Jurnal V8_3_2011
-
Upload
syahrul-amin -
Category
Documents
-
view
355 -
download
0
description
Transcript of Jurnal V8_3_2011
ISSN : 1829-6327
JURNAL PENELITIAN HUTAN TANAMANVol. 8 No. 3, Juli 2011
Jurnal Penelitian Hutan Tanaman
anggung Jawab
Dewan Redaksi
Ketua Merangkap Anggota
Anggota
Mitra Bestari
Sekretariat Redaksi
Ketua Merangkap Anggota
Anggota
Diterbitkan oleh :
Alamat
adalah media resmi publikasi ilmiah hasil penelitian dalam bidang hutan tanamandari Pusat Penelitian dan Pengembangan dengan frekuensi terbit a kali setahun
Kepala Pusat Hutan
Kepala BidangPusat Penelitian dan Pengembangan Hutan
Kepala Sub Bidang Data, Informasi dan Diseminasi,
Kristina Yuniati, S.Hut
Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutananemen Kehutanan
Terbit pertama kali September 1996 dengan judul Buletin Penelitian Pemuliaan Pohon (ISSN 1410-1165),sejak April 2003 berganti judul menjadi Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan (ISSN 1693-7147),
dan sejak April 2004 berganti judul menjadi Jurnal Penelitian Hutan Tanaman (ISSN 1829-6327)
Kampus Balitbang KehutananJl. Gunung Batu No. 5, Bogor Po. Box. 331
Telp. (0251) 8631238 Fax. (0251) 7520005 E-mail: @ id, Website: www.forplan.or.id
Peningkatan Produktivitas Hutan lim
Penelitian dan Pengembangan Peningkatan Produktivitas
Dr. Dra. Tati Rostiwati, M.Si (Silvikultur, Ekofisiologi dan Perbenihan Tanaman Hutan)
Prof. Ris. Dr. Ir. Hendi Suhaendi, MS (Pemuliaan Pohon)Dr. Ir. Cahyono Agus D., M.Agr.Sc (Ilmu Tanah dan Silvikultur)
Dr. Ir. Irdika Mansur, M.For.Sc (Rehabilitasi dan Mikoriza)Dr. Ir. Noor Farikhah Haneda, MS (Hama dan Penyakit Tanaman Hutan)
Dr. Ir. Iskandar Z. Siregar, M.For.Sc (Genetika dan Pemuliaan Tanaman Hutan)Dr. Ir. Herry Purnomo, M.Comp. (Statistik dan Biometrika)
Dr. Tukirin Partomihardjo (Ekologi dan Pengelolaan Lingkungan Hutan)Dr. Ir. Lailan Syaufina, MS (Perlindungan Hutan dan Kebakaran Hutan)Dr. Ir. Tania June, M.Sc (Pengelolaan Lingkungan dan Perubahan Iklim)
Dr. Ir. Nasrullah, M.Sc (Statistik)Prof. Dr. Ir. Hardjanto, MS (Penilaian Hutan)
Prof. Dr. Ir. Dudung Darusman, MAProf. Dr. Ir. H. Bambang Hero S., M.Agr.Sc
Prof. Dr. Ir. Satriyas Ilyas, MSDr. Ir. Soekisman Tjitrosemito, M.Sc
Dr. Ir. Endang Murniati, MSIr. Nina Mindawati, M.Si
Dr. Ir. A. Ngaloken Gintings, MSDr. Ir. Suryo Wiyono, M.Sc.Agr.
Dr. Ir. Supriyanto, M.Sc
Pengembangan Data dan Tindak Lanjut Penelitian,Peningkatan Produktivitas
Pusat Penelitian dan Pengembangan Peningkatan Produktivitas Hutan
Rohmah Pari, S.Hut
Pusat Penelitian dan Pengembangan Peningkatan Produktivitas Hutan
K terian
pp_p3ht yahoo.co.
Pen
(lnstitut Pertanian Bogor)(Kebakaran Hutan)
(lnstitut Pertanian Bogor)(SEAMEO - BIOTROP)
(Institut Pertanian Bogor)(Silvikultur)
(Hidrologi dan Konservasi Tanah dan Air)(lnstitut Pertanian Bogor)
(lnstitut Pertanian Bogor, SEAMEO-BIOTROP)
Terakreditasi dengan nilai ABerdasarkan SK Kepala LIPI No. 816/D/2009
(182/AU1/P2MBI/08/2009)Accredited A by the Indonesian Institute of Sciences
No. 816/D/2009 (182/AU1/P2MBI/08/2009)
PEDOMAN PENULISAN NASKAHJURNAL PENELITIAN HUTAN TANAMAN
1.
.
2.
3.
.
4.
5.
.
5.
.
7. .
8.
.
9.
10.
.
11.
.
12.
13.
14.
15.
J
N
urnal Penelitian Hutan Tanaman
askah Times New Roman
Judul
Isi Naskah ABSTRAK Kata Kunci,
PENDAHULUAN BAHAN DAN METODE HASIL DAN PEMBAHASAN KESIMPULAN
PERSANTUNAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
ABSTRAK
PENDAHULUAN
BAHAN DAN METODE
HASILDAN PEMBAHASAN
Tabel
Gambar, Grafik Foto
KESIMPULAN
PERSANTUNAN
DAFTAR PUSTAKA
adalah publikasi ilmiah resmi dari Pusat Penelitian dan Pengembangan
Peningkatan Produktivitas Hutan. Jurnal ini menerbitkan tulisan hasil penelitian berbagai aspek hutan
tanaman seperti perbenihan, pembibitan, teknik silvikultur, pemuliaan pohon, perlindungan hutan tanaman
(hama/penyakit, gulma, kebakaran), biometrika, silvikultur, sosial ekonomi, dan pengelolaan lingkungan
hutan tanaman
ditulis dalam bahasa Indonesia dengan huruf , font ukuran 12 dan jarak 2 (dua)
spasi pada kertas A4 putih pada satu permukaan dan disertai file elektroniknya. Pada semua tepi kertas
disisakan ruang kosong minimal 3,5 cm. Naskah sebanyak 2 (dua) rangkap dikirimkan kepada Sekretariat
Redaksi Jurnal Penelitian Hutan Tanaman, Pusat Penelitian dan Pengembangan Peningkatan Produktivitas
Hutan. File elektronik dikirim ke Sekretariat Redaksi dalam bentuk CD atau dikirim melalui email ke alamat :
[email protected] atau [email protected].
Penulis menjamin bahwa naskah yang diajukan belum pernah dimuat/diterbitkan dalam publikasi manapun,
dengan cara mengisi blanko pernyataan yang dapat diperoleh di Sekretariat Redaksi Publikasi Pusprohut,
atau di website Pusprohut : . Pengajuan naskah oleh penulis yang berasal dari
instansi/institusi (bukan perorangan) di luar Pusat Penelitian dan Pengembangan Peningkatan Produktivitas
Hutan harus disertai dengan surat pengantar dari instansi/institusinya
ditulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris, dan diusahakan tidak lebih dari 10 kata serta harus
mencerminkan isi tulisan. Di bawah judul ditulis terjemahannya dalam bahasa Inggris yang tercetak dengan
huruf kecil dan miring. Nama penulis (satu atau lebih) dicantumkan di bawah judul dengan huruf kecil. Di
bawah nama ditulis institusi asal penulis dan alamat lengkap instansi/institusi.
terdiri atas: dengan dan dengan
, , , ,
(kalau ada), dan (kalau ada)
dibuat dalam Bahasa Indonesia dan Inggris, masing-masing tidak lebih dari 200 kata dalam satu
paragraf. Isinya berupa intisari permasalahan, tujuan, rancangan penelitian dan kesimpulan yang dinyatakan
secara kuantitatif. Bahasa Inggris ditulis dengan huruf kecil miring dan bahasa Indonesia ditulis tegak, jarak
1 (satu) spasi. dan kata kunci masing-masing tidak lebih dari 5 kata
berisi : latar belakang/masalah, tujuan penelitian dan hipotesis (tidak harus ada)
berisi : Waktu dan Tempat, Bahan dan Alat, Metode, Rancangan Penelitian
(kalau ada),Analisa Data. Metode disajikan secara ringkas namun jelas
berisi : Hasil dan Pembahasan, dibuat terpisah atau dijadikan satu.
diberi nomor, judul tabel dan keterangan yang diperlukan. Judul, isi dan keterangan tabel ditulis
dalam bahasa Indonesia dan Inggris secara jelas dan singkat. Judul tabel diletakkan di atas tabel
dan harus jelas dan dibuat kontras, diberi judul dan keterangan dalam bahasa
Indonesia dan Inggris. Judul gambar diberi nomor dan diletakkan di bawah gambar. Foto renik atau peta
harus diberi skala
disampaikan secara ringkas (dalam bentuk bernomor), padat, serta diusahakan
dinyatakan secara kuantitatif.
berupa ucapan terima kasih kepada orang /instansi/organisasi yang benar-benar
membantu.
(minimal 15 pustaka, dengan referensi yang berkualitas, dan dianjurkan 10 tahun
terakhir), disusun menurut abjad nama pengarang dengan mencantumkan tahun terbit, seperti contoh
berikut :
Departemen Kehutanan. 2005. Eksekutif Data Strategis Kehutanan. Departemen Kehutanan. Jakarta.
Salisbury, F.B. and C.W. Ross. 1992. . Wadsworth Publishing Co. Belmont.
U.S. Census Bureau. ”American Factfinder : Facts About My Community”. [Online]17 Agustus
2001.http://factfinder.census.gov/servlet/Basicfactervlet>
Dewan Redaksi dan Sekretariat Redaksi berhak mengubah dan memperbaiki isi naskah sepanjang tidak
mengubah substansi tulisan. Naskah yang tidak diterbitkan akan dikembalikan kepada penulis.
download
Keywords
pointers
Plant Physiology
www.forplan.or.id
ABSTRACT Keywords
1. STUDI EKOLOGI TUMBUHAN SAGU ( spp) DALAM KOMUNITASALAMI DI PULAU SERAM, MALUKU
Samin Botanri, Dede Setiadi, Edi Guhardja, Ibnul Qayim, dan/ Lilik B. Prasetyo
2. TEKNIK PENYIMPANAN SEMAI KAYU BAWANG ( )MELALUI PEMBERIAN ZAT PENGHAMBAT TUMBUH DAN PENGATURANNAUNGAN
Dida Syamsuwida dan/ AamAminah
3. TIPOLOGI DESABERDASARKAN VARIABELPENCIRI HUTAN RAKYAT
Tien Lastini, Endang Suhendang, I Nengah Surati Jaya, Hardjanto, dan/ HerryPurnomo
4. HUBUNGAN ANTAR ORGANISASI DALAM SISTEM PENGORGANISASIANPENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN/LAHAN DI INDONESIA
Erly Sukrismanto, Hadi S.Alikodra, Bambang H. Saharjo, dan/ Priyadi Kardono
5. PEROLEHAN GENETIK PADA UJI KLON JATI ( L.F) UMUR 3TAHUN DI KHDTK KEMAMPO, SUMATERASELATAN
Agus Sofyan, Mohammad Na'iem, Sapto Indrioko
6. KAJIAN PADA SEMAI PEREPAT ( Miqdan JELUTUNG ( Hook) DIINOKULASI sp 3 DI TANAH GAMBUT
Burhanuddin, Siti Kabirun, Bostang Radjagukguk, dan Sumardi
Metroxylon
and
Dysoxylum moliscimum
and
and
and
Tectona Grandis
WATER TABLE Combretocarpus rotundatusDyera lowii Glomus
Ecology Study of Sago Palm Metroxylon in the Natural Communityat the Seram Island,Maluku
Storage Techniques of Kayu Bawang Seedlings Through GrowthInhibitor Treatments and Shield Prerequisites
Village Typologies Analysis Based on Characteristic Variables of Private Forest
Interorganizational Relationships in the Organizing System of Forest/Land Fire Control inIndonesia
Genetic Gains on Clonal Test of Teak ( ) at 3 Years Old in KHDTKKemampo, South Sumaterat
Study Of Water Table In Seedlings Of Perepat (Combretocarpus rotundatus Miq) and Jelutung(Dyera lowii Hook) Inoculated Glomus sp 3 In Peat Soil
( spp)
(Dysoxylum moliscimum)
Tectona grandis L. f
ISSN : 1829-6327
JURNAL PENELITIAN HUTAN TANAMAN
Vol. 8 No. 3, Juli 2011
DAFTAR ISI
135-145
147-153
155-168
169-177
179-186
187-196
JURNAL PENELITIAN HUTAN TANAMAN
ISSN 1829-6327 Vol. VIII No. 3, 2011
Kata kunci bersumber dari artikel. Lembar abstrak ini boleh dikopi tanpa ijin dan biaya
UDC(OXDCF) 630*181Samin Botanri (Fakultas Pertanian Universitas Darussalam Ambon), Dede Setiadi, Edi Guhardja, Ibnul Qayim(Departemen Biologi FMIPA Institut Pertanian Bogor) dan Lilik B. Prasetyo (Departemen KSH dan Ekowisata Fak.Kehutanan Institut Pertanian Bogor)Studi Ekologi Tumbuhan Sagu ( spp) dalam KomunitasAlami di Pulau Seram, MalukuJ. Pen. Htn Tnm Vol. VIII No. 3, 2011 p:135-145Sagu ( spp) merupakan tumbuhan palem tropika basah, memiliki adaptasi kuat untuk tumbuh pada lahanmarjinal seperti lahan tergenang air tawar, lahan gambut, dan air payau. Penelitian bertujuan : (1) melakukan analisis untukmenjelaskan sifat pertumbuhan sagu dalam komunitas alami, (2) mengungkapkan preferensi habitat tumbuhan sagu, (3)melakukan analisis untuk menjelaskan interaksi tumbuhan sagu dengan faktor lingkungan, dan (4) mengungkapkanpotensi tegakan dan produksi pati sagu di Pulau Seram, Maluku. Penelitian berlangsung pada bulan Maret-Nopember2009. Hasil penelitian menunjukkan bahwa struktur populasi sagu dalam komunitas alami mengikuti pola pertumbuhanmuda dengan tingkat kematian pada fase semai sekitar 85 %. Di Pulau Seram terdapat lima jenis sagu yaitu tuni, makanaro,sylvestre, rotang, dan molat. Sagu tuni merupakan spesies dominan dengan penguasaan habitat mencapai 43,3 %. Spesiesini juga memiliki daya adaptasi yang tinggi pada berbagai tipe habitat. Dalam beradaptasi dengan kondisi habitattergenang, perakaran sagu mengalami modifikasi arah pertumbuhan menuju permukaan air dengan jumlah yang lebihbanyak. Dalam komunitas sagu terjadi asosiasi antarspesifik secara negatif dengan Jaccard indeks < 0,2. Variabel iklim,tanah, dan kualitas air rawa yang memiliki peran kuat dalam pertumbuhan sagu masing-masing adalah intensitas cahayasurya mikro, kapasistas tukar kation (KTK), dan kandungan kalsium air. Di Pulau Seram terdapat potensi populasi rumpunsagu sekitar 3,2 juta rumpun dengan jumlah tegakan fase pohon mencapai 1,5 juta batang. Jenis sagu tuni dan sylvestremerupakan jenis sagu potensial dengan kapasitas produksi masing-masing 566,04 kg dan 560,68 kg/batang..
Kata kunci: Adaptasi, faktor lingkungan, Pulau Seram, tipe habitat, tumbuhan sagu
Metroxylon
Metroxylon
UDC(OXDCF) 630*232.32Dida Syamsuwida dan Aam Aminah (Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Bogor)Teknik Penyimpanan Semai Kayu Bawang ( ) Melalui Pemberian Zat Penghambat Tumbuh danPengaturan NaunganJ. Pen. Htn Tnm Vol. VIII No. 3, 2011 p:147-153Kayu bawang ( adalah salah satu jenis pohon hutan yang dikenal memiliki benih denganviabilitas yang cepat menurun dalam beberapa hari, sehingga penyimpanan benih untuk jenis ini masih menjadi kendala.Dengan demikian, perlu dilakukan penelitian penyimpanan semai dengan menggunakan metode 'pertumbuhan lambat'( ). Tujuan penelitian adalah mengetahui pengaruh beberapa bahan pengatur tumbuh, kondisi simpan dan umursemai pada saat penyemprotan terhadap pertumbuhan semai jenis kayu bawang selama penyimpanan. Bahan pengaturtumbuh yang digunakan adalah paklobutrazol, NaCl dan akuades sebagai kontrol. Kondisi tempat simpan terdiri darinaungan berat, naungan sedang dan naungan ringan. Sedangkan umur semai pada saat penyemprotan adalah 1, 2 dan 3bulan. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap pola faktorial. Hasil penelitianmenunjukkan bahwa faktor yang menghambat pertumbuhan semai secara efektif sehubungan dengan upaya penyimpanan
selama 6 bulan adalah penyemprotan semai umur 3 bulan dibawah kondisi naungan berat (T 25 C, RH 96 %, intensitascahaya 650 lux) dan penerapan larutan NaCl 0,5%. Kondisi ini dapat menekan pertumbuhan tinggi dan diameter rata-ratasebesar 59,13 % serta memberikan persen hidup sebesar 95%.
Kata kunci: Bahan pengatur tumbuh, kayu bawang , larutan NaCl, paklobutrazol, umur semai
Dysoxylum moliscimum
Dysoxylum moliscimum)
slow growth
(Dysoxylum moliscimum)
0
JURNAL PENELITIAN HUTAN TANAMAN
ISSN 1829-6327 Vol. VIII No. 3, 2011
Kata kunci bersumber dari artikel. Lembar abstrak ini boleh dikopi tanpa ijin dan biaya
UDC(OXDCF) 630*922.2Tien Lastini (Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan, Sekolah Pascasarjana IPB), Endang Suhendang, I NengahSurati Jaya, Hardjanto, dan Herry Purnomo (Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor)Tipologi Desa Berdasarkan Variabel Penciri Hutan RakyatJ. Pen. Htn Tnm Vol. VIII No. 3, 2011 p:155-168Penelitian ini menguji penggunaan faktor biofisik dan sosial ekonomi dalam mengklasifikasi desa dengan variabel pencirihutan rakyat. Tujuan utama dari penelitian ini adalah menentukan variabel yang paling signifikan yang mempengaruhitipologi desa yang terkait dengan luas hutan rakyat. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Ciamis menggunakan data 336desa. Dasar pembuatan tipologi pada penelitian ini adalah faktor biofisik dan sosial ekonomi. Terdapat 6 variabel biofisikyaitu: penggunaan lahan non sawah, kelerengan lahan, jarak ke kawasan hutan negara, jarak ke jalan besar, kemampuanlahan, dan kerapatan jalan dan dan 3 variabel sosial ekonomi yaitu: kepadatan penduduk, rumah permanen, dan umurproduktif penduduk yang diteliti. Hasil penelitian menemukan terdapat delapan variabel yang berkorelasi, dan satuvariabel yang tidak berkorelasi dengan luas hutan rakyat yaitu jarak ke jalan besar. Berdasarkan analisis gerombol,penelitian berhasil menemukan 2 tipologi hutan rakyat, yaitu wilayah yang berpotensi tinggi dan berpotensi rendah untukberkembangnya hutan rakyat. Variabel yang terpilih untuk penggerombolan adalah berdasarkan desain hasil analisiskomponen utama terhadap 8 variabel yang berkorelasi, dengan nilai akurasi umum sebesar 64%.
Kata kunci: Biofisik, analisis gerombol, hutan rakyat, sosial ekonomi, tipologi desa
UDC(OXDCF) 630*432.1Erly Sukrismanto (Direktorat Pengendalian Kebakaran Hutan), Hadi S. Alikodra (Departemen Konservasi Sumber DayaHutan dan Ekowisata,Fakultas Kehutanan, IPB), Bambang H. Saharjo (Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan,IPB, Bogor), dan Priyadi Kardono (Deputi Bidang Survei Dasar dan Sumber Daya Alam, Bakosurtanal)HubunganAntar Organisasi dalam Sistem Pengorganisasian Pengendalian Kebakaran Hutan/lahan di IndonesiaJ. Pen. Htn Tnm Vol. VIII No. 3, 2011 p:169-177Kebakaran hutan/lahan merupakan salah satu sumber penyebab utama perubahan iklim global. Sampai sekarangkebakaran hutan/lahan di Indonesia belum dapat diatasi secara optimal, disebabkan salah satunya oleh sistempengorganisasian pengendalian kebakaran hutan/lahan yang masih lemah. Studi ini bertujuan untuk menganalisishubungan antar organisasi di dalam sistem pengorganisasian pengendalian kebakaran hutan/lahan. Metode penelitianyang digunakan adalah analisis jejaring koordinasi dengan kajian terhadap tiga aspek yaitu bantuan layanan, administratif,dan perencanaan pada 42 organisasi tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota. Hasil analisis menemukan bahwakoordinasi antar organisasi pada tingkat nasional relatif baik, sedangkan koordinasi di tingkat provinsi dan kabupaten/kotamasih lemah. Koordinasi secara horizontal pada satu tingkatan maupun secara vertikal antar tingkatan di Riau telah terjalindi antara lebih banyak organisasi dibandingkan dengan di Kalimantan Barat, di mana koordinasi secara horizontalmaupun secara vertikal belum terjalin. Penelitian ini membuktikan secara empirik bahwa koordinasi antar organisasidalam pengendalian kebakaran hutan/lahan di Indonesia masih lemah, sehingga kebakaran hutan/lahan belum dapatterkelola dengan baik.
Kata kunci: Koordinasi, pengendalian kebakaran, institusi
JURNAL PENELITIAN HUTAN TANAMAN
ISSN 1829-6327 Vol. VIII No. 3, 2011
Kata kunci bersumber dari artikel. Lembar abstrak ini boleh dikopi tanpa ijin dan biaya
UDC(OXDCF) 630*165.4Agus Sofyan (Balai Penelitian Kehutanan Palembang), Mohammad Na'iem dan Sapto Indrioko (Fakultas Kehutanan,Universitas Gadjah Mada)Perolehan Genetik Pada Uji Klon Jati ( L.F) Umur 3 Tahun Di Khdtk Kemampo, Sumatera SelatanJ. Pen. Htn Tnm Vol. VIII No. 3, 2011 p:179-186Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui variasi genetik, taksiran nilai heritabilitas serta peluang perolehan peningkatangenetik dari masing-masing karakter tinggi, diameter dan bentuk batang. Hipotesis yang diajukan adalah : (1) Adanyavariasi genetik yang nyata antar klon yang diuji; (2) Adanya korelasi yang tinggi antar karakter; (3) melalui tindakanseleksi akan diperoleh peningkatan genetik. Penelitian dilakukan pada tanaman umur 3 tahun, di lokasi KHDTKKemampo, Sumatera Selatan. Pertanaman menggunakan Rancangan Acak Lengkap Berblok, dengan 4 blok, 3 treeplotdengan jarak tanam 3 x 3 meter. Jumlah klon yang diuji sebanyak 35 klon. Hasil menunjukkan bahwa terdapat variasigenetik antar klon, namun variasinya relatif rendah jika dibandingkan dengan sumber variasi lainnya yaitu blok daninteraksi antara klon dengan blok. Sumbangan variasi genetik terhadap total variasi relatif rendah yaitu 2,49 % untukkarakter tinggi dan 1,73 % untuk diameter. Untuk karakter bentuk batang relatif lebih tinggi yaitu sebesar 9,15 %. Taksiranpeningkatan genetik pada umur 3 tahun relatif rendah, karena taksiran nilai heritabilitas yang diperoleh relatif rendah yaitusebesar 0,026 (individu) dan 0,16 (klon) untuk karakter tinggi, sebesar 0,02 (individu) dan 0,13 (klon) untuk karakterdiameter. Heritabilitas bentuk batang relatif lebih tinggi masing-masing sebesar 0.09 dan 0,39. Dengan asumsimenggunakan 5 klon terbaik, taksiran perolehan genetik yang dapat dicapai pada umur 3 tahun adalah sebesar 1,28 %untuk karakter tinggi, 1,16 % diameter, 3,43 % bentuk batang serta 8,40 % untuk volume. Korelasi genetik antar karaktertinggi dengan diameter adalah sebesar 1,01 ( ), sementara korelasi genetik antara diameter dengan bentukbatang sangat tinggi yaitu sebesar 0,88, karakter tinggi dengan bentuk batang sebesar 0,67. Hasil ini akan memudahkanpekerjaan seleksi, karena seleksi dapat didasarkan atas satu karakter saja yaitu diameter. Hasil perhitungan berdasarkanindeks seleksi menunjukkan 5 nomor klon terbaik, berturut-turut nomor 24 (3,073), 36 (1,7210), 14 (1,574), 35 (1,430) dan11 (1,306).
Kata kunci: Heritabilitas, jati, korelasi genetik, perolehan genetik, uji klon, variasi genetik
Tectona Grandis
overestimate
UDC(OXDCF) 630*232.3Burhanuddin (Fakultas Kehutanan, Universitas Tanjungpura Pontianak), Siti Kabirun, Bostang Radjagukguk (FakultasPertanian, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta), dan Sumardi (Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah MadaYogyakarta)Kajian Pada Semai Perepat ( Miq dan Jelutung ( Hook) Diinokulasi
sp 3 Di Tanah GambutJ. Pen. Htn Tnm Vol. VIII No. 3, 2011 p:187-196PPenelitian pengaruh (jeluk muka air tanah) terhadap pertumbuhan perepat (Miq) dan jelutung ( Hook) dengan inokulasi jamur mikoriza arbuskula (JMA) dan pemupukan SP 36 di tanahgambut dilaksankan di rumah kaca laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universeitas Gadjah Mada Yogyakartaselama 14 minggu. Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh jeluk muka air tanah, pemupukan P dan inokulasi JMAterhadap pertumbuhan semai perepat dan jelutung. Percobaan persemaian menggunakan Rancangan Acak LengkapFaktorial dengan tiga ulangan. Pengamatan dilakukan pada umur semai perepat dan jelutung 14 minggu setelahpenyapihan yang meliputi: tinggi, diameter, jumlah daun, dan untuk berat kering pucuk dan serapan P tanaman dilakukansetelah panen. Percobaan pengujian jeluk muka air tanah pada semai perepat dan jelutung yang dipupuk SP 36 takaran 100ppm dan diinokulasi dengan sp 3 membuktikan bahwa jeluk muka air tanah terbaik adalah 20 cm. Pada jeluk mukaair tanah 20 cm peningkatan pertumbuhan untuk perepat tinggi 324,86 %, diameter 366,67 %, jumlah daun 437,50 %, beratkering pucuk 630,00 % dan serapan P835,80 %. Untuk jelutung tinggi 107,61 %, diameter 136,05 %, jumlah daun 42,01 %,berat kering pucuk 643,83 % dan serapan P 851,56 %. Disimpulkan bahwa inokulasi dengan JMA jenis sp 3 yangdikombinasikan dengan pemberian pupuk P takaran 100 ppm dan penanaman pada jeluk muka air tanah 20 cm dan 10 cmdapat dimanfaatkan secara luas untuk meningkatkan pertumbuhan bibit perepat ( Miq) dan jelutung (Hook) di persemaian.
Kata kunci: ex-PLG, gambut, sp 3,
Water Table Combretocarpus rotundatus Dyera lowiiGlomus
water table Combretocarpus rotundatusDyera lowii
Glomus
Glomus
C. rotundatus D.lowii
Glomus Water table
135
STUDI EKOLOGI TUMBUHAN SAGU ( spp)DALAM KOMUNITAS ALAMI DI PULAU SERAM, MALUKU
Metroxylon
Ecology Study of Sago Palm Metroxylon in the Natural Communityat the Seram Island, Maluku
( spp)
Samin Botanri , Dede Setiadi , Edi Guhardja , Ibnul Qayim ,
dan/ Lilik B. Prasetyo
1) 2) 2) 2)
3)and
Adaptation, environmental factor, Seram Island, habitat type, sago palm
1)
2)
3)
Fakultas Pertanian Universitas Darussalam AmbonJln. Raya Tulehu Km. 24, Ambon 97582
Departemen Biologi FMIPA Institut Pertanian Bogor, Kampus IPB Darmaga, Bogor 16680Jln. Agatis Gedung Fapet Wing 1 Lt. 5. Telp/Fax. (0251) 8622833
Departemen KSH dan Ekowisata Fak. Kehutanan Institut Pertanian BogorKampus IPB Darmaga, Bogor 16680
Jln. Lingkar Akademik Telp. (0251) 8621947. Fax. (0251) 8621947
Naskah masuk : 1 Juli 2010; Naskah diterima : 22 Mei 2011
ABSTRACT
Keywords:
Sago palm ( spp) is a tropical plant adapted to marginal land such as fresh water swamp, peatswamp or brackish water. The aim of this research were to : (1) analys conducted to describe of sago palmcharacteristic in the nature community, (2) identify habitat preference of sago palm, (3) to describeinteraction between sago palm and environmental factors, and (4) identify the sago palm trees potentialand sago flour production at three areas in the Seram Island, Maluku. The research was conducted inMarch to November 2009. The result of research showed that population structure of sago palm in thenature community follows young growth pattern with seedling death of about 85 %. It was found that thereare five of the sago palm species namely tuni, makanaro, sylvestre, rotang, and molat. Tuni species is themost dominant vegetation which cover 43.3 % of habitat. Swamp condition as adaptation strategy moreamount of sago palm roots directed out to water surface. In sago palm community there was negativeinterspecific association with Jaccard index < 0.2. Among the environmental condition, sun lightintensity, cation exchange capasity (CEC), and calcium in water were the most factor. The potential clumppopulation at the Seram Island is about 3,2 million clumps, which of about 1.5 million trunk of trees. Tuniand sylvestre are the most potential species with production capacity of about 566.04/kg by 560.68kg/trunk
Metroxylon
.
ABSTRAK
Sagu ( spp) merupakan tumbuhan palem tropika basah, memiliki adaptasi kuat untuk tumbuhpada lahan marjinal seperti lahan tergenang air tawar, lahan gambut, dan air payau. Penelitian bertujuan :(1) melakukan analisis untuk menjelaskan sifat pertumbuhan sagu dalam komunitas alami, (2)mengungkapkan preferensi habitat tumbuhan sagu, (3) melakukan analisis interaksi tumbuhan sagudengan faktor lingkungan, dan (4) mengungkapkan potensi tegakan dan produksi pati sagu. Penelitianberlangsung di tiga wilayah di pulau Seram, Maluku secara keseluruhan, tentu dengan menggunakansampling, bukan menggunakan metode sensus pada bulan Maret-Nopember 2009. Hasil penelitianmenunjukkan bahwa struktur populasi sagu dalam komunitas alami mengikuti pola pertumbuhanmuda dengan tingkat kematian pada fase semai sekitar 85 %. Di Pulau Seram terdapat lima jenis saguyaitu tuni, makanaro, sylvestre, rotang, dan molat. Sagu tuni merupakan spesies dominan denganpenguasaan habitat mencapai 43,3 %. Serta memiliki daya adaptasi yang tinggi pada berbagai tipehabitat. Dalam beradaptasi dengan kondisi habitat tergenang, perakaran sagu mengalami modifikasi arah
Metroxylon
136
pertumbuhan menuju permukaan air dengan jumlah yang lebih banyak. Dalam komunitas sagu terjadiasosiasi antarspesifik secara negatif dengan Jaccard indeks < 0,2. Variabel iklim, tanah, dan kualitas airrawa yang memiliki peran kuat dalam pertumbuhan sagu masing-masing adalah intensitas cahaya suryamikro, kapasistas tukar kation (KTK), dan kandungan kalsium air. Di Pulau Seram terdapat potensipopulasi rumpun sagu sekitar 3,2 juta rumpun dengan jumlah tegakan fase pohon mencapai 1,5 jutabatang. Jenis sagu tuni dan sylvestre merupakan jenis sagu potensial dengan kapasitas produksi masing-masing 566,04 kg dan 560,68 kg/batang.
Kata kunci : Adaptasi, faktor lingkungan, Pulau Seram, tipe habitat, tumbuhan sagu
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sagu ( spp) salah satutumbuhan dari keluarga palmae wilayah tropikbasah. Secara ekologi, sagu tumbuh pada daerahrawa-rawa air tawar atau daerah rawa bergambut,daerah sepanjang aliran sungai, sekitar sumberair, atau hutan-hutan rawa. Habitat tumbuh sagudicirikan oleh sifat tanah, air, mikro iklim, danspesies vegetasi dalam habitat itu. Berdasarkaninformasi tempat tumbuh sagu yang cukupbervariasi tersebut, maka dapat dikatakan bahwatumbuhan sagu mempunyai daya adaptasi yangtinggi (Suryana, 2007). Secara umum terdapatlima jenis sagu yang tumbuh dalam komunitasalami maupun budidaya yaitu sagu tuni,makanaro, ihur, duri rotang, dan molat(Louhenapessy, 2006). Studi ekologi sagu yangselama ini telah dilakukan masih memerlukansuatu penelitian tentang autekologinya yaitustruktur populasi, kelimpahan spesies penentuanpreferensi ekologi seperti tipe habitat, interaksispesies dengan tipe habitat, mekanisme adaptasi,interaksi dengan parameter ingkungan, danpotensi tumbuhan sagu.
Berkaitan dengan hal tersebut, makakajian permasalahan dalam penelitian ini adalah :(1) bagaimana sifat pertumbuhan sagu dalam
Metroxylon
,
Keterangan ( : Lokasi samplingRemarks) (Sampling location)
Gambar ( 1. Peta lokasi penelitian Pulau Seram (Figure) Map of site research at the Seram Island)
Jurnal Penelitian Hutan Tanaman
Vol.8 No. , 2011,3 Juli 135 - 145
komunitas sagu alami?, (2) bagaimana preferensihabitat tumbuhan sagu?, dan (3) bagaimanainteraksi antara tumbuhan sagu dengan faktorlingkungan?.
Tujuan umum penelitian ini adalah
melakukan studi ekologi tumbuhan sagu dalam
komunitas sagu alami di Pulau Seram. Tujuan
khususnya yaiu : (1) melakukan analisis untuk
menjelaskan sifat pertumbuhan sagu dalam
komunitas alami, (2) mengungkapkan preferensi
habitat tumbuhan sagu, (3) melakukan analisis
untuk menjelaskan interaksi tumbuhan sagu
dengan faktor lingkungan, dan (4) mengetahui
potensi tegakan dan produksi pati sagu di Pulau
Seram (Wilayah Luhu Kabupaten Seram Bagian
Barat, Wilayah Sawai Kabupaten Maluku
Tengah, dan Wilayah Werinama Kabupaten
Seram Bagian Timur), Maluku
Penelitian berlangsung pada bulan Maret -Nopember 2009, berlangsung di Pulau Seram,Maluku, antara lain Wilayah Luhu Kabupaten
B. Tujuan Penelitian
BAHAN DAN METODE
A. Waktu dan Lokasi
.
II.
137
Studi Ekologi Tumbuhan Sagu (Metroxylon spp)dalam Komunitas Alami di Pulau Seram, Maluku
Samin Botanri, Dede Setiadi, Edi Guhardja, Ibnul Qayim, dan Lilik B. Prasetyo
Seram Bagian Barat, Wilayah Sawai KabupatenMaluku Tengah, dan Wilayah WerinamaKabupaten Seram Bagian Timur. Analisis tanahdan air dilakukan di laboratorium BalaiPenelitian Tanah Bogor. Spesies tumbuhan yangtidak diketahui, diidentifikasi oleh ahlitaksonomi dari Herbarium Bogoriense.
Penelitian menggunakan potensi tumbuh-an sagu yang tersebar pada tiga wilayah di PulauSeram, Maluku, yang merupakan ulangan yakniWilayah Luhu Kabupaten Seram Bagian Barat,Wilayah Sawai Kabupaten Maluku Tengah, danWilayah Werinama Kabupaten Seram BagianTimur. Suhu dan kelembaban relatif diukurmenggunakan thermohigrometer, intensitascahaya di bawah tegakan diukur menggunakanlux meter ( ). Data iklim lokaldiperoleh dari stasiun klimatologi KecamatanKairatu Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB)dan Kecamatan Amahai Kabupaten MalukuTengah (MT). Analisis data menggunakanperangkat lunak , SPSSver. 15 dan Minitab ver. 15.
Wilayah sampel ditetapkan meng-gunakanmetode
. Wilayah sampel terpilih yaitu WilayahLuhu Kabupaten Seram Bagian Barat, WilayahSawai Kabupaten Maluku Tengah, dan WilayahWerinama Kabupaten Seram Bagian Timur(SBT). Pengamatan vegetasi bawah ( )dilakukan pada petak berukuran 2 m x 2 m,sapling 5 m x 5 m, tiang 10 m x 10 m, dan pohon20 m x 20 m. Jumlah petak pengamatan sebanyak131 plot. Pada setiap plot dibuat petak sesuaiukuran masing-masing. Petak pengamatanditetapkan menggunakan metode garis berpetak(Kusmana, 1997).
Suhu dan kelembaban udara relatif diukurpada pukul 07.30, 13.00, dan 17.00. Intensitascahaya surya di bawah tegakan sagu, diukurantara pukul 11.00 - 14.00. Sampel tanah diambilpada kedalaman 0 - 30 cm dan 30 - 60 cm. Sampelair rawa diambil dari habitat tergenang kemudiandianalisis kualitasnya. Salinitas ditetapkanmenggunakan refraktometer.
B. Bahan dan Peralatan
C. Metode Penelitian
1. Penentuan Contoh
a. Plot Penelitian
b. Lingkungan dan Tanah
light meter
Ecological Methodology
judgement sampling/ purposive randomsampling
seedling
2. Parameter yang Diamati
a. Analisis Vegetasi
b. AnalisisAsosiasi Interspesifik
c. Analisis Komponen Utama
Struktur Populasi
Pengamatan sagu dan vegetasi lain me-liputi : jumlah rumpun, jumlah individu sagumenurut fase pertumbuhan, jenis vegetasi, jum-lah individu spesies yang kedapatan pada setiapunit contoh, dan luas tutupan ( ). Ber-dasarkan parameter tersebut, maka dilakukan :
Analisis vegetasi dilakukan denganmenggunakan formula Cox (2002) : INP = KR +FR + DR. Kemudian ditetapkan Nisbah JumlahDominasi (NJD atau
) = INP/3 (%).
Asosiasi interspesifik ditentukanmenggunakan formula menurut Ludwig &Reynolds (1988) dengan tahapan : (1) analisis
(VR) menggunakan rumus :
; (2) analisis asosiasi spesiesmenggunakan rumus , (3) tingkatasosiasi ditetapkan menggunakan indeks Jaccard(JI) : JI = a/a+b+c
Interaksi tumbuhan sagu dengankomponen abiotis, didekati dengan meng-gunakan analisis komponen utama (
) (Supranto, 2004).
Secara umum struktur populasi tumbuhansagu di Pulau Seram mengikuti pola per-tumbuhan muda yaitu populasi dengan jumlahindividu paling banyak terdapat pada fase semai,berkurang secara drastis pada fase berikutnya(Gambar 2). Dalam populasi tersebut jumlahindividu fase semai yang berhasil tumbuh ke fasepertumbuhan berikutnya hanya sebesar 15,34 %.Hal ini menunjukkan bahwa terjadi kematianindividu fase semai, gagal tumbuh ke faseberikutnya mencapai 84,66 %. Tingginya tingkatkematian ini dapat disebabkan karena : (1) sifatpertumbuhan anakan sagu, sebagian tunasanakan yang muncul dari pangkal batang tidakbersentuhan dengan tanah, (2) terjadi persaingandi antara masing-masing individu dalamrumpunnya. Persaingan yang dimaksud berkaitandengan komponen di atas permukaan tanah sepertiudara, cahaya, ruang, dan komponen di bawahtanah seperti air, oksigen, dan unsur hara. Hasilpengukuran intensitas cahaya surya di dekatrumpun sagu hanya sekitar 12,33 % (206,53 lux,
coverage
SDR summed dominancedratio
Variance Ratio VR =
STChi-square
PrincipalComponent Analysis/PCA
2 2/ Tδ
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
138
Keterangan ( : BMT = Belum Masak Tebang ( ,MT = Masak Tebang ( ),LMT = Lewat Masak Tebang (
Remarks) Immature Trunks)Mature Trees - Harvestable
Mature Trees- Not Harvestable)
Gambar ( 2. SFigure).
truktur populasi sagu di Pulau Seram (Population structure of sago palm at theSeram Island)
ruang terbuka 1675,29 lux). Rendahnya intensitasini karena terdapat hambatan oleh tajuk rumpunsagu itu sendiri, (3) rentan terhadap pH rendah,tunas anakan yang masih muda memiliki dayaadaptasi yang rendah terhadap kondisi lahan ter-genang (tereduksi). Hasil pengukuran kemasam-
an tanah menunjuk-kan bahwa pH tanah dapatmencapai 4,31 (pH KCl), dan (4) mengalamikeracunan karena kandungan Fe (3,08) dan Al(4,99) tanah, nilai kekurangan Fe dan Al tersebuttermasuk kategori sangat tinggi berdasarkankriteria (Balai Penelitian Tanah, 2005).
Gambar ( 3. PFigure).
erbandingan NJD sagu dan non-sagu di plot penelitian (SDR camparison of sagopalm and non sago palm at the research plot)
Jurnal Penelitian Hutan Tanaman
Vol.8 No. , 2011,3 Juli 135 - 145
Semai BMT MT LMTTiangSapihan
139
B. Kelimpahan Spesies
Hasil perhitungan jumlah populasirumpun sagu dan nisbah jumlah dominasi (NJD)dalam komunitas sagu menunjukkan bahwaspesies sagu merupakan jenis vegetasi yangmenguasai sebagian besar areal lahan di plotpenelitian. Kondisi tersebut dapat terlihat denganbertambahnya fase pertumbuhan, maka dominasispesies sagu juga meningkat (Gambar 3).Fenomena seperti ini merupakan gambaranumum yang sering dijumpai pada tipe vegetasiyang mengarah kepada kondisi klimaks danstabil. Mueller & Ellenberg (1974 Setiadi2005) mengemukakan bahwa komposisibervegetasi alami yang telah terbentuk dalamjangka panjang akan memperl ihatkanfisiognomi, fenologi, dan daya regenerasi yanglambat dan cenderung mantap, sehinggadinamika floristik komunitas hutan tidak terlalunyata dan menyolok. Jika kondisi ini terjadimaka regenerasi spesies seakan-akan tidaktampak, akibatnya jarang dijumpai spesiestertentu yang kemudian muncul dominan, karenasemua spesies telah beradaptasi dalam jangkawaktu lama. Berdasarkan penelitian tersebutjumlah individu masing-masing spesies sagu,diperoleh hasil ditemukan bahwa sagu tunimemiliki jumlah individu paling banyak (99,93ind/ha) dan NJD paling tinggi (43,3%). Jumlahtersebut menunjukkan bahwa sagu tunimerupakan spesies tumbuhan yang memilikikerapatan, dominasi, dan frekwensi yangmelampaui spesies yang lain dengan penguasaanhabitat mencapai 43,3 %.
dalam
C. Habitat danAdaptasi Tumbuhan Sagu
Secara umum tipe habitat sagu di Pulau Seramdapat dipisahkan menjadi dua kategori yaitu (1)habitat lahan kering dan (2) habitat lahan tergenang,berupa rawa-rawa yang tergenang secara temporermaupun permanen. Dua tipe habitat itu dapatdipisahkan lebih lanjut menjadi empat tipe yaitu :(1) habitat tergenang temporer air payau yaitutipe habitat yang dicirikan oleh adanya pasang-surut, (2) habitat tergenang temporer oleh airtawar yaitu tipe habitat dimana genangannyasangat ditentukan oleh ada-tidaknya hujan, (3)habitat tergenang permanen, yaitu tipe habitatyang mengalami genangan pada periode wakturelatif cukup lama, biasanya lebih dari satu bulan,dan (4) habitat lahan kering, artinya kondisihabitatnya tidak pernah tergenang. Kondisitersebut ditemukan pada setiap sempel dan masihperlu riset lebih lanjut untuk memetakan luasnya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidaksemua jenis sagu dapat tumbuh pada setiap tipehabitat. Jenis sagu yang dapat tumbuh dan ber-kembang pada semua tipe habitat adalah jenis sagutuni, makanaro, dan sylvestre (Tabel 1). Dua jenissagu yang lain yakni rotang dan molat tumbuhpada habitat terbatas. Jenis sagu rotang hanyaditemukan tumbuh pada tipe habitat lahan kering(TTG), sedangkan jenis sagu molat ditemukantumbuh pada dua tipe habitat yaitu tergenangtemporer air tawar (T2AT) dan tergenangpermanen (TPN).
Apabila interaksi tumbuhan sagu dengantipe habitat ini dijadikan acuan untukmenjelaskan kemampuan adaptasinya, maka
Tabel ( ) 1. Populasi rumpun sagu pada tipe habitat berbeda di Pulau Seram (Table Clumps population ofsago palm of the habitat type at the Seram Island))
No.Jenis sagu
()
Sagospecies
Tipe Habitat ( )Habitat Type Rataan( )AverageTTG T2AT T2AP TPN
ind/ha % ind/ha % ind/ha % ind/ha % ind/ha %
1. Tuni 103,26 58,86 124,33 50,14 62,08 64,22 61,20 37,31 87,72 52,64
2. Makanaro 28,37 15,80 26,01 10,49 20,00 20,69 36,04 21,97 27,60 17,24
3. Sylvestre 37,95 22,87 85,10 34,32 14,58 15,09 11,58 7,06 37,30 19,83
4. Rotang 4,27 2,47 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 1,07 0,62
5. Molat 0,00 0,00 12,50 5,04 0,00 0,00 55,19 33,65 16,92 9,67
Jumlah 173,85 100,0 274,94 100,0 96,66 100,0 164,01 100,0 170,61 100,0
Keterangan : TTG = tidak tergenang , T2AT = tergenang temporer air tawar
, T2AP = tergenang temporer air payau
, TPN = tergenang permanen ind = individu( ).
(Remarks) (dry land) () (
) (
temporery inundated freshwater swamp temporery inundated brackish waterswamp permanent inundated fresh weter swamp),individual
Studi Ekologi Tumbuhan Sagu (Metroxylon spp)dalam Komunitas Alami di Pulau Seram, Maluku
Samin Botanri, Dede Setiadi, Edi Guhardja, Ibnul Qayim, dan Lilik B. Prasetyo
140
Gambar ( ) 4. Modifikasi arah pertumbuh-an akar sagu pada kondisi tergenang(
Hasil analisis asosiasi interspesifik me-nunjukkan bahwa secara simultan (keseluruhan)terjadi asosiasi antar spesies dalam komunitassagu alami di Pulau Seram dengan nilai VRsebesar 0,83. Nilai VR < 1 mengandung maknabahwa asosiasi antara spesies bersifat negatif.Hasil analisis asosiasi spesies berpasanganmenunjukkan bahwa terdapat asosiasi diantaraspesies sagu dan antara sagu dengan non sagudengan nilai berkisar dari 4,35-21,03dengan indeks Jaccard rata-rata 0,14 (termasukkategori rendah) (Tabel 2).
Asosiasi antar spesies yang bersifat negatifmenunjukkan bahwa terjadi perebutan dalampenggunaan sumberdaya. Dengan meningkatnyajumlah individu yang satu akan menekanpertumbuhan individu spesies lain (Soegianto,1994). Interaksi yang bersifat negatif meberikanpetunjuk pula bahwa tidak terdapat toleransiuntuk hidup secara bersama atau tidak adahubungan timbal balik yang saling meng-untungkan, terutama dalam pembagian ruanghidup. Barbour . (1999 Kurniawan
2008) mengemukakan bahwa asosiasi yangbersifat negatif memberikan petunjuk bahwasetiap tumbuhan dalam suatu komunitas terjadisaling memberi tempat hidup pada suatu areahabitat yang sama. Menurut Krivan & Sirot(2002) dikemukakan bahwa dalam asosiasi inter-spesifik dapat memunculkan kompetisi inter-spesifik. Pada kondisi dimana asosiasi bersifatnegatif ekstrim, suatu spesies dapat muncul se-bagai kompetitor yang mendominasi spesies lain.
Figure
Roots growth modification of sagopalm af the swamp condition)
chi-square
et al dalamet al.
E. Interaksi dengan Faktor Lingkungan
1. Komponen Biologis
Jurnal Penelitian Hutan Tanaman
Vol.8 No. , 2011,3 Juli 135 - 145
dapat dikatakan bahwa jenis sagu tuni memilikikemampuan adaptasi yang luas ( ).Hal tersebut ditunjukkan dari jumlah rumpun danjumlah populasi semua fase pertumbuhan yanglebih tinggi dibandingkan dengan jenis sagu yanglain. Jenis sagu makanaro dan sylvestre tumbuhpada semua tipe habitat, namun memilikipopulasi yang rendah. Molat ditemukan padahabitat T2AT dan TPN. Dengan demikian dapatdikatakan bahwa tiga jenis sagu tersebutmemiliki daya adaptasi sedang ( ).Sagu rotang merupakan jenis sagu yang memilikidaya adaptasi paling terbatas karena hanyatumbuh pada habitat lahan kering (
).
Sebagian besar sagu tumbuh pada lahan
tergenang, baik yang sifatnya temporer maupun
permanen, dan tiga (3) dari empat (4) tipe plot
penelitian termasuk kategori tergenang. Kondisi
plot yang senantiasa tergenang cenderung
merupakan kondisi tanah masam. Berdasarkan
hasil penelitian pH tanah menunjukkan kisaran
pH tanah (pH H O) 4,47 - 5,63 dan pH KCl 4,31.
Tanah-tanah masam dengan kandungan logam
tinggi seperti Fe dan Al dapat berpengaruh buruk
terhadap kehidupan perakaran. Syekhfani (1997)
mengemukakan bahwa logam memiliki
kemampuan untuk melisis air sehingga pH tanah
dapat semakin masam. Ketika pH rendah, Fe dan
Al akan larut sehingga konsentrasinya meningkat
dan dapat bersifat meracun ( ) (Brady 1990).Habitat tergenang identik dengan kondisi
tereduksi, artinya keadaan dimana terjadi
keterbatasan oksigen di dalam tanah. Levitt
(1980) menyebutnya sebagai cekaman defisit
oksigen. Dalam kaitan dengan kondisi yang
tereduksi ini, maka adaptasi sagu ditunjukkan
melalui sistem perakarannya yang mengalami
modifikasi arah pertumbuhan (Gambar 4). Pada
habitat tergenang biasanya muncul akar
berukuran kecil dalam jumlah banyak dengan
arah pertumbuhan menuju permukaan air
sehingga terjadi kontak langsung dengan udara
bebas. Mekanisme perubahan ini agar
penyerapan oksigen oleh perakaran dapat
berlangsung dengan baik. Berbeda dengan jenis
lain, maka pada kondisi lahan dengan aerase
jelek, tumbuhan melakukan mekanisme adaptasi
morfologi dengan membentuk sistem perakaran
dangkal (Daubenmire, 1974).
eury tolerance
meso tolerance
stenotolerance
toxic
D. MekanismeAdaptasi Sagu
2
141
Tabel 2.( ) untuk pengujian asosiasi interspesifik spesies berpasangan penyusun utamakomunitas sagu pada plot penelitian di Pulau Seram (
Table Chi-squareChi-square for interspecific association
test topairdominantspeciesinthesagopalmcommunityatresearchplot theSeramIsland)
No. Nama spesies ( )Species name Chi-square (X2) Tipe Asosiasi( )Association type
Indeks Jaccard( )Jaccard index
1. M. rumphii Mart subvar tuni (Becc)
1.1 M. rumphii subvar makanaro 6,53* Negatif 0,43
1.2 M. rumphii var sylvestre 5,12* Negatif 0,47
1.3 M. sagu var molat 16,74* Negatif 0,16
1.4 Pandanus furcatus Roxb. 6,76* Negatif 0,06
1.5 Homalomena sp. 9,28* Negatif 0,15
1.6 Nephrolepis sp. 21,03* Negatif 0,05
2. M. rumphii Mart subvar makanaro (Becc)
2.1. M. rumphii var sylvestre 20,73* Negatif 0,15
2.2. M. sagu var molat 5,69* Negatif 0,20
2.3. Homalomena sp. 4,35* Negatif 0,08
2.4. Nephrolepis sp. 4,76* Negatif 0,04
3. M. rumphii Mart var sylvestre (Becc)
3.1 M. sagu var molat 5,31* Negatif 0,14
3.2 Homalomena sp. 4,45* Negatif 0,04
3.3 Nephrolepis sp. 4,96* Negatif 0,04
4. M. sagu Rottb var molat (Becc)
4.1 Pandanus furcatus Roxb. 4,56* Negatif 0,10
4.2 Nephrolepis sp. 4,48* Negatif 0,02
Keterangan ( (Remarks) significant of the: * signifikan pada taraf α 0,05 α 0,05)
Studi Ekologi Tumbuhan Sagu (Metroxylon spp)dalam Komunitas Alami di Pulau Seram, Maluku
Samin Botanri, Dede Setiadi, Edi Guhardja, Ibnul Qayim, dan Lilik B. Prasetyo
2. KomponenAbiotis
a. Variabel IklimHasil analisis komponen utama (
) untuk men-jelaskan interaksi variabel iklim meng-gunakan menunjukkan bahwaterdapat korelasi positif antara variabelsinaran surya lokal dan mikro (Gambar 5).Hal ini ditunjukkan dengan sudut lancipyang dibentuk garis keduavariabel tersebut (Setiadi, 1998). Korelasiyang bersifat positif mengandung pe-ngertian bahwa apabila sinaran surya lokalmeningkat, maka diikuti dengan peningkatansinaran surya mikro. Korelasi yang samaterjadi pula antara variabel sinaran suryadengan temperatur mikro, sinaran surya lokaldan curah hujan dengan kelembaban mikro.Sedangkan variabel temperatur mikro,sinaran surya lokal, dan sinaran surya mikromemiliki korelasi negatif dengan curahhujan (ditunjukkan oleh sudut tumpul garis
). Hal ini berarti bahwaapabila curah hujan bertambah, maka sinaransurya (lokal & mikro), dan temperatur mikroakan menurun. Korelasi negatif terjadi pulaantara variabel temperatur mikro dengankelembaban mikro.
PrincipalComponent Analysis/PCA
loading plot
loading plot
loading plotnya
0,750,500,250,00-0,25-0,50
0,75
0,50
0,25
0,00
-0,25
-0,50
First Component
Se
co
nd
Co
mp
on
en
t
CH
Sry _mik ro
Sry _lokal
RH_mikro
T_mikro
LoadingPlot of T_mikro; ...;CH
Gambar ( 5. Diagramkorelasi variabel iklim habitat sagu diPulau Seram (
Dengan mempertimbangkan akar ciri( ) dan vektor ciri ( )terbesar, maka dapat ditentukan besarnyakontribusi relatif masing-masing variabel (Dewi,2005 & Marzuki, 2007). Dalam konteks inibesarnya kontribusi terhadap pertumbuhan sagu(PS). Hasil perhitungan menunjukkan bahwajumlah kontribusi faktor iklim terhadap PS diPulau Seram sebesar 3,38%. Model indeksnyasebagai berikut :
Figure) loading plot
Loading plot diagram ofclimate variable correlation of the sagopalm habitat at the Seram Island)
eigenvalues eigenvector
142
Jurnal Penelitian Hutan Tanaman
Vol.8 No. , 2011,3 Juli 135 - 145
PS = (0,78 ) + (1,47 ) + (1,10 )
+ (1,66 ) – (1,63 )
dimana : PS = pertumbuhan sagu terkait denganfaktor iklim; T-mikro = temperaturmikro; RH-mikro = kelembaban mikro;Syr-lokal = sinaran surya lokal; Sry-mikro = sinaran surya mikro; C-hujan =curan hujan.
Pada model indeks PS di atas, tampakbahwa pertumbuhan sagu di Pulau Seram sangatditentukan oleh variabel intensitas cahaya suryamikro. Fakta ini semakin memperkuat argumenbahwa kematian tunas anakan sagu antara laindipengaruhi oleh banyaknya intensitas cahayasurya yang masuk sampai ke bagian bawah tajukrumpun sagu. Banyak tunas anakan sagumengalami kematian karena terjadi kompetisiyang kuat diantara individu setiap rumpun dalammendapatkan sinaran surya. Cahaya surya yangmasuk sampai dekat rumpun sagu hanyamencapai 12,40%.
Hasil analisis PCA faktor tanahmenunjukkan bahwa variabel C-organikberkorelasi positif dengan pH, kalsium, KTK,magnesium, dan kalium (Gambar 6). Korelasipositif terjadi pula antara KTK dengan kalsium,magnesium, dan kalium. Partikel liat berkorelasipositif dengan (BD). Hal ini berartibahwa jika terjadi peningkatan suatu variabel,maka akan diikuti dengan variabel yang lain.Sedangkan pH berkorelasi negatif dengan Fe,artinya apabila Fe meningkat, maka pH akanberkurang (semakin masam).
(F-iklim) T-mikro RH-mikro Sry-lokal
Sry-mikro C-hujan
b. Interaksi dengan Variabel Tanah
bulk density
0,50,40,30,20,10,0-0,1-0,2
0,4
0,3
0,2
0,1
0,0
-0,1
-0,2
-0,3
-0,4
-0,5
First Component
Sec
on
dC
om
po
nen
t
C_organik
LiatBD
Fe
Magnesium
Kalsium
Kalium
KTK
pH(KCl)
LoadingPlot ofpH(KCl);...;C_organik
0,50,40,30,20,10,0-0,1-0,2
0,4
0,3
0,2
0,1
0,0
-0,1
-0,2
-0,3
-0,4
-0,5
First Component
Second
Com
pone
nt
LiatBD
Fe
Magnesium
Kalsium
Kalium
KTK
C_organik
pH(KCl)
Loading Plot of pH(KCl); ...;Liat
Gambar ( 6. Diagramkorelasi variabel tanah habitat sagu diPulau Seram (
Figure) loading plot
Loading plot diagram ofsoil variable correlation of the sagopalm habitat at the Seram Island).
Dengan mempertimbangkandan nilai terbesar, maka dapatditentukan besarnya kontribusi relatif masing-masing variabel tanah terhadap pertumbuhansagu. Hasil perhitungan menunjukkan bahwajumlah kontribusi faktor tanah terhadap PS diPulau Seram sebesar 10,15%. Variabel tanahyang memiliki kontribusi tertinggi adalah KTK(1,90%). Model indeksnya sbb :
PS = (1,60 ) + (0,83 ) + (1,90 ) +
(1,17 ) + (1,64 ) + (0,85 ) + (1,07 ) + (0,27 ) +
(0,82 )
dimana : PS ) = pertumbuhan sagu terkait
dengan faktor tanah; pH-KCl =kemasaman tanah potensial; C-org =karbon organik; KTK = kapasitas tukarkation; K = Kalium; Ca = Kalsium;M = Magnesium; Fe = Ferrum; BD =
; Liat = partikel liat.
Pada model di atas, tampak bahwapertumbuhan sagu di Pulau Seram dalam kaitan-nya dengan sifat tanah sangat ditentukan olehkapasitas tukar kation (KTK). Hal ini berartibahwa sagu menghendaki tanah dengan ke-suburan yang memadai. Argumen ini dikemuka-kan karena KTK merupakan parameter tanahyang berkaitan dengan kesuburan tanah(Hardjowigeno 1992). Tanah dengan KTK tinggimenunjukkan bahwa tanah tersebut subur, dansebaliknya apabila KTK rendah termasuk kurangsubur.
Hasil analisis PCA kualitas air rawamenunjukkan bahwa pH air memiliki korelasipositif dengan kalium, kalsium, dan magnesium(Gambar 7). Korelasi yang bersifat positif inimengandung pengertian bahwa dengan makinbertambah kandungan kalium, kalsium, danmagnesium, maka pH air akan meningkat.Kalium, kalsium, dan magnesium merupakankation basa yang memainkan peranan dalammeningkatkan pH. Selain itu kation-kation basayang meningkat, dengan sendirinya akanmeningkatkan kadar salinitas.
eigenvalueseigenvector
gbulk density
(F-tanah) pH-KCl C-org KTK
K Ca Mg Fe BD
Liat
(F-tanah
c. Interaksi dengan Variabel Kualitas AirRawa
Dengan mempertimbangkandan nilai terbesar, maka ditentukanbesarnya kontribusi relatif variabel kualitas airrawa terhadap PS. Hasil perhitungan menunjuk-kan bahwa jumlah kontribusi faktor kualitas airrawa terhadap PS di plot penelitian sebesar10,15%. Variabel kualitas air rawa yang memiliki
eigenvalueseigenvector
143
Gambar ( 7. Diagramkorelasi variabel kualitas air rawahabitat sagu di Pulau Seram (
Figure) loading plot
Loadingplot diagram of water swamp qualityvariable correlation of the sago palmhabitat at the Seram Island)
Tabel ( 3. Potensi populasi tumbuhan sagu di P. Seram (Table) Population potential of sago palm at theSeram Island)
Jenis Sagu(Sago
Species)
Jumlah
Rumpun
Fase Pertumbuhan
Semai Sapihan Tiang Pohon P MasakTebang
hn. Phn. LewatMasak Tebang
x 1000 ind.
Tuni 1.714,3 2.991,9 775,8 279,3 678,3 114,8 12,8
Makanaro 543,8 1.025,6 277,6 95,9 276,2 104,5 58,6
Sylvestre 629,8 1.745,8 378,7 118,4 331,0 67,0 9,6
Rotang 27,5 57,3 13,7 3,2 20,1 0,0 0,0
Molat 304,8 315,2 142,7 55,3 162,8 61,8 37,1
Jumlah 3.220,2 6.135,8 1.588,6 552,1 1.468,2 348,0 118,1
Keterangan : Data primer tahun 2009 ( ), Phn = pohon ( ), ind = individu ( .(Remarks) Primery data in 2009 year trees individual)
Pada model indeks di atas, tampak bahwapertumbuhan sagu di Pulau Seram dalamkaitannya dengan kualitas air rawa sangatditentukan oleh kandungan kalsium. Hal iniberarti bahwa untuk pertumbuhan sagudiperlukan kalsium yang memadai. Kalsium
Studi Ekologi Tumbuhan Sagu (Metroxylon spp)dalam Komunitas Alami di Pulau Seram, Maluku
Samin Botanri, Dede Setiadi, Edi Guhardja, Ibnul Qayim, dan Lilik B. Prasetyo
kontribusi tertinggi adalah kalsium (1,73%).Model indeks PS terkait dengan peran faktorkualitas air rawa di Pulau Seram sebagai berikut :
PS = (1,61 ) + (1,18 ) + (1,73 ) + (1,10 +
(0,50 ) + (0,14 )
dimana : PS ) = pertumbuhan sagu terkait
dengan faktor kualitas air rawa; pH =kemasaman air; K = Kalium; Ca =Kalsium; M = Magnesium; NO =
Nitrat
(F-KAR) pH K Ca Mg
NO3 Salinitas
(F-KAR
3g
0,500,250,00-0,25-0,50
0,6
0,4
0,2
0,0
-0,2
-0,4
First Component
Se
co
nd
Co
mp
on
en
t
Salinitas
NO3
Magnesium
Kalsium
Kalium
pH
Loading Plot of pH; ...; Salinitas
merupakan unsur hara esensial makro, artinyadiperlukan oleh tumbuhan dalam jumlah yangrelatif banyak. Kalsium juga merupakan kationbasa yang berperan dalam memperbaikikemasaman air.
Di Pulau Seram Maluku terdapat potensi
luas areal sagu sekitar 18.239 ha. Pada luas areal
tersebut tumbuh dan berkembang sekitar 3,22
juta rumpun sagu, terdiri dari sagu fase semai
6,14 juta individu, sapihan 1,59 individu, tiang
0,55 juta individu, pohon 1,47 juta individu,
pohon masak tebang 0,35 juta individu, dan
pohon lewat masak tebang 0,12 juta individu
(Tabel 3). Atas dasar jumlah individu yang
dimiliki, dapat dikatakan bahwa sagu tuni
merupakan jenis sagu yang sangat potensial
karena memiliki jumlah individu yang jauh lebih
banyak dibandingkan dengan jenis sagu yang lain
(1,714 juta rumpun).Hasil perhitungan potensi produksi pati
sagu basah di plot penelitian wilayah Pulau
Seram diperoleh bahwa jenis sagu tuni dan
sylvestre memiliki potensi produksi paling
tinggi. Berdasarkan tipe habitat, pada habitat
tidak tergenang (lahan kering) potensi produksi
sagu basah tuni rata-rata mencapai 685,50
kg/batang, sylvestre 726,22 kg/batang (Tabel 4).
Potensi produksi kedua jenis sagu ini hampir
sama pada semua tipe habitat. Pada tabel 4
tampak bahwa tipe habitat berperan dalam
mempengaruhi produksi pati sagu. Pada tipe
habitat TTG dan T2AT produksi pati sagu hampir
dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan tipe
habitat T2APdan TPN.
d. Potensi Populasi dan Produksi Pati Sagu diP. Seram
(Mature treesHarvestabe)
(Numbersof Clump)
(Seedling) (Sapling) (Pole) (trees)(Mature trees
Non Harvestabe)
Tabel 4. Potensi produksi pati sagu pada tipe habitat berbeda di P. Seram ((Table) Yield potential of sagopalm starch of the habitat type at the Seram Island)
No.Jenis Sagu
( )Sago Species
Tipe Habitat ( )Habitat Types Rataan( )AverageTTG T2AT T2AP TPN
kg/batang
1. Tuni 685,50 721,50 479,17 378,00 566,04
2. Makanaro 324,50 287,11 186,00 183,22 245,21
3. Sylvestre 726,22 708,00 460,50 348,00 560,68
4. Molat - 348,44 - 126,00 237,22
Rataan 578,74 516,26 353,06 258,81 393,13
Keterangan ( ) :Remarks TTG = tidak tergenang , T2AT = tergenang temporer air tawar
, T2AP = tergenang temporer air payau , TPN =
tergenang permanen .
(dry land) (temporery inundated freshwater swamp) (temporery inundated brackish water swamp)
(permanent inundated fresh weter swamp)
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Struktur populasi sagu di plot penelitianwilayah Pulau Seram mengikuti polapertumbuhan muda, didominasi oleh fasesemai dengan tingkat kegagalan untuktumbuh ke fase berikutnya sangat tinggimencapai 85%.
2. Dalam komunitas sagu alami di plotpenelitian wilayah Pulau Seram, spesies sagutelah berkembang mendominasi sebagianbesar habitatnya, tumbuh dan berkembangmengarah kepada kondisi vegetasi yangbersifat klimaks dan stabil. Dalam komunitastersebut terjadi asosiasi interspesifik bersifatnegatif, baik secara kolektif maupun antaraspesies berpasangan, dengan tingkat asosiasisecara umum rendah (JI < 0,2).
3. Sagu tuni merupakan jenis yang memilikidaya adaptasi luas (eury tolerance),sedangkan rotang merupakan jenis yangmemiliki daya adaptasi sempit (stenotolerance). Tiga jenis sagu yang lain yaitumakanaro, sylvestre, dan molat dikategorikansebagai jenis sagu yang memiliki dayaadaptasi sedang (meso tolerance).
4. Terdapat interaksi antara tumbuhan sagudengan faktor lingkungan (iklim, tanah,kualitas air rawa, dan vegetasi non sagu).Variabel iklim, tanah, dan kualitas air rawayang paling berperan terhadap pertumbuhansagu di Pulau Seram masing-masing adalahintensitas cahaya surya mikro, kapasistastukar kation, dan kandungan kalsium air.
5. Sagu tuni dan sylvestre merupakan jenis saguyang memiliki kapasitas produksi pati sagu
yang cukup tinggi, masing-masing mencapai566,04 dan 560,68 kg/batang, sedangkankapasistas produksi sagu basah jenis sagumakanaro dan molat masing-masing sekitar245,21 dan 237,22 kg/batang.
1. Upaya diversifikasi pangan sumber karbo-
hidrat dari jenis sagu bagi masyarakat di
pedesaan Maluku dan Papua, maupun
pemenuhan kebutuhan berbagai industri
(makanan, minuman, bioetanol atau industri
lainnya), dapat dilakukan dengan me-
ngembangkan jenis sagu tuni serta sagu
sylvestre baik pada tipe habitat lahan kering
maupun tipe lahan tergenang temporer air
tawar.2. Upaya peningkatan produksi pati sagu di
habitat alam dapat dilakukan dengan
penyatuan pola pertumbuhan individu dalam
rumpun yang stabil melalui upaya sortasi
anakan dan pengaturan jarak tumbuh antar
individu rumpun.
[BPT] Balai Penelitian Tanah. 2005. Petunjuk
Teknis Analisis Kimia Tanah, Tanaman,
Air, dan Pupuk. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian, Departemen
Pertanian. Bogor.
Brady, N.C. 1990.
. MacMillian Publishing Company.
NewYork.
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
The Nature and Properties of
Soils
144
Jurnal Penelitian Hutan Tanaman
Vol.8 No. , 2011,3 Juli 135 - 145
Cox, G.W. 2002.. Eigth edition. McGraw Hill.
NewYork.
Daubenmire, R.F. 1974.. Third edition.
John Wiley & Sons. NewYork
Flach, M. 1997.
, Metroxylon saguWageningen Agriculture University,Netherlands. International Plant GeneticResources Institute, Rome. pp 76.http://www.ipgri.cgiar.org/Publications/pdf/238.pdf. Diakses tanggal 11 Agustus2008.
Hardjowigeno, S. 1992. Ilmu Tanah. MeltonPutra. Jakarta
Krivan, V., and E. Sirot. 2002.
. J The American Naturalist160 (2) 214-234.
Kurniawan,A., K.E.Undaharta Ni, dan I Made R.Pendit. 2008. Asosiasi Jenis-Jenis PohonDominan di Hutan Dataran Rendah CagarAlam Tangkoko, Bitung, Sulawesi Utara. JBiodiversitas 8 (3) : 199-203.
Kusmana, C. 1997. Metode Survey Vegetasi. PT.Penerbit Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Levitt, J. 1980.. Second edition.
Academic Press. NewYork
Louhenapessy, J.E. 2006. Potensi danpengelolaan sagu di Maluku. Makalahdisampaikan pada lokakarya sagu dengan
General Ecology, LaboratoryManual
Plant and Environment,a Textbook of Autecology
Promoting the Conservationand Use of Underutilized and NeglectedCrops. Sago Palm Rottb.
Habitat Selectionby to Competing Species in a Two-HabitatEnvironment
Responses of Plant toEnvironmental Stresses
tema sagu dalam revitalisasi pertanianMaluku.Ambon 29-31 Mei 2006.
Ludwig, A.J., and J.F. Reynolds. 1988.
. John Willey & Sons. NewYork.
Marzuki, I. 2007. Studi Morfo-Ekotipe danKarakterisasi Minyak Atsiri, Isozim, danDNA Pala Banda (Houtt) Maluku [Disertasi]. SekolahPascasarjana, Institut Pertanian Bogor.Bogor.
Setiadi, D. 1998. Keterkaitan Profil VegetasiSistem Agroforestri Kebun Campurdengan Lingkungannya. Disertasi.Program Pasca Sarjana. Institut PertanianBogor. Bogor.
________. 2005. Keanekaragaman SpesiesTingkat Pohon di Taman Wisata AlamRuteng, Nusa Tenggara Timur. JBiodiversitas 6 (2) : 118-122.
Soegianto,A. 1994. Ekologi Kuantitatif, MetodeAnalisis Populasi dan Komunitas. UsahaNasional. Surabaya
Supranto, J. 2004. Analisis Multivariat, Arti danInterpretasi. : PT. Rineka Cipta. Jakarta.
Suryana, A. 2007. Arah dan Strategi Pe-ngembangan Sagu di Indonesia. Makalahdisampaikan pada lokakarya pengem-bangan sagu Indonesia. Batam, 25-26 Juli2007.
Syekhfani. 1997. Hara-Air-Tanah-Tanaman.Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian,Universitas Brawijaya. Malang.
Statistical Ecology, a Primer on Methodsand Computing
Myristica fragrans
145
Studi Ekologi Tumbuhan Sagu (Metroxylon spp)dalam Komunitas Alami di Pulau Seram, Maluku
Samin Botanri, Dede Setiadi, Edi Guhardja, Ibnul Qayim, dan Lilik B. Prasetyo
147
TEKNIK PENYIMPANAN SEMAI KAYU BAWANG ( )MELALUI PEMBERIAN ZAT PENGHAMBAT TUMBUH DAN
PENGATURAN NAUNGAN
Dysoxylum moliscimum
Storage Techniques of Kayu Bawang SeedlingsThrough Growth Inhibitor Treatments and Shield Prerequisites
(Dysoxylum moliscimum)
Dida Syamsuwida dan/ Aam Aminah
Bahan pengatur tumbuh, kayu bawang , larutan NaCl,paklobutrazol, umur semai
and
rowth regulators, NaCl solution, kayu bawang (Dysoxylum moliscimum), paclobutrazol,seedling ages
(Dysoxylum moliscimum)
Balai Penelitian Teknologi Perbenihan BogorJalan Pakuan-Ciheuleut, PO Box 105, Bogor - 16001
Telp./Fax. (0251) 8327768
Naskah masuk : 14 Juli 2010; Naskah diterima : 1 Juni 2011
ABSTRACT
Keywords: G
Kayu bawang ( ) is one of forest tree species that known to have seeds with rapidlyloss their viability in several days, so as storage of the seed for this species is still becoming a question.Therefore, there should be an attemption to carry out a research on storing seedlings other than seeds byusing slow growth method. The aim of the research was to determine the influence of growth inhibitors,environment conditions and seedling ages on the growth of kayu bawang seedlings during storage. Thegrowth regulators were consisted of paclobutrazol, NaCl and aquadest as the control. The environmentconditions were arranged by placing the seedlings under heavy, moderate and light shading. Meanwhile,the age of seedlings at the time of spraying were 1, 2 and 3 months olds. Statistically, the research wasproposed by using factorial random complete design. The results revealed that factors inhibiting thegrowth rate of kayu bawang seedlings effectively in term of storing for 6 months were the placement of 3
months old seedlings under heavy shading (T 25 C, RH 96 %, light intensity of 650 lux) and application ofNaCl 0.5% solution. Such treatments could supress the height and diameter growth of the seedlings up to59.13 % in average and gave 95% of seedling survival
Dysoxylum moliscimum)
slow growth
Dysoxylum moliscimum
Kayu bawang ( adalah salah satu jenis pohon hutan yang dikenal memiliki benihdengan viabilitas yang cepat menurun dalam beberapa hari, sehingga penyimpanan benih untuk jenis inimasih menjadi kendala. Dengan demikian, perlu dilakukan penelitian penyimpanan semai denganmenggunakan metode 'pertumbuhan lambat' ( ). Tujuan penelitian adalah mengetahuipengaruh beberapa bahan pengatur tumbuh, kondisi simpan dan umur semai pada saat penyemprotanterhadap pertumbuhan semai jenis kayu bawang selama penyimpanan. Bahan pengatur tumbuh yangdigunakan adalah paklobutrazol, NaCl dan akuades sebagai kontrol. Kondisi tempat simpan terdiri darinaungan berat, naungan sedang dan naungan ringan. Sedangkan umur semai pada saat penyemprotanadalah 1, 2 dan 3 bulan. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap polafaktorial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor yang menghambat pertumbuhan semai secaraefektif sehubungan dengan upaya penyimpanan selama 6 bulan adalah penyemprotan semai umur 3 bulan
dibawah kondisi naungan berat (T 25 C, RH 96 %, intensitas cahaya 650 lux) dan penerapan larutan NaCl0,5%. Kondisi ini dapat menekan pertumbuhan tinggi dan diameter rata-rata sebesar 59,13 % sertamemberikan persen hidup sebesar 95%
0
.
ABSTRAK
Kata kunci :
0
.
148
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan dan Sasaran
Kayu bawang ( )merupakan jenis andalan Kabupaten BengkuluUtara yang mempunyai pertumbuhan cepat dankualitas yang baik, terutama untuk kayupertukangan. Kayu bawang berkembang secaraalami di hutan - hutan sekunder terutama daerahBengkulu Utara.
Kayu bawang dikembangbiakkan olehmasyarakat secara generatif/dengan biji. Musimbunga dimulai sekitar bulan Pebruari dan saatpengunduhan biji pada bulan Mei - Juli. Jumlahbiji per kilogramnya adalah 200 - 300 biji. Bijikayu bawang segar mempunyai persen tumbuh80 %, dengan masa dormansi singkat kuranglebih 10 hari. Lewat masa tersebut persentasetumbuh menurun menjadi 50% (Riyanto, 2001).
Jenis kayu bawang adalah satu di antarasekian banyak jenis pohon hutan yang dikenalmemiliki benih dengan viabilitas yang cepatmenurun dalam beberapa hari, sehinggapenyimpanan benih untuk jenis tanaman inimasih menjadi kendala. Dengan demikian, perludilakukan penelitian penyimpanan semai denganmenggunakan metode 'pertumbuhan lambat'( ) yang diadopsi dari teknikpenyimpanan Hawkes (1980).
Metode pertumbuhan lambat padaprinsipnya adalah menekan pertumbuhan semais e l a m a d a l a m p e n y i m p a n a n d e n g a nmemanipulasi kondisi lingkungan tempat simpanatau menambahkan bahan pengatur tumbuhdengan tetap mempertahankan daya hidupnya(Krishnapillay , 1999). Setiap jenis tanamanakan memberikan respon yang berbeda terhadapperlakuan yang diberikan demikian juga umurtanaman saat diberi perlakuan.
Sehubungan dengan upaya penyimpanansemai kayu bawang, maka telah dilakukanpenelitian penyimpanan dengan melibatkanfaktor kondisi lingkungan tempat simpan, bahanpengatur tumbuh dan umur semai saatpenyemprotan yang efektif untuk disimpan.
Tujuan penel i t i an adalah untukmendapatkan teknik penyimpanan semai kayubawang melalui aplikasi bahan penghambattumbuh dan pengaturan naungan pada umursemai yang berbeda
Dysoxylum moliscimum
slow growth
et al.
.
II. BAHAN DAN METODE
A. Waktu dan Lokasi Penelitian
B. Bahan danAlat Penelitian
Metode Penelitian
1. Tahapan Pelaksanaan
Penelitian dilaksanakan di rumah kaca danStasiun Penelitian Nagrak yang berjarak ± 10 kmdari Balai Penelitian Teknologi Perbenihan,Bogor. Lokasi pengumpulan buah dilakukan diKabupatenBengkuluUtara.WaktukegiatandimulaibulanPebruarihinggabulanDesember2008.
Bahan yang digunakan adalah benih-benihkayu bawang. Alat-alat yang digunakan adalahalat gelas, timbangan analitis, oven, kaliper,r u m a h t u m b u h , b e d e n g s e m a i , b a kperkecambahan, , pasir, tanah, label,termometer, higrometer, dan luxmeter.
C.
a. Pengecambahan benihBenih dikecambahkan dalam bak
kecambah berisi media pasir-tanah denganperbandingan 1:1, kemudian diletakkan di rumahkaca dan dilakukan penyiraman setiap hari.Kecambah dibiarkan tumbuh hingga berumurkurang lebih 4-5 minggu.
b. PerlakuanSemai yang telah berumur 5 minggu
dipindahkan (disapih) ke dalam polybag ukuran10 cm x 20 cm yang masing-masing berisi mediapasir. Setelah semai berumur 1,2,3 bulan setelahpenyapihan, semai diletakkan di bawah naungan
berat (T = 25 C; RH = 96 %; intensitas cahaya650 lux), sebagian lagi diletakkan di bedeng
bernaung sedang (T = 28 C; RH = 80 %,intensitas cahaya 8935 lux) dan naungan ringan
(T = 30 C, RH = 40%, intensitas cahaya 17593lux), kemudian tanaman disemprot dengan bahanpenghambat tumbuh paklobutrazol (250 ppm),NaCl (0,5%) dan akuades sebagai kontrol.Larutan paklobutrazol 250 ppm dipersiapkandengan cara melarutkan 1 mm paclobutrazol 250gr/l bahan aktif ke dalam 999 ml akuades. Kedualarutan tersebut kemudian diaduk sehinggamenghasilkan 1000 ml (1 liter) larutanpaclobutrazol 250 ppm. Untuk mendapatkanlarutan NaCl 0,5% dilakukan dengan caramelarutkan NaCl 5 gr ke dalam 999 ml akuades,sehingga menghasilkan 1 liter larutan NaCl0,5%. Semai pada masing-masing kondisiperlakuan, disimpan selama 6 bulan dan setiap
shading net
O
0
0
Jurnal Penelitian Hutan Tanaman
Vol.8 No. , 2011,3 Juli 147 - 153
149
Teknik Penyimpanan Semai Kayu Bawang (Dysoxylum moliscimum)melalui Pemberian Zat Penghambat Tumbuh dan Pengaturan Naungan
Dida Syamsuwida dan Aam Aminah
interval 1 bulan diamati dan diukur responpertumbuhannya.
Percobaan terdiri dari 3 faktor perlakuanyaitu A: bahan penghambat pertumbuhan(aquades, paclobutrazol dan NaCl); B: kondisisimpan (naungan berat, naungan sedang dannaungan ringan; serta C: umur semai pada saatpenyemprotan (1 bulan, 2 bulan dan 3 bulan).
Rancangan percobaan didekati denganrancangan acak lengkap pola faktorial 3 x 3 x 3dengan ulangan 3 kali sehingga diperoleh 27kombinasi perlakuan dan 81 satuan percobaan.Satu satuan perlakuan terdiri dari 12 semai.Perlakuan yang berbeda selanjutnya diuji denganUji Jarak Berganda Duncan. Penyimpanandilakukan selama 6 bulan, setiap bulan sebanyak12 contoh uji tanaman diamati dan diukurpertumbuhannya. Ke-12 contoh uji adalahbanyaknya satuan perlakuan untuk semai kayubawang.
Rekapitulasi hasil analisis sidik ragampengaruh perlakuan yang diberikan terhadapparameter pertambahan tinggi, diameter danpersen hidup semai kayu bawang selamapenyimpanan disajikan dalam Tabel 1.
2. Rancangan Penelitian
Hasil
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Perlakuan
(Treatments)
PertumbuhanTinggi
(Height growth)
(cm)
Pertumbuhan diameter
(Diameter growth)
(mm)
Persen hidup
(Survival percentage)
(%)
A 8,14 ** 0,26 1,04
B 12,49 ** 9,47** 33,89**
AXB 2,22 0,28 2,49
C 2,42 12,74** 41,64**
AxC 3,68 0,78 11,14**
BxC 3,69 1,51 19,81**
AxBxC 3,74 * 1,44 3,28*
Keterangan ( ): = Nyata pada taraf 1% ( )= Nyata pada taraf 5% ( )
tn = tidak nyata ( )A = Bahan pengatur tumbuh ( )B = Kondisi tempat simpan ( )C = umur semai ( )
Remarks significant at 1% level
significant at 5% levelnon-significant
growth regulatorsstorage site condition
seedling ages
**
*
Hasil pengukuran pertumbuhan tinggi semai
kayu bawang selama penyimpanan dalam
berbagai kondisi ruang simpan, perlakuan bahan
pengatur tumbuh dan umur semai setelah
dilakukan analisis secara statistik, menunjukkan
bahwa bahan pengatur tumbuh dan kondisi
ruang simpan berpengaruh sangat nyata pada
pertumbuhan tinggi semai kayu bawang,
sedangkan interaksi antara kondisi ruang
simpan, bahan pengatur tumbuh dan umur
semai berpengaruh nyata pada pertumbuhan
tinggi semai kayu bawang. Hasil pengamatan
terhadap diameter semai kayu bawang
menunjukkan bahwa kondisi ruang simpan
dan umur semai berpengaruh sangat nyata
terhadap pertambahan diameter kayu bawang.
Hasil pengukuran persen hidup semai kayu
bawang selama penyimpanan dalam berbagai
kondisi ruang simpan, perlakuan bahan
pengatur tumbuh dan umur semai setelah
dilakukan analisis sidik ragam, menunjukkan
bahwa kondisi ruang simpan, umur semai,
interaksi antara bahan pengatur tumbuh dan umur
semai, interaksi antara kondisi ruang simpan dan
umur semai berpengaruh sangat nyata pada
persen hidup semai kayu bawang, sedangkan
interaksi antara kondisi ruang simpan,
bahan pengatur tumbuh dan umur semai
berpengaruh nyata pada persen hidup semai kayu
bawang.
Tabel (Table) 1. Rekapitulasi hasil sidik ragam (Kuadrat Tengah) pengaruh perlakuan terhadap tinggi,diameter dan persentase hidup semai kayu bawang ( sThe ummary of analysis of variancesfor height, diameter, and survival percentage of kayu bawang)
150
Hasil uji beda rata-rata interaksi antarabahan pengatur tumbuh, kondisi tempatsimpan dan umur semai disajikan dalamTabel 2.
Hasil uji beda rata-rata interaksi antarapenyemprotan dengan aquades di bawahnaungan sedang dan umur penyemprotan 1 bulan
Tabel ( ) 2. Uji beda nyata pengaruh interaksi antara bahan pengatur tumbuh, kondisi tempat simpandan umur semai terhadap pertambahan tinggi semai kayu bawang (
TableResult of the Duncan
multiple range test of the effect of interaction between growth inhibitors, site conditionsand seedling ages on the increment height of kayu bawang)
mempunyai nilai pertambahan tinggi terbesaryaitu sebesar 8,68 cm. Sedangkan hasil ujibeda rata-rata interaksi antara bahan pengaturNaCl, kondisi tempat simpan naungan berat danumur semai 3 bulan menghasilkan nilaipertambahan tinggi paling rendah yaitu sebesar0,49 cm.
Bahan( )Material
Naungan( )Shade
Umur ( ) (Bulan ( ))Age Month
1 2 3
Aquades Berat 1.79ab
3.12ab
2.99ab
Sedang 8.68a
3.22ab
2.16ab
Ringan 3.58ab
4.88ab
3.19ab
Paclobutrazol Berat 2.63ab
1.71ab
3.40ab
Sedang 4.60ab
3.30ab
2.99ab
Ringan 4.72ab
3.58ab
3.28ab
NaCl Berat 0.97ab
1.99ab
0.49b
Sedang 1.15ab
3.52ab
1.50ab
Ringan 3.28ab
4.12ab
3.91ab
Keterangan (Remarks): Angka-angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata pada taraf 1%menurut uji Duncan (
)These numbers are followed by the same letter showed no significant differences at
1% level according to Duncan's test
Hasil uji beda rata-rata pengaruhkondisi tempat simpan terhadap pertambahandiameter semai kayu bawang dapat dilihat padaTabel 3. Penyimpanan pada kondisi naunganberat menghasilkan pertumbuhan diameter yangnyata lebih lambat (1,16 mm) dibandingkankondisi naungan ringan (1,70 mm) namuntidak berbeda nyata dengan naungan sedang(1,38 mm)
Tabel 3. Uji beda nyata pengaruh kondisi tempat simpan terhadap pertambahan diameterkayu bawang (
(Table)Result of the Duncan multiple range test of the effect of site
conditions on the increment diameter of kayu bawang)
Hasil uji beda rata-rata pengaruh umursemai terhadap diameter semai dapat dilihat padaTabel 4. Semai dengan perlakuan umur bibit 3bulan menghasilkan nilai pertambahan diameterterendah yaitu (1,07 mm) dibandingkan umurbibit 2 bulan (1,45 mm) dan umur 1 bulan (1,71mm). Masing-masing umur semai memiliki nilaipertambahan diameter yang berbeda satu samalain menurut uji Duncan.
Perlakuan
(Treatments)
Rata – rata
(mean)
Pengelompokan Duncan( )Duncan Grouping
Naungan ringan 1,70 A
Naungan sedang 1,38 B
Naungan berat 1,16 B
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata pada taraf 1%menurut uji Duncan (
)
(Remarks)These numbers followed the same letter showed no significant differences at 1% level according
to Duncan test
Jurnal Penelitian Hutan Tanaman
Vol.8 No. , 2011,3 Juli 147 - 153
Bahan( )Material
Naungan( )Shade
Umur ( ) (Bulan ( ))Age Month
151
Tabel ( 4. Uji beda nyata pengaruh umur semai terhadap pertambahan diameter kayu bawang (Table) Result of the Duncanmultiple range test of the effect of seedling ages on the increment diameter of kayu bawang)
Perlakuan
(Treatments)
Rata – rata
( )Mean
Pengelompokan Duncan( )Duncan Grouping
Umur 1 bln 1,71 A
Umur 2 bln 1,45 B
Umur 3 bln 1,07 C
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata pada taraf 1%menurut uji Duncan (
)
(Remarks)These numbers are followed by the same letter showed no significant differences at 1% level
according to Duncan test
Hasil interaksi antara bahan peng-hambat tumbuh, kondisi tempat simpan danumur semai pada saat penyemprotanterhadap persen hidup semai kayu bawangdisajikan dalam Tabel 5.
Tabel 5. menunjukkan bahwa padaumumnya semai yang disemprot denganpaclobutrazol 250 ppm, ditempatkan di
Tabel 5. Uji beda rata-rata pengaruh interaksi antara bahan penghambat tumbuh, kondisitempat simpan dan umur semai terhadap persen hidup semai kayu bawang(
(Table)
Result of the Duncan multiple range test of the effect of interaction betweengrowth inhibitors, site conditions and seedling ages on seedling survival of kayubawang)
bawah naungan ringan pada umur 1 dan 2bulan mempunyai persen hidup yang tinggiyaitu sebesar 100 %, sedangkan semai yangdisemprot dengan akuades pada umur 1bulan dan disimpan pada naungan beratmempunyai persen hidup terendah dengannilai 44,4 %.
1 2 3
Aquades Berat 44.4i
88.9cd
97.2ab
Sedang 50.0i
88.9cd
97.2ab
Ringan 80.6ef
88.9cd
97.2ab
Paclobutrazol Berat 50.0i
100.0a
75.0fg
Sedang 83.2de
97.2ab
61.1h
Ringan 100.0a
100.0a
97.2ab
NaCl Berat 47.2i
91.7bc
94.4abc
Sedang 72.2g
88.9cd
50.0i
Ringan 100.0a
94.4abc
97.2ab
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata pada taraf 1%menurut uji Duncan (
)
(Remarks)These numbers followed the same letter showed no significant differences at 1% level according
to Duncan test
B. Pembahasan
Hasil pengukuran pertumbuhan tinggisemai kayu bawang selama penyimpananmenunjukkan bahwa secara keseluruhan tinggisemai setelah penyimpanan memperlihatkankecenderungan meningkat. Dengan demikianselama penyimpanan pertumbuhan tanamantetap berjalan, namun dengan pertambahan yangrelatif rendah. Hal ini dapat dilihat dari hasil
perlakuan bahan penghambat tumbuh ataupunmanipulasi kondisi tempat simpan yang kurangcahaya terhadap pertumbuhan tinggi semai kayubawang.
Bahan penghambat tumbuh NaCl dapatmenekan pertumbuhan tinggi semai sepertihalnya Paclobutrazol. NaCl tidak termasuk kedalam golongan zat penghambat tumbuh, namundemikian bahan kimia yang berupa garam ini
Teknik Penyimpanan Semai Kayu Bawang (Dysoxylum moliscimum)melalui Pemberian Zat Penghambat Tumbuh dan Pengaturan Naungan
Dida Syamsuwida dan Aam Aminah
152
dapat menjadi bahan untuk menghambatpertumbuhan tanaman. Menurut Soepardi (1983)semakin tinggi konsentrasi kandungan garamdalam tanah, pertumbuhan tanaman akansemakin terhambat. Hal ini terjadi karena ion-ionsudah dalam jumlah yang tidak seimbangsehingga menjadi racun bagi tanaman.Meningkatnya konsentrasi garam dalam air padatanaman mengakibatkan ketersediaan air bagitanaman menurun, oleh karena itu konsentrasigaram tinggi dapat menghambat pertumbuhantanaman, tidak hanya dikarenakan olehkeracunan pada akar tanaman tapi jugaberkurangnya air bagi tanaman. Mekanismepenyerapan yang serupa terjadi pada larutangaram yang disemprotkan kearah daun (pupukdaun) dimana garam yang terlarut dalam air dapatmasuk ke ruang interselular melalui lubangstomata. Menurut Kozlowsky dan Pallardy(1979) penyerapan hara melalui daun tergantungdari : cahaya, suhu, kelembaban relatif, umurdaun, status nutrisi dalam tanaman, formulasi dankonsentrasi nutrisi (pupuk).
Garam menghambat pertumbuhan melalui
pengaruh Na dan Cl yang terserap tanamandan kurang tersedianya air bagi tanaman, yangmengakibatkan terhambatnya pertumbuhan akartunggang (Hendromono, 2001).
Menurut Hawley (1981) NaCl tersusundari unsur Na + dan Cl yang mana ion Cl nyasecara analogis mempunyai sifat mekanismeyang sama dengan ion Cl yang terdapat dalampaklobutrazol. Karena Cl merupakan elektrolitkuat sehingga dapat menimbulkan stress padabiosintesa giberellin.
Penekanan pertumbuhan tinggi semaikayu bawang juga terjadi pada perlakuan kondisitempat simpan dimana pada kondisi naunganberat yang mempunyai intensitas cahaya palingsedikit (650 lux) dibandingkan tempat dengannaungan sedang (8935 lux) maupun ringan(17593 lux). Hal ini menunjukkan bahwat a n a m a n m e m e r l u k a n c a h a y a u n t u kpertumbuhannya, sehingga selama penyimpanandalam naungan berat, semai mengalamipenghambatan dalam pertumbuhan tinggi.Seperti yang dinyatakan oleh Lakitan (1996)bahwa salah satu faktor lingkungan yangmempengaruhi pertumbuhan tanaman adalahintensitas cahaya. Menurut Lakitan perpanjanganbatang adalah berbanding terbalik denganintensitas cahaya. Intensitas cahaya yang masukpada rumah tumbuh (650 lux) masih cukup bagitanaman untuk melakukan fotosintesa sehinggametabolisme masih berjalan baik walaupun tidak
+
maksimal yang menyebabkan penghambatanterhadap pertumbuhan tinggi. Terjadinya etiolasepada tanaman yang ternaungi, perpanjanganbatang, pengurangan ketebalan daun tampaknyalebih disebabkan oleh perubahan dalam kualitascahaya ke arah merah-jauh ( ) daripadapengurangan intensitas cahaya itu sendiri (Fisher,1996).
Umur semai saat perlakuan pada penelitianini sangat berpengaruh terhadap lajupertambahan tinggi dan diameter tanaman. Padapenelitian ini umur semai 3 bulan sangat efektifdigunakan untuk tujuan penyimpanandibandingkan umur semai yang lebih muda (1dan 2 bulan). Hal ini diduga terjadi karenatanaman yang lebih tua telah mengalamipenurunan aktifitas metabolisme untukmenghasilkan energi bagi pertumbuhannya,sehingga sangat responsif terhadap cekamanlingkungan yang diberikan. Menurut Fisher(1996) penurunan aktifitas metabolisme padatanaman utuh, biasanya terjadi karena pengaruhkondisi lingkungan yang menyebabkanmeningkatnya zat penghambat dan akibatnyaterjadi perlambatan dalam pertumbuhanprimordia daun dan batang. Namun apabilacekaman lingkungan (dormansi) berakhir, makaakan terjadi kenaikan dalam pertumbuhan.Sedangkan menurut Kamaluddin (1999) respontanaman yang tahan naungan seperti pada jenisDipterocarpaceae, cukup peka terhadapmanipulasi kondisi lingkungan. Namundemikian perlu memperhitungkan waktupenggunaan semai untuk bibit ketika akanditanam di lapang agar umur tanaman tidakterlalu tua.
Secara keseluruhan pengaruh bahanpenghambat pertumbuhan berkaitan dengannaungan yang diberikan terhadap penekananpertumbuhan tinggi. Seperti misalnya NaCldalam penelitian ini pada umur berapapun dapatmenghambat pertumbuhan tinggi apabiladiberikan pada kondisi naungan berat. Dalamkasus ini tampaknya gabungan perlakuanintensitas cahaya dan salinitas (kadar garam)merupakan faktor pembatas untuk pertumbuhantinggi semai kayu bawang dimana kombinasiantara pencahayaan yang sedikit (650 lux)menyebabkan proses fotosintesa tidak berjalandengan baik dan diperparah dengan adanyalarutan garam 0,5% yang disemprotkan, yangmenyebabkan kerusakan membran sel daun danpenutupan stomata daun, sehingga metabolismeterganggu dan pertumbuhan terhambat. Cahayadiyakini berpengaruh tidak langsung melalui
far red
Jurnal Penelitian Hutan Tanaman
Vol.8 No. , 2011,3 Juli 147 - 153
153
penurunan konsentrasi CO2 oleh fotosintesis,namun sejumlah kajian juga menyebutkan bahwacahaya mempunyai pengaruh kuat terhadapstomata, terlepas dari peranannya dalamfotosintesis (Salisburry and Ross, 1995).
Ketika semai masih berumur 1 bulan dandisimpan pada kondisi intensitas cahaya sedang(8935 lux), maka pertumbuhan tinggipun masihterhambat. Hal ini terjadi mungkin karena umursemai yang masih muda memiliki jumlah klorofilyang relatif sedikit sehingga kekuatan dalammenangkap energi cahaya yang diberikan sangatterbatas dan akibatnya pertumbuhan tidakoptimal.
Kondisi ini terjadi juga pada semai yangdiberi bahan penghambat paklobutrazol dimanaefektivitas dalam penekanan pertumbuhan tinggiterjadi pada semai umur 1 bulan dan intensitascahaya yang sedang.
Faktor yang menghambat pertumbuhansemai kayu bawang selama penyimpanan 6 bulanadalah penerapan larutan NaCl 0,5% padasemai umur 3 bulan dibawah kondisi naungan
berat (T 25 C, RH 96 %, intensitas cahaya650 lux). Kondisi ini dapat menekanpertumbuhan tinggi dan diameter rata-ratasebesar 59,13 % serta mempertahankan persenhidup hingga 95%.
Fisher, N.M. 1996. Pertumbuhan danPerkembangan Tanaman: Fase Vegetatif.Ed. Goldsworthy, P.R and N.M Fisher.Fisiologi Tanaman Budidaya Tropika.Gadjah Mada University Press. Hal. 156-213.
Hawkes, J.G. 1980. Genetic.
Whithers, L.A & William, J.T (Eds). CropGenetic Resources. The Conservation ofDifficult Materials. IPGR, Rome.
IV. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
0
Conservation ofRecalcitrant Species: an Overview In
Hendromono. 2001. Batas Toleransi BibitGmelina ( Roxb.) danMahoni ( King)terhadap Kandungan Garam AirPenyiraman. Buletin Penelitian Hutan.Pusat Penelitian dan PengembanganHutan dan Konservasi Alam. Bogor. Hal.1-8
Kozlowsky, T.T dan S.G Pallardy. 1979.
. 2 Ed.Academic Press. San Diego, London,Boston, New York, Sydney, Tokyo,Toronto. P.411
Krishnapillay, B, F.Y. Tsan, M.Marzalina,N.Jayanthi and N.A Nashatul Zaimah.1999.
. Marzalina,M; K.C Khoo; N. Jayanthi; F.Y Tsan
and B. Krishnapillay (Eds). Proc. IUFROSeed Symposium 1998 'RecalcitrantSeeds'. Kualalumpur. Malaysia. Pp. 280-285.
Kamaluddin, M. 1999.
. Marzalina, M; K.CKhoo; N. Jayanthi; F.Y Tsan and B.Krishnapillay (Eds). Proc. IUFRO SeedSymposium 1998 ' Recalcitrant Seeds'.Kualalumpur. Malaysia.Pp.286-295.
Lakitan, B. 1996. Fisiologi pertumbuhan danperkembangan tanaman. P.T RajaGrafindo Persada. Jakarta.
Riyanto, H.D. 2001. Kayu Bawang (sp) Berpotensi untuk Kayu Pertukangan.Prosiding Ekspose Hasil-hasil PenelitianBalai Teknologi Reboisasi Palembang, 12Nopember 2001. Palembang.
Salisbury, FB and CW Ross. 1995. FisiologiTumbuhan. Jilid 1. Penerbit ITB Bandung.
Soepardi, G. 1983. Sifat dan ciri tanah. JurusanIlmu-ilmu Tanah Fakultas Pertanian,Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Gmelina arboreaSwietenia macrophylla
Physiology of Woody Plants
Slow Growth as a Method to EnsureContinuous Supply of Planting materialsfor recalcitrant seed species
Manipulation of GrowthLight Environment for Storage ofSeedlings of Shade-Tolerant Forest TreeSpecies in nursery
Dysoxylum
nd
In
In
Teknik Penyimpanan Semai Kayu Bawang (Dysoxylum moliscimum)melalui Pemberian Zat Penghambat Tumbuh dan Pengaturan Naungan
Dida Syamsuwida dan Aam Aminah
155
TIPOLOGI DESA BERDASARKAN VARIABEL PENCIRI HUTAN RAKYAT
Village Typologies Analysis Based on Characteristic Variables of Private Forest
Tien Lastini , Endang Suhendang , I Nengah Surati Jaya ,
Hardjanto , dan/ Herry Purnomo
Biofisik, analisis gerombol, hutan rakyat, sosial ekonomi, tipologi desa
1 2 2
2 2and
Biophysical, clustering analysis, private forest, socio-economic, village typologies
1
2
Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan, Sekolah Pascasarjana IPB.Kampus IPB Darmaga, Bogor, Jawa Barat
Telp. (0251) 8622642, email : [email protected]
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian BogorJl. Raya Darmaga Kampus IPB Darmaga, Bogor 16680 Jawa Barat-Indonesia
Telp (0251)8622642
Naskah masuk : 11 Februari 2011; Naskah diterima : 10 Juni 2011
ABSTRACT
Keywords:
The study examined the use of biophysical and socio-economic factors to classify village as characteristicvariables of private forest. The main objective of this study is to determine the most significant variablesthat affect the village typologies related to private forest area. This study was conducted in KabupatenCiamis covering 363 villages. There are six of biophysical factors i.e., non rice field-land use, roaddensity, distance to state forest area, distance to main road, land capacity, land configuration; and threeof socio-economic factors i.e., population density, permanent home, and productive age population wereinvestigated. The study found that most of those factors has close correlation with the existence of privateforest. The only factor that has no correlation with private forest area is distance to main road. Clusteringanalysis of the study found two typologies of private forest development, namely high potential area andlow potential area types. Selected variables for clustering are based on the principle component analysisdesign of eight correlated variables, with having overall accuracy of 64%.
ABSTRAK
Kata kunci :
Penelitian ini menguji penggunaan faktor biofisik dan sosial ekonomi dalam mengklasifikasi desa denganvariabel penciri hutan rakyat. Tujuan utama dari penelitian ini adalah menentukan variabel yang palingsignifikan yang mempengaruhi tipologi desa yang terkait dengan luas hutan rakyat. Penelitian inidilakukan di Kabupaten Ciamis menggunakan data 336 desa. Dasar pembuatan tipologi pada penelitianini adalah faktor biofisik dan sosial ekonomi. Terdapat 6 variabel biofisik yaitu: penggunaan lahan nonsawah, kelerengan lahan, jarak ke kawasan hutan negara, jarak ke jalan besar, kemampuan lahan, dankerapatan jalan dan dan 3 variabel sosial ekonomi yaitu: kepadatan penduduk, rumah permanen, danumur produktif penduduk yang diteliti. Hasil penelitian menemukan terdapat delapan variabel yangberkorelasi, dan satu variabel yang tidak berkorelasi dengan luas hutan rakyat yaitu jarak ke jalan besar.Berdasarkan analisis gerombol, penelitian berhasil menemukan 2 tipologi hutan rakyat, yaitu wilayahyang berpotensi tinggi dan berpotensi rendah untuk berkembangnya hutan rakyat. Variabel yang terpilihuntuk penggerombolan adalah berdasarkan desain hasil analisis komponen utama terhadap 8 variabelyang berkorelasi, dengan nilai akurasi umum sebesar 64%.
156
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hutan rakyat memiliki karakteristik yangunik. Secara spasial hutan rakyat umumnya tidaktersebar dalam suatu hamparan yang kompak.Luasan kepemilikan relatif kecil sehingga untukmencapai luasan yang besar maka perlupenggabungan beberapa kepemilikan lahan. DiPulau Jawa rata-rata kepemilikan dalam satuhamparan sempit kurang dari 1 ha, sehingga sulituntuk mencapai luasan minimum 0,25 ha(Suharjito 2000 dan Haeruman . 1991).Luas 0,25 ha sampai saat ini dipakai sebagaisyarat untuk dikategorikan sebagai hutan.Sangat berbeda dengan kondisi di luar Indonesiaseperti negara-negara Eropa Utara (Filandia,Swedia, dan Norwegia), dimana luasan lahankepemilikan berkisar antara 5-40 ha per keluarga(Harrison . 2002).
Pengelolaan hutan rakyat dilakukan olehmasyarakat secara individual (pada tingkatkeluarga) pada lahan miliknya, yang me-nyebabkan hutan rakyat tidak mengelompokpada suatu areal tertentu tetapi tersebarberdasarkan letak, luas pemilikan lahan dankeragaman pola usaha tani yang akanberpengaruh terhadap jumlah pohon pada setiapkepemilikan. Segala keputusan yang berkaitandengan pengelolaan hutan rakyat (penanaman,pemeliharaan, penebangan dan pemasaran)ditentukan oleh kebijakan masing-masingkeluarga (Mindawati , 2006).
Kondisi petani di Indonesia umumnyasubsisten, menyebabkan keadaan tersebutmenjadikan petani dalam posisi lemah, sepertiposisi tawar yang lemah dan informasi yangkurang. Sistem pengelolaan hutan rakyat denganberdasarkan komponen-komponen yang
et al
et al
et al.
mendukung dapat menjamin kelestariannya.Dengan demikian untuk menerapkan danmenganalisis komponen-komponen kelangsung-an pelestarian itu perlu dibuat suatu perencana-an wilayah berbentuk suatu wadah atau unitpengelolaan. Perencanaan wilayah tersebutsebaiknya bersifat spesifik dengan memper-timbangkan karakteristik wilayah yang dihadapi.Pembentukan unit pengelolaan hutan rakyatmemerlukan penggalian karakterist ik-karakteristik wilayah yang ingin dikelola,pengelompokan berdasarkan karakteristiktertentu disebut dengan tipologi. Denganterbentuknya tipologi hutan rakyat diharapkandapat menentukan arah pengembanganpengelolaan hutan rakyat suatu wilayah yangunik berdasarkan karakteristik masing-masing wilayahnya. Selain itu, tipologi inidapat membantu menduga potensi sebaranhutan rakyat untuk wilayah yang belum diketahuidan belum dilakukan inventarisasi menyeluruh.
Penelitian ini bertujuan menemukan
faktor-faktor biofisik dan sosial ekonomi yang
membentuk tipologi untuk menduga potensi
hutan rakyat
Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten
Ciamis Provinsi Jawa Barat yang mencakup
sebanyak 336 desa, dimulai bulan November
2010 sampai dengan Januari 2011. Kabupaten
Ciamis memiliki potensi hutan rakyat yang besar
di Jawa Barat.
B. Tujuan Penelitian
BAHAN DAN METODE
A. Waktu dan Lokasi Penelitian
.
II.
Jurnal Penelitian Hutan Tanaman
Vol.8 No. , 2011,3 Juli 155 - 168
Gambar ( ) 1. Lokasi penelitian di Kabupaten Ciamis ( )Figure Research areas in Kabupaten Ciamis
157
Tipologi Desa Berdasarkan VariabelPenciri Hutan Rakyat
Tien Lastini, Endang Suhendang, I Nengah Surati Jaya,Hardjanto, dan Herry Purnomo
B. Bahan danAlat
C. Metode
1. Pengumpulan Data
2. Analisis Data2.1. Identifikasi Variabel-Variabel Pendukung
Keberadaan Hutan Rakyat
Bahan yang digunakan dalam penelitianini adalah : peta digital administrasi KabupatenCiamis, peta digital kontur, peta digital jaringanjalan, peta digital jenis tanah, peta digitalkawasan hutan negara (sumber RBI tahun 2006dan Baplan 2011), data profil desa KabupatenCiamis tahun 2006. Alat yang digunakan dalampenelitian ini adalah Arc View versi 3.2, SPSSversi 17, Minitab versi 14, dan alat pendukunglainnya.
a. Data sekunder diperoleh dari publikasilembaga pemerintahan seperti DinasKehutanan, Badan Pelaksana PenyuluhanPertanian Peternakan dan Kehutanan (BP4K),Kementerian Kehutanan, BPS, lembagapenelitian, perguruan tinggi, serta literaturpublikasi ilmiah lainnya.
b. Data dan informasi atas hasil analisis pe-ngolahan spasial peta dijital lokasi penelitiandibantu dengan beberapa layer yangmendukung, yaitu peta kontur, peta jaringanjalan, peta kawasan hutan negara, peta tanah,dan peta batas administrasi.
Dalam penelitian ini dicari variabel-variabel yang sangat mempengaruhi keberadaanhutan rakyat di suatu lokasi, dengan unitanalisisnya adalah desa. Berdasarkan hasilpenelusuran pustaka yang terkait dengan hutanrakyat dan pengaruh biofisik terhadapperkembangan suatu wilayah (Suharjito 2000;Awang ., 2007; Haeruman ., 1991;Hardjanto 2003) ditemui variabel-variabelsebagai berikut :
et al et al
a. Jarak Terdekat Desa ke Jalan Besar
Jarak terdekat ini didefinisikan sebagaijarak lurus (km) dari batas desa terhadapjalan besar terdekat. Pada penelitian iniyang dimaksud jalan besar adalah jalankolektor. Jalan kolektor yaitu jalan yangmenghubungkan ibukota provinsi denganibukota kabupaten atau kotamadyaterhadap kepentingan provinsi. Perhitung-an jarak dilakukan dengan analisis spasial.
b. Jarak Terdekat Desa ke Kawasan HutanNegara Terdekat.
Jarak terdekat ini didefinisikan sebagaijarak lurus (km) dari batas desa terhadapkawasan batas hutan negara terdekat.Kedekatan terhadap kawasan hutannegara memiliki peluang untuk ber-kembangnya hutan rakyat baik secaraalam maupun budaya. Perhitunganjarak terdekat tersebut menggunakananalisis spasial terhadap 2 layer, yaitulayer batas administrasi desa dengan bataskawasan hutan negara di KabupatenCiamis.
c. Rasio Kelerengan Lahan
Menurut Awang (2001) menyatakansalah satu areal yang menjadi sasaranpembangunan hutan rakyat adalah arealkritis dengan keadaaan lapangan berjurang dan bertebing. Sehingga variabelyang perlu diperhatikan adalah perbandingan (rasio) antar luas areal dengankelas kelerengan lahan yang lebih besarsama dengan 15% terhadap total luasdesa. Pendekatan yang digunakandalam penelitian ini adalah kelas lerengyang sudah umum digunakan dalampenatagunaan hutan. Kelas-kelaskelerengan dalam suatu wilayah dapatdilihat pada Tabel 1.
et al.,
-
-
No.Kelas lereng
(Slope classes)
Kisaran
(Intervals)
(%)
1 Datar 0 – 8
2 Landai 8 – 15
3 Agak Curam 15 – 25
4 Curam 25 – 40
5 Sangat Curam > 40
Tabel ( ) 1. Klasifikasi kelas lereng ( )Table Clasification of slope classes
158
d. Penggunaan Lahan Bukan Sawah (Non -Sawah)Penggunaan lahan bukan sawah adalahperbandingan (rasio) areal lahan pertaniannon sawah dengan luas total desa. Daribeberapa penelitian yang telah dilakukanmenyatakan bahwa hutan rakyat di Jawaumumnya dibudidayakan di areal-areallahan kering daerah atas ( ).
e. Kerapatan JalanKerapatan jalan adalah rasio antara luasjalan (m) dengan luas desa(ha). Rumus-nya dapat dilihat sebagai berikut:
f. Kemampuan LahanHutan rakyat di Jawa umumnya banyakditanam di wilayah lahan kritis yangtidak subur, sehingga diduga adahubungan antara potensi hutan rakyatdengan kondisi kemampuan lahannya.Kemampuan lahan dalam penelitian iniditentukan berdasarkan faktor-faktoryang dipertimbangkan untuk membuatmodifikasi kelas kemampuan lahanadalah kelerengan, kepekaan erosi, ke-dalaman tanah, tekstur tanah per-meabilitas, dan drainase di suatu wilayahdesa. Adapun variabel kemampuan lahandi suatu desa (KL) (Arsyad, 1989):
Dimana :Li = Luas kemampuan lahan kelas ke- i(i=1, 2,3....8)NTi = Nilai Tengah kelas ke- i (i=1,2,3....8)
upland areas
(ha)desaLuas
(m)jalanPanjangJalanKerapatan
=
×8
Luas Total DesaKL i = 1 Li Nti
g. Kepadatan Penduduk
Kepadatan penduduk didefinisikan se-
bagai rasio antara jumlah penduduk di
setiap desa (orang) dengan luas adminis-
tratif desa (ha). Umumnya hutan rakyat
timbul pada wilayah-wilayah yang masih
kurang padat penduduknya.
H. Rasio Umur Produktif
Rasio umur produktif adalah perbanding-
an antara jumlah penduduk berusia
produktif (15 - 64 tahun) dengan luas total
desa. Pengelolaan hutan rakyat masih
dianggap kegiatan sampingan yang
bersifat tidak intensif, sehingga diduga
beberapa wilayah yang berkembang hutan
rakyatnya ketika jumlah umur produktif
sedikit dan didominasi umur non
produktif.
f. Rasio Rumah Permanen
Rasio rumah permanen merupakan pen-
dekatan terhadap informasi pendapatan
penduduk. Diasumsikan bahwa ketika
pendapatan penduduk semakin meningkat
maka kondisi rumahnya akan semakin
permanen. Untuk data pendapatan di-
lakukan dengan pendekatan terhadap
kondisi perumahan, yaitu dari rasio antara
jumlah rumah permanen dengan total
rumah di desa bersangkutan. Semakin
besar rasio maka diasumsikan pendapatan
penduduk setempat semakin tinggi.Sehingga secara keseluruhan ada 9
(sembilan) variabel yang diuji untuk
mengetahui yang berpengaruh terhadp
pembagian tipologi. Secara ringkas
variabel-variabel tersebut dapat dilihat
pada Tabel 2.
Tabel ( ) 2. Variabel-variabel tipologi hutan rakyat ( )Table Typology Variables of private forest
No. Indikator
(Indicators)
Peubah-Peubah
(Variables )
1. Karakteristik Bio-Fisik - Jarak ke kawasan hutan hutan negara
- Jarak ke jalan besar
- Kemampuan Lahan
- Rasio kelerengan lahan
- Penggunaan Lahan (land use)
- Kerapatan jaringan jalan
2. Karakteristik Sosial dan
Ekonomi
- Kepadatan penduduk
- Tingkat rumah permanen
- Rasio Umur produktif penduduk
Jurnal Penelitian Hutan Tanaman
Vol.8 No. , 2011,3 Juli 155 - 168
159
2.2. Penentuan Variabel DominanDari 9 (sembilan) variabel akan dianalisis
hubungannya dengan hutan rakyat di suatu
desa. Potensi hutan rakyat dalam penelitian
ini adalah luas hutan rakyat di suatu desa.
Untuk menganalisis hal tersebut digunakan 2
cara, yaitu :
a. Analisis KorelasiPada penelitian ini, analisi korelasi
menghubungkan 2 variabel yaitu masing-masing
9 variabel biofisik dan sosial ekonomi yang
diuji dengan luas hutan rakyat di suatu desa.
Analisis korelasi yang di-gunakan adalah
korelasi Spearman. Nilai -1 atau +1 menunjukkan
adanya hubungan yang sempurna antara X dan
Y, sehingga semakin mendekati nilai tersebut
semakin erat hubungan X danY.
b. Analisis Komponen Utama (
)Tujuan dari analisis komponen utama
dalam penelitian ini , yaitu:(1) untuk mendapatkan variabel-variabel baru
yang saling orthogonal/bebas, dan me-
reduksi objek dalam dimensi yang lebih
kecil.(2) mengelompokkan variabel-variabel penting
dari satu bundel variabel besar untuk
menduga suatu fenomena, sekaligus
memahami struktur dan melihat hubungan
antar variabel.Ada tiga karakteristik komponen utama:
informasi data asal yang dijelaskan maksimum
(memiliki ragam maksimum), antar komponen
utama saling original/bebas, merupakan
konbinasi linier dari variabel asal:
Principal
Component Analysis/PCA
Y = a X +a X +…+a X
Hasil analisis komponenkomponen utama
antara lain nilai akar ciri, proporsi, dan kumulatif
akar ciri.
a. Penggunaan Analisis Gerombol (
)Dasar pembuatan tipologi adalah variabel-
variabel yang dianggap dominan dalammenentukan potensi hutan rakyat. Potensi hutanrakyat dalam penelitian ini adalah luas hutanrakyat di suatu desa. Diasumsikan bahwa potensitersebut dapat mewakili karakteristik lokal hutanrakyat di suatu tempat. Untuk melakukanpengelompokan tipologi digunakan analisis
i i1 1 i2 2 ip p
2.3. Pembentukan TipologiClustering
Analysis
gerombol ( ). Penelitian inimenggunakan analisis gerombol ini denganmetode , metode ini menetapkanterlebih dahulu jumlah kelompok yang akandibuat sehingga metode ini cocok jika data yangdiolah banyak. Penggunaan metode ini banyakdigunakan untuk beberapa tujuan penelitian(Rahmalia 2003).b. Pengujian Tipologi
Untuk mengetahui kelompok-kelompok
yang terbentuk sudah memiliki gambaran yang
mirip terhadap potensi hutan rakyat, maka
dilakukan pengujian sebagai berikut :
(1) Uji keragamanKelompok yang terbentuk dikatakan baik
jika keragaman dalam satu kelompok kecil,
tetapi keragaman antar kelompok besar.
Sehingga dilakukan pengujian pada setiap
kelompok yang sudah terbentuk. Keragam-
an dapat diketahui dengan rumus :Ragam rata-rata dalam kelompok adalah :
clustering analysis
K-Means
m
n
y
y
s
m
i
n
i
n
ii
i
y
1 1
2
12
2
1
Keterangan :yi = luas hutan rakyat pada desa ke-in = jumlah desa pada kelompok ke-im = jumlah kelompok
Ragamantarkelompokyangdistandarkan :
Keputusan yang terbaik jika: memilikiragam dalam kelompok yang terkecil danragam antar kelompok yang terbesar.Sehingga jika mencari gabungan yangterbaik adalah yang memiliki selisih ragamantar kelompok dengan ragam dalamkelompok yang terbesar.
(2) Evaluasi akurasiUntuk menguji akurasi kelompok yangterbentuk menggunakan prinsip matrikkesalahan ( m ). Sebagaiconfusion atrix
Tipologi Desa Berdasarkan VariabelPenciri Hutan Rakyat
Tien Lastini, Endang Suhendang, I Nengah Surati Jaya,Hardjanto, dan Herry Purnomo
160
standar adalah kelompok yang dibentukberdasarkan data luas hutan rakyat. Dari
dapat menghitung akurasirata-rata umum ( ) danakurasi Akurasi rata-rataumum dihitung menggunakan rumus (Jaya,2006) sebagai berikut :
confusion matrixoverall accuracy
kappa accuracy.
Keterangan ( ) :OA = Nilai akurasi rata-rata umum (
)X = atau luasan kelas
tingkat keberhasilan yang sama antarkelompok atau kelompok variabelyang dijadikan acuan untuk verifikasi.
N = Total area verifikasi.
RemarksOverall
AccuracyCoincided Valueii
Akurasi kappa pada umumnya mempunyainilai akurasi lebih kecil dari akurasi rata-rataumum karena pada akurasi kappa dihitungtidak hanya berdasarkan jumlah desa yangdikelaskan masuk secara benar pada kelasacuan, tetapi juga menghitung jumlah desayang dikelaskan pada tipologi tidak tepatmasuk dalam kelas acuan. Akurasi kappadihitung menggunakan rumus (Jaya, 2006)sebagai berikut :
Keterangan :K = Akurasi Kappa ( )Xii = atau luasan kelas
tingkat keberhasilan yang sama antarahasil tipologi dan kelas variabel yangdijadikan acuan untuk verifikasi.
X+1 = Luas kolom dalam baris ke-iX1+ = Luasan dalam kolom ke-jN = Total area verifikasi
Berdasarkan korelasi Spearman terdapathubungan yang sangat nyata antara beberapavariabel terhadap keberadaan luas hutan rakyat disuatu desa, dapat dilihat pada Tabel 3. Korelasisangat nyata yang bersifat positif salingmenguatkan adalah : rasio penggunaan lahanbukan sawah ( sawah), dan rasio kelerenganlahan. Sedangkan korelasi sangat nyata yangbersifat negatif adalah kepadatan penduduk,pendapatan penduduk, umur produktif, jarak kehutan, kemampuan lahan, dan kerapatan jalanDari 9 peubah tersebut yang memiliki nilai tigaterbesar korelasinya adalah rasio kelerenganlahan, kerapatan jalan, dan rasio lahan bukansawah. Sedangkan yang tidak berkorelasi adalahjarak desa ke jalan besar terdekat.
( )RemarksKappa Accuracy
Coincided Value
non
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Penentuan Variabel Dominan PembentukTipologi
.
Variabel
(Variables)
Luas
Hutan
rakyat
(Private
forest
area)
Kepadatan
Penduduk
(Population
density)
Rumah
Permanenen
(Permanent
home)
Umur
Produktif
(Producti-
ve age
populati-
on)
Non
Sawah
(Non rice
field)
Kelere-
ngan
lahan
(Land
slope)
Jarak
Hutan
(Distance
to state
forest
area)
Jarak
Jalan
(Distan-
ce to
main
road)
Kemam-
puan
Lahan
(Land
capacity)
KerapatnJ
alan (Road
density)
Luas Hutan Rakyat
(Private forest area)
1.000 -.357** -.197** -.380** .441** .529** -.426** .099 -.233** -.496**
Kepadatan
Pendudu
(population density)
-.357** 1.000 .208** .932** -.297** -.277** .225** -.154** .058 .453**
Rumah Permanen
(Permanent home)
-.197** .208** 1.000 .245** -.111* -.050 .101 -.072 -.045 .234**
Umur Prod uktif
(Productive age
population)
-.380** .932** .245** 1.000 -.265** -.264** .216** -.178** .072 .447**
Non Swh (Non rice
field)
.441** -.297** -.111* -.265** 1.000 .486** -.215** .167** -.266** -.367**
Kelerengan
lahan(Land slope)
.529** -.277** -.050 -.264** .486** 1.000 -.565** .139* -.433** -.382**
Jarak hutan
(Distance to state
forest area)
-.426** .225** .101 .216** -.215** -.565** 1.000 -.108* .276** .320**
Jarak Jalan
(Distance to main
road)
.099 -.154** -.072 -.178** .167** .139* -.108* 1.000 -.145** -.198**
KmampuanLahan
(Land capacity)
-.233** .058 -.045 .072 -.266** -.433** .276** -.145** 1.000 .127*
Kerapatan J alan
(Road density)
-.496** .453** .234** .447** -.367** -.382** .320** -.198** .127* 1.000
Tabel ) 3. Korelasi antar variabel biofisik, sosial ekonomi, dan luas hutan rakyat ()
(Table The correlationbetween biophysical and socio-economic variables and private forest area
Jurnal Penelitian Hutan Tanaman
Vol.8 No. , 2011,3 Juli 155 - 168
Keterangan (Remarks): ** Berkorelasi nyata pada level 0,01 ( )
* Berkorelasi nyata pada level 0,05 ( )
Correlated at 0,01 level
Correlated at 0,05 level
161
Penjelasan lebih terperinci mengenaikondisi antara variabel-variabel tersebut sebagaiberikut:
a. Kepadatan PendudukMerupakan variabel yang berhubungannegatif dengan luas hutan rakyat. Hutanrakyat umumnya ditemukan pada wilayahberpenduduk rendah. Secara logis hal ini tentudemikian, kerena semakin sedikit pendudukberpeluang areal digunakan dengan peng-gunaan lain selain pemukiman seperti per-kebunan dan lainnya. Kepadatan pendudukjuga berkorelasi positif dengan variabel rasioumur produktif, sehingga semakin padatpenduduk kemungkinan besar jumlah umurproduktif juga ikut bertambah di suatuwilayah desa.
b. Rasio rumah permanenKeberadaaan rumah permanen dalampenelitian ini diasumsikan dengan pendapatanpenduduk. Hubungan antar pendapatanpenduduk dengan potensi keberadaan hutanrakyat di suatu desa berkorelasi negatif.Hutan rakyat umumnya banyak ditemukanpada kondisi desa yang memiliki rata-ratapendapatan yang rendah. Hal ini disebabkantimbulnya hutan rakyat pada kondisi lahanmarginal yang tidak memiliki banyakalternatif kegiatan pertanian yang lebihproduktif.
c. Rasio Umur ProduktifPengelolaan hutan rakyat tidak seintensifpengelolaaan pertanian dan perkebunan.Sehingga ketika terjadi urbanisasi yang besar,banyak penduduk desa yang berada dalamusia produktif bekerja di kota. Akhirnyakebanyakan penduduk yang tinggal di desaadalah orang-orang usia lanjut. Kondisi inimendorong pemilihan menanam kayu-kayuan dibanding dengan pertanian intensif.Sehingga hubungan korelasi antara rasioumur produktif dengan luas hutan rakyatbersifat negatif.
d. Kerapatan JalanVariabel ini berkorelasi dominan kedua se-telah rasio kelerengan lahan terhadap keber-adaan hutan rakyat di suatu desa. Ketika desamemiliki kerapatan jalan yang besar cen-derung memiliki hutan rakyat yang sedikit.Kerapatan jalan berhubungan dengan ke-majuan transportasi di suatu wilayah desa.Semakin maju desa memungkinkan banyak-nya alternatif penggunaan lahan lain yanglebih produktif.
e. Rasio Penggunaan Lahan Bukan Sawah (Non -sawah)Berdasarkan penelitian Suharjito (2000),menyatakan umumnya lokasi hutan rakyatberada di wilayah areal lahan kering daerahatas ( ). Daerah tersebutmerupakan daerah pertanian non sawah, yangbiasa disebut dengan tegalan atau kebun.Lahan ini dalam pendataan statistik disebutdengan lahan pertanian non sawah. Dari hasilkorelasi menunjukkan bahwa variabel iniberhubungan positif dengan keberadaan hutanrakyat dan sangat nyata hubungannya. Inimenenjukkan bahwa variabel rasio non sawahbisa menjadi penanda untuk menduga potensipengembangan hutan rakyat di suatu desa atauwilayah. Semakin luas penggunaan lahanpertanian non sawah berarti semakin besarpula potensi pengembangan hutan rakyatnya.
f. Kemampuan lahanBerdasarkan pengalaman sejarah dimulainyahutan rakyat karena gerakan penghijauanpada daerah-daerah kritis (Hardjanto 2003).Sehingga sekarang diduga tumbuhnya hutanrakyat dominan di wilayah-wilayah tidaksubur. Hasil korelasi dengan luas hutan rakyatmenunjukkan adanya korelasi negatif berartihutan rakyat memang cenderung berkembangpada wilayah-wilayah dengan kemampuanlahan yang rendah.
g. Rasio kelerengan lahanVariabel ini memiliki korelasi tertinggidiantara variabel lainnya. Ini menunjukkanbahwa hutan rakyat dominan berada diwilayah yang tidak datar, yakni berada diwilayah landai sampai curam. Hutan rakyatmerupakan alternatif berikutnya ketika lahantidak memungkinkan untuk ditanam tanamanpertanian atau budidaya lain yang lebih cepatmenghasilkan. Wilayah yang tidak memper-oleh pengairan untuk sawah berada diwilayah-wilayah atas ( ) yangtentunya memiliki topografi lebih curam, disinilah hutan rakyat berkembang.
h. Jarak ke Hutan NegaraKeberadaan hutan negara di dalam atau se-kitar desa ternyata berpengaruh dengan keber-adaaan hutan rakyat. Semakin dekat arealhutan negara dengan suatu desa, maka umum-nya semakin besar potensi hutan rakyat.Kondisi ini diduga karena Variabel biofisikdan budaya. Wilayah hutan negara di Kabu-paten Ciamis umumnya berada di lokasitopografi curam di daerah-daerah pegunung-
upland areas
upland areas
Tipologi Desa Berdasarkan VariabelPenciri Hutan Rakyat
Tien Lastini, Endang Suhendang, I Nengah Surati Jaya,Hardjanto, dan Herry Purnomo
an dengan kondisi assesibilitas
-
-
-
yang sulit.Memperhatikan kondisi biofisik tersebut,maka alternatif penggunaan lahan untuk penanaman tidak banyak dengan demikianmenanam kayu yang bersifat tidak intensifmenjadi pilihan, sedangkan dipandang darisudut budaya, diduga karena berdekatandengan hutan sejak dulu, maka masyarakatsekitar hutan sudah terbiasa denganpengelolaan hutan dan malah juga terlibatlangsung sebagai penggarap jika hutantersebut hutan produksi. Sebagai penggarapdi areal tumpangsari PT Perhutani, makapetani sudah terbiasa dengan cara-caramenanam, memelihara, dan bahkan terlibatdalam ke giatan pemanenan sebagai buruhtebang. Dengan demikian kebiasaan ini dapattertular di lahan milik pribadi mereka. Ditambah dengan seringkali penyebaran bibitsecara alam dari hutan negara ke lahan milikmelalui angin dan binatang-binatang hutan.Sehingga tumbuhlah jenis-jenis tanaman yangbiasa ada di hutan negara seperti jati, mahoni,dan pinus di lahanmilikpribadipetani.
i. Jarak ke jalanAnalisis korelasi jarak terdekat antar batasdesa ke jalan besar (jalan kolektor) ternyatatidak berpengaruh nyata terhadap kondisi
Tabel ( ) 4 . Nilai analisis komponen utama variabel ( )Table Value of principal component analysis
hutan rakyat di suatu desa dibanding variabellainnya. Jalan besar merupakan jalur trans-portasi pengangkutan kayu ke luar wilayah.Ketika variabel ini tidak nyata berpengaruhterhadap luas hutan rakyat, kemungkinansetiap lokasi memiliki keuntungan yang se-imbang terhadap perkembangan hutan rakyat.Wilayah dekat jalan besar memiliki ke-untungan biaya pengangkutan menjadi murahtetapi tentu harga tanah yang lebih mahal,sedangkan wilayah jauh dari jalan besarsebaiknya.
Berdasarkan analisis komponen utama(PCA) yaitu variabel-variabel yang berhubung-an nyata dengan luas hutan rakyat di suatudesa. Dari hasil korelasi pada Tabel 3 diketahuibahwa dari 9 variabel yang dianalisis, hanyasatu variabel yaitu jarak ke jalan besar yangtidak signifikan berkorelasi nyata. Sehinggauntuk analisis komponen utama dimasukkan8 variabel pendukung. Untuk mengetahui berapabanyak komponen utama (KU) yang diambil,maka dapat dilihat dari nilai kumulatif proporsilebih dari 70% dan nilai akar ciri lebih besardari 0,7, sehingga dari delapan komponen utamayang dihasilkan dapat dipotong sampai KUempat saja karena sudah cukup mewakili pro-porsi keragaman.
No Variabel (Variables) PC1 PC2 PC3 PC4 PC5 PC6 PC7 PC8
1. Kepadatan Penduduk
(Population density)
0,340 -
0,389
-
0,523
0,115 -0,056 0,033 -0,627 0,223
2. Rumah permanen
(Permanent home)
0,146 -
0,340
0,603 -0,108 -0,669 0,056 -0,114 0,156
3. Umur Produktif
(Productive age
population)
0,371 -
0,479
-
0,284
0,107 -0,133 -0,083 0,668 -0,264
4 Non Sawah
(Non rice field)
-
0,441
-
0,185
-
0,018
0,457 -0,080 -0,661 0,068 0,338
5. Kelerengan lahan
(Land slope)
-
0,491
-
0,295
-
0,100
-0,168 -0,149 -0,084 -0,281 -0,725
6. Jarak ke hutan
(Distance to state
forest area)
0,337 0,293 0,212 0,715 -0,074 -0,056 -0,199 -0,443
7. Kemampuan Lahan
(Land capacity)
0,185 0,520 -
0,333
-0,325 -0,523 -0,450 -0,001 -0,055
8. Kerapatan Jalan
(Road density)
0,377 -
0,164
0,341 -0,331 0,475 -0,582 -0,157 -0,128
Akar ciri (eigenvalue) 2,407 1,323 1,069 0,904 0,8463 0,5602 0,4969 0,3929
Proporsi (proportion) 0,301 0,165 0,134 0,113 0,106 0,070 0,062 0,049
Kumulatif Proporsi
(Proportion
cumulative)
0,301 0,466 0,600 0,713 0,819 0,889 0,951 1,000
162
Jurnal Penelitian Hutan Tanaman
Vol.8 No. , 2011,3 Juli 155 - 168
Berdasarkan analisis komponen utamayang menggunakan 4 KU pada Tabel 4 dapatdiketahui empat karakteristik desa di KabupatenCiamis yang didekati dari 8 Variabel. Karak-teristik tersebut dapat dilihat dari variabel do-minan yang membentuk komponen utamanyasebagai berikut :- Pada PC1 menggambarkan indeks kelerengan
lahan dan non sawah. Nilai ini menunjukkandominan kelerengan lahan yang datar dengankegiatan non persawahan yang rendah.
- Pada Pc2 merupakan indeks kondisi ke-mampuan lahan. Dimana menujukkan ke-mampuan lahan yang tinggi.
- Wilayah Pc3 merupakan indeks rumahpermanen dan kepadatan penduduk yangmerupakan variabel sosial ekonomi.
- Pada wilayah PC4 merupakan indeks jarakdesa ke kawasan hutan negara. Dimana me-nujukkan nilai tinggi pada jarak yang kekawasan hutan
B. Pembentukan Tipologi
1. Jumlah tipologi
Hasil klustering dengan menggunakansemua alternatif variabel yang bisa diterapkan,yaitu dari penggunaan 8 variabel sampai 2variabel ditambah dengan penggunaan dataanalisis komponen utama (AKU) dapat dilihatpada Tabel 5.
Tabel 5 dapat diketahui bahwa pengguna-an 5 kelompok dan 4 kelompok menghasilkanjumlah tipologi yang kurang efisien karenajumlah anggota sangat kecil dibawah 10 desa,kecuali satu yang menggunakan desain PC123dengan 4 Kelompok. Sedangkan untuk 3kelompok dan 2 kelompok terdapat 4 desainjumlah variabel yang menghasilkan jumlahkelompok yang efisien, yaitu yang mengguna-kan desain 2 variabel, 4 variabel, PC1234, danPc123.
Tabel ( ) 5. Banyaknya anggota setiap desain dan kelompok ()
Table Number of villages each design andcluster
JUMLAH ANGGOTA TIAP KELOMPOK
(Number of villages of each cluster)
Desain
Jmh
Variabel
8
Variabel
7
Variabel
6
Variabel
5
Variabel
4
Variabel
3
Variabel
2
Variabel
PC-
1234
PC-
123
5 Kelompok
(5 clusters)
1 183 183 183 183 183 161 161 176 149
2 86 86 86 86 86 124 124 68 72
3 62 62 62 62 62 45 45 53 70
4 2 2 2 2 2 5 5 43 40
5 3 3 3 3 3 1 1 5 5
4 Kelompok
(4 clusters)
1 185 185 185 185 185 171 171 185 153
2 60 60 60 60 60 115 115 86 85
3 86 86 86 86 86 44 44 60 61
4 5 5 5 5 5 6 6 5 37
3 Kelompok
(3 clusters)
1 228 228 228 228 228 202 202 196 195
2 103 103 103 103 103 99 99 80 78
3 5 5 5 5 5 35 35 60 63
2 Kelompok
(2 clusters)
1 239 239 239 239 239 249 249 235 234
2 97 97 97 97 97 87 87 101 102
Tipologi Desa Berdasarkan VariabelPenciri Hutan Rakyat
Tien Lastini, Endang Suhendang, I Nengah Surati Jaya,Hardjanto, dan Herry Purnomo
163
Tabel ( ) 6. Jumlah desa setiap kelompok terpilih ( )Table Number of villages for each selected cluster
Desain Jumlah
Variabel
(Number of variables
Design)
Jumlah Desa (Number of Villages)
Kelompok 1
(cluster 1)
Kelompok 2
(cluster 2)
Kelompok 3
(cluster 3)
Kelompok 4
(cluster 4)
2 Variabel – 2 Kelp 249 87 - -
2 Variabel – 3 Kelp 202 99 53 -
4 Variabel – 2 Kelp 239 97 - -
PC1234 - 2 Kelp 235 101 - -
PC1234 - 3 Kelp 196 80 60 -
PC1234 - 4 Kelp 153 85 61 37
PC1234 - 3 Kelp 195 78 63 -
PC1234 - 2 Kelp 234 102 - -
Semua desain yang telah dicoba (Tabel 5),hanya 8 desain jumlah variabel yang dapatditerapkan selanjutnya. Desain jumlah variabelyang menghasilkan jumlah kelompok yang samamaka dipilih yang paling sederhana. Daftardesain terpilih tersebut dapat dilihat pada Tabel 6.
Hasil tipologi yang telah terbentuk denganberbagai desain peubah diuji ketepatannya untukmenduga luas rakyat setiap desa. Dibandingkandengan standar/acuan pengelompokan yangsudah dibuat, maka dapat diukur berapa besarakurasinya. Hasil tipologi terpilih dilakukanpengujian dengan uji ragam dan evaluasi akurasimenggunakan prinsip matrik kesalahan( ).
Uji ragam terhadap luas hutan rakyatdilakukan melalui uji dalam kelompok dan antar
2. Pengujian Hasil Tipologi
confusion matrix
kelompok. Dimana yang dianggap baik jikaragam dalam kelompok kecil dan ragam antarkelompok besar. Dapat terlihat grafik padaGambar 2 menunjukkan kedua uji tersebut.Pada Gambar 2a dapat dilihat bahwa uji ragamantar kelompok desain 1 sampai 4 relatifmemiliki ragam dalam kelompok yang kecildibanding desain 5 sampai 8. Sedangkan untuk ujiragam antar kelompok pada Gambar 2b, ragamyang terbesar adalahdesainke2,5,7,dan8.
Dalam rangka menentukan desain yangteruji dengan baik dari ke delapan desain lewatdua uji ragam tersebut, maka dilakukan pe-ngurangan antara uji ragam antar kelompokdengan uji ragam dalam kelompok, nilai selisihterbesar adalah yang memiliki nilai uji yang baik.Pada Tabel 7 diketahui selisih terbesar uji iniadalah pada desain jumlah 2 variabel dengan tigakelompok, selanjutnya desain 2 variabel dengan
Gambar ( ) 2. Perbandingan Ragam dalam Kelompok dengan Ragam Antar Kelompok.( )
FigureComparison of whitin cluster and inter cluster variant
164
Jurnal Penelitian Hutan Tanaman
Vol.8 No. , 2011,3 Juli 155 - 168
Keterangan ( ) :Remarks
2 kelompok, dan yang ketiga desain denganmengunakan analisis komponen utama dengan 4KU yang membagi 2 kelompok.
Berdasarkan variabel yang digunakanmaka, delapan desain yang dianalisis tiga desainmenggunakan peubah asli sedangkan lima desainsudah menggunakan peubah PC yang diubahmelalui analisis komponen utama (AKU). Metodegerombol ( ) menggunakanasumsi tidak ada multikolinieritas antar peubahyang digunakan. Dengan menggunakan peubahyang sudah melalui AKU dapat menghilang-kan multikolinieritas tersebut. Tetapi menurutSantoso (2010), menyatakan batas kolinieritas
clustering analysis
tersebut masih dapat ditolerir untuk nilai korelasidibawah 0,5.
Pada Tabel 8 dapat diketahui hasil evaluasiakurasi pada kedelapan desain terpilih.Diperoleh nilai akurasi rata-rata umum danakurasi Kappa terbesar terdapat pada perlakuandesain PC1234 dengan 2 kelompok dengan nilaimasing-masing 64% dan 27%. Desain keduayang terbaik adalah 2 variabel dengan 2kelompok dengan nilai akuarasi umum sebesar63% dan akurasi Kappa sebesar 26%. Ini me-nandakan bahwa desain tersebut yang palingakurat dalam menduga kelompok desa ber-dasarkan luas hutan rakyat.
Ragam
Rata-Rata
(Average
variant)
Desain Jumlah Variabel (Design of number of variables)
2
Variabel
-2 Kelp
2 Variabel
-3 Kelp
4 Variabel
-2 Kelp
PC1234 -
2 Kelp
PC1234 -
3 Kelp
PC123 –
2 Kelp
PC123 –
3 Kelp
PC123 -
4Kelp
Antar
Kelompok
(Between-
cluster) (A) 1,485 3,971 1,196 1,532 3,963 0,940 3,846 6,632
Dalam
Kelompok
(Within
cluster) (B)
12798,24
3
10971,44
4
14097,17
6
13171,59
0 19388,301 22740,072 20972,55 22500,55
Selisih
(differen-ce)
(A-B)
-
12796,75
7
-
10967,47
3
-
14095,98
0
-
13170,05
7
-
19384,338 -22739,132
-
20968,706
-
22493,920
Rangking 2 1 4 3 5 8 6 7
Tabel ( ) 7. Ragam rata-rata antar kelompok dan dalam kelompok (
)
Table Average variety of inter and
within clusters
No. Desain jumlah Variabel
( number of variables design)
Akurasi (Accuracy)
Rata-Rata Umum
(Overall)
Kappa
(Kappa)
1. 2 Variabel -2 kelompok 63,393 26,363
2. 2 Variabel - 3 kelompok 46,429 17,482
3. 4 Variabel -2 kelompok 60,714 21,026
4. PC1234-2 kelompok 63,988 27,633
5 PC1234-3 kelompok 40,179 13,932
6 PC123-2 kelompok 50,595 1,650
7 PC123- 3 kelompok 40,476 14,271
8 PC123- 4 kelompok 27,083 6,015
Tabel ( ) 8. Nilai akurasi rata-rata umum dan akurasi Kappa ()
Table Value of overall accuracy and Kappaaccuracy
Tipologi Desa Berdasarkan VariabelPenciri Hutan Rakyat
Tien Lastini, Endang Suhendang, I Nengah Surati Jaya,Hardjanto, dan Herry Purnomo
165
3. Karakteristik dan Arah PengembanganTipologi
Pada proses akurasi terdapat dua desainyang memiliki akurasi yang baik, yaitu desaindengan mengunakan PC1234 dengan nilaiakurasi sebesar 64% dan desain dengan 2variabel (rasio kelerengan dan kerapatan jalan)dengan nilai akurasi sebesar 63%. Sebaranpengelom-pokan desa berdasarkan desaintersebut dapat dilihat pada Gambar 3.Berdasarkan desain PC1234 terlihat dugaanwilayah Kabupaten Ciamis memiliki 70%
daerah yang memiliki potensi pengembanganhutan rakyat yang besar. Sedangkan berdasarkandesain 2 variabel menduga sebanyak 74%wilayah Kabupaten Ciamis merupakan daerahyang memiliki potensi pengembangan yangbesar. Potensi pengem-bangan hutan rakyatdisini dilihat dari besarnya luasan hutan rakyatdi dalam suatu desa. Diharapkan denganmemiliki luas hutan rakyat yang besar merupa-kan salah suatu peluang untuk mencapaipengelolaan hutan rakyat yang menguntungkandan efisien.
(a) Pc1234- 2 kelompok (b) 2 variabel-2 kelompok
Gambar ( ) 3. Pengelompokan berdasarkan desain (a) PC1234 dan (b) 2 variabel ()
Figure Groupingbased on design (a) PC1234 and (b) 2 variable
Dari Gambar 3 dapat dilihat bahwa sebaranyang dihasilkan dengan desain PC1234 terlihatlebih kompak dan sehamparan dibanding sebaranyang dihasilkan desain 2 variabel. Untukmembentuk satu unit pengelolaan lebih mudah
Tabel ( ) 9. Karakteristik dan arah pengembangan setiap tipologi ()
Table Characteristics and directionof development of each typology
ketika wilayah yang akan digabungkanberdekatan secara spasial. Tetapi jika unitpengelolaan tersebut berupa desa tentunya dapatberdiri sendiri secara individual ketika potensi-nya besar .
Tipologi
Wilayah
Karakteristik( )Characteristic
Arah Pengembangan( )Development direction
Jumlah Desa( )Village numbe
Desain
PC1234
Desain 2
Variabel
I Merupakan wilayah-wilayah
desa dimana penggunaan
lahannya tidak didominasi
hutan rakyat. Terdapat
kondisi-kondisi yang kurang
memungkinkan untuk
berkembangnya hutan rakyat
Pengembangan lebih
mengarah ke bidang di luar
hutan rakyat. Bila tetap
bertahan untuk kegiatan hutan
rakyat sebaiknya perlu
penggabungan wilayah yang
lebih besar untuk menjadikan
101 87
166
Jurnal Penelitian Hutan Tanaman
Vol.8 No. , 2011,3 Juli 155 - 168
Wilayah
Karakteristik( )Characteristic
Arah Pengembangan( )Development direction
Jumlah Desa( )Village numbe
Tipologi
Desain
PC1234
Desain 2
Variabel
secara biofisik ditambah
aspek sosial ekonomi.
suatu unit pengelolaan yang
lestari.
II Merupakan wilayah-wilayah
desa yang memiliki potensi
hutan rakyat yang besar.
Faktor-faktor biofisik dan
ditambah dengan sosial
ekonominya mendukung
untuk berkembangnya
pengelolaaan hutan rakyat di
wilayah ini.
Perlu penanganan yang lebih
profesional untuk mengelola
potensi hutan rakyat dari
berbagai pihak, baik petani,
kelompok tani, pemerintah,
lembaga masyarakat dan
lainnya. Perlu dibentuk
wadah / unit pengelolaan
hutan rakyat agar terjadi
sistem yang menjamin
kelestarian.
235 249
Tabel ( ) 9. Lanjutan ( )Table Continued
Desa yang dianggap berpotensi tinggiadalah yang mempunyai nilai lebih besar darirata-rata luas hutan rakyat di Ciamis, yaituberkisar 58 Ha setiap desa. Jumlah desaberpotensi tinggi hasil dugaan desain penelitianini lebih besar dari nilai acuan sebenarnya.Terdapat beberapa hal yang memungkinkanperbedaaan ini, salah satunya karena secara faktakondisi biofisik dan sosial ekonomi mendukunguntuk berkembangnya hutan rakyat, tetapi saatini bisa jadi yang berkembang adalah tanamannon kehutananan seperti kelapa, cengkeh, danlainnya.
1. Tipologi yang terbentuk ada dua, yaitutipologi wilayah yang berpotensi untukberkembangnya hutan rakyat dan wilayahyang tidak berpotensi berkembang hutanrakyat. Desain metode yang digunakanmenggunakan desain 4 komponen utama(Pc1234). Hasil pengujian memilikikeragaman dalam kelompok dan antarkelompok yang baik dan nilai akurasi yanglebih besar dari yang lain, yaitu akurasi rata-rata umum sebesar 64%. Selain itu desainkedua yang teruji adalah menggunakandesain 2 variabel, yaitu rasio kelerengan lahandan kerapatan jalan dengan akurasi rata-rata63%.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
2. Terdapat delapan variabel yang berkorelasinyata dengan luas hutan rakyat di suatu desa,tiga variabel terbesar adalah rasio kelerenganlahan, kerapatan jalan, dan rasio penggunaanlahan bukan sawah. Kelima variabel lainnyaberurutan berdasarkan besarnya korelasidengan luas hutan rakyat adalah jarak kehutan negara, rasio umur produktif, kepadatanpenduduk, kemampuan lahan, dan rasio rumahpermanen.
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka di-sarankan untuk menentukan arah pengembang-an pengelolaan hutan rakyat suatu wilayah perlupertimbangkan variabel-variabel yang ber-pengaruh dalam pengembangan potensi hutanrakyat seperti di penelitian ini. Agar perencana-an pengelolaan yang diterapkan dapat mewakilikarakteristik masing-masing wilayahnya.
Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air.IPB. Bogor.
Awang, S.A, H Santosa, W.T Widayanti, YNugroho, Kustomo, Sapardiono. 2001.Gurat Hutan Rakyat. Debut Press,Yogyakarta.
Awang, S.A, E.B Wiyono, dan S. Sadiyo. 2007.Unit Manajemen Hutan Rakyat: Proses
B. Saran
V. DAFTAR PUSTAKA
Tipologi Desa Berdasarkan VariabelPenciri Hutan Rakyat
Tien Lastini, Endang Suhendang, I Nengah Surati Jaya,Hardjanto, dan Herry Purnomo
167
Konstruksi Pengetahuan Lokal. BanyumiliArt Network bekerjasama dengan PusatKajian Hutan Rakyat. Fakultas KehutananUGM. Yogyakarta.
Bliss, J.C. 2003.
. Small-scale ForestEconomics, Management and Policy, 2(1):1-8, 2003.
Davis, L.S, K.N .Johnson, P.S. Bettinger, anT.E. Howard. 2001.
. Fourth Edition. McGraw-Hill Companies, Inc. NewYork.
Dillon, W.R dan M Goldstein. 1984.
. John Wiley & Sons, NewYork.
Haeruman, H., R. Abidin, Hardjanto, dan E.Suhendang. 1991. Studi KemungkinanPengembangan Konservasi Lahan melaluiHutan Rakyat. Fakultas Kehutanan IPB,Bogor.
Hardjanto, 2003. Keragaan dan PengembanganUsaha Kayu Rakyat di Pulau Jawa[disertasi]. Bogor : Program Pascasarjana,Institut Pertanian Bogor.
Sustaining Family Forestin Rural Landscapes: Rationale,Chalenges, and an Illustration fromOregon, USA
Forest Management :To Sustain Ecological, Economic, andSocial Values
Multi-
variate Analysis, Method and Appli-cations
d
.
Harrison, S., J. Herbohn, dan A. Niskanen. 2002.
?S m a l l - s c a l e F o r e s t E c o n o m i c ,Management and Policy, 1(1): 1-11.
Jaya, I.N.S. 2006. Analisis Citra Digital :Perspektif Penginderaan Jauh UntukPengelolaan Sumberdaya Alam. FakultasKehutanan Institut Pertanian Bogor.Bogor.
Mindawati,N.,A.Widiarti,danB.Rustaman. 2006.Review Hasil Penelitian : Hutan Rakyat.Pusat Penelitian dan Pengembangan HutanTanaman, Badan Penelitian dan Pe-ngembanganKehutanan. Bogor.
Rahmadia, E. 2003. Analisis Tipologi danPengembangan Desa-Desa Pesisisr KotaBandar Lampung. Tesis. Program Pasca-sarjana. Institut Pertanian Bogor.
Santoso, S. 2010. Statistik Multivariat, Konsepdan aplikasi dengan SPSS. PT Elex MediaKomputindo Kompas Gramedia. Jakarta
Suharjito, D. 2000. Hutan Rakyat di Jawa:Perannya dalam Perekonomian Desa.Program Penelitian dan PengembanganKehutanan Masyarakat Fakultas Kehutan-an IPB, Bogor.
Non Industrial, Smallholder, Small-scaleand Family Forestry : What's in a Name
168
Jurnal Penelitian Hutan Tanaman
Vol.8 No. , 2011,3 Juli 155 - 168
169
HUBUNGAN ANTAR ORGANISASI DALAM SISTEMPENGORGANISASIAN PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN/LAHAN
DI INDONESIA
Study on Interorganizational Relationships in the Organizing System ofForest/Land Fire Control in Indonesia
Erly Sukrismanto , Hadi S. Alikodra , Bambang H. Saharjo ,
dan/ Priyadi Kardono
1) 2) 3)
4)and
oordination, fire control organization, institution
1)
2)
3)
4)
Direktorat Pengendalian Kebakaran Hutan, Gedung Manggala Wanabakti Blok VII Lantai 13,Jl. Gatot Subroto, Jakarta 10270, HP: +62818161166, e-mail: [email protected]
Departemen Konservasi Sumber Daya Hutan dan Ekowisata,Fakultas Kehutanan, IPB, Bogor,HP: +6281210494949, e-mail: [email protected]
Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, IPB,Bogor.HP: +628161948064, e-mail: [email protected]
Deputi Bidang Survei Dasar dan Sumber Daya Alam, Bakosurtanal,Jl. Raya Jakarta-Bogor KM 46, Cibinong 16911
HP: +62816731777, e-mail: [email protected]
Naskah masuk : 3 Januari 2011; Naskah diterima : 7 Juni 2011
b
ABSTRACT
Keywords: C
Forest/land fire is one of the main causes of global climate change. Until recently the management offorest/land fire control in Indonesia is still ineffective due among others to the weakness of its fire controlorganization system. The coordination among the involved organizations is considered ineffectual. Thisresearch aims at finding empirical evidences to prove the opinion. An analysis method using the threeaspects of integrative coordination including service delivery, administrative and planning is employed.The results of study on 42 organizations at national, provincial, and district levels indicate that a relativelygood coordination has been existent among the national level organizations. While at provincial anddistrict levels, although the coordination in the research sites is still insubstantial, Riau demonstrates abetter situation than West Kalimantan in the coordination. The relationships among Riau's organizationsat each of the provincial and district levels and vertically between those levels as well as with the nationalone have been existent. While in West Kalimantan such relationships present in only among a feworganizations at the same level and absent in between levels. The difference in the basis ofdepartmentation seems to be the reason. The study thus provides evidence that the coordination among theorganizations involved in forest/land fire control has been inadequate so that management of forest/landfires is still ineffective.
ABSTRAK
Kebakaran hutan/lahan merupakan salah satu sumber penyebab utama perubahan iklim global. Sampaisekarang kebakaran hutan/lahan di Indonesia belum dapat diatasi secara optimal, disebabkan salahsatunya oleh sistem pengorganisasian pengendalian kebakaran hutan/lahan yang masih lemah. Studi inibertujuan untuk menganalisis hubungan antar organisasi di dalam sistem pengorganisasian pengendaliankebakaran hutan/lahan. Metode penelitian yang digunakan adalah analisis jejaring koordinasi dengankajian terhadap tiga aspek yaitu bantuan layanan, administratif, dan perencanaan pada 42 organisasitingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota. Hasil analisis menemukan bahwa koordinasi antarorganisasi pada tingkat nasional relatif baik, sedangkan koordinasi di tingkat provinsi dan kabupaten/kotamasih lemah. Koordinasi secara horizontal pada satu tingkatan maupun secara vertikal antar tingkatan diRiau telah terjalin di antara lebih banyak organisasi dibandingkan dengan di Kalimantan Barat, di mana
170
I. PENDAHULUAN
Kebakaran hutan/lahan di Indonesiaberdampak sangat luas terhadap berbagai aspek,baik ekologi dan lingkungan maupun ekonomi,sosial, dan politik. DFID dan World Bank (2007)menyatakan bahwa kebakaran hutan/lahan diIdonesia telah melepaskan sekitar 1400 metrikton karbon dioksida per tahun, jauh di atas emisidari sektor energi yang hanya sekitar 275 metrikton. Bappenas (1999) mencatat kerugian akibatdari kebakaran hutan/lahan tahun 1997-1998sekitar US$ 9.3 milyar atau Rp 5,96 trilyun yangsetara dengan 70% dari nilai PDB sektorKehutanan tahun 1997.
Berbagai studi menunjukkan bahwamasalah kebakaran hutan/lahan di Indonesiatidak hanya bersifat teknis yang berkaitan denganpenyebab fisik di lapangan yang berkaitandengan ketersediaan unsur-unsur segitiga api(bahan bakar, oksigen, dan panas) yangberlimpah (Chandrasekharan, 1999), melainkanjuga berkaitan dengan sosial politik (Doscemascolo,2004) dan kelembagaan pengendalian ke-bakarannya (Simorangkir, 2001; Kartodihardjo,2006). Kajian terhadap aspek sosial politik dankelembagaan lebih banyak menyoroti lemahnyaaturan main dalam pelaksanaan serta penegakansanksi, sementara peran masing-masingorganisasi/institusi pengendalian kebakarankurang mendapat perhatian.
Data besarnya jumlah akumulasi titikpanas ( ) merupakan indikator tingginyafrekuensi terjadinya kebakaran hutan/lahan(Hiroki dan Prabowo, 2003; Suprayitno danSyaufina, 2008). Selama 10 tahun terakhirjumlah rata-rata titik panas per tahun masih diatas 50 ribu titik. Hal ini dapat mengindikasikanbahwa belum efektifnya organisasi pengendaliankebakaran hutan/lahan dalam menanganikebakaran hutan/lahan dan faktor-faktorpenyebabnya selama ini.
Organisasi pengendalian kebakaranhutan/lahan melibatkan banyak instansi atauorganisasi pemerintah, baik di tingkat nasional,provinsi, maupun kabupaten/kota. Pelibatan diantara pihak-pihak tersebut memerlukan suatu
hotspot
sistem pengorganisasian yang bekerja secaraintegratif dan harmonis agar efektif dan efisien(Siswanto, 2009). Kelemahan pengorganisasiandapat disebabkan oleh berbagai faktor antara lain(1) belum jelasnya peranan dalam peng-organisasian (Wehmeyer 2001; Colmandan Han, 2005), (2) belum optimalnya hubunganantara organisasi-organisasi yang terlibat(Mulford dan Klonglan, 1982; Bolland danWilson, 1994; Malone ., 1999; Wehmeyer
., 2001) dan (3) belum efektifnya organisasiyang terlibat (Young Lee dan Whitford, 2008).Tulisan ini menguraikan hasil studi terhadapfaktor kedua, yakni hubungan antar organisasi.
Hubungan antar organisasi dapat berupakerja sama, kompetisi, atau perseteruan (Mooi,2007; Faerman ., 2001; Mulford danKlonglan, 1982). Hubungan dalam peng-organisasian kebakaran hutan/lahan di Indonesiaadalah kerja sama dalam bentuk koordinasi, baikpada satu level maupun antar level pemerintahan.Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji tingkatkeharmonisan hubungan antar para pihak atauinstitusi dalam upaya merancang model sistempengorganisasian pengendalian kebakaranhutan/lahan di Indonesia
Penelitian ini dilakukan terhadap
organisasi-organisasi di tingkat nasional di
Jakarta dan sekitarnya, di tingkat provinsi di Riau
dan Kalimantan Barat, dan di tingkat
kabupaten/kota di Kota Dumai dan Kabupaten
Indragiri Hulu, Provinsi Riau dan Kabupaten
Ketapang dan Kabupaten Kubu Raya, Provinsi
Kalimantan Barat . Pengumpulan data
dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan
Juli 2010.
Hasil identifikasi mendapati sebanyak 42organisasi yang terlibat dalam pengendaliankebakaran hutan/lahan dari semua tingkatan.
et al.,
et al etal
et al
.
II. METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu Penelitian
B. Teknik Pengambilan Contoh
Jurnal Penelitian Hutan Tanaman
Vol.8 No. , 2011,3 Juli 169 - 177
koordinasi secara horizontal maupun secara vertikal belum terjalin. Penelitian ini membuktikan secaraempirik bahwa koordinasi antar organisasi dalam pengendalian kebakaran hutan/lahan di Indonesia masihlemah, sehingga kebakaran hutan/lahan belum dapat terkelola dengan baik.
Kata kunci : Koordinasi, pengendalian kebakaran, institusi
171
Kajian Hubungan antar Organisasi dalam Sistem PengorganisasianPengendalian Kebakaran Hutan/Lahan di Indonesia
Erly Sukrismanto, Hadi S. Alikodra, Bambang H. Saharjo, dan Priyadi Kardono
Pengambilan contoh dilakukan secara purposif dimana responden yang dipilih terdiri dari parapejabat di tingkat eselon IV sampai denganeselon II yang sering ditugasi atau bidangtugasnya berkaitan dengan pengendaliankebakaran hutan/lahan pada setiap organisasitersebut. Jumlah responden adalah 282 orangterdiri dari 42 pejabat eselon II, 84 pejabat eselonIII, dan 156 pejabat eselon IV.
Data yang dikumpulkan terdiri atas dataprimer dan data sekunder. Data primer berupapendapat responden yang merupakan parameteryang dapat menunjukkan persepsi para pimpinanorganisasi/instansi mengenai hubungan antaraorganisasinya dengan organisasi-organisasi lain.Pengumpulan data dilakukan dengan meng-gunakan angket yang diadopsi dan dimodifikasidari Bolland dan Wilson (1994). Pertanyaanangket tersebut berupa: (1)(rujukan klien) yang digunakan untukmengetahui ada tidaknya hubungan antarainstitusi dalam memberikan dan menerimabantuan layanan; (2) Hubungan administrasiyang melibatkan transaksi sumber dayadianalogikan dengan bantuan organisasi laindalam mencapai tujuan, dan (3) Perkenalan untukmengetahui hubungan daari aspek perencanaan.
Data sekunder diperoleh dari tiaporganisasi yang diamati berupa dokumen profilorganisasi yang berkenaan dengan hubungan dankerja sama organisasi tersebut dengan organisasi-organisasi lain dan data keterlibatannya dalampengendalian kebakaran hutan/lahan. Di tingkatprovinsi, organisasi yang menangani kebakaranhutan/lahan adalah Pusat PengendalianKebakaran Hutan dan Lahan (Pusdalkarhutlada),sedangkan di kabupaten/kota adalah SatuanPelaksana Pengendalian Kebakaran Hutan danLahan (Satlakdalkarhutla).
Pengolahan dan analisis data meng-gunakan prosedur yang diadopsi dari -
(Bolland dan Wilson, 1994)sebagai berikut:1. . Analisis ini menggunakan
kombinasi jawaban responden ataspertanyaan apakah organisasinya (a) memberibantuan layanan kepada dan/atau (b)menerima bantuan layanan dari organisasilain. Analisis ini adalah untuk memperolehsebuah ukuran dari bantuan layanan yangterkonfirmasi.
2. Administratif. Analisis ini menggunakanjawaban atas pertanyaan tentang sejauh mana
C. Pengumpulan danAnalisis Data
Client referrals
coordination network analysis
Bantuan Layanan
organisasi lain telah membantu organisasiresponden dalam mencapai tujuan.
3. Planning. Analisis ini melihat kaitan antaraorang-orang dari dua organisasi dengan carameminta responden menuliskan nama orang-orang yang ia kenal dari organisasi lain. Jikasedikitnya satu orang dari organisasi tersebutmengenal sedikitnya satu orang dariorganisasi lain, maka dapat dikatakan bahwaterdapat hubungan antara kedua organisasitersebut.
Hasil analisis menunjukkan bahwa
organisasi yang saling berhubungan di dalam
memberikan bantuan layanan di tingkat nasional
hanya 9 organisasi dari 22 organisasi yang
terbentuk. Salah satu di antara contoh matrik
hubungan bantuan layanan di antara organisasi
tertera pada Gambar 1. Walaupun banyak
organisasi yang saling berhubungan dalam aspek
pelayanan, namun bantuan yang diberikan atau
diterima tidak terkonfirmasi oleh organisasi lain.
Ada dua institusi yang memiliki hubungan
layanan terkonfirmasi terbanyak yaitu LAPAN
dan Bakosurtanal seperti terlihat pada Gambar 2.
Kedua organisasi tersebut lebih banyak
memberikan layanan dalam bentuk informasi.Gambar 2 juga memperlihatkan bahwa di
tingkat provinsi dan tingkat kabupaten/kota,
hubungan dalam aspek bantuan layanan masih
relatif terbatas. Sebagai contoh, Dishut Provinsi
Riau yang dalam struktur Pusdalkarhutla me-
megang peranan penting sebagai koordinator
bidang pemadaman justru tidak memiliki
hubungan bantuan layanan yang terkonfirmasi
dari manapun kecuali dari Dishutbun Kab. Inhu.
Kondisi ini menunjukkan lemahnya koordinasi
oleh Dishut Provinsi Riau dalam menggalang
bantuan dari berbagai pihak, padahal dengan
kapasitas organisasi yang masih lemah, upaya
pemadaman masih sangat memerlukan bantuan
dari berbagai pihak. Kondisi serupa juga terjadi
di Kalbar, bahkan di daerah tersebut tidak ada
satupun hubungan bantuan layanan yang
terkonfirmasi di antara organisasi-organisasi di
tingkat provinsi dan juga di tingkat kabupaten/
kota serta antar tingkatan. Kondisi ini menjadi
salah satu penyebab masih tingginya frekuensi
kebakaran hutan/lahan di daerah tersebut seperti
digambarkan oleh jumlah akumulasi titik panas
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Bantuan Layanan
172
(hotspot) yang masih relatif tinggi. Di Riau,
misalnya, jumlah hotspot rata-rata per tahun
selama 10 tahun terakhir masih 7.897 titik,
sedangkan Kalbar sebanyak 9.221 titik/tahun.
Hal ini tampaknya dipengaruhi oleh sistem
pengorganisasian yang diterapkan dalam
Pusdalkarhutla di mana departementasi
didasarkan pada wilayah pemangkuan kawasan.Sistem pengorganisasian yang ada saat
ini mengandalkan keterlibatan banyak pihak,
tetapi hubungan perbantuan layanan masih
kurang. Hal ini terjadi karena peranan-peranan
dalam koordinasi (Wehmeyer , 2001;
Malone , 1999) belum terdefinisikan dengan
jelas. Di samping itu, konsep kerja sama
(Mulford dan Klonglan, 1982) dan
(Ulrich, 1997) belum diterapkan
dengan benar. Menurut konsep tersebut
organisasi seharusnya lebih fokus membangun
kapabilitasnya sendiri, tetapi yang terjadi justru
organisasi-organisasi tersebut lebih meng-
andalkan bantuan sumber daya dari organisasi
lain. Kondisi tersebut membuat kinerja dalam
pengendalian kebakaran hutan/lahan selama ini
relatif masih rendah di semua tingkatan. Untuk
itu, penetapan tugas (Malone 1999) harus
diperjelas di dalam struktur dan uraian tugas
organisasi yang akan dibangun.
et al.
et al.
concept of
capability
et al.,
Gambar ( ) 1. Contoh sebagian matriks hubungan antar organisasi dalam bantuan layanan ditingkat nasional (
)
FigureA part of the matrix indicating the interorganizational relationships
in service delivery at National level
No. Nama Organisasi 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
1 Dit. PKH 0 0 1 1 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0
2 Dit. Lintan 0 0 1 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0
3 Dit. Linbun 0 0 1 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0
4 Asdep PKHL 1 1 1 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0
5 BNPB 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
6 Bappenas 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
7 BMKG 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
8 Basarnas 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
9 Bakosurtanal 1 1 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 1
10 LAPAN 1 1 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 1
11 Depdagri 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
12 Deplu 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
13 Depsos 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
14 Depkes 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
15 Dephub 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
16 Depkeu 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
17 Mabes TNI 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0
Gambar ( ) 2. Diagram hubungan antarorganisasi dari aspek bantuan layanan diRiau (
)
Figure
Inter-organizational relationshipson the aspect of service delivery in Riau
Jurnal Penelitian Hutan Tanaman
Vol.8 No. , 2011,3 Juli 169 - 177
Keterangan ( ) : Angka 1 = hubungan terkonfirmasi ( ), 0 = hubungan tidak terkonfirmasi( )
Remarks confirmed relationunconfirmed relation
173
B. Administratif
Hubungan administratif antar organisasibiasanya melibatkan transaksi sumber daya yangmemungkinkan organisasi tersebut lebih efektifdalam mencapai tujuannya (Bolland dan Wilson,1994). Hasil analisis pada aspek ini melihatseberapa jauh organisasi-organisasi yang terlibatdalam pengendalian kebakaran hutan/lahansaling membantu dalam pencapaian tujuan.
Di tingkat nasional, dari 22 organisasiyang diamati terdapat 15 organisasi yang salingmembantu dalam pencapaian tujuan. Asdep-PKHL dan Dit.PKH memiliki hubunganterbanyak dalam aspek tersebut. Di daerah,hubungan administratif dalam satu tingkatan baikdi tingkat provinsi maupun di tingkat kabupaten/kota sudah lebih terjalin di Riau daripada diKalbar. Di Riau, organisasi-organisasi yangdiamati telah memiliki hubungan administratifantar tingkatan mulai dari tingkat tingkatkabupaten/ kota sampai dengan tingkat nasional.Sementara itu, di Kalbar hubungan administratifterjadi hanya antara tingkat nasional dengantingkat provinsi dan tingkat nasional dengankabupaten/kota, sedangkan antara tingkatprovinsi dan tingkat kabupaten/kota serta diantara organisasi-organisasi di satu tingkatantidak ada hubungan (Gambar 3).
Kondisi tersebut menegaskan kembalipengaruh sistem pengorganisasian yangditerapkan di masing-masing daerah tersebut.Hal ini juga dapat menggambarkan fakta di manasering terjadi organisasi di tingkat kabupaten/kota berhubungan langsung dengan organisasi ditingkat nasional tanpa melalui organisasi ditingkat provinsi, misalnya ketika terjadikebakaran hutan/lahan atau bencana alam.
Hasil analisis tersebut juga menunjukkanbahwa organisasi yang menangani kehutananyang selama ini dipandang sebagai penanggungjawab atau pengelola kebakaran hutan/lahanternyata tidak memiliki hubungan denganorganisasi-organisasi lain baik bantuan layananmaupun administratif. Dit. PKH KementerianKehutanan, Dishut Prov dan Dinas yangmenangani kehutanan baik di Riau maupun diKalbar ternyata tidak saling terhubungkan.Keadaan tersebut menunjukkan bahwakoordinasi yang merupakan pengelolaan salingketergantungan (Malone , 1999) dantransaksi sumber daya (Bolland dan Wilson,1994) untuk mencapai tujuan belum terjalin.Dengan perkataan lain, organisasi-organisasitersebut belum saling mendukung dalam
et al.
pencapaian tujuan atau masih berjalan sendiri-sendiri.
Hal ini dapat memberikan jawaban
mengenai masih rendahnya kinerja peng-
organisasian pengendalian kebakaran hutan/
lahan sampai sekarang. Kondisi demikian se-
benarnya ditangani dengan melakukan aktivitas
tambahan yang disebut
(Malone dan Crowston, 1994). Pertama adalah
menyepakati tujuan bersama, kemudian
membagi tugas, mengidentifikasi sumber daya
untuk menjalankan tugas, mengidentifikasi
sumber daya yang harus dimiliki atau disediakan
oleh organisasi mana, dan prosedur mobilisasi-
nya.
coordination mechanisms
Gambar ( ) 3. Hubungan administratifantar organisasi antar tingkatan diKalimantan Barat (
)
Figure
Relationships onadministrative aspect among levels inWest Kalimantan
C. Perencanaan
Hasil analisis terhadap aspek perencanaan(planning/agenda setting) menunjukkan bahwadi tingkat nasional hampir seluruh organisasiyang diamati, sedikitnya satu pimpinannya telahsaling mengenal. Hal ini berarti dari aspek pe-rtukaran gagasan, penetapan isu (agenda setting)
Kajian Hubungan antar Organisasi dalam Sistem PengorganisasianPengendalian Kebakaran Hutan/Lahan di Indonesia
Erly Sukrismanto, Hadi S. Alikodra, Bambang H. Saharjo, dan Priyadi Kardono
174
maupun perencanaan telah terjadi hubunganyang relatif baik.
Di tingkat provinsi, hubungan para pihakdi Riau relatif lebih baik, yang diindikasikandengan lebih banyaknya pihak yang salingmengenal daripada yang terjadi di Kalbar.Sedangkan di tingkat kabupaten/kota, baik diKab. Inhu, Kota Dumai, Kab. Kubu Rayamaupun Kab. Ketapang, secara umum instansi-instansinya kurang saling mengenal.
Hubungan antar organisasi antar tingkatnasional, provinsi dan kabupaten/kota di Riaujuga relatif lebih baik daripada di Kalbar.Meskipun hubungan berjalan satu arah, parapimpinan organisasi di tingkat kabupaten/kota diKota Dumai dan Kab. Inhu, Provinsi Riau telahmengenal para pimpinan organisasi di tingkatprovinsi maupun tingkat nasional (Gambar 4).Hal tersebut tidak terjadi di Kalbar.
Menurut Janssen, 2005), rendahnyatingkat perkenalan di antara organisasi akanmenimbulkan kurangnya komunikasi danketerlibatan secara emosional yang padadasarnya berdampak pada rendahnyaproduktivitas organisasi (Janssen, 2005).
Gambar ( ) 4. Hubungan antar organisasidalam perencanaan di Riau (
)
S
FigureInter-
organizational relationships onplanning aspect in Riau
atu lagi hal penting dari kajian terhadapketiga aspek tersebut di atas yaitu fakta bahwa
ternyata tidak ada hubungan yang terjadi antarkabupaten/kota meskipun dalam satu provinsi.Hasil analisis terhadap ketiga aspek tersebut diatas menunjukkan bahwa koordinasi terpadu(Bolland dan Wilson, 1994) di antara organisasi-organisasi yang terlibat dalam pengendaliankebakaran hutan/lahan baik dalam satu tingkatanmaupun antar tingkatan masih relatif kurang erat.Di sisi lain, keterpaduan kebijakan atau
(Meijers dan Stead, 2004) juga sulitdibangun karena konsep keterpaduan dan“kemenyeluruhan” ( ) belummenjadi acuan. Kondisi demikian menjadi salahsatu faktor penting yang menyebabkanpenanganan kebakaran hutan/lahan belumoptimal.
i tingkat nasional belum terbentuk secaraformal organisasi yang menangani pengen-dalian kebakaran hutan/lahan. Organisasiyang pernah ada, yakni Pusdalkarhutnas danTKN-PKHL (Tim Koordinasi NasionalPenanggulangan Kebakaran Hutan danLahan), sudah tidak berlaku lagi sejak eraReformasi. Pembentukan Badan NasionalPenanggulangan Bencana (BNPB) berdasar-kan Undang-undang No. 24/2007 tentangPenanggulangan Bencana, yang memasukkankebakaran hutan/lahan sebagai jenis bencana,belum secara eksplisit mengakomodasikankepentingan pengendalian kebakaran hutan/lahan
i tingkat provinsi dan tingkat kabupaten/kota, organisasi yang menangani kebakaranhutan/lahan (Pusdalkarhutlada dan Satlakdal-karhutlada) tidak termasuk sebagai SKPD(satuan kerja perangkat daerah) yang menurutUU No. 33/2004 tidak dapat mengelolaanggaran, sehingga tidak dapat berfungsidengan baik
nggaran untuk pengendalian kebakaranhutan/lahan berada pada SKPD, tetapi padasetiap SKPD terjadi pembatasan jumlahjabatan yang mendorong penetapan prioritasmasalah yang lebih tajam, dan kebakaranhutan/lahan belum menjadi masalah prioritas,sehingga hanya beberapa SKPD yangmemasukkan kebakaran hutan/lahan sebagaisalah satu jabatan dalam strukturnya ataudalam kegiatannya
ergantian pimpinan yang relatif cepat ataujangka waktunya pendek baik di dalammasing-masing organisasi maupun antar
policyintegration
comprehensiveness
1. D
.2. D
.3. A
.4. P
Beberapa hal yang menyebabkan ketidak-harmonisan hubungan antar organisasi dalampengendalian kebakaran hutan/lahan adalah:
Jurnal Penelitian Hutan Tanaman
Vol.8 No. , 2011,3 Juli 169 - 177
175
organisasi membuat para pimpinan organisasikurang berkesempatan untuk saling mengenaldan bersama-sama menyusun dan menyepa-kati serta memahami tata hubungan kerja atarorganisasi
urangnya komunikasi dan pertemuan-pertemuan antar organisasi. Komunikasi ataupertemuan biasanya bersifat responsif ketikaterjadi situasi darurat kebakaran hutan/lahan
6. Kurang jelasnya uraian tugas dan tidak di-tetapkannya pejabat tertentu untuk me-nangani kebakaran hutan/lahan di tiaporganisasi serta kebiasaan mewakilkan padastaf untuk menghadiri pertemuan antarorganisasi membuat penanganan masalahkebakaran hutan/lahan di tiap organisasi tidakfokus dan para pejabat/pimpinan organisasitidak saling mengenal.
ondisi hubungan antar organisasi yangmasih kurang harmonis baik dalam satu tingkatanmaupun antar tingkatan tersebut di atasberimplikasi terhadap penanganan kebakaranhutan/lahan. Penanganan kebakaran hampir tidakmungkin dilakukan sendirian oleh masing-masing organisasi karena masih sangat lemahnyakapasitas organisasi. Hasil penelitian menunjuk-kan bahwa sumber daya (manusia dan sarpras)pada instansi-instansi yang terlibat dalampengendalian kebakaran pada umumnya tidaktersedia secara memadai, baik di tingkat provinsimaupun kabupaten/kota.
Berdasarkan kondisi sumber daya yangterbatas tersebut maka perlu adanya kerja samaantar organisasi yang efektif dan efisien, karenasebuah organisasi tunggal tidak dapat mengatasipermasalahan masa kini yang kompleks, sekali-pun memiliki sumber daya yang mencukupi(Mulford dan Klonglan, 1982). Organisasi-organisasi tersebut perlu membentuk jejaringyang kuat dengan peranan-peranan koordinasi( ) yang jelas (Wehmeyer ,2001). Pusdalkarhutlada dan Satlakdalkarhutlamemang sudah ada, tetapi belum menjadi je-jaring yang kuat karena koordinasi yang masihlemah.
Koordinasi adalah suatu upaya untukmengelola ketergantungan di antara berbagaipihak, dan salah satu bentuknya adalah berbagisumber daya (Malone ., 1999). Koordinasi diantara organisasi yang terlibat dalam Pusdalkar-hutlada atau Satlakdalkarhutla lemah karenahampir tidak ada sumber daya untuk berbagi.
.5. K
.
K
D. Implikasi Terhadap Kebakaran Hutan/Lahan
coordination roles et al.
et al
Di samping SDM dan sarpras yang masih sangatkurang, dana atau anggaran untuk pengendaliankebakaran hutan/lahan juga belum tersedia.Pusdalkarhutlada maupun Satlakdal-karhutla dilokasi penelitian belum termasuk Satuan KerjaPerangkat Daerah (SKPD) sehingga tidak dapatmemperoleh dan mengelola anggaran danakibatnya operasionalnya sangat bergantungpada ketersediaan anggaran di instansi-instansianggotanya. Sementara itu, hanya beberapainstansi anggota yang memiliki anggaran untukkebakaran hutan/lahan dalam jumlah yang relatifsangat kecil, apalagi untuk digunakan berbagidengan instansi-instansi lain. Kondisi inilah yangmenyebabkan penanganan kebakaranhutan/lahan menjadi kurang optimal sehinggafrekuensi kejadian kebakaran tetap relatif tinggi.
Prosedur kerja sama antar organisasi untukpengendalian kebakaran hutan/lahan padatingkat provinsi dan kabupaten/kota sebenarnyajuga sudah ada di Riau dan Kalimantan Barat(Kalbar) yang ditetapkan masing-masing denganPeraturan Gubernur (Pergub) Riau No. 91/2009dan Pergub Kalbar No. 103/2009. Sayangnya,kedua Pergub tersebut tidak menjelaskanmekanisme pendanaan bagi kerja sama tersebutsehingga kerja sama tetap sulit untukdilaksanakan
Berdasarkan kajian terhadap hubunganantar organisasi yang terlibat dalam pengen-dalian kebakaran hutan/lahan, maka dapat di-simpulkan:
1. Bantuan layanan di antara organisasi dalampengendalian kebakaran belum efektif baik ditingkat nasional, provinsi maupun kabupaten/kota.
2. Pada aspek administratif, hubungan antarorganisasi telah terjalin cukup baik di tingkatnasional, tetapi masih lemah di tingkatprovinsi dan tingkat kabupaten/kota maupunantar tingkatan.
3. Hubungan antar organisasi pada aspekperencanaan juga terjalin baik di tingkatnasional, namun masih lemah di tingkatprovinsi maupun tingkat kabupaten/kota.
4. Rendahnya tingkat jejaring kerja dan sumberdaya (manusia, sarana dan prasarana, sertaanggaran) di setiap organisasi yang terlibatdalam pengendalian kebakaran hutan/lahanberimplikasi besar pada penanganan kebakar-an hutan/lahan
.
.
IV. KESIMPULAN
Kajian Hubungan antar Organisasi dalam Sistem PengorganisasianPengendalian Kebakaran Hutan/Lahan di Indonesia
Erly Sukrismanto, Hadi S. Alikodra, Bambang H. Saharjo, dan Priyadi Kardono
DAFTAR PUSTAKA
Bakry, L. 2009. Pengaturan KedudukanGubernur Sebagai Wakil Pemerintah diDaerah. : Ramses AM. dan BakryL, editor. Pemerintahan Daerah diIndonesia. Jakarta: Masyarakat IlmuPemerintahan Indonesia. hlm 264-277.
[Bappenas] National Development PlanningAgency. 1999.
. Jakarta:Bappenas.
Bolland, J.M. dan J.V. Wilson. 1994.
. Health Services Research1994; 29-3:341-366.
Chandrasekharan, C. 1999.
.(Nugroho, A. . editor). ProceedingsInternational Cross Sectoral Forum onForest Fire Management in South EastAsia. National Development PlanningAgency, Republic of Indonesia/JICA andITTO. Jakarta, pp 204-282
Colman, A.W. dan J. Han. 2010.. http://www.ict.swin.
Edu.au/personal/acolman/pub/ColmanAAAI_FS05.pdf. Diakses tanggal 29 Okt2010.
[DFID] Department for Internat ionalDevelopment and World Bank. 2007.
.www.peace.co.id [27 Jan 2009]
Doscemascolo, G.P. 2004.
. Disertasi. Hawaii,AS: The Graduate Division on theUniversity of Hawaii.
Faerman, S.R., D.P. McCaffrey dan D.M.A.Slyke. 2001.
.2001; 12(3):372-388. http://
www.jstor.org/pss/3086014 [28 Jan 2009].
Dalam
Dalam
Planning for FirePrevention and Drought Management inIndonesia, Final Report Volume 1
Three Facesof Integrative Coordination: A Model ofInterorganizat ional Relat ions inCommunit-Based Heath and HumanServices
The Mission onForest Fire Prevention and Managementto Indonesia and Malaysia (Serawak):Tropical forest fire: prevention, control,rehabilitation and trans-bundary issues
et al
OrganizationalRoles and Players
Working Paper: Indonesia and ClimateChange Current Status and Policies
Burning Issues:Control of Fire Management in CentralKalimantan, Indonesia
Understanding Interorgan-izational Cooperation: Public-PrivateCollaboration in Regulating FinancialMarket Innovation (abstrack) Organiza-tion Science
Hiroki, I dan D. Prabowo. 2003. Hasil Peng-
gunaan Citra Satelit NOAA-AVHRR dan
Himawari untuk deteksi Hot Spot di
Stasiun Bumi Satelit NOAA-AVHRR/
Himawari FFPMP. Di dalam: Suratmo
F.G, Husaeni EA, dan Surati Jaya N, editor.
Pengetahuan Dasar Pengendalian Ke-
bakaran Hutan. Bogor: Fakultas
Kehutanan IPB. hlm 259-270
Hoessein, B. 2009. Hubungan Pusat dan Daerah
Dalam Konteks Pemerintahan Umum.
: Ramses AM, Bakry L, editor.
Pemerintahan Daerah di Indonesia.
Jakarta: Masyarakat Ilmu Pemerintahan
Indonesia. hlm 218-222.
Janssen, M.A. 2005.
.
Willey Periodicals, Inc., 11(1):16-23
Kartodihardjo, H. 2006. Refleksi Kerangka Pikir
Rimbawan Menguak Masalah Institusi
dan Politik Pengelolaan Sumberdaya
Hutan. Bogor: HimpunanAlumni Fakultas
Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Malone, T.W., K. Crowston., J. Lee., B.
Pentland., C. Dellarocas., G. Wyner., J.
Quimby., C.S. Osborn., A. Bernstein., G.
Herman., M. Klein., dan E. O'Donnell.
1999.
. Management Science 1999;
45-3:425-443.
Malone, T.W. dan K. Crowston. 1994.
.
Computing Surveys 26(1):87-119.
Meijers, E. dan D. Stead. 2004. Policy integra-
tion: what does it mean and how can it be
achieved? A multi-disciplinary review.
-
. http://
web.fu-berlin.de/ffu/akumwelt/bc2004/
download/meijers_stead_f.pdf. Diakses
tanggal 22 Jan 2009.
Mooi, E.A. 2007.
.
Disertasi. Vrije Universiteit Amsterdam.
Http://dare.ubvu. Vu.nl/bitstream/1871/
12681/5/7725.pdf, Diakses tanggal 28 Jan
2009.
Dalam
Evolution of Instutional
Rules: An Immune System Perspective
Tools for Inventing Organizations:
Toward a Handbook of Organizational
Processes
The
Interdisciplinary Study of Coordination
2004 Berlin Conference on the Human
Dimensions of Global Environmental
Change: Greening og Policies - Inter
linkages and Policy Integration
Inter-organizational
Cooperation, Conflict, and Change
176
Jurnal Penelitian Hutan Tanaman
Vol.8 No. , 2011,3 Juli 169 - 177
Mulford, C.L. and G.E. Klonglan. 1982. CreatingCoordination Among Organizations:anorientation and planning guide
. [Ames, Iowa : Cooperative ExtensionService, Iowa State University].
Simorangkir, D. 2001. Tinjauan Singkat KerangkaHukum dan Kelembagaan dalam Pe-nanganan Kebakaran Hutan dan Lahan diIndonesia. Dalam Suyanto S., Permana R.P., Applegate G., dan Setijono D. (editor).2001. Prosiding Seminar Sehari KebijakanPengelolaan Sumberdaya Alam dan Akti-vitas Sosial Ekonomi dalam Kaitannyadengan Penyebab dan Dampak KebakaranHutan dan Lahan di Sumatera. Bogor:Proyek Penelitian Kebakaran Hutan danLahan ICRAF dan CIFOR.
Siswanto, H.B. 2009. Pengantar Manajemen.Jakarta: PT. BumiAksara
Suprayitno dan L. Syaufina. 2008. PengendalianKebakaran Hutan. Bogor: Pusat
NorthCentral Regional Extension Publication80
Pendidikan dan Pelatihan Kehutanandan Korea International CooperationAgency.
Ulrich, D. 1997.. : Hesselbein F. Goldsmith M.
dan Bechard R., editor. 1997. TheOrganization of the Future. San Francisco:Jossey-Bass Pusblishers. hlm 189-196
Wehmeyer, K., K. Reimer. dan B. Schneider.2001.
. Proceedings of the EightResearch Symposium on EmergingElectronic Markets (RSEEM 01),Maastricht, The Netherlands. Http://www-i5.informatik.rwth-aachen.de/conf/ rseem2001/. Diakses tanggal 29 Okt2010.
Young Lee, S. dan A.B. Whitford. 2008.
. http://ssrn.com/abstract=1081642. Diakses tanggal 08 Mei 2008.
Organizing Around Capabi-lities
Roles and Trust in Interorganiza-tional Systems
Government Effectiveness in ComparativePerspective
Dalam
177
Kajian Hubungan antar Organisasi dalam Sistem PengorganisasianPengendalian Kebakaran Hutan/Lahan di Indonesia
Erly Sukrismanto, Hadi S. Alikodra, Bambang H. Saharjo, dan Priyadi Kardono
179
PEROLEHAN GENETIK PADA UJI KLON JATI ( L.F)UMUR 3 TAHUN DI KHDTK KEMAMPO, SUMATERA SELATAN
Tectona Grandis
Genetic Gains on Clonal Test of Teak ( )at 3 Years Old in KHDTK Kemampo, South Sumaterat
Tectona grandis L. f
Agus Sofyan Mohammad Na'iem Sapto Indrioko1 2 2
1)
2)
Balai Penelitian Kehutanan PalembangJl. Kol. H. Burlian KM. 6,5 Puntikayu, Po. Box 179, Palembang, Sumatera Selatan
Telp./Fax. (0711) 414864
Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada
Naskah masuk : 5 Agustus 2010; Naskah diterima : 13 Juni 2011
ABSTRACT
Keywords: H t , ,
The objective of research were to determine the level of genetic variation, heritability and expected geneticgains based on tree height, diameter and stem form characters. The research was conducted in 3 years oldteak plantation, located at KHDTK Kemampo, South Sumatera. Randomized Complete Block Design wasapplied using 35 clones, 4 blocks and 3 treeplots in a spacing of 3 × 3 m. The result of the research showedthat there were genetic variation among clones, but the variation was relatively low in comparison to othervariation sources, i.e. block and interaction between clone and block. The contribution of the geneticcomponent to total variation was relatively low, i.e. 2.49 % for height and 1.73 % for diameter, while thecontribution of stem form was relatively higher, i.e. 9.15 %. Genetic gain estimation at the age of 3 yearswas relatively low, because the heritability value was relatively low, i.e. 0.026 (individual) and 0.16(clone) for height character and 0.02 (individual) and 0.13 (clone) for diameter. But for stem form wererelatively high, i.e. 0.09 and 0.39, respectively. Based on an assumption of using the best five clones, theestimation of expected genetic gain at the age of 3 years for a height, diameter, stem form and volume were1.28 %, 1.16 %, 3.43 % and 8.40 %, respectively. Genetic correlation between height and diameter was1.01 (overestimate), while between diameter and stem form was very high, i.e. 0.88, and between heightand stem form was 0.67. These results could be applicable for selection purpose, because it may donebased on just one character, i.e. diameter. Selection index of the best five clones of 24, 36, 14, 35 and 11were 3.073, 1.721, 1.574, 1.430 and 1.306 respectively.
eritability, eak, genetic correlation genetic gain clone, genetic variation,
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui variasi genetik, taksiran nilai heritabilitas serta peluangperolehan peningkatan genetik dari masing-masing karakter tinggi, diameter dan bentuk batang.Hipotesis yang diajukan adalah : (1) Adanya variasi genetik yang nyata antar klon yang diuji; (2) Adanyakorelasi yang tinggi antar karakter; (3) melalui tindakan seleksi akan diperoleh peningkatan genetik.Penelitian dilakukan pada tanaman umur 3 tahun, di lokasi KHDTK Kemampo, Sumatera Selatan.Pertanaman menggunakan Rancangan Acak Lengkap Berblok, dengan 4 blok, 3 treeplot dengan jaraktanam 3 x 3 meter. Jumlah klon yang diuji sebanyak 35 klon. Hasil menunjukkan bahwa terdapat variasigenetik antar klon, namun variasinya relatif rendah jika dibandingkan dengan sumber variasi lainnya yaitublok dan interaksi antara klon dengan blok. Sumbangan variasi genetik terhadap total variasi relatif rendahyaitu 2,49 % untuk karakter tinggi dan 1,73 % untuk diameter. Untuk karakter bentuk batang relatif lebihtinggi yaitu sebesar 9,15 %. Taksiran peningkatan genetik pada umur 3 tahun relatif rendah, karenataksiran nilai heritabilitas yang diperoleh relatif rendah yaitu sebesar 0,026 (individu) dan 0,16 (klon)untuk karakter tinggi, sebesar 0,02 (individu) dan 0,13 (klon) untuk karakter diameter. Heritabilitasbentuk batang relatif lebih tinggi masing-masing sebesar 0.09 dan 0,39. Dengan asumsi menggunakan5 klon terbaik, taksiran perolehan genetik yang dapat dicapai pada umur 3 tahun adalah sebesar 1,28 %
180
I. PENDAHULUAN
Pertambahan jumlah penduduk sertapeningkatan taraf hidup manusia telahmenyebabkan peningkatan kebutuhan bahanbaku kayu, sementara potensi sumber daya alamsemakin menurun, sehingga terjadi kesenjanganantara produksi dengan tingkat kebutuhan.Upaya pemenuhan kebutuhan bahan baku kayutelah dilakukan pemerintah melalui programpembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI),yang dalam perkembangannya lebih mengarahkepada pemenuhan kebutuhan industri kertasatau Sementara untuk kebutuhan kayupertukangan maupun mebeler masih mengandal-kan hutan alam.
Sebagaimana halnya jenis-jenis yangberasal dari hutan alam, potensi jenis jati yangdikelola oleh Perum Perhutani juga sudah sangatmenurun. Menurut Iskak (2005), kebutuhan kayu
jati pada tahun 2005 sebesar 2,4 juta m , hanya
dapat dipenuhi sebesar 400 ribu m , sehinggamasih terdapat kekurangan pasokan sebesar lebih
kurang 2 juta m .Dengan tingkat kebutuhan bahan baku
kayu yang demikian tinggi, pembangunan danpengembangan hutan tanaman sesungguhnyamempunyai prospek yang cerah, terlebih jenisjati yang sangat populer serta risetnya yang sudahsangat maju (Bhat, 2003), jati merupakan salahsatu jenis yang dikembangkan sebagai hutantanaman yang cukup luas di dunia dan telahditanam pada lebih dari 36 negara tropis di Asia,Afrika maupun Amerika. Indonesia merupakannegara terbesar kedua yang mempunyai luasanhutan tanaman jati setelah India (ITTO, 2004
Bramasto dan Suita, 2005). MenurutNa'iem (2000), begitu banyak negara yangtertarik mengembangkan jati dikarenakankualitas kayunya yang bagus, awet serta bernilaiekonomi tinggi, serta sifat silvikulturnya secaraumum telah dikuasai.
Saat ini, dengan menggunakan benih atauklon unggul hasil seleksi, telah dikembangkan
pulp.
dalam
3
3
3
pengelolaan hutan tanaman dengan daur yanglebih singkat. Beberapa negara yang mem-produksi kayu jati berdaur pendek adalahBangladesh, India, Thailand, Ghana, Myanmar,Nigeria, Brazil dan Indonesia (Siregar danMansur, 2004).
Tujuan umum penelitian ini adalah untukmendukung upaya pengembangan perhutananklon berdaur pendek dengan produktivitas tinggi.Adapun tujuan khususnya adalah untuk me-ngetahui variasi genetik antar klon, heritabilitas,korelasi genetik serta peningkatan genetikmasing-masing karakter pertumbuhan
Penelitian dilakukan pada pertanaman uji
klon jati berumur 3 tahun dengan jumlah seedlot
sebanyak 35 klon yang berasal dari 6 populasi
(Gunung Kidul, Wono giri, Madiun, Cepu,
Muna dan Thailand), di Kawasan Hutan dengan
Tujuan Khusus (KHDTK) Kemampo, Kabupaten
Banyuasin, Sumatera Selatan. Penelitian di-
lakukan pada bulan Januari - Desember 2008.
Rancangan penelitian yang digunakandalam uji klon jati adalah Rancangan AcakLengkap Berblok (RCBD) dengan 4 blok sebagaiulangan, masing-masing unit terdiri atas 3treeplot, dengan jumlah sebanyak 35 klonyang berasal dari 6 populasi (Gunung Kidul,Wonogiri, Madiun, Cepu, Muna dan Thailand).Jarak tanam 3 m x 3 m.
Tanaman diukur pada umur 3 tahun.Variabel yang diukur adalah sifat atau karakterpertumbuhan tanaman (tinggi tanaman, diameterbatang setinggi dada), volume kayu serta bentukbatang (Cotterill dan Dean, 1990).
.
II. BAHAN DAN METODE
A. Bahan dan Lokasi Penelitian
B. Metode Penelitian
1. Rancangan penelitian
2. Variabel yang diukur
seedlot
Jurnal Penelitian Hutan Tanaman
Vol.8 No. , 2011,3 Juli 179 - 186
untuk karakter tinggi, 1,16 % diameter, 3,43 % bentuk batang serta 8,40 % untuk volume. Korelasi genetikantar karakter tinggi dengan diameter adalah sebesar 1,01 ( ), sementara korelasi genetikantara diameter dengan bentuk batang sangat tinggi yaitu sebesar 0,88, karakter tinggi dengan bentukbatang sebesar 0,67. Hasil ini akan memudahkan pekerjaan seleksi, karena seleksi dapat didasarkan atassatu karakter saja yaitu diameter. Hasil perhitungan berdasarkan indeks seleksi menunjukkan 5 nomorklon terbaik, berturut-turut nomor 24 (3,073), 36 (1,7210), 14 (1,574), 35 (1,430) dan 11 (1,306)
overestimate
.
Kata kunci : Heritabilitas, jati, korelasi genetik, perolehan genetik, uji klon, variasi genetik
S = diferensial seleksii = intensitas seleksi (Becker, 1992)
= standart deviasi phenotipe
Analisis korelasi genetik dilakukan untukmengetahui hubungan antara sifat tinggi dandiameter secara genetis, yang dilakukan deenganmenggunakan rumus menurut Zobel and Talbert(1984) :
Keterangan :korelasi genetik
komponen kovarians untuk sifat x dan y
komponen varians untuk sifat x
komponen varians untuk sifat y
Selanjutnya besarnya komponen kovarianuntuk dua sifat tersebut ( x dan y) dapat dihitungdengan rumus (Fins et, al. 1982) yaitu sebagaiberikut :
Keterangan : = komponen varians untuk
sifat x dan y.
Daya adaptasi keseluruhan klon pada umur3 tahun nampak menunjukkan hasil yang sangatbaik, hal ini ditandai dengan tingginya nilai reratapersen hidup yaitu sebesar 84,52% serta per-tumbuhan tanaman yang sangat baik dibanding-kan dengan rerata pertumbuhan pada beberapauji klon jati lainnya, sebagaimana disajikandalam Tabel 1.
Perbedaan pertumbuhan selain disebabkanoleh perbedaan materi (klon), juga dapat di-sebabkan oleh perbedaan faktor lingkungantempat tumbuh ( ) yang terkait jenis dankesuburan tanah, intensitas pemeliharaan sertafaktor iklim ( ) terutama curah hujan.Menurut Sheldbourne (1972) dan Goddart (1979)
Zobel dan Talbert (1984), faktorlingkungan memberikan pengaruh yanglebih kuat terhadap pertumbuhan dibandingdengan faktor iklim atau .
p
r =
=
=
=
= 0,5 ( )
edafis
klimatis
dalamedafis
klimatis
G
k(xy)
k(x)
k(y)
k(xy) k (x+y ) kx ky
k (x+y )
2
2
2
2 2 2
2
- -
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Persen Hidup dan Pertumbuhan
181
Perolehan Genetik Pada Uji Klon Jati (Tectona Grandis L.F)Umur 3 Tahun Di Khdtk Kemampo, Sumatera Selatan
Agus Sofyan, Mohammad Na'iem, Sapto Indrioko
3.Analisis dataData hasil pengukuran dianalisis dengan
menggunakan analisis varians, dengan modelanalisis varians ( ) yang digunakanadalah sebagai berikut (Steel and Torrie, 1991) :
Keterangan :Y = Pengamatan pohon pada blok ke i,
Populasi ke j, klon ke k, individual keµ = Rerata umumBi = Efek blok ke iP = Efek Populasi ke j
K (P ) = Efek klon ke k dalam populasi ke j
BK = Efek interaksi blok ke i dan klon ke k
E = Random error pada pengamatan ke
Untuk mengetahui parameter genetik di-lakukan melalui penaksiran terhadap nilai herita-bilitas, perolehan genetik serta korelasi genetikantar sifat pertumbuhan.
Nilai heritabilitas yang dihitung adalahnilai heritabilitas individu atau klon, yangditaksir melalui komponen varians yangdiperoleh dari hasil analisis varians. Wright(1976) dan Zobel dan Talbert (1984), meng-gunakan rumusan taksiran nilai heritabilitasdengan materi vegetatif (klon), sebagai berikut :
= , dan
=
Keterangan :
Nilai heritabilitas individu ( )
= Nilai heritabilitas klon
= Komponen varians klon
= Komponen varians error
= komponen varians interaksi klon-blok
B = Jumlah blokN = jumlah ramet per plot
Untuk menduga besarnya perolehangenetik digunakan rumus menurut Zobel danTalbert (1984) :
G = H x S atau G = H x i x
Keterangan :G = taksiran perolehan genetik
H = heritabilitas
linear model
Y = µ +B + P + K (P ) + BK + E
ijkll
ijkl
h
H
h = ramet
H
ijkl i j k j ik ijkl
i
k
i
k
k
e
kb
p
j
k j
ik
ijkl
2
2
2
2
2
2
2
2 2
2
ekbk
k
222
2
)/()/(222
2
NBB ekbk
k
)( )(2
)(2
)(
ykxk
xyk
G
x
r
182
Tabel ( ) 1. Rerata pertumbuhan uji klon jati di KHDTK Kemampo serta beberapa hasil uji klon padalokasi lainnya (
)
TableAverage of growth clonal test of teak in KHDTK Kemampo and others
location
Lokasi (location)Umur (Age)
Tahun ( )year
Pertumbuhan ( )Growth
Sumber (Literature)Tinggi
(Height)
(m)
Diameter
(Diameter)
(cm)
Kemampo, Sumsel 3 7,76+1,75 7,41+1,36Sofyandan Syaiful
(2008)
Bojonegoro, Jawa Timur
Ngawi, Jawa Timur
Ciamis, Jawa Barat
Cepu, Jawa Tengah
5
5
5
5
6,20
6,00
8,20
6,65
6,10
8,60
10,10
7,05
Siswamartana dan
Wibawa (2005)
B. Variasi Genetik
Hasil analisis varians, sebagaimana disaji-kan pada Tabel 2, menunjukkan perbedaan yangsangat nyata pada sumber variasi klon, hasil inimengindikasikan adanya variasi genetik antarklon. Adanya variasi genetik akan memberikanpeluang dalam meningkatkan perolehan genetikmelalui tindakan seleksi terhadap klon-klonterbaik.
Hasil pada Tabel 2 juga menunjukkan bahwasumber variasi blok dan interaksi mempunyaipengaruh yang sangat nyata bagi pertumbuhan.Hasil interaksi yang sangat nyata mengindikasi-kan bahwa hasil pertumbuhan tanaman bukanhasil dari kinerja klon atau genetik semata,namun merupakan hasil dari interaksi antarafaktor genetik dengan faktor lingkungannya(Kramer & Kozlowski, 1979). MenurutMatheson dan Raymond (1984) penelitian yangmenggunakan bahan atau materi vegetatif ( )seringkali dihasilkan interaksi yang sangat kuat
klon
Tabel ( ) 2. Hasil analisis varian pertumbuhan uji klon jati pada umur 3 tahun ()
Table analysis of variancefor growth on 3 years measurement in clonal test of teak
antara klon dengan faktor lingkungannya. Haltersebut terjadi karena materi klon bersifat sangatreaktif terhadap kondisi lingkungan tempattumbuh, terutama unsur phosfor, boron dan sulfur(Windsor dan Kelly, 1971 Matheson danRaymond,1984).
dalam
Dengan adanya variasi antar klon, makaterbuka peluang untuk memperoleh peningkatangenetik pada generasi berikutmya. Namundemikian seberapa besar peningkatan yang dapatdiperoleh, sangat tergantung pada besarnya pro-porsi sumbangan variasi faktor genetik terhadapvariasi total. Untuk mengetahui besarnya pro-porsi variasi yang disebabkan oleh faktor genetikserta faktor lainnya, perlu dilakukan analisiskomponen varians. Hasil perhitungan taksirankomponen varians selengkapnya disajikan dalamTabel 3. Besarnya taksiran komponen variansmenggambarkan besarnya proporsi sumbangan(kontribusi) setiap sumber variasi terhadapvariasi total.
Umur
(Age)
Sumber
Variasi
(Source of
variance)
Derajat
Bebas
(df)
Nilai rerata kuadrat tengah
(Mean square)
Tinggi
(Height)
Diameter
(Diameter)
Volume
(Volume)
Bentuk
Batang
(Stem form)
3 Tahun
(3 Years)
Blok
Populasi
Klon
Klon x Blok
Error
3
5
29
101
206
14,5295**
1,3971ns
2,7896**
2,2789**
1,2016
27,3177**
1,4923 ns
2,5148**
2,1296**
1,2969
0,001308**
0,000135**
0,000165**
0,000112
0,7911ns
3,0574 *
1,7826**
0,8293**Keterangan ( ) : * = berbeda nyata pada taraf uji 0,05 ( )
**= berbeda nyata pada taraf uji 0,01ns = berbeda tidak nyata
Remarks Significant at 0,05 level( )
(Non-s )Significant at 0,01 level
ignificant
Jurnal Penelitian Hutan Tanaman
Vol.8 No. , 2011,3 Juli 179 - 186
183
Tabel ( ) 3. Taksiran komponen varians dan proporsi sumbangan (%) sumber variasi terhadap variasitotal pada umur 3 tahun (
TableThe estimated of proportion and variance component of source
of variance on 3 years)
Sumber
Variasi
(Source of
variance)
Karakter tinggi
(Height)
Karakter diameter
(Diameter)
Kombinasi
tinggi x diameter
(Combination of height
x diameter)
Bentuk batang
(stem form)
Umur Tkv % Tkv % Tkv % Tkv %
2b 0,1408 7,83 0,2914 15,01 0,8465 12,97 0,0129 0,97
2p -0,0326 -1,80 -0,0240 -1,24 -0,1431 -2,19 0,0 0,0
2k(sb) 0,0448 2,49 0,0337 1,73 0,1577 2,42 0,1218 9,15
2kb 0,4441 24,69 0,3435 17,69 1,5330 23,50 0,3929 29,52
2e 1,2016 66,80 1,2960 66,79 4,1300 63,30 0,8293 62,30
2total 1,7988 100,00 1,9410 99,98 6,5238 100,00 1,3310 100,00
Keterangan ( ) : Tkv = taksiran komponen varians ( , = komponen varian, b = blok( ), p = populasi ( ), k = klon ( ), kb = interkasi klon x blok ( ),e = error, % = persentase dari total variasi ( )
Remarks variances component estimate)block population clon interaction clon x block
presntation of variation total
2
Hasil analisis pada Tabel 3 menunjukkanbahwa komponen varians klon (komponenvarians genetik) memberikan sumbangan(kontribusi) sangat kecil terhadap variasi total,yaitu masing-masing sebesar 2,49 %, 1,73 % dan9,15 % untuk karakter tinggi, diameter danbentuk batang. Hasil ini menggambaran bahwapada umur 3 tahun, pengaruh faktor genetikterhadap pertumbuhan relatif masih sangat kecil.Sementara komponen varians interaksi masing-masing sebesar 24,69 %, 17,50 % dan 23,50untuk karakter tinggi, diameter dan kombinasikedua sifat tersebut. Hasil ini memberikangambaran bahwa pada umur 3 tahun pengaruhfaktor genetik dalam pertumbuhan tanamanmasih relatif sangat kecil.
Heritabilitas merupakan parameter yangmengambarkan seberapa besar sifat-sifatinduk diwariskan kepada keturunannya dan
C. Heritabilitas
merupakan suatu hal sangat penting, karenaterkait erat dengan perolehan genetik sertastrategi pemuliaan pohon dalam memperolehpeningkatan genetik (Zobel dan Talbert, 1984).Heritabilitas yang tinggi menunjukkan adanyapeluang perolehan genetik yang besar.
Besarnya nilai heritabilitas yang diperolehberdasarkan nilai-nilai komponen varians darimasing-masing karakter, selengkapnya disajikanpada Tabel 4.
Dari hasil analisis pada Tabel 4 menunjuk-kan bahwa untuk semua variabel/karekter yangdiukur, secara umum dapat dikatakan mepunyainilai heritabilitas yang relatif rendah, baikheritabilitas individu maupun famili. MenurutHardiyanto (1994) Leksono (1994)nilai heritabilitas untuk famili (klon) sebesar0,40 - 0,60 dikategorikan sedang, kurang dari0,40 adalah rendah dan lebih dari 0,60 termasukdalam kategori tinggi.
dalam
Tabel ( ) 4. Taksiran nilai heritabilitas untuk semua karakter pada umur 3 tahun ().
Table The estimated ofheritability of all character's on 3 year's
Umur (Age)
Karakter ( )Character
Tinggi
(Height)
h2i h
2k
Diameter
(Diameter)
h2i h
2k
Volume
(Volume)
h2i h
2k
Bentuk batang
(Stem form)
h2i h
2k
3 Tahun
(3 years)
0,03 0,16 0,02 0,13 0,05 0,30 0,09 0,39
Keterangan : h =heritabilitas individu ( )
h =heritabilitas klon ( )
(Remarks) Individual heritability
Clones heritability
2
2i
k
Perolehan Genetik Pada Uji Klon Jati (Tectona Grandis L.F)Umur 3 Tahun Di Khdtk Kemampo, Sumatera Selatan
Agus Sofyan, Mohammad Na'iem, Sapto Indrioko
184
Rendahnya nilai heritabilitas pada uji klonini dapat disebabkan oleh beberapa hal, antaralain karena rendahnya nilai komponen varians
genetik ( ), dibanding dengan nilai komponen
varians interaksi ( ). Menurut Shelbourne
(1972) bahwa pengaruh interaksi yang
menghasilkan komponen varians ( ) yang jauh
lebih besar daripada komponen variansgenetiknya, dapat menjadi masalah seriusdalam perolehan genetiknya, karena padakondisi tersebut nilai heritabilitasnya menjadisangat rendah. Sementara menurut Russel danLibby (1986), jumlah unit percobaan (rametper klon) serta jumlah replikasi (blok) jugasangat berpengaruh terhadap nilai heritabilitas,semakin banyak jumlah unit percobaan danreplikasi, maka nilai heritabilitas akan semakinbesar. Hasil penelitian yang dilaporkan Russeldan Libby (1986) menunjukkan bahwapenambahan jumlah unit percobaan pada uji klon
telah meningkatkan nilai herita-bilitas yang signifikan.
Dalam uji klon ini jumlah unit percobaanyang relatif sedikit yaitu 3 treeplot dengan 4 bloksebagai ulangan, dapat menyebabkan nilaiheritabilitasnya menjadi rendah. Hal lain yangdapat menyebabkan rendahnya heritabilitasmenurut Kuntiyati (1995) Wibowo (2002)adalah karena sifat-sifat kuantitatif (tinggi,panjang, lebar) banyak dikendalikan oleh genminor yang porsi pengaruhnya sangat kecil danberbeda-beda, sehingga sifat-sifat tersebut lebihmudah dipengaruhi oleh faktor lingkungan.
2
2
2
k
kb
kb
Pinus radiata,
dalam
Tabel ( ) 5. Taksiran perolehan genetik dan peningkatan sifat pada Uji Klon Jati pada umur 36 bulan,di KHDTK Kemampo. Sumsel (
)
TableThe estimated of genetic gain on clonal test of teak at
KHDTK Kemapo, South Sumatera
D. Perolehan Genetik
Taksiran perolehan genetik merupakansuatu nilai kuantitatif dari respon populasi atasadanya seleksi pada populasi tersebut. Seberapabesar perolehan genetik dapat dicapai, sangat eratkaitannya dengan nilai heritabilitas masing-masing karakter atau sifat. Taksiran nilaiheritabilitas yang tinggi akan menghasilkanperolehan genetik yang tinggi (besar), jika nilaiheritabilitasnya rendah, maka perolehan genetikjuga relatif rendah. Perolehan genetik jugadipengaruhi oleh intensitas seleksi.
Dalam penelitian ini perolehan genetikdihitung dengan asumsi bahwa dari 35 klon yangdiuji, akan diseleksi sebesar 30 % (10 klon), 20% (7 klon) dan 15 % (5 klon), dengan nilaiintensitas seleksi masing-masing sebesar 1,527,1,360 dan 1,160 sesuai tabel intensitas seleksimenurut Becker (1992). Dengan intensitasseleksi tersebut, diperoleh hasil perhitungantaksiran perolehan genetik sebagaimanadisajikan pada Tabel 5.
Hasil di atas menunjukkan bahwaperolehan genetik untuk karakter tinggi (0,98-1,28 %) dan diameter (0,81-1,16 %), relatifrendah dibanding bentuk batang (3,03-3,43 %)dan volume (3,55-8,40 %). Hal ini disebabkankarena nilai komponen varians bentuk batangyang cukup besar, yaitu hampir 4 kali lebih besardibanding nilai komponen varians genetik (klon)untuk karakter tinggi dan 5 kali lebih besardibanding nilai komponen varians genetik untukkarakter diameternya (Tabel 3), begitu pula
Karakter
(Character)
Rerata
(Average)
Jumlah klon
(Number of clone)
Perolehan genetik
(%)
(Genetic gain)
Peningkatan sifat
(Improve of character)
Tinggi
(height)
Diameter
(diameter)
Bentuk batang
(stem form)
Volume
(volume)
7,764 (m)
7,412 (cm)
3,91
0,025 m3/phn
5
7
10
5
7
10
5
7
10
5
7
10
1,28
1,14
0,98
1,16
0,89
0,81
3,43
3,40
3,03
8,40
6,00
3,55
7,86 (m)
7,85 (m)
7,84 (m)
7,49 (cm)
7,48 (cm)
7,47 (cm)
4,044
4,043
4,028
0,0271 m3/phn
0,0265 m3/phn
0,0258 m3/phn
Jurnal Penelitian Hutan Tanaman
Vol.8 No. , 2011,3 Juli 179 - 186
185
halnya dengan nilai heritabilitasnya yang jauhlebih besar yaitu 0,30 untuk bentuk batang dan0,39 untuk volume, sementara untuk karaktertinggi dan diameter masing-masing sebesar 0,16dan 0,13 (Tabel 4). Dari hasil tersebut nampakbahwa dengan nilai komponen varians genetikserta heritabilitas yang lebih besar, maka peluangpeningkatan genetik yang dapat diperoleh akanmenjadi lebih besar. Peningkatan genetik jugamenjadi semakin tinggi dengan semakintingginya tingkat intensitas seleksi (Tabel 5).
Mengingat bahwa umur tanaman masihrelatif sangat muda yaitu 3 tahun, dimanapertumbuhan tanaman masih sangat dipengaruhioleh faktor lingkungan, maka kemungkinanterjadinya perubahan pada koefisien komponenvarians genetik serta heritabilitasnya pada saatumur tanaman bertambah (lebih tua) masihsangat dimungkinkan dapat berubah, dengandemikian peluang perolehan genetik yang lebihbesar tetap bisa diharapkan.
Korelasi genetik mempunyai arti yangsangat penting dalam program pemuliaan pohon,terutama untuk mengembangkan dua karakteratau sifat yang berbeda dengan berdasarkan padapenerapan seleksi atas satu karakter, denganharapan secara tidak langsung akan dapatmemperbaiki karakter yang lainnya (Zobel danTalbert, 1984). Koefisien korelasi genetikmenggambarkan seberapa besar sesungguhnyahubungan keeratan antar karakter secara genetik.Hasil perhitungan korelasi genetik antar karakter
E. Korelasi Genetik
(diameter dan tinggi) selengkapnya disajikanpada Tabel 6.
Korelasi genetik antar sifat tinggi dengandiameter sebesar 1,01 merupakan nilai yangbersifat , hal ini disebabkan karenatidak seimbangnya rasio antara komponenvarians genetik dengan komponen variansinteraksinya (Matheson dan Raymond,1984 ;Isik dan Kleinschmidt, 2005). Korelasi antarkarakter tinggi dengan bentuk bantangmenunjukkan hubungan korelasi yang cukupkuat, yaitu sebesar 0,67. Sementara korelasi antarkarakter diameter dengan bentuk batang sebesar0,88. Hasil ini menggambarkan bahwa karakterdiameter mempunyai pengaruh positif yang kuatterhadap karakter tinggi maupun bentuk batang.Dari hasil ini dapat dikatakan bahwa apabilahendak melakukan seleksi, maka seleksi cukupdidasarkan pada satu karakter yaitu diameter,karena dengan hanya memprioritaskan padakarakter diameter sesungguhnya akan diikutidengan perbaikan karakter tinggi dan bentukbatangnya. Dengan demikian pelaksanaanseleksi akan menjadi lebih efisien, baik dari sisianggaran maupun waktu. Namun demikian untukuji klon ini, karena korelasi genetik yangdiperoleh dari tanaman yang masih sangat mudadimana kinerja genetik masih relatif labil (belumcukup stabil), maka masih perlu untuk dikajihubungan korelasinya dalam beberapa tahun kedepan saat umur tanaman relatif lebih tua, saatkinerja genetik tanaman sudah relatif stabil. Haltersebut sangat penting guna diperolehanpeningkatan genetik sebagaimana yangdiharapkan.
overestimate
Umur
(Age)
Karakter/sifat
(Character)
Tinggi
(Height)
Bentuk batang
(stem form)
3 Tahun
(3 Years)
Tinggi
(Height)
Diameter
(Diameter)
-
1,01
0,67
0,88
Tabel ( ) 6. Korelasi genetik antar sifat pada uji klon jati umur 3 tahun di KHDTK Kemampo,Sumatera Selatan (
Tablegenetic correlation on clonal test of teak at KHDTK Kemampo, South
Sumatera)
IV. KESIMPULAN
1. Dari 35 klon yang diuji terdapat variasigenetik antar klon, namun sumbanganvariasinya terhadap total variasi relatif sangat
rendah yaitu 2,49 %, untuk karakter tinggi,1,73 % diameter dan 9,15 % untuk karakterbentuk batang.
2. Korelasi genetik antara karakter tinggi dengandiameter sebesar 1,01 ( ),overestimate
Perolehan Genetik Pada Uji Klon Jati (Tectona Grandis L.F)Umur 3 Tahun Di Khdtk Kemampo, Sumatera Selatan
Agus Sofyan, Mohammad Na'iem, Sapto Indrioko
sementara korelasi antar karakter tinggidengan bentuk batang serta diameter denganbentuk batang, masing-masing sebesar 0,67untuk dan 0,88.
3. Taksiran peningkatan genetik yang diperolehadalah sebesar 1,28 % dan 1,16 % untukkarakter tinggi dan diameter, 3,43 % dan 8,40% untuk bentuk batang dan volume, denganasumsi menggunakan 5 klon terbaik.
Becker, W. A. 1992.. Academic Enterprise. Pullman.
USA. Fifth Edition.
Bhat, K.M. 2003.
. Proceeding of TheInternational Conference on QualityTimber of Teak From Sustainable ForestManagement. Peechi, India 2-5 Desember2003.
Bramasto, Y. dan Suita, E. 2005. VariasiPertumbuhan Tanaman Jati dari BerbagaiKlon di Kebun Percobaan Rumpin.Prosiding Seminar Nasinal. DenganIPTEK Membangun Hutan TanamanDemi Kemakmuran Bangsa danTerciptanya Kelestarian Lingkungann.Pusa t L i tbang Hutan Tanaman .Yogjakarta, 2005.
Cotterill, P.P. dan C.A. Dean. 1990..
CSIRO Division of Forestry and ForestProduct.Australia.
Isik, K. dan Kleinschmit, J. 2005.
. Theor Appl Genet (2005) 110 :311-322.
Iskak, M. 2005. Produktivitas Tegakan Jati JPPIntensif sampai dengan Umur 20 Tahun keDepan. Seperempat Abad Pemuliaan JatiPerum Perhutani. Pusat PengembanganSumber Daya Hutan Perum Perhutani.
Kramer, P.J and T.T. Kozlowsky, 1979.. Academic
Press. NewYork. Sanfransisco. London.
Leksono, B. 1994. Variasi Genetik ProduksiGetah Jungh et.de Vriese.
DAFTAR PUSTAKA
Manual of QuantitativeGenetics
Quality Concerns ofSustainable Teak Wood Chain. QualityTimber Product of Teak From SustainableForest Management
SuccessfulTree Breeding With Index Selection
Similarties andeffectiveness of tes eninvironments inselecting and deploying desirablegenotypes
Physiology of Woody Plant
Pinus merkusii
Tesis. Fakultas Kehutanan UniversitasGadjah Mada, Yogyakarta. tidak di-publikasikan
Matheson, A. C. dan Raymond, C. A. 1984. TheImpact of Genotype x EnvironmentInteractions on AustralianBreeding Program.
Na'iem, M. 2000. Prospek Perhutanan Klon Jatidi Indonesia. Prosiding Seminar NasionalStatus Silvikultur di Indonesia Saat ini.Wanagama,Yogjakarta. 2000.
Shelbourne, C.J.A. 1972.
. Proc .IUFRO Genetics-Sabrao Joint Symposia.Tokyo.
Siregar, I.Z. dan Mansur, I. 2004. Posisi BenihUnggul Versus Silvikultur Intensif DalamPembangunan Hutan Rakyat Jati. Makalahdisampaikan dalam pertemuan ForumKomunikasi Jati, Tema MenjawabTantangan Pengembangan Jati Rakyatdan Pemasarannya. Pusat Litbang Bio-teknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan.Yogjakarta, 2004.
Siswamartana, S. dan Wibawa, A. 2005. EarlyPerformance Clonal Test of Teak in PerumPerhutani. International Forestry Review.Vol 7 (5). 2005.
Sofyan,A. dan Syaiful, I. 2008. Pemeliharaan Jati( ) di KHDTK Kemampo.Laporan Penelitian. Balai PenelitianKehutanan Palembang (tidak dipubikasi-kan).
Steel, R.G.D dan J.H. Torrie. 1991. Prinsip danProsedur Statistika. PT. Gramedia PustakaUtama. Jakarta.
Russell, J.H. dan Libby, W.J. 1986.
.Canadian Juornal of Forestry Research.Vol. 16. 1986.
Wibowo, A. 2002. Evaluasi Uji Klon Jati PadaUmur 15 bulan. Buletin PenelitianPusbanghut. Vol V. No 03. 2002. PerumPERHUTANI. Pusat PengembanganSumberdaya Hutan Cepu.
Zobel, B.J. and. J. Talbert., 1984.. John Wiley and Sons.
NewYork.
.
Pinus radiata
Genotype-environmentInteraction : Its Study and its Implicationsin Fores try Improvement
Tectona grandis
ClonalTesting Efficiency : The Trade-off BetweenClone Tested and Ramet per Clone
Applied ForestTree Improvement
186
Jurnal Penelitian Hutan Tanaman
Vol.8 No. , 2011,3 Juli 179 - 186
187
KAJIAN PADA SEMAI PEREPAT( Miq dan JELUTUNG ( Hook)
DIINOKULASI sp 3 DI TANAH GAMBUT
WATER TABLECombretocarpus rotundatus Dyera lowii
Glomus
Study Of Water Table In Seedlings Of Perepat (Combretocarpus rotundatus Miq) andJelutung (Dyera lowii Hook) Inoculated Glomus sp 3 In Peat Soil
Burhanuddin , Siti Kabirun , Bostang Radjagukguk , dan Sumardi
Water table Glomus
1* 2 2 3
1
2
3
*
Fakultas Kehutanan, Universitas Tanjungpura PontianakJl. Jend. A. Yani Kompleks Untan Benua Melayu Darat Pontianak Selatan
Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta*
Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta**Kampus UGM Bulak Sumur - Yogyakarta 55281
E-mail : Penulis untuk [email protected]
Naskah masuk : 26 Oktober 2010; Naskah diterima : 31 Mei 2011
ABSTRACT
Keywords:
A study on the influence of water table on the growth Miq andHook inoculation with arbuscular mycorrhizal fungi (AMF) and fertilization SP 36 in peat soils wasconducted in greenhouse Soil Sience Laboratory Faculty of Agriculture, is Gadjah Mada University inYogyakarta for 14 weeks. The goal of research purpose wa to determine the effect of water table, Pfertilization and inoculation with AMF on the growth of Miq and Hook seedlings.Nursery experiments were conducted using Completely Randomized Factorial Design with threereplications. Observations made on Miq and Hook seedlings 14 weeksof age afterweaning include: height, diameter, number of leaves, shoot dry weight, and P uptake of plants afterharvest. Experiments of water table, fertilized of 100 ppm SP 36 and inoculated with sp 3 resultedin the best water table is 20 cm in Miq and Hook seedlings. In the water table 20 cmincrease in growth of Miq are 324.86% high, 366.67% diameter, 437.50 % number ofleaves, 630.00% shoot dry weight and P uptake of 835.80%. For Hook are 107.61% high,136.05% diameter, 42.01 % number of leaves, shoot dry weight of 643.83% and 851.56% P uptake. It wasconcluded that inoculation with the AMF type of Glomus sp 3 combined with the provision of P fertilizerdosage of 100 ppm SP 36 and planting on water table level 20 cm and 10 cm can be used widely toimprove growth of Miq and Hook seedling in the nursery
water table Combretocarpusrotundatus Dyera lowii
Glomus
Combretocarpus rotundatus Dyera lowii
C.rotundatus D.lowii
C.rotundatus D.lowii
GlomusC.rotundatus D.lowii
C.rotundatusD.lowii
C. rotundatus D. lowii
Penelitian pengaruh (jeluk muka air tanah) terhadap pertumbuhan perepat (Miq) dan jelutung ( Hook) dengan inokulasi jamur mikoriza arbuskula (JMA) dan
pemupukan SP 36 di tanah gambut dilaksankan di rumah kaca laboratorium Ilmu Tanah FakultasPertanian Universeitas Gadjah Mada Yogyakarta selama 14 minggu. Tujuan penelitian untuk mengetahuipengaruh jeluk muka air tanah, pemupukan P dan inokulasi JMA terhadap pertumbuhan semai perepatdan jelutung. Percobaan persemaian menggunakan Rancangan Acak Lengkap Faktorial dengan tigaulangan. Pengamatan dilakukan pada umur semai perepat dan jelutung 14 minggu setelah penyapihanyang meliputi: tinggi, diameter, jumlah daun, dan untuk berat kering pucuk dan serapan P tanamandilakukan setelah panen. Percobaan pengujian jeluk muka air tanah pada semai perepat dan jelutung yangdipupuk SP 36 takaran 100 ppm dan diinokulasi dengan sp 3 membuktikan bahwa jeluk muka airtanah terbaik adalah 20 cm. Pada jeluk muka air tanah 20 cm peningkatan pertumbuhan untuk perepattinggi 324,86 %, diameter 366,67 %, jumlah daun 437,50 %, berat kering pucuk 630,00 % dan serapan P835,80 %. Untuk jelutung tinggi 107,61 %, diameter 136,05 %, jumlah daun 42,01 %, berat kering pucuk
.
ex-PLG, peat, , sp 3
ABSTRAK
188
I. PENDAHULUAN
Pada tahun 1995 telah dilakukan pem-bukaan lahan gambut di Kalimantan Tengah yangdikenal dengan Pengembangan Lahan GambutSejuta Hektar (PLG atau -MRP) yang luas totalnya 1.457.100 hektar.Pembukaan lahan ini disertai dengan pembuatankanal. Akibat pembuatan kanal dengan totalpanjang 2.008,7 km dengan berbagai ukuranlebar dan kedalaman, telah terjadi kerusakanstatus hidrologi kawasan secara drastis yaituterjadi pengatusan sangat berlebihan sertarendahnya retensi air dan jeluk muka air tanah.Takahashi . (2002) memaparkan perubahanyang terjadi pada jeluk muka air tanah di blok Cex-PLG, di musim penghujan saja jeluk muka airtanah bisa mencapai 5 cm - 50 cm yang se-harusnya pada kondisi normal pada musimpenghujan bisa tergenang dengan ketinggian 100cm dari atas permukaan tanah.
Pada tahun 2005
(CIMTROP) UniversitasPalangkaraya, bekerjasama dengan masyarakatUni Eropa melakukan restorasi hidrologi denganpembuatan dam atau pembendungan kanal-kanalyang mengering di blok C Kelampangan.Menurut Limin . (2008) perubahan yangterjadi pada jeluk muka air tanah sebelum dansesudah pembendungan kanal di blok C ex-PLG,pada bulan-bulan tertentu terjadi perubahan jelukmuka air tanah yang meningkat, seperti yangterjadi pada bulan Agustus 2005 (sebelumpembendungan pada bulan Nopember 2004 jelukmuka air tanah mencapai 112 cm, setelahpembendungan pada bulan Agustus 2005 jelukmuka air tanah hanya 9 cm).
Menurut Ritzema . (2008) jeluk mukaair tanah gambut pada musim kemarau bisamencapai 40 cm di bawah permukaan, sedangkanpada musim hujan mencapai 100 cm dari ataspermukaan tanah. Selanjutnya menurut Ritzema
. (2008) meskipun restorasi hidrologi denganpembendungan kanal tidak menunjukkanperubahan jeluk muka air tanah yang signifikan,
Mega Rice Project
et al
Centre for InternationalCo-operation in Sustainable Management ofTropical Peatlands
et al
et al
et al
tetapi pembendungan kanal sangat berperanpenting dalam proses rehabilitasi lahan gambutseperti mengurangi subsiden, mengurangi emisikarbon, mengurangi kebakaran dan dalam jangkapanjang dapat memulihkan hutan rawa gambutsecara alami.
Berdasarkan kenyataan tersebut di atas,maka dipandang sangat penting untuk dilakukanperbaikan melalui suatu upaya konservasi yaitudengan melakukan pemulihan pada lahan gambuttersebut dengan campur tangan manusia. Namundemikian, kegiatan pemulihan ini akan selaluberhadapan dengan masalah yang disebabkanoleh pembukaan lahan gambut tersebutdiantaranya: (1) permukaan air tanah menyusut,(2) terjadi kekeringan, (3) pH tanah asam, (4)miskin unsur hara dan (5) aktivitas mikro-organisme rendah. Untuk mengatasi kendala-kendala tersebut, perlu diusahakan suatuteknologi alternatif yang tepat yaitu denganpupuk hayati ( ). Pupuk hayati telahberhasil dikembangkan di negara-negara majusebagai pupuk yang potensial dan aman bagilingkungan, salah satu diantaranya adalah JamurMikoriza Arbuskula (JMA) (Gumbira-Said,1996; Mendoza e . 2005; Leigh . 2008;Garcia & Mendoza, 2008; Cornejo . 2008;Cardoso . 2009).
Penelitian yang mengungkap perananJMA dalam meningkatkan pertumbuhan telahbanyak dilakukan pada berbagai tanaman hutan,yaitu pulai, bungur, mangium, dan sungkai(Martin . 2004),(Turjaman . 2007), ramin (Muin, 2003), jati(Faridah, 1999), (Santoso
. 2007), (Pidjath .2007), dan (Prayudyaningsih &Santoso, 2007). Pada perepat (
Miq) dan jelutung (Hook), penelitian JMA ini belum banyakdilakukan.
Perepat adalah salah satu jenis asli hutanrawa gambut yang dapat tumbuh baik padakondisi terbuka. Sebagaimana yang dijelaskanSaito . (2002) bahwa jenis perepat,gerunggang ( ) dan asam-
biofertilizer
t al et alet al
et al
et al Shorea balangeranet al
Aquilaria microcarpaet al Acacia crassicarpa et al
Vitex cofassusCombretocarpus
rotundatus Dyera lowii
et alCratoxylon arborescen
Jurnal Penelitian Hutan Tanaman
Vol.8 No. , 2011,3 Juli 187 - 196
643,83 % dan serapan P 851,56 %. Disimpulkan bahwa inokulasi dengan JMA jenis sp 3 yangdikombinasikan dengan pemberian pupuk P takaran 100 ppm dan penanaman pada jeluk muka air tanah20 cm dan 10 cm dapat dimanfaatkan secara luas untuk meningkatkan pertumbuhan bibit perepat (
Miq) dan jelutung ( Hook) di persemaian
Glomus
C.rotundatus D.lowii .
Kata kunci : ex-PLG, gambut, sp 3,Glomus Water table
189
Kajian Water Table Pada Semai Perepat (combretocarpus Rotundatus MiqDan Jelutung ( Hook) diinokulasi sp 3 di Tanah GambutDyera lowii Glomus
Burhanuddin, Siti Kabirun, Bostang Radjagukguk, dan Sumardi
asam ( sp) dapat tumbuh baik padatempat-tempat terbuka, tahan kekeringan dantahan terhadap suhu tanah yang tinggi. Lebihlanjut dijelaskan bahwa jenis perepat,gerunggang dan asam-asam merupakan jeniscepat tumbuh di hutan rawa gambut (Saito .2002). Jelutung juga merupakan jenis asli yangtumbuh di hutan rawa gambut. Jenis ini me-rupakan jenis pohon dwiguna, yang cocok untukditanam pada lahan gambut yang akandikonservasi. Jelutung hanya akan dimanfaatkandari hasil ikutannya saja berupa getah jelutung.
Hasil penelitian Burhanuddin . (2010)membuktikan bahwa jenis JMA sp 3yang terbaik meningkatakan pertumbuhan semaiperepat dari beberapa jenis JMA yang diuji padamedia gambut. Selanjutnya dijelaskan pulabahwa tanaman perepat yang dipupuk denganpupuk SP 36 takaran 100 ppm dan diinokulasi
sp 3 adalah takaran pupuk terbaikmeningkatkan pertumbuhan semai perepat padamedia gambut (Buranuddin, 2011). Demikianjuga pada tanaman jelutung yang dipupuk denganbatuan fosfat takaran 100 ppm dan diinokulasi
sp 3 adalah yang terbaik meningkatkanpertumbuhan jelutung pada media gambut(Burhanuddin, 2001).
Tujuan dari penelitian ini adalah untukmengetahui pengaruh jeluk muka air tanah,pemupukan P dan inokulasi JMA terhadappertumbuhan semai perepat dan jelutung padatanah gambut
Penelitian yang dilaksanakan pada bulan
April 2009 Agustus 2009, di rumah kaca Labora-
torium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Univer-
sitas Gadjah Mada menggunakan; a). benih
perepat ( ) dan jelutung ( )
rawa yang berasal dari tegakan alam blok C ex-
PLG Kalampangan Palangkaraya, b). Pupuk Sp
36 dan c). JMAjenis sp 3.
Penelitian ini menggunakan metode
eksperimen murni dengan rancangan perlakuan
faktorial yang disusun dalam Rancangan Acak
Kelompok ( 2 x 7 ) dengan perlakuan jenis pohon
dan jeluk muka air tanah ( ) dan
ulangan sebanyak 3 kali. Jeluk muka air tanah
( ) diatur bervariasi dari 0 cm sampai
Mangifera
et al
et alGlomus
Glomus
Glomus
C. rotundatus D. lowii
Glomus
water table
water table
.
II. BAHAN DAN METODE
A. Bahan Penelitian
B. Metode Penelitian
40 cm dengan interval 10 cm. Tanah dengan ber-
bagai jeluk muka air tanah tersebut dipupuk
dengan 100 gram SP 36 dan diinokulasi JMA
jenis sp 3. Selain itu disertakan pula
tanah dalam kondisi tergenang air 1 cm tanpa
dipupuk dan tidak diinokulasi JMA sebagai
kontrol.
Benih perepat dan jelutung dikecambah-kan dalam bak kecambah yang berisi mediagambut yang sudah steril. Setelah semai berumursatu bulan, dilakukan penyapihan. Selanjutnyasemai ditanam dalam kantong plastik hitamukuran 2,5 kg yang telah diisi media gambutsteril. Pupuk basal diberikan dalam bentuklarutan yang terdiri dari 70 ppm NH NO , 35 ppm
KH PO4, 70 ppm K SO , 70 ppm CaCl , 22 ppm
CuSO .5H O, 5 ppm ZnSO .7H O 10 ppm
MnSO .7H O, 0,33 ppm CoSO .7H O, 0,20 ppm
NaMoO .2H O, dan 20 ppm MgSO .7H O.
Tanaman ditumbuhkan selama 14 minggusetelah penyapihan, di rumah kaca LaboratoriumIlmu Tanah Fakultas Pertanian UniversitasGadjah Mada. Data yang dikumpulkan terdiridari tinggi (cm), diameter pangkal batang (mm),jumlah daun (helai), berat kering pucuk (gram),dan serapan hara Ptanaman.
Data tinggi, diameter, jumlah daun, beratkering pucuk dan serapan hara P tanamandianalisis menurut analisis keragaman (ANOVA)rancangan acak kelompok menggunakan metodaSAS X3.
Pertumbuhan semai perepat dan jelutungdinilai berdasarkan pengamatan terhadappertumbuhan tinggi, diameter, jumlah daun, beratkering pucuk dan serapan P tanaman. Hasilanalisis keragaman pengaruh faktor perlakuandisajikan dalam Tabel 1, 2, 3, 4 dan 5.
Tabel 1. Hasil sidik ragam pengaruh jelukmuka air tanah dengan pemupukan SP 36 daninokulasi JMA terhadap tinggi semai perepatdan jelutung (The results of analysis variance ofinfluence of water table with SP 36 fertilizationandAMF inoculation for hight and
seedling).
Glomus
C. rotundatusD.lowii
C. Tahapan PelaksanaanPenelitian
D. Analisis Data
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
4 3
2 2 4 2
4 2 4 2
4 2 4 2
4 2 4 2
190
Tabel ( ) 2. Hg (
)
Table asil sidik ragam pengaruh jeluk muka air tanah dengan pemupukan SP36 dan inokulasiJMA terhadap diameter semai perepat dan jelutun The results of analysis variance ofinfluence of water table with SP 36 fertilization and AMF inoculation for diameter C.rotundatus and D.lowii seedling
Sumber keragamanPr > F
Ulangan
Pohon (J)
Jeluk (W)
J*W
Galat
2
1
6
6
26
3,25
0,21
98,05
18,36
9,25
1,62
0,21
16,34
3,06
0,35
4,57*
0,60*
45,94*
8,61*
0,0100
0,0001
0,0001
0,0001
Total 41 129,14CV = 13,68
Tabel ( ) 3. Hasil sidik ragam pengaruh jeluk muka air tanah dengan pemupukan SP36 dan inokulasiJMAterhadap jumlah daun semai perepat dan jelutung (
)
TableThe results of analysis variance
of influence of water table with SP 36 fertilization and AMF inoculation for number ofleaves C. rotundatus and D.lowii seedling
Keterangan ( ) * = Signifikan ( )Remarks Significant
Sumber keragamanPr > F
Ulangan
Pohon (J)
Jeluk (W)
J*W
Galat
2
1
6
6
26
69,85
1303,71
1623,57
1323,95
633,47
34,92
1303,71
270,59
220,65
24,36
1,43tn
53,51*
11,11*
9,06*
0,2567
0,0001
0,0001
0,0001
Total 41 4954,57
Pada Tabel 1, 2, 3, 4 dan 5 memperlihatkanbahwa perlakuan denganpemupukan SP 36 dan inokulasi dengan jenisJMA mem-berikan pengaruh yang sangat nyataterhadap semua parameter yang diuji yaitu;tinggi, diameter, jumlah daun, berat keringpucuk dan serapan P tanaman. Secara umum,perlakuan dengan pemberian pupukSP 36 dan inokulasi jenis JMA mempengaruhi
water table
water table
pertumbuhan semai perepat dan jelutung dipersemaian. Perbedaan tanggap tinggi semaiperepat dan jelutung terhadap tiap jeluk muka airtanah umur 14 minggu setelah penyapihandisajikan dalam Gambar 1. Tinggi semai perepatberbeda nyata terhadap jeluk muka air tanah 10cm, 40 cm, 0 cm, 30 cm dan 20 cm dibandingkandengan tanaman kontrol. Peningkatan tinggisemai perepat pada jeluk muka air tanah 10 cm,
Jurnal Penelitian Hutan Tanaman
Vol.8 No. , 2011,3 Juli 187 - 196
Tabel ( )1. Hasil sidik ragam pengaruh jeluk muka air tanah dengan pemupukan SP36 dan inokulasiJMA terhadap tinggi semai perepat dan jelutung (
C.rotundatus D.lowii )
TableThe results of analysis variance of
influence of water table with SP 36 fertilization and AMF inoculation for hightand seedling
Sumber keragaman( )Source of variance
Derajat bebas(
)Degrees offreedom
Jumlah kuadrat( )Sum of Squares
Kuadrat tengah( )Mean Squares
F hitung( )F cale
Pr > F
Ulangan
Pohon (J)
Jeluk (W)
J*W
Galat
2
1
6
6
26
18,18
9223,37
4172,17
2192,19
321,61
9,09
9223,37
695,36
365,36
12,36
0,73tn
745,64*
56,21*
29,54*
0,4893
0,0001
0,0001
0,0001
Total 41 15927,53
CV = 12,22 Keterangan ( ) * = Signifikan ( )tn = tidak berbeda nyata ( )
Remarks SignificantNon-significant
Derajat bebas(
)Degrees offreedom
Jumlah kuadrat( )Sum of Squares
Kuadrat tengah( )Mean Squares
F hitung( )F cale
Derajat bebas(
)Degrees offreedom
Jumlah kuadrat( )Sum of Squares
Kuadrat tengah( )Mean Squares
F hitung( )F cale
CV = 26,37 Keterangan ( ) * = Signifikan ( )tn = tidak berbeda nyata ( )
Remarks SignificantNon-significant
191
40 cm, 0 cm, 30 cm, dan 20 cm berturut-turutlebih besar 132,35 %, 162,22 %, 182,67 %,237,83 %, dan 324,86 % dibandingkan dengantanaman kontrol. Tinggi semai jelutung berbedanyata terhadap jeluk muka air tanah 30 cm, 0 cm,10 cm dan 20 cm dibandingkan dengan tanaman
kontrol. Peningkatan tinggi semai jelutung padajeluk muka air tanah 30 cm, 0 cm, 10 cm, dan 20cm berturut-turut lebih besar 77,61 %, 83,75 %,102,27 %, dan 107,61 % dibandingkan dengantanaman kontrol.
Tabel ( ) 5. H
)
Table asil sidik ragam pengaruh jeluk muka air tanah dengan pemupukan SP36 dan inokulasiJMA terhadap serapan P semai perepat dan jelutung (The results of analysis variance ofinfluence of water table with SP 36 fertilization and AMF inoculation for P uptake C.rotundatus and D.lowii seedling
Sumber keragamanPr > F
Ulangan
Pohon (J)
Jeluk (W)
J*W
Galat
1
6
6
26
3044,53
4392,59
2533,68
2295,85
3044,53
732,09
422,28
37,13*
8,93*
5,15*
0,0001
0,0001
0,0011
Total 41 12266,67
cd
b
a
dc
e
hifghfffgh
i
0
10
20
30
40
50
60
70
80
Kontrol 0 10 20 30 40
Water table
Tin
gg
is
em
ai(c
m)
Perepat Jelutung
Keterangan ( ):Huruf yang sama pada histogram tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan taraf 5persen (Bars with the same letter are not significantly different based on Duncan's multiple range test(0,05)
Remarks
Gambar 1. Pengaruh pupuk SP 36 dan inokulasi JMA terhadap tinggi semaiperepat dan jelutung (
)
(Figure) water table,Effect of water table, SP 36 fertilization and AMF
inoculation for height on C.rotundatus and D.lowii seedling
Kajian Water Table Pada Semai Perepat (combretocarpus Rotundatus MiqDan Jelutung ( Hook) diinokulasi sp 3 di Tanah GambutDyera lowii Glomus
Burhanuddin, Siti Kabirun, Bostang Radjagukguk, dan Sumardi
Tabel ( ) 4. Hasil Hasil sidik ragam pengaruh jeluk muka air tanah dengan pemupukan SP 36 daninokulasi JMAterhadap berat kering pucuk semai perepat dan jelutung (
)
TableThe results of
analysis variance of influence of water table with SP 36 fertilization and AMFinoculation for shoot dry weight C. rotundatus and D.lowii seedling
Sumber keragamanPr > F
Ulangan
Pohon (J)
Jeluk (W)
J*W
Galat
2
1
6
6
26
22,75
224,02
314,05
216,26
120,31
11,37
224,02
52,34
36,04
4,62
2,46tn
48,41*
11,31*
7,79*
0,1052
0,0001
0,0001
0,0001
Total 41 897,40
CV = 45.08 Keterangan ( ) * = Signifikan ( )tn = tidak berbeda nyata ( )
Remarks SignificantNon-significant
Derajat bebas(
)Degrees offreedom
Jumlah kuadrat( )Sum of Squares
Kuadrat tengah( )Mean Squares
F hitung( )F cale
Derajat bebas(
)Degrees offreedom
Jumlah kuadrat( )Sum of Squares
Kuadrat tengah( )Mean Squares
F hitung( )F cale
192
ef
aba
debcd
g fg
cde
bc
a
bc
gh
0
1
2
3
4
5
6
7
8
Kontrol 0 10 20 30 40
Water table
Dia
me
ter
ba
tan
g(m
m)
Perepat Jelutung
Keterangan : Huruf yang sama pada histogram tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan taraf 5persen (
(Remarks)Bars with the same letter are not significantly different based on Duncan's multiple range test
(0,05)
Gambar ( ) 2. Pengaruh pupuk SP 36 dan inokulasi JMA terhadap diameter semaiperepat dan jelutung (
Figure water table,Effect of water table, SP 36 fertilization and AMF inoculation
b
aa
bcbcdcde cdecdecdecdecdecde
0
10
20
30
40
50
Kontrol 0 10 20 30 40
Water table
Ju
mla
hd
au
n(h
ela
i)
Perepat Jelutung
Keterangan : Huruf yang sama pada histogram tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan taraf 5persen ((Remarks)
Bars with the same letter are not significantly different based on Duncan's multiple range test (0,05)
Gambar ( ) 3. Pengaruh pupuk SP 36 dan inokulasi JMA terhadap jumlah daunsemai perepat dan jelutung (
)
Figure water table,Effect of water table, SP 36 fertilization and AMF
inoculation for number of leaves on C.rotundatus and D.lowii seedling
Jurnal Penelitian Hutan Tanaman
Vol.8 No. , 2011,3 Juli 187 - 196
Diameter semai perepat berbeda nyataterhadap jeluk muka air tanah 40 cm, 10 cm, 0cm30 cm dan 20 cm dibandingkan dengantanaman kontrol (Gambar 2). Peningkatan dia-meter semai perepat pada jeluk muka air tanah 40cm, 10 cm, 0 cm, 30 cm, dan 20 cm berturut-turutlebih besar 166,67 %, 188,67 %, 244,67 %,311,33 % dan 366,67 % dibandingkan dengan
tanaman kontrol. Diameter semai jelutungberbeda nyata terhadap jeluk muka air tanah 30cm, 0 cm, 20 cm, dan 10 cm dibandingkan dengantanaman kontrol. Peningkatan diameter semaijelutung pada jeluk muka air tanah 30 cm, 0 cm,20 cm, dan 10 cm berturut-turut lebih besar 93,13%, 136,05 %, 136,05 %, dan 186,26 % di-bandingkan dengan tanaman kontrol.
Perbedaan tanggap berat kering pucuksemai perepat dan jelutung terhadap tiap jelukmuka air tanah umur 14 minggu setelahpenyapihan disajikan dalam Gambar 4. Beratkering pucuk semai perepat berbeda nyata
terhadap jeluk muka air tanah 30 cm dan 20 cmdibandingkan dengan tanaman kontrol.Peningkatan berat kering pucuk semai perepatpada jeluk muka air tanah 30 cm dan 20 cmberturut-turut lebih besar 534,76 % dan 630,00 %
193
bc
b bc
aa
b
cbc
bbc bc
c
0
5
10
15
20
Kontrol 0 10 20 30 40
Water table
Be
rat
ke
rin
gp
uc
uk
(g)
Perepat Jelutung
Keterangan ( ):Remark Huruf yang sama pada histogram tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan taraf 5 persen( )Bars with the same letter are not significantly different based on Duncan's multiple range test (0,05
Gambar ( ) 4. Pengaruh pupuk SP 36 dan inokulasi JMA terhadap berat kering pucuksemai perepat dan jelutung (
)
Figure water table,Effect of water table, SP 36 fertilization and AMF
inoculation for shoot dry weight on C.rotundatus and D.lowii seedling
Kajian Water Table Pada Semai Perepat (combretocarpus Rotundatus MiqDan Jelutung ( Hook) diinokulasi sp 3 di Tanah GambutDyera lowii Glomus
Burhanuddin, Siti Kabirun, Bostang Radjagukguk, dan Sumardi
dibandingkan dengan tanaman kontrol. Beratkering pucuk semai jelutung berbeda nyataterhadap jeluk muka air tanah 20 cm
dibandingkan dengan tanaman kontrol.Peningkatan berat kering pucuk semai jelutungpada jeluk muka air tanah 20 cm sebesar 643,83
b
aa
bb
bcd bcdbcdbcd
bcd
bcdcd
0
10
20
30
40
50
60
Kontrol 0 10 20 30 40
Water table
Se
rapa
nP
(mg/t
an)
Perepat Jelutung
Keterangan ( ): Huruf yang sama pada histogram tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan taraf 5persen (
).
RemarkBars with the same letter are not significantly different based on Duncan's multiple range test
(0,05
Gambar ( ) 5. Pengaruh pupuk SP 36 dan inokulasi JMA terhadap serapan P semaiperepa dan jelutung (
)
Figure water table,Effect of water table, SP 36 fertilization and AMF inoculation
for P uptake on C.rotundatus and D.lowii seedling
Serapan P tanaman perepat berbeda nyataterhadap jeluk muka air tanah 30 cm dan 20 cmdibandingkan dengan tanaman kontrol (Gambar5). Peningkatan serapan P tanaman perepat padajeluk muka air tanah 30 cm dan 20 cm berturut-turut sebesar 761,19 % dan 835,80 % dibanding-kan dengan tanaman kontrol. Serapan P tanamanjelutung tidak berbeda nyata, akan tetapi padajeluk muka air tanah 10 cm cenderung meningkatsebesar 851,56 % dibandingkan dengan tanamankontrol.
B. Pembahasan
Hasil penelitian ini membuktikan bahwasemai perepat dan jelutung meningkatpertumbuhannya dengan pengatuandan pemupukan SP 36 takaran 100 ppm yangdiinokulasi dengan jenis JMA. Hal ini didugaadanya asosiasi JMA endemik pada tanamanlokal gambut dapat meningkatkan pertumbuhanperepat dan jelutung. Hal ini sesuai denganpendapat Maki . (2008) jenis JMA endemik
water table
et al
194
Jurnal Penelitian Hutan Tanaman
Vol.8 No. , 2011,3 Juli 187 - 196
setempat dapat memberikan hasil yang signifikandalam meningkatkan pertumbuhan tanamanlokal pada tanah sulfat masam pH 3,4.
Hasil pengujian jeluk muka air tanahgambut membuktikan bahwa untuk pemulihanhidrologi dengan melakukan pembendungankanal tidak harus dengan penggenangan, karenasifat tanah gambut yang tidak bisa balik( ) akan menyebabkan lapisan atastanah gambut akan hanyut terbawa air yangmenyebabkan cepatnya penurunan tanah gambut( ). Hasil penelitian membuktikanbahwa jika akan memulihkan lahan gambutdengan melakukan penanaman dengan tanamanperepat bisa dilakukan dengan pengaturan jelukmuka air tanah mulai dari 40 cm, 30 cm, 20 cm,dan 10 cm, namun jeluk muka air tanah terbaikuntuk tanaman perepat adalah jeluk muka airtanah 20 cm. Jika lahan gambut akan ditanamidengan tanaman jelutung dapat dilakukan denganpengaturan jeluk muka air tanah mulai dari 20cm, 10 cm, dan tergenang 1 cm, dan yang terbaikpada jeluk muka air tanah 10 cm. Hal ini sesuaidengan sifat alami dari tanaman jelutung yangtumbuh baik pada kondisi dibawah naungan danmerupakan jenis yang masuk pada tahap sesudahjenis-jenis dalam kelompok tipe hutan
(Page . 1999). Lebih lanjut menurutShepherd . (1995), dan Page . (1999)jenis jelutung ada pada tipe hutan
, tipe hutan , dan tipe hutan. Dengan mengetahui jeluk
muka air tanah yang sesuai untuk tanamanperepat dan jelutung dapat dimanfaatkan untukmemulihkan tanah gambut dengan jenis-jenislain yang satu kelompok dengan perepatmisalnya -
, dan ,serta yang satu kelompok dengan jelutungisalnya , -
, dan (Page .1999). Hasil penelitian jeluk muka air tanah jugadapat digunakan untuk pemanfaatan lahangambut ex-PLG secara optimal, yaitu denganmengatur jeluk muka air tanah 30 cm untukpenanaman perepat, lahan gambut ex-PLG bisaditanami dengan tanaman campuran tanamanpertanian.
Hasil percobaan membuktikan bahwapengujian jeluk muka air tanah pada semai
irreversible
subsidence
riverineforest et al
et al et almixed swamp
forest transition foresttall interior forest
Cratoxylon arborescens, Campnosperma auriculata Palaquium leiocarpum
Shorea balangreran Shorea teysmanniana Gonystylus bancanus et al
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
perepat dan jelutung yang dipupuk SP 36 takaran100 ppm dan diinokulasi JMA jenis sp 3membuktikan jeluk muka air tanah terbaik 20 cm,kemudian diikuti jeluk muka air tanah 30 cm.
Secara umum dapat disarankan bahwa;1. JMA jenis sp 3 yang dikombinasikan
dengan pemberian pupuk P takaran 100 ppmdan ditanam pada jeluk muka air tanah 20 cmdapat dimanfaatkan secara luas meningkatkanbibit perepat ( Miq) dan jelutung( Hook) di persemaian.
2. Guna pemulihan lahan gambut khususnyaEX-PLG Palangkaraya disarankan untukmemanfaatkan pupuk hayati JMA jenis
sp 3 diinokulasikan pada perepat danditanam pada jeluk muka air tanah 20 cm atau30 cm di lapanagn.
3. Untuk tanaman jelutung disarankan ditanamnpada jeluk muka air tanah mulai dari 20 cm, 10cm dan tergenang 1 cm di lapangan.
Burhanuddin., S. Kabirun., B. Radjagukguk. &Sumardi. 2010.
Combretocarpusrotundatus
. JurnalBiota Vol.15 (1): 63-71.
Burhanuddin. 2011. Kajian Takaran Pupuk SP36 pada Perepat (
Miq) dengan InokulasiMikoriza di Tanah Gambut.
. VOL. 7 (2): 166-178.
Burhanuddin. 2011.
. Jurnal BELIAN. VOL. 10 (2): 135-144.
Cardoso, JA., de Lemos., EEP., dos Santos,TMC., Caetano, LC. & Nogueira, MA.2009. -
. Pesquisa Agropecuaria Brasileira.43(7): 887-892.
Cornejo, P., R. Rubio., C. Castillo., R. Azeon. &F. Borie. 2008.
Glomus
Glomus
C. rotundatusD.lowii
Glomus
Effect of AMF Inoculationon the Growth of
Miq on a Peat Soil from CentralKalimantan (For Restoration Ex-MegaRice Project Central Kalimantan)
Combretocarpusrotundatus
JurnalVOKASI
Mycorrhizal Symbioses withJelutung (Dyera lowii Hook) underIncreasing Phosphate Rock Levels in PeatSoil
Mycorrhizal Dependency of Mangaba Tree under Increaing PhosphorusLevels
Mycorrhizal Effectivenesson Wheat Nutrient Acquisition in an AcidicSoil from Southern Chile as Affected by
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
195
Kajian Water Table Pada Semai Perepat (combretocarpus Rotundatus MiqDan Jelutung ( Hook) diinokulasi sp 3 di Tanah GambutDyera lowii Glomus
Burhanuddin, Siti Kabirun, Bostang Radjagukguk, dan Sumardi
Nitrogen Sources.
Relationships among Soil Properties, PlantNutrition and Arbuscular MycorrhizalFungi-Plant Symbiosis in a TemperateGrassland along Hydrologic, Saline andSodic Gradients
Arbuscular Mycorrhizal Fungi can TransferSubstantial Amounts of Nitrogen to TheirHost Plant from Organic Material
Some Requirement forRestoration of Peatland in the FormerMega Rice Project in Central Kalimantan,Indonesia: Blocking Channels, IncreasingLivelihoods and Controlling Fires
Jurnal PenelitianHutan Tanaman
Plants Symbiotic Microorganismsin Acid Sulaft Soil: Significance in theGrowth of Pioneer Plants
Plant Growth, Nutrient Acquisition andMycorrhizal Symbioses of a WaterloggingTolerant Legume ( Mill in a
. From journal of plantNutrition 31: 1555-1569.
Faridah, E. 1999. Endomikoriza, Pengaruhnyaterhadap Pertumbuhan dan TingkatKetahanan terhadap Kekeringan padaSemai Jati. Prosiding SeminarNasional Status Silvikultur 1999. FakultasKehutanan Universitas Gadjah Mada. Hal:243-247.
Garcia, I.V. & R. E. Mendoza. 2008. -
. FEMS Microbiol Ecol63: 359-371.
Gumbira-Said,E. 1996. Prospek PemanfaatanBioteknologi untuk Penyediaan Pangan.27 (VII). 30-36.
Leigh, J., A. Hodge. & A.H. Fitter. 2008. -
. InJournal compilation. New Phytologist.181: 199-207.
Limin, S. H., J.O. Rieley., H. Ritzema & H.Vasander. 2008.
.
Proceedings of the 13 International PeatCongress: After Wise Use-The Future ofPeatlands. Volume 1. Edited by CatherineF and John Feehan. Tullamore, Ireland.Hal: 222-225.
Martin,E., Syaiful,I & Teten,R.S. 2004. Pe-ngaruh Endomikoriza dan Media Semaiterhadap Pertumbuhan Pulai, Bungur,Mangium dan Sungkai di Persemaian.BPPK DEP Kehutanan.
. Vol 1. no 3. 87-131.
Maki, T., M. Nomachi., S. Yoshida. & T. Ezawa.2008.
. Jurnal PlantSoil. 310: 55-65.
Mendoza, R., V. Escudero. & I. Garcia. 2005.
Lotus glaber )
Dalam
In
Dalamth
Saline-Sodic Soil
How do Soil P Tests, Plant Yield andP Acquisition by Lotus Tenuis PlantsReflect the Availability of Added P fromDifferent Phosphate Source
Gonystylusbancanus
XI
Interdependence of Peat andVegetation in a Tropical Peat SwampForest.
Acaciacrassicarpa
Vitex cofassus
Canal BlockingStrategies to Restore Hydrology inDegraded Tropical Peatlands in theFormer Mega Rice Project in CentralK a l i m a n t a n , I n d o n e s i a
.
. In Plant and Soil 275:305-315.
Mendoza, R., del Carmen, LM. & I, Garcia.2009.
. Nutr CyclAgroecosyst. DOI. 10.1007/s10705-008-9245-4.
Muin. A. 2003. Penanaman Ramin (Miq. Kurz) pada Areal Bekas
Tebangan dengan Inokulasi CMA danPemupukan Fosfat Alam terhadap Bibit diPersemaian. Laporan Hasil PenelitianHibah Bersaing . Lemlit. (Tidakdipublikasi).
Page, S.E., Rieley, J.O., Shotyk, O.W. & Wiess,D. 1999.
Phil. Trans. Royal Soc. London.Hal: 18885-1897
Pidjath, C., Y. Setiadi., E. Santoso. & M.Turjaman. 2007. Kualitas Bibit
A. Cunn. Ex Benth HasilSinergi Bio-organik dengan CendawanMikoriza Arbuskula di Ultisol.Prosiding Kongres Nasional Mikoriza II.“Percepatan Sosialisasi TeknologiMikoriza untuk Mendukung RevitalisasiKehutanan, Pertanian dan Perkebunan”.Bogor. 17-21 Juli 2007.
Prayudyaningsih, R. & B. Santoso. 2007.Efektivitas Mikoriza Arbuskula terhadapPertumbuhan Semai Bitti (Reinw). Prosiding KongresNasional Mikoriza II. “ PercepatanSosialisasi Teknologi Mikoriza untukMendukung Revitalisasi Kehutanan,Pertanian dan Perkebunan”. Bogor. 17-21Juli 2007.
Ritzema, H., Limin, S.H., Kitso, KSN. & JyrkiJauhiainen. 2008.
.Proceeding International Symposium andWorkshop on Tropical Peatland PeatlandDevelopment: Wise Use and ImpactManagement. Kuching, Sarawak,Malaysia. Hal: 260-269.
Dalam
Dalam
D a l a m
196
Jurnal Penelitian Hutan Tanaman
Vol.8 No. , 2011,3 Juli 187 - 196
Saito.H., Shibuya. M., Tuah. S.J., Takahashi. K.,Jamal.Y., Segah.h., Putir. P.E. & Limin.S.H. 2002.
. Proceedings ofthe International Symposium on LandManagement and Biodiversity inSoutheast Asia. Bali. Indonesia.Hal: 75-79.
Santoso, E., Indry., A.W. Gunawan., K.Tawaraya. & M. Turjaman. 2007.
Aquilaria microcarpa . DalamProsiding Kongres Nasional Mikoriza II.“Percepatan Sosialisasi TeknologiMikoriza untuk Mendukung RevitalisasiKehutanan, Pertanian dan Perkebunan”.Bogor. 17-21 Juli 2007.
Preliminary Selection of Fast-growing Tree Species with Tolerance to anOpen and Dry Peat Land in CentralKalimantan: To Develop a PrecedingPlanting Method
EarlyColonization of Arbuscular MycorrhizalFungi in Tree Producing Gaharu
seedlings
Dalam
Shepherd, P.A., Rieley, J.O. & Page, S.E. 1995.
. ;
Editor: Rieley, J.O andPage, S.E, Samara publ. UK. Hal: 191-210.
Turjaman, M., Saito. H., Santoso. E., Susanto.A., Sampang.G., Limin. S.H., Shibuya.M., Takahashi. K., Tamai. Y., Osaki. M. &Tawaraya. K 2007.
Shorea balangeran. Proceeding
International Symposium and Workshopon Tropical Peatland Carbon-Climate-Human interaction- Carbon Pools, Fire,Mitigation, Restoration and Wise Use.Yogyakarta. Indonesia.
The Realitionship between ForestVegetation and Peat Characteristics in theUpper Catchment of Sungai Sebangau,Central Kalimantan Biodiversityand Sustainability of Tropical Peatlands.Proc. Of the Int. Symp on Biodiversity,Environmental Importance of Trop. Peatand Peatlands.
Effect ofEctomycorrhizal Fungi Inoculated on
under Field Conditionin Peat-Swamp Forest
.
Dalam
Dalam