Jurnal Generasi Kampus Volume 6 No 2 Tahun 2013

117
GENERASI KAMPUS VOLUME 6, NOMOR 2, SEPTEMBER 2013 DITERBITKAN OLEH : PEMBANTU REKTOR BIDANG KEMAHASISWAAN, UNIVERSITAS NEGERI MEDAN, TAHUN 2013 ISSN 1978-869X MAJALAH / JURNAL

description

FIle ini merupakan jurnal generasi kampus dari unimed (universitas negeri medan). Semoga dapat bermanfaat bagi yang menggunakan. Terima kasih

Transcript of Jurnal Generasi Kampus Volume 6 No 2 Tahun 2013

  • GENERASI KAMPUSVOLUME 6, NOMOR 2, SEPTEMBER 2013

    DITERBITKAN OLEH :PEMBANTU REKTOR BIDANG KEMAHASISWAAN, UNIVERSITAS NEGERI MEDAN, TAHUN 2013

    ISSN 1978-869X

    MAJALAH / JURNAL

  • MAJALAH/JURNAL

    GENERASI KAMPUS(CAMPUS GENERATION)

    VOLUME 6, NOMOR 2, SEPTEMBER 2013 APRIL 2011Terbit Dua kali setahun pada bulan April dan September. Berisi ringkasan hasil penelitian, gagasan kopseptual, kajian teori, aplikasi teori yang dimuat dalam Majalah/jurnal Generasi Kampus .

    Pelindung : Rektor Unimed (Prof. Dr. Ibnu Hajar, M.Si.)

    Pengarah : *Pembantu Rektor 1 Unimed (Prof. Dr.Khairil Ansari, M.Pd). *Pembantu Rektor 2 Unimed (Drs. Chairul Azmi, M.Pd). *Pembantu Rektor IV Unimed (Prof. Dr. Berlin Sibarani, M.Pd)

    Penanggung jawab : Pembantu Rektor III Unimed (Prof. Dr. Biner ambarita, M.Pd.)

    Ketua Penyunting : Pardomuan N. J. M. Sinambela, S.Pd M.Pd

    Sekretaris Penyunting : Tappil Rambe, S.Pd, M.Si

    Penyunting Pelaksana : *Prof. Dr. Biner Ambarita, M.Pd *Prof. Dr. Bornok Sinaga, M.Pd *Drs. Wanapri Pangaribuan, M.T., M.M. *Lamhot Basani Sihombing, S.Pd, M.Pd. *Dr. Paningkat Siburian, M.Pd *Dr. Sukarman Purba *Syamsul Gutom SKM, M.Kes. * PD 3 FIP, *PD 3 FBS, *PD 3 FT, *PD 3, *PD 3 FIS *PD 3 FIK, dan *PD 3 FE

    Penyunting Ahli :Prof. Selamat Triono, M.Sc, PhD (Universitas Negeri Medan)Prof. Dr. Hamka (Universitas Negeri Padang)Dr. Herminarta Sofyan (Universitas Negeri Yogyakarta)Prof. Yusuf Sudo Hadi (Institut Pertanian Bogor)Eddy Nur Ilyas, S.H, M.Hum (Universitas Syah Kuala Darussalam B. Aceh)Ir. H.RB. Ainurrasyid, NIS (Universitas Brawijaya)Syarif A. Barmawi, S.H, M.Si (Universitas Pajajaran Bandung)Prof. Dr. H.R. Boenyamin (Universitas Jendral Sudirman)

    Kontributor : *Samrah, S.Pd. *Nurhaida, SH, M.Kn. *Surbita, SH. *Dra. Hayati Tamba. *Dra. Susiarni. *Nusawati BA. *Drs. Idrus. *Dra.Nismawarni Harahap. *

    Pelaksana Tata Usaha : Bani Ismail; Dewita Rita

    Alamat Tata Usaha : Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan Universitas Negeri Medan, Lantai 3. Jln. Williem Iskandar, Pasar V, Medan Estate. Kotak Pos 1589, Medan 20221. Telp : (061) 6613276, 6613365, 6618754. Fax : (061) 6613319.

    e-mail : [email protected]

    ISSN 1978-869X

    Penyunting menerima

    sumbangan tulisan

    yang belum pernalh

    diterbitkan dalam

    media cetak lain.

    Naskah diketik dengan

    spasi 1,5 pada kertas

    A4 dengan jumlah

    halaman 10-15. (lebih

    jelas baca petunjuk

    bagi penulis pada

    sampul dalam

    belakang). Naskah

    yang masuk di evaluasi

    oleh penyunting ahli.

    Penyunting dapat

    melakukan perubahan

    pada tulisan yang

  • i

    SURAT DARI REDAKSI

    Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Kuasa atas Rahmat dan

    PetunjukNya, sehingga Jurnal Generasi Kampus Volume 6 Nomor 2 September tahun 2013 dapat

    terbit sesuaidengan harapan kita bersama. Jurnal merupakan salah satu media ilmiah yang

    menyuguhkan artikel hasil penelitian dan artikel non hasil penelitian (kajian teori) yang

    menjelaskan berbagai fenomena bidang pendidikan maupun non pendidikan.

    Pada kesempatan yang baik inidisampaikan terima kasih kepada para penulis, penyunting

    pelaksana, dan para penyunting ahli yang telah membantu dalam rangka penyusunan artikel pada

    jurnal ilmiah ini. Dalam jurnal Volume 6 Nomor 2 September 2013 ini akan disuguhkan beberapa

    artikel diantaranya adalah : 1) Profesionalisme, Esensi Kepemimpinan, dan Manajemen

    Organisasi, 2) Kurikulum 2013 dan Implementasinya dalam Pembelajaran, 3) Peningkatan

    Komitmen Organisasi Kepala Sekolah Efektif pada Era Globalisasi, 4) Peningkatan Kualitas

    Bernalar Mahasiswa dalam Penulisan Karya Ilmiah, 5) Penerapan Model Pembelajaran

    Kooperatif Tipe Jigsaw untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas

    VII, 6) Suatu Pendekatan Strategi dan Metode Pendidikan Seni Melalui Kegiatan Bernyanyi

    sebagai Aspek-Aspek Pengembangan Pendidikan Karakter pada Anak Usia Dini, 7)

    Menghentikan Kebiasaan Merokok dengan Behaviour Therapy, 8) Suatu Upaya dalam

    Pelaksanaan Pengajaran dan Pembelajaran Pendidikan Seni Musik Berbasis Pendidikan Budaya

    dan Karakter Bangsa di Sekolah-Sekolah Maupun Lembaga-Lembaga Pendidikan di Indonesia, 9)

    Upaya Pembentukan Karakter Melalui Olahraga Permainan Kecil pada Siswa SD, 10) Penekanan

    Unsur Dekoratif melalui Aplikasi Ornamen Ulos Batak Toba pada Perancangan Busana, 11)

    Meningkatkan Aktivitas Belajar Peserta Didik melalui Media Pembelajaran.

    Kiranya Jurnal Generasi Kampus Volume 6 Nomor 2 September 2013 dapat bermanfaat

    bagi semua pihak yang membutuhkan dalam rangka pemberdayaan dunia pendidikan

    Medan, September 2013

    Penanggungjawab Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan UNIMED,

    Prof. Dr. Biner Ambarita, M.Pd.NIP. 19570515 198403 1 004

  • ii

    MAJALAH/JURNAL

    GENERASI KAMPUS(CAMPUS GENERATION)V VOLUME 1, NOMOR 1, APRIL 2008

    IL 2008

    VOLUME 6, NOMOR 2, SEPTEMBER 2013

    Daftar Isi

    Biner Ambarita Profesionalisme, Esensi Kepemimpinan, dan Manajemen Organisasi 1-16

    Pardomuan Nauli Josip Mario Sinambela

    Kurikulum 2013 dan Implementasinya dalam Pembelajaran 17-29

    Paningkat Siburian Peningkatan Komitmen Organisasi Kepala Sekolah Efektif pada Era Globalisasi

    30-40

    Wanapri PangaribuanJongga Manullang

    Peningkatan Kualitas Bernalar Mahasiswa dalam Penulisan Karya Ilmiah 41-50

    Yasifati Hia Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VII

    51-62

    Lamhot Basani Sihombing Suatu Pendekatan Strategi Dan Metode Pendidikan Seni Melalui Kegiatan Bernyanyi Sebagai Aspek-ASpek Pengembangan Pendidikan Karakter pada Anak Usia Dini

    63-74

    Syamsul Gultom Menghentikan Kebiasaan Merokok dengan Behaviour Therapy

    75-81

    Danny Ivanno Ritonga Suatu Upaya dalam Pelaksanaan Pengajaran dan Pembelajaran Pendidikan Seni Musik Berbasis Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa di Sekolah-Sekolah Maupun Lembaga-Lembaga Pendidikan di Indonesia

    82-98

    Dewi EndrianiIndah Verawati

    Upaya Pembentukan Karakter Melalui Olahraga Permainan Kecil pada Siswa SD 99-104

    Yetti Pangaribuan Penekanan Unsur Dekoratif melalui Aplikasi Ornamen Ulos Batak Toba pada Perancangan Busana

    105-111

    Johannes Jefria Gultom Meningkatkan Aktivitas Belajar Peserta Didik melalui Media Pembelajaran

    112-121

    ISSN 1978-869X

  • 1

    Biner Ambarita adalah Guru Besar Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Medan; Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan

    PEMIMPINAN DAN PROFESIONALISME, ESENSI KEPEMIMPINAN, DAN

    MANAJEMEN ORGANISASI

    Biner Ambarita

    Abstrak

    Wujud pembangunan generasi muda Indonesia agar insan yang professional adalah (a) pemberdayaan pemuda untuk membangkitkan potensi pemuda untuk berperan serta dalam pembangunan. (2) Pengembangan pemuda untuk menumbuhkembangkan potensi manajerial, kewirausahaan dan kepeloporan pemuda, dan (3) perlindungan pemuda menolong pemuda dalam menghadapi demoralisasi, degradasi nasionalisme, tindakan destruktif, regenerasi dan perlindungan hak dan kewajiban pemuda. Jadi dengan demikian diharapkan di masa depan akan lahir pemimpin-pemimpin bangsa dari generasi muda yang berwawasan kebangsaan, cinta tanah air, yaitu pemuda yang memiliki sikap intelektualitas, dan perilaku yang luhurKata Kunci: Profesionalisme, Kepemimpinan, Pemuda.

    A. PENDAHULUAN

    Era globalisasi yang penuh

    persaingan ini, kekuatan ekonomi suatu

    negara sesungguhnya berakar dari

    kemampuan teknologi dan inovasi yang

    dimiliki bangsa tersebut. Terkait dengan

    hal tersebut untuk mendorong akselerasi

    kemakmuran bangsa, maka kekuatan

    IPTEKS dan inovasi bangsa tersebut perlu

    ditempatkan menjadi kekuatan utama

    ekonomi. Pemuda yang dipelopori para

    mahasiswa, harus dapat mengambil peran

    penting dalam perkembangan IPTEKS di

    masa mendatang, Negara dan bangsa

    memerlukan orang-orang yang berkualitas

    untuk membangun bangsa dan

    melanjutkan cita-cita perjuangan mencapai

    tujuan nasional.

    Pemuda Indonesia adalah

    kelompok usia yang memiliki nilai serta

    posisi yang strategis dalam masyarakat.

    Sejarah perjalanan bangsa Indonesia selalu

    menyertakan pemuda baik diminta

    maupun secara sukarela aktif di dalamnya.

    Bahkan sering sekali pada kesempatan

    penting pemuda Indonesia lahir ide,

    semangat dan kepemimpinan berpikir

    jernih dan bebas dalam menuangkan

    segala bentuk ide serta gagasannya dalam

    membangun bangasa dan negara.

    Pemuda sebagai agen perubahan

    akan mampu melakukan inovasi yang

    signifikan berupa sistem atau perangkat-

    perangkat pendukung. Organisasi adalah

    sarana paling efektif untuk menginisiasi

    dan melakukan perubahan tersebut. Terkait

    dengan hal tersebut peran organisasi yang

    konsisten tentu saja sangat mendukung

    perubahan atau inovasi yang diharapkan

    masyarakat.

    Deklarasi Pemuda yang pernah

    dicetuskan pada tanggal 23 Juli 1973

    antara lain menyebutkan bahwa, selaku

  • 2

    Biner Ambarita adalah Guru Besar Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Medan; Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan

    generasi muda masa kini adalah keharusan

    menyatukan tenaga dan pikiran untuk ikut

    serta mengisi kemerdekaan dengan lebih

    segera mempercepat pembangunan dan

    kemajuan masyarakat.

    Pemuda menyadari sepenuhnya

    akan panggilan sebagai kaum muda yang

    merupakan salah satu faktor penggerak

    sesuatu yang lebih berarti untuk mencapai

    cita-cita bangsa Indonesia, menuju jenjang

    yang lebih tinggi bermartabat, berkarakter,

    jujur dan berkeadilan sosial.

    B. PROFESIONALISME PEMUDA

    Profesionalisme berasal dari kata

    profesional yang mempunyai makna yaitu

    berhubungan dengan profesi dan

    memerlukan kepandaian khusus untuk

    menjalankannya, (KBBI,1994).Sedangkan

    profesionalisme adalah tingkah laku,

    keahlian atau kualitas dan seseorang yang

    professional. Profesionalisme dapat

    didefinisikan sebagai mutu, kualitas, dan

    tindak tanduk yang merupakan ciri suatu

    profesi atau ciri orang yang professional.

    Terkait dengan definisi di atas kata

    profesional sendiri berarti bersifat profesi,

    memiliki keahlian dan keterampilan

    karena pendidikan dan latihan, dan

    mendapat bayaran karena keahliannya.

    Berdasarkan definisi di atas dapat

    disimpulkan bahwa profesionalisme

    memiliki dua kriteria pokok, yaitu: (1)

    keahlian dan (2) pendapatan . Kedua hal

    itu merupakan satu kesatuan yang saling

    berhubungan. Artinya seseorang dapat

    dikatakan memiliki profesionalisme ketika

    memiliki dua hal pokok tersebut, yaitu;

    keahlian (kompetensi) dan kelayakan

    sesuai bidang tugasnya dan mendapat gaji

    sesuai kebutuhan hidupnya.

    Profesionalisme adalah sebutan

    yang mengacu kepada sikap mental dalam

    bentuk komitmen dari para anggota suatu

    profesi untuk senantiasa mewujudkan dan

    meningkatkan kualitas profesionalnya.

    Seorang yang memiliki profesionalisme

    yang tinggi, akan tercermin dalam sikap

    mental serta komitmenya terhadap

    perwujudan dan peningkatan kualitas

    professional melalui berbagai cara dan

    strategi. Hal ini selalu mengembangkan

    dirinya sesuai dengan tuntutan

    perkembangan zaman sehingga

    keberadaannya senantiasa memberikan

    makna profesional.

    Organisasi adalah sebuah sistem

    yang hidup. Organisasi tidak hidup dalam

    ruang kosong. dan sistem yang di

    dalamnya ada entitas manusia yang

    ditopang dengan sarana dan prasarana

    yang dibutuhkan dan harus dikendalikan

    karena manusia bukan mesin atau

    komputer setelah diinstal program dapat

    berjalan sendiri dan tidak terpengaruh

  • 3

    Biner Ambarita adalah Guru Besar Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Medan; Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan

    dengan sistem luar, manusia dianugerahi

    dengan akal manusia tidak dapat hidup

    dengan model kacamata kuda yang hanya

    melihat satu arah, tetapi manusia akan

    terpengaruhi oleh sistem luar meski sudah

    bertekad hanya melihat satu arah.

    Strategi pembangunan pemuda

    Indonesia agar profesionalisme pemuda

    dapat berkembang dapat dilakukan dengan

    cara: (1) membangun moral dan budi

    pekerti luhur dan suci, (2) membangun

    sarana prasarana fisik dan nonfisik dengan

    mengedepankan kepentingan bangsa dan

    negara di atas kepentingan pribadi,

    kelompok atau golongan, (3) membangun

    sumber daya manusia dengan keteladanan,

    solidaritas, gotong royong, sopan santun,

    ramah tamah, saling menghormati, dan

    saling menghargai, dan memelihara

    kepekaan sosial, (4) membangun semangat

    juang dan cinta tanah air, dan (5)

    membangun future mapping sebagai blue

    print for nation character building.

    Prioritas pembangunan

    kepemudaan Indonesia menuju pemuda

    yang mempunyai profesionalisme meliputi

    dua hal yaitu: (1) Character building atau

    pembangunan watak pemuda Indonesia.

    (2) Competency Improvement atau

    pengembangan kemampuan pemuda

    Indonesia agar memiliki daya saing di

    tingkat nasional dan global.

    Character building merupakan

    upaya pengembangan perilaku karakter

    untuk: (1) menanamkan rasa cinta pada

    Tuhan dan kebenaran, (2) menumbuhkan

    sikap tanggung jawab, disiplin dan

    mandiri, (3) menumbuhkan sikap amanah

    dan kejujuran, (4) menumbuhkan rasa

    hormat dan sopan santun, (5)

    menumbuhkan sikap kasih sayang, peduli

    dan kerja sama, (6) mengembangkan rasa

    percaya diri, kreatif dan pantang

    menyerah, (7) membangun sikap adil dan

    kepemimpinan, (8) menumbuhkan sikap

    rendah hati dan (9) membangun sikap

    toleransi dan cinta damai.

    Mencermati wawasan kebangsaan

    dari pemuda yang merupakan cara

    pandang pemuda terhadap eksistensi

    dirinya yang bersifat dinamis, senantiasa

    mengikuti perkembangan zaman dan

    selalu berinteraksi dengan seluruh dimensi

    kehidupan masyarakat. Wawasan

    kebangsaan Indonesia adalah cara pandang

    yang harus dimiliki oleh setiap pribadi

    warga negara Indonesia yang berjiwa

    pancasila.

    US Development health and human

    service, (2000), di mana Competency

    improvement merupakan upaya

    pengembangan pemuda agar memiliki (1)

    kecerdasan intelektual, (2) kemampuan

    membaca, (3) kemampuan matematika, (4)

    bisa dipercaya dan disiplin, (5) mampu

    bekerja sama, (6) mampu menerima dan

    melaksanakan kewajiban, (7) memiliki

    motivasi kuat, (8) kemampuan

  • 4

    Biner Ambarita adalah Guru Besar Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Medan; Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan

    komunikasi, (9) mandiri, dan (10) mampu

    menyelesaikan masalah dalam profesinya.

    Hal ini menunjukkan bahwa pembangunan

    pemuda dari dua sisi tersebut diharapkan

    generasi muda Indonesia menjadi generasi

    penerus pembangunan bangsa yang

    professional dan didukung oleh etika

    moral yang terpuji.

    C. PERMASALAHAN YANG DIHADAPI PEMUDA INDONESIA

    Sesuai dengan perkembangan ilmu

    pengetahuan teknologi dan seni

    permasalahn yang kita hadapi dalam

    konteks character building Sakhyan

    (2008) mengatakan (1) adanya arus

    materialisme dan hedonisme

    mengakibatkan redupnya nasionalisme

    para pemuda sehingga menurunkan rasa

    persaudaraan dan semakin tajamnya

    individualisme. (2) ketidakmampuan para

    pemuda dalam menyesuaikan diri dengan

    peluang partisipasi politik yang makin

    terbuka di era reformasi, sehingga

    menimbulkan anarkhisme, tindak

    kekerasan, dan liberalisme. (3) banyaknya

    rintangan untuk menjadi pelaku ekonomi

    yang mandiri sehingga menurunkan etos

    kerja pemuda.

    Hal senada juga disampaikan

    oleh Lickona (1992) yang mengemukakan

    bahwa permasalahan umum yang dihadapi

    para pemuda adalah: (1) meningkatnya

    kekarasan di kalangan remaja, (2)

    ketidakjujuran yang merajalela, (3)

    menurunnya rasa hormat kepada orang tua,

    guru dan pemimpin, (4) tindakan

    kekerasan, (5) meningkatnya rasa saling

    curiga dan kebencian, (6) penurunan etos

    kerja, (7) menurunkan rasa tanggungjawab

    sebagai individu dan warga negara, (8)

    perilaku merusak diri dengan narkoba, dan

    seks bebas, dan (9) semakin kaburnya

    pedoman moral. Sedangkan dari perspektif

    ekonomi, permasalah pemuda sekarang ini

    adalah: (1) adanya ledakan jumlah

    penduduk yang tidak seimbang dengan

    lapangan kerja, sehingga angka

    pengangguran tinggi, dan (2)

    meningkatnya angka kemiskinan yang

    mencapai angka hingga 40% dari jumlah

    penduduk.

    D. TANTANGAN YANG DIHADAPI PEMUDA DALAM PERUBAHAN KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN TEKNOLOGI DAN SENI

    Pemuda merupakan generasi

    penerus suatu bangsa, bila pemuda lemah

    maka bangsa itu sendiri akan lemah.

    Pemuda sangat berpengaruh terhadap

    kelangsungan suatu bangsa. Sesungguhnya

    pemuda bukan sekedar bagian dari lapisan

    sosial dalam masyarakat, tetapi pemuda

    merupakan agent of change (agen

    perubah) dan agent of social control (agen

    kontrol sosial). Perlu kita cermati dalam

    perjuangan bangsa Indonesia, pemuda

    selalu menempati peran yang sangat

  • 5

    Biner Ambarita adalah Guru Besar Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Medan; Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan

    strategis dari setiap peristiwa penting yang

    terjadi. Bahkan dapat dikatakan bahwa

    pemuda menjadi tulang punggung dari

    keutuhan perjuangan bangsa dalam

    berbagai sektor. Sejarah telah

    membuktikan, bahwa diberbagai belahan

    dunia, perubahan sosial politik

    menempatkan pemuda di garda depan.

    Peranannya menyeluruh, tidak hanya mata

    air, tapi juga hulu, hilir sampai muara,

    bahkan pemuda sebagai sumber energi

    perubahan. Bahkan Bung Karno (Presiden

    RI Pertama) mengungkapkan Beri aku

    sepuluh pemuda, maka akan

    kuguncangkan dunia

    Sejak era reformasi bergulir tahun

    1998, di mana pemuda juga mempunyai

    peran luar biasa. Banyak orang kecewa

    karena reformasi tidak berjalan sesuai

    dengan yang diharapkan dan proses

    pencerahan kehidupan berbangsa dan

    bernegara, belum terwujud. Sekarang

    pemuda lebih cenderung berperan sebagai

    kelompok politik, dan sedikit sekali yang

    melakukan peranan sebagai kelompok

    sosial, intelektual, dan pencerahan dalam

    peningkatan keilmuan, sehingga

    kemandirian pemuda saat ini sangat sulit

    berkembangan dalam mengisi

    pembangunan bangsa dan negara.

    Perkembangan IPTEKS telah

    banyak membantu meningkatkan kualitas

    dan kesejahteraan kehidupan umat

    manusia di dunia. Namun bersamaan

    dengan hal tersebut, penerapan dan

    pemanfaatan hasil-hasil perkembangan

    IPTEKS yang pesat selama ini, telah

    melahirkan tuntutan dan kesadaran baru

    akan pentingnya landasan etika dan

    dimensi spiritualitas serta moralitas dalam

    pengalaman pembangunan dibanyak

    negara maju. Kemajuan IPTEKS yang

    pesat tersebut, juga ditandai dengan

    berkembangnya sikap dan gaya hidup

    global yang glamour.

    Sejarah membuktikan, bahwa

    penguasaan, pengembangan dan

    pendayagunaan IPTEKS yang tidak

    didasari moralitas, etika spiritualitas, akan

    dapat membawa manusia atau suatu

    bangsa menuju penderitaan, kesengsaraan

    dan kehancuran. Harapan kita semua para

    pemuda Indonesia harus senantiasa berada

    di dalam jalur nilai-nilai kemanusiaan,

    keagamaan, serta berkarakter.

    E. ESENSI DAN URGENSI KEPEMIMPINAN PEMUDA

    Kepemimpinan pemuda merupakan

    modal dasar yang sangat penting untuk

    menjalankan fungsi dan usaha untuk

    mengkaji berbagai masalah kepemimpinan

    dalam perspektifnya serta melakukan

    kepemimpinan partisipasif sejauh mana

    pemimpin membagi kekuasaan dan

    mengambil keputusan bersama dengan

  • 6

    Biner Ambarita adalah Guru Besar Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Medan; Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan

    para anggota (pengikut) sehingga kedua

    belah pihak antara pemimpin dan anggota

    dapat memahami implikasi-implikasi yang

    ada sehingga menghantar kita pada

    keefektifitan yang lebih besar bagi

    organisasi.

    Kita ketahui bahwa pemuda saat ini

    adalah pemimpin masa depan. Bahkan

    Presiden RI pertama Soekarno pernah

    mengatakan beri aku 10 pemuda maka

    akan aku goncangkan dunia. Terkait

    dengan hal tersebut, keberadaan kaum

    muda sangat vital dalam mengawal

    keberlanjutan suatu negara, dan peluang

    ini harus dimanfaatkan pemuda saat ini.

    Peluang ini mempertemukan berakhirnya

    umur generasi tua untuk menyambut

    pergantian generasi muda menjaga

    perputaran sejarah dengan ukiran-ukiran

    prestasi baru.

    Kepemimpinan pemuda harus

    disesuaikan dengan jiwa zaman

    mengingat sekarang ini kita hidup sebagai

    pemuda pada zaman modern yang realita

    kehidupan makin kompleks, dan penuh

    resiko. Hal ini sejalan dengan pendapat

    Giddens Modernity is a risk culture.

    Modernitas memang mengurangi resiko

    baru pada sendi sendi kehidupan dan cara

    hidup, tetapi membawa parameter resiko

    yang baru yang tidak dikenal pada era

    sebelumnya, untuk itu diperlukan

    ketangguhan, baik mental maupun fisik,

    dan pemuda harus mampu mengambil

    jalan yang penuh resiko. Kepemimpinan

    boleh berada di depan, boleh di tengah,

    dan boleh di belakang, seperti ungkapan

    ing ngarso sung tulodo,ing madyo mangun

    karso, dan tut wuri handayani.

    F. KEPEMIMPINAN PEMUDA

    Secara konseptual, kepemimpinan

    dapat dikatakan kemampuan seseorang

    (pemimpin) untuk mempengaruhi,

    mengarahkan dan memotivasi orang lain

    (bawahan), sehingga mereka mau

    mengikuti dan melakukan apa yang

    diharapkan atau diinginkan oleh pemimpin

    sesuai dengan visi, misi dan tujuan

    organisasi. Konsep tersebut mengandung

    sejumlah makna yang sangat substantif

    dalam mendukung tercapainya visi, misi

    dan tujuan organisasi.

    Pertama, seorang pemimpin harus

    mampu mempengaruhi pihak lain,

    terutama para bawahanya, baik melalui

    unsur perintah maupun tindakan. Namun

    demikian, perlu dipahami bahwa derajat

    keterpengaruhan pihak lain atau para

    bawahan tersebut sesungguhnya akan

    ditentukan oleh wibawa dan keteladanan

    seorang pemimpin. Jadi, kita jangan terlalu

  • 7

    Biner Ambarita adalah Guru Besar Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Medan; Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan

    berharap seorang pemimpin akan diikuti

    kehendak dan keinginannya, kalau tidak

    menampilkan sosok keteladanan dan

    wibawa terhadap bawahannya. Bawahan

    akan mengikuti kehendak dan keinginan

    pemimpinnya karena merasa terpaksa

    Kedua, seorang pemimpin harus

    mampu mengarahkan bawahan pada saat

    melaksanakan pekerjaannya. Perlu

    dicermati dan dipahami bahwa tidak

    semua bawahan dapat melaksanakan

    tugasnya secara mandiri. Dibutuhkan

    arahan dan bimbingan dari pemimpin

    sehingga mereka melaksanakan tugasnya

    sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.

    Kalau semua pegawai (bawahan) sudah

    memiliki tingkat kemandirian yang tinggi,

    seorang pemimpin juga harus mencermati

    apakah mereka memiliki persamaan

    persepsi serta mampu melakukan kerja

    sama dan koordinasi sehingga terbangun

    sinergitas dalam mencapai visi, misi, dan

    tujuan organisasi ?

    Ketiga, seorang pemimpin dituntut

    untuk mampu memberikan motivasi

    kepada bawahan, agar mereka terdorong

    dan terangsang energinya dalam

    mendukung tercapainya visi, misi, dan

    tujuan organisasi. Secara psikologis,

    seseorang dapat termotivasi ada dua hal,

    yang perlu diberikan motivasi dalam

    bentuk materi penghargaan bentuk lain.

    Sinergitas kedua bentuk

    rangsangan inilah yang biasanya

    memberikan penguatan bagi seorang

    pemimpin untuk dapat mendorong dan

    merangsang bawahannya, sehingga

    mereka mau melaksanakan tugasnya

    dengan baik. Lantas mengapa faktor

    kepemimpinan menjadi faktor esensial

    bagi seorang pemuda?. Adakah benang

    merah antara tugas pokok seorang pemuda

    dengan aspek-aspek kepemimpinan?.

    Sementara asumsi umum yang tampak

    dipermukaan, bahwa seorang pemuda

    lebih banyak bersentuhan dengan tugas-

    tugas yang bersifat administratif

    ketimbang tugas-tugas manajerial.

    Setidaknya ada dua argumentasi yang

    dapat dijadikan landasan, mengapa

    kemudian seorang pemuda membutuhkan

    aspek-apek leadership dalam menjalankan

    tugasuya.

    Pertama, tugas seorang pemuda

    adalah ikut mencerdaskan kehidupan

    bangsa yang dapat dimanifestasikan

    melalui berbagai aksi nyata, seperti: (1)

    disiplin tinggi, (2) bertanggung jawab , (3)

    membantu dan membina anak-anak, atau

    kaum miskin, (4) memiliki prilaku yang

    dilandasi jiwa sapta marga.

    Kedua, seorang pemuda dituntut

    untuk mampu melakukan berbagai

    terobosan dalam bidang IPTEKS dan

    mendukung penguatan sumber daya

    manusia anggaran dari fasilitas, misalnya

    membangun, mengembangkan atau

    akselerasi pola kerja sama dengan berbagai

  • 8

    Biner Ambarita adalah Guru Besar Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Medan; Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan

    institusi, baik pemerintah maupun swasta

    yang diterjemahkan melalui program hibah

    atau bantuan lainnya. Bahkan kalau

    memungkinkan, membangun kerja sama

    dengan pihak luar negeri. Kedua

    argumentasi inilah yang sesungguhnya

    mengilhami urgensi peningkatan kualitas

    kepemimpinan di lingkungan pemuda.

    Karakteristik kepemimpinan pemuda yang

    berkualitas harus mampu menterjemahkan

    .Tugas besar yang akan diemban pemuda

    sebagaimana dipaparkan di atas dan

    dibutuhkan pemuda yang berkarakter, dan

    pemimpin masa depan bangsa.

    Kualitas kepemimpinan seorang

    pemuda, antara lain dapat dicermati dari

    enam karakteristik, sebagai berikut (1)

    visioner, (2) memiliki kecerdasan

    intelektual & emosional, (3) memiliki

    kecerdasan enterpreneur, (4) memiliki

    cerdasan dalam mengambil keputusan, (5)

    memiliki integritas & moralitas, dan (6)

    tangguh & konsisten.

    Kepemimpinan pemuda dapat dicermati pada gambar berikut ini :

    Gambar.1. Kepemimpinan Pemuda

    Bagian bagian kepemimpinan pemuda dalam gambar di atas untuk membangun

    kebangsaan dapat dijelaskan sebagai berikut:

    1. Bersifat Visioner

    Seorang pemuda yang berkualitas

    harus memiliki karakteristik visioner,

    artinya memiliki jangkauan pemikiran jauh

    ke depan dan cermat mempertimbangkan

    berbagai potensi yang dimiliki, tantangan,

    kendala yang dihadapi serta peluang yang

    mungkin dapat diraih.

    Pemuda yang visioner harus

    tangguh dan mampu melakukan berbagai

    perubahan, yang dimanifestasikan melalui

    upaya penataan, pengembangan dan

    penyempurnaan. Bahkan dalam konteks

    tertentu harus berani untuk mengganti atau

    mengubah secara mendasar terhadap

    sebuah tatanan, sistem atau model internal

    maupun eksternal kalau dibutuhkan.

    Terkait dengan uraian di atas mungkin

    akan berseberangan dengan pihak-pihak

  • 9

    Biner Ambarita adalah Guru Besar Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Medan; Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan

    yang merasa tidak nyaman dengan adanya

    perubahan tersebut, tetapi kalau hal

    tersebut meningkatkan kualitas harus

    berani menghadapi sejumlah resiko yang

    cukup besar, baik dalam bentuk alienasi,

    cemoohan bahkan ancaman, demi

    perbaikan organisasi atau lembaga.

    2. Memiliki Kecerdasan Intelektual & Emosional

    Kecerdasan intelektual merupakan

    kemampuan berfikir seseorang yang

    bertujuan untuk mencapai dan

    memperjuangkan suatu tujuan. Semakin

    cerdas seorang pemimpin, akan semakin

    mudah menetapkan dan mewujudkan visi,

    misi, dan tujuan.

    Pemuda, dituntut untuk memiliki

    kecerdasan emosional. Kecerdasan

    emosional, Semiawan (1984) mengatakan

    kemampuan membaca pikiran sendiri dan

    pikiran orang lain, sehingga dapat

    menempatkan diri dalam situasi orang lain

    dan sekaligus dapat mengendalikan dirinya

    sendiri.

    Berdasarkan pengertian tersebut

    bahwa kecerdasan emosional esensinya

    lebih menekankan perasaan hati ketimbang

    pemikiran yang bersifat intelegensia, maka

    seorang pemuda hendaknya mampu

    mengasah kepekaan hati, agar dapat

    membaca situasi dan kondisi serta mampu

    mengendalikan diri. Pemuda harus mampu

    mencerna dan memaknai setiap fenomena

    yang bersentuhan dengan masalah emosi

    dan perasaan, baik perasaan diri sendiri,

    seperti takut, marah, iri, dan jengkel

    maupun perasaan orang lain. Melalui

    kecerdasan emosional ini, seorang pemuda

    akan lebih memiliki sensitivitas yang

    tinggi terhadap perasaan dan perhatian

    orang lain serta dapat mengadaptasi

    perspektif mereka, mengapresiasikan

    berbagai perbedaan cara pandang orang

    dalam mencermati sesuatu.

    3. Memiliki Kecerdasan Enterpreneur

    Kecerdasan enterpreneur dapat

    dimaknai sebagai kemampuan untuk

    mengubah nasib sendiri, dengan

    membangun diri sendiri, melalui usaha-

    usaha yang bersifat simultan dan

    melakukan perbaikan serta perubahan ke

    arah kemajuan. Sejalan dengan hal

    tersebut Sumahamijaya (1974),

    mengemukakan ciri-ciri pemimpin yang

    memiliki karakteristik enterpreneur,

    adalah (a) mengetahui apa yang

    diinginkan, memiliki cita-cita secara

    realistis, (b) teliti, kreatif dan berimajinasi

    positif, (c) mampu menciptakan

    kesempatan, siap dan mampu berkompetisi

    serta memiliki gairah kerja yang tinggi, (d)

    mampu memotivasi diri dan mampu

    menciptakan inisiatif secara realistis, (e)

    memiliki disiplin yang tinggi &

    mensyukuri kondisi yang ada, (f) mampu

  • 10

    Biner Ambarita adalah Guru Besar Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Medan; Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan

    menolong diri sendiri dan orang lain, (g)

    bersedia bekerja keras, hidup hemat dan

    mau serta mampu menarik pelajaran dari

    sebuah kesalahan, (h) berani mengambil

    resiko, (i) memiliki kepercayaan diri yang

    tinggi seraya membina kerja sama dengan

    pihak lain, (j) Tekun atau ulet dalam

    melaksanakan pekerjaan, (k) memiliki

    kepribadian yang baik serta mampu

    memelihara kesehatan diri. (i) memiliki

    sikap mental yang baik.

    4. Memiliki Kecerdasan dalam Mengambil Keputusan

    Pengambilan keputusan dimaknai

    upaya untuk memilih atau menentukan

    sesuatu dari beberapa alternatif yang ada.

    Jadi, dalam perspektif teori organisasi,

    pengambilan keputusan dianggap sebagai

    inti dari kepemimpinan.

    Pemimpin dalam konteks

    pengambilan keputusan dituntut, tidak

    hanya memiliki kecerdasan intelektual dan

    emosional saja tetapi harus memiliki

    kecerdasan sosial. Kecerdasan sosial yang

    dimaksud adalah kemampuan seorang

    pemimpin dalam melakukan interaksi atau

    hubungan dengan lingkungannya.

    Kearifan seorang pemimpin akan

    diuji, apakah keputusan yang diambil

    memiliki akseptabilitas atau tidak. Melalui

    kecerdasan sosial ini, seorang pemuda atau

    pemimpin diharapkan mampu melahirkan

    suatu keputusan yang dapat diterima oleh

    lingkungan atau pihak-pihak yang terkait

    untuk menerima dampak dari keputusan

    tersebut.

    5. Memiliki Integritas dan Moralitas

    Seorang pemuda yang berkualitas

    dituntut untuk memiliki integritas atau

    kepribadian serta moralitas yang baik. Jadi

    dalam konteks kepemimpinan, kedua hal

    tersebut sangat penting karena persoalan

    integritas dan moralitas akan bersentuhan

    dengan perilaku, norma-norma dan aturan,

    baik norma atau aturan yang ditetapkan

    oleh kelembagaan pemerintah maupun

    lembaga lain persoalan integritas dan

    moralitas, tidak hanya berdampak pada

    kredibilitas pemuda secara individu, tetapi

    akan berimplikasi pada kredibilitas

    institusi kepemudaan secara kelembagaan.

    6. Tangguh dan Konsisten

    Pemuda yang berkualitas harus

    memiliki karakter tangguh, artinya

    memiliki ketahanan fisik maupun mental,

    sehingga yang bersangkutan tidak cepat

    menyerah, putus asa, atau prustrasi, Harus

    disadari sepenuhnya bahwa, tugas besar

    yang menanti di hadapan pemuda tidak

    mungkin dapat diwujudkan begitu saja.

    Perjuangan menanti untuk

    menterjemahkan visi, misi, dan tujuan

    yang dihiasi dengan sejumlah tantangan,

    kendala bahkan ancaman yang tidak

  • 11

    Biner Ambarita adalah Guru Besar Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Medan; Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan

    ringan. Ketangguhan seorang pemuda

    mutlak diperlukan. Pemuda harus

    konsisten dalam menjaga sikap dan

    pandangannya, sejauh sikap dan

    pandangannya tersebut benar-benar

    rasional dan dapat

    dipertanggungjawabkan, dan diharapkan

    selalu berpihak kepada yang lemah.

    G. PERANAN PEMUDA DALAM ORGANISASI

    Pemuda adalah harapan dan tulang

    punggung negara yang dapat melakukan

    peran dan tanggung jawab dalam

    komitmennya menjaga persatuan dan

    kesatuan bangsa, serta sikap, komitmen,

    dan keberpihakan kepada masyarakat.

    Terkait dengan hal tersebut pemuda

    sebagai agen perubahan (Agent of Change)

    dan agen kontrol sosial (Agent of Social

    Control), agar hal ini terealisasi dapat

    dilakukan melalui ormas sarana dan arena

    belajar,bereksperimen dan berlatih

    menjadi Agent of Change dan Agent of

    Social Control. Sehingga dengan

    demikian, para pemuda sebagai generasi

    penerus harus aktif dan mau terlibat dalam

    organisasi kepemudaan, organisasi profesi,

    organisasi fungsional, hal ini wadah yang

    tepat untuk membangun kepeloporan dan

    kepemimpinan yang diharapkan.

    Pemuda memiliki kepeloporan

    yang tinggi, hal ini sesuai dengan apa yang

    diungkapkan Benedict Anderson, seorang

    Indonesianist bahwa sejarah Indonesia

    adalah sejarah pemudanya. Pernyataan

    Anderson ini tidak salah apabila dikaitkan

    dengan sejarah panjang bangsa Indonesia,

    di mana pemuda menjadi aktor dari setiap

    langkah perjalanan bangsa Indonesia.

    Pemuda berperan secara alamiah,

    yakni dalam kepeloporan dan

    kepemimpinan untuk menggerakkan

    potensi dan sumber daya yang ada pada

    masyarakat. Kalau kita ingin

    memfokuskan pembicaraan, dan

    penyusunan strategi mengenai peran

    pemuda dalam pembangunan, maka

    konteksnya adalah kepeloporan dan

    kepemimpinan. Jadi, untuk meningkatkan

    peran pemuda dalam pembangunan,

    pemuda harus membangun kepeloporan

    dan kepemimpinannya. Terkait dengan hal

    tersebut beberapa pengertian yang perlu

    mendapat perhatian ada tiga aspek yaitu

    membangun semangatnya,

    kemampuannya, dan pengalamannya.

    Kepeloporan dan kepemimpinan berarti

    berada di depan untuk diteladani oleh yang

    dipimpinnya atau panutan bagi

    masyarakat. Kepeloporan jelas

    menunjukkan sikap terpuji, merintis,

    membuka jalan, dan memulai sesuatu,

    untuk diikuti, dilanjutkan, dikembangkan,

    dipikirkan dicermati untuk dikerjakan

    bersama dalam mencapai tujuan.

    Kepeloporan ada unsur

    menghadapi risiko, kesanggupan untuk

    memikul risiko hal ini penting dalam

  • 12

    Biner Ambarita adalah Guru Besar Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Medan; Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan

    setiap perjuangan, pembangunan, dan

    tidak ada perjuangan yang tidak ada

    resiko. Jadi dalam zaman modern ini,

    semua sektor dan kehidupan sudah makin

    kompleks, makin penuh resiko. Hal ini

    sesuai dengan yang dikemukakan Giddens

    Modernity is a risk culture.

    Modernisasi dapat dikatakan

    mengurangi risiko pada bidang-bidang

    tertentu, tetapi juga membawa parameter

    risiko baru yang tidak dikenal pada era

    sebelumnya, untuk itulah diperlukan

    ketangguhan, baik mental maupun fisik,

    dan harus berani, serta mampu mengambil

    keputusan walaupun penuh resiko. Sifat-

    sifat itu harus tertanam dalam diri pemuda,

    karena tugas yang diembannya penuh

    tantangan dan resiko.

    H. Peningkatan Kualitas Kinerja Pemuda

    Apa sesungguhnya yang akan

    diraih oleh lembaga kepemudaan, ketika

    aspek-aspek manajerial sudah mampu

    dimanifestasikan melalui kepemimpinan

    pemuda apakah sudah berkualitas?. Secara

    kelembagaan upaya membangun kualitas

    kepemimpinan pemuda, sesungguhnya

    diproyeksikan meningkatkan kinerja

    pemuda agar berkualitas. Persoalannya,

    peningkatan kinerja seperti apakah yang

    diharapkan dari seorang Pemuda?. Sudah

    barang tentu membutuhkan argumentasi

    dan penjelasan secara komprehensip.

    Beberapa parameter untuk

    mengukur peningkatan kinerja yang diraih

    oleh seorang pemuda, antara lain, (1)

    produktif, (2) berinisiatif, (3) mandiri, (4)

    disiplin, (5) mampu bekerja secara efektif,

    (6) responsif dan (7) akuntabel.

    Pertama produktif., seorang

    pemuda yang berkinerja tinggi memiliki

    produktivitas kerja yang tinggi, artinya

    mampu menghasilkan pekerjaan, baik

    secara kualitas maupun kuantitas sesuai

    dengan program kerja yang telah

    dicanangkan, termasuk kontrol yang

    bersifat administratif, teknis, terutama

    manajerialnya.

    Kedua berinisiatif, hal ini

    mencerminkan bahwa seorang pemuda

    yang berkinerja tinggi harus memiliki

    inisiatif dalam menyampaikan ide-ide

    cerdas terkait dengan penataan,

    pengembangan, penyempurnaan bahkan

    perubahan perubahan yang mungkin dapat

    dilakukan. Pemuda harus cermat dan

    bersikap proaktif dalam memperjuangkan

    peningkatan kinerja organisasi

    kepemudaan secara menyeluruh.

    Ketiga mandiri, kinerja seorang

    pemuda dapat dicermati. dari

    kemandiriannya dalam melaksanakan

    pekerjaan, tidak tergantung kepada orang

    lain, tetapi harus mampu menterjemahkan

    setiap program yang dicanangkan

    sebelumnya.

  • 13

    Biner Ambarita adalah Guru Besar Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Medan; Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan

    Keempat disiplin, seorang pemuda

    yang berkinerja tinggi akan tercermin dari

    sikapnya dan disiplinnya. Disiplin yang

    dimaksud tidak hanya terkait dengan

    persoalan kehadiran dalam bekerja, tetapi

    disiplin dalam melaksanakan pekerjaan,

    membuat laporan serta mengevaluasi hasil

    pekerjaan yang telah dilakukan.

    Kelima, mampu bekerja sama

    secara efektif, hal ini dapat dilihat dari

    kemampuannya ketika melakukan kerja

    sama dengan pihak lain, baik secara

    internal maupun eksternal.

    Keenam responsif, responsivitas

    yang dimaksud adalah kemampuan

    seorang pemuda dalam menangkap

    berbagai kebutuhan pihak lain dan

    dilayani, baik secara internal maupun

    eksternal. Pemuda yang berkinerja tinggi

    akan tercermin dari sejauh mana ia mampu

    memberikan respon yang positif terhadap

    berbagai keluhan, kepentingan dan

    kebutuhan pihak lain yang dilayani.

    Ketujuh akuntabel, hal ini

    mengandung makna bahwa seorang

    pemuda yang berkinerja tinggi, akan

    mampu menyelaraskan antara program

    yang telah dicanangkan, dengan kebutuhan

    pihak lain yang dilayani serta

    pertanggungjawaban yang dilaporkan.

    Parameter di atas, tentunya masih

    sangat debatable, namun sebagai bahan

    diskusi kiranya dapat dijadikan bahan

    kontemplasi.

    I. KEPEMIMPINAN DALAM SEBUAH ORGANISASI

    Pemimpin dan kepemimpinan

    merupakan suatu kesatuan kata yang tidak

    dapat dipisahkan secara struktural maupun

    fungsional. Banyak muncul pengertian-

    pengertian mengenai pemimpin dan

    kepemimpinan, antara lain (1) pemimpin

    adalah figur sentral yang mempersatukan

    kelompok, (2) kepemimpinan adalah

    keunggulan seseorang atau beberapa

    individu dalam kelompok, dalam proses

    mengontrol gejala-gejala sosial, (3) Brown

    (1936) berpendapat bahwa pemimpin tidak

    dapat dipisahkan dari kelompok, tetapi

    boleh dipandang sebagai suatu posisi

    dengan potensi tinggi di lapangan. Krech

    dan Crutchfield memandang bahwa

    dengan kebaikan dari posisinya yang

    khusus dalam kelompok ia berperan

    sebagai agen primer untuk penentuan

    struktur kelompok, suasana kelompok,

    tujuan kelompok, ideologi kelompok, dan

    aktivitas kelompok. (4) kepemimpinan

    sebagai suatu kemampuan menghandel

    orang lain untuk memperoleh hasil yang

    maksimal dengan friksi sesedikit mungkin

    dan kerja sama yang besar,

    kepemimpinan merupakan kekuatan

    semangat/moral yang kreatif dan terarah

    (5) pemimpin adalah individu yang

    memiliki program/rencana dan bersama

  • 14

    Biner Ambarita adalah Guru Besar Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Medan; Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan

    anggota kelompok bergerak untuk

    mencapai tujuan dengan cara yang pasti.

    Muncul dua pertanyaan yang

    menjadi perdebatan mengenai pemimpin,

    (1) Apakah seorang pemimpin dilahirkan

    atau ditempa?, (2) Apakah efektivitas

    kepemimpinan seseorang dapat dialihkan

    dari satu organisasi ke organisasi yang lain

    oleh seorang pemimpin yang sama? Jadi

    untuk menjawab pertanyaan pertama

    tersebut perrhatikan beberapa pendapat

    berikut : (1) ada yang berpendapat bahwa

    pemimpin itu dilahirkan dengan bakat-

    bakat kepemimpinannya. (2) kubu yang

    menyatakan bahwa pemimpin dibentuk

    dan ditempa berpendapat bahwa

    efektivitas kepemimpinan seseorang dapat

    dibentuk dan ditempa dengan memberikan

    kesempatan luas kepada yang

    bersangkutan untuk menumbuhkan dan

    mengembangkan efektivitas

    kepemimpinannya.

    Sondang (1994) menyimpulkan

    bahwa seseorang hanya akan menjadi

    seorang pemimpin yang efektif apabila (1)

    seseorang secara genetika telah memiliki

    bakat-bakat kepemimpinan , (2) bakat-

    bakat tersebut dipupuk dan dikembangkan

    melalui kesempatan untuk menduduki

    jabatan kepemimpinannya, (3) ditopang

    oleh pengetahuan teoritikal yang diperoleh

    melalui pendidikan dan latihan, baik yang

    bersifat umum maupun yang menyangkut

    teori kepemimpinan.

    Menjawab pertanyaan kedua dapat

    dirumuskan dua kategori yang harus dikaji

    lebih jauh lagi: (1) keberhasilan seseorang

    memimpin satu organisasi dengan

    sendirinya dapat dialihkan kepada

    kepemimpinan oleh orang yang sama di

    organisasi lain, (2) keberhasilan seseorang

    memimpin satu organisasi tidak

    merupakan jaminan keberhasilannya

    memimpin organisasi lain.

    J. PERANAN PEMUDA DALAM ORMAS

    Kodrat Pemuda adalah melakukan

    peran dan tanggung jawab dalam

    komitmennya menjaga persatuan dan

    kesatuan bangsa, serta sikap, komitmen,

    dan keberpihakan kepada masyarakat.

    Terkait dengan hal tersebut predikat yang

    diberikan dan yang disandang pemuda

    sebagai agen perubahan (Agent of Change)

    dan agen kontrol sosial (Agent of Social

    Control), maka pemuda bagian dari

    masyarakat intelektual dan ormas sebagai

    sarana tempat belajar, bereksperimen, dan

    berlatih menjadi Agent of Change Dan

    Agent of Social Control. Sehingga dengan

    demikian, pemuda harus aktif dan mau

    terlibat untuk dibina di Organisasi-

    organisasi kemasyarakatan (Ormas) untuk

    membangun kepeloporan dan

    kepemimpinan yang berpihak kepada

    kepentingan masyarakat.

  • 15

    Biner Ambarita adalah Guru Besar Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Medan; Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan

    Perkembangan ilmu pengetahuan

    teknologi dan seni serta perkembangan

    modernitas memang mengurangi resiko

    pada bidang-bidang tertentu, tetapi

    membawa parameter risiko baru yang

    tidak dikenal pada era sebelumnya, dengan

    demikian diperlukan ketangguhan, baik

    mental maupun fisik. Kalau kita cermati

    tidak semua pemimpin berani mengambil

    resiko, tetapi pada diri pemuda harus

    terpatri daya juang, nasionalisme,

    keteladanan, jujur, dan lain-lain, untuk

    menjalankan pembangunan yang berpihak

    kepada masyarakat.

    K. PENUTUP

    Pada prinsipnya faktor

    kepemimpinan merupakan inti dari proses

    pengelolaan (manajemen) dalam suatu

    organisasi, termasuk di lingkungan

    organisasi kepemudaan. Jadi upaya untuk

    meningkatkan kualitas kepemimpinan

    (leadership) di lingkungan kepemudaan

    tidak dapat diabaikan. Komitmen untuk

    meningkatkan kualitas kepemimpinan

    pemuda dapat dimanifestasikan melalui

    tindakan nyata, sehingga kinerja pemuda

    dapat terwujud.

    Selanjutnya, disadari bahwa

    perkembangan IPTEKS banyak membantu

    meningkatkan kualitas dan kesejahteraan

    kehidupan umat manusia di dunia. Namun

    bersamaan dengan hal tersebut penerapan

    dan pemanfaatan hasil-hasil perkembangan

    IPTEKS telah melahirkan tuntutan dan

    kesadaran baru akan pentingnya landasan

    etika dan dimensi spiritualitas serta

    moralitas dalam pembangunan suatu

    negara. Kemajuan IPTEKS ditandai

    dengan berkembangnya sikap dan gaya

    hidup global yang glamour. Maka untuk

    menghadapi perkembangan IPTEKS,

    sangat penting bagi pemuda Indonesia

    untuk meningkatkan kualitasnya, baik dari

    segi iman dan takwa maupun IPTEKS

    dengan berpegang teguh pada nilai-nilai

    budaya bangsa maupun agama.

    Disadari atau tidak penguasaan,

    pengembangan dan pendayagunaan

    IPTEKS yang tidak dilandasi, kejujuran,

    moralitas, etika, spiritualitas, dan lain-lain

    akan dapat membawa manusia atau suatu

    bangsa menuju penderitaan, kesengsaraan

    dan kehancuran. Mengatasi hal tersebut

    para pemuda Indonesia harus senantiasa

    berada di dalam jalur nilai-nilai

    kemanusian dan keagamaan yang luhur,

    meningkatkan pengetahuan tentang ilmu,

    teknologi, dan seni dan

    menumbuhkembangkan jiwa kepeloporan,

    daya pikir, inovasi, kreativitas dalam

    mempersiapkan diri menjadi pemimpin

    masa depan dan melahirkan generasi yang

    profesionalis dalam rangka pembangunan

  • 16

    Biner Ambarita adalah Guru Besar Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Medan; Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan

    bangsa dan negara yang berkualitas di berbagai sektor.

    DAFTAR PUSTAKA

    Bronovsky, J. 1972. The Ascent of Mean. Boston : Little Brown.

    Dick, W and Lou, Carey. (1990). The systematic design of instruction. Florida : Harper Collins.

    Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Departement Pendidikan Nasional.

    Fishbein, M dan Ajzan, Icek. (1990). Belief, attitude, intention, and behavior. New York : McGraw Hill

    Habibie B. J. 2012. Sumberdaya Manusia Andalan Masyarakat Madani. Makalah disampaikan pada Konvensi Nasional Penddikan Indonesia VII 2012 di Yogayakarta.

    Hadari, Nawawi, 2005. Manajemen Strategik, Yogyakarta : Gadjah Mada Pers.

    Parkhe Arvind. 1991. Interfirm Diversity, Organizational Learning, and Longevity in Global Strategic Alliances. Indiana: Indiana University. (www://jstor.org/discover)

    Raka I Dewa Gede. 2012. Pendidikan Karakter untuk 250 Juta Orang:

    Gerakan Menyongsong Seratus Tahun Indonesia Merdeka. Makalah Disampaiakan pada Konvensi Nasional Penddikan Indonesia VII 2012 di Yogayakarta

    Semiawan, Conny, dkk. 1984. Memupuk Bakat dan Kreativitas Siswa Sekolah Menengah. Jakarta : PT. Gramedia.

    Slamet, Margono. 2003. Filosofi Mutu dan Penerapan Prinsip-prinsip Manajemen Mutu Terpadu di Perguruan Tinggi. Makalah. Jakarta : Depdikbud.

    Slocum, John W., Jr. dan Hellriegel, Don, 2009. Principles of Organizational Behavior, 12th Edition. Cina: South-Western Cengage Learning.

    Sutarno. 2012. Pendidikan Multikultural. Jakarta: Gramedia.

    Tilaar, H.A.R. (1999). Pendidikan dalam Pembangunan Nasional Menyongsong Abad XXI. Jakarta : Balai Pustaka.

    Wiles, Kimball. 1983. Democratic Supervision. New York: McGraw-Hill Book Company

  • 17

    Pardomuan Nauli Josip Mario Sinambela adalah Dosen Jurusan Pendidikan Matematika Universitas Negeri Medan; Penulis Buku Ajar SMP & SMA Kemendikbud Kurikulum 2013

    KURIKULUM 2013 DAN IMPLEMENTASINYA DALAM PEMBELAJARAN

    Pardomuan Nauli Josip Mario Sinambela

    Abstrak

    Kurikulum 2013 menuntut agar dalam pelaksanaan pembelajaran siswa diberi kebebasan berpikir memahami masalah, membangun strategi penyelesaian masalah, mengajukan ide-ide secara bebas dan terbuka. Kegiatan guru dalam pembelajaran adalah melatih dan membimbing siswa berpikir kritis dan kreatif dalam menyelesaikan masalah. Guru harus berupaya untuk mengorganisasikan kerjasama dalam kelompok belajar, melatih siswa berkomunikasi menggunakan grafik, diagram, skema, dan variabel. Diharapkan seluruh hasil kerja selalu dipresentasikan di depan kelas untuk menemukan berbagai konsep, hasil penyelesaian masalah, aturan serta prinsip yang ditemukan melalui proses pembelajaran. Pembelajaran tidak hanya ditekankan pada satu aspek saja tetapi keseimbangan pada aspek afektif, aspek psikomotorik, dan aspek kognitif.Kata Kunci : kurikulum 2013, guru, siswa, afektif, psikomotorik, kognitif

    A. PENDAHULUAN

    Kurikulum 2013 merupakan suatu

    kebijakan baru pemerintah dalam bidang

    pendidikan yang diharapkan mampu untuk

    menjawab tantangan dan persoalan yang

    akan dihadapi oleh bangsa Indonesia ke

    depan. Perubahan yang mendasar pada

    kurikulum 2013 dibanding dengan

    kurikulum-kurikulum sebelumnya adalah

    perubahan pada tingkat satuan

    pendidikannya dimana implementasi

    kurikulum ini dilakukan pada tingkat

    satuan pendidikan mulai dari sekolah

    dasar, sekolah menengah pertama, dan

    sekolah menengah atas atau sekolah

    menengah kejuruan. Perubahan yang lain

    dapat dilihat dari konsep kurikulum 2013

    itu sendiri.

    Kurikulum dalam hal ini

    diharapkan dapat memberikan

    keseimbangan aspek kognitif, aspek

    afektif, dan aspek psikomotor secara

    berimbang, sehingga pembelajaran yang

    terjadi diharapkan dapat berjalan dengan

    menyeimbangkan ketiga aspek tersebut,

    tidak seperti yang selama ini terjadi

    dimana pembelajaran lebih cenderung

    mengutamakan aspek kognitif saja. Akibat

    dari konsep kurikulum 2013 itu, maka

    penilaian dalam pembelajaran tentunya

    harus disesuaikan dengan konsep

    kurikulum itu sendiri, sehingga penilaian

    juga harus didasarkan pada ketiga aspek

    tersebut yaitu harus menilai aspek

    kognitifnya, menilai aspek afektifnya, dan

    menilai aspek psikomotoriknya. Selain itu

    kurikulum 2013 juga membawa perubahan

    besar dalam pelaksanaannya.

    Hal ini ditunjukkan dengan

    disediakannya buku ajar yang disusun

    sesuai dengan tuntutan kurikulum itu

  • 18

    Pardomuan Nauli Josip Mario Sinambela adalah Dosen Jurusan Pendidikan Matematika Universitas Negeri Medan; Penulis Buku Ajar SMP & SMA Kemendikbud Kurikulum 2013

    sendiri. Artinya kurikulum 2013 itu tidak

    sekedar hanya sebuah konsep dan

    dokumen semata tetapi dalam

    implementasinya, kurikulum 2013 itu

    menata bagaimana dan apa yang

    seharusnya dilakukan guru dalam

    melaksanakan pembelajarannya.

    B. PEMBAHASAN

    1. Pola Pikir Kurikulum 2013

    Seperti yang diungkapkan

    sebelumnya bahwa pada kurikulum 2013

    pembelajaran itu tidak hanya menekankan

    pada aspek kognitif saja, tetapi harus

    meliputi ketiga aspek. Pola pikir yang

    menjadi rumusan dalam pembentukan

    kurikulum itu adalah memandang bahwa

    standar kompetensi lulusan diturunkan dari

    kebutuhan. Berbeda halnya dengan

    kurikulum sebelumnya yaitu standar

    kompetensi diturnkan dari standar isi.

    Pada kurikulum KBK 2004 dan

    KTSP 2006 dijelaskan bahwa standar isi

    dirumuskan berdasarkan tujuan mata

    pelajaran yang di dalamnya merupakan

    paparan standar kompetensi lulusan mata

    pelajaran dirinci menjadi standar

    kompetensi dasar mata pelajaran. Pada

    kurikulum 2013, standar isi diturunkan

    dari standar kompetensi lulusan melalui

    kompetensi inti yang tidak terikat pada

    mata pelajaran. Pola pikir lainnya dalam

    kurikulum 2013 memandang bahwa semua

    mata pelajaran harus berkontribusi

    terhadap pembentukan aspek afektif, aspek

    psikomotorik, dan aspek kognitif pada

    peserta didik. Padahal pada kurikulum

    sebelumnya jelas sekali terlihat adanya

    pemisahan mata pelajaran untuk

    membentuk aspek afektif, membentuk

    aspek psikomotorik, dan pembentukan

    aspek kognitif. Kurikulum 2013

    menurunkan mata pelajaran dari

    kompetensi yang ingin dicapai oleh peserta

    didik, sementara kurikulum 2004 dan

    KTSP 2006 menurunkan kompetensi dari

    mata pelajaran.

    Perbedaan pandangan ini akhirnya

    yang tadinya mata pelajaran yang saling

    lepas satu dengan yang lainnya, yaitu

    seperti sekumpulan mata pelajaran yang

    terpisah dan tidak tertata irisan dari tiap

    mata pelajaran menjadi mengikat semua

    mata pelajaran oleh suatu kompetensi yaitu

    kompetensi inti dari tiap tingkatan kelas.

    Pembelajaran yang terjadi akibat

    implementasi dari kurikulum 2013 ini

    adalah adalah Pembelajaran tidak lagi

    berpusat pada guru, tetapi pembelajaran

    lebih banyak berpusat pada aktivitas siswa.

    Karena pembelajaran lebih banyak

    berpusat pada siswa akibatnya

    pembelajaran tidak lagi menjadi satu arah

    tetapi lebih bersifat interaktif. Kurikulum

  • 19

    Pardomuan Nauli Josip Mario Sinambela adalah Dosen Jurusan Pendidikan Matematika Universitas Negeri Medan; Penulis Buku Ajar SMP & SMA Kemendikbud Kurikulum 2013

    2013 juga menuntut agar dalam

    pembelajaran terjadi aktivitas aktif dan

    menyeldidiki dan diharapkan juga guru

    sebagai fasilitator dalam pembelajaran

    dapat merancang pembelajaran agar siswa

    mampu menyelesaikan permasalahan-

    permasalahan yang kontekstual dan nyata.

    Pembelajaran yang selama ini terjadi yaitu

    pembelajaran yang terlalu luas yang

    mengakibatkan terlalu banyak materi

    diajarkan. Penyampaian materi

    pengetahuan hanya merupakan sebuah

    kegiatan transfer ilmu belaka yang artinya

    guru hanya memindahkan pengetahuan

    saja kepada siswa tanpa memperhatikan

    apakah siswa memahami atau tidak

    pengetahuan yang diberikan tersebut.

    Berbeda halnya dengan kurikulm 2013,

    kurikulum ini memaksa guru agar

    mengerti betul karakteristik dari siswanya.

    Materi pengetahuan yang disampaikan

    guru harus mampu menunjukkan perilaku

    yang khas yang mampu memberdayakan

    kaidah keterkaitan antar materi.

    Pembelajaran pada kurikulum 2013

    juga mengharapkan agar guru dapat

    memahami bagaimana menggunakan alat

    multimedia yaitu berbagai peralatan

    teknologi pendidikan yang mampu

    mengorganisakan siswa dalam belajarnya.

    Satu hal yang sangat menarik tentang

    kurikulum 2013 yaitu siswa dalam

    belajarnya memperoleh dokumen belajar

    sesuai dengan ketertarikannya dan

    potensinya dalam belajar, sehingga tidak

    lagi siswa yang dalam tingkatan yang

    sama harus diberikan dokumen belajar

    yang sama. Hal ini menggugurkan

    pembagian jurusan di sekolah menengah

    atas yang selama ini dilakukan pada waktu

    siswa naik ke kelas XI, akan tetapi

    pembelajaran dan dokumen belajar siswa

    akan diperoleh siswa pada waktu siswa

    tersebut duduk pertama sekali di bangku

    sekolah menengah atas. Pembelajaran

    yang tadinya hanya transfer ilmu

    pengetahuan akhirnya menuntut terjadinya

    pertukaran pengetahuan antara guru

    dengan guru lainnya, guru dengan siswa,

    dan siswa dengan siswa lainnya.

    2. Pembelajaran dalam Kurikulum 2013

    Berdasarkan pola pikir kurikulum

    2013, maka pembelajaran dalam

    implementasi kurikulum juga mengalami

    perubahan. Perubahan ini mengakibatkan

    pendekatan pembelajaran yang digunakan

    adalah pendekatan saintifik yaitu

    pendekatan yang menggunakan

    pendekatan ilmiah. Kriteria dalam

    pendekatan ini menekankan beberapa

    aspek antara lain: 1) Materi pembelajaran

    berbasis pada fakta atau fenomena yang

    dapat dijelaskan dengan logika atau

  • 20

    Pardomuan Nauli Josip Mario Sinambela adalah Dosen Jurusan Pendidikan Matematika Universitas Negeri Medan; Penulis Buku Ajar SMP & SMA Kemendikbud Kurikulum 2013

    penalaran tertentu; bukan sebatas kira-kira,

    khayalan, legenda, atau dongeng semata;

    2) Penjelasan guru, respon siswa, dan

    interaksi edukatif guru-siswa terbebas dari

    prasangka yang serta-merta, pemikiran

    subjektif, atau penalaran yang

    menyimpang dari alur berpikir logis; 3)

    Mendorong dan menginspirasi siswa

    berpikir secara kritis, analistis, dan tepat

    dalam mengidentifikasi, memahami,

    memecahkan masalah, dan

    mengaplikasikan materi pembelajaran.

    Mendorong dan menginspirasi siswa

    mampu berpikir hipotetik dalam melihat

    perbedaan, kesamaan, dan tautan satu

    sama lain dari materi pembelajaran; 4)

    Mendorong dan menginspirasi siswa

    mampu memahami, menerapkan, dan

    mengembangkan pola berpikir yang

    rasional dan objektif dalam merespon

    materi pembelajaran; 5) Berbasis pada

    konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat

    dipertanggungjawabkan; 6) Tujuan

    pembelajaran dirumuskan secara

    sederhana dan jelas, namun menarik

    sistem penyajiannya.

    Berdasarkan penjelasan

    sebelumnya yaitu, ada tiga aspek penting

    yang harus diperhatikan dalam

    pembelajaran yaitu aspek afektif, aspek

    psikomotorik, dan aspek kognitif.

    Sehingga langkah-langkah setiap

    pembelajaran tidak boleh terlepas dari

    ketiga aspek tersebut. Pada pembelajaran

    aspek sikap menggamit transformasi

    substansi atau materi ajar agar siswa tahu

    mengapa.. Aspek psikomotorik

    menggamit transformasi substansi atau

    materi ajar agar siswa tahu bagaimana.

    Aspek Kognitif menggamit transformasi

    substansi atau materi ajar agar siswa tahu

    apa.. Hasil akhir dari kegiatan

    pembelajaran adalah diharapkannya

    peningkatan dan keseimbangan antara

    kemampuan untuk menjadi manusia yang

    baik (soft skills) dan manusia yang

    memiliki kecakapan dan pengetahuan

    untuk hidup secara layak (hard skills) dari

    siswa yang meliputi aspek kompetensi

    sikap, pengetahuan, dan keterampilan.

    Dimensi paedagogik modern yang

    diterapkan pada kurikulum 2013 adalah

    pendekatan ilmiah. Langkah-langkah

    pembelajaran yang dilakukan dalam

    pendekatan ini adalah. 1) kegiatan

    observing (mengamati); 2) kegiatan

    questioning(menanya); 3) kegiatan

    associating(menalar); 4) kegiatan

    experimenting (mencoba); dan 5) kegiatan

    networking(membentuk jejaring atau

    menyimpulkan.

    Pembelajaran yang diterapkan

    mengakibatkan ilmu pengetahuan sebagai

    penggerak pembelajaran untuk semua

    mata pelajaran. Kegiatan siswa lebih

    cenderung untuk mencari tahu tentang

    prinsip dan konsep ilmu pengetahuan

    tersebut bukan menunggu dibberikan oleh

  • 21

    Pardomuan Nauli Josip Mario Sinambela adalah Dosen Jurusan Pendidikan Matematika Universitas Negeri Medan; Penulis Buku Ajar SMP & SMA Kemendikbud Kurikulum 2013

    guru, pembelajaran ini disebut dengan

    discovery learning. Discovery Learning

    adalah teori belajar yang didefinisikan

    sebagai proses pembelajaran yang terjadi

    bila siswa tidak disajikan dengan materi

    pelajaran dalam bentuk utuh, tetapi

    diharapkan siswa mengorganisasi sendiri.

    Dalam mengaplikasikan metode Discovery

    Learning guru berperan sebagai

    pembimbing dengan memberikan

    kesempatan kepada siswa untuk belajar

    secara aktif, sebagaimana pendapat guru

    harus dapat membimbing dan

    mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai

    dengan tujuan. Kondisi seperti ini ingin

    merubah kegiatan belajar mengajar yang

    teacher oriented menjadi student oriented.

    Dalam Discovery Learning, hendaknya

    guru harus memberikan kesempatan

    muridnya untuk menjadi seorang problem

    solver, seorang ilmuwan, ahli sejarah, atau

    ahli matematika. Bahan ajar tidak

    disajikan dalam bentuk akhir, tetapi siswa

    dituntut untuk melakukan berbagai

    kegiatan menghimpun informasi,

    membandingkan, mengkategorikan,

    menganalisis, mengintegrasikan,

    mereorganisasikan bahan serta membuat

    kesimpulan-kesimpulan.

    3. Langkah-langkah Pelaksanaan Pembelajaran Discovery Learning

    a. Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan)

    Tahap awal dalam pembelajaran ini

    siswa dihadapkan pada sesuatu yang

    menimbulkan kebingungannya, kemudian

    dilanjutkan untuk tidak memberi

    generalisasi, agar timbul keinginan dari

    siswa untuk menyelidiki sendiri. Selain itu

    guru sebagai fasilitator memulai

    pembelajarannya dengan mengajukan

    pertanyaan, anjuran membaca buku, dan

    aktivitas belajar lainnya yang mengarah

    pada persiapan pemecahan masalah.

    Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk

    menyediakan kondisi interaksi belajar

    yang dapat mengembangkan dan

    membantu siswa dalam mengeksplorasi

    bahan.

    b. Problem statement (pernyataan/ identifikasi masalah)

    Tahap kedua dari pembelajaran ini

    adalah guru memberi kesempatan kepada

    siswa untuk mengidentifikasi sebanyak

    mungkin kejadian-kejadian dari masalah

    yang relevan dengan bahan pelajaran,

    kemudian salah satunya dipilih dan

    dirumuskan dalam bentuk hipotesis

    (jawaban sementara atas pertanyaan

    masalah)

  • 22

    Pardomuan Nauli Josip Mario Sinambela adalah Dosen Jurusan Pendidikan Matematika Universitas Negeri Medan; Penulis Buku Ajar SMP & SMA Kemendikbud Kurikulum 2013

    c. Data collection (Pengumpulan Data).

    Pada tahap ini berfungsi untuk

    menjawab pertanyaan atau membuktikan

    benar tidaknya hipotesis, dengan

    demikian siswa diberi kesempatan untuk

    mengumpulkan berbagai informasi yang

    relevan, membaca sumber belajar,

    mengamati objek, wawancara dengan nara

    sumber, melakukan uji coba sendiri dan

    kegiatan lainnya yang relevan.

    d. Data Processing (Pengolahan Data)

    Menurut Syah (2004:244)

    pengolahan data merupakan kegiatan

    mengolah data dan informasi yang telah

    diperoleh para siswa baik melalui

    wawancara, observasi, dan sebagainya,

    lalu ditafsirkan. Semua informai hasil

    bacaan, wawancara, observasi, dan

    sebagainya, semuanya diolah, diacak,

    diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila

    perlu dihitung dengan cara tertentu serta

    ditafsirkan pada tingkat kepercayaan

    tertentu

    e. Verification (Pembuktian)

    Pada tahap ini siswa melakukan

    pemeriksaan secara cermat untuk

    membuktikan benar atau tidaknya

    hipotesis yang ditetapkan sebelumnya

    dengan beberapa fenomena yang sudah

    diketahui, dihubungkan dengan hasil data

    processing (Syah, 2004:244). Verification

    menurut Bruner, bertujuan agar proses

    belajar akan berjalan dengan baik dan

    kreatif jika guru memberikan kesempatan

    kepada siswa untuk menemukan suatu

    konsep, teori, aturan atau pemahaman

    melalui contoh-contoh yang ia jumpai

    dalam kehidupannya.

    f. Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi)

    Tahap generalisasi/ menarik

    kesimpulan adalah proses menarik sebuah

    kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip

    umum dan berlaku untuk semua kejadian

    atau masalah yang sama, dengan

    memperhatikan hasil verifikasi (Syah,

    2004:244). Berdasarkan hasil verifikasi

    maka dirumuskan prinsip-prinsip yang

    mendasari generalisasi

    4. Model-Model Pembelajaran Pendukung Kurikulum 2013

    Beberapa model pembelajaran

    yang sesuai dengan kurikulum 2013 antara

    lain 1) Model Pembelajaran Berdasarkan

    Masalah dan 2) Model Pembelajaran

    Berbasis Proyek. Kedua model

    pembelajaran itu bukan paku mati model

    yang harus dilaksanakan dalam

    pembelajaran yang mengimplementasikan

    kurikulum 2013. Model-model

    pembelajaran lain juga dapat digunakan

  • 23

    Pardomuan Nauli Josip Mario Sinambela adalah Dosen Jurusan Pendidikan Matematika Universitas Negeri Medan; Penulis Buku Ajar SMP & SMA Kemendikbud Kurikulum 2013

    dengan catatan bahwa model pembelajaran tersebut menganut paham konstruktivisme.

    a. Pembelajaran Berdasarkan Masalah

    Pembelajaran berdasarkan masalah

    adalah suatu pembelajaran yang lebih

    menekankan pada aspek kognitif siswa dan

    pembelajarannya berpusat kepada siswa.

    Fokus pengajaran tidak begitu banyak

    pada apa yang dilakukan siswa melainkan

    kepada apa yang mereka pikirkan pada

    saat melakukan pembelajaran tersebut.

    Peran guru dalam pembelajaran ini

    terkadang melibatkan presentasi dan

    penjelasan sesuatu hal kepada siswa,

    namun pada intinya dalam pembelajaran

    berdasarkan masalah guru berperan

    sebagai pembimbing dan fasilitator

    sehingga siswa belajar untuk berpikir dan

    memecahkan masalah dengan cara mereka

    sendiri.

    Model pembelajaran berdasarkan

    masalah, pembelajarannya lebih

    menekankan pada aspek kognitif siswa.

    Pembelajaran diawali dengan memberikan

    masalah. Masalah yang diajukan dalam

    pembelajaran berdasarkan masalah

    haruslah bersifat top-down artinya diawali

    dengan masalah yang kompleks,

    dilanjutkan dengan masalah-masalah yang

    spesifik dengan maksud mencari solusi

    masalah kompleks tersebut. Dalam

    pembelajaran dengan model pembelajaran

    berdasarkan masalah, guru harus

    mengupayakan siswa agar dapat dengan

    sendirinya mengkonstruk konsep maupun

    prinsip-prinsip ilmu pengetahuan.

    Pembelajaran yang akan dilakukan harus

    terlebih dahulu dirancang oleh guru, dan

    guru hanya bertugas sebagai fasilitator dan

    pembimbing.

    Dalam model pembelajaran

    berdasarkan masalah (problem-based

    instruction) ditekankan bahwa

    pembelajaran dikendalikan dengan

    masalah. Oleh karena itu, pembelajaran

    berdasarkan masalah dimulai dengan

    memecahkan masalah, dan masalah yang

    diajukan kepada siswa harus mampu

    memberikan informasi (pengetahuan) baru

    sehingga siswa memperoleh pengetahuan

    baru sebelum mereka dapat memecahkan

    masalah itu. Dalam pembelajaran yang

    dilakukan tujuannya bukan hanya mencari

    jawaban tunggal yang benar, tapi lebih dari

    itu siswa harus dapat menginterpretasikan

    masalah yang diberikan, mengumpulkan

    informasi yang penting, mengidentifikasi

    kemungkinan pemecahan masalah,

    mengevaluasi pilihan, dan menarik

    kesimpulan.

    b. Peran guru dalam pembelajaran berdasarkan masalah

    Dalam mengajarkan konsep-

    konsep dan prinsip-prinsip materi

    pelajaran, guru harus mengilustrasikannya

    dalam beberapa cara. Dalam

  • 24

    Pardomuan Nauli Josip Mario Sinambela adalah Dosen Jurusan Pendidikan Matematika Universitas Negeri Medan; Penulis Buku Ajar SMP & SMA Kemendikbud Kurikulum 2013

    penyampaiannya dimulai dari ilustrasi

    masalah nyata yang dekat dengan

    kehidupan siswa, memilih kata-kata dalam

    percakapan yang mudah dipahami,

    memilih simbol-simbol, gambar-gambar,

    atau objek nyata. Hal lain yang perlu

    dilakukan adalah memberi kesempatan

    pada siswa memikirkan, menelaah apa saja

    yang terkandung dalam konsep dan

    prinsip. Gardner (dalam James Hiebert,

    1992: 66) menyatakan, karena kerja

    mental tidaklah tampak, mendiskusikan

    bagaimana gagasan/informasi disusun di

    dalam otak didasarkan pada tingkat

    berpikir yang tinggi. Dugaan representase

    mental adalah suatu gagasan inti yang

    membawa bersama-sama bekerja pada

    pengamatan dari berbagai bidang,

    mencakup psikologi, ilmu pengetahuan,

    linguistik, dan banyak hal.

    Dalam pembelajaran berdasarkan

    masalah, kemampuan guru mengajar harus

    lebih kritis dibanding kelas tradisional

    yang berpusat pada guru. Disamping

    menyajikan pengetahuan bagi siswa, guru

    dalam pembelajaran berdasarkan masalah

    harus melibatkan siswa dalam menyusun

    informasi dan penggunaan pengetahuan

    mereka dalam pemecahan masalah

    Guru dalam pembelajaran

    berdasarkan masalah harus merancang dan

    mengatur pembelajaran terhadap

    pemahaman ilmu pengetahuan siswa yang

    memungkinkan guru untuk memandu

    siswa dalam menerapkan pengetahuan

    pada berbagai situasi masalah. Guru harus

    memiliki kemampuan ilmu pengetahuan

    yang dalam/luas agar dapat melakukan hal

    tersebut. Guru dengan kemampuan ilmu

    pengetahuan yang dangkal dalam

    pembelajaran berdasarkan masalah,

    kemungkinan akan dapat membawa siswa

    pada kegagalan dalam mempelajari konsep

    dan prinsip ilmu pengtahuan tersebut.

    c. Tahapan-tahapan pembelajaran berdasarkan masalah

    Dalam membuat suatu rencana

    pembelajaran perlu dibuat tahapan-tahapan

    yang akan digunakan dalam pembelajaran,

    tujuannya adalah agar pembelajaran yang

    akan dilaksanakan benar-benar terlaksana

    dengan baik dan memperoleh hasil yang

    diinginkan.

    Pembelajaran berdasarkan masalah

    adalah pembelajaran yang berpusat pada

    siswa. Oleh karena itu guru harus dapat

    merancang rencana pembelajaran yang

    benar-benar dapat merangsang rasa ingin

    tahu siswa serta memotivasi siswa untuk

    dapat menjadi pebelajar yang mandiri,

    sehingga memudahkan dalam pelaksanaan

    berbagai tahap pembelajaran model

    pembelajaran berdasarkan masalah dan

    pencapaian tujuan pembelajaran yang

    diinginkan. Dalam pembelajaran ini guru

    harus terlebih dahulu menetapkan tujuan

    pembelajaran sehingga tujuan itu dapat

    dikomunikasikan dengan jelas kepada

  • 25

    Pardomuan Nauli Josip Mario Sinambela adalah Dosen Jurusan Pendidikan Matematika Universitas Negeri Medan; Penulis Buku Ajar SMP & SMA Kemendikbud Kurikulum 2013

    siswa. Setelah guru menetapkan tujuan

    kemudian guru harus merancang situasi

    masalah yang sesuai dengan materi.

    Situasi masalah yang baik seharusnya

    autentik, mengandung teka-teki, dan tidak

    terdefinisikan dengan ketat, memungkinan

    kerja sama, bermakna bagi siswa, dan

    konsisten dengan tujuan kurikulum.

    Ibrahim dan Nur (2000: 13)

    mengemukakan tahapan-tahapan dalam

    pembelajaran berdasarkan masalah

    (problem-based instruction) pada tabel

    berikut :

    Tabel 1. Tahapan Pembelajaran Berdasarkan Masalah

    Tahap Tingkah Laku GuruTahap-1Orientasi siswa kepada masalah

    Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah yang dipilihnya.

    Tahap-2Mengorganisasi siswa untuk belajar

    Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut

    Tahap-3Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok

    Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah

    Tahap-4Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

    Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, model dan membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya

    Tahap-5Menganalisis dan meng evaluasi proses pemecahan masalah

    Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan

    Berdasarkan tahapan-tahapan

    pembelajaran berdasarkan masalah di atas

    jelaslah bahwa pembelajaran berdasarkan

    masalah menuntut siswa lebih aktif.

    Karena dalam pembelajaran berdasarkan

    masalah siswa dilibatkan secara langsung

    dalam penyelidikan dan menemukan

    penyelesaian masalah, sehingga pada

    akhirnya siswa terbantu menjadi pebelajar

    yang otonom yang mampu membantu diri

    mereka sendiri, di dalam memecahkan

    permasalahan yang dihadapinya. Selain itu

    pembelajaran berdasarkan masalah yang

    melibatkan siswa dalam penyelidikan

    pilihan sendiri, memungkinkan siswa

    menginterpretasikan dan menjelaskan

    fenomena dunia nyata dan membangun

    pemahamannya tentang fenomena itu.

    Karena pembelajaran berdasarkan masalah

    terlebih dahulu memberikan masalah yang

    kompleks kepada siswa maka,

    pembelajaran ini tergolong kepada

    pembelajaran top-down maksudnya adalah

    pembelajaran diawali dengan pemberian

  • 26

    Pardomuan Nauli Josip Mario Sinambela adalah Dosen Jurusan Pendidikan Matematika Universitas Negeri Medan; Penulis Buku Ajar SMP & SMA Kemendikbud Kurikulum 2013

    masalah yang kompleks, selanjutnya

    dalam memecahkan masalah diperoleh

    masalah-masalah yang lebih spesifik

    dengan maksud mencari solusi dari

    masalah tersebut.

    d. Pembelajaran Berbasis Proyek

    Pembelajaran Berbasis Proyek

    (Project Based Learning=PjBL) adalah

    metoda pembelajaran yang menggunakan

    proyek/kegiatan sebagai media. siswa

    melakukan eksplorasi, penilaian,

    interpretasi, sintesis, dan informasi untuk

    menghasilkan berbagai bentuk hasil

    belajar. Pembelajaran Berbasis Proyek

    merupakan metode belajar yang

    menggunakan masalah sebagai langkah

    awal dalam mengumpulkan dan

    mengintegrasikan pengetahuan baru

    berdasarkan pengalamannya dalam

    beraktifitas secara nyata.

    Pembelajaran Berbasis Proyek

    dirancang untuk digunakan pada

    permasalahan komplek yang diperlukan

    siswa dalam melakukan insvestigasi dan

    memahaminya. Melalui PjBL, proses

    inquiry dimulai dengan memunculkan

    pertanyaan penuntun (a guiding question)

    dan membimbing siswa dalam sebuah

    proyek kolaboratif yang mengintegrasikan

    berbagai subjek (materi) dalam kurikulum.

    Pada saat pertanyaan terjawab, secara

    langsung siswa dapat melihat berbagai

    elemen utama sekaligus berbagai prinsip

    dalam sebuah disiplin yang sedang

    dikajinya. PjBL merupakan investigasi

    mendalam tentang sebuah topik dunia

    nyata, hal ini akan berharga bagi atensi

    dan usaha peserta didik.

    Pembelajaran Berbasis Proyek

    memiliki karakteristik sebagai berikut: 1)

    siswa membuat keputusan tentang sebuah

    kerangka kerja; 2) Adanya permasalahan

    atau tantangan yang diajukan kepada

    peserta didik; 3) siswa mendesain proses

    untuk menentukan solusi atas

    permasalahan atau tantangan yang

    diajukan; 4) siswa secara kolaboratif

    bertanggungjawab untuk mengakses dan

    mengelola informasi untuk memecahkan

    permasalahan; 5) Proses evaluasi

    dijalankan secara kontinu; 6) siswa secara

    berkala melakukan refleksi atas aktivitas

    yang sudah dijalankan; 7) Produk akhir

    aktivitas belajar akan dievaluasi secara

    kualitatif; dan 8) Situasi pembelajaran

    sangat toleran terhadap kesalahan dan

    perubahan.

    Peran guru dalam pembelajaran

    berbasis proyek sebaiknya sebagai

    fasilitator, pelatih, penasehat dan perantara

    untuk mendapatkan hasil yang optimal

    sesuai dengan daya imajinasi, kreasi dan

    inovasi dari siswa.

    e. Langkah-Langkah Model Pembelajaran Berbasis Proyek

  • 27

    Pardomuan Nauli Josip Mario Sinambela adalah Dosen Jurusan Pendidikan Matematika Universitas Negeri Medan; Penulis Buku Ajar SMP & SMA Kemendikbud Kurikulum 2013

    1. Penentuan Pertanyaan Mendasar (Start

    With the Essential Question).

    Pembelajaran dimulai dengan

    pertanyaan esensial, yaitu pertanyaan

    yang dapat memberi penugasan siswa

    dalam melakukan suatu aktivitas.

    Mengambil topik yang sesuai dengan

    realitas dunia nyata dan dimulai

    dengan sebuah investigasi mendalam.

    Pengajar berusaha agar topik yang

    diangkat relevan untuk para peserta

    didik.

    2. Mendesain Perencanaan Proyek

    (Design a Plan for the Project.

    Perencanaan dilakukan secara

    kolaboratif antara pengajar dan peserta

    didik. Dengan emikian siswa

    diharapkan akan merasa memiliki

    atas proyek tersebut. Perencanaan

    berisi tentang aturan main, pemilihan

    aktivitas yang dapat mendukung

    dalam menjawab pertanyaan esensial,

    dengan cara mengintegrasikan

    berbagai subjek yang mungkin, serta

    mengetahui alat dan bahan yang dapat

    diakses untuk membantu penyelesaian

    proyek.

    3. Menyusun Jadwal (Create a Schedule)

    Pengajar dan siswa secara kolaboratif

    menyusun jadwal aktivitas dalam

    menyelesaikan proyek. Aktivitas pada

    tahap ini antara lain: (1) membuat

    timeline untuk menyelesaikan proyek,

    (2) membuat deadline penyelesaian

    proyek, (3) membawa siswa agar

    merencanakan cara yang baru, (4)

    membimbing siswa ketika mereka

    membuat cara yang tidak berhubungan

    dengan proyek, dan (5) meminta siswa

    untuk membuat penjelasan (alasan)

    tentang pemilihan suatu cara.

    4. Memonitor siswa dan kemajuan

    proyek (Monitor the Students and the

    Progress of the Project)

    Guru bertanggungjawab untuk

    melakukan monitor terhadap aktivitas

    siswa selama menyelesaikan proyek.

    Monitoring dilakukan dengan cara

    menfasilitasi siswa pada setiap roses.

    Dengan kata lain pengajar berperan

    menjadi mentor bagi aktivitas peserta

    didik. Agar mempermudah proses

    monitoring, dibuat sebuah rubrik yang

    dapat merekam keseluruhan aktivitas

    yang penting.

    5. Menguji Hasil (Assess the Outcome)

    Penilaian dilakukan untuk membantu

    pengajar dalam mengukur

    ketercapaian standar, berperan dalam

    mengevaluasi kemajuan masing-

    masing peserta didik, memberi umpan

    balik tentang tingkat pemahaman yang

    sudah dicapai peserta didik, membantu

    pengajar dalam menyusun strategi

    pembelajaran berikutnya.

    6. Mengevaluasi Pengalaman (Evaluate

    the Experience)

  • 28

    Pardomuan Nauli Josip Mario Sinambela adalah Dosen Jurusan Pendidikan Matematika Universitas Negeri Medan; Penulis Buku Ajar SMP & SMA Kemendikbud Kurikulum 2013

    Pada akhir proses pembelajaran,

    pengajar dan siswa melakukan refleksi

    terhadap aktivitas dan hasil proyek

    yang sudah dijalankan. Proses refleksi

    dilakukan baik secara individu

    maupun kelompok. Pada tahap ini

    siswa diminta untuk mengungkapkan

    perasaan dan pengalamanya selama

    menyelesaikan proyek. Pengajar dan

    siswa mengembangkan diskusi dalam

    rangka memperbaiki kinerja selama

    proses pembelajaran, sehingga pada

    akhirnya ditemukan suatu temuan baru

    untuk menjawab permasalahan yang

    diajukan pada tahap pertama

    pembelajaran.

    C. PENUTUP

    Kompetensi yang dituntut oleh

    kurikulum 2013 tergambar pada

    kompetensi inti dan kompetensi dasar yang

    digariskan dalam peraturan menteri.

    Dalam pembelajaran keseimbangan aspek

    afektif yaitu aspek sikap. Sikap merupakan

    pembawaan yang dapat dipelajari, dan

    dapat mempengaruhi perilaku seseorang

    terhadap suatu objek. Sikap merupakan

    kecenderungan untuk merespons suatu

    stimulus berdasarkan penilaian terhadap

    stimulus tersebut. Respons tersebut dapat

    bersifat positif dapat pula bersifat negatif.

    Dalam hal ini guru dituntut untuk dapat

    menumbuhkan respons positif dalam

    pembentukan sikap siswa. Aspek

    psikomotorik merupakan keterampilan

    motorik yang tidak hanya mencakup

    kegiatan-kegiatan fisik, melainkan juga

    kegiatan-kegiatan motorik yang

    digabungkan dengan keterampilan

    intelektual, misal dapat menulis, membaca,

    menggunakan mikroskop untuk

    mengamati bakteri tertentu, menggunakan

    alat las untuk menyambung pipa, dan

    sebagainya.

    Keterampilan motorik paling baik

    dicapai melalui latihan berulang-ulang.

    Dalam hal ini guru perlu merancang

    pembelajaran yang dapat membentuk

    aspek psikomotorik siswa sehingga

    diharapkan dapat memperbaiki

    keseluruhan keterampilan siswa tersebut.

    Aspek yang terakhir yang tidak dapat

    dilupakan adalah aspek kognitif. Aspek ini

    meliputi kecakapan untuk mengelola dan

    mengembangkan proses berpikir dengan

    cara merekam, membuat analisis dan

    sintesis. Pengaturan pada proses-proses

    yang mengaktifkan dan memodifikasi

    proses belajar sangat diharapkan dapat

    diatur guru dan dilaksanakan guru dalam

    pembelajaran.

  • 29

    Pardomuan Nauli Josip Mario Sinambela adalah Dosen Jurusan Pendidikan Matematika Universitas Negeri Medan; Penulis Buku Ajar SMP & SMA Kemendikbud Kurikulum 2013

    DAFTAR PUSTAKA

    Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu Pendidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2013). Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013, Jakarta, kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

    Bornok Sinaga, dkk (2013). Buku Petunjuk Guru untuk Kelas X SMA, Jakarta, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

    Hiebert, James (1992). Instruction and Teaching With Understanding.Macmillan, Publishing Company.

    Ibrahim, Muslimin dan Nur, Mohamad, (2003). Pengajaran Berdasarkan Masalah, Surabaya, Unesa-University Press

    Sinambela, Pardomuan (2006) Keefektifan Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem-Based Instruction) dalam Pembelajaran Matematika untuk Pokok Bahasan Sistem Persamaan Linear dan Kuadrat di Kelas X SMA Negeri 2 Rantau Selatan, Sumatera Utara Tesis: Magister Pendidikan. Surabaya: PPs Universitas Negeri Surabaya.

    Syah, M., 1996. Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

    Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia nomor 54 tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan Menengah.

    Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia nomor 65 tahun 2013 tentang

    Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah.

    Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia nomor 66 tahun 2013 tentang Standar Penilaian Pendidikan.

    Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia nomor 67 tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Dasar/Madrasah Intidaiyah.

    Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia nomor 68 tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah.

    Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia nomor 69 tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah.

    Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia nomor 70 tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan.

    Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia nomor 71 tahun 2013 tentang Buku Teks Pelajaran dan Buku Pedoman Guru untuk Pendidikan Dasar dan Menengah.

    Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 32 tahun 2013 tentanng Perubahan atas Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

  • 30

    Paningkat Siburian adalah Dosen Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Medan

    PENINGKATAN KOMITMEN ORGANISASI KEPALA SEKOLAH EFEKTIF PADA ERA GLOBALISASI

    Paningkat Siburian

    Abstrak

    Komitmen organisasi kepala Sekolah Menengah Kejuruan sebagai sikap yang merefleksikan loyalitas pada organisasi yang dipimpinnya perlu ditingkatkan secara terus menerus agar mereka mau melaksanakan setiap program pendidikan dengan sebaik baiknya, sehingga tujuan pendidikan tercapai secara efektif dan efisien. Model Integrasi Perilaku Organisasi menjelaskan bahwa budaya organisasi adalah salah satu faktor yang dapat mempengaruhi komitmen organisasi. Peningkatan komitmen organisasi kepala SMK dapat dilakukan melalui pengabadian budaya organisasi. Pengabadian budaya organisasi terdiri atas dua proses, yaitu: sosialisasi dan internalisasi. Jadi, kedua proses pengabadian budaya organisasi tersebut sangat diperlukan untuk menjadikan kepala SMK memiliki komitmen organisasi yang diperlukan dalam pencapaian tujuan organisasi.Kata Kunci : Komitmen Organisasi, Budaya Organisasi, Kepala Sekolah.

    A. PENDAHULUAN

    Implementasi Kurikulum 2013

    yang dihara