JURNAL BAHASA DAN SASTRA...novel merangkai peristiwa secara naratif dan bersifat otonom. Artinya...

76

Transcript of JURNAL BAHASA DAN SASTRA...novel merangkai peristiwa secara naratif dan bersifat otonom. Artinya...

Page 1: JURNAL BAHASA DAN SASTRA...novel merangkai peristiwa secara naratif dan bersifat otonom. Artinya novel merangkai kejadian berbentuk kisah atau mengisahkan dan mengacu serta patuh pada
Page 2: JURNAL BAHASA DAN SASTRA...novel merangkai peristiwa secara naratif dan bersifat otonom. Artinya novel merangkai kejadian berbentuk kisah atau mengisahkan dan mengacu serta patuh pada
Page 3: JURNAL BAHASA DAN SASTRA...novel merangkai peristiwa secara naratif dan bersifat otonom. Artinya novel merangkai kejadian berbentuk kisah atau mengisahkan dan mengacu serta patuh pada

JURNAL

BAHASA DAN SASTRA

ISSN: 2355-1623

Page 4: JURNAL BAHASA DAN SASTRA...novel merangkai peristiwa secara naratif dan bersifat otonom. Artinya novel merangkai kejadian berbentuk kisah atau mengisahkan dan mengacu serta patuh pada

JURNAL

BAHASA DAN SASTRAJurnal ini terbit dua kali setahun pada bulan Juni dan Desember (ber-ISSN) berisi artikel-artikel ilmiah

tentang bahasa, sastra, dan pembelajarannya. Baik yang ditulis dalam bahasa Indonesia maupun dalam bahasa Inggris. Artikel yang dimuat berupa analisis, kajian, hasil penelitian, dan

pembahasan kepustakaan.

Penanggung JawabAdip Arifin

Ketua PenyuntingSutejo

Wakil KetuaElys Rahayu Rohandia Misrohmawati

Penyunting AhliKasnadi

Bambang YuliantoSetya Yuwana

Suharmono KasiunDjoko Saryono

Penyunting PelaksanaRirien Wardiani

Cutiana Windri AstutiEdy Suprayitno

SekretarisHestri Hurustyanti

Pelaksana Tata Usaha/On lineHeru Setiawan

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------Alamat Penyunting dan Tata Usaha: Tim Pengelola Jurnal, LPPM STKIP PGRI Ponorogo, Jalan Ukel 39 Kertosari, Babadan, Ponorogo. Telepon/Fax. (0352) 481841/485809. Website: www.lppmstkipponorogo.ac.id, email: [email protected]. Langganan 2 nomor Rp. 100.000,- (setahun) + ongkos kirim. Biaya langganan dikirimkan melalui Bank BRI Kantor Cabang Ponorogo (Jl. Soekarno-Hatta Ponorogo) Rekening No. 0070-01-044589-50-0 a.n. STKIP PGRI Ponorogo. -------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------Redaksi menerima sumbangan tulisan yang belum pernah diterbitkan, baik dalam media cetak maupun elektronik. Naskah diketik 1,5 spasi pada kertas A4, panjang 10-20 halaman (lihat Petunjuk bagi Penulis pada bagian belakang). Naskah yang masuk dievaluasi oleh Mitra Bestari. Penyunting dapat melakukan perubahan pada tulisan yang dimuat untuk keseragaman format, tanpa mengubah maksud dan isinya.

Page 5: JURNAL BAHASA DAN SASTRA...novel merangkai peristiwa secara naratif dan bersifat otonom. Artinya novel merangkai kejadian berbentuk kisah atau mengisahkan dan mengacu serta patuh pada

Vol. 3, No. 2, Juli-Desember 2016 ISSN: 2355-1623

DAFTAR ISI

NILAI PERJUANGAN TOKOH UTAMA NOVEL SARIFAH KARYA DUL ABDUL RAHMANAgus Setiawan .......................................................................................................................................... 79

TINDAK TUTUR DIREKTIF DAN EKSPRESIF PADA TALK SHOW HITAM PUTIH TRANS 7 TANGGAL 11 OKTOBER 2013Lusy Novitasari ........................................................................................................................................ 85

KONFLIK SOSIAL TOKOH AMID DALAM NOVEL LINGKAR TANAH LINGKAR AIR KARYA AHMAD TOHARINanang Eko Saputro ............................................................................................................................... 91

NILAI RELIGIUS TOKOH DALAM NOVEL KHALIFAH CINTA KARYA A. MUBARAKNita Ayu Cayaningrum............................................................................................................................ 97

GAYA UNGKAP RANGGAWARSITA DALAM PUISI-PUISINYA (SUATU TINJAUAN STILISTIKA, SIKTAKSIS, DAN SEMANTIK) Onok Yayang Pamungkas & Sumarlam .................................................................................................. 103

HSBC ’S CULTURAL-THEMED-ADVERTISEMENT IN POLITENESS PRINCIPLE AND RELEVANCE THEORYRatri Harida ............................................................................................................................................ 111

BIAS GENDER DALAM FRAGMEN CERITA SEJARAH IZINKAN SAYA MENIKAHINYA Septi Yulisetiani & Sumarlam ................................................................................................................. 117

ASPEK GRAMATIKAL DALAM KUMPULAN CERPEN 1 PEREMPUAN 14 LAKI-LAKI KARYA DJENAR MAHESA AYUSuprapto & Sumarlam ............................................................................................................................ 125

EFEKTIVITAS METODE TWO STAY TWO STRAY PADA PEMBELAJARAN READING COMPREHENSION SISWA KELAS X SMAN 1 NGRAMBE Theresia Budi Sucihati .............................................................................................................................. 135

PICTURE STRIPS AS THE SPEAKING SKILL ENHANCER IN TEACHING CONDITIONAL SENTENCE WITH SUGGESTIONWahyu Utomo .......................................................................................................................................... 141

Page 6: JURNAL BAHASA DAN SASTRA...novel merangkai peristiwa secara naratif dan bersifat otonom. Artinya novel merangkai kejadian berbentuk kisah atau mengisahkan dan mengacu serta patuh pada
Page 7: JURNAL BAHASA DAN SASTRA...novel merangkai peristiwa secara naratif dan bersifat otonom. Artinya novel merangkai kejadian berbentuk kisah atau mengisahkan dan mengacu serta patuh pada

PENDAHULUAN

Karya sastra merupakan ciptaan kreatif pengarang dengan menggunakan medium bahasa yang bersifat estetik dan imajinatif. Sebagai suatu ciptaan karya sastra dilahirkan berdasarkan pemikiran dan pengalaman hidup pengarang yang dituliskan dengan menggunakan bahasa yang konotatif dan ambiguitas. Sehingga menjadi karya sastra yang indah, baik, dan sekaligus memberikan nilai pendidikan bagi pembaca.

Karya sastra merupakan sebuah kreasi seniman yang menciptakan dunia baru dan meneruskan proses penciptaan di dalam alam semesta (Hartoko,

1984:5). Kreasi karya sastra merupakan bentuk antivitas pengarang yang dimulai dari perenungan, pengendapan dan penuangan ide yang menjadikan karya sastra dipandang bukan sebagai suatu karya imitasi, tetapi hasil proses emosionalitas dan original.

Menurut Sapardi Djoko Damono pengarang merupakan anggota masyarakat yang terikat oleh status sosial tertentu. Sedangkan karya sastra merupakan lembaga sosial yang menggunakan bahasa sebagai medium, bahasa itu sendiri merupakan ciptaan sosial. Karya sastra menampilkan gambaran kehidupan dan kehidupan itu sendiri

NILAI PERJUANGAN TOKOH UTAMA NOVEL SARIFAH KARYA DUL ABDUL RAHMAN

Agus SetiawanSTKIP PGRI Ponorogo

[email protected]

Abstract: Sarifah novel written by Dul Abdul Rahman contains Barra Tobarani’s struggle for the public land from the expansion of Lonsum Ltd. Various attempts were made by Barra Tobarani, for instance by forming TobaraniNGO. This study aimed to describe the struggle of Barra Tobarani in maintaining and struggling againstLonsum Ltd plantation. The method used was descriptive qualitative, which means the data were words or phrases, would be translated in the analysis, while the design was descriptive qualitative. The results of the research were the struggle’s of Barra Tobarani to maintain public land and against the rubber plantation, Lonsum Ltd. The forms of struggle were the form of motivating for the people to defend their land and pioneering acts against the action of rubber tree logging by Lonsum Ltd.

Keywords: Value of Struggle, ‘Sarifah Novel’, Sociology of Literature

Abstrak: Novel Sarifah berisi tentang perjuangan tokoh Barra Tobarani untuk memperjuangan tanah masyarakat dari perluasan perkebunan PT Lonsum. Berbagai usaha dilakukan Barra Tobarani salah satunya dengan membentuk LSM Tobarani. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan perjuangan tokoh Barra Tobarani dalam mempertahankan dan melakukan perlawanan terhadap pihak perkebunan PT Lonsum. Metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif, artinya data-data yang berupa kata atau kalimat yang diterjemahkan dalam bentuk analisis, sedangkan desainnya berupa analisis konten. Data penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan simak catat dan dianalisis dengan menggunakan teknik analisis isi. Hasil penelitian berupa bentuk-bentuk perjuangan tokoh Barra Tobarani untuk mempertahankan tanah masyarakat dan perjuangan melawan pihak perkebunan karet PT Lonsum. Bentuk perjuangan tersebut berupa pemberian motivasi kepada masyarakat untuk mempertahankan tanahnya dan memprakasai tindakan perlawanan berupa aksi penebangan pohon karet PT Lonsum.

Kata kunci: Nilai Perjuangan, Novel ‘Sarifah’, Tokoh Utama

Page 8: JURNAL BAHASA DAN SASTRA...novel merangkai peristiwa secara naratif dan bersifat otonom. Artinya novel merangkai kejadian berbentuk kisah atau mengisahkan dan mengacu serta patuh pada

Agus Setiawan, Nilai Perjuangan Tokoh Utama Novel Sarifah Karya Dul Abdul Rahman80

merupakan kenyataan sosial (1978:1). Karya sastra lahir bukan karena kekosongan sosial, melainkan ada pengaruh antara pengarang dan masyarakat. Kehidupan masyarakat yang dinamika dan penuh dengan gejolak-jejolak sosial yang berujung pada konflik.

Berkaitan dengan masyarakat tidak terlepas dari istilah sosiologi, sosiologi yang secara keseluruhan berarti ilmu yang mempelajari tentang masyarakat. Masyarakat menjadi objek utama beriringan dengan sapek-aspek kehidupan di dalamnya. Sedangkan dalam karya sastra sosiologi merupakan gambaran-gambaran kehidupan masyarakat yang tercermin dalam karya sastra. Masyarakat yang digambarkan adalah masyarakat yang paling banyak menarik perhatian. Artinya kehidupan yang memiliki sisi keunikan, berhubungan dengan sesama individu, dan masyarakat yang berkaitan dengan lingkungan sosial manusia itu berada.

Karya sastra terlepas dari pengarang dan masyarakat merupakan suatu keteraturan yang rapi antara karya yang satu dengan lainnya. Sehingga, muncul istilah genre sastra yang memberikan titik perbedaan antar karya sastra. Rene Wellek dan Austin Warren berpendapat bahwa teori genre adalah suatu prinsip keteraturan sastra dan sejarah sastra (periode atau pembagian sastra nasional), tetapi berdasarkan tipe struktur atau susunan sastra tertentu (1993:299). Genre sastra memilah karya sastra berdasarkan tipe atau karakteristik tertentu. Kaitan dengan genre sastra, sastra dibagi menjadi prosa, puisi, dan drama.

Prosa sebagai salah satu genre sastra mencangkup novel dan cerpen. Novel menurut Furqonul Aziez dan Abdul Hasim merupakan suatu karya fiksi yaitu karya sastra dalam bentuk kisah atau cerita yang melukiskan tokoh-tokoh dan peristiwa-peristiwa rekaan (2010:2). Sebagai suatu peristiwa reakaan novel merangkai peristiwa secara naratif dan bersifat otonom. Artinya novel merangkai kejadian berbentuk kisah atau mengisahkan dan mengacu serta patuh pada unsur struktur novel itu sendiri.

Berkaitan dengan novel sebagai genre sastra dengan berbagai karakteristik dan kelebihannya, maka peneliti tertarik menganalisis sebuah novel. Novel yang berjudul Sarifah, yang berisikan

perjuangan yang dilakukan Barra Tobarani selaku tokoh utama untuk kepentingan bersama atau masyarakat. perjuangan yang di dalamnya terdapat nilai-nilai untuk dijadikan pembelajaran, baik di lingkup sehidupan seharai-hari atau di lingkup pendidikan. Sehingga, dengan nilai tersebut peneliti tertarik untuk menganalisis novel Sarifah. Perjangan yang berisi tentang usaha untuk membebaskan tanah masyarakat dan melakukan perlawanan kepada pihak perkebunan karet. Perlawanan yang bertujuan untuk mempertahankan, bahkan mengembalikan tanah milik masyarakat dari tangan pihak perkebunan. Konsep perjuangan tersebut sekaligus sebagai bahan untuk merumuskan judul penelitian. judul penelitian memiliki kesesuaian isi dan data objek penelitian, sehingga mempermudah dalam tahap analisis. Berdasatkan pandangan di atas peneliti mengambil judul berupa analisis nilai perjuagan tokoh utama novel Sarifah karya Dul Abdul Rahman dengan menggunakan teori sosiologi sastra sebagai landasan penelitian.

Penelitian ini membahas bagaimana perjuangan Barra Tobarani mempertahankan tanah masyarakat dan untuk melawan pihak perkebunan karet. Dengan tujuan penelitian adalah utnuk mendeskripsikan perjuagan Barra Tobarani mempertahankan tanah masyarakat dalam novel Sarifah karya Dul Abdul Rahman dan mendeskripsikan perjuangan tokoh Barra Tobarani melawan pihak perkebunan karet dalam novel Sarifah karya Dul Abdul Rahman.

Manfaat penelitian ini secara garis besar dibagi dua, yaitu menfaat secara teoretis dan praktis. Untuk manfaat teoretis Memberikan kontribusi terhadap ilmu kesusatraan khususnya terkait sosiologi sastra dalam lingkup pengembangan dan perkembanganya. Sehingga, kedepannya menjadikan disiplin ilmu yang terus bermanfaat bagi masyarakat luas. Sedangkan, untuk manfaat secara praktis di bagi lagi menjadi dua, yaitu manfaat untuk guru Bahasa Indonesia dengan manfaat sebagai pemberian rangsangan untuk anak didik terkait dengan nilai karakter lain dengan sebagai contoh nilai perjuagan. Menjadikan inspirasi guru sebagai arahan untuk mengaitkan pembelajaran sastra dengan aspek sosiologi, dan memberikan referensi untuk penelitian sastra. manfaat kedua,

Page 9: JURNAL BAHASA DAN SASTRA...novel merangkai peristiwa secara naratif dan bersifat otonom. Artinya novel merangkai kejadian berbentuk kisah atau mengisahkan dan mengacu serta patuh pada

JURNAL BAHASA DAN SASTRA, Vol. 3 No. 2 Juli-Desember 2016 81

bagi pembaca untuk mentransfer ilmu pengetahuan dan sekaligus menambah wawasan terkait sastra dan nilai perjuangan.

METODE

Desain penelitian yang gunakan berupan deskripsf kualitatif. Menghasilkan data penelitian yang berupa kata dan kalimat. Data penelitian disajikan berdasarkan objek kajian yang bukan berupan statistik atau angkat-angka. Sedangkan metode penelitian adalah adalah metode deskriptif. Metode yang memaparkan terkait data-data dari objek kajian penelitian yang hasilnya berupa kata dan kalimat. Deskripsi sendiri diartikan sebagai pemaparan terkait data-data penelitian yang berupa kutipan. Pemaparan yang dimaksud terkait data-data nilai perjuangan dalam novel Sarifah karya Dul Abdul Rahman. Suatu penelitian juga memerlukan pendekatan, pendekatan sendiri diartikan sebagai cara pandang peneliti terhadap objek kajian. pendekatan yang digunakan berupa kualitatif pustaka, yaitu pendekatan dengan objek kajian yang bersumber dari buku serta didukung literature-literature lainnya, kemudian menghasilkan penelitian yang berupa kata-kata dan kalimat.

Objek kajian adalah karya sastra, yaitu novel. Novel yang berjudul “Sarifah” karya Dul Abdul Rahman, yang ditulis dengan tebal 326 halaman. Diterbitkan oleh DIVA press pada September 2011. Teknik pengumpulan data berupa teknik studi pustaka, dengan cara menelaah atau pengematan dan mencatat teks sastra secara mendalam. Dengan menggunakan sumber-sumber tertulis untuk mendukung proses analisis data, data yang diporeh berupa nilai-nilai perjuangan dalam novel Sarifah. Adapaun langkah-langkah yang digunakan adalah dengan membaca teori sastra, membaca novel penelitian, menandai objek yang sesuai, mengidentifiasi permasalahan sesuai rumusan masalah, dan mencatat data penelitian. untuk teknik analisis data dengan cara mengelompokkan data-dat penelitian sesuai dengan rumusan masalah, menganalisis data secara intens sesuai rumusan masalah, dan menarik kesimpulan sesuai rumusan masalah.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perjuangan Bara Tobarani Mempertahankan Tanah Masyarakat

Perjuangan merupakan usaha untuk menggapai sesuatu dengan penuh kesungguhan.Salah satu bentuk perjuangan tesebut adalah mempertahankan yang merupakan usaha untuk tetap memiliki baik berupa benda maunpun non benda. Dalam proses mempertahankan sesuatu membutuhkan niat, usaha, dan pengorbanan. Bentuk-bentuk usaha dan pengorbanan yang dilakukan berbagai macam cara, baik secara fisik maupun berupa pemikiran. Novel Sarifah yang memuat tentang berbagai usaha yang dilakukan Barra Tobarani untuk mempertahankan tanah masyarakat dari perluasan perkebunan PT Lonsum. Bentuk usaha untuk mempertahankan tanah masyarakat tampak dalam kutipan berikut.

Sejanak, Barra Tobarani manggut-manggut seperti sudah memahami pertanyaan-pertanyaan yang meresahkan dari teman-teman sesama petani. Inilah sebenarnya tujuan utama Barra Tobarani mappaolli. Di samping meminta bantuan teman-temannya menggarap kebunnya yang sebenarnya mampu ia kerjakan sendiri, ia pun ingin bermusyawarah, bahkan kalau perlu memberikan penjelasan dan penegasan ulang. Menurutnya, berjuang mempertahankan milik sendiri adalah sikap patriotisme. Bahkan dalam perspektif agama, bisa dikategorikan sebagai jihat (Sarifah, 2011:11).

Kutipan di atas menunjukkan tindakan yang dilakukan Bara Tobarani dengan cara memberikan motivasi dan memprovokasi secara halus kepada masyarakat dengan tujuan masyarakat kembali bergairah untuk tetap mempertahankan tanahnya dari usaha perluasan perkebunan karet PT Lonsum. Sebelumnya masyarakat merasa takut dengan berbagai ancaman yang dilakukan pihak perkebunan dan dengan secara paksa mengusur lahan pertanian masyarakat.

Melihat rekan-rekannya terdiam karena masih diselimuti kecemasan akan mandor Lamakking, Barra Tobarani melanjutkan kalimatnya. “Pokoknya, kita tidak boleh takut, kawan. Kita harus melawan. Jadi petani harus

Page 10: JURNAL BAHASA DAN SASTRA...novel merangkai peristiwa secara naratif dan bersifat otonom. Artinya novel merangkai kejadian berbentuk kisah atau mengisahkan dan mengacu serta patuh pada

Agus Setiawan, Nilai Perjuangan Tokoh Utama Novel Sarifah Karya Dul Abdul Rahman82

berani! Kalau memang tidak ada pihak LSM mau membela kita, jangan takut kita sudah punya LSM sendiri” (Sarifah, 2011:15).

Kutipan di atas menunjukkan Bara Tobarani tidak hanya berbicara namun disertai bukti atau tindakan sehingga tidak seperti ibarat pepatah mengatakan tong kosong berbunyi nyaring. Memiliki arti seseorang banyak berbicara namun tidak ada tindakan yang dilakukan. Bara Tobarani tidak hanya memberikan semangat kepada rekan-rekannya, namun membentuk sebuah LSM untuk mewadahi aspirasi masyarakat untuk memperjuangkan tanah miliknya sekaligus ikut berjuang bersama masyarakat.

Barra Tobarani merupakan seseorang yang pandai bersilat lidah walau pendidikan hanya sampai tingkat menengah atas. Masyarakat dan ketiga temannya percaya bahwa tanpa kehadiran Barra Tobarani seluruh tanah telah dikuasai PT Lonsum. Bukan tanpa alasan mempertahankan kampungnya, karena dengan menjual tanahnya berarti menggadaikan kampung halaman sekaligus mengubur dalam-dalam kampung halamannya tersebut. Akhirnya hanya menjadi pembantu di tanahnya sendiri. Hal tersebut menjadikan salah satu motivasi Barra Tobarani membentuk LSM Tobarani yang tidak hanya memperjuangkan tanah milik sendiri, tetapi juga milik masyarakat.

LSM Tobarani terus aktif melakukan pengkajian-pengkajian dan penelusuran keberadaan PT Lonsum di wi layah Bulukumba. Memang disatu sisi perusahan tersebut manjadi penyumbang pajak terbesar di kabupaten Bulukumba. Sehingga wajar memang bila pemerintah setempat mati-matian membela pihak perkebunan tersebut bila perkara dengan masyarakat. Tetapi, LSM Tobarani juga mendapatkan banyak informasi bahwa perusahaan perkebunan itu pun terkadang sebagai penunggak pajak terbesar, pihak LSM Tobarani juga mendapatkan banyak data bahwa sesungguhnya PT Lonsum menjadi penyebab utama pencemaran lingkungan di wilayah Bulukumba (Sarifah, 2011:47).

Kutipan data di atas menunjukkan LSM Tobarani yang diperkasai oleh Barra Tobarani terus aktif melakukan berbagai usaha dalam langkahnya mempertahankan tanah masyarakat. Salah satu usaha tersebut dengan cara melakukan penelusuran dan pengumpulan data terkait PT Lonsum yang telah melakukan berbagai pelangaran diantaranya berupa penunggakan pajak dan penyebab utama pencemaran lingkungan. Bukti tersebut mempermudahkan Barra Tobarani untuk menentang adanya perluasan perkebunan. Karena telah diketahui dampak dari aktivitas perkebunan yang merugikan bagi lingkungan dan masyarakat sekitar.

Perjuangan Barra Tobarani Melawan Pihak Perkebunan Karet

Perlawanan atau melawan merupakan tindakan yang dilakukan untuk menolak sesuatu yang dianggap merugikan salah satu pihak. Tindakan perlawanan sering menjadi titik akhir dalam segala hal ketika musyawarah dan berbagai usaha lainnya tidak menemukan jalan keluar. Barra Tobarani dalam novel Sarifah melakukan perlawanan terhadap pihak perkebunan PT Lonsum yang telah melakukan penggurusan secara paksa terhadap lahan pertanian masyarakat. Perlawanan yang dilakukan dengan berbagai cara dengan maksud menyadarkan pihak perkebunan akan tindakan yang telah melanggar hak-hak masyarakat.

Bara Tobarani bersama LSM yang dibentuk merupakan lembaga yang bertujuan untuk membantu masyarakat akan tindakan kesewenang-wenangan yang dilakukan PT Lonsum. Usaha untuk membantu masyarakat bukan usaha langsung secara fisik melainkan secara halus terlebih dahulu melalui tindakan-tindakan lain yang masih dalam tahap kewajaran. Meskipun dalam kenyataan PT Lonsum melakukan tindakan yang melanggar hak-hak petani. Bara Tobarani sebagai pendiri tetap memiliki ketegasan haknya diserang wajib melawan, yang diserang bukan LSM Tobarani melainkan msyarakat. Berikut kutipannya:

Akhirnya rapat koordinasi LSM Tobarani dengan keriga perwakilan dari desa Bonto Mangiring, yaitu Mappiasse, Bendu Rassa, dan

Page 11: JURNAL BAHASA DAN SASTRA...novel merangkai peristiwa secara naratif dan bersifat otonom. Artinya novel merangkai kejadian berbentuk kisah atau mengisahkan dan mengacu serta patuh pada

JURNAL BAHASA DAN SASTRA, Vol. 3 No. 2 Juli-Desember 2016 83

Sattu Sobbo menetapkan aksi penebangan pohon-pohon karet yaitu pada tangga 21 Juli 2003 (Sarifah, 2011:287).

Kutipan data di atas menunjukkan LSM Tobarani merancang tindakan untuk melakukan perlawanan dengan perwakilan desa Bonto Mangiring. Desa yang masyarakatnya memiliki keberanian lebih terhadap PT Lonsum. Bersama dengan LSM Tobarani masyarakat desa Bonto Mangiring melaksanakan aksi penebangan pohon karet yang telah ditanam di lahan perkebunan milik warga. Rencana tindakan perlawanan tersebut yang akan dilakukan pada 21 Juli 2003.

Tepat jam sembilan pagi. Rombongan warga bergeges menuju lokasi aksi yang telah ditentukan sebelumnya, yaitu dilokasi perkebunan karet devision Kukumba yang terletak diujung timur Desa Bonto Mangiring, Kecamatan Bulukumba. (Sarifah, 2011:288).

Kutipan data di atas menunjukkan kesungguhan rombongan masyarakat yang dipimpin oleh LSM Tobarani melakukan tindakan perlawanan. Rombongan yang memulai aksi dengan menuju lokasi devision Kukumba. Aksi yang merupakan bentuk protes terhadap PT Lonsum yang telah direncanakan sebelumnnya. Sekaligus menegaskan bahwa masyarakat memiliki keberanian dan tumbuh jiwa pratrisme untuk merebut kembali tanahnya.

Keberanian yang tubuh di jiwa masyarakat merupakan bentuk keberhasilan LSM Tobarani dengan berbagai usaha untuk menyadarkan masyarakat, salah satunya adalah dengan menyakinkan sistem plasma yang merugikan masyarakat di kemudian hari. Sehingga, akhirnya masyarakat memiliki keberanian untuk menebang pohon karet PT Lonsum.

Lalu mereka pun mulai menebang pohon-pohon karet. Pohon yang sekian lama semena-mena mengganti komoditas pertanian mereka. Maka, ditengah hari tersebut, bunyi senso terus berkoar-koar kasar melabrak pohon-pohon karet yang terlihat kaku dan beku. Dentuman pohon-pohon karet berjatuhan lirih seolah pasrah menerima nasib mereka. Pohon-pohon karet pun semakin tanpa merana karena setiap kali mereka berjatuhan,

maka tepuk tangan wargapun membahana. “Hidup petani”. (Sarifah, 2011:290).

Kutipan data di atas menunjukkan puncak dari perlawanan LSM Tobarani bersama masyarakat yang dilakukan dengan menebang pohon-pohon karet PT Lonsum. Kekecewaan masyarakat akan segala tindakan PT Lonsum seakan terobati dengan menebang pohon-pohon karet secara perlahan dan bergantian. Keresahan yang dirasakan mulai hilang dengan dentuman-dentuman Senso yang secara perlahan menebas habis pohon-pohon karet. Kegembiraan warga terlihat begitu pohon berjatuhan dengan diiringi tepuk tangan.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil pembahasan yang dilakukan peneliti pada bab sebelumnya. Dapat ditarik kesimpulan yang berdasarkan rumusan masalah. Ada pun kesimpulan tersebut pertama, dalam novel Sarifah terdapat nilai perjuangan yang berupa gambaran per juangan tokoh Barra Tobarani mempertahankan tanah masyarakt dan melawan pihak perkebunan karet PT Lonsum. Kedua, dalam novel Sarifah terdapat perjuangan tokoh Barra Tobarani yang berwujud pemberian motivasi dan pembentukan LSM. Motivasi yang diberikan masyrakat yang diberikan bertujuan untuk mempertahankan tanahnya dari perluasan perkebunan PT Lonsum. Sedangkan, LSM bertujuan untuk membantu dan melindungi masyarakat. ketiga, dalam novel Sarifah terdapat perjuangan tokoh Barra Tobarani untuk melawan pihak perkebunan yang berwujud tindakan atau aksi. Tindakan tersebut berupa penebangan pohon karet milih PT Lonsum bersama masyarakat.

Berbagai bentuk perjuangan yang dilakukan tokoh utama membrikan luaran atau dampak positif kepada pembaca. dampak positif untuk pembaca dapat dilihat dari perjuangan itu sendiri yang merupakan bentuk sikap patriotisme yaitu rela berkorban. Sikap rela berkorban yang tetap mementingkan sisi kemanusiaan di dalam ruang lingkup yang tepat. Sedangkan, saling menghargai merupakan nilai perjuangan yang nampak dan

Page 12: JURNAL BAHASA DAN SASTRA...novel merangkai peristiwa secara naratif dan bersifat otonom. Artinya novel merangkai kejadian berbentuk kisah atau mengisahkan dan mengacu serta patuh pada

Agus Setiawan, Nilai Perjuangan Tokoh Utama Novel Sarifah Karya Dul Abdul Rahman84

sekaligus bentuk nilai karakter, baik untuk lingkup sekolah maupun di luar sekolah.

DAFTAR PUSTAKA

Aziez, Furqonul dan Abdul Hasim. 2010. Menganalisis Fiksi. Sebuah Pengantar. Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia.

Damono, Sapardi Djoko. 1978. Sosiologi Sastra; Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengambangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Hartoko, Dick dan B. Rahman. 1986. Pemandu dunia sastra. Yogyakarta: Kanisius.

Rahman, Dul Abdul. 2011. Sarifah. Jogjakarta: DIVA Press.

Wellek, Rene dan Austin Warren. 1993. Teori Kesusastraan. Terjemahaan Melani Budianta. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Page 13: JURNAL BAHASA DAN SASTRA...novel merangkai peristiwa secara naratif dan bersifat otonom. Artinya novel merangkai kejadian berbentuk kisah atau mengisahkan dan mengacu serta patuh pada

PENDAHULUAN

Bahasa pada dasarnya merupakan alat untuk berkomunikasi, sehingga bahasa memungkinkan manusia untuk berhubungan dengan banyak orang. Senada dengan yang diungkapkan oleh Munjin bahwa bahasa adalah alat komunikasi yang dipakai oleh masyarakat untuk mengekspresikan gagasan yang telah menjadi konsensus bersama (2008: 262-274). Berkomunikasi hakikatnya berinteraksi menggunakan medium bahasa antara penutur dengan orang lain atau mitra tutur dalam lingkup

sosial masyarakat, sehingga erat kaitannya bahasa sebagai aktivitas sosial dalam masyarakat.

Kemudian Chaer lebih lanjut mengemukakan bahwa bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh anggota kelompok untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasi (1994:32). Dapat dikatakan bahwa kegiatan berbahasa akan terwujud apabila manusia terlibat di dalamnya atau ada interaksi sosial. Dapat pula dikatakan bahwa kegiatan berbahasa tersebut bersifat interaksional atau melibatkan adanya arus timbal balik terkait dengan informasinya.

TINDAK TUTUR DIREKTIF DAN EKSPRESIF PADA TALK SHOW HITAM PUTIH TRANS 7

TANGGAL 11 OKTOBER 2013

Lusy NovitasariSTKIP PGRI Ponorogo

[email protected]

Abstract: Pragmatics is the study of meaning which puts the speech act as the basis of analysis. As known, there are five types of speech act in Pragmatics, they are: representative, directive, expressive, comissive, and declarative. These five types of speech act can be analyzed within the conversation among the speaker(s) and the hearer(s). This article is aimed at describing the speech act in the talk show program “Hitam Putih” Trans 7, in October 11th, 2013, especially in directive and expressive types of speech act. The method used was descriptive qualitative. The data taken from the utterances between the presenter (Deddy Corbuzier) and the guest star (Farah Quinn). The result of analysis showed that the types of directive speech act covered asking, ordering, suggesting, and forcing. The types of expressive speech act covered praising, criticizing, emphasizing, and apologizing.

Keywords: Speech Act, Directive, Comissive, “Hitam Putih” Talk Show.

Abstrak: Pragmatik merupakan studi tentang makna yang mendasarkan analisisnya pada tindak tutur. Dalam Pragmatik dikenal lima jenis tindak tutur (speech act) yakni representative, direktif, ekspresif, komisif, dan deklaratif. Tindak tutur ini dapat diamati dalam percakapan yang dilakukan oleh penutur dan mitra tutur. Artikel ini bertujuan untuk mendeskripsikan tindak tutur direktif dan ekspresif dalam episode question of life Deddy Corbuzier dan Farah Quinn dalam talk show “Hitam Putih” Trans 7 tanggal 11 Oktober 2013. Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Data yang dipergunakan berupa data tuturan percakapan antara presenter (Deddy Corbuzier) dan bintang tamu (Farah Quinn). Dari hasil penelitian ditemukan jenis tindak tutur direktif yang bersifat meminta, memerintah, menyarankan, dan memaksa. Sedangkan jenis tindak tutur ekspresif yang ditemukan berupa pujian, kritik, penegasan, dan, permintaan maaf.

Kata kunci: Tindak Tutur, Direktif, Ekpresif, Talk Show “Hitam Putih”.

Page 14: JURNAL BAHASA DAN SASTRA...novel merangkai peristiwa secara naratif dan bersifat otonom. Artinya novel merangkai kejadian berbentuk kisah atau mengisahkan dan mengacu serta patuh pada

Lusy Novitasari, Tindak Tutur Direktif dan Ekspresif Pada Talk Show Hitam Putih Trans 7 Tanggal 11 Oktober 201386

Mencermati pentingnya bahasa di atas, dapat dipahami bahwa bahasa itu muncul dan berkembang dalam bentuk tindakan atau tindak tutur atau percakapan. Pada tindak tutur maka dapat dilihat wujud nyata dari fungsi-fungsi bahasa. Salah satu fungsi tersebut ialah membentuk interaksi antarpersona dan memelihara hubungan sosial dengan sesamanya. Tindak tutur digunakan sebagai dasar dalam menganalisis topik-topik dalam pragmatik.

Mey mengemukakan bahwa pragmatik adalah ilmu bahasa yang mempelajari pemakaian atau penggunaan bahasa, yang pada dasarnya selalu ditentukan oleh konteks situasi tutur di dalam masyarakat dan wahana kebudayaan yang mewadahi dan melatarbelakanginya (dalam Rahardi, 2003:15). Dapat disimpulkan bahwa pragmatik merupakan ilmu yang mempelajari tentang pemakaian bahasa dalam konteks sosial budaya tertentu, dengan kata lain pragmatik mendasarkan analisisnya pada tindak tutur.

Tindak tutur memiliki beberapa jenis, yakni tindak tutur representatif, tindak tutur direktif, tindak tutur ekspresif, tindak tutur komisif, dan tindak tutur deklarasi. Dari beberapa jenis tindak tutur di atas dalam kajian ini maka akan dianalisis tindak tutur direktif dan ekspresif. Tindak tutur direktif adalah tindak tutur yang bertujuan supaya mitratuturnya melakukan suatu tindakan atau mengulangi tindakan (Sulistyo, 2013:10). Dengan kata lain tindak tutur direktif merupakan tindak tutur yang dimaksudkan oleh seorang penutur agar mitra tutur melakukan tindakan sesuai apa yang disebutkan dalam tuturannya. Tindak tutur ekspresif merupakan tindak tutur yang berfungsi untuk mengungkapkan atau mengutarakan sikap psikologis penutur terhadap keadaan yang tersirat dalam ilokusi. Misalnya, mengucapkan terima kasih, mengucapkan selamat, memberi maaf, mengecam, memuji, dan mengucapkan belasungkawa (Sulistyo, 2013:13).

Wacana yang terdapat dalam question of life Deddy Corbuzier dan Farah Quinn merupakan wujud tindak tutur antara penutur dan mitra tutur. Question of life tersebut sering dijumpai tindak tutur direktif, ekspresif yang dipergunakan penutur yakni

Deddy Corbuzier terhadap mitra tutur yakni Farah Quinn ataupun sebaliknya dan juga pada penonton, dan wacana yang terdapat dalam cerpen Mata yang Enak Dipandang merupakan wujud tindak tutur antara penutur dan mitra tutur. Dalam cerpen tersebut sering dijumpai tindak tutur direktif yang digunakan penutur yakni Tarsa terhadap mitra tutur yakni Mirta.

Berdasarkan uraian di atas maka dalam penelitian ini analisis tindak tutur sangatlah menarik untuk dikaji. Pada penelitian ini peneliti mengkaji tindak tutur direktif dan ekspresif episode Question of life Deddy Corbuzier dan Farah Quinn dalam acara talk show Hitam Putih Trans 7 Tanggal 11 Oktober 2013.

METODE

Metode yang digunakan dalam penelitian ini guna mencapai tujuan penelitian yang telah dipaparkan di atas peneliti menggunakan metode deskriptif kualitatif. Data yang dipergunakan dalam penelitian ini berupa data tuturan yang terdapat pada video acara talk show episode question of life Deddy Corbuzier dan Farah Quinn dalam acara talk show Hitam Putih Trans 7 Tanggal 11 Oktober 2013.

Instrumen yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri yang bertindak dalam memahami, menafsirkan, dan mendeskripsikan bentuk-bentuk ujaran dari tindak tutur direktif, tindak tutur ekspresif, dan tindak tutur asertif pada video acara talk show episode question of life Deddy Corbuzier dan Farah Quinn dalam acara Hitam Putih Trans 7 Tanggal 11 Oktober 2013.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian ini adalah deskripsi mengenai (1) jenis tindak tutur direktif pada episode Question of life Deddy Corbuzier dan Farah Quinn dalam acara talk show Hitam Putih Trans 7 11 Oktober 2013, (2) jenis tindak tutur ekspresif pada episode Question of life Deddy Corbuzier dan Farah Quinn dalam Acara Talk show Hitam Putih Trans 7 11 Oktober 2013.

Page 15: JURNAL BAHASA DAN SASTRA...novel merangkai peristiwa secara naratif dan bersifat otonom. Artinya novel merangkai kejadian berbentuk kisah atau mengisahkan dan mengacu serta patuh pada

JURNAL BAHASA DAN SASTRA, Vol. 3 No. 2 Juli-Desember 2016 87

Tindak Tutur Direktif

Tindak tutur direktif meminta terdapat dalam beberapa kutipan di bawah ini:DC : “Selamat malam yang ada di studio, darimana

ini semua?”PO : “....... (tidak terdengar jelas)”DC : “Yang pakai baju biru-biru darimana?”PO : “....... (tidak terdengar jelas)”DC : “Coba yang pakai baju biru muda?”PO : “........ (tidak terdengar jelas)”

Pada kutipan di atas dapat diketahui tindak tutur antara penutur dan juga mitra tutur terkait dengan tindak tutur direktif meminta informasi. Tindak tutur meminta informasi dalam kutipan tersebut adalah ketika DC berusaha menanyakan atau menggunakan kata Tanya darimana untuk menanyakan universitas atau lembaga pendidikan mana PO datang atau berasal, dan menggunakan kata coba dengan konteks situasi masih dalam keadaan bertanya atau meminta informasi kepada PO terkait darimana para PO yang memakai baju biru muda datang atau berasal.

Tindak tutur memerintah yang terdapat dalam acara question of life Deddy Corbuzier dan Farah Quinn pada talk show Hitam Putih Trans 7, 11 Oktober 2013 adalah sebagai berikut:PO : “....... (tidak terdengar jelas)”.DC : “ Ya..ya bentar-bentar. Satu-satu sstttuu

ssttuah”.

Tuturan yang terdapat dalam kutipan di atas sesuai dengan konteks situasi yang terjadi dalam peristiwa tutur tersebut DC berusaha menyuruh PO untuk satu-satu dalam menjawab pertanyaan yang diberikan oleh DC sebagai presenter acara Hitam Putih tersebut. Sesuai dengan konteks dan tuturan yang terdapat dalam kutipan tersebut maka tindak tutur tersebut merupakan tindak tutur direktif memerintah.

Tindak tutur direktif memerintah juga terdapat dalam tuturan berikut:FQ : “Jangan lari gitu donk”.DC : (berjalan mendekati FQ)

Tuturan yang terdapat dalam kutipan tersebut dituturkan oleh FQ kepada DC dengan tujuan untuk memerintahkan DC agar tidak lari menjauh darinya.

Sesuai dengan konteks dan tuturan yang terdapat dalam kutipan tersebut maka tindak tutur tersebut merupakan tindak tutur direktif memerintah.

Tindak tutur direktif menyarankan dalam question of life Deddy Corbuzier dan Farah Quinn dalam acara talk show Hitam Putih Trans 7, 11 Oktober 2013 adalah sebagai berikut:FQ : “Karena saya ngga’ makan pork yah, makanya

ngga’ bisa masak”. DC : “Oh ngga’ makan pork, tapi harusnya bisa

masak juga donk ya, Kan internasional chef katanya.”

Tuturan di atas terlihat sesuai dengan konteks dan tuturannya bahwa DC berusaha menyarankan agar FQ juga dapat memaksa daging babi (pork)karena FQ disebut dengan international chef. Sesuai dengan konteks dan juga tuturan yang dituturkan di atas maka tuturan tersebut maka termasuk tindak tutur direktif menyarankan.

Tindak tutur direktif menyarankan juga terdapat dalam kutipan tuturan berikut:DC : “Kalau saya harus milih kakak atau adik, saya

akan milih kakak, adik saya ngga’ penting”.FQ : “Aduuh..oke, saya juga pilih kakak”.

Tuturan yang dikemukakan di atas adalah tuturan antara DC dan FQ. Tuturan DC kepada FQ tersebut merupakan tuturan yang ditujukan untuk memberi saran kepada FQ dalam memilih adik atau kakaknya. Sesuai dengan konteks situasi dan tuturan yang ada maka tuturan tersebut termasuk dalam tindak tutur direktif menyarankan.

Tindak tutur direktif memaksa dalam question of life Deddy Corbuzier dan Farah Quinn dalam acara talk show Hitam Putih Trans 7 11 Oktober 2013 adalah sebagai berikut:FQ : “Do, i to answer this?”DC : “Yes, of course yo to answer this”.

Tuturan di atas dituturkan oleh FQ kepada DC, dan DC berusaha memaksa FQ untuk tetap menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh DC terkait pekerjaan apa yang tidak pernah diketahui oleh suami FQ setelah mereka menikah. DC berusaha tetap memaksa FQ untuk menjawab pertanyaan, sehingga pada tuturan tersebut

Page 16: JURNAL BAHASA DAN SASTRA...novel merangkai peristiwa secara naratif dan bersifat otonom. Artinya novel merangkai kejadian berbentuk kisah atau mengisahkan dan mengacu serta patuh pada

Lusy Novitasari, Tindak Tutur Direktif dan Ekspresif Pada Talk Show Hitam Putih Trans 7 Tanggal 11 Oktober 201388

dapat diklasifikasikan dalam tindak tutur direktif memaksa.

Tindak Tutur Ekpresif

Tindak tutur ekspresif memuji dalam question of life Deddy Corbuzier dan Farah Quinn dalam acara talk show Hitam Putih Trans 7, 11 Oktober 2013 adalah sebagai berikut:DC : “Dikenalnya dengan sexy chef, cantik, sexy,

jago masak. Wao udah kurang apalagi ya, udah cantik, sexy, jago masak, nyari duit sendiri. Udah bagus banget. Idaman para pria. Langsung aja Farah Quinn ”.

Tuturan tersebut merupakan tuturan yang berusaha memuji FQ yang dituturkan oleh DC, guna menunjukkan profile dari bintang tamunya. Sesuai dengan tuturan dan konteks tuturan tersebut maka tindak tutur tersebut merupakan tindak tutur ekspresif yang bersifat memuji. DC : “Ngga’ sexy lagi? Tapi bisa masak?”.FQ : “Iya, tapi bisa masak”.DC : “ Waahh... Luar biasa”.

Tuturan di atas merupakan tuturan luar biasa yang dikemukakan oleh DC kepada FQ dengan konteks meminta FQ memilih antara sexy dan masak, dan FQ memilih masih bisa memasak meskipun tidak sexy lagi. Tuturan luar biasa yang dikemukakan oleh DC merupakan tuturan yang bertujuan untuk memuji FQ dengan pilihannya. Sesuai dengan tuturan dan konteks tuturan tersebut maka tindak tutur tersebut merupakan tindak tutur ekspresif dengan sifat memuji.

Tindak tutur ekspresif mengkritik dalam question of life Deddy Corbuzier dan Farah Quinn dalam acara talk show Hitam Putih Trans 7, 11 Oktober 2013 adalah sebagai berikut:DC : “Kalau saya punya adik, ya pilih adik lah.

Masa adik yang lebih kecil ngga’ dipilih, malah pilih kakak. Yang bener aja donk”.

Tuturan tersebut merupakan tuturan yang bersifat mengkritik. Tuturan tersebut dituturkan olah DC yang memiliki tujuan mengkritik FQ yang lebih memilih kakaknya daripada adiknya. Sesuai dengan tuturan dan konteks tuturan tersebut maka tindak tutur tersebut merupakan tindak tutur ekspresif yang bersifat mengkritik.

Tindak tutur ekspresif menegaskan dalam question of life Deddy Corbuzier dan Farah Quinn dalam acara talk show Hitam Putih Trans 7, 11 Oktober 2013 adalah sebagai berikut:FQ : “Saya pernah,, ketemu my eks beberapa

kali”.PO : (tertawa)FQ :“Temen..temen. hayoo tuu”.DC : “ooh.. temen, ngga’ papa kalo temen”.

Tuturan yang dikemukakan FQ di atas merupakan tuturan dengan tujuan mengekspresikan penegasan kepada penonton bahwa dia pernah bertemu dengan mantan pacarnya setelah dia menikah dan mantan pacarnya hanyalah teman. Sejalan dengan hal itu, DC mengekpresikan penegasan pula terhadap tuturan yang dikemukakan oleh FQ dengan tuturan yang menegaskan bahwa kalau teman tidak apa-apa. Sesuai dengan konteks tuturan dan tuturan yang dikemukakan di atas maka tindak tutur tersebut merupakan tindak tutur ekspresif menegaskan.

Tindak tutur direktif ekspresif meminta maaf pada question of life Deddy Corbuzier dan Farah Quinn dalam acara talk show Hitam Putih Trans 7, 11 Oktober 2013 adalah sebagai berikut:DC : “Reza atau Rizal?”FQ : “Ohh Man...I’m sorry, I’m sorry, I’m sorry ya

dek”.

Tuturan yang terdapat di atas merupakan tuturan antara DC dan FQ dimana konteksnya DC menanyakan kepada FQ memilih mana antara Reza dan Rizal. Keduanya merupakan kakak dan adik dari FQ. Tuturan I’m sorry dituturkan oleh FQ sebagai ekspresinya meminta maaf kepada adiknya bahwa dia lebih memilih kakaknya. Sesuai dengan konteks tuturan dan tuturan itu sendiri maka tindak tutur tersebut merupakan tindak tutur ekspresif meminta maaf.

SIMPULAN

Berdasarkan objek penelitian yang telah diutarakan di atas dan sesuai dengan tujuan penelitian maka tindak tutur dalam episode question of life Deddy Corbuzier dan Farah Quinn dalam acara talk show Hitam Putih Trans 7 tanggal 11

Page 17: JURNAL BAHASA DAN SASTRA...novel merangkai peristiwa secara naratif dan bersifat otonom. Artinya novel merangkai kejadian berbentuk kisah atau mengisahkan dan mengacu serta patuh pada

JURNAL BAHASA DAN SASTRA, Vol. 3 No. 2 Juli-Desember 2016 89

Oktober 2013 merupakan tindak tutur direktif berupa meminta informasi, memerintah/menyuruh, menyarankan, dan memaksa. Sedangkan tindak tutur ekspresif yang digunakan berupa tindak tutur ekspresif memuji, mengkritik, menegaskan, dan meminta maaf.

DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.

Munjin. 2008. Ekspresi Bahasa dan Gender Sebuah Kajian Sosiolinguistik. Jurnal Yin Yang, Vol. 3 No. 2, p. 262-274.

Rahardi, Kunjana. 2003. Berkenalan dengan Ilmu Bahasa Pragmatik. Malang: Dioma.

Sulistyo, Edi Tri. 2013. Pragmatik Suatu Kajian Awal. Surakarta: UNS Press.

Page 18: JURNAL BAHASA DAN SASTRA...novel merangkai peristiwa secara naratif dan bersifat otonom. Artinya novel merangkai kejadian berbentuk kisah atau mengisahkan dan mengacu serta patuh pada
Page 19: JURNAL BAHASA DAN SASTRA...novel merangkai peristiwa secara naratif dan bersifat otonom. Artinya novel merangkai kejadian berbentuk kisah atau mengisahkan dan mengacu serta patuh pada

PENDAHULUAN

Di dalam penelitian ini, peneliti mengambil objek penelitian karya sastra yang berbentuk prosa. Ketertarikan ini didasarkan pada; pertama, prosa memiliki proses yang detail dan jelas sehingga mampu dipahami alur peristiwannya. Kedua, prosa memiliki alur yang terstruktur, kaitannya dengan peristiwa. Peristiwa dalam prosa dapat diruntut kejadiannya dengan jelas. Ketiga, prosa memainkan banyak permasalahan yang saling berkaitan sehingga

menuntut kejelian dalam memahaminya. Secara garis besar prosa dibagi menjadi dua bagian yaitu; cerpen dan novel. Peneliti tertarik untuk meneliti karya sastra novel, karena novel bersifat mengurai dan memiliki alur yang terstruktur. Sehingga pembaca akan mudah dalam memahami setiap permasalahan yang dibawakan dalam cerita. Novel Lingkar Tanah Lingkar Air karya Ahmad Tohari menarik peneliti untuk dijadikan objek penelitian kali ini. Novel ini berisi tentang perjalanan hidup

KONFLIK SOSIAL TOKOH AMID DALAM NOVEL LINGKAR TANAH LINGKAR AIR

KARYA AHMAD TOHARI

Nanang Eko SaputroSTKIP PGRI [email protected]

Abstract: Social conflicts need to be studied as knowledge in daily living. Social conflict does not only happen in real life, but often appear in a literary work, like novel. The objective of this research was to explore the meaning of social conflict which experienced by Amid in Lingkar Tanah Lingkar Air Novel written by Ahmad Tohari as a life representation. This study used qualitative descriptive method and library study as design of research. The technique of collecting data used was note taking. The data were analyzed by using content analysis technique which used sociological theory of literature. The result of this research indicated the social conflict which experienced by the main character. Specifically, social conflicts were divided into internal and external social conflict. Internal social conflict could be seen in Amid depression when he became a member of Darul Islam, he experienced something that was not expected. The external social conflict were showed by fighting between Amid party with the other parties who hate them.

Keywords: Social Conflict, ‘Lingkar Tanah Lingkar Air’ Novel, Main Character

Abstrak: Konflik sosial perlu dipelajari sebagai pengetahuan dalam menjalani hidup keseharian. Konflik sosial tidak hanya terjadi pada kehidupan nyata saja, tetapi seringkali dimunculkan dalam sebuah karya sastra, seperti novel. Penelitian ini memiliki tujuan untuk mendalami makna konflik sosial yang dialami Amid dalam novel Lingkar Tanah Lingkar Air karya Ahmad Tohari sebagai representasi dalam berkehidupan. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan desain kajian pustaka. Data dikumpulkan dengan teknik analisis simak catat dan teknik analisis yang digunakan yaitu teknik analisis isi dengan menggunakan teori sosiologi sastra. Hasil Kajian ini menunjukkan adanya konflik sosial yang dialami tokoh utama. Secara sepesifik konflik sosial tersebut dibagi menjadi konflik sosial internal dan konflik sosial eksternal. Bentuk konflik sosial internal berupa kepiluan yang dirasakan Amid ketika menjadi anggota Darul Islam dimana keadaan tidak sesuai dengan harapan. Sedangkan konflik eksternal berupa peperangan antara kelompok Amid dengan kelompok lain yang memusuhinya.

Kata kunci: Konflik Sosial, Novel ‘Lingkar Tanah Lingkar Air’, Tokoh Utama

Page 20: JURNAL BAHASA DAN SASTRA...novel merangkai peristiwa secara naratif dan bersifat otonom. Artinya novel merangkai kejadian berbentuk kisah atau mengisahkan dan mengacu serta patuh pada

Nanang Eko Saputro, Konflik Sosial Tokoh Amid dalam Novel Lingkar Tanah Lingkar Air Karya Ahmad Tohari92

seorang Amid, yang dalam peristiwa disampaikan sebagai anggota DI/TII, saat itu dikenal sebagai Darul Islam/Tentara Islam Indonesia. Peneliti fokus mengkaji konflik sosial yang dialami oleh tokoh Amid dalam novel tersebut.

Pemilihan ini sebagai bentuk refleksi terhadap konflik sosial yang sering terjadi dalam kehidupan sosial. Pada penelitian ini peneliti menggunakan teori sosiologi sastra, karena teori sosiologi sastra memandang keterkaitan sastra dengan kehiduan sosial sekitar. Sosiologi sendiri menurut Swingewood dalam bukunya The Sociology of Literature mendefinisikan sosiologi sebagai studi yang ilmiah dan objektif mengenai manusia dalam masyarakat, studi mengenai lembaga-lembaga dan proses-proses sosial (dalam Faruk, 2012: 01).

Tujuan umum dari penelitian ini adalah memberikan ruang gambar terkait konflik sosial yang terdapat dalam novel Lingkar Tanah Lingkar Air karya Ahmad Tohari, sehingga pembaca mampu memahami seberapa jauh kedalaman konflik sosial yang terdapat dalam novel tersebut. Sedangkan tujuan khususnya, yaitu; Untuk mengetahui konflik sosial ekternal yang dialami Amid dalam novel Lingkar Tanah Lingkar Air karya Ahmad Tohari, dan Untuk mengetahui konflik sosial internal yang dialami tokoh Amid dalam novel Lingkar Tanah Lingkar Air karya Ahmad Tohari.

METODE

Penelitian ini menggunakan desain penelitian diskriptif kualitatif pustaka yang secara keseluruhan memanfaatkan cara-cara penafsiran dengan menyajikan dalam bentuk diskripsi. Peneliti menggunakan pendekatan sosiologis, pendekatan tersebut menganalisis manusia dalam masyarakat, dengan proses pemahaman mulai dari masyarakat ke individu. Objek kajian yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah novel Lingkar Tanah Lingkar Air karya Ahmad Tohari. Kemudian peneliti memfokuskan pada analisis konflik sosial yang dialami Amid. Pemfokusan ini agar dalam proses analisis fokus dalam satu aspek permasalahan, sehingga akan lebih mendalam dalam menemukan makna di balik konflik sosial yang dialami Amid

dalam novel Lingkar Tanah LIngkar Air karya Ahmad Tohari.

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik kajian pustaka dengan tahap pengumpulan data yaitu dengan mempergunakan sumber-sumber tertulis yang berkaitan dengan penelitian. Teknik analisi data dalam penelitian ini menggunakan teknik narasi. Narasi-narasi yang berkaitan dengan data-data yang sesuai rumusan masalah, sehinggan narasi yang tersaji merupakan diksripsi mengenai kondisi yang detail untuk menceritakan dan menjawab permasalahan yang ada. Teknik pembahasan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan teknik analisi kritis. Teori kritis ini diharapkan peneliti dapat menjelaskan permasalahan konflik sosial internal dank konflik eksternal yang dialami tokoh Amid dalam novel Lingkar Tanah Lingkar Air karya Ahmad Tohari dengan detail. Adapun teknik kajian yang peneliti gunakan disusun sebagai beriku; mengumpulkan data-data, mengidentifikasi data-data, mengelompokkan data-data, menganalisis konflik sosial, dan menghubungkan makna yang terdapat di dalam Novel.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Melalui bab pembahasan ini akan mencangkup; (1) konflik internal yang dialami tokoh Amid dalam novel Lingkar tanah Lingkar Air karya Ahmad Tohari; (2) konflik eksternal yang dialami tokoh Amid dalam novel Lingkar tanah Lingkar Air karya Ahmad Tohari. Urutan pembahasan ini disusun dengan tujuan agar pembaca dapat dengan mudah melihat dan memahami pembahasan dari hasil data penelitian ini dengan runtut.

Konflik Sosial Internal

Konflik internal (atau: konflik kejiwaan), dipihak lain adalah konflik yang terjadi dalam hati, jiwa seseorang tokoh (atau: tokoh-tokoh) cerita (Nurgiyantoro, 1994:124). Konflik internal lebih mengarah kepada permasalahan interen seseorang. Konflik internal muncul dalam dalam interaksi kehidupan tokoh dengan dirinya sendiri. Hal tersebut di dasari kesesuaian yang berlawanan dari apa yang diinginkan. Seperti yang dialami Amid

Page 21: JURNAL BAHASA DAN SASTRA...novel merangkai peristiwa secara naratif dan bersifat otonom. Artinya novel merangkai kejadian berbentuk kisah atau mengisahkan dan mengacu serta patuh pada

JURNAL BAHASA DAN SASTRA, Vol. 3 No. 2 Juli-Desember 2016 93

dalam novel Lingkar Tanah Lingkar Air karya Ahmad Tohari dapat dilihat dalam kutipan berikut.

…aku sudah sering menyaksikan tubuh yang hancur atau tengkorak yang pecah oleh gemuran mata peluru. Bahkan aku pernah melaksanakan perintah eksekusi atas dua teman sendiri: satu karena kesalahan menggelapkan barang rampasan dan satulagi karena kesalahan melakukan berahi sejenis. Rasanya, semua itu tak begitu mengerikan. Ya, semua itu tidak terasa bagitu menggerus hati jiwa bila dibandingkan dengan kepiluan yang kurasakan ketika aku menatap mayat para pencuri kayu bersama istri dan anak-anak mereka.

Belasan mayat lelaki, perempuan, dan anak-anak berserakan, semua dengan luka tembak habis-habisan (Lingkar Tanah Lingkar Air, 2015:12).

Dari kutipan di atas dapat dipahami adanya konflik internal yang dialami tokoh aku yang bernama Amid dalam gejolak permasalahan sosial yang melingkupinya. Amid dalam novel tersebut adalah seorang yang menganut keyakinan Islam dengan berpegang teguh terhadap Al-Quran dan Al-Hadis, namun perjalananya mengesampingkan mengenai dua kaidah tersebut yang secara perlakuannya sudah melanggar aturan-aturan dan perintah yang terkandung di dalamnya. Perjalanan jauh membuat Amid menjadi bagian kelopok Darul Islam yang dalam pandangan hatinya adalah organisasi Islam sebagaimana mestinya berdiri dengan keteguhan Islam dengan menempatkan ajaran Al-Quran sebagai petunjuknya.

Terlebih ketika harus menahan dosa melihat mayat-mayat yang tidak bersalah bergelimpangan dengan sangat mengenaskan. Permasalahan batin yang dialami Amid dalam Darul Islam semakin terasa, permasalahan tersebut dapat dilihat dalam kutipan berikut.

Aku merasa bahwa kelompok kami sudah terpencil karena hubungan dengan pemimpin tertinggi Darul Islam sudah lama terputus. Dan kematian Kang Suyud membuat aku merasa kehilangan pegangan. Entah teman lain, tetapi aku sendiri mulai digoda oleh

kebimbangan, bahkan keraguan akan manfaat gerakan kami. Atau sebenarnya benih keraguan itu sudah lama tertanam sejak lama, ketika kami menyerbu desa yang mempunyai sebuah madrasah dan masjid besar. Kami mendapat perintah menembak siapa saja, termasuk para ulama di sana, bila mereka tisak mau mendukung gerakan Darul Islam (Lingkar Tanah Lingkar Air, 2015:16).

Dari kutipan tersebut memerlihatkan bagaimana keinginan dan keyakinan berbeda dengan seperti apa yang diketahuinya. Darul Islam merupakan nama Islam yang bergerak dalam aturan Islam yang melarang menganiyaya sesama muslim, dan diajarkan untuk membantu dan menghidupi sesama muslim. Itu pengetahuan dengan tras dasar yang sudah dipelajari Amid sebagai bagian dari orang muslim. Namun gerakan itu, yang selama ini Amid ikuti telah terlepas dari stras keislamannya. Bagaimana tidak, kelompoknya membunuh para ulama, dan menghancurkan kesejahteraan muslim, menghancurkan tempat yang secara keilmuan sealiran dengannya. Amid merasa hal itu telah lepas dari harapannya yang ia inginkan. Namun kehimpitan keadaan membuatnya lepas memikirkan tras keislaman dan melahirkan tras radikal baru untuk mempertahankan hidup dengan cara apapun. Termasuk menganiyaya saudaranya sendiri sesama muslim. Konflik sosial internal yang dialami Amid juga muncul dalam peristiwa lain. Berikut kutipan teks datanya.

Aku merasakan adanya dua kekuatan tarik-menarik, sesuatu pertentangan yang mulai mengembang dalam hatiku. Seorang lelaki, militer yang baru ku bunuh itu, agaknya ingin selalu merasa dekat dengan Tuhan. Dan itu telah kuhabisi nyawanya. Sementara itu aku harus percaya bahwa Tuhan yang selalu ingin diingatnya melalui tasbih dan Quran-nya itu pastilah Tuhanku juga, yakni Tuhan kepada siapa gerakan darul Islam ini mengatasnamakan khidmadnya. Hatiku terasa terbelah oleh ironi yang terasa sulit kumengerti (Lingkar Tanah Lingkar Air, 2015:19).

Kutipan tersebut memperlihatkan konflik internal dialami Amid. Amid merasakan bahwa

Page 22: JURNAL BAHASA DAN SASTRA...novel merangkai peristiwa secara naratif dan bersifat otonom. Artinya novel merangkai kejadian berbentuk kisah atau mengisahkan dan mengacu serta patuh pada

Nanang Eko Saputro, Konflik Sosial Tokoh Amid dalam Novel Lingkar Tanah Lingkar Air Karya Ahmad Tohari94

dirinya telah menyesal menembak lelaki militer. Karena setelah mati ia mengetahui ada seuntai tasbih dan sebuah Quran kecil dalam kantong lelaki militer tersebut, Amid mendustakan ajarannya dengan membunuh saudaranya sendiri yang menghampa pada Tuhan yang sama. Amid merasa hatinya telah merasa sangat berdosa dengan mengatasnamakan dirinya Islam namun perlakuannya telah keluar dari Islam.

Konflik Sosial Eksternal

Konflik eksternal (external conflict) adalah konflik yang terjadi antara seseorang tokoh dengan sesuatu yang di luar dirinya, mungkin dengan lingkungan alam mungkin lingkungan manusia (Nurgiyantoro, 1994:124). Konflik ini lebih luas cakupannya bila dibandingkan dengan konflik internal yang hanya terjadi dalam diri tokoh dengan dirinya sendiri. Sudut eksteren tersebut terjadi dalam lingkup sosial seperti; perbenturan antara tokoh dengan lingkungan alam, kontak sosial antar manusia, atau masalah-masalah yang muncul akibat adanya hubungan antarmanusia seperti masalah perburuan, penindasan, percekcokan, peperangan atau kasus-kasus hubungan sosial lainnya. Seperti konflik sosial yang dialami Amid dalam novel Lingkar Tanah Lingkar Air Karya Ahmad Tohari. Konflik eksternal dapat dilihat dalam kutipan berikut.

Sepi yang terasa menyimpan ketidakpastian membuat aku dan teman-temanku harus selalu waspada. Atau kewaspadaan adalah darah kami sendiri; sebab tanpa kewaspadaan yang tinggi aku dan teman-temanku bisa habis oleh tembakan para penyergap yang bersembunyi di balik batang-batang jati atau belukar (Lingkar Tanak Lingkar Air, 2015:7).

Kutipan di atas memberikan gambaran mengenai konflik eksternal. Konflik tersebut daapat dilihat pada kalimat “..tanpa kewaspadaan yang tinggi aku dan teman-temanku bisa habis oleh tembakan para penyergap..”. Kata “aku” pada kutipan tersebut membuktikan si aku (Amid) terlibat dalam konflik tersebut, konflik itu muncul ketika kelompok Amid menuai masalah dengan kelompok penyergap yang selalu mengintainnya.

Konflik itu muncul secara berkelanjutan, sampai-sampai Amid dan Darul Islam harus hidup dalam tekanan yang berat, bahkan untuk istirahat saja ia selalu dihantui rasa takut sergapan datang dengan tiba-tiba. Peristiwa itu pernah dialami Amid ketika bermukim di sebuah rumah ilalang.

Tadi malam kami - aku, Kiram, Jun, dan Kang Suyud – berada dalam salah satu rumah ilalang. Kami datang untuk menjenguk kang Suyud yang sedang sakit dan kami titipkan kepada salah satu keluarga di sana. Tiba-tiba datang serbuan. Untung ketika itu Jun sedang kencing di luar, sehingga dia dapat memberi peringatan akan datangnya bahaya. Kami ingin menyembunyikan Kang Suyud di kolong, tetapi orang tua itu menolak. Ia bersikeras minta ikut lari. Sementara Kiram dan Jun bertempur, aku menyelinap sambil memapah Kang Suyud (Lingkar Tanah Lingkar Air, 2015:10-11).

Dari kutipan di atas muncul konflik eksternal karena adanya kontak sosial peperangan antara kelompok Darul Islam (yang di dalamnya ada Amid) dengan kelompok lain yang memusuhinya. Konflik itu dapat di lihat dalam kalimat “…Sementara Kiram dan Jun bertempur, aku menyelinap sambil memapah Kang Suyud”. Bagaimana situasi menegangkan terlihat ketika Kiram dan Jun bertempur melawan pemberontak yang mengahampirinya di sebuah rumah ilalang tempat kang Suyud tinggal.

Bersama kelompok Darul Islam Amid mempertahankan hidupnya di tengah hutan belantara. Namun konflik terus menghampirinya. Konflik tersebut dapat dilihat dalam kutipan berikut.

Beberapa kali kami bertempur melawan orang-orang GS untuk merebutkan suatu wilayah hutan jati. Wilayah tersebut sudah lama menjadi basis pertahanan kami, tetapi mereka ingin menguasainya demi pohon-pohon jati yang besar-besar dan tua, yang ingin mereka tebang (Lingkar Tanah Lingkar Air, 2015:98).

Kutipan di atas memperlihatkan konflik lingkungan yang tengah dialami Amid, yakni peperangan dengan GS atau yang dikenal dengan

Page 23: JURNAL BAHASA DAN SASTRA...novel merangkai peristiwa secara naratif dan bersifat otonom. Artinya novel merangkai kejadian berbentuk kisah atau mengisahkan dan mengacu serta patuh pada

JURNAL BAHASA DAN SASTRA, Vol. 3 No. 2 Juli-Desember 2016 95

Gerakan Siluman yang hendak merebut daerah kekuasaan Amid dan kelompoknya (Darul Islam). Pertempuaran itulah yang menandakan adanya konflik antara keduannya.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis data yang peneliti uraiakan pada bab sebelumnya dengan tujuan untuk menemukan konflik sosial internal dan konflik sosial eksternal yang dialami Amid dalam novel Lingkar Tanah Lingkar Air karya Ahmad Tohari dapat dikesimpulkan sebagai berikut. (1) Dalam novel Lingkar Tanah Lingkar Air karya Ahmad Tohari terdapat konflik sosial yang dilukiskan melalui perjalanan hidup tokoh Amid. Konflik tersebut dibagi menjadi konflik sosial internal dan konflik sosial eksternal, (2) pada novel Lingar Tanah Lingkar Air karya Ahmad Tohari terdapat konflik sosial internal. Konflik tersebut dapat dilihat dari tokoh Amid yang merasakan adannya pertentangan antara harapan dengan kenyataan yang terjadi, (3) pada novel Lingkar Tanah Lingkar Air karya Ahmad Tohari terdapat konflik sosial eksternal. Konflik tersebut dapat dilihat dari peristiwa penindasan, percekcokan, peperangan dan kasus-kasus hubungan sosial yang dialami tokoh Amid dengan yang diluar dirinya.

DAFTAR PUSTAKA

Aminuddin. 1995. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Endraswara, Suwardi. 2003. Metode Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Widyatama.

Escapit, Robert. Sosiologi Sastra. Jakarta: Yayasan Obor.

Faruk. 2012. Pengantar Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Nurgiantoro, Burhan. 1994. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada Universitu Press.

Tohari, Ahmad. 2015. Lingkar Tanah Lingkar Air. Jakarta: Gramedia.

Page 24: JURNAL BAHASA DAN SASTRA...novel merangkai peristiwa secara naratif dan bersifat otonom. Artinya novel merangkai kejadian berbentuk kisah atau mengisahkan dan mengacu serta patuh pada
Page 25: JURNAL BAHASA DAN SASTRA...novel merangkai peristiwa secara naratif dan bersifat otonom. Artinya novel merangkai kejadian berbentuk kisah atau mengisahkan dan mengacu serta patuh pada

PENDAHULUAN

Karya sastra pada hakikatnya merupakan karya manusia yang kreatif, estetik dan imajinatif dengan menggunakan medium bahasa. Melalui karya sastra, pengarang mengungkapkan suka dan duka kehidupan masyarakat. Sariban mengungkapkan bahwa sastra tidak dapat dilepaskan dari unsur pengarang, masyarakat dan pembaca yang dapat pula merupakan potret kehidupan masyarakat (2009:7).

Yacob Sumardjo dan Saini K.M mendefinisikan karya sastra sebagai ungkapan pribadi manusia yang

berupa pengalaman, pemikiran, perasaan dan semangat. Keyakinan dalam suatu bentuk gambaran konkret yang membangkitkan pesona dengan alat bahasa. Penekanan penggunaan bahasa dalam karya sastra karena media yang digunakan dalam pengungkapan maksud pengarang adalah bahasa (Rokhmansyah, 2014:2) Tidak bisa dipungkiri bahwa karya sastra lahir ditengah-tengah masyarakat sebagai hasil imajinasi pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial disekitarnya. Sehingga pengarang terkenal sebagai subjek individual yang mencoba menghasilkan pandangan dunianya kepada pembaca.

NILAI RELIGIUS TOKOH DALAM NOVEL KHALIFAH CINTA KARYA A. MUBARAK

Nita Ayu CayaningrumSTKIP PGRI Ponorogo

[email protected]

Abstract: Literature is a creation of human’s creativity, aesthetic and imagination by using the medium of language. This study purposed to describe the religious value of novel “Khalifah Cinta” by A. Mubarak. This study used qualitative descriptive method, designed by literary study. The data collected through note taking and analized by using content analysis ased on sosiological theory. The result of study showed there were religious values of the character. Specifically, the religious values divided into behavior and thought. Behavior included the dimension of worship, experience and practice. While the religious value included belief and knowledge. The dimension of worship marked by prayer in five times. The experience was marked by thankful. The practice was marked by honesty. A belief was marked by believing that God always be there. While the religious knowledge marked by knowing the contents of Al Quran.

Keywords: Religious Values, ‘Khalifah Cinta’ Novel, Sociology of Literature

Abstrak: Karya sastra merupakan karya manusia yang kreatif, estetik dan imajinatif dengan menggunakan medium berupa bahasa. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan nilai religius tokoh novel “Khalifah Cinta” karya A. Mubarak. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan desain kajian pustaka. Data dikumpulkan dengan teknik simak catat dan teknik analisis yang digunakan yaitu analisis isi dengan menggunakan teori sosiologi sastra. Hasil kajian ini menunjukkan adanya nilai religius pada diri tokoh. Secara spesifik nilai religius tersebut dibagi menjadi perilaku dan pemikiran religius. Perilaku religius tersebut meliputi dimensi peribadatan, pengalaman, dan pengamalan. Sedangkan pemikiran religius meliputi keyakinan dan pengetahuan agama. Bentuk dimensi peribadatan ditandai dengan melaksanakan shalat lima waktu. Dimensi pengalaman ditandai dengan rasa bersyukur. Dimensi pengamalan ditandai dengan berperilaku jujur. Dimensi keyakinan ditandai dengan menyakini adanya Allah. Sedangkan dimensi pengetahuan agama ditandai dengan mengetahui isi dari Al-Quran.

Kata kunci: Nilai Religius, Novel ‘Khalifah Cinta’, Sosiologi Sastra

Page 26: JURNAL BAHASA DAN SASTRA...novel merangkai peristiwa secara naratif dan bersifat otonom. Artinya novel merangkai kejadian berbentuk kisah atau mengisahkan dan mengacu serta patuh pada

Nita Ayu Cayaningrum, Nilai Religius Tokoh dalam Novel Khalifah Cinta Karya A. Mubarak98

Fakta sosial yang terjadi di masyarakat saat ini dipengaruhi perkembangan teknologi dengan adanya modernisasi yang berdampak dengan adanya perubahan cara berpikir dan pola kehidupan manusia. Banyak ditemui penyimpangan-penyimpangan sosial yang terjadi di masyarakat sehingga kondisi tersebut akan membawa sifat manusia yang keluar dari norma-norma agama yang berlaku. Berdasarkan kenyataan tersebut maka dibutuhkan nilai religius untuk bekal hidup dalam menyelaraskan moderanisasi. Kaitannya dengan karya sastra nilai religius mempunyai peranan penting dengan kehidupan masyarakat. Hal ini sesuai dengan pendapat Burhan Nurgiyantoro bahwa sastra tumbuh dari sesuatu yang bersifat religius (2010: 326)

Novel Khalifah Cinta karya A. Mubarak merupakan salah satu novel yang didalamnya mengandung unsur religius serta nilai-nilai yang dapat dijadikan sebagai pedoman hidup. Novel Khalifah Cinta menarik dan penuh makna, baik dilihat dari segi cerita maupun masalah yang dihadirkan pengarang. Novel Khalifah Cinta bercerita tentang kehidupan remaja yang menuntut ilmu di pesantren. Berawal dari Zein seorang anak ustad yang menginginkan anaknya untuk menjadi seorang yang paham agama ataupun minimal menjadi guru mengaji sepertinya. Hal ini berbeda dengan yang dialami Gata yang merupakan teman Zein. Gata adalah anak pengusaha yang ayahnya menginginkannya menjadi pengusaha sukses sepertinya namun Gata sendiri menginginkan untuk masuk pesantren. Hingga dengan berbagai perjuangan keduanya masuk pesantren dengan tata aturan dan kaidah pesantren yang kental dengan spiritual dan ajaran tauhid.

Novel Khalifah Cinta karya A. Mubarak memunyai kelebihan tersendiri daripada novel-novel religius yang lain karena dalam cerita yang disajikan mengungkapkan aspek-aspek religi yang mengalir sehingga tidak seolah-olah menggurui pembaca tentang pandangan-pandangan agama. Novel Khalifah Cinta menyajikan realita yang ada dalam kehidupan masyarakat beragama (lingkungan pesantren) sehingga penceritaan tidak seperti dibuat-buat.

Di samping kelebihan yang terdapat dalam novel, pada novel Khalifah Cinta juga terdapat kekurangan. Kekurangan itu dapat dilihat dari pertengahan cerita yang menyajikan kisah cinta dan adanya perdebatan tokoh terkait tentang persoalan cinta. Pada dasarnya cinta tidak dapat dilepaskan dari kehidupan manusia namun pada konteks novel religi yang merupakan wujud pertama yang bisa dilihat dari novel Khalifah Cinta, persoalan cinta yang terlalu menggebu akan mengurangi nilai-nilai yang terkandung dalam pesan novel tersebut.

Penelitian dengan objek Novel Khalifah Cinta akan menggunakan kajian sosiologi sastra dengan pendekatan ekstrinsik dalam karya sastra dengan membahas nilai religius. Pendekatan ekstrinsik merupakan pendekatan dengan menelaah unsur pembangun di luar karya sastra. Analisis nilai religius yang peneliti lakukan berfokus pada nilai religius yang bersumber pada diri tokoh dalam cerita. Hal tersebut dimaksudkan agar peneliti dapat menggali objek penelitian dari sisi kesalehan sosial dan kesalehan pribadi para tokoh dalam cerita. Tokoh yang penulis ambil dalam kajian ini adalah semua tokoh yang ada dalam cerita dan dalam perwujudtannya mengandung nilai religius. Tujuan penelitian nilai religius tokoh novel Khalifah Cinta ini yaitu dibagi menadi tujuan teoretis dan tujuan sosiologis. Secara teoretis penelitian ini bertujuan untuk mendalami makna dan isi dari novel sehingga mampu mempermudah pemahaman pembaca. Sedangkan secara sosiologis bertujuan untuk memandu pembaca dalam memahami makna dan isi novel sekaligus menambah wawasan pembaca mengenai kajian sosiologi dengan aspek religius.

METODE

Penelitian ini bersifat kualitatif, maka metode yang digunakan adalah metode deskriptif karena peneliti bertujuan untuk menggambarkan nilai religius dalam novel Khalifah Cinta karya A.Mubarak. Sedangkan pendekatan yang digunakan dalam Penelitian ini adalah pendekatan kualitatif pustaka artinya data yang dikumpulkan berupa kata-kata, bukan berupa angka-angka. Menurut Ratna kualitatif memberikan perhatian terhadap data alamiah, data dalam hubungannya dengan

Page 27: JURNAL BAHASA DAN SASTRA...novel merangkai peristiwa secara naratif dan bersifat otonom. Artinya novel merangkai kejadian berbentuk kisah atau mengisahkan dan mengacu serta patuh pada

JURNAL BAHASA DAN SASTRA, Vol. 3 No. 2 Juli-Desember 2016 99

konteks keberadaannya (2011:47). Pemilihan pendekatan kualitatif pustaka dimaksudkan bahwa objek kajian berbentuk buku yang dapat dipahami melalui teks. Sehingga penelitian ini nantinya akan berisi deskripsi data dari novel Khalifah Cinta karya A. Mubarak untuk memberikan gambaran sebagai bentuk penyajian dalam suatu penelitian.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian ini menunjukkan nilai religius tokoh berperan sebagai sarana untuk mempertegas dan memberikan penceritaan yang ada di dalam novel Khalifah Cinta karya A. Mubarak. Penggunaan nilai religius pada setiap unsur akan memberi penekanan untuk menyampaikan pesan yang hendak disampaikan oleh pengarang. Dalam penelitian ini, nilai religius juga berfungsi sebagai media penyampai dalam membangun pesan yang konkrit yaitu sesuai dengan norma agama yang berlaku di masyarakat. Maksudnya ialah, pesan yang dinarasikan penulis dalam menggambarkan setiap peristiwa dalam novel, nantinya dapat membawa pembaca seperti merasakan apa yang ada di dalam cerita tersebut. Dengan menyisipkan perilaku dan pemikiran religius akan membawa pembaca mengambil amanat yang tersimpan dalam isi cerita.

Nilai religius dalam novel Khalifah Cinta terdapat dua indikator yaitu perilaku tokoh religius dan pemikiran tokoh religius. Perilaku berhubungan dengan tindakan tokoh dalam cerita yang di dalamnya terdapat dimensi peribadatan, dimensi pengalaman atau penghayatan dan dimensi pengamalan Sedangkan pemikiran religius berhubungan dengan konsep ide atau gagasan tokoh dalam cerita yang mencakup dua dimensi yaitu dimensi keyakinan dan dimensi pengetahuan agama.

Dimensi Peribadatan dalam novel Khalifah Cinta digunakan untuk memberikan penggambaran mengenai perilaku tokoh yang menjalankan ibadah sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya yang memberikan fungsi sebagai tolak ukur tingkat kepatuhan seseorang terhadap penciptaNya. Dimensi peribadatan itu sendiri merupakan tingkat kepatuhan seseorang dalam mengerjakan kegiatan-

kegiatan ritual sebagaimana disuruh dan diajarkan oleh agama. Dimensi peribadatan yang digunakan A.Mubarak tampak dalam kutipan data berikut.

“...Ya Allah, jangan Engkau lahirkan putra hamba pada malam-malam begini! Pinta ayahku seusai salat isya. Wajar jika ayah khawatir kelahiranku tinggal menghitung hari”. (Khalifah Cinta, 2014:3)

Kutipan di atas menunjukkan bahwa tokoh ayah melakukan ibadah sesuai dengan perintah agama. Ini menunjukkan bahwa tokoh ayah patuh terhadap perintah Allah dalam mengerjakan rukun Islam yang kedua tersebut. Kutipan di atas menggambarkan bagaimana tokoh ayah dengan keadaan yang mengkhawatirkan, keadaan yang mendebarkan dengan akan lahirnya anak pertamanya pada malam hari yang dipenuhi hujan deras. Namun tokoh ayah tetap melaksanakan tugasnya sebagai seorang muslim. Ayat-ayat Allah yang membicarakan tentang sholat dalam Al-Quran banyak jumlahnya. Salah satunya yaitu dalam surat Al-Baqarah ayat dua yang berbunyi “Dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) sholat. Dan sesungguhnya demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk. Ayat di atas menunjukkan bahwa tokoh aku (ayah) tergolong pada tingkat orang-orang yang khusyuk dalam menjalankan sholat.

Di sini terlihat jelas, A. Mubarak menggunakan dimensi peribadatan untuk menggambarkan perilaku tokoh ayah yang melaksanakan perintah Allah yaitu menjalankan ibadah shalat tanpa memandang waktu dan keadaan. Hal ini dapat memberikan pandangan bahwa tokoh tersebut telah mampu menjalani kewajibannya sebagai seorang muslim.

Selain persoalan ibadah, manusia sebagai seorang yang diciptakan oleh penciptaNya mengalami perasaan-perasaan religius sebagai bagian dari kedekatan dengan pemilik hidup. Perasaan-perasaan religius inilah yang disebut dengan dimensi penghayatan atau pengalaman. Dimensi penghayatan atau pengalaman yang digunakan A.Mubarak dalam cerita lebih berwujud pada perasaan beryukur yang tampak dalam kutipan data berikut:

Page 28: JURNAL BAHASA DAN SASTRA...novel merangkai peristiwa secara naratif dan bersifat otonom. Artinya novel merangkai kejadian berbentuk kisah atau mengisahkan dan mengacu serta patuh pada

Nita Ayu Cayaningrum, Nilai Religius Tokoh dalam Novel Khalifah Cinta Karya A. Mubarak100

“...Namun, hal yang harus kami syukuri adalah orag tua di kampung kami terus bersyukur atas semua karunia dan rahasia Tuhan yang telah memberikan kehidupan pada semua makhluknya dan tidak meninggalkannya tanpa sebiji rezeki pun, sekalipun di sudut-sudut sempit yang lain, di lorong-lorong gelap ang lain, dan di lereng-lereng gunung sekalipun (Khalifah Cinta, 2014:261)”

“…Aku berterimakasih kepada Tuhan yang telah menciptakan makhluk seperti Marna untuk menjadi temanku. Perjuangan temanku itu seharusnya tidak disesali sepenuhnya. Ia juga bersyukur dalam waktu kurang dari setahun telah mampu mengantongi pengalaman yang tidak sedikit lagi (Khalifah Cinta, 2014:96)”

Kutipan pertama menunjukkan rasa syukur Zein mengenai segala apa yang telah dititipkan Allah untuknya dan keluarga di kampungnya. Zein menyadari kenikmatan Allah yang tidak terukur membagi rezeki ke semua orang tanpa terkecuali. Hal ini menunjukkan perasaan mensyukuri dengan penuh keikhlasan pada diri tokoh Zein atas karunia sang pencipta. Sedangkan kutipan kedua menunjukkan rasa syukur Zein mempunyai teman seperti Marna, seorang teman yang memberikan motivasi, kadang juga mendesak Zein untuk mengirimkan surat cinta kepada Hatly. Namun dbalik itu semua Zein tetap merasakan syukur yang tidak terhingga karena Allah telah mempertemukannya dengan Marna. Dalam kutipan di atas juga digambarkan lewat apa yang Zein bicarakan tentang rasa syukur Marna terhadap apa yang Ia peroleh di Pondok. Perasaan untuk mudah mengucapkan syukur tersebut merupakan sebuah penghayatan bagaimana Zein dan Marna merasakan perasaan religi terhadap penciptaNya.

Selain itu dalam perilaku religius juga terdapat dimensi pengamalan. Dimensi ini berkaitan dengan akibat dari keyakinan keagamaan, praktik, pengalaman, dan pengetahuan ajaran-ajaran agama yang dianutnya yang diaplikasikan melalui sikap dan perilaku dalam kehidupan sehari-hari. Konsekuensi-konsekuensi agama ini merupakan bagian dari komitmen keagamaan dan semata-mata berasal dari agama.

“...Surat dari orang tua atau dari teman jauh biasanya dipajang selama mungkin sampai yang bersangkutan megambilnya. Tidak enaknya adalah papan info itu tidak melayani surat cinta dari kekasih mana pun diluar sana yang sengaja ditujukan bagi santriwati di pondok kami. Tidak bakalan sampai. Apalagi, telah kita ketahui bersama, bahwa asatid dan talamid yang mengurus pesantren orangnya jujur-jujur. Anti kolusi maupun korupsi. Mereka adalah para pengemban amanah dan penegak hukum islam yang kredibel (Khalifah Cinta, 2014:97)”

Kutipan di atas mengungkapkan tentang pengurus pesantren yang memiliki sikap jujur untuk tidak menerima surat kecuali surat keluarga untuk disampakan kepada santriwan-santriwati. Hal ini sesuai dengan aturan yang ada di pesantren bahwa santriwan-santriwati tidak boleh menerimasa surat cinta untuk menghindari salah pergaulan di diri para santriwan.

A.Mubarak melukiskan bagaimana agama Islam mengajurkan umatnya untuk mengemban amanah. Amanah merupakan perilaku yang tetap dengan jiwa, dengannya seorang menjaga diri dengan apa-apa yang bukan haknya walaupun terdapat kesempatan untuk melakukannya, tanpa merugikan dirinya di hadapan orang lain. Dalam surat An-Nisa juga dijelaskan “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaiakan amanah kepada yang berhak menerima, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah maha mendengar lagi maha melihat”.

Di samping perilaku, di dalam religius juga terdapat pemikiran religius. Pemikiran ini merupakan bagian dari konsep ide atau gagasan tokoh dalam cerita yang didalamnya terdapat dimensi Keyakinan dan dimensi pengetahuan. Dimensi keyakinan merupakan dimensi dari keberagamaan yang berkaitan dengan apa yang harus dipercayai atau diyakini. Dimensi ini berisi pengharapan dimana orang religius berpegang teguh pada pandangan teologis tertentu dan mengakui kebenaran. A.Mubarak menggambarkan

Page 29: JURNAL BAHASA DAN SASTRA...novel merangkai peristiwa secara naratif dan bersifat otonom. Artinya novel merangkai kejadian berbentuk kisah atau mengisahkan dan mengacu serta patuh pada

JURNAL BAHASA DAN SASTRA, Vol. 3 No. 2 Juli-Desember 2016 101

dimensi keyakinan yang dapat dilihat dari kutipan berikut:

“...Ayahku melongok keadaan luar melalui celah sempit anyaman bambu tembok rumah. Terlihat jelas dan menyilaukan puluhan kilat yang menebas-nebas hujan. Apa jadinya jika kilat itu menebas dirinya? Ah, takdir! Apa yang terjadi diluar sana hanya Allah yang tahu. (Khalifah Cinta, 2014:3)”

Data di atas menunjukkan keyakinan tokoh mengenai kuasa Tuhan. Monolog di atas merupakan cerita Gata mengenai ayahnya saat Gata dalam kandungan. Kaitannya dengan kuasa Allah yang dalam kutipan tersebut terlihat Gata menyakini takdir yang Allah gariskan dalam kehidupan. Bahwa segala sesuatu yang terjadi dalam kehidupan manusia termasuk dirinya adalah ketentuan yang telah digariskan Allah. Gata mempercayai dalam hati dan ucapannya sesuai dengan apa yang telah dituliskan di Lauh Mahfudz.

Keyakinan tokoh Gata terhadap takdir Allah memang telah menjadi kesatuan dalam dirinya. Sesungguhnya bahwa takdir merupakan sesuatu yang harus diyakini setiap manusia. Gata dalam kutipan di atas menggambarkan bahwa manusia dapat merencanakan apapun namun tetap Allah yana menentukan atas segala apa yang terjadi dalam kehidupan.

Keyakinan dari setiap manusia mengenai ketentuan dan kuasa Allah merupakan bagian yang harus dimiliki seorang Hamba terhadap penciptanya. Selain keyakinan, seorang manusia juga harus mempunyai pengetahuan mengenai agamanya. Pengetahuan agama itu sendiri merupakan tingkat pemahaman seorang terhadap ajaran-ajaran agamanya dan sejauh mana seseorang itu mau melakukan kegiatan untuk menambah pemahamannya dalam hal keagamaan yang dapat dilihat dari kutipan berikut:

“…Gata, anak pak Madi, singgah ke dunia disambut hangat sang mentari, dihibur ceracau merdu burung-burung, disaksikan keluarga, dan yang membuat iri ayah adalah telinga kanannya diazani dan telinga kirinya diiqamati... (Khalifah Cinta, 2014:9)

Kutipan di atas membicarakan tentang tokoh pak Madi yaitu ayah Gata yang mengazani dan meqamati Gata ketika Ia lahir. Lewat lantunan suara-suara Allah itu Pak Madi mengetahui bahwa kalimat suci tersebut yang seharusnya didengar anaknya pertama kali dan mengartikan bahwa anaknya telah masuk islam. Mengazani seorang bayi yang baru lahir merupakan sunah. Dalam kitab mazhab syafi’i yaitu Kifayat al-Akhyar (2/224) “Disunahkan untuk mengadzani bayi di telinga kanannya dan diiqamati di telinga kirinya.Sehingga dapat dikatakan bahwa tokoh Pak Madi memiliki pengtahuan agama dalam hal menyuarakan kalimat Allah untuk seorang bayi yang baru lahir.

SIMPULAN

Berdasarkan penelitian nilai religius tokoh dalam novel Khalifah Cinta Karya A.Mubarak, novel Khalifah Cinta karya A.Mubarak terdapat nilai religius yang dilukiskan lewat tokoh cerita berupa perilaku dan pemikiran tokoh. Perilaku tersebut dibagi menjadi tiga dimensi yaitu dimensi peribadatan, dimensi penghayatan atau pengalaman dan dimensi pengamalan. Sedangkan pada aspek pemikiran terbagi menjadi dua dimensi yaitu dimensi keyakinan dan dimensi pengetahuan. Penggambaran perilaku religius dilukiskan pada tindakan atau perbuatan tokoh cerita yang sejalan dengan norma agama atau akidah sesuai dengan yang dianut oleh tokoh yang bersangkutan. Sedangkan penggambaran pemikiran religius dilukiskan pada konsep pemikiran atau gagasan tokoh cerita yang sejalan dengan norma agama atau akidah sesuai dengan yang dianut oleh tokoh yang bersangkutan. Nilai religius pada diri tokoh ini dipergunakan A.Mubarak untuk memberikan makna secara konkrit sebagai renungan dalam bersikap yang kaitannya dengan akidah agama sehingga dapat dijadikan perenungan cerita yang memberikan gagasan sesuai dengan nilai religi para pembaca.

DAFTAR PUSTAKA

Nurgiyantoro, Burhan. 2010. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Page 30: JURNAL BAHASA DAN SASTRA...novel merangkai peristiwa secara naratif dan bersifat otonom. Artinya novel merangkai kejadian berbentuk kisah atau mengisahkan dan mengacu serta patuh pada

Nita Ayu Cayaningrum, Nilai Religius Tokoh dalam Novel Khalifah Cinta Karya A. Mubarak102

Mubarak, Akhmad. 2014. Khalifah Cinta. Yogyakarta. AG Publisher.

Ratna, Nyoman Kutha. 2011. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Rokhmansyah, Alfian. 2014. Studi dan Pengkajian Sastra (Perkenalan Awal Terhadap Ilmu Sastra). Yogyakarta: Graha Ilmu.

Sariban. 2009. Teori dan Penerapan Penelitian Sastra. Surabaya: Lentera Cendekia.

Page 31: JURNAL BAHASA DAN SASTRA...novel merangkai peristiwa secara naratif dan bersifat otonom. Artinya novel merangkai kejadian berbentuk kisah atau mengisahkan dan mengacu serta patuh pada

PENDAHULUAN

Bahasa adalah “symbolic meaning system” ‘bahasa adalah sistem makna yang simbolis’, begitu pula halnya dengan kebudayaan yang dikatakan sebagai “symbolic meaning system” (Casson, 1981:11-17). Dari pernyataan itu, jelas bahwa bahasa merupakan sistem tanda yang berfungsi sebagi simbol dalam mengomunikasikan makna dari seseorang kepada yang lain. Kebudayaan juga simbol, seperti simbol bahasa, yang merupakan penanda dan petanda.

Senada dengan itu Sapir (1960:70) juga mengatakan bahwa bahasa merupakan petunjuk yang sifatnya simbolis terhadap budaya. Hal ini termasuk juga bahasa yang digunakan dalam karya sastra. Bahasa dalam karya sastra seringkali menyimpan simbol-simbol yang tersirat di dalamnya, terlebih sastra Jawa. Hingga sekarang karya sastra Jawa (naskah lama) seolah-olah tidak ada habisnya untuk dikaji. Bahkan ilmuan mancanegara pun ikut berduyun-duyun untuk turut serta mendalami ajaran-ajaran

GAYA UNGKAP RANGGAWARSITA DALAM PUISI­PUISINYA SUATU TINJAUAN STILISTIKA, SIKTAKSIS, DAN SEMANTIK

Onok Yayang PamungkasMahasiswa Program Doktor Pascasarjana UNS Surakarta

[email protected]

SumarlamPascasarjana UNS Surakarta

Abstract: The research was purposed to explore, interpret, and define the diction, syntax deflection, and also exploring semantically in poems (tembang) created by Raden Ngabehi Ranggawarsita. This research used a qualitative approach. The background of this research was stylistic that focused on aspects of language, such as diction, style, and also the processing of clause forms in poems (tembang) created by Raden Ngabehi Ranggawarsita. The result of research showed that the poets of literature genre of Central Java (literary period) were not able to compose freely. They were constrained by poetic mater rules that must be obeyed. Therefore, there were deception of language, diction coercion, and also shifting of syntactic patterns. The factors were often undermined the meaning of the poem, if those were explored simply. Then the researcher would like try to explore the reasons that appear due to the poetic mater coercion.

Keywords: Poetry, Tembang, Stylistic, Syntax, Semantic

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji, menafsirkan, dan memaknai diksi, pembelokan sintaksis, hingga pengkajian secara semantik dalam puisi-puisi (tembang) karya Raden Ngabehi Ranggawarsita. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Landasan dasar penelitian ini adalah stilistika yang menyorot pada aspek-aspek kebahasaan, seperti diksi, gaya bahasa, hingga pengolahan bentuk-bentuk klausa/kalimat dalam puisi-puisi karya Raden Ngabehi Ranggawarsita. Dalam penelitian ini nampak bahwa pujangga aliran sastra Jawa Tengahan (periode sastra) tidak bebas bersastra. Mereka sangat terkekang dengan aturan metrum yang harus ditaati. Oleh sebab itu, terjadilah penyelewengan bahasa, pemaksaan diksi, hingga perotasian pola sintaksis. Faktor tersebut yang seringkali membuyarkan makna puisi jika dikaji secara sederhana. Maka, dalam penelitian ini akan mencoba mengupas gejala-gejala yang timbul akibat pemaksaan metrum tersebut.

Kata kunci: Puisi, Tembang, Stilistika, Sintaksis, Semantik

Page 32: JURNAL BAHASA DAN SASTRA...novel merangkai peristiwa secara naratif dan bersifat otonom. Artinya novel merangkai kejadian berbentuk kisah atau mengisahkan dan mengacu serta patuh pada

Onok Yayang Pamungkas & Sumarlam, Gaya Ungkap Ranggawarsita dalam Puisi-Puisinya 104

pinunjul warisan leluhur Jawa. Hal ini tentu tidak terlepas dari hakikat proses berfilsafat serta kemenarikan gaya ungkap yang dilakukan oleh penyair.

Umumnya sastra tulis Jawa Kuna tersebut berbentuk tembang macapat J.J. Ras (2014). Disebut tembang karena dalam membawakannya puisi tersebut harus ditembangkan (dinyanyikan). Tembang macapat merupakan salah satu jenis puisi di dalam bahasa Jawa yang disebut juga tembang cilik atau sekar alit, atau tembang lumrah (Laginem, dkk., 1996:26). Tembang macapat merupakan hasil karya sastra Jawa baru yang berkembang setelah periode Jawa Kuna dan Jawa Tengahan (Sutardjo, 2011: 12). Teks tembang macapat sebagian besar tersusun dalam bahasa Sanskerta, yaitu bahasa kesastraan India Kuna. Sastra Jawa baik yang berbentuk tembang ‘puisi’ maupun gancaran ‘prosa’ ditulis oleh para pujangga pada abad XVIII, diantaranya Mangkunagara IV, Pakubuwana IV, Pakubuwaan V, Ranggasutrasna, Yasadipura I, Yasadipura II, Sastradipura, Padmasusastra, Ranggawarsita, dan

lain sebagainya. Banyak tulisan para pujangga atau raja Jawa yang digubah dalam bentuk tembang macapat (Behrend, 1990). Mereka sangat terkenal ahli dalam mempermainkan kata. Tembang-tembang tersebut antara lain yang berisi sejarah, silsilah, hukum, ajaran, primbon, adat-istiadat, sastra wayang, dan sebagainya.

Terlepas dari makna ajaran yang terkandung, tembang-tembang menyimpan keunikan tersendiri. Hal ini disebabkan oleh pengikatan metrum. Metrum adalah irama yang tetap, artinya pergantiannya sudah tetap menurut pola tertentu; metrum sifatnya statis (Waluyo: 2008: 110). Metrum dalam sebuah tembang, yakni jumlah gatra wilangan (jumlah suku kata pada tiap-tiap baris), guru gatra (jumlah baris dalam satu bait), dan guru lagu (jatuhnya bunyi vokal pada suku kata di akhir baris). Menurut Darusuprapto (1985), tembang macapat ada 11 jenis yang kesemuanya terikat dengan guru gatra, guru wilangan dan guru lagu. Berikut disajikan tabel nama dan tembang Macapat beserta metrum-metrumnya.

No Nama tembang Guru gatra Jumlah wanda dan guru lagu

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101 Maskumambang 4 12i 6a 8i 8a2 Pocung 4 12u 6a 8i 12a3 Gambuh 5 7u 10u 12i 8u 8o4 Megatruh 5 12u 8i 8u 8i 8o5 Mijil 6 10i 6o 10e 10i 6i 6u6 Kinanthi 6 8u 8i 8a 8i 8a 8i7 Asmaradana 7 8i 8a 8e 8a 7a 8u 8a8 Durma 7 12a 7i 6a 7a 8i 5a 7i9 Pangkur 7 8a 11i 8a 7a 12u 8a 8i10 Sinom 9 8a 8i 8a 8i 7i 8u 7a 8i 12a11 Dhandhanggula 10 10i 10a 8e 7u 9i 7a 6u 8a 12i 7a

Tabel 1: Tembang macapat beserta konvensinya

Page 33: JURNAL BAHASA DAN SASTRA...novel merangkai peristiwa secara naratif dan bersifat otonom. Artinya novel merangkai kejadian berbentuk kisah atau mengisahkan dan mengacu serta patuh pada

JURNAL BAHASA DAN SASTRA, Vol. 3 No. 2 Juli-Desember 2016 105

Selain tersebut di atas, pengikatan pada metrum ini terkadang juga berimbas pada pemunculan diksi yang aneh. Sebab, beberapa kata yang dipaksa untuk berubah vokal. Bahkan, terdakadang tidak dapat ditemukan dalam kamus bahasa Jawa. Sebab, hal itu lah yang justru membuat penyair lebih berkreasi dalam meracik puisi-puisinya. Diksi dapat diartikan sebagai pilihan kata-kata yang dilakukan oleh pengarang dalam karyanya. Dalam konteks ini pengertian denotasi dan konotasi tidak boleh diabaikan. (Ali Imron dan Ma’ruf, 2012:29). Pengertian pilihan kata atau diksi jauh lebih luas dari apa yang dipantulkan oleh jalinan kata-kata itu. Istilah ini bukan saja dipergunakan untuk menyatakan kata-kata mana yang dipakai untuk mengungkapkan suatu ide atau gagasan, tetapi juga meliputi persoalan fraseologi, gaya bahasa, dan ungkapan. Fraseologi mencakup persoalan kata-kata dalam pengelompokan atau susunannya, atau yang menyangkut cara-cara yang khusus berbentuk ungkapan-ungkapan. Gaya bahasa sebagai bagian dari diksi bertalian dengan ungkapan-ungkapan yang individual atau karakteristik, atau yang memiliki nilai artistik yang tinggi (Keraf, 2007:22-23).

Dalam tembang macapat, Pemilihan diksi dalam pembuatan karya sastra Jawa bentuk tembang macapat juga harus memperhatikan metrum pembuatan karya sastra tembang. Adanya aturan metrum, membuat seorang pengarang tembang macapat lebih memilih mempergunakan basa rinengga (bahasa berhias), kata-kata Kawi dan bentuk kata-kata tertentu untuk memenuhi syarat konvensi guru wilangan, guru lagu, guru gatra, maupun purwakanthi (rima). Pemilihan kata-kata yang telah diramu oleh penyair sebagai hiasan yang diwujudkan dalam berbagai bentuk antara lain tembung entar (kata kiasan); tembung garba; dan perubahan bunyi vokal untuk menyesuaikan guru lagu. Bahasa dalam tembang macapat digarap, dimanfaatkan, dieksploitasi dan dipermainkan. Kadang disalahgunakan secara halus atau dibuat-buat oleh penulisnya. Permasalahan seperti ini, dalam ranah keilmuan linguistik, akan dikaji secara stilistika.

Stilistika dalam karya sastra merupakan bagian stilistika budaya itu sendiri. Leech dan Short

(dalam Al-Ma’ruf, 2012: 11) mendefinisikan bahwa stilistika adalah studi tentang wujud performansi kebahasaan khusunya yang terdapat dalam karya sastra yang menaganalisis hubungan antara bahasa dengan fungsi artisitiknya beserta maknanya. Leech dan Short (dalam Al-Ma’ruf, 2012: 11) menjelaskan bahwa stilistika adalah studi tentang wujud performansi kebahasaan khusunya yang terdapat dalam karya sastra yang menaganalisis hubungan antara bahasa dengan fungsi artisitiknya beserta maknanya. Gaya adalah segala sesuatu yang “menyimpang” dari pemakaian biasa. Penyimpangan tersebut bertujuan untuk keindahan. Keindahan ini banyak muncul dalam karya sastra, karena sastra memang sarat dengan unsur estetik. Segala unsur estetik ini menimbulkan manipulasi bahasa, plastik bahasa, dan kado bahasa sehingga mampu membungkus rapi gagasan penulis (Endraswara, 2011:71).

Berkaitan dengan stilistika pada karya sastra, dalam hal ini tembang macapat, penulis tertarik untuk mengkaji tembang-tembang Raden Ngabehi Ranggawarsita. Titik beratnya adalah Raden Ngabehi Ranggawarsita merupakan salah seorang pujangga, santri, dan ahli agama Islam yang terkenal dari Kraton Surakarta Hadiningrat. Raden Ngabehi Ranggawarsita yang hidup pada tahun 1802-1873 M telah menghasilkan begitu banyak karya sastra yang menjadi kekayaan bangsa Indonesia. Ranggawarsita telah meninggal, tetapi namanya tetap hidup untuk seribu tahun bahkan selama-lamanya (Any, 1980:142). Bahkan hingga kini, karya-karyanya yang bersifat ramalan sering kali masih menjadi perbincangan di kalangan masyarakat. Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk mengambil kajian stilistika yang berusaha untuk mengkaji, menafsirkan, dan memaknai diksi, pembelokan sintaksis, hingga pengkajian secara semantik dalam puisi-puisi (tembang) karya Raden Ngabehi Ranggawarsita.

METODE

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Teknik analisis data dilakukan dengan menggunakan proses berfikir induktif yang lebih mementingkan makna daripada hasil. Analisis

Page 34: JURNAL BAHASA DAN SASTRA...novel merangkai peristiwa secara naratif dan bersifat otonom. Artinya novel merangkai kejadian berbentuk kisah atau mengisahkan dan mengacu serta patuh pada

Onok Yayang Pamungkas & Sumarlam, Gaya Ungkap Ranggawarsita dalam Puisi-Puisinya 106

data dilakukan secara induktif, dan makna sebagai andalan utama (Endraswara, 2003:5). Dalam mengumpulkan data, Peneliti ini menggunakan metode kepustakaan. Sumber data berupa naskah tembang macapat, yakni Serat Jaka Lodhang dan Serat Kalatidha karya R. Ng Ranggawarsita. Data dalam penelitian ini berupa kajian stilistika yang mencakup diksi, tembung entar, tembung garba, dan bentuk kalimat inversi yang terdapat dalam Serat Jaka Lodhang dan Serat Kalatidha.

Pengkajian dalam artikel ini mendeskripsikan stilistika yang mencakup diksi, tembung entar, tembung garba, dan bentuk kalimat inversi yang terdapat dalam Serat Jaka Lodhang dan Serat Kalatidha. Setelah itu, dilakukan pengkajian secara semantik tentang makna stilistika yang berhubungan secara konstektual berdasarkan tanggapan penulis (peneliti) sebagai pembaca kritis.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pemilihan kosakata (diksi) yang dipergunakan dalam tembang macapat karya Ranggawarsita sangat beragam, namun dalam artikel ini akan dibahas tentang pemilihan diksi yang bersifat tidak lazim. Ketidaklaziman tersebut di antaranya berkaitan tentang pemaksaan perubahan pada fonem. Perubahan fonem tersebut yang terkadang menyebatkan ambiguitas jika ditinjau secara semaktik. Lebih jelas dapat dilihat pada data berikut ini,

Tembang Gambuh pada Serat Jaka Lodhang

Nanging awya keliruSumurupa kandha kang tinamtuNadyan mendhak mendhaking gunung wis pastiMaksih katon tabetipunBeda lawan jurang gesong

‘Namun jangan salah’ ‘ketahuilah perkataan [ku] yang sudah pasti’‘Walaupun terkikisnya gunung sudah pasti’ ‘Akan tetap masih terlihat bekasnya’‘Lain halnya dengan jurang yang hidup’

Jika dirunut dari sejarahnya, tembang tersebut belum terlalu lama. Tembang tersebut tercipta pada abad XIX. Pada abad tersebut, bahasa yang digunakan sudah tergolong bahasa Jawa baru. Namun demikian, ada beberapa diksi yang terkesan awam bagi orang Jawa zaman sekarang, yakni kata awya ‘aja’ (baris ke-1). Kata awya ‘aja’ merupakan bahasa jawa Kawi (kuna). Namun, dalam penciptaan

tembang tersebut, Ranggawarsita lebih memilih kata awya daripada aja pertimbangannya adalah masalah estetika bahasa.

Selanjutnya, pemilihan diksi yang tidak lazim adalah kata gesong (baris ke-5). Kata tersebut sangat terlihat sumbang, karena jika dirunut dari sejarah, baik bahasa Jawa Kawi (kuna) maupun bahasa Jawa baru, kata gesong tidak pernah ada. Ada beberapa kata yang mirip, yakni geseng, gosong yang bermakna ‘terlalu masak’. Namun makna tersebut nampaknya tidak padu jika diterapkan dalam konteks kalimat tersebut. Sebab, kalimat yang akan terjadi adalah “Beda lawan jurang geseng/gosong” artinya ‘berbeda dengan jurang yang terlalu masak’. Arti tesebut sangat tidak bermakna secara konteks kalimat.

Interpretasi selanjutnya adalah kata gesang ‘hidup’. Nampaknya kata gesang itulah yang lebih sesuai dengan konteks kalimat. Lalu, jika kata gesong diubah gesang pada tuturan kalimat (baris ke-5) tersebut akan menjadi “Beda lawan jurang gesang” artinya ‘berbeda dengan jurang hidup’. Pengertian kalimat ini lebih bermakna, sebab yang dimaksud jurang hidup adalah gunung. Hal itu sesuai jika dipadukan dengan tembang sebelumnya, yakni

Jaka Lodhang gumandhul/Praptaning ngethengkrang sru muwus/Eling-eling pasthi karsaning Hyang Widhi/Gunung mendhak jurang mbrenjul, Ingusir praja prang kasor//.

Pada baris ke-4 bait tembang di atas jika diartikan adalah ‘Gunung turun (terkikis) jurang timbul/’. Lalu mengapa kata yang seharusnya

gesang harus menjadi gesong. Permasalahannya karena tututan metrum guru lagu dan pada tembang Gambuh pada baris ke-5 harus 8o, sehingga jika tetap menggunakan kata gesang maka yang terjadi justrus 8a.

Selanjutnya, jika dikaji secara semantik, pada kedua bait tembang di atas secara koherensi tidak dapat dipisahkan. Lalu, secara konteks semantik,

Page 35: JURNAL BAHASA DAN SASTRA...novel merangkai peristiwa secara naratif dan bersifat otonom. Artinya novel merangkai kejadian berbentuk kisah atau mengisahkan dan mengacu serta patuh pada

JURNAL BAHASA DAN SASTRA, Vol. 3 No. 2 Juli-Desember 2016 107

Ranggawarsita sebenarnya ingin menjelaskan bahwa suatu saat nanti akan terjadi zaman terbalik. Orang Jawa sering mengistilahkan “wolak waliking jaman”, yaitu segala sesuatu sudah serba terbalik, tidak pada kodratnya lagi. Hal itu ada kemiripan dengan ramalan Prabu Jayabaya, melalu kutipan yang sangat populer, yakni “kali ilang kedunge, pasar ilang kumandhange” artinya ‘sungai hilang kedalamannya, pasar hilang gaungnya. Maknanya adalah segala sesuatu sudah tidak sesuai dengan kodratnya lagi. Oleh sebab itu, Ranggawarsito memilih metafora “Gunung mendhak jurang mbrenjul...” lalu “Beda lawan jurang gesang” adalah sebagai penganalogian segala sesuatu yang sudah terbalik dan tidak sesuai kodratnya.

Tembang Sinom pada Serat Kalatidha

Amenangi jaman edan,ewuh aya ing pambudi,Melu edan nora tahan,yen tan milu anglakoni,boya kaduman melik,kaliren wekasanipun,Dilalah kersa Allah,begja-begjaning kang lali,luwih begja kang eling lan waspada.

‘Menghadapi zaman edan‘keadaan menjadi serba sulit’‘turut edan tidak tahan’‘apabila tidak turut melakukan’‘tidak mendapatkan bagian’‘akhirnya [menderita] kelaparan’‘Sudah kehendak Allah’‘betapun beruntungnya orang yang lupa’‘lebih beruntung mereka yang [selalu] mengingat [Allah] dan waspada’.

Jika ditinjau dari pemilihan diksi, tembang sinom di atas sangat menarik untuk dikupas. Pada tembang tersebut, terdapat diksi yang dapat dipertanyakan kemunculannya. Hal ini nampak pada kata “aya” pada baris kedua. Kata tersebut sebetulnya tidak mempunyai makna. Tidak berfungsi dalam sebuah kalimat karena jika dihilangkan pun juga tidak memengaruhi makna kalimat. Namun mengapa kaya “aya” muncul dalam sebuah kalimat? Tentu hal tersebut tidak terlepas dari tuntutan metrum pada tembang sinom bahwa guru wilangan dan guru lagu pada baris ke-2 harus 8a. Oleh sebab itu, pemunculan kata “aya” pada tembang tersebut terkesan dipaksakan keberadaannya. Fenomena diksi semacam itulah yang sering muncul dalam tembang macapat, sehingga sering pula menyebabkan kesalahan tafsir secara semantik oleh beberapa kalangan.

Selanjutnya, fenomena kebahasaan yang akan dibahas adalah pada tembang sinom baris ke-6, yakni pada kalimat “kaliren wekasanipun”. Kalimat tersebut jika dianalisis secara sintaksis akan menjadi kalimat inversi. Sebab, kalimat tersebut jika dialih bahasa secara utuh menjadi ‘kelaparan akhirnya’. Ini jika dianalisis secara sintaksis berarti kelaparan (predikat) dan wekasanipun (objek). Jika demikian, tentu tidak selaras apabila dimaknai secara semantik dalam sebuah tembang yang utuh. Lalu, mengapa hal itu dilakukan? Tentu kembali lagi pada permasalahan awal bahwa penyusunan kalimat pada tembang macapat harus taat kepada metrum.

Tembang Sinom pada Serat Jaka Lodhang

Sasedyane tanpa dadyaSacipta-cipta tan polihKang reraton-raton rantasMrih luhur asor pinanggihBebendu gung nekaniKongas ing kanistanipunWong agung nis gungiraSudireng wirang jrih lalisIngkang cilik tan tolih ring cilikira

Semua keinginannya tidak akan terwujudApa yang dicita-citakan buyar, Yang menjadi ratu akan lengser,Orang luhur [pejabat] akan rendah [derajatnya] Akan datang bencana yang besarSombong dalam kenistaanOrang besar (pejabat) hilang kebesarannyaBerani malu [rasa] takut hilangOrang kecil tidak memandang kekecilannya

Page 36: JURNAL BAHASA DAN SASTRA...novel merangkai peristiwa secara naratif dan bersifat otonom. Artinya novel merangkai kejadian berbentuk kisah atau mengisahkan dan mengacu serta patuh pada

Onok Yayang Pamungkas & Sumarlam, Gaya Ungkap Ranggawarsita dalam Puisi-Puisinya 108

Pada tembang tersebut nampak beberapa pemilihan diksi yang unik. Hal ini nampak pada baris ke-4, yakni “Mrih luhur asor pinanggih”. Kalimat tersebut jika diterjemahakan secara utuh (tidak memerhatikan keselarasan kalimat) maka akan menjadi ‘supaya jaya rendah bertemu’. Jika demikian, maka makna kalimat akan menjadi sumbang. Namun pemilihan kalimat yang nampak pada baris ke-4 memang disengaja oleh penyair. Seperti beberapa permasalahan yang telah dijabarkan di awal bahwa beberapa pemilihan diksi hingga pengubahan pola kalimat pada tembang merupakan sebuah pemaksaan oleh sebuah metrum. Dalam hal ini, metrum tembang sinom pada bari ke-4 adalah guru lagu dan guru wilangan harus 8a. Maka, hal ini yang menuntut kreativitas penyair keuletan penyair dalam mengolah kata agar ngoyak guru lagu ‘mencapai kesesuaian dengan guru lagu’.

Selanjutnya, hal yang seringkali muncul dalam tembang macapat adalah berkaitan dengan tembung garba. Di bagian landasan teori telah dijelaskan bahwa Tembung garba yaiku tembung loro utawa luwih kang digandheng dadi siji ngasilake tembung anyar (Haryono 2009:26) artinya ‘dua kata atau lebih yang digabung menjadi satu lalu menghasilkan kata baru’. Dalam pada ini, tembung garba nampak pada kata “sudireng”, baris ke-8, tembang Sinom dalam serat Jaka Lodhang. Jika diurai berdasarkan konsep teori tembung garba, maka kata “sudireng” berasal dari kata sudira + ing artinya berani + pada. Alasan mengapa kata sudira + ing harus dijadikan tembung garba “sudireng” adalah sama seperti permasalah analisis tembang yang sebelumnya, yakni harus tercapainya guru wilangan dan guru lagu. Sebab, metrum guru wilangan dan guru lagu pada tembang Sinom baris ke-8 adalah 8i. Jika kata sudira + ing tetap ditulis utuh, yang terjadi pada baris tersebut adalah 9i, dan itu akan menyalahi metrum.

Permasalahan seperti itulah yang sering kali menjadikan penciptaan tembang macapat sangat sulit dan rumit. Belum lagi, permasalahan dengan estetika tembang yang harus nampak bahasa yang penuh dengan basa rinengga. Terlebih lagi tentang kejelasan makna tersirat yang ingin disampaiakan penyair dalam tembang tersebut. Oleh karena itu, di sini tampak bahwa Ranggawarsita selain

selain menguasai hakikat ilmu, pesan, dan filsafat yang ditulis melalui tembang, ia juga sangat ahli dalam penguasaan bahasa, sehingga permasalahan pada kungkum metrum yang sering menyulitkan seolah-olah tidak menjadi masalah baginya. Hal itu dapat disiasati dengan segala kreativitasnya dalam mengolah dan memain-mainkan kata.

SIMPULAN

Berdasarkan apa yang diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa tembang macapat adalah termasuk genre puisi Jawa dalam periode puisi Jawa Lama dan Jawa Tengahan. Karakter puisi pada periode tersebut adalah penulisannya harus sesuai dengan metrum yang sudah dipatenkan, yakni guru lagu, guru gatra, dan guru wilangan. Permasalahan pembakuan metrum tersebut yang sering kali menyebabkan proses penciptaan tembang macapat terasa rumit. Penulis harus mempunyai kreativitas dan penguasaan bahasa yang mumpuni. Sebab, dalam penciptaan tembang seringkali penulis dipaksa untu melakukan rekaya bahasa, baik pemilihan diksi yang tidak bermakna, penggunaan tembung garba, hingga pada penginversian pola sintaksis dalam klausa/kalimat.

Dalam penelitian ini, dampak pengekangan metrum tersebut sangat terlihat jelas pada tembang-tembang karya Ranggawarsita. Dari beberapa tembang yang ditulis, ditemukan upaya penjungkirbalikan kata, klausa, dan kalimat hanya untuk mencapai metrum tembang. Dalam hal ini yang paling utama adalah upaya pada pencapaian guru lagu dan guru wilangan. Namun demikian, dengan segala keahliannya dalam mengolah bahasa, Ranggawarsita tetap dapat menciptakan puisi-puisi (tembang) dengan stilistika yang tetap dengan nuansa estetika karya sastra yang tinggi. Ia tidak hanya mahir dalam mempermainkan kata. Namun, puisinya tetap memiliki arti yang dalam. Oleh sebab itu, hingga kini karya-karyanya masih tetap saja asyik untuk diperbincangkan.

Page 37: JURNAL BAHASA DAN SASTRA...novel merangkai peristiwa secara naratif dan bersifat otonom. Artinya novel merangkai kejadian berbentuk kisah atau mengisahkan dan mengacu serta patuh pada

JURNAL BAHASA DAN SASTRA, Vol. 3 No. 2 Juli-Desember 2016 109

DAFTAR PUSTAKA

Al-Ma’ruf, Ali Imron. 2012. Stilistika Teori Metode, dan Aplikasi Pengkajian Estetika Bahasa. Surakarta: Cakrabooks.

Any, Andjar. 1980. Raden Ngabehi Ranggawarsita, apa yang terjadi?Semarang: Aneka Ilmu.

Behrend, T.E. 1990. Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara: Museum Sonobudoyo Yogyakarta. Jakarta: Djambatan.

Casson, R.W. 1981. Language, Culture, and Cogintion. London: Mas. Milan

Darusuprapto, 1985. Serat Wulangreh. Surabaya: CV Citra Jaya

Endraswara, Suwardi. 2003. Metode Penelitian Sastra. Yogyakarta: Caps

Keraf, Gorys. 2007. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Haryono, Soewardi. 2009. Buku Pepak Bahasa Jawa. Yogyakarta: pustaka

Laginem, Slamet Riyadi, Prapti Rahayu, Sri Haryatmo. 1996. Macapat Tradisional dalam Bahasa Jawa. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

Sapir, Edward. 1960. Culture, Language, and Personality. USA: University of California Press.

Sutardjo, Imam. 2011. Tembang Jawa (Macapat). Surakarta: Jurusan Sastra Jawa Fakultas Sastra Dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret.

Ras, J.J. 2014. Masyarakat dan Kesusastraan di Jawa. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Waluyo, Herman J. 1987. Teori dan Apresiasi Puisi. Jakarta: Erlangga.

Page 38: JURNAL BAHASA DAN SASTRA...novel merangkai peristiwa secara naratif dan bersifat otonom. Artinya novel merangkai kejadian berbentuk kisah atau mengisahkan dan mengacu serta patuh pada
Page 39: JURNAL BAHASA DAN SASTRA...novel merangkai peristiwa secara naratif dan bersifat otonom. Artinya novel merangkai kejadian berbentuk kisah atau mengisahkan dan mengacu serta patuh pada

INTRODUCTION

Advertisements have evolved from its basic role; introducing product or services; into sophisticated one. One of the sophisticated roles of modern advertisements is to persuade or even to manipulate people into buying or using particular product or services. Language use is crucial to create such important goal. The advertisers use language to draw attention, communicate the point

and convince the consumers about their product or services (Tungate, 2007:2). They manipulate words, grammar, and other language devices to do so. Advertisers are in the habit of using alliteration, rhyme, rhythm, metaphor, puns, wordplay, etc.

Globalization does create an immense business market for the producers. Different target cultures become one of the considerations for language chosen. The Hong Kong and Shanghai Banking

HSBC’S CULTURAL­THEMED­ADVERTISEMENT IN POLITENESS PRINCIPLE AND RELEVANCE THEORY

Ratri HaridaSTKIP PGRI Ponorogo

[email protected]

Abstrak: Ditinjau dari fungsinya, iklan digunakan untuk memperkenalkan produk dan menjadi mempengaruhi orang agar membeli produk atau jasa tertentu. Globalisasi telah mengakibatkan pasar bisnis yang besar bagi para produsen. Sehingga pembuatan iklan untuk mengenalkan produk ke pasar menjadi semakin bervariasi. Perbedaan budaya target menjadi salah satu pertimbangan dalam memilih bahasa iklan. Sebuah seri iklan bertemakan budaya oleh HSBC sejak 2002 menekankan pada kesadaran pentingnya budaya dan kemampuan untuk menguasai bisnis serta finansial secara global. Prinsip kesopanan merupakan salah satu cara yang efektif untuk mengemas tujuan bank secara wajar dan pada akhirnya akan berdampak positif bagi bank. Teori Relevansi (Sperber and Wilson) digunakan untuk mendeskripsikan cara berkomunikasi HSBC dengan nasabahnya di seluruh dunia. Dalam studi ini, peneliti menggunakan metode Analisis Isi untuk membedah objek, yakni iklan HSBC. Hasil penelitian menunjukkan adanya penggunaan prinsip kesopananan dan teori relevansi dalam iklan. Kedua teori tersebut digunakan dalam rangka mencapai tujuan utama iklan HSBC, yakni menjadi iklan yang paling diingat oleh para pelanggannya.

Kata kunci: Iklan Bertema Budaya, Prinsip Kesopanan, Teori Relevansi

Abstract: Advertisements have evolved from its basic role; introducing product or services; into persuading people to buy or use particular product or services. Globalization does create an immense business market for the producers. Different target cultures become one of the considerations for language chosen. A series of cultural-themed-advertisement by HSBC since 2002, emphasize on its awareness of each culture and their ability to cope business and financial globally. Politeness Principles is one of effective way to cover the bank’s initial goal properly to get more desirable impact. Sperber and Wilson’s Relevance Theory is also useful to describes the communication act between HSBC (though the hands of advertisers) with the banking consumers’ across the world. The researcher used Content Analysis method for the objects. Cultural-themed-bank-advertisements showed the use of Politeness Principle and Relevance Theory. The advertisement used both theories to achieve their utmost goal, becoming the most memorable advertisement in their costumers’ mind.

Keywords: Cultural-themed-advertisement, Politeness Principle, Relevance Theory

Page 40: JURNAL BAHASA DAN SASTRA...novel merangkai peristiwa secara naratif dan bersifat otonom. Artinya novel merangkai kejadian berbentuk kisah atau mengisahkan dan mengacu serta patuh pada

Ratri Harida, HSBC’S Cultural-Themed-Advertisement in Politeness Principle and Relevance Theory112

Corporation (HSBC) is a successful example of blending local culture to globalization (Boudreau and Watson, 2006:31). It owns numerous banking chains in Asia, Europe, and America. One of its successful campaigns is those taking “the world’s local bank” as its tagline. The bank has been producing a series of cultural-diverse- advertisements since 2002. Those advertisements emphasize on HSBC’s awareness of each culture and their ability to cope business and financial globally Montgomery (2008:130). The advertisements show wide variety of cross cultural awareness; from gift, custom, gestures, and even way to do business. All is shown in an interesting monolog or dialog with representative scenes.

As HSBC’s target the global as well as local market, the language devices must meet both the communicative and cultural goal. In both print and visual, the advertisement use the language for the utmost effect; captivating and luring people to do business and financial with HSBC.

Gaining global trust on one particular bank is quite difficult to do, especially when competitions are tight and the people are critical. To achieve such impact for global target, the advertisement should ensure the target message can be conveyed by the addressee. According to Cook, “it needs to pay close attention not only to human cognitive processes in general, but also to features specific to a given culture.” (Cook, 2001:4)

T he s tudy o f adver t i s ing l anguag e especially for the visual clips is more likely to use pragmatic approach. According to Chen (2011:30) since advertisements usually take forms as persuasive speech act, the Politeness Principles in one of effective way to describe such form of communication. This principle is based on the logic that people value courtesy higher than the opposite. Advertisements which cover their initial goal properly are likely got more desirable impact.

Another linguistic principle which can give through description on such phenomena in advertisement field is Sperber and Wilson’s Relevance Theory. This theory describes the communication act between HSBC (though the hands of advertisers) with the banking consumers’

across the world. The ostensive inferential process within each communication act enables the addresser/advertiser to use various media as ostensive stimuli to make their goal apparent to the addressee/consumer.

In case of politeness principle, advertising employs Politeness Principle to captivate people’s mind for particular products or services. Politeness Principle by Leech (1983) is rooted from Griece’s Cooperative Principle. According to Leech (1995:79), Politeness Principle is the complementary of Cooperative Principle. This principle provides complement explanation on the impact of politeness for successful communication. Instead of four maxims proposed by Griece, Leech proposes six politeness maxims, the tact maxim, generosity maxim, approbation maxim, modesty maxim, agreement maxim, sympathy maxim. Those maxims are reflected in highlighting the interests of customers, stressing self-damaged, praising the customers’ choice on the face, secretly praising the production, emphasizing the same position with customers, and trying to obtain the same feelings with customers (Liu, 2012:2622). By applying the principle, the advertisers are “discreetly planting” their ideas into the costumer’s mind. This principle creates less offensive imaging for marketing purpose.

The first maxim in Leech’s Politeness Principle is tact maxim. Tact maxim is used to minimize cost to other and maximizes benefit to other. The second is generosity maxim. Generosity maxim minimizes benefit to self and maximizes cost to self. The third maxim is approbation maxim. It minimizes dispraise of other and maximizes praise of other. The fourth maxim is modesty maxim. This maxim minimizes praise of self and maximizes dispraise of self. The fourth maxim is agreement maxim. The maxim minimizes disagreement between self and other, and maximizes agreement between self and other. The last is sympathy maxim which minimizes antipathy between self and other and maximizes sympathy between self and other (Leech, 1983).

Another complimentary theory from Cooperative Principle is Relevance Theory by Sperber and Wilson. This theory is mainly focused

Page 41: JURNAL BAHASA DAN SASTRA...novel merangkai peristiwa secara naratif dan bersifat otonom. Artinya novel merangkai kejadian berbentuk kisah atau mengisahkan dan mengacu serta patuh pada

JURNAL BAHASA DAN SASTRA, Vol. 3 No. 2 Juli-Desember 2016 113

on Griece’s maxim of relevance (Sperber and Wilson, 2002:250). Maxim of relevance has two principles; cognitive principle and communication principle. The cognitive principle in the Relevance Theory is focused use of background knowledge to maximize the effect of language. The communication principle is focused on the use of language to optimally create particular vivid image. The latest principle is also known as the ostensive-inferential. In short, communication is an ostensive-inferential process in which context plays as the key factor.

In the context of advertisement, the producers through the hand of the advertisers always look for the best strategies to communicate their message. They use language which provides the right ostensive stimuli for the customers to catch their attention. Those stimuli eventually bring the optimal relevance for their product’s promotion and propaganda.

Different choice of words, phrases, clauses and sentences are chosen by the advertisers to reach the advertising goal. Most of the advertisers usually use simple yet captivating tagline or slogan to inform the superiority of their product. The familiar tagline or slogan is made to make the audience familiar and directly associate the product with its particular context, as to boost appearance, increase prestige, and create happiness.

Some previous studies in the field of politeness principle and relevance theory have been conducted by some researchers, such as Lazović’s (2014), Noviani (2011), and Cortés De Los Ríos (2007). Lazović’s study in 2014 on The Language of Online Bank Advertisement in English used HSBC as one of its sample. The study was about typical linguistic features of online banks advertisement in UK in 2012. Taking 185 British advertisements from 30 most prominent banks in UK, the study concludes that online bank advertising is characterized by direct reader addressing, which imitates aspects of spoken language. The researcher then implied the result of the study to be applied in ESP teaching.

A study by Noviani (2011) on the ways in which TV advertisements construct discursive strategies to define and represent ethnic/racial differences in Indonesia by using social semiotics

and narrative analysis compared 68 advertisements in Indonesia. The study emphasized the use of advertisement to superiority of ethic/race based on the skin color. HSBC advertisement was used as one of the illustration on advertisement’s power to reshape the cultural perspective of particular ethic/race.

Cortés De Los Ríos’s article (2007) on the use of banking advertisements for teaching vocabulary in BE class also used HSBC advertisement as one of the teaching source. The article emphasized the use of metaphor in the banking advertisement to help them making a good loan advertisement. Boudreau and Watson’s study in 2006 showed that HSBC applied integrative advertising strategy. Furthermore, the bank has established position in banking industry because its globalization theme.

Those previous studies relate the advertising language to various fields of study; general linguistic, social study, and marketing. The study of advertising language of HSBC has never been specific, especially in pragmatics term. Most of the study uses HSBC as one of the sample in the study. The study of HSBC s cultural advertisement in term of pragmatic is worth to do.

This paper focuses on of two HSBC cultural advertisements clips. Those clips are then described and analyzed based on its effectiveness to influence the local and global banking consumer. The advertisements were chosen because they showed both strong manipulative language and its point on cultural differences. The purpose of this paper is to gain better understanding on how language can be manipulated to change and persuade people from different culture for specific goal; choose HSBC as their business and financial partner.

METHOD

The researcher used Content Analysis method for conducting this study. Babbie (1990:89) defines Contents Analysis as the study of recorded human communications, such as books, websites, paintings and laws. This kind of method is used for linguistic research. It is used to analyze recorded transcripts of the object (advertisement). The data then listed

Page 42: JURNAL BAHASA DAN SASTRA...novel merangkai peristiwa secara naratif dan bersifat otonom. Artinya novel merangkai kejadian berbentuk kisah atau mengisahkan dan mengacu serta patuh pada

Ratri Harida, HSBC’S Cultural-Themed-Advertisement in Politeness Principle and Relevance Theory114

and classified for the use politeness principle and ostensive-inferential theory.

FINDINGS AND DISCUSSION

The first advertisement is about a young man from English speaking county who moved/temporary lived in Italy. In his first day there, he met a beautiful young woman named Sofia. On the next day, the young man was in the café when Sofia passed by and brought heavy shopping bag. The young man offered to help her with her shopping. He also walked her home. The day after that, he went to Sofia’s house again and put a bouquet of chrysanthemum in her motorcycle, which she put in front of her house. Right after the young man left, a truck accidentally bumped on the motorcycle. The motorcycle fell down. Upon seeing her motorcycle and the bouquet, one of Sofia’s neighbor supposed that she passed away because the accident. When Sofia went out to see what’s going on, her neighbors ran away as if she was ghost. This incident would not be happening, if the young man did not put chrysanthemums in Sofia’s motorcycle. The narrator then gave additional information why the incident happened by saying:

In Italy, different flowers have different meaning; chrysanthemums for example are associated with funeral and sadness.

The previous sentence provides the inference of flower and its’ different meaning in different culture. The man in the advertisement is lack of cultural knowledge. He gave chrysanthemums to show his interest (love) toward the Italian woman. But this turned out to be a blunder because of the incident followed. Instead of becoming a sign of pure love as implied by the meaning of chrysanthemum in USA, the flower was regarded as a sign of mourning for the woman’s death.

This advertisement showed the use of Sympathy Maxim. It is shown in the last sentence of the advertisement which is also the slogan.

At HSBC we never underestimate the in importance of the local knowledge. HSBC, the world’s local bank.

The previous sentence shows that the bank has the knowledge about their prospective customers in terms of cultural code. As a bank which holds worldwide recognition, the bank won’t do any wrong action toward its consumers as the man in the advertisement did, because they know all the cultural-bound-taboos in different countries.

The last sentence shows that HSBC is highly concerned about it costumer’s cultural background. It shows that the bank can handle different people from different cultural background well. Their knowledge on people custom, tradition, and belief which rooted from their culture, make the bank able to give world class services yet respect the cultural differences.

The second advertisement is about a salesman who was sent to India to find out why his company sold more washing machines in India than any other countries. The salesman went to India in monsoon. Monsoon is a season in which rain is heavily poured in India. The rain even caused flood. The season was assumed as the reason of the high selling of washing machine in India. This assumption turned out to be wrong as the salesman found out that the washing machine was used as tea-stirring-machine.

The washing machine and India became the ostensive-inferential-trigger in this advertisement. When people hear the word washing machine, they will picture of an electric machine which they usually use to wash the laundry. The advertisement used the washing machine as their way to draw the costumers’ attention that there was another use of washing machine. In India, washing machine is used as tea-stirring-machine, because the Indians’ fond of tea. Moreover, the climate (rain) in India made the tea-gathering as part of trend.

This advertisement also used the sympathy maxim. The principle of sympathy maxim: minimizes antipathy between self and other and maximizes sympathy between self and other which ere shown in:

If you‘re going to do business internationally, you should be with the bank for most valid international business.

Page 43: JURNAL BAHASA DAN SASTRA...novel merangkai peristiwa secara naratif dan bersifat otonom. Artinya novel merangkai kejadian berbentuk kisah atau mengisahkan dan mengacu serta patuh pada

JURNAL BAHASA DAN SASTRA, Vol. 3 No. 2 Juli-Desember 2016 115

Your business’ success is out there, it’s your bank

The first sentence shows that that HSBC is a bank which accommodates people who want to do business internationally. It also assures that it provides the customers with the most reliable services for international business. The second sentence points out that if the costumers choose HSBC as their bank, they surely in their way to success in business.

CONCLUSION

Cultural-themed-bank-advertisements showed the use of Politeness Principle and Relevance Theory. The advertisement used both theories to achieve their utmost goal, becoming the most memorable advertisement in their costumers’ mind. Thus, their costumers will always have their bank in mind whenever they want to do some banking business.

The sympathy maxim is mostly applied in cultural-bound-bank-advertisements. Sympathy maxim is used to plant the idea of the advertiser smoothly. The advertisers seem to realize that today’s costumers do not to like to have exaggeration in terms banking services. They tend to like the advertisement which shows sincere and almost-real fact of the banking service.

To make it more memorable, the advertiser gave key word for each advertisement. They chose familiar word that has different cultural bound for different countries. By using the word and depiction on the scene, they were successful to portray HSBC as a recommended bank which provide world-class banking service yet respect different cultural taboos.

The use of Politeness Principle and Relevance theory in bank-advertisement can be used as the real example of the linguistic principle for effective communication. Learning both theories will provide the students with ammunition to target the specific language use. They can use either or both theories for communicating the ideas or thinking to the others effectively.

REFERENCES

Barbbie, E. 1990. Survey Research Methods. Belmont: Wadsworth Publisher.

Boudreau, Marie-Claude, and Watson. Richard T. 2006. Internet Research. 16(1): 23-37

Chen, Lei. 2011. Pragmatic Analysis of Fuzziness in Advertising English. Asian Culture and History. 3(2):29-33

Cook, G. 2001. The Discourse of Advertising. London: Routledge.

Lazović, Vesna, 2014. The Language of Online Bank Advertisements in English Internet Advertising Strategy Alignment. ESP Today. 2(1): 88-104

Leech, G. N. 1983. Principles of Pragmatics.London And New York: Longman

Leech, G. N. 1995. Principles of Pragmatics. London: Longman.

Liu, Fang. 2012. A Study of Principle of Conversation in Advertising Language. Theory and Practice in Language Studies. 2(12):2619-2623

Montgomery, Jolene. 2008. The Role That Personality and Motivation Play on Consumer Behaviour: A Case Study on HSBC. Business Intelligence Journal. 128-134

Noviani, Ratna.2011. Ambiguity of Images: Visualizing Ethnic/Racial Differences in Indonesian TV Advertisements during the New Order and the Post-New Order Era, ASIEN. 8: 29-49

Sperber, D., & Wilson, D. 2002. Relevance Theory. Accessed on June 7, 2016, from http://www.phon.ucl.ac.uk

Tungate, M. 2007. Adland: A Global History of Advertising. London and Philadelphia: Kogan Page.

Page 44: JURNAL BAHASA DAN SASTRA...novel merangkai peristiwa secara naratif dan bersifat otonom. Artinya novel merangkai kejadian berbentuk kisah atau mengisahkan dan mengacu serta patuh pada
Page 45: JURNAL BAHASA DAN SASTRA...novel merangkai peristiwa secara naratif dan bersifat otonom. Artinya novel merangkai kejadian berbentuk kisah atau mengisahkan dan mengacu serta patuh pada

PENDAHULUAN

Film merupakan bagian dari media komunikasi massa, sekaligus produk budaya populer yang berperan dalam mengkonstruksi berbagai bentuk realitas yang berkembang dalam masyarakat. Sebagai salah satu produk budaya massa, film dikonsumsi oleh berbagai kalangan dan memiliki peranan yang cukup penting bagi konsumennya. Keberadaan film dapat menjadi salah satu fektor pendorong perubahan identitas dan transisi kebudayaan. Sebab, fragmen cerita dalam film acap kali dibuat sedemikian rupa sehingga audiens merasa perlu melaksanakan seperti apa yang ditampilkan dalam film.

Dalam perkembangannya film tidak hanya berperan sebagai hiburan. Namun, film dapat menjadi media edukasi bagi penontonnya. Artinya, film dapat terbangun dalam berbagai bentuk tanda. Sistem tanda dalam sebuah film bekerja sama dengan baik dalam mencapai efek yangdapat tertangkap oleh penonton. Sebagai bentuk tanda, ikonis yang menggambarkan sesuatu kerap muncul dalam film melalui pesan verbal maupun non verbal. Melalui tanda semacam ini, penonton dapat menangkap pesan sekaligus menemukan nilai moral, nilai sosial dan nilai budaya dalam sebuah film.

Pesan verbal dalam sebuah fi lm kerap dimunculkan dalam beberapa variasi. Di antaranya,

BIAS GENDER DALAM FRAGMEN CERITA SEJARAH IZINKAN SAYA MENIKAHINYA

Septi Yulisetiani Mahasiswa Program Pascasarjana UNS Surakarta

[email protected]

SumarlamProgram Pascasarjana UNS Surakarta

Abstract: This research is aimed at describing the discourse gender bias that found in the film. The method used was qualitative research and designed as critical discourse analysis, based on feminism. The approach used was macrostructural. The result of the study showed that the context of story fragment in film “Izinkan Saya Menikahinya” represented gender bias discourse, specifically in marginalizing woman. The men were dominated compared to the women. Gender bias discourse found in the film covered gender bias in human’s right, gender bias in human’s role, function and profession. Gender biases discourse found in the film were parts of the construction of Indonesian history at 1965.

Keywords: Context, Gender Bias Discourse, Film

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan wacana bias gender yang berkembang pada film. Penelitian kualitatif dengan metode analisis wacana kritis ini bertumpu pada kajian feminisme. Dengan pendekatan makrostruktural, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konteks dalam beberapa fragmen cerita film Izinkan Saya Menikahinya merepresentasikan wacana bias gender dengan posisi yang cenderung memarginalkan perempuan. Tokoh laki-laki lebih dominan dibandingkan dengan perempuan. Wacana bias gender yang muncul meliputi bias gender pada hak, bias gender pada peran, fungsi dan profesi.Wacana bias gender yang muncul dalam film tersebut merupakan bagian dari konstruksi cerita sejarah Indonesia tahun 1965.

Kata kunci: Konteks, Wacana Bias Gender, Film

Page 46: JURNAL BAHASA DAN SASTRA...novel merangkai peristiwa secara naratif dan bersifat otonom. Artinya novel merangkai kejadian berbentuk kisah atau mengisahkan dan mengacu serta patuh pada

Septi Yulisetiani & Sumarlam, Bias Gender dalam Fragmen Cerita Sejarah Izinkan Saya Menikahinya 118

dalam bentuk dialog dan narasi. Sementara pesan non verbal biasanya disampaikan melalui penampilan tokoh, ekspresi tokoh, perilaku tokoh, karakter tokoh, pencahayaan, sudut pengambilan gambar, musik latar, dan simbol-smbol lain yang memiliki makna tertentu.

Pada dasarnya film memiliki kemampuan untuk menyajikan makna melalui gambar maupun suara. Makna yang terbangun dalam film merupakan wujud hubungan antara pembuat film dengan penonton film. Pemaknaan film terbentuk dari proses produksi sebuah film oleh pemberi pesan yang menentukan bagaimana pesan disampaikan kepada penonton. Dalam pembuatanya, film dikemas untuk menarik penerima pesan secara verbal, viasual dan emosional.

Ada kalanya, pesan dalam sebuah film dikonstruksi dengan realitas yang diyakini oleh masyarakat. Hal ini dimaksudkan agar pesan mudah diterima oleh masyarakat. Sampai pada akhirnya film dapat menyajikan pesannya sendiri. Film memiliki potensi untuk mempengaruhi penonton. Untuk itu, film-film yang mempunyai misi membangun moral positif dalam diri penontonnya, penting dipertontonkan sebagai bentuk bahan pembelajaran bagi masyarakat.

Kehadiran Cinema Lovers Comunity (CLC) di Purbalingga tampaknya memberi semangat bagi pertumbuhan produksi film di Purbalingga. Kalangan pelajar,khususnya pada jenjang pendidikan sekolah menengah eksis berekspresi dalam menghidupkan industri film di Purbalingga.Bahkan, di sekolah-sekolah tertentu hadir ekstrakurikuler sinematografi yang berhubungan langsung dengan produksi kreatif pembuatan film.

Film yang diproduksi oleh CLC Purbalingga ditampilkan dengan bahasa yang khas, bahasa Jawa dialek Banyumas. Cerita yang diangkat kerapbersinggungan dengan latar belakang sosial masyarakat dan budaya yang berkembang di karasidenan Banyumas (khususnya Purbalingga).Film berjudul Izinkan Saya Menikahinya merupakan salah satu film produksi Cinema Lovers Comunity (CLC) Purbalingga yang dipersembahkan oleh Gerilya Pak Dirman Film. Film ini memiliki latar

soslial budaya Purbalingga. Mulai dari tokoh dan karakternya, latar hingga pesan yang dihadirkan.

Film yang disutradarai oleh Raeza Raenaldy Sutrimo ini sempat memborong penghargaan dalam ajang Festival Film Purbalingga (FFP) 2016. Tiga kategori sekaligus berhasil diraih. Bahkan, film ini berhasil menjadi Film Fiksi SMA Terbaik, sekaligus Film Fiksi SMA Favorit Penonton.

Tema utama yang digarap ialah percintaan dengan latar sejarah tahun 1965. Film ini berkisah tentang kasih asmara seorang tentara bernama Suryono, yang akan menikahi seorang bidan, bernama Suryati. Namun, langkah mereka terganjal persoalan latar belakang nenek moyang. Kakek Suryati seorang mantan tahanan politik, sehingga atasan Suryono tidak mengizinkan mereka menikah.Rencana pernikahan pun akhirnya kandas ditelan fragmen cerita masa silam.

Film bertajuk Izinkan Saya Menikahinya tidak luput dari pesan moral yang diusungnya. Pesan tersebut dihadirkan melalui tokoh yang memiliki karakter sabar dan berterima dengan segala kondisi yang menimpanya. Hal ini tampak pada tokoh Suryono, yang tetap menjadi jiwa yang sabar ketika pernikahannya gagal lantaran sebagai tentara ia tidak mendapatkan izin dari atasan. Begitu pula tokoh Suryati. Meskipun awalnya ia berontak, ending cerita menggambarkan ia sebagai sosok yang tegar.

Selain pesan moral, film ini juga menyajikan fragmen ceritayang bermuatan bias gender. Inilah yang oleh Fiske (1990) dinamakan context sebagai sarana saluran fisik dan koneksi fisiologis antara pengirim dan penerima. Artinya, dalam satu film, penonton dapat menangkap beragam pesan secara bersamaan. Misalnya saja dalam film Izinkan Saya Menikahinya, penonton dapat menangkap pesan budaya, pesan moral,pesan cerita sejarah dansekaligus pesan bias gender.

Gender pada hakikatnya dapat dipahami sebagai suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural. Sebagai identitas, gender baru muncul ketika manusia secara kodrati dilahirkan dengan jenis kelamin tertentu. Kemudian keadaan sosial budaya mempengaruhi dan membentuk

Page 47: JURNAL BAHASA DAN SASTRA...novel merangkai peristiwa secara naratif dan bersifat otonom. Artinya novel merangkai kejadian berbentuk kisah atau mengisahkan dan mengacu serta patuh pada

JURNAL BAHASA DAN SASTRA, Vol. 3 No. 2 Juli-Desember 2016 119

identitas gender yang berbeda pada laki-laki dan perempuan. Gender kerap disebut sebagai seperangkat sikap, peran, tanggung jawab, fungsi, hak, dan perilaku yang melekat pada diri laki-laki dan perempuan akibat konstruksi budaya atau lingkungan masyarakat tertentu (Fakih, 2008: 8; Trianton, 2009: 308; Irsyadunnas, 2009: 262).

Dalam pandangan Fakih (2008:13) bias gender muncul karena adanya praktik ketidakadilan gender yang termanifestasikan dalam berbagai bentuk ketidakadilan yang terjadi diberbagai tingkatan masyarakat. Manifestasi ketidakadilan ini tidak bisa dipisah-pisahkan, karena saling berkaitan dan berhubungan, serta saling mempengaruhi secara dialektis, yaitu: marginalisasi, subordinasi, stereotipe dan beban kerja ganda.

Berdasarkan pemahaman tentang konsep gender dari beberapa ahli tersebut, maka dapat dipahami bahwa bias gender seperti yang dikatakan oleh Sasongko (2009, 14) adalah kondisi yang memihak salah satu jenis kelamin. Keadaan memihak yang muncul dalam fragmen cerita film Izinkan Saya Menikahinya berupa penggambaran marginalisasi terhadap tokoh perempuan yang dilakukan oleh penulis tentang sikap, peran, perilaku, hak, atau pembagian tanggung jawab.

Kegiatan menyimak secara kritis dengan berpijak pada teori feminisme dan analisis wacara feminis maka dapat membuat penonton menginterpretasikan wacana bias gender dalam beberapa fragmen cerita fi lm Iz inkan Saya Menikahinya. Pesan bias gender ini muncul lantaran cerita sejarah yang menjadi topik utama dalam cerita terindikasi berpihak pada salah satu gender, yaitu laki-laki. Cerita bermula dari persoalan sejarah masa silam tentang tahanan politik dan PKI. Betapa seluruh keturunan Tahanan Politik di masa kini tidak boleh menjadi bagian dari aparatur negara.

Dalam cerita dikisahkan bahwa keturunan tahanan politik tidak boleh dinikahi oleh tentara. Pihak yang digambarkan sebagai keturunan tahanan politik ialah perempuan. Hal ini sekaligus mengindikasikan adanya keberpihakan pada laki-laki dalam membangun konstruksi cerita. Sebab, persoalan ini menjadi salah satu bentuk pelemahan peran perempuan terhadap laki-laki.

Persoalan bias gender kerap berkaitan dengan persoalan perempuan. Sebab, dalam hal ini perempuan kerap diposisikan sebagai gender yang bias karena didominasi oleh laki-laki. Berhubungan dengan persoalan perempuan, Hadi (2014: 25) mengungkapkan bahwa perempuan merupakan makhluk seutuhnya sebagaimana laki-laki, memiliki bentuk yang sempurna dilengkapi dengan akal pikiran dan hati nurani.

Namun dalam perjalanan kehidupannya terdapat banyak keunikan dan kontroversi. Sejarah sendiri telah menunjukan, kedudukan perempuan seringkali dipersoalkan dan diperdebatkan kapan pun dan di mana pun. Hal ini sangat berbeda dengan laki-laki, hampir di seluruh belahan dunia, sejarah memandangnya sebagai manusia sempurna yang tidak memiliki kecacatan sedikit pun, baik yang disebabkan oleh ajaran agama maupun konstruks sosial-budaya. Ketimpangan pandangan semacam inilah yang dapat mengakibatkan adanya bias gender. Persoalan ini sebenarnya dapat disimak dalam karya sastra.

Karya sastra, termasuk di antaranya film pada dasarnya adalah cerminan kondisi suatu masyarakat yang oleh sastrawan diolah secara imajinatif dan inspiratif. Untuk itu, film dapat disebut sebagai refleksi dari fenomena yang dilihat, didengar atau dirasakan sutradara melalui proses kreatif produksi film. Wacana yang terbangun dalam sebuah film dapat hadir sebagai wacana penuh makna yang dapat ditafsirkan oleh pembaca melalui kegiatan membaca kritis. Film Izinkan Saya Menikahinya menjadi objek dalam penelitian ini. Wacana bias gender dalam film tersebut membentuk konstruksi bias gender. Tokoh laki-laki yang digambarkan dalam cerita pun tampil sebagai tokoh yang superior di atas perempuan. Untuk itulah penelitian ini berupaya mendeskripsikan wacana bias gender yang berkembang pada konteks dalam beberapa fragmen cerita film Izinkan Saya Menikahinya.

METODE

Sumber data penelitian ini berupa film berjudul Izinkan Saya Menikahinya.Film yang diproduksi oleh Cinema Lovers (CLC) Purbalingga dan dipersembahkan oleh Gerilya Pak Dirman

Page 48: JURNAL BAHASA DAN SASTRA...novel merangkai peristiwa secara naratif dan bersifat otonom. Artinya novel merangkai kejadian berbentuk kisah atau mengisahkan dan mengacu serta patuh pada

Septi Yulisetiani & Sumarlam, Bias Gender dalam Fragmen Cerita Sejarah Izinkan Saya Menikahinya 120

Film ini disutradarai oleh Raeza Raenaldy Sutrimo. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa wacana yang terepresentasi melalui bahasa yang diungkapkan dalam kalimat-kalimat pada beberapa penggalan cerita yang merepresentasikan wacana bias gender.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan makrostruktural yang berkenaan dengan kajian wacana feminisme. Sarumpaet (2010: 49) menegaskan bahwa kajian sastra feminis mendeskripsikan penggambaran perempuan, peranan, juga gender pengarang serta berbagai hal lainnya yang menyangkut kepedulian pada keunikan tokoh (perempuan) dan karyanya. Menurut Fatimah (dalam Setiawan, 2012) secara makrostruktural, analisis wacana menitikberatkan pada garis besar susunan wacana itu secara global, untuk memahami teks secara keseluruhan disamping memperhatikan keterkaitan antar fragmen cerita, episode, dialog, ungkapan yang berupa kata dan kalimat serta latar belakang.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis wacana kritis. Istilah wacana didefinisikan oleh Mulyana (2005) sebagai satuan bahasa terlengkap yang di dalam hirarki gramatikal yang merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Satuan bahasa terlengkap yang dimaksudkan dalam suatu wacana dapat berupa rentetan kalimat yang saling berkaitan dan mampu menghubungkan proposisi-proposisi yang ada menjadi kesatuan yang utuh sebagai suatu bentuk tindak bahasa.

Suwandi (2008: 57) mengungkapkan bahwa tindak bahasa yang dilakukan oleh seseorang dalam proses komunikasi pada hakikatnya adalah proses menyampaikan makna-makna. Untuk itu wacana sebagai bagian dari tindak bahasa akan penuh dengan makna yang dapat ditafsirkan secara kritis.Fowler, Hodge, Kress dan Trew (dalam Jorgensen, 2007) memantapkan pengkajian wacana secara kritis. Mereka memaknai wacana sebagai praktik sosial yang bertujuan.Wacana tidak serta merta hadir begitu saja, melainkan hadir dengan tujuan tertentu yang ingin disampaikan pada khalayak penikmatnya.

Dengan demikian analisis wacana tidak cukup hanya menganalisis unsur kebahasaan saja, akan tetapi juga memperhitungkan konteks yang membangun wacana tersebut(Silvana, 2008: 52; Cook, 1992:1). Sejalan dengan hal tersebut Badara (2012: 17) juga menegaskan bahwa teks yang dianalisis dalam analisis wacana kritis bukan semata-mata dari aspek kebahasaan, melainkan juga menghubungkannya dengan konteks. Analisis wacana kritis ini berupaya untuk mengungkap persoalan feminisme.

Analisis wacana feminis berpijak pada teori wacana Foucault. Feminisme tidak sebatas persoalan emansipasi yang cenderung berhubungan langsung dengan persamaan hak perempuan. Feminisme juga melibatkan adanya gerakan pembaharuan yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan dalam upaya mengharapkan perubahan status sosial, kebudayaan, dan cara pandang sehingga dapat tercapai suatu keadilan dan persamaan hak.

Analisis wacana feminis dikenal pula sebagai feminist discourse analysis (FDA). Pandangan Faoucault tentang relasi kekuasaan memberi banyak inspirasi bagi kaum feminis. FDA dapat dikatakan sebagai pertemuan antara feminisme pandangan Foucault dan analisis wacana kritis. Fokus FDA ditujukan pada pemberdayaan perempuan dan keadilan gender. Untuk itu, FDAmemanfaatkan teori gender dan feminisme dalam mengungkapkan manifes relasi kekuasaan dan ideologi dalam wacana.

Teknik pengumpulan data yang digunakan meliputi teknik studi pustaka, teknik simak dan catat. Selanjutnya data di analisis dengan teknik analisis data yang meliputi kegiatan reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.Analisis data dilakukan dengan pengamatan terhadap sebuah film; Melakukan analisis level mikro, dengan mengklasifikasikan feminisme dari berbagai era; Memilih scene yang mewakili wacana-wacana feminisme yang terepresentasi dalam film Izinkan Saya Menikahinya; Melakukan analisis level makro, dengan menghubungkan konteks sosial di luar isi film.

Page 49: JURNAL BAHASA DAN SASTRA...novel merangkai peristiwa secara naratif dan bersifat otonom. Artinya novel merangkai kejadian berbentuk kisah atau mengisahkan dan mengacu serta patuh pada

JURNAL BAHASA DAN SASTRA, Vol. 3 No. 2 Juli-Desember 2016 121

HASIL DAN PEMBAHASAN

Wacana Bias Gender pada Kepemilikan Hak

Bias gender merupakan bentuk dominasi laki-laki atau perempuan terhadap seperangkat sikap, peran, tanggung jawab, fungsi, hak, dan perilaku yang terbangun oleh latar belakang sosial budaya masyarakat yang melingkupinya. Hak merupakan sesuatu yang melekat pada diri seseorang. Biasanya, hak berdampingan dengan kewajiban. Setelah menjalankan kewajiban, seseorang dapat menggunakan haknya.

Dengan kepemilikian hak, seseorang dapat menjadi berkuasa terhadap suatu hal, yang akhirnya dapat menjadikan orang tersebut melakukan apa saja sesuai kehendaknya. Untuk itu,hak dapat didefinisikan sebagai hal yang berkaitan dengan milik, kepunyaan, kewenangan, dan kekuasaan untuk melakukan berbagai hal sesuai dengan apa yang dikehendakinya.

Kecenderungan melekatnya hak hanya pada salah satu jenis kelamin, misalnya jenis kelamin laki-laki, akan menyebabkan laki-laki itu terlihat superior. Fenomena ini menimbulkan bias gender pada kepemilikan hak. Bias gender pada film Izinkan Saya Menikahinya muncul ketika terdapat tokoh yang lebih ditonjolkan haknya untuk mendominasi tokoh lain. Misalnya tokoh laki-laki yang digambarkan lebih berhak membuat keputusan tertentu dibandingkan dengan tokoh perempuan.

Kondisi demikian memperlihatkan dominasi pengguna hak ada pada laki-laki. Dalam film, tokoh laki-laki yang diikisahkan bernama Suryono, seorang tentara digambarkan memiliki hak yang lebih dominan dibandingkan dengan tokoh perempuan bernama Suryati yang seorang bidan. Hal yang dimaksud di antaranya hak menentukan konsep undangan. Hak tersebut sepenuhnya dimiliki oleh tokoh laki-laki.

“Suryati, saat kamu membaca surat ini, mungkin aku sudah di Bus. Aku pulang, untuk mengurus syarat-syarat pernikahan kita di KUA dan hal-hal lain yang berhubungan dengan pernikahan kita nanti. Ini ku kirim juga contoh undangan. Semoga kamu senang.” (Fragmen 1)

Pe n g g a l a n f r a g m e n c e r i t a d i a t a s merepresentasikan cerita tentang hak tokoh Suryono dalam menentukan contoh undangan. Sebuah konsep undangan pernikahan yang seharusnya ditentukan oleh kedua belah pihak calon mempelai, dalam cerita hanya diputuskan oleh satu pihak yaitu pihak laki-laki. Hal ini dapat diartikan bahwa tokoh laki-laki memiliki hak mutlak dalam menentukan konsep undangan.

Kalimat “ini ku kirim juga contoh undangan. Semoga kamu senang” yang didukung dengan latar cerita yang menggambarkan hanya ada sebuah undangan dalam surat yang dilayangkan tokoh laki-laki menandakan bahwa tokoh perempuan tidak memiliki kesempatan untuk memilih. Ia tidak memiliki hak untuk memilih, sebab ia hanya bisa menerima pilihan yang telah ditentukan oleh tokoh laki-laki.

Dominasi hak yang dilakukan oleh tokoh laki-laki juga tampak pada fragmen cerita yang lain. Di antaranya pada fragmen cerita yang menggambarkan janji tokoh laki-laki untuk memilih perempuan dan memberi ia janji akan menikahinya kelak pada waktu yang belum terlihat kepastiannya.

Kamu tidak perlu khawatir, Yat. Nanti, setelah aku diterima menjadi tentara. Aku melamarmu./apa semudah itu Mas? Bukannya aturan tentara sangat ketat?/Ya, seketat-ketatnya aturan tentara. Tidak mungkin menghalang-halangi orang menikah./Iya Mas./Pokoknya aku janji. Bagaimana caranya agarkita bisa hidup bersama selamanya./iya Mas, aku percaya sama Mas. Percaya sekali!//(Fragmen 2)

Tokoh laki-laki dalam fragmen cerita di atas memiliki hak mutlak menentukan pilihan perempuan yang akan dinikahinya kelak. Sementara tokoh perempuan digambarkan tampak tidak memiliki hak apapun untuk menentukan pilihan menolak. Meskipun janji akan dilamar belum ada waktu yang pasti. Hanya berupa angan-angan saat menjadi tentara. Tanpa pertimbangan apapun tokoh perempuan digambarkan menerima begitu saja dengan sepenuhnya.

Bahkan, saat ending cerita dalam fi lm mengisahkan hancurnya hubungan kedua tokoh

Page 50: JURNAL BAHASA DAN SASTRA...novel merangkai peristiwa secara naratif dan bersifat otonom. Artinya novel merangkai kejadian berbentuk kisah atau mengisahkan dan mengacu serta patuh pada

Septi Yulisetiani & Sumarlam, Bias Gender dalam Fragmen Cerita Sejarah Izinkan Saya Menikahinya 122

tersebut, tokoh perempuan hanya menjadi pihak yang berterima. Dalam cerita dinarasikan cerita tentang tokoh Suryono dan tokoh Suryati yang batal melangsungkan pernikahan. Sebab, tokoh laki-laki yang berprofesi sebagai tentara tidak mendapatkan izin atasan untuk menikahi kekasihnya. Lantaran kekasihnya merupakan cucu dari orang yang menjadi tahanan politik pada masa PKI. Tokoh laki-laki memilih untuk teguh pada profesinya sebagai tentara dan memutuskan untuk membatalkan janjinya untuk menikahi perempuan yang menjadi kekasihnya sejak masih menjadi siswa SMA.

Melalui penggalan cerita ini, sejarah yang ada dapat diinterpreatsikan memarginalkan perempuan. Sebab, dalam cerita ini tokoh perempuan digambarkan sebagai tokoh yang inferior jika disandingkan dengan masa lalu, sekaligus ketika dihadapkan dengan laki-laki. Sebenarnya, menjadi keturunan salah satu tahanan politik masa PKI, bukanlah pilihan dari tokoh perempuan; Suryati. Namun, tetap saja persoalan ini menjadi pemicu batalnya pernikahan yang sudah ia rancang. Ia pun tidak memiliki pilihan lain ketika calon suaminya memilih membatalkan pernikahan yang sudah mereka idamkan sejak lama.

Betapa hak membuat keputusan dalam fragmen-fragmen cerita fi lm Iz inkan Saya Menikahinya menggambarkan keberadaan hak yang mutlak dimiliki tokoh laki-laki. Tokoh perempuan menjadi tokoh yang tidak berdaya dengan hak yang tidak berdaya terhadap kehendak yang sudah dipilih oleh tokoh laki-laki.

Kenapa kamu mengingkari kepercayaannku, Mas? Mengapa? Sekarang kamu sudah jadi tentara, gagah! Berani mati membela negara. Tapi kenyatannya? Tidak berani mati membela janjimu sendiri!/Maaf Yat./Bukan masalah Maaf. Aku, aku perempuan, Mas. Aku tak berdaya. (Fragmen 3)

Diksi-diksi dalam fregmen cerita di atas menunjukkan bahwa tokoh perempuan tidak memiliki hak apapun untuk membuat keputusan. Sesaat ia hanya bisa meluapkan kemarahannya. Menuntut janji yang pernah diberikan oleh laki-laki. Namun, ketika tokoh laki-laki tetap teguh pada gagasannya, maka tokoh perempuan hanya bisa

sabar dan menerima segala bentuk keputusan yang diambil oleh laki-laki.

F r a g m e n - f r a g m e n c e r i t a t e r s e b u t merepresentasikan bahwa kepemilikan hak tampak mutlak dimiliki oleh tokoh laki-laki. Mulai dari hak memilih kekasih, memilih waktu akan melamar, memilih waktu pernikahan, menentukan konsep undangan hingga memilih untuk membatalkan pernikahan.

Wacana Bias Gender pada Pembagian Peran, Fungsi dan Profesi

Wacana bias gender tidak hanya muncul dalam bentuk bias gender hak. Namun, dapat muncul juga dalam bentuk bias gender pada peran, fungsi dan profesi. Profesi dapat dimaknai sebagai bidang pekerjaan yang dilandasi dengan pendidikan dan keahlian. Biasanya profesi dilabelkan pada seseorang berdasarkan aktivitas yang dilakukan dalam kesehariannya. Di samping itu, profesi juga dapat disandang berdasarkan gelar akademik yang telah diraih. Akibatnya, profesi dapat meninggikan atau sebaliknya dapat merendahkan derajat sosial seseorang.

Bias gender pada profesi muncul, ketika terjadi penggambaran profesi-profesi tertentu yang cenderung memihak jenis kelamin laki-laki dan merugikan jenis kelamin perempuan atau sebaliknya. Misalnya dalam fragmen cerita film Izinkan Saya Menikahinya terdapat tokoh laki-laki yang digambarkan memiliki profesi yang dipandang lebih unggul dibandingkan profesi yang melekat pada tokoh perempuan atau sebaliknya. Bias gender pada profesi ini, terdapat dalam film Izinkan Saya Menikahinya.

Dalam penggalan cerita tokoh laki-laki digambarkan memiliki profesi tentara. Anggapan yang berkembang dalam masyarakat tentara itu gagah, kuat dan memiliki kemampuan untuk menolong orang banyak. Sedangkan tokoh perempuan digambarkan sebagai bidan yang di dalam masyarakat dianggap sebagai orang yang memiliki kemampuan menolong orang banyak. Meskipun kedua profesi ini memiliki peran sebagai penolong masyarakat, namun profesi tentara

Page 51: JURNAL BAHASA DAN SASTRA...novel merangkai peristiwa secara naratif dan bersifat otonom. Artinya novel merangkai kejadian berbentuk kisah atau mengisahkan dan mengacu serta patuh pada

JURNAL BAHASA DAN SASTRA, Vol. 3 No. 2 Juli-Desember 2016 123

merupakan profesi yang selalu dianggap kuat dan sangat disiplin.

Tidak mampir dulu, Mas? Nanti, aku buatkan kopi./Duh, tawaran yang sulit ditolak. Maaf Yat, bukan bermaksud menolak kopi buatanmu. Tapi, waktuku sempit sekali. Ini saja mau langsung ke rumah Pakde dan Paklik. Nanti pulang sebentar, berangkat Semarang. Nanti malam giliran piket.

Dalam fragmen cerita, tokoh yang memiliki profesi sebagai tentara digambarkan memiliki kesibukan yang lebih banyak dibandingkan dengan tokoh yang memiliki profesi sebagai bidan. Sebagai tentara, tokoh Suryono memiliki kesibukan yang sangat padat. Sementara tokoh Suryati, tampak tidak terlalu sibuk. Bahkan ia memiliki waktu luang untuk membuatkan dan menemani Suryono minum kopi.

SIMPULAN

Wacana bias gender yang ditemukan dalam film cenderung memihak laki-laki. Konteks situasi dan budaya yang muncul dalam cerita selalu memposisikan laki-laki lebih unggul dibandingkan dengan perempuan. Bias gender pada hak, menunjukkan kepemilikan hak lebih dominan dikuasai oleh laki-laki. Diantaranya hak mengambil keputusan. Kemudian dalam bias gender Peran, fungsi dan profesi yang terepresentasi dalam cerita juga cenderung mengunggulkan tokoh laki-laki. Laki-laki memiliki peran dan fungsi yang lebih dominan dibandingkan dengan perempuan. Bahkan profesi-profesi yang membutuhkan kekuatan, kedisiplinan tinggi dimiliki oleh tokoh laki-laki.

DAFTAR PUSTAKA

Badara, Aris. 2012. Analisis Wacana: Teori, Metode, dan Penerapannyapada Wacana Media. Kendari: Kencana.

Cook, Guy. 1992. The Discourse of Advertising. London: Routledge.

Fakih, Mansour. 2008. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Hadi, Solikul. 2014. Bias Gender dalam Konstruksi Hukum Indonesia. Dalam Palastren Vol 7 (1) Halm. 25-46.

Irsyadunnas. 2009. “Prolog Islam dan Gender”. Dalam Yin Yang. Edisi 4 (2). Hlm 261-290.

Jorgensen, Marianne W. dan Louise J. Philips. 2007. Analisis Wacana Teori dan Metode. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Mulyana. 2005. Kajian Wacana: Teori, Metode dan Apl ikas i Pr ins ip -Pr ins ip Anal i s i s Wacana. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Sarumpaet, Riris K. Toha. 2010. Pedoman Penelitian Satra Anak. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Sasongko, Sri Sundari. 2009. Konsep dan Teori Gender. Jakarta: Pusat Pelatihan Gender dan Peningkatan Kualitas Perempuan.

Silvana Sinar, Tengku. 2008. Teori dan Analisis Wacana: Pendekatan Sistematik Fungsional. Medan: Pustaka Bangsa Press.

Sulistyo, Edi Tri. 2013. Pragmatik Suatu Kajian Awal. Surakarta: UNS Press.

Suwandi, Sarwiji. 2010. Serba Linguistik. Surakarta: UNS Press.

Trianton, Teguh. 2009. “Feminisme dalam Puisi Abdul Wachid B.S”. Dalam Yin Yang. Edisi 4 (2). Hlm 308-319.

Page 52: JURNAL BAHASA DAN SASTRA...novel merangkai peristiwa secara naratif dan bersifat otonom. Artinya novel merangkai kejadian berbentuk kisah atau mengisahkan dan mengacu serta patuh pada
Page 53: JURNAL BAHASA DAN SASTRA...novel merangkai peristiwa secara naratif dan bersifat otonom. Artinya novel merangkai kejadian berbentuk kisah atau mengisahkan dan mengacu serta patuh pada

PENDAHULUAN

Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak bisa melepaskan diri dari bahasa. Tanpa adanya bahasa, aktivitas manusia akan menjadi lumpuh dan tidak dinamis. Salah satu fungsi bahasa ialah sebagai alat komunikasi untuk berinteksi. Bahasa dapat diartikan sebagai alat untuk menyampaikan sesuatu

yang terlintas di dalam hati. Bahasa juga merupakan alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep atau perasaan.

Sebagai alat komunikasi, bahasa berwujud dalam kalimat yang saling berkaitan. Kalimat-kalimat yang saling berkaitan tersebut dapat dinamakan wacana. Moeliono (dalam Sumarlam, 2005: 9)

ASPEK GRAMATIKAL DALAM KUMPULAN CERPEN 1 PEREMPUAN 14 LAKI­LAKI

KARYA DJENAR MAHESA AYU

SupraptoSTKIP PGRI Ponorogo

[email protected]

SumarlamPascasarjana UNS Surakarta

Abstract: Analyzing the discourse in this era is very important and necessary to balance the development of discourse in society. Discourse develops its existence through many aspects in society, for instance through printing or electronic media intended to gain the various goals. The purpose of this study was to describe and explain the grammatical cohesion found in short story “1 Perempuan 14 Laki-laki” written by Djenar Mahesa Ayu. The result of this research showed that the presence of expression was very important for short story. A good discourse must have cohesion, which dealt with meaning that connets among substances in the text. By providing the grammatical cohesion, the short story will be easily understood by the readers. The grammatical aspect highly influences on the discourse of a short story. The various tools of grammatical cohesion in short story “1 Perempuan 14 Laki-laki”are put approprately to support the stories inside.

Keywords: Discourse Analysis, Short Story, Grammatical Cohesion

Abstrak: Kajian wacana pada era sekarang sangat penting dan dibutuhkan untuk mengimbangi perkembangan wacana yang ada dalam lingkungan masyarakat. Wacana berkembang dari berbagai aspek kehidupan masyarakat, melalui media cetak maupun elektronik dengan berbagai maksud dan tujuan. Tujuan dalam penelitian ini untuk mendeskripsikan dan menjelaskan penanda kohesi gramatikal yang muncul dalam wacana cerpen “1 Perempuan 14 Laki-laki” karya Djenar Mahesa Ayu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kehadiran kohesi sangat penting untuk sebuah wacana cerpen. Wacana yang baik pasti memiliki kohesi. Kohesi mengacu pada keterkaitan makna yang menghubungkan suatu unsur dengan unsur sebelumnya dalam teks. Dengan adanya kohesi gramatikal wacana cerpen akan terlihat kepaduannya, sehingga pembaca akan lebih mudah memahami wacana tersebut. Aspek gramatikal sangat berpengaruh terhadap wacana cerpen sehingga mampu mendukung penceritaan dalam cerpen “1 Perempuan 14 Laki-laki”. Berbagai piranti kohesi muncul dengan cukup tepat sehingga mendukung cerita yang ada di dalamnya.

Kata kunci: Analisis Wacana, Cerpen, Kohesi Gramatikal

Page 54: JURNAL BAHASA DAN SASTRA...novel merangkai peristiwa secara naratif dan bersifat otonom. Artinya novel merangkai kejadian berbentuk kisah atau mengisahkan dan mengacu serta patuh pada

Suprapto & Sumarlam, Aspek Gramatikal dalam Kumpulan Cerpen 1 Perempuan 14 Laki-Laki Karya Djenar Mahesa Ayu126

juga memperjelas bahwa wacana adalah rentetan kalimat yang berkaitan sehingga terbentuklah makna yang serasi diantara kalimat itu; atau wacana adalah rentetan kalimat yang berkaitan dan menghubungkan proposisi yang lain sehingga membentuk satu kesatuan.

Suatu wacana dituntut memiliki keutuhan struktur. Keutuhan itu sendiri dibangun oleh komponen-komponen yang terjalin di dalam suatu organisasi kewacanaan. Organisasi inilah yang disebut sebagai struktur wacana. Sebagai sebuah organisasi, struktur wacana dapat diurai atau dideskripsikan bagian-bagiannya. Suatu rangkaian kalimat dikatakan menjadi struktur wacana bila di dalamnya terdapat hubungan emosional antar bagian yang satu dengan bagian lainnya. Sebaliknya, suatu rangkaian kalimat belum tentu bisa disebut sebagai wacana apabila tiap-tiap kalimat dalam rangkaian itu memiliki makna sendiri-sendiri dan tidak berkaitan secara semantik.

Berdasarkan hal di atas, dapat diketahui bahwa struktur wacana/sintaksis (kohesi) sangat penting pada sebuah wacana. Gutwinski (dalam Suwandi, 2008:121) menyatakan bahwa kohesi ialah hubungan antar kalimat dan antar klausa dalam sebuah teks, baik dalam strata gramatikal maupun dalam strata leksial. Kohesi mengacu pada keterkaitan makna yang menghubungkan suatu unsur dengan unsur sebelumnya dalam teks apabila interpretasi sejumlah unsur dalam sebuah teks tergantung pada unsur lainnya. Dengan adanya kohesi wacana akan terlihat kepaduannya, sehingga pembaca/masyarakat akan lebih mudah memahami wacana tersebut.

Kajian wacana pada era sekarang sangat penting dan dibutuhkan untuk mengimbangi perkembangan wacana yang ada dalam lingkungan masyarakat. Wacana berkembang dari berbagai aspek kehidupan masyarakat, melalui berbagai media cetak maupun elektronik dengan berbagai maksud dan tujuan. Sedangkan wacana berdasarkan media komunikasinya terbagi dalam wacana tulis dan wacana lisan. Wacana tulis menurut Tarigan (dalam Setiawan, 2006: 15) adalah wacana yang disampaikan secara tertulis, melalui media tulis dan untuk menerima, memahami, atau menikmati maka

sang penerima harus membacanya. Wacana tulis berupa wacana tidak langsung, wacana penuturan, wacana prosa, serta wacana puisi, dan sebagainya.

Setiap wacana yang tersaji, baik berupa wacana lisan dan wacana tulis memang menarik untuk dianalisis. Banyak hal yang dapat dianalisis untuk mendapatkan bentuk dan unsur wacana yang ada di dalamnya. Salah satu wacana yang layak dikaji dan berkembang dalam masyarakat adalah jenis wacana sastra. Perkembangan wacana sastra yang akhir-akhir ini berkembang cukup pesat karena memang masyarakat membutuhkannya sebagai pendamping kehidupan yang sudah cukup penat sebagai bagian yang mampu menghibur atauhanya untuk sekedar bersantai atau lebih dari itu. Dunia sastra yang cukup kompleks cukup menarik untuk dikaji dari segi kewacanaan.

Karya sastra pada hakikatnya merupakan suatu pengungkapan perist iwa kehidupan dengan menggunakan media bahasa. Karya sastra merupakan pengungkapan pengalaman berdasarkan apa yang telah dialami, dirasakan, dilihat, didengar, dipikirkan, dan dibayangkan oleh sastrawan mengenai segi-segi kehidupan yang menarik minat secara langsung dan kuat, yang hakikatnya merupakan suatu pengungkapan kehidupan manusia melalui bentuk bahasa seni. Karya sastra merupakan hasil karya cipta yang di dalamnya terdapat kesepadanan antara bentuk dan isinya. Bentuk bahasanya baik, indah, imajinatif, emosional dan susunan isinya dapat menimbulkan perasaan haru, bahagia, tegang, kagum dan berbagai perasaan di hati para pembaca (Sadikin, 2010:6)

Cerpen merupakan salah satu dari jenis wacana sastra prosa yang banyak digemari pembaca. Cerpen “1 Perempuan 14 Laki-laki” Karya Djenar Maesa Ayu merupakan kumpulan cerpen yang ditulis oleh satu perempuan dan empat belas laki-laki pada tahun 2011. Cerpen ini merupakan salah satu dari sekian banyak cerpen yang ditulis oleh Djenar dan sudah mengalami tiga kali cetak dalam satu tahun, maka bisa dikatakan cerpen “1 Perempuan dan 14 Laki-laki” adalah cerpen yang berterima di kalangan masyarakat. Djenar Maesa Ayu sendiri adalah penulis cerpen wanita Indonesia yang terkemuka, dan torehan tangan yang dihasilkan selalu jadi

Page 55: JURNAL BAHASA DAN SASTRA...novel merangkai peristiwa secara naratif dan bersifat otonom. Artinya novel merangkai kejadian berbentuk kisah atau mengisahkan dan mengacu serta patuh pada

JURNAL BAHASA DAN SASTRA, Vol. 3 No. 2 Juli-Desember 2016 127

perbincangan positif bagi kalayak umum. Kumpulan Cerpen “1 Perempuan 14 Laki-laki” memiliki makna yang dalam dan dikemas apik oleh Djenar Maesa Ayu. Cerpen ini merupakan sebuah cerpen berbobot, yang menyiratkan makna yang indah. Cerpen ini terlihat sama dengan cerpen percintaan lainnya, akan tetapi cerpen ini mengandung makna yang begitu bagus karena mampu mengikutsertakan citraan yang dapat dirasakan lahir dan batin.

Berdasarkan uraian di atas permasalahan yang dikaji oleh peneliti, yaitu penanda kohesi gramatikal dalam kumpulan cerpen “1 Perempuan 14 Laki-laki” Karya Djenar Maesa Ayu.

METODE

Jenis penelitian ini adalah kualitatif deskriptif yang bertujuan membuat deskripsi secara sistematis mengenai data, sifat-sifat serta hubungan fenomena-fenomena yang diteliti dan pada akhirnya menghasilkan gambaran data yang ilmiah. Data dalam penelitian ini adalah satuan lingual berupa kalimat yang mendukung kepaduan dan keutuhan wacana kumpulan cerpen “1 Perempuan 14 Laki-laki” karya Djenar Maesa Ayu berdasarkan tinjauan aspek kohesi gramatikal. Sedangkan sumber data dari penelitian ini adalah kumpulan cerpen berjudul “1 Perempuan 14 Laki-laki” Karya Djenar Maesa Ayu tahun 2011.

Metode yang digunakan untuk menganalisis konten dalam penelitian ini adalah metode yang dikemukakan oleh Halliday dan Hasan mengenai kohesi. Sedangkan analisis data menggunakan model analisis data yang dikenalkan oleh Spradley (1980). Metode yang digunakan untuk menyajikan hasil analisis data dalam penelitian ini adalah metode informal. Hasil analisis data yang disajikan berupa kaidah-kaidah yang dirumuskan dari proses analisis data mengenai kohesi gramatikal dalam cerpen “1 Perempuan 14 Laki-laki”.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kohesi Gramatikal dalam Cerpen “Satu Perempuan Empat Belas Laki-laki”

Analisis aspek gramatikal dalam wacana meliputi: pengacuan (referensi), penyulihan

(substitusi), pelesapan (elipsis), dan konjungsi. Berikut ini adalah pemaparan aspek-aspek gramatikal yang dijumpai dalam cerpen ”satu perempuan empat belas laki-laki”.

Pengacuan Persona (Referensi)

Pengacuan persona yang terdapat dalam cerpen “Kunang-Kunang dalam Bir” karya Djenar Maesa Ayu dan Agus Noor, “Cat Hitam Berjari Enam” karya Djenar Maesa Ayu dan Enrico Soekarno, dan “Ra Kuadrat” karya Djenar Maesa Ayu dan Lukman Sardi meliputi pronomina persona pertama tunggal, pronomina persona pertama jamak, pronomina persona kedua tunggal, pronomina persona ketiga tunggal, dan pronomina persona ketiga jamak. Adapun sifat pengacuan/pronomina yang ada adalah endoforis yang dapat dilihat dari data berikut:

(1) Di kafe itu, ia meneguk kenangan. Ini gelas bir ketiga, desahnya, seakan itu kenangan terakhir yang bakal direguknya.

(2) …saat itu ia yakin: ia tak mungkin bahagia tanpa dia. “aku akan selalu mencintaimu, kekasihku…”

(3) “Besok kita ketemu, di kafe kita dulu…”

(4) Tunggu aku, “dia terdengar berharap. Meski aku tak yakin bisa menemuimu.”

(5) “hahaha,” dia tertawa renyah. “lalu apa yang akan kamu lakukan bila telah menjadi kunang-kunang?”

(6) …ia jadi teringat pada percakapan mereka dulu. Dua hari sebelum dia memilih hidupnya sendiri. Percakapan tentang bir dan kunang-kunang. (1 pr 14 lk, 5-6)

(dalam cerpen “Kunang-Kunang dalam Bir”)

Pronomina persona pertama tunggal terdapat pada data (2) dan (4). Kata ‘aku’ dan ‘ku’ mengacu pada tokoh aku sebagai tokoh utama dalam cerpen Kunang-kunang dalam Bir. Aku merupakan Pronomina persona pertama tunggal bentuk bebas pada data “aku akan mencintaimu aku tak yakin bisa menemuimu”. sedangkan ‘ku’ merupakan Pronomina persona pertama tunggal bentuk terikat yaitu data kekasihku.

Page 56: JURNAL BAHASA DAN SASTRA...novel merangkai peristiwa secara naratif dan bersifat otonom. Artinya novel merangkai kejadian berbentuk kisah atau mengisahkan dan mengacu serta patuh pada

Suprapto & Sumarlam, Aspek Gramatikal dalam Kumpulan Cerpen 1 Perempuan 14 Laki-Laki Karya Djenar Mahesa Ayu128

Pronomina persona kedua tunggal terdapat pada data (2, 3, 4 dan 5) yaitu pada kata ‘kau’, ‘kamu’, dan ‘mu’. Ketiganya mengacu pada tokoh kamu dalam cerpen Kunang-kunang dalam Bir. Kau termasuk pronomina persona kedua tunggal bentuk bebas. Sedangkan mu merupakan pronominal kedua tunggal bentuk terikat yang terdapat pada data (2) mencintaimu dan data (4) menemuimu.

Pronomina persona ketiga tunggal terdapat pada data (1, 2, 4 dan 5) yaitu pada kata ‘ia’ dan’-nya’. Ia mengacu pada tokoh utama dalam cerpen Kunang-kunang dalam Bir. Ia merupakan pronomina persona ketiga tunggal bentuk bebas yaitu terdapat pada kata ia meneguk, ia yakin, dan kata ia tak mungkin. Sedangkan ‘-nya’ pada kata desahnya dan data direguknya merupakan pronomina persona ketiga tunggal terikat lekat kanan. Data (6) merupakan pronomina persona ketiga jamak yang terdapat pada kata ‘mereka’. Kata ‘mereka’ mengacu pada tokoh aku sebagai orang pertama tunggal da tokoh kamu sebagai orang kedua tunggal dalam cerpen Kunang-kunang dalam Bir.

(7) Di kepalanya ada setan. Yang dengan tiba-tiba menggerakkan tangan. Membuatnya meraih cat minyak warna hitam.

(8) Lalu ke atas kanvas dia torehkan. Tapi mendadakn dia terpaku diam(dalam cerpen “Cat Hitam Berjari Enam”)

Pronomina persona ketiga tunggal terdapat pada data (7 dan 8) pada data (7) kata ‘dia’ dan pada data (8) kata’-nya’. Dia mengacu pada tokoh utama dalam cerpen “Cat Hitam Berjari Enam”.

(9) …kayaknya ini sesuatu yang jauh di luar dugaan gue, simsalabim…

(10) …dia punya kecantikan yang bikin gue s e l a l u g eme t e r s e t i ap gue menatapnya…

(11) …mereka hanyalah sepasang kekasih yang tenggelam tertelan ingar bingar pergaulan sekolah yang banyak diisi dengan clubbing atau nongkrong di pertokoan.

(12) …bukan Rani tapi lo ngerti nggak sih lo kalo gue jatuh cinta sama lo mulai dari hari pertama gue masuk sekolah…

(13) “Sebentar, Pah. Masih ada yang harus kubersihin di sini sebelum penyewa rumah datang,”

(dalam cerpen “Ra Kuadrat”)

Pronomina persona pertama tunggal terdapat pada data (9, 10, 12, dan 13). Kata gue sama dengan kata ‘aku’ sama dengan kata saya. Gue mengacu pada tokoh Rani dalam cerpen Ra Kuadrat. Gue pada data (9, 10, 12) yaitu kata dugaan gue, bikin gue, gue menatapnya, gue jatuh cinta pertama gue masuk sekolah, merupakan Pronomina persona pertama tunggal bentuk bebas, sedangkan ‘ku’ pada data (13) yaitu kata kubersihin merupakan Pronomina persona pertama tunggal bentuk terikat.

Kata lo sama dengan kata kamu yaitu Pronomina persona kedua tunggal yang terdapat pada data (12) yang mengacu pada tokoh Ranu orang kedua tunggal dari cerpen Ra Kuadrat. lo termasuk pronomina persona kedua tunggal bentuk bebas seperti kau dan kamu.

Pronomina persona ketiga tunggal terdapat pada data (10 dan 11) yaitu pada kata ‘dia, nya. Sedangkan pada data (12) merupakan pronomina persona ketiga jamak yang terdapat pada kata ‘mereka’ yaitu data mereka hanyalah sepasang kekasih.

Substitusi (penyulihan)

Penyulihan adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa penggantian satuan lingual tertentu dengan satuan lingual lain dalam suatu wacana dengan tujuan memperoleh unsur pembeda. Substitusi dalam kumpulan cerpen adalah sebagai berikut:

(14) … Ia sela lu membayangkan itu . S a m p a i k i n i p u n m a s i h t e r u s membayangkannya.

(dalam cerpen Kunang-Kunang dalam Bir”)

Pada data 14 di atas terdapat satuan lingual itu. Satuan lingual itu merupakan substitusi dari paragraf sebelumnya.

(15) . . .bibir perempuan itu tersenyum membentuk bulan yang tidak purnama, tidak setengah, tidak sabit. Yang terbersit di bibir itu adalah sebuah gerakan yang sulit.

(dalam cerpen “Ra Kuadrat”)

Page 57: JURNAL BAHASA DAN SASTRA...novel merangkai peristiwa secara naratif dan bersifat otonom. Artinya novel merangkai kejadian berbentuk kisah atau mengisahkan dan mengacu serta patuh pada

JURNAL BAHASA DAN SASTRA, Vol. 3 No. 2 Juli-Desember 2016 129

Pada data 15 kalimat itu menunjukkan substitusi. Kalimat itu menggantikan kalimat sebelumnya yaitu kalimat bibir perempuan itu tersenyum membentuk bulan yang tidak purnama, tidak setengah, tidak sabit. Dengan tujuan menghemat kalimat sehingga menjadi kalimat yang efektif.

(16) Hitam! Hanya warna itu yang ingin dia lihat. (dalam cerpen “Cat Hitam Berjari Enam”)

Sedangkan pada data 16 kalimat itu yang terdapat pada kalimat di atas sama substitusi, namun perbedaannya kalimat itu ini menggantikan kata sebelumnya yaitu kata hitam! yang terdapat pada data.

Pengacuan demontratif/Pronomina petunjuk

Pengacuan demontratif (kata ganti penunjuk) dapat dibedakan menjadi dua yaitu pronominal demonstrative waktu (temporal) dan pronominal demontratif tempat (lokasional). Demontratif waktu terdiri atas waktu sekarang, lampau, akan datang, dan waktu netral. Sedangkan demontratif tempat terdiri dari tempat yang dekat, jauh, agak jauh, dan eksplisit. Pada cerpen kunang-kunang dalam bir dan ditemukan demontratif waktu dan petunjuk tempat. Adapun data-datanya adalah sebagai berikut.

(17) Di kafe itu, ia meneguk kenangan. Ini gelas bir ketiga, desahnya, seakan itu kenangan terakhir yang bakal direguknya.

(18) Tapi mengapa bukan sendu lagu itu yang ia katakana dulu?...

Pada data di atas terdapat Pronomina petunjuk demonstrative “ini” yang ditunjukkan pada data (17) yang mengaju pada gelas bir yang ketiga kata ini menunjukkan urutan ketiga gelas bir dari urutan sebelumnya, dan penunjuk “itu” yang menunjukan penunjuk agak jauh dengan penutur yang terdapat pada data (18) mengacu pada sendu lagu yang dinyanyikan di sebuah tempat/kafe dimana tokoh dalam cerpen sering bertemu yang menjadi kenangan indah yang tak terlupakan bagi si tokoh utama.

(19) Dulu, ketika ia masih mengenakan seragam putih abu-abu. Saat senyumnya masih seranum manga muda.

(20) Saat itu ia yakin: ia tak mungkin bisa bahagia tanpa dia.

(21) Seper t i malam-malam kemarin , barangkali gelas bir ini pun hanya akan menjadi gelas bir yang sia-sia jika yang ditunggu tidak juga tiba.

(22) Dua hari sebelum dia memilih hidupnya sendiri.

Data (19) menunjuk demonstrasi waktu lampau jauh pada saat ‘dulu, ketika tokok ia dalam cerpen kunang-kunang dalam bir masih mengenakan seragam putih abu-abu’ menunjukkan waktu lampau ketika tokoh tersebut masih duduk di jenjang pendidikan tingkat SMA. Diperkuat dengan saat senyumnya masih seranum mangga muda. Tidak seperti sekarang yang senyumnya sudah tak seperti dulu lagi karena termakan usia. Begitu pula pada data (20) saat itu yang menerangkan masa lampau yang berkaitan dengan waktu masih berseragam putih abu-abu. Berbeda dengan data (21) yang sama-sama menunjuk demonstrasi waktu lampau namun pada data (21) menunjuk waktu lampau dekat ditunjuk pada kata kemarin. Sedangkan pada data (22) menunjuk waktu lampau dekat juga namun pasti waktu lampau Dua hari sebelum dia memilih hidupnya sendiri, menunjuk waktu lampau dua hari sebelum tokoh dia dalam cerpen kunang-kunang dalam bir mengambil keputusan. Berikut data-data yang menunjuk demonstrasi waktu sekarang dan waktu yang akan datang;

(23) “besok kita ketemu, di kafe kita dulu…”

(24) Aku membayangkan, bila nanti kita mati, kita akan menjelma sepasang kunang-kunang.”

(25) …Dan aku akan menjadi kunang-kunang, yang setiap malam mendatangi kamarmu…”

(26) Sampai k in i pun mas ih t e r u s membayangkanya…

(27) K emudian kunang -kunang i t u berterbangan di sekitar panggung

Demonstrasi waktu pada data (23) ‘besuk’ menunjukkan waktu yang akan datang. Sementara

Page 58: JURNAL BAHASA DAN SASTRA...novel merangkai peristiwa secara naratif dan bersifat otonom. Artinya novel merangkai kejadian berbentuk kisah atau mengisahkan dan mengacu serta patuh pada

Suprapto & Sumarlam, Aspek Gramatikal dalam Kumpulan Cerpen 1 Perempuan 14 Laki-Laki Karya Djenar Mahesa Ayu130

pada data (24) bila nanti kita mati, kita akan menjelma sepasang kunang-kunang dan data (25)..dan aku akan menjadi kunang-kunang, yang setiap malam mendatangi kamarmu. Keduanya (nanti, akan) menunjuk waktu yang akan datang dalam waktu jauh. Sedangkan pada data (26) sampai kini menunjuk demonstrasi waktu sekarang. Sedangkan data (27) kemudian menunjuk demonstrasi waktu yang akan datang.

Pelesapan

Pelesapan pada dasarnya merupakan bentuk penyulihan dengan cara menyulih butir pokok dengan sifat atau zero (Sarwiji Suwandi, 2008:133). Adapun pesesapan dalam cerpen ini adalah sebagai berikut.

(28) Ia selalu membayangkan itu. (29) Ia hendak melambai pada pelayan

kafe…(30) Ia memandang nanar... (1 pr 14 lk hal

5-6)

Data (28, 29, dan 30) terdapat pelesapan satuan lingual berupa kata ‘ia’ yang pertama mengacu pada tokoh utama. Berikut pelesapan yang ada pada cerpen “Cat Hitam Berjari Enam”.

(31) Tangannya semakin bergerak di atas kanvas. …

(32) Melagukan luka…(33) Lingkaran putih di depannya itu menatap

beku...

Data (31) terdapat pelesapan satuan lingual berupa klausa ‘tangannya’ yang mengacu pada tangan tokoh utama dalam cerpen Cat hita berjari enam. Pada data (32) terdapat pelesapan satuan lingual berupa kata ‘luka’. Sedangkan pada data (33) juga terdapat pelesapan satuan lingual berupa klausa ‘lingkaran putih’. Kalimat tersebut sebelum dilesapkan adalah ‘Lingkaran putih di depannya itu menatap beku. (lingkaran putih) Persis seperti tatapan mata orang-orang dalam kenangannya dulu’.

Konjungsi

Kon jung s i ad a l ah k a t a t ug a s y ang menghubungkan dua klausa atau lebih (Sarwiji Suwanji, 2008:136). Pada cerpen “Kunang-Kunang

di Langit Jakarta” ini ada beberapa konjungsi sebagai berikut.

Konjungsi Kordinatif

Ko n j u n g s i ko r d i n a t i f a d a l a h y a n g menghubungkan dua unsur atau lebih dan kedua unsur dan kedua unsur itu memiliki status yang sama (Sarwiji Suwanji, 2008:136). Konjungsi kordinatif pada cerpen adalah sebagai berikut.

(34) Sebelum sesap buih terakhir dan segalanya menjadi getir. Tapi benarkah ini memang gelas terakhir, jika ia sebenarnya tahu masih bisa ada gelas keempat dan kelima?

(35) Waktu bisa mengubah dunia tetapi waktu tak bisa mengubah perasaannya.

(36) Meja dan kursinya tak lagi sama. Tetapi segalanya masih terasa sama dalam kenangannya.

(37) Tapi manusia tetap bisa memilih cara untuk mati. Dengan cara wajar maupun bunuh diri. Dengan usia atau cinta. Dengan kalah atau menang?(dalam cerpen “Kunang-kunang dalam Bir”)

Pada data (34), konjungsi ‘dan’ berfungsi menghubungkan klausa (Sebelum sesap buih terakhir) dan (segalanya menjadi getir). Kedua kalimat tersebut memiliki kedudukan yang sama. Sedangkan konjungsi ‘tapi’ setelah kalimat pertama pada data (34) menyatakan pemantapan untuk mempertegas. Pada kalimat ketika disusul dengan konjungsi ‘jika’ pada kalimat jika ia sebenarnya tahu masih bisa ada gelas keempat dan kelima? Bertujuan sebagai makna syarat jika ia.

Pada data (35) terdapat konjungsi ‘tetapi’ yang berfungsi sebagai penghubung kalimat yang bermakna pertentangan waktu bisa mengubah dunia tetapi waktu tak bisa mengubah perasaannya. Sedangkan pada data (36) terdapat konjungsi ‘dan’ yang berfungsi sebagai penambahan aditif antara kata meja dan kursi. Pada data (37) terdapat konjungsi ‘atau’ yang menyatakan pilihan antara usia atau cinta.

(38) Bertanya dalam hati, apakah benar bahwa tidak ada aturan dan segalanya dibolehkan?

Page 59: JURNAL BAHASA DAN SASTRA...novel merangkai peristiwa secara naratif dan bersifat otonom. Artinya novel merangkai kejadian berbentuk kisah atau mengisahkan dan mengacu serta patuh pada

JURNAL BAHASA DAN SASTRA, Vol. 3 No. 2 Juli-Desember 2016 131

(39) Dia menuju rumahnya yang tinggal puing dan abu. Dia cari-cari ayah dan ibunya tapi sia-sia. Hampir menyerah, dia melihat sesuatu. Dan ketika dia hampiri ternyata sepotong kaki.

(dalam cerpen “Cat Hitam Berjari Enam”

Konjungsi dan yang terdapat pada data (38) dan (39) berfungsi menghubungkan secara koordinatif antara klausa yang berada di sebelah kirinya dengan klausa yang mengandung kata dan itu sendiri. Konjungsi dan pada kedua data di atas menyatakan makna penambahan atau aditif.

(40) ... pas waktu itu gue ada di barisan dan persis di belakang lo, gue berharap lo menengok ke belakang dan melihat gue yang sudah siap dengan senyuman yang paling manis dan itu nggak kejadian…

(41) Menyalin contekan untuk ulangan. Atau selepas sekolah menunggu jemputan. (1 pr 14 lk, 90)

(dalam cerpen “Ra Kuadrat”)

Sama halnya dengan pembahasan sebelumnya pada data (40) terdapat konjungsi ‘dan’ yang berfungsi sebagai penghubung klausa dan menyatakan makna penambahan. Sedangkan pada data (41) terdapat konjungsi ‘atau’ yang menghubungkan klausa (menyalin contekan untuk ulangan) dan klausa (selepas sekolah menunggu jemputan) yang menyatakan makna pilihan (alternatif).

Konjungsi Subordinatif

Konjungsi Subordinatif adalah konjungsi yang menghubungkan dua klausa atau lebih dan klausa itu tidak memiliki status sintaksis yang sama (Sarwiji Suwandi, 2008:137). Pada kumpulan cerpen 1 Perempuan 14 Laki-laki Karya Djenar Maesa Ayu, konjungsi subordinatif adalah sebagai berikut.

(42) Tapi benarkah ini memang gelas terakhir, jika ia sebenarnya tahu masih bisa ada gelas keempat dan kelima. Itulah yang menggelisahkan karena ia tahu segalanya tak pernah lagi sama. Segalanya tak lagi sama, seperti ketika ia menciumnya pertama kali dulu.(dalam cerpen “Kunang-kunang dalam Bir”)

Pada data (42) terdapat konjungsi ‘jika’, yang merupakan konjungsi subordinatif syarat dan konjunGsi seperti yang menunjukan kemiripan.

Luka, karena bulan apa yang selama ini diajarkan dan dianggapnya benar ternyata salah.

(43) Lingkaran putih di depannya itu menatap beku. Persis seperti tatapan mata orang-orang dalam kenangannya dulu.

(44) Hampir menyerah, dia melihat sesuatu. Dan ketika dia hampiri ternyata sepotong kaki.

(45) Untuk apa hidup jika hanya untuk memelihara luka yang hari demi hari semakin infeksi.(dalam cerpen “Cat Hitam Berjari Enam”)

Pada data (43) terdapat konjungsi ‘karena’, yang merupakan konjungsi subordinatif sebab akibat yaitu pada data karena bulan apa yang selama ini diajarkan dan dianggapnya benar ternyata salah. Pada data (44), terdapat konjungsi seperti yang bermakna menyerupai/mirip pada data lengkapnya yaitu Persis seperti tatapan mata orang-orang dalam kenangannya dulu. Pada data (45) ketika yaitu konjungsi waktu. Dan pada data (46) terdapat konjungsi jika sebagai makna syarat terungkap pada data Untuk apa hidup jika hanya untuk memelihara luka yang hari demi hari semakin infeksi.

(46) Mungkinkah membentuk serupa arit? Jika tidak bisa digambarkan demikian, kira-kira gambaran itu merujuk ke sesuatu yang getir dan pahit.

(47) Buku di depannya ke tanah luruh. Seperti hatinya yang runtuh. Berputar dalam lingkaran lumpur penyesalan yang berputar jenuh.

(dalam cerpen “Ra Kuadrat”)

Pada data (47) terdapat konjungsi ‘jika’, yang menyatakan syarat, yaitu menyatakan bahwa jika tidak bisa digambarkan demikian, kira-kira gambaran itu merujuk ke sesuatu yang getir dan pahit. Pada data (48) terdapat konjungsi ‘seperti’, yang merupakan konjungsi subordinatif makna mirip/menyerupai.

Page 60: JURNAL BAHASA DAN SASTRA...novel merangkai peristiwa secara naratif dan bersifat otonom. Artinya novel merangkai kejadian berbentuk kisah atau mengisahkan dan mengacu serta patuh pada

Suprapto & Sumarlam, Aspek Gramatikal dalam Kumpulan Cerpen 1 Perempuan 14 Laki-Laki Karya Djenar Mahesa Ayu132

Konjungsi Antarkalimat

Konjungsi Antarkalimat menghubungkan satu kalimat dengan kalimat yang lain dalam sebuah wacana. Pada kumpulan cerpen “1 Perempuan 14 Laki-laki” terdapat beberapa konjungsi antarkalimat sebagai berikut.

(48) Ke mu d i a n k u n a n g - k u n a n g i t u beterbangan di sekitar panggung. Di sekitar kafe yang ingar-bingar namun terasa murung.

(49) Ia menyukai ciuman. Tapi sungguh, ia tak pernah yakin apakah ia menyukai pernikahan. Kemudian ber teka-teki:”Apakah persamaan bir dengan kunang-kunang?” Dia menggeleng.

Konjungsi antarkalimat yang terdapat pada data (49), yaitu konjungsi ‘namun’. Konjungsi tersebut berfungsi menyatakan pertentangan, yaitu pertentangan antara kalimat pertama dan kalimat kedua. Kalimat kedua menyatakan bahwa Di sekitar kafe yang ingar-bingar namun terasa murung. Pertentangan yang delematis, dimana sebuah tempat yang ramai dan penuh kemeriahan namun bagi si tokoh utama terasa hampa penuh dengan kemurungan dalam hatinya.

Pada data (50) juga terdapat konjungsi yang memiliki fungsi untuk menyatakan pertentangan, yaitu ‘tapi’. Ia menyukai ciuman. Tapi sungguh, ia tak pernah yakin apakah ia menyukai pernikahan. Kemudian berteka-teki:”Apakah persamaan bir dengan kunang-kunang?” Dia menggeleng.

(50) Bulan sabit itu merintih. Melagukan luka. Walaupun bukan merah darah warnanya, luka bagaimanapun adalah luka yang mungkin tidak bisa sembuh selamanya.(dalam cerpen ”Cat Hitam Berjari Enam”)

Pada data (51) juga terdapat konjungsi yang memiliki fungsi untuk menyatakan pertentangan, yaitu ‘walaupun’. Pertentangan terjadi pada kalimat kedua dengan kalimat ketiga.

SIMPULAN

Berdasarkan analisis di atas dapat disimpulkan bahwa kehadiran kohesi sangat penting untuk

sebuah wacana. Wacana yang baik pasti memiliki kohesi. Kohesi mengacu pada keterkaitan makna yang menghubungkan suatu unsur dengan unsur sebelumnya dalam teks apabila interpretasi sejumlah unsur dalam sebuah teks tergantung pada unsur lainnya. Dengan adanya kohesi wacana akan terlihat kepaduannya, sehingga pembaca akan lebih mudah memahami wacana tersebut. Aspek gramatikal ditambah suatu konteks yang meliputi suatu wacana yang padu sangat berpengaruh terhadap suatu wacana. Suatu wacana akan menjadi wacana yang berkualitas tinggi ketika didukung ketiga aspek tersebut. Ketika salah satu tidak ada atau kurang maksimal, maka keutuhan wacana tersebut akan sulit tercapai. Cerpen “satu perempuan empat belas laki-laki” karya Djenar Maesa Ayu terdapat kohesi gramatikal yang cukup baik yang mampu mendukung penceritaan dalam cerpen. Berbagai piranti kohesi dimunculkan dengan cukup tepat sehingga mendukung cerita yang ada di dalamnya.

DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan et.al. 2000. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonasia. Jakarta: Balai Pustaka.

Aminudin. 2002. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Algesindo.

Brown, Gillian dan George Yule. 1996. Analisis Wacana. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.

Djajasudarma, Fatimah. 1994. Wacana: Pemahaman dan Hubungan antar Unsur. Bandung: Eresco.

Fairclough, Norman. 1997. Critical Discourse Analysis: The Critical Study of Language. London: Longman.

Keraf, Gorys. 2004. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Nunan, David. 1993. Introducing Discourse Analysis. London: Penguin Books Press.

Nurgiyantoro, Burhan. 2005. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Sadikin, Mustofa. 2010. Kumpulan Sastra Indonesia. Jakarta. Gudang Ilmu.

Samsuri . 1987. Anal i s i s Wacana. Malang: Penyelenggaraan Pascasar jana Proyek

Page 61: JURNAL BAHASA DAN SASTRA...novel merangkai peristiwa secara naratif dan bersifat otonom. Artinya novel merangkai kejadian berbentuk kisah atau mengisahkan dan mengacu serta patuh pada

JURNAL BAHASA DAN SASTRA, Vol. 3 No. 2 Juli-Desember 2016 133

Peningkatan Mutu Pendidikan Perguruan Tinggi IKIP Malang.

Setiawan, Budhi. 2006. Analisis Wacana. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Sumarlam, dkk. 2005. Teori dan Praktik Analisis Wacana. Surakarta: Pustaka Cakra Surakarta.

Sumarlam, dkk. 2009. Analisis Wacana. Surakarta. Pustaka Caraka.

Suwandi, Sarwiji. 2008. Serbalinguistik: Mengupas Pelbagai Praktik Berbahasa. Surakarta: UNS Pres.

Tarigan, Hendry Guntur. 1987. Pengajaran Wacana. Bandung: Angkasa.

Page 62: JURNAL BAHASA DAN SASTRA...novel merangkai peristiwa secara naratif dan bersifat otonom. Artinya novel merangkai kejadian berbentuk kisah atau mengisahkan dan mengacu serta patuh pada
Page 63: JURNAL BAHASA DAN SASTRA...novel merangkai peristiwa secara naratif dan bersifat otonom. Artinya novel merangkai kejadian berbentuk kisah atau mengisahkan dan mengacu serta patuh pada

EFEKTIVITAS METODE TWO STAY TWO STRAY PADA PEMBELAJARAN READING COMPREHENSION

SISWA KELAS X SMAN 1 NGRAMBE

Theresia Budi SucihatiSTKIP PGRI Ngawi

[email protected]

Abstract: This research was an experimental research. It was about the use of ‘Two Stay Two Stray’ to teach reading comprehension at the eighth grade students of SMAN 1 Ngrambe in Academic Year 2016/2017. The objective of this research is to find empirical evidence whether ‘Two Stay Two Stray’ method is effective to teach reading of narrative text. A random sampling was done to select two classes out of the five classes. They are class X B as experimental class that consist of 26 students and X C as control class that consist of 26 students. The total both of class is 52 students. The researcher uses observation to get the qualitative data and test to get quantitative data, they are pre-test and post-test. The mean score of pre-test in experimental class is 65,69 and in control class is 55,85. The mean score of post-test in experimental class is 80,92 and in control class is 69,08. To achieve the four purpose of the present research, the data were analyzed using t-test. The result of the t-test is 1,84. Then, it is consulted with t-table or at significance 5%. The value at t-tabel =1,67. So it can be showed as follows: 1,84>1,67. It means t-test significant and it can be concluded that the result of the research was accepted. It means that the use of Two Stay Two Stray is effective to improve reading comprehension. Furthermore, TSTS can build students’ creativity in learning process.

Keywords: Two Stay Two Stray, Reading Comprehension

Abstrak: Penelitian ini tentang efektifitas metode ‘Two Stay Two Stray’ untuk pembelajaran ‘reading comprehension’ siswa kelas 10 di SMAN 1 Ngrambe tahun akademik 2016/2017. Penelitian ini bertujuan untuk mencari fakta nyata apakah metode ‘Two Stay Two Stray’ efektif untuk pembelajaran membaca teks naratif siswa kelas 10 SMAN 1 Ngrambe. Peneliti menggunakan sampel acak dengan memilih dua kelas yaitu kelas X B sebagai kelas eksperimental dan kelas X C sebagai kelas kontrol. Masing-kelas terdiri dari 26 siswa, jadi totalnya 52 siswa. Peneliti menggunakan observasi untuk mendapatkan kualitatif data dan tes untuk mendapatkan kuantitatif data, yaitu pre-tes dan post-test. Untuk menganalisis data, peneliti menggunakan t-tes. Hasil dari t-tes yaitu 1,84 sedangkan nilai pada t-tabel yaitu 1,67. Berdasarkan hasil dari t-tes dapat ditunjukkan 1,85>1,67. Nilai rata-rata pre-tes pada kelas eksperimental adalah 65,69 dan pada kelas kontrol adalah 55,85. Nilai rata-rata post-tes pada kelas eksperimen adalah 80,92 dan pada kelas kontrol adalah 69,08. Jadi dapat disimpulkan bahwa penggunaan metode ‘Two Stay Two Stray’ efektif untuk meningkatkan pemahaman membaca siswa.

Kata kunci: Two Stay Two Stray, Reading Comprehension

PENDAHULUAN

Membaca adalah suatu proses untuk mendapatkan informasi yang didominasi oleh mata dan otak. Mata menerima pesan dan otak kemudian bekerja untuk mengeluarkan pesan yang penting.

Pemahaman sangat penting dalam peningkatan membaca siswa. Selain itu, berdasarkan Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) di sekolah pada kurikulum 2013, semester pertama siswa kelas X di SMA diharapkan bisa memahami

Page 64: JURNAL BAHASA DAN SASTRA...novel merangkai peristiwa secara naratif dan bersifat otonom. Artinya novel merangkai kejadian berbentuk kisah atau mengisahkan dan mengacu serta patuh pada

Theresia B.S., Efektivitas Metode Two Stay Two Stray Pada Pembelajaran Reading Comprehension Siswa Kelas X SMAN 1 Ngrambe 136

teks fungsional dan esai sederhana seperti teks naratif di lingkungan sekitar mereka untuk menguasai keterampilan membaca. Pada buku kurikulum di SMAN 1 Ngrambe memiliki Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) 75 pada mata pelajaran Bahasa Inggris. Maka dari itu, setiap siswa di SMP di harapkan bisa membaca dan memahami jenis-jenis teks, ide pokok, informasi rinci, struktur umum dari teks, dan perujukan kata.

Berdasarkan observasi, ada beberapa masalah dalam pemahaman membaca yang dihadapi oleh siswa di SMAN 1 Ngrambe. Pertama, siswa tidak memahami ide pokok. Hal ini disebabkan kurangnya kosakata yang menyebabkan siswa tidak memahami topik yang didiskusikan dalam teks naratif. Kedua, siswa tidak bisa mengingat isi dari teks dengan baik. Mereka menghabiskan banyak waktu untuk mengulang kembali membaca dari awal. Hal ini disebabkan karena siswa tidak memahami setiap bagian pada isi dari teks naratif. Ketiga, siswa tidak memahami struktur umum dari teks naratif. Struktur umum dari teks naratif adalah orientasi, komplikasi, resolusi, dan re-orientasi. Siswa tidak bisa menganalisis susunan yang benar dari struktur umum teks naratif. Sehingga diperlukan strategi untuk mengatasi kesulitan siswa dalam memahami bacaan.

Dari penjelasan di atas, peneliti memilih metode Two Stay Two Stray untuk mengurangi masalah yang dihadapi siswa. Metode ini menuntut siswa untuk aktif dalam diskusi, bertanya, mencari jawaban, menjelaskan dan juga mendengarkan penjelasan siswa lain. Pada aktifitas ini guru membagi siswa dalam beberapa kelompok, setiap kelompok terdiri dari empat siswa. Kemudian dua siswa dari setiap kelompok meninggalkan kelompoknya dan berkunjung ke kelompok lain. Dua siswa yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan jawaban mengenai ide pokok, informasi rinci, struktur umum, dan perujukan kata kepada kelompok lain. Siswa yang berkunjung kemudian kembali ke kelompoknya masing-masing dan melaporkan hasil diskusinya dari kelompok lain. Kemudian setiap kelompok mencocokkan dan mendiskusikan jawaban dari kelompok lain. Kelebihan dari metode ini adalah memberikan

kesempatan kepada siswa untuk menentukan konsepnya sendiri dengan cara menyelesaikan masalah yang dihadapinya dan membangun kreatifitas dalam berkomunikasi dengan teman satu kelompoknya. Sementara kekurangan dari metode ini adalah membutuhkan waktu yang banyak untuk berdiskusi, siswa yang terbiasa bekerja sendiri akan merasa kesulitan untuk bekerjasama dalam kelompoknya.

Berdasarkan deskripsi tersebut, peneliti melakukan penelitian eksperimen untuk mencari tahu efektifitas metode Two Stay Two Stray dalam pembelajaran reading comprehension siswa kelas X di SMAN 1 Ngrambe tahun akademik 2016/2017.

METODE

Penelitian ini dilaksanakan di SMAN 1 Ngrambe pada semester ganjil tahun akademik 2016/1017. Jenis penelitian ini adalah eksperimental. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas X SMAN 1 Ngrambe yang terdiri dari 5 kelas yaitu kelas A-E. setiap kelas terdiri dari 26 siswa, 14 siswa laki-laki dan 12 siswa perempuan. Total populasi pada penelitian ini adalah 130 siswa. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan random sampling sehingga terpilih kelas X B sebagai kelas eksperimental yang terdiri dari 26 siswa dan kelas X C sebagai kelas control yang terdiri dari 26 siswa.

Peneliti menggunakan observasi untuk mendapatkan kualitatif data dan tes untuk mendapatkan kuntitatif data. Disini peneliti memberikan dua kali tes, yaitu pre-test dan post-test kepada kelas eksperimental dan kelas control. Pre-test digunakan untuk mendapatkan data awal dari kemampuan siswa dalam membaca teks naratif. Sedangkan post-test digunakan untuk mengetahui apakah hasilnya berbeda antara kelas eksperimen yang diberikan tindakan mengunakan metode Two Stay Two Stray dengan kelas kontrol yang tidak diberikan tindakan sama sekali. Dengan diberikan pre-test dan post-test, peneliti dapat mengetahui efektifitas metode Two Stay Two Stray (TSTS) pada pembelajaran reading comprehension.

Page 65: JURNAL BAHASA DAN SASTRA...novel merangkai peristiwa secara naratif dan bersifat otonom. Artinya novel merangkai kejadian berbentuk kisah atau mengisahkan dan mengacu serta patuh pada

JURNAL BAHASA DAN SASTRA, Vol. 3 No. 2 Juli-Desember 2016 137

HASIL DAN PEMBAHASAN

Untuk memperoleh data, peneliti menggunakan tes sebagai alat untuk mengukur kemampuan reading comprehension siswa. Peneliti memberikan dua kali tes kepada kelas experimen dan kelas kontrol, yaitu pre-test dan post test, dengan hasil sebagai berikut:

Pre-test

Peneliti memberikan lima puluh soal pre-test kepada kelas X B sebagai kelas eksperimental dan kelas X C sebagai kelas control. Setelah mendapatkan nilai pre-test, peneliti menghitung nilai setiap aspek dari pre-test pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.

Total nilai pre-test pada kelas eksperimen adalah 1.708 dengan nilai rata-rata 65,69. Berdasarkan hasil dari pre-test, dapat diketahui bahwa tiga indikator tidak mencapai KKM yaitu main idea, generic structure dan detail information. Sedangkan pada indikator reference dapat mencapai KKM.

Nilai rata-rata dari main idea adalah 53,07. Hal ini terjadi karena siswa tidak memahami arti keseluruhan paragraf. Mereka hanya membaca kalimat pertama dan kedua saja dan tidak mau membaca keseluruhan paragraf. Hal ini disebabkan kurangnya kosakata jadi mereka tidak bisa menemukan gagasan utama di setiap paragraf.

Nilai rata-rata generic structure adalah 46,92 dan merupakan nilai terendah. Hal ini terjadi karena siswa tidak bisa menganalisa struktur umum dari teks naratif, apa susunan yang benar dari orientasi, komplikasi, resolusi dan re-orientasi. Jadi mereka tidak bisa menentukan generic structure dari setiap paragraf dengan benar.

Nilai rata-rata dari detail information adalah 74,23. Hal ini terjadi karena kebanyakan siswa tidak membaca keseluruhan teks. Mereka merasa sulit untuk mengetahui arti dari keseluruhan peragraf jadi mereka tidak memahami informasi yang terdapat pada setiap paragraf khususnya informasi tersurat.

Selain itu, siswa tidak bisa mengingat isi dari teks sehingga mereka menghabiskan banyak waktu untuk kembali membaca dari awal dan kemudian mengerjakan soal. Sementara itu, nilai rata-rata dari reference adalah 80 dan merupakan

nilai tertinggi. Disini siswa mengetahui arti dari pronoun yang terdapat pada pertanyaan. Mereka bisa membedakan kata ganti tunggal dan ganda.

Total nilai pre-test pada kelas kontrol adalah 1.452 dengan nilai rata-rata 55,85. Berdasarkan hasil dari pre-test, dapat diketahui bahwa tiga indikator tidak mencapai KKM yaitu main idea, generic structure dan detail information. Sedangkan pada indikator reference dapat mencapai KKM.

Nilai rata-rata main idea adalah 43,46. Hal ini terjadi karena siswa tidak memahami arti keseluruhan paragraph. Mereka merasa bosan ketika membaca teks yang panjang. Jadi mereka tidak bisa menemukan ide pokok setiap paragraf. Nilai rata-rata generic structure adalah 38,85 dan menjadi nilai terendah. Hal ini terjadi karena siswa ragu menentukan struktur umum dari teks naratif yang meliputi orientasi, komplikasi, resolusi, dan re-orientasi. Mereka tidak tahu arti dari masing-masing struktur. Jadi mereka tidak bisa menganalisa generic structure dari setiap paragraf. Nilai rata-rata detail information adalah 60,96. Hal ini terjadi karena siswa tidak membaca keseluruhan teks. Mereka merasa bosan ketika membaca seluruh teks dan mereka merasa kesulitan untuk mengetahui arti dari keseluruhan paragraf. Jadi mereka mengira-ngira jawaban dan kebanyakan mereka menjawab salah. Sementara nilai rata-rata reference adalah 75. Disini siswa memahami arti pronoun yang terdapat pada soal. Mereka bisa menentukan kata ganti orang tunggal dan jamak.

Post-test

Langkah berikutnya yaitu peneliti memberikan dua puluh lima soal post-test kepada kelas eksperimen dan kelas kontrol, dengan tujuan untuk mengetahui perbedaan hasil antara kelas eksperimen dan kelas kontrol yang tidak diberikan treatment.

Total nilai post-test pada kelas eksperimen adalah 1.940 dengan nilai rata-rata 80,92. Berdasarkan hasil dari post-test, dapat diketahui bahwa dua indikator tidak mencapai KKM yaitu main idea dan generic structure. Sedangkan pada indikator detail information dan reference dapat mencapai KKM.

Nilai rata-rata main idea adalah 74,62. Setelah diberikan treatment menggunakan metode Two Stay Two Stray, siswa menjadi lebih aktif membaca dan

Page 66: JURNAL BAHASA DAN SASTRA...novel merangkai peristiwa secara naratif dan bersifat otonom. Artinya novel merangkai kejadian berbentuk kisah atau mengisahkan dan mengacu serta patuh pada

Theresia B.S., Efektivitas Metode Two Stay Two Stray Pada Pembelajaran Reading Comprehension Siswa Kelas X SMAN 1 Ngrambe 138

meraka mau mencoba membaca seluruh paragraf. Tetapi ada beberapa siswa yang tidak paham arti dari beberapa kata. Hal ini disebabkan kurangnya kosakata, jadi mereka tidak bisa menemukan ide pokok dari setiap paragraf.

Rata-rata nilai dari generic structure adalah 70,77 dan menjadi nilai terendah. Hal ini terjadi karena siswa tidak bisa menganalisa struktur umum dari teks naratif, khususnya pada komplikasi. Mereka memilih jawaban ‘resolusi’. Sementara jawaban yang benar adalah ‘komplikasi’. Mereka ragu menentukan yang mana komplikasi dan yang mana resolusi. Jadi mereka tidak bisa menjawab dengan benar.

Rata-rata nilai dari detail information adalah 86,52 dan menjadi nilai tertinggi. Setelah diberikan beberapa trestment menggunakan metode Two Stay Two Stray, siswa bisa memahami arti dari setiap paragraf. Mereka bisa memahami informasi tersirat dan informasi tersurat pada teks naratif.

Sementara itu, rata-rata nilai dari reference adalah 86,15. Disini siswa mengetahui arti dari pronoun yang terdapat dalam pertanyaan, jadi mereka bisa menjawab pertanyaan dengan benar. Pada aaspek ini, metode Two Stay Two Stray efektif untuk meningkatkan kemampuan membaca siswa.

Total nilai post-test pada kelas kontrol adalah 1.794 dengan nilai rata-rata 84. Berdasarkan hasil dari post-test, dapat diketahui bahwa tiga indikator tidak mencapai KKM yaitu main idea, generic structure dan detail information.Sedangkan pada indikator reference dapat mencapai KKM. Rata-rata nilai pada main idea adalah 68,46. Hal ini terjadi karena siswa tidak mengetahui arti dari beberapa kata jadi mereka tidak paham arti dari keseluruhan paragraf. Mereka hanya membaca kalimat pertama dan kedua saja, hal ini menyebabkan mereka tidak bisa menemukan ide pokok paragraf.

Nilai rata-rata dari generic structure adalah 56,15 dan menjadi nilai terendah. Hal ini terjadi karena siswa ragu menentukan struktur umum dari teks naratif yang meliputi orientasi, komplikasi, resolusi, dam re-orientasi. Jadi mereka tidak bisa menganalisa struktur umum dari teks naratif.

Rata-rata nilai dari detail information adalah 73,46. Hal ini terjadi karena siswa tidak membaca keseluruhan teks. Mereka merasa bosan ketika

harus membaca keseluruhan teks. Jadi mereka tidak mengetahui informasi tersirat dan informasi tersurat dari teks naratif. Sementara itu, nilai rata-rata dari reference adalah 75,65. Disini siswa mengetahui arti dari pronoun yang terdapat pada soal. Mereka dapat menemukan kata ganti tunggal dan jamak, jadi mereka bisa menjawab pertanyaan dengan benar.

Berdasarkan data tersebut, dapat diketahui bahwa rata-rata nilai pre-test dan post-test dari kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol. Hal ini berarti ada perbedaan yang signifikan antara kelas eksperimen dan kelas kontrol.

Selanjutnya peneliti menghitung uji-t untuk mengetahui apakah metode Two Stay Two Stray efektif untuk pembelajaran reading comprehension siswa kelas X SMAN 1 Ngrambe tahun akademik 2016/2017. Berdasarkan analisis, hasil uji-t adalah 1,84 sedangkan hasil dari t-tabel adalah 1,67 dengan taraf 5%. Jadi, dapat ditunjukkan bahwa hasil uji-t lebih tinggi daripada t-tabel (1,84>1,67) pada taraf 5%.

SIMPULAN

Berdasarkan has i l pene l i t i an , dapat disimpulkan bahwa penggunaan metode Two Stay Two Stray efektif untuk meningkatkan kemampuan reading comprehension siswa dalam memahami teks naratif. Metode ini cocok digunakan untuk pembelajaran membaca karena metode Two Stay Two Stray memberikan kesempatan kepada siswa untuk menentukan konsepnya sendiri dengan menyelesaikan masalah yang diberikan kepada mereka, menyusun kebiasaan siswa agar berfikir terbuka dengan temannya, meningkatkan motivasi belajar siswa. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam penerapan metode Two Stay Two Stray adalah alokasi waktu untuk kegiatan diskusi. Guru harus pandai-pandai mengatur waktu dan juga anggota setiap kelompok. Hal ini diperlukan agar penerapan metode Two Stay Two Stray dapat berjalan dengan baik.

Page 67: JURNAL BAHASA DAN SASTRA...novel merangkai peristiwa secara naratif dan bersifat otonom. Artinya novel merangkai kejadian berbentuk kisah atau mengisahkan dan mengacu serta patuh pada

JURNAL BAHASA DAN SASTRA, Vol. 3 No. 2 Juli-Desember 2016 139

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2013. Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktik). Jakarta: Rineka Cipta.

Fatoni, Nur. 2014. The Influence of Using Two Stay Two Stray in Learning Reading Comptrehension of Recount Text. Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta: Thesis. Derived from: http://google.co.id

Nurjati. 2011. Jenis-jenis Teks Bahasa Inggris. Bandung: Mandar Maju. Derived from Http://Marpudin.Wordpress.com/2013/10/13/definisi_jenis_jenis_teks_Bahasa_Inggris_genre//

Nuttal, Christine. 1982. Teaching Reading Skills in a Foreign Language (Practical Language Teaching: no. 9. Oxford: Heinema International.

Riyanto, Yatim. 2009. Paradigma Baru Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group.

Shoimin, Aris. 2016. 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Suprijono, Agus. 2013. Cooperative Learning. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Tarigan, Henry Guntur. 2008. Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.

Page 68: JURNAL BAHASA DAN SASTRA...novel merangkai peristiwa secara naratif dan bersifat otonom. Artinya novel merangkai kejadian berbentuk kisah atau mengisahkan dan mengacu serta patuh pada
Page 69: JURNAL BAHASA DAN SASTRA...novel merangkai peristiwa secara naratif dan bersifat otonom. Artinya novel merangkai kejadian berbentuk kisah atau mengisahkan dan mengacu serta patuh pada

INTRODUCTION

As everybody knows that the education in Indonesia is run by the regulation of the Indonesian Ministry of Education and Culture. The Department of Education and Culture will design the syllabus for every subjects taught in all level of school. This system is objected to make a

competitive atmosphere among the students to pass the national standard of education.

The Ministry’s syllabus contains some prominent basic parts. One of them is Kompetensi Dasar or can be intepreted as Basic Competence. The syllabus has several basic competence related to the level of education. In this study, the basic competence that I’d like to discuss is analyzing and

PICTURE STRIPS AS THE SPEAKING SKILL ENHANCER IN TEACHING CONDITIONAL SENTENCE WITH SUGGESTION

Wahyu UtomoSMKN 1 Jenangan Ponorogo

[email protected]

Abstrak: Artikel ini membahas tentang penggunaan rangkaian gambar untuk meningkatkan kemampuan berbicara siswa dalam mengungkapkan saran yang menggunakan kalimat pengandaian. Sebagaimana diketahui, beberapa guru masih menggunaan teknik gaya lama dengan menerjemahkan dari Bahasa Indonesia ke Bahasa Inggris. Hal ini bukanlah sebuah kesalahan. Beberapa siswa mampu menjawab soal ataupun pertanyaan dalam kalimat pengandaian tersebut tetapi mereka tidak mampu mengungkapkan saran dengan kalimat pengandaian berdasarkan kasus ataupun konteks yang telah diberikan. Sementara, sebagian siswa yang lain hanya berkonsentrasi pada tipe-tipe kalimat pengandaian. Penulis menitikberatkan percobaannya dalam menggunakan rangkaian gambar, yang merupakan bagian dari teknik pendekatan komunikatif yang terkenal sebagai pemecahan untuk masalah yang telah disebutkan. Berdasarkan penelitian ekperimental kecil yang telah dilakukan pada kelas 12 SMK, ‘picture strips’ mampu membantu siswa dalam menuntaskan kompetensi dasar mengungkapkan saran dengan menggunakan kalimat pengandaian sebanyak 100% dari jumlah siswa. Peneliti berharap penelitian yang singkat dan ringkas ini mampu memberikan kontribusi dalam bidang Teaching English as the Second Language.

Kata kunci: Rangkaian Gambar, Pembelajaran Komunikatife, Grammar Translation Method, Conditional Sentence, Behaviorist

Abstract: This article discusses the use of picture strips for encouraging students in their speaking skill of conditional sentence with suggestion. As the researcher’s has experienced, some teachers were still using an old-schooled technique by translating the language. It is not a fault but, the problem was some students were able to answer the questions of conditional sentence, but they were not able to produce any sentence related to the case or context. Meanwhile, the other students even only focused on conditional sentence’s types.The writer focused his experiment in using the picture strip as the part of the famous communicative approach for the solution of the problem. Based on the simple experimental study which was done in 12 Grade of vocational high school, picture scripts were able to succeed students in 100% of completion in producing conditional sentence with suggestion based on the given cases. The researcher hoped that this brief and simple study would give a bold contribution in Teaching English as the Second Language field.

Keywords: Picture Strips, Communicative Learning, Grammar Translation Method, Conditional Sentence, Behaviorist

Page 70: JURNAL BAHASA DAN SASTRA...novel merangkai peristiwa secara naratif dan bersifat otonom. Artinya novel merangkai kejadian berbentuk kisah atau mengisahkan dan mengacu serta patuh pada

Wahyu Utomo, Picture Strips As The Speaking Skill Enhancer in Teaching Conditional Sentence With Suggestion142

arranging conditional sentence followed by order or suggestion.

According to the Standar Kompetensi Lulusan (Graduation Competence Standard) which was stated in Pasal 35 ayat (1) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003, one of the competence that must be experienced by students is (3.10) Analyzing social function, text structure, and langauage features for stating and asking conditional sentence with order/suggestion, appropriate with the context. (2) Arranging social function, text structure, and langauage features for stating and asking conditional sentence with order/suggestion, appropriate with the context.

The spirit of this based competence is ssisting students to be able to produce conditional sentence both spoken and written based on the daily context.Conditional sentence, according to Djuharie, is a form of sentence which stated supposition. It is different to Bahasa conditional sentence which is not limited by rule of statement. English conditional sentence has possible and impossible conditional sentence.

Generally, most teachers will focus on helping students to understand the grammar features. As we know that conditional sentence has three types and known as Conditional Sentence Type 1, Conditional Sentence Type 2, and Conditional Sentence Type 3. Some teachers will focus on helping their students to answer or finish the questions on the changing of verb in If Clause and Result Clause. This method will imply only in students ability in answering, let’s say, the examination questions.

In short Conditional Sentence can be explained as in the following table.

Some teachers usually combine the cloze text questions with a translation question. I mean, a teacher will write down the Indonensian term then ask students to translate it into conditional sentence. This method then we know as Grammar Translation Method.

The Grammar Translation Method has been used in early language teaching. It is also called as Classical Method since it was used in teaching classical language like Greek and Latin. The purpose of this mehod is to help students to read and appreciate foreign language literature, “It was also hoped that through the study of the grammar of the target language, the students would become more familiar with the grammar of their native language and that this familiarity would help speak and write their native language better” (Larsen-Freeman,1985: 4).

Some teachers are using translation method in their teaching of conditional sentence. Based on the Larsen-Freeman theory above, this method will help students to understand more the grammar. And some students may able to use the grammar or answer the examination papers perfectly. Meanwhile, some other students are stil focusing on understanding the grammar of conditional sentence types.The example of this type of method is explained in following chart.

TYPE IF CLAUSE RESULT

1Possibility

If + simple present Modals present/simple present/commandIf the weather is nice go to Surabaya

2Unreal in present

If + simple past Modal past + infinitiveIf the weather were nice We would go to Surabaya

3Unreal in past

If + past perfect Modal past + have + past participleIf the weather had been nice We could have gone to Surabaya

Table 1: Types of conditional sentence

Page 71: JURNAL BAHASA DAN SASTRA...novel merangkai peristiwa secara naratif dan bersifat otonom. Artinya novel merangkai kejadian berbentuk kisah atau mengisahkan dan mengacu serta patuh pada

JURNAL BAHASA DAN SASTRA, Vol. 3 No. 2 Juli-Desember 2016 143

Translate into Conditional Sentence Type 1, 2, and 3.1. Jika saya punya uang, saya akan membeli iPhone

6.2. Jika saya kamu, saya tidak akan pergi berkemah.3. Mereka tidak akan datang ke pesta jika dia

(perempuan) tidak diundang.4. Rumaysha bisa berangkat tepat waktu jika dia

tidak sibuk.5. Jika ayah menyetir mobil semalam penuh, dia akan

tidur di pagi hari.

What the students have to do next is change the 5 sentences into conditional sentence type 1, 2, and 3. They may able to change all the sentences. But if we take a look at number 2, the context of this sentence doesn’t work for type 1. The spirit of this sentence is a suggestion to cancel a camp. However, conditional type 1 is supposed to state a possibility.

Another problem that I found in using this method is that students are really difficult to solve a case. As example, when I ask the students to make a suggestion with conditional sentence orally. I mentioned a place, for example, “In the classroom.” Then I asked them to make a conditional sentence with suggestion. Only 10 to 15 % students are able to make the sentences. Start from this problem, then I continue to my next method, using the piture strips.

Building students’imagination in language teaching is a short-cut to reach the level of understanding. Teaching language is totally different with teaching Math. We need a discourse analysis to inteprete the language. Therefore, student imagination will helpful to improve their understanding of English. Student does not need a strict of textual understanding. All they need is that they understand and able to speak in both Bahasa or English.

Picture is believed has a big contribution in building student image. From the picture, I am able to present the real imagination of place, object, or any related stimulating image to gain my students’ imagination of social context. Social context is one prominent aspect that we need to produce

language.“When we communicate, we use the language to accomplish some function. Such as arguing, persuading, or promising. Moreover, we carry out this functions within a social context” (Larsen-Freeman,1985: 123).

Based from the theory above, I used some pictures of famous places in Ponorogo to encourage the students in speaking. Moreover, the students, I hoped, will focus on the context. Means that the types of conditional sentence will automatically be understood through the picture strips.

In this study, my prominent objective is improving my students’ speaking skill in expressing suggestion by using conditional sentence. As I exlained in the background that based on my experience, I found that the use of old-style grammar translation method would only helped students’ ability in understanding the conditional sentence gramatically. Most of them were difficult in expressing those suggestions based on the given case. However, if we back to the essence of language teaching, the goal of language teaching is to make people are able to communicate with others. Thus, the use of picture strips would be helpful in solving the language teaching problem.

METHOD

As a teacher, I will use experimental reaearch method which will be done in his class. I divide my class into two experimental groups. The first group will be taught by grammar translation method. The second group will be taught by using picture strips. These two group will be treated in sequence. Moreover, the objective of this classification is maintaining the succeeded level of treeatment.

In the first group, I will start the class with a brief and detailed exlanation about giving suggestion. I will explain the gambits which are used in expressing suggestion such as would, could, or should. Then I will give my students some exercises and writing some suggestion. Next, I will lead my students into discussion of conditional sentence type 1. Then, as always, I will give a chance for my students to do some exercises and write some conditional sentences.

Page 72: JURNAL BAHASA DAN SASTRA...novel merangkai peristiwa secara naratif dan bersifat otonom. Artinya novel merangkai kejadian berbentuk kisah atau mengisahkan dan mengacu serta patuh pada

Wahyu Utomo, Picture Strips As The Speaking Skill Enhancer in Teaching Conditional Sentence With Suggestion144

The second group will be treated by film strip media. I will start the class with similar way in the first group, but, I will use the picture strips in the next teaching activity. I will a very simple and familiar picture of some local object to be observed by students. They, then, will try to give suggestion for his friend in those several local object. Of course, the suggestion will be expressed by using conditional sentence.

My objective of this method is maintaining and proofing the succeed of language teaching by using picture strips. I will proof that picture strips is much more efficient in teaching expression if suggestion by using conditional sentence.

FINDINGS AND DISCUSSION

I started my class with general opening activities, such as, greeting the students, asking their news, checking the attendance, and giving short motivation. Then I present a big sentence of Conditional Sentence and stimulate the students to ask some questions. In the end of the first presentation, I will ask wether the students have ever study the conditional sentence.

Starting my lesson, I ecncouraged the students spirit of studying. I helped my students to be focus and ready to absorb the kowledge. Then, in my first group, after I gave a short movie about giving suggestion and asked my students to observe and imitate the expressions, I started explaining conditional sentence.

I explained the conditional sentence by giving the basic form and then gave my students a sort of sentence in Bahasa Indonesia. I asked my students to rewrite the sentences into English version. After all of my students reach their completion in rewriting the sentences, I gave my students some cases. I gave them a short imaginative situation which needed a suggestion. What my students have to do is make a short dialog and give suggestion by using conditinal sentence tye 1.

The result of this activity was not really satisfying. Only 20% students are able to comlete the last step. It means that only 20% students were able to express suggestion with conditional sentence. The main obstacle, as I reviewed, was

they had difficulties in understanding the situation. It was because they didn’t see or didn’t have a good imagination in creating the dialog.

Meanwhile, on my second group, I gave some pictures of famous places in Ponorogo, such as Ponorogo City Center (a Mall), Ngebel Lake, and Pletuk water-fall. The reason why I put those pictures was most students had experience with those places. This situation would help me to stimulate the students imagination.Starting the language teaching from what the student has experienced can develop the interest. Thus, they unconsciously motivate themself to learn the language.

From the pictures, I asked the students some questions which are objected to give suggestion or command. The example of questions are (1) What is the name of this place? (2) Have you ever been there? (3) What are you usually do in that place? (4) What is the most interesting thing at that place? (5) What should we do in that place?

The next step which I took was I gave the students the form of Conditional Sentence type 1 with a very simple and same If Clause by using the term of “If I visit (place) I will/can/shall (activity).” After that, I gave another example of giving suggestion to others by using “If you visit (place), you shall/may/can (activity). This drilling method was helpful to develop the form in the students mind without remembering any single formula of conditional sentence,

After the students busy with their activity in creating suggestion with conditional sentence, finally, I gave the students some other pictures of famous places in the world like Mecca, Paris, Amsterdam, Bali, etc. The students then used their imaginations to create some sentences as they were thinking about their dream to visit those places. Of course, this situation was the situation which I really need. A situation where the students busy with their activities of learning grammar without any pressure of focusing in the formula.

The result of this activity was really satisfying. I put 3 criteria of completion, (1) The precision of grammar using (maximum 40 points), (2) Pronunciation (maximum 35 points), and (3)

Page 73: JURNAL BAHASA DAN SASTRA...novel merangkai peristiwa secara naratif dan bersifat otonom. Artinya novel merangkai kejadian berbentuk kisah atau mengisahkan dan mengacu serta patuh pada

JURNAL BAHASA DAN SASTRA, Vol. 3 No. 2 Juli-Desember 2016 145

Creativity in sentence developing (maximum 25 points). From the 32 students in my class, all of them had passed the minimum criteria of completion, 78. There were only 5% students passed with 79, then 30% of students passed with 82, 45% students passed with 85, while the rest 20% students passed with the highest score 88.

CONCLUSION

From the experience I can conclude that the use of pictures is strongly recommended to develop the students ability in making suggestion and command with conditional sentence. The pictures should be interesting and familiar to the student. It means that actually the language teaching learning process should be started from what the student knows. This session will help teacher to stimulate the student’s imagination. Thus, I hope this step will help student to find an interesting way of understanding and producing suggestion with conditional sentence.

REFERENCES

Larsen-Freeman, Diane. 1985. Techniques and Principles in Language Teaching. Oxford: Oxford University Press.

Pateda, Mansoer. 1991. Linguistik Terapan. Flores: Penerbit Nusa Indah.

Pusat Pengembangan Profesi Pendidik Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. 2014. Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013 . Kementr i an Pend id ikan dan Kebudayaan.

Page 74: JURNAL BAHASA DAN SASTRA...novel merangkai peristiwa secara naratif dan bersifat otonom. Artinya novel merangkai kejadian berbentuk kisah atau mengisahkan dan mengacu serta patuh pada

PETUNJUK BAGI PENULIS

1. Artikel yang dimuat berupa analisis, kajian, hasil penelitian, dan pembahasan kepustakaan.2. Artikel merupakan karya asli penulis dan terbebas dari penjiplakan (plagiat). Isi artikel dan

kemungkinan pelanggaran etika penulisan sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis.3. Naskah belum pernah diterbitkan dalam jurnal dan media cetak lain, diketik 1,5 spasi pada kertas

A4, panjang 10-20 halaman, margin 3 cm (atas, bawah, kanan, dan kiri) dan diserahkan paling lambat 3 bulan sebelum bulan penerbitan dalam bentuk print-out sebanyak 2 eksemplar dan file CD. Berkas naskah diketik dengan Microsoft Word, font 12 Times New Roman. File naskah juga bisa dikirim lewat email [email protected]

4. Nama penulis artikel dicantumkan tanpa gelar akademik dan ditempatkan di bawah judul artikel, institusi asal, dan alamat e-mail penulis artikel. Bila penulis terdiri atas empat orang atau lebih, yang dicantumkan di bawah judul artikel adalah nama penulis utama; nama penulis-penulis lainnya dicantumkan pada catatan kaki halaman pertama naskah. Artikel hasil penelitian yang dikerjakan oleh tim, semua anggota tim harus dicantumkan. Dalam proses penyuntingan artikel, pengelola jurnal hanya berhubungan dengan penulis utama atau penulis yang namanya tercantum pada urutan pertama.

5. Artikel nonpenelitian terdiri atas: (a) judul (maksimal 10 kata) (b) identitas penulis, institusi asal, dan alamat e-mail penulis artikel (c) abstrak (abstract) dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris masing-masing terdiri dari 100-200 kata, (d) kata-kata kunci (keywords) dalam bahasa Indonesia dan Inggris (3-5 kata/frase), (e) pendahuluan (tanpa judul subbab) yang berisi latar belakang dan tujuan atau ruang lingkup tulisan, (f) pembahasan (dapat dibagi ke dalam beberapa sub-bagian); (g) simpulan, dan (h) daftar pustaka (hanya memuat sumber-sumber yang dirujuk).

Artikel hasil penelitian disajikan dengan sistematika sebagai berikut: (a) judul (maksimal 15 kata) (b) nama penulis, institusi asal, dan alamat e-mail penulis artikel (c) abstrak (abstract) dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, masing-masing terdiri dari 100-200 kata yang berisi tujuan, metode, dan hasil penelitian, (d) kata-kata kunci (keywords) dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris (3-5 kata/frase), (e) pendahuluan (tanpa judul subbab) berisi latar belakang penelitian, telaah teori relevan terpenting, dan tujuan penelitian (maksimal 25% dari jumlah halaman artikel), (f) metode penelitian (maksimal 20% dari jumlah halaman artikel), (g) hasil dan pembahasan (minimal 40% dari jumlah halaman artikel), (h) simpulan, dan (i), daftar pustaka (hanya memuat sumber-sumber yang dirujuk).

6. Daftar rujukan disajikan mengikuti tatacara seperti contoh berikut, diurutkan secara alfabetis dan kronologis.

Buku

Damono, Sapardi Djoko. 1984. Sosiologi Sastra Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta Pusat: Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Dekdipbud.

Good, Thomas. L and Brophy, Jere. E. 1991. Looking in Classroom (5th ed). New York: Harpercollins, Inc.

Bunga rampai atau antologi

Salmon, Claudine. 1999. “Fiksi Etnografis dalam Kesusasteraan Melayu Peranakan”. Dalam Henri Chambert-Loir dan Hasan Muarif Ambari (Ed.). Panggung Sejarah: Persembahan Kepada Prof. Dr. Denys Lombard. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Page 75: JURNAL BAHASA DAN SASTRA...novel merangkai peristiwa secara naratif dan bersifat otonom. Artinya novel merangkai kejadian berbentuk kisah atau mengisahkan dan mengacu serta patuh pada

Buku yang disusun oleh lembaga

Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Buku terjemahan

Wellek, Rene dan Austin Warren. 1993. Teori Kesusastraan. Terjemahan Melani Budianta. Jakarta: PT. Gramedia.

Jurnal

Yektiningtyas-Modouw, Wigati. 2007. “Fungsi Ehabla dalam Masyarakat Sentani Papua”. Atavisme: Jurnal Ilmiah Kajian Sastra. Volume 10. Surabaya: Balai Bahasa Surabaya

Surat kabar

Hutomo, Suripan Sadi. 1978. “Pribumi dan Nonpribumi dalam Sastra Indonesia dan Daerah”. Surabaya Post. 27 Maret.

Makalah dalam pertemuan ilmiah

Sudikan, Setya Yuwana. 2001. “Cerita Rekaan dalam Sastra Jawa Modern Tahun 1980—2000an: Kajian Sosiologi Sastra”. Kongres Bahasa Jawa III Tahun 2001, Yogyakarta, 15—20 Juli 2001.

Laporan penelitian, skripsi, tesis, atau disertasi

Saputra, Heru S.P. 2003. “Mantra Sabuk Mangir dan Jaran Goyang dalam Budaya Using di Banyuwangi”. Tesis. Yogyakarta: Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada.

Internet (artikel dalam jurnal dalam jaringan/online)

Istanti, Kun Zachrun. 2001. “Hikayat Amir Hamzah: Jejak dan Pengaruhnya dalam Kesusastraan Nusantara. Humaniora. (Online), Volume XIII, No. 1, (http://www.jurnal-humaniora.ugm.ac.id, diunduh tanggal 15 Juli 2008.

7. Untuk artikel hasil penelitian, penulis wajib mengirimkan soft-file laporan penelitian dan lembar pengesahan laporan penelitian. Lembar pengesahan laporan penelitian dikirim melalui faximile ke (0352) 481841, dan soft-file laporan penelitian dikirim ke e-mail: [email protected]

8. Segala sesuatu yang menyangkut perijinan pengutipan atau penggunaan software komputer untuk pembuatan naskah atau hal lain yang terkait dengan HAKI yang dilakukan oleh penulis artikel, berikut konsekuensi hukum yang mungkin timbul karenanya, menjadi tanggung jawab penuh penulis artikel tersebut.

9. Sumber rujukan sedapat mungkin merupakan pustaka-pustaka terbitan 10 tahun terakhir. Rujukan yang diutamakan adalah sumber-sumber primer berupa laporan penelitian (termasuk skripsi, tesis, disertasi) atau artikel-artikel penelitian dalam jurnal dan/atau majalah ilmiah.

10. Semua naskah ditelaah secara anonim oleh penyunting ahli (reviewers) yang ditunjuk oleh penyunting menurut bidang kepakarannya. Penulis artikel diberi kesempatan untuk melakukan perbaikan (revisi) naskah atas dasar rekomendasi/saran dari penyunting ahli atau penyunting. Kepastian pemuatan atau penolakan naskah akan diberitahukan secara tertulis.

11. Untuk memudahkan komunikasi, penulis wajib menyertakan nomor handphone, alamat korespondensi, dan alamat e-mail.

12. Outline artikel:

Page 76: JURNAL BAHASA DAN SASTRA...novel merangkai peristiwa secara naratif dan bersifat otonom. Artinya novel merangkai kejadian berbentuk kisah atau mengisahkan dan mengacu serta patuh pada

Artikel Non-penelitian

JUDUL

Nama (tanpa gelar)Institusi asalEmail penulis

Abstrak: (Bahasa Indonesia)Kata Kunci:

Abstract: (Bahasa Inggris)Keywords:

PENDAHULUAN/INTRODUCTIONPEMBAHASAN/DISCUSSION

........

........SIMPULAN/CONCLUSIONDAFTAR PUSTAKA/REFERENCES

Artikel Hasil Penelitian

JUDUL

Nama (tanpa gelar)Institusi asalEmail penulis

Abstrak: (Bahasa Indonesia)Kata Kunci:

Abstract: (Bahasa Inggris)Keywords:

PENDAHULUAN/INTRODUCTIONMETODE/METHODHASIL DAN PEMBAHASAN/FINDINGS AND DISCUSSION

........

........SIMPULAN/CONCLUSIONDAFTAR PUSTAKA/REFERENCES

Times new roman, 12pt, spasi 1, centerednama ditulis tebal

Times new roman, 12pt, spasi 1, centerednama ditulis tebal

Times new roman, 12pt, justify, italic, spasi 1, setiap abstrak terdiri 1 paragraf (100-200 kata)

Times new roman, 12pt, justify, italic, spasi 1, setiap abstrak terdiri 1 paragraf (100-200 kata)

Times new roman, 12pt, justify, spasi 1,5Pendahuluan (tanpa sub-bab/numbering)Pembahasan (dapat dibagi menjadi sub-bab)Simpulan (1 paragraf, tanpa saran)Bagian yang dicetak kapital dan tebal hanya bab sesuai outline di samping

Times new roman, 12pt, justify, spasi 1,5Pendahuluan (tanpa sub-bab/numbering)Pembahasan (dapat dibagi menjadi sub-bab)Simpulan (1 paragraf, tanpa saran)Bagian yang dicetak kapital dan tebal hanya bab sesuai outline di samping

Times new roman, 14pt, centered, kapital, bold

Times new roman, 14pt, centered, kapital, bold