jurnal

11
UNIVERSITAS RIAU Laporan penelitian, Januari 2013 Helmi Niagara Gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya PPOK PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN Abstrak Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya PPOK. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode deskriptif, untuk menggambarkan faktor-faktor risiko yang menyebabkan terjadinya PPOK. Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Indrasari Rengat dengan melibatkan 51 responden. pengambilan sampel dilakukan dengan metode Purposive sampling. Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner. Analisa yang digunakan adalah univariat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden berusia 30-60 tahun yaitu 29 responden (56,9%), mayoritas responden berjenis kelamin laki-laki yaitu 42 responden (90%), mayoritas pekerjaan responden adalah beresiko yaitu 29 reponden (56,8%), Mayoritas responden adalah perokok yaitu 35 responden (68%), mayoritas rokok yang dihisap adalah <10 batang tiap harinya yaitu 16 responden (31,4%), mayoritas responden memiliki riwayat penyakit sistem pernafasan yaitu 48 responden (94,1%). Berdasarkan hasil penelitian dapat tergambar faktor resiko untuk terjadinya PPOK pada responden yaitu usia, jenis kelamin, pekerjaan, merokok, dan riwayat penyakit sistem pernafasan persentasenya lebih dari 50% dan sangat besar kemungkinan menjadi faktor pemicu terjadinya PPOK. Hasil penelitian merekomendasikan tenaga kesehatan dapat memberikan penyuluhan kesehatan mengenai faktor-faktor resiko tentang PPOK kepada masyarakat yang berobat di rumah sakit tersebut. Kata kunci: PPOK, Faktor-faktor risiko. Daftar pustaka: 26 (2002-2012)

Transcript of jurnal

  • UNIVERSITAS RIAU

    Laporan penelitian, Januari 2013Helmi NiagaraGambaran faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya PPOKPROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

    AbstrakTujuan penelitian ini adalah untuk melihat gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya PPOK.Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode deskriptif, untuk menggambarkan faktor-faktor risikoyang menyebabkan terjadinya PPOK. Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Indrasari Rengatdengan melibatkan 51 responden. pengambilan sampel dilakukan dengan metode Purposive sampling. Alat ukuryang digunakan adalah kuesioner. Analisa yang digunakan adalah univariat. Hasil penelitian menunjukkanbahwa mayoritas responden berusia 30-60 tahun yaitu 29 responden (56,9%), mayoritas responden berjeniskelamin laki-laki yaitu 42 responden (90%), mayoritas pekerjaan responden adalah beresiko yaitu 29 reponden(56,8%), Mayoritas responden adalah perokok yaitu 35 responden (68%), mayoritas rokok yang dihisap adalah

  • GAMBARAN FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHITERJADINYA PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS (PPOK)

    HELMI NIAGARA* WASISTO UTOMO** OSWATI HASANAH***

    [email protected]. Hp 085265713300

    Abstract

    The aim of this study is to get the picture of the factors influence COPD. The design of the research isdescription, which simply describes the risk factors that lead to COPD. The research was done in the Indrasarihospital in Rengat with 51 respondents . The sampling method was purposive sampling. The research usedquestionnaire, the research uses Univariate analysis. The results showed that the majority of respondentsaged between 30-60 years is 56,9%, the majority of male sex respondents is 90%, the majority of jobs are atrisk respondents is 56.8% , the majority respondents smokers is 68%, the majority of cigarettes smoked was

  • abnormal dan permanen (Ikawati, 2011).Asma merupakan suatu penyakit salurannafas yang memberikan respon secarahiperaktif pada stimuli tertentu (Smeltzer& Bare, 2002, GOLD, 2012).Bronkitis,Emfisema dan Asma bukanlah suatupenyakit menular sehingga dapatdipastikan bahwa PPOK bukanlah suatupenyakit yang menular. PPOK merupakansalah satu dari kelompok penyakit tidakmenular yang telah menjadi masalahkesehatan masyarakat dunia saat ini, tidakhanya bagi negara maju namun juga baginegara berkembang seperti Indonesia(Depkes, 2008). Hal ini dikarenakan,PPOK tidak hanya menimbulkan masalahdi bidang pelayanan kesehatan, namunjuga dapat memiliki dampak yang cukupbesar di bidang perekonomian. Bebanbiaya tahunan langsung dan tidaklangsung yang ditimbulkan oleh PPOKcukup besar yakni lebih dari biaya rawatinap pasien selama mendapatkanperawatan di rumah sakit (NICE, 2004).

    WHO memprediksi bahwa tahun2020 angka kejadian PPOK akanmenempati peringkat 5 sebagai penyakitterbanyak didunia dan akan menempatiperingkat 5 sebagai penyebab kematianterbanyak didunia dan saat ini PPOKmenempati penyebab kematian terbanyakperingkat 5 di Indonesia (Prasetyo, 2012).PPOK juga merupakan urutan pertamapenyumbang angka kesakitan (35%) diIndonesia, diikuti asma bronkial (33%),kanker paru (30%) dan penyakit parulainnya (2%) (Perhimpunan Dokter ParuIndonesia, 2011).

    Dinas Kesehatan Provinsi Riausampai saat ini belum memiliki data yangakurat mengenai prevalensi angka kejadianPPOK di setiap daerah yang ada di Riau.Berdasarkan data yang diambil dari studipendahuluan di Rumah Sakit UmumDaerah (RSUD) Indrasari Rengat yangtepatnya berada di Kabupaten IndragiriHulu (INHU) jumlah pengunjung pasienPPOK di ruang rawat inap dari Januarihingga Maret 2012 sebanyak 104 orang.Jumlah ini meningkat 60% dari jumlah

    pasien tahun 2011 yakni sebanyak 61orang untuk setiap triwulannya, (MedicalRecord RSUD Indrasari Rengat KabupatenINHU, 2012).

    Menurut Francis (2008), terdapatbeberapa faktor risiko yang bisamengakibatkan terjadinya kasus PPOKyaitu usia, genetik, kebiasaan merokok,peningkatan polusi udara dan pencemaranlingkungan. Menurut Ikawati (2011),faktor risiko utama berkembangnyapenyakit PPOK terdiri dari faktor paparanlingkungan (rokok, pekerjaan, polusiudara, dan infeksi) dan faktor resiko host(usia, jenis kelamin, adanya riwayatgangguan fungsi paru , dan predisposisigenetik yaitu defisiensi antitripsin (AAT).

    Usia Harapan Hidup (UHH) diIndonesia diharapkan akan terusmeningkat setiap tahunnya, namun hal initidak akan terjadi bila masalah kesehatantidak dapat segera diatasi dengan baik.Semakin bertambah usia seseorang makaakan semakin besar pula resiko merekauntuk menderita suatu penyakit. Hal inidikarenakan setiap tahapan pertumbuhandan perkembangan individu serta gayahidup yang tidak sehat dapatmeningkatkan resiko terjadinya masalahkesehatan, salah satu masalah kesehatantersebut adalah PPOK (PerhimpunanDokter Paru Indonesia, 2011).

    Kebiasaan merokok merupakanpenyebab paling utama pada PPOK, hal inidikarenakan gas berbahaya yang terdapatpada asap rokok dapat menginflamasiparu. Aktivasi makrofag pada rokok akanmelepaskan mediator inflamasi sepertitumor necrosis factor- (TNF-),monocyte chemotactic peptide (MCP)-1dan reactive oxygen species (ROS) yangdapat menginflamasi paru sehingga timbulpenyakit PPOK (Heidy & Faisal, 2008).Banyak jumlah rokok yang dihisap setiaphari dan kebiasaan merokok yang lamabisa resiko menderita PPOK yangditimbulkan akan lebih besar(Perhimpunan Dokter Paru Indonesia,2011).

  • Pekerjaan juga mempunyai resikobesar untuk menyebabkan PPOK, pekerjayang terpapar debu mempunyai resikolebih besar terkena PPOK (Ikawati,2011).Berbagai macam partikel gas yang terdapatdi udara sekitar tempat kerja dapat menjadipenyebab terjadinya polusi udara, ukurandan macam partikel akan memberikan efekyang berbeda terhadap timbulnya danberatnya PPOK (Perhimpunan Dokter ParuIndonesia, 2011).

    Pengetahuan masyarakat yangmasih kurang mengenai gejala dan dampakdari PPOK, menyebabkan PPOK tidakbisa dideteksi secara dini dan hanya dapatdiketahui setelah kondisi pasien tersebutmemburuk. Mengingat PPOK merupakansuatu penyakit tidak bisa dideteksi secaradini dan tidak dapat disembuhkan inilahyang menyebabkan tenaga kesehatan,harus dapat meminimalkan progresipenyakit tersebut, menurunkan gejala danmemaksimalkan fungsi fisik serta kualitashidup pasien PPOK disamping juga harusmelakukan pencegahan penyakit PPOK dimasyarakat melalui promosi kesehatanmengenai faktor-faktor risiko penyebabterjadinya PPOK (Francis, 2008).

    Berdasarkan hasil penelitiansebelumnya oleh Oktavia (2012),penelitiannya yang dilakukan pada pasienPPOK di RSUD Arifin AchmadPekanbaru, disebut bahwa hanya 47 %responden yang memiliki kualitas hidupyang tinggi. Hasil survei awal yang telahdilakukan peneliti pada tanggal 2 Juni2012 terhadap 10 orang pasien di RumahSakit Indrasari Rengat Kabupaten IndragiriHulu, didapatkan data bahwa 6 orangdiantaranya adalah perokok, 6 orangdiantaranya memiliki pekerjaan yangterpapar debu (buruh pabrik dan tukanglas), 3 orang diantaranya memiliki riwayatPPOK dalam keluarga dan 1 orangdiantaranya pernah menderitaTuberculossis (TBC) paru. Berdasarkanpermasalahan PPOK dan survey awalpenulis di atas, maka penulis tertarik untukmengetahui Gambaran faktor faktor yang

    mempengaruhi terjadinya PPOK di RSUDIndrasari Rengat.

    METODE PENELITIAN

    Desain penelitian adalah hasil akhirdari suatu tahap keputusan yang dibuatoleh peneliti berhubungan denganbagaimana suatu penelitian bisa diterapkan(Nursalam, 2008). Jenis penelitian iniadalah deskripsi, yaitu hanyamenggambarkan faktor-faktor resiko yangmenyebabkan terjadinya PPOK yangdiidentifikasi melalui wawancara padaresponden dengan menggunakankuesioner.

    HASIL PENELITIANBerdasarkan penelitian yang telah

    dilakukan terhadap 51 responden di IRNAPenyakit Dalam RSUD Indrasari Rengattentang gambaran faktor-faktor yangmempengaruhi terjadinya PPOK diperolehhasil sebagai berikut:

    1. Karakteristik Responden

    Tabel 3

    Distribusi frekuensi berdasarkankarakteristik responden

    Tingkat pendidikan frekuensi %(orang)

    SD 10 19,6SMP 11 21,6SMA 24 47,1PT 6 11,8

    51 100

    Berdasarkan tabel 3. Didapatkan databahwa mayoritas pendidikan respondenadalah SMA yaitu sebanyak 24 responden(47,1 %).

  • 2. Faktor yang mempengaruhi terjadinyaPPOK

    Tabel 4

    Distribusi frekuensi respondenberdasarkan faktor-faktor resiko yangmempengaruhi terjadinya PPOK

    Faktor resiko F %1. umur

    a. Dewasa muda (18-30) 2 4b. Dewasa tengah (30-60) 29 56,9c. Lanjut Usia>60 20 39,1

    2. Jenis kelamina. Laki laki 42 82,4b. Perempuan 9 17,6

    3. Pekerjaana. Beresiko 36 70,5

    1) Buruh bangunan 2 3,92) Buruh batu bara 8 15,73) Buruh pabrik 6 11,84) Penambang emas 2 3,95) Pencetak batu bata 7 13,76) Tukang las 4 7,87) Supir 2 3,9

    b. Tidak beresiko 15 29,41) Pedagang 6 11,82) PNS 2 3,9

    3) Tidak bekerja 7 13,7

    4. Rokoka. Ya 35 68,6b. Tidak 16 31,4Jumlah rokok setiap haria. 10 batang 6 11,8Perokok menurut jenis kelamina. Laki laki 42 82,4b.Perempuan 9 17,6

    5. Riwayat penyakit sistem pernafasana. TB 23 45,2b. Asma 11 21,5c. TB+asma 5 9,8d. Tidak ada riwayat 12 23,5

    Berdasarkan tabel 4 didapatkandata mayoritas responden berusia 30- 60tahun yaitu 29 responden (56,9%),mayoritas responden berjenis kelamin laki-laki yaitu 42 responden (90%), mayoritas

    pekerjaan responden beresiko sebanyak36 responden (70,5%), mayoritasresponden adalah perokok yaitu 35responden (68,6%), rata-rata rokok yangdikonsumsi responden tersebut

  • faktor lain yang mempengaruhi seseoranguntuk menderita PPOK (Notoatmodjo,2005).2. Faktor yang mempengaruhi terjadiPPOKa. Usia

    Berdasarkan hasil penelitian yangtelah dilakukan didapatkan bahwa rata-rataresponden berusia 30-60 tahun yaitusebanyak 29 responden (56,9%), Usiaadalah umur individu yang terhitung mulaidari dilahirkan sampai saat berulang tahun(Notoadmojo, 2005). Hasil penelitian inisesuai dengan pernyataan dari berbagaipenelitian terkait mengenai waktukemunculan gejala PPOK. Berdasarkanpenelitian Rahmatika (2010) didapatkandata bahwa gejala PPOK ini jarang munculpada usia muda, umumnya gejala PPOKini akan muncul sebelum usia 50 tahun,semakin bertambah usia seseorang makaakan semakin besar pula risiko orangtersebut menderita PPOK.

    Pada Usia dewasa pertengahankapasitas fungsi paru-paru pada inspirasisedalam dalamnya dipengaruhi olehkondisi paru-paru, umur dan sikap. Fungsiparu mengalami kemunduran dengansemakin bertambahnya usia yangdisebabkan elastisitas jaringan paru dandinding dada makin berkurang sehinggasulit bernafas, akibat dari kerusakan akanterjadi obstruksi bronkus kecil yangmengalami penutupan atau obstruksi awalfase ekspirasi, udara mudh masuk kedalamalveolus dan terjadilah penumpukan udara(Oktavia, 2012)

    Patogenesis PPOK ini eratkaitannya dengan defisiensi a1 antitripsin(AAT) (Yunus, 2008). Pasien yangdidiagnosa PPOK sebelum usia 40 tahun,kemungkinan besar ia memiliki gangguan

    genetik berupa defisiensi antitripsin(Ikawati, 2011). Ketidakmampuan inilahyang akan dapat mengakibatkan seseorangmengalami PPOK saat usia 20 tahun.Risiko untuk menderita penyakit PPOK iniakan semakin meningkat jika orangtersebut mengkonsumsi rokok setiapharinya (Francis, 2008).b. Jenis Kelamin

    Hasil penelitian menunjukan bahwamayoritas responden berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 42 responden (90%).Jenis kelamin sebenarnya belum menjadifaktor resiko yang jelas pada PPOK. Jeniskelamin pada PPOK ini dikaitkan dengankonsumsi rokok, dimana lebih banyakditemukan perokok pada laki-lakidibandingkan pada wanita pada penelitianini yaitu 45 responden (88,2%).Berdasarkan survei Multinational ofTrends and Determinants InCardiovasculer Diseases (MONICA)tahun 2009 dalam Ikawati (2011),didapatkan suatu prevalensi kebiasaanmerokok yang terus meningkat sepanjangtahun pada pria dan wanita. Data tersebutmenunjukkan bahwa konsumsi rokok padawanita telah meningkat dari 5,9% menjadi6,2% sedangkan pada laki-laki sedikitmenurun yakni dari 59,9% menjadi 56,9%.c. Pekerjaan

    Hasil penelitian menunjukanbahwa mayoritas responden yangpekerjaanya terpapar oleh debu 36responden (70,5%) yaitu buruh batu barayaitu sebanyak 8 responden (15,7%),buruh pabrik 6 responden (11,8%), buruhbangunan 2 reponden (3,9%), penambangemas 2 responden (3,9%), pencetak batubata 7 responden (13,7%) dan tukang las 4responden (7,8%), supir 2 responden(3,9%). Berdasarkan hasil penelitian inididapatkan data bahwa mayoritasresponden yang menderita PPOK inidalam kesehariannya terpapar oleh debu.

    Hal ini sesuai dengan pernyataan dariRahmatika (2010) tentang pekerjaan yang

  • beresiko terhadap kejadian PPOK yaknipekerja tambang emas, batu bara, industrigelas dan keramik yang terpapar debusilika, atau pekerja yang terpapar debugandum dan asbes. Seseorang yangmemiliki masalah kesehatan disfungsi paruakan semakin resiko untuk menderitapenyakit PPOK diatas jika terpaparlingkungan diatas. Hal ini dikarenakandebu yang dihasilkan dari proses pekerjaantersebut akan mengendap dan dalamjangka waktu tertentu secara perlahannamun pasti dapat mengakibatkanterjadinya kerusakan jaringan paru.Pengaruh partikel yang terhirup oleh selpernafasan tergantung pada sifat fisik dansifat kimia partikel serta tergantungkepada kepekaan orang yang menghiruppartikel tersebut. Penyakit asma dapat jugatimbul akibat seseorang terpapar debuataupun masuk kelingkungan kerja yangterpapar partikel, iritan atau polusi.Penyakit asma yang timbul dilingkunganyang terpajan iritan disebut juga denganasma okupasional. Asma okupasionalbiasanya terjadi setelah bekerja palingtidak selama 18 bulan sampai 5 tahun padalapangan pekerjaan yang sama danterpajan terhadap partikel penyebabnya,asma okupasional tidak akan terjadi dalamsatu atau dua bulan bekerja, sebab harusmengalami sensitisasi oleh partikel alergen(Djojodibroto, 2009).d. Merokok

    Merokok merupakan 85% - 90%penyebab utama terjadinya PPOK, denganrisiko 30 kali lebih besar dibandingkandengan bukan perokok. Prevalensitertinggi terjadinya gangguan respirasi danpenurunan fungsi faal paru adalah padaperokok. Kematian akibat PPOK jugabanyak dikaitkan dengan adanya statusmerokok sebelumnya, banyaknya rokokyang dihisap, umur mulai merokok danstatus merokok yang terakhir saat PPOKberkembang (Ikawati, 2011).

    Tidak semua perokok akanmenderita PPOK, hal ini mungkin

    berhubungan juga dengan faktor genetik,perokok pasif juga merupakan faktorrisiko PPOK. Pada perokok pasif didapatipenurunan VEP1 tahunan yang cukupbermakna pada orang muda yang bukanperokok (Helmersen, 2002). Hubunganantara rokok dengan PPOK menunjukkanhubungan dose response, artinya lebihbanyak batang rokok yang dihisap setiaphari dan lebih lama kebiasaan merokoktersebut maka risiko penyakit yangditimbulkan akan lebih besar. Hubungandose response tersebut dapat dilihat padaIndeks Brigman, yaitu jumlah konsumsibatang rokok per hari dikalikan jumlahhari lamanya merokok (tahun), misalnyabronkitis 10 bungkus pertahun artinya jikaseseorang merokok sehari sebungkus,maka seseorang akan menderita bronkitiskronik minimal setelah 10 tahun merokok(Suradi, 2009).

    Komponen-komponen dalam asaprokok ini akan merangsang perubahanpada sel-sel penghasil mukus padabronkus. Selain itu, silia yang melapisibronkus mengalami kelumpuhan ataudisfungsional serta metaplasia. Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukusdan silia ini mengganggu sistem eskalatormukosiliaris dan menyebabkanpenumpukan mukus kental dalam jumlahbesar dan sulit dikeluarkan dari salurannapas. Mukus berfungsi sebagai tempatpersemaian mikroorganisme penyebabinfeksi dan menjadi sangat purulen.Timbul peradangan yang menyebabkanedema jaringan. Proses ventilasi terutamaekspirasi terhambat. Timbul hiperkapniaakibat dari ekspirasi yang memanjang dansulit dilakukan akibat mukus yang kentaldan adanya peradangan (GOLD, 2012).

    Komponen-komponen asap rokokjuga merangsang terjadinya peradangankronik pada paru. Mediator-mediatorperadangan secara progresif merusakstruktur-struktur penunjang di paru. Akibathilangnya elastisitas saluran udara dankolapsnya alveolus, maka ventilasiberkurang. Saluran udara kolaps terutama

  • pada ekspirasi karena ekspirasi normalterjadi akibat pengempisan (recoil) parusecara pasif setelah inspirasi. Dengandemikian, apabila tidak terjadi recoil pasif,maka udara akan terperangkap di dalamparu dan saluran udara kolaps sehinggatimbulah PPOK (GOLD, 2012).

    Berdasarkan hasil penelitiandidapatkan data bahwa mayoritasresponden adalah perokok yaitu sebanyak35 responden (68,6%), rata-rata rokokyang dikonsumsi responden tersebut

  • tepat seperti obat anti depresan dandiuretik, penyakit metabolik sepertidiabetes mellitus dan gangguan elektrolit,nutrisi buruk, lingkungan memburuk ataupolusi udara, aspirasi berulang, sertaadanya penyakit stadium akhir respirasi(kelelahan otot respirasi) (PDPI, 2003).A. Keterbatasan Penelitian

    Peneliti menyadari terdapat banyakkekurangan dalam proses pelaksanaanpenelitian ini. Hambatan yang dialami olehpeneliti saat melakukan penelitian pasienPPOK adalah kesulitan melengkapi jumlahresponden karna pasien PPOK tidak selaluada setiap hari, sehingga metodepengampilan jumlah sampel dirasakancukup sulit.

    PENUTUPA. Kesimpulan

    Setelah dilakukan penelitian tentangGambaran faktor-faktor yangmempengaruhi terjadinya PPOK pada 51orang responden didapatkan data bahwa,mayoritas responden berusia 30- 60 tahunyaitu sebanyak 29 responden (56,9%),mayoritas responden berjenis kelamin laki-laki yaitu 42 responden (90%), rata-ratapekerjaan responden beresiko yaitu 29responden (56,9%), mayoritas respondenadalah perokok yaitu sebanyak 35responden (68,6%), rata-rata rokok yangdikonsumsi responden tersebut

  • 3. Ibu Ns. Oswati Hasanah, M.Kep,Sp.Kep. An Selaku pembimbing IIyang telah membimbing danmemberikan masukan serta arahankepada penulis.

    4. Ibu Siti Rahmalia HD, MNS yangtelah bersedia memberikan masukankepada penulis

    5 Bapak dan Ibu dosen beserta stafProgram studi Ilmu Keperawatan URyang telah banyak memberikanbimbingan, bekal ilmu pengetahuandan bantuan kepada peneliti.

    6. Ayah, Ibunda, Adik, Suami sertaanak-anak yang telah memberikansemangat, motivasi kepada peneliti.

    7. Direktur RSUD Indrasari Rengatbeserta staf yang telah memberikankesempatan dan kerjasama yang baiksehingga penelitian ini dapatdiselesaikan.

    8. Responden yang telah bersediadijadikan sampel dalam penelitian ini.

    9. Rekan rekan seperjuangan di ProgramStudi Ilmu Keperawatan UniversitasRiau terutama angkatan B 2011 yangtelah banyak memberikan masukandan semangat kepada peneliti.

    Peneliti menyadari laporanpenelitian ini masih jauh darikesempurnaan. Peneliti mengharapkankritik dan saran serta masukan yangsifatnya membangun demi kesempurnaanlaporan penelitian ini. Akhirnya penelitiberharap semoga laporan penelitian inibermanfaat bagi semua pihak khususnyadalam dunia keperawatan.

    KETERANGAN

    Helmi Niagara* Mahasiswa Program StudiIlmu Keperawatan Universitas RiauWasisto Utomo**Dosen Pembimbing 1yang mengajar di bagian DepartemenKMB PSIK UROswati Hasanah***Dosen Pembimbing 2yang mengajar di bagian DepartemenMaternitas dan Keperawatan Anak PSIKUR.

    DAFTAR PUSTAKAArikunto, S. (2010). Prosedur penelitian

    kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.Budiarto, E. (2002). Biostatiska untuk

    kedokteran dan kesehatanmasyarakat. Jakarta: EGC.

    Bustan. (2007). Epidemiologi penyakittidak menular. Jakarta: Rineka Cipta.

    Depkes RI. (2008). Profil kesehatanIndonesia 2007. Jakarta.

    Francis, C. (2008). Perawatan respirasi(respiratori care). Jakarta: Erlangga.

    Global Initiative for Chronic ObstructiveLung Disease (GOLD). (2012).Global strategi for the diagnosis,management, and prevention ofchronic obstructive pulmonarydisease. National insitutes of Health.National Heart, Lung and BloodInsitute.

    Helmersen D. (2002). Risk factors; inbourbeauj, naultd, boryckie (eds):comprehensive management ofchronic obstructive pulmonarydisease. London, BC Decker, pp 3344

    Heidy & Faisal. (2008). Prosesmetabolisme penyakit paru obstruktifkronik (PPOK). Jakarta: DepartemenPulmonologi dan Ilmu KedokteranRespirasiF KUI-SMF-Paru dan RSPersahabatan.

    Hidayat, A, A, A. (2008). Risetkeperawatan dan penulisan ilmiah.Jakarta: Salemba Medika.

    Ikawati, Z. (2011). Penyakit sistempernafasan dan tatalaksanaterapinya. Yogyakarta: Bursa Ilmu.

    Machfoed, I. (2005). Teknik membuat alatukur penelitian bidang kesehatankeperawatan dan kebidanan.Yogyakarta: Fitra Maya.

    Muttaqin, A. (2008). Asuhan keperawatandengan gangguan sistem pernafasan.Jakarta: Salemba Medika.

    NICE. (2004). COPD National Guidelineon management of chronic

  • obstructive pulmonary disease inadults in primary and secondarycare. Thorax 59 (Suppl 1):1-132.

    NICE. (2004). COPD National office fornational statistic. (No. 26). London,HMSO.

    Notoatmodjo, S. (2005). Metodologipenelitian kesehatan. Jakarta: RinekaCipta.

    Nursalam. (2008). Konsep dan penerapanmetodologi penelitian ilmukeperawatan. Jakarta: SalembaMedika.

    Oei, Stefani, Yuanita & Widodo. (2009).Hubungan antara kebiasaanmerokok dengan kejadian PPOK dirumah sakit Paru Batu/ diperolehtanggal 11 Januari 2012 darihttp://etd.ugm.ac.id/ index.php?mod=penelitian_detail&sub=PenelitianDetail&act=view&typ=html&buku_id=40986&obyek_id=4.

    Prasetyo. (2012). Influenced of jobenvironment (based of condition ofhealth environment) toward case ofPPOK at employers in the cigarettecompany in Malang. Diperolehtanggal 09 Agustus 2012 padahttp://research-report.umm.ac.i/363_umm_research_report_fulltext.doc.

    Rahmatika. (2010). Karakteristikpenderita penyakit paru obstruksikronik yang di Rawat Inap di RSUDAceh Tamiang tahun 2007-2008.Medan: Fakultas KesehatanMasyarakat Universitas SumateraUtara.

    Riyanto, A. (2009). Pengolahan dananalisis data kesehatan. Yogyakarta:Muha Medika.

    Smeltzer & Bare. (2002). Keperawatanmedikal bedah. Edisi 8. Jakarta: EGC.

    Soepeno, B. (2002). Statistik terapan.Jakarta: Rineka Cipta.

    Suradi. (2009). Pengaruh rokok padapenyakit paru obstruksi kronik(PPOK) tinjauan patogenesis, klinis,dan sosial. Diperoleh pada tangal 11januari 2013 disampaikan dalampidato pengukuhan Guru Besar.http://www.uns.ac.id/cp/penelitian.php?act=det&idA=263.

    Tim Kelompok Kerja PPOK. (2011).Pedoman diagnosis danpenatalaksanaan penyakit paruobstruktif kronik (PPOK) diIndonesia. Jakarta: PerhimpunanDokter Paru Indonesia (PDPI).

    Oktavia, W. (2012) Faktor faktor yangmempengaruhi kualitas hiduppenderita Penyakit Paru ObstriksiKronis (PPOK) di RSUD ArifinAchmad. Pekanbaru: Program StudiIlmu Keperawatan Universitas Riau.

    Yunus. (2008). Proses metabolismepenyakit paru obstruksi kronik(PPOK). Departemen Pulmonologidan Ilmu Kedokteran RespirasiFKUI SMF Paru. Jakarta: RSPersahabatan.