jantung berdebar
description
Transcript of jantung berdebar
Jantung Berdebar
Agrippina Perdiani
102010264
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Pendahuluan
Emosi adalah suatu aspek psikis yang berkaitan dengan perasaan dan merasakan.
Misalnya, merasa senang, sedih, kesal, marah, dan lain-lain. Emosi pada diri seseorang
berhubungan erat dengan keadaan psikis tertentu yang distimulasi baik oleh faktor dari dalam
atau internal maupun faktor dari luar atau eksternal. Tetapi, mengapa jika kita sedang marah,
jantung kita berdetak lebih cepat? Ya, kita pernah mengalaminya. Namun, jantung berdetak
lebih cepat berkaitan dengan ilmu fisiologi bukan psikologi. Jadi, apakah emosi berkaitan
juga dengan aspek fisiologi?
Impuls Saraf-Sinaps1
Proses hantaran impuls pada saraf dimulai dengan terjadinya potensial aksi. Pada
awalnya, serabut saraf mendapatkan stimulus yang cukup, sehingga mengakibatkan gerbang
Na+ terbuka. Kemudian, ion Na+ bermuatan positif ini bergerak ke dalam sel, mengubah
potensial istirahat (polarisasi) menjadi potensial aksi (depolarisasi). Ditunjukan dengan
pergeseran diferensial dari -65 mV ke puncak listrik (potensial puncak) yang hampir
mencapai +40 mV. Depolarisasi juga menyebabkan terbukanya lebih banyak lagi gerbang
natrium, yang kemudian akan mempercepat respons dalam siklus umpan balik positif.
Setelah inisiasi, potensial aksi menjalar di sepanjang serabut saraf dengan kecepatan
dan amplitudo yang tetap. Arus listrik lokal yang menyebar ke area membran yang
berdekatan. Hal ini menyebabkan gerbang natrium membuka dan mengakibatkan gelombang
depolarisasi menjalar sepanjang saraf. Dengan cara ini, sinyal atau impuls saraf ditransmisi
dari satu sisi dalam sistem saraf ke sisi lain. Pada tahap inilah kita kenal dengan peristiwa
sinaps (transmisi sinaptik).
1. Transmisi sinaptik. Sinaps adalah sisi (penghubung (junction) yang tidak berdekatan)
tempat berlangsungnya pemindahan impuls dari ujung akson suatu neuron ke neuron lain
atau ke otot atau ke kelenjar.
a. Pada transmisi dari neuron ke neuron, hubungannya dapat berasal dari akson suatu
neuron ke dendrit, ke badan sel, atau ke akson neuron kedua.
b. Neuron presinaptik membawa impuls menuju sinaps. Neuron postsinaptik
membawa impuls menjauhi sinaps. Neuron tunggal dapat menjadi postsinaptik pada
dendrit atau bedan selnya dan presinaptik pada ujung aksonnya.
2. Sinaps kimiawi
a. Pada sinaps kimiawi, suatu neurotransmiter (zat kimia) dilepas dari terminal akson
presinaptik, mengalir menyeberangi celah sinaptik, dan melekat pada reseptor
membran postsinaptik.
1) Ujung akson presinaptik disebut terminal bouton. Ujung ini melepas
neurotransmiter dari vesikel sinaptik saat potensial aksi mencapai terminal,
saluran ion kalsium terbuka dan ion kalsium memasuki terminal bouton.
2) Ion kalsium memfasilitasi aliran neurotransmiter saat menyeberangi celah
sinaptik dan melekat pada reseptor postsinaptik.
3) Transmisi zat kimia bersifat satu arah karena neurotransmiter hanya dilepas
dari neuron presinaptik
b. Waktu tunda sinaptik adalah waktu yang dibutuhkan untuk menyeberangi suatu
sinaps kimiawi. Dibutuhkan waktu lebih banyak untuk pelepasan, difusi,
penerimaan, dan untuk melihat pengaruh neurotransmiter terhadap sebuah sinaps
daripada waktu yang dibutuhkan untuk untuk perambatan potensial aksi di sepanjang
serabut saraf.
c. Sinaps eksitatoris. Beberapa neurotransmiter mengektisitasi neuron postsinaptik,
menyebabkan depolarisasi, dan mengakibatkan terbentuknya potensial
postsinaptik eksitatoris.
d. Sinaps inhibitorik. Neurotransmiter yang menyebabkan peningkatan potensial
istirahat neuron postsinaptik bersifat inhibitorik; neurotransmiter ini membuat
postsinaptik lebih bermuatan negatif akibat penurunan permeabilitas membran
terhadap aliran masuk Na+ dan meningkatkan permeabilitas membran terhadap aliran
keluar ion K+. peningkatan negativitas internal ini disebut hiperpolarisasi dan
mengakibatkan terbentuknya potensial postsinaptik inhibitorik.
e. Sumasi. Efek transmisi kimia pada neuron postsinaptik adalah penambahan jumlah
dan jenis neurotransmiter yang mencapai membran postsinaptik.
1) Sumasi temporal adalah penambahan jumlah neurotransmiter karena adanya
peningkatan frekuensi stimulasi oleh satu atau beberapa neuron presinaptik.
2) Sumasi spasial adalah stimulasi pada penambahan jumlah terminal presinaptik
eksitatoris untuk menambah jumlah neurontransmiter.
3) Jika potensial postsinaptik eksitatoris dan potensial postsinaptik inhibitorik
mengenai membran postsinaptik, maka hasil akhirnya, eksitasi atau inhibisi,
ditentukan melalui penjumlahan aljabar efek eksitatoris dan inhibitorik, sumasi
temporal, dan sumasi spasial.
f. Neuromudulasi. Zat kimia seperti hormon yang dapat meningkatkan atau
mengurangi respons sinaptik, disebut neuromodulator. Zat ini dapat bekerja pada sisi
presinaptik atau postsinaptik.
Gambar 1. Proses sinaps.
3. Sinaps listrik. Jika dua sel yang dapat tereksitasi berhubungan melalui aliran arus listrik
langsung pada suatu area dengan tahanan listrik rendah, maka sinaps disebut sebagai
sinaps listrik.
a. Gap junction (sambungan celah) menghubungkan pasangan sel yang bermuatan
listrik. Sambungan ini dianggap memiliki tahanan listrik yang rendah.
b. Sinaps listrik tidak memiliki waktu tunda sinaptik yang terdapat pada sinaps zat
kimia. Sinaps listrik ini ditemukan di otot polos, otot jantung dan otak.
c. Pada umumnya, sinaps listrik memungkinkan terjadinya transmisi dua arah,
bukannya satu arah seperti pada sinaps kimiawi.
Organisasi struktural sistem saraf1
1. Sistem saraf pusat (SSP) terdiri dari otak dan medulla spinalis yang dilindungi
tulang kranium dan kanal vertebral.
2. Sistem saraf tepi (SST) meliputi seluruh jaringan saraf lain dalam tubuh. Sistem ini
terdiri dari saraf kranial dan saraf spinal yang menghubungkan otak dan medulla spinalis
dengan reseptor dan efektor. Secara fungsional, sistem saraf tepi dibagi menjadi sistem
aferen dan sistem eferen.
a. Saraf aferen (sensorik) mentransmisi informasi dari reseptor
sensorik ke SSP
b. Saraf eferen (motorik) mentransmisi informasi dari SSP ke otot dan
kelenjar. Sistem eferen dari sistem saraf memiliki dua subdivisi.
1) Divisi somatik (volunter) berkaitan dengan perubahan lingkungan eksternal
dan pembentukan respon motorik volunter pada otot rangka.
2) Divisi otonom (involunter) mengendalikan seluruh respon involunter pada
otot polos, otot jantung, dan kelenjar dengan cara mentransmisi impuls saraf
melalui dua jalur.
a) Saraf simpatis berasal dari area toraks dan lumbal pada medulla spinalis.
b) Saraf parasimpatis berasal dari area otak dan sakral pada medulla spinalis.
Sebagian besar organ internal di bawah kendali otonom memiliki inervasi simpatis
dan parasimpatis.
Sel-Sel pada Sistem Saraf1,2
1. Neuron adalah unit fungsional sistem saraf yang terdiri dari badan sel dan
perpanjangan sitoplasma.
a. Badan sel atau perikarion adalah suatu neuron mengendalikan metabolisme
keseluruhan neuron. Bagian ini tersusun dari komponen berikut:
1) Satu nukleus tunggal, nukleolus yang menonjol, dan organel lain
seperti kompleks golgi dan mitokondria tetapi nukleus ini tidak memiliki sentriol
dan tidak dapat bereplikasi.
2) Badan Nissl terdiri dari retikulum endoplasma kasar dan ribosom-
ribosom bebas serta berperan dalam sntesis protein.
3) Neurofibril yaitu neurofilamen dan neurotubulus yang dapat dilihat
melalui mikroskop cahaya jika diberi pewarnaan dengan perak.
b. Dendrit adalah perpanjangan sitoplasma yang biasanya berganda dan pendek,
serta berfungsi untuk menghantar impuls ke sel tubuh.
1) Permukaan dendrit penuh dengan spina dendrit yang dikhususkan untuk
berhubungan dengan neuron lain.
2) Neurofibril dan badan Nissl memanjang ke dalam dendrit.
c. Akson adalah suatu prosesus tunggal yang lebih tipis dan lebih panjang dari
dendrit. Bagian ini menghantar impuls menjauhi badan sel ke neuron lain, ke sel lain
(sel otot atau kelenjar), atau ke badan sel neuron yang menjadi asal akson.
1) Origo akson. Akson berasal dari badan sel pada hillock akson, yaitu regia
yang mengandung badan Nissl.
2) Ukuran akson. Panjang akson mungkin berukuran kurang dari 1 mm
sampai 1 m lebih (1 mm = 0,04 inci; 1 m = 3,28 kaki). Di bagian ujungnya,
sebuah akson dapat bercabang banyak.
a) Percabangan akhir memiliki suatu pembesaran atau pembengkakan yang
disebut kenop sinaptik, terminal presinaptik, atau terminal bouton.
b) Sisi percabangan (kolateral), yang berujung pada akhir yang sama dengan
pembesaran, dapat terjadi di sisi distal.
c) Ujung akson bercabang-cabang seperti ranting disebut telodendria.
d) Pangkal akson disebut akson hillock. Akson hillock dan segmen awal disebut
sebagai zona pemicu yang membangkitkan potensial aksi. Disinilah potensial
aksi dimulai oleh potensial berjenjang jika kekuatannya memadai. potensial
aksi kemudian dihantarkan sepanjang akson dari akson hilock ke ujung yang
biasanya bercabang-cabang di terminal akson. Terminal akson ini
mengeluarkan pembawa pesan kimiawi yang secara bersamaan mempengaruhi
banyak sel lain yang berkontak dengan akson ini. Karena itu secara fungsional,
akson adalah zona penghantar neuron, dan terminal akson membentuk zona
output.3
3) Pelapisan akson
a) Semua akson dalam sistem saraf perifer dibungkus oleh lapisan Schwann,
disebut juga neurilema, yang dhasilkan sel-sel Schwann.
Akson besar (diameter diatas 2 μm), memiliki lapisan dalam yang
disebut mielin, suatu kompleks lipoprotein yang dibentuk oleh membran
plasma sel-sel Schwann. Akson ini yang tampak berwarna putih disebut
serabut termielinisasi.
Pada saraf perifer, sel-sel Schwann memielinisasi akson dengan cara
melingkarinya dalam bentuk gulungan jelly.
Mielin berfungsi sebagai insulator listrik dan mempercepat hantaran
impuls saraf.
Nodus Ranvier menunjukan celah antara sel-sel Schwann yang
berdekatan. Celah ini merupakan tempat pada akson dimana mielin dan
lapisan Schwann terputus sehingga hanya melapisi sebagian akson.
b) Akson dalam SSP tidak memiliki lapisan neurilema.
Serabut termielinisasi tanpa neurilema terdapat di bagian putih otak
dan medulla spiinalis.
o Dalam SSP, mielin dihasilkan dari oligodendrosit bukan dari sel
Schwann.
o Mielin bertanggung jawab untuk tampilan putih pada substansi putih.
Serabut tidak termielinisasi tanpa neurilema terdapat dalam substansi
abu-abu otak dan medulla spinalis.
c) Terminasi akhir dari semua serabut tidak memliki neurilema dan mielin.
d) Regenerasi neuron yang rusak memerlukan neurilema.
Neuron tidak dapat membelah secara mitosis, tetapi serabut dapat
beregenerasi jika badan selnya masih utuh.
Jika akson mengalami kerusakan berat, maka neurilema (lapisan sel-sel
Schwann) yang melapisinya melakukan pembelahan mitosis untuk
menutup luka.
Jika bagian distal akson rusak, bagian akson terdekat dengan badan sel
akan membuat percabangan baru.
Lapisan neurilema kosong menjadi semacam tubulus selular untuk
mengarahkan akson yang teregenerasi. Setiap percabangan akson
tambahan yang masuk lapisan celah akan terdisintegrasi.
e) Neuron dalam SSP tidak memliki neurilema dan tidak beregenerasi.
Gambar 2. Neuron
3. Klasifikasi Neuron
a. Fungsi. Neuron diklasifikasikan secara fungsional berdasarkan arah transmisi
impulsnya.
1) Neuron sensorik (aferen) menghantarkan impuls listrik dari
reseptor pada kulit, organ indera atau suatu organ internal ke SSP.
2) Neuron motorik menyampaikan impuls dari SSP ke efektor.
3) Interneuron (neuron yang berhubungan) ditemukan seluruhnya
dalam SSP. Neuron ini menghubungkan neuron sensorik dan motorik atau
menyampaikan informasi ke interneuron lain.
b. Struktur. Neuron diklasifikasi secara struktural berdasarkan jumlah
prosesusnya.
1) Neuron multipolar memiliki satu akson dan dua dendrit atau lebih.
Sebagian besar neuron motorik, yang ditemukan dalam otak dan medulla spinalis
masuk dalam golongan ini.
2) Neuron bipolar memiliki satu akson dan satu dendrit. Neuron ini
ditemukan pada organ indera seperti mata, telinga, dan hidung.
3) Neuron unipolar (pseudounipolar) keliatannya memiliki sebuah
prosesus tunggal tetapi neuron ini sebenarnya bipolar.
a) Kedua prosesus (akson dan dendrit) berfusi selama perkembangan menjadi
satu batang tunggal yang bercabang untuk membuat bentuk Y.
b) Semua neuron sensorik (aferen) pada ganglia spinal termasuk dalam
pseudounipolar.
c) Prosesus neuron psedounipolar yang membawa pesan sensasi ke badan sel
terlihat secara struktural seperti akson, tetapi secara fungsional berperan
seperti dendrit.
d) Neuron unipolar memilki sebuah prosesus tunggal. Neuron ini terdapat pada
embrio dan dalam fotoreseptor mata.
4. Sel neuroglial. Biasanya disebut glia, sel neuroglial adalah sel
penunjang tambahan pada SSP yang berfungsi sebagai jaringan ikat. Tidak seperti
neuron, sel glia dapat menjalani mitosis selama rentang kehidupannya dan bertanggung
jawab atas terjadinya tumor sistem saraf.
a. Astrosit adalah sel berbentuk bintang yang memiliki sejumlah prosesus
panjang, sebagian besar melekat pada dinding kapiler darah melalui pedikel atau kaki
vaskular.
1) Sel ini memberikan penopang struktural dan mengatur transpor
materi di antara darah dan neuron.
2) Kaki vaskular dipercaya berkontribusi terhadap barier darah-otak
atau tingkat kesulitan makromolekul tertentu pada plasma darah untuk masuk ke
jaringan otak.
3) Astrosit fibrosa terletak di substansi putih otak dan medulla spinalis;
astrosit protoplasmatis ditemukan pada substansi abu-abu.
b. Oligodendroglia (oligodendrosit) menyerupai astrosit, tetapi badan selnya
kecil dan jumlah prosesusnya lebih sedikit dan lebih pendek.
1) Oligodendrosit dalam SSP analog dengan sel Schwann pada saraf
perifer.
2) Bagian ini membentuk lapisan mielin untuk melapisi akson dalam
SSP.
c. Mikroglia ditemukan dekat neuron dan pembuluh darah dan dipercaya
memiliki peran fagositik. Sel glia berukuran kecil dan prosesunya lebih sedikit dari
jenis sel glia yang lain.
d. Sel ependimal membentuk membran epithelial yang melapisi rongga serebral
(otak) dan rongga medulla spinalis.
Gambar 3. Sel-sel neuroglia.
5. Kelompok Neuron
a. Nukleus adalah kumpulan badan sel neuron yang terletak di dalam SSP.
b. Ganglion adalah kumpulan badan sel neuron yang terletak di bagian luar SSP
dalam saraf perifer.
c. Saraf adalah kumpulan prosesus sel saraf (serabut) yang terletak diluar SSP.
Serabut ini disatukan dan ditunjang oleh jaringan ikat, yang membawa pembuluh
darah dan pembuluh lmfatik.
1) Endoneurium melapisi serabut saraf individual.
2) Perineurium melapisi sekelompok serabut yang menyatu dalam berkas
fasikel.
3) Epineurium, lapisan terluar, melapisi beberapa kelompok fasikel, yang
membentuk saraf atau batang saraf.
d. Saraf gabungan. Sebagian besar saraf perifer adalah saraf gabungan; saraf
ini mengandung serabut aferen dan eferen yang termielinisasi dan yang tidak
termielinisasi.
e. Trakstus adalah kumpulan serabut saraf dalam otak atau medulla spinalis
yang memiliki origo dan tujuan yang sama.
f. Komisura adalah pita serabut saraf yang menghubungkan sisi-sisi yang
berlawanan pada otak atau medulla spinalis.
Hipothalamus1
Hipothalamus terletak di sisi inferior thalamus dan salah satu bagian bawah dari diensefalon
serta bagian bawah lateral dinding ventrikel ketiga.
1. Struktur
a. Bagian anterior hipothalamus adalah substansi abu-abu yang menyelubungi
kiasma optik, yang merupakan persilangan pada saraf optik.
b. Bagian tengah hipothalamus terdiri dari infundibulum (batang), kelenjar
hipofisis posterior tempat melekatnya kelenjar hipofisis, tuber cinerium.
2. Fungsi
a. Hipothalamus berperan penting dalam pengendalian aktivitas SSO yang
melakukan fungsi vegetatif penting untuk kehidupan, seperti pengaturan frekuensi
jantung, tekanan darah, suhu tubuh, keseimbangan air, selera makan, pusat tidur jaga,
saluran pencernaan, dan aktivitas seksual.
b. Hipothalamus juga berperan sebagai pusat otak untuk emosi seperti
kesenangan, nyeri, kegembiraan, dan kemarahan.
c. Hipothalamus memproduksi hormon yang mengatur pelepasan atau inhibisi
hormon kelenjar hipofisis sehingga mempengaruhi keseluruhan sistem endokrin.
Secara histologi, bagian-bagian yang mempunyai kesamaan dan sangat
berhubungan dengan kelenjar hipofisis, kelenjar endokrin, dan bagian otak ini, memberi
kesan bahwa hipotalamus mengontrol endokrin dan SSO yang memberi dan
memerintahkan proses seluruh sistem vital.4
Gambar 4. Letak hipothalamus.
Sistem Limbik1
Sistem limbik terdiri dari sekelompok struktur dalam serebrum dan diencephalon yang
terlibat dalam aktivitas emosional dan terutama aktivitas perilaku tidak sadar.
1. Gyrus cingulum, gyrus hipokampus, dan lobus piriformis merupakan bagian sistem
limbik dalam korteks serebral.
2. Forniks dan area septum pada bagian frontal otak dekat bagian radiks bulbus olfaktori
adalah bagian subkortikal sistem limbik.
3. Bagian-bagian hipothalamus, badan mamilari, dan nukleus amigdaloid, dan beberapa
nukleus talamius anterior tertentu juga termasuk sistem limbik.
Gambar 5. Sistem limbik.
Peristiwa Biolistrik pada Saraf1
1. Potensial istirahat (potensial membran)
Sel saraf yang sedang beristirahat, seperti pada sel lain dalam tubuh, mempertahankan
perbedaan potensial listrik (voltase) pada membran sel di antara bagian dalam sel dan
cairan ekstraselular di sekeliling sel. Voltase dalam sel relatif pada keadaan istirahat
berkisar -50 milivolts (mV) sampai -80 mV terhadap voltase di luar, bergantung pada
kondisi neuron dan ekstraselular yang mengelilingi sel.
a. Membran sel dalam keadaan istirahat dianggap bermuatan listrik atau terpolarisasi.
Keadaan terpolarisasi ini dapat dibuktikan dengan menempatkan elektroda menit di
dalam dan di luar membran.
b. Polarisasi (potensial istirahat) disebabkan oleh konsentrasi ion natrium (Na+) dan
kalium (K+) yang tidak seimbang di dalam dan di luar sel, serta perbedaan
permeabilitas membran terhadap ion ini dan ion lain.
1) Membran neuron sangat permeabel terhadap ion K+ dan klor (Cl-), serta relatif
impermeabel terhadap ion Na+.
2) Membran ini impermiabel terhadap molekul protein intraselular besar yang
bermuatan negatif.
3) Konsentrasi ion K+ di dalam membran sel lebih tinggi daripada di luar
membran sel; konsentrasi ion Na+ di luar membran sel lebih tinggi daripada di
dalam sel.
4) Karena tingkat permeabilitas membran terhadap ion K+ sekitar 75 kali lebih
besar terhadap ion Na+, maka difusi ion K+ keluar dari sel lebih cepat daripada
difusi ion Na+ ke dalam sel.
5) Saat ion K+ bermuatan positif keluar dari sel, ion tersebut meninggalkan molekul
protein bermuatan negatif yang terlalu besar untuk dapat berdifusi melalui
membran. Hal ini mengakibatkan bagian dalam sel mengalami
elektronegativitas.
c. Difusi dan transpor aktif (pompa natrium-kalium) bertanggung jawab untuk
pergerakan ion melewati membran plasma.
1) Difusi terjadi melalui saluran dalam membran sel bergantung pada gradien
konsentrasi ion setiap unsur.
a) Beberapa saluran bersifat pasif dan selalu terbuka sehingga memungkinkan
jalur bebas untuk beberapa ion.
b) Beberapa saluran lain merupakan saluran (gerbang) aktif, dikendalikan oleh
gerbang ion, yang spesifik untuk masing-masing ion. Saluran gerbang
terbuka dan tertutup saat merespons berbagai stimulus.
c) Gerbang tersusun dari molekul protein yang bermuatan yang menambah
ketebalan membran dan mengalami pengubahan bentuk saat membran
distimulasi.
d) Gerbang ion diatur berdasarkan voltase; penutupan dan pembukaan
gerbang bergantung pada perubahan potensial membran.
e) Semua saluran gerbang bervoltase tertutup saat keadaan potensial
membran istirahat.
f) Pengeluaran ion K+ melalui saluran tanpa gerbang yang selalu terbuka
mengakibatkan permeabilitas yang besar terhadap K+ pada membran sel
yang sedang istirahat.
2) Transpor aktif ion Na+ dan K+ melawan gradien konsentrasinya dapat
mempertahankan kondisi potensial istirahat.
a) Pompa natrium-kalium dependen ATP mencegah terjadinya kesetaraan
ion Na+ dan K+ yang melewati membran plasma dan hanya terjadi melalui
difusi.
b) Pompa ini terdiri dari protein yang berperan sebagai ion carrier dalam
membran sel.
c) Protein ini membawa tiga ion Na+ keluar dari sel untuk setiap dua ion K+
yang dipompa masuk, sehingga perbedaan konsentrasi dapat dipertahankan.
2. Potensial aksi
a. Jika serabut saraf cukup terstimulasi makagerbang Na+ akan terbuka.
b. Ion natrium bermuatan positif bergerak ke dalam sel, mengubah potensial istirahat
(polarisasi) menjadi potensial aksi (depolarisasi) ditunjukan dengan pergeseran
diferensial dari -65 mV ke puncak listrik (potensial puncak) yang hamper mencapai
+40 mV. Depolarisasi juga menyebabkan terbukanya lebih banyak gerbang natrium,
yang kemudian akan mempercepat respon dalam siklus umpan balik positif.
c. Potensial aksi sangat singkat, hanya bertahan kurang dari seperseribu detik.
d. Gerbang natrium kemudian menutup, menghentikan aliran deras ion Na+.
Gerbang kalium membuka, menyebabkan ion K+ keluar sel dengan deras.
e. Repolarisasi (polaritas balik) adalah pemulihan daya potensial untuk kembali pada
keadaan istirahat.
1) Pompa natrium-kalium membantu pengembalian gradien konsentrasi ion asal
yang melewati membran sel.
2) Pompa yang dijalankan dengan energi ini akan menghancurkan kelebihan ion
Na+ yang memasuki sel dan mengembalikan ion K+ yang telah berdifusi keluar
sel.
f. Respon all or none
1) Stimulus ambang untuk depolarisasi biasanya terjadi saat ada perubahan sekitar
15 mV sampai 20 mV dari keadaan potensial istirahat.
2) Begitu ambang depolarisasi tercapai, potensial aksi terbentuk. Inilah yang
disebut response all-or-none. Neuron akan merespons secara keseluruhan atau
tidak merespons sama sekali.
g. Periode refraktori
1) Periode refraktori absolut adalah waktu selama gerbang ion Na+ tertutup dan
gerbang K+ masih terbuka dan serabut saraf sama sekali tidak responsif
terhadap kekuatan stimulus lain. Masa ini berlangsung selama 1 milidetik.
2) Periode refraktori relatif adalah masa setelah masa refraktori absolut. Masa ini
berlangsung kurang dari 2 milidetik dan merupakan waktu dimana stimulus
dengan kekuatan yang lebih tinggi memicu potensial aksi yang kedua.
Gambar 6. Peristiwa biolistrik.
Neurotransmiter
Neurotransmiter merupakan zat kimia yang disintesis dalam neuron dan disimpan
dalam gelembung sinaptik pada ujung akson. Zat kimia ini dilepaskan dari akson terminal
mealui eksositosis dan juga direabsorpsi untuk daur ulang.5
Neurotransmiter merupakan cara komunikasi antar neuron. Setiap neuron
melepaskan satu transmitter. Zat-zat kimia ini menyebabkan perubahan permeabilitas sel
neuron, sehingga dengan bantuan zat-zat kimia ini maka neuron dapat lebih mudah dalam
menyalurkan impuls, bergantung pada jenis neuron dan transmitter tersebut.5 Contoh
neurotransmitter adalah:1
1. Asetilkolin (ACh) dilepas oleh neuron motorik yang berakhir di otot rangka (sambungan
neuromuskular). ACh juga dilepas oleh neuron parasimpatis dalam SSO dan oleh neuron
tertentu di otak.
a. Sebagian besar ACh disintesis dari kolin dan koenzim asetil A dalam badan neuron
motorik; kemudian ditranspor ke terminal akson dan disimpan dalam vesikel
sinaptik.
b. Setelah dilepas, ACh dipecah oleh enzim asetilkolinesterase menjadi asetat dan
kolin. Kolin kemudian ditarik terminal akson dan disiklusulangkan.
c. Asetilkolinesterase seperti esterin dan prostigmin dipakai secara teraputik pada
kasus miastenia gravis, penyakit yang ditandai dengan melemahnya otot karena
penurunan daya respons sel-sel otot rangka terhadap ACh.
2. Katekolamin meliputi norepinefrin (NE), epinefrin (E) dan dopamin (DA).
Katekolamin mengandung nukleus katekol dan merupakan derivat dari asam amino
tirosin.
a. Katekolamin digolongkan sebagai monoamina karena memiliki satu gugus tunggal
amina.
b. Ketiganya merupakan neurotransmitter dalam SSP; NE dan E juga berfungsi
sebagai hormon yang disekresi kelenjar adrenal.
c. Katekolamin terinaktivasi setelah pelepasan karena
1) Penyerapan ulang oleh terminal akson.
2) Degradasi enzimatik oleh monoamina oksidase (MAO) yang terjadi pada
ujung neuron presinaptik.
3) Degradasi enzimatik oleh katekolamin-O-metil transferase (COMT) yang
terjadi pada neuron postsinaptik.
3. Serotonin termasuk monoamina, tetapi tidak mengandung nukleus katekol. Serotonin
merupakan derivat dari asam amino triptofan yang ada dalam SSP dan pada sel-sel
tertentu dalam darah dan sistem pencernaan.
4. Beberapa asam amino, seperti glisin, asam glutamat, asam aspartat dan asam
aminobutirat gamma (GABA) berfungsi sebagai neurotransmitter. Diketahui bahwa
sampai saat ini bahwa glisin dan GABA bekerja sebagai inhibitor.
5. Sejumlah neuropeptida, berkisar dari dua sampai 40 asam amino dalam setiap rantai
panjang telah diidentifikasi dalam organ tubuh. Senyawa seperti substansi P, enkefalin,
bradikinin dan kolesistokinin berperan sebagai neurotransmiter asli atau sebagai
neuromodulator untuk mempengaruhi pelepasan atau respon terhadap, transmiter aktual.
Semuanya memiliki efek nonsaraf dan saraf.
Gambar 7. Fungsi neurotransmitter.
Sistem Saraf Otonom
Saraf yang mengontrol dan mengoordinasi fungsi tubuh manusia dibedakan atas 2
divisi utama:
1. Sistem saraf pusat (SSP) terdapat dalam otak dan medulla spinalis.
2. Sistem saraf perifer yang memperantai antara SSP dan lingkungan
eksternal atau internal.
Saraf perifer dibagi lagi menjadi divisi aferen (pembawa impuls yang masuk ke SSP)
dan divisi eferen (pembawa impuls turun dari SSP ke organ-organ). Divisi eferen dibagi lagi
atas saraf somatik dan saraf otonom (SSO). Neuron-neuron eferen SSO mempersarafi otot
polos dan otot jantung, kelenjar, dan organ dalam lain. Tidak seperti saraf somatik, SSO
dibedakan atas saraf simpatik (adrenergik) dan saraf parasimpatik (kolinergik).
Neuron saraf simpatik berasal dari regio torakal dan lumbal. (disebut juga torako-
lumbal) dan neuron saraf parasimpatik berasal dari daerah batang otak atau dari daerah sakral
(disebut juga divisi kranio-sakral).6
Jalur saraf otonom terdiri dari rangkaian dua neuron.3 Serabut saraf dari pusat ke
ganglion disebut serabut praganglion. Dan dari ganglion ke organ disebut serabut
pascaganglion. Serabut saraf praganglion simpatik pendek, dan berakhir di ganglion yang
terletak dekat ke medulla spinalis; sedangkan serabut pascaganglion simpatik panjang
berakhir di organ. Sebaliknya serabut saraf praganglion parasimpatik panjang dan berakhir di
ganglion yang letaknya dekat atau di dalam organ target; dan serabut pascaganglionnya
pendek. 6
Semua serat praganglion dan serat pascaganglion parasimpatis mengeluarkan
asetilkolin. Serat pascaganglion simpatis mengeluarkan norepinefrin. Neurotransmitter yang
sama memicu respons berbeda di jaringan yang berbeda. Karena itu, respon bergantung pada
spesialisasi jaringan, bukan pada sifat pembawa pesan (neurotransmitter). Jaringan yang
disarafi oleh sistem saraf otonom memiliki satu atau lebih tipe reseptor yang berbeda untuk
pembawa pesan kimiawi pascaganglion. Suatu serat otonom dapat merangsang atau
menghambat aktivitas di organ yang disarafinya. 3
Impuls dalam parasimpatis (kranio-sakral) berasal dari batak otak melalui nervus III,
VII, XI, X, dan nervi erigentes ke sel intermediolateral segmen II dan IV bagian sakral
medulla spinalis. Impuks saraf simpatik (torako-lumbal) berasal dari sel intermediolateral
medulla spinalis semua segmen torakal dan semua segmen lumbal I, II, dan III. Serabut saraf
praganglion langsung mempersarafi medulla adrenal tanpa sinaps di ganglion. Hal ini akan
menyebabkan pelepasan NE dan E langsung ke sirkulasi darah.
Biasanya kedua saraf simpatik dan parasimpatik mengirimkan informasi ke tempat
target yang sama. Terdapat pengecualian pada medulla adrenal, kelenjar keringat, lien, dan
folikel rambut, yang hanya dipersarafi oleh saraf simpatik saja.
Perangsangan saraf somatik menghasilkan aktivitas tunggal kontraksi otot, tetapi
perangsangan saraf otonom menghasilkan aktivitas yang lebih kompleks. Umunya hal ini
dapat dikatakan bahwa saraf simpatik dapat berupa suatu respon-aktivitas dan saraf
parasimpatik sebagai homeostatik-vegetatif.6
Sebagian besar organ viseral disarafi oleh serat simpatis dan parasimpatis, yang secara
umum menimbulkan efek yang bertentangan di satu organ. Sistem simpatis mendominasi
dalam situasi darurat atau berbahaya dan mendorong respon-respon yang mempersiapkan
tubuh untuk aktivitas fisik berat. Respon semecam ini biasanya disebut sebagai fight-or-flight
response, contohnya untuk melawan atau lari. Sistem parasimpatis mendominasi pada
keadaan tenang santai serta mendorong aktivitas-aktivitas untuk memelihara tubuh misalnya
pencernaan. Aktivitas otonom dikontrol oleh banyak daerah di SSP, termasuk medula
spinalis, medula, hipotalamus, dan korteks asosiasi prefrontal.3
Gambar 8. Sistem saraf otonom.
Fungsi Sistem Otonom7
Kedua sistem saraf tersebut bekerja berlawanan, saraf simpatis menstimulasi,
parasimpatis menurunkan aktivitas organ. Saraf simpatis menstimulasi dan mempercepat
rangsang pada jantung dan sistem respirasi tetapi menghambat sistem pencernaan. Saraf-saraf
ini meningkatkan sirkulasi dan mendilatasi bronkus, saliva, dan seluruh sekresi saluran
pencernaan, juga menurunkan peristaltik usus. Saraf simpatis distimulasi oleh emosi seperti
rasa takut, marah, dan gembira. Fungsi saraf simpatis berhubungan sangat erat dengan
medulla adrenal yang distimulasi saraf simpatis. Sistem saraf ini membantu tubuh berespon
terhadap emosi dengan memberikan otot suplai darah yang baik, yang kaya dengan O2.
Kondisi ini memungkinkan seseorang berlari dengan cepat ketika merasa takut atau
mengamuk ketika merasa marah. Selain itu, saraf simpatis juga bertanggung jawab terhadap
berhentinya proses pencernaan makanan saat terjadi emosi, yang selanjutnya saraf ini akan
menyebabkan muntah dan pengosongan usus, kemudian saluran pencernaan akan akan
mengeluarkan isi yang tidak dapat ditoleransi.
Sistem saraf parasimpatis mempunyai pengaruh yang bertolak belakang dengan saraf
simpatis, yaitu menstimulasi sistem pencernaan dan merangsang keluaran asam lambung dan
aktivitas peristaltis. Selain itu, vagus memperlambat kontraksi jantung, menurunkan sirkulasi,
mengahambat sistem respirasi, dan mengontriksi bronkus. Saraf ini distimulasi oleh emosi
yang menyenangkan. Akibatnya, perasaan bahagia dan senang cenderung meningkatkan kerja
sistem pencernaan. Pavlov telah membuktikan hal ini pada anjing yang memiliki suatu fistula
gaster. Saat tulang diperlihatkan pada anjing, asam lambung mulai keluar akibat rangsangan
dari saraf vagus. Keberadaan kucing di ruangan tersebut membuat anjing marah, keluaran
asam lambung dihambat, dan saraf simpatis distimulasi.
Gambar 9. Fungsi sistem saraf otonom.
Emosi8
Biasanya emosi merupakan reaksi terhadap rangsangan dari luar dan dalam diri
individu. Sebagai contoh emosi gembira mendorong perubahan suasana hati seseorang,
sehingga secara fisiologi terlihat tertawa, emosi sedih mendorong seseorang berperilaku
menangis.
Emosi berkaitan dengan perubahan fisiologis dan berbagai pikiran. Jadi, emosi
merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia, karena emosi dapat
merupakan motivator perilaku dalam arti meningkatkan, tapi juga dapat mengganggu
perilaku intensional manusia.
Emosi pun merupakan suatu aspek psikis yang berkaitan dengan perasaan dan
merasakan. Misalnya merasa senang, sedih, kesal, jengkel, marah, tegang dan lain-lain.
Emosi pada diri seseorang berhubungan erat dengan keadaan psikis tertentu yang distimulasi
baik oleh faktor dari dalam atau internal maupun faktor dari luar atau eksternal.
Gejolak emosi dapat bervariasi dari skala yang paling menyenangkan sampai pada
skala yang paling tidak menyenangkan. Skala emosi yang paling menyenangkan adalah
kegembiraan yang meluap-luap, sementara skala emosi yang paling tidak menyenangkan
adalah kemarahan atau kesedihan yang mendalam. Kegembiraan dan kemarahan dapat
berlangsung sejenak, dapat pula berlangsung lama. Namun demikian, gejolak emosi berupa
kesedihan atau kekecewaan biasanya cenderung berlangsung lama.
Gejolak emosi apapun itu, dapat berpengaruh terhadap kefaalan tubuh, sehingga
mempengaruhi keseimbangan psikofisiologis. Karena adanya kesatuan antara aspek psikis
dan aspek fisik, maka terkadang emosi yang berlebihan dapat memacu pengaruh pada aspek-
aspek fisiologis. Misalnya, kegembiraan yang berlebihan dapat membuat perubahan fisiologis
seperti jantung berdebar-debar, ekskresi airmata, dan lain-lain. Begitupun sebaliknya, jika ada
seseorang mengalami emosi negatif seperti marah, sedih atau kecewa yang mendalam, maka
akan berpengaruh pula terhadap fisiologis tubuh, misalnya denyut jantung nadi yang
meninggi, detak jantung yang meningkat, berkeringat, dan sebagainya.
Hubungan Emosi-Sistem Saraf Otonom
Secara sederhana peristiwa emosional dapat dijelaskan sebagai berikut. Pertama,
tentunya adalah diterimanya impuls sensorik berupa rangsang emosi. Selanjutnya impuls
tersebut diteruskan ke hypothalamus sebagai pusat pengatur sistem saraf otonom. Dari
hypothalamus, impus tersebut kemudian diteruskan lagi ke sistem limbik dan korteks
serebral. Disini kemudian terjadi saling pengaruh-mempengaruhi yang dapat menimbulkan
respon. Respon tersebut ada macam-macam. Ada otonomik respon dimana yang berperan
adalah saraf simpatik – yang kerjanya dalam kondisi terancam, terdapat rumus “fight-or-
flight”, yang kemudian akan mempengaruhi sistem endokrin untuk bekerja, yaitu berupa
sekresi hormon yang berkaitan, misalnya adrenalin. Dan yang teakhir adalah respon perilaku.
Respon perilaku ini terjadi jika ada peningkatan emosi, sehingga kerja saraf simpatis
meningkat. Jika sampai medula adrenal terangsang, maka akan disekresikanlah epinefrin dan
norepinefrin dari medula adrenal tersebut ke seluruh tubuh, terutama ke bagian ektremitas
untuk kemudian diteruskan sebagai respon.
Kesimpulan
Berdasarkan teori diatas dapat disimpulkan bahwa hipotesisnya benar, yaitu jantung
berdebar dapat dipengaruhi oleh emosi yang merupakan suatu rangsangan melalui persarafan
otonom. Karena, fungsi hipothalamus adalah pusat emosi dan pusat SSO dan sistem saraf
otonom dapat distimulasi oleh emosi seperti rasa takut, marah, dan gembira. Fungsi saraf
simpatis berhubungan sangat erat dengan medulla adrenal yang distimulasi saraf simpatis.
Sistem saraf ini membantu tubuh berespon terhadap emosi maka kerja saraf-saraf simpatis
pada SSO akan meningkat sehingga menghasilkan respon berupa jantung yang berdetak lebih
cepat.
Daftar Pustaka
1. Sloane E. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta: EGC, 2003.h.151-174
2. Yang dari lina, ga tau dapusnya apaan
3. Sherwood L. Fisiologi manusia : dari sel ke sistem. Ed.6. Jakarta: EGC, 2011.h.104
4. Batticaca FB. Asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem persarafan.
Jakarta: Salemba Medika, 2008.h.19
5. Muttaqin A. Pengantar asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem persarafan.
Jakarta: Salemba medika. 2008.h.4
6. Staf pengajar departemen farmakologi. Kumpulan kuliah farmakologi. Edisi ke-2.
Jakarta: EGC, 2008.h.104-8
7. Watson R. Anatomi dan fisiologi untuk perawat. Jakarta: EGC, 2002.h.97-9
8. Gunarsa, Singgih D. Psikologi olahraga prestasi. Jakarta : Penerbit Gunung Mulia ;
2008.h.62