Jejak Nyai Rambut Kasih Majalengka
-
Upload
siti-maryati -
Category
Documents
-
view
23 -
download
5
Transcript of Jejak Nyai Rambut Kasih Majalengka
JEJAK NYAI RAMBUT KASIH MAJALENGKA
Nama Nyai Rambut Kasih cukup dikenal masyarakat Tatar Sunda.
Bahkan keberadaannya kerap dikaitkan dengan sejarah berdirinya Kabupaten
Majalengka. Soal ini memang masih ada silang pendapat. Namun, beberapa
petilasannya meyakinkan akan eksistensinya. Di tempat-tempat
persinggahannya itu, Nyai Rambut Kasih kerap menampakkan diri sebagai
sosok yang cantik rupawan. Siapa sebenarnya tokoh yang melegenda ini?
Sudah menjadi perbincangan umum bila sosok Nyai Rambut Kasih
berkait erat dengan berdirinya Kabupaten Majalengka. Di kabupaten yang
berbatasan dengan Indramayu, Ciamis, Sumedang dan Cirebon ini, beberapa
petilasan Nyai Rambut Kasih masih ada dan terawat dengan baik. Yang paling
apik dan terus menerus terjaga kondisinya adalah gedung pendopo Kabupaten
Majalengka.
Gedung pendopo adalah kantor Bupati Majalengka saat ini. Dulu,
gedung ini merupakan rumah kediaman Nyai Rambut Kasih. Di belakang
gedung ini terdapat kamar Nyai Rambut Kasih dan seperangkat gamelan yang
diperuntukkan khusus untuk menghibur sang Nyai. Kerap kali pegawai Pemkab
Majalengka menyaksikan penampakkan seorang wanita berambut panjang
terurai mengenakan gaun ala wanita bangsawan jaman dulu. Diyakini betul bila
itulah sosok Nyai Rambut Kasih.
Selain gedung pendopo, patilasan Nyai Rambut Kasih yang kerap
dikunjungi masyarakat, terletak di Kampung Parakan, Kelurahan Sindang
Kasih, Majalengka. Di sini terdapat bangunan bercungkup, batu-batu tempat
semadi dan sumur Cikahuripan yang airnya dipercaya bisa membawa
keberkahan dalam hidup. Bahkan pada tanggal 7 Juni 1994, Bupati Majalengka
H Adam Hidayat ketika itu, berkenan meresmikannya sebagai kawasan cagar
budaya yang harus dilindungi.
Selain Sindang Kasih, tempat persinggahan Nyai Rambut Kasih lainnya
terdapat di Dusun Banjaran Hilir, Kecamatan Banjaran, Majalengka. Lokasinya
berada di tanah milik seorang juru kunci yang diamanahi secara turun-temurun.
Masyarakat Dusun Banjaran Hilir dan sekitarnya, sampai sekarang masih
mempercayai akan kehadiran sosok Nyai Rambut Kasih di tempat itu.
Bila ada warga yang hendak menggelar pesta pernikahan atau khitanan,
sudah menjadi keharusan untuk terlebih dahulu melakukan ziarah dan berkirim
doa kepada Nyai Rambut Kasih. Dan apabila di dalam pesta digelar pula
hiburan Jaipongan, maka sinden harus melantunkan tembang Sunda kesukaan
Nyai RAmbut Kasih seperti Kembang Beureum, Engko dan Salisih. Konon,
bila sinden tidak menembangkan lagu itu, maka akan ada keluarga empunya
hajat yang kesurupan.
Putri Bangsawan Siapa sesungguhnya Nyai Rambut Kasih ini ? Riwayat
Nyai Rambut Kasih berkaitan dengan keberadaan Raja Pajajaran yang tersohor,
yakni Prabu Siliwangi. Bila ditelusuri, Prabu Siliwangi mempunyai isteri yang
ketiga, yang bernama Ratu Munding Kalalean. Dari hasil perkawinan dengan
isteri ketiga ini, Prabu Siliwangi dianugerahi tiga orang putra dan seorang
putrid. Mereka adalah Walangsungsang, Rarasantang, Kiansantang dan Syeh
Nurjati.
Putra keempat, yakni Syeh Nurjati, memperisteri ibu Ratu Siti
Maningrat. Dari hasil perkawinan ini mereka dikaruniai dua orang putra dan
seorang putri, yakni Dalem Rangga Wulan Jaya Hadikusumah, Permana Sakti
Jaya Hadikusumah, dan Sri Ratu Purbaningsih. Pada tahun 1405 Masehi, Syeh
Nurjati memanggil semua anaknya untuk menyampaikan tugas.
Tugas itu antara lain mereka harus menjadi orang yang berguna dan
dikenang generasi mendatang karena kebaikannya. Karena itulah Syeh Nurjati
segera memerintahkan ketiganya berangkat ke arah Barat sebelah Utara
Gunung Ciremai. “Carilah oleh kalian pohon Maja. Kalau sudah ditemukan,
kalian bertiga harus membuka daerah kekuasaan di sana,” titah Syeh Nurjati.
Usai menerima tugas itu, ketiganya langsung berangkat dengan
membawa dua orang pengawal, yakni Pinangeran Putih dan Parung Jaya. Pada
hari Senin, Jumadil Awal tahun 1405 M, mereka tiba di bagian Barat Gunung
Ciremai. Dan tepat hari Jumat tanggal 1 bulan Rajab tahun 1405 M, sekitar jam
12 siang, pohon Maja sesuai yang sabda sang ayah, berhasil ditemukan oleh
Dalem Rangga Wulan Jaya Kusumah. Namun yang ditemukan hanya dua
pohon saja. Daerah tempat ditemukannya pohon maja itu saat ini adalah
terminal Maja di Kecamatan Maja.
Di tempat ini, Dalem Rangga Wulan Jaya Hadikusumah menganjurkan
kepada dua adiknya dan dua pengawalnya agar membangun dua padepokan.
Usai membangun dua padepokan, Sri Ratu Purbaningsih minta ijin kepada
kakaknya untuk pulang ke Cirebon. Akan tetapi Dalem Rangga tidak
mengijinkan dengan alasan masih banyak pekerjaan yang harus dituntaskan.
Kendati dilarang, Sri Ratu Purbaningsih tetap memaksa pergi ke Cirebon tanpa
sepengetahuan kakaknya.
Karena tak mendapat ijin dari kakaknya, Sri Ratu jatuh di curugan
(sekarang Cicurug). Merasa kehilangan sang adik, dua kakak beradik berusaha
mencari. Sampai di Cicurug, sang adik tidak ada (langka). Berdasarkan fakta-
fakta ini, diambilah kesimpulan bila kata Majalengka berasal dari pohon Maja
yang ditemukan di daerah Maja, dan kata langka yang diambil dari jawaban
Dalem Permana saat mencari adiknya Sri Ratu Purbaningsih.
Setelah sekian waktu pencarian, akhirnya Ratu Purbaningsih ditemukan.
Mereka bertiga lantas membangun kawasan itu menjadi daerah pemukiman,
sekaligus pemerintahan. Sampai beberapa waktu kemudian daerah itu
berkembang pesat. Sang ayah, Syeh Nurjati amat berbangga atas keberhasilan
ketiga anaknya. Selanjutnya, Sri Ratu Purbaningsih mendapat gelar Nya Ratu
Rambut Kasih oleh ayahandanya.
Setelah sembilan bulan dalam proses pengembaraan, maka
ditemukanlah sebuah kawasan yang kemudian diberinama Majalengka.
Kawasan ini berkembang dan beranak pinak menjadi ramai. Syeh Nurjati lantas
memberi gelar Ratu Purbaningsi dengan nama Nyai Ratu Rambut Kasih. Di
lokasi bekas peninggalan Nyai Ratu, staf pendopo Kabupaten Majalengka
sering melihat penampakan wujud Nyai Rambut Kasih.
Sembilan bulan lamanya, ketiga anak Syeh Nurjati dan kedua
pengawalnya tinggal di Majalengka. Rabu wage 17 Rajab 1405 Masehi, proses
pencarian daerah yang kemudian menjadi Majalengka itu tuntas. Ketiga anak
Syeh Nurjati lalu bermusyawarah mengenai kepengurusan pengelolaan daerah
Majalengka untuk dijadikan semacam sebuah pemerintahan. Hasil musyawarah
itu menetapkan:
Ratu Purbaningsih menduduki jabatan sebagai Mahkamah Agung,
Dalem Permana menduduki jabatan sebagai Jaksa Agung, Dalem Rangga
sebagai Bupati, Pinangeran Putih sebagai Wedana, Surawijaya sebagai Kepala
Keamanan, Surya Nanggeuy sebagai Kepala Staf dan Parung Jaya sebagai staf.
Sementara itu, Syeh Nurjati di Cirebon merasa resah tak ada kabar dari
ketiga anaknya. Ia lantas memberi perintah kepada Pangeran Muhammad untuk
mencari keberadaan sang anak yang tengah membuka daerah kekuasaan di arah
barat sebelah Selatan Gunung Ciremai itu. Dalam waktu bersamaan, Dalem
Rangga pun menuju Cirebon untuk menyampaikan kabar kepada sang ayah.
Singkat cerita, terbentuklah pemerintahan Majalengka yang kemudian
diresmikan oleh Syeh Nurjati. Syeh Nurjati amat berbangga atas keberhasilan
ketiga anaknya. Selanjutnya, Sri Ratu Purbaningsih mendapat gelar Nyai Ratu
Rambut Kasih oleh sang ayah. Dalam perkembangannya, daerah ini
membentang dari utara ke selatan berjarak kurang lebih 52 km, dari barat ke
timur kira-kira 42 km dengan luas keseluruhan 120.424 Ha. Dan seterusnya
kawasan ini beranak pinak hingga menjadi 23 kecamatan dan 327
desa/kelurahan.
Nyai Rambut Kasih Pada 17 Rajab 1405 Masehi, didirikan sebuah
banguan kecil dan sederhana. Di sekelilingnya berjejer taman dan pohon-pohon
yang besar dan rindang. Bangunan itu terbuat dari kayu itu beratap daun
rumbia. Mulanya tempat ini berfungsi sebagai sarana pertemuan para pembesar
dan sekaligus sebagai tempat perisitirahatan Ratu Rambut Kasih.
Tempat yang ditemukan Nyai Ratu Rambut Kasih inilah yang kini
kemudian menjadi Pusat Pemerintahan Kabuapten Majelengka. Bangunan yang
dulu kecil dan sederhana, kini sudah jadi bangunan kantor yang megah. Di
tempat ini pula berdiri kantor Sekwilda dan rumah dinas Bupati Majalengka.
Taman dan bangunan itu setiap pergantian bupati selalu mengalami renovasi.
Di sudut antara sebelah timur dan selatan terdapat air mancur yang
dilengkapi dengan patung ikan. Dulu itu merupakan tempat bermainnya Nyai
Ratu Rambut kasih. Ada cerita menarik seputar tempat bermainnya Nyai
Rambut Kasih ini. Dulu, pernah ada seorang Bupati Majalengka yang tak
percaya akan keberadaan Nyai Ratu di gedung pendopo. Ia bahkan merubah
dan menghilangkan taman yang dulu tempat bermainnya Nyai Rambut Kasih
tanpa izin kepada “empunya” taman.
Lantas apa yang terjadi? Setelah tak lagi menjabat Bupati, ia langsung
jatuh sakit berkepanjangan. Sampai akhirnya ia wafat. Konon, kematian itu
disebabkan ulahnya merubah taman tempat bermain Nyai Rambut Kasih
dimusnahkan tanpa meminta ijin terlebih dahulu.
Diantara bangunan megah perkantoran Pemkab Majalengka, ada satu
banguan yang seolah-olah dijadikan kamar khusus. Kamar tersebut
dikeramatkan masyarakat. Kamar itulah dulu kala Nyai Rambut Kasih
melakukan pekerjaan sehari-hari. Para ajudan bupati dan pembantu rumah
tangga bupati, kerap menemui hal-hal aneh di kamar itu. Misalnya ada kursi
yang bergerak sendiri atau asbak yang semula berada di atas meja terangkat
sendiri. Terkadang di ruangan kerja tercium semerbak bunga.
Salah seorang staf pendopo kabupaten pernah punya pengalaman
bertemu dengan seorang wanita yang amat cantik. Pakaiannya mengesankan
kalangan ningrat tempo dulu. Rambutnya panjang tergerai, dengan mahkota
bertengger dikepala. Dikupingnya terselip bunga melati. Melihat wanita cantik
yang “mencurigakan” itu, staf pendopo ini terkejut diselingi rasa takjub. Namun
ketika diikuti, wanita itu sudah menghilang di belakang taman.
Dekat kamar keramat itu, disediakan pula seperangkat gamelan kesenian
Sunda. Namun ini hanya symbol belaka, sebab Nyai Rambut Kasih dikenal
sangat suka kesenian dan lagu-lagu Sunda, meski ia berasal dari Cirebon.
Anehnya, pada saat-saat tertentu, orang-orang yang melintas kamar itu kerap
mendengar suara gamelan. Padahal sebelumnya tak ada orang yang tengah
memainkan gamelan itu.
Karena kesenangan Nyai Rambut Kasih ini, maka tak heran bila ada
warga yang hendak menggelar pesta pernikahan atau khitanan dengan hiburan
Jaipongan, maka terlebih dahulu sinden harus melantunkan tembang Sunda
kesukaan Nyai Rambut Kasih yakni Kembang Beureum, Engko dan Salisih.
Bila itu tidak dilakukan, konon acara pesta tak akan berlangsung sukses. ***