Jurnal
-
Upload
zulpakor-oktoba-m-bs -
Category
Documents
-
view
354 -
download
0
Transcript of Jurnal
5/12/2018 Jurnal - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-55a4d66903940 1/10
PENGARUH SISTEM PEMBAYARAN PELAYANAN KESEHATAN TERHADAP
UTILISASI PELAYANAN KESEHATAN
PASIEN RAWAT JALAN PT TELKOM YANG MENDERITA HIPERTENSI
Oleh:
Dony HermantoInstitut Sains dan Teknologi Nasional Jakarta
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh sistem pembayaran pelayanan kesehatan
terhadap utilisasi pelayanan kesehatan oleh klinik yang melayani karyawan PT. Telkom dan
keluarganya yang menderita hipertensi. Penelitian dilakukan dengan metode survei
retrospektif terhadap 68 penderita hipertensi (ICD-X: I-10, I-11) yang berobat pada dua
periode yaitu bulan Juli 2008 sampai dengan Juni 2009 dan Juli 2009 sampai dengan Juni
2010. Data yang dikumpulkan berupa umur, jenis kelamin, jumlah kunjungan, jenis obat yang
diresepkan, harga dan biaya obat yang diperoleh dari rekam medis pasien di klinik mitra PT.Telkom dan database rekam medis Yakes PT. Telkom.
Hasil penelitian menunjukkan 181 pasien menderita hipertensi, 68 diantaranya hanya
menderita hipertensi saja, terdiri 27 pasien laki-laki dan 41 perempuan, 1 orang berumur
antara 30-39 tahun, 19 orang berumur antara 40-49 tahun, dan 48 orang beurmur diatas 50
tahun. Dari 68 pasien hipertensi tersebut berkunjung sebanyak 560 kunjungan pada periode
bulan Juli 2008 sampai dengan Juni 2009 dan 759 kunjungan pada periode bulan Juli 2009
sampai dengan Juni 2010, mengalami kenaikan 15,09%. Obat yang diresepkan sebanyak 581
kali bulan Juli 2008 sampai dengan Juni 2009 dan 725 kali pada periode bulan Juli 2009
sampai dengan Juni 2010. Diantara obat yang diresepkan tersebut sebanyak 67 kali obat
generik pada bulan Juli 2008 sampai dengan Juni 2009 dan 268 kali obat generik pada periode bulan Juli 2009 sampai dengan Juni 2010, mengalami kenaikan sebesar 60%. Biaya
obat yang ditagihkan ke PT. Telkom sebesar Rp. 60.765.499 pada bulan Juli 2008 sampai
dengan Juni 2009 dan Rp. 60.807.969 pada periode bulan Juli 2009 sampai dengan Juni 2010,
mengalami kenaikan 0,07%
Latar Belakang
Salah satu contoh penyakit yang bersifat
kronik adalah penyakit hipertensi. Penyakit
hipertensi merupakan peningkatan tekanandarah yang dapat berlanjut menjadi penyakit
lain seperti stroke dan jantung koroner.
Peningkatan prevalensi penyakit hipertensi
setiap tahunnya menjadi masalah utama
bagi negara maju dan berkembang.
Menurut data statistik Heart Disease and
Stroke, pada tahun 2006 prevalensi
hipertensi di Amerika Serikat sekitar 74,5
juta dimana penderita laki-laki sebesar
35,7 juta dan penderita perempuan sebesar
38,8 juta. Prevalensi penyakit hipertensi baik yang terdiagnosa atau yang tidak
terdiagnosa dari tahun 1999 sampai tahun
2002 adalah 78% perempuan dan 64%
laki-laki.(1)
Di Indonesia, menurut laporan
SP2RS Ditjen Yanmedik Depkes tahun2005 disebutkan hipertensi menempati
urutan pertama penyakit sistem sirkulasi
darah pada pasien rawat jalan di rumah
sakit dengan jumlah kunjungan sebesar
5701. Sedangkan pada rawat inap di rumah
sakit, hipertensi menempati urutan
keempat dengan jumlah 19050.(2)
Prevalensi hipertensi karyawan dan
keluarga PT Telkom dari tahun ke tahun
juga mengalami peningkatan. Menurut
laporan Yakes PT. Telkom, prevalensi pada tahun 2008 sebesar 12% dan
5/12/2018 Jurnal - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-55a4d66903940 2/10
mengalami peningkatan menjadi 17% pada
tahun 2009.(4) PT Telkom sebagai
penjamin kesehatan tentunya merasakan
dampak dari peningkatan prevalensi
penyakit hipertensi tersebut yaitu
peningkatan utilisasi pelayanan kesehatankhususnya utilisasi obat. Terdapatbeberapa pengertian utilisasi
pelayanan kesehatan diantaranya sebagai
berikut:
a. Menurut Diehr(6)
Utilisasi pelayanan kesehatandapat diukur dari jumlahlayanan kesehatan yangdiberikan kepada pasien.
b. Menurut Nichols (20)
Utilisasi pelayanan kesehatan terdiri
dari empat kategori yaitu:
1) Pelayananrawat jalan (termasuk jumlahkunjungan pasien rawat jalan)
2) Pelayananrawat inap (jumlah pasienyang ada di rumah sakit)
3) Jumlahkunjungan ke pelayanan UGD
4) Resep obatyang diterima pasienSalah satu upaya yang dilakukan
oleh PT Telkom untuk mengendalikan
utilisasi obat dalam pelayanan kesehatan
khususnya bagi penderita hipertensi
tersebut adalah melakukan perubahan
sistem pembayaran pelayanan kesehatan
dari sistem pembayaran pelayanan
retrospektif ( fee for service) menjadi
sistem pembayaran prospektif (kapitasi)
mulai dari bulan juni 2009.Perubahan sistem pembayaran
pelayanan kesehatan dari sistem
pembayaran retrospektif ( fee for service)
menjadi sistem pembayaran prospektif
(kapitasi) juga berpengaruh bagi
penyedia pelayanan kesehatan (PPK)
seperti klinik. Pengaruh sistem
pembayaran pelayanan kesehatan tersebut
dapat dilihat dari perubahan utilisasi
pelayanan kesehatan, seperti perubahan
jumlah rata-rata jumlah kunjungan, rata-
rata biaya obat, dan rata-rata jumlah
peresepan obat yang diberikan dokter atau
penyedia pelayanan kesehatan (PPK) lain.
Salah satu contoh perubahan pelayanan
tersebut antara lain peresepan dari obat
dengan nama dagang tertentu menjadi obat
generik.(8)
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian
survei dengan metode retrospektif potong
silang untuk mengetahui pengaruh sistem
pembayaran pelayanan kesehatan terhadap
utilisasi pelayanan kesehatan pasien rawat
jalan PT. Telkom yang menderita
hipertensi. Populasi dalam penelitian iniadalah data rekam medik semua karyawan
dan keluarga PT. Telkom yang menderita
penyakit hipertensi dengan Kode Diagnosa
Internasional (ICD-X) I-10, I-11 yang
berobat pada bulan Juli 2008 sampai bulan
Juni 2010 di Klinik Medika Mulya Bekasi,
Klinik KJP Depok, dan Klinik Selaras
Tangerang. Rekam medis yang ditemukan
berjumlah 181 orang
Kriteria Inklusi:1. Data rekam medik pasien karyawan dan
keluarga PT. Telkom dengan kunjungan
minimal 3 (tiga) kali dinyatakan
menderita hipertensi ditulis dengan
kode ICD-X : I-10, I-11, atau ditulis
dengan nama penyakit hipertensi yang
berobat pada bulan Juli 2008 sampai
bulan Juni 2010
2. Penderita yang berumur 30 tahun atau
lebih
3. Resep dengan diagnosa hipertensi padarekam medik secara jelas
Kriteria Eksklusi:
1. Data rekam medik pasien karyawan dan
keluarga PT. Telkom yang menderita
penyakit lain.
2. Data rekam medik pasien karyawan dan
keluarga PT. Telkom yang tidak
lengkap.
Jumlah sampel yang memenuhi kriteria
inklusi sebanyak 68 orang
Hasil Penelitian
5/12/2018 Jurnal - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-55a4d66903940 3/10
Berdasarkan data yang
diperoleh dari database rekam medik di
Yakes Telkom tahun 2008 sampai dengan
tahun 2010 jumlah pasien yang dijamin
pembiayaan kesehatannya berjumlah 5157
orang. Pasien tersebut terdiri dari 1686orang berjenis kelamin laki-laki, dan 3471
orang berjenis kelamin perempuan.
Rincian jumlah pasien berdasarkan
kelompok umur dan jenis kelamin
disajikan pada Tabel 4.1
Tabel 4.1
Distribusi Jumlah Pasien Tahun
2008-2010
Pasien yang berumur 30 tahun atau lebih
dipisahkan dari seluruh pasien yang ada,
dan diperoleh sejumlah 2281 orang, terdiri
dari 820 orang berjenis kelamin laki-laki,
dan 1461 orang berjenis kelamin
perempuan. Rincian jumlah pasien
berdasarkan kelompok umur dan jenis
kelamin disajikan pada Tabel 4.2
Tabel 4.2
Distribusi Jumlah Pasien Berumur
30 tahun atau lebih
Kelompok Jumlah Pasien
Jenis Kelamin Umur (tahun) Orang Persentase (%)
Laki-laki
30 - 39 98 4,30
40 - 49 384 16,83
≥ 50 338 14,82
Jumlah 820 35,95
Perempuan
30 - 39 416 18,24
40 - 49 785 34,41
≥ 50 260 11,40
Jumlah 1.461 64,05
Total 2.281 100,00
Pasien yang berumur 30 tahun atau lebih
yang menderita hipertensi dipisahkan
dengan cara melihat rekam medis yang
menunjukkan diagnosa hipertensi atau
dengan penomoran Kode DiagnosisInternasional ( ICD-X ) I-10, I-11 mulai dari
bulan Juli tahun 2008 sampai dengan
bulan Juni 2010. Dari hasil pemisahan,
maka diperoleh pasien berpenyakit kronis
seperti hipertensi, diabetes, hiperlipidemia,
sejumlah 181 orang yang terdiri dari 77
orang berjenis kelamin laki-laki, dan 104
orang berjenis kelamin perempuan. Pasien
yang menderita hipertensi saja berjumlah
68 orang, terdiri dari 27 orang berjenis
kelamin laki-laki dan 41 orang perempuan.Rincian jumlah pasien berdasarkan
kelompok umur, jenis kelamin, dan
penyakit yang diderita pasien disajikan
pada Tabel 4.3
Kelompok KategoriJumlah Pasien
Orang Persentase(%)
Umur
(tahun)
< 30 2876 55,77
30 - 39 514 9,97
40 - 49 1169 22,67
≥ 50 598 11,59
Jumlah 5157 100,00
Jenis
Kelamin
Laki-laki 1686 32,69
Perempuan 3471 67,31
Jumlah 5157 100,00
5/12/2018 Jurnal - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-55a4d66903940 4/10
Tabel 4.3Distribusi Jumlah Pasien
Hipertensi
Pasien yang berkunjung dan dijamin pembiayaan kesehatannya dipisah menjadi
dua kelompok, yaitu kelompok pasien
dengan sistem pembayaran secara
retrospektif yang diperoleh dengan melihat
database rekam medik dari bulan Juli
2008 sampai dengan bulan Juni 2009 dan
kelompok pasien dengan sistem
pembayaran secara prospektif dari bulan
Juli 2009 sampai dengan bulan Juni 2010.
Dari hasil pengelompokan tersebut
diperoleh jumlah kunjungan dengan sistem
pembayaran retrospektif sejumlah 20.414
kunjungan. Sedangkan jumlah kunjungan
dengan sistem pembayaran prospektif
sejumlah 27.580 kunjungan. Peningkatan
angka kunjungan sebesar 14,93% dari total
angka kunjungan.
Jumlah kunjungan pasien penderita
hipertensi yang berumur 30 tahun atau
lebih dengan sistem pembayaran
retrospektif sejumlah 560 kunjungan,sedangkan jumlah kunjungan dengan
sistem pembayaran secara prospektif
sejumlah 759 kunjungan. Terjadi
peningkatan angka kunjungan sejumlah
199 kunjungan atau sebesar 15,09% dari
total kunjungan penderita hipertensi mulai
periode pembayaran retrospektif sampai
dengan periode pembayaran prospektif Rata-rata kunjungan per bulan
didapat dari penjumlahan jumlah
kunjungan pada periode pembayaran
dibagi dengan 12 bulan. Sedangkan total
rata-rata jumlah kunjungan diperoleh dari
penjumlahan nilai rata-rata kunjungan per
bulan. Jika dihitung, maka nilai total rata-
rata jumlah kunjungan penderita hipertensi
per bulan sebesar 46,67 pada periode
pembayaran retrospektif. Sebaliknya pada
periode pembayaran prospektif, nilai totalrata-rata jumlah kunjungan penderita
hipertensi menjadi 63,25.
Jumlah obat antihipertensi
dikumpulkan dari resep yang tercatat pada
rekam medik. Dari 68 orang pasien yang
menderita hipertensi saja, maka diperoleh
sejumlah 581 kali obat antihipertensi
diresepkan dokter selama periode
pembayaran retrospektif, terdiri dari 67
kali obat generik (11,53%) dan 514 kaliobat non generik (88,47%). Sedangkan
pada periode pembayaran prospektif
terdapat 725 kali obat antihipertensi yang
diresepkan, terdiri dari 268 kali obat
generik (36,97%) dan 457 kali obat non
generik (63,03%). Telah terjadi
peningkatan peresepan obat generik
sebesar 201 kali atau sebesar 60% dari
total peresepan obat generik antihipertensi
mulai periode pembayaran retrospektif
sampai dengan periode pembayaran prospektif. Sebaliknya terjadi penurunan
peresepan obat non generik sebesar 5,87%
dari total peresepan obat non generik
antihipertensi.
Biaya obat pasien hipertensi
dihitung dari jumlah obat-obat
antihipertensi yang diresepkan dikalikan
dengan harga. Total biaya obat
antihipertensi dari 68 penderita hipertensi
pada periode pembayaran retrospektif
sebesar Rp. 60.765.499. Sedangkan biayaobat antihipertensi pada periode
Kelompok Jumlah Pasien
Penyakit JenisKelamin
Umur (tahun)
Orang Persentase(%)
Hipertensi
danPenyakit
Kronislain
Laki-laki30 - 39 0 0
40 - 49 16 8,84
≥ 50 61 33,70
Jumlah 77 42,54
Perempuan30 - 39 3 1,66
40 - 49 40 22,10
≥ 50 61 33,70
Jumlah 104 57,46
Total 181 100,00
Hipertensi
saja
Laki-laki
30 - 39 0 0
40 - 49 4 5,89
≥ 50 23 33,82
Jumlah 27 39,70
Perempuan30 - 39 1 1,47
40 - 49 15 22,06
≥ 50 25 36,76
Jumlah 41 60,29
Total 68 100,00
5/12/2018 Jurnal - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-55a4d66903940 5/10
pembayaran prospektif sebesar Rp.
60.807.969. Telah terjadi kenaikan sebesar
0,07%
Biaya obat antihipertensi per
kunjungan merupakan jumlah rata-rata
biaya obat antihipertensi dibagi dengan jumlah rata-rata kunjungan pasien. Jika
dihitung, maka biaya obat antihipertensi
per kunjungan untuk 68 pasien selama
periode Juli 2008 sampai dengan Juni
2010 adalah Rp. 92.171. Pada periode
pada periode pembayaran retrospektif,
biaya obat per kunjungan sebesar Rp.
108.510. Sedangkan biaya obat per
kunjungan pada periode periode
pembayaran prospektif sebesar Rp.
80.116. Terjadi penurunan biaya obat per kunjungan sebesar 35,44%
Pembahasan
Dari 68 pasien hipertensi yang ada,
diperoleh jumlah kunjungan pasien pada
sistem pembayaran retrospektif sebanyak
560 kunjungan terdiri dari 216 kunjungan
pasien berjenis kelamin laki-laki atau
sebesar 16,38% dan 344 kunjungan pasien
perempuan atau sebesar 26,08%. Nilairata-rata (µ = miu) kunjungan pada sistem
pembayaran retrospektif adalah 0,6863
yang berarti bahwa rata-rata jumlah
kunjungan per pasien setiap bulannya
adalah 0,6863. Sedangkan pada sistem
pembayaran prospektif terjadi peningkatan
jumlah kunjungan pasien menjadi 759
kunjungan terdiri dari 285 kunjungan
pasien laki-laki atau sebesar 21,61% dan
474 kunjungan pasien perempuan atau
35,94%. Nilai rata-rata (µ = miu) sebesar 0,9301. Nilai rata-rata ini menunjukan
bahwa rata-rata jumlah kunjungan per
pasien setiap bulannya sebesar 0,9301.
Peningkatan jumlah kunjungan pada
sistem pembayaran prospektif sebesar 199
kunjungan atau sebesar 15,09% dari total
kunjungan penderita hipertensi mulai
periode pembayaran retrospektif sampai
dengan periode pembayaran prospektif.
Rata-rata (µ = miu) peningkatan jumlah
kunjungan pasien dengan sistem pembayaran prospektif sebesar 0,2438
yang berarti bahwa rata-rata peningkatan
jumlah kunjungan per pasien setiap bulan
adalah 0,2438 atau 24,38%. Hasil uji
statistik menunjukkan terdapat perbedaan
bermakna rata-rata jumlah kunjungan
pasien hipertensi pada sistem pembayaranretrospektif dengan sistem pembayaran
prospektif.
Menurut Thabrany (2005),
disebutkan bahwa sistem pembayaran
retrospektif mempunyai dampak negatif
yaitu peningkatan jumlah kunjungan
pasien. Peningkatan ini terjadi karena
pihak pemberi pelayanan kesehatan akan
dirangsang untuk terus memberikan
pelayanan lebih banyak sehingga jasa atau
penghasilan yang diterima akan bertambah banyak.(9) Berbeda dengan sistem
pembayaran prospektif, jumlah kunjungan
pada sistem pembayaran ini jauh lebih
kecil. Hal ini disebabkan pihak pemberi
pelayanan kesehatan akan memberikan
pelayanan promotif dan preventif untuk
mencegah insidens kesakitan. Apabila
angka kesakitan baru menurun, maka
pasien tidak akan berkunjung kembali ke
pihak pemberi pelayanan kesehatan.
(9)
Dengan tidak kembalinya pasien untuk
berobat, maka pihak pemberi pelayanan
kesehatan akan lebih banyak mendapat
jasa keuntungan dan dapat menurunkan
utilisasi menjadi lebih rendah. Seperti
diketahui, bahwa sistem pembayaran
prospektif (kapitasi) merupakan
pengalokasian sejumlah dana kepada pihak
pemberi pelayanan kesehatan untuk
memberikan pelayanan kesehatan terhadap
sejumlah peserta.(11)
Sistem pembayaran prospektif (kapitasi) juga menempatkan
pihak pemberi pelayanan kesehatan
sebagai penanggung resiko atas biaya
pengobatan pasien, baik biaya obat-obatan,
laboratorium, serta penunjang kesehatan
lain.(12)
Peningkatan rata-rata jumlah
kunjungan pasien dengan sistem
pembayaran prospektif pada penelitian ini
kemungkinan disebabkan pihak pemberi
pelayanan kesehatan sebagai penanggungresiko biaya pengobatan pasien sangat
5/12/2018 Jurnal - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-55a4d66903940 6/10
berhati-hati dalam menggunakan dan
mengatur alokasi dana yang diberikan.
Oleh karena itu, pihak pemberi pelayanan
kesehatan memberikan obat-obatan untuk
beberapa hari pemakaian saja, termasuk
untuk pasien hipertensi atau penyakitkronik lainnya. Sebagai contoh pemberian
obat-obatan pada pasien hipertensi yang
biasanya untuk 30 hari pemakaian pada
waktu diberlakukan sistem pembayaran
retrospektif, diduga pemberiannya akan
berkurang menjadi 10-15 hari pemakaian
pada pembayaran prospektif. Perubahan
pemberian obat-obatan pada sistem
pembayaran prospektif ini mengakibatkan
pasien akan lebih sering berkunjung
Dengan peningkatan rata-rata jumlah kunjungan pasien akibat perubahan
pemberian obat-obat tersebut diharapkan
tidak menurunkan kualitas pelayanan.
Sebaliknya dengan peningkatan rata-rata
jumlah kunjungan pada sistem
pembayaran prospektif diharapkan pasien
mendapatkan perawatan dari pihak
pemberi pelayanan kesehatan lebih teliti
dan seksama.
Peresepan obat generik mengalami peningkatan pada saat diberlakukan sistem
pembayaran prospektif. Pada sistem
pembayaran secara retrospektif peresepan
obat generik sebesar 11,53%, dan
meningkat sebesar 24,44% menjadi
36,97% pada saat diberlakukan sistem
pembayaran prospektif. Nilai rata-rata (µ =
miu) jumlah obat generik yang diresepkan
pada sistem pembayaran retrospektif
adalah 0,0821 yang berarti bahwa rata-rata
jumlah obat generik yang diresepkan per pasien setiap bulannya adalah 0,0821.
Sedangkan pada sistem pembayaran
prospektif nilai rata-ratanya adalah 0,3284
dimana rata-rata jumlah obat generik yang
diresepkan per pasien setiap bulannya
adalah 0,3284. Hal ini berarti terjadi
peningkatan sebesar 300%. Hasil uji
statistik menunjukkan terdapat perbedaan
bermakna rata-rata (µ = miu) jumlah obat
generik yang diresepkan pada sistem
pembayaran retrospektif dengan jumlahobat generik yang diresepkan pada sistem
pembayaran prospektif.
Peningkatan rata-rata jumlah obat generik
dengan sistem pembayaran prospektif
kemungkinan dimaksudkan untuk
mengurangi resiko kerugian yang diderita
oleh pihak pemberi pelayanan kesehatanakibat penggunaan obat-obatan bermerk
yang berbiaya mahal sehingga dapat
mengurangi nilai insentif. Menurut
penelitian yang dilakukan Wes Joines dkk,
perbandingan peresepan generik pada saat
sistem pembayaraan fee for service antara
55-63% dan meningkat menjadi 75%
ketika diberlakukan sistem pembayaran
prospektif (kapitasi).(13)
Secara umum, peresepan obat
generik pada sistem pembayaran prospektif mengalami peningkatan.
Peningkatan peresepan generik ini
merupakan kontrol atas biaya obat akibat
alokasi dana yang terbatas pada sistem
pembayaran prospektif. Namun demikian,
perlu diadakan evaluasi secara berkala
agar pengobatan tidak terjadi under
treatment yaitu tindakan dokter yang
sebenarnya sangat diperlukan bagi pasien
tetapi tidak diberikanTotal biaya obat-obatan dari 68 pasien dari
bulan Juli 2008 sampai dengan bulan Juni
2009 sebesar Rp. 60.765.499. Biaya obat
per kunjungan pada periode ini sebesar Rp.
108.510. Sedangkan biaya obat-obat dari
bulan Juli 2009 sampai dengan bulan Juni
2010 sebesar Rp. 60.807.969 dengan biaya
obat per kunjungannya sebesar Rp. 80.116.
Jika dihitung, maka biaya obat
antihipertensi per kunjungan untuk 68
pasien selama periode Juli 2008 sampaidengan Juni 2010 adalah Rp. 92.171. Dari
hasil statistik menunjukkan terdapat 39
orang dengan rata-rata biaya obat per
kunjungan pada sistem prospektif lebih
kecil daripada biaya obat per kunjungan
pada sistem retrospektif. Rata-rata biaya
obat per kunjungannya sebesar 36,81.
Sedangkan rata-rata biaya obat per
kunjungan pada sistem prospektif lebih
besar daripada biaya obat per kunjungan
pada sistem retrospektif dialami oleh 28orang dengan nilai rata-rata 30,09.
5/12/2018 Jurnal - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-55a4d66903940 7/10
Terdapat 1 orang dengan biaya obat per
kunjungan pada sistem pembayaran
retrospektif sama dengan pada sistem
pembayaran prospektif.
Pada sistem pembayaran
prospektif, terdapat 39 orang dengan biayaobat per kunjungan lebih kecil daripada
biaya obat per kunjungan pada sistem
pembayaran retrospektif. Hal ini sejalan
dengan hasil penelitian bahwa terjadi
perubahan peresepan oleh pihak pemberi
pelayanan kesehatan yaitu penggantian
obat-obat bermerk dengan obat generik
sehingga biaya obat menjadi lebih kecil.
Sedangkan rata-rata biaya obat per
kunjungan pada sistem prospekif lebih
besar daripada biaya obat per kunjungan pada sistem retrospektif dialami oleh 28
orang. Hal ini kemungkinan dipengaruhi
oleh faktor perilaku. Menurut penelitian
Michael Chernew dkk, menyebutkan salah
satu alasan meningkatnya pertumbuhan
biaya pada sistem pembayaran prospektif
diantaranya perilaku. Perilaku pasien
seperti permintaan terhadap pihak pemberi
pelayanan kesehatan untuk meresepkan
obat-obatan yang sering digunakan dan perilaku pihak pemberi pelayanan
kesehatan yang terbiasa meresepkan obat-
obatan secara bebas memungkinkan
peningkatan biaya obat-obatan.(26)
Hasil uji statistik juga
menunjukkan tidak terdapat perbedaan
bermakna rata-rata biaya obat per
kunjungan yang diresepkan pada sistem
pembayaran retrospektif dengan sistem
pembayaran prospektif. Hal ini
membuktikan bahwa penyedia pelayanankesehatan mampu mengolah dan mengatur
alokasi dana yang sudah ditentukan
sehingga biaya obat-obatan bagi pasien
tidak mengalami perubahan dari sistem
pembayaran retrospektif. Oleh karena itu,
sistem pembayaran prospektif tentunya
perlu dipertahankan.
Kesimpulan
1. Penderita hipertensi terbanyak adalah penderita berjenis kelamin perempuan
sebesar 41 orang (60,29%).
Sedangkan jumlah penderita laki-laki
sebesar 27 orang (39,71%).
2. Utilisasi pelayanan kesehatan
penderita hipertensi dalam hal jumlah
kunjungan, peresepan dan biaya obat pada sistem pembayaran retrospektif
menunjukkan angka sebesar 20.414
kunjungan pasien, 581 kali obat
antihipertensi yang diresepkan, dan
Rp. 60.765.499 biaya obat yang telah
dikeluarkan. Sebaliknya pada sistem
pembayaran prospektif, utilisasi
pelayanan kesehatan menunjukkan
angka kunjungan, peresepan dan biaya
obat masing-masing sebesar 27.580
kunjungan pasien, 725 kali obatantihipertensi yang diresepkan, dan
Rp. 60.807.969 biaya obat yang telah
dikeluarkan.
3. Terdapat pengaruh sistem pembayaran
pelayanan kesehatan terhadap jumlah
kunjungan pasien hipertensi rawat
jalan. Terjadi peningkatan jumlah
kunjungan setelah diberlakukan sistem
pembayaran prospektif sejumlah 199
kunjungan atau sebesar 15,09% daritotal kunjungan penderita hipertensi
mulai periode pembayaran retrospektif
sampai dengan periode pembayaran
prospektif. Rata-rata (µ = miu) jumlah
kunjungan pasien hipertensi pada
sistem pembayaran retrospektif adalah
0,6863. Sedangkan pada sistem
pembayaran prospektif nilai rata-
ratanya (µ = miu) adalah 0,9301.
Secara statistik, terdapat perbedaan
bermakna rata-rata (µ = miu) jumlahkunjungan pasien hipertensi pada
sistem pembayaran retrospektif
dengan sistem pembayaran prospektif.
4. Terdapat pengaruh sistem pembayaran
pelayanan kesehatan terhadap jumlah
obat generik antihipertensi yang
diresepkan. Terjadi peningkatan
jumlah obat generik antihipertensi
yang diresepkan setelah diberlakukan
sistem pembayaran prospektif sebesar
201 kali atau sebesar 60% dari total peresepan obat generik antihipertensi
5/12/2018 Jurnal - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-55a4d66903940 8/10
mulai periode pembayaran retrospektif
sampai dengan periode pembayaran
prospektif. Rata-rata (µ = miu) jumlah
obat generik antihipertensi yang
diresepkan pada sistem pembayaran
retrospektif adalah 0,0821. Sedangkan pada sistem pembayaran prospektif
nilai rata-ratanya (µ = miu) adalah
0,3284. Secara statistik, terdapat
perbedaan bermakna rata-rata jumlah
obat generik antihipertensi yang
diresepkan pada sistem pembayaran
retrospektif dengan sistem
pembayaran prospektif.
5. Terdapat pengaruh sistem pembayaran
pelayanan kesehatan terhadap biaya
obat antihipertensi yang diresepkan per kunjungan. Terjadi peningkatan
biaya obat antihipertensi yang
diresepkan sebesar Rp.42.470 setelah
diberlakukan sistem pembayaran
prospektif. Namun bila dilihat dari
biaya obat per kunjungan terjadi
penurunan biaya sebesar Rp. 28.394.
Secara statistik, tidak terdapat
perbedaan bermakna antara biaya obat
antihipertensi yang diresepkan per kunjungan pada sistem pembayaran
retrospektif dengan biaya obat yang
diresepkan per kunjungan pada sistem
pembayaran prospektif.
Daftar Pustaka
1. American Heart Association,
Heart Disease & Stroke Statistics –
2010 Update, hal: 17-19, Dallas,
Texas, 2010
2. Depkes RI, Pedoman Pengendalian Penyakit Jantung
Dan Pembuluh Darah, hal: 6,
Direktorat Pengendalian Penyakit
Tidak Menular, Direktorat Jenderal
Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan, Jakarta,
2007
3. Depkes RI, InaSH Menyokong Penuh Penanggulangan
Hipertensi,
diakses dari:www.depkes .go .id /index .php /berita
/press - release /896 - inash
menyokong - penuh -
penanggulangan - hipertensi .html ,diakses tanggal 17 Januari 2011
4. Yakes Telkom, Laporan Triwulan,
hal: 13-17, edisi I-IV periode 2008-2009, Jakarta
5. Tantivipanuwong, Determinationof Factors Affecting Medical
Expenditures of Diabetic Patients
From Electronic Database, Tesis,
hal: 14, Mahidol University,
Thailand, 2005
6. Diehr P, Yanez D, Ash A,
Hornbrook M, Methods For
Analyzing Health Care Utilization
And Costs, hal: 127, University of North Carolina, Chapel Hill, 1999
7. Lewin Group, Medicaid Managed
Care Cost Savings – A Synthesis of
24 Studies, hal :2, Prepared for:
America’s Health Insurance Plans,
2004
8. Stern C, Managed Care Capitation
Contracts for Pharmacy, hal: 24,
Academy of Pharmacists in
Managed Care Board and (in
theEditorial Review Committee),
Northridge, 1995
9. Thabrany, Asuransi Kesehatan
Nasional , edisi baru-oktober, hal:
118-134, PAMJAKI, Jakarta, 2005
10. PT. Askes, Experience of PT. Askes On Implementation Of
health Care Payment System, hal:
2- 4 , PT. Askes Indonesia
11. Kingma M, Can Financial
Influence Medical Practice?,Original article hal: 6, Human
Resources for Health Development
Journal (HRDJ) Vol. 3 No. 2 May -
August, International Council of
Nurses, Geneva, Switzerland,1999
12. Berwick M, Quality of Health
Care, Payment by Capitation and
The Quality of Care, hal: 1228-
1229, The New England Journal of
Medicine, 1996
13. Joines W, Menges J, Tracey J, Programmatic Assessment of
5/12/2018 Jurnal - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-55a4d66903940 9/10
Carve-In and Carve-Out Arrangements for Medicaid
Prescription Drugs, hal: 5, Lewin
Group for the Association of
Community Affiliated Plans, 2007
14. Kabo, P, BagaimanaMenggunakan Obat-obat
Kardiovaskular Secara Rasional ,
edisi pertama, hal: 68-95, Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia,
Jakarta, 2010
15. Kuswardhani, T, Penatalaksanaan
Hipertensi Pada Lanjut Usia, hal:
135-139, Jurnal Kedokteran Ilmu
Penyakit Dalam, Vol: 7, 2 Mei
Divisi Geriatri, Bagian Penyakit
Dalam Fakultas KedokteranUniversitas Udayana, RSUP
Sanglah, Denpasar, 2006
16. Radi S, dkk, One-year
Hypertension Incidence and Its Predictors in a Working
Population, Original Article,
Journal of Human Hypertension
hal: 490, 2004
17. Rubin MD, Alan L, High Blood
Pressure for Dummies 2nd Edition,hal: 39, Wiley Publishing, USA,
2007
18. U.S. Departement of Health And
Human Service, JNC 7 Express Prevention, Detection, Evaluation,
and Treatment of High Blood Pressure, hal 5-7, USA, 2003
19. Ganiswarna, G.S., Farmakologi
dan Terapi, (Ed.5), Departemen
Farmakologi FKUI, Jakarta, 2007
20. Nichols L, et al, Diabetes, Minor Depression and Health Care
Utilization and Expenditures: A
Retrospective Database Study, hal:
2, University of Colorado, Denver,
USA, 2007
21. Notoatmodjo, S, Promosi
Kesehatan & Ilmu Kesehatan, hal:
215-217, Rineka Cipta, Jakarta,
2007
22. Kasim F, Perbandingan Peresepan
dan Biaya Obat Bagi PasienStroke Askes dan Non Askes di
Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dokter Cipto
Mangunkususmo Tahun 1995,
Tesis, Program Studi Ilmu
Kesehatan Masyarakat, Jakarta,
199723. WHO, Introduction to Drug
Utilization Research, hal: 21, Oslo
Norway, 2003
24. Halloway, K. dan Green,T, Drug
and Therapeutics Committess: a practical guide. WHO In
Collaboration with Management
Sciences for Health. USA. March
07, 2004
25. Depkes RI, Modul Pelatihan
Teknis Telaah Utilisasi Penyelengaraan Askeskin, hal: 34-
37, Pusat Pembiayaan dan Jaminan
Kesehatan, Jakarta, 2007
26. Chernew M, dkk, Pharmaceutical Cost Growth Under Capitation: A
Case Study, hal: 267, Health Affair
Vol:19, Number: 6, Project HOPE,
2000
27. Notoatmodjo, S, Metodologi
Penelitian Kesehatan, RinekaCipta, Jakarta, 2010
28. Sopiyudin D.M, Statistik untuk
Kedokteran dan Kesehatan, hal:
66,76, Seri Evidence Based
Medicine 1, Salemba Medika,
Jakarta, 2008
29. Manjiri D. Pawaskar,M.S,
Medicaid Payment Systems:
Impact On Quality Of Care,Medication Adherence And Health
Care Service Utilizations In Type 2 Diabetes Medicaid Enrollees,Tesis, hal:43,118,126 The Ohio
State University, 2008
30. Casto, Layman, Principle of
Healthcare Reimbursement ,
AHIMA, Chicago, Illinois, 2006
31. U.S. Department of Health And
Human Services, Health Care in America Trend in Utilization, hal:
1-4, National Center for Health
Statistic, USA, 2004
5/12/2018 Jurnal - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-55a4d66903940 10/10