Jenis Pelatihan Oke

48
8 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Manajemen 2.1.1.1 Pengertian Manajemen Menurut George R.Terry : Manajemen merupakan suatu proses khas yang terdiri dari tindakan-tindakan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengendalian yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran yang telah ditentukan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya. Menurut James A.F. Stoner : Manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian dan penggunaan sumberdaya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Manajemen (pengelolaan) adalah hal yang dilakukan oleh para manajer. Dimana manajer adalah seseorang yang melakukan koordinasi dan pengawaan terhadap pekerjaan orang lain demi mencapai sasaran- sasaran organisasi. Penjelasan yang lebih baik adalah manajemen melibatkan aktivitas- aktivitas koordinasi dan pengawasan terhadap pekerjaan orang lain, sehingga pekerjaan tersebut dapat diselesaikan secara efisien dan efektif.

description

oke

Transcript of Jenis Pelatihan Oke

  • 8

    BAB II

    KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

    2.1 Kajian Pustaka

    2.1.1 Manajemen

    2.1.1.1 Pengertian Manajemen

    Menurut George R.Terry : Manajemen merupakan suatu proses khas yang

    terdiri dari tindakan-tindakan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan

    pengendalian yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran yang

    telah ditentukan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya

    lainnya.

    Menurut James A.F. Stoner : Manajemen adalah proses perencanaan,

    pengorganisasian dan penggunaan sumberdaya organisasi lainnya agar mencapai

    tujuan organisasi yang telah ditetapkan.

    Manajemen (pengelolaan) adalah hal yang dilakukan oleh para

    manajer. Dimana manajer adalah seseorang yang melakukan koordinasi

    dan pengawaan terhadap pekerjaan orang lain demi mencapai sasaran-

    sasaran organisasi.

    Penjelasan yang lebih baik adalah manajemen melibatkan aktivitas-

    aktivitas koordinasi dan pengawasan terhadap pekerjaan orang lain,

    sehingga pekerjaan tersebut dapat diselesaikan secara efisien dan efektif.

  • 9

    2.1.1.2 Fungsi-Fungsi Manajemen

    Menurut Fayol setiap manajer menjalankan lima buah fungsi:

    perencanaan (planning), penataan (organizing), penugasan (commanding),

    pengkoordinasian (coordinating), dan pengendalian (controlling). Di masa

    kini, perencanaan (planning), penataan (organizing), kepemimpinan

    (leading), pengkoordinasian (coordinating), dan pengendalian

    (controlling).

    1) Perencanaan seorang manajer akan mendefinisikan sasaran-sasaran,

    menetapkan strategi untuk mencapai sasaran-sasaran itu, dan

    mengembangkan rencana kerja untuk memadukan dan

    mengkoordinasikan berbagai aktivitas menuju sasaran-sasaran

    tersebut.

    2) Penataan dimana seorang manajer melakukan penataan, ia akan

    menentukan tugas-tugas apa yang harus dikerjakan, siapa-siapa yang

    akan melakukannya, bagaimana tugas-tugas tersebut dikelompokan,

    siapa yang harus melapor kepada siapa, dan dimana keputusan-

    keputusan akan diambil.

    3) Kepemimpinan, seorang manajer memotivasi para bawahannya,

    membantu mereka menyelesaikan konflik diantara mereka,

    mengarahkan para individu atau kelompok-kelompok individu dalam

    bekerja, memilih metode komunikasi yang paling efektif, atau

  • 10

    menangani beragam isu lainnya yang berkaitan dengan perilaku

    karyawan.

    4) Pengendalian suatu bentuk evaluasi untuk mengetahui sejauh mana

    segala sesuatunya berjalan sesuai rencana. Untuk memastikan sasaran-

    sasaran dapat dicapai dan pekerjaan-pekerjaan diselesaikan

    sebagaimana mestinya, seorang manajer harus mengawasi dan menilai

    kinerja aktual. Kinerja aktual ini harus dibandingkan dengan sasaran-

    sasaran yang digariskan. bila sasaran-sasaran ini belum tercapai,

    adalah tugas manajemen untuk mengembalikannya pada jalur yang

    benar. Proses pengawasan, penilaian (evaluasi), dan koreksi ini adalah

    apa yang disebut sebagai fungsi pengendalian.

    2.1.2 Manajemen Sumber Daya Manusia

    2.1.2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia

    Menurut Mathis & Jackson (2006:3) Manajemen Sumber Daya

    Manusia-SDM (human resource- HR Management) adalah rancangan

    sistem-sistem formal dalam sebuah organisasi untuk memastikan

    penggunaan bakat manusia secara efektif dan efisien guna mencapai

    tujuan-tujuan organisasional.

    Menurut Cushway (2002) Manajemen Sumber Daya Manusia adalah

    bagian dari proses organisasi dalam mencapai tujuan.

  • 11

    Menurut Hasibuan (2005) Manajemen Sumber Daya Manusia adalah

    ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif

    dan efisien membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan, dan

    masyarakat.

    Jadi menurut pengertian di atas dapat disimpulkan Manajemen Sumber

    Daya Manusia adalah ilmu untuk merancang proses organisasi dengan

    memastikan penggunaan sumber daya manusia secara efektif dan efisien

    untuk mencapai tujuan organisasi.

    2.1.2.2 Aktivitas SDM

    Manajemen SDM terdiri atas beberapa kelompok aktivitas yang saling

    berhubungan yang terjadi dalam konteks organisasi. Selain itu, semua

    manajer yang memiliki tanggung jawab SDM harus mempertimbangkan

    pengaruh lingkungan eksternal hukum, politik, ekonomi, sosial,

    kebudayaan, dan teknologi ketika menyampaikan aktivitas ini. Berikut

    adalah tinjauan singkat tujuh aktifitas SDM :

    1) Perencanaan dan Analisis SDM. Lewat perencanaan SDM, para

    manajer berusaha untuk mengantisipasi kekuatan yang akan

    mempengaruhi persediaan dan tuntutan karyawan di masa depan.

    Sebagai bagian dari usaha mempertahankan daya saing organisasional,

    harus ada analisis dan penilaian efektivitas SDM.

  • 12

    2) Kesetaraan Kesempatan Kerja. Pemenuhan hukum dan peraturan

    tentang kesetaaran kesempatan kerja mempengaruhi semua aktivitas

    SDM yang lain dan integral dengan manajemen SDM.

    3) Pengangkatan Pegawai. Tujuan dari pengangkatan pegawai adalah

    memberikan persediaan yang memadai atas individu-individu yang

    berkualifikasi untuk mengisi lowongan pekerjaan di sebuah

    organisasi. Analisis pekekrjaan merupakan dasar untuk fungsi

    pengangkatan pegawai. Deskripsi pekekrjaan dan spesifikasi

    pekerjaan digunakan ketika merekrut para pelamar.

    4) Pengembangan SDM. Dimulai dengan orientasi karyawan baru,

    pengembangan SDM juga meliputi pelatihan keterampilan

    pekerjaan.

    5) Kompensasi dan Tunjangan. Memberikan penghargaan kepada

    karyawan atas pelaksanaan pekerjaan melalui gaji, insentif, dan

    tunjangan. Para pemberi kerja harus mengembangkan dan

    memperbaiki sistem upah dan gaji dasar mereka, program insentif

    juga mulai diguanakan. Kenaikan yang cepat dalam hal biaya

    tunjangan, terutama tunjangan kesehatan, akan terus menjadi

    persoalan utama.

    6) Kesehatan, Keselamatan, dan Keamanan. Jaminan atas kesehatan

    fisik dan mental serta keselamatan para karyawan adalah hal yang

    sangat penting.

  • 13

    7) Hubungan Karyawan dan Buruh/Manajemen. Hubungan antara

    para manajer dan karyawan mereka harus ditangani secara efektif

    apabila karyawan dan organisasi ingin sukses bersama.

    2.1.3 Pelatihan

    2.1.3.1 Pengertian Pelatihan

    Untuk mengetahui istilah yang tepat maka terlebih dahulu perlu

    diketahui beberapa definisi dari pelatihan yang dikutip dari beberapa ahli .

    1) Mathis & Jackson (2006:301) menyatakan pelatihan adalah sebuah

    proses dimana orang mendapatkan kapabilitas untuk membantu

    pencapaian tujuan-tujuan organisasional.

    Karena proses ini berkaitan dengan berbagai tujuan organisasional,

    pelatihan dapat dipandang secara sempit atau luas. Dalam pengertian

    terbatas, pelatihan memberikan karyawan pengetahuan dan

    keterampilan yang spesifik dan dapat diidentifikasi untuk digunakan

    dalam pekerjaan mereka saat ini. Kadang-kadang ditarik perbedaan

    antara pelatihan dan pengembangan, dimana pengembangan

    mempunyai cakupan yang lebih luas dan berfokus pada pemberian

    individu dengan kapabilitas baru yang berguna untuk pekerjaan

    sekarang maupun masa depan.

  • 14

    2) Veithzal Rivai (2004:226) menyatakan pelatihan adalah proses secara

    sisitematis mengubah tingkah laku pegawai untuk mencapai tujuan

    organisasi.

    3) Dessler (2004) menyatakan pelatihan merupakan proses mengajarkan

    keterampilan yang dibutuhkan karyawan untuk melakukan

    pekerjaannya.

    4) Menurut Sastradipoera (2006) menyatakan pengembangan dan

    pelatihan dapat dianggap sebagai suatu proses penyampaian

    pengetahuan, keterampilan, dan pembinaan sikap dan kepribadian para

    pekerja atau calon pekerja yang dilaksanakan dengan cara terbimbing

    dan sistematis, dan dengan menggunakan metodik dan didaktik yang

    relevan untuk keduanya.

    2.1.3.2 Faktor-Faktor yang Berperan dalam Pelatihan

    Menurut Veithzal Rivai (2004:240) dalam melaksanakan pelatihan ini

    ada beberapa faktor yang beperan yaitu instruktur, peserta, materi (bahan),

    metode, tujuan pelatihan, dan lingkungan yang menunjang. Dalam

    menentukan teknik-teknik pelatihan dan pengembangan, timbul masalah

    mengenai trade-off. Oleh karena itu, tidak ada teknik tunggal yang terbaik.

    Metode pelatihan terbaik tergantung dari bebrapa faktor. Beberapa faktor

    yang perlu dipertimbangkan dan berperan dalam pelatihan :

  • 15

    1) cost-efectiveness (efektivitas biaya)

    2) materi program yang dibutuhkan

    3) prinsip-prinsip pembelajaran

    4) ketepatan dan kesesuaian fasilitas

    5) kemampuan dan prefrensi peserta pelatihan

    6) kemampuan dan prefrensi instruktur pelatihan

    2.1.3.3 Tujuan Pelatihan

    Tiga jenis tujuan pelatihan yang dapat ditetapkan adalah :

    1) Pengetahuan : Menanamkan informasi kognitif dan perincian untuk

    peserta pelatihan. Sehingga pekerjaan dapat diselesaikan dengan lebih

    cepat dan lebih efektif.

    2) Keterampilan : Mengembangkan perubahan perilaku dalam

    menjalankan kewajiban-kewajiban pekerjaan dan tugas. Sehingga

    pekerjaan dapat diselesaikan secara rasional.

    3) Sikap : menciptakan ketertarikan dan kesadaran akan pentingnya

    pelatihan. Sehingga menimbulkan kemajuan kerjasama dengan teman-

    teman pegawai dan dengan manajemen (pimpinan).

  • 16

    2.1.3.4 Manfaat Pelatihan

    Manfaat pelatihan menurut Veithzal Rivai (2004:231)

    1) Manfaat bagi karyawan :

    (1) Membantu karyawan mengatasi stres, tekanan, frustrasi, dan

    konflik

    (2) Meningkatkan kepuasan kerja dan pengakuan

    (3) membantu menghilangkan rasa takut melaksanakan tugas baru

    (4) membantu karyawan dalam membuat keputusan dan

    pemecahan masalah yang lebih efektif

    (5) Membantu mendorong dan mencapai pengembangan diri dan

    rasa percaya diri

    2) Manfaat bagi perusahaan

    (1) membantu mempersiapkan dan melaksanakan kebijakan

    perusahaan

    (2) menciptakan iklim yang baik untuk pertumbuhan

    (3) membantu menangani konflik sehingga terhindar dari stres dan

    tekanan kerja

    (4) memperbaiki moral SDM

  • 17

    (5) memperbaiki pengetahuan kerja dan keahlian pada semua level

    perusahaan

    (6) mengarahkan untuk meningkatkan profitabilitas atau sikap

    yang lebih positif terhadap orientasi profit.

    2.1.3.5 Jenis-Jenis Pelatihan

    Pelatihan dapat dirancang untuk memenuhi sejumlah tujuan berbeda

    dan dapat diklasifikasikan ke dalam berbagai cara. Beberapa

    pengelompokan yang umum meliputi :

    1) Pelatihan yang dibutuhkan dan rutin : Dilakukan untuk memenuhi

    berbagai syarat hukum yang diharuskan dan berlaku sebagai

    pelatihan untuk semua karyawan (orientasi karyawan baru).

    2) Pelatihan pekerjaan/teknis : Memungkinkan para karyawan untuk

    melakukan pekerjaan, tugas, dan tanggung jawab meraka dengan

    baik (misalnya: pengetahuan tentang produk, proses dan prosedur

    teknis, dan hubungan pelanggan).

    3) Pelatihan antar pribadi dan pemecahan masalah : Dimaksudkan

    untuk mengatasi masalah operasional dan antarpribadi serta

    meningkatkan hubungan dalam pekerjaan organisasional

    (misalnya: komunikasi antarpribadi, keterampilan-keterampilan

    manajerial/kepengawasan, dan pemecahan konflik).

  • 18

    4) Pelatihan perkembangan dan inovatif : Menyediakan fokus jangka

    panjang untuk meningkatkan kapabilitas individual dan

    organisasional untuk masa depan (misalnya: praktik-praktik bisnis,

    perkembangan eksekutif, dan perubahan organisasional.

    2.1.3.6 Metode Pelatihan dan Pengembangan

    1) Metode On-the-Job

    (1) Pelatihan Instruksi Kerja: Karyawan langsung belajar menjalankan

    pekerjaannya saat ini. Yang menjadi instruktur bisa pelatih khusus,

    atasan/supervisor, atau rekan kerja yang berpengalaman.

    (2) Rotasi Jabatan: Karyawan berpindah-pindah dari satu jabatan ke

    jabatan lainnya. Ini penting untuk membuat karyawan ahli dalam

    berbagai pekerjaan sehingga bisa cepat menggantikan karyawan lain

    yang cuti, absen, diberhentikan, atau mengundurkan diri.

    (3) Magang dan Coaching: Dengan magang karyawan belajar pada

    karyawan lain yang lebih berpengalaman, meskipun bisa juga

    dikombinasikan dengan pelatihan di kelas di luar jam kerja. Coaching

    mirip dengan magang karena seorang coach (pembimbing) berusaha

    memberi contoh untuk ditiru karyawan yang sedang dilatih (trainee).

    Coaching biasanya dilakukan langsung oleh supervisor atau manajer

    dari karyawan yang bersangkutan.

  • 19

    2) Metode Off-the-Job

    (1) Ceramah dan Presentasi Video: Ceramah dan metode off-the-job

    lainnya lebih mengandalkan komunikasi dibandingkan contoh.

    Ceramah adalah cara yang populer karena relatif murah dan bisa

    mengatur bahan belajar untuk disampaikan dengan baik. Namun,

    partisipasi, umpan balik, kecepatan transfer, dan pengulangannya

    seringkali rendah. Hal ini bisa diatasi dengan menyisipkan sesi diskusi

    dalam ceramah. Presentasi melalui televisi, film, dan slide mirip

    dengan ceramah, bahkan hal tersebut bisa lebih menarik bagi peserta

    pelatihan.

    (2) Vestibule Training: Vestibule training adalah pelatihan yang

    menggunakan tiruan dari situasi kerja yang sesungguhnya, misalnya

    menggunakan tiruan bank, rumah sakit, hotel, dan sebagainya.

    (3) Role Playing dan Behavior Modeling: Dalam role playing (bermain

    peran) para karyawan mencoba memainkan peran tertentu yang ada

    dalam situasi kerja yang nyata. Misalkan saja ada karyawan yang

    memainkan peran manajer yang sedang memberi saran kepada

    bawahannya, dan ada karyawan yang memerankan bawahan tersebut.

    Dalam behavior modeling para karyawan berusaha meniru perilaku

    kerja tertentu sampai mereka benar-benar menguasai. Rekaman video

    bisa membantu para karyawan untuk mengamati perilaku mereka

    sendiri dan memperoleh umpan balik untuk penyempurnaan.

  • 20

    (4) Studi Kasus: Dengan studi kasus para karyawan mempelajari situasi

    nyata atau rekaan yang bisa terjadi dalam pekerjaan mereka. Di sini

    mereka bisa meningkatkan kemampuan pengambilan keputusan dan

    pemecahan masalah.

    (5) Simulasi: Simulasi biasanya menggunakan mesin canggih yang bisa

    memunculkan situasi kerja yang nyata. Mesin itu disebut simulator,

    misalnya saja ada simulator pesawat terbang, kapal laut, kereta api,

    dan sebagainya. Ada pula simulator yang berupa program komputer

    yang bisa mensimulasikan strategi-strategi dalam bekerja, misalnya

    strategi bisnis, olah raga, dan sebagainya.

    (6) Belajar Mandiri dan Pembelajaran Terprogram: Para karyawan bisa

    mempelajari sendiri pekerjaannya dengan bantuan bahan-bahan

    instruksional yang dirancang sedemikian rupa. Cara ini sangat

    berguna jika posisi karyawan tersebar secara geografis sehingga sulit

    mengumpulkan mereka pada satu lokasi. Dengan perkembangan

    komputer, cara ini menjadi lebih mudah karena para karyawan bisa

    lebih cepat memperoleh umpan balik dan panduan melalui program

    komputer yang dirancang sedemikian rupa untuk menyampaikan

    materi yang bisa dipelajari sendiri oleh para karyawan.

    (7) Pelatihan Laboratorium: Dalam pelatihan laboratorium para

    karyawan berbagi pengalaman, perasaan, dan persepsi sehingga di sini

    mereka bisa meningkatkan kemampuan interpersonalnya.

  • 21

    (8) Action Learning: Dalam action learning sekelompok kecil karyawan

    harus memecahkan sebuah masalah nyata yang terjadi dalam

    organisasi. Mereka dibantu oleh seorang fasilitator yang bisa seorang

    konsultan dari luar atau staf internal organisasi.

    (9) Business game (permainan bisnis): adalah metode pelatihan dan

    pengembangan yang memungkinkan para peserta untuk mengambil

    peran-peran seperti presiden, controller, atau vice president

    pemasaran dari dua organisasi bayangan atau lebih dan bersaing satu

    sama lain dengan memanipulasi faktor-faktor yang dipilih dalam suatu

    situasi bisnis tertentu.

    2.1.3.7 Langkah-langkah dalam Proses Pelatihan

    Dessler (2003:217) mengatakan proses pelatihan terdiri dari lima

    langkah :

    1) Langkah analisis kebutuhan

    Untuk mengetahui keterampilan kerja spesifik yang dibutuhkan,

    menganalisis keterampilan dan kebutuhan calon yang akan dilatih,

    dan mengembangkan pengetahuan khusus yang terukur serta tujuan

    prestasi.

  • 22

    2) Langkah merancang instruksi

    Untuk memutuskan, menyusun, dan menghasilkan isi program

    pelatihan, termasuk buku-buku kerja, latihan, dan aktivitas.

    3) Langkah validasi

    Program pelatihan dengan menyajikannya kepada beberapa

    pemirsa yang bisa memiliki.

    4) Langkah penerapan program

    Pada langkah keempat, perusahaan melatih karyawan yang

    ditargetkan.

    5) Langkah evaluasi

    Manajemen perusahaan menilai keberhasilan atau kegagalan

    pelatihan.

    2.1.3.8 Analisis Penilaian Kebutuhan Pelatihan

    Menurut Mathis & Jackson (2006:309) terdapat tiga sumber analisis

    penilaian kebutuhan pelatihan.

    1. Analisis organisasional

    Kebutuhan-kebutuhan pelatihan dapat didiagnosa melalui analisis-analisiss

    organisasional. Bagian penting dari perencanaan SDM strategis

  • 23

    organisasional adalah identifikasi dari pengetahuan, keterampilan, dan

    kemampuan yang akan dibutuhkan dimasa depan seiring berubahnya

    pekerjaan dan organisasi. Baik kekuatan internal maupun eksternal akan

    memengaruhi pelatihan dan harus dipertimbangkan dalam melakukan

    analisis organisasional. Misalnya masalah-masalah yang diakibatkan oleh

    ketertinggalan dalam bidang teknis dari karyawan yang ada dan kurang

    terdidiknya kelompok tenaga kerja di mana pekerja baru diambil harus

    dihadapi lebih dahulu sebelum kebutuhan pelatihan tersebut menjadi

    kritis.

    2. Analisis Pekerjaan/Tugas

    Membandingkan kebutuhan dalam pekerjaan dengan pengetahuan,

    keterampilan, dan kemampuan karyawan, kebuuhan-kebutuhan pelatihan

    dapat di identifikasi. Dengan membuat daftar tugas yang dibutuhkan dari

    seorang karyawan, manajemen mengadakan program untuk mengajarkan

    keterampilan oral tertentu.

    3. Analisis Individual

    Berfokus pada individu dan bagaimana mereka melakukan pekerjaan

    mereka. Pendekatan paling umum dalam membuat analisis individual

    adalah dengan menggunakan data penilaian kerja. Kekurangan dalam

    kinerja seorang karyawan terlebih dulu ditentukan dalam sebuah tinjauan

    formal, kemudian beberapa jenis pelatihan dapat dirancang untuk

    membantu karyaean tersebut mengatasi kelemahan-kelemahannya. Dapat

  • 24

    juga dilakukan dengan mengadakan survei pada karyawan, baik manajerial

    maupun nonmanajerial mengenai pelatihan yang dibutuhkan. Survei dapat

    berupa kuesioner atau wawancara dengan para supervisor dan karyawan

    pada basis individual atau kelompok.

    Sumber : Mathis & Jackson (2006:310)

    Gambar 2.1 Analisis Penilaian Kebutuhan Pelatihan

    Sumber Dari Seluruh Organisasi

    Keluhan Observasi

    Kecelakaan Pengaduan

    Pemborosan/sisa Wawancara keluar kerja

    Observasi Pelatihan

    Penggunaan Peralatan

    Sumber Berbasis Pekerjaan

    PKK Karyawan

    Spesifikasi pekerjaan

    Sumber Karyawan Individual

    Tes Kuesioner

    Catatan Survei sikap

    Pusat penilaian

    Penilaian kinerja

  • 25

    2.1.3.9 Evaluasi Pelatihan

    Evaluasi pelatihan membandingkan hasil-hasil sesudah pelatihan pada

    tujuan-tujuan yang diharapkan oleh para manajer, pelatih, dan peserta

    pelatihan. Terlalu sering pelatihan dilakukan dengan sedikit pemikiran

    untuk mengukur dan mengevaluasinya untuk melihat seberapa baik

    hasilnya. Karena pelatihan memakan waktu dan biaya, maka evaluasi

    harus dilakukan.

    Tingkatan evaluasi adalah paling baik untuk mempertimbangkan

    bagaimana pelatihan akan dievaluasi sebelum pelatihan dimulai. Donald L.

    Kirkpatrick mengidentifikasi empat tingkatan di mana pelatihan dapat

    dievaluasi :

    1) Reaksi : Organisasi mengevaluasi tingkat reaksi peserta pelatihan

    dengan melakukan wawancara atau dengan memberikan kuesioner

    kepada mereka.

    2) Pembelajaran : Tingkat-tingkat pembelajaran dapat dievaluasi dengan

    mengukur seberapa baik peserta pelatihan telah mempelajari fakta,

    ide, konsep, teori, dan sikap.

    3) Perilaku : Mengevaluasi pelatihan pada tingkat perilaku berarti, 1)

    mengukur pengaruh pelatihan terhadap kinerja pekerjaan melalui

    wawancara kepada peserta pelatihan dan rekan kerja mereka, dan 2)

    mengamati kinerja pada pekerjaan.

  • 26

    4) Hasil : Para pemberi kerja mengevaluasi hasil-hasil dengan mengukur

    pengaruh dari pelatihan pada pencapaian tujuan organisasional.

    Karena hasil-hasil seperti produktivitas, perputaran, kualitas, waktu,

    penjualan, dan biaya secara relatif konkret, jenis evaluasi ini dapat

    dilakukan dengan membandingkan data-data sebelum dan sesudah

    pelatihan.

    2.1.4 Motivasi

    2.1.4.1 Pengertian Motivasi

    Motivasi didefinisikan sebagai satu proses yang menghasilkan suatu

    intensitas, arah, dan ketentuan individual dalam usaha untuk mencapai

    satu tujuan.

    Motivasi adalah kesedian untuk mengeluarkan tingkat upaya yang

    tinggi untuk tujuan organisasi, yang dikondisikan oleh kemampuan upaya

    itu dalam memenuhi beberapa kebutuhan individu.

    Menurut Robbins & Coulter (2010:109) motivasi mengacu pada proses

    dimana usaha seseorang diberi energi, diarahkan, dan berkelanjutan

    menuju tercapainya suatu tujuan.

    Elemen energi adalah ukuran dari intensitas atau dorongan. Seseorang

    yang termotivasi menujukkan usaha dan bekerja keras. Namun, kualitas

    usaha itu juga harus dipertimbangkan. Usaha tingkat tinggi tidak selalu

    mengarah pada kinerja pekerjaan yang menguntungkan kecuali usaha

  • 27

    tersebut disalurkan ke arah yang menguntungkan organisasi. Usaha yang

    diarahkan dan konsisten dengan tujuan organisasi adalah jenis usaha yang

    kita inginkan dari para karyawan. Akhirnya, motivasi mencakup dimensi

    ketekunan.

    Meningkatkan motivasi kinerja karyawan menjadi perhatian penting

    dari organisasi, dan para manajer terus mencari jawabannya. Di Eropa,

    misalnya, beberapa survey menunjukkan bahwa karyawan Jerman dan

    Belgia adalah pekerja yang paling berkomitmen. Pekerja yang tidak

    berkomitmen ditemukan di Prancis. Sebagaimana dinyatakan oleh para

    peneliti tentang pekerja yang tidak termotivasi, para karyawan ini pada

    dasarnya orang yang tidak bekerja lagi. mereka seperti berjalan dalam

    tidur di hari kerjanya, mereka memberikan waktu, tetapi bukan energi atau

    gairah ke dalam pekerjaan mereka.

    2.1.4.2 Unsur dan Tipe Motivasi

    1. Unsur-unsur Motivasi

    1) Tujuan

    Manusia organisasional (mereka yang mau dan mampu berprilaku

    secara bertujuan) yang memiliki motivasi tinggi senantiasa sadar

    bahwa antara tujuan dirinya dengan tujuan organisasi sama sekali tidak

    terpisahkan atau kalaupun terpisahkan, tidak terlalu senjang.

    2) Kekuatan dari dalam diri individu

  • 28

    Manusia memiliki energi berupa energi fisik, mental, dan spiritual

    dalam arti luas. Kekuatan ini berakumulasi dan menjelma dalam

    bentuk dorongan batin seseorang untuk melakukan suatu tugas secara

    tepat waktu, optimal secara pelayanan, efisiensi secara pembiayaan,

    akurat dilihat dari tujuan yang ingin dicapai, serta mampu memuaskan

    klien atau pengguna.

    3) Keuntungan

    Manusia bekerja ingin mendapatkan keuntungan adalah manusiawi

    dimana seseorang yang telah bekerja menurut satuan tugas dan periode

    waktu kerja tertentu mendapatkan keuntungan yang layak.

    2. Tipe-tipe motivasi

    1) Motivasi Positif

    Proses pemberian motivasi atau usaha membangkitkan motif, dimana

    hal itu diarahkan pada usaha untuk mempengaruhi orang lain agar dia

    bekerja secara baik dan antusias dengan cara memberikan keuntungan

    tertentu kepadanya.

    Jenis-jenis motivasi positif antara lain imbalan yang menarik,

    perhatian atasan terhadap bawahan, informasi tentang pekerjaan,

    kedudukan atau jabatan, rasa partisipasi, dianggap penting, pemberian

    tugas berikut tanggung jawabnya, dan pemberian kesempatan untuk

    tumbuh dan berkembang.

    Contohnya : bekerjalah dengan baik, jika target keuntungan tercapai

    Anda akan diberi bonus!

  • 29

    2) Motivasi negatif

    Sering dikatakan sebagai motivasi yang bersumber dari rasa takut,

    misalnya, jika tidak bekerja akan muncul rasa takut dikeluarkan, takut

    tidak diberi gaji, dan takut dijauhi oleh rekan sekerja. Motivasi negatif

    yang berlebihan akan membuat organisasi tidak mampu mencapai

    tujuan.

    3) Motivasi dari dalam

    Motivasi dari dalam timbul pada diri pekerja waktu dia melakukan

    tugas-tugas atau pekerjaan dan bersumber dari dalam diri pekerja itu

    sendiri. motivasi muncul dari dalam individu , karena memang

    individu itu mempunyai kesadaran untuk berbuat.

    4) Motivasi dari luar

    Motivasi yang muncul sebagai akibat adanya pengaruh yang ada di

    luar pekerjaan dan dari luar diri pekerja itu sendiri. Biasanya dikaitkan

    dengan imbalan.

    2.1.4.3 Teori-teori Motivasi

    Setiap teori motivasi berusaha untuk menguraikan apa sebenarnya

    manusia dan manusia dapat menjadi seperti apa. Dengan alasan ini, bisa

    dikatakan bahwa sebuah teori motivasi mempunyai isi dalam bentuk

    pandangan tertentu mengenai manusia.

  • 30

    1) Teori Abraham H. Maslow (Teori Kebutuhan)

    Teori motivasi yang dikembangkan oleh Abraham H. Maslow dalam

    (Robbins & Coulter 2010:110) pada intinya berkisar pada pendapat

    bahwa manusia mempunyai lima tingkat atau hierarki kebutuhan,

    yaitu:

    (1) Kebutuhan fisiologikal (physiological needs), yaitu kebutuhan

    seseorang akan makanan, minuman, tempat teduh, seks, dan

    kebutuhan fisik lainya.

    (2) Kebutuhan keamanan (safety needs), yaitu kebutuhan seseorang

    akan keamanan dan perlindungan dari kejahatan fisik dan

    emosional, serta jaminan bahwa kebutuhan fisik akan terus

    dipenuhi.

    (3) Kebutuhan sosial (social needs), yaitu kebutuhan seseorang akan

    kasih sayang, rasa memiliki, penerimaan, dan persahabatan.

    (4) Kebutuhan penghargaan (esteem needs), yaitu kebutuhan seseorang

    akan faktor-faktor penghargaan internal, seperti harga diri,

    otonomi, dan prestasi, serta faktor-faktor penghargaan eksternal,

    seperti status, pengakuan, dan perhatian.

    (5) Kebutuahan aktualisasi diri (self-actualization needs), yaitu

    kebutuhan seseorang akan pertumbuhan, pencapain potensi

  • 31

    seseorang, dan pemenuhan diri, dorongan untuk mampu menjadi

    apa yang diinginkan.

    2) Teori David McClelland (Teori Kebutuhan Berprestasi)

    Teori yang dikembangkan oleh David McClelland dan rekan-rekannya

    (Robbins & Coulter, 2010 : 113), dikenal dengan ketiga kebutuhan

    yaitu :

    (1) Kebutuhan akan prestasi, yang merupakan pendorong untuk sukses

    dan unggul dalam kaitannya dengan serangkaian standar.

    (2) Kebutuhan akan kekuasaan, yang merupakan kebutuhan untuk

    membuat orang lain berprilaku dengan cara dimana mereka tidak

    akan bersikap sebaliknya.

    (3) Kebutuhan akan afiliasi, yang merupakan keinginan hubungan

    antar pribadi yang akrab dan dekat.

    3) Teori Clyton Alderfer (Teori ERG)

    Teori Alderfer dikenal dengan akronim ERG . Akronim ERG

    dalam teori Alderfer merupakan huruf-huruf pertama dari tiga istilah

    yaitu :

    E = Existence (kebutuhan akan eksistensi)

    R = Relatedness (kebutuhan untuk berhubungan dengan pihak lain)

    G = Growth (kebutuhan akan pertumbuhan).

  • 32

    Jika makna tiga istilah tersebut didalami akan tampak dua hal penting.

    Pertama, secara konseptual terdapat persamaan antara teori atau model

    yang dikembangkan oleh Maslow dan Alderfer. Karena Existence

    dapat dikatakan identik dengan hierarki pertama dan kedua dalam teori

    Maslow; Relatedness senada dengan hierarki kebutuhan ketiga dan

    keempat menurut konsep Maslow dan Growth mengandung makna

    sama dengan self actualization menurut Maslow. Kedua, teori

    Alderfer menekankan bahwa berbagai jenis kebutuhan manusia itu

    diusahakan pemuasannya secara serentak.

    Apabila teori Alderfer disimak lebih lanjut akan tampak bahwa :

    Makin tidak terpenuhinya suatu kebutuhan tertentu, makin besar pula keinginan untuk memuaskannya

    Kuatnya keinginan memuaskan kebutuhan yang lebih tinggi semakin besar apabila kebutuhan yang lebih rendah telah dipuaskan

    Sebaliknya, semakin sulit memuaskan kebutuhan yang tingkatnya lebih tinggi, semakin besar keinginan untuk memuasakan

    kebutuhan yang lebih mendasar.

    Tampaknya pandangan ini didasarkan kepada sifat pragmatisme oleh

    manusia. Artinya, karena menyadari keterbatasannya, seseorang dapat

    menyesuaikan diri pada kondisi obyektif yang dihadapinya dengan

  • 33

    antara lain memusatkan perhatiannya kepada hal-hal yang mungkin

    dicapainya.

    4) Teori Herzberg (Teori Dua Faktor)

    Teori yang dikemukakan oleh F.C. Herzberg, Bernand Mausner, dan

    Barbara Synderman dikenal dengan Model Dua Faktordari motivasi,

    yaitu faktor motivasional dan faktor hygiene atau pemeliharaan

    Menurut teori ini yang dimaksud faktor motivasional adalah hal-hal

    yang mendorong berprestasi yang sifatnya intrinsik, yang berarti

    bersumber dalam diri seseorang, sedangkan yang dimaksud dengan

    faktor hygiene atau pemeliharaan adalah faktor-faktor yang sifatnya

    ekstrinsik yang berarti bersumber dari luar diri yang turut menentukan

    perilaku seseorang dalam kehidupan seseorang.

    Ahli psikologi dan konsultan manajemen Frederick Herzberg

    mengembangkan teori motivasi dua faktor kepuasan. Motivasi dua

    faktornya memandang bahwa kepuasan kerja berasal dari keberadaan

    motivator intrinsik dan bahwa ketidakpuasan kerja berasal dari

    ketidakberadaan faktor- faktor ekstrinsik.

    Dimana faktor faktor intinsik tersebut meliputi:

    pencapaian prestasi pengakuan tanggung jawab kemajuan

  • 34

    pekerjaan itu sendiri kemungkinan berkembang

    Sedangkan faktor ekstrinsik meliputi:

    upah keamanan kerja kondisi kerja status kebijakan perusahaan mutu penyeliaan mutu hubungan interpersonal antar sesama rekan kerja, atasan dan

    bawahan.

    Salah satu tantangan dalam memahami dan menerapkan teori Herzberg

    ialah memperhitungkan dengan tepat faktor mana yang lebih

    berpengaruh kuat dalam kehidupan seseorang, apakah yang bersifat

    intrinsik ataukah yang bersifat ekstrinsik.

    5) Teori Keadilan

    Inti teori ini terletak pada pandangan bahwa manusia terdorong untuk

    menghilangkan kesenjangan antara usaha yang dibuat bagi kepentingan

    organisasi dengan imbalan yang diterima. Artinya, apabila seorang

    pegawai mempunyai persepsi bahwa imbalan yang diterimanya tidak

    memadai, dua kemungkinan dapat terjadi, yaitu :

  • 35

    Seorang akan berusaha memperoleh imbalan yang lebih besar

    Mengurangi intensitas usaha yang dibuat dalam melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawabnya

    Dalam menumbuhkan persepsi tertentu, seorang pegawai biasanya

    menggunakan empat hal sebagai pembanding, yaitu :

    Harapannya tentang jumlah imbalan yang dianggapnya layak diterima berdasarkan kualifikasi pribadi, seperti pendidikan,

    keterampilan, sifat pekerjaan dan pengalamannya

    Imbalan yang diterima oleh orang lain dalam organisasi yang kualifikasi dan sifat pekerjaannnya relatif sama dengan yang

    bersangkutan sendiri

    Imbalan yang diterima oleh pegawai lain di organisasi lain di kawasan yang sama serta melakukan kegiatan sejenis

    Peraturan perundang-undangan yang berlaku mengenai jumlah dan jenis imbalan yang merupakan hak para pegawai.

    Pemeliharaan hubungan dengan pegawai dalam kaitan ini berarti bahwa

    para pejabat dan petugas di bagian kepegawaian harus selalu waspada

    jangan sampai persepsi ketidakadilan timbul, apalagi meluas di

    kalangan para pegawai. Apabila sampai terjadi maka akan timbul

    berbagai dampak negatif bagi organisasi, seperti ketidakpuasan, tingkat

    kemangkiran yang tinggi, sering terjadinya kecelakaan dalam

  • 36

    penyelesaian tugas, seringnya para pegawai berbuat kesalahan dalam

    melaksanakan pekerjaan masing-masing, pemogokan atau bahkan

    perpindahan pegawai ke organisasi lain.

    2.1.4.4 Lima Peran untuk Memotivasi Penigkatan Kinerja (Performance)

    Dalam organisasi dewasa ini, manajer atau pengawas diminta untuk

    memainkan beberapa peran, tetapi peran terberat adalah manajer sumber

    daya manusia (Robert E McCreight)

    Dalam peran sebagai manajer sumberdaya manusia, tujuan utamanya

    ialah mengelola dan memotivasi karyawan untuk meningkatkan kinerja

    (performa). Sebenarnya peran itu dapat dibagi kedalam lima peran yang

    lebih kecil, yaitu : penentu sasaran, pelatih, penasihat, penilai, dan

    pembuat keputusan. Jika kelima peran dapat dipadukan dengan berhasil,

    maka hal tersebut membuka peluang bagi manajer atau pengawas untuk

    memotivasi peningkatan kinerja kaaryawan.

    1. Peran Penentu sasaran

    Membuat semua ketentuan dasar mengenai apa. Kapan, dan

    bagaimana pekerjaan setiap karyawan harus dilaksanakan. Peran ini

    berkesempatan untuk menyatukan sasaran organisasi dengan sasaran

    kinerja (performa) yang ditetapkan bagi setiap karyawan. Proses

  • 37

    penentuan sasaran didasarkan pada kemampuan karyawan dan sasaran

    tertentu yang hendak dicapai.

    Secara umum, fungsi peran penentu sasaran adalah untuk

    mengidentifikasi persyaratan performa setiap karyawan, dan

    memastikan persetujuan setiap karyawan baik mengenai persyaratan

    yang diidentifikasi, maupun sarana pengkajian performa terhadap

    persyaratan itu. Dalam peran penentu sasaran, manajer atau pengawas

    membimbing karyawan kepada pencapaian sasaran individu dan

    organisasional.

    2. Peran Pelatih

    Peran pelatih sangat erat berhubungan dengan peran penentu sasaran.

    Disini diperlukan perilaku mulai dari instruksi eksplisit bagaimana-

    harus-melakukannya, sampai ke bimbingan halus performa dari tugas

    atau proyek yang diberikan. Dalam peran pelatih, pengawas bertujuan

    membangun lingkungan kerjasama untuk memecahkan persoalan dan

    meningkatkan performa.

    3. Peran Penasihat

    Sebagai penasihat, manajer atau pengawas harus melakukan lebih

    daripada sekedar membimbing karyawan ke performa yang lebih

    kompeten. Kuncinya adalah memberi dorongan kepada karyawan

    untuk membuat rencana peningkatan performa dan pengembangan diri

    mereka. Dalam peran ini manajer dapat memberikan peringatan awal

  • 38

    kepada yang berperforma marginal, tetapi sekaligus menciptakan

    iklim untuk memotivasi mereka yang di atas rata-rata untuk tetap

    berusaha sebaik mungkin.

    4. Peran Penilai

    Diantara tugas yang menantang penilai adalah membandingkan

    performa karyawan dengan sasaran yang telah ditetapkan dan

    mendiagnosis faktor yang dapat mempengaruhi performa marginal

    atau di bawah standar. Selain itu, pengawas juga harus meneliti sejauh

    mana lingkungan pekerjaan, keterampilan karyawan atau sifat

    pekerjaan itu sendiri mempengaruhi karyawan yang hanya

    menghasilkan performa di bawah standar.

    Tujuan utama penilai adalah untuk menentukan apakah sasaran

    performa karyawan telah dicapai, dan tindakan apa yang sesuai untuk

    menangani performa marginal atau di bawah standar.

    5. Peran Pembuat Keputusan

    Peran pembuat keputusan erat hubungannya dengan peran lain dimana

    manajer atau pengawas untuk mengambil tindakan spesifik yang

    berdasarkan performa karyawan selama seluruh masa pengkajian.

    Tindakan spesifik itu dapat mencakup promosi, imbalan, kenaikan

    gaji, penugasan kembali, penurunan jabatan, dan pemecatan. Apapun

    tindakan akhir yang diambil oleh manajemen, hendaknya dapat

    mendorong peningkatan performa selanjutnya.

  • 39

    3.1.4.5 Proses Motivasional

    Sumber : Motivasi dan Pemotivasian dalam Manajemen Cet.3

    Gambar 2.1 Proses Motivasional. Sebuah model inisial (Gibson, dkk.,

    1985 :101)

    Kebutuhan-kebutuhan berhubungan dengan kekurangan-kekurangan yang

    dialami seorang individu pada titik waktu tertentu. Adapun kekurangan

    tersebut dapat bersifat fisiologikal (kebutuhan pangan), psikologikal

    (kebutuhan akan penghargaan diri) atau sosiologikal (kebutuhan

    berinteraksi secara sosial). Terdapatnya kekurangan-kekurangan

    kebutuhan membuat individu semakin peka terhadap upaya-upaya

    motivasional. Proses motivasional diarahkan pada pencapaian tujuan

    I. Kekurangan-kekurangan kebutuhan

    VI. Kekurangan kebutuhan yang dinilai kembali oleh karyawan yang bersangkutan

    II. Mencari cara-cara untuk memenuhi kebutuhan

    V. Imbalan atau hukuman

    III. Perilaku yang diarahkanke tujuan

    IV. Kinerja (performa evaluasi tentang tujuan-tujuan yang dicapai

    Karyawan

  • 40

    tertentu (goal-directed). Pencapaian tujuan-tujuan yang diinginkan dapat

    menyebabkan timbulnya penyusutan signifikan dalam kekurangan-

    kekurangan kebutuhan (need deficiencies).

    2.1.5 Kinerja

    2.1.5.1 Pengertian Kinerja

    Menurut Mathis & Jackson, (2006:378) Kinerja pada dasarnya adalah

    apa yang dilakukan atau yang tidak dilakukan karyawan. Kinerja

    karyawan adalah yang mempengaruhi seberapa banyak mereka memberi

    kontribusi kepada organisasi. Perbaikan kinerja baik individu maupun

    kelompok menjadi pusat perhatian dalam upaya meningkatkan kinerja

    organisasi.

    Di sebagian besar organisasi, kinerja para karyawan individual

    merupakan faktor utama yang menentukan keberhasilan organisasional.

    Diskusi pembuka tentang jenis pekerjaan dan menjadi seorang pemberi

    kerja terkemuka menekankan bahwa seberapa baik para karyawan

    melakukan pekerjaan mereka mempengaruhi produktivitas dan kinerja

    organisasional secara signifikan.

    Selain karyawan dalam organisasi dapat menjadi keunggulan bersaing,

    mereka juga bisa menjadi liabilitas atau penghambat. Ketika beberapa

    karyawan tahu bagaimana melakukan pekarjaannya, ketika karyawan terus

  • 41

    menerus meninggalkan organisasi, dan ketika karwayan tetap bekerja

    namun tidak efektif, sumber daya manusia merupakan masalah kompetitif

    yang menempatkan organisasi dalam kondisi yang merugi. Kinerja

    individu, motivasi, dan rentensi karyawan merupakan faktor utama bagi

    organisasi untuk memaksimalkan efektifitas sumber daya manusia

    individual.

    Secara sederhana kinerja dapat diartikan sebagai hasil yang dicapai

    oleh seorang karyawan selama periode waktu tertentu pada bidang

    pekerjaan tertentu. Seorang karyawan yang memiliki kinerja yang tinggi

    dan baik dapat menunjang tercapinya tujuan dan sasaran yang telah

    ditetapkan oleh perusahaan. Untuk dapat memiliki kinerja yang tinggi dan

    baik, seorang karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya harus memiliki

    keahlian dan keterampilan yang sesuai dengan pekerjaan yang dimilikinya.

    Definisi kinerja menurut A.A. Anwar Prabu Mangkunegara (2000 : 67)

    bahwa kinerja karyawan (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas

    dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam melaksanskan

    tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

    Menurut Asad (2001:13) menyatakan kinerja adalah hasil kerja yang

    dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi

    sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam

    rangka upaya mencapai tujuan organisasi sesuai dengan peraturan

    perundang-undangan yang berlaku.

  • 42

    Beberapa pengertian kinerja yang dikemukakan oleh para ahli dalam

    Veithzal Rivai (2005:15) sebagai berikut :

    1. Kinerja merupakan seperangkat hasil yang dicapai dan merujuk pada

    tindakan pencapaian serta pelaksanaan sesuatu pekerjaan yang diminta

    ( Stolovitch and keeps 1992).

    2. Kinerja merupakan salah satu kumpulan total dari kerja yang ada pada

    diri pekerja (Griffin : 1987).

    3. Kinerja merujuk kepada tingkat keberhasilan dalam melaksanakan

    tugas serta kemampuan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

    Kinerja dinyatakan baik dan sukses jika tujuan yang diinginkan dapat

    tercapai dengan baik ( Donnelly, Gibson and Ivancvich : 1994).

    4. Kinerja sebagai kualitas dan kuantitas dari pencapaian tugas-tugas,

    baik yang dilakukan individu, kelompok maupun perusahaan

    (Schermerhon, Hunt, and Osborn :1991).

    5. Kinerja sebagai fungsi interaksi antara kemampuan, motivasi, dan

    kesempatan (Robbins : 1996). Tingkat kinerja yang tinggi yang

    sebagian merupakan fungsi dari tindakan rintangan-rintangan yang

    mengendalikan karyawan itu. Meskipun seorang individu mungkin

    mampu dan bersedia bisa saja ada rintangan yang menjadi

    penghambat.

    Dari berbagai definisi tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pada

    dasarnya kinerja merupakan prestasi yang dicapai oleh seseorang dalam

  • 43

    melaksanakan tugasnya atau pekerjaannya sesuai dengan standar dan

    kriteria yang ditetapkan untuk pekerjaan itu

    2.1.5.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Karyawan

    Menurut Mathis & Jackson (2006:113), kinerja para karyawan adalah

    awal dari keberhasilan organisasi untuk mencapai tujuannya. Ada 3 faktor

    utama yang memperngaruhi kinerja karyawan yaitu :

    1) Kemampuan individual

    Kemampuan indivual karyawan ini mencakup bakat, minat dan faktor

    kepribadian. Tingkat keterampilan, merupakan bahan mentah yang

    dimiliki seseorang karyawan berupa pengetahuan, pemahaman,

    kemampuan, kecakapan interpersonal, dan kecakapan teknis. Dengan

    demikian, kemungkinan seorang karyawan mempunyai kinerja yang

    baik, jika karyawan tersebut memiliki tingkat keterampilan baik maka

    karyawan tersebut akan menghasilkan yang baik pula.

    2) Usaha yang dicurahkan

    Usaha yang dicurahkan dari karyawan bagi perusahaan adalah etika

    kerja, kehadiran dan motivasinya. Tingkat usahanya merupakan

    gambaran motivasi yang diperlihatkan karyawan untuk menyelesaikan

    pekerjaan dengan baik. Dari itu kalaupun karyawan mempunyai tingkat

    keterampilan untuk mengerjakan pekerjaan, akan tetapi tidak akan

  • 44

    bekerja dengan baik, jika hanya sedikit upaya. Hal ini berkaitan dengan

    perbedaan antara tingkat keterampilan dan tingkat upaya. Tingkat

    keterampilan merupakan cermin dari apa yang dapat dilakukan,

    sedangkan tingkat upaya merupakan cermin apa yang diusahakan untuk

    dilakukan.

    3) Dukungan Organisasional

    Dalam dukungan organisasional, perusahaan menyediakan fasilitas bagi

    karyawan meliputi pelatihan dan pengembangan, peralatan, teknologi

    dan manajemen. Kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau

    tidak dilakukan karyawan. Kinerja karyawan adalah apa yang

    mempengaruhi sebanyak mereka memberikan kontribusi pada

    organisasi.

    Menurut T.R. Mitchell (1978:343) dalam jurnal Ichsan Gorontalo Volume

    4. No.2 oleh Musafir menyatakan bahwa kinerja meliputi beberapa aspek,

    yaitu :

    1. Quality and quantity of work adalah sejauh mana karyawan dapat

    menyelesaikan suatu pekerjaan baik secara kualitas maupun kuantitas

    sesuai standar yang berlaku di perusahaan tersebut.

    2. Promtness adalah tingkat kemampuan karyawan dalam mematuhi

    seluruh aturan-aturan yang berlaku di perusahaan baik jam kerja,

    pakaian kerja, dan aturan-aturan lain.

  • 45

    3. Capability adalah sejauh mana tingkat tanggung jawab karyawan

    dalam melaksanakan seluruh pekerjaan yang menjadi tugasnya.

    4. Communication kemampuan karyawan dalam hal berkomunikasi

    dan bekerja sama dengan pihak-pihak yang terkait.

    5. Inisiative adalah kemampuan seorang karyawan dalam berkreasi dan

    berinovasi dalam mengembangkan prosedur-prosedur kerja serta

    meningkatkan kuantitas dan kualitas hasil kerja.

    2.1.5.3 Tujuan Penilaian Kinerja

    Suatu perusahaan melakukan penilaian kinerja didasarkan pada dua

    alasan pokok, yaitu : (1) manajer memerlukan evaluasi yang objektif

    terhadap kinerja karyawan pada masa lalu yang digunakan untuk membuat

    keputusan di bidang SDM di masa yang akan datang; dan (2) manajer

    memerlukan alat yang memungkinkan untuk membantu karyawannya

    memperbaiki kinerja, merencanakan pekerjaan, mengembangkan

    kemampuan dan keterampilan untuk pengembangan karier dan

    memperkuat kualitas hubungan antar manajer yang bersagkutan dengan

    karyawannya.

    Selain itu, penilaian kinerja dapat digunakan untuk :

    1. Mengetahui pengembangan, yang meliputi : (a) identifikasi kebutuhan

    pelatihan,(b) umpan balik kinerja, (c) menentukan transfer dan

    penugasan, dan (d) identifikasi kekuatan dan kelemahan karyawan.

  • 46

    2. Pengambilan keputusan administratif, yang meliputi : (a) keputusan

    untuk menentukan gaji, promosi, mempertahankan atau

    memberhentikan karyawan, (b) pengakuan kinerja karyawan, (c)

    pemutusan hubungan kerja dan (d) mengidentifikasi yang buruk.

    3. Keperluan perusahaan, yang meliputi : (a) perencanaan SDM, (b)

    menentukan kebutuhan pelatihan, (c) evaluasi pencapaian tujuan

    perusahaan, (d) informasi untuk identifikasi tujuan, (e) evaluasi

    terhadap sistem SDM, dan (f) penguatan terhadap kebutuhan

    pengembangan perusahaan.

    4. Dokumentasi, yang meliputi : (a) kriteria untuk validasi penelitian, (b)

    dokumentasi keputusan-keputusan tentang SDM, dan (c) membantu

    untuk memenuhi persyaratan hukum.

    2.1.6 Keperawatan

    2.1.6.1 Pengertian Keperawatan

    Keperawatan adalah suatu profesi yang mengabdi kepada manusia dan

    kemanusiaan, mendahulukan kepentingan kesehatan masyarakat di atas

    kepentingan sendiri, suatu bentuk pelayanan/asuhan yang bersifat

    humanistik, menggunakan pendekatan holistik, dilaksanakan berdasarkan

    ilmu dan kiat keperawatan berpegang pada standar pelayanan/asuhan

    keperawatan serta menggunakan kode etik keperawatn sebagai tuntutan

    utama dalam melaksanakan pelayanan/asuhan keperawatan.

  • 47

    Lokakarya nasional (Januari 1983) yang merupakan awal diterimanya

    profesionalisme keperawatan di Indonesia, didefinisikan, Keperawatan

    sebagai suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian

    integral dari pelayanan kesehatan, didasarkan pada ilmu dan kiat

    keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-sosial-kultural-spiritual yang

    komprehensif, ditujukan kepada individu, keluarga dan masyarakat, baik

    sehat maupun sakit yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia.

    Keperawatan merupakan bantuan, diberikan karena adanya kelemahan

    fisik dan mental, keterbatasan pengetahuan, serta kurangnya kemauan

    menuju kepada kemampuan melaksanakan kegiatan hidup sehari-hari

    secara mandiri.

    Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada

    praktik keperawatan yang langsung diberikan kepada klien/pasien pada

    berbagai tatanan pelayan kesehatan. Asuhan keperawatan dilaksanakan

    dengan menggunakan metode proses keperawatan, berpedoman pada

    standar keperawatan, dilandasi etik dan etika keperawatan dalam lingkup

    wewenang serta tanggung jawabnya.

    Praktik keperawatan adalah tindakan mandiri perawat profesional

    melalui kerja sama dengan klien dan tenaga kesehatan lain dalam

    memberikan asuhan keperawatan sesuai lingkup wewenang dan tanggung

    jawabnya. Bantuan keperawatan diberikan agar

    individu/keluarga/komunitas dapat mandiri dalam memelihara

    kesehatannya sehingga mampu berfungsi secara mandiri. Pelayanan

  • 48

    keperawatan sebagai pelayanan profesional yang bersifat humanistik

    terintegrasi di dalam pelayanan kesehatan, dapat bersifat independen dan

    interdependen serta dilaksanakan dengan berorientasi kepada kebutuhan

    objek klien.

    Perawat sebagai tenaga profesional yang mempunyai kemampuan baik

    intelektual, teknis, maupun interpersonal dan moral yang bertanggung

    jawab dan berwenang melaksanakan pelayanan asuhan keperawatan.

    3.1.6.2 Peran, Fungsi dan Tanggung Jawab Perawat

    Peran Perawat

    Peran merupakan sepeangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang

    lain terhadap seseorang, sesuai kedudukannya dalam suatu sistem. Peran

    perawat dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar

    profesi keperawatan dan bersifat konstan.

    Doheny (1982) mengidentifikasi beberapa elemen peran perawat

    profesional, meliputi :

    1. Care giver, sebagai pemberi asuhan keperawatan;

    2. Client advocate, sebagai pembela untuk melindungi klien;

    3. Counsellor, sebagai pemberi bimbingan/konseling klien;

    4. Educator, sebagai pendidik klien;

  • 49

    5. Collaborator, sebagai anggota tim kesehatan yang dituntut untuk

    dapat bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain;

    6. Coordinator, sebagai koordinator agar dapat memanfaatkan

    sumber-sumber dan potensi klien;

    7. Change agent, sebagai pembaru yang selalu dituntut untuk

    mengadakan perubahan-perubahan;

    8. Consultant, sebagai sumber informasi yang dapat membantu

    memecahkan masalah klien.

    Fungsi Perawat

    1. Pelaksanaan fungsi keperawatan mandiri

    Tindakan keperawatan mandiri (independen) adalah aktivitas

    keperawatan yang dilaksanakan atas inisiatif perawat itu sendiri

    dengan dasar pengetahuan dan keterampilannya. Contoh, seorang

    perawat merencanakan dan mempersiapkan perawatan khusus pada

    mulut klien setelah mengkaji keadaan mulutnya.

    2. Pelaksanaan fungsi keperawatan ketergantungan

    Aktivitas keperawatan yang dilaksanakan atas instruksi dokter atau

    di bawah pengawasan dokter.

    3. Pelaksanaan fungsi keperawatan kolaboratif

    Aktivitas yang dilaksanakan atas kerja sama dengan pihak lain atau

    tim kesehatan lain.

  • 50

    Tanggung Jawab Perawat

    Secara umum, perawat mempunyai tanggung jawab dalam memberikan

    asuhan/pelayanan keperawatan, meningkatkan ilmu pengetahuan dan

    meningkatkan diri sebagai profesi. Tanggung jawab dalam memberi

    asuhan keperawatan kepada klien mencakup aspek bio-psiko-sosial-

    kultural dan spiritual, dalam upaya pemenuhan kebutuhan dasarnya

    dengan menggunakan pendekatan proses keperawatany yang meliputi:

    Membantu klien memperoleh kembali kesehatannya; Membantu klien yang sehat untuk memelihara kesehatannya; Membantu klien yang tidak dapat disembuhkan untuk menerima

    kondisinya;

    Membantu klien yang menghadapi ajal untuk diperlakukan secara manusiawi sesuai martabatnya sampai meninggal dengan tenang.

    2.1.7 Penelitian Terdahulu

    1) Jurnal oleh : Yuliati, Nuriah. (2008). Pengaruh pelatihan kerja,

    keselamatan kerja dan upah terhadap motivasi kerja karyawan bagian

    produksi di PG. Baru Sidoarjo. Eksekutif, 5(3) : 675-683.

    Upaya untuk meningkaatkan kualitas SDM adalah melalui adanya

    pendidikan dan pelatihan. Para karyawan memerlukan pelatihan dan

    pengembangan untuk mengerjakan tugas-tugas secara sukses. Pelatihan

    dapat dilakukan akibat adanya tingkat kecelakaan yang tinggi, semangat

  • 51

    kerja dan motivasi kerja yang menurun. Program pelatihan yang berhasil

    ialah yang didukung dengan sarana/prasarana yang memadai, pemberi

    materi yang baik dan materi pelatihan yang mudah dipahami.

    Pelaksanaan keselamatan kerja dalam suatu perusahaan diperlukan

    untuk maajemen yang baik karena termasuk dalam wadah hygiene

    perusahaan dan mempunyai tujuan pokok dalam upaya memajukan dan

    mengembangkan proses industrialisasi.

    Upah/ gaji merupakan salah satu untur penting dalam meningkatkan

    motivasi kerja sebab gaji adalah alat untuk memenuhi kebutuhan pegawai.

    Oleh karena itu, perusahaan harus melakukan perencanaan yang tepat

    dalam arti memiliki keadilan internal yaitu sesuai dengan tugas,tanggung

    jawab, dan tingkat usaha yang dilakukan dalam pekerjaan. Selain itu, juga

    memenuhi keadilan eksternal yaitu gaji yang diterima sebagai gaji/upah

    yang ada di perusahaan lain untuk pekerjaan yang sama.

    Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa variabel pelatihan kerja,

    keselamatan kerja, dan gaji mempunyai pengaruh pada motivasi kerja

    karyawan bagian produksi di PG. Candi baru Sidoarjoo.

  • 52

    2) Jurnal oleh : Nawab, S., Bhatti, K.K., Shafi K. (2011) Effect of

    Motivation on Employees Performance. Interdisiplinary Journal of

    Contemporary Research in Business, 3(3) : 1209-1216

    Conclusion

    We think that Motivation is most essential component of an Employee

    overall performance and it has opened a new strategic window for the

    organization. Future research is needed to identify organization results

    most affected by motivated employees activities, and to determine in

    which situation intrinsic rewards are more beneficial and in which

    extrinsic are more useful. After conducting our study successfully we have

    concluded that the motivation factor is a very handy and useful tool to

    enhance the performance of employees. By using this tool the managers of

    any organization will be in a position to open new windows and

    opportunities for them. In advanced the results gained by any organization

    can be checked by observing the on job working activities and also to find

    out in which situation the rewards are beneficial for the performance

    enhancement.

    3) Skripsi oleh Jeremy, Analisis Pengaruh Pelatihan dan Motivasi

    terhadap Kinerja Karyawan pada PT.Inalum, Universitas Bina

    Nusantara 2008.

    Penelitian dilakukan menggunakan metode statistik deskriptif dan

    statistik analitis. Perangkat analisis yang digunakan adalah analisis

    korelasi dan analisis regresi berganda untuk mengetahui seberapa besar

  • 53

    pengaruh pelatihan dan motivasi terhadap kinerja karyawan kantor pusat

    PT. Inalum. Data dikumpulkan melalui wawancara dan kuesioner yang

    dibagikan pada 35 orang lalu dilakukan analisis korelasi dan regresi

    menggunakan program SPSS 16.

    Disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang kuat dan signifikan antara

    pelatihan dan motivasi terhadap kinerja. Hal ini didapat pada derajat

    tingkat kepercayaan 95%, dimana koefisien korelasi pelatihan terhadap

    kinerja sebesar 0,524 dan koefisien korelasi motivasi terhadap kinerja

    sebesar 0,555. Hasil analisis koefisien korelasi diperkuat dengan analisis

    regresi pengaruh pelatihan dan motivasi secara simultan terhadap kinerja

    karyawan kantor pusat PT. Inalum sebesar 0,356.

    Implikasi penelitian ini menyimpulkan bahwa pelatihan dan motivasi

    berpengaruh terhadap seluruh karyawan kantor pusat PT. Inalum yang

    berjumlah 35 orang, sebesar 35,6% dan sisanya sebesar 64,4% dipengaruhi

    oleh hal-hal lain seperti stres kerja, masalah keluarga.

    Dari penelitian ini juga dapat disimpulkan bahwa motivasi yang

    diberikan kepada karyawan juga lebih berpengaruh terhadap peningkatan

    kinerja karyawan kantor pusat PT.Inalum dibandingkan dengan pelatihan.

    Hal ini dapat dilihat dari besarnya pengaruh motivasi terhadap kinerja

    sebesar 0,308 atau 30,8% dibandingkan besarnya pengaruh pelatihan

    terhadap kinerja sebesar 0,275 atau 27,5%.

  • 54

    2.2 Kerangka Pemikiran

    Sumber : Peneliti

    Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran

    Pelatihan

    Instruktur Peserta Materi (bahan) Metode Tujuan Pelatihan Lingkungan yang

    Menunjang

    Menurut Veithzal Rivai (2004)

    Motivasi

    Motivasional (intrinsik) Pencapaian prestasi Pengakuan Tanggung jawab Kemajuan Pekerjaan itu sendiri Kemungkinan

    berkembang Hygiene (ekstrinsik)

    Upah Keamanan kerja Kondisi kerja Status Kebijakan

    perusahaan Mutu penyeliaan Mutu hubungan

    interpersonal Menurut Herzberg (1966)

    Kinerja

    Kuantitas dan kualitas

    Kedisiplinan Kemampuan Komunikasi Inisiatif Menurut T.R. Mitchell

    (1978:343)

  • 55

    2.3 Hipotesis

    Untuk T-1 :

    Ho : Pelatihan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja

    perawat Rumah Sakit Jakarta

    Ha : Pelatihan berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja perawat

    Rumah Sakit Jakarta

    Untuk T-2 :

    Ho : Motivasi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja

    perawat Rumah Sakit Jakarta

    Ha : Motivasi berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja perawat

    Rumah Sakit Jakarta

    Untuk T-3 :

    Ho : Pelatihan dan Motivasi tidak berpengaruh secara signifikan

    terhadap kinerja perawat Rumah Sakit Jakarta

    Ha : Pelatihan dan Motivai berpengaruh secara signifikan terhadap

    kinerja perawat Rumah Sakit Jakarta