Jurnal

10
PENGARUH SISTEM PEMBAYARAN PELAYANAN KESEHATAN TERHADAP UTILISASI PELAYANAN KESEHATAN PASIEN RAWAT JALAN PT TELKOM YANG MENDERITA HIPERTENSI Oleh: Dony Hermanto Institut Sains dan Teknologi Nasional Jakarta ABSTRAK Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh sistem pembayaran pelayanan kesehatan terhadap utilisasi pelayanan kesehatan oleh klinik yang melayani karyawan PT. Telkom dan keluarganya yang menderita hipertensi. Penelitian dilakukan dengan metode survei retrospektif terhadap 68 penderita hipertensi (ICD-X: I-10, I-11) yang berobat pada dua  periode yaitu bulan Juli 2008 sampai dengan Juni 2009 dan Juli 2009 sampai dengan Juni 2010. Data yang dikumpulkan berupa umur, jenis kelamin, jumlah kunjungan, jenis obat yang diresepkan, harga dan biaya obat yang diperoleh dari rekam medis pasien di klinik mitra PT. Telkom dan databas e rekam medis Yakes PT. Telkom. Hasil penelitian menunjukkan 181 pasien menderita hipertensi, 68 diantaranya hanya menderita hipertensi saja, terdiri 27 pasien laki-laki dan 41 perempuan, 1 orang berumur antara 30-39 tahun, 19 orang berumur antara 40-49 tahun, dan 48 orang beurmur diatas 50 tahun. Dari 68 pasien hipertensi tersebut berkunjung sebanyak 560 kunjungan pada periode  bulan Juli 2008 sampai dengan Juni 2009 dan 759 kunjungan pada periode bulan Juli 2009 sampai dengan Juni 2010, mengalami kenaikan 15,09%. Obat yang diresepkan sebanyak 581 kali bulan Juli 2008 sampai dengan Juni 2009 dan 725 kali pada periode bulan Juli 2009 sampai dengan Juni 2010. Diantara obat yang diresepkan tersebut sebanyak 67 kali obat generik pada bulan Juli 2008 sampai dengan Juni 2009 dan 268 kali obat generik pada  periode bulan Juli 2009 sampai dengan Juni 2010, mengalami kenaikan sebesar 60%. Biaya obat yang ditagihkan ke PT. Telkom sebesar Rp. 60.765.499 pada bulan Juli 2008 sampai dengan Juni 2009 dan Rp. 60.807.969 pada periode bulan Juli 2009 sampai dengan Juni 2010, mengalami kenaikan 0,07% Latar Belakang Salah satu contoh penyakit yang bersifat kronik adalah penyakit hipertensi. Penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah yang dapat berlanjut menjadi penyakit lain seperti stroke dan jantung koroner. Peningkatan prevalensi penyakit hipertensi setiap tahunnya menjadi masalah utama  bagi negara maju dan berkembang. Menurut data statistik  Heart Disease and Stroke, pada tahun 2006 prevalensi hipertensi di Amerika Serikat sekitar 74,5  juta dimana penderita laki-laki sebesar 35,7 juta dan penderita perempuan sebesar 38,8 juta. Prevalensi penyakit hipertensi  baik yang terdiagnosa atau yang tidak terdiagnosa dari tahun 1999 sampai tahun 2002 adalah 78% perempuan dan 64% laki-laki. (1) Di Indonesia, menurut laporan SP2RS Ditjen Yanmedik Depkes tahun 2005 disebutkan hipertensi menempati urutan pertama penyakit sistem sirkulasi darah pada pasien rawat jalan di rumah sakit dengan jumlah kunjungan sebesar 5701. Sedangkan pada rawat inap di rumah sakit, hipertensi menempati urutan keempat dengan jumlah 19050. (2) Prevalensi hipertensi karyawan dan keluarga PT Telkom dari tahun ke tahun  juga mengalami peningkatan. Menurut laporan Yakes PT. Telkom, prevalensi  pada tahun 2008 sebesar 12% dan

Transcript of Jurnal

Page 1: Jurnal

5/12/2018 Jurnal - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-55a4d66903940 1/10

 

PENGARUH SISTEM PEMBAYARAN PELAYANAN KESEHATAN TERHADAP

UTILISASI PELAYANAN KESEHATAN

PASIEN RAWAT JALAN PT TELKOM YANG MENDERITA HIPERTENSI

Oleh:

Dony HermantoInstitut Sains dan Teknologi Nasional Jakarta

ABSTRAK 

Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh sistem pembayaran pelayanan kesehatan

terhadap utilisasi pelayanan kesehatan oleh klinik yang melayani karyawan PT. Telkom dan

keluarganya yang menderita hipertensi. Penelitian dilakukan dengan metode survei

retrospektif terhadap 68 penderita hipertensi (ICD-X: I-10, I-11) yang berobat pada dua

 periode yaitu bulan Juli 2008 sampai dengan Juni 2009 dan Juli 2009 sampai dengan Juni

2010. Data yang dikumpulkan berupa umur, jenis kelamin, jumlah kunjungan, jenis obat yang

diresepkan, harga dan biaya obat yang diperoleh dari rekam medis pasien di klinik mitra PT.Telkom dan database rekam medis Yakes PT. Telkom.

Hasil penelitian menunjukkan 181 pasien menderita hipertensi, 68 diantaranya hanya

menderita hipertensi saja, terdiri 27 pasien laki-laki dan 41 perempuan, 1 orang berumur 

antara 30-39 tahun, 19 orang berumur antara 40-49 tahun, dan 48 orang beurmur diatas 50

tahun. Dari 68 pasien hipertensi tersebut berkunjung sebanyak 560 kunjungan pada periode

 bulan Juli 2008 sampai dengan Juni 2009 dan 759 kunjungan pada periode bulan Juli 2009

sampai dengan Juni 2010, mengalami kenaikan 15,09%. Obat yang diresepkan sebanyak 581

kali bulan Juli 2008 sampai dengan Juni 2009 dan 725 kali pada periode bulan Juli 2009

sampai dengan Juni 2010. Diantara obat yang diresepkan tersebut sebanyak 67 kali obat

generik pada bulan Juli 2008 sampai dengan Juni 2009 dan 268 kali obat generik pada periode bulan Juli 2009 sampai dengan Juni 2010, mengalami kenaikan sebesar 60%. Biaya

obat yang ditagihkan ke PT. Telkom sebesar Rp. 60.765.499 pada bulan Juli 2008 sampai

dengan Juni 2009 dan Rp. 60.807.969 pada periode bulan Juli 2009 sampai dengan Juni 2010,

mengalami kenaikan 0,07%

Latar Belakang

Salah satu contoh penyakit yang bersifat

kronik adalah penyakit hipertensi. Penyakit

hipertensi merupakan peningkatan tekanandarah yang dapat berlanjut menjadi penyakit

lain seperti stroke dan jantung koroner.

Peningkatan prevalensi penyakit hipertensi

setiap tahunnya menjadi masalah utama

  bagi negara maju dan berkembang.

Menurut data statistik  Heart Disease and 

Stroke, pada tahun 2006 prevalensi

hipertensi di Amerika Serikat sekitar 74,5

  juta dimana penderita laki-laki sebesar 

35,7 juta dan penderita perempuan sebesar 

38,8 juta. Prevalensi penyakit hipertensi  baik yang terdiagnosa atau yang tidak 

terdiagnosa dari tahun 1999 sampai tahun

2002 adalah 78% perempuan dan 64%

laki-laki.(1)

Di Indonesia, menurut laporan

SP2RS Ditjen Yanmedik Depkes tahun2005 disebutkan hipertensi menempati

urutan pertama penyakit sistem sirkulasi

darah pada pasien rawat jalan di rumah

sakit dengan jumlah kunjungan sebesar 

5701. Sedangkan pada rawat inap di rumah

sakit, hipertensi menempati urutan

keempat dengan jumlah 19050.(2)

Prevalensi hipertensi karyawan dan

keluarga PT Telkom dari tahun ke tahun

  juga mengalami peningkatan. Menurut

laporan Yakes PT. Telkom, prevalensi  pada tahun 2008 sebesar 12% dan

Page 2: Jurnal

5/12/2018 Jurnal - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-55a4d66903940 2/10

 

mengalami peningkatan menjadi 17% pada

tahun 2009.(4) PT Telkom sebagai

  penjamin kesehatan tentunya merasakan

dampak dari peningkatan prevalensi

  penyakit hipertensi tersebut yaitu

 peningkatan utilisasi pelayanan kesehatankhususnya utilisasi obat.  Terdapatbeberapa pengertian utilisasi

  pelayanan kesehatan diantaranya sebagai

 berikut:

a. Menurut Diehr(6)

Utilisasi pelayanan kesehatandapat diukur dari jumlahlayanan kesehatan yangdiberikan kepada pasien.

 b. Menurut Nichols (20)

Utilisasi pelayanan kesehatan terdiri

dari empat kategori yaitu:

1) Pelayananrawat jalan (termasuk jumlahkunjungan pasien rawat jalan)

2) Pelayananrawat inap (jumlah pasienyang ada di rumah sakit)

3) Jumlahkunjungan ke pelayanan UGD

4) Resep obatyang diterima pasienSalah satu upaya yang dilakukan

oleh PT Telkom untuk mengendalikan

utilisasi obat dalam pelayanan kesehatan

khususnya bagi penderita hipertensi

tersebut adalah melakukan perubahan

sistem pembayaran pelayanan kesehatan

dari sistem pembayaran pelayanan

retrospektif (  fee for service) menjadi

sistem pembayaran prospektif (kapitasi)

mulai dari bulan juni 2009.Perubahan sistem pembayaran

  pelayanan kesehatan dari sistem

 pembayaran retrospektif (  fee for service)

menjadi sistem pembayaran prospektif 

(kapitasi) juga berpengaruh bagi

  penyedia pelayanan kesehatan (PPK)

seperti klinik. Pengaruh sistem

 pembayaran pelayanan kesehatan tersebut

dapat dilihat dari perubahan utilisasi

  pelayanan kesehatan, seperti perubahan

  jumlah rata-rata jumlah kunjungan, rata-

rata biaya obat, dan rata-rata jumlah

 peresepan obat yang diberikan dokter atau

 penyedia pelayanan kesehatan (PPK) lain.

Salah satu contoh perubahan pelayanan

tersebut antara lain peresepan dari obat

dengan nama dagang tertentu menjadi obat

generik.(8)

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian

survei dengan metode retrospektif potong

silang untuk mengetahui pengaruh sistem

 pembayaran pelayanan kesehatan terhadap

utilisasi pelayanan kesehatan pasien rawat

  jalan PT. Telkom yang menderita

hipertensi. Populasi dalam penelitian iniadalah data rekam medik semua karyawan

dan keluarga PT. Telkom yang menderita

 penyakit hipertensi dengan Kode Diagnosa

Internasional (ICD-X) I-10, I-11 yang

 berobat pada bulan Juli 2008 sampai bulan

Juni 2010 di Klinik Medika Mulya Bekasi,

Klinik KJP Depok, dan Klinik Selaras

Tangerang. Rekam medis yang ditemukan

 berjumlah 181 orang

Kriteria Inklusi:1. Data rekam medik pasien karyawan dan

keluarga PT. Telkom dengan kunjungan

minimal 3 (tiga) kali dinyatakan

menderita hipertensi ditulis dengan

kode ICD-X : I-10, I-11, atau ditulis

dengan nama penyakit hipertensi yang

  berobat pada bulan Juli 2008 sampai

 bulan Juni 2010

2. Penderita yang berumur 30 tahun atau

lebih

3. Resep dengan diagnosa hipertensi padarekam medik secara jelas

Kriteria Eksklusi:

1. Data rekam medik pasien karyawan dan

keluarga PT. Telkom yang menderita

 penyakit lain.

2. Data rekam medik pasien karyawan dan

keluarga PT. Telkom yang tidak 

lengkap.

Jumlah sampel yang memenuhi kriteria

inklusi sebanyak 68 orang

Hasil Penelitian

Page 3: Jurnal

5/12/2018 Jurnal - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-55a4d66903940 3/10

 

Berdasarkan data yang

diperoleh dari database rekam medik di

Yakes Telkom tahun 2008 sampai dengan

tahun 2010 jumlah pasien yang dijamin

 pembiayaan kesehatannya berjumlah 5157

orang. Pasien tersebut terdiri dari 1686orang berjenis kelamin laki-laki, dan 3471

orang berjenis kelamin perempuan.

Rincian jumlah pasien berdasarkan

kelompok umur dan jenis kelamin

disajikan pada Tabel 4.1

Tabel 4.1

Distribusi Jumlah Pasien Tahun

2008-2010

Pasien yang berumur 30 tahun atau lebih

dipisahkan dari seluruh pasien yang ada,

dan diperoleh sejumlah 2281 orang, terdiri

dari 820 orang berjenis kelamin laki-laki,

dan 1461 orang berjenis kelamin

  perempuan. Rincian jumlah pasien

  berdasarkan kelompok umur dan jenis

kelamin disajikan pada Tabel 4.2

Tabel 4.2

Distribusi Jumlah Pasien Berumur 

30 tahun atau lebih

Kelompok Jumlah Pasien

Jenis Kelamin Umur (tahun) Orang Persentase (%)

Laki-laki

30 - 39 98 4,30

40 - 49 384 16,83

≥ 50 338 14,82

Jumlah 820 35,95

Perempuan

30 - 39 416 18,24

40 - 49 785 34,41

≥ 50 260 11,40

Jumlah 1.461 64,05

Total 2.281 100,00

Pasien yang berumur 30 tahun atau lebih

yang menderita hipertensi dipisahkan

dengan cara melihat rekam medis yang

menunjukkan diagnosa hipertensi atau

dengan penomoran Kode DiagnosisInternasional ( ICD-X ) I-10, I-11 mulai dari

  bulan Juli tahun 2008 sampai dengan

 bulan Juni 2010. Dari hasil pemisahan,

maka diperoleh pasien berpenyakit kronis

seperti hipertensi, diabetes, hiperlipidemia,

sejumlah 181 orang yang terdiri dari 77

orang berjenis kelamin laki-laki, dan 104

orang berjenis kelamin perempuan. Pasien

yang menderita hipertensi saja berjumlah

68 orang, terdiri dari 27 orang berjenis

kelamin laki-laki dan 41 orang perempuan.Rincian jumlah pasien berdasarkan

kelompok umur, jenis kelamin, dan

  penyakit yang diderita pasien disajikan

 pada Tabel 4.3

Kelompok KategoriJumlah Pasien

Orang Persentase(%)

Umur 

(tahun)

< 30 2876 55,77

30 - 39 514 9,97

40 - 49 1169 22,67

≥ 50 598 11,59

Jumlah 5157 100,00

Jenis

Kelamin

Laki-laki 1686 32,69

Perempuan 3471 67,31

Jumlah 5157 100,00

Page 4: Jurnal

5/12/2018 Jurnal - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-55a4d66903940 4/10

 

Tabel 4.3Distribusi Jumlah Pasien

Hipertensi

Pasien yang berkunjung dan dijamin pembiayaan kesehatannya dipisah menjadi

dua kelompok, yaitu kelompok pasien

dengan sistem pembayaran secara

retrospektif yang diperoleh dengan melihat

database rekam medik dari bulan Juli

2008 sampai dengan bulan Juni 2009 dan

kelompok pasien dengan sistem

  pembayaran secara prospektif dari bulan

Juli 2009 sampai dengan bulan Juni 2010.

Dari hasil pengelompokan tersebut

diperoleh jumlah kunjungan dengan sistem

 pembayaran retrospektif sejumlah 20.414

kunjungan. Sedangkan jumlah kunjungan

dengan sistem pembayaran prospektif 

sejumlah 27.580 kunjungan. Peningkatan

angka kunjungan sebesar 14,93% dari total

angka kunjungan.

Jumlah kunjungan pasien penderita

hipertensi yang berumur 30 tahun atau

lebih dengan sistem pembayaran

retrospektif sejumlah 560 kunjungan,sedangkan jumlah kunjungan dengan

sistem pembayaran secara prospektif 

sejumlah 759 kunjungan. Terjadi

  peningkatan angka kunjungan sejumlah

199 kunjungan atau sebesar 15,09% dari

total kunjungan penderita hipertensi mulai

  periode pembayaran retrospektif sampai

dengan periode pembayaran prospektif Rata-rata kunjungan per bulan

didapat dari penjumlahan jumlah

kunjungan pada periode pembayaran

dibagi dengan 12 bulan. Sedangkan total

rata-rata jumlah kunjungan diperoleh dari

 penjumlahan nilai rata-rata kunjungan per 

 bulan. Jika dihitung, maka nilai total rata-

rata jumlah kunjungan penderita hipertensi

  per bulan sebesar 46,67 pada periode

  pembayaran retrospektif. Sebaliknya pada

 periode pembayaran prospektif, nilai totalrata-rata jumlah kunjungan penderita

hipertensi menjadi 63,25.

Jumlah obat antihipertensi

dikumpulkan dari resep yang tercatat pada

rekam medik. Dari 68 orang pasien yang

menderita hipertensi saja, maka diperoleh

sejumlah 581 kali obat antihipertensi

diresepkan dokter selama periode

  pembayaran retrospektif, terdiri dari 67

kali obat generik (11,53%) dan 514 kaliobat non generik (88,47%). Sedangkan

  pada periode pembayaran prospektif 

terdapat 725 kali obat antihipertensi yang

diresepkan, terdiri dari 268 kali obat

generik (36,97%) dan 457 kali obat non

generik (63,03%). Telah terjadi

  peningkatan peresepan obat generik 

sebesar 201 kali atau sebesar 60% dari

total peresepan obat generik antihipertensi

mulai periode pembayaran retrospektif 

sampai dengan periode pembayaran  prospektif. Sebaliknya terjadi penurunan

 peresepan obat non generik sebesar 5,87%

dari total peresepan obat non generik 

antihipertensi.

Biaya obat pasien hipertensi

dihitung dari jumlah obat-obat

antihipertensi yang diresepkan dikalikan

dengan harga. Total biaya obat

antihipertensi dari 68 penderita hipertensi

  pada periode pembayaran retrospektif 

sebesar Rp. 60.765.499. Sedangkan biayaobat antihipertensi pada periode

Kelompok Jumlah Pasien

Penyakit JenisKelamin

Umur (tahun)

Orang Persentase(%)

Hipertensi

danPenyakit

Kronislain

Laki-laki30 - 39 0 0

40 - 49 16 8,84

≥ 50 61 33,70

Jumlah 77 42,54

Perempuan30 - 39 3 1,66

40 - 49 40 22,10

≥ 50 61 33,70

Jumlah 104 57,46

Total 181 100,00

Hipertensi

saja

Laki-laki

30 - 39 0 0

40 - 49 4 5,89

≥ 50 23 33,82

Jumlah 27 39,70

Perempuan30 - 39 1 1,47

40 - 49 15 22,06

≥ 50 25 36,76

Jumlah 41 60,29

Total 68 100,00

Page 5: Jurnal

5/12/2018 Jurnal - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-55a4d66903940 5/10

 

  pembayaran prospektif sebesar Rp.

60.807.969. Telah terjadi kenaikan sebesar 

0,07%

Biaya obat antihipertensi per 

kunjungan merupakan jumlah rata-rata

  biaya obat antihipertensi dibagi dengan  jumlah rata-rata kunjungan pasien. Jika

dihitung, maka biaya obat antihipertensi

  per kunjungan untuk 68 pasien selama

  periode Juli 2008 sampai dengan Juni

2010 adalah Rp. 92.171. Pada periode

  pada periode pembayaran retrospektif,

  biaya obat per kunjungan sebesar Rp.

108.510. Sedangkan biaya obat per 

kunjungan pada periode periode

  pembayaran prospektif sebesar Rp.

80.116. Terjadi penurunan biaya obat per kunjungan sebesar 35,44%

Pembahasan

Dari 68 pasien hipertensi yang ada,

diperoleh jumlah kunjungan pasien pada

sistem pembayaran retrospektif sebanyak 

560 kunjungan terdiri dari 216 kunjungan

  pasien berjenis kelamin laki-laki atau

sebesar 16,38% dan 344 kunjungan pasien

  perempuan atau sebesar 26,08%. Nilairata-rata (µ = miu) kunjungan pada sistem

  pembayaran retrospektif adalah 0,6863

yang berarti bahwa rata-rata jumlah

kunjungan per pasien setiap bulannya

adalah 0,6863. Sedangkan pada sistem

 pembayaran prospektif terjadi peningkatan

  jumlah kunjungan pasien menjadi 759

kunjungan terdiri dari 285 kunjungan

 pasien laki-laki atau sebesar 21,61% dan

474 kunjungan pasien perempuan atau

35,94%. Nilai rata-rata (µ = miu) sebesar 0,9301. Nilai rata-rata ini menunjukan

  bahwa rata-rata jumlah kunjungan per 

  pasien setiap bulannya sebesar 0,9301.

Peningkatan jumlah kunjungan pada

sistem pembayaran prospektif sebesar 199

kunjungan atau sebesar 15,09% dari total

kunjungan penderita hipertensi mulai

  periode pembayaran retrospektif sampai

dengan periode pembayaran prospektif.

Rata-rata (µ = miu) peningkatan jumlah

kunjungan pasien dengan sistem  pembayaran prospektif sebesar 0,2438

yang berarti bahwa rata-rata peningkatan

 jumlah kunjungan per pasien setiap bulan

adalah 0,2438 atau 24,38%. Hasil uji

statistik menunjukkan terdapat perbedaan

  bermakna rata-rata jumlah kunjungan

 pasien hipertensi pada sistem pembayaranretrospektif dengan sistem pembayaran

 prospektif.

Menurut Thabrany (2005),

disebutkan bahwa sistem pembayaran

retrospektif mempunyai dampak negatif 

yaitu peningkatan jumlah kunjungan

  pasien. Peningkatan ini terjadi karena

 pihak pemberi pelayanan kesehatan akan

dirangsang untuk terus memberikan

 pelayanan lebih banyak sehingga jasa atau

 penghasilan yang diterima akan bertambah banyak.(9) Berbeda dengan sistem

 pembayaran prospektif, jumlah kunjungan

  pada sistem pembayaran ini jauh lebih

kecil. Hal ini disebabkan pihak pemberi

  pelayanan kesehatan akan memberikan

  pelayanan promotif dan preventif untuk 

mencegah insidens kesakitan. Apabila

angka kesakitan baru menurun, maka

 pasien tidak akan berkunjung kembali ke

  pihak pemberi pelayanan kesehatan.

(9)

Dengan tidak kembalinya pasien untuk 

  berobat, maka pihak pemberi pelayanan

kesehatan akan lebih banyak mendapat

  jasa keuntungan dan dapat menurunkan

utilisasi menjadi lebih rendah. Seperti

diketahui, bahwa sistem pembayaran

  prospektif (kapitasi) merupakan

 pengalokasian sejumlah dana kepada pihak 

  pemberi pelayanan kesehatan untuk 

memberikan pelayanan kesehatan terhadap

sejumlah peserta.(11)

Sistem pembayaran  prospektif (kapitasi) juga menempatkan

  pihak pemberi pelayanan kesehatan

sebagai penanggung resiko atas biaya

 pengobatan pasien, baik biaya obat-obatan,

laboratorium, serta penunjang kesehatan

lain.(12)

Peningkatan rata-rata jumlah

kunjungan pasien dengan sistem

 pembayaran prospektif pada penelitian ini

kemungkinan disebabkan pihak pemberi

 pelayanan kesehatan sebagai penanggungresiko biaya pengobatan pasien sangat

Page 6: Jurnal

5/12/2018 Jurnal - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-55a4d66903940 6/10

 

  berhati-hati dalam menggunakan dan

mengatur alokasi dana yang diberikan.

Oleh karena itu, pihak pemberi pelayanan

kesehatan memberikan obat-obatan untuk 

  beberapa hari pemakaian saja, termasuk 

untuk pasien hipertensi atau penyakitkronik lainnya. Sebagai contoh pemberian

obat-obatan pada pasien hipertensi yang

  biasanya untuk 30 hari pemakaian pada

waktu diberlakukan sistem pembayaran

retrospektif, diduga pemberiannya akan

 berkurang menjadi 10-15 hari pemakaian

  pada pembayaran prospektif. Perubahan

  pemberian obat-obatan pada sistem

 pembayaran prospektif ini mengakibatkan

 pasien akan lebih sering berkunjung

Dengan peningkatan rata-rata jumlah kunjungan pasien akibat perubahan

  pemberian obat-obat tersebut diharapkan

tidak menurunkan kualitas pelayanan.

Sebaliknya dengan peningkatan rata-rata

  jumlah kunjungan pada sistem

 pembayaran prospektif diharapkan pasien

mendapatkan perawatan dari pihak 

 pemberi pelayanan kesehatan lebih teliti

dan seksama.

Peresepan obat generik mengalami peningkatan pada saat diberlakukan sistem

  pembayaran prospektif. Pada sistem

 pembayaran secara retrospektif peresepan

obat generik sebesar 11,53%, dan

meningkat sebesar 24,44% menjadi

36,97% pada saat diberlakukan sistem

 pembayaran prospektif. Nilai rata-rata (µ =

miu) jumlah obat generik yang diresepkan

  pada sistem pembayaran retrospektif 

adalah 0,0821 yang berarti bahwa rata-rata

  jumlah obat generik yang diresepkan per   pasien setiap bulannya adalah 0,0821.

Sedangkan pada sistem pembayaran

 prospektif nilai rata-ratanya adalah 0,3284

dimana rata-rata jumlah obat generik yang

diresepkan per pasien setiap bulannya

adalah 0,3284. Hal ini berarti terjadi

  peningkatan sebesar 300%. Hasil uji

statistik menunjukkan terdapat perbedaan

 bermakna rata-rata (µ = miu) jumlah obat

generik yang diresepkan pada sistem

  pembayaran retrospektif dengan jumlahobat generik yang diresepkan pada sistem

 pembayaran prospektif.

Peningkatan rata-rata jumlah obat generik 

dengan sistem pembayaran prospektif 

kemungkinan dimaksudkan untuk 

mengurangi resiko kerugian yang diderita

oleh pihak pemberi pelayanan kesehatanakibat penggunaan obat-obatan bermerk 

yang berbiaya mahal sehingga dapat

mengurangi nilai insentif. Menurut

 penelitian yang dilakukan Wes Joines dkk,

 perbandingan peresepan generik pada saat

sistem pembayaraan  fee for service antara

55-63% dan meningkat menjadi 75%

ketika diberlakukan sistem pembayaran

 prospektif (kapitasi).(13) 

Secara umum, peresepan obat

generik pada sistem pembayaran  prospektif mengalami peningkatan.

Peningkatan peresepan generik ini

merupakan kontrol atas biaya obat akibat

alokasi dana yang terbatas pada sistem

  pembayaran prospektif. Namun demikian,

  perlu diadakan evaluasi secara berkala

agar pengobatan tidak terjadi under 

treatment  yaitu tindakan dokter yang

sebenarnya sangat diperlukan bagi pasien

tetapi tidak diberikanTotal biaya obat-obatan dari 68 pasien dari

 bulan Juli 2008 sampai dengan bulan Juni

2009 sebesar Rp. 60.765.499. Biaya obat

 per kunjungan pada periode ini sebesar Rp.

108.510. Sedangkan biaya obat-obat dari

 bulan Juli 2009 sampai dengan bulan Juni

2010 sebesar Rp. 60.807.969 dengan biaya

obat per kunjungannya sebesar Rp. 80.116.

Jika dihitung, maka biaya obat

antihipertensi per kunjungan untuk 68

  pasien selama periode Juli 2008 sampaidengan Juni 2010 adalah Rp. 92.171. Dari

hasil statistik menunjukkan terdapat 39

orang dengan rata-rata biaya obat per 

kunjungan pada sistem prospektif lebih

kecil daripada biaya obat per kunjungan

  pada sistem retrospektif. Rata-rata biaya

obat per kunjungannya sebesar 36,81.

Sedangkan rata-rata biaya obat per 

kunjungan pada sistem prospektif lebih

  besar daripada biaya obat per kunjungan

 pada sistem retrospektif dialami oleh 28orang dengan nilai rata-rata 30,09.

Page 7: Jurnal

5/12/2018 Jurnal - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-55a4d66903940 7/10

 

Terdapat 1 orang dengan biaya obat per 

kunjungan pada sistem pembayaran

retrospektif sama dengan pada sistem

 pembayaran prospektif.

Pada sistem pembayaran

 prospektif, terdapat 39 orang dengan biayaobat per kunjungan lebih kecil daripada

  biaya obat per kunjungan pada sistem

 pembayaran retrospektif. Hal ini sejalan

dengan hasil penelitian bahwa terjadi

  perubahan peresepan oleh pihak pemberi

  pelayanan kesehatan yaitu penggantian

obat-obat bermerk dengan obat generik 

sehingga biaya obat menjadi lebih kecil.

Sedangkan rata-rata biaya obat per 

kunjungan pada sistem prospekif lebih

  besar daripada biaya obat per kunjungan pada sistem retrospektif dialami oleh 28

orang. Hal ini kemungkinan dipengaruhi

oleh faktor perilaku. Menurut penelitian

Michael Chernew dkk, menyebutkan salah

satu alasan meningkatnya pertumbuhan

 biaya pada sistem pembayaran prospektif 

diantaranya perilaku. Perilaku pasien

seperti permintaan terhadap pihak pemberi

  pelayanan kesehatan untuk meresepkan

obat-obatan yang sering digunakan dan  perilaku pihak pemberi pelayanan

kesehatan yang terbiasa meresepkan obat-

obatan secara bebas memungkinkan

 peningkatan biaya obat-obatan.(26) 

Hasil uji statistik juga

menunjukkan tidak terdapat perbedaan

  bermakna rata-rata biaya obat per 

kunjungan yang diresepkan pada sistem

  pembayaran retrospektif dengan sistem

  pembayaran prospektif. Hal ini

membuktikan bahwa penyedia pelayanankesehatan mampu mengolah dan mengatur 

alokasi dana yang sudah ditentukan

sehingga biaya obat-obatan bagi pasien

tidak mengalami perubahan dari sistem

 pembayaran retrospektif. Oleh karena itu,

sistem pembayaran prospektif tentunya

 perlu dipertahankan.

Kesimpulan

1. Penderita hipertensi terbanyak adalah penderita berjenis kelamin perempuan

sebesar 41 orang (60,29%).

Sedangkan jumlah penderita laki-laki

sebesar 27 orang (39,71%).

2. Utilisasi pelayanan kesehatan

 penderita hipertensi dalam hal jumlah

kunjungan, peresepan dan biaya obat  pada sistem pembayaran retrospektif 

menunjukkan angka sebesar 20.414

kunjungan pasien, 581 kali obat

antihipertensi yang diresepkan, dan

Rp. 60.765.499 biaya obat yang telah

dikeluarkan. Sebaliknya pada sistem

  pembayaran prospektif, utilisasi

  pelayanan kesehatan menunjukkan

angka kunjungan, peresepan dan biaya

obat masing-masing sebesar 27.580

kunjungan pasien, 725 kali obatantihipertensi yang diresepkan, dan

Rp. 60.807.969 biaya obat yang telah

dikeluarkan.

3. Terdapat pengaruh sistem pembayaran

 pelayanan kesehatan terhadap jumlah

kunjungan pasien hipertensi rawat

  jalan. Terjadi peningkatan jumlah

kunjungan setelah diberlakukan sistem

 pembayaran prospektif sejumlah 199

kunjungan atau sebesar 15,09% daritotal kunjungan penderita hipertensi

mulai periode pembayaran retrospektif 

sampai dengan periode pembayaran

 prospektif. Rata-rata (µ = miu) jumlah

kunjungan pasien hipertensi pada

sistem pembayaran retrospektif adalah

0,6863. Sedangkan pada sistem

  pembayaran prospektif nilai rata-

ratanya (µ = miu) adalah 0,9301.

Secara statistik, terdapat perbedaan

 bermakna rata-rata (µ = miu) jumlahkunjungan pasien hipertensi pada

sistem pembayaran retrospektif 

dengan sistem pembayaran prospektif.

4. Terdapat pengaruh sistem pembayaran

 pelayanan kesehatan terhadap jumlah

obat generik antihipertensi yang

diresepkan. Terjadi peningkatan

  jumlah obat generik antihipertensi

yang diresepkan setelah diberlakukan

sistem pembayaran prospektif sebesar 

201 kali atau sebesar 60% dari total peresepan obat generik antihipertensi

Page 8: Jurnal

5/12/2018 Jurnal - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-55a4d66903940 8/10

 

mulai periode pembayaran retrospektif 

sampai dengan periode pembayaran

 prospektif. Rata-rata (µ = miu) jumlah

obat generik antihipertensi yang

diresepkan pada sistem pembayaran

retrospektif adalah 0,0821. Sedangkan  pada sistem pembayaran prospektif 

nilai rata-ratanya (µ = miu) adalah

0,3284. Secara statistik, terdapat

 perbedaan bermakna rata-rata jumlah

obat generik antihipertensi yang

diresepkan pada sistem pembayaran

retrospektif dengan sistem

 pembayaran prospektif.

5. Terdapat pengaruh sistem pembayaran

  pelayanan kesehatan terhadap biaya

obat antihipertensi yang diresepkan  per kunjungan. Terjadi peningkatan

  biaya obat antihipertensi yang

diresepkan sebesar Rp.42.470 setelah

diberlakukan sistem pembayaran

  prospektif. Namun bila dilihat dari

  biaya obat per kunjungan terjadi

 penurunan biaya sebesar Rp. 28.394.

Secara statistik, tidak terdapat

 perbedaan bermakna antara biaya obat

antihipertensi yang diresepkan per kunjungan pada sistem pembayaran

retrospektif dengan biaya obat yang

diresepkan per kunjungan pada sistem

 pembayaran prospektif.

Daftar Pustaka

1. American Heart Association,

 Heart Disease & Stroke Statistics – 

2010 Update, hal: 17-19, Dallas,

Texas, 2010

2. Depkes RI,  Pedoman  Pengendalian Penyakit Jantung 

  Dan Pembuluh Darah, hal: 6,

Direktorat Pengendalian Penyakit

Tidak Menular, Direktorat Jenderal

Pengendalian Penyakit dan

Penyehatan Lingkungan, Jakarta,

2007

3. Depkes RI,   InaSH Menyokong   Penuh Penanggulangan

 Hipertensi,

diakses dari:www.depkes .go .id /index .php /berita

/press - release /896 - inash

menyokong - penuh -

 penanggulangan - hipertensi .html ,diakses tanggal 17 Januari 2011

4. Yakes Telkom,  Laporan Triwulan,

hal: 13-17, edisi I-IV periode 2008-2009, Jakarta

5. Tantivipanuwong,  Determinationof Factors Affecting Medical 

  Expenditures of Diabetic Patients

  From Electronic Database, Tesis,

hal: 14, Mahidol University,

Thailand, 2005

6. Diehr P, Yanez D, Ash A,

Hornbrook M, Methods For 

 Analyzing Health Care Utilization

 And Costs, hal: 127, University of  North Carolina, Chapel Hill, 1999

7. Lewin Group, Medicaid Managed 

Care Cost Savings – A Synthesis of 

24 Studies, hal :2, Prepared for:

America’s Health Insurance Plans,

2004

8. Stern C, Managed Care Capitation

Contracts for Pharmacy, hal: 24,

Academy of Pharmacists in

Managed Care Board and (in 

theEditorial Review Committee),

 Northridge, 1995

9. Thabrany,   Asuransi Kesehatan

 Nasional , edisi baru-oktober, hal:

118-134, PAMJAKI, Jakarta, 2005

10. PT. Askes,   Experience of PT.  Askes On Implementation Of 

health Care Payment System, hal:

2- 4 , PT. Askes Indonesia

11. Kingma M, Can Financial 

  Influence Medical Practice?,Original article hal: 6, Human

Resources for Health Development

Journal (HRDJ) Vol. 3 No. 2 May -

August, International Council of 

 Nurses, Geneva, Switzerland,1999

12. Berwick M, Quality of Health

Care, Payment by Capitation and

The Quality of Care, hal: 1228-

1229, The New England Journal of 

Medicine, 1996

13. Joines W, Menges J, Tracey J,  Programmatic Assessment of 

Page 9: Jurnal

5/12/2018 Jurnal - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-55a4d66903940 9/10

 

Carve-In and Carve-Out    Arrangements for Medicaid 

 Prescription Drugs, hal: 5, Lewin

Group for the Association of 

Community Affiliated Plans, 2007

14. Kabo, P,  BagaimanaMenggunakan Obat-obat  

  Kardiovaskular Secara Rasional ,

edisi pertama, hal: 68-95, Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia,

Jakarta, 2010

15. Kuswardhani, T,  Penatalaksanaan

 Hipertensi Pada Lanjut Usia, hal:

135-139, Jurnal Kedokteran Ilmu

Penyakit Dalam, Vol: 7, 2 Mei

Divisi Geriatri, Bagian Penyakit

Dalam Fakultas KedokteranUniversitas Udayana, RSUP

Sanglah, Denpasar, 2006

16. Radi S, dkk, One-year 

  Hypertension Incidence and Its  Predictors in a Working  

 Population, Original Article,

Journal of Human Hypertension

hal: 490, 2004

17. Rubin MD, Alan L,   High Blood 

 Pressure for Dummies 2nd Edition,hal: 39, Wiley Publishing, USA,

2007

18. U.S. Departement of Health And

Human Service,   JNC 7 Express Prevention, Detection, Evaluation,

and Treatment of High Blood  Pressure, hal 5-7, USA, 2003

19. Ganiswarna, G.S.,  Farmakologi

dan Terapi, (Ed.5), Departemen

Farmakologi FKUI, Jakarta, 2007

20. Nichols L, et al,  Diabetes, Minor   Depression and Health Care

Utilization and Expenditures: A

 Retrospective Database Study, hal:

2, University of Colorado, Denver,

USA, 2007

21. Notoatmodjo, S,  Promosi

 Kesehatan & Ilmu Kesehatan, hal:

215-217, Rineka Cipta, Jakarta,

2007

22. Kasim F, Perbandingan Peresepan

dan Biaya Obat Bagi PasienStroke Askes dan Non Askes di

  Rumah Sakit Umum Pusat   Nasional Dokter Cipto

Mangunkususmo Tahun 1995,

Tesis, Program Studi Ilmu

Kesehatan Masyarakat, Jakarta,

199723. WHO,   Introduction to Drug 

Utilization Research, hal: 21, Oslo

 Norway, 2003

24. Halloway, K. dan Green,T,  Drug 

and Therapeutics Committess: a  practical guide. WHO In

Collaboration with Management

Sciences for Health. USA. March

07, 2004

25. Depkes RI, Modul Pelatihan

Teknis Telaah Utilisasi Penyelengaraan Askeskin, hal: 34-

37, Pusat Pembiayaan dan Jaminan

Kesehatan, Jakarta, 2007

26. Chernew M, dkk,  Pharmaceutical Cost Growth Under Capitation: A

Case Study, hal: 267, Health Affair 

Vol:19, Number: 6, Project HOPE,

2000

27. Notoatmodjo, S, Metodologi

  Penelitian Kesehatan, RinekaCipta, Jakarta, 2010

28. Sopiyudin D.M, Statistik untuk 

  Kedokteran dan Kesehatan, hal:

66,76, Seri Evidence Based

Medicine 1, Salemba Medika,

Jakarta, 2008

29. Manjiri D. Pawaskar,M.S,

Medicaid Payment Systems:

  Impact On Quality Of Care,Medication Adherence And Health

Care Service Utilizations In Type 2  Diabetes Medicaid Enrollees,Tesis, hal:43,118,126 The Ohio

State University, 2008

30. Casto, Layman,   Principle of 

  Healthcare Reimbursement ,

AHIMA, Chicago, Illinois, 2006

31. U.S. Department of Health And

Human Services,  Health Care in America Trend in Utilization, hal:

1-4, National Center for Health

Statistic, USA, 2004

Page 10: Jurnal

5/12/2018 Jurnal - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-55a4d66903940 10/10