Jenis Pelatihan Oke
-
Upload
daniassalam-rohul -
Category
Documents
-
view
7 -
download
0
description
Transcript of Jenis Pelatihan Oke
-
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Manajemen
2.1.1.1 Pengertian Manajemen
Menurut George R.Terry : Manajemen merupakan suatu proses khas yang
terdiri dari tindakan-tindakan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan
pengendalian yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran yang
telah ditentukan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya
lainnya.
Menurut James A.F. Stoner : Manajemen adalah proses perencanaan,
pengorganisasian dan penggunaan sumberdaya organisasi lainnya agar mencapai
tujuan organisasi yang telah ditetapkan.
Manajemen (pengelolaan) adalah hal yang dilakukan oleh para
manajer. Dimana manajer adalah seseorang yang melakukan koordinasi
dan pengawaan terhadap pekerjaan orang lain demi mencapai sasaran-
sasaran organisasi.
Penjelasan yang lebih baik adalah manajemen melibatkan aktivitas-
aktivitas koordinasi dan pengawasan terhadap pekerjaan orang lain,
sehingga pekerjaan tersebut dapat diselesaikan secara efisien dan efektif.
-
9
2.1.1.2 Fungsi-Fungsi Manajemen
Menurut Fayol setiap manajer menjalankan lima buah fungsi:
perencanaan (planning), penataan (organizing), penugasan (commanding),
pengkoordinasian (coordinating), dan pengendalian (controlling). Di masa
kini, perencanaan (planning), penataan (organizing), kepemimpinan
(leading), pengkoordinasian (coordinating), dan pengendalian
(controlling).
1) Perencanaan seorang manajer akan mendefinisikan sasaran-sasaran,
menetapkan strategi untuk mencapai sasaran-sasaran itu, dan
mengembangkan rencana kerja untuk memadukan dan
mengkoordinasikan berbagai aktivitas menuju sasaran-sasaran
tersebut.
2) Penataan dimana seorang manajer melakukan penataan, ia akan
menentukan tugas-tugas apa yang harus dikerjakan, siapa-siapa yang
akan melakukannya, bagaimana tugas-tugas tersebut dikelompokan,
siapa yang harus melapor kepada siapa, dan dimana keputusan-
keputusan akan diambil.
3) Kepemimpinan, seorang manajer memotivasi para bawahannya,
membantu mereka menyelesaikan konflik diantara mereka,
mengarahkan para individu atau kelompok-kelompok individu dalam
bekerja, memilih metode komunikasi yang paling efektif, atau
-
10
menangani beragam isu lainnya yang berkaitan dengan perilaku
karyawan.
4) Pengendalian suatu bentuk evaluasi untuk mengetahui sejauh mana
segala sesuatunya berjalan sesuai rencana. Untuk memastikan sasaran-
sasaran dapat dicapai dan pekerjaan-pekerjaan diselesaikan
sebagaimana mestinya, seorang manajer harus mengawasi dan menilai
kinerja aktual. Kinerja aktual ini harus dibandingkan dengan sasaran-
sasaran yang digariskan. bila sasaran-sasaran ini belum tercapai,
adalah tugas manajemen untuk mengembalikannya pada jalur yang
benar. Proses pengawasan, penilaian (evaluasi), dan koreksi ini adalah
apa yang disebut sebagai fungsi pengendalian.
2.1.2 Manajemen Sumber Daya Manusia
2.1.2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia
Menurut Mathis & Jackson (2006:3) Manajemen Sumber Daya
Manusia-SDM (human resource- HR Management) adalah rancangan
sistem-sistem formal dalam sebuah organisasi untuk memastikan
penggunaan bakat manusia secara efektif dan efisien guna mencapai
tujuan-tujuan organisasional.
Menurut Cushway (2002) Manajemen Sumber Daya Manusia adalah
bagian dari proses organisasi dalam mencapai tujuan.
-
11
Menurut Hasibuan (2005) Manajemen Sumber Daya Manusia adalah
ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif
dan efisien membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan, dan
masyarakat.
Jadi menurut pengertian di atas dapat disimpulkan Manajemen Sumber
Daya Manusia adalah ilmu untuk merancang proses organisasi dengan
memastikan penggunaan sumber daya manusia secara efektif dan efisien
untuk mencapai tujuan organisasi.
2.1.2.2 Aktivitas SDM
Manajemen SDM terdiri atas beberapa kelompok aktivitas yang saling
berhubungan yang terjadi dalam konteks organisasi. Selain itu, semua
manajer yang memiliki tanggung jawab SDM harus mempertimbangkan
pengaruh lingkungan eksternal hukum, politik, ekonomi, sosial,
kebudayaan, dan teknologi ketika menyampaikan aktivitas ini. Berikut
adalah tinjauan singkat tujuh aktifitas SDM :
1) Perencanaan dan Analisis SDM. Lewat perencanaan SDM, para
manajer berusaha untuk mengantisipasi kekuatan yang akan
mempengaruhi persediaan dan tuntutan karyawan di masa depan.
Sebagai bagian dari usaha mempertahankan daya saing organisasional,
harus ada analisis dan penilaian efektivitas SDM.
-
12
2) Kesetaraan Kesempatan Kerja. Pemenuhan hukum dan peraturan
tentang kesetaaran kesempatan kerja mempengaruhi semua aktivitas
SDM yang lain dan integral dengan manajemen SDM.
3) Pengangkatan Pegawai. Tujuan dari pengangkatan pegawai adalah
memberikan persediaan yang memadai atas individu-individu yang
berkualifikasi untuk mengisi lowongan pekerjaan di sebuah
organisasi. Analisis pekekrjaan merupakan dasar untuk fungsi
pengangkatan pegawai. Deskripsi pekekrjaan dan spesifikasi
pekerjaan digunakan ketika merekrut para pelamar.
4) Pengembangan SDM. Dimulai dengan orientasi karyawan baru,
pengembangan SDM juga meliputi pelatihan keterampilan
pekerjaan.
5) Kompensasi dan Tunjangan. Memberikan penghargaan kepada
karyawan atas pelaksanaan pekerjaan melalui gaji, insentif, dan
tunjangan. Para pemberi kerja harus mengembangkan dan
memperbaiki sistem upah dan gaji dasar mereka, program insentif
juga mulai diguanakan. Kenaikan yang cepat dalam hal biaya
tunjangan, terutama tunjangan kesehatan, akan terus menjadi
persoalan utama.
6) Kesehatan, Keselamatan, dan Keamanan. Jaminan atas kesehatan
fisik dan mental serta keselamatan para karyawan adalah hal yang
sangat penting.
-
13
7) Hubungan Karyawan dan Buruh/Manajemen. Hubungan antara
para manajer dan karyawan mereka harus ditangani secara efektif
apabila karyawan dan organisasi ingin sukses bersama.
2.1.3 Pelatihan
2.1.3.1 Pengertian Pelatihan
Untuk mengetahui istilah yang tepat maka terlebih dahulu perlu
diketahui beberapa definisi dari pelatihan yang dikutip dari beberapa ahli .
1) Mathis & Jackson (2006:301) menyatakan pelatihan adalah sebuah
proses dimana orang mendapatkan kapabilitas untuk membantu
pencapaian tujuan-tujuan organisasional.
Karena proses ini berkaitan dengan berbagai tujuan organisasional,
pelatihan dapat dipandang secara sempit atau luas. Dalam pengertian
terbatas, pelatihan memberikan karyawan pengetahuan dan
keterampilan yang spesifik dan dapat diidentifikasi untuk digunakan
dalam pekerjaan mereka saat ini. Kadang-kadang ditarik perbedaan
antara pelatihan dan pengembangan, dimana pengembangan
mempunyai cakupan yang lebih luas dan berfokus pada pemberian
individu dengan kapabilitas baru yang berguna untuk pekerjaan
sekarang maupun masa depan.
-
14
2) Veithzal Rivai (2004:226) menyatakan pelatihan adalah proses secara
sisitematis mengubah tingkah laku pegawai untuk mencapai tujuan
organisasi.
3) Dessler (2004) menyatakan pelatihan merupakan proses mengajarkan
keterampilan yang dibutuhkan karyawan untuk melakukan
pekerjaannya.
4) Menurut Sastradipoera (2006) menyatakan pengembangan dan
pelatihan dapat dianggap sebagai suatu proses penyampaian
pengetahuan, keterampilan, dan pembinaan sikap dan kepribadian para
pekerja atau calon pekerja yang dilaksanakan dengan cara terbimbing
dan sistematis, dan dengan menggunakan metodik dan didaktik yang
relevan untuk keduanya.
2.1.3.2 Faktor-Faktor yang Berperan dalam Pelatihan
Menurut Veithzal Rivai (2004:240) dalam melaksanakan pelatihan ini
ada beberapa faktor yang beperan yaitu instruktur, peserta, materi (bahan),
metode, tujuan pelatihan, dan lingkungan yang menunjang. Dalam
menentukan teknik-teknik pelatihan dan pengembangan, timbul masalah
mengenai trade-off. Oleh karena itu, tidak ada teknik tunggal yang terbaik.
Metode pelatihan terbaik tergantung dari bebrapa faktor. Beberapa faktor
yang perlu dipertimbangkan dan berperan dalam pelatihan :
-
15
1) cost-efectiveness (efektivitas biaya)
2) materi program yang dibutuhkan
3) prinsip-prinsip pembelajaran
4) ketepatan dan kesesuaian fasilitas
5) kemampuan dan prefrensi peserta pelatihan
6) kemampuan dan prefrensi instruktur pelatihan
2.1.3.3 Tujuan Pelatihan
Tiga jenis tujuan pelatihan yang dapat ditetapkan adalah :
1) Pengetahuan : Menanamkan informasi kognitif dan perincian untuk
peserta pelatihan. Sehingga pekerjaan dapat diselesaikan dengan lebih
cepat dan lebih efektif.
2) Keterampilan : Mengembangkan perubahan perilaku dalam
menjalankan kewajiban-kewajiban pekerjaan dan tugas. Sehingga
pekerjaan dapat diselesaikan secara rasional.
3) Sikap : menciptakan ketertarikan dan kesadaran akan pentingnya
pelatihan. Sehingga menimbulkan kemajuan kerjasama dengan teman-
teman pegawai dan dengan manajemen (pimpinan).
-
16
2.1.3.4 Manfaat Pelatihan
Manfaat pelatihan menurut Veithzal Rivai (2004:231)
1) Manfaat bagi karyawan :
(1) Membantu karyawan mengatasi stres, tekanan, frustrasi, dan
konflik
(2) Meningkatkan kepuasan kerja dan pengakuan
(3) membantu menghilangkan rasa takut melaksanakan tugas baru
(4) membantu karyawan dalam membuat keputusan dan
pemecahan masalah yang lebih efektif
(5) Membantu mendorong dan mencapai pengembangan diri dan
rasa percaya diri
2) Manfaat bagi perusahaan
(1) membantu mempersiapkan dan melaksanakan kebijakan
perusahaan
(2) menciptakan iklim yang baik untuk pertumbuhan
(3) membantu menangani konflik sehingga terhindar dari stres dan
tekanan kerja
(4) memperbaiki moral SDM
-
17
(5) memperbaiki pengetahuan kerja dan keahlian pada semua level
perusahaan
(6) mengarahkan untuk meningkatkan profitabilitas atau sikap
yang lebih positif terhadap orientasi profit.
2.1.3.5 Jenis-Jenis Pelatihan
Pelatihan dapat dirancang untuk memenuhi sejumlah tujuan berbeda
dan dapat diklasifikasikan ke dalam berbagai cara. Beberapa
pengelompokan yang umum meliputi :
1) Pelatihan yang dibutuhkan dan rutin : Dilakukan untuk memenuhi
berbagai syarat hukum yang diharuskan dan berlaku sebagai
pelatihan untuk semua karyawan (orientasi karyawan baru).
2) Pelatihan pekerjaan/teknis : Memungkinkan para karyawan untuk
melakukan pekerjaan, tugas, dan tanggung jawab meraka dengan
baik (misalnya: pengetahuan tentang produk, proses dan prosedur
teknis, dan hubungan pelanggan).
3) Pelatihan antar pribadi dan pemecahan masalah : Dimaksudkan
untuk mengatasi masalah operasional dan antarpribadi serta
meningkatkan hubungan dalam pekerjaan organisasional
(misalnya: komunikasi antarpribadi, keterampilan-keterampilan
manajerial/kepengawasan, dan pemecahan konflik).
-
18
4) Pelatihan perkembangan dan inovatif : Menyediakan fokus jangka
panjang untuk meningkatkan kapabilitas individual dan
organisasional untuk masa depan (misalnya: praktik-praktik bisnis,
perkembangan eksekutif, dan perubahan organisasional.
2.1.3.6 Metode Pelatihan dan Pengembangan
1) Metode On-the-Job
(1) Pelatihan Instruksi Kerja: Karyawan langsung belajar menjalankan
pekerjaannya saat ini. Yang menjadi instruktur bisa pelatih khusus,
atasan/supervisor, atau rekan kerja yang berpengalaman.
(2) Rotasi Jabatan: Karyawan berpindah-pindah dari satu jabatan ke
jabatan lainnya. Ini penting untuk membuat karyawan ahli dalam
berbagai pekerjaan sehingga bisa cepat menggantikan karyawan lain
yang cuti, absen, diberhentikan, atau mengundurkan diri.
(3) Magang dan Coaching: Dengan magang karyawan belajar pada
karyawan lain yang lebih berpengalaman, meskipun bisa juga
dikombinasikan dengan pelatihan di kelas di luar jam kerja. Coaching
mirip dengan magang karena seorang coach (pembimbing) berusaha
memberi contoh untuk ditiru karyawan yang sedang dilatih (trainee).
Coaching biasanya dilakukan langsung oleh supervisor atau manajer
dari karyawan yang bersangkutan.
-
19
2) Metode Off-the-Job
(1) Ceramah dan Presentasi Video: Ceramah dan metode off-the-job
lainnya lebih mengandalkan komunikasi dibandingkan contoh.
Ceramah adalah cara yang populer karena relatif murah dan bisa
mengatur bahan belajar untuk disampaikan dengan baik. Namun,
partisipasi, umpan balik, kecepatan transfer, dan pengulangannya
seringkali rendah. Hal ini bisa diatasi dengan menyisipkan sesi diskusi
dalam ceramah. Presentasi melalui televisi, film, dan slide mirip
dengan ceramah, bahkan hal tersebut bisa lebih menarik bagi peserta
pelatihan.
(2) Vestibule Training: Vestibule training adalah pelatihan yang
menggunakan tiruan dari situasi kerja yang sesungguhnya, misalnya
menggunakan tiruan bank, rumah sakit, hotel, dan sebagainya.
(3) Role Playing dan Behavior Modeling: Dalam role playing (bermain
peran) para karyawan mencoba memainkan peran tertentu yang ada
dalam situasi kerja yang nyata. Misalkan saja ada karyawan yang
memainkan peran manajer yang sedang memberi saran kepada
bawahannya, dan ada karyawan yang memerankan bawahan tersebut.
Dalam behavior modeling para karyawan berusaha meniru perilaku
kerja tertentu sampai mereka benar-benar menguasai. Rekaman video
bisa membantu para karyawan untuk mengamati perilaku mereka
sendiri dan memperoleh umpan balik untuk penyempurnaan.
-
20
(4) Studi Kasus: Dengan studi kasus para karyawan mempelajari situasi
nyata atau rekaan yang bisa terjadi dalam pekerjaan mereka. Di sini
mereka bisa meningkatkan kemampuan pengambilan keputusan dan
pemecahan masalah.
(5) Simulasi: Simulasi biasanya menggunakan mesin canggih yang bisa
memunculkan situasi kerja yang nyata. Mesin itu disebut simulator,
misalnya saja ada simulator pesawat terbang, kapal laut, kereta api,
dan sebagainya. Ada pula simulator yang berupa program komputer
yang bisa mensimulasikan strategi-strategi dalam bekerja, misalnya
strategi bisnis, olah raga, dan sebagainya.
(6) Belajar Mandiri dan Pembelajaran Terprogram: Para karyawan bisa
mempelajari sendiri pekerjaannya dengan bantuan bahan-bahan
instruksional yang dirancang sedemikian rupa. Cara ini sangat
berguna jika posisi karyawan tersebar secara geografis sehingga sulit
mengumpulkan mereka pada satu lokasi. Dengan perkembangan
komputer, cara ini menjadi lebih mudah karena para karyawan bisa
lebih cepat memperoleh umpan balik dan panduan melalui program
komputer yang dirancang sedemikian rupa untuk menyampaikan
materi yang bisa dipelajari sendiri oleh para karyawan.
(7) Pelatihan Laboratorium: Dalam pelatihan laboratorium para
karyawan berbagi pengalaman, perasaan, dan persepsi sehingga di sini
mereka bisa meningkatkan kemampuan interpersonalnya.
-
21
(8) Action Learning: Dalam action learning sekelompok kecil karyawan
harus memecahkan sebuah masalah nyata yang terjadi dalam
organisasi. Mereka dibantu oleh seorang fasilitator yang bisa seorang
konsultan dari luar atau staf internal organisasi.
(9) Business game (permainan bisnis): adalah metode pelatihan dan
pengembangan yang memungkinkan para peserta untuk mengambil
peran-peran seperti presiden, controller, atau vice president
pemasaran dari dua organisasi bayangan atau lebih dan bersaing satu
sama lain dengan memanipulasi faktor-faktor yang dipilih dalam suatu
situasi bisnis tertentu.
2.1.3.7 Langkah-langkah dalam Proses Pelatihan
Dessler (2003:217) mengatakan proses pelatihan terdiri dari lima
langkah :
1) Langkah analisis kebutuhan
Untuk mengetahui keterampilan kerja spesifik yang dibutuhkan,
menganalisis keterampilan dan kebutuhan calon yang akan dilatih,
dan mengembangkan pengetahuan khusus yang terukur serta tujuan
prestasi.
-
22
2) Langkah merancang instruksi
Untuk memutuskan, menyusun, dan menghasilkan isi program
pelatihan, termasuk buku-buku kerja, latihan, dan aktivitas.
3) Langkah validasi
Program pelatihan dengan menyajikannya kepada beberapa
pemirsa yang bisa memiliki.
4) Langkah penerapan program
Pada langkah keempat, perusahaan melatih karyawan yang
ditargetkan.
5) Langkah evaluasi
Manajemen perusahaan menilai keberhasilan atau kegagalan
pelatihan.
2.1.3.8 Analisis Penilaian Kebutuhan Pelatihan
Menurut Mathis & Jackson (2006:309) terdapat tiga sumber analisis
penilaian kebutuhan pelatihan.
1. Analisis organisasional
Kebutuhan-kebutuhan pelatihan dapat didiagnosa melalui analisis-analisiss
organisasional. Bagian penting dari perencanaan SDM strategis
-
23
organisasional adalah identifikasi dari pengetahuan, keterampilan, dan
kemampuan yang akan dibutuhkan dimasa depan seiring berubahnya
pekerjaan dan organisasi. Baik kekuatan internal maupun eksternal akan
memengaruhi pelatihan dan harus dipertimbangkan dalam melakukan
analisis organisasional. Misalnya masalah-masalah yang diakibatkan oleh
ketertinggalan dalam bidang teknis dari karyawan yang ada dan kurang
terdidiknya kelompok tenaga kerja di mana pekerja baru diambil harus
dihadapi lebih dahulu sebelum kebutuhan pelatihan tersebut menjadi
kritis.
2. Analisis Pekerjaan/Tugas
Membandingkan kebutuhan dalam pekerjaan dengan pengetahuan,
keterampilan, dan kemampuan karyawan, kebuuhan-kebutuhan pelatihan
dapat di identifikasi. Dengan membuat daftar tugas yang dibutuhkan dari
seorang karyawan, manajemen mengadakan program untuk mengajarkan
keterampilan oral tertentu.
3. Analisis Individual
Berfokus pada individu dan bagaimana mereka melakukan pekerjaan
mereka. Pendekatan paling umum dalam membuat analisis individual
adalah dengan menggunakan data penilaian kerja. Kekurangan dalam
kinerja seorang karyawan terlebih dulu ditentukan dalam sebuah tinjauan
formal, kemudian beberapa jenis pelatihan dapat dirancang untuk
membantu karyaean tersebut mengatasi kelemahan-kelemahannya. Dapat
-
24
juga dilakukan dengan mengadakan survei pada karyawan, baik manajerial
maupun nonmanajerial mengenai pelatihan yang dibutuhkan. Survei dapat
berupa kuesioner atau wawancara dengan para supervisor dan karyawan
pada basis individual atau kelompok.
Sumber : Mathis & Jackson (2006:310)
Gambar 2.1 Analisis Penilaian Kebutuhan Pelatihan
Sumber Dari Seluruh Organisasi
Keluhan Observasi
Kecelakaan Pengaduan
Pemborosan/sisa Wawancara keluar kerja
Observasi Pelatihan
Penggunaan Peralatan
Sumber Berbasis Pekerjaan
PKK Karyawan
Spesifikasi pekerjaan
Sumber Karyawan Individual
Tes Kuesioner
Catatan Survei sikap
Pusat penilaian
Penilaian kinerja
-
25
2.1.3.9 Evaluasi Pelatihan
Evaluasi pelatihan membandingkan hasil-hasil sesudah pelatihan pada
tujuan-tujuan yang diharapkan oleh para manajer, pelatih, dan peserta
pelatihan. Terlalu sering pelatihan dilakukan dengan sedikit pemikiran
untuk mengukur dan mengevaluasinya untuk melihat seberapa baik
hasilnya. Karena pelatihan memakan waktu dan biaya, maka evaluasi
harus dilakukan.
Tingkatan evaluasi adalah paling baik untuk mempertimbangkan
bagaimana pelatihan akan dievaluasi sebelum pelatihan dimulai. Donald L.
Kirkpatrick mengidentifikasi empat tingkatan di mana pelatihan dapat
dievaluasi :
1) Reaksi : Organisasi mengevaluasi tingkat reaksi peserta pelatihan
dengan melakukan wawancara atau dengan memberikan kuesioner
kepada mereka.
2) Pembelajaran : Tingkat-tingkat pembelajaran dapat dievaluasi dengan
mengukur seberapa baik peserta pelatihan telah mempelajari fakta,
ide, konsep, teori, dan sikap.
3) Perilaku : Mengevaluasi pelatihan pada tingkat perilaku berarti, 1)
mengukur pengaruh pelatihan terhadap kinerja pekerjaan melalui
wawancara kepada peserta pelatihan dan rekan kerja mereka, dan 2)
mengamati kinerja pada pekerjaan.
-
26
4) Hasil : Para pemberi kerja mengevaluasi hasil-hasil dengan mengukur
pengaruh dari pelatihan pada pencapaian tujuan organisasional.
Karena hasil-hasil seperti produktivitas, perputaran, kualitas, waktu,
penjualan, dan biaya secara relatif konkret, jenis evaluasi ini dapat
dilakukan dengan membandingkan data-data sebelum dan sesudah
pelatihan.
2.1.4 Motivasi
2.1.4.1 Pengertian Motivasi
Motivasi didefinisikan sebagai satu proses yang menghasilkan suatu
intensitas, arah, dan ketentuan individual dalam usaha untuk mencapai
satu tujuan.
Motivasi adalah kesedian untuk mengeluarkan tingkat upaya yang
tinggi untuk tujuan organisasi, yang dikondisikan oleh kemampuan upaya
itu dalam memenuhi beberapa kebutuhan individu.
Menurut Robbins & Coulter (2010:109) motivasi mengacu pada proses
dimana usaha seseorang diberi energi, diarahkan, dan berkelanjutan
menuju tercapainya suatu tujuan.
Elemen energi adalah ukuran dari intensitas atau dorongan. Seseorang
yang termotivasi menujukkan usaha dan bekerja keras. Namun, kualitas
usaha itu juga harus dipertimbangkan. Usaha tingkat tinggi tidak selalu
mengarah pada kinerja pekerjaan yang menguntungkan kecuali usaha
-
27
tersebut disalurkan ke arah yang menguntungkan organisasi. Usaha yang
diarahkan dan konsisten dengan tujuan organisasi adalah jenis usaha yang
kita inginkan dari para karyawan. Akhirnya, motivasi mencakup dimensi
ketekunan.
Meningkatkan motivasi kinerja karyawan menjadi perhatian penting
dari organisasi, dan para manajer terus mencari jawabannya. Di Eropa,
misalnya, beberapa survey menunjukkan bahwa karyawan Jerman dan
Belgia adalah pekerja yang paling berkomitmen. Pekerja yang tidak
berkomitmen ditemukan di Prancis. Sebagaimana dinyatakan oleh para
peneliti tentang pekerja yang tidak termotivasi, para karyawan ini pada
dasarnya orang yang tidak bekerja lagi. mereka seperti berjalan dalam
tidur di hari kerjanya, mereka memberikan waktu, tetapi bukan energi atau
gairah ke dalam pekerjaan mereka.
2.1.4.2 Unsur dan Tipe Motivasi
1. Unsur-unsur Motivasi
1) Tujuan
Manusia organisasional (mereka yang mau dan mampu berprilaku
secara bertujuan) yang memiliki motivasi tinggi senantiasa sadar
bahwa antara tujuan dirinya dengan tujuan organisasi sama sekali tidak
terpisahkan atau kalaupun terpisahkan, tidak terlalu senjang.
2) Kekuatan dari dalam diri individu
-
28
Manusia memiliki energi berupa energi fisik, mental, dan spiritual
dalam arti luas. Kekuatan ini berakumulasi dan menjelma dalam
bentuk dorongan batin seseorang untuk melakukan suatu tugas secara
tepat waktu, optimal secara pelayanan, efisiensi secara pembiayaan,
akurat dilihat dari tujuan yang ingin dicapai, serta mampu memuaskan
klien atau pengguna.
3) Keuntungan
Manusia bekerja ingin mendapatkan keuntungan adalah manusiawi
dimana seseorang yang telah bekerja menurut satuan tugas dan periode
waktu kerja tertentu mendapatkan keuntungan yang layak.
2. Tipe-tipe motivasi
1) Motivasi Positif
Proses pemberian motivasi atau usaha membangkitkan motif, dimana
hal itu diarahkan pada usaha untuk mempengaruhi orang lain agar dia
bekerja secara baik dan antusias dengan cara memberikan keuntungan
tertentu kepadanya.
Jenis-jenis motivasi positif antara lain imbalan yang menarik,
perhatian atasan terhadap bawahan, informasi tentang pekerjaan,
kedudukan atau jabatan, rasa partisipasi, dianggap penting, pemberian
tugas berikut tanggung jawabnya, dan pemberian kesempatan untuk
tumbuh dan berkembang.
Contohnya : bekerjalah dengan baik, jika target keuntungan tercapai
Anda akan diberi bonus!
-
29
2) Motivasi negatif
Sering dikatakan sebagai motivasi yang bersumber dari rasa takut,
misalnya, jika tidak bekerja akan muncul rasa takut dikeluarkan, takut
tidak diberi gaji, dan takut dijauhi oleh rekan sekerja. Motivasi negatif
yang berlebihan akan membuat organisasi tidak mampu mencapai
tujuan.
3) Motivasi dari dalam
Motivasi dari dalam timbul pada diri pekerja waktu dia melakukan
tugas-tugas atau pekerjaan dan bersumber dari dalam diri pekerja itu
sendiri. motivasi muncul dari dalam individu , karena memang
individu itu mempunyai kesadaran untuk berbuat.
4) Motivasi dari luar
Motivasi yang muncul sebagai akibat adanya pengaruh yang ada di
luar pekerjaan dan dari luar diri pekerja itu sendiri. Biasanya dikaitkan
dengan imbalan.
2.1.4.3 Teori-teori Motivasi
Setiap teori motivasi berusaha untuk menguraikan apa sebenarnya
manusia dan manusia dapat menjadi seperti apa. Dengan alasan ini, bisa
dikatakan bahwa sebuah teori motivasi mempunyai isi dalam bentuk
pandangan tertentu mengenai manusia.
-
30
1) Teori Abraham H. Maslow (Teori Kebutuhan)
Teori motivasi yang dikembangkan oleh Abraham H. Maslow dalam
(Robbins & Coulter 2010:110) pada intinya berkisar pada pendapat
bahwa manusia mempunyai lima tingkat atau hierarki kebutuhan,
yaitu:
(1) Kebutuhan fisiologikal (physiological needs), yaitu kebutuhan
seseorang akan makanan, minuman, tempat teduh, seks, dan
kebutuhan fisik lainya.
(2) Kebutuhan keamanan (safety needs), yaitu kebutuhan seseorang
akan keamanan dan perlindungan dari kejahatan fisik dan
emosional, serta jaminan bahwa kebutuhan fisik akan terus
dipenuhi.
(3) Kebutuhan sosial (social needs), yaitu kebutuhan seseorang akan
kasih sayang, rasa memiliki, penerimaan, dan persahabatan.
(4) Kebutuhan penghargaan (esteem needs), yaitu kebutuhan seseorang
akan faktor-faktor penghargaan internal, seperti harga diri,
otonomi, dan prestasi, serta faktor-faktor penghargaan eksternal,
seperti status, pengakuan, dan perhatian.
(5) Kebutuahan aktualisasi diri (self-actualization needs), yaitu
kebutuhan seseorang akan pertumbuhan, pencapain potensi
-
31
seseorang, dan pemenuhan diri, dorongan untuk mampu menjadi
apa yang diinginkan.
2) Teori David McClelland (Teori Kebutuhan Berprestasi)
Teori yang dikembangkan oleh David McClelland dan rekan-rekannya
(Robbins & Coulter, 2010 : 113), dikenal dengan ketiga kebutuhan
yaitu :
(1) Kebutuhan akan prestasi, yang merupakan pendorong untuk sukses
dan unggul dalam kaitannya dengan serangkaian standar.
(2) Kebutuhan akan kekuasaan, yang merupakan kebutuhan untuk
membuat orang lain berprilaku dengan cara dimana mereka tidak
akan bersikap sebaliknya.
(3) Kebutuhan akan afiliasi, yang merupakan keinginan hubungan
antar pribadi yang akrab dan dekat.
3) Teori Clyton Alderfer (Teori ERG)
Teori Alderfer dikenal dengan akronim ERG . Akronim ERG
dalam teori Alderfer merupakan huruf-huruf pertama dari tiga istilah
yaitu :
E = Existence (kebutuhan akan eksistensi)
R = Relatedness (kebutuhan untuk berhubungan dengan pihak lain)
G = Growth (kebutuhan akan pertumbuhan).
-
32
Jika makna tiga istilah tersebut didalami akan tampak dua hal penting.
Pertama, secara konseptual terdapat persamaan antara teori atau model
yang dikembangkan oleh Maslow dan Alderfer. Karena Existence
dapat dikatakan identik dengan hierarki pertama dan kedua dalam teori
Maslow; Relatedness senada dengan hierarki kebutuhan ketiga dan
keempat menurut konsep Maslow dan Growth mengandung makna
sama dengan self actualization menurut Maslow. Kedua, teori
Alderfer menekankan bahwa berbagai jenis kebutuhan manusia itu
diusahakan pemuasannya secara serentak.
Apabila teori Alderfer disimak lebih lanjut akan tampak bahwa :
Makin tidak terpenuhinya suatu kebutuhan tertentu, makin besar pula keinginan untuk memuaskannya
Kuatnya keinginan memuaskan kebutuhan yang lebih tinggi semakin besar apabila kebutuhan yang lebih rendah telah dipuaskan
Sebaliknya, semakin sulit memuaskan kebutuhan yang tingkatnya lebih tinggi, semakin besar keinginan untuk memuasakan
kebutuhan yang lebih mendasar.
Tampaknya pandangan ini didasarkan kepada sifat pragmatisme oleh
manusia. Artinya, karena menyadari keterbatasannya, seseorang dapat
menyesuaikan diri pada kondisi obyektif yang dihadapinya dengan
-
33
antara lain memusatkan perhatiannya kepada hal-hal yang mungkin
dicapainya.
4) Teori Herzberg (Teori Dua Faktor)
Teori yang dikemukakan oleh F.C. Herzberg, Bernand Mausner, dan
Barbara Synderman dikenal dengan Model Dua Faktordari motivasi,
yaitu faktor motivasional dan faktor hygiene atau pemeliharaan
Menurut teori ini yang dimaksud faktor motivasional adalah hal-hal
yang mendorong berprestasi yang sifatnya intrinsik, yang berarti
bersumber dalam diri seseorang, sedangkan yang dimaksud dengan
faktor hygiene atau pemeliharaan adalah faktor-faktor yang sifatnya
ekstrinsik yang berarti bersumber dari luar diri yang turut menentukan
perilaku seseorang dalam kehidupan seseorang.
Ahli psikologi dan konsultan manajemen Frederick Herzberg
mengembangkan teori motivasi dua faktor kepuasan. Motivasi dua
faktornya memandang bahwa kepuasan kerja berasal dari keberadaan
motivator intrinsik dan bahwa ketidakpuasan kerja berasal dari
ketidakberadaan faktor- faktor ekstrinsik.
Dimana faktor faktor intinsik tersebut meliputi:
pencapaian prestasi pengakuan tanggung jawab kemajuan
-
34
pekerjaan itu sendiri kemungkinan berkembang
Sedangkan faktor ekstrinsik meliputi:
upah keamanan kerja kondisi kerja status kebijakan perusahaan mutu penyeliaan mutu hubungan interpersonal antar sesama rekan kerja, atasan dan
bawahan.
Salah satu tantangan dalam memahami dan menerapkan teori Herzberg
ialah memperhitungkan dengan tepat faktor mana yang lebih
berpengaruh kuat dalam kehidupan seseorang, apakah yang bersifat
intrinsik ataukah yang bersifat ekstrinsik.
5) Teori Keadilan
Inti teori ini terletak pada pandangan bahwa manusia terdorong untuk
menghilangkan kesenjangan antara usaha yang dibuat bagi kepentingan
organisasi dengan imbalan yang diterima. Artinya, apabila seorang
pegawai mempunyai persepsi bahwa imbalan yang diterimanya tidak
memadai, dua kemungkinan dapat terjadi, yaitu :
-
35
Seorang akan berusaha memperoleh imbalan yang lebih besar
Mengurangi intensitas usaha yang dibuat dalam melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawabnya
Dalam menumbuhkan persepsi tertentu, seorang pegawai biasanya
menggunakan empat hal sebagai pembanding, yaitu :
Harapannya tentang jumlah imbalan yang dianggapnya layak diterima berdasarkan kualifikasi pribadi, seperti pendidikan,
keterampilan, sifat pekerjaan dan pengalamannya
Imbalan yang diterima oleh orang lain dalam organisasi yang kualifikasi dan sifat pekerjaannnya relatif sama dengan yang
bersangkutan sendiri
Imbalan yang diterima oleh pegawai lain di organisasi lain di kawasan yang sama serta melakukan kegiatan sejenis
Peraturan perundang-undangan yang berlaku mengenai jumlah dan jenis imbalan yang merupakan hak para pegawai.
Pemeliharaan hubungan dengan pegawai dalam kaitan ini berarti bahwa
para pejabat dan petugas di bagian kepegawaian harus selalu waspada
jangan sampai persepsi ketidakadilan timbul, apalagi meluas di
kalangan para pegawai. Apabila sampai terjadi maka akan timbul
berbagai dampak negatif bagi organisasi, seperti ketidakpuasan, tingkat
kemangkiran yang tinggi, sering terjadinya kecelakaan dalam
-
36
penyelesaian tugas, seringnya para pegawai berbuat kesalahan dalam
melaksanakan pekerjaan masing-masing, pemogokan atau bahkan
perpindahan pegawai ke organisasi lain.
2.1.4.4 Lima Peran untuk Memotivasi Penigkatan Kinerja (Performance)
Dalam organisasi dewasa ini, manajer atau pengawas diminta untuk
memainkan beberapa peran, tetapi peran terberat adalah manajer sumber
daya manusia (Robert E McCreight)
Dalam peran sebagai manajer sumberdaya manusia, tujuan utamanya
ialah mengelola dan memotivasi karyawan untuk meningkatkan kinerja
(performa). Sebenarnya peran itu dapat dibagi kedalam lima peran yang
lebih kecil, yaitu : penentu sasaran, pelatih, penasihat, penilai, dan
pembuat keputusan. Jika kelima peran dapat dipadukan dengan berhasil,
maka hal tersebut membuka peluang bagi manajer atau pengawas untuk
memotivasi peningkatan kinerja kaaryawan.
1. Peran Penentu sasaran
Membuat semua ketentuan dasar mengenai apa. Kapan, dan
bagaimana pekerjaan setiap karyawan harus dilaksanakan. Peran ini
berkesempatan untuk menyatukan sasaran organisasi dengan sasaran
kinerja (performa) yang ditetapkan bagi setiap karyawan. Proses
-
37
penentuan sasaran didasarkan pada kemampuan karyawan dan sasaran
tertentu yang hendak dicapai.
Secara umum, fungsi peran penentu sasaran adalah untuk
mengidentifikasi persyaratan performa setiap karyawan, dan
memastikan persetujuan setiap karyawan baik mengenai persyaratan
yang diidentifikasi, maupun sarana pengkajian performa terhadap
persyaratan itu. Dalam peran penentu sasaran, manajer atau pengawas
membimbing karyawan kepada pencapaian sasaran individu dan
organisasional.
2. Peran Pelatih
Peran pelatih sangat erat berhubungan dengan peran penentu sasaran.
Disini diperlukan perilaku mulai dari instruksi eksplisit bagaimana-
harus-melakukannya, sampai ke bimbingan halus performa dari tugas
atau proyek yang diberikan. Dalam peran pelatih, pengawas bertujuan
membangun lingkungan kerjasama untuk memecahkan persoalan dan
meningkatkan performa.
3. Peran Penasihat
Sebagai penasihat, manajer atau pengawas harus melakukan lebih
daripada sekedar membimbing karyawan ke performa yang lebih
kompeten. Kuncinya adalah memberi dorongan kepada karyawan
untuk membuat rencana peningkatan performa dan pengembangan diri
mereka. Dalam peran ini manajer dapat memberikan peringatan awal
-
38
kepada yang berperforma marginal, tetapi sekaligus menciptakan
iklim untuk memotivasi mereka yang di atas rata-rata untuk tetap
berusaha sebaik mungkin.
4. Peran Penilai
Diantara tugas yang menantang penilai adalah membandingkan
performa karyawan dengan sasaran yang telah ditetapkan dan
mendiagnosis faktor yang dapat mempengaruhi performa marginal
atau di bawah standar. Selain itu, pengawas juga harus meneliti sejauh
mana lingkungan pekerjaan, keterampilan karyawan atau sifat
pekerjaan itu sendiri mempengaruhi karyawan yang hanya
menghasilkan performa di bawah standar.
Tujuan utama penilai adalah untuk menentukan apakah sasaran
performa karyawan telah dicapai, dan tindakan apa yang sesuai untuk
menangani performa marginal atau di bawah standar.
5. Peran Pembuat Keputusan
Peran pembuat keputusan erat hubungannya dengan peran lain dimana
manajer atau pengawas untuk mengambil tindakan spesifik yang
berdasarkan performa karyawan selama seluruh masa pengkajian.
Tindakan spesifik itu dapat mencakup promosi, imbalan, kenaikan
gaji, penugasan kembali, penurunan jabatan, dan pemecatan. Apapun
tindakan akhir yang diambil oleh manajemen, hendaknya dapat
mendorong peningkatan performa selanjutnya.
-
39
3.1.4.5 Proses Motivasional
Sumber : Motivasi dan Pemotivasian dalam Manajemen Cet.3
Gambar 2.1 Proses Motivasional. Sebuah model inisial (Gibson, dkk.,
1985 :101)
Kebutuhan-kebutuhan berhubungan dengan kekurangan-kekurangan yang
dialami seorang individu pada titik waktu tertentu. Adapun kekurangan
tersebut dapat bersifat fisiologikal (kebutuhan pangan), psikologikal
(kebutuhan akan penghargaan diri) atau sosiologikal (kebutuhan
berinteraksi secara sosial). Terdapatnya kekurangan-kekurangan
kebutuhan membuat individu semakin peka terhadap upaya-upaya
motivasional. Proses motivasional diarahkan pada pencapaian tujuan
I. Kekurangan-kekurangan kebutuhan
VI. Kekurangan kebutuhan yang dinilai kembali oleh karyawan yang bersangkutan
II. Mencari cara-cara untuk memenuhi kebutuhan
V. Imbalan atau hukuman
III. Perilaku yang diarahkanke tujuan
IV. Kinerja (performa evaluasi tentang tujuan-tujuan yang dicapai
Karyawan
-
40
tertentu (goal-directed). Pencapaian tujuan-tujuan yang diinginkan dapat
menyebabkan timbulnya penyusutan signifikan dalam kekurangan-
kekurangan kebutuhan (need deficiencies).
2.1.5 Kinerja
2.1.5.1 Pengertian Kinerja
Menurut Mathis & Jackson, (2006:378) Kinerja pada dasarnya adalah
apa yang dilakukan atau yang tidak dilakukan karyawan. Kinerja
karyawan adalah yang mempengaruhi seberapa banyak mereka memberi
kontribusi kepada organisasi. Perbaikan kinerja baik individu maupun
kelompok menjadi pusat perhatian dalam upaya meningkatkan kinerja
organisasi.
Di sebagian besar organisasi, kinerja para karyawan individual
merupakan faktor utama yang menentukan keberhasilan organisasional.
Diskusi pembuka tentang jenis pekerjaan dan menjadi seorang pemberi
kerja terkemuka menekankan bahwa seberapa baik para karyawan
melakukan pekerjaan mereka mempengaruhi produktivitas dan kinerja
organisasional secara signifikan.
Selain karyawan dalam organisasi dapat menjadi keunggulan bersaing,
mereka juga bisa menjadi liabilitas atau penghambat. Ketika beberapa
karyawan tahu bagaimana melakukan pekarjaannya, ketika karyawan terus
-
41
menerus meninggalkan organisasi, dan ketika karwayan tetap bekerja
namun tidak efektif, sumber daya manusia merupakan masalah kompetitif
yang menempatkan organisasi dalam kondisi yang merugi. Kinerja
individu, motivasi, dan rentensi karyawan merupakan faktor utama bagi
organisasi untuk memaksimalkan efektifitas sumber daya manusia
individual.
Secara sederhana kinerja dapat diartikan sebagai hasil yang dicapai
oleh seorang karyawan selama periode waktu tertentu pada bidang
pekerjaan tertentu. Seorang karyawan yang memiliki kinerja yang tinggi
dan baik dapat menunjang tercapinya tujuan dan sasaran yang telah
ditetapkan oleh perusahaan. Untuk dapat memiliki kinerja yang tinggi dan
baik, seorang karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya harus memiliki
keahlian dan keterampilan yang sesuai dengan pekerjaan yang dimilikinya.
Definisi kinerja menurut A.A. Anwar Prabu Mangkunegara (2000 : 67)
bahwa kinerja karyawan (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas
dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam melaksanskan
tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
Menurut Asad (2001:13) menyatakan kinerja adalah hasil kerja yang
dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi
sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam
rangka upaya mencapai tujuan organisasi sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
-
42
Beberapa pengertian kinerja yang dikemukakan oleh para ahli dalam
Veithzal Rivai (2005:15) sebagai berikut :
1. Kinerja merupakan seperangkat hasil yang dicapai dan merujuk pada
tindakan pencapaian serta pelaksanaan sesuatu pekerjaan yang diminta
( Stolovitch and keeps 1992).
2. Kinerja merupakan salah satu kumpulan total dari kerja yang ada pada
diri pekerja (Griffin : 1987).
3. Kinerja merujuk kepada tingkat keberhasilan dalam melaksanakan
tugas serta kemampuan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Kinerja dinyatakan baik dan sukses jika tujuan yang diinginkan dapat
tercapai dengan baik ( Donnelly, Gibson and Ivancvich : 1994).
4. Kinerja sebagai kualitas dan kuantitas dari pencapaian tugas-tugas,
baik yang dilakukan individu, kelompok maupun perusahaan
(Schermerhon, Hunt, and Osborn :1991).
5. Kinerja sebagai fungsi interaksi antara kemampuan, motivasi, dan
kesempatan (Robbins : 1996). Tingkat kinerja yang tinggi yang
sebagian merupakan fungsi dari tindakan rintangan-rintangan yang
mengendalikan karyawan itu. Meskipun seorang individu mungkin
mampu dan bersedia bisa saja ada rintangan yang menjadi
penghambat.
Dari berbagai definisi tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pada
dasarnya kinerja merupakan prestasi yang dicapai oleh seseorang dalam
-
43
melaksanakan tugasnya atau pekerjaannya sesuai dengan standar dan
kriteria yang ditetapkan untuk pekerjaan itu
2.1.5.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Karyawan
Menurut Mathis & Jackson (2006:113), kinerja para karyawan adalah
awal dari keberhasilan organisasi untuk mencapai tujuannya. Ada 3 faktor
utama yang memperngaruhi kinerja karyawan yaitu :
1) Kemampuan individual
Kemampuan indivual karyawan ini mencakup bakat, minat dan faktor
kepribadian. Tingkat keterampilan, merupakan bahan mentah yang
dimiliki seseorang karyawan berupa pengetahuan, pemahaman,
kemampuan, kecakapan interpersonal, dan kecakapan teknis. Dengan
demikian, kemungkinan seorang karyawan mempunyai kinerja yang
baik, jika karyawan tersebut memiliki tingkat keterampilan baik maka
karyawan tersebut akan menghasilkan yang baik pula.
2) Usaha yang dicurahkan
Usaha yang dicurahkan dari karyawan bagi perusahaan adalah etika
kerja, kehadiran dan motivasinya. Tingkat usahanya merupakan
gambaran motivasi yang diperlihatkan karyawan untuk menyelesaikan
pekerjaan dengan baik. Dari itu kalaupun karyawan mempunyai tingkat
keterampilan untuk mengerjakan pekerjaan, akan tetapi tidak akan
-
44
bekerja dengan baik, jika hanya sedikit upaya. Hal ini berkaitan dengan
perbedaan antara tingkat keterampilan dan tingkat upaya. Tingkat
keterampilan merupakan cermin dari apa yang dapat dilakukan,
sedangkan tingkat upaya merupakan cermin apa yang diusahakan untuk
dilakukan.
3) Dukungan Organisasional
Dalam dukungan organisasional, perusahaan menyediakan fasilitas bagi
karyawan meliputi pelatihan dan pengembangan, peralatan, teknologi
dan manajemen. Kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau
tidak dilakukan karyawan. Kinerja karyawan adalah apa yang
mempengaruhi sebanyak mereka memberikan kontribusi pada
organisasi.
Menurut T.R. Mitchell (1978:343) dalam jurnal Ichsan Gorontalo Volume
4. No.2 oleh Musafir menyatakan bahwa kinerja meliputi beberapa aspek,
yaitu :
1. Quality and quantity of work adalah sejauh mana karyawan dapat
menyelesaikan suatu pekerjaan baik secara kualitas maupun kuantitas
sesuai standar yang berlaku di perusahaan tersebut.
2. Promtness adalah tingkat kemampuan karyawan dalam mematuhi
seluruh aturan-aturan yang berlaku di perusahaan baik jam kerja,
pakaian kerja, dan aturan-aturan lain.
-
45
3. Capability adalah sejauh mana tingkat tanggung jawab karyawan
dalam melaksanakan seluruh pekerjaan yang menjadi tugasnya.
4. Communication kemampuan karyawan dalam hal berkomunikasi
dan bekerja sama dengan pihak-pihak yang terkait.
5. Inisiative adalah kemampuan seorang karyawan dalam berkreasi dan
berinovasi dalam mengembangkan prosedur-prosedur kerja serta
meningkatkan kuantitas dan kualitas hasil kerja.
2.1.5.3 Tujuan Penilaian Kinerja
Suatu perusahaan melakukan penilaian kinerja didasarkan pada dua
alasan pokok, yaitu : (1) manajer memerlukan evaluasi yang objektif
terhadap kinerja karyawan pada masa lalu yang digunakan untuk membuat
keputusan di bidang SDM di masa yang akan datang; dan (2) manajer
memerlukan alat yang memungkinkan untuk membantu karyawannya
memperbaiki kinerja, merencanakan pekerjaan, mengembangkan
kemampuan dan keterampilan untuk pengembangan karier dan
memperkuat kualitas hubungan antar manajer yang bersagkutan dengan
karyawannya.
Selain itu, penilaian kinerja dapat digunakan untuk :
1. Mengetahui pengembangan, yang meliputi : (a) identifikasi kebutuhan
pelatihan,(b) umpan balik kinerja, (c) menentukan transfer dan
penugasan, dan (d) identifikasi kekuatan dan kelemahan karyawan.
-
46
2. Pengambilan keputusan administratif, yang meliputi : (a) keputusan
untuk menentukan gaji, promosi, mempertahankan atau
memberhentikan karyawan, (b) pengakuan kinerja karyawan, (c)
pemutusan hubungan kerja dan (d) mengidentifikasi yang buruk.
3. Keperluan perusahaan, yang meliputi : (a) perencanaan SDM, (b)
menentukan kebutuhan pelatihan, (c) evaluasi pencapaian tujuan
perusahaan, (d) informasi untuk identifikasi tujuan, (e) evaluasi
terhadap sistem SDM, dan (f) penguatan terhadap kebutuhan
pengembangan perusahaan.
4. Dokumentasi, yang meliputi : (a) kriteria untuk validasi penelitian, (b)
dokumentasi keputusan-keputusan tentang SDM, dan (c) membantu
untuk memenuhi persyaratan hukum.
2.1.6 Keperawatan
2.1.6.1 Pengertian Keperawatan
Keperawatan adalah suatu profesi yang mengabdi kepada manusia dan
kemanusiaan, mendahulukan kepentingan kesehatan masyarakat di atas
kepentingan sendiri, suatu bentuk pelayanan/asuhan yang bersifat
humanistik, menggunakan pendekatan holistik, dilaksanakan berdasarkan
ilmu dan kiat keperawatan berpegang pada standar pelayanan/asuhan
keperawatan serta menggunakan kode etik keperawatn sebagai tuntutan
utama dalam melaksanakan pelayanan/asuhan keperawatan.
-
47
Lokakarya nasional (Januari 1983) yang merupakan awal diterimanya
profesionalisme keperawatan di Indonesia, didefinisikan, Keperawatan
sebagai suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian
integral dari pelayanan kesehatan, didasarkan pada ilmu dan kiat
keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-sosial-kultural-spiritual yang
komprehensif, ditujukan kepada individu, keluarga dan masyarakat, baik
sehat maupun sakit yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia.
Keperawatan merupakan bantuan, diberikan karena adanya kelemahan
fisik dan mental, keterbatasan pengetahuan, serta kurangnya kemauan
menuju kepada kemampuan melaksanakan kegiatan hidup sehari-hari
secara mandiri.
Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada
praktik keperawatan yang langsung diberikan kepada klien/pasien pada
berbagai tatanan pelayan kesehatan. Asuhan keperawatan dilaksanakan
dengan menggunakan metode proses keperawatan, berpedoman pada
standar keperawatan, dilandasi etik dan etika keperawatan dalam lingkup
wewenang serta tanggung jawabnya.
Praktik keperawatan adalah tindakan mandiri perawat profesional
melalui kerja sama dengan klien dan tenaga kesehatan lain dalam
memberikan asuhan keperawatan sesuai lingkup wewenang dan tanggung
jawabnya. Bantuan keperawatan diberikan agar
individu/keluarga/komunitas dapat mandiri dalam memelihara
kesehatannya sehingga mampu berfungsi secara mandiri. Pelayanan
-
48
keperawatan sebagai pelayanan profesional yang bersifat humanistik
terintegrasi di dalam pelayanan kesehatan, dapat bersifat independen dan
interdependen serta dilaksanakan dengan berorientasi kepada kebutuhan
objek klien.
Perawat sebagai tenaga profesional yang mempunyai kemampuan baik
intelektual, teknis, maupun interpersonal dan moral yang bertanggung
jawab dan berwenang melaksanakan pelayanan asuhan keperawatan.
3.1.6.2 Peran, Fungsi dan Tanggung Jawab Perawat
Peran Perawat
Peran merupakan sepeangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang
lain terhadap seseorang, sesuai kedudukannya dalam suatu sistem. Peran
perawat dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar
profesi keperawatan dan bersifat konstan.
Doheny (1982) mengidentifikasi beberapa elemen peran perawat
profesional, meliputi :
1. Care giver, sebagai pemberi asuhan keperawatan;
2. Client advocate, sebagai pembela untuk melindungi klien;
3. Counsellor, sebagai pemberi bimbingan/konseling klien;
4. Educator, sebagai pendidik klien;
-
49
5. Collaborator, sebagai anggota tim kesehatan yang dituntut untuk
dapat bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain;
6. Coordinator, sebagai koordinator agar dapat memanfaatkan
sumber-sumber dan potensi klien;
7. Change agent, sebagai pembaru yang selalu dituntut untuk
mengadakan perubahan-perubahan;
8. Consultant, sebagai sumber informasi yang dapat membantu
memecahkan masalah klien.
Fungsi Perawat
1. Pelaksanaan fungsi keperawatan mandiri
Tindakan keperawatan mandiri (independen) adalah aktivitas
keperawatan yang dilaksanakan atas inisiatif perawat itu sendiri
dengan dasar pengetahuan dan keterampilannya. Contoh, seorang
perawat merencanakan dan mempersiapkan perawatan khusus pada
mulut klien setelah mengkaji keadaan mulutnya.
2. Pelaksanaan fungsi keperawatan ketergantungan
Aktivitas keperawatan yang dilaksanakan atas instruksi dokter atau
di bawah pengawasan dokter.
3. Pelaksanaan fungsi keperawatan kolaboratif
Aktivitas yang dilaksanakan atas kerja sama dengan pihak lain atau
tim kesehatan lain.
-
50
Tanggung Jawab Perawat
Secara umum, perawat mempunyai tanggung jawab dalam memberikan
asuhan/pelayanan keperawatan, meningkatkan ilmu pengetahuan dan
meningkatkan diri sebagai profesi. Tanggung jawab dalam memberi
asuhan keperawatan kepada klien mencakup aspek bio-psiko-sosial-
kultural dan spiritual, dalam upaya pemenuhan kebutuhan dasarnya
dengan menggunakan pendekatan proses keperawatany yang meliputi:
Membantu klien memperoleh kembali kesehatannya; Membantu klien yang sehat untuk memelihara kesehatannya; Membantu klien yang tidak dapat disembuhkan untuk menerima
kondisinya;
Membantu klien yang menghadapi ajal untuk diperlakukan secara manusiawi sesuai martabatnya sampai meninggal dengan tenang.
2.1.7 Penelitian Terdahulu
1) Jurnal oleh : Yuliati, Nuriah. (2008). Pengaruh pelatihan kerja,
keselamatan kerja dan upah terhadap motivasi kerja karyawan bagian
produksi di PG. Baru Sidoarjo. Eksekutif, 5(3) : 675-683.
Upaya untuk meningkaatkan kualitas SDM adalah melalui adanya
pendidikan dan pelatihan. Para karyawan memerlukan pelatihan dan
pengembangan untuk mengerjakan tugas-tugas secara sukses. Pelatihan
dapat dilakukan akibat adanya tingkat kecelakaan yang tinggi, semangat
-
51
kerja dan motivasi kerja yang menurun. Program pelatihan yang berhasil
ialah yang didukung dengan sarana/prasarana yang memadai, pemberi
materi yang baik dan materi pelatihan yang mudah dipahami.
Pelaksanaan keselamatan kerja dalam suatu perusahaan diperlukan
untuk maajemen yang baik karena termasuk dalam wadah hygiene
perusahaan dan mempunyai tujuan pokok dalam upaya memajukan dan
mengembangkan proses industrialisasi.
Upah/ gaji merupakan salah satu untur penting dalam meningkatkan
motivasi kerja sebab gaji adalah alat untuk memenuhi kebutuhan pegawai.
Oleh karena itu, perusahaan harus melakukan perencanaan yang tepat
dalam arti memiliki keadilan internal yaitu sesuai dengan tugas,tanggung
jawab, dan tingkat usaha yang dilakukan dalam pekerjaan. Selain itu, juga
memenuhi keadilan eksternal yaitu gaji yang diterima sebagai gaji/upah
yang ada di perusahaan lain untuk pekerjaan yang sama.
Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa variabel pelatihan kerja,
keselamatan kerja, dan gaji mempunyai pengaruh pada motivasi kerja
karyawan bagian produksi di PG. Candi baru Sidoarjoo.
-
52
2) Jurnal oleh : Nawab, S., Bhatti, K.K., Shafi K. (2011) Effect of
Motivation on Employees Performance. Interdisiplinary Journal of
Contemporary Research in Business, 3(3) : 1209-1216
Conclusion
We think that Motivation is most essential component of an Employee
overall performance and it has opened a new strategic window for the
organization. Future research is needed to identify organization results
most affected by motivated employees activities, and to determine in
which situation intrinsic rewards are more beneficial and in which
extrinsic are more useful. After conducting our study successfully we have
concluded that the motivation factor is a very handy and useful tool to
enhance the performance of employees. By using this tool the managers of
any organization will be in a position to open new windows and
opportunities for them. In advanced the results gained by any organization
can be checked by observing the on job working activities and also to find
out in which situation the rewards are beneficial for the performance
enhancement.
3) Skripsi oleh Jeremy, Analisis Pengaruh Pelatihan dan Motivasi
terhadap Kinerja Karyawan pada PT.Inalum, Universitas Bina
Nusantara 2008.
Penelitian dilakukan menggunakan metode statistik deskriptif dan
statistik analitis. Perangkat analisis yang digunakan adalah analisis
korelasi dan analisis regresi berganda untuk mengetahui seberapa besar
-
53
pengaruh pelatihan dan motivasi terhadap kinerja karyawan kantor pusat
PT. Inalum. Data dikumpulkan melalui wawancara dan kuesioner yang
dibagikan pada 35 orang lalu dilakukan analisis korelasi dan regresi
menggunakan program SPSS 16.
Disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang kuat dan signifikan antara
pelatihan dan motivasi terhadap kinerja. Hal ini didapat pada derajat
tingkat kepercayaan 95%, dimana koefisien korelasi pelatihan terhadap
kinerja sebesar 0,524 dan koefisien korelasi motivasi terhadap kinerja
sebesar 0,555. Hasil analisis koefisien korelasi diperkuat dengan analisis
regresi pengaruh pelatihan dan motivasi secara simultan terhadap kinerja
karyawan kantor pusat PT. Inalum sebesar 0,356.
Implikasi penelitian ini menyimpulkan bahwa pelatihan dan motivasi
berpengaruh terhadap seluruh karyawan kantor pusat PT. Inalum yang
berjumlah 35 orang, sebesar 35,6% dan sisanya sebesar 64,4% dipengaruhi
oleh hal-hal lain seperti stres kerja, masalah keluarga.
Dari penelitian ini juga dapat disimpulkan bahwa motivasi yang
diberikan kepada karyawan juga lebih berpengaruh terhadap peningkatan
kinerja karyawan kantor pusat PT.Inalum dibandingkan dengan pelatihan.
Hal ini dapat dilihat dari besarnya pengaruh motivasi terhadap kinerja
sebesar 0,308 atau 30,8% dibandingkan besarnya pengaruh pelatihan
terhadap kinerja sebesar 0,275 atau 27,5%.
-
54
2.2 Kerangka Pemikiran
Sumber : Peneliti
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran
Pelatihan
Instruktur Peserta Materi (bahan) Metode Tujuan Pelatihan Lingkungan yang
Menunjang
Menurut Veithzal Rivai (2004)
Motivasi
Motivasional (intrinsik) Pencapaian prestasi Pengakuan Tanggung jawab Kemajuan Pekerjaan itu sendiri Kemungkinan
berkembang Hygiene (ekstrinsik)
Upah Keamanan kerja Kondisi kerja Status Kebijakan
perusahaan Mutu penyeliaan Mutu hubungan
interpersonal Menurut Herzberg (1966)
Kinerja
Kuantitas dan kualitas
Kedisiplinan Kemampuan Komunikasi Inisiatif Menurut T.R. Mitchell
(1978:343)
-
55
2.3 Hipotesis
Untuk T-1 :
Ho : Pelatihan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja
perawat Rumah Sakit Jakarta
Ha : Pelatihan berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja perawat
Rumah Sakit Jakarta
Untuk T-2 :
Ho : Motivasi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja
perawat Rumah Sakit Jakarta
Ha : Motivasi berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja perawat
Rumah Sakit Jakarta
Untuk T-3 :
Ho : Pelatihan dan Motivasi tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap kinerja perawat Rumah Sakit Jakarta
Ha : Pelatihan dan Motivai berpengaruh secara signifikan terhadap
kinerja perawat Rumah Sakit Jakarta