jurnal burn fix - Institutional...

26
PENDAHULUAN Menikah adalah sebuah pilihan, kebebasan dalam memilih status hidup dan pasangan hidup adalah hak dasar setiap orang. Kebanyakan wanita itu ingin menikah karena dasar cinta. Selain itu, dengan berkeluarga seorang wanita dapat menjalankan fungsinya sebagai istri dan pendamping hidup, pengatur rumah tangga, serta sebagai ibu dari anak-anaknya (Kartono, 1996). Adanya keinginan untuk menikah akan menjadi lebih kompleks apabila individu tersebut dihadapkan pada kenyataan bahwa pasangannya berbeda keyakinan dengan dirinya. (Moerika, 2008). Di Indonesia, tidak ada undang-undang yang memperbolehkan pasangan nikah beda agama. Akibatnya, setiap pasangan harus menjadi pemeluk satu agama yang sama agar pernikahan mereka mendapat pengakuan yang sah di mata Negara. Pilihan untuk berpindah keyakinan, tentu memerlukan pertimbangan yang besar dalam pengambilan keputusan bagi individu tersebut. Hal itu dikarenakan selain melakukan pengambilan keputusan untuk menikah, individu tersebut juga melakukan pengambilan keputusan untuk melakukan konversi agama sesuai keyakinan pasangan untuk menikah (Moerika, 2008). Fenomena konversi agama dalam pernikahan menjadi hal yang menarik untuk dicermati lebih lanjut karena masalah masuk atau pindah agama menyangkut perubahan batin yang mendasar dari orang atau kelompok yang bersangkutan. Realita yang ada

Transcript of jurnal burn fix - Institutional...

Page 1: jurnal burn fix - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1087/2/T1_802007059_Full... · penataan ulang identitas diri, ... pada moods dan reaksi negatif atau

��

PENDAHULUAN

Menikah adalah sebuah pilihan, kebebasan dalam memilih

status hidup dan pasangan hidup adalah hak dasar setiap orang.

Kebanyakan wanita itu ingin menikah karena dasar cinta. Selain

itu, dengan berkeluarga seorang wanita dapat menjalankan

fungsinya sebagai istri dan pendamping hidup, pengatur rumah

tangga, serta sebagai ibu dari anak-anaknya (Kartono, 1996).

Adanya keinginan untuk menikah akan menjadi lebih kompleks

apabila individu tersebut dihadapkan pada kenyataan bahwa

pasangannya berbeda keyakinan dengan dirinya. (Moerika,

2008).

Di Indonesia, tidak ada undang-undang yang memperbolehkan

pasangan nikah beda agama. Akibatnya, setiap pasangan harus

menjadi pemeluk satu agama yang sama agar pernikahan mereka

mendapat pengakuan yang sah di mata Negara. Pilihan untuk

berpindah keyakinan, tentu memerlukan pertimbangan yang besar

dalam pengambilan keputusan bagi individu tersebut. Hal itu

dikarenakan selain melakukan pengambilan keputusan untuk

menikah, individu tersebut juga melakukan pengambilan

keputusan untuk melakukan konversi agama sesuai keyakinan

pasangan untuk menikah (Moerika, 2008).

Fenomena konversi agama dalam pernikahan menjadi hal yang

menarik untuk dicermati lebih lanjut karena masalah masuk atau

pindah agama menyangkut perubahan batin yang mendasar dari

orang atau kelompok yang bersangkutan. Realita yang ada

Page 2: jurnal burn fix - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1087/2/T1_802007059_Full... · penataan ulang identitas diri, ... pada moods dan reaksi negatif atau

��

menunjukkan bahwa ada sebagian orang yang tetap

mempertahankan agamanya dan mencari pasangan yang seagama

dengannya, namun ada juga yang bersedia melakukan konversi

agama demi untuk suatu pernikahan (Dwisapti & Jenny, 2008).

Dengan adanya konversi agama akan membuat seluruh

kehidupan seseorang berubah selama-lamanya, karena pada

dasarnya konversi agama merupakan perubahan mendasar dan

penataan ulang identitas diri, makna hidup juga aktivitas

seseorang (Jalaluddin, 2001 dalam Dwisaptani, 2008). Ketika

seseorang melakukan konversi agama, maka individu diharapkan

bisa meninggalkan sebagian atau bahkan seluruh nilai, keyakinan,

dari sistem nilai dan aturan yang lama. Di saat yang sama,

individu diharapkan mampu mengetahui tata nilai, sistem

perilaku dari agama yang baru dianut, sekaligus menyesuaikan

diri, melakukan aktivitas dan pola perilaku yang sesuai.

Dalam penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Dwisaptani

& Jenny (2008), mereka berfokus pada individu yang melakukan

konversi ke agama Islam. Lain halnya dengan penelitian yang

dilakukan oleh Moerika (2008) yang melibatkan tiga partisipan

dengan jenis kelamin yang berbeda dan konversi agama yang

dilakukan berbeda-beda pula. Oleh karena itu, dalam penelitian

ini peneliti mencoba untuk memahami konversi secara beragam

dalam arti tidak berfokus pada satu aliran agama saja tetapi dalam

beberapa aliran agama seperti Hindu, Budha, Kristen dan Islam

dan difokuskan pada istri yang melakukan konversi dalam

Page 3: jurnal burn fix - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1087/2/T1_802007059_Full... · penataan ulang identitas diri, ... pada moods dan reaksi negatif atau

��

pernikahan. Dengan demikian, penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui proses pengambilan keputusan istri yang melakukan

konversi agama dalam pernikahan.

Selanjutnya, akan dibahas mengenai tinjauan pustaka

mengenai perkawinan, pengambilan keputusan dan konversi

agama. Kemudian akan dilanjutkan dengan paparan hasil

penelitian terhadap empat partisipan penelitian serta kesimpulan

yang diperoleh dari penelitian ini dan saran yang diberikan bagi

penelitian selanjutnya.

TINJAUAN PUSTAKA Perkawinan

Menurut Ensiklopedia Indonesia (t.t) perkataan perkawinan =

nikah; sedangkan menurut Purwadarminta (1976) kawin =

perjodohan laki-laki dan perempuan menjadi suami istri; nikah;

perkawinan = pernikahan.

Pernikahan biasanya digambarkan sebagai bersatunya dua

individu, tetapi pada kenyataannya adalah persatuan dua sistem

keluarga secara keseluruhan dan pembangunan sebuah sistem

ketiga yang baru (Santrock, 2002).

Ketika agama dikaitkan dengan perkawinan, maka agama yang

dianut oleh masing-masing anggota pasangan akan memberikan

tuntunan atau bimbingan bagaimana bertindak secara baik. Ketika

seseorang menjalin hubungan beda agama, ada beberapa hal yang

perlu dipertimbangkan secara matang sebagai akibat dari

perbedaan agama yaitu adanya tekanan dari pihak keluarga,

Page 4: jurnal burn fix - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1087/2/T1_802007059_Full... · penataan ulang identitas diri, ... pada moods dan reaksi negatif atau

��

lembaga agama, karena adanya penyimpangan dari keadaan yang

biasa. Oleh karena itu, ketika hubungan mereka berlanjut ke

tahap pernikahan, jalan terbaiknya adalah apabila salah satu pihak

mengalah dan menyetujui agama pihak lain. Namun mengubah

kepercayaan bukanlah suatu hal yang mudah, karena tidak hanya

melibatkan individu dan pasangannya itu sendiri, tetapi juga

melibatkan keluarga, lingkungan sosial, dan yang terpenting

hubungannya dengan Tuhan (Moerika, 2008).

Pengambilan Keputusan

Menurut Ranyard (1997) proses pengambilan keputusan

adalah proses yang memakan waktu yang lama dan melibatkan

pencarian informasi, penilaian pertimbangan yang diikuti dengan

proses penyesuaian diri terhadap dampak dari keputusan tersebut,

dan pemahaman terhadap tujuan serta nilai-nilai yang mendasari

keputusan tersebut (Moerika, 2008).

Dalam proses pengambilan keputusan, seorang individu akan

mengalami suatu krisis atau konflik dalam dirinya berupa

perasaan bersalah, gelisah, panik, putus asa, ragu, dan bimbang.

Keraguan ini dapat muncul akibat krisis atau ketidaksesuaian

antara keadaan hidup yang terjadi dengan keyakinan yang

dipegang, apa yang diinginkan atau diharapkan, dan apa yang

akan terjadi. Oleh karena itu, stres dan ketegangan yang berkaitan

dengan religiusitas seseorang (Exline, dalam Paloutzian, 1999)

dapat berkontribusi dalam proses perubahan.

Page 5: jurnal burn fix - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1087/2/T1_802007059_Full... · penataan ulang identitas diri, ... pada moods dan reaksi negatif atau

��

Janis (1997, dalam Rumekso 1998) merumuskan lima tahap

yang harus dilalui untuk mencapai suatu keputusan yang stabil.

Kelima tahap tersebut adalah sebagai berikut:

a. Mengenali tantangan

Adanya pengenalan masalah atau tantangan dengan baik untuk

mencegah resiko

b. Mencari alternatif

Individu mengumpulkan informasi dan mencari informasi

tambahan dari orang-orang di sekitarnya untuk memperoleh

berbagai pilihan yang dapat mengatasi situasi dan kendala

yang dihadapi.

c. Mempertimbangkan alternatif

Individu akan melakukan proses pencarian dan evaluasi

terhadap berbagai alternatif yang ada serta berfokus pada pro

dan kontra untuk memilih alternatif yang dianggap terbaik.

d. Mempertimbangkan komitmen

Individu memberitahu orang-orang terdekatnya untuk

mendapat dukungan, masukan, atau kritik terhadap pilihannya.

e. Menjalani keputusan walaupun ada umpan balik negatif

Individu bersiap terbuka dan kritis terhadap umpan balik

negatif dan tetap melaksanakan keputusannya.

Ada lima aspek yang yang berperan dalam pengambilan

keputusan. Kemdal dan Montgomery (Ranyard dkk, 1997 dalam

Moerika, 2008) mengkategorikan lima aspek tersebut sebagai

preferences, berkaitan dengan keinginan, harapan dan tujuan

Page 6: jurnal burn fix - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1087/2/T1_802007059_Full... · penataan ulang identitas diri, ... pada moods dan reaksi negatif atau

yang bervariasi pada setiap individu. Beliefs, mengarah pada

konsekuensi dari keputusan yang diambil, emotions, mengarah

pada moods dan reaksi negatif atau positif terhadap situasi, orang

lain, dan alternatif-alternatif yang berbeda. Actions, merupakan

interaksi individu dengan lingkungan dalam pencarian informasi,

berdiskusi dengan orang lain, membuat rencana, dan membuat

komitmen, sedangkan circumstances melibatkan semua hal di

luar kontrol individu, seperti peristiwa eksternal, lingkungan, dan

pengaruh dari orang lain.

Konversi Agama

Konversi dapat dipahami sebagai perubahan atau peralihan

agama; dari agama yang satu ke agama yang lain, atau dari sistem

keyakinan yang lama ke sistem keyakinan yang baru. Perubahan

dalam agama atau sistem keyakinan tersebut meliputi tata

perilaku, perasaan, dan sikap yang kemudian membentuk pola

pandangan baru, sesuai dengan pengalaman hidup yang pernah

dialami dalam situasi dan kondisi lingkungan sosial yang selalu

dihadapinya setiap hari (Rumekso, 1998).

Selain itu, jika di tinjau dari perspektif sosiologis, konversi

agama biasanya dipandang sebagai perjalanan atau proses

bertahap yang dipengaruhi oleh pengaruh sosial dan budaya

(Zinnbauer & Pargament, 1998 dalam Lee, 2008).

Konversi agama dapat dibedakan melalui tipe yang dialami

oleh setiap individu. Tipe Sudden conversion merupakan

Page 7: jurnal burn fix - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1087/2/T1_802007059_Full... · penataan ulang identitas diri, ... pada moods dan reaksi negatif atau

perpindahan agama yang terjadi secara sekaligus dan melalui

proses yang singkat, sedangkan tipe gradual conversion adalah

proses perkembangan belief secara bertahap yang melalui periode

waktu berkisar dari beberapa hari, bulan bahkan tahun. Perubahan

yang terjadi adalah dari menolak menjadi menerima doktrin-

doktrin yang baru. Selain itu, individu tidak menyadari bahwa

dirinya telah mengalami suatu perpindahan agama dalam

perkembangannya dari masa kanak-kanak. Tipe ini disebut

sebagai tipe Religious Socialization (Paloutzian, 1996 dalam

Tunggal, 2005).

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya konversi

agama. Jalaluddin (2008) mengemukakan bahwa faktor keluarga

yang berlainan agama, lingkungan tempat tinggal yang tidak

mendukung, perubahan status secara mendadak karena menikah

dengan orang yang berlainan agama, serta kecenderungan

masyarakat miskin untuk memeluk agama yang menjanjikan

terpenuhinya kebutuhan yang mendesak akan sandang dan

pangan.

METODOLOGI PENELITIAN

Agar tujuan penelitian tersebut dapat tercapai, peneliti

menggunakan metode penelitian kualitatif, karena penelitian ini

bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami

oleh subjek penelitian secara holistik dan dengan cara deskripsi

dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus

Page 8: jurnal burn fix - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1087/2/T1_802007059_Full... · penataan ulang identitas diri, ... pada moods dan reaksi negatif atau

��

yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode

alamiah (Moleong, 2005). Penelitian pada konteks alamiah juga

lebih memfokuskan pada variasi pengalaman dari individu-

individu yang berbeda (Patton, 1990 dalam Poerwandari, 2005).

Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara dan

observasi. Jenis wawancara yang digunakan adalah wawancara

dengan pedoman umum dimana peneliti membuat pedoman

wawancara yang digunakan untuk mengingatkan peneliti

mengenai aspek-aspek yang harus dibahas atau ditanyakan.

Partisipan dalam penenlitian ini terdiri dari empat orang (RD, EL,

DN, dan DS-inisial) yang melakukan konversi agama dalam

pernikahan dengan jangka waktu maksimal lima tahun.

Peneliti melakukan triangulasi data untuk keperluan

pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data yang

diperoleh dari partisipan (Patton, 1987 dalam Moleong, 2005).

Triangulasi data dilakukan dengan cara membandingkan data

hasil pengamatan dengan data hasil wawancara, serta

membandingkan hasil wawancara partisipan dengan hasil

wawancara kepada pasangannya. Setelah semua data terkumpul,

peneliti kemudian melakukan analisis data kualitatif dengan jalan

bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya

menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari

dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa

yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceriterakan

kepada orang lain.

Page 9: jurnal burn fix - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1087/2/T1_802007059_Full... · penataan ulang identitas diri, ... pada moods dan reaksi negatif atau

��

PEMBAHASAN

Latar Belakang Partisipan

RD (26 tahun) yang bersuku bangsa Jawa, adalah anak

pertama dari dua bersaudara. Sejak kecil ia menganut agama

Islam, namun pendidikan agama dalam keluarga kurang menjadi

perhatian sehingga saat ia beranjak remaja dan pergi merantau

jauh dari orang tua, membuatnya kadang mengabaikan

kewajibannya sebagai umat muslim.

RD dan pasangan berpacaran selama hampir dua tahun,

kemudian di tahun 2006 mereka menikah dan RD pun menganut

agama baru, yaitu agama Hindu. Saat ini, ia tinggal di asrama

militer (AD) bersama suami dan dua orang anaknya yang berjenis

kelamin laki-laki dan perempuan.

EL (28 tahun) yang bersuku bangsa Tionghoa, merupakan

anak pertama dari dua bersaudara. Ia berasal dari keluarga

Kristen dan Budha. Keluarga dari pihak ayahnya sebagian besar

sudah menganut agama Kristen, sedangkan keluarga dari pihak

ibunya sebagian besar masih menganut agama Budha. Sejak kecil

ia sering mengikuti tradisi oma dan opanya secara adat tionghoa

untuk melakukan ritual pada saat memperingati hari raya tertentu.

Setelah menikah, ia tinggal bersama suami dan keluarga

suaminya. Saat ini, ia tetap meyakini agama Kristen, tetapi di

KTPnya tertulis agama Budha. Suami EL menganut agama

Budha.

Page 10: jurnal burn fix - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1087/2/T1_802007059_Full... · penataan ulang identitas diri, ... pada moods dan reaksi negatif atau

� �

EL melakukan konversi agama agar dapat menikah dengan

pasangannya. Selain itu, karena faktor usia yang memang sudah

seharusnya menikah akhirnya membuat EL memutuskan untuk

menikah dan melakukan konversi agama. Sejak awal, EL dan

pasangan sudah sepakat untuk bisa saling menghargai agama

mereka masing-masing. Ketika ada acara di klenteng ataupun di

gereja mereka bisa sama-sama saling terlibat di dalamnya.

Meskipun ia sudah mengubah identitasnya menjadi Budha,

hatinya tetap meyakini agama Kristen sebagai landasan dalam

hidupnya. Keyakinan ini yang membuatnya harus membagi

waktunya untuk ke gereja dan ke klenteng.

DN (30 tahun), yang bersuku bangsa Jawa, adalah anak

pertama dari dua bersaudara. Ia tinggal bersama suami dan anak

perempuannya di asrama militer (AD). Ia mengakui bahwa sejak

kecil pendidikan agama dalam keluarganya sangat kurang, untuk

ke gereja pun mereka jarang karena lokasi gereja yang cukup jauh

dari rumah. Sehingga setelah dewasa dan hidup jauh dari orang

tua, rutinitas keagamaan pun tidak lagi ia jalankan, misalnya ke

gereja ataupun berdoa secara pribadi kepada Tuhan.

DN berpacaran dengan pasangannya hampir dua tahun

lamanya, hanya saja dalam waktu satu tahun setengah mereka

menjalin hubungan jarak jauh karena pasangan sedang menjalani

tugas di luar pulau. Setelah kembali dari tugas, akhirnya mereka

menikah dan ia pun menganut agama Islam.

Page 11: jurnal burn fix - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1087/2/T1_802007059_Full... · penataan ulang identitas diri, ... pada moods dan reaksi negatif atau

���

DS (30), yang bersuku bangsa Jawa, merupakan anak pertama

dari tiga bersaudara. Salah satu adiknya berjenis kelamin laki-

laki. Sejak kecil ia hidup dengan keyakinan agama Islam yang

sangat kuat, karena latar belakang keluarganya sangat kuat dalam

mendalami agama Islam. Meskipun demikian, ia sudah banyak

tahu tentang agama Kristen, karena ia mendengar cerita dari

kakeknya yang beragama Kristen dan juga ibunya yang dulunya

menganut agama Kristen sebelum akhirnya konversi ke agama

Islam. Selain itu, ia juga menempuh studi di yayasan Kristen

sehingga pengetahuan mengenai agama Kristen sudah cukup

banyak ia ketahui.

Saat ini, ia tinggal di asrama militer (AD) bersama suami dan

putrinya. Namun, lokasi rumah orang tua DS dengan asrama

cukup mudah untuk dijangkau sehingga pada saat DS dan suami

bekerja, putrinya dititipkan di rumah orang tuanya.

Proses pertimbangan konversi

Keempat partisipan (RD, EL, DN dan DS) menganggap bahwa

semua agama itu adalah sama. Namun, ketika hubungan beda

agama yang mereka jalani menjadi semakin serius dan mengarah

kepada pernikahan, perbedaan agama mulai dirasakan sebagai

kendala bagi mereka untuk merealisasikan harapannya tersebut.

Menurut Janiss dan Mann (1977 dalam Rumekso, 1998), tahap

ini disebut sebagai tahap pengenalan masalah, dimana seseorang

Page 12: jurnal burn fix - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1087/2/T1_802007059_Full... · penataan ulang identitas diri, ... pada moods dan reaksi negatif atau

���

mulai menyadari adanya kesenjangan antara situasi yang

diharapkan dan situasi riil nya.

Setelah memahami masalah yang dihadapi, seseorang akan

melakukan tindakan untuk memperoleh informasi tentang

berbagai pilihan yang dapat mengatasi situasi dan kendala yang

dihadapi serta mencari informasi tambahan dan masukan dari

orang-orang di sekitarnya (Janiss dan Mann, 1997 dalam

Rumekso, 1998). Seperti yang terjadi pada partisipan keempat, ia

berusaha mencari solusi untuk mengatasi masalah perbedaan

agama yang terjadi dalam hubungannya dengan pasangan.

Harapan yang besar untuk bisa selalu bersama dengan

pasangannya membuat partisipan keempat mencari informasi

tentang pernikahan beda agama. Berbeda dengan ketiga

partisipan lainnya, mereka mengaku bahwa tidak ada solusi lain

yang terpikirkan oleh mereka selain mengubah keyakinan. Bagi

mereka, mengubah keyakinan adalah solusi yang terbaik bagi

hubungan mereka kedepannya.

Ketika akan memutuskan untuk melakukan konversi agama,

Partisipan ketiga, merasa tidak ada masalah ketika ia harus

mengubah keyakinannya dari agama Katolik ke agama Islam.

Bagi partisipan pertama, meskipun ia butuh waktu untuk berpikir,

namun ia pun akhirnya bersedia untuk melakukan konversi

agama. Partisipan kedua, sempat merasa bimbang dan berat hati

untuk meninggalkan agama Kristen. Ia juga merasa bahwa ia

mengkhianati agamanya ketika ia beralih ke agama lain.

Page 13: jurnal burn fix - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1087/2/T1_802007059_Full... · penataan ulang identitas diri, ... pada moods dan reaksi negatif atau

���

Sedangkan pada partisipan keempat, muncul perasaan ragu,

bimbang dan takut akan konsekuensi yang akan ia terima

nantinya setelah ia beralih ke agama Kristen.

Saat melakukan proses pertimbangan, keempat partisipan

mengkomunikasikan masalahnya tersebut kepada orang-orang

terdekatnya. Misalnya pada partisipan pertama dan ketiga,

keduanya berbagi cerita dengan keluarganya mengenai keputusan

tersebut. Bagi partisipan kedua, pasangan dianggap sebagai orang

yang tepat untuk diajak bercerita. Sedangkan pada partisipan

keempat, ibu dan tantenya yang beragama Kristen sebagai teman

yang tepat untuk diajak berbagi.

Pengaruh keluarga dan pasangan terhadap konversi

Pada keempat partisipan dalam penelitian ini, faktor yang

mempengaruhi terjadinya konversi agama adalah faktor dari luar

dirinya, dimana terjadi perubahan status karena menikah dengan

pasangan yang berbeda agama. Sejalan dengan hal tersebut,

Kemdal dan Montgomery (Ranyard, Crozier dan Svenson, 1997

dalam Moerika, 2008) mengemukakan bahwa keinginan, harapan

dan tujuan yang sama untuk bisa tetap bersama pasangannya

sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi keputusan keempat

partisipan untuk melakukan konversi agama, faktor ini biasa

disebut dengan preferences. Selain itu, ada faktor lain yang ikut

berpengaruh dalam keputusan yang mereka ambil, yaitu adanya

pengaruh dari orang lain atau yang biasa disebut dengan

Page 14: jurnal burn fix - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1087/2/T1_802007059_Full... · penataan ulang identitas diri, ... pada moods dan reaksi negatif atau

���

circumstances, sehingga keputusan untuk konversi agama pun

dilakukan. Dalam hal ini, keempat partisipan merasakan adanya

keterlibatan atau pengaruh dari keluarga maupun pasangannya.

Pada partisipan pertama (RD), pengaruh terbesar yang

membuatnya berpindah dari agama Islam menjadi Hindu adalah

karena adat istiadat dari pasangannya yang tidak

memperbolehkan anak laki-laki keluar dari agamanya karena

akan kehilangan hak waris dalam keluarga. Bagi partisipan

kedua, karena mengingat usianya dan pasangan yang sudah

cukup dewasa untuk menikah sehingga tidak perlu waktu yang

panjang untuk mengambil keputusan tersebut. Demikian pula

pada partisipan ketiga, tidak perlu waktu yang lama dalam

mengambil keputusan karena keluarga sama sekali tidak

mempermasalahkan dirinya ketika mengutarakan keinginannya

untuk menikah dengan pasangan yang berbeda agama dengannya.

Dan bagi partisipan keempat, pribadi pasangan yang sangat

sempurna baginya dan mampu membuatnya menjadi lebih baik,

pada akhirnya membuat partisipan memutuskan untuk melakukan

konversi agama.

Latar belakang keluarga juga memberi pengaruh terhadap

partisipan dalam membuat keputusan untuk melakukan konversi

agama. Partisipan kedua dan ketiga, berasal dari latar belakang

keluarga yang sama, dimana terdapat keragaman agama yang

dianut dalam keluarga. Sehingga, ketika masalah perbedaan

agama itu muncul, mereka menanggapi hal tersebut bukan

Page 15: jurnal burn fix - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1087/2/T1_802007059_Full... · penataan ulang identitas diri, ... pada moods dan reaksi negatif atau

���

sebagai kendala tetapi sebagai suatu konsekuensi yang memang

harus diterima ketika akan menikah dengan seseorang yang

memiliki keyakinan yang berbeda dengannya.

Tipe konversi

Tipe konversi yang dilakukan oleh keempat partisipan,

menurut Rambo (1993) adalah tipe konversi yang disebut dengan

tradition transtition. Tipe konversi yang dimaksud di sini adalah

perpindahan seseorang dari salah satu tradisi agama ke tradisi

yang lain yang diakui oleh negara. Perpindahan dengan tipe

konversi ini merupakan perpindahan yang mencakup tata cara,

ritual, dan cara hidup seseorang. Dengan perpindahan agama

tersebut, tentu akan mempengaruhi diri keempat partisipan dalam

melakukan aktivitas keagamaan ke depannya. Hal ini terlihat

selama proses penyesuaian dalam menjalani agama yang baru.

Ternyata penyesuaian tersebut tidak mudah untuk dilakukan oleh

keempat partisipan karena keterbatasan pengetahuan dan

pemahaman tentang agama yang baru saja dianutnya.

Selain itu, jika ditinjau dari tipe konversi menurut Paloutzian

(1996), tipe konversi yang dilakukan oleh keempat partisipan

adalah tipe konversi yang disebut dengan gradual conversion.

Tipe konversi ini adalah proses perkembangan keyakinan (belief)

yang melalui periode waktu tertentu. Rentang waktu berkisar dari

beberapa hari, bulan bahkan tahun. Diperlukan waktu yang

berbeda-beda bagi tiap partisipan untuk merealisasikan

Page 16: jurnal burn fix - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1087/2/T1_802007059_Full... · penataan ulang identitas diri, ... pada moods dan reaksi negatif atau

��

keinginannya untuk konversi agama. Bagi ketiga partisipan, tidak

butuh waktu lama untuk bisa merealisasikan keinginannya itu.

Hanya sekitar satu bulan setelah diminta untuk konversi agama,

mereka sudah melakukan proses konversi agama sesuai dengan

agama yang mereka tuju. Mereka pun bisa segera menerima dan

menjalankan agama mereka yang baru. Berbeda dengan

partisipan keempat, jika dibandingkan dengan ketiga partisipan

lainnya, terlihat bahwa partisipan keempat yang paling lama

memerlukan waktu untuk bisa merealisasikan keinginannya

tersebut. Proses pengambilan keputusan yang dialami oleh

partisipan keempat, melibatkan pencarian informasi, penilaian

pertimbangan yang diikuti dengan proses penyesuaian diri

terhadap dampak dari keputusan tersebut, dan pemahaman

terhadap tujuan serta nilai-nilai yang mendasari keputusan

tersebut, sebagaimana dikatakan oleh Ranyard (1997, dalam

Moerika, 2008).

Selama menjalani pernikahan sekitar empat tahun, selama tiga

tahun pertama pernikahannya dengan suami, partisipan keempat

masih belum bisa menerima keyakinannya yang baru, yaitu

agama Kristen. Ia mengaku bahwa setelah memutuskan untuk

beralih agama, muncul konflik dalam dirinya. Ia merasa sedih

karena menurut keyakinan Islam, ia tidak akan bertemu dengan

saudara dan orang tuanya di akherat nanti. Ia juga merasa

durhaka terhadap orang tua, dan berdosa karena telah

meninggalkan agama yang sudah ia yakini selama dua puluh

Page 17: jurnal burn fix - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1087/2/T1_802007059_Full... · penataan ulang identitas diri, ... pada moods dan reaksi negatif atau

��

enam tahun demi suatu pernikahan, namun di sisi lain ia merasa

bahagia karena telah menemukan pasangan yang tepat bagi

hidupnya. Hal yang dialami oleh partisipan keempat,

sebagaimana yang dikatakan oleh Darajat (2003, dalam

Rumekso, 1998) merupakan masa ketidaktenangan dimana

agama telah mempengaruhi batin individu, bisa dikarenakan

adanya krisis, konflik, musibah, dan perasaan berdosa yang

dialami.

Berdasarkan uraian sebelumnya pada latar belakang partisipan,

terlihat bahwa konversi agama yang dilakukan oleh EL berbeda

dengan konversi agama yang dilakukan oleh RD, DN dan DS.

Proses konversi yang dialami oleh EL hanya sebatas identitas. Ia

tidak mengalami konversi yang sebenarnya, karena tidak beralih

keyakinan terhadap ajaran agamanya (Jalaluddin, 2001 dalam

Dwisaptani 2008). Meskipun ia belajar dan melaksanakan tata

cara ibadah dalam agama Budha, namun keyakinannya tetap pada

agama Kristen.

Upaya yang dilakukan untuk memahami agama baru

Upaya yang dilakukan oleh keempat partisipan untuk bisa

memahami agama baru, berbeda-beda pada setiap partisipan.

Partisipan pertama bertanya pada suami dan mertuanya tentang

tata cara dan tradisi dalam agama Hindu. Selain itu, partisipan

juga berusaha mempelajari agama Hindu dengan membaca buku.

Partisipan ketiga, berusaha memahami agama Islam dengan

Page 18: jurnal burn fix - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1087/2/T1_802007059_Full... · penataan ulang identitas diri, ... pada moods dan reaksi negatif atau

���

bertanya pada suami dan seringkali belajar bersama anaknya

setelah mengikuti pengajian di TPA. Partisipan keempat,

berusaha memahami sendiri mengenai agama Kristen melalui

internet dan juga sharing dengan ibunya yang dulunya beragama

Kristen sebelum konversi ke Islam. Selain itu, ia juga sering

mengikuti acara di salah satu saluran televisi khusus rohani.

Dalam menyesuaikan diri dengan tata cara dan ritual dalam

agama yang baru, keempat partisipan mengaku bahwa memang

diperlukan proses panjang untuk bisa melakukannya dengan baik

dan sempurna, proses yang dilaluinya pun secara bertahap. Hal

ini disebabkan karena minimnya pengetahuan mereka terhadap

agama baru yang dianutnya setelah melakukan konversi agama.

Selain itu, faktor lingkungan dan hal-hal lainnya pun sangat

mempengaruhi sikap mereka dalam menjalankan agama mereka

yang baru. Seperti yang terjadi pada partisipan pertama, karena

lingkungan di sekitar tempat tinggalnya mayoritas beragama

muslim dan komunitas Hindu letaknya agak jauh dari tempat

tinggalnya, membuatnya tidak bisa dengan mudah untuk

menguasai tata cara dan ritual yang dilakukan dalam agama

Hindu. Selain itu, sejak kehadiran anak keduanya, partisipan

bersama suami tidak pernah melakukan ibadah yang biasanya

rutin dilakukan sehari-hari. Bahkan untuk beribadah secara

pribadi pun jarang mereka lakukan. Pada partisipan ketiga pun

demikian, karena suami jarang melakukan ibadah, maka

partisipan merasa tidak ada dukungan untuk melakukan ibadah

Page 19: jurnal burn fix - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1087/2/T1_802007059_Full... · penataan ulang identitas diri, ... pada moods dan reaksi negatif atau

���

yang rutin dilakukan sehari-hari. Selain itu, kesibukan juga

mempengaruhinya dalam menjalankan kewajibannya untuk

beribadah.

Perubahan personal lainnya setelah konversi

Setelah melakukan konversi agama, keempat partisipan

menerima dan menjalani kehidupannya yang baru dengan

agamanya masing-masing mengaku tidak pernah merasa kecewa.

Namun, partisipan pertama masih selalu mendambakan

kehidupan keluarga yang bahagia yang sampai sat ini belum

terwujud. Partisipan kedua merasa ada yang berubah dengan

dirinya. Stereotip tentang Budha itu berubah dan ia pun

menikmati keputusannya saat ini. Namun, sering kali ia merasa

kelelahan karena harus membagi waktu untuk mengikuti kegiatan

di vihara dan di gereja. Hal ini disebabkan karena partisipan

masih tetap meyakini agama Kristen meskipun secara identitas

sebagai penganut agama Budha. Bagi partisipan ketiga, setelah

dirinya memutuskan untuk menganut agama Islam, partisipan

merasa bertanggung jawab untuk bisa menjalankan agamanya

dengan baik. Pada partisipan keempat, setelah menganut agama

Kristen banyak perubahan yang terjadi dalam hidupnya, baik sifat

maupun perilakunya sehari-hari. Oleh Paloutzian (1999)

perubahan yang terjadi pada orang yang melakukan konversi

adalah ekspresi mereka terhadap agama barunya yang

Page 20: jurnal burn fix - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1087/2/T1_802007059_Full... · penataan ulang identitas diri, ... pada moods dan reaksi negatif atau

� �

mencerminkan bagaimana agama yang baru tersebut berarti

baginya.

Peran pasangan selama masa konversi dirasakan oleh semua

partisipan, mulai dari proses pertimbangan untuk melakukan

konversi sampai pada penyesuaian diri dalam menjalankan agama

yang baru. Selain pasangan, anak juga ikut berperan dalam proses

pemahaman dalam menjalankan agama baru. Hal ini dirasakan

oleh partisipan ketiga (DN) dan partisipan keempat.

Pengaruh agama sebelumnya setelah konversi

Setelah menjalani kehidupan yang baru, pengaruh agama

sebelumnya masih dirasakan oleh keempat partisipan. Pada

partisipan pertama, ketika adzan berkumandang muncul perasaan

bahwa partisipan pernah melakukan ibadah secara Islam. Pada

saat hari lebaran tiba, partisipan pun ikut merasakan suasana yang

terjadi saat itu. Demikian pula yang dirasakan oleh partisipan

keempat, namun perasaan yang dirasakan oleh partisipan keempat

lebih dalam. Partisipan merasa tertekan, sedih, bimbang, dan sakit

hati karena ia merasa masih sulit untuk meninggalkan agama

Islam. Meskipun saat ini sudah mendalami agama Kristen,

partisipan keempat masih tetap menerapkan ajaran agama Islam,

yaitu memberi zakat bagi orang-orang yang tidak mampu pada

saat hari raya lebaran ataupun di hari-hari raya lainnya. Kadang

juga partisipan masih sering mengucapkan kata ‘astafirullah, dan

bismillah’. Partisipan ketiga, merasa bahwa agama Katolik

Page 21: jurnal burn fix - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1087/2/T1_802007059_Full... · penataan ulang identitas diri, ... pada moods dan reaksi negatif atau

���

membuatnya merasa lebih bersukacita, apapun yang ia lakukan

tidak pernah menjadi beban baginya bahkan ia dengan senang

hati memberi bantuan kepada anggota jemaat yang memang

membutuhkan bantuan.

Ketika ingatan tentang agama sebelumnya dirasakan, ada

upaya yang dilakukan agar partisipan tidak terlarut dalam

kesedihan yang dialami. Partisipan keempat berusaha

menenangkan dirinya dengan mendengarkan lagu-lagu rohani

atau mengikuti acara rohani di siaran televisi khusus rohani.

Dengan begitu, ia bisa merasa lebih baik. Hal yang sama pun

dilakukan oleh partisipan kedua. Ketika sedang mengalami suatu

masalah dengan pasangannya ataupun dengan dirinya sendiri,

partisipan kedua datang kepada Tuhan dengan berdoa secara

kristiani ataupun mendengarkan lagu-lagu rohani dari

handphonenya.

Keempat partisipan mengaku bahwa mereka tidak pernah

berpikir untuk kembali ke agama mereka sebelumnya. Meskipun

sedang mengalami suatu masalah, mereka tidak akan sampai

memutuskan untuk kembali ke agama sebelumnya. Bagi

partisipan kedua, meskipun ia telah menganut agama Budha dan

tetap meyakini agama Kristen, ia tidak pernah berpikir untuk

merubah kembali identitasnya sebagai seorang nasrani. Demikian

pula dengan partisipan keempat, ia merasa bahwa banyak hal

yang sudah terjadi dalam hidupnya sehingga ia semakin yakin

dengan keputusannya untuk menjalani agama Kristen.

Page 22: jurnal burn fix - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1087/2/T1_802007059_Full... · penataan ulang identitas diri, ... pada moods dan reaksi negatif atau

���

KESIMPULAN DAN SARAN

Secara umum, pernikahan sebagai alasan utama bagi keempat

partisipan dalam melakukan konversi agama. Namun, ada

beberapa hal lain yang dapat disimpulkan dari proses

pengambilan keputusan istri yang melakukan konversi agama

dalam pernikahan. Pertama, saat partisipan diperhadapkan dengan

masalah perbedaan agama dalam hubungannya dengan pasangan,

keempat partisipan memikirkan solusi agar masalah perbedaan

tersebut dapat diatasi. Ketiga partisipan menganggap bahwa

konversi adalah solusi terbaik demi kelangsungan hubungan

mereka. Sedangkan pada partisipan keempat, sempat berpikir

untuk menikah beda agama, namun karena kendala itu datang

dari suami, maka ia pun berpikir untuk melakukan konversi

agama.

Kedua, selama proses pertimbangan, ketidaksetujuan dari

pihak keluarga terhadap keputusan partisipan untuk melakukan

konversi agama dirasakan oleh ketiga partisipan. Namun reaksi

dari pihak yang tidak setuju dengan keputusan mereka berbeda-

beda. Partisipan pertama, diminta untuk mempertimbangkan

kembali keputusannya, bahkan orang tua sempat meminta

pasangannya yang beralih agama. Partisipan kedua, mengalami

pro-kontra dalam keluarganya. Sedangkan partisipan keempat

mengalami pertentangan yang keras dari keluarga besarnya,

bahkan hubungannya dengan pasangan sempat dipisahkan.

Page 23: jurnal burn fix - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1087/2/T1_802007059_Full... · penataan ulang identitas diri, ... pada moods dan reaksi negatif atau

���

Ketiga, tidak semua partisipan mengalami konflik selama

proses konversi agama. Hanya pada partisipan kedua dan

keempat yang mengalami konflik internal. Konflik yang

dialaminya antara lain, adanya pertentangan batin, konflik dengan

keluarga, kesulitan dalam melamar pekerjaan. Sementara itu,

penyesuaian terhadap agama baru pun ternyata tidak mudah

untuk dilakukan oleh keempat partisipan. Karena minimnya

pengetahuan terhadap agama baru itu, maka keempat partisipan

memerlukan waktu untuk memahami agama tersebut secara

bertahap. Lingkungan pun sangat berpengaruh terhadap

perkembangan keyakinan mereka terhadap agama baru. Hal ini

dirasakan oleh partisipan pertama dan ketiga. Pengaruh tersebut

berasal dari suami yang tidak rutin menjalankan ibadah,

lingkungan yang tidak aktif dalam keagamaan serta jauhnya

lokasi tempat komunitasnnya itu berada.

Keempat, agama lama masih dirasakan dan berpengaruh bagi

keempat partisipan. Meskipun demikian, keempat partisipan

mengaku bahwa mereka tidak pernah berpikir untuk kembali ke

agama mereka sebelumnya meskipun sedang mengalami suatu

masalah, baik dengan pasangan, keluarga, maupun dengan

dirinya sendiri.

Pada partisipan keempat, setelah menganut agama Kristen

banyak perubahan yang terjadi dalam hidupnya, baik sifat

maupun perilakunya sehari-hari. Oleh Paloutzian (1999)

perubahan yang terjadi pada orang yang melakukan konversi

Page 24: jurnal burn fix - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1087/2/T1_802007059_Full... · penataan ulang identitas diri, ... pada moods dan reaksi negatif atau

���

adalah ekspresi mereka terhadap agama barunya yang

mencerminkan bagaimana agama yang baru tersebut berarti

baginya.

Dalam penelitian ini, peneliti hanya berfokus pada proses

pengambilan keputusan untuk melakukan konversi agama demi

suatu pernikahan dengan melihat pengaruh konversi agama

terhadap istri dan keluarga. Masih banyak hal yang perlu

dipahami lebih lanjut mengenai konversi agama. Misalnya,

melihat dari segi relasi antara individu dengan keluarga dan

pasangannya setelah menganut agama yang baru, latar belakang

budaya dan status sosial ekonomi juga perlu menjadi perhatian

karena dalam penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Lee

(2008) mengenai konversi perempuan Amerika-Afrika,

menyatakan bahwa pengaruh budaya dan gender adalah

signifikan dengan pengalaman konversi. Oleh karena itu, bagi

peneliti selanjutnya diharapkan untuk lebih mendalami kehidupan

partisipan yang melakukan konversi agama dengan melihat dari

berbagai aspek yang belum sempat didalami oleh peneliti dalam

penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Dwisaptani, R., & Jenny L. S. (2008). Konversi agama dalam

kehidupan pernikahan. Humaniora, 20, 3, 327-329.

http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/20308327339.pdf.

Diakses Oktober 2008.

Page 25: jurnal burn fix - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1087/2/T1_802007059_Full... · penataan ulang identitas diri, ... pada moods dan reaksi negatif atau

���

Kartono, K. (1996). Psikologi wanita: Wanita sebagai ibu dan

nenek. Jilid 2. Bandung: Alumni.

Lee, P. C. (2008). Christian Conversion Stories of African

American Women: A Qualitative Analysis. Journal of

Psychology and Christianity, 27, 3, 238-252.

Moerika, M. (2008). Proses pengambilan keputusan pada

individu dewasa muda yang melakukan konversi agama

karena pernikahan. Skripsi yang tidak dipublikasikan,

Universitas Indonesia, Jakarta.

http://www.digilib.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.jsp?id

=122363. Diakses 2008.

Moleong, L. J. (2005). Metodologi penelitian kualitatif. Edisi

revisi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Paloutzian, R. F., Crystal L. P. (ed). (2005). Religious

conversion and spiritual transformation: A meaning-

system analysis. Handbook of the psychology of religion

and spirituality, 331-344. New York London: The

Guilford Press.

Poerwandari, E. K. (2005). Pendekatan kualitatif untuk penelitian

perilaku manusia, (Edisi ketiga). Jakarta: LPSP3.

Rambo, L. R. (1993). Understanding religious conversion. Yale

University Press.

Rumekso, A. W. (1998). Konversi jemaat GKJ Kutoarjo

pepanthan Kaligintung ke agama Islam. Skripsi Sains

Page 26: jurnal burn fix - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1087/2/T1_802007059_Full... · penataan ulang identitas diri, ... pada moods dan reaksi negatif atau

��

Teologi yang tidak dipublikasikan, Universitas Kristen

Satya Wacana, Salatiga.

Santrock, J. W. (2002). Life-Span Development: Perkembangan

Masa Hidup, (Edisi kelima, Jilid II). Jakarta: Erlangga.

Tunggal, S. (2005). Proses dan aspek yang berperan dalam

pengambilan keputusan untuk berpindah agama pada

dewasa muda. Skripsi yang tidak dipublikasikan, UNIKA

Atma Jaya, Jakarta.