Kajian Bogor PDF

download Kajian Bogor PDF

of 6

description

Kajian Bogor

Transcript of Kajian Bogor PDF

  • :: Kajian Peta Rawan Bencana Sosial Jawa Barat 1

    HASIL PEMETAAN DAERAH RAWAN KONFLIK SOSIAL DI KABUPATEN BOGOR

    KARAKTERISTIK

    Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah yang berbatasan langsung dengan ibu kota Negara RI dan secara geografis mempunyai luas 2.371.21 km persegi, terletak di antara 6.19 derajat sampai 6.47 derajat lintang selatan dan 106 107 derajat bujur timur. Batas-batas wilayah Kabupaten Bogor adalah sebagai berikut:

    1. Sebelah Utara: berbatasan dengan Depok/DKI Jakarta. 2. Sebelah Barat: berbatasan dengan Kabupaten Lebak Propinsi Banten. 3. Sebelah Barat Daya: Kabupaten Tangerang Propinsi Banten. 4. Sebelah Timur: Kabupaten Purwakarta Propinsi Jawa Barat. 5. Sebelah Timur Laut: Kabupaten Bekasi Propinsi Jawa Barat 6. Sebelah Selatan: Kabupaten Sukabumi Propinsi Jawa Barat 7. Sebelah Tenggara: Kabupaten Cianjur Propinsi Jawa Barat.

    Menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson, iklim di Kabupaten Bogor termasuk iklim tropis Tipe A (sangat basah) di Bagian Selatan dan Tipe B (basah) di bagian utara. Suhu rata-rata Kabupaten Bogor antara 20 derajat celsius sampai 30 derajat celsius. Curah hujan tahunan antara 2.500 mm sampai lebih dari 5000 mm per tahun. Khusus di wilayah bagian utara yang berbatasan dengan DKI Jakarta, Tangerang, dan Bekasi curah hujannya kurang dari 2.500 mm per tahun. Oleh karena itu, Bogor mendapat sebutan sebagai Kota Hujan. Ketinggian Kabupaten Bogor berkisar antara 15 2500 meter di atas permukaan laut. Bentuk daratan atau tanah di Kabupaten Bogor sekitar 100 156 m berbentuk dataran rendah yang terletak di bagian utara, sekitar 100 500 m merupakan tanah bergelombang yang terletak di bagian tengah, pegunungan seluas 500 1000 m dan pegunungan tinggi dan daerah Puncak seluas 2000 2500 m.

    Wilayah Kabupaten Bogor terbagi ke dalam tiga Wilayah Pembangunan, yaitu: Wilayah Pembangunan Barat, Tengah dan Timur. Wilayah Pembangunan Barat memiliki 11 kecamatan, yaitu: Kecamatan Jasinga, Parung Panjang, Tenjo, Cigudeg, Sukajaya, Nanggung, Leuwiliang, Cibungbulang, Ciampea, Pamijahan, dan Rumpin, dengan luas wilayah sekitar 128.750 ha. Wilayah Pembangunan Tengah terdiri dari 18 kecamatan, yaitu: Kecamatan Gunung Sindur, Parung, Ciseeng, Kemang, Rancabungur, Bojonggede, Cibinong, Sukaraja, Dramaga, Cijeruk, Caringin, Ciawi, Megamendung, Cisarua, Citeureup, Babakan Madang, Ciomas, dan Tamansari. Dengan luas wilayah 87.552 ha. Wilayah Pembangunan Timur meliputi enam kecamatan, yaitu: Kecamatan Gunung Putri, Cileungsi, Klapanunggal, Jonggol, Sukamakmur, dan Cariu.

    Berdasarkan hasil registrasi penduduk tahun 1999, jumlah penduduk Kabupaten Bogor adalah 3.004.444 jiwa. Hasil sensus penduduk tahun 2000 terjadi peningkatan menjadi sebanyak 3.476.768 jiwa. Laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Bogor selama kurun waktu 1995 2000 adalah sekitar 3.26%, dimana Laju pertumbuhan Penduduk Alaminya sekitar 1.36 dan migrasi masuk 1.90 %. Tingkat kepadatan penduduk Kabupaten Bogor adalah tertinggi 4800 jiwa/km persegi dan terendah 400 jiwa/km persegi. Kecamatan yang memiliki tingkat kepadatan paling tinggi adalah Kecamatan Cibinong, sementara yang terendah adalah Kecamatan Cariu. Satu keluarga di Kabupaten Bogor memiliki sekitar empat jiwa per rumah tangga dengan total rumahtangga sebanyak 851.962 KK. Bogor termasuk wilayah yang sangat heterogen dilihat dari keragaman ras karena banyaknya pendatang dari luar Jawa Barat termasuk dari luar Jawa.

    Kondisi ekonomi, sosial dan politik Kabupaten Bogor adalah sebagai berikut: 1. Kondisi Ekonomi

    Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 telah menimbulkan dampak negatif yang sangat serius terhadap masyarakat Kabupaten Bogor. Dampak tersebut

  • :: Kajian Peta Rawan Bencana Sosial Jawa Barat 2

    diantaranya Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) menurun drastis dari 11.70% pada tahun 1996 menjadi 4.77% pada tahun 1997, bahkan minus 20.72% pada tahun 1998. Namun demikian, seiring dengan pulihnya kondisi politik dan keamanan dalam negeri perekonomian Kabupaten Bogor bangkit kembali, sehingga pada tahun 1999 LPE meningkat menjadi 1.59% dan pada tahun 2000 meningkat lagi menjadi 2.80%.

    Sektor lapangan usaha yang memberikan kontribusi pada LPE tahun 2000 tersebut adalah: a. Pertanian memberikan kontribusi sebesar 12 %. b. Pertambangan dan penggalian memberikan kontribusi sebesar 7.12%. c. Industri pengolahan memberikan kontribusi sekitar 45.38%. d. Listrik, gas dan air minum memberikan kontribusi sebesar 4.21% e. Usaha bangunan sekitar 4.98% f. Perdagangan, hotel, dan restoran sebesar 11.94%. g. Pengangkutan dan komunikasi sebesar 3.89%. h. Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan sebesar 3.29%. i. Usaha jasa sebesar 7.18%.

    Beradasarkan hal tersebut dapat dilihat bahwa lapangan usaha yang paling banyak memberikan kontribusi pada kebangkitan ekonomi Kabupaten Bogor adalah industri pengolahan (45.38%), pertanian (12%) serta perdagangan, hotel dan restoran (11.94%).

    2. Kondisi Sosial Indikator kesejahteraan sosial dapat dilihat dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Pada kurun waktu 1990 1998 ada peningkatan IPM dari 63.30 menjadi 65.86. Peningkatan IPM ini tercermin dalam angka harapan hidup yang meningkat dari 59.30 tahun menjadi 64.50 tahun (1990-1998). Pada periode yang sama angka melek huruf meningkat dari 86.10% menjadi 92.04%. Rata-rata lama sekolah meningkat dari 5.20 tahun menjadi 7.35 tahun. Namun demikian, daya beli masyarakat yang diukur dengan tingkat konsumsi per kapita dalam periode yang sama mengalami penurunan dari Rp 575.700 menjadi Rp 533.980. Dilihat dari tingkat kemiskinan, Kabupaten Bogor masih memiliki penduduk kategori PRA KS sebanyak 89.142 KK, kategori KS I sebanyak 282.023 KK, kategori KS II sebanyak 253.060 KK, kategori KS III sebanyak 105.785 KK dan kategori KS III Plus sebanyak 25.342 KK.

    Mengenai keadaan dan keragaman keyakinan, kegiatan umat beragama di Kabupaten Bogor telah berjalan sebagaimana mestinya. Kegiatan keagamaan tersebut didukung oleh ketersediaan sarana keagamaan berupa Mesjid sebanyak 2775 unit, Langgar sebanyak 5074 buah, Musholla sebanyak 1205 buah, Gereja sebanyak 30 buah, dan Vihara/Pura sebanyak 16 buah. Jumlah penduduk berdasarkan agama, yaitu penganut agama Islam sebanyak 3.433.154 jiwa, penganut Katolik sebanyak 17.529 orang, Protestan sebanyak sebanyak 11.942 orang, penganut Hindu sebanyak 2885 orang, dan penganut Budha sebanyak 11.267 orang.

    Selama kurun waktu 1999 2000, tindak kriminal yang mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat Kabupaten Bogor berlangsung hampir merata di berbagai wilayah. Berdasarkan laporan dari Kepolisian RI wilayah Kabupaten Bogor, jumlah kasus kriminal mengalami penurunan, yaitu dari 1025 kasus pada tahun 1999 menjadi 847 kasus pada tahun 2000. Meskipun jumlahnya menurun, tetapi dari kualitasnya mengindikasikan semakin rumit dan modus operandinya semakin canggih dan kompleks. Beberapa kasus baru, seperti kasus uang palsu dan penyalahgunaan narkotika semakin marak di Kabupaten Bogor. Sementara itu, kasus lainnya yang seringkali muncul dalam kehidupan sehari-hari,, seperti pencurian, baik yang menggunakan kekerasan maupun atau pun senjata tajam, cukup tinggi setiap tahunnya.

    3. Kondisi Politik Berdasarkan hasil diskusi terfokus, di Kabupaten Bogor juga terjadi euforia Otonomi Daerah. Banyak masyarakat yang ingin mengembangkan wilayahnya menjadi berdiri sendiri,

  • :: Kajian Peta Rawan Bencana Sosial Jawa Barat 3

    kecamatan baru atau kelurahan baru. Hal ini sering menimbulkan konflik baik horizontal maupun vertikal. Menurut Kodim Kabupaten Bogor, semua konflik yang terjadi di kabupaten Bogor mengandung muatan politik. Demikian juga bila dilakukan Pilkada, selalu menimbulkan pro dan kontra, serta berakhir dengan keributan atau konflik.

    KRITERIA

    Hasil diskusi kelompok terfokus menyatakan bahwa persepsi masyarakat tentang kriteria bencana sosial atau konflik sosial dibedakan berdasarkan penyebabnya, seperti kondisi sosial, kondisi ekonomi, dan kondisi politik. Konflik yang disebabkan oleh kondisi sosial, misalnya kericuhan yang disebabkan oleh rebutan WTS atau PSK, seperti yang pernah terjadi di Cileungsi. Konflik yang disebabkan oleh kondisi ekonomi, misalnya konflik antara Buruh dan Majikan, seperti yang pernah terjadi, para buruh berdemontrasi menuntut kenaikan gaji atau upah, menolak mutasi ke tempat lain dan menolak Revisi undang-undang No. 13 tahun 2003. Kasus lain, yaitu konflik antara Pedagang Kaki Lima dengan Satpol PP, karena para PKL menolak untuk ditertibkan. Konflik seperti ini sering terjadi di Kabupaten Bogor. Konflik yang disebabkan oleh kondisi politik, misalnya konflik yang disebabkan tuntutan masyarakat untuk mengembangkan wilayah menjadi desa tersendiri atau kecamatan tersendiri. Menurut Kodim Kabupaten Bogor semua konflik di Kabupaten Bogor berkaitan dengan politik (dipolitisir).

    ISU-ISU

    Kabupaten Bogor banyak mengalami perubahan terutama sejak banyak berdirinya pabrik-pabrik, baik dalam skala besar maupun kecil. Berdirinya pabrik-pabrik tersebut mengakibatkan banyaknya pendatang, baik mereka yang bekerja di pabrik maupun yang berdagang seperti para PKL. Mereka yang menjadi PKL, sebagian besar adalah pendatang yang tidak memiliki keterampilan. Menurut informasi, sebagian besar para pendatang berasal dari Sumatra. Di Kabupaten Bogor terdapat sebanyak 4430 PKL. Selain pendatang dari Sumatra, juga mulai banyak pendatang dari Ambon dan Betawi. Isu lain berkenaan dengan pabrik adalah meskipun ada kebijakan dari pemerintah daerah untuk lebih banyak menyerap tenaga kerja dari masyarakat pribumi, namun kebijakan ini tidak terealisasikan. Masyarakat pribumi tidak banyak terserap oleh pabrik-pabrik tersebut. Menurut informasi, bila dibutuhkan tenaga kerja 500 orang oleh pabrik, hanya 50 orang yang diambil dari masyarakat setempat (pribumi).

    Isu lain yang banyak dibicarakan masyarakat adalah berkurangnya kepemilikan tanah, terutama di Kecamatan Jonggol. Banyaknya pengembang perumahan di daerah tersebut mengakibatkan tanah milik masyarakat menjadi semakin sempit. Masyarakat pribumi merasa semakin terdesak. Lahan pertanian yang menjadi sumber mata pencaharian menjadi berkurang. Tahun 1997 jarang orang Jonggol yang miskin. Sekarang, sejak banyak beralihnya kepemilikan tanah, banyak masyarakat yang jatuh miskin. Masyarakat Kecamatan Jonggol pada saat ini sedang berada dalam kondisi tegang. Artinya terdapat ketegangan sosial pada masyarakat Kecamatan Jonggol. Kondisi seperti ini akan sangat mudah terprovokasi. Penetapan PJS Kepala Desa saja menimbulkan konflik.

    Isu tentang keragaman keyakinan juga menjadi potensi konflik di Kabupaten Bogor. Beberapa kali terjadi konflik yang bernuansa keragaman keyakinan ini, baik antara komunitas yang menganut keyakinan (agama) yang berbeda, maupun di antara mereka yang keyakinannya atau agamanya sama. Misalnya kasus-kasus aliran Achmadiyah, Bunda Maria, dll. Pendirian rumah atau tempat ibadah pun menjadi sumber konflik.

    Isu lain yang berkembang di Kabupaten Bogor adalah tumbuhnya rumah remang-remang yang menempati hampir lima hektar dan seolah-olah dilokalisir di Cileungsi. Rumah remang-remang ini berjumlah sekitar 345 bangunan. Pemerintah Daerah kesulitan untuk menutup tempat ini, karena dengan adanya rumah remang-remang tersebut banyak pihak atau unsur masyarakat yang mendapatkan keuntungan, terutama keuntungan secara ekonomi. Terjadi peredaran uang yang cukup banyak di tempat tersebut.

  • :: Kajian Peta Rawan Bencana Sosial Jawa Barat 4

    Isu tentang Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Bojong juga masih sangat aktual. Semula warga masyarakat dpat memahami dan tidak keberatan dengan adanya TPST tersebut. Sebuah LSM melakukan advokasi dan provokasi sehingga warga Bojong akhirnya menolak TPST. Kericuhan pun terjadi, konflik secara fisik terjadi antara aparat dengan warga masyarakat.

    JENIS KONFLIK

    Konflik sosial yang pernah terjadi di wilayah Kabupaten Bogor menurut Komando Distrik Militer (KODIM) adalah sebagai berikut:

    1. Kecamatan Ciseeng dan Parung: warga dengan didukung oleh LSM Forkot yang dipimpin oleh Andria Napitupulu asal Jakarta memprotes pembangunan tiang atau tower SUTET dan menuntut uang ganti rugi tanah, bangunan rumah dan tanaman.

    2. Kecamatan Parung: warga, massa FPI, dan ormas lainnya menentang dan merusak kampus Mubarok JAI serta menuntut pembubaran JAI karena ajarannya dianggap tidak sesuai dengan akidah Islam.

    3. Kecamatan Pamijahan: warga masyarakat menentang keberadaan patung Goa Maria dengan alasan mayoritas warga setempat beragama Islam dan tidak ada ijin dari lingkungan maupun Pemerintah Bogor.

    4. Kecamatan Cijeruk: warga masyarakat menentang keberadaan Perguruan Mahesa Kurung (MK) dengan alasan karena perguruan tersebut mengajarkan ajaran yang sesat dan tidak sesuai dengan ajaran Islam.

    5. Kecamatan Gunung Putri: warga masyarakat sekitar menentang keberadaan ruko di Perumahan Griya Bukit Jaya, RT 10/25 Desa Telajung Udik yang digunakan sebagai tempat ibadah bagi umat Kristen, karena dianggap meresahkan masyarakat dan juga tidak ada ijin dari lingkungan maupun dari Pemerintah Kabupaten Bogor.

    6. Kecamatan Cibinong: pada tanggal 6 Juni 2006 terjadi tawuran antar pelajar SMU Ainur dengan SMU Bina Marga Ciluar, yang mengakibatkan korban tewas satu orang dari SMU Ainur Cibinong. Di Kecamatan Cibinong juga pernah terjadi warga masyarakat Kelurahan Pabuaran menuntut agar Pos/FBR di wilayah Kecamatan Cibinong dibubarkan karena membuat masyarakat resah.

    7. Kecamatan Kemang, Parung dan Cileungsi : sering terjadi konflik yang disebabkan oleh karena rebutan PSK di lokasi prostitusi ini. Belakangan lokasi ini dibongkar oleh petugas gabungan Pemerintah Kabupaten Bogor.

    8. Kecamatan Tamansari: warga menentang pembongkaran bangunan liar yang dilakukan oleh petugas karena tidak memiliki IMB.

    9. Menurut Kodim di Kabupaten Bogor juga sering terjadi tawuran antar pelajar dan sudah melibatkan anak-anak SD.

    10. Wilayah perkantoran pemerintah daerah Kabupaten Bogor: karyawan pabrik unjuk rasa menuntut Menolak revisi UU No 13 tahun 2003, Menolak dimutasikan bekerja ke tempat lain atau daerah lain, dan Menuntut kenaikan gaji atau upah.

    11. Warga Desa Bojong Kecamatan Kelapanunggal menolak Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) di wilayahnya. Terjadi perusakan terhadap aset milik PT Wira Guna Sejahtera, yang rencananya sebagai pengelola sampat terpadu tersebut.

  • :: Kajian Peta Rawan Bencana Sosial Jawa Barat 5

    Bila disimpulkan jenis konflik sosial di Kabupaten Bogor adalah konflik vertikal (Inter state community Violance) dan konflik horizontal (Inter community - Violance). Konflik vertikal terjadi antara pemerintah daerah dengan masyarakat, seperti konflik yang diakibatkan oleh penertiban PKL, penertiban rumah remang-remang, dll. Konflik horizontal terjadi di antara masyarakat itu sendiri, seperti konflik yang diakibatkan oleh rebutan PSK, pilkada, perbedaan keyakinan, prasangka negatif terhadap salah satu aliran agama sebagai aliran sesat, dll.

    DAMPAK

    Konflik-konflik yang terjadi di Kabupaten Bogor tidak banyak menimbulkan akibat-akibat yang sangat serius, terutama secara fisik, kecuali kasus Sutet dan TPST Bojong. Protes warga desa Bojong menimbulkan kerugian yang sangat banyak terutama pada pihak PT Wira Guna Sejahtera, karena sebagian besar asetnya (mesin pengolah sampah, bangunan tempat pengolahan sampah dan beberapa kendaraan ) dirusak oleh warga, sehingga perusahaan ini mengalami kerugian milyaran. Dampak yang dihawatirkan dari konflik-konflik yang terjadi di Kabupaten Bogor adalah dampak psikologis dan mungkin juga ekonomi. Dampak psikologis, seperti post traumatic stress disorder dihawatirkan terjadi pada anak-anak di wilayah desa Bojong akibat kericuhan yang berbentuk tawuran antar warga dengan aparat. Demikian juga tawuran yang dilakukan oleh para pelajar. Paling tidak akan menimbulkan hilangnya rasa aman di kalangan para pelajar dan orangtuanya. Dampak ekonomi juga bisa terjadi bila para investor merasa tidak aman, hawatir asetnya hilang atau rusak, ada kemungkinan menarik asetnya dan dipindahkan ke negeri yang lebih aman. Padahal industri pengolahan memberikan kontribusi yang paling besar ( 45.38%) pada laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bogor. Bila banyak investor yang mengalihkan investasinya ke tempat lain, maka angka kemiskinan di Kabupaten Bogor akan meningkat.

    UPAYA PENANGGULANGAN

    Kodim Kabupaten Bogor sudah berupaya untuk mengatasi konflik yang terjadi di wilayahnya, misalnya: 1. Untuk mengatasi tawuran antar pelajar dilakukan penyuluhan ke sekolah-sekolah; 2. Untuk mengatasi konflik yang berhubungan dengan agama, bekerja sama dengan MUI

    melakukan pendekatan-pendekatan persuasif; 3. Bekerjasama dengan POLRI melakukan patroli bersama ke wilyah-wilayah rawan konflik.

    Masyarakat yang berdekatan dengan lokalisasi WTS di Cileungsi juga melakukan ronda keliling di ingkungan tersebut untuk mengantisipasi timbulnya keributan akibat PSK.

    Upaya-upaya yang telah dilakukan khusus untuk masalah TPST Bojong adalah sebagai berikut: 1. Upaya dari Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung:

    a. Sosialisasi TPST Bojong kepada warga masyarakat Desa Bojong, Desa Situsari, dan Desa Cipeucang (Kecamatan Cileungsi), Desa Singasari dan Desa Sukamaju Kecamatan Jonggol oleh Dinas Cipta Karya Kabupaten Bogor.

    b. Pelaksanaan pelebaran jalan masuk ke lokasi TPST dari jalan raya Jonggol sepanjang 2 3 km dan pemberian ganti rugi kepada warga masyarakat yang terkena pelebaran jalan. Pelaksanaan pembayaran melalui Kepala Desa masing-masing.

    2. Upaya dari PT Wira Guna Sejahtera: a. Menghadirkan warga, baik yang keberatan maupun yang mendukung untuk melihat

    langsung cara kerja mesin pengolah sampah di lokasi TPST Bojong. b. Warga masyarakat dari sekitar lokasi TPST masih ada yang keberatan. Selanjutnya

    dilakukan aksi damai. Akan tetapi, masyarakat melakukan pengrusakan terhadap aset milik PT Wira Guna Sejahtera, dan melakukan penebangan pohon-pohon di sepanjang jalan Cipeucang Bojong.

    c. Pada tanggal 9 Desember 2006, Camat Kelapanunggal bermaksud melakukan sosialisasi surat Bupati Kabupaten Bogor tanggal 31 juli 2006, bernomor 658.1/575

  • :: Kajian Peta Rawan Bencana Sosial Jawa Barat 6

    perihal pembongkaran blokade di pintu gerbang TPST Bojong untuk memindahkan peralatan/mesin-mesin milik PT Wira Guna Sejahtera. Warga Desa Bojong keberatan dan menduga TPST akan dioperasikan kembali. Pada saat itu, terjadi kerisuhan dan pengusiran terhadap Camat dari lokasi tempat sosialisasi. Sosialisasi tetap dilakukan, tetapi pembongkaran blokade belum berhasil dilaksanakan dan akan ditentukan waktunya kemudian. Sampai sekarang kasus TPST Bojong ini belum terselesaikan.

    ***