jurnal potret komunitas grunge_0856011036.pdf

15
POTRET KOMUNITAS GRUNGE (Studi Pada Komunitas Kucel di Bandar Lampung) Oleh Rizky Okto Danela Mahasiswa Jurusan Sosiologi FISIP Universitas Lampung ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang grunge, alasan tergabung dalam anggota kelompok kaum kucel, dilihat dari identitas grunge dan gaya Hidup grunge. Penelitian ini menggunakan tipe penelitian kualitatif, dengan fokus penelitian yaitu pengetahuan tentang grunge, alasan tergabung dalam anggota kelompok kaum kucel, identitas grunge dan gaya hidup grunge. Sumber data dalam penelitian ini adalah dari data primer yang meliputi wawancara secara mendalam serta terjun langsung dalam komunitas grunge dan data sekunder yang meliputi buku, leflet, video clip serta lagu yang bercirikan grunge juga diperkuat dengan studi kepustakaan. Informan dalam penelitian ini adalah anggota komunitas kaum kucel yang berjumlah 3 orang dan telah memenuhi kriteria informan yang ditentukan. Adapun kriteria dan informan yang ditunjuk atau dipilih dalam penelitian ini adalah informan yang telah tergabung baik itu sudah lama maupun baru di komunitas tersebut, orang yang dituakan (pendiri) dan subjek yang masih aktif dalam komunitas tersebut. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif yaitu, reduksi data, penyajian (display) data dan verifikasi data. Hasil yang didapatkan dari penelitian yang penulis lakukan, penulis melihat ada beragam kondisi ekonomi dari masing- masing anggota dan aktifitas yang dilakukan hampir memiliki keseragaman atau kemiripan. Grunge (seringkali disebut juga Seattle Sounds) termasuk dalam subgenre rock altenative. Mulai dikenal sepanjang pertengahan 1980an di Washington, lebih tepatnya di Seattle. Adapun, dipercaya dari berbagai sumber bahwasannya Mark Arm, vocalis band Green River dan kemudian berganti menjadi Mudhoney, adalah orang yang pertama kali menggunakan kata grunge untuk menyebut jenis musik tertenrtu. Mark Arm pertama kali menggunakan kata tersebut sekitar tahun 1981. di Bandar Lampung melalui cara yang berbeda-beda, ada yang melalui pergaulan maupun dari media yang sudah ada. Alasan seorang remaja tergabung dalam komunitas grunge dan mengimitasi gaya hidupnya karena dari pengaruh pergaulan dan lingkungannya. Grunge merupakan jalan hidup, bukan sekedar fashion yang dalam beberapa masa akan hilang dengan sendirinya. Disini pemahaman tentang seorang grunge jelas terlihat dan lebih menekankan pada pembentukan diri sendiri. .

Transcript of jurnal potret komunitas grunge_0856011036.pdf

Page 1: jurnal potret komunitas grunge_0856011036.pdf

1

POTRET KOMUNITAS GRUNGE

(Studi Pada Komunitas Kucel di Bandar Lampung)

Oleh

Rizky Okto Danela

Mahasiswa Jurusan Sosiologi FISIP Universitas Lampung

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang grunge, alasan tergabung dalam

anggota kelompok kaum kucel, dilihat dari identitas grunge dan gaya Hidup

grunge. Penelitian ini menggunakan tipe penelitian kualitatif, dengan fokus

penelitian yaitu pengetahuan tentang grunge, alasan tergabung dalam anggota

kelompok kaum kucel, identitas grunge dan gaya hidup grunge. Sumber data

dalam penelitian ini adalah dari data primer yang meliputi wawancara secara

mendalam serta terjun langsung dalam komunitas grunge dan data sekunder yang

meliputi buku, leflet, video clip serta lagu yang bercirikan grunge juga diperkuat

dengan studi kepustakaan. Informan dalam penelitian ini adalah anggota

komunitas kaum kucel yang berjumlah 3 orang dan telah memenuhi kriteria

informan yang ditentukan. Adapun kriteria dan informan yang ditunjuk atau

dipilih dalam penelitian ini adalah informan yang telah tergabung baik itu sudah

lama maupun baru di komunitas tersebut, orang yang dituakan (pendiri) dan

subjek yang masih aktif dalam komunitas tersebut. Teknik analisis data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif yaitu, reduksi data,

penyajian (display) data dan verifikasi data. Hasil yang didapatkan dari penelitian

yang penulis lakukan, penulis melihat ada beragam kondisi ekonomi dari masing-

masing anggota dan aktifitas yang dilakukan hampir memiliki keseragaman atau

kemiripan. Grunge (seringkali disebut juga Seattle Sounds) termasuk dalam

subgenre rock altenative. Mulai dikenal sepanjang pertengahan 1980an di

Washington, lebih tepatnya di Seattle. Adapun, dipercaya dari berbagai sumber

bahwasannya Mark Arm, vocalis band Green River dan kemudian berganti

menjadi Mudhoney, adalah orang yang pertama kali menggunakan kata grunge

untuk menyebut jenis musik tertenrtu. Mark Arm pertama kali menggunakan kata

tersebut sekitar tahun 1981.

di Bandar Lampung melalui cara yang berbeda-beda, ada yang melalui pergaulan

maupun dari media yang sudah ada. Alasan seorang remaja tergabung dalam

komunitas grunge dan mengimitasi gaya hidupnya karena dari pengaruh

pergaulan dan lingkungannya. Grunge merupakan jalan hidup, bukan sekedar

fashion yang dalam beberapa masa akan hilang dengan sendirinya. Disini

pemahaman tentang seorang grunge jelas terlihat dan lebih menekankan pada

pembentukan diri sendiri. .

Page 2: jurnal potret komunitas grunge_0856011036.pdf

2

THE GRUNGE PORTRAIT

(A Study on Kucel Community in Bandar Lampung)

By

Rizky Okto Danela

Student of Faculty of Social and Politic Science in Lampung University

ABSTRACT

The objective of this research was to find out the grunge, reasons for joining to be

members of kucel group, viewed from grunge identity and life style. This was a

qualitative research focusing on grunge reasons for joining to be members of

kucel group, viewed from grunge identity and life style. This research used

primary data coming from deep interviews and experiences of becoming grunge

community, and secondary data including books, leaflets, video clips and songs

characterized with grunge and literary study. Informants were 3 members of kucel

group having completed determined criteria for informant including that

informants should be members of the group, the public figures in the group

(founders) and subject should be still active in the community. Data were

analyzed using qualitative analysis by reducing, presenting, and verifying data.

The results showed that there were numerous economic conditions of each

member, and all conducted activities were almost similar or uniform. Grunge (or

often called as Seattle Sounds) belonged to sub-genre of alternative rock. It had

been known since the middle of 1980s in Washington, or specifically in Seattle. It

was believed from some sources that Mark Arm, the vocalist of Green River band

who was then change into Mudhoney, was the first person to use the word grunge

to refer to a particular type of music. Mark Arm was the first to use the word in

1981.

By different means, in Bandar Lampung, grunge was known from social

relationship or existing media. A reason a youngster joining grunge community

and imitating its life style was because the influences from relationships and

environments. Grunge was a way life, not only was a fashion to diminish over

time. Here, the person’s understanding about grunge was clear and likely to

emphasize on self-formation.

Page 3: jurnal potret komunitas grunge_0856011036.pdf

1

PENDAHULUAN

Masuknya budaya luar ke Indonesia yang kian meningkat membuat masyarakat

sedikit demi sedikit mengadopsi budaya luar dalam kesehariannya. Setiap

tahunnya atau tiap bulan atau bahkan tiap harinya budaya luar masuk ke negeri ini

dan tak jarang dapat mengabaikan budaya negerinya sendiri. Objek utama dari

transformasi budaya luar umumnya adalah kaum remaja, di mana mereka

tergolong masih senang mencari jati diri dan selalu ingin bebas dalam memilih

jalan hidupnya sehingga sangat mudah dipengaruhi. Kejenuhan bisa dikatakan

menjadi salah satu penyebab masyarakat memilih mengikuti budaya luar di

banding budaya sendiri. Atau juga budaya luar yang mereka terima itu terasa lebih

ideal di dalam diri mereka. Lama kelamaan hal seperti ini akan menimbulkan

pergeseran kebudayaan.

Pergeseran kebudayaan tersebut berarti menjadi perubahan sosial pula. Perubahan

sosial merupakan bagian dari perubahan kebudayaan. Perubahan dalam

kebudayaan mencakup semua bagiannya yaitu kesenian, ilmu pengetahuan,

teknologi, filsafat dan seterusnya bahkan perubahan-perubahan dalam bentuk serta

aturan-aturan organisasi sosial.

Selo Soemarjan dan Soeloeman Soemardi (Soekanto.1990:189) merumuskan

budaya sebagai semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat. Karya masyarakat

menghasilkan tekhnologi dan kebudayaan kebendaan atau kebudayaan jasmaniah

(materical culture) yang diperlukan manusia untuk menguasai alam sekitarnya.

Rasa yang meliputi jiwa manusia, mewujudkan segala kaidah-kaidah dan nilai-

nilai sosial yang perlu untuk mengatur masalah-masalah kemasyarakatan dalam

arti yang luas. Selanjutnya,cipta merupakan kemampuan mental, kemampuan

berpikir orang-orang yang hidup dan yang antara lain menghasilkan filsafat serta

ilmu yang pengetahuan.

Secara singkat Samuel dan koenig (Soekanto, 1990:337) mengatakan bahwa

perubahan sosial menunjuk pada modifikasi-modifikasi yang terjadi dalam pola-

pola kehidupan manusia. Modifikasi-modifikasi terjadi karena sebab-sebab intern

maupun sebab-sebab ekstern.

Sebenarnya sulit sekali untuk menentukan letak garis pemisah antara perubahan

sosial dan perubahan kebudayaan karena tidak ada masyarakat yang tidak

memiliki kebudayaan dan sebalik nya tidak mungkin ada kebudayaan yang tidak

terjelma dalam suatu masyarakat. Dalam perubahan sosial dan kebudayaan

mempunyai suatu aspek yang sama yaitu kedua-dua nya bersangkut paut dengan

suatu penerimaan cara-cara baru atau suatu perbaikan dalam suatu masyarakat

memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Banyak sekali budaya-budaya baru yang

muncul dikarenakan perpindahan suatu masyarakat atau individu ke daerah yang

baru (migrasi). Salah satunya aliran musik Grunge yang lama kelamaan menjadi

budaya/sub-kultur Grunge.

Grunge adalah salah satu sub-kultur yang mengibarkan bendera perlawanan yang

berwujudkan alunan nada. Musik sebagai effort perlawanan dan ketika

Page 4: jurnal potret komunitas grunge_0856011036.pdf

2

perlawanan itu tidak berhasil menjangkau tujuannya, bukan berarti gagal total.

Tapi setidaknya menjadi bukti bahwa kesadaran untuk “melawan” itu masih ada

dan terjaga, itu adalah selemah-lemahnya iman. Sebagaimana ditunjukkan oleh

Eddie Vedder pada lagu “Insignificance” tersebut menjadi sebuah ajakan mulia

bahwa musik secara umum adalah menjadi media penyadaran dan koridor tepat

untuk mengemukakan pendapat atau pun bentuk protes sosial dan politik kepada

bentuk apapun yang menjadi tirani dan kesewenangan. Sebagaimana ditunjukkan

oleh Rage Against The Machine, sebagaimana Yusuf Islam, sebagaimana Iwan

Fals, sebagaimana Slank, sebagaimana Jeruji, sebagaimana musisi kritis lainnya

imani yaitu bahwa musik sebagai perlawanan adalah menjadi sesuatu yang pasti,

saat sudah muak dengan kondisi pengabaian, keterasingan, kezaliman,

kebohongan, atau disfungsi kondisi yang tidak bisa memberi keadilan dalam

sosial, politik atau aspek lainnya.

Perlawanan melalui musik bukan sesuatu yang baru, bahkan definisi seni (art)

sendiri adalah tak lepas dari upaya untuk memberontak atau melawan dari tatanan

statis yang menjenuhkan sebagaimana Albert Camus (filsuf absurditas-

eksistensialis Prancis) sampaikan sebelum ia wafat. Tapi sebagai salah satu

cabang dari seni, musik adalah media paling efektif dan to-the-point dalam

menyampaikan suatu “pesan” tertentu itu. Musik tidak dibatasi dimensi geometris.

Musik sanggup “menyerang” langsung pendengarnya, menyusuri ruang-ruang,

”mencuci” pendapat, dan pemikiran. Oleh karenanya musik dijadikan media

ekspresi yang sebenarnya paling lengkap. Sebagaimana blues menjadi medium

ekspresi sosial kaum kulit hitam Amerika, sebagaimana punk menjadi ekspresi

seni yang menakutkan bagi monarki Inggris, musik adalah karya seni terbesar

manusia didunia.(Yoyon Sukaryono.http://echolic.blogspot.com/2010/06/grunge-

indonesia-stillalivecatatan.html)

Dari berbagai aliran musik di atas, grunge adalah salah satu aliran musik yang

berasal dari Seattle, kota kecil di inggris. Grunge adalah salah satu dari sekian

banyak penanda revolusi musik dunia yang lahir pada pertengahan tahun 1980-an.

Dari berbagai literatur disebutkan bahwa grunge lahir dari suatu komunitas yang

sudah jenuh dengan konsep musik industri (mainstream) yang ada saat itu,

ditambah dengan kondisi represifnya politik dan ekonomi global masa tersebut

menandai eksistensi grunge tidak hanya sebagai produk kebudayaan modern tapi

“sumber kekuatan” baru bagi kaum muda dunia (awalnya hanya di scene

underground Seattle).

Grunge bukanlah pionir, bukan perintis, bukan pelopor yang pertama kali

membaca mantra besar dan mengagumkan bernama Perlawanan. Mengapa

perlawanan penulis sebut sebagai mantra, karena kata mantra adalah sakral, suci,

bahkan tabu, dan perlawanan hanya terjadi ketika barrier berupa norma yang

membatasi mampu kita coba terobos dan kita pertanyakan atau pun kita

dekonstruksi apakah untuk mewujudkan sesuatu yang lebih baik maupun ternyata

lebih buruk. Tapi sebagai suatu daur kehidupan sejatinya pattern tersebut akan

selalu bergulir. Dan mengapa penulis sebut Perlawanan sebagai mengagumkan

karena hakikatnya perlawanan adalah kondisi yang tak pernah puas untuk

mencapai suatu kondisi stabil atau mapan, adalah bagaimana selalu

Page 5: jurnal potret komunitas grunge_0856011036.pdf

3

mengkondisikan kegelisahan dan kecemasan mencapai pertanyaannya tentang

hidup dan kehidupan, di mana tak selalu mendapatkan jawaban.

Grunge memberikan tawaran yang fresh ketika era rock, pop 80’s, metal, rap,

bahkan punk mulai memberikan harapan yang kosong untuk menjadi penanda

revolusi budaya dan sosial, lucunya grunge hadir ketika jaman-jamannya glam-

appearance is everything, glamrock look, Vanilla Ice look, Debbie Gibson, Axl

Rose, dan lain lainnya. Tapi saat itu grunge malah hadir dengan

kesederhanaannya. Grunge menawarkan semangat perlawanan dari

kesederhanaan. Sebagaimana revolusi musik yang lain, (pada awalnya) grunge

yang masih punya kekerabatan dengan punk ternyata memberi influence juga

tentang fashion. Grunge sebagai produk budaya yang memberikan ruang

perlawanan dengan caranya sendiri. Simpel dan efektif.

Grunge mulai dikenal di indonesia ketika televisi adalah satu-satunya media yang

menyajikan band Nirvana dengan hit globalnya “Smells Like Teen Spirit” dari

album Nevermind. Televisi seakan satu-satunya jendela yang “membuka” corak-

warna dunia saat itu. Melalui televisi pada era 90an itu kita (kaum muda

Indonesia) sebelumnya hanya disuguhi keseragaman dalam hal apapun (hampir

semuanya), berbeda dengan saat ini pasca reformasi 1998 yang lebih banyak

memberikan pilihan.

Adalah televisi swasta yang akhirnya membuka keran masuknya kultur grunge

saat itu ke Indonesia. Walaupun penulis yakin saat itu pun masih sedikit orang

yang mampu langsung mengapresiasi dan menikmati musik yang diberikan

Nirvana, Pearl Jam, ataupun Soundgarden di saat New Kids On The Block, Take

That, Tommy Page, Metallica, Megadeth, Run DMC, bahkan Tommy J Pisa

masih merajai kuping-kuping pendengar Indonesia. Perlu diketahui pada saat itu

untuk memperoleh record album (kaset) band luar negeri yang masih jarang

didengar umum adalah sesuatu yang sangat keren atau hebat karena butuh

perjuangan dan uang yang banyak untuk bisa memperolehnya atau membelinya di

luar negeri/import.

Nirvana datang saat itu dengan musik yang sederhana, videoklip yang sederhana,

kemasan cover kaset yang sederhana. Tapi entah kenapa ada semacam energi

yang terpompa dari uraian kesederhanaan itu, Nirvana memberi ambience yang

berbeda soal ekspresi musik, energi liar, dan ia meresonansi dan mentranformasi

emosi menjadi kesadaran bahwa memang revolusi musik waktu itu sedang terjadi

dan euforia itu pun berlangsung. Grunge menjadi fenomenal dan keniscayaan

untuk kaum muda saat itu. Jakarta, Bandung, Surabaya dan kota-kota lain

memiliki scene grunge masing-masing.

Nirvana menyuguhkan kesederhanaan dan heavy distorted sounds sebagai elemen

terkuat dalam ekspresivitas, adalah Pearl Jam yang kemudian memberi pilihan

baru lain tentang kesederhanaan, sikap hidup, pandangan politik, aktifitas sosial

dan konsistensi di luar batas musikalitas yang mereka berikan. Pearl Jam menjadi

sebuah penanda grunge dunia yang mungkin agak sedikit berbeda dengan awal

Page 6: jurnal potret komunitas grunge_0856011036.pdf

4

kehadiran Nirvana pada awalnya. Tapi kedua-duanya telah memberi awal

pencerahan baru untuk proses apresiasi diri dan hidup melalui media musik.

Ada sesuatu yang sedikit berbeda dengan “perlawanan” yang diberikan oleh

grunge. Kata kuncinya sebenarnya terletak di “kesederhanaan”. Grunge muncul

dengan corak musik yang jauh lebih sederhana (like punk but not aggresive), tapi

dengan sound yang lebih unik, lebih melodius, sound gitar lebih cenderung

menjangkau distorsi dan feedback. grunge muncul dengan style musisi grunge dan

komunitasnya yang berpakaian “nyeleneh”, “beda dengan yang lain” atau malah

terlihat “keras” dan maskulin (kemeja flanel, sepatu boots, celana PDL) tapi tidak

mau tampak seperti dandan atau dibuat-buat. Sehingga dari tampilannya pun

komunitas grunge adalah komunitas yang sederhana. Berbeda dengan scene atau

komunitas musik lain yang “sepertinya” tampak akan lebih berupaya

menunjukkan eksistensinya melalui atribut-atribut yang terkesan malah seperti

“dibuat-buat”.

Intinya adalah perlawanan melalui grunge adalah bagaimana transformasi

pemikiran perlawanan itu mewujud yaitu salah satunya melalui kekuatan lirik

yang kritis. Lirik yang kritis adalah lirik yang bisa cukup sederhana dan mudah

dimengerti tapi kandungannya adalah semacam peluru yang siap menyayat-nyayat

kesadaran.

Di bandar lampung komunitas Grunge bisa di jumpai di jalan Palapa, rajabasa dan

mereka menamakan komunitas mereka Kaum Kucel. Mereka biasa menghabiskan

waktu dengan berkumpul bersama, bercanda ria dan tak jarang mereka

menyanyikan lagu lagu Grunge ketika sedang berkumpul, berbagi info dan lain-

lain. Adapun tujuan dari penulisan dalam skripsi ini adalah untuk mengetahui

Potret Kehidupan Komunitas Grunge dilihat dari sisi identitas dan gaya hidup.

METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan di rajabasa, Lampung. Dipilihnya tempat ini sebagai lokasi

penelitian dikarenakan daerah tersebut adalah tempat dimana para Grungies

berkumpul. Komunitas itu sudah ada dari beberapa tahun yang lalu. Pendekatan

kualitatif digunakan dalam penelitian ini. Hal ini dikarenakan dengan pendekatan

kualitatif, sikap dan cara pandang subjektif bisa digali lebih optimal.

Metode pengumpulan data yang digunakan, yakni wawancara mendalam,

observasi dan dokumentasi. Tahapan proses pengambilan data diawali dengan

observasi lapangan dengan tujuan mangetahui lokasi-lokasi kativitas Grungies

dalam berinteraksi sekaligus mengenali Grungies yang akan dijadikan informan.

Metode wawancara dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara sebagai

guide interview agar didapat gambaran utuh tentang pengalaman yang Grungies

lakukan dalam berinteraksi. Metode dokmentasi yang digunakan dalam penelitian

ini adalah gambar foto. Gambar foto bergunakan untuk menguatkan hasil data

sebelumnya seperti data hasil wawancara dan observasi. Analisis data kualitatif

digunakan untuk memahami bagaimana potret komunitas grunge di Bandar

Lampung.

Page 7: jurnal potret komunitas grunge_0856011036.pdf

5

HASIL DAN PEMBAHASAN Dari penelitian yang telah peneliti lakukan dengan studi wawancara mendalam

kepada sejumlah orang dengan kriteria orang yang mengadopsi idoelogi Grunge

serta mengimitasi identitas dan gaya hidup Grunge sehari-hari, diperoleh hasil

dengan jumlah informan 3 (tiga) orang yang telah mewakili atau representative

responden lainnya dan hasilnya adalah sebagai berikut:

1. Pengetahuan tentang Grunge

a. Popoy

Popoy mempunyai persepsi sendiri dalam mendefinisikan tentang Grunge. ia

mendeskripsikan sebuah arti dari Grunge dari apa yang dia rasakan saat

memberikan pernyataan ini. Dia mempunyai pandangan yang berbeda dari

penjelasan tentang Grunge pada umumnya. Popoy merasa bahwa Grunge bisa

memberikan pangaruh secara psikis khususnya memberikan rasa ingin lebih

menghargai sesuatu apapun itu dengan kesederhanan dan jiwa yang tidak

pasrah terhadap keadaan dengan cara memberontak.

Popoy mulai mengenal grunge ketika dia tertarik kepada band yang mendunia

pada pertengahan tahun 1990, yaitu Nirvana. Dia mulai mencari tahu aliran

musik apa band tersebut dan ketika ia tau apa itu Grunge, Popoy mulai

menerapkan apapun yang berbau Grunge hampir dalam semua aktifitas

kesehariannya. Popoy mengetahui kultur ini dari orang lain yang akhirnya

dikembangkan dengan mencari info-info melalui video, buku, bahkan artikel

di internet sekalipun. Dia juga tertarik dengan kultur ini karena

kesederhanaan Grunge yang beda dengan kultur lainnya yang seperti dibuat-

buat dan tidak apa adanya.

b. Binban

Menurut Binban Grunge itu sama hal nya dengan komunitas lain pada scene

underground seperti punk, metal, dan lainnya. Yaitu sebuah kultur yang

berawal dari aliran musik Binban mengenal Grunge ketika dia duduk di

bangku SMP pada tahun 1992.

c. Edo

Edo mempunyai paradigma tersendiri terhadap Grunge, berbeda dengan yang

lainnya edo mengenal sub-kultur Grunge dari kakaknya, dikarenakan

kakaknya sering mendengarkan lagu yang bergenre Grunge, sejak itu dia

mulai tertarik untuk mengetahui Grunge lebih dalam lagi. Ia mulai mencari

biografi para musisi Grunge, meresapi karya-karya mereka, bahkan

mengimitasi ideologi para petinggi Grunge tersebut.

“Pada umumnya harus kita katakan bahwa mutu suatu ciptaan, terutama

daripada sifat yang khas yang tidak ada pada ciptaan lain. Seni sebagai suatu

ciptaan mutunya terletak pada kekhasannya, sifat individualnya. Sifat

individual itu adalah pandangan pribadi penciptanya. Pandangan pribadi

tersebut, merupakan ekspresi yang lahir atau terbakar di dalam bentuk wujud

nyata. terlahirnya wujud yang nyata sebagai ekspresi artistik harus melalui

pengolahan. fase pengolahan aktifitas mencipta itu dapat digambarkan

sebagai berikut: fase persepsi (fase pengamatan), fase aransemen (fase

penyusunan daripada hasil pengamatan), dan fase ekspresi (fase penyesuaian

Page 8: jurnal potret komunitas grunge_0856011036.pdf

6

dengan keadaan dan suasana perasaan pada waktu itu)”(Ilmu Budaya Dasar,

M. Habib Mustopo, 1983)

Setidaknya ada tiga tahapan yang dilalui oleh grungies Lampung dalam

upaya mengimitasi budaya grunge Seattle. Ketiga tahapan itu, ialah:

1. Tahap Proyeksi, pada tahap ini individu memperoleh kesan dari sesuatu

yang akan diimitasi. Para remaja yang sedang bergolak jiwanya dan

sedang mencari jati dirinya ini pada tahap awal menemukan apa yang

mereka cari pada band-band grunge asal Seattle. Cara-cara mereka

berpakaian, gaya hidupnya, serta permainan musiknya menimbulkan

kesan yang mendalam, sehingga timbul niat bagi individu atau

kelompok para remaja itu untuk mengimitasi budaya grunge dari

Seattle.

2. Tahap Subjektif, pada tahap ini individu cende rung untuk menerima

hal-hal yang akan diimitasi, misalnya sikap dan tingkah laku dari

individu lain. Dalam kata lain, apapun tindakan yang dilakukan oleh

musisi asal Seattle adalah benar, dan mencerminkan gaya hidup grunge

yang telah dipersiapkan oleh individu maupun kelompok untuk

diimitasi, dianggap benar, meskipun itu adalah gaya hidup yang bersifat

destruktif, beberapa individu menelan secara mentah-mentah bahwa

untuk menjadi musisi grunge mereka juga harus mabuk dan

mengkonsumsi obat-obatan ilegal.

3. Tahap Objektif, pada tahap ini individu telah menguasai apa yang akan

diimitasi sehingga akhirnya ia dapat berbuat seperti individu lain yang

akan diimitasi. Beberapa band grunge Lampung menganggap bahwa

apabila mereka telah mengkoleksi album band-band Seattle, memainkan

lagu-lagunya, membaca buku-buku atau biografi yang bersangkutan,

maka secara psikologis, band itu merasa telah menjadi band yang akan

ditirunya, bertingkah sehari-hari, berpakaian, dan bahkan gaya

bernyanyi atau memainkan alat musik sangat identik dengan band asal

Seattle yang ditirunya. Terlihat dengan adanya band grunge Lampung,

bahkan Indonesia yang mempunyai penyanyi dengan suara yang

dimirip-miripkan Kurt Cobain, Dave Ghroll, Eddie Vedder, Courtney

Love, dan lain-lain.

Berawal dari ketidakteraturan itulah akhirnya grunge menemukan

keteraturan. Ada kata suka karena ada kata benci. Sesuatu itu dipandang

“ada” karena ada sesuatu yang tidak “ada”. Berisi adalah kosong, kosong

adalah berisi. Demikian filsafat buddish menyebut dua sisi yang berbeda

tapi hakekatnya sama.

Proses untuk menjadi genre yang bisa diterima dan dipandang mempunyai

gaya dan ritme sendiri membutuhkan waktu yang panjang. Pearl Jam,

Alice in Chains, Soundgarden, Mudhoney adalah orang-orang yang berjasa

dalam mempelopori eksisnya musik grunge ini. Mereka ada di Seattle,

sehingga anggapan bahwa Seattle adalah kiblat grunge semakin

Page 9: jurnal potret komunitas grunge_0856011036.pdf

7

terkukuhkan.

Sebelum tahun 1992, band-band seperti Pearl Jam, Alice in Chains dan

Mudhoney hijrah dari Seattle. Sedikitnya penggemar adalah faktor utama

yang membuat mereka tidak betah. album Mudhoney yang berjudul Touch

Me I’m Sick hanya dua bar dan satu klub kecil yang mau untuk

memutarnya. Dan ini mengandung makna bahwa Seattle sendiri belum

menerima musik jenis ini.

Perjalanan musik grunge jatuh bangun untuk di kenal orang. Akhirnya,

ditangan Nirvanalah grunge menemukan puncak kepopulerannya.

Walaupun peran grup musik yang lain seperti Melvin, Ten Minute

Warning, Malfusnkshun, U-Men, Coffin Break dan lainnya, tidak bisa

dipandang remeh dan dinafikan begitu saja. Istilah yang dilekatkan kepada

musik yang berasal dari Seattle ini adalah Seattle Sound sebagai aplikasi

dari musik grunge itu sendiri. Dan mungkin inilah alasan mengapa grunge

tidak bisa dilepaskan dengan grup musik yang penyanyinya mati bunuh

diri ini

Walau ada sedikit perbedaan, kesimpulan yang dapat diambil adalah

walaupun mereka mengetahui subkulutur Grunge dengan cara yang

berbeda-beda tetapi mereka bisa mengetahui inti dari subkultur ini yaitu

kesederhanaan dan apa adanya, bukan hanya cara berpakaian melainkan

lebih ditekankan pada gaya hidupnya. Walaupun terkadang sub-kultur ini

di anggap salah satu budaya yang dipandang sebelah mata oleh sebagian

orang, karena pemberitaan media yang kurang proporsional, Grunge

sendiri tetap memegang teguh jalan hidup ini, karena mereka yakin bahwa

ada kebanggaan tersendiri menjadi Grungies yang membuat mereka tetap

bertahan.

2. Alasan Tergabung Dalam Anggota Kelompok Penggemar Musik

Grunge.

a. Popoy

Bermain musik merupakan hobi Popoy. Kegemarannya itu di salurkan

dengan ia membuat band Grunge bersama teman-temannya. Dengan

membentuk band itu ia bersama teman-temannya sesama penggemar musik

Grunge bisa saling bertukar pikiran dan bertukar pengalaman. Popoy

mempunyai sebuah Band yang dinamai G.U.R.V.I.E yang beraliran

Grunge. Tetapi karena kesibukan masing-masing personilnya maka band

ini menjadi vakum. alasan dia tergabung dalam anggota kelompok

penggemar musik Grunge adalah lebih berat karena individu-individu yang

ada di dalamnya sesuai atau sama dengan apa yang dia inginkan dalam

sebuah pergaulan.

b. Binban

Binban mulai menyukai grunge pada tahun 1992 tepat ketika ia masih

duduk di bangku SMP. Saat itu dia tertarik karena karakteristik dari

kelompok Grunge yang lahir apa adanya tanpa keterikatan apapun hanya

dengan satu peraturan yaitu ketidakaturan. Alasan Binban menggemari

Page 10: jurnal potret komunitas grunge_0856011036.pdf

8

Grunge dan bergabung dengan komunitas Kaum Kucel (anggota kelompok

penggemar musik Grunge) ini juga guna menambah pergaulan. Dapat

disimpulkan oleh penulis, bahwa Binban sangat menyukai kebebasan

berekspresi, dengan musik yang jujur ini dapat membangkitkan semangat

dia menjalani hidupnya.

c. Edo

edo mempunyai beberapa alasan mengapa ia bergabung dalam komunitas

penggemar musik Grunge, yaitu kesamaan minat terhadap musik grunge

dan kenyamanan di dalam komunitas grunge itu sendiri.

3. Identitas Grunge Pada Anggota Komunitas Kaum Kucel di Bandar

Lampung

Setiap manusia akan digolongkan menurut jenis kelamin, ras, kebangsaan,

suku, umur, agamanya, dan banyak lagi kategori lainnya. Dan rasa

memiliki sebuah identitas ini adalah sesuatu yang amat penting bagi

manusia. Memiliki identitas akan menjadi sumber lahirnya kebanggaan,

kebahagiaan, juga sumber tumbuhnya kekuatan dan kepercayaan diri.

Rasa tentang identitas bisa memberi sumbangan berarti bagi kekuatan dan

kehangatan hubungan kita dengan pihak lain, seperti tetangga, anggota

komunitas yang sama, sesama warga negara, atau penganut agama yang

sama. Perhatian kita pada identitas tertentu bisa mempererat pertalian dan

membuat kita bersedia melakukan berbagai hal satu sama lain dan turut

membawa kita melampaui hidup yang berpusat pada diri sendiri. Namun

pemahaman macam ini harus disertai oleh sebuah pemahaman yang lebih

dalam bahwa suatu rasa akan identitas dapat sungguh-sungguh membuat

orang menampik yang lain.

Dalam diri manusia, terdapat suatu identitas tertentu yang melekat pada

dirinya. Identitas dapat didefinisikan secara ringkas sebagai suatu

penyadaran yang dipertajam akan diri sendiri dan sebagai suatu kesatuan

yang memlihara kesinambungan arti masa lalunya sendiri bagi orang lain

dan bagi diri sendiri yang terintegrasi dengan segala gambaran diri yang

diberikan atau dipaksakan padanya oleh orang lain bersama dengan

perasaan-perasaannya sendiri tentang siapakah dia dan apakah yang akan

diperbuatnya. Secara lebih mudah, Erikson dalam bukunya “Identitas dan

Siklus Hidup Manusia” (1989) menjelaskan mengenai aspek-aspek

identitas sebagai berikut:

1. Identitas sebagai intisari seluruh kepribadian yang tetap walaupun

berubah ketika menjadi tua.

2. Identitas sebagai keserasian peran sosial yang pada prinsipnya dapat

berubah dan selalu berubah-ubah.

3. Identitas adalah “gaya hidupku sendiri” yang berkembang dalam tahap-

tahap terdahulu dan menentukan cara-cara bagaimana peran sosial ini

harus diwujudkan.

Page 11: jurnal potret komunitas grunge_0856011036.pdf

9

4. Identitas sebagai perolehan khusus pada tahap adolesensi (tahap

peralihan) dan sebagai sesuatu yang sesudah tahap adoselensi senantiasa

akan berubah dan diperbaharui.

5. Identitas sebagai pengalaman subjektif akan kesamaan serta

kesinambungan batiniahnya sendiri dalam ruang dan waktu.

6. Identitas sebagai kesinambungan dengan diri sendiri dalam pergaulan

dengan orang lain.

Hampir semua poin yang disebutkan di atas tersebut sama dengan dengan

yang penulis lihat di lapangan dalam hal identitas yang dimiliki oleh para

anggota komunitas Kaum Kucel. Pengimitasian identitas dilakukan bukan

atas pengaruh diri sendiri saja akan tetapi jauh lebih banyak pengaruh dari

faktor ekstrenal khususnya lingkungan pergaulan.

Sama hal nya yang terjadi dalam kelompok band Minuman Keras, para

anggotanya yang tergolong masih dalam kategori remaja, mereka masih

mencari jati diri mereka. Mereka mempunyai kesamaan-kesamaan dalam

kelompok yaitu sama-sama menggemari musik Grunge dan mengadopsi

identitas dan gaya hidup seorang Grunge.

Perbincangan mengenai identitas di masyarakat kita yang tidak dapat

dipisahkan dari arus globalisaasi sesungguhnya adalah perbincangan

mengenai perjuangan, tekanan, pengaruh, perubahan, transformasi,

pergeseran, kontradiksi dan paradoks identitas. Artinya perbincangan

mengenai identitas adalah perbincangan mengenai “dinamika identitas” itu

sendiri.

Masa pembentukan identitas pada manusia adalah masa adoselensi yang

dimulai pada umur 13-14 tahun. Pada remaja ini masa ini muncullah suatu

“krisis identitas”, krisis ini dapat menentukan identitas seseorang, dan

dapat mengakibatkan timbulnuya kasus-kasus patologis dan kehilangan

diri. Pada masa ini, remaja akan mencari identitas dan karakter yang akan

disandangnya.

Jika dikaitkan dengan yang penulis lihat di dalam imitasi identitas yang

dilakukan dalam kelompok, komunitas Kaum Kucel pernyataan itu sangat

tepat karena dari hasil wawancara yang dilakukan, para anggota subkultur

Grunge tersebut mulai mengenal Subkultur ini sejak mereka duduk di

bangku SMP. Dari pencarian identitas yang dimulai dari SMP tersebut

semakin berkelanjutan hingga sekarang.

Pembentukan suatu identitas pada diri manusia tidak pernah bergerak

secara otonom atau berjlan atas inisiatif diri sendiri, tapi dipengaruhi oleh

berbagai macam faktor yang beroperasi bersama-sama. Ada 5 (lima) faktor

yang mempengaruhi pembentukan identitas pada manusia, yaitu kreatifitas,

ideologi kelompok, status sosial, media massa dan kesenangan.

Sebagian besar dari para remaja tersebut mengimitasi identitas Grunge.

Identitas yang umumnya di imitasi adalah memakai jeans belel sampai

Page 12: jurnal potret komunitas grunge_0856011036.pdf

10

dengan kemeja flannel. Walaupun Grunge memiliki image yang buruk

bahkan aliran musik yang dipandang sebelah mata, tapi pada kenyataannya

Grunge dapat menjadi pengaruh yang besar terhadap dunia fashion

terutama perusahaan sepatu ternama seperti converse, yang memproduksi

sepatu dimana kurt cobain yang menjadi ikon khusus dalam desain sepatu

tersebut. Bukan hanya itu, kurt cobain juga pernah menjadi sebuah ikon

dalam strategi pemasaran brand sepatu ternama seperti doc marts. Terlihat

untuk di Bandar Lampung khususnya, mengimitasi gaya berpakaian

tersebut tampaknya telah banyak dilakukan oleh anak-anak yang

mengadopsi subkultur ini.

Lalu apa yang bisa dijadikan tolak ukur pembeda antara grunge dengan

komunitas musik dari genre lain. salah satunya adalah dalam hal

berpakaian, meskipun hal yang utama dalam grunge adalah berpakaianlah

apapun yang bisa membuat dirimu nyaman.

a. Style Berpakaian

Yang dimaksud dengan style berpakaian adalah bagaimana cara dan

tampilan seorang Grunge berpakaian dan produk apa saja yang biasa

digunakan. Style berpakaian disini, kita batasi hanya celana jeans, kemeja

dan sepatu yang mencirikan bahwa seorang Grunge. Dari pernyataan

mereka diatas, penulis dapat melihat bahwa gaya berpakaian mereka

adalah celana jeans yang dicirikan dengan jeans yang sudah lusuh, belel,

bahkan robek. Baju yang digunakan adalah kaos benar-benar polos.

Penggunaan sepatu converse, dan boot juga mencirikan mereka sebagai

Grungies. Kemeja kotak-kotak yang bermerek flannel kerap kali mereka

gunakan dalam keseharian sebagai ciri yang dapat dijadikan sebagai

pembeda mereka sebagai Grungies.

b. Potongan Rambut

Potongan rambut merupakan salah satu ciri dari mereka, bagaimana

potongan rambut mereka dan juga aksesoris yang mereka gunakan di

kepala mereka. Dilihat dari semua pernyataan tersebut, potongan rambut

panjang, pendek, hingga berantakan di cat merah, dapat disimpulkan

bahwa tidak ada aturan potongan rambut khusus untuk menjadi seorang

Grunge. Membiarkan rambut apa adanya itu lebih baik.

4. Gaya Hidup Grunge Pada Komunitas Kaum Kucel

Remaja yang masih dalam proses pencarian identitas, maka kaum muda

muda atau remaja sekarang adalah kaum muda yang sangat peduli dengan

gaya hidup. Analisis ini diperkuat oleh data dari Simmons Market Research

Data Beurau, Targetting Today’s Teens 1994, New York tentang aktivitas

kaum muda pada umumnya. Menurut survei tersebut, aktiviotas kaum

muda yang menghabiskan banyak waktu adalah belanja (10,5 jam/hari),

menonoton TV (8,7 jam/hari) dan mendengarkan radio (7,1 jam/hari). Pada

intinya, kaum muda lebih banyak menghabiskan waktu untuk bersenang-

senang. (Kusuma, Jurnal Mahasiswa Balairung Edisi 36)

Gaya hidup merupakan suatu bentuk pernyataan diri keluar menekankan

pada aspek penampilan fisik dan aspek tingkah laku yang dapat dianggap

Page 13: jurnal potret komunitas grunge_0856011036.pdf

11

khas bai sekelompok orang dan berfungsi sebagai ekspresi sosial.

(Suryabrata, 1995: 113)

Suatu kelompok berkumpul karena ada kesamaan kegemaran, kecintaan

dalam konsumsi. Yang menjadi acuan gaya hidup yang penulis akan lihat

di komunitas Kaum Kucel ini adalah cara berfikir, cara bersikap dan, latar

belakang orangtua dan individunya sendiri serta musik sebagai salah satu

bentuk ekspresi mereka.

Berbicara mengenai gaya hidup sudah tentu tidak dapat dilepaskan dengan

pembicaraan mengenai identitas, sebab gaya hidup merupakan sebuah

“permainan” untuk menegaskan identitas seseorang. Seolah-olah identitas

seseorang bisa tercermin dari gaya hidupnya. Begitu pula komunitas Kaum

Kucel, mereka memiliki kecenderungan untuk lebih suka mengimitasi

identitas dan gaya hidup skinhead karena ketertarikan terhadap hal

tersebut.

Penulis memfokuskan makna gaya hidup dalam imitasi yang dilakukan

seperti yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah segala sesuatu yang

berkaitan dengan tingkah laku dan latar belakang individu serta orang

tuanya yang dilakukan oleh anggota komunitas Kaum Kucel penggemar

musik Grunge kesehariannya. Setelah beberapa kali penulis berkunjung ke

tempat berkumpulnya mereka, penulis dapat melihat beberapa gaya hidup

mereka yang mengimitasi dari gaya hidup Grunge.

a. Cara Berfikir

Pertama sekali yang penulis lihat adalah cara berfikir komunitas Kaum

Kucel terhadap subkultur Grunge. Apakah ada dari cara berfikir seorang

Grunge yang mereka adopsi dan mereka terapkan dalam kehidupan cara

mereka berfikir sehari-hari.

b. Cara bersikap

Dari pernyataan di atas penulis menarik kesimpulan bahwa dalam aktifitas

dan sosialisasi mereka para Grungies diluar kesibukan mereka bekerja

masing-masing yang berbeda memiliki pola interaksi yang terbuka. cara

mereka berfikir dan bersosialisasi terhadap lingkungan sekitar tergolong

baik, dengan tetap menggunakan nilai-nilai yang telah ada pada diri

mereka masing-masing. Ideologi Grunge juga sedikit berpengaruh

terhadap cara bersikap mereka, dapat dilihat dari keterbukaan mereka

terhadap orang lain terutama keterbukaan mereka terhadap individu yang

berada di jalur Underground atau masyarakat awam sekalipun.

c. Latar Belakang Orang Tua

Dari pernyataan di atas walaupun kedua informan menolak secara halus

untuk diketahui latar belakang keluarganya, orang tua Grungies di bandar

lampung memili pola asuh terhadap anak yang demokrasi, beragama, dan

memiliki keberagaman profesi, tingkat pendidikan, serta tingkat ekonomi

orang tua Grungies. Bahkan yang menariknya mereka para Grungies

sangat mencintai keluarga mereka seperti mereka mencintai diri mereka

sendiri baik dalam kondisi baik bahkan terpuruk sekalipun.

Page 14: jurnal potret komunitas grunge_0856011036.pdf

12

d. Latar Belakang Individu Grunge

usia, gender, tingkat ekonomi, tingkat pendidikan dan agama tidak menjadi

pembatas mereka sesama Grungies untuk bersama dalam satu wadah

komunitas di bandar lampung. Semua itu dapat dilihat ketika mereka

berkumpul bersama, tidak ada kesenjangan di antara mereka. Mereka

bersama tanpa melihat perbedaan di antara mereka.

e. Musik Sebagai Salah Satu Bentuk Apresiasi

Yang dimaksud musik sebagai salah satu bentuk apresiasi oleh penulis

adalah musik yang di apresiasikan seorang Grungies dalam kesehariannya.

mereka komunitas Kaum Kucel selalu mendengarkan bahkan

membawakan lagu Grunge di atas panggung, untuk sebagian mereka yang

menjadikan musik ke jenjang yang lebih profesional membuat mereka

terkadang tak dapat membawakan tembang-tembang Grunge tersebut

dikarenakan musik Grunge yang dulu popularitas pendengarnya tinggi

sekarang sudah rendah namun eksistensi tersebut masih ada. Mereka pun

terkadang menyempatkan mencari panggung hanya untuk

mengapresiasikan Grunge di atas panggung. Dari banyaknya pendapat

mereka para Grungies tentang Grunge, dapat diwakilkan hanya dengan

satu kata, yaitu kesederhanaan. Begitu sederhananya untuk memudahkan

semua term yang mewakilkan tentang gaya hidup, musikalitas, cara

berfikir dan lain lain untuk dipahami dan di mengerti.

KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan di bab sebelumnya

tentang Identitas dan Gaya Hidup Grunge Studi kasus pada komunitas Kaum

Kucel di Bandar Lampung dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain :

A. Kesimpulan

1. Pengenalan mereka terhadap sukultur Grunge dengan cara yang berbeda-

beda, walaupun berbeda setelah mendapatkan sedikit pengetahuan tentang

Grunge, mereka merasakan hal yang sama tentang Grunge ini, bahwa ini

membuat mereka lebih menjadi diri sendiri dan kebanggaan tersendiri bagi

mereka yang menganutnya.

2. Alasan seorang remaja tergabung dalam komunitas Grunge dan

mengimitasi gaya hidupnya karena dari pengaruh pergaulan lingkungan

pertemanannya, selain itu ada pula dikarenakan adanya kesamaan dalam

hal kegemaran dengan musik Grunge . Atas dasar kesaman itulah mereka

membentuk sebuah

3. kelompok penggemar musik Grunge dengan nama Kaum Kucel.

Pembentukan kelompok ini bertujuan untuk menyalurkan hobi para

anggotanya yang menggemari musik Grunge. Walaupun mempunyai latar

belakang yang berbeda satu sama lainnya, di Komunitas Kaum Kucel ini.

Mereka dipersatukan karena merasa berada di jalur yang sama.

4. Identitas Grunge yang dapat terlihat secara kasat mata adalah dari

pakaiannya yang menggunakan kemeja flannel, kaos lusuh, jeans belel,

cardigans dengan model v-neck, baju dengan merk Lonsdale, ataupun

baju kaos yang bergambar tentang Grunge, sepatu boot yang bermerk Dr.

Martens, Monkey Boot, atau sepatu casual Converse. Sedangkan untuk

Page 15: jurnal potret komunitas grunge_0856011036.pdf

13

potongan rambut mereka membiarkan rambut mereka panjang tak

beraturan bahkan sampai mewarnainya.

5. Gaya hidup Grunge adalah menjadi individu yang lebih peraya diri untuk

jadi diri sendiri. Walaupun terkadang subkultur ini dipandang sebelah mata

oleh masyarakat karena pemberitaan yang tidak benar oleh media mereka

tetap memakai nilai-nilai Grunge sebagai salah satu jalan hidup mereka.

B. Saran

1. Pengetahuan tentang budaya baru yang coba masuk ke suatu lingkungan

dapat dari bermacam cara. Baik itu melalui media maupun sekedar obrolan

saja. Baiknya seorang yang coba mengenal suatu budaya baru, mempunyai

pemahaman tentang budaya lokal yang kuat. Agar budaya yang baru

tersebut dapat menyesuaikan dengan kearifan lokal.

2. Dalam pengenalan budaya baru yang masuk ke Indonesia khususnya pada

remaja yang sedang mencari jati diri, baiknya tetap memperhatikan budaya

yang telah ada. Karena tidak semua dari budaya Grunge ini sesuai dengan

kultur Indonesia yang telah ada sebelumnya. Disinilah peran orang tua

maupun individu-individu yang sudah mengerti tentang sub-kultur

skinhead ini.

3. Sebaiknya untuk style Grunge ini sendiri disesuaikan dengan kondisi

ekonomi tiap individu, jangan memaksakan untuk membeli produk yang

harganya terbilang mahal karena kebanyakan produk untuk style Grunge

merupakan produk luar negeri.

4. Sepenuhnya penulis mendukung gaya hidup seorang Grunge, karena

dengan ini mereka dapat menjadi orang yang optimis, sederhana, lebih

percaya diri, bangga akan dirinya, seorang yang pintar dalam mensiasati

hidupnya dan selalu bersemangat menjalani hidup.