Journal Reading Completed Cakung

12
JOURNAL READING Honey Dressing Versus Silver Sulfadiazene Dressing for Wound Healing in Burn Patients: A Retrospective Study Oleh : dr. Rudhita Desy Jannah dr. Elsa Widjaja dr. Andhi Yatno Ermandaka dr. Priscilla dr. Dahvia Nursriyanti

description

JOURNAL

Transcript of Journal Reading Completed Cakung

Page 1: Journal Reading Completed Cakung

JOURNAL READING

Honey Dressing Versus Silver Sulfadiazene Dressing for

Wound Healing in Burn Patients: A Retrospective Study

Oleh :

dr. Rudhita Desy Jannah

dr. Elsa Widjaja

dr. Andhi Yatno Ermandaka

dr. Priscilla

dr. Dahvia Nursriyanti

PROGRAM DOKTER INTERNSIP

PUSKESMAS KECAMATAN CAKUNG

DKI JAKARTA

Page 2: Journal Reading Completed Cakung

2014

ARTIKEL ASLI

Dressing Madu dibandingkan Dressing Silver Sulfadiazene untuk

Penyembuhan Luka Bakar pada Pasien : Sebuah Studi Retrospektif

Objektif: Bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh dressing dengan madu dan

dressing dengan perak sulfadiazene (SSD) pada penyembuhan luka pada pasien luka

bakar. Material dan Metode: Kami secara retrospektif meninjau catatan dari 108

pasien (14-68 tahun), dengan luka bakar derajat pertama dan kedua, kurang dari 50%

dari luas total permukaan tubuh, oleh lembaga kami, selama 5 tahun (2004-2008). 51

pasien diobati dengan dressing madu dan 57 dengan SSD. Waktu berlalu sejak

terjadinya luka bakar, situs, persentase, derajat dan kedalaman luka bakar, hasil kultur

sensitivitas di berbagai interval waktu, durasi penyembuhan, pembentukan pasca

perawatan bekas luka hipertrofik, dan / atau kontraktur dicatat dan dianalisis. Hasil:

Durasi rata-rata kesembuhan adalah 18,16 dan 32,68 hari untuk kelompok madu dan

kelompok SSD. Luka dari semua pasien yang dilaporkan dalam waktu 1 jam, menjadi

steril dengan dressing madu dalam waktu kurang dari 7 hari sementara tidak ada pada

SSD. Semua luka yang diobati dengan madu menjadi steril dalam waktu 21 hari

sedangkan untuk luka yang diobati dengan SSD, adalah 36,5%. Hasil akhir terlihat

pada 81% dari pasien pada “kelompok madu" sementara hanya 37% pasien pada

"kelompok SSD.". Kesimpulan: Dressing dengan madu membuat luka steril dalam

waktu cepat, meningkatkan penyembuhan, dan memiliki hasil yang lebih baik pada

luka luas dan kontraktur setelah terbakar, dibandingkan dengan dressing dengan SSD.

KATA KUNCI: Luka, dressing dengan madu, dressing dengan perak sulfadiazin

Introduksi

Jumlah pasti pada kasus luka bakar sulit untuk ditentukan; Namun, di negara

seperti India, dengan populasi penduduk lebih dari 1 miliar , ada sekitar 700,000-

800,000 penerimaan pasien luka bakar per tahun. [1] Luka bakar pada kulit

menghilangkan fungsi protektif kulit sendiri sebagai penghalang mikroorganisme,

sehingga dapat mengarahkan risiko tinggi terjadinya infeksi. Dengan demikian, pasien

Page 3: Journal Reading Completed Cakung

luka bakar menghadapi morbiditas daripada mortalitas karena luasnya permukaan

luka bakar yang terinfeksi, penyembuhan yang memakan waktu lama dengan dressing

, mengarah pada kecacatan dan kontraktur. [2] Sayangnya, manajemen pada luka bakar

masih tetap menjadi perdebatan dan dressing yang ideal untuk luka bakar belum

ditemukan. [2] Selain itu, di negara-negara berkembang, manajemen pada luka bakar

penuh dengan kesulitan.

Berbagai bahan material telah digunakan untuk dressing pada luka bakar

seperti membran amnion, kupasan kentang rebus, daun pisang, cream soframicin,

perak sulfadiazene, pencangkokan kulit, faktor pertumbuhan epidermal, dressing

dengan madu, dll. Madu yang murah dan mudah didapat adalah bahan dressing yang

masuk akal di negara-negara berkembang. Penelitian ini bertujuan untuk

membandingkan efek dari dressing dengan madu dan dressing dengan perak

sulfadiazene (SSD) pada penyembuhan luka.

Shilpi Singh Gupta, Onkar Singh, Praveen Singh Bhagel, Sonia Musa, Sumit Shukla, Raj Kumar Mathur.Departemen Ilmu Bedah, MGM Medical College dan Rumah Sakit MY, Indore, Madhya Pradesh, India.Alamat korespondensi:dr. Shilpi Singh Gupta, Sangowal, Nakodar, Jalandhar - 144 041, Punjab, India. Email : [email protected]

Material dan Metode

Catatan pasien dengan luka bakar yang telah diobati dengan dressing madu

atau dressing silver sulfadiazin di pusat kami selama 5 tahun (Januari 2004 sampai

Desember 2008) telah ditinjau. Catatan total 108 pasien (catatan lengkap) dari kedua

jenis kelamin yang berusia 14-68 tahun, dengan derajat pertama dan kedua luka bakar,

memiliki daerah yang terbakar kurang dari 50% dari luas total permukaan tubuh

(TBSA) dimasukkan. Pasien yang berada dalam keadaan immunocompromised,

kegagalan organ, dan kemoterapi tidak dimasukkan. Untuk kenyamanan dan

Page 4: Journal Reading Completed Cakung

perbandingan, pasien dibagi menjadi dua kelompok: "kelompok madu" dan

"kelompok Silver Sulfadiazine (SSD) "

Terlepas dari umur / jenis kelamin dan data pasien biasa, waktu yang

diperlukan mulai dari pasien terkena luka bakar hingga sampai rumah sakit, hasil

pemeriksaan darah rutin dan sampel swab luka semuanya dikumpulkan. Selain itu,

hasil dari penilaian klinis luka dilakukan waktu ke waktu, dipengaruhi luas

permukaan, derajat, kedalaman, ada atau tidak adanya pengelupasan, kultur

sensitifitas setiap hari ketujuh, ada tidaknya pengobatan tambahan dan hasilnya juga

dicatat.

Seiring dengan stabilisasi, pada semua pasien, antibiotik intravena atau oral

dimulai sesuai protokol rumah sakit. Sampel swab luka diambil pada saat datang dan

setiap hari ketujuh dari hari kedatangan. antibiotik diubah sesuai dengan hasil kultur

sensitivitas. Antibiotik diberikan untuk minimum 5 hari atau setelah 48 jam

subsidence demam. Luka diperiksa dengan hati-hati dan dicuci dengan larutan NaCl.

Pasien yang disebutkan di bawah "kelompok madu" yang dibalut dengan madu yang

tidak dicampur air dan “kelompok SSD” dengan ssd cream setiap hari. Setelah

aplikasi bahan tersebut, kita memilih membiarkan luka tetap terbuka. Pasien

ditindaklanjuti setiap dua minggu untuk 2 bulan pertama, sebulan sekali selama 4

bulan ke depan, dan sekali di 6 bulan setelahnya.

Kami mengukur hasil akhir, dalam hal lengkap atau tidaknya penyembuhan.

Kriteria untuk penyembuhan total termasuk penyembuhan lengkap tanpa bekas luka

atau kontraktur. Pembentukan bekas luka ringan, hipertrofik parut dan / atau

kontraktur kita namakan penyembuhan tidak lengkap.

Karakteristik pasien dan waktu yang diperlukan setelah terkena luka bakar

hingga mencapai rumah sakit ditunjukkan pada Tabel 1. Dari total 108 pasien,

mayoritas (n = 36) dilaporkan dalam waktu 1-8 jam setelah terkena luka bakar. Enam

puluh lima pasien yang dilaporkan dalam 24 jam pertama luka bakar [Tabel 1]. Tidak

ada perbedaan yang signifikan di antara pasien pada kedua kelompok sejauh

karakteristik pasien diperhatikan kecuali bahwa lebih banyak pasien dalam "kelompok

madu" yang dilaporkan dalam 8 jam pertama.

Hanya satu pasien dalam "Kelompok Madu," diantara mereka yang disajikan

dalam waktu kurang dari 1 jam dari luka bakar, memiliki kultur swab luka positif

pada saat masuk, sementara angka yang sesuai untuk "Kelompok SSD" adalah 35%.

Page 5: Journal Reading Completed Cakung

Pasien yang datang dalam 1-8 jam setelah luka bakar (83% dan 75% dalam dua

kelompok, masing-masing) mempunya kultur swab luka positif saat penerimaan.

Semua pasien pada kedua kelompok pelaporan setelah 24 jam (100%) memiliki kultur

swab luka positif [Tabel 2].

Tabel 1 : Karakteristik pasien dan rentang waktu setelah terjadinya luka bakar

*Mann-Whitney Test **Pearson`s Chi – square Test

Tabel 2 : Rentang waktu terjadinya luka bakar sampai diaporkan dan hasil kultur

swab luka pada kedua kelompok

Durasi rata-rata penyembuhan luka pada pasien "Kelompok Madu" terjadi

dalam 1, 2-8, dan 9-24 jam, dan lebih dari 48 jam adalah 18,8, 17,8, 21,25, dan 14,25

hari. Di antara pasien dalam "kelompok SSD" jangka waktu rata-rata kesembuhan

adalah 27,6, 32,4, 32,5, 32,5 dan 38,6 hari untuk waktu yang sama pada pelaporan

[Tabel 3]. Jangka waktu sehingga rata-rata kesembuhan pasien di "Kelompok madu"

(18,1 hari, SD = 2.3) secara signifikan lebih rendah dari pasien dalam "kelompok

SSD" (32,6 hari,SD = 3,6, P <0,05).

Di antara pasien yang diobati dengan dressing madu, kultur swab pada luka

menjadinegatif dalam waktu kurang dari 7 hari, di 62%, 50%, dan 40% dari total

Page 6: Journal Reading Completed Cakung

jumlah pasien yang dilaporkan dalam 2-8, 9-24, dan setelah 48 jam[Tabel 4]. Di

antara pasien yang diobati dengan dressing SSD, tidak ada luka pada pasien yang

menjadi steril dalam waktu kurang dari 7 hari. Luka dari setengah jumlah

pasien(50%) yang terpapar dalam waktu kurang dari 1 jam luka bakar menjadi steril

dalam waktu kurang dari 21 hari, 14% dalam waktu kurang dari 14 hari, dan 16% di

lebih dari 28 hari.

Di antara pasien yang dipaparkan dalam 2-8 jam, 28,5% mendapati luka

mereka steril dalam waktu kurang dari 28 hari, 42,8% dalam waktu kurang dari 21

hari, dan 14,2% lebih dari 28 hari. Di antara pasien yang terpapar setelah 48 jam,

62,5% mendapati luka-luka mereka steril lebih dari 28 hari, dan 25% dan 14,2%

dalam waktu kurang dari 28 dan 21 hari,[Tabel 4]. Semua perbedaan ini secara

signifikan mendukung dressing menggunakan madu.

Di antara 41 pasien yang diobati dengan dressing madu yang dilaporkan dalam

waktu 24 jam, 32 pasien (80%) sembuh sempurna sementara 9 tidak sempurna. 2 dari

9 pasien berkembang ke luka bakar derajat ketiga. Dari total 51 pasien yang diobati

dengan dressing madu, 41 pasien (81%) sembuh total. Pada kelompok SSD dari 42

pasien dipaparkan dalam waktu 24 jam, hanya 17 pasien (45%) memiliki hasil

sempurna, dan dari total 57 pasien, hanya 27 pasien (47%) mencapai hasil yang

sempurna. Tiga pasien di kelompok SSD berkembang derajat ketiga. Perbedaan ini

secara statistik signifikan (P = 0,002 selama 24 jam, dan P =0,003 selama 48 hasil h;

[Tabel 5]).

PEMBAHASAN

Setidaknya dalam 2.700 tahun, madu telah digunakan untuk mengobati

berbagai penyakit melalui aplikasi secara topikal, tetapi hanya baru-baru ini sifat

antiseptik dan anti bakteri pada madu telah dijelaskan secara kimia. Aktivitas anti

bakteri pada madu ini terutama disebabkan adanya inhibines, yang terdiri dari

hidrogen peroksida, flavonoid, asam phenolic, dan banyak zat tak dikenal lainnya. [3-5]

Fitur lain yang memberikan sifat anti bakteri pada madu adalah aktivitas air yang

rendah menyebabkan osmosis [5] dan keasaman yang tinggi.[6]

Meskipun, Moore et al., [7] melalui review percobaan terkontrol acak sebelumnya yang

membandingkan madu dengan bahan lainnya, menyimpulkan kepercayaan pada

kesimpulan madu yang merupakan pengobatan yang berguna untuk luka superfisial

Page 7: Journal Reading Completed Cakung

atau luka bakar ringan, namun baru-baru ini pada tahun 2004, Profesor Peter Molan

dari Selandia Baru, berdasarkan karyanya di Honey Research Unit, University of

Waikato mengatakan bahwa

Tabel 3: Jarak waktu setelah luka bakar sampai pelaporan, dan "penyembuhan"

dengan pengobatan

Tabel 4: Sterilisasi luka dari pelaporan berbeda yang dicapai oleh kelompok madu dan

SSD

Tabel 5 :

Page 8: Journal Reading Completed Cakung

REFERENSI

1. Jaiswal AK, Aggarwal H, Solanki P, Lubana PS, Mathur RK, Odiya S. Epidemiological and socio-cultural study of burn patients in M. Y. Hospital, Indore, India. Indian J Plast Surg 2007;40:158-63.

2. Subrahmanyam M. Honey dressing versus boiled potato peel in the treatment of burns: A prospective randomized study. Burns 1996;22:491-3.

3. Wahdan H. Causes of the antimicrobial activity of honey. Infection 1998;26:26-31.4. Schepartz AI, Subers MH. Catalase in Honey. J Apic Res 1966;5:37-43. 5. Subrahmanyam M. Addition of antioxidant and polyethylene glycole 4000 enhances

the healing property of honey in burns. Ann Burns Fire Disasters 1996;9:93-5.6. Waikato Honey Research Unit, University of Waikato, Hamilton, New Zealand. Honey

as an Antimicrobial Agent. Available from: http://bio.waikato.ac.nz/honey/honey_intro.shtml.

7. Moore OA, Smith LA, Campbell F, Seers K, McQuay HJ, Moore RA. Systematic review of the use of honey as a wound dressing. BMC Complement Altern Med 2001;1:2.

8. Angie Knox. Harnessing honey’s healing power. BBC– Excerpt from: http://news.bbc.co.uk/2/hi/3787867.stm.

9. Goldenheim PD. An appraisal of povidone-iodine and wound healing. Postgrad Med J 1993;69:97-105.

10. Ozbek S, Ozgenel Y, Etoz A, Akin S, Kahveci R, Heper Y, et al. The effect of delayed admission in burn centers on wound contamination and infection rates. Ulus Travma Acil Cerrahi Derg 2005;11:230-7.

11. Onuba O, Udoidiok E. Hospital management of massive burns in the developing countries. Burns Incl Therm Inj 1987;13:386-90.

12. Brånemark PI, Ekholm R, Albrektsson B, Lindstrom J, Lundborg G. Lundskog J. Tissue Injury caused by wound disinfectants. J Bone Joint Surg Am 1967;49:48-62.

13. Subrahmanyam M. A prospective randomised clinical and histological study of superficial burn wound healing with honey and silver sulfadiazine. Burns 1998;24:157-61.

14. Subrahmanyam M. Topical application of honey in treatment of burns.Br J Surg 1991;78:497-8.

15. Nagane NS , Ganu J V, Bhagwat VR, Subramanium M. Efficacy of topical honey therapy against silver sulphadiazine treatment in burns: A biochemical study. Indian J Clin Biochem 2004;19:173-6.

16. Hussain S, Ferguson C. Best evidence topic report. Silver sulphadiazine cream in burns. Emerg Med J 2006;23:929-32.

How to cite this article: Gupta SS, Singh O, Bhagel PS, Moses S, Shukla S, Mathur RK. Honey dressing versus silver sulfadiazene dressing for wound healing in burn patients: A retrospective study. J Cutan Aesthet Surg 2011;4:183-7.Source of Support: Nil. Conflict of Interest: None declared.

Page 9: Journal Reading Completed Cakung

Copyright of Journal of Cutaneous & Aesthetic Surgery is the property of Medknow Publications & Media Pvt. Ltd. and its content may not be copied or emailed to multiple sites or posted to a listserv without the copyright holder's express written permission. However, users may print, download, or email articles for individual use.