JUMLAH ANGKA KUMAN TOTAL DAN IDENTIFIKASI KUMAN …

30
LAPORAN PENELITIAN JUMLAH ANGKA KUMAN TOTAL DAN IDENTIFIKASI KUMAN PATOGEN PADA IKAN TUNA (THUNNUS SP) DARI PASAR IKAN KEDONGANAN, BALI PENELITI: Desak Gde Diah Dharma Santhi, Ssi,Apt, Mkes Dr.dr. A. A Ngurah Subawa, M.Si BAGIAN PATOLOGI KLINIK PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2017

Transcript of JUMLAH ANGKA KUMAN TOTAL DAN IDENTIFIKASI KUMAN …

Page 1: JUMLAH ANGKA KUMAN TOTAL DAN IDENTIFIKASI KUMAN …

LAPORAN PENELITIAN

JUMLAH ANGKA KUMAN TOTAL DAN IDENTIFIKASI

KUMAN PATOGEN PADA IKAN TUNA (THUNNUS SP) DARI

PASAR IKAN KEDONGANAN, BALI

PENELITI:

Desak Gde Diah Dharma Santhi, Ssi,Apt, Mkes

Dr.dr. A. A Ngurah Subawa, M.Si

BAGIAN PATOLOGI KLINIK

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2017

Page 2: JUMLAH ANGKA KUMAN TOTAL DAN IDENTIFIKASI KUMAN …

KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis panjatkan ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/

Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya kami dapat

menyelesakan Laporan penelitian yang berjudul: ―JUMLAH ANGKA KUMAN

TOTAL DAN IDENTIFIKASI KUMAN PATOGEN PADA IKAN TUNA

(Thunnus Sp) DARI PASAR IKAN KEDONGANAN, BALI‖. Laporan

penelitian ini merupakan studi pendahuluan untuk menjadi acuan dalam tahap

penelitian Pemeriksaan Kadar Histamin di dalam Ikan Tuna metode ELISA.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada rekan – rekan yang telah

memberi kesempatan melakukan penelitian di Sub Lab Kesehatan Lingkungan

RSUP. Sanglah serta ketua Departemen Patologi Klinik atas ijin penelitian yang

diberikan. Laporan penelitian Jumlah Angka Kuman Total dan Identifikasi

Kuman Patogen Pada Ikan Tuna (Thunnus sp) Dari Pasar Ikan Kedoganan, Bali.

Denpasar, 11 Desember 2017

Penyusun

Page 3: JUMLAH ANGKA KUMAN TOTAL DAN IDENTIFIKASI KUMAN …

HALAMAN SAMPUL

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

RINGKASAN

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .............………….…………………………………. 1

1.2 Rumusan Masalah ………………...…………………………………. 3

1.3 Tujuan Penelitian ………………...…………………………………. 3

1.4 Manfaat Penelitian ………………...…………………………………. 3

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Ikan Tuna (Thunnus Sp) ........................................................ 4

2.2 Histamin .……………………………………………………………… 4

2.3 Aktivitas Bakteri Pembentuk Histamin ……………………………… 5

2.4 Road Map dan Hipotesis Penelitian ……...…………………………… 7

BAB 3. METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian …………………………………………………. 9

3.2 Waktu dan Tempat …………………………………………………. 10

3.3 Populasi dan Subjek Penelitian ………………………………………. 10

3.4 Bahan Uji ……………………………………………………………... 10

3.5 Variabel Penelitian …………………………………………………… 11

3.6 Definisi Operasional Variabel ………………………………………... 11

3.7 Alat Penelitian ………………………………………………………. 12

3.8 Prosedur Penelitian …………………………………………………… 12

3.9 Analisis Data ……………………………………………………….. 14

BAB 4. BIAYA DAN JADWAL PENELITIAN

4.1 Anggaran Biaya ………….……….................................................... 15

4.2 Jadwal Penelitian ….………………………………………………… 15

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian ….………………………………………………… 16

5.2 Pembahasan ….………………………………………………… 21

Page 4: JUMLAH ANGKA KUMAN TOTAL DAN IDENTIFIKASI KUMAN …

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan ….………………………………………………… 22

6.2 Saran ….………………………………………………… 22

REFERENSI ………………………………………………………………... 22

LAMPIRAN ………………………………………………………………... 26

Page 5: JUMLAH ANGKA KUMAN TOTAL DAN IDENTIFIKASI KUMAN …

RINGKASAN

Indonesia merupakan negara penghasil tuna terbesar kedua di dunia dengan

memasok lebih dari 16 persen total produksi tuna dunia. Ikan tuna merupakan

ikan dari familia Scombridae, memiliki kandungan histidin dengan level tinggi

yang akan diubah menjadi histamin pada kondisi hangat (suhu 20 - 300C) oleh

bakteri pembentuk histamin yang memiliki enzim histidine decarboxylase.

Histamin merupakan salah satu bahaya dalam pangan maka ditetapkan suatu

standar sebagai batas toleransi maksimum bagi histamin yang terkandung pada

daging ikan. Tinggi rendahnya standar berbeda-beda tergantung negara tujuan

ekspor.

Penelitian eksperimental ini bertujuan untuk profil organoleptis, keasaman,

serta jumlah bakteri total dan jumlah bakteri pembentuk histamine dalam ikan

tuna dari peraiaran Indonesia. Pengujian organoleptik ditujukan pada warna dan

lendir permukaan tubuh, dan tekstur daging. Metode yang digunakan untuk uji

organoleptik adalah metode score sheet dengan skala nilai 1-9. Nilai organoleptik

9 menunjukkan ikan dalam kondisi sangat segar.Kondisi ikan segar ditunjukkan

dengan nilai 7-8. Nilai 5-6 merupakan ambang batas antara kondisi ikan dan jelek.

Ikan dinyatakan busuk dan tidak layak dikonsumsi yaitu pada nilai organoleptik

1-4. Nilai pH merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk menentukan

tingkat kesegaran ikan. Pada proses pembusukan ikan, perubahan pH daging ikan

sangat besar peranannya karena berpengaruh terhadap proses autolisis dan

penyerangan bakteri. pH daging ikan biasanya berkisar antara 7- 7,5 dan dapat

turun hingga tergantung dari Rentang pH ikan tuna dari 7.0 – 7.21 (pH netral),

menunjukkan mutu ikan tuna yang baik. Keberadaan bakteri dalam suatu bahan

pangan dapat ditandai dari jumlah koloni per gram bahan pangan melalui uji

jumlah angka kuman. Hasil uji angka kuman pada sampel dapat dulihat pada

tabel 1. Pada pemeriksaan angka kuman total, sebanyak 62.5 % tidak memenuhi

syarat Permenkes RI No. 1096/Menkes/ PER/VI/ 2011 dan SNI 7888 tahun 2009

(memiliki jumlah angka kuman ≥106) tetapi tidak diketemukan bakteri pathogen

(seperti Eschericia coli dan Salmonella sp). Disarankan perlunya pengawasan

mulai dari ikan ditangkap hingga ke proses penyimpanan sebagai upaya untuk

mempertahankan mutu ikan tuna yang dihasilkan.

Dengan mempelajari kadar histamine dan jumlah bakteri pembentuk

histamine dalam ikan tuna, diperoleh suatu data mengenai mutu dan keamanan

pangan ikan tuna yang yang dijual di Pasar Ikan Kedonganan. Selain itu dengan

mengetahui potensi ikan tuna, kasus penolakan ikan tuna Indonesia oleh karena

kadar histamin yang melebihi standard tidak terjadi. Disarankan perlunya

pengawasan mulai dari ikan ditangkap hingga ke proses penyimpanan sebagai

upaya untuk mempertahankan mutu ikan tuna yang dihasilkan.

Kata kunci: Histamine, TPC, Bakteri Pembentuk Histamin

Page 6: JUMLAH ANGKA KUMAN TOTAL DAN IDENTIFIKASI KUMAN …

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ikan tuna merupakan ikan dari familia Scombridae, genus Thunnus, terdiri

dari bermacam-macam jenis antara lain yaitu: mandidihang (Thunnus albacores),

mata besar (Thunnus obesus), abu-abu (Thunnus tonggol), tongkol (Euthinnus

afinis), albakora (Thunnus allalunga) dan sirip biru (Thunnus thynus). Ikan tuna

memiliki kandungan protein yang tinggi antara 22,6 - 26,2 gr/ 100 gr daging dan

lemak yang rendah, antara 0,2 - 2,7 gr/ 100 gr daging, mengandung mineral

kalsium, fosfor, besi dan sodium, vitamin A (retinol), dan vitamin B (thiamin,

riboflavin dan niasin), membuat permintaan produk ikan tuna dunia semakin

meningkat setiap tahunnya (Motalebi, dkk, 2010).

Ikan cepat mengalami proses pembusukan (perishable food), jika tidak

diawetkan dengan benar. Ikan yang banyak mengandung histidin akan cenderung

lebih cepat membusuk dibandingkan ikan yang tidak banyak mengandung

histidin. Ikan-ikan familia Scombridae memiliki kandungan histidin dengan level

tinggi yang akan diubah menjadi histamin pada kondisi hangat (maksimum

produksi histamine yang tercatat pada suhu 20 - 300C) oleh bakteri pembentuk

histamin yang memiliki enzim histidine decarboxylase, yang hadir dalam usus

dan insang ikan seperti bakteri Morganella morganii, Escherichia coli, Klebsiella

pneumoniae, Proteus vulgaris, Hafnia alvei, Enterobacter aerogenes, Citrobactor

freundii, Aerobacter spp., Serratia spp.) (Anonim a, 2016). Konsumsi ikan yang

busuk menimbulkan keracunan seperti keracunan histamin (scombroid fish

poisoning) (Taylor, 1991).

Pada kadar yang rendah, histamin sebenarnya tidak terlalu berbahaya bagi

kesehatan manusia yang mengkonsumsinya, karena keracunan dan gejalanya

hanya terjadi bila histamin masuk ke dalam aliran darah. Pada asupan yang sangat

tinggi, tubuh sudah tidak mampu lagi mendetoksifikasi racun. Gejala-gejala

keracunan histamin meliputi sakit kepala, kejang, mual, wajah dan leher kemerah-

merahan, tubuh gatal-gatal, mulut dan kerongkongan terasa terbakar, bibir

membengkak, badan lemas dan muntah-muntah (Eitenmiller dkk. 1982). Gejala

keracunan histamin dapat terjadi sangat cepat, sekitar 30 menit setelah

Page 7: JUMLAH ANGKA KUMAN TOTAL DAN IDENTIFIKASI KUMAN …

mengkonsumsi ikan yang mengandung histamin tinggi. Kemudian gejala agak

menurun antara 3 hingga 24 jam setelah konsumsi, tetapi mungkin juga hingga

beberapa hari (Bremer, dkk, 2003; Houicher, dkk, 2013). Histamin pada ikan yang

busuk dapat menimbulkan keracunan jika terdapat sekitar 100 mg dalam 100 g

sampel daging ikan yang diuji (Kimata 1961). Menurut Chang Chen, dkk, 2008

histamin dapat menyebabkan keracunan makanan ketika konsentrasinya di dalam

ikan telah mencapai lebih dari 50 mg/100 g. Karena histamin merupakan salah

satu bahaya dalam pangan maka ditetapkan suatu standar sebagai batas toleransi

maksimum bagi histamin yang terkandung pada daging ikan. Tinggi rendahnya

standar ini berbeda-beda tergantung negara tujuan ekspor. Food and Drug

Administration (FDA) menetapkan bahwa untuk ikan tuna, mahi-mahi, dan ikan

sejenis, 5 mg histamin/100 g daging ikan merupakan level yang harus diwaspadai

dan sebagai indikator terjadinya dekomposisi, sedangkan 50 mg histamin/100 g

daging ikan merupakan level yang membahayakan atau dapat menimbulkan

keracunan. Oleh karena itu, jika ditemukan ikan dengan kandungan 5 mg

histamin/100 g daging ikan pada satu unit, maka kemungkinan pada unit yang

lain, level histamin dapat mencapai lebih dari 50 mg/100 g (FDA, 2002).

Dalam lima tahun terakhir, Indonesia menjadi negara penghasil tuna

terbesar kedua di dunia dengan memasok lebih dari 16 persen total produksi tuna

dunia (Anonim b, 2014). Pasar Ikan Kedonganan merupakan pasar ikan terbesar

di Bali, merupakan pasar pantai utama Bali di mana kapal nelayan mendarat

setiap hari dan mengangkut ikan segar tangkapannya seperti tuna, sarden, mahi-

mahi, dan udang, kepiting, lobster dan berbagai macam panen laut lainnya. Ikan

yang dijual tidak saja ditangkap dari perairan Jimbaran tetapi juga dari perairan

yang berdekatan seperti perairan pesisir Jawa, Sulawesi dan Bali sendiri Kusamba

dan Amed di sisi lain pulau. Perlu diketahui potensi ikan tuna yang dijual di pasar

ikan Kedonganan sehingga beberapa kasus penolakan ikan tuna Indonesia seperti

yang pernah terjadi di Uni Eropa dan Amerika Serikat, oleh karena kadar histamin

yang melebihi standar, kandungan logam berat seperti merkuri (Hg), timbal (Pb),

dan cadmium (Cd), serta oleh faktor lain seperti Salmonella, kotoran (filthy), dan

lain – lain tidak terjadi lagi.

Page 8: JUMLAH ANGKA KUMAN TOTAL DAN IDENTIFIKASI KUMAN …

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dibuat rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah profil organoleptis ikan tuna yang dijual di Pasar Ikan

Kedonganan ?

2. Bagaimanakah karakteristik kimiawi keasaman dalam ikan tuna yang

dijual di Pasar Ikan Kedonganan?

3. Bagaimanakah karakteristik mikrobiologi (Angka Kuman Total)

dalam ikan tuna yang dijual di Pasar Ikan Kedonganan?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui profil organoleptis ikan tuna yang dijual di Pasar

Ikan Kedonganan

2. Untuk mengetahui karakteristik kimiawi keasaman dalam ikan tuna

yang dijual di Pasar Ikan Kedonganan

3. Untuk mengetahui karakteristik karakteristik mikrobiologi (Angka

Kuman Total) dalam ikan tuna yang dijual di Pasar Ikan Kedonganan

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Akademik

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan data mutu dan

keamanan pangan ikan tuna yang yang dijual di Pasar Ikan

Kedonganan dilihat dari kadar histamine dan jumlah bakteri

pembentuk histamine.

1.4.2 Manfaat Praktis

Mengetahui potensi ikan tuna yang dijual di pasar ikan Kedonganan

sehingga kasus penolakan terhadap ikan tuna Indonesia oleh karena

kadar histamin yang melebihi standar dan lain – lain tidak terjadi lagi.

Page 9: JUMLAH ANGKA KUMAN TOTAL DAN IDENTIFIKASI KUMAN …

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Ikan Tuna (Thunnus Sp)

Deskripsi ikan tuna secara umum adalah kepala simetris, bergaris rusuk

lengkap, bersisik lingkaran (cycloid), rangka terdiri atas tulang sejati dan bertutup

insang, badan berbentuk cerutu, jari-jari lemah sirip ekor bercabang pada

pangkalnya, sirip-sirip kecil di belakang sirip punggung dan sirip dubur ada.

Tulang rahang atas depan dan tulang-tulang hidung tidak membentuk cula, sirip

punggung dua, yang pertama berjari-jari mengeras, dan yang kedua mempunyai

bagian yang berjari-jari keras serta bagian yang berjari-jari lemah kadang-kadang

berlembaran seperti sirip-sirip kecil di belakang sirip dubur, sirip-sirip perut

terdiri atas satu jari-jari keras dan lima jari-jari lemah serta kadang-kadang dua

garis rusuk (Saanin 1984).

2.2 Histamin

Histamin merupakan komponen amin biogenik yaitu bahan aktif yang

diproduksi secara biologis melalui proses dekarboksilasi dari asam amino bebas

serta terdapat pada berbagai bahan pangan seperti ikan, daging merah, keju, dan

makanan fermentasi (Keer, dkk, 2002). Histamin merupakan indikator utama

keracunan scombrotoxin. Scombrotoxin adalah toksin yang dihasilkan terutama

oleh ikan-ikan famili Scombroidae seperti tuna, cakalang, tongkol, marlin,

mackerel, dan sejenisnya (Lehane dan Olley 2000). Ikan-ikan golongan

scombroid biasanya memiliki kandungan histidin dengan level tinggi yang akan

diubah menjadi histamin oleh bakteri pembentuk histamin yang memiliki enzim

histidin dekarboksilase jika kondisi penyimpanan tidak dapat mengontrol

pertumbuhan bakteri (Anonim, 2016).

Ada dua macam histidin dalam daging ikan, yaitu histidin bebas yang akan

diubah menjadi histamin dan histidin terikat dalam protein. Faktor-faktor yang

mempengaruhi perombakan histidin menjadi histamin adalah faktor waktu,

temperatur, jenis dan banyaknya mikroflora bakteri yang terdapat dalam tubuh

ikan (Sims, dkk, 1992). Satuan kadar histamin dalam daging ikan dapat

dinyatakan dalam mg/100 g; mg % atau ppm (mg/1000 g). Kandungan histidin

bebas pada jaringan ikan tuna lebih tinggi dibandingkan dengan spesies ikan

Page 10: JUMLAH ANGKA KUMAN TOTAL DAN IDENTIFIKASI KUMAN …

lainnya sehingga meningkatkan potensi peningkatan kadar histamin, khususnya

untuk penyimpanan dan penanganan yang salah (Keer dkk, 2002). Proses

dekarboksilasi histidin menjadi histamin dapat terjadi melalui dua cara yaitu

autolisis dan aktivitas bakteri.

2.3 Aktivitas bakteri pembentuk histamin

Setelah ikan mati, sistem pertahanan tubuhnya tidak bisa lagi melindungi

dari serangan bakteri, dan bakteri pembentuk histamin mulai tumbuh dan

memproduksi enzim dekarboksilase yang akan menyerang histidin dan asam

amino bebas lainnya pada daging ikan. Enzim ini mengubah histidin dan asam

amino bebas lainnya menjadi histamin yang mempunyai karakter lebih bersifat

alkali (Taylor dan Alasalvar 2002). Bakteri pembentuk histamin secara alami

terdapat pada otot, insang, dan isi perut ikan. Kemungkinan besar insang dan isi

perut merupakan sumber bakteri ini karena jaringan otot ikan segar biasanya

bebas dari mikroorganisme (Omura dkk, 1978). Bakteri ini akan menyebar ke

seluruh bagian tubuh selama proses penanganan. Penyebaran bakteri biasanya

terjadi pada saat proses pembuangan insang (gilling) dan penyiangan (gutting)

(Sumner dkk, 2004).

Banyak penelitian menyebutkan bahwa bakteri pembentuk histamin adalah bakteri

mesofilik, tetapi bakteri pembentuk histamin dapat tumbuh padadaging ikan

sardine pada temperatur <50C (Shahidi dan Botta 1994). Berbagai jenis bakteri

yang mampu menghasilkan enzim histidin dekarboksilase (HDC) termasuk famili

Enterobacteriaceae dan Bacillaceae. Umumnya spesies Bacillus, Citrobacter,

Clostridium, Escherichia, Klebsiella, Lactobacillus, Pediococcus,

Photobacterium, Proteus, Pseudomonas, Salmonella, Shigella, dan Streptococcus

menunjukkan aktivitas dekarbokasilase asam amino (Allen, 2004). Hasil

penelitian Behling dan Taylor (1982) menunjukkan Proteus morganii, Klebsiella

pneumoniae dan Enterobacter aerogenes merupakan bakteri yang mampu

menghasilkan histamin dalam jumlah besar yaitu > 100 mg/100 ml setelah

diinkubasi menggunakan TFIB (Tuna Fish Infusion Broth) pada suhu > 150C

selama < 24 jam, sedangkan Hafnia alvei, Escherichia coli dan Citrobacter

freundii menghasilkan histamin dalam jumlah kecil yaitu < 25 mg/100 ml setelah

diinkubasi menggunakan TFIB pada suhu ≥ 300C selama ≥ 48 jam. Bakteri

Page 11: JUMLAH ANGKA KUMAN TOTAL DAN IDENTIFIKASI KUMAN …

pembentuk histamin dapat tumbuh pada kisaran suhu yang luas. Pertumbuhan

bakteri pembentuk histamin berlangsung lebih cepat pada temperatur yang tinggi

(21,10C) daripada temperatur rendah (7,2

0C) (Behling dan Taylor, 1982 dalam

Valiollah, 2012). Laporan-laporan mengenai suhu optimum dan batas suhu

terendah untuk pembentukan histamin sangat bervariasi. Menurut Keer dkk,

(2002), suhu optimum pembentukan histamin adalah pada suhu 250C. Menurut

Yoguchi dkk, 1990, penyimpanan pada suhu 250C selama 24 jam dapat

meningkatkan kandungan histamin hingga 120 mg/100 g. Sedangkan menurut

Fletcher dkk, 1995, pembentukan histamine pada suhu 0-50C sangat kecil bahkan

dapat diabaikan. Hasil penelitian Price, dkk, 1991 juga menunjukkan bahwa

pembentukan histamine akan terhambat pada suhu 00C atau lebih rendah. Oleh

karena itu, Food and Drug Administration (FDA) menetapkan batas kritis suhu

untuk pertumbuhan histamin pada tubuh ikan yaitu 4,40C (FDA 2001). Lopez-

Sabater dkk, 1996 melaporkan bahwa bakteri pembentuk histamin seperti Proteus

morganii tumbuh baik pada pH netral, tetapi juga dapat tumbuh pada pH antara

4,7 - 8,1. Organisme ini tidak tahan terhadap NaCl, tetapi pada kondisi optimum

dapat tumbuh dengan penambahan NaCl lebih dari 5%.

Perbedaan dari jenis bakteri pembentuk histamin pada ikan golongan

scombroid diakibatkan perbedaan spesies ikan, prosedur penanganan, delay, dan

temperatur. Karakteristik mikroflora yang ada dapat dipengaruhi oleh kebiasaan

makan, lokasi geografis, musim, temperatur air, dan lain-lain. Bakteri pembentuk

histamin sulit dideteksi secara langsung, karena jumlahnya sedikit dibandingkan

bakteri lain pada ikan segar yang ditangkap. Oleh karena itu, untuk mendeteksi

bakteri-bakteri tersebut digunakan media khusus, yang disebut agar diferensial

Niven. Bakteri pembentuk histamin akan membentuk koloni berwarna ungu

dengan latar belakang medium berwarna kuning. Histamin yang terbentuk akan

meningkatkan pH medium, sehingga terjadi perubahan warna kuning menjadi

ungu (Niven dkk, 1981).

Page 12: JUMLAH ANGKA KUMAN TOTAL DAN IDENTIFIKASI KUMAN …

BAB 3. KERANGKA KONSEP

Adapun hipotesis dari penelitian ini:

1. Ikan tuna merupakan ikan dari famili scombroidae, memiliki kandungan

asam amino histidin dengan level tinggi yang akan diubah menjadi histamin

oleh bakteri pembentuk histamin.

2. Bakteri pembentuk histamin akan memberikan koloni berwarna merah

muda dengan halo pink pada latar belakang berwarna kuning atau orange

pada media modifikasi niven

Page 13: JUMLAH ANGKA KUMAN TOTAL DAN IDENTIFIKASI KUMAN …

Kerangka Konsep Penelitian

Tahap I

Organoleptis,

Keasaman, dan

Identifikasi

Bakteri

Penghasil

Histamin

Bahan uji :

Ikan Tuna yang

dijual di pasar

tradisional di kota

Denpasar

Luaran :

Organoleptis

pH

Total Plate Count

Publikasi Ilmiah

Tahap II

Analisis Kadar

Histamin dan

Jumlah Bakteri

Pembentuk

Histamin Pada

Ikan Tuna

(Thunnus Sp)

Bahan uji :

Ikan Tuna

yang dijual di

pasar

tradisional di

kota Denpasar

Luaran :

Jumlah Bakteri

Pembentuk Histamin

Analisis Kadar Histamin

Publikasi ilmiah

Isolasi enzim

HDC dan

Penentuan

Aktivitas

Optimum Enzim

HDC

Bahan uji :

Bakteri

Penghasil

Histamin

Luaran :

Isolasi enzim HDC

Aktivitas Optimum

Enzim HDC

Publikasi ilmiah

Tahap III

Page 14: JUMLAH ANGKA KUMAN TOTAL DAN IDENTIFIKASI KUMAN …

BAB 4. METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen laboratorium untuk

mengetahui mengetahui kadar histamine dan jumlah bakteri pembentuk histamine

dalam ikan tuna. Adapun tahapan dalam penelitian ini adalah:

1. Pengumpulan bahan uji ikan tuna dari pasar tradisional

2. Pemeriksaan Fisik (Organolpetis dan pH)

3. Pemeriksaan Total Plate Count dan pemeriksaan jumlah bakteri pembentuk

histamine

Gambar 4.1 Skema rancangan penelitian

Persyaratan Mutu dan Keamanan Pangan Ikan Tuna

Organoleptis:

-. Kenampakan

-. Bau

-. Tekstur

Cemaran Mikroba Fisika Parasit

Angka Lempeng Total

(ALT)

Escherichia coli

Salmonella

Vibrio cholerae

Histamin

Merkuri (Hg)

Timbal (Pb)

Kadmium

(Cd)

Cemaran Kimia

Page 15: JUMLAH ANGKA KUMAN TOTAL DAN IDENTIFIKASI KUMAN …

4.2 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan selama 8 bulan, dimulai setelah proposal ini

disetujui. Penelitian akan dilakukan di Instalasi Laboratorium Patologi Klinik FK

UNUD/ RSUP. Sanglah Denpasar untuk Pemeriksaan Kadar Histamin,

Pemeriksaan Total Plate Count dan Pemeriksaan Jumlah Bakteri Pembentuk

Histamin serta analisis data

4.3 Populasi dan Subjek Penelitian

Populasi dari penelitian ini adalah ikan tuna yang dijual di pasar ikan

Kedonganan. Sampel yang diambil sebanyak 40 sampel berdasarkan rumus

(Budiharta 2002) :

n = 4 PQ

L2

Keterangan :

n = besaran sampel

P = asumsi prevalensi

Q = 1 – P

L = galat yang diinginkan

Dengan tingkat kepercayaan 95 % dan galat yang diinginkan 5 % serta asumsi

prevalensi 2,5 % maka didapat :

n = 4 x 0,025 x 0,975

(0,05)2

= 39 (dibulatkan 40 sampel)

4.4 Bahan Uji

Bahan uji adalah adalah ikan tuna yang dijual di pasar tradisional pasar ikan

Kedonganan. Jenis ikan tuna yang dipilih adalah ikan tuna dari berbagai macam

spesies seperti mandidihang (Thunnus albacores), mata besar (Thunnus obesus),

abu-abu (Thunnus tonggol), tongkol (Euthinnus afinis), albakora (Thunnus

allalunga) dan sirip biru (Thunnus thynus). Sampel yang diperoleh kemudian

disimpan pada suhu rendah (sampai 00C).

Page 16: JUMLAH ANGKA KUMAN TOTAL DAN IDENTIFIKASI KUMAN …

4.5 Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini dapat diklasifikasikan menjadi tiga variabel,

yaitu:

Variabel bebas penelitian ini adalah kadar histamine dan jumlah bakteri

pembentuk histamine pada ikan tuna

Variabel tergantung penelitian ini adalah ikan tuna yang dijual di Pasar

ikan Kedonganan

4.6 Definisi Operasional Variabel

Operasional variabel penelitian ini dapat didefinisikan sebagai berikut :

Ikan Tuna adalah ikan tuna digunakan sebagai nama grup dari beberapa

jenis ikan yang terdiri atas jenis tuna besar (Thunnus spp. Seperti

yellowfin tuna, bigeye, southern bluefin tuna, dan albacore), dan jenis

ikan mirip tuna (tuna-like species) seperti marlin, sailfish, dan

swordfish.

Histamine adalah komponen amin biogenik yang diproduksi secara

biologis melalui proses dekarboksilasi dari asam amino bebas. Histamin

merupakan indikator utama keracunan scombrotoxin. Scombrotoxin

adalah toksin yang dihasilkan terutama oleh ikan-ikan famili

Scombroidae.

Kadar Histamin adalah kadar histamin dalam sampel ikan yang diukur

menggunakan metode ELISA (Enzymed Linked Immunosorbent Assay).

Bakteri pembentuk histamine adalah bakteri yang mampu

menghasilkan enzim Hdc termasuk bakteri Enterobacteriaceae dan

Bacillaceae, umumnya genus Bacillus, Citrobacter, Clostridium,

Escherichia, Klebsiella, Lactobacillus, Pediococcus, Photobacterium,

Proteus, Pseudomonas, Salmonella, Shigella dan Streptococcus.

Jumlah Bakteri Total (Total Plate Count) adalah penghitungan jumlah

pertumbuhan mikroorganisme setelah diinkubasi dalam media agar

pada suhu 35°C, 48 jam.

Page 17: JUMLAH ANGKA KUMAN TOTAL DAN IDENTIFIKASI KUMAN …

Analisis Jumlah Bakteri pembentuk histamine adalah analisis jumlah

bakteri yang memiliki aktivitas enzim Hdc yang akan menaikkan pH

dan membentuk warna merah muda dengan halo pink pada latar

belakang berwarna kuning atau orange.

4.7 Alat Penelitian

Alat yang digunakan untuk analisis histamin adalah Centrifuge Kubota

2010, Incubator Digisystem Lab Inc, ELISA Washer 470 Biomerieux, ELISA

Reader 270 Biomerieux. Alat yang digunakan untuk analisis Total Plate Count

(TPC) dan analisis bakteri penghasil histamin dengan media Niven (Modifikasi

Niven 1981) adalah pipet volumetrik, homogenizer, plastik steril, cawan petri,

inkubator, autoklaf, talenan, water bath, dan stopwatch.

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan laut jenis

tuna (Thunnus sp.), sedangkan bahan-bahan lainnya adalah Fast Histamin ELISA

kit, metanol, resin penukar ion (dowex 1-x800-100-mesh), aquades, HCl, NaOH,

H3PO4, ortoptalatdikarboksilaldehide (OPT), larutan TCA, asam borat, K2CO3,

vaseline, indikator conway, larutan Butterfield’s Phospate Buffered, Plate Count

Agar (PCA), Media niven (0.1% trypton, 0.2% yeast ekstrak, 0.1% L-histidin,

0.1% CaCO3, 2% NaCl, 2.5% agar, 0.01% phenol red).

4.8 Prosedur Penelitian :

4.8.1 Analisis Kadar Histamin

Histamin ditentukan dengan metode ELISA menggunakan Ridascreen

Histamin / ELISA kit (R-Biopharm AG, Darmstadt, Jerman). Masing-masing

sampel ikan dihomogenisasi menggunakan dan 1 g sampel homogen dipindahkan

ke tabung centrifuge, tambahkan 9 mL air suling ke dalam sampel dan campur

dengan baik. Kemudian, sampe disentrifugasi pada 2500 rpm selama 5 menit pada

suhu kamar dan lapisan setelah lipid telah dihapus. 1 ml supernatan dipindahkan

ke tabung centrifuge lainnya, tambhakan 9 mL air suling dan dicampur baik.

Encerkan 200 uL larutan ini dengan air suling. Siapkan 100 uL solusi standar,

sampel dan kontrol ditambahkan ke dalam sumur sampel, masing-masing. 25 uL

reagen asilasi dan 200 uL buffer asilasi ditambahkan ke setiap asilasi baik dan

Page 18: JUMLAH ANGKA KUMAN TOTAL DAN IDENTIFIKASI KUMAN …

dicampur sebelum inkubasi selama 15 menit pada suhu ruang. 25 uL terasilasi

solusi standar, kontrol dan sampel siap digunakan untuk prosedur ELISA.

Absorbansi diukur pada 450 nm di ELISA Reader. Konsentrasi histamine dihitung

melalui pedoman dari Ridascreen kit. Batas deteksi dilaporkan sebagai 2,5 mg/

kg, menjadi nilai terendah.

4.4.2 Analisis Total Plate Count (TPC)

Prinsip kerja analisis TPC adalah pertumbuhan mikroorganisme setelah

diinkubasi dalam media agar pada suhu 350C, 48 jam, maka mikroorganisme

tersebut akan tumbuh berkembang biak dengan membentuk koloni yang dapat

langsung dihitung.

Prosedur kerja analisis TPC adalah sebagai berikut:

1. Timbang sampel secara aseptik sebanyak 25 gram dan ditambahkan 225 ml

larutan Butterfield’s Phospate Buffered, kemudian homogenkan selama 2

menit.

2. Homogenat ini merupakan larutan pengenceran 10-1

. Dengan menggunakan

pipet steril, diambil 1 ml homogenat dan dimasukkan ke dalam botol berisi 9

ml larutan Butterfield’s Phospate Buffered sehingga diperoleh contoh dengan

pengenceran 10-2

. Pada setiap pengenceran dilakukan pengocokan minimal 25

kali. Lakukan hal yang sama untuk pengenceran 10-3

, 10-4

, 10-5

, dan seterusnya

sesuai kondisi sampel.

3. Selanjutnya untuk metode cawan agar tuang (pour plate method), dipipet

sebanyak 1 ml dari setiap pengenceran dan dimasukkan ke dalam cawan petri

steril secara duplo menggunakan pipet steril.

4. Kedalam masing-masing cawan yang sudah berisi sampel, ditambahkan 12 - 15

ml media Plate Count Agar (PCA) yang sudah didinginkan hingga mencapai

suhu 450C. Setelah agar menjadi padat, cawan petri yang telah berisi agar dan

larutan sampel tersebut dimasukkan ke dalam inkubator dengan posisi terbalik

selama 48 jam, 350C.

Page 19: JUMLAH ANGKA KUMAN TOTAL DAN IDENTIFIKASI KUMAN …

5. Hitung jumlah koloni bakteri yang ada di dalam cawan petri. Jumlah koloni

bakteri yang dihitung adalah cawan petri yang mempunyai koloni bakteri

antara 25 - 250 koloni.

4.8.3 Analisis jumlah bakteri pembentuk histamin (modifikasi Niven, dkk,1981)

Prinsip dari analisis bakteri pembentuk histamin adalah enterobactericeae akan

mengubah histidin menjadi histamin melalui proses dekarboksilase yang akan

menaikkan pH dan merubah warna pada media.

Prosedur kerja analisis bakteri pembentuk histamin adalah sebagai berikut:

Siapkan media modifikasi niven dengan cara mencampurkan semua bahan,

yaitu 0,1% trypton, 0,3% yeast extract, 1,8% L-histidin monohydrochlorid

monohydrat, 0,1% CaCO3, 0,5% NaCl, 2,5% agar, dan 0,003% phenol red,

kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer lalu diencerkan menggunakan

aquades hingga 1000 ml. Panaskan hingga mendidih dan diatur pH 6,4

kemudian disterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu 1210C selama 15

menit.

Sampel sebanyak 25 gram dimasukkan ke dalam botol yang berisi 225 ml

larutan Butterfield’s Phospate Buffered, diblender hingga larutan homogen.

Homogenat ini merupakan larutan pengenceran 10-1

.

Dari campuran tersebut diambil 1 ml dan dimasukkan ke dalam botol berisi 9

ml larutan Butterfield’s Phospate Buffered sehingga diperoleh sampel dengan

pengenceran 10-2

, dikocok sampai homogen. Pengenceran dilakukan ad 10-4

.

Satu ml larutan sampel hasil setiap pengenceran dimasukkan ke dalam cawan

petri, lalu 12 - 15 ml media niven agar cair yang sudah didinginkan hingga

mencapai suhu 450C dituangkan kedalam masing-masing cawan yang sudah

berisi sampel.

Setelah agar menjadi padat, cawan petri yang telah berisi agar dan larutan

sampel tersebut dimasukkan ke dalam incubator dengan posisi terbalik selama

48 jam, 350C.

Page 20: JUMLAH ANGKA KUMAN TOTAL DAN IDENTIFIKASI KUMAN …

Hitung jumlah koloni berwarna merah muda dengan halo pink pada latar

belakang berwarna kuning atau orange.

Hasil penghitungan jumlah koloni bakteri pembentuk histamin tersebut

kemudian dibandingkan dengan nilai TPC sehingga diperoleh persentase

jumlah bakteri pembentuk histamin terhadap nilai TPC

4.9 Analisis Data

Setelah data terkumpul, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan data,

kemudian dianalisis sebagai berikut:

1. Uji normalitas variabel perlakuan dengan metode Shapiro-Wilk.

2. Uji homogenitas varians antar perlakuan dengan uji Levene, untuk melihat

homogenitas varians.

3. Uji komparasi varians perlakuan menggunakan t-test.

Analisis statistik tersebut diatas menggunakan nilai p lebih kecil atau sama

engan 0,05 sebagai batas kemaknaan dan memakai perangkat lunak statistik yaitu

Program SPSS for Windows.

Page 21: JUMLAH ANGKA KUMAN TOTAL DAN IDENTIFIKASI KUMAN …

BAB 5. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen laboratorium untuk

mengetahui mengetahui kadar histamine dan jumlah bakteri pembentuk histamine

dalam ikan tuna. Semua bahan uji adalah ikan tuna yang dijual di pasar tradisional

pasar ikan Kedonganan. Jenis ikan tuna yang dipilih adalah ikan tuna dari

berbagai macam spesies seperti mandidihang (Thunnus albacores), mata besar

(Thunnus obesus), abu-abu (Thunnus tonggol), tongkol (Euthinnus afinis),

albakora (Thunnus allalunga) dan sirip biru (Thunnus thynus). Sampel yang

diperoleh kemudian disimpan pada suhu rendah (sampai 00C).

5.1.1 Pemeriksaan Organoleptik

Pengujian organoleptik ditujukan pada warna dan lendir permukaan tubuh,

dan tekstur daging. Metode yang digunakan untuk uji organoleptik adalah metode

score sheet dengan skala nilai 1-9.

Tabel 5.1 Score Sheet Uji Organoleptik Ikan

Parameter Ikan Segar Ikan Tidak segar

Kenampakan Cerah, terang, mengkilat, tak

berlendir

Suram, kusam, berlendir

Mata Menonjol keluar Cekung, masuk kedalam

rongga mata

Mulut Terkatup Terbuka

Sisik Melekat kuat Mudah dilepaskan

Insang Merah cerah Merah gelap

Daging Kenyal, lentur Tidak kenyal, lunak

Anus Merah jambu, pucat Merah, menonjol keluar

Bau Segar, normal seperti rumput

laut

Busuk, bau asam

Lain-lain Tenggelam dalam air Terapung diatas air

Nilai organoleptik 9 menunjukkan ikan dalam kondisi sangat segar.Kondisi

ikan segar ditunjukkan dengan nilai 7-8. Nilai 5-6 merupakan ambang batas antara

kondisi ikan dan jelek. Ikan dinyatakan busuk dan tidak layak dikonsumsi yaitu

pada nilai organoleptik 1-4.

Page 22: JUMLAH ANGKA KUMAN TOTAL DAN IDENTIFIKASI KUMAN …

5.1.2 Pemeriksaan Keasaman (pH)

Nilai pH merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk menentukan

tingkat kesegaran ikan. Pada proses pembusukan ikan, perubahan pH daging ikan

sangat besar peranannya karena berpengaruh terhadap proses autolisis dan

penyerangan bakteri. Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter.

Sebanyak 1 gram sampel dilarutkan dalam 20 ml aquades. Lalu ditambahkan 50

ml aquades dan dihomogenkan.Nyalakan alat pH-meter dan dibiarkan hingga

stabil. Elektroda dibilas dengan akuades. Elektroda dibiarkan tercelup beberapa

saat sampai diperoleh pembacaan yang stabil. Apabila telah stabil, maka pH

sampel telah didapat.

Hasil pengukuran pH daging ikan tuna segar adalah berkisar antara 5,80 –

6,00. Ikan yang sudak tidak segar pH dagingnya tinggi (basa) dibandingkan ikan

yang masih segar. Hal itu karena timbulnya senyawa-senyawa yang bersifat basa

misalnya amoniak, trimetilamin, dan senyawa volatile lainnya.Ketika ikan mati,

proses biokimia yang terjadi berlangsung secara anaerobik yang menghasilkan

asam laktat yang dapat menurunkan pH daging ikan. pH daging ikan biasanya

berkisar antara 7- 7,5 dan dapat turun hingga tergantung dari jenisnya. Ikan tuna

dapat mencapai pH dibawah 5,5 dimana ikan lainnya memiliki pH 6,2 - 6,6

(Haard, 2002)

5.1.3 Jumlah Angka Kuman Total serta Identifikasi Kuman Patogen

Pemeriksaan Angka Kuman Total (Total Plate Count) yaitu penghitungan

jumlah pertumbuhan mikroorganisme setelah diinkubasi dalam media agar pada

suhu 35°C, 48 jam. Dilanjutkan dengan analisis jumlah bakteri pembentuk

histamine adalah analisis jumlah bakteri yang memiliki aktivitas enzim Hdc yang

akan menaikkan pH dan membentuk warna merah muda dengan halo pink pada

latar belakang berwarna kuning atau orange kadar.

Hasil pemeriksaan menunjuukkan keberadaan bakteri dalam suatu bahan

pangan dapat ditandai dari jumlah koloni per gram bahan pangan melalui uji

jumlah angka kuman. Pada pemeriksaan angka kuman total, sebanyak 62.5 %

tidak memenuhi syarat Permenkes RI No. 1096/Menkes/ PER/VI/ 2011 dan SNI

7888 tahun 2009 (memiliki jumlah angka kuman ≥106) tetapi tidak diketemukan

Page 23: JUMLAH ANGKA KUMAN TOTAL DAN IDENTIFIKASI KUMAN …

bakteri pathogen (seperti Eschericia coli dan Salmonella sp). Disarankan perlunya

pengawasan mulai dari ikan ditangkap hingga ke proses penyimpanan sebagai

upaya untuk mempertahankan mutu ikan tuna yang dihasilkan.

Escherichia coli dalam makanan laut dianggap kasus sanitasi dan

merupakan resiko bagi konsumen jika dikaitkan dengan bakteri pathogen,

terutama Escherichia coli. Namun kehadiran non-patogenik Escherichia coli pada

ikan dan kerang juga harusdipublikasikan kepada masyarakat karena bakteri ini

diakui sebagai indikator kontaminasi tinja. Beberapa langkah untuk memastikan

bahwa makanan laut itu tidak mengandung Escherichia coli beberapa langkah

yang harus dipertimbangkan yaitu (1) menjaga kualitas air, (2) perawatan pasca

panen, (3) kondisi kebersihan dalam proses penanganan, (4) dalam kasus-kasus

makanan olahan, langkah-langkah harus diambil untuk menjamin keamanan

bakteri selama semua proses. Selain itu sangat tidak dianjurkan untuk

mengkonsumsi ikan laut mentah atau setengah matang (Costa, 2013). Sumber-

sumber Escherichia coli berasal dari kotoran hewan atau manusia, urine manusia,

daging mentah, air cucian tangan, seafood yang belum masak. Jadi adanya

Escherichia coli dalam air menunjukan bahwa air tersebut sudah terkontaminasi

fases manusia dan mungkin dapat mengandung pathogen (Fardiaz, 1993).

Bakteri Escherichia coli juga dapat membahayakan kesehatan, karena

diketahui bahwa bakteri Escherichia coli merupakan bagian dari mikrobiota

normal saluran pencernaan dan telah terbukti bahwa galur-galur tertentu mampu

menyebabkan gastroenteritis taraf sedang sampai parah pada manusia dan hewan.

Escherichia coli juga dapat menyebabkan diare akut, yang dapat dikelompokkan

menjadi 3 katagori yaitu enteropatogenik (penyebab gasteroenteritis akut pada

bayi yang baru lahir sampai pada yang berumur 2 tahun), enteroinaktif (penyebab

diare pada anak anak yang lebih besar) dan enterotoksigenik (penyebab diare pada

orang dewasa). Dilaporkan pula bila Escherichia coli di dalam usus memasuki

kandung kemih, maka dapat menyebabkan sintitis yaitu suatu peradangan pada

selaput lendir organ tersebut (Melliawati, 2009).

Tabel berikut adalah tabel hasil pemeriksaan oragnoleptis, pH (keasaman),

jumlah Angka Kuman Total (/m3) serta identifikasi kuman patogen (Eschericia

Page 24: JUMLAH ANGKA KUMAN TOTAL DAN IDENTIFIKASI KUMAN …

coli dan Salmonella sp.) dalam 28 sampel Ikan Tuna dari Pasar Ikan Kedongan,

Bali.

Tabel 5.2 Hasil Pemeriksaan

No. Nama Sampel Organoleptis Parameter pH Angka Kuman Total

(/m3)

Kuman Patogen

1 Tuna I 8 7.15 ≥ 106 Negatif

2 Tuna II 8 7.18 ≥ 106 Negatif

3 Tuna III 7 7.20 1.1 X 103 Negatif

4 Tuna IV 8 7.00 1.9 X 104 Negatif

5 Tuna V 8 7.09 ≥ 106 Negatif

6 Tuna VI 7 7.21 5.3 X 102 Negatif

7 Tuna VII 8 7.17 ≥ 106 Negatif

8 Tuna VIII 8 7.0 ≥ 106 Negatif

9 Tuna IX 7 7.20 ≥ 106 Negatif

10 Tuna X 8 7.09 ≥ 106 Negatif

11 Tuna XI 8 7.10 ≥ 106 Negatif

12 Tuna XII 8 7.06 2.6 X 104 Negatif

13 Tuna XIII 7 7.21 ≥ 106 Negatif

14 Tuna XIV 8 7.17 ≥ 106 Negatif

15 Tuna XV 8 7.13 ≥ 106 Negatif

16 Tuna XVI 8 7.20 ≥ 106 Negatif

17 Tuna XVII 8 7.16 ≥ 106 Negatif

18 Tuna XVIII 8 7.15 ≥ 106 Negatif

19 Tuna XIX 8 7.18 1.2 X 105 Negatif

20 Tuna XX 8 7.20 2.2 X 105 Negatif

21 Tuna XXI 8 7.00 5.0 X 105 Negatif

22 Tuna XXII 8 7.17 4.3 X 105 Negatif

23 Tuna XXIII 7 7.16 ≥ 106 Negatif

24 Tuna XXIV 8 7.20 ≥ 106 Negatif

25 Tuna XXV 8 7.17 2.1 X 105 Negatif

26 Tuna XXVI 8 7.18 8.7 X 105 Negatif

27 Tuna XXVII 8 7.02 2.4 X 105 Negatif

28 Tuna XXVIII 8 7.21 ≥ 106 Negatif

5.2 Pembahasan

Bahan pangan atau makanan disebut busuk atau rusak jika sifat-sifatnya

telah berubah sehingga tidak dapat diterima lagi sebagai makanan. Kerusakan

pangan dapat disebabkan oleh berbagai faktor, yaitu pertumbuhan dan aktivitas

mikroorganisme, kerusakan karena serangga atau hewan pengerat, aktivitas enzim

pada tanaman atau hewan, reaksi kimia nomenzimatik, kerusakan fisik misalnya

karena pembekuan, hangus, pengeringan, tekanan, dan lain-lain. Gejala keracunan

sering terjadi karena seseorang mengkonsumsi makanan yang mengandung

bahan-bahan berbahaya, termasuk mikroorganisme, yang tidak dapat dideteksi

Page 25: JUMLAH ANGKA KUMAN TOTAL DAN IDENTIFIKASI KUMAN …

langsung dengan indera manusia. Bahan-bahan kimia berbahaya yang terdapat

pada makanan sukar diketahui secara langsung oleh orang yang akan

mengkonsumsi makanan tersebut, sehingga seringkali mengakibatkan keracunan.

Mikroorganisme berbahaya yang terdapat di dalam makanan kadang-kadang dapat

dideteksi keberadaannya di dalam makanan jika pertumbuhan mikroorganisme

tertentu menyebabkan perubahan-perubahan pada makanan, misalnya

menimbulkan bau asam, bau busuk, dan lain-lain. Akan tetapi tidak semua

mikroorganisme menimbulkan perubahan yang mudah dideteksi secara langsung

oleh indera kita, sehingga kadang-kadang juga dapat menimbulkan gelala sakit

pada manusia jika tertelan dalam jumlah sangat kecil di dalam makanan. Jumlah

yang sangat kecil ini tidak mengakibatkan perubahan pada sifat-sifat makanan.

Berbagai tanda-tanda kerusakan pangan dapat dilihat tergantung dari jenis

pangannya, beberapa diantaranya misalnya perubahan kekenyalan pada produk-

produk daging dan ikan, disebabkan pemecahan struktur daging oleh berbagai

bakteri. Kerusakan pada ikan ditandai dengan terbentuknya trimetilamin (TMA)

dari reduksi trimetilamin oksida (TMAO), sebagai berikut: H3C Trimetilamin-N-

oksida N-CH3 H3C Trimetilamin TMAO merupakan komponen yang normal

terdapat di dalam ikan laut, sedangkan pada ikan yang masih segar TMA hanya

ditemukan dalam jumlah sangat rendah atau tidak ada. Produksi TMA mungkin

dilakukan oleh mikroorganisme, tetapi daging ikan juga mengandung enzim yang

dapat mereduksi TMAO. Tidak semua bakteri mempunyai kemampuan yang sama

dalam meruduksi TMAO menjadi TMA, dan reduksi tergantung dari pH ikan.

Histamin, diamin, dan senyawa volatil (total volatile substances) juga digunakan

sebagai indikator kebusukan ikan. Histamin diproduksi dari asam amino histidan

oleh enzim histidin dekarboksilase yang diproduksi oleh mikroorganismeaa:

dekarbokdsilase Histidin Histamin Histamin merupakan penyebab keracunan

scromboid. Seperti halnya pada daging, kadaverin dan putresin merupakan diamin

yang juga digunakan sebagai indikator kebisukan ikan. Senyawa voatil yang

digunakan sebagai indikator kebusukan ikan termasuk TVB (total votatile bases),

TVA (total volatile acids) TVS (total volateli substance), dan TVN (total volatile

nitrogen). Yang termasuk TVB adalah amonia, dimetilamin, dan trimetilamin,

sedangkan TVN terdiri dari TVB dan senyawa nitrogen lainnya yang dihasilkan

Page 26: JUMLAH ANGKA KUMAN TOTAL DAN IDENTIFIKASI KUMAN …

dari destilasi uap terhadap contoh, dan TVS atau VRS (volatile reducing

substance) adalah senyawa hasil aerasi dari produk dan dapat mereduksi larutan

alkalin permanganat. Yang termasuk TVA adalah asam asetat, propionat dan

asamasam organik lainnya. Batas TVN maxsimum untuk udang yang bermutu

baik di Jepang dan Australia adalah 30 mg TVN/100g dengan maksimum 5 mg

trimatilamin nitrogen/100g. Untuk produk-produk laut seperti oister, clamdan

scallop, perubahan pH merupakan indikator kerusakan, yaitu pH 5,9-6,2 untuk

produk yang masih baik, pH 5,8 sudah agak menyimpang, dan pH 5,2 atau kurang

merupakan tanda kebusukan atau asam.

Histamin merupakan senyawa turunan dari asam amino histidin yang

banyak terdapat pada ikan. Asam amino ini merupakan salah satu dari sepuluh

asam amino esensialyang dibutuhkan oleh anak-anak dan bayi tetapi bukan asam

amino esensial bagi orang dewasa. Di dalam tubuh kita, histamin memiliki efek

psikoaktif dan vasoaktif. Efek psikoaktifmenyerang sistem saraf transmiter

manusia, sedangkan efek vasoaktif-nya menyerang sistem vaskular. Pada orang-

orang yang peka, histamin dapat menyebabkan migren dan meningkatkan tekanan

darah. Histamin tidak membahayakan jika dikonsumsi dalam jumlah yang rendah,

yaitu 8 mg/ 100 gr ikan. Keracunan ini biasanya akan timbul karena tingginya

kadar histamin yang terdapat pada ikan yang kita konsumsi. Menurut FDA (Food

and Drug Administration) keracunan histamin akan berbahaya jika seseorang

mengkonsumsi ikan dengan kandungan histamin 50 mg/100 gr ikan. Sedangkan

kandungan histamin sebesar 20 mg/ 100 gr ikan, terjadi karena penanganan ikan

yang tidak hiegenis.

Page 27: JUMLAH ANGKA KUMAN TOTAL DAN IDENTIFIKASI KUMAN …

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Analisis tingkat kesegaran ikan secara organoleptis menunjukkan nilai

7—8, menunjukkan mutu kesegaran ikan yang baik.

2. Nilai pH merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk

menentukan tingkat kesegaran ikan. Pada proses pembusukan ikan,

perubahan pH daging ikan sangat besar peranannya karena

berpengaruh terhadap proses autolisis dan penyerangan bakteri.

Keasaman (pH) ikan tuna dari 7.0 – 7.21 (pH netral), menunjukkan

mutu ikan tuna yang baik.

3. Pada pemeriksaan angka kuman total, sebanyak 62.5 % tidak

memenuhi syarat Permenkes RI No. 1096/Menkes/ PER/VI/ 2011 dan

SNI 7888 tahun 2009 (memiliki jumlah angka kuman ≥106) tetapi

tidak diketemukan bakteri pathogen (seperti Eschericia coli dan

Salmonella sp).

6.2 Saran

Disarankan perlunya pengawasan mulai dari ikan ditangkap hingga ke

proses penyimpanan sebagai upaya untuk mempertahankan mutu ikan

tuna yang dihasilkan

Page 28: JUMLAH ANGKA KUMAN TOTAL DAN IDENTIFIKASI KUMAN …

DAFTAR PUSTAKA

Anonim a. 2016. Assessment of Fish Quality. Biochemical and Chemical

Methods. http:// www.fao.org/docrep/V7180E/V7180e09.htm. Diakses pada

7 Mei 2016.

Anonim b. 2016. Indonesia penghasil Tuna Kedua di Dunia. http:// www.

infopublik.id/.../indonesia-penghasil-tuna-terbesar-kedua-di-dunia. Diakses

pada 7 Mei 2016.

Allen DG, Jr. 2004. Regulatory control of histamine production in North Carolina

harvested mahi-mahi (Coryphaena hippurus) and yellowfin tuna (Thunnus

Albacares): a HACCP-based industry survey. [tesis]. Raleigh: Department

Food Science, North Carolina State University.

Bremer PJ, Fletcher GC, Osborne C. 2003. Scombrotoxin In Seafood.

Christshurch: New Zealand Institute for Crop and Food Research Limid.

Chang Chen, Hsien-Feng Kung, Wen-Chieh Chen, Wen-Feng Lin, Deng-Fwu

Hwang, Yi-Chen Lee, Yung-Hsiang Tsai. 2008. Determination of histamine

and histamine-forming bacteria in tuna dumpling implicated in a food-borne

poisoning. Food Chemistry 106; 612–618.

Eitenmiller RR, Orr JH, Wallis WW. 1982. Histamine formation in fish:

microbiological and biochemical condition. Martin RE, Flack GJ, Hebard

CE, Ward DR, editor. Chemistry and Biochemistry of Marine Product.

Connecticut: AVI Publishing Company.

[FDA] Food and Drug Administration. 2001. Fish and Fisheries Products Hazards

and Control Guidance. Ed ke-3. Washington DC. www.fda.gov [3 Agustus

2010].

Fletcher GC, Summer G, Winchester RV dan Wong RJ. 1995. Histamine and

histidine in New Zealand marine fish and shellfish species, particularly

Kahawai (Arripis trutta). J. Aquat. Food prod. Technol. 4(2): 533-574.

Houicher Abderrahmane, Esmeray Kuley, Badis Bendeddouche dan Fatih Ozogul.

2013. Histamine and tyramine production by bacteria isolated from spoiled

sardine (Sardina pilchardus). African Journal of Biotechnology; Vol. 12(21),

pp. 3288-3295.

Kanki K, Yoda T, Tsukamoto T, Shibata T. 2002. Klebsiella pneumonia produces

no histamine: Raoultella planticola and Raoultella ornithinolytica strains are

histamine producers. J. Appl. Environ. icrobiol.68(7): 3462-3466.

Page 29: JUMLAH ANGKA KUMAN TOTAL DAN IDENTIFIKASI KUMAN …

Kerr M, Lawicki P, Aguirre S, Rayner C. 2002. Effect on Storage Conditions on

Histamine Formation in Fresh and Canned Tuna. Victoria : Public Health

Division, Victorian Government of Human Services: 9-10.

Kim SH, Velazquez JB, Gigrey BB, Eun JB, Jun, SH, Wei CI, An HJ. 2003.

Identification of the main bacteria contributing to histamine formation in

seafood to ensure product safety. J. Food Sci. Biotechnol. 12(4): 451- 460.

Kimata M. 1961. The histamine problem. Borgstorm G., editor. Fish as Food. Vol

1. New York Academic Press.

Ko, IS. 2006. Factor affecting histamine level in Indonesia canned albacore tuna

(Thunnus alalunga) [tesis]. Department of Marine Biotechnology. Norway:

University of Tromsø.

Lehane L, Olley J. 2000. Histamine fish poisoning revisited. J of Food Microbiol.

58(2):1-37.

Lopez-Sabater El, Rodriguez-Jerez JJ, Hernadez-Herrero M, Mora-Ventura MT.

1996. Sensory quality and histamine formation during controlled

decomposition of tuna (thunnus thynnus). Journal of Food Protection

59(2):167-174.

Mangunwardoyo W, Romauli Aya Sophia, dan Endang Sri Heruwati. 2007.

Seleksi dan Pengujian Aktivitas Enzim L=Histidine Dcarboxylase dari

Bakteri Pembentuk Histamin. Makara, Sains, Vol.11, No. 2:104-109.

Motalebi,A.A., Hasanzati, R.A., Khanipour, A.A., Soltani, M., 2010. Impacts of

whey protein edible coating on chemical and microbial factors of gutted

Kilka during frozen storage. Iranian Journal of Fisheries Sciences. 9(2),

255- 264.

Niven CF, Jeffrey MB, Corlett DA. 1981. Differential plating medium for

quantitative detection of histamine-producing bacteria. Applied and

Environmental Microbiology. 41(1):321-322.

Omura, Y., Proce, R. J. and Olcott, H. S., 1978. Histamine-forming bacteria

isolated from spoiled skipjack tuna and jack mackerel. Journal of Food

Science. 43, 1779-1781.

Ozugul F dan Ozugul Y. 1999. Comparison of methods used for determination of

total basic nitrogen (TVB-N) in rainbow trout (Oncorhynchus mykiss). Turk

J Zool 24: 113-120.

Price RJ, Melvin EF, Bell JW. 1991. Postmortem changes in chilled round bled

and dressed albacore. J. Food Sci. 35(8): 318-321.

Saanin H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Jakarta: Bina Cipta.

Page 30: JUMLAH ANGKA KUMAN TOTAL DAN IDENTIFIKASI KUMAN …

Shahidi F, Botta JR. 1994. Seafoods: Chemistry, Processing Technology, and

Quality. London : Blackie Academic and Professional : 10-33.

Sims, dkk. 1992. Quality Indices for Canned Skipjack Tuna : Correlation of

Sensory Attributes with Chemical Indices. Journal of Food Science 57/5.

Sumner J, Ross T, Ababouch L. 2004. Application of Risk Assessment in the Fish

Industry. Rome: FAO.

Taylor, Steve L. 1991. Histamine Food Poisoning: Toxicology And Clinical

Aspects. CRC Critical Reviews in Toxicology. Volume 17, Issue 2.

Taylor T, Alasalvar C. 2002. Seafood-Quality, Technology and Nutraceutical

Applications. Berlin: Springer.

Valiollah Koohdar, Razavilar Vadood, Kadivar Abolhassan and Shaghayegh

Alireza. 2012. Histamine-producing bacteria isolated from frozen longtail

tuna (Thunnus tonggoh). African Journal of Microbiology Research Vol.

6(4) pp. 751-756.

Yoguchi R, Okuzumi M, Fujii T. 1990. Seasonal variation in number of

mesophilic and halophilic histamine-forming bacteria on marine fish.

Nippon Suisan Gakkaishi. 56: 1473-1479.