Kajian Dilusi Gas Pasca Peledakan
-
Upload
wanda-febrian -
Category
Engineering
-
view
468 -
download
5
Transcript of Kajian Dilusi Gas Pasca Peledakan
BAB II
TOPIK BAHASAN
A. Latar Belakang Pemilihan Topik
Proses peledakan merupakan proses yang melibatkan senyawa kimia
reaktif apabila dipicu oleh panas, benturan, dan gesekan menimbulkan reaksi
eksoterm. Hasil reaksi yang dihasilkan adalah gas dan uap air. Reaksi
pembentukan gas dalam jumlah besar terjadi sangat cepat menimbulkan energi
dan tekanan gas yang kuat. Sifat gas ledakan yang bertekanan tinggi serta energi
yang dihasilkan dimanfaatkan untuk memberaikan material keras seperti
batubara.
Produk bahan peledak yang dipakai oleh perusahaan adalah permitted
power gel. Bahan peledak tipe ini telah diuji dan lulus zero oxygen balance oleh
pabrik produksi PT. Dahana, berarti apabila meledakkan bahan peledak tipe
permitted power gel diasumsikan tidak menghasilkan gas berbahaya seperti CO,
NO, NO2, dan SO2. Akan tetapi, pada kenyataannya di peledakan menggunakan
permitted power gel di tambang, hasil gas peledakan terindikasi terdapatnya gas
karbon monoksida (CO). Tabel 4 halaman 56 merupakan data kualitas udara front
penambangan split 6 sebelum dan setelah dilakukan peledakan tanggal 11 juli
2015.
55
56
Tabel 4. Kualitas udara di front Split 6 sebelum dan sesudah peledakan Gas Sebelum Peledakan Sesudah PeledakanO2 20,8 % 20,4 %
H2S 0 ppm 6.4 ppmCO 0 ppm 335 ppmCH4 0 % 1 %
Sumber. Penulis 11 Juli 2015
Zero oxygen balance merupakan kesetimbangan jumlah oksigen yang
tepat dalam suatu campuran bahan peledak sehingga seluruh reaksi menghasilkan
hidrogen menjadi dihidrogen oksida, karbon dioksida, dan dinitrogen bebas
sehingga dalam hasil reaksinya hanya ketiga unsur tersebut yang terbentuk.
Rumus untuk menentukan oxygen balance sebagai berikut.
Bahan peledak yang terdapat unsur C,H,O, dan N maka dipakai rumus berikut
Oxygen Balance=Oo−2Co−0,5 H 0
Bahan peledak yang terdiri dari unsur tambahan yang memiliki afinitas terhadap
oksigen, misalnya CaO, Na2O, Al2O3 maka dipakai rumus berikut
Oxygen Balance=(O¿¿o−0,5 Nao−Ca0)−2Co−0,5 H 0¿
Sumber. www.slideshare.com/ zero oxygen balance
Keterangan
Oo : (jumlah oksigen per massa atom relatif) x 100% dari massa handak
Co : (jumlah karbon per massa atom relatif) x 100% dari massa handak
Ho : (jumlah hidrogen per massa atom relatif) x 100% dari massa handak
Cao: (jumlah kalsium per massa atom relatif) x 100% dari massa handak
57
Nao: (jumlah natrium per massa atom relatif) x 100% dari massa handak
Gas sampingan yang muncul setelah peledakan seperti dihidrogen sulfida
(H2S) dan metana (CH4). Gas H2S kemungkinan merupakan hasil reaksi dari
bahan peledakan dengan senyawa sulfida pada batubara. Gas metana (CH4)
memang telah terjebak dan terbentuk bersamaan dengan pembentukan batubara.
Apabila membongkar batubara di terowongan tambang maka terjadi pelepasan
gas metana ke udara terowongan.
Menurut para ahli tentang timbulnya gas beracun dari reaksi peledakan
disebabkan karena beberapa faktor. Adapun faktor-faktor tersebut sebagai berikut
1. Pencampuran ramuan bahan peledak yang meliputi unsur oksida dan bahan
bakar yang tidak seimbang sehingga tidak mencapai zero oxygen balance.
2. Letak primer tidak tepat.
3. Kurang tertutup karena pemasangan stemming kurang padat.
4. Adanya air dalam lubang ledak.
5. Sistem waktu tunda tidak tepat.
6. Kemungkinan ada reaksi antara bahan peledak dengan batuan sulfida atau
karbonat.
Gas hasil peledakan di terowongan terakumulasi tidak jauh dari front
peledakan. Sistem ventilasi membantu mempercepat pengenceran gas agar
kondisi kualitas udara kembali ke kondisi normal. Pasokan udara bersih dari duct
58
atau pipa angin di front penambangan setelah terjadi peledakan akan
mengencerkan gas hasil peledakan keluar front penambangan.
Permasalahan yang timbul saat pendilusian gas peledakan adalah lama
waktu pendilusian. Mengencerkan gas berfungsi untuk memperkecil konsentrasi
gas berbahaya menjadi di bawah nilai ambang batas konsentrasi yang
diperbolehkan. Untuk mencapai di bawah ambang batas konsentrasi, sejumlah gas
berbahaya tersebut diencerkan dengan waktu tertentu tergantung pada besarnya
debit (Q) udara segar masuk ke front serta besarnya konsentrasi gas yang
dihasilkan untuk satu kali peledakan. Seakan mengalami suatu dilema apabila
proses dilusi memakan waktu lama dan hal tersebut sangat penting untuk
kesehatan para karyawan tambang sedangkan pilihan kedua adalah lebih
mementingkan aspek waktu efektif untuk produksi batubara. Pada kenyataan di
tambang sesaat sesudah peledakan terkadang karyawan tanpa menunggu waktu
langsung menuju front untuk melanjutkan pekerjaan. Padahal kondisi udara di
front masih mengandung konsentrasi gas berbahaya yang mungkin masih di atas
nilai ambang batas.
Menindaklanjuti permasalahan yang telah dikemukakan mengenai gas
hasil peledakan maka penulis mengambil topik pembahasan Kajian Dilusi Gas
Pasca Peledakan pada Front Penambangan Bawah Tanah PT. Bukit Asam
(Persero) Tbk Unit Pertambangan Ombilin.
59
B. Kajian Teoritis
1. Gas yang Muncul Pasca Peledakan
Reaksi peledakan menghasilkan gas tertentu yang bersifat beracun dan
tidak beracun. Adapun gas yang muncul setelah peledakan sebagai berikut.
a. Karbon Monoksida (CO)
Sifat gas karbon monoksida adalah tidak bewarna, tidak berbau,
tidak berasa, mudah terbakar, dan beracun. Gas ini terbentuk dari reaksi
pembakaran yang tidak sempurna. Pada tambang bawah tanah gas ini
muncul akibat proses peledakan dan motor bakar. Gas karbon monoksida
sacara kumulatif bersifat racun sehingga berbahaya bagi pernafasan dan
menimbulkan kematian.
Dibandingkan dengan kemampuan hemoglobin darah mengikat
oksigen, gas ini memiliki afinitas tinggi terhadap hemoglobin membentuk
HbCO (karboksihemoglobin). Menurut penelitian (Forbes dan
Grove,1954) afinitas hemoglobin mengikat CO tiga ratus kali lebih besar
dari pada afinitas hemoglobin mengikat oksigen. Konsentrasi gas CO
sampai 100 ppm masih dianggap aman dengan waktu kontak relatif
singkat. Gas CO sebanyak 30 ppm bila dihisap manusia selama delapan
jam menimbulkan rasa pusing dan mual.
60
b. Metana (CH4)
Metana merupakan senyawa hidrokarbon ringan golongan alkana
mudah terbakar. Gas metana ada pada lapisan batubara. Pembentukan gas
metana bukan berasal dari reaksi peledakan. Pembentukan gas metana
beriringan dengan pembentukan batubara. Metana terperangkap pada
matrik atau celah rekahan batubara dan apabila dilakukan penambangan
batubara maka gas metana terbebaskan ke udara. Menurut penelitian yang
tentang jumlah pancaran metana dan kedalaman tambang rata rata untuk
tambang batubara bawah tanah delapan negara penghasil utama batubara
yaitu Amerika Serikat, Australia, Inggris, Jerman, Polandia, RRC,
Cekoslovakia, dan bekas Uni Soviet maka pancaran gas metana dapat
diketahui dari perhitungan menggunakan persamaan berikut
Y=4 ,1+0 , 023 X
Sumber. Materi Ventilasi Tambang, Balai Diklat TBT, 2002
Keterangan
Y : Jumlah pancaran gas metana (m3/ton batubara)
X : Kedalaman penambangan rata-rata (m)
c. Dihidrogen Sulfida (H2S)
Dihidrogen sulfida sering disebut stinkdamp (gas busuk)
merupakan gas yang beracun dapat meledak. Gas ini terbentuk akibat
dekomposisi senyawa belerang. Gas ini dapat merusak kepekaan
61
penciuman akan bau gas H2S bila menghirup H2S 0,01% selama lima
belas menit.
d. Karbon Dioksida (CO2)
Gas karbon dioksida tidak berwarna, tidak beracun, dan tidak
mudah terbakar tetapi gas ini menyesakkan pernafasan. Dalam udara
normal kandungan CO2 adalah 0,03%. Dalam tambang bawah tanah gas
ini sering terkumpul pada bagian bekas tambang terutama tempat yang
tidak dialiri ventilasi. Pembentukan gas CO2 di tambang bawah tanah
berasal dari hasil pernafasan manusia, gas motor bakar, dan gas
peledakan.
e. Sulfur Dioksida (SO2)
Sulfur dioksida merupakan gas yang tidak bewarna, beracun, dan
tidak bisa terbakar. Gas ini terbentuk akibar oksidasi senyawa belerang.
Gas SO2 terbentuk dari hasil pembakaran bahan bakar fosil. Saat SO2
terlepas di udara memungkinkan terjadi pembentukan asam H2SO4 bila
bereaksi dengan uap air.
f. Nitrogen Oksida ( NOx)
Nitrogen oksida (NOx) sebenarnya merupakan gas inert (tidak
asam dan tidak basa) tetapi pada tekanan tertentu dapat teroksidasi
menghasilkan gas beracun. Terbentuknya dalam tambang batubara bawah
tanah sebagai hasil gas peledakan dan gas buang motor bakar. Oksida
62
nitrogen bila bereaksi dengan uap air akan membentuk asam nitrat yang
dapat merusak paru-paru manusia.
2. Ventilasi Tambang
Ventilasi pada tambang bawah tanah merupakan suatu sistem yang
mengatur sirkulasi udara pada tambang bawah tanah. Ventilasi merupakan
suatu pemecahanan masalah pada tambang bawah tanah demi mengatur udara
agar penambangan dapat dilaksanakan dengan suasana dan lingkungan kerja
yang nyaman. Fungsi ventilasi pada tambang bawah tanah adalah sebagai
berikut
a. Menyediakan dan mengalirkan udara segar ke dalam tambang untuk
keperluan menyediakan udara segar yang kaya oksigen bagi pernafasan
manusia dan juga untuk keperluan lain yang memerlukan oksigen.
b. Melarutkan dan membawa keluar pengotor seperti gas dan debu dari
tambang hingga mencapai keadaan kandungan gas dalam udara tambang
yang memenuhi syarat bagi pernafasan.
c. Menyingkirkan debu yang berada dalam aliran ventilasi tambang bawah
tanah hingga ambang batas yang diperkenankan.
d. Mengatur temperatur dan kelembaban udara tambang bawah tanah
sehingga dapat diperoleh suasana dan lingkungan kerja yang nyaman.
63
3. Pengendalian Gas-Gas Tambang
Beberapa cara pengendalian yang dapat dilakukan terhadap pengotor
gas pada tambang bawah tanah yaitu
a. Pencegahan (Preventation)
Upaya mencegah pembentukan gas-gas berbahaya seperti
pemeliharaan motor bakar di tambang, pengaturan proporsi bahan peledak
agar zero oxygen balance, dan penyedotan metana (proyek coal bed
methane) jauh hari sebelum penggalian batubara.
b. Pemindahan (Removal)
Pemindahan gas dengan bantuan ventilasi tambang. Gas yang
terakumukasi pada penambangan dihisap dan dibuang ke luar tambang.
Peralatan pada operasi pemindahan gas ini seperti exhaust fan dan duct.
c. Absorpsi
Adsorpsi merupakan operasi penyerapan. Pada dasarnya
penyerapan gas terbagi dua yaitu absorbsi gas yang berarti proses transfer
massa suatu komponen pada fluida gas ke zat cair. Sedangkan adsorpsi
adalah proses transfer massa suatu komponen pada fluida ke zat padat.
Komponen berupa gas berbahaya di udara tambang batubara bawah tanah
dapat diserap oleh zat tertentu.
64
d. Isolasi
Isolasi berarti menutup area tempat gas berbahaya berasal.
Umumnya dilakukan penutupan pada terowongan penambangan yang
tidak beroperasi agar tidak menyebarkan gas ke terowongan lainnya.
e. Pengenceran (Dilution)
Proses dilusi atau pengenceran merupakan pemanfaatan fungsi
ventilasi. Udara segar yang masuk melalui sistem ventilasi tambang
berfungsi sebagai pelarut gas sehingga memperkecil konsentrasinya.
Jumlah udara segar yang diperlukan untuk mengencerkan suatu masukan
gas sampai nilai ambang batas konsentrasi gas dapat ditentukan dengan
persamaan berikut
Q=Qg
NAB−B−Qg
Sumber. Howard L. Hartman, Jan M. Mutmansky, Raja V. Ramani, Y. J. Wang, Mine Ventilation and Air Conditioning
Keterangan
Qg : Debit gas pengotor
B : Konsentrasi gas dalam udara normal
Dilusi merupakan fenomena pengenceran dan pengurangan
konsentrasi. Pendilusian/pengenceran konsentrasi suatu zat, senyawa, atau
campuran berarti menambahkan volume pelarutnya. Apabila zat memiliki
konsentrasi awal C1dengan volume V 1 ditambah pelarut bervolume V,
65
sehingga V2 = V+V1. Zat akan mengalami penurunan konsentrasi
(C ¿¿2) .¿ rumus pengenceran zat sebagai berikut
C1 . V 1¿C2 . V 2
Fungsi sistem ventilasi tambang bawah tanah adalah pendilusian
gas kontaminan. Dengan adanya pasokan udara segar lewat ventilasi,
secara langsung udara masuk bertindak sebagai pelarut gas-gas tersebut.
Adapun gambaran proses dilusi pada front penambangan setelah
peledakan dapat dilihat pada gambar 49 berikut.
Sumber. Penulis Gambar 49. Perkiraan pendilusian gas hasil peledakan di front penambangan
66
Rumus berikut dapat digunakan untuk memperkirakan interval
waktu pengenceran dimulai saat terjadinya kontaminasi oleh gas
peledakan hingga mencapai konsentrasi tertentu. Perhitungan waktu
dilakukan sampai nilai ambang batas. Nilai ambang batas gas dapat dilihat
pada tabel 6.
∆ t=−V r
Q 'x∈[ Ct
Co]
Sedangkan perhitungan debit udara efektif untuk pengenceran yaitu
Q'=QK
Sumber. Industrial Ventilation Manual of Recommended Practice
Keterangan
Co : konsentrasi awal gas yang didilusi
Ct : konsentrasi gas yang telah didilusi selama waktu t
K : faktor kondisi peranginan ruang (dapat dilihat pada tabel 5)
Q : debit udara masuk
Q’ : debit udara efektif untuk pendilusian
Vr : Volume udara ruangan
∆ t : rentang waktu pendilusian (t - to)
Q’ merupakan debit udara efektif untuk pengenceran, Q’ diperoleh
dari Q/k. Nilai k untuk kondisi ventilasi front penambangan belum
diketahui secara pasti. Jadi pada topik permasalahan ini ditentukan nilai k.
Nilai k menunjukkan bobot yang mempengaruhi keefektifan udara masuk
untuk pendilusian dengan memperhatikan konsentrasi gas yang akan
didilusikan dan kondisi fisik peranginan ruangan. Semakin baik sistem
67
peranginan pada ruangan maka nilai k semakin kecil. Pada gambar 50
menunjukkan rentang nilai k tergantung kondisi kondisi fisik peranginan
ruangan.
Sumber. Industrial Ventilation Manual of Recommended Practice Gambar 50. Nilai K untuk beberapa keadaan peranginan ruangan
Rentang nilai k untuk beberapa keadaan peranginan ruangan dapat
diklasifikasikan pada tabel 5 berikut.
68
Tabel 5. Rentang nilai k untuk beberapa keadaan peranginan ruangan
Rentang nilai K Kategori1 - 1,51,5 – 22 – 55 – 10
BestGoodFairPoor
Sumber. Industrial Ventilation Manual of Recommended Practice
4. Kuantitas Udara Tambang
a. Kecepatan Udara
Pengukuran kecepatan udara di dalam terowongan bawah tanah
menggunakan anemometer. Pengukuran kecepatan udara dengan
memposisikan anemometer tegak lurus terhadap aliran udara. Adapun
bentuk anemometer dapat dilihat pada gambar 51 berikut.
Sumber. Dokumentasi Penulis
Gambar 51. Anemometer digital
b. Debit Udara
69
Debit udara merupakan besar volume udara per satuan waktu.
Debit udara diperoleh dari perkalian kecepatan angin dan luas penampang
aliran udara.
5. Kualitas Udara Tambang Bawah Tanah
a. Komposisi udara
Ada beberapa gas yang terdapat pada udara tambang batubara
bawah tanah. Gas-gas tersebut terdiri dari gas bermanfaat dan gas-gas lain
termasuk gas-gas berbahaya yang beracun dan meledak. Adapun nilai
ambang batas (NAB) gas-gas pada udara tambang bawah serta
pengaruhnya pada konsentrasi tertentu dapat dilihat pada tabel 6 berikut.
Tabel 6. Gas tambang bawah tanah
Gas SG (%)NAB (%) Fatal PengaruhO2 1,1056 minimum 19,5 - Tidak beracunN2 0,9673 80 - Tidak beracun
CO2 1,5291 0,5 18 MenyesakkanCH4 0,5545 1 5-15 (meledak) MeledakCO 0,9672 0,01 0,03 Racun, meledakNO2 1,5895 0,0005 0,005 RacunH2S 1,1912 0,002 0,1 Racun, meledakSO2 2,2636 0,0005 0,1 Beracun
Sumber. National Coal Board, England
Menurut Kepmen nomor 555 K tahun 1995 pasal 370 tentang
standar ventilasi, aturan kualitas udara dalam waktu 8 jam dengan persen
kadar CO tidak boleh lebih dari 0,005%, gas metana (CH4) tidak boleh
lebih dari 0,25%, gas H2S tidak boleh lebih dari 0,001%, dan oksida nitrat
70
(NOx) tidak lebih dar 0,0003%. Sedangkan aturan kondisi kualitas udara
untuk tenggang waktu 15 menit dengan persen kadar CO tidak boleh
lebih dari 0,04 % dan % NO2 tidak lebih dari 0,0005%.
Analisis kadar beberapa gas di udara menggunakan multi gas
detector. Perusahaan menyediakan multi gas detector tipe Ventis MX 4
(dapat dilihat pada gambar 52). Alat ini mendeteksi empat gas yaitu CO
dalam ppm, O2 dalam % volume, H2S dalam ppm, dan CH4 dalam persen
LEL (low explosive limit) 1% LEL artinya 0,05% CH4.
Sumber. www.indsci.com Gambar 52. Multi gas detector tipe Ventis MX 4
b. Temperatur dan Humiditas
71
Peralatan pengukuran temperatur dan kelembaban udara adalah
sling psychrometer, dapat dilihat pada gambar 53 berikut.
Sumber. Dokumentasi Penulis
Gambar 53. Sling psychrometer
Perbedaan antara temperatur cembung kering dan cembung basah
menyatakan faktor kenyamanan di dalam udara lembab. Agar seseorang
dapat bekerja dengan nyaman di lingkungan udara dengan kelembaban
relatif 80 % diperlukan perbedaan temperatur kering dan temperatur basah
2,8oC. Menurut Kepmen nomor 555 K tahun 1995 pasal 370 tentang
standar ventilasi, aturan temperatur udara berkisar 18oC sampai 24oC
dengan kelembaban relatif maksimal 85%. Kelembaban relatif udara
dinyatakan dalam persen (%) merupakan perbandingan antara tekanan
parsil uap air dengan tekanan uap air pada suhu tertentu.
C. Proses Pelaksanaan Kegiatan
72
Pengukuran dilakukan sebanyak tujuh kali dimulai tanggal 28 Juli 2015
hingga 6 Agustus 2015. Pencatatan waktu dilakukan bersamaan pencatatan
konsentrasi gas hingga nilai ambang batas konsentrasi. Pengukuran dilakukan
setelah peledakan di front penambangan tepatnya pada titik x dapat dilihat pada
gambar 54 berikut.
Sumber. Penulis Gambar 54. Titik x pengukuran kualitas udara pasca peledakan di front
penambangan
Peralatan yang digunakan pada pengukuran sebagai berikut
1. Multi gas detektor tipe Ventis MX 4, sebagai detektor gas.
2. Anemometer digital, untuk pengukuran kecepatan udara.
3. Stopwatch, untuk pengukuran waktu dilusi.
4. Meteran, untuk pengukuran diameter duct dan dimensi terowongan.
73
5. Sling psychrometer, sebagai pegukur temperatur sebelum dan sesudah
peledakan.
Adapun tahapan-tahapan pengambilan data sebagai berikut
1. Mengikuti kegiatan peledakan.
2. Pengecekkan temperatur udara menggunakan sling psychrometer, mengukur
kecepatan udara masuk dari duct menggunakan anemometer, dan
pengecekkan konsentrasi gas sebelum peledakan menggunakan multi gas
detektor.
3. Mencatat panjang front (L) dan jarak antara ujung duct ke bidang maju (l)
untuk mengetahui volume udara di ruangan front penambangan .
4. Setelah selesai proses perangkaian peledakan, juru ledak, karyawan-
karyawan, dan penulis meninggalkan lokasi dan mencari tempat aman untuk
berlindung.
5. Memulai pengukuran waktu dengan stopwatch tepat terjadinya peledakan.
6. Menunggu aba-aba dari juru ledak dan petugas Kestamngin agar boleh
menuju ke front yang sudah terjadi peledakan. Sesampainya di lokasi, penulis
langsung dilakukan pencatatan konsentasi awal gas-gas (Co) dan waktu awal
(to). Pencatatan terus dilakukan sampai konsentrasi gas pasca peledakan
sampai pada nilai ambang batasnya.
7. Mengukur temperatur udara setelah peledakan.
74
Setelah pengumpulan data dilakukan, proses selanjutnya adalah
pengolahan data atau perhitungan. Output dari perhitungan pada topik studi kasus
adalah lama waktu pengenceran gas hingga NAB dan nilai k (faktor keamanan
kondisi peranginan ruangan front penambangan). Adapun tahapan pengolahan
dapat dilihat pada gambar diagram alir (gambar 55) berikut.
Gambar 55. Diagram alir tahapan pengolahan data
Data penurunan konsentrasi gas terhadap waktu setelah peledakan
Berdasarkan data pengukuran, tentukan gas mana yang melebihi NAB , data penurunan konsentrasi gas tersebut diplot dalam bentuk
grafik
Penentuan waktu dilusi tidak bisa dicari dengan rumus dilusi karena nilai K peranginan ruang
front tidak diketahui
Penentuan waktu dilusi hingga NAB gas dapat dicari dengan persamaan
regresi eksponensial dari data konsentasi dan waktu dilusi
Setelah dicari waktu dilusi maka dapat ditentukan nilai K atau (faktor
keamanan kondisi peranginan ruangan front penambangan) dari
rumus dilusi
75
D. Pembahasan
Konsentrasi gas yang diperoleh adalah konsentrasi relatif. Konsentrasi
absolut (konsentrasi awal) tidak diperoleh langsung saat pengukuran karena
konsentrasi absolut dapat diperkirakan dengan perhitungan kimia berdasarkan
reaksi peledakan sedangkan proporsi kimia bahan peledak tidak diketahui. Sesaat
sesudah dilakukan peledakan, posisi jauh dari lokasi dan untuk sampai ke lokasi
front memerlukan waktu, padahal konsentrasi absolut akan berubah menjadi
konsentrasi relatif dari waktu ke waktu akibat proses dilusi.
Dalam hal pengenceran gas metana apabila diketahui pancaran gas metana
dalam satu kali peledakan dapat ditentukan dengan rumus Y=4,1+0,023 X .
Perkiraan pancaran gas metana pada tambang batubara di Sawahluwung terutama
pada lapisan C dengan kedalaman rata-rata 213 m adalah
Y=4,1+0,023 X
Y=4,1+(0,023 x213 )=8,999 m3
ton batubara
Apabila untuk satu kali peledakan memberai batubara 4,5 m x 3,2 m x 1,3 m =
18,72 m3 atau 24,336 ton batubara maka dipekirakan volume gas metana yang
terlepas ke udara adalah
V=8,999 m3
tonx24,336 ton=219 m3
Penentuan debit pancaran gas dengan membaginya dengan waktu kerja efektif
yang diasumsikan 4 jam kerja. Jadi debit pancaran gas metana adalah
76
Q g=Volume metana satu kali pemberaian batubara
Jam kerja efektif
Q g=219m3
4 jam
Q g=0,0152 m3
s
Jumlah udara segar yang diperlukan untuk mengencerkan suatu masukan gas
sampai nilai ambang batas konsentrasi gas metana 1 % dapat ditentukan dengan
persamaan berikut
Q=Qg
NABmetana−B−Qg
Q= 0,01520,01−0
−0,0152 m3
s
Q=1,5048 m3
s
Berdasarkan pengukuran, debit udara yang masuk di front hampir semua front
yang melebihi Q = 1,5048 m3/s untuk pengenceran gas metana.
1. Data Hasil Pengukuran
77
Data hasil pengukuran kuantitas udara dan dimensi front dapat dilihat
pada tabel 7 berikut.
Tabel 7. Kuantitas udara dan dimensi front penambangan.
Tanggal/Nama front
v (m/s) d (m) A (m2) Q (m3/s)
Vr (m3) l(m) L(m)
Split 6/ 28 Juli 2015
11,5 0,4 0,1256 1,4444 142,9875 11,25 80
J 17 C/ 29 Juli 2015
8,76 0,6 0,2826 2,4755 133.455 10,5 33,75
Split 6/ 30 Juli 2015
15,08 0,4 0,1256 1,894 158,875 12,5 83,75
Split 6/ 1
Agustus 2015
15 0,4 0,1256 1,884 206,5375 16,25 87,5
J 17 C/ 3
Agustus 2015
6,9 0,6 0,2826 1,94994
95,325 7,5 36,25
J 12 C/ 6
Agustus 2015
11,8 0,6 0,2826 3,33468
215,6178 16,5 139,5
Split 3/ 6
Agustus 2015
15,2 0,4 0,1256 1,9091 147,0656 11,25 16,25
Keterangan
v : Kecepatan udara dari duct
d : Diameter bukaan pipa duct
78
Q : Debit udara dari duct
Vr : Volume ruangan front (dihitung dari ujung duct ke bidang maju)
l : Jarak dari ujung duct ke bidang maju
L : Panjang terowongan
Pada tabel 7 hasil pengukuran dapat dilihat perbedaan ukuran duct.
Sebenarnya duct yang digunakan di tambang adalah duct yang berukuran
diameter 0,6 meter dan luas penampang duct adalah 0,2826 meter. Tetapi
kenapa ada duct yang berukuran diameter 0,4 meter padahal semua duct di
tambang berukuran 0,6 meter. Berdasarkan pengamatan di tambang, ujung
duct pada front penambangan diperkecil dari 0,6 meter menjadi 0,4 meter
dengan tujuan agar laju udara masuk ke front lebih kencang. Pada gambar 56
berikut adalah contoh ujung duct yang diameternya diperkecil.
Sumber. Dokumentasi penulis Gambar 56. Pengecilan diameter ujung duct
79
Data kualitas udara yang berisikan penurunan konsentrasi gas terhadap
waktu setelah peledakan yang dimulai tanggal 28 Juli 2015 hingga 6 Agustus
2015 sebagai berikut.
a. Data Kualitas Udara di Front Split 6 (28 Juli 2015)
Tabel 8. Kualitas udara sebelum dan sesudah peledakan di front split 6 (28 Juli 2015)
Kualitas udara sebelum peledakanO2 (%) H2S (%) CO (%) CH4 (%)
20.5 0 0 0.05
Temperatur (oC)Sebelum peledakan Sesudah peledakan
Basah Kering Basah Kering26.5 28.5 27 29
Kualitas udara sesudah peledakant(s)O2 (%) H2S (%) CO (%) CH4 (%)
20.5 0.00038 0.0482 0.35 9420.6 0.00028 0.031 0.25 16320.5 0.00025 0.0326 0.3 22520.5 0.0002 0.0254 0.25 26520.5 0.00019 0.0255 0.25 38820.5 0.0002 0.0258 0.3 48020.5 0.00019 0.0256 0.25 53620.5 0.00012 0.0138 0.15 61220.5 0.00006 0.01 0.15 76120.5 0 0.0068 0.05 101620.5 0 0.0048 0.1 135820.5 0 0.0039 0.05 154420.5 0 0.0042 0.05 1635
80
b. Data Kualitas Udara di Front J 17 C (29 Juli 2015)
Tabel 9. Kualitas udara sebelum dan sesudah peledakan di front J17C (29 Juli 2015)
Kualitas udara sebelum peledakanO2 (%) H2S (%) CO (%) CH4 (%)
20.4 0 0.0013 0.35
Temperatur (oC)Sebelum peledakan Sesudah peledakan
Basah Kering Basah Kering29 30.5 29 31
Kualitas udara sesudah peledakant(s)O2 (%) H2S (%) CO (%) CH4 (%)
19.7 0.00026 0.0515 0.75 6220.4 0.00012 0.017 0.5 15720.1 0.00013 0.0238 0.6 20220.3 0.00019 0.0312 0.6 28820.2 0.00016 0.0223 0.7 44120.3 0.00002 0.0093 0.45 54920.3 0.00013 0.0125 0.55 62120.3 0.00004 0.0099 0.55 71920.4 0 0.0067 0.5 82020.4 0 0.0066 0.4 98720.3 0 0.0059 0.4 107220.3 0 0.0057 0.5 130320.2 0 0.0057 0.55 144520.4 0 0.0038 0.45 166820.4 0 0.0036 0.4 186420.4 0 0.0026 0.35 223720.5 0 0.0021 0.35 244820.5 0 0.0019 0.4 299720.5 0 0.0021 0.45 3540
c. Data Kualitas udara di Front Split 6 (30 Juli 2015)
81
Tabel 10. Kualitas udara sebelum dan sesudah peledakan di front Split 6 (30 Juli 2015)
Kualitas udara sebelum peledakanO2 (%) H2S (%) CO (%) CH4 (%)20.6 0 0 0
Kualitas udara sesudah peledakant(s)O2 (%) H2S (%) CO (%) CH4 (%)
20.5 0.00017 0.0285 0.25 14820.6 0.00019 0.0193 0.1 21120.6 0.00018 0.0228 0.1 25520.6 0.00017 0.0216 0.1 34220.5 0.00019 0.0216 0.15 38820.5 0.00018 0.0218 0.2 43620.5 0.00013 0.0145 0.2 52020.5 0.0001 0.013 0.15 57320.4 0.00011 0.0126 0.25 62220.5 0.00011 0.0119 0.1 67220.5 0.00003 0.0095 0 72120.5 0 0.0081 0.05 83520.5 0 0.0076 0.1 88720.5 0 0.009 0.15 95020.5 0 0.0086 0 102520.5 0 0.0066 0 105420.5 0 0.0045 0 114820.5 0 0.0035 0.05 124120.5 0 0.0039 0.05 1496
d. Data pada Front Split 6 (1 Agustus 2015)
Temperatur (oC)Sebelum peledakan Sesudah peledakan
Basah Kering Basah Kering26.5 28.5 27.5 28.5
82
Tabel 11. Kualitas udara sebelum dan sesudah peledakan di front Split 6 (1 Agustus 2015)
Kualitas udara sebelum peledakanO2 (%) H2S (%) CO (%) CH4 (%)20.6 0 0 0
Temperatur (oC)Sebelum peledakan Sesudah peledakan
Basah Kering Basah Kering26.5 28.5 27 29
Kualitas udara sesudah peledakant(s)O2 (%) H2S (%) CO (%) CH4 (%)
20.5 0.00025 0.0322 0.35 18420.5 0.00021 0.0241 0.35 24720.5 0.0002 0.0237 0.3 31620.5 0.00017 0.0233 0.35 36220.5 0.00017 0.0222 0.3 40620.5 0.00014 0.0205 0.3 45820.5 0.00009 0.0128 0.2 50220.5 0.00003 0.0123 0.2 54020.5 0.00006 0.0123 0.2 61420.5 0.00004 0.0121 0.25 64720.6 0.00001 0.0076 0.15 67920.5 0 0.0073 0.15 75020.6 0 0.0056 0.1 79520.5 0 0.0047 0.1 87020.5 0 0.0041 0.1 92120.5 0 0.0041 0.1 98220.5 0 0.0035 0.05 101320.5 0 0.003 0.05 107520.5 0 0.0026 0.05 1115
e. Data pada Front J 17 C (3 Agustus 2015)
83
Tabel 12. Kualitas udara sebelum dan sesudah peledakan di front J17C (3 Agustus 2015)
Kualitas udara sebelum peledakanO2 (%) H2S (%) CO (%) CH4 (%)20.3 0 0.002 0.3
Temperatur (oC)Sebelum peledakan Sesudah peledakan
Basah Kering Basah Kering29 31 29.5 31
Kualitas udara sesudah peledakant(s)O2 (%) H2S (%) CO (%) CH4 (%)
20.2 0.00034 0.057 0.65 7520.3 0.00033 0.0379 0.55 14520.4 0.00031 0.0304 0.45 20020.4 0.00023 0.0244 0.45 27320.3 0.00015 0.0211 0.55 46620.4 0.0001 0.0149 0.45 57820.4 0.00008 0.0129 0.45 76120.4 0.00005 0.0109 0.4 90520.4 0.00002 0.0092 0.4 96520.4 0.00002 0.0088 0.4 111820.4 0 0.0065 0.45 131020.4 0 0.0065 0.45 139820.4 0 0.0059 0.45 142420.4 0 0.0049 0.45 184420.4 0 0.0033 0.4 227220.4 0 0.0021 0.4 274520.4 0 0.0018 0.4 300720.4 0 0.0017 0.4 3216
84
f. Data pada Front J12C ( 6 Agustus 2105)
Tabel 13. Kualitas udara sebelum dan sesudah peledakan di front J12C (6 Agustus 2015)
Kualitas udara sebelum peledakanO2 (%) H2S (%) CO (%) CH4 (%)
20.5 0 0 0
Temperatur (oC)Sebelum peledakan Sesudah peledakan
Basah Kering Basah Kering29 31 29 31,5
Kualitas udara sesudah peledakant(s)O2 (%) H2S (%) CO (%) CH4 (%)
20.4 0.00036 0.0367 0.4 11020.5 0.00018 0.0188 0.35 17720.5 0.00012 0.0159 0.35 22820.4 0.00013 0.011 0.3 27720.4 0 0.0085 0.3 38420.4 0 0.0096 0.25 43120.4 0.00011 0.012 0.35 49020.4 0.0001 0.0129 0.3 55820.4 0.00003 0.0144 0.4 57920.4 0.00009 0.0097 0.35 63920.4 0.00003 0.0072 0.25 69620.4 0.00001 0.0071 0.3 74020.4 0.00012 0.0116 0.3 83520.4 0.00005 0.0076 0.3 88520.4 0.00001 0.0072 0.3 96920.4 0.00001 0.0074 0.3 100920.4 0.00001 0.0086 0.35 104120.4 0 0.0061 0.3 112720.4 0 0.0063 0.3 118520.5 0 0.0043 0.25 1291
85
g. Data pada Front Split 3 (6 Agustus 2015)
Tabel 14. Kualitas udara sebelum dan sesudah peledakan di front Split 3 (6 Agustus 2015)
Kualitas udara sebelum peledakanO2 (%) H2S (%) CO (%) CH4 (%)
20.5 0 0 0
Temperatur (oC)Sebelum peledakan Sesudah peledakan
Basah Kering Basah Kering28 31 28 31
Kualitas udara sesudah peledakant(s)O2 (%) H2S (%) CO (%) CH4 (%)
20.4 0.00022 0.0267 0.35 5020.5 0.00018 0.0205 0.3 13720.5 0.00022 0.0476 0.4 16420.4 0.00021 0.0255 0.35 22720.5 0.00017 0.026 0.4 27920.5 0.00014 0.018 0.25 32420.5 0.00011 0.0145 0.2 37620.5 0.0001 0.0124 0.2 40320.5 0.00006 0.0113 0.2 45420.5 0.0001 0.011 0.2 51120.5 0.00003 0.0093 0.15 58620.4 0.00009 0.0129 0.25 72920.5 0.00004 0.0092 0.15 80720.5 0 0.0067 0.15 91020.5 0 0.0046 0.1 1033
86
Berdasarkan data kualitas udara sebelumnya disimpulkan bahwa gas
yang melebihi nilai NAB adalah gas karbon moniksida sedangkan gas metana
dan hidrogen sulfida masih di bawah NAB. Jadi perhitungan hanya terfokus
pada dilusi gas CO. Adapun grafik regresi ekponensial dilusi gas karbon
monoksida dapat dilihat pada grafik-grafik berikut ini.
Gambar 57. Grafik dilusi CO di front split 6 (28 Juli 2015)
0 500 10001500200025003000350040000
0.010.020.030.040.050.060.070.08
RegresiCO
waktu (s)
kons
entr
asi (
%)
C = 2,314. t-0,856
Gambar 58. Grafik dilusi CO di front J17C (29 juli 2015)
0200
400
600
8001000
1200
1400
1600
1800
00.010.020.030.040.050.060.070.08
RegresiCO
waktu (s)
kons
entr
asi (
%)
C = 4,401.t-0,915
87
Gambar 59.
Grafik dilusi CO di front split 6 (30 juli 2015)
0 200 400 600 800 1000 12000
0.01
0.02
0.03
0.04
0.05
0.06
RegresiCO
waktu (s)
kons
entr
asi (
%)
C = 123,549.t-1,488
Gambar 60. Grafik dilusi CO di front split 6 (1 Agustus 2015)
0200
400
600
8001000
1200
1400
1600
00.0050.01
0.0150.02
0.0250.03
0.0350.04
0.045
RegresiCO
waktu (s)
kons
entr
asi (
%)
C = 3,556.t-0,902
88
Gambar 61. Grafik dilusi CO di front J17C (3 Agustus 2015)
0 200 400 600 800 1000 1200 14000
0.0050.01
0.0150.02
0.0250.03
0.0350.04
RegresiCO
waktu (s)
kons
entr
asi (
%)
C = 0,466.t-0,608
Gambar 62.Grafik dilusi CO di front J12C (6 Agustus 2015)
0 500 1000 1500 2000 2500 3000 35000
0.010.020.030.040.050.060.070.080.09
RegresiCO
waktu (s)
kons
entr
asi (
%)
C = 4,598.t-0,928
89
0 200 400 600 800 1000 12000
0.01
0.02
0.03
0.04
0.05
0.06
RegresiCO
waktu (s)
kons
entr
asi (
%)
C = 0,528.t-0,61
Gambar 63. Grafik dilusi CO di front Split 3 (6 Agustus 2015)
2. Perhitungan dan Analisis
Sebagai penjelasan awal bahwa perhitungan yang dilakukan terlebih
dahulu adalah perhitungan waktu dilusi CO hingga di NAB 0,01% dari
persamaan regresi eksponensial. Setelah diketahui waktu dilusi (t) maka
berlanjut pada penentuan nilai k dengan rumus ∆ t=−V r
Q 'x∈[ Ct
Co] dan Q'=Q
K
Nilai Ʌt diperoleh dari pengurangan (t) dengan (to) atau waktu awal
pencatatan konsentrasi di front. Volume ruangan (V r ¿ adalah volume ruangan
di front yang dihitung dari ujung duct tempat udara masuk ke bidang maju
front. Ct merupakan konsentrasi karbon moniksida (ppm) pada nilai ambang
batas pada waktu t dan Co merupakankonsentrasi karbon moniksida (ppm)
pada awal pengukuran. Perhitungan waktu dilusi dan penentuan nilai k dapat
dilihat pada tabel 15 halaman 90.
90
Tabel 15. Perhitungan waktu dilusi CO dan penentuan nilai k
Nama front/
Tanggal
Penentuan waktu dilusi CO hingga di NAB 0,01%
berdasarkan persamaan regresi eksponensial
Penentuan faktor keamanan ruang untuk dilusi (K)
Split 6/ 28 Juli 2015
C=4,401 . t−0.915
0,01=4,401 .t−0.915
0,014,401
=t−0.915
2.2722 X 10−3=t−0.915
t 0.915= 12.2722 X 10−3
t=774,692 s=774 s
atau 12menit 54 detik
∆ t=t−t o=774−94=680 s .
∆ t=−V r
Q 'x∈[ Ct
Co]
680 s=−142,9875 m3
Q' x∈[100 ppm482 ppm ]
Q'=−142,9875 m3
680 sx∈[ 100 ppm
482 ppm ]Q '=0,3307 m3
s
Split 6/ 28 Juli 2015
Q'=QK
K= QQ' =
1,4444 m3/ s0,3307 m3/ s
K=4,368Keterangan:
Persamaan regresi : C=4,401 . t−0.915
Volume ruangan front (Vr) : 142,9875 m3
Debit udara masuk (Q) : 1,4444 m3/s
Konsentrasi CO pada awal pengukuran (Co) : 482 ppm atau 0,0482%
Konsentrasi CO pada NAB (Ct) : 100 ppm atau 0,01%
Waktu awal pengukuran (to) : 94 s
91
Nama front/
Tanggal
Penentuan waktu dilusi CO hingga di NAB 0,01%
berdasarkan persamaan regresi eksponensial
Penentuan faktor keamanan ruang untuk dilusi (K)
J 17 C/ 29 Juli 2015
C=2,314 . t−0.856
0,01=2,314 .t−0.856
0,012,314
=t−0.856
4.3215 X 10−3=t−0.856
t 0,856= 14,3215 X 10−3
t=578,24 s
t=578 s
atau 9menit 38detik
∆ t=t−t o=578−62=516 s .
∆ t=−V r
Q 'x∈[ Ct
Co]
516 s=−13 3 . 455 m3
Q' x∈[100 ppm515 ppm ]
Q'=−13 3 . 455 m3
516 sx∈[ 100 ppm
515 ppm ]Q '=0,4239 m3
s
J 17 C/ 29 Juli 2015
Q'=QK
K= QQ' =
2,4755m3/ s0,4239m3/ s
K=5,839
Keterangan:
Persamaan regresi : C=2,314 . t−0.856
Debit udara masuk (Q) : 2,4755 m3/s
Volume ruangan front (Vr) : 133,455 m3
Konsentrasi CO pada awal pengukuran (Co) : 515 ppm atau 0,0515%
Konsentrasi CO pada NAB (Ct) : 100 ppm atau 0,01%
Waktu awal pengukuran (to) : 62 s
92
Nama front/
Tanggal
Penentuan waktu dilusi CO hingga di NAB 0,01%
berdasarkan persamaan regresi eksponensial
Penentuan faktor keamanan ruang untuk dilusi (K)
Split 6/ 30 Juli 2015
C=3,556 . t−0,902
0,01=3,556 .t−0,902
0,013,556
=t−0.902
2,81214 X 10−3=t−0.902
t 0.902=355,557
t=673 s
atau 11 menit 13 detik
∆ t=t−t o=673−148=525 s .
∆ t=−V r
Q 'x∈[ Ct
Co]
525 s=−1 58,875m3
Q' x∈[ 100 ppm285 ppm ]
Q'=−158,875 m3
525 sx∈[100 ppm
285 ppm ]Q '=0,3169 m3
s
Split 6/ 30 Juli 2015 Q'=Q
K
K= QQ' =
1,894 m3/ s0,3169m3/ s
K=5,976
Keterangan:
Persamaan regresi : C=3,556 . t−0,902
Debit udara masuk (Q) : 1,894 m3/s
Volume ruangan front (Vr) : 158,875 m3
Konsentrasi CO pada awal pengukuran (Co) : 285 ppm atau 0,0285%
Konsentrasi CO pada NAB (Ct) : 100 ppm atau 0,01%
Waktu awal pengukuran (to) : 148 s
93
Nama front/
Tanggal
Penentuan waktu dilusi CO hingga di NAB 0,01%
Berdasarkan persamaan regresi eksponensial
Penentuan faktor keamanan ruang untuk dilusi (K)
Split 6/ 1 Agustus 2015
C=123,594 . t−1,488
0,01=123,594 .t−1,488
0,01123,594
=t−1,488
8,091 X 10−5=t−1,488
t 1,448=12359,411
t=562,339 s = 562 s atau
9 menit 22 detik
∆ t=t−t o=562−184=378 s .
∆ t=−V r
Q 'x∈[ Ct
Co]
378 s=−2 06 , 53 75 m3
Q ' x∈[ 100 ppm322 ppm ]
Q'=−2 06 ,5 3 75 m3
378 sx∈[ 100 ppm
322 ppm ]Q '=0,5723 m3
s
Split 6/ 1 Agustus 2015
Q'=QK
K= QQ' =
1,884 m3/ s0,5723m3/ s
K=3,292
Keterangan:
Persamaan regresi : C=123,594 . t−1,488
Volume ruangan front (Vr) : 206,5375 m3
Debit udara masuk (Q) : 1,884 m3/s
Konsentrasi CO pada awal pengukuran (Co) : 322 ppm atau 0,0322%
Konsentrasi CO pada NAB (Ct) : 100 ppm atau 0,01%
Waktu awal pengukuran (to) : 184 s
Nama Penentuan waktu dilusi Penentuan faktor keamanan ruang untuk
94
front/ Tanggal
CO hingga di NAB 0,01% Berdasarkan persamaan
regresi eksponensial
dilusi (K)
J 17 C/ 3 Agustus 2015
C=4,598 . t−0,928
0,01=4,598 . t−0,928
0,014,598
=t−0,928
2,17485 X 10−3=t−0,928
t 0,928=459,8
t=739,85 s
t = 740 s
atau 12 menit 20 detik
∆ t=t−t o=740−75=665 s .
∆ t=−V r
Q 'x∈[ Ct
Co]
665 s=−9 5 .325 m3
Q' x∈[ 100 ppm570 ppm ]
Q'=−9 5 .325 m3
665 sx∈[ 100 ppm
570 ppm ]Q '=0,2495 m3
sJ 17 C/ 3 Agustus 2015
Q'=QK
K= QQ' =
1,94994 m3 / s0,2495 m3/ s
K=7,815
Keterangan:
Persamaan regresi : C=4,598 . t−0,928
Volume ruangan front (Vr) : 95,325 m3
Debit udara masuk (Q) : 1,94994 m3/s
Konsentrasi CO pada awal pengukuran (Co) : 570 ppm atau 0,057%
Konsentrasi CO pada NAB (Ct) : 100 ppm atau 0,01%
Waktu awal pengukuran (to) : 75 s
95
Nama front/
Tanggal
Penentuan waktu dilusi CO hingga di NAB 0,01%
Berdasarkan persamaan regresi eksponensial
Penentuan faktor keamanan ruang untuk dilusi (K)
J 12 C/ 6 Agustus 2015
C=0,466 . t−0,608
0,01=0,466 .t−0,608
0,010,466
=t−0,608
0,02145=t−0,608
t 0,608=46,6
t=554,69 s
t = 555 s
atau 9 menit 15 detik
∆ t=t−t o=555−110=445 s .
∆ t=−V r
Q 'x∈[ Ct
Co]
445 s=−215 , 6178 m3
Q' x∈[100 ppm367 ppm ]
Q'=−215 ,6178 m3
445 sx∈[ 100 ppm
367 ppm ]Q'=0,6299 m3
s
J 12 C/ 6 Agustus 2015
Q'=QK
K= QQ' =
3,334668 m3
s
0,6299 m3
s
K=5,294Keterangan:
Persamaan regresi : C=0,466 . t−0,608
Debit udara masuk (Q) : 3,334668 m3/s
Volume ruangan front (Vr) : 215,6178 m3
Konsentrasi CO pada awal pengukuran (Co) : 367 ppm atau 0,0367%
Konsentrasi CO pada NAB (Ct) : 100 ppm atau 0,01%
Waktu awal pengukuran (to) : 110 s
96
Nama front/
Tanggal
Penentuan waktu dilusi CO hingga di NAB 0,01%
Berdasarkan persamaan regresi eksponensial
Penentuan faktor keamanan ruang untuk dilusi (K)
Split 3/ 6 Agustus 2015
C=0,528 . t−0,61
0,01=0,528 .t−0,61
0,010,528
=t−0,61
0,018939=t−0,61
t 0,61=52,8
t=666,79 s = 667 s atau
11 menit 7 detik
∆ t=t−t o=667−164=503 s .
∆ t=−V r
Q 'x∈[ Ct
Co]
503 s=−147,065625 m3
Q' x∈[100 ppm476 ppm ]
Q'=−147,0656 m3
503 sx∈[ 100 ppm
476 ppm ]Q '=0,4562 m3
s
Split 3/ 6 Agustus 2015
Q'=QK
K= QQ' =
1,9091 m3/s0,4562m3/s
K=4,185
Keterangan:
Persamaan regresi : C=0,528 . t−0,61
Debit udara masuk (Q) : 1,9091 m3/s
Volume ruangan front (Vr) : 147,0656 m3
Konsentrasi CO pada awal pengukuran tertinggi (Co) : 476 ppm atau 0,0476%
Konsentrasi CO pada NAB (Ct) : 100 ppm atau 0,01%
Waktu awal pengukuran (to) : 164 s
97
Pada tabel 16 berikut dapat dilihat perbedaan waktu pendilusian
masing-masing front padahal pada peledakan jumlah bahan peledak power gel
yang dipakai sama masing-masing 28 buah.
Tabel 16. Hasil perhitungan waktu dilusi CO dan nilai k
Lokasi/TanggalWaktu dilusi CO hingga NAB0,01% Berdasarkan persamaan
regresi Faktor keamanan
ruang untuk dilusi (K)
Split 6/ 28 Juli 2015
12 menit 54 detik 4,368
J 17 C/ 29 Juli 2015
9 menit 38 detik 5,859
Split 6/ 30 Juli 2015
11 menit 13 detik 5,976
Split 6/ 1 Agustus 2015
9 menit 22 detik 3,292
J 17 C/ 3 Agustus 2015
12 menit 20 detik 7,815
J 12 C/ 6 Agustus 2015
9 menit 15 detik 5,294
Split 3/ 6 Agustus 2015
11 menit 7 detik 4,185
Rata-rata 10 menit 50 detik 5,255
Cepat atau lambat waktu pengenceran dipengaruhi oleh besarnya
aliran udara masuk (Q) karena semakin besar udara masuk ke front semakin
cepat pengenceran kontaminan gas. Pengaruh besarnya kecepatan udara juga
mempengaruhi cepat atau lambat waktu pengenceran. Semakin besar
kecepatan udara masuk ke front maka semakin besar tekanan udara untuk
mendorong kontaminan gas yang terakumulasi di front . Jarak ujung duct ke
bidang maju juga dapat diperhitungkan. Semakin pendek jarak tersebut maka
98
semakin cepat waktu pengenceran gas. Hal yang perlu diperhatikan bahwa
jarak ideal dari ujung duct ke bidang maju di front adalah 7 meter sampai 10
meter. Apabila front telah mengalami kemajuan dari ujung duct lebih dari 10
meter, duct perlu diperpanjang. Pada front penambangan bawah tanah di
Sawahluwung, setiap kemajuan lebih 10 span atau lebih dari 12,5 meter maka
dilakukan perpanjangan duct lima meter ke depan front . Pada tabel 17 berikut
ini menyajikan pengaruhi Q, v, dan l terhadap lama waktu pengenceran CO.
Tabel 17. Pengaruh debit udara (Q), kecepatan udara, dan jarak dari ujung duct ke bidang maju (l), terhadap waktu pendilusian CO berdasarkan pengukuran
Lokasi/Tanggal
Waktu dilusi CO hingga NAB
0,01% Q (m3/s) v (m/s) l (m)Split 6/ 28 Juli 2015 12 menit 54 detik 1,4444 11,5 11,25J 17 C/ 29 Juli 2015 9 menit 38 detik 2,4755 8,76 10,5Split 6/ 30 Juli 2015 11 menit 13 detik 1,894 15,08 12,5Split 6/ 1 Agustus 2015 9 menit 22 detik 1,884 15 16,25J 17 C/ 3 Agustus 2015 12 menit 20 detik 1,94994 6,9 7,5J 12 C/ 6 Agustus 2015 9 menit 15 detik 3,33468 11,8 16,5Split 3/ 6 Agustus 2015 11 menit 7 detik 1,90912 15,2 11,25
Pada tabel di atas dapat diketahui alasan kenapa terjadi perbedaan
waktu pengenceran gas peledakan di tiap front. Dapat kita lihat pada tabel,
waktu pengenceran tercepat adalah 9 menit 15 detik pada front J12C (6
Agustus 2015) dengan Q tertinggi 3,33468 m3/s, kecepatan 11,8 m/s. Lain
halnya dengan waktu pengenceran terlama 12 menit 54 detik pada front Spilt
6, dengan Q 1,4444 m3/s.