Journal YAB

18
Working Paper Series No. 10 Juli 2006, First Draft EVALUASI PROSES PEMBELAJARAN PADA AKADEMI FISIOTERAPI “YAB” YOGYAKARTA Edi Wasito, Mubasysyir Hasanbasri Katakunci: pelatihan fisioterapi pelatih fisioterapi -Tidak Untuk Disitasi- Program Magister Kebijakan dan Manajemen Pelayanan Kesehatan,Universitas Gadjah Mada Yogyakarta 2007

description

jurnal FT

Transcript of Journal YAB

Page 1: Journal YAB

Working Paper Series No. 10 Juli 2006, First Draft

EVALUASI PROSES PEMBELAJARAN PADA AKADEMI FISIOTERAPI “YAB” YOGYAKARTA

Edi Wasito, Mubasysyir Hasanbasri

Katakunci: pelatihan fisioterapi pelatih fisioterapi

-Tidak Untuk Disitasi-

Program Magister Kebijakan dan Manajemen Pelayanan Kesehatan,Universitas Gadjah Mada Yogyakarta 2007

Page 2: Journal YAB

Edi Wasito, Mubasysyir Hasanbasri; WPS no.10 Juli 2006 1st draft

TRAINING of THREE YEAR DIPLOMA in PHISYOTHERAPY: the CASE of “YAYASAN ANGGA BINANGUN” INSTITUTE

YOGYAKARTA

Edi Wasito1, Mubasysyir Hasanbasri2

Abstract

Background Degenerative health conditions have become a new health problem in developing countries that demand for professional physiotherapists. Indonesia has now 19 physiotherapy training institutes across the country. These institutes are privately owned. The higher expectation of qualified professionals instructs the institutes to provide quality training systems. Since there is still lack of control from the professional association and ministry of health, many institutes develop in their own initiatives. These institute have limited financial and human resources that support quality learning and teaching processes. To allow the improvement of these institutes, this study want to document the strengths and weaknesses in the management of teaching and learning activities. The study evaluate the management of training institutes, use of standardized curriculum, and the quantity and qualification of lecturers.

Method This case study uses explorative approach. Information is based on the indepth interview of 15 respondents consisting of lecturer, chief administrors and staff, and students They are selected by snowball approach during study period in Yogyakarta. Data collection was taken from January to February 2006.

Result Library facility, learning methods, and teaching staff number do not match well to the expectated conditions of quality professional teaching activities. Although some of the lecturers are graduated from a three year diplome in physioterapy, they have more than 25 years experiences. Some of them have their own clinics. The ratio of the number of lecturers and students was 1:14. The lecturer’s training and development system still haven’t got some serious attentions. There were four permanent lecturers from physiotherapy and two from non-physiotherapy. This research provides evidence that learning process and lecturer quality, eventhough quite limited, the institute have succesfully applied the principle of competency base training approach.

Conclusion This study shows although there remain lack of administrative support for effective learning activities, the use of experienced physiotheraphy practitioners as the students mentors are important determinant of training outcome.

Key words: physiotherapy training, physiotherapist as trainers.

1 Yayasan Angga Binangun Institute Yogyakarta2 Magister Health Policy and Service Management, Gadjah Mada University, Yogyakarta

Distant Learning Resouce Center Magister KMPK UGM http://lrc-kmpk.ugm.ac.id

2

Page 3: Journal YAB

Edi Wasito, Mubasysyir Hasanbasri; WPS no.10 Juli 2006 1st draft

Latar Belakang

Fisioterapi sebagai salah satu program pendidikan profesional bidang kesehatan yang senantiasa berkembang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi bidang kesehatan, khususnya bidang fisioterapi. Pendidikan fisioterapi di Indonesia masih tergolong relatif baru, jika dibandingkan dengan program pendidikan profesi kesehatan lainnya, seperti halnya pendidikan kedokteran, pendidikan perawat, sehingga keberadaan tenaga fisioterapi masih tergolong langka dan institusi perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan fisioterapipun masih minim, akibatnya tenaga fisioterapi di Indonesia masih dibutuhkan baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya.

Profesionalisme tenaga kesehatan ditunjukkan dari perilaku tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan berdasarkan standar pelayanan, mandiri, bertanggungjawab dan bertanggung gugat, serta senantiasa mengembangkan kemampuan sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan Untuk mendapatkan tenaga kesehatan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan program dilakukan melalui pendidikan tenaga kesehatan antara lain melalui penyelenggaraan program pendidikan diploma bidang kesehatan1. Kualitas suatu pendidikan harus didukung oleh lingkungan fisik berupa sarana, prasarana serta fasilitas yang digunakan dalam proses pembelajaran. Kekurangan sarana, prasara dan fasilitas fisik, akan menghambat proses pendidikan, dan menghambat pencapaian hasil yang maksimal2.

Manajemen yang baik untuk mendapatkan kualitas profesi yang tinggi dalam hal proses pembelajaran, seperti penyusunan kurikulum, fasilitas, metode, maupun sumber daya manusia adalah utama. Proses pembelajaran terutama dalam hal fasilitas dan metode belum sesuai dengan kondisi-kondisi yang mendukung untuk mencapai kualitas profesi yang diharapkan. Karena hal-hal utama yang berkaitan dengan indikator untuk mengukur kemampuan mahasiswa belum dapat dilakukan sepenuhnya.

Peningkatan kualitas pendidikan tidak terlepas dari pengembangan sumber daya manusia, dalam hal ini adalah pengembangan dosen. Jenis pengembangan yang sangat dibutuhkan oleh individu atau suatu organisasi tergantung pada kemampuan individu itu sendiri dan kebutuhan organisasi. Meskipun demikian, hal-hal berikut ini merupakan kemampuan-kemampuan manajemen yang penting dan umum untuk dikembangkan yaitu: berorientasi tindakan, keputusan yang berkualitas, nilai-nilai etis, dan keterampilan teknis4. Adapun hal-hal yang berkaitan dengan sistem pelatihan dan pengembangan dosen masih belum pernah dilaksanakan sendiri oleh akademi karena terbentur dengan sumber dana yang belum tersedia.

Penelitian ini ingin mempelajari manajemen pendidikan dan kondisi-kondisi dosen yang berkaitan dengan proses pendidikan fisioterapi yang

Distant Learning Resouce Center Magister KMPK UGM http://lrc-kmpk.ugm.ac.id

3

Page 4: Journal YAB

Edi Wasito, Mubasysyir Hasanbasri; WPS no.10 Juli 2006 1st draft

bermutu di akademi fisioterapi. Studi ini diharapkan dapat membantu memahami masalah-masalah yang menghambat dan tidak mendapat perhatian dalam penyelenggaran proses pendidikan yang berkualitas.

Metode Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif eksploratif untuk menggali secara mendalam tentang proses pembelajaran yang terkait dengan kurikulum, fasillitas dan metode yang digunakan serta kualifikasi sumber daya manusia dalam hal ini adalah jumlah dan status kepegawaian dosen, tingkat pendidikan dan kesesuaian pendidikan, masa kerja, serta sistem pelatihan dan pengembangan dosen. Untuk mengungkapkan fenomena tersebut diperlukan informan yaitu direktur, dosen tetap 3 orang, mahasiswa 2 orang. Data yang sudah terkumpul dilakukan editing utnuk melihat kelengkapan data tersebut, kemudian dilakukan tabulasi, interpretasi dan penyajian data baik dalam bentuk Tabel maupun naratif.

Hasil

Keadaan mahasiswa Akademi Fisioterapi “YAB” Jogjakarta tahun (2003/2004) yang mendaftar berjumlah 60 orang, lulus seleksi 40 orang, mahasiswa yang terdaftar 17 orang. Pada tahun pelajaran 2004/2005 mahasiswa yang lulus seleksi sebanyak 30 orang yang terdaftar 24 orang, tahun pelajaran 2005/2006 mahasiswa yang terdaftar sebanyak 47 orang semua mahasiswa di atas berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Jumlah mahasiswa yang aktif kuliah sampai tahun 2005 tercatat 86 orang. Keadaan mahasiswa yang mendaftar dan yang aktif kuliah setiap tahun nampaknya terjadi peningkatan yang cukup berarti. Adapun rincian jumlah mahasiswa yang terdaftar dan telah lulus sejak tahun 2001 sampai dengan tahun 2005 seperti pada Tabel 1 di bawah ini:

Tabel 1. Perkembangan Jumlah Mahasiswa Masuk dan Lulus Tahun Masuk Total Keluar/ cuti Lulus Persentase Kelulusan

2001 15 15 1 - -

2002 45 59 1 - -

2003 17 76 0 - -

2004 22 98 0 14 100%

2005 47 145 0 42 98%

Mahasiswa yang masuk dan aktif kuliah pada tahun 2005 lebih

banyak dibandingkan dengan dua tahun sebelumnya. Hal ini menunjukkan

Distant Learning Resouce Center Magister KMPK UGM http://lrc-kmpk.ugm.ac.id

4

Page 5: Journal YAB

Edi Wasito, Mubasysyir Hasanbasri; WPS no.10 Juli 2006 1st draft

bahwa animo masyarakat cukup tinggi untuk masuk pendidikan fisioterapi. Hal ini disebabkan kebutuhan masyarakat dan rumah sakit swasta yang menyerap tenaga fisioterapi cukup banyak terutama dikota-kota besar dan daerah wisata seperti Jakarta, Jawa dan Bali. Mahasiswa AKFIS “YAB” Jogjakarta terdiri dari hampir seperempat berasal dari Bali atau luar Jawa. Pihak akademi dituntut untuk meningkatkan kualitas pendidikan, karena akan terkait langsung terhadap kualitas lulusan, dan kualitas profesi sebagai output dari pendidikan tersebut. Sehingga masyarakat yang telah memilih untuk pendidikan disini menjadi puas. Adapun yang menjadi pokok penelitian disini adalah kualitas proses pembelajaran yang meliputi kurikulum, fasilitas. Metode, dan kualifikasi dosen. Proses Pembelajaran

Proses pembelajaran merupakan suatu kegiatan belajar mengajar menyangkut kegiatan tenaga pendidik, peserta didik, pola dan proses interaksi tenaga pendidik dan peserta didik dan sumber belajar dalam suatu lingkungan belajar dalam kerangka keterlaksanaan program pendidikan. Proses pembelajaran yang akan dibahas disini adalah kurikulum, fasilitas, metode, dan kualifikasi dosen yang mencakup: Jumlah dan Status Kepegawaian Dosen, tingkat pendidikan dan kesesuaian pendidikan, pengalaman kerja, dan sistem pelatihan dan pengembangan.

Kurikulum. Kurikulum yang digunakan sesuai dengan kurikulum nasional dengan sistem pendidikan menggunakan sistem paket semester, hal ini bertujuan agar mahasiswa dapat menyelesaikan studi dengan tepat waktu. Mahasiswa dibimbing oleh dosen pembimbing akademik dari praktisi dan dosen lain yang cukup berpengalaman dalam bidang fisioterapi. Komposisi mata kuliah yang di ajarkan kepada mahasiswa sebanyak 111 SKS yang dibagi menjadi 45% teori dan 55% praktik. Adapun perinciannya sebagai berikut: a) pengembangan kepribadian 9%, b) keilmuan dan ketrampilan 22%, c) keahlian berkarya 27%, d) perilaku berkarya 33%, dan e) berkehidupan bermasyarakat 9%.

Mata kuliah yang dibahas disini yaitu yang berkaitan langsung dengan keilmuan dan keahlian fisioterapi sebanyak 61 SKS yaitu; Keahlian berkarya 39 SKS, keilmuan dan keterampilan 22 SKS. Mata kuliah keahlian berkarya terdiri dari: Biomekanik, fisika sumber fisis, DP3FT, terapi manipulasi, Terapi latihan, FT. E, aktifitas fungsional rekreasi, praktik komprehensif,dan karya tulis ilmiah. Mata kuliah keilmuan dan keterampilan terdiri dari: FT. A, FT. B, FT. C, dan FT. D.

Dalam kurikulum pendidikan ada beberapa hal penting sebagai penunjang proses pembelajaran yang dalam salah satu penjabarannya menurut Depkes (2004) yaitu menyusun Silabus/Garis-Garis Besar Program Pengajaran. Depkes juga mengisyaratkan untuk mengukur kemampuan peserta didik meliputi: Kuis/ulangan harian, tugas mandiri,

Distant Learning Resouce Center Magister KMPK UGM http://lrc-kmpk.ugm.ac.id

5

Page 6: Journal YAB

Edi Wasito, Mubasysyir Hasanbasri; WPS no.10 Juli 2006 1st draft

ujian tengah semester, laporan hasil praktikum/kerja lapangan, ujian praktik, dan ujian akhir semester.

Silabus atau Garis-garis Besar Pengajaran. Silabus/GBPP adalah uraian singkat mengenai pokok bahasan mata kuliah yang akan di ajarkan kepada mahasiswa dalam kurun waktu yang telah ditetapkan berdasarkan kalender akademik dan akan diselesai dalam kurun waktu satu semester pelajaran. Pada kenyataannya di AKFIS “YAB” Jogjakarta sebagian besar dosen tidak pernah membagikan silabus, sehingga mahasiswa tidak mengerti tentang silabus. Hal ini sebagaimana hasil wawancara peneliti dengan responden mahasiswa mengatakan:

“Saya tidak mengerti yang dimaksud dengan silabus. Selama ini kelas kami tidak pernah menerima silabus dari dosen, kami hanya disuruh menulis uraian mata kuliah dalam KRS saja”

Dari hasil wawancara dengan mahasiswa terbukti bahwa sebagian besar dosen tidak pernah membagikan silabus kepada mahasiswa.

Bentuk Tes dan Ujian. Mengukur tingkat keberhasilan pendidikan mahasiswa dapat dilakukan antara lain dengan cara: Kuis/ulangan harian (baik yang di persiapkan maupun yang tidak terjadwal), tugas-tugas seperti: tugas mandiri, ujian tengah semester, laporan hasil praktikum, kerja lapangan dan lain-lain, ujian praktik, ujian akhir semester.

Kuis atau Ulangan Harian. Kuis atau ulangan harian penting untuk mengevaluasi tingkat pemahaman mahasiswa terhadap pokok bahasan mata kuliah yang telah dipelajari. Sebaiknya kuis tidak terjadwal, agar mahasiswa selalu dalam kondisi belajar dan setiap saat siap untuk diuji. Penelitian ini membuktikan bahwa dosen jarang melakukan kuis atau ulangan harian, bahkan sebagian besar dosen belum pernah melakukannya. Dari hasil wawancara dengan responden mahasiswa mengatakan:

“Ada juga dosen yang melakukan kuis yang tidak tertulis (lisan), tetapi tidak semua dosen yang melakukan kuis itu”

Hasil wawancara yang dilakukan terhadap responden mahasiswa terbukti bahwa bahwa kuis/ulangan harian diabaikan oleh sebagian dosen.

Tugas Mandiri. Pemberian tugas kepada mahasiswa merupakan hal yang penting, namun perlu dilihat kondisi mahasiswa seperti tugas yang terlalu banyak, maka dalam hal ini dosen perlu memberikan toleransi waktu yang cukup sekiranya ingin memberikan tugas kepada mahasiswa. Dosen jarang memberikan tugas kepada mahasiswa berupa pekerjaan rumah, pembuatan makalah atau menterjemahkan, kecuali ada referensi mata kuliah yang berbahasa asing, maka mahasiswa ditugaskan untuk menterjemahkannya. Dalam hal tugas mandiri sebagian besar dosen tidak pernah melakukannya, terbukti dengan hasil wawancara peneliti dengan responden mahasiswa mengatakan:

Distant Learning Resouce Center Magister KMPK UGM http://lrc-kmpk.ugm.ac.id

6

Page 7: Journal YAB

Edi Wasito, Mubasysyir Hasanbasri; WPS no.10 Juli 2006 1st draft

“Kami memang jarang disuruh untuk membuat tugas mandiri atau pekerjaan rumah. Ada juga dosen yang memberikan kami tugas untuk membuat piper sebagi pekerjaan rumah. Misalnya kami disuruh untuk membuat struktur organisasi fisioterapi yang ada di RS Sardjito, proses pemeriksaaan pada kasus low back pain”

Dari hasil wawancara terhadap responden mahasiswa di dapatkan bahwa tidak semua dosen yang memberikan tugas mandiri kepada mahasiswa, kecuali dosen tertentu yang mata kuliahnya berkaitan dengan keahlian/keterampilan teknis.

Ujian Tengah Semester. Ujian tengah semester dilakukan pada pertengahan semester dan biasanya yang diujikan meliputi ujian teori dan ujian praktik laboratorium. Jenis soal untuk ujian teori adalah memberikan penjelasan singkat, pilihan ganda, memilih benar dan salah, sebab akibat. Adapun Jenis soal untuk ujian praktik biasanya mahasiswa diberikan suatu kasus penyakit di terapi dengan menggunakan modalitas fisioterapi baik menggunakan alat atau manual terapi dan aplikasi penggunaan alat fisioterapi. Hasil wawancara dengan pembantu direktur bidang kurikulum merangkap dosen mengatakan:

”Ujian tengah semester memang itu selalu dilaksanakan. Karena itu penting untuk mengevaluasi tingkat penyerapan mahasiswa terhadap pelajaran yang telah diberikan oleh dosen selama kurun waktu 3 bulan. Adapun soal-soal ujian itu tergantung dosen pengampu mata kuliah tersebut. Biasanya yang selama ini kami ketahui soalnya tidak terlalu banyak dan bentuk ujiannyapun kebanyakan dalam bentuk menjelaskan (essay)”

Sesuai hasil wawancara dengan pembantu direktur bidang kurikulum dan pendidikan merangkap dosen tetap di dapatkan bahwa ujian tengah semester selalu dilakukan oleh setiap dosen.

Laporan Hasil Praktikum. Membuat laporan hasil praktikum merupakan kewajiban bagi mahasiswa di AKFIS ”YAB” Jogjakarta. Setiap mahasiswa yang sedang menjalankan praktik klinik di rumah sakit, puskesmas atau sarana kesehatan lain dituntut untuk membuat laporan praktik dan hasil penelitian dalam bentuk paper. Kasus yang ditangani oleh mahasiswa tersebut disampaikan dalam seminar setiap awal bulan dan di hadiri oleh semua mahasiswa yang praktik. Hal tersebut sesuai dengan hasil wawancara dengan responden dosen merangkap kepala bagian laboratorium akademi mengatakan sebagai berikut:

”Mahasiswa yang menjalankan praktik klinik di rumah sakit, puskesmas, klinik, atau sarana kesehatan lainnya kami wajibkan untuk membuat laporan dalam bentuk paper. Setiap awal bulan mahasiswa yang praktik dilapangan berkumpul dikampus untuk seminar kasus yang mereka tangani selama praktik. Sesudah itu mereka kembali lagi kelahan praktik sesuai dengan jadwal dan tempat yang telah ditentukan.”

Hal senada juga disampaikan oleh responden mahasiswa yang tengah menjalani praktik di rumah sakit Sarjito mengatakan:

Distant Learning Resouce Center Magister KMPK UGM http://lrc-kmpk.ugm.ac.id

7

Page 8: Journal YAB

Edi Wasito, Mubasysyir Hasanbasri; WPS no.10 Juli 2006 1st draft

”Kami diminta untuk membuat laporan kasus hasil penelitian selama di rumah sakit dalam bentuk paper dan di seminarkan di kelas. Setelah itu kami praktik lagi ke rumah sakit atau klinik sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan oleh akademi.”

Sesuai hasil wawancara dengan dua orang responden dosen dan mahasiswa di dapatkan bahwa untuk laporan praktik klinik merupakan kewajiban untuk setiap mahasiswa yang praktik klinik.

Ujian Praktik. Membuat laporan hasil praktikum merupakan kewajiban bagi mahasiswa di AKFIS ”YAB” Jogjakarta. Setiap mahasiswa yang sedang menjalankan praktik klinik di rumah sakit, puskesmas atau sarana kesehatan lain dituntut untuk membuat laporan praktik dan hasil penelitian dalam bentuk paper. Kasus yang ditangani oleh mahasiswa tersebut disampaikan dalam seminar setiap awal bulan dan di hadiri oleh semua mahasiswa yang praktik. Hal tersebut sesuai dengan hasil wawancara dengan responden dosen merangkap kepala bagian laboratorium akademi mengatakan sebagai berikut:

”Ujian praktik dilaksanakan dalam dua tahap. Tahap pertama ujian praktik laboratorium atau ujian praktik dikelas. Adapun jenis soalnya di tetapkan oleh dosen pengampu mata kuliah yang fisioterapi. Tahap kedua dilaksanakan dilahan praktik untuk pengujinya kami serahkan pada pembimbing dilapangan sesuai dengan kasus yang mereka jumpai pada hari itu”

Dari hasil wawancara dengan responden terbukti bahwa ujian praktik mahasiswa selalu dilaksanakan, sesuai dengan porsi dosen yang mengampu mata kuliah yang bersangkutan.

Ujian Akhir Semester. Ujian akhir semester sebagai indikator yang paling utama untuk mengukur hasil belajar selama satu semester dan selalu dilakukan setelah mahasiswa menyelesaikan perkuliahan selama satu semester. Sistem ujian yang dilakukan sama dengan ujian tengah semester, hanya soalnya lebih banyak dari ujian tengah semester. Mahasiswa yang mengikuti ujian akhir semester harus mencukupi syarat yang telah ditetap oleh akademi, seperti tingkat kehadiran minimal 80%. Bagi mahasiswa yang tingkat kehadirannya sedikit tidak diperkenankan untuk mengikuti ujian akhir semester, kecuali ketidakhadiran tersebut karena sakit atau hal lain yang dapat di pertanggungjawabkan secara administrasi. Sebagaimana hasil wawancara peneliti dengan responden dosen tetap yang merangkap sebagai pembantu direktur bidang pendidikan dan kurikulum mengatakan:

”Memang selama ini kami belum pernah ada melihat mahasiswa yang samapi tidak ikut ujian. Memang mereka pada umumnya rajin. Kebetulan juga kami belum pernah menemukan mahasiswa yang tingkat kehadirannya kurang dari 80%. Kami selalu menanamkan pengertian kepada mahasiswa bahwa tingkat kehadiran sangat penting untuk menjadi tenaga fisioterapi yang profesional”

Distant Learning Resouce Center Magister KMPK UGM http://lrc-kmpk.ugm.ac.id

8

Page 9: Journal YAB

Edi Wasito, Mubasysyir Hasanbasri; WPS no.10 Juli 2006 1st draft

Sesuai hasil wawancara dengan responden terbukti bahwa mahasiswa selalu aktif dalam menerima pelajaran dan menyadari bahwa kehadiran sangat penting dalam proses penyerapan ilmu terapan yang diajarkan.

Tingkat Keberhasilan Pendidikan. Dari hasil wawancara terhadap beberapa responden dapat disimpulkan bahwa yang dipersyaratkan Depkes (2004) yaitu untuk mengukur tingkat keberhasilan mahasiswa sebagian besar telah dilakasanakan, namun ada hal yang cukup penting belum dilaksanakan yaitu membagikan silabus kepada mahasiswa, sehingga mahasiswa kesulitan untuk mengetahui batas pelajaran yang telah mereka terima dan pelajaran yang akan di ajarkan selanjutnya. Perlu diakui juga bahwa keunggulan dari akademi adalah kejelian dari manajemen dalam hal manambah dua muatan lokal yaitu mata kuliah kewirausahaan dan English conversation. Kedua muatan lokal ini relevan dengan profesi fisioterapi dan sesuai kondisi saat ini.

Fasilitas. Fasilitas penunjang yang ada di AKFIS ”YAB” Jogjakarta terbagi atas dua macam yaitu, gedung dan sarana praktik klinik. Gedung yang dimaksud adalah AKFIS “YAB” Jogjakarta terletak di Jl. Ring Road Selatan, Giwangan, Umbul Harjo Jogjakarta meliputi: Ruang kuliah, laboratorium, perpustakaan, dan media belajar. Ruang kuliah ada 3 ruangan, dan 1 ruang laboratorium, luas ruang kuliah masing-masing 2, 93 m2. Setiap ruang kuliah dilengkapi dengan media pembelajaran yaitu 1 buah OHP, 1 buah papan tulis putih, dan 1 buah tempat tidur untuk praktik.

Laboratorium. Sarana laboratorium yang tersedia terdiri atas 5 buah tempat tidur, 2 buah model anatomi tubuh manusia, beberapa modalitas fisioterapi seperti, short wave diathermy (SWD), ultrasound (US), tens, elektrikal stimulator, parafin, kursi roda, trifoot, kruk, kolar, goneometer, hammer refleks, midline, dan tensimeter. Telah dilakukan wawancara dengan responden dosen merangkap kepala bagian laboratorium klinik mengatakan:

”Sarana praktik yang ada di laboratorium ini memang masih minim jika kita bandingkan dengan AKFIS Solo yang sudah berdiri lama dan sarana laboratoriumnya sangat lengkap. Namun saya kira sarana yang ada ini cukup mewakili untuk mengenalkan mahasiswa dan sebagai alat praktik. Kita sudah mengusulkan kepada pihak yayasan melalui direktur untuk penambahan sarana praktik”

Mengenai hal tersebut di atas peneliti juga melakukan wawancara dengan responden direktur akademi, beliau mengatakan:

”Pihak akademi sudah mengusulkan kepada yayasan dengan tembusan Dinas Kesehatan D. I. Yogyakarta untuk penambahan sarana laboratorium. Baru-baru ini ada bantuan dari Dikti yang digunakan untuk penambahan sarana laboratorium”

Distant Learning Resouce Center Magister KMPK UGM http://lrc-kmpk.ugm.ac.id

9

Page 10: Journal YAB

Edi Wasito, Mubasysyir Hasanbasri; WPS no.10 Juli 2006 1st draft

Hasil wawancara dengan pengurus yayasan merangkap dosen fisioterapi, beliau mengatakan:

”Kemaren itu memang akademi telah menerima bantuan uang dari Dikti sebesar Rp.7.000.000,- Penggunaan uang tersebut sesuai dengan rencana usulan dari akademi ke yayasan, maka akan kita gunakan untuk penambahan sarana laboratorium dan bahan habis pakai”

Peneliti juga melakukan wawancara dengan responden mahasiswa mengenai kelengkapan laboratorium akademi, menyebutkan:

”Kami memang sudah diperkenalkan dengan fasilitas fisioterapi yang ada dilaboratorium akademi dan juga cara aplikasinya terhadap kasus-kasus tertentu saat kami praktik laboratorium. Namun kami tidak tahu standar alat praktik yang seharusnya dalam suatu akademi, kami hanya tahu apa yang ada di laboratorium AKFIS ”YAB” ini saja”

Sesuai hasil observasi dan wawancara dengan beberapa responden telah terbukti bahwa sarana laboratorium yang ada masih minim, namun walaupun demikian sudah cukup memadai untuk praktik di kelas dan mengenalkan kepada mahasiswa serta cara aplikasi alat tersebut terhadap pasien.

Perpustakaan. Ketersediaan buku referensi yang ada di perpustakaan AKFIS ”YAB” Jogjakarta saat ini yang terkait dengan ilmu fisioterapi hanya ada 5% dari jumlah keseluruhan 397 eksemplar buku yang ada. Kebanyakan buku yang ada tidak terkait langsung dengan ilmu fisioterapi. Sehubungan dengan hal tersebut peneliti melakukan wawancara dengan responden petugas perpustakaan yang juga merangkap sebagai dosen fisioterapi, beliau mengatakan:

”Memang kami menyadari fasilitas buku-buku yang ada di perpustakaan ini, terutama yang berkaitan dengan keilmuan fisioterapi masih sangat minim. Sementara dari lembaga pembina selama akademi ini berdiri (2001) sampai sekarang belum pernah ada bantuan, baik berupa buku-buku ataupun fasilitas lainnya untuk keperluan perpustakaan. Mahasiswa kami anjurkan untuk aktif mencari referensi ke toko buku atau perpustakaan kedokteran UGM atau perpustakaan rumah sakit seperti Sarjito, perpustakaan AKFIS Solo atau mencari pinjaman dengan senior fisioterapi”

Terkait dengan hal tersebut di atas telah dilakukan wawancara dengan responden dosen fisioterapi, beliau mengatakan:

”Kebetulan mata kuliah yang saya ajarkan ada bukunya pegangan kuliah sewaktu saya kuliah fisioterapi dulu. Saya menyadari sebenarnya buku pegangan kuliah yang saya miliki itu ilmunya sudah ketinggalan. Hanya untungnya mata kuliah yang saya ajarkan itu lebih mengutamakan praktik dari pada teori. Disitulah saya dapat mengimbangi dari kekurangan teori yang saya miliki. Karena pengalaman saya sebagai klinisi sudah lebih dari 20 tahun”

Hal senada juga disampaikan oleh responden mahasiswa yang ditemui di rumah sakit, mengatakan:

Distant Learning Resouce Center Magister KMPK UGM http://lrc-kmpk.ugm.ac.id

10

Page 11: Journal YAB

Edi Wasito, Mubasysyir Hasanbasri; WPS no.10 Juli 2006 1st draft

”Kami sangat kesulitan sekali untuk mencari buku-buku referensi yang berkaitan dengan ilmu fisioterapi. Apalagi saat kami diminta untuk membuat tugas atau makalah”

Sesuai hasil observasi dan wawancara dengan beberapa responden telah terbukti bahwa jumlah buku yang terkait dengan mata kuliah fisioterapi sangat kurang.

Media Belajar. Dalam proses pembelajaran perlu dilengkapi dengan media belajar yang cukup. Media belajar yang ada di AKFIS ”YAB” saat penelitian dilakukan berupa 3 buah OHP dalam kondisi baik, papas tulis putih 3 buah, dan 3 buah tempat tidur untuk praktik. Hal ini sesuai dengan hasil observasi yang dilakukan pada saat penelitian. Penelitian telah membuktikan bahwa media belajar yang ada di ruang kelas cukup memadai untuk menyampaikan materi perkuliahan.

Sarana Praktik Klinik. Sarana praktik klinik mahasiswa AKFIS “YAB” Jogjakarta adalah rumah sakit umum, rumah sakit khusus, puskesmas, klinik fisioterapi, yayasan anak cacat/panti wreda, dan sarana kesehatan lainnya. Hasil wawancara dengan responden direktur akademi, beliau mengatakan:

”Saya rasa untuk lahan praktik klinik mahasiswa cukup memadai. Mahasiswa bukan hanya di lingkungan Jogjakarta tetapi juga di luar kota Jogja yaitu di Solo, dan Semarang. Tempat praktik merekapun bukan hanya di rumah sakit umum tetapi juga di rumah sakit khusus, seperti rumah sakit kusta, puskesmas, klinik fisioterapi pak Murono Sutejo dosen akademi juga sebagai ketua yayasan ini”

Hal senada juga disampaikan oleh responden mahasiswa, yang

mengatakan: ”Kami praktik selama 6 bulan dan tempat praktiknya dirotasi. Kalau praktik di rumah sakit disamping di klinik fisioterapi, juga ke bangsal-bangsal, seperti bangsal pediatri, obsgin, pasien geriatri dan pasien-pasien pasca”

Sesuai hasil wawancara dengan direktur dan mahasiswa telah terbukti bahwa tempat praktik mahasiswa AKFIS ”YAB” Jogjakarta standar dan dapat memberikan pengetahuan yang tinggi tentang cara menangani kasus-kasus yang berhubungan dengan problem fisioterapi. Sumber Daya Manusia

Adapun yang berhubungan dangan kualifikasi dosen yaitu jumlah dan status kepegawaian, tingkat pendidikan dan kesesuaian pendidikan, pengalaman kerja, serta sistem pendidikan dan pelatihan.

Jumlah dan Status Kepegawaian Dosen. Tenaga dosen yang mengajar pada akademi ini memiliki status kepegawaian yang berbeda-beda yaitu, dosen tetap, dan dosen tidak tetap dengan latar belakang

Distant Learning Resouce Center Magister KMPK UGM http://lrc-kmpk.ugm.ac.id

11

Page 12: Journal YAB

Edi Wasito, Mubasysyir Hasanbasri; WPS no.10 Juli 2006 1st draft

pendidikan yang bervariasi, tetapi sesuai dengan bidang keahlian dan keterampilan masing-masing yakni diploma III fisioterapi, diploma IV fisioterapi, sarjana, dokter spesialis, dan pascasarjana dalam bidang fisioterapi baik yang fisioterapi maupun bidang lain yang berhubungan dengan kurikulum pendidikan di AKFIS. Adapun rasio tenaga dosen dengan jumlah mahasiswa adalah 1:14.

Jumlah dosen tetap di AKFIS “YAB” Jogjakarta belum sebanding dengan jumlah mahasiswa. Dosen Akademi lebih banyak di ambil dari tenaga praktisi daripada dosen profesional. Tenaga praktisi yang mengajar di akademi ini sudah memiliki rata-rata pengalaman kerja di atas 20 tahun, terutama dari profesi fisioterapi yang mana keahlian dan keterampilan dosen tersebut sudah tidak diragukan lagi karena sesuai dengan profesi yang mereka kerjakan sehari-harinya. Tabel 2 di bawah ini memperlihatkan tingkat pendidikan dan status kepegawaian dosen.

Tabel 2 . Jumlah dan Status Kepegawaian Dosen Status Kepegawaian

Pendidikan Tetap Tidak Tetap

Jumlah Persentase

Pascasarjana 0 2 2 10%

Dokter Spesialis 0 2 2 10%

Sarjana 1 7 8 37%

Diploma IV 4 3 7 33%

Diploma III 1 1 2 10% Jumlah 6 15 21 100%

Sesuai tabel di atas bahwa ketergantungan akademi terhadap

dosen tidak tetap masih tinggi. Terbukti dengan minimnya jumlah dosen tetap yang ada. Hal ini dapat membuktikan bahwa jumlah dosen tetap ahli fisioterapi belum memadai jika dibandingkan dengan komposisi mata kuliah yang berhubungan dengan profesi fisioterapi. Sebagaimana hasil wawancara dengan responden direktur akademi, beliau mengungkapkan:

“........ya...untuk tenaga dosen saya rasa belum cukup memadai terutama dari segi jumlah dosen tetap ahli fisioterapi masih kurang, kebanyakan dosen-dosen yang mengajar disini mereka itu rata-rata praktisi yang sudah lama bekerja di rumah sakit bahkan ada yang pensiunan. Mereka juga rata-rata mempunyai klinik fisioterapi sendiri. Jadi mereka ini bukan sebagai dosen profesional, kecuali dosen kontrak ada 2 orang dari AKFIS Solo. Dan masih ada dosen tetap yang berpendidikan Diploma tiga,namun beliau itu mempunyai pengalaman klinik yang sudah 25 tahun di rumah sakit dan beliau juga mengajar pada AKPER Notokusumo, juga punya klinik fisioterapi. Memang kita masih belum puas dengan peningkatan kecerdasan dan keterampilan untuk mengajar dosen yang ada”

Sesuai hasil wawancara dengan responden direktur akademi terbukti bahwa dosen tetap ahli fisioterapi yang ada semuanya dari

Distant Learning Resouce Center Magister KMPK UGM http://lrc-kmpk.ugm.ac.id

12

Page 13: Journal YAB

Edi Wasito, Mubasysyir Hasanbasri; WPS no.10 Juli 2006 1st draft

praktisi dan mempunyai masa kerja yang lama di rumah sakit. Hasil penelitian membuktikan bahwa jumlah dosen tetap ahli fisoterapi hanya ada 6 orang atau 19% dari jumlah keseluruhan dosen yang ada, itupun 2 orang tersebut bukan fisioterapis. Dengan demikian jika dibandingkan dengan komposisi mata kuliah perlu penambahan dosen. Hal ini belum sesuai dengan rasio yang di tetapkan Depkes (2004).

Dosen atau tenaga pengajar yang berkualitas (profesional) adalah mereka mereka yang memiliki kemampuan sesuai dengan profesinya. Melalui tenaga pengajar yang benar-benar profesional dalam melaksanakan Tridarma Perguruan Tinggi dapat mengkontribusi keluaran pendidikan yang berkualitas. Menurut Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Nomor 108 /Dikti/Kep/2001 tanggal 30 April 2001 bahwa setiap program studi minimal 4 orang dengan kualifikasi DIV/S1 yang sesuai dengan jenjang pendidikan program DIII. Menurut Depkes (2004), tenaga pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Kualifikasi dan jumlah dosen biasa menurut Depkes (2004) hendaknya sebanding dengan jumlah mahasiswa dengan rasio dosen biasa dan mahasiswa yaitu 1 : 7-12. Tenaga dosen yang ada di AKFIS “YAB” Jogjakarta berjumlah 21 orang yang terdiri atas dosen tetap dan dosen tidak tetap. Jumlah dosen tetap di AKFIS “YAB” masih belum cukup. Sementara rasio dosen biasa di akademi fisioterapi “YAB” Jogjakarta adalah 1:14.

Tingkat Pendidikan dan Kesesuaian Pendidikan. Tingkat pendidikan dan kesesuaian pendidikan merupakan syarat utama sebagai dosen. Dua hal ini akan mempengaruhi kualitas proses pembelajaran dan pada akhirnya akan menentukan kualitas kelulusan. Dosen tetap dengan tingkat pendidikan D-IV dan latar belakang yang sesuai ada 14%. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 3 berikut ini:

Tabel 3. Tingkat Pendidikan dan Kesesuaian Pendidikan Dosen Kesesuaian Pendidikan

Pendidikan

Jumlah Sesuai Tidak sesuai

Persentase Dosen yang

sesuai Pascasarjana 2 1 1 5%

Dokter Spesialis 1 1 0 5%

Sarjana 9 3 6 14%

Diploma IV 7 7 0 33%

Diploma III 2 1 1 5%

Jumlah 21 13 8 62%

Berkenaan dengan hal di atas peneliti melakukan wawancara dengan responden direktur akademi, beliau mengatakan:

Distant Learning Resouce Center Magister KMPK UGM http://lrc-kmpk.ugm.ac.id

13

Page 14: Journal YAB

Edi Wasito, Mubasysyir Hasanbasri; WPS no.10 Juli 2006 1st draft

“Saya rasa untuk tingkat pendidikan dosen yang mengajar di akademi ini sudah sesuai, karena pendidikan dosen rata-rata Diploma IV terutama dosen yang mengajar mata kuliah fisioterapi. Sedangkan kesesuaian pendidikan juga saya rasa mayoritas sudah sesuai, terutama dosen yang mengajar mata kuliah fisioterapi. Karena itu yang harus di utamakan sesuai dengan bidang pendidikannya. Kalau mata kuliah di luar bidang keahlian fisioterapi itu menurut saya tidak terlalu masalah”

Sesuai data dari Tabel di atas dan hasil wawancara dengan direktur akademi terbukti bahwa dosen tetap yang ada cukup memadai yaitu 62% dapat mendukung kualitas proses pembelajaran di akademi.

Pengalaman Kerja. Pengalaman kerja dosen sangat penting karena dosen yang sudah berpengalaman dan mempunyai masa kerja yang lama dalam memberikan pelajaran yang sesuai dengan bidangnya akan lebih profesional dibandingkan dengan mereka yang belum mempunyai pengalaman. Seperti halnya ada 1 orang dosen tetap dengan latar belakang pendidikan Diploma-III fisioterpi sudah berpengalaman 30 tahun di rumah sakit, mengelola klinik fisioterapi pribadi 15 tahun, dan masih mengajar mata kuliah fisioterapi pada AKPER Notokusumo Yogyakarta. Beliau selain dosen juga sebagai instruktur kepala laboratorium akademi dan juga sebagai kepala perpustakaan. Tiga orang dosen tetap lainnya dengan latar belakang pendidikan Diploma-IV fisioterapi. Rata-rata mereka berpengalaman sebagai praktisi 20 tahun di RS dan mengelola klinik fisioterapi sendiri. Satu orang diantaranya sebagai disamping sebagai dosen tetap juga ketua yayasan dan mempunyai klinik fisioterapi yang cukup terkenal di Yogyakarta.

Hasil penelitian telah membuktikan bahwa pengalaman kerja dosen tetap yang ada dengan masa kerja yang sudah lama dapat memberikan pengalaman dan keterampilan mereka karena sesuai dengan apa yang mereka kerjakan sebagai praktisi.

Sistem Pelatihan dan Pengembangan Dosen. Pendidikan dan pelatihan dosen belum pernah di laksanakan. Baik bersifat mandiri maupun mengirimkan dosen untuk magang atau jenis pendidikan lainnya. Selama ini hanya mengikuti pelatihan singkat seperti pelatihan yang di adakan oleh asosiasi profesi pusat. Pihak akademi mengirimkan salah satu dosen untuk ikut pelatihan tersebut. Walaupun sekarang ada rencana mengirimkan salah satu dosen untuk melanjutkan pendidikan fisioterapi ke Kanada pada tahun 2007 yang pendanaannya oleh Ikatan Fisioterapi Pusat.

Pengembangan sumber daya manusia dengan pendidikan dan pelatihan untuk mengembangkan kemampuan intelektual dan kepribadian manusia. Pendidikan dan pelatihan dalam organisasi merupakan proses pengembangan kemampuan. Perbedaan pendidikan dan pelatihan yaitu orientasi pendidikan lebih kepada pengembangan kemampuan, area penekanannya pada kognitif, afektif, psikomotor, dan waktunya relatif lebih panjang dan pada akhir proses mendapatkan surat tanda lulus atau

Distant Learning Resouce Center Magister KMPK UGM http://lrc-kmpk.ugm.ac.id

14

Page 15: Journal YAB

Edi Wasito, Mubasysyir Hasanbasri; WPS no.10 Juli 2006 1st draft

ijazah/gelar. Sedangkan pelatihan lebih berorientasi pada tugas tertentu yang harus dilaksanakan atau sedang dijalankan, area penekanannya pada psikomotor saja, dan waktunya relatif lebih pendek dan akhir dari proses diberikan sertifikat. Maka hasil yang diharapkan adalah terjadinya peningkatan pengetahuan dan sikap karyawan yang dapat mendukung kinerja yang diinginkan.Hasil wawancara dengan pudek I, beliau mengatakan:

“Sebenarnya tahun ini (2006) akademi mengirimkan dosen ke luar negeri (Kanada) yang membiayainya adalah IFI pusat, tetapi karena sesuatu dan lain hal batal, tetapi rencananya tahun 2007 yang akan datang ini. Kita hanya menyiapkan tenaga dosen yang siap untuk didik keluar negeri. Kita belum ada rencara kalau untuk menyekolahkan maklum kitakan masih baru, secara financial kita masih belum mampu untuk kesana, kalau untuk rencana diklat itu sudah kita usulkan ke pihak yayasan”.

Hal yang sama juga disampaikan oleh direktur akademi fisioterapi mengenai rencana pelatihan dan pengembangan bagi dosen.

“......kita memang sudah merencanakan untuk mengadakan pelatihan secara berkala bagi para dosen untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mereka, bahkan sudah kita usulkan ke pihak yayasan namun,...sampai saat ini nampaknya masih belum bisa direalisasi,....aaa...masalahnya apa. saya belum tahu, yang jelas 3 orang dosen sudah pernah kami kirimkan untuk mengikuti pelatihan yang diadakan oleh ikatan profesi fisioterapi pusat, dan tahun depan rencana akan diberangkatkan 1 orang dosen fisioterapi untuk pendidikan di Kanada dan ini disponsori oleh ikatan profesi juga. Pihak kita hanya mengirimkan tenaga dosen yang siap untuk disekolahkan”

Pelatihan di luar sekolah masih sedikit mendapat perhatian. Pelatihan yang pernah diikuti dosen yang tercatat baru 3 kali meliputi pelatihan fisioterapi singkat yang diadakan oleh ikatan profesi pusat dalam hal cedera olahraga, bobath dan fisioterapi anak. Sistem pelatihan dan pengembangan dosen belum mendapat perhatian serius, seperti mengirim dosen untuk magang di lembaga pendidikan, beasiswa, dan mendatangkan konsultan pendidikan. Tabel 4 di bawah ini merupakan analisis untuk menilai kondisi pendidikan dalam hal kualitas dosen.

Distant Learning Resouce Center Magister KMPK UGM http://lrc-kmpk.ugm.ac.id

15

Page 16: Journal YAB

Edi Wasito, Mubasysyir Hasanbasri; WPS no.10 Juli 2006 1st draft

Tabel 4. Kondisi Kualitas Pendidikan Belum Terlaksana Keunggulan Istimewa

• Jarang melakukan kuis/ penugasan evaluasi hanya dilakukan pada saat ujian tengah semester dan ujian akhir semester.

• Jumlah dosen fisioterapi lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah mata kuliah yang berkaitan langsung dengan profesi fisioterapi.

• Fasilitas buku-buku referensi yang ada di perpustakaan sangat kurang.

• Tidak pernah melakukan seminar/workshop dengan mengundang pakar fisioterapi.

• Minimal pendidikan dosen Diploma IV fisioterapi. namun ada dosen Diploma III yang sudah mempunyai masa kerja 35 tahun sebagai praktisi dan pengalaman mengajar di AKPER Notokusumo Yogyakarta sudah 25 tahun serta mengelola klinik fisioterapi pribadi > 15 tahun.

• 67% dosen tetap dengan latar belakang pendidikan fisioterapi mempunyai pengalaman praktisi di atas 20 tahun.

• Muatan lokal yang relevan dengan fisioterapi, kondisi pasar, dan globalisasi.

• Seminar studi kasus setiap awal bulan bagi mahasiswa yang melakukan praktik klinik.

• Lebih banyak dosen praktisi fisioterapi dibandingkan dosen profesional.

1 orang dosen Master Fisioterapi mengajar mata kuliah fisioterapi pada saraf.

Analisis Tabel 4 menunjukkan bahwa saat perlu segera membenahi dan melengkapi sarana buku-buku referensi yang merupakan penunjang utama dalam proses pembelajaran, baik bagi dosen maupun bagi mahasiswa. Namun dari kekurangan yang ada tersebut hal baik yang dilakukan oleh akademi dalam mempertahankan kualitas proses pembelajarannya adalah dengan memanfaatkan dosen-dosen praktisi yang sudah berpengalaman dan mempunyai pengalaman kerja yang sudah lama (rata-rata di atas 20 tahun) dalam bidang fisioterapi. Kondisi tersebut sangat menunjang bagi persentase pendidikan, karena pendidikan tinggi diploma III fisioterapi memerlukan keahlian manajemen serta keahlian dan keterampilan praktik. Segi kurikulum pengajaran baik dalam hal manajemen akademi bersama dengan ketua yayasan yang juga sebagai praktisi fisioterapi telah memasukan mata kuliah muatan lokal kewirausahaan dan English conversation. Hal ini merupakan antisipasi bagi para lulusan fisioterapi agar siap untuk berwirausaha dan bersaing dengan fisioterapis luar negeri dan bermanfaat jika ingin bekerja di luar negeri atau melanjutkan pendidikan. Tabel 5 di bawah ini merupakan

Distant Learning Resouce Center Magister KMPK UGM http://lrc-kmpk.ugm.ac.id

16

Page 17: Journal YAB

Edi Wasito, Mubasysyir Hasanbasri; WPS no.10 Juli 2006 1st draft

analisis untuk menilai strategi yang dilakukan akademi untuk pengembangan dosen di AKFIS “YAB” Jogjakarta.

Tabel 5. Harapan dan Kenyataan Pengembangan Dosen

Yang Belum Bisa Dilaksanakan Yang Telah Dilaksanakan • Beasiswa untuk pendidikan dan

pengembangan dosen. • Training dosen belum mendapat

perhatian yang serius dari akademi. • Memanfaatkan dosen senior yang

memiliki latar belakang pendidikan pascasarjana untuk memberikan pelatihan sesuai bidang keahliannya.

• Dosen magang di lembaga pengembangan SDM

• Mendatangkan konsultan pendidikan untuk pengembangan.

• Sudah dibuat usulan rencana untuk pendidikan dan pengembangan dosen.

• Mengikuti pelatihan fisioterapi cedera olah raga dan Bobath di Jakarta.

• Rencana pengiriman dosen ke Kanada tahun 2007 untuk melanjutkan pendidikan fisioterapi dengan biaya dari IFI pusat.

Menurut analisis peneliti dalam Tabel 5 di atas bahwa dalam

kualifikasi dosen yang merupakan faktor penting untuk mendapatkan perhatian adalah sistem pelatihan dan pengembangan dosen. Sistem tersebut dapat dilakukan dengan cara memberikan kesempatan kepada dosen untuk magang di lembaga pendidikan, pemberian beasiswa, dan mendatangkan konsultan pendidikan. Bagi para dosen yang berasal dari praktisi akan lebih baik lagi jika mengembangkan kemampuan dalam hal manajemen pendidikan. Hal ini merupakan kewajiban bagi manajemen akademi untuk memikirkan pengembangan dosen agar proses pembelajaran lebih berkualitas sesuai dengan harapan dan akhirnya akan menghasilkan kualitas profesi yang tinggi.

Distant Learning Resouce Center Magister KMPK UGM http://lrc-kmpk.ugm.ac.id

17

Page 18: Journal YAB

Edi Wasito, Mubasysyir Hasanbasri; WPS no.10 Juli 2006 1st draft

Daftar Pustaka

Pusdiknakes, (2003) Kurikulum Pendidikan Diploma III Fisioterapi., Badan

Pengembangan Dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan.

Sukmadinata. N.S, (2005) Metode Penelitian Pendidikan. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung

Thomson, (2002) Manajemen Sumber Daya Manusia. PT. Salemba Emban Patria, Jakarta

Distant Learning Resouce Center Magister KMPK UGM http://lrc-kmpk.ugm.ac.id

18