Jurnal Niza

5
Riboflavin/UV A merangsang persilangan kolagen untuk pengobatan keratokonus Tujuan: Pada mata hewan, terdapat peningkatan yang signifikan dalam kekakuan biomekanikal kornea yang telah ditemukan setelah persilangan kolagen oleh kombinasi pengobatan riboflavin/UV A. Tujuan penelitian saat ini untuk mengevaluasi kegunaan klinis dari riboflavin/UV A merangsang persilangan kolagen untuk membawa kemajuan bagi keratokonus sampai berhenti. Desain: prospektif, percobaan klinis tidak acak Metode: 23 mata dari 22 orang pasien dengan keratokonus yang progresivitasnya sedang sampai berat (maksimum nilai K, 48-72 dioptri) termasuk didalamnya. Setelah abrasi kornea sentral, tetes photosensitivitas riboflavin diberikan dan mata terpajan oleh UVA (370 nm, 3 mW/cm2) dalam jarak 1 cm selama 30 menit. Pemeriksaan postoperasi dilakukan dalam jarak 6 bulan, termasuk test ketajaman visual, topografi kornea, pemeriksaan slit lamp, pengukuran densitas sel endothelial dan dokumentasi fotografi. Follow up dilakukan selama 3 bulan dan 4 tahun. Hasil: Dalam semua mata yang sedang diobati, tingkat progresi keratokonus setidaknya berhenti. Dari 16 mata (70%) regresi dengan penurunan dari hasil pembacaan keratometri maksimal sebanyak 2.01 dioptri dan kesalahan refraksi sebanyak 1.14 dioptri ditemukan. Transparansi lensa dan kornea, densitas sel endothelial dan tekanan intraokuler tetap tidak berubah. Ketajaman pengelihatan meningkatdalam 15 mata (65%). Kesimpulan: Persilangan kolagen mungkin menjadi cara baru dalam menghentikan progresi dari ketectasia pada pasien dengan keratokonus. Kebutuhan untuk menanamkan keratoplasti mungkin dapat menurunkan secara signifikan keratokonus. Memberikan pengobatan dengan biaya yang paling murah dan sederhana juga mungkin cocok untuk pengobatan di negara perkembangan. Hasil

description

bdfjbjhsdgfl

Transcript of Jurnal Niza

Page 1: Jurnal Niza

Riboflavin/UV A merangsang persilangan kolagen untuk pengobatan keratokonus

Tujuan: Pada mata hewan, terdapat peningkatan yang signifikan dalam kekakuan biomekanikal kornea yang telah ditemukan setelah persilangan kolagen oleh kombinasi pengobatan riboflavin/UV A. Tujuan penelitian saat ini untuk mengevaluasi kegunaan klinis dari riboflavin/UV A merangsang persilangan kolagen untuk membawa kemajuan bagi keratokonus sampai berhenti.

Desain: prospektif, percobaan klinis tidak acak

Metode: 23 mata dari 22 orang pasien dengan keratokonus yang progresivitasnya sedang sampai berat (maksimum nilai K, 48-72 dioptri) termasuk didalamnya. Setelah abrasi kornea sentral, tetes photosensitivitas riboflavin diberikan dan mata terpajan oleh UVA (370 nm, 3 mW/cm2) dalam jarak 1 cm selama 30 menit. Pemeriksaan postoperasi dilakukan dalam jarak 6 bulan, termasuk test ketajaman visual, topografi kornea, pemeriksaan slit lamp, pengukuran densitas sel endothelial dan dokumentasi fotografi. Follow up dilakukan selama 3 bulan dan 4 tahun.

Hasil: Dalam semua mata yang sedang diobati, tingkat progresi keratokonus setidaknya berhenti. Dari 16 mata (70%) regresi dengan penurunan dari hasil pembacaan keratometri maksimal sebanyak 2.01 dioptri dan kesalahan refraksi sebanyak 1.14 dioptri ditemukan. Transparansi lensa dan kornea, densitas sel endothelial dan tekanan intraokuler tetap tidak berubah. Ketajaman pengelihatan meningkatdalam 15 mata (65%).

Kesimpulan: Persilangan kolagen mungkin menjadi cara baru dalam menghentikan progresi dari ketectasia pada pasien dengan keratokonus. Kebutuhan untuk menanamkan keratoplasti mungkin dapat menurunkan secara signifikan keratokonus. Memberikan pengobatan dengan biaya yang paling murah dan sederhana juga mungkin cocok untuk pengobatan di negara perkembangan. Hasil jangka panjang diperlukan untuk mengevaluasi durasi dari efek kekakuan dan terkecuali efek jangka panjang.

Keratokonus adalah mirip sebuah sel kerucut non inflamasi

Sebuah tehnik baru dari persilangan kolagen oleh riboflavin fotosensitivitas dan UVA mirip dengan photopolimerisasi dalam polymer yang telah dikembangkan. Dalam penelitian experimental yang lebih luas pada mata kelinci dan babi, termasuk stress biomekanikal pengukuran strain 9-11 menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam kekakuan kornea oleh sekitar 70% dalam kornea yang diobati vs tidak diobati (gambar 1) setelah persilangan kolagen oleh kombinasi pengobatan riboflavin/UVA

Desain

Page 2: Jurnal Niza

Ini adalah penelitian yang bersifat prospektif, dengan percobaan klinis tidak acak

Metode

Setting dan pasien: dimulai pada tahun 1998, 23 mata dari 22 pasien (10 perempuan, 12 laki-laki) dari universitas klinik mata Dresden termasuk didalam penelitian. Diagnosis klinis keratokonus didasarkan atas topografi kornea (gambar 3) dan tanda-tanda klinis keratokonus seperti penjarangan stromal, cincin Fleischer, striae vogt atau jaringan parut stromal apical. Progresi preoperative dari keratokonus dipastikan dari rekam medic semua pasien dan itu didokumentasikan dengan jelas oleh serial topografi kornea dalam 12 mata (52%, gambar 4). Umur rata-rata pasien yang diikutsertakan adalah 31,7 ± 11,9 tahun dan rentang dari 13 sampai 58 tahun (table 1 dan 2). Kecuali pasien 1, yang memiliki amaurosis leber kongenital dan akut bilateral keratokonus.

Prosedur observasi : penapisan preoperative dan pemeriksaan postoperative termasuk pengukuran katajaman pengelihatan koreksi terbaik, topografi kornea dengan menggunakan videokeratoskop (c san, technomed, baseweile jerman), tekanan intraocular oleh tonometry goldmann, densitas sel endothelial sentral menggunakan sebuah mikroskop sel endothelial, fotografi kornea dan slit lamp dan pemeriksaan fundus.

Prosedur pengobatan: Prosedur pengobatan dilakukan didalam kamar operasi steril, tetes mata Proxymetacainhydrochloride 0.5% diberikan sebagai anestesi local preoperative. Epitel kornea sentral sebanyak 7 mm dibuang dengan hati-hati menggunakan pisau tumpul. Sebagai photosensitisasi, cairan riboflavin 0,1% (10 mg riboflavin-5-phosphate dalam cairan 10 ml dextran-T-500 20%) diberikan 5 menit sebelum iradiasi dan setiap 5 menit selama iradiasi. Setelah membiarkan riboflavin masuk kedalam kornea setidaknya selama 5 menit, iradiasi UVA dimulai dengan menggunakan 2 dioda UV (370 nm; Roithner Lasertechnik, Vienna, Austria) dengan sebuah potensiometer untuk menyesuaikan tegangan. Setelah pengobatan, sebuah salep antibiotic diberikan setelah reepitelisasi.

Hasil

Waktu tindak lanjut berkisar dari 3 sampa 47 bulan dengan rata-rata waktu tindak lanjut selama 23,2 ± 12,9 bulan (table 1 dan 2) Ketajaman pengelihatan koreksi terbaik meningkat signifikan secara statistic dalam 15 pasien (65%) oleh rata-rata 1,26 baris, dibandingkan dengan nilai preoperative pada hari pengobatan vs nilai postoperative dari pemeriksaan terakhir. Koreksi refraksi meningkat secara signifikan oleh rata-rata 1,14 dioptri dalam equivalent spherical (table 2) Proses penyembuhan postoperative biasa–biasa saja kecuali untuk sedikit udem stroma sementara sampai reepitelisasi setelah 3 hari. Tidak ada efek samping, seperti defek epithelial persisten atau jaringan parut. Selama malam postoperative pertama, beberapa obat nyeri diberikan.

Page 3: Jurnal Niza

Transparansi lensa dan kornea dan densitas sel endothelial (P= 45) tetap tidak berubah (table 1 dan 2). Tidak ada perbedaan signifikan secara statistik yang ditemukan antara tekanan intraokuler preoperative rerata dari 13,6 ± 2,0 mmHg pada hari pengobatan dan rerata tekanan postoperative intraokuler dari 13,8 ±2,5 MMhG (P=615) pada kunjungan terakhir.

Diskusi

Penelitian ini menunjukkan bahwa persilangan kolagen nampaknya dapat menjadi efektif dalam menghentikan progresi dari kaku kornea keratoconus quasi. Efek ini didukung oleh data dari penelitian: regresi postoperative ditemukan pada 70% dai pasien dengan sebuah penurunan dari rerata nilai kertometer oleh 2.10 diptri postoperative meskipun dokumentasi progresi preoperative oleh 1.42 dioptri sebanyak 52%. Koreksi refraksi postoperasi juga dapat diturunkan menjadi rata-rata dari 1.14 2.18 dioptri. Pada mata kontrol yang tidak diobati, sebuah progresi postoperasi dari ketatectasia dari 1.48 dioptri ditemukan sebanyak 22%. Pada pengukuran biomekanik dari penelitian sebelumnya, sebuah peningkatan dalam stabilitas biomekanik kira-kira 70% ditemukan. Pada kontras terhadap pengukuran terapeutik lainnya untuk mengobati keratokonus, seperti keratoplasti thermal, cincin intraokuler atau epikeratoplasti (yang pada dasarnya hanya koreksi refraksi transient), metode invansif minimal yang baru dilakukan disini kelihatannya mnjadi yang pertama dapat mencapai penghentian atau bahkan mengurangi progresifitas dari keratokonus. Kami tidak menemukan peningkatan dari rerata tekanan intraokuler postoperative. Penggunaan tonometry tidak cukup sensitive untuk memperlihatkan peningkatan dari kekakuan kornea. Peningkatan yang tipis dalam pengukuran tekanan intraokuler mungkin dapat dinilai sebagai variabilitas yang normal dalam tekanan inraokuler. Kami tida mengobservasi komplikasi apapun atau kejadian lebih lanjut dari metode baru ini, terutama tidak ada penurunan dalam densitas sel endothelial atau formasi katarak. Kami sebelumnya telah mengukur jumlah intensitas radiasi yang ditransmisikan oleh porcine kornea menggunakan sebuah photometer UVA. Dengan 3 mW/cm2 dari iradiasi UVA pada permukaan dari kornea dan konsentrasi riboflavin sebesar 0,1%, terdapat sebuah reduksi yang massif terhadap cahaya UVA sebesar 95%. Tanpa riboflavin, cahaya UVA mungkin berkurang dalam kornea sekitar 30% dengan perkiraan 50% absorpsi UVA di lensa. Pachymetri preoperative adalah pening dan termasuk dalam penelitian pada 8 orang. Dosis UVA sebanyak 0.65 J/cm2 (0.36 mW/cm2) adalah jauh dibawah level cataractogenous yakni 70 J/cm2. Sebagai tambahan, kerusakan lensa biasanya dipicu oleh sinar UVB dengan rentang panjang gelombang sebesar 290 sampai 320 nm, yang mana memiliki energi lebih tinggi karena lebih pendek dari panjang gelombang UVA. Daya tahan dari efek pengerasan masih tidak diketahui. Karena pergantian kolagen dalam kornea diperkirakan sekitar 2 sampai 3 tahun. Pengulangan pengobatan mungkin menjadi penting dalam jangka panjang. Persilangan kolagen juga dapat berguna untuk pengobatan keratestasia iatrogenic hasil dari laser in situ keratomileusis. Dapat juga sebagai profilaksis atau pengobatan postoperative. Pengobatan baru juga dapat digunakan untuk mengobati lesi kornea yang rusak atau ulser superfisial. Ketebalan kornea setidaknya harus 400 µm untuk membebaskan endothelium. Kami percaya persilangan kolagen mungkin dapat menjadi sebuah pengobatan standar untuk keratokonus progresif. Penelitian jangka panjang haruslah mengecualikan komplikasi lambat yang serius dan mengmastikan daya tahan

Page 4: Jurnal Niza

dari efek pengerasan. Metode baru mungkin mengurangi kebutuhan materi donor dari keratokonus, yang mana mewakili sekitar 16% dari semua indikasi keratoplasti. Memberikan meode baru dengan biaya murah dan sederhana mungkin dapat diterapkan pada Negara berkembang dimana akses untuk keratoplasti atau kontak lens adalah sulit.