jurnal.pdf
-
Upload
nanqo-tanqo -
Category
Documents
-
view
145 -
download
1
Transcript of jurnal.pdf
1
HUBUNGAN ANTARA FAKTOR USIA DENGAN ANGKA
KEJADIAN PTERYGIUM DI POLI MATA RUMKITAL DR.
RAMELAN SURABAYA
Muchammad Nanang Qosim Fakultas Kedokteran Universitas Hang Tuah Surabaya
ABSTRAK: Pterygium merupakan suatu penyakit mata seperti daging yang tumbuh berbentuk segitiga dan umumnya terjadi di wilayah dengan cuaca hangat, kering dan juga berdebu dengan terpapar sinar ultraviolet yang berlebihan. Selain itu juga dipengaruhi oleh adanya faktor lain seperti faktor genetik, jenis kelamin, pekerjaan, iritasi mata, dan juga bisa disebabkan faktor usia karena pterygium merupakan penyakit degenerasi mata. Tujuan dari penelitian ini untuk menganalisis hubungan antara faktor usia dengan terjadinya pterygium pada pasien rawat jalan di Poli Mata Rumkital Dr. Ramelan Surabaya periode bulan Januari – Desember 2012.
Rancangan penelitian ini menggunakan analitik observasional dengan metode case control dan teknik pengambilan sampling yang digunakan adalah consecutive sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan mengambil data dari rekam medis pada pasien rawat jalan di Poli Mata Rumkital Dr. Ramelan Surabaya periode bulan Januari – Desember 2012 yang berusia ≥ 40 tahun dengan besar sampel sebanyak 106. Kemudian analisis data dilakukan melalui uji koefisien kontingensi dengan derajat kemaknaan α = 0,05.
Berdasarkan hasil penelitian dari 106 sampel didapatkan bahwa faktor usia tidak terdapat hubungan yang bermakna terhadap terjadinya pterygium (p = 0,393).
Kesimpulan yang dapat ditarik adalah tidak terdapat hubungan antara faktor usia dengan angka kejadian pterygium pada pasien rawat jalan di Poli Mata Rumkital Dr. Ramelan Surabaya periode bulan Januari – Desember 2012.
Kata kunci: Usia, pterygium
2
ABSTRACT: Pterygium is an eye disease such as growing meat triangular and generally occur in areas with warm weather, dry and dusty with excessive exposure to ultraviolet light. It is also influenced by other factors such as genetic factors, gender, occupation, eye irritation, and can also be caused by age factors due to the pterygium is eye degeneration disease. The purpose of this study was to analyze the relationship between the age factor with the occurrence of pterygium in Departement of Ophthalmology Rumkital Dr. Surabaya Ramelan month period from January to December 2012.The design of this study using the analytic observational with case control method and the sampling technique used consecutive sampling. Data collection is done by taking the data from the medical records of outpatients in Departement of Ophthalmology Rumkital Dr. Surabaya Ramelan period January - December 2012 aged ≥ 40 years with a sample size of 106. Then the data was analyzed by contingency coefficient test with significance level α = 0.05.Based on the research results of 106 samples, found that the risk factors of age there is no a significant relationship to the occurrence of pterygium (p = 0.393).The conclusion to be drawn is that no relationship between the age with the occurrence of pterygium in Departement of Ophthalmology Rumkital Dr. Surabaya Ramelan period from January to December 2012.
Keywords: Age, pterygium
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Degenerasi dari konjungtiva adalah merupakan suatu kondisi yang
umum terjadi.Pada kebanyakan kasus memiliki pengaruh yang relatif
sedikit yang dapat mengganggu fungsi mata dan penglihatan. Kondisi ini
meningkat prevalensinya seiring dengan meningkatnya usia sebagai hasil
dari inflamasi yang terdahulu, terpapar toksik dalam jangkauan waktu
yang lama dari lingkungan. Degenerasi konjungtiva juga bisa terjadi akibat
iritasi mata kronis, mata kering, atau riwayat penyakit sebelumnya yaitu
pernah terjadinya suatu trauma. Perkembangan dari penyakit ini juga bisa
mengenai kornea.21
Penyakit degenerasi mata antara lain pinguekula, pterygium,
pseudopterygium, senile sclera plaques, conjuntival amyloid, conjunctival
melanosis, dan conjunctival lithiasis.2, 21
Pterygium merupakan konjungtiva bulbi patologik yang
menunjukkan suatu penebalan, berupa lipatan berbentuk segitiga yang
3
tumbuh menjalar ke kornea, dengan puncak segitiganya di kornea, kaya
akan pembuluh darah yang menuju ke arah puncak pterygium.
Kebanyakan pterygium ditemukan di bagian nasal, dan bilateral.Dimana
penyakit pterygium ini merupakan penyakit yang biasa terjadi di daerah
tropis.Meskipun gejala pada awal penyakit ringan, tapi dapat mengurangi
penglihatan bahkan bisa terjadi kebutaan pada stadium akhir
penyakit.Pada kornea penjalaran pterygium mengakibatkan kerusakan
epitel kornea dan membran bowman.Pterygium yang tebal dapat
mengakibatkan astigmatisme irregular. Bila menutupi pusat optik dapat
menurunkan visus.1, 6, 19
Pterygium adalah suatu penyakit degenerasi konjungtiva seperti
daging yang berbentuk segitiga, dan umumnya bilateral di sisi nasal.
Keadaan ini diduga merupakan suatu fenomena iritatif akibat sinar
ultraviolet, pengeringan, dan lingkungan dengan angin yang kencang
karena sering terdapat pada orang yang sebagian besar hidupnya berada
di lingkungan yang berangin, penuh sinar matahari, berdebu, atau
berpasir. Temuan patologik pada konjungtiva sama dengan yang ada
pada pinguekula. Lapisan Bowman kornea digantikan oleh jaringan hialin
dan elastik.15
Kejadian Pterygium terdistribusi secara global, tapi lebih umum
pada daerah dengan cuaca yang hangat dan kering. Di daerah lain yang
berdebu atau kering, juga memiliki rata-rata prevalensi yang tinggi, dimana
adanya faktor yang sama yaitu koordinat bujur dan lintang. pterygium
paling sering terjadi di periequatorial “sabuk pterygium” yang posisinya
dari 37° LU - 37° LS dari daerah equator. Beberapa studi juga
menunjukkan kalau prevalensi dari pterygium juga berhubungan dengan
penuaan, di mana pterygium mulai muncul pada decade ke 2 dan ke 3
dari hidup manusia.hasil survey ini berdasarkan populasi untuk prevalensi
dan faktor-faktor bahaya dari pterygium di mana orang-orang yang
mengikuti survey adalah populasi orang dewasa beretnis Cina dari distrik
Tanjong Pagar Singapura. Dari sampling populasi yang terdiri dari 2000
individu, menemukan kalau prevalensi menyeluruh dari pterygium pada
4
orang-orang dewasa di Singapura di atas usia 40 tahun adalah 6.9%.
Bahaya pterygium terjadi dengan peningkatan usia, jenis kelamin (pria
empat kali lebih mudah terkena) dan berhubungan dengan faktor risiko
yang lain seperti merokok, pendidikan rendah, pekerjaan di luar gedung
dengan riwayat terpapar dunia luar yang berlangsung lama. Secara
signifikan prevalensi pterygium naik menjadi 25% pada pria yang berumur
di atas 70 tahun.1
Pterygium banyak terdapat pada orang dewasa, tetapi dijumpai
pula pada anak-anak, baik laki-laki maupun perempuan.Patogenesis
pterygium belum jelas.Sebagian besar peneliti beranggapan rangsangan
luar mempunyai peranan. Pemeriksaan histopatologik menunjukkan epitel
yang ireguler dan degenerasi hialin dalam stromanya.6
Berdasarkan data dari suatu penelitian yang berjudulprevalence
pinguecula and pterygium in a general population in Spain usia lebih dari
40 tahun menunjukkan prevalensi kejadian pterygium sebesar 5,9% dan
meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Sedangkan prevalensi
pada laki-laki sebesar 4,8% dan pada perempuan sebesar 6,5%. Hal ini
menunjukkan bahwa hubungan antara pterygium dengan jenis kelamin
masih kontroversial.Dimana dalam penelitian jurnal ini tidak ada hubungan
dengan jenis kelamin. Meskipun demikian beberapa penelitian
menunjukkan bahwa laki-laki mempunyai risiko lebih tinggi dari pada
wanita.18
Oleh karena itu, penelitian ini akan mencoba untuk mencari dan
mengupas lebih dalam tentang hubungan antara faktor usia dengan angka
kejadian pterygium pada pasien rawat jalan di Poli Mata Rumkital Dr.
Ramelan Surabaya periode bulan Januari – Desember 2012.
Rumusan Masalah
Bagaimana hubungan antara faktor usia dengan angka kejadian
pterygium pada pasien rawat jalan di Poli Mata Rumkital Dr. Ramelan
Surabaya peiode bulan Januari – Desember 2012.
5
Tujuan Penelitian
Untuk menganalisis hubungan antara faktor usia dengan angka
kejadian pterygium pada pasien rawat jalan di Poli Mata Rumkital Dr.
Ramelan Surabaya periode bulan Januari – Desember 2012.
Manfaat Penelitian
Bagi peneliti
a. Belajar untuk melakukan penelitian dengan baik dan benar.
b. Meningkatkan pengetahuan tentang pterygium.
c. Mengetahui angka kejadian pterygium.
Bagi masyarakat
a. Meningkatkan tingkat kesadaran masyarakat terhadap terjadinya
pterygium yang berhubungan dengan faktor usia.
b. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang pencegahan
terjadinya penyakit pterygium.
Bagi institusi
a. Memberikan informasi kepada pihak institusi dan petugas
kesehatan tentang hubungan pengaruh faktor usia dengan angka
kejadian pterygium.
b. Dapat menjadi bahan referensi mahasiswa
c. Sebagai dasar atau acuan penelitian selanjutnya.
METODE PENELITIAN
Rancangan Penelitian
Merupakan rancangan penelitian analitik observasional dengan
menggunakan metode case control yang mennggunakan data sekunder
dari rekam medis pasien rawat jalan di Poli Mata Rumkital Dr. Ramelan
Surabaya periode bulan Januari – Desember 2012.
Populasi
Semua pasien rawat jalan yang tercatat di bagian Poli Mata
Rumkital Dr. Ramelan Surabaya periode bulan Januari – Desember 2012.
6
Sampel
Sampel yang diambil adalah pasien rawat jalan di Poli Mata
Rumkital Dr. Ramelan Surabaya periode bulan Januari – Desember 2012
yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Kriteria Inklusi
Semua pasien yang telah di diagnosis menderita pterygium dengan
usia ≥ 40 tahun tanpa memandang klasifikasi dari pterygium.
2. Kriteria Eksklusi
Pasien yang memiliki kelainan penyakit konjungtiva lain yaitu
pinguekula dan pseudopterygium.
Besar sampel
Pengambilan jumlah sampel pada penelitian ini diambil
berdasarkan rumus :
n =
= 41 pasien
Keterangan :
α : Level signifikansi (0,05)
1 – β : Kekuatan uji (0,8)
P0 : Nilai proporsi populasi (0,1)
Pa : Nilai proporsi populasi yang diteliti (0,25)
Teknik pengambilan sampel
Pada penelitian ini cara penarikan sampelnya adalahnonprobability
sampling dimana setiap subjek dalam populasi mempunyai kesempatan
yang sama untuk terpilih sebagai sampel dan menggunakan teknik
pengambilan sampel consecutive sampling.
Z1-α/2 P0(1 – P0) + Z1-β Pa(1 – Pa)
(Pa – P0) 2
2
7
Klasifikasi variabel
1. Variabel bebas (independent variable) adalah faktor usia.
2. Variable terikat (dependent variable) adalah pterygium.
Definisi operasional
No. Variabel Definisi operasional Skala
Data
Hasil
pengukuran
Variabel terikat
1. Pterygium Epitel fibrovaskular
berbentuk segitiga
yang tumbuh dari
jaringan konjungtiva
bulbar yang
mengalami degenerasi
sampai menjalar
melewati limbus
menuju kornea.
Nominal Positif (+) =
Pterygium
Negatif (-) =
Kelainan refraksi
Varibel bebas
2. Usia Umur pasien yang
akan diteliti.
Ordinal 1 = 40 – 49 tahun
2 = 50 – 59 tahun
3 = ≥ 60 tahun
Alat dan Bahan Penelitian
Dengan menggunakan data rekam medis pasien rawat jalan di Poli
Mata Rumkital Dr. Ramelan Surabaya periode bulan Januari – Desember
2012 untuk melihat jumlah pasien yang menderita pterygium yang sesuai
dengan kriteria inklusi yang sudah ditetapkan.
Tempat penelitian
Penelitian ini dilakukan di Poli Mata Rumkital Dr. Ramelan
Surabaya.
8
Waktu penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Mei sampai Juni tahun 2013.
Prosedur Pengambilan dan Pengumpulan Data
1. Peneliti mengirimkan surat permohonan menggunakan data rekam
medis di Poli Mata Rumkital Dr. Ramelan Surabaya periode bulan
Januari – Desember 2012.
2. Melakukan ujik etik kedokteran untuk pengambilan data rekam medis
di Poli Mata Rumkital Dr. Ramelan Surabaya periode bulan Januari –
Desember 2012.
3. Mengumpulkan data pasien yang menderita pterygium dan yang
menderita kelainan refraksi dari rekam medik Poli Mata Rumkital Dr.
Ramelan Surabaya periode bulan Januari – Desember 2012.
4. Memilih data rekam medis yang sesuai dengan kriteria inklusi yaitu
umur ≥ 40 tahun.
5. Mencatat data penderita yaitu diagnosis dan usia.
Analisis Data
Data yang diperoleh selanjutnya diolah untuk mengetahui
hubungan antara variabel bebas dengan varibel terikatnya dengan
menggunakan uji analitik koefisien kontingensi.
HASIL PENELITIAN
Penelitian ini bersifat analitik observasional dimana sampel di dapat
dari rekam medis pasien rawat jalan di Poli Mata Rumkital Dr. Ramelan
Surabaya periode bulan Januari – Desember 2012. Berdasarkan
perhitungan diperoleh sampel minimal sebesar 41 pasien dan pasien yang
di dapat terdiri dari 53 pasien yang menderita pterygium dan 53 pasien
yang menderita kelainan refraksi dari jumlah tersebut telah memenuhi
batas minimum sampel yang memenuhi kriteria inklusi yang ditetapkan
pada penelitian ini.
9
Data Penelitian
Karakteristik pasien rawat jalan di Poli Mata Rumkital Dr. Ramelan
Surabaya periode bulan Januari – Desember 2012
Karakteristik sampel pada penelitian ini meliputi usia dan kejadian
pterygium periode bulan Januari – Desember 2012 dengan memperoleh
sampel sebesar 106 sampel yang terdiri dari 53 pasien yang sudah
didiagnosis pterygium sebagai sampel kasus dan 53 pasien yang sudah
didiagnosis kelainan refraksi (non pterygium) sebagai kasus kontrol.
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Usia Pasien
Usia Frekuensi Persentase
40 – 49 tahun 14 13,2%
50 – 59 tahun 43 40,6%
≥ 60 tahun 49 46,2%
Total 106 100%
Berdasarkan table 5.1 menunjukkan bahwa pasien dengan usia 40
– 49 tahun sebanyak 14 orang (13,2%), pasien dengan usia 50 – 59 tahun
sebanyak 43 orang (40,6%), dan pasien dengan usia ≥ 60 tahun sebanyak
49 orang (46,2%). Hal ini menunjukkan bahwa pasien terbanyak pada
usia ≥ 60 tahun dengan persentase sebesar 46,2%.
Kejadian Pterygium
Tabel 5.2 Kejadian Pterygium
Penyakit Frekuensi Persentase
Pterygium 53 50%
Non pterygium 53 50%
Total 106 100%
Berdasarkan tabel 5.2 diketahui jumlah pasien yang menderita
pterygium sebanyak 53 orang (50%) dan jumlah pasien yang tidak
menderita pterygium (kelainan refraksi) sebanyak 53 orang (50%).
Dengan demikian, perbandingan antara jumlah pasien yang menderita
10
pterygium dan pasien yang tidak menderita pterygium (kelainan refraksi)
adalah 1 : 1.
Hasil Analisis Statistik
Hubungan faktor usia dengan angka kejadian pterygium
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Poli Mata Rumkital Dr.
Ramelan Surabaya periode bulan Januari – Desember 2012 dengan cara
mengambil data dari rekam medis, didapatkan angka kejadian pterygium
berdasarkan usia. Dimana faktor usia dikategorikan menjadi 3 kategori
yaitu usia 40 – 49 tahun, 50 – 59 tahun, dan ≥ 60 tahun. Maka tabulasi
silang dibawah ini menunjukkan gambaran yang lebih rinci tentang
penyebaran penyakit pterygium.
Tabel 5.3 Tabulasi Silang Antara Usia dan Angka Kejadian Pterygium
Kelompok umur Penyakit
Total Pterygium Non pterygium
40 – 49 tahun 6 (11,3%) 8 (15,1%) 14 (13,2%)
50 – 59 tahun 19 (35,8%) 24 (45,3%) 43 (40,6%)
≥ 60 tahun 28 (52,8%) 21 (39,6%) 49 (46,2%)
Total 53 (100%) 53 (100%) 106 (100%)
Tabel 5.4 Koefisien Kontingensi Usia Terhadap Pterygium
Jenis analisis Nilai Signifikansi
Koefisien kontingensi 0,132 0,393
Dari tabel tabulasi silang antara usia dengan angka kejadian
pterygium dapat dilihat bahwa secara deskriptif kejadian pterygium pada
usia 40 – 49 tahun sebesar 11,3%, usia 50 – 59 tahun sebesar 35,8%,
dan usia ≥ 60 tahun sebesar 52,8%. Selain itu dapat diperjelas dengan
melihat diagram gambar 5.3 di atas. Hal ini menunjukkan bahwa semakin
tinggi usia semakin meningkat kejadian pterygium. Akan tetapi, dari tabel
11
hasil analisis dengan menggunakan metode koefisien kontingensi di atas
dapat dilihat bahwa nilai p = 0,393 dengan nilai α = 0,05, sehingga nilai p
> α. Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis H0 diterima yang artinya tidak
terdapat hubungan yang bermakna antara faktor usia dengan angka
kejadian pterygium pada pasien rawat jalan di Poli Mata Rumkital Dr.
Ramelan Surabaya periode bulan Januari – Desember 2012, karena pada
penelitian ini memiliki keterbatasan dalam jumlah sampel pasien
pterygium yang hanya di dapat sebesar 53 pasien dan masih perlu
tambahnya besar sampel yang lebih banyak lagi untuk mengetahui lebih
jelas hubungan faktor usia dengan kejadian pterygium yang lebih
signifikan.
PEMBAHASAN
Dalam bab ini akan dibahas hasil penelitian yang sudah dilakukan
peneliti tentang faktor usia dengan kejadian pterygium.
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dari data rekam medis
pada pasien yang menjalani rawat jalan di Poli Mata Rumkital Dr.
Ramelan Surabaya periode bulan Januari – Desember 2012 didapatkan
jumlah sampel yang mewakili populasi yaitu sebanyak 106 pasien yang
terdiri dari 53 pasien sebagai sampel kasus dan 53 pasien sebagai
sampel kontrol.
Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik
consecutive sampling yaitu mengambil sampel sesuai dengan kebutuhan
peneliti dari populasi pasien yang menjalani rawat jalan pada waktu
tertentu pada periode bulan Januari – Desember 2012 yang sesuai kriteria
inklusi dan eksklusi yang sudah ditetapkan.
Karakteristik Penderita Pterygium Pasien Rawat Jalan di Poli Mata
Rumkital Dr. Ramelan Surabaya
Usia penderita pterygium
Pada penelitian ini, peneliti mengelompokkan usia pasien menjadi
beberapa kategori dengan cara mengambil data rekam medis dari pasien
12
yang mengalami penyakit pterygium yang berusia ≥ 40 tahun. Alasan
peneliti menggunakan batas usia minimal 40 tahun karena pterygium
paling signifikan terjadi pada usia ≥ 40 tahun. Hal ini sesuai dengan
penelitian sebelumnya yang menyebutkan bahwa pterygium terjadi sekitar
13,5% - 27,5% yang terjadi pada usia ≥ 40 tahun.Selain itu juga pada
buku yang berjudul Clinical Opthalmology An Asian Perspective
menyatakan bahwa prevalensi menyeluruh dari pterygium pada orang –
orang dewasa mengalami peningkatan secara signifikan pada usia di atas
40 tahun.1,11
Alasan peneliti tidak membatasi usia maksimal karena semakin tua
usia seseorang semakin besar kemungkinan terjadinya pterygium. Hal ini
sesuai dengan sebuah teori yang mengatakan bahwa pterygium
merupakan suatu penyakit degenerasi dari konjungtiva sehingga angka
kejadian dari pterygium akan semakin meningkat seiring dengan
bertambahnya usia. Selain itu juga, penelitian sebelumnya juga
menyebutkan tingkat kejadian pterygium meningkat sesuai dengan
bertambahnya usia.11, 15, 18
Lama menderita pterygium
Pada penelitian ini digunakan sampel yang meliputi pasien yang
menderita pterygium dan pasien yang tidak menderita pterygium dengan
tidak melakukan penyeragaman durasi atau lamanya pasien menderita
penyakit mata tersebut.
Alasan peneliti tidak menyeragamkan durasi atau lamanya penyakit
dikarenakan durasi pasien yang menderita penyakit mata sangat
bervariasi dan sulit untuk mengetahui dengan pasti. Gejala dari pterygium
itu sendiri bersifat asimptomatis, biasanya pasien datang untuk melakukan
pemeriksaan mata lain dan tidak mengeluh adanya pterygium. Dalam
beberapa waktu penyakitnya terus berkembang tanpa disadari dan mulai
merasakan ketika penglihatannya sudah terganggu karena menutupi
visual axis.Hal ini menyebabkan pasien baru terdiagnosis pterygium
setelah gejalanya semakin parah.6, 21
13
Hubungan Faktor Usia dengan Angka Kejadian Pterygium
Pada hasil penelitian yang ada pada tabel tabulasi silang antara
usia dengan kejadian pterygium secara deskriptif menunjukkan
peningkatan yaitu pada usia 40 – 49 tahun sebesar 11,3%, pada usia 50 -
59 tahun sebesar 35,8%, dan pada usia ≥ 60 tahun sebesar 52,8%. Hal ini
menunjukkan adanya suatu peningkatan kejadian pterygium seiring
dengan bertambahnya usia.
Terdapat perbedaan pada hasil perhitungan menggunakan uji
analisis koefisien kontingensi didapatkan bahwa faktor usia tidak
berpengaruh terhadap kejadian pterygium pada pasien rawat jalan di Poli
Mata Rumkital Dr. Ramelan Surabaya periode bulan Januari – Desember
2012 dan dari hasil analisis didapatkan nilai p = 0,393 dan nilai α = 0,05.
Secara statistik diperoleh hasil signifikansi p > 0,05, hal ini menunjukkan
bahwa tidak adanya hubungan antara faktor usia dengan risiko terjadinya
pterygium. Dimana hasil tersebut berbeda dengan penelitian sebelumnya
yang menyebutkan bahwa adanya hubungan antara faktor usia dengan
angka kejadian pterygium yaitu semakin bertambahnya usia semakin
tinggi angka kejadian pterygium. Disamping itu juga, peneliti yang lain juga
menyimpulkan hal yang sama yaitu prevalensi dari kejadian pterygium
meningkat seiring dengan bertambahnya usia.4, 11
Perbedaan hasil ini dikarenakan pada penelitian ini memiliki
keterbatasan dalam jumlah sampel pasien pterygium yang hanya didapat
sebesar 53 pasien dan masih perlu tambahnya besar sampel yang lebih
banyak lagi untuk mengetahui lebih jelas hubungan faktor usia dengan
kejadian pterygium yang lebih signifikan.
KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian tentang hubungan antara faktor usia
dengan angka kejadian pterygium yang telah dilakukan di Poli Mata
Rumkital Dr. Ramelan Surabaya periode bulan Januari – Desember 2012,
maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
14
1. Prevalensi pterygium yang menjalani rawat jalan di Poli Mata Rumkital
Dr. Ramelan Surabaya sebesar 50%.
2. Berdasarkan kelompok usia, prevalensi pterygium yang menjalani
rawat jalan di Poli Mata Rumkital Dr. Ramelan Surabaya adalah usia
40 – 49 tahun sebesar 11,3%, usia 50 – 59 tahun sebesar 35,8%, dan
usia ≥ 60 tahun sebesar 52,8% yang menggambarkan suatu
peningkatan angka kejadian pterygium terhadap faktor usia.
3. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara usia dengan angka
kejadian pterygium. (p = 0,393).
DAFTAR PUSTAKA
1. Ang C, Chee SP, Jap AH, Tan DT, Wong TY,eds, 2005. Clinical
Ophthalmology an Asian Perspective. Singapore: Elsevier, p. 208-209,
214
2. Crick RP, Khaw PT, 2003. A Text Book of Clinical Ophthalmology.
Singapura: World Scientific Publishing, p.488-490
3. Fisher JP, et al, 2011. Pterygium Follow-up. Medscape Reference
http://emedicine.medscape.com/article/1192527-clinical#showall
4. Fotouhi, et al. Prevalence and Risk Factors of Pterygium and
Pinguecula: The Tehran Eye Study. Eye (2009) 23,1125-1129
5. Greenberg MI, 2005. Teks Atlas Kedokteran Kedaruratan Jilid 1.
Jakarta: Penerbit Erlangga, h. 117
6. Ilyas S (editor), et al, 2010, Ilmu Penyakit Mata untuk Dokter Umum
dan Mahasiswa Kedokteran. Edisi 2. Jakarta: C.V. Agung Seto, h.
107-108
7. Junqueira LC, Carneiro J, 2007. Histologi Dasar Teks & Atlas. Edisi
10. Jakarta: Buku Kedokteran EGC, h.451-452, 463
8. Kamus Besar Bahasa Indonesia. KBBI Online
http://kbbi.web.id/
9. Kanski Jack J, 2007. Clincal Ophtahalmology a Systemic Approach.
6th edition. Butterworth Elsevier, p. 242-244
15
10. Khurana AK, 2007. Comprehensive Ophtalmology. 4th edition. New
Delhi: New Age International Limited Publisher, p. 4, 80
11. Lu J, et al. Pterygium in an Aged Mongolian Population: A Population
Based Study in China. Eye (2009) 23, 421-427
12. Moore KL, Dalley AF, 2006. Clinical Oriented Anatomy. 5th edition.
Baltimore: Lippincot Williams & Wilkins, p. 961
13. Netter FH, 2011. Atlas of Human Anatomi. 5th edition. United State of
America: Elsevier, p. 81
14. Papadakis MA, McPhee SJ, 2009. Lange 2009 Current Medical
Diagnosis & Treatment. 48th edition. United State of America: Mc Graw
Hill, p. 152
15. Riordan-Eva P, Witcher JP, 2010. Vaughan & Asbury Oftalmologi
Umum. Edisi 17. Jakarta EGC, h. 5-8, 119
16. Schlote T, et al, 2006. Pocket Atlas of Opthalmology. New York:
Georg Thieme Verlag, p. 66-67
17. Standring S, 2008. Gray’s Anatomy the Anatomical Basis of Clinical
Practice. 39th edition. Spain: Elsevier, p. 702-703
18. Viso E, Gude F, Rodriguez-Ares MT. Prevalence of Pinguecula and
Pterygium in a General Population in Spain. Eye (2011) 25, 350-357
19. Wisnujono S, Moegiono M, Oetomo, Eddyanto, 2006. Pedoman
Diagnosis & Terapi. Edisi 3. Surabaya: FK UNAIR, h.103-104
20. Yanoff M, 2008. Ophthalmic Clinical Advisor Diagnosis and Treatment.
2nd edition. China: Elsevier, p. 84
21. Yanoff M, Duker SJ, 2009. Ophthalmology. 3rd edition. China: Elsevier,
p. 248-250, 364-365
22. Young B, Lowe JS, Stevens A, Weath JW, 2006. Weather’s Functional
Histology a Text and Colour Atlas. 5th edition. Philadelphia: Elsevier,
p.412-413