jurnal gandsel

download jurnal gandsel

of 14

description

kualitas tidur lansia

Transcript of jurnal gandsel

HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, GAYA HIDUP DAN PENYAKIT KRONIS DENGAN KUALITAS TIDUR LANSIA DI RW 1 DAN 5 KELURAHAN GANDARIA SELATAN

Erin Triana, Rizky Fauzi, Shane Sakinah

Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

ABSTRAK

Kualitas tidur merupakan salah satu parameter dari kesehatan lansia. Perubahan daripada kualitas tidur dapat berpengaruh terhadap produktivitas lansia yang pada akhirnya akan berdampak pada kesejahteraan hidup lansia.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kualitas tidur pada lansia sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas hidup lansia.Penelitian ini adalah penelitian deskriptif, menggunakan cross-sectional dengan 148 lansia sebagai responden. Analisa data menggunakan uji statistik chi-square dan Kormogorov-smirnoff pada beberapa variabel yang bersangkutan. Pengumpulan sampel menggunakan metode purposive sampling untuk penentuan RW dan random sampling pada penentuan RT yang dijadikan sampel.Hasil penelitian menunjukkan hubungan antara kualitas tidur pada responden yang memiliki penyakit kronis dengan hasil statistik uji chi-square diperoleh nilai probabilitas Sig. (2 tailed)= 0,026 dan tidak terdapat hubungan antara kualitas tidur dengan status gizi yang diperoleh nilai probabilitas Sig. (2 tailed)= 0,14 dan gaya hidup dengan probabilitas Sig. (2 tailed)= 0,19Kesimpulan pada penelitian ini adalah adanya hubungan yang bermakna antara penyakit kronis dengan kualitas tidur pada lansia dan dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas hidup pada lansia pada akhirmya.

Kata kunci: Kualitas tidur, lansia, penyakit kronis

ABSTRACTQuality sleep is one of the parameters of the health of the elderly. Changes from the quality of sleep can affect the productivity of the elderly, which in turn will impact on the welfare of the elderly. The purpose of this study was to determine the factors that affect the quality of sleep in older adults which in turn can improve the quality of life of the elderly. This study is a descriptive study, using cross-sectional with 148 elderly as respondents. Analysis of the data using the chi-square test statistic and Kormogorov-smirnoff on several variables concerned. Sample collection using purposive sampling method for the determination of RW and random sampling in determining RT sampled. The results showed a relationship between sleep quality on respondents who have a chronic disease with the results of the chi-square test statistic obtained probability value Sig. (2 tailed) = 0.026, and there was no correlation between sleep quality and nutritional status obtained probability value Sig. (2 tailed) = 0.14 and the probability Sig lifestyle. (2 tailed) = 0.19 The conclusion of this research is a significant relationship between sleep quality of chronic disease in the elderly and can be used to improve the quality of life of the elderly in akhirmya.

Keywords: Quality of sleep, the elderly, chronic disease

PENDAHULUAN

FK USAKTI GANDARIA SELATANFK USAKTI GANDARIA SELATAN1

Penuaan adalah suatu proses alamiah yang tidak dapat dihindari, berjalan secara terus menerus dan berkesinambungan. Proses penuaan yang dialami pada setiap manusia ini berkontribusi dalam terjadinya perubahan gaya hidup, psikis, sosialekonomi dan sistem fisiologis tubuh pada lansia. Perubahan-perubahan tersebut dapat menyebabkan masalah-masalah yang terjadi pada lansia. Salah satu masalah yang terjadi pada lansia adalah perubahan pola tidur sehingga kualitas tidur pada lansia menurun.Lansia atau lanjut usia menurut WHO diartikan sebagai manusia yang mempunyai batasan usia, sebagai berikut: usia pertengahan 45-59 tahun, lanjut usia 60-74 tahun, lanjut usia tua 75-90 tahun, usia sangat tua > 90 tahun.1 Sedangkan definisi menurut UU No.13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas.2Proses menua merupakan proses yang terus-menerus secara alamiah dimulai sejak lahir dan setiap individu tidak sama cepatnya. Menua bukan status penyakit tetapi merupakan proses berkurangnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam maupun dari luar tubuh. Akan didapatkan penurunan fungsi akibat proses menua yang dapat dipertimbangkan menjadi beberapa aspek seperti aspek fisiologis, fungsional, motorik, kognitif, dan salah satu di antaranya dapat mempengaruhi kualitas tidur.3 Faktor risiko daripada penurunan kualitas tidur pada lansia bermacam-macam, yaitu sosiodemografi, perubahan gaya hidup seperti aktivitas fisik, merokok, kafein, dan faktor biologis.4 Faktor biologis yang berkaitan adalah penyakit muskuloskeletal di mana yang sering diderita oleh lansia adalah osteoarthritis dan penyakit kronis seperti hipertensi serta diabetes melitus.4Pada penelitian di Beijing dan Shanghai tahun 2010 didapatkan bahwa jenis kelamin, lokasi geografi, tingkat kesehatan, depresi dan kuantitas tidur merupakan faktor mayor yang berhubungan dengan kualitas tidur.5 Semua faktor di atas saling berkaitan satu sama lain dan lebih cenderung lansia berumur 65-79 memiliki kualitas tidur yang lebih baik.5 Lansia dengan kondisi kesehatan yang menurun biasanya relatif menurun ( 6 jam) atau lebih lama ( 10 jam) durasi tidur.5 Didapatkan bahwa selain variasi daripada lokasi geografi, semua faktor dan lama waktu tidur berpengaruh terhadap kesehatan.5 Kualitas tidur yang baik selama hidup lansia dapat menyebabkan kondisi kesehatan yang baik. Ditemukan bahwa lansia yang berumur 80 tahun atau lebih tua akan cenderung tidur lebih cepat atau lebih lama dibandingkan lansia yang lebih muda.5 Hal ini dikarenakan ketika lansia semakin tua, kondisi kesehatan akan semakin buruk dan kualitas tidur pun berpengaruh terhadap perubahan kondisi kesehatan tersebut. Didapatkan pula bahwa lansia yang hidup sendiri memiliki tingkat kualitas tidur yang lebih rendah dibandingkan lansia yang masih memiliki pasangan hidup yang menunjukkan bahwa pernikahan berhubungan secara positif terhadap kualitas tidur yang baik pada model bivariat dengan kronologis usia lansia, namun tidak signifikan berhubungan dengan kualitas tidur ketika dilakukan penelitian secara kovariat sehingga mengindikasikan bahwa pernikahan memiliki pengaruh terhadap kualitas tidur namun faktor lain berperan lebih dominan dibandingkan faktor pernikahan itu sendiri.5 Perubahan kualitas tidur mempengaruhi tingkat produktivitas pada lansia. Dari tahun ke tahun diharapkan di Indonesia, lansia mempunyai tingkat produktivitas yang baik, salah satunya adalah dengan memperbaiki kualitas tidur. Program-program yang sering dilakukan adalah mengenai penyuluhan tentang kualitas tidur yang baik serta penanggulangan faktor-faktor risiko yang menyebabkan kualitas tidur menurun.Alasan dilakukan penelitian ini dikarenakan ketertarikan peneliti terhadap adanya program lansia dan permasalahannya yang terjadi pada lansia khususnya adalah kualitas tidur yang pada akhirnya akan berdampak pada kesejahteraan hidup lansia.

METODOLOGI PENELITIANPenelitian ini menggunakan desain penelitian cross-sectional (potong lintang) dengan pengumpulan sampel menggunakan metode purposive sampling untuk penentuan RW dan random sampling pada penentuan RT yang dijadikan sampel.Analisa data penelitian ini menggunakan komputerisasi dengan program SPSS 22.0 diawali dengan uji chi-square dan Kormogorov-smirnoff pada beberapa variabel untuk menentukan adanya hubungan yang bermakna atau tidak antara beberapa variabel yang diteliti.

HASIL PENELITIAN

Tabel 1. Analisis data hubungan antara status gizi, gaya hidup, penyakit kronis dengan kualitas tidur pada lansiaVariabelKualitas tidur burukKualitas tidur baikp

Status gizi

Kurang16 (44,4%) 20 (55,6)0,140

Normal24 (27,9%)62 (72,1%)

Lebih11 (42,3%)15 (57,7%)

Gaya hidup

Buruk31 (39,2%)48 (60,8%)0,190

Baik20 (29,0%)49 (71,0%)

Penyakit kronik

Ya36 (41,9%)50 (58,1%)0,026

Tidak15 (24,2%)47 (75,8%)

Berdasarkan tabel 1 didapatkan adanya hubungan yang signifikan antara penyakit kronik dan kualitas tidur dengan nilai probabilitas Sig. (2 tailed)= 0,026

Tabel 2. Analisis data hubungan antara jenis kelamin, umur, pendidikan, merokok, konsumsi kafein, olahraga, hipertensi, DM, dan OAVariabelKualitas tidur burukKualitas tidur baikpKolmogorof-Smirnov

Jenis kelamin

Laki - laki11 (25,6%)32 (74,4%)0,146

Perempuan40 (38,1%)65 (61,9%)-

Umur

60 - 7440 (35,4%)73 (64,6%)0,775Z = 0,183

75 - 8910 (30,3%)23 (69,7%)p = 1,000

901 (50%)1 (50%)

Pendidikan

Rendah41 (36,0 %)73 (64,0%)0,315Z = 0,363

Sedang9 (36,0%)16 (64,0%)p = 0,999

Tinggi1 (11,1 %)8 (88,9%)

Gaya hidup

Merokok

Ya11 (36,7 %)19 (63,3%)0,776-

Tidak40 (33,9%)78 (66,1%)

Kafein

Konsumsi kafein19 (35,2%)35 (64,8%)0,888-

Tidak konsumsi kafein32 (34,0%)62 (66,0%)

Olahraga

Ya34 (30,3%)78 (69,7%)0,064-

Tidak17 (47,2%)19 (52,8%)

Penyakit kronik

Hipertensi

Hipertensi18 (32,1%)38 (67,9%)0,644-

Tidak hipertensi33 (35,9%)59 (64,1%)

Diabetes Melitus

Riwayat DM11 (64,7%)6 (35,3%)0,005-

Tidak ada riwayat DM40 (30,5%)91 (69,5%)

Osteoartritis

OA28 (50,0%)28 (50,0%)0,002-

Tidak OA23 (25,0%)69 (75,0%)

Berdasarkan tabel 2 didapatkan hubungan yang signifikan antara penyakit kronis yaitu diabetes mellitus dengan nilai probabilitas Sig. (2 tailed)= 0,005 dan osteoarthritis dengan nilai probabilitas Sig. (2 tailed)= 0,002.

PEMBAHASANPada penelitian ini diketahui bahwa dari 148 lansia didapatkan 53 lansia (35,81%) mengalami penurunan kualitas tidur. Kualitas tidur merupakan suatu fenomena kompleks yang melibatkan beberapa dimensi. Kualitas tidur meliputi aspek kuantitatif dan kualitatif tidur, seperti lamanya tidur, waktu yang diperlukan untuk bisa tertidur, frekuensi terbangun dan aspek subjektif seperti kedalaman dan kepulasan tidur.Persepsi mengenai kualitas tidur itu sangat bervariasi dan individual yang dapat dipengaruhi oleh waktu yang digunakan untuk tidur pada malam hari atau efesiensi tidur. Di sisi lain, kualitas tidur ditentukan oleh bagaimana seseorang mempersiapkan pola tidurnya pada malam hari seperti kedalaman tidur, kemampuan tinggal tidur, dan kemudahan untuk tertidur tanpa bantuan medis. Kualitas tidur yang baik dapat memberikan perasaan tenang di pagi hari, perasaan energik, dan tidak mengeluh gangguan tidur. Dengan kata lain, memiliki kualitas tidur baik sangat penting dan vital untuk hidup sehat semua orang.Prevalensi ini lebih rendah dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan di Shanghai,Cina pada tahun 2013 didapatkan prevalensi kualitas tidur yang buruk yang terjadi pada lansia adalah 41,5%.5 Berdasarkan pentingnya manfaat dari kualitas tidur yang baik maka diharapkan akan diketahui beberapa faktor yang dapat dimodifikasi sehingga para lansia yang mengalami penurunan kualitas tidur dapat berkurang.Berdasarkan penelitian ini sosiodemografi pada faktor jenis kelamin, persentase wanita yang mengalami kualitas tidur buruk sebesar 38,1% dan pada pria sebesar 25,6% dengan nilai kemaknaan p = 0,146. Prevalensi ini lebih rendah jika dibandingkan dengan di China pada tahun 2013 yang menyatakan bahwa prevalensi pada wanita sebesar 45,8% dan 35,8% pada pria yang mengalami kualitas tidur buruk.5 Namun dari kedua penelitian ini didapatkan kesamaan kesimpulan yaitu wanita lebih besar kemungkinan mengalami kualitas tidur buruk dibanding laki-laki walaupun pada uji hipotesis tidak didapatkan hubungan bermakna terhadap kualitas tidur lansia.Selain faktor jenis kelamin, faktor umur juga diduga menberikan pengaruh terhadap kualitas tidur. Dari 76,35% lanjut usia antara 60-74 tahun terdapat 35,4% lansia yang mengalami kualitas tidur buruk dan pada 75-89 tahun menjadi 30,3%. Sedangkan pada penelitian di Shanghai, Cina pada tahun 2013 dinyatakan prevalensi meningkat sesuai umur yaitu 32,1% pada 60-69 tahun menjadi 52, 5% pada usia 80 tahun.5 Pada kasus ini ditemukan perbedaan antara penelitian yang dilakukan di Shanghai dengan yang di Gandaria Selatan, jika penelitian di Shanghai didapatkan semakin bertambah usia maka semakin besar lansia mengalami kualitas tidur buruk namun pada penelitian di Gandaria Selatan didapatkan sebaliknya. Dan dari pengujian hipotesis tidak didapatkan hubungan bermakna antara umur terhadap jenis kelamin.Sebuah penelitian lain yang dilakukan di Rotterdam, Netherlands tahun 2009 menunjukkan prevalensi hubungan antara status gizi berdasarkan BMI dengan kualitas tidur yang buruk sebesar 24,6 (3,3 SD) dan kualitas tidur yang baik 24,8 (3,5 SD) namun didapatkan tidak terdapat hubungan yang bermakna (p=0,561) antara kualitas tidur dengan status gizi.6 Sedangkan di Gandaria Selatan, prevalensi BMI kurang sebesar 44,4%, normal 27,9%, dan lebih sebesar 42,3% yang mengalami kualitas tidur buruk dengan nilai p 0,14. Dari penelitian diatas terdapat kesamaan bahwa pada gizi lebih prevalensi lansia yang mengalami kualitas buruk lebih banyak dibanding yang tidak obesitas. Dari pengujian hipotesis tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara status gizi dengan kualitas tidur buruk. Faktor yang berhubungan dengan kualitas tidur lansia selain sosiodemografi dan status gizi, terdapat faktor lain yaitu gaya hidup. Gaya hidup yang dimaksud pada penelitian ini adalah gaya hidup baik yang meliputi tidak merokok, tidak mengkonsumsi kafein dan yang melakukan olahraga. Komponen iniah yang diteliti apakah terdapat hubungan pada kualitas tidur. Adapun pengaruh daripada gaya hidup adalah sebagai eksogenik faktor terhadap kualitas tidur yang akan selalu berbeda dalam situasi atau lingkungan sosial yang berbeda, dan senantiasa berubah, tidak ada yang menetap (fixed). Gaya hidup dibagi ke dalam tujuh kebiasaan sehat yaitu tidak merokok, tidak minum-minuman keras atau obat-obatan, olahraga, berat badan seimbang, makan 3 kali sehari, sarapan setiap pagi, serta yang terakhir adalah tidur cukup yaitu 7-8 jam perhari.Merokok dapat mengganggu kerja paru-paru yang normal dan kandungan nikotin dalam rokok dapat mempengaruhi denyut jantung sampai 20 kali lebih cepat dalam satu menit daripada dalam keadaan normal, hal inilah yang dapat menjadi faktor penyebab adanya gangguan pada tidur lansia yang akhirnya menurunkan kualitas tidur lansia.Pada penelitian di Shanghai, China pada taun 2013. Terdapat 8,9% lansia yang merokok dan 37,5% mengalami kualitas tidur yang buruk dengan nilai kemaknaan p 0,393.5 Sedangkan pada penelitian di Gandaria Selatan didapatkan 20,3% lansia yang merokok dan 36,7% mengalami kualitas tidur yang buruk, sedangkan 33,9% lansia yang tidak merokok memiliki kualitas tidur yang buruk dengan nilai p 0,776. Dari penelitian yang disebutkan maka terdapat kesamaan kesimpulan yaitu antara lansia yang merokok dan yang tidak lebih banyak lansia merokok yang mengalami kualitas tidur buruk dibanding yang tidak merokok, namun pada uji hipotesis tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara merokok dengan kualitas tidur lansia.Kafein merupakan obat yang paling banyak digunakn di dunia yang paling sering ditemukan dalam kopi dan teh. Kafein meningkatkan waktu reaksi sederhana, memori kerja numerik, dan akurasi verifikasi kalimat.7 Perbaikan ini terjadi pada kebiasaan mengkonsumsi kafein maupun tidak, memperkuat hipotesis bahwa efek dari kafein terjadi secara independen terjadi pada pengkonsumsi kafein. Kebanyakan lansia yang mengkonsumsi kafein akan mengalami kesulitan untuk memulai tidur. Namun hal ini tidak berpengaruh secara langsung terhadap penurunan kualitas tidur lansia.Konsumsi kafein yang termasuk gaya hidup dapat menjadi faktor yang mempengaruhi kualitas tidur lansia, penelitian ini menyatakan 36,5% lansia yang mengkonsumsi kafein dari seluruh sampel terdapat 35,2% lansia yang mengalami kualitas tidur buruk dan 34,0% yang memiliki kualitas tidur baik dengan nilai kemaknaan p 0,808. Hal ini mendukung penelitian yang dilakukan sebelumnya di US tahun 2009 bahwa 56% lansia yang merokok terdapat 70% yang mengalami kualitas tidur buruk.8 Dari penelitian diatas terdapat kesimpulan yang sama yaitu lansia yang mengkonsumsi kafein lebih banyak yang mengalami kualitas tidur buruk dibanding yang tidak mengkonsumsi kafein walaupun pada uji hipotesis tidak didapatkan hubungan bermakna antara konsumsi kafein dengan kualitas tidur lansia.Aktifitas fisik yang dilakukan pada lansia sangat berpengaruh terhadap tingkat kesehatan dan menurunkan kerentanan fisik yang biasanya terjadi pada lansia itu sendiri. Namun tidak menjamin dengan aktifitas fisik yang rutin dengan berolahraga dapat berhubungn langsung terhadap kualitas tidur pada lansia.Olahraga merupakan gaya hidup yang baik, terdapat penelitian yang menghubungkan olahraga dengan kualitas tidur lansia. Penelitian di Shanghai pada tahun 2013 menyatakan bahwa dari 34% lansia yang berolahraga terdapat 35,5% yang mengalami kualitas tidur buruk dengan nilai kemaknaan p 0,003.5 Penelitian di Gandaria selatan memiliki kesimpulan yang sama namun nilai kemaknaan yang berbeda, pada penelitian ini dari 75,7% lansia yang berolahraga terdapat 30,3% lansia yang mengalami kualitas tidur buruk dan 47,2% yang memiliki kualitas tidur baik dengan nilai kemaknaan p 0,064. Dari penelitian yang disebutkan keduanya memiliki kesimpulan lansia yang berolahraga lebih sedikit yang mengalami kualitas tidur buruk, namun pada uji hipotesis terdapat perbedaan pada penelitian ini dan penelitian yang dilakukan di Shanghai, pada penelitian di Shanghai pada uji hipotesis dinyatakan terdapat hubungan bermakna antara olahraga dengan kualitas tidur lansia sedangkan pada penelitian ini tidak terdapat hubungan bermakna.Penyakit kronik merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas tidur, penyakit kronik yang diteliti pada penelitian ini adalah hipertensi, diabetes melitus dan osteoarthtritis. Penyakit kronik ini banyak terdapat pada lansia, sehingga mengganggu tidur orang tua secara langsung maupun tidak langsung. Pada kasus hipertensi, lansia yang mendapatkan obat diuretik memiliki kualitas tidur yang buruk dikarenakan seringnya terbangun untuk buang air kecil sebagai efek dari obat diuretik tersebut. Sedangkan pada kasus diabetes melitus, lansia yang menderita DM memiliki kualitas tidur yang buruk dikarenakan sering terbangun utnuk buang air kecil dikarenakan salah satu gejala diabetes ialah nokturia yaitu kencing di malam hari. Untuk kasus osteoarthritis didapatkan lansia yang memiliki kualitas tidur buruk dikarenakan rasa nyeri yang dialami saat tidur sehingga lansia terbangun karena menahan rasa sakit.Pada penelitian yang dilakukan di District of Columbia pada tahun 2012 menyatakan penyatakan 37,4% lansia yang menderita penyakit kronik memiliki kualitas tidur yang buruk.9 Sedangkan pada penelitian ini dari 58,1% lansia yang menderita penyakit kronik sebanyak 41,9% lansia yang memiliki kualitas tidur buruk dan 24,2% lansia yang tidak memiliki penyakit kronik namun memiliki kualitas tidur buruk dengan nilai kemaknaan p 0,026. Dari penelitian diatas didapatkan kesimpulan terdapat hubungan bermakna antara penyakit kronik dengan kualitas tidur lansia.Penelitian yang dilakukan Shanghai, China prevalensi lansia yang mengalami hipertensi sebesar 57,9% dan 44,6% mengalami kualitas tidur yang buruk dengan nilai kemaknaan p 0,014.5 Penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan di Gndaria Selatan, di Gandaria Selatan dari 37,8% lansia yang menderita hipertensi, 32,1% lansia memiliki kualitas tidur yang buruk dan 35,9% lasnia yang tidak menderita hipertensi mengalami kualitas tidur yang buruk dengan nilai kemaknaan p 0,644. Dari penelitian diatas memiliki hasil kesimpulan yang berbeda, penelitian Shanghai menyatakan bahwa terdapat hubungan bermakna antara hipertensi dengan kualitas tidur lansia namun pada penelitian Gandaria Selatan didapatkan tidak adanya hubungan bermakna antara hipertensi dengan kualitas tidur lansia.Sedangkan pada kasus DM, penelitian yang dilakukan di Chuncheon City, Korea Selatan dengan yang dilakukan di Gandaria Selatan memiliki kesimpulan yang sama. Pada penelitian di Chuncheon pada tahun 2011 terdapat 48,2% lansia yang menderita DM mengalami kualitas tidur buruk dengan nilai kemaknaan p 0,001.10 Sedangkan di Gandaria Selatan dari 11,5% lansia yang menderita DM terdapat 64,7% yang memiliki kualitas tidur buruk, dan 30,5% lansia tidak menderita DM namun memiliki kualitas tidur buruk dengan nilai kemaknaan 0,005%. Dari penelitian diatas didapatkan kesimpulan lansia yang menderita DM lebih banyak mengalami kualitas tidur yang buruk dan memiliki hubungan bermakna antara diabetes dengan kualitas tidur lansia.Pada penelitian yang telah dilakukan di Gandaria Selatan dari 37,8% lansia yang menderita OA terdapat 50% lansia yang mengalami kualitas tidur buruk dan 25% yang memiliki kualitas tidur tanpa menderita penyakit OA dengan nilai kemaknaan p 0,002. Sedangkan penelitian di Toronto dari 37% yang menderita OA terdapat 70% yang mengalami kualitas tidur buruk.26 Dari penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa lansia yang menderita OA lebih banyak memiliki kualitas tidur buruk dibandingkan dengan yang tidak menderita OA. Kekurangan penelitian ini yaitu karena keterbatasan waktu yang dilakukan untuk meneliti dan tempat pengambilan sampel yang tidak tersebar merata di Gandaria Selatan dan kurangnya data sekunder yang relevan pada kelurahan Gandaria Selatan.

PENUTUPKesimpulanHasil penelitian yang diperoleh setelah dilakukannya wawancara dan pengisian kuesioner mengenai kualitas tidur dengan status gizi, gaya hidup, dan penyakit kronis yang dilakukan pada 148 lansia di RW 1 dan 5 Kelurahan Gandaria Selatan menunjukkan bahwa terdapat penurunan kualitas tidur yang dialami oleh 53 lansia (35,8%) dan 95 lansia (64,2%) tidak mengalami penurunan kualitas tidur. Didapatkan bahwa dari 53 lansia yang mengalami penurunan kualitas tidur yang lebih dominan mengalami penurunan adalah wanita sebesar 106 (71,6%) lansia.Dalam penelitian terdapat beberapa faktor yang bermakna yaitu pada penyakit kronis khususnya diabetes mellitus serta osteoarthritis dengan kualitas tidur setelah dianalisa dengan menggunakan uji Pearson Chi Square dengan nilai p < 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara penyakit kronis terhadap penurunan kualitas tidur pada lansia sedangkan dilihat dari faktor status gizi dan gaya hidup diketahui diketahui tidak memiliki hubungan yang bermakna karena dari hasil analisis Ho diterima.

SaranHasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat pada masyarakat, puskesmas, Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti, dan peneliti lain. Adapun saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut:1 Bagi MasyarakatHasil dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi masyarakat untuk memberikan gambaran kepada masyarakat khususnya lansia agar lebih memperhatikan faktor yang berhubungan secara signifikan dengan kualitas tidur yaitu penyakit kronis yang diderita oleh lansia itu sendiri sehingga jika ada keluhan akibat kualitas tidur yang buruk dapat dilakukan pengobatan dari penyakit yang dideritanya khususnya lansia dengan diabetes mellitus dan osteoarthritis.2 Bagi Pihak PuskesmasHasil dari penelitian dapat memberikan gambaran mengenai faktor yang dapat mempengaruhi kualitas tidur pada lansia yang terkadang menjadi keluhan lansia di mana faktor yang terkait dengan kualitas tidur itu sendiri pun adalah penyakit kronis yang diderita. Dari penelitian maka diharapkan untuk memperhatikan kesehatan para lansia yang menderita penyakit kronik agar kualitas tidur lansia mengalami perbaikan yang pada akhirnya meningkatkan kualitas hidup.3 Bagi Fakultas Kedokteran Universitas TrisaktiHasil dari penelitian dapat dijadikan oleh pendidikan sebagai bahan informasi tentang faktor yang mempengaruhi penurunan kualitas tidur pada lansia di perpustakaan Fakultas Kedokteran untuk menambah pengetahuan peserta didik.4 Bagi Peneliti LainPada penelitian ini hanya digunakan metode analitik observasional dengan pendekatan cross sectional sehingga peneliti hanya melakukan pengamatan sekali saja tanpa melakukan intervensi apapun pada subjek penelitian. Oleh sebab itu, penelitian ini masih terdapat banyak kekurangan, waktu yang terbatas tidak memungkinkan peneliti untuk meneliti lebih luas lagi. Beberapa hal yang dapat dijadikan sebagai bahan penelitian selanjutnya mengenai faktor yang mempengaruhi kualitas tidur lainnya diantaranya faktor psikis dan lingkungan sekitar.

DAFTAR PUSTAKA1. World Health Organization. Definition of an older or elderly person. Geneve: World Health Organization; 20042. Departemen Kesehatan RI, 1998. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1998 Tentang Kesejahteraan Lansia. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia3. Roepke SK, Ancoli-Israel S. Sleep Disorders in Elderly. Indian J Med Res. 2010; 131:3034. Edwards BA, ODriscoll DM, Ali A, Jordan AS, Trinder J, Malhotra M. Aging and sleep: physiology and pathology. Semin Respir Crit Care Med. 2010 October ; 31(5): 618633. doi:10.1055/s-0030-12659025. Gu D; Sautter J; Pipkin R; Zeng Y. Sociodemographic and health correlates of sleep quality and duration among very old Chinese. SLEEP 2010;33(5):601-6106. Julia F, Henk ME, Miedema. 2009. Sex Differences in Subjective and Actigraphic Sleep Measures: A Population-Based Study of Elderly Persons. SLEEP 2009;32(10):1367-13757. Huff RM, Kline MV. Promoting Health in Multicultural Populations: A Handbook for Practitioners. Thousand Oaks, CA: Sage Publications; 19998. Youngberg MR, Karpov IO, Begley A, Pollock BG, Buysse DJ. Clinical and physiological correlates of caffeine and caffeine metabolites in primary insomnia. J Clin Sleep Med 2011;7(2):196-2039. Liu Y, Croft JB, Wheaton AG, Perry GS, Chapman DP, Strine TW,et al.. Associaton between perceived insufficent sleep, frequent mental distress, obesity and chronic diseases among US elderly adults: 2009 behavioral risk factor surveilance system. BMC Public Health. 2013;13(84)10. Cho EH, Lee HJ, Ryu OH, Choi MG, Kim SW. 2011. Sleep Disturbances and Glucoregulation in Patients with Type 2 Diabetes. J Korean Med Sci. 2014;29(2):243-7.