. F. Soewadji
(1984-1986)
Sudarto Wirjodarmojo (1986-1989)
M. Ma'ruf Saleh
(1989-1992)
Sri Sularmo
(1992-1993)
Moeljono
(1993-1996)
Rubino
(1996-1998)
C. Y. Boestal
(1998-1999)
Norman John
(1999-2001)
Sahat Tampubolon (2001-2003)
Budiman Usman
(2003-2006)
Suratno Koestamar
(2006-2009)
Leo R. Tandiarang (2009-2012)
Hasiholan Siahaan
(2012-2015)
Joko Supratikto (2015- ...)
Grafik B2.8 Daftar Pemimpin Bank Indonesia di
Jayapura
57
Terkait masalah kecukupan investasi, BI
mendukung sepenuhnya agenda RPJMD
Provinsi Papua 2013-2018 yang
menetapkan 2016 sebagai tahun investasi.
Sejalan dengan itu, BI akan
menyelenggarakan riset khusus mengenai
isu investasi, tata niaga dan diagnosis
pembangunan di Papua. Hasil riset tersebut
diharapkan dapat menjadi advis (masukan
dan rekomendasi) bagi para pemangku
kebijakan. Selanjutnya, bekerja sama
dengan berbagai stakeholders di Papua, BI
berencana mengadakan Papua Investment
Summit 2016 untuk semakin
mempromosikan peluang investasi di
Papua.
Selain itu, dari sisi pemberdayaan sektor riil,
BI akan turut bersinergi dengan SKPD teknis
terkait dalam membangun dan
mengembangkan klaster-klaster pangan
strategis atau komoditas unggulan daerah.
Pengembangan tersebut akan difokuskan
pada peningkatan akses masyarakat ke
sistem keuangan (financial inclusion)
khususnya institusi perbankan.
Untuk mendukung pelaksanaan fungsi
pengawasan bank dan sistem keuangan
secara makroprudensial yang diemban oleh
BI pasca-UU OJK, KPwDN Provinsi Papua
akan menyusun alat surveilans stabilitas
sistem keuangan regional yang telah
dikembangkan di level nasional. Pada tahap
pertama di 2016 ini, Papua akan menyusun
Regional Financial Account (RFA) yang
mengkompilasi transaksi antaragen
ekonomi di regional Papua. Agen-agen
Moneter: TPID
di seluruh Kabupaten Kota
Moneter: Riset Investasi,
Riset Tata Niaga, dan Riset Growth Diagnostic
Moneter: Papua
Investment Summit 2016
Makroprudensial: Pengembangan
Klaster dalam rangka Financial Inclusion
Makroprudensial: Regional Financial
Account
Sistem Pembayaran: Clean Money
Policy
Sistem Pembayaran: Pilot Project
CCNP
Sistem Pembayaran: Kewajiban Penggunaan
Rupiah
Grafik B2.9 Fokus Kebijakan KPwDN Provinsi Papua
2016
58
yang dimaksud setidaknya mencakup
rumah tangga, perusahaan, pemerintah,
institusi keuangan dan bank sentral. Pada
tahap selanjutnya, untuk meningkatkan
efektivitas surveilans menggunakan RFA,
akan disusun Regional Balance Sheets (RBS)
yang memberikan gambaran lebih
komprehensif terkait risiko imbalances dan
shock atas stabilitas sistem keuangan di
level regional.
Selain itu, di sisi sistem pembayaran, untuk
mendukung kebijakan clean money policy,
BI akan meningkatkan alternatif
pendistribusi uang layak edar di Papua.
Selain meneruskan pelayanan langsung ke
masyarakat melalui kas keliling yang
diadakan rutin dan sewaktu-waktu, BI
berencana mengimplementasikan CCNP
bekerja sama dengan institusi perbankan
yang ada di Papua. Pilot Project akan
dimulai tahun ini bekerja sama dengan
Bank Papua. Kebijakan ini diharapkan
mampu meningkatkan kualitas uang kartal
yang beredar di masyarakat sekaligus
alat pembayaran yang sah di seluruh
wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
LAMPIRAN
TABEL-TABEL
b
Lampiran KEKR Provinsi Papua Triwulan IV 2015
TABEL I. PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO PROVINSI PAPUA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 2010
(dalam miliar rupiah)
Sumber: Badan Pusat Statistik
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 2010 2011 2012
MENURUT PENGGUNAAN Total Total Total Total Total I II III IV Total
Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 39.287,3 41.832,1 44.536,0 47.326,6 50.742,6 12.922,9 13.099,7 13.525,2 14.043,1 53.590,8
Pengeluaran Konsumsi LNPRT 1.404,3 1.550,6 1.657,1 1.777,2 1.997,2 502,1 515,7 535,0 559,8 2.112,7
Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 18.241,8 18.930,8 20.339,8 22.059,1 23.862,1 6.131,9 5.915,9 6.206,7 7.382,2 25.305,2
Pembentukan Modal Tetap Bruto 25.059,4 27.028,0 28.830,6 30.661,0 33.014,5 8.436,7 8.670,0 8.976,7 9.343,2 35.530,2
Perubahan Inventori 11.237,1 (1.046,4) 116,1 221,4 (183,5) (39,2) (49,6) (50,1) 17,6 132,6
Ekspor Luar Negeri 46.973,0 33.910,1 24.281,1 32.143,1 17.091,2 3.680,8 7.056,3 8.004,5 4.866,8 23.736,8
Impor Luar Negeri 9.752,6 10.153,4 9.271,4 5.451,8 11.190,9 1.886,6 2.070,9 2.490,2 2.430,3 8.943,3
Net Ekspor Antardaerah (21.642,1) (5.985,2) (2.598,4) (12.308,0) 4.883,8 646,7 (534,4) (2.913,1) 943,2 (193,9)
MENURUT KATEGORI LAPANGAN USAHA
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 11.681,1 12.133,3 12.883,7 13.661,8 14.453,2 3.622,4 3.793,3 3.869,2 4.104,2 15.425,2
Pertambangan dan Penggalian 59.693,9 50.008,9 46.801,2 50.313,5 48.219,3 12.178,1 13.792,8 12.294,5 13.817,1 53.506,3
Industri Pengolahan 2.097,5 2.209,2 2.251,7 2.299,7 2.500,1 628,8 663,3 641,8 660,5 2.594,4
Pengadaan Listrik, Gas 30,3 32,2 35,6 38,3 40,3 9,1 10,4 9,9 10,5 38,9
Pengadaan Air 56,8 58,6 61,3 65,3 69,4 17,6 17,8 18,3 18,5 72,2
Konstruksi 7.973,1 9.252,1 10.546,6 11.790,6 12.857,2 3.300,4 3.454,3 3.569,3 3.843,9 14.169,4
Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 6.892,1 7.518,9 8.258,6 9.031,5 9.690,7 2.528,9 2.560,6 2.611,3 2.789,5 10.490,3
Transportasi dan Pergudangan 3.516,0 3.864,1 4.201,6 4.544,0 5.010,3 1.306,1 1.334,9 1.376,3 1.470,4 5.487,7
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 557,6 608,7 656,5 733,1 825,3 210,4 214,3 223,4 239,2 887,3
Informasi dan Komunikasi 3.103,3 3.434,2 3.785,4 4.269,7 4.553,0 1.111,3 1.195,6 1.208,0 1.274,4 4.789,3
Jasa Keuangan 1.268,9 1.406,3 1.516,7 1.734,7 1.862,8 475,9 415,6 500,5 494,6 1.901,5
Real Estate 1.956,7 2.213,1 2.434,6 2.718,6 2.938,7 747,6 772,7 776,2 814,3 3.110,8
Jasa Perusahaan 1.009,1 1.153,4 1.228,6 1.300,9 1.426,4 342,1 366,6 380,9 393,4 1.483,0
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 7.093,3 7.850,2 8.506,3 8.744,1 10.140,1 2.481,7 2.560,2 2.802,0 3.137,4 11.258,7
Jasa Pendidikan 1.756,0 1.942,8 2.129,6 2.337,1 2.527,7 640,3 653,4 677,7 739,3 2.710,8
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1.250,3 1.403,9 1.526,9 1.668,8 1.825,0 470,0 471,1 493,7 542,7 1.977,6
Jasa lainnya 872,1 976,9 1.065,9 1.176,9 1.277,5 324,5 325,6 341,7 375,7 1.367,5
TOTAL 110.808,2 106.066,7 107.890,9 116.428,6 120.217,0 30.395,3 32.602,7 31.794,7 34.725,4 131.270,9
2013 2014 2015
c
Lampiran KEKR Provinsi Papua Triwulan IV 2015
TABEL II. PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO PROVINSI PAPUA ATAS DASAR HARGA BERLAKU
(dalam miliar rupiah)
Sumber: Badan Pusat Statistik
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 2010 2011 2012
MENURUT PENGGUNAAN Total Total Total Total Total I II III IV Total
Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 39.252,3 44.810,4 50.164,8 57.324,0 65.488,3 17.152,2 17.489,1 18.152,4 19.098,9 71.892,6
Pengeluaran Konsumsi LNPRT 1.402,0 1.645,5 1.867,4 2.162,4 2.592,8 685,9 709,9 738,2 773,9 2.907,8
Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 18.189,5 20.351,4 22.734,8 26.106,0 30.559,3 7.626,5 7.909,3 8.408,2 10.239,5 34.183,6
Pembentukan Modal Tetap Bruto 25.009,8 28.606,1 32.070,9 36.270,8 41.554,0 10.971,3 11.374,9 11.883,3 12.574,1 46.803,5
Perubahan Inventori (7.917,3) (1.141,4) 171,4 335,8 (378,2) (80,7) 386,9 (56,7) 40,9 290,3
Ekspor Luar Negeri 46.999,0 33.037,5 20.707,4 30.253,2 19.619,1 4.714,5 8.935,7 9.273,0 5.053,6 27.976,7
Impor Luar Negeri 9.740,5 10.860,5 10.846,8 6.744,4 14.019,6 2.476,5 2.631,2 3.163,1 3.095,8 11.366,6
Net Ekspor Antardaerah (7.202,3) (8.260,2) (4.057,3) (25.935,8) (11.876,3) (3.880,6) (5.533,7) (7.552,2) (3.595,5) (20.562,0)
MENURUT KATEGORI LAPANGAN USAHA
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 11.681,1 12.762,6 14.139,9 15.595,4 17.385,2 4.751,4 4.974,2 5.101,4 5.523,0 20.350,0
Pertambangan dan Penggalian 59.693,9 50.321,5 46.611,8 45.170,1 46.139,6 11.056,8 13.913,7 11.891,1 12.724,2 49.585,8
Industri Pengolahan 2.097,5 2.346,8 2.480,2 2.589,4 3.007,0 783,1 834,6 819,2 865,4 3.302,4
Pengadaan Listrik, Gas 30,3 28,8 34,9 31,9 40,1 13,2 10,5 10,6 18,5 52,7
Pengadaan Air 56,8 60,1 63,9 71,8 80,3 20,9 21,1 22,0 22,4 86,3
Konstruksi 7.973,1 9.410,6 11.361,9 13.173,9 16.786,5 4.701,0 4.776,0 4.997,1 5.617,3 20.091,4
Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 6.892,1 7.148,7 8.334,3 9.766,5 11.297,3 3.166,1 3.251,9 3.389,9 3.767,2 13.575,2
Transportasi dan Pergudangan 3.516,0 4.142,5 4.843,8 5.808,8 6.747,5 1.833,3 1.893,5 1.989,0 2.202,7 7.918,4
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 557,6 651,1 727,0 876,2 1.064,0 283,5 293,2 311,9 344,2 1.232,9
Informasi dan Komunikasi 3.103,3 3.512,0 4.023,7 4.359,7 5.005,2 1.279,9 1.412,9 1.460,9 1.588,9 5.742,6
Jasa Keuangan 1.268,9 1.478,4 1.741,7 2.090,2 2.347,2 624,6 549,6 677,5 660,6 2.512,3
Real Estate 1.956,7 2.317,7 2.756,6 3.159,8 3.548,5 956,3 1.001,0 1.018,4 1.106,8 4.082,5
Jasa Perusahaan 1.009,1 1.195,5 1.348,7 1.434,9 1.617,8 396,3 429,9 455,8 489,7 1.771,7
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 7.093,3 8.386,5 9.392,3 10.095,5 12.269,2 3.226,9 3.616,6 3.772,0 4.189,0 14.804,5
Jasa Pendidikan 1.756,0 1.962,3 2.196,2 2.423,7 2.661,4 683,9 714,9 749,3 828,7 2.976,7
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1.250,3 1.452,7 1.632,7 1.849,3 2.118,4 563,9 573,7 616,3 691,2 2.445,1
Jasa lainnya 872,1 1.010,7 1.123,2 1.275,1 1.424,2 371,4 373,6 400,7 449,6 1.595,3
TOTAL 110.808,2 108.188,8 112.812,6 119.772,0 133.539,4 34.712,6 38.640,9 37.683,0 41.089,5 152.126,0
2013 2014 2015
d
Lampiran KEKR Provinsi Papua Triwulan IV 2015
TABEL III. IMPOR LUAR NEGERI NONMIGAS PROVINSI PAPUA
Sumber: Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan
Sumber: Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
IMPOR
Nilai Impor Nonmigas (juta USD) 163,7 173,2 171,7 194,5 55,6 160,4 103,7 58,4 179,3 184,8 199,0 163,0 115,1 122,3 177,5 174,11
Nilai Impor Konsumsi 2,9 3,4 4,1 3,8 1,5 3,5 2,3 0,9 8,9 7,6 5,4 3,8 2,8 3,9 4,2 7,0
Nilai Impor Bahan Baku dan Penolong 127,1 123,2 132,0 136,4 49,6 117,5 85,4 44,7 121,3 145,2 152,7 131,7 89,6 97,0 142,8 127,3
Nilai Impor Barang Modal 33,8 46,6 36,6 54,7 4,6 39,6 16,1 13,4 49,8 32,5 41,6 28,0 23,2 21,8 30,9 40,5
Volume Impor Nonmigas (ribu ton) 27,3 21,4 20,8 22,2 10,9 23,1 19,3 10,8 35,9 22,9 23,8 29,2 13,4 22,3 17,2 65,2
Volume Impor Konsumsi 0,3 0,5 0,4 0,5 0,1 0,3 0,3 0,0 0,7 0,7 0,5 0,5 0,3 0,6 0,4 0,5
Volume Impor Bahan Baku dan Penolong 25,2 18,4 18,9 18,6 10,7 18,9 17,7 7,9 28,2 19,4 20,9 27,0 11,2 19,9 15,0 62,3
Volume Impor Barang Modal 1,8 2,6 1,5 3,1 0,2 3,9 1,4 2,9 7,3 2,9 2,5 1,9 2,0 1,9 1,9 2,5
Negara Asal Impor (juta USD) 163,7 173,2 171,7 194,5 55,6 160,4 103,7 58,4 179,3 184,8 199,0 163,0 115,1 122,3 177,5 174,1
Malaysia - - - 0,0 - - 0,1 0,0 0,2 0,3 2,5 0,6 8,4 0,4 0,3 1,1
Singapura 35,0 38,0 37,3 38,4 9,7 35,5 20,0 12,3 42,0 19,4 9,6 13,2 6,6 18,4 20,3 11,8
Jepang 10,1 9,7 14,3 14,1 4,1 4,9 13,3 4,3 9,2 13,9 13,4 10,8 4,1 3,7 4,8 7,6
RRT 0,2 0,2 1,7 1,1 0,1 0,3 0,9 5,5 4,0 3,0 3,8 2,7 2,0 1,7 1,4 1,8
Australia 61,2 70,1 77,2 97,1 36,6 56,0 49,5 26,5 65,0 72,3 81,8 65,5 44,9 43,8 56,0 80,0
Amerika Serikat 55,0 54,4 40,3 42,9 4,8 61,5 19,2 9,2 41,2 54,9 50,3 42,3 27,4 35,1 38,9 50,3
Swedia - - - - - - - - 2,0 3,9 13,2 13,3 13,5 7,8 44,7 6,5
Finlandia - - - - - - - 0,0 9,6 5,4 3,7 4,0 2,0 3,3 1,3 1,1
2015
RINCIAN
2012 2013 2014
e
Lampiran KEKR Provinsi Papua Triwulan IV 2015
TABEL IV. EKSPOR LUAR NEGERI NONMIGAS PROVINSI PAPUA
Sumber: Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
EKSPOR
Nilai Ekspor (juta USD) 442,0 702,9 464,1 484,0 509,7 500,4 696,2 1.004,8 138,7 37,1 766,2 571,8 353,9 614,0 620,5 365,15
KPBC Jayapura 1,2 0,1 0,1 1,1 0,2 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,3 0,3 0,1 0,1 0,0 0,5
KPBC Merauke 20,8 25,2 19,0 22,6 23,4 25,6 18,3 22,2 26,7 24,7 23,7 25,8 18,4 19,6 11,7 13,48
KPBC Amamapare 414,2 670,0 437,0 459,6 486,2 467,2 672,6 973,7 102,8 1,5 731,6 535,8 318,4 575,7 595,6 345,07
KPBC Biak 5,8 7,7 7,9 0,7 - 7,6 5,2 8,8 9,2 10,7 10,5 9,8 16,9 18,5 13,2 6,11
KPBC Nabire - - - - - - - - - - - - - - - -
Volume Ekspor (ribu ton) 166,0 303,0 237,2 240,3 265,0 273,8 373,1 445,6 88,2 46,1 301,1 272,6 204,6 335,4 370,8 246,3
KPBC Jayapura 0,2 0,0 0,0 0,5 0,1 0,1 0,0 0,0 0,1 0,1 0,2 0,1 0,1 0,1 0,0 0,22
KPBC Merauke 39,6 33,9 22,0 48,2 48,2 33,5 45,2 20,4 33,0 30,2 28,6 30,8 19,2 20,9 12,8 15,07
KPBC Amamapare 117,0 257,3 203,2 190,6 216,8 229,4 320,3 413,8 41,1 0,1 259,4 227,2 165,0 291,7 337,6 220,98
KPBC Biak 9,3 11,7 12,0 1,1 - 10,7 7,6 11,4 14,0 15,8 12,9 14,4 20,4 22,7 20,3 10,03
KPBC Nabire - - - - - - - - - - - - - - - -
Total Komoditas (juta USD) 442,0 702,9 464,1 484,0 509,7 500,4 696,2 1.004,8 138,7 37,1 766,2 571,8 353,9 614,0 620,5 365,15
Kayu Olahan 22,0 27,5 25,3 19,2 18,3 26,0 19,1 23,9 26,4 26,3 27,3 29,0 35,3 38,2 24,9 19,59
Bijih Tembaga 411,3 663,2 435,7 458,2 486,2 467,2 672,2 973,7 102,6 - 730,7 534,4 318,3 575,5 594,1 343,85
Negara Tujuan Ekspor (juta USD) 442,0 702,9 464,1 484,0 509,7 500,4 696,2 1.004,8 138,7 37,1 766,2 571,8 353,9 614,0 620,5 365,2
Amerika Serikat - - - 0,0 - - - - - - 3,2 - 7,1 7,2 0,0 -
Kayu Olahan - - - - - - - - - - 3,2 - 7,1 7,2 - -
Bijih Tembaga - - - - - - - - - - - - - - - -
Filipina - - 71,0 98,8 94,6 - 80,3 39,0 19,8 0,1 - - - 45,8 68,3 69,2
Kayu Olahan - - - - - - - - - - - - - - - -
Bijih Tembaga - - 71,0 98,8 94,6 - 80,3 39,0 19,8 - - - - 45,8 68,3 69,2
India 106,7 154,2 95,4 93,8 212,0 - 191,0 351,6 - - 286,5 52,3 196,5 206,7 227,5 147,5
Kayu Olahan - - - - - - - 0,1 - - - - - - - -
Bijih Tembaga 106,7 154,2 95,4 93,8 212,0 - 191,0 351,4 - - 286,5 52,3 196,5 206,7 227,5 147,5
Jepang 181,7 185,0 133,5 82,8 87,2 173,2 148,8 273,2 - 0,7 73,8 195,8 33,7 154,3 154,5 60,6
Kayu Olahan - - - - - - - - - - - - - - - -
Bijih Tembaga 181,7 185,0 133,5 82,8 87,2 173,2 148,8 273,2 - - 72,4 195,3 33,7 154,3 154,5 60,6
RRT 5,7 148,0 37,7 29,7 5,1 86,4 193,9 132,7 29,4 8,4 145,0 171,7 88,2 105,5 67,9 49,2
Kayu Olahan 1,5 - - 1,2 - - 1,3 - - - - - - - - -
Bijih Tembaga - 143,8 36,4 24,4 - 79,3 188,2 126,8 19,9 - 139,6 164,3 88,2 105,5 67,9 49,2
Arab Saudi 13,5 21,5 17,3 9,1 13,1 21,9 13,2 17,3 15,8 15,4 17,7 15,7 23,7 23,4 14,3 12,6
Kayu Olahan 13,5 21,5 17,3 9,1 13,1 21,9 13,2 17,3 15,8 15,4 17,7 15,7 23,7 23,4 14,3 12,6
Bijih Tembaga - - - - - - - - - - - - - - - -
Korea Selatan - 98,4 34,5 85,1 23,4 90,9 63,9 83,1 4,6 1,8 47,9 25,8 - 65,5 25,0 18,8
Kayu Olahan - - - - 1,4 - - 0,8 4,6 1,8 - - - 2,2 5,7 1,58
Bijih Tembaga - 98,4 34,5 85,1 21,9 90,9 63,9 82,4 - - 47,9 25,8 - 63,4 19,3 17,26
2015
RINCIAN
2012 2013 2014
f
Lampiran KEKR Provinsi Papua Triwulan IV 2015
TABEL V. PENYALURAN KREDIT PERBANKAN NASIONAL (LOKASI PROYEK DI PROVINSI PAPUA)
Sumber: Laporan Bank Umum
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
Menurut Penggunaan
Modal Kerja 4.962 5.411 5.867 6.021 6.025 6.396 6.615 6.786 7.258 7.890 8.433 7.705 7.550 8.178 9.350 9.512
Investasi 1.562 2.100 2.206 2.330 2.296 2.852 2.868 3.170 3.037 3.186 3.200 3.620 3.625 3.922 2.813 3.018
Konsumsi 5.119 5.600 6.061 6.542 6.966 7.395 8.020 8.365 8.443 8.601 8.648 9.555 9.685 9.921 10.201 10.361
Menurut Sektor Lapangan Usaha
1. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 141 158 163 164 237 457 505 739 736 792 828 842 887 1.082 865 1.134
2. Pertambangan dan Penggalian 75 89 77 120 106 90 102 86 70 79 92 72 79 81 30 43
3. Industri Pengolahan 317 432 552 486 377 488 546 506 374 364 335 318 308 296 153 352
4. Pengadaan Listrik dan Gas 34 47 48 43 45 51 34 36 33 35 45 51 38 46 25 36
5. Pengadaan Air 2 2 1 1 1 - - - 2 4 7 5 3 6 2 6
6. Konstruksi 1.012 1.234 1.393 1.424 1.092 1.201 1.302 1.260 1.316 1.502 1.858 1.454 1.265 1.527 1.140 1.561
7. Perdagangan Besar dan Eceran 2.563 2.908 3.200 3.385 3.457 4.075 4.122 4.215 4.383 4.618 4.766 4.959 5.035 5.358 6.550 5.820
8. Transportasi dan Pergudangan 176 197 255 265 342 409 434 470 520 611 649 669 671 651 522 641
9. Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 424 468 483 525 573 642 643 647 647 677 695 688 678 708 398 703
10. Informasi dan Komunikasi 35 35 61 48 16 16 16 16 19 17 18 18 18 18 1 2
11. Perantara Keuangan 147 254 332 399 452 340 357 390 376 487 460 496 542 695 608 727
12. Real Estate dan Usaha Persewaan 225 219 190 189 186 183 179 194 244 179 177 181 187 189 145 208
13. Jasa Perusahaan 79 100 103 99 157 277 246 247 234 214 199 221 230 224 221 211
14. Adm. Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 2 2 2 1 1 1 3 3 3 6 4 111 37 2 1 66
15. Jasa Pendidikan 53 66 104 119 24 28 33 31 32 17 30 15 13 17 11 15
16. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 11 18 20 19 16 18 24 24 31 30 32 30 29 35 30 36
17. Lainnya dan Bukan Lapangan Usaha 6.349 6.882 7.150 7.606 8.206 8.366 8.959 9.458 9.718 10.044 10.086 10.749 10.840 11.086 11.660 11.329
TOTAL 11.643 13.112 14.135 14.893 15.288 16.643 17.503 18.321 18.737 19.677 20.281 20.879 20.860 22.021 22.364 22.891
2015URAIAN
2012 2013 2014