POLA PENERAPAN MEMBANGUN KOMUNITAS DALAM...
Transcript of POLA PENERAPAN MEMBANGUN KOMUNITAS DALAM...
-
1
POLA PENERAPAN MEMBANGUN KOMUNITAS DALAM PEMBELAJARAN PKN
Farizal Rohman Kurniawan
Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas
Negeri Malang
Jl. Semarang 5 Malang
Email: [email protected]
Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah (1)Pentingnya membangun komunitas, (2) Bentuk
membangun komunitas, (3) Pelaksanaan membangun komunitas (4) Hambatan Dalam
membangun komunitas. Metode penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif .
Penelitian dalam pembelajaran PKn di kelas VIII SMP Negeri 6 Kota Probolinggo ini
menghasilkan (1)Pentingnya membangun komunitas menjadikan pelajaran tidak membosankan,
memahami materi lebih mudah, bisa merasakan peka dan peduli terhadap sosial dan lingkungan
sekitar,(2) Bentuk membangun komunitas adalah mengkondisikan kelas bersih dan rapi, serta
merawat tanaman kelas, menyampul buku catatan dengan sampul coklat, menandai buku paket
dan LKS sesuai identitas kelas, penggunaan bahasa campuran dalam pembelajaran, penerapan
diskusi, snowball throwing, tanya jawab, inquiri kelompok, membuat kesimpulan bersama,
penugasan berkelompok, (3) Pelaksanaan membangun komunitas muncul dalam kegiatan awal,
kegiatan inti dan kegiatan penutup pembelajaran, (4) Hambatan dalam membangun komunitas
adalah kesiapan dan motivasi, kemampuan peserta didik, bahasa pembelajaran, sumber referensi
buku pegangan, fasilitas belajar.
Kata Kunci: Membangun Komunitas, Pembelajaran, Pendidikan Kewarganegaraan, Penerapan
Membangun Komunitas
Proses pelaksanaan pembelajaran di Indonesia kurang memicu terjadinya
pengembangan anak yang dinamis dan berfikir kritis. Padahal seharusnya Negara Kesatuan
Republik Indonesia harus dapat menjadi pendukung dalam mewujudkan kehidupan yang
demokratis, baik didalam kehidupan sehari hari seperti di lingkungan keluarga, sekolah,
masyarakat, pemerintahan, dan organisasi organisasi non pemerintahan yang telah ditegaskan
oleh Departemen Pendidkan Nasional dan Departemen Agama (sekarang berganti nama dengan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementerian Agama). Pendidikan
-
2
kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang diberikan kepada peserta didik dari tingkat dasar
sampai tinggi yang didalamnya memuat banyak nilai demokrasi yang bisa mendorong
kemampuan untuk berpikir kritis, dan membuat peserta didik untuk lebih dinamis terhadap
lingkungan sekitar. Namun dalam proses pelaksanaannya, ada beberapa hambatan yang ditemui,
diantaranya yaitu pembelajaran yang dirasa monoton karena kurang variatifnya model
pembelajaran yang diberikan dan kurang tepatnya menerapkan atau menggunakan model
pembelajaran yang sesuai dengan materi pendidikan kewarganegaraan, pembelajaran pendidikan
kewarganegaraan tidak terintegrasi kedalam kehidupan nyata atau tidak bersifat kontekstual.
Sehingga faktor itulah yang menyebabkan peserta didik menjadi kurang tertarik dan bergairah
dalam pembelajaran PKn sehingga dianggap perlunya sebuah solusi untuk mengatasi hal tersebut
demi tercapainya tujuan Pendidikan Kewarganegaraan dan tujuan pendidikan nasional. Adanya
upaya dalam rangka mengatasi hal tersebut adalah dengan menciptakan suasana pembelajaran
yang demokratis yaitu menciptakan situasi hidup bersama sebagai masyarakat/komunitas peserta
didik yang diterapkan dalam proses pembelajaran sehingga diharapkan mampu menjadi suatu
terobosan tersendiri dalam pembelajaran PKn.
Komunitas berasal dari bahasa Latin yakni, communitas yang berarti kesamaan,
kemudian dapat diturunkan dari communis yang berarti sama, publik, dibagi oleh semua atau
banyak. Komunitas menurut Soerjono Soekanto (1990: 95), istilah community dapat di
terjemahkan sebagai masyarakat setempat, istilah lain menunjukkan pada warga-warga sebuah
kota, suku, atau suatu bangsa . Apabila anggota-anggota suatu kelompok baik itu kelompok
besar atupun kecil, hidup bersama sedemikian rupa sehingga mereka merasakan bahwa
kelompok tersebut dapat memenuhi kepentingan-kepentingan hidup yang utama, maka kelompok
tadi dapat disebut masyarakat setempat. Intinya mereka menjalin hubungan sosial ( social
relationship ). Dan dapat disimpulkan bahwa masyarakat setempat ( community ) adalah suatu
wilayah kehidupan sosial yang ditandai oleh suatu derajat hubungan sosial yang tertentu. Dasar-
dasar dari masyarakat setempat adalah lokalitas dan perasaan semasyarakat setempat. Namun
konsep komunitas disini hampir sama dengan apa yang di jelaskan oleh Komalasari ( 2010: 120)
bahwa learning community (LC) atau komunitas belajar merupakan suatu konsep terciptanya
masyarakat belajar di sekolah, yakni proses belajar membelajarkan antara guru dengan guru,
guru dengan peserta didik, peserta didik dengan peserta didik, dan bahkan antara masyarakat
http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Latin
-
3
sekolah dengan masyarakat di luar sekolah, agar prestasi belajar peserta didik dapat ditingkatkan.
LC dimunculkan sebagai jawaban atas berbagai masalah pendidikan di sekolah serta pendobrak
pandangan yang selama ini berlangsung yakni bahwa tugas guru adalah mengajar dan tugas
peserta didik adalah belajar, yang diganti dengan tugas guru adalah belajar agar dapat mengajar
lebih baik.
Komunitas dan kelompok hampir memiliki kesamaan arti. sehingga beberapa
bentuk/jenis kelompok yang bisa kita temukan terutama dalam literatur sosiologi maupun
psikologi sosial. Bentuk komunitas atau kelompok diantaranya adalah kelompok primer dan
sekunder, grup formal dan informal dan lain lain.
Pembelajaran dalam pola-pola learning community juga dapat membentuk kompetensi
peserta didik. Kompetensi yang dibentuk dalam diri peserta didik melalui proses interaksi yang
berkesinambungan dengan objek, fenomena, pengalaman, dan lingkungan peserta didik
(Komalasari, 2010: 209). Kompetensi yang dapat di bentuk diantaranya, (Komalasari, 2010: 209-
216):
a. Dapat meningkatkan kemampuan bertanya, mengemukakan gagasan, melakukan
diskusi, dan curah pendapat.
b. Mengembangkan kemampuan sebagai warga Negara yang mampu menghargai
perbedaan, bekerja sama, dan memiliki komitmen untuk mencapai tujuan bersama,
c. Peserta didik dapat mengembangkan kemampuan sebagai warga Negara yang
mandiri, percaya akan kemampuan diri, dan memiliki kebebasan untuk berkreasi dan berkarya
sesuai dengan kemampuan diri.
d. Peserta didik dapat berfikir kritis dan kreatif. Kritis dimaksudkan bahwa peserta
didik diajak untuk berfikir kritis tentang masalah kewarganegaraan yang penting untuk
dipecahkan, dan berfikir kreatif untuk mencari alternatif pemecahan masalah, serta mengambil
keputusan untuk memilih alternatif pemecahan masalah secara bijak.
e. Peserta didik dilatih untuk membuat laporan hasil penelitian yang dilakukan
secara langsung maupun laporan hasil analisis dari artikel, gambar, audio, dll, yang
menghadapkan peserta didik kepada suatu masalah yang perlu dipecahkan.
f. Dapat meningkatkan kesadaran untuk menerima kritik yang konstruktif, dan
keberanian untuk memberikan krtitik yang sopan
-
4
Dalam rangka menciptakan komunitas belajar, pendekatan kooperatif diganti dengan
pendekatan kolaboratif. Pada pendekatan kolaboratif, pencapaian belajar oleh setiap peserta didik
menjadi perhatian utama. Jadi guru harus menjamin hak setiap peserta didik untuk belajar dan
mencapai hasil belajar dalam taraf yang hampir sama. Penulis mengambil beberapa masalah
terkait dengan membangun komunitas dalam pembelajaran PKn kelas VIII di SMP Negeri 6
Kota Probolinggo diantaranya; 1)Apa pentingnya membangun komunitas dalam pembelajaran
PKn Kelas VIII di SMP Negeri 6 Kota Probolinggo?, 2)Bagaimana bentuk membangun
komunitas dalam pembelajaran PKn Kelas VIII di SMP Negeri 6 Kota Probolinggo?
3)Bagaimana pelaksanaan membangun komunitas dalam pembelajaran PKn Kelas VIII di SMP
Negeri 6 Kota Probolinggo? 4)Bagaimana hambatan dalam membangun komunitas dalam
pembelajaran PKn Kelas VIII SMP Negeri 6 Kota Probolinggo?
Penelitian ini mengambil beberapa harapan penelitian dari beberapa permasalahan yang
akan dibahas diantaranya,
1. Bagi peneliti : sebagai sarana belajar untuk mengintegrasikan keterampilan dan
pengetahuan dengan melakukan penelitian secara langsung di lapangan untuk mengaplikasikan
teori dan konsep ilmiah yang diperoleh semasa di bangku perkuliahan dan sebagai momen dan
kesempatan untuk menambah wawasan tentang pola-pola penerapan membangun komunitas
dalam pembelajaran PKn
2. Bagi Pendidik atau guru PKn: dapat meningkatkan kemampuan guru dalam menyusun
dan mengembangkan program pembelajaran serta melaksanakan strategi pembelajaran yang
berpusat pada peserta didik dan dapat meningkatkan kemampuan guru dalam melaksanakan
penelitian tindakan kelas untuk perbaikan atau peningkatan kualitas pembelajaran dalam mata
pelajaran yang diasuhnya
3. Bagi Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan Program Studi PPKn: Sebagai bahan
referensi untuk menambah perbendaharaan kajian karya ilmiah di perpustakaan jurusan dan
diharapkan dapat menunjang pemahaman dan penguasaan praktis dari mahapeserta didik HKn
prodi PPKn tentang pentingnya membangun komunitas dalam proses belajar mengajar nanti
ketika sudah menjadi pendidik, dan sebagai bahan dokumentasi untuk menambah gambaran
pembelajaran yang menarik, inovatif, variatif, dan kreatif dengan memberikan sentuhan awal
-
5
yang dapat menunjang dan membantu pengembangan strategi belajar mengajar perkuliahan di
jurusan Hukum dan Kewarganegaraan prodi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
4. SMP Negeri 6 Kota Probolinggo: sebagai tambahan bahan acuan dan referensi dalam
menerapkan kebijakan pembelajaran dan proses pengembangannya terutama dalam mata
pelajaran PKn disekolah sehingga lebih menarik, inovatif, dan variatif dan Sebagai bahan
dokumentasi yang dapat menambah kemajuan pembelajaran bagi sekolah.
METODE
Penelitian ini membahas tentang pola penerapan membangun komunitas dalam
pembelajaran PKn dengan menggunakan pendekatan kualitatif sebab penelitian ini berusaha
menggambarkan dan menginterpretasikan arti data-data yang terkumpul dengan memberikan
perhatian dan merekam sebanyak mungkin aspek yang diteliti dengan menggunakan metode
observasi(pengamatan), wawancara, dan studi dokumentasi. Data-data yang dimaksud adalah
penerapan membangun komunitas dari arti penting dari komunitas, bentuk komunitas,
pelaksanaan membangun komunitas, serta hambatan yang dihadapi.
Moleong (2010:9-10) berpendapat bahwa penelitian kualitatif 1) Menyesuaikan metode
kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan jamak; 2) Metode ini secara
menyajikan secara tidak langsung hakikat hubungan antara peneliti dan responden; 3) Metode ini
lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama
terhadap pola-pola nilai yang dihadapi.
Lokasi penelitian adalah SMP Negeri 6 Kota Probolinggo. Respondennya adalah guru
mata pelajaran PKn kelas VIII serta peserta didik kelas VIII yang dapat memberikan informasi
tentang permasalahan yang diteliti. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi
(pengamatan), wawancara, dan studi dokumentasi. Analisis data dilakukan dengan cara
mereduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.
Metode deskriptif adalah suatu bentuk laporan penelitian yang datanya berasal dari
kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka seperti yang dikemukakan oleh Moleong (2010:11).
Semua yang data yang dikumpulkan tadi berkemungkinan menjadi kunci terhadap apa yang
sudah diteliti. Peneliti menganalisis data tersebut dan sejauh mungkin dalam bentuk aslinya.
-
6
HASIL
1. Pentingnya Membangun Komunitas dalam Pembelajaran PKn Kelas VIII di SMP
Negeri 6 Kota Probolinggo.
Temuan pertama, menurut Guru PKn ketika membangun komunitas akan dapat
diketahui kesiapan dan modal peserta didik dalam menerima dan mengikuti pembelajaran PKn,
bisa mengurangi sifat egois peserta didik, menerapkan kehidupan bersosial dengan sesama atau
mengajarkan bagaimana kehidupan berkelompok yang berinteraksi satu sama lain, menambah
wawasan dari teman sebaya dengan mendengarkan pendapat atau informasi dari temannya,
menjadikan suasana pembelajaran PAIKEM (Pembelajaran Aktif Inovatif Kreatif dan
Menyenangkan) serta bisa mempermudah pemahaman peserta didik terkait materi yang sulit
dengan penjelasan yang dilakukan oleh temannya (bahasa teman lebih mudah dipahami).
Temuan kedua dari penjelasan paserta didik kelas VIII tentang pentingya membangun
komunitas adalah membuat pelajaran tidak membosankan karena harus berinteraksi dan berbagi
informasi dengan teman, menghindari mengantuk di kelas, memahami materi lebih mudah
karena teman membantu dalam komunitas, bisa merasakan perasaan peka dan peduli terhadap
sosial dan lingkungan sekitar, membuat semangat tersendiri bila membangun komunitas, dan
mengkondisikan kelas sesuai keinginan kelas.
Temuan ketiga adalah pengamatan dari peneliti ketika harusnya guru sudah berusaha
membangun komunitas di kelas VIII tetapi tidak diikuti oleh kompetensi yang harusnya peserta
didik dapatkan dalam membangun komunitas.Penugasan secara berkelompok tidak berjalan
dengan lancar karena dari pengamatan peneliti dari 5 kelompok yang ditugaskan hanya 3
kelompok yang mengumpulkan. Ketika peneliti mencoba mencari tahu penyebabnya yang tidak
lain tidak bukan adalah peserta didik kebanyakan malas mengerjaka dan ada yang kurang paham
terhadap tugas yang diberikan. Seharusnya disinilah letak pentingnya membangun komunitas
yang didalamnya harus saling membantu dan berkomunitas itu sebenarnya juga meringankan
beban yang berat menjadi ringan.
2. Bentuk Membangun Komunitas dalam Pembelajaran Pkn Kelas VIII di SMP
Negeri 6 Kota Probolinggo
-
7
Temuan yang peneliti temui didalam RPP dan proses pembelajaran yang berhubungan
dengan bentuk membangun komunitas dalam pembelajaran PKn kelas VIII itu beragam
macamnya,
1. Diskusi, bila diklasifikasi lagi sebenarnya temuan bentuk diskusi yang ada didalam
kelas VIII yaitu diskusi teman sebangku, diskusi kelompok, maupun diskusi kelas.
2. snowball throwing,
3. tanya jawab, metode tanya jawab misalnya tidak hanya tanya jawab antara guru dengan
peserta didik saja tetapi antara guru dengan kelompok, antara kelompok satu dengan
keompok yang lain maupun antar anggota di dalam kelompok itu sendiri peneliti
temukan.
4. inquiri kelompok atau penugasan secara kelompok, peneliti juga menemukan perlunya
penerapan prinsip manajemen didalam melakukan penugasan inquiri kelompok
misalnya saja ketika kelompok mendapatkan 5 soal untuk diselesaikan dan ketika
jumlah anggota kelompok juga 5 orang maka perlu diterapkan pembagian tugas yang
merata sehingga tiap peserta didik bertanggung jawab dan ikut ambil bagian perannya
didalam kelompok itu.Penerapan prinsip manajemen dalam inquiri itu sendiri tentu saja
harus masuk dalam petunjuk teknis kerja teamwork yang diberikan oleh guru.
5. menyanyikan lagu nasional serempak oleh satu kelas
6. Pembiasaan piket kelas dan kerapian kelas, peran guru hanya mengontrol dan menjadi
pengawas saja
Jadi, bentuk membangun komunitas yang teridentifikasi oleh peneliti dalam
pembelajaran PKn kelas VIII tidak terbatas hanya pada kegiatan inti yang bermetode
pembelajaran, tetapi bentuk komunitas yang diterapkan oleh Guru PKn adalah bisa berkaitan
dan dilaksanakan melalui pembiasaan kepada peserta didik akan pentingnya menjaga
kebersihan dan kerapian kelas, menyampul buku catatan dan tugas dengan sampul coklat,
menandai buku paket peserta didik dengan tanda tertentu sesuai identitas dan kesepakatan
kelas, menanam tanaman dalam pot didalam kelas, menggunakan istilah gaul atau
menggunakan bahasa tertentu (Madura, Jawa, Gaul) dalam pembelajaran, menggunakan
julukan kelas atau pujian terhadap sesuatu yang layak dipuji.
-
8
3. Pelaksanaan Membangun Komunitas dalam Pembelajaran PKn Kelas VIII di SMP
Negeri 6 Kota Probolinggo
Temuan pertama, ketika awal pembelajaran, peneliti temui bagaimana peserta didik
kelas VIII membersihkan kelasnya dan mengecek kerapian bangku kelas ketika diingatkan oleh
guru PKn dan merawat tanaman hijau pada kelas didalam pot. Nampak disana bagaimana guru
membangun komunitas seperti komunitas pecinta kebersihan kelas dan pecinta go green. Guru
PKn menceramahi peserta didik untuk selalu menjaga kebersihan kelas dan menjaga kebersihan
kelas dan merawat tanaman hijau tersebut dalam rangka membuat kenyamanan ataupun suasana
pembelajaran yang menyenangkan. Bila kelas bersih dan rapi dan terlihat rindang, maka tentu
saja akan menunjang terhadap proses pembelajaran PKn. Para peserta didik malah tidak sengaja
terbagi dalam grup bekerja sama membersihkan kela, merapikan bangku kelas, dan menyiram
tanaman pot yang ada di dalam kelas. Semua peserta didik setelahnya menanti pelajaran PKn
dengan rasa nyaman diwajah mereka. Setelahnya guru menanyakan kesiapan peserta didik dalam
mempelajari PKn, dan dengan antusias peserta didik bersemangat memulai pembelajaran. Tidak
lupa guru mengintruksikan untuk mengeluarkan buku yang mereka bawa dari rumah. Guru
mengecek semua buku peserta didik dengan berkeliling. Peserta didik yang tidak menyampul
bukunya dengan sampul coklat akan disita. Ketika setelah pembelajaran peneliti menanyakan
kenapa dengan sampul coklat kepada guru, guru menjawab bahwa dengan sampul coklat akan
membuat peserta bisa fokus dengan pelajaran. Buku yang bergambar akan menarik perhatian
peserta didik daripada melihat gurunya. Sampul coklat juga membuat buku peserta didik nampak
kompak dan rapi seragam karena dengan keseragaman maka tidak akan menimbulkan
kecemburuan pada peserta didik. Buku bersampul coklat juga menjadi indikasi bahwa itu adalah
buku PKn, karena disamping mata pelajaran PKn, mata pelajaran Bahasa Indonesia juga
disampul dengan kertas koran sehingga disini sampul coklat juga sebagai pembeda dengan warna
buku mata pelajaran lain.
Setelah para peserta mengeluarkan buku paket dan LKSnya, peneliti menemukan suatu
hal yang menarik bahwa ada tanda tersendiri baik itu berbentuk segitiga berwarna ataupun tanda
kotak berwarna dengan tujuan pngelompokan kelas. Jadi ditemukan segitiga kuning untuk kelas
VIII C, segitiga hijau untuk kelas VIII D, kotak hitam untuk kelas VIII B, dan segitiga biru untuk
kelas VIII F. Ini dimaksudkan menghindari praktek pinjam meminjam antara peserta didik
-
9
terhadap buku BSE. Bu Endang Wahyuni Hidayati, S. Pd mengaku bekerja sama dengan pihak
perpustakaan sekolah untuk menghindari peminjaman yang tidak bertanggung jawab yang
berakhir pada kerusakan atau kehilangan buku. Pembuatan tanda pada buku ini juga dipilh
sendiri oleh peserta didik dalam rangka identitas kelas. Tidak lupa guru memberikan pengantar
menuju kegiatan inti dimana kadang peneliti temui guru menyanyikan sebuah lagu yang terkait
materi atau sekedar menanyakan seputar berita yang terjadi di masyarakat yang terkait dengan
materi hari itu.
Temuan kedua, pada saat kegiatan inti berlangsung adalah bagaimana guru mampu
memberikan materi dengan cara atau metode yang berbeda pada setiap kelas. Kadang ada
beberapa metode yang peneliti anggap kurang tepat diterapkan pada kelas tertentu. Penggunaan
metode yang kurang tepat akan berakibat kepada pemahaman dan persepsi peserta didik terhadap
materi, sedangkan penggunaan metode yang tepat akan membuat hasil yang tertentu yang
disesuaikan dengan tujuan pembelajaran. Penilaian peneliti terhadap pendidik atau guru PKn
dalam memilih metode yang tepat guna mencapai semua tujuan pembelajaran adalah
kemampuan yang belum tentu guru mata pelajaran lain punyai.
Ketika beranjak kepada kegiatan inti, guru menggunakan metode yang telah
dipersiapkan dalam rangka membangun komunitas seperti snowball throwing, diskusi kelas,
diskusi kelompok serta tanya jawab. Ketika peserta didik sudah berusaha semaksimal mungkin
untuk peduli dan aktif terhadap metode pembelajaran, guru selalu memuji kelas atau personal
yang berusaha aktif tersebut sehingga menimbulkan pemikiran positif dengan adanya pujian
tesebut. Berbagai ekspresi muncul ketika peserta didik sedang dipuji atau ketika melihat
temannya mendapat pujian yang bisa peneliti identifikasi itu sebagia reward. Guru tidak hanya
memuji tetapi mencari peserta didik yang penakut dan yang kira kira nilainya kurang memenuhi
standart didalam daftar penilaian guru. Nampak sekali bagaimana guru berusaha memotivasi
semua peserta didik secara menyeluruh. Tidak hanya disuruh untuk menjawab pertanyaan,
bahkan peserta didik disuruh maju kedepan kelas dalam rangka menyiapakan mental berani
berbicara didepan publik. Hal ini membuat peneliti yakin bahwa target yang sebenarnya dari
pembelajaran PKn ini selain materi juga pengembangan diri melalui sikap serta pengembangan
diri di dalam kelompok.
-
10
Temuan ketiga dari kegiatan penutup dalam pembelajaran adalah bagaimana seorang
guru harus memberikan penguatan bahkan kesimpulan yang diambil dari kegiatan inti
pembelajaran untuk mengetahui seberapa besar tingkat pemahaman peserta didik ketika
menerima dan menjalani semua materi yang dibahas. Pada kegiatan penutup pembelajaran, guru
selalu menyimpulkan secara bersama- sama apa yang didapat hari ini melalui metode yang
diberikan dengan pengauatan penguatan berupa anjuran mencatatnya dibuku catatan serta
memberikan tugas sebagai evaluasi pencapaian materi hari itu. Kegiatan penutup ini juga bisa
berisi tentang kesinambungan materi yang akan dibahas pada pertemuan yang berikutnya
ataupun berisi kegiatan penugasan yang diberikan oleh guru baik itu secara berkelompok
maupun secara individu. Tugas yang diberikan pun hampir sama yaitu tugas inquiri secara
berkelompok.
4. Hambatan Dalam Membangun Komunitas Dalam Pembelajaran Pkn Kelas VIII
SMP Negeri 6 Kota Probolinggo
Hambatan dalam membangun komunitas dalam pembelajran PKn merupakan
segala hal yang menjadi hambatan dalam membangun komunitas dalam pembelajaran PKn.
Hambatan ini bisa muncul darimana saja baik dari dalam dan luar, yang menjadi batasan
bagian luar dan dalam adalah kelas. Namun yang peneliti temui disini adalah hambatan yang
berasal dari dalam kelas dalam membangun komunitas dalam pembelajaran PKn kelas VIII di
SMP Negeri 6 adalah sebgaai berikut
1. Kesiapan dan motivasi peserta didik, kesiapan dan motivasi peserta didik dari keempat
kelas tersebut sangat beragam. Kelas VIII B yang notabene adalah kelas unggulan
dimana peserta didik didalamnya memiliki kualitas yang lebih daripada kelas lainnya.
Hambatan yang ditemukan disana adalah adanya sikap individualistic yang dimiliki tiap
anak dalam membangun komunitas. Tentunya hal ini sangat bertentangan dengan
prinsip membangun komunitas sendiri karena dengan adanya membangun komunitas
sebenarnya tugas atau beban materi yang diberikan kepada kelompok akan ditanggung
secara bersama dan demi tujuan terntentu. Didalam kelas VIII B benar tempat duduk itu
sudah menggerombol menjadi satu tetapi secara kinerja mereka malah mengerjakan
secara sendiri sendiri. Ketika beberapa peserta didik ditanyai, maka jawaban peserta
didik adalah demi keefisienan waktu dan lebih suka dan puas mengerjakan segala
-
11
sesuatu itu sendiri. Tujuan dari mereka adalah bagaimana bisa mencapai juara paralel
seangkatan di tiap semester sehingga terkesan nampak persaingan antara satu sama lain.
Berbeda cerita ketika memasuki kelas VIII F. Kelas ini adalah kelas yang kurang begitu
reaktif ketika ada instruksi yang diberikan oleh guru. Kesiapan dan motivasi justru
mulai terbentuk ketika guru didepan kelas mengintruksikan beberapa kali untuk
membuka buku ataupun membaca buku, kemudian barulah mereka melaksanakan apa
yang diperintahkan guru.
2. Kemampuan peserta didik, kemampuan peserta didik baik dalam memahami instruksi
dan materi. Kemampuan ini akan berpengaruh terhadap efisiensi alokasi waktu
pembelajaran 2x40 menit tiap satu kali pertemuan yang disisi lain setiap pertemuan
sudah ada taget minimal yang harus dicapai atau dikuasai oleh pesrta didik. Hal ini
justru merubah metode guru setiap kali akan memasuki kelas yang berbeda demi
memperoleh pemahaman peserta didik berupa persepsinya terhadap materi yang
diberikan. Pada kenyataannya ditemukan perbedaan hasil yang diperoleh baik berupa
data temuan baru dan kebenaran teori membangun komunitas ketika membangun
komunitas di VIII B, VIII C, VIII D, VIII F.
3. Bahasa yang digunakan dalam interaksi dan berkomunikasi antara guru dengan peserta
didik, Peneliti menemukan hampir sebagian besar dari pserta didik kelas VIII
mengalami kesulitan dalam memahami konten atau subtansi yang diperintahkan guru
maupun isi materi pada buku. Peserta didik kesulitan mengambil intisari dari apa yang
dia dengarkan ataupun Mungkin ini sebabnya pada silabus kelas VIII yang peneliti baca
kebanyakan kata kerja operasional yang digunakan dalam pembelajaran adalah C2.
Dimana C2 digunakan untuk kognitif tingkat bawah. Hanya dengan bahwa
menggunakan bahasa campuran sesekali (Jawa, Madura, Gaul) dalam menerangkan
istilah atau pembelajaran maka akan sangat membantu pemahaman peserta didik dalam
mencerna apa yang didengarkan dan dibaca.
4. Sumber referensi buku pegangan atau penunjang peserta didik, buku referensi yang
menjadi sumber belajar mereka. Dari keempat kelas terjadi kesamaan yaitu buku yang
menjadi pegangan peserta didik kelas VIII adalah Buku Paket BSE, LKS PKn, UUD
1945 dan tidak semua anak membawa buku- buku tersebut. Alhasil ketika muncul
-
12
pertanyaan atau istilah dalam penyampaian materi, rata rata mereka hanya bisa
menjawab seadanya. Hanya kelas VIII B yang mungkin bisa menjawab apa yang
ditanyakan oleh guru. Peneliti sempat memberi saran dengan pengaplikasian internet
didalam hape masing masing untuk mencari hal yang menunjang dengan materi. Untuk
itu butuh sebuah pembiasaan dan mengubah pola pikir peserta didik bahwa minimnya
referensi akan membuat minimnya wawasan terhadap materi yang diberikan guru.
5. Fasilitas belajar, perbedaan yang mencolok antara fasilitas belajar yang peneliti temui
dari keempat kelas VIII. Fasilitas ini berkaitan dengan media penyampaian guru
terhadap materi yang diberikan. Kelas VIII B hanya memiliki papan putih didepan
kelas. Kelas VIII C dan VIII D memiliki papan putih dan papan hitam. Kelas VIII F
memiliki papan putih, papan hitam, dan LCD Proyektor didalam kelas. Guru juga
seringkali menggunakan peralatan atau fasilitas belajar peserta didik didalam kelas
dalam menyerderhanakan contoh atau menganalogikan materi yang dirasa sulit dicerna
peserta didik.
PEMBAHASAN
1. Pentingnya Membangun Komunitas dalam Pembelajaran PKn Kelas VIII Di SMP
Negeri 6 Kota Probolinggo
Pembelajaran dengan menggunakan pola penerapan learning community atau
membangun komunitas memiliki keunggulan dan efek pembelajaran dari pada peserta didik
harus belajar secara individu, diantaranya (Komalasari, 2010 : 125, 218):
a. Memperkaya pengetahuan dan informasi.
b. Dapat meninggkatkan hubungan sosial.
c. Dapat menumbuhkan sikap dan apresiasi terhadap lingkungan sekitarnya.
d. Kegiatan belajar lebih manarik, tidak membosankan dan menumbuhkan
antusianisme peserta didik untuk lebih giat belajar.
e. Peserta didik memiliki persepsi bahwa mereka tenggelam atau berenang
bersama.
-
13
f. Peserta didik memiliki tanggung jawab terhadap tiap peserta didik lain dalam
komunitasnya, di samping tanggung jawab terhadap diri sendiri dalam mempelajari materi yang
dihadapi.
g. Peserta didik berpandangan bahwa mereka semuanya memiliki tujuan yang sama.
Teori yang dikemukakan oleh Komalasari tersebut sangat singkron dengan temuan
penelitian di SMP Negeri 6 Kota Probolinggo. Menurut Guru PKn di SMP Negeri 6 Kota
Probolinggo ketika membangun komunitas akan dapat diketahui kesiapan dan modal peserta
didik dalam menerima dan mengikuti pembelajaran PKn, bisa mengurangi sifat egois peserta
didik, menerapkan kehidupan bersosial dengan sesama atau mengajarkan bagaimana kehidupan
berkelompok yang berinteraksi satu sama lain, menambah wawasan dari teman sebaya dengan
mendengarkan pendapat atau informasi dari temannya, menjadikan suasana pembelajaran
PAIKEM (Pembelajaran Aktif Inovatif Kreatif dan Menyenangkan) serta bisa mempermudah
pemahaman peserta didik terkait materi yang sulit dengan penjelasan yang dilakukan oleh
temannya (bahasa teman lebih mudah dipahami). Dengan membangun komunitas sebenarnya
Guru PKn juga telah mewujudakan bebrapa poin visi dan misi dari SMP Negeri 6 Kota
Probolinggo yang telah melaksanakan pembelajaran dengan pendekatan PAIKEM/CTL, sopan
santun dan berperilaku mulia dalam berkomunikasi, memiliki kultur sekolah yang disiplin,
peduli, dan komunikatif,
Hal serupa juga dijelaskan oleh kebanyakan peserta didik kelas VIII tentang pentingya
membangun komunitas dalam pembelajaran PKn adalah membuat pelajaran tidak membosankan
karena harus berinteraksi dan berbagi informasi dengan teman, menghindari mengantuk di kelas,
memahami materi lebih mudah karena teman membantu dalam komunitas, bisa merasakan
perasaan peka dan peduli terhadap sosial dan lingkungan sekitar, membuat semangat tersendiri
bila membangun komunitas, dan mengkondisikan kelas sesuai keinginan kelas.
Pembelajaran dalam pola membangun komunitas juga dapat membentuk kompetensi
peserta didik. Kompetensi yang dibentuk dalam diri peserta didik melalui proses interaksi yang
berkesinambungan dengan objek, fenomena, pengalaman, dan lingkungan peserta didik
(Komalasari, 2010: 209). Kompetensi yang dapat di bentuk diantaranya, (Komalasari, 2010: 209-
216):
-
14
g. Dapat meningkatkan kemampuan bertanya, mengemukakan gagasan, melakukan
diskusi, dan curah pendapat.
h. Mengembangkan kemampuan sebagai warga Negara yang mampu menghargai
perbedaan, bekerja sama, dan memiliki komitmen untuk mencapai tujuan bersama,
i. Peserta didik dapat mengembangkan kemampuan sebagai warga Negara yang
mandiri, percaya akan kemampuan diri, dan memiliki kebebasan untuk berkreasi dan berkarya
sesuai dengan kemampuan diri.
j. Peserta didik dapat berfikir kritis dan kreatif. Kritis dimaksudkan bahwa peserta
didik diajak untuk berfikir kritis tentang masalah kewarganegaraan yang penting untuk
dipecahkan, dan berfikir kreatif untuk mencari alternative pemecahan masalah, serta mengambil
keputusan untuk memilih alternative pemecahan masalah secara bijak.
k. Peserta didik dilatih untuk membuat laporan hasil penelitian yang dilakukan
secara langsung maupun laporan hasil analisis dari artikel, gambar, audio, dll, yang
menghadapkan peserta didik kepada suatu masalah yang perlu dipecahkan.
l. Dapat meningkatkan kesadaran untuk menerima kritik yang konstruktif, dan
keberanian untuk memberikan krtitik yang sopan
Namun ketika menyangkut dalam kompetensi yang harusnya muncul ketika
menerapkan membangun komunitas belajar yang sesuai dengan pendapat Komalasari,
kompetensi yang diharapkan itu tidak semuanya muncul pada peserta didik kelas VIII SMP
Negeri 6 Kota Malang. Kompetensi pada point (e) tidak berjalan sebagaimana mestinya
dikarenakan anggota dari komunitas yang malas dan kurang paham terhadap materi PKn. Dari 5
kelompok yang kadang dibentuk dalam kegiatan inti dengan menggunakan metode diskusi
kelompok, yang mengumpulkan tugas hanya 3 kelompok yang berhasil secara tidak langsung
menerapkan membangun komunitas. Peneliti menyadari ada satu rantai yang hilang ketika tugas
akhir dari kelompok tersebut tidak terkumpul semua. Seharusnya dengan membentuk sebuah
komunitas atau kelompok itu tidak serta merta harus bertukar pikiran saja tetapi juga semangat
untuk mencapai tujuan yang sama didalam kelompok juga harus dibagi rata pada anggota
komunitas. Disinilah sebenarnya fungsi kelompok atau komunitas itu dipertanyakan. Secara fisik
memang membangun komunitas tetapi secara batin mereka masih belum membangun komunitas
-
15
sehingga peneliti mengambil kesimpulan membangun komunitas dalam pembelajaran bisa
dikatakan susah setengah sulit.
Jadi, peneliti mengambil kesimpulan bahwa membangun komunitas itu tidaklah mudah
seperti teori yang ada ataupun tidaklah sulit seperti apa yang dipikirkan. Membangun komunitas
dalam pembelajaran PKn dikelas VIII SMP Negeri 6 Kota Probolinggo harus terus menerus
berkesinambungan untuk menjadikan pelajaran PKn tidak membosankan karena harus
berinteraksi dan berbagi informasi baik dengan teman maupun guru, menghindari suasana
mengantuk di kelas karena pada prinsipnya membangun komunitas menuntut peserta didik aktif,
memahami materi lebih mudah karena teman sebaya membantu kesulitan teman lain dalam
komunitas, bisa merasakan perasaan peka dan peduli terhadap sosial dan lingkungan sekitar
karena dalam membangun komunitas peserta didik dituntut untuk bertanggungjawab, berani
mengemukakan pendapat, berlaku jujur, berperilaku sopan, bekerja sama, dan lain lain,
menjadikan semangat tersendiri dibandingkan dengan belajar sendiri, serta membuat kondisi
kelas sesuai dengan keinginan kelas. Dengan membangun komunitas sebenarnya juga bisa
mengurangi sifat egois peserta didik karena yang lebih ditonjolkan dari membangun komunitas
adalah bagaimana bersosial dengan orang lain.
2. Bentuk Membangun Komunitas dalam Pembelajaran PKn Kelas VIII di SMP
Negeri 6 Kota Probolinggo
Bentuk membangun komunitas dalam pembelajaran PKn kelas VIII di SMP Negeri 6
Kota Probolinggo itu beragam macamnya, dari bentuk diskusi, snowball throwing, tanya jawab,
inquiri kelompok, menyanyikan lagu nasional, piket kelas, dan lain lain. Bila diklasifikasi lagi
sebenarnya bentuk diskusi yang ada didalam kelas VIII yaitu diskusi teman sebangku, diskusi
kelompok, maupun diskusi kelas. Metode tanya jawab misalnya tidak hanya tanya jawab antara
guru dengan peserta didik saja tetapi antara guru dengan kelompok, antara kelompok satu dengan
keompok yang lain maupun antar anggota di dalam kelompok itu sendiri.
Peneliti berpendapat bahwa bentuk komunitas yang terjadi di dalam kelas VIII adalah
kelompok primer. Menurut Cooley dalam (Soekanto, 1990:112-113)., primary group adalah
kelompok yang ditandai ciri-ciri kenal-mengenal antara anggota-anggotanya serta kerjasama erat
yang bersifat pribadi. Contohnya: keluarga, kelompok sepermainan, rukun tetangga, dan lain-
-
16
lain. Atau dapat dikatakan bahwa primary group adalah kelompok-kelompok kecil yang agak
langgeng (permanen) dan yang berdasarkan kenal-mengenal secara pribadi antara sesama
anggotanya.
Agar dapat memperoleh kejelasan mengenai teori Cooley tersebut, maka akan
dibicarakan hal-hal sebagai berikut:
a. Kondisi-kondisi fisik dari primary group
Konsep Cooley mengenai hubungan saling kenal-mengenal, belum cukup untuk
menerangkan persyaratan yang penting bagi adanya suatu primary group. Syarat-syarat yang
sangat penting adalah: (a) anggota-anggota kelompok tersebut secara fisik berdekatan satu
dengan lainnya, (b) kelompok tersebut adalah kecil dan (c) adanya suatu kelanggengan hubungan
antara anggota-anggota kelompok yang bersangkutan.
b. Sifat hubungan-hubungan primer
Salah satu sifat utama dari hubungan primer adalah kesamaan tujuan dari individu-
individu tergantung di dalam kelompok. Satu dari di antara tujuan bersama tadi adalah hubungan
antara individu-individu tersebut. Jadi hubungan itu bukan merupakan salah satu tujuan utama.
Hal ini berarti bahwa hubungan tersebut terlepas dari unsure-unsur kontrak, ekonomi, politik
maupun hubungan kerja. Hubungan tersebut bersifat pribadi, spontan, sentimental dan inklusif.
c. Kelompok-kelompok yang konkrit dan hubungan-hubungan primer
Di dalam kenyataan, tak ada primary group yang secara sempurna memenuhi syarat-
syarat bagaimana yang telah dijelaskan di atas. Persyaratan-persyaratan tersebut merupakan
ukuran-ukuran ekstrim yang dijadikan pegangan, tetapi yang di dalam kenyataan belum tentu
tercapai. Suatu hal yang nampak adalah bahwa selalu kelompok-kelompok kecil-kecil hidup
secara harmonis, bahkan ada yang ditandai oleh rasa benci-membenci dan konflik (Soekanto,
1990:116)
Jadi, peneliti menyimpulkan bahwa segala bentuk komunitas yang terjadi didalam
pembelajaran PKn kelas VIII SMP Negeri 6 Kota Probolinggo adalah bentuk umum dari
kelompok primer. Hal ini dikarenakan konsep yang ada dalam kelompok primer hampir
menyamai dengan segala komunitas yang ada, namun tidak terhenti disitu saja kelompok primer
primer ini tidak mutlak seperti apa yang dikatakan Cooley melainkan mengalami deviasi atau
-
17
penambahan bentuk lain yang variatif sehingga bila dikaji secara pokok maka akan nampak
keprimeran kelompok tersebut.
3. Pelaksanaan Membangun Komunitas dalam Pembelajaran PKn Kelas VIII di SMP
Negeri 6 Kota Probolinggo
Pelaksanaan membangun komunitas dalam pembelajaran PKn sebenarnya bisa dilihat
dalam langkah-langkah pembelajaran didalam Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran atau yang
biasa disebut RPP yang sudah dibuat sebelumnya. RPP merupakan representasi kegiatan guru
yang akan dilakukan didalam kelas. RPP juga menjadi pedoman dan gambaran bagi guru dalam
melaksanakan pembelajaran yang diinginkan oleh guru yang disesuaikan dengan kondisi kelas
dan karakter kelas. Dalam langkah langkah pembelajaran yang tertulis didalam RPP ada tahapan
tahapan yang harus dilakukan oleh guru runtut dari awal pembelajaran hingga akhir.
Pada saat kegiatan awal guru dalam kelas, guru dituntut harus bisa memulai sebuah
pengantar dari kondisi awal peserta didik yang diantarkan hingga kondisi peserta didik siap
untuk menerima pembelajaran. Kemahiran guru dalam mengolah kelas pada awal kegiatan
menjadi titik acu bagaimana kondisi kelas. Tentu saja menjadikan peserta didik siap menerima
materi yang akan dibahas menjadi pemicu motivasi belajar peserta didik. Guru betul- betul
paham bagaimana suasana awal yang terjadi di dalam kelas saat itu. Upaya guru untuk
membangun komunitas pada awal pelajaran yaitu mengkoordinir peserta didik agar melakukan
kebiasaan yang telah diperjanjikan sebelumnya bahwa untuk memulai pelajaran PKn kelas harus
dalam kondisi yang bersih dan rapi serta tidak lupa pula guru mengigatkan peserta didik untuk
menyiram tanaman dalam pot kelas. Disini berhasil peneliti identifikasi bagaimana upaya guru
PKn membangun komunitas seperti komunitas pecinta kebersihan kelas dan pecinta go green.
Para peserta didik malah tidak sengaja terbagi dalam grup bekerja sama membersihkan kela,
merapikan bangku kelas, dan menyiram tanaman pot yang ada di dalam kelas. Semua peserta
didik setelahnya menanti pelajaran PKn dengan rasa nyaman diwajah mereka. Tidak lupa guru
juga menyampaikan apa saja yang akan dipelajari saat itu. Setelahnya guru menanyakan
kesiapan peserta didik dalam mempelajari PKn, dan dengan antusias peserta didik bersemangat
memulai pembelajaran. Tidak lupa guru mengintruksikan untuk mengeluarkan buku yang
mereka bawa dari rumah berupa buku tugas bersampul coklat, buku catatan bersampul coklat,
UUD 1945, Buku BSE dengan identitas kelas, dan LKS.
-
18
Pada saat kegiatan inti berlangsung, seorang guru harus mampu memberikan materi
dengan cara atau metode yang berbeda pada setiap kelas. Penggunaan metode yang kurang tepat
akan berakibat kepada pemahaman dan persepsi peserta didik terhadap materi, sedangkan
penggunaan metode yang tepat akan membuat hasil yang tertentu yang disesuaikan dengan
tujuan pembelajaran. Penilaian peneliti terhadap pendidik atau guru PKn dalam memilih metode
yang tepat guna mencapai semua tujuan pembelajaran adalah kemampuan yang belum tentu guru
mata pelajaran lain punyai. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Djamarah (2010: 1) yaitu
seorang guru dituntut untuk setiap bahan pelajarannya bisa dikuasai anak didiknya dengan
berbagai macam keberagaman anak didiknya, hal ini dirasa sulit oleh guru. kesulitan itu
dikarenakan anak didik bukan hanya sebagai individu dengan segala keunikannya, tetapi mereka
juga sebagai mahluk sosial dengan latar belakang yang berlainan. Guru menggunakan metode
yang telah dipersiapkan dalam rangka membangun komunitas seperti snowball throwing, diskusi
kelas, diskusi kelompok serta tanya jawab. Peserta didik sudah berusaha semaksimal mungkin
untuk peduli dan aktif terhadap metode pembelajaran, guru akan selalu memuji kelas atau
personal yang berusaha aktif tersebut sehingga menimbulkan pemikiran positif dengan adanya
pujian tesebut. Berbagai ekspresi muncul ketika peserta didik sedang dipuji atau ketika melihat
temannya mendapat pujian yang bisa peneliti identifikasi itu sebagia reward. Guru tidak hanya
memuji tetapi mencari peserta didik yang penakut dan yang kira kira nilainya kurang memenuhi
standart didalam daftar penilaian guru.
Kegiatan penutup pembelajaran, seorang guru harus memberikan penguatan bahkan
kesimpulan yang diambil dari kegiatan inti pembelajaran untuk mengetahui seberapa besar
tingkat pemahaman peserta didik ketika menerima dan menjalani semua materi yang dibahas.
Guru selalu menyimpulkan secara bersama- sama apa yang didapatnya melalui metode yang
diberikan dengan pengauatan penguatan berupa anjuran mencatatnya dibuku catatan serta
memberikan tugas sebagai evaluasi pencapaian materi hari itu. Setelahnya guru mengaitkan
materi yang ada dengan materi yang akan dibahas pada pertemuan yang berikutnya ataupun
berisi kegiatan penugasan yang diberikan oleh guru secara berkelompok.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa sebenarnya membangun komunitas tidak hanya ada pada
kegiatan inti saja dalam pembelajaran, melainkan membangun komunitas juga bisa diterapkan
-
19
pada saat kegiatan awal dan kegiatan penutup pembelajaran sehingga membangun komunitas itu
akan berefek bila dilakukan secara kontinyuitas.
4. Hambatan dalam Membangun Komunitas dalam Pembelajaran PKn Kelas VIII
SMP Negeri 6 Kota Probolinggo
Kelas VIII B yang notabene adalah kelas unggulan dimana peserta didik didalamnya
memiliki kualitas yang lebih daripada kelas lainnya. Hambatan yang ditemukan disana adalah
adanya sikap individualistik yang dimiliki tiap anak dalam membangun komunitas. Tentunya hal
ini sangat bertentangan dengan prinsip membangun komunitas sendiri karena dengan adanya
membangun komunitas sebenarnya tugas atau beban materi yang diberikan kepada kelompok
akan ditanggung secara bersama dan demi tujuan tertentu. Seharusnya dengan membangun
komunitas sikap individualistis itu akan hilang sendirinya bila guru selalu menerapkan
membangun komunitas dalam pembelajaran. Hambatan yang kedua adalah minimnya buku
referensi yang menjadi sumber belajar mereka. Dari keempat kelas terjadi kesamaan yaitu buku
yang menjadi pegangan peserta didik kelas VIII adalah Buku Paket BSE, LKS PKn, UUD 1945
dan tidak semua anak membawa buku- buku tersebut. Alhasil ketika muncul pertanyaan atau
istilah dalam penyampaian materi, rata rata mereka hanya bisa menjawab seadanya. Hanya kelas
VIII B yang mungkin bisa menjawab apa yang ditanyakan oleh guru. Peneliti sempat memberi
saran dengan pengaplikasian internet didalam hape masing masing untuk mencari hal yang
menunjang dengan materi. Untuk itu butuh sebuah pembiasaan dan mengubah pola pikir peserta
didik bahwa minimnya referensi akan membuat minimnya wawasan terhadap materi yang
diberikan guru.
Hambatan yang berikutnya kemampuan peserta didik baik dalam memahami instruksi
dan materi. Kemampuan ini akan berpengaruh terhadap efisiensi alokasi waktu pembelajaran
2x40 menit tiap satu kali pertemuan yang disisi lain setiap pertemuan sudah ada target minimal
yang harus dicapai atau dikuasai oleh pesrta didik. Hal ini justru merubah metode guru setiap
kali akan memasuki kelas yang berbeda demi memperoleh pemahaman peserta didik berupa
persepsinya terhadap materi yang diberikan. Pada kenyataannya ditemukan perbedaan hasil yang
diperoleh baik berupa data temuan baru dan kebenaran teori membangun komunitas ketika
membangun komunitas di VIII B, VIII C, VIII D, VIII F. Setiap kelas memiliki karakter yang
berbeda-beda. Peserta didik memiliki cara belajar sendiri dan setiap orang cara belajarnya
-
20
berbeda-beda. Hal ini seperti yang dijelaskan Djamarah (2010: 1) yaitu seorang guru dituntut
untuk setiap bahan pelajarannya bisa dikuasai anak didiknya dengan berbagai macam
keberagaman anak didiknya, hal ini dirasa sulit oleh guru. kesulitan itu dikarenakan anak didik
bukan hanya sebagai individu dengan segala keunikannya, tetapi mereka juga sebagai mahluk
sosial dengan latar belakang yang berlainan. Sebagai guru harus bisa menimbulkan suasana
yang menyenangkan dengan berbagai macam karakter peserta didik dikelas, untuk itu
penggunaan membangun komunitas menjadi solusi untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Penggunaan bahasa dalam pembelajaran juga kadang menjadi penghambat peserta
didik. Peneliti menemukan hampir sebagian besar dari pserta didik kelas VIII mengalami
kesulitan dalam memahami konten atau subtansi yang diperintahkan guru maupun isi materi
pada buku. Peserta didik kesulitan mengambil intisari dari apa yang dia dengarkan ataupun
Mungkin ini sebabnya pada silabus kelas VIII yang peneliti baca kebanyakan kata kerja
operasional yang digunakan dalam pembelajaran adalah C2. Dimana C2 digunakan untuk
kognitif tingkat bawah. Hanya dengan bahwa menggunakan bahasa campuran sesekali (Jawa,
Madura, Gaul) dalam menerangkan istilah atau pembelajaran maka akan sangat membantu
pemahaman peserta didik dalam mencerna apa yang didengarkan dan dibaca.
Fasilitas yang tidak memadai juga menghambat membangun komunitas contoh luas
papan. Papan tulis yang luas akan menjadi media yang banyak memberikan informasi dalam
komunitas. Fasilitas belajar didalam kelas yang memadai dan lengkap akan membantu proses
pembelajaran. Guru PKn juga terkadang harus seringkali menggunakan peralatan atau fasilitas
belajar peserta didik didalam kelas dalam menyerderhanakan contoh atau menganalogikan materi
yang dirasa sulit dicerna peserta didik.
Jadi, peneliti menyimpulkan bahwa hambatan dalam membangun komunitas dalam
pembelajran PKn merupakan segala hal yang menjadi hambatan dalam membangun komunitas
dalam pembelajaran PKn. Hambatan ini bisa muncul darimana saja baik dari dalam dan luar,
yang menjadi batasan bagian luar dan dalam adalah kelas. Namun yang peneliti temui disini
adalah hambatan yang berasal dari dalam kelas dalam membangun komunitas dalam
pembelajaran PKn kelas VIII di SMP Negeri 6 adalah kesiapan dan motivasi peserta didik,
kemampuan peserta didik, bahasa yang digunakan dalam interaksi dan berkomunikasi antara
-
21
guru dengan peserta didik, sumber referensi buku pegangan atau penunjang peserta didik,
fasilitas belajar.
Kesimpulan dan Saran
Membangun komunitas dalam pembelajaran PKn dikelas VIII SMP Negeri 6 Kota
Probolinggo harus terus menerus berkesinambungan untuk menjadikan pelajaran PKn tidak
membosankan karena harus berinteraksi dan berbagi informasi baik dengan teman maupun guru,
menghindari suasana mengantuk di kelas karena pada prinsipnya membangun komunitas
menuntut peserta didik aktif, memahami materi lebih mudah karena teman sebaya membantu
kesulitan teman lain dalam komunitas, bisa merasakan perasaan peka dan peduli terhadap sosial
dan lingkungan sekitar karena dalam membangun komunitas peserta didik dituntut untuk
bertanggungjawab, berani mengemukakan pendapat, berlaku jujur, berperilaku sopan, bekerja
sama, dan lain lain, menjadikan semangat tersendiri dibandingkan dengan belajar sendiri, serta
membuat kondisi kelas sesuai dengan keinginan kelas. Dengan membangun komunitas
sebenarnya juga bisa mengurangi sifat egois peserta didik karena yang lebih ditonjolkan dari
membangun komunitas adalah bagaimana bersosial dengan orang lain.
Bentuk membangun komunitas dalam pembelajaran PKn kelas VIII tidak terbatas hanya
pada kegiatan inti yang bermetode pembelajaran, tetapi bentuk komunitas yang diterapkan oleh
Guru PKn adalah bisa berkaitan dan dilaksanakan melalui pembiasaan kepada peserta didik akan
pentingnya menjaga kebersihan dan kerapian kelas, menyampul buku catatan dan tugas dengan
sampul coklat, menandai buku paket peserta didik dengan tanda tertentu sesuai identitas dan
kesepakatan kelas, menanam tanaman dalam pot didalam kelas, menggunakan istilah gaul atau
menggunakan bahasa tertentu (Madura, Jawa, Gaul) dalam pembelajaran, menggunakan julukan
kelas atau pujian terhadap sesuatu yang layak dipuji.
Bentuk komunitas dalam pembelajaran PKn kelas VIII itu beragam macamnya
dikegiatan inti , dari bentuk diskusi, snowball throwing, tanya jawab, inquiri kelompok,. Bila
diklasifikasi lagi sebenarnya temuan bentuk diskusi yang ada didalam kelas VIII yaitu diskusi
teman sebangku, diskusi kelompok, maupun diskusi kelas. Metode tanya jawab misalnya tidak
hanya tanya jawab antara guru dengan peserta didik saja tetapi antara guru dengan kelompok,
antara kelompok satu dengan keompok yang lain maupun antar anggota di dalam kelompok itu.
97
-
22
Pelaksanaan membangun komunitas pembelajaran PKn kelas VIII di SMP Negeri 6
Kota Probolinggo meliputi kegiatan awal, kegaiatan inti, dan kegiatan penutup. Hambatan dalam
membangun komunitas dalam pembelajaran PKn kelas VIII di SMP Negeri 6 Kota Probolinggo
adalah kesiapan dan motivasi peserta didik, kemampuan peserta didik, bahasa yang digunakan
dalam interaksi dan berkomunikasi antara guru dengan peserta didik, sumber referensi buku
pegangan atau penunjang peserta didik, fasilitas belajar.
Berdasarkan penelitian ini, maka ada beberapa saran yaitu: (1) Perlunya membuat
inovasi dan kreatifitas dalam mengembangkan basis membangun komunitas yang disesuaikan
dengan kemampuan peserta didik, (2) Menambah perbendaharaan referensi buku penunjang PKn
selain buku paket BSE dan UUD 1945 yang dimiliki peserta didik (3) Guru PKn harus senantiasa
memiliki daya inovatif dan kreatif dalam mengembangkan pembelajarannya karena menurut
peneliti target tujuan PKn tidak hanya berkutat pada aspek kognitif saja namun perlu
diperhatikan kesinambungannya dengn aspek afektif, psikomotor, dan pengembangan karakter
dalam kepribadian.(4) Perlunya merubah paradigma guru yang konvensional dan ketinggalan
jaman akan metode pembelajaran yang hanya bersumber pada buku dan guru tetapi juga
perlunya upaya guru PKn untuk memulai pembelajaran dengan berbasis internet dan teknologi
(5) Perlunya juga pembelajaran PKn berkoordinasi dan bekerjasama dengan (pendidikan agama,
pendidikan lingkungan hidup/mulok dan mata pelajaran lain), (6 ) Perlunya tambahan waktu
yang dialokasikan untuk PKn dalam pembelajaran tiap minggu.
Daftar Rujukan
Djamarah, SB. & zain, A. 2010. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Mahasatya.
Komalasari, Kokom. 2010. Pembelajaran Kontekstual :Konsep dan Aplikasi. Bandung: PT
Refika Aditama.
Moleong ,Lexy J. 2010. Metode Penelitian Kualitatif edisi revisi.Bandung: Remaja Rosda Karya.
Soekanto, Soerjono. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Radja Grafindo.