JURNAL HUKUM BARU TIPU
-
Upload
ubunk-brukucuts -
Category
Documents
-
view
42 -
download
0
description
Transcript of JURNAL HUKUM BARU TIPU
-
1
SENGKETA WARISAN AKIBAT PENGINGKARAN SURAT WASIAT
YANG DIBUAT OLEH NOTARIS DALAM PERKAWINAN POLIGAMI
Faniko Andiyansyah ,1Thohir Luth2, Adum Dasuki3
Program Studi Magister Kenotariatan, Pasca Sarjana Fakultas Hukum
Universitas Brawijaya Malang
Email : [email protected]
Abstraksi
Sengketa warisan itu sendiri bisa diartikan sebagai konflik antara dua pihak
atau lebih yang mempunyai kepentingan berbeda terhadap satu atau beberapa obyek
warisan yang dapat menimbulkan akibat hukum bagi keduanya. Dan akibat hukum itu
sendiri biasanya timbul dikarenakan adanya hubungan hukum antara hak ataupun
kewajiban yang dilakukan oleh seseorang. dan dalam pokok penelitian saya ini,
pengingkaran surat wasiat tersebut, dilatar belakangi si pewaris mempunyai istri lebih
dari satu, atau biasa disebut sebagai perkawinan poligami sehingga menimbulkan
sengketa warisan. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian empiris, dengan menngunakan pendekatan yuridis sosiologis. Dalam
penelitian yang penulis lakukan, penulis ingin meneliti bagaimana penyelesaian
sengketa warisan akibat pengingkaran surat wasiat yang dibuat oleh notaris dalam
perkawinan poligami Serta faktor yuridis dan non yuridis apa yang menyebabkan
terjadinya pengingkaran surat wasiat dalam perkawinan poligami dan akibat hukum
apa yang timbul apabila surat wasiat diingkari. Dari penelitian tersebut dapat
disimpulkan bahwa penyelesaian sengketa warisan dapat diselesaikan melalui jalur
non litigasi atau jalur litigasi serta faktor yuridis pengingkaran surat wasiat adalah
1 Mahasiswa, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang.
2 Pembimbing Utama, Dosen Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang.
3 Pembimbing Pendamping, Dosen Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang.
-
2
surat wasiat dibuat secara sepihak oleh pewaris di notaris kemudian alasan non
yuridis tidak sepatutnya istri pertama mendapatkan bagian harta warisan dan akibat
hukum yang timbul adalah gugatan dipengadilan
Kata Kunci : Sengketa warisan, Perkawinan Poligami
Abstract
Inheritance dispute itself could be interpreted as a conflict between two or
more parties who have different interests on one or more objects that can be inherited
legal consequences for both. And effect of law itself usually arises due to the legal
relationship between the rights or obligations of a person. and in my research this
subject, the denial of the will, the testator's background having more than one wife, or
commonly referred to as a polygamous marriage, giving rise to an inheritance
dispute. Types of research used in this study is an empirical study, using the socio-
juridical approach. In a study conducted by the author, the author wanted to explore
how inheritance dispute settlement due to denial of wills made by a notary in
polygamous marriages, As well as juridical and non-juridical factors what causes the
denial of the will in polygamous marriages and what the legal consequences that arise
when a will denied. From these studies it can be concluded that the inheritance
dispute can be resolved through litigation or non-litigation and pathways as well as
the denial of judicial factor wills are wills made unilaterally by the testator at the
notary then non juridical reasons the first wife should not get a share of the estate and
the legal consequences The lawsuit is in court arising
Keywords: Dispute inheritance, Polygamy marriage
-
3
A. PENDAHULUAN
Sengketa warisan itu sendiri bisa
diartikan sebagai konflik antara dua
pihak atau lebih yang mempunyai
kepentingan berbeda terhadap satu
atau beberapa obyek warisan yang
dapat menimbulkan akibat hukum bagi
keduanya. Dan akibat hukum itu
sendiri biasanya timbul dikarenakan
adanya hubungan hukum antara hak
ataupun kewajiban yang dilakukan
oleh seseorang.
Membuat wasiat itu sendiri
atau (testament) didalam KUHPerdata
diartikan sebagai perbuatan hukum,
seseorang menentukan tentang apa
yang terjadi dengan harta kekayaannya
setelah meninggal dunia. Harta
warisan seringkali menimbulkan
berbagai masalah hukum dan sosial,
oleh karena itu memerlukan
pengaturan dan penyelesaian secara
tertib dan teratur sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Wasiat (testament) juga
merupakan perbuatan hukum yang
sepihak. Hal ini erat hubungannya
dengan sifat (dapat dicabut) dari
ketetapan wasiat (testament) itu. Disini
berarti bahwa wasiat (testament) tidak
dapat dibuat oleh lebih dari satu orang
karena akan menimbulkan kesulitan
apabila salah satu pembuatnya akan
mencabut kembali wasiat (testament).
Hal ini seperti ternyata dalam pasal
930 KUHPerdata, yang menyatakan
bahwa : Dalam satu-satunya akta, dua
orang atau lebih tak diperbolehkan
menyatakan wasiat mereka, baik untuk
mengaruniai seorang ke tiga, maupun
atas dasar penyataan bersama atau
bertimbal balik . Ketetapan dalam
wasiat (testament) memiliki 2 (dua)
ciri, yaitu dapat dicabut dan berlaku
berhubung dengan meninggalnya
seseorang4
Akta wasiat (testament acte)
notaris mempunyai peran yang sangat
penting. Dari pasal 943 KUHPerdata
mengatur bahwa : Setiap notaris yang
menyimpan surat-surat testament
diantara surat-surat aslinya, biar dalam
4 Hartono Soerjopratiknjo, Hukum Waris Testamenter, Seksi Notariat Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Cetakan ke-1, Yogyakarta, 1982, hal. iv
-
4
bentuk apapun juga harus setelah si
pewaris meninggal dunia,
memberitahukannya kepada yang
berkepentingan. Sesuai dengan
perundang-undangan yang berlaku,
maka bantuan notaris dari awal hingga
akhir proses pembuatan akta wasiat
(testament acte) sangat diperlukan
sehingga memperoleh kekuatan hukum
yang mengikat. Tanggung jawab
notaris dalam pembuatan akta wasiat
(testament acte) mencakup
keseluruhan dari tugas, kewajiban, dan
wewenang notaris dalam menangani
masalah pembuatan akta wasiat
(testament acte), termasuk melindungi
dan menyimpan surat-surat atau akta-
akta otentik.
Terkait mengenai masalah
harta warisan yang dimana oleh
pewaris sudah ditentukan
pembagianya sebelum pewaris
meninggal dunia lewat surat wasiat
yang dibuatnya di notaris, sehingga
mempunyai kekuatan hukum yang sah
dan mengikat para pihak di mata
hukum, seharusnya tidak ada alasan
pembenar bagi seseorang untuk dapat
mengingkarinya, namun hal tersebut
masih sering terjadi dimasyarakat, dan
dalam pokok penelitian ini,
pengingkaran surat wasiat tersebut,
dilatar belakangi si pewaris
mempunyai istri lebih dari satu, atau
biasa disebut sebagai perkawinan
poligami.
Sebagaimana kasus yang
dialami oleh bapak X, dimana pada
tahun 1970, menikahi seorang wanita
yang bernama nyonya AB, yang
kemudian dikarunia dengan 3 orang
anak yang merupakan hasil dari buah
perkawinan mereka, dan selang
beberapa tahun kemudian, yang
tepatnya pada tahun 1980 bapak X
menikah untuk kedua kalinya dengan
seorang wanita yang bernama nyonya
BA, dan dari perkawinan keduanya
bapak X dikarunia dengan 2 orang
anak, dan tepatnya pada tanggal 20
november 2011 bapak X meninggal
dunia, namun sebelum meninggal
dunia, tepatnya tanggal 01 november
2011 bapak X membuat sebuah surat
wasiat dihadapan Notaris yang
berwilayah kerja dikabupaten malang,
bersama dengan anak pertamanya dari
perkawinan pertamanya, dan inti dari
surat wasiat tersebut adalah membagi
harta warisanya secara adil dan rata
-
5
kepada seluruh ahli waris menurut
hukum syariat islam yang berlaku,
baik harta yang diperoleh selama
hidup dengan istri pertama dan juga
harta yang diperoleh selama hidup
dengan istri ke duanya. Namun
ternyata pada kenyataanya nyonya BA
tidak mau membagi harta warisan
yang diperolehnya selama
perkawinanya dengan bapak X dan
bermaksud menghakinya sendiri,
dengan mengesampingkan surat wasiat
yang sudah dibuat oleh almarhum X
dihadapan notaris.
Jadi dapat kita lihat bahwa
kasus sengketa waris akibat
pengingkaran surat wasiat yang dibuat
oleh notaris dalam perkawinan
poligami diatas menekankan bahwa
pewarisan dalam keluarga utamanya
perkawinan poligami yang dimana
pewaris meninggalkan surat wasiat
sebelum meninggal dunia adalah
masalah yang tidak dapat dipandang
sebelah mata, dan untuk
menyelesaikan pewarisan baik yang
terjadi ataupun yang akan terjadi
diperlukan pengetahuan dan
pemahaman yang matang oleh setiap
anggota masyarakat yang disertai
peran aktif pemerintah dan juga notaris
sebagai pejabat umum. Berdasarkan
uraian latar belakang permasalahan
diatas maka yang menjadi
permasalahan dalam jurnal ini adalah :
Bagaimana penyelesaian sengketa
warisan akibat pengingkaran surat
wasiat yang dibuat oleh notaris dalam
perkawinan poligami ? Serta faktor
yuridis dan non yuridis apa yang
menyebabkan terjadinya pengingkaran
surat wasiat dalam perkawinan
poligami ? Dan apa akibat hukum yang
timbul akibat pengingkaran surat
wasiat yang dibuat notaris dalam
perkawinan poligami ?
Tujuan dari diadakanya
penelitian ini adalah untuk
mendeskripsikan dan menganalisis
bagaimana penyelesaian sengketa
warisan akibat pengingkaran surat
wasiat yang dibuat oleh notaris dalam
perkawinan poligami serta faktor apa
yang menyebabkan terjadinya
pengingkaran surat wasiat dalam
perkawinan poligami, serta untuk
mengetahui faktor yuridis dan non
yuridis apa yang menyebabkan
terjadinya pengingkaran surat wasiat
dalam perkawinan poligami dan untuk
-
6
mengetahui apa akibat hukum yang
timbul akibat pengingkaran surat
wasiat yang dibuat oleh notaris dalam
hal perkawinan poligami.
B. METODE PENELITIAN HUKUM
Jenis penelitian yang digunakan dalam
penelitian empiris. Fokus kajian
hukum empiris. Fokus kajian hukum
empiris adalah memandang hukum
sebagai kenyataan yang mencakup
kenyataan sosial dan kultur. Didalam
penelitian ini menggunakan
pendekatan yuridis sosiologis yaitu
pendekatan yang dianalisis
menggunakan bahasa hukum yang
berhubungan dengan masalah
sengketa warisan akibat pengingkaran
surat wasiat yang dibuat oleh notaris
dalam perkawinan poligami serta
bagaimana penyelesaian yuridisnya
terkait penyelesaian sengketa warisan
akibat pengingkaran surat wasiat yang
dibuat oleh notaris dalam perkawinan
poligami dan faktor apa yang
menyebabkan terjadinya pengingkaran
surat wasiat dalam perkawinan
poligami, serta akibat hukum apa yang
timbul apabila surat wasiat yang dibuat
oleh notaris diingkari dalam hal
perkawinan poligami Kemudian
dilanjutkan dengan analisa sosiologis
dengan cara memperhatikan
kenyataan-kenyataan yang
berhubungan secara langsung dengan
masalah sengketa warisan akibat
pengingkaran surat wasiat yang dibuat
oleh notaris dalam perkawinan
poligami.
Lokasi penelitian yaitu Di
pengadilan agama Kabupaten Malang
dikarenakan pengadilan agama
mempunyai kewenangan
menyelesaikan sengketa warisan orang
yang beragama islam. Teknik
pengumpulan data dengan interview 3
orang responden yaitu 1 orang notaris,
1 orang hakim pengadilan agama dan 1
orang pihak yang terkait. studi
dokumentasi mencari dan
mengumpulkan data dari arsip kantor
notaris dan pengadilan agama
kabupaten malang. Sumber data
primer merupakan sumber data yang
diperoleh secara langsung dari
lapangan ( kantor notaris dan
pengadilan agama kabupaten malang)
sedangkan sumber data sekunder
-
7
dikumpulkan dengan penelaahan
buku-buku serta menghimpun bahan
yang berupa teori-teori atau pendapat-
pendapat para ahli yang kemudian
menarik suatu kesimpulan.
Populasi adalah kumpulan
individu dengan kualitas serta ciri-ciri
yang telah ditetapkan5 . sedangkan
Sampel adalah bagian populasi yang
ditetapkan untuk mewakili sebagian
dari populasi dan dianggap dapat
mewakili populasi serta diasumsikan
mengetahui permasalahan yang dikaji
sehingga diperoleh informasi yang
tepat.6
Analisis penelitian yang
dipakai dalam menganalis data baik
primer maupun sekunder dalam
penelitian ini adalah dengan
menggunakan metode deskriptif
kualitatif, yaitu mengambarkan
bagaimana penyelesaian sengketa
warisan akibat pengingkaran surat
wasiat yang dibuat oleh notaris dalam
perkawinan poligami dan faktor apa
yang menyebabkan terjadinya
5 Muhamad Nazir, Metode Penelitian. ( Ghalia Indonesia), Hlm 325 6 Ibid hlm 325
pengingkaran surat wasiat dalam
perkawinan poligami, serta apa bentuk
tanggung jawab notaris terhadap surat
wasiat yang dibuatnya apabila terjadi
sengketa warisan dalam perkawinan
poligami serta mengkaitkanya dengan
teori hukum yang ada, dalam hal ini
teori penyelesaian sengketa, teori
pembuktian akta dan teori
perlindungan hukum.
-
8
C. HASIL DAN PEMBAHASAN
C.1. PENYELESAIAN SENGKETA WARISAN AKIBAT PENGINGKARA SURAT WASIAT YANG DIBUAT OLEH NOTARIS DALAM
PERKAWINAN POLIGAMI.
Bahwa pada tahun
1970 bapak X menikahi
seorang wanita yang bernama
nyonya AB, yang kemudian
dikarunia dengan 3 orang
anak yang merupakan hasil
dari buah perkawinan mereka,
dan selang beberapa tahun
kemudian, yang tepatnya pada
tahun 1980 bapak X menikah
untuk kedua kalinya dengan
seorang wanita yang bernama
nyonya BA, dan dari
perkawinan keduanya bapak
X dikarunia dengan 2 orang
anak, dan tepatnya pada
tanggal 20 november 2011
bapak X meninggal dunia,
namun sebelum meninggal
dunia, tepatnya tanggal 01
november 2011 bapak X
membuat sebuah surat wasiat
dihadapan Notaris yang
berwilayah kerja dikabupaten
malang, bersama dengan anak
pertamanya dari perkawinan
pertamanya, dan inti dari
surat wasiat tersebut adalah
membagi harta warisanya
secara adil dan rata kepada
seluruh ahli waris menurut
hukum syariat islam yang
berlaku, baik harta yang
diperoleh selama hidup
dengan istri pertama dan juga
harta yang diperoleh selama
hidup dengan istri ke duanya.
Namun ternyata pada
kenyataanya nyonya BA tidak
mau membagi harta warisan
yang diperolehnya selama
perkawinanya dengan bapak
X dan bermaksud
menghakinya sendiri, dengan
mengesampingkan surat
wasiat yang sudah dibuat oleh
almarhum X dihadapan
notaris.
Seperti kasus diatas
yang dimaksud harta warisan
yang akan diberikan kepada
-
9
para ahli waris hanya
bagian dari keseluruhan harta
si pewaris, sedangkan
bagian harta dari sipewaris di
gunakan untuk melunasi
hutang-hutang dan biaya-
biaya kemeninggalan si
pewaris, namun apabila
kurang, bisa diambilkan dari
bagian harta yang
seyogyanya merupakan harta
warisan.
Di dalam UU
Perkawinan diatur tentang
harta benda dalam
Perkawinan pada Pasal 35,
yang menyatakan:
1. Harta benda yang
diperoleh selama
perkawinan menjadi
harta bersama.
2. Harta bawaan dari
masing-masing suami
istri dan harta benda
yang diperoleh masing-
masing sebagai hadiah
atau warisan adalah
dibawah penguasaan
masing-masing
sepanjang para pihak
tidak menentukan lain.
Ini artinya, bahwa:
a. Selama masa
perkawinan bapak
dan Ibu, sekalipun
hanya bapak saja
yang bekerja
mencari nafkah dan
mengumpulkan
harta, maka Ibu-
pun berhak atas
setengahnya dari
harta perolehan
Bapak tersebut,
begitu pula
sebaliknya.
b. Dan jika mau
dibagi warisan
bapak, maka yang
dimaksud dengan
warisan bapak di
dalam UU
Perkawinan ini,
adalah setengah
(1/2) dari seluruh
harta bersama yang
diperoleh selama
-
10
masa perkawinan
Bapak dan Ibu,
ditambah:
b.1. Harta bawaan
bapak (jika ada).
Ini adalah harta
yang diperoleh
beliau sebelum
masa
pernikahan
dengan Ibu.
b.2. Juga bisa jadi
bapak
memperoleh
hadiah dari
seseorang, dari
keluarganya atau
lembaga, maka
itu juga bisa
dimasukkan ke
dalam harta
warisan bapak.
b.3. Satu lagi adalah
warisan yang
diperoleh bapak
dari Pihak
keluarganya,
maka harta
warisan tersebut
dimasukkan
kedalam
kelompok harta
warisan bapak,
yang akan
dibagikan kepada
semua ahli
warisnya.
Didalam Kompilasi
Hukum Islam(KHI),
yang mengatur mengenai
Harta Bersama yang
menyatakan:
1. Pasal 85: Adanya harta
bersama dalam
perkawinan itu tidak
menutup kemungkinan
adanya harta milik
masing-masing suami
atau isteri.
2. Pasal 86:
1) Pada dasarnya
tidak ada
percampuran
antara harta
suami dan harta
-
11
isteri karena
perkawinan.
2) Harta isteri
tetap menjadi
hak isteri dan
dikuasi penuh
olehnya,
demikian juga
harta suami
tetap menjadi
hak suami dan
dikuasai penuh
olehnya.
3. Pasal 87:
1) Harta bawaan
masing-masing
suami dan isteri
dan harta yang
diperoleh
masing-masing
sebagai hadiah
atau warisan
adalah di bawah
penguasaan
masing-masing,
sepanjang para
pihak tidak
menentukan
lain dalam
perjanjian
perkawinan.
2) Suami dan isteri
mempunyai hak
sepenuhnya
untuk
melakukan
perbuatan
hukum atas
harta masing-
masing berupa
hibah, hadiah,
sodaqah atau
lainnya.
Pasal-pasal KHI
tersebut berarti:
a. Sekalipun ada Harta
Bersama dalam
Perkawinan, tetapi
bisa saja ada harta
masing-masing,
yang bisa berupa
harta bawaan
sebelum
perkawinan, harta
warisan yang
diperoleh setelah
perkawinan, ada
hadiah yang
-
12
diterima salah satu
pihak ketika dalam
perkawinan, atau
bisa juga karena
diperjanjikan dalam
Perjanjian
Perkawinan.
b. Bahwa terhadap
harta-harta pada
huruf a, tidak ada
percampuran, dan
masing-masing
berhak
mengakuinya
sebagai harta
pribadinya. Dan
berhak bertindak
untuk dan atas nama
dirinya sendiri.
Jika ada ahli waris
yang meminta
dilakukannya pembagian
warisan bapak, maka
hanya harta milik Bapak
sajalah yang bisa
dibagikan terlebih dahulu.
Yang milik Ibu,
dipisahkan. Secara teknis
memang agak repot, jika
ingin dibagikan langsung,
karena terkadang Ibu tidak
memiliki uang untuk
meng-uang-kan harta
bagian Bapak, sehingga
yang bisa dilakukan adalah
menjual harta bersama
Bapak dan Ibu, kemudian
hasilnya dibagi dua.
Bagian Ibu diserahkan
kepada Ibu
pemanfaatannya. Apakah
akan dibelikan rumah
pengganti, atau untuk
peruntukkan lainnya. Yang
perlu diingat juga, bahwa
sekalipun Ibu sudah
menerima dari harta
bersama, beliau masih
berhak atas bagian dalam
kedudukannya sebagai istri
(sebesar 1/8 dari Harta
warisan Bapak, jika ada
anak). Sesuai dengan
ketentuan Hukum Islam
yang berlaku.
Harta bersama
perkawinaan poligami
dalam pasal 94 kompilasi
hukum islam dirumuskan
bentuk harta bersama
-
13
dalam perkawinan
poligami menurut
ketentuan yang
dirumuskan dalam pasal
tersebut, harta bersama
dari seorang lelaki yang
memiliki istri lebih dari
seorang, masing-masing
terpisah dan berdiri sendiri.
Seterusnya pasal 94
mengatakan kepemilikan
harta bersama dari
perkawinan seorang suami
yang mempunyai istri lebih
dari seorang sebabgaimana
tersebut ayat 1, dihitung
pada saat berlangsungnya
akad perkawinan yang
kedua, ketiga atau yang
keempat.
Apa yang dirumuskan
diatas sejalan dengan
ketentuan hukum adat dan
pasal 65 ayat 1 huruf b dan
c UU no 1 tahun 1974.
Dengan demikian baik
dalam perkawinan
poligami berlaku asas
terbentuk harta bersama
sebanyak istri yang
dikawini suami, batas
menentukan terbentuknya
harta bersama, terhitung
sejak tanggal perkawinan
masing-masing istri.
kelanjutan kasus
sengketa waris diatas dapat
diselesaikan melalui 2 proses.
Proses penyelesaian sengketa
tertua melalui proses litigasi
didalam pengadilan,
kemudian berkembang proses
penyelesaian sengketa melalui
kerjasama (kooperatif) diluar
pengadilan. Proses litigasi
menghasilkan kesepakatan
yang bersifat adversarial yang
belum mampu merangkul
kepentingan bersama,
cenderung menimbulkan
masalah baru, lambat dalam
penyelesaianya,
membutuhkan biaya yang
mahal, tidak responsif, dan
menimbulkan permusuhan
diantara pihak yang
bersengketa. Sebaliknya
melalui proses diluar
-
14
pengadilan menghasilkan
kesepakatan yang bersifat
win-win solution, dijamin
kerahasian sengketa para
pihak, apalagi dalam hal ini
kasus sengketa harta warisan
dalam perkawinan poligami,
tidak baik jika sampai
diketahui halayak ramai.
Disisi lain juga dihindarinya
kelambatan yang diakibatkan
karena hal prosedural dan
administratif, menyelesaikan
masalah secara komprehensif
dalam kebersamaan, dan tetap
menjaga hubungan baik
sesama istri. Satusatunya
kelebihan proses non litigasi
ini sifat kerahasiaan, karena
proses persidangan bahkan
hasil keputusan pun tidak
dipublikasikan.
Sebelum mengajukan
gugatan kepihak pengadilan
agama, sebaiknya dilakukan
mediasi dulu dengan meminta
bantuan hakim pengadilan
agama untuk menjadi
mediator untuk menerangkan
maksud dari isi surat wasiat
tersebut, dengan cara
mememberikan surat wasiat
tersebut kepihak pengadilan
agama dan Apabila Surat
wasiat diserahkan kepada
pihak pengadilan, maka pihak
pengadilan agama akan
melakukan P3HP(
Permohonan Pertolongan
Pembagian Harta
Peninggalaan) dan Pihak
Pengadilan akan membantu
membagikan harta warisan
sesuai dengan ketentuan
Hukum islam yang berlaku
dan P3HP ini merupakan jalur
non Litigasi yang ditawarkan
oleh pihak pengadilan
agama.7
Apabila kasus
sengketa warisan akibat
pengingkaran surat wasiat
diatas tetap menemui jalan
buntu maka dilanjutkan
kejalur litigasi atau jalur
berperkara kepengadilan
dengan melakukan gugatan 7 Hasil wawancara dengan Bpk Suhardi, Wakil Ketua Pengadilan Agama Kabupaten Malangpadsa hari selasa, Tgl 19-03-2013.
-
15
kepihak istri ke 2 atau nyonya
BA, maka selanjutnya pihak
pengadilan akan memproses
gugatan tersebut.
Setelah masuk kejalur
litigasi, dan gugatan pihak
pengugat diterima, maka
pihak pengadilan akan
menyelesaikan kasus sengketa
warisan akibat pengingkaran
surat wasiat dalam
perkawinan poligami sebagai
berikut. Pihak pengadilan
berdasarkan Undang-undang
yang berlaku dan
yurisprudensi selanjutnya
akan merinci harta warisan
yang ditinggalkan pewaris
mulai pada saat dia menikah
dengan nyonya AB
selanjutnya menikah dengan
nyonya BA dan sampai
sipewaris meninggal dunia,
didalam ketentuan pasal 94
KHI mengatakan
kepemilikan harta bersama
dari perkawinan seorang
suami yang mempunyai istri
lebih dari seorang
sebagaimana tersebut ayat 1,
dihitung pada saat
berlangsungnya akad
perkawinan yang kedua,
ketiga atau yang keempat.
Selanjutnya pasal 65 ayat 1
huruf b dan c UU no 1 tahun
1974. Dalam perkawinan
poligami berlaku asas
terbentuk harta bersama
sebanyak istri yang dikawini
suami, batas menentukan
terbentuknya harta bersama,
terhitung sejak tanggal
perkawinan masing-masing
istri Dan didalam pasal 35
ayat 1 UU no 1 tahun 1974
mengatakan terbentuknya
harta bersama dalam
perkawinan ialah sejak saat
tanggal terjadinya perkawinan
sampai ikatan perkawinan
bubar. Bisa diartikan harta
apa saja yang diperoleh
terhitung sejak dilakukanya
akad nikah sampai saat
perkawinan pecah baik oleh
salah satu pihak meninggal
dunia atau oleh karena
perceraian, maka seluruh
-
16
harta harta tersebut dengan
sendirinya menurut hukum
menjadi harta bersama, Jadi
bapak X menikah dengan
nyonya AB pada tahun 1970
sampai dengan tahun 1980,
selama 10 tahun perkawinan
bapak X dan nyonya AB,
Harta yang didapat selama 10
tahun merupakan harta
bersama antara bapak X dan
nyonya AB, maka selanjutnya
akan dibagi 2, setengah
bagian milik nyonya AB dan
setengah bagian lagi milik
bapak X yang merupakan
harta warisan, walaupun
nyonya AB sudah menrima
bagian harta bersama, tapi
nyonya AB masih berhak atas
1/8 bagian dari harta warisan,
dan sisanya 7/8 bagian
dibagikan untuk anak-anak
dari perkawinan mereka
berdua dengan perbandingan
2:1 anak laki-laki
mendapatkan dua kali bagian
anak perempuan, selanjutnya
perkawinan kedua, yang
terhitung sejak tahun 1980
sampai tahun 2011, harta
yang diperoleh merupakan
harta bersama dari bapak X,
nyonya BA dan nyonya AB.
Hal tersebut dikarenakan
ketentuan pasal 94 KHI
mengatakan kepemilikan
harta bersama dari
perkawinan seorang suami
yang mempunyai istri lebih
dari seorang sebagaimana
tersebut ayat 1, dihitung pada
saat berlangsungnya akad
perkawinan yang kedua,
ketiga atau yang keempat, dan
pasal 35 ayat 1 UU no 1
tahun 1974 mengatakan
terbentuknya harta bersama
dalam perkawinan ialah sejak
saat tanggal terjadinya
perkawinan sampai ikatan
perkawinan bubar dan
dikarenakan perkawinan
pertama antara bapak X dan
nyonya AB belum terputus
dan tetap menjadi istri sah
dari bapak X, oleh karena hal
tersebut berdasarkan undang-
undang diatas dan
yurisprudensi, hal diatas
-
17
merupakan suatu ketetapan
pengadilan agama.8
8 ibid
-
18
C.2. FAKTOR YURIDIS DAN NON YURIDIS YANG MENYEBABKAN
TERJADINYA PENGINGKARAN SURAT WASIAT DALAM
PERKAWINAN POLIGAMI
1. Faktor yuridis yang
menyebabkan terjadinya
pengingkaran surat wasiat
menurut istri kedua adalah,
harta warisan yang hendak
dibagi merupakan harta
bersama antara pewaris X
dengan nyonya BA atau
istri kedua 9, hal tersebut
dipertegas dengan dengan
ketentuan pasal 94
kompilasi hukum islam
dirumuskan bentuk harta
bersama dalam perkawinan
poligami menurut
ketentuan yang dirumuskan
dalam pasal tersebut, harta
bersama dari seorang lelaki
yang memiliki istri lebih
dari seorang, masing-
masing terpisah dan berdiri
sendiri. Seterusnya pasal 94
mengatakan kepemilikan
harta bersama dari
perkawinan seorang suami
9 Hasil wawancara dengan nyonys BA, pada hari rabu tanggal 10 -04- 2013
yang mempunyai istri lebih
dari seorang sebabgaimana
tersebut ayat 1, dihitung
pada saat berlangsungnya
akad perkawinan yang
kedua, ketiga atau yang
keempat.
Apa yang dirumuskan
diatas sejalan dengan
ketentuan hukum adat dan
pasal 65 ayat (1) huruf b
dan c UU no 1 tahun 1974.
Dengan demikian baik
dalam perkawinan
poligami berlaku asas
terbentuk harta bersama
sebanyak istri yang
dikawini suami, batas
menentukan terbentuknya
harta bersama, terhitung
sejak tanggal perkawinan
masing-masing istri.
Sehingga atas dasar hal
tersebut diatas pihak
nyonya BA mengingkari
ketentuan surat wasiat, dan
-
19
tidak mau membagi waris
dengan pihak istri pertama
atau nyonya AB. dan istri
kedua atau nyonya BA
merasa bahwa surat wasiat
yang dibuat pewaris di
notaris tidak sah karena
dilakukan secara sepihak
tanpa menghadirkan
ataupun memperitahukan
akan membagi harta
warisan melalui surat
wasiat kepada istri kedua
atau nyonya BA.
2. Alasan non yuridis
pengingkaran surat wasiat
dalam perkawinan poligami
adalah tidak setuju dengan
apa yang tertulis di dalam
isi surat wasiat tersebut,
ataupun iri dengan istri
pertama, karena tidak
sepatutnya istri pertama
mendapatkan bagian harta
warisan10.
Berdasar pernyataan kasus
diatas, menurut ketentuan
undang undang yang 10 ibid
berlaku, terkait alasan
yuridis yang menyatakan
bahwa surat wasiat yang
dibuat oleh notaris
merupakan karangan dari
istri pertama atau nyonya
AB, berdasarkan stetment
tersebut, surat wasiat yang
dimana dibuat dihadapan
notaris merupakan akta
otentik dan merupakan
suatu perbuatan sepihak
yang dilakukan oleh
pewaris.
-
20
C.3. Akibat Hukum Yang Timbul Akibat Pengingkaran Surat Wasiat Yang
Dibuat Oleh Notaris Dalam Hal Perkawinan Poligami
akibat hukum yang timbul adalah
Gugatan dipengadilan atau masuk
jalur litigasi. Apabila diselesaikan
jalur Litigasi maka pihak nyonya
AB selaku istri pertama harus
mengajukan gugatan ke pengadilan
agama, dengan dasar hukum surat
wasiat yang dibuat pewaris bapak
X dihadapan notaris, kemudian
sama pihak pengadilan agama akan
dipelajari apakah surat wasiat ini
benar-benar sah dalam tata cara
pembuatanya dan apabila benar
benar dijamin keabsahanya dimuka
pengadilan, maka surat wasiat
wajib ditaati oleh para pihak,
dikarenakan surat wasiat berlaku
sebagai undang-undang bagi para
pihak, dan apabila pihak tergugat
tetap bersih kukuh tidak mau
mentaati surat wasiat yang dibuat
oleh pewaris X, maka akibat
hukum yang timbul adalah pihak
pengadilan akan memaksa pihak
tergugat agar melaksanakan
ketentuan yang ada dalam surat
wasiat sebagaimana mestinya.11
11 hasil wawancara Bpk Suhardi, Wakil Ketua Pengadilan Agama Kabupaten Malang. Op.cit
-
21
D. PENUTUP
D.1. KESIMPULAN 1. Penyelesaian sengketa waris akibat
pengingkaran surat wasiat yang
dibuat notaris dalam perkawinan
poligami dapat diselesaikan
melalui 2 proses. Proses
penyelesaian sengketa tertua
melalui proses litigasi didalam
pengadilan, kemudian berkembang
proses penyelesaian sengketa
melalui kerjasama (kooperatif)
diluar pengadilan atau non litigasi.
Dan pembagian warisnya yang adil
menurut pengadilan agama adalah
pertama menelusuri awal mula
terjadinya pernikahan yaitu bapak
X menikah dengan nyonya AB
pada tahun 1970 sampai dengan
tahun 1980, selama 10 tahun
perkawinan bapak X dan nyonya
AB, Harta yang didapat selama 10
tahun merupakan harta bersama
antara bapak X dan nyonya AB,
maka selanjutnya akan dibagi 2,
setengah bagian milik nyonya
AB dan setengah bagian lagi
milik bapak X yang merupakan
harta warisan, walaupun nyonya
AB sudah menrima bagian harta
bersama, tapi nyonya AB masih
berhak atas 1/8 bagian dari harta
warisan, dan sisanya dibagikan
untuk anak-anak dari perkawinan
mereka berdua, selanjutnya
perkawinan kedua, yang terhitung
sejak tahun 1980 sampai tahun
2011, harta yang diperoleh
merupakan harta bersama dari
bapak X, nyonya BA dan nyonya
AB. Hal tersebut dikarenakan
walaupun ketentuan pasal 94 KHI
mengatakan kepemilikan harta
bersama dari perkawinan seorang
suami yang mempunyai istri lebih
dari seorang sebagaimana tersebut
ayat 1, dihitung pada saat
berlangsungnya akad perkawinan
yang kedua, ketiga atau yang
keempat., namun ketentuan
tersebut tidak memihak pada asas
keadilan, hal tersebut dikarenakan,
perkawinan pertama antara bapak
X dan nyonya AB belum terputus
dan tetap menjadi istri sah dari
bapak X, oleh karena hal tersebut
berdasarkan yurisprudensi pihak
pengadilan agama akan
-
22
menetapkan harta warisan tersebut
pihak istri pertama juga berhak
menerimanya, dan hal tersebut
sesuai dengan teori keadilan,
2. Faktor Yuridis Dan Non
Yuridis yang Menyebabkan
Terjadinya Pengingkaran Surat
Wasiat Dalam Perkawinan
Poligami adalah :
a. Faktor yuridis yang
menyebabkan terjadinya
pengingkaran surat
wasiat menurut istri
kedua adalah, harta
warisan yang hendak
dibagi merupakan harta
bersama antara pewaris X
dengan nyonya BA atau
istri kedua dan istri kedua
atau nyonya BA merasa
bahwa surat wasiat yang
dibuat pewaris tidak sah
karena dibuat secara
sepihak oleh pewaris di
notaris tanpa
menghadirkan istri kedua
atau nyonya BA.
b. Alasan non yuridis
pengingkaran surat
wasiat dalam perkawinan
poligami adalah tidak
setuju dengan apa yang
tertulis di dalam isi surat
wasiat tersebut, ataupun
iri dengan istri pertama,
karena tidak sepatutnya
istri pertama
mendapatkan bagian
harta warisan.
3. Akibat hukum yang timbul
adalah Gugatan dipengadilan
atau masuk jalur litigasi dan
pihak pengadilan akan
memaksa pihak tergugat agar
melaksanakan ketentuan yang
ada dalam surat wasiat
sebagaimana mestinya dalam
pembagian waris menurut
ketentuan hukum waris islam
yang berlaku
-
23
DAFTAR PUSTAKA
A. Pitlo, Hukum Waris Menurut KUH Perdata Belanda jilid (Terjemahan M. Isa
Arif) Tintamas, Jakarta,1979.
Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Akademika-Presindo,
Jakarta, 1997.
Ali afandi, hukum waris, hukum keluarga, hukum pembuktian, jakarta : Rineka
Cipta, 1997
Ash, Shiddiegy, Hasbi, Fiqul Mawaris, Bulan Bintang, Jakarta, 1973.
As, Sahabum, Muhammad Ali Imron, Hukum Waris Dalam Syariat Islam, CV. Diponegoro, Jakarta, 1988.
Asy Syarifain, Kahardiman al Haramain, Al-Quran dan Terjemahan, DEPAG, 1988.
Budiono, A., Ramad, Pembaharuan Hukum Islam di Indonesia, Citra Aditya, Bakti, Bandung, 1999.
Djoko Prasetyo dan I Ketut Murtika, Azas-azas Hukum Perkawinan di Indonesia, Bina Aksara, Jakarta, 1978
Erman Rajaguguk, Penyelesaian Sengketa Alternatif: Negoisasi, Mediasi,
Konsiliasi, Arbitrase, Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia,
2005
Habib adjie, meneropong khazanah Notaris dan PPAT indonesia (kumpulan
tulisan tentang Notaris dan PPAT), Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2009
Subekti dan Tjipto Sudibjo, KUH Perdata, Terjemahan Pradnyo Daramita, Jakarta,
1982.
Subekti, , pokok-pokok hukum perdata, jakarta: cetakan 26, intermassa,1994
-
24
SENGKETA WARISAN AKIBAT PENGINGKARAN SURAT WASIAT
YANG DIBUAT OLEH NOTARIS DALAM PERKAWINAN POLIGAMI
(STUDI KASUS DI PENGADILAN AGAMA KABUPATEN MALANG)
NASKAH PUBLIKASI
JURNAL
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Ujian Tesis
Disusun Oleh :
FANIKO ANDIYANSYAH S.H
116010200111032
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL
PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2013