Jason
description
Transcript of Jason
JASON LIANDO (04011381320013)
ANALISIS MASALAH
a. Bagaimana mekanisme penurunan kesadaran ?
- Penurunan keasadaran yang dialami Nn. SS diawali dari
hipertiroidisme yang dialami sebulan yang lalu. Kemudian, terjadi
komplikasi menjadi krisis tiroid. Krisis tiroid ini menyebabkan
dekompensasi sel-sel tubuh dalam merespon hormone tiroid. Ini
menyebabkan hipermetabolisme berat yang diantaranya
meningkatkan kepadatan reseptor beta, cyclic adenosine
monophosphate dan juga penurunan kepadatan dari reseptor alfa.
Gangguan metabolisme tubuh ini juga dapat berupa peningkatan
pembentukan kolinergik, peningkatan cardiac output, peningkatan
metabolisme karbohidrat. Dimana pada kondisi ini, jika terjadi kekurangan
oksigen yang disalurkan ke otak maka dapat mengakibatkan penurunan
kesadaran
b. Bagaimana mekanisme dari (berdasarkan kasus)
batuk :
Pada jaringan epitel tenggorokkan terdapat reseptor batuk
yang peka terhadap rangsangan. Saat benda asing masuk ke
saluran pernafasan akan menempel di mucus selanjutnya akan
terjadi iritasi pada reseptor tersebut dan mengaktifasi reseptor
batuk dan medulla spinalis yang dihubungkan oleh serat aferen
non myelin. Medulla spinalis kemudian akan perintah balik
berupa kontraksi pada otot abductor, kartilago aritnoidea yang
menyebabkan glottis terbuka karena medulla spinalis juga
merespon terjadinya inspirasi.
pilek
Alergen yang masuk tubuh melalui saluran pernafasan, kulit,
saluran pencernaan dan lain-lain akan ditangkap oleh makrofag
yang bekerja sebagai antigen presenting cells (APC). Setelah
alergen diproses dalam sel APC, kemudian oleh sel tersebut,
alergen dipresentasikan ke sel Th. Sel APC melalui penglepasan
interleukin I (II-1) mengaktifkan sel Th. Melalui penglepasan
Interleukin 2 (II-2) oleh sel Th yang diaktifkan, kepada sel B
diberikan signal untuk berproliferasi menjadi sel plasthma dan
membentuk IgE.
IgE yang terbentuk akan segera diikat oleh mastosit yang ada dalam
jaringan dan basofil yang ada dalam sirkulasi. Hal ini dimungkinkan
oleh karena kedua sel tersebut pada permukaannya memiliki reseptor
untuk IgE. Sel eosinofil, makrofag dan trombosit juga memiliki
reseptor untuk IgE tetapi dengan afinitas yang lemah.
Bila orang yang sudah rentan itu terpapar kedua kali atau lebih dengan
alergen yang sama, alergen yang masuk tubuh akan diikat oleh IgE
yang sudah ada pada permukaan mastofit dan basofil. Ikatan tersebut
akan menimbulkan influk Ca++ ke dalam sel dan terjadi perubahan
dalam sel yang menurunkan kadar cAMP.
Kadar cAMP yang menurun itu akan menimbulkan degranulasi sel.
Dalam proses degranulasi sel ini yang pertama kali dikeluarkan adalah
mediator yang sudah terkandung dalam granul-granul (preformed) di
dalam sitoplasma yang mempunyai sifat biologik, yaitu histamin,
Eosinophil Chemotactic Factor-A (ECF-A), Neutrophil Chemotactic
Factor (NCF), trypase dan kinin. Efek yang segera terlihat oleh
mediator tersebut ialah obstruksi oleh histamin.
Histamin menyebabkan Vasodilatasi, penurunan tekanan kapiler &
permeabilitas, sekresi mucus. Sekresi mukus yang berlebih itulah yang
menghasilkan pilek.
Batuk pilek pada kasus ini tidak memiliki hubungan yang spesifik dengan
terjadinya hipertiroidisme maupun krisis tiroid. Namun, batuk pilek ini
menandakan terjadinya infeksi sebagai salah satu faktor terjadinya krisis tiroid.
sulit tidur :
Sulit tidur yang dialami Nn.SS terjadi karena terjadinya
hipersekresi dari hormone tiroid yang akibtanya adalah
meningkatnya metabolism seluler sehingga tubuh menjadi panas.
Thermoregulator di hipotalamus merespon dengan berusaha
menurunkan suhu dengan mengeluarkan keringat. Selain itu,
hipersekresi dari hormone tiroid ini juga meningkatkan
katekolamin dan aktivitas dari CNS sehingga menyebabkan gugup
dan mudah cemas.
Jantung yang berdebar dan pernafasan yang meningkat juga
menyebabkan gangguan sirkulasi . Hal-hal inilah yang
menyebabkan Nn.SS suah untuk tidur.
c. Bagaimana korelasi antar gejala ?
Sulit tidur yang dialami Nn.SS terjadi karena terjadinya hipersekresi
dari hormone tiroid yang akibatnya adalah meningkatnya metabolism
seluler sehingga tubuh menjadi panas. Thermoregulator di
hipotalamus merespon dengan berusaha menurunkan suhu dengan
mengeluarkan keringat.
Selain itu, hipersekresi dari hormone tiroid ini juga meningkatkan
katekolamin dan aktivitas dari CNS sehingga menyebabkan gugup dan
mudah cemas dan suka terburu-buru.
Jantung yang berdebar dan pernafasan yang meningkat juga
menyebabkan gangguan sirkulasi . Hal-hal inilah yang menyebabkan
Nn.SS suah untuk tidur.
d. Bagaimana mekanisme abnormal dari :
Tekanan darah :
Hipotensi yang terjadi merupakan fase lanjut dari krisis tiroid
yang terjadi, biasanya disertai dengan penurunan kesadaran
hingga level stupor atau koma.
Struma Diffusa :
Struma diffusa yang timbul karena terjadinya morbus graves
yang merupakan suatu gangguan autoimun. Pada keadaan
tersebut, ditemukan berbagai macam antibody didalam serum.
Antibodi yang ditemukan mencakup terhadap reseptor TSH,
periksoksom tiroid dan tiroglobulin. Dari ketiganya, reseptor
TSH yang paling berperan dari terbentuknya antibody. Thyroid
growth stimulating immunoglobulin (TSI), mengikat reseptor
TSH untuk merangsang jalur adenilat siklase/ AMP siklik yang
menyebabkan peningkatan pembebasan dari hormone tiroid.
Akibatnya, terjadi proliferasi epitel folikel tiroid yang akan
menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid yang tersebar
merata. Keadaan patologis ini disebut sebagai struma difussa +.
e. Bagaimana cara pemeriksaan dari
Leher : struma diffusa
a) Inspeksi
Pemeriksa berada di depan penderita. Penderita posisi duduk dengan kepala
sedikit fleksi atau leher terbuka sedikit hiperekstensi agar m.
sternokleidomastoideus relaksasi sehingga tumor tiroid mudah dievaluasi.
Apabila terdapat pembengkakan atau nodul, perlu diperhatikan beberapa
komponen berikut :
Lokasi : lobus kanan, lobus kiri, ismus
Ukuran : besar/kecil, permukaan rata/noduler
Jumlah : uninodusa atau multinodusa
Bentuk : apakah difus (leher terlihat bengkak) ataukah berupa
noduler lokal
Gerakan : pasien diminta untuk menelan, apakah
pembengkakannya ikut bergerak
Pulsasi : bila nampak adanya pulsasi pada permukaan
pembengkakan
b) Palpasi
Pasien diminta untuk duduk, leher dalam posisi fleksi, pemeriksa berdiri di
belakang pasien dan meraba tiroid dengan menggunakan kedua tangan.
Beberapa hal yang perlu dinilai pada pemeriksaan palpasi :
Perluasan dan tepi
Gerakan saat menelan, apakah batas bawah dapat diraba atau tidak dapat
diraba trachea dan kelenjarnya.
Konsistensi, temperatur, permukaan, dan adanya nyeri tekan
Hubungan dengan m. sternocleidomastoideus (tiroid letaknya lebih dalam
daripada musculus ini.
Limfonodi dan jaringan sekitar
c. Auskultasi
Pada auskultasi perlu diperhatikan adanya bising tiroid yang menunjukkan
adanya hipertiroid.
f. Apa fungsi dari hormon tiroid ?
Hormon tiroid, yaitu 3, 5, 3’- triiodotironin (T3) dan 3, 5, 3’, 5’
tetraiodotironin (tiroksin, T4) yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid berperan
dalam mengatur ekspresi gen, differensiasi jaringan dan perkembangan
umum seperti perkembangan otak, perkembangan organ seks serta
berperan sebagai antiproteolitik dari hormon insulin. (Murray Robert K, et
al, 2000, The Medicine Journal, 2000). Selain itu hormon-hormon ini juga
berperan dalam mengatur sejumlah fungsi homeostasis termasuk produksi
energi dan panas. (Greenspan F S MD, Baxter J D MD, 1994 ).
g. Apa saja diagnosis banding dari penyakit Nn.SS ?
1. TNG (Toxic Nodular Goiter)
TNG merupakan keadaan dimana kelenjar tiroid terjadi pembesaran dengan bentuk
nodul tiroid atau dengan kata lain terjadi hipersekresi hormon-hormon tiroid yang
menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid yang bernodul-nodul. Gejala-gejalanya
adalah :
Intoleransi panas
Lemas
Tremor
Penurunan berat badan
Nafsu makan bertambah
Gondok
Takikardia
2. Goiter, Diffuse Toxic
Dalam diffuse toxic giter, kelenjar tiroid dapat memproduksi hormon tiroid secara
berlebihan. Ini akan mempercepat metabolisme hampir di seluruh organ. Gejalanya
yang utama adalah gondok itu sendiri. Gejalanya dapat muncul dalam minggu, bulan
bahkan tahun. Gejalanya dapat multisistemik namun dapat juga hanya menyerang satu
organ sehingga menimbulkan kesalahan dalam diagnosis. Pada orang lansia,
gejalanya dapat berupa penurunan berat badan, atrial fibrillation (cardiac),atau apathy
(depresi). Gejala yang dapat muncul yaitu :
Hipermetabolisme-penurunan berat badan dengan nafsu makan yang baik,
intoleransi
panas, berkeringat, lemas, osteoporosis
Hiperadrenergic-palpitasi, tremor, insmonia
Gynecomastica, sedikit menstruasi, penurunan konsentrasi, fatique
Goiter-bisa ringan sampai parah, bisa muncul kesulitan menelan
Oculopathy
Dekompensasi organ - Atrial fibrillation, congestive heart failure, penyakit
kuning
3. Thyroid Papillary Carcinoma
Bentuk ganas pada kelenjar tiroid. Sangat jarang terjadi, namun apabila terjadi dapat
menyebabkan hiperfungsi hormon-hormon tiroid sehingga sekresinya berlebihan di
dalam darah menyebabkan tirotoksikosis dan hipertiroid
4.Macro and Micro Pituitary Adenoma
Tumor jinak pada hipofisis. Apabila tumor lebih dari 10 mm disebut sebagai
makroadenoma ,dan bila kurang dari 10mm disebut mikroadenoma. Epidemiologi
adenoma hipofisis lebih sering
h. Bagaimana patofisiologi dari penyakit Nn. SS ?
Pada orang sehat, hipotalamus menghasilkan thyrotropin-releasing
hormone (TRH) yang merangsang kelenjar pituitari anterior untuk
menyekresikan thyroid-stimulating hormone (TSH) dan hormon
inilah yang memicu kelenjar tiroid melepaskan hormon tiroid.
Tepatnya, kelenjar ini menghasilkan prohormone thyroxine (T4) yang
mengalami deiodinasi terutama oleh hati dan ginjal menjadi bentuk
aktifnya, yaitu triiodothyronine (T3). T4 dan T3 terdapat dalam 2
bentuk: 1) bentuk yang bebas tidak terikat dan aktif secara biologik;
dan 2) bentuk yang terikat pada thyroid-binding globulin (TBG).
Kadar T4 dan T3 yang bebas tidak terikat sangat berkorelasi dengan
gambaran klinis pasien. Bentuk bebas ini mengatur kadar hormon
tiroid ketika keduanya beredar di sirkulasi darah yang menyuplai
kelenjar pituitari anterior.
Dari sudut pandang penyakit Graves, patofisiologi terjadinya
tirotoksikosis ini melibatkan autoimunitas oleh limfosit B dan T yang
diarahkan pada 4 antigen dari kelenjar tiroid: TBG, tiroid peroksidase,
simporter natrium-iodida, dan reseptor TSH. Reseptor TSH inilah yang
merupakan autoantigen utama pada patofisiologi penyakit ini.
Kelenjar tiroid dirangsang terus-menerus oleh autoantibodi terhadap
reseptor TSH dan berikutnya sekresi TSH ditekan karena peningkatan
produksi hormon tiroid. Autoantibodi tersebut paling banyak
ditemukan dari subkelas imunoglobulin (Ig)-G1. Antibodi ini
menyebabkan pelepasan hormon tiroid dan TBG yang diperantarai
oleh 3,’5′-cyclic adenosine monophosphate (cyclic AMP). Selain itu,
antibodi ini juga merangsang uptake iodium, sintesis protein, dan
pertumbuhan kelenjar tiroid.
Krisis tiroid timbul saat terjadi dekompensasi sel-sel tubuh dalam
merespon hormon tiroid yang menyebabkan hipermetabolisme berat
yang melibatkan banyak sistem organ dan merupakan bentuk paling
berat dari tirotoksikosis. Gambaran klinis berkaitan dengan pengaruh
hormon tiroid yang semakin menguat seiring meningkatnya
pelepasan hormon tiroid (dengan/tanpa peningkatan sintesisnya)
atau meningkatnya intake hormon tiroid oleh sel-sel tubuh. Pada
derajat tertentu, respon sel terhadap hormon ini sudah terlalu tinggi
untuk bertahannya nyawa pasien dan menyebabkan kematian. Diduga
bahwa hormon tiroid dapat meningkatkan kepadatan reseptor beta,
cyclic adenosine monophosphate, dan penurunan kepadatan reseptor
alfa. Kadar plasma dan kecepatan ekskresi urin epinefrin maupun
norepinefrin normal pada pasien tirotoksikosis.
Meskipun patogenesis krisis tiroid tidak sepenuhnya dipahami, teori
berikut ini telah diajukan untuk menjawabnya. Pasien dengan krisis
tiroid dilaporkan memiliki kadar hormon tiroid yang lebih tinggi
daripada pasien dengan tirotoksikosis tanpa komplikasi meskipun
kadar hormon tiroid total tidak meningkat. pengaktifan reseptor
adrenergik adalah hipotesis lain yang muncul. Saraf simpatik
menginervasi kelenjar tiroid dan katekolamin merangsang sintesis
hormon tiroid. Berikutnya, peningkatan hormon tiroid meningkatkan
kepadatan reseptor beta-adrenergik sehingga menamnah efek
katekolamin. Respon dramatis krisis tiroid terhadap beta-blockers
dan munculnya krisis tiroid setelah tertelan obat adrenergik, seperti
pseudoefedrin, mendukung teori ini. Teori ini juga menjelaskan
rendah atau normalnya kadar plasma dan kecepatan ekskresi urin
katekolamin. Namun, teori ini tidak menjelaskan mengapa beta-
blockers gagal menurunkan kadar hormon tiroid pada tirotoksikosis.
Teori lain menunjukkan peningkatan cepat kadar hormon sebagai
akibat patogenik dari sumbernya. Penurunan tajam kadar protein
pengikat yang dapat terjadi pasca operasi mungkin menyebabkan
peningkatan mendadak kadar hormon tiroid bebas. Sebagai
tambahan, kadar hormon dapat meningkat cepat ketika kelenjar
dimanipulasi selama operasi, selama palpasi saat pemeriksaan,atau
mulai rusaknya folikel setelah terapi radioactive iodine (RAI). Teori
lainnya yang pernah diajukan termasuk perubahan toleransi jaringan
terhadap hormon tiroid, adanya zat mirip katekolamin yang unik pada
keadaan tirotoksikosis, dan efek simpatik langsung dari hormon tiroid
sebaai akibat kemiripan strukturnya dengan katekolamin.
i. Bagaimana kompetensi dokter umum dalam kasus ini ?
LEARNING ISSUE
I. Hormon Tiroid
Tiroid atau kelenjar gondok adalah sebuah organ kecil yang terdiri dari dua
bagian yang dihubungkan jembatan, mirip prisai (bahasa yunani thyreos=prisai);
letaknya di bagian bawah leher mendampingi batang tenggorok; pada orang dewasa
beratnya kira-kira 25 – 30 gram
Fungsi hormon-hormon tiroid adalah :
– mempertinggi metabolisme sel;
– mempertinggi pemakaian oksigen;
– menstimulir pembentukan protein di dalam sel;
– mempercepat pertumbuhan sel,
– mempercepat kerja jantung & peredaran darah
– memperkuat peristaltik lambung-usus
Sel tiroid adalah satu-satunya sel dalam tubuh manusia yang dapat menyerap iodin
atau yodium yang diambil melalui pencernaan makanan. Iodin ini akan bergabung
dengan asam amino tirosin yang kemudian akan diubah menjadi T3 (triiodotironin)
dan T4 (triiodotiroksin). Dalam keadaan normal pengeluaran T4 sekitar 80% dan T3
15%. Sedangkan yang 5% adalah hormon-hormon lain seperti T2. T3 dan T4
membantu sel mengubah oksigen dan kalori menjadi tenaga (ATP = adenosin tri
fosfat). T3 bersifat lebih aktif daripada T4. T4 yang tidak aktif itu diubah menjadi T3
oleh enzim 5-deiodinase yang ada di dalam hati dan ginjal.
Proses ini juga berlaku di organ-organ lain seperti hipotalamus yang berada di otak
tengah. Hormon-hormon lain yang berkaitan dengan fungsi tiroid ialah TRH (tiroid
releasing hormon)dan TSH (tiroid stimulating hormon). Hormon-hormon ini
membentuk satu sistem aksis otak (hipotalamus dan pituitari)- kelenjar tiroid. TRH
dikeluarkan oleh hipotalamus yang kemudian merangsang kelenjar pituitari
mengeluarkan TSH. TSH yang dihasilkan akan merangasang tiroid untuk
mengeluarkan T3 dan T4. Oleh karena itu hal yang mengganggu jalur diatas akan
menyebabkan produksi T3 dan T4
II. Hipertiroidisme (krisis tiroid dan tirotoksikosis)
A. Definisi
Hipertiroidisme (Tiroktosikosis) merupakan suatu keadaan di mana
didapatkan kelebihan hormon tiroid karena ini berhubungan dengan
suatu kompleks fisiologis dan biokimiawi yang ditemukan bila suatu
jaringan memberikan hormon tiroid berlebihan. Hipertiroidisme adalah
keadaan tirotoksikosis sebagai akibat dari produksi tiroid, yang
merupakan akibat dari fungsi tiroid yang berlebihan. Hipertiroidisme
(Hyperthyrodism) adalah keadaan disebabkan oleh kelenjar tiroid
bekerja secara berlebihan sehingga menghasilkan hormon tiroid yang
berlebihan di dalam darah.Krisis tiroid merupakan suatu keadaan klinis
hipertiroidisme yang paling berat mengancam jiwa, umumnya keadaan
ini timbul pada pasien dengan dasar penyakit Graves atau Struma
multinodular toksik, dan berhubungan dengan faktor pencetus: infeksi,
operasi, trauma, zat kontras beriodium, hipoglikemia, partus, stress
emosi, penghentian obat anti tiroid, ketoasidosis diabetikum,
tromboemboli paru, penyakit serebrovaskular / strok, palpasi tiroid
terlalu kuat.
B. Pengertian
Kelenjar Tiroid adalah sejenis kelenjar endokrin yang terletak di bagian
bawah depan leher yang memproduksi hormon tiroid dan hormon
calcitonin.
C. Hormon Tiroid
Hormon yang terdiri dari asam amino yang mengawal kadar
metabolisme. Penyakit Grave, penyebab tersering hipertiroidisme, adalah
suatu penyakit otoimun yang biasanya ditandai oleh produksi otoantibodi
yang memiliki kerja mirip TSH pada kelenjar tiroid. Otoantibodi IgG ini,
yang disebut immunooglobulin perangsang tiroid (thyroid-stimulating
immunoglobulin), meningkatkan pembenftukan HT, tetapi tidak
mengalami umpan balik negatif dari kadar HT yang tinggi. Kadar TSH dan
TRH rendah karena keduanya berespons terhadap peningkatan kadar HT.
Penyebab penyaldt Grave tidak diketahui, namun tampaknya terdapat
predisposisi genetik terhadap penyakit otoimun, Yang paling sering
terkena adalah wanita berusia antara 20an sampai 30an.Gondok nodular
adalah peningkatan ukuran kelenjar tiroid akibat peningkatan kebutuhan
akan hormon tiroid. Peningkatan kebutuhan akan hormon tiroid terjadi
selama periode pertumbuhan atau kebutuhan metabolik yang tinggi
misalnya pada pubertas atau kehamilan. Dalarn hal ini, peningkatan HT
disebabkan oleh pengaktivan hipotalamus yang didorong oleh proses
metabolisme tubuh sehingga disertai oleh peningkatan TRH dan TSH.
Apabila kebutuhan akan hormon tiroid berkurang, ukuran kelenjar tiroid
biasanya kembali ke normal. Kadang-kadang terjadi perubahan yang
ireversibel dan kelenjar tidak dapat mengecil. Kelenjar yang membesar
tersebut dapat, walaupun tidak selalu, tetap memproduksi HT dalm
jumlah berlebihan. Apabila individu yang bersangkutan tetap mengalami
hipertiroidisme, maka keadaan ini disebut gondok nodular toksik. Dapat
terjadi adenoma, hipofisis sel-sel penghasil TSH atau penyakit
hipotalamus, walaupun jarang.
D. Klasifikasi
Hipertiroidisme (Tiroktosikosis) di bagi dalam 2 kategori:1. Kelainan
yang berhubungan dengan Hipertiroidisme2. Kelainan yang tidak
berhubungan dengan Hipertiroidisme
E. Penyebab Hipertiroidisme
Hipertiroidisme dapat terjadi akibat disfungsi kelenjar tiroid, hipofisis,
atau hipotalamus. Peningkatan TSH akibat malfungsi kelenjar tiroid akan
disertai penurunan TSH dan TRF karena umpan balik negatif HT terhadap
pelepasan keduanya.Hipertiroidisme akibat rnalfungsi hipofisis
memberikan gambamn kadar HT dan TSH yang finggi. TRF akan Tendah
karena uinpan balik negatif dari HT dan TSH. Hipertiroidisme akibat
malfungsi hipotalamus akan memperlihatkan HT yang finggi disertai TSH
dan TRH yang berlebihan.
Penyebab Utama
• Penyakit Grave
• Toxic multinodular goitre
• Solitary toxic adenoma
Penyebab Lain
• Tiroiditis
• Penyakit troboblastis
• Ambilan hormone tiroid secara berlebihan
• Pemakaian yodium yang berlebihan
• Kanker pituitari
• Obat-obatan seperti Amiodarone
F. Gejala-gejala Hipertiroidisme
• Peningkatan frekuensi denyut jantung.
• Peningkatan tonus otot, tremor, iritabilitas, peningkatan kepekaan
terhadap katekolamin.
• Peningkatan laju metabolisme basal, peningkatan pembentukan panas,
intoleran terhadap panas, keringat berlebihan.
• Penurunan berat, peningkatan rasa lapar (nafsu makan baik).
• Peningkatan frekuensi buang air besar.
• Gondok (biasanya), yaitu peningkatan ukuran kelenjar tiroid.
• Gangguan reproduksi.
• Tidak tahan panas.
• Cepat letih.
• Tanda bruit.
• Haid sedikit dan tidak tetap.
• Pembesaran kelenjar tiroid.
• Mata melotot (exoptalmus).
G. Diagnosa
Diagnosa bergantung kepada beberapa hormon berikut ini :Pemeriksaan
darah yang mengukur kadar HT (T3 dan T4), TSH, dan TRH akan
memastikan diagnosis keadaan dan lokalisasi masalah di tingkat susunan
saraf pusat atau kelenjar tiroid.
• TSH (Tiroid Stimulating Hormone)
• Bebas T4 (tiroksin)
• Bebas T3 (triiodotironin)
• Diagnosa juga boleh dibuat menggunakan ultrabunyi untuk memastikan
pembesaran kelenjar tiroid
• Tiroid scan untuk melihat pembesaran kelenjar tiroid
• Hipertiroidisme dapat disertai penurunan kadar lemak serum
• Penurunan kepekaan terhadap insulin, yang dapat menyebabkan
hiperglikemia
H. Komplikasi
Komplikasi hipertiroidisme yang dapat mengancam nyawa adalah krisis
tirotoksik (thyroid storm). Hal ini dapat berkernbang secara spontan pada
pasien hipertiroid yang menjalani terapi, selama pembedahan kelenjar tiroid,
atau terjadi pada pasien hipertiroid yang tidak terdiagnosis. Akibatnya adalah
pelepasan HT dalam jumlah yang sangat besar yang menyebabkan takikardia,
agitasi, tremor, hipertermia (sampai 106 oF), dan, apabila tidak diobati,
kematian.Penyakit jantung Hipertiroid, oftalmopati Graves, dermopati Graves,
infeksi karena agranulositosis pada pengobatan dengan obat antitiroid. Krisis
tiroid: mortalitas.
I. Penatalaksanaan
1. Konservatif
Tata laksana penyakit Graves
Obat Anti-Tiroid. Obat ini menghambat produksi hormon tiroid. Jika dosis
berlebih, pasien mengalami gejala hipotiroidisme. Contoh obat adalah
sebagai berikut :
• Thioamide
• Methimazole dosis awal 20 -30 mg/hari
• Propylthiouracil (PTU) dosis awal 300 – 600 mg/hari, dosis
maksimal 2.000 mg/hari
• Potassium Iodide
• Sodium Ipodate
• Anion Inhibitor
Beta-adrenergic reseptor antagonist. Obat ini adalah untuk mengurangi
gejala-gejala hipotiroidisme. Contoh : PropanololIndikasi :
• Mendapat remisi yang menetap atau memperpanjang remisi pada
pasien muda dengan struma ringan –sedang dan tiroktosikosis.
• Untuk mengendalikan tiroktosikosis pada fase sebelum
pengobatan atau sesudah pengobatan yodium radioaktif.
• Persiapan tiroidektomi.
• Pasien hamil, usia lanjut.
• Krisis tiroid.
Penyekat adinergik ß pada awal terapi diberikan, sementara menunggu
pasien menjadi eutiroid setelah 6-12 minggu pemberian anti tiroid.
Propanolol dosis 40-200 mg dalam 4 dosis pada awal pengobatan, pasien
kontrol setelah 4-8 minggu. Setelah eutiroid, pemantauan setiap 3-6 bulan
sekali: memantau gejala dan tanda klinis, serta Lab.FT4/T4/T3 dan TSHs.
Setelah tercapai eutiroid, obat anti tiroid dikurangi dosisnya dan
dipertahankan dosis terkecil yang masih memberikan keadaan eutiroid
selama 12-24 bulan. Kemudian pengobatan dihentikan , dan di nilai
apakah tejadi remisi. Dikatakan remisi apabila setelah 1 tahun obat
antitiroid di hentikan, pasien masih dalam keadaan eutiroid, walaupun
kemidian hari dapat tetap eutiroid atau terjadi kolaps.
2. Surgical
a. Radioaktif iodineTindakan ini adalah untuk memusnahkan kelenjar
tiroid yang hiperaktif.
b. TiroidektomiTindakan Pembedahan ini untuk mengangkat kelenjar
tiroid yang membesar.
KRISIS TIROID
Krisis tiroid merupakan komplikasi hipertiroidisme yang jarang terjadi tetapi
berpotensi fatal. Krisis tiroid harus dikenali dan ditangani berdasarkan
manifestasi klinis karena konfirmasi laboratoris sering kali tidak dapat
dilakukan dalam rentang waktu yang cukup cepat. Pasien biasanya
memperlihatkan keadaan hypermetabolik yang ditandai oleh demam tinggi,
tachycardi, mual, muntah, agitasi, dan psikosis. Pada fase lanjut, pasien dapat
jatuh dalam keadaan stupor atau komatus yang disertai dengan hypotensi.
Krisis tiroid adalah penyakit yang jarang terjadi, yaitu hanya terjadi sekitar 1-
2% pasien hypertiroidisme. Sedangkan insidensi keseluruhan hipertiroidisme
sendiri hanya berkisar antara 0,05-1,3% dimana kebanyakannya bersifat
subklinis. Namun, krisis tiroid yang tidak dikenali dan tidak ditangani dapat
berakibat sangat fatal. Angka kematian orang dewasa pada krisis tiroid mencapai
10-20%. Bahkan beberapa laporan penelitian menyebutkan hingga setinggi 75%
dari populasi pasien yang dirawat inap.
Dengan tirotoksikosis yang terkendali dan penanganan dini krisis tiroid, angka
kematian dapat diturunkan hingga kurang dari 20%. Karena penyakit Graves
merupakan penyebab hipertiroidisme terbanyak dan merupakan penyakit
autoimun yang juga mempengaruhi sistem organ lain, melakukan anamnesis
yang tepat sangat penting untuk menegakkan diagnosis. Hal ini penting karena
diagnosis krisis tiroid didasarkan pada gambaran klinis bukan pada gambaran
laboratoris.
Hal lain yang penting diketahui adalah bahwa krisis tiroid merupakan krisis
fulminan yang memerlukan perawatan intensif dan pengawasan terus-menerus.
Dengan diagnosis yang dini dan penanganan yang adekuat, prognosis biasanya
akan baik.Oleh karena itu, diperlukan pemahaman yang tepat tentang krisis
tiroid, terutama mengenai diagnosis dan penatalaksaannya.
Definisi Krisis Tiroid
Krisis tiroid adalah suatu keadaan dimana gejala-gejala dari tirotoksikosis
dengan sekonyong-konyong menjadi hebat dan disertai oleh hyperpireksia,
takikardia dan kadang-kadang vomitus yang terus menerus. Krisis tiroid adalah
kondisi hipermetabolik yang mengancam jiwa dan ditandai oleh demam tinggi
dan disfungsi sistem kardiovaskular, sistem saraf, dan sistem saluran cerna.
Awalnya, timbul hipertiroidisme yang merupakan kumpulan gejala akibat
peningkatan kadar hormon tiroid yang beredar dengan atau tanpa kelainan
fungsi kelenjar tiroid. Ketika jumlahnya menjadi sangat berlebihan, terjadi
kumpulan gejala yang lebih berat, yaitu tirotoksikosis. Krisis tiroid merupakan
keadaan dimana terjadi dekompensasi tubuh terhadap tirotoksikosis tersebut.
Tipikalnya terjadi pada pasien dengan tirotoksikosis yang tidak terobati atau
tidak tuntas terobati yang dicetuskan oleh tindakan operatif, infeksi, atau
trauma.
Etiologi Krisis Tiroid / Penyebab Krisis Tiroid
Etiologi krisis tiroid antara lain penyakit Graves, goiter multinodular toksik,
nodul toksik, tiroiditis Hashimoto, tiroiditas deQuevain, karsinoma tiroid
folikular metastatik, dan tumor penghasil TSH. Etiologi yang paling banyak
menyebabkan krisis tiroid adalah penyakit Graves (goiter difus toksik).
Meskipun tidak biasa terjadi, krisis tiroid juga dapat merupakan komplikasi dari
operasi tiroid. Kondisi ini diakibatkan oleh manipulasi kelenjar tiroid selama
operasi pada pasien hipertiroidisme. Krisis tiroid dapat terjadi sebelum, selama,
atau sesudah operasi. Operasi umumnya hanya direkomendasikan ketika pasien
mengalami penyakit Graves dan strategi terapi lain telah gagal atau ketika
dicurigai adanya kanker tiroid. Krisis tiroid berpotensi pada kasus-kasus seperti
ini dapat menyebabkan kematian.
Krisis tiroid juga dikaitkan dengan hipokalsemia berat. Seorang kasus wanita
berusia 30 tahun dengan krisis tiroid dan gangguan fungsi ginjal menunjukkan
adanya hipokalsemia. Hipokalsemia pada kasus tersebut telah ada saat kreatinin
serumnya masih normal. Kadar serum normal fragmen ujung asam amino
hormon paratiroid dalam keadaan hipokalsemia pada kasus tersebut
menunjukkan adanya gangguan fungsi paratiroid. Karena kadar serum
magnesiumnya normal dan tidak memiliki riwayat operasi tiroid ataupun terapi
radio-iodium, hipoparatiroidisme yang terjadi dianggap idiopatik. Kasus ini
adalah kasus ketujuh yang disebutkan di literatur tentang penyakit Grave yang
disertai hipoparatiroidisme idiopatik.
Krisis tiroid dilaporkan pula terjadi pada pasien nefritis interstisial. Kasus
seorang pria berusia 54 tahun yang telah diterapi dengan tiamazol (5 mg/hari)
menunjukkan kadar hormon tiroid yang meningkat tajam setelah dilakukan
eksodontia. Meskipun dosis tiamazol yang diresepkan dinaikkan setelah
eksodontia pada hari keempat, pria ini mengalami krisis tiroid pada hari ke-52
pasca eksodontia. Temuan laboratoris juga menunjukkan disfungsi ginjal
(kreatinin 1,8 mg/dL pada hari ke 37 pasca eksodontia). Kadar hormon tiroid
kembali dalam batas normal setelah tiroidektomi subtotal. Namun, kadar serum
kreatinin masih tetap tinggi. Pria ini kemudia didiagnosis dengan nefritis
interstisial berdasarkan hasil biopsi ginjal dan diterapi dengan prednisolon 30
mg/hari. Kasus ini mewakilit kejadian krisis tiroid yang terjadi meskipun
tiamazol ditingkatkan dosisnya setelah eksodontia. Tampak bahwa nefritis
interstisial sebagaimana pula eksodontia merupakan faktor yang dapat
meningkatkan fungsi tiroid. Setelah buruknya respon terhadap obat anti-tiroid,
penting untuk mencegah krisis tiroid dengan menentukan faktor-faktor ini dan
pengobatan yang sesuai.
Patofisiologi Krisis Tiroid / Patogenesis Krisis Tiroid
Pada orang sehat, hipotalamus menghasilkan thyrotropin-releasing hormone
(TRH) yang merangsang kelenjar pituitari anterior untuk menyekresikan
thyroid-stimulating hormone (TSH) dan hormon inilah yang memicu kelenjar
tiroid melepaskan hormon tiroid. Tepatnya, kelenjar ini menghasilkan
prohormone thyroxine (T4) yang mengalami deiodinasi terutama oleh hati dan
ginjal menjadi bentuk aktifnya, yaitu triiodothyronine (T3). T4 dan T3 terdapat
dalam 2 bentuk: 1) bentuk yang bebas tidak terikat dan aktif secara biologik; dan
2) bentuk yang terikat pada thyroid-binding globulin (TBG). Kadar T4 dan T3
yang bebas tidak terikat sangat berkorelasi dengan gambaran klinis pasien.
Bentuk bebas ini mengatur kadar hormon tiroid ketika keduanya beredar di
sirkulasi darah yang menyuplai kelenjar pituitari anterior.
Dari sudut pandang penyakit Graves, patofisiologi terjadinya tirotoksikosis ini
melibatkan autoimunitas oleh limfosit B dan T yang diarahkan pada 4 antigen
dari kelenjar tiroid: TBG, tiroid peroksidase, simporter natrium-iodida, dan
reseptor TSH. Reseptor TSH inilah yang merupakan autoantigen utama pada
patofisiologi penyakit ini. Kelenjar tiroid dirangsang terus-menerus oleh
autoantibodi terhadap reseptor TSH dan berikutnya sekresi TSH ditekan karena
peningkatan produksi hormon tiroid. Autoantibodi tersebut paling banyak
ditemukan dari subkelas imunoglobulin (Ig)-G1. Antibodi ini menyebabkan
pelepasan hormon tiroid dan TBG yang diperantarai oleh 3,’5′-cyclic adenosine
monophosphate (cyclic AMP). Selain itu, antibodi ini juga merangsang uptake
iodium, sintesis protein, dan pertumbuhan kelenjar tiroid.
Krisis tiroid timbul saat terjadi dekompensasi sel-sel tubuh dalam merespon
hormon tiroid yang menyebabkan hipermetabolisme berat yang melibatkan
banyak sistem organ dan merupakan bentuk paling berat dari tirotoksikosis.
Gambaran klinis berkaitan dengan pengaruh hormon tiroid yang semakin
menguat seiring meningkatnya pelepasan hormon tiroid (dengan/tanpa
peningkatan sintesisnya) atau meningkatnya intake hormon tiroid oleh sel-sel
tubuh. Pada derajat tertentu, respon sel terhadap hormon ini sudah terlalu tinggi
untuk bertahannya nyawa pasien dan menyebabkan kematian. Diduga bahwa
hormon tiroid dapat meningkatkan kepadatan reseptor beta, cyclic adenosine
monophosphate, dan penurunan kepadatan reseptor alfa. Kadar plasma dan
kecepatan ekskresi urin epinefrin maupun norepinefrin normal pada pasien
tirotoksikosis.
Meskipun patogenesis krisis tiroid tidak sepenuhnya dipahami, teori berikut ini
telah diajukan untuk menjawabnya. Pasien dengan krisis tiroid dilaporkan
memiliki kadar hormon tiroid yang lebih tinggi daripada pasien dengan
tirotoksikosis tanpa komplikasi meskipun kadar hormon tiroid total tidak
meningkat. pengaktifan reseptor adrenergik adalah hipotesis lain yang muncul.
Saraf simpatik menginervasi kelenjar tiroid dan katekolamin merangsang
sintesis hormon tiroid. Berikutnya, peningkatan hormon tiroid meningkatkan
kepadatan reseptor beta-adrenergik sehingga menamnah efek katekolamin.
Respon dramatis krisis tiroid terhadap beta-blockers dan munculnya krisis tiroid
setelah tertelan obat adrenergik, seperti pseudoefedrin, mendukung teori ini.
Teori ini juga menjelaskan rendah atau normalnya kadar plasma dan kecepatan
ekskresi urin katekolamin. Namun, teori ini tidak menjelaskan mengapa beta-
blockers gagal menurunkan kadar hormon tiroid pada tirotoksikosis.
Teori lain menunjukkan peningkatan cepat kadar hormon sebagai akibat
patogenik dari sumbernya. Penurunan tajam kadar protein pengikat yang dapat
terjadi pasca operasi mungkin menyebabkan peningkatan mendadak kadar
hormon tiroid bebas. Sebagai tambahan, kadar hormon dapat meningkat cepat
ketika kelenjar dimanipulasi selama operasi, selama palpasi saat
pemeriksaan,atau mulai rusaknya folikel setelah terapi radioactive iodine (RAI).
Teori lainnya yang pernah diajukan termasuk perubahan toleransi jaringan
terhadap hormon tiroid, adanya zat mirip katekolamin yang unik pada keadaan
tirotoksikosis, dan efek simpatik langsung dari hormon tiroid sebaai akibat
kemiripan strukturnya dengan katekolamin.
Gambaran klinis Krisis Tiroid / Manifestasi Klinis Krisis Tiroid
Riwayat penyakit dahulu pasien mencakup tirotoksikosis atau gejala-gejala
seperti iritabilitas, agitasi, labilitas emosi, nafsu makan kurang dengan berat
badan sangat turun, keringat berlebih dan intoleransi suhu, serta prestasi
sekolah yang menurun akibat penurunan rentang perhatian. Riwayat penyakit
sekarang yang umum dikeluhkan oleh pasien adalah demam, berkeringat
banyak, penurunan nafsu makan dan kehilangan berat badan. Keluhan saluran
cerna yang sering diutarakan oleh pasien adalah mual, muntah, diare, nyeri
perut, dan jaundice. Sedangkan keluhan neurologik mencakup gejala-gejala
ansietas (paling banyak pada remaja tua), perubahan perilaku, kejang dan koma.
Pada pemeriksaan fisik, ditemukan demam dengan temperatur konsisten
melebihi 38,5oC. Pasien bahkan dapat mengalami hiperpireksia hingga melebihi
41oC dan keringat berlebih. Tanda-tanda kardiovaskular yang ditemukan antara
lain hipertensi dengan tekanan nadi yang melebar atau hipotensi pada fase
berikutnya dan disertai syok. Takikardi terjadi tidak bersesuaian dengan demam.
Tanda-tanda gagal jantung antara lain aritmia (paling banyak supraventrikular,
seperti fibrilasi atrium, tetapi takikardi ventrikular juga dapat terjadi).
Sedangkan tanda-tanda neurologik mencakup agitasi dan kebingungan,
hiperrefleksia dan tanda piramidal transien, tremor, kejang, dan koma. Tanda-
tanda tirotoksikosis mencakup tanda orbital dan goiter.
Selain kasus tipikal seperti digambarkan di atas, ada satu laporan kasus seorang
pasien dengan gambaran klinis yang atipik (normotermi dan normotensif) yang
disertai oleh sindroma disfungsi organ yang multipel, seperti asidosis laktat dan
disfungsi hati, dimana keduanya merupakan komplikasi yang sangat jarang
terjadi. Kasus ini menunjukkan bahwa kedua sistem organ ini terlibat dalam
krisis tiroid dan penting untuk mengenali gambaran atipik ini pada kasus-kasus
krisis tiroid yang dihadapi.
Pemeriksaan Laboratorium Krisis Tiroid
Diagnosis krisis tiroid didasarkan pada gambaran klinis bukan pada gambaran
laboratoris. Jika gambaran klinis konsisten dengan krisis tiroid, terapi tidak
boleh ditunda karena menunggu konfirmasi hasil pemeriksaan laboratorium atas
tirotoksikosis. Pada pemeriksaan status tiroid, biasanya akan ditemukan
konsisten dengan keadaan hipertiroidisme dan bermanfaat hanya jika pasien
belum terdiagnosis sebelumnya. Hasil pemeriksaan mungkin tidak akan didapat
dengan cepat dan biasanya tidak membantu untuk penanganan segera. Temuan
biasanya mencakup peningkatan kadar T3, T4 dan bentuk bebasnya,
peningkatan uptake resin T3, penurunan kadar TSH, dan peningkatan uptake
iodium 24 jam.
Kadar TSH tidak menurun pada keadaan sekresi TSH berlebihan tetapi hal ini
jarang terjadi. Tes fungsi hati umumnya menunjukkan kelainan yang tidak
spesifik, seperti peningkatan kadar serum untuk SGOT, SGPT, LDH, kreatinin
kinase, alkali fosfatase, dan bilirubin. Pada analisis gas darah, pengukuran kadar
gas darah maupun elektrolit dan urinalisis dilakukan untuk menilai dan
memonitor penanganan jangka pendek.
Penatalaksanaan Krisis Tiroid / Penatalaksanaan Krisis Tiroid /
Pengobatan Krisis Tiroid / Terapi Krisis Tiroid
Penatalaksanaan krisis tiroid perlu proses dalam beberapa langkah. Idealnya,
terapi yang diberikan harus menghambat sintesis, sekresi, dan aksi perifer
hormon tiroid. Penanganan suportif yang agresif dilakukan kemudian untuk
menstabilkan homeostasis dan membalikkan dekompensasi multi organ.
Pemeriksaan tambahan perlu dilakukan untuk mengidentifikasi dan mengatasi
faktor pencetusnya yang kemudian diikuti oleh pengobatan definitif untuk
mencegah kekambuhan. Krisis tiroid merupakan krisis fulminan yang
memerlukan perawatan intensif dan pengawasan terus-menerus.
Penatalaksanaan Krisis Tiroid : menghambat sintesis hormon tiroid
Senyawa anti-tiroid seperti propylthiouracil (PTU) dan methimazole (MMI)
digunakan untuk menghambat sintesis hormon tiroid. PTU juga menghambat
konversi T4 menjadi T3 di sirkulasi perifer dan lebih disukai daripada MMI pada
kasus-kasus krisis tiroid. Sedangkan MMI merupakan agen farmakoogik yang
umum digunakan pada keadaan hipertiroidisme. Keduanya menghambat
inkorporasi iodium ke TBG dalam waktu satu jam setelah diminum. Riwayat
hepatotoksisitas atau agranulositosis dari terapi tioamida sebelumnya
merupakan kontraindikasi kedua obat tersebut.4 PTU diindikasikan untun
hipertiroidisme yang disebabkab oleh penyakit Graves. Laporan penelitian yang
mendukungnya menunjukkan adanya peningkatan risiko terjadinya toksisitas
hati atas penggunaan PTU dibandingkan dengan metimazol. Kerusakan hati
serius telah ditemukan pada penggunaan metimazol pada lima kasus (tiga
diantaranya meninggal). PTU sekarang dipertimbangkan sebagai terapi obat lini
kedua kecuali pada pasien yang alergi atau intoleran terhadap metimazol atau
untuk wanita dengan kehamilan trimester pertama. Penggunaan metimazol
selama kehamilan dilaporkan menyebabkan embriopati, termasuk aplasia kutis,
meskipun merupakan kasus yang jarang ditemui.
Awasi secara ketat terapi PTU atas kemungkinan timbulnya gejala dan tanda
kerusakan hati, terutama selama 6 bulan pertama setelah terapi dimulai. Untuk
suspek kerusakan hati, hentikan bertahap terapi PTU dan uji kembali hasil
pemeriksaan kerusakan hati dan berikan perawatan suportif. PTU tidak boleh
digunakan pada pasien anak kecuali pasien alergi atau intoleran terhadap
metimazol dan tidak ada lagi pilihan obat lain yang tersedia. Berikan edukasi
pada pasien agar menghubungi dokter jika terjadi gejala-gejala berikut:
kelelahan, kelemahan, nyeri perut, hilang nafsu makan, gatal, atau menguningnya
mata maupun kulit pasien.
Penatalaksanaan Krisis Tiroid menghambat sekresi hormon tiroid
Setelah terapi anti-tiroid dimulai, hormon yang telah dilepaskan dapat dihambat
dengan sejumlah besar dosis iodium yang menurunkan uptake iodium di
kelenjar tiroid. Cairan lugol atau cairan jenuh kalium iodida dapat digunakan
untuk tujuan ini. Terapi iodium harus diberikan setelah sekitar satu jam setelah
pemberian PTU atau MMI. Perlu diketahui bahwa iodium yang digunakan secara
tunggal akan membantu meningkatkan cadangan hormon tiroid dan dapat
semakin meningkatkan status tirotoksik. Bahan kontras yang teiodinasi untuk
keperluan radiografi, yaitu natrium ipodat, dapat diberikan untuk keperluan
iodium dan untuk menghambat konversi T4 menjadi T3 di sirkulasi perifer.
Kalium iodida dapat menurunkan aliran darah ke kelenjar tiroid dan hanya
digunakan sebelum operasi pada tirotoksikosis.4 Pasien yang intoleran terhadap
iodium dapat diobati dengan litium yang juga mengganggu pelepasan hormon
tiroid. Pasien yang tidak dapat menggunakan PTU atau MMI juga dapat diobati
dengan litium karena penggunaan iodium tunggal dapat diperdebatkan. Litium
menghambat pelepasan hormon tiroid melalui pemberiannya. Plasmaferesis,
pertukaran plasma, transfusi tukar dengan dialisis peritoneal, dan perfusi
plasma charcoal adalah teknik lain yang digunakan untuk menghilangkan
hormon yang berlebih di sirkulasi darah. Namun, sekarang teknik-teknik ini
hanya digunakan pada pasien yang tidak merespon terhadap penanganan lini
awal. Preparat intravena natrium iodida (diberikan 1 g dengan infus pelan per 8-
12 jam) telah ditarik dari pasaran.
Penatalaksanaan Krisis Tiroid menghambat aksi perifer hormon tiroid
Propranolol adalah obat pilihan untuk melawan aksi perifer hormon tiroid.
Propranolol menghambat reseptor beta-adrenergik dan mencegah konversi T4
menjadi T3. Obat ini menimbulkan perubahan dramatis pada manifestasi klinis
dan efektif dalam mengurangi gejala. Namun, propranolol menghasilkan respon
klinis yang diinginkan pada krisis tiroid hanya pada dosis yang besar. Pemberian
secara intravena memerlukan pengawasan berkesinambungan terhadap irama
jantung pasien.
Sekarang, esmolol merupakan agen beta-blocker aksi ultra-cepat yang berhasil
digunakan pada krisis tiroid. Agen-agen beta-blocker non-selektif, seperti
propranolol maupun esmolol, tidak dapat digunakan pada pasien dengan gagal
jantung kongestif, bronkospasme, atau riwayat asma. Untuk kasus-kasus ini,
dapat digunakan obat-obat seperti guanetidin atau reserpin. Pengobatan dengan
reserpin berhasil pada kasus-kasus krisis tiroid yang resisten terhadap dosis
besar propranolol. Namun, guanetidin dan reserpin tidak dapat digunakan pada
dalam keadaan kolaps kardiovaskular atau syok.
Penatalaksanaan: penanganan suportif
Terapi cairan dan elektrolit yang agresif diperlukan untuk mengatasi dehidrasi
dan hipotensi. Keadaan hipermetabolik yang berlebihan dengan peningkatan
transit usus dan takipnu akan membawa pada kehilangan cairan yang cukup
bermakna. Kebutuhan cairan dapat meningkat menjadi 3-5 L per hari. Dengan
demikian, pengawasan invasif disarankan pada pasien-pasien lanjut usia dan
dengan gagal jantung kongestif. Agen yang meningkatkan tekanan darah dapat
digunakan saat hipotensi menetap setelah penggantian cairan yang adekuat.
Berikan pulan cairan intravena yang mengandung glukosa untuk mendukung
kebutuhan gizi. Multivitamin, terutama vitamin B1, dapat ditambahkan untuk
mencegah ensefalopati Wernicke. Hipertermia diatasi melalui aksi sentral dan
perifer. Asetaminofen merupakan obat pilihan untuk hal tersebut karena aspirin
dapat menggantikan hormon tiroid untuk terikat pada reseptornya dan malah
meningkatkan beratnya krisis tiroid. Spons yang dingin, es, dan alkohol dapat
digunakan untuk menyerap panas secara perifer. Oksigen yang dihumidifikasi
dingin disarankan untuk pasien ini.
Penggunaan glukokortikoid pada krisis tiroid dikaitkan dengan peningkatan
angka harapan hidup. Awalnya, glukokortikoid digunakan untuk mengobati
kemungkinan insufisiensi relatif akibat percepatan produksi dan degradasi pada
saat status hipermetabolik berlangsung. Namun, pasien mungkin mengalami
defisiensi autoimun tipe 2 dimana penyakit Graves disertai oleh insufisiensi
adrenal absolut. Glukokortikoid dapat menurunkanuptake iodium dan titer
antibodi yang terstimulasi oleh hormon tiroid disertai stabilisasi anyaman
vaskuler. Sebagai tambahan, deksametason dan hidrokortison dapat memiliki
efek menghambat konversi T4 menjadi T3. Dengan demikian, dosis
glukokortikoid, seperti deksametason dan hidrokortison, sekarang rutin
diberikan.
Meskipun seringkali muncul pada pasien lanjut usia, dekompensasi jantung juga
dapat muncul pada pasien yang muda dan bahkan pada pasien tanpa penyakit
jantung sebelumnya. Pemberian digitalis diperlukan untuk mengendalikan laju
ventrikel pada pasien dengan fibrilasi atrium. Obat-obat anti-koagulasi mungkin
diperlukan untuk fibrilasi atrium dan dapat diberikan jika tidak ada
kontraindikasi. Digoksin dapat digunakan pada dosis yang lebih besar daripada
dosis yang digunakan pada kondisi lain. Awasi secara ketat kadar digoksin untuk
mencegah keracunan. Seiring membaiknya keadaan pasien, dosis digoksin dapat
mulai diturunkan. Gagal jantung kongestif muncul sebagai akibat gangguan
kontraktilitas miokardium dan mungkin memerlukan pengawasan dengan
kateter Swan-Ganz.
Keadaan hiperadrenergik telah dilaporkan pada pasien hipertiroid. Hilangnya
tonus vagal selama tirotoksikosis dapat memicu iskemia miokardial transien dan
pengawasan jangka panjang elektrokardiogram (EKG) dapat meningkatkan
deteksi takiaritmia dan iskemia miokardial tersebut. Blokade saluran kalsium
mungkin merupakan terapi yang lebih cocok dengan melawan efek agonis
kalsium yang terkait hormon tiroid pada miokardium dan memperbaiki
ketidakseimbangan simpatovagal.
Penatalaksanaan: efek samping
Efek samping PTU yang pernah dilaporkan adalah perdarahan atau gusi mudah
berdarah, kerusakan hati (anoreksia, pruritus, nyeri perut kanan atas,
peningkatan kadar transaminase hingga tiga kali nilai normal), infeksi (terjadi
akibat agranulositosis), pruritus hingga dermatitis eksfoliatif, vaskulitis maupun
ulkus oral vaskulitik, dan pioderma gangrenosum. Meskipun termasuk
rekomendasi D, beberapa pendapat ahli masih merekomendasikan bahwa obat
ini harus tetap dipertimbangkan sebagai lini pertama terapi penyakit Graves
selama kehamilan. Risiko kerusakan hati serius, seperti gagal hati dan kematian,
telah dilaporkan pada dewasa dan anak, terutama selama enam bulan pertama
terapi.
Agranulositosis adalah efek samping yang jarang terjadi pada penggunaan obat
anti-tiroid dan merupakan etiologi atas infeksi yang didapat dari komunitas dan
mengancam jiwa pasien yang menggunakan obat-obat ini. Manifestasi klinis yang
sering muncul adalah demam (92%) dan sakit tenggorokan (85%). Diagnosis
klinis awal biasanya adalah faringitis akut (46%), tonsilitis akut (38%),
pneumonia (15%) dan infeksi saluran kencing (8%). Kultur darah positif untuk
Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli, Staphylococcus aureus,
Capnocytophaga species. Kematian disebabkan oleh infeksi yang tidak
terkendali, krisis tiroid dan gagal organ yang multipel. Basil Gram negatif, seperti
Klebsiella pneumoniae dan P. aeruginosa, merupakan patogen yang paling sering
ditemui pada isolat klinis. Antibiotik spektrum luas dengan aktifitas anti-
pseudomonas harus diberikan pada pasien dengan agranulositosis yang
disebabkan oleh obat anti-tiroid yang menampilkan manifestasi klinis infeksi
yang berat.
Komplikasi Krisis Tiroid
Komplikasi dapat ditimbulkan dari tindakan bedah, yaitu antara lain
hipoparatiroidisme, kerusakan nervus laringeus rekurens, hipotiroidisme pada
tiroidektomi subtotal atau terapi RAI, gangguan visual atai diplopia akibat
oftalmopati berat, miksedema pretibial yang terlokalisir, gagal jantung dengan
curah jantung yang tinggi, pengurangan massa otot dan kelemahan otot
proksimal.1 Hipoglikemia dan asidosis laktat adalah komplikasi krisis tiroid yang
jarang terjadi. Sebuah kasus seorang wanita Jepang berusia 50 tahun yang
mengalami henti jantung satu jam setelah masuk rumah sakit dilakukan
pemeriksaan sampel darah sebelumnya. Hal yang mengejutkan adalah kadar
plasma glukosa mencapai 14 mg/dL dan kadar asam laktat meningkat hingga
6,238 mM. Dengan demikian, jika krisis tiroid yang atipik menunjukkan keadaan
normotermi hipoglikemik dan asidosis laktat, perlu dipertimbangkan untuk
menegakkan diagnosis krisis tiroid lebih dini karena kondisi ini memerlukan
penanganan kegawatdaruratan. Penting pula untuk menerapkan prinsip-prinsip
standar dalam penanganan kasus krisis tiroid yang atipik.
Prognosis Krisis Tiroid
Krisis tiroid dapat berakibat fatal jika tidak ditangani. Angka kematian
keseluruhan akibat krisis tiroid diperkirakan berkisar antara 10-20% tetapi
terdapat laporan penelitian yang menyebutkan hingga 75%, tergantung faktor
pencetus atau penyakit yang mendasari terjadinya krisis tiroid. Dengan
diagnosis yang dini dan penanganan yang adekuat, prognosis biasanya akan baik.
Pencegahan Krisis Tiroid
Pencegahan dilakukan dengan melakukan terapi tirotoksikosis yang ketat
setelah diagnosis ditegakkan. Operasi dilakukan pada pasien tirotoksik hanya
setelah dilakukan blokade hormon tiroid dan/atau beta-adrenergik. Krisis tiroid
setelah terapi RAI untuk hipertiroidisme terjadi akibat: 1) penghentian obat anti-
tiroid (biasanya dihentikan 5-7 hari sebelum pemberian RAI dan ditahan hingga
5-7 hari setelahnya); 2) pelepasan sejumlah besar hormon tiroid dari folikel
yang rusak; dan 3) efek dari RAI itu sendiri. Karena kadar hormon tiroid
seringkali lebih tinggi sebelum terapi RAI daripada setelahnya, banyak para ahli
endokrinologi meyakini bahwa penghentian obat anti-tiroid merupakan
penyebab utama krisis tiroid. Satu pilihannya adalah menghentikan obat anti-
tiroid (termasuk metimazol) hanya 3 hari sebelum dilakukan terapi RAI dan
memulai kembali obat dalam 3 hari setelahnya. Pemberian kembali obat anti-
tiroid yang lebih dini setelah terapi RAI dapat menurunkan efikasi terapi
sehingga memerlukan dosis kedua. Perlu pula dipertimbangkan pemeriksaan
fungsi tiroid sebelum prosedur operatif dilakukan pada pasien yang berisiko
mengalami hipertiroidisme (contohnya, pasien dengan sindroma McCune-
Albright).
Kesimpulan
Krisis tiroid adalah kondisi hipermetabolik yang mengancam jiwa dan ditandai
oleh demam tinggi dan disfungsi sistem kardiovaskular, sistem saraf, dan sistem
saluran cerna. Etiologi yang paling banyak menyebabkan krisis tiroid adalah
penyakit Graves (goiter difus toksik). Krisis tiroid timbul saat terjadi
dekompensasi sel-sel tubuh dalam merespon hormon tiroid yang menyebabkan
hipermetabolisme berat.
Diagnosis krisis tiroid didasarkan pada gambaran klinis bukan pada gambaran
laboratoris. Jika gambaran klinis konsisten dengan krisis tiroid, terapi tidak
boleh ditunda karena menunggu konfirmasi hasil pemeriksaan laboratorium atas
tirotoksikosis. Penatalaksanaan krisis tiroid harus menghambat sintesis, sekresi,
dan aksi perifer hormon tiroid. Penanganan suportif yang agresif dilakukan
kemudian untuk menstabilkan homeostasis dan membalikkan dekompensasi
multi organ. Angka kematian keseluruhan akibat krisis tiroid diperkirakan
berkisar antara 10-75%. Namun, dengan diagnosis yang dini dan penanganan
yang adekuat, prognosis biasanya akan baik.