Jenis Masalah Terapi Obat

5
Nama : Thea Agrippina Kelas : C NPM : 2015000119 Jenis masalah terapi obat A. Membutuhkan farmakoterapi dan tidak menerima itu (indikasi obat) 1. Keadaan ketika pasien menderita penyakit sekunder yang mengakibatkan keadaan yang lebih buruk daripada sebelumnya, sehingga memerlukan terapi tambahan. Penyebab utama perlunya terapi tambahan antara lain ialah untuk mengatasi kondisi sakit pasien yang tidak mendapatkan pengobatan, untuk menambahkan efek terapi yang sinergis, dan terapi untuk tujuan preventif atau profilaktif. Misalnya, penggunaan obat AINS biasanya dikombinasikan dengan obat antihistamin 2 dengan tujuan untuk mencegah terjadinya iritasi lambung. 2. Pasien yang batuk kering berkepanjangan hanya diberikan difenhidramin maleat tetapi tidak menerima antibiotik. Batuk kering yang tidak kunjung sembuh haruslah diberikan antibiotik seperti amoksisilin. 3. Pasien dengan kondisi awal pengobatan mendapatkan terapi obat baru (Indikasi yang tidak diobati) : terapi awal essensial hipertensi tidak dapat diobati dengan golongan diuretik tiazid. Oleh karena itu dibutuhkan terapi obat lanjutan tetapi tidak diberikan. B. Mengambil atau menerima obat yang salah 1. Pada penelitian ditemukan ada pasien yang mendapatkan terapi yang tidak tepat, yang sering ditemukan yaitu pemberian tramadol pada pasien stroke padahal tramadol tidak boleh diberikan pada pasien stroke karena akan

description

PC

Transcript of Jenis Masalah Terapi Obat

Page 1: Jenis Masalah Terapi Obat

Nama : Thea Agrippina

Kelas : C

NPM : 2015000119

Jenis masalah terapi obat

A. Membutuhkan farmakoterapi dan tidak menerima itu (indikasi obat)

1. Keadaan ketika pasien menderita penyakit sekunder yang mengakibatkan keadaan yang lebih buruk daripada sebelumnya, sehingga memerlukan terapi tambahan. Penyebab utama perlunya terapi tambahan antara lain ialah untuk mengatasi kondisi sakit pasien yang tidak mendapatkan pengobatan, untuk menambahkan efek terapi yang sinergis, dan terapi untuk tujuan preventif atau profilaktif. Misalnya, penggunaan obat AINS biasanya dikombinasikan dengan obat antihistamin 2 dengan tujuan untuk mencegah terjadinya iritasi lambung.

2. Pasien yang batuk kering berkepanjangan hanya diberikan difenhidramin maleat tetapi tidak menerima antibiotik. Batuk kering yang tidak kunjung sembuh haruslah diberikan antibiotik seperti amoksisilin.

3. Pasien dengan kondisi awal pengobatan mendapatkan terapi obat baru (Indikasi yang tidak diobati) : terapi awal essensial hipertensi tidak dapat diobati dengan golongan diuretik tiazid. Oleh karena itu dibutuhkan terapi obat lanjutan tetapi tidak diberikan.

B. Mengambil atau menerima obat yang salah

1. Pada penelitian ditemukan ada pasien yang mendapatkan terapi yang tidak tepat, yang sering ditemukan yaitu pemberian tramadol pada pasien stroke padahal tramadol tidak boleh diberikan pada pasien stroke karena akan meningkatkan tekanan intrakranial yang akan memperparah kondisi pasien.

2. Pada penderita asma tidak diperbolehkan mengkonsumsi aspirin. Hal ini disebabkan aspirin dapat menimbulkan kejang-kejang bronchi hebat yang pada pasien asma dapat menimbulkan serangan ( kambuh ), walaupun dalam dosis kecil.

3. Pasien hipertensi dengan riwayat asma kronis yang diberi terapi propanolol dikatakan menerima obat yang salah karena propanolol bersifat bronkhokonstriktif. Sebaiknya diberikan obat hipertensi golongan Calcium Channel Blockers seperti amilodipin.

C. Mengambil atau menerima terlalu sedikit dari obat yang tepat

1. Misalnya pasien no.1 pada pemberian sukralfat yang tertulis di intruksi obat adalah 3x1 cth (15 ml=1,5 gram), sedangkan dosis sukralfat untuk profilaksis 1 gram setiap 6 jam, artinya dosis menjadi sangat kecil ketika digunakan sendok teh. dimana sendok makan seharusnya 15 ml namun yang diberikan adalah 10 ml (sendok teh).

2. Ketidakpatuhan pasien yang menyebabkan konsumsi obat tidak tepat jumlah, antara lain disebabkan karena faktor ekonomi pasien tidak mampu menebus semua obat yang diresepkan, dan pasien tidak paham cara menggunakan obat yang tepat.

Page 2: Jenis Masalah Terapi Obat

3. Adanya asumsi dari tenaga kesehatan yang lebih menekankan keamanan obat dan meminimalisir efek toksik terkadang sampai mengorbankan sisi efektivitas terapi. 

D. Mengambil atau menerima terlalu banyak obat yang tepat

1. Pemberian adalat oros® (nefedipin) dimana adalat oros ini merupakan obat lepas terkendali yang pemberiannya tablet harus ditelan utuh, tidak boleh dikunyah dan dihancurkan. Pada pemberiannya di ICU obat digerus, sehingga obat yang seharusnya dilepaskan sedikit demi sedikit selama satu hari, menjadi sekali pakai karna sudah digerus yang mengakibatkan dosisnya akan berlebih.

2. Kasus lain pemberian dosis berlebih adalah pada saat penggantian obat seperti lancolin® (sitikolin) dengan siticolin, dimana lancolin® masih diberikan sementara siticolin juga diberikan, sehingga terjadi terapi ganda dengan obat yang sama, akibatnya dosis berlebih.

3. Kasus seperti ini juga terjadi pada penggantian parasetamaol dengan trarmadol® (paracetamol), dimana parasetamol masih diberikan dan farmadol® juga diberikan.

E. Mengalami reaksi obat yang merugikan

1. Pasien mendapatkan terapi ceftriaxon yang memberikan efek samping berupa konstipasi akibat dari relaksasi otot polos saluran cerna dan kandung kemih.

2. Pasien hipertensi mengalami batuk akibat efek samping pemakaian captopril.3. Pasien mendapatkan terapi phenothiazine timbulnya gejala efek ekstrapiramidal

(parkinsonisme). Phenotihiazine merupakan antikolinergik yang digunakan pada terapi schizophrenia. Meskipun demikian sifat antikolinergik ini juga mempengaruhi bagian lain SSP, menyebabkan timbulnya gejala ekstra piramidal. Penurunan dosis akan mengeliminasi terjadi gejala efek ekstra piramidal. Tetapi sayangnya penurunan dosis ini pada beberapa pasien akan berakibat gagalnya terapi schizophrenia berupa kambuhnya penyakit karena dosis yang diberikan dibawah dosis terapi (sub therapeutic dosage).

F. Mengalami interaksi obat-obat atau obat-makanan

1. Pasien mendapatkan terapi captopril dan aspar-K®, dimana obat ini dapat menyebabkan hiperkalemia pada pasien bila dipakai bersamaan.

2. Pasien mendapatkan terapi metformin dan diberikan bersamaan dengan terpacef® (ceftriakson) akan meningkatkan kerja dari metformin.

3. Perubahan parameter farmakokinetik (absorpsi dan eliminasi). Misalnya, obat antibiotik tidak boleh dicampur dengan susu karena akan membentuk ikatan sehingga obat tidak dapat diabsorbsi dan menurunkan efektifitas.

G. Tidak mengambil atau menerima obat yang diresepkan

1. Pasien yang dirawat terkadang mendapatkan resep obat diluar standar formularium rumah sakit, sehingga pada saat pasien ingin membeli obat tersebut tidak tersedia di

Page 3: Jenis Masalah Terapi Obat

rumah sakit. Dikarenakan faktor perkembangan obat yang beredar di Indonesia, sehingga standar formularium dirumah sakit perlu di update secara kontinu.

2. Pasien geriatrik menggunakan lima atau eman obat-obatan beberapa kali dalam sehari pada waktu yang berbeda. Kesamaan penampilan seperti ukuran, warna, atau bentuk obat-obat tertentu dapat berkontribusi pada kebingungan. Beberapa pasien geriatrik dapat mengalami hilang daya ingat yang membuat ketidak patuhan lebih mungkin.

3. Pasien dapat merasa lebih baik setelah menggunaan obat dan merasa bahwa ia tidak perlu lebih lama menggunakan obatnya setelah reda. Misalnya, ketika seorang pasien tidak menghabiskan obatnya selama terapi antibiotik setelah ia merasa bahwa infeksi telah terkendali. Hal ini meningkatkan kemungkinan terjadinya kembali infeksi, sehingga pasien wajib diberi nasehat untuk menggunakan seluruh obat selama terapi antibiotik.

H. Mengambil atau menerima obat untuk indikasi yang tidak valid

1. Permasalahan ini diantaranya penggunaan paracetamol padahal pasien tidak demam (suhu tubuh <37,5 C). Faktor lain yang ditemukan adalah dimana pada awalnya pasien demam, setelah diterapi suhu tubuh pasien sudah normal namun terapi paracetamol masih dilanjutkan sampai pasien terakhir dirawat, padahal penggunaan paracetamol hanya jika diperlukan dan penggunaan jangka waktu yang lama berisiko pada kerusakan hati.

2. Pasien menerima obat yang tidak ada indikasi medis yang valid pada saat ini : antibiotik untuk infeksi akibat virus

.