Judul

14
Judul : Reaksi Halogenasi Alkohol TujuanPercobaan : Mempelajari reaksi substitusi dalam halogenasi alkohol sekunder Pendahuluan Gugus OH dapat disubstitusikan oleh halogen melalui mekanisme reaksi substitusi nukleofil menghasilkan suatu alkil halida. Reaksi halogenasi alkohol sekunder dapat mengikuti mekanisme SN1 dan SN2. Reaksi ini memerlukan asam kuat untuk memprotonasi gugus OH alkohol (Tim penyusun petunjuk praktikum sintesis senyawa organik, 2013). Reaksi SN2 akan menghasilkan produk yang berkebalikan dengan konfigurasi molekul awal. Hal ini dikarenakan nukleofil menyerang dari belakang molekul. Mekanisme SN1 berkebalikan dengan reaksi SN2. Produk yang dihasilkan dari reaksi SN1 merupakan produk yang dihasilkan setelah gugus pergi meninggalkan molekul. Nukleofil kemudian menyerang molekul planar karbokation. Kemungkinan yang dihasilkan dari produk adalah sama, baik nukleofil yang menyerang dari sisi atas maupun dari sisi bawah (Paula, 2001). Pada reaksi substitusi nukleofilik atom/ gugus yang diganti mempunyai elektronegativitas lebih besar dari atom C, dan atom/gugus pengganti adalah suatu nukleofil, baik nukleofil netral atau nukleofil yang bermuatan negatif. Reaktivitas relatif dalam reaksi substitusi nukleofilik dipengaruhi oleh reaktivitas nukleofil, struktur alkil halida dan sifat dari gugus terlepas. Reaktivitas nukleofil dipengaruhi oleh basisitas, kemampuan mengalami polarisasi, dan solvasi (Fessenden dan fessenden , 1992). Karakter utama proses tersebut adalah Reaktivitas relatif gugus- gugus pergi yang berbeda adalah I > Br > Cl >> F. Gugus-gugus hidroksida, alkoksida, dan amino tidak dilepaskan sebagai anionnya sehingga alkohol eter, dan amina adalah gugus-gugus yang inert terhadap nukleofil. Gugus-gugus sulfat dan sulfonat adalah gugus reaktif karena kedua gugus pergi tersebut masing-masing adalah anion dari asam kuat. Atom karbon di mana substitusi terjadi mengalami inversi konfigurasinya karena nukleofil menyerang dari sisi yang lurus berlawanan dengan arah ikatan gugus pergi (Firdaus, 2012).

Transcript of Judul

Judul : Reaksi Halogenasi AlkoholTujuanPercobaan : Mempelajari reaksi substitusi dalam halogenasi alkohol sekunderPendahuluanGugus OH dapat disubstitusikan oleh halogen melalui mekanisme reaksi substitusi nukleofil menghasilkan suatu alkil halida. Reaksi halogenasi alkohol sekunder dapat mengikuti mekanisme SN1 dan SN2. Reaksi ini memerlukan asam kuat untuk memprotonasi gugus OH alkohol (Tim penyusun petunjuk praktikum sintesis senyawa organik, 2013).Reaksi SN2 akan menghasilkan produk yang berkebalikan dengan konfigurasi molekul awal. Hal ini dikarenakan nukleofil menyerang dari belakang molekul. Mekanisme SN1 berkebalikan dengan reaksi SN2. Produk yang dihasilkan dari reaksi SN1 merupakan produk yang dihasilkan setelah gugus pergi meninggalkan molekul. Nukleofil kemudian menyerang molekul planar karbokation. Kemungkinan yang dihasilkan dari produk adalah sama, baik nukleofil yang menyerang dari sisi atas maupun dari sisi bawah (Paula, 2001).Pada reaksi substitusi nukleofilik atom/ gugus yang diganti mempunyai elektronegativitas lebih besar dari atom C, dan atom/gugus pengganti adalah suatu nukleofil, baik nukleofil netral atau nukleofil yang bermuatan negatif. Reaktivitas relatif dalam reaksi substitusi nukleofilik dipengaruhi oleh reaktivitas nukleofil, struktur alkil halida dan sifat dari gugus terlepas. Reaktivitas nukleofil dipengaruhi oleh basisitas, kemampuan mengalami polarisasi, dan solvasi (Fessenden dan fessenden , 1992).Karakter utama proses tersebut adalah Reaktivitas relatif gugus-gugus pergi yang berbeda adalah I > Br > Cl >> F. Gugus-gugus hidroksida, alkoksida, dan amino tidak dilepaskan sebagai anionnya sehingga alkohol eter, dan amina adalah gugus-gugus yang inertterhadap nukleofil. Gugus-gugus sulfat dan sulfonat adalah gugus reaktif karena kedua gugus pergi tersebut masing-masing adalah anion dari asam kuat. Atom karbon di mana substitusi terjadi mengalami inversi konfigurasinya karena nukleofil menyerang dari sisi yang lurus berlawanan dengan arah ikatan gugus pergi (Firdaus, 2012).

Mekanisme Reaksi

Reaksi SN2

Reaksi SN1

Alat- labu alas bulat 10 mL- kondensor distilasi- pipet tetes- penangas air- botol pisah 10 mL- erlenmeyer 50 mL- gelas beker 100 mL- tabung reaksiBahan- 2-butanol- NaBr- Larutan jenuh Na2CO3- H2SO4 pekat- MgSO4 anhidrat- Na2SO4 anhidrat

ProsedurKerjaSkema kerja

NaBr ditimbang 5 gram dimasukkan ke dalam labu alas bulat 10 mL ditambahkan 4,25 mL air ditambah 3,5 mL 2-butanol diletakkan labu di dalam penangas es hingga dingin ditambahkan H2SO4 setetes demi setetes dilakukan refluks hingga suhu 85- 90C selama 40 menit diganti dengan kondensor destilasi didestilasi campuran pada suhu 110-115C dipindahkan destilat ke botol pisah dicuci 2 kali dengan 5 mL air dicuci dengan 5 mL larutan jenuh Na2CO3 ditampung cairan bukan air (2-bromobutana) ke dalam erlenmeyer ditambahkan zat pengering MgSO4 atau Na2SO4 dipindahkan ke Erlenmeyer lain diidentifikasi titik didihnya, indeks refraksi, uji kimia untuk alkil halida, dan uji kelarutan dalam methanol, etanol, aseton, dan diklorometan dibandingkan sifatnya dengan 2-butanol

Hasil

Prosedur kerjaMasukkan 5 g NaBr ke dalam labu alas bulat 100 mL bersih dan kering, tambahkan 4,25 mL air dan 3,5 mL 2-butanol. Letakkan labu di dalam penangas es, setelah dingin, tambahkan 3,75 mL H2SO4 pekat tetes demi tetes melaui dinding labu sambil menggoyang labu untuk mencampurnya.Sambungkan labu dengan kondensor relfuks, bila kondenssor refluks tidak tersedia, gunakan kondensor destilasi, panaskan campuran dalam labu dengan penangas air pada suhu 85 - 90C selama sekitar 40 menit kemudian dinginkan sehingga aman untuk diubah susunan refluks dan diganti dengan kondensor distilasi dan amati campuran cairan dalam labu serta catat hasilnya.Setelah labu dihubungkan dengan kondensor distilasi dan erlenmeyer penampung, distilasilah campuran pada suhu 110-115C sampai tidak terlihat tetesan lagi. Pindahkan distilat ke dalam botol pisah, dan cucilah dua kali dengan sekitar 5 mL air (diamati jumlah lapisan dan letak 2-bromobutananya diposisi mana). Setelah itu cucilah dengan 5 mL larutan jenuh Na2CO3 dan tampunglah cairan bukan airnya (2-bromobutananya) ke dalam erlenmeyer 50 mL bersih dan kering. Tambahkan zat pengering (MgSO4 atau Na2SO4) secukupnya sampai diperoleh cairan yang jernih, kemudian pisahkan cairannya dengan menuangkan ke dalam erlenmeyer kecil lain yang bersih dan kering.Identifikasikan cairan yang diperoleh pada prosedur di atas dengan menentukan titik didihnya, massa jenisnya, indeks refraksi, uji kimia untuk alkil halida dan uji kelarutannya di dalam air metanol, etanol, aseton dan diklorometana. Dibandingkan sifatnya dengan 2-butanol yang digunakan.

Waktu yang dibutuhkanNo.PerlakuanPukulWaktu1.Persiapan alat dan bahan12 : 30 12 : 4515 menit2.Pencampuran dan pendinginan12 : 45 13 : 0525 menit3.Pencampusan H2SO413 : 05 13 : 2520 menit4.Refluks + set alat13 : 25 14 : 1550 menit5.Destilasi + set alat14 : 15 15 : 1055 menit6.Pencucian dan pemurnian destilat15 : 10 15 : 3020 menit7.Uji sifat fisik dan kimia (titik didih, massa jenis, indeks refraksi, kelarutan )15 : 30 15 : 5525 menit Perkiraan waktu 3 jam 30 menit

Data dan PerhitunganData yang diperoleh dalam percobaan ini adalah :Perhitungan sintesis 2-bromo butana 2-bromo butana2,36/ 2mL = = = 1,18 g/ mL 2-butanol1,56/ 2mL = = = 0,78g/ mL

HasilnoUraianFenomena1

Penambahan asam sulfat

2Setelah proses direfluks3Uji kelarutan dengan etanoldistilat2-butanol4Uji kelarutan dengan diklorometan5Uji kelarutan dengan penambahan asetondistilat2-butanol6Uji sifat kimia dengan penambahan KMnO47Uji sifat kimia dengan penambahan brom2-butanoldestilatPembahasan HasilPercobaan Reaksi Halogenasi Alkohol kali ini bertujuan untuk mempelajari reaksi substitusi dalam halogenasi alkohol sekunder. Reaksi halogenasi merupakan reaksi-reaksi masuknya halogen ke dalam senyawa reaktan. Reaksi ini akan menghasilkan senyawa alkil halida, dimana gugus hidroksil dari alkana akan disubstitusi oleh halogen sehingga reaksi ini bisa disebut reaksi substitusi. Halogenasi biasanya menggunakan klor dan brom sehingga disebut juga klorinasi dan brominasi sedangkan fluor dan iodin sangat jarang digunakan dalam reaksi halogenasi. Fluor bereaksi secara eksplosif dengan senyawa organik sedangkan iodium tak cukup reaktif untuk dapat bereaksi dengan alkana. Kereaktifan halogen dalam mensubtitusi suatu atom yakni fluorin > klorin > brom > iodin.Percobaan ini diawali dengan memasukkan 5 gr NaBr kedalam labu alas bulat. Prosedur Kerja pada buku petunjuk dilakukan sebanyak 20 gr NaBr namun percobaan kali ini menggunakan small lab kit sehingga seluruh bahan dibagi seperempatnya untuk menyesuaikan ukuran alat yang digunakan. Langkah selanjutnya, 4,25 ml air dan 3,5 ml 2-butanol ditambahkan kedalam labu alas bulat agar bereaksi dengan NaBr. Setelah NaBr dicampurkan dengan air dan 2-butanol. Dalam labu, NaBr masih berupa padatan didasar atau NaBr belum larut. Setelah itu labu diletakkan didalam penangas es sampai larutan dingin. Fungsi pendinginan ini agar reaksi eksoterm yang terjadi tidak meningkatkan suhu terlalu tinggi. Hal ini dikarenakan karena asam sulfat merupakan senyawa pengoksidasi yang dapat terjadi pada suhu yang tinggi. Labu dikondisikan dingin agar hasil samping dari reaksi menjadi minimum.Larutan yang telah dingin kemudian ditambahkan 5 ml H2SO4 pekat tetes demi tetes sambil menggoyang labu untuk mencampurnya. Labu harus selalu ditutup selama proses pencampuran agar tidak ada gas yang keluar. Gas yang terbentuk adalah gas HBr. Gas ini dapat terbentuk saat entalpi dari penguapan tercapai. Reaksi dari asam sulfat dengan reaktan lain akan bersifat eksoterm sehingga meningkatkan suhu sehingga gas dapt terbentuk akibat entalpi penguapan tercapai. Fungsi penutupan agar gas yang dihasilkan tetap berada dilabu dan tetap bereaksi dengan reaktan 2-butanol sehingga produk depat terbentuk dengan maksimal. Setelah penambahan asam sulfat, padatan NaBr menjadi larut dan terbentuk 2 fase pada larutan. Larutan pada fase atas berwarna kuning dan fase bawah bening. Labu kemudian disambungkan dengan kondensor refluks pada suhu 85- 90C. Refluks ini berfungsi agar larutan bercampur dengan baik sehingga terjadi reaksi sempurna. Setelah direfluks, larutan tetap terbentuk 2 fase namun dengan kepekatan yang berbeda dengan sebelum direfluks. Fase atas berwarna orange dari kuning dan fase bawah lebih berwana kuning bening. Setelah 40 menit direfluks, larutan didinginkan sampai aman untuk dirubah susunan refluks dan diganti dengan kondensor distilasi. Larutan didestilasi pada suhu 110-115C sampai tidak terlihat lagi tetesan destilat.Destilasi merupakan teknik pemisahan yang didasari atas perbedaan titik didih atau titik cair dari masing-masing zat penyusun dari campuran homogen. Proses destilasi terdapat dua tahap yaitu tahap penguapan dan dilanjutkan dengan tahap perubahan uap menjadi cair. Zat yang memiliki titik didih lebih rendah akan menguap lebih dulu melewati kondenser menuju penampung destilat. 2-bromo butana memiliki titik didih lebih rendah akibat interaksi antar molekul yang lemah.Destilat dimasukkan kedalam botol pisah dan dicuci dua kali dengan 5 ml air. Setelah diamati, larutan terbentuk 2 fase. Berdasarkan literatur massa jenis 2-bromobutana sebesar 1,24 gr/ml dan air 1 gr/ml sehingga 2-bromobutana akan berada difase bawah dan air difase atas. Setelah air dibuang dengan cara dipipet langkah selanjutnya ialah pencucian dengan Na2CO3. Prosedur yang digunakan sama dengan pencucian dengan air namun cukup dilakukan sekali saja. Na2CO3 memiliki massa jenis sebesar 1,55 gr/ml. Dalam hal ini fase atas dibuang karena massa jenis dari natrium karbonat yang lebih kecil dari 2-bromo butana.Larutan ditambahkan secukupnya dengan MgSO4 anhidrat sampai diperoleh cairan yang jernih, kemudian dipisahkan cairannya dengan memipet cairan ke dalam erlenmeyer kecil lain yang bersih dan kering. Cairan kemudian diidentifikasi sifat fisik dan kimianya. Berdasarkan reaksi, destilat yang terbentuk merupakan larutan 2-bromo butana.Uji yang pertama ialah titik didih. Uji ini dilakukan dengan memasukan cairan kedalam pipa kapiler dan dipanaskan sampai terjadi letupan cairan pertama kali. Berdasarkan percobaan, cairan memiliki titik didih sebesar 97C Berdasarkan literatur, 2-bromobutana memiliki titik didih sebesar 91,2C. hal ini dikarenakan adanya pengotor yang dapat berupa air yang mengakibatkan titik didih dari destilat bertambah. Uji fisik yang kedua ialah menentukan massa jenis cairan. Berdasarkan data percobaan didapatkan massa jenis cairan sebesar 1,18 g/mL sedangkan menurut literatur 1,255 g/mL. hal ini dikarenakan adanya kesalahan pada saat penimbangan, sehingga massa jenis dari larutan kurang sesuai.Uji selanjutnya ialah uji kelarutan. Cairan masing-masing direaksikan dengan metanol, etanol, aseton, dan diklorometana. 2-butanol diperlakukan sama seperti cairan destilat dan berfungsi sebagai pembanding saja. Saat destilat dicampur dengan etanol terbentuk 2 fase sedangkan pada 2-butanol tidak. Hal ini dikarenakan terbentuknya ikatan hidrogen antara gugus hidroksil, sedangkan pada senyawa 2-bromo butana tidak terbentuk ikatan hidrogen sehingga laruta etanol tidak melarutkan destilat(2-bromo butana). Pada pelarut metanol destilat tidak larut, sedangkan 2-butanol larut hal ini disebabkan interaksi antarmolekul yang sama seperti penggunaan pelarut etanol. Sifat ini dalam bahasa Inggris disebut miscible yang artinya dapat dicampur. Etanol dan metanol merupakan golongan alkohol yang berbeda rumus molekul namun sama-sama memiliki gugus OH sehingga metanol dan 2-butanol akan saling larut. Uji yang ketiga dengan mencampurkan destilat dengan pelarut diklorometana. Destilat membentuk 2 fase ketika dicampur dengan diklorometana karena perbedaan kepolaran sehingga larutan diklorometan tidak melarutkan 2-bromo butana, sedangkan 2-butanol yang direaksikan dengan diklorometana akan saling larut dikarenakan adanya sifat polar pada kedua senyawa sehingga 2-butanol dapat larut.Uji kelarutan yang keempat dengan menggunakan reagensia aseton. Aseton mengandung gugus karbonil yang memiliki gugus fungsi karbonil. Destilat membentuk 2 fase ketika direaksikan menggunakan reagensia aseton sedangkan 2-butanol sedikit larut. Aseton merupakan senyawa polar yang menimbulkan interaksi dipol-dipol dengan 2-butanol. Interaksi yang terjadi kurang kuat, sehingga kelarutan dari 2-butanol sedikit. 2-bromo butana yang dilarutkan tidak larut dikarenakan senyawa 2-bromo butana kurang polar sehingga aseton tidak mampu melarutkan 2-bromo butana.Identifikasi yang terakhir adalah uji kimia untuk alkil halida. Uji ini untuk mendeteksi ketidakjenuhan senyawa yang dihasilkan. Senyawa organik atau senyawa karbon yang jenuh (ikatan tunggal) dan tidak jenuh (mengandung ikatan rangkap) maupun gugus fungsi lain yang dapat dioksidasi bisa dibedakan melalui beberapa analisis, contohnya adalah dengan pereaksi Baeyer dan tes dengan air brom.Reaksi dengan pereaksi Baeyer (larutan KMnO4) mengakibatkan ikatan rangkap yang ada dalam senyawa organik menjadi teroksidasi karena KMnO4 merupakan oksidator kuat, namun pereaksi Baeyer ini tidak bereaksi terhadap senyawa karbon jenuh. Reaksi dengan senyawa karbon tidak jenuh menyebabkan warna KMnO4 yang semula berwarna ungu memudar dan muncul endapan coklat mangan oksida (MnO2) (Fessenden dan fessenden, 1982). Hal ini disebabkan karena konsentrasi KMnO4 dalam larutan telah berkurang karena digunakan untuk mengoksidasi senyawa karbon tidak jenuh. Berdasarkan hasil percobaan, destilat dan 2-butanol yang di reaksikan dengan pereaki Baeyer berwarna ungu pekat tanpa muncul endapan coklat. Warna ungu pada destilat lebih pekat daripada 2-butanol.

Hal ini dikarenakan adanya kesalahan pada saat penetesan sehingga larutan yang terbentuk berbeda kepekatannya. Uji yang terakhir untuk mendeteksi ketidakjenuhan senyawa yang dihasilkan menggunakan Brom (Br2). Brom bukan merupakan suatu asam, tetapi zat ini dapat diadisi ke dalam ikatan rangkap karena molekul brom dapat terpolarisasi membentuk ion Br- dan Br+. Ion Br+ ini akan diadisi ke dalam ikatan rangkap yang kaya akan elektron (Fessenden dan fessenden, 1982). Reaksi dengan air brom menyebabkan senyawa karbon tidak jenuh mengalami reaksi adisi dan menghasilkan senyawa halida. Reaksi dengan senyawa karbon tidak jenuh menyebabkan warna air brom yang semula berwarna coklat memudar karena konsentrasi Br2 dalam larutan telah berkurang karena digunakan untuk mengadisi senyawa karbon tidak jenuh. Namun berdasarkan hasil percobaan, warna air brom bening sehingga menujukkan senyawa karbon jenuh.

KesimpulanKesimpulan dari percobaan kali ini antara lain :Sintesis pembuatan 2-bromo butana dapat dilakukan dengan menggunakan 2-butanol, NaBr, dan asam sulfat. Pembuatan ini menggunakan metode refluks untuk mempercepat reaksi dan memisahkan larutan produk dengan menggunakan destilasi.ReferensiAnonim. 2013. http://www.sciencelab.com/aseton. diakses pada tanggal 6 November 2013 pukul 19.00Anonim. 2013. http://www.sciencelab.com/NaBr. diakses pada tanggal 6 November 2013 pukul 19.00Anonim. 2013. http://www.sciencelab.com/H2SO4. diakses pada tanggal 6 November 2013 pukul 19.00Anonim. 2013. http://www.sciencelab.com/Na2CO3. diakses pada tanggal 6 November 2013 pukul 19.00Anonim. 2013. http://www.sciencelab.com/MgSO4 anhydrous. diakses pada tanggal 6 November 2013 pukul 19.00Fessenden dan fessenden . 1982. Kimia Organik. Jakarta: ErlanggaYurkanis, B., Paula. 2001. Organic Chemistry. Third Edition. New Jersey: Prentice-Hall. IncTim penyusun petunjuk praktikum sintesis senyawa oraganik. 2013. Petunjuk Praktikum Sintesis Senyawa Organik. Fmipa UNEJ: JemberSaran1. Praktikan harus lebih efisien dalam memanfaatkan waktu, misalnya dalam pengesetan alat refluks maupun destilasi. Lakukan secara cepat, tepat, dan selalu hati-hati.2. Lakukan penetesan H2SO4 secara perlahan agar reaksinya sempurna3. Praktikan harus lebih cermat dalam menjaga suhu, usahakan suhu berada dalam rentang angka yang diinginkan4. Praktikan harus lebih teliti dalam menghentikan proses destilasi, pastikan tidak terlihat tetesan destilat lagi. Jangan membuang waktu!5. Selalu gunakan Manajemen Laboratorium dalam setiap percobaan