Jurnal Ilmu Keperawatan (4.1) 2016 ISSN : 2338-6371 Mursal ...

12
Jurnal Ilmu Keperawatan (4.1) 2016 ISSN : 2338-6371 Mursal Konseling Terhadap Kepatuhan Berobat Penderita Hipertensi Counseling toward Medication Adherence of Hypertensive Patient Mursal Magister Keperawatan, Program Pascasarjana, Universitas Syiah Kuala Abstrak Hipertensi merupakan penyakit kronis dan tidak menular akan tetapi dapat menyebabkan kematian. Kepatuhan berobat sangat diperlukan bagi penderita hipertensi untuk meminimalkan resiko komplikasi yang ditimbulkan. Metode penelitian quasi experimental design dengan rancangan nonequivalent control group before-after Design. Kelompok perlakuan maupun kelompok kontrol dipilih secara non random (NR). Besarnya sampel dalam penelitian ini adalah 60 reponden (30 responden untuk setiap kelompok). Kelompok intervensi diberikan konseling dengan frekuensi 3 (tiga) kali seminggu selama 3 (tiga) sedangkan kelompok kontrol tidak dilakukan. Kepatuhan berobat diukur dengan menggunakan kuisioner MTA (Measurement Treatment Adherence) Scale. Hasil penelitian dengan menggunakan tiga analisis data yaitu univariat ; pada kelompok intervensi mayoritas penderita hipertensi tidak patuh berobat sebelum diberikan konseling sebanyak 18 orang (60%) dan setelah diberikan konseling mayoritas penderita hipertensi yang patuh sebanyak 22 orang (73.3%). Sedangkan pada kelompok kontrol dapat dilihat bahwa mayoritas penderita hipertensi yang tidak patuh sebelum diuji (pretest) sebanyak 17 orang (56.7%) dan mayoritas penderita hipertensi yang tidak patuh setelah diuji (posttest) sebanyak 16 orang (53.3%). Bivariat ; ada pengaruh konseling terhadap kepatuhan berobat penderita hipertensi. Multivariat ; Konseling merupakan variabel yang paling mempengaruhi terhadap kepatuhan berobat penderita hipertensi. Kata Kunci: Hipertensi, Konseling, Kepatuhan Berobat. Abstract Although hypertension may be seen as a chronic and non infectious disease, it can cause mortality. Adhering to medication is very required for hypertensive patients so as to reduce the risk of complication caused by the hypertension. A quasi experimental technique was used under the premise of nonequivalent control group that is before and after design. The sample was 60 respondents categorized into two different groups. In the experimental group, the counseling was done three times a week with the duration of one week meanwhile in the control group the treatment was not given. The medication adherence was measured by using the scale made upon MTA (Measurement Treatment Adherence) questionnaire. Three analyses were used in this research. Univariate; In the intervention group, the majority of non adherence hypertensive patient who were 18 people (60%) took the medication prior to the counseling. After the counseling, the number of adherence patients was exceeded to 22 people (73.3%). On contrary, the majority of patient in the control group before the treatment (pretest) was 17 people (56.7%) and was dwindle to 16 patients or 53.3 % after the posttest had been performed. Referring to the bivariat analysis, it showed that there was an effect of counseling toward the medication adherence. Multivariate analysis indicated that counseling was a considerably confounding variable. Key Word : Hypertension, Counseling, Medication Adherence. Korespondensi: * Mursal, Magister Keperawatan, Program Pascasarjana, Universitas Syiah Kuala, .. Darussalam, Banda Aceh, Email:[email protected]

Transcript of Jurnal Ilmu Keperawatan (4.1) 2016 ISSN : 2338-6371 Mursal ...

Page 1: Jurnal Ilmu Keperawatan (4.1) 2016 ISSN : 2338-6371 Mursal ...

Jurnal Ilmu Keperawatan (4.1) 2016

ISSN : 2338-6371 Mursal

59

Konseling Terhadap Kepatuhan Berobat Penderita Hipertensi Counseling toward Medication Adherence of Hypertensive Patient

Mursal

Magister Keperawatan, Program Pascasarjana, Universitas Syiah Kuala

Abstrak

Hipertensi merupakan penyakit kronis dan tidak menular akan tetapi dapat menyebabkan kematian. Kepatuhan berobat sangat diperlukan bagi penderita hipertensi untuk meminimalkan resiko komplikasi yang ditimbulkan. Metode penelitian quasi experimental design dengan rancangan nonequivalent control group before-after Design. Kelompok perlakuan maupun kelompok kontrol dipilih secara non random (NR). Besarnya sampel dalam penelitian ini adalah 60 reponden (30 responden untuk setiap kelompok). Kelompok intervensi diberikan konseling dengan frekuensi 3 (tiga) kali seminggu selama 3 (tiga) sedangkan kelompok kontrol tidak dilakukan. Kepatuhan berobat diukur dengan menggunakan kuisioner MTA (Measurement Treatment Adherence) Scale. Hasil penelitian dengan menggunakan tiga analisis data yaitu univariat ;

pada kelompok intervensi mayoritas penderita hipertensi tidak patuh berobat sebelum diberikan konseling sebanyak 18

orang (60%) dan setelah diberikan konseling mayoritas penderita hipertensi yang patuh sebanyak 22 orang (73.3%). Sedangkan pada kelompok kontrol dapat dilihat bahwa mayoritas penderita hipertensi yang tidak patuh sebelum diuji (pretest) sebanyak 17 orang (56.7%) dan mayoritas penderita hipertensi yang tidak patuh setelah diuji (posttest) sebanyak 16 orang (53.3%). Bivariat ; ada pengaruh konseling terhadap kepatuhan berobat penderita hipertensi. Multivariat ; Konseling merupakan variabel yang paling mempengaruhi terhadap kepatuhan berobat penderita hipertensi.

Kata Kunci: Hipertensi, Konseling, Kepatuhan Berobat.

Abstract Although hypertension may be seen as a chronic and non infectious disease, it can cause mortality. Adhering to medication is very required for hypertensive patients so as to reduce the risk of complication caused by the hypertension. A quasi experimental technique was used under the premise of nonequivalent control group that is before and after design. The sample was 60 respondents categorized into two different groups. In the experimental group, the counseling was done three times a week with the duration of one week meanwhile in the control group the treatment was not given. The medication adherence was measured by using the scale made upon MTA (Measurement Treatment Adherence) questionnaire. Three analyses were used in this research. Univariate; In the intervention group, the majority of non adherence hypertensive patient who were 18 people (60%) took the medication prior to the counseling. After the counseling, the number of adherence patients was exceeded to 22 people (73.3%). On contrary, the majority of patient in the control group before the treatment (pretest) was 17 people (56.7%) and was dwindle to 16 patients or 53.3 % after the posttest had been performed. Referring to the bivariat analysis, it showed that there was an effect of counseling toward the medication adherence. Multivariate analysis indicated that counseling was a considerably confounding variable.

Key Word : Hypertension, Counseling, Medication Adherence.

Korespondensi:

* Mursal, Magister Keperawatan, Program Pascasarjana, Universitas Syiah Kuala,

.. Darussalam, Banda Aceh, Email:[email protected]

Page 2: Jurnal Ilmu Keperawatan (4.1) 2016 ISSN : 2338-6371 Mursal ...

Jurnal Ilmu Keperawatan (4.1) 2016

ISSN : 2338-6371 Mursal

60

Latar Belakang

Hipertensi atau tekanan darah tinggi

merupakan penyakit kronis dan tidak menular

yang menjadi masalah kesehatan masyarakat

global karena prevalensi yang tinggi dan risiko

bersamaan untuk penyakit kardiovaskular dan

ginjal. Saat ini, lebih dari 25% dari populasi

dunia adalah hipertensi dengan perkiraan

bahwa persentase ini dapat meningkat menjadi

29% pada tahun 2025 (Amaral et al, 2015).

Menurut World Health Organization (2011),

dari 50% penderita hipertensi yang diketahui

hanya 25% yang mendapat pengobatan dan

hanya 12,5% yang diobati dengan baik.

Diperkirakan pada tahun 2025 jumlah kasus

hipertensi terutama dinegara berkembang

akan mengalami peningkatan sekitar 80% dari

639 juta kasus pada tahun 2000 dan menjadi

1,15 milyar kasus seiring dengan pertambahan

jumlah penduduk. Jumlah penderita hipertensi

secara nasional mengalami penurunan sebesar

25,8% dari 31,7% pada tahun 2007 (Riskesdas,

2013).

Di provinsi Aceh jumlah penderita hipertensi

mengalami peningkatan sebesar 12,6 % pada

tahun 2007 menjadi 21,5% pada tahun 2013. Di

Lhokseumawe pada tahun 2014 jumlah kasus

hipertensi sebanyak 7664 dengan 3582 kasus

pada laki-laki dan 4082 kasus pada perempuan.

Puskesmas Banda Sakti memiliki jumlah kasus

hipertensi pada tahun 2014 sebesar 3143

kasus, dimana kasus tersebut menempati

peringkat pertama dari 10 kasus penyakit tidak

menular lainnnya

Penderita hipertensi merupakan salah satu

pasien yang harus diberikan konseling agar

patuh terhadap pengobatan yang dijalani,

karena hipertensi merupakan penyakit yang

secara pelan-pelan dapat menimbulkan

kematian karena payah jantung, infark

miokard, stroke atau gagal ginjal. Dengan

demikian pemeriksaan tekanan darah secara

teratur memiliki arti penting dalam perawatan

hipertensi (Onzenoort, 2010).

Kepatuhan menjalani pengobatan sangat

diperlukan untuk mengontrol tekanan darah

serta mencegah terjadinya komplikasi.

Kepatuhan pasien berpengaruh terhadap

keberhasilan suatu pengobatan. Hasil terapi

tidak akan mencapai tingkat optimal tanpa

adanya kesadaran diri pasien itu sendiri,

bahkan dapat mengakibatkan kegagalan terapi,

serta dapat pula menimbulkan komplikasi yang

sangat merugikan penderita dan pada akhirnya

Page 3: Jurnal Ilmu Keperawatan (4.1) 2016 ISSN : 2338-6371 Mursal ...

Jurnal Ilmu Keperawatan (4.1) 2016

ISSN : 2338-6371 Mursal

60

akan berakibat fatal (Hussar, 1995 dalam

Pratiwi, 2011).

Penelitian yang dilakukan oleh Amaral et al

(2015) dengan jumlah sampel 537 orang

dewasa dengan penyakit kronis, didapatkan

hasil bahwa 44,3% kepatuhan rendah, 14,9%

kepatuhan tinggi dan 40,8% tingkat kepatuhan

sedang. Penelitian lainnya menunjukkan bahwa

25% pasien akan menggunakan obat dengan

cara yang dapat membahayakan kesehatan

pasien. Ketidakpatuhan dapat memperlama

masa sakit atau meningkatkan keparahan

penyakit (Aslam & Prayitno, 2003).

Salah satu cara untuk meningkatkan terapi

obat yang aman dan efektif yaitu pasien diberi

informasi yang cukup mengenai obat-obatan

dan penggunaannya. Pada pemberian

informasi obat ini terjadi suatu komunikasi

antara perawat dengan pasien dan merupakan

salah satu bentuk implementasi dari

Collaboration Intervention Care yang

dinamakan dengan konseling (Pratiwi, 2011).

Pada beberapa hasil penelitian menyebutkan

bahwa konseling akan meningkatkan

kepatuhan pasien yang dinilai dari

pengetahuan, sikap dan praktek (Mellen, Palla,

Goff, Bonds, (2004).

Dari hasil studi pendahuluan penulis di

Puskesmas Banda Sakti didapatkan informasi

bahwa penderita hipertensi umumnya berobat

ketika sudah mengalami gejala yang dapat

menggangu aktifitas sehari-hari seperti kaku

kuduk, sakit kepala dan menurunnya fungsi

penglihatan serta kebiasaan berobat secara

tidak teratur sesuai dengan anjuran dokter.

Biasanya penderita hipertensi berhenti minum

obat hipertensi ketika gejala yang

dirasakannnya berkurang tanpa ada instruksi

untuk menghentikan terapi. Maka dari itu

rumusan masalah dalam penelitian ini adalah

“Bagaimankah pengaruh konseling terhadap

kepatuhan berobat penderita hipertensi di

Kota Lhokseumawe”.

Metode

Penelitian ini menggunakan metode quasi

experimental design dengan rancangan

nonequivalent control group before-after

Design. Penelitian ini menggunakan control

group tetapi tanpa randomisasi. Kelompok

perlakuan maupun kelompok kontrol dipilih

secara non random (NR), selanjutnya sebelum

dan sesudah perlakuan dilakukan pengukuran

atau observasi terhadap kedua kelompok

tersebut.

Page 4: Jurnal Ilmu Keperawatan (4.1) 2016 ISSN : 2338-6371 Mursal ...

Jurnal Ilmu Keperawatan (4.1) 2016

ISSN : 2338-6371 Mursal

61

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini

adalah seluruh penderita hipertensi di Kota

Lhokseumawe yaitu sebanyak 7664 dengan

rata-rata kunjungan setiap bulannya sebanyak

262 orang.

Penentuan besarnya jumlahnya sampel dalam

penelitian ini dihitung dengan menggunakan

rumus Slovin sehingga diperoleh besarnya

sampel sebanyak 60 responden (30 responden

untuk setiap kelompok).

Pengumpulan data dilakukan dengan

menentukan responden yang akan diambil

sesuai dengan kriteria inklusi sampel yang telah

ditentukan. Instrument yang digunakan dalam

penelitian ini yaitu kuesioner MTA Scale berisi

tentang kepatuhan berobat penderita

hipertensi yang di adopsi dari Amaral et al

(2015).

Analisis data di interpretasi menggunakan

univariat, bivariat dan multivariat. Univariat

yaitu melihat distribusi persentase dari setiap

variabel, bivariat dengan menggunakan uji

statistik yaitu t dependen digunakan untuk

melihat kepatuhan berobat pretest dan

posttest sedangkan uji t independen untuk

melihat perbedaan kepatuhan berobat antara

kelompok intervensi dan kelompok kontrol.

Untuk multivariat menggunakan uji statistik

regresi logistik ganda yaitu untuk mendapatkan

variabel yang paling berpengaruh atau

menunjukkan peluang yang paling besar

terhadap kepatuhan berobat penderita

hipertensi.

Dalam pengambilan data peneliti mengikuti

langkah yang sesuai dengan etika penelitian,

peneliti menggunakan standar etika penelitian

berdasarkan komisi nasional etik penelitian

kesehatan (KENPK) dimana kelayakan

penelitian harus mempertimbangkan;

autonomy, anonymity, confidentially, non

maleficence dan justice (Depkes, 2005).

Sebelum melakukan pengumpulan data untuk

kelanjutan penelitian, peneliti telah lulus kajian

etik oleh komite etik penelitian keperawatan

pada Fakultas Keperawatan Universitas Syiah

Kuala.

Hasil

Penelitian ini dilaksanakan di Kota

Lhokseumawe pada 60 responden penderita

hipertensi yang dibagi dalam 2 (dua) kelompok

yaitu kelompok intervensi yang dimendapatkan

konseling dilakukan di Puskesmas Banda Sakti

dan kelompok kontrol yang tidak mendapatkan

konseling dilakukan di Puskesmas Muara Dua

mulai dari tanggal 31 Agustus – 18 September

2015.

Page 5: Jurnal Ilmu Keperawatan (4.1) 2016 ISSN : 2338-6371 Mursal ...

Jurnal Ilmu Keperawatan (4.1) 2016

ISSN : 2338-6371 Mursal

62

Tabel 1. Distribusi frekuensi responden kelompok intervensi dan kontrol berdasarkan data demografi (n=30)

No Variabel Intervensi Kontrol

F % F %

1 Umur a. 36 – 45 Tahun b. 46 – 55 Tahun c. > 56 Tahun

2

19 9

6.7

63.3 30

4

16 10

13.3 53.3 33.3

Total 30 100 30 100

2 Jenis Kelamin a. Laki-laki b. Perempuan

12 18

40 60

10 20

33.3 66.7

Total 30 100 30 100

3 Pendidikan a. SD b. SMP c. SMA d. PT

10 7 8 5

33.3 23.3 26.7 16.7

13 6 7 4

43.3 20

23.3 13.3

Total 30 100 30 100

4 Pekerjaaan a. Wiraswasta b. PNS c. IRT d. Pedagang e. Petani

5 4

13 3 5

16.7 13.3 43.3 10

16.7

6 3

16 1 4

20 10

53.3 3.3

13.3 Total 30 100 30 100

Berdasarkan diatas dapat disimpulkan bahwa

distribusi frekuensi data demografi responden

pada kelompok intervensi rata-rata berumur 46

– 55 tahun yaitu 19 orang (63.3%), untuk jenis

kelamin mayoritas perempuan yaitu 18 orang

(60%), mayoritas pendidikan responden SD

yaitu 10 orang (33.3%), dan mayoritas

pekerjaan responden sebagai IRT yaitu 13

orang (43.3%) (lampiran3). Sedangkan

distribusi frekuensi data demografi responden

pada kelompok kontrol rata-rata berumur 46 –

55 tahun yaitu 16 orang (53.3%), untuk jenis

kelamin mayoritas perempuan yaitu 20 orang

(66.7%), mayoritas pendidikan responden SD

yaitu 13 orang (43.3%) dan mayoritas

pekerjaan responden sebagai IRT yaitu 16

orang (53.3%).

Tabel 2. Distribusi frekuensi kepatuhan berobat pretest dan posttest kelompok intervensi & kontrol (n=30)

No Kepatuhan

Berobat

Intervensi Kontrol

Pretest Postest Pretest Postest

F % F % F % F %

1 Patuh 12 40 22 73.3 13 43.3 14 46.7

2 Tidak

Patuh

18 60 8 26.7 17 56.7 16 53.3

Total 30 100 30 100 30 100 30 100

Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan

bahwa pada kelompok intervensi mayoritas

penderita hipertensi yang tidak patuh berobat

sebelum diberikan konseling sebanyak 18

orang (60%) dan setelah diberikan konseling

mayoritas penderita hipertensi yang patuh

sebanyak 22 orang (73.3%). Sedangkan pada

kelompok kontrol dapat dilihat bahwa

mayoritas penderita hipertensi yang tidak

patuh sebelum diuji (pretest) sebanyak 17

orang (56.7%) dan mayoritas penderita

hipertensi yang tidak patuh setelah diuji

(posttest) sebanyak 16 orang (53.3%).

Hasil analisis bivariat data penelitian dengan

menggunakan uji statistik t dependen dan t

independen Untuk melihat pengaruh konseling

terhadap kepatuhan berobat.

Page 6: Jurnal Ilmu Keperawatan (4.1) 2016 ISSN : 2338-6371 Mursal ...

Jurnal Ilmu Keperawatan (4.1) 2016

ISSN : 2338-6371 Mursal

63

Tabel 3. Rata-rata kepatuhan berobat penderita hipertensi pada kelompok intervensi dan kontrol (n=30)

Variabel Mean SD SE Mean Prepost

SD Prepost

P Value

N

Intervensi

Kepatuhan berobat pre

1.60 0.498 0.091

0.333 0.661 0.000 30 Kepatuhan berobat post

1.27 0.450 0.082

Kontrol

Kepatuhan berobat pre

1.57 0.504 0.092

0.033 0.718 0.081 30 Kepatuhan berobat post

1.53 0.507 0.093

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa rata-rata

kepatuhan berobat kelompok intervensi pada

pengukuran sebelum diberikan konseling

adalah 1.60 dengan standar deviasi 0.498. Pada

pengukuran kedua rata-rata kepatuhan

berobat sesudah intervensi 1.27 dengan

standar deviasi 0.450. Terlihat bahwa nilai

mean perbedaan antara pengukuran pertama

dan kedua adalah 0.333 dengan standar deviasi

0.661. Hasil uji statistik didapatkan nilai Pvalue

0.000 (Pvalue < α = 0.05) berarti Ha diterima

maka dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh

konseling terhadap kepatuhan berobat

penderita hipertensi di Puskesmas Banda Sakti

Kota Lhokseumawe. Sedangkan pada kelompok

kontrol dapat dilihat bahwa rata-rata

kepatuhan berobat pada pengukuran pertama

adalah 1.57 dengan standar deviasi 0.504. Pada

pengukuran kedua rata-rata kepatuhan

berobat 1.53 dengan standar deviasi 0.507.

Terlihat bahwa nilai mean perbedaan antara

pengukuran pertama dan kedua adalah 0.033

dengan standar deviasi 0.718. Hasil uji statistik

didapatkan nilai Pvalue 0.801 (Pvalue > α = 0.05)

berarti Ho diterima sehingga dapat disimpulkan

bahwa tidak ada pengaruh konseling terhadap

kepatuhan berobat penderita hipertensi di

Puskesmas Muara Dua Kota Lhokseumawe

Tabel 4. Rata-rata kepatuhan berobat penderita hipertensi antara kelompok intervensi dan kontrol (n=30)

Kepatuhan

Berobat Mean SD SE

Mean Defference

P

Value N

Patuh 1.36 0.49 0.13 0.17 0.003

30

30 Tidak Patuh 1.19 0.40 0.10

Dari tabel diatas didapatkan hasil bahwa rata-

rata penderita hipertensi yang patuh berobat

hipertensi adalah 1.36 dengan standar deviasi

0.49, sedangkan rata-rata penderita hipertensi

yang tidak patuh berobat hipertensi adalah

1.19 dengan standar deviasi 0.40. Hasil uji

statistik didapatkan nilai Pvalue =0.003 (p <

α=0.05) dan perbedaan nilai rata-rata kedua

kelompok 0.17 sehingga dapat disimpulkan

bahwa ada perbedaan kepatuhan berobat

penderita hipertensi antara kelompok

intervensi dan kelompok kontrol.

Hasil analisis multivariat dalam penelitian ini

untuk melihat variabel counfounding yang

mempengaruhi kepatuhan berobat penderita

Page 7: Jurnal Ilmu Keperawatan (4.1) 2016 ISSN : 2338-6371 Mursal ...

Jurnal Ilmu Keperawatan (4.1) 2016

ISSN : 2338-6371 Mursal

64

hipertensi yaitu umur, jenis kelamin,

pendidikan dan konseling.

Tabel 5. Analisis regresi logistik ganda terhadap variabel confounding kepatuhan berobat penderita hipertensi

Semua variabel confounding dimasukkan

secara simultan yaitu umur, jenis kelamin dan

konseling yang telah memenuhi syarat sebagai

kandidat untuk diuji dengan nilai kurang dari <

0,25. Secara regresi logistik ganda diperoleh

hasil sebagai berikut ; konseling dengan nilai

Pvalue = 0,031 dengan nilai OR= 3.88 yang berarti

bahwa penderita hipertensi yang mendapat

konseling memiliki peluang 3.88 kali untuk

patuh berobat dibandingkan dengan penderita

hipertensi yang tidak mendapat konseling.

Setelah dilakukan analisis terhadap variabel

confounding tersebut, didapatkan bahwa

konseling merupakan variabel confounding

yang paling mempengaruhi kepatuhan berobat

penderita hipertensi dibandingkan dengan

variabel lainnya. Dari hasil tersebut, maka

model regresi logistik ganda diatas dapat

dijelaskan bahwa kelompok yang mendapat

konseling mempunyai peluang 3.8 kali untuk

patuh berobat dibandingkan dengan kelompok

kontrol.

Pembahasan

Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa

kelompok yang diberi konseling memiliki

kepatuhan yang baik untuk berobat

dibandingkan dengan kelompok yang tidak

diberikan konseling. Konseling merupakan

salah satu intervensi yang dapat digunakan

untuk meningkatkan kepatuhan berobat

penderita hipertensi. Salah satu mamfaat dari

konseling adalah meningkatkan kepatuhan

berobat penderita hipertensi disamping itu

juga penderita mendapatkan informasi

tambahan tentang penyakitnya yang tidak

diperolehnya dari dokter saat berobat atau

tidak sempat bertanya atau tidak dapat

mengungkapakan apa yang ingin ditanyakan

saat berobat.

Hasil penelitian Kressin et al (2007) bahwa

metode konseling dapat meningkatkan

kepatuhan berobat penderita hipertensi

sehingga meningkatkan keyakinan /

B S.E. Wald Df Sig. Exp(B)

Step 1a Umur (1) 1.009 .503 4.035 1 .045 2.777

Jk (1) 1.002 .425 5.562 1 .018 2.726

Konseling (1) 1.358 .655 4.691 1 .031 3.889

Constant -1.175 .923 1.659 1 .188 .610

Page 8: Jurnal Ilmu Keperawatan (4.1) 2016 ISSN : 2338-6371 Mursal ...

Jurnal Ilmu Keperawatan (4.1) 2016

ISSN : 2338-6371 Mursal

60

kepercayaan pasien untuk berobat dan

mengontrol tekanan darah secara teratur

seiring dengan peningkatan pemahaman yang

mereka miliki. Peningkatan pengetahuan,

sikap positif dan kepatuhan berobat penderita

hipertensi dapat diwujudkan dengan

pemberian konseling. Hal ini sesuai dengan

yang dikemukanan oleh Corones, (2009)

bahwa kebutuhan informasi pada pasien yang

sedang menjalankan pengobatan sangat tinggi

terutama informasi atau konseling kesehatan

mengenai perawatan dan pengobatan

hipertensi. Menurut WHO (2003) kepatuhan

merupakan fenomena multidimensi yang

ditentukan oleh 5 (lima) faktor yang saling

terkait, yaitu social ekonomi, sistem kesehatan,

faktor terapi, kondisi penyakit dan pasien.

Menurut Pratiwi (2011) bahwa pasien yang

mendapat konseling akan terjadi peningkatan

pengetahuan karena diberikan informasi

tentang penyakit yang dideritanya dengan jelas

meliputi pengertian, tanda dan gejala,

pengobatan dan efek samping dari

ketidakpatuhan berobat. Hal ini sesuai dengan

teori edukasi yang mengatakan bahwa

konseling harus bertujuan untuk mendidik

pasien sehingga akan meningkatkan

pengetahuan (Rantucci, 2007). Pengetahun

merupakan hasil penginderaan manusia atau

hasil tahu seseorang terhadap objek melalui

indera yang dimilikinya. Pengetahuan tidak

hanya didapat secara formil melainkan juga

diperoleh dari pengalaman. Pengetahuan

penderita hipertensi akan sangat berpengaruh

pada sikap untuk patuh berobat karena

semakin tinggi pengetahuan yang dimiliki oleh

penderita akan semakin tinggi pula kesadaran

atau keinginan untuk bisa sembuh dengan cara

patuh berobat secara teratur sehingga

harapannya dapat terjadi perubahan perilaku

individu (Notoatmodjo, 2005).

Suatu perilaku juga dipengaruhi oleh keyakinan

bahwa perilaku tersebut akan membawa hasil

yang diinginkan atau tidak diinginkan yang

bersifat normatif dan memotivasi untuk

bertindak sesuai dengan harapan. Harapan

normatif tersebut membentuk norma subjektif

pada diri individu. Hal ini ditentukan oleh

pengalaman orang disekitar serta individu

mengenai seberapa sulit dan mudahnya

merubah perilaku.

Menurut Hashmi (2007), ada beberapa faktor

yang berhubungan dengan kepatuhan berobat

penderita hipertensi usia, jenis kelamin,

pendidikan, status sosial ekonomi, dan

penyakit kronis. Usia sangat mempengaruhi

tinggat kepatuhan berobat dan pasien lanjut

Page 9: Jurnal Ilmu Keperawatan (4.1) 2016 ISSN : 2338-6371 Mursal ...

Jurnal Ilmu Keperawatan (4.1) 2016

ISSN : 2338-6371 Mursal

61

usia lanjut memiliki tingkat kepatuhan yang

lebih tinggi dibandingkan dengan usia dewasa.

Hal ini menunjukkan bahwa semakin

bertambahnya usia, semakin besar resiko

mengalami hipertensi. Usia merupakan faktor

resiko yang tidak dapat dimodifikasi. Dengan

bertambahnya usia, arteri kehilangan

elastisitas atau kelenturan (Staessen et al,

2003). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian

yang dilakukan oleh Sugihartono dkk (2003)

bahwa kejadian hipertensi berbanding lurus

dengan peningkatan usia seiring dengan

pembuluh darah arteri kehilangan elastisitas

atau kelenturan seiring dengan bertambahnya

usia, kebanyakan orang mengalami

peningkatan tekanan darah ketika berusia 50-

60 tahun keatas. Menurut Nursalam (2002)

menyatakan bahwa semakin cukup usia

seseorang, tingkat kematangan dan

kemampuan seseorang dalam berfikir akan

lebih baik. Namun demikian tingkat

kemenangan dan berfikir seseorang juga dapat

dipengaruhi oleh pengalaman dan informasi-

informasi dalam kehidupan sehari-hari.

Menurut Drevenhorn (2012) mengatakan

bahwa laki-laki mempunyai resiko lebih tinggi

mengalami gangguan sistem kardiovaskular

dibandingkan dengan perempuan. Hipertensi

bisa dipicu oleh konsumsi makanan yang tinggi

lemak karena lebih banyak disukai oleh orang,

sehingga hipertensi memiliki peluang terjangkit

pada semua individu. Hal ini sesuai dengan

hasil penelitian Azlin et al (2007) bahwa jenis

kelamin merupakan faktor yang mempengaruhi

kepatuhan berobat dan kepatuhan pasien

perempuan lebih tinggi dari pada laki-laki. Jenis

kelamin perempuan memang lebih dominan

dibandingkan dengan laki-laki, hal ini dapat

dihubungkan dengan perubahan faktor

hormonal pada tubuh perempuan yaitu

terjadinya penurunan perbandingan estrogen

dan androgen yang menyebabkan peningkatan

renin sehingga dapat memicu peningkatan

tekanan darah disamping itu juga peningkatan

lemak dalam tubuh atau obesitas akibat

kurangnya aktifitas kaum perempuan dan lebih

sering menghabiskan waktu bersantai dirumah

(Junaidi, 2010). Akan tetapi menurut hasil

penelitian Amaral et al (2015) mengatakan

bahwa perempuan lebih patuh berobat

hipertensi dibandingkan dengan laki-laki

walaupun dari hasil statistik tidak menunjukkan

perbedaan yang signifikan.

Berbagai hasil penelitian menyebutkan bahwa

pria umumnya lebih mudah terserang

hipertensi dibandingkan dengan perempuan.

Faktor yang sangat berperan adalah gaya

hidup pria yang rata-rata lebih tidak terkontrol

Page 10: Jurnal Ilmu Keperawatan (4.1) 2016 ISSN : 2338-6371 Mursal ...

Jurnal Ilmu Keperawatan (4.1) 2016

ISSN : 2338-6371 Mursal

62

dibandingkan dengan wanita misalnya

kebiasaan merokok, bergadang, stress kerja,

hingga pola makan yang tidak teratur.

Sedangkan wanita, rata-rata akan mengalami

peningkatan resiko hipertensi setelah

mengalami masa menopause atau diatas usia

45 tahun (Hashmi, 2007).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas

responden berpendidikan rendah cenderung

untuk patuh berobat hipertensi sehingga

mempunyai kontradiktif dengan hasil

penelitian yang dikemukan oleh Sugihartono

dkk (2003) bahwa tingkat pendidikan dapat

mempengaruhi kemampuan dan pengetahuan

seseorang dalam menerapkan perilaku hidup

sehat, terutama mencegah penyakit hipertensi.

Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang

maka semakin tinggi pula kemampuan

seseorang dalam menjaga pola hidup agar

tetap sehat. Menurut Nursalam (2002) bahwa

semakin tinggi pendidikan seseorang, maka

akan semakin mudah menerima informasi

sehingga dapat meningkatkan pengetahuan

yang dimiliki seseorang. Seseorang yang

berpendidikan tinggi akan lebih mudah

menyerap informasi dan akan memiliki

pengetahuan yang lebih baik dari pada

seseorang yang berpendidikan rendah sehingga

dapat meningkatkan kepatuhan berobat.

Menurut Mubarak, dkk (2006) bahwa

pendidikan akan menetukan tingkat

pengetahuan seseorang apakah dia akan patuh

atau tidak patuh terhadap pengobatan yang

sedang dijalani akan menimbulakn

keyakinan/perilaku pada dirinya untuk

mematuhinya. Dengan adanya perbedaan

tingkat pendidikan secara langsung maupun

tidak langsung akan mempengaruhi pola pikir

seseorang. Sudut pandang dan penerimaan

klien terhadap tindakan-tindakan pengobatan

yang diterimanya akan mempengaruhi sikap

dokter atau perawat sebagai pemberi

pelayanan dalam menyampaikan informasi

kepada klien yang tentunya disesuaikan

dengan tingkat pendidikan yang dimilikinya.

Berdasarkan hasil penelitian diatas peneliti

berasumsi bahwa pendidikan penderita bukan

merupakan faktor yang dapat mempengaruhi

kepatuhan berobat penderita hipertensi akan

tetapi tersedianya waktu luang yang

menyebabkan penderita patuh berobat sesuai

dengan waktu yang ditentukan disamping juga

mayoritas pekerjaan responden di lokasi

penelitian adalah sebagai ibu rumah tangga.

Perawat sebagai tenaga kesehatan dalam

melakukan home visit diharapkan memberikan

Page 11: Jurnal Ilmu Keperawatan (4.1) 2016 ISSN : 2338-6371 Mursal ...

Jurnal Ilmu Keperawatan (4.1) 2016

ISSN : 2338-6371 Mursal

63

konseling dan pendidikan kesehatan tentang

hipertensi serta mengajarkan penderita untuk

berperilaku sehat seperti diet rendah garam,

aktivitas fisik dan rutin mengontrol tekanan

darah. Untuk mencapai tujuan tersebut

diperlukan dukungan sosial keluarga yang baik.

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Dossey

(2005) bahwa dalam proses penyembuhan dan

pemulihan pasien perlu diperhatikan manusia

secara menyeluruh yaitu bio, psiko,

sosialkultural dan spiritual.

Kesimpulan

Kelompok intervensi lebih patuh berobat

hipertensi dibandingkan dengan dengan

kontrol, hal ini dapat dilihat bahwa intervensi

konseling merupakan sebuah tindakan atau

program untuk dapat meningkatkan kepatuhan

berobat penderita hipertensi.

Ucapan Terima Kasih

Ucapan terima kasih untuk penderita

hipertensi yang berobat di wilayah kerja

Puskesmas Banda Sakti dan Puskesmas Muara

Dua Kota Lhokseumawe yang telah

berpartisipasi penuh dalam penelitian ini.

Referensi

Amaral, O. Chaves, C. Duarte. J, Countinho. E, Nelas. P, Preto. O. 2015. Treatment Adherence in Hypertensive Patients. Elsevier. Heath School of Viseu. Portugal.

Annisa, F. 2014. Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Berobat Hipertensi Pada Lansia di Puskesmas Pattingalloang Kota Makassar. FKM Unhas. Makassar.

Aslam, M. Tan, C.K. & Prayitno, A. 2003. Farmasi Klinis. Jakarta: PT Elex Media Komputind.

Azli, B. Hatta, S. Norzila, Z & Sharifa, E.W.P. 2007. Health Locus of Control Among Non –compliance Hypertensive Patients Undergoing Pharmocotherapy. Malysia Journal Of Psychiatry. Volume 16 . Number 1. P20-39.

Corones, K. Flona, M. C, Karen, A 2009. Theobald. Exploring the Information Needs of Patients. British Journal of Nursing. 4(3). Page : 123-130

Depkes. 2005. Sosiallisasi (KNEPK) Komisi Nasional Etik Penelitian Kesehatan. Jakarta. Departemen Kesehatan RI

Depkes, 2006. Pedoman Teknis Penemuan Dan Tatalaksana Penyakit Hipertensi. Edisi 2. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Dinkes, 2015. Penyakit Tidak Menular : Prevelensi Hipertensi di Kota Lhokseumawe. Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe

Drawz, P. E, Bocirnea. C, Greer. B. K, Kim. J, Rader. F, Murray. P. 2009. Hypertension Guideline Adherence Among Nursing Home Patients. Society of General Internal Medicine. 24(4):499–503.

Page 12: Jurnal Ilmu Keperawatan (4.1) 2016 ISSN : 2338-6371 Mursal ...

Jurnal Ilmu Keperawatan (4.1) 2016

ISSN : 2338-6371 Mursal

64

Drevenhorn, E. 2012. Counseling Patients With Hypertension at Health Centres – a Nursing Pespektif. Goteborg University.

Dossey, B.M, Keegan, L., Guzzeta, C. (2005). Holistic Nursing ; A Handbook For Practice. Four Edition. Jones and Bartlett Pulishers : Canada.

Hartley, M & Repede, E. 2011. Nurse Practioner Communication And Treatment Adherence in Hypertensive Patients. The Journal for Nurse Practioner. American College Of Nurse Practioner. Volume 7

Hashmi, S. K, Afridi. M. B, Abbas. K, Sajwani. A. R, Saleheen. D, Frossard. M. P, Ishaq. M, Ambreen. A, Ahmad. U. 2007. Factor Associated With Adherence to Anti –Hypertensive Treatmen in Pakistan. Plos ONE. Pakistan.

Junaidi, I. 2010. Hipertensi : Pengenalan, Pencegahan dan Pengobatan. PT. Bhuana Ilmu Populer : Jakarta.

Kressin, N.R, Wang. F, Long. J, Bokhour. G. B, Orner. B. M, Rothendler. J, Clark. C, Pharm, Reddy. S, Kozak. W, Kroupa. P. L, Berlowitz. R. 2007. Hypertensive Patients’ Race, Health Beliefs, Process of Care, and Medication Adherence.Society of General Internal Medicine. 22: 768-774. JGIM

Mellen, P. B., Palla, S. L., Goff, D. C., Bonds, D. E. 2004. Prevalence of Nutrition and Exercise Counseling for Patients With Hypertension. J. Gen Intern Med, 19, 917-924.

Notoatmodjo, S 2005. Teori dan aplikasi promosi kesehatan. PT Rineka Cipta : Jakarta.

Nursalam. 2002. Manajemen Keperawatan, Aplikasi Dalam Praktik Keperawatan Profesional. Salemba Medika : Jakarta.

Onzenoort, H.A.W. 2010. Assesing Medication Adherence Simultaneously by Electronic Monitoring and Pill Count in Patients With Mild to Moderate Hypertension. USA : American Journal of Hypertension. 23, 149-154.

Riskesdas. 2013. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta. Kementrian Kesehatan RI.

Pratiwi, D. 2011. Pengaruh Konseling Terhadap Kepatuhan Pasien Hipertensi di Poliklnik Khusus RSUP dr. Djamil Padang. Universitas Andalas. Padang.

Rantucci, M. J. 2007. Komunkasi Apoteker-Pasien. Edisi 2. EGC : Jakarta.

Staessen, J.A, Wang. J, Bianchi, G. & Birkenhager, W.H. 2003. Essential Hypertension. The Lancet. Volume 361, 1629-1641.

Sugihartono, A, dkk. 2003. Faktor-faktor Resiko Hipertensi Grade II Pada Masyarakat (Studi Kasus di Kabupaten Karang Anyar). Volume 6. Diakses pada September 2015 dari http/:www.eprints.undip.ac.id

WHO. 2003. Adherence to Long Term Therapies

: Evidence for Action. p27-36. World Health Organization : Switzerland.

WHO. 2011. Prevelensi Hipertensi di Dunia. http//:www.google.com. Diakses 12 April 2015.