JURNAL OPINIO JURIS Vol. 12 Januari April 2013 KEGIATAN ...pustakahpi.kemlu.go.id/app/Kegiatan...

19
JURNAL OPINIO JURIS Vol. 12 Januari—April 2013 49 KEGIATAN MILITER DI ZEE DAN PELAKSANAAN HOT PURSUIT DI INDONESIA 1 Kresno Buntoro Abstrak Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) adalah suatu rezim baru yang diatur dalam Konvensi Perserikatan Bangsa-bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS). Banyak ahli menilai bahwa ketentuan-ketentuan tentang ZEE sebagaimana tercantum dalam UNCLOS merupakan bagian dari hukum kebiasaan internasional dan praktik bangsa-bangsa. Negara diakui memiliki kedaulatan atas ZEE yang dimilikinya. Definisi dari hak-hak kedaulatan didefinisikan oleh para ahli dalam makna yang berbeda. Beberapa ahli mengartikan bahwa ZEE merupakan suatu hak khusus diantara kedaulatan negara dan kebebasan negara di laut lepas, dan yang lainnya berpikir bahwa status ZEE sama dengan status laut lepas dalam lingkup navigasi. Dewasa ini, aktifitas militer yang dijalankan oleh negara di ZEE menyebabkan beberapa konflik dan krisis karena kegiatan tersebut dilakukan di ZEE dari negara lain. Konflik- konflik tersebut mempertanyakan hak dan kewajiban dari negara pantai dan negara lain dalam ZEE yang terkait dengan kegiatan militer, pengumpulan data dan implementasi dari pengejaran seketika oleh otoritas militer asing di ZEE. Kata Kunci: Zona Ekonomi Eksklusif, Kegiatan Militer, Pengejaran Seketika. Abstract The Exclusive Economic Zone (EEZ) is a new regime which is regulated in the United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS). There are many experts consider that the provisions of EEZ as set forth in UNCLOS are parts of international customary law and states practices. It is recognized that a state has sovereign rights 1 Artikel ini juga disampaikan pada Seminar Nasional dengan tema “30 Tahun Konvensi Hukum Laut PBB (UNCLOS) 1982 dan Tantangan Diplomasi Kelautan Indonesia”, 13 November 2012 di Palembang. Paper ini merupakan pendapat pribadi penulis, sehingga tidak terkait dengan institusi dimana penulis bekerja.

Transcript of JURNAL OPINIO JURIS Vol. 12 Januari April 2013 KEGIATAN ...pustakahpi.kemlu.go.id/app/Kegiatan...

Page 1: JURNAL OPINIO JURIS Vol. 12 Januari April 2013 KEGIATAN ...pustakahpi.kemlu.go.id/app/Kegiatan Militer di ZEE dan Implementasi... · yang dilakukan oleh kekuatan militer asing di

JURNAL OPINIO JURIS Vol. 12 Januari—April 2013

49

KEGIATAN MILITER DI ZEE DAN PELAKSANAAN

HOT PURSUIT DI INDONESIA1 Kresno Buntoro

Abstrak

Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) adalah suatu rezim baru yang diatur dalam Konvensi Perserikatan Bangsa-bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS). Banyak ahli menilai bahwa ketentuan-ketentuan tentang ZEE sebagaimana tercantum dalam UNCLOS merupakan bagian dari hukum kebiasaan internasional dan praktik bangsa-bangsa. Negara diakui memiliki kedaulatan atas ZEE yang dimilikinya. Definisi dari hak-hak kedaulatan didefinisikan oleh para ahli dalam makna yang berbeda. Beberapa ahli mengartikan bahwa ZEE merupakan suatu hak khusus diantara kedaulatan negara dan kebebasan negara di laut lepas, dan yang lainnya berpikir bahwa status ZEE sama dengan status laut lepas dalam lingkup navigasi. Dewasa ini, aktifitas militer yang dijalankan oleh negara di ZEE menyebabkan beberapa konflik dan krisis karena kegiatan tersebut dilakukan di ZEE dari negara lain. Konflik-konflik tersebut mempertanyakan hak dan kewajiban dari negara pantai dan negara lain dalam ZEE yang terkait dengan kegiatan militer, pengumpulan data dan implementasi dari pengejaran seketika oleh otoritas militer asing di ZEE. Kata Kunci: Zona Ekonomi Eksklusif, Kegiatan Militer, Pengejaran Seketika.

Abstract The Exclusive Economic Zone (EEZ) is a new regime which is regulated in the United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS). There are many experts consider that the provisions of EEZ as set forth in UNCLOS are parts of international customary law and states practices. It is recognized that a state has sovereign rights

1Artikel ini juga disampaikan pada Seminar Nasional dengan tema “30 Tahun Konvensi

Hukum Laut PBB (UNCLOS) 1982 dan Tantangan Diplomasi Kelautan Indonesia”, 13

November 2012 di Palembang. Paper ini merupakan pendapat pribadi penulis, sehingga

tidak terkait dengan institusi dimana penulis bekerja.

Page 2: JURNAL OPINIO JURIS Vol. 12 Januari April 2013 KEGIATAN ...pustakahpi.kemlu.go.id/app/Kegiatan Militer di ZEE dan Implementasi... · yang dilakukan oleh kekuatan militer asing di

JURNAL OPINIO JURIS Vol. 12 Januari—April 2013

50

over its EEZ. The definition of sovereign rights was defined by the experts in some different meanings. Some of the experts define that it is a special right between sovereignty of a state and the freedom of other states in high seas, and the others think that the status of EEZ is similar with the status of high seas in the scope of navigation. Nowadays, the military activity which is exercised by state in EEZ causes some conflicts and crisis because it is exercised in the EEZ by the other states. Those rising conflicts challenge the right and obligation of coastal state and the other state in EEZ related to the military activity, data collection and the implementation of hot pursuit by foreign military force in EEZ. Keywords: Exclusive Economic Zone, Military Activities, Hot Pursuit.

Pendahuluan

Ketentuan hukum internasional dan Konvensi Hukum Laut PBB

tahun 1982 (Law of the Sea Convention/LOSC)2 membagi wilayah negara

dalam dua bagian yaitu laut/perairan wilayah suatu negaradan laut

yang bukan wilayah suatu negara. Laut atau perairan yang menjadi

wilayah suatu negara yaitu perairan pedalaman, perairan kepulauan dan

laut territorial, dimana negara pantai/kepulauan mempunyai

kedaulatan.3 Sedangkan laut yang bukan merupakan wilayah suatu

negara adalah Zona Tambahan, Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE), Landas

Kontinen, laut bebas dan dasar laut dalam (deep seabed/area).4 Di masing-

masing zona maritim tersebut negara pantai (kepulauan) mempunyai

2The United Nations Conventionon the Law of the Sea, 10 December 1982, UNTS 1833

at 3 (entered into force 16 November 1994), online:United Nations

<http://www.un.org/Depts/los/convention_agreements/convention_overview_convention.

htm>[selanjutnya digunakan istilah LOSC] 3Indonesia mengatur laut yang menjadi wilayah Indonesia dalam istilah Perairan

Indonesia diatur dalam UU Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia. 4Beberapa ahli dan buku memasukan “selat untuk pelayaran internasional” (strait used for

international navigation) sebagai bagian dari zona maritim.Lihat Martin Tsamenyi dalam

materi kuliah di Seskoal.

Page 3: JURNAL OPINIO JURIS Vol. 12 Januari April 2013 KEGIATAN ...pustakahpi.kemlu.go.id/app/Kegiatan Militer di ZEE dan Implementasi... · yang dilakukan oleh kekuatan militer asing di

JURNAL OPINIO JURIS Vol. 12 Januari—April 2013

51

hak, kewajiban dan kewenangan yang berbeda-beda, demikian pula

kapal ataupun wahana laut lainnya mempunyai hak dan kewajiban yang

berbeda-beda pula ketika bernavigasi di zona maritim ini.

ZEE merupakan rezim baru yang diatur dalam Konvensi Hukum

Laut PBB tahun 1982. Sebagai zona maritim baru pengaturan dalam ZEE

dapat dikatakan cukup banyak yaitu dalam Bab V LOSC pasal 55 sampai

75.5 Banyak ahli berpendapat bahwa pengaturan ZEE yang ada di

Konvensi merupakan bagian dari international customary law dan

prakteknegara-negara.6 Pengaturan utama dalam zona maritim ini antara

lain hak negara pantai untuk memanfaatkan sumber daya alam,

perlindungan lingkungan laut, riset ilmiah kelautan dan lain-lain. Dalam

praktek negara-negara di ZEE masih banyak permasalahan7 yang muncul

antara lain hubungan batas ZEE dengan landas kontinen, hubungan

aktivitas di ZEE dengan landas kontinen, termasuk juga apakah rezim

ZEE dan landas kontinen yang 200 mil laut adalah sama.8

5Apabila dibandingkan dengan pengaturan tentang alur laut kepulauan yang merupakan

konsep baru juga, dimana hanya diatur dalam 2 pasal, maka ZEE pengaturannya cukup

lengkap. Demikian juga tentang lintas transit dan negara kepulauan diatur cukup lengkap. 6Continental Shelf Tunisia/Lybia judgement, [1982] I.C.J. Rep. 18; Case Concerning

Delimitation of the Maritime Boundary of the Gulf of Maine (Canada/United States),

[1984] I.C.J. Rep. 246, 294; Sohn & Gustafson 122; 2 Restatement (Third), sec. 514

Comment a & Reporters’ , 56 & 62.; Horace B Robertson Jr, Navigation in the Exclusive

Economic Zone, Virginia Journal International Law, 24:4, 865-866. 7Permasalahan ini selalu bermula pada kepentingan negara maritim besar dan negara

pantai yaitu pertentangan antara mare liberum dan mare clausum.Lihat, CE Pirtle,

‘Military Uses of Ocean Space and the Law of the Sea in the New Millennium’ (2000), 31

Ocean Developments and International Law, 7, 11. 8Ada pendapat bahwa rezim ZEE meliputi landas kontinen selebar 200 mil laut. Dalam

hal ini pengaturan ZEE dan landas kontinen selebar 200 mil laut adalah sama baik dari

jaraknya, pengaturannya, dan hak/kewajiban yang dimiliki oleh negara. Dalam beberapa

pasal dalam LOSC yang mengatur ZEE dan landas kontinen saling terkait.

Page 4: JURNAL OPINIO JURIS Vol. 12 Januari April 2013 KEGIATAN ...pustakahpi.kemlu.go.id/app/Kegiatan Militer di ZEE dan Implementasi... · yang dilakukan oleh kekuatan militer asing di

JURNAL OPINIO JURIS Vol. 12 Januari—April 2013

52

Pertentangan yang mengemuka terkait dengan kegiatan militer di

ZEE negara lain adalah bagaimana hak dan kewajiban negara pantai dan

negara pengguna di ZEE terkait dengan kegiatan militer, survei hidro-

osenaografi dan pengumpulan data/informasi intelejen. Oleh sebab itu

dalam paper singkat ini akan dijelaskan hak dan kewajiban negara pantai

dan negara pengguna terkait dengan aktivitas militer di ZEE; apakah

yang dimaksud dengan freedom of navigation dan overflight di ZEE, apakah

yang dimaksud negara kegiatan militer; dan implementasi dari hot pursuit

yang dilakukan oleh kekuatan militer asing di ZEE Indonesia.

Hak dan Kewajiban Negara di ZEE

ZEE merupakan zona yang berada antara laut teritorial dan laut

bebas. Oleh sebab itu banyak negara yang mengatakan bahwa

pengaturan ZEE harus berbeda dengan pengaturan di laut bebas maupun

di laut teritorial. Konsep kewenangan yang dikenal dalam ZEE ini adalah

hak berdaulat (sovereign rights).9 Pengertian sovereign rights oleh banyak

ahli diartikan dengan bermacam-macam, antara lain ada yang

berpendapat bahwa sovereign right merupakan hak khusus yang berada

diantara hak kedaulatan (sovereignty) dengan kebebasan suatu negara

(freedom of high seas) di laut bebas. Selain itu ada ahli yang mengatakan

bahwa jika berbicara tentang navigasi maka status hukum dari ZEE

adalah sama dengan laut bebas.10 Tentu saja status hukum ZEE harus

9Amerika berpendapat bahwa ZEE merupakan zona yang khusus diperuntukan untuk

aktivitas ekonomi Negara pantai dan tidak untuk pelaksanaan hak lainnya. Lihat,

Annotated Supplement To The Commander’s Handbook On The Law Of Naval

Operations - NWP 9.A/FMFM 1-10. 10

White House Fact Sheet, Annex AS1-5. These “sovereign rights” are functional in

character and are limited to the specified activities; they do not amount to “sovereignty”

which a nation exercises over its land territory, internal waters, archipelagic waters,

territorial sea (subject to the right of innocent passage for foreign vessels). International

law also grants to coastal states limited “jurisdiction” in the exclusive economic zone for

Page 5: JURNAL OPINIO JURIS Vol. 12 Januari April 2013 KEGIATAN ...pustakahpi.kemlu.go.id/app/Kegiatan Militer di ZEE dan Implementasi... · yang dilakukan oleh kekuatan militer asing di

JURNAL OPINIO JURIS Vol. 12 Januari—April 2013

53

dikembalikan pada ketentuan LOSC yang mengatur beberapa zona

maritim antara lain: perairan pedalaman,11 perairan kepulauan,12 laut

teritorial,13 zona tambahan,14 ZEE,15 landas kontinen,16 laut bebas,17 dan

wilayah laut dalam18. Berdasarkan kententuan tersebut menunjukan

bahwa ZEE merupakan zona tersendiri19 dan berbeda dengan laut

teritorial, zona tambahan, landas kontinen dan laut bebas itu sendiri.

Sehingga penerapan hak dan kewajiban suatu negara pun semestinya

berbeda.

Kepentingan suatu negara biasanya selalu dilindungi dengan

kebijakan politik, hukum dan perlindungan fisik berupa penegakan

hukum serta pengerahan/pergerakan kekuatan militer. Sebagai

contohnya: kepentingan perdagangan suatu negara diikuti dengan

kebutuhan akan keamanan dan keselamatan kapal pada jalur

perdagangan yang antara lain dapat dilakukan dengan pengerahan

kekuatan militer di jalur perdagangan tersebut.20 Pengerahan kekuatan

the other purposes mentioned in the text at note 48. 2 Restatement (Third), sec. 511

Comment b at 26-27. 11

Pasal 8, dan 50, LOSC. 12

Pasal 49 LOSC. 13

Pasal 2 LOSC. 14

Pasal 33 LOSC. 15

Pasal 55 LOSC. 16

Pasal 76 LOSC. 17

Bab VII LOSC. 18

Bab XI LOSC. 19

“The exclusive economic zone is an area beyond and adjacent to the territorial sea,

subject to the specific legal regime established in this Part, under whichthe rights and

jurisdiction of the coastal State and the rights and freedoms of other States are governed

by the relevant provisions of this Convention”.Pasal 55 LOSC dengan penekanan. 20

Sejarah menunjukan bahwa pertumbuhan ekonomi negara biasanya akan diikuti dengan

pembangunan kekuatan pertahanan. Apabila perekonomian negara sebagian bertumpu

pada maritim/kelautan, pembangunan kekuatan laut lebih diutamakan.Hal ini disebabkan

kekuatan laut tersebut digunakan untuk melindungan kepentingan ekonomi negara itu.

Page 6: JURNAL OPINIO JURIS Vol. 12 Januari April 2013 KEGIATAN ...pustakahpi.kemlu.go.id/app/Kegiatan Militer di ZEE dan Implementasi... · yang dilakukan oleh kekuatan militer asing di

JURNAL OPINIO JURIS Vol. 12 Januari—April 2013

54

militer biasanya sangat jarang memasuki wilayah kedaulatan negara lain,

akan tetapi berada di luar laut teritorial suatu negara. Hal ini sebenarnya

merupakan penghormatan terhadap kedaulatan negara pantai, walaupun

banyak negara beranggapan bahwa keberadaan armada/kapal perang

asing yang dekat dengan wilayahnya merupakan ancaman terhadap

keamanan negara tersebut. Dalam beberapa tahun ini, kegiatan militer

yang dilakukan oleh negara-negara menimbulkan krisis dan konflik. Hal

ini disebabkan kegiatan militer yang dilakukan oleh negara dimaksud

dilakukan di ZEE negara lain.21

Dalam Bab V Pasal 56, 60 dan 61 LOSC disebutkan bahwa negara

pantai mempunyai hak berdaulat untuk melakukan eksplorasi dan

eksploitasi terhadap sumber daya alam di ZEE. Hak tersebut antara lain

meliputi pula hak untuk melakukan penelitian atas sumber daya alam;

hak untuk melakukan eksploitasi sumber daya alam; hak untuk

melakukan konservasi sumber daya alam; dan hak untuk mendirikan dan

mengatur pulau buatan, instalasi dan bangunan. Selain itu dalam pasal

77 dan 80 LOSC yang mengatur tentang landas kontinen yang berada di

bawah ZEE negara pantai mempunyai hak berdaulat untuk melakukan

eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam antara lain: hak melakukan

penelitian sumber daya alam di landas kontinen; hak melakukan

eksploitasi sumber alam dari landas kontinen; hak untuk mendirikan dan

mengatur pulau buatan, instalasi dan bangunan. Kegiatan pemanfaatan

Lihat pertempuran North Atlantic, dimana kekuatan laut digunakan untuk melindungi

konvoi kapal-kapal dagang; ekspedisi perdagangan pada abad pertengahan diikuti dengan

kekuatan laut yang mumpuni. 21

Beberapa tahun yang lalu, Amerika Serikat mengembangkan doktrin “sea basing”

dimana naval base Amerika Serikat digelar di tengah laut dan mempunyai mobilitas yang

tinggi disesuaikan dengan pengerahan kekuatannya. Lihat, Sam, J Tangerdi, Concept,

Issues, and Recommendations, Naval War College Review, Autum 2011, Vol 64, No. 4;

Sea basing di www.dtic.mil/concepts/jitc_seabasing.doc, diakses tanggal 16 Januari 2013;

Admiral Ven Clark, US Navy, ‘Sea Power 21, Projecting Decisive Joint Capabilities,’

diwww.navy.mil/navydata/cno/proceeding.html, diakses tanggal 16 Januari 2013.

Page 7: JURNAL OPINIO JURIS Vol. 12 Januari April 2013 KEGIATAN ...pustakahpi.kemlu.go.id/app/Kegiatan Militer di ZEE dan Implementasi... · yang dilakukan oleh kekuatan militer asing di

JURNAL OPINIO JURIS Vol. 12 Januari—April 2013

55

sumber daya alam lainnya termasuk pemanfaatan energi dari angin, arus,

dan ombak.

Riset ilmiah kelautan dapat dilakukan di ZEE.22 Kegiatan tersebut

dapat berupa pengumpulan data/informasi ilmiah, monitoring risiko dan

efek polusi, dan riset ilmiah kelautan. Kegiatan riset ilmiah kelautan

dapat berupa survei ataupun riset hidrografi, oseanografi, biologi laut,

riset perikanan, driling, survei ilmiah geologi/geofisik, dan kegiatan riset

ilmiah untuk tujuan lainnya. Apabila kegiatan tersebut dilakukan untuk

tujuan komersial, banyak negara tidak menganggap kegiatan itu sebagai

riset ilmiah kelautan sebagaimana diatur dalam Konvensi. Selain itu

apabila riset ilmiah digunakan untuk tujuan militer tidak juga termasuk

kegiatan riset ilmiah sebagaimana diatur dalam Konvensi.23 Sedangkan

hak negara lain di ZEE antara lain untuk meletakkan kabel dan pipa

bawah laut, pelayaran dan penerbangan. Khusus untuk meletakkan kabel

dan pipa bawah air harus tetap melalui izin atau sesuai peraturan

perundang-undangan negara lain.

Khusus tentang batas maritim terkait dengan ZEE dan landas

kontinen banyak negara mengisyaratkan bahwa penyelesaian batas ZEE

dan landas kontinen adalah sama. Akan tetapi untuk negara yang telah

menyelesaikan batas landas kontinen sebelum ada LOSC dan masih

didasarkan pada Konvensi Jenewa 195824, maka ketika akan

menyelesaikan batas ZEE ada kemungkinan antara garis batas ZEE dan

landas kontinen berbeda (tidak berimpit). Kondisi ini tentu saja dapat

dimaklumi disebabkan rezim landas kontinen yang digunakan dalam

22

Pasal 56 LOSC. 23

Lihat, Oxman, The Regime of Warships Under the United Nations Convention on the

Law of the Sea, 24 Virginia Journal International Law,. 809, 844-47 (1984); Negroponte,

Current Developments in U.S. Oceans Policy, Dep’t St. Bull., Sep. 1986, 86. 24

Lihat Convention on the Continental Shelf, April 29, 1958, 15 UST. 471, 499 UNTS.

311.

Page 8: JURNAL OPINIO JURIS Vol. 12 Januari April 2013 KEGIATAN ...pustakahpi.kemlu.go.id/app/Kegiatan Militer di ZEE dan Implementasi... · yang dilakukan oleh kekuatan militer asing di

JURNAL OPINIO JURIS Vol. 12 Januari—April 2013

56

Konvensi Jenewa 195825 berbeda dengan rezim landas kontinen yang

diatur dalam LOSC26. Oleh karena itu dalam kasus Indonesia akan

ditemukan beberapa garis batas ZEE dan landas kontinen yang tidak

berimpit, sebagai contohnya batas maritim antara Indonesia dengan

Australia. Pada perjanjian batas maritim tersebut terdapat 2 (dua) garis

batas maritim yang tidak berimpit yaitu garis batas landas kontinen

dengan Australia yang telah ditetapkan pada tahun 197127dengan batas

maritim tertentu antara Indonesia dengan Australia yang disepakati pada

tahun 199728. Pada batas maritim tersebut terdapat wilayah dimana

landas kontinennya berada dalam jurisdiksi Australia, akan tetapi ZEE

berada dalam yurisdiksi Indonesia.

Freedom of Navigation dan Overflight di ZEE

Pasal 58 yang menunjuk pasal 87 LOSC menyatakan bahwa kapal

perang dan pesawat udara militer dari negara lain (selain negara yang

memiliki ZEE) menikmati “freedom of navigation and overflight” di ZEE. Di

laut bebas terdapat ketentuan yang sama tentang adanya freedom of

25

Definisi landas kontinen pada Konvensi Jeneva 1958 memberikan perumusan

berdasarkan dua kriteria, pertama, yaitu kriteria geomorfologis (200 metres), dan kedua,

yaitu kriteria ”Exploitability” (or, beyond that limit to where the depth of the superjacent

waters admits of the exploitation). Kriteria kedua ini subjektif dan tidak ada sangkut

pautnya dengan pengertian geologis landas kontinen. 26

Konsep penentuan batas landas kontinen di LOSC ditekankan pada konsep jarak,

sedangkan kelanjutan alamiah (natural prolongation) digunakan ketika negara akan

mengajukan klaim landas kontinen di luar 200 mil laut. 27

Lihat Agreement between the Government of the Republic of Indonesia and the

Government of the Commonwealth of Australia establishing certain Seabed Boundaries

in the Area of the Timor and ArafuraSeas, Supplementary to the Agreement of 18 May

1971.Perjanjian ini disahkan/diratifikasi dengan Keppres No.66 Tahun 1972. 28

Pemerintah Indonesia dan Australia telah melalukan perundingan untuk menyelesaikan

batas maritim kedua negara. Perjanjian batas maritim tersebut yang telah ditanda tangani

pada tahun 1997, akan tetapi perjanjian batas maritim tersebut belum diratifikasi.

Sehingga dapat dikatakan bahwa perjanjian tersebut belum berlaku.

Page 9: JURNAL OPINIO JURIS Vol. 12 Januari April 2013 KEGIATAN ...pustakahpi.kemlu.go.id/app/Kegiatan Militer di ZEE dan Implementasi... · yang dilakukan oleh kekuatan militer asing di

JURNAL OPINIO JURIS Vol. 12 Januari—April 2013

57

navigation and overflight, permasalahannya adalah apakah pelaksanaan

kebebasan pelayaran dan perbangan yang ada di ZEE dan laut bebas

sama. Selain itu apa yang dimaksud dengan kebebasan pelayaran dan

penerbangan di ZEE maupun di laut bebas. Tidak ada penjelasan resmi

tentang maksud dari kebebasan pelayaran dan penerbangan di ZEE

maupun di laut bebas. Sehingga banyak negara menafsirkan dan

mengimplementasi sesuai dengan kepentingannya. Banyak pihak

menyatakan bahwa kebebasan pelayaran dan penerbangan di ZEE yang

menunjuk kepada kebebasan di laut bebas mencakup kebebasan dalam

latihan militer dan kegiatan operasional lainnya.29

Dalam Pasal 87 (1) LOSC disebutkan bahwa kebebasan pelayaran dan

penerbangan dapat dinikmati oleh semua negara, akan tetapi

pelaksanaan dari hak tersebut harus didasarkan pada ketentuan

Konvensi.30 Selanjutnya dalam Pasal 58 (3) LOSC juga disebutkan bahwa

dalam melaksanakan hak dan kewajibannya di ZEE, negara harus selalu

mempertimbangkan kepentingan dari negara pantai dan memenuhi

peraturan perundang-undangan dari negara pantai.31 Peraturan

perundang-undangan dari negara pantai tersebut tidak boleh

bertentangan dengan Konvesi dan hukum internasional lainnya.

Berdasarkan Pasal 58 LOSC tersebut dengan jelas disebutkan bahwa

pelaksanaan hak di ZEE harus selalu mempertimbangkan kepentingan

29

Lihat, J.M. VanDyke,’Military Ships and Planes Operating in the Exclusive Economic

Zone of Another Country’, 28 Marine Policy (2004), 29-39; G.V. Galdorisi & A.G.

Kaufman,’Military Activities in EEZ: Preventing Uncertainty and Defusing Conflict’, 32

California Western Law Journal (2001-2002), 253-301. 30

“All states enjoy the freedom of navigation and over-flight, subject to the conditions

laid down by this Convention and by the other rules of international law”. 31

Meyer mengatakan bahwa “Peraturan yang dimaksud adalah peraturan terkait dengan

pemanfaatan sumber daya alam di ZEE”.Lihat Commander JC Meyer, USN,’ The Impact

of the Exclusive Economic Zone on Naval Operations,’ (1992), 40 Naval Law Review.

Page 10: JURNAL OPINIO JURIS Vol. 12 Januari April 2013 KEGIATAN ...pustakahpi.kemlu.go.id/app/Kegiatan Militer di ZEE dan Implementasi... · yang dilakukan oleh kekuatan militer asing di

JURNAL OPINIO JURIS Vol. 12 Januari—April 2013

58

negara pantai yaitu dengan selalu memperhatikan dan memenuhi

peraturan perundang-undangan negara pantai.

Kapal dan pesawat udara mempunyai hak untuk menikmati

kebebasan pelayaran dan penerbangan di ZEE negara lain, akan tetapi

kebebasan tersebut dibatasi dengan tidak mengganggu kepentingan

negara pantai. Konvensi denga jelas mencoba untuk menyeimbangkan

antara kepentingan negara pantai dengan negara pengguna, akan tetapi

formulasi pasal, khususnya pasal 58 (1) dan pasal 87 LOSC, yang

digunakan masih dapat menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda.

Oleh sebab itu kegiatan militer yang dilakukan di ZEE negara lain dapat

dikategorikan sebagai kegiatan tidak damai dan mengganggu

kepentingan negara pantai,32 sehingga kegiatan tersebut dapat dikatakan

bertentangan dengan ketentuan Konvensi.33 Kegiatan militer dimaksud

dapat berbentuk berbagai macam antara lain latihan manuver, latihan

penembakan, test senjata, latihan perang-perangan, pengumpulan data

intelejen, survei hidrografi, dan oseanografi.

Angkatan laut merupakan kekuatan militer yang diperuntukan untuk

gelar kekuatan di mana saja baik di wilayah sendiri, wilayah negara lain,

maupun di wilayah/laut bebas. Gelar kekuatan angkatan laut dapat

diartikan sebagai representasi kebijakan negara, mengingat kekuatan

angkatan laut yang dapat terdiri dari satuan kapal atas air, bawah air, dan

pesawat udara militer, membawa bendera negara. Konsekuensi dari

keberadaan itu maka suatu kekuatan angkatan laut mempunyai imunitas

32

Brazil, Bangladesh, Cape Verde, Malaysia, India, dan Pakistan telah menyatakan bahwa

kegiatan militer asing di ZEE mereka harus mendapatkan izin dari negaranya. Lihat,

Deklarasi dan Pernyataan pada LOSC di

http://www.un.org/depts/los/convention_agreements/convention_declaration.htm diakses

pada 16 Januari 2013. 33

Argumentasi yang digunakan oleh negara pantai adalah laut harus digunakan untuk

perdamian yang diatur dalam preambul dan pasal 301 LOSC.

Page 11: JURNAL OPINIO JURIS Vol. 12 Januari April 2013 KEGIATAN ...pustakahpi.kemlu.go.id/app/Kegiatan Militer di ZEE dan Implementasi... · yang dilakukan oleh kekuatan militer asing di

JURNAL OPINIO JURIS Vol. 12 Januari—April 2013

59

dimanapun berada.34 Sehingga kekuatan angkatan laut biasanya

membawa tiga fungsi yaitu sebagai kekuatan militer (military function),

fungsi diplomasi (diplomatic function) dan fungsi polisionil (constabulary

function).35

Dalam praktek negara ada bermacam-macam sikap terkait dengan

kegiatan militer di ZEE negara lain36, antara lain Amerika Serikat

berpendapat bahwa kebebasan pelayaran dan penerbangan di ZEE dan

laut bebas adalah sama, yaitu semua kapal dapat melakukan semua

aktivitas termasuk kegiatan militer dan pengumpulan informasi

intelejen.37 Kegiatan-kegiatan di ZEE tidak boleh dilakukan jika

bertentangan dengan ketentuan LOSC dan hukum internasional.

Sedangkan ada negara lain, contohnya China berpendapat bahwa

kebebasan tersebut harus berbeda disebabkan negara pantai mempunyai

hak berdaulat terhadap ZEE dan kegiatan yang dilakukan oleh suatu

negara tidak boleh mengganggu hak negara lain, serta kegiatan di ZEE

34

Pasal 32 LOSC 35

Lihat, Ken Booth, Navies and Foreign Policy, New York: Crane, Russak, 1977; James

Cable. Gunboat Diplomacy. Basingstoke: Palgrave Macmillan, 1981. 36

Lihat, JR Crook (ed),’United States Protests Chinese Interference with US Naval

Vessel, Vows Continued Operation’ in Contemporary Practice of the United States

Relating to International Law (2009) 103 American Journal International, 325-351; US

Department of Defense,’DOD News Briefing with Geoff Morrel from the Pentagon (11

March 2009), http://www.defence.gov/transcripts.aspx?transcriptsID=4369>diakses pada

tanggal 4 Februari 2012. 37

. Pernyataan dari Ketua Delegasi Amerika pada penutupan sidang hukum laut (the Third

United Nations Conference on the Law of the Sea) di Montego Bay, Jamaica tanggal 9

Desember 1982, antara lain sebagai berikut: the Convention has recognized the sovereign

rights of the coastal state over the resources of the exclusive Economic Zone, jurisdiction

over artificial islands, and jurisdiction over installations and structures used for

economic purposes therein, while retaining the international status of the zone in which

all states enjoy the freedoms of navigation, overflight, laying of submarine cables and

pipelines, and other internationally lawful uses of the sea, including military operations,

exercises and activities. --- etc

Page 12: JURNAL OPINIO JURIS Vol. 12 Januari April 2013 KEGIATAN ...pustakahpi.kemlu.go.id/app/Kegiatan Militer di ZEE dan Implementasi... · yang dilakukan oleh kekuatan militer asing di

JURNAL OPINIO JURIS Vol. 12 Januari—April 2013

60

harus selalu digunakan untuk kegiatan damai.38 Terkait dengan hal

tersebut semua kegiatan militer asing di ZEE China dan kegiatan yang

mengganggu keamanan dan perdamaian China dilarang.39 Negara Brasil

menganut paham yang hampir sama dengan China, bahwa semua

kegiatan militer asing dilarang atau harus mendapat izin dari negara

Brasil.40 Kegiatan yang mendapat respon keras dari Amerika adalah

larangan untuk meletakkan alat dan instalasi apapun di ZEE/landas

kontinen Brasil.41

Indonesia belum mempunyai kebijakan ataupun aturan yang jelas,

apakah militer asing dapat melaksanakan aktivitas militernya di ZEE

Indonesia atau tidak. Peraturan perundang-undangan Indonesia tidak

secara jelas mengatur tentang aktivitas militer di ZEE. UU Nomor 5

Tahun 1983 tentang ZEE Indonesia hanya mengatur tentang hak dan

kewajiban sebagaimana tertuang dalam LOSC. Demikian juga dengan

peraturan perundang-undangan lainnya tidak ada yang mengatur

tentang kegiatan militer dimaksud. Oleh karena itu ketika ada armada

perang negara lain berada dan melakukan aktivitas militer di ZEE

Indonesia, akan sangat sulit untuk mengambil langkah-langkah

operasional di lapangan.

38

Lihat, R. Xiaofeng & C. Xizhong,’A China Perspective’, 29 Marine Policy (2005),

139-146. 39

Pernyataan Delegasi China pada pertemuan informal membahas kegiatan militer dan

pengumpulan data intelejen di ZEE, Bali September 2003, 40

Brazil’s position that other nations “may not carry out military exercises or

manoeuvres within the exclusive economic zone, particularly when these activities involve

the use of weapons or explosives, without the prior knowledge and consent” of the

coastal nation. Lihat, Law of the Sea Official Records, para. 28, at 40 41

Lihat, Law of the Sea Official Records, para. 28, at 40 and U.S. statement in right of

reply, 17 Law of the Sea Official Records 244, Annex AS1-2.

Page 13: JURNAL OPINIO JURIS Vol. 12 Januari April 2013 KEGIATAN ...pustakahpi.kemlu.go.id/app/Kegiatan Militer di ZEE dan Implementasi... · yang dilakukan oleh kekuatan militer asing di

JURNAL OPINIO JURIS Vol. 12 Januari—April 2013

61

Kegiatan Militer Asing di ZEE Indonesia

Keberadaan militer asing di ZEE Indonesia dapat dalam kondisi yang

bermacam-macam, antara lain melakukan provokasi dengan latihan

militer, manuver di ZEE Indonesia; melaksanakan surveillance terhadap

kapal-kapal ilegal yang akan memasuki wilayahnya; melaksanakan

pengawalan terhadap kapal-kapal bendera negaranya; dan melaksanakan

SAR. Bentuk keberadaan militer asing di ZEE Indonesia tersebut

sepengetahuan Indonesia disebabkan karena ada perjanjian kerja sama

ataupun mereka meminta izin/pemberitahuan; akan tetapi keberadaan

mereka dapat juga tanpa izin dari Pemerintah Indonesia. Kondisi yang

terakhir biasanya disebabkan posisi mereka yang menganggap bahwa

ZEE masuk dalam rezim laut bebas. Tentu saja keberadaan militer asing

di ZEE Indonesia dapat diartikan bahwa mereka mengganggu

perdamaian dan keamanan Indonesia disebabkan ZEE Indonesia

berdasarkan doktrin pertahanan Indonesia merupakan medan

pertahanan utama Indonesia.42 Selain itu dari aspek ekonomi, dengan

keberadaan militer asing di ZEE Indonesia, akan mengakibatkan nelayan

Indonesia yang semestinya dapat mengambil ikan ataupun

eksplorasi/eksploitasi sumber daya alam di wilayah itu terganggu.

Sesuai ketentuan LOSC, tiap–tiap negara pantai mempunyai

kewenangan untuk melakukan penindakan terhadap tindak pidana yang

42

Indonesia menganut indepth defence concept, dimana membagi 3 (tiga) wilayah

pertahanan yaitu medan pertahanan penyanggah merupakan daerah pertahanan lapis

pertama yang berada di luar garis batas ZEE; medan pertahanan utama yaitu daerah

pertahanan lapis kedua mulai dari batas terluar laut teritorial sampai ZEE Indonesia; dan

medan perlawanan merupakan daerah pertahanan lapis ketiga yang berada pada laut

teritorial dan perairan kepulauan dalam menghadapi setiap bentuk ancaman terhadap

keselamatan bangsa dan negara. Sumber Doktrin TNI AL Eka Sasana Jaya, Keputusan

Kasal Nomor: Kep/07/II/2001, tanggal 23 Februari 2001.

Page 14: JURNAL OPINIO JURIS Vol. 12 Januari April 2013 KEGIATAN ...pustakahpi.kemlu.go.id/app/Kegiatan Militer di ZEE dan Implementasi... · yang dilakukan oleh kekuatan militer asing di

JURNAL OPINIO JURIS Vol. 12 Januari—April 2013

62

terjadi di laut bebas. Tindak pidana itu termasuk dalam kategori “iure

gentium” atau kejahatan internasional43 yang meliputi:

1. Pengangkutan budak belian44. 2. Pembajakan/Piracy di laut lepas45. 3. Perdagangan gelap obat narkotika atau bahan–bahan

psikotropika46.

Kewenangan negara untuk memberantas tindak pidana (kejahatan)

internasional dapat dilakukan dengan mekanisme hot pursuit.47

Ketentuan hot pursuit antara lain: 1) Pengejaran seketika suatu kapal asing

dapat dilakukan apabila pihak yang berwenang mempunyai alasan yang

cukup untuk mengira bahwa kapal tersebut telah melanggar peraturan

negara itu.Pengejaran dapat dimulai dimana telah terjadi pelanggaran

yaitu perairan pedalaman, perairan kepulauan, laut teritorial, zona

tambahan, atau ZEE negara pengejar. Pengejaran dilakukan dengan

seketika, terus menerus, dan tidak terputus. 2) Hak pengejaran seketika

harus berhenti setelah kapal yang dikejar memasuki laut teritorialnya

sendiri atau negara ketiga. 3) Pengejaran hanya dapat dilakukan oleh

Kapal Perang, Pesawat Udara Militer, Kapal Negara yang diberi

kewenangan untuk itu.

Ketentuan dalam LOSC dan hukum internasional lainnya hanya berisi

hak hot pursuit yang dapat dilakukan oleh kapal perang, pesawat udara

militer dan kapal negara yang diberi kewenangan. Sebagai contohnya,

43

Ada beberapa pendapat bahwa trans national organized crime (TOC) dimasukan dalam

kejahatan internasional, bahkan sudah ada Konvensi tersendiri yang mengatur tentang

TOC ini. Akan tetapi dalam LOSC hanya dibatasi apa yang dimaksud dengan kejahatan

internasional. 44

Pasal 99, LOSC 45

Pasal 100, LOSC 46

Pasal 108, LOSC. 47

Pasal 111 LOSC.

Page 15: JURNAL OPINIO JURIS Vol. 12 Januari April 2013 KEGIATAN ...pustakahpi.kemlu.go.id/app/Kegiatan Militer di ZEE dan Implementasi... · yang dilakukan oleh kekuatan militer asing di

JURNAL OPINIO JURIS Vol. 12 Januari—April 2013

63

Indonesia melalui TNI AL ataupun aparat lainnya diberi kewenangan

untuk melakukan pengejaran seketika terhadap semua kapal yang

melakukan pelanggaran di perairan pedalaman, perairan kepulauan, laut

teritorial, zona tambahan, atau ZEE Indonesia. Akan tetapi sampai saat

ini belum ada preseden, aturan ataupun pendapat tentang pelaksanaan

hot pursuit oleh kapal perang asing di ZEE Indonesia atau mendekati

wilayah Indonesia. Selain itu belum ada prosedur tetap jika ada kapal

perang asing yang melakukan hot pursuit dari wilayah negara pengejar

dan memasuki ZEE, zona tambahan Indonesia termasuk jika pengejaran

dimaksud sampai ke laut teritorial Indonesia. Terkait dengan hal tersebut

terdapat beberapa permasalahan, antara lain: pertama, apakah kapal

perang negara lain boleh melakukan hot pursuit sampai ke ZEE Indonesia

terhadap kejahatan internasional yang terjadi, sedangkan tidak ada kapal

perang Indonesia di area itu? Kedua, prosedur apa yang harus dilakukan

oleh kapal perang asing jika akan melakukan hot pursuit terhadap

kejahatan internasional yang terjadi di ZEE? (pemberitahuan atau izin)?

Ketiga, siapa/instansi mana yang mempunyai otoritas untuk menerima

pemberitahuan atau memberikan izin terkait dengan pelaksanaan hot

pursuit oleh kapal perang asing di wilayah ZEE Indonesia?

Dalam hukum internasional dan LOSC, rezim laut bebas berlaku juga

di ZEE jika terkait dengan pelayaran.Hal ini disebabkan di laut bebas dan

ZEE berlaku freedom of navigation.48 Kewenangan negara pantai (negara

kepulauan) atas ZEE nya hanya terkait dengan masalah pemanfaatan,

pengelolaan terhadap sumber daya alam dan kewenangan lainnya

sebagaimana ditentukan dalam LOSC.49 Ketentuan tentang ZEE dan laut

bebas dalam LOSC diatur dalam bab yang terpisah, bukan berarti kedua

rezim adalah berbeda satu sama lainnya, akan tetapi ada beberapa hal

48

Pasal 58 LOSC. 49

Pasal 56 LOSC.

Page 16: JURNAL OPINIO JURIS Vol. 12 Januari April 2013 KEGIATAN ...pustakahpi.kemlu.go.id/app/Kegiatan Militer di ZEE dan Implementasi... · yang dilakukan oleh kekuatan militer asing di

JURNAL OPINIO JURIS Vol. 12 Januari—April 2013

64

yang saling terkait, sebagai contoh konsep kebebasan pelayaran,

kebebasan penerbangan, dan pengelolaan/konservasi lingkungan laut

adalah sama pengaturannya. Oleh karena itu dalam beberapa hal

pelaksanaan hak dan kewajiban negara di laut bebas dan ZEE cenderung

sama khususnya dibidang pelayaran dan penerbangan. Selain itu

ketiadaan aturan dalam LOSC khususnya permasalahan operasional

kapal mengakibatkan berbagai penafsiran terkait dengan pelaksanaan

kebebasan pelayaran dan penerbangan.

Ketentuan Pasal 100 LOSC menjelaskan bahwa semua negara harus

bekerjasama dalam penindasan pembajakan di laut bebas atau ditempat

lain manapun di luar yuridiksi suatu negara. Pasal 110 LOSC berisi

tentang hak melakukan pemeriksaan terhadap kapal yang terlibat dalam

pembajakan di laut bebas. Dalam LOSC tidak dijelaskan tentang

kewenangan memproses hukum atau hukum mana yang akan

diterapkan. Akan tetapi dalam hukum internasional tindak pidana

pembajakan merupakan “iure gentium” (kejahatan internasional) yang

memberikan kewenangan kepada semua negara untuk dapat memproses

tindak pidana itu dan menerapkan hukum nasionalnya.

Sesuai dengan posisi Indonesia selama ini khususnya tentang

statement (pernyataan) bahwa tidak ada piracy (pembajakan) di Selat

Malaka50 yang ada hanya armed robbery (perompakan), maka dapat

disimpulkan bahwa Indonesia mendefinisikan kejahatan piracy

(pembajakan) merupakan tindak pidana yang terjadi di laut bebas (high

seas) saja. Hal ini disebabkan bahwa Selat Malaka merupakan wilayah

yang terdiri dari laut teritorial, zona tambahan, dan ZEE. Oleh karena itu

di ZEE Indonesia tidak ada tindak pidana piracy (pembajakan), yang ada

armed robbery (perompakan). Oleh karena itu, hot pursuit terhadap tindak

pidana piracy (pembajakan) yang terjadi di ZEE Indonesia oleh kapal

50

Selat Malaka jika dilihat dari aspek zona maritim, maka di sana ada laut teritorial, zona

tambahan, dan ZEE.

Page 17: JURNAL OPINIO JURIS Vol. 12 Januari April 2013 KEGIATAN ...pustakahpi.kemlu.go.id/app/Kegiatan Militer di ZEE dan Implementasi... · yang dilakukan oleh kekuatan militer asing di

JURNAL OPINIO JURIS Vol. 12 Januari—April 2013

65

perang, pesawat udara militer dan kapal negara asing tidak dapat

dilakukan. Akan tetapi ada pendapat lain yang menyatakan bahwa

pembajakan dan perompakan dapat terjadi dimana saja baik di ZEE

maupun di laut bebas. Hal ini didasarkan pada kualifikasi tindak

pidananya dan bukan didasarkan pada tempat kejadian tindak pidana,

sehingga hot pursuit terhadap tindak pidana perompakan maupun

pembajakan yang terjadi di ZEE dapat dilakukan.

Kapal perang, pesawat udara militer dan kapal negara asing apabila

menemukan atau menerima laporan telah terjadinya tindak pidana

perompakan atau pembajakan serta kejahatan internasional lainnya di

ZEE Indonesia dan tidak ada kapal perang Indonesia di daerah itu, maka

mereka dapat melakukan hot pursuit untuk menangkap pelaku kejahatan

dimaksud. Akan tetapi prosedur yang mungkin dapat diterapkan yaitu

pemberitahuan tentang telah terjadinya tindak pidana internasional dan

mereka akan melakukan pengejaran seketika. Pengejaran tersebut harus

berhenti ketika akan memasuki laut teritorial Indonesia. Prosedur

pemberitahuan ini tidak diatur dalam hukum nasional maupun

internasional, akan tetapi hanya terobosan atau penafsiran terhadap

permasalahan yang terjadi di lapangan dengan memperhatikan ketentuan

hukum nasional dan internasional serta memperhatikan bahwa semua

negara harus memberantas tindak pidana piracy.

Dalam pendekatan hukum (legal approach) pelaksanaan hot pursuit

sampai memasuki wilayah laut negara Indonesia tidak dapat dilakukan

karena akan melanggar kedaulatan Negara Indonesia. Selain itu kapal

perang asing yang akan memasuki wilayah Indonesia seharusnya

meminta izin secara resmi terlebih dahulu kepada pemerintah Indonesia.

Apabila pengejaran tetap dilaksanakan tanpa adanya izin dari

pemerintah Indonesia maka kapal perang asing (pengejar) sudah

melanggar kedaulatan negara Indonesia.

Terkait dengan nuansa pemberantasan pembajakan/perompakan

kemungkinan dapat dikerjasamakan khususnya terkait dengan

Page 18: JURNAL OPINIO JURIS Vol. 12 Januari April 2013 KEGIATAN ...pustakahpi.kemlu.go.id/app/Kegiatan Militer di ZEE dan Implementasi... · yang dilakukan oleh kekuatan militer asing di

JURNAL OPINIO JURIS Vol. 12 Januari—April 2013

66

permasalah teknis di lapangan. kerja sama ini untuk memberikan

batasan-batasan dan sebagai dasar bertindak bagi aparat di lapangan.

Sebagai contohnya: apabila dalam rangka pelaksanaan hot pursuit kapal

perang, pesawat udara atau kapal negara asing terpaksa memasuki

wilayah laut Indonesia dan tidak ada kapal perang di daerah itu, maka

diperlukan prosedur perizinan terhadap hal tersebut. Perizinan dapat

dilakukan dengan beberapa persyaratan antara lain: maksud dan tujuan

memasuki Perairan Indonesia; berapa lama akan berada di Perairan

Indonesia; spesifikasi teknis kapal dan pelengkapannya. Selain itu

pemberian izin harus mencantumkan batasan-batasan antara lain bahwa

kapal perang pengejar harus mematuhi peraturan perundang-undangan

Indonesia, kapal yang dikejar termasuk orang dan barang yang ada di

atas kapal harus diproses sesuai hukum Indonesia, karena berada di

wilayah Indonesia. Selain itu perizinan dimaksud dapat juga

dicantumkan dalam suatu perjanjian bilateral yang bersifat reprosikal.

Oleh karena itu apabila ada kapal asing yang melakukan hot pursuit

sampai memasuki Perairan Indonesia dan berhasil menangkap

pelakunya, maka mereka semestinya menyerahkan para pelaku, dan

barang bukti kepada aparat Indonesia. Selanjutnya aparat Indonesia akan

melakukan proses hukum terhadap para pelaku dan barang bukti

kejahatan. Akan tetapi dapat dipastikan bahwa proses penyelesaian

tindak pidana ini akan menimbulkan kesulitan tersendiri dalam

pembuktian, disebabkan belum tentu adanya kerugian atau tercederai

hukum Indonesia akan peristiwa dimaksud. Selain itu proses pembuktian

akan menimbulkan kesulitan tersendiri

Dalam pemberantasan perompakan dan pembajakan, prosedur

pengejaran dapat dikerjasamakan, walaupun ini bukan lagi dalam

konteks pelaksanaan hot pursuit. Apabila kapal perang asing dalam

melaksanakan pengejaran seketika tidak sampai memasuki wilayah

yurisdiksi negara Indonesia, maka kapal pengejar dapat minta bantuan

kepada kapal perang Indonesia untuk melanjutkan pengejaran dan

penangkapan terhadap pelaku tindak pidana perompakan atau

Page 19: JURNAL OPINIO JURIS Vol. 12 Januari April 2013 KEGIATAN ...pustakahpi.kemlu.go.id/app/Kegiatan Militer di ZEE dan Implementasi... · yang dilakukan oleh kekuatan militer asing di

JURNAL OPINIO JURIS Vol. 12 Januari—April 2013

67

pembajakan. Apabila pelaku tertangkap maka akan diperlakukan dan

diproses sesuai dengan hukum Indonesia ataupun diserahkan kepada

negara dimana tindak pidana dilakukan.

Terkait dengan permasalahan perizinan, di Indonesia belum ada aturan tentang prosedur perizinan untuk kapal perang asing yang akan memasuki wilayah Indonesia dalam rangka hot pursuit. Prosedur yang ada saat ini (Keppres No 16/1971) mengatur kapal perang asing yang berencana akan memasuki/melewati wilayah Indonesia ataupun berkunjung ke Indonesia, dimana harus melengkapi security clearance dan diplomatic clearance, sehingga diperlukan waktu yang cukup untuk pengurusannya. Khusus untuk kapal perang asing melakukan hot pursuit di ZEE Indonesia ataupun pengejaran sampai ke Perairan Indonesia, maka pejabat yang mempunyai otoritas operasional untuk mengizinkan ataupun tidak mengizinkan adalah Panglima TNI. Selanjutnya Panglima TNI dapat mendelegasikan kewenangan dimaksud kepada Panglima Koarmatim/bar sebagai kotama operasi. Pendapat ini merupakan penafsiran tentang kewenangan Panglima TNI yang diatur dalam UU Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara dan UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Selain itu proses security clearance selanjutnya perlu untuk tetap dilaksanakan. Kesimpulan

Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : a) LOSC tidak mengatur secara jelas kegiatan militer di ZEE. Hal ini

mengakibatkan banyak negara mempunyai praktek yang berbeda-beda.

b) Indonesia belum mempunyai kebijakan baik politik ataupun hukum terkait dengan aktivitas militer asing di ZEE Indonesia.

c) Indonesia belum mempunyai prosedur dan tata cara ketika kapal perang asing melakukan hot pursuit memasuki wilayah Indonesia, termasuk tata cara respons, pemberian perizinan, pembatasan-pembatasan, serta kebijakan lainnya.