Jurnal Ilmu Keperawatan (4.1) 2016 ISSN : 2338-6371 Mursal ...
Transcript of Jurnal Ilmu Keperawatan (4.1) 2016 ISSN : 2338-6371 Mursal ...
Jurnal Ilmu Keperawatan (4.1) 2016
ISSN : 2338-6371 Mursal
59
Konseling Terhadap Kepatuhan Berobat Penderita Hipertensi Counseling toward Medication Adherence of Hypertensive Patient
Mursal
Magister Keperawatan, Program Pascasarjana, Universitas Syiah Kuala
Abstrak
Hipertensi merupakan penyakit kronis dan tidak menular akan tetapi dapat menyebabkan kematian. Kepatuhan berobat sangat diperlukan bagi penderita hipertensi untuk meminimalkan resiko komplikasi yang ditimbulkan. Metode penelitian quasi experimental design dengan rancangan nonequivalent control group before-after Design. Kelompok perlakuan maupun kelompok kontrol dipilih secara non random (NR). Besarnya sampel dalam penelitian ini adalah 60 reponden (30 responden untuk setiap kelompok). Kelompok intervensi diberikan konseling dengan frekuensi 3 (tiga) kali seminggu selama 3 (tiga) sedangkan kelompok kontrol tidak dilakukan. Kepatuhan berobat diukur dengan menggunakan kuisioner MTA (Measurement Treatment Adherence) Scale. Hasil penelitian dengan menggunakan tiga analisis data yaitu univariat ;
pada kelompok intervensi mayoritas penderita hipertensi tidak patuh berobat sebelum diberikan konseling sebanyak 18
orang (60%) dan setelah diberikan konseling mayoritas penderita hipertensi yang patuh sebanyak 22 orang (73.3%). Sedangkan pada kelompok kontrol dapat dilihat bahwa mayoritas penderita hipertensi yang tidak patuh sebelum diuji (pretest) sebanyak 17 orang (56.7%) dan mayoritas penderita hipertensi yang tidak patuh setelah diuji (posttest) sebanyak 16 orang (53.3%). Bivariat ; ada pengaruh konseling terhadap kepatuhan berobat penderita hipertensi. Multivariat ; Konseling merupakan variabel yang paling mempengaruhi terhadap kepatuhan berobat penderita hipertensi.
Kata Kunci: Hipertensi, Konseling, Kepatuhan Berobat.
Abstract Although hypertension may be seen as a chronic and non infectious disease, it can cause mortality. Adhering to medication is very required for hypertensive patients so as to reduce the risk of complication caused by the hypertension. A quasi experimental technique was used under the premise of nonequivalent control group that is before and after design. The sample was 60 respondents categorized into two different groups. In the experimental group, the counseling was done three times a week with the duration of one week meanwhile in the control group the treatment was not given. The medication adherence was measured by using the scale made upon MTA (Measurement Treatment Adherence) questionnaire. Three analyses were used in this research. Univariate; In the intervention group, the majority of non adherence hypertensive patient who were 18 people (60%) took the medication prior to the counseling. After the counseling, the number of adherence patients was exceeded to 22 people (73.3%). On contrary, the majority of patient in the control group before the treatment (pretest) was 17 people (56.7%) and was dwindle to 16 patients or 53.3 % after the posttest had been performed. Referring to the bivariat analysis, it showed that there was an effect of counseling toward the medication adherence. Multivariate analysis indicated that counseling was a considerably confounding variable.
Key Word : Hypertension, Counseling, Medication Adherence.
Korespondensi:
* Mursal, Magister Keperawatan, Program Pascasarjana, Universitas Syiah Kuala,
.. Darussalam, Banda Aceh, Email:[email protected]
Jurnal Ilmu Keperawatan (4.1) 2016
ISSN : 2338-6371 Mursal
60
Latar Belakang
Hipertensi atau tekanan darah tinggi
merupakan penyakit kronis dan tidak menular
yang menjadi masalah kesehatan masyarakat
global karena prevalensi yang tinggi dan risiko
bersamaan untuk penyakit kardiovaskular dan
ginjal. Saat ini, lebih dari 25% dari populasi
dunia adalah hipertensi dengan perkiraan
bahwa persentase ini dapat meningkat menjadi
29% pada tahun 2025 (Amaral et al, 2015).
Menurut World Health Organization (2011),
dari 50% penderita hipertensi yang diketahui
hanya 25% yang mendapat pengobatan dan
hanya 12,5% yang diobati dengan baik.
Diperkirakan pada tahun 2025 jumlah kasus
hipertensi terutama dinegara berkembang
akan mengalami peningkatan sekitar 80% dari
639 juta kasus pada tahun 2000 dan menjadi
1,15 milyar kasus seiring dengan pertambahan
jumlah penduduk. Jumlah penderita hipertensi
secara nasional mengalami penurunan sebesar
25,8% dari 31,7% pada tahun 2007 (Riskesdas,
2013).
Di provinsi Aceh jumlah penderita hipertensi
mengalami peningkatan sebesar 12,6 % pada
tahun 2007 menjadi 21,5% pada tahun 2013. Di
Lhokseumawe pada tahun 2014 jumlah kasus
hipertensi sebanyak 7664 dengan 3582 kasus
pada laki-laki dan 4082 kasus pada perempuan.
Puskesmas Banda Sakti memiliki jumlah kasus
hipertensi pada tahun 2014 sebesar 3143
kasus, dimana kasus tersebut menempati
peringkat pertama dari 10 kasus penyakit tidak
menular lainnnya
Penderita hipertensi merupakan salah satu
pasien yang harus diberikan konseling agar
patuh terhadap pengobatan yang dijalani,
karena hipertensi merupakan penyakit yang
secara pelan-pelan dapat menimbulkan
kematian karena payah jantung, infark
miokard, stroke atau gagal ginjal. Dengan
demikian pemeriksaan tekanan darah secara
teratur memiliki arti penting dalam perawatan
hipertensi (Onzenoort, 2010).
Kepatuhan menjalani pengobatan sangat
diperlukan untuk mengontrol tekanan darah
serta mencegah terjadinya komplikasi.
Kepatuhan pasien berpengaruh terhadap
keberhasilan suatu pengobatan. Hasil terapi
tidak akan mencapai tingkat optimal tanpa
adanya kesadaran diri pasien itu sendiri,
bahkan dapat mengakibatkan kegagalan terapi,
serta dapat pula menimbulkan komplikasi yang
sangat merugikan penderita dan pada akhirnya
Jurnal Ilmu Keperawatan (4.1) 2016
ISSN : 2338-6371 Mursal
60
akan berakibat fatal (Hussar, 1995 dalam
Pratiwi, 2011).
Penelitian yang dilakukan oleh Amaral et al
(2015) dengan jumlah sampel 537 orang
dewasa dengan penyakit kronis, didapatkan
hasil bahwa 44,3% kepatuhan rendah, 14,9%
kepatuhan tinggi dan 40,8% tingkat kepatuhan
sedang. Penelitian lainnya menunjukkan bahwa
25% pasien akan menggunakan obat dengan
cara yang dapat membahayakan kesehatan
pasien. Ketidakpatuhan dapat memperlama
masa sakit atau meningkatkan keparahan
penyakit (Aslam & Prayitno, 2003).
Salah satu cara untuk meningkatkan terapi
obat yang aman dan efektif yaitu pasien diberi
informasi yang cukup mengenai obat-obatan
dan penggunaannya. Pada pemberian
informasi obat ini terjadi suatu komunikasi
antara perawat dengan pasien dan merupakan
salah satu bentuk implementasi dari
Collaboration Intervention Care yang
dinamakan dengan konseling (Pratiwi, 2011).
Pada beberapa hasil penelitian menyebutkan
bahwa konseling akan meningkatkan
kepatuhan pasien yang dinilai dari
pengetahuan, sikap dan praktek (Mellen, Palla,
Goff, Bonds, (2004).
Dari hasil studi pendahuluan penulis di
Puskesmas Banda Sakti didapatkan informasi
bahwa penderita hipertensi umumnya berobat
ketika sudah mengalami gejala yang dapat
menggangu aktifitas sehari-hari seperti kaku
kuduk, sakit kepala dan menurunnya fungsi
penglihatan serta kebiasaan berobat secara
tidak teratur sesuai dengan anjuran dokter.
Biasanya penderita hipertensi berhenti minum
obat hipertensi ketika gejala yang
dirasakannnya berkurang tanpa ada instruksi
untuk menghentikan terapi. Maka dari itu
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
“Bagaimankah pengaruh konseling terhadap
kepatuhan berobat penderita hipertensi di
Kota Lhokseumawe”.
Metode
Penelitian ini menggunakan metode quasi
experimental design dengan rancangan
nonequivalent control group before-after
Design. Penelitian ini menggunakan control
group tetapi tanpa randomisasi. Kelompok
perlakuan maupun kelompok kontrol dipilih
secara non random (NR), selanjutnya sebelum
dan sesudah perlakuan dilakukan pengukuran
atau observasi terhadap kedua kelompok
tersebut.
Jurnal Ilmu Keperawatan (4.1) 2016
ISSN : 2338-6371 Mursal
61
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini
adalah seluruh penderita hipertensi di Kota
Lhokseumawe yaitu sebanyak 7664 dengan
rata-rata kunjungan setiap bulannya sebanyak
262 orang.
Penentuan besarnya jumlahnya sampel dalam
penelitian ini dihitung dengan menggunakan
rumus Slovin sehingga diperoleh besarnya
sampel sebanyak 60 responden (30 responden
untuk setiap kelompok).
Pengumpulan data dilakukan dengan
menentukan responden yang akan diambil
sesuai dengan kriteria inklusi sampel yang telah
ditentukan. Instrument yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu kuesioner MTA Scale berisi
tentang kepatuhan berobat penderita
hipertensi yang di adopsi dari Amaral et al
(2015).
Analisis data di interpretasi menggunakan
univariat, bivariat dan multivariat. Univariat
yaitu melihat distribusi persentase dari setiap
variabel, bivariat dengan menggunakan uji
statistik yaitu t dependen digunakan untuk
melihat kepatuhan berobat pretest dan
posttest sedangkan uji t independen untuk
melihat perbedaan kepatuhan berobat antara
kelompok intervensi dan kelompok kontrol.
Untuk multivariat menggunakan uji statistik
regresi logistik ganda yaitu untuk mendapatkan
variabel yang paling berpengaruh atau
menunjukkan peluang yang paling besar
terhadap kepatuhan berobat penderita
hipertensi.
Dalam pengambilan data peneliti mengikuti
langkah yang sesuai dengan etika penelitian,
peneliti menggunakan standar etika penelitian
berdasarkan komisi nasional etik penelitian
kesehatan (KENPK) dimana kelayakan
penelitian harus mempertimbangkan;
autonomy, anonymity, confidentially, non
maleficence dan justice (Depkes, 2005).
Sebelum melakukan pengumpulan data untuk
kelanjutan penelitian, peneliti telah lulus kajian
etik oleh komite etik penelitian keperawatan
pada Fakultas Keperawatan Universitas Syiah
Kuala.
Hasil
Penelitian ini dilaksanakan di Kota
Lhokseumawe pada 60 responden penderita
hipertensi yang dibagi dalam 2 (dua) kelompok
yaitu kelompok intervensi yang dimendapatkan
konseling dilakukan di Puskesmas Banda Sakti
dan kelompok kontrol yang tidak mendapatkan
konseling dilakukan di Puskesmas Muara Dua
mulai dari tanggal 31 Agustus – 18 September
2015.
Jurnal Ilmu Keperawatan (4.1) 2016
ISSN : 2338-6371 Mursal
62
Tabel 1. Distribusi frekuensi responden kelompok intervensi dan kontrol berdasarkan data demografi (n=30)
No Variabel Intervensi Kontrol
F % F %
1 Umur a. 36 – 45 Tahun b. 46 – 55 Tahun c. > 56 Tahun
2
19 9
6.7
63.3 30
4
16 10
13.3 53.3 33.3
Total 30 100 30 100
2 Jenis Kelamin a. Laki-laki b. Perempuan
12 18
40 60
10 20
33.3 66.7
Total 30 100 30 100
3 Pendidikan a. SD b. SMP c. SMA d. PT
10 7 8 5
33.3 23.3 26.7 16.7
13 6 7 4
43.3 20
23.3 13.3
Total 30 100 30 100
4 Pekerjaaan a. Wiraswasta b. PNS c. IRT d. Pedagang e. Petani
5 4
13 3 5
16.7 13.3 43.3 10
16.7
6 3
16 1 4
20 10
53.3 3.3
13.3 Total 30 100 30 100
Berdasarkan diatas dapat disimpulkan bahwa
distribusi frekuensi data demografi responden
pada kelompok intervensi rata-rata berumur 46
– 55 tahun yaitu 19 orang (63.3%), untuk jenis
kelamin mayoritas perempuan yaitu 18 orang
(60%), mayoritas pendidikan responden SD
yaitu 10 orang (33.3%), dan mayoritas
pekerjaan responden sebagai IRT yaitu 13
orang (43.3%) (lampiran3). Sedangkan
distribusi frekuensi data demografi responden
pada kelompok kontrol rata-rata berumur 46 –
55 tahun yaitu 16 orang (53.3%), untuk jenis
kelamin mayoritas perempuan yaitu 20 orang
(66.7%), mayoritas pendidikan responden SD
yaitu 13 orang (43.3%) dan mayoritas
pekerjaan responden sebagai IRT yaitu 16
orang (53.3%).
Tabel 2. Distribusi frekuensi kepatuhan berobat pretest dan posttest kelompok intervensi & kontrol (n=30)
No Kepatuhan
Berobat
Intervensi Kontrol
Pretest Postest Pretest Postest
F % F % F % F %
1 Patuh 12 40 22 73.3 13 43.3 14 46.7
2 Tidak
Patuh
18 60 8 26.7 17 56.7 16 53.3
Total 30 100 30 100 30 100 30 100
Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan
bahwa pada kelompok intervensi mayoritas
penderita hipertensi yang tidak patuh berobat
sebelum diberikan konseling sebanyak 18
orang (60%) dan setelah diberikan konseling
mayoritas penderita hipertensi yang patuh
sebanyak 22 orang (73.3%). Sedangkan pada
kelompok kontrol dapat dilihat bahwa
mayoritas penderita hipertensi yang tidak
patuh sebelum diuji (pretest) sebanyak 17
orang (56.7%) dan mayoritas penderita
hipertensi yang tidak patuh setelah diuji
(posttest) sebanyak 16 orang (53.3%).
Hasil analisis bivariat data penelitian dengan
menggunakan uji statistik t dependen dan t
independen Untuk melihat pengaruh konseling
terhadap kepatuhan berobat.
Jurnal Ilmu Keperawatan (4.1) 2016
ISSN : 2338-6371 Mursal
63
Tabel 3. Rata-rata kepatuhan berobat penderita hipertensi pada kelompok intervensi dan kontrol (n=30)
Variabel Mean SD SE Mean Prepost
SD Prepost
P Value
N
Intervensi
Kepatuhan berobat pre
1.60 0.498 0.091
0.333 0.661 0.000 30 Kepatuhan berobat post
1.27 0.450 0.082
Kontrol
Kepatuhan berobat pre
1.57 0.504 0.092
0.033 0.718 0.081 30 Kepatuhan berobat post
1.53 0.507 0.093
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa rata-rata
kepatuhan berobat kelompok intervensi pada
pengukuran sebelum diberikan konseling
adalah 1.60 dengan standar deviasi 0.498. Pada
pengukuran kedua rata-rata kepatuhan
berobat sesudah intervensi 1.27 dengan
standar deviasi 0.450. Terlihat bahwa nilai
mean perbedaan antara pengukuran pertama
dan kedua adalah 0.333 dengan standar deviasi
0.661. Hasil uji statistik didapatkan nilai Pvalue
0.000 (Pvalue < α = 0.05) berarti Ha diterima
maka dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh
konseling terhadap kepatuhan berobat
penderita hipertensi di Puskesmas Banda Sakti
Kota Lhokseumawe. Sedangkan pada kelompok
kontrol dapat dilihat bahwa rata-rata
kepatuhan berobat pada pengukuran pertama
adalah 1.57 dengan standar deviasi 0.504. Pada
pengukuran kedua rata-rata kepatuhan
berobat 1.53 dengan standar deviasi 0.507.
Terlihat bahwa nilai mean perbedaan antara
pengukuran pertama dan kedua adalah 0.033
dengan standar deviasi 0.718. Hasil uji statistik
didapatkan nilai Pvalue 0.801 (Pvalue > α = 0.05)
berarti Ho diterima sehingga dapat disimpulkan
bahwa tidak ada pengaruh konseling terhadap
kepatuhan berobat penderita hipertensi di
Puskesmas Muara Dua Kota Lhokseumawe
Tabel 4. Rata-rata kepatuhan berobat penderita hipertensi antara kelompok intervensi dan kontrol (n=30)
Kepatuhan
Berobat Mean SD SE
Mean Defference
P
Value N
Patuh 1.36 0.49 0.13 0.17 0.003
30
30 Tidak Patuh 1.19 0.40 0.10
Dari tabel diatas didapatkan hasil bahwa rata-
rata penderita hipertensi yang patuh berobat
hipertensi adalah 1.36 dengan standar deviasi
0.49, sedangkan rata-rata penderita hipertensi
yang tidak patuh berobat hipertensi adalah
1.19 dengan standar deviasi 0.40. Hasil uji
statistik didapatkan nilai Pvalue =0.003 (p <
α=0.05) dan perbedaan nilai rata-rata kedua
kelompok 0.17 sehingga dapat disimpulkan
bahwa ada perbedaan kepatuhan berobat
penderita hipertensi antara kelompok
intervensi dan kelompok kontrol.
Hasil analisis multivariat dalam penelitian ini
untuk melihat variabel counfounding yang
mempengaruhi kepatuhan berobat penderita
Jurnal Ilmu Keperawatan (4.1) 2016
ISSN : 2338-6371 Mursal
64
hipertensi yaitu umur, jenis kelamin,
pendidikan dan konseling.
Tabel 5. Analisis regresi logistik ganda terhadap variabel confounding kepatuhan berobat penderita hipertensi
Semua variabel confounding dimasukkan
secara simultan yaitu umur, jenis kelamin dan
konseling yang telah memenuhi syarat sebagai
kandidat untuk diuji dengan nilai kurang dari <
0,25. Secara regresi logistik ganda diperoleh
hasil sebagai berikut ; konseling dengan nilai
Pvalue = 0,031 dengan nilai OR= 3.88 yang berarti
bahwa penderita hipertensi yang mendapat
konseling memiliki peluang 3.88 kali untuk
patuh berobat dibandingkan dengan penderita
hipertensi yang tidak mendapat konseling.
Setelah dilakukan analisis terhadap variabel
confounding tersebut, didapatkan bahwa
konseling merupakan variabel confounding
yang paling mempengaruhi kepatuhan berobat
penderita hipertensi dibandingkan dengan
variabel lainnya. Dari hasil tersebut, maka
model regresi logistik ganda diatas dapat
dijelaskan bahwa kelompok yang mendapat
konseling mempunyai peluang 3.8 kali untuk
patuh berobat dibandingkan dengan kelompok
kontrol.
Pembahasan
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa
kelompok yang diberi konseling memiliki
kepatuhan yang baik untuk berobat
dibandingkan dengan kelompok yang tidak
diberikan konseling. Konseling merupakan
salah satu intervensi yang dapat digunakan
untuk meningkatkan kepatuhan berobat
penderita hipertensi. Salah satu mamfaat dari
konseling adalah meningkatkan kepatuhan
berobat penderita hipertensi disamping itu
juga penderita mendapatkan informasi
tambahan tentang penyakitnya yang tidak
diperolehnya dari dokter saat berobat atau
tidak sempat bertanya atau tidak dapat
mengungkapakan apa yang ingin ditanyakan
saat berobat.
Hasil penelitian Kressin et al (2007) bahwa
metode konseling dapat meningkatkan
kepatuhan berobat penderita hipertensi
sehingga meningkatkan keyakinan /
B S.E. Wald Df Sig. Exp(B)
Step 1a Umur (1) 1.009 .503 4.035 1 .045 2.777
Jk (1) 1.002 .425 5.562 1 .018 2.726
Konseling (1) 1.358 .655 4.691 1 .031 3.889
Constant -1.175 .923 1.659 1 .188 .610
Jurnal Ilmu Keperawatan (4.1) 2016
ISSN : 2338-6371 Mursal
60
kepercayaan pasien untuk berobat dan
mengontrol tekanan darah secara teratur
seiring dengan peningkatan pemahaman yang
mereka miliki. Peningkatan pengetahuan,
sikap positif dan kepatuhan berobat penderita
hipertensi dapat diwujudkan dengan
pemberian konseling. Hal ini sesuai dengan
yang dikemukanan oleh Corones, (2009)
bahwa kebutuhan informasi pada pasien yang
sedang menjalankan pengobatan sangat tinggi
terutama informasi atau konseling kesehatan
mengenai perawatan dan pengobatan
hipertensi. Menurut WHO (2003) kepatuhan
merupakan fenomena multidimensi yang
ditentukan oleh 5 (lima) faktor yang saling
terkait, yaitu social ekonomi, sistem kesehatan,
faktor terapi, kondisi penyakit dan pasien.
Menurut Pratiwi (2011) bahwa pasien yang
mendapat konseling akan terjadi peningkatan
pengetahuan karena diberikan informasi
tentang penyakit yang dideritanya dengan jelas
meliputi pengertian, tanda dan gejala,
pengobatan dan efek samping dari
ketidakpatuhan berobat. Hal ini sesuai dengan
teori edukasi yang mengatakan bahwa
konseling harus bertujuan untuk mendidik
pasien sehingga akan meningkatkan
pengetahuan (Rantucci, 2007). Pengetahun
merupakan hasil penginderaan manusia atau
hasil tahu seseorang terhadap objek melalui
indera yang dimilikinya. Pengetahuan tidak
hanya didapat secara formil melainkan juga
diperoleh dari pengalaman. Pengetahuan
penderita hipertensi akan sangat berpengaruh
pada sikap untuk patuh berobat karena
semakin tinggi pengetahuan yang dimiliki oleh
penderita akan semakin tinggi pula kesadaran
atau keinginan untuk bisa sembuh dengan cara
patuh berobat secara teratur sehingga
harapannya dapat terjadi perubahan perilaku
individu (Notoatmodjo, 2005).
Suatu perilaku juga dipengaruhi oleh keyakinan
bahwa perilaku tersebut akan membawa hasil
yang diinginkan atau tidak diinginkan yang
bersifat normatif dan memotivasi untuk
bertindak sesuai dengan harapan. Harapan
normatif tersebut membentuk norma subjektif
pada diri individu. Hal ini ditentukan oleh
pengalaman orang disekitar serta individu
mengenai seberapa sulit dan mudahnya
merubah perilaku.
Menurut Hashmi (2007), ada beberapa faktor
yang berhubungan dengan kepatuhan berobat
penderita hipertensi usia, jenis kelamin,
pendidikan, status sosial ekonomi, dan
penyakit kronis. Usia sangat mempengaruhi
tinggat kepatuhan berobat dan pasien lanjut
Jurnal Ilmu Keperawatan (4.1) 2016
ISSN : 2338-6371 Mursal
61
usia lanjut memiliki tingkat kepatuhan yang
lebih tinggi dibandingkan dengan usia dewasa.
Hal ini menunjukkan bahwa semakin
bertambahnya usia, semakin besar resiko
mengalami hipertensi. Usia merupakan faktor
resiko yang tidak dapat dimodifikasi. Dengan
bertambahnya usia, arteri kehilangan
elastisitas atau kelenturan (Staessen et al,
2003). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Sugihartono dkk (2003)
bahwa kejadian hipertensi berbanding lurus
dengan peningkatan usia seiring dengan
pembuluh darah arteri kehilangan elastisitas
atau kelenturan seiring dengan bertambahnya
usia, kebanyakan orang mengalami
peningkatan tekanan darah ketika berusia 50-
60 tahun keatas. Menurut Nursalam (2002)
menyatakan bahwa semakin cukup usia
seseorang, tingkat kematangan dan
kemampuan seseorang dalam berfikir akan
lebih baik. Namun demikian tingkat
kemenangan dan berfikir seseorang juga dapat
dipengaruhi oleh pengalaman dan informasi-
informasi dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Drevenhorn (2012) mengatakan
bahwa laki-laki mempunyai resiko lebih tinggi
mengalami gangguan sistem kardiovaskular
dibandingkan dengan perempuan. Hipertensi
bisa dipicu oleh konsumsi makanan yang tinggi
lemak karena lebih banyak disukai oleh orang,
sehingga hipertensi memiliki peluang terjangkit
pada semua individu. Hal ini sesuai dengan
hasil penelitian Azlin et al (2007) bahwa jenis
kelamin merupakan faktor yang mempengaruhi
kepatuhan berobat dan kepatuhan pasien
perempuan lebih tinggi dari pada laki-laki. Jenis
kelamin perempuan memang lebih dominan
dibandingkan dengan laki-laki, hal ini dapat
dihubungkan dengan perubahan faktor
hormonal pada tubuh perempuan yaitu
terjadinya penurunan perbandingan estrogen
dan androgen yang menyebabkan peningkatan
renin sehingga dapat memicu peningkatan
tekanan darah disamping itu juga peningkatan
lemak dalam tubuh atau obesitas akibat
kurangnya aktifitas kaum perempuan dan lebih
sering menghabiskan waktu bersantai dirumah
(Junaidi, 2010). Akan tetapi menurut hasil
penelitian Amaral et al (2015) mengatakan
bahwa perempuan lebih patuh berobat
hipertensi dibandingkan dengan laki-laki
walaupun dari hasil statistik tidak menunjukkan
perbedaan yang signifikan.
Berbagai hasil penelitian menyebutkan bahwa
pria umumnya lebih mudah terserang
hipertensi dibandingkan dengan perempuan.
Faktor yang sangat berperan adalah gaya
hidup pria yang rata-rata lebih tidak terkontrol
Jurnal Ilmu Keperawatan (4.1) 2016
ISSN : 2338-6371 Mursal
62
dibandingkan dengan wanita misalnya
kebiasaan merokok, bergadang, stress kerja,
hingga pola makan yang tidak teratur.
Sedangkan wanita, rata-rata akan mengalami
peningkatan resiko hipertensi setelah
mengalami masa menopause atau diatas usia
45 tahun (Hashmi, 2007).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas
responden berpendidikan rendah cenderung
untuk patuh berobat hipertensi sehingga
mempunyai kontradiktif dengan hasil
penelitian yang dikemukan oleh Sugihartono
dkk (2003) bahwa tingkat pendidikan dapat
mempengaruhi kemampuan dan pengetahuan
seseorang dalam menerapkan perilaku hidup
sehat, terutama mencegah penyakit hipertensi.
Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang
maka semakin tinggi pula kemampuan
seseorang dalam menjaga pola hidup agar
tetap sehat. Menurut Nursalam (2002) bahwa
semakin tinggi pendidikan seseorang, maka
akan semakin mudah menerima informasi
sehingga dapat meningkatkan pengetahuan
yang dimiliki seseorang. Seseorang yang
berpendidikan tinggi akan lebih mudah
menyerap informasi dan akan memiliki
pengetahuan yang lebih baik dari pada
seseorang yang berpendidikan rendah sehingga
dapat meningkatkan kepatuhan berobat.
Menurut Mubarak, dkk (2006) bahwa
pendidikan akan menetukan tingkat
pengetahuan seseorang apakah dia akan patuh
atau tidak patuh terhadap pengobatan yang
sedang dijalani akan menimbulakn
keyakinan/perilaku pada dirinya untuk
mematuhinya. Dengan adanya perbedaan
tingkat pendidikan secara langsung maupun
tidak langsung akan mempengaruhi pola pikir
seseorang. Sudut pandang dan penerimaan
klien terhadap tindakan-tindakan pengobatan
yang diterimanya akan mempengaruhi sikap
dokter atau perawat sebagai pemberi
pelayanan dalam menyampaikan informasi
kepada klien yang tentunya disesuaikan
dengan tingkat pendidikan yang dimilikinya.
Berdasarkan hasil penelitian diatas peneliti
berasumsi bahwa pendidikan penderita bukan
merupakan faktor yang dapat mempengaruhi
kepatuhan berobat penderita hipertensi akan
tetapi tersedianya waktu luang yang
menyebabkan penderita patuh berobat sesuai
dengan waktu yang ditentukan disamping juga
mayoritas pekerjaan responden di lokasi
penelitian adalah sebagai ibu rumah tangga.
Perawat sebagai tenaga kesehatan dalam
melakukan home visit diharapkan memberikan
Jurnal Ilmu Keperawatan (4.1) 2016
ISSN : 2338-6371 Mursal
63
konseling dan pendidikan kesehatan tentang
hipertensi serta mengajarkan penderita untuk
berperilaku sehat seperti diet rendah garam,
aktivitas fisik dan rutin mengontrol tekanan
darah. Untuk mencapai tujuan tersebut
diperlukan dukungan sosial keluarga yang baik.
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Dossey
(2005) bahwa dalam proses penyembuhan dan
pemulihan pasien perlu diperhatikan manusia
secara menyeluruh yaitu bio, psiko,
sosialkultural dan spiritual.
Kesimpulan
Kelompok intervensi lebih patuh berobat
hipertensi dibandingkan dengan dengan
kontrol, hal ini dapat dilihat bahwa intervensi
konseling merupakan sebuah tindakan atau
program untuk dapat meningkatkan kepatuhan
berobat penderita hipertensi.
Ucapan Terima Kasih
Ucapan terima kasih untuk penderita
hipertensi yang berobat di wilayah kerja
Puskesmas Banda Sakti dan Puskesmas Muara
Dua Kota Lhokseumawe yang telah
berpartisipasi penuh dalam penelitian ini.
Referensi
Amaral, O. Chaves, C. Duarte. J, Countinho. E, Nelas. P, Preto. O. 2015. Treatment Adherence in Hypertensive Patients. Elsevier. Heath School of Viseu. Portugal.
Annisa, F. 2014. Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Berobat Hipertensi Pada Lansia di Puskesmas Pattingalloang Kota Makassar. FKM Unhas. Makassar.
Aslam, M. Tan, C.K. & Prayitno, A. 2003. Farmasi Klinis. Jakarta: PT Elex Media Komputind.
Azli, B. Hatta, S. Norzila, Z & Sharifa, E.W.P. 2007. Health Locus of Control Among Non –compliance Hypertensive Patients Undergoing Pharmocotherapy. Malysia Journal Of Psychiatry. Volume 16 . Number 1. P20-39.
Corones, K. Flona, M. C, Karen, A 2009. Theobald. Exploring the Information Needs of Patients. British Journal of Nursing. 4(3). Page : 123-130
Depkes. 2005. Sosiallisasi (KNEPK) Komisi Nasional Etik Penelitian Kesehatan. Jakarta. Departemen Kesehatan RI
Depkes, 2006. Pedoman Teknis Penemuan Dan Tatalaksana Penyakit Hipertensi. Edisi 2. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Dinkes, 2015. Penyakit Tidak Menular : Prevelensi Hipertensi di Kota Lhokseumawe. Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe
Drawz, P. E, Bocirnea. C, Greer. B. K, Kim. J, Rader. F, Murray. P. 2009. Hypertension Guideline Adherence Among Nursing Home Patients. Society of General Internal Medicine. 24(4):499–503.
Jurnal Ilmu Keperawatan (4.1) 2016
ISSN : 2338-6371 Mursal
64
Drevenhorn, E. 2012. Counseling Patients With Hypertension at Health Centres – a Nursing Pespektif. Goteborg University.
Dossey, B.M, Keegan, L., Guzzeta, C. (2005). Holistic Nursing ; A Handbook For Practice. Four Edition. Jones and Bartlett Pulishers : Canada.
Hartley, M & Repede, E. 2011. Nurse Practioner Communication And Treatment Adherence in Hypertensive Patients. The Journal for Nurse Practioner. American College Of Nurse Practioner. Volume 7
Hashmi, S. K, Afridi. M. B, Abbas. K, Sajwani. A. R, Saleheen. D, Frossard. M. P, Ishaq. M, Ambreen. A, Ahmad. U. 2007. Factor Associated With Adherence to Anti –Hypertensive Treatmen in Pakistan. Plos ONE. Pakistan.
Junaidi, I. 2010. Hipertensi : Pengenalan, Pencegahan dan Pengobatan. PT. Bhuana Ilmu Populer : Jakarta.
Kressin, N.R, Wang. F, Long. J, Bokhour. G. B, Orner. B. M, Rothendler. J, Clark. C, Pharm, Reddy. S, Kozak. W, Kroupa. P. L, Berlowitz. R. 2007. Hypertensive Patients’ Race, Health Beliefs, Process of Care, and Medication Adherence.Society of General Internal Medicine. 22: 768-774. JGIM
Mellen, P. B., Palla, S. L., Goff, D. C., Bonds, D. E. 2004. Prevalence of Nutrition and Exercise Counseling for Patients With Hypertension. J. Gen Intern Med, 19, 917-924.
Notoatmodjo, S 2005. Teori dan aplikasi promosi kesehatan. PT Rineka Cipta : Jakarta.
Nursalam. 2002. Manajemen Keperawatan, Aplikasi Dalam Praktik Keperawatan Profesional. Salemba Medika : Jakarta.
Onzenoort, H.A.W. 2010. Assesing Medication Adherence Simultaneously by Electronic Monitoring and Pill Count in Patients With Mild to Moderate Hypertension. USA : American Journal of Hypertension. 23, 149-154.
Riskesdas. 2013. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta. Kementrian Kesehatan RI.
Pratiwi, D. 2011. Pengaruh Konseling Terhadap Kepatuhan Pasien Hipertensi di Poliklnik Khusus RSUP dr. Djamil Padang. Universitas Andalas. Padang.
Rantucci, M. J. 2007. Komunkasi Apoteker-Pasien. Edisi 2. EGC : Jakarta.
Staessen, J.A, Wang. J, Bianchi, G. & Birkenhager, W.H. 2003. Essential Hypertension. The Lancet. Volume 361, 1629-1641.
Sugihartono, A, dkk. 2003. Faktor-faktor Resiko Hipertensi Grade II Pada Masyarakat (Studi Kasus di Kabupaten Karang Anyar). Volume 6. Diakses pada September 2015 dari http/:www.eprints.undip.ac.id
WHO. 2003. Adherence to Long Term Therapies
: Evidence for Action. p27-36. World Health Organization : Switzerland.
WHO. 2011. Prevelensi Hipertensi di Dunia. http//:www.google.com. Diakses 12 April 2015.