Kadar Air Dan Abu Pada Biskuit-libre

8
JURNAL PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK II PENETAPAN KADAR AIR DAN KADAR ABU PADA BISKUIT Di Susun Oleh: Dita Khoerunnisa 1112016200030 Kelompok 4 Dini Wulndari 1112016200004 Aisah 11120162000010 Fitri Ramadhiani 1112016200022 Achmad Yandi R.F 1112016200026 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014

description

analisis bahan

Transcript of Kadar Air Dan Abu Pada Biskuit-libre

  • JURNAL PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK II

    PENETAPAN KADAR AIR DAN KADAR ABU

    PADA BISKUIT

    Di Susun Oleh:

    Dita Khoerunnisa

    1112016200030

    Kelompok 4

    Dini Wulndari 1112016200004

    Aisah 11120162000010

    Fitri Ramadhiani 1112016200022

    Achmad Yandi R.F 1112016200026

    PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

    JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

    FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

    2014

  • ABSTRAK

    Biskuit merupakan makanan yang

    banyak diminati orang terutama anak-anak. Di dalam biskuit terkandung bermacam macam kandungan salah satunya yaitu air dan abu. Biskuit yang baik adalah biskuit yang mempunyai kadar air dan kadar abu sesuai dengan standar internasional. kelebihan air akan menyebabkan biskuit mudah kadaluarsa, begitupun abu yang melebihi batas maksimum akan menyebabkan terlalu banyaknya zat pengotor yang tidak baik untuk di konsumsi. Dengan menggunakan analisis gravimetri metode penguapan (pemanasan di dalam oven) maka dapat ditentukan kadar air dan kadar abu pada berbagai macam biskuit. Praktikum ini bertujuan untuk menentukan kadar air dan kadar abu dalam biskuit serta menerapkan prinsip gravimetri dalam melakukan penentuannya. Berdasarkan data yang diperoleh didapatkan kadar air yang terkandung dalam biskuit good time yaitu sebesar 4,7% sedangkan kadar abu sebesar 14,3 %.

    PENDAHULUAN

    Biskuit merupakan salah satu

    makanan ringan yang sangat populer di kalangan masyarakat terutama anak-anak.

    Sehingga tidak heran banyak perusahaan memproduksi biskuit sampai tak sedikit

    adanya di pasaran. Dengan berbagai macam kandungan di dalamnya biskuit menjadi salah satu makanan yang dirasa aman dan cukup bergizi bagi masyarakat. Namun tak sedikit pula masyarakat yang sadar akan gizi. Banyak masyarakat yang memperhatikan gizi suatu makanan

    sehingga mereka lebih selektif dalam memilih makanan untuk dikonsumsinya.

    Biskuit merupakan produk pangan hasil pemanggangan yang dibuat dengan bahan dasar tepung terigu, dengan kadar air akhir kurang dari 5%. Biasanya formulasi biskuit dibuat dengan diperkaya bahan-bahan tambahan seperti lemak, gula (ataupun garam) serta bahan pengembang. Biskuit dibuat dengan bermacam-macam jenis, terutama dibedakan atas keseimbangan yang ada antara bahan utama tepung, gula, lemak, dan telur. Kemudian juga bahan tambahan seperti coklat, buah-buahan, dan rempah-rempah yang memiliki pengaruh terhadap cita rasa (E Firdamayanti,2012)

    Segala jenis makanan kemasan termasuk biskuit tentu harus mengandung kandungan gizi yang proporsional, untuk itu ditetapkan Standar Nasional Indonesia sebagai acuan produsen dalam memproduksi produk makanannya ke pasaran. Menurut Standar Nasional Indonesia, syarat mutu biskuit mengandung kadar air maksimum 5% dan

  • mengandung kadar abu maksimum 1,6%. Karena adanya kandungan air dalam jumlah besar akan memberikan peluang hidup dan berkembangbiak bagi segala jenis mikroba, termasuk mikroba penyebab kebusukan (Suprapti, 2008:34). Mikroba itulah yang sering kita lihat sebagai jamur pada biskuit yang sudah kadaluarsa.

    Berdasarkan hasil percobaan para teknologi pangan, diperoleh bukti tentang adanya hubungan antara kadar air bahan dan daya simpan bahan, sebagaimana tersebut dalam tabel. (Suprapti, 2008:34)

    Tak lain halnya dengan kadar abu. Adanya abu dalam suatu bahan pangan disebabkan oleh adanya bahan-bahan yang memungkinkan munculnya abu seperti

    tepung (karbohidrat). Di dalam tepung itu memungkinkan adanya zat pengotor, untuk itu perlu diketahui berapa besar zat pengotor yang terkandung dalam suatu bahan pangan . semakin banyak abu tentu semakin banyak zat pengotornya yang memungkinkan tidak baik untuk dikonsumsi. Namun kadar abu suatu bahan pangan mempunyai hubungan dengan kadar mineral. Artinya kadar abu juga memiliki kandungan mineral sebagai asupan esensial dalam tubuh, untuk itu batas maksimum yang diperbolehkan untuk kadar abu menurut SNI hanya 1,6%.

    Abu dalam pangan di tetapkan dengan menimbang sisa mineral hasil pembakaran bahan organik pada suhu sekitar 5500C (apriyantono dkk,1989:15)

    Untuk menguji berapa banyak kadar berbagai macam kandungan yang terdapat dalam suatu bahan pangan atau dalam hal ini adalah biskuit dapat digunakan dengan salah satu metode analisis kuantitatif yaitu

    Analisis Gravimetri. Analisis gravimetri atau analisis kuantitatif

    berdasarkan bobot adalah proses isolasi serta penimbangan suatu unsur atau suatu senyawaan tertentu dari unsur tersebut dalam bentuk yang semurni mungkin (Vogel, 1994:472). Bagian terbesar dari penentuan secara analisis gravimetri

    No Jenis bahan

    Keadaan segar Keadaan

    kering

    Kadar air

    (%)

    Daya

    simpan

    (hari)

    Kadar air

    (%)

    Daya

    simpan

    (bulan)

    1 Buah-

    buahan 65-80 7-15 25-30 2-6

    2 Biji-bijian

    30 15-30 11-14 6-12

    3 Ikan 70-80 2-3 30-40 1-6

  • meliputi transformasi unsur atau radikal ke senyawaa-senyawa murni stabil yang dapat segera diubah menjadi bentuk yang dapat ditimbang dengan teliti (Khopkar, 1990)

    Kelebihan yang penting dari analisis gravimetri dibandingkan analisis titrimetri adalah bahwa bahan penyusun zat telah diisolasi, dan jika perlu dapat diselidiki terhadap ada atau tidaknya zat pengotor dan di adakan koreksi, kekurangan metode gravimetri adalah bahwa metode ini umumnya lebih memakan waktu (Vogel,1994:472)

    Dalam penetapan gravimetri ini dan semua penetapan lainnya, dianjurkan penetapan duplikat. Kedua penetapan harus dilakukan berbarengan, atau jika tidak mudah, yang kedua harus dimulai secepat mungkin setelah yang pertama

    sedang berjalan. (Vogel,1994:510)

    Pemisahan unsur atau senyawa yang

    terkandung didalamnya dapat dicapai dengan beberapa metode, yang terpenting darinya adalah: (a) pengendapan, (b) metode penguapan atau pembebasan (gas) (c) metode elektraonalisis dan (d) metode ekstraksi dan kromatografi (Vogel, 1994:472).

    Berdasarkan beberapa metode diatas, terdapat metode yang sangat memungkinkan untuk menguji kadar kandungan dalam suatu bahan pangan

    yaitu metode pembebasan gas atau penguapan. Metode pembebasan gas atau pengupan pada hakekatnya bergantung pada penghilangan bahan penyusun (konstituen) yang mudah menguap (atsiri). Ini dapat dicapai dengan beberapa cara: (i) dengan pemijaran sederhana dalam udara atau dalam suatu aliran gas yang tak-acuh (tak bereaksi); (ii) dengan pengolahan dengan beberapa reaksi kimia, pada mana bahan penyusun yang dikehendaki dijadikan mudah menguap; dan(iii) dengan pengolahan dengan suatu reagensia kimia, padamana bahan penyusun yang di kehendaki, dijadikan tak mudah menguap (tak atsiri). Zat yang telah disajikan tak mudah menguap ini dapat di absorbsi (diserap) dalam sejumlah medium yang sesuai, yang telah ditimbang, bila penaksiran ini adalah penaksiran langsung; atau, bobot residu yang tertinggal setelah suatu komponen dijadikan mudah menguap, ditetapkan, dan proporsi bahan penyusun itu dihitung dari bobot yang hilang; yang terakhir ini adalah metode tak langsung. Contoh dari masing-masing prosedur ini adalah metode tak langsung (Vogel, 1994:504)

    Kadar air dan kadar abu merupakan dua hal yang sangat penting yang harus diketahui pada suatu bahan pangan untuk mengetahui baik atau tidaknya suatu bahan tresebut untuk di konsumsi serta untuk

  • mengetahui seberapa lama makanan itu dapat bertahan untuk tetap dapat dikonsumsi. Untuk itu perlu dilakukannya analisis gravimetri terhadap penentuan kadar air dan kadar abu pada bahan pangan yang dalam hal ini adalah biskuit

    ALAT DAN METODE

    a. Alat dan Bahan Biskuit 1 Cawan krus 1 Cawan porselen 1 Lumpang dan mortar 1 Oven 1 furnest Neraca Analitik 1 sendok spatula Desikator b. Metode Biskuit dihaluskan menggunakan

    lumpang dan mortar Cawan porselen dipanaskan di dalam oven dengan suhu 1050C selama 5 menit Cawan porselen yang telah dipanaskan kemudian didinginkan ke dalam desikator selama 15 menit Setelah itu berat cawan porselen kosong di timbang menggunakan neraca analitik Bersamaan dengan hal itu, biskuit yang telah dihaluskan ditimbang

    sebanyak 2 gram disertakan dalam cawan poreselen Cawan porselen yang sudah berisi biskuit dipanaskan selama 1,5 jam pada temperatur 1050C Setelah itu cawan porselen yang berisi biskuit didingkan ke dalam desikator selama 15 menit Setelah didinginkan, cawan porselen yang berisi biskuit ditimbang menggunkan neraca analitik Langkah langkah tersebut diulangi sampi didapatkan berat hasil pemanasan yang konstan. Setelah semua selesai, cawan krus ditimbang lalu sampel dilanjutkan dimasukan ke dalam cawan krus, lalu ditimbang beratnya sebagai massa awal. Cawan krus beserta isinya di masukan ke dalam furnest untuk dipanaskan dengan suhu 5450C selama 20 menit Setelah dipanaskan cawan krus beserta isinya didinginkan ke dalam desikator selama 10 menit Setelah didinginkan, cawan krus beserta isinya ditimbang menggunakan neraca analitik

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Tabel 1

  • Berat porselen kosong 58,3518 g

    Berat porselen+sampel 60,3818 g

    Berat pemanasan 1 60,3042 g

    Berat pemanasan 2 60,2966 g

    Berat pemanasan 3 60,2892 g

    Berat pemanasan 4 60,2845 g

    Yang di gunakan adalah berat pemanasan 3 dan 4 karena nilai paling kostan

    Berat sampel pada pemanasan 3= 60,3818

    g - 60,2892 g = g Berat sampel pada pemanasan 4=60,3818 g - 60,2845 g = g berat pemanasan rata-rata= = 1,93505 g

    Kadar air= Kadar air= = 0,47 %

    Tabel 2

    Berat krus kosong 21,5577 g

    Berat krus+sampel 23,5477 g

    Berat pemanasan 21,8423 g

    Berat sampel = 23,5477 g - 21,5577 g

    = 1,99 g

    Berat setelah pemanasan =21,5577 g - 21,8423 g = 0,2846

    Kadar abu = Syarat mutu biskuit menurut SNI

    yaitu dengan kadar air maksimum 5% dan kadar abu maksimum 1, 6%. Dalam praktikum ini dihasilkan kadar air 4,7 %. Hal itu menunjukan bahwa biskuit good time memiliki daya tahan yang lebih lama untuk dikonsmsi karena kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan kesegaran dan daya tahan bahan itu juga mempengaruhi daya tahan bahan makanan terhadap serangan mikroba yaitu jumlah air bebas yang dapat digunakan mikroorganisme untuk pertumbuhannya sehingga biskuit tidak mudah berjamur. kadar air pada biskuit merupakan karakteristik yang akan mempengaruhi

    penerimaan konsumen terutama pada tekstur atau tingkat kerenyahan biskuit (Nurdjanah et al,2011). selain itu kadar air yang rendah di harapkan mampu meningkatkan masa simpan suatu produk sehingga biskuit menjadi lebih tahan lama karena adanya kandungan air dalam jumlah besar akan memberikan peluang hidup dan berkembang bagi segala jenis

  • mikroba, termasuk mikroba penyebab kebusukan (Suprapti, 2008:34).

    Pada saat pengabuan, biskuit dipanaskan pada furnest dengan suhu 5450C. setelah 20 menit terbentuklah abu dari biskuit tersebut. Dari hasil perhitungan kadar abu di dapatkan hasil 14,3% melebihi batas maksimum Standar Nasional Indonesia dengan rentang yang sangat jauh. Kadar abu dengan kadar sebesar itu tidak baik untuk dikonsumsi, namun kelebihan abu ini terlalu besar sehingga kemungkinan terjadinya kesalahan dalam melakukan percobaan. Menurut (Apriyantono dkk, 1989:15) cara menghitung kadar abu yaitu dengan membagi bobot abu yang didapat dengan massa awal biskuit. Dapat disimpulkan tak ada kesalahan dalam perhitungan. Hanya saja berat abu biskuit yang di dapat sangat banyak sehingga persentase pun tinggi. Hal ini dapat disebabkan pemanasan yang terlalu singkat. Karena dalam pemanasan dibutuhkan waktu yang lama agar hasil optimal (Estiasih,2009:105)

    Menurut (Vogel,1994:472) metode gravimetri umumnya lebih memakan waktu. Untuk itu sebelum dilakukan pemanasan atau pengeringan, biskuit harus dalam keadaan halus. Karena menurut (Estiasih,2009:101) bahan pangan yang akan dikeringkan harus mengalami pengecilan ukuran, baik dengan cara diiris,

    dipotong, atau digiling. Proses pengecilan ukuran dapat mempercepat proses pengeringan.

    Pengeringan dilakukan dengan suhu yang tinggi yaitu 105oC,terlebih lagi pada pengeringan dalam furnest sebesar 5450C. karena menurut (Estiasih,2009:102) semakin besar perbedaan suhu antara medium pemanas dengan bahan pangan semakin cepat pindah panas ke bahan pangan dan semakin cepat pula penguapan air dari bahan pangan. Sehingga akan meminimalisir waktu yang digunakan. Selain itu juga pemanasan harus dilakukan secara maksimum sehingga perbedaan suhu harus tinggi. Tentu hal tersebut akan mengoptimalkan proses penguapan.

    KESIMPULAN

    Analisis gravimetri merupakan

    proses isolasi serta penimbangan suatu unsur atau suatu senyawaan tertentu dari unsur tersebut dalam bentuk yang semurni mungkin berdasarkan bobot. penguapan/pemanasan pada biskuit yaitu 4,7% kadar air dan 14,3 % kadar abu. Artinya biskuit good time cukup aman untuk dikonsumsi dan memiliki daya tahan simpan yang cukup lama apabila di tinjau dari kadar air. Semakin banyak kadar air dalam biskuit, semakin cepat bagi pertumbuhan mikroba yang menyebabkan biskuit berjamur begitupun sebaliknya.

  • Namun apabila ditinjau dari kadar abu, biskuit ini melebihi batas maksimum yang telah ditetapkan oleh SNI sehingga tidak aman untuk di konsumsi. Namun kemungkinn terbesar hal ini disebabkn karena terjadinya kesalahan dalam percobaan.

    DAFTAR PUSTAKA

    Apriyantono, Anton.dkk. 1989. Analisis Pangan. Bogor: Pusat Antar

    Universitas Pangan dan Gizi

    Basset, J dkk. 1994. Buku Ajar Vogel: Kimia Analisis Kuantitatif. Jakarta:

    Buku Kedokteran EGC

    Estiasih, Teti dan Ahmadi Kgs. 2009. Teknologi Pengolahan Pangan.

    Jakarta: Bumi Aksara

    Khopkar, 1990. Universitas Indonesia Press)

    Suprapti, M Lies. 2008. Keripik, Manisan

    Kering dan Sirup Nangka. Yogyakarta: Teknologi Pengolahan

    Pangan

    Firdamayanti, E. 2012. Biskuit (http://reporsitory.unhas.ac.id/bitstream/handle/isi-skripsi-biskuit.doc) di akses tanggal 27 Maret 2014 pukul 05.23 WIB.

    Nurdjanah, Siti dkk. 2014. Karakteristik Biskuit Coklat dari Campuran Pisang

    Batu (Mussa balbiliana colla) dan Tepung Terigu pada berbagai Substitusi (http://jurnal.fp.unila.ac.id/index.php/JTHP/article/download/44/51.pdf ) di akses tanggal 27 Maret 2014 pukul 19.30 WIB