Juni, 2012 Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo...

13
Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura Juni, 2012 PERANAN ASOSIASI Pseudomonas fluorescens INDIGENUS DAN Glomus aggregatum DI DALAM RHIZOSFIR Gita Pawana Jurusan Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura email : [email protected] ABSTRAK Efek sinergis atau interaksi positif yang mungkin bisa diperoleh dari asosiasi plant growth promoting rhizobacteria (PGPR) dan cendawan mikoriza arbuskular (CMA) masih perlu di kaji lebih luas. Tujuan penelitian adalah untuk mengkaji apakah Pseudomonas fluorescens (PF) indigenus Madura dapat bersinergi dengan G. aggregatum dan apakah kesinergian tersebut dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman dan menekan serangan penyakit batang berlubang pada tembakau Madura. Digunakan rancangan faktorial dengan faktor perlakuan sterilitas media tanam, inokulasi patogen dan amandemensi PF dan GA. Penelitian dilakukan pada rumah kasa secara kulur pot. Hasil yang dipeoleh: 1) PF dapat dapat bersinergi dengan GA, meningkatkan kepadatan populasi PF dan panjang akar terinfeksi GA atau kemantapan kolonisasi GA. 2) Kesinergisan antara PF dengan GA dapat meningkatkan P tersedia dan serapan P, namun tidak dapat memberikan biomassa tanaman yang lebih tinggi dari pada tanpa asosiasi. 3) kesinergisan PF dan GA dapat mencegah terjadinya serangan penyakit batang berlubang, namun demikian tingginya populasi PF pada rhizosfer tidak dapat dipastikan sebagai mekanisme pencegahan serangan penyakit batang berlubang. Kata kunci: Pseudomonas fluorescens, Glomus aggregatum, interaksi, rhizosfer, pertumbuhan tanaman, serangan penyakit PENDAHULUAN Kesuburan lahan dan vigoritas tanaman tidak bisa dilepaskan dari peranan mikroba penghuni rhizosfer. Bakteri yang tergabung dalam kelompok psedomonad pendarfluor (PF) yang tergolong dalam plant growth-promoting rhizobacteria (PGPR), dan cendawan mikoriza arbuskular (CMA) merupakan mikroba yang dapat membentuk hubungan simbiosis mutalisme dengan tanaman. Mikroba tersebut diketahui dapat menstimulasi pertumbuhan tanaman melalui interaksi langsung atau tidak langsung. PF mempunyai kapasitas sebagai pelarut fosfat, mampu menghasilkan fitohormon dan bersifat antagonis terhadap patogen tular tanah. Kelompok bakteri ini mempunyai keragaman ekologi yang luas sehingga dapat ditemukan pada berbagai rhizosfer tanaman. CMA merupakan cendawan yang berasosiasi erat dengan akar tanaman membentuk simbiosis mutualisme, cendawan mendapatkan gula dari tanaman sedangkan tanaman mendapat nutrisi seperti fosfat dari cendawan. Interaksi CMA dengan bakteri rizosfer secara umum dapat positif atau negatif (Gryndler et al., 1996), atau netral (Edwards et al, 1998). Interaksi negatif ditunjukkan dengan penurunan perkecambahan spora dan pemanjangan hifa, pengurangan koloni pada akar dan penurunan aktifitas metabolik miselium internal, sebaliknya interaksi Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012

Transcript of Juni, 2012 Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo...

Page 1: Juni, 2012 Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madurapertanian.trunojoyo.ac.id/semnas/wp-content/uploads/PERANAN... · asosiasi CMA dengan rizobakteri. Interaksi tersebut ditentukan

Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi

Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura Juni, 2012

PERANAN ASOSIASI Pseudomonas fluorescens INDIGENUS DAN Glomus

aggregatum DI DALAM RHIZOSFIR

Gita Pawana

Jurusan Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

email : [email protected]

ABSTRAK

Efek sinergis atau interaksi positif yang mungkin bisa diperoleh dari asosiasi

plant growth promoting rhizobacteria (PGPR) dan cendawan mikoriza arbuskular

(CMA) masih perlu di kaji lebih luas. Tujuan penelitian adalah untuk mengkaji apakah

Pseudomonas fluorescens (PF) indigenus Madura dapat bersinergi dengan G.

aggregatum dan apakah kesinergian tersebut dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman

dan menekan serangan penyakit batang berlubang pada tembakau Madura. Digunakan

rancangan faktorial dengan faktor perlakuan sterilitas media tanam, inokulasi patogen

dan amandemensi PF dan GA. Penelitian dilakukan pada rumah kasa secara kulur pot.

Hasil yang dipeoleh: 1) PF dapat dapat bersinergi dengan GA, meningkatkan kepadatan

populasi PF dan panjang akar terinfeksi GA atau kemantapan kolonisasi GA. 2)

Kesinergisan antara PF dengan GA dapat meningkatkan P tersedia dan serapan P,

namun tidak dapat memberikan biomassa tanaman yang lebih tinggi dari pada tanpa

asosiasi. 3) kesinergisan PF dan GA dapat mencegah terjadinya serangan penyakit

batang berlubang, namun demikian tingginya populasi PF pada rhizosfer tidak dapat

dipastikan sebagai mekanisme pencegahan serangan penyakit batang berlubang.

Kata kunci: Pseudomonas fluorescens, Glomus aggregatum, interaksi, rhizosfer,

pertumbuhan tanaman, serangan penyakit

PENDAHULUAN

Kesuburan lahan dan vigoritas tanaman tidak bisa dilepaskan dari peranan

mikroba penghuni rhizosfer. Bakteri yang tergabung dalam kelompok psedomonad

pendarfluor (PF) yang tergolong dalam plant growth-promoting rhizobacteria (PGPR),

dan cendawan mikoriza arbuskular (CMA) merupakan mikroba yang dapat membentuk

hubungan simbiosis mutalisme dengan tanaman. Mikroba tersebut diketahui dapat

menstimulasi pertumbuhan tanaman melalui interaksi langsung atau tidak langsung.

PF mempunyai kapasitas sebagai pelarut fosfat, mampu menghasilkan

fitohormon dan bersifat antagonis terhadap patogen tular tanah. Kelompok bakteri ini

mempunyai keragaman ekologi yang luas sehingga dapat ditemukan pada berbagai

rhizosfer tanaman. CMA merupakan cendawan yang berasosiasi erat dengan akar

tanaman membentuk simbiosis mutualisme, cendawan mendapatkan gula dari tanaman

sedangkan tanaman mendapat nutrisi seperti fosfat dari cendawan.

Interaksi CMA dengan bakteri rizosfer secara umum dapat positif atau negatif

(Gryndler et al., 1996), atau netral (Edwards et al, 1998). Interaksi negatif ditunjukkan

dengan penurunan perkecambahan spora dan pemanjangan hifa, pengurangan koloni

pada akar dan penurunan aktifitas metabolik miselium internal, sebaliknya interaksi

Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012

Page 2: Juni, 2012 Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madurapertanian.trunojoyo.ac.id/semnas/wp-content/uploads/PERANAN... · asosiasi CMA dengan rizobakteri. Interaksi tersebut ditentukan

Juni, 2012 Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi

Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

positif ditandai dengan adanya sinergisme yang ditunjukkan dengan peningkatan

perkembangan dan fungsi CMA.

Jaderlund et al., (2008) dalam kultur pot steril menemukan adanya interaksi

positif antara Paenibacillus brasilensis PB177dengan G. mosseae, yang ditunjukkan

dengan adanya kolonisasi G. mosseae pada akar clover dan wheat yang lebih tinggi dari

pada jika tanpa dilakukan inokulasikan P. barasilensis. Sebaliknya interaksi G.

deserticola dengan P. fluorescens bersifat negatif yang ditandai dengan rendahnya

populasi P. fluorescens, hal tersebut dikarenakan P. fluorescens kalah bersaing untuk

mendapatkan karbon organik dengan G. deserticola (Waschkies et al., 1994).

Asosiasi CMA G. margarita dengan P. putida sebagai bakteri pelarut fosfat

dapat memacu pertumbuhan dan nodulasi Frankia pada actinorhizal, dibandingkan jika

diinokulasi secara tunggal. Hal ini dikarenakan G. margarita mampu meningkatkan

kapasitas serapan fosfat, sehingga memacu Frankia membentuk nodulasi akar. Kondisi

ini menunjukkan bahwa secara tidak langsung G. margarita menyediakan N bagi

actinorhizal melalui peningkatan serapan fosfat (Yamanaka et al., 2005).

Artursson dan Jonsson (2003) menemukan adanya interaksi yang spesifik dalam

asosiasi CMA dengan rizobakteri. Interaksi tersebut ditentukan oleh senyawa yang

dibutuhkan bakteri, yang diekresikan hifa ekstra-radikal atau senyawa yang ada didalam

hifa tersebut. Di sisi lain ternyata untuk perkembangan koloni dan pertumbuhannya

CMA membutuhkan kehadiran bakteri. Dengan demikian, perkembangan asosiasi alami

tersebut menjadi simbiosis mutualistik atau parasitik tergantung pada spesies atau strain

dari tanaman, CMA dan bakteri. Ditemukan P. fluorescens menempel lebih erat pada

hifa Glomus sp dibandingkan dengan pada hifa G. intraradices. Hifa mengeluarkan

exudat berupa karbohidrat sederhana dalam bentuk glukosa dan asam organik yang

digunakan sebagai sumber karbon dan nutrisi bagi bakteri. Secara langsung atau tidak

langsung metabolit yang dieksudasikan oleh hifa umumnya dipergunakan untuk

pertumbuhan P. fluorescens, namun tidak bagi bakteri lain. Tujuan penelitian adalah

untuk mengkaji apakah isolat PF indigenus Madura dapat bersinergi dengan CMA G.

aggregatum dan apakah kesinergian PF indigenus Madura dengan GA dapat menekan

serangan penyakit batang berlubang meningkatkan pertumbuhan tanaman tembakau

Madura.

METODE

Pseudomonas fluorescens (PF) indigenus Madura koleksi lab. Agroekoteknologi

Universitas Trunojoyo, inokulan Glomus aggregatum (GA) diperoleh dari LIPI (2009),

isolat patogen batang berlubang, benih tembakau Madura varietas Cangkring 95, pupuk

ZA, Sp-36, ZK, polibag, media King’s B, aquadest, NaCl, autoklaf, Quebec colony

counter, Ca3(PO4)2, pereaksi P pekat, asam askorbat, H2SO4, larutan standar PO4, asam

cuka, tinta cina, mikroskop, spektrofotometer, mistar ukur, timbangan, oven.

Rancangan percobaan yang digunakan rancangan acak lengkap faktorial yang

terdiri atas: Faktor ke 1 media tanam (S) yang terdiri atas: S0 = media tanam steril. S1 =

media tanam tidak steril. Faktor ke 2 adalah inokulasi isolat patogen batang berlubang

yang terdiri atas: E0 = tidak diinokulasi isolat patogen. E1 = diinokulasi isolat patogen.

Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012

Page 3: Juni, 2012 Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madurapertanian.trunojoyo.ac.id/semnas/wp-content/uploads/PERANAN... · asosiasi CMA dengan rizobakteri. Interaksi tersebut ditentukan

Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi

Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura Juni, 2012

Faktor ke 3 adalah amandemen mikroba (A) yang terdiri atas: A0 = sebagai kontrol

negatif diberikan pemupukan N+K-P tanpa amandemen. A1 = sebagai kontrol positif

diberikan pemupukan lengkap N+P+K tanpa amandemen. A2 = diberikan pemupukan

N+K dengan amandemen isolat PF. A3 = diberikan pemupukan N+K dengan

amandemen GA. A4 = diberikan pemupukan N + K dengan amandemen isolat PF dan

GA.

Sebagai media tanam digunakan campuran tanah (top soil), pupuk kandang dan

pasir, masing-masing dengan perbandingan volume 2:1:1. Tanah, pupuk kandang dan

pasir dicampur sampai homogen kemudian disaring (diayak) dengan diameter saringan

2,5 mm. Sesuai dengan perlakuan separuh dari media tanam disterilkan. Sterilisasi

dilakukan dengan otoklaf pada suhu 1200C selama15 menit dengan tekanan 5 kg/cm

2.

Selanjutnya diisikan ke dalam polibag sebanyak 3 kg setiap polibag. Sebelum dilakukan

penanaman terlebih dahulu dilakukan pengukuran pH, P total, dan P tersedia, sedangkan

pada media tanam tidak steril dilanjutkan dengan pengukuran kepadatan populasi PF

dan kepadatan spora CMA tiap 10 g tanah.

Pembibitan dilakukan dengan menggunakan media tanaman steril. Benih

disemaikan merata di atas media tanam, kemudian dilakukan penyiraman dengan air

steril secara merata di atas permukaan media tanam. Bibit siap dipindahkan ke polibag

pada saat bibit mempunyai ukuran panjang daun 5-7 cm atau bibit telah berumur 40 hari

setelah semai.

Isolat PF dan GA diamendasikan pada saat tanam. Isolat PF diberikan sebanyak

10 ml suspensi sel tiap tanaman dengan kerapatan sel 108 cfu/ml, diberikan di sekitar

pangkal akar. Inokulan GA diberikan sebanyak 30 g inokulan tiap tanaman, dengan

kepadatan spora 10 spora/g inokulan, diberikan di bawah perakaran. Inokulasi isolat

patogen sebanyak 10 ml suspensi sel tiap tanaman dengan kerapatan sel 108 cfu/ml

suspensi, diberikan di sekitar pangkal batang dilakukan pada saat 7 hari setelah tanam.

Pupuk N, P dan K yang diberikan masing-masing sebanyak 2.1, 1,4 dan 1,4

g/tanaman. Pupuk P, K dan ½ dosis pupuk N diberikan pada saat penanaman, ½ dosis

pupuk N berikutnya diberikan 3 minggu setelah tanam. Penyiraman dilakukan dengan

air steril sampai kapasitas lapang.

Parameter yang diamati dalam penelitian ini terdiri atas: a) Populasi isolat PF

pada setiap gram tanah rizosfer, diamati dengan menggunakan metode tuang (pour

plate). Populasi PF10-1

g rhizosfer = jumlah koloni x tingkat pengenceran x 100. b)

Fosfat tersedia pada rizosfer dan kandungan fosfat pada daun dianalisis dengan

menggunakan metode Olsen menurut Prasetyo et al (2005). c) Tingkat koloni GA

dianalisis menurut Brundrett et al, (1996). d) Pertumbuhan tanaman yang meliputi:

Produksi daun basah dan kering, adalah berat dari keseluruhan daun segera setelah

panen dan setelah dikeringkan pada 600C. e) Biomassa tanaman ditentukan sebagai

bobot kering seluruh bagian tanaman (akar, batang dan daun). f) Fosfat terlarut dari

Ca3(PO4)2 pada media ekstrak rhizosfer oleh PF. PF dikulturkan pada media NA.

Setelah 24 jam disuspensikan sampai kerapatan sel 106cfu/ml, sebanyak 0,1 ml suspensi

dimasukkan ke dalam 10 ml ekstrak rhizosfer yang mengandung 0,5 persen Ca3(PO4)2

dan diinkubasikan pada suhu kamar. P terlarut diamati setelah 24 jam. Ekstrak rhizosfer

Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012

Page 4: Juni, 2012 Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madurapertanian.trunojoyo.ac.id/semnas/wp-content/uploads/PERANAN... · asosiasi CMA dengan rizobakteri. Interaksi tersebut ditentukan

Juni, 2012 Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi

Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

diperoleh dari 1000 g tanah rhizosfer masing-masing kombinasi perlakuan

disuspensikan dalam 2400 ml aquadest. Kemudian disentrifuse selama 5 menit pada

kecepatan 2000 rpm. Supernatan disaring dengan pori saringan berdiameter 20 µm

untuk membersihkan sisa perakaran dan miselia CMA. Kemudian ditambahkan

Ca3(PO4)2 sampai mencapai 0,5 persen lalu di otoklaf.

Analisis Data untuk mengetahui adanya pengaruh perlakuan dilakukan analisis

varian dengan α = 5 persen, kemudian untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan

dilanjutkan dengan uji Duncan pada α = 5 persen.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Asosiasi PF dan GA di Rhizosfer

Populasi PF pada perlakuan amandemensi PF dan GA yang diamandemensikan

pada rhizosfer tembakau secara tunggal dan bersama tidak dipengaruhi media tanam

(Tabel1), hal ini menunjukkan bahwa Pfim 20 yang diamandemensikan mampu

mendominasikan pertumbuhannya terhadap pertumbuhan mikroba-mikroba yang

terlebih dahulu telah ada di dalam rhizosfer sebagai kompetitornya.

Tabel 1. Populasi Pfim Pada Rhizosfer Tembakau Pada Perlakuan Amandemensi Dan

Media Tanam

Amandemensi Populasi Pfim 20 (cfu.10-1g rhizosfer)

Media tanam steril Media tanam tidak steril

Tanpa amandemen dipupuk N+K-P 2,6 x 108 ± 1,71 a 1,9 x 109 ± 1,26 c

Tanpa amandemen dipupuk N+K+P 4,4 x 108 ± 2,23 ab 6,3 x 109 ± 1,38 d

Amandemen PF dipupuk N+K 1,4 x 1012 ± 2,12 e 1,2 x 1012 ± 6,0 e

Amandemen GA dipupuk N+K 7,9 x 108 ± 1,22 bc 1,9 x 109 ± 1,54 c

Amandemen PF dan GA dipupuk N+K 4,2 x1012 ± 2,23 f 3,0 x 1012 ± 2,85 ef

Keterangan:

GA: Glomus aggregatum, PF: Pseudomonas fluorescens

Angka yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda pada uji Duncan p ≥ 0,05

Kondisi tersebut menunjukkan bahwa PF indigenus Madura telah memenuhi

salah satu syarat sebagai plant growth promoting rhizobacteria (PGPR), yang di

jelaskan oleh Compant et al., (2005) dan Barriuso et al., (2008) yaitu efektif

mengkoloni, mampu mempertahankan hidup dan berkembang biak pada rhizosfer

sepanjang periode pertumbuhan tanaman (akar) dalam kehadiran mikroflora indigenus

yang terlebih dahulu sudah ada.

Perlakuan amandemen PF dan GA yang diamandemensikan secara bersama

memberikan kepadatan populasi PF relatif lebih tinggi dari pada PF yang

diamandemensikan secara tunggal (tabel 1), demikian juga terhadap persentase panjang

akar terinfeksi cendawan mikoriza arbuskular (CMA) (tabel 2), amandemen secara

bersama tersebut juga memberikan persentase panjang akar terinfeksi CMA yang lebih

tinggi dari pada GA yang diamandemensikan secara tunggal.

Tabel 2. Persentase Panjang Akar Terinfeksi GA Pada Perlakuan Amandemensi Amandemensi Persentase Panjang akar terinfeksi GA

Amandemen PF dipupuk N+K 9,78 ± 3,21 a Tanpa amandemen dipupuk N+K+P 9,84 ± 2,91 a

Tanpa amandemen dipupukN+K-P 9,89 ± 3,51 a

Amandemen GA dipupuk N+K 60,87 ± 4,31 b

Amandemen PF dan GA dipupuk N+K 72,26 ± 7,86 c

Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda pada uji Duncan p ≥ 0,05.

Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012

Page 5: Juni, 2012 Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madurapertanian.trunojoyo.ac.id/semnas/wp-content/uploads/PERANAN... · asosiasi CMA dengan rizobakteri. Interaksi tersebut ditentukan

Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi

Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura Juni, 2012

Kehadiran GA pada asosiasi dengan PF menstimulasi peningkatan pertumbuhan

populasi PF dan kehadiran PF meningkatkan persentase panjang akar terinfeksi CMA,

dengan demikian maka asosiasi PF dan GA pada rhizosfer tembakau Madura nyata

berinteraksi positif, keduanya bersinergi untuk meningkatkan perkembangannya.

Sinergi tersebut terwujud melalui aktivitas pertumbuhan populasi PF yang

menghasilkan pelarutan fosfat, meningkatkan ketersediaan fosfat yang lebih tinggi,

selanjutnya GA memindahkan atau meningkatkan serapan fosfat tersedia kepada akar

tanaman inangnya (tembakau). Dengan kondisi fosfat yang tercukupi tembakau akan

cukup banyak menghasilkan senyawa-senyawa karbon organik sebagai sumber energi

yang didistribusikan kepada GA dan dieksudasikan ke dalam rhizosfer. Jumlah sumber

energi yang cukup memacu perkembangan GA yang terwujud dalam bentuk

peningkatan persentase panjang akar yang terinfeksi. Demikian juga PF mendapatkan

senyawa karbon organik yang cukup, baik dari rhizosfer yang dieksudasikan akar

ataupun hyphosfer yang dieksudasikan hifa. PF akan memacu pertumbuhannya untuk

meningkatkan kepadatan populasinya.

Artursson (2005), menemukan interaksi PGPR dengan CMA terkesan spesifik,

kemantapan simbiosis CMA dengan tanaman inangnya menstimulasi perubahan

komposisi senyawa kimia eksudat akar. Perubahan tersebut menentukan komposisi

komunitas bakteri. Hal ini ditunjukkan dengan kebanyakan kelompok bakteri yang

berinteraksi secara sinergis dengan CMA adalah bakteri gram positif dan subklas γ dari

klas proteobacteria. Beberapa Pseudomonas spp sebagai bakteri pengkoloni akar

ditemukan melekat pada permukaan hifa. Terkait dengan senyawa organik yang

dieksudasikan akar tanaman dan hifa CMA Toljander et al., (2007) menemukan

senyawa organik yang dieksudasikan hifa CMA dapat memacu terjadinya penseleksian

terhadap golongan bakteri tertentu, sehingga mengesankan ada interaksi spesifik antara

bakteri dengan CMA.

Dari sisi lain Barea et al., (1998) menemukan bahwa walaupun Pseudomonas

strain F113G22 menghasilkan senyawa anti cendawan 2,4 diacetylphloroglucinol

ternyata asosiasinya dengan Glomus mosseae tetap dapat mendukung perkembangan

hifa dengan menstimulasi perkecambahan spora di dalam tanah serta meningkatkan

koloni G. mosseae pada akar tanaman tomat.

Fosfat Tersedia dan Kandungan Fosfat Daun

Konsentrasi fosfat (P) tersedia pada perlakuan amandemen PF dan GA yang

diamandemensikan pada rhizosfer tembakau secara tunggal dan bersama dipengaruhi

media tanam (tabel 3), hal ini bukan berarti sterilitas media tanam menentukan

konsentrasi P tersedia, akan tetapi kehadiran mikroba pelarut P pada rhizosferlah yang

menentukan ketersediaan fosfat.

Tabel 3. Fosfat Tersedia Pada Rhizosfer Tembakau Pada Perlakuan Amandemensi Dan

Media Tanam

Amandemensi

Fosfat tersedia (mg.kg -1 rhizosfer)

Media tanam steril Media tanam tidak

steril

Tanpa amandemen dipupuk N+K-P 1,87 ± 0,10 a 2,05 ± 0,05 a

Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012

Page 6: Juni, 2012 Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madurapertanian.trunojoyo.ac.id/semnas/wp-content/uploads/PERANAN... · asosiasi CMA dengan rizobakteri. Interaksi tersebut ditentukan

Juni, 2012 Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi

Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

Tanpa amandemen dipupuk N+K+ P 3,15 ± 0,07 bc 3,28 ± 0,03 cd

Amandemen PF dipupuk N+K 3,33 ± 0,02 cd 3,65 ± 0,40 e

Amandemen GA dipupuk N+K 3,08 ± 0,03 b 4,29 ± 0,06 f

Amandemen PF dan GA dipupuk N+K 3,41 ± 0,11 d 4,45 ± 0,21 f

Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda pada uji Duncan p ≥ 0,05

Kondisi ini dijelaskan oleh Bagyaraj et al., (2000) dan Khan et al., (2009) bahwa

dinamika P tersedia ditentukan oleh aktifitas mikroba pelarut fosfat yang terdapat pada

rhizosfer. Perlakuan amandemen PF dan GA yang diamandemensikan pada rhizosfer

tembakau secara bersama memberikan konsentrasi P tersedia relatif paling tinggi dari

pada yang amandemensikan secara tunggal, maka sesuai dengan pernyataan di atas hal

tersebut dikarenakan pada perlakuan ini terdapat populasi Pfim yang tertinggi

sebagaimana disajikan pada tabel 3.

Adanya mikroba pelarut fosfat lain pada media tanam tidak steril bukan berarti

mengecilkan peranan amandemen PF, melainkan dengan kondisi ini dapat ditunjukkan

bahwa di dalam rhizosfer PF yang diamandemensikan tetap menunjukkan

kemampuannya dalam melarutkan fosfat. Kondisi ini memperkuat pernyataan

sebelumnya, bahwa PF yang diamandemensikan mampu memepertahankan hidup dan

berkembang biak pada rhizosfer, walaupun mungkin tanpa melakukan penekanan

terhadap pertumbuhan mikroba pelarut fosfat lain yang terlebih dahulu telah ada di

dalam rhizosfer sebagai kompetitornya. Sebaliknya jika pada media tanam tidak steril

diperoleh konsentrasi fosfat tersedia yang lebih rendah dari pada yang terdapat pada

media tanam steril, berarti PF yang diamandemensikan tidak dapat mempertahankan

hidupnya atau tidak dapat berkembang biak pada rhizosfer.

Kandungan P daun pada perlakuan amandemen PF dan GA yang

diamandemensikan pada rhizosfer tembakau secara bersama relatif tertinggi dari pada

yang diamandemensikan secara tunggal (tabel 4), dan pada parameter inipun juga

dipengaruhi oleh mikroba pelarut P lain yang terdapat pada media tanam tidak steril,

sama seperti pada parameter P tersedia pada rhizosfer. Kondisi tersebut menunjukkan

serapan P oleh tanaman terkait erat dengan kondisi ketersediaan P di rhizosfer yang

merupakan akibat aktivitas interaksi isolat Pfim 20 dengan GA. Smith dan Read, (1997)

menjelaskan interaksi sinergis bakteri pelarut P dengan CMA, bakteri pelarut

melepaskan P anorganik dengan mengekskresi asam organik dan P organik dengan

mengekskresikan fosfatase, melalui hifa ekstraradikal CMA memindahkan P tanah

tersedia ke tanaman. Selvaraj dan Chellappan, (2006) menjelaskan peranan utama

sismbiosis antara tanaman dengan CMA adalah meningkatkan serapan fosfat.

Tabel 4 Kandungan fosfat daun pada perlakuan inokulasi patogen, amandemensi, dan

media tanam (mg/kg)

Inokulasi pathogen

Amandemensi

Kandungan fosfat pada daun (mg/kg)

Media tanam

Steril Tidak steril

Tanpa

diinokulasi

Tanpa amandemen di pupuk N+K-P 6,45 ± 0,38 b 7,53 ± 0,03 d

Tanpa amandemen di pupuk N+K+P 6,74 ± 0,10 c 8,85 ± 0,02 e

Amandemen PF dipupuk N+K 7,56 ± 0,06 d 10,55 ± 0,03 i

Amandemen GA dipupuk N+K 10,12 ± 0,07 h 10,10 ± 0,02 h

Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012

Page 7: Juni, 2012 Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madurapertanian.trunojoyo.ac.id/semnas/wp-content/uploads/PERANAN... · asosiasi CMA dengan rizobakteri. Interaksi tersebut ditentukan

Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi

Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura Juni, 2012

Amandemen PF dan GA dipupuk N+K 11,25 ± 0,03 j 13,35 ± 0,02 n

Diinokulasi

Tanpa amandemen di pupuk N+K-P 6,13 ± 0,03 a 9,43 ± 0,01 f

Tanpa amandemen di pupuk N+K+P 9,00 ± 0,02 e 11,92 ± 0,04 k

Amandemen PF dipupuk N+K 9,91 ± 0,07 g 12,84 ± 0,03 m Amandemen GA dipupuk N+K 12,14 ± 0,02 l 13,38 ± 0,02 n

Amandemen PF dan GA dipupuk N+K 11,21 ± 0,08 j 13,42 ± 0,02 n

Keterangan:

Angka yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda pada uji Duncan p ≥ 0,05.

Lebih jauh lagi kolaborasi antara bakteri dengan CMA akan memacu

pertumbuhan tanaman inang melalui peningkatan serapan P. Konsentrasi P daun

menggambarkan vigoritas tanaman, hal ini dikarenakan fosfat mempunyai fungsi

sebagai unsur yang berperan dalam metabolisme untuk menghasilkan molekul

berenergi, sebagai komponen sutruktur atau penyusun molekul serta sebagai regulator

reaksi biokimia.

Fosfat Terlarut dari Ca3(PO4)2 pada Media Ekstrak Rhizosfer PF

Fosfat (P) terlarut dari Ca3(PO4)2 pada media ekstrak rhizosfer oleh PF

dipengaruhi oleh media tanam. Kondisi ini menunjukkan kemungkinan aktivitas

mikroba yang terdapat pada media tanam tidak steril lebih tinggi dari pada media tanam

steril, sehingga sisa atau residu sumber energi yang terdapat pada media tanam tidak

steril lebih rendah dari pada media tanam steril. Hal ini mengakibatkan P terlarut dari

Ca3(PO4)2 oleh PF pada media ekstrak rhizosfer asal perlakuan media tanam tidak steril

lebih rendah dari pada media tanam steril (tabel 5). Berdasarkan pernyataan ini adanya

kehadiran mikroba lain pada media tanam tidak steril memperkuat penyataan tentang

adanya mikroba (pelarut fosfat) lain pada media tanam tidak steril.

Tabel 5. Fosfat Terlarut Dari Ca3(PO4)2 Pada Media Ekstrak Rhizosfer Oleh Pfim 20

Pada Perlakuan Amandemensi

Amandemensi Fosfat terlarut pada media ekstrak rhizosfer

oleh Pfim 20 (ppm)

Amandemen PF dan GA dipupuk N+K 3,44 ± 0,02 a

Amandemen PF dipupuk N+K 3,46 ± 0,04 ab Amandemen GA dipupuk N+K 3,47 ± 0,03 bc

Tanpa amandemen dipupuk N+K-P 3,49 ± 0,04 c

Tanpa amandemen dipupuk N+K+P 3,73 ± 0,04 d

Keterangan:

Angka yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda pada uji Duncan p ≥ 0,05

P terlarut dari Ca3(PO4)2 oleh PF pada media ekstrak rhizosfer asal perlakuan

amandemen PF dan GA yang diamandemensikan pada rhizosfer tembakau secara

bersama paling rendah dari pada amandemensi lainnya. Kondisi ini menunjukkan

bahwa aktivitas pemakaian sumber energi pada rhizosfer perlakuan ini paling tinggi dari

pada perlakuan lainnya, sehingga rhizosfer pada perlakuan ini menyisakan sumber

energi yang tidak cukup banyak dari pada perlakuan lainnya. Pernyataan ini

memperkuat bahwa PF dan GA dapat berinteraksi positif bersinergi meningkatkan

pertumbuhan dan perkembangannya. PF memacu kematapan GA, kemantapan

Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012

Page 8: Juni, 2012 Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madurapertanian.trunojoyo.ac.id/semnas/wp-content/uploads/PERANAN... · asosiasi CMA dengan rizobakteri. Interaksi tersebut ditentukan

Juni, 2012 Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi

Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

simbiosis GA dengan tanaman mengeksudasikan kabon-karbon organik sumber energi

bagi peningkatan pertumbuhan populasi PF.

Berhubungan dengan fakta tersebut Arturrson (2005) menjelaskan perlakuan

inokulasi bakteri pelarut fosfat dan CMA secara bersama memberikan peningkatan

biomassa tanaman, akumulasi N dan P pada jaringan tanaman, namun demikian dengan

menggunakan pelacak isotop 32

P ditemukan, tanaman yang diinokulasi CMA dan PGPR

secara bersama menunjukkan aktivitas tertentu (32

P/31

P) yang lebih rendah dari pada

tanaman kontrol (tidak diinokulasi secara bersama). Kondisi ini mengindikasikan bahwa

interaksi bakteri pelarut fosfat dengan CMA justru memanfaatkan sumber P, sebaliknya

bagi tanaman menjadi tidak tersedia.

Berdasarkan pernyataan ini dapat disimpulkan interaksi positif PF dan GA akan

memanfaatkan sumber energi atau nutrisi yang ada secara efektif untuk mendukung

pertumbuhan dan perkembangannya, sehingga kondisi sumber energi dan hara pada

rhizosfer menjadi berkurang bahkan berdampak pada kurang tersedianya bagi tanaman

inangnya.

Berat Daun dan Biomassa

Berat basah dan berat kering daun serta biomassa tanaman dipengaruhi oleh

adanya inokulasi patogen pada media tanam. Berat basah dan berat kering daun serta

biomassa tanaman pada media tanam yang tidak diinokulasi patogen lebih tinggi dari

pada media tanam yang diinokulasi patogen. Hal dikarenakan adanya inokulasi patogen

mengharuskan tanaman memberikan respon pertahanan, respon ini menyebabkan

pengalihan sebagian energi ke pembentukan respon pertahanan, dengan demikian berat

daun dan biomassa yang terbentuk menjadi lebih rendah. Dikemukakan oleh

Hammerschmidt dan Nicholson (2000) penurunan biomassa adalah ikutan atau

kompensasi dari respon ketahanan tanaman terhadap patogen, yang meliputi respon

hipersensitif yang diikuti dengan aktivasi sintesis enzim peroksidase, fenoloksidase,

liposigenase, produksi fitoaleksin atau antibiotik juga modifikasi (perubahan) dinding

sel.

Berat basah dan berat kering daun serta biomassa tanaman pada perlakuan

amandemen PF dan GA yang diamandemensikan secara bersama tidak berbeda dengan

perlakuan lainnya kecuali tanpa amandemen dipupuk N+K-P (tabel 6; 7 dan 8).

Tabel 6. Berat Basah Daun Pertanaman Pada Perlakuan Amandemensi Amandemensi Berat basah daun (g/tanaman)

Tanpa amandemen dipupuk N+K-P 79,06 ± 10,41 a Tanpa amandemen dipupuk N+K+P 90,38 ± 14,32 ab

Amandemen PF dan GA dipupuk N+K 89,16 ± 12,93 ab

Amandemen GA dipupuk N+K 94,80 ± 11,90 b

Amandemen PF dipupuk N+K 96,32 ± 17,89 b

Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda pada uji Duncan p ≥ 0,05

Tabel 7. Berat Kering Daun Pertanaman Pada Perlakuan Amandemensi Amandemensi Berat kering daun (g/tanaman)

Tanpa amandemen dipupuk N+K-P 12,50 ± 1,54 a

Tanpa amandemen dipupuk N+K+P 14,44 ± 1,82 b

Amandemen PF dan GA dipupuk N+K 14,50 ± 1,52 b

Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012

Page 9: Juni, 2012 Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madurapertanian.trunojoyo.ac.id/semnas/wp-content/uploads/PERANAN... · asosiasi CMA dengan rizobakteri. Interaksi tersebut ditentukan

Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi

Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura Juni, 2012

Amandemen GA dipupuk N+K 14,95 ± 1,70 b

Amandemen PF dipupuk N+K 15,99 ± 3,02 b

Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda pada uji Duncan p ≥ 0,05

Tabel 8. Biomassa Tanaman Pada Perlakuan Amandemensi Amandemensi Berat biomassa (g/tanaman)

Tanpa amandemen dipupuk N+K-P 19,73 ± 2,98 a

Tanpa amandemen dipupuk N+K+P 23,06 ± 2,04 b

Amandemen PF dan GA dipupuk N+K 23,42 ± 2,17 b Amandemen GA dipupuk N+K 24,06 ± 1,88 b

Amandemen PF dipupuk N+K 25,33 ± 4,04 b

Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda pada uji Duncan p ≥ 0,05

Kondisi tersebut menunjukkan amandemen PF dan GA yang diamandemensikan

pada rhizosfer tembakau baik secara tunggal atau secara bersama mempunyai pengaruh

yang sama terhadap biomassa tanaman dan pengaruh tersebut sama dengan perlakuan

tanpa amandemensi dipupuk P+K+P.

Amandemen PF dan GA yang diamandemensikan secara bersama mempunyai

pengaruh yang lebih rendah dari pada secara tunggal (namun secara statisktik tidak

berbeda (p ≥ 5)). Kondisi ini menunjukkan perlakuan amandemen PF dan GA yang

diamandemensikan secara bersama tidak selalu memberikan tingkat respon yang sama.

Kemungkinan yang dapat dikemukakan sehubungan dengan hal ini barangkali, akibat

pemanfaatan ketersediaan P untuk mendukung interaksi positif yang terbentuk lebih

berefek pada bentuk penurunan berat daun dan biomassa tanaman dari pada tinggi

tanaman dan jumlah daun.

Hasil analisis persentase panjang akar terinfeksi GA pada perlakuan amandemen

PF dan GA yang diamandemensikan secara bersama adalah 72,26 persen, lebih tinggi

dan berbeda dengan perlakuan amandemensi lainnya. Dijelaskan oleh O’Connor et al.,

(2001) bahwa persentase akar terinfeksi CMA setinggi 30 persen telah cukup

memberikan pertumbuhan optimal bagi tanaman simbionnya. Oleh karenanya tingkat

koloni yang melebihi optimal ini mengakibatkan tanaman mendistribusikan karbo-

karbon organik (fotosintat) yang lebih banyak untuk menunjang kemantapan tingkat

koloni GA, sehingga aktivitas pembentukan biomassa tanaman pada perlakuan

amandemen PF dan GA yang dimandemenkan secara bersama menjadi relatif lebih

rendah dari pada yang dimandemensikan secara tunggal.

Hal yang mirip juga ditemukan oleh Artursson (2005) bahwa Glomus mosseae

atau G. intraradices yang diinokulasikan bersama Paenibaccillus brasilensis pada

rhizosfer Triticum aestivum (winter wheat) menurunkan berat daun dan akar

dibandingkan jika diinokulasi tanpa P. brasilensis. Faktanya kehadiran P. brasilensis

menstimulasi perluasan dan peningkatan kolonisasi Glomus pada akar Triticum

aestivum. Demikian juga hasil yang di temukan oleh Artursson et al., (2011) G mosseae

yang diinokulasikan bersama P. polymyxa dengan tingkat konsentrasi suspensi tinggi

(108 cfu/ml) pada rhizosfer winter wheat memberikan tingkat koloni G mosseae, serapan

P dan berat kering akar yang lebih tinggin namun berat kering daun yang lebih rendah,

dari pada tingkat konsentrasi suspensi rendah (106

cfu/ml). Berdasarkan hal tersebut

dijelaskan perluasan dan peningkatan kolonisasi akibat stimulasi interaksi CMA dan

Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012

Page 10: Juni, 2012 Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madurapertanian.trunojoyo.ac.id/semnas/wp-content/uploads/PERANAN... · asosiasi CMA dengan rizobakteri. Interaksi tersebut ditentukan

Juni, 2012 Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi

Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

bakteri pelarut fosfat terkesan merugikan dari pada menguntungkan dan kespesifikan

dalam interaksi antara PGPR dengan CMA.

Keparahan dan Perkembangan Infeksi Penyakit

Tingkat keparahan penyakit batang berlubang pada perlakuan amandemensi

dipengaruhi oleh inokulasi patogen. Pengaruh inokulasi patogen pada perlakuan tanpa

amandemen dipupuk N+K-P lebih besar dari pada tanpa amandemen dipupuk N+K+P,

sebaliknya terhadap amandemensi lainnya inokulasi patogen tersebut tidak

menimbulkan keparahan penyakit (tabel 9).

Tabel 9. Tingkat Keparahan Penyakit Batang Berlubang Pada Perlakuan Amandemensi

Dan Inokulasi Patogen

Amandemensi Tingkat keparahan penyakit ( persen)

Tidak diinokulasi patogen Diinokulasi patogen

Tanpa amandemen dipupuk N+K-P 0,00 ± 0,00 a 15,87 ± 7,14 b

Tanpa amandemen dipupuk N+K+ P 0,00 ± 0,00 a 9,79 ± 5,21 a

Amandemen PF dipupuk N+K 0,00 ± 0,00 a 0,00 ± 0,00 a

Amandemen GA dipupuk N+K 0,00 ± 0,00 a 0,00 ± 0,00 a

Amandemen PF dan GA dipupuk N+K 0,00 ± 0,00 a 0,00 ± 0,00 a

Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda pada uji Duncan p≥ 0,05

Kondisi ini tidak dapat dipastikan bahwa amandemen PF secara tunggal atau

bersama GA mencegah serangan penyakit batang berlubang melalui mekanisme

produksi metabolit sekunder (siderofor dan antibiotik), hal ini dikemukakan karena

banyak faktor yang menyebabkan gagalnya infeksi patogen ataupun gagalnya

perkembangan infeksi untuk menunjukkan gejala serangan.

Berdasarkan kepadatan populasi PF (tabel 1) dapat dipastikan di rhizosfer PF

telah melakukan kolonisasi, sehingga kemungkinan patogen batang berlubang tidak

dapat menunjukkan perkembangan keparahan karena tingkat populasi yang rendah.

Mulya et al., (1996) menemukan bahwa di dalam rhizosfer tomat P. fluorescens strain

PfG32R hanya bersifat memperlambat pertumbuhan patogen layu bakteri, populasi

patogen tetap tinggi yaitu di atas ambang populasi minimum untuk menginduksi

penyakit layu bakteri. Jika penekanan pertumbuhan patogen merupakan faktor penting

dalam penekanan keparahan penyakit, kemungkinan penekanan patogen pada tempat

infeksi lebih berarti dari pada penekanan pada rhizosfer. Selain itu juga dijelaskan oleh

Compant et al., (2005) bahwa patogen dapat melakukan infeksi tetapi tidak dapat terus

menunjukkan perkembangan keparahan penyakit karena adanya induksi ketahanan yang

dilakukan oleh agen pengendali hayati, baik yang bersifat systemic acquired resistance

(SAR) atau induced systemic resistance (ISR). Berdasarkan kondisi lingkungan sebagai

faktor pendukung perkembangan infeksi penyakit, tanaman dipelihara di dalam pot

yang diletakkan di dalam rumah kasa yang kondisi lingkungannya berbeda dengan di

lahan. Telah dikemukakan sebelumnya bahwa penyakit batang berlubang merupakan

penyakit yang sifatnya sporadis sehingga di lahapun tidak selalu didapatkan

kemunculannya dan belum diketahui secara pasti (spesifik) faktor pemicunya, dengan

demikian tidak dapat dipastikan bahwa infeksi tidak dapat terus menunjukkan

perkembangan keparahan penyakit sebagai akibat aktifitas PF atau GA.

Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012

Page 11: Juni, 2012 Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madurapertanian.trunojoyo.ac.id/semnas/wp-content/uploads/PERANAN... · asosiasi CMA dengan rizobakteri. Interaksi tersebut ditentukan

Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi

Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura Juni, 2012

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

7 14 21 28 35 42 49 56 63 70 77

Tin

gkat

kep

arah

an p

enyak

it (

%)

Hari setelah inokulasi

Tanpa amandemen

dipupuk N+K-P

Tanpa amandemen

dipupuk N+K+P

Serangan penyakit batang berlubang hanya terjadi pada tanaman dengan media

tanam yang diinokulasi patogen batang berlubang, dengan kondisi media tanam steril

ataupun tidak steril, tanpa ada amandemen. Berdasarkan perkembangan gejala

(keparahan) penyakit dimulai sejak 42 hst (gambar 1), gejala penyakit yang muncul

pada periode tersebut berkembang membentuk beberapa bercak coklat nekrotik di bekas

letak daun atau pada ketiak daun, diikuti kelayuan daun dan batang berlubang yang

selanjutnya tanaman bisa mengalami kematian.

Gambar 1. Perkembangan Tingkat Keparahan Penyakit

Gejala penyakit yang muncul pada periode 56-63 hst terus berkembang sampai

membentuk batang berlubang saja tanpa diikuti kematian tanman. Gejala penyakit yang

muncul pada periode 77 hst tidak menunjukkan perkembangan keparahan.

Jika dikemukakan bahwa perkembangan keparahan penyakit berhubungan

dengan kondisi ketahanan tanaman terhadap serangan penyakit, dan perkembangan

keparahan penyakit berhubungan dengan umur tanaman, maka seiring dengan

bertambahnya umur tanaman tembakau akan memperoleh ketahanan terhadap penyakit

batang berlubang. Artinya serangan yang terjadi pada tanaman yang lebih tua akan

menimbulkan keparahan yang lebih ringan dibandingkan jika serangan terjadi pada

umur yang lebih muda.

Nesmith (2001) menjelaskan serangan batang berlubang dimulai sejak

transplanting sampai menjelang panen, terkait dengan ini bisa dikemukakan bahwa 10-

11 minggu setelah taman merupakan periode terbebasnya tanaman tembakau dari

serangan batang berlubang, hal ini dikarenakan serangan optimal batang berlubang

terjadi sebelum 10-11 minggu setelah tanam, sehingga infeksi yang terjadi pada saat

tersebut tidak dapat berkembang mencapai suatu tingkat keparahan yang lebih tinggi.

Saat munculnya serangan bervariasi mulai dari 56–77 hst, kondisi ini

menunjukkan adanya variasi respon ketahanan tanaman sebagai akibat kondisi fisiologis

tanaman dan kondisi jumlah inokulum (patogen) yang bervariasi pula. Jumlah inokulum

yang bervariasi merupakan akibat dari kelulushidupan inokulum dari paparan kondisi

lingkungannya baik fisis atau biotik. Respon ketahanan tanaman akan gagal mencegah

invasi jika infeksi terjadi dengan kepadatan populasi inokulum yang cukup tinggi,

Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012

Page 12: Juni, 2012 Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madurapertanian.trunojoyo.ac.id/semnas/wp-content/uploads/PERANAN... · asosiasi CMA dengan rizobakteri. Interaksi tersebut ditentukan

Juni, 2012 Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi

Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

sebaliknya infeksi akan dibatasi respon pertahanan tanaman jika kepadatan populasi

inokulum yang ada rendah, namun demikian keberhasilan dan kegagalan respon

pertahanan dalam mencegah invasi ditentukan oleh kondisi fisiologis tanaman.

KESIMPULAN

1. PF dapat dapat bersinergi dengan GA, meningkatkan kepadatan populasi PF dan

panjang akar terinfeksi GA atau kemantapan kolonisasi GA.

2. Sinergi antara PF dengan GA dapat meningkatkan P tersedia dan serapan P, namun

tidak dapat memberikan biomassa tanaman yang lebih tinggi dari pada tanpa

asosiasi.

3. PF dapat mencegah terjadinya serangan penyakit batang berlubang, namun demikian

tingginya populasi PF pada rhizosfer tidak dapat dipastikan sebagai mekanisme

pencegahan serangan penyakit batang berlubang.

DAFTAR PUSTAKA

Artursson, V., K. Jansson. 2003. Use of Bromodeoxyuridine Immunocapture To

Identify Active Bacteria Associated With Arbuscular mycorrhizal Hyphae. Appl.

and Environ. Microbiol. 69: 6208-6215.

Artursson, V. 2005. Bacterial-Fungal Interactions Highlighted Using Microbiomic:

Potential Application for Plant Growth Enhancement. Doctoral Thesis Swedish

University of Agricultural Science. Uppsala. Sweden.

Artursson, V., K. Hjort, D. Muleta, L. Jaderlund, U. Granhall. 2011. Effects on Glomus

mosseae Root Colonization By Paenibacillus Polymyxa And Paenibacillus

Brasilensis Strains As Related To Soil P-Availability In Winter Wheat. App. and

Environ. Soil Sci. Vol. 20. 111-121.

Bagyaraj. D. J, P. U. Krishnaraj, S. P. S. Khanuja. 2000. Mineral Phosphate

Solubilization: Agronomic Implications, Mechanism And Molekular Genetics.

Proc. Indian Natn. Sci. Acad. (PINSA) B66 Nos 2 & 3. 69-82

Barea, J. M., G. Andrade, V. Bianciotto, D.Dowling, S. Lohrke, P. Bonfante, F. O’gara,

C. Azcon-Aguilar. 1998. Impact On Arbuscular Mycorrhiza Formation Of

Pseudomonas Strains Used As Inoculants For Biocontrol Of Soil-Borne Fungal

Plant Pathogens. Appl. and Environ. Microbiol. 6: 2304-2307.

Barriuso, J., B. R. Salano, J. A. Lucas, A. P. Lobo, A. G Vilaraco dan F. F. G. Manero.

2008. Ecology, Genetic Diversity And Screening Strategis Of Plant Growth

Promoting Rhizobacteria (PGPR) Di Dalam Plant-Bacteria Interctions. Strategis

And Techniques To Promote Plant Growth. (ed. Ahmad, I., J. Pichtel dan S.

Hayat). Wiley-Vch Verlag GmbH & Co. KgaA, Weinheim, hlm.1-17.

Brundrett, M., N. Bougher, B. Dell, T. Grove, N. Malajczuk. 1996. Working With

Mycorrhiza In Forestry And Agriculture. CSIRO. Wembley.

Compant, S., B. Duffy, J. Nowak, C. Clement, E. A. Barka. 2005. Use of Plant Growth-

Promoting Bacteria For Biocontrol Of Plant Diseases: Principle, Mechanisms Of

Action, And Future Prospects. Appl. And Environ. Microbiol. 7: 4951-4959.

Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012

Page 13: Juni, 2012 Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madurapertanian.trunojoyo.ac.id/semnas/wp-content/uploads/PERANAN... · asosiasi CMA dengan rizobakteri. Interaksi tersebut ditentukan

Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi

Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura Juni, 2012

Edwards, S. G., J. P. W. Young, A. H. Fitter. 1998. Interactions Between Pseudomonas

Fluorescent Biocontrol Agents And Glomus Mosseae, An Arbuscular

Mycorrhyzal Fungus, Within The Rhizosphere. FEMS Microbiology Letters

166: 297-303.

Gryndler, M., H. Hrselova, I. Chvatalova. 1996. Effect Of Free-Soil-Inhabiting Or

Root-Associated Microfungi On The Development Of Arbuscular Mycorrhizæ

And On Proliferation Of Intraradical Mycorrhizal Hyphæ. Folia Microbiologica

41: 193-196.

Hammerschmidt, R., R. L. Nicholson. 2000. A survey of plant defense responses to

pathogen di dalam Induced Plant Defenses Against Pathogens and Herbivores

(ed. A. A. Agrawal, S. Tuzun, E. Bent). Minnesota. APS Press, hlm. 55-72 .

Jaderlund, L., V. Arthurson, U. Granhall, J. K. Jansson. 2008. Spesific interactions

between arbuscular mycorrhizal fungi and plant growth promoting bacteria: as

revealed by different combinations. FEMS Microbiology Letters. 287 (2): 174-

180.

Khan, A. A., G. Jilani, M. S. Akhtar, S. M. S. Naqvi, M. Rasheed. 2009. Phosphorus

solubilizing bacteria: Occurrance, mechanisms and their role in crop production.

J. Agric. Biol. Sci. 1: 48-58.

Mulya, K., M. Watanabe, M. Goto, Y. Takikawa, S. Tsuyumu. 1996. Suppression of

bacterial wilt disease of tomato by root-dipping with Pseudomonas fluorescens

Pseudomonad pendarfluorG32. Ann. Phytopathol. Soc. Jpn. 62: 134-140.

Nesmith, W. 2001.Bacterial soft rot (hollow stalk, leaf rot and leaf drop) in tobacco.

Lexington, USA: University of Kentucky, College of Agriculture: Kentucky

Pest News No. 929.

O’Connor, P. J., S. E. Smith, F. A. Smith. 2001. Arbuscular mycorrhizal associations in

the southern Simpson Desert. Australian Journal of Botany 49: 493–499.

Prasetyo, B. H., D. Santoso, L. R. Widowati. 2005. Petunjuk Teknis Analisa Kimia

Tanah, Tanaman, Air dan Pupuk. Balai Penelitian Tanah. Badan Penelitian dan

Pengembangan Pertanian. Jakarta. Departemen Pertanian.

Selvaraj, T, P. Chellappan. 2006. Arbuscular mycorrhizae: A Diverse personality. J.

Central European Agri. 7: 249-358.

Smith. S.E., D.J. Read. 1997. Mycorrhizal Symbiosis. 2nd

Edition. San Diego Academic

Press, hlm. 9-126.

Toljander, J. F., B. D. Lindahl, R. L. Paul, M. Elfstrand, R. D. Finley. 2007. Influence

Of Arbuscular Mycorrhizal Mycelial Exudates On Soil Bacterial Growth And

Community Structure. FEMS Microbiology Ecology. 61 (2): 295-304.

Waschkies, C., A. Schropp, H. Marschner. 1994. Relations Between Grapevine Replan

Disease And Root Colonization Of Grapevine (Vitis sp) by fluorescent

Pseudomonas and endomycorrhyzal fungi. Plant Soil 162: 219-227.

Yamanaka, T., A. Akama, C. Y. Li, H. Okabe. 2005. Growth Nitrogen Fixation And

Mineral Acquisition of Alnus sieboldiana after inoculation of Frankia together

with Gigaspora margarita and Pseudomonas putida. J. Forest. 10: 21-26.

Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012