KAJIAN BENTUK RUMAH ADAT DAN RAGAM HIASSAPO … · 2018. 9. 18. · simbol, berisi ungkapan makna...
Transcript of KAJIAN BENTUK RUMAH ADAT DAN RAGAM HIASSAPO … · 2018. 9. 18. · simbol, berisi ungkapan makna...
KAJIAN BENTUK RUMAH ADAT DAN RAGAM
HIASSAPO KALUPINI DI KABUPATEN ENREKANG
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mengikuti Ujian Proposal
pada Program Studi Pendidikan Seni Rupa
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Oleh
ADAM GUSTIAWAN AS
NIM 10541 00356 10
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SENI RUPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2016
KATA PENGANTAR
Allah maha penyayang dan pengasih, demikian kata untuk mewakili atas
segala karunia dan nikmatnya. Jiwa ini takkan henti bertahmid atas anugerah pada
detik waktu, denyut jantung, gerak langkah, serta rasa dan rasio pada-Mu, sang
Khalik. Skripsi ini adalah setitik dari sederetan berkahmu,
Setiap orang dalam berkarya selalu mencari kesempurnaan, tetapi
terkadang kesempurnaan itu terasa jauh dari kehidupan seseorang. Kesempurnaan
bagaikan barometer yang semakin dikejar semakin menghilang dari pandangan,
bagai pelangi yang terlihat indah dari kejauhan tetapi menghilang jika didekati.
Demikian juga tulisan ini, kehendak hati ingin mencapai kesempurnaan, tetapi
kapasitas penulis dalam keterbatasan.
Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak, baik secara langsung maupun secara tidak
langsung ikut membantu kelancaran studi dan penulisan skripsi ini. Ucapan terima
kasih di sampaikan kepada:
1. Bapak Dr. Irwan Akib, M.Pd., Rektor Univesitas Muhammadiyah
Makassar.
2. Bapak Dr. Andi Syukri Syamsuri,M.Hum., Dekan Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar.
3. Bapak Andi Baetal Mukaddas S.Pd., M.Sn. Ketua Prodi Pendidikan
Seni Rupa, dan Bapak Muhammad Thahir S.Pd, Selaku Sekertaris
Jurusan Pendidikan Seni Rupa.
4. Bapak Drs.H. Abdul Kahar Wahid. Dosen Pembimbing I danBapak
Andi Baetal Mukaddas S.Pd., M.Sn. Dosen Pembimbing II. Yang
dengan ikhlas memberikan masukan, petunjuk, arahan dan saran dalam
penyelesaian skripsi ini.
5. Bapak Dosen-Dosen Seni Rupa tanpa terkecuali yang selama ini
membimbing serta memberikan masukan kepada kami.
6. Teristimewa buat kedua orang tuaku, bunda Jasmawati dan Ayahanda
Asruddin yang telah berjuang, berdoa, mengasuh, membesarkan,
mendidik, dan membiayai penulis dalam proses pencarian ilmu.
7. Terima kasih kepada saudara – saudariku, K‟comba, K‟opu, K‟Asrul,
K‟fandi, K‟Rahim Adinda Nur Syamsi Bambang yang selalu
mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi.
8. Terima kasih kepada sahabat sahabatkuh taslim, Anton, ical, dan
hamka yang selalu memberikan semangat.
9. Terima kasih kepada keluarga besar seni rupa yang telah membantu
penulis menyelesaikan akademik, jasa-jasamu tak akan pernah saya
lupakan.
10. Terima kasih pula kepada keluarga besar Gerakan Aktivis Mahasiswa
yang telah memberikan pengertiannya kepada penulis sehingga
semuanya dapat berjalan dengan baik.
Billahi Fisabilillah Haq Fastabiqul Khaerat
Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatu
Makassar, April 2016
,
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Jangan pernah takut akan melangkah
Karena akan membuatmu lemah dan kehilangan kepercayaan diri…
Jangan pernah menyerah atas impianmu,
Karena impian memberimu tujuan hidup….
Hadapilah rasa takut dan pantang menyerah
dan teruslah melangkah.
Kupersembahkan tulisan ini buat :
Kedua orang tuaku, saudaraku, dan sahabatku,
atas keikhlasan hati dan doanya dalam mendukung penulis
mewujudkan harapan yang dinantikan menjadi kenyataan.
Daftar Gambar Rumah Adat dan Ragam Hias yang ada di Nusantara Antara Lain:
No Rumah Adat Nusantara Halaman
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24
25.
26.
27.
Rumah Adat Aceh Darussalam.
Rumah Adat Sumatra Utara.
Rumah Adat Riau.
Rumah Adat Jambi.
Rumah Adat Betawi.
Rumah Adat Kalimantan Barat.
Rumah Adat Sulawesi Utara.
Rumah Adat Gorontalo.
Rumah Adat Bugis
Makassar,Balla Lompoa.
Rumah Adat Tanah
Toraja(tonkonan)
Rumah Adat Bone.
Rumah Adat Mamasa(banua)
sulawesi Barat.
Rumah Adat Polewali Mandar.
Ragam Hias,Rumah adat
Bantaeng.
Ragam Hias,Rumah Adat Barru.
Ragam Hias.Rumah Adat
Jeneponto.
Ragam Hias.Rumah Adat Kajang.
Ragam Hias.Rumah Adat Selayar.
Ragam Hias.Rumah adat
Bulukumba.
Ragam Hias.Rumah Adat Toraja.
Rumah Adat Kaluppini
Panggata Bola
Motif Malekkong
Motif Malekkong
Liri Bola
Ukiran Malleku- leku
Halaman : 8
Halaman : 9
Halaman : 9
Halaman : 10
Halaman : 11
Halaman : 12
Halaman : 12
Halaman : 13
Halaman : 14
Halaman : 14
Halaman : 15
Halaman : 15
Halaman : 16
Halaman : 20
Halaman : 21
Halaman : 21
Halaman : 22
Halaman : 22
Halaman : 22
Halaman : 22
Halaman : 35
Halaman : 38
Halaman : 39
Halaman : 39
Halaman : 42
Halaman : 44
Halaman :45
Halaman :46
Halaman :47
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Enrekang adalah nama suku yang mayoritas masyarakatnya bertempat
tinggal di Provinsi Sulawesi selatan.Sedangkan sebutan Enrekang dari ENDEG yang
artinya NAIK DARI atau PANJAT dan dari sinilah asal mulanya sebutan
ENDEKANtelahdikenaldengan nama “ENREKANG” versi Bugis sehingga jika dikatakan
bahwa Daerah Kabupaten Enrekang adalah daerah pegunungan sudah mendekati
kepastian, sebab jelas bahwa Kabupaten Enrekang terdiri dari gunung-gunungdan bukit-
bukit sambung-menyambung mengambil ± 85% dari seluruh luas wilayah sekitar
1.786.01 Km².
Sebagai suatu komunitas masyarakat, suku Massenrempulu memiliki
falsafah hidup yang dianut oleh masyarakat tersebut. Falsafah hidup
mempengaruhi berbagai macam kegiatan hidup yang dijalani masyarakatnya.
Berbagai aspek kehidupan terbangun sebagai konkretisasi dari falsafah hidup yang
ada, tanpa terkecuali karya-karya estetis.
Rumahadat Enrekang kaluppini sebagai suatu karya estetis memiliki
bentuk sedemikian rupa yang dijadikan sebagai tempat tinggal oleh pemiliknya.
Selain sebagai karya fungsional, rumah adat enrekang juga memiliki falsafah yang
terwujud dalam bentuk bangunan dan ragam hias yang melekat padanya.
Tato (2009: 1) mengatakan bahwa manusia beraktivitas mempertahankan
hidup dan mengembangkan kehidupan di muka bumi ini, berbekal kemampuan
berpikir secara metaforis serta memanfaatkan seluruh indranya. Kemampuan
berpikir secara metaforis itu terwujud dalam kreativitas penciptaan berbagai
simbol, berisi ungkapan makna yang digunakan ketika berkomunikasi
menyampaikan pesan, kesan, harapan, pengalaman, bahkan ungkapan perasaan
kepada sesamanya. Heinz Frick (1988) mengatakan pembangunan dan
kebudayaan merupakan perwujudan sejarah manusia, terutama pada masa yang
lalu. Pembangunan rumah kediaman berarti tanda kehidupan, berarti aktivitas oleh
masyarakat setempat. Kehidupan ditentukan oleh agama, kebudayaan, dan
masyarakat setempat.
Akan tetapi, falsafah hidup yang terkonkretkan dalam karya-karya estetis
masa lampau, khususnya rumah adat Enrekang seakan tergerus oleh kenyataan
hidup saat sekarang. Upaya untuk mengkaji dan memahami falsafah dalam
bentuk-bentuk teraga begitu minim. Modernisasi telah menggiring manusia untuk
meninggalkan falsafah yang dianut oleh masyarakat. Hal itu sejalan dengan
hilangnya kesadaran generasi pelanjut untuk mengkaji dan mentransformasikan
falsafah hidup yang telah lama dianut oleh generasi sebelumnya. Mayoritas
manusia saat ini terpaku dengan kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan yang
lahir dan berkembang di Barat. Kondisi demikian bukanlah suatu kesalahan, akan
tetapi kecenderungan untuk memfokuskan diri kepada kebudayaan barat dan
meninggalkan nilai luhur masyarakat adalah suatu kekeliruan. Sebab, pada
falsafah yang dianut oleh masyarakat terdapat kebaikan hidup yang dicita-citakan.
Norma yang terdapat dalam masyarakat dibahasakan dalam karya-karya yang
tervisualisasi.
Rumah adat Enrekang menyimpan jejak nilai yang layak untuk dikaji
oleh kalangan yang sadar akan pentingnya melestarikan nilai hidup yang
terbangun sejak lama dalam masyarakat. Bentuk rumah adat Enrekang dan ragam
hiasnya tentunya memiliki pesan dalam bentuk simbol yang seyogyanya dipahami
sebagai suatu nilai.
Berdasarkan uraian di atas, penulis berkeinginan untuk menulis sebuah
karya yang berupaya mengkaji falsafah dari masyarakat enrekang dalam bentuk
skripsi dengan judul “Kajian Bentuk Rumah Adat dan Ragam Hias Sapo
Kaluppini Kab.Enrekang”. Tulisan ini diharapkan mampu menampilkan nilai
masyarakat Enrekang yang pernah diwujudkan dalam pola hidup mereka. Dengan
harapan generasi masyarakat enrekang, khususnya penulis kembali memahami
falsafah hidup masyarakatnya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang dikemukakan, maka penulis
mencoba merumuskan beberapa masalah, sebagai berikut :
1. Bagaimana bentuk rumah adat Bugis Sapo’ Kaluppini’
Kabupaten Enrekang?
2. Bagaimana jenis ragam hias pada keseluruhan bagian rumah
adat Bugis Sapo’ Kaluppini’ Kabupaten Enrekang?
3. Bagaimana ciri khas rumah adat Bugis Sapo’ Kaluppini’
Kabupaten Enrekang?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini penelitian:
1. Mendeskripsikan tentang bentuk bangunan rumah adat Bugis Sapo’
Kaluppini’ Kabupaten Enrekang?
2. Mendiskripsikan jenis ragam hias padakeseluruhan bagian rumah adat
Bugis Sapo’ Kaluppini’ Kabupaten Enrekang?
3. Mendeskripsikan ciri khas rumah adat Bugis Sapo’ kaluppini’
Kabupaten Enrekang?
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi peneliti
a. Melalui penelitian ini, diharapkan agar peneliti memiliki wawasan
yang lebih luas dan dalam mengenai rumah adat
MassenrenpuluSapo’ Kaluppini’ Kabupaten Enrekang?
b. Melalui penelitian ini, peneliti dapat memahami alasan masyarakat
Enrekang mengekspresikan bentuk- bentuk rumah adat Sapo’
Kaluppini’ Kabupaten Enrekang.
c. Penelitian ini setidaknya menjadi langkah awal bagi peneliti dalam
memahami kebudayaan masyarakat Enrekang.
d. Peneliti memberikan kepada khalayak deskripsi makna ragam hias
yang terkandung dibalik simbol bangunan rumah adat Sapo‟
Kaluppini‟ Kabupaten Enrekang.
2. Bagi Mahasiswa
a. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan acuan dan
refrensi dalam mengkaji karya-karya estetis yang lahir dari
masyarakat, khususnya seputar rumah adat.
b. Diharapkan agar hasil penelitian ini menjadi pijakan dalam
melakukan penelitian lanjutan yang lebih kontemplatif dan radikal
seputar rumah adat.
c. Dari hasil penelitian ini peneliti diharapkan dapat memahami
keanekaragaman bentuk rumah adat di Nusantara.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR
A. Kajian Pustaka
Ada berapa hal yang merupakan landasan teori yang dijadikan bahan dalam
penelitian ini, mengingat hal tersebut maka keseluruhan hasil penelitian dapat
dipertanggung jawabkan secara ilmiah, dengan demikian berguna untuk dijadikan
sebagai landasan pemikiran dalam mencari titik permasalahan seputar objek
penelitian yang relevan dengan objek penelitian.
Sebagai dasar penelitian ini penulis mengutip teori atau pendapat yang
berhubungan dengan penelitian yaitu:
1. Pengertian Kajian
Kajian berasal dari kata„Kaji‟ yang mendapat Imbuh‟an”.Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997: 431) dijelaskan bahwa pengertian dari
„Kaji‟ adalah 1.Pelajaran (Agama dan sebagainya). 2. Penyelidikan ( tentang
sesuatu ) Dan jika ditambahkan Imbuh „ an ‟ menjadi „ Kajian ‟artinya hasil
mengkaji.
Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa kajian
merupakan hasil dari penyelidikan tentang sesuatu hal yang dikaji.
2. Pengertian Rumah Adat
Menurut Situmorang (2008: 34) bentuk adalah sebuah istilah inklusif
yang memiliki beberapa makna. Ia dapat merujuk pada penampilan eksternal
yang dapat dikenali, seperti kursi atau tubuh manusia yang mendudukinya. Ia
juga bisa secara tidak langsung merujuk pada suatu kondisi khusus dimana
sesuatu bertindak atau memanifestasikan dirinya sendiri, misalnya ketika kita
membicarakan tentang air di dalam bentuk es atau uap.
Darsono dalam Ashari(2013: 4) menjelaskan bahwa bentuk ada dua
macam, yang pertama adalah bentuk visual (visual forms), yaitu bentuk fisik
dari sebuah karya seni atau kesatuan dari unsur-unsur pendukung karya seni
tersebut. Selanjutnya adalah bentuk khusus (special forms), yaitu bentuk yang
tercipta karena adanya hubungan timbal balik antara nilai yang dipancarkan
oleh fenomena bentuk fisik terhadap tanggapan kesadaran emosional.
Menurut Van Romondt dalam Said (2004: 47) rumah adalah suatu
shelteratau tempat berlindung manusia dalam menghadapi cuaca panas,
dingin, hujan, dan angin. Dahulu, pengertian rumah adalah sebagai tempat
berlindung dari panasnya sinar matahari atau serangan binatang buas yang
menjadi musuh manusia. Namun sekarang, selain untuk hal tersebut di atas,
juga berarti sebagai tempat beristirahat, membina individu, keluarga maupun
sebagai tempat untuk bekerja.
Sedangkan adat menurut Said (2004: 25) adalah aturan-aturan
tentang kehidupan manusia yang disepakati penduduk dalam suatu daerah
untuk mengatur tingkah laku anggota masyarakatnya sebagai kelompok
sosial.
Rumah adat adalah suatu bangunan dengan struktur, cara pembuatan,
bentuk dan fungsi serta ragam hias yang memiliki ciri khas tersendiri,
diwariskan secara turun temurun dan dapat digunakan untuk melakukan
kegiatan kehidupan oleh penduduk sekitarnya (Said, 2004: 47).
Berdasarkan beberapa defenisi, maka dapat disimpulkan bahwa yang
dimaksud dengan bentuk rumah adat adalah keseluruhan konstruksi bangunan
mulai dari atap, badan rumah, sampai pada tiang-tiang dan tangga rumah
dengan bentuknya yang khas dan dilengkapi dengan berbagai jenis ragam
hias.
3. Beberapa bentuk Rumah Adat di Nusantara
Setiap wilayah di Nusantara memiliki corak kebudayaannya masing-
masing. Keberagaman tersebut melahirkan karya-karya yang beragam pula,
salah satunya rumah adat.
Berikut ini gambar-gambar bentuk rumah adat di Nusantara antara
lain:
1. Rumah Adat Aceh Darussalam
Gambar 1.
Rumah adat Nangro Aceh Darussalam (Krong Bade)
Narasumber: (http://senibudaya12.blogspot.com)
2. Rumah Adat Sumatra Utara
Gambar 2.
Rumah adat Sumatra Utara (Rumah Bolon)
Narasumber: (http://senibudaya12.blogspot.com)
3. Rumah Adat Riau
Gambar 3.
Rumah adat Riau (Melayu Selaso Jatuh Kembar)
Narasumber: (http://senibudaya12.blogspot.com)
4. Rumah Adat Jambi
Gambar 4.
Rumah adat Jambi (Rumah Panggung)
Narasumber: (http://senibudaya12.blogspot.com)
5. Rumah Adat Betawi
Gambar 5
Rumah adat Betawi (Rumah Kebaya)
Narasumber: (http://senibudaya12.blogspot.com)
6. Rumah Adat Kalimantan Barat
Gambar 6.
Rumah adat Kalimantan Barat (Istana Kesultanan Pontianak)
Sumber: (http://senibudaya12.blogspot.com)
7. Rumah Adat Sulawesi Utara
Gambar 7.
Rumah adat Sulawesi Utara (Rumah Pewaris)
Sumber: (http://senibudaya12.blogspot.com)
8. Rumah Adat Gorontalo
Gambar 8
Rumah adat Gorontalo (Dolohupa)
4. Contoh Bentuk Rumah Adat di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat Dalam dunia arsitektur, paham modern selalu dilandasi oleh hal yang
bersifat konkrit, jelas dan terukur. Sedang, paham tradisional selalu dilandasi
oleh hal yang bersifat abstrak, spritual, dan bahkan religius (Shima, 2006: 51).
Rumah adat yang terdapat di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat
pada dasarnya memiliki kesamaan konsep struktur bangunan meskipun dari
segi bentuk berbeda. Gambar-gambar berikut merupakan beberapa jenis rumah
adat yang terdapat di Sulawesi Selatan maupun di Sulawesi Barat,
Gambar 9. Rumah adat Bugis Makassar (Balla lompoa), Sulawesi Selatan
Narasumber: (http://senibudaya12.blogspot.com)
Gambar 10. Rumah adat Tanah Toraja (Tongkonan), Sulawesi Selatan
Sumber: (Foto asrul, 2013)
Gambar 11. Bola Soba Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan
Sumber: (http://senibudaya12.blogspot.com)
Gambar 12. Rumah Adat Mamasa (Banua), Sulawesi Barat
Sumber: (Foto Abdi, 2015)
Gambar13. Rumah Adat Polewali Mandar
Narasumber: (http://senibudaya12.blogspot.com)
5. Ragam Hias
a. Pengertian Ragam Hias
Ragam hias adalah suatu pola atau corak hiasan yang terungkap
sebagai ekspresi pribadi manusia terhadap keindahan atau pemenuhan
kebutuhan lain yang bersifat budaya (Sunarman, 2010: 45).
Menurut Kasiyan ragam hias mempunyai istilah lain yakni ornamen.
Perkataan ornamen berasal dari kata “Ornare”(bahasa Latin) yang berarti
menghiasi.Ornamen adalahsetiap hiasan bergaya geometrik atau yanglainnya,
yang dibuat pada suatu bentuk dasar darihasil kerajinan tangan danarsitektur.
b. Fungsi Ragam Hias
Sebagai sebuah karya seni, ragam hias pada rumah adat sapo
kaluppini, merupakan wujud produk kesenian masa lampau. Sebagai sebuah
warisan kebudayaan fisik, wujud ragam hias merupakan manifestasi ekspresi
masyarakat setempat dalam menata pranata sosial lingkungannya. Secara
teoritis keberadaan ragam hias sebagai karya seni pada rumah adat
mempunyai tiga macam fungsi, seperti yang dikemukakan oleh Edmund
B.Feldman.
1). Fungsi Personal (personal functions).
Gambar visual ditulis dengan didahului bahasa sebagai alat
komunikasi.Akan tetapi, seni melampaui komunikasi informasi, tetapi
juga mengungkapkan seluruh dimensi kepribadian manusia, atau
psikologis, keadaan tertentu. Seni adalah lebih dari simbol standar dan
tanda-tanda yang digunakan karena pembentukan unsur-unsur, seperti:
garis, warna, tekstur, mengirim subliminal makna luar informasi dasar.
Keberadaan unsur-unsur ini memberikan maksud dan makna kepada artis
dan penonton.
2). Fungsi Sosial (social functions)
Seni melakukan fungsi social jika: (1) mempengaruhi kelompok
manusia;
(2) hal ini dibuat untuk dapat dilihat atau digunakan dalam situasi umum;
(3)ini menggambarkan aspek-aspek kehidupan bersama oleh semua
sebagai lawan jenis pengalaman pribadi.
3). Fungsi Fisik (physical functions)
Seni dalam ikatan “fungsi fisik” merujuk pada benda-benda yang dibuat
untuk digunakan sebagai alat atau wadah.Sebagai sebuah contoh, pada
desain industri, mereka menciptakan benda industri, yang dibuat dan
dijual untuk konsumen. Seni saling berhubungan dan bertanggung jawab
terhadap cakupan wilayah atau lingkungan, baik tampilannya dan cara
kerjanya. Selanjutnya di sini, seni berarti lebih daripada menghiasi atau
memperindah pada pengertian dasarnya.
Konsepsi terhadap ketiga fungsi keberadaan karya seni tersebut menjadi
sebuah rujukan untuk dapat memahami dan menjelaskan ragam hias pada rumah
adat Sapo Kaluppini di Kab.Enrekang.
c. Jenis Relief Ragam Hias
Jenis-jenis relief ragam hiasseperti yang dijelaskan oleh Ashari
(2013:72) ada 5 jenis relief, antara lain, (1) relief rendah (low relief;
stacciato relievo), (2) relief sedang (bas relief; bassa relivo), (3) relief
tinggi (high relief; alto relivo), (4) relief cekung (uncreaux relief), dan
(5) relief terawang atau tembus (a your relief).
1) Relief Rendah (low relief; stacciato relievo)
Relief rendah adalah golongan jenis relief yang teknis pengerjaannya
menggunakan teknik yang sederhana dan termasuk tidak memiliki
tingkat kerumitan, sebab menampilkan jenis pola yang berupa garis,
baik garis lengkung maupun garis lurus. Jenis relief rendah
umumnya dimanfaatkan pada tepi motif ragam hias, yaitu sebagai
perantara pola motif satu dengan pola motif lainya.
2). Relief Sedang (bas relief; bassa relivo)
Relief sedang merupakan jenis relief yang tingkat kerumitannya
sesuai dengan desain, namun teknis pengerjaan tidak serumit relief
tinggi sehingga jenis relief sedang ini banyak diaplikasikan pada
jenis motif atau pola yang umum dijumpai.
3). Relief Tinggi (high relief; alto relivo)
Pola-pola motif yang digunakan juga tergolong pola yang rumit
sehingga implementasinya banyak didapatkan sebagai penggabungan
jenis-jenis relief seperti, relief rendah, sedang, dan cekung. Untuk itu
jenis relief tinggi tergolong jenis relief yang tingkat kerumitannya
lebih sulit dibanding dengan jenis relief lainnya sebab pada teknis
pengerjaannya lebih menonjol jika dibandingkan dengan relief
sedang.
4). Relief Cekung (uncreaux relief)
Jenis relief cekung dimanfaatkan sebagai pendukung pola-pola hias
yang rumit dan terlihat lebih sulit dan menarik.
5). Relief Terawang (a your relief)
Disebut relief terawang karena gambarnya menembus bidang datar,
sehingga berupa lubang-lubang gambar atau terawangan.
Kelima jenis relief tersebut adalah jenis-jenis relief yang
diaplikasikan pada ragam hias untuk merealisasikan ide serta gagasan
berdasarkan pola dan motif hias.Merealisasikan bentuk dan struktur
ragam hias akan berdasar pada pola dan motif, begitu juga dalam
merealisasikan pola atau motif hias akan menyesuaikan jenis pola yang
akan digunakan.
d. Motif dan Pola Ragam Hias
Motif dapat diartikan sebagai elemen pokok dalam ragam hias,
motif merupakan bentuk dasar dalam penciptaan atau perwujudan
bentuk ragam hias. Sedangkan pola merupakan hasil susunan atau
pengorganisasian dari motif-motif tertentu dalam bentuk dan komposisi
tertentu pula.
Secara umum, ragam hias dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu ragam
hias organis dan ragam hias inorganis. Ragam hias organis menurut Gunturdalam
(2013: 82-83) adalah jenis ragam hias yang dalam tampilan-tampilannya
menggunakan elemen-elemen atau organ-organ hayati, baik yang berasal dari
tanaman, binatang, maupun manusia. Selanjutnya, ragam hias inorganis adalah
perwujudan ragam hias yang bersumber dari fenomena alam yang tidak hidup
(nirhayati), yaitu tampak seperti, awan, bintang, bulan, matahari, sungai, karang
dan lain-lain.
Dalam ragam hias, pola merupakan bentuk pengulangan motif, artinya
sejumlah motif yang diulang-ulang secara struktural dipandang sebagai pola. Jika
sebuah motif misalnya berupa sebuah garis lengkung, kemudian diatur dalam
ulangan tertentu, maka susunannya akan menghasilkan suatu pola, yaitu
merupakan penyebaran garis dan warna dalam ulangan tertentu(Ashari, 2013: 77-
78).
Berikut beberapa jenis ragam hias yang terdapat pada rumah adat, yaitu:
Gambar 14. Ragam hias pada hubungan atap rumah adat Bantaeng
Sumber: (Foto Asrul, 2015)
Gambar 15. Ragam hias pada bagian jendela rumah adat Barru
Sumber: (Foto Abdi, 2015)
Gambar16. Ragam hias pada bubungan atap rumah adat Jeneponto
Sumber: (Foto Abdi, 2015)
Gambar17. Ragam hias pada bubungan atap rumah adat Kajang
Sumber: (FotoAsrul, 2015)
Gambar 18. Ragam hias pada bubungan atap rumah adat Selayar
Sumber: (Foto Abdi, 2015)
Gambar 19. Ragam Hias pada rumah adat Bulukumba
Sumber: (Foto Abdi, 2015)
Gambar 20. Ragam hias pada rumah adat Toraja
Sumber: (Foto Asrul, 2014)
6. Simbol dan Makna
a. Pengertian Simbol
Kata “simbol” berasal dari kata Yunani yaitu “symbolos” yang berarti
tanda atau ciri yang memberitahukan sesuatu hal kepada seseorang.
Menurut Bahari (2009: 109) simbol adalah suatu tanda di mana
hubungan tanda dan denotasinya ditentukan oleh suatu peraturan yang
berlaku umum atau ditentukan oleh suatu kesepakatan bersama (konvensi). Di
sini dapat dilihat, bahwa hubungan antara simbol sebagai penanda dengan
sesuatu yang ditandakan (petanda) sifatnya konvensional (Liri, 2012: 46).
Menurut Said (2004: 5). simbol adalah tanda yang diwujudkan sebagai
bentuk visual bagi sesuatu makna tertentu yang abstrak, yang bersifat
komunikatif bagi masyarakat tertentu, namun tidak bagi masyarakat lain. Hal
ini mengandung pengertian bahwa simbol dalam masyarakat tidak dapat
dilepaskan dari ketentuan normatif dalam kesatuan sosial masyarakat tersebut
(kecuali untuk beberapa simbol yang universal yang telah dipergunakan
secara meluas dikalangan masyarakat lain).
Simbol merupakan salah satu kategori tanda. Menurut Pierce dalam
Liri (2012: 12-13), tanda (sign) terdiri atas ikon (icon), indeks (index), dan
simbol (symbol). Pada dasarnya ikon merupakan tanda yang bisa
menggambarkan ciri utama sesuatu, meskipun sesuatu yang lazim disebut
sebagai objek acuan tersebut tidak hadir. Misalnya, gambar Amin Rais adalah
ikon Amin Rais. Indeks adalah tanda yang hadir secara asosiatif akibat
terdapatnya hubungan ciri acuan yang sifatnya tetap. Kata rokok, misalnya,
memiliki indeks asap. Banyak orang yang selalu mengartikan simbol sama
dengan tanda. Sebetulnya tanda berkaitan langsung dengan objek, sedangkan
simbol memerlukan proses pemaknaan yang lebih intensif setelah
menghubungkan dia dengan objek.
Hartoko dan Rahmanto dalam Liri (2012: 46) menjelaskan bahwa
pada dasarnya simbol dapat dibedakan menjadi:
1) Simbol-simbol universal, berkaitan dengan arketipos, misalnya
tidur sebagai lambang kematian.
2) Simbol cultural yang dilatarbelakangi oleh suatu kebudayaan
tertentu, misalnya keris dalam kebudayaan masyarakat Jawa.
3) Simbol individual yang biasanya dapat ditafsirkan dalam konteks
keseluruhan karya seorang pengarang.
Dalam interaksi antar individu maupun masyarakat, tidak jarang
terjadi ketidaksepahaman makna terhadap suatu jenis simbol.
Ketidaksepahaman lahir sebagai akibat adanya perbedaan cara pandang
tentang simbol itu sendiri. Namun, disisi lain bahwa ada juga simbol yang
digunakan oleh masyarakat tertentu dan dapat dipahami secara tepat oleh
masyarakat lain.
b. Pengertian Makna
Menurut Verdiansyah dalam Liri (2012: 39) makna adalah hubungan
antara subjek dengan lambangnya. Makna pada dasarnya terbentuk
berdasarkan hubungan antara lambang komunikasi (simbol), akal budi
manusia penggunanya (objek).
Makna adalah balasan terhadap pesan.Suatu pesan terdiri dari tanda-
tanda dan simbol-simbol yang sebenarnya tidak mengandung makna. Makna
baru akan timbul ketika ada sesorang yang menafsirkan tanda dan simbol
yang bersangkutan dan berusaha memahami artinya. Dari segi psikologis,
tanda dan simbol bertindak selaku perangsang untuk membangkitkan balasan
dipihak penerima pesan (Liri, 2012: 40).
Dalam kajian tentang makna, terdapat dua jenis makna, yaitu makna
denotatif dan makna konotatif. Menurut Liri (2012, 42) makna denotatif
adalah makna lugas atau makna yang menunjukkan langsung pada acuan
dasarnya meliputi hal-hal yang ditunjuk oleh kata-kata. Contoh kata melati
berarti “sejenis bunga”.Sedangkan makna konotatif ialah makna denotatif
yang ditambahkan dengan segala gambaran, ingatan, dan perasaan yang
ditimbulkan oleh kata melati itu.
B. Kajian yang Relevan
Sebagai dasar pijakan untuk mengokohkan langkah-langkah penelitian
yang akan penulis laksanakan, penulis melakukan pengkajian terhadap
beberapa skripsi dan sumber-sumber lain yang dianggap ilmiah dan relevansi
dengan permasalahan yang diteliti penulis, di antaranya skripsi yang berjudul
berjudul:
1. Kajian Bentuk Rumah Adat Bima Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Asi mbojomerupakan bangunan paling indah dan megah pada masa
kesultanan, memiliki halaman seluas 500 meter persegi yang ditumbuhi
pohon-pohon rindang dan taman bunga yang indah. Bangunan istana
diapit oleh dua pintu gerbang Timur dan Barat yang senantiasa dijaga
oleh anggota pasukan pengawal kesultanan (Muhammad Aksan,2013:
58).
2. Kajian Ragam Hias Kerajinan Batu Nisan di Desa Lempang Kecamatan
Tanete Riaja Kabupaten Barru Sulawesi Selatan.
Motif hias yang terdapat pada kerajinan batu nisan di Desa Lempang
pada umumnya mengabil motif flora. Motif berupa pahatan yang
mempunyai kedalaman 0,1-0,5 cm. Penerapan pola ukir telah
diperhitungkan sebelum menggunakan motif flora (tumbuh-tumbuhan)
yang divariasikan sehingga dapat memenuhi fungsinya sebagai hiasan.
(Arifuddin, 2013: 48).
Skripsi diatas adalah suatu karya ilmiah yang di dalamnya
dideskripsikan tentang makna-makna simbolis yang terdapat pada karya-
karya seni rupa. Proses pendeskripsian dalam bentuk karya ilmiah dilakukan
dengan melalui proses penelitian yang ilmiah pula.
C. Kerangka Pikir
Dalam kebudayaan masyarakat Enrekang, rumah adat memiliki
peran yang sangat signifikan dalam menentukan identitas pemilik rumah
tersebut. Berbagai macam simbol terdapat dalam bentuk rumah adat
Kaluppini. Simbol-simbol berupa bentuk bangunan rumah dan ragam hiasnya
merupakan refleksi dari nilai yang terdapat dalam masyarakat
Massenrenpulu. Simbol-simbol tersebut seyogyanya dipahami sebagai bahasa
mengenai nilai hidup masa lampau yang kemungkinan besar tidak dipahami
oleh generasi saat ini.
Berdasarkan uraian di atas, maka dibuatkanlah kerangka pikir atau
skema yang menjadi landasan dalam berpikir.
Gambar 01. Skema
Rumah Adat SAPO KALUPPINI
Ragam Hias
Rumah Adat
Makna Bentuk dan
Ragam Hias Rumah
Adat
Bentuk Rumah Adat
Hasil Penelitian
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif – kualitatif,
yaitujenis penelitian yang berusaha memberikan gambaran objektif
berdasarkan kenyataan yang sesungguhnya di lapangan, mengenai bentuk
rumah adat, ragam hias, serta makna yang terkandung di dalam simbol-
simbol rumah adat Sapo Kaluppini di Kabupaten Enrekang.
B. Lokasi Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan di Kecamatan Enrekang,Kabupaten
Enrekang,Sulawesi Selatan.Adapun alasan penulis memilih tempat
tersebutsebab di tempat tersebutlah asal dari rumah adat yang akan dijadikan
objek penelitian. Dengan demikian tentunya pada masyarakat Enrekang akan
terbangun pemahaman akan makna simbol-simbol dalam rumah adat yang
akan diteliti.
C. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
kualitatif yaitu penelitian yang bersifat deskriptif dan cenderung
menggunakan analisis.
D. Subjek dan Objek Penelitian
Adapun subjek penelitian meliputi tokoh masyarakat, pembuat
rumah, penggiat kebudayaan, dan pengelola museum. Sedangkan objek
penelitian dalam penelitian ini yaitu rumah adat Sapo Kaluppini yang terdiri
atas bentuk bangunan rumah adat dan ragam hiasnya.
E. Variabel Penelitian
Adapun variabel penelitian yaitu kajian bentuk bangunan dan rumah
adat Sapo Kaluppini di Kabupaten Enrekang Sulawesi Selatan.
F. Definisi Oprasional Variabel
Berdasarkan judul proposal penelitian yaitu : Kajian bentuk rumah
adat sapo kaluppini di Kecamatan Enrekang, Kabupaten Enrekang, Sulawesi
Selatan. Maka peneliti menyusun operasional variabel sebagai berikut:
1. Kajian bentuk rumah adat sapo kaluppini di kabupaten Enrekang
Sulawesi Selatan. Kajian Bentuk rumah adat adalah keseluruhan
konstruksi bangunan mulai dari atap, badan rumah, sampai pada
tiang-tiang, jendela dan tangga rumah dengan bentuknya yang khas
dan dilengkapi dengan berbagai jenis ragam hias.
2. Analisis ragam hias pada rumah adat kaluppini diKabupaten
Enrekang, Sulawesi Selatan. Ragam hias adalah suatu pola atau
corak hiasan yang terungkap sebagai ungkapan ekspresi jiwa
manusia terhadap keindahan yang dikenakan pada bangunan baik
yang ada ada atap, dinding, tangga. Maupun terhadap pada
bangunan yang lain.
3. Makna simbol pada bentuk bangunan dan ragam hias pada rumah
adat Enrekang, Kabupaten Enrekang, Provinsi Sulawesi Selatan.
Yang dimaksud dengan maknasimboladalah makna yang
terkandung di dalam simbol-simbol berupa bentuk rumah adat Sapo
kaluppini dan ragam hiasnya sebagai ekspresi estetis masyarakat
setempat.
G. Desain Penelitian
Desain penelitian pada hakikatnya merupakan strategi mengatur
penelitian dan dibuat sebagai kerangka acuan dalam melaksanakan penelitian.
Dalam proses penelitian ini, peneliti berupaya menyusun kerangka acuan
yang meliputi perencanaan penelitian, pelaksanaan penelitian, pengumpulan
data (observasi, wawancara, dokumentasi), analisis data, dan penarikan
kesimpulan. Berdasarkan kerangka acuan yang telah dibuat, maka disusunlah
desain penelitian sebagai berikut:
Gambar 02. Skema
H. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data yang valid dan dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah, diperlukan suatu cara yang tepat.
Dalam penelitian ini metode yang digunakan meliputi kepustakaan, observasi,
wawancara dan dokumentasi.
1. Kepustakaan
Kajian kepustakaan dilakukan dengan menelaah karya-karya ilmiah
yang memiliki relevansi dengan objek penelitian.
2. Observasi
Observasi dilakukan terhadap objek penelitian yang meliputi kajian
bentuk rumah adat Kaluppini. rumah adat yang akan diamati
Perencanaan Penelitian
Pelaksanaan Penelitian
Pengumpulan Data
Kepustakaan
Observasi
Wawancara
Dokumentasi
Analisis Data
Kesimpulan
meliputi ragam hias yang terdapat pada hubungan atap rumah,
ragam hias pada dinding dan jendela, pada ragam hias pada tangga,
ragam hias pada tiang dan lain-lain (format observasi terlampir).
3. Wawancara
Wawancara dilakukan terhadap beberapa orang atau informan yang
dianggap memiliki pengetahuan tentang rumah adat Kaluppini.
Orang-orang yang akan dijadikan informan adalah tokoh
masyarakat, pembuat rumah, penggiat kebudayaan Kabupaten
Enrekang, Sulawesi Selatan.
4. Dokumentasi
Pendokumentasian dilakukan untuk mendapatkan data dalam
bentuk gambar dari objek penelitian. Dokumentasi dalam bentuk
wawancara juga dilakukan untuk menambah validitas data
penelitian.
I. Teknik Analisis Data
Adapun langkah dalam menganalisis data dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Menghimpun Data
Mengumpulkan data merupakan pekerjaan yang penting dilakukan
dalam mencari suatu data yang akurat, dengan tujuan data yang
diperoleh relefan dengan data yang diinginkan.
2. Reduksi Data
Reduksi data adalah data yang sudah terkumpul kemudian dipilih
antara data yang berguna dan tidak, sehingga dapat menunjukan
sesuatu tentang apa-apa yang akan diteliti.
3. Mengklasifikasi Data
Mengklafikasikan data merupakan sekumpulan informasi tersusun
yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dari hasil
observasi, wawancara, dan dokumentasi.
4. Menarik Kesimpulan
Langkah ini merupakan bagian dari hasil pengumpulan data yang
diperoleh dan merupakan inti dari hasil deskripsi dan uraian yang
ditampilkan, sehingga dapat menarik kesimpulan atas data yang
diperoleh selama kegiatan.
5. Menyusun Laporan
Penyusunan laporan adalah seperangkat kumpulan data yang
disampaikan dalam bentuk gagasan tertulis yang berisi penjelasan
pokok tetang data yang didapat sebagai hasil penelitian.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Pada bab ini penulis akan menguraikan hasil penelitian yang didapatkan
dari berbagai sumber data berupa kepustakaan, observasi, wawancara, dan
dokumentasi.
Adapun wawancara dilakukan dengan tiga orang masyarakat Kaluppini
dengan latar belakang yang berbeda. Orang-orang yang diwawancarai oleh
peneliti meliputi pakkabua bolah (pembuat rumah) dua orang dan seorang
penggiat kebudayaan. Adapun identitas informan yang sempat diwawancarai
adalah sebagai berikut:
1. Nama : Bapak ardiansah
Umur : 60 tahun
Pekerjaan : Pembuat rumah
2. Nama : Bapak Om sannang
Umur : 37 tahun
Pekerjaan : Pemerhati Budaya
3. Nama : Bapak Maji
Umur : 38 tahun
Pekerjaan : Pembuat rumah
1. Bentuk Rumah Adat Kaluppini
Gambar 21. Rumah adat Kaluppini
Sumber: (Foto Adam, 2016)
Rumah adatKaluppini terwujud dalam bentuk rumah yang disebut bola
sopo Kaluppini.atau rumah adat Kaluppini adalah jenis rumah panggung yang
terdiri atas tiga bagian. Bagian pertama disebut Panggata Bola. yang letaknya
paling atas, meliputi atap dan loteng. Atap rumah berbentuk segitiga yang
memanjang ke belakang menutupi seluruh bagian atas rumah. Pada bagian depan
dinding yang mempunyai 3 jendela.di samping sebelah kanan ada 3 jendela.dan di
sebelah kiri ada satu jendela dan dinding belakang rumah ada 3 jendelah . Di
bawah atap terdapat ruang yang diberi lantai menyerupai lantai rumah yang
disebut lego-lego.atau teras rumah
Rumah sapo kaluppini memiliki ukuran lebar yang berbeda-beda.Rumah
berdenah dasar persegi dengan ukuran 12,40 m x 10,20 m. Bangunan ini
merupakan desain rumah panggung, sehingga bagian bawah rumah dijadikan
tempat peristirahatan masyarakat. Petak pada bagian tengah memiliki ukuran lebih
besar dibandingkan dengan petak-petak lainnya. Sedangkan petak bagian depan
berukuran lebih lebar dari pada petak bagian belakang. Pada rumah adat
Kaluppini terdapat petak yang lantainya lebih rendah yang disebut lego-lego( teras
rumah) Letaknya selalu di pinggir, mulai dari pintu depan ke belakang. Ruangan
ini merupakan tempat lalu lalang anggota keluarga. Oleh karena itu, lantai papan
dipasang tidak rapat antara satu dengan yang lainnya. Tujuannya adalah agar
pasir dan debu lebih mudah jatuh ke tanah. Selain itu, ruangan ini juga berfungsi
untuk menerima tamu dari kalangan masyarakat biasa duduk dan beristirahat.
Bagian lain pada rumah adat Kaluppini adalah bi’de atau
dinding.Dinding pada bagian depan rumah adat dilengkapi dengan jendela
berjumlah 3, bagian samping kiri dan di depan ada 3 jendela. Pada sisi kiri jendela
depan rumah adat terdapat satu buah pintu.
Pada rumah adat Kaluppini terdapat bangunan yang menjadi pelengkap
pada bangunan induk yaitu bangunan yang berada pada bagian belakang yang
disebut dapo (dapur)dan bangunan yang di depan tidak memiliki tempat
peristirahatan tamu langsung dinding rumah
Panjang bangunan daporan minimal sama dengan lebar bangunan induk
dan lebarnya minimal satu petak bangunan. Pada daporan juga dilengkapi dengan
tempat buang air kecil yang disebut Tudangan cia dan di tempati untukmencuci
pakaian dan alat rumah tanggah
Selanjutnya, bangunan tambahan yang terdapat di depan bangunan induk
disebut lego-lego atau teras. Bangunan ini berukuran lebih besar dibandingkan
dengan daporan.Bangunan ini berfungsi sebagai tempat beristirahat pada
masyarakat dan pamangku-pamangku adat. Selain itu bangunan ini juga berfungsi
sebagai tempat sandaran tangga.dan juga di tempati pesta adat kaluppini
Rumah adat Kaluppini mempunyai dua buah adeng atau tangga , yaitu
tangga depan dan tangga belakang. Setiap tangga mempunyai anak tangga yang
selalu berjumlah ganjil.Jumlah anak tangga pada setiap tangga berkisar 11 anak
tangga.jumlah tersebut disesuaikan dengan dengan tinggi rumah. Tangga depan.
Tangga pertama yang bersentuhan langsung dengan tanah berukuran lebih besar
daripada tangga yang kedua.Ukuran kedua tangga juga mempengaruhi jumlah
masing-masing anak tangga.
Bagian ketiga disebut awa bola (kolom rumah) yang letaknya paling
bawah. Pada kolom rumah ini terdapat tiang yang menjadi penyangngah
bangunan rumah adat. Tiang-tiang pada rumah adat Kaluppini dan rumah-rumah
lainnya berbentuk segi empat. Biasanya tiang yang digunakan pada bangunan
induk rumah adat Kaluppini meliputi 5 buah tiang yang berjejer pada bagian
depan dan lempat buah tiang yang berjejer ke belakang. Akan tetapi, jumlah tiang
tersebut tidaklah mutlak menjadi acuan terhadap pembangunan rumah adat
Kaluppini, sebab keadaan demikian kondisional. Yakni dikondisikan terhadap
seberapa besar bangunan rumah yang akan dibangun.
B. Pembahasan
1. Bentuk Rumah Adat Kaluppini
Bentuk rumah adat Kaluppini tersusun atas dua bagian yakni tannga
bola dan bokorang bola.Bagian dalam rumah terbagi atas tiga petak (lotang)
yakniilalang bola, tangnga boyang, dan joloang bola.Serta bentuk dasar
rumah adalah bersegi empat mengandung makna tersendiri dalam
kebudayaan masyarakat kaluppini Bentuk tersebut erat kaitannya dengan
kepercayaan dan tradisi yang diyakini masyarakat setempat. Menurut
penuturan Ardiansa bahwa:
Bentuk rumah adat yang bersusun tiga dan berpetak tiga mengandung
makna yang tertuang dalam filosofi masyarakat Kaluppini yaitu
sipakainga(tiga tak terpisahkan), sipak kario (tiga saling
membutuhkan/Senang).Maksud dari ungkapan sipaka terpisahkan (tiga
tak terpisahkan) adalah aspek religi, hukum dan demokrasi. Maksud dari
tallu sipaka inga adalah masyarakat kaluppini akan senantiasa berada
dalam kesejahteraan selama ketiga aspek yang asas dalam hidup
bermasyarakat senantiasa berjalan beriringan. Namun apabila salah satu
dari ketiga hal tersebut ditiadakan maka akan kesejahteraan tidak akan
terwujud dan yang akan terjadi adalah kesenjangan dalam kehidupan
bermasyarakat. Sedangkan maksud dari ungkapan tallu sipakario yaitu
saling membutuhkan antara aspek ekonomi, keadilan dan
persatuan.Ekonomi, keadilan, dan persatuan sangat dibutuhkan dalam
kehidupan berumah tangga. Itulah mengapa tallu sipaka inga itu lahir
dari filosoi tallu lotang yang kenyataannya berada dalam roang boyang.
Oleh karena itu dapat dipahami bahwa filosofi tallu sipaka inga lebih
mengacu kepada Internal sebuah keluarga.
Ardiansa menambahkan penjelasan mengenai bentuk rumah adat
kaluppini yang bersegi empat:
Adapun makna dari bentuk segi empat rumah adat Kaluppini ialah
bahwa segi empat itu dipahami sebagai empat unsur pembentuk dalam
tubuh manusia yaitu air, angin, api, dan tanah. Dengan demikian dapat
dipahami bahwa bentuk rumah adat Kaluppini merupakan bentuk yang
lahir sebagai penghayatan akan diri manusia sendiri.
Kenyataan demikian diperkuat dengan adanya suatu kepercayaan
dalam masyarakat Kaluppini bahwa setiap rumah harus memiliki pojopossiq
(tiang pusat). Pojo possi ini terletak pada baris kedua dari deretan tiang-tiang
bagian depan dan terletak pada tiang kedua dari tangga bola. Adapun yang
dimaksud dengan tangga bola adalah tempat dalam rumah adat Kaluppini
yang dijadikan sebagai tempat terhormat ketika diselenggarakan upacara di
dalam rumah tersebut atau letak posisi kepala ketika berbaring di dalam
rumah.
Bagi masyarakat kaluppini pojo possiq memiliki tempat tersendiri dalam
kepercayaan mereka.Pojok posiq tidak boleh diperlakukan secara tidak baik oleh
siapapun, misalnya diinjak. Om Sannang menjelaskan tentang bagaimana
kepercayaan(Mattapa) yang terkandung dalam pojo posiq bagi masyarakat
kauppini:
Pojok pasiq memiliki peran tersendiri dalam keseluruhan bangunan
rumah adat kaluppini dan bagi keseluruhan bangunan rumah. Dalam
kepercayaan masyarakat pojok posiq yang juga merupakan posiq
jitangan menjadi penghubung antara dunia atas dengan dunia bawah
atau penghubung antara Pencipta dengan seorang manusia.
Dalam pembangunan rumah dalam masyarakat Kalupini khususnya
rumah adat Kaluppini, hal yang sangat diperhatikan adalah tentang arah sebuah
rumah. Pada awalnya rumah menghadap ke arah matahari terbit (Timur), namun
setelah masuknya ajaran islam arah terbenamnya matahari (Barat) pun dianggap
baik. Mengenai maksud dari arah rumah dalam masyarakat Kaluppini telah
dijelaskan oleh Majid
Selain bentuk bangunan rumah adat Kaluppini yang dibentuk
berdasarkan falsafah masyarakat kaluppini, sebuah rumah pun dibangun
dengan menghadap ke arah Timur dan Barat.Arah Timur adalah arah
pergerakan matahari yang beranjak naik yang dipahami sebagai simbol
bertambahnya rezeki dan bertambahnya kebaikan bagi masyarakat
Sedangkan arah barat diyakini sebagai arah kiblat (kaqbah).Artinya
pemilik rumah diharapkan senantiasa memiliki kedekatan dengan Sang
Pencipta.
2. Ragam Hias Rumah Adat Sapo Kaluppini
Gambar 26.Liri bola
Sumber: ( foto adam, 2016)
Ragam hias yang terdapat pada hubungan atap rumah adat kaluppini
meliputi panggata dan ukiran malleku,lekuyang dikenal dengan sebutan Pocci
yang tegak secara vertikal diapit oleh dua ukiranmalleku-leku.
Manurung-nurung hanya digunakan pada rumah adat.Akan tetapi, seiring
dengan perubahan zaman dan pergeseran nilai, penggunaan manurung-manurung
tidak lagi memandang strata sosial individu dalam masyarakat.Hal ini nampak
dalam penggunaan ragam hias tersebut pada rumah-rumah yang ada saat ini tanpa
memandang strata sosial mereka. Demikianlah yang dijelaskan oleh majid:
Pada dasarnya manurung-nurung hanya digunakan oleh kalangan
pappuangang.Masyarakat biasa tidak menggunakan ragam hias tersebut
pada rumah-rumah mereka.Namun, seperti yang kita saksikan saat ini,
manurung-nurung tidak lagi bisa dipahami sebagai citra dari kalangan
pappuang sebab masyarakat menggunakan semaunya tanpa memandang
dari kalangan mana mereka berasal.
Manurung-manurungmemiliki makna tersendiri dalam masyarakat
kaluppini. Menurut Om Sannang, manurung memiliki maknayang sangat kental
dengan kebudayaan Kaluppini masa lalu yang memegang erat prinsip
kebertuhanan yang diaplikasikan dalam kehidupan sosial mereka:
Makna ukiran pasok bagi masyarakat Kalupini ialah kesuburan,
kesejahteraan dan kebahagiaan.Maksudnya adalah seorang pemimpin
harus mampu memberikan kesejahteraan kepada masyarakatnya
sebagaimana filosofi orang Kalupini, sipakainga, sipakario, sipasodara
(saya adalah bagian dari kalian dan sekeluarga).Seorang pemimpin
seharusnya mampu menjadi pengayom bagi masyarakatnya sehingga
sistem kehidupan dalam masyarakat dapat berjalan dengan baik.
Lebih lanjut Ashari menambahkan tentang makna pada paco liri
Pacoyang berdiri secara vertikal melambangkan hubungan dengan Tuhan
alam semesta.Paccong tersebut sebagai simbol tentang asas kehidupan
masyarakat Kaluppini yang religius. Dengan demikian dapat dipahami
bahwa masyarakat Kaluppini meyakini bahwa kesejahteraan,
kebahagiaan dalam kehidupan hanya akan tercapai dengan asas dilandasi
oleh nilai keberagamaan yang kuat. Sebab agama atau kepercayaanlah
yang dapat membimbing manusia untuk mendapatkan kebahagiaan
maupun kesejahteraan dalam hidup dan kehidupan manusia.Itulah
sebabnya sehingga manurung-nurung ini hanya digunakan oleh kalangan
keturunan bangsawan.
Gambar 27. Ukiran malleku-leku ilalang
Sumber: (Foto adam, 2016)
Ragam hias pada langit-langit rumah adat Kaluppini adalah hiasan dari
melleku-leku.Penerapan hiasan yang terlihat padat dan lebih mengutamakan motif
batik dalam jumlah banyak menjadi karakter tersendiri pada ragam hias ini.
Penggunaan batik malleku-leku dalam jumlah banyak dan ditampilkan dalam pola
yang padat mengandung makna budaya yang dipercayai oleh masyarakat
kaluppini sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Ardiansa:
Ukiran tersebut mengandung makna pertemuan yang dapat menghasilkan
kebaikan bersama. Sebab ketika seseorang sudah berada di depan pintu
pemilik rumah maka mereka akan dianggap sebagai tamu yang wajib
untuk diperlakukan dengan baik sebab diyakini bahwa tamu tersebut
memiliki maksud yang baik dalam kunjungannya.Dalam tradisi
masyarakat Kaluppini, ketika seseoran hendak memasuki rumah adat
maka niatnya harus bersih dari segala bentuk niat buruk.Sehingga
pembicaraan yang dilakukan berjalan dengan baik dan menghasilkan
keputusan yang baik pula.
Gambar 28. Ukiran malleku-leku silupappa
Sumber: (Foto adam, 2016)
Hiasan yang terdapat pada tiang rumah merupakan motif malleku-leku
silupappa.Ragam hias tersebut memiliki ciri yang membedakannya dengan motif
maeku-leku lainnya, yakni dalam ukiran tersebut lebih ditonjolkan motif silang
daripada yang lainnya pada tiang tersebut. Ashari memberikan penjelasan
mengenai motif-motif ini:
Pada umumnyamotif maleku-leku silupappa yang memiliki perbedaan
dengan motif toraja dan motif yang adat lain, Lebih lanjut Bapak ardiansa
menambahkan bahwa perbedaan pada motif ini dengan motif yang lainnya adalah
pada motif ini yang lebih ditonjolkan adalah motif silang dan lekungan, Motif ini
memiliki makna tersendiri dalam kepercayaan masyarakat kaluppini
Pada bangunan rumah adat kaluppini, terdapat juga bentuk-bentuk yang
menjadi simbol-simbol status sosial penghuni rumah. Bentuk-bentuk yang
mengandung makna-makna tertentu sekaligus merupakan simbol status sosial
pemilik rumah adalah pangata bola rumah adat kaluppini.
Gambar 29.Panggata bola
Sumber: (Foto adam, 2016)
Dalam kehidupan masyarakat Kaluppini, terdapat kelas sosial yang
dibedakan antara Puang (raja), keturunan puang, kaum bangsawan, dan rakyat
biasa. Rumah kalangan bangsawan memiliki pangata bola yang bersusun
sedangkan rumah orang biasa tidak bersusun.Pangata bola tersusun dengan
jumlah yang berbeda-beda yang menjadi simbol status sosial penghuni rumah
tersebut.Ardiansa menjelaskan mengenai fungsi utama panggata bola tersebut:
Dalam rumah adat kaluppini terdapat simbol yang dapat membedakan
antara kedudukan sosial seseorang dengan yang lainnya. Simbol yang
paling jelas salah satunya adalahpanggata bola . Pada rumah, keturunan
tau biasa serta kalangan bangsawan memiliki rumah dengan pangata
bola yang bersusun-susun. Susunan pangata layar itu bervariasi sesuai
dengan derajat sosial penghuni rumah tersebut.
Akan tetapi pada zaman sekarang penggunaan pangata bola tidak lagi
merefleksikan simbol sosial tersebut.semua orang berhak menggunakannya
selama mereka berkeinginan menerapkan pada rumah mereka.
2. Jenis Ragam Hias Pada Rumah Adat Kaluppini
Pada rumah adat kaluppini terdapat beberapa jenis ragam hias yang
menjadi unsur pendukung pada bangunan rumah. Ragam hias yang ada pada
rumah adat Kaluppini ada yang berupa motif kaju jati, kayu jati adalah jenis
tumbuhan kayu bunga yang banyak hidup dalam lingkungan masyarakat
kaluppini. Kaju jati hidup secara berkelompok dan umumnya hidup di hutan liar,
namun adapula yang hidup di sekitaran pemukiman warga. Kaju jati sering
digunakan oleh kalangan laki-laki sebagai seniman pahat yang digunakan pada
acara pesta adat.
Selaian motif kaju jati, hiasan pada rumah adat Kalupini juga
menggunakan garis-garis yang diterapkan secara vertikal maupun
horizontal.Untuk menambah nilai estetisnya, motif garis-garis tersebut selanjutnya
dibentuk sedemikian rupa sehingga nampak lebih menarik.
Ragam hias yang dipasang pada rumah adat Kaluppini, dapat dijumpai
pada beberapa bagian, yaitu pada bagian atap rumah, seperti yang tampak pada
pohon induk. Adapula yang dipasang pada badan rumah yang meliputi tiang
rumah(Possi bola) dan palapon bola Selain itu adapula ragam hias yang dipasang
pada rumah Sapo kaluppini Adapun ragam hias yang dimaksud adalah sebagai
berikut:
a.1Ragam Hias Pada Bagian Atap Rumah
Gambar 23.Pangata bola
Sumber: ( Foto adam, 2016 )
a.2 Ragam Hias di Dalam Rumah
Gambar 24. Motif malekkong
Sumber: ( Foto adam, 2016)
Gambar 25. Motif malekkong siupa
Sumber: ( Foto adam, 2016)
C. Ciri Khas Rumah Adat Sapo Kaluppini
Ciri-ciri khas rumah sapo Kaluppini antara lain adalah:
Bentuk kolom rumah adat Kaluppini adalahseperti biasa dengan kolom rumah
warga. bedanya rumah sapo Kalupini tidak terdapat tempat peristirahatan
macindokko untuk tamu setempat.
Gambar 30.Kolom rumah/awa bola
Sumber: (Foto adam, 2016)
Adapun juga Terdapat pusat rumah yang disebut di Pocci bola
Gambar 31.Posi bola kaluppini
Sumber: (Foto adam, 2016)
Berupa tiang yang paling penting dalam sebuah rumah, biasanya
terbuatdari kayu nangka atau durian; letaknya pada deretan kolom keduadari
depan, dan kedua dari samping kanan yang memiliki m0tif ragamhias.yang
di sebut motif malleku
Tangga diletakkan di depandan belakang, dengan ciri-ciri:
Dipasang di aden2t.Yang di lapisi dengan papan yang berbagai macam
kayu,ada kayu jati,dan ada juga kayu nangka dan indok
Gambar 32.Adent bola
Sumber: (Foto adam, 2016)
Atap berbentuk segitiga sama kaki yang digunakan untuk menutup
bagian muka atau bagianbelakang rumah. dengan ciri khas kaju induk/ yang
berwarna hitam/serabut pohon
Gambar 33.Atap/panngata
Sumber: (Foto adam, 2016)
Lantai (dapara/dpr, salima/slim) menurut bentuknya bisa rata dan tidak
rata. Bahan yang digunakan adalah papanatau karpet
Gambar 34. Lantai Rumah adat Kalupini
Sumber: (Foto adam, 2016)
Dinding (Aliri ) terbuat dari kulit kayu, kaju induk,dengan ciri khas
bergaris/garis di area dinding
Gambar 35. Dinding bola Sapo Kaluppini
Sumber: (Foto adam, 2016)
Jendela jumlahnya ada 10 di sebelah kiri ada 3 jendela,di depan rumah
ada 3 jendela, di sebelah kanan ada 1 jendela dan di belakang rumah terdapat 3
jendela dengan ciri khas tidak mempunyai penutup pintu jendela.
Gambar 36. Jendela sebelah kiri
Sumber: (Foto adam, 2016)
Gambar 36. Jendela sebelah kanan
Sumber: (Foto adam, 2016)
Gambar 37. Jendela belakang rumah
Sumber: (Foto adam, 2016)
B. Pembahasan
Ciri Khas Rumah Adat SapoKaluppini:di setiap budaya adat di
nusantara memiliki ciri khas rumah adat masing-masing. Namun berbeda
dengan rumah adat Kaluppini yang berasal dari kabupaten Enrekang
Kecamatan Enrekang di Desa Kaluppini sangat berbeda dengan rumah adat
yang lain. Karena memiliki struktur yang berbeda-beda yang selama ini selalu
berpatokan dengan alam, sebut saja dengan dinding alliri, yang memiliki
struktur yang berbeda dengan rumah adat yang lain. Bahan dan alat yang di
gunakan yang dijadikan sebagai dinding/alliriyang berasal dari alam, yang
didapatkan di dalam hutan, kayu yang digunakan kayu indok, sebelum
dijadikan sebagai dinding yang menopang di rumah adat Sapo Kaluppini yaitu
direndamkan selama berminggu-minggu dialiran sungai yang dalam, beberapa
minggu kemudian kayu tersebut di ambil lalu dikeringkan lagi selama dalam 1
minggu, dan setelah kering disitulah masyrakat sekitar dan pamangku adat
gotong royong untuk membuat dinding/alliritersebut..
Gambar 38. Dinding rumah/alliri
Sumber: (Foto adam, 2016)
Beda dengan rumah adat yang lain.yang menggunakan kayu yang sudah diteliti
dan di olah dengan alat yang canggih/moderinasi sehingga mudah didapatkan.
Ardiansah menjelaskan bahwa di rumah adat Sapo Kaluppini sangat berbeda
dangan adat yang lain, salah satu yang membedakan dengan rumah adat yang
lain yaitu atap rumah Sapo Kaluppini.
Gambar 39. Pangata bola
Sumber: (Foto adam, 2016)
Bapak Ardiansah mengatakan bahwa dia memakai pohon/bulu enduk untuk
jadikan sebagai atap rumah agar suasana di dalam rumah tidak panas,dan
pengunjung juga merasa sejuk pada saat di dalam rumah, di samping tidak panas,
Ardiansah juga mengtakan bahwa perbedaan antara rumah yang memakai seng
dan batang pohon bulu enduk. perbedannya pada saat hujan deras, rumah yang
memakai seng, suara besar, percikan percikan air yang jatuh di langit dan
menimpa seng, suara bunyi sangat besar, tidak nyaman di dalam rumah. Beda
pada saat kita memakai atap batang bulu induk, tidak nyaring bunyi hujan. Dan
merasa tenang di dalam rumah.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini penulis akan memberikan kesimpulan tentang hasil
penelitian yang telah dijabarkan serta saran sebagai upaya pelestarian artefak
budaya yang ada dalam masyarakat Kaluppini
A. Kesimpulan
1. Rumah adat kaluppini adalah jenis rumah panggung yang tersusun atas
tiga bagian. Bagian-bagian tersebut adalah bagian atap(Panggata Bola),
badan rumah (Possi Bola) dan kolong rumah(Awa Bola). Panggata bola
bagian atas rumah yang terdiri dari atap. jitanang memiliki ruangan tepat
berada di bawah atap yang berfungsi untuk menyimpan barang serta
berfungsi untuk menyimpan makanan pada saat acara keluarga. Possi bola
adalah tiang yang terdapat di tengah rumah, badan rumah. Ruangan ini
berfungsi untuk melakukan aktivitas bagi anggota keluarga dan acara adat.
Aktivitas yang dimaksud adalah aktivitas yang bersifat personal
dalam keluarga itu sendiri, misalnya pengajian, makan, tidur, dan lain-
lain.Tangga bola berfungsi sebagai tempat untuk dilewati bila naik ke atas
rumah.Rumah adat memiliki pangata bola yang bersusun dan tangga yang
bersusun dua yang menjadi simbol bahwa penghuni rumah adalah
kalangan yang memiliki status sosial yang tinggi dalam masyarakat.
2. Pada rumah adat kaluppini terdapat ragam hias yang digunakan untuk
meningkatkan nilai estetis rumah. Ragam hias yang digunakan adalah
ukiran malleko-leko dan penggunaan garis-garis (vertikal dan horizontal).
3. Pada dasarnya bentuk rumah adat Kaluppini merupakan refleksi dari
manusia. Sebab dalam bentuk rumah adat Kaluppini tertuang gagasan
hukum atau aturan-aturan yang pada manusia juga terdapat aturan-aturan.
Ditambah lagi pada rumah adat Kaluppini terdapat tiang pusat yang
diyakini menjadi penghubung antara manusia dengan Tuhan yang dalam
diri manusia disebut dengan keimanan. Dalam masyarakat Kaluppini
terdapat strata sosial yang begitu kental. Status seseorang dengan mudah
diketahui pada bentuk pangata bola dan tangga yang bersusun dua yang
menjadi ciri khas bagi kalangan puang, keturunan puang, dan kalangan
bangsawan. Mengenai ragam hias pada rumah adat kaluppini yang
menggunakan malleko dan motif garis-garis. Meskipun menggunakan
lekungan, namun cara dalam menampilkan motif berbeda-beda yang
melahirkan makna yang berbeda pula. Melekung adalah penggabungan
antara pangata bola dengan ukiran kaju jati yang dimaknai sebagai
kehidupan yang berlandaskan dengan nilai Ketuhanan.
B. Saran
1. Untuk menjaga nilai dalam tradisi masyarakat kaluppini diperlukan upaya
untuk mengetahui bagaimana pandangan masyarakat pada masa lalu. Oleh
karena itu, diperlukan upaya untuk mengkaji berbagai benda-benda hasil
karya masyarakat masa lampau kemudian diambil hal-hal yang positif
kemudian diwacanakan.
2. Generasi muda dalam masyarakat Kaluppini perlu untuk mengangkat ke
permukaan nilai masyarakatnya dan mengaplikasikan dalam kehidupan
sehari-hari. Sebab perubahan kebudayaan dalam masyarakat begitu terasa
dengan perkembangan media massa yang semakin massif. Pada dasarnya
perkembangan itu baik untuk memudahkan pekerjaan manusia akan tetapi
perlu penyaringan agar tidak sampai merusak tatanan masyarakat yang
sudah tertata dengan baik sebagai warisan masa lampau. Di mana
kehidupan saat ini sudah begitu memperihatinkan dengan runtuhnya
aturan-aturan yang telah ada dengan datangnya gelombang kebudayaan
luar yang justru merusak budaya lokal.
DAFTAR PUSTAKA
Alimuddin, Muhammad Ridwan. 2011. Polewali Mandar: Alam.
Budaya.Manusia. Polewali Mandar: Dinas Perhubungan, Komunikasi dan
Informatika Kabupaten Polewali Mandar.
Ashari, Meisar. 2013. Estetika Ornamen Makam di Kompleks Makam raja-raja
Bugis. Tesis. Yogyakarta: ISI.
Bahari, Nooryan. 2008. Kritik Seni: Wacana, Apresiari dan Kreasi. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Ching, Francis D.K. Arsitektur: Bentuk, Ruang, dan Tatanan. Terjemahan oleh
Hanggan Situmorang. 2008. Jakarta: Erlangga.
Frick, Heinz. 1988. Arsitektur dan Lingkungan. Yogyakarta: Kanisius.
Kartika, Dharsono Sony. 2007. Kritik Seni. Jakarta: Rekayasa Sains.
Kasiyan. 2010. Ragam Hias Tradisional. Yogyakarta: Universitas Negeri
Yogyakarta
Luluangi, Mithen & Sampebua‟, Onesimus. 2007. Arsitektur Tradisional Toraja.
Makassar: Badan Penerbit Universitas Negeri Makassar.
Moleong. J. Lexy. 2014. Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung:
PT. Remaja Rosda Karya.
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Kamus Besar Bahasa
Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.
Said, Abdul Azis. 2004. Simbolisme Unsur Visual Rumah Tradisional Toraja.
Yogyakarta: Ombak.
Shima, NadjiPelemmui. 2006. Arsitektur Rumah Tradisional. Makassar: Badan
Penerbit Universitas Negeri Makassar.
Sunarman, Yosep Bayu. 2010. “Bentuk Rupa dan Makna Simbolis Ragam Hias di
Pura Mangkunegaran Surakarta” Tesis: Surakarta: Universitas Sebelas
Maret.
Suryana. 2010. Metodologi Penelitian: Model Praktis Penelitian Kuantitatif dan
Kualitatif. Universitas Pendidikan Indonesia.
Syafrilia, Nabillah. 2013. Defenisi dan Pengertian Analisis Menurut Para Ahli.
(http://www.academia.edu/, diakses 28 April 2015).
Syamsuri, Sukri. A. dkk., 2012. Pedoman Penulisan Skripsi. Makassar : FKIP
Unismuh Makassar.
Taryono .2012.Gambar dan nama Rumah Adat Daerah di 33
Provinsi.(http://senibudaya12.blogspot.com, diakses 11 mei 2015).
Tato, Syahriar. 2009. Arsitektur Tradisional Sulawesi Selatan Pusaka Warisan
Budaya Indonesia. Makassar: El Shaddai.
Format Observasi
No Bagian-bagian rumah adat
yang diamati Deskripsi
1 Hiasan pada bubungan atap
2 Hisan pada dinding dan jendela
3 Hiasan pada tangga
4
4
Hiasan pada tiang
Narasumber
No Nama Keterangan
1
2
3
4
5
6
Format Wawancara
1. Kenapa bentuk tiang-tiang rumah adat sapo kaluppini berbentuk segi empat?
2. Apakah seluruh ragam hias yang ada di rumah adat kaluppini mempunyai
makna atau memiliki arti selain dari pemenuhan unsur keindahan?
3. Ragam-ragam hias apa saja yang ada dan memiliki makna?
4. Kenapa di dalam rumah tidak memiliki kamar selayaknya rumah biasa.?
5. Kapan di pakainya rumah adat,sehingga rumah ini di tempati masyarakat.?
6. Kenapa di dinding rumah memiliki rotan.?
7. Kenapa rumah adat menghadap ke kiblat.?
8. Ada berapa orang yang menempati rumah adat sapo kaluppini.?
9. Kenapa tangga rumah ada di samping.?
10. Kenapa ada kain putih yang di gantung di dalam rumah.?
wawancar Pembuat Rumah
Dokumentasi Abba Tanggal 15 Februari 2016
Wawancara Pemerhati Budaya Dokumentasi Abba
Tanggal 15 Februari 2016
Wawancara Pembuat Rumah
Dokumentasi Abba Tanggal 15 Februari 2016
ADAM GUSTIAWAN AS.Lahir di bangkala Kecamatan
Maiwa. Kab.Enrekang Tanggal 12-08-1991. Ayahanda
bernama Asruddin dan Ibunda Bernama Jasmawati.
Memiliki 6 saudara, 3 laki-laki dan 3 Perempuan. Penulis
Memasuki jenjang Pendidikan dasar dibangku SD
NEGERI 04 MAIWA. Pada tahun 1999 dan Tamat pada
tahun 2004. Selanjutnya , Penulis Melanjutkan Pendidikan
di SMP Negeri 1 Maiwa Enrekang . Pada Tahun 2004
dan Tamat Pada Tahun 2007. Kemudian di Tahun yang Sama, Penulis
Melanjutkkan Pendidikannya di SMA NEGERI 1 MAIWA, dan Tamat
Pada Tahun 2010. Pada Tahun 2010. Penulis Melanjutkan Study ke
Universitas Muhammadiyah Makassar Melalui Ujian Masuk Bersama dan
Terdaftar di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Jurusan P endidikan
Seni Rupa.
Berkat Perlindungan dan Pertolongan ALLAH SWT dan Kerja
Keras Penulis serta iringan Doa dari Orang tua, Saudara dan Sahabat
Sehingga Penulis dapat Menyelesaikan Skripsi yang Berjudul “ Kajian Bentuk
Rumah Adat dan Ragam Hias Sapo’ Kaluppini’ Kabupaten Enrekang”,