Jurnal Pak Nadjmir Fix

17
Obat dan ECT Oleh : Philip J cowen Review oleh Rizky Lovian Roza dan Dita Nelvita Sari Pentingnya pemberian obat pada gangguan mood dan psikosis merupakan hal yang lumrah. Namun peranannya dalam mengurangi tingkat depresi dan kecemasan lebih sulit untuk ditentukan, karena pemberian psikoterapi yang bermakna tersedia. Saat seorang dokter memutuskan untuk memberi obat maka itu harus merupakan hasil dari pertimbangan yang komprehensif terhadap factor psikologi maupun kebutuhan social pasien. Klasifikasi obat psikotropika Obat psikotropika diklasifikasikan secara sederhana berdasarkan penggunaanya. Ternyata efek terapi setiap kelas obat bisa saja saling tumpang tindih. Contohnya, antidepresi dapat efektif dipakai pada pengobatan gangguan kecemasan dan lithium, juga berguna untuk obat anti depresi serta sebagai mood stabilizer. Berbagai tingkatan anti depressan sekarang telah tersedia untuk mengobati depresi. Kemampuan obat ini sudah menjangkau segala tingkat depresi, namun biasanya efek baru akan terlihat selama 2-4 hari minggu setelah mengonsumsi obat. Pada pasien depresi berat. Menurut evidence, penggunaan secara bersama 5 HT dan noradrenaline neurotransmitter memberikan efek obat yang memuaskan contohnya : ( clomipramine, venlafaxine). Pada pasien depresi dengan gejala psikotik, antidepresi kurang efektif sebagai pengobatan satu-satunya danh harus dikombinasikan dengan obat anti psikotik. Alternative

description

dokter muda jiwa

Transcript of Jurnal Pak Nadjmir Fix

Obat dan ECTOleh : Philip J cowen

Review oleh Rizky Lovian Roza dan Dita Nelvita Sari

Pentingnya pemberian obat pada gangguan

mood dan psikosis merupakan hal yang lumrah.

Namun peranannya dalam mengurangi tingkat

depresi dan kecemasan lebih sulit untuk

ditentukan, karena pemberian psikoterapi yang

bermakna tersedia. Saat seorang dokter

memutuskan untuk memberi obat maka itu

harus merupakan hasil dari pertimbangan yang

komprehensif terhadap factor psikologi maupun

kebutuhan social pasien.

Klasifikasi obat psikotropika

Obat psikotropika diklasifikasikan secara

sederhana berdasarkan penggunaanya. Ternyata

efek terapi setiap kelas obat bisa saja saling

tumpang tindih. Contohnya, antidepresi dapat

efektif dipakai pada pengobatan gangguan

kecemasan dan lithium, juga berguna untuk obat

anti depresi serta sebagai mood stabilizer.

Berbagai tingkatan anti depressan sekarang

telah tersedia untuk mengobati depresi.

Kemampuan obat ini sudah menjangkau segala

tingkat depresi, namun biasanya efek baru akan

terlihat selama 2-4 hari minggu setelah

mengonsumsi obat. Pada pasien depresi berat.

Menurut evidence, penggunaan secara bersama

5 HT dan noradrenaline neurotransmitter

memberikan efek obat yang memuaskan

contohnya : ( clomipramine, venlafaxine). Pada

pasien depresi dengan gejala psikotik,

antidepresi kurang efektif sebagai pengobatan

satu-satunya danh harus dikombinasikan dengan

obat anti psikotik. Alternative pengobatan lain

adalah pengunaan ECT

Klasifikasi Obat psikoterapi

Examples Indications

Antipsychotic

Phenothiazines acute treatment

Butyrophenones of schizophrenia

Substituted and mania,

benzamides prophylaxis

of schizophrenia

Antidepressant

Tricyclics(TCAs) Major depression

Monoamine oxidase (acute treatment

Inhibitors (MAOIs) (acute treatment

Selective serotonin and prophylaxis)

Re-uptake anxiety disorders

Selective seoronin obsessive compu

Re-uptake blockers lsive disorder

(SSRIs) (SSRIs)

mood stabilizer

lithium acute treatment

carbamazepime of mania

valproic acid prophylaxis of

recurrent mood

disorder

anxiolytic

benzodiazepines generalized

anxiety

azapirones disorder

Efek negative : efek negative dari obat anti

depressan tergantung apakah obat itu mampu

meblok/tidak reseptor post synaptic

neurotransmitter contohnya : TCA merupakan

antagonis reseptor muskarinik reseptor ,

histamine, adenoreseptor, sehingga memberikan

efek samping. Beberapa obat anti depressan

yang baru bekerja dengan cara mempertahankan

antihistamin dan alfa adenoreceptor blocking

yang hasilnya dapat menyebabkan efek sedative

Di lain hal, SSRIs bekerja dengan cara

membatasi blockade 5 HT reuptake. Kerkja obat

tersebut meberikan efek samping yang berbeda

dari TCA, seperti efek yang paling sering timbul

adalah :

Muntah

Anxietas

Insomnia

Gangguan ereksi dan keterlambatan

orgasme

Effect of tricyclic antidepressant (TCAs) and

selective serotonin re-uptake inhibitors

(SSRIs)

TCAs SSSRis

CNS Drowness,cogni

tive imparment

Headache,

dizziness,

anxiety,

insomnia,

fatigue,

tremor

Gastrointesti

nal

Dry mouth,

constipation

weight gain

Nausea, dry

mouth,

diarrheaa

Cardiovasku

lar

Tachycardia,

postural

hypotension,

cardiac arrhtmia

Other Urinary

retension,

impaired libido,

erectile

dyfunction,

blurred vision

Sweating,erec

tile

disfunction,

delayed

orgasm

Secara keseluruhan, pasien yang dengan keras

terhadap aktivitas sehari-harinya menunjukan

toleransi dois terapi yang lebih bagus pada ssri

dibandingkan TCA, kecuali lofepranin,

modifikasi dari TCA memiliki toleransi yang

bagus. Obat lainnya, nefazidane, yang

kerjasama dengan trazadone, namun tidak bagus

untuk antagonis alfa adenoreseptor dan tidak

memberikan efek sedative. Venlafaxine meblok

reuptake 5 TH dan noreadenaline memberikan

efek samping yang sama dengan SSIRs.

Obat antidepressan

Monoamine oxidase inhibitor (MAOIs) tetap

dilanjutkan pemakainnya di psikiatri, dipakai

pada keadaan pasien depresi yang gagal di

sembuhkan dengan obat lain. Kekurang MAOIs

adalah kecenderungan obat ini berikatan dengan

bahan makanan dan obat yang mengandung

tyramine khususnya simpatomimetik, SSRIs dan

opiate kontraindikasi untuk diberikan MAOIs

Meclobemide- MAOIs konvensional

(phenelzine, isocarboxazid, tranylcypromine)

bersifat irreversible untuk menghambat

monoamine oxidase tipe A dan B, meskipun

demikian, mecolobemide adalah campuran baru

yang reversible untuk menghambat MAO type

A. hal ini menunjukan bahwa meclobemide

terbebas dari reaksi terhadap makanan yang

mengandung tyramine, walaupun masih ada

potensi untuk bahan simpathomimetik dan

opiate. Meclobimide sangat bagus menoleransi

pasien dengan depresi sedang, seperti kerja

TCAs. Masih belum bisa dijelaskan lebih jauh,

apakah kemampuan yang lebih jauh untuk

gangguan dimana konvensioanl MAOIs dapat

dibutikan sangat berguna . Di lain hal, untuk

kelas lain dari obat antidepresan, MAOIs

konvensional memunculkan sedikit keadaan

seperti ambang kejang yang rendah, dan hal ini

masih belum diketahui, keuntungan teurapatik

ini berpengaruh untuk meclobemide.

Kelainan anxietas

Percobaan pengawasan terhadap pasien yang

diberikan obat antidepresi memperlihatkan

ternyata obat ini juga efektif untuk mrngobati

kelainan anxietas. Contohnya, gabungan TCAs

dan SSRIs ternyata memberikan hasil yang lebih

baik dibandingakan placebo dalam pengobatan

gangguan anxietas dan panik. Kelainan obsesif

kompulsif menunjukan efek signifikan dengan

diberikan obat SSRIs dan clomipramine

Obat mood stabilizer

Lithium digunakan untuk pengobatan dengan

beberapa keadaan

Lithium menjadi agen pertama pada pengobatan

akut maniak (sering dikombinasikan dengan

antipsikotik pada penyakit yang berat) dan

sebagai profilaksis pada gangguan bipolar

Lithium juga efektif untuk profilaksis depresi

unipolar reccurent, meskipun pilihan pertama

selalu TCA atau obat antidepresan baru

Lithium juga berfungsi sebagai antidepresan

ketika obat yang lain gagal menunjuka hasil

yang memuaskan

Pada pasien yang dengan gangguan diabilitas,

lithium menurunkan insiden prilaku yang

agresif

Inhibition of monoamine re-uptake and neurotransmitter receptors by antidepressants

5 HT re-

uptake

Noradrenaline

re-uptake

Receptor blockade Cardiotoxicity

acetylcholine H1-

histamine

Alfa 1-

adenoreseptor

SSRIs +++ 0 0 0 0 0

TCAs ++

Lofepra

mine

+/0 ++ +++ +++ +++ +++

Venlafa

xine

+++ ++ ++ + + 0

Nefazod

one

+ ++ +/0 0 +/0 ?0

Trazado

ne

+/0 +/0 0 0 +++ ?0

Mianser

in

0 0 0 +++ +++ 0

Formulasi

Farmakokinetik, ada beberapa pilihan pada

tablet lithium. Lithium di rekomendasikan

diberikan saat malam hari, kepustakaan

mengatakan bahwa single dose menyebabkan

poliuria dibandingkan diberikan dengan regimen

terbagi. Lithium sitrat cair lebih jauh

memberikan efek yang lebih sebentar sehingga

biasanya diberikan 2 kali sehari

Monitor kadar lithium diserum perlu dilakukan

karna klirens lithium di ginjal tergantung pada

individu masing-masing karna kadar optimal

lithium mendekati dosis toksis zat tersebut di

ginjal. Keadaan klinis yang menunjukan adanya

toksisitas lithium adalah adanya gejala mual,

muntah, tremor, ngantuk dan dysarthria.

Efek merugikan dari litium dan

Karbamazepin

Obat Litium Karbamazepi

n

Neurologika

l

Tremor,

kelemahan,

disartria,

ataxia,

penurunan daya

ingat, kejang

(jarang)

Pusing, lemah,

perasaan

mengantuk,

gangguan

visual

Keseimbang Peningkatan Bekerja

an cairan/

renal

output urin

dengan

penurunan

kemampuan

pengkonsentras

ian urin, haus,

diabetes

insipidus

(jarang), edema

meningkatkan

kemampuan

pengkonsentra

sian urin,

rendah

natrium,

edema

Gastrointesti

nal /hepar

Perubahan rasa,

anorexia, mual,

muntah, diare,

penambahan

berat badan

Anorexia,

mual,

konstipasi,

hepatitis

Endokrin Penurunan

tiroksin dengan

peningkatan

TSH, goiter,

hiperparatiroidi

sme (jarang)

Penurunan

tiroksin

dengan TSH

normal

Hematologi Leukositosis Leukopenia,

agranulositosis

(jarang)

Dermatologi Jerawat,

psoriosis

eksaserbasi

Ruam eritem

Kardiovasku

ler

Perubahan

ECG (biasanya

tidak signifikan

secara klinis)

Gangguan

konduksi

jantung

Fungsi tubulus renal terganggu pada

kebanyakan pasien yang mendapat litium, tapi

jarang yang signifikan secara klinis. Asalkan

toksisitas dihindari, studi jangka panjang

umumnya menunjukkan sedikit bukti kerusakan

ginjal yang progresif bahkan pada pasien yang

telah diobati dengan litiium selama bertahun-

tahun.

Penghentian - ada bukti yang

berkembang bahwa penghentian mendadak

litium pada pasien dengan depresi bipolar

berhubungan dengan peningkatan risiko

kekambuhan afektif. karenanya, litium

seharusnya dihilangkan secara bertahap selama

beberapa minggu apabila memungkinkan, dan

pasien harus diperingatkan untuk tidak

menghentikan pengobatan tiba-tiba atas inisiatif

sendiri.

Karbamazepin dan asam valproat:

banyak pasien dengan gangguan bipolar,

terutama mereka dengan siklus yang sering sakit

atau campuran afektif, tidak merespon secara

memuaskan terhadap pengobatan lithium. Pada

pasien ini, karbamazepin, obat antikonvulsan,

dapat menghasilkan efek yang berguna

menstabilkan suasana hati ketika diberikan baik

sendiri atau dalam kombinasi dengan lithium.

Karbamazepin juga mungkin bermanfaat dalam

pengobatan mania akut dan dapat

dikombinasikan dengan obat lithium atau

antipsikotik jika perlu.

Asam valproat, antikonvulsan lain, baru-

baru ini telah terbukti memiliki efek profilaksis

pada pasien yang tidak dibantu baik oleh lithium

atau karbamazepin. Uji coba terkontrol plasebo

menunjukkan bahwa asam valproat juga efektif

dalam pengobatan mania akut. Namun, baik

karbamazepin atau asam valproat tampaknya

memiliki aktivitas antidepresan akut yang

signifikan.

Obat antipsikotik (neuroleptik)

Obat antipsikotik banyak digunakan

dalam pengelolaan psikosis akut dari berbagai

etiologi, tetapi khususnya dalam pengobatan

mania dan schizopherenia. Dalam

schizopherenia, obat antipsikotik memiliki aksi

profilaksis jangka panjang yang sering

memainkan peran penting dalam program

rehabilitasi. Blokade dopamin D2-reseptor di

daerah mesolimbik dan mesokortikal diyakini

memediasi efek terapi obat antipsikotik.

Banyak jenis obat antipsikotik yang tersedia,

tapi semua, kecuali klozapin (lihat di bawah)

menghasilkan blokade efektif dopamin D2-

reseptor. Dua masalah utama dengan obat

antipsikotik konvensional adalah:

Kurangnya keberhasilan pada banyak

pasien, terutama yang dengan gejala

'negatif'

Induksi gangguan gerak.

Efek samping

Gangguan gerak dapat diakibatkan dari

obat antipsikotik, mungkin dimediasi oleh

blokade D2-reseptor di ganglia bangsal. Hal ini

menyebabkan berbagai gangguan gerakan

termasuk distonia akut, akatisia (kegelisahan

dan agitasi) dan parkinson. Gangguan gerakan

ini dapat diatasi dengan menurunkan dosis obat

antipsikotik atau pemberian agen antikolinergik

(misalnya benztropine). Propanolol dapat

membantu dalam pengelolaan akatisia.

Sekitar 20% pasien pada pengobatan

jangka panjang berkembang menjadi tardive

diskinesia, yang terdiri dari gerakan koreo-

atetoid terutama lidah, bibir dan rahang.

Pengobatan sering tidak berhasil dan lebih baik

untuk mengurangi obat antipsikotik jika

memungkinkan. Hal ini biasanya menyebabkan

perburukan sementara gerakan tak terkendali,

yang kemudian perlahan-lahan mengalami

remisi. Pendekatan pengobatan mungkin

meliputi sulpiride, kanal kalsium antagonis dan

vitamin E.

Sindrom neuroleptik maligna adalah

reaksi biasa, tetapi berpotensi serius terhadap

obat antipsikotik. Hal ini ditandai dengan

demam, kekakuan, perubahan kesadaran dan

gangguan otonom. Kadar plasma kreatinin

phospokinase meningkat nyata. Jika sindrom

neuroleptik ganas dicurigai, terapi obat

antipsikotik harus ditarik segera. Dukungan

perawatan intensif mungkin diperlukan untuk

mengobati komplikasi kardiovaskular, repiratori

dan ginjal. Pengobatan dengan agonis dopamin,

bromokriptin, dan agen antispastik, dantrolen,

mungkin dapat membantu.

Efek merugikan lainnya - obat

antipsikotik berbeda terutama di profil efek

samping mereka, seperti obat antidepresan,

berkaitan dengan blokade reseptor

neurotransmitter. Obat-obatan seperti

haloperidol dan fluphenazine, yang antagonis

reseptor dopamin selektif, menghasilkan sedikit

sedasi atau hipotensi, tetapi cenderung untuk

menyebabkan gangguan pergerakan.

Sebaliknya, obat-obatan seperti klorpromazin

dan thioridazin memiliki sifat antihistamin,

antimuskarinik dan α1-adrenoseptor antagonis,

selain sifat blokade reseptor dopamin. Oleh

karena itu obat ini menyebabkan sedasi dan

hipotensi postural, tetapi kurang mungkin terkait

dengan gangguan gerak.

Obat antipsikotik, seperti TCA dan

SSRI, menurunkan ambang kejang dan banyak

meskipun mungkin bukan haloperidol, terkait

dengan kenaikan berat badan yang berlebihan.

Beberapa senyawa yang tersedia sebagai long-

acting formulasi depot, yang seringkali

merupakan metode terbaik administrasi

pengobatan profilaksis. Seperti pembuatan oral,

berbagai formulasi depot muncul mirip dalam

hal efikasi dan pilihan klinis sering bergantung

pada identifikasi profil efek samping paling

tidak beresiko yang menimbulkan

ketidaknyamanan kepada pasien.

Dosis: studi terbaru menggunakan tomografi

emisi positron telah menunjukkan bahwa

blokade D2-reseptor yang memadai (> 70%)

dapat dicapai dengan dosis rendah agen

antipsikotik, seperti haloperidol, sekitar 5 mg /

hari (gambar 5). Dosis tersebut mampu

menghasilkan efek antipsikotik pada

kebanyakan pasien. Dosis yang lebih tinggi

dapat menghasilkan efek menenangkan lebih

lanjut, tapi menimbulkan peningkatan efek

samping, beberapa di antaranya (misalnya

aritmia jantung) mungkin serius. Dosis

sederhana obat antipsikotik yang

dikombinasikan dengan benzodiazepin dapat

menjadi sarana yang lebih aman dan lebih

efektif menghasilkan sedasi cepat dibandingkan

dosis tinggi obat antipsikotik.

Obat antipsikotik baru dapat mengatasi

masalah gangguan gerakan dan kurangnya

efikasi pada pasien dengan gejala 'negatif'.

Sulpiride adalah benzamide subtitusi,

yang bersifat sangat antagonis selektif D2-

reseptor. Hal ini lebih sedikit dibandingkan

dengan obat-obatan antipsikotik konvensional

menyebabkan gangguan gerakan, meskipun

tidak diketahui apakah ini karena profil pengikat

reseptor atau penetrasi selektif daerah otak yang

berbeda. Sulpride juga cenderung kurang

menyebabkan tardive diskinesia, meskipun

beberapa kasus telah dilaporkan.

Risperidon merupakan antagonis kuat,

baik dari dopamin D2-reseptor dan reseptor 5-

HT2. Uji coba terkontrol plasebo menunjukkan

bahwa risperidon efektif sebagai haloperidol,

dan menyebabkan gangguan gerakan yang lebih

sedikit. Hal ini bisa lebih baik dibanding pasien

diterapi dengan haloperidol dalam perbaikan

gejala negatif dan perasaan depresi.

Dosis dan blokade D2-reseptor pada

beberapa obat-obatan antipsikotik

Obat Dosis

maximum

(mg)1

Kepemilikan

D2-reseptor in

vivo2 (dosis

harian yang

diberikan)

Clorpromazine 1000 80% (200 mg)

Thioridazine 800 75% (300 mg)

Trifluoperazine Tidak

tersedia

80% (10 mg)

Haloperidol 100 80% (4 mg)

Sulpiride 2400 74% (800 mg)

Clozapine 900 65% (600 mg)

1Menurut British National Formulary2Pemindahan karbon-11 raclopride; > 70%

kepemilikan cukup untuk efek antipsikotik.

Clozapine adalah D2-reseptor antagonis

yang lemah, tetapi berikatan lebih kuat dengan

reseptor 5-HT2. Proporsi yang signifikan

(sekitar 40-50%) dari pasien yang refrakter

terhadap obat-obatan antipsikotik konvensional

mungkin mendapatkan keuntungan klinis dari

terapi clozapine. Menariknya, baik simtom

negatif maupun positif dari skizofrenia memiliki

respon. Penggunaan clozapine, bagaimanapun

berhubungan dengan resiko timbulnya

leukopenia (sekitar 2%). Dimana kemudian

dapat berkembang menjadi agranulositosis.

Selama terapi clozapine, pemeriksaan hitung

darah rutin (biasanya perminggu) dilakukan

agar leukopenia dapat dideteksi secara cepat dan

clozapine dapat dihentikan. Clozapine lebih

sedikit menyebabkan gangguan gerak

dibandingkan antipsikotik konvensional.

Penggunaannya bagaimanapun, berhubungan

dengan sedasi, hiperasalivasi, penambahan berat

badan, hipotensi postural, hipertermia, dan

kejang.

Obat Ansiolitik

Pengobatan ansietas masih kontroversial karena

masalah yang berhubungan dengan

ketergantungan benzodiazepine dan

ketersediaan terapi psikologikal. Advokat dari

terapi psikologikal menjelaskan bahwa

mengurangi gejala ansietas dengan terapi obat-

obatan akan menghambat pasien dalam

mempelajari proses metode coping dan

penyesuaian diri. Bagaimanapun juga ada

kemungkinan pada ansietas untuk mencapai titik

dimana kemampuan untuk melakukan fungsi

terhambat dan terapi obat-obatan jangka pendek

mungkin dapat membantu pasien dalam

meneruskan aktivitasnya dan mencegah

akumulasi dari gangguan sekunder.

Benzodiazepine: meskipun benzodiazepine

adalah antiansiolitik yang aman dan efektif.

Telah diketahui bahwa mereka dapat

menyebabkan ketergantungan dan timbulnya

gejala putus obat, diamana secara kualitatif

mirip dengan gejala yang timbul setelah putus

alkohol dan barbiturate. Pada umumnya ada

sedikit tendensi pada pengguna benzodiazepine

untuk meningkatkan dosisnya. Hal ini

bagaimanapun telah diperkirakan bahwa sekitar

50% dari pengguna jangka panjang akan

mengalami gejala abstinensia yang signifikan

ketika benzodiazepine dihentikan.

Karena adanya masalah ketergantungan,

direkomendasikan agar terapi ansiolitik dengan

benzodiazepine hanya jangka pendek (<6

minggu) untuk mencegah pasien ansietas

mengalami gangguan fungsional yang

signifikan. Bentuk long-acting (seperti

diazepam) paling baik untuk terapi ansiolitik,

meskipun short-acting (seperti lormatazepam)

diindikasikan ketika sedasi yang dibutuhkan

hanya sedasi pada malam hari. Benzodiazepine

(contoh diazepam) dapat juga digunakan pada

permulaan, karena onsetnya cepat dan dapat

menurunkan resiko ketergantungan jika

digunakan terbagi dengan obat lain. Sebagian

benzodiazepine sering disalahgnakan, salah satu

contohnya adalah injeksi lormazepam dapat

berasal dari kapsul yang dipasarkan.

Gejala putus obat benzodiazepine

termasuk peningkatan ansietas, insomnia, sakit

kepala, gerak involunter otot, dan gangguan

persepsi (seperti peningkatan sensitivitas

terhadap suara). Dalam kasus yang lebih berat,

depresi, kejang dan ide paranoid mungkin

timbul. Gejala putus obat mungkin lebih berat

selama penghentian benzodiazepine short-

acting (contoh lorazepam) dan biasanya pada

pasien yang menerima obat seperti itu

dilanjutkan dengan bentuk yang waktu paruhnya

lebih lama (seperti diazepam) sebelum

pengobatan dihentikan. Penurunan dosis

diazepam sekitar 5 mg/minggu memungkinkan,

meskipun beberapa pasien akan membutuhkan

penurunan dosis yang lebih sedikit. Tehnik

manajemen ansietas mungkin membantu pasien

yang pengobatan benzodiazepinenya

dihentikan.

Buspirone adalah ansiolitik non-

benzodiazepine yang kemungkinan menurunkan

neurotransmisi 5-HT dengan berinteraksi

dengan autoreseptor 5-HT1A inhibitor pada

badan sel 5-HT. Percobaan klinis pada

gangguan ansietas menyeluruh buspirone

tampaknya seefektif benzodiazepine, namun

memiliki onset yang lebih lambat (2-3 minggu).

Hal ini tidak berguna dalam memperbaiki gejala

putus obat benzodiazepine dan tidak efektik

untuk terapi gangguan panik. Efek samping

utamanya adalah sakit kepala dan pusing.

Terapi elektrokonvulsif

Indikasi: ECT adalah terapi yang efektif dan

bekerja cepat pada gangguan mood yang berat,

tetapi karena kontroversi yang berkaitan dengan

penggunaannya, umumnya diberikan pada

pasien yang tidak berespon terhadap obat-

obatan antidepresan, atau kebutuhan untuk

berespon secara klinis mendesak.

Pemberian: mesin ECT modern adalah

perangkat arus konstan yang mengirimkan

muatan listrik dengan jumlah yang tetap yang

cukup untuk menghasilkan kejang grand mal.

Pada umumnya arus yang lebih tinggi dan

penempatan elektroda bilateral memberikan

respon terapeutik yang lebih pasti dan cepat

dibandingkan arus yang lebih rendah dan

penempatan elektroda unilateral dibagian kanan,

tetapi menimbulkan kebingungan dan amnesia

yang lebih hebat setelah terapi. Saran dari UK

Royal Collague of Psychiatrist adalah bahwa

ECT seharusnya dilakukan melalui penempatan

elektroda bitemporal pada dosis sedikit diatas

ambang kejang pada pasien tersebut. Kemudian,

dosis diberikan berdasarkan lama kejang, efek

samping kognitif dan respon klinis.

Anastesia untuk ECT dihasilkan dengan agen

induksi short-acting (seperti methohexitone).

Kemudian diikuti muscle relaxant (seperti

suxamethonium), yang memodifikasi kejang

menjadi yang hanya bermanifestasi motorik

sederhana dan cedera muskuloskeletal dapat

dihindari.

Indikasi untuk terapi ECT

Depresi mayor

Tidak berespon terhadap terapi

antidepresan

Gejala psikotik

Tidak mau makan dan minum

Stupor depresif

Resiko tinggi bunuh diri

Depresi schizo-afektif

Mania yang tidak berespon pada terapi obat-

obatan

Psikosis afektif post-partum

Efek merugikan: setelah ECT, pasien mungkin

mengalami sakit kepala dan nyeri otot, tetapi

efek ini biasanya ringan dan tidak lama.

Biasanya ada kehilangan sebagian memori

peristiwa, yang terjadi segera sebelum

pengobatan, dan periode singkat kebingungan

dan amnesia retrograd mungkin juga jelas untuk

beberapa jam. Bagaimanapun, tidak ada bukti

yang meyakinkan bahwa ECT menyebabkan

gangguan memori jangka panjang yang

signifikan. Komplikasi serius dari ECT, seperti

aritmia jantung dan emboli paru, jarang terjadi

dan terutama terjadi pada orang dengan penyakit

fisik yang mendasari. Mortalitas dari ECT

rendah-sekitar 4-5 kematian / 100.000

perawatan, yang jauh lebih sedikit daripada

depresi berat yang kronis.

Jumlah pengobatan ECT yang

diperlukan untuk mengelola episode tertentu

harus dinilai secara individual, tetapi biasanya

antara enam hingga sepuluh. Meskipun ECT

efektif dalam menyelesaikan depresi akut atau

mania, adalah penting bahwa pengobatan

profilaksis yang tepat diberikan setelah

pengobatan selesai untuk menghindari

kekambuhan.

Index theraupethic yang sempit dari lithium,

membuat kita perlu memonitoring obat-obat

yang dapat meningkat kan kadar lithium di

dalam plasma seperti diuretic,

nsid,eritromisin,ace inhibitor