jurnal hety lagi

8
Torani (Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan ) Vol. 19 (3) Desember 2009: 129 – 136 ISSN: 0853-4489 Kajian Kondisi Oseanografi untuk Kelayakan Budidaya Beberapa Spesies Rumput Laut 129 KAJIAN KONDISI OSEANOGRAFI UNTUK KELAYAKAN BUDIDAYA BEBERAPA SPESIES RUMPUT LAUT DI PERAIRAN PANTAI BARAT SULAWESI SELATAN Study Oceanographic Conditions for Feasibility Cultivation Some Species of Seaweed in Coastal Waters West of South Sulawesi Ilham Jaya 1 & Abd. Rasyid J 2 1,2) Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin ABSTRACT Seaweeds, one of important commodity in Indonesia, have been widely used for daily needs, either for consumption or for industrial raw material. Seaweed culture requires environment preference for living in the water. This study was carried out in the waters of Pangkep Regency for six months, form July to December 2009. The obtained field data consisted of several physic- chemical oceanography parameters. These data were then analyzed to evaluate and determine the feasibility of marine waters location for seaweed culture purpose, using scoring test, then followed by score weighing. The result of the study suggested that the study area was categorized as suitable enough. In general, the study area can be categorized as suitable area for seaweed culture provided considering certain limiting factors. There are six seaweed species have not been cultured and they have economic prospects. Keywords: seaweed, culture feasibility, west coast PENDAHULUAN Rumput laut merupakan komoditi yang pemanfaatannya cukup luas dalam kehidupan sehari-hari, baik untuk dikonsumsi secara langsung, maupun sebagai bahan baku berbagai industri. Sehingga secara komersial, budidaya komoditi tersebut bersifat sangat menguntungkan. Namun demikian, kenyataan menunjukkan bahwa produksi dalam negeri komoditas tersebut belum mencapai target yang dicanangkan sesuai ketersediaan lahan budidaya potensial yang tersebar pada berbagai peraiaran di Indonesia. Budidaya rumput laut memerlukan preferensi lingkungan untuk tumbuh pada perairan. Preferensi ini jika tidak dipenuhi maka akan sulit bahkan tidak biasa bagi rumput laut untuk tumbuh. Faktor oseanografi memegang peranan penting dalam preferensi lingkungan disamping, topografi serta letak pulau tempat penanaman rumput laut (Barsanti & Paolo Gualtiari, 2006). METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Pelaksanaan Kegiatan penentuan kelayakan budidaya rumput laut dari beberapa spesies baru di perairan Kabupaten Pangkep dilaksanakan selama enam (6) bulan, mulai bulan Juli – Desember 2009. Metode Pelaksanaan Analisis Kuantitatif-Deskriptif Data pengukuran di lapangan dan di laboratorium berupa angka atau nilai parameter perairan dianalisis secara kuantitatif. Kemudian kisaran nilai kesesuaian dan kelayakan perairan laut untuk budidaya perikanan ini dijelaskan dan dibahas secara deskriptif dalam bentuk pelaporan kegiatan. Semua aspek-aspek kelayakan budidaya perikanan laut akan dianalisis berdasarkan data- data lapangan yang mengacu pada standar referensi ilmiah. Pengukuran Parameter Perairan

description

JURNAL MIKOLOGI

Transcript of jurnal hety lagi

Page 1: jurnal hety lagi

Torani (Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan ) Vol. 19 (3) Desember 2009: 129 – 136 ISSN: 0853-4489

Kajian Kondisi Oseanografi untuk Kelayakan Budidaya Beberapa Spesies Rumput Laut 129

KAJIAN KONDISI OSEANOGRAFI UNTUK KELAYAKAN BUDIDAYA BEBERAPA SPESIES RUMPUT LAUT DI PERAIRAN PANTAI BARAT SULAWESI SELATAN

Study Oceanographic Conditions for Feasibility Cultivation Some Species of Seaweed

in Coastal Waters West of South Sulawesi

Ilham Jaya1& Abd. Rasyid J2 1,2)Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin

ABSTRACT

Seaweeds, one of important commodity in Indonesia, have been widely used for daily needs, either for consumption or for industrial raw material. Seaweed culture requires environment preference for living in the water. This study was carried out in the waters of Pangkep Regency for six months, form July to December 2009. The obtained field data consisted of several physic-chemical oceanography parameters. These data were then analyzed to evaluate and determine the feasibility of marine waters location for seaweed culture purpose, using scoring test, then followed by score weighing. The result of the study suggested that the study area was categorized as suitable enough. In general, the study area can be categorized as suitable area for seaweed culture provided considering certain limiting factors. There are six seaweed species have not been cultured and they have economic prospects.

Keywords: seaweed, culture feasibility, west coast

PENDAHULUAN Rumput laut merupakan komoditi yang pemanfaatannya cukup luas dalam kehidupan

sehari-hari, baik untuk dikonsumsi secara langsung, maupun sebagai bahan baku berbagai industri. Sehingga secara komersial, budidaya komoditi tersebut bersifat sangat menguntungkan. Namun demikian, kenyataan menunjukkan bahwa produksi dalam negeri komoditas tersebut belum mencapai target yang dicanangkan sesuai ketersediaan lahan budidaya potensial yang tersebar pada berbagai peraiaran di Indonesia.

Budidaya rumput laut memerlukan preferensi lingkungan untuk tumbuh pada perairan. Preferensi ini jika tidak dipenuhi maka akan sulit bahkan tidak biasa bagi rumput laut untuk tumbuh. Faktor oseanografi memegang peranan penting dalam preferensi lingkungan disamping, topografi serta letak pulau tempat penanaman rumput laut (Barsanti & Paolo Gualtiari, 2006).

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Pelaksanaan Kegiatan penentuan kelayakan budidaya rumput laut dari beberapa spesies baru di perairan

Kabupaten Pangkep dilaksanakan selama enam (6) bulan, mulai bulan Juli – Desember 2009.

Metode Pelaksanaan

Analisis Kuantitatif-Deskriptif Data pengukuran di lapangan dan di laboratorium berupa angka atau nilai parameter

perairan dianalisis secara kuantitatif. Kemudian kisaran nilai kesesuaian dan kelayakan perairan laut untuk budidaya perikanan ini dijelaskan dan dibahas secara deskriptif dalam bentuk pelaporan kegiatan. Semua aspek-aspek kelayakan budidaya perikanan laut akan dianalisis berdasarkan data-data lapangan yang mengacu pada standar referensi ilmiah.

Pengukuran Parameter Perairan

Page 2: jurnal hety lagi

Torani (Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan ) Vol. 19 (3) Desember 2009: 129 – 136 ISSN: 0853-4489

130 Ilham Jaya

Pengukuran In-Situ Pengukuran in-situ adalah pengukuran parameter yang langsung dilakukan di lokasi. Pengukuran langsung dilakukan pada beberapa parameter fisik kimia perairan agar kisaran nilai kualitas air yang diperoleh tidak berubah akibat faktor lingkungan lainnya serta faktor waktu pengukuran. Sedangkan pengukuran beberapa parameter lainnya justru dilakukan untuk melihat interaksi langsung parameter dengan faktor lingkungan.

Tabel 1. Data Fisika Kimia Perairan Laut yang akan Diambil serta Metode/Alat yang akan Digunakan.

Parameter Peubah Metode/Alat Ket.

FISIKA Suhu (o C) Kecerahan (%) Kedalaman Air (m) Kecepatan Arus (m/s) Pasang Surut (m) Gelombang (m)

Pemuaian/Thermomoter Visual/Pinggan Secchi

Visual/Meteran Layangan arus

Visual/Tonggak Berskala Visual/Tonggak Berskala

Insitu Insitu Insitu Insitu Insitu Insitu

KIMIA pH Air Salinitas (ppt) O2 Terlarut (ppm) CO2 Bebas (ppm) Alkalinity Total (ppm) Kesadahan Total (ppm) Kesadahan Ca (ppm) Nitrogen Amoniak (ppm) Posfat (ppm) COD (ppm) BOD (ppm)

pH Universal Handrefrakto

Titrimetrik Winkler Titrimetrik Frank J. Bauman

Spektrofometer Spektrofometer Spektrofometer Spektrofometer Spektrofometer

Titrimetrik Frank J. Bauman Titrimetrik Winkler

Insitu/Lab

Insitu Insitu Insitu Lab Lab Lab Lab Lab Lab Lab

Analisis Data Data-data yang diperoleh dianalisis untuk menilai dan menentukan kesesuaian/kelayakan lokasi perairan laut untuk budidaya rumput laut. Data fisika kimia perairan dianalisis dengan menggunakan uji skoring.

Kisaran yang telah ada kemudian diberikan skor seperti pada tabel berikut.

Tabel 2. Kisaran Pemberian Skor Terhadap Rentang Parameter Kualitas Air

Rentang Nilai Skor Optimum Layak Toleransi Diluar standar yang ditetapkan

10 6,67 3,33

0 Sumber : Asmawi 1990

Skor maksimum keadaan yang memenuhi rentang optimum, skor minimum untuk keadaan yang berada pada rentang toleransi, dan skor tengah untuk keadaan yang berada pada rentang layak. Apabila nilai skor setiap parameter kualitas air pengamatan telah diketahui, maka dapat diketahui nilai kelayakannya dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Page 3: jurnal hety lagi

Torani (Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan ) Vol. 19 (3) Desember 2009: 129 – 136 ISSN: 0853-4489

Kajian Kondisi Oseanografi untuk Kelayakan Budidaya Beberapa Spesies Rumput Laut 131

Keterangan : NK = Nilai Kelayakan Kualitas Air (%) TSP = Total Skor yang Diperoleh pada Setiap Pengamatan TSS = Total Skor Sebenarnya

Untuk menentukan kategori kelayakan perairan laut, maka akan dibandingkan dengan

standar pada tabel berikut.

Tabel 3. Standar dan Penentuan Kategori Kelayakan Parameter Kualitas Air

Kategori Kelayakan Nilai Kelayakan (%) Sangat Baik Baik Baik untuk Dipertimbangkan Cukup untuk Dipertimbangkan Tidak Layak untuk Dipertimbangkan

90 – 100 80 – 99 60 – 79 40 – 59

≤ 40 Sumber Asmawi 1990

Untuk mengetahui kesesuaian lahan budidaya rumput laut berdasarkan kondisi lingkungan, dibutuhkan kriteria sebagai acuan penentuan kelayakan lahan seperti terlihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Kriteria Kesesuaian Lahan Budidaya Rumput Laut

Kriteria Tingkat Potensi Lahan Pustaka Sesuai Cukup Sesuai Tidak sesuai

Kecepatan arus (m/det) 0,2 – 0,3 0,31– 0,4 atau 0,1 – 0,019 < 0,1 atau > 0,4

Aslan (1998) Sulistijo (1996; 2003)

Tinggi gelombang (m) 0,2 – 0,3 0.1 – 0.19 atau 0,3 -0,4 < 0,1 atau > 0,4 Aslan (1998);

Hidayat (1994)

Nitrat (ppm) 0,9 – 3 0.1 – <0,9 atau 3 – 3,5 < 0,1 atau > 3,5 Aslan (1998); Hidayat (1994)

Fosfat (ppm) 0,02 - 1.0 0,01-<0.02 atau 1,0 -2,0 < 00,1 atau > 2.0 Aslan (1998); Hidayat (1994)

Kecerahan (%) 80 – 100 60 – 79 < 60 Aslan (1998); Hidayat (1994)

Pasang Surut (m) 1 – 3 0.5 – 1 atau 3 3 – 3,5 < 0,5 atau > 3,5 Aslan (1998); Hidayat (1994)

Salinitas (‰) 28 – 32 25 – 27 atau 30 – 35 < 25 atau > 35 Aslan (1998); Hidayat (1994)

Kekeruhan (NTU) < 10 10 – 40 > 40 Aslan (1998);

Hidayat (1994)

Suhu (oC) 28 – 30 25 – 27 atau 30 – 33 < 26 atau > 33 Aslan (1998); Hidayat (1994)

pH 7 – 8,5 6.5 – < 7 atau < 8,5 – 9,5 < 65 atau > 8,5 Aslan (1998); Hidayat (1994)

DO (mg/l) > 4 2 – 4 < 2 Aslan (1998); Hidayat (1994)

Kedalaman 0.6 – 2,1 0.3 – 0.59 atau 2,1 – 10 < 0,3 atau > 2,1 Aslan (1998); Hidayat (1994)

TSP

NK = x 100 %

TSS

Page 4: jurnal hety lagi

Torani (Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan ) Vol. 19 (3) Desember 2009: 129 – 136 ISSN: 0853-4489

132 Ilham Jaya

Untuk menentukan kelayakan suatu perairan sebagai lokasi kegiatan budidaya rumput laut, dilakukan pembobotan untuk setiap parameter yang dapat dilakukan dengan mengacu pada metode rangking seperti yang telah dilakukan oleh Saaty (1993) dalam Refqy (2007). Selanjutnya berdasarkan nilai skor setiap parameter, maka dilakukan penilaian untuk menentukan apakah lokasi tersebut sesuai untuk lokasi budidaya rumput laut dengan menggunakan formulasi yang dikemukakan oleh Utoyo, dkk., (2000).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan (Pangkep) terletak di pesisir pantai Barat Propinsi Sulawesi Selatan antara 110˚ - 113˚ BT dan 4˚40’ LS sampai dengan 8˚00’ LS dengan batas- batas wilayah, meliputi :

Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Barru Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Maros Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Bone Sebelah Barat berbatasan dengan P. Kalimantan, P. Jawa, P. Madura, P. Nusa Tenggara dan

Bali

Luas wilayah Kabupaten Pangkep 12.362,73 km2, dengan luas wilayah daratan 898,29 km2ndan wilayah laut 11.464,44 km2 dengan jumlah 112 pulau. Secara administrasi, Pemerintah Kabupaten Pangkep terdiri dari 12 Kecamatan, terbagi atas 9 kecamatan daratan dan 3 kecamatan di kepulauan.

Hasil tabulasi pengukuran kedalaman di perairan Pangkep berkisar 0,81 – 32,1 m. Berdasarkan hasil pengukuran tersebut diperoleh pada stasiun (5,6,10,12,13) tergolong sesuai untuk kegiatan budidaya rumput laut, stasiun (3,4) tergolong cukup sesuai dan stasiun (1,2,7,8,9,11) tidak sesuai untuk budidaya rumput laut. Hal ini sejalan dengan Aslan(1998) dan Hidayat(1994) yang mengemukakan bahwa kedalaman yang sesuai untuk kegiatan budidaya rumput laut berkisar 0,6 – 2,1 m, cukup sesuai 0,3 – 0,59 atau 2,1 – 10 m dan tidak sesuai < 0,3 atau > 2,1.

Pengukuran gelombang di perairan Kabupaten Pangkep didapatkan tinggi gelombang 0,87 meter. Hasil tersebut merupakan tinggi gelombang yang sesuai untuk budidaya rumput laut.

Hasil pengukuran pasang surut di lapangan didapatkan pasang tertinggi 2,51 meter , surut terendan 0,60 meter, beda tinggi muka air 1,91 meter dan nilai MSL 1,05 meter. Sehingga parameter pasut berada pada kelas yang sesuai untuk budidaya rumput laut.

Hasil pengukuran kecepatan arus yang diperoleh di lapangan berkisar 0,029 – 0,13 m/s cukup sesuai untuk kegiatan budidaya rumput laut. Hal ini sejalan dengan Aslan (1998) bahwa kecepatan arus yang sesuai 0,2 – 0,3 m/s, cukup sesuai 0,31 – 0,4 m/s atau 0,1 – 0,019 m/s dan tidak sesuai < 0,1 atau > 0,4 m/s.

Perairan Pangkep merupakan perairan yang tingkat kecerahannya tinggi dan sesuai dalam kegiatan budidaya rumput laut. Hasil pengukuran tersebut sejalan dengan Aslan (1998) bahwa tingkat kecerahan yang sesuai untuk budidaya rumput laut berkisar 80% - !00%.

Menurut Aslan (1998) dan Hidayat (1994) bahwa kekeruhan suatu perairan yang sesuai untuk kegiatan rumput laut <10 NTU, cukup sesuai berkisar 10 – 40 NTU da tidak sesuai >40 NTU. Berdasarkan hasil pengukuran di perairan Pangkep bahwa rendahnya kekeruhan di perairan tersebut sesuai untuk kegiatan budidaya rumput laut.

Hasil pengukuran suhu di lapangan pada perairan Pangkep didapatkan berkisar antara 28 – 31 ˚C. Yaitu pada stasiun 1 – 9 dan 12,13 suhunya sesuai dalam budidaya rumput laut sedangkan stasiun 10 dan 11 suhunya cukup sesuai.

Hasil pengukuran salinitas di Kabupaten Pangkep berada pada kisaran 33 ‰ – 36 ‰. Salinitas perairan Kabupaten Pangkep berada pada kelas yang cukup sesuai dan tidak sesuai. Kelas

Page 5: jurnal hety lagi

Torani (Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan ) Vol. 19 (3) Desember 2009: 129 – 136 ISSN: 0853-4489

Kajian Kondisi Oseanografi untuk Kelayakan Budidaya Beberapa Spesies Rumput Laut 133

yang cukup sesuai berada pada stasiun 1,3 – 7,10 – 13 sedangkan kelas yang tidak sesuai pada stasiun 2,8 dan 9.

Pengukuran DO di perairan Kabupaten Pangkep didapatkan berada pada kisaran 5,78 mg/l – 7,56 mg/l. Maka hasil pengukuran tersebut berada pada kelas yang sesuai untuk budidaya rumput laut.

Menurut Aslan (1998) dan Hidayat (1994) bahwa derajat keasaman yang sesuai untuk budidaya rumput laut berkisar 7 – 8,5, cukup sesuai 6,5 - <7 atau <8,5 – 9,5 dan tidak sesuai <6,5 atau >8,5. Hasil pengukuran didapatkan bahwa pH di perairan Pangkep sesuai untuk kegiatan budidaya rumput laut.

Hasil pengukuran di laboratorium, nitrat perairan Pangkep < 0,5 ppm, artinya bahwa perairan tersebut sesuai untuk kegiatan budidaya rumput laut.

Hasil pengukuran di laboratorium, fosfat perairan Pangkep < 0,1 ppm, artinya bahwa perairan tersebut sesuai untuk kegiatan budidaya rumput laut.

Analisis Kesesuaian Perairan Budidaya Rumput Laut Analisis kesesuaian dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan ruang atau area yang sesuai untuk budidaya rumput laut di perairan Kabupaten Pangkep. Evaluasi nilai dari masing – masing kelas kesesuaian setiap parameter berdasarkan kriteria kelas, pembobotan dan skoring dengan menggunakan aplikasi SIG.

Tingkat kesesuaian perairan tersebut didapatkan tiga kelas kesesuaian, yaitu sesuai, cukup sesuai dan tidak sesuai. Penentuan kelas kesesuaian perairan diperoleh melaluai skoring dan pembobotan. Kategori kelas sesuai artinya bahwa tidak mempunyai faktor pembatas yang berarti untuk mempertahankan tingkat pengolahan yang harus diterapkan, kelas cukup sesuai artinya bahwa mempunyai faktor pembatas yang berarti untuk mempertahankan tingkat pengolaan yang harus diterapkan tetapi faktor pembatas tersebut dapat dikurangi atau diperbaiki dengan pemberian input baru. Dan tingkat kesesuaian terakhir adalah kategori kelas tidak sesuai artinya bahwa tidak dapat direkomendasikan sebagai area untuk kegiatan budidaya rumput laut.

Berdasarkan analisis SIG, setelah dilakukan analisis spasial (overlay) dan integrasikan dengan variable yang tidak dispasialkan menghasilkan peta baru yaitu peta kesesuaian perairan untuk lokasi budidaya rumput laut yang memberikan gambaran mengenai tingkat kesuaian perairan Kabupaten Pangkep yang diteliti, sebagai berikut :

Tabel 5. Kesesuaian Lokasi Budidaya Rumput Laut Kabupaten Pangkep

x Y Kesesuaian 119.46977 -4.6880167 Cukup Sesuai 119.46935 -4.6848167 Cukup Sesuai 119.31822 -4.9301 Cukup Sesuai 119.31837 -4.9291167 Cukup Sesuai 119.32183 -4.9356333 Cukup Sesuai 119.2891 -4.96965 Cukup Sesuai

119.33833 -4.9441167 Tidak Sesuai 119.34318 -4.9446333 Cukup Sesuai 119.36452 -4.9516333 Cukup Sesuai 119.36612 -4.9549167 Cukup Sesuai 119.39592 -5.1222167 Cukup Sesuai 119.39022 -5.132 Cukup Sesuai 119.39382 -5.1406667 Cukup Sesuai

Page 6: jurnal hety lagi

Torani (Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan ) Vol. 19 (3) Desember 2009: 129 – 136 ISSN: 0853-4489

134 Ilham Jaya

Perairan Kabupaten Pangkep tergolong dalam kategori yang cukup sesuai untuk budidaya rumput laut, adapaun stasiun yang tidak sesuai untuk budidaya rumput laut disebabkan adanya faktor pembatas yang cukup berarti yang tidak dapat ditoleransi pada perairan tersebut.

Hal ini juga dapat dilihat pada kecepatan arus yang relatif kecil sehingga kandungan nutrien yang dibawa sangat kurang. Tinggi gelombang yang tidak sesuai sehingga mengakibatkan proses pertumbuhan pada rumput laut terhambat karena kotoran yang menempel tidak dapat dibersikan.

Gambar 1. Hasil Kesesuaian Budidaya Rumput Laut

Jenis Rumput Laut Rumput laut terdiri dari ratusan jenis yang tersebar di perairan Indonesia dan hanya terdapat

lima jenis yang mempunyai nilai ekonomis tinggi yaitu dari Gelidium sp, Geldiella sp, Hypnea sp, Euchema sp dan Gracillaria sp (Balitbangda,2006).

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari lapangan bahwa 18 spesies rumput laut yang tersebar diperairan, ada 6 jenis yang dapat dibudidayakan dan memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi yaitu Gelidium sp, Sargassum polycystum, Hypnea sp, Ulva fascitiata, Caulerpa resemosa dan Gracillaria sp.

Hypnea sp Gracillaria sp

Page 7: jurnal hety lagi

Torani (Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan ) Vol. 19 (3) Desember 2009: 129 – 136 ISSN: 0853-4489

Kajian Kondisi Oseanografi untuk Kelayakan Budidaya Beberapa Spesies Rumput Laut 135

Sargassum polycstum Ulva fasciata

Caulerpa recemosa

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat ditarik beberapa kesimpulan: Lokasi penelitian memperlihatkan bahwa daerah tersebut masuk dalam kategori cukup sesuai (CS). Secara keseluruhan daerah penelitian dapat dijadikan sebagai daerah budidaya rumput laut, dengan tetap memperhatikan faktor-faktor pembatas tertentu. Terdapat enam jenis rumput laut yang belum dibudidayakan dan memiliki prospek secara ekonomi UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada semua pihak terutama Dikti yang telah memberikan fasilitas dalam pelaksanaan penelitian ini. Bupati Kepala Daerah Kabupaten Bantaeng serta pimpinan Universitas Hasanuddin dan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan sehingga mulai dari penelitian sampai penyusunan laporan dapat diselesaikan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Redaksi Jurnal Torani yang bersedia untuk menerbitkan tulisan kami ini.

DAFTAR PUSTAKA

Ambas,I. 2006. Pelatihan Budidaya Rumput Laut. COREMAP Fase II. Kabupaten Selayar. Yayasan Mattirotasi. Makassar.

Amran, M.A. 2000. Pemanfaatan Citra Penginderaan Jauh untuk inventarisasi Hutan Mangrove. Diktat Kuliah. Laboratorium Inderaja dan Sistem Infornasi Kelautan. Jurusan Ilmu Kelautan. UNHAS. Makssar

Aslan,M. 1998. Budidaya Rumput Laut. Penerbit Kanisius. Yogyakarta Balitbagda Propinsi Sulawesi Selatan, 2006. Sinkronisasi Kebijakan Pengembangan dan Pemetaan

Kesesuaian Lahan dalam Rangka Peningkatan Daya Saing Produk Budidaya Rumput Laut Propinsi Sulawesi Selatan. Balitbagda. Prop. Sulsel kerjasam dengan LP2S-UMI, Makassar.

Barsanti L & Paolo Gualtiari, 2006. Algae Anatomy, Biochemistry, and Biotechnology. Taylor & Francis. New York. USA

Ditjenkanbud. 2004. Profil Rumput Laut Indonesia, Jakarta. Djurjani. 1999. Konsep Pemetaan. On The Job Training (OTJ) mengenai Aplikasi SIG untuk Perencanaan

dan Pengolahan Wilayah Pesisir Secara Terintegrasi di sepuluh Propinsi Wilayah MCMA PUSPICS. Fakultas Geografi Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Hidayat, A. 1994. Budidaya Rumput Laut. Usaha Nasional. Surabaya

Page 8: jurnal hety lagi

Torani (Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan ) Vol. 19 (3) Desember 2009: 129 – 136 ISSN: 0853-4489

136 Ilham Jaya

Kadi, A. dan Atmaja, W.S. 1988. Rumput Laut (Algae): Jenis, Reproduksi, produksi Budidaya dan Pasca Panen. Puslitbang Oseaologi. LIPI.71p

Nontji, A. 2001. Laut Nusantara. Penerbit Jambatan, Jakarta:367 pp. Sulistijo 1996. Perkembangan budidaya rumput laut di Indonesia. Dalam Pengenalan Jenis-jenis

Rumput Laut Indonesia. Editor: W.S. Atmadja, A. Kadi, Sulistijo dan R Satari. Puslitbang Oseanologi LIPI, Jakarta: 120-151.

Utojo,dkk.2000. Studi Kelayakan Sumberdaya lahan Budidaya laut di Pulau-Pulau Sembilan Kabupaten Sinjai Sulawesi Selatan, Teluk Tira-tira, Teluk Kamaru dan Teluk Lawele Kabupaten Buton serta Teluk Kalisusu Kabupaten Muna Sulawesi Tenggara. Balitkanta Maros.