BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 ......ICU (jam kunjung ICU pukul 11.00 WIB – 13.00 WIB...

28
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Setting Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa Kabupaten Semarang yang berdiri sejak 1930 merupakan milik Yayasan Katholik pada masa Pemerintahan Hindia Belanda, kemudian pada tahun 1945 sebagian pengelolaan diserahkan kepada Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II dan pada tahun 1956 secara keseluruhan rumah sakit diserahkan kepada Pemerintah Daerah Tingkat II Kab. Semarang. RSUD Ambarawa adalah milik Pemerintah Kabupaten Semarang yang terletak di Jalan Kartini No.101 Ambarawa Kabupaten Semarang, dengan luas lahan 12.000 m 2 . Penataan bangunan yang ada saat ini masih dalam tahap pengembangan untuk memenuhi tuntutan kebutuhan kapasitas dan kualitas pelayanan yang berkembang pesat baik dilihat dari sisi internal (petugas pemberi pelayanan kesehatan) maupun eksternal (pengunjung dan pasien) rumah sakit.

Transcript of BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 ......ICU (jam kunjung ICU pukul 11.00 WIB – 13.00 WIB...

  • BAB IV

    HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    4.1 Setting Penelitian

    4.1.1 Gambaran Umum Rumah Sakit Umum Daerah

    Ambarawa

    Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa

    Kabupaten Semarang yang berdiri sejak 1930

    merupakan milik Yayasan Katholik pada masa

    Pemerintahan Hindia Belanda, kemudian pada tahun

    1945 sebagian pengelolaan diserahkan kepada

    Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II dan pada

    tahun 1956 secara keseluruhan rumah sakit diserahkan

    kepada Pemerintah Daerah Tingkat II Kab. Semarang.

    RSUD Ambarawa adalah milik Pemerintah

    Kabupaten Semarang yang terletak di Jalan Kartini

    No.101 Ambarawa Kabupaten Semarang, dengan luas

    lahan 12.000 m2. Penataan bangunan yang ada saat ini

    masih dalam tahap pengembangan untuk memenuhi

    tuntutan kebutuhan kapasitas dan kualitas pelayanan

    yang berkembang pesat baik dilihat dari sisi internal

    (petugas pemberi pelayanan kesehatan) maupun

    eksternal (pengunjung dan pasien) rumah sakit.

  • RSUD Ambarawa dari waktu ke waktu dalam

    memberikan pelayanan kepada pelanggan berjalan

    dengan lancar dan semakin mendapat kepercayaan dari

    berbagai pihak. Kondisi ini tidak terlepas dari

    konsistensi RSUD Ambarawa terhadap upaya

    pengembangan Rumah Sakit dengan berlandaskan

    pada visi RSUD Ambarawa: “ Menjadi Rumah Sakit

    yang berkualitas, terpercaya, dan kebanggaan bagi

    masyarakat “.

    RSUD Ambarawa adalah rumah sakit Type C

    dengan jumlah tempat tidur sebanyak 259 buah.

    Berdasarkan letak geografis di atas maupun faktor

    lainnya, RSUD Ambarawa berada dalam posisi yang

    strategis sehingga kepercayaan terhadap RSUD

    Ambarawa dari masyarakat sebagai pelanggan terus

    meningkat.

    RSUD Ambarawa memperoleh prestasi lulus

    Akreditasi 16 Pelayanan pada tanggal 3 Januari 2012

    dengan Nomor Sertifikat : KARS – SERT/271/1/2012.

    Juara I Lomba Citra Pelayanan Prima Tingkat

    Kabupaten Semarang serta sertifikasi ISO 9001:2008

    pada bulan Juli 2012.

  • 4.1.2 Proses Pelaksanaan Penelitian

    Proses wawancara dan observasi dengan

    partisipan dilakukan di ruang ICU RSUD Ambarawa

    selama 3 hari, berlangsung dari tanggal 24-26 Juli 2014.

    Alat-alat yang peneliti gunakan untuk penelitian

    (pengambilan data) adalah panduan wawancara untuk

    mewawancarai keluarga pasien, panduan observasi

    perawat, handphone sebagai perekam suara, buku dan

    pena untuk mencatat keterangan penting selama proses

    wawancara dan observasi.

    Observasi perawat ICU dilakukan selama 2 hari,

    yaitu pada tanggal 24-25 Juli 2014 terhadap 2 orang

    perawat yang sama ketika shift pagi. Saat observasi di

    hari pertama, terdapat 3 pasien yang sedang dirawat di

    ruang ICU. Pasien pertama sudah dirawat selama 4 hari

    di ICU, pasien kedua sudah dirawat 3 hari di ICU, dan

    pasien ketiga sudah dirawat 1 hari di ICU.

    Dari beberapa kriteria di atas, peneliti memutuskan

    partisipan di ambil salah satu anggota keluarga dari

    masing-masing pasien tersebut.

    Wawancara dengan tiga partisipan dilakukan pada

    tanggal 26 Juni 2014 pukul 08.47 WIB – 13.00 WIB,

    partisipan pertama pukul 08.47 WIB – 08.54 WIB, pada

  • partisipan kedua pukul 09.03 WIB – 09.10 WIB, dan

    partisipan ketiga pukul 12.02 WIB – 12.07 WIB. Di awal

    wawancara peneliti menjelaskan maksud dan tujuan

    wawancara, dan ketiga partisipan bersedia untuk

    diwawancarai sambil direkam pembicaraannya.

    Terdapat beberapa kendala dalam proses

    penelitian, yaitu rekaman percakapan antara peneliti

    dengan partisipan narasumber kedua dan ketiga tidak

    seluruhnya terekam di handphone yang digunakan

    sebagai alat rekam. Tetapi setiap selesai wawancara,

    peneliti selalu memeriksa hasil rekaman, sehingga ketika

    terjadi kendala seperti di atas, peneliti langsung menulis

    percakapan dalam bentuk verbatim langsung pada

    panduan wawancara, sehingga peneliti tidak perlu

    melakukan wawancara ulang dengan partisipan.

    4.1.3 Gambaran Umum Penelitian

    4.1.3.1 Partisipan narasumber penelitian

    4.1.3.1.1 Partisipan 1 (P1)

    Identitas P1

    Nama : Tn. H

    Umur : 75 tahun

    Alamat : Bandungan

    Hub. dengan pasien : Suami

  • Penyakit pasien : Tidak tahu

    P1 merupakan suami dari pasien.

    Wawancara dengan P1 dilakukan pada

    tanggal 26 Juli 2014 pukul 08.47 WIB –

    08.54 WIB. Setelah P1 menyetujui untuk

    menjadi partisipan, peneliti langsung

    mengajukan pertanyaan terkait penelitian

    kepada P1. Wawancara terhadap P1

    dilakukan sebelum jam kunjung siang di

    ICU (jam kunjung ICU pukul 11.00 WIB –

    13.00 WIB dan pukul 17.00 WIB – 18.00

    WIB). Saat wawancara P1 ditemani

    cucunya yang saat itu sedang menemani

    P1 menunggu pasien yang sedang

    dirawat di ICU.

    P1 telah menunggu pasien di ruang

    ICU selama 3 hari. Sebelumnya pasien

    pernah dirawat di ruang rawat inap biasa

    selama 2 hari. Berdasarkan keterangan

    P1, pasien dipindah dari ruang rawat inap

    biasa ke ICU karena kedua kaki pasien

    tidak bisa digerakkan dan mengalami

    penurunan kesadaran.

  • 4.1.3.1.2 Partisipan 2 (P2)

    Identitas P2

    Nama : Ny. TP

    Umur : 35 tahun

    Alamat : Ambarawa

    Hub. dengan pasien : Anak kandung

    Penyakit pasien : Stroke

    P2 merupakan anak ke-2 pasien

    yang tinggal satu rumah dengan pasien.

    Wawancara dengan P2 dilakukan pada

    tanggal 26 Juli 2014 pukul 09.03 WIB –

    09.07 WIB. Setelah P2 menyetujui untuk

    menjadi partisipan, peneliti langsung

    mengajukan pertanyaan terkait penelitian

    kepada P2. Wawancara terhadap P2

    dilakukan sebelum jam kunjung siang di

    ICU. Saat wawancara, P2 hanya sendiri

    karena keluarga yang lain sedang keluar

    untuk makan.

    P2 telah menunggu pasien di ruang

    ICU selama 4 hari. Berdasarkan

    keterangan P2, ketika masuk rumah

  • sakit, pasien dianjurkan oleh dokter untuk

    menjalani perawatan di ruang ICU.

    4.1.3.1.3 Partisipan 3 (P3)

    Identitas P3

    Nama : Ny. B

    Umur : 19 tahun

    Alamat : Ambarawa

    Hub. dengan pasien : Anak kandung

    Penyakit pasien : Gagal ginjal

    P3 merupakan anak pertama

    pasien dari istri kedua. Wawancara

    dengan P3 dilakukan pada tanggal 26

    Juli 2014 pukul 12.02 WIB – 12.07 WIB.

    Wawancara dengan P3 dilakukan saat

    P3 selesai menjenguk pasien. Saat

    wawancara, P3 hanya sendiri karena

    keluarga yang lain tidak ada yang

    menjenguk pasien.

    P3 telah menunggu pasien di ruang

    ICU selama 6 hari, tetapi tidak menginap

    untuk menunggu pasien di ruang ICU. P3

    datang ke ruang ICU RSUD Ambarawa

    hanya pada saat jam kunjung saja. P3

  • juga tidak tinggal satu rumah dengan

    pasien yang merupakan bapak

    kandungnya, tetapi P3 memiliki

    hubungan yang sangat dekat dengan

    pasien. Berdasarkan keterangan P3,

    ketika masuk rumah sakit, pasien

    dianjurkan dokter untuk masuk ICU.

    4.1.3.1.4 Partisipan 4 (P4)

    Nama : Ny. MU

    Umur : 36 tahun

    Alamat : Ambarawa

    Pendidikan : S1 Keperawatan

    P4 adalah salah satu perawat yang

    bertugas atau shift pagi pada tanggal 24

    dan 25 Juli 2014. Shift pagi di RSUD

    Ambarawa berlangsung dari pukul 07.00

    WIB sampai pukul 14.00 WIB. Peneliti

    mengobservasi P4 hari pertama mulai

    dari pukul 08.00 WIB sampai pukul 13.00

    WIB, sedangkan di hari kedua pada pukul

    11.00 WIB sampai pukul 13.00 WIB.

    Berdasarkan pengamatan yang

    dilakukan oleh peneliti, interaksi antara

  • perawat dan keluarga pasien sering

    terjadi pada saat jam kunjung siang. Hal

    tersebut juga sejalan dengan keterangan

    perawat jaga yang mengatakan bahwa

    interaksi antara keluarga pasien dengan

    perawat jaga atau dokter jaga sering

    terjadi pada saat jam kunjung siang, yaitu

    pukul 11.00 WIB – 13.00 WIB.

    4.1.3.1.5 Partisipan 5 (P5)

    Nama : Ny. MI

    Umur : 32 tahun

    Alamat : Ambarawa

    Pendidikan : D3 Keperawatan

    P5 adalah perawat yang bertugas

    atau shift pagi bersama P4 pada tanggal

    24 dan 25 Juli 2014. Waktu observasi

    yang peneliti lakukan terhadap P5 sama

    dengan waktu observasi pada P4.

    4.2 Analisa Data

    Setelah semua data hasil wawancara dan observasi

    terkumpul, peneliti melakukan analisa data dengan

  • menggunakan teori Miles dan Hubermen yang meliputi

    langkah-langkah sebagai berikut:

    4.2.1 Reduksi Data

    Dalam reduksi data, peneliti menuliskan hasil

    rekaman dan catatan verbatim yang peneliti dapat

    selama melakukan penelitian dalam bentuk verbatim

    (terlampir), serta menyertakan lembaran observasi

    selama 2 hari untuk perawat ICU (terlampir). Kemudian

    dari hasil rekaman wawancara dan catatan verbatim

    tersebut, peneliti menentukan data-data yang berfokus

    pada pokok penelitian sehingga mempermudah peneliti

    dalam melakukan pengumpulan data selanjutnya.

    4.2.2 Penyajian data

    Penyajian data adalah dalam bentuk pengkodean

    yang sesuai dengan aspek penelitian.

    4.2.2.1 Kecemasan

    4.2.2.1.1 Partisipan 1 (P1)

    P1 mengalami kecemasan ketika

    menunggu pasien di ruang ICU. P1 tidak

    menjelaskan secara spesifik penyebab

    dari kecemasannya dan terlihat bingung

    dalam mengungkapkan penyebab

    kecemasannya.

  • “Saya khawatir.”(P1 : 42)

    “Karena kan nanti-nanti ICU kan

    gawat.”(P1 :44)

    P1 memiliki emosi yang stabil. P1

    mengaku awalnya sangat merasa

    terpukul dengan keadaan pasien, tetapi

    tidak ditunjukkan kepada pasien dan

    anggota keluarga yang lain.

    “Ya iya, nangis, tapi kan keluarnya di

    hati aja.”(P1 : 48)

    Berdasarkan hasil wawancara

    dengan P1 , peneliti menyimpulkan

    bahwa P1 mengalami kecemasan berupa

    rasa khawatir yang tidak jelas

    penyebabnya.

    4.2.2.1.2 Partisipan 2 (P2)

    P2 mengalami kecemasan ketika

    menunggu pasien di ruang ICU. Awalnya

    P2 tidak bisa menjelaskan penyebab dari

    kecemasannya. Setelah dijelaskan oleh

    peneliti, P2 bisa mengatakan penyebab

    kecemasan yang dialami.

  • “Ya yang namanya manusia pasti saya

    khawatir mba.” (P2 : 32-33)

    P2 mengalami keadaan emosi yang

    tidak stabil. Terkadang P2 menangis tiba-

    tiba saat teringat keadaan pasien.

    “Iya, saya pertama itu wah nangis-

    nangis. Saya sedih liat keadaan bapak.

    Sampai sekarang pun saya kadang

    nangis kalo liat bapak gitu.” (P2 : 60-

    63)

    Keterangan yang didapat dari P2

    menjelaskan bahwa P2 mengalami

    kecemasan berupa rasa khawatir yang

    ditandai dengan keadaan emosi yang

    tidak stabil.

    4.2.2.1.3 Partisipan 3 (P3)

    P3 mengalami kecemasan ketika

    menunggu pasien di ruang ICU. P3 juga

    bingung dengan penyebab munculnya

    rasa khawatir yang dirasakan selama

    pasien masuk ruang ICU.

    “Ya khawatir.” (P3 : 46)

  • “Ya, campur aduk lah mba. Susah

    dijelaskan.” (P3 : 48)

    P3 mengalami keadaan emosi yang

    tidak stabil. P3 mengatakan sering tiba-

    tiba marah dan nangis saat pasien masuk

    rumah sakit.

    “Ya sering, saya sering marah-marah

    terus kadang nangis.” (P3 : 51-52)

    Berdasarkan hasil wawancara

    dengan P3 , peneliti menyimpulkan

    bahwa P3 mengalami kecemasan berupa

    rasa khawatir yang ditandai dengan

    keadaan emosi yang labil.

    4.2.2.2 Gambaran Komunikasi Terapeutik

    4.2.2.2.1 Partisipan 1 (P1)

    Pada awalnya, P1 mengatakan

    tidak pernah terjadi interaksi antara

    perawat dan P1. Hal ini membingungkan

    peneliti karena dalam observasi, peneliti

    menemukan adanya interaksi antara P1

    dan perawat jaga. Setelah ditanyakan

    pertanyaan yang sama secara berulang-

  • ulang, barulah diketahui bahwa terjadi

    interaksi atau komunikasi terapeutik

    antara perawat dan P1. Jawaban dari P1

    tentang interaksi tersebut sekaligus

    menjawab pertanyaan yang lainnya yaitu

    tentang validasi dari komunikasi

    terapeutik.

    “Ini gimana, kok mumet-mumet gitu?

    Iya pak, ini baru saja obatnya masuk,

    baru disuntik.” (P1 : 96-97)

    Interaksi antara perawat dan P1

    terjadi pada saat hari pertama masuk ICU

    dan observasi hari kedua. Interaksi hari

    pertama masuk ICU berupa penjelasan

    mengenai ruang ICU, meliputi peraturan,

    peralatan yang dikenakan pasien, dan

    jam kunjung selama di ICU.

    Berdasarkan data di atas, peneliti

    menyimpulkan komunikasi terapeutik

    tidak terjadi antara perawat dan P1.

    Interaksi yang terjadi bertujuan untuk

    mendapatkan informasi dari perawat

    kepada P1.

  • 4.2.2.2.2 Partisipan 2 (P2)

    Interaksi yang terjadi antara P2 dan

    perawat jaga terjadi cukup intensif. Dari

    hasil wawancara, P2 mengatakan pernah

    terjadi beberapa kali interaksi antara P2

    dan perawat jaga. Beberapa interaksi

    diantaranya adalah menggambarkan

    peran perawat sebagai advokator, yaitu

    perawat menjembatani komunikasi antara

    dokter dan keluarga pasien.

    “Beberapa kali lah mba.” (P2 : 84)

    “Perawatnya bilang, oo iya bu, nanti

    tunggu dokter yang jelasin, gitu mba.”

    (P2 : 94-95)

    Terjadinya komunikasi terapeutik

    antara P2 dan perawat jaga juga

    dibuktikan dari adanya validasi yang

    dilakukan oleh P2.

    “Perawat ya bilang yang sabar, kalo

    bapak masuk ICU karena butuh

    suasana tenang.” (P2 : 107-108)

  • Pada awal masuk ruang ICU, P2

    mendapat penjelasan mengenai rencana

    tindakan terkait kesembuhan pasien.

    “Ada pas pertama kali masuk mba,

    penjelasan tentang jam kunjung, tapi

    yang lainnya saya sudah lupa.” (P2 :

    114-116)

    Komunikasi terapeutik yang terjadi

    antara P2 dan perawat jaga tidak sampai

    pada mengeluarkan unek-unek oleh P2.

    Ini disebabkan unek-unek merupakan hal

    yang sangat privasi bagi P2 sehingga jika

    P2 dipaksa untuk mengeluarkan unek-

    unek maka akan terjadi komunikasi non

    terapeutik.

    “Kalo unek-unek nda mba.” (P2 : 120)

    Paparan di atas menjelaskan

    bahwa komunikasi terapeutik terjadi

    antara perawat dan P2. Interaksi yang

    terjadi bertujuan untuk memulihkan

    perasaan P2. Selain itu, komunikasi

    terapeutik yang terjadi juga memberi

  • gambaran peran perawat sebagai

    konselor dan advokator.

    4.2.2.2.3 Partisipan 3 (P3)

    P3 merupakan keluarga dari pasien

    yang tidak pernah menginap untuk

    menunggu pasien di ICU. P3 datang

    hanya pada saat jam kunjung saja.

    Komunikasi terapeutik antara P3 dan

    perawat jaga tidak terjadi secara intensif.

    Pada saat hari pertama pasien masuk

    ICU, terjadi interaksi antara P3 dan

    perawat jaga, dihari selanjutnya tidak

    ada.

    P3 tidak memiliki keinginan untuk

    berinteraksi dengan perawat atau pun

    dokter di ruang ICU karena P3

    menganggap dirinya sudah mengetahui

    penyakit yang diderita pasien.

    “Nda pernah sih. Lagian udah tau juga

    penyakit bapak gagal ginjal.” (P3 : 64-

    65)

    Dari keterangan di atas, peneliti

    menyimpulkan komunikasi terapeutik

  • yang tidak terjadi antara perawat dan P3

    dapat dipengaruhi oleh intensitas waktu

    P3 dalam menunggu pasien selama di

    ruang ICU.

    4.2.2.2.3 Partisipan 4 (P4)

    Selama 2 hari observasi, P4

    melakukan interaksi dengan P2 dihari

    kedua observasi. Dari hasil observasi,

    peneliti tidak menemukan kendala yang

    terjadi selama P4 melakukan proses

    komunikasi kepada P2.

    4.2.2.2.3 Partisipan 5 (P5)

    P5 melakukan interaksi dengan P1 di hari

    kedua observasi dan P2 pada hari

    pertama observasi. Dari hasil observasi

    yang dilakukan P5 kepada kedua

    partisipan tersebut, peneliti tidak

    menemukan terjadinya komunikasi

    terapeutik sehingga kendala dari

    komunikasi terapeutik tidak ditemukan.

  • 4.2.2.3 Dampak Komunikasi Terapeutik

    4.2.2.3.1 Partisipan 1 (P1)

    Interaksi yang terjadi antara P1 dan

    perawat jaga bukan merupakan

    komunikasi terapeutik, seperti yang

    sudah dijelaskan pada bagian

    sebelumnya. Tidak terjadinya komunikasi

    terapeutik antara perawat dan P1 tentu

    saja tidak akan menimbulkan dampak

    dari komunikasi terapeutik. Dari hasil

    wawancara dengan P1 diketahui saat

    pertama kali pasien masuk ICU, cucu dari

    P1 yang diberi penjelasan oleh perawat

    jaga dan dokter tentang tata tertib ICU

    ataupun rencana tindakan selama di ICU.

    Cucu dari P1 sudah menjelaskan kepada

    P1 terkait dengan penjelasan pada awal

    masuk ICU, dan P1 mengaku bahwa

    dirinya lupa dengan penjelasan tersebut.

    “Ari, adiknya itu (menunjuk cucunya)”

    (P1 : 105)

  • “Lupa saya, karna kan orang tua

    (tertawa). Sudah saya tanya, tapi lupa

    saya.” (P1 : 107 – 108)

    Paparan di atas menunjukkan

    menunjukkan tidak adanya dampak dari

    komunikasi terapeutik karena komunikasi

    terapeutik tidak terjadi antara perawat

    dan P1.

    4.2.2.3.2 Partisipan 2 (P2)

    Terjadinya komunikasi terapeutik

    yang intensif antara P2 dan perawat jaga,

    memberikan dampak berupa perasaan

    lega. P2 merasa lega karena perawat

    tidak membebani dengan menjelaskan

    keadaan pasien yang kritis. Penjelasan

    perawat terkait keadaan pasien yang

    membutuhkan suasana tenang

    memberikan dampak perasaan lega pada

    P2. Hal yang disampaikan kepada

    perawat saat komunikasi terapeutik

    bukan merupakan unek-unek, yang

    disampaikan adalah hal-hal yang

  • berkaitan langsung dengan keadaan

    pasien.

    “Lega mba karna sudah tau keadaan

    bapak bagaimana dari dokter terus

    dengar dari perawat kalo bapak butuh

    suasana tenang makanya dirawat di

    sini” (P2 : 123-125)

    Berdasarkan hasil wawancara

    dengan P2, peneliti menyimpulkan bahwa

    dampak dari komunikasi terapeutik yang

    terjadi pada P2 adalah merasa

    diperhatikan. Ketika P2 merasa

    diperhatikan, P2 merasa aman dan

    tenang karena mengetahui keadaan

    pasien tidak seburuk yang dibayangkan.

    4.2.2.3.3 Partisipan 3 (P3)

    Interaksi yang minim bahkan tidak

    terjadi antara P3 dan perawat jaga

    menyebabkan tidak ada dampak dari

    komunikasi terapeutik. Dampak

    komunikasi terapeutik yang tidak didapat

    dari P3 berhubungan dengan waktu yang

    diluangkan P3 dalam menunggu pasien,

  • yaitu P3 datang ke ruang ICU RSUD

    Ambarawa hanya pada saat jam kunjung.

    Berdasarkan hasil wawancara

    dengan P3, peneliti menyimpulkan bahwa

    komunikasi terapeutik dan dampak

    komunikasi terapeutik tidak terjadi pada

    P3 karena intensitas waktu yang kurang

    untuk P3 menunggu pasien di ICU.

    4.2.3 Conclusion Drawing

    Interaksi yang dilakukan antara partisipan

    narasumber dan partisipan observasi tidak seluruhnya

    merupakan pelaksanaan komunikasi terapeutik. Hasil

    wawancara dan observasi dengan P1 dan P3

    menunjukkan pernah terjadi interaksi dengan partisipan

    observasi, tetapi interaksi tersebut bukan merupakan

    pelaksanaan komunikasi terapeutik, dan hasil wawancara

    dan observasi dengan P2 menunjukkan interaksi yang

    terjadi dengan partisipan observasi merupakan

    pelaksanaan komunikasi terapeutik. Hasil wawancara

    terhadap partisipan narusumber menunjukkan terjadi

    kecemasan. Dampak komunikasi terapeutik terhadap

    kecemasan P2 adalah adanya perasaan lega, sedangkan

  • terhadap P1 dan P3 tidak ada dampak untuk kecemasan

    karena komunikasi terapeutik tidak terjadi.

    4.3 Uji Keabsahan Data

    Peneliti melakukan uji kredibilitas data dengan

    menggunakan trianggulasi teknik, yaitu membandingkan

    apakan hasil wawancara sesuai dengan hasil observasi yang

    dilakukan oleh peneliti.

    4.3.1 Partisipan 1 (P1)

    4.3.1.1 Hasil Wawancara

    Dalam pembahasan sebelumnya, peneliti

    telah menjelaskan bahwa antara perawat dan P1

    terjadi interaksi saat pertama kali masuk ICU dan

    pada saat P1 menanyakan seputar keadaan

    pasien terkait reaksi obat. Interaksi yang terjadi

    tersebut bukan merupakan komunikasi terapeutik.

    4.3.1.2 Hasil Observasi

    Pada hari pertama observasi, yaitu pada

    hari Kamis, 24 Juli 2014, peneliti melakukan

    observasi pada 2 orang perawat yang sedang shift

    dan merawat pasien dari P1. Hasilnya adalah

    kedua perawat jaga tersebut tidak melakukan

    interaksi dengan P1. Pada observasi dihari kedua,

  • yaitu hari Jumat, 25 Juli 2014, P1 melakukan

    interaksi dengan P5.

    4.3.2 Partisipan 2 (P2)

    4.3.2.1 Hasil Wawancara

    Berdasarkan hasil wawancara dengan P2,

    terjadi beberapa kali interaksi antara perawat dan

    P2. Pada pembahasan mengenai gambaran

    komunikasi terapeutik P2, juga sudah dijelaskan

    bahwa interaksi yang terjadi merupakan

    pelaksanaan komunikasi terapeutik.

    4.3.2.2 Hasil Observasi

    Dari hasil observasi terhadap P4 dan P5

    yang peneliti lakukan dalam 2 hari yaitu pada hari

    Kamis, 24 Juli 2014 dan Jumat, 25 Juli 2014

    menunjukkan interaksi terjadi antara perawat dan

    P2. Pada observasi hari pertama, P5 melakukan

    interaksi dengan dengan P2, dan pada hari kedua

    observasi, P4 melakukan interaksi dengan P2. Hal

    tersebut sesuai dengan hasil wawancara dengan

    P2, yang mengatakan bahwa sering terjadi

    interaksi dengan perawat jaga terkait kondisi

    pasien.

  • 4.3.3 Partisipan 3 (P3)

    4.3.3.1 Hasil Wawancara

    Hasil wawancara dengan P3 menunjukkan

    bahwa tidak terjadi interaksi bahkan komunikasi

    terapeutik antara perawat dan P3.

    4.3.3.2 Hasil Observasi

    Selama 2 hari observasi yang dilakukan

    pada Kamis, 24 Juli 2014 dan Jumat, 25 Juli 2014,

    PA dan PB tidak menunjukkan terjadinya

    komunikasi terapeutik dengan P3.

    4.4 Pembahasan

    4.4.1 Gambaran Kecemasan

    Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti

    peroleh, kecemasan adalah rasa khawatir yang tidak

    jelas penyebabnya, ditandai dengan keadaan emosi yang

    labil.

    Hasil penelitian mengenai kecemasan ini sejalan

    dengan pengertian kecemasan menurut Gunarsa (2008),

    yaitu kecemasan merupakan rasa khawatir yang tidak

    jelas penyebabnya. Menurut Ramaiah (2003),

    kecemasan merupakan hal yang selalu menimpa hampir

    setiap orang pada waktu tertentu dalam hidupnya. Hal

  • tersebut merupakan reaksi normal terhadap situasi yang

    sangat menekan hidupnya, dalam hal ini adalah orang

    terdekat yang disayangi menderita suatu penyakit.

    Kecemasan biasanya muncul diiringi dengan berbagai

    gangguan emosi (marah, menangis atau merasa

    kesepian).

    4.4.2 Komunikasi Terapeutik

    Komunikasi terapeutik adalah interaksi yang

    bertujuan untuk memulihkan kondisi psikologis

    seseorang.

    Menurut Zen (2013), secara psikologis, seorang

    perawat mampu menjadi obat bagi pasien karena selalu

    dekat dengannya. Kehadiran sekaligus interaksi yang

    dilakukan perawat dalam melaksanakan pelayanan

    mampu memberikan kenyamanan bagi pasien.

    4.4.3 Gambaran Komunikasi Terapeutik

    Hasil wawancara dan observasi yang peneliti peroleh,

    sering ditemukan interaksi antara pewat dan keluarga

    pasien. Namun, interaksi yang terjadi tidak semuanya

    merupakan pelaksanaan komunikasi terapeutik. Interaksi

    yang tergolong komunikasi terapeutik adalah terjadinya

    komunikasi dua arah antara komunikan dan komunikator

    dalam ruang lingkup kesehatan, dan komunikasi teraputik

  • memberikan dampak pemulihan atau kesembuhan pada

    komunikan (Zen, 2013).

    4.4.4 Pengaruh Komunikasi Terapeutik Terhadap Kecemasan

    Keluarga Pasien

    Berdasarkan hasil wawancara, komunikasi

    terapeutik yang dilakukan oleh perawat berpengaruh

    terhadap kecemasan keluarga pasien. Pengaruh dari

    komunikasi terapeutik tersebut adalah kecemasan yang

    dialami keluarga pasien berkurang, yaitu keluarga pasien

    merasa tenang dan lega karena telah memperoleh

    informasi terkait kondisi pasien.

    Menurut Potter & Perry (2005), rasa tenang dan

    lega yang dialami oleh keluarga pasien muncul akibat

    dari adanya rasa aman dari ancaman atau situasi yang

    menyebabkan kecemasan. Hal tersebut merupakan

    perwujudan dari perhatian yang diberikan perawat

    kepada pasien (dalam hal ini keluarga pasien).

    Hasil wawancara dan observasi juga menunjukkan

    manfaat penelitian ini, yaitu pelaksanaan komunikasi

    terapeutik memberi gambaran peran perwat sebagai

    konselor. Selain itu, peran perawat sebagai advokator

    juga tergambar dalam pelakasanaan komunikasi

    terapeutik dalam penelitian ini.

  • 4.5 Keterbatasan Penelitian

    Keterbatasan penelitian ini adalah kesulitan dalam

    mengobservasi perawat jaga diakibatkan karena sulitnya

    mencari perawat yang sama untuk diobservasi dihari

    selanjutnya dan pada pasien yang sama pula.

    Selain itu, peneliti juga mengalami kesulitan dalam

    menggali informasi yang dalam dari narasumber terkait tema

    penelitian karena usia yang terlalu tua sehingga susah untuk

    mengingat hal-hal yang detail.