JURNAL HUKUM BARU TIPU

24
1 SENGKETA WARISAN AKIBAT PENGINGKARAN SURAT WASIAT YANG DIBUAT OLEH NOTARIS DALAM PERKAWINAN POLIGAMI Faniko Andiyansyah , 1 Thohir Luth 2 , Adum Dasuki 3 Program Studi Magister Kenotariatan, Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang Email : [email protected] Abstraksi Sengketa warisan itu sendiri bisa diartikan sebagai konflik antara dua pihak atau lebih yang mempunyai kepentingan berbeda terhadap satu atau beberapa obyek warisan yang dapat menimbulkan akibat hukum bagi keduanya. Dan akibat hukum itu sendiri biasanya timbul dikarenakan adanya hubungan hukum antara hak ataupun kewajiban yang dilakukan oleh seseorang. dan dalam pokok penelitian saya ini, pengingkaran surat wasiat tersebut, dilatar belakangi si pewaris mempunyai istri lebih dari satu, atau biasa disebut sebagai perkawinan poligami sehingga menimbulkan sengketa warisan. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian empiris, dengan menngunakan pendekatan yuridis sosiologis. Dalam penelitian yang penulis lakukan, penulis ingin meneliti bagaimana penyelesaian sengketa warisan akibat pengingkaran surat wasiat yang dibuat oleh notaris dalam perkawinan poligami Serta faktor yuridis dan non yuridis apa yang menyebabkan terjadinya pengingkaran surat wasiat dalam perkawinan poligami dan akibat hukum apa yang timbul apabila surat wasiat diingkari . Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa penyelesaian sengketa warisan dapat diselesaikan melalui jalur non litigasi atau jalur litigasi serta faktor yuridis pengingkaran surat wasiat adalah 1 Mahasiswa, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang. 2 Pembimbing Utama, Dosen Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang. 3 Pembimbing Pendamping, Dosen Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang.

description

JURNAL HUKUM

Transcript of JURNAL HUKUM BARU TIPU

  • 1

    SENGKETA WARISAN AKIBAT PENGINGKARAN SURAT WASIAT

    YANG DIBUAT OLEH NOTARIS DALAM PERKAWINAN POLIGAMI

    Faniko Andiyansyah ,1Thohir Luth2, Adum Dasuki3

    Program Studi Magister Kenotariatan, Pasca Sarjana Fakultas Hukum

    Universitas Brawijaya Malang

    Email : [email protected]

    Abstraksi

    Sengketa warisan itu sendiri bisa diartikan sebagai konflik antara dua pihak

    atau lebih yang mempunyai kepentingan berbeda terhadap satu atau beberapa obyek

    warisan yang dapat menimbulkan akibat hukum bagi keduanya. Dan akibat hukum itu

    sendiri biasanya timbul dikarenakan adanya hubungan hukum antara hak ataupun

    kewajiban yang dilakukan oleh seseorang. dan dalam pokok penelitian saya ini,

    pengingkaran surat wasiat tersebut, dilatar belakangi si pewaris mempunyai istri lebih

    dari satu, atau biasa disebut sebagai perkawinan poligami sehingga menimbulkan

    sengketa warisan. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

    penelitian empiris, dengan menngunakan pendekatan yuridis sosiologis. Dalam

    penelitian yang penulis lakukan, penulis ingin meneliti bagaimana penyelesaian

    sengketa warisan akibat pengingkaran surat wasiat yang dibuat oleh notaris dalam

    perkawinan poligami Serta faktor yuridis dan non yuridis apa yang menyebabkan

    terjadinya pengingkaran surat wasiat dalam perkawinan poligami dan akibat hukum

    apa yang timbul apabila surat wasiat diingkari. Dari penelitian tersebut dapat

    disimpulkan bahwa penyelesaian sengketa warisan dapat diselesaikan melalui jalur

    non litigasi atau jalur litigasi serta faktor yuridis pengingkaran surat wasiat adalah

    1 Mahasiswa, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang.

    2 Pembimbing Utama, Dosen Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang.

    3 Pembimbing Pendamping, Dosen Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang.

  • 2

    surat wasiat dibuat secara sepihak oleh pewaris di notaris kemudian alasan non

    yuridis tidak sepatutnya istri pertama mendapatkan bagian harta warisan dan akibat

    hukum yang timbul adalah gugatan dipengadilan

    Kata Kunci : Sengketa warisan, Perkawinan Poligami

    Abstract

    Inheritance dispute itself could be interpreted as a conflict between two or

    more parties who have different interests on one or more objects that can be inherited

    legal consequences for both. And effect of law itself usually arises due to the legal

    relationship between the rights or obligations of a person. and in my research this

    subject, the denial of the will, the testator's background having more than one wife, or

    commonly referred to as a polygamous marriage, giving rise to an inheritance

    dispute. Types of research used in this study is an empirical study, using the socio-

    juridical approach. In a study conducted by the author, the author wanted to explore

    how inheritance dispute settlement due to denial of wills made by a notary in

    polygamous marriages, As well as juridical and non-juridical factors what causes the

    denial of the will in polygamous marriages and what the legal consequences that arise

    when a will denied. From these studies it can be concluded that the inheritance

    dispute can be resolved through litigation or non-litigation and pathways as well as

    the denial of judicial factor wills are wills made unilaterally by the testator at the

    notary then non juridical reasons the first wife should not get a share of the estate and

    the legal consequences The lawsuit is in court arising

    Keywords: Dispute inheritance, Polygamy marriage

  • 3

    A. PENDAHULUAN

    Sengketa warisan itu sendiri bisa

    diartikan sebagai konflik antara dua

    pihak atau lebih yang mempunyai

    kepentingan berbeda terhadap satu

    atau beberapa obyek warisan yang

    dapat menimbulkan akibat hukum bagi

    keduanya. Dan akibat hukum itu

    sendiri biasanya timbul dikarenakan

    adanya hubungan hukum antara hak

    ataupun kewajiban yang dilakukan

    oleh seseorang.

    Membuat wasiat itu sendiri

    atau (testament) didalam KUHPerdata

    diartikan sebagai perbuatan hukum,

    seseorang menentukan tentang apa

    yang terjadi dengan harta kekayaannya

    setelah meninggal dunia. Harta

    warisan seringkali menimbulkan

    berbagai masalah hukum dan sosial,

    oleh karena itu memerlukan

    pengaturan dan penyelesaian secara

    tertib dan teratur sesuai dengan

    peraturan perundang-undangan yang

    berlaku. Wasiat (testament) juga

    merupakan perbuatan hukum yang

    sepihak. Hal ini erat hubungannya

    dengan sifat (dapat dicabut) dari

    ketetapan wasiat (testament) itu. Disini

    berarti bahwa wasiat (testament) tidak

    dapat dibuat oleh lebih dari satu orang

    karena akan menimbulkan kesulitan

    apabila salah satu pembuatnya akan

    mencabut kembali wasiat (testament).

    Hal ini seperti ternyata dalam pasal

    930 KUHPerdata, yang menyatakan

    bahwa : Dalam satu-satunya akta, dua

    orang atau lebih tak diperbolehkan

    menyatakan wasiat mereka, baik untuk

    mengaruniai seorang ke tiga, maupun

    atas dasar penyataan bersama atau

    bertimbal balik . Ketetapan dalam

    wasiat (testament) memiliki 2 (dua)

    ciri, yaitu dapat dicabut dan berlaku

    berhubung dengan meninggalnya

    seseorang4

    Akta wasiat (testament acte)

    notaris mempunyai peran yang sangat

    penting. Dari pasal 943 KUHPerdata

    mengatur bahwa : Setiap notaris yang

    menyimpan surat-surat testament

    diantara surat-surat aslinya, biar dalam

    4 Hartono Soerjopratiknjo, Hukum Waris Testamenter, Seksi Notariat Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Cetakan ke-1, Yogyakarta, 1982, hal. iv

  • 4

    bentuk apapun juga harus setelah si

    pewaris meninggal dunia,

    memberitahukannya kepada yang

    berkepentingan. Sesuai dengan

    perundang-undangan yang berlaku,

    maka bantuan notaris dari awal hingga

    akhir proses pembuatan akta wasiat

    (testament acte) sangat diperlukan

    sehingga memperoleh kekuatan hukum

    yang mengikat. Tanggung jawab

    notaris dalam pembuatan akta wasiat

    (testament acte) mencakup

    keseluruhan dari tugas, kewajiban, dan

    wewenang notaris dalam menangani

    masalah pembuatan akta wasiat

    (testament acte), termasuk melindungi

    dan menyimpan surat-surat atau akta-

    akta otentik.

    Terkait mengenai masalah

    harta warisan yang dimana oleh

    pewaris sudah ditentukan

    pembagianya sebelum pewaris

    meninggal dunia lewat surat wasiat

    yang dibuatnya di notaris, sehingga

    mempunyai kekuatan hukum yang sah

    dan mengikat para pihak di mata

    hukum, seharusnya tidak ada alasan

    pembenar bagi seseorang untuk dapat

    mengingkarinya, namun hal tersebut

    masih sering terjadi dimasyarakat, dan

    dalam pokok penelitian ini,

    pengingkaran surat wasiat tersebut,

    dilatar belakangi si pewaris

    mempunyai istri lebih dari satu, atau

    biasa disebut sebagai perkawinan

    poligami.

    Sebagaimana kasus yang

    dialami oleh bapak X, dimana pada

    tahun 1970, menikahi seorang wanita

    yang bernama nyonya AB, yang

    kemudian dikarunia dengan 3 orang

    anak yang merupakan hasil dari buah

    perkawinan mereka, dan selang

    beberapa tahun kemudian, yang

    tepatnya pada tahun 1980 bapak X

    menikah untuk kedua kalinya dengan

    seorang wanita yang bernama nyonya

    BA, dan dari perkawinan keduanya

    bapak X dikarunia dengan 2 orang

    anak, dan tepatnya pada tanggal 20

    november 2011 bapak X meninggal

    dunia, namun sebelum meninggal

    dunia, tepatnya tanggal 01 november

    2011 bapak X membuat sebuah surat

    wasiat dihadapan Notaris yang

    berwilayah kerja dikabupaten malang,

    bersama dengan anak pertamanya dari

    perkawinan pertamanya, dan inti dari

    surat wasiat tersebut adalah membagi

    harta warisanya secara adil dan rata

  • 5

    kepada seluruh ahli waris menurut

    hukum syariat islam yang berlaku,

    baik harta yang diperoleh selama

    hidup dengan istri pertama dan juga

    harta yang diperoleh selama hidup

    dengan istri ke duanya. Namun

    ternyata pada kenyataanya nyonya BA

    tidak mau membagi harta warisan

    yang diperolehnya selama

    perkawinanya dengan bapak X dan

    bermaksud menghakinya sendiri,

    dengan mengesampingkan surat wasiat

    yang sudah dibuat oleh almarhum X

    dihadapan notaris.

    Jadi dapat kita lihat bahwa

    kasus sengketa waris akibat

    pengingkaran surat wasiat yang dibuat

    oleh notaris dalam perkawinan

    poligami diatas menekankan bahwa

    pewarisan dalam keluarga utamanya

    perkawinan poligami yang dimana

    pewaris meninggalkan surat wasiat

    sebelum meninggal dunia adalah

    masalah yang tidak dapat dipandang

    sebelah mata, dan untuk

    menyelesaikan pewarisan baik yang

    terjadi ataupun yang akan terjadi

    diperlukan pengetahuan dan

    pemahaman yang matang oleh setiap

    anggota masyarakat yang disertai

    peran aktif pemerintah dan juga notaris

    sebagai pejabat umum. Berdasarkan

    uraian latar belakang permasalahan

    diatas maka yang menjadi

    permasalahan dalam jurnal ini adalah :

    Bagaimana penyelesaian sengketa

    warisan akibat pengingkaran surat

    wasiat yang dibuat oleh notaris dalam

    perkawinan poligami ? Serta faktor

    yuridis dan non yuridis apa yang

    menyebabkan terjadinya pengingkaran

    surat wasiat dalam perkawinan

    poligami ? Dan apa akibat hukum yang

    timbul akibat pengingkaran surat

    wasiat yang dibuat notaris dalam

    perkawinan poligami ?

    Tujuan dari diadakanya

    penelitian ini adalah untuk

    mendeskripsikan dan menganalisis

    bagaimana penyelesaian sengketa

    warisan akibat pengingkaran surat

    wasiat yang dibuat oleh notaris dalam

    perkawinan poligami serta faktor apa

    yang menyebabkan terjadinya

    pengingkaran surat wasiat dalam

    perkawinan poligami, serta untuk

    mengetahui faktor yuridis dan non

    yuridis apa yang menyebabkan

    terjadinya pengingkaran surat wasiat

    dalam perkawinan poligami dan untuk

  • 6

    mengetahui apa akibat hukum yang

    timbul akibat pengingkaran surat

    wasiat yang dibuat oleh notaris dalam

    hal perkawinan poligami.

    B. METODE PENELITIAN HUKUM

    Jenis penelitian yang digunakan dalam

    penelitian empiris. Fokus kajian

    hukum empiris. Fokus kajian hukum

    empiris adalah memandang hukum

    sebagai kenyataan yang mencakup

    kenyataan sosial dan kultur. Didalam

    penelitian ini menggunakan

    pendekatan yuridis sosiologis yaitu

    pendekatan yang dianalisis

    menggunakan bahasa hukum yang

    berhubungan dengan masalah

    sengketa warisan akibat pengingkaran

    surat wasiat yang dibuat oleh notaris

    dalam perkawinan poligami serta

    bagaimana penyelesaian yuridisnya

    terkait penyelesaian sengketa warisan

    akibat pengingkaran surat wasiat yang

    dibuat oleh notaris dalam perkawinan

    poligami dan faktor apa yang

    menyebabkan terjadinya pengingkaran

    surat wasiat dalam perkawinan

    poligami, serta akibat hukum apa yang

    timbul apabila surat wasiat yang dibuat

    oleh notaris diingkari dalam hal

    perkawinan poligami Kemudian

    dilanjutkan dengan analisa sosiologis

    dengan cara memperhatikan

    kenyataan-kenyataan yang

    berhubungan secara langsung dengan

    masalah sengketa warisan akibat

    pengingkaran surat wasiat yang dibuat

    oleh notaris dalam perkawinan

    poligami.

    Lokasi penelitian yaitu Di

    pengadilan agama Kabupaten Malang

    dikarenakan pengadilan agama

    mempunyai kewenangan

    menyelesaikan sengketa warisan orang

    yang beragama islam. Teknik

    pengumpulan data dengan interview 3

    orang responden yaitu 1 orang notaris,

    1 orang hakim pengadilan agama dan 1

    orang pihak yang terkait. studi

    dokumentasi mencari dan

    mengumpulkan data dari arsip kantor

    notaris dan pengadilan agama

    kabupaten malang. Sumber data

    primer merupakan sumber data yang

    diperoleh secara langsung dari

    lapangan ( kantor notaris dan

    pengadilan agama kabupaten malang)

    sedangkan sumber data sekunder

  • 7

    dikumpulkan dengan penelaahan

    buku-buku serta menghimpun bahan

    yang berupa teori-teori atau pendapat-

    pendapat para ahli yang kemudian

    menarik suatu kesimpulan.

    Populasi adalah kumpulan

    individu dengan kualitas serta ciri-ciri

    yang telah ditetapkan5 . sedangkan

    Sampel adalah bagian populasi yang

    ditetapkan untuk mewakili sebagian

    dari populasi dan dianggap dapat

    mewakili populasi serta diasumsikan

    mengetahui permasalahan yang dikaji

    sehingga diperoleh informasi yang

    tepat.6

    Analisis penelitian yang

    dipakai dalam menganalis data baik

    primer maupun sekunder dalam

    penelitian ini adalah dengan

    menggunakan metode deskriptif

    kualitatif, yaitu mengambarkan

    bagaimana penyelesaian sengketa

    warisan akibat pengingkaran surat

    wasiat yang dibuat oleh notaris dalam

    perkawinan poligami dan faktor apa

    yang menyebabkan terjadinya

    5 Muhamad Nazir, Metode Penelitian. ( Ghalia Indonesia), Hlm 325 6 Ibid hlm 325

    pengingkaran surat wasiat dalam

    perkawinan poligami, serta apa bentuk

    tanggung jawab notaris terhadap surat

    wasiat yang dibuatnya apabila terjadi

    sengketa warisan dalam perkawinan

    poligami serta mengkaitkanya dengan

    teori hukum yang ada, dalam hal ini

    teori penyelesaian sengketa, teori

    pembuktian akta dan teori

    perlindungan hukum.

  • 8

    C. HASIL DAN PEMBAHASAN

    C.1. PENYELESAIAN SENGKETA WARISAN AKIBAT PENGINGKARA SURAT WASIAT YANG DIBUAT OLEH NOTARIS DALAM

    PERKAWINAN POLIGAMI.

    Bahwa pada tahun

    1970 bapak X menikahi

    seorang wanita yang bernama

    nyonya AB, yang kemudian

    dikarunia dengan 3 orang

    anak yang merupakan hasil

    dari buah perkawinan mereka,

    dan selang beberapa tahun

    kemudian, yang tepatnya pada

    tahun 1980 bapak X menikah

    untuk kedua kalinya dengan

    seorang wanita yang bernama

    nyonya BA, dan dari

    perkawinan keduanya bapak

    X dikarunia dengan 2 orang

    anak, dan tepatnya pada

    tanggal 20 november 2011

    bapak X meninggal dunia,

    namun sebelum meninggal

    dunia, tepatnya tanggal 01

    november 2011 bapak X

    membuat sebuah surat wasiat

    dihadapan Notaris yang

    berwilayah kerja dikabupaten

    malang, bersama dengan anak

    pertamanya dari perkawinan

    pertamanya, dan inti dari

    surat wasiat tersebut adalah

    membagi harta warisanya

    secara adil dan rata kepada

    seluruh ahli waris menurut

    hukum syariat islam yang

    berlaku, baik harta yang

    diperoleh selama hidup

    dengan istri pertama dan juga

    harta yang diperoleh selama

    hidup dengan istri ke duanya.

    Namun ternyata pada

    kenyataanya nyonya BA tidak

    mau membagi harta warisan

    yang diperolehnya selama

    perkawinanya dengan bapak

    X dan bermaksud

    menghakinya sendiri, dengan

    mengesampingkan surat

    wasiat yang sudah dibuat oleh

    almarhum X dihadapan

    notaris.

    Seperti kasus diatas

    yang dimaksud harta warisan

    yang akan diberikan kepada

  • 9

    para ahli waris hanya

    bagian dari keseluruhan harta

    si pewaris, sedangkan

    bagian harta dari sipewaris di

    gunakan untuk melunasi

    hutang-hutang dan biaya-

    biaya kemeninggalan si

    pewaris, namun apabila

    kurang, bisa diambilkan dari

    bagian harta yang

    seyogyanya merupakan harta

    warisan.

    Di dalam UU

    Perkawinan diatur tentang

    harta benda dalam

    Perkawinan pada Pasal 35,

    yang menyatakan:

    1. Harta benda yang

    diperoleh selama

    perkawinan menjadi

    harta bersama.

    2. Harta bawaan dari

    masing-masing suami

    istri dan harta benda

    yang diperoleh masing-

    masing sebagai hadiah

    atau warisan adalah

    dibawah penguasaan

    masing-masing

    sepanjang para pihak

    tidak menentukan lain.

    Ini artinya, bahwa:

    a. Selama masa

    perkawinan bapak

    dan Ibu, sekalipun

    hanya bapak saja

    yang bekerja

    mencari nafkah dan

    mengumpulkan

    harta, maka Ibu-

    pun berhak atas

    setengahnya dari

    harta perolehan

    Bapak tersebut,

    begitu pula

    sebaliknya.

    b. Dan jika mau

    dibagi warisan

    bapak, maka yang

    dimaksud dengan

    warisan bapak di

    dalam UU

    Perkawinan ini,

    adalah setengah

    (1/2) dari seluruh

    harta bersama yang

    diperoleh selama

  • 10

    masa perkawinan

    Bapak dan Ibu,

    ditambah:

    b.1. Harta bawaan

    bapak (jika ada).

    Ini adalah harta

    yang diperoleh

    beliau sebelum

    masa

    pernikahan

    dengan Ibu.

    b.2. Juga bisa jadi

    bapak

    memperoleh

    hadiah dari

    seseorang, dari

    keluarganya atau

    lembaga, maka

    itu juga bisa

    dimasukkan ke

    dalam harta

    warisan bapak.

    b.3. Satu lagi adalah

    warisan yang

    diperoleh bapak

    dari Pihak

    keluarganya,

    maka harta

    warisan tersebut

    dimasukkan

    kedalam

    kelompok harta

    warisan bapak,

    yang akan

    dibagikan kepada

    semua ahli

    warisnya.

    Didalam Kompilasi

    Hukum Islam(KHI),

    yang mengatur mengenai

    Harta Bersama yang

    menyatakan:

    1. Pasal 85: Adanya harta

    bersama dalam

    perkawinan itu tidak

    menutup kemungkinan

    adanya harta milik

    masing-masing suami

    atau isteri.

    2. Pasal 86:

    1) Pada dasarnya

    tidak ada

    percampuran

    antara harta

    suami dan harta

  • 11

    isteri karena

    perkawinan.

    2) Harta isteri

    tetap menjadi

    hak isteri dan

    dikuasi penuh

    olehnya,

    demikian juga

    harta suami

    tetap menjadi

    hak suami dan

    dikuasai penuh

    olehnya.

    3. Pasal 87:

    1) Harta bawaan

    masing-masing

    suami dan isteri

    dan harta yang

    diperoleh

    masing-masing

    sebagai hadiah

    atau warisan

    adalah di bawah

    penguasaan

    masing-masing,

    sepanjang para

    pihak tidak

    menentukan

    lain dalam

    perjanjian

    perkawinan.

    2) Suami dan isteri

    mempunyai hak

    sepenuhnya

    untuk

    melakukan

    perbuatan

    hukum atas

    harta masing-

    masing berupa

    hibah, hadiah,

    sodaqah atau

    lainnya.

    Pasal-pasal KHI

    tersebut berarti:

    a. Sekalipun ada Harta

    Bersama dalam

    Perkawinan, tetapi

    bisa saja ada harta

    masing-masing,

    yang bisa berupa

    harta bawaan

    sebelum

    perkawinan, harta

    warisan yang

    diperoleh setelah

    perkawinan, ada

    hadiah yang

  • 12

    diterima salah satu

    pihak ketika dalam

    perkawinan, atau

    bisa juga karena

    diperjanjikan dalam

    Perjanjian

    Perkawinan.

    b. Bahwa terhadap

    harta-harta pada

    huruf a, tidak ada

    percampuran, dan

    masing-masing

    berhak

    mengakuinya

    sebagai harta

    pribadinya. Dan

    berhak bertindak

    untuk dan atas nama

    dirinya sendiri.

    Jika ada ahli waris

    yang meminta

    dilakukannya pembagian

    warisan bapak, maka

    hanya harta milik Bapak

    sajalah yang bisa

    dibagikan terlebih dahulu.

    Yang milik Ibu,

    dipisahkan. Secara teknis

    memang agak repot, jika

    ingin dibagikan langsung,

    karena terkadang Ibu tidak

    memiliki uang untuk

    meng-uang-kan harta

    bagian Bapak, sehingga

    yang bisa dilakukan adalah

    menjual harta bersama

    Bapak dan Ibu, kemudian

    hasilnya dibagi dua.

    Bagian Ibu diserahkan

    kepada Ibu

    pemanfaatannya. Apakah

    akan dibelikan rumah

    pengganti, atau untuk

    peruntukkan lainnya. Yang

    perlu diingat juga, bahwa

    sekalipun Ibu sudah

    menerima dari harta

    bersama, beliau masih

    berhak atas bagian dalam

    kedudukannya sebagai istri

    (sebesar 1/8 dari Harta

    warisan Bapak, jika ada

    anak). Sesuai dengan

    ketentuan Hukum Islam

    yang berlaku.

    Harta bersama

    perkawinaan poligami

    dalam pasal 94 kompilasi

    hukum islam dirumuskan

    bentuk harta bersama

  • 13

    dalam perkawinan

    poligami menurut

    ketentuan yang

    dirumuskan dalam pasal

    tersebut, harta bersama

    dari seorang lelaki yang

    memiliki istri lebih dari

    seorang, masing-masing

    terpisah dan berdiri sendiri.

    Seterusnya pasal 94

    mengatakan kepemilikan

    harta bersama dari

    perkawinan seorang suami

    yang mempunyai istri lebih

    dari seorang sebabgaimana

    tersebut ayat 1, dihitung

    pada saat berlangsungnya

    akad perkawinan yang

    kedua, ketiga atau yang

    keempat.

    Apa yang dirumuskan

    diatas sejalan dengan

    ketentuan hukum adat dan

    pasal 65 ayat 1 huruf b dan

    c UU no 1 tahun 1974.

    Dengan demikian baik

    dalam perkawinan

    poligami berlaku asas

    terbentuk harta bersama

    sebanyak istri yang

    dikawini suami, batas

    menentukan terbentuknya

    harta bersama, terhitung

    sejak tanggal perkawinan

    masing-masing istri.

    kelanjutan kasus

    sengketa waris diatas dapat

    diselesaikan melalui 2 proses.

    Proses penyelesaian sengketa

    tertua melalui proses litigasi

    didalam pengadilan,

    kemudian berkembang proses

    penyelesaian sengketa melalui

    kerjasama (kooperatif) diluar

    pengadilan. Proses litigasi

    menghasilkan kesepakatan

    yang bersifat adversarial yang

    belum mampu merangkul

    kepentingan bersama,

    cenderung menimbulkan

    masalah baru, lambat dalam

    penyelesaianya,

    membutuhkan biaya yang

    mahal, tidak responsif, dan

    menimbulkan permusuhan

    diantara pihak yang

    bersengketa. Sebaliknya

    melalui proses diluar

  • 14

    pengadilan menghasilkan

    kesepakatan yang bersifat

    win-win solution, dijamin

    kerahasian sengketa para

    pihak, apalagi dalam hal ini

    kasus sengketa harta warisan

    dalam perkawinan poligami,

    tidak baik jika sampai

    diketahui halayak ramai.

    Disisi lain juga dihindarinya

    kelambatan yang diakibatkan

    karena hal prosedural dan

    administratif, menyelesaikan

    masalah secara komprehensif

    dalam kebersamaan, dan tetap

    menjaga hubungan baik

    sesama istri. Satusatunya

    kelebihan proses non litigasi

    ini sifat kerahasiaan, karena

    proses persidangan bahkan

    hasil keputusan pun tidak

    dipublikasikan.

    Sebelum mengajukan

    gugatan kepihak pengadilan

    agama, sebaiknya dilakukan

    mediasi dulu dengan meminta

    bantuan hakim pengadilan

    agama untuk menjadi

    mediator untuk menerangkan

    maksud dari isi surat wasiat

    tersebut, dengan cara

    mememberikan surat wasiat

    tersebut kepihak pengadilan

    agama dan Apabila Surat

    wasiat diserahkan kepada

    pihak pengadilan, maka pihak

    pengadilan agama akan

    melakukan P3HP(

    Permohonan Pertolongan

    Pembagian Harta

    Peninggalaan) dan Pihak

    Pengadilan akan membantu

    membagikan harta warisan

    sesuai dengan ketentuan

    Hukum islam yang berlaku

    dan P3HP ini merupakan jalur

    non Litigasi yang ditawarkan

    oleh pihak pengadilan

    agama.7

    Apabila kasus

    sengketa warisan akibat

    pengingkaran surat wasiat

    diatas tetap menemui jalan

    buntu maka dilanjutkan

    kejalur litigasi atau jalur

    berperkara kepengadilan

    dengan melakukan gugatan 7 Hasil wawancara dengan Bpk Suhardi, Wakil Ketua Pengadilan Agama Kabupaten Malangpadsa hari selasa, Tgl 19-03-2013.

  • 15

    kepihak istri ke 2 atau nyonya

    BA, maka selanjutnya pihak

    pengadilan akan memproses

    gugatan tersebut.

    Setelah masuk kejalur

    litigasi, dan gugatan pihak

    pengugat diterima, maka

    pihak pengadilan akan

    menyelesaikan kasus sengketa

    warisan akibat pengingkaran

    surat wasiat dalam

    perkawinan poligami sebagai

    berikut. Pihak pengadilan

    berdasarkan Undang-undang

    yang berlaku dan

    yurisprudensi selanjutnya

    akan merinci harta warisan

    yang ditinggalkan pewaris

    mulai pada saat dia menikah

    dengan nyonya AB

    selanjutnya menikah dengan

    nyonya BA dan sampai

    sipewaris meninggal dunia,

    didalam ketentuan pasal 94

    KHI mengatakan

    kepemilikan harta bersama

    dari perkawinan seorang

    suami yang mempunyai istri

    lebih dari seorang

    sebagaimana tersebut ayat 1,

    dihitung pada saat

    berlangsungnya akad

    perkawinan yang kedua,

    ketiga atau yang keempat.

    Selanjutnya pasal 65 ayat 1

    huruf b dan c UU no 1 tahun

    1974. Dalam perkawinan

    poligami berlaku asas

    terbentuk harta bersama

    sebanyak istri yang dikawini

    suami, batas menentukan

    terbentuknya harta bersama,

    terhitung sejak tanggal

    perkawinan masing-masing

    istri Dan didalam pasal 35

    ayat 1 UU no 1 tahun 1974

    mengatakan terbentuknya

    harta bersama dalam

    perkawinan ialah sejak saat

    tanggal terjadinya perkawinan

    sampai ikatan perkawinan

    bubar. Bisa diartikan harta

    apa saja yang diperoleh

    terhitung sejak dilakukanya

    akad nikah sampai saat

    perkawinan pecah baik oleh

    salah satu pihak meninggal

    dunia atau oleh karena

    perceraian, maka seluruh

  • 16

    harta harta tersebut dengan

    sendirinya menurut hukum

    menjadi harta bersama, Jadi

    bapak X menikah dengan

    nyonya AB pada tahun 1970

    sampai dengan tahun 1980,

    selama 10 tahun perkawinan

    bapak X dan nyonya AB,

    Harta yang didapat selama 10

    tahun merupakan harta

    bersama antara bapak X dan

    nyonya AB, maka selanjutnya

    akan dibagi 2, setengah

    bagian milik nyonya AB dan

    setengah bagian lagi milik

    bapak X yang merupakan

    harta warisan, walaupun

    nyonya AB sudah menrima

    bagian harta bersama, tapi

    nyonya AB masih berhak atas

    1/8 bagian dari harta warisan,

    dan sisanya 7/8 bagian

    dibagikan untuk anak-anak

    dari perkawinan mereka

    berdua dengan perbandingan

    2:1 anak laki-laki

    mendapatkan dua kali bagian

    anak perempuan, selanjutnya

    perkawinan kedua, yang

    terhitung sejak tahun 1980

    sampai tahun 2011, harta

    yang diperoleh merupakan

    harta bersama dari bapak X,

    nyonya BA dan nyonya AB.

    Hal tersebut dikarenakan

    ketentuan pasal 94 KHI

    mengatakan kepemilikan

    harta bersama dari

    perkawinan seorang suami

    yang mempunyai istri lebih

    dari seorang sebagaimana

    tersebut ayat 1, dihitung pada

    saat berlangsungnya akad

    perkawinan yang kedua,

    ketiga atau yang keempat, dan

    pasal 35 ayat 1 UU no 1

    tahun 1974 mengatakan

    terbentuknya harta bersama

    dalam perkawinan ialah sejak

    saat tanggal terjadinya

    perkawinan sampai ikatan

    perkawinan bubar dan

    dikarenakan perkawinan

    pertama antara bapak X dan

    nyonya AB belum terputus

    dan tetap menjadi istri sah

    dari bapak X, oleh karena hal

    tersebut berdasarkan undang-

    undang diatas dan

    yurisprudensi, hal diatas

  • 17

    merupakan suatu ketetapan

    pengadilan agama.8

    8 ibid

  • 18

    C.2. FAKTOR YURIDIS DAN NON YURIDIS YANG MENYEBABKAN

    TERJADINYA PENGINGKARAN SURAT WASIAT DALAM

    PERKAWINAN POLIGAMI

    1. Faktor yuridis yang

    menyebabkan terjadinya

    pengingkaran surat wasiat

    menurut istri kedua adalah,

    harta warisan yang hendak

    dibagi merupakan harta

    bersama antara pewaris X

    dengan nyonya BA atau

    istri kedua 9, hal tersebut

    dipertegas dengan dengan

    ketentuan pasal 94

    kompilasi hukum islam

    dirumuskan bentuk harta

    bersama dalam perkawinan

    poligami menurut

    ketentuan yang dirumuskan

    dalam pasal tersebut, harta

    bersama dari seorang lelaki

    yang memiliki istri lebih

    dari seorang, masing-

    masing terpisah dan berdiri

    sendiri. Seterusnya pasal 94

    mengatakan kepemilikan

    harta bersama dari

    perkawinan seorang suami

    9 Hasil wawancara dengan nyonys BA, pada hari rabu tanggal 10 -04- 2013

    yang mempunyai istri lebih

    dari seorang sebabgaimana

    tersebut ayat 1, dihitung

    pada saat berlangsungnya

    akad perkawinan yang

    kedua, ketiga atau yang

    keempat.

    Apa yang dirumuskan

    diatas sejalan dengan

    ketentuan hukum adat dan

    pasal 65 ayat (1) huruf b

    dan c UU no 1 tahun 1974.

    Dengan demikian baik

    dalam perkawinan

    poligami berlaku asas

    terbentuk harta bersama

    sebanyak istri yang

    dikawini suami, batas

    menentukan terbentuknya

    harta bersama, terhitung

    sejak tanggal perkawinan

    masing-masing istri.

    Sehingga atas dasar hal

    tersebut diatas pihak

    nyonya BA mengingkari

    ketentuan surat wasiat, dan

  • 19

    tidak mau membagi waris

    dengan pihak istri pertama

    atau nyonya AB. dan istri

    kedua atau nyonya BA

    merasa bahwa surat wasiat

    yang dibuat pewaris di

    notaris tidak sah karena

    dilakukan secara sepihak

    tanpa menghadirkan

    ataupun memperitahukan

    akan membagi harta

    warisan melalui surat

    wasiat kepada istri kedua

    atau nyonya BA.

    2. Alasan non yuridis

    pengingkaran surat wasiat

    dalam perkawinan poligami

    adalah tidak setuju dengan

    apa yang tertulis di dalam

    isi surat wasiat tersebut,

    ataupun iri dengan istri

    pertama, karena tidak

    sepatutnya istri pertama

    mendapatkan bagian harta

    warisan10.

    Berdasar pernyataan kasus

    diatas, menurut ketentuan

    undang undang yang 10 ibid

    berlaku, terkait alasan

    yuridis yang menyatakan

    bahwa surat wasiat yang

    dibuat oleh notaris

    merupakan karangan dari

    istri pertama atau nyonya

    AB, berdasarkan stetment

    tersebut, surat wasiat yang

    dimana dibuat dihadapan

    notaris merupakan akta

    otentik dan merupakan

    suatu perbuatan sepihak

    yang dilakukan oleh

    pewaris.

  • 20

    C.3. Akibat Hukum Yang Timbul Akibat Pengingkaran Surat Wasiat Yang

    Dibuat Oleh Notaris Dalam Hal Perkawinan Poligami

    akibat hukum yang timbul adalah

    Gugatan dipengadilan atau masuk

    jalur litigasi. Apabila diselesaikan

    jalur Litigasi maka pihak nyonya

    AB selaku istri pertama harus

    mengajukan gugatan ke pengadilan

    agama, dengan dasar hukum surat

    wasiat yang dibuat pewaris bapak

    X dihadapan notaris, kemudian

    sama pihak pengadilan agama akan

    dipelajari apakah surat wasiat ini

    benar-benar sah dalam tata cara

    pembuatanya dan apabila benar

    benar dijamin keabsahanya dimuka

    pengadilan, maka surat wasiat

    wajib ditaati oleh para pihak,

    dikarenakan surat wasiat berlaku

    sebagai undang-undang bagi para

    pihak, dan apabila pihak tergugat

    tetap bersih kukuh tidak mau

    mentaati surat wasiat yang dibuat

    oleh pewaris X, maka akibat

    hukum yang timbul adalah pihak

    pengadilan akan memaksa pihak

    tergugat agar melaksanakan

    ketentuan yang ada dalam surat

    wasiat sebagaimana mestinya.11

    11 hasil wawancara Bpk Suhardi, Wakil Ketua Pengadilan Agama Kabupaten Malang. Op.cit

  • 21

    D. PENUTUP

    D.1. KESIMPULAN 1. Penyelesaian sengketa waris akibat

    pengingkaran surat wasiat yang

    dibuat notaris dalam perkawinan

    poligami dapat diselesaikan

    melalui 2 proses. Proses

    penyelesaian sengketa tertua

    melalui proses litigasi didalam

    pengadilan, kemudian berkembang

    proses penyelesaian sengketa

    melalui kerjasama (kooperatif)

    diluar pengadilan atau non litigasi.

    Dan pembagian warisnya yang adil

    menurut pengadilan agama adalah

    pertama menelusuri awal mula

    terjadinya pernikahan yaitu bapak

    X menikah dengan nyonya AB

    pada tahun 1970 sampai dengan

    tahun 1980, selama 10 tahun

    perkawinan bapak X dan nyonya

    AB, Harta yang didapat selama 10

    tahun merupakan harta bersama

    antara bapak X dan nyonya AB,

    maka selanjutnya akan dibagi 2,

    setengah bagian milik nyonya

    AB dan setengah bagian lagi

    milik bapak X yang merupakan

    harta warisan, walaupun nyonya

    AB sudah menrima bagian harta

    bersama, tapi nyonya AB masih

    berhak atas 1/8 bagian dari harta

    warisan, dan sisanya dibagikan

    untuk anak-anak dari perkawinan

    mereka berdua, selanjutnya

    perkawinan kedua, yang terhitung

    sejak tahun 1980 sampai tahun

    2011, harta yang diperoleh

    merupakan harta bersama dari

    bapak X, nyonya BA dan nyonya

    AB. Hal tersebut dikarenakan

    walaupun ketentuan pasal 94 KHI

    mengatakan kepemilikan harta

    bersama dari perkawinan seorang

    suami yang mempunyai istri lebih

    dari seorang sebagaimana tersebut

    ayat 1, dihitung pada saat

    berlangsungnya akad perkawinan

    yang kedua, ketiga atau yang

    keempat., namun ketentuan

    tersebut tidak memihak pada asas

    keadilan, hal tersebut dikarenakan,

    perkawinan pertama antara bapak

    X dan nyonya AB belum terputus

    dan tetap menjadi istri sah dari

    bapak X, oleh karena hal tersebut

    berdasarkan yurisprudensi pihak

    pengadilan agama akan

  • 22

    menetapkan harta warisan tersebut

    pihak istri pertama juga berhak

    menerimanya, dan hal tersebut

    sesuai dengan teori keadilan,

    2. Faktor Yuridis Dan Non

    Yuridis yang Menyebabkan

    Terjadinya Pengingkaran Surat

    Wasiat Dalam Perkawinan

    Poligami adalah :

    a. Faktor yuridis yang

    menyebabkan terjadinya

    pengingkaran surat

    wasiat menurut istri

    kedua adalah, harta

    warisan yang hendak

    dibagi merupakan harta

    bersama antara pewaris X

    dengan nyonya BA atau

    istri kedua dan istri kedua

    atau nyonya BA merasa

    bahwa surat wasiat yang

    dibuat pewaris tidak sah

    karena dibuat secara

    sepihak oleh pewaris di

    notaris tanpa

    menghadirkan istri kedua

    atau nyonya BA.

    b. Alasan non yuridis

    pengingkaran surat

    wasiat dalam perkawinan

    poligami adalah tidak

    setuju dengan apa yang

    tertulis di dalam isi surat

    wasiat tersebut, ataupun

    iri dengan istri pertama,

    karena tidak sepatutnya

    istri pertama

    mendapatkan bagian

    harta warisan.

    3. Akibat hukum yang timbul

    adalah Gugatan dipengadilan

    atau masuk jalur litigasi dan

    pihak pengadilan akan

    memaksa pihak tergugat agar

    melaksanakan ketentuan yang

    ada dalam surat wasiat

    sebagaimana mestinya dalam

    pembagian waris menurut

    ketentuan hukum waris islam

    yang berlaku

  • 23

    DAFTAR PUSTAKA

    A. Pitlo, Hukum Waris Menurut KUH Perdata Belanda jilid (Terjemahan M. Isa

    Arif) Tintamas, Jakarta,1979.

    Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Akademika-Presindo,

    Jakarta, 1997.

    Ali afandi, hukum waris, hukum keluarga, hukum pembuktian, jakarta : Rineka

    Cipta, 1997

    Ash, Shiddiegy, Hasbi, Fiqul Mawaris, Bulan Bintang, Jakarta, 1973.

    As, Sahabum, Muhammad Ali Imron, Hukum Waris Dalam Syariat Islam, CV. Diponegoro, Jakarta, 1988.

    Asy Syarifain, Kahardiman al Haramain, Al-Quran dan Terjemahan, DEPAG, 1988.

    Budiono, A., Ramad, Pembaharuan Hukum Islam di Indonesia, Citra Aditya, Bakti, Bandung, 1999.

    Djoko Prasetyo dan I Ketut Murtika, Azas-azas Hukum Perkawinan di Indonesia, Bina Aksara, Jakarta, 1978

    Erman Rajaguguk, Penyelesaian Sengketa Alternatif: Negoisasi, Mediasi,

    Konsiliasi, Arbitrase, Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia,

    2005

    Habib adjie, meneropong khazanah Notaris dan PPAT indonesia (kumpulan

    tulisan tentang Notaris dan PPAT), Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2009

    Subekti dan Tjipto Sudibjo, KUH Perdata, Terjemahan Pradnyo Daramita, Jakarta,

    1982.

    Subekti, , pokok-pokok hukum perdata, jakarta: cetakan 26, intermassa,1994

  • 24

    SENGKETA WARISAN AKIBAT PENGINGKARAN SURAT WASIAT

    YANG DIBUAT OLEH NOTARIS DALAM PERKAWINAN POLIGAMI

    (STUDI KASUS DI PENGADILAN AGAMA KABUPATEN MALANG)

    NASKAH PUBLIKASI

    JURNAL

    Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Ujian Tesis

    Disusun Oleh :

    FANIKO ANDIYANSYAH S.H

    116010200111032

    KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL

    PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN

    FAKULTAS HUKUM

    UNIVERSITAS BRAWIJAYA

    MALANG

    2013