EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang...

159
EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA PERANAKAN CINA KAJIAN SOSIOLOGI SASTRA Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia Program Studi Sastra Indonesia Oleh Fransiska Firlana Laksitasari NIM : 034114023 PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2008

Transcript of EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang...

Page 1: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

EKSISTENSI TOKOH NYAI

DALAM DUA NOVEL SASTRA PERANAKAN CINA

KAJIAN SOSIOLOGI SASTRA

Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia

Program Studi Sastra Indonesia

Oleh

Fransiska Firlana Laksitasari

NIM : 034114023

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA

JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2008

Page 2: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

ii

Page 3: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

iii

Page 4: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

iv

PERSEMBAHAN

Untuk Yesus yang Esa, karena cinta-Mu aku berada

Untuk almarhum Bapak yang di surga, meski Kau tak sempat

menjadi teman untuk mencurahkan hati ketika kudewasa.

Ibuku yang setia mendampingi dan memperjuangkan masa

depanku, wajahmu selalu meluluhkan airmataku. Dan aku

menjadi kuat karenamu.

Dimas Rizky yang senantiasa ada, sayap ini semakin kuat

mengepak karena sudah menemukan sarang untuk pulang.

Diterbangkan takdir aku (kan) sampai…..begitu syair Sapardi

lembut kaulagukan untukku.

Skripsi ini juga kupersembahkan bagi siapa saja yang

membutuhkan pembuktian dalam keberadaannya.

Page 5: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

v

MOTTO

Sabar dan sadar dalam keterbatasan akan membuatmu

mampu menentukan pilihan. Dan Biarlah sakitmu menjadi

kekuatanmu.

Angin adalah tanda dan waktu adalah kerja rasa.

Gerakku adalah keberadaanku.

Ketika membaca tanda di bawah rumpun bambu, Firlana

Page 6: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

vi

Page 7: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertandatangan di bawah ini, saya, mahasiswa Sanata Dharma:

Nama : Fransiska Firlana Laksitasari

Nomor Mahasiswa : 034114023

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada

Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA

PERANAKAN CINA KAJIAN SOSIOLOGI SASTRA:”, beserta

perangkat yang diperlukan.

Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas

Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain,

mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan

mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis

tanpa perlu meminta izin dari saya ataupun memberikan royalti kepada saya

selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal 30 Juni 2008

Yang menyatakan

Fransiska Firlana Laksitasari

Page 8: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

vii

ABSTRAK Laksitasari, Fransiska Firlana. 2008. Eksistensi Tokoh Nyai dalam Dua Novel

Sastra Peranakan Cina. Kajian Sosiologi Sastra. Skripsi. Program Studi Sastra Indonesia, Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra. Universitas Sanata Dharma. Yogyakarta.

Kisah pernyaian menjadi motif paling dominan dalam Sastra Peranakan Cina. Hubungan antara nyai dengan lelaki berkebangsaan Cina menjadi alat pengarang untuk menyampaikan ideologinya dalam menanggapi kondisi sosial masyarakat pada masa pemerintahan kolonial Hindia Belanda. Penelitian ini memusatkan kajian pada novel Cerita Nyai Soemirah dan novel Kota Medan Penu dengen Impian. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis dan mendeskripsikan eksistensi tokoh nyai dalam dua novel tersebut. Metode penelitian deskripsi analisis digunakan dalam penulisan ini, sedangkan pendekatan yang diterapkan adalah struktural dan Sosiologi Sastra.

Politik rasial yang diberlakukan pemerintah kolonial Hindia Belanda mempengaruhi keharmonisan hubungan antarbangsa. Untuk itu, keberadaan nyai ditanggapi dengan pro dan kontra. Situasi ini tidak menghalangi nyai dalam memerdekakan pilihannya, tetapi justru mendorong para nyai untuk mengaktualisasi keberadaannya. Sistem lama yang mengikat justru mendukung nilai baru yang dipertentangkan. Menjadi nyai bukanlah suatu paksaan, melainkan suatu pilihan untuk mewujudkan kehendak. Nyai Soemirah dan Nyai Ros Mina dengan rela dan sadar menjadi nyai dari lelaki berkebangsaan Cina.

Eksistensi tokoh nyai dapat dilihat dari segi motivasi, peran, dan pandangan masyarakat. Aktualisasi ketiga unsur tersebut dipengaruhi oleh proses sosialisasi, idealisme, dan loyalitas. Motivasi dominan seorang perempuan menjadi nyai adalah faktor lingkungan yang didukung oleh ambisi pribadi. Seorang nyai yang berlatar belakang bangsawan hanya memiliki peran di wilayah domestik. Nyai dari golongan golongan ini cenderung setia dan bermartabat. Nyai yang berasal dari keluarga miskin berperan di wilayah domestik dan di bidang ekonomi. Menurut pandangan masyarakat pribumi yang kontra, nyai merupakan wujud penghinaan dan pengkhianatan terhadap rasa kebangsaan. Pernyaian dianggap menentang dan menjauhkan diri dari ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan untuk mewujudkan keinginan. Sosok nyai bagi masyarakat Cina tetaplah seorang perempuan yang memiliki hak dan patut dicinta selayaknya istri sah. Di sisi lain, nyai adalah istri sementara yang bisa diperoleh dengan uang dan bisa dibuang kapan saja.

Page 9: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

viii

ABSTRACT

Laksitasari, Fransiska Firlana. 2008. The Existence of Nyai in Two Novels of the Peranakan Chinese Literature. A Literary Sociological Approach. A Thesis. Indonesian Letters Study Programme, Indonesia Letters Department, Faculty of Letters. Sanata Dharma University. Yogyakarta. The story of nyai becomes the most dominant motive in Peranakan

Chinese Literature. The relation between nyai with a man Chinesse nationality becomes the author is tool to convey his ideology to read the society social condition in the era of Netherland Colonial government. This study focuses its discussion to the novels entitled Cerita Nyai Soemirah and Kota Medan Penu dengen Impian. The objective of this study is to analyse and to describe the existence of nyai in those two novels. The method used in this study is an analysis descriptive method, while the approach applied is a structural and literally Sociology Approach. Racial politic practiced by Netherland Colonial government influences the harmonization of the relation among nation. Therefore, the existence of nyai has a pro and contra. This situation does not abstruct nyai to free her choice, but it encourages her actualize her choice. The old system which bind exactly agree with the new value which is contradictory. Becoming a nyai is not a force, but a choice to realize her will. Nyai Soemirah dan Nyai ros Mina are in favour and conciously become nyai of a man with Chinesse nationality. The existence of nyai can be seen through motivational aspect, role, and society’s perspective. The actualization of those three is influenced by the process of socialization, idealism, and loyality. The dominant mitivation of a women to become nyai is the environt mental factor which is supported by her personal ambition. A nyai who has a noble background only gets a role in domestic area. Nyai from this class is tend to be loyal and more prestigious. Nyai who comes from a poor family has a role in domestic and economic area. Based on the perspective of native people who are contra, nyai is a kind of disdain and deceit to nationalism. The practice of nyai is considered in conflict and goes beyond the Moslem is belief. In the other hand, the society which is pro perceives nyai merely as a title. The other say that nyai becomes a way to realize the will. The character of nyai for Chinesse society is still a woman who has a right and fair to love as a legal wife. Otherwise, nyai is only a temporary wife who can be bought with money and can be threw away anytime.

Page 10: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

ix

Kata Pengantar

Hasil sebuah kerja bukanlah suatu kesudahan. Untuk mencapai hasil,

suatu proses harus dilampaui. Penelitian ini merupakan hasil dari sebuah proses

yang tidak berkesudahan. Terima kasih untuk Gusti Allah yang setia dan

senantiasa memberi hawa penyegaran dalam proses hidup ini. Dukungan dari

banyak pihak telah membantu penyelesaian penelitian ini, untuk itu saya

ucapkan terima kasih kepada:

1. S.E. Peni Adji, S. S., M. Hum dosen pembimbing yang membuatku

melakukan harmonisasi kodrati perempuan.

2. Drs. B. Rahmanto, M. Hum, dosen pembimbingku. Hal yang selalu kuingat

dan kupegang dari perkataan Bapak “Kalian harus tahan banting!”.

3. Dra. Fr. Tjandrasih Adji, M. Hum, dosen penguji, terima kasih peluangnya.

4. Serta segenap dosen Prodi Sastra Indonesia, Drs. Hery Antono, M. Hum,

Drs. P. Ary Subagyo, M. Hum, Dr. I. Praptomo Baryadi, M. Hum,

Drs.Yosef Yapi Taum, M. Hum, Drs. F.X. Santoso.

Penelitian ini sudah tentu masih banyak kekurangan, untuk itu kritik

dan saran dari para pembaca akan sangat membantu kesempurnaan penelitian

ini. Penulis berharap semakin banyak orang yang peduli dengan Sastra

Peranakan Cina, meski sekadar membacanya. Semoga setiap manusia memiliki

semangat kesadaran akan eksistensinya di dunia ini. Terima kasih.

Penulis

Page 11: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

x

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ........................................................................................

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ..............................................

HALAMAN PENGESAHAN ..........................................................................

PERSEMBAHAN.............................................................................................

MOTTO …………………………………………………………………...

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ............................................................

ABSTRAK........................................................................................................

ABSTRACT .......................................................................................................

KATA PENGANTAR ......................................................................................

DAFTAR ISI ....................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................

1. 1 Latar Belakang ............................................................................

1. 2 Rumusan Masalah .......................................................................

1. 3 Tujuan Penelitian.........................................................................

1. 4 Manfaat Penelitian.......................................................................

1. 5 Tinjauan Pustaka ........................................................................

1. 6 Landasan Teori ……………………………………………...

1. 7 Metodologi Penelitian ……………………………………….

1.7.1 Pendekatan ..................................................................

1.7.1 Metode ........................................................................

1.7.3 Teknik Pengumpulan Data .........................................

i

ii

iii

iv

v

vi

vii

viii

ix

x

1

1

6

7

7

8

9

15

15

15

15

Page 12: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

xi

1.7.4 Sumber Data ...............................................................

1. 8 Sistematika Penyajian ………………………………………

BAB II KONDISI SOSIAL MASYARAKAT DAN SASTRA

PERANAKAN CINA ......................................................................

2.1 Kondisi Sosial Masyarakat Cina .................................................

2. 2 Masyarakat dan Sastra Peranakan Cina .......................................

2. 3 Perkawinan Campur dan Tradisi Nyai ........................................

BAB III TOKOH DAN PENOKOHAN NYAI SOEMIRAH DALAM

NOVEL CERITA NYAI SOEMIRAH DAN NYAI ROS MINA

DALAM NOVEL KOTA MEDAN PENU DENGEN IMPIAN......

3. 1 Tokoh dan Penokohan Nyai Soemirah .......................................

3. 2 Tokoh dan Penokohan Nyai Ros Mina .......................................

3. 3 Rangkuman..................................................................................

BAB IV EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM NOVEL CERITA NYAI

SOEMIRAH DAN DALAM NOVEL KOTA MEDAN PENU

DENGEN IMPIAN ...........................................................................

4. 1 Pengantar ....................................................................................

4. 2 Motivasi Tokoh menjadi Nyai.....................................................

4. 2. 1 Motivasi Nyai Soemirah...................................................

4. 2. 2 Motivasi Nyai Ros Mina .................................................

4. 3 Peran Nyai dalam Keluarga .........................................................

4. 3. 1 Peran Nyai Soemirah ………………………………….

4. 3. 2 Peran Nyai Ros Mina ………………………………….

16

17

18

19

24

30

34

35

51

72

76

76

77

77

81

88

89

93

Page 13: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

xii

4. 4 Nyai dalam Pandangan Pribumi dan Cina ……………………

4. 4. 1 Nyai dalam Novel Cerita Nyai Soemirah ……………

4. 4. 1. 1 Menurut Pandangan Masyarakat Pribumi ……

4. 4. 1. 2 Menurut Pandangan Masyarakat Cina ………..

4. 4. 2 Nyai dalam Novel Kota Medan Penu dengen Impian ….

4. 4. 2. 1 Menurut Pandangan Masyarakat Pribumi ……

4. 4. 2. 2 Menurut Pandangan Masyarakat Cina ………..

4. 5 Rangkuman ………………………………………………….

BAB V PENUTUP ..........................................................................................

5. 1 Kesimpulan .................................................................................

5. 2 Saran ...........................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………….

BIODATA PENULIS ……………………………………………………..

98

98

98

113

118

118

123

131

135

135

141

143

146

Page 14: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Soemirah dan Ros Mina merupakan tokoh perempuan dalam dua

novel Sastra Peranakan Cina. Kedua tokoh tersebut merupakan sosok

perempuan pribumi yang memiliki hubungan khusus dengan lelaki etnis Cina.

Pada masa pemerintahan kolonial Hindia Belanda, hubungan antara perempuan

pribumi dengan lelaki lain bangsa diharamkan oleh sebagian masyarakat

pribumi. Politik rasial yang diberlakukan pemerintah Hindia Belanda

memunculkan kecemburuan pihak pribumi. Politik tersebut memutus proses

asimilasi antarbangsa di Nusantara. Hal ini menyebabkan munculnya berbagai

stereotipe negatif antarbangsa. Faktor tradisi dan agama semakin

mempersempit pandangan mengenai kekerabatan antarbangsa. Misalnya,

problematika yang dihadapi Soemirah dalam novel karya Thio Tjin Boen yang

berjudul Cerita Nyai Soemirah (1917). Soemirah dilarang memiliki hubungan

khusus dengan lelaki Cina karena sang pujaan tidak beragama Islam. Soemirah

pun harus memperjuangkan cintanya itu dan tidak peduli berstatus nyai.

Juvenile Kuo dalam novel Kota Medan Penu dengen Impian atawa Nyai

Tertabur dengen Mas (1928) menghadirkan Ros Mina yang diusir ayahnya

karena menjadi istri muda orang asing. Ros Mina dianggap melanggar ajaran

agama Islam dan karena itu ayahnya sangat malu. Ros Mina yang merasa

Page 15: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

2

sudah kepalang tanggung, akhirnya dengan sengaja menjadi nyai dari lelaki-

lelaki Cina supaya bisa hidup bersenang-senang.

Hubungan dengan lelaki lain bangsa ini membuat Soemirah dan Ros

Mina berstatus nyai. Sosok nyai hanya berstatus sebagai istri sementara dan

tidak resmi. Menjadi nyai dianggap sebagai suatu penghinaan terhadap bangsa.

Namun demikian, Soemirah dan Ros Mina memiliki pandangan yang berbeda

dalam menyikapi pendapat masyarakat terhadap sosok nyai. Mereka memiliki

perjuangan dan pemikiran sendiri dalam menghadapi nilai-nilai sosial yang

sangat membatasi hak serta eksistensi mereka. Sebagai manusia, Soemirah dan

Ros Mina menyadari bahwa kehadiran mereka di dunia bukan sekadar ‘berada’

seperti benda mati. Bagi mereka yang terpenting adalah soal baga imana

menyadari keberadaan tersebut serta mempertanyakan makna keberadaan itu

sendiri. Pengakuan dan perhatian eksistensi personal mereka juga dibutuhkan.

Keberadaan Soemirah dan Ros Mina melibatkan lingkungan serta

tradisi kolot masa itu (kolonial). Misalnya saja ketika Soemirah memiliki

perasaan khusus terhadap lelaki Cina. Menurut pandangan sang ibu, hubungan

itu diharamkan karena orang Cina kafir (tidak beragama Islam). Selain itu,

sebagai keturunan bangsawan, sang ibu merasa perlu untuk menjaga martabat

keluarga.

Keterlibatan lingkungan dalam kehidupan seseorang memperlihatkan

bahwa eksistensi nyai sangat erat hubungannya dengan konteks sosio-

masyarakat. Oleh karena itu, eksistensi tokoh nyai tersebut dikaji dari segi

Sosiologi Sastra. Sosiologi Sastra adalah suatu telaah sastra yang objektif dan

Page 16: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

3

ilmiah tentang manusia dalam masyarakat, situasi sosial, serta proses sosialnya

(Semi 1989: 52). Berkiblat dari pendapat Lukacs dalam Taum (1997: 50,51)

yakni sastra sebagai cermin masyarakat, penelitian ini mendeskripsikan dan

menganalisis peristiwa yang hadir dalam novel yang dianggap sebagai gejala

masyarakat pada waktu itu. Akan tetapi, pencerminan tersebut bukanlah

pengekspresian gejala masyarakat secara konkret dan menyeluruh. Fokus

penelitian ini adalah perempuan berstatus nyai yang diwakili oleh Soemirah

dan Ros Mina terkait dengan eksistensinya. Kedua nyai tersebut mempunyai

cara berbeda dalam mengaktualisasikan diri di tengah zaman yang mengikat

pada masa itu.

Kedua novel ini sengaja dipilih karena tokohnya memiliki kesamaan

status sebagai nyai dari lelaki Cina. Akan tetapi, keduanya memiliki perbedaan

dalam menyikapi tradisi dan nilai pada kondisi serta situasi yang hampir sama

(masa pemerintahan kolonial). Bagi Soemirah, apa yang dilakukan

berlandaskan rasa cinta. Ia merasa bahwa mencintai dan berhubungan dengan

lelaki dari bangsa manapun sah-sah saja dan tidak menganggap sebagai suatu

kesalahan. Meskipun demikian, ia tidak ingin anaknya bernasib sama dengan

suaminya, dikucilkan dari keluarga. Berbeda dengan Ros Mina, semua yang

dijalaninya demi kesenangan semata. Meski awalnya tersiksa, namun pada

akhirnya ia menikmati karena alasan materi.

Berdasarkan periodisasi Sumarjo (1989: 91) novel Cerita Nyai

Soemirah (1917) masuk dalam masa pengembangan (1912-1924) yakni masa

surutnya penulis berkebangsaan Belanda dan pribumi, sedangkan penulis

Page 17: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

4

Peranakan semakin menonjol. Novel Kota Medan Penu dengen Impian atawa

Nyai Tertabur dengen Mas (1928) masuk dalam masa keemasan (1925-1942)

yakni puncak perkembangan sastra Melayu-Rendah. Novel merupakan salah

satu jenis sastra yang banyak ditulis dan diterbitkan oleh kaum Peranakan.

Perbedaan periodisasi ini ternyata tidak mempengaruhi tema-tema yang

muncul, terutama dominasi tema pernyaian. Para pengarang memiliki sudut

pandang yang berbeda dalam mengemas tema nyai pada sebuah cerita.

Kesamaan tema tersebut membuktikan bahwa problematika seorang nyai masih

berlangsung. Nyai seolah menjadi motif sastra yang terus mendapat perhatian

bahkan menjadi subjek utama dalam cerita berbahasa Melayu Rendah.

Lan (1962: 7) berpendapat bahwa Sastra Indonesia-Cina merupakan

hasil karya segolongan penduduk Cina yang pada waktu itu disebut Tionghoa-

Peranakan. Menurut Salmon (1985: xv), ditemukan 3005 judul karya yang

1398 diantaranya berupa novel dan cerpen asli. Menurut Watson dalam Faruk

dkk (2000: 35) salah satu ciri Sastra Peranakan Cina adalah bercerita tentang

nyai. Hal tersebut tidak mengherankan karena pada masa kolonial sosok nyai

cukup menjadi sorotan masyarakat. Sosok nyai begitu dekat dengan penguasa-

penguasa, kondisi sosial politik yang tidak memihak pribumi membuat status

nyai dianggap sebagai kehinaan dan pengkhianatan.

Thio Tjin Boen dan Juvenile Kuo merupakan kaum Peranakan yang

mengangkat kisah para nyai dalam karya sastra. Mereka menampilkan

perempuan-perempuan pribumi yang memilih dengan tulus, terpaksa, bahkan

rela menjual diri menjadi nyai demi kelangsungan hidup. Bisa dibayangkan

Page 18: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

5

memang seperti itulah hidup dan kehidupan perempuan pribumi yang menjadi

nyai. Terlebih mengingat pengarang-pengarang tersebut hidup pada masa

‘larisnya’ para nyai. Sebagai pengarang, mereka ingin menggambarkan situasi

dan kondisi suatu masa di mana mereka hidup terkait dengan problematika

nyai. Sosok nyai dihadirkan untuk membalut ideologi- ideologi yang sedang

berkembang saat itu, misalnya soal nasionalisme. Kisah dan kiprah para nyai

menjadi cerminan perempuan pribumi pada masa itu. Hal ini diyakinkan

dengan pendapat dari tokoh dan pemerhati Sastra Peranakan Cina berikut.

(1) “Dalam sastera sesuatu bangsa dalam sesuatu masa jang tertentu

tertjerminlah keadaan kemasjarakatan bangsa itu selama kala itu terbajang perkembangan kemasjarakatan bangsa itu”. (Lan, 1962: 33)

Karya sastra yang lahir pada suatu masa tertentu merupakan cerminan kondisi

masyarakat, akan tetapi kenyataan-kenyataan yang ada sudah dipantulkan oleh

pengarang. Cerita Soemirah dan Ros Mina yang muncul era 1800-an hingga

1900-an diciptakan untuk mewakili situasi kemasyarakatan pada saat itu.

Situasi sosial maupun politik yang tersirat dalam novel merupakan gambaran

perkembangan sejarah masa itu.

Soemirah dan Ros Mina merupakan gambaran perempuan pribumi

pada masa kolonial Belanda yang memiliki cara dalam mewujudkan eksistensi

personal mereka. Untuk mengungkapkan eksistensi dan cermin perempuan

berstatus nyai pada masa tersebut perlu dibahas tokoh serta penokohan mereka.

Hal ini mengingat bahwa eksistensi dalam penelitian ini berobjek pada tokoh.

Penelitian ini hanya memusatkan pembahasan pada Soemirah dan Ros Mina.

Page 19: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

6

Keduanya merupakan tokoh utama yang berstatus nyai dan paling dominan

dalam penceritaan. Namun sebelumnya, akan dibahas kondisi sosial

masyarakat dan Sastra Peranakan Cina. Pembahasan ini dimaksudkan untuk

memberikan gambaran bahwa kondisi sosial masyarakat memiliki pengaruh

dalam penciptaan karakter tokoh. Selain itu, pembahasan tersebut memiliki

fungsi sebagai cerminan dalam perwujudan eksistensi tokoh.

1.2 Rumusan Masalah

Fokus permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini dapat

dirumuskan sebagai berikut.

1.2.1 Bagaimanakah kondisi sosial masyarakat dan Sastra Peranakan

Cina?

1.2.2 Bagaimanakah deskripsi tokoh dan penokohan Nyai Soemirah

dalam novel Cerita Nyai Soemirah karya Thio Tjin Boen dan

Nyai Ros Mina dalam novel Kota Medan Penu dengen Impian

atawa Nyai Tertabur dengen Mas karya Jovenile Kuo?

1.2.3 Bagaimanakah eksistensi Nyai Soemirah dalam novel Cerita Nyai

Soemirah karya Thio Tjin Boen dan Nyai Ros Mina dalam novel

Kota Medan Penu dengen Impian atawa Nyai Tertabur dengen

Mas karya Jovenile Kuo dalam kajian Sosiologi Sastra?

Pertanyaan-pertanyaan tersebut muncul berdasarkan uraian dalam

latar belakang yang memperlihatkan beberapa permasalahan sehingga

diperlukan pengkajian secara mendalam.

Page 20: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

7

1.3 Tujuan Penelitian

Mengacu pada rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan

untuk:

1.3.1 Mendeskripsikan kondisi sosial masyarakat dan Sastra Peranakan

Cina.

1.3.2 Mendeskripsikan tokoh dan penokohan Nyai Soemirah dalam

novel Cerita Nyai Soemirah karya Thio Tjin Boen dan Nyai Ros

Mina dalam novel Kota Medan Penu dengen Impian atawa Nyai

Tertabur dengen Mas karya Jovenile Kuo.

1.3.3 Menganalisis dan mendeskripsikan eksistensi Nyai Soemirah

dalam novel Cerita Nyai Soemirah karya Thio Tjin Boen dan

Nyai Ros Mina dalam novel Kota Medan Penu dengen Impian

atawa Nyai Tertabur dengen Mas karya Jovenile Kuo dalam

kajian Sosiologi Sastra.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini memiliki beberapa manfaat antara lain :

1.4.1 Manfaat Teoritis

1.4.1.l Melengkapi perkembangan khazanah sastra dalam hal

penelitian sastra mengingat belum banyak yang meneliti

novel-novel Sastra Peranakan Cina.

1.4.1.2 Menjadi media pengungkap fakta dalam realitas yang

dianggap mewakili gejala kemasyarakatan masa tertentu.

Page 21: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

8

1.4.2 Manfaat Praktis

1.4.2.1 Memperkenalkan Sastra Peranakan Cina khususnya novel

bagi masyarakat yang belum mengenal Sastra Peranakan

Cina. Sampai sekarang keberadaan sastra ini belum

mendapat tempat dalam sejarah sastra Indonesia.

1.4.2.2 Memperkenalkan tokoh-tokoh nyai dari lelaki Cina yang

muncul dalam karya sastra karangan kaum Peranakan.

1.5 Tinjauan Pustaka

Sumarjo dalam buku Kesusastraan Melayu-Rendah Masa Awal

(2004) mengulas novel Cerita Nyai Soemirah dengan judul yang sama dengan

tokohnya. Pembahasan ini seturut alur cerita, namun kurang detail dari segi

tokoh dan penokohan. Dominasi pembahasannya adalah perihal pendidikan

Barat dan Timur; tidak secara khusus membahas tokoh perempuannya

(Soemirah). Sepanjang penulusuran peneliti, novel Kota Medan Penu dengen

Impian atawa Nyai Tertabur dengen Mas belum pernah dibahas, namun

seringkali dicantumkan dalam penggolongan jenis novel Sastra Peranakan

Cina.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa topik penelitian

mengenai eksistensi nyai belum pernah ada yang meneliti.

Page 22: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

9

1.6 Landasan Teori

Penelitian ini menggunakan teori struktural dan Sosiologi Sastra.

Teori struktural untuk membahas tokoh dan penokohan, sedangkan teori

Sosiologi Sastra untuk mengkaji eksistensi tokoh.

1.6.1 Teori Struktural

Teori struktural merupakan sebuah pendekatan yang mengkaji unsur-

unsur pembangun karya sastra. Mursal Esten (1990: 18) menyebutkan bahwa

struktur karya sastra terdiri atas unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik

karya sastra meliputi tema, alur, latar, tokoh dan penokohan, dan gaya. Faktor

politik, ekonomi, sosial, dan psikologi merupakan unsur-unsur ekstrinsik dalam

karya sastra. Dalam penelitian ini, penulis hanya membahas unsur tokoh dan

penokohan mengingat kajian utama penelitian ini adalah sosok nyai terkait

dengan eksistensinya.

1.6.1.1 Tokoh dan Penokohan

Istilah “tokoh” menunjuk pada pelaku cerita, sedangkan penokohan

menunjuk pada sifat dan sikap tokoh yang ditafsirkan oleh pembaca.

(Nurgiyantoro, 2002: 165). Menurut perannya, tokoh dapat dibagi menjadi dua

yakni tokoh utama dan tokoh tambahan. Tokoh utama adalah tokoh yang

diutamakan dalam penceritaan dan yang paling banyak diceritakan, baik

sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Keutamaan tokoh

ditentukan oleh dominasi, banyaknya penceritaan, dan pengaruhnya terhadap

plot secara keseluruhan. Tokoh tambahan adalah tokoh yang sedikit muncul

Page 23: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

10

dan kurang penting dalam perkembangan alur cerita (Nurgiyantoro, 2002:

176,177).

Penokohan adalah arti yang membedakan antara satu tokoh dengan

tokoh lain. Tokoh dapat diamati dari segi fisik, sosial, psikologis, dan moral.

Unsur-unsur segi fisik antara lain terlihat dari jenis kelamin, umur, bentuk

tubuh, dan warna kulit. Segi sosial dapat dilihat dari status ekonomi, profesi,

agama, dan hubungan keluarga. Unsur kebiasaan, sifat, minat, motivasi, suka

atau tidak suka seorang tokoh tergolong dalam psikologis. Segi psikologis

menunjukkan pula kerja batin gabungan antara emosi dan intelektual yang

menuntun perjalanan laku. Segi moral selalu ada dalam teks sastra. Sebuah

keputusan berdasarkan moral akan membedakan pilihan para tokoh ketika

dalam kondisi krisis moral. Keputusan tersebut menunjukkan apakah sang

tokoh berwatak tidak mementingkan diri sendiri, hipokrit, atau kompromis

(Yudiaryani, 2005).

1.6.2 Sosiologi Sastra

Sastra dipandang sebagai suatu lembaga sosial yang menggunakan

bahasa sebagai media pengungkapan permasalahan sosial (Wellek dan Warren,

1990: 109). Hubungan antara sastra dan masyarakat dalam ilmu sastra disebut

Sosiologi Sastra. Sosiologi Sastra adalah suatu telaah sosiologis terhadap suatu

karya sastra. Sosiologi Sastra merupakan satu telaah sastra yang objektif dan

ilmiah tentang manusia dalam masyarakat dan tentang sosial serta tentang

proses sosialnya (Semi, 1989: 52). Menurut Damono, Sosiologi Sastra

merupakan sebuah pendekatan yang menganggap sastra sebagai lembaga sosial

Page 24: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

11

yang diciptakan oleh sastrawan yang juga bagian dari anggota masyarakat

(2002: 2). Pengarang adalah anggota masyarakat yang hidup dan berelasi

dengan lingkungan sehingga berpengaruh pada proses kreatif pengarang.

Masyarakat, pengarang, dan karya sastra memiliki hubungan yang erat

sehingga karya sastra menjadi pencerminan pengalaman pengarang (Sumarjo,

1979: 15).

George Lukas seorang krtitikus Marxis menggunakan istilah “cermin”

dalam keseluruhan karyanya. Novel tidak sekadar menampilkan realitas, tetapi

lebih menampakkan sebuah permenungan atau refleksi realitas yang lebih

lengkap dan luas. Sebuah karya sastra diartikan sebagai proses yang hidup.

Karya sastra tidak sekadar memberikan bentuk cloning dunia nyata, tetapi lebih

pada koreksi diri (Taum, 1997: 50,51).

1.6.2.1 Eksistensi

Eksistensi berasal dari kata Latin existere (ex ‘keluar’ dan istere

‘membuat sendiri’). Hal itu berarti bahwa apa yang ada adalah apa yang

memiliki aktualitas dan apa yang dia lami. Eksistensi menekankan ‘apanya’

sesuatu yang sempurna. Dengan kesempurnaan inilah sesuatu itu menjadi suatu

eksisten. Eksistensi manusia adalah cara manusia berada di dunia ini.

Eksistensialisme beranggapan bahwa manusia adalah makhluk yang merdeka

sehingga ia bebas bertindak tetapi bertanggung jawab atas pilihannya (Sugono,

2003: 104). Eksistensi berarti adanya; keberadaan. Eksistensialisme merupakan

aliran filsafat yang pahamnya berpusat pada manusia individu yang

bertanggung jawab atas kemauannya yang bebas tanpa mengetahuai mana yang

Page 25: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

12

benar dan mana yang tidak benar (Pusat Pembinaan dan Pengembangan

Bahasa, 1999: 253). Dalam penelitian ini yang dimaksud eksistensi adalah

keberadaan manusia yang memiliki aktualitas yang merdeka tanpa memandang

benar salah, namun bertanggung jawab dengan pilihannya.

Hakikat eksistensi adalah gabungan dari unsur-unsur subjektif, seperti

etos, moral, kemampuan, kompetensi, kecakapan, dsb. Eksistensi bukanlah

suatu kondisi personal yang ajeg (tidak berubah). Eksistensi identik dengan

proses kehidupan manusia. Proses kehidupan tersebut antara lain meliputi

sosialisasi, idealisme, dan loyalitas (Panuju, 1996: 8).

Sosialisasi merupakan proses pengenalan terhadap simbol-simbol,

nilai-nilai, perilaku dari lingkungan yang kemudian direduksi menjadi sistem

nilai. Sosialisasi bukanlah suatu proses yang terjadi begitu saja, melainkan

menuntut keaktifan dari subjek individu. Jadi, karakter seseorang bukan saja

dipengaruhi oleh faktor genetik atau lingkungan, melainkan proses sosialisasi

yang mereka lakukan. Dari situ dapat dilihat bahwa eksistensi seseorang

ditentukan oleh usaha, kerja, perbuataan, dan lingkungan pergaulan. Eksistensi

juga sangat dipengaruhi faktor bagaimana seseorang merumuskan tujuan hidup

atau idealisme. Idealisme tersebut dirumuskan secara rasional dan menjadi

orientasi dominan dalam kehidupan seseorang. Tujuan hidup yang kuat

mendorong seseorang menghalalkan sumber daya yang tersedia dan memiliki

prinsip yang kuat dalam menggunakan “cara” dan argumen sebagai landasan

filosofi sikap. Di sisi lain, loyalitas diartikan sebagai pengabdian. Dalam hal ini

Page 26: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

13

manusia dituntut untuk bertanggung jawab dan jujur dalam menjalankan

pilihannya (Panuju, 1996: 9-12).

Seorang manusia tidak cukup hanya dianggap ‘berada’ karena mereka

bukanlah ‘benda’ (mati). Manusia mampu bergerak dan bukan sekadar

digerakkan oleh dorongan dari luar. Seorang manusia memiliki daya dalam

dirinya untuk bergerak. Menurut Irwanto, daya penggerak ini disebut motivasi.

Motivasi bisa muncul dari lingkungan (desakan, situasi lingkungan), individu

(instink, emosi, nafsu), dan dari tujuan atau nilai suatu objek (kepuasan atas

pekerjaan, status, dan tanggung jawab) (2002: 193). Selain itu, keberadaan

akan lebih bermakna bila seseorang memiliki peran dalam lingkungannya.

Peran merupakan perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang

berkedudukan dalam masyarakat (Pusat Pembinaan dan Pengembangan

Bahasa, 1999:751). Untuk mendukung peran tersebut tidak lepas dari

pandangan masyarakat sebagai wujud pengakuan eksistensi seseorang.

1.6.2.2 Nyai

Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ‘nyai’ memiliki tiga

pengertian yakni (i) panggilan untuk orang perempuan yang sudah kawin atau

sudah tua, (ii) panggilan untuk orang perempuan yang usianya lebih tua

daripada orang perempuan yang memanggilnya, (iii) gundik orang asing

(terutama orang Eropa), sebutan kepada wanita piaraan orang asing (Pusat

Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1999: 695). Selain pengertian di atas,

menurut sastra lama ‘nyai’ mempunyai arti ’adinda’ (Poerwadarminta, 1989:

679).

Page 27: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

14

’Nyahi’ adalah sebutan bagi seorang perempuan pengatur rumah

tangga yang dimiliki oleh seorang pria Eropa (Suyono, 2005: 16). Di dalam

Kamus Moderen Bahasa Indonesia disebutkan pengertian ’nyai’ (ejaan lama:

’njai’) sebagai berikut, (i) adinda, kekasih, isteri: kakanda sekalian, pengantin,

tunanganku, bakal isteriku, (ii) (Djw) nji, nyonya besar, (iii) perempuan

piaraan bangsa Eropa yang tidak dikawini; (iv) (Sunda) upik, genduk (Zain,

517). ’Nyai’ memiliki empat pengertian, (i) sebutan perempuan muda

kebanyakan, (ii) istri pejabat rendah, (iii) sebutan untuk perempuan pribumi

yang menikah dengan orang asing yang beragama Islam, seperti Arab, Keling,

dan Turki, (iv) bila menikah atau ’kumpul kebo’ dengan orang asing yang tidak

beragama Islam disebut ’nyai-nyai’ (Rosidi, 2000: 455).

Pengertian-pengertian ’nyai’ dalam referensi di atas mengalami

perkembangan. Semula ’nyai’ digunakan untuk menyebut perempuan yang

dikasihi, namun pada akhirnya pengertian ’gundik’ yang bertahan hingga

sekarang. Pengertian awal ’nyai’ pun sudah tidak pernah dipakai lagi.

Pengertian ’nyai’ sebagai sebutan gundik juga tercantum dalam Kamus

Indonesia Jawa (Sudaryanto, 1991: 218) dan Bausastra Jawa Indonesia jilid 2

(Prawiroatmojo, 1981: 18).

Kenyataan dalam sastra adalah fakta-fakta dalam realita sebagai

gejala-gejala masyarakat yang terungkap dalam teks. Sastra adalah cermin

dalam realitas. Soemirah dan Ros Mina adalah tokoh teks yang dimunculkan

pengarang karena gejala masyarakat. Mereka merupakan bagian dari

masyarakat yang berstatus nyai dan bukan sekadar ‘ada’ atau ‘berada’. Akan

Page 28: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

15

tetapi, mereka mampu memaknai keberadaan tersebut sehingga muncul

pengakuan dari masyarakat. Untuk itu, diperlukan cara dan sikap dalam

mengaktualisasi diri sebagai wujud eksistensi personal. Teori eksistensi dalam

penelitian ini digunakan sebagai kerangka berpikir dalam analisis.

1.7 Metodologi Penelitian

1.7.1 Pendekatan

Penelitian ini menggunakan pendekatan struktural dan Sosiologi

Sastra. Pendekatan struktural adalah pendekatan yang membatasi diri pada

penelaahan karya itu sendiri. Telaah berdasarkan segi intrinsik meliputi tema,

alur, latar, penokohan, dan gaya bahasa (Semi, 1989: 44,45). Penelitian ini

hanya membahas unsur tokoh dan penokohan. Pendekatan sosiologis adalah

pendekatan yang bertolak bahwa sastra merupakan percerminan kehidupan

masyarakat (Semi, 1989: 46).

1.7.2 Metode

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis. Secara

etimologis, deskripsi dan analisis mempunyai arti menguraikan. Namun

demikian, metode analisis tidak hanya menguraikan tetapi memberi

pemahaman dan penjelasan (Ratna, 2004: 53). Penelitian ini dilakukan dengan

cara memaparkan fakta-fakta yang disusul dengan penjelasan.

1.7.3 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan jenis penelitian

studi pustaka. Data-data tersebut diperoleh dari buku-buku yang berkaitan

Page 29: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

16

dengan permasalahan penelitian. Data-data tersebut kemudian diklasifikasikan

dan dikaji berdasarkan kriteria rumusan masalah hingga menemukan jawaban

permasalahan. Tahap akhir adalah penyajian hasil analisis data.

1.7.4 Sumber Data

Penelitian ini menggunakan dua sumber data berupa novel dalam

buku seri terbitan Kepustakaan Populer Gramedia. Cerita Nyai Soemirah

atawa Peruntungan Manusia (jilid 1) dan Cerita Nyai Soemirah Pembalasan

yang Luput (jilid 2) yang terbit awal pada tahun 1917 terdapat dalam buku

Kesastraan Melayu Tionghoa dan Kebangsaan Indonesia Jilid 2 yang terbit

tahun 2001 dan disunting oleh Marcus A.S dan Pax Benedanto. Kota Medan

Penu dengen Impian atawa Nyai Tertabur dengen Mas terbit awal tahun 1928

terdapat dalam buku Kesastraan Melayu Tionghoa dan Kebangsaan Indonesia

Jilid 7 yang terbit pada tahun 2003 dan disunting oleh Marcus A.S danYul

Halmiyati. Demikian data novel secara rinci.

1.7.4.1 Judul Novel : Cerita Nyai Soemirah atawa Peruntungan

Manusia (jilid 1) dan Cerita Nyai Soemirah

Pembalasan yang Luput (jilid 2)

Pengarang : Thio Tjin Boen

Penerbit Awal : Drukkerij Kho Tjeng be dan Co

Tahun Terbit Awal : 1917

Tebal Novel : 156 hlm (hlm 1 sampai hlm 156)

Page 30: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

17

1.7.4.2 Judul Novel : Kota Medan Penu dengen Impian atawa Nyai

Tertabur dengen Mas

Pengarang : Jovenile Kuo

Penerbit Awal : -

Tahun Terbit Awal : 1928

Tebal Novel : 136 hlm (hlm 262 sampai hlm 398)

Dalam pembahasan selanjutnya, novel yang pertama hanya disingkat

dengan Cerita Nyai Soemirah dan novel yang kedua hanya disebut dengan

Kota Medan Penu dengen Impian.

1.8 Sistematika Penyajian

Penelitian ini disajikan dalam lima bab. Bab pertama pendahuluan

yang berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat

penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian dan sistematika

penyajian. Bab dua menyajikan kondisi sosial masyarakat dan Sastra

Peranakan Cina. Bab tiga pembahasan struktural yakni tokoh dan penokohan.

Bab empat membahas eksistensi tokoh nyai dalam kajian Sosiologi Sastra. Bab

lima penutup yang berisi kesimpulan dan saran. Bagian terakhir adalah daftar

pustaka.

Page 31: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

BAB II

KONDISI SOSIAL MASYARAKAT

DAN SASTRA PERANAKAN CINA

Pembahasan eksistensi nyai tidak bisa dipisahkan dari kondisi sosial

masyarakat bangsa Indonesia yang pada waktu itu di bawah pemerintahan

kolonial Belanda. Kehadiran para nyai dirasa penting bagi lelaki- lelaki lain

bangsa yang datang ke Nusantara. Keberadaan seorang nyai terkait erat dengan

kekuasaan seorang pejabat pemerintahan. Para nyai hadir sebagai bukti

kekuasaan sekaligus pemuas kejantanan penguasa. Akan tetapi, tidak semua

lelaki menganggap seorang nyai hanya sebagai ‘gundik’. Perempuan-

perempuan pribumi yang mendampingi lelaki bangsa asing memiliki

penghayatan tersendiri dalam memandang sosok nyai. Kaum Peranakan

mengangkat kisah para nyai ke dalam karya sastra yang berbentuk novel.

Antara lain novel Cerita Nyai Soemirah karya Thio Tjin Boen dan Kota

Medan Penu dengen Impian karya Jovenile Kuo yang menjadi objek penelitian

ini.

Kedua novel tersebut muncul pada tahun yang berbeda, Cerita Nyai

Soemirah muncul pada tahun 1917 dan berlatar cerita tahun 1800-an hingga

1900-an. Novel Kota Medan Penu dengen Impian muncul pada tahun 1928.

Namun pada dasarnya, kehadiran tokoh nyai dalam Sastra Peranakan Cina

memiliki manfaat yang berarti bagi sejarah Indonesia. Hal itu dikarenakan

secara tidak langsung tokoh nyai mencerminkan keberadaan sosok perempuan

Page 32: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

19

Indonesia pada suatu masa tertentu. Menurut Lan, sastra tidak bisa lepas dari

pengalaman pengarang yang hidup pada masa tertentu. Pengalaman itulah yang

menghidupi karya pengarang. Oleh sebab itu, sastra suatu bangsa merupakan

cermin jiwa suatu bangsa (1962: 33-28).

Pembahasan pada bab ini diperlukan untuk menunjang analisis bab

selanjutnya yakni karakterisasi tokoh dan eksistensi nyai dalam novel Cerita

Nyai Soemirah karya Thio Tjin Boen dan Kota Medan Penu dengen Impian

karya Jovenile Kuo. Penulis menyadari bahwa sekalipun karya sastra bersifat

otonom, lingkungan tetap memiliki pengaruh dalam proses penciptaan.

Deskripsi pada bab ini menunjukkan adanya gambaran gejala kemasyarakatan

yang memiliki pengaruh terhadap eksistensi seorang nyai. Para nyai hadir

dengan cara tersendiri untuk mengaktualisasikan diri dalam menanggapi

kondisi zaman dan tradisi yang mengikat pada era kolonial.

2.1 Kondisi Sosial Masyarakat Cina di Indonesia

Pada mulanya merantau selalu dianggap hanya untuk sementara,

padahal tidak sedikit perantau yang tinggal lama dan akhirnya menetap.

Perantau yang notabene adalah kaum pedagang dan kuli upah seringkali tidak

kembali ke negeri leluhur karena situasi politik yang tidak menentu. Misalnya

ketika Dinasti Ming runtuh (1644). Banyak orang Cina tidak berpihak pada

orang-orang Mancu sehingga memilih ke pengasingan dan melarikan diri.

Masyarakat Cina pun terbentuk di kepulauan Nusantara terutama Jawa dan

Sumatera (Salmon, 1985: 1).

Page 33: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

20

Sebelum abad ke-19 terjalin hubungan yang harmonis antara

masyarakat Cina dengan pribumi. Pada masa itu, golongan tertinggi -golongan

elite- adalah orang-orang pribumi. Oleh karena itulah, orang-orang Cina

mendekati dan melebur ke dalam masyarakat pribumi. Hubungan harmonis

tersebut terlihat dengan adanya perkawinan campur antara orang Cina dengan

perempuan pribumi. Mereka juga mengawini perempuan dari golongan

bangsawan pribumi. Perkawinan tersebut dilakukan untuk mempermudah

pergerakan dan perluasan kekuasaan. Dengan status bangsawan, orang-orang

Cina ini pun memperoleh kemudahan, misalnya dalam hal perniagaan. Namun,

sejak abad ke-19 yang menjadi golongan elite di negeri ini adalah orang-orang

Belanda. Pendekatan pun mengarah ke penguasa yang menjadi golongan elite

baru. Mereka mencoba melebur dalam pergaulan bangsa Barat yang saat itu

menguasai Hindia Belanda. Akan tetapi, orang-orang Cina tidak diterima dan

tidak berhasil menjalin hubungan perkawinan dengan golongan gubernur

jenderal. Hal inilah yang menyebabkan mereka menjadi golongan tersendiri

dan menjadi minoritas (Ham, 2005: 1,2,3).

Pada abad ke-19 hubungan erat antara Jawa dengan Cina dibelokkan

oleh pemerintah Hindia Belanda. Golongan-golongan bangsa dipisahkan. Hal

ini didasari oleh ketidaksukaan pemerintah Hindia Belanda akan

kecenderungan percampuran berbagai bangsa seperti Timur Asing, Cina,

Bugis, dan lain- lain. Pemerintah ingin bangsa-bangsa itu dipisahkan dan tidak

dicampuradukkan (Ham, 2005: 12,13). Pengaruh politik devide et impera

pemerintah Hindia Belanda membuat adanya pemisahan golongan rasial.

Page 34: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

21

Orang-orang Belanda secara politik dan ekonomis menduduki tempat teratas,

Cina dan Arab masuk golongan kedua, dan pribumi masuk dalam golongan

terbawah. Orang Cina dan Arab menduduki tempat khusus dalam kota-kota

kolonial karena mereka tidak berperan dalam birokrasi kolonial tetapi

berhubungan erat dengan perkembangan ekonomi. Penggolongan tersebut

menimbulkan kecemburuan masyarakat pribumi karena orang-orang Cina

tampak dianakemaskan oleh pemerintah. Kebencian pribumi terhadap orang

Cina pun mulai terpupuk.

Selain adanya pembagian golongan bangsa-bangsa secara rasial,

pemerintah kolonial juga memberlakukan wijkenstelsel dan passenstelsel.

Wijkenstelsel merupakan sistem perkampungan berdasarkan kelompok etnik,

dalam konteks ini orang Cina diharuskan tinggal terpisah dengan penduduk

pribumi. Passenstelsel adalah sistem izin jalan yang diberlakukan terhadap

orang Cina yang akan pergi keluar dari kampung Cina (Ham, 2005: 37).

Aturan-aturan pemerintah Hindia Belanda tersebut dibuat untuk menghindari

persatuan antarbangsa yang akan menentang pemerintahan. Peraturan ini

menghambat proses asimilasi antarbangsa sehingga kekerabatan sulit terjalin.

Stereotipe-stereotipe negatif pun muncul. Hal itu dikarenakan tidak adanya

komunikasi secara teratur sehingga tidak saling mengerti adat dan budaya

masing-masing. Masyarakat pribumi yang notabene beragama Islam

menganggap orang Cina kafir karena kebiasaan makan daging babi.

Orang-orang Cina yang merantau ke Nusantara tidak semuanya dari

golongan berada. Banyak di antara mereka yang menjadi kuli. Menurut

Page 35: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

22

Suyono, para buruh atau kuli dari Cina menjadi pilihan para kolonial karena

dikenal sebagai pekerja yang rajin (2005: 102). Alasan itu juga yang membuat

orang-orang Cina terjebak dalam ’perbudakan’ kolonial. Selain mendatangkan

kuli dari Cina, pemerintah kolonial juga mencari tenaga buruh dari penduduk

Jawa. Menutur Ham, Di Sumatera Timur, penduduknya tidak banyak dan tidak

menyukai pekerjaan sebagai buruh perkebunan (1983: 33). Oleh karena itu,

pemerintah banyak mendatangkan buruh dari Jawa dan Cina.

Kemelaratan dan kemiskinan yang melanda Pulau Jawa mendorong

penduduknya untuk merantau ke Deli. Melalui janji-janji manis mudahnya

mendapatkan uang, adanya wanita-wanita muda di tanah Deli, dan kebebasan

berjudi membuat banyak orang tertarik bekerja di Deli. Namun sebenarnya,

mereka hanya dijadikan kuli perkebunan oleh kolonial (Suyono, 2005: 103).

Para kuli dari Cina bekerja dalam pengawasan seorang Tandil dan Tandil

Kepala yang berasal dari negeri yang sama. Dalam melaksanakan

pekerjaannya, mereka mengadakan pelaksanaan dan pengawasan atas perintah-

perintah yang dilakukan oleh asisten pengawas (Suyono, 2005: 107). Para Tuan

Tandil adalah orang Cina yang kehidupannya lebih layak dibanding para kuli

Cina . Para Tandil menetap di Indonesia. Sebagai seorang laki- laki, mereka

membutuhkan kehadiran seorang pendamping. Baik sebagai pengurus rumah

tangga maupun pemuas kebutuhan biologis. Oleh karena hukum perkawinan,

para tandil ini tidak diijinkan untuk menikah. Pelarangan ini terkait dengan

tugas-tugas mereka di perkebunan.

Page 36: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

23

Perkawinan antarbangsa pribumi dengan Eropa (juga Cina tentunya)

sampai dengan tahun 1930 masih belum bisa diterima. Memelihara wanita

simpanan menjadi suatu pilihan yang tidak bisa dihindari. Bagi kalangan

pekerja perkebunan, memelihara gundik merupakan suatu kewajaran (Suyono,

2005: 278). Tidak adanya keterikatan yang resmi membuat lelaki- lelaki bebas

’membuang’ nyainya bila sudah bosan. Seorang nyai harus rela menerima

perlakuan demikain apabila status mereka secara ekonomi lebih rendah. Hal itu

menunjukkan salah satu contoh perlakuan orang Cina terhadap perempuan

pribumi. Namun, tidak sedikit pula orang Cina yang benar-benar

memperlakukan perempuan pribumi selayaknya istri sah. Perkawinan

antarbangsa dianggap tidak resmi, akan tetapi dengan kehadiran keturunan

menunjukkan sebuah keseriusan hubungan. Menurut Salmon hal itu bisa

dimaklumi karena hingga akhir abad ke-19 sedikit sekali wanita Cina yang

merantau ke Nusantara. Tidak ada pilihan lain, para perantau laki- laki ini pun

akhirnya ’mengawini’ perempuan pribumi (1985: 1). Lamanya mereka tinggal

di Nusantara membuat lupa dengan tradisi asal. Hal ini menyebabkan

keturunan mereka tidak mengenal negeri leluhurnya. Misalnya saja dalam

penggunaan bahasa untuk berkomunikasi, mereka cenderung menggunakan

bahasa Melayu dibanding dengan bahasa Cina.

Kedatangan orang Cina ternyata mendapat tanggapan pro kontra.

Mereka hadir sebagai etnis yang termarginalkan dalam pergaulan masyarakat.

Namun, keminoran warga Cina tersebut justru memperlihatkan “arti”.

Keberartian itu tampak jelas dalam dunia perdagangan. Sejak awal kedatangan,

Page 37: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

24

mereka sangat dikenal dengan kepiawaiannya berdagang. Strategi dagang

mereka sangat mempengaruhi perekonomian kaum pribumi. Hal itu juga yang

membuat pemerintah Hindia Belanda menempatkan orang Cina pada posisi

kedua dalam pembagian golongan ras (Soekisman, 1975: 24).

Keberartian orang Cina juga tampak dalam karya sastra yang lahir

dari para sastrawan Peranakan. Karya sastra muncul karena lamanya mereka

menetap di Indonesia dan timbulnya kebutuhan hiburan yang dekat dengan

identitas pribadi mereka. Karya sastra hadir sebagai wujud pembauran warga

keturunan dengan bangsa Indonesia. Pembauran ini tampak dalam latar cerita,

pemakaian tokoh-tokoh pribumi, dan yang jelas adalah penggunaan bahasa

Melayu Rendah dalam penulisan karya mereka.

2.2 Masyarakat dan Sastra Peranakan Cina

Hampir satu abad, antara tahun 1870 hingga 1960, telah dihasilkan

3005 karya sastra produksi sastrawan Peranakan. Karya sastra tersebut berupa

sandiwara, syair, terjemahan-terjemahan karya-karya Barat dan Cina, serta

novel dan cerpen asli (Salmon, 1985: xv). Sastra Peranakan Cina merupakan

sastra yang dihasilkan oleh segolongan penduduk Peranakan yang pada masa

itu (berdasarkan masuknya tentara Jepang ke Indonesia, Maret 1942) disebut

Tionghoa-Peranakan. Tionghoa-Peranakan merupakan sebutan bagi orang Cina

yang sudah beberapa keturunan menetap di Indonesia. Umumnya, mereka

sudah tidak berkomunikasi dalam bahasa asli. Hubungan kekeluargaan dengan

negeri asal juga sudah terputus. Bagi mereka, Indonesia merupakan tanah air

Page 38: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

25

satu-satunya (Lan, 1962: 7,8). Menurut Skinner (dalam Tan, 1979: x), orang

Peranakan adalah mereka yang sudah mengalami proses akulturasi yang

mendalam dengan kebudayaan tempat mereka dilahirkan dan dibesarkan.

Para sastrawan Peranakan seringkali memasukkan ideologi, adat, atau

filsafat Tiongkok dalam karya mereka meskipun sudah menganggap Indonesia

sebagai tanah air. Akulturasi budaya yang mereka lakukan bukan berarti

menghapuskan kebudayaan asal leluhur. Misalnya dalam novel Cerita Nyai

Soemirah karya Thio Tjin Boen. Sang pengarang memunculkan tokoh Cina

totok, Tan Bi Liang, dan perempuan pribumi, Soemirah, yang akhirnya hidup

bersama. Pengarang menampilkan latar tempat yang detail dalam cerita, yakni

Sumedang dan Bandung. Sejarah kota Sumedang juga digambarkan. Pengarang

tahu betul dengan tempat-tempat yang menjadi latar cerita novel. Hal tersebut

memperlihatkan kedekatan emosional pengarang dengan lingkungan bangsa

Indonesia.

Pengaruh Cina tampak dalam pemikiran tokoh Tan Bi Liang yang

dimunculkan pengarang. Pemikiran itu pun akhirnya mempengaruhi tokoh

pribumi, Soemirah, sebut saja pandangan dalam ha l pergaulan. Misalnya saja

antara laki- laki dan perempuan meskipun masih saudara tidak diizinkan untuk

terlalu dekat atau akrab. Selain itu, bukti bahwa masih adanya pengaruh Cina

dalam pemikiran pengarang tampak dalam peristiwa pindahnya Tan Bi Liang

dan keluarga ke Tiongkok. Peristiwa tersebut menunjukkan masih adanya

hubungan emosional kaum Peranakan dengan tanah leluhur. Hal ini

Page 39: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

26

membuktikan bahwa proses akulturasi kaum Peranakan tidak sepenuhnya

menghapuskan hubungan kekerabatan dengan tanah asal mereka.

Kemunculan kaum Peranakan di bumi Indonesia bukanlah tanpa

disengaja. Menurut Soekisman sampai saat ini belum ada yang tahu pasti kapan

permulaan perantauan orang Cina ke Indonesia. Akan tetapi, sejak dahulu kala

manusia memiliki naluri untuk cenderung berpindah dari daerah yang lebih

sulit ke daerah yang lebih mudah untuk mempertahankan hidupnya. Begitu

juga yang dialami orang Cina. Para perantau ini datang tidak bersama anggota

keluarga mereka. Awal kedatangan mereka hanyalah untuk berdagang, namun

seiring waktu atas dasar pertimbangan-pertimbangan praktis, mereka pun

mengawini perempuan-perempuan pribumi. Mereka memanfaatkan para “istri”

ini sebagai penjaga dan pengurus usaha dagangnya selama mereka pulang ke

Cina. Dari perkawinan campur ini, anak laki- laki dibawa ke negeri leluhur

untuk mendapat pendidikan asli Cina (1975: 3,5). Selain untuk urusan

ekonomi, sisi praktis lainnya tentu saja urusan biologis maka tidak heran bila

perkawinan itu menghasilkan keturunan. Menurut Suryadinata (1996: 6,7)

masyarakat perantau harus berbaur dengan masyarakat lokal karena jumlah

mereka yang sedikit. Keturunannya pun tidak lagi menguasai bahasa leluhur

dan memakai bahasa Melayu untuk berkomunikasi.

Pada akhir abad 19, percetakan dan surat kabar berbahasa Melayu

muncul. Masyarakat Peranakan sudah tidak menguasai bahasa asal dan juga

bahasa Barat (Belanda dan Inggris) tetapi mereka memiliki minat baca yang

besar terutama tulisan dengan bahasa yang mereka pahami. Terlebih lagi

Page 40: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

27

mereka ingin mengetahui keadaan dan kebudayaan Cina. Hal itu menjadi

peluang usaha bagi orang Cina yang pandai berbisnis. Mereka pun mulai

menerjemahkan cerita-cerita Tiongkok ke dalam bahasa Melayu (Suryadinata,

1996: 7).

Karya kreatif penulis Peranakan muncul pada awal abad ke-20 lebih

dini dari awal kemunculan sastra Balai Pustaka yang dinyatakan hadir tahun

1920. Novel-novel modern ini kebanyakan ditulis oleh wartawan. Oleh

karenanya, cerita-cerita yang muncul didasarkan pada berita-berita koran pada

waktu itu yang tentu saja sudah ‘dibumbui’ (Suryadinata, 1996: 10). Bisa

disimpulkan bahwa permasalahan yang ada dalam karya sastrawan Peranakan

mencerminkan kejadian pada zaman itu. Permasalahan yang sering muncul

antara lain soal perkawinan campur, hubungan antar etnik, pendidikan Barat,

dan juga ‘pernyaian’. Hal tersebut juga tampak dalam novel Cerita Nyai

Soemirah karya Thio Tjin Boen dan novel karya Jovenile Kou yang berjudul

Kota Medan Penu dengen Impian yakni novel yang menjadi objek penelitian

ini.

Karya sastra tersebut dikarang oleh kaum Peranakan dengan

menggunakan bahasa Melayu Rendah. Penggunaan bahasa tersebut disesuaikan

dengan sasaran pembaca yang notabene adalah kaum Peranakan yang tidak

bisa berbahasa Cina maupun bahasa Inggris atau Belanda. Menurut Steinhauer

(dalam Faruk dkk, 2000: 25), bahasa Melayu Rendah merupakan bahasa yang

umum digunakan dalam surat-surat kabar (media awal Sastra Peranakan

Tionghoa). Selain itu, bahasa ini adalah bahasa percakapan sehari-sehari yang

Page 41: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

28

digunakan secara nyata dalam pergaulan masyarakat luas dan kurang

terstandarisasi. Bahasa Melayu jenis ini sering disebut dengan bahasa Melayu

Pasar. Penggunaan bahasa Melayu Rendah menjadi alasan mengapa Sastra

Peranakan Tionghoa termarginalkan dari kesusastraan Indonesia. Pemakaian

bahasa ini dianggap tidak layak digunakan sebagai alat ekspresi sastra.

Karya sastra pada masa itu tidak selalu membicarakan kisah

romantika saja. Namun, lebih banyak mengungkap fakta sosial keseharian

mereka. Tema-tema nyai cukup mendominasi Sastra Peranakan Cina.

Keberadaan nyai dalam kenyataan digunakan pengarang untuk

mengungkapkan ideologi pengarang ketika dalam masa pergolakan. Kehadiran

para nyai dalam dunia sastra memiliki pengaruh dalam konflik yang mewakili

suatu zaman. Karakter yang muncul dalam tokoh nyai sangat dipengaruhi oleh

latar sosial yang melingkupi mereka. Rupa-rupa tentang nyai menjadi motif

sastra yang selalu mendapat perhatian dan selalu menjadi subjek utama cerita

berbahasa Melayu Rendah.

Setiap tokoh memiliki image sendiri di mata para tokoh pendukung

lainnya (dalam masing-masing novel). ‘Kenyaian’ mereka pun dilekatkan

karena faktor- faktor yang berbeda. Kehadiran para nyai dalam kancah sastra

yang muncul di Indonesia kiranya memiliki peran penting dalam sejarah

bangsa maupun sejarah sastra. Hal itu dikarenakan keberadaan mereka

memiliki pengaruh terhadap kekuasaan yang dimiliki seseorang. Kehadiran

para nyai dalam novel Sastra Peranakan Cina setidaknya memberi gambaran

sejarah eksistensi perempuan Indonesia.

Page 42: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

29

Menurut Salmon, periodisasi Sastra Peranakan Cina dibagi menjadi 4

yakni (i) dari awal mula hingga tahun 1910, (ii) dari 1911-1923, (iii) dari 1924-

1942, dan (iv) dari 1945-1960-an. Menurutnya, novel Kota Medan Penu

dengen Impian muncul kurang lebih pada tahun 1922 dan tidak diketahui nama

pengarangnya atau anonim. Novel itu pun masuk dalam periodisasi tahun

1911-1923 (1985: 58). Akan tetapi, sesuai dengan buku Kesastraan Melayu

Tionghoa dan Kebangsaan Indonesia (jilid 7) tertera bahwa novel tersebut

karya Jovenile Kuo dan terbit pada tahun 1928. Dalam hal ini, peneliti

menggunakan data berdasarkan buku Kesastraan Melayu Tionghoa dan

Kebangsaan Indonesia (jilid 7) karena lebih up to date. Oleh karena itu,

peneliti memasukkan novel Kota Medan Penu dengen Impian dalam

periodisasi dari tahun 1924-1942. Novel Cerita Nyai Soemirah yang terbit pada

tahun 1917 masuk dalam periodisasi 1911-1923. Hal ini kiranya perlu

diluruskan karena kemunculan novel tersebut berdampak pada situasi sosial

masyarakat yang melatarbelakangi ideologi pengarang.

Pada periode 1911-1923 tingkatan sosial politik yang menonjol

adalah perubahan-perubahan yang mempengaruhi susunan masyarakat Cina.

Nasionalisme Cina semakin meningkat. Orang Cina totok dan Peranakan harus

mempertahankan dan mempromosikan kebudayaan Cina dan bersikap anti-

penjajah. Pada waktu yang sama nasionalisme Indonesia juga sedang

digalakkan. Berbagai kebijakan pun dilakukan pemerintah kolonial untuk

melawan pengaruh tersebut (Salmon, 1985: 52). Kondisi ini mempengaruhi

proses penulisan karya sastra. Tema-tema yang muncul berhubungan dengan

Page 43: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

30

perubahan masyarakat Peranakan. Selain itu, benturan antara nilai-nilai tradisi

Cina (sekaligus Jawa) dengan nilai-nilai Barat juga dimunculkan. Pengertian

perkawinan yang diatur orangtua (pribumi) bertentangan dengan pengertian

Barat. Misalnya, dalam hal cinta dan pengaruhnya pada kehidupan keluarga.

Para gadis terutama yang disalahkan atas pengaruh buruk dari pendidikan

Eropa. Mereka dianggap seenaknya mematuhi adat istiadat yang sudah mapan.

Emansipasi perempuan dipandang sebagai kesempatan kepada perempuan

untuk terhanyut oleh hawa nafsu dan digambarkan dengan negatif (Salmon

1985: 59,60).

Sosok nyai dipandang sebagai tokoh pembawa gaya modern

perempuan Indonesia. Tema itu juga yang sering ditemui dalam karya sastra

Peranakan Cina. Modernitas yang dialami seorang nyai memunculkan

dorongan untuk melakukan segala cara demi terwujudnya suatu keinginan.

Modernitas seringkali lekat dengan perempuan Indonesia karena perempuan

dirasa paling dekat dengan perkembangan zaman. Oleh karenanya, nyai

dianggap memiliki hubungan paling dekat dengan modernitas. Perempuan-

perempuan seperti merekalah yang memiliki kekerabatan dengan penguasa

asing dan karenanyalah mereka dengan mudah merasakan pembaharuan-

pembaharuan yang berkiblat Barat.

2.3 Perkawinan Campur dan Tradisi Nyai

Seorang nyai merupakan pengurus rumah tangga yang bergerak

antara batas pembantu, ibu rumah tangga, istri, dan pelacur. Apabila majikan

Page 44: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

31

nyai kurang peduli dengan fungsi hubungan tersebut maka nyai akan jatuh ke

arah kedudukan sebagai pelacur. Seorang nyai dapat dipulangkan ke kampung

setiap waktu, apabila majikannya sudah tidak menghendaki dan tidak peduli

apakah ada keturunan atau tidak (Suyono, 2005: 33). Kenyataan ini

menunjukkan bahwa seorang nyai harus siap menerima kesewenang-wenangan

majikan.

Pada umumnya, istilah “nyai” dipandang sebagai perempuan lacur,

gundik orang asing, dan sebutan-sebutan negatif lainnya. Julukan-julukan dan

image negatif istilah “nyai” tampak pada tokoh Nyai Ros Mina dalam novel

Kota Medan Penu dengen Impian. Akan tetapi, “nyai” juga memiliki

pengertian sapaan penghormatan bagi perempuan seperti dalam novel Cerita

Nyai Soemirah. Tokoh Soemirah yang keturunan bangsawan memiliki sebutan

Nyai Raden Soemirah, padahal waktu itu ia belum berhubungan dengan lelaki

lain bangsa. Lelaki lain bangsa dan lelaki pribumi juga menyebutnya nyai saat

Soemirah masih lajang. Namun, setelah Soemirah mempunyai anak dengan

Tan Bi Liang, lelaki Cina itu memanggilnya dengan menyebut nama saja.

Pernyaian atau pergundikan adalah lembaga perkawinan tanpa

pengesahan agama atau kantor, pihak pria bertindak sebagai kepala keluarga

dan sekaligus pencari nafkah, pihak perempuan berlaku sebagai ibu rumah

tangga dan ibu bagi anak-anak mereka berdua. Lembaga perkawinan demikian

bisa terjadi karena pihak pria berada pada jenjang sosial-ekonomi yang jauh

lebih tinggi. Bila jenjang itu sama tinggi orang menyebutnya ‘kumpul kebo’.

Pergundikan terjadi bukan karena rendahnya susila. Pada masa itu perkawinan

Page 45: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

32

bisa terjadi apabila orangtua pihak perempuan menyetujui, merestui dan

meresmikannya di depan umum melalui berbagai cara misalnya, kenduri atau

pesta. Perkawinan menjadi sah sepenuhnya bila dua sejoli telah tinggal untuk

jangka waktu tertentu di rumah para besan (Toer, 1987: 51-53).

Kondisi pernyaian di kalangan masyarakat bangsa asing di Nusantara

ini dilatarbelakangi oleh faktor simbiosis mutualisme. Keluarga miskin rela

menjual anak perempuannya pada lelaki bangsa lain untuk memenuhi

kebutuhan ekonomi. Lelaki- lelaki bangsa lain membutuhkan kehadiran

perempuan karena tuntutan biologis, mengingat perantauan yang mereka

lakukan tidak disertai istri. Keberadaan perempuan sebangsa pun sangat

minim. Namun seiring waktu, kerelaan menjadi nyai tidak datang karena

paksaan orangtua lagi, tetapi karena keinginan pribadi. Hal ini tergambar pada

tokoh Soemirah dalam Cerita Nyai Soemirah karya Thio Tjin Boen dan tokoh

Ros Mina dalam novel Kota Medan Penu dengen Impian karya Jovenile Kuo,

objek penelitian ini.

Menurut hukum pernikahan kolonial, perkawinan resmi antara asisten

perkebunan dengan gundiknya tidak akan pernah terjadi. Masyarakat juga tidak

akan menerima perkawinan demikian. Hal ini dikarenakan adanya faktor

perbedaan pendapat, kebiasaan, kebudayaan, dan nilai-nilai antara kedua belah

pihak terlalu besar sehingga tidak memungkinkan terjadinya perkawinan yang

bahagia (Suyono, 2005: 29). Hal tersebut tercermin dalam pandangan ibu

Soemirah mengenai pernikahan campur. Banyaknya perbedaan membuat

sulitnya mewujudkan keluarga yang bahagia. Aturan pemerintah kolonial

Page 46: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

33

mengenai perkawinan campur tersebut mendorong menjamurnya pergundikan

di kalangan pejabat pemerintahan maupun perkebunan.

Page 47: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

BAB III

TOKOH DAN PENOKOHAN NYAI SOEMIRAH

DALAM NOVEL CERITA NYAI SOEMIRAH DAN NYAI ROS MINA

DALAM NOVEL KOTA MEDAN PENU DENGEN IMPIAN

Pada bab ini hanya dibahas unsur tokoh dan penokohan untuk

mempersempit kajian. Unsur tokoh dan penokohan sangat berpengaruh pada

pembahasan selanjutnya yakni eksistensi nyai. Eksistensi nyai terkait erat

dengan personality atau individu. Pembahasan ini dipersempit lagi dengan

hanya membahas tokoh utamanya saja dan masing-masing hanya diambil satu

tokoh perempuan yang berstatus sebagai nyai. Nyai Soemirah merupakan

tokoh utama dalam novel Cerita Nyai Soemirah karya Thio Tjin Boen dan

Nyai Ros Mina merupakan tokoh utama dalam novel Kota Medan Penu dengen

Impian karya Jovenile Kuo. Kedua tokoh ini senantiasa hadir dalam

penceritaan baik secara langsung maupun tidak langsung. Nyai-nyai tersebut

mendominasi pengkisahan. Oleh karena itu, kedua nyai tersebut tergo long

sebagai tokoh utama. Tokoh-tokoh pendukung juga terlibat dalam pembahasan,

karena watak tokoh utama sangat dipengarui tokoh lain.

Thio Tjin Boen dan Jovenile Kuo selaku pengarang berperan sebagai

pencerita yang serba tahu akan tokoh-tokoh yang mereka ciptakan. Keberadaan

pengarang dalam kedua novel ini seringkali berpeluang untuk memberikan

nasihat kepada para tokoh maupun pembaca. Dalam penceritaan tokoh,

khususnya tokoh utama, pengarang menggunakan teknik analitik. Kondisi

Page 48: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

35

jasmani, sosial, psikologis, dan moral tokoh dilukiskan secara langsung oleh

pengarang. Keberadaan para pengarang dalam cerita sangat jelas dan seringkali

menyapa pembaca secara langsung. Misalnya seperti pada kutipan di bawah

ini.

(2) “Baeklah sampe di sini saja, kita tunda dulu perjalanannya itu tiga

orang. Kerna ini cerita ada tersangkut dengen laen riwayat, yang pembaca harus tau lebi dulu”. (Kuo, 2003: 328)

Pengarang seringkali memberikan penilaian terhadap tokoh sehingga

mempengaruhi opini pembaca untuk menjadikan tokoh tertentu sebagai sosok

yang patut diberi simpati atau tidak. Nyai Ros Mina oleh pengarangnya sering

disebut dengan perempuan jalang, bunga raya, setan kuntilanak, dan

perempuan geladak. Secara langsung julukan-julukan tersebut menimbulkan

penilaian negatif terhadap Nyai Ros Mina.

3.1 Tokoh dan Penokohan Nyai Soemirah

Soemirah adalah gadis belasan tahun, puteri seorang pangeran

Surakarta. Ibu Soemirah seorang selir yang berdarah Sumedang. Ketika

ayahnya masih hidup, Soemirah tinggal di Surakarta. Namun, setelah ayahnya

meninggal ia dibawa ibunya ke Pawenang, Sumedang. Rolia, saudara

sepupunya, juga tinggal bersamanya setelah menjadi yatim piatu. Keluarga

Soemirah juga memiliki beberapa pembantu. Secara ekonomi keluarga

Soemirah tergolong mampu karena memiliki status bangsawan. Soemirah dan

ibunya sering mendapat undangan-undangan pesta dari pejabat pemerintahan.

Hal ini menunjukkan bahwa Soemirah masuk dalam golongan kelas atas.

Page 49: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

36

Soemirah gadis terpelajar, ia memiliki guru les berkebangsaan Belanda yang

bernama Juffrow Herling. Keberadaan Juffrow Herling tidak hanya membuat

Soemirah mahir berbahasa Belanda, akan tetapi juga mempengaruhi pola pikir

Soemirah dalam beberapa hal. Misalnya saja dalam menyikapi ajaran agama

Islam yang diterapkan ibunya dengan kolot. Seperti perempuan pada umumnya

di masa itu, Soemirah juga bisa menjahit.

Sebagai keturunan keluarga bangsawan (Keraton Surakarta),

Soemirah memiliki sifat yang halus. Akan tetapi, Soemirah memiliki watak

dasar yang keras. Misalnya saja ketika menghadapi Ardiwinata, seorang

buronan polisi yang sudah berkali-kali ditampiknya. Soemirah begitu berani

melawan Ardiwinata yang terus memaksanya. Soemirah seringkali

mengeluarkan kata-kata pedas dan lugas sehingga memancing amarah Ardi.

(3) Soemirah angkat matanya memandang sesaat pada sudara misan itu,

kemudian ia kata: “Angkau sala, ‘kang. Sekalipun angkau tida tersangkut itu perkara, aku tida bisa trima angkau punya lamaran. Apa bole buat, dihadapan ini dua tetamu aku musti terangken lagi itu perkara, yang tentu bikin angkau tidak enak, tetapi apa aku bisa tulung?” “Kalu begitu, tida sala dugaanku, tentu ada orang lain yang suda angkau pilih?” kata Ardi dengen senyum sindir. “Itu ada aku punya perkara, ‘kang, kalu aku pili lain orang, siapa mau larang?” bales Soemirah dengen suara menyataken hilang sabar (Boen, 2001: 22).

Perdebatan di atas memperlihatkan sosok Soemirah yang tidak lembut

seperti perempuan keraton pada umumnya. Sikap tersebut menunjukkan

keberanian Soemirah dalam menghadapi bahaya (Ardiwinata tidak segan-segan

membunuh). Keberanian Soemirah muncul didorong oleh sikap Ardiwinata

Page 50: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

37

yang tidak bisa mengerti dan seringkali memaksa. Hal itu membuat Soemirah

hilang kesabaran hingga memunculkan amarah dalam dirinya.

Ardiwinata masih misan Soemirah dan sangat menginginkan

Soemirah menjadi istrinya. Ardiwinata sering bertindak kasar terhadap

Soemirah. Soemirah tidak menyukai Ardiwinata dan hal itu membuat

Ardiwinata mencoba bertindak tidak senonoh. Suatu ketika Ardiwinata datang

ke rumah Soemirah bersama dua orang tukang pukul. Penolakan Soemirah

membuat Ardiwinata marah dan mencoba menculik paksa Soemirah. Soemirah

diselamatkan Tan Bi Liang, seorang Cina totok. Tan Bi Liang berhasil

melumpuhkan Ardiwinata dan anak buahnya. Soemirah meminta Tan Bi Liang

untuk melepaskan Ardiwinata dan tukang pukulnya. Soemirah tidak ingin

memperpanjang masalah dan ia tidak ingin keluarganya mendapat malu.

Soemirah merasa perlu untuk menjaga nama baik keluarganya. Selain itu,

Soemirah juga menjaga perasaan Rolia, adik Ardiwinata yang ikut keluarga

Soemirah. Soemirah tidak terbawa emosi meski keselamatannya terancam. Ia

begitu baik sehingga melepaskan buronan yang hampir saja mencelakainya.

Soemirah mampu memilah emosinya. Ia sama sekali tidak berlaku kasar atau

bahkan mengusir Rolia meski Ardiwinata, kakak Rolia, menyakitinya. Hal ini

membuktikan kebaikan hati dan rasa belas kasih Soemirah yang besar.

Perkelahian antara Ardiwinata dan Tan Bi Liang di rumah Soemirah

akhirnya mempertemukan dua sejoli, Soemirah dan Tan Bi Liang. Mereka

saling menyukai sejak awal pertemuan di sebuah pesta seorang Kopral Inda.

Tan Bi Liang terpana dengan kecantikan Soemirah. Di pesta itu, Soemirah

Page 51: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

38

berkebaya pendek warna biru langit sehingga kulit mukanya yang putih bersih

semakin nyata. Kain batik puger membalut rapat di bawah, tidak longgar

seperti perempuan Sunda pada umumnya. Kondenya tergantung di tengkuk

seperti orang Jawa. Kulitnya putih langsat, matanya sedikit besar, alisnya

kereng seperti digambar, hidungnya sedikit tinggi serasi dengan mulutnya yang

kecil dan bibirnya yang merah. Badannya tinggi langsing. Kecantikan dan

keanggunan Soemirah dilukiskan pengarang sebagai gadis pribumi yang tanpa

cacat. Penampilan Soemirah semakin mendukung kecantikannya yang alami.

Tidaklah heran bila Ardiwinata dan Tan Bi Liang tergila-gila pada gadis itu.

Soemirah merupakan sosok pujaan sehingga para lelaki rela

mengorbankan diri demi gadis itu. Ardiwinata yang seorang buronan rela

keluar persembunyian untuk mengejar Soemirah. Dengan tindakannya itu,

Ardiwinata bisa saja ditangkap polisi. Tan Bi Liang, lelaki berkebangsaan

Cina, dengan berani mempertaruhkan nyawanya, berkelahi melawan tiga orang

sekaligus. Tan Bi Liang juga berani melanggar peraturan passenstelsel demi

menolong Soemirah. Passenstelsel merupakan sistem izin jalan yang

diberlakukan terhadap orang Cina yang akan pergi keluar dari kampung Cina.

Dengan pelanggaran itu, Tan Bi Liang bisa saja ditangkap polisi dan

dimasukkan ke penjara. Sosok Soemirah membuat Tan Bi Liang dan

Ardiwinata tidak peduli dengan segala resiko yang dihadapi. Konflik ini

membuktikan bahwa Soemirah merupakan figur perempuan idaman

Soemirah mengagumi Tan Bi Liang. Di mata Soemirah, Tan Bi Liang

adalah pahlawan. Kesantunan Tan Bi Liang membuat Soemirah semakin jatuh

Page 52: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

39

hati. Perasaan itu membuat Soemirah membiarkan Tan Bi Liang menggandeng

tangannya. Soemirah merasakan bahwa lelaki itu juga mencintainya. Perasaan

Soemirah semakin bahagia ketika Tan Bi Liang mengakui bahwa

kedatangannya di rumah Soemirah bukanlah kebetulan. Tan Bi Liang sengaja

datang untuk menyelamatkan Soemirah setelah mengetahui rencana

Ardiwinata dari seorang jongos hotel. Sebagai ucapan terima kasih Soemirah

menjabat tangan Tan Bi Liang. Hal ini menunjukkan kesantunan Soemirah.

Pengarang menggambarkan rona kekaguman gadis pribumi terhadap Tan Bi

Liang. Dalam hati Soemirah senantiasa memuji Tan Bi Liang. Lelaki itu begitu

sopan dan sangat menghormati sekaligus menghargai Soemirah. Perkataan Tan

Bi Liang seringkali membuat Soemirah tidak mampu berkata-kata. Kekaguman

ini menunjukkan salah satu kondisi psikologis Soemirah yang digambarkan

pengarang.

Ketika Soemirah sedang jatuh cinta pada Tan Bi Liang diceritakan

pengarang seperti perempuan pada umumnya. Soemirah seringkali bercermin

dan berdandan lebih rapi dari biasanya. Ia sering tersenyum-senyum di depan

cermin dan menyadari kecantikan yang dimilikinya. Dengan metode analitik

pengarang kembali melukiskan kecantikan dan penampilan Soemirah. Untuk

menyambut Tan Bi Liang, Soemirah memakai kain yang sudah dibang atau

dilipat. Kain itu berwarna kopi bercampur kuning tua, sehingga tampak nyata

tengkaknya (belakang telapak kaki) yang bersih dan halus sampai kelihatan

urat-uratnya. Bila kainnya tersingkap kelihatan sedikit betisnya bagian atas.

Mata kaki Soemirah bulat seperti padi bunting. Bajunya sedikit panjang

Page 53: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

40

berwarna putih sehingga Soemirah kelihatan begitu teduh. Tan Bi Liang

terpana melihat Soemirah yang menyambutnya dengan malu-malu. Hal ini

menunjukkan bahwa ia juga memiliki stereotipe sifat perempuan yang malu-

malu kucing bila berhadapan dengan lelaki idaman hati.

Tan Bi Liang tidak merasa lancang dan terlampau berani mencintai

Soemirah yang berdarah bangsawan. Soemirah juga tidak mempedulikan

perbedaan ras dan derajat di antara mereka. Ia gadis pribumi dan bergelar

bangsawan, sedangkan Tan Bi Liang orang Cina dan hanya rakyat biasa. Sikap

Soemirah memperlihatkan sifatnya yang tidak membeda-bedakan. Hal ini

sekaligus menunjukkan kenekatan Soemirah. Soemirah menyadari bahwa

hubungan antara dirinya dengan Tan Bi Liang akan ditentang ibunya.

Kebangsawanan keluarga Soemirah tentu saja menjadi alasan utama penolakan

Ibu Soemirah. Derajat tersebut membuat ibu Soemirah tidak mau menyerahkan

Soemirah pada lelaki lain bangsa demi uang, seperti orangtua kebanyakan yang

rela melepaskan anaknya demi ekonomi keluarga. Kesadaran Soemirah ini

tidak membuatnya mundur tetapi tetap berusaha untuk menghadapi. Hal

tersebut menunjukkan kegigihan Soemirah dalam menghadapi pertentangan

yang sudah diduganya.

Soemirah yang sedang diliputi rasa cinta, meskipun baru mengenal

Tan Bi Liang tetapi sudah berani bermesraan dan ikhlas dicium lelaki itu.

Pengarang memperlihatkan bahwa gejolak emosi jiwa seseorang yang sedang

jatuh cinta terkadang kurang kontrol, sekalipun itu puteri keraton seperti

Soemirah. Dalam hal ini, Soemirah terbawa emosi karena tindakaannya itu

Page 54: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

41

tampak seperti kurang pertimbangan. Soemirah telah melupakan etika puteri

keraton. Akan tetapi, hal tersebut menunjukkan bahwa Soemirah tetaplah

manusia biasa, kebangsawanan yang melekat dalam darahnya hanyalah status.

Soemirah merasa tidak ada yang salah dengan tindakannya, karena semua itu

dilandasi rasa cinta. Keberanian Soemirah menerima Tan Bi Liang di rumah

ketika tidak ada orang lain, membuat ibunya menaruh curiga. Ibu Soemirah

berpendapat bahwa kedatangan Tan Bi Liang hanyalah untuk menuntut balas

budi. Soemirah dianggap telah menyerahkan diri sepenuhnya kepada Tan Bi

Liang sebagai ungkapan balas budi.

(4) “Masa ibu duga begitu dari saya? Ibu mau samaken diri saya dengen

ronggeng di Tegal Kalong…” (Boen, 2001: 49). Kutipan di atas merupakan ungkapan kekecewaan Soemirah kepada ibunya

yang telah menganggap dirinya serendah seorang ronggeng di hadapan laki-

laki.

Soemirah tidak menyembunyikan hubungannya dengan Tan Bi Liang.

Ia juga mengatakan telah bersumpah akan sehidup semati dengan lelaki Cina

itu. Peristiwa ini menunjukkan kejujuran Soemirah. Ia menghormati ibunya

dengan bersikap jujur meski hal itu beresiko pada hubungan dengan Tan Bi

Liang. Persis dengan dugaan Soemirah, kejujurannya ditanggapi sang ibu

dengan penolakan keras. Ibu Soemirah tidak merestui hubungan anaknya itu

dengan Tan Bi Liang. Menurut ibunya, Soemirah hanya mengikuti hawa iblis.

Soemirah telah membuang kesempatan memperoleh kehormatan untuk

Page 55: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

42

menjadi istri seorang patih. Ia sudah menyia-nyiakan kedudukan yang

disembah-sembah banyak orang tersebut.

(5) “Dari satu patih kakek-kakek, yang saya tida bisa cinta? Dan lebi

jau saya musti mandah dicampur dengan bebrapa selir. Saya tidak pandang satu patih atau pangeran seperti ayahku kalu saya punya hati tida senang. Apa perlunya disembah-sembah orang kalu hati tida senang? Apa perlunya dapet titel Raden Ayu, kalu itu cuma buat tutupin hati yang berdarah....” (Boen, 2001: 52)

Soemirah tidak gila kedudukan dan merasa tidak mementingkan itu

semua karena hal itu tidak menjamin kebahagiaannya. Dalam hal jodoh dan

kedudukan, Soemirah senantiasa mengutamakan keinginan hatinya. Ia merasa

bahwa status dan kehormatan bukanlah suatu kenikmatan bila tidak didasari

oleh keikhlasan hati. Hal ini sekaligus menggambarkan Soemirah yang tidak

materialistis.

(6) “Ampun, ibu, saya tida melawan, hanya saya lawan ibu punya

pikiran dan pendapet yang tida mufakat dengen pendapet saya. Maafken saya suda berani berkata begini, kalu saya musti bersuami, saya mau menurut hati sendiri, saya tida mau dipandang seperti barang dagangan yang tida berjiwa atau tida berotak, yang orang bole jual dan beli. Waktu itu ibu kawin dengen Romo (ayah), apa ibu cuma sendirian saja, tida ada punya saingan? Apa ibu tida saban hari menipis air mata? Kalu ibu suda mengalami perkara cilaka, apa ibu tega mau saya pikul juga kesengsaraan serupa itu?” (Boen, 2001: 52)

(7) “Bole jadi, tapi sekarang angkau rupanya suda tida mengindahken

ibumu lagi?” “Maaf, ibu punya dugaan begitu ada sala.” “Kalu betul angkau masih mengindahken ibumu, tida nanti angkau melawan begitu rupa?” “Saya bukan melawan, tetapi membela hak saja. Betul orangtua ada kuasa, tetapi kuasa itu ada batasnya.” (Boen, 2001: 54)

Page 56: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

43

Keberanian Soemirah dalam menghadapi pendapatan yang

bertentangan dengan pemikiranan tampak pada kutipan di atas. Sekalipun yang

menentang adalah ibunya sendirinya, bukanlah halangan untuk menunjukkan

kebenaran yang dianutnya. Bantahan-bantahan Soemirah merupakan wujud

ketidaksetujuannya terhadap pendapat sang ibu. Soemirah tidak sepaham

dengan segala pendapat ibunya yang dipandang terlampau sempit dan merasa

ibunya tidak berhak menguasai segala keputusannya. Ia tetap menyadari

kekuasaan orang tua, tetapi semua itu ada batasnya. Soemirah hanya membela

hak dan hal tersebut bukanlah bentuk perlawanan yang tanpa

mengesampingkan sikap hormat.

Di mata ibunya, Tan Bi Liang itu orang Cina, dia kafir karena tidak

beragama Islam, bukan keturunan bangsawan, dan dicintai seorang Cina tidak

membawa peruntungan. Soemirah hanya akan dijadikan gundik, tidak akan ada

pernikahan resmi. Hal tersebut tentunya akan mempermalukan keluarganya

yang masih berdarah bangsawan. Soemirah tidak mempedulikan semua itu.

Pandangannya mengenai pilihan hidup sudah sangat luas dan sangat

dipengaruhi pikiran Barat. Ia tidak peduli meski tidak dinikahi sebab ia

berkeyakinan bahwa dimana ada cinta disitu ada peruntungan.

(8) “Jadi menurut angkau punya pikiran, tida ada keberatan buat ikut

satu lelaki lain bangsa sekalipun tida kawin?” “Tida ada keberatan, sebab di mana ada cinta, di situlah ada beruntung.” (Boen, 2001: 53)

Sosok Soemirah yang keras terlihat jelas dalam peristiwa ini. Akan

tetapi, kekerasan itu juga yang meluluhkan hatinya sendiri. Ia merasa bersalah

Page 57: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

44

karena telah membuat ibunya bersusah hati. Tetapi ia tetap menyesalkan

pandangan ibunya yang terlalu kolot. Hal itu membuatnya berkonflik dengan

batinnya. Ia terpikir untuk tidak membalas cinta Tan Bi Liang demi

menyenangkan hati ibunya. Namun, ia sangsi apa ia sanggup melupakan Tan

Bi Liang. Soemirah tidak mau mengingkari sumpah yang sudah dibuatnya

dengan Tan Bi Liang. Soemirah juga tidak ingin dianggap sebagai anak tidak

berbakti pada orang tua. Pilihan-pilihan ini membuat batin Soemirah

mengalami konflik karena ia dihadapkan pada pilihan yang sulit. Soemirah

tidak bisa memutuskan pilihannya secara tegas di hadapan ibunya. Akan tetapi

di dalam hatinya, ia bersikeras bahwa pendapat ibunya salah. Soemirah

mengikuti kehendak hatinya dan berharap pemikiran ibunya bisa lebih luas

lagi.

Soemirah kehilangan akal. Ia seolah tidak mempunyai pegangan. Ia

mencoba bunuh diri dengan cara menggantung di pohon jeruk. Hal itu

dilakukannya karena Tan Bi Liang memutuskan meninggalkan Soemirah

karena desakan ibu Soemirah. Dalam kondisi putus asa, Soemirah tidak mampu

menyelaraskan emosi dengan intelektualitasnya. Keputusannya untuk gantung

diri menunjukkan ketidaksadarannya akan keberadaan agama dan orangtua.

Soemirah merasa bahwa akan lebih baik mati bila hidup tanpa Tan Bi Liang.

Hal tersebut menunjukkan kesungguhan hati sekaligus kenekatan Soemirah.

Dengan kata lain, emosi Soemirah tidak sejalan dengan intelektualitasnya yang

selama ini terbangun dalam keluarganya. Sebagai seorang yang beragama ia

juga tidak mengingat bahwa apa yang dilakukan itu salah dan dosa.

Page 58: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

45

Akhirnya, Soemirah tidak jadi bunuh diri karena seorang jongos hotel

memberitahukan bahwa Tan Bi Liang diserang Ardiwinata dan sekarang

sedang dirawat di rumah sakit. Soemirah tetap hormat kepada ibunya meski

pendapat dan keinginannya selalu ditentang. Dengan alasan balas budi,

Soemirah meminta izin ibunya untuk merawat Tan Bi Liang. Dalam peristiwa

ini, pengarang seolah menggambarkan watak para tokoh dari beberapa sudut.

Ibu Soemirah yang seorang pribumi dan masih memegang kuat tradisi

ketimuran, tidak mengizinkan keinginan Soemirah. Ibu Soemirah menganggap

kurang pantas seorang perempuan menginap di rumah lelaki tanpa ikatan.

Dokter (berkebangsaan Belanda) yang dimintai rekomendasi mengizinkan

Soemirah karena Tan Bi Liang memang membutuhkan seorang perawat untuk

kesembuhannya. Soemirah, gadis pribumi, merasa perlu merawat Tan Bi Liang

sebagai wujud balas budi. Sebagai gadis yang memperoleh pendidikan Barat,

Soemirah merasa tidak ada masalah bila harus menginap di rumah lelaki tanpa

ikatan demi rasa kemanusiaan. Soemirah, ibu Soemirah, dan dokter merupakan

tokoh yang digambarkan pengarang untuk mewakili pembentukan karakter

yang dipengaruhi oleh latar pendidikan kebangsaan yang berbeda. Ketiga tokoh

tersebut memiliki benturan nilai yang disebabkan oleh karakter masing-masing.

Di sisi lain, peristiwa tersebut menunjukkan bahwa Soemirah

merupakan sosok yang pantang menyerah dalam mewujudkan keinginannya.

Soemirah memiliki keyakinan yang kuat. Setiap pilihan yang ditempuh selalu

berjalan sesuai dengan harapan. Ibu Soemirah akhirnya menyerah, ia

mengizinkan Soemirah merawat Tan Bi Liang sekaligus dengan berat hati

Page 59: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

46

merestui hubungan anaknya itu. Sifat keras kepala Soemirah mengalahkan

kekolotan ibunya. Akan tetapi, ibu Soemirah merasa bahwa semua itu aib

sehingga ia tidak mau tinggal di Sumedang.

Soemirah berhasil mewujudkan kebahagiaannya dengan Tan Bi

Liang. Selama dua puluh tahun bersama, mereka memiliki dua orang anak.

Anak lelakinya bernama Tan Hie Tjiak, berumur 18 tahun, dan anak

perempuannya yang berumur 6 tahun bernama Mience. Kebahagiaan keluarga

Soemirah terusik dengan keberadaan Rogaya di rumah Soemirah. Rogaya

merupakan anak Rolia, saudara Soemirah. Kehadiran Rogaya, membuat

Soemirah menjadi sosok yang kolot. Hal itu disebabkan Tan Hie Tjiak

menginginkan Rogaya menjadi istrinya. Soemirah menyesalkan keberadaan

Rogaya di tengah keluarganya. Akan tetapi, ia juga mengasihi Rogaya karena

masih keponakannya sehingga tidak tega mengusir Rogaya. Gadis itu telah

dianggapnya sebagai anak sendiri, oleh karena itu Soemirah memberikan

seorang guru les untuk Rogaya. Soemirah pun menyediakan diri untuk

dipanggil mama oleh Rogaya. Itulah wujud kebaikan Soemirah pada Rogaya.

Sebagai seorang ibu, Soemirah cukup bertanggung jawab dengan

pendidikan anaknya. Tan Hie Tjiak disekolahkan di Betawi dan diajar oleh

guru-guru kebangsangan Belanda. Hal itu menunjukkan bentuk kesadaran

orang tua akan pentingnya pendidikan formal bagi anaknya. Di sisi lain juga

memperlihatkan sosok Soemirah yang berpikiran maju. Akan tetapi, hal itu

jugalah yang membuat Soemirah bersikap ambivalen, tidak konsisten.

Soemirah menyesalkan telah mengirim anaknya sekolah di Betawi. Ia merasa

Page 60: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

47

bahwa anaknya telah melupakan adat bangsanya. Ia tidak suka kedekatan Tan

Hie Tjiak dengan Rogaya. Soemirah memegang teguh adat Cina dan Jawa

dalam hal pergaulan. Ia mengingatkan sekaligus menegur putranya bahwa

sekalipun saudara sendiri antara lelaki dan perempuan tidak boleh terlalu dekat.

Hal ini menunjukkan kekolotan Soemirah. Ia seolah lupa dengan masa

mudanya yang begitu berani melawan kekolotan ibunya. Pendidikan Barat

yang diperolehnya dulu telah tergerus oleh nilai tradisi dan kasih sayang yang

berlebihan. Soemirah cukup egois dengan pandanganya dalam hal jodoh

putranya.

Keinginan Tan Hie Tjiak untuk menyunting Rogaya ditentang

Soemirah. Pengalaman masa lalu membuat Soemirah menolak bila anaknya

berhubungan dengan gadis pribumi. Ia tidak ingin nasib Tan Bi Liang menimpa

Tan Hie Tjiak, putranya. Ia tidak ingin kelak putranya dikucilkan dari keluarga

karena memperistri perempuan pribumi. Ia juga tidak ingin putranya mendapat

celaan dari orang-orang di sekitar mereka. Hal ini merupakan wujud kasih

sayang dan perhatian seorang ibu yang ditunjukkan Soemirah. Soemirah

mampu membuktikan bahwa hidup berumah tangga dengan lelaki bangsa lain

bisa membahagiakan. Akan tetapi, ia sendiri ragu atas kemungkinan yang akan

dihadapi putranya dan Rogaya.

Soemirah begitu setia dengan pendiriannya. Sebelum menikah, ia

berpegang teguh akan mengikuti adat suami. Oleh karena itu, Soemirah

menyadari status kebangsaan anak-anaknya mengikuti garis keturunan ayahnya

(Cina). Soemirah tidak menyetujui hubungan Tan Hie Tjiak dengan Rogaya

Page 61: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

48

karena ia berpikiran bahwa putranya itu harus menikah dengan perempuan

sebangsa (Cina). Hal itu dimaksudkan supaya Tan Hie Tjiak tidak mengalami

pengalaman pahit seperti nasib Soemirah dan Tan Bi Liang. Penolakan

Soemirah tersebut menunjukkan sikap ambivalen, karena tindakannya tersebut

bertolak belakang dengan sikapnya dulu ketika memperjuangkannya cintanya

pada Tan Bi Liang. Soemirah mengalami konflik dalam batinnya. Ia tidak ingin

melihat anaknya sengsara karena mengawini gadis pribumi. Akan tetapi, ia

juga akan lebih merasa bersalah bila menghalangi kisah kasih antara putranya

dan Rohaya.

Sejak semula Soemirah menaruh curiga perihal kedatangan Rogaya di

rumahnya. Soemirah merasa keberadaan Rogaya ada hubungannya dengan

Ardiwinata. Bagi pembaca, kecurigaan Soemirah tidak mengandung kejutan.

Hal ini dikarenakan sebelumnya pengarang telah menceritakan rencana balas

dendam Ardiwinata dengan Rogaya. Pada bab sebelumnya, diceritakan bahwa

Ardiwinata kebetulan bertemu Rogaya, anak Rolia. Ardiwinata pun meracuni

pikiran Rogaya sehingga timbul kebencian dalam diri keponakannya itu pada

Soemirah. Melalui kedua tokoh ini Soemirah dipandang sebagai penjahat

karena telah menikah dengan lelaki bangsa lain. Soemirah dianggap sebagai

pengkhianat bangsa dan tindakan Soemirah dilihat sebagai penghinaan

terhadap bangsa. Karakter Soemirah dapat dilihat melalui pandangan tokoh

lain, seperti Ardiwinata dan Rogaya.

Segala firasat Soemirah digambarkan pengarang selalu tepat dengan

kejadian yang akan menimpa Soemirah. Kecurigaannya pada Rogaya tentu

Page 62: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

49

benar adanya. Soemirah seringkali ketakutan dengan pikiran-pikirannya. Ia

menyesal telah menerima Rogaya di rumahnya. Akan tetapi, ia juga merasa

kurang adil bila harus mengusir Rogaya. Terlebih karena Rogaya anak

saudaranya sendiri dan lagi sudah yatim piatu. Meski takut akan keselamatan

keluarganya, Soemirah tidak bertindak gegabah. Ia masih memikirkan kondisi

Rogaya meski paman gadis itu sudah berbua t jahat padanya. Dalam

pengambilan keputusan di saat dilema semacam ini, Soemirah mampu

berkompromi dengan pikiran dan perasaannya. Kepercayaannya kepada Tuhan

membawa semua itu pada penyerahan. Ia berusaha menepis ketakutannya. Hal

ini merupakan wujud keimanannya.

Rogaya akhirnya mengakui tipu daya yang dilakukannya selama ini

pada keluarga Soemirah. Pada waktu mereka akan berpiknik ke Lembang,

Rogaya disuruh Ardiwinata meracuni keluarga Soemirah. Akan tetapi, dalam

perjalanan, mobil mereka mengalami kecelakaan. Rogaya tidak tega dengan

keluarga Soemirah yang ternyata sangat baik. Melalui tokoh Rogaya,

pengarang menunjukkan bahwa Soemirah itu sosok baik hati. Padahal melalui

tokoh Rogaya juga pengarang menunjukkan sosok Soemirah yang jahat. Akan

tetapi, karena sejak semula pengarang telah menggambarkan secara jelas tokoh

Soemirah dan Ardiwinata tentu saja mempengaruhi opini pembaca. Sejak awal

Soemirah digambarkan sebagai tokoh yang simpatik, sedangkan Ardiwinata

merupakan tokoh jahat. Tentu saja dibenak pembaca telah terpatri bahwa sosok

Soemirah adalah baik dan penilaian Rogaya bahwa Soemirah itu jahat tidak

mendapat simpati pembaca.

Page 63: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

50

Rogaya menyadari kesalahannya, ia juga tidak tega melihat Tan Hie

Tjiak, lelaki yang dikasihinya, sekarat akibat kecelakan yang mereka alami.

Lantas Rogaya meminum racun yang sebenarnya untuk membunuh keluarga

Soemirah. Akan tetapi, Rogaya tidak mati karena racun itu ternyata hanya obat

tidur. Pengakuan Rogaya tidak lantas membuat Soemirah berkeinginan untuk

membalas dendam. Bahkan ia sama sekali tidak sakit hati pada Rogaya.

Tindakan Rogaya yang ingin bunuh diri dengan meminum racun menunjukkan

suatu penyesalan. Soemirah menyadari bahwa Rogaya hanya diperdaya oleh

Ardiwinata. Ia tetap mengasihi Rogaya. Pada akhirnya, iapun menerima

Rogaya sebagai menantu. Keras kepala Soemirah dikalahkan oleh cinta tulus

Rogaya dan Tan Hie Tjiak.

Soemirah begitu terpukul dengan kejadian yang menimpa

keluarganya. Keluarganya nyaris celaka akibat dendam Ardiwinata. Bila tidak

ada kecelakaan mobil itu, tentu ia bersama keluarganya akan mati karena

diracun Rogaya. Anak lelakinya pun sempat tidak sadarkan diri akibat

kecelakaan itu. Rogaya juga mencoba bunuh diri dengan meminum racun.

Soemirah terguncang dengan peristiwa-peristiwa tersebut. Ia jatuh sakit dan

mengalami goncangan jiwa. Trauma yang dialami Soemirah mengharuskannya

untuk dirawat di Eropa untuk pemulihan jiwanya. Tan Bi Liang yang sudah

menjadi saudagar sukses tidak kesulitan mengobati Soemirah ke Eropa. Tan Bi

Liang berfikir bahwa di Eropa ia bisa mengawinkan putranya dengan Rogaya

sehingga tidak banyak menimbulkan pertentangan. Tan Bi Liang memutuskan

menetap di Tiongkok bila Soemirah sembuh. Di Tiongkok Tan Bi Liang bisa

Page 64: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

51

mengembangkan kerajinan dan dengan modalnya ia bisa mengembangkan

tanah leluhurnya. Ia juga ingin menjadi perantara dagang antara saudagar yang

ada di Tiongkok dengan saudagar Tiongkok yang ada di Hindia Belanda.

Selain itu, ia tidak ingin anak perempuannya menikah dengan lelaki Eropa

karena ia tidak ingin hilang kebangsaannya.

Peristiwa akhir digambarkan sosok Tan Bi Liang yang begitu cinta

tanah airnya. Pengarang begitu jelas dan lugas menyampaikan ideologinya

melalui tokoh Tan Bi Liang. Keinginan Tan Bi Liang menetap di Tiongkok

tidak mendapat pertentangan Soemirah. Prinsip yang dipegang teguh tokoh

Soemirah yang akan selalu mengikuti adat suami digunakan pengarang untuk

mendukung ideologinya. Dari sisi kebangsaan sosok Soemirah tampak tidak

ada kepedulian. Sapan pengarang secara langsung dengan gaya orang pertama

bukan sertaan memberi peluang narator atau pengarang itu sendiri untuk

memberikan nasihat dan mempengaruhi pembaca agar seturut dengan tokoh

yang ia ciptakan, yang tak lain adalah ideologi pengarang itu sendiri. Misalnya

kutipan di bawah ini.

(9) “Siapa orang-orang Tionghoa hartawan suka meniru?” (Boen, 2001:

156).

3.2 Tokoh dan Penokohan Nyai Ros Mina

Secara analitik, pengarang menggambarkan Ros Mina sebagai

perempuan muda berparas cantik berusia kira-kira lima belas tahun. Bentuk

wajahnya seperti daun sirih berlapis kulit putih bersih. Bola matanya jeli

dengan dua alis yang kereng. Satu sujen yang manis akan tampak bila ia

Page 65: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

52

tersenyum. Perawakannya kecil tetapi kencang serasi dengan pinggang yang

langsing. Baju renda Surabaya dan kain batik panjang menutupi tubuhnya yang

elok. Kondenya yang licin terbungkus selendang dadu. Meskipun tubuhnya

tidak berhias dengan emas intan, ia tetap tampak cantik hingga menggiurkan

mata lelaki. Keelokan wajah dan tubuh Ros Mina membuat lelaki- lelaki hidung

putih tertarik, namun Ros Mina tidak pernah peduli. Kecantikan Ros Mina

digambarkan pengarang begitu sempurna dan tanpa cacat.

Ros Mina anak semata wayang. Sampai dengan usia empat belas

tahun, Ros Mina tinggal bersama ayahnya di Gang Abu, Pecenongan, Betawi.

Ibunya yang mantan pelacur sudah lama meninggal. Ayahnya bekerja sebagai

jongos di toko Singer di Noordwijk. Bapak Ros Mina hanya bergaji f 15 per

bulan maka tidak heran bila keluarga itu hidup melarat. Sejak umur empat

belas tahun, Ros Mina terpaksa bekerja sebagai tukang jahit di salah satu toko

di Noordwijk, untuk membantu ekonomi keluarganya. Keadaan ini

menunjukkan bahwa Ros Mina termasuk keluarga golongan rendah.

Dalam urusan materi, Ros Mina terbilang sebagai pemboros. Gajinya

seringkali habis hanya untuk membeli baju dan kain. Ia sangat senang

berdandan dengan barang-barang baru. Ia selalu memoles wajahnya dengan

bedak Tiongkok. Kondenya senantiasa licin bergaya seperti gadis-gadis

Tiongkok. Ia seringkali membuat pakaian dengan potongan yang pas dengan

badannya hingga dadanya yang montok kelihatan timbul serta senantiasa

memamerkan pinggangnya yang langsing. Penampilannya seringkali

merangsang nafsu lelaki. Ros Mina sangat senang bila diperhatikan kaum

Page 66: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

53

lelaki tetapi tidak peduli bila ada yang menggodanya. Sebagai perempuan Ros

Mina cukup genit dan senang mendapat atau mencari perhatian lawan jenisnya.

Kesukaannya memoles diri memperlihatkan sikapnya yang tidak menyadari

keadaan yang sesungguhnya yaitu kemiskinan keluarganya. Kegemarannya

bersolek membuat Ros Mina tidak lagi mempedulikan kondisi ekonomi

keluarganya.

Ros Mina sangat materialistis, misalnya ketika bertemu dengan lelaki

Cina totok yang mengendarai mobil Fiat dia langsung tertarik. Ros Mina

tertarik dengan materi lelaki itu sedangkan sang lelaki tertarik dengan keelokan

Ros Mina. Sifat materialistisnya membuatnya lupa diri. Tanpa pikir panjang ia

rela dipelihara menjadi istri muda lelaki totok itu (Baba hartawan). Ia

melakukan semua itu tanpa sepengetahuan ayahnya. Sikap Ros Mina

menunjukkan bahwa dalam dirinya tidak ada rasa hormat dan patuh pada

orangtua. Dia sangat mementingkan diri sendiri, semua demi kesenangannya

semata. Tanpa kompromi ia mengambil keputusan dan tanpa

mempertimbangkan perasaan ayahnya. Ros Mina sama sekali tidak

mengenyam bangku pendidikan karena keluarganya yang miskin. Dengan

keluguannya, tentu saja ia mudah terbujuk apalagi bila menyangkut dengan

segala kesenangan yang ia impikan.

Ketika ayah Ros Mina mengetahui anak gadisnya menjadi nyai

seorang baba hartawan, Ros Mina diusir dan ayahnya tidak ingin mengenalnya

lagi. Ayah Ros Mina penganut agama Islam yang setia. Perbuatan Ros Mina

menjadi istri muda baba hartawan telah membuatnya malu karena tidak sesuai

Page 67: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

54

dengan ajaran agama Islam. Penolakan ayah Ros Mina dikarenakan anaknya

itu tidak menikah secara Islam, terlebih karena lelaki yang menjadi pilihan Ros

Mina tidak sebangsa dengannya.

Ros Mina tampak kebingungan mencari jalan lain ketika

keputusannya mengalami hambatan. Hal ini merupakan dampak dari sikap

praktis yang dilakukannya. Ros Mina tidak memikirkan segala resiko yang

harus ditanggung dari tindakannya. Keputusan yang dipilihnya hanya

bermuatan emosi sesaat. Misalnya ketika mendekati Lebaran, dengan tidak

diberi tenggang waktu, Ros Mina diusir karena baba hartawan sudah bosan

dengannya. Ros Mina harus pergi karena sudah ada calon penghuni baru (nyai

lain). Ros Mina baru menyadari bahwa nasib istri muda sangatlah celaka. Rasa

sesal Ros Mina bukan karena keputusannya menjadi istri muda, namun karena

dirinya tidak sempat mengeruk kekayaan baba hartawan. Niatan mencari

keuntungan seakan menjadi pertimbangan Ros Mina dalam segala keputusan

yang diambil. Akibat-akibat yang tidak diduga dari keputusan yang bersifat

emosi membuatnya bingung untuk menentukan langkah selanjutnya. Ros Mina

tidak mampu mempertimbangkan keputusannya.

Setelah diusir, Ros Mina kebingungan mencari tempat menumpang.

Ia terpikir untuk pulang dan minta ampun pada ayahnya. Akan tetapi, ia sadar,

ayahnya berwatak keras dan mustahil akan mengampuninya. Dalam hal ini Ros

Mina terpikir akan resiko yang akan terjadi dan ia tidak mengambil langkah

tersebut. Ros Mina mampu mempertimbangkan langkahnya, namun sikapnya

ini menunjukkan sebuah keraguan dalam dirinya. Sikap ini juga wujud

Page 68: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

55

kepraktisannya dalam berpikir. Keputusannya untuk tidak kembali pada

ayahnya merupakan sikap keberanian dalam mengambil langkah kehidupan,

meskipun tanpa bekal ia berani melangkah sendiri.

Seorang tukang cuci memberi Ros Mina tumpangan. Keberuntungan

ini sekaligus merupakan kesialan bagi Ros Mina. Oleh tukang cuci tersebut,

Ros Mina dijadikan ladang uang. Ros Mina disuguhkan pada para baba, lelaki

hidung belang yang kaya. Ros Mina pun harus rela berpindah dari satu baba ke

baba ke yang lain. Ros Mina memang pendek akal. Ia merasa sudah kepalang

tanggung. Akhirnya ia memutuskan untuk melacurkan diri dan tinggal di hotel

Tiongkok. Hasil dari hotel sudah tentu berlipat ganda, namun semua itu dirasa

belum cukup juga. Tidak ada uang yang tersisih. Hal ini dikarenakan biaya

hidupnya bertambah besar, terlebih sebagian dari penghasilan haram tersebut

dihabiskannya untuk plesiran naik delman. Ros Mina tidak mampu menata

hidupnya. Ia merasa kepalang basah dan tidak mampu mawas diri. Ros Mina

terus kekurangan uang, meski hanya untuk sewa hotel dan makan ia masih

kesusahan.

Sikap boros Ros Mina membuatnya tidak lepas dari kemiskinan. Ia

tidak mampu mengendalikan diri. Segala tindakannya dilakukan tanpa pikir

panjang. Segala bentuk keputusan senantiasa menyusahkan dirinya send iri

hingga akhirnya ia jatuh pada hal yang sama. Melacurkan diri di hotel

Tiongkok tidak membuatnya merasa lebih baik. Ia bosan karena semua itu

tidak membawa perubahan dalam hidupnya. Ia pun memutuskan untuk ikut

orang saja yakni menjadi nyai.

Page 69: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

56

Segala keputusan Ros Mina dibuat dengan cepat. Apa yang ada di

depan mata selalu langsung diambilnya. Begitu juga ketika bertemu Kasmin

yang berhasil meyakinkan Ros Mina. Kegilaannya pada kekayaan dan

wawasannya yang tidak luas, menjadi faktor mengapa Ros Mina dengan

mudah percaya pada Kasmin. Ros Mina tidak mampu mengontrol emosinya.

Kepolosan Ros Mina membuatnya kembali terjerumus. Ia sangat mudah

percaya dengan orang dan karenanya ia mudah dibodohi. Setelah menikah

dengan Kasmin di depan penghulu, Ros Mina dibawa ke Medan. Semua

harapan Ros Mina sirna, ternyata Kasmin melacurkan dirinya. Kasmin seorang

pengeret dan pemadat. Oleh karena tidak tahan dengan kelakuan suaminya,

Ros Mina meninggalkan Kasmin tanpa membawa surat nikah. Ros Mina

menyadari penindasan Kasmin terhadap dirinya. Tindakan ini merupakan

wujud kesadaran dan keberanian Ros Mina.

Tidak ada pilihan lain, ia kemudian melacurkan diri lagi. Setelah

berpisah dengan Kasmin, Ros Mina mendapatkan Tuan Kebon yang hendak

memeliharanya. Namun, sebelum mimpinya menjadi nyai hartawan dan

terhormat terwujud, ia bertemu kembali dengan Kasmin di kereta. Ketika itu

Ros Mina sedang melakukan perjalanan dengan Tuan Kebon. Ros Mina tidak

duduk satu gerbong dengan tuannya karena perbedaan status antara mereka.

Ros Mina hanya seorang nyai pribumi berkelas rendah sehingga tidak layak

naik gerbong kelas satu seperti tuannya yang pejabat. Pada saat itu

diberlakukan pembagian golongan kelas rasial yang dibuat oleh pemerintah

kolonial.

Page 70: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

57

Ros Mina merasa tidak berdaya menyingkirkan Kasmin dari

kehidupannya. Ia menyadari bahwa perjalanan hidupnya yang sedemikian rupa

pasti tidak akan terjadi bila ia tidak gemar plesiran. Ros Mina merasa hidupnya

tidak akan sehina bila memiliki pasangan yang didasari perasaan saling cinta.

Ros Mina menyesali dirinya. Ia berpikir lebih bahagia hidup miskin dan

mendapat upah cukup dari menjahit. Akhirnya, dengan terpaksa, ia kembali

masuk ke dalam permainan Kasmin. Ia takut pada Kasmin karena surat nikah

mereka masih di tangan suaminya dan hal itu bisa membuatnya masuk penjara.

Ros Mina menuruti segala apa kata suaminya itu. Pada Tuan Kebon,

Kasmin mengaku sebagai paman Ros Mina. Dengan begitu Kasmin bisa terus

tinggal dan mengawasi sekaligus memperdaya Ros Mina sambil mengeruk

kekayaan Tuan Kebon. Sikap patuh Ros Mina pada Kasmin awalnya dilandasi

rasa takut, namun Ros Mina akhirnya menikmati segala tipu daya suaminya.

Ros Mina terbuai dengan harapan-harapan yang dilukiskan Kasmin. Demi

menutupi kedoknya, Kasmin memberi uang pada Ros Mina. Bagi Ros Mina,

suaminya menunjukkan sikap baik karena mau berbagi uang dengannya. Ros

Mina tidak menyadari bahwa itu hanyalah politik Kasmin terhadapnya. Sikap

Kasmin ini membuat Ros Mina kembali suka pada suaminya itu. Ros Mina

juga rela bercinta lagi dengan Kasmin. Mereka sepakat untuk mengeruk

kekayaan Tuan Kebon. Perilaku ini menunjukkan bahwa dengan sifat

materialistisnya, Ros Mina mampu menikmati penindasan.

Kasmin ingin mengambil keuntungan lebih dari Ros Mina. Ia tidak

cukup mengeruk kekayaan dari Tuan kebon. Ros Mina pun ditawarkan pada

Page 71: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

58

seorang Hoofdtandil, seorang totok yang sudah memiliki dua orang nyai

Singapura. Tidak cukup itu, anak tuan Hoofdtandil dari perkawinan resminya

di Tiongkok yang bernama Tjoe Keng, juga dijanjikan kemolekan Ros Mina.

Kecerdikan dan kelicikan Kasmin mampu memperdaya lelaki- lelaki

berkantung emas tersebut. Semula hal ini tanpa persetujuan Ros Mina sehingga

menunjukkan adanya pemanfaatan Ros Mina sebagai objek seksual dan

ekonomi. Pemanfaatan itu secara tidak langsung disadari Ros Mina, namun

juga tidak dipedulikannya. Apabila dijanjikan plesiran dan perhiasan oleh

Kasmin, Ros Mina rela melakukan apa saja. Melalui tokoh Kasmin, pengarang

menampilkan sosok Ros Mina yang mudah terbuai dengan janji manis dan

harta.

Ros Mina termasuk orang yang tidak pernah puas. Baru beberapa hari

dipelihara Tuan Kebon, ia mau saja melayani Hoofdtandil sekaligus anaknya,

Tjoe Keng. Semua itu demi keuntungan yang lebih banyak. Ketika bertemu

dengan Tjeo Keng, yang sengaja dibawa Kasmin ke rumah Tuan Kebon, Ros

Mina pun pandai berlagak. Hal tersebut dilakukannya supaya Tjoe Keng lebih

tertarik dan rela memberikan apa saja untuknya. Begitu juga ketika

Hoofdtandil datang, Ros Mina dengan mudah menaklukkan Tuan Besar ini.

Ros Mina bersikap malu-malu dan merendah di hadapan Tuan Besar.

(10) “Ach, mana iya, Tauwkeh blon tau liat prampuan yang lebi cantik

dari saia,” jawab Ros Mina dengen senyum manis. (Kuo, 2003: 308)

(11) “Ach barangkali, Tauwkeh cuma cinta di mulut saja, tetapi di hati

tida, apa bukan begitu?” “Kalu cuma begitu, masa saia misti jadi jato rindu pada Nyai!”

Page 72: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

59

“Kalu betul Tauwkeh cinta saia minta dong tanda matanya!” “Tanda mata apa nyai mau, saia sekarang tida bawa barang apa-apa, nanti saja besok saia bliin barang-barang periasan buat Nyai!” “Kalu Tauwkeh tida bawa barang uwang pun tentu tida ada halangan, kalu Tauwkeh sudi kasi saia sebagai tanda cinta!” (Kuo, 2003: 308)

Sebagai perempuan lacur, demikian pengarang menyebutnya, uang

atau harta merupakan tujuan utama Ros Mina dalam bertindak. Kemanisan dan

kepandaian Ros Mina merayu membuat Tuan Besar rela memberikan apa saja

seperti dalam kutipan di atas. Ros Mina pandai berbicara manis hingga Tuan

Besar semakin ingin memilikinya secepatnya. Hal ini membuat sang tuan rela

mengeluarkan uang yang besar demi mendapatkan Ros Mina. Wajah Tuan

besar yang tidak tampan dan tua tidak dipedulikan Ros Mina, karena harta

yang dimiliki lebih banyak dibandingkan dengan Tuan Kebon apalagi Tjoe

Keng.

Tjoe Keng tidak kaya tetapi termasuk target Kasmin supaya terjerat

pada Ros Mina. Tjoe Keng anak Tuan Besar dan berselingkuh dengan salah

satu nyai ayahnya. Kasmin mengetahui hal tersebut dan merasa bisa

memanfaatkannya untuk mengeruk kekayaan Tuan Besar lebih banyak. Tjoe

Keng yang bodoh dengan mudah masuk perangkap. Awalnya, ia meminta uang

dari nyai kedua ayahnya sedikit demi sedikit. Nyai Singapura yang sudah tidak

dipedulikan Tuan Besar itu mau saja memberikan sejumlah uang karena sudah

jatuh hati pada Tjoe Keng. Uang itupun akhirnya jatuh ke tangan Kasmin.

Kasmin telah berjanji akan membawa Tjoe Keng ke seorang dukun di Siantar

untuk memperdaya nyai pertama ayahnya yang memegang kunci brangkas

Page 73: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

60

Tuan Besar. Kasmin sengaja memberitahu Tjoe Keng bahwa ayahnya juga

menginginkan Ros Mina. Tentu saja Ros Mina akan memilih Tuan Besar. Tua

bangka itu lebih banyak akal, lebih pandai bicara sehingga bisa memikat hati

perempuan, dan yang pasti lebih banyak uang dibandingkan anaknya. Tjoe

Keng semakin panas dan itulah yang diharapkan Kasmin. Tjoe Keng harus

bersaing dengan ayahnya untuk mendapatkan Ros Mina. Oleh karenanya, ia

harus memiliki lebih banyak uang daripada ayahnya supaya bisa mendapatkan

Ros Mina. Namun, semua itu jelas hanya akal bulus Kasmin. Tokoh Kasmin

memanfaatkan Ros Mina untuk memperdaya para lelaki hidung belang.

Peristiwa ini, melalui pandangan tokoh lain, semakin menegaskan sifat

materialistis tokoh Ros Mina.

Ros Mina meminta izin Tuan Kebon untuk pergi plesiran ke Siantar

dan meminta uang sebesar f 300 untuk membeli perhiasan. Atas rayuan dan

rengekan Ros Mina, Tuan Kebon memberi apa yang diminta nyainya itu. Ros

Mina yang sudah berpengalaman di dunia hiburan lelaki tidak kesulitan untuk

meluluhkan Tuan Kebon. Ros Mina semakin pintar bicara dan semakin licik.

(12) “Tuan, saia pikiran mau bli gelang mas sama peniti dari mas, apa Tuan suka kasi uangnya?” tanya Ros Mina pada tuannya. “Brapa banyak Mina mau pake buat bli barang-barang?” “Kira-kira tiga ratus rupia, Tuan!” “Begitu banyak Ros lantes mau bli pakean?” “Ya, Tuan, kapan Ros tida pake barang sepotong yang berharga, toch Tuan juga yang jadi malu, kalu orang liat Tuan punya nyai ada terlalu miskin. Kalu saya pake banyak barang berharga, Tuan jadi dapet muka trang pada orang banyak, lagi itu barang-barang yang Tuan bli- in saia sama juga seperti Tuan punya barang kapan kita keputusan uwang, bole kasi kombali pada tukang mas, lantes kita bisa dapet kombali uwangnya.” (Kuo, 2003: 313)

Page 74: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

61

Mulut manis Ros Mina mampu membuat Tuan Kebon percaya

sepenuhnya padanya. Dengan dalih menjaga gengsi sang tuan, Ros Mina pun

mampu meluluhkan hati tuannya. Dengan demikian Ros Mina mendapat

keuntungan berganda. Uang dari Tuan Kebon digunakan untuk membeli

perhiasaan dan ia juga bisa mendapatkan uang dari Tjoe Keng ketika plesiran.

Hal ini sudah diatur Kasmin. Pada suatu pagi Ros Mina, Kasmin dan Tjoe

Keng pergi ke Siantar. Kepergian Ros Mina bersama Tjoe Keng tanpa

sepengetahuan Tuan Kebon. Kebiasaan mencari keuntungan berganda memang

sering dilakukan oleh para nyai. Hal ini juga dilakukan Ros Mina sehingga

menunjukkan wataknya yang tamak dan tidak pernah puas.

(13) “Sebab saia sanget cinta pada Nyai, suda lama saia mau dapetken,

blon bisa juga kejadian!” “Ini Baba ada bawa brapa banyak uwang?” “Ach uwang si ada banyak, buat apa Nyai tanya-tanya lagi, sebentar di hotel saia serahkan pada Nyai!” “Kalu saia blon seraken saia punya diri pada Baba, suda tentu saia tida nanti dapet itu uwang dari baba, apa bukan begitu?” “Kalu Nyai mau kata begitu, bukan duluan saia suda persen pada Nyai sepulu rupia!” (Kuo, 2003: 315-316).

Materialistis Ros Mina juga tampak dalam kutipan di atas. Segala

perilakunya selalu diperhitungkan dengan uang. Perkataan Tjoe Keng semakin

menunjukkan bahwa Ros Mina sulit didapatkan dan untuk memilikinya

diperlukan isi kantong yang tebal. Dengan lugas dan tanpa malu-malu Ros

Mina juga berani menunjukkan sikap materialistisnya. Hal tersebut tidak

mengurangi rasa suka Tjoe Keng kepadanya. Keterbukaan Ros Mina dalam hal

uang justru membuat Tjoe Keng semakin ingin membuktikan cintanya.

Page 75: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

62

Ketamakan Ros Mina tidak membuat Tjoe Keng mundur, hal ini menunjukkan

bahwa Ros Mina merupakan perempuan impian sekalipun dirinya pelacur.

Tjoe Keng jatuh cinta pada Ros Mina, ia juga menjanjikan akan

membelikan perhiasaan. Oleh karenanya, Ros Mina semakin mencari perhatian

anak Tuan Besar itu. Semua itu dilakukan berdasarkan perhitungan harta.

Misalnya saja ketika di hotel, Tjoe Keng menawarkan Ros Mina untuk minum

(anggur), tetapi Ros Mina berdalih tidak bisa minum. Ros Mina akan minum

apabila dibelikan perhiasan emas. Begitu juga ketika Tjoe Keng mengajak tidur

bersama, Ros Mina menolak dengan alasan takut pakaiannya lusuh. Namun,

setelah Tjoe Keng berjanji akan membelikan beberapa dosin kebaya Ros Mina

mau menyerahkan dirinya. Hal inilah yang memang diharapkan Ros Mina.

Awalnya, ketika Tjoe Keng mengajak bercinta, Ros Mina berlaku seperti

perawan. Dengan akalnya ia mengaku belum pernah melakukan perbuatan

seperti itu (berhubungan intim). Sikap ini ditunjukkan Ros Mina supaya dirinya

tampak berharga di depan Tjoe Keng. Padahal perempuan ini jelas-jelas sudah

berhadapan dengan banyak laki- laki. Tindakan-tindakan tersebut semakin

menunjukkan Ros Mina yang pandai berbohong dan berdalih. Perempuan yang

sudah malang melintang di dunia hiburan lelaki ini semakin cerdik

memperdaya lelaki. Ros Mina tampak cerdik dan lihai dalam peristiwa

tersebut. Pengalaman yang dialaminya tenyata mampu membuat karakternya

berkembang. Hal ini juga tampak dalam peristiwa dibawah ini.

Di Deli, zinah merupakan perkara lumrah maka tidak heran ketika

Ros Mina sedang sendiri di kamar datanglah jongos hotel yang

Page 76: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

63

menginginkannya. Keberadaan setiap perempuan di hotel (di Deli) memiliki

image sebagai pelacur. Ros Mina mengetahui maksud jongos hotel tersebut dan

ia pun memperdayanya. Awalnya Ros Mina bersikap manis, dan jongos itupun

memberinya uang sebesar f 5. Namun, setelah uang diterima, Ros Mina

menghardik jongos hotel tersebut. Ros Mina yang awalnya begitu bodoh dan

mudah ditipu, kini justru bersifat sebaliknya. Di sisi lain ketamakan dan

kecintaannya pada uang semakin terlihat dalam kejadian tersebut.

Peristiwa-peristiwa selanjutnya semakin memperlihatkan sosok Ros

Mina yang benar-benar memandang keberuntungan dari harta semata. Hal

tersebut semakin membuatnya lebih berani bertindak. Keberanian itu membuat

cita-citanya terwujud. Tubuh Ros Mina berhias dengan gelang, anting-anting,

kalung, peniti, arloji, cincin, dan tusuk konde yang semuanya berbahan emas.

Total harga barang tersebut sebesar f 500. Ketika Ros Mina kekurangan uang,

tanpa malu-malu ia pun meminta pada Tjoe Keng. Ros Mina semakin cantik

dengan perhiasan-perhiasan tersebut. Dengan begitu juga, Ros Mina sudah

menjadi nyai yang kaya. Tingkah laku gadis itu mulai berubah. Ia tidak seperti

Ros Mina yang dulu sangat miskin. Sifat Ros Mina yang ambisius semakin

jelas terlihat. Meskipun semua sudah didapatnya, ia belum juga puas. Ia

memanfaatkan perasaan Tjoe Keng yang sungguh-sungguh menc intainya.

Lelaki itu dimintanya membelikan payung sutera seharga f 20. Payung sutra

bagi seorang nyai merupakan identitas kelas.

Dari awal penceritaan, pengarang tidak menggambarkan sifat belas

kasih Ros Mina. Gadis itu tidak memiliki toleransi dan kepedulian terhadap

Page 77: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

64

sesamanya, termasuk sesama nyai. Dari Siantar, Ros Mina naik kendaraan

yang berbeda dengan Tjoe Keng. Ros Mina tidak langsung pulang melainkan

mampir ke rumah Hoofdtandil. Setelah melayani Hoofdtandil, ia diberi uang f

10. Sebelum Ros Mina sampai di rumah Hoofdtandil sebenarnya nyai pertama

Tuan Besar itu mati dan masih tergantung. Nyai itu gantung diri karena

cemburu pada Ros Mina dan merasa sudah tidak diperhatikan Tuan Besar. Ros

Mina tidak peduli dengan semua itu, begitu juga Tuan Besar. Kenyataan ini

memperlihatkan sosok Ros Mina yang tidak mempunyai rasa belas kasih.

Ros Mina begitu cinta pada uang, kecintaannya pada lelaki hanya

diukur dengan uang. Sikap ini dinyatakan Ros Mina sebagai wujud balas

dendam pada masa lalu. Hal itu tampak ketika Ros Mina sedang berbicara

dengan Tjoe Keng.

(14) “Baba kalu Baba ada banyak uang, masa saia tiada cinta pada Baba!”

jawab Ros Mina dengen mesem-mesem. “Kenapa Nyai, begitu suka sama uwang?” “Ya, kalu Baba mau tau, saia sekarang tida pandang kecintahan lelaki lagi, tetapi saia cuma pandang ia orang punya uwang, sebab tempo saia si Betawie, saia suda perna dibikin sakit hati oleh orang lelaki!” (Kuo, 2003: 327).

Peristiwa-peristiwa di Betawi sudah membuat Ros Mina lebih berpengalaman.

Ia tidak sebodoh ketika menjadi nyai pertama kali di Betawi. Dulu ia tidak

berpikir mengeruk uang dari tuannya tetapi kini ia mengambil setiap

kesempatan untuk mendapatkan uang. Dengan kata lain, Ros Mina semakin

pintar dan licik.

Page 78: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

65

Sekian waktu menjadi nyai Tuan Kebon, membuat Ros Mina lupa

pada teman-teman pelacur semasa di hotel Singapor. Di mata teman-temannya,

Ros Mina sudah menjadi nyai yang kaya raya sehingga tidak mau lagi bergaul

dengan pelacur-pelacur. Ros Mina hanya mau bergaul dengan nyai-nyai yang

kaya. Kekayaan Ros Mina berupa perhiasan seharga f 1000 dan uang kontan di

bank sebanyak f 10000. Keberuntungan Ros Mina membuat iri dan kesal

teman-teman pelacurnya. Ketika Ros Mina masih di hotel (melacurkan diri)

hidupnya tidak senikmat sekarang, dia sangat melarat. Ia sering meminjam

uang teman-temannya dan setelah kekayaannya berlimpah ia melupakan

semuanya. Sikap tersebut wujud pembatasan diri Ros Mina akan pergaulan.

Hal ini dilakukan untuk menciptakan image positif di hadapan tuan yang

memeliharanya. Ros Mina mengalami perubahan kelas sosial karena

pengalamannya. Kerja kerasnya dalam dunia lelaki mampu mengubah

perekonomiannya sehingga kelas sosialnya meningkat.

Sifat gegabah dan lalai dalam bertindak begitu melekat dalam diri

Ros Mina. Hal tersebut ditampilkan pengarang melalui tokoh Tuan Kebon.

Lelaki itu cemburu dan mulai mencurigai Ros Mina dan Kasmin. Tuan Kebon

sering tidak tenang bila meninggalkan Ros Mina di rumah. Banyak prasangka

mengusiknya. Sikap manis Ros Mina seringkali diacuhkannya karena ia sudah

tidak percaya lagi pada nyainya itu. Tuan Kebon yang sudah curiga dengan

kecurangan Ros Mina mencoba menjebak nyainya itu. Ia juga mencari bukti-

bukti untuk menghakimi Kasmin dan Ros Mina.

Page 79: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

66

Tuan Kebon menghibur diri ke sebuah hotel dan memesan seorang

pelacur. Ia menceritakan kegelisahannya. Kemudian ia pergi ke dukun untuk

mencari kejelasan tentang kelakuan Ros Mina. Kecurigaan itu berawal ketika

Ros Mina pulang dari Siantar. Ia hanya memberi uang f 300 tetapi nyainya

pulang dengan perhiasan yang harganya lebih dari itu. Tuan Kebon merasa Ros

Mina tidak setia dan memiliki kendak atau lelaki lain. Ternyata dukun tersebut

hanya ingin mengambil uang Tuan Kebon saja. Dukun itu hanya berpesan agar

Tuan Kebon jangan percaya lagi pada nyainya dan menganggap perhiasan itu

diperoleh karena penjualnya yang salah memberi harga.

Tindakan yang diambil Tuan Kebon di atas menunjukkan bahwa Ros

Mina kurang bisa melihat bahaya yang ada di depannya. Ros Mina terlena

dengan kenikmatan yang sudah didapatnya sehingga tidak menyadari

kecurigaan Tuan Kebon pada dirinya. Sikap manis Ros Mina tidak selamanya

dapat diterima begitu saja oleh Tuan Kebon. Ternyata, Ros Mina tidak

mengenal Tuan Kebon seutuhnya. Keberhasilannya mengeruk harta sang tuan

membuatnya tidak waspada sehingga ia tidak menyadari bahwa

ketidaksetiaannya sudah tercium. Ros Mina sama sekali tidak berpikir bahwa

pembelian perhiasan tersebut akan memunculkan kecurigaan Tuan Kebon. Hal

ini sekaligus memperlihatkan sifat Ros Mina yang tidak jeli dalam bersikap.

Tuan Kebon akhirnya mengetahui kebenaran perilaku Ros Mina dan

Kasmin melalui seorang nyai hotel. Tuan Kebon membayar seorang kuli

kontrak untuk membantunya mengawasi dan menjebak Soemirah dan Kasmin.

Sampai di rumah, ternyata Ros Mina sedang berduaan dengan Tuan Besar.

Page 80: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

67

Tuan Kebon marah dan terkena peluru dari pistol Tuan Besar. Tuan Besar

akhirnya juga tertembak. Kedua tuan itupun mati. Peristiwa ini membuka

kesadaran Ros Mina bahwa perbuatan yang busuk pasti akan tercium juga.

Selain itu, demi perempuan serong seperti dirinya, para tuan itu mati sia-sia.

Akan tetapi, kesadaran itu tidak dibarengi dengan perubahan sikap. Peristiwa

mengerikan di depan mata itu tidak membuatnya berpikir ulang dalam

bertindak.

Konflik-konflik yang dialami Ros Mina menentukan pergerakan

tokoh lain. Misalnya peristiwa berikut ini. Setelah tahu Tuan Besar tewas,

Kasmin mengambil semua harta Hoofdtandil itu. Tjoe Keng yang melihat

peristiwa tersebut meneriaki Kasmin dengan sebutan maling. Tjoe Keng

menembak mati Kasmin sebagai pencuri. Ia menyadari bahwa selama ini

Kasmin telah memperdayanya. Tjoe Keng merasa menjadi hartawan karena

semua kekayaan ayahnya sudah dikuasainya. Ia mengajak Ros Mina tinggal

bersamanya. Merekapun terbebas dari segala tuduhan. Dengan rekayasa Tjoe

Keng, polisi menduga kematian Tuan Besar dan Tuan Kebon disebabkan

masalah pekerjaan. Peristiwa tersebut kembali menekankan bahwa Ros Mina

sama sekali tidak memilki rasa belas kasih. Ia hanya mementingkan dirinya

sendiri. Ia pun tidak merasa bersalah dengan kejadian itu. Hal ini menunjukkan

bahwa ia tidak jujur dalam bertindak.

Ros Mina mudah sekali lengah, ia tidak menyadari kecemburuan ibu

tiri Tjoe Keng, Bok Kwie Hoa. Nyai Singapor itu sudah tidak diperhatikan

Tjoe Keng sehingga ia pun kecewa dengan anak tirinya itu. Ia lalu

Page 81: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

68

mengumpulkan barang bukti dan saksi untuk menyatakan bahwa Ros Mina

terlibat dalam kematian para tuan tersebut. Tjoe Keng membawa pergi Ros

Mina dan pelarian itu dilaporkan Bok Kwie Hoa ke polisi. Ros Mina dan Tjoe

Keng pun menjadi buronan polisi. Di tengah pelarian, mobil yang ditumpangi

Ros Mina dan Tjoe Keng mengalami becah ban. Mereka ditolong oleh

gerombolan pemuda bersama para pelacur. Para pemuda itu tahu bahwa ada

buronan laki- laki dan perempuan yang kabur. Ketiga pemuda itu bernama Tek,

Hin, dan Jong. Mereka berasal dari Betawi dan pergi ke Medan untuk mengadu

nasib. Pemuda yang bernama Tek berhasil melumpuhkan Tjoe Keng. Ros Mina

berlagak meminta tolong dan menyangkal dirinya bukanlah nyai Tjoe Keng.

Kecerdikan Ros Mina kembali tampak dalam peristiwa ini. Dengan tidak

mengakui Tjoe Keng sebagai tuannya maka iapun tidak akan dibawa serta ke

penjara. Ros Mina tidak memiliki rasa balas budi terhadap Tjoe Keng. Sifat

egois sangat mendominasi karakter Ros Mina. Peristiwa-peristiwa yang terjadi

memperlihatkan bahwa melalui tokoh Ros Mina dengan segala karakternya

mampu menimbulkan konflik yang semakin rumit.

Pemuda-pemuda itu pun membawa Tjoe Keng ke polisi dan Ros

Mina yang sekarang memegang banyak uang ada bersama mereka. Ros Mina

mencuri harta benda Tjoe Keng dan bisa dibilang sebagai nyai terkaya di tanah

Deli. Dengan memelas Ros Mina minta tinggal bersama para pemuda itu.

Kenyataan ini menunjukkan bahwa ia merasa tidak bisa hidup sendiri dan

merasa butuh perlindungan dari orang lain meskipun banyak uang. Di

pondokan para pemuda itu, Ros Mina merasa tidak beda hidup di penjara. Ia

Page 82: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

69

pun menyewa sebuah estate. Hanya si Tek yang tinggal bersamanya sedangkan

Hin dan Jong memutuskan pulang ke Betawi. Lama kelamaan si Tek merasa

malu karena harus bergantung hidup pada nyainya. Akhirnya ia pun

meninggalkan Ros Mina dan kembali ke Betawi. Ros Mina pun sedih dan

semakin bingung karena perkara pembunuhan para tuan akan disidangkan dan

ia diminta menjadi saksi.

Ketika Ros Mina kebingungan, datanglah pemilik estate atau Ceti

yang menawarkan bantuan. Ros Mina tanpa pikir panjang menceritakan semua

kesusahannya. Ceti berjanji akan membantu mencarikan Ros Mina seorang

pengacara. Ros Mina pun sangat senang, ia pun mulai akrab dengan sang

pemilik rumah sewa itu. Ros Mina tidak menyadari bahwa ia sedang

berhadapan dengan seorang rentenir. Keakraban itu dimanfaatkan Ceti untuk

menipu Ros Mina. Dengan dalih kekurangan uang untuk membeli rumah sewa,

Ceti berkeluh dan meminjam uang pada Ros Mina. Seluruh kekayaan, uang

sejumlah f 25000 dan barang berharga yang dimiliki Ros Mina diserahkan pada

Ceti. Hal itu dilakukan Ros Mina karena ia merasa berhutang budi dan

menganggap keakrabannya dengan Ceti sudah selayaknya suami istri.

Ros Mina yang masih bingung dan ketakutan karena bayangan akan

masuk penjara berusaha mencari hiburan. Ia mendengar kabar bahwa di Gang

Buntu, di rumah seorang nyonya Belanda banyak perempuan berkumpul untuk

berjudi. Ros Mina pun bergabung dalam perjudian tersebut. Perempuan-

perempuan di perkumpulan itu mengetahui bahwa Ros Mina adalah nyai yang

kaya. Mereka pun bersengkokol mengeruk harta Ros Mina. Hari pertama Ros

Page 83: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

70

Mina menang f 5 tetapi hari selanjutnya ia senantiasa tidak beruntung. Ia kalah

sampai f 100 dan uangnya pun habis. Hal tersebut dikarenakan perempuan-

perempuan di tempat itu berbuat curang pada Ros Mina. Keadaan kini berbalik,

dulu ia dengan mudah berlaku curang pada para tuan tetapi kini ia sendiri

mendapat kecurangan.

Keputusan Ros Mina masuk dalam perjudian menunjukkan dirinya

yang senantiasa mencari kesenangan meski dalam keadaan genting. Peristiwa-

peristiwa tersebut semakin menunjukkan sosok Ros Mina sebagai nyai yang

tidak mau mencari jalan yang lebih baik ketika menghadapi kebuntuan. Bahaya

di depan mata pun tidak disadarinya. Ros Mina menyuruh orang mengambil

uang pada Ceti. Uang sebesar f 500 diberikan Ceti pada Ros Mina. Penyerahan

uang itu disertai dengan kertas yang harus ditandatangani Ros Mina. Tanpa

membaca isi tulisan dalam kertas tersebut, Ros Mina dengan begitu saja

mencantumkan tanda tangannya. Kepercayaannya pada orang yang begitu

besar membuatnya lengah.

Di pengadilan, Tjoe Keng menceritakan kejadian yang sebenarnya.

Tjoe Keng bebas dari hukuman dan Ros Mina akhirnya bebas dari dakwaan.

Tjoe Keng kembali ke rumahnya dan menggantikan pekerjaan ayahnya. Ia

sudah berubah dan menikahi gadis baik-baik. Mereka hidup senang. Ros Mina

harus menerima perlakuan Ceti yang sudah menipunya. Seluruh uang yang

dipinjamkannya pada Ceti tidak bersisa sama sekali. Hal ini dikarenakan

kelalaiannya saat mencantumkan tanda tangan. Ceti telah membuat catatan

pembukuan yang palsu, semua dilipatgandakan sehingga uang Ros Mina yang

Page 84: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

71

ada padanya tidak ada lagi. Ros Mina yang dulu begitu cerdik memperdaya

para tuan kini lemas tidak berdaya. Sikap gegabahnya telah membuatnya

kembali jatuh miskin. Kemiskinan itupun yang akhirnya membawanya kembali

ke hotel Japan untuk melacurkan diri. Sementara itu Tjoe Keng meneruskan

pekerjaan ayahnya dan sukses. Harta dunianya pun bisa diperolehnya kembali.

Keputusan ini pun seolah tanpa pertimbangan. Ros Mina tidak yakin

akan kemampuannya di bidang lain. Ros Mina selalu menganggap persoalan

dengan mudah sehingga dengan mudah juga ia berlaku tanpa

mempertimbangkan resiko yang akan diterimanya. Impiannya yang sudah

terwujud tidak membuatnya berhenti dan mensyukuri tetapi ia justru semakin

buta karena rasa ingin lebih.

(15) “Semuwa manusia yang telah berbuat jahat, telah dapet balesannya

dengen sempurna.” “Cuma orang yang bisa roba ia punya perbuatan tersesat bisa dapet ampun dari Tuhan Allah, sebagimana pembaca bisa lihat pada Tjoe Keng, yang sasudanya kluar dari bui, lalu jadi satu orang pakerjahan, dengen gantiken ayahnya punya tempat.” (Kuo, 2003: 398)

Demikianlah pesan pengarang pada pembaca. Tokoh Ros Mina

ditampilkan sebagai tokoh yang tidak patut dicontoh sedangkan Tjoe Keng

sebaliknya. Peran pengarang sebagai narator dalam novel ini berpeluang untuk

menyapa pembaca secara langsung, baik untuk memberi nasehat ataupun opini

langsung.

Page 85: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

72

3.3 Rangkuman

Pembahasan tokoh dan penokohan di atas menggambarkan

personality seorang tokoh perempuan yang berstatus nyai. Latar kehidupan

atau status sosial sangat mempengaruhi pola pikir para tokoh. Tokoh Soemirah

berasal dari keluarga bangsawan (keraton Surakarta), tetapi hal tersebut tidak

membuatnya ragu untuk menjadi pendamping lelaki bangsa asing. Soemirah

tidak memperhitungkan kelas seseorang yang akan menjadi pendampingnya.

Ketika menjalani kehidupan sebagai nyai, ia tidak mengorientasikan diri pada

uang. Hal ini menunjukkan sosoknya yang tidak materislistis seperti

perempuan kebanyakan yang menjadi nyai. Dengan sifat keras kepalanya,

Soemirah terus berjuang mendapatkan apa yang ia mau. Di balik itu semua, ia

memiliki sifat lemah lembut yang akhirnya meluluhkan pendirian orang-orang

yang menentangnya.

Ia tidak mempedulikan gelar Raden Ayu yang melekat dalam dirinya

ketika menentukan pendampingnya. Ia juga tidak gila hormat. Pikiran

Soemirah cukup terbuka dan rasional dalam menentukan kehendaknya.

Pendidikan Barat menjadi faktor penting dalam pembentukan karakter

Soemirah. Kesadaran Soemirah terbuka sehingga ia mampu mengambil

keputusan sendiri. Soemirah dipandang tidak setia pada ajaran agama Islam,

namun ia begitu setia dan bertanggung jawab dengan segala pilihannya. Dia

juga tetap yakin akan keberadaan Tuhan sehingga ia bersikap pasrah

menghadapi ketakutannya pada Ardiwinata.

Page 86: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

73

Sebagai seorang yang terpelajar, Soemirah sempat mengalami

ketimpangan intelektualitas, misalnya dalam pencobaan bunuh diri yang

dilakukannya. Di sisi lain, Soemirah juga mampu mengendalikan diri sehingga

apa yang dialami tidak membuatnya menjadi pendendam. Gadis yang masih

berdarah Sumedang ini mampu mempertimbangkan keputusannya. Ketika

kemauannya ditentang sang ibu, ia tidak lantas bersikap sepihak, ia mampu

berkompromi dengan lingkungannya. Sifat Soemirah yang keras justru

membuatnya cenderung bersikap kolot. Kasih sayangnya yang besar pada

keluarga mendorongnya bersikap ambivalen. Hal ini tampak ketika Soemirah

melarang hubungan putranya dengan Rogaya, seorang gadis pribumi.

Tokoh nyai yang kedua adalah Ros Mina. Nyai ini berasal dari

Betawi dan menjalani kenyaiannya di daerah Betawi dan Deli (Sumatra).

Keluargannya miskin, ayahnya seorang buruh menjahit dan ibunya mantan

pelacur. Ros Mina sempat menjadi penyokong perekonomian keluarga, namun

kegilaannya pada harta membuatnya lupa diri. Ia sangat lugu, wawasannya

tidak luas, dan tidak pernah menikmati pendidikan dari seorang guru (sekolah).

Hal itu membuatnya mudah dibodohi dan diperdaya oleh orang-orang yang

ingin memanfaatkannya.

Kesenangannya berdandan dan jalan-jalan serta kemiskinan yang

dialami membuat Ros Mina berambisi mengejar kekayaan. Sifat materialistis

inilah yang akhirnya menjerumuskan dirinya dalam pernyaian. Menjadi nyai

adalah pilihannya yang tanpa dilandasi paksaan. Ros Mina memiliki semangat

yang tinggi dalam memperjuangkan nasibnya menjadi nyai. Ia memang tidak

Page 87: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

74

mampu mengendalikan diri tetapi ia mampu belajar dari pengalamannya

sehingga ia menjadi cerdik dan licik.

Nyai Ros Mina selalu mengorientasikan segala aktifitasnya pada

uang. Ia seorang nyai yang berani dalam menentukan keputusan. Namun,

segala keputusannya seringkali tanpa perhitungan sehingga ia jatuh pada

kesalahan yang sama. Ros Mina tidak memiliki kepedulian terhadap ajaran

agama Islam, ia melakukan segala hal dengan sesuka hatinya. Selain tidak setia

dengan agamanya, Ros Mina juga tidak setia pada tuannya. Kepraktisan Ros

Mina dalam bertindak mengakibatkan apa yang diperolehnya (kekayaan) tidak

bertahan lama. Perempuan ini juga tidak memiliki rasa belas kasih dan balas

budi. Ros Mina merupakan sosok egois, apa yang dilakukannya sekadar untuk

kepentingan sendiri.

Kehadiran Nyai Ros Mina dan Nyai Soemirah sebagai tokoh utama

sangat mempengaruhi jalan cerita. Segala konflik yang terjadi selalu

melibatkan tokoh-tokoh tersebut. Karakterisasi yang dimunculkan pengarang

sangat mempengaruhi perkembangan konflik. Sebagai tokoh nyai yang

diciptakan pengarang, keduanya memiliki persamaan watak dasar yakni

ambisius. Keduanya berusaha dengan keras untuk mewujudkan kehendak.

Uraian di atas menunjukkan adanya perbedaan antara Nyai Soemirah

dan Nyai Ros Mina. Perbedaan itu antara lain terletak pada kelas sosial, cara

menghadapi permasalan dan pengambilan keputusan, penyikapan terhadap

agama, dan image. Sebagai seorang pribumi yang hadir dalam novel karya

sastrawan Peranakan Cina, kedua tokoh tersebut digambarkan memiliki ambisi

Page 88: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

75

yang kuat dalam mewujudkan keinginan meskipun berstatus nyai. Nyai

Soemirah berambisi untuk mendapatkan cintanya pada seorang Cina totok

tanpa peduli dijadikan nyai (tidak dinikah secara Islam), sedangkan Ros Mina

berambisi menjadi hartawan dengan segala cara.

Page 89: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

BAB IV

EKSISTENSI TOKOH NYAI

DALAM NOVEL CERITA NYAI SOEMIRAH

DAN DALAM NOVEL KOTA MEDAN PENU DENGEN IMPIAN

4.1 Pengantar

Pengertian eksistensi adalah keberadaan manusia yang memiliki

aktualitas yang merdeka tanpa memandang benar salah, namun bertanggung

jawab dengan pilihannya. Unsur sosialisasi, idealisme, dan loyalitas akan

melingkupi pembahasan eksistensi Nyai Soemirah dalam novel Cerita Nyai

Soemirah karya Thio Tjin Boen dan Nyai Ros Mina dalam novel Kota Medan

Penu dengen Impian karya Jovenile Kuo yang terbagi dalam tiga subbab

berikut. Bagian pertama membahas sisi intern nyai mengenai motivasi

Soemirah dan Ros Mina menjadi nyai. Pada bagian kedua pembahasan peran

nyai di dalam keluarga. Nyai dalam pandangan masyarakat pribumi dan Cina

akan dibahas pada bagian terakhir. Judul subbab tersebut dipilih karena

disesuaikan dengan persoalan yang tampak dalam tokoh penokohan. Eksistensi

seorang nyai terlihat dalam aktualisasi daya-daya penggerak individu dan

dalam perannya sebagai nyai. Nyai dalam eksistensinya menuntut adanya

pengakuan dan perhatian dari pihak luar, oleh sebab itu diperlukan pembahasan

mengenai pandangan tokoh lain terhadap nyai.

Page 90: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

77

4.2 Motivasi Tokoh Menjadi Nyai

Dengan motivasi, manusia mampu mengaktualisasi diri secara

merdeka, begitu pula dengan tokoh Nyai Soemirah dan Nyai Ros Mina. Kedua

perempuan pribumi tersebut mempunyai daya penggerak untuk memilih jalan

hidup sebagai nyai. Menjadi seorang nyai, secara sadar maupun tidak sadar

merupakan sebuah pilihan yang sudah diputuskan. Pilihan itu kemudian

memunculkan dorongan untuk sebuah pertanggungjawaban.

4.2.1 Motivasi Nyai Soemirah

Soemirah adalah seorang gadis yang berasal dari keluarga bangsawan.

Ayahnya seorang pangeran Surakarta. Setelah ayahnya meninggal, Soemirah

tinggal bersama ibunya di Pawenang, Sumedang. Dengan status

kebangsawanannya, ia mampu mengenyam pendidikan. Peraturan pemerintah

kolonial Hindia Belanda menyatakan bahwa hanya Pribumi yang dianggap

kaya yang diperbolehkan mengeyam pendidikan (sekolah). Soemirah

beruntung karena ia memiliki guru berkebangsaan Eropa yang secara tidak

langsung mempengaruhi pola pikir Soemirah (pemikiran Barat). Hal ini

mempengaruhinya dalam memandang status nyai yang melekat pada dirinya.

Menurutnya, menjadi seorang nyai (pendamping lelaki lain bangsa) bukanlah

suatu masalah. Ia memiliki firasat bahwa hidupnya akan bahagia meskipun

banyak perbedaan antara dirinya dengan Tan Bi Liang, lelaki Cina totok yang

dicintainya. Soemirah tidak berkeberatan bila harus ikut lelaki lain bangsa

meskipun tidak menikah. Ia termotivasi karena firasatnya mengatakan bahwa

Page 91: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

78

bila ada cinta, pasti akan ada peruntungan. Soemirah pun terus

memperjuangkan cintanya meski harus berstatus nyai. Keyakinan Soemirah

menunjukkan suatu penegasan bahwa status nyai bukanlah suatu penghambat

dalam menjalani kehidupan.

Motivasi paling kuat yang menyebabkan mengapa Soemirah tetap

ingin hidup bersama Tan Bi Liang adalah rasa tanggung jawab terhadap

sumpahnya. Sumpah sehidup semati antara Soemirah dan Tan Bi Liang harus

dipertanggungjawabkan. Ketika Soemirah merasa tidak bisa memenuhi sumpah

dan pengharapannya, ia berusaha bunuh diri. Setelah menjadi nyai dari Tan Bi

Liang dan memperoleh keturunan, ia pun mempertanggungjawabkannya. Ia

setia pada Tan Bi Liang dan (sebagai seorang ibu) bertanggung jawab atas

pendidikan anak-anaknya. Rasa tanggung jawabnya terlihat ketika ia

menasihati Tan Hie Tjiak perihal jodoh.

Lingkungan juga menjadi salah satu motivasi Soemirah rela

menyandang status nyai. Soemirah melihat bahwa pernikahan bagi bangsanya

seringkali dianggap sebagai perhiasan semata. Pemikiran ini muncul mengingat

banyaknya kasus perceraian yang terjadi padahal baru setengah bulan menikah.

Soemirah jarang sekali melihat satu pribumi bersuami satu kali seumur hidup.

Selain itu, pernyataan Soemirah pada kutipan (16) menegaskan jika lelaki

bangsa sendiri tidak lebih setia dari lelaki bangsa lain. Lelaki pribumi

cenderung memiliki selir dan memperlakukan perempuan dengan tidak adil.

Bila perempuan sudah dianggap tidak berguna lagi, maka para lelaki akan

membuangnya begitu saja. Soemirah memandang lelaki- lelaki pribumi terlalu

Page 92: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

79

munafik dalam menjalankan hukum perkawinan, lelaki memperlakukan

perempuan dengan seenaknya.

(16) “Trima kasi buat ibu punya cinta hati kepada saya, selamanya saya

memang dijunjung di atas batu kepala. Tetapi coba ibu bisa bilang pria mana tida berselir? Orang siapa tida biasa sia-siaken bininya? Perampuan siapa dari bangsa kita yang begitu dijunjung oleh suaminya dari idup sampe mati? Betul ada aturan sarat perkara kawin begini dan begitu. Memang bagus kalu dijalanken tetapi ampir semua perampuan bangsa kita dibikin seumpama tebu saja oleh suami, abis air-sepah dibuang.” (Boen, 2001: 52)

Situasi lingkungan membuat Soemirah berpandangan dan

memutuskan bahwa meskipun tidak kawin, kesetiaan satu sama lain jauh lebih

berguna. Pandangan ini kembali menekankan bahwa lebih baik menjadi nyai

atas dasar cinta daripada menikah resmi tetapi diperlakukan tidak adil dan

bercerai kemudian.

Motivasi-motivasi dalam diri Soemirah mampu menunjukkan

eksistensinya. Ia berhasil menentukan pilihannya, berjodoh dengan Tan Bi

Liang, dan tidak termakan oleh kekolotan ibunya. Dengan pilihannya itu, ia

mampu mengaktualisasikan diri dan mempertanggungjawabkannya dengan

pembuktian bahwa ia mampu bertahan dan hidup bahagia dengan Tan Bi Liang

hingga dikaruniai dua orang anak. Hal ini bertolak belakang dengan pendapat

yang menyatakan bahwa keberuntungan nyai bersifat sementara atau semu

(Christanty, 1994: 28). Dengan pertanggungjawabannya itu, Soemirah seolah

ingin menunjukkan bahwa meski berstatus nyai, ia mampu membentuk

keluarga bahagia dan sebagai perempuan berhasil menjaga martabatnya. Ia

tetap setia meskipun mendapat penilaian kurang baik dari masyarakat. Ia

Page 93: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

80

mampu bertahan pada pilihannya, menunjukkan keberadaannya sekaligus

aktualisasinya.

Pengaruh pendidikan Barat membuat Soemirah mampu membangun

motivasi dalam dirinya. Pemikiran tersebut antara lain menyangkut persoalan

memilih jodoh berdasarkan keinginan sendiri, sekalipun harus berstatus nyai.

Pemikiran Barat dan perilaku lingkungan membawa nilai-nilai baru bagi

Soemirah. Oleh karena itu, proses sosialisasi Soemirah membuatnya mampu

menentukan pilihan dan mempertanggungjawabkannya. Keyakinan Soemirah

bahwa jika ada cinta di situ ada peruntungan, memunculkan idealisme

tersendiri. Keyakinan itu menjadi landasan filosofi sikapnya dalam

mewujudkan idealisme, yakni ia akan berjodoh dengan lelaki pilihannya

sekalipun lain bangsa dan tidak menikah secara Islam. Hidup dengan orang

asing adalah dosa karena menjauhkan dari agama Islam, namun idealisme

Soemirah tentang cinta mampu memupus pernyataan tersebut. Ia pun

melakukan pilihan itu dengan loyalitas yang tinggi, terbukti kehidupannya

dengan Tan Bi Liang mampu bertahan hingga puluhan tahun dan memiliki dua

orang keturunan. Perjalanan cinta Soemirah menyiratkan adanya arus yang

berkembang yang berorientasi pada nilai-nilai baru yang berasal dari

kebudayaan Barat (Esten, 1984: 57).

Kebanyakan perempuan yang menjadi nyai berasal dari keluarga

petani maupun keluarga kelas bawah lainnya. Mereka dijual oleh orangtuanya

untuk mencukupi kebutuhan ekonomi keluarga. Nyai yang berasal dari

keluarga priyayi biasanya diserahkan ayahnya pada penguasa asing untuk

Page 94: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

81

mengamankan kedudukan dan jabatan sang ayah (Christanty, 1994: 26). Selain

itu, pada masa sebelum Perang Jawa, orang-orang istana menjodohkan anak

gadisnya pada lelaki Cina. Hal ini dikarenakan mereka membutuhkan sumber

pinjaman uang dan ahli perdagangan (Carey, 1986: 12). Namun, semua itu

bukanlah alasan Soemirah menjadi nyai. Soemirah berasal dari keluarga

bangsawan, jadi tidak ada alasan hanya demi memenuhi kebutuhan ekonomi, ia

menjadi nyai. Ibu Soemirah juga tidak perlu mengamankan kedudukan

keluarganya dengan menjodohkan anak gadisnya dengan lelaki bangsa lain.

Soemirah juga tidak dijodohnya ibunya dengan Tan Bi Liang hanya untuk

urusan pinjaman dana. Ibu Soemirah justru menentang kemauan Soemirah dan

tidak menginginkan anaknya itu menjadi nyai dengan alasan apapun.

Keputusan Soemirah menjadi nyai dilandasi rasa cinta bukan karena materi

atau kekuasaan. Soemirah dengan rela dan penuh kesadaran menyediakan diri

menjadi nyai bukan karena paksaan dan tuntutan siapapun.

4.2.2 Motivasi Nyai Ros Mina

Ros Mina gadis belasan tahun berasal dari Gang Abu, Betawi.

Ayahnya seorang kuli dan ibunya mantan pelacur yang sudah lama meninggal.

Ros Mina terpaksa menjadi buruh menjahit demi membantu perekonomian

keluarga. Kemiskinan Ros Mina membuat ia tidak mampu mengenyam

pendidikan formal. Ayahnya seorang penjahit, penghasilannya hanya cukup

untuk makan. Di sisi lain, pendapatan Ros Mina sebagai penjahit seringkali

habis hanya untuk memenuhi kegemarannya bersolek.

Page 95: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

82

Lingkungan keluarga yang serba kekurangan membuat Ros Mina

menghalalkan segala cara untuk memperoleh kekayaan. Hal itu menyebabkan

ia rela menjadi nyai dari seorang Cina totok. Kerelaan Ros Mina dipelihara

oleh baba hartawan tentu saja bukan karena cinta, melainkan persoalan materi.

Tanpa pikir panjang ia bersedia menjadi istri muda alias nyai baba hartawan

tersebut. Ia berpikir akan memperoleh kekayaan dari lelaki Cina yang kaya

raya dan semua akan bertahan lama. Namun, pada kenyataannya belum genap

dua bulan dipelihara, ia diusir karena sang baba sudah merasa bosan. Nyai bagi

penguasa hanya dianggap sebagai hiburan sementara sehingga bisa

ditinggalkan setiap saat. Hukum keluarga Cina tidak mengenal catatan sipil

sehingga perkawinan dengan nyai hanya berlandaskan hukum yang kabur

(Ham, 1983: 44-45). Oleh karena itu, seorang nyai harus menerima segala

perlakuan status dari tuannya.

Ros Mina pun tidak berani pulang ke rumah orang tuanya karena

telah diusir. Orang tua Ros Mina terhitung keluarga miskin, akan tetapi tidak

mempunyai niatan untuk menjual anak gadisnya demi uang. Ayah Ros Mina

justru memperlihatkan ketegasannya, meskipun miskin ia tidak rela anaknya

menjadi nyai. Untuk bertahan hidup Ros Mina rela dilacurkan oleh tukang cuci

yang menolongnya. Ia merasa sudah kepalang basah dan hanya mampu

mengaktualisasikan diri melalui cara melacurkan diri. Di tangan tukang cuci,

Ros Mina rela berpindah tangan dari satu baba ke baba yang lain. Kemudian

Ros Mina melacurkan diri ke Hotel Tiongkok. Ia merasa bahwa dengan cara

tersebut ia akan mendapat teman para baba lebih banyak. Selain itu, dengan

Page 96: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

83

sendirinya ia akan menjadi terkenal di kalangan pelanggan hotel. Meskipun

demikian, Ros Mina menyadari bahwa cara ini tidak akan menyelesaikan

persoalannya dalam mencukupi kebutuhan hidup. Ia tetap saja kekurangan

uang karena penghasilannya hanya cukup untuk membayar sewa hotel dan

tidak cukup untuk makan. Di saat masa sulit itu, ia bertemu Kasmin yang

kemudian mengajaknya menikah dan pindah ke Tanah Deli. Kasmin

menceritakan bahwa di Tanah Deli mereka akan cepat memperoleh kekayaan

karena segala sesuatu yang dikerjakan di Tanah Deli pasti akan membawa hasil

bagus, baik berkebun maupun berniaga. Keuntungan yang besar akan membuat

mereka menjadi kaya.

Rayuan Kasmin dalam realitasnya sesuai dengan politik yang

dilancarkan oleh pemerintah Hindia Belanda. Pulau Jawa pada saat itu memang

dilanda kemiskinan dan kemelaratan. Tanah Deli dipromosikan pemerintah

Hindia Belanda sebagai daerah perantauan yang menjanjikan. Di Tanah Deli

banyak “dijajakan” perempuan cantik, perjudian dilegalkan, dan mudah

mendapatkan uang (Suyono, 2005: 103). Kutipan berikut menunjukkan bahwa

isu kesenangan dan keberhasilan yang menjanjikan tergambar di kota Medan

sehingga tepatlah bila Medan dijadikan tempat merantau.

(17) “Lima belas taon yang telah berselang, bole di bilang Betawi ada

banyak sekali orang-orang omongken hal kota Medan, kerna ada terdenger kabar orang-orang yang suda pergi ka sana, kebanyakan dari marika itu mendapat pengidupan senang, serta di antara itu orang-orang. Ada juga yang dengen toko kecil, telah bruntung menjadi hartawan”. (Kuo, 2003: 328)

Page 97: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

84

Namun dalam kenyataannya, semua itu hanyalah taktik kolonial

belaka, sebab para perantau hanya dijadikan budak atau kuli perkebunan.

Kehidupan mereka lebih sengsara karena tidak sedikit yang terjebak perjudian.

Ros Mina yang tidak tahu tentang negeri orang, akhirnya termakan janji-janji

manis Kasmin, ia pun pergi ke Tanah Deli. Mimpi-mimpi Ros Mina menjadi

nyai hartawan dan terhormat lenyap karena Kasmin melacurkannya. Ros Mina

yang sudah tidak tahan dengan perlakuan suaminya akhirnya pergi dan

melacurkan diri di Hotel Japan. Ia bertemu dengan Tuan Kebon yang ingin

memeliharanya, Ros Mina bersedia karena ia sudah merasa bosan berganti-

ganti lelaki. Desakan situasi orang-orang sekelilingnya membuat Ros Mina

terdorong atau termotivasi menjadi nyai. Selain faktor lingkungan yang

memotivasinya menjadi nyai, faktor tujuan juga menjadi alasan mendasar.

Faktor tujuan, jelas menjadi motivasi dominan Ros Mina rela menjadi

gadis lacur dan nyai. Tujuan utama Ros Mina adalah untuk memperoleh

kekayaan. Ia mengatur siasat dalam mengeruk harta babanya. Dulu ketika

pertama kali menjadi nyai, ia tidak terpikir mengeruk harta babanya sehingga

ketika diusir ia tidak memiliki apapun dan terpaksa melacurkan diri. Motivasi

lain yang muncul dari individu Ros Mina yakni nafsu untuk mempercantik diri

dan keinginan memiliki barang-barang mahal.

(18) “Tuan, saia pikiran mau bli gelang mas sama peniti dari mas, apa Tuan

suka kasi uwangnya?’ tanya Ros Mina pada Tuannya (Kuo, 2003: 313).

Page 98: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

85

Kegemarannya plesiran juga menjadi faktor pendorong Ros Mina

menjadi seorang nyai, meskipun sebenarnya ia menyesali kegemarannya itu.

Hal itu dikarenakan, penghasilannya selalu habis untuk plesiran. Plesiran

jugalah yang membuat Ros Mina tunduk pada kemauan Kasmin.

(19) “Kaka mau kasi tau padamu, kapan hari gajian kau misti minta

permissie melancong, buat bli barang-barang mas, seperti glang, peneti, tusuk konde, tetapi dari sekarang kau misti mulai bicara-bicara itu hal, suapa ia suka kasi separo dari gajinya buat bli barang periasan kasi kau pake.” Ini perkatahan suda diucapken oleh itu jahanam cuma dengen maksud girangken hatinya itu prampuan (Kuo, 2003: 291).

Rayuan Kasmin tersebut mengandung maksud supaya Ros Mina mau melayani

haknya sebagai suami istri. Ros Mina yang senang melancong dan gila

perhiasan emas menuruti saja kemauan Kasmin. Hal ini menunjukkan bahwa

untuk mendapatkan apa yang ia inginkan (kekayaan), Ros Mina lebih memilih

cara praktis.

Motivasi lain dari Ros Mina adalah tujuannya menjadi nyai terkaya di

Tanah Deli. Ia rela berganti nama demi mendapat image positif dari para baba.

Ros Mina terjun ke hotel-hotel dengan tujuan agar ia semakin terkenal di

kalangan para pelanggan hotel yang sebagian besar adalah lelaki Cina totok.

Ros Mina melakukan tipu daya dengan para lelaki dengan berlaku selayaknya

perempuan yang tidak kenal lelaki dan berlagak suci. Hal itu dilakukan agar ia

dianggap terhormat oleh lelaki- lelaki yang menginginkannya. Sikap Ros Mina

tampak dalam kutipan berikut ini.

(20) “Ach, saia takut Ba, sebab saia blon perna jalanin pakerjahan begini!”

kata Ros Mina, yang mau bikin lebi berharga dirinya, kutika lagi

Page 99: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

86

masuk ka dalem kamar, maskipun itu pekerjahan keji, ia suda lakuken, lebi ratusan kali (Kuo, 2003: 319)

Dengan cara tersebut, Ros Mina menjadi nyai yang disayang dan dengan

sendirinya sang tuan rela memberikan apa saja untuknya. Selain berganti nama,

ia juga menipu Tuan Kebon yang setia memeliharanya. Sebagai perempuan

“berpengalaman” karena proses sosialisasi yang dilakukan, Ros Mina

memiliki kendak atau lelaki simpanan. Hal ini dilakukan Ros Mina untuk

mencari keuntungan berganda sehingga ia memperoleh kekayaan yang lebih

banyak.

Menurut Ham, golongan terdidik merupakan perkembangan baru

dalam sejarah Indonesia. Gaya hidup mereka sering mengikuti gaya hidup

Barat, misalnya cara berpakaian dan ketergantuangan pada uang (1983: 16).

Namun, dalam kisah ini tercermin sosok Ros Mina yang bukan golongan

terdidik tetapi memiliki ambisi dalam pemenuhan materi dan

ketergantuangannya pada uang. Hal ini membuktikan bahwa kecenderungan

untuk berkiblat Barat dapat dialami oleh siapa saja, bukan hanya dari golongan

terdidik.

Ros Mina yang tidak berpendidikan, ia tidak mampu

mempertimbangkan segala persoalan yang dihadapi. Jika ada jalan untuk

memperoleh kesenangan dan kekayaan secara cepat, ia akan menempuh jalan

tersebut. Ia tidak mempedulikan harus menjadi nyai dari satu baba ke baba

yang lain demi materi. Ia seolah merasa tidak perlu menjaga martabatnya

sebagai perempuan, baginya yang lebih penting adalah menjaga nama baiknya

Page 100: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

87

di mata para baba agar dianggap terhormat dan dipelihara dengan bergelimang

harta. Motivasi dari dirinya sendiri inilah yang melatarbelakangi segala

aktualitasnya sebagi nyai. Kesenangan terhadap harta kekayaan membuatnya

untuk menghalalkan segala cara demi kekayaan. Dari motivasi seperti itu

idealisme Ros Mina terealisasikan.

Idealisme Ros Mina yang berorientasi pada harta kekayaan jelas

mempengaruhi proses sosialisasi yang ia lakukan. Untuk meraih cita-cita itu, ia

rela melakukan apa saja. Pada mula, Ros Mina melacur karena loyalitas

terhadap suaminya yang sudah memperdayanya. Akan tetapi, lama kelamaan

tampak bahwa ia hanya loyal terhadap harta kekayaan semata, apa yang ia

lakukan selalu berdasar pada materi.

(21) Bahwa itu lelaki ada anaknya saorang hartawan, maka ia lalu

berkata:”Mana duit bagi saya dong Ba!” (Kuo, 2003: 303)

(22) “Ros Mina, yang memang bekas bunga raya, suda tentu tida merasa kebratan buat lulusken permintahannya itu Hooftandil. Maski betul rupanya itu lelaki ada buruk, aken tetapi ia punya uwang ada puti, begitulah kebanyakan bunga raya ada ambil itu anggepan “.(Kuo, 2003: 306)

(23) “Kalo betul Tauwkeh cinta saia minta dong tanda matanya!” (Kuo,

2003: 307)

Semula Ros Mina tidak menikmati perannya sebagai nyai karena

tekanan suaminya. Namun pada akhirnya, peran nyai menjadi jalan Ros Mina

menuju cita-citanya. Sebagai seorang nyai, Ros Mina berusaha mencari

kemapanan. Dalam proses sosialisasinya, Ros Mina mampu membuktikan

“kelarisannya” sebagai nyai. Para baba pun rela melakukan apa saja untuk

Page 101: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

88

mendapatkannya. Misalnya saja, Tjoe Keng, ia rela pergi ke dukun dan masuk

dalam perangkap Kasmin demi Ros Mina. Tokoh lainmya, Tuan Besar yang

sudah memiliki dua orang nyai juga menginginkan Ros Mina karena

kecantikannya. Ia bahkan tidak peduli ketika salah satu nyainya gantung diri

dan meninggal. Dua hal terakhir ini membuktikan bahwa keberadaan Ros Mina

mendapat pengakuan dan perhatian dari lingkungannya.

Teman-temannya sesama pelacur pun merasa iri atas keberhasilan

Ros. Perlu diingat, meskipun Kasmin berperan dalam aktualisasi Ros Mina,

tetapi motivasi terbesar dan dominan tampak dalam diri Ros Mina. Hal ini

ditunjukkan pada keberaniannya terjun ke beberapa hotel. Tujuannya adalah

untuk mencari kepopuleran sehingga ia mendapat pelanggan lebih banyak.

Ketika Kamin, Tuan Kebon, dan Tuan Besar mati, Ros Mina secara langsung

menguasai harta mereka. Ia pun mendapat julukan sebagai nyai terkaya di

Tanah Deli. Pemberian julukan ini menunjukkan adanya pengakuan dari

masyarakat terhadap keberadaan Ros Mina sebagai nyai yang sukses (dalam

hal materi).

4.3 Peran Nyai dalam Keluarga

Eksistensi seseorang akan tampak dalam keterlibatanmya dalam suatu

lingkungan. Keterlibatan ini sering disebut dengan peran. Peran seseorang

dalam suatu kelompok tertentu menunjukkan adanya aktualisasi untuk

mendapatkan pengakuan. Dalam eksistensi, peran dijalani dengan bebas tetapi

dituntut adanya tanggung jawab. Begitu juga yang terjadi dengan perempuan

Page 102: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

89

yang berkedudukan sebagai nyai. Seorang lelaki mengangkat seorang nyai

bukanlah tanpa maksud, tetapi pasti mengandung tujuan. Tan Bi Liang

mengangkat Soemirah sebagai pendamping bukan sekadar dijadikan objek,

melainkan karena ingin menjalin hubungan serius. Para baba hartawan

“memelihara” Ros Mina sebagai nya i hanya karena faktor seksual semata.

Dalam konteks ini, Nyai Soemirah dan Nyai Ros Mina memiliki peran yang

berbeda dalam mengaktualisasikan diri dalam kedudukannya sebagai nyai.

4.3.1 Peran Nyai Soemirah

Soemirah sebagai seorang anak (sebelum menikah) sangat berperan

menjaga nama baik keluarga bangsawannya. Ketika Ardiwinata, misannya,

berkali-kali melakukan tindakan tidak senonoh terhadap dirinya, ia tidak

melaporkan pada polisi. Ia juga tidak memberitahukan keberadaan Ardiwinata,

meskipun saudaranya itu buronan polisi. Hal itu dilakukannya demi menjaga

nama baik keluarga bangsawannya.

Sebagai seorang pendamping lelaki lain bangsa dan diberi gelar nyai

oleh orang sekelilingnya, Soemirah tidak berperan sebagai nyai pada

umumnya. Hal itu dikarenakan Soemirah bukan berasal dari keluarga miskin

melainkan dari keluarga bangsawan. Artinya, ia menjadi nyai bukan karena

alasan materi. Oleh karena itu, ia tidak memaknai segala sesuatu dengan uang.

Soemirah tidak berperan sebagai gundik, tetapi selayaknya seorang istri sah.

Dua orang keturunannya membuktikan kesungguhan hubungan kasih antara

dirinya dan Tan Bi Liang.

Page 103: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

90

(24) “Orang perempuan musti turut lelaki, jadi kawin itu musti turut aturan kebangsaan laki....” (Boen, 2001: 53)

Perkataan Soemirah pada kutipan di atas menjadi prinsip Soemirah

dalam mengarungi rumah tangga bersama Tan Bi Liang. Menurut Mochtar

Naim, salah satu ciri pola kebudayaan Jawa bersifat paternalistis (Esten, 1984:

57). Dalam menjalankan perannya sebagai seorang istri dan ibu, Soemirah

begitu patuh pada suaminya. Hal ini tampak ketika Tan Bi Liang memutuskan

meninggalkan Hindia Belanda dan menetap di Tiongkok, Soemirah

mengikutinya tanpa penolakan. Prinsip inilah yang dimanfaatkan pengarang

untuk memperlihatkan bahwa prinsip adat atau pola kebudayaan Jawa

sendirilah yang mengalahkan rasa nasionalisme. Hal itu tentu saja menjadi

celah bagi pengarang untuk memasukkan ideologi nasionalisnya. Tanpa

paksaan, tokoh pribumi mau mengikuti tokoh bangsa asing (Cina) karena

ajaran budaya yang melingkupinya yakni perihal patriarki.

Soemirah memang memutuskan untuk selalu mengikuti apa kata

suaminya. Akan tetapi, bukan berarti Soemirah tidak menggunakan haknya

untuk melakukan apanya yang ia mau bila ada ketidaksepahaman dengan

suaminya. Misalnya dalam hal jodoh putra mereka. Soemirah tidak

mengizinkan Tan Hie Tjiak berhubungan dengan Rogaya, gadis pribumi yang

juga keponakannya sendiri. Tan Bi Liang justru merestui dan tidak

menghalangi kemauannya anaknya, karena ia merasa sudah mengalami hal itu

dan segala persoalan bisa diatasi.

(25) “Bukan, aku sala bicara, aku tida mau yang anakku dicela orang.”

Page 104: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

91

“Betul, bukan dia punya sala, tetapi kalu anak kita suda tejaring, tentu susa terlepas lagi, ia nanti belain perampuan pilihannya biar begimana juga, ia tida nanti mau kawin sama satu nona bangsanya.” (Boen, 2001:125)

Kutipan di atas menunjukkan bahwa Soemirah tidak menginginkan

nasib Tan Bi Liang menimpa Ta Hie Tjiak. Oleh karenanya, ia tidak

mengizinkan anak lelakinya berhubungan dengan Rogaya. Soemirah

menginginkan putranya menikah dengan perempuan sebangsa (Cina).

Soemirah menyadari kebangsaan Tan Hie Tjiak mengikuti garis keturunan

ayah. Hal ini menunjukkan peran Soemirah sebagai ibu, yaitu menjaga dan

mendidik anak. Soemirah menasihati putranya bahwa pergaulan antara lelaki

dan perempuan meskipun masih saudara tidak boleh terlalu akrab. Nasihat ini

dilandasi kekhawatiran Soemirah atas kedekatan putranya dengan Rogaya

(gadis pribumi).

Dalam pengambilan keputusan dalam keluarga, terkadang Soemirah

berkompromi dengan orang lain meskipun ia juga sering mengambil keputusan

sendiri. Ketika ia tidak diizinkan ibunya berhubungan dengan Tan Bi Liang, ia

nekat bunuh diri. Ketika Rogaya datang ke rumahnya, tanpa persetujuan Tan

Bi Liang, Soemirah menyuruh Rogaya untuk tinggal bersamanya. Soemirah

memiliki kuasa akan dirinya dan menyadari ada hak dalam perannya.

Soemirah tidak memiliki peranan dalam ekonomi keluarga. Sebagai

putri bangsawan dan istri seorang ahli niaga yang sukses, tentu saja membuat

Soemirah tidak perlu susah payah mencari tambahan permasukan bagi

keluarga. Ia hanya menjalankan peran sebagai istri yang memberi perhatian

terhadap keluarga. Hal itu ditunjukkan dalam kepatuhan terhadap suami dan

Page 105: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

92

kasih sayang pada anak-anaknya. Soemirah hadir sebagai perempuan, istri, dan

ibu yang peduli terhadap keluarga. Faktor utama ia mau menjadi nyai adalah

cinta, maka ia pun tidak bertingkah macam-macam, bahkan ia melindungi

keluarganya, terutama dari ancaman Ardiwinata. Peranan Soemirah ini tentu

dilatarbelakangi oleh status sosialnya. Puteri seorang bangsawan tidak terbiasa

dengan urusan uang. Perempuan bangsawan juga tidak lazim bersentuhan

dengan pekerjaan di luar rumah, namun memiliki kewajiban untuk melayani

suami dan merawat keturunan (Christanty,1994: 36). Demikian juga dengan

Soemirah, dirinya tidak pernah terlibat dan melibatkan diri dalam urusan

eksternal rumah tangga. Peran dominan Soemirah lebih pada urusan domestik

rumah tangga.

Oleh suaminya, meski Soemirah perempuan Jawa yang cantik, ia

tidak diperlakukan sebagai objek seksual dan kepentingan practice sosial.

Soemirah yang bangsawan juga tidak dimanfaatkan Tan Bi Liang untuk

meningkatkan kedudukan atau mempermudah usaha niaganya. Tan Bi Liang

benar-benar memperlakukan Soemirah sebagai perempuan yang seutuhnya dan

bermartabat, meski status nyai melekat pada istrinya.

Ada tiga sisi yang ditunjukkan Soemirah dalam menjalankan

aktualisasi perannya sebagai nyai yakni pendidikan anak, kepatuhan terhadap

suami, dan pengambilan keputusan. Dalam perkawinannya, suami Soemirah

bertindak sebagai kepala keluarga sekaligus pencari nafkah, pihak Soemirah

berlaku sebagai istri dan ibu rumah tangga yang mendidik serta merawat anak.

Pembagian peran ini menunjukkan bahwa Soemirah memiliki fungsi sebagai

Page 106: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

93

nyai pada umumnya yakni pengurus rumah tangga dan keluarga. Soemirah

tidak menjadi nyai yang menurut pandangan masyarakat adalah gadis lacur.

Sebagai nyai, Soemirah berperan sebagai istri sah.

4.3. 2 Peran Nyai Ros Mina

Ros Mina menjadi nyai karena ingin memperoleh harta kekayaan.

Oleh karena itu, ia melakukan segala upaya untuk mendapatkan kekayaan. Ros

Mina rela berpindah dari satu baba hartawan yang satu ke baba hartawan yang

lain. Ia juga sering keluar masuk hotel untuk memperbanyak relasi. Dalam

kedudukan sebagai nya i, baik di Jawa maupun Sumatera, Ros Mina hanya

berperan sebagai objek seksual. Setiap lelaki menginginkan Ros Mina karena

keelokan tubuh dan kecantikan parasnya. Dari sekian banyak tuan yang

memeliharanya, tidak satu pun yang menginginkan Ros Mina sebagai istri sah.

Seorang asisten perkebunan mempunyai tanggung jawab pekerjaan, bila

menikah akan bertambah beban untuk mengurus istri dan anak, untuk itu tidak

diijinkan menikah resmi sebelum ada ijin dari direksi perkebunan (Suyono,

2005: 27). Hal ini menjadikan pejabat-pejabat perkebunan hanya

menginginkan Ros Mina untuk dipelihara bukan dinikahi secara resmi. Kasmin

(lelaki pribumi) mau menikahi Ros Mina yang pelacur karena ia sendiri ingin

memanfaatkan Ros Mina sebagai “ladang uang”.

Perlakuan Kasmin menunjukkan bahwa Ros Mina tidak saja berperan

sebagai objek seksual, akan tetapi berperan pula sebagai objek ekonomis. Ros

Mina rela disuguhkan ke tuan-tuan Kebon disamping melayani Kasmin

Page 107: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

94

selayaknya suami istri. Ros Mina dipaksa menyerahkan materi pada Kasmin.

Ketika masih tinggal bersama ayahnya di Betawi, Ros Mina sudah berperan

sebagai penyandang dana keluarga. Pada waktu itu, ia mencari uang dengan

cara menjadi tukang jahit di toko kain. Ros Mina melakukan peran tersebut

tidak dengan paksaan, berbeda ketika ia berperan sebagai ”ladang uang”

Kasmin. Meskipun menikmati peranannya tersebut, akan tetapi pada awalnya

Ros Mina mengeluhkan perlakuan Kasmin.

(26) “Saia harep jangan kaka buat gusar dan kecil hati, lantaran sampe

sekarang barang mas barang sesuku tida ada melengket di badan saia, bagaimana saia ada itu muka buat pulang ka ruma!” kata itu prampuan......” “Kalu lu mau pulang toch tidak apa jahatnya, mustahil amat kita tida mau trima, apa lagi sekarang di Lubuk Pakam lantaran ada dateng Komedi Bangsawan dari Medan, bole dibilang saban malem tuan-tuan kebon ada turun nonton.” Begitulah itu jahanam mulai membujuk buat bikin lembek hatinya itu prampuan, kerna lantaran ia mata duitan, maka sering kali ia suda tida meras jiji buat dapet uwang haram dengen dagangken prampuan-prampuan yang ia baek-in (piara) para tuan-tuan kebon yang brani bayar mahal “ (Kuo, 2003: 270).

(27) “Sekarang saia hendak pergi jadi “Babu” di kebon Tebing nanti

sekiranya kalu saia suda bisa kumpul sedikit uwang, tentu saya kombali, ka ruma kaka, jangan buat slempang ka!” kata itu prampuan dengen hati yang merasa sanget pilu, kerna sampe di ini waktu ia masi rasaken dirinya seperti di Noraka, blon bisa terlepas juga dari gangguannya itu setan pemadatan” (Kuo, 2003: 271).

Kutipan di atas menunjukkan bahwa dalam menjalankan peran awal

sebagai istri Kasmin, Ros Mina mengalami tekanan dan ketidakberdayaan.

Kasmin menjerumuskan Ros Mina pada perdagangan perempuan sehingga

memaksakan Ros Mina untuk berperan sebagai penanggung jawab pokok

ekonomi keluarga. Perlakuan ini menunjukkan bahwa perkawinan resmi tidak

Page 108: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

95

menjanjikan kebahagiaan. Menikah dengan lelaki pribumi justru akan lebih

menyengsarakan. Perempuan (istri) cenderung menjadi objek sehingga harus

menerima segala perlakuan lelaki (suami). Dengan kata lain, pengarang seolah

ingin memperlihatkan bahwa menikah resmi dengan lelaki pribumi tidak

membawa keuntungan. Perempuan (istri) hanya berperan atas kemauan lelaki

(suami).

Berbeda halnya ketika Ros Mina menjadi nyai Tuan Kebon (lelaki

Cina), ia mampu berperan sesuai kehendaknya dan mendapat keuntungan.

Dengan status nyai tersebut, tentu saja ia tidak dinikah secara resmi, namun ia

mampu mengaktualisasi sehingga mampu mewujudkan keinginannya tanpa

tekanan. Sebagai nyai Tuan Kebon, Ros Mina memiliki tugas seperti nyai pada

umumnya. Ia berperan sebagai istri yang harus melayani urusan biologis sang

tuan dan juga mengurusi keperluan makan tuannya.

(28) “Bangun Mina, masak kopi, satu jem lagi aku misti pergi preksa

kuli-kuli kerja.” Kata itu Tuan totok sembari goyang-goyang badannya ia punya nyai. “Masi dingin Tuan!” jawab si Mina, sembari tutupken pulah tubunya dengen slimut, aken tetapi tida brapa lama ia suda sadar, kerna ia takut, yang Tuannya nanti jadi gusar maka ia lalu buru-buru ka dapur buat masak aer. Setenga jem telah berselang, di atas meja makan suda sedia semuwa barang santapan buat makan pagi. Ros Mina lalu panggil ia punya Tuan. Kutika itu Tuan Kebon suda duduk, sang nyai lalu ambil piso potongin rotinya, sembari menanya: “Apa Tuan mau taro mentega?” “Ya, lekasan,” jawab itu Tuan kebon dengen buru-buru ia lalu minum kopi susu dan makan brapa potong roti (Kuo, 2003: 289)

Page 109: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

96

Melalui perannya sebagai pengurus kebutuhan majikannya, Ros Mina

mengenal modernitas. Ia yang semula gadis miskin, mulai mengenal makan

dengan mentega, roti, kopi susu, dan peralatan pisau. Ia memotong roti dengan

pisau dan melumuri roti dengan mentega. Kenyataan ini menggambarkan Ros

Mina mengenal tradisi Barat dan menunjukkan bahwa seorang nyai memiliki

peranan dalam modernitas. Ros Mina mengenal tradisi Barat dan ini

membuktikan bahwa untuk menjadi modern tidak harus melalui pendidikan

formal. Ros Mina tampak berani mengambil nilai-nilai baru yang sebelumnya

tidak dikenalnya. Ros Mina mencoba melangkah ke arah kehidupan yang baru.

Dinamika tersebut menunjukkan adanya suatu vitalitas kebudayaan (Ham,

1983: 17).

Ros Mina yang genit dan berlaku serong sangat menikmati

kedudukannya sebagai nyai. Ia tidak mempedulikan perlakuan para tuannya

karena yang penting bagi dirinya adalah apa yang dilakukan mendatangkan

uang. Sebagai seorang nyai, Ros Mina memiliki peran dalam menjaga nama

baik dan gengsi tuannya. Alasan itu membuat Ros Mina berani meminta

perhiasan pada Tuan Kebon.

(29) “Ya, tuan, kapan Ros tida pake barang sepotong yang berharga, toch

Tuan juga yang jadi malu, kalu orang liat Tuan punya Nyai ada terlalu miskin. Kalu saya pake banyak barang berharga, Tuan jadi dapet muka trang pada orang banyak, lagi itu barang-barang yang Tuan bli-in saia sama juga seperti Tuan punya barang kapan kita keputusan uwang, bole kasi kombali pada tukang mas, lantes kita bisa dapet kombali uwangnya.” “Baeklah, besok saia nanti kasi itu uwang!” kata itu Tuan Kebon dengen terpaksa misti lulusken permintahannya itu setan puntianak (Kuo, 2003: 313).

Page 110: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

97

Harta benda yang menjadi orientasi Ros Mina tidak mempengaruhi

tuntutan perlakuan dari tuannya. Ros Mina tidak pernah peduli bila tuannya

tidak mau terlihat berdua dengan dirinya di depan umum. Hal ini tampak ketika

Ros Mina dan Tuan Kebon naik kereta menuju Tanah Tebing. Tuannya naik

Eerste klas (kelas satu), dan Ros Mina naik tweede klas (kelas dua). Mereka

juga jarang satu hotel dan satu kendaraan. Kutipan di bawah ini menunjukkan

tidak adanya kesetaraan antara seorang nyai seperti Ros Mina dengan tuannya.

(30) “........lantaran itu Tuan mau pegang tinggi derajadnya maka ia

terpaksa misti menginep di Hotel Europa, sedeng itu prampuan ada menumpang pada kenalannya di kampung Kling Petisah” (Kuo, 2003: 267-268)

(31) “Itu Tuan Totok tida mau naek satu sado dengen itu prampuan, kerna

ia masi merasa malu, jika ia punya kenalan dapet liat padanya, bahuwa ia ada duduk satu sado sama itu nyai!” (Kuo, 2003: 279)

Ros Mina tampak menyadari perannya sebagai nyai dari lelaki- lelaki

Cina, ia merasa hanya sebagai penghibur tuan-tuannya. Oleh karena itu, Ros

Mina menjaga perasaan tuannya hanya supaya ia terus dipelihara dan disayang,

dengan begitu ia bisa mendapat apa yang dia mau. Selain itu, Ros Mina

memiliki maksud agar perbuatan serongnya tidak tercium oleh tuannya.

Sebagai seorang nyai, Ros Mina menjalankan perannya sesuai tugas nyai pada

umumnya dengan baik. Ia menjalankan tugas rumah tangga dan urusan kasih

sayang pada tuannya. Meskipun ia serong, tindakan itu dimaksudkan untuk

mendapatkan keuntungan ganda dari segi materi. Hal ini bisa dimaklumi

mengingat bahwa seorang nyai seperti Ros Mina harus bersiap-siap

menghadapi kemungkinan buruk, diusir sewaktu-waktu oleh tuannya. Untuk

Page 111: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

98

itu, tidaklah heran bila Ros Mina melakukan berbagai cara demi kesejahteraan

hidupnya.

4.4 Nyai dalam Pandangan Pribumi dan Cina

Aktualisasi seorang nyai senantiasa mendapat perhatian dari

lingkungan tempatnya berada. Perhatian itu berupa pandangan-pandangan yang

memunculkan nilai-nilai tertentu. Sesuai dengan tokoh-tokoh yang hadir dalam

dua novel Sastra Peranakan Cina, yakni tokoh yang berlatar kebangsaan Cina

dan tokoh pribumi, maka pandangan yang dibahas adalah dua kebangsaan

tersebut.

4.4.1 Nyai dalam novel Cerita Nyai Soemirah

Pembahasan ini hanya mengambil beberapa pandangan tokoh yang

dianggap mewakili. Pandangan tersebut mengarah pada Soemirah yang

menjadi nyai. Pandangan terhadap Soemirah dilatarbelakangi adanya penilaian

para tokoh terhadap sosok nyai pada umumnya. Soemirah sebagai pelaku

memiliki penilaian tersendiri sehingga ia rela disebut nyai.

4.4.1.1 Menurut Pandangan Masyarakat Pribumi

Ardiwinata, saudara misan Soemirah, berpandangan bahwa seorang

lelaki lain bangsa tidak pantas mencintai gadis pribumi (terlebih keturunan

bangsawan seperti Soemirah).

Page 112: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

99

(32) “Saya rasa sobat percuma saja kalu musti turut hati akan gilain seorang perampuan Bumiputra yang masi gadis, apa lagi kalu ada darah bangsawan!” (Boen, 2001: 9)

Kutipan di atas merupakan percakapan antara Ardiwinata dengan Tan

Bi Liang. Ardiwinata merasa Tan Bi Liang sia-sia mencintai gadis pribumi

seperti Soemirah. Ardiwinata (bangsawan) merasa bahwa Tan Bi Liang tidak

akan mampu bersaing dengannya untuk mendapatkan Soemirah. Faktor lain

yang melatarbelakangi pendapat Ardiwinata tersebut adalah adanya

ketidakharmonisan antara orang pribumi dan Tionghoa karena politik rasial

kolonial. Ketika politik rasial belum berjalan, dimungkinkan seorang

Tionghoa, meskipun hanya pedagang, bisa menjadi pendamping puteri

bangsawan pribumi. Namun, setelah kolonial memerintah dan muncul politik

rasial, hubungan tersebut menjadi terputus dan melahirkan asumsi negatif satu

sama lain. Pengaruh politik devide et impera tersebut menumbuhkan beragam

stereotipe sehingga menjadi pendukung kebencian rasial.

Pemerintah Hindia Belanda yang menganakemaskan bangsa Cina

menimbulkan kebencian orang pribumi. Sikap Ardiwinata terhadap Tan Bi

Liang pada dasarnya dilatarbelakangi kondisi tersebut. Kebencian Ardiwinata

semakin meruncing dengan sifat cemburunya sebagai lelaki. Selain itu,

Ardiwinata ingin menunjukkan bahwa Soemirah sendiri pasti tidak mau

dengan Tan Bi Liang demi menjaga kehormatan keluarganya.

(33) “Sebab angkau pikir semua perampuan Bumiputra bole dibuat

permainan, bukan?” (Boen, 2001: 9)

Page 113: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

100

Pernyataan Ardiwinata tersebut menyiratkan bahwa tidak semua

perempuan pribumi, termasuk Soemirah, mau menjadi pendamping lelaki lain

bangsa. Ardiwinata menyatakan bahwa seorang lelaki lain bangsa memiliki

kecenderungan suka mempermainkan perempuan pribumi. Pada masa itu

memang banyak perempuan pribumi yang menjadi “permainan” lelaki lain

bangsa. Pernyataan Ardiwinata di atas tersirat adanya keyakinan bahwa sosok

Soemirah merupakan gadis terhormat dan karenanya tidak mau bersanding

dengan lelaki lain bangsa. Ardiwinata memandang Soemirah berbeda dengan

perempuan pribumi pada umumnya yang demi uang rela menjadi permainan

lelaki lain bangsa, terlebih lagi lelaki itu hanya seorang Cina totok yang tidak

jauh lebih kaya dibandingkan keluarga Soemirah.

Pernyataan Ardiwinata di atas menggambarkan bahwa Tan Bi Liang

hanya akan menjadikan Soemirah sebagai nyai. Di mata Ardiwinata, nyai

dalam pernyataan tersebut memiliki pengertian nyai pada umumnya yakni

gundik. Dengan kata lain, pernyataan tersebut mengandung maksud bahwa

seorang perempuan bangsawan pribumi selayaknya dihargai dan sepatutnya

dinikahi bukan sekadar dijadikan gundik. Nyai bukan saja memiliki pengertian

sebagai gundik, nyai juga merupakan predikat kehormatan bagi perempuan

bangsawan seperti yang diungkapkan jongos hotel sebagai berikut.

(34) “Nyai Raden Soemirah.”

“Begimana?” tanya Bi Liang dengen kaget. “Besok malam antara pukul sebelas, ia suruh Endjon bawa lagi teman pergi di rumanya Nyai Soemirah buat bawa lari itu orang perampuan.” (Boen, 2001: 18, 19)

Page 114: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

101

Percakapan tersebut terjadi antara Tan Bi Liang dan jongos hotel.

Jongos hotel yang merasa kedudukannya lebih rendah dari Soemirah,

menggunakan istilah nyai setiap kali menyebut nama Soemirah. Selain predikat

kebangsawanan, kata nyai yang mengikuti nama Soemirah memiliki arti sapaan

penghormatan bagi seorang perempuan.

Kondisi sosial politik yang terjadi (pada masa itu) mempengaruhi

pengarang dalam memunculkan pandangan tokoh Ardiwinata terhadap

Soemirah, pribumi yang bersuamikan lelaki Cina. Menjadi pendamping tidak

resmi (nyai) di masa itu masih dianggap tidak wajar oleh masyarakat pribumi.

Berdampingan dengan lelaki bangsa lain sama saja dengan menjual diri dan

menghina bangsa sendiri. Ardiwinata merasa bahwa seharusnya Soemirah dan

ibunya merasa malu karena menjalin kerabat dengan lelaki Cina. Pernyataan

Ardiwinata tersebut tampak dalam kutipan di bawah ini.

(35) “Apa bibi tida malu bermantu orang Cina?”

“Soemirah sendiri tida malu berlaki Cina?” (Boen, 2001: 51)

“.....dan bibi yaitu ibumu, rupanya suda lupa malu sampe menjual anaknya yang perampuan pada seorang Cina!Fuah!” “Ya, angkau suda dijual pada seorang kafir!...” (Boen, 2001: 80)

Seorang nyai dianggap sebagai bagian dari orang-orang kulit putih

(Eropa, Cina). Kebencian rakyat terhadap orang kulit (prasangka rasial)

membuat perempuan pribumi yang menjadi nyai terpaksa ikut menanggung

kebencian bangsanya. Perempuan-perempuan ini dianggap sebagai

pengkhianat bangsa (Christanty, 1994: 24). Saat itu sedang berkembang

Page 115: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

102

nasionalisme Indonesia, jadi siapa saja yang berhubungan dengan orang asing

akan dianggap telah mengingkari bangsa ini.

Kaum Cina dianggap minoritas dan mempunyai nilai negatif di mata

pribumi, hal ini mempengaruhi pandangan masyarakat terhadap siapapun yang

berhubungan dengan lain bangsa. Sikap inilah yang ditunjukkan Ardiwinata

pada Soemirah. Rasa malu yang muncul akibat berhubungan dengan lain

bangsa ini juga ditunjukkan oleh ibu Soemirah, meskipun ibu Soemirah pada

akhirnya merestui hubungan Soemirah dan Tan Bi Liang dengan mengajukan

syarat seperti kutipan di bawah ini.

(36) “Tapi ada juga aku punya mau yang angkau musti turut. Angkau

tida bole unjuk itu di hadapan orang banyak di sini, aku juga tida bisa tinggal lebi lama di Sumedang.” “Bi Liang nanti pulang ka Bandung, ka mana saya mengikut dan ibu juga turut, bukan?” “Ya, aku tida bisa lagi tinggal di Sumedang.” (Boen, 2001:76)

Ibu Soemirah merasa sangat malu sehingga ia meminta pindah atau

pergi dari kota Sumedang. Ia malu terhadap orang-orang Pawenang dan

karenanya ia tidak bisa hidup di kota leluhurnya itu. Karena rasa malunya, ia

tidak mau hubungan Soemirah da Tan Bi Liang diketahui banyak orang. Syarat

tersebut memperlihatkan situasi sosial yang sama sekali menolak hubungan

pribumi dengan orang asing. Sikap ibu Soemirah juga menunjukkan bahwa

antara Soemirah dan Tan Bi Liang tidak terjalin hubungan resmi. Menurut

pandangan masyarakat pribumi, pernikahan yang resmi terjadi bila disahkan

secara agama. Pada masa itu, perkawinan bisa terjadi apabila orang tua pihak

Page 116: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

103

perempuan menyetujui, merestui, dan meresmikannya di depan umum melalui

berbagai cara, misalnya, kenduri atau pesta (Pram, 1987: 51-53).

Rasa malu ibu Soemirah muncul karena takut akan asumsi

masyarakat sekitar bahwa ia pasti dinilai tega telah menjual anak gadisnya

pada seorang kafir. Hal ini seperti yang dilontarkan Ardiwinata pada

Soemirah. Meskipun kenyataannya, ibu Soemirah tidak menjual anaknya

karena derajatnya lebih tinggi dibandingkan Tan Bi Liang. Jadi, ia

menyerahkan Soemirah pada totok itu bukan karena uang.

(37) “...saya, tida bisa kasi permisi anak saya jadi Baba punya bini, sebab

pertama kita orang ada berlainan bangsa dan kedua yang inilah paling berat, saya pandang satu gadis bangsa saya sampe jadi bininya seorang lain bangsa, itu perampan akan jadi penghinaan dari semua orang bangsa saya.” (Boen, 2001: 60)

Ibu Soemirah begitu kolot dalam pandangannya tentang pilihan jodoh

anaknya. Hal itu dilakukan demi menjaga nama baik keluarga dari penghinaan

orang-orang sebangsanya. Tindakan Soemirah dianggap sebagai sumber

penghinaan, ia meyangsikan Soemirah akan berbahagia dalam menentukan

pilihannya itu. Alasannya adalah banyak perbedaan antara Tan Bi Liang dan

Soemirah. Semangat nasionalisme tampak jelas dalam penolakan ibu Soemirah

dalam hal perkawinan. Ibu Soemirah juga memandang bahwa perkawinan

antarbangsa merupakan suatu penghinaan terhadap bangsa. Nasionalisme

Indonesia ditandai dengan adanya pergerakan misalnya berdirinya Sarekat

Dagang Islam (1911). SDI berdiri dilatarbelakangi oleh keprihatinan kaum

muda terhadap industri batik yang dikuasai pedagang Cina. Hal ini menjadi

Page 117: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

104

faktor pendukung kebencian orang pribumi terhadap orang Cina. Sikap

Ardiwinata dan ibu Soemirah menunjukkan suatu kepedulian terhadap

pergerakan nasionalisme. Sikap Soemirah pun dipandang sebaliknya.

Secara personal, ibu Soemirah menyukai Tan Bi Liang karena

pembawaannya yang halus dan memiliki sopan santun. Akan tetapi, karena Tan

Bi Liang seorang Cina, tidak beragama Islam (oleh sebab itu disebut kafir),

makan babi, membuat ibu Soemirah tidak bisa menerima Tan Bi Liang sebagai

menantu. Penolakan Ibu Soemirah menunjukkan adanya benturan pemahaman

nilai agama Islam dengan tradisi Cina. Misalnya tradisi makan daging babi di

kalangan orang Cina tentu bertentangan dengan ajaran agama Islam yang

mengharamkan daging tersebut. Perbedaan-perbedaan nilai tersebut dirasa ibu

Soemirah akan mempersulit kebahagiaan. Ketika tahu Soemirah telah jatuh

hati pada Tan Bi Liang, ia merasakan hal itu sebagai musibah. Dalam

pandangan ibu Soemirah, mencintai lelaki lain bangsa tidak dihalalkan

sekalipun dia penolong keluarga.

(38) “Angkau masih mau mendustai aku, ibumu? Inget orang yang mau

membersiken dirinya dengen jalan berdusta, dosanya jadi semingkin besar, apa lagi kalu satu anak berani mendustai ibunya.....Angkau punya hati rupanya suda lumer, angkau tidak lagi inget ibumu, angkau tida hargaken kebangsaanmu, angkau turunken sendiri kedudukanmu. Ini hari terang sekali ia dateng kemari di waktu aku tidak ada, dan angkau sembuniken perkara itu, terang sekali angkau suda bikin cemar nama ibumu...” (Boen, 2001: 48)

Ibu Soemirah merasa bahwa demi lelaki lain bangsa Soemirah rela

mendustai dirinya. Dengan alasan sakit, Soemirah tidak mau diajak ibunya ke

pesta, tetapi justru berduaan dengan Tan Bi Liang (di rumah). Bagi ibu

Page 118: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

105

Soemirah anak perempuannya tidak bisa menghargai dirinya sendirinya

sekaligus kehormatan ibunya. Soemirah dianggap tidak menghargai bangsanya

karena telah menyerahkan dirinya pada Tan Bi Liang.

Di sisi lain, Soemirah merasa dianggap seperti ronggeng yang mau

digoda lalu menyerahkan diri pada lelaki lain bangsa demi uang. Soemirah

tersinggung, ia merasa masih menjaga kehormatan dan merasa tidak melanggar

batas meski Tan Bi Liang sudah menyatakan hatinya. Demikian kutipannya.

(39) “Saya pegang teguh saya punya kehormatan, meski betul ia dateng menyataken ia punya hati, tetapi tida melanggar batas.” (Boen, 2001: 50)

Kutipan di atas menegaskan bahwa Soemirah tidak sehina seperti yang

dituduhkan ibunya. Ibu Soemirah terlalu cepat menyimpulkan pandangannya

terhadap Soemirah. Soemirah sudah memutuskan untuk hidup bersama dengan

Tan Bi Liang. Ibu Soemirah marah dan menganggap Soemirah sudah gila

karena hanya mengikuti hawa nafsu sehingga mau saja menerima Tan Bi

Liang.

(40) “Soemirah, Soemirah, apa angkau suda gila, suda gendeng? Angkau

tida bilang dulu pada ibumu berani turut saja hawa nafsu iblis? Apa artinya darah bangsawan yang mengalir dari dirimu? Sedikitnya angkau bisa menjadi Raden Ayu Patih dan angkau buang itu kedudukan yang disembah oleh milliaran manusia cuma sebab seorang muda lain bangsa.” (Boen, 2001: 51)

Pernyataan ibu Soemirah itu seolah membenarkan adanya

penyimpangan tradisi priyayi yang dilakukan oleh Soemirah.

Page 119: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

106

Guru Soemirah yang berkebangsaan Eropa dianggap telah

mempengaruhi pemikiran Soemirah. Soemirah dianggap telah berani melawan

ibunya karena sikap modernitas yang diterimanya. Nasionalisme ibu Soemirah

dibalut pengarang dengan nilai agama dan feodalisme Jawa yang berbenturan

dengan nilai-nilai Barat. Benturan-benturan nilai inilah yang sering terjadi

dalam masa pergerakan. Terlepas dari semangat nasionalisme, kesadaran

Soemirah mengenai haknya untuk memilih jodoh sendiri bukan saja

dikarenakan pendidikan Barat yang diperolehnya, namun karena faktor

lingkungan.

(41) “Dari satu patih kakek-kakek, yang saya tida bisa cinta? Dan lebi jau

saya musti mandah dicampur dengen bebrapa selir. Saya tida pandang satu patih atau pangeran seperti ayahku kalu saya punya hati tida senang. Apa perlunya disembah-sembah orang kalu hati tida senang? Apa perlunya dapet titel Raden Ayu, kalu itu cuma buat tutupin hati yang berdarah....” “Jadi angkau berani melawan ibu?” “Ampun, ibu, saya tida melawan, hanya saya lawan ibu punya pikiran dan pendapet yang tida mufakat dengen pendapet saya. Maafken saya suda berani berkata begini, kalu saya musti bersuami, saya mau menurut hati sendiri, saya tida mau dipandang seperti barang dagangan yang tida berjiwa atau tida berotak, yang orang bole jual dan beli. Waktu itu ibu kawin dengen Romo (ayah), apa ibu cuma sendirian saja, tida ada punya saingan? Apa ibu tida saban hari menipis air mata? Kalu ibu suda mengalami perkara cilaka, apa ibu tega mau saya pikul juga kesengsaraan serupa itu?” “Aku tida nanti membuat angkau cilaka begitu rupa, tetapi aku mau supaya angkau dapet suami yang setara betul dengan derajatmu.” “Trima kasi buat ibu punya cinta hati kepada saya, selamanya saya memang dijunjung di atas batu kepala. Tetapi coba ibu bisa bilang pria mana tida berselir? Orang siapa tida biasa sia-siaken bininya? Perampuan siapa dari bangsa kita yang begitu dijunjung oleh suaminya dari idup sampe mati? Betul ada aturan sarat perkara kawin begini dan begitu. Memang bagus kalu dijalanken tetapi ampir semua perampuan bangsa kita dibikin seumpama tebu saja oleh suami, abis air-sepah dibuang.” (Boen, 2001: 52)

Page 120: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

107

Soemirah memandang bahwa tidak perlu bergelar Raden Ayu dan

mempertahankan martabat serta derajat hanya untuk menyakiti diri sendiri.

Soemirah merasa apa gunanya menikah dengan lelaki yang sederajat, tetapi

disia-siakan dan harus berbagi cinta dengan banyak selir. Pernyataan ini

memperlihatkan keyakinan Soemirah bahwa ia tidak akan dimadu Tan Bi

Liang meski tidak menikah secara agama.

Soemirah menyatakan bahwa lelaki pribumi, yang berstatus

bangsawanpun, pasti memiliki kecenderungan untuk berselir atau dengan kata

lain tidak lebih setia dari lelaki lain bangsa. Ibu Soemirah sendiri seorang selir

pangeran Surakarta yang tentu mengalami pengalaman yang tidak

mengenakkan. Dalam pengertian Jawa, selir diartikan sebagai perempuan yang

dijadikan istri tidak resmi atau gundik. Nyai dipandang hina karena hanya

dijadikan istri sementara dan tidak resmi lelaki lain bangsa. Status ini tentu

tidak jauh berbeda dengan selir, yang membedakan hanyalah kebangsaan

pasangan. Hal inilah yang tidak disadari ibu Soemirah mengenai statusnya.

Selir merupakan lambang tradisi raja-raja kraton. Melalui pengkisahan ini,

pengarang menunjukkan bahwa hal yang berhubungan dengan orang asing

adalah hina meskipun secara status memiliki pengertian yang sama.

Hal inilah yang mempengaruhinya Soemirah berpandangan bahwa

seorang gadis memiliki hak dalam menentukan jodohnya. Islam sendiri

memberi perempuan kebebasan untuk menentukan masa depannya sendiri.

Dalam hal perkawinan, orang tua tidak berhak mengawinkan anak

perempuannya dengan lelaki yang tidak dikehendaki sang anak (Muthahhari

Page 121: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

108

dalam Suharto, 2005: 243). Melalui tokoh Soemirah, pengarang menyadarkan

bahwa setiap manusia memiliki hak menentukan pilihan dalam pertimbangan

nilai apapun. Nasionalisme, agama, dan adat istiadat bukanlah penghalang

untuk menunjukkan eksistensinya sebagai manusia. Melalui peristiwa ini,

pengarang ingin menunjukkan adanya benturan nilai tradisi Timur dengan

Barat. Salmon menyatakan bahwa pengertian perkawinan yang diatur orangtua

(pribumi) bertentangan dengan pengertian Barat. Misalnya, dalam hal cinta

dan pengaruhnya pada kehidupan keluarga. Para gadis terutama yang

disalahkan atas pengaruh buruk dari pendidikan Eropa. Mereka dianggap

seenaknya mematuhi adat istiadat yang sudah mapan. Emansipasi perempuan

dipandang sebagai kesempatan kepada perempuan untuk terhanyut oleh hawa

nafsu dan digambarkan dengan negatif (1985: 59,60). Demikian yang

tergambar dalam perdebatan antara Nyai Soemirah dan ibunya.

(42) “Kawin ?Itu perkara ada orang tua punya urusan.”

“..............Baba pikir saja mama sama papa ada laen bangsa dan berpisa begitu jau, ketambahan mama ada anak satu pangeran dari kraton solo, toch bisa ketemu sampe sekarang?” “Na, papa sama mama toch menurut pilihannya sendiri.” “Itu laen perkara, sebab papa suda tida punya orang tua dan mama suda tida punya ayah, kalu masi ada, saya rasa tida bisa jadi ini juga menandaken jodo orang ada dalem tangan Allah.” (Boen, 2001:127)

Percakapan pada kutipan di atas terjadi antara Rogaya dan anak lelaki

Soemirah. Rogaya yang gadis pribumi, memandang bahwa perkawinan yang

terjadi antara Soemirah dan Tan Bi Liang karena faktor jodoh dari Tuhan. Pada

prinsipnya ia masih berpegang pada adat Jawa bahwa jodoh adalah urusan

Page 122: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

109

orang tua. Pernyataan Rogaya menyiratkan bahwa selama ada orang tua,

seorang anak tidak memiliki hak memilih jodoh. Akan tetapi, ia juga tidak bisa

memungkiri bahwa pada kenyataannya Soemirah sebagai perempuan pribumi

mampu hidup bahagia dengan Tan Bi Liang meskipun berbeda bangsa.

(43) “Ya betul, tetapi barangkali sebab mama suda lama terpisa dari

bangsanya maka suda lupa itu adat, tetapi juga tida bole jadi lupa sama sekali. Jangan kata orang Jawa yang masi tetep di tana Jawa, sekalipun orang Jawa yang suda puluhan taon tinggal di laen negri, tida bisa lupa adatnya yang aseli, laen bicara kalu itu tempo dibawa pinda ke laen negri masi anak-anak sekali dan belon tau begimana cara adatnya ia punya bangsa.” (Boen, 2001: 126-127)

Sikap Soemirah dalam memilih jodoh dianggap telah melupakan adat

bangsanya. Soemirah dinilai sudah mengingkari bangsanya. Untuk itulah,

keputusannya itu dipandang hina. Sikap Soemirah tidak bisa dimaklumi oleh

Rogaya. Soemirah bertumbuh hingga besar di tanah Jawa, seharusnya mampu

berpegang teguh pada adat Jawa. Bagi Rogaya, sikap Soemirah dianggap

sebagai kejahatan. Rogaya berpikir bahwa Soemirah telah begitu tega

menjebloskan pamannya ke penjara demi membela orang kafir. Rogaya

menilai bahwa bibinya itu telah meninggalkan hukum agama karena telah

menjadi nyai dari seorang yang bukan Islam. Dia sendiri berpegang tidak akan

mau menjadi pendamping lelaki lain bangsa sekalipun dia kaya.

(44) “Jahat sekali, kenapa dia belain orang kapir? Kenapa dia mau berlaki

sama orang kapir makan babi? Kalu saya, biar kaya, kalu kapir, saya tida mau.” (Boen, 2001: 101)

Tokoh Rogaya diciptakan pengarang untuk mewakili tokoh pribumi

yang memiliki pandangan munafik terhadap lelaki lain bangsa dan nyai.

Page 123: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

110

Keteguhan ajaran agama yang dipegangnya ternyata luluh oleh cinta, karena

pada akhirnya Rogaya mau menerima anak lelaki Soemirah. Alasan apa pun

untuk menghalalkan perkawinan antarbangsa tidak bisa diterima ibu Soemirah.

Bagi ibu Soemirah, anaknya itu hanya akan dijadikan gundik semata. Akan

tetapi, bagi Soemirah bila terpaksa tidak bisa menikah resmi di masjid

bukanlah halangan untuk meneruskan hubungannya dengan Tan Bi Liang.

Dalam benak Soemirah, menjadi seorang nyai bukanlah suatu penghinaan atau

bahkan dosa. Nyai hanyalah status yang diberikan orang, dia tidak akan

mempedulikan hal itu, yang terpenting adalah mewujudkan cintanya itu. Nyai

juga seorang perempuan yang mampu menjaga martabat sebagai perempuan.

Seorang nyai juga mampu menjadi seorang istri sepenuhnya. Demikian kutipan

percakapan antara Soemirah dan ibunya.

(45) “Betul ada begitu, tetapi jangan angkau serambian saja. Lain dari

itu apa namanya kalu satu gadis Bumiputera musti ikut jadi gundiknya seorang Cina?” (Boen, 2001: 52, 53)

“Gundik kalu dipiara saja, tetapi kalu dinikahken....” “Di mesjid?” “Orang perempuan musti turut lelaki, jadi kawin itu musti turut aturan kebangsaan laki. Tetapi saya punya tau, kawin itu buat bangsa kita lumrahnya cuma buat perhiasan saja. Apa namanya kalu kawin setenga bulan saja suda bercerai lagi? Jarang ada satu Bumiputera yang bersuami satu kali seumur idupnya. Sekalipun tida kawin, kalu memang setia satu sama lain, itulah yang paling berguna.” “Jadi menurut angkau punya pikiran, tida ada keberatan buat ikut satu lelaki lain bangsa sekalipun tida kawin?” “Tida ada keberatan, sebab di mana ada cinta, di situlah ada beruntung.” (Boen, 2001: 53)

Soemirah juga berpandangan bahwa bukanlah masalah bersuamikan

lelaki yang dianggap kafir seperti yang dilontarkan ibunya.

Page 124: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

111

(46) “Angkau pikir tida ada halangannya satu perempuan Bumiputera

jadi bininya seorang kafir?” “Maaf, ibu, saya kepingin tau ibu punya pemandangan begimana dengen itu nama kafir?” “Orang yang tida Islam itulah kafir.” “Ibu tau artinya kafir dan bahasa apa itu?” “Aku tida mau lawan bicara seperti dihadapan satu hakim, tetapi aku pandang hina sekali kalu satu gadis Bumiputera musti ikut lelaki lain bangsa.” “Jadi ibu punya pendapet, orang Cina atau Belanda itu hina?” “Bukan hina, tetapi kafir.” “Saya tau, ibu dan begitu juga orang-orang lain punya pendapet, kafir itu lantaran bukan Islam dan makan daging babi. Tetapi kalu begitu, orang Belanda juga bilang siapa yang bukan Kristen, dia itu kafir alias kesasar. Juffrow Herling, saya punya guru (di Manonjaya) sering cerita begitu yaitu menurut kitab injil sekalipun ia sendiri tida ambil pusing sama itu perkara, sebab ia bukan ada seorang yang biasa memperhatiken perkara agama.” “Biar begitu, aku tetep bilang perampuan Bumiputra yang ikut lain bangsa, adalah orang yang tida baik.” “Itu ada ibu sendiri punya pendapet, tetapi saya punya tau tida kurang orang-orang cina kaya besar dan menjadi officer juga dan toh ibunya ada seorang bumiputra satu mustahil itu ada perempuan jahat juga?” (Boen, 2001: 53, 54)

Perdebatan tentang kafir dan hina meliputi Soemirah dan ibunya.

Istilah kafir dan hina mempengaruhi pandangan ibu Soemirah perihal

perempuan pribumi yang ikut lelaki lain bangsa. Soemirah memandang bahwa

manusia di bumi itu sama saja. Tidak perlu dipandang kafir atau hina. Seorang

perempuan pribumi yang menikah dengan lelaki lain bangsa dan melahirkan

seorang anak yang kemudian menjadi pejabat, baginya tidak selayaknya

dikatakan sebagai kejahatan. Bagi Soemirah, seorang perempuan bersuami

bangsa lain juga memiliki kemampuan untuk mendidik anak, tidak hanya

menjadi peliharaan yang bisa dibuang kapan saja. Soemirah mampu

menunjukkan dirinya sebagai bagian dari masyarakat yang tidak terbatas pada

Page 125: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

112

alam pemikiran tradisional. Pada abad ke 19, pemikiran-pemikiran rasional

memberi pengaruh pada pemisahan pendidikan yang bersifat keduniaan dari

pendidikan agama (Ham, 1983: 24).

Kekerasan sikap Soemirah dinilai ibunya sebagai hukum karma dari

Allah. Kutipan berikut menunjukkan keluhan ibu Soemirah terhadap nasib

yang menimpa dirinya dan Soemirah.

(47) “Soemirah, Soemirah! Sunggu aku tida beruntung! Apa bole buat, barangkali aku dulu punya dosa maka sekarang Allah menghukum aku begini rupa.” .” (Boen, 2001: 75)

Perlawanan sikap Soemirah membuat ibunya merasa menjadi orang

yang tidak beruntung. Ibu Soemirah menganggap yang terjadi sebagai kutukan

atau hukum karma dari dosanya di masa lalu. Sikap ibu Soemirah ini

menunjukkan bahwa apa yang dilakukan Soemirah benar-benar dianggap

sebagai kesalahan yang sangat besar. Soemirah yang keturunan bangsawan

dianggap hanya mengikuti nafsu saja sehingga rela menjadi nyai lelaki Cina

yang kafir.

Sebagai seorang perempuan, Soemirah tidak bersifat pasif dan tidak

menyerah begitu saja pada kemauan ibunya. Ia memperjuangkan pandangan

dan pilihannya. Proses sosial yang ia lampui mampu membuatnya berpikir

rasional. Sebagai keturunan bangsawan, Soemirah mampu menunjukkan

kebebasannya sebagai manusia. Ia mampu melakukan apa yang menjadi hak

dan kehendaknya. Soemirah mencoba membuktikan bahwa seorang nyai

bukanlah kehinaan. Soemirah membangun kesadaran bahwa antara nyai dan

Page 126: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

113

selir tidaklah jauh berbeda. Bersuamikan seorang lelaki lain bangsa meski tidak

resmi dirasa jauh lebih membahagiakan.

Eksistensi Soemirah bisa dirasakan pembaca, bahwa ia mampu

membuktikan kebahagiaanya dengan lelaki lain bangsa. Menjadi seorang nyai

membutuhkan perjuangan dalam membangun kesadaran pandangan kaum

awam dalam melihat sosok nyai. Status kebangsawanan yang melekat dalam

dirinya sejak lahir, menjadi pendukung pandangan orang-orang di sekitarnya.

Namun, status tersebut juga memberi dampak dalam aktualisasi yang ia

lakukan.

4.4.1.2 Menurut Pandangan Masyarakat Cina

Bagi Tan Bi Liang setiap manusia memiliki hak untuk memilih

jodohnya. Tan Bi Liang orang terpelajar, ia mengerti bahwa manusia yang ada

sekarang merupakan hasil percampuran pasangan antarbangsa. Ketika melihat

Soemirah untuk pertama kalinya, ia langsung jatuh cinta karena kecantikan

gadis itu. Meskipun demikian, tidak terbersit di benaknya untuk

mempermainkan Soemirah. Tan Bi Liang rela mempertaruhkan nyawa dan

membela Soemirah dari serangan Ardiwinata, meskipun pada waktu itu ia

belum mengenal Soemirah. Kecintaannya pada Soemirah dianggap sebagai

suatu kelancangan oleh Ardiwinata. Akan tetapi baginya, perbedaan status dan

bangsa bukanlah halangan untuk mencintai seseorang. Tan Bi Liang menyadari

bahwa kedudukannya lebih rendah dari keluarga Soemirah. Hal ini tentu akan

Page 127: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

114

menghambat restu ibu Soemirah, ditambah lagi dengan kebangsaan yang

berbeda.

(48) Bi Liang bengong berpikir. Mana bisa jadi ibunya Soemirah trima

begitu saja. Kalu dia itu orang kampungan yang begitu miskin, barangkali juga kalu dikasi uang lima puluh atau seratus, lantas suka kasi permisi anaknya yang masih gadis ikut lain bangsa, tapi ibunya Soemirah yang ada turunan besar, ketambahan istri satu pangeran dan ada mampu suda tentu ia membantah keras. Dua-duanya jadi saling pandang....(Boen, 2001: 44)

Kutipan di atas, menegaskan bahwa sebuah keluarga miskin memang

lazim menjual anak gadisnya pada lelaki lain bangsa. Kehadiran lelaki lain

bangsa sudah tidak memiliki peran dalam keluarga bangsawan seperti masa

sebelum perang Jawa (1823-1825). Hubungan antara orang Cina dan Jawa

terjalin berdasarkan kepentingan bersama dan koperasi antar kelompok secara

timbal balik. Orang Cina berperan penting dalam kehidupan ekonomi dan

sosial bagi masyarakat Jawa (Carey, 1986: 11, 16). Namun, pernyataan Tan Bi

Liang pada kutipan di atas memperlihatkan adanya pergeseran kondisi.

Hubungan timbal balik antara Cina dan Jawa terputus sehingga hanya

menyisakan rasa benci dan saling mencurigai. Hal tersebut juga menunjukkan

kesadaran masyarakat pribumi dalam memperlakukan perempuan. Perempuan

bangsawan seperti Soemirah bukanlah alat bagi orang tuanya untuk

memperkuat ekonomi keluarga.

Tan Bi Liang memandang Soemirah sebagai gadis baik-baik. Lelaki

itu tidak terpikir untuk menjadikan Soemirah sebagai gundik semata.

Kesungguhan itu terlihat akan sumpah dan janjinya pada Soemirah dan ibu

Page 128: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

115

Soemirah. Ia berjanji akan mencintai Soemirah seumur hidupnya dan rela

untuk tidak menikah bila cintanya pada Soemirah tidak terwujud. Sikap ini

berbeda dengan lelaki- lelaki Cina pada umumnya, yakni memandang

perempuan Jawa hanya sebagai objek seksual. Tan Bi Liang memandang

Soemirah sebagai gadis yang selayaknya mendapatkan cinta yang tulus, bukan

permainan semata.

Tan Bi Liang tidak mempedulikan perbedaan antara dirinya dengan

Soemirah. Perbedaan bangsa, agama, dan adat bukanlah benteng dalam dunia

percintaan. Ia melihat sosok Soemirah sebagai manusia pribadi yang memiliki

hak untuk menentukan jalan hidupnya.

(49) “Betul ada lain, tetapi perkara percintaan tida memandang bangsa. Pendek saja saya tida bisa mufakat dengen Mbok punya pengambilan, dan lantara Mbok begitu sangat mencega, saya bilang trus terang, saya punya hati jadi lebi tetep lagi, apalagi saya pikir Soemirah suda sampe umur, jadi dia ada hak buat turut sukanya sendiri. Kalu Soemirah sendiri yang tolak lamaran saya, itu ada lain perkara...” (Boen, 2001: 62)

“.......Apa Mbok sanggup bujuk Soemirah supaya ia bisa lupaken saya? Sunggu begitu, saya tida berani tanggung apa jadinya nanti dengen Mbok punya anak kemudian hari, sebab ia ada seorang terpelajar, maka kecintaannya bukan encer seperti biasanya Mbok sendiri punya bangsa yang kebanyaken, yang ini hari kawin besok juga bole bercerai...” (Boen, 2001: 63)

Di mata Tan Bi Liang, Soemirah gadis terpelajar sehingga

pendiriannya tidak tergoyahkan. Soemirah memiliki keteguhan hati dan Tan Bi

Liang pun menyangsikan apa ibu Soemirah sanggup membendung sikap

Page 129: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

116

Soemirah. Karena adanya perbedaan tersebut, Soemirah dan dirinya sudah

memiliki keyakinan dalam menjalani kehidupan tersebut.

(50) “Mbok punya pengambilan begitu ada salahnya, di mana ada cinta, di situlah ada beruntung dan segala halangan lalusendirinya. Stu lelaki yang cinta betul bininya, tentu ia jaga supaya tida jadi tida senang lantaran dia, begitu juga satu bini pada lakinya.” (Boen, 2001: 61, 62)

Pernyataan Tan Bi Liang yang disampaikan pada ibu Soemirah

tersebut menunjukkan adanya keyakinan bahwa ia dan Soemirah akan

beruntung meski adanya perbedaan. Hal itu dikarenakan hubungan yang

dibangun dilandasi oleh cinta dan dengan begitu segala halangan akan berlalu

dengan sendirinya. Cinta itulah yang akan mendorongnya selalu saling

menjaga satu sama lain apabila kelak mereka menjadi suami istri. Pernyataan

ini menunjukkan bahwa sebagai seorang lelaki asing, Tan Bi Liang tidak

terlalu memusingkan resmi tidaknya hubungan di mata agama.

Tan Bi Liang menyadari bahwa kebanyakan orang Cina apabila

memiliki perempuan Jawa hanya untuk main-main saja. Baginya tindakan itu

merupakan kelakuan yang jelek. Secara tidak langsung Tan Bi Liang

menyatakan bahwa dirinya tidak akan memperlakukan Soemirah dengan

demikian. Ia merasa telah berani memelihara seorang perempuan dan oleh

sebab itu ia tidak akan menyianyikannya dan akan berlaku sepatutnya sebagai

suami. Hal itu tampak pada kutipan berikut.

(51) “Kebanyakan orang Tionghoa kalu piara perempuan Jawa cuma

dibuat maen-maen saja umpama tebu, abis sepah-ampas dibuang itu ada kelakuan jelek sekali. Kalu satu kali orang lelaki suda brani piara orang perampauan, piaralah sebagaimana patut dan jangan sia-

Page 130: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

117

siaken perampuan itu. Kacuali piaraan yang dengen sembuni. Sebab kalu seandenya perampuan yang dipiara itu satu kali dilepas dan dari lantaran kurang pik ir itu perampuan suda lacurkaen dirinya, sengaja katanya buat bales pada bekas lakinya, tida urung si bekas laki itu namanya terbawa-bawa sampe di mana juga. Satu perampuan kalu tau yang suaminya ada berkelakuan jujur padanya, ia pun tentu suka seraken dir inya dengen penu kapercayaan, sekalipun idup umpama kata makan nasi dengen garem, tentu orang perampuan belain.” (Boen, 2001:105)

Kutipan di atas juga menunjukkan pendapat Tan Bi Liang bahwa seorang

perempuan yang diperlakukan tidak baik oleh suami maka perempuan itu

cenderung akan melacurkan diri. Hal itu dilakukan untuk membalas sakit

hatinya pada laki- laki. Hal itu pulalah yang dihindarkan Tan Bi Liang. Ia tidak

mau Soemirah berlaku demikian. Ia ingin berlaku jujur dan setia pada

Soemirah.

Tan Bi Liang menegaskan dan membuktikan bahwa meskipun beristri

seorang perempuan Jawa, ia bisa melewati perbedaan dan halangan. Ia juga

berpandangan bahwa tidak semua perempuan Jawa malu bersuami Cina seperti

dirinya. Perempuan Jawa juga tidak semuanya tidak setia. Soemirah yang di

mata orang lain telah mempermalukan bangsanya tetapi baginya, Soemirah

adalah perempuan yang patut diakui martabatnya. Meski ia sukses dalam

berdagang dan berniat pulang ke Tiongkok, ia mengajak serta Soemirah. Tan

Bi Liang tidak memperlakukan Soemirah seperti nyai pada umumnya, yang

cukup dipelihara di negeri perantauan saja kemudian pulang ke leluhur hanya

membawa keturunan saja.

Tan Bi Liang mengakui keberadaan Soemirah sebagai manusia. Oleh

karena itu, ia memperlakukan Soemirah dengan sepatutnya meskipun di mata

Page 131: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

118

masyarakat status istrinya itu hanya nyai. Namun, kesetiaan yang diberikan

Soemirah padanya merupakan wujud pertanggungjawaban atas sebuah pilihan.

4.4.2 Nyai dalam Novel Kota Medan Penu dengen Impian

Sebagai nyai, Ros Mina selalu mengorientasikan diri pada uang

dalam menjalankan perannya. Peran Ros Mina dalam dunia laki- laki mendapat

sorotan tersendiri. Pandangan-pandangan terhadap sosok Ros Mina yang

muncul, menunjukkan adanya perhatian terhadap keberadaan Ros Mina. Ros

Mina menyadari hal itu, ia pun melakukan aktualisasi diri dengan pilihan-

pilihannya yang bebas. Gelar nyai yang disandangnya membutuhkan

pertanggungjawaban sehingga ia merasa perlu menggali potensi diri.

4.4.2.1 Menurut Pandangan Masyarakat Pribumi

Ros Mina, gadis 14 tahun, diusir ayahnya karena kenekatannya

menjadi istri muda seorang Cina totok. Ros Mina yang materialistis mau saja

menjadi istri muda tanpa meminta izin ayahnya. Keluarga Ros mina memang

miskin, tetapi bukan berarti ayahnya tega menjual anak gadisnya demi uang.

Oleh ayahnya, Ros Mina dianggap kurang berpikir sehingga bertindak

mempermalukan si Min yang menganut agama Islam dengan setia. Sikap ini

menunjukkan bahwa agama yang dipegang teguh mampu menjadi benteng

sehingga tidak mudah tergoda dengan hal duniawi. Ros Mina tidak saja diusir,

tetapi si Min juga tidak mau mengenal anak gadis itu. Tindakan tersebut

menunjukkan bahwa menjadi nyai adalah hal yang memalukan. Ros Mina

Page 132: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

119

dipandang sudah tidak mengindahkan ajaran agama. Menjadi istri muda dari

lelaki lain bangsa berarti menjauhkan diri dari ajaran agama Islam, oleh sebab

itu sanga ayah menentang. Sikap ayah Ros Mina memperlihatkan harga diri

seorang pribumi. Meskipun saat itu keluarganya dalam kemiskinan, ia tidak

serta merta menjadikan anaknya gundik orang asing.

Secara identitas, Ros Mina merupakan sosok nyai yang lugu dan

secara seksualitas dirinya memiliki keelokan tubuh. Hal ini membuat seorang

tukang cuci dan lelaki bernama Kasmin memandang Ros Mina sebagai

makhluk yang bisa dikuasai dan diperdaya. Setelah dua bulan menjadi nyai,

Ros Mina diusir karena tuannya sudah bosan. Ros Mina pun bingung karena

tidak ada tempat tinggal dan tidak berani pulang. Seorang tukang cuci yang

menolongnya justru melacurkannya. Ros Mina yang mantan nyai seorang Cina

totok, dipandang sebagai perempuan yang sudah lacur sehingga sudah

selayaknya diperdagangkan.

Pada mulanya Kasmin mengajak Ros Mina menikah, namun akhirnya

menjerumuskan Ros Mina ke dunia yang sama. Ros Mina menyadari tekanan

dalam kehidupan rumah tangganya, ia pun pergi meninggalkan Kasmin.

Tindakan Ros Mina ini dipicu oleh sikap Kasmin yang suka memeras. Kasmin

memandang Ros Mina sebagai lahan penghasilan. Ros Mina yang elok

parasnya, diperdagangkan pada baba hartawan seperti pada kutipan berikut.

Ros Mina merasa sudah kepalang tanggung sehingga ia menjerumuskan diri ke

hotel Japan untuk melacurkan diri.

(52) “Kalu lu mau pulang toch tidak apa jahatnya, mustahil amat kita tida

Page 133: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

120

mau trima, apa lagi sekarang di Lubuk Pakam lantaran ada dateng Komedi Bangsawan dari Medan, bole dibilang saban malem tuan-tuan kebon ada turun nonton.” Begitulah itu jahanam mulai membujuk buat bikin lembek hatinya itu prampuan, kerna lantaran ia mata duitan, maka sering kali ia suda tida meras jiji buat dapet uwang haram dengen dagangken prampuan-prampuan yang ia baek-in (piara) para tuan-tuan kebon yang brani bayar mahal (Kuo, 2003: 270).

Kasmin memandang Ros Mina sebagai barang komoditi yang layak

jual sehingga ia melacurkan istrinya itu. Ketidakberdayaan Ros Mina

memperlihatkan posisi subordinat perempuan, sehingga laki- laki cenderung

memperlakukan istri sebagai benda yang dimiliki (Wahyuni dalam Suharto,

2005: 218). Dengan jelas dan sadar, Kasmin menjual diri Ros Mina dengan

berbagai cara. Tindakan Kasmin tanpa persetujuan Ros Mina, namun tetap

harus diterima karena ketidakberdayaan Ros Mina.

Kasmin yang mantan kuli kontrak memandang Ros Mina sebagai

gadis bodoh sehingga bisa diperlakukan dengan sewenang-wenang. Ros Mina

hanya dipandang sebagai perempuan bejat dari kelas rendah sehingga Kasmin

mengeksploitasi layanan seksual Ros Mina. Di sisi lain, Kasmin merasa masih

mempunyai kuasa dan hak atas Ros Mina karena mereka belum resmi bercerai.

Surat nikah mereka masih di tangan Kasmin. Hal ini membuat Ros Mina tidak

berdaya sehingga mau tidak mau ia harus menuruti kemauan Kasmin. Secara

total ia mengabdi untuk mendapatkan uang dan harta sehingga akhirnya Ros

Mina pun menikmati penindasan yang dilakukan Kasmin terhadapnya. Dalam

tekanan Kasmin, Ros Mina mengaktualisasi diri untuk mencapai keinginannya.

Meskipun sudah menjadi nyai dari seorang Cina totok yang baik hati

dan kaya, Ros Mina tetap menyadari bahwa Kasmin masih suaminya. Oleh

Page 134: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

121

karena itu, ia dengan sembunyi-sembunyi mau melayani Kasmin selayaknya

suami istri.

(53) Sang istri tida melawan, hanya dengen mesem ia berkata: “Jangan

terlalu gegaba ka, nanti Tuan dapet liat, kita orang bole jadi cilaka!” (Kuo, 2003: 286)

Ros Mina merasa diri mampu melayani Kasmin dan Tuan Kebon, mengingat

dua-duanya akan memberikan uang sebagai jasa kasih sayangnya. Semakin

lama Ros Mina menilai dirinya dengan uang. Apa yang dilakukannya selalu

harus berbalas dengan uang.

(54) “Ada ubi tentu ada tales, ada budi tentu saia misti bales!” jawab Ros

Mina, yang lalu rebaken kepala di pundaknya itu Tandil besar (Kuo, 2003: 308)

Menurut Ros Mina, seorang perempuan (nyai) bisa dibeli dengan uang. Bila

seseorang memiliki banyak uang niscaya dengan mudah mendapatkan

perempuan yang dimau. Hal ini tampak dalam kutipan di bawah ini.

(55) “Ha-ha-ha, masa Tauwkeh besar kurang prampuan, sedeng Tauwkeh

ada begitu banyak uwang.” (Kuo, 2003: 307)

Pernyataan Ros Mina di atas bisa dimaklumi, sebab pengalamannya

selama menjadi bunga raya dan nyai sudah membuatnya lebih cerdik. Setiap

nyai atau bunga raya pasti mengejar kekayaan, jadi tidaklah heran bila untuk

mendapatkannya mereka mau melakukan apa saja. Begitu juga dengan Ros

Mina, meski ia sempat membenci dan mencoba melarikan diri dari suaminya,

ia tetap kembali pada suaminya karena alasan materi.

Page 135: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

122

(56) Ros Mina lantes saja merasa suka kembali pada itu suwami jahanam, yang sekarang suda mulai jadi baek dan suka bagi saorang separo dari ia punya hasil yang tida halal (Kuo, 2003: 285).

Petualangan Ros Mina dengan lelaki- lelaki lain bangsa hanya

memperkenalkannya pada konsep harga diri yang bernilai uang. Kasmin pandai

bicara dan menyadari sifat materialistis istrinya, ia pun dengan mudah

memperdayanya. Kutipan di bawah ini menunjukkan bahwa Kasmin telah

mengetahui celah kelemahan Ros Mina.

(57) “Kaka mau kasi tau padamu, kapan hari gajian kau misti minta

permissie melancong, buat bli barang-barang mas, seperti glang, peneti, tusuk konde, tetapi sekarang kau misti mulai bicara-bicara itu hal, supaya ia suka kasi separo dari gajinya buat bli barang periasan kasi kau pake.” Ini perkatahan suda diucapken oleh itu jahanam Cuma dengen maksud buat girangken hatinya itu prampuan (Kuo, 2003: 291).

Baik Kasmin maupun Ros Mina memiliki pandangan yang sama

perihal nyai. Nyai merupakan perempuan yang bisa dibeli dengan uang sama

seperti barang. Setiap lelaki yang menghalalkan segala cara untuk

mendapatkan seorang nyai bukanlah wujud penghormatan tetapi tidak lebih

hanya pertahanan nafsu dan gengsi semata. Bagi Ros Mina dan Kasmin, nyai

adalah jalan untuk mendapatkan kekayaan. Bagi orang-orang sekelilingnya,

Ros Mina hanya dianggap sebagai benda. Bagi Ros Mina, meskipun apa yang

ia lakukan demi uang (tidak lain dengan memperlakukan diri sebagai benda),

akan tetapi ia tetap mampu mengaktualisasi diri untuk mencapai apa yang ia

mau.

Meskipun seorang nyai dipelihara pejabat berkebangsaan asing,

bukan berarti statusnya akan setara. Ros Mina menyadari hal tersebut sehingga

Page 136: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

123

ia tidak menuntut persamaan derajat pada tuannya. Baginya yang terpenting

adalah pemenuhan materi dari sang tuan. Ros Mina juga tidak berkeberatan

bila tuannya sering tidak mau memperlihatkan dirinya di depan umum. Ros

Mina menyadari statusnya, sebagai nyai, ia hanya bertugas menghibur tuannya.

Menjadi nyai adalah menjadi babu tuannya. Ros Mina harus bisa menjadi

pelayan seutuhnya, baik di dapur maupun di kasur.

4.4.2.2 Menurut Pandangan Masyarakat Cina

Di Hindia Belanda, khususnya daerah Sumatra, para perantau dari

Cina banyak yang menjadi mandor atau tandil perkebunan milik pemerintah

kolonial. Pada masa itu, pemerintah Hindia Belanda sedang giat

mengembangkan perkebunan tembakau. Daerah Sumatera Timur penduduknya

tidak banyak dan tidak menyukai pekerjaan sebagai buruh bangunan (Ham,

1983: 33). Oleh karena itu, kuli kontrak pun didatangkan dari Pulau Jawa dan

Cina. Para mandor alias tandil bertugas untuk mengawasi para kuli kontrak.

Posisi mereka tentu saja lebih beruntung secara ekonomis sehingga

berpengaruh pada pola kehidupan. Dengan uang yang lebih dari cukup, para

tandil ini bisa melakukan apa saja termasuk menyewa perempuan-perempuan

hotel atau memelihara nyai. Hal ini memang sudah jamak dilakukan para

pejabat di Hindia Belanda, termasuk pejabat dari Cina.

Memelihara nyai memang dihalalkan oleh pemerintah Hindia Belanda

pada masa itu. Perempuan tidak ikut merantau sehingga sedikitnya perempuan

sebangsa melatartarbelakangi pemeliharaan nyai di kalangan para pejabat. Nyai

Page 137: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

124

bagi mereka berfungsi sebagai istri sementara. Lembaga perkawinan ini hanya

akan berlangsung selama sang tuan masih menginginkan nyai. Apabila sudah

bosan mereka punya hak untuk mengusir sang nyai. Hal inilah yang dilakukan

oleh baba hartawan yang mengangkat Ros Mina sebagai istri muda. Nyai juga

sering disamakan dengan istri muda, mengingat para tuan seringkali sudah

menikah sebelumnya di negeri asal atau sudah memiliki nyai lain. Nyai

berperan sebagai pengurus rumah tangga sekaligus pengurus kebutuhan

biologis majikan. Tugas yang kedua inilah yang paling dominan dilakukan

seorang nyai maka tidak heran bila seorang nyai disamakan dengan pelacur

(Suyono, 2005: 33). Baba hartawan juga memperlakukan Ros Mina demikian

sehingga ketika ada nyai lain, Ros Mina diusir.

Bagi Tuan Kebon, nyai mempunyai peranan di dapur dan di kasur.

Ros Mina, nyainya, mempunyai kewajiban antara lain mengurus keperluan

makan dan kebersihan rumah. Setiap kali sang tuan menginginkan, Ros Mina

harus siap. Dengan kata lain Ros Mina harus patuh pada tuannya. Nyai di mata

Tuan Kebon adalah seorang perempuan yang masih diragukan kesetiaannya.

Seorang nyai seringkali berbuat serong untuk mendapatkan penghasilan

tambahan. Ketika Ros Mina minta pergi plesiran ke Siantar, Tuan Kebon

sangat mengkhawatirkannya. Tuan Kebon takut apabila Ros Mina

mengkhianatinya. Rasa cemburu sang tuan menunjukkan bahwa sekalipun Ros

Mina hanya seorang nyai, istri untuk senang-senang, tetapi juga patut dicinta

dan dicemburui. Selain itu, sekalipun sudah diangkat menjadi nyai, Ros Mina

tetaplah seorang mantan bunga raya yang masih saja memiliki sifat

Page 138: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

125

kepelacurannya. Kesetiaan seorang nyai tetap saja diragukan, karena nyai

seperti Ros Mina cenderung mencari keuntungan berganda.

Tuan Kebon begitu sayang pada nyainya sehingga apa yang diminta

selalu dikabulkan. Misalnya saja ketika Ros Mina meminta sejumlah uang

yang cukup besar untuk membeli perhiasan, ia pun memberikannya. Namun,

pemberian itu memiliki maksud lain, yakni untuk menjaga gengsinya sebagai

pejabat.

(58) “Kalu saya pake banyak barang berharga, Tuan jadi dapet muka trang

pada orang banyak, lagi itu barang-barang yang Tuan bli- in saia sama juga seperti Tuan punya barang kapan kita keputusan uwang, bole kasi kombali pada tukang mas, lantes kita bisa dapet kombali uwangnya.” “Baeklah, besok saia nanti kasi itu uwang!” kata itu Tuan Kebon dengen terpaksa misti lulusken permintahannya itu setan puntianak (Kuo, 2003: 313).

Tuan Kebon menyadari bahwa sekalipun Ros Mina hanya seorang nyai, tetapi

memiliki peranan dalam menjaga gengsinya. Bila Ros Mina memakai

perhiasan yang mahal dan banyak jumlahnya akan membawa pamornya

sebagai pejabat perkebunan. Meskipun demikian, ia juga cukup baik. Kasmin

yang mengaku sebagai paman Ros Mina, diijinkan tinggal bersamanya dan

bahkan diberi pekerjaan. Ketika mengambil Ros Mina dari Hotel Japan, ia juga

membayarkan hutang-hutang Ros Mina.

Tuan Kebon memang baik dan sangat membutuhkan kehadiran Ros

Mina. Akan tetapi, Tuan Kebon suka berlaku munafik di hadapan publik. Ia

malu bila harus berduaan dengan Ros Mina di depan umum. Terlebih ia tidak

mau terlihat bersama Ros Mina di hadapan teman-teman sekerjanya. Selain itu,

Page 139: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

126

Tuan Kebon ingin memegang tinggi derajat. Misalnya saja sebelum membawa

Ros Mina ke Tebing Tinggi, ia tinggal di Hotel Europa sedangkan Ros Mina

menumpang pada kenalannya di kampung Kling Petisah. Sikap ini

menunjukkan bahwa seorang nyai memang tidak layak ditampilkan di depan

umum karena akan mempengaruhi penilaian masyarakat terhadap derajat sang

tuan.

(59) Itu Tuan totok tida mau naek satu sado dengen itu prampuan, kerna ia

masi merasa malu, jika ia punya kenalan dapet liat padanya, bahuwa ia ada duduk satu sado sama satu nyai! (Ya! Memang kebiasannya manusia di depan mata orang banyak suka berlaga sopan dan malu-malu kucing, aken tetapi di blakang dia suka ngeong-ngeong. Lebi berbahaya lagi adanya orang-orang yang bertingka laku putsit-putsit aken dapet kepercayaannya orang, tetapi ikan di dapur kalu tida di jaga ia colong!) (Kuo, 2003: 279)

Kutipan di atas juga menunjukkan bahwa memelihara seorang nyai

ternyata tidak sepenuhnya dianggap lumrah oleh sesama pejabat. Tuan Kebon

merasa malu bila ada temannya yang melihat dirinya dengan seorang nyai.

Sikap ini menunjukkan bahwa di mata sebagian masyarakat, kehadiran seorang

nyai dalam kehidupan pejabat dianggap sebagai sesuatu yang perlu ada dan

lumrah.

Sikap tersebut berbeda dengan Tuan Besar atau Tuan Tandil. Tuan

Besar beranggapan bahwa selama ada uang ia bisa memelihara nyai. Kutipan

berikut menegaskan hal tersebut.

(60) “Hm! Tentu asal prampuan hotel juga, itu Tuan Kecil (Assistant) dapet

piara, kalu dasar anjing maski dikasi makan di piring tentu dia masi mau makan najis juga! (Ach, terlalu sekali itu tandil, toch ada juga bekas prampuan jalang yang bisa jadi baek! Letter Zetter.) Aku ada banyak uwang, tentu bisa dapet kece (maen- in) padanya?” begitulah

Page 140: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

127

itu Tandil besar telah berpikir, sembari awasin mukanya Ros Mina dengen rupa yang sanget bernapsu (Kuo, 2003: 279).

Pernyataan Tuan Tandil di atas menunjukkan bahwa dengan uang yang

dimilikinya, ia pasti bisa memiliki Ros Mina sebagai nyainya. Perkataan itu

muncul ketika melihat Ros Mina naik sado di belakang sado Tuan Kebon

ketika memasuki estate. Tuan Tandil mengagumi Ros Mina dan ingin

memilikinya. Ia sadar bahwa Ros Mina itu nyai Tuan Kebon. Ros Mina

merupakan perempuan hotel sehingga imagenya sama dengan pelacur. Tandil

Besar beranggapan bahwa setiap perempuan hotel pasti mau mencari

penghasilan tambahan meski sudah dipelihara seorang tuan.

Tandil Besar ini sebenarnya sudah memiliki seorang istri resmi di

Tiongkok dan sudah memiliki seorang putra, yang kemudiannya diajak ke

Hindia Belanda bernama Tjoe Keng. Ia juga sudah memiliki dua orang nyai

dari Singapura. Meskipun demikian, ia tetap saja menginginkan Ros Mina yang

elok parasnya. Banyaknya nyai yang dimiliki membuktikan bahwa Tuan Besar

tidak merasa malu memelihara nyai. Nyai baginya adalah kepuasan. Seorang

nyainya sudah tidak dipedulikan lagi, karena dirasa sudah tidak menarik lagi

dan wajahnya tidak begitu cantik. Nyai yang pertama bunuh diri karena Tuan

Besar sudah berpaling ke dalam pelukan Ros Mina.

(61) “Aduh, Allah, bagimana nanti jadinya aku punya diri!” berkata Keng

Hoa Bwee dengen suara di dalem leher (Kuo, 2003: 374).

“Saia siang hari malem buat pikiran, bagimana ada muka, kita orang Tionghoa misti dimadu dengen prampuan Bumiputra. Saia tau, tentu Enceknya Tjoe Keng sayang betul itu Nyai, dan kita misti tunduk dibawa kakinya. Hai, sunggu malu besar, lebi baek kita mati, tida dibuat ceritahan orang!” (Kuo, 2003: 374).

Page 141: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

128

“Ya, Allah aku punya jiwa cuma bisa idup sampe di sini saja, maski betul begitu, aken tetapi aku punya orang tua yang lantaran ia orang terlalu miskin suda jual aku punya punya diri sedari kecil. Aku mati sebagi satu nyonya Tionghoa, yang tida mau menanggung malu. Aku tida mara pada siapa juga, maski pada aku punya suwami, kerna aku inget yang di dalem ini dunia ada penu dengen perbuatan-perbuatan yang keji.” Meratap Keng Hoa Bwee sembari menangis sengak-senguk (Kuo, 2003: 374).

“Ya, aku mati ini sekali, lantaran aku tida mau dimadu!” menangis Keng Hoa Bwee sebagi satu anak kecil (Kuo, 2003: 374).

“Ya, apa gunanya itu barang periasan yang dulu aku begitu gumbira, sekarang aku misti tinggalken dengen tida tau siapa yang aken nanti mempunyai aku punya barang. Ya mati, matilah aku ini sekali!” (Kuo, 2003: 375).

Pernyataan-pernyataan nyai pertama Tuan Besar di atas menunjukkan

bahwa setelah sekian lama seorang nyai dipelihara, sewaktu-waktu bisa saja

langsung disingkirkan. Seorang nyai bisa menaruh cemburu sehingga tidak

mau dimadu. Jangka waktu yang lama menjadi nyai, tidak selamanya bisa

bahagia karena uang. Uang atau perhiasan bukanlah apa-apa dibandingkan

dengan sakitnya dimadu. Seorang nyai Cina ternyata memiliki gengsi sehingga

merasa kalah dengan nyai pribumi. Keputusan bunuh diri tersebut

menunjukkan bahwa seorang nyai yang lacur juga bisa menjadi nyai yang setia.

Selain itu, juga mampu menjaga gengsi diri sendiri sehingga memilih mati

daripada posisinya direbut orang lain.

(62) “Maitnya itu Nyonya Tandil yang gantung diri telah diurus betul

dengen cara adat orang Tionghoa hartawan, kerna itu Hoofdtandil yang lagi gilain pada Ros Mina, suda seraken saja itu urusan buat mengubur jinazatnya itu Nyonya Tandil pada ia punya orang yan mengarti betul dalem urusan itu, serta ia bole pake ongkos sebrapa besar yang perlu dipake buat itu urusan.” (Kuo, 2003:379)

Page 142: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

129

Perlakuan Tuan Besar seperti pada kutipan di atas semakin

menegaskan bahwa seorang nyai hanyalah hiburan yang bila bosan bisa

ditinggalkan begitu saja meskipun tanpa kesalahan. Selain itu, Tuan Besar

merasa bahwa seorang nyai haruslah siap bila ada nyai lain yang hadir dalam

kehidupan sang tuan. Nyai yang baru bisa membutakan mata sang tuan,

sekalipun nyai lama begitu cinta padanya dan sekalipun bunuh diri karena rasa

cemburu. Perempuan-perempuan yang menjadi pilihan Tuan Besar adalah

perempuan yang sudah lacur. Hal itu bisa dibuktikan pada kutipan (63). Tuan

Besar merasa bahwa perempuan lacur lebih mudah diajak zina dibanding

dengan perempuan baik-baik yang cantik. Tujuannya memelihara nyai

hanyalah untuk kepuasan seksual semata tanpa ada dasar yang lain.

(63) “Oh, kalu begitu dia bekas bini mudanya Tengku, patutlah rupanya

seperti bidadari,” kata si gila basa itu dengan kerutkan sedikit jidatnya, kerna ia mrasa lebi susa buat dapetken dirinya itu prampuan eilok dengen jalan serong (berjina) jika prampuan itu asal orang baek-baek (Kuo, 2003: 283).

Tjo Keng, anak Tuan Besar menganggap bahwa bila ingin memiliki

nyai hendaklah memiliki modal. Ia sendiri tampak kecewa karena selama ini

tidak mampu bersenang-senang dengan perempuan-perempuan cantik karena

tidak sekaya ayahnya. Ia menyadari bahwa bagi orang sekaya ayahnya tentu

saja mampu memelihara dua atau tiga perempuan sekaligus.

(64) “Tetapi, kawan tida piker, cara bagaimana saia bisa piara prampuan-

prampuan yang eilok, sedeng saia tida pegang banyak uwang!” (Kuo, 2003: 394).

Page 143: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

130

Tjoe Keng berkeyakinan bahwa selama ia tidak mempunyai uang, dirinya tidak

bisa memelihara perempuan-perempuan cantik seperti ayahnya. Selama ini

Tjoe Keng hanya berhubungan dengan nyai kedua ayahnya yang bernama Bok

Kwie Hoa. Tanpa menggunakan uang, Tjoe Keng berhasil mendapatkan ibu

tirinya tersebut. Hal itu dikarenakan sang ibu sudah tidak dipedulikan oleh

ayahnya. Keduanya pun merasa saling cinta sebelum kehadiran Ros Mina

dalam bayang-bayang Tjoe Keng.

Seorang nyai bernama Ros Mina membuat Tjoe Keng tergila-gila

sehingga ia harus memperdaya ibu tiri yang selama ini sangat berharap bisa

hidup bersamanya. Tjoe Keng melupakan Bok Kwie Hoa yang selama ini

menjadi nyai gelapnya dan meninggalkan begitu saja setelah berhasil

mendapatkan Ros Mina.

(65) Surat-surat budek memaki kalang-kabutan atas dirinya si Tek, telah

sampe pada ia punya adres, hingga ia sendiri merasa malu, bahuwa ia sebagi satu anak laki- laki misti idup dengen uwangnya dari saorang prampuan jalang (Kuo, 2003: 390).

Si Tek adalah seorang Cina yang merantau dari Jawa ke Medan.

Dalam kesusahannya ia bertemu Ros Mina yang saat itu membutuhkan

pertolongannya. Si Tek yang memang mencari peruntungan di kota perantauan

merasa beruntung mendapatkan seorang nyai hartawan seperti Ros Mina.

Mulanya ia tidak merasa terganggu tinggal bersama Ros Mina. Namun, seperti

pada kutipan (65), Si Tek akhirnya tidak tahan juga mendengar ejekan teman-

temannya. Ia pun akhirnya merasa sadar dan malu karena harus hidup dari

uang seorang nyai seperti Ros Mina. Hal itu membuktikan bahwa seorang nyai

Page 144: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

131

mampu memelihara lelaki lain, akan tetapi bagi lelaki yang dipeliharanya hal

itu sangatlah memalukan.

Sikap Si Tek, yang kebangsaan Cina, berkebalikan dengan Ros Mina

yang pribumi. Selama menjadi nyai, Ros Mina tidak pernah merasa malu

dipelihara oleh lelaki Cina yang kaya. Si Tek yang Cina memiliki rasa malu

karena harus hidup dengan kekayaan seorang nyai. Hal ini menyiratkan

pandangan etnisitas pengarang tentunya.

4.5 Rangkuman

Seorang perempuan mempunyai motivasi dalam keputusannya

menjadi nyai dari lelaki lain bangsa. Motivasi-motivasi ini menunjukkan

adanya aktualisasi diri karena setiap pergerakan individu dipengaruhi oleh

idealisme. Hal yang mendorong Soemirah rela menjadi nyai dari lelaki Cina

adalah kesetiaan akan sumpahnya serta keyakinannya akan cinta yang nantinya

membawa peruntungan. Keyakinan ini mendapat pengaruh dari pendidikan

Barat yang diperolehnya. Selain itu, kondisi lingkungan juga mendorong

Soemirah untuk tetap teguh pada pendiriannya. Banyak di sekitar Soemirah

yang menikah dengan lelaki sebangsa namun tidak bahagia sehingga

memungkinkan terjadinya perceraian.

Ros Mina menjadi nyai karena adanya dorongan kondisi ekonomi

keluarga. Kemiskinan yang membelit serta kecintaannya dengan barang

duniawi mendorongnya menjadi nyai yang mengorientasi diri pada uang.

Selain itu, adanya tekanan dari suami juga menjadi faktor yang tidak bisa

Page 145: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

132

dipisahkan. Namun, hal yang mendasar adalah faktor tujuan, yakni cita-citanya

untuk memperoleh kekayaan.

Sebagai puteri bangsawan yang bergelar nyai, Soemirah hanya

berperan untuk menjaga serta mendidik anak-anak. Ia tidak memiliki peran di

bidang ekonomi atau publik. Namun, ia tetapi memiliki peran dalam

mengambil keputusan. Hal ini berbeda dengan peran yang dijalankan oleh Ros

Mina. Gadis Betawi ini memiliki peran ekonomi dalam keluarganya. Ketika

tinggal bersama ayahnya, karena kemiskinan yang dialami, ia harus bekerja

untuk membantu pemenuhan kebutuhan keluarga. Ketika menjadi istri Kasmin,

ia diperdagangkan oleh suaminya itu. Namun, ketika menjadi nyai dari para

lelaki Cina, Ros Mina hanya berperan di sektor domestik yaitu mengurus

rumah tangga dan kebutuhan biologis sang tuan.

Keberadaan Soemirah dan Ros Mina sebagai nyai sudah pasti

mendapat tanggapan dan pandangan, baik dari masyarakat pribumi maupun

Cina. Menurut ibu Soemirah, Ardiwinata, dan Rogaya, menjadi nyai dari lelaki

Cina merupakan hal yang memalukan. Lelaki Cina dianggap sebagai orang

kafir karena tidak beragama Islam sehingga tidak sepatutnya Soemirah menjadi

nyai lelaki Cina. Selain itu, Soemirah dipandang sebagai pengkhianat bangsa

mengingat gerakan nasionalis pada masa itu. Soemirah memandang statusnya

sebagai nyai, bukanlah suatu hal yang salah atau dosa. Menurut pandangannya,

nyai juga mampu berlaku sebagai istri sah meski tidak dinikahi secara agama.

Nyai di mata Soemirah tetaplah seorang perempuan yang memiliki hak bicara

tetapi patuh pada suami, namun tidak berarti hanya sebagai objek seksual

Page 146: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

133

semata. Hal ini juga dinyatakan dan dibuktikan oleh Tan Bi Liang, seorang

lelaki Cina. Bagi lelaki ini, Nyai Soemirah adalah seorang manusia yang

memiliki hak pilih yang tidak selamanya dikuasai orang tua, terlebih Soemirah

adalah gadis terpelajar. Tan Bi Liang memandang Soemirah sebagai istri yang

bermartabat karena mampu setia serta menunjukkan perannya sebagai ibu. Ia

juga memperlakukan Soemirah selayaknya istri sah meski tidak dinikahi secara

resmi.

Dalam novel Kota Medan Penu dengen Impian, menurut tokoh ayah

Ros Mina, menjadi nyai merupakan hal yang memalukan. Kemiskinan tidak

mendorong ayah Ros Mina untuk menjual anak gadisnya itu demi memenuhi

kebutuhan keluarga. Ia justru mengusir Ros Mina karena kedapatan menjadi

istri muda, hal ini karena dirinya memegang teguh ajaran agama Islam.

Tindakan Ros Mina dipandang telah menjauhkan diri dari ajaran agama Islam.

Hal itu tentu berbeda dengan pandangan Kasmin. Meskipun telah menikahi

Ros Mina di hadapan penghulu (Islam), tetapi Kasmin justru melacurkan

istrinya itu pada lelaki- lelaki hidung belang. Kasmin memiliki pandangan yang

sama dengan tukang cuci yang menolong Ros Mina. Mereka memandang Ros

Mina yang cantik sebagai ladang uang. Selain itu, perilaku Kasmin terhadap

Ros Mina juga menunjukkan adanya orientasi seksual dalam memperlakukan

istrinya itu. Hal ini juga dilakukan para lelaki Cina. Baba hartawan, Tuan

Kebon, Tuan Besar, dan Tjoe Keng juga memandang nyai sebagai pelengkap

kehidupan di perantauan. Nyai hanya dipandang sebagai penghibur yang

berkecimpung antara dunia dapur dan kasur. Nyai adalah makhluk yang bisa

Page 147: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

134

dibeli dengan uang. Namun demikian, bagi Tuan Kebon, seorang nyai juga

dipandang sebagai pembawa pamor sang tuan sehingga segala keinginannya -

khususnya dalam penampilan- harus dituruti. Ros Mina sendiri memandang

gelar nyai sebagai jalan untuk mewujudkan cita-citanya sehingga ia rela

melakukan apa saja, termasuk harus meninggalkan ayahnya.

Page 148: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Kondisi sosial masyarakat sangat mempengaruhi kehidupan dan

konflik para tokoh. Politik rasial yang dibuat pemerintah Hindia Belanda pada

masa itu mempengaruhi keharmonisan hubungan antarbangsa. Manusia

antarbangsa sulit melebur atau berasimilasi sehingga timbul rasa saling

berprasangka dan curiga. Perkawinan campur pun sulit terjadi karena

perbedaan yang ada sulit untuk disatukan. Larangan pernikahan bagi pejabat

pemerintah Hindia Belanda menjadi salah satu pendorong kemunculan

perempuan-perempuan yang berstatus nyai. Lembaga perkawinan tidak resmi

ini bagi sebagian masyarakat dipandang sebagai penghinaan tetapi bagi pejabat

dianggap sebagai kelumrahan. Tidak semua nyai bisa diperoleh dari rumah

pelacuran atau dibeli dari orang tua-orang tua pribumi yang memiliki anak

gadis. Seorang perempuan mau menjadi nyai karena keinginan pribadi serta

motivasi dari lingkungan. Nyai pada umumnya bertugas sebagai pengurus

rumah tangga sekaligus menjadi pengurus kebutuhan biologis majikannya.

Tugas yang terakhir inilah yang paling dominan dilakukan seorang nyai. Hal

tersebut menyebabkan pandangan negatif terhadap perempuan yang berstatus

nyai atau istri lelaki lain bangsa, meskipun tidak semua nyai berperan

demikian.

Page 149: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

136

Soemirah dan Ros Mina merupakan tokoh nyai dari lelaki

berkebangsaan Cina. Soemirah gadis yang cantik, ia keturunan bangsawan.

Kebangsawanan yang melekat dalam diri Soemirah ternyata tidak membuatnya

kolot dalam pemikiran. Pendidikan Barat sangat mempengaruhi dirinya.

Wataknya yang keras sangat mendukung pola pikirnya tentang kebebasan

menentukan pilihan. Kekerasan hati membuat Soemirah berani mendobrak

kekolotan ibunya. Akan tetapi, semua itu diingkari oleh Soemirah sendiri

ketika ia menghadapi putranya. Setelah menikah, Soemirah menjadi

perempuan sekaligus ibu, kasih sayangnya pada keluarga menimbulkan sikap

ambivalen atau ketidakkonsekuenan dalam pandangannya.

Ros Mina, gadis Betawi yang banyak digilai para lelaki. Kegilaannya

pada harta membuatnya gelap mata. Ia tidak mengeyam pendidikan formal,

karena kemiskinan keluarganya. Faktor itulah yang membuat Ros Mina

senantiasa berpikir praktis dan senantiasa menghalalkan segala cara untuk

mendapatkan apa yang ia mau. Kecantikannya senantiasa menjadi senjata

ampuh untuk mengeruk harta laki- laki hidung belang. Pola pikir yang praktis

membuat Ros Mina tidak bisa menikmati hasil kerjanya dalam jangka waktu

lama. Kepolosannya membuat orang mudah memperdayanya. Ia selalu cepat

bertindak, tetapi kurang perhitungan.

Melalui tokoh penokohan yang telah diuraikan, ambisi-ambisi para

nyai digambarkan pengarang harus berakhir pada kekalahan tokoh pribumi.

Ros Mina berhasil mereguk kekayaan dan menjadi nyai hartawan tetapi ketika

jatuh miskin ia digambarkan pengarang kembali ke pelacuran. Tokoh Tjoe

Page 150: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

137

Keng dikisahkan menikah dengan gadis baik-baik dan mampu mengubah

hidupnya dan berhasil dalam pekerjaan. Kisah akhir Ros Mina yang demikian

memperlihatkan adanya unsur kekalahan tokoh utama yang pribumi. Ibu

Soemirah harus merasa kalah dengan pola pikir modern Soemirah. Soemirah

yang tampak super women ternyata digerakkan pengarang untuk berkiblat jauh

dari ketimuran.

Eksistensi Nyai Soemirah dan Ros Mina dapat dilihat dari sisi

motivasi dan perannya selaku nyai dari lelaki berkebangsaan Cina. Eksistensi

seorang nyai membutuhkan perhatian dan pengakuan dari masyarakat serta

lingkungan. Pandangan masyarakat Cina maupun pribumi merupakan unsur

eksistensi nyai. Motivasi, peran, dan pandangan masyarakat dipengaruhi proses

kehidupan, yakni sosialisasi, idealisme, dan loyalitas.

Soemirah menjadi nyai terdorong oleh emosinya, yakni rasa cintanya

pada Tan Bi Liang. Kondisi lingkungan dalam memperlakukan hukum juga

menggerakkan Soemirah menjadi nyai. Pendidikan Barat menjadi pendorong

penting dalam pandangannya soal jodoh. Hal tersebut berbeda dengan motivasi

Nyai Ros Mina. Harta kekayaan dan desakan lingkungan merupakan faktor

pendorong Ros Mina menjadi nyai. Faktor- faktor tersebut didukung dengan

sifat materialistis Ros Mina. Situasi dan kondisi lingkungan berdampak pada

perkembangan karakter manusia sekaligus pergerakan hidupnya. Lingkungan

sangat berperan dalam eksistensi manusia karena tanpa semua itu, manusia

tidak bisa bersosialisasi dan loyalitasnya pada idealisme yang terbentuk tidak

terwujud.

Page 151: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

138

Dalam kedua novel ini, eksistensi seorang nyai bisa kita lihat melalui

perannya dalam keluarga. Di dalam perannya kita bisa melihat bagaimana

perempuan yang sudah memutuskan menjadi nyai mampu mengaktualisasikan

diri di tengah pandangan masyarakat. Di dalam keluarga, seorang nyai tidak

sekadar digerakkan, tetapi mampu menjadi penggerak meskipun sebagai istri

tidak resmi. Terlepas dari penilaian baik dan buruk, seorang Ros Mina mampu

mengendalikan tuannya sehingga berhasil mendapat keuntungan berganda

dalam hal materi. Ia juga berperan sebagai pengurus rumah tangga

(menyediakan makanan dan minum) dan mengurus kebutuhan biologis

tuannya.

Antara Ros Mina dan para baba yang pernah memeliharanya terjalin

suatu simbiosis mutualisme. Tuannya memanfaatkan Ros Mina untuk

mengurusi keperluannya dan Ros Mina mendapat imbalan berupa materi. Hal

ini terjadi karena bukan cinta yang mendasari pergumulan tersebut, melainkan

hanya nafsu dan faktor kebutuhan sementara. Ketika menjalankan perannya, ia

merasa selaku pengurus rumah tangga dan penghibur bagi majikannya. Dalam

segala perannya, Ros Mina selalu bertujuan untuk mendapatkan keuntungan

atau imbalan. Dengan kata lain, bahwa seorang nyai telah menciptakan image

sendiri tanpa peduli dengan anggapan masyarakat yang berpenilaian baik

buruk. Di sisi lain, tokoh Nyai Soemirah mampu menunjukkan perannya

sebagai nyai yang setia. Ia mampu mempertahankan perkawinannya dan

dikaruniai dua orang anak. Sebagai seorang perempuan yang sudah

Page 152: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

139

memutuskan hidup dengan lelaki lain bangsa, Soemirah berhasil membuktikan

bahwa ia tetap bisa eksis tanpa menjadi objek seksual semata.

Peranan para nyai tersebut menimbulkan pandangan masyarakat

sehingga menunjukkan adanya pengakuan keberadaan mereka sebagai

perempuan. Menurut pandangan pribumi, sosok nyai merupakan wujud

penghinaan terhadap rasa kebangsaan dan adat tradisi. Nyai tidak ada bedanya

dengan pelacur. Perkawinan antarbangsa tidak ada untungnya karena latar

belakang dan pola kehidupan yang berbeda. Keberadaan Ros Mina dinilai

tinggi secara ekonomis -mengenal modernitas, memiliki banyak harta benda

berupa perhiasan dan uang puluhan ribu-. Akan tetapi, pilihan Ros Mina

menjadi nyai dinilai rendah oleh ayahnya karena dianggap telah menyalahi

ajaran agama Islam. Namun, bagi sebagian orang, nyai merupakan jalan untuk

memperoleh tujuan dan kemakmuran. Selain itu, menjadi nyai bukanlah

masalah karena hanya status. Pola kehidupan yang berbeda bukanlah halangan

untuk hidup bersama karena persamaan antar individu juga tidak menjamin

kebahagiaan seseorang.

Sosok nyai bagi masyarakat Cina adalah perempuan yang patut

dicintai dan disayangi dengan tulus bukan hanya diperhitungkan dengan uang.

Akan tetapi, bagi para pejabat, nyai adalah istri sementara yang bisa dibuang

kapan saja. Selagi masih ada uang, seorang nyai bisa diperoleh kapan saja.

Pemeliharaan seorang nyai bukanlah dilihat dari kepiawaiannya mengurus

rumah tangga, akan tetapi dari keelokan parasnya.

Page 153: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

140

Keberadaan perempuan berstatus nyai mendapat tanggapan pro kontra

dari masyarakat. Hal ini merupakan wujud perhatian bahwa eksistensi

Soemirah dan Ros Mina sebagai perempuan bergelar nyai diakui. Aktualisasi

yang mereka lakukan selalu bersinggungan dengan nilai tradisi. Kebiasaan atau

ajaran tradisional justru yang mengarah seorang pribumi untuk berkiblat Barat.

Misalnya, pola patriarkis yang dianut Soemirah (pola Timur), keikutsertaannya

pada Tan Bi Liang justru karena faktor tersebut. Selain itu, nilai-nilai lama

cenderung mengikat dan kurang rasional, berbeda dengan nilai Barat.

Misalnya, dalam memilih jodoh. Nilai lama kurang memperhatikan hak,

sedangkan pandangan Barat membebaskan seseorang memenuhi haknya.

Baik Nyai Ros Mina maupun Nyai Soemirah tidak mempedulikan

status yang melekat pada dirinya. Mereka sama-sama mengaktualisasikan diri

untuk mewujudkan keinginan. Segala cara dari sumber daya yang mereka

miliki digunakan untuk mewujudkan kehendak. Nyai Ros Mina yakin bahwa

dengan kecantikannya, ia bisa memperoleh kekayaan yang diimpikannya.

Dalam perwujudan kehendak tersebut Nyai Soemirah cenderung

mempertahankan dan menjaga martabatnya, sedangkan Nyai Ros Mina

mengacuhkan hal itu. Namun, nyai-nyai tersebut mampu menunjukkan

eksistensinya sehingga mampu mengalahkan sikap dan pandangan masyarakat

dengan nilai-nilai baru yang mereka peroleh dari proses sosialisasi.

Situasi sosial dan politik masyarakat era pemerintahan kolonial

Belanda digunakan pengarang sebagai latar peristiwa. Eksistensi nyai dalam

novel Cerita Nyai Soemirah dan novel Kota Medan Penu dengen Impian

Page 154: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

141

sangat dipengaruhi kondisi tersebut. Kenyataan dalam novel cukup

mencerminkan fakta realita. Kehadiran para perantau Cina di negeri ini sangat

mendukung keberadaan nyai. Selain itu, politik rasial kolonial Hindia Belanda

memberikan pengaruh cukup besar dalam perge rakan pandangan terhadap

sosok nyai lelaki bangsa asing (Cina).

Nyai Soemirah dan Nyai Ros Mina lahir dari tangan seorang

sastrawan Peranakan yang meletakkan dasar kebangsaannya pada Indonesia.

Akan tetapi, identitas pribadi mereka (Cina) masih jelas bertahan dalam diri

atau keputusan yang diambil oleh tokoh yang mereka ciptakan. Selain itu, hal

ini memperlihatkan bahwa meski ada pengaruh pemikiran Barat dan

menentangnya bukan berarti seratus persen mereka pro bangsa Indonesia

perihal pemikiran. Pernyaian menjadi media pengarang untuk mengungkapkan

ideologi kebangsaan serta realita. Ambisi para tokoh nyai memberi corak yang

khas dalam Sastra Peranakan Cina. Ambisi tersebut menggambarkan semangat

seorang pribumi untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Akan tetapi ambisi

tersebut terkalahkan oleh filosofi pengarang (Peranakan Cina).

5.2 Saran

Penelitian ini hanya terbatas pada satu segi saja sehingga masih

banyak kekurangan. Selain itu, penelitian ini hanya mengkaji novel dari

pengarang yang memiliki garis keturunan kebangsaan yang sama yakni Cina

Peranakan. Oleh karenanya, bentuk ideologi kebangsaan yang terbangun dalam

karangan pun sama. Untuk itu, penulis berharap, penelitian selanjutnya

Page 155: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

142

mengkajii karya sastra dengan bentuk dan motif cerita yang sama tetapi

berbeda dari sisi keturunan kebangsaan pengarang. Misalnya, perbandingan

karya antara pengarang Cina peranakan dengan pengarang Indonesia. Dengan

perbedaan ini tentu terasa lebih kompleks hasil perbandingan yang dicapai.

Page 156: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

DAFTAR PUSTAKA

Carey, Peter. 1986. Orang Jawa dan Masyarakat Cina (1775-1825). Jakarta: Pustaka Azet.

Christanty, Linda. 1994. “Nyai dan Masyarakat Kolonial Belanda”. Prisma,

No.10, hlm. 21-36. Damono, Sapardi Djoko. 2002. Pedoman Penelitian Sosiologi Sastra. Jakarta:

Pusat Bahasa Depertemen Pendidikan Nasional. Djajanegara, Soenarjati. 2000. Kritik Sastra Feminis. Jakarta: GPU.

Esten, Mursal. 1984. Sastra Indonesia dan Tradisi Sub Kultur. Bandung:

Penerbit Angkasa.

-----------------. 1990. Kesusastraan: Pengantar Teori dan Sejarah. Bandung: Penerbit Angkasa.

Faruk, dkk. 2000. Perlawanan Atas Diskriminasi Rasial-Etnik. Magelang:

Indonesia Tera. Ham, Ong Hok. 1983. Rakyat dan Negara. Jakarta: Penerbit Sinar Harapan. ------------------. 2005. Riwayat Tionghoa Peranakan di Jawa. Jakarta:

Komunitas Bambu. Irwanto, dkk. 2002. Psikologi Umum: Buku Panduan Mahasiswa. Jakarta: PT.

Prenhallindo. Lan, Nio Joe. 1962. Sastera Indonesia-Tionghoa. Jakarta: Penerbit Gunung

Agung. Marcus, A.S dan Pax Benedanto. 2001. Kesastraan Melayu Tionghoa dan

Kebangsaan Indonesia (jilid 2). Jakarta: KPG. Marcus, A.S. dan Yul Halmiyati. 2003. Kesastraan Melayu Tionghoa dan

Kebangsaan Indonesia (jilid 7). Jakarta: KPG. Nurgiantoro, Burhan. 2002. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada

University Press. Panuju, Redi. 1996. Ilmu Budaya Dasar dan Kebudayaan. Jakarta: PT. GPU.

Page 157: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

144

Poerwadarminta, W.J. S. 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai

Pustaka. Pradopo, Rachmat Djoko.1995. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan

Penerapanya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Prawiroatmojo, S. 1981. Bausastra Jawa-Indonesia jilid 2. Jakarta: Gunung

Agung. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1999. Kamus Besar Bahasa

Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Ratna, Nyoman Kutha. 2003. Paradigma Sosiologi Sastra. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar. Rosidi, Ajib. 2000. Ensiklopedi Sunda. Jakarta: Pustaka Jaya. Salmon, Claudine. 1985. Sastra Cina Peranakan dalam Bahasa Melayu. Terj.

Dede Oetomo. Jakarta: PN. Balai Pustaka. Semi, Atar. 1989. Kritik Sastra. Bandung: Penerbit Angkasa Bandung. Soekisman, W.D. 1975. Masalah Cina di Indonesia. Jakarta: Bangun Indah. Sudaryanto (ed). 1991. Kamus Indonesia-Jawa. Yogyakarta: Duta Wacana

University Press. Sugono, Dendy (ed). 2003. Ensiklopedia Sastra Indonesia Modern. Jakarta:

Pusat Bahasa. Suharto dan Sugihastuti. 2005. Kritik Sastra Feminis Teori dan Aplikasinya.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Sumarjo, Jakob. 1979. Masyarakat dan Sastra Indonesia. Yogyakarta: C.V.

Nur Cahaya. -------------------. 1989. “Kwee Tek Hoay Sebagai Sastrawan” dalam 100 Tahun

Kwee Tek Hoay (ed. Myra Sidharta). Jakarta: Sinar Harapan. --------------------. 2004. Kesusastraan Melayu Rendah Masa Awal. Yogyakarta:

Galang Pres. Suryadinata, Leo. 1988. Kebudayaan Minoritas Tionghoa di Jakarta. Jakarta:

Penerbit PT. Gramedia.

Page 158: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

145

----------------------. 1996. “Dari Sastra Peranakan ke Sastra Indonesia” dalam Sastra Peranakan Tionghoa Indonesia. Jakarta: PT. Grasindo.

Suyono. R.P. 2005. Seks dan Kekerasan Pada Zaman Kolonial Penelusuran

Kepustakaan Sejarah. Jakarta: PT. Grasindo. Tan, Mely G (ed). 1979. Golongan Etnis Tionghoa di Indonesia Suatu Masalah

Pembinaan Kesatuan Bangsa. Jakarta: Penerbit PT. Gramedia. Taum, Yoseph Yapi. 1997. Pengantar Teori Sastra. Ende: Nusa Indah. Toer, Pramudya Ananta. 2003. “Persinggahan” dalam Hikayat Siti Mariah

(Haji Mukti). Jakarta: Lentera Dipantara. Wellek, Rene dan Austin Warren. 1990. Teori Kesusastraan. Terj/sad. Melani

Budianta. Jakarta: GPU. Yudiaryani. 2005. “Struktur dan Tekstur Naskah Drama (Transformasi Tema,

Plot, Penokohan menjadi Dialog, Suasana, Spektakel). Makalah disampaikan dalam Lokakarya Perempuan Penulis Naskah Drama kerjasama DKJ, Jurusan Teater ISI Yogyakarta, LP3Y di Studio Audio Visual Sinduharjo, Sleman, Yogyakarta, 13-15 Januari 2005.

Zain, Mohammad Sutan. Kamus Moderen Bahasa Indonesia. Djakarta:

Penerbit Grafica.

Page 159: EKSISTENSI TOKOH NYAI DALAM DUA NOVEL SASTRA … · ajaran agama Islam. Namun, bagi masyarakat yang pro, nyai dipandang hanya sebagai gelar. Selain itu, nyai dianggap sebagai jalan

146

Biodata Penulis Fransiska Firlana Laksitasari atau biasa disapa Firla, lahir pada tanggal 4 Agustus 1984 di Sleman. Ia adalah anak kesembilan dari sembilan bersaudara, alias bontot. Mendewasakan diri dengan bimbingan ibu Maridjah dan (alm) bapak Paulus Selam. Saat ini, ia bertempat tinggal di Kalasan.

Mulai mengenyam bangku pendidikan sekolah di SD Kanisius Kalasan kemudian melanjutkan di SLTPN 1 Kalasan. Lalu melanjutkan di SMUN 1 Depok. Tahun 2003 meneruskan studi di Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra Univ. Sanata Dharma Yogyakarta.

Sedari SLTP aktif sebagai pembaca puisi dan sering menjuarai lomba baca puisi. Sanggar Sastra Indonesia Yogyakarta di bawah asuhan Balai Bahasa Yogyakarta merupakan tempat mengolah bakat berpuisinya. Dunia panggung sudah digelutinya sejak di bangku SD. Selain sebagai pemain dan sutradara pementasan drama, dramatisasi puisi, dan teater, ia juga beberapa kali terlibat dalam seni tradisi. Misalnya, pentas Ketoprak Sadhar Budoyo “Suminten Edan” sutradara St. Prigel ‘Dalijo Angkringan’ (2003) dan Pementasan Kethoprak berjudul Rasa Mangindra Jala (Ki Ageng Mangir), Paguyuban Prasetyo Budaya (Juli dan september 2007). Ia juga pernah menyutradarai drama kisah sengsara Yesus Kristus (2006) dan pementasan “Nurjanah” karya Jujur Prananto (2006). Ia pun menggeluti dunia sinematografi diantaranya sebagai assisten sutradara Film Indie “2x24 jam” karya Ernest (2006), pemain film indie “Naik Daun” garapan Giras Basuwondo, dan pemain pendukung film “Anak-anak Borobudur” (2006) garapan Arswendo Atmowiloto.

Tidak berhenti di situ, ia juga masih aktif sebagai pembawa acara (MC) di seminar-seminar. Selain itu, juga sering menjadi operator pameran buku dan moderator bedah buku. Sejak Januari 2008, ia freelance sebagai penyiar berita bahasa Jawa di Jogja TV.

Catatan karya yang pernah dipublikasikan yaitu puisi dan cerpen yang dimuat dalam majalah Primordia (2003), antologi bersama “Di Batas Langit” Balai Bahasa Yogyakarta (2002), Antologi Bersama “Setangkai Mawar untuk Abimanyu” Balai Bahasa Yogyakarta (2003), Antologi “Penyair Bersaksi” (2005) dan artikel yang pernah dimuat di “Warta Kampus” Univ. Sanata Dharma, Minggu Pagi (11/7/2005), SKH Kedaulatan Rakyat (18/9/2004), SKH Kompas (21/10/2005) dan Minggu Pagi (2007).