Jumat, 05/12/2008 | 15:55 WIB - … · Web viewDari jawaban Responden diketahui berbagai sumber...
Transcript of Jumat, 05/12/2008 | 15:55 WIB - … · Web viewDari jawaban Responden diketahui berbagai sumber...
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kelangkaan listrik menjadi bagian daripada kehidupan sehari-hari
masyarakat, bukan hanya di Kota Jambi, akan tetapi juga di seluruh Indonesia.
Kelangkaan ini bermula dari ketidakseimbangan antara penawaran dan
permintaan. Di sisi penawaran, Perusahaan Listrik Negara (PLN) sebagai
penyedia utama bermasalah dengan biaya produksi dan berbagai praktek
inefisiensi. Sementara di sisi permintaan, terjadi kenaikan perminataan yang terus-
menerus baik karena pertambahan populasi, maupun karena peningkatan
preferensi masyarakat terhadap kebutuhan listrik. Akibatnya didapat kondisi yang
tidak sebanding antara kemampuan menghasilkan listrik dan permintaan listrik.
Strukturisasi PLN yang dimaksudkan untuk menjadikan pasar sempurna
pada berbagai perdagangan produk dan jasa PLN mengharuskan PLN menjadi
bisnis yang efisien. Ketika terjadi kenaikan bahan bakar (solar), tidak serta merta
memungkinkan PLN menaikkan harga jual listrik. Kesulitan demikian menjadikan
PLN menjadi penyedia listrik yang mempunyai ruang pengambilan keputusan
sempit, karena tidak dapat meningkatkan kenaikan harga. Sementara praktek ini
berlangsung khususnya setelah terjadinya krisis moneter pada Tahun 1997,
mengakibatkan PLN pada berbagai daerah mengalami kerugian dari tahun ke
tahun.
Kenyataan ini semakin menyulitkan PLN dengan adanya kebijakan
terhadap pelanggan Rumah Tangga dengan beban 450 KwH. Terhadap pelanggan
ini Pemerintah menerapkan subsidi, sehingga PLN tidak dapat menaikkan harga
atau melaksanakan kebijakan progresif terhadap kenaikan harga. Sampai Tahun
2012, Indonesia diprediksi masih menghadapi kelangkaan listrik baik untuk
kepentingan industri maupun kepentingan Rumah Tangga.
Laporan (Perilaku Konsumen rumah Tangga dalam Pola Hidup Hemat Kurva), Desember2009
1
Awal Tahun 2008 permasalahan kelangkaan listrik semakin nyata dengan
adanya kebijakan pergiliran yang tidak resmi yang dilaksanakan oleh PLN.
Bersamaan dengan kebijakan ini dilaksanakan satu “kampanye” penghematan
dengan slogan matikan dua lampu pada waktu beban puncak (17.30 – 22.00);
dengan satu harapan bahwa bilamana proses mematikan lampu dilaksanakan
secara teratur maka proses pemadaman bergilir dapat dihindari. Kampanye
demikian sesungguhnya digolongkan kepada bentuk komunikasi pemasaran yang
bentuknya beravariasi sesuai dengan tipe yang dipilih. Bersamaan dengan itu,
kampanye produk ramah lingkungan juga menjadi bagian kampanye umum yang
dapat diikuti oleh setiap perusahaan. Produk ramah lingkungan bila dilihat pada
presfektif yang lebih luas berkaitan dengan perhatian seluruh unsur masyarakat
untuk melakukan praktek efisien penggunaan bahan bakar khususnya untuk
kategori non-renewable resource.
Sebagai satu organisasi, PLN sesungguhnya harus mampu
mengkomunikasikan produk dan segala atributnya kepada masyarakat. Dalam
keadaan dimana PLN tidak dapat memenuhi permintaan, karena permintaan
berlebih, maka filosofi pemasaran yang layak diterapkan adalah mengelola
permintaan. Mengelola permintaan dalam hal ini didasarkan kepada pencapaian
tujuan bersama yaitu agar masyarakat tidak mengalami kelangkaan listrik. Hal ini
sangat penting diperhatikan karena biaya kelangkaan listrik, berupa opportunity
cost bukan saja mengurangi kenikmatan masyarakat akan tetapi dapat berdampak
lebih luas lagi terhadap perekonomian secara luas. Kelangkaan listrik memaksa
Perusahaan Kecil menyiapkan sendiri Genset untuk dapat memenuhi kebutuhan
mereka, sehingga mereka berproduksi dengan biaya yang lebih mahal. Akibatnya,
produk yang dihasilkan juga dikenakan harga yang lebih mahal juga. Peristiwa
demikian akan beruntun yang mengakibatkan kenaikan harga barang. Sisi buruk
lain yang terjadi adalah bahwa Pengusaha Kecil mengkonsumsi solar lebih
banyak, karena masing-masing pengusaha menyediakan sendiri solar yang mereka
butuhkan. Sehingga dapat disimpulkan, kelangkaan listrik akan mengakibatkan
harga naik di satu sisi yang kemudian dilanjuti oleh pemborosan pemakaian solar.
Laporan (Perilaku Konsumen rumah Tangga dalam Pola Hidup Hemat Kurva), Desember2009
2
Alternatif yang tersedia penyelesaian masalah di atas terletak kepada
kemampuan PLN mengelola permintaan yang sedang mengalami permintaan
penuh. Komunikasi pemasaran dalam hal ini memegang peranan penting untuk
dapat memahami kepentingan dan manfaat bersama yang dapat diperoleh dari
ketaatan masyarakat melaksanakan pola yang harus diterapkan guna dapat
mengatasi kelangkaan listrik melalui pola hidup hemat energi.
1.2. Rumusan Masalah
a) Bagaimanakah hubungan antara nilai dan sikap terhadap perilaku
konsumen Rumah Tangga terhadap pola hidup hemat energi dalam
mengkonsumsi listrik.
b) Bagaimanakah kesiapan keterlibatan Rumah Tangga dalam kampanye pola
hidup hemat energi yang dilaksanakan oleh PLN.
c) Bagaimanakah membangun komunikasi yang efektif oleh PLN guna
membangun keterlibatan Rumah Tangga mengatasi kelangkaan listrik.
1.3. Tujuan Penelitian
a) Menjelaskan hubungan antara nilai dan sikap terhadap perilaku konsumen
Rumah Tangga terhadap pola hidup hemat energi dalam mengkonsumsi
listrik dan menggunakan lampu hemat energi.
b) Menjelaskan kesiapan keterlibatan Rumah Tangga dalam kampanye pola
hidup hemat energi yang dilaksanakan oleh PLN.
c) Merumuskan komunikasi yang efektif dalam menerapkan pola hidup
hemat energi khususnya terhadap konsumen Rumah Tangga.
Laporan (Perilaku Konsumen rumah Tangga dalam Pola Hidup Hemat Kurva), Desember2009
3
II. KERANGKA TEORITIS
2.1. Kerangka Teoritis
Permasalahan kelangkaan listrik di Indonesia selama ini lebih banyak
ditelaah dari sisi produsen yang mengalami banyak gangguan sehingga tidak
dapat menghasilkan listrik sesuai dengan kebutuhan. Tryfino (2007) menjelaskan
permasalahan dari sisi pasokan listrik: 1) rendahnya pertumbuhan penyediaan
tenaga listrik, 2) ketergantungan kepada Bahan Bakar Minyak (BBM), 3)
tingginya subsidi listrik; dan 4) tingginya tingkat susut jaringan (losses) PLN –
yang sampai Tahun 2006 mencapai 10,29 %. Permasalahan ini tidak memberikan
satu isyarat adanya kebutuhan solusi pada jangka pendek, karena berbagai alasan
yang memang dihadapkan kepada berbagai kelangkaan.
Cara pandang penyelesaian kelistrikan dapat mempertimbangkan
konsumen, khususnya konsumen Rumah Tangga, karena jumlah ini mencapai
95% dari seluruh konsumen PLN. Dalam kaitan ini, Sari dkk. (2003) menjelaskan
restrukturisasi ketenagalistrikan yang berdampak terhadap perusakan lingkungan
karena tidak adanya insentif bagi penyalur untuk menerapkan pemakaian listrik
secara hemat. Kelompok ini mengajukan pentingnya pengelolaan dari sisi
permintaan (demand side management = DSM), melalui praktek efisiensi bukan
saja mengurangi pemakaian listrik akan tetapi mengurangi dampak pemakaian
berlebih yaitu kerusakan lingkungan.
Dengan menggunakan telaah DSM, maka seluruh perilaku konsumen
menjadi penting diidentifikasi dan dikelola, untuk itu maka penerapan konsep
pemasaran menjadi sesuatu yang bermanfaat untuk diterapkan. Kotler (2006)
mendefinisikan kegiatan pemasaran sebagai upaya pemenuhan kebutuhan
masyarakat melalui transaksi pertukaran guna dapat memenuhi kebutuhan dan
menciptakan kepuasan bersama. Kegiatan pemasaran perlahan-lahan disadari
bukan saja terkait dengan kegiatan bisnis yang mencari keuntungan, akan tetapi
dewasa ini kegiatan pemasaran, komunikasi pemasaran telah banyak diterapkan
Laporan (Perilaku Konsumen rumah Tangga dalam Pola Hidup Hemat Kurva), Desember2009
4
termasuk oleh organisasi ataupun perusahaan yang bertujuan tidak mencapai laba.
Bagi perusahaan yang bertujuan tidak mencari laba, sesungguhnya tujuan
pemasaran dimaksudkan untuk mencapai tujuan bersama. Telaah demikian
berhubungan kuat dengan penerapan konsep pemasaran sosial yang sangat
mempertimbangkan keadaan penerima manfaat (beneficieries). Adapun
perkembangan daripada pemasaran yang berorientasi kepada sosial adalah
berkembangnya konsep pemasaran hijau.
PLN, menterjemahkan konsel DSM (Demand Side Management) dengan
pendekatan sebagai berikut.
a. Mendorong pelanggan menghemat pemakaian tenaga listrik.
b. Mempertahankan blok tarif progresif (makin tinggi mengkonsumsi kWH,
membayar makin mahal) bagi tarif rumah tangga
c. Mendorong upaya peak-clipping, yaitu menurunkan beban puncak, melalui
pembedaan tarif (WBP) dan tarif Luar Waktu Beban Puncak (LWBP)
yang lebih tinggi bagi pelanggan-pelanggan tarif S-3, B-3, I-2, I-3, P-2, C
dan T di Jawa-Bali.
Dalam hubungannya konsep ini dengan masalah kelistrikan konsep ini
dapat menjadi instrumen untuk melibatkan masyarakat (konsumen) untuk
menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi penyedia (provider) untuk
mencapai tujuan bersama, misalnya menjamin keberlanjutan pasokan listrik. Salah
satu bidang ataupun sisi yang perlu dikembangkan adalah menyangkut pola hidup
hemat energi. Pola hidup hemat energi bukan saja akan memberikan manfaat
(nilai) ekonomis bagi pelaku, akan tetapi memberikan nilai lain yaitu: kesempatan
kepada pihak lain untuk dapat mengkonsumsi listrik, mengurangi polusi, turut
melaksanakan program pemerintah, dll; yang sifatnya dapat berbeda antara satu
orang dengan orang lain.
Sebagai satu nilai, penerapan hemat energi menjadi pandangan normatif
yang mengharuskan sesuai turut ke dalam program tersebut kanre akan dapat
memberikan nilai baik bagi seluruh pihak yang terlibat. Dalam hal pemilihan
rumah misalnya, Joga N (2008) http://www.kompas.com/read/xml/
Laporan (Perilaku Konsumen rumah Tangga dalam Pola Hidup Hemat Kurva), Desember2009
5
2008/10/23/10162591, berpandangan perlunya menggabungkan bangunan hemat
energi dan ramah lingkungan. Kedua hal ini bagaimanapun mempunyai potensi
untuk dapat merealisasikan pola hidup hemat energi, karena tatanan nilai ini satu
dengan lain saling menopang.
Tentang hubungan kuantitatif antara pola hemat energi dan hasil yang
diperoleh seorang ahli mengatakan akan dapat menghemat listrik sebanyak 20
persen untuk Rumah Tangga. Artinya bila pelanggan menerapkan pola hidup
hemat energi, yang bersangkutan akan membayar jumlah rekening listrik yang
lebih murah sebesar 20 persen daripada yang seharusnya dibayar.
Hemat energi sebagai suatu pola hidup ditentukan oleh nilai, gaya hidup,
pandangan pribadi dan sosial. Sebagai satu tatanan nilai, pola hidup hemat energi
tidak saja menghemat biaya yang dikeluarkannya, akan tetapi mengandung nilai
bahwa negara mengurangi subsidi BBM. Sehingga dikatakan bila Rumah Tangga
menghemat penggunaan listrik (pola hidup hemat energi) manfaatnya bukan saja
membayar lebih murah akan tetapi negara mengurangi subsidi dan mengurangi
polusi bagi lingkungan.
Laporan (Perilaku Konsumen rumah Tangga dalam Pola Hidup Hemat Kurva), Desember2009
6
III. METODE PENELITIAN
3.1. Metode
Metode penelitian yang digunakan adalah survei, dimana pengumpulan
data menggunakan kuesioner sebagai alat utama. Kuesioner yang digunakan
bersifat terstruktur dengan mengkombinasikan pertanyaan tertutup dan terbuka.
Sesuai dengan itu kuesioner diperuntukkan bagi pelanggan PLN Rumah Tangga
yang memenuhi kriteria sebagai sampel. Untuk melengkapi metode survei ini,
juga digunakan metode pendalaman dengan melakukan wawancara terhadap
pihak manajemen PLN, yaitu PLN yang berfungsi menjual listrik ke masyarakat,
bukan pembangkit.
Dengan demikian adapun metode penelitian yang digunakan tidak tungal,
melainkan gabungan antara metoede survey dan kualitatif. Hal ini dilakukan
untuk memberikan informasi yang lebih sesuai dengan tujuan penelitian.
3.2. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah pelanggan PLN Rumah Tangga yang
masih aktif. Artinya, Rumah Tangga yang dijadikan sumber informasi bukanlah
pelanggan Rumah Tangga yang sedang dikenakan sangsi oleh PLN atau bukan
juga yang mengkonsumsi listrik secara ilegal.
3.3. Sampel
Survei ini bersifat identifikasi, oleh karena itu besaran sampel yang
dikenakan dengan rentang 250 – 280 Rumah Tangga. Sampel dipilih secara
cluster, dimana dari setiap kecamatan dipilih desa. Dalam kaitan ini akan
dipertimbangkan kelurahan terpadat, artinya kelurahan dengan penduduk terpadat
akan diwakili sampel yang lebih besar pula.
3.4. Data
Laporan (Perilaku Konsumen rumah Tangga dalam Pola Hidup Hemat Kurva), Desember2009
7
Ada dua bentuk data yang digunakan dengan penjelasan sebagai berikut.
i) Data sekunder: utamanya akan diperoleh dari PLN dan dari berbagai
hasil publikasi lain yang berkaitan baik bersifat lokal maupun
Nasional.
ii) Data primer berupa data yang diperoleh langsung dari responden.
3.5. Analisis Data
Utamanya data akan dianalisis dengan pendekatan deskriptif, dimana hasil
tabulasi kuesioner akan ditampilkan secara berarti, dengan memperhatikan
keterkaitan konsep. Sementara itu, terhadap hasil analisis deskriptif juga akan
disertakan hasil analisis kualitatif. Hasil kualitatif utamanya akan dilakukan
terhadap pihak PLN sebagai penyedia sumber enerji bagi masyarakat dalam hal
ini adalah listrik.
Laporan (Perilaku Konsumen rumah Tangga dalam Pola Hidup Hemat Kurva), Desember2009
8
III. KEADAAN PENDUDUK DAN PELANGGAN PLN
3.1. Penduduk dan Pelanggan PLN
Konsumsi masyarakat atas listrik sesungguhnya ditentukan oleh jumlah
Rumah Tangga, karena dalam Rumah Tangga berkumpul individu yang
menggunakan listrik. Sebagai fokus daripada penelitian ini dilakukan di Kota
Jambi, keadaan penduduk per kecamatan dapat dilihat pada Tabel 1. berikut.
Tabel 1. Jumlah Penduduk menurut Kecamatan di Kota Jambi Tahun 2007
No. Kecamatan Jumlah Penduduk Jumlah Rumah Tangga
1. Kota Baru 113.959 24.7402. Jambi Selatan 99.150 23.1463. Jelutung 61.542 15.0804. Pasar Jambi 15.356 32.035. Telanai Pura 76.224 16.8956. Danau Teluk 12.290 2.9097. Pelayangan 13.603 3.2408. Jambi Timur 78.778 15.730
Sumber : BPS Kota Jambi
Selanjutnya, bila dihubungkan dengan konsumsi listrik, akan dapat
diantisipasi berbagai hal : 1) kecamatan dengan jumlah rumah tangga terbesar
akan menggunakan listrik yang diperuntukkan untuk Rumah Tangga, 2) jumlah
Rumah Tangga yang relatif kecil akan tetapi berada di pusat kegiatan ataupun di
pasar, mengkonsumsi listrik lebih banyak karena peruntukannya memang
industri. Masing-masing pelanggan ini mempunyai tuntutan yang berbeda, untuk
pelanggan industri sangat terkait dengan jam kerja, artinya pada saat jam kerja
jangan sampai terjadi pemadaman listrik, sementara pelanggan Rumah Tangga
akan menuntut kebutuhan listrik pada malam hari, karena digunakan untuk
istrahat. Bagi PLN, kedua jenis pelanggan ini sesungguhnya juga dibedakan
kepada keharusan subsidi. Wilayah dengan populasi Rumah Tangga terbesar
berarti sama dengan wilayah yang menerima subsidi lebih besar pula.
Laporan (Perilaku Konsumen rumah Tangga dalam Pola Hidup Hemat Kurva), Desember2009
9
Jumlah Rumahtangga di Kota Jambi
02.0004.0006.0008.000
10.00012.00014.00016.00018.00020.00022.00024.000
Dengan demikian dapat disajikan perbandingan Rumah Tangga diantara
kecamatan di Kota Jambi sebagaimana terlihat pada Kurva 1.
Kurva 1. Jumlah Rumahtangga di Kota Jambi Tahun 2007
Sebagaimana dapat dilihat pada Kurva 1. di atas, ada tiga wilayah dengan
jumlah Rumah Tangga sedikit yaitu; 1) Pasar Jambi, 2) Danau Teluk dan 3)
Pelayangan. Kedua wilayah terakhir merupakan daerah khusus, karena kecamatan
yang termasuk ke wilayah kota akan tetapi merupakan wilayah pinggiran
(perdesaa). Sementara Kecamatan Pasar Jambi, jumlah Rumah Tangga kecil akan
tetapi dengan pola konsumsi listrik yang berbeda, karena lebih banyak digunakan
untuk kepentingan industri ataupun bisnis. Untuk karakteristik pemakaian bisnis
bilamana terjadi pemadaman serentak akan menggunakan Genset. Berdasarkan
pengamatan, para Rumah Tangga demikian sudah menerima demikian saja kalau
terjadi pemadaman listrik.
Sebagaimana kondisi yang dihadapi oleh PLN, semakin banyak pelanggan
Rumah Tangga akan semakin besar pengaruhnya terhadap kerugian yang akan
diderita. Karena pelanggan Rumah Tangga adalah mereka yang disubsidi oleh
pemerintah. Sementara permasalahan yang menyangkut ke listrik untuk Rumah
Tangga konsumen akan mengakibatkan tingkat konflik yang tinggi bagi PLN.
Hal ini didukung oleh penelitian Hayati F (2008) yang mengatakan bahwa Laporan (Perilaku Konsumen rumah Tangga dalam Pola Hidup Hemat Kurva), Desember2009
10
konsumsi listrik selain dipengaruhi oleh pendapatan, luas bangunan juga
ditentukan oleh anggota keluarga. Anggota keluarga ini pada kenyataannya berada
pada Rumah Tangga.
Sesuai dengan itu, jumlah pelanggan Rumah Tangga di kota Jambi dapat
dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Jumlah Pelanggan PLN Menurut Golongan Tarif Tahun 2007 di Kota Jambi
Golongan Tarif Jumlah Langganan
Jumlah VA / Langganan
KwH / Langganan
Nilai Penjualan
R1 s/d 450 VA 100.508 45.228.600 9.895.670 42.694.282.019
R1 s/d 900 VA 101.859 91.673.100 12.489.656 65.306.939.154
R1 / 1.300 VA 64.786 84.221.800 9.505.290 44.617.809.535
R1 2.200 VA 5.141 11.310.200 2.060.501 10.730.546.589
R2 /> 2.200 s/d 6.600 VA
1.388 5.823.300 905.940 5.732.794.580
R3 /> 6.600 VA 181 2.776.500 362.357 2.492.562.800
Sumber : Kota Jambi Dalam Angka 2007
Dalam kaitannya dengan penyediaan listrik di kota Jambi, penyediannya
bersumber dari dua. Sumber pertama dihasilkan oleh Pembangkit yang
menggunakan solar sebagai bahan bakar, kedua dihasilkan oleh koneksi Sumatera.
Koneksi ini dikenal dengan Sumatera Interconnection, dimana berdasarkan
skema penyediaan listrik, pasokan yang ada di Sumatera dapat dipindahkan dari
satu tempat dimana terjadi over supply ke tempat dimana demand melebihi
supply.
Dalam keadaan normal, dimana pasokan listrik khsusunya yang datang
dari Sumberdaya Air, sumatera Interconnection mampu memberikan pasokan
listrik ke seluruh wilayah di Sumatera. Akan tetapi, gangguan sering datang,
karena musim kemarau debit air pada berbagai danau yang menjadi sumber daya
terganggu. Akibatnya, kemampuan satu pembangkit bisa hanya mencapai 40
persen saja dari kapasitas terpasang.
Laporan (Perilaku Konsumen rumah Tangga dalam Pola Hidup Hemat Kurva), Desember2009
11
Jumlah Pelanggan PLN di Kota Jambi (Rumah Tangga)100.508 101.859
64.786
5.141 1.388 1810
20.000
40.000
60.000
80.000
100.000
R1 s/d 450 VA R1 s/d 900 VA R1 / 1.300 VA R1 2.200 VA R2 /> 2.200 s/d6.600 VA
R3 /> 6.600 VA
Kurva 2. Jumlah Rumahtangga Pelanggan Listrik PLN di Kota Jambi Tahun 2007
Sebagaimana dapat dilihat pada jurva di tas, maka pelanggan PLN yang
terbesar adalah pelanggan Rumah Tangga dengan klasifikasi daya adalah 450 Va
dan 900 VA.
3.2. Karakteristik Sample
Untuk dapat memberikan informasi yang berkaitan dengan perilaku
Rumah Tangga dalam mengkonsumsi listrik, berikut dijelaskan berbagai variabel
yang diolah dari hasil tabulasi kuesioner.
3.2.1. Karakteristik Umum Pelanggan
Laporan (Perilaku Konsumen rumah Tangga dalam Pola Hidup Hemat Kurva), Desember2009
12
Berbagai karakteristik responden yang berkaitan dengan yang mendasari
perilaku Rumah Tangga menggunakan listrik adalah tingkat pendidikan anggota
keluarga. Dari hasil tabulasi diketahui bahwa jumlah rata-rata anggota keluarga
adalah 4 orang. Sementara itu dari anggota keluarga diklasifikasikan berdasarkan
pendidikan dapat diketahui keadaannya seperti pada Kurva 3. berikut.
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
TK SD SMP SLTA PT TS
Kurva 3. Klasifikasi Pendidikan Angota Keluarga Responden
Berdasarkan informasi di atas sebagaimana pada kurva terlihat bahwa tiga
besar kelompok pendidikan anak adalah SD, SLTA dan PT. Jumlah anggota
keluaga yang tergolong tidak sekolah (TS) adalah yang telah selesai dan belum
sekolah.
3.2.2. Klasifikasi Pelanggan
Klasifikasi pelanggan berdasarkan kategori pelanggan yang ditentukan
PLN dapat ditunjukkan pada Kurva 4..
Laporan (Perilaku Konsumen rumah Tangga dalam Pola Hidup Hemat Kurva), Desember2009
13
0
20
40
60
80
100
120
140
450 Wat 900 Wat 1300 Wat 2200 Wat > 2200 Wat
Kurva 4. Klasifikasi Responden Berdasarkan Kelas PLN
Sebagaimana dapat dilihat pada Kurva 4., klasifiksi pelanggan terdiri dari
lima golongan. Adapun golongan terbesar adalah pengguna dengan daya 900
Watt, dan modus kedua adalah 1300 Watt. Klasifikasi pelanggan sesungguhnya
akan menentukan terhadap perilaku mereka dalam mengkonsumsi listrik, karena
klasifikasi pelanggan berkaitan dengan jumlah abondemen dan biaya per KWh
yang digunakan setiap bulannya. Semakin tinggi klasifikasi pelanggan, maka
besarnya biaya yang akan dibayarkan perbulan akan semakin tinggi pula.
Dalam kaitannya dengan jumlah bayaran per bulan, rata-rata besaran biaya
yang dikeluarkan oleh responden mencapai Rp.172.900 perbulan. Akan tetapi
perlu juga perlu dicatat bahwa 12 responden tidak dapat (mau) menyebutkan
jumlah biaya perbulan yang mereka keluarkan. Hal ini berkaitan dengan fakta
bahwa diantara pelanggan PLN masih didapat yang menggunakan listrik yang tak
legal. Praktek ini berkaitan dengan kenyataan bahwa PLN masih dihadapkan
kepada praktek pencurian listrik yang jumlahnya 15 %.
Laporan (Perilaku Konsumen rumah Tangga dalam Pola Hidup Hemat Kurva), Desember2009
14
3.2.3. Jam Puncak dan Tindakan
Pengetahuan, tindakan dan pentingnuya jam puncak menjadi bagian
penting dalam mengetahui apakah perilaku hemat energi dapat dilaksanakan atau
tidak.
Tau Tepat
Tidak Tepat
Kurva 5. Pengetahuan Responden atas Jam puncak
Jam puncak penggunaan listrik menjadi penting bagi PLN sebagai
penyedia listrik. Jam puncak menunjukkan jam penggunaan listrik maksimal yang
berdampak terhadap pasokan.
Sebagaimana dapat dilihat pada Kurva 5., dari 240 responden yang
menjadi sampel, sebanyak 46 persen saja (112 responden) yang dapat mengetahui
dengan tepat kapan jam puncak. Artinya walaupun jam puncak sudah
disosialisasikan oleh PLN, bersamaan dengan krisis ekonomi Tahun 1997,
responden yang tidak dapat menyebut jam puncak masih terlalu banyak.
Jam puncak menjadi kursial bagi PLN sebagai penyedia listrik. Artinya
pada jam puncak, PLN akan mengaktifkan Mesin (Genset) agar dapat memenuhi
pasokan. Berdasarkan pengalaman pada jam ini PLN tidak selalu mampu
menyediakan permintaan, karena estimasi terhadap permintaan mengalami
peningkatan yang signifikan. Ketidakmampuan PLN memasok listrik pada jam
puncak akhirnya diselesaikan dengan cara mematikan listrik di sebahagian
wilayah yang memungkinkan. Tindakan ini disebut sebagai tindakan pemadaman
bergilir. Pemadaman bergilir ini pada akhirnya mengakibatkan ketidakpuasan,
karena disamping “kurang diinformasikan” pelanggan tetap saja merasa bahwa
tindakan ini dinilai tidak adil.
Laporan (Perilaku Konsumen rumah Tangga dalam Pola Hidup Hemat Kurva), Desember2009
15
Apa Yang Dilakukan Oleh Responden?
Berbagai tindakan yang dilakukan oleh responden adalah pertama yang
segera mematikan lampu yaitu sebanyak 12 responden; dan responden lainnya
masih menunggu-nunggu kalau daya memang cukup baru mengambil tindakan.
Disamping itu didapat responden yang merasa bahwa mematikan lampu tidaklah
perlu, yakni sebanyak 2 orang. Dari kondisi ini sebenarnya dapat dikatakan bahwa
responden berpotensi untuk turut berpartisipasi dalam menanggulangi masalah
kelistrikan, walau tindakan mereka bersyarat yaitu menunggu dampak terlebih
dahulu apakah akan terjadi pemadaman berlanjut atau tidak bilamana mereka
tidak mematikan lampu.
Penting sekali
Penting
Biasa
Kurva 6. Kurva Pentingnya Mengambil Tindakan Kala Jam Puncak Oleh Responden
Sebagaimana terlihat pada Kurva 6., 30 persen Responden mengatakan
bahwa penting sekali untuk mengambil tindakan, 20 persen mengatakan penting
dan selebihnya mengatakan biasa saja, artinya tidak ada dorongan yang berarti
untuk membuat mereka mengambil tindakan dari diri mereka sendiri.
Laporan (Perilaku Konsumen rumah Tangga dalam Pola Hidup Hemat Kurva), Desember2009
16
3.2.4. Penggunan Lampu Hemat Enerji
Penggunaan lampu hemat energi berdasarkan pengalaman dan percobaan
yang dilakukan oleh PLN menunjukkan bahwa lampu hemat energi akan dapat
menhemat pemakaian listrik sampai 70 persen. Artinya, dengan menggunakan
lampu hemat energi sebesar 10 Watt, dapat menghasilkan kinerja lampu sebesar
70 watt. Artinya untuk sementara penggunaan LHE menjadi bagian daripada pola
hidup hemat energi sehingga mereka yang menggunakan lampu tersebut
mengindikasikan bagian daripada perilaku Rumah Tangga dalam hemat energi.
Menggunakan
Tidak Menggunakan
Kurva 7. Penggunaan LHE oleh Responden
Sebagaimana dapat dilihat pada Kurva 7., jumlah Responden yang
menggunakan LHE sangat dominan, 93 persen dari Responden menggunakan
LHE sementara sisanya 7 persen saja yang tak menggunakan. Adapun jenis LHE
yang digunakan Responden antaranya adalah Philip, Osram, Vicom, Plano dll.
Adapun alasan yang mendorong Responden menggunakan LHE
diantaranya adalah ;
1) pertimbangan sendiri, karena yakin akan membayar lebih beban
listrik lebih murah
2) dianjurkan oleh Pemerintah, teman, tetangga yang terdahulu
3) membaca iklan tentang lampu hemat energi
Laporan (Perilaku Konsumen rumah Tangga dalam Pola Hidup Hemat Kurva), Desember2009
17
4) agar dapat membantu sebahagian dari masalah kelangkaan listrik
5) karena lampu hemat energi kualitasnya lebih baik dari pada lampu
yang bukan hemat energi.
Menyimak jawaban Responden, alasan ini saling menguatkan satu dengan
lainnya, artinya Responden tidak hanya memilih satu saja diantara alternatif
pertanyaan yang disediakan untuk mereka pilih. Walau kalau disimak
sesungguhnya alasan ini dapat bersifat individu dan sosial. Alasan individu
bersifat intrinsik; sementara alasan sosial bermotif banyak – baik ekonomi,
keterlibatan, atau alasan lain yang dapat mendorong Responden untuk terlibat
dalam penggunaan LHE.
Selanjutnya bila disimak pengalaman Responden menggunakan LHE dapat
ditunjukkan oleh kurva 8. berikut.
0
10
20
30
40
50
60
Lebih hemat Sama saja Tidak Tau Tidak pernahdihitung
Kurva 8. Pengalaman Responden Menggunakan LHE (dalam persen)
Sebagaimana terlihat pada Kurva 8., 50 persen Responden mengatakan
bahwa mereka mempunyai pengalaman menggunakan LHE lebih hemat, lebih 10
persen mengatakan sama saja, dan hampir 10 persen mengatakan tak tahu, dan
Laporan (Perilaku Konsumen rumah Tangga dalam Pola Hidup Hemat Kurva), Desember2009
18
0,010,020,030,040,050,060,070,080,090,0
sekitar 25 persen mengatakan tak pernah dihitung. Berbagai alternatif ini
sesungguhnya menunjukkan seberapa sensitif Responden terhadap harga. Angka-
angka ini menunjukkan bahwa hanya 52 persen saja Responden yang sensitif
terhadap harga, mau membandingkan antara biaya yang dibayarkan sebelum dan
sesudah menggunakan LHE. Selainnya cenderung tidak sensitif terhadap harga.
Mengganti dengan LHE
Dari banyak tindakan yang dapat digolongkan hemat energi, dalam
penelitian salah satu indikatornya penggunaan LHE; dan keinginan menggantikan
bola lampu lain dengan LHE bilamana terjadi penggantian lampu seberapa kuat
keinginannya menggantikan lampu dengan LHE. Dari hasil tabulasi kuesioner
dapat diketahui alternatif jawaban Responden sebagaimana pada Kurva 9. berikut.
Kurva 10. Keinginan Responden menggunakan LHE manakala terjadi kerusakan lampu yang digunakan
Sebagaimana dapat dilihat pada Kurva 10, lebih dari 50 persen responden
menyatakan bahwa keinginan menggunakan LHR manakala terjadi kerusakan
bola lampunya. Ukuran ini sesungguhnya menunjukkan adanya pola ataupun
dorongan untuk mengikuti pola hidup hemat energi. Dalam hal ini menggunakan
LHE.
Laporan (Perilaku Konsumen rumah Tangga dalam Pola Hidup Hemat Kurva), Desember2009
19
3.2.5. Kebiasaan Mematikan Stopkontak
Sikap sebagaimana dinyatakan secara teoritis mapan untuk jangka waktu
yang panjang. Selama tenggat waktu tertentu, sikap berdampak terhadap
kebiasaan. Dalam hal pola hidup hemat energi, sikap ditentukan oleh perilaku
mematikan dan menghidupkan stop kontak bilamana pencahayaan dibutuhkan dan
tidak. Adapun jawaban responden atas sikap ini dapat dilihat pada Kurva 11.
Biasa
Tidak Biasa
Kurva 11. Kebiasaan Mematikan Stop Kontak Bila Lampu Tidak Gigunakan
Sebagaimana dapat dilihat pada Kurva 11, jumlah responden yang
mengatakan telah terbiasa mematikan dan mengihidupkan stop kontak bilamana
membutuhkan pencahayanaan dan tidak. Sikap yang biasa mematikan bilamana
tidak membutuhkan cahaya adalah sikap yang kondusif terhadap pola hidup hemat
enerji, karena dengan mematikan stop kontak bilamana tidak dibutuhkan
pencahayaan bilamana dilakukan secara serempak (massif) akan berdampak
terhadap kinerja pelayanan PLN.
Laporan (Perilaku Konsumen rumah Tangga dalam Pola Hidup Hemat Kurva), Desember2009
20
3.2.6. Iklan Hemat Energi
Perilaku konsumen dalam hemat energi ditentukan oleh iklan hemat energi
yang mereka terima. Iklan dapat dilihat sebagai rangsangan (stimulus) yang
menciptakan dorongan kepada pelanggan untuk melakukan sesuatu dalam hal ini
adalah perilaku hemat energi. Dari jawaban Responden diketahui berbagai
sumber informasi utama adalah: Televisi; Koran atau majalah, Billboard di tempat
umum; dan berbagai informasi di tempat bekerja.
3.3. Diskusi
3.3.1. Sikap
Sikap pada dasarnya adalah menunjukan kesiapan untuk
terlibat ke dalam satu hal. Sikap dapat diukur dengan menggunakan skala,
atau sikap dapat juga ditunjukkan oleh indikator tertentu. Mengetahui jam
puncak penggunaan listrik dan mengambil tindakan mematikan adalah
bagian daripada indikasi bahwa Responden terlibat dalam penggunaan
energi secara hemat. Orang yang menyebutkan dengan tepat jam puncak dan
mengambil tindakan adalah satu sikap bahwa mereka telah melakukan
tindakan untuk penghematan energi melalui pengelolaan konsumsi di
Rumah Tangga masing-masing. Sikap didasarkan kepada nilai, artinya bila
seseroang merasa bahwa dia satu nilai dengan nilai yang mendasari
tindakannya maka sikap akan bertahan dan berkelanjutan. Diantara sikap
dalam penelitian yang mendasari Responden mengambil tindakan yaitu: 1)
turut menyelesaikan masalah bersama agar tidak terjadi pemadaman; 2)
karena dianjurkan oleh pemerintah, khususnya PLN; 3) sebagai bagian
daripada penghematan biaya listrik di rumah; dan agar orang lain dapat
menikmati listrik juga. Dalam kaitan ini bilamana pelanggan PLN berada
pada tatanan nilai yang sama, maka tidak dibutuhkan upaya yang keras untuk
menggerakkan bereka mengambil tindakan.
Laporan (Perilaku Konsumen rumah Tangga dalam Pola Hidup Hemat Kurva), Desember2009
21
240235
220
230
255
200
210
220
230
240
250
260
2002 2003 2004 2005 2006
Tahun
Juta
Uni
t 3.3.2. Penggunaan Lampu hemat energi (LHE)
LHE merupakan inovasi teknologi yang dapat memberikan
solusi terhadap permasalahan hidup hemat enerji. Lampu ini dapat
ditemukan dalam berbagai merek, dengan promosi yang berbeda-beda.
Untuk merek yang baru dikenalkan penjualah LHE disertai dengan garansi,
bilamana dalam 6 bulan lampu tidak dapat bekerja dengan baik, mati
msialnya, maka pabrik siap menggantinya. Adapun penggunaan LHE akan
sangat mengungtungkan pelanggan PLN karena dengan Kwh yang rendah
menghasilakan Wat yang lebih besar. Artinya setiap penggunan 1 unit LHE
menyimpan manfaat bukan saja karena konsumi listrik yang lebih rendah,
akan tetapi karena membayar harga, biaya perbulan yang lebih rendah.
Kurva. 12. Penjualan Lampu Listrik Tahun 2002 – 2006
Berkaitan dengan konsumsi bola lampu, data selma lima
tahun (2002 – 2006) menunjukkan tren pemakaian yang lebih nyata.
Sebagaimana dapat dilihat pada Kurva 12. terlihat bahwa penggunaan bola
Laporan (Perilaku Konsumen rumah Tangga dalam Pola Hidup Hemat Kurva), Desember2009
22
0
20
40
60
80
100
120
Lampu TL LHE Lampu Pijar
Jenis Bola Listrik
Juta
/Per
sen
Unit
Persentase
lampu pada Tahun 2006 mencapai 255 juta, tahun ini menunjukkan
kenaikan yang sangat nyta.
Selanjutnya dengan memperhatikan kenaikan penggunaan bola
lampu, dapat pula diperhatikan secara khusus penggunaan lamu LHE pada
Tahun 2009 sebagaimana pada Kurva 13. berikut.
Kurva. 13. Perbandingan Jumlah dan Persentase Penggunan tiga bola lampu Tahun 2009.
Dari data di atas diketahui bahwa tren masyarakat
menggunakan LHE semakin nyata. Namun, perlu di gariswbahi bahwa
harga lampu yang relatif mahal membuat masyarakat dengan pendapatan
rendah enggan menggunakannya. Sehingga, manfaat ataupun efisiensi yang
diperoleh karena penggunaan LHE cenderung diterima oleh masyarakat
dengan pendapatan tingi.
3.3.3. Kampanye Hemat Enerji
Kampanye pada dasarnya dilakukan dengan mempertimbangkan
empat hal: 1) Pengirim, 2) Pesan, 3) Penerima ,dan 4) Umpanbalik. Satu hal
yang harus diingat bahwa dalam kampanye seprti ini manfaat yang akan
Laporan (Perilaku Konsumen rumah Tangga dalam Pola Hidup Hemat Kurva), Desember2009
23
dierima bilamana masyarakat melakukan pola hidup hemat nerji bisa
dirasakan oleh banyak pihak (pemangku kepentingan ). Pasar komoditi,
pengirim, penyampai pesan seharusny abukanlah hanya satu pihak, misalnya
hanya PLN saja, akan tetapi semua organisasi utamanya pemerintah harus
menjadi pengirim pesan. Sesuai dengan fungsinya, pemerintah lokal turut
dalam menyampaikan berita. Sementara itu, pesan harus disampaikan
dengan cara yang jelas dan mendorong masyarakat untuk melakukan isi
pesan. Selain itu harus disampaikan melalui satu media yang jangkauannya
luas, utamnya kepada pelanggan Rumah Tangga kelas I dan II, ada
kekuatiran bahwa kelas ini membutuhkan terpaan pesan yang lebih intensif
agar dapat menerima pesan yang bebar.
Laporan (Perilaku Konsumen rumah Tangga dalam Pola Hidup Hemat Kurva), Desember2009
24
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
Mengacu kepada hasil penelitian dan pembahasan di atas, dapat ditarik
dan disimpulkan hal berikut.
4.1. Kesimpulan
a. Nilai terhadap pola hidup hemat enerji menunjukkan adanya perbedaan
dalam hal pola hidup hemat enerji. Pola ini teramati dalam hal tindakan
jam puncak, kebiasaan mematikan bola listrik saat jam puncak, dan
penggunaan lampu hemat enerji.
b. Pengelolaan permintaan listrik pada jam puncak dan penggunaan
listrik di luar jam puncak tetap menyimpan potensi untuk dapat
menerapkan pola hidup hemat enerji, khususnya dalam mengkonsumsi
listrik. Potensi ini bila dikelola dengan baik akan dapat menjadi solusi
terhadap kendala internal PLN dalammemasok kebutuhan listrik.
c. Untuk dapat mengoptimalkan potensi pola hidup hemat enerji yang
berkaitan dengan penyediaan listrik dibutuhkan model komunikasi
yang massif sehingga mampu mendorong masyarakat dapat
menerapkan pola hidup hemat enerji.
4.2. Saran
a. Dibutuhkan satu lembaga (PLN ) untuk menggalang pemahaman yang
sama untuk dapat melibatkan semua pemangku kepentingan terhadap
pelrunya pola hidup hemat enerji.
b. PLN sesuai dengan tupoksinya perlu melaksanakan satu pola kampanye
yang dapat menggerakkan masyarakat menerapkan pola hidup hemat
enerji. Adapun pola kampanye hendaknya memuat pesan jelas dan
media yang dapat menjangkau masyarakat secara luas.
Laporan (Perilaku Konsumen rumah Tangga dalam Pola Hidup Hemat Kurva), Desember2009
25
c. Pemerintah daerah dan PLN perl membuat percobaan-percobaan yang
dapat menjdadi pendorong bagi masyarakat dalam menerapkan pola
hidup hemat enerji.
Laporan (Perilaku Konsumen rumah Tangga dalam Pola Hidup Hemat Kurva), Desember2009
26
d. DAFTAR PUSTAKA
Sari, Agus. P. dkk. 2003. Dampak Lingkungan Akibat Restrukturisasi Ketenagalistrikan, Pelangi, Jakarta. http://www.pelangi.or.id
Tryfino, 2007. Permasalahan dan Prosfek Listrik Nasional, Economic Review, Analisis Ekonomi dan bisnis Bank BNK, No 207.
Hayati, F. 2008. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Konsumen Terhadap Listrik Pada Rumah Tangga (Studi Kasus dusun Nambongan, Desa Caturharjo, Kecamatan Sleman Kabupaten Slemen, Daerah Istimewa Yogyakarta), Universitas Islam Indonesia, Fakultas Ekonomi, Yogyakarta.
Perusahaan Listrik Negara, 2009. Sisi Lain Tarif Listrik Dasar 2003. http://www.pln.co.id/PelayananPelanggan/TDL/OtherSideofTDL2003/tabid/71/Default.aspx
Laporan (Perilaku Konsumen rumah Tangga dalam Pola Hidup Hemat Kurva), Desember2009
27
Laporan (Perilaku Konsumen rumah Tangga dalam Pola Hidup Hemat Kurva), Desember2009
28