jurnal abses peritonsiler

9
ABSES PERITONSILER BILATERAL KOMPLIKASI DARI TONSILITIS AKUT Point kunci Abses peritonsiler berpotenis mengancam kehidupan dengan menginfeksi leher bagian dalam pada orang dewasa yang diakibatkan oleh komplikasi tonsillitis akut Pembengakan bilateral langit-langit dengan garis tengah uvula dapat mengindikasi terjadinya abses peritonsiler bilateral. Contrast-enhanced computed tomography dapat dipertimbangkan sebagai penilaian pada pasien dengan tanda dan gejala yang dicurigai abses peritonsiler bilateral. Pasien dengan suspek abses peritonseler bilateral memerlukan penilaian otolaringologik dengan segera. Perempuan usia 24 tahun datang ke departemen gawatdarurat dengan riwayat selama tiga hari nyeri tenggorokan yang semakin memburuk dengan nyeri menelan dan demam. pasien telah dilihat oleh dokter layanan primer sehari sebelum datang dengan keluhan nyeri tenggorokan dan demam dan telah diberikan obat amoxicillin. Tidak ada riwayat tonislitis berulang, abses peritonsiler dan alergi obat. Pada pemeriksaan fisik didapatkan suhu 39,8ºC, nadi 90 x/menit, respirasi 24 x/menit, dan tekanan darah 110/70 mmHg. Pasien berbicara dengan suara yang redup tanpa stridor kuat atau respiratory distress. Pemeriksan rongga mulut dan orofaring terlihat moderet trismus dengan penuh saliva, pembesaran yang 1

description

NMVJHVJGV

Transcript of jurnal abses peritonsiler

Page 1: jurnal abses peritonsiler

ABSES PERITONSILER BILATERAL KOMPLIKASI DARI TONSILITIS AKUT

Point kunci

Abses peritonsiler berpotenis mengancam kehidupan dengan menginfeksi leher bagian dalam pada orang dewasa yang diakibatkan oleh komplikasi tonsillitis akut

Pembengakan bilateral langit-langit dengan garis tengah uvula dapat mengindikasi terjadinya abses peritonsiler bilateral.

Contrast-enhanced computed tomography dapat dipertimbangkan sebagai penilaian pada pasien dengan tanda dan gejala yang dicurigai abses peritonsiler bilateral.

Pasien dengan suspek abses peritonseler bilateral memerlukan penilaian otolaringologik dengan segera.

Perempuan usia 24 tahun datang ke departemen gawatdarurat dengan riwayat selama tiga hari nyeri tenggorokan yang semakin memburuk dengan nyeri menelan dan demam. pasien telah dilihat oleh dokter layanan primer sehari sebelum datang dengan keluhan nyeri tenggorokan dan demam dan telah diberikan obat amoxicillin. Tidak ada riwayat tonislitis berulang, abses peritonsiler dan alergi obat.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan suhu 39,8ºC, nadi 90 x/menit, respirasi 24 x/menit, dan tekanan darah 110/70 mmHg. Pasien berbicara dengan suara yang redup tanpa stridor kuat atau respiratory distress. Pemeriksan rongga mulut dan orofaring terlihat moderet trismus dengan penuh saliva, pembesaran yang simetris dan terdapat inflamasi pada tonsil,dan udem bilateral dengan penonjolan langit langit pada garis tengah uvula ( gambar 1). Terdapat pula limfadenopati submandibular bilateral.

Gambar 1 : rongga mulut dan orofaring pada perempuan usia 24 tahun dengan nyeri tenggorokan yang semakin memburuk, odinofagia dan demam, terlihat

1

Page 2: jurnal abses peritonsiler

penuh saliva dan udem bilateral; dan bengkak pada langit-langit dengan (panah) dengan garis tengah pada uvula (bintang)

Pemeriksaan darah lengkap menunjukan jumlah leukosit 17.6 (normal 4.5–11.0) × 109/L dengan peningkatan jumlah neutrophil absolut 15.7 (normal 1.8–8.1) × 109/L. jumlah limfosit absolut dan jumlah monosit dalam batas normal. C-reactive protein level 3926.8 (normal < 47.6) nmol/L. Tes monospot tidak dilakukan. Ketika pasien datang ke departemen kegawatdaruratan pasien diberikan cairan intravena dan amxicillin-asam clavulanic IV dengan diagnosis sementara abses peritonsiler.

Contrast-enhanced computed tomography leher menunjukan masa hipodens bilateral dengan pinggir yang menipis meninggi di kutub superior peritonsiler dengan ukuran 2.6 × 1.8 cm dan 0.8 × 0.8 cm, berturut-turut ( gambar 2A). Konsistensi dengan abses peritonsiler bilateral. Pasien menjalani aspirasi jarum oleh spesialis otolaringologi; terdapat 10 ml material purulent dari sisi kiri dan 3 ml dari sisi kanan. Kultur dari aspirasi didapatkan pertumbuhan Acinetobacter baumannii, yang resisten terhadap ampislin dan rentan terhadap ampicillin–sulbactam. Pasien dibekali amoxicillin– asam clavulanic selama 14 hari. Pasien dikatakan sembuh dan tidak ada tanda rekuren selam 6 minggu.

Gambar 2 : Contrast-enhanced computed tomographic scan pada kepala meperlihatkan garis tengah uvula (bintang) dan masa hipodens bilateral (panah) dengan pinggir tipis yang meninggi (A) di kutub superior daerah peritonsiler dan (B) memperpanjang bawah daerah peritonsiler dengan terlihat multilokular

2

Page 3: jurnal abses peritonsiler

Diskusi

Meskipun tonsillitis akut selalu berjalan relative jinak. Komplikasi mungkin dapat terjadi (kotak 1). Ini dapat menjadi mengancam hidup jika penatalaksanaan terlambat atau tidak adekuat. Pada keadaan tertentu terjadi saluran nafas yang berbahaya dapat terjadi dari epiglottis atau laring yang udem; leher bagian dalam berupa abses pada ruang peritonsiler, parafaringeal atau retofaringeal dan mediastinitis. Komplikasi lain yang berhubungan dengan inflamasi berulang, septicemia atau pengobatan infeksi faring oleh group A streptococcal β-hemolytic dapat juga menjadi penyebab tingginya mobiditas dan mortalitas.

Kotak 1 : komplikasi tonsillitis akut

abses bilateral atau unilateral abses parafaringela abses retofaringeal mediastinitis ( turun nekrosisi mediastinitis ) edema epligotis, laring atau keduanya bakterimea dengan metastasis, sepsis atau keduanya thrombosis vena intracranial thrombosis aretri karotis Lemierre syndrome ( tromboflebitis vena jugular interna ) pseudoaneuris internal atau eksternal arteri karotis nonsupertif sekuele infeksi group A streptococcal ( demam rematik, glomerulusnefritis

akut atau guttate psoriasis ) inflamasi tortikolis, Grisel syndrome atau keduanya

Epidemiologi abses peritonsiler

Abses peritonsiler adalah kumpulan pus didalam ruangan antara tonsil dan muskulus konstriktor superior, banyak kejadian dari abses peritonsiler adalah polimikroba, dengan organisme campuran aerob dan anaerob.yang paling umum adalah aerob berupa Streptococcus pyogenes dan Streptococcus viridans, walaupun Fusobacterium dan Bacteroides yang paling umum terjadi pada anaerob. Tipe abses peritonsiler terjadi pada remaja dan dewasa muda. Peritonsiler abses merupakan salah satu yang paling sering terjadi pada tonsillitis akut. Terdapat sekitar 45000 kejadian setiap tahun di United States dan Puerto Rico. Kejadian tersebut biasanya unilateral, dan klinisi membuktikan presentasi bilateral jarang terjadi. Sebenarnya frekuensi dari abses peritonsiler bilateral tidak diketahui; tetapi, itu dapat dilihat dari taksiran dari 1,9 % sampai 24 % dalam penjelasan laporan tonsilektomi ( juga di ketahui sebagai abses tonsilektomi akut. Yang mana tidak terduga abses kontralateral telah ditemukan selama oprasi.

Pada tinjauan literatur, kami menemukan laporan pada 10 pasien (Appendix 1, available at www.cmaj.ca /lookup /suppl /doi: 10.1503 /cmaj.100066/-/DC1) dengan perjalanan klinis

3

Page 4: jurnal abses peritonsiler

mirip dengan pasien kami. Seperti pasien kami, pasien ini memiliki klinis yang jelas dengan abses peritonsiler bilateral ( dalam kontras tak terduga abses peritonsiler ditemukan pada saat peritonsiler tonsilektomi yang diduga abses peritonsiler unilateral). Berarti usia 22,7 (jarak 9-32) tahun. Semua kecuali pasien yang memiliki penonjolan langit-langit bilateral dengan presentasi garis tengah pada uvula. Enam kejadian didiagnosis oleh contrast-enhanced CT, dua oleh jarum aspirasi, dan dua oleh insisi dan drainase. Penatalaksanaan awal memasukan jarum aspirasi dalam empat kejadian, empat insisi dan drainase dan tonsilektomi qunsy ( pemindahan tonsil untuk drainase abses ). Setelah dikeluarkan lima pasien menjalani tonsilektomi elektif, empat telah di follow up ( dua sebelumnya telah menjalani tonsilektomi quinsy ), dan kemudian satu pasien tidak dilaporkan.

Diagnosis abses peritonsiler

Diagnosis abses peritonsiler biasanya dibuat berdasarkan riwayat dan pemeriksaan fisik. Pada unilateral atau bilateral abses, pasien dapat memperlihatkan dengan suara yang meredam, odinofagia yang progresif, disfagia, otalgia, trismus, saliva yang penuh pada mulut, dan demam. Pada abses unilateral. Intraoral klasik ditemukan penonjolan pada tonsil anterior dan berdekatan langit-langit dengan kontralateral pada uvula.

Pasien dengan abases peritonsiler bilateral menunjukan suatu diagnostic yang dilemma, karena tidak menunjukan tanda klasik asimetris pada abses peritonsilaer unilateral. Seperti asimetris pada tonsil dan langit-langit, dan deviasi pada uvula. Garis tengah pada uvula menunjukan tidak mengeluarkan kemungkinan abses pertonsiler. Garis tengah uvula dengan penonjolan langit-langit tampak menjadi tanda kunci pada abses peritonsiler bilateral. Dapat terlihat pada pasien kami dan dalam kasus pada literature. Meskipun persentasi ini tidak biasa pada abses peritonsiler secara umum, ciri lain dari pemerksaan fisik pada pasien kami dapat disarankan suatu penyakit dibutuhkan diagnosis kerja lebih lanjut. Persentasi dari trismus dan suara yang meredam dan juga mengenai kedepanya yang memerlukan ketelitian kerja untu scenario kasus yang salah.

Diagnosis banding abses peritonsiler bilateral

Pemeriksaan intraoral pada akut tonsillitis yang berat dan infeksi mononukleus dapat seperti abses peritonsiler. Kondisi lain yang kurang umum dapat menjadi kebingungan dengan abses peritosniler, seperti terlihat limfoma dengan pembesaran bilateral dan tonsil besar atau tumor kelenjar saliva pada langit-langit.

Contrast-enhanced CT dapat menolong perbedaan abses peritonsiler bilateral dari penyakit lain dan dapat dipertimbangkan, tidak hanya untuk mengkonfirmsi diagnosis, dapat juga menyingkirkan komplikasi, perluasan kedalam ruangan leher atau penyakit lain. Karena abses peritonsiler bilateral tidak spesifik, bukti untuk spesifik diagnosis ini terutama berdasarkan laporan kasus. Namun aturan CT dalam mendiagnosis abses di daerah kepala dan leher tidak dapat di pungkiri. Dalam keterangan dapat dibuktikan pada CT dalam menilai abses peritonsiler bilateral. Orang dapat menyimpulkan bahwa itu sangat layak untuk digunakan tekologi yang serupa untuk abses peritonsiler bilateral.

4

Page 5: jurnal abses peritonsiler

Penatalaksanaan

Abses peritonsiler adalah spesifik infeksi pada ruangan dalam leher. Itu sangat penting didiagnosis dan diobati abses peritonsiler dengan cepat, dan dengan adekuat, sebagian untuk mencegah obstruksi pernapasan, sebagian untuk menghindari perforasi abses kedalam ruang parafaringeal dengan tersebar sepanjang pembuluh leher ke mediastinum atau dasar tengkorak. Dalam penanganan infeksi leher bagian dalam, pertama dan paling penting dalam mengobati abses peritonsiler adalah penangan langsung dari jalan nafas. Antibiotik secara empiris harus segera dimulai.

Sewaktu-waktu abses telah dibentuk, terapi antibiotic saja dapat tidak adekuat dan bedah drainase dapat diperlukan. Tida terdapat consensus yang ideal mengenai prosedur bedah pada abses peritonsiler, insisi dan drainase dan tonsilektomi quinsy yang betul-betul dipertimbangkan untuk menejemen pada abses peritonsiler akut. Berdasarkan bukti pada terapi abses peritonsiler dilaporkan bahwa banyak tipe ditemukan tiga jalan sangat efektif untuk terapi abses peritonsiler unilateral. Dan nilai kekambuhan setelah dilakunan prosedur ini rendah. Pelajaran terdahulu cenderung untuk menekankan keselamatan pada tonsilektomi quinsy dan merupakan jenis yang pasti untuk terapi abses peritonsiler. pelajaran secara empiris nanti kemajuan pada aspirasi jarum atau insisi dan prosedur drainase. Pada decade baru aspirasi jarum telah menjadi favorit karena bisa menjadi diagnosis dan terapi, dan memberikan bantuan segera dari gejala dengan laporan 95% sukses.

Dalam pandangan terbukti dalam keberhasilan aspirasi jarum dalam terapi abses peritonsiler unilateral, satu menyimpulkan bahwa masuk akal untuk menggunakan teknis serupa untuk abses peritonsiler bilateral dalam keadaan terkontrol. Karena resiko komplikasi dapat menjadi tinggi dengan abses peritonsiler bilateral dibandingkan dengan penyakit unilateral. Sewaktu observasi dengan penutupan jalan nafas aspirasi jarum sangat penting. Jika tidak ada perbaikan, ulangi aspirasi, insisi dan drainase, bahkan tonsilektomi dapat dilakukan.

Tonsilektomi quinsy telah menjadi indikasi sebelumnya untuk pasien yang tidak berespon terhadap terapi antibiotic secara intravena, aspirasi jarum, insisi dan drainase pada abses peritonsiler. Itu juga dapat menilai klinis untuk penatalaksanaaan akut komplikasi yang parah pada abses peritonsiler.jika sleep apneu atau obstruksi jalan nafas terjadi dalam abses peritonsiler bilateral, tonsilektomi quinsy dapat perlu dipertimbangkan.

Meskipun pada pasien kami ditemukan pertumbuhan A. baumannii pada kultur, kami tidak yakin bahwa organisme ini merupakan penyebabnya. Bakteri penyebab sebenarnya mungkin tipe campuran dari streptococci atau anaerob. Kami memilih amoxicillin– asam clavulanic untuk menutupi group A β-hemolytic streptococci, yang merupakan organisme yang paling sering menjadi penyebab. Namun kami berfikir prosedur drainse bersifat mengobati.

Abses peritonsiler jarang terjadi, oleh karena itu tidak mungkin dapat dikembangkan untuk menganalisis pilihan pengobatan. Pengobatan dengan kombinasi aspirasi jarum dan terapi antibiotic telah sukses pada pasien kami, dengann tanpa komplikasi yang lebih lanjut.

5

Page 6: jurnal abses peritonsiler

JURNAL READING

ABSES PERITONSILER BILATERAL KOMPLIKASI DARI TONSILITIS AKUT

Disusun oleh :

Regina Septiani 1102010234

Pembimbing :dr. Zimacatra. Sp. THT

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG DAN TENGGOROK

RSUD SOREANG BANDUNG

6

Page 7: jurnal abses peritonsiler

2015

7