Jurnal Pegagan Daya Ingat Metode Morris
-
Upload
patrisia-halla -
Category
Documents
-
view
73 -
download
4
description
Transcript of Jurnal Pegagan Daya Ingat Metode Morris
PENGARUH EKSTRAK AIR PEGAGAN (Centella asiatica) TERHADAP FUNGSI MEMORI TIKUS (Rattus norvegicus) GALUR WISTAR LEPAS SAPIH
MENGGUNAKAN METODE MORRIS WATER MAZE
Husnul Khotimah*, Djoko Santoso **, Siti Fitria N***
ABSTRAK
Perkembangan otak pada golden period sangat berpengaruh terhadap fungsi memori. Pada
masa ini neuron (sel saraf) bermultiplikasi dan membentuk sinaps yang sangat banyak. Oleh karena
itu, perlu diberikan stimulus agar otak berkembang optimum dan fungsi memori dapat berkembang dengan baik. Salah satunya dengan pemberian nutrisi yang tepat saat lepas sapih. Pegagan (Centella asiatica) mengandung triterpenoid yang mempunyai efek neuroprotektif dan neurostimulant
sehinga dapat meningkatkan fungsi memori. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ekstrak air pegagan terhadap fungsi memori tikus menggunakan metode morris water maze (MWM) dengan parameter waktu latency (waktu tikus sampai mencapai hidden platform). Penelitian ini
menggunakan desain true experimental in vivo. Hewan coba yang digunakan adalah tikus (Rattus norvegicus) galur wistar umur ± 4 minggu dengan sampel yang dipilih secara random dan dibagi dalam 5 kelompok dengan jumlah ulangan (n) = 4, yaitu 1 kelompok kontrol dan 4 kelompok
perlakuan dengan dosis ekstrak air pegagan=1.5 ml/KgBB, 3 ml /KgBBB, 6 ml/KgBB dan 12 ml/KgBB. Pemberian dilakukan selama 1 bulan dan dilakukan tes memori MWM tiap minggunya. Hasil penelitian didapatkan adanya kecenderungan penurunan waktu latency pada kelompok P1, P2, P3,
dan P4. Analisis Oneway ANOVA didapatkan tidak terdapat perbedaan waktu latency secara bermakna antar kelompok setiap minggunya (p=0.092 untuk MWM minggu ke-1; p=0.588 untuk MWM minggu ke-2; p=0.789 untuk MWM minggu ke-3; p=0.599 untuk MWM minggu ke-4). Tetapi pada
analisis Post Hoc Test Duncan didapatkan ada perbedaan waktu latency secara bermakna antara kontrol dengan kelompok P2 pada MWM minggu ke-1. Hal ini menunjukkan dosis pada P2 (3 ml/KgBB) berpengaruh secara bermakna terhadap peningkatan memori tikus (Rattus norvegicus)
galur wistar lepas sapih. Kata kunci : pegagan, memori, morris water maze
ABSTRACT
The brain development at golden period is very influential for memory function. Therefore, it
need a stimulant in order that brain can develop optimum. One of stimulant is giving an appropriate
nutritions at weaning period. Centella asiatica (CeA) contain triterpenoid that have neurostimulant and neuroprotective effect in memory function improvement. This research aims to study the effect of CeA water extract to memory function of rat was evaluated by giving its water extract orally to four-weeks-
old female Rattus norvegicus wistar strain. Parameter of memory function is latency (time period to reach the hidden platform), was measured using morris water maze (MWM) method. This research used true experimental in vivo design. Subject was divided randomly into 5 groups with four
repetitions in each group. The groups are one control group and four treatments groups those were given CeA water extracts with 1.5 ml/KgBW, 3 ml/KgBW, 6 ml/KgBW and 12 ml/KgBW. CeA water extract were given per-oral for 4 weeks and being done MWM every week. Analysis using Oneway
ANOVA showed that latency of MWM decreased not significantly on the groups every weeks. (p=0.092 for the first MWM; p=0.588 for the second MWM; p=0.789 for the third MWM; p=0.599 for the forth MWM). But the result of analysis using Post Hoc Test Duncan showed that latency of MWM
decreased significantly among the control group and P2 on the first MWM. It showed that the doses of P2 (3 ml/KgBW CeA water extracts) can effect significantly to improving memory function of Rattus norvegicus on the weaning period.
Keywords : Centella asiatica, memory, morris water maze
* Laboratorium Farmakologi FKUB ** Laboratorium Anatomi dan Histologi FKUB
*** Program Studi Pendidikan Dokter FKUB
PENDAHULUAN
Memori atau daya ingat adalah kemampuan individu untuk menyimpan sensory stimulus, peristiwa, informasi, dan lain-lain
(Ramasamy, 2008). Memori sebenarnya merupakan hasil dari perubahan kemampuan penjalaran sinaptik dari suatu neuron ke neuron
berikutnya. Perubahan tersebut kemudian menghasilkan berkas-berkas baru terfasilitasi yang disebut memory trace atau jejak ingatan.
Berkas tersebut akan diaktifkan untuk menimbulkan memori yang sebelumnya telah ada (Guyton and Hall, 1996). Fungsi memori
sangat penting karena menentukan intelegensi seseorang. Dalam penyimpanan dan pengaturan memori ini, struktur otak pada manusia yang
berperan penting adalah hipokampus (Yeshenko, 2006).
Kemampuan fungsi memori pada
manusia ditentukan oleh dua masa penting yaitu masa kehamilan ketika proses neurogenesis serta pada masa anak usia 0-2 tahun. Sejak lahir
hingga usia dua tahun adalah saatnya neuron (sel saraf) di korteks otak bermultiplikasi dan membentuk sinaps (hubungan antara sel saraf)
yang sangat banyak sehingga pada masa ini sel-sel otak akan mencapai perkembangan maksimum yaitu sekitar 80%. Sedangkan pada
usia 3-5 tahun perkembangannya hanya sekitar 20% (Nadhiroh, 2008).
Banyak hal yang berpengaruh terhadap
fungsi memori, salah satunya adalah nutrisi. Nutrisi merupakan determinan utama dalam pertumbuhan dan perkembangan otak anak
sejak dalam kandungan sampai masa tumbuh-kembang anak (Herawati, 2000). Prof. Dr. Darwin Karyadi, Guru besar Ilmu Gizi IPB,
menyatakan bahwa asupan nutrisi yang kurang pada masa balita akan mengakibatkan turunnya tingkat intelektual antara 10-15 poin. Hal ini
mengakibatkan balita akan mengalami ketidakmampuan dalam mengadopsi ilmu pengetahuan (Anonymous, 2009). Bahkan
kondisi ini akan sulit untuk dapat pulih kembali (Nency, 2009). Jadi, asupan nutrisi yang mempengaruhi otak untuk berkembang optimum
sangat penting pada masa balita. Saat ini nutrisi yang cukup dikenal
berpengaruh terhadap perkembangan otak balita
dalam meningkatkan kecerdasan dan fungsi memori adalah omega 3 dan omega 6, biasanya terdapat dalam susu formula. Namun, susu
formula masih tergolong mahal bagi sebagian masyarakat Indonesia, sehingga daya beli masyarakat masih rendah (Lita, 2007). Selain
kedua bahan tersebut, ada bahan dari alam yang diyakini bisa mempengaruhi kerja otak yaitu
tanaman pegagan (Centella asiatica) (Januwati, 2005).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan
Rao (2005), pegagan dapat mempengaruhi kerja otak karena kandungan asiatic acid dan asiaticoside yang mempunyai efek
neuroprotektif. Selain itu, selama ini sudah banyak penelitian tentang pegagan difokuskan pada efek neuroprotektifnya terhadap sel otak
yang mengalami kerusakan atau mengalami proses degeneratif (kondisi patologis) (Kumar, 2009). Penelitian lain menunjukkan bahwa
pegagan juga berpengaruh pada kondisi fisiologis yaitu dapat meningkatkan kemampuan belajar dan menyimpan memori pada tikus
dewasa dan neonatal (Madhyasta, 2007). Namun, sampai saat ini belum diketahui lebih lanjut pengaruh pemberian pegagan terhadap
fungsi memori pada tikus lepas sapih. Pegagan adalah tanaman liar yang
banyak hidup di daerah tropik termasuk
Indonesia, hidup sepanjang masa dan tumbuh di banyak tempat (Januwati, 2005). Harganya murah dan mudah didapatkan, sehingga
pegagan layak dijadikan sebagai tanaman pemberi nutrisi otak.
Penilaian terhadap fungsi memori pada
tikus lepas sapih ini menggunakan metode morris water maze, karena metode ini sudah digunakan secara luas oleh ahli fisiologi dan
farmakologi untuk menilai dan membandingkan kemampuan learning dan memori tikus (Panlab, 2008). Prinsip kerjanya berdasarkan pada
pemikiran bahwa tikus memiliki kemampuan menyusun strategi untuk mengeksplorasi lingkungannya dan keluar dari air dengan upaya
yang minimal. Dalam hal ini berenang dalam jarak sependek mungkin (Wenk, 2001). Parameter yang digunakan adalah waktu yang
diperlukan tikus sampai mencapai hidden platform untuk menyelamatkan dirinya dari air (waktu latency) (The Jackson laboratory, 2009).
Parameter tersebut cukup memberikan gambaran tentang fungsi memori tikus.
Berdasarkan uraian di atas, maka
diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh ekstrak air pegagan terhadap fungsi memori tikus menggunakan morris water maze.
Mengingat periode emas perkembangan otak manusia adalah masa balita, maka penelitian ini dilakukan pada tikus (Rattus norvegicus) galur
wistar lepas sapih.
METODOLOGI PENELITIAN
Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan desain true
experimental in vivo untuk mengetahui pengaruh
pemberian ekstrak air pegagan terhadap fungsi memori pada tikus (Rattus norvegicus) galur wistar lepas sapih menggunakan metode morris
water maze. Penelitian ini menggunakan 20 ekor tikus galur wistar betina lepas sapih yang dibagi dalam lima kelompok eksperimental, kelompok
kontrol, dan kelompok perlakuan P1, P2, P3, dan P4 dengan dosis ekstrak air pegagan masing-masing 1.5 ml/KgBB, 3 ml/KgBB, 6 ml/KgBB dan
12 ml/KgBB Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi penelitian adalah tikus galur wistar lepas sapih yang diperoleh dari Laboratorium Farmakologi Fakultas Kedokteran
Universitas Brawijaya Malang. Sampel penelitian adalah tikus galur wistar lepas sapih dengan jenis kelamin betina,
umur ± 1 bulan, berat badan 300 – 500 gram, dan dalam kondisi sehat yang ditandai dengan matanya yang jernih, serta pergerakannya aktif
dan gesit.
Cara Kerja dan Pengumpulan Data
1. Pembuatan Ekstrak Air Pegagan Daun pegagan diambil pagi hari, dipilih daun pegagan yang lebar dan segar. Setelah itu
daun pegagan dicuci, dikeringkan kemudian ditumbuk dengan mortar dan pestle sampai halus dan mengeluarkan ekstrak air. Setelah itu
pegagan yang ditumbuk diperas menggunakan kain kasa bersih untuk diambil sarinya. Bahan aktif terlarut dalam sari tersebut.
2. Pemberian Ekstrak Air Pegagan pada Tikus
Berdasarkan penelitian Rao (2006) dosis ekstrak air pegagan yang diberikan pada hewan cobanya adalah 2, 4, dan 6 ml/KgBB. Pada
penelitian ini dosis ekstrak air pegagan yang diberikan adalah 1,5 ml/kgBB (P1), 3 ml/KgBB (P2), 6 ml/KgBB (P3) dan 12 ml/KgBB (P4). Hal
ini dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh dosis yang lebih tinggi dan lebih terendah dari penelitian Rao tersebut. Ekstrak air pegagan
diberikan setiap hari pada kelompok P1, P2, P3 dan P4 sesuai dengan dosis masing-masing secara per oral dengan menggunakan spuit yang
ujungnya dipasang sonde sehingga dapat masuk ke mulut tikus hingga ke lambung. Pemberian ekstrak air pegagan ini dilakukan selama 1
bulan. 3. Tes Memori Morris Water Maze Tes memori morris water maze dilakukan
sekali tiap minggu selama pemberian ekstrak air pegagan. Pertama, tikus dimasukkan ke dalam kolam, ekor dahulu mencapai permukaan air
sehingga posisi kepala di atas. Jika dalam 2 menit tikus belum menemukan hidden platform maka tkus diarahkan menuju platform tersebut.
Tikus dibiarkan berada di atas hidden platform selama ± 15 detik untuk orientasi terhadap sekelilingnya. Kemudian tikus diangkat dan
dikeringkan terlebih dahulu untuk mencegah hipotermia. Tikus dapat dilatih sebanyak 4 kali sehari dengan 4 starting point (kuadran) yang
berbeda, tetapi apabila dikhawatirkan tikus mengalami kelelahan, cukup 2 atau 3 kali latihan per hari. Zhang (2009) melakukan tes morris
water maze pada hewan cobanya sebanyak 3 latihan per hari. Semakin banyak tikus dilatih bisa langsung menuju platform (Mayo Clinic,
1998). Parameter yang diukur adalah waktu latency, yaitu waktu yang diperlukan tikus untuk mencapai hidden platform (Anderson, 1998).
HASIL PENELITIAN
1. Tes Memori Morris Water Maze (MWM) Minggu Ke-1
Grafik 1 Rerata Waktu Latency MWM Minggu Ke-1
Pada uji morris water maze minggu ke-1 terdapat perbedaan waktu latency antar kelompok perlakuan. Kelompok kontrol memiliki
nilai waktu latency paling besar (66.12 detik) dibandingkan kelompok P1, P2, P3 maupun P4. Kelompok P1 dan P3 memiliki waktu latency
yang hampir sama. Sedangkan kelompok P2 memiliki waktu latency yang paling rendah (34.16 detik) daripada kelompok lainnya. Ini
menunjukkan adanya proses pembelajaran yang baik pada kelompok yang diberi ekstrak air pegagan selama 1 minggu karena memiliki
waktu latency lebih rendah dibandingkan kontrol. 2. Tes Memori Morris Water Maze (MWM)
Minggu Ke-2
Grafik 2 Rerata Waktu Latency MWM Minggu Ke-2
Pada uji morris water maze minggu ke-2 pada perbedaan waktu latency antar kelompok
kontrol, P1, P2, P3 dan P4. Waktu latency terendah dicapai oleh kelompok P4 yaitu sebesar 28.90 detik, sedangkan waktu latency terbesar
dicapai oleh kelompok P1 yaitu sebesar 47.71 detik. Kelompok yang memiliki waktu latency lebih besar daripada kontrol adalah kelompok
P1, P2 dan P3. Hal ini menunjukkan bahwa kelompok yang mengalami pembelajaran terbaik adalah P4 karena memiliki waktu latency paling
rendah dibandingkan kelompok lainnya 3. Tes Memori Morris Water Maze (MWM)
Minggu Ke-3 Grafik 3 Rerata Waktu Latency MWM
Minggu Ke-3
Pada minggu ke-3, kelompok kontrol memiliki waktu latency paling besar (18.44 detik) dibandingkan kelompok lainnya. Hal ini
menunjukkan bahwa terjadi proses pembelajaran yang baik pada kelompok P1, P2, P3 dan P4 karena memiliki waktu latency lebih rendah
daripada kontrol. Proses pembelajaran yang paling baik terjadi pada kelompok P4 karena memiliki waktu latency terendah daripada
kelompok lainnya. 4. Tes Memori Morris Water Maze (MWM)
Minggu Ke-4 Pada minggu ke 4 terdapat perbedaan waktu latency antar kelompok kontrol, P1, P2, P3 dan
P4. Kelompok kontrol memiliki waktu latency paling besar dibandingkan kelompok lainnya yaitu sebesar 38.83 detik. Hal ini sama dengan
hasil uji morris water maze pada minggu ke 3
yaitu didapatkan waktu latency paling besar pada kelompok kontrol. Kelompok P2 memiliki waktu
latency paling rendah dibandingkan kelompok lainnya. Tetapi secara keseluruhan kelompok P1, P2, P3 maupun P4 memiliki waktu latency lebih
rendah dibandingkan kelompok kontrol
Grafik 4 Rerata Waktu Latency MWM
Minggu Ke-4
5. Perbandingan Rerata Waktu Latency
Keseluruhan Antar Kelompok Grafik 5 Rerata Rerata Waktu Latency
Keseluruhan Antar Kelompok
Pada tabel 5 dan grafik di atas menunjukkan pola pembelajaran masing-masing
kelompok hampir sama. Pada tes memori morris water maze mulai dari minggu ke 1 sampai minggu ke 3, rata-rata pada tiap kelompok terjadi
penurunan waktu latency baik kelompok kontrol, P1, P2, P3, maupun P4. Hal ini terlihat dari gambaran kurva yang menurun sampai pada
minggu ke 3. Dari minggu ke 3 sampai minggu ke 4, pada setiap kelompok juga mempunyai gambaran yang sama yaitu terjadi peningkatan
waktu latency. Dari hasil tersebut, pola pembelajaran
yang baik digambarkan oleh semua kelompok,
baik kelompok kontrol, P1, P2, P3, dan P4, yaitu dengan gambaran kurva yang menurun sampai pada minggu ke 3. Hal ini menjelaskan bahwa
ada perbaikan catatan waktu yang diperoleh setiap minggunya selama 3 minggu, dalam arti ada pengurangan waktu yang dibutuhkan untuk
mengingat dari minggu ke 1 sampai dengan minggu ke 3 dimana lokasi hidden platform.
ANALISIS DATA
1. Analisis Data MWM Minggu Ke-1 Pada uji Oneway ANOVA diperoleh nilai
p = 0.092, ini berarti pada uji morris water maze
minggu ke-1 perbedaan waktu latency terjadi secara tidak bermakna (p>0.05). Untuk mengetahui kelompok mana yang memiliki
perbedaan waktu latency secara bermakna dilakukan uji Post Hoc Test Duncan. Hasil yang ditunjukkan adalah sebagai berikut :
Terdapat perbedaan waktu latency secara bermakna (p < 0,05) antara kelompok:
1. (Kontrol) dan (P2)
2. (Kontrol) dengan (P1), (P2), (P3), dan (P4)
3. (P2) dengan (Kontrol), (P1), (P3), dan
(P4) Tidak terdapat perbedaan waktu latency secara bermakna (p > 0,05) antara kelompok :
1. (P1), (P2), (P3) dan (P4) 2. (Kontrol), (P1), (P3) dan (P4).
2. Analisis Data MWM Minggu Ke-2 Uji Oneway ANOVA pada uji morris
water maze minggu ke-2 didapatkan p=0.588
(p>0.05), berarti perbedaan waktu latency terjadi secara tidak berbeda bermakna. Analisis lebih jauh menggunakan uji Post Hoc Test Duncan
didapatkan tidak ada perbedaan waktu latency secara bermakna antar kelompok kontrol, P1, P2, P3 dan P4.
3. Analisis Data MWM Minggu Ke-3
Hasil uji Oneway ANOVA pada uji morris
water maze minggu ke-3 didapatkan p=0.789 (p>0.05), berarti perbedaan waktu latency terjadi secara tidak bermakna. Analisis lebih jauh
menggunakan uji Post Hoc Test Duncan didapatkan tidak ada perbedaan waktu latency secara bermakna antar kelompok kontrol, P1,
P2, P3 dan P4.
4. Analisis Data MWM Minggu Ke-4
Uji Oneway ANOVA didapatkan p=0.599 (p>0.05) berarti terjadi perbedaan waktu latency secara tidak bermakna pada uji morris water
maze minggu ke-4. Analisis lebih jauh
menggunakan uji Post Hoc Test Duncan didapatkan tidak ada perbedaan waktu latency secara bermakna antar kelompok kontrol, P1,
P2, P3 dan P4.
5. Analisis Data Rerata Waktu Latency
Keseluruhan Uji Oneway ANOVA didapatkan p=0.042
(p<0.05), hal ini berarti terjadi perbedaan secara
bermakna pada rerata waktu latency keseluruhan uji morris water maze pada semua kelompok. Analisis lebih jauh menggunakan uji
Post Hoc Test Duncan didapatkan hasil sebagai berikut : Terdapat perbedaan waktu latency secara
bermakna (p < 0,05) antara kelompok: 1. (Kontrol), (P2), (P4) 2. (Kontrol) dan (P1) dengan (P2), (P3),
dan (P4) 3. (P2) dan (P4) dengan (Kontrol), (P1),
dan (P3)
Tidak terdapat perbedaan waktu latency secara bermakna (p > 0,05) antara kelompok :
1. (P2), (P3), dan (P4)
2. (Kontrol), (P1), dan (P3)
Untuk mengetahui besarnya hubungan
dan pengaruh dari pemberian ekstrak air pegagan terhadap penurunan waktu latency, maka digunakan uji korelasi. Hasil pegujian bisa
dilihat pada tabel 5.11 di bawah ini : Tabel 5.11 Uji Korelasi
Keterangan R p
Pemberian ekstrak air pegagan
-0.443 0.051
Berdasarkan hasil analisis pada tabel 5.9 di atas dapat diketahui bahwa pada analisis korelasi diperoleh angka signifikansi 0.051
(p<0,05) yang berarti terdapat hubungan (korelasi) yang tidak bermakna antara pemberian ekstrak air pegagan terhadap waktu latency.
Besar korelasi R = -0.443 menunjukkan bahwa semakin besar pemberian ekstrak air pegagan maka waktu latency cenderung turun (tanda
negatif menunjukkan hubungan yang terbalik
PEMBAHASAN Telah dilakukan serangkaian percobaan
untuk meneliti pengaruh pemberian ekstrak air pegagan terhadap fungsi memori tikus yang diukur dengan tes fungsi memori morris water
maze, yaitu tes untuk meneliti aspek tertentu dari spesimen atau memori berdasar pengenalan ruang, biasanya menggunakan tikus atau mencit
sebagai hewan cobanya. Tes ini berdasar pada
pemikiran bahwa tikus memiliki kemampuan
menyusun strategi untuk mengeksplorasi lingkungannya (Wenk, 2001). Metode ini sudah digunakan secara luas oleh ahli fisiologi dan
farmakologi untuk menilai dan membandingkan kemampuan learning dan memori tikus (Panlab, 2008). Keuntungan morris water maze adalah
tikus selalu ingin segera keluar, sehingga dia
segera mencari jalan keluar dan tidak pernah menunggu. Yang kedua adalah di dalam air tidak
ada petunjuk yang tertinggal (Anderson, 1998). Hasil penelitian yang didapat dari tes
morris water maze adalah berupa data kualitatif
dan kuantitatif. Hasil kualitatif berupa pengamatan perilaku hewan coba selama dilakukan tes memori morris water maze.
Pengamatan ini diperlukan untuk membantu penjelasan hasil secara kuantitatif. Hasil kuantitatif diperoleh dengan cara melakukan
pengukuran waktu latency sebagai parameter fungsi memori pada morris water maze. Waktu latency adalah waktu yang diperlukan tikus
sampai menemukan hidden platform. Parameter lain seperti swim distance (jarak renang), rata-rata kecepatan berenang dan pola eksplorasi
(menjelajahi morris water maze) (The Jackson Laboratory, 2009), tidak dilakukan pengukuran karena keterbatasan sarana dan prasarana.
Pada percobaan ini, pertama kali tikus dimasukkan ke dalam kolam. Awalnya tikus akan berenang menyusuri pinggiran kolam untuk
menyelamatkan diri. Karena tidak ada jalan keluar akhirnya tikus ke tengah dan mencapai hidden platform. Semakin banyak tikus dilatih
akan semakin cepat mencapai platform, yang berarti tikus tersebut mempunyai fungsi memori yang baik (Mayo Clinic, 1998). Hal ini terjadi
karena tikus tersebut sudah mengenali lingkungan sekitarnya dan tahu dimana lokasi hidden platform (Redish dan Touretzky, 1998).
Pada tes memori morris water maze minggu pertama diperoleh perbedaan waktu latency secara tidak bermakna (p=0.092).
Demikian pula pada tes morris water maze pada minggu ke-2, ke-3 maupun ke-4 didapatkan perbedaan waktu latency secara tidak bermakna
(p>0.05). Hal ini kemungkinan terjadi karena proses pembentukan memori sangat dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor yang berasal dari
kondisi tikus maupun faktor yang berasal dari pelaksanaan tes memori morris water maze (lingkungan dan perlakuan).
Faktor yang mempengaruhi pembentukan memori yang berasal dari kondisi tikus diantaranya adalah behavior tikus, fungsi
sensoris dan motoris (Tilson, 1980). Sebenarnya tikus adalah binatang yang pintar. Tikus termasuk binatang nokturnal yaitu beraktivitas di
malam hari, keluar sarangnya dan aktif pada malam hari untuk mencari makan (Depkes, 2002). Pada penelitian ini uji morris water maze
dilakukan pada pagi hari. Hal ini mengganggu aktivitas tidur tikus dan menambah takanan (stres). Kondisi stres berpengaruh terhadap
perkembangan memori tikus (Wenk, 2004). Disebutkan oleh Pawlak (2005) bahwa stres yang kronik dapat mengubah neuron di
hipokampus yaitu menurunkan dendrite spines
dan respetor N-methyl D-Aspartate (NMDA) dimana dua komponen ini merupakan struktur
yang penting untuk memori. Tetapi proses tersebut tidak berpengaruh pada short-term memory. Selain itu, pada kondisi stres terjadi
peningkatan hormon kortisol. Kortisol mampu mempengaruhi fungsi neurotransmitter memori (The Franklin Insutitute, 2004).
Proses pembentukan memori meliputi 3 hal yaitu menerima informasi (encoding), menyimpan (storage) dan menimbulkan kembali
apa yang dialami atau diterima (retrieval atau recall) (Walgito, 1997). Proses yang paling menentukan adalah proses pertama yaitu
menerima informasi. Proses menerima informasi sangat berkaitan dengan fungsi sensoris individu misalnya visual, audio dan kinestetik. Pada
penelitian ini, tikus menggunakan fungsi visualnya untuk menerima (memasukkan informasi) pada tes memori morris water maze
(Noldus Informational Technology, 2005). Tikus akan memandang seluruh kolam dan menjadikan sebuah benda sebagai penanda (cues)
(Anderson, 1998). Sedangkan fungsi visual yang dimiliki tikus bisa saja berbeda sehingga informasi yang dimasukkan akan berbeda pula.
Selain itu, kondisi pencahayaan yang berbeda dapat mempengaruhi memori visual tikus. Akibatnya tikus akan me-recall informasi yang
berbeda pula. Jadi, kekuatan dan kebenaran memori juga ditentukan oleh kekuatan sensorik individu dalam menangkap atau menerima
informasi dari luar (Yeli, 2009). Hal ini kemungkinan juga menjadi penyebab penurunan waktu latency pada tes memori morris water
maze terjadi secara tidak bermakna. Adapun faktor yang mempengaruhi hasil
dari tes memori morris water maze diantaranya
adalah diameter kolam, suhu air, jenis kelamin tikus, perbedaan jadwal uji morris water maze, parameter yang diukur, stres ketika prenatal,
nutrisi ketika pre-natal dan post-natal, status hormonal, dan suhu tubuh Sharma (2009). Pengaruh tersebut bisa diminimalkan dengan
menyamakan subjek penelitian (hewan coba) seperti umur dan jenis kelamin, serta menyamakan waktu (jadwal) dalam melakukan
uji morris water maze. Pada penelitian ini kondisi tikus relatif sama yaitu menggunakan tikus Rattus norvegicus umur ± 4 minggu. Tetapi ada
perbedaan pada kondisi lingkungan sekitar tempat uji morris water maze. Hal ini disebabkan karena jam pengujian tidak tepat sama tiap
minggunya (antara jam 8-11 siang), jadi kemungkinan pencahayaan yang diterima sedikit berbeda. Selain itu, ada perbedaan benda-benda
yang dijadikan clue (petunjuk) di sekitar kolam, hal ini akan mempengaruhi memori visual tikus. Kemungkinan faktor inilah yang menyebabkan
penurunan waktu latency pada tiap minggunya tidak berbeda secara bermakna.
Selain faktor-faktor yang telah disebutkan di atas, faktor pengulangan tes memori morris water maze juga sangat
mempengaruhi perkembangan fungsi memori (Briones, 2005). Latihan morris water maze yang diulang ini akan direkam oleh otak tikus dan
disimpannya sebagai memori. Semakin sering tes memori yang dilakukan, tikus akan bisa mengingat lokasi hidden platform, ia tidak perlu
mencari hidden platform melainkan langsung menuju lokasinya (di tengah kolam), sehingga waktu yang diperlukan untuk mencapai hidden
platform semakin singkat (Mayo Clinic, 1998). Hal ini kemungkinan menyebabkan hasil pengukuran waktu latency pada semua
kelompok tidak berbeda secara bermakna karena mendapatkan pengulangan morris water maze yang sama tiap minggunya.
Telah disebutkan di atas bahwa hasil analisis Oneway ANOVA pada setiap minggunya didapatkan perbedaan waktu latency secara
tidak bermakna. Tetapi analisis lebih jauh menggunakan Post Hoc Test Duncan didapatkan perbedaan waktu latency secara bermakna antar
kelompok kontrol dengan kelompok P2 (dosis = 3 ml/KgBB) khusunya pada minggu pertama tes memori morris water maze. Analisis Post Hoc
Duncan pada minggu ke-2, ke-3 dan ke-4 tidak didapatkan perbedaan waktu latency secara bermakna antar kelompok, tetapi terdapat
kecenderungan penurunan waktu latency pada kelompok P1 (dosis = 1.5 ml/KgBB), P3 (dosis = 6 ml/KgBB) dan P4 (dosis = 12 ml/KgBB). Hal ini
menunjukkan adanya kecenderungan pengaruh peningkatan fungsi memori pada kelompok yang diberi ekstrak air pegagan. Tetapi karena banyak
faktor yang mempengaruhi perkembangan memori seperti disebutkan di atas maka peningkatan memori secara bermakna tidak
terjadi pada semua kelompok yang diberi ekstrak air pegagan.
Perbedaan waktu latency pada berbagai
kelompok sangat berhubungan dengan dosis ekstrak air pegagan. Seperti pada penelitian Rao (2005), dosis 2 ml ekstrak air pegagan tidak
berpengaruh secara bermakna terhadap peningkatan learning behavior tikus, tetapi dengan dosis 4 ml dan 6 ml mampu
meningkatkan learning behavior tikus secara bermakna. Pada penelitian ini diperoleh P2 dengan dosis 3 ml/KgBB memberikan pengaruh
bermakna terhadap penuurnan waktu latency. Hal ini menunjukkan kemungkinan dosis ekstrak air pegagan pada P1 yaitu 1.5 ml/KgBB kurang
optimum sehingga pengaruh yang diberikan tidak bermakna. Sedangkan dosis pada P3 (6 ml/KgBB) maupun P4 (12 ml/KgBB)
kemungkinan sudah melebihi dosis optimum.
Pada penelitian ini, dosis ekstrak air pegagan berhubungan dengan berat badan
tikus. Semakin meningkat berat badan tikus maka dosis yang dibutuhkan semakin bertambah. Dari data penimbangan tikus
didapatkan berat badan tikus yang homogen dengan standar deviasi <5%. Jadi dosis yang dibutuhkan setiap tikus juga homogen sesuai
dosis kelompok perlakuan. Pada rerata waktu latency keseluruhan
baik kelompok kontrol, P1, P2, P3 maupun P4
secara umum mempunyai pola grafik yang hampir sama yaitu tiap kelompok mengalami penurunan waktu latency antara minggu ke-1
sampai minggu ke-3 dan mengalami peningkatan waktu latency pada minggu ke-4. Peningkatan waktu latency pada minggu ke 4 kemungkinan
karena pengaruh ekstrak air pegagan yang kurang efektif setelah pemberian selama 4 minggu. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian
Rao (2005) yang menunjukkan bahwa pemberian ekstrak air pegagan selama 4 minggu dan 6 minggu memberikan pengaruh yang
bermakna terhadap peningkatan fungsi memori tikus. Pada kelompok kontrol yang tidak diberi ekstrak air pegagan juga mengalami peningkatan
waktu latency pada minggu ke-4. Jadi kemungkinan penyebab peningkatan tersebut karena adanya faktor-faktor lain seperti yang
telah disebutkan sebelumnya yang berakibat tidak adanya penurunan waktu latency secara bermakna pada tes memori morris water maze
minggu berikutnya. Peningkatan waktu latency pada minggu
ke-4 kemungkinan juga disebabkan karena
terjadi proses habituasi. Habituasi adalah tipe ingatan negatif yang mengakibatkan lingkaran neuronal kehilangan responnya terhadap
peristiwa berulang yang tak berarti. Hal ini bisa terjadi karena rangsangan hanya terjadi pada terminal sensorik dan tidak ada rangsangan
pada terminal fasilitator. Jadi, pengulangan terhadap suatu informasi tidak selamanya bersifat positif (menambah retensi memori),
tetapi bisa juga bersifat negatif (mengurangi retensi memori) apabila informasi itu tidak dianggap penting (Guyton, 2006). Pada
penelitian ini pengulangan morris water maze dalam hal ini proses berenang tikus dalam mencari hidden platform untuk menyelamatkan
diri, kemungkinan terjadi habituasi karena hal tersebut sudah dianggap biasa oleh tikus dan tidak memberikan suatu akibat yang lain. Apabila
dalam pengulangan morris water maze selanjutnya diberi tambahan reward ataupun punishment lain kemungkinan tikus akan
meresponnya menjadi sebuah ingatan positif (terjadi sensitisasi ingatan). Regio limbik basal otak mampu menentukan apakah suatu
informasi bersifat penting atau tidak penting, dan
membuat keputusan secara tidak sadar apakah informasi ini akan disimpan sebagai jejak ingatan
yang kuat atau justru ditekannya. Hasil analisis oneway ANOVA terhadap
rerata waktu latency semua kelompok
didapatkan p=0.042 (p<0.05) artinya terdapat perbedaan waktu latency secara bermakna antar semua kelompok perlakuan. Hal ini menunjukkan
bahwa pemberian ekstrak air pegagan mampu meningkatkan fungsi memori tikus dalam hal ini dilihat dari adanya penurunan waktu latency
secara bermakna. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Rao (2005), menunjukkan bahwa pemberian ekstrak air
pegagan (Centella asiatica) meningkatkan learning dan memori tikus. Penelitian lain yang dilakukan oleh Dash (1996) menunjukkan bahwa
ekstrak air pegagan mampu meningkatkan kemampuan mental dan pola perilaku pada anak yang mengalami retardasi mental. Pengaruh
lainnya disampaikan oleh Shobi (2001) bahwa ekstrak air pegagan mencegah radiasi yang menginduksi perubahan perilaku selama proses
radioterapi. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Lee (2000) membuktikan bahwa ekstrak air pegagan efektif dalam melindungi neuron dari
kerusakan oksidatif yang disebabkan oleh paparan glutamat. Dari uraian tersebut disimpulkan bahwa pegagan (Centella asiatica)
memiliki efek neuroprotektif sehingga bisa menjaga dan meningkatkan fungsi memori.
Pengaruh ekstrak air pegagan tidak
hanya sebagai neuroprotektif, tetapi juga sebagai neurostimulant yaitu dengan mempengaruhi sistem neurotransmitter dan struktur saraf.
Penelitian pada hewan coba menunjukkan bahwa pemberian ekstrak air pegagan meningkatkan level neurotransmitter GABA yaitu
suatu hormon yang bekerja di hipokampus (Ji, 1995). Pengaruh pada sistem neurotransmitter juga disampaikan oleh (Farr, 2000; Hatfield,
1999; Ji, 1995) bahwa ekstrak air pegagan juga berpengaruh terhadap biosintesis asetilkolin, neoradrenalin, 5HT dan dopamine yang
merupakan neurotransmitter learning dan memori. Sedangkan pengaruh pada struktur saraf, ekstrak air pegagan mampu meningkatkan
panjang (intersection) dan jumlah cabang dendrit (arborisation) pada hipokampus tikus (Rao, 2006). Pengaruh neurostimulant ini berperan
dalam peningkatan fungsi memori lepas sapih. Pada penelitian lain yang satu tim
dengan peneliti didapatkan bahwa ekstrak air
pegagan memberikan peningkatan secara bermakna terhadap panjang dendrit (Mafrukha, 2010) dan jumlah cabang dendrit (Najihah,
2010). Semakin panjang dendrit dan semakin banyak cabang dendrti maka daerah reseptif neuron juga semakin luas, sehingga daya
tampung untuk menyimpan sinap-sinap menjadi
lebih lama. Hal ini menunjukkan bahwa adanya peningkatan panjang dan jumlah cabang dendrit
mengindikasikan adanya peningkatan penyimpanan memori (proses storage) (Mafrukha, 2010).
Selain mempengaruhi struktur saraf dan neurotransmitter di otak, ekstrak air pegagan juga mempengaruhi faktor neurotropik otak
seperti Brain Derived Neurotrophic Factor (BDNF). Pada kelompok penelitian ini, dibuktikan adanya tren yang meningkat pada kadar BDNF
setelah diberi ekstrak pegagan. Peningkatan kadar BDNF ini menunjukkan adanya fungsi memori yang baik pada tikus (Munawaroh,
2010). Kandungan pegagan (Centella asiatica)
yang berpengaruh terhadap fungsi memori
adalah triterpenoid. Tritepenoid pegagan dapat merevitalisasi pembuluh darah sehingga peredaran darah ke otak menjadi lancar,
memberikan efek menenangkan dan meningkatkan fungsi mental menjadi yang lebih baik (Steven, 2008). Selain itu triterpenoid dapat
meningkatkan fungsi HPA (hypothalamic-pituitary-adrenal) axis dan meningkatkan neurotransmitter monoamin yang berpengaruh
terhadap memori (Anonymous, 2009). Contoh triterpenoid yang terkandung
dalam pegagan adalah asiaticoside, asiatic acid,
dan bacoside-B. Menurut Barbosa (2008), asiaticoside memiliki potensial farmakologi di neuron sentral, seperti mempengaruhi enzim-
enzim dan neurotransmitter di otak. Perlindungan sel-sel otak dari kerusakan akibat radikal bebas diperankan antioksidan lain yang terdapat dalam
pegagan. Sedangakan asiatic acid, menurut penelitian yang dilakukan oleh Lee (2000) dapat digunakan sebagai terapi untuk dementia dan
untuk meningkatkan fungsi kognitif (Lee, 2000). Bacoside-B adalah suatu protein yang menutrisi otak dapat meningkatkan mental clarity, rasa
percaya diri, intelegensi dan memory recall (101Herbs, 2004). Pada masa lepas sapih yang merupakan periode emas perkembangan otak,
pemberian ekstrak air pegagan akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan otak. Sel-sel saraf di otak akan berkembang secara
optimum karena tercukupinya nutrisi oleh pegagan (Nadhiroh, 2008) sehingga dapat meningkatkan fungsi memori.
Analisis pada data rerata waktu latency semua kelompok menggunakan uji Post Hoc Test Duncan didapatkan ada perbedaan secara
bermakna antar kelompok kontrol dan P1 dengan kelompok P2, P3 dan P4. Hal ini menunjukkan peningkatan dosis ekstrak air
pegagan memberikan pengaruh yang baik dalam meningkatkan fungsi memori (menurunkan waktu latency). Hal ini juga dibuktikan dari hasil uji
korelasi didapatkan besar korelasi R = -0.443
menunjukkan bahwa semakin besar dosis pemberian ekstrak air pegagan maka waktu
latency cenderung turun (tanda negatif menunjukkan hubungan yang terbalik).
Dari uraian di atas didapatkan bahwa
kelompok P2 dengan dosis ekstrak air pegagan 3 ml/KgBB berpengaruh secara bermakna terhadap peningkatan fungsi memori tikus galur
wistar lepas sapih. Sedangkan pada kelompok P1 (dosis = 1.5 ml/KgBB), P3 (dosis = 6
ml/KgBB) dan P4 (dosis = 12 ml/KgBB) memiliki kecenderungan dapat menurutkan waktu latency dengan kata lain dapat meningkatkan fungsi
memori tikus galur wistar lepas sapih.
KESIMPULAN
.Kesimpulan 1. Pemberian ekstrak air pegagan (Centella
aisatica) dapat meningkatkan fungsi memori tikus (Rattus norvegicus) galur wistar lepas sapih melalui penurunan waktu latency pada
tes memori morris water maze. 2. Dosis optimum ekstrak air pegagan (Centella
aisatica) dalam meningkatkan fungsi memori
tikus (Rattus norvegicus) galur wistar lepas sapih adalah 3 ml/KgBB.
Saran 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
tentang pengaruh ekstrak air pegagan terhadap perubahan neurofisiologi dan neurokimia pada tubuh, serta uji toksisitas
untuk mengetahui apakah mempunyai efek samping yang merugikan terhadap tubuh.
2. Perlu dilakukan budidaya tanaman pegagan
karena manfaat pegagan yang sangat baik untuk fungsi memori serta pembuatan suplemen pegagan sebagai penambah daya
ingat.
DAFTAR PUSTAKA
101Herbs. 2004. Centella asiatica. (Online)
http://centella-asiatica.101herbs. com/.
Diakses pada tanggal 19 September 2009
Anderson, R. 1998. Morris Water Maze. (Online)
http:// www.watermaze.org. Diakses pada tanggal 19 September 2009
Annisa. 2006. Pengaruh Pemberian Ekstrak Air
Daun Pegagan (Centella asiatica) terhadap Kemampuan Kognitif dan Kadar Monoamin pada Hipokampus
Tikus (Rattus norvegicus L.) Galur Wistar Jantan Dewasa. (Online).http://digilib.sith.itb.ac.id/go.php
?id=jbptitbbi-gdl-s1-2006-annisarf -1534. Diakses pada tanggal 3 April 2010
Anonymous. 2004. Centella asiatica (Online).
http:// www.cancercure. co.za/images/ faithexplained. pdf. Diakses pada tanggal 7 Agustus 2010
Anonymous. 2007. Nutrisi untuk Otak . (Online). http://www.warmas.if.co.id/kesehatan online/mod.php? mod =publisher& op
=viewarticle & artid =67. Diakses pada tanggal 1 Oktober 2009
Anonymous. 2009. Brain (Online)
http://www.find-health-articles.com/fhas earch. htm?q=centella&submit=Search. Diakses pada tanggal 23 September
2009 Anonymous. 2009. Centella asiatica Extract.
(Online). http://www. motherherbs. com/
centella-asiatica-extract.html. Diakses pada tanggal 24 September 2009
Anonymous. 2009. Centella asiatica (Pegagan). (Online). http://www. webspawner.com/ users/ pegagan/index.html. Diakses
pada tanggal 19 September 2009 Anonymous. 2009. Pengaruh Nutrisi Terhadap
Tumbuh Kembang Otak .(Online).
http://www.viladavid.co.cc/?p=95. Diakses pada tanggal 1 Oktober 2009
Asiamaya. 2009. Pegagan (Centella asiatica
Urban). (Online). http://www. asiamaya.com/jamu/isi/pegagan_centellaasiatica.htm. Diakses pada tanggal 10
September 2009 Barbosa, N.R. 2008. Centella asiatica water
extract inhibits Ipla2 and Cpla2 activities
in rat cerebellum. (Online). http://www.sciencedirect. com/science?ob=ArticleURL&_udi.
Diakses pada tanggal 20 September 2009
Behrman, R.E, Kliegman, R.M, Jenson, H.B,
Editor. 2004. Nelson Textbook of Pediatrics 17
th ed. USA: Saunders
Bloom F.E. 1988. Brain, Mind and Behaviour.
2nd ed. New York : W.H. Freeman,p. 240-269
Briones, T.L, Suh, H, Hattar, Wadowska. 2005.
Dentate Gyrus Neurogenesis after Cerebral Ischemia and Behavioral Training, Biological Research for
Nursing, vol. 6, no. 3, pp. 167–179
Canadian Institute of Health Research (CIHR). 2009. Plasticity in Neural Networks.
(Online) http://thebrain.mcgill.c-a/flash/ a/a_07/a07cl/a07 cltra/a 07cltra.html. Diakses pada tanggal 23 September
2009 Dalimartha, S. 2000. Atlas Tumbuhan Obat
Indonesia Jilid 2. Ungaran: Trubus
Agriwidya. Dash P.K, Mistry I.U, Rao A.R, Patel K.S. 1996.
Role of Medhya Rasayana in School
Children. Ayu ; 12:15 Depkes. 2002. Pedoman Pengendalian Tikus
khusus di Rumah Sak it (Online). http://
www.depkes.go.id/downloads/Pengendalian%20Tikus.pdf. Diakses pada tanggal 24 September 2010
Dorell, A. 1998. Five Ways to Stimulate Brain Power in Your Child. (Online) http://www.kidsource.com/kidsource/cont
ent4/brain.power.html. Diakses pada tanggal23 September 2009
Elearning. 2008. Ingatan (Memori). (Online).
http://elearning.gunadarma.ac.id/doc modul/psikologi_umum_1 /Bab_6.pdf. Diakses pada tanggal 11 Agustus 2010
El-Sherif, Y. 2008. The Hippocampus. (Online).
http://www.angelfire.com/yt
/yas709neuroscience/hippocampus.htm. Diakses pada tanggal 27 September 2009
Farmer. J, X. Zhao, H. Van Praag, K. Wodtke, F. H, Gage, and Christie, B.R. 2004. Effects of Voluntary Exercise on Synaptic
Plasticity and Gene Expression in The Dentate Gyrus of Adult Male Sprague-Dawley Rats in Vivo, Neuroscience, vol.
124, no.1, pp. 71–79 Farr, S.A, Banks WA, Morley J.E. 2000. Estradiol
Potentiates Acetylcholine and
Glutamate-Mediated Post-Trial Memory Processing in The Hippocampus. Brain Res ; 864: 263–269
Ganong, W.F. 2003. Review of Medical Physiology. 21
st. Ed. Carge medical
Books/Mc Grow-Hill Companies : United
States of America. Guyton A. and John E.H. 2006. Buku Ajar
Fisiologi Kedokteran Edisi 11.
Terjemahan oleh Irawati Setiawan. 2007. Jakarta: EGC
Hargreave, E. 2007. The Hippocampus. (Online)
http://homepages.nyu.edu/~eh597/ seahorse.htm. Diakses pada tanggal 20 September 2009
Hatfield T, McGaugh J.L. 1999. Norepinephrine Infused into The Basolateral Amygdala Posttraining Enhances Retention in A
Spatial Water Maze Task. Neurobiol. Learn Mem ; 71: 232–239
Herawati, N. 2000. Peranan DHA Terhadap Tumbuh Kembang Otak . Disertasi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut
Pertanian Bogor Horne, S. Perretty P. 2008. Gotu kola. J for NSP
Distb ; 24(4): 1
Ilmanda, T. 2005. Evaluasi Kualitas Air Sungai Cikapundung Respon Kemampuan Belajar dan Mengingat pada Rat (Mus
Musculus L.) Swiss Webster. (Online). http://digilib.upi.edu/pasca/available/etd-03021061047 33/. Diakses pada tanggal
10 September 2009 Imagelanka. 2009. Gotu Kola–Centella asiatica.
(Online). http://www.Imagelanka
.com/index.php?option=com_joomgallery&func=watermark&catid= 4&id= 544 &Itemid=2. Diakses pada tanggal 9
Agustus 2010 Janus, C. 2008. Morris Water Maze. (Online).
http://webcache.googleuser
content.com/search?q=cache:5KV0e6HBr7EJ:www.watermaze.org/+morris+water+maze+chris+janus&cd=1&hl=id&ct=cl
nk&gl=id& client= firefox- a. Diakses pada tanggal 9 Agustus 2010
Januwati, M. dan Yusron, M. 2005. Budidaya
Tanaman Pegagan. (Online). http://www.balittro.go.id/includes/Pegagan.pdf. Diakses pada tanggal 15
September 2009 Ji W.Q, Zhang C.C, Zhang G.H. 1995. Effect of
Somatostatin and GABA on Long Term
Potentiation in Hippocampal CA1 Area in Rats. Zhongguo Yao Li Xue Bao. 16: 380–382
Kikusui T, Mori Y. 2009. Behavioural and neurochemical consequences of early weaning in rodents. (Online).
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/ 19207810. Diakses pada tanggal 24 September 2010
Kodama, Y. Kikusui, T. 2008. Effects of early weaning on anxiety and prefrontal cortical and hippocampal myelination in
male and female wistar rats. (Online). http:// onlinelibrary. wiley. com/ doi/ 10.1002/ dev.20289/ abstract. Diakses
pada tanggal 23 September 2010 Kumar, A. 2009. Neuroprotective Effects of
Centella asiatica against
Intracerebroventricular Colchicine-Induced Cognitive Impairment and Oxidative Stress. (Online).
http://www.sage-hindawi.com/journals /ijad/2009/972178.html. Diakses pada tanggal 5 Januari 2010
Lee, M.K and Kim S.R. 2000. Asiatic Acid Derivatives Protect Cultured Cortical
Neurons from Glutamate-Induced Excitotoxicity. Res. Commun. Mol. Pathol. Pharmacol ; 108: 75–86
Lita. 2007. Menyoal Harga dan Suplementasi AA-DHA di Susu Formula Bayi (Online) http://lita.inirumahku.com/health/lita/men
yoal-harga-dan-suplem entasi-aa-dha-di- susu-formula-bayi/). Diakses pada tanggal 1 Oktober 2009
Liza. 2007. Otak Manusia, Neurotransmiter , dan Stress. (Online). http:// adiwarsito.files. wordpress. com/ 2010/ 03/ 6224830 –
otak – manusia - neurotransmiter- dan – stress –by-dr-liza-pasca-sarjana-stain-cirebon.pdf. Diakses pada tanggal 26
September 2010 Madhyasta, Somayaji S.N, Bairy K.L, Prakas.
2007. Neuroprotective Effect of Centella
asiatica Leaf Extract Treatment on Cognition and Hippocampal Morphology Against Prenatal Stress. The journal of
Physiological Sciences vol 20. No.2 Mafrukha, L. 2010. Pengaruh Ekstrak Pegagan
(Centella Asiatica) terhadap Panjang
(Intersection) Dendrit sebagai Indikator Fungsi Memori pada Hipokampus Tikus (Rattus Norvegicus Strain Wistar) Lepas
Sapih. Tugas Akhir. Tidak diterbitkan, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang
Mayo Clinic. 1998. Morris Water Maze. (Online). http://www.watermaze.org/.Diakses pada tanggal 28 Juli 2010
Munawaroh, E.F. 2010. Pengaruh Ekstrak Pegagan (Centella asiatica) terhadap Kadar BDNF (Brain Derived
Neurotrophic Factor) pada Hipokampus Tikus (Rattus norvegicus strain Wistar) Lepas Sapih. Tugas Akhir. Tidak
diterbitkan, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang.
Nadhiroh. 2008. Golden Period Pertumbuhan
Anak . (Online). http:// nadhiroh. blog.unair.ac. id/2008/11/14/golden-period-pertumbuhan-anak/). Diakses
pada tanggal 1 Oktober 2009 Najihah, N.R. 2010. Pengaruh Ekstrak -Air
Pegagan (Centella asiatica) Terhadap
Jumlah Cabang Dendrit Pada Hipokampus Tikus (Rattus Norvegicus) Galur Wistar Lepas Sapih. Tugas Akhir.
Tidak diterbitkan, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang.
Narenda. 2002. Tumbuh Kembang Anak dan
Remaja. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonseia, Sagung Seto
Nency, Y.2009. Gizi Buruk, Ancaman Generasi
yang Hilang (Online). http://io.ppi-
jepang.org/cetak.php?id=113. Diakses pada tanggal 1 Oktober 2009
NSRL.2001.Our Service.(Online). www. neurostructural.com/pdf/services.PDF. Diakses pada tanggal 29 September
2009 Noldus Informational Technology. 2005. How to
Use Ethovision with the Morris Water
Maze. (Online).http://www.noldus.com/ site/content/file s/application notes /noldus ethovision water maze. Diakses
pada tanggal 29 September 2009 Panlab. 2008. Water maze test (online).
www.panlab.com. Panlab, s.l.u. Diakses
tanggal 11 Desember 2009 Pawlak, R, Rao, B, Melchor J.P. 2005. Tissue
Plasminogen Activator and Plasminogen
Mediate Stress-Induced Decline of Neuronal and Cognitive Functions in the Mouse hippocampus. Proc National
Academy Science USA ; 102(50): 18201-6
PublicHealth. 2009. Weaning Your Breastfed
Baby. (Online).http://www. publichealthgrey bruce.on.ca/family/Breastfeeding/Weanin
g.htm. Diakses pada tanggal 24 September 2010
Ramasamy, I. 2008. What Are Good Memory
Enhancers?(Online).http://www .celastrusshop.com/?p=74. Diakses pada tanggal 25 Desember 2009
Rao M.K.G, Rao M.S, Rao G.S. 2005. Centella Asiatica (Linn) Induced Behavioural Changes During Growth Spurt in
Neonatal Rats Rao M.K.G, Rao M.S, Rao GS. 2005.
Enhacement of Amygdaloid Neuronal
Dendritic Arborization by Fresh Leaf Juice of Centella sciatica (Linn) During the Growth Spurt Period in Rats
Rao KG, Rao M.S, Rao G.S. 2006. Centella sciatica (L.) Leaf Extract Treatment During the Growth Spurt Period
Enhances Hippocampal CA3 Neuronal Dendritic Arborization in Rats.
Ratan. 1996. Buku Kuliah Susunan Saraf Otak
Manusia. Jakarta: CV.Sagung Seto Redish dan Touretzky. 1998. The Role of
hippocampus in solving the morris Water
Maze. Neural computation. 10:73-111 Sentra Informasi IPTEK. 2005. Tanaman Obat
Indonesia : Pegagan. (Online).
http://iptek.net.id/ind/pd_tanobat/view.php?mnu=2&id=50. Diakses 15 September 2009
Sharma, V.K. 2009. Morris Water Maze – A Versatile Cognitive Tool. (Online). Http://Jbstonline.Com/Documents/Vol1is
sue1/Jbst2010010103.Pdf. Diakses pada tanggal 24 September 2010
Shobi V, Goel H.C. 2001. Protection Against Radiation Induced Conditioned Taste Aversion by Centella asiatica. Behav.
2001; 73: 19–23. Siswadi. 2006. Budidaya Tanaman Obat.
Yogyakarta: PT. Intan Sejati
Snell, R. 2005. Neuroanatomi Klinik 2. Terjemahan oleh Liliana Sugiharto. 2007. Jakarta: EGC
Solimun. 2001. Dik lat Metodologi Penelitian LKIP dan PKM kelompok Agrokompleks. Malang: Universitas Brawijaya
Steven, E. 2008. Gotu kola (Online). http://www.umm.edu/altmed/ articles/gotu-kola-000253.htm. Diakses
pada tanggal 7 Agustus 2010 Svantesson, Ingemar. 2004. Learning Maps and
Memory Sk ill terj. Bambang Prajoko.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. hlm. 106.
The Franklin Institute. Stress on The Brain.
(Online). 2004. http://www. fi.edu/learn/brain/ stress.html. Diakses pada tanggal 24 September 2010
The Jackson laboratory. 2009. Morris Water Maze test. (Online) http:/ /jaxservices.jax.org/
phenotyping/watermaze.html. Diakses pada tanggal 27 September 2009
Tilson, H.A., Cabe, P.A., Spencer, P.S.. 1980.
Experimental and Clinical Neurotoxicity. 22,758-761
United States Departement of Agriculture
(USDA). 2009. Plants Profile for Centella asiatica (L.) Urb. Spadeleaf. (Online) http://plants. usda.gov /java/profile
?symbol=CEAS. Diakses pada tanggal 27 September 2009
University of Birmingham division of
neuroscience. Hippocampus. 2009. (Online).www.neuroscience.bham .ac.uk/ neurophysiology/ hippocampus .htm.
Diakses pada tanggal 28 September 2009
Walgito, B. 1997. Pengantar Psikologi Umum.
Yogyakarta: Andi Offset. hlm. 109-112 Wenk. 2001. Learning and Memory. Current
Protocols in Neuroscience. John Willey &
Sons, Inc Wenk. 2004. Assessment of Spatial Memory
Using the Radial Arm Maze and Morris
Water Maze. (Online). http://www.nshtvn.org/ebook/molbio/Current %20Protocols/CPNS/ns0805a.pdf.
Diakses pada tanggal 31 Agustus 2010 Wiertelak, E.P. 2004. Hippocampal structure.
(Online). www.macalester.edu/
psychology/whathap/UBNRP/ltp04/struct
ure.htm. Diakses pada tanggal 19 September 2009
Wikipedia. 2008. Gray739-emphasizing-hippocampus.png. (Online). http://en. wikipedia.org/wiki/File:Gray739-
emphasizing-hippocampus.png. Diakses pada tanggal 16 September 2009
Yeli, S. 2009. Memori dan Pembelajaran.
(Online). http://uinsuska.info/ tarbiyah/images/jurnal/2009/salma_pem.pdf. Diakses pada tanggal 11 Agustus
2010 Yeshenko, Oxana, Sheri J.Y. Mizumori. 2006.
Memory Influences on Hippocampal and
Striatal Neural Codes: Effects of a Shift Between Task Rules. (Online) http://www.pubmedcentral.nih.gov/article
render.f cgi? artid=1940837. Diakses pada tanggal 3 September 2009
Zhang, Y. 2009. Forepaw Sensorimotor
Deprivation in Early Life Leads to the Impairments on Spatial Memory andSynaptic Plasticity in Rats.
(Onoline).http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2804797/pdf/JBB2009-919276.pdf. Diakses pada tanggal 11
September 2010 Zheng C.J and Qin L.P. 2007. Chemical
Components of Centella asiatica and
Their Bioactivities. J Chin Integr Med /; 5(3): 348-351